You are on page 1of 35

BAB 1.

PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
Mata kuliah ini membahas tentang konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan pada sistem neuro atau sistem saraf, meliputi review
anatomi fisiolofi sistem saraf, konsep dasar penyakit pada sistem saraf, serta
konsep dasar dan pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem saraf. Metode pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah,
diskusi, discovery learning, case study, Problem Based Learning, dan
praktikum.
Sekarang ini penyakit pikun atu Alzheimer pada lansia angka sangat sering
terjadi. Dan kebutuhan dasar manusia pada lansia pun juga harus dipenuhi.
masalah inilah yang menjadi dasar perlunya perawatann pada pasien
Alzheimer. Perawat untuk melakukan asuhan keparawatan pada pasien
Alzheimer tentunya harus mengetahui teori-teori yang berkaitaan. Agar
nantinya pada saat melakukan asuhan keperawatan tidak tejadi kesalahan.

Tujuan Penulisan

1.2.1 Mahasiswa dapat memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem saraf (Alzheimer) :
a
b

Pengertian, patofisiologi pada penyakit alzheimer


Pengkajian, tes diagnostik, dan manifestasi klinis pada klien dengan

gangguan sistem saraf (Alzheimer)


Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan umum pada pasien
dengan gangguan sistem saraf (Alzheimer)

1.2.2 Mahasiswa akan mampu mengaplikasikan Asuhan Keperawatan pada pasien


dengan gangguan sistem saraf (Alzheimer).

Rumusan Masalah
1
Apa definisi Alzheimer ?

2
3
4

Apa penyebab dari Alzheimer ?


Bagaimana Tanda Gejala dari Alzheimer ?
Bagaimana Penatalaksanaan dan Asuhan Keperawatan yang tepat pada
Pasien yang mengalami gangguan

system

BAB 2. TINJAUAN TEORI

saraf (Alzheimer)?

2.1 Pengertian
Dementia adalah sindrom mental yang ditandai dengan hilangnya
kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup gangguan mengingat,
penilaian, dan pemikiran abstrak demikian juga dengan perubahan tingkah laku,
tetapi tidak disebabkan oleh kesadaran yang berkabut, depresi atau gangguan
fungsional mental lainnya. Alzheimer merupakan penyakit dementia primer yang
tersering. Penyakit Alzheimer (AD) adalah penyakit yang bersifat degeneraif dan
progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta
mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku (Price dan Wilson,
2006).

2.2 Epidemiologi
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup
pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin
meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social
ekonomi dan kesehatan, sehingga aka semakin banyak yang berkonsultasi dengan
seorang neurolog karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai
kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota
keluarga. Hal ini menunjukkan munculnya penyakit degeneratif otak, tumor,

multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi, yang merupakan


penyebab utama demensia.
Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi
berhubungan erat dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita
penyakit ini. Bagi individu berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai
47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi
penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden kasus alzheimer meningkat
pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden alzheimer sebanyak
187 : 100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun.
Menurut National Alzheimer's Association (2003), penyakit Alzheimer
menyerang hingga 10 % dari orang berusia 65 tahun atau lebih, dan secara
berangsur proporsi ini berlipat ganda setiap 10 tahun setelah usia 65 tahun. Dan
sebanyak separuh dari populasi yang berusia 85 tahun atau lebih dapat dipastikan
mengidap Alzheimer. Sementara, pada orang yang memiliki faktor genetik
turunan / bawaan dari orang tua, penyakit ini akan menyerang di bawah usia 65
tahun. Namun, kasus seperti ini cukup jarang ditemukan.
2.3 Etiologi
Penyebab penyakit Alzheimer yang pasti pada saat ini belum diketahui.
Sedangkan, Usia dan riwayat keluarga adalah faktor resiko yang sudah terbukti
untuk penyakit Alzheimer. Bila anggota keluarga ada yang menderita penyakit ini,
maka diklasifikasikan sebagai familiar atau Alzheimer Disease Familial (FAD).
Penyakit Alzheimer yang timbul tanpa diketahui ada riwayat familiarnya disebut
sporadic atau Alzheimer Disease Sporadic (ADS). AD juga digambarkan sebagai:
1. awitan dini (gejala pertama muncul sebelum usia 65 tahun, yaitu dalam
kisaran 30-60 tahun).
AD awitan dini ini jarang terjadi yaitu angka kejadiannya sekitar 5%
sampai 10%. AD awitan dini ini cenderung terjadi dalam keluarga, yang
dipercayai sebagai penyebab sebenarnya adalah karena adanya mutasi gen
yang diwasirkan secara autosomal. Sejauh ini, tiga gen awitan dini mutasi
penyebab AD telah diidentifikasi pada tiga kromosom yang berbeda. Yaitu
kromosom nomer 21, 14, dan 1.
2. awitan lambat (gejala pertama muncul pada usia lebih dari 65 tahun).

Para ahli mengemukakan bahwa lebih dari satu gen yang terlibat dalam
meningkatkan risiko seseorang untuk terkena AD awitan lambat.
Penyakit Alzheimer dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
2.3.1. Faktor genetic
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer
ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis
pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko menderita
demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol normal.
Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial
early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal
log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus
pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrome
mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat
neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan marker
kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan
histopatologi pada penderita alzheimer. Hasil penelitian penyakit
alzheimer

terhadap

anak

kembar

menunjukkan

40-50%

adalah

monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa


faktor genetik berperan dalam penyaki alzheimer. Pada sporadik non
familial (50-70%), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus
kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa kemungkinan faktor
lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.
2.3.2 Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga
penderita alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata
diketemukan adanya antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan
infeksi pada susunan saraf pusat yang bersipat lambat, kronik dan remisi.
Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru,
diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut
mempunyai beberapa persamaan antara lain:
1) manifestasi klinik yang sama
2) Tidak adanya respon imun yang spesifik
5

3) Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat


4) Timbulnya gejala mioklonus
5) Adanya gambaran spongioform
2.3.3 Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit
alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury,
zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf
pusat yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque
(SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti,
apakah keberadaan aluminum adalah penyebab degenerasi neurosal
primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita alzheimer,
juga ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,
sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam
amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor Nmethy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairaninfluks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan
akibat kerusakan dan kematian neuron.
2.3.4 Faktor imunologis
60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum
protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti
trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Terdapat hubungan bermakna
dan meningkat dari penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid
Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan
pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.
2.3.5 Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit
alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang
menderita demensia pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak
neurofibrillary tangles.
2.3.6 Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer
mempunyai peranan yang sangat penting seperti:
1) Asetilkolin

Penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmiter dengan


cara biopsi sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita
alzheimer

didapatkan

penurunan

transferase,

asetikolinesterase

dan

aktivitas
transport

kolinasetil
kolin

serta

penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan


postsynaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks
frontalis, temporallis superior, nukleus basalis, hipokampus.
Kelainan neurottansmiter asetilkoline merupakan kelainan yang
selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter lainnya pada
penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu
didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian
dengan pemberian scopolamin pada orang normal, akan
menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini
sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa
penyakit alzheimer.
2) Noradrenalin
Kadar metabolisma norepinefrin dan dopimin didapatkan
menurun pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya
neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat
yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkorelasi
dengan defisit kortikal noradrenergik. Hasil biopsi dan otopsi
jaringan otak penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit
noradrenalin

pada

presinaptik

neokorteks.

Konsentrasi

noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem


penderita alzheimer.
3) Dopamin
Pengukuran terhadap

aktivitas

neurottansmiter

regio

hipothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan


aktivitas dopamin pada penderita alzheimer. Hasil ini masih
kontroversial, kemungkinan disebabkan karena potongan
histopatologi regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.
4) Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5
hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita

alzheimer. Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari


meynert. Penurunan serotonin pada subregio hipotalamus
sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior
hipotalamus

sedangkan

pada

posterior

peraventrikuler

hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal


serotonergik ini berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron
dan diisi oleh formasi NFT pada nukleus rephe dorsalis.
5) MAO (Monoamine Oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono
amine. Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO
A untuk deaminasi serotonin, norepineprin dan sebagian kecil
dopamin, sedangkan MAO B untuk deaminasi terutama
dopamin. Pada penderita alzheimer, didapatkan peningkatan
MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B
meningkat pada daerah temporal danmenurun pada nukleus
basalis dari meynert.
2.4 Tanda dan Gejala
Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit
mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka juga sering kali
menutup-nutupi hal itu dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang
biasa pada usia mereka. Kejanggalan biasanya akan dirasakan oleh orang-orang
di sekitar mereka yang mulai khawatir akan penurunan daya ingat. Mereka
awalnya belum mencurigai adanya problem besar di balik kepikunan yang dialami
pasien, tetapi kemudian tersadar bahwa kondisinya sudah parah. Gejala klinis
pada penyakit Alzheimer dapat terlihat sebagai berikut :
2.4.1

Kehilangan daya ingat/memori


Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu
orang itu adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja
lupa nama tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah

2.4.2

2.4.3

tetangganya.
Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu
urutan-urutan menyiapkan makanan.
Kesulitan berbahasa.
8

Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata


yang tepat, tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang
2.4.4

sederhana atau menggantikan suatu kata dengan kata yang tidak biasa.
Disorientasi waktu dan tempat.
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi
penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar
untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak tahu bagaimana cara dia

2.4.5

sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini malam atau siang.
Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk

2.4.6

cuaca dingin atau sebaliknya.


Salah menempatkan barang.
Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau
kunci. Penderita Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang

2.4.7

tidak biasa, misal jam tangan pada kotak gula.


Perubahan tingkah laku.
Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu.
Penderita Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa

2.4.8

tanpa alasan yang dapat diterima.


Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan
menjadi mudah curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah
mengamuk, terutama saat problem memori menyebabkan dia kesulitan

2.4.9

melakukan sesuatu.
Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau
tidak menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya.

Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahanlahan,


sehingga pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini
mulai muncul. Terdapat beberapa stadium perkembangan penyakit alzheimer
yaitu:
a. Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)
Memori

: ingatan terganggu

Kepribadian : ketidakpedulian, lekas marah sesekali


Motor sistem : normal
EEG

: normal

CT/MRI

: normal

PET

: hipometabolisme posterior bilateral

b. Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)


Memori

: ingatan terakhir sangat terganggu

Kepribadian : ketidakpedulian, lekas marah sesekali


Motor sistem : gelisah, mondar-mandir
EEG

: latar belakang irama lambat

CT/MRI

: normal

PET

: hipometabolisme frontal dan parietal bilateral

c. Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)


Fungsi intelektual

: sangat memburuk

Motor sistem

: anggota tubuh kaku dan postur fleksi

EEG

: difus lambat

PET

: hipometabolisme frontal dan parietal bilateral

2.5 Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang
dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa
kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein

beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP).
Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan
mengakibatkan rusaknya ukuran otak.

10

Secara maskroskopik, perubahan otak pada penyakit Alzheimer melibatkan


kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid
dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan
morfologik (structural) dan biokimia pada neuron-neuron. Perubahan morfologis
terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi
soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan

neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian
besar terdiri dari protein tau. Dalam Sistem Saraf Pusat, protein tau sebagian
besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan
mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada
neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia
menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus
secara bersama-sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks
ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan kolapsnya system
transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi
dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan
berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (Abeta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel
neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada
keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam
pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen fragmen
11

oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi
gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel sel
glia yang akhirnya membentuk fibril fibril plak yang membeku, padat, matang,
tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain
adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan
intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan
makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia
dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak
2.6 Komplikasi dan Prognosis
Dari pemeriksaan klinis 42 penderita probable alzheimer menunjukkan
bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu:
1. Derajat beratnya penyakit;
2. Variabilitas gambaran klinis;
3. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis
kelamin.
Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling
mempengaruhi prognostik penderita alzheimer. Pasien dengan penyakit alzheimer
mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan
biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.
2.7 Pengobatan
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena
penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan
suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga.
Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang
menguntungkan.
2.7.1 Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan
inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana
penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk
mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase
yang

bekerja

secara

sentral

12

seperti

fisostigmin,

THA

(tetrahydroaminoacridine).

Pemberian

obat

ini

dikatakan

dapat

memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung.


Beberapa peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan
memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
alzheimer.
2.7.2 Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer
didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2
ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan
neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan
dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna
terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
2.73 Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat
memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang.
Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan
perbaikan klinis yang bermakna.
2.7.4 Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat
disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin
(catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan
dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang
kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
2.7.5 Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis
(delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5
mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita
alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant
(amitryptiline 25-100 mg/hari).
2.7.6 Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam
miktokomdria dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini

13

menunjukkan

bahwa

kolinesterase,

kolin

ALC

dapat

asetiltransferase.

meningkatkan
Pada

aktivitas

pemberian

dosis

asetil
1-2

gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa


dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi
kognitif.
2.8 Pencegahan
Penyakit alzheimer dapat dicegah sejak dini dengan mengosumsi kunyit
secara rutin. Kunyit merupakan herbal penguat daya ingat (anti-alzheimer), salah
satu tanaman obat yang berpeluang sebagai pengganti pengobatan kimiawi yang
dapat memperlambat datangnya penyakit pikun. Penyakit alzheimer merupakan
sejenis penyakit pikun yang umum terjadi pada manusia usia lanjut, secara
alamiah pikun biasa terjadi karena penurunan kondisi fisik otak. Zat dalam kunyit
yang berperan untuk ini adalan curcumin, dimana akan mampu memepertahankan
kualitas otak hingga usia lanjut. Namun konsumsi kunyit yang terlalu berlebihan
juga akan mampu memicu sakit perut, gangguan hati serta ginjal. Jadi, kunyit ini
dikonsumsi dalam jumlah sedang secara rutin untuk mendapatkan efek terapi yang
diinginkan.
Cara pencegahan yang lainnya yaitu dengan tetap menerapkan gaya hidup
sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol,
mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini mengandung antioksidan yang
berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu merusak sel-sel tubuh.
Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri
dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk pencegahan
penyakit alzheimer.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
2.9.1

CT Scan dan MRI

14

Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat


kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer
antemortem.
CT Scan dilakukan untuk Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab
demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri.
Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya
merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit
ini. Dan mengetahui adanya Penipisan substansia alba serebri dan
pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil

pemeriksaan status mini mental.


MRI dilakukan untuk menhgetahui peningkatan intensitas pada daerah
kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral).
Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan
kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal
seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna
basalis dan fissura sylvii. MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia
dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan
ukuran (atropi) dari hipokampus.

15

2.9.2

EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang
pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada

2.9.3

2.9.4

lobus frontalis yang non spesifik.


PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan, penuruan aliran darah,
metabolisme O2, glukosa didaerah serebral.
SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

16

Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit


kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara
rutin.

BAB 3. PATHWAYS
neurotransmiter
trauma, imunologis
lingkungan, infeksi, genetic
Factor predisposisi

protein Tau abnormal

APP ( amyloid
Perkosor Protein)

Perubahan Biokimia
SSP

tidak dapat mengikat


mikrotubulus

terbagi menjadi
fragmen-fragmen

Kerusakan pada
Bag. Korteks dan hipokampus

terjadi kekusutan
neurofibrilasi

A-Beta (lengket)
overproduction

Penurunan produksi
Asetilkolin

membentuk Tau
agregasi (masa, gumpalan)

menjadi gumpalan
terlarut
Bercampur dengan bagian
neuron

Alzheimer Disease
A-beta membeku
Plak senilis (beracun)
(matang, padat, tidak dpt
larut)

17

Perubahan kemampuan
Merawat diri sendiri

Kehilangan kemampuan
Menyelesaikan masalah

Defisit perawatan diri

tingkah laku aneh


cenderung
Mengembara

perubahan mengawasi keadaan


Yang kompleks dan berfikir abstrak

Risiko perubahan nutrisi

emosi labil, pelupa, apatis

memiliki dorongan
Melakukan kekerasan
Risiko trauma

- Perubahan proses berpikir


- hambatan interkasi social
- hambatan komunikasi verbal
- Koping individu inefektif

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
I. Identitas Klien:
Sumber informasi

: Keluaga

Tempat/tanggal lahir

: isi sesuai dengan identitas pasien

Umur

: paling sering terjadi pada usia >60 tahun

Agama

: isi sesuai dengan identitas pasien

Jenis kelamin

: kebanyakan terjadi pada wanita

Pekerjaan

:kebanyakan
aluminium,

kontak

merkuri

Bahasa yang dimengerti

: isi sesuai dengan identitas pasien

Diagnosa medis

: Alzheimer

II.
1.

yang

Riwayat Penyakit
Keluhan Utama:

18

dengan

Biasanya pasien datang ke rumah sakit sudah karena adanya


komplikasi
2.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Keluarga

atau

orang

terdekat

melaporkan

bahwa

pasien

memperlihatkan penurunan daya ingat ringan, tidak tertarik pada


lingkungan, kurangnya perhatian
3.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka
sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka juga
sering kali menutup-nutupi hal itu dan meyakinkan diri sendiri bahwa
itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan biasanya
akan dirasakan oleh orang-orang di sekitar mereka yang mulai
khawatir akan penurunan daya ingat

4.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Penyebab penyakit Alzheimer ditemukan memiliki hubungan genetik
yang jelas.Diperkirakan 10-30 % klien Alzheimer menunjukkan tipe
yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit Alzheimer familiar
(FAD)
Genogram:

alzheimer

alzheimer

III.

Pengkajian Saat Ini (Pola Fungsional Kesehatan):


1.

Persepsi dan pemeliharaan kesehatan.


Gejala

: Perlu bantuan/tergntung pada orang lain

Tanda

19

a. Tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal


yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk.
b. Lupa untuk pergi ke kamar mandi, lupa langkah-langkah yang
perlu dilakukan untuk buang air atau tidak dapat menemukan
kamar mandi.
c. Kurang berminat atau lupa tentang waktu makan; ketergantungan
pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya di
meja, makan dan menggunakan alat makan.
2.

Pola nutrisi/metabolik
Gejala

Riwayat

predisposisi).

episode

Perubahan

hipoglikemia

dalam

(merupakan

pengecapan,

napsu

faktor
makan,

mengingkari terhadap rasa lapar/kebutuhan untuk makan. Kehilangan


berat badan
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk mengunyah. Menghindari atau
menolak makan (mungkin mencoba menyembunyikan keterampilan).
Tampak semakin kurus (tahap lanjut)
3.

Pola eliminasi
Gejala : dorongan berkemih (dapat mengindikasikan kehilangan tonus
otot)
Tanda : Inkontinensia urine/feses; cenderung kostipasi/impaksi dengan
diare.

4.

Pola aktivitas dan latihan


Pada siang hari penderita diberi kesempatan sebanyak mungkin untuk
berpartisipasi dalam aktivitas olah raga, karena pola aktivitas dan
istirahat yang teratur akan memperbaiki tidur malam.

5.

Pola tidur dan istirahat


Gejala : merasa lelah
Tanda : siang malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur.
Letargi: penurunan minat/perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi,
ketidakmampuan

untuk

menyebutkan

dibaca/mengikuti acara program televisi


6.

Pola persepsi-kognisi

20

kembali

apa

yang

Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutam perubahan


kognitif, dan atau gambaran yang kabur, diare, pusing atau kadangkadang sakit kepala. Adanya keluhan dalam penurunan kognitif,
mengambil keputusan, mengingat yang baru berlalu, penurunan
tingkah laku.
Tanda : Kerusakan komunikasi: afasia dan disfasia; kesuliatan dalam
menemukan kata-kata yang benar ( terutam kata benda ); bertanya
berulang-ulang atau percakapan dengan subtansi kata yang tidak
memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.
7.

Pola persepsi diri-konsep diri


Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi atau orang khayalan.
Tanda :
a. menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak
mampu untuk melakukan kewajiban mungkin juga tangan
membuka buku tanpa membacanya ).
b. Duduk dan menonton yang lain
c. Aktivitas utama mungkin menumpuk benda tidak bergerak,
gerakan berulang ( melipat-membuka liputan-melipat kembali
kain ), menyembunyikan barang-barang, atau berjalan-jalan.
d. Emosi labil : mudah menangis, tertawa tidak pada tempatnya;
perubahan alam perasaan (apatis, letargi, gelisah, lapang
pandang sempit, peka rangsang); marah yang tiba-tiba
diungkapkan (reaksi katastrofik);depresif yang kuat delusi;
paranoia lengket pada orang.

8.

Pola seksualitas-reproduksi
Gejala

: Kelainan seksual dalam keadaan kebingungan dan kesepian

Tanda

: dapat merasakan kenyamanan dan kepuasan dengan bunyi

dengkur berirama, basahnya lidah hewan peliharaan. Penyakit


alzheimer tidak menghilangkan kebutuhan akan keintiman.
9.

Pola peran hubungan


Gejala : Merasa kehilangan kekuatan, Faktor psikososial sebelumnya;
pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah
laku.

21

Tanda : kehilangan kontrol sosial, perilaku tidak tepat.


10.

Pola manajemen koping-stress


Gejala

: Adanya riwayat trauma kepala yang serius (mungkin

menjadi faktor prediosposisi/faktor akselerasi), Trauma kecelakaan


(jatuh, luka bakar, dan sebagainya)
Tanda

: Ekimosis, laserasi. Rasa bermusuhan atau menyerang orang

lain.
11.

Sistem nilai dan keyakinan


Gejala : kepikunan atau kemunduran dalam berfikir merupakan hal
yang wajar yang dialami oleh mereka yang memasuki usia lanjut.
Tanda : membiarkan orang lanjut usia dengan keadan demikian (pikun)

IV.

Pemeriksaan Fisik:
Per sistem dan terarah (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien
1.

Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi
neuron kolinergik dan proses senilisme.Adanya perubahan pada tanda
vital

meliputi

bradikardi,hipotensi,dan

penurunan

frekuensi

pernapasan.
a. B1 (Breathing)
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau
saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
1) Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan
untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
dan penggunaan otot bantu napas.
2) Palpasi, taktil premitus seimbang kanan dan kiri
3) Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
4) Auskultasi, bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi,
stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret
dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien dengan inaktivitas.
b. B2 (Blood)

22

Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian


obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh
sistem persarafan otonom.
c. B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya.
1) Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat
perubahan tingkah laku.
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran: Tingkat kesadaran klien
biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status
kognitif klien.
3) Pengkajian fungsi serebral: Status mental : biasanya status
mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan
penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan
memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
4) Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi
pengkajian saraf kranial I-XII :
a) Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada
kelaianan fungsi penciuman
b) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan,
yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien
dengan

alzheimer

mengalami

keturunan

ketajaman

penglihatan
c) Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya
kelainan pada saraf ini
d) Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf
ini.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
f) Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah
regional
g) Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang
berhubungan dengan perubahan status kognitif
h) Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius.
i) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
5) Pengkajian sistem Motorik
23

a) Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami


perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara
umum.
b) Tonus Otot. Didapatkan meningkat. Keseimbangan dan
Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena
adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan
klien dengan metode pemeriksaan.
c) Pengkajian Refleks. Pada tahap lanjut penyakit alzheimer
sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila
klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke
depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong.
Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan
(salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat
menyebabkan klien sering jatuh.
6) Pengkajian Sistem sensorik.
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer
mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara
progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari
neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif
dan persepsi klien secara umum.
d. B4 (Bladder)
Beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya.Penurunan
refleks kandung kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin
mengalami

inkontinensia

urine,

ketidakmampuan

mengomunikasikan kebutuhan
e. B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan
nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan
status kognitif konstipasi
f. B6 (Bone)
Kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan umum dan
penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari
4.2 Diagnosa

24

4.2.1 risiko cidera berhubungan dengan Resiko kelemahan, ketidakmampuan


untuk mengenali/ mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.
4.2.2 Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan perubahan sensori, mudah lupa
4.2.3 Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible
4.2.4 Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat
marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)
4.2.5 Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual
(pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
4.2.6 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
4.2.7 Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan
fisik.

25

4.3 Perencanaan
N
O
1

Diagnosa

risiko

Kriteria hasil

cidera Pasien tidak Keluarga

berhubungan
dengan

Tujuan

mengalami

Resiko trauma

kelemahan,
ketidakmampuan
untuk mengenali/
mengidentifikasi
bahaya
lingkungan.

dalam

Intervensi

1.

Kaji derajat
kemampuan munculnya
mengenali
tingkah
laku
yang
resiko potensial
membahayakan
Hilangkan
di lingkungan 2.
atau minimalkan sumber
dan
bahaya
dalam
mengidentifikasi
lingkungan
3.
Alihkan
tahap-tahap
perhatian pasien ketika
untuk
perilaku teragitasi atau
memperbaikinya
berbahaya
.
4.
Kenakan
pakaian
sesuai
lingkungan fisik atau
kebutuhan individu
5.

Lakukan
pemantauan terhadap efek
samping obat ,misalnya
seperti tanda hipotensi
ortostatik,
gangguan

26

Rasional

1. Mengidentifikasi risiko potensial di


lingkungan yang membahayakan
2. bertanggung jawab terhadap kebutuhan
keamanan yang dasar
3. Mempertahankan keamanan dengan
menghindari konfrontasi yang dapat
meningkatkan perilaku/meningkatkan
risiko terjadinya trauma.
4. Perlambatan proses metabolism secara
umum mengakibatkan penurunan suhu
tubuh. Hipotalamus dipengaruhi oleh
proses penyakit yang menyebabkan
seseorang merasa kedinginan.
5. Pasien mungkin tidak melaporkan
tanda/gejala dan obat dapat dengan
mudah menimbulkan kadar toksisitas
pada lansia. Ukuran dosis/penggantian
obat mungkin diperlukan untuk
mengurangi gangguan.
6. Membahayan
individu
untuk
melepaskan restrain tersebut secara
parsial.

6.

7.

Risiko

tinggi Pasien
1. Klien
mendapat
perubahan nutrisi diharapkan
tidak terjadi
diet nutrisi
kurang
dari
perubahan
yang
kebutuhan tubuh nutrisi
seimbang
2.
Mempertaha
kurang dari
berhubungan
nkan/
kebutuhan
dengan perubahan
mendapat
sensori,
mudah
kembali BB
yang sesuai
lupa
3. Klien dapat
mengubah
pola asupan
yang benar
Perubahan proses gangguan
Klien
mampu
pikir berhubungan proses pikir
pasien tidak mengenali

1.

2.

3.

4.

1.

penglihatan,
gangguan
gastrointestinal.
Hindari
penggunan restrain secara
terus menerus.
Berikan
kesempatan
orang
terdekat tinggal bersama
pasien selama periode
agitasi akut
Kaji
pengetahuan
klien/keluarga mengenai
kebutuhan makan
Usahakan/ berikan
bantuan dalam memilih
menu
Berikan
makanan
kecil setiap jam sesuai
kebutuhan
Hindari
makanan
yang terlalu panas

Kaji
gangguan
seperti

27

7. Dapat meningkatkan agitasi dan timbul


resiko fraktur pada pasien lansia
(berhubungan
dengan
penurunan
kalsium tulang)

1.

Identifikasi
kebutuhan
untuk
membantu perencanaan pendidikan

2.

Klien tidak mampu menentukan


pilihan kebutuhan nutrisi

3.

Makan
makanan
kecil
meningkatkan masukan yang sesuai

4.

Makan panas mengakibatkan mulut


terbakar atau menolak untuk makan

derajat 1.
Memberikan
dasar
untuk
kognitif,
evaluasi/perbandingan
yang
akan
perubahan
datang dan mempengaruhi pilihan

dengan

bertambah
degenerasi neuron buruk
irreversible

Hambatan
interaksi

orientasi terhadap orang,


perubahan
tempat waktu, rentang
dalam berpikir /
perhatian
dan
tingkah laku dan
kemampuan berpikir
factor-faktor
2.
Pertahankan
penyebab jika
lingkungan
yang
memungkinkan
menyenangkan
dan
tenang
3.
Lakukan pendekatan
dengan cara perlahan
dan tenang
4.
Tatap wajah ketika
bercakap-cakap dengan
pasien
5.
Gunakan kata-kata
yang pendek dan kalimat
yang sederhana dan
berikan
instruksi
sederhana.
Ulangi
instruksi tersebut sesuai
dengan kebutuhan.

terhadap intervensi.

2.

Keramaian biasanya merupakan


sensori
yang
berlebihan
yang
meningkatkan gangguan neuron
3.
Pendekatan yang terburu-buru
dapat mengancam pasien bingung yang
mengalami kesalahan persepsi.
4.
Menimbulkan perhatian, terutama
pada orang-orang dengan gangguan
perceptual
5.
Sesuai dengan berkembangnya
penyakit, pusat komunikasi dalam otak
mungkin saja terganggu.

diharapkan
sosial klien

berhubungan

mampu

dengan perubahan melakukan

klien mampu

1.

berinteraksi
dengan orang

2.

Beri individu
hubungan suportif.
Bantu
28

1.

individu terstimulasi untuk


melakukan interaksi social.
2.
klien mampu mengidentifikasi
tindakan yang baik.

emosi

(cepat interaksi

marah,

mudah social

disekitarnya

3.

klien mampu melakukan interaksi


dengan orang lain dengan baik.

3.

Bantu menganalisis
pendekatan yang
berfungsi paling baik.

4.

Dukungan keluarga sangat


membantu dalam melakukan interaksi
social.

4.

Bantu anggota
keluarga dalam
memahami dan memberi
dukungan.

1.

Kaji
kemampuan
klien
untuk
berkomunikasi.

1.

Untuk
menentukan
kemampuan
klien
berkomunikasi.

2.

Gunakan kertas dan


pensil/bolpoint, gambar,
atau papan tulis; bahasa
isyarat, penjelas arti dari
komunikasi
yang
disampaikan.

2.

Untuk
membantu
proses
berkomunikasi dengan klien, dan agar
tidak terjadi miskomunikasi.

dengan baik

tersinggung,
kurang

mengidentifikasi
alternative tindakan.

percaya

diri)

Hambatan

diharapkan

komunikasi verbal klien


berhubungan

Pasien

mampu

tidak Membuat

mengalami

teknik/metode

dengan perubahan hambatan

komunikasi

intelektual (pikun, komunikasi

yang

disorientasi,

verbal

dimengerti

penurunan

dengan

sesuai

kemampuan

kriteria hasil

kebutuhan

dapat

dan

mengatasi

meningkatkan

masalah)

kemampuan
berkomunikasi

29

tingkat
dalam

Koping individu Pasien


tidak

efektif diharapkan

berhubungan

mampu

dengan

melakukan

ketidakmampuan

koping

menyelesaikan

individu

masalah,

menjadi

perubahan

efektif

intelektual

1.

Kaji perubahan dari


gangguan persepsi dan
hubungan dengan derajat
menyatakan atau
ketidakmampuan
mengkomunikas
2.
Dukung kemampuan
ikan
dengan
koping
orang terdekat
3.
Beri
dukungan
tentang situasi
psikologis
secara
dan perubahan
menyeluruh
yang
sedang
Pasien

Mampu

terjadi
4.

Anjurkan
orang
yang terdekat untuk
mengizinkan
klien
melakukan hal-hal untuk
dirinya
semaksimal
mungkin
5.
Dukung
perilaku
atau
usaha
seperti
peningkatan minat atau
partisipasi
dalam
aktivitas rehabilitasi
7

Defisit perawatan Diharapkan


pasien akan

klien tampak

1.

Identifikasi kesulitan

30

1. Menentukan bantuan individual


dalam menyusun rencana perawatan
atau pemilihan intervensi
2. Kepatuhan terhadap program latihan
dan berjalan membantu
memperlambat kemajuan penyakit.
3. Klien Alzheimer sering merasa malu,
apatis, tidak adekuat, bosan dan
merasa sendiri. Klien dibantu dan
didukung untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan (seperti meningkatnya
mobilitas)
4. Menghidupkan kembali perasaan
kemandirian dan membantu
perkembangan harga diri serta
mempengaruhi proses rehabilitasi.
5. Klien dapat beradaptasi terhadap
perubahan dan pengertian tentang
peran individu masa mendatang.

1. Memahami penyebab yang

diri berhubungan mendapat


dengan penurunan perilaku
peningkatan
kognitif,
pemenuhan
keterbatasan fisik perawatan
diri

bersih dan segar.

berpakaian/perawatan
diri, seperti keterbatasan
fisik; apatis/depresi atau
temperatur ruangan.
2.

Identifikasi
kebutuhan akan
kebersihan diri dan
berikan bantuan sesuai
kebutuhan dengan
perawatan
rambut/kuku/kulit,
bersihkan kacamata dan
gosok gigi.

3.

Kaji kemampuan
dan tingkat penurunan
kemampuan ADL dalam
skala 0 4.

4.

Rencanakan
tindakan untuk defisit
motorik seperti
tempatkan makanan dan
peralatan di dekat klien
agar mampu sendiri

31

mempengaruhi pilihan intervensi/


strategi
2. Sesuai dengan perkembangan
penyakit, kebutuhan akan kebersihan
dasar mungkin dilupakan.

3. Membantu dalam mengantisipasi dan


merencanakan pertemuan kebutuhan
individual.
4. Klien akan mampu melakukan
aktivitas sendiri untuk memenuhi
perawatan dirinya.

5. Ketidakmampuan berkomunikasi
dengan perawat dapat menimbulkan
masalah pengososngan kandung
kemih oleh karena masalah
neurogenik.

mengambilnya.
5.

Kaji kemampuan
komnikasi untuk BAK.
Kemampuan
menggunakan urinal
pispot. Antarkan ke
kamar mandi bila
kondisi memungkinkan.

6.

Identifikasi
kebiasaan BAB .
anjurkan minum dan
meningkatkan aktivitas.

32

6. Meningkatkan latihan dan menolong


mencegah konstipasi

4.4 Pelaksanaan dan Evaluasi


Pelaksanaan dapat dituliskan sesuai dengan intervensi yang ada. Dan
memastikan intevensi telah atau belum dilaksanakan. Evaluasi yang munkin perlu
diperhatikan antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Mempertahankan fungsi ingatan yang optimal


Memperlihatkan penurunan dalam perilaku yang bingung
Dapat bergerak bebas dan mandiri disekitar rumah
Mengungkapkan rasa keamanan dan terlindung
Mengungkapkan perasaan ketenangan dan kepuasan diri
Menunjukan peningkatan kemempuan untuk memahami pesan
Menunjukkan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal
Dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari pada tingkat yang

diperkirakan.
9. Mengunngkapkan kesadaran tentang maartabat dan otonomi
10. Tetapkan pola tidur dan istirahat pada jadwal teratur
11. Mengurangi perilaku melamun pada malam hari
12. Menetapkan pola aktivitas pada jadwal yang ditetapkan

BAB 5. PENUTUP

33

5.1 Kesimpulan
Alzheimer adalah jenis kepikunan yang dapat melumpuhkan pikiran dan
kecerdasan seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual
dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial
sehari-hari. Menurut dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia
(AAzI), alzheimer timbul akibat terjadinya proses degenerasi sel-sel neuron otak di area
temporo-parietal dan frontalis. Demensia Alzheimer juga merupakan penyakit
pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-sel otak. Penyebab yang pasti belum
diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam,
gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter,
defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit
alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif.
Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat
nama atau lupa meletakkan suatu barang. Cara pencegahan penyakit alzheimer yaitu
dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat misalnya berolahraga rutin, tidak merokok
dan tidak mengonsumsi alkohol, mengonsumsi sayur dan buah segar karena ini
mengandung antioksidan yang berfungsi mengikat radikal bebas yang akan mampu
merusak sel-sel tubuh. Menjaga kebugaran mental dengan tetap aktif membaca dan
memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan juga merupakan salah satu bentuk
pencegahan penyakit alzheimer.
5.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa, khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat
mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit alzheimer yang pada
akhirnya mampu melakukan segala bentuk pencegahan demi menekan angka insidensi
penyakit alzheimer ini. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan lebih banyak menggali
kembali informasi tentang hal yang terkait dengan itu untuk mengetahui dan
memperoleh informasi yang lebih dalam lagi.

DAFTAR PUSTAKA

34

Albert, Marilynn. 2010. Keep Your Brain Young. Yogyakarta: MedPress.


Carpenito, L.J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Craft-Rosernberg, Martha dan Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan
Definisi dan klasifikasi. Yogyakarta: Digna Pustaka.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.
Jakarta: EGC
Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta : FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Pangkalan Ide. 2011. Health Secret of Tumeric (Kunyit). Jakarta: Alex Media
Komputindo.
Price, Sylvia A, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep klinis ProsesProses penyakit. Jakarta: EGC
Priharjo, Robert. 2007. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Potter, dan Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan konsep proses dan
Praktik, Vol. 2. Jakarta: EGC
Saunders, WB. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Sharon, Fish. 1994. Penyakit Alzheimer: Bagaimana Menjaga Diri Anda dan Orang
yang Anda Kaihi. Jakarta: Gunung Mulia.
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik
Edisi 2. Jakarta : EGC.
Yatim, Faisal. 2003. Pikun (Dimensia), Penyakit Alzheimer, dan Sejenisnya. Jakarta:
Pustaka Populer Obor.

35

You might also like