Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
SIG mulai dikenal pada awal 1980-an. Sejalan dengan berkembangnya
perangkat komputer, baik perangkat lunak maupun perangkat keras, SIG
berkembang sangat pesat pada era 1990-an. Secara harfiah, SIG dapat diartikan
sebagai : "Suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak,
data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif
untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola,
memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisis, dan menampilkan data dalam
suatu informasi berbasis geografis. Informasi spasial yang memakai lokasi, dalam
suatu sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya.
Konsep dasar SIG sistem yang dirancang untuk bekerja dengan data yang
tereferensi secara spesial atau kordinat-koordinat geografi. SIG memiliki
kemampuan untuk mengolah data dan melakukan operasi-operasi tertentu dengan
menampilkan dan menganalisan data. Aplikasi SIG saat ini tumbuh tidak hanya
secara jumlah aplikasi namun juga bertambah dari jenis keragaman.
Pengembangan aplikasi SIG kedepannya mengarah kepada aplikasi berbasis wep
web yang dikunal dengan SIG.
Georeferensi merupakan Langkah awal yang harus dilakukan pada
data-data mentah, sebelum diproses lebih lanjut dengan GIS. Setiap data GIS
harus dalam status tergeoreferensi, yakni sudah berada pada posisi yang tepat di
32
permukaan bumi, sesuai dengan sistem koordinat yang digunakan. Salah satu
contoh data yang perlu digeoreferensi adalah peta dasar untuk digitasi yang
biasanya masih dalam format raster. Georeferencing yaitu proses scaling, berputar,
menerjemahkan dan deskewing gambar agar sesuai dengan ukuran tertentu dan
posisi. Para georeferensi jangka panjang akan menjadi asing bagi pengguna GIS,
tetapi umum CAD pengguna mungkin belum pernah melihat kata sebelumnya,
meskipun fungsi ini sangat berguna untuk pekerjaan mereka.Kata awalnya
digunakan untuk menggambarkan proses dari referensi gambar peta ke lokasi
geografis grafis.Untuk sesuatu georeferensi berarti untuk mendefinisikan
keberadaannya di ruang fisik, Artinya, mendirikan perusahaan lokasi dalam hal
proyeksi peta atau sistem koordinat. Istilah ini digunakan baik ketika menetapkan
hubungan antara raster atau vektor gambar dan koordinat tetapi juga ketika
menentukan lokasi spasial fitur geografis lainnya. Contohnya termasuk
menetapkan posisi yang benar dari sebuah foto udara dalam peta atau menemukan
koordinat geografi suatu nama tempat atau jalan alamat.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara II, tentang Georeferencing adalah:
1. Mengenalkan system proyeksi
2. Membedakan system proyeksi
3. Untuk memperbaiki distorsi geometrik dengan meletakan elemen citra pada
posisi planimetric (x dan y) yang seharusnya, sehingga citra mempunyai
kenampakan yang lebih sesuai dengan keadaan sebenarnya di permukaan bumi
agar dapat digunakan sebagai peta.
33
C. Manfaat Praktikum
34
35
Spasial adalah aspek keruangan suatu objek atau kejadian yang mencakup
lokasi, letak, dan posisinya (Chen et al.,2004). Geospasial atau ruang kebumian
adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek
atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang
dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.Data Geospasial adalah data tentang
lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau
buatan manusia yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.
Informasi Geospasial adalah Data yang sudah diolah sehingga dapat digunakan
sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau
pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian (Anggraini,
2010).
Menurut ESRI (dalam Prahasta, 2001) Sistem Informasi Geografis adalah
kumpulan yang
data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperolah,
menyimpan,
harus di
lakukan dalam pembuatan peta. Langkah awal yang dilakukan dalam pembuatan
data, dilanjutkan dengan
36
mana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk
dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki
empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografis: (a)
masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis
dan manipulasi data, dan (d) keluaran (Aronoff, 1989).
SIG adalah sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data,
manusia
(brainware),
organisasi
dan
lembaga
yang
digunakan
untuk
37
Dasar
ArcGIS
ESRI
(Environmental
System
Research
dalam
pengembangan perangkat
lunak
untuk
GIS.
Memulai
debutnyadengan produk ArcInfo 2.0 pada awal 1990 an, ESRI terus memperbaiki
produknya untuk
38
manual
(analog),
dan
sistem
otomatis
yang
berbasis
digital
39
40
Batas lintang dalam system koordinat ini adalah 80 LS hingga 84 LU. Setiap
bagian derajat memiliki lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari 80 LS kearah
utara. Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C,D,E,F, hingga X
(huruf I dan O tidak digunakan). Jadi bagian derajat 80 LS hingga 72 LS diberi
notasi C, 72 LS hingga 64 LS diberi notasi D, 64 LS hingga 56 LS diberi
notasi E, dan seterusnya. Setiap zone UTM memiliki system koordinat sendiri
dengan titik nol pada perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator.
Untuk menghindari koordinat negative, meridian tengah diberi nilai awal absis (x)
500.000 meter. Untuk zone yang terletak dibagian selatan ekuator (LS), juga
untuk menghindari koordinat negative ekuator diberi nilai awal ordinat (y)
10.000.000 meter.
Menurut Abidin, H Z (2007) Sitem WGS 84 adalah sistem terestrial
konvensional ( Conventional Terrestrial System, CTS ). Pendefinisian sitem
koordinatnya mengikuti kriteria yang ditetapkan oleh IERS ( International Earth
Rotation Sevice ) yaitu sebagai berikut : Titik Nol koordinat terdapat pada pusat
massa bumi ( Geosentrik ). Dimana massa bumi mencakup lautan dan juga
atmosfer. Skalanya adalah kerangka bumi lokal dalam terminologi relativitas dari
gravitasi. Orientasi awal dari sumbu sumbu koordinatnya adalah didefinisikan
oleh orientasi Bereau International de IHeure ( BIH ) epok 1984.0. Sumbu Z
mengarah ke IERS reference pole. Sumbu X nya berada dibidang ekuator dan
pada bidang IERS Reference Meridian ( IRM ). Sumbu Y tegak lurus terhadap
sumbu X dan sumbu Z, dan membentuk sistem koordinat tangan kanan ( Right-
41
Handed System ). Evolusi waktu dari orientasinya tidak mempunyai residu pada
rotasi global terhadap kerak bumi.
42
43
7. Sheet1$ pada bagian Table of Contents diklik kanan dan dipilih Display XY
Data
8. Diklik Edit pada Coordinate System of Input Coordinates
9. Dipilih sistem proyeksi petaWGS 1984 UTM Zone 49S pada Projected
Coordinate System -> UTM -> WGS 1984 -> Shouthern Hemisphere
10. Add Data diklik, dan dipilih file data acuan yaitu banyumas.jpg
44
11. Pada Table of Contents diklik kanan peta banyumas.jpg dan dipilih Zoom
To Layer
12. Pada Toobars Georeferencing, diklik Add Control Points
13. Diklik pada pojok kiri atas koordinat peta banyumas.jpg
14. Pointer diarahkan pada Sheet1$ dan diklik kanan, dipilih Zoom To Layer
15. Pointer diarahkan pada titik kiri atas, diklik
16. Langkah tersebut diulangi pada keempat titik, dimulai dari titik atas pojok kiri,
titik atas pojok kanan, titik kanan pojok bawah, kemudian titik kiri pojok
bawah.
IV.
45
A. Hasil
Gambar 1. Hasil georeferencing pada peta Banyumas.Jpg
B. Pembahasan
SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada
suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya
memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial
yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang
memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi
SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan
pemodelan.Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi
lainnya.
Georeferencing adalah proses penyelarasan data spasial (lapisan yang
berbentuk file: poligon, titik, dll) ke file gambar seperti peta historis, citra satelit,
atau foto udara. This document describes the basic steps for georeferencing an
46
47
48
mempertahankan
luas
wilayah
suatu
daerah
tetapi
merubah
49
50
51
Setiap zone dibatasi oleh dua meridian sebesar 6 dan memiliki meridian
tengah sendiri. Sebagai contoh, zone 1 dimulai dari 180 BB hingga 174 BB,
zone 2 di mulai dari 174 BB hingga 168 BB, terus kearah timur hingga zone
60 yang dimulai dari 174 BT sampai 180 BT. Batas lintang dalam system
koordinat ini adalah 80 LS hingga 84 LU. Setiap bagian derajat memiliki
lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari 80 LS kearah utara. Bagian derajat
dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C,D,E,F, hingga X (huruf I dan O
tidak digunakan). Jadi bagian derajat 80 LS hingga 72 LS diberi notasi C,
72 LS hingga 64 LS diberi notasi D, 64 LS hingga 56 LS diberi notasi E,
dan seterusnya. Setiap zone UTM memiliki system koordinat sendiri dengan
titik nol pada perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator. Untuk
menghindari koordinat negative, meridian tengah diberi nilai awal absis (x)
500.000 meter. Untuk zone yang terletak dibagian selatan ekuator (LS), juga
untuk menghindari koordinat negative ekuator diberi nilai awal ordinat (y)
10.000.000 meter. Sedangkan untuk zone yang terletak dibagian utara ekuator,
ekuator tetap memiliki nilai ordinat 0 meter. Untuk wilayah Indonesia terbagi
atas sembilan zone UTM, dimulai dari meridian 90 BT sampai dengan 144
BT dengan batas pararel (lintang) 11 LS hingga 6 LU.
Dengan demikian wilayah Indonesia dimulai dari zone 46 (meridian
sentral 93 BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141 BT). Aplikasi UTM
untuk Indonesia adalah dengan membagi Indonesia kedalaman 9 zone UTM,
dimulai dari meridian 90BT hingga 144, mulai dari zone 46 (Meridian sentral
93BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141BT).
52
53
adalah
ellipsoid
terbaik
untuk
keseluruhan
geoid.
negara, mulai
mengembangkan sistem
referensi dan
antarakoordinat dari
AS,
Angkatan
mempunyai
wilayah
Darat
Laut dan
yang
Angkatan
(WGS 60). Posisi yang ditentukan oleh GPS ditentukan dalam datum WGS 84.
Secara keseluruhan datum WGS 84 mencakup dalam pendefinisian sistem
koordinat yang bersifat geometris serta model gaya berat bumi yang bersifat
fisis.
54
55
Pada sistem koordinat WGS 84, ellipsoid yang digunakan adalah ellipsoid
geosentrik WGS 84 yang didefinisikan oleh empat parameter utama, yaitu :
Parameter
Sumbu Panjang
Penggepengan
Kecepatan Sudut Bumi
Konstanta Gravitasi Bumi
(
termasuk
Notasi
a
f
Nilai
6378137 m
1/298.257223563
7292115.0 x 10-
GM
11 rad s-1
3986004.418
massa
108 m3 s-2
atmosfernya )
Tabel 1. Definisi 4 parameter WGS 1984
56
57
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Georeferencing adalah proses penyelarasan data spasial (lapisan yang
berbentuk file: poligon, titik, dll) ke file gambar seperti peta historis, citra
satelit, atau foto udara.
2. Universal Transverse Mercator (UTM) merupakan proyeklsi peta yang
menggunakan posisi horizontal dua dimensi (x,y)utm dengan menggunakan
proyeksi silinder, transversl dan konform yang memotong bumi pada dua
meridian standard.
3.
Georeferencing sangat penting untuk membuat foto udara dan citra satelit ,
biasanya gambar raster, berguna untuk pemetaan seperti menjelaskan
bagaimana data lain, seperti di atas GPS poin, berhubungan dengan pencitraan.
B. Saran
58
59
DAFTAR PUSTAKA
2010. Panduan
dasar
ArcGIS. Tropenbos
Prahasta.
2010. Sistem
Informasi
Geografis
Konsep-Konsep
Dasar.Informatika. Bandung.
Faisol, Arif Dindarto, 2013, Tutorial Ringkas ArcGIS.10, NSI, Yogyakarta.
60
Juhadi, Setyowati, dan Liesnoor, Dewi . 2001. Desain dan Komposisi Peta
Tematik. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Nurpilihan Bafdal, Kharistya Amaru, dan Boy Macklin Pareira P.
2011 . Buku Ajar Sistem Informasi Geografis. Bandung : Jurusan
TMIP FTIP Unpad.
Nurfadilla, 20012, Laporan Praktikum ArcGIS. Fakultas Teknik Sipil UNDIP :
Semarang.
Prahasta, E. 2001. Konsep konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit
Informatika. Bandung.
Rinaldi Potabuga . 2010 .Automasi Data_1Georeferencing. Intan
Pariwara. klaten
Suseno Adam, Agus Ricky . 2012. Penggunaan Quantum GIS
dalam Sistem Imformasi Geografii. Bandung : Informatika
Subroto, Galuh.2011. Laporan praktikum GIS Georeferencing. IPB Press : Bogor.
61