You are on page 1of 9

EFEKTIVITAS SAMBUNGAN KAYU PADA MOMEN MAKSIMUM DENGAN

BAUT BERVARIASI PADA BALOK SENDI ROL


Muhammad Sadikin1, Besman Surbakti2

Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan
Email: mhdsadikin@gmail.com
2
Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan
Email:besmansurbakti@yahoo.com

ABSTRAK
Kayu merupakan bahan konstruksi yang mudah didapat di alam serta memiliki sifat dan karakteristik yang
berbeda dari bahan konstruksi yang lain dari segi sifat fisis dan mekanis. Kelebihan kayu adalah lebih murah, mudah
didapat dan mudah pengerjaannya serta ringan. Kayu juga memiliki kekurangan antara lain serangan serangga dan
mudah terbakar. Pada penelitian yang dilakukan ini, bahan sambungan yang akan digunakan adalah kayu dengan
alat penyambung baut dengan diameter yang bervariasi yaitu 10 mm, 12 mm, dan 16 mm. Ketiganya akan
dibandingkan dengan menggunakan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002).
Sehingga nantinya akan didapat hubungan antar beban (P) dan penurunan (deformasi) sampai pada beban ultimit
pada tiap-tiap variasi diameter baut serta mendapatkan faktor keamanan sambungan. Penelitian menggunakan
metode ekperimen di laboratorium dan membandingkannya dengan analisa teori. Dari hasil penelitian didapat
bahwa kayu kelapa terletak pada kode mutu E10 dengan Elastisitas Lentur 11000 Mpa, kuat tekan sejajar serat
668,601 kg/cm2, berat jenis 0,987 gr/cm3 dan kadar air 21,138%. Serta diperoleh efektivitas sebesar 64,45% pada
sambungan kayu dengan alat sambung baut berdiameter 10 mm dan 12 mm, sedangkan pada sambungan kayu
dengan alat sambung baut berdiameter 16 mm diperoleh efektivitas sebesar 63,64%.
Kata kunci : kayu, sambungan, kuat lentur, PKKI-NI-5 2002.

ABSTRACT
Wood is a construction material that is easily obtainable from nature and has different properties and
characteristics from other construction materials in terms of physical and mechanical properties. The advantages
of using wood are it is less expensive, easily obtained and simple to use as well as having a light weight. However,
wood also has disadvantages such as vulnerable to insect attack and flammable. In this experiment , the connection
material to be used is wood with a bolt connecting with varying diameter of 10 mm , 12 mm , and 16 mm . All
three will be compared by using the Planning Procedures Indonesian Timber Construction ( NI - 5 PKKI 2002) . So
that will be obtained the relationship between load ( P ) and deformation until the ultimate load on each bolt
diameter variations resulting a connection safety factor . The research is using experimental methods in the
laboratory and compare the result with theoretical analysis .The result of the experiment is that the coconut wood
has the quality code of E10 with Bending Elasticity of 11000 Mpa , compressive strength parallel to the fiber of
668.601 kg/cm2 , specific gravity of 0.987 gr/cm3, and moisture content of 21.138 % . The percentage of connection
effectiveness of the 10 mm and 12 mm bolt is 64.45 % , while the 16 mm bolt obtained the percentage of connection
effectiveness of 63.64 %.
Key word : wood, connections, bending strength, PKKI NI 5-2002

1. PENDAHULUAN
1. 1

Latar Belakang
Kayu merupakan bahan konstruksi yang mudah didapat di alam serta memiliki sifat dan karakteristik
yang berbeda dari bahan konstruksi yang lain dari segi sifat fisis dan mekanis. Kayu adalah bahan yang
bersifat renewable, dimana ketersediaannya akan tetap ada selama pelestarian sumber dayanya tetap terjaga.
Kayu dapat didaur ulang secara sempurna dan terurai di alam, sehingga kayu menjadi salah satu bahan
struktur yang ramah lingkungan.
Pada struktur berbahan utama kayu, sambungan akan muncul karena alasan geometrik dan
keterbatasan ukuran batang kayu yang tersedia. Sambungan merupakan bagian yang paling lemah sehingga
kadang-kadang terjadi kerusakan oleh kegagalan sambungan.
Efektifitas suatu alat sambung dapat diukur berdasarkan kuat dukung yang disumbangkan oleh
sambungan dibandingkan dengan kuat ultimit kayu yang disambungnya.

1. 2

Perumusan Masalah
Pada penelitian yang dilakukan ini, bahan sambungan yang akan digunakan adalah kayu dengan alat
penyambung baut dengan diameter yang bervariasi yaitu 10 mm, 12 mm, dan 16 mm. Ketiganya akan
dibandingkan dengan menggunakan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002).
Sehingga nantinya akan didapat hubungan antar beban (P) dan penurunan (deformasi) sampai pada beban
ultimit pada tiap-tiap variasi diameter baut, baik secara teoritis maupun eksperimental.

1. 3

Maksud dan Tujuan


Mengetahui efektivitas sambungan kayu dengan diameter baut yang berbeda berupa perbandingan
hubungan antara beban (P) dan penurunan (deformasi) yang terjadi sampai beban ultimit baik secara teoritis
maupun eksperimental. Sehingga dari hubungan itu akan diperoleh berapa besar beban patah untuk setiap
sampel.

1. 4

Pembatasan Masalah
Adapun pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah penyelesaian adalah :
Bahan bersifat linear elastis.
Kayu bersifat homogen dan ortotropis.
Kayu yang digunakan adalah kayu kelapa.
Alat sambung yang digunakan adalah baut.
Variasi baut yang digunakan adalah 10 mm, 12 mm, dan 16 mm.
Dimensi lebar yang disambung dibatasi sebesar dua kali dimensi penyambung.
Sambungan yang digunakan adalah sambungan antar kayu dengan kayu.
Perhitungan teoritis berdasarkan Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002).

1. 5

Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah metode penelitian laboratorium yaitu :
1. Penyediaan bahan uji.
2. Pengujian physical dan mechanical properties kayu meliputi :
a. Berat jenis kayu yang dipakai.
b. Kadar air dari kayu yang dipakai.
c. Tegangan tekan izin sejajar serat kayu (Ft).
d. Tegangan lentur izin (Fb).
e. Elastisitas lentur kayu (Fw).
3. Pengujian kayu tanpa sambungan memikul momen dengan menggunakan dial deformasi.
4. Pengujian sambungan kayu dengan kayu dengan alat penyambung baut 10 mm, 12 mm, dan 16 mm
yang memikul momen dengan menggunakan dial deformasi.

Gambar 1. Sampel Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA
Kayu adalah bahan didapat dari tumbuh tumbuhan di alam termasuk vegetasi hutan. Tumbuhan yang
dimaksud disini adalah pohon (tree). Pohon berbeda dengan tanaman (plant). Dari tanaman tidak menghasilkan
kayu. Kayu sebenarnya adalah daging pohon. Kayu memiliki empat unsur yang esensiil yaitu :
1.
2.
3.
4.

Sellulosa. Unsur terbesar dari kayu meliputi 70 % dari berat kayu. Bagian yang disebut Alpha selulosa
adalah dasar pembuat kayu.
Lignin. Komponen pembentuk kayu sekitar 18% 20% dari berat kayu dan member sifat keteguhan pada
kayu.
Bahan bahan ekstraksi. Komponen ini yang memberikan kayu sifat sifat seperti warna, bau, rasa dan
keawetan.
Mineral Pembentuk Abu. Komponen ini tertinggal setelah selulosa dan lignin terbakar habis.

2. 1 Sifat-sifat Kayu
a.
b.

c.
d.

Sifat umum tersebut antara lain adalah :


Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertikal dan sifat simetri radial.
Semua kayu bersifat anisotropik yaitu sifat sifatnya elastis tergantung dari arah gaya terhadap serat serat
dan lingkaran tahun. Tetapi untuk keperluan keperluan praktis kayu dapat dianggap Ortotropis, yang
artinya mempunyai tiga bidang simetri elastis yang saling tegak lurus, yaitu Longitudinal ( aksial ),
Tangensial, dan Radial. Dimana sumbu Longitudinal ( aksial ) adalah sejajar serat serat, sumbu Tangensial
adalah garis singgung cincin cincin pertumbuhan, dan sumbu Radial adalah tegak lurus pada cincin
cincin pertumbuhan. Perubahan dimensi kayu akibat pengeringan dari perubahan suhu, kelembaban,
pembebanan mekanis juga menunjukkan sifat kayu anisotropis.
Kayu bersifat higroskopis yaitu dapat kehilangan atau bertambah kelembabannya akibat perubahan
kelembaban dan suhu udara di sekitarnya.
Kayu dapat terserang makhluk perusak kayu dan dapat terbakar apalagi dalam keadaan kering.

2. 2 Tegangan Bahan Kayu


Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik . Titik ini adalah Limit
Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban
yang diberikan . Hubungan antara beban dan deformasi ditunjukkan pada gambar II.7 berikut.

Gambar 2. Hubungan antara beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan tekanan
Nilai tegangan dan regangan diperoleh dari persamaan sebagai berikut:

Ada beberapa jenis tegangan yang dapat dialami oleh suatu material, yaitu tegangan tekan (Compression
Strength), tegangan tarik (Tensile Strength), dan tegangan lentur (Bending Strength).

Dimana :

tr

= Tegangan tarik yang terjadi (kg/cm)

Ptr

= Beban tarik yang terjadi (kg)

= Luas penampang yang menerima beban (cm)

Tabel 1.Nilai Kuat Acuan (MPa) Berdasarkan Atas Pemilahan Secara Mekanis pada Kadar Air 15%
(Berdasarkan PKKI NI-5 2002)
KODE
Ew
Fb
Ft//
Fc//
Fv
Fc
MUTU
E26
25000
66
60
46
6,6
24
E25
24000
62
58
45
6,5
23
E24
23000
59
56
45
6,4
22
E23
22000
56
53
43
6,2
21
E22
21000
54
50
41
6,1
20
E21
20000
56
47
40
5,9
19
E20
19000
47
44
39
5,8
18
E19
18000
44
42
37
5,6
17
E18
17000
42
39
35
5,4
16
E17
16000
38
36
34
5,4
15
E16
15000
35
33
33
5,2
14
E15
14000
32
31
31
5,1
13
E14
13000
30
28
30
4,9
12
E13
14000
27
25
28
4,8
11
E12
13000
23
22
27
4,6
11
E11
12000
20
19
25
4,5
10
E10
11000
18
17
24
4,3
9
Dimana :

Ew = Modulus Elastisitas Lentur

Fc// = Kuat tekan sejajar serat

Fb = Kuat Lentur

Fv = Kuat geser

Ft// = Kuat tarik sejajar serat

Fc = Kuat tekan tegak lurus serat

2. 3 Tahanan Terhadap Gaya Lateral


2.3. 1

Tahanan Lateral Acuan Dua Irisan

Tabel 2. Tahanan lateral acuan satu baut pada sambungan dua irisan yang menyambung tiga komponen
MODA KELELAHAN

TAHANAN LATERAL (Z)


=

Im
Is
IIIs
IV
Catatan :

0,83

1,66

2,08 4
(2 + )

2,08

2
3(1 +

Dimana Fem dan Fes adalah kuat tumpu kayu utama dan kuat tumpu kayu samping. Untuk sudut sejajar serat
dan tegak lurus serat, nilai kuat tumpu kayu adalah Fe// = 77,25 G dan Fe.

2.3.2
1.

2.

Tahanan Lateral Terkoreksi (Z)

Faktor Geometri
a. Jarak ujung. Bila jarak ujung yang diukur dari pusat alat pengencang ( a ) lebih besar atau sama
dengan (aopt) pada tabel 14 maka C = 10. Bila aopt / 2 a < aopt, maka C = a / aopt.
b. Spasi dalam baris alat pengencang. Bila Spasi dalam baris alat pengencang ( s ) lebih besar atau
sama dengan sopt maka C = 1,. Jika 3D s < sopt, maka C = s / sopt.
Faktor Aksi Kelompok

Nilai faktor aksi kelompok Cg dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Dimana:

ai adalah jumlah alat pengencang efektif pada baris alat pengencang i yang bervadiasi dari 1 hingga ni.
ni adalah jumlah alat pengencang dengan spasi yang seragam pada baris ke i.
adalah modulus bebab atau modulus gelincir untuk satu alat pengencang. Nilai diambil sebesar 0,246
D1,5 KN/mm.
S adalah spasi dalam baris alat pengencang jarak pusat kepusat antar alat pengencang dalam satu baris.
nf adalah jumlah total alat pengencang.

nr adalah jumlah baris alat pengencang dalam sambungan.


(EA)m dan (EA)s adalah kekakuan aksial kayu utama dan kayu samping.

(EA)min adalah nilai yang terkecil antara (EA)m dan (EA)s


(EA)max adalah nilai yang terbesar antara (EA)m dan (EA)s

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


3. 1 Hasil Pengujian Physical dan Mechanical Properties Kayu
Setelah melalui proses penelitian, diperoleh hasil physical dan mechanical properties sebagai berikut:
Tabel 3. Rangkuman penelitian mechanical properties (PKKI 2002)
Jenis Penelitian
Hasil Penelitian
Kadar Air
21,138 %
Berat Jenis
0,987 gr/cm3
Kuat Tekan Sejajar Serat
668,601 kg/cm2
Elastisitas Lentur Kayu
46197,066 kg/cm2
Tegangan Lentur Kayu
336,775 kg/cm2
Menurut ketentuan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu (PKKI 2002), kuat acuan berdasarkan
pemilihan secara mekanis diambil berdasarkan modulus elastisitas lentur. Dari table di atas dapat dilihat bahwa
menurut ketentuan kuat acuan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu (PKKI 2002) seperti yang tercantum
pada table II.1, maka kayu yang digunakan dengan modulus elastisitas 46.197,066 kg/cm2 termasuk kayu
dengan kode mutu E10.
3. 2 Hasil Eksperimen Sambungan Baut Memikul Momen di Laboratorium

P (kg)
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550

Tabel 4. Sampel Kayu Utuh


Deformasi (cm)
Dial I
Dial II
0
0
0,215
0,387
0,725
0,933
1,172
1,401
1,888
2,121
2,361
2,612
2,811
3,145
3,922
4,189
5,026
5,213
6,415
6,612
7,638
8,422
Patah

Dial III
0
0,218
0,756
1,195
1,867
2,398
2,837
3,968
5,057
6,454
7,683

Gambar 3. Grafik Hubungan Beban dan Deformasi Sampel Kayu Utuh


600
500
P (Kg)

400
300

Deformasi Dial I

200

Deformasi Dial II

100

Deformasi Dial III

0
0

10

12

Deformasi (cm)

P (kg)

P (Kg)

0
50
100
150
200
250
300
350
360

400
350
300
250
200
150
100
50
0

Tabel 5. Sampel Alat Sambung Baut Diameter 10 mm


Deformasi (cm)
Dial I
Dial II
0
0
0,813
1,248
1,721
2,727
2,613
3,788
3,714
5,023
4,688
6,683
5,511
7,577
6,655
8,690
Patah

Dial III
0
0,822
1,749
2,636
3,737
4,661
5,534
6,656

Gambar 4. Grafik Hubungan Beban dan Deformasi Sambungan Dengan


Baut 10

Deformasi (cm) Dial I


Deformasi (cm) Dial II
Deformasi (cm) Dial III

4
6
Deformasi (cm)

10

P (kg)
0
50
100
150
200
250
300
350
360

Tabel 6. Sampel Alat Sambung Baut Diameter 12 mm


Deformasi (cm)
Dial I
Dial II
0
0
0,281
0,628
0,634
0,931
1,318
2,089
2,067
3,135
3,025
4,754
4,801
6,452
6,631
8,186
Patah

Dial III
0
0,290
0,645
1,325
2,055
3,088
4,845
6,652

Gambar 5. Grafik Hubungan Beban dan Deformasi Sambungan


Dengan Baut 12
400
P (Kg)

300

Deformasi (cm) Dial I

200
Deformasi (cm) Dial II

100

Deformasi (cm) Dial III

0
0

Deformasi (cm)

P (kg)

P (Kg)

0
50
100
150
200
250
300
350

Tabel 7. Sampel Alat Sambung Baut Diameter 16 mm


Deformasi (cm)
Dial I
Dial II
0
0
0,685
0,861
1,392
1,877
2,297
2,951
3,126
4,241
4,255
5,621
5,521
7,156
Patah

Dial III
0
0,691
1,399
2,271
3,150
4,261
5,540

Gambar 6. Grafik Hubungan Beban dan Deformasi Sambungan


Dengan Baut 16

400
350
300
250
200
150
100
50
0

Deformasi (cm) Dial I


Deformasi (cm) Dial II
Deformasi (cm) Dial III

4
6
Deformasi
(cm)

10

Gambar 7. Grafik Perbandingan Hubungan Beban dan Deformasi


Kayu Utuh, Sambungan Baut 10, 12 dan 16
600

P (Kg)

500
400

Kayu Utuh

300

10

200

12
16

100
0

10

12

Deformasi (cm)

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan, maka diambil beberapa kesimpulan antara lain :
1. Kayu kelapa pada kadar air kering udara memiliki berat jenis sekitar 0,987 gr/cm3, kuat tekan sejajar
serat 668,601 kg/cm2, berdasarkan pemilahan secara grading masinal terletak pada kode mutu E10
(Elastisitas lentur sebesar 11000 Mpa) dan tegangan lentur 33,677 Mpa.
2. Percobaan yang dilakukan sudah benar menurut Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 2002 karena :
a. Ppatah lab > Ppatah teori
b. Alat sambung mengalami perubahan bentuk.
3. Nilai faktor keamanan yang didapat berdasarkan perbandingan antara Ppatah penelitian dengan Ppatah teori adalah
sebagai berikut :
Sambungan dengan alat sambung baut 10 mm adalah 1,204
Sambungan dengan alat sambung baut 12 mm adalah 1,204
Sambungan dengan alat sambung baut 16 mm adalah 1,170
4. Tingkat efektivitas sambungan yang didasarkan pada perbandingan dengan kayu utuh tanpa sambungan
adalah sebagai berikut :
Efektivitas sambungan dengan alat sambung baut 10 mm adalah 65,45%
Efektivitas sambungan dengan alat sambung baut 12 mm adalah 65,45%
Efektivitas sambungan dengan alat sambung baut 16 mm adalah 63,64%

DAFTAR PUSTAKA
Surbakti, Besman. 2011. Diktat Kuliah Struktur Kayu. Medan. Program Sarjana Teknik Sipil USU.
Yap, Felix. 1992. Konstruksi Kayu. Bandung: Binacipta.
Ali, Awaluddin. 2005. Dasar-dasar Perencanaan Sambungan Kayu. Yogyakarta: Biro Penerbit Teknik Sipil
Universitas Gajah Mada.
Hadist, Herry. 2011. Eksperimen Persen Kekuatan Sambungan Memakai Plat Baja Dan Kayu Dengan Memikul
Momen Pada Balok Berdasarkan PKKI-NI-5-2002. Medan. Program Sarjana Teknik Sipil USU.
Ali, Awaluddin. 2005. Konstruksi Kayu.Yogyakarta: Biro Penerbit Teknik Sipil Universitas Gajah Mada.
Panitia Teknik Konstruksi dan Bangunan. 2002. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5).
Jakarta. Badan Standarisasi Nasional.
Hasdian, Elhamdi, 2007. Sambungan Kayu dengan Alat Sambung Baut Cacing Memikul Momen Murni
Berdasarkan PKKI NI-5 2002. Medan. Program Sarjana Teknik Sipil USU

You might also like