Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Mata kuliah ini membahas tentang konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan pada sistem neuro atau sistem saraf, meliputi review
anatomi fisiolofi sistem saraf, konsep dasar penyakit pada sistem saraf, serta
konsep dasar dan pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem saraf. Metode pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah,
diskusi, discovery learning, case study, Problem Based Learning, dan
praktikum.
Sekarang ini penyakit pikun atu Alzheimer pada lansia angka sangat sering
terjadi. Dan kebutuhan dasar manusia pada lansia pun juga harus dipenuhi.
masalah inilah yang menjadi dasar perlunya perawatann pada pasien
Alzheimer. Perawat untuk melakukan asuhan keparawatan pada pasien
Alzheimer tentunya harus mengetahui teori-teori yang berkaitaan. Agar
nantinya pada saat melakukan asuhan keperawatan tidak tejadi kesalahan.
Tujuan Penulisan
1.2.1 Mahasiswa dapat memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem saraf (Alzheimer) :
a
b
Rumusan Masalah
1
Apa definisi Alzheimer ?
2
3
4
system
saraf (Alzheimer)?
2.1 Pengertian
Dementia adalah sindrom mental yang ditandai dengan hilangnya
kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup gangguan mengingat,
penilaian, dan pemikiran abstrak demikian juga dengan perubahan tingkah laku,
tetapi tidak disebabkan oleh kesadaran yang berkabut, depresi atau gangguan
fungsional mental lainnya. Alzheimer merupakan penyakit dementia primer yang
tersering. Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit yang bersifat degeneraif dan
progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta
mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku (Price dan Wilson,
2006).
2.2 Epidemiologi
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup
pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin
meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social
ekonomi dan kesehatan, sehingga aka semakin banyak yang berkonsultasi dengan
seorang neurolog karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai
kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota
keluarga. Hal ini menunjukkan munculnya penyakit degeneratif otak, tumor,
Para ahli mengemukakan bahwa lebih dari satu gen yang terlibat dalam
meningkatkan risiko seseorang untuk terkena AD awitan lambat.
Penyakit Alzheimer dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
2.3.1. Faktor genetic
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer
ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis
pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita
demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal.
Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial
early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal
log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus
pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome
mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat
neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan marker
kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan
histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit
alzheimer
terhadap
anak
kembar
menunjukkan
40-50%
adalah
didapatkan
penurunan
transferase,
asetikolinesterase
dan
aktivitas
transport
kolinasetil
kolin
serta
pada
presinaptik
neokorteks.
Konsentrasi
aktivitas
neurottansmiter
regio
sedangkan
pada
posterior
peraventrikuler
2.4.2
2.4.3
tetangganya.
Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu
urutan-urutan menyiapkan makanan.
Kesulitan berbahasa.
8
sederhana atau menggantikan suatu kata dengan kata yang tidak biasa.
Disorientasi waktu dan tempat.
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi
penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar
untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak tahu bagaimana cara dia
2.4.5
sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini malam atau siang.
Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk
2.4.6
2.4.7
2.4.8
2.4.9
melakukan sesuatu.
Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau
tidak menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya.
: ingatan terganggu
: normal
CT/MRI
: normal
PET
CT/MRI
: normal
PET
: sangat memburuk
Motor sistem
EEG
: difus lambat
PET
2.5 Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang
dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa
kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein
beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP).
Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan
mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
10
neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian
besar terdiri dari protein tau. Dalam Sistem Saraf Pusat, protein tau sebagian
besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan
mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada
neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia
menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus
secara bersama-sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks
ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan kolapsnya system
transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi
dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan
berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (Abeta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel
neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada
keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam
pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen fragmen
11
oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi
gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel sel
glia yang akhirnya membentuk fibril fibril plak yang membeku, padat, matang,
tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain
adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan
intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan
makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia
dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak
2.6 Komplikasi dan Prognosis
Dari pemeriksaan klinis 42 penderita probable alzheimer menunjukkan
bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu:
1. Derajat beratnya penyakit;
2. Variabilitas gambaran klinis;
3. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis
kelamin.
Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling
mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit alzheimer
mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan
biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.
2.7 Pengobatan
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena
penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan
suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga.
Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang
menguntungkan.
2.7.1 Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan
inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana
penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk
mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase
yang
bekerja
secara
sentral
12
seperti
fisostigmin,
THA
(tetrahydroaminoacridine).
Pemberian
obat
ini
dikatakan
dapat
13
menunjukkan
bahwa
kolinesterase,
kolin
ALC
dapat
asetiltransferase.
meningkatkan
Pada
aktivitas
pemberian
dosis
asetil
1-2
14
15
2.9.2
EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang
pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada
2.9.3
2.9.4
16
BAB 3. PATHWAYS
neurotransmiter
trauma, imunologis
lingkungan, infeksi, genetic
Factor predisposisi
APP ( amyloid
Perkosor Protein)
Perubahan Biokimia
SSP
terbagi menjadi
fragmen-fragmen
Kerusakan pada
Bag. Korteks dan hipokampus
terjadi kekusutan
neurofibrilasi
A-Beta (lengket)
overproduction
Penurunan produksi
Asetilkolin
membentuk Tau
agregasi (masa, gumpalan)
menjadi gumpalan
terlarut
Bercampur dengan bagian
neuron
Alzheimer Disease
A-beta membeku
Plak senilis (beracun)
(matang, padat, tidak dpt
larut)
17
Perubahan kemampuan
Merawat diri sendiri
Kehilangan kemampuan
Menyelesaikan masalah
memiliki dorongan
Melakukan kekerasan
Risiko trauma
4.1 Pengkajian
I. Identitas Klien:
Sumber informasi
: Keluaga
Tempat/tanggal lahir
Umur
Agama
Jenis kelamin
Pekerjaan
:kebanyakan
aluminium,
kontak
merkuri
Diagnosa medis
: Alzheimer
II.
1.
yang
Riwayat Penyakit
Keluhan Utama:
18
dengan
atau
orang
terdekat
melaporkan
bahwa
pasien
4.
alzheimer
alzheimer
III.
Tanda
19
Pola nutrisi/metabolik
Gejala
Riwayat
predisposisi).
episode
Perubahan
hipoglikemia
dalam
(merupakan
pengecapan,
napsu
faktor
makan,
Pola eliminasi
Gejala : dorongan berkemih (dapat mengindikasikan kehilangan tonus
otot)
Tanda : Inkontinensia urine/feses; cenderung kostipasi/impaksi dengan
diare.
4.
5.
untuk
menyebutkan
Pola persepsi-kognisi
20
kembali
apa
yang
8.
Pola seksualitas-reproduksi
Gejala
Tanda
21
lain.
11.
IV.
Pemeriksaan Fisik:
Per sistem dan terarah (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien
1.
Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi
neuron kolinergik dan proses senilisme.Adanya perubahan pada tanda
vital
meliputi
bradikardi,hipotensi,dan
penurunan
frekuensi
pernapasan.
a. B1 (Breathing)
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau
saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
1) Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan
untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
dan penggunaan otot bantu napas.
2) Palpasi, taktil premitus seimbang kanan dan kiri
3) Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
4) Auskultasi, bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi,
stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret
dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien dengan inaktivitas.
b. B2 (Blood)
22
alzheimer
mengalami
keturunan
ketajaman
penglihatan
c) Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya
kelainan pada saraf ini
d) Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf
ini.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
f) Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah
regional
g) Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang
berhubungan dengan perubahan status kognitif
h) Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius.
i) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
5) Pengkajian sistem Motorik
23
inkontinensia
urine,
ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan
e. B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan
nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan
status kognitif konstipasi
f. B6 (Bone)
Kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan umum dan
penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari
4.2 Diagnosa
24
25
4.3 Perencanaan
N
O
1
Diagnosa
risiko
Kriteria hasil
berhubungan
dengan
Tujuan
mengalami
Resiko trauma
kelemahan,
ketidakmampuan
untuk mengenali/
mengidentifikasi
bahaya
lingkungan.
dalam
Intervensi
1.
Kaji derajat
kemampuan munculnya
mengenali
tingkah
laku
yang
resiko potensial
membahayakan
Hilangkan
di lingkungan 2.
atau minimalkan sumber
dan
bahaya
dalam
mengidentifikasi
lingkungan
3.
Alihkan
tahap-tahap
perhatian pasien ketika
untuk
perilaku teragitasi atau
memperbaikinya
berbahaya
.
4.
Kenakan
pakaian
sesuai
lingkungan fisik atau
kebutuhan individu
5.
Lakukan
pemantauan terhadap efek
samping obat ,misalnya
seperti tanda hipotensi
ortostatik,
gangguan
26
Rasional
6.
7.
Risiko
tinggi Pasien
1. Klien
mendapat
perubahan nutrisi diharapkan
tidak terjadi
diet nutrisi
kurang
dari
perubahan
yang
kebutuhan tubuh nutrisi
seimbang
2.
Mempertaha
kurang dari
berhubungan
nkan/
kebutuhan
dengan perubahan
mendapat
sensori,
mudah
kembali BB
yang sesuai
lupa
3. Klien dapat
mengubah
pola asupan
yang benar
Perubahan proses gangguan
Klien
mampu
pikir berhubungan proses pikir
pasien tidak mengenali
1.
2.
3.
4.
1.
penglihatan,
gangguan
gastrointestinal.
Hindari
penggunan restrain secara
terus menerus.
Berikan
kesempatan
orang
terdekat tinggal bersama
pasien selama periode
agitasi akut
Kaji
pengetahuan
klien/keluarga mengenai
kebutuhan makan
Usahakan/ berikan
bantuan dalam memilih
menu
Berikan
makanan
kecil setiap jam sesuai
kebutuhan
Hindari
makanan
yang terlalu panas
Kaji
gangguan
seperti
27
1.
Identifikasi
kebutuhan
untuk
membantu perencanaan pendidikan
2.
3.
Makan
makanan
kecil
meningkatkan masukan yang sesuai
4.
derajat 1.
Memberikan
dasar
untuk
kognitif,
evaluasi/perbandingan
yang
akan
perubahan
datang dan mempengaruhi pilihan
dengan
bertambah
degenerasi neuron buruk
irreversible
Hambatan
interaksi
terhadap intervensi.
2.
diharapkan
sosial klien
berhubungan
mampu
klien mampu
1.
berinteraksi
dengan orang
2.
Beri individu
hubungan suportif.
Bantu
28
1.
emosi
(cepat interaksi
marah,
mudah social
disekitarnya
3.
3.
Bantu menganalisis
pendekatan yang
berfungsi paling baik.
4.
4.
Bantu anggota
keluarga dalam
memahami dan memberi
dukungan.
1.
Kaji
kemampuan
klien
untuk
berkomunikasi.
1.
Untuk
menentukan
kemampuan
klien
berkomunikasi.
2.
2.
Untuk
membantu
proses
berkomunikasi dengan klien, dan agar
tidak terjadi miskomunikasi.
dengan baik
tersinggung,
kurang
mengidentifikasi
alternative tindakan.
percaya
diri)
Hambatan
diharapkan
Pasien
mampu
tidak Membuat
mengalami
teknik/metode
komunikasi
yang
disorientasi,
verbal
dimengerti
penurunan
dengan
sesuai
kemampuan
kriteria hasil
kebutuhan
dapat
dan
mengatasi
meningkatkan
masalah)
kemampuan
berkomunikasi
29
tingkat
dalam
efektif diharapkan
berhubungan
mampu
dengan
melakukan
ketidakmampuan
koping
menyelesaikan
individu
masalah,
menjadi
perubahan
efektif
intelektual
1.
Mampu
terjadi
4.
Anjurkan
orang
yang terdekat untuk
mengizinkan
klien
melakukan hal-hal untuk
dirinya
semaksimal
mungkin
5.
Dukung
perilaku
atau
usaha
seperti
peningkatan minat atau
partisipasi
dalam
aktivitas rehabilitasi
7
klien tampak
1.
Identifikasi kesulitan
30
berpakaian/perawatan
diri, seperti keterbatasan
fisik; apatis/depresi atau
temperatur ruangan.
2.
Identifikasi
kebutuhan akan
kebersihan diri dan
berikan bantuan sesuai
kebutuhan dengan
perawatan
rambut/kuku/kulit,
bersihkan kacamata dan
gosok gigi.
3.
Kaji kemampuan
dan tingkat penurunan
kemampuan ADL dalam
skala 0 4.
4.
Rencanakan
tindakan untuk defisit
motorik seperti
tempatkan makanan dan
peralatan di dekat klien
agar mampu sendiri
31
5. Ketidakmampuan berkomunikasi
dengan perawat dapat menimbulkan
masalah pengososngan kandung
kemih oleh karena masalah
neurogenik.
mengambilnya.
5.
Kaji kemampuan
komnikasi untuk BAK.
Kemampuan
menggunakan urinal
pispot. Antarkan ke
kamar mandi bila
kondisi memungkinkan.
6.
Identifikasi
kebiasaan BAB .
anjurkan minum dan
meningkatkan aktivitas.
32
diperkirakan.
9. Mengunngkapkan kesadaran tentang maartabat dan otonomi
10. Tetapkan pola tidur dan istirahat pada jadwal teratur
11. Mengurangi perilaku melamun pada malam hari
12. Menetapkan pola aktivitas pada jadwal yang ditetapkan
BAB 5. PENUTUP
33
5.1 Kesimpulan
Alzheimer adalah jenis kepikunan yang dapat melumpuhkan pikiran dan
kecerdasan seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual
dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial
sehari-hari. Menurut dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia
(AAzI), alzheimer timbul akibat terjadinya proses degenerasi sel-sel neuron otak di area
temporo-parietal dan frontalis. Demensia Alzheimer juga merupakan penyakit
pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-sel otak. Penyebab yang pasti belum
diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam,
gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter,
defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit
alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif.
Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat
nama atau lupa meletakkan suatu barang. Cara pencegahan penyakit alzheimer yaitu
dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok
dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini
mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu
merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan
memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk
pencegahan penyakit alzheimer.
5.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat
mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit alzheimer yang pada
akhirnya mampu melakukan segala bentuk pencegahan demi menekan angka insidensi
penyakit alzheimer ini. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan lebih banyak menggali
kembali informasi tentang hal yang terkait dengan itu untuk mengetahui dan
memperoleh informasi yang lebih dalam lagi.
DAFTAR PUSTAKA
34
35