You are on page 1of 9

Lupus Eritematosa Kutan Akut

(Tinjauan Histopatologi)
Pendahuluan
Lupus eritematosa kutan (LEK) merupakan manifestasi kulit pada lupus eritematosa
sistemik (LES) dan diberi nama lupus karena ruam yang berbentuk kupu-kupu, melintasi
tonjolan hidung dan meluas pada kedua pipi yang menyerupai gigitan serigala (lupus adalah kata
dalam bahasa latin yang berarti serigala).1,2 Lupus eritematosa sistemik (LES) adalah penyakit
autoimun kompleks yang dapat mengenai hampir semua sistem organ dan memiliki manifestasi
klinis yang bervariasi. Pasien dapat memiliki keluhan pada kulit, membran mukosa, sendi, ginjal,
komponen hematologik, sistem saraf pusat, sistem retikuloendotelial, sistem pencernaan,
jantung, dan paru.
Lupus eritematosa sistemik ini dapat mengenai berbagai usia dan jenis kelamin, terutama
pada perempuan usia produktif (20-40 tahun). Di antara berbagai organ yang terlibat, kulit
merupakan organ terluar tubuh yang dapat dilihat secara kasat mata sehingga seringkali menjadi
salah satu kondisi yang dikeluhkan oleh pasien. Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis
kedua yang paling sering tampak pada LES setelah peradangan pada sendi. Sekitar 85% dari
penderita LES dapat mengenai kulit. Lupus eritematosa kutan dibagi menjadi tiga kategori mayor
yaitu lupus eritematosa kutan akut (LEKA), lupus eritematosa kutan subakut (LEKS) dan lupus
eritematosa kutan kronik (LEKK).1,3,4,5
Berdasarkan studi kohort, ruam malar atau butterfly rash (LEKA lokalisata) dilaporkan
terjadi 20%-60% pada pasien LE. LEKA generalisata terjadi pada 35%-60% dari pasien LE.
Berdasarkan penelitian di Swedia, kejadian LEK terjadi pada 4 dari 100.000 populasi. 6 Survey
di Eropa menunjukkan perbandingan penderita LEK antara perempuan dan laki-laki di Eropa
berkisar 2,5-3 : 1.1,

5, 6

Pada penelitian yang sama, menunjukkan bahwa 12% dari pasien

terdiagnosa LEK berkembang menjadi LES pada tahun pertama, dan berkembang sebanyak 18%
pada tiga tahun pertama.6 Sebagian besar dari pasien LES menunjukkan manifestasi klinis ke
kulit selama penyakit LES masih berlangsung.
Diagnosis LEKA ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan histopatologi dapat membantu penegakan diagnosis
dalam menentukan diagnosis LEKA.
Makalah ini akan membahas kasus LEKA yang ditegakkan berdasarkan dari gejala klinis,
pemeriksaan fisik dan histopatologi. Tujuan penulisan makalah ini adalah meningkatkan
kemampuan dalam penegakan diagnosis pada kasus LEKA.

KASUS :
1

Seorang perempuan, Nn MDH, usia 21 tahun, seorang mahasiswa beralamatkan di


Sleman, Yogyakarta, dengan nomor rekam medis 01596xxx, datang ke Rumah Sakit Dr. Sardjito
(RSS) pada tanggal 21 September 2014, dengan keluhan muncul bercak merah di wajah. Satu
minggu sebelum periksa ke rumah sakit pasien mengeluh timbul bercak merah di pipi. Bercak
merah dirasakan sedikit gatal, tidak terasa panas ataupun perih. Oleh pasien keluhan tersebut
tidak diobati apa-apa. Pasien hanya menggunakan krim malam dan pagi yang telah lama
digunakan. Dalam waktu 4 hari kemudian bercak merah dirasakan semakin melebar sampai ke
dahi dan belakang telinga. Bercak juga terasa sedikit tebal.
Pasien tidak memiliki riwayat keluhan yang serupa sebelumnya. Pasien memiliki riwayat
pemakaian krim malam dan krim pagi dari klinik kecantikan sejak 1 tahun yang lalu dan tidak
memiliki riwayat penggantian jenis krim untuk wajah. Pasien mengaku mempunyai riwayat
rambut rontok, sering pusing dan alergi debu. Riwayat ketombe, fotosensitif, nyeri sendi dan
demam sebelumnya disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, status gizi cukup, tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi 16x/menit dan suhu tubuh 36,8C. Tidak
didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Status dermatologis pada regio fasialis tampak
patch eritem, tersusun konfluens berbentuk butterfly.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis banding pada kasus ini adalah
lupus eritematosa kutan akut dan dermatitis seboroik. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan anemia, trombositopenia dan lekopenia. Fungsi hati mengalami peningkatan dari
batas normal dan fungsi ginjal pasien masih dalam batas normal. Dari pemeriksaan ANA tes
didapatkan hasil 128,8 (nilai normal < 23,00) dan anti ds DNA 1472 (Negative: 0-200
Borderline: 201-300 Moderate positive : 301-800 Strong positive >801).
Pemeriksaan histopatologi biopsi kulit dilakukan pada daerah wajah pada bagian lesi
eritema. Dengan pengecatan Hemaktoksilin Eosin (HE) didapatkan pada pembesaran lemah
bagian epidermis tampak atrofi dengan pendataran rete ridge dan degenerasi vakuolisasi sel-sel
basal. Pada bagian dermis tampak infiltrasi sel-sel radang tersebar dari dermis atas sampai
bawah. Tampak dermis dengan edema ringan dan beberapa jaringan fibrin. Pada perbesaran lebih
kuat tampak infiltrasi sel radang dominan limfosit dan

tersebar diantara perivaskuler dan

periapendikular. Kesimpulan dari hasil biopsi ini adalah mendukung ke arah LEKA (Gambar 2).

Gambar 1. Pemeriksaan Fisik. A-C. Regio fasialis tampak patch eritem, tersusun konfluens berbentuk butterfly
dengan sebagian papul eritem tersusun diskret. D-G. Regio auricularis dextraet sinistra tampak plak hiperpigmentasi
dengan skuama tipis diatasnya.

Gambar 2. Pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan Hemaktosillin-Eosin. A. Pada perbesaran 10x tampak
epidermis atrofi dengan pendataran rete ridges. Tampak sebukan infiltrat tersebar sampai lapisan dermis bawah,
edema ringan pada sebagian dermis. B. Pada perbesaran 40x tampak vakuolisasi sel basal dan nekrosis dari sel
keratinosit. C& D. Pada perbesaran 100x tampak sebukan infiltrat dominasi limfosit tersebar diantara perivaskular
dan appendikular.

DISKUSI
Lupus eritematosa sistemik merupakan gangguan multisistem yang terutama mempunyai
kelainan pada kulit. Lesi kutaneus merupakan tanda dari gangguan penyakit dan sebagai
indikator adanya kelainan pada bagian dalam5. Faktor resiko tertinggi dari penyakit lupus adalah
jenis kelamin perempuan, dimana perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 1:6.6
Lupus eritematosa kutan akut dapat terjadi secara lokal maupun general. Karakter lesi dari
bentuk lokal adalah eritema berbentuk butterfly, dimana biasanya menyebar secara simetris
melalui pangkal hidung hingga ke pipi, tanpa terkena daerah nasolabial 5,7,8. Sedangkan pada
lupus eritematosus kutan akut yang berbentuk general biasanya berupa bentukan morbili atau
bercak merah yang luas terutama pada bagian ekstensor dari lengan dan tangan9. Lesi kutaneus
pada lupus eritematosa diklasifikasikan oleh Profesor James Gilliam menjadi spesifik dan non
spesifik. Tipe spesifik terbagi menjadi 3 yaitu akut, subakut dan kronik (tabel1).5,9,10
Tabel 1. Klasifikasi Gilliam untuk lesi kulit yang berhubungan dengan Lupus Eritematosa 5,9,10
Kelainan kulit LE spesifik (LE kutaneus)
A. LE kutaneus akut (ACLE)
1. ACLE lokalisata (malar rash, butterfly rash)
2. ACLE generalisata (lupus makulopapular, lupus rash,
SLE rash, lupus dermatitis fotosensivitas)
B. Lupus eritematosus subakut (SCLE)
1. SCLE anular (sinonim Lupus marginatus, eritema
marginatum simetris, eritema anulare autoimun, lupus
eritematosus giratum repens)
2. SCLE papuloskuamosa (sinonim DLE diseminata, LE
subakut diseminata, LE superfisial diseminata, LE
psoriasiform, LE pitiriasiform, LE fotosensitif
makulopapular)
C. LE kutaneus kronik (CCLE)
1. LE klasik diskoid
DLE lokalisata
DLE generalisata
2. DLE hipertrofik/verukosa
3. Lupus profundus/lupus panikulitis
4. DLE mukosal
DLE oral
DLE konjungtiva
5. Lupus Tumidus (LE plak urikarial)
6. LE Chilblain (lupus chilblain)
7. DLE likenoid (LE/liken planus
overlap, lupus planus)

Kelainan kulit LE non spesifik


A. Penyakit vaskular kutaneus
1. Vaskulitis
a. Leukositoklastik
(1) Purpura palpabel
(2) Urtikaria vaskulitis
b. Lesi kulit periarteritis nodosa
2.Vaskulopati
a. Lesi menyerupai
Degos disease
b. Atrofi sekunder (sinonim livedoid
vaskulitis, livedo vaskulitis)
3. Telengiektasis periungual
4. Livedo retikularis
5. Thromboflebitis
6. Fenomena Raynaud
7. Eritromelalgia (eritermalgia)
B. Alopesia Non skar
1. Lupus hair
2. Telogen effluvium
3. Alopesia areata
C. Sklerodaktili
D. Nodul rheumatoid
E. Kutis kalsinosis
F. Lesi bula LE non spesifik
G. Urtikaria
H. Musinosis papulonodular
I. Kutis laxa/anetoderma
J. Akantosis nigrikans (resisten insulin tipeB)
K. Eritema multiforme
L. Ulkus kaki
M. Liken planus
LE; lupus eritematosus; SLE : sistemik lupus eritematosus;ACLE: acute cutaneus lupus erythematosus;SCLE :
subacute lupus erythematosus;CCLE: chronic cutaneus lupus erythematosus;DLE: diskoid lupus erythematosus
Dari Sontheimer RD : The lexicon of cutaneous lupus erythematosus-A Review dan personal perspective on the
nomenclature and classification of the cutaneous of lupus erythematosus. Lupus 6: 84, 1997, dengan ijin dari
Stockton Journals, Macmillan Press, Ltd.

Diagnosis LES ditegakkan berdasarkan dari pemeriksaan klinis dan laboratorium. The
American College of Rheumatology (ACR) pada tahun 1997 merevisi kriteria diagnosis dari
LES, yaitu bila didapatkan 4 kriteria dari 11 kriteria (tabel 2). Kriteria ini memiliki sensitivitas
80% dan spesifitas 79% dengan LES.11
Tabel 2. Kriteria diagnosis LES berdasarkan The American College of Rheumatology (ACR) 7,8,11
Kriteria Diagnosis LES
Ruam malar
Ruam diskoid
Fotosensitifitas
Ulkus mulut
Artritis
Serositis/Pleuritis

Gangguan renal

Gangguan neurologi

Gangguan hematologi

Gangguan imunologi

Antibodi antinuklear positif

Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar dan
cenderung tidak melibatkan lipatan nasolabial.
Plak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan folikuler. Pada
SLE lanjut dapat ditemukan parut atrofik.
Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari.
Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri.
Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai
oleh nyeri tekan, bengkak atau efusia.
Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritc friction rub yang didengar oleh
dokter pemeriksa atau terdapat bukti efusi pleura. Terbukti dengan
rekaman EKG atau pericardial friction rub atau terdapat bukti efusi
perikardium.
a. Proteinuria menetap >0,5 gram per hari atau >3+ bila tidak dilakukan
pemeriksaan kuantitatif.
b. Terdapat silinder seluler berupa silinder eritrosit, hemoglobin,
granular, tubular atau campuran
Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan
metabolik (uremia, ketoasidosis, ketidakseimbangan elektrolit).
b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan
metabolik (uremia, ketoasidosis, ketidakseimbangan elektrolit).
a. Anemia hemolitik dengan retikulosis
b. Lekopenia <4.000/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau lebih.
c. Limfopenia <1.500/mm3 pada dua kali
pemeriksaan atau lebih.
d. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa
disebabkan oleh obat-obatan.
a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA
dengan titer yang abnormal.
b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear Sm.
c. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang didasarkan atas:
1) Kadar serum antibodi antikardiolipin
abnormal baik IgG atau IgM
2) Tes lupus antikoagulan positif menggunakan metode standar
3) Hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis sekurang-kurangnya
selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan test imobilisasi
Treponema pallidum atau test fluoresensi
absorpsi antibodi treponema.
Titer abnormal dari antibodi antinuklear
berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat
pada setiap kurun waktu perjalanan penyakit tanpa keterlibatan obat
yang diketahui berhubungan dengan sindroma lupus yang diinduksi obat

Berdasarkan dari pemeriksaan laboratorium dalam penentuan diagnosis, pemeriksaan


antinuklear antibodies (ANA) adalah sangat penting pada penyakit LES. Titer tes ANA yang
tinggi adalah > 1: 320. Pada studi yang diumumkan baru-baru ini lebih dari 1000 pasien LES
mengalami kenaikan titer tes ANA12. Pemeriksaan antibodi anti ds DNA merupakan salah satu
kriteria dari 11 kriteria dari ACR (American College of Rheumathoid) untuk LES. Lebih dari
5

30% dari kelompok pertama mempunyai hasil anti ds DNA antibodi positif dibandingkan dengan
kelompok kedua pada sebuah penelitian. Antibodi anti ds DNA paling sering ditemukan pada
pasien LEKA dengan perbandingan 1:31
Tipe-tipe dari LEK dapat dibedakan berdasarkan karakteristik manifestasi klinis,
pemeriksaan histopatologi dan imunologi. Pemeriksaan histopatologi merupakan hal penting
dalam penentuan diagnosis dimana pada LEK mempunyai perubahan bentuk histopatologi yang
cukup luas, dan perubahan ini bergantung dengan tahap perkembangan dari lesi kulit dan
penyakit.13 Gilliam mengklasifikasikan LEK lesi spesifik dengan lesi non spesifik berdasarkan
pemeriksaan histopatologi.14
Lupus eritematosa kutan akut mempunyai gambaran yang kurang mencolok
dibandingkan dengan tipe sub akut atau kronis.9 LEKA menunjukkan adanya degenerasi vakuolar
lapisan basal, edema pada pada lapisan dermis bagian atas, sebaran sel radang limfosit
membentuk interface dan tersebar disekitar pembuluh darah dan kalenjar.14 Neutrophil terkadang
terlihat pada lesi awal di pertemuan dermis dan epidermis. Jaringan fibrinoid kadang terlihat di
sekitar pembuluh darah dan di antara kolagen pada lapisan dermis.15
Pada kasus ini berdasarkan anamnesa didapatkan adanya keluhan bercak merah di bagian
wajah. Yang dirasakan semakin melebar sampai ke dahi dan belakang telinga dalam kurun waktu
1 bulan. . Bercak dirasakan terkadang gatal, tidak nyeri. Berdasarkan pada pemeriksaan fisik
terdapat bercak merah yang tersusun mengumpul dari pangkal hidung melebar sampai ke bagian
volar, dahi dan belakang telinga hingga membentuk seperti gambaran butterfly yang sesuai
dengan gambaran klinis pada LEKA.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan anemia dan lekopenia.
Fungsi hati menunjukkan sedikit peningkatan dengan nilai SGOT 48 (normal 32) dan SGPT 37
(normal 33) dan fungsi ginjal masih dalam batas normal. Dari pemeriksaan ANA tes pada pasien
didapatkan hasil 128,8 dan anti Ds DNA 1472. Pasien ini memenuhi 4 kriteria (ruam malar,
gangguan hematologi, gangguan imunologi dan antibodi antinuklear positif) dari 11 kriteria
diagnosis LES berdasarkan The American College of Rheumatology (ACR).. Pada pemeriksaan
histopatologi didapatkan epidermis atrofi dengan pendataran rete ridge dan degenerasi
vakuolisasi sel-sel basal. Pada bagian dermis tampak infiltrasi sel-sel radang tersebar dari dermis
atas sampai bawah dengan infiltrasi sel radang dominan limfosit dan

tersebar diantara

perivaskuler dan periapendikular. Tampak dermis dengan edema ringan dan beberapa jaringan
fibrin. Gambaran histopatologi tersebut juga menyokong ke arah LEKA.
Berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
histopatologi, maka pasien tersebut didiagnosa dengan LEKA.
Diagnosis banding dari pasien ini adalah dermatitis seboroik. Lesi dermatitis seboroik
berupa bercak merah, dengan sisik tipis yang biasanya muncul pada daerah wajah, telinga, kulit
kepala sampai dada atas yaitu pada daerah yang mempunyai kalenjar keringat yang banyak.
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Diduga karena sekresi kalenjar keringat yang
6

berlebihan, produksi dari minyak yang abnormal, pemakaian obat dan infeksi Malassezia.16
Dermatitis seboroik yang mengenai daerah wajah biasanya muncul disekitar alis, dahi dan daerah
nasolabial. Lesi klinis berupa bercak merah dan skuama tipis yang bisa memenuhi sampai area
kulit kepala. Intensitas munculnya gejala bisa bervariasi, sering diakibatkan oleh kelelahan dan
stres. Paparan sinar matahari juga sering menimbulkan kekambuhan. 17 Sedangkan dari
pemeriksaan histopatologi, dermatitis seboroik mempunyai gambaran hiperplasia psoriasiform,
dengan adanya hiperkeratosis atau parakeratosis. Tampak sel keratinosit dengan gambaran
spongiosis luas, dan bisa ditemukan eksositosis neutrofil. Infiltrat sel radang limfosit pada daerah
superficial.18,19 Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan histopatologi tidak
mendukung ke arah dermatitis eboroik, maka diagnosis banding tersebut bisa kita singkirkan.
Pasien mendapatkan terapi kortikosteroid topikal yaitu betametasone cream, tabir surya
dan antihistamin oral cetirizin 10 mg bila gatal. Pasien juga dikonsulkan ke bagian penyakit
dalam untuk dilakukan rawat bersama dalam penatalaksanaan LES. Kortikosteroid merupakan
terapi yang penting dalam penatalaksanaan pasien LES.20
RINGKASAN
Dilaporkan suatu kasus Lupus Eritematosa Kutan Akut pada seorang perempuan usia 21
tahun dengan keluhan bercak merah pada wajah disertai sedikit gatal, tidak panas dan tidak
perih. Pada kasus ini selain anamnesa dan pemeriksaan fisik, juga dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan histopatologi untuk membantu
dalam penegakan diagnosa. Pada anamnesa didapatkan bercak merah di wajah sedikit gatal. Dari
pemeriksaan fisik ujud kelainan kulit tampak patch eritem tersusun konfluens membentuk
gambaran butterfly. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kenaikan fungsi hati, tes ANA
(+) dan anti dsDNA strong positive. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya epidermis
atrofi dengan pendataran rete ridges. Tampak sebukan infiltrat tersebar sampai lapisan dermis
bawah, edema ringan pada sebagian dermis. Vakuolisasi sel basal dan nekrosis dari sel
keratinosit, sebukan infiltrat dominasi limfosit tersebar diantara perivaskular dan appendikular.
Prognosis pada kasus ini adalah bonam.

Daftar Pustaka
1. Parodi A, Rebora A, ARA and EADV criteria for classsification of systemic lupus
erythematosus in Dermatology, 1997; 194(3):217-20
2. Obermoser G, Sontheimer RD, Zelger B. Overview of common, rare, atypical
manifestations of cutaneous lupus. Lupus. 2010;19(9):1050-70
3. Kuhn A, Ochsendorf F, Bonsmann G. Treatment of cutanoeus lupus erythematosus.
Lupus. 2010;19(9): 1125-1136
4. Kuhn A, Ruland V, Bonsmann G. Cutaneous lupus erythematosus:update of therapeutic
options part I. J Am Acad Dermatol. 2011;65(6):e179-93
5. Lela al and Victoria pw. Lupus Erythematosus. In : Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP
eds. Dermatology. London; Mosby;2003 p. 615-28
6. Ruo V, Hochberg MC. The epidemiology of systemic lupus erythematosus. In: Wallace
DJ, Hahn BH (eds).Dubois Lupus Erythematosus, 6th edn. Philadelphia:Lippincott,
Williams & Wilkins, 2002:6583
7. Costner MI, Sontheimer RD, Provost TT. Lupus erythematosus. In: Sontheimer RD,
Provost TT (eds). Cutaneous Manifestations of Rheumatic Diseases, 2nd edn.
Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins; 2004:1564.
8. Kuhn A, Ruzicka T. Classification of cutaneous lupus erythematosus. In: Kuhn A,
Lehmann P, Ruzicka T: Cutaneous lupus erythematosus. Heidelberg: Springer, 2004: 53
58.
9. Melissa I, Richard D. Lupus Erythematosus. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Lefel Dj, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.
8th ed. New York; McGraw Hill; 2012: 1515-35
10. Gilliam JN, Sontheimer RD. Distinctive cutaneous subsets in the spectrum of lupus
erythematosus. J Am Acad Dermatol 1981; 4(4): 4715.
11. Wallace NMS, Cheri N et al. Cutaneus Lupus Erythematosus in Skin of Color. J Drugs
Dermatol.2015; 14(4): 343-349
12. Biazar C, Sigges J, Patsinakidis N et al. Cutaneous lupus erythematosus: first multicenter
database analysis of 1 002 patients from the European Society of Cutaneous Lupus
Erythematosus (EUSCLE). Autoimmun Rev 2013; 12(3): 44454.
13. Mirjana Z, Linda M, Manfred K. Lupus Erythematosus: Clinical picture, diagnosis and
Treatment. Journal of Deutsche Dermatologische Gesellschaft; 2014: 285-302
14. Okon GL, Werth VP, Cutaneus Lupus Erythematosus : Diagnosis and Treatment. Best
Practice & Research Clinical Rheumatology 27; 2013: 391-404
15. Christian AS, Amir SY et al. Histologic Findings in Cutaneus Lupus Erythematosus. In :
Cutaneus Lupus Erythematosus 21; 2005, pp 297-303
16. Gade T, Thomas J. Seborrheic Dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Lefel Dj, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8th ed.
New York; McGraw Hill; 2012: 219-25
17. Berth J, Jones. Eczema, Lichenification, Prurigo and Erythroderma. Rooks textbook of
Dermatology.8thed.London:Wiley Black Well;2010:p 1014-16
18. Barnhill RL et al. Spongiotic Dermatitis. Dermatopathology. McGraw Hill
Medical.2010.8:p.22-23
19. Weedon D. The Spongiotic reaction pattern. Weedons Skin pathology. 3rd Edition.
Churchill Livingstone Elsevier.2010.6:p.108-10
20. Luitjen RK, Fritsch-Stork RD, Bijlsma JW, Derksen RH. The use of glucocorticoids in
Systemic Lupus Erythematosus. After 60 years still more an art than science. Autoimmun
Rev 2013;12(5):617-28

You might also like