You are on page 1of 14

Konjungtivitis Akut et causa Virus pada Dewasa

Maria Theresia Diegonia (102012212)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat, 11510

tessabuffon@yahoo.com

Pendahuluan

Pada kasus diceritakan seorang wanita usia 28 tahun yang bekerja sebagai customer service
datang ke poliklinik dengan keluhan utama kedua mata merah sejak 2 hari yang lalu. Keluhan
disertai dengan mata terasa berat, sekret serous, gatal minimal dan silau bila melihat cahaya
namun pandangan tidak kabur. Pasien mengatakan bahwa 4 orang rekan sekerjanya menderita
sakit yang sama.

Anatomi dan Fisiologi

Konjungtiva merupakan membrane tipis dan halus yang melapisi permukaan bagian dalam
kelopak mata dan menutupi bagian depan sclera. Konjungtiva bertanggung jawab untuk menjaga
kelembaban mata. Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

1. Konjungtiva palpebral adalah konjungtiva yang melapisi permukaan posterior (bagian


dalam) kelopak mata dan melekat ke tarsus. Konjungtiva ini pada tepi superior dan
inferior tarsus akan melipat ke posterior (pada fornices superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris
2. Konjungtiva bulbaris adalah konjungtiva yang mencakup sclera di depan bola mata.
Konjungtiva bulbar melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat berkali-
kali. Pelipatan ini menungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva.
3. Konjuntiva forniks merupakan bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian
posterior palpebra dan bola mata. Konjungtiva forniks strukturnya sama dengan
konjungtiva palpebra tetapi hubungan dengan jaringan dibawahnya lebih lemah dan
membentuk lekukan-lekukan. Juga mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena
itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi bila terdapat peradangan mata.

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat,
superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terddiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel
epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus
mendorong inti sel goblet ketepi dan diperlukan untuk dispersi air mata secara merata di seluruh
prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat
linbus dapat mengandung pigmen. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid
(superficial) dan satu lapisan fibrosa ( profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid
dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3
bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung tyang melekat pada lempeng tarsus.
Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun
longgar pada bola mata.

Anamnesis

Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien, setiap dokter harus melakukan


anamnesis. Anamnesis merupakan wawancara yang dilakukan terhadap pasien. Tehnik
anamnesis yang baik disertai dengan empati merupakan seni tersendiri dalam rangkaian
pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam usaha untuk membuka saluran komunikasi antara
dokter dengan pasien. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)
atau terhadap keluarga atau pengantarnya (alo-anamnesis) jika keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai misalnya dalam keadaan gawat darurat.

Hal-hal yang ditanyakan dokter pada pasien dalam melakukan anamnesis antara lain:

1 Identitas. Meliputi nama lengkap pasien, umur, tempat tanggal lahir, alamat, pekerjaan,
pendidikan terakhir, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk
memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang pasien yang dimaksud.
2 Keluhan utama. Merupakan alasan spesifik atau keluhan yang dirasakan seseorang
sehingga ia datang ke dokter atau rumah sakit. Dalam menuliskan keluhan utama, harus
disertai dengan indicator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Dalam
kasus, yang menjadi keluhan utama adalah kedua mata merah sejak 2 hari yang lalu.
Keluhan disertai dengan mata terasa berat, secret serous, gatal minimal dan silau bila
melihat cahaya namun pandangan tidak kabur.

3 Riwayat penyakit sekarang. Merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang
berobat.

4 Riwayat penyakit dahulu. Tanyakan apakah pasien pernah mengalami hal yang sama
dengan yang dialaminya sekarang. Dalam kasus tidak diberitahukan apakah pasien
pernah mengalami keluhan yang sama atau tidak.

5 Riwayat penyakit keluarga. Tanyakan apakah ada anggota keluarga mengalami hal yang
serupa dengan pasien. konjungtivitis merupakan penyakit yang sangat menular sehingga
perlu ditanyakan apakah ada keluarga ataupun teman di sekolah atau kantor yang
mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Dari kasus didapat bahwa 4 rekan kerja
pasien menderita sakit yang sama.

6 Riwayat sosial. Tanyakan kebiasaan pasien yang berhubungan dengan kasus. Tanyakan
apakah pasien memperhatikan kebersihannya. Misalnya apakah pasien mencuci tangan
setelah berkontak dengan rekan kantornya atau apakah pasien meminjam barang-barang
rekan kerjanya seperti saputangan handuk dan sebagainya.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik mata adalah serangkaian pemeriksaan yang bertujuan untuk


mengetahuikeadaan mata secara umum. Pemeriksaan ini dikhususkan pada bagian mata.
Langkah pemeriksaan yang dilakukan yakni :
1. Lapang pandang, dengan tes konfrontasi
2. Palpebra, dilihat apakah ada edema, warna kemerahan, lesi, arah bulu mata, dan
kemampuan palpebra untuk menutup sempurna. Pada pasien didapatkan palpebra
bengkak minimal.
3. Apparatus lakrimalis, dilihat apakah ada pembengkakan pada daerah kelenjar lakrimalis
dan sakus lakrimalis
4. Konjungtiva dan sclera, dilihat warnanya dan vaskularisasinya, cari setiap nodulusatau
pembengkakan. Pada konjungtiva tarsus superior dicari kelainan seperti folikel,
membran, papil, papil raksasa, pseudomembran, sikatriks, dan simblefaron. Pada
konjungtiva tarsus inferior dicari kelainan seperti folikel, papil, sikatriks,
hordeolum,kalazion. Pada konjungtiva bulbi dilihat ada tidaknya sekret. Bila ada amati
warna sekret, kejernihan, dan volume sekret. Kemudian cari ada tidaknya injeksi
konjungtival, siliar, atau episklera, perdarahan subkonjungtiva, flikten,
simblefaron, bercak degenerasi, pinguekula, pterigium, dan pseudopterigium. Pada pasien
didapatkan konjungtiva bulba hiperemis, dan pada tarsus ada reaksi folikuler.
5. Kornea, lensa, dan pupil, dengan cahaya yang dipancarkan dari temporal dilihatapakah
ada kekeruhan (opasitas) pada lensa melalui pupil, apakah ada
bayangan berbentuk bulan sabit pada sisi medial, kemudian dilihat ukuran, bentuk dankes
imetrisan pupil.
6. Gerakan ekstraokular, dengan mengikuti gerakan jari pemeriksa yang membentukhuruf H
di udara, lihat apakah ada nistagmus, lid lag, dan tanyakan apakah ada rasanyeri saat
pergerakan.
7. Pada konjungtivitis, hasil pemeriksaan fisik bisaanya ditemukan visus yang normal,
hiperemikonjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat, pseudoptosis akibat kelopak mata yang
bengkak,kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, psudomembran, granulasi, flikten
dan adenopati preaurikular.
8. Pemeriksaan visus. Ini biasa dilakukan ketika pasien datang dengan keluhan pengelihatan
memburam atau perkiraan matamenjadi minus atau plus. Biasanya pasien akan diminta
duduk pada sebuah kursi dan di hadapannya diberikan papan tulisan huruf (papan
Snellen) atau angka sekitar 6 meter di depan. Pasien akan diminta untuk membaca tulisan
dari atas (terbesar) hingga tulisan terbawah yang bisa dibaca. Masing-masing tulisan
memiliki nilai visus atau ketajaman mata. Misalnya bila pasien bisa membaca tulisan
teratas, maka ketajaman mata adalah 6/60. Pemeriksaan dilanjutkan hingga tuulisan
terkecil yang dapat dibaca. Setelah dilanjutkan hingga tulisan terkecil yang dapat dibaca.
Setelah diketahui nilai visus, pasien biasanya akan diberikan kacamata periksa, dimana
lensanya dapat diganti-ganti. Tujuannya adalah agar mata dengan baik membaca tulisan
terbawah dalam papan Snellen dengan visus 6/6. Ketajaman 6/6 adalah ketajaman
terbaik. Bila visus mata sangat buruk atau tulisan terbesarpun tidak terbaca, biasanya
pemeriksa akan melakukan dengan memperagakan jumlah jari pada 1 meter dihadapan
pasien (finger counting test). Pasien harus menghitung jumlah jarinya. Bila pasien tidak
dapat melihatnya, maka lakukan pemeriksaan lambaian tangan (hand movement test).
Bila pasien tetap tidak dapat melihat maka lakukan dengan cahaya senter. Bila cahaya
pun tak terlihat maka mungkin pasien mengalami kebutaan.

Pemeriksaan Penunjang

1. Serologi untuk membantu membedakan tipe-tipe virus penyebab konjungtivitis. Bahan


dapat diambil dari swab konjungtiva atau secret.
2. Pewarnaan gram dilakukan jika pasien dicurigai menderita konjungtivitis akibat infeksi
bakteri. Bahan dapat diambil dari swab konjungtiva atau secret.
3. Oftalmoskop. Oftalmoskop merupakan suatu alat yang digunakan untuk pemeriksaan
oftalmoskopi. Pemeriksaan oftalmoskopi bertujuan untuk melihat bagian dalam mata atau
fundus okuli. Oftalmoskopi dibedakan menjadi oftalmoskopi langsung dan oftalmoskopi
tidak langsung. Oftalmoskopi langsung bertujuan untuk melihat daerah paling perifer
sampai daerah ekuator, tidak stereoskopis, berdiri tegak atau tidak terbalik, dan
perbesaran 15 kali. Sedangkan dengan oftalmoskopi tidak langsung akan terlihat daerah
fundus okuli 8 kali diameter papil, danpat dilihat sampai daerah ora serata, karena dilihat
dengan 2 mata maka terdapat efek stereoskopik dan dengan perbesaran 2-4 kali.
Pemeriksaan dengan oftalmoskop ini dilakukan dalam kamar gelap.

Differential Diagnosis

1. Konjungtivits bakteri. Konjungtivits yang disebabkan oleh bakteri dapat saja akibat
infeksi gonokok, meningokok, staphylococcus aureus, streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza dan Escherichia coli. Memberikan gejala secret mukopurulen
dan purulen, kemosis konjungtiva, edema kelopak, kadang-kadang disertai keratitis dan
blefaritis. Konjungtivits bakteri ini mudah menular, pada satu mata ke mata sebelahnya
dan menyebar ke ornag lain melalu benda yang dapat menyebarkan kuman. Konjungtivits
bakteri akut disebabkan oleh Streptococcus, Corynobacterium diphterica, Pseudomonas,
Neisseria dan Haemophillus. Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan
konjungtivitis purulen. Perjalanan penyakit akut yang dapat berjalan kronis. Dengan
tanda hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil dengan dan kornea yang jernih.
2. Konjungtivitis alergi. Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi tehradap noninfeksi,
dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari
kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi antibody
humoral terhadap allergen biasanya dengan riwayat atopi. Gejala utama penyakit alergi
ini adalah radang (merah, sakit, bengkak dan panas), gatal, silau, berulang dan menahun.
Tanda karakterisitk lainnya adalah terdapatnya papil besar pada konjungtiva, datang
bermusim yang dapat mengganggu pengelihatan. Walaupun penyakit alergi konjungtiva
sering sembuh sendiri akan tetapi dapat memberikan keluhan yang memerlukan
pengobatan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit
dan basofil. Pengobatan dengan mengindarkan penyebab pencetus penyakit dengan
memberikan sodium kromolin, steroid topical dosis rendah yang kemudian disusul
dengan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Pada kasus berat dapat
diberikan antihistamin dan steroid sistemik.

Working Diagnosis

Konjungtivitis virus adalah penyakit mata yang umum ditemukan baik di Indonesia
maupun di seluruh dunia. Karena begitu umum dan banyak kasus yang tidak dibawa ke perhatian
medis, statistik yang akurat pada frekuensi penyakit tidak tersedia. Pada penelitian di
Philadelphia, 62% dari kasus konjungtivitis penyebabnya adalah virus. Sedangkan di Asia Timur,
adenovirus dapat diisolasi dari 91,2% kasus yang didiagnosa epidemic keratoconjunctivitis.
Infeksi virus sering terjadi pada epidemi dalam keluarga, sekolah, kantor, dan organisasi militer.
Gejala klinis konjungtivitis virus dapat terjadi secara akut maupun kronis. Manifestasi
konjungtivitis virus beragam dari mulai gejala yang ringan dan sembuh sendiri hingga gejala
berat yang menimbulkan kecacatan. Umumnya pasien datang dengan keluhan mata merah
unilateral yang dengan segera menyebar ke mata lainnya, muncul sekret berwarna bening,
bengkak pada palpebra, pembesaran kelenjar preaurikuler, dan pada keterlibatan kornea dapat
timbul nyeri dan fotofobia.
Diagnosis konjungtivitis virus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang yang mendukung. Anamnesis yang teliti mengenai keluhan utama dan
riwayat terdahulu disertai adanya gejala klinis yang sesuai biasanya sudah dapat mengarahkan
pada diagnosis konjungtivitis virus. Pemeriksaan sitologi maupun biakan dari kerokan
konjungtiva maupun sekret dapat membantu membedakan agen penyebab konjungtivitis.
Pemeriksaan serologi juga dapat membantu membedakan tipe-tipe virus penyebab konjungtivitis.
Konjungtivitis virus harus dibedakan dengan penyebab mata merah yang lain seperti
konjungtivitis oleh bakteri/alergi, keratitis, uveitis, dan glaucoma akut.

Etiologi

Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah virus yang
paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling membahayakan.
Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus
(enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus. Penyakit ini
sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di
droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di
kolam renang yang terkontaminasi.

Klasifikasi

1. Demam faringokonjungtiva.
Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38.3-40oC, sakit tenggorokan, dan
konjungtivitis folikuler pada satu mata. Folikel sering sangat mencolok pada kedua
konjungtiva dan mukosa faring. Penyakit ini bilateral atau unilateral. Mata merah berair
sering terjadi dan mungkin ada keratitis superficial untuk sementara. Yang khas adalah
limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-
kadang tipe 4 dan 7. Virus ini dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes
netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara
serologik dengan meningkatnya titer antibodi. Masa inkubasi 5-12 hari dan bersifat
epidemic. Perjalanan penyakit inisecara akut dengan gejala hiperemia konjungtiva,
folikelpada konjungtiva, sekret serous,fotofobia, kelopak bengkak dengan
pseudomembran. Tidak ada pengobatan spesifik, konjungtivitis akan sembuh sendiri
dalam 10 hari.
2. Keratokonjungtivitis epidemi
Keratokonjungtivitis epidemi disebabkan adenovirus 8, 19, 29 dan 37 umumnya
terjadi bilateral. Mudah menular dengan masa inkubasi 8-9 hari dan masa infeksius 14 ha
ri. Mata berair berat, seperti kelilipan, perdarahan subkonjungtiva, folikel terutama konju
ngtiva bawah, kadang-kadang terdapat pseudomembran. Kelenjar preurikel membesar. Bi
saanyagejala akan menurun dalam waktu 7-15 hari.Keratokonjungtivitis epidemika pada
orang dewasa terbatas dibagian luar mata, tetapi padaanak-anak mungkin terdapat gejala-
gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakittenggorokan, otitis media, dan
diare.Pengobatan dengan antivirus dan alfa interferon tidak umum untuk konjungtivitis
adenovirus.Astrigen diberikan untuk mengurangi gejala dan hiperemia. Pemberian
antbiotik adalah untukinfeksi sekunder. Steroid dapat diberikan bila terlihat adanya
membran dan infiltrasi subepitel.

3. Konjungtivitis virus herpes simpleks


Konjungtivitis virus herpes simplek (HSV) bisaanya mengenai anak kecil yang
mendapatinfeksi dari pembawa virus berlangsung 2-3 minggu, adalah keadaan luar bisaa
yang ditandaidengan injeksi unilateral, iritasi, secret mukoid, nyeri dan fotofobia ringan.
Vesikel-vesikelherpes terkadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema
palpebra hebat.Penegakan diagnosis konjungtivitis ini adalah bila ditemukan adanya sel
raksasaada pewarnaan Giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear. Pengobatan yan
g umumnyadiberikan adalah dengan kompres dingin, serta pemberian asiclovir 400
mg/hari selama 5 hari.Selain itu, juga diberikan analgetika selama 2 minggu awal
penyakit.Pemberiananalgetikaini bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul. Sed
angkan pada kelainan permukaandapat diberikan salep tetrasiklin. Penyulit yang kadang
kala ditemukan dari keadaan ini yakni berupa parut pada kelopak mata, neuralgia,
katarak, glaukoma, kelumpuhan pada saraf III, IV,dan VI, serta keadaan terparah adalah
kebutaan.

4. Konjungtivitis penyakit Newcastle


Konjungtivitis penyakit Newcastle adalah penyakit yang jarang didapat, ditandai
dengan perasaan terbakar, gatal, nyeri, merah, berair mata, dan penglihatan kabur. Sering
terjadi pada pekerja peternakan unggas atau burung
dan petugas laboratorium yang bekerja dengan virusatau vaksin hidup.Konjungtivitis ini
mirip dengan yang disebabkan virus lain, dengan kemosis,
nodus preaurikular kecil, dan folikel-folikel di tarsus superior dan inferior. Tidak ada pen
gobatankarena akan sembuh sendiri.

5. Konjungtivitis hemoragika akut


Pertama kali ditemukan di Ghana Afrika pada tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan
olehvirus picorna, atau enterovirus tipe 70. Penyakit ini khas memiliki masa inkubasi (24-
48 jam)dan segala gejala yang timbul akan berkurang spontan dalam (3-4 hari). Gejala
dan tandayang bisaa ditimbulkan adalah mata iritatif seperti ada benda asing yakni
kelilipan sertaterdapat sakit periorbita, fotofobia, banyak meneluarkan air mata,
kemerahan,edema palpebra, dan perdarahan subkonjungtiva, kadangkadang terdapat kem
osis. Kebanyakan pasien mengalami limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan
keratitis epitel.Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan benda
penular seperti seprai,alat-alat optic yang terkontaminasi dan air. Pengobatan penyakit ini
berupa pengobatansimtomatik, selain itu juga dapat diberikan antibiotik spektrum luas
seperti sulfasetamid gunamencegah infeksi sekunder.Pencegahan dapat dilakukan dengan
menjaga kebersihanlingkungan dan pribadi.

Patofisiologi

Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar sehingga kemungkinan terinfeksi


dengan mikroorganisme sangat besar. Apabila ada mikroorganisme yang dapat menembus
pertahanan konjungtiva berupa tear film yang juga berfungsi untuk melarutkan kotoran-kotoran
dan bahan-bahan toksik melalui meatus nasi inferior maka dapat terjadi konjungtivitis.
Konjungtivitis merupakan penyakit mata eksternal yang diderita oleh masyarakat, ada
yang bersifat akut atau kronis. Gejala yang muncul tergantung dari factor penyebab
konjungtivitis dan factor berat ringannya penyakit yang diderita oleh pasien. Pada konjungtivitis
yang akut dan ringan akan sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu tanpa pengobatan. Namun ada
juga yang berlanjut menjadi kronis, dan bila tidak mendapat penanganan yang adekuat akan
menimbulkan kerusakan pada kornea mata atau komplikasi lain yang sifatnya local atau
sistemik.
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan factor
lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari
substansi luar. Pada film air mata, unsure berairnya mengencerkan materi infeksi, mucus
menangkap debris dan kerja memompa dari pelpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke
duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasul lisozim. Adanya agen
perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel
dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma
konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapis limfoid stroma (pembentukan folikel). Sel-sel radang
bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel kepermukaan. Sel-sel kemudian bergabung
dengan fibrin dan mucus dari sel goblet, embentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan
perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh
konjungtiva posterior, menyebabkan hoperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan
mengurang kearah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan
dan hipertrofi papilla yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau
gatal. Sensai ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah
yang hyperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan
siliare berarti kornea terkena.

Gejala Klinis

Pada umumnya gejala yang timbul pada penderita konjungtivitis virus adalah:

1. Mata hiperemis (biasanya pada kedua mata)


2. Gatal minimal. Gatal lebih dominan pada konjungtivitis alergik.
3. Edem palpebra (kemosis). Adanya kemosis mengarahkan kita secara kuat pada
konjungtivitis alergik akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokkal akut
atau konjungtivitis meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral.
Chemosis dari konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis. Meskipun
jarang, chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau eksudasi seluler gross
4. Ada rasa mengganjal pada mata (foreign body sensation). Rasa ini disertai dengan rasa
pedih dan panas karena pembengkakan dan hipertrofi papil. Jika rasa sakitnya berat,
maka harus dicurigai kemungkinan terjadinya kerusakan pada kornea.
5. Fotofobia
6. Lakrimasi. Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal.
7. Pseudoptosis. Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karenaadanya
infiltrasi sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra
superior.
8. Eksudasi. Merupakan ciri semua jenis konjungtivitis akut. Pada konjungtivitis akibat
virus, secret yang dikeluarkan adalah secret serous. Jika sekeretnya purulen atau
mukopurulen menandakan konjungtivitis akibat infeksi bakteri.
9. Hipertrofi folikel. Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari
konjungtiva dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat
dikenali sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan
menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecildapat naik pada tepi folikel dan
mengitarinya.Terlihat paling
banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada semua kasus konjungtivitis klamidial
kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasuskonjungtivitis parasit, dan
pada beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi oleh medikasi topikal seperti
idoxuridine, dipiverin, danmiotik. Folikel pada forniks inferior dan pada batas tarsal
mempunyai nilai diagnostik yang terbatas, tetapi ketika diketemukan terletak
padatarsus(terutama tarsus superior), harus dicurigai adanya konjungtivitisklamidial,
viral, atau toksik (mengikuti medikasi topikal).
10. Nodus limfatikus yang membengkak. Sistem limfatik dari region mata berjalan menuju
nodus limfatikus di preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang membengkak
mempunyai arti penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda diagnostic dari
konjungitvitis viral.

Epidemiologi

Konjungtivitis virus berasal dari benua Afrika (Ghana) pada tahun 1969. Sejak laporan pertama
dari Ghana, infeksi selanjutnya telah ditemukan di beberapa negara lain seperti China, India,
Mesir, Kuba, Singapura, Amerika Serikat dan sebagainya. Dikatakan bahwa penyakit ini 50%
lebih sering terkena pada masyarakan dengan status sosial ekonomi rendah dan kebersihan yang
buruk. Konjungtivitis viral dapat terjadi pada semua ras dan jenis kelamin. Insidensi
konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data perkiraan jumlah penderita penyakit
mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan umur penduduk per tahun dan pernah
menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan bahwa dari 10 penyakit mata utama,
konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%) setelah kelainan refraksi (25,35%).

Penatalaksanaan

Farmakologi

1. Demam faringokonjungtiva
Pengobatan untuk demam faringokonjungtiva hanya bersifat suportif karena dapat
sembuh sendiri diberi kompres, astrigen, lubrikasi, sedangkan pada kasus yang berat
dapat diberikan antibiotik dengan steroid lokal. Pengobatan biasanya simptomatis dan
pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
2. Keratokonjungtivitis epidemika
Hingga saat ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi
beberapa gejala. Selama konjungtivitis akut, penggunaan kortikosteroid dapat
memperpanjang keterlibatan kornea lebih lanjut sehingga harus dihindari. Anti bakteri
harus diberikan jika terjadi superinfeksi bakteri.
3. Konjungtivitis herpetic
Untuk konjungtivitis herpes simpleks yang terjadi pada orang dewasa yang umumnya
sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus topikal atau sistemik
harus diberikan untuk mencegah terkena kornea. Jika terjadi ulkus kornea, harus
dilakukan debridement kornea dengan mengusap ulkus menggunakan kain steril dengan
hati-hati, penetesan obat anti virus, dan penutupan mata selama 24 jam. Antivirus topikal
sendiri harus diberikan 7-10 hari. Misalnya trikloridin setiap 2 jam sewaktu bangun.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan karena bias memperburuk infeksi herpes
simpleks dan mengubah penyakit dari suatu proses singkat yang sembuh sendiri menjadi
infeksi berat yang berkepanjangan. Pada konjungtivitis varicella zooster pengobatan
dapat dilakukan dengan pemberian kompres dingin. Pada saat acyclovir 400 mg/hari
selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga steroid dapat mengurangi
penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama
dapat diberikan analgetik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan peermukaan
dapat diberikan salep terasilin. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan bila terdapat
episkleritis, skleritis dan iritis.
4. Konjungtivitis new castle
Pengobatan yang khas hingga saat ini tidak ada dan dapat diberikan antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat simtomatik.

5. Konjungtivitis hemorhagik epidemik akut


Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simtomatik. Pengobatan
antibiotika spekturm luas, sulfacetamide dapat digunkan untuk mencegah infeksi
sekunder. Penyembuhan dapat terjadi dalam 5-7 hari.

Non farmakologi

Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sembuh sendiri
sehinggapengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astrigen, dan lubrikasi.

Komplikasi

Bila penyakit ini diabaikan dan tidak diobati dalam waktu yang lama, maka akan menimbulkan
komplikasi seperti keratokonjungtivitis dan blepharitis. Beberapa tipe virus dapat menginfeksi
bagian yang lebih dalam mata sehingga menimbulkan keratitis atau radang kornea sehingga
menyebabkan gangguan visus bahkan jaringan parut pada kelopak mata di beberapa kasus.

Pencegahan

1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan
obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
2. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit
3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain
4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
5. Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
6. Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
7. Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan hindari
mengucek-ngucek mata.
8. Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah
membersihkan kotoran mata

Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan
(selflimited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan baik.

Kesimpulan
Konjungtivitis merupakan penyakit yang sangat menular yang dapat terjadi dimana saja dan dapat
dialami oleh semua orang. Faktor hygiene dari masing-masing individu sangat mempengaruhi
penyakit ini. Pada konjungtivitis yang disebabkan virus dapat ditemui gejala seperti hiperemis
injeksi konjungtiva, ada sensasi benda asing sehingga banyak mengeluarkan air mata (lakrimasi),
fotofobia, gatal minimal, sekret serous. Konjungtivitis viral biasanya self limitting disease
sehingga hanya dibutuhkan pengobatan suportif seperti di kompres dengan air dingin sebanyak
3-4 kali per hari.

You might also like