You are on page 1of 27

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN

ACARA V
ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN

Disusun Oleh :

Salwa Al Aribah

H0915075

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2016

ACARA I
KARBOHIDRAT
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Acara I Karbohidrat ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap disakarida (sukrosa).
2. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap monosakarida (glukosa).
3. Mengetahui suhu gelatinisasi pati maizena dan tepung tapioka.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Bahan
Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting
dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan,
dan kelapa kopyor. Untuk industri-industri makanan biasa digunakan
sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang
banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada
pembuatan sirup, gila pasir (sukrosa) dilaritkan dalam air dan dipanaskan,
sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut
gula invert (Winarno, 2008).
Glukosa ialah monomer dari karbohidrat. Glukosa dapat disintesis
oleh tumbuhan hijau semasa proses fotosintesis. Glukosa termasuk
monosakarida yang mmpunyai rumus umum C6H12O6 yang disebut sebagai
dekstrosa atau gula anggur. Tumbuhtumbuhan menyimpan glukosa sebagai
karbohidrat yang dinamai kanji dalam bijibijian seperti beras, jagung, barli
dan sebagainya. Glukosa adalah suatu gula monosakarida yang merupakan
salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga
bagi hewan dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu hasil utama
fotosintesis dan awal bagi respirasi. Bentuk alami (D-glukosa) disebut juga
dekstrosa, terutama pada industri pangan. Hidrolisa karbohidrat dapat
dilakukan dengan katalisator asam encer (HCl) karena glukosa stabil
dalam keadaan asam. Karbohidrat dipanaskan dengan larutan asam pada
suhu 80oC, maka pati akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih
kecil secara berurutan dan hasil akhirnya adalah glukosa (Edahwati, 2010).
Glukosa adalah karbohidrat paling penting dalam tubuh manusia.
Glukosa terbentuk dari hidrolisis karbohidrat kompleks termasuk pati,
dekstrin. Glukosa ditemukan dalam darah dan memberikan energi untuk
tubuh. Glukosa juga terbentuk dari pemecahan glikogen dalam tubuh.
Fruktosa adalah gula pereduksi dan membentuk kristal osazon. Fruktosa
ditemukan dalam buah dan juga ditemukan dalam madu. Fruktosa dapat

2
diperoleh dalam tubuh dengan aksi sukrase pada sukrosa. Galaktosa juga
merupakan gula pereduksi dan membentuk kristal berbentuk batang
(Asif, 2011). Glukosa adalah gula sederhana (monosakarida) yang
berfungsi sebagai sumber utama energi di dalam tubuh. Glukosa adalah
gula utama yang dibuat tubuh. Tubuh membuat glukosa dari protein, lemak
dan, terutama, karbohidrat. Glukosa dihantarkan ke setiap sel melalui
aliran darah. Hasil ini mendukung hipotesis bahwa proses aturan generasi
normatif menghasilkan pencocokan dalam percobaan terhadap sukrosa
adalah fungsi ketersediaan glukosa (McMahon, 2010).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan alpha-
glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari
panjang rantai C-nya, serta apakah harus lurus atau bercabang rantai
molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air
panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut
amilopektin. Amilosa memiliki karakteristik rantai relatif lurus, ikatannya -
(14) [beberapa -(16)-], berat molekulnya <0,5 juta g/mol, dapat
membentuk film yang kuat, struktur gel kuat, serta apabila diberi pewarna
iodine akan menghasilkan warna biru. Sementara itu, amilopektin memiliki
karakteristik rantai bercabang, ikatannya -(14) dan -(16), berat
molekulnya 50-500 juta g/mol, membentuk film yang lemah, struktur gel
lembek, dan apabila diberi pewarna iodin akan menghasilkan warna coklat
kemerahan (Winarno, 2008).
Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butir)
yang berbeda-beda. Dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena
mempunyai bentuk, ukuran, letak hilum yang unik, dan juga dengan sifat
birefringent-nya. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula
patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air
yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%. Peniingkatan
volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 55 0C sampai
650C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah
pembengkakakn ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula.
Granula pati dapat dibuat membengkak luarbiasa, tetapi bersifat tidak dapat

3
kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi.
(Winarno, 2008).
Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi yang
dapat dilakukan dengan penambahan air panas. Suhu gelatinisasi pada beras
68-78oC, tapioca 52-64oC. Suhu gelatinisasi juga dapat ditentukan dengan
polarized microscope. Granula pati mempunyai sifat merefleksikan cahaya
terpolarisasi sehingga dibawah mikroskop terlihat kristal hitam putih. Sifat
ini disebut sifat birefringent. Pada waktu granula mulai pecah, sifat
birefringent ini akan menghilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90%
butir pati dalam air panas membengkak sedemikian rupa sehingga tidak
kembali ke bentuk normalnya disebut Birefringent End Point Temperature
(BEPT). BEPT pada beras: rendah 55-69oC, medium 70-74oC, dan tinggi
75-77oC (Winarno, 1992).
Secara industri, pati telah menjadi bahan baku utama dalam
produksi berbagai produk termasuk bioetanol. Kompleksitas pati dan
keragaman industri berbasis pati serta permintaan yang luas untuk produk
jadi berkualitas tinggi melalui pengolahan pati, hanya dapat dipenuhi
melalui penggunaan berbagai pati dan -glukan memodifikasi enzim
(Kelly, 2009).
Pati jagung dalam perdagangan disebut tepung maizena. Proses
pembuatan pati meliputi perendaman, penggilingan kasar, pemisahan
lembaga dan endosperm, pemisahan serat kasar dari pati dan gluten,
pemisahan gluten dari pati, dan pengeringan pati. Tepung maizena dianggap
baik mutunya untuk penggunaan normal biasanya mengandung 0,025-
0,030% protein terlarut dengan protein total 0,35-0,45%. Tepung maizena
biasa mengandung 74-76% amilopektin dan 24-26% amilosa, jenis pulut
mengandung 95-99% amilopektin, sedangkan amilomaize hanya
mengandung 20% amilopektin dan 80% amilosa. Penggunaan pati dalam
makanan sangat terbatas, karena tidak tahan terhadap asam, suhu, dan shear.
(Richana, 2006).
Tepung tapioka merupakan tepung yang berasal dari umbi yang
banyak digunakan di Indonesia. Tepung ini diproduksi dari umbi tanaman
singkong, mengandung 90 persen pati berbasis berat kering. Tepung

4
tapioka banyak digunakan untuk membuat makanan tradisional, seperti
ongol-ongol, pempek, tiwul, dan tekwan. Dalam pengolahan pangan,
aplikasinya adalah tepung tapioka dapat digunakan untuk memberi
kekentalan pada waktu pemasakan yang singkat, tetapi kurang dapat
memberikan kekentalan yang cukup pada produk yang dingin. Tepung
tapioka memiliki viskositas puncak yang paling tinggi dan waktu
gelatinisasi yang lebih cepat dibandingkan dengan tepung lainnya, tetapi
memiliki viskositas suhu rendah (set-back) yang agak rendah. Sementara
suhu terjadinya gelatinisasi pada tepung tapioka, tepung terigu dan tepung
beras berturut-turut adalah pada 69,56C, 82,38C dan 85,39C.
(Imanningsih, 2012).
2. Tinjauan Teori
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksiketon dan
meliputi kondensat polimer-polimernya yang terbentuk. Nama karbohidrat
dipergunakan pada senyawa-senyawa tersebut, mengingat rumus empiris
berupa CnH2nOn yaitu karbon yang mengalami hidratasi. Namun demikian
nama ini sebenarnya kurang tepat karena hidrat (H 2O) yang melekat pada
gugus karbon bukanlah sebagai hidrat yang esebenarnya, misalnya tak
dapat dipisahkan atau dikristalkan tersendiri yang terlepas dari gugusnya
(Sudarmadji dkk, 2010).
Di alam, karbohidrat merupakan hasil sintesa CO2 dan H2O dengan
pertolongan sinar matahari dan hijau daun (chlorophyll). Hasil fotosintesa
ini kemudian mengalami polimerisasi menjadi pati dan senyawa-senyawa
bermolekul besar lain yang menjadi cadangan makanan pada tanaman.
Organisme yang dapat mensintesa biomolekul untuk keperluan hidupnya
dari bahan-bahan anorganik (misalnya CO2 dan H2O) disebut organisme
autotroph. Sedangkan mikroorganisme pada umumnya, hewan dan
manusia yang hanya dapat mempergunakan hasil sintesa organisme
autotroph untuk keperluan hidupnya disebut heterotroph. Karbohidrat ini
merupakan sumber kalori atau makronutrien utama bagi organisme
heterotroph. Sebagian lagi menjadi bahan utama sandang (misalnya serat
kapas), industri (rami, rosela), bahan bangunan (kayu, bambu) atau bahan
bakar (kayu bajar, seresah). Disamping sebagai sumber utama niokalori

5
dalam bahan makanan, beberapa jenis karbohidrat dan turunannya
(derivatnya) memegang peranan penting dalam teknologi makanan
misalnya gum (arabic, karaya, guar) sebagai bahan pengental atau CMC
(carboxymethycellulose) sebagai bahan penstabil dan banyak lagi sebagai
bahan pemanis (sukrosa, glukosa, fruktosa) (Sudarmadji dkk, 2010).
Polisakarida merupakan kelompok karbohidrat yang paling banyak
terdapat di alam. Polisakarida merupakan senyawa makromolekul yang
terbentuk dari banyak sekali satuan (unit) monosakarida. Jumlah
polisakarida ini terdapat jauh lebih banyak daripada oligo maupun
monosakarida. Sebagian dari polisakarida membentuk struktur tanaman
yang tak dapat larut misalnya selulosa dan hemiselulosa. Sebagian lagi
membentuk senyawa cadangan pangan berbentuk pati dalam tanaman atau
glikogen pada sel-sel hewan. Karbohidrat cadangan pangan tersebut dapat
larut dalam air hangat. Kelompok polisakarida lain berbentuk gum (atau
gom), pektin, dan derivat-derivatnya. Bentuk yang paling umum dari
oligosakarida adalah disakarida (terdiri dari dua unit monosakarida) yang
terjadi dari proses kondensasi dua molekul monosakarida. Contoh yang
paling umum dari disakarida ini adalah sukrosa. Oligosakarida yang
mengandung tiga, empat, atau lebih unit monosakarida sangat jarang di
alam, meskipun dapat dijumpai dalam jumlah sedikit dalam dunia
tanaman. Karena tidak digunakan sebagai bahan simpanan makanan, maka
monosakarida juga terdapat sangat sedikit di alam. Bahan monosakarida
yang terdapat dalam perdagangan umumnya dibuat melalui proses
hidrolisa bahan polisakarida. Bahan monosakarida untuk makanan dan
obat-obatan misalnya glukosa dan fruktosa sering dibuat dari jagung,
ketela, dan lain-lain. Mono dari disakarida pada umumnya disebut gula-
gula atau sugars. Mono dan disakarida memiliki rasa manis; oleh sebab itu
golongan ini disebut gula. Glukosa (gula anggur) dan fruktosa (gula buah)
adalah contoh monosakarida yang banyak dijumpai di alam. Sukrosa (gula
tebum gula bit) dan laktosa (gula susu) adalah kelompok disakarida yang
juga manis. Rasa manis dari gula-gula ini disebabkan oleh gugus
hidroksilnya (Sudarmadji dkk, 2010).

6
Sifat birefringence pati adalah sifat granula pati yang dapat
merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop
polarisasi membentuk bidang berwarna biru dan kuning. Warna biru dan
kuning pada permukaan granula pati disebabkan oleh adanya perbedaan
indeks refraktif yang dipengaruhi oleh struktur molekuler amilosa dalam
pati. Bentuk heliks dari amilosa dapat menyerap sebagian cahaya yang
melewati granula pati. Bentuk granula merupakan ciri khas dari masing-
masing pati. Tidak ada hubungan yang nyata antara gelatinisasi dengan
ukuran granula pati, tetapi suhu gelatinisasi mempunyai hubungan dengan
kekompakan granula, kadar amilosa, dan amilopektin. Granula pati yang
lebih kecil akan memperlihatkan ketahanan yang lebih kecil terhadap
perlakuan panas dan air dibanding granula yang besar. Pengamatan dengan
DSC pada berbagai ukuran granula memperlihatkan nilai entalpi dan
kisaran suhu gelatinisasi yang lebih rendah dari ukuran granula yang lebih
besar Granula pati dapat menyerap air dan membengkak, tetapi tidak dapat
kembali seperti semula (retrogradasi). Air yang terserap dalam molekul
menyebabkan granula mengembang. Pada proses gelatinisasi terjadi
pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen berperan
mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnyagugus hidroksil
bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati.
Dengan demikian, semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul
pati semakin tinggi kemampuannya menyerap air. Oleh karena itu,
absorbsi air sangat berpengaruh terhadap viskositas (Richana, 2006).
Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi dapat menyerap air
sampai 30% tanpa merusak struktur granula. Jika suspensi air pati
dipanaskan akan terjadi pengembangan granula. Pada mulanya
pengembangan granula bersifat reversibel, tetapi jika pemanasan telah
mencapai suhu tertentu pengembangan granula menjadi irreversible dan
terjadi perubahan struktur granula. Proses ini disebut gelatinisasi dan suhu
dimana glatinisasi tersebut berlangsung disebut suhu gelatinisasi. Suhu
gelatinisasi pati jagung berkisar 62 70oC (Koswara, 2009).

C. METODOLOGI

7
1 Alat
a Beaker glass 250 ml
b Beaker glass 500 ml
c Gelas ukur 100 ml
d Kaca preparat
e Mikroskop
f Penangas air
g Pengaduk
h Penjepit kayu
i pH Universal
j Pipet tetes
k Pipet ukur 5 ml
l Tabung reaksi
m Termometer
2 Bahan
a Aquades
b Benedict
c Glukosa 0,1 M
d Larutan HCl 0,1 N
e Larutan Iod
f Larutan sukrosa 5%
g NaHCO3 kristal
h NaOH 0,1 N
i Tepung maizena
j Tepung tapioka

8
9
3 Cara kerja
A Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Gula Sederhana
1 Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Sukrosa

2 ml larutan
sukrosa 5%

Pemasukkan ke dalam 3 tabung reaksi

Penambahan NaOH Penambahan HCl 0,1 Penambahan


0,1 N sebanyak 5 ml N sebanyak 5 ml aquades sebanyak
pada tabung 1 pada tabung 2 5 ml pada tabung3

Pemanasan sampai mendidih selama 2-3 menit


(pemanasan I)

Pengamatan perubahan warnanya

Kristal NaHCO3 Penambahan pada tabung ke-2

Pemindahan sebanyak 2ml larutan dari masing-


masing tabung pada dalam 3 tabung reaksi

Penambahan pada setiap tabung


2ml pereaksi benedict lalu dipanaskan pada penangas air
selama 5 menit (pemanasan II)

Pengamatan perubahan warna atau endapan

Gambar 1.1 Diagram Alir Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Sukrosa

10
2 Pengaruh Alkali dan Asam terhadap Glukosa
5 ml glukosa 0,1 M

Pemasukkan dalam 3 tabung reaksi

Penambahan NaOH Penambahan HCl Penambahan


0,1 N sebanyak 2 ml 0,1 N sebanyak 2 ml akuades sebanyak 2
pada tabung 1 pada tabung 2 ml pada tabung 3

Pemanasan sampai mendidih selama 2-3 menit

Pengamatan perubahan warna

Gambar 1.2 Diagram Alir Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Glukosa

11
B Gelatinisasi Pati

Pati tapoioka dan maizena

Pemasukan dalam 9 baker glass masing-masing 30 gram

Aquades suhu kamar, 40, 50, Penambahanan akuade suhu kamar, 40, 50, 60, 65, 70, 75,
60, 65, 70, 75, 80, 85 80 dan 85C masing-masing sebanyak 100 ml

Pengambilan 1 tetes larutan

Pengolesan pada gelas benda dan penutupan


dengan gelas penutup

Pengamatan dibawah mikroskop dengan


perbesaran 10x40

Gambar 1.3 Diagram Alir Suhu Gelatinisasi pada Pati Tapioka dan Maizena

12
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.1 Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa
Pemanasan I Pemanasan II
Kelompok Larutan
Awal Akhir Awal Akhir
11 Sukrosa
+ Bening Bening Biru bening Merah bata
HCl 0,1 N
Hijau
Sukrosa Bening Bening
kebiruan
+ Semburat Sembuat Biru bening
NaOH 0,1 N semburat
pink pink
merah
Hijau
Sukrosa kebiruan
+ Bening Bening Biru bening
Aquades semburat
merah
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksiketon dan
meliputi kondensat polimer-polimernya yang terbentuk. Nama karbohidrat
dipergunakan pada senyawa-senyawa tersebut, mengingat rumus empiris
berupa CnH2nOn yaitu karbon yang mengalami hidratasi. Namun demikian
nama ini sebenarnya kurang tepat karena hidrat (H2O) yang melekat pada
gugus karbon bukanlah sebagai hidrat yang sebenarnya, misalnya tak dapat
dipisahkan atau dikristalkan tersendiri yang terlepas dari gugusnya
(Sudarmadji dkk, 2010).
Polisakarida merupakan kelompok karbohidrat yang paling banyak
terdapat di alam. Polisakarida merupakan senyawa makromolekul yang
terbentuk dari banyak sekali satuan (unit) monosakarida. Jumlah polisakarida
ini terdapat jauh lebih banyak daripada oligo maupun monosakarida.
Sebagian dari polisakarida membentuk struktur tanaman yang tak dapat larut
misalnya selulosa dan hemiselulosa. Sebagian lagi membentuk senyawa
cadangan pangan berbentuk pati dalam tanaman atau glikogen pada sel-sel
hewan. Karbohidrat cadangan pangan tersebut dapat larut dalam air hangat.
Kelompok polisakarida lain berbentuk gum (atau gom), pektin, dan derivat-

13
derivatnya. Bentuk yang paling umum dari oligosakarida adalah disakarida
(terdiri dari dua unit monosakarida) yang terjadi dari proses kondensasi dua
molekul monosakarida. Contoh yang paling umum dari disakarida ini adalah
sukrosa. Oligosakarida yang mengandung tiga, empat, atau lebih unit
monosakarida sangat jarang di alam, meskipun dapat dijumpai dalam jumlah
sedikit dalam dunia tanaman. Karena tidak digunakan sebagai bahan
simpanan makanan, maka monosakarida juga terdapat sangat sedikit di alam.
Bahan monosakarida yang terdapat dalam perdagangan umumnya dibuat
melalui proses hidrolisa bahan polisakarida. Bahan monosakarida untuk
makanan dan obat-obatan misalnya glukosa dan fruktosa sering dibuat dari
jagung, ketela, dan lain-lain. Mono dari disakarida pada umumnya disebut
gula-gula atau sugars. Mono dan disakarida memiliki rasa manis; oleh sebab
itu golongan ini disebut gula. Glukosa (gula anggur) dan fruktosa (gula buah)
adalah contoh monosakarida yang banyak dijumpai di alam. Sukrosa (gula
tebum gula bit) dan laktosa (gula susu) adalah kelompok disakarida yang juga
manis. Rasa manis dari gula-gula ini disebabkan oleh gugus hidroksilnya
(Sudarmadji dkk, 2010).
Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam
pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa
kopyor. Untuk industri-industri makanan biasa digunakan sukrosa dalam
bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan
dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gila pasir
(sukrosa) dilaritkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai
menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert (Winarno, 2008).
Berdasarkan hasil percobaan pada Tabel 1.1 sampel yang digunakan
adalah sukrosa. Sukrosa merupakan disakarida yang jika dihidrolisis akan
menghasilkan dua monosakarida, yaitu glukosa dan fruktosa (Lehninger,
1982). Pada larutan surkrosa yang ditambahkan NaOH pada pemanasan I
warna larutan di awal dan di akhir sama, yaitu bening. Pada pemanasan II,
larutan ditambahkan kristal NaHCO3 dan larutan benedict. Warna awal
larutan pada pemanasan II adalah biru bening dan warna akhir larutan adalah

14
hijau kebiruan semburat merah. Hal ini menunjukan bahwa reaksi larutan
sukrosa yang ditambah NaOH dengan benedict adalah negatif.
Menurut Winarno (2010), uji benedict digunakan untuk
mengidentifikasi karbohidrat melalui reaksi gula pereduksi. Larutan alkali
dari tembaga direduksi oleh gula yang mengandung gugus aldehida atau
keton bebas, dengan membentuk kupro oksida berwarna. Larutan benedict
mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat. Uji benedict
dilakukan pada suasana basa yang menyebabkan terjadinya transformasi
isomerik. Pada suasana basa, reduksi ion Cu2+ dari CuSO4 oleh gula pereduksi
akan berlangsung dengan cepat dan membentuk Cu 2O yang merupakan
endapan merah bata. Pereaksi benedict terdiri dari logam Cu dan larutan basa
kuat:
RCOH + Cu2+2OH- RCOOH + Cu2O
Pada larutan sukrosa yang ditambahkan NaOH bereaksi negatif pada
uji benedict, berarti pada larutan sukrosa yang ditambahkan NaOH, tidak
terdapat gula sederhana yang dapat mereduksi larutan benedict. Hal ini
menunjukan bahwa sukrosa masih berbentuk disakarida dan belum
terhidrolisis menjadi monosakarida-monosakarida. Sukrosa merupakan
disakarida sehingga tidak dapat mereduksi Cu pada larutan benedict.
Peristiwa ini menandakan sukrosa cenderung stabil dalam suasana basa.
Selain itu, pada larutan sukrosa yang ditambahkan akuades menghasilkan
perubahan warna yang sama dengan larutan sukrosa yang ditambah NaOH,
menunjukan pada suasana pH netral sukrosa juga stabil.
Sedangkan pada larutan sukrosa yang ditambah HCl, pada pemanasan
II menghasilkan perubahan warna menjadi merah bata dan terdapat endapan.
Hal ini menunjukan pada larutan sukrosa yang ditambahkan dengan HCl
bereaksi positif dengan larutan benedict. Dengan kata lain pada larutan
sukrosa yang ditambahkan larutan HCl terdapat gula pereduksi didalamnya,
yaitu hasil hidrolisis dari sukrosa menjadi monomer-monomernya.
Berdasarkan hasil percobaan ini, sukrosa tidak stabil dalam keadaan asam.
Tabel 1.2 Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa
kelompo Pemanasan
Larutan
k Warna Awal Warna Akhir

15
5 ml Glukosa+2 ml
Bening Bening
HCl 0,1 N
5 ml Glukosa+2 ml
Kuning,
12 NaOH Bening
keemasan
0,1 N
5 ml Glukosa+2 ml
Bening Bening
Aquades
Monosakarida merupakan senyawa karbohidrat yang paling sederhana
yang tidak dapat dihidrolisis lagi. Beberapa molekul monosakarida
mengandung unsure nitrogen dan sulfur. Jika gugus karbonil pada ujung
rantai monosakarida adalah turunan aldehid, maka monosakarida ini disebut
aldosa. Dan bila gugusnya merupakan turunan keton, monosakarida ini
disebut ketosa. Heksosa adalah zat manis, kristalin, dan larut yang terdapat
dalam madu dan buah matang. Karbohidrat yang terhidrolisis dan
menghasilkan heksosa adalah gula tebu, gula gandum, gula susu, pati, dan
selulosa (Toha, 2001).
Glukosa adalah karbohidrat paling penting dalam tubuh manusia.
Glukosa terbentuk dari hidrolisis karbohidrat kompleks termasuk pati,
dekstrin. Glukosa ditemukan dalam darah dan memberikan energi untuk
tubuh. Glukosa juga terbentuk dari pemecahan glikogen dalam tubuh.
Fruktosa adalah gula pereduksi dan membentuk kristal osazon. Fruktosa
ditemukan dalam buah dan juga ditemukan dalam madu. Fruktosa dapat
diperoleh dalam tubuh dengan aksi sukrase pada sukrosa. Galaktosa juga
merupakan gula pereduksi dan membentuk kristal berbentuk batang
(Asif, 2011).
Pada Tabel 1.2 diperoleh hasil percobaan yang telah dilakukan.
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan pengaruh asam dan alkali
terhadap glukosa. Glukosa merupakan monosakarida yang mana tidak dapat
dihidrolisis lagi menjadi senyawa yang lebih sederhana (Poedjiadi, 1994).
Seperti yang diketahu bahwa NaOH merupakan basa kuat dan HCl
merupakan asam kuat yang dimana penambahan kedua senyawa ini bertujuan
untuk menyebabkan kondisi asam dan basa pada sampel. Sedangkan aquades
relatif bersifat pH netral sehingga penambahannya tidak menyebabkan asam-

16
basa pada sampel. Sampel yang digunakan yaitu larutan glukosa 0,1 M.
Sampel dimasukkan ke dalam tiga tabung reaksi kemudian ditambahkan
NaOH (tabung pertama), HCl (tabung kedua) dan Aquades (tabung ketiga).
Setelah ditambahkan, maka dilakukan pemanasan hingga mendidih untuk
mengetahui perubahan warna yang terjadi.
Sampel glukosa dengan penambahan NaOH menghasilkan warna
yang semula bening berubah menjadi kuning keemasan. Hal tersebut sesuai
dengan teori. Perubahan yang terjadi pada sampel dengan basa tersebut
membuktikan bahwa telah terjadi hidrolisis pada molekul glukosa yang diuji
sehingga terjadi deformasi gula yang menyebabkan adanya perubahan warna
menjadi kuning bening. Akibat adanya aktifitas mereduksi pada suasana basa
yang disebabkan gugus gula pereduksi pada glukosa (Poedjiadi, 1994).
Sampel glukosa dengan penambahan HCl dan Aquades tidak
mengalami perubahan warna setelah perlakuan pemanasan (tetap bening). Hal
ini menunjukkan bahwa glukosa tidak stabil pada keadaan basa ditandai
dengan berubahnya warna setelah pemanasan, namun bersifat stabil pada
keadaan asam dan netral. Hal ini sesuai dengan teori. Menurut Edahwati
(2010), glukosa bersifat stabil dalam keadaan asam karena salah satu cara
pembentukan glukosa yaitu dapat dikatalis dengan menggunakan asam.
Sukrosa adalah pemanis alami, secara tradisional, digunakan dalam
makanan manusia yang menyenangkan karena rasa, nilai gizi dan produksi
biaya rendah. Asam dan hidrolisis enzimatik telah diidentifikasi sebagai
bahan kimia dan biokimia cara untuk inversi sukrosa (disakarida) menjadi
glukosa dan fruktosa (monosakarida larut) (Claudia, 2004). Disakarida adalah
Monosasakarida yang bergabung contohnya sukrosa dan laktosa dengan
rumus kimia C12H22O11 (Shah, 2013).

17
Tabel 1.3 Gelatinisasi Pati Tapioka dan Maizena
No
Kel. Sampel Gambar Keterangan
.

Bentuk : bulat
Tapioka Ukuran : kecil
1. 7
Suhu ruang Jarak : rapat
Belum tergelatinisasi

Perbesaran: 10x40

Tapioka Bentuk : bulat


Ukuran : kecil
2. 7 pemanasan
Jarak : rapat
40 oC Belum tergelatinisasi

Perbesaran: 10x40

Tapioka Bentuk : bulat


Ukuran : kecil
3. 7 pemanasan
Jarak : rapat
50oC Belum tergelatinisasi

Perbesaran: 10x40

tapioka Bentuk : bulat


Ukuran : kecil
4. 7 pemanasan
Jarak : agak renggang
60oC Belum tergelatinisasi

Perbesaran: 10x40

Tapioka Bentuk : bulat


Ukuran : agak besar
5. 7 pemanasan
Jarak : renggang
65oC Mulai tergelatinisasi
Perbesaran: 10x40

18
Bentuk : tidak
Tapioka beraturan
6. 7 pemanasan Ukuran : besar
Jarak : renggang
70oC Sudah tergelatinisasi
(pecah)
Perbesaran: 10x40

Bentuk : tidak
Tapioka beraturan
7. 7 pemanasan Ukuran : besar
75oC Jarak : renggang
Tergelatinisasi
Perbesaran: 10x40

Bentuk : tidak
Tapioka beraturan
8. 7 pemanasan Ukuran : tidak terukur
80oC Jarak : renggang
Tergelatinisasi
Perbesaran 10x40

Bentuk : tidak
Tapioka berbentuk
9. 7 pemanasan Ukuran : tidak terukur
85oC Jarak : renggang
Tergelatinisasi
Perbesaran: 10x40

Bentuk : bulat
Maizena
10. 18 Ukuran : kecil
suhu kamar Jarak : rapat
Belum tergelatinisasi
Perbesaran 10x40

Maizena Bentuk : bulat


Ukuran : kecil
11. 18 pemanasan
Jarak : rapat
40oC Belum tergelatinisasi

Perbesaran 10x40

19
Maizena Bentuk : bulat
Ukuran : kecil
12. 18 pemanasan
Jarak : rapat
50oC Belum tergelatinisasi

Perbesaran 10x40

Maizena Bentuk : bulat


Ukuran : agak besar
13. 18 pemanasan
Jarak : rapat
60oC Belum tergelatinisasi

Perbesaran 10x40

Maizena Bentuk : bulat


14. 18 pemanasan Ukuran : besar
65oC Jarak : renggang
Belum tergelatinisasi

Perbesaran 10x40

Bentuk : tidak
Maizena beraturan
15. 18 pemanasan Ukuran : besar
Jarak : renggang
70oC Sudah tergelatinisasi
(pecah)
Perbesaran 10x40

Bentuk : tidak
Maizena
beraturan
16. 18 pemanasan
Ukuran : besar
75oC Jarak : renggang
Tergelatinisasi
Perbesaran 10x40

20
Bentuk : tidak
Maizena beraturan
17. 18 pemanasan Ukuran : tidak terukur
80oC Jarak : renggang
Tergelatinisasi

Perbesaran 10x40

Bentuk : tidak
Maiena berbentuk
Ukuran : tidak
18. 18 pemanasan
berukuran
85 oC
Jarak : renggang
Tergelatinisasi
Perbesaran 10x40
Pati jagung dalam perdagangan disebut tepung maizena. Proses
pembuatan pati meliputi perendaman, penggilingan kasar, pemisahan
lembaga dan endosperm, pemisahan serat kasar dari pati dan gluten,
pemisahan gluten dari pati, dan pengeringan pati. Tepung maizena dianggap
baik mutunya untuk penggunaan normal biasanya mengandung 0,025-0,030%
protein terlarut dengan protein total 0,35-0,45%. Tepung maizena biasa
mengandung 74-76% amilopektin dan 24-26% amilosa, jenis pulut
mengandung 95-99% amilopektin, sedangkan amilomaize hanya mengandung
20% amilopektin dan 80% amilosa. Penggunaan pati dalam makanan sangat
terbatas, karena tidak tahan terhadap asam, suhu, dan shear. (Richana, 2006).
Tepung tapioka merupakan tepung yang berasal dari umbi yang
banyak digunakan di Indonesia. Tepung ini diproduksi dari umbi tanaman
singkong, mengandung 90 persen pati berbasis berat kering. Tepung tapioka
banyak digunakan untuk membuat makanan tradisional, seperti ongol-ongol,
pempek, tiwul, dan tekwan. Dalam pengolahan pangan, aplikasinya adalah
tepung tapioka dapat digunakan untuk memberi kekentalan pada waktu
pemasakan yang singkat, tetapi kurang dapat memberikan kekentalan yang
cukup pada produk yang dingin. Tepung tapioka memiliki viskositas puncak
yang paling tinggi dan waktu gelatinisasi yang lebih cepat dibandingkan
dengan tepung lainnya, tetapi memiliki viskositas suhu rendah (set-back)

21
yang agak rendah. Sementara suhu terjadinya gelatinisasi pada tepung
tapioka, tepung terigu dan tepung beras berturut-turut adalah pada 69,56C,
82,38C dan 85,39C. (Imanningsih, 2012).
Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butir) yang
berbeda-beda. Dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena
mempunyai bentuk, ukuran, letak hilum yang unik, dan juga dengan sifat
birefringent-nya. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula
patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air
yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%. Peniingkatan
volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara 55 0C sampai
7pembengkakakn ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula.
Granula pati dapat dibuat membengkak luarbiasa, tetapi bersifat tidak dapat
kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi.
(Winarno, 2008).
Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap jenis pati dan merupakan
suatu kisaran. Dengan viskosimeter suhu gelatinasi dapat ditentukan,
misalnya pada jagung 62-70oC, beras 68-78oC, gandum 54,5-64oC, kentang
58-66oC, dan tapioka 52-64oC. Suhu gelatinisasi juga dapat ditentukan dengan
polarized microscope. Granula pati mempunyai sifat merefleksikan cahaya
terpolarisasi sehingga dibawah mikroskop terlihat kristal hitam putih. Sifat ini
disebut sifat birefringent. Pada waktu granula mulai pecah, sifat birefringent
ini akan menghilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati dalam
air panas membengkak sedemikian rupa sehingga tidak kembali ke bentuk
normalnya disebut Birefringent End Point Temperature (BEPT). BEPT pada
beras: rendah 55-69oC, medium 70-74oC, dan tinggi 75-77oC (Winarno,
2008).
Jumlah fraksi amilosa-amilopektin sangat berpengaruh pada profil
gelatinisasi pati. Amilosa memiliki ukuran yang lebih kecil dengan struktur
tidak bercabang. Sementara amilopektin merupakan molekul berukuran besar
dengan struktur bercabang banyak dan membentuk double helix. Saat pati
dipanaskan, beberapa double helix fraksi amilopektin merenggang dan
terlepas saat ada ikatan hidrogen yang terputus. Jika suhu yang lebih tinggi

22
diberikan, ikatan hidrogen akan semakin banyak yang terputus, menyebabkan
air terserap masuk ke dalam granula pati. Pada proses ini, molekul amilosa
terlepas ke fase air yang menyelimuti granula, sehingga struktur dari granula
pati menjadi lebih terbuka, dan lebih banyak air yang masuk ke dalam
granula, menyebabkan granula membengkak dan volumenya meningkat.
Molekul air kemudian membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil
gula dari molekul amilosa dan amilopektin. Di bagian luar granula, jumlah air
bebas menjadi berkurang, sedangkan jumlah amilosa yang terlepas
meningkat. Molekul amilosa cenderung untuk meninggalkan granula karena
strukturnya lebih pendek dan mudah larut. Mekanisme ini yang menjelaskan
bahwa larutan pati yang dipanaskan akan lebih kental. Di samping itu,
perbedaan sifat gelatinisasi juga dikarenakan distribusi berat granula pati.
Makin besar berat molekul, maka gelatinisasi akan terjadi pada suhu yang
lebih rendah dibandingkan dengan yang berat molekulnya lebih rendah.
Penambahan 1% garam dapat menunda suhu puncak gelatinisasi dan
meningkatkan suhu gelatinisasi secara bermakna. penambahan garam
menyebabkan peningkatan suhu puncak gelatinisasi. Namun, penambahan
protein cenderung akan menurunkan suhu puncak. Ada tidaknya air. Air
digunakan untuk membuat pati tergelatinisasi dan juga untuk mendenaturasi
protein, sehingga sebelum suhu gelatinisasi yang seharusnya terjadi, yakni
pada suhu 76C (pada kontrol), air sudah digunakan seluruhnya
(Imanningsih, 2012).
Selain konsentrasi, pembentukan gelatinisasi ini dipengaruhi oleh pH.
Pembentukan gelatinisasi optimum pada pH 4-7. Bila pH terlalu tinggi,
pembentukan akan semakin cepat tercapai tapi cepat turun lagi, sedangkan
bila ph terlalu rendah terbentuknya gelatinisasi lambat dan apabila panas
diteruskan, viskositas akan turun lagi. Pada pH 4-7 kecepatan pembentukan
gelatinisasi lebih lambat daripada pH 10, tapi bila pemanasan diteruskan,
viskositas tidak berubah (Winarno, 2008).
Pada Tabel 1.3 diperoleh hasil pengamatan granula pati maizena dan
tapioka setelah dilakukan perlakuan berbagai suhu dan diamati di bawah
mikroskop. Sampel yang digunakan adalah tepung maizena dan tepung
tapioka dengan perlakuan suhu yaitu suhu ruang, 40 oC 50 oC, 60oC, 70oC,

23
75oC 80oC dan 85oC. Pada masing-masing perlakuan suhu ini diamati keadaan
granula patinya. Dapat dilihat pada Tabel 1.3 bahwa granula pati tepung
tapioka pada suhu kamar hingga suhu 65 oC terus membesar. Sedangkan pada
suhu 70oC granula pati tepung tapioka pecah, dan pada rentang suhu
selanjutnya, kenampakan fisik pati semakin mengental. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa suhu gelatinisasi pati tepung tapioka adalah diantara
70oC. Hal ini sesuai dengan teori bahwa menurut Imanningsih (2012), suhu
gelatinisasi pati tepung tapioka yaitu 69,56oC.
Sedangkan pada pati tepung maizena pada rentang suhu kamar-65oC
granula pati semakin membesar ukurannya. Dan mulai menunjukkan aktivitas
gelatinisasi pada suhu 70oC, ditandai dengan pecahnya granula pati, dan telah
menunjukkan tergelatinisasi hingga suhu 85oC. Dapat disimpulkan bahwa
suhu gelatinisasi pati tepung maizena berkisar antara 65-80oC. Hal ini telah
sesuai dengan teori karena menurut Koswara (2009), suhu gelatinisasi tepung
maizena berkisar 62 70oC.

E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum Acara I Karbohidrat, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Sukrosa merupakan disakarida yang stabil pada keadaan basa namun tidak
stabil pada keadaan asam.
2. Glukosa merupakan monosakarida yang stabil pada keadaan asam namun
tidak stabil pada keadaan basa.
3. Suhu gelatinisasi pati tepung tapioka adalah 69,56oC, sedangkan pati
tepung maizena adalah 62-70oC. Pada percobaan diperoleh suhu
gelatinisasi pati tepung tapioka dan tepung maizena adalah 70oC.

24
DAFTAR PUSTAKA

Asif, H. M.; Muhammad Akram; Tariq Saeed. 2011. Carbohydrates. International


Research Journal of Biochemistry and Bioinformatics Vol. 1(1) pp. 001-
005, February 2011.
Claudia, Ana, dkk. 2004. Sucrose hydrolysis catalyzed by auto-immobilized
invertase into intact cells of Cladosporium cladosporioides. Biochemical
Engineering Journal. Vol. 17. No. 4-7. Hal: 873-880.
Edahwati, Luluk. 2010. Perpindahan Massa Karbohidrat Menjadi Glukosa dari
Buah Kersen dengan Proses Hidrolisis. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik.
Vol. 10. No. 1. Hal: 1-5.
Imanningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi beberapa Formulasi Tepung-
Tepungan untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Panel Gizi Makan. Vol. 35.
No. 1. Hal: 13-22
Kelly L., Pepper U. 2009. A survey of integral alpha-helical membrane
proteins. Jurnal Struct Funct Genomics 10(4): 269-80
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori dan Praktek).
eBook Pangan.
Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.
McMahon, J. Anthony., Matthew H. Scheel. 2010. Glucose Promotes Controlled
Processing Matching, Maximizing, and Root Beer. Journal Judgment
and Decision Making. Vol. 5 No. 6. Hal: 450457.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonsesia Press.
Jakarta.
Razak, Rahman Abd., Ni Ketut Sumarni., Basuki Rahmat. 2012. Optimalisasi
Hidrolisis Sukrosa Menggunakan Resin Penukar Kation Tipe Sulfonat.
Jurnal Natural Science. Vol. 1. No. 1. Hal: 119-131.
Richana, Nur., Suarni. 2006. Teknologi Pengolahan Jagung. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen. Bogor.
Shah, Jinehi T Dan Ajit V Pandya. 2013. Estimation Of The Quantity Of
Carbohydrate Content In Potato (Solanum Tuberosum). International
Journal of Green and Herbal Chemistry, Vol. 2, No. 2, 285-288.
Sudarmadji, Slamet., Bambang Haryono., Suhardi. 2010. Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Toha, Abdul Hamid A. 2001. Biokimia : Metabolisme Biomolekul. ALFABETA.
Bandung.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Terbaru. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

25
DOKUMENTASI

Gambar 1.4 Pati Tepung Tapioka dan Maizena

Gambar 1.5 Pemanasan tepung maizena

Gambar 1.6 larutan glukosa sebelum pemanasan

26
Gambar 1.7 Larutan glukosa dan sukrosa setelah pemanasan

27

You might also like