You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem pernafasan merupakan salah satu organ terpenting dari bagian


tubuh manusia setelah kardiovaskuler, sehingga bila terjadi gangguan sistem
pernafasan akan mempengaruhi semua organ yang lain yang akan mengganggu
pada aktivitas manusia. Seiring dengan kemajuan zaman, semakin banyaknya
transportasi dan pola hidup yang kurang baik dapat menjadi suatu masalah
kesehatan, salah satunya yaitu gangguan sistem pernafasan yang serius dan
membahayakan jiwa.(1)
Kejadian cedera dada merupakan salah satu trauma yang sering terjadi,
jika tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan kematian. Kecelakaan
kendaraan bermotor paling sering menyebabkan terjadinya trauma pada toraks.
Tingkat morbiditas dan mortalitas akan meningkat dan menjadi penyebab
kematian kedua di dunia pada tahun 2020 menurut WHO (Word Health
Organitation). Pneumotoraks merupakan suatu cedera dada yang umum di
temukan

pada

kejadian

trauma

diluar

rumah

sakit,

serta

merupakan

kegawatdaruratan yang harus diberikan penanganan secepat mungkin untuk


menghindari dari kematian. Kurangnya pengetahuan untuk mengetahui tanda dan
gejala dari pneumotoraks terdesak menyebabkan banyak penderita meninggal
setelah atau dalam perjalanan menuju kerumah sakit. Sebenarnya penanganan
pneumotoraks terdesak dapat dilakukan dengan bantuan hidup dasar tanpa
memerlukan tindakan pembedahan sebelum mengirim pasien ke pusat pelayanan
medis terdekat sehingga disini diperlukan pengatuhan untuk identifikasi awal dari
gejala pneuomotoraks terdesak, memberikan bantuan hidup dasar, dan
mengirimnya ke tempat pelayanan medis terdekat untuk mengurangi tingkat
mobiditas dan mortalitas.(2)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Paru


Anatomi
Paru adalah organ berbentuk piramid seperti pons dan berisi udara
yang terletak di rongga toraks. Paru merupakan jalinan atau susunan bronkus,
bronkiolus, bronkiolus respiratori, alveoli, sirkulasi paru, saraf dan sistem
limfatik. Paru adalah alat pernapasan utama yang merupakan organ berbentuk
kerucut dengan apex di atas dan sedikit lebih tinggi dari klavikula di dalam
dasar leher.(3)
Paru dibagi menjadi beberapa lobus oleh fisura. Paru kanan terbagi
menjadi 3 lobus oleh 2 fisura, sedangkan paru kiri terbagi menjadi 2 lobus
oleh 1 fisura. Paru memiliki hilus paru yang dibentuk oleh a. pulmonalis, v.
pulmonalis, bronkus, a. bronkialis, v. bronkialis, pembuluh limfe, persarafan,
dan kelenjar limfe.(3)
Paru dilapisi oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura visceral yang
melekat pada paru dan tidak dapat dipisahkan dan pleura parietal yang
melapisi sternum, diafragma, dan mediastinum. Diantara kedua pleura
tersebut terdapat rongga pleura yang berisi cairan pleura sehingga
memungkinkan paru untuk berkembang dan berkontraksi tanpa gesekan.(3)

Gambar 1. Anatomi Paru


2

Fisiologi
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan
yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot.
Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus.
Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan
iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus
mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis
eksternus mengangkat iga-iga.(3)
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir
menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.(3)
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5
m). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan
parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir
pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen
diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami
penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi
berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam
ruangan saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida
antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan
karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian
dikeluarkan ke atmosfir.(3)
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen
di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari

total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa
paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi.(3)

B. Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara pada
rongga potensial diantara pleura visceral dan pleura parietal. Pada keadaan
normal rongga pleura di penuhi oleh paru-paru yang mengembang pada saat
inspirasi. Hal ini disebabkan karena adanya tegangan permukaaan (tekanan
negatif) antara kedua permukaan pleura. Adanya udara pada rongga potensial
di antara pleura visceral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru terdesak
sesuai dengan jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura tersebut,
semakin banyak udara yang masuk ke dalam rongga pleura akan
menyebabkan paru-paru menjadi kolaps karena terdesak akibat udara yang
masuk meningkatkan tekanan pada intrapleura.(2,4)

Gambar 2. Pneumothorax

C. Klasifikasi dan Etiologi

Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan


klasifikasi pneumotoraks berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut :
1) Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks Spontan Primer
Pneumotorax

spontan

primer

(PSP)

adalah

suatu

pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang


mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa
muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik yang berat tetapi
justru terjadi pada saat istrahat dan sampai sekarang belum diketahui
penyebabnya.(5)
Dari kata primer ini dapat diketahui penyebab dari
pneumotoraks belum diketahui secara pasti, banyak penelitian dan
teori telah dikemukakan untuk mencoba menjelaskan tentang apa
sebenarnya penyebab dasar dari tipe pneumotoraks ini. Ada teori
yang menyebutkan, disebabkan oleh faktor konginetal yaitu
terdapatnya bula pada subpleura viseral yang suatu saat akan pecah
akibat tingginya tekanan intra pleura, sehingga menyebabkan
terjadinya pneumotoraks. Bula subpleura ini dikatakan paling sering
terdapat pada bagian apeks paru dan juga pada percabangan
trakeobronkial.(2)

Pneumotoraks Spontan Sekunder


Pneumotoraks

spontan

sekunder

merupakan

suatu

pneumotoraks yang penyebabnya sangat berhubungan dengan


penyakit paru-paru, banyak penyakit paru-paru yang dikatakan
sebagai

penyebab

dasar

terjadinya

pneumotoraks

tipe

ini.

Tuberkulosis paru, Chronic Obstructive Pulmonary Disease


(COPD), asma bronkial, pneumonia, tumor paru, infeksi yang
disebabkan oleh bakteri pneumocity carinii, adanya keadaan
immunocompremise yang disebabkan oleh infeksi virus HIV, serta

banyak penyebab lainnya, disebutkan penderita pneumotoraks tipe


ini berumur diantara 60-65 tahun.(2,5)

2) Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks trauma adalah pneumotoraks yang disebabkan oleh
trauma yang secara langsung mengenai dinding dada, bisa disebabkan
oleh benda tajam seperti pisau atau pedang, dan juga bisa disebabkan
oleh benda tumpul. Mekanisme terjadinya pneumotoraks pada trauma
tumpul yaitu akibat terjadinya peningkatan tekanan pada alveolar secara
mendadak, sehingga menyebabkan alveolar menjadi ruptur akibat
kompresi yang ditimbulkan oleh trauma tumpul tersebut. Pecahnya
alveolar akan menyebabkan udara menumpuk pada pleura visceral.
Menumpuknya udara terus menerus akan menyebabkan pleura visceral
ruptur atau robek sehingga menimbulkan pneumotorak. Mekanisme
terjadinya pneumotoraks pada trauma tajam disebabkan oleh penetrasi
benda tajam tersebut pada dinding dada dan merobek pleura parietal dan
udara masuk melalui luka tersebut ke dalam rongga pleura sehingga
terjadi pneumotoraks.(2,4)

Berdasarkan jenis fistulanya, pneumotoraks dapat dibagi menjadi 3 yaitu :


1) Pneumotoraks Tertutup (Simple Pnumothorax)
Pneumothoraks tertutup adalah suatu pneumothoraks dengan tekanan
udara di rongga pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan
pleura pada sisi hemithoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih
rendah dari tekanan atmosfir. Pada jenis ini tidak didapatkan defek atau
luka terbuka dari dinding dada.(5)

2) Pneumotoraks Terbuka (Open Pnumothorax)

Keadaan pneumotoraks terbuka ini tersering disebabkan oleh


adanya penetrasi langsung dari benda tajam pada dinding dada penderita
sehingga menimbulkan luka atau defek pada dinding dada. Dengan
adanya defek tersebut yang merobek pleura parietal, sehingga udara
dapat masuk ke dalam rongga pleura. Terjadinya hubungan antara udara
pada rongga pleura dan udara dilingkungan luar menyebabkan samanya
tekanan pada rongga pleura dengan udara di diatmosper. Jika ini
didiamkan akan sangat membahayakan pada penderita. Akibat masuknya
udara lingkungan luar kedalam rongga pleura ini, jika berlangsung lama
kolaps paru tak terhindarkan, dan berlanjut gangguan ventilasi dan
perfusi oksigen ke jaringan berkurang sehingga menyebabkan sianosis
sampai distress respirasi.(2,4)

3) Pneumotoraks Terdesak (Tension Pnumothorax)


Suatu pneumotoraks yang merupakan salah satu kegawat
daruratan pada cedera dada. Keadaan ini terjadi akibat kerusakan yang
menyebabkan udara masuk kedalam rongga pleura dan udara tersebut
tidak dapat keluar, keadaan ini disebut dengan fenomena ventil (one way
valve). Udara yang terjebak didalam rongga pleura menyebabkan tekanan
intrapleura meningkat, akibatnya terjadi kolaps pada paru-paru, hingga
menggeser mediastinum ke bagian paru-paru kontralateral, penekanan
pada aliran vena balik sehingga terjadi hipoksia. Banyak literatur masih
memperdebatkan efek dari pneumotoraks dapat menyebabkan terjadinya
kolaps pada sistem kardiovaskular. Dikatakan adanya pergeseran pada
mediastinum menyebabkan juga penekanan pada vena kava anterior dan
superior, disebutkan juga hipoksia menjadi dasar penyebabnya. Hipoksia
yang memburuk menyebabkan terjadinya resitensi terhadap vaskular dari
paru-paru yang diakibatkan oleh vasokonstriksi. Jika gejala hipoksia
tidak ditangani secepatnya, hipoksia ini akan mengarah pada keadaan
asidosis, kemudian disusul dengan menurunnya cardiac output sampai
akhirnya terjadi keadaan henti jantung.(2,4)

D. Diagnosis
Anamnesis
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada
seperti ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batukbatuk. Rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama dapat berkurang atau
bertambah hebat. Berat ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari
derajat penguncupan paru dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak.
Pada penderita dengan COPD, pneumotoraks yang minimal sekali pun akan
menimbulkan sesak nafas yang hebat. Sakit dada biasanya datang tiba-tiba
seperti ditusuk-tusuk ditempat pada sisi paru yang terkena. Rasa sakit
bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan berangsurangsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari. Batuk-batuk biasanya
merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru lain.
Biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif. Keluhan-keluhan
tersebut di atas dapat terjadi bersama-sama atau sendiri-sendiri, bahkan ada
penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama sekali. Pada
penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama
makin hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok
karena gangguan aliran darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah
di mediastinum.(6)

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang,

batuk-batuk, sianosis serta iktus kordis tergeser kearah yang sehat.


Palpasi : mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar,
stemfremitus melemah, trakea tergeser ke arah yang sehat dan iktus

kordis tidak teraba atau tergeser ke arah yang sehat.


Perkusi : mungkin dijumpai sonor atau hipersonor.
Auskultasi : mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai
menghilang.

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Rontgen foto toraks.
Pada rontgen foto toraks proyeksi PA akan terlihat garis penguncupan paru
yang halus seperti rambut. Apabila pneumotoraks disertai dengan adanya
cairan di dalam rongga pleura, akan tampak gambaran garis datar yang
merupakan batas udara. Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan
ekspirasi maksimal.(6)

Gambar 3. Foto Rontgen Pneumotoraks

Pemeriksaan Computed Tomography (CT-scan) mungkin diperlukan


apabila dengan pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan.
Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bulosa
dengan pneumotoraks, batas udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer atau sekunder.
(5)

E. Penatalaksanaan

Tujuan

dari

penatalaksanaan

pneumothoraks

yaitu

untuk

menggeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan


untuk kambuh lagi. British Thoracic Society dan American College of Chest
Physicians

telah

memberikan

rekomendasi

untuk

penanganan

pneumothoraks. Prinsip-prinsip penanganan pneumothoraks adalah :


Observasi dan pemberian tambahan oksigen
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks < 15%
darihemitoraks. Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah
menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan diresorbsi.
Laju resorbsi tersebut akan meningkat bila diberikan tambahan oksigen.
Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto dada serial tiap 1224 jam selama 2 hari bisa dilakukan dengan atau tanpa dirawat di rumah
sakit. Jika pasien dirawat di rumah sakit dianjurkan untuk memberikan
tambahan oksigen.(5)

Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasanagn tube torakostomi


Tindakan
pneumotoraks

ini
yang

dilakukan
luasnya

>

seawal

mungkin

15%.

Tindakan

pada
ini

pasien

bertujuan

mengeluarkan udara dari rongga pleura (dekompresi). Tindakan


dekompresi dapat dilakukan dengan cara menusukkan jarum melalui
dinding dada samapai masuk rongga pleura, sehingga tekanan udara
positif akan keluar melalui jarum tersebut dan membuat hubungan
dengan udara luar melalui saluran kontra ventil melalui Water Sealed
Drainage (WSD).(5)
WSD dicabut apabila paru telah mengembang sempurna. Untuk
mengetahui paru sudah mengembang ialah dengan jalan penderita
disuruh batuk-batuk, apabila diselang WSD tidak tampak lagi fluktuasi
permukaan cairan, kemungkinan besar paru telah mengembang dan juga
disesuaikan dengan hasil pemeriksaan fisik. Untuk mengetahui secara
pasti paru telah mengembang dilakukan Rontgen foto toraks.(2,4,7)

10

Setelah dipastikan bahwa paru telah mengembang sempurna,


sebaiknya WSD jangan langsung dicabut tapi diklem dulu selama 3 hari.
Setelah 3 hari klem dibuka. Apabila paru masih tetap mengembang
dengan baik baru selang WSD dicabut.(2,4,7)

Gambar 4. Water Sealed Drainage (WSD)

TEKNIK PEMASANGAN WSD


Tempat pemasangan drain sebaiknya ialah :
Linea aksilaris media pada sela iga 6 atau sela iga ke 7.
Linea media klavikularis pada sela iga ke 2.
Setelah dilakukan desinfeksi kulit, maka dilakukan anestesi
setempat dengan cara infiltrasi pada daerah kulit sampai pleura.
Kemudian dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan di bawah

11

kulit. Pleura parietalis ditembus dengan jarum pungsi yang pakai trokar
dan mandrin. Setelah tertembus, mandrin dicabut akan terasa keluar
udara. Kemudian mandrin diganti dengan kateter yang terlebih dahulu
telah diberi lobang secukupnya pada ujungnya. Setelah kateter masuk
rongga pleura trokar dicabut dan pangkal kateter disambung dengan
selang yang dihubungkan dengan botol yang berisi air, di mana ujungnya
terbenam 2 cm. Kateter diikat dengan benang yang dijahitkan kepada
kulit sambil menutup luka.(2,7)

12

Gambar 5. Prosedur Pemasangan WSD

Torakoskopi
Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke
dalam rongga thorax. Torakoskopi yang dipandu dengan video (Video
Assisted Thoracoscopy Surgery = VAST) memberikan kenyamanan dan
keamanan baik bagi operator maupun pasiennya karena akan diperoleh
lapangan pandang yang lebih luas dan gambar yang lebih bagus.
Tindakan ini sangat efektif dalam penanganan pnuemotoraks spontan

13

primer dan mencegah berulangnya kembali. Dengan prosedur ini dapt


dilakukan reseksi bula. Tindakan ini dilakukan apabila tindakan aspirasi
maupun WSD gagal.(5,8)

Torakotomi
Tindakan pembedahan ini indikasinya hampir sama dengan
torakoskopi. Tindakan ini dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau
bula terdapat di apeks paru, maka tindakan torakotomi ini efektifuntuk
reseksi bula tersebut.(5,8)

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pneumothoraks antara lain :(2,4,8)
1) Infeksi

sekunder.

Dapat

menimbulkan

pleuritis,

empiema,

hidropneumotoraks.
2) Gangguan hemodinamika. Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh
mediastinum dan jantung dapat tergeser ke arah yang sehat dan
mengakibatkan penurunan kardiak "output", sehingga dengan demikian
dapat menimbulkan syok kardiogenik.
3) Emfisema. Dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis.
G. Prognosis
Prognosis pneumotoraks dipengaruhi oleh kecepatan penanganan dan
kelainan yang mendasari timbulnya pneumotoraks. Hampir semua penderita
dapat diselamatkan jika penanganan dapat dilakukan secara dini. Sekitar
separuh kasus pneumotoraks spontan akan mengalami kekambuhan, baik
setelah

sembuh

dari

observasi

maupun

setelah

pemasangan

tube

thoracostomy. Tidak ditemukan komplikasi jangka panjang setelah tindakan


penanganan yang berhasil.(5,8)

DAFTAR PUSTAKA

14

1) Ardiansyah,

P.

2011.

Pneumotoraks.

http://emedicine.com/2011/07/pneumotoraks.html

Diperoleh
[Diakses

dari
24

Agustus

2014].
2) Punarbawa, IW., Suarjaya, PP. Identifikasi Awal dan Bantuan Hidup Dasar
pada

Pneumotoraks.

Diperoleh

dari

http://www.ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/5340/4089.pdf
[Diakses 24 Agustus 2014].
3) Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 11. Jakarta : EGC.
4) Syamsuhidajat, Wim De Jong. 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed. 2. Jakarta :
EGC.
5) Sudoyo, AW. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed. 5. Jakarta :
Pusat Penerbitan Imu Penyakit Dalam.
6) Faradilla,
N.
2009.
Hidropneumotoraks.

Diperoleh

dari

http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/10/hidropneumothoraks_files_o
f_drsmed.pdf [Diakses 24 Agustus 2014].
7) Saryono. Modul Skill Lab Water Sealed Drainage (WSD). Lab. Ketrampilan
Medik

PPD

Unsoed.

Diperoleh

dari

http://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Kuliah/modul%20/Modul%20B3%20%20Water%20Seal%20Drainage.pdf [Diakses 24 Agustus 2014].


8) Cermin Dunia Kedokteran No. 101, 1995 18-19. Pneumotoraks. Diperoleh
dari

http://www.xa.yimg.com/kq/groups/13472721/250949649/name/pneu.doc
[Diakses 24 Agustus 2014].

15

You might also like