You are on page 1of 16

2.

1 Alur dan prosedur BPJS Kesehatan


2.1.1 Alur dan Prosedur Pelayanan Faskes Tingkat Pertama
Pelayanan fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan tempat pertama kali

yang harus didatangi oleh pasien yang ingin berobat dengan menggunakan kartu

BPJS. Fasilitas kesehatan tingkat pertama ini meliputi :


1. Puskesmas atau yang setara
2. Praktek Dokter
3. Praktek Dokter Gigi
4. Klinik Prtama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat
pertama milik TNI/ Polri
5. Rumah Sakit Kelas D Pratama yang setara
Didalam fasilitas kesehatan tingkat pertama ini juga menyediakan
mengenai pelayanan rawat jalan, rawat inap (apabila tersedia) dan rawat darurat.
Apabila dalam fasilitas ini pelayanan yang diberikan kurang memadai maka pada
faskes tingkat pertama ini berhak untuk memberikan rujukan pasien ke faskes
lanjutan yang juga bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

a. Rawat Jalan Tingkat Pertama

i. Peserta datang ke faskes tingkat pertama (Puskesmas atau yang setara,

praktek Dokter, praktek Dokter Gigi, klinik Pratama atau yang setara

termasuk fasilitas kesehatan tingkat pertama milik TNI/ Polri, dan

Rumah Sakit Kelas D Pratama yang setara) dan menunjukkan kartu

identitas BPJS kesehatan (proses administrasi)


ii. Peserta menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan

setelah mendapatkan pelayanan kesehatan.


iii. Bila hasil pemeriksaan dokter ternyata peserta memerlukan

pemeriksaan ataupun tindakan spesialis/sub-spesialis sesuai dengan

indikasi medis, maka fasilitas kesehatan tingkat pertama akan

memberikan surat rujukan untuk dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan

tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan sesuai

dengan sistem rujukan yang berlaku. Dan apabila tidak membutuhkan

rujukan ke faskes tingkat lanjut pasien diberikan resep dokter dan obat

dapat diambil di apotek.


b. Rawat Inap Tingkat Pertama
Pasien yang akan rawat inap harus melalui unit gawat darurat atau unit rawat

jalan dengan mendapatkan surat perintah opname. Berkas persyaratan untuk

rawat inap hanya surat perintah opname dan kartu BPJS Kesehatan, yang akan

digunakan untuk mendapatkan Surat Eligibilitas Peserta (SEP). SEP ini akan

diurus oleh administrasi rumah sakit atau mungkin pihak keluarga pasien

tergantung kebijakan rumah sakit. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai

berikut :
a Peserta datang ke fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memiliki fasilitas

rawat inap dengan menunjukkan identitas BPJS kesehatan


b Peserta menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan setelah

mendapatkan pelayanan kesehatan.


Bila hasil pemeriksaan dokter ternyata peserta memerlukan pemeriksaan

ataupun tindakan spesialis/sub-spesialis sesuai dengan indikasi medis, maka

fasilitas kesehatan tingkat pertama akan memberikan surat rujukan untuk dibawa
ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan

sesuai dengan sistem rujukan yang berlaku.

2.1.2 Alur dan Prosedur Pelayanan Faskes Tingkat Lanjutan

Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan merupakan fasilitas kesehatan rujukan pasien

BPJS dari faskes pertama. Dalam fasilitas kesehatan tingkat lanjut ini meliputi

diantaranya :

1. Klinik Utama Yang Setara


2. Rumah Sakit Umum
3. Rumah Sakit Khusus
Didalam faskes tingkat lanjut ini juga menyediakan pelayanan kesehatan rawat
jalan, rawat inap serta rawat darurat.
a Rawat Jalan Tingkat Lanjut

Prosedur peserta BPJS dalam mendapatkan pelayanan kesehatan Rawat

Jalan Tingkat Lanjut :


i. Peserta membawa identitas BPJS kesehatan serta surat rujukan dari

fasilitas kesehatan tingkat pertama ke Fasilitas Kesehatan Rujukan

Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang dirujuk. Apabila peserta mendaftar

dengan alasan untuk kontrol sebagaimana peserta telah mendapatkan

perawatan sebelumnya, maka harus disertai dengan surat kontrol dan

untuk pasien kronis maka juga harus disertai dengan SKDP (Surat

Keterangan Dalam Perawatan).


ii. Peserta melakukan pendaftaran ke RS yang bekerjasama dengan

BPJS Kesehatan dengan memperlihatkan identitas, surat rujukan,

surat kontrol ataupun SKDP(Surat Keterangan Dalam Perawatan)

dan petugas akan memeriksa serta mencetak Surat Eligibilitas

Peserta (SEP). Apabila SEP sudah bisa dicetak maka petugas BPJS

Kesehatan akan melakukan legalisasi SEP dan apabila SEP

menunjukkan data yang tidak valid maka akan dilakukan konfirmasi

sendiri kepada BPJS Kesehatan.


iii. Peserta akan mendapat pelayanan kesehatan dan menandatangani

bukti pelayanan pada lembar yang disediakan setelah mendapatkan

pelayanan kesehatan.
iv. Setelah mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta akan diberikan

pelayanan lanjutan yang berupa pelayanan rawat inap, pelayanan

rujukan, pemberian resep ataupun pelayanan penunjang lainnya.

Apabila peserta membutuhkan rawat inap maka akan disertai dengan

surat perintah rawat inap dan apabila peserta membutuhkan

pelayanan rujukan maka petugas akan melakukan rujukan ke ke poli

spesialis lain dengan surat rujukan/ konsul internal yang berfungsi


dalam satu kali kunjungan atau fasilitas kesehatan lanjutan lain

dengan surat rujukan/ konsul eksternal. Apabila peserta mendapatkan

resep obat setelah mendapatkan pelayanan maka peserta dapat

langsung mengambil obat di apotek.


b Rawat Inap Tingkat Lanjut

Prosedur peserta BPJS dalam mendapatkan pelayanan kesehatan Rawat

Inap Tingkat Lanjut :

i. Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan membawa identitas

BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat

pertama atau surat perintah rawat inap dari poli atau unit gawat

darurat.
ii. Peserta harus melengkapi persyaratan admisnistrasi untuk penerbitan

Surat Eligibilitas Peserta, maksimal 3 x 24 jam hari kerja sejak

masuk rumah sakit. Apabila data peserta valid maka SEP rawat inap

akan diterbitkan dan apabila data tidak valid maka perlu konfirmasi

pada pihak BPJS Kesehatan rumah sakit.


iii. Petugas BPJS akan melakukan legalisasi SEP rawat inap dan peserta

menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan

setelah mendapatkan pelayanan kesehatan.


iv. Dalam hal peserta JKN (kecuali peserta PBI) menginginkan

kenaikan kelas perawatan atas permintaan sendiri, peserta atau

anggota keluarga harus menandatangani surat pernyataan tertulis dan

selisih biaya menjadi tanggung jawab peserta.


v. Petugas faskes akan mengumpulkan bukti pelayanan dan melakukan

pendataan alat kesehatan bagi peserta yang membutuhkannya.

Apabila pasien membutuhkan alat kesehatan maka petugas

verifikator akan melakukan legalisasi alat kesehatan.


vi. Setelah peserta mendapatkan pelayanan apabila kondisi peserta stabil

maka petugas faskes yang bersangkutan akan memberikan surat

kontrol ulang yang dipakai untuk 2 kali kontrol dalam 1 bulan

apabila pasien telah diperbolehkan untuk pulang. Dan apabila peserta

membutuhkan rujukan ke faskes lain maka petugas faskes

bersangkutan akan memberikan surat rujukan ke faskes lain.


2.2 Pelayanan Alat Kesehatan

Pelayanan alat bantu kesehatan dari BPJS Kesehatan merupakan layanan tambahan

dari limit plafond sesuai dengan indikasi medis dan atas rekomendasi dokter spesialis yang

memeriksa. Pelayanan untuk alat kesehatan sifatnya berupa bantuan yang artinya bahwa
layanan ini ditanggung secara subsidi dimana alat bantu yang telah diresepkan dokter

apabila telah melebihi harga yang telah ditetapkan oleh pihak BPJS maka sisa biayanya tidak

lagi ditanggung oleh BPJS melainkan akan ditanggung oleh pasien yang bersangkutan itu

sendiri. Sebagai contoh adalah alat bantu dengar, BPJS Kesehatan hanya menanggung

maksimal satu juta rupiah saja, sementara harga di pasaran bisa mencapai tiga juta rupiah

atau bahkan lebih maka sisa biaya yang tidak ditanggung oleh BPJS yaitu sebesar dua juta

yang artinya sisa biaya tersebut akan dibayarkan oleh pasien yang bersangkutan.

Pelayanan tentang alat bantu kesehatan ini diatur dalam Permenkes Nomor 59 tahun

2014, tentang Standar Tarif JKN pasal 24. Berikut ini adalah tarif untuk alat bantu kesehatan

yang ditanggung oleh BPJS :

a. Kacamata
Prosedur :
1) Peserta harus datang ke faskes tingkat 1 yang tertera dikartu BPJS, biasanya

dokter akan merujuk ke Rumah Sakit terdekat ke bagian poli mata.


2) Ketika di Rumah akit, dokter mata akan memberikan resep kacamata dan peserta

harus meminta legalisasi kepada petugas BPJS Kesehatan yang bersangkutan.


3) Peserta menuju ke optik yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Penggantian kacamata diberikan paling cepat 2 tahun sekali, dengan ketentuan

indikasi medis minimal () Sferis 0,5 D Silindris 0,25 ditanggung sesuai dengan kelas

yang diambil di kartu BPJS. Jika harga kacamata melebihi itu, sisanya akan ditanggung

oleh peserta. Jadi, lebih tepatnya subsidi, bukan ditanggung.

Tarif untuk kacamata yang ditanggung BPJS atau lebih tepatnya disubsidi berbeda

per kelasnya, antara lain :

i) Peserta PBI atau Kelas III : Rp 150.000,00


ii) Peserta BPJS Kelas II : Rp 200.000,00
iii) Peserta BPJS Kelas I : Rp 300.000,00
b. Alat Bantu Dengar
Alat bantu dengar mendapatkan bantuan atau stimulan dari BPJS Kesehatan. Adapun

syarat dan ketentuan yang berlaku, antara lain :


1) Memeriksa diri terlebih dahulu
2) Kemudian akan dirujuk oleh dokter di faskes tingkat 1 ke poli THT Rumah Sakit

terdekat
3) Ketika di poli THT Rumah Sakit yang bersangkutan, dokter akan melakukan

pemeriksaaan audiometri dan membuatkan resep untuk pembelian hearing aid.


4) Untuk meminta stempel BPJS harus ada bukti pemeriksaan audiogram dan resep

dokter spesialis THT.

Alat bantu dengar diberikan paling cepat 5 tahun sekali atas indikasi medis. Alat

bantu dengar yang harganya jutaan tidak ditanggung sepenuhnya, tetapi akan

mendapat bantuan atau subsidi maksimal sebesar Rp 1.000.000,00.

c. Prothesa Alat Gerak (Tangan dan Kaki Palsu)


Yang dimaksud protesa alat gerak adalah kaki palsu dan tangan palsu, diberikan atas

rekomendasi dari dokter spesialis orthopedi di faskes rujukan BPJS Kesehatan. Prothesa

alat gerak dapat diberikan paling cepat 5 tahun sekali untuk bagian tubuh yang sama.

Prosedur untuk prothesa alat gerak hampir sama seperti cara mendapatkan kacamata.
Prothesa alat gerak diberi bantuan atau subsidi maksimal sebesar RP 2.500.000,00

dan diberikan paling cepat 5 tahun sekali jika ada indikasi medis.
d. Prothesa Gigi (Gigi Palsu)
Pelayanan prothesa gigi diberikan pada faskes tingkat 1 dan faskes tingkat 2 yang

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Penjaminan pelayanan prothesa gigi atau gigi

palsu diberikan atas rekomendasi dari dokter gigi.


Prothesa gigi atau gig palsu diberikan bantuan atau subsidi maksimal sebesar Rp

1.000.000,00 dengan rincian sebagai berikut :


i) Diberikan paling cepat 2 tahun sekali atas indikasi medis untuk gigi yang sama
ii) Full prothesa gigi atau prothesa gigi lengkap maksimal sebesar Rp 1.000.000,00
iii) Masing-masing rahang maksimal Rp 500.000,00
e. Korset Tulang Belakang
Korset atau jaket penyangga tulang diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan yang

mengalami kelainan atau gangguan tulang ataupun kondisi lain sesuai dengan indikasi

medis. Layanan ini adalah bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan

kepada faskes rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.


Korset tulang belakang diberi bantuan atau subsidi maksimal sebesar Rp 350.000,00

dan diberikan paling cepat 2 tahun sekali atas indikasi medis. Prosedurnya hampir sama

dengan pemberian kacamata, setelah diberi resep oleh dokter yang bersangkutan peserta

harus meminta persetujuan ke BPJS Center.


f. Collar Neck
Collar Neck atau penyangga leher dapat diberikan kepada pasien yang mengalami

trauma pada leher dan kepala ataupun fraktur pada tulang servik atau tulang leher

dengan indikasi medis. Hal ini merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan

yang diberikan pada faskes rujukan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Penyangga diberi bantuan atau subsidi maksimal sebesar Rp 150.000,00 dan dapat

diberikan maksimal 1 kali dalam 2 tahun atas indikasi medis.


g. Kruk
Kruk penyangga tubuh diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis bedah tulang

(Orthopedic) sebagai bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan kepada

faskes rujukan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.


Kruk diberikan bantuan atau subsidi maksimal sebesar Rp 350.000,00 dan dapat

diberikan paling cepat 5 tahun sekali untuk bagian tubuh yang sama.

Dari data diatas dapat diringkas sebagai berikut :

TARIF
JENIS ALKES KETENTUAN PALING LAMBAT
(MAKSIMAL)
Kelas I 300.000
Kacamata Kelas II 200.000
Kelas III 150.000
Alat Bantu Dengar 1.000.000 5 tahun
Kaki/Tangan Palsu 2.500.000 5 tahun
1-8 gigi 250.000/rahang
Protesa Gigi 2 tahun
9-16 gigi 500.000/rahang
Korset 350.000 2 tahun
Collar Neck 150.000 2 tahun
Kruk 350.000 5 tahun

2.3 Sanksi Administratif

Setiap warga negara dan orang asing yang telah bekerja paling singkat 6 (Enam)

bulan di Indonesia wajib mengikuti program jaminan sosial, sehingga tercipta mekanisme

subsidi silang dan gotong royong masyarakat dalam jaminan kesehatan yang berdasarkan

pada sistem jaminan sosial yang berbasis asuransi sosial.

a. Sanksi atas Ketidakpatuhan dalam Kewajiban Pendaftaran


1) Kewajiban Pendaftaran
a) Pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai

peserta kepada BPJS Kesehatan.


b) Setiap Orang Selain Pemberi Kerja, Pekerja Penerima Upah dan

Penerima Bantuan Iuran, wajib mendaftarkan dirinya dan anggota

keluarganya ke BPJS Kesehatan.


c) Warga Negara Asing yang telah bekerja paling singkat 6 (Enam) bulan

wajib mengikuti program jaminan sosial kesehatan.


b. Sanksi atas Ketidakpatuhan Pendaftaran
1) Ketidaktahuan Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dalam

melakukan Pendaftaran
a Pemberi kerja yang tidak melakukan pendaftaran dirinya dan

pekerjanya berikut anggota keluarga akan dikenai sanksi administratif.


b Pengenaan sanksi administratif oleh BPJS Kesehatan setelah

dilaksanakan pemeriksaan kepada pemberi kerja.


c Sanksi administrasi, berupa :
i) Teguran Tertulis
Sanksi teguran tertulis diberikan paling banyak 2 (Dua) kali

masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 (Sepuluh) hari kerja.


ii) Denda
Pengenaan sanksi denda sebesar 0,1 % diberikan untuk jangka

waktu paling lama 30 hari sejak berakhirnya pengenaan sanksi teguran

tertulis kedua.
iii) Tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
d Apabila pemberi kerja selain penyelenggara negara tidak melaksanakan

kewajiban pendaftaran setelah dilaksanakan sanksi administratif, berupa

teguran dan denda, BPS Kesehatan mengusulkan sanksi administratif

tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu kepada pemerintah atau

pemerintah daerah.
e Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu bagi pemberi kerja

selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan kewajiban

pendaftaran, berupa :
i) Perizinan terkait usaha.
ii) Izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek.
iii) Izin memperkerjakan tenaga kerja asing.
iv) Izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
v) Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
2) Ketidakpatuhan Setiap Orang Selain Pemberi Kerja, Pekerja Penerima Upah

dan Penerima Bantuan Iuran dalam melakukan pendaftaran.


a Setiap Orang Selain Pemberi Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan

Iuran yang tidak melakukan pendaftaran dirinya dan anggota keluarga

akan dikenai sanksi administratif tidak mendapatkan pelayanan publik

tertentu.
b Sanksi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu bagi Setiap Orang

Selain Pemberi Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan Iuran yang tidak

melaksanakan kewajiban pendaftaran dikenakan dengan cara


mensyaratkan kepesertaan BPJS Kesehatan dalam memperoleh

pelayanan publik tertentu, berupa :


i) Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
ii) Surat Izin Mengemudi (SIM).
iii) Sertifikat tanah.
iv) Paspor.
v) Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
c. Sanksi atas Ketidaktahuan dalam Penyampaian Perubahan Data dan

Memberikan Data secara Lengkap dan Benar


1) Kewajiban
Pemberi kerja selain penyelenggara negara wajib memberikan data dirinya

dan pekerjanya berikut anggota keluarga kepada BPJS Kesehatan secara lengkap

dan benar. Penyampaian data diri dan pekerjanya dan perubahan data secara

lengkap dan benar, berupa :


a) Data pekerja berikut anggota keluarganya yang didaftarkan sesuai dengan

data pekerja yang dipekerjakan.


b) Data upah yang dilaporkan sesuai dengan upah yang diterima pekerja.
c) Data kepesertaan dalam program jaminan sosial sesuai penahapan

kepesertaan.
d) Perubahan data ketenagakerjaan.
Perubahan data ketenagakerjaan paling sedikit meliputi :
i) Alamat perusahaan.
ii) Kepemilikan perusahaan.
iii) Kepengurusan perusahaan.
iv) Jenis badan usaha.
v) Jumlah pekerja.
vi) Data pekerja dan keluarganya.
vii) Perubahan besarnya upah setiap pekerja.

Perubahan data sebagaimana disebutkan di atas dilaporkan oleh Pemberi

Kerja Selain Penyelenggara Negara kepada BPJS Kesehatan paling lambat 7

(Tujuh) hari kerja sejak terjadinya perubahan.

d. Sanksi atas Ketidakpatuhan memberikan Data secara Lengkap dan Benar


1) Ketidakpatuhan Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dalam

Memberikan Data secara Lengkap dan Benar.


a Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara yang tidak memberikan

data secara lengkap dan benar dari dirinya dan pekerjanya berikut

anggota keluarga akan dikenakan sanksi administratif.


b Sanksi administratif akan dikenakan oleh BPJS setelah dilaksanakan

pemeriksaan kepada pemberi kerja.


c Sanksi administratif, berupa :
i) Teguran Tertulis
Sanksi teguran tertulis diberikan paling banyak 2 (Dua) kali

masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 (Sepuluh) hari

kerja.
ii) Denda
Pengenaan sanksi denda sebesar 0,1 % diberikan untuk jangka

waktu paling lama 30 hari sejak berakhirnya pengenaan sanksi

teguran tertulis kedua.


iii) Tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
d Apabila pemberi kerja selain penyelenggara negara tidak melaksanakan

kewajiban pendaftara setelah dilaksanakan sanksi administratif, berupa

teguran dan denda, BPS Kesehatan mengusulkan sanksi administratif

tidak tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu kepada pemerintah

atau pemerintah daerah.


e Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu bagi pemberi kerja

selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan kewajiban

pendaftaran, berupa :
i) Perizinan terkait usaha.
ii) Izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek.
iii) Izin memperkerjakan tenaga kerja asing.
iv) Izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
v) Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
e. Ketidakpatuhan Setiap Orang Selain Pemberi Kerja, Pekerja Penerima Upah dan

Penerima Bantuan Iuran dalam melakukan pendaftaran.


1) Setiap Orang Selain Pemberi Kerja, Pekerja dan Penerima antuan Iuran

yang tidak melakukan pendaftaran dirinya dan anggota keluarga akan

dikenai sanksi administratif.


a) Sanksi Adminstratif, berupa :
i) Teguran Tertulis
Sanksi teguran tertulis diberikan paling banyak 2 (Dua) kali

masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 (Sepuluh) hari

kerja.
ii) Tidak mendapat pelayanan publik tertentu
b) Setelah dilaksanakan sanksi administratif berupa teguran tertulis tidak

dilaksanakan kewajiban perubahan data oleh setiap orang selain

Pemberi Kerja, Pekerja Penerima Upah dan Penerima Bantuan Iuran,

BPJS Kesehatan mengusulkan sanksi administrasi tidak mendapat

pelayanan publik tertentu kepada pemerintah atau pemerintah daerah.


c) Sanksi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu bagi Setiap Orang

Selain Pemberi Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan Iuran yang tidak

melaksanakan kewajiban pendaftaran dikenakan dengan cara

mensyaratkan kepesertaan BPJS Kesehatan dalam memperoleh

pelayanan publik tertentu, berupa :


i) Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
ii) Surat Izin Mengemudi (SIM).
iii) Sertifikat tanah.
iv) Paspor.
v) Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
f. Sanksi atas Kewajiban Pembayaran Iuran
1) Kewajiban Pembayaran Iuran
a) Pemberi kerja wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari

pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS Kesehatan.


b) Pemberi kerja wajib membayar dan meyetor iuran yang menjadi

tanggung jawabnya kepada BPJS Kesehatan.


c) Peserta yang bukan pekerja dan bukan Penerima Bantuan Iuran wajib

membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada

BPJS Kesehatan.
2) Sanksi Ketidakpatuahan Pembayaran Iuran
Sanksi administratif pengenaan denda atas keterlambatan pembayaran iuran

adalah sebesar 2% dari iuran yang harus dibayarkan oleh peserta dan pemberi

kerja kepada BPJS Kesehatan.

2.4 Penghentian Pelayanan Kesehatan

Penghentian pelayanan kesehatan dilakukan pada kondisi sebagai berikut :

a. Peserta meninggal dunia


b. Bagi peserta bukan penerima upah atau dibawah badan usaha apabila saat premi

tidak dibayarkan, sudah dikeluarkan dari perusahaan, atau perusahaan tersebut

bangkrut.
2.5 Permasalahan
2.5.1 Sanksi Administrasi
Pembayaran premi tiap bulan yang wajib dibayarkan peserta BPJS

Kesehatan dan masyarakat belum paham terhadap sanksi yang dikenakan

apabila peserta terlambat dalam membayarkan premi tiap bulan nya.

Keterlambatan pembayaran premi mungkin tidak berdampak pada kasus

rawat jalan namun akan berdampak pada kasus rawat inap karena denda

yang dibayarkan berdasarkan diagnosa dan berlaku selama 45 hari

berturut-turut. Misal pada kasus pasien hemofilia yang harus melakukan

perawatan setiap minggu nya maka selama perawatan tersebut pasien akan

menanggung biaya denda setiap kali melakukan perawatan selama 45 hari

berturut-turut.
Solusi :
Memberikan edukasi pada masyarakat mengenai kepatuhan dalam

pembayaran premi untuk setiap bulan nya dan memberikan edukasi

mengenai denda atau sanksi yang akan ditanggung oleh peserta apabila

premi yang dibayarkan terlambat.


2.5.2 Update kepulangan pasien dari faskes lain
Pasien tidak bisa mendaftar di rumah sakit lain, karena status nya masih

belum di pulangkan di faskes sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya

gangguan dari sistem yang digunakan di rumah sakit sebelumnya.


Solusi :
Pihak rumah sakit sebelumnya sebaiknya segera konfirmasi kepada pihak

BPJS yang bersangkutan sehingga akan lebih memudahkan pasien dalam

melakukan pendaftaran pada faskes selanjutnya.


2.5.3 Pengadaan obat
Obat yang telah termasuk didalam tanggungan BPJS tidak tersedia dalam

faskes yang bersangkutan.


Solusi :

You might also like