You are on page 1of 6

GEOLOGI TATA LINGKUNGAN

AMBLESAN

Oleh :
Baiq Siti Noer Azima
41513A0045

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM


FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
TAHUN 2015/2016

AMBLESAN
1. Pengertian Amblesan
Fenomena amblesan tanah yang secara perlahan-lahan namun pasti ini dikenal dengan
istilah land subsidence. Hampir semua kota besar di dunia yang duduk di atas lapisan sedimen
akan mengalami amblesan. Cepat lambatnya amblesan tanah ini sangat bergantung pada kondisi
konsolidasi lapisan sedimen itu sendiri dan besarnya beban bangunan di atasnya. Selain Jakarta,
ternyata Bangkok (Thailand), Tokyo (Jepang), Osaka (Jepang), Niigata (Jepang), Taipei
(Taiwan), Shanghai (China), Mexico, Venice (Italia), London (Inggris), dan beberapa Negara
bagian diAmerika Serikat juga mengalami masalah dengan amblesan tanah. Kejadian
amblesan tanah ini bagi kota-kota yang tidak berada di pesisir laut mungkin tidak begitu
menimbulkan dampak yang serius namun bagi kota yang berada di pesisir laut akan mengalami
masalah dengan meluapkanya air laut ke daratan.
2. Proses Terjadinya amblesan

Menurut Das (1998) Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan isi tanah jenuh
secara perlahan-lahan dengan permeabilitas rendah akibat keluarnya air pori. Proses
tersebut berlangsung terus sampai kelebihan tekanan air pori yang disebabkan oleh
kenaikan tegangan total telah benar-benar hilang. Pada umumnya konsolidasi ini akan
berlangsung dalam satu jurusan saja, yaitu jurusan vertikal karena lapisan yang terkena
tambahan beban itu tidak dapat bergerak dalam jurusan mendatar (ditahan oleh tanah
sekelilingnya).
Dalam keadaan seperti ini pengaliran juga akan berjalan, terutama dalam arah
vertikal saja. Hal yang demikian ini disebut konsolidasi satu matra (one dimensional
consolidation) dan perhitungan konsolidasi hampir selalu berdasarkan teori konsolidasi

satu matra. Pada waktu konsolidasi berlangsung. maka konstruksi di atas lapisan tanah
tersebut akan menurun (settle).
1) Pertama ini terjadi pada daerah yang batuan dasarnya (bedrock-nya adalah
batugamping.
2) Gejala-gejala sebelum terjadinya amblesan ini sering didahului oleh gejala-gejala
perubahan sitem hydrologi. Adanya danau baru segera setelah hujan (air limpasan)
terutama pada daerah cekungan.
3) Dijumpai retakan-retakan tanah. Misalnya pohon-pohon yang miring menuju kearah
titik yang sama (pusat amblesan)

Keterangan Gambar
1, Pada awalnya ada sebuah retakan yang membentuk lubang akibat masuknya
air. Daerah ini biasanya terjadi pada daerah yg tersusun oleh batu gamping
2, Karena adanya aliran bawah tanah, maka akan muncul rongga karena bagian
bawah terjadi erosi oleh aliran sungai bawah tanah.
3-4-5-6, Proses ini berlangsung terus menerus dengan kikisan serta jatuhan dari
batuan diatasnya. Hingga akhirnya bolongan ini membentuk ruang cukup lebar
dan jembatan dibagian atas tidak kuat menahan dan

7, Lubang ini tidak seluruhnya memenuhi hingga dasar terbawah, karena volume
yang mengisi batuan atas tidak seluruhnya hilang.
3. Penyebab Terjadinya Amblesan
Amblesan dapat terjadi di berbagai tempat dan disebabkan oleh banyak faktor,
misalnya :

Tambang batubara, terutama metoda penggalian keseluruhan (total extraction)


contohnya metoda longwall atau block caving. Tetapi kadang-kadang pada sistem
room and pillar pada kedalaman yang dangkal memungkinkan terjadinya
amblesan dan geometri dari amblesan mencerminkan pola pola support yang ada.
Adanya spontaneous combustion pada lapisan batubara juga bisa menyebabkan
timbulnya amblesan. Amblesan sebagai akibat penambangan biasanya hanya
terjadi pada skala kecil (lokal) yaitu di daerah bekas tambang yang bersangkutan

saja. Meskipun demikian faktor geologi tetap mempunyai peranan yang penting.
Penambangan untuk endapan berlapis (stratiform), contohnya garam, bijih besi,

gipsum dll.
Pemompaan air tanah, uap geothermal dan minyak bumi yang berlebihan, akan

menaikkan efektifitas tekanan dan mengakibatkan kompaksi dan amblesan tanah.


Penambangan pada badan bijih yang mempunyai kemiringan yang sangat tajam

dan berbentuk pipa.


Pengeringan pada endapan gambut atau lignite.

Akibat tektonik, biasanya peristiwa ini terjadi akibat turunnya bagian bawah dari
patahan atau sinklin. Umumnya terjadi sangat lambat walaupun pernah terjadi

amblesan sedalam 2 m dalam waktu yang singkat.


Beban dari luar.
Pelarutan batuan di bawah tanah. Amblesan ini umumnya terjadi akibat proses

pelapukan kimia pada batu gamping, dolomite dan gipsum.


Pelarutan ini merupakan proses alamiah, tetapi akibat perubahan hidrologi

kemungkinan proses pelarutan akan dipercepat sehingga menyebabkan amblesan.


4. Contoh Amblesan di Penambangan Emas
Pembukaan kawasan pertambangan pada daerah dengan morfologi curam/terjal
perlu ditunjang oleh beberapa kegiatan geologi teknik/hidrogeologi seperti pemeliharaan
stabilitas lereng (slope stability) dan penirisan (dewatering), untuk menghindari
terjadinya longsor/runtuhan akibat dibukanya jalan (road cuts) dan sistem penambangan
yang diterapkan. Sistem penambangan terbuka (open pit mining), seperti di GrasbergPapua (PT Freeport Indonesia), umumnya memiliki rata-rata kemiringan lereng pit U+U
70 (>140%) dengan kedalaman mencapai puluhan/ratusan meter, yang sangat rentan
terhadap bencana longsor/runtuhan dinding pit. Sementara itu, amblesan sangat mungkin
terjadi pada daerah yang didominasi oleh satuan batugamping atau batubara, terutama
pada sistem penambangan bawah permukaan (underground mine), seperti tambang
bawah tanah Kucing Liar (PT Freeport Indonesia) dan Ombilin (PT Bukit Asam).

Gambar 2.2. Salah satu contoh dinding pit yang cukup terjal pada sistem tambang
terbuka di Grasberg, P.T. Freeport Indonesia
Stabilitas lereng, baik pada jalur jalan menuju kawasan pertambangan maupun
dinding pit di area pertambangan, dapat terganggu apabila transmisivitas air pada dinding
pit cukup tinggi dan kemiringan lerengnya terlalu curam. Untuk mengantisipasinya perlu
dilakukan langkah-langkah seperti penirisan, pembuatan teras-teras pada lereng, dan
pembuatan dinding penahan (memakai sistem bronjong, injeksi, beton semprot atau
pemasangan pilar-pilar beton pada tanah). Dalam pemeliharaan stabilitas lereng yang

baik, terutama pada area penambangan, perlu dilakukan monitoring secara cermat dan
teratur, melalui pemasangan alat-alat pemantau tinggi permukaan airtanah (piezometer),
kecepatan gerakan tanah (extensometer) dan arah gerakan tanah (inclinometer).
Kemudian dilanjutkan dengan program penirisan pada dinding pit, termasuk overburden
atau biasa juga disebut sisa bahan galian (waste dump), yang umumnya dilakukan dengan
mendapatkan cadangan mineral bijih yang sebesar-besarnya. Namun demikian, program
pemetaan geologi teknik secara detail untuk mengetahui sifat fisik dari batuan di daerah
tambang (seperti kuat geser, kuat tekan, permeabilitas, dan kadar air) harus tetap
dilakukan secara akurat.cara pemboran dan pemasangan pipa-pipa horisontal. Program
penirisan ini menjadi sangat penting, karena air mempunyai kontribusi yang sangat besar
dalam proses terjadinya longsor dan ketidakmungkinan dibuatnya suatu dinding penahan
yang permanen dalam area penambangan, sementara dinding-dinding pit biasanya dibuat
sedemikian curam untuk mendapatkan cadangan mineral bijih yang sebesar-besarnya.
Namun demikian, program pemetaan geologi teknik secara detail untuk mengetahui sifat
fisik dari batuan di daerah tambang (seperti kuat geser, kuat tekan, permeabilitas, dan
kadar air) harus tetap dilakukan secara akurat.

You might also like