You are on page 1of 13

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)

1. Apa yang dimaksud dengan Amdal


AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada
tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.
Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-
budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan.

AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah
No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

"...kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup; dibuat pada tahap
perencanaan..."

Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan,
pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL
secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para
pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin
usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang
penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.

Dokumen AMDAL terdiri dari :


Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi
Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk
diberi ijin atau tidak.

2. Apa gunanya Amdal ?

Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah


Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana
usaha dan/atau kegiatan
Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha
dan atau kegiatan
"...memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif"
"...digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau
kegiatan"

3. Bagaimana prosedur Amdal ?


Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)
Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut
proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib
menyusun AMDAL atau tidak.

Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL


Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang
ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian
melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan
lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan).

Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-
ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu
maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh
penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan
dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).

Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan
dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan
peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar
waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali
dokumennya.

4. Siapa yang menyusun Amdal ?


Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk
menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat
Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan materi
penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000.

5. Siapa saja yang terlibat dalam proses Amdal ?


Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa,
dan masyarakat yang berkepentingan.
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat
pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di
Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota
berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur
pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak
diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi
Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara
anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh
Gubernur dan Bupati/Walikota.

Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut:
kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi,
faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-
nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat
dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.

6. Apa yang dimaksud UKL dan UPL ?


Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)
adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh
penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).

Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan
lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan. Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi
kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola
dengan teknologi yang tersedia.
UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan
dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan
formulir isian yang berisi :
Identitas pemrakarsa
Rencana Usaha dan/atau kegiatan
Dampak Lingkungan yang akan terjadi
Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
Tanda tangan dan cap
Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :
Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota untuk
kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah kabupaten/kota
Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi untuk
kegiatan yang berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota
Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian
dampak lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu propinsi atau lintas batas
negara.

7. Apa kaitan Amda dengan dokumen atau kajian lingkungan lainnya ?


AMDAL-UKL/UPL
Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan
menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan Menteri LH 17/2001). UKL-UPL dikenakan
bagi kegiatan yang telah diketahui teknologi dalam pengelolaan limbahnya.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib

Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup
(RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan perundangan di bidang
lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus
seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang
Diwajibkan.

Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana
kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-
kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan
Hidup. Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun Audit
Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.

AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela


Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk
meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan audit lingkungan
secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang bersifat internal.
Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu pada Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum pelaksanaan Audit
Lingkungan.

Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang wajib


AMDAL tidak secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen
AMDAL. Walau demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh
pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan pengelolaan
lingkungan sekaligus dapat "memperbaiki" ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen
AMDAL. Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam dan sangat
berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan dengan luar
negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit Lingkungan Sukarela, dokumen-
dokumen yang diatur dalam ISO 14000, dokumen-dokumen yang dipromosikan penyusunannya
oleh asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan lainnya.

RUMUSAN RAPAT KERJA NASIONAL AMDAL TAHUN 2011


Rumusan Rapat Kerja Nasional Amdal 2011

Bali Nusa Dua Convention Center, 13-14 Juli 2011

Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) AMDAL 2011 yang berlangsung selama dua hari (13-14
Juli 2011) bertemakan 25 Tahun Amdal, Awal Pencapaian Mutu Amdal.

RAKERNAS AMDAL 2011 dibuka oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup dan dilanjutkan
dengan pemaparan mengenai RPP Amdal, RPP Perizinan Lingkungan, dan rancangan Peraturan
MENLH tentang Tata Cara Audit Lingkungan serta pandangan daerah terhadap implementasi
kebijakan lisensi komisi penilai AMDAL, sertifikasi dan registrasi penyusun amdal. RAKENAS
AMDAL 2011 juga membicarakan pengalaman dan mimpi amdal, serta memaparkan grand
strategi amdal dan pengalaman praktek penilaian AMDAL di Belanda.

Dengan memperhatikan pemaparan para narasumber serta diskusi yang berkembang, maka
RAKERNAS AMDAL menyimpulkan dan merumuskan hal-hal sebagai berikut:
1. AMDAL merupakan instrumen lingkungan hidup yang sangat dinamis dan adaptif di
Indonesia. Dalam kurun waktu 25 tahun, sistem AMDAL dengan berbagai infrastruktur
pendukungnya telah mengalami perubahan dari masa ke masa. Selama 25 tahun pelaksanaan
AMDAL di Indonesia, banyak kemajuan dan prestasi yang sudah berhasil diraih dan tidak sedikit
permasalahan-permasalahan yang masih mengemuka dan menjadi sorotan. Pengalaman berharga
selama 25 tahun merupakan modal dan momentum yang sangat penting untuk memperbaiki dan
mengembangan sistem AMDAL yang efektif, efisien dan berwibawa, sehingga Indonesia di
masa depan menjadi lebih baik.

2. MENLH memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para perintis sistem


AMDAL Indonesia dan kepada semua pihak yang telah mencurahkan pikiran, energi, tenaga dan
pendanaan untuk mengembangan sistem AMDAL Indonesia dengan berbagai infrastruktur
pendukungnya mulai dari aspek kebijakan, teknis-saintifik, sampai dengan kapasitas SDM dan
kelembagaan serta etika selama 25 tahun ini sehingga menjadi sistem yang mapan seperti saat
ini.

3. Kebijakan dan pelaksanaan sertifikasi dan registrasi kompetensi penyusun AMDAL


menimbulkan ekses akibat ketidakseimbangan supply and demand. Perlu ada kebijakan dan
program jangka pendek dan menengah untuk melakukan percepatan atau akselerasi sistem
sertifikasi dan registrasi kompetensi agar keseimbangan dapat diciptakan dan ekses dapat
diminimalisasi disamping itu evaluasi terhadap pelaksanaan standarisasi sistem AMDAL yang
antara lain mencakup lisensi, sertifikasi dan registrasi yang telah berjalan selama ini perlu
dilakukan secara periodik/berkala, sehingga sistem standarisasi tersebut dapat terus diperbaiki
dan disempurnakan.

4. DELH dan DPLH merupakan kebijakan pemutihan terakhir seperti ditegaskan dalam pasal
121 UU 32 Tahun 2009 dan diatur dalam Peraturan MENLH No. 14 Tahun 2010. Masa
pemutihan ini akan berakhir pengesahannya (DPLH dan DELH) pada tanggal 3 Oktober 2011
dan tidak dapat diperpanjang lagi. Karena kepada pelaku usaha dan/atau kegiatan yang
memenuhi syarat dapat segera memanfaatkan kebijakan ini dengan sebaik-baiknya. Mengingat
waktu yang tersisa sangat terbatas maka diperlukan pembinaan yang intensif kepada usaha
dan/atau kegiatan yang wajib DELH atau DPLH untuk dapat memenuhi tengat waktu ini. Di
samping itu perlu dukungan dari instansi lingkungan pusat, provinsi, atau kabupaten/kota untuk
mendukung penuh dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mempercepat proses
penilaian, pemeriksaan dan persetujuan rekomendasi DELH atau DPLH. Kementerian
Lingkungan Hidup diminta untuk mengambil kebijakan agar pelaksanaan penetapan DELH
(persyaratan penyusun DELH) dapat mendukung percepatan penyusunan DELH. PSL/PPLH
dapat dilibatkan dalam melakukan pembinaan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib
menyusun DELH atau DPLH.

5. Penyusun AMDAL sesuai dengan ketentuan pasal 27 UU 32 Tahun 2009 pada dasarnya dapat
dilakukan oleh pemrakarsa dengan meminta bantuan pihak lain, yaitu penyusun AMDAL
perorangan yang tersertifikasi yang menjadi bagian dari pemrakarsa itu sendiri dan penyusun
AMDAL yang tergabung dalam LPJP yang teregistrasi.

6. Pelaksanaan AMDAL ke depan diarahkan lebih sederhana (streamline), bermutu dan efektif.
Pengembangan berbagai kebijakan dan infrastruktur sistem AMDAL kedepan harus dapat
menciptakan proses AMDAL yang lebih sederhana, transparan, cepat, dan rasional, serta
menghilangkan kendala-kendala birokrasi dan formalitas yang tidak perlu, tanpa mengurangi
makna AMDAL sebagai kajian ilmiah. Karena itu proses penilaian amdal harus dapat memenuhi
kaidah-kaidah pelayanan publik yang prima yaitu: pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan terukur.

7. PP AMDAL yang baru menuntut profesionalisme dan akuntabilitas serta integritas semua
pihak terkait dengan pelaksanaan sistem AMDAL: pemrakarsa, penyusun AMDAL, penilai
AMDAL dan pengambil keputusan serta masyarakat.

8. Peningkatan kapasitas, pengawasan dan penegakan hukum sebagai tindak lanjut standarisasi
melalui lisensi, sertifikasi dan registrasi harus ditingkatkan untuk mencegah deviasi,
penyimpangan dan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan sistem AMDAL. Upaya tersebut
memerlukan dukungan semua pihak, termasuk Kepala Daerah dan DPRD. Dukungan semua
pihak tersebut merupakan kunci sukses bagi sistem AMDAL yang efektif, efisien dan berwibawa
dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

9. Perumusan hubungan AMDAL dan instrumen lingkungan hidup lainnya juga sangat penting.
Efektifitas AMDAL sebagai perangkat pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan perlu
didukung oleh pengembangan berbagai instrumen lingkungan hidup lainnya.

10. Sehubungan dengan akan segera diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang AMDAL
sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 serta Peraturan Pemerintah
tentang Izin Lingkungan, maka diharapkan Kementerian Lingkungan Hidup dapat segera
menerbitkan peraturan-peraturan pelaksanaannya agar Peraturan Pemerintah yang baru tersebut
dapat efektif dilaksanakan.
Peraturan-peraturan yang perlu disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah yang baru antara lain:
- Pedoman penyusunan dan penilaian AMDAL;
- Pengaturan tentang sertifikasi dan registrasi penyusunan AMDAL;
- Pengaturan tentang lembaga pelatihan kompetensi beserta kurikulum diklat penilaian dan
penyusunan AMDAL.

11. Kementerian Lingkungan Hidup akan meningkatkan kegiatan peningkatan kapasitas daerah
dalam penilaian AMDAL untuk memenuhi persyaratan lisensi, khususnya melalui kegiatan diklat
AMDAL.

RUMUSAN RAPAT KERJA NASIONAL AMDAL TAHUN 2011

Rumusan Rapat Kerja Nasional Amdal 2011

Bali Nusa Dua Convention Center, 13-14 Juli 2011

Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) AMDAL 2011 yang berlangsung selama dua hari (13-14
Juli 2011) bertemakan 25 Tahun Amdal, Awal Pencapaian Mutu Amdal.

RAKERNAS AMDAL 2011 dibuka oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup dan dilanjutkan
dengan pemaparan mengenai RPP Amdal, RPP Perizinan Lingkungan, dan rancangan Peraturan
MENLH tentang Tata Cara Audit Lingkungan serta pandangan daerah terhadap implementasi
kebijakan lisensi komisi penilai AMDAL, sertifikasi dan registrasi penyusun amdal. RAKENAS
AMDAL 2011 juga membicarakan pengalaman dan mimpi amdal, serta memaparkan grand
strategi amdal dan pengalaman praktek penilaian AMDAL di Belanda.

Dengan memperhatikan pemaparan para narasumber serta diskusi yang berkembang, maka
RAKERNAS AMDAL menyimpulkan dan merumuskan hal-hal sebagai berikut:
1. AMDAL merupakan instrumen lingkungan hidup yang sangat dinamis dan adaptif di
Indonesia. Dalam kurun waktu 25 tahun, sistem AMDAL dengan berbagai infrastruktur
pendukungnya telah mengalami perubahan dari masa ke masa. Selama 25 tahun pelaksanaan
AMDAL di Indonesia, banyak kemajuan dan prestasi yang sudah berhasil diraih dan tidak sedikit
permasalahan-permasalahan yang masih mengemuka dan menjadi sorotan. Pengalaman berharga
selama 25 tahun merupakan modal dan momentum yang sangat penting untuk memperbaiki dan
mengembangan sistem AMDAL yang efektif, efisien dan berwibawa, sehingga Indonesia di
masa depan menjadi lebih baik.

2. MENLH memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para perintis sistem


AMDAL Indonesia dan kepada semua pihak yang telah mencurahkan pikiran, energi, tenaga dan
pendanaan untuk mengembangan sistem AMDAL Indonesia dengan berbagai infrastruktur
pendukungnya mulai dari aspek kebijakan, teknis-saintifik, sampai dengan kapasitas SDM dan
kelembagaan serta etika selama 25 tahun ini sehingga menjadi sistem yang mapan seperti saat
ini.

3. Kebijakan dan pelaksanaan sertifikasi dan registrasi kompetensi penyusun AMDAL


menimbulkan ekses akibat ketidakseimbangan supply and demand. Perlu ada kebijakan dan
program jangka pendek dan menengah untuk melakukan percepatan atau akselerasi sistem
sertifikasi dan registrasi kompetensi agar keseimbangan dapat diciptakan dan ekses dapat
diminimalisasi disamping itu evaluasi terhadap pelaksanaan standarisasi sistem AMDAL yang
antara lain mencakup lisensi, sertifikasi dan registrasi yang telah berjalan selama ini perlu
dilakukan secara periodik/berkala, sehingga sistem standarisasi tersebut dapat terus diperbaiki
dan disempurnakan.

4. DELH dan DPLH merupakan kebijakan pemutihan terakhir seperti ditegaskan dalam pasal
121 UU 32 Tahun 2009 dan diatur dalam Peraturan MENLH No. 14 Tahun 2010. Masa
pemutihan ini akan berakhir pengesahannya (DPLH dan DELH) pada tanggal 3 Oktober 2011
dan tidak dapat diperpanjang lagi. Karena kepada pelaku usaha dan/atau kegiatan yang
memenuhi syarat dapat segera memanfaatkan kebijakan ini dengan sebaik-baiknya. Mengingat
waktu yang tersisa sangat terbatas maka diperlukan pembinaan yang intensif kepada usaha
dan/atau kegiatan yang wajib DELH atau DPLH untuk dapat memenuhi tengat waktu ini. Di
samping itu perlu dukungan dari instansi lingkungan pusat, provinsi, atau kabupaten/kota untuk
mendukung penuh dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mempercepat proses
penilaian, pemeriksaan dan persetujuan rekomendasi DELH atau DPLH. Kementerian
Lingkungan Hidup diminta untuk mengambil kebijakan agar pelaksanaan penetapan DELH
(persyaratan penyusun DELH) dapat mendukung percepatan penyusunan DELH. PSL/PPLH
dapat dilibatkan dalam melakukan pembinaan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib
menyusun DELH atau DPLH.

5. Penyusun AMDAL sesuai dengan ketentuan pasal 27 UU 32 Tahun 2009 pada dasarnya dapat
dilakukan oleh pemrakarsa dengan meminta bantuan pihak lain, yaitu penyusun AMDAL
perorangan yang tersertifikasi yang menjadi bagian dari pemrakarsa itu sendiri dan penyusun
AMDAL yang tergabung dalam LPJP yang teregistrasi.

6. Pelaksanaan AMDAL ke depan diarahkan lebih sederhana (streamline), bermutu dan efektif.
Pengembangan berbagai kebijakan dan infrastruktur sistem AMDAL kedepan harus dapat
menciptakan proses AMDAL yang lebih sederhana, transparan, cepat, dan rasional, serta
menghilangkan kendala-kendala birokrasi dan formalitas yang tidak perlu, tanpa mengurangi
makna AMDAL sebagai kajian ilmiah. Karena itu proses penilaian amdal harus dapat memenuhi
kaidah-kaidah pelayanan publik yang prima yaitu: pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan terukur.

7. PP AMDAL yang baru menuntut profesionalisme dan akuntabilitas serta integritas semua
pihak terkait dengan pelaksanaan sistem AMDAL: pemrakarsa, penyusun AMDAL, penilai
AMDAL dan pengambil keputusan serta masyarakat.

8. Peningkatan kapasitas, pengawasan dan penegakan hukum sebagai tindak lanjut standarisasi
melalui lisensi, sertifikasi dan registrasi harus ditingkatkan untuk mencegah deviasi,
penyimpangan dan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan sistem AMDAL. Upaya tersebut
memerlukan dukungan semua pihak, termasuk Kepala Daerah dan DPRD. Dukungan semua
pihak tersebut merupakan kunci sukses bagi sistem AMDAL yang efektif, efisien dan berwibawa
dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

9. Perumusan hubungan AMDAL dan instrumen lingkungan hidup lainnya juga sangat penting.
Efektifitas AMDAL sebagai perangkat pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan perlu
didukung oleh pengembangan berbagai instrumen lingkungan hidup lainnya.

10. Sehubungan dengan akan segera diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang AMDAL
sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 serta Peraturan Pemerintah
tentang Izin Lingkungan, maka diharapkan Kementerian Lingkungan Hidup dapat segera
menerbitkan peraturan-peraturan pelaksanaannya agar Peraturan Pemerintah yang baru tersebut
dapat efektif dilaksanakan.
Peraturan-peraturan yang perlu disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah yang baru antara lain:
- Pedoman penyusunan dan penilaian AMDAL;
- Pengaturan tentang sertifikasi dan registrasi penyusunan AMDAL;
- Pengaturan tentang lembaga pelatihan kompetensi beserta kurikulum diklat penilaian dan
penyusunan AMDAL.

11. Kementerian Lingkungan Hidup akan meningkatkan kegiatan peningkatan kapasitas daerah
dalam penilaian AMDAL untuk memenuhi persyaratan lisensi, khususnya melalui kegiatan diklat
AMDAL.
0 komentar
Label: Artikel

Panduan Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Air Permukaan

Penyelenggaraan sistem Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di Indonesia masih


membutuhkan berbagai penyempurnaan. Baik itu penyempurnaan pada aspek peraturan, aspek
kelembagaan, maupun aspek sumber daya manusia pelaksana AMDAL. Selain aspek-aspek
tersebut, KLH juga masih menjumpai berbagai kekurangan pada aspek teknik pengerjaan
AMDAL.

Sorotan khusus diberikan banyak pihak terhadap lemahnya proses prakiraan dampak lingkungan
dalam kajian ANDAL. Banyak konsultan penyusun AMDAL mengerjakannya dengan
menggunakan metodologi prakiraan dampak yang kurang tepat.

Buku Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Air Permukaan ini diterbitkan sebagai
salah satu wujud upaya KLH untuk meningkatkan kualitas proses prakiraan dampak.
Sebagaimana tercermin dari judulnya, buku ini memang khusus membahas prakiraan dampak
terhadap kualitas air permukaan. Penekanan khusus diberikan pada urutan langkah kerja dan
output yang sebaiknya dihasilkan dari proses prakiraan dampak kualitas air permukaan.

SIARAN PERS RAKERNAS AMDAL TAHUN 2011

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP


SIARAN PERS
25 Tahun Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Denpasar, Bali, 13 Juli 2011 Menyambut peringatan 25 tahun AMDAL, Menteri Negara
Lingkungan Hidup hari ini membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) AMDAL 2011 dengan
tema 25 Tahun AMDAL, Awal Pencapaian Mutu AMDAL sebagai momentum dan langkah
awal bagi semua pihak untuk bersama-sama meningkatkan mutu pelaksanaan sistem AMDAL di
Indonesi. Dalam forum ini Kementerian Lingkungan Hidup melibatkan 1000 peserta terdiri dari
instansi lingkungan hidup di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota, instansi sektor
terkait, pemrakarsa kegiatan, konsultan penyusun AMDAL, LSM, tokoh masyarakat, dan
perguruan tinggi.

Kebijakan AMDAL di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1986 dengan ditetapkannya Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1986 tentang AMDAL. Sejak tahun 1986 hingga saat ini telah
terjadi 2 kali revisi terhadap peraturan AMDAL, melalui PP 51 Tahun 1993 dan PP 27 Tahun
1999, namun kualitas dokumen AMDAL tidak mengalami perbaikan yang signifikan selama
perubahan kebijakan tersebut. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Ir. Gusti Muhammad
Hatta, MS, mengatakan ke depan AMDAL harus menjadi instrumen yang efektif, efisien dan
berwibawa dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Beberapa langkah ke depan yang harus dikaji, dirumuskan dan dilakukan bersama antara lain
adalah (1) Merumuskan dan menerapkan hubungan antara AMDAL dengan instrumen
lingkungan lainnya yang diatur dalam UU 32 Tahun 2009. Efektivitas AMDAL sebagai
perangkat pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan meliputi tata ruang, KLHS,
pengawasan, penegakan hukum; (2) Mengembangan sistem AMDAL yang dapat mendorong
efisiensi usaha/kegiatan, AMDAL juga dapat menjadi perangkat untuk meningkatkan
keunggulan kompetetif dan mendorong berkembangnya Investasi hijau yang menguntungkan;
(3) Merumuskan dan menyusun daftar kegiatan wajib AMDAL yang proporsional dan selektif;
(4) Merumuskan Kebijakan-kebijakan AMDAL yang jelas dan tegas sehingga tidak
menimbulkan interpretasi yang beragam serta dapat memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi
pengembangan berbagai metodologi AMDAL; (5) Mengembangan sistem informasi AMDAL
yang dapat memanfaatkan perkembangan teknologi informasi sehingga dapat membantu
penyelenggaraan proses data dan informasi AMDAL secara lebih efektif, efisien serta mudah
diakses; (6) Melakukan stream-lining proses penilaian AMDAL sehingga dapat memenuhi
kaidah-kaidah pelayanan publik yang prima yaitu: pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan terukur; (7) Peningkatan kapasitas pelaksanaan sistem AMDAL. Perlu
dikembangkan kerjasama antara KLH, Provinsi dan PSL/PPLH serta lembaga donor, komisi
penilai AMDAL, para pengambil keputusan, para penyusun AMDAL, pemraksarsa kegiatan,
pakar/tenaga ahli serta masyarakat luas di daerah; (8) Mengembangkan komisi amdal
independen dan profesional yang dapat menilai dokumen AMDAL secara ilmiah dari segi
substansinya serta dapat menghasilkan rekomendasi yang obyektif.

Melalui forum ini para pihak terkait AMDAL dapat mengevaluasi dan mengambil pembelajaran
dari perjalanan AMDAL selama 25 tahun serta kemudian merumuskan langkah-langkah yang
kongkrit, jelas dan terukur untuk dapat menjadikan AMDAL sebagai perangkat yang mendukung
green economy dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
0 komentar

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukkan dan Fungsi
Kawasan Hutan

Peraturan ini mengatur tentang Tata Cara Perubahan Peruntukkan dan Fungsi Kawasan Hutan.

Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dilakukan untuk memenuhi tuntutan dinamika
pembangunan nasional serta aspirasi masyarakat dengan tetap berlandaskan pada optimalisasi
distribusi fungsi, manfaat kawasan hutan secara
lestari dan berkelanjutan, serta keberadaan kawasan hutan dengan luasan yang cukup dan
sebaran yang proporsional.

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 19 TAHUN 2010


TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN MINYAK
DAN GAS SERTA PANAS BUMI

Usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi adalah usaha dan/atau kegiatan di
bidang minyak, gas, dan/atau panas bumi yang meliputi : eksplorasi dan produksi minyak dan
gas bumi (MIGAS) baik on shore maupun off shore, eksplorasi dan produksi panas bumi,
pengilangan minyak bumi, pengilangan liquified natural gas (LNG) dan liquified petroleum gas
(LPG), dan instalasi, depot dan terminal minyak.

Usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi merupakan salah satu kegiatan yang
berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, sehingga perlu
ditetapkan ketentuan mengenai baku mutu air limbah berdasarkan azas kehati-hatian, keadilan,
dan keterbukaan.
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi adalah
batas kadar dan jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang
akan dibuang ke lingkungan dari usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas serta panas bumi.

Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
meliputi :
a. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Eksplorasi & Produksi Migas;
b. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Eksplorasi & Produksi Panas bumi;
c. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Minyak Bumi;
d. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengilangan LNG dan LPG Terpadu;
e. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Instalasi, Depot dan Terminal Minyak.

Untuk itu maka Kementerian Lingkungan Hidup sudah menerbitkan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 19 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Minyak dan Gas Serta Panas Bumi.

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan

Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana


telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi
Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Penggunaan Kawasan Hutan

Penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan


sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan.

Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2


hanya dapat dilakukan di dalam:
a. kawasan hutan produksi; dan/atau
b. kawasan hutan lindung.

Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di


luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan
yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan.
Rencana Kegiatan Dan Penyusunan Studi AMDAL Untuk Pembangunan Pipa
Penyaluran Konsentrat, Fasilitas Pengeringan Dan Pengapalan Oleh PT. Dairi Prima
Mineral
Categories: Agenda

PT. Dairi Prima mineral merencanakan kegiatan pembangunan pipa penyalur konsentrat dari
tambang seng dan timbal dari Dairi, Sumatera Utara ke Singkil, Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) sepanjang 98,5 km dan fasilitas pendukung lainnya seperti fasilitas pengeringan dan
pengapalan. Sebagai bagian dari kelengkapan studi kelayakan akan dilakukan studi analisis
mengenai dampak lingkungan.

Studi AMDAL bertujuan untuk memaksimalkan manfaat dari pembangunan tersebut diatas yang
antara lain akan memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia bagian Barat terutama
wilayah administratif dimana kegiatan ini akan dilangsungkan dan meminimalkan dampak
negatif baik terhadap masyarakat maupun lingkungan sekitarnya seperti pembebasan lahan,
peningkatan debu dan kebisingan pada saat konstruksi, dan penurunan komponen kualitas
lingkungan yang menyangkut aspek biologi. Sehubungan dengan SK Kepala Bapedal No. 8
Tahun 2000 tentang peran serta masyarakat di dalam proses penyusunan AMDAL, melalui
pengumuman ini, PT. Dairi Prima Mineral mengharapkan saran, pendapat dan tanggapan
masyarakat sebagai masukan bagi rencana kegiatan studi AMDAL dimaksud.

You might also like