You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Avian influenza pertama kali ditemukan menyerang di itali sekitar 100 tahun yang lalu.
Wabah virus ini menyerang manusia pertama kali di Hongkong pada tahun 1997 dengan 18
korban dan 6 diantaranya meninggal. Sejarah dunia telah mencatat tiga pandemi besar yang
disebabkan oleh virus influenza tipe A. Pandemi pertama terjadi pada tahun 1918 berupa flu
spanyol yang disebabkan oleh subtipe H1N1 dan memakan korban meninggal 40 juta orang.
Pandemi ini sebagian besar terjadi di eropa dan amerika serikat. Pandemi kedua terjadi pada
tahun 1918 berupa flu asia yang disebabkan oleh H2N2 dengan korban 4 juta jiwa. Pandemi
terakhir pada tahun 1968 berupa flu hongkong yang disebabkan oleh H3N2 dengan korban 1
juta jiwa.
Sampai bulan juni 2007 sebanyak 313 orang diseluruh dunia telah terjangkit virus AI
dengan 191 diantaranya meninggal dunia. Kasus penyakit ini meningkat cepat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2003 tercatat terdapat 4 kasus, kemudian berkembang menjadi 46 kasus
(2004), 97 kasus (2005), 116 kasus (2006), dan pada tahun 2007 pertanggal 15 juni sudah
dilaporkan terjadi 50 kasus dengan angka kematian 60%. Negara yang terjangkit sebagian
besar adalah negara-negara di asia (thailand, vietnam, kamboja, china, dan indonesia), tetapi
saat ini telah menyebar ke irak dan turki.
Kasus Alvian influenza di Indonesia bermula dari ditemukannya kasus pada unggas di
pekalongan, jawa tengah pada bulan agustus 2003. Menghadapi penyakit yang semakin
merebak, pemerintah memutuskan untuk mrengimpor vaksin dalam jumlah terbatas dan
dilakukan vaksinasi pada sejumlah unggas. Pada januari 2004, ketua I persatuan dewan
hewan indonesia (PDHI), C.A. Nidom, mengumumkan bahwa identifikasi DNA dengan
sampel 100 ayam yang diambil dari daerah wabah menunjukkan positif telah terjangkit flu
burung. Pada april 2004, dirjen bina produksi peternakan mengidentifikasi masuknya virus
flu burung di indonesia, yakni penyelundupan vaksin flu burung, penyelundupan unggas, dan
migrasi burung.
Sampai akhirnya, pada akhir februari 2005 ribuan unggas, ayam, dan burung di lima
kabupaten dan kota di jawa barat mati karena flu burung. Untuk pertama kalinya, kasus flu
burung pada manusia di indonesia ditemukan pada bulan juli 2005. Kemudian, pemerintah
menetapkan flu burung sebagai kejadian luar biasa (KLB) nasional mengingat banyaknya
korban, baik unggas maupun manusia yang terjangkit virus flu burug. Sampai dengan
september 2008 penyebaran flu burung pada manusia di Indonesia yang telah dikonfirmasi

oleh Komnas Flu Burung Indonesia telah menyebar di 12 provinsi, yakni Jawa Barat, DKI
Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Lampung,
Sulawesi selatan, Sumatera Selatan, Riau, dan Bali dengan jumlah kasus mencapai 137 dan
112 diantaranya meninggal dunia. jumlah kasus tterbanyak Jawa Barat dengan jumlah kasus
33 jiwa dan kasus meningggal 27 jiwa. sedangkan untuk daerah Tanggerang Banten
memduduki peringkat terbanyak dengan jumlah kasus 25 jiwa dan meninggal 25 jiwa.
Tanggerang merupakan salah satu daerah dengan kasus penularan Avian Influenza cukup
tinggi. hingga saat ini Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggerang Banten telah menetapkan 10
kecamatannya sebagai daerah epidemis atau wilayah penyebab dan penularan virus flu
burung. Wabah flu burung sangat merugikan masyarakat, selain dari segi kesehatan terutama
dalam bidang ekonomi. Hal ini disebabkan karena wabah flu burung membuat orang menjadi
takut mengonsumsi daging ayam serta takut berpergian di daerah yang dinyatakan positif
endemi flu burung, sehingga secara tidak langsung melumpuhkan sektor peternakan dan
pariwisata di negara tersebut1. padahal jika dilihat dari data FAO pada tahun 2003 Asia
tenggara termasuk Indonesia merupakan tempat peternakan unggas terbesar kedua terbesar
didunia, sehingga bisa dibayangkan berapa banyak kerugian yang akan diderita apabila sektor
peternakan unggas ini lumpuh.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah:
1.

Apa pengertian penyakit flu burung?


2.

Bagaimana cara penularan penyakit flu burung?

3.

Bagaimana gejala penyakit flu burung?

4.

Bagaimana cara mencegah penyakit flu burung?

5.

Bagaimana cara pengobatan flu burung?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza) adalah suatu
penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas.
Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N. Flu Burung
merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat membunuh seluruh ternak unggas di areal
usaha peternakan. Flu Burung merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyebar
dengan cepat ke areal peternakan lain dan di seluruh tanah air. Flu Burung berbahaya karena
banyak jenis Flu Burung dapat menyebabkan manusia sakit dan meninggal.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk famili
Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat
menyebabkan epidemi dan pandemi. Virus influenza tipe A terdiri dari Hemaglutinin (H) dan
Neuramidase (N), kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung
yang banyak jenisnya. Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1,
H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9. Strain yang sangat
virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat
bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 220 C dan lebih dari 30 hari pada 00 C. Virus
akan mati pada pemanasan 600 C selama 30 menit atau 560 C selama 3 jam dan dengan
detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia pada bulan Januari 2004 di laporkan adanya kasus kematian ayam ternak
yang luar biasa (terutama di Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan
Jawa Barat). Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun
konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian
influenza (AI). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di
Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah
kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Berdasarkan data KEMENKES
RI, jumlah kasus Flu Burung di Indonesia sejak tahun 2005 sampai dengan Juni 2010 adalah
166 kasus dengan 137 kematian.
2.4 PATOFISIOLOGI

Virus influenza merupakan virus RNA termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Asam
nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis
protein. Virus influenza mempunyai selubung/simpai yang terdiri dari kompleks protein dan
karbohidrat. Virus ini mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan untuk menempel pada
reseptor yang spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis
spikes yaitu yang mengandung hemaglutinin (HA) dan yang mengandung neuraminidase
(NA), yang terletak dibagian terluar dari virion. Virus influenza mempunyai 4 jenis antigen
yang terdiri dari (i) protein nukleokapsid (NP) (ii). Hemaglutinin (HA), (iii). Neuraminidase
(NA), dan protein matriks (MP). Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza
digolongkan dalam virus influenza A, B, dan C. Virus Influenza A sangat penting dalam
bidang kesehatan karena sangat patogen baik bagi manusia, dan binatang, yang menyebabkan
angka kesakitan dan kematian yang tinggi, di seluruh dunia. Virus influenza A ini dapat
menyebabkan pandemi karena mudahnya mereka bermutasi, baik berupa antigenic drift
ataupun antigenic shift sehingga membentuk varian-varian baru yang lebih patotegen.
Di dalam virus influenza tipe A dapat terjadi perubahan besar pada komposisi
antigeniknya yang disebut antigenic shift atau terjadi perubahan kecil komposisi antigenik
yang disebut antigenic drift. Perubahan perubahan inilah yang bisa menyebabkan epidemi
atau bahkan pandemi. ). Virus influenza B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia,
sedangkan virus influenza C, jarang ditemukan walaupun dapat menyebabkan infeksi pada
manusia dan binatang. Jenis virus influenza B dan C jarang sekali atau tidak menyebabkan
wabah pandemis. Terdapat 15 jenis subtipe HA dan 9 jenis subtipe NA. Dari berbagai
penelitan seroprevalensi secara epidemiologis menunjukkan bahwa beberapa subtipe virus
influenza A telah menyebabkan wabah pandemi antara lain H7N7 (1977), H3N2 (1968),
H2N2 (1957), H1N1 (1918), H3N8 (1900), dan H2N2 (1889). Infeksi virus H5N1 dimulai
ketika virus memasuki sel hospes setelah terjadi penempelan spikes virion dengan reseptor
spesifik yang ada di permukaan sel hospesnya.
Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan mengintegrasikan materi genetiknya
di dalam inti sel hospesnya, dan dengan menggunakan mesin genetik dari sel hospesnya,
virus dapat bereplikasi membentuk virion-virion baru, dan virion-virion ini dapat
menginfeksi kembali sel-sel disekitarnya. Dari beberapa hasil pemeriksaan terhadap spesimen
klinik yang diambil dari penderita ternyata avian influenza H5N1 dapat bereplikasi di dalam
sel nasofaring dan di dalam sel gastrointestinal .Virus H5N1 juga dapat dideteksi di dalam
darah, cairan serebrospinal, dan tinja pasien (WHO,2005).

Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah virus bisa
masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan replikasinya. Virus influenza A
melalui spikes hemaglutinin (HA) akan berikatan dengan reseptor yang mengandung sialic
acid (SA) yang ada pada permukaan sel hospesnya. Ada perbedaan penting antara molekul
reseptor yang ada pada manusia dengan reseptor yang ada pada unggas atau binatang. Pada
virus flu burung, mereka dapat mengenali dan terikat pada reseptor yang hanya terdapat pada
jenis unggas yang terdiri dari oligosakharida mengandung N-acethylneuraminic acid dimana
molekul ini berbeda dengan reseptor yang ada pada manusia.
Reseptor yang ada pada permukaan sel manusia adalah (SA -2,6-Gal), sehingga secara
teoritis virus flu burung tidak bisa menginfeksi manusia karena perbedaan reseptor
spesifiknya. Namun demikian, dengan perubahan hanya 1 asam amino saja konfigurasi
reseptor tersebut dapat dirubah sehingga reseptor pada manusia dikenali oleh HPAI-H5N1.
Potensi virus H5N1 untuk melakukan mutasi inilah yang dikhawatirkan sehingga virus dapat
membuat varian-varian baru dari HPAI-H5N1 yang dapat menular antar manusia ke manusia.
Flu burung dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran
unggas yang sakit. Penularan juga bisa terjadi melalui air minum dan pasokan makanan yang
telah terkontaminasi oleh kotoran yang terinfeksi flu burung. Di peternakan unggas,
penularan dapat terjadi secara mekanis melalui peralatan, kandang, pakaian ataupun sepatu
yang telah terpapar pada virus flu burung (H5N1) juga pekerja peternakan itu sendiri.
Jalur penularan antar unggas di peternakan, secara berurutan dari yang kurang berisiko
sampai yang paling berisiko adalah melalui pergerakan unggas yang terinfeksi ,kontak
langsung selama perjalanan unggas ke tempat pemotongan ,lingkungan sekitar (tetangga)
dalam radius 1 km, kereta/lori yang ,digunakan untuk mengangkut makanan, minuman
unggas dan lain-lain ,kontak tidak langsung saat pertukaran pekerja dan alat-alat. Penularan
virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika manusia kontak dengan kotoran
unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan permukaan atau benda-benda yang
terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung virus H5N1. Orang yang
berisiko tinggi tertular flu burung adalah pekerja di peternakan ayam ,pemotong ayam ,orang
yang kontak dengan unggas hidup yang sakit atau terinfeksi flu burung orang yang
menyentuh produk unggas yang terinfeksi flu burung ,populasi dalam radius 1 km dari lokasi
terjadinya kematian unggas akibat flu burung. Pada dasarnya sampai saat ini, H5N1 tidak
mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang terinfeksi, akan sulit virus itu

menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan manusia ke manusia, terbatas, tidak
efisien dan tidak berkelanjutan. Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran
napas. Virus ini kemudian bereplikasi sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel &
terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran napas.Pada tahap infeksi awal, respons imun innate
akan menghambat replikasi virus. Apabila kemudian terjadi re-eksposure, respons imun
adaptif yang bersifat antigen spesific mengembangkan memori imunologis yang akan
memberikan respons yang lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan
proinflammatory cytokine termasuk IL-1, IL-6 dan TNF-Alfa yang kemudian masuk ke
sirkulasi sistemik & pada gilirannya menyebabkan gejala sistemik seperti demam, malaise,
myalgia dll.
Pada umumnya influenza merupakan penyakit yang self limiting & virus terbatas pada
saluran napas. Pada keadaan tertentu seperti kondisi sistem imun yang menurun virus dapat
lolos masuk sirkulasi darah & ke organ tubuh lain. Bila strain/subtipe virus baru yang
menginfeksi maka situasi akan berbeda. Imunitas terhadap virus subtipe baru yang sama
sekali belum terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis yang lebih berat. Sistem imunitas
belum memiliki immunological memory terhadap virus baru. Apalagi bila virus subtipe baru
ini memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas yang sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe
virus yang berbeda akan menyebabkan respons imun & gejala klinis yang mungkin berbeda.
Diketahui bahwa pada infeksi oleh virus influenza A H5N1 terjadi pembentukan sitokin yang
berlebihan (cytokine storm) untuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini yang
menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas & berat. Terjadi pneumonia virus berupa
pneumonitis intertitial.
Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi & edema intraalveolar, mobilisasi sel sel
radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga
fibroblast. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis
keadaan ini dikenal dengan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen
terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya terjadi
secara cepat & penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses yang
ireversibel.
2.5 KLASIFIKASI
Penderita Konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit
Derajat I : Penderita tanpa pneumonia.
Derajat II :

Penderita dengan pneumonia derajat sedang dan tanpa gagal nafas

Derajat III : Penderita

dengan

Pneumonia

Berat

dan

dengan

Gagal

Nafas

Derajat IV : Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) atau dengan Multiple Organ Failure (MOF).
2.6 TANDA DAN GEJALA
A. Gejala pada unggas.
-

Jengger berwarna biru


Borok dikaki

- Kematian mendadak
B. Gejala pada manusia.
- Demam (suhu badan diatas 38oC)
- Batuk dan nyeri tenggorokan
- Radang saluran pernapasan atas
- Pneumonia
- Infeksi mata
- Nyeri otot
Manifestasi klinis avian influenza pada manusia terutama terjadi di system respiratorik
mulai dari yang ringan sampai yang berat. Manifestasi klinis avian influenza secara umum
sam dengan gejala ILI (influenza like illness), yaitu batuk, pilek, dan demam. Gejala lain
berupa sefalgia, nyeri tenggorokan, mialgia, dan malaise.
Adapun keluhan gastrointestinal berupa diare dan keluhan lain berupa konjungtivitis.
Spektrum klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, flu ringan hingga berat,
pneumonia, dan banyak yang berakhir dengan ARDS (acute respiratory distress syndrome).
kelainan laboratorium hematologi yang hampir selalu dijumpai adalah lekopenia, limfopenia
dan trombositopenia. Kelainan foto thoraks bisa berupa infiltrate bilateral luas infiltrate difus,
multilokal atau tersebar (pathcy) atau terdapat kolaps lobar.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk
sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb,
Leukosit, Trombosit,Hitung Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal.
Diagnosis flu burung dibuktikan dengan :
Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
Biakan dan identifikasi virus Influenza Asubtipe H5N1.

Uji Serologi
A. Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen
dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan
titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula > 1/80.
B. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke
>14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel
darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif.
C. Uji penapisan
Rapid test untuk mendeteksi Influensa A.
ELISA untuk mendeteksi H5N1.
2. Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya
ditemukan leukopeni, limpositopeni dan trombositopeni.
3. Pemeriksaan Kimia darah
Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas
Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan
ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau
abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang
ditemukan.
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu
burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.
Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan gejala
klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.
5. Pemeriksaan Post Mortem
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan
untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), specimen
dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.

2.8 PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat, peningkataan daya tahan
tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotic, perawatan respirasi, anti inflamasi,
imunomodulators.
Untuk penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan
dan di rumah sakit rujukan flu burung.
1. Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan non rujukan flu burung diantaranya:
Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai dengan
berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung.
Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring di
bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung dirujuk ke RS
rujukan. Kriteria pemberian oseltamivir dengan sistem skoring, dimodifikasi dari hasil
pertemuan workshop Case Management & pengembangan laboratorium regional Avian
Influenza.
2. Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan Pasien Suspek H5N1, probabel, dan konfirmasi dirawat
diruang isolasi.
Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang
pemeriksaan.
Petugas yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD dan melakukan
kewaspadaan standar.
Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik.
Setelah pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap hari
sedangkan

HI

diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang.

Pemeriksaan PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan.
Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap lima hari.
Penatalaksaan di ruang rawat inap Klinis.
1.
-

Perhatikan :

Keadaan umum
-

Kesadaran

Tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu

Bila fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse oxymetry.

2. Terapi suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll.


Mengenai antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni
pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obat :
A. Penghambat M2 : a. Amantadin (symadine), b. Rimantidin (flu madine). Dengan dosis
2x/hari 100mg atau 5mg/kgBB selama 3-5 hari.
B. Penghambatan neuramidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza), b. Oseltamivir (tami flu).
Dengan dosis 2x75 mg selama 1 minggu.
Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut :
1. Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg 5 hari, simptomatik dan
antibiotik jika ada indikasi.
2. Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg selama 5 hari, antibiotic
spectrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika perlu seperti pada
kasus pneumonia berat, ARDS. Respiratory care di ICU sesuai indikasi. Sebagai profilaksis,
bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan Oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari
selama lebih dari 7 hari ( hingga 6 minggu).
2.9

PENCEGAHAN
Pengendalian adalah aspek yang sangat penting dalam pencegahan transmisi
walaupun belum ada bukti sahih adanya penularan dari manusia ke manusia yang
berkelanjutan. Pencegahan transmisi dilakukan dengan melakukan perawatan isolasi dan
perawatan pengendalian infeksi secara ketat menggunakan alat perlindungan personal dan
metode kewaspadaan isolasi yang baik. Selain kewaspadaan standar (cuci tangan, sarung
tangan, penggunaan bahan dekontaminan/desinfektan) perlu dilakukan pula kewaspadaan
berdasar transmisi sesuai cara penularan (kontak, droplet & airborne). Penanganan limbah
juga bagian yang sangat penting untuk pencegahan penularan. Adapun pencegahannya baik
pada hewan ataupun pada manusia.

A. ada Unggas
1. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
2. Vaksinasi pada unggas yang sehat
B. Pada Manusia :
1. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang)

a. Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.


b. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinsfeksi flu burung.
c. Menggunakan alat pelindung diri.

(contoh : masker dan pakaian kerja).

d. Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.


e. Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
2.

Masyarakat umum
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup.
b. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :

- Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya)
- Memasak daging ayam sampai dengan suhu 800C selama 1 menit dan pada telur sampai
dengan suhu 640C selama 4-5 menit.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu
burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N. Flu Burung merupakan
penyakit yang berbahaya karena dapat membunuh seluruh ternak unggas di areal usaha
peternakan. Flu Burung merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyebar dengan
cepat ke areal peternakan lain dan di seluruh tanah air. Flu Burung berbahaya karena banyak
jenis Flu Burung dapat menyebabkan manusia sakit dan meninggal
3.2 SARAN
Saran yang dapat kami sampaikan kepada pembaca,sebaiknya pembaca harus mengetahui
gejala-gejala dari avian influenza, ini penting kerena gejala avian influeza sangat mirip
dengan influenza biasa, dan apabila menemukan gejala-gejala seperti yang dimaksud
sebaiknya melaporkan kepada petugas kesehatan,baik gejala pada unggas maupun pada
manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Emedicine, (2009). http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2004014-manajemenklinis- kasus-flu-burung/#ixzz1RzrYHgri. di diakses pada 17 juni 2013.
Anonim, 2005, Artikel Tentang Flu Burung, www.who.go.int .di akses pada 17 juni 2013.
Akoso, Budi Tri. 2006. Waspada Flu Burung. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.di akses pada
17 juni 2013

You might also like