You are on page 1of 19

ACARA II

PROTEIN

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Analisa Pangan Acara III Protein adalah supaya
mahasiswa :
1. Mengetahui prinsip penentuan kadar protein total pada bahan pangan
dengan metode Kjeldahl.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kandungan protein dalam bahan
pangan.
3. Mengetahui kandungan protein pada berbagai macam biskuit yang ada di
pasaran dengan metode Kjeldahl.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Protein adalah zat yang mengandung nitrogen yang
dibentuk oleh asam amino. Protein berfungsi sebagai utama komponen
struktural dari otot dan jaringan lain dalam tubuh. Selain itu, protein
digunakan untuk memproduksi hormon, enzim dan hemoglobin. Protein
dapat juga dapat digunakan sebagai energi, namun bukan menjadi pilihan
utama. Apabila protein akan digunakan oleh tubuh, protein perlu
dimetabolisme ke dalam bentuk yang paling sederhana, yaitu asam amino.
Ada 20 asam amino yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan metabolisme
manusia. Dua belas asam amino ini (sebelas pada anak-anak) dapat
disintesis oleh tubuh kita dan tidak perlu dikonsumsi dalam bentuk
makanan (Hoffman et al., 2004).
Proses penentuan kadar protein kasar menggunakan metode
Kjeldahl-Mikro memiliki prinsip penetepan kadar protein berdasarkan
oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi asam membentuk
ammonium sulfat. Larutan dibuat menjadi basa, dan ammonia diuapkan
untuk kemudian diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen yang
terkandung dalam laruta dapat ditentukanjumlahnya dengan titrasi
menggunakan HCL 0,02 N. Analisi protein juga dapat dilakukan dengan
metode Biuret untuk menentukankadar protein suatu larutan. Dalam
larutan basa Cu 2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptide (-CO-
NH-) suatu protein yang menghasilkan warna ungu dengan absorbansi
maksimum pada 540 nm (Apriyantono dkk, 1989).
Pada penentuan kadar protein total menggunakan metode Kjeldahl,
terdapat berbagai reaksi yang berlangsung. Pertama-tama, proses destruksi
sampel berlangsung dengan penambahan asam sulfat (H 2SO4) dan katalis,
dimana unsur organik di dalamnya teroksidasi menjadi asam karbonat.
Nitrogen yang dilepaskan dalam bentuk ammonium, membentuk
ammonium sulfat dengan asam sulfat. Dalam proses destruksi, nitrogen
dalam bahan pangan dikonversi menjadi ammonia, dan unsur organik
lainnya dikonversi menjadi CO2 dan H2O. Gas ammonia tidak dibebaskan
dalam larutan asam karena ammonia berada dalam bentuk ion ammonia
(NH4+) dan mengikat dengan ion sulfat (SO 42-) sehingga tetap dalam
bentuk larutan. Reaksi dalam tahap destruksi ialah sebagi berikut:

N (bahan pangan) (NH4)2SO4


Unsur organik + H2SO4 CO2+H2O + (NH4)2SO4 + SO2
Di bawah pengaruh basa yang dibuat oleh ammonium sulfat,
ammonia dibebaskan dan didestilasi ke dalam larutan asam borat yang
sudah diketahui molaritasnya. Larutan dalam labu destruksi kemudian
dibuat alkalis dengan penambahan NaOH Na-tiosulfat yang mengkonversi
ammonium sulfat menjadi gas ammonia, dengan reaksi sebagai berikut:
(NH4)2SO4 + 2NaOH 2NH3 +2H2O + Na2SO4
Gas ammonia yang terbentuk dibebaskan dari larutan dan
berpindah dari labu destruksi ke labu penampung yang berisi asam borat.
pH rendah pada larutan asam borat dalam labu penampung mengubah gas
ammonia menjadi ion ammonium yang selanjutnya mengubah asam borat
menjadi ion borat dengan reaksi sebagai berikut:
NH3 + H3BO3 (asam borat) NH4+ + H2BO3- (ion borat)
Kadar nitrogen kemudian diukur dengan titrasi ammonium borat
yang terbentuk oleh larutan standar asam klorida (HCl), menggunakan
indikator yang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi, yang
ditunjukkan oleh reaksi sebagai berikut:
H2BO3- + H+ H3BO3
NH4H2BO3 + 2HCl 2NH4Cl + 2 H3BO3
Dengan menggabungkan tahap reaksi selama proses destilasi dan
titrasi, persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi:
2NH3 + 2HCl 2NH4Cl

Ketika jumlah nitrogen sudah ditentukan, kadar nitrogen tersebut


dikonversi menjadi kadar protein dengan menggunakan persamaan dan
faktor konversi yang tepat (Mihaljev et al., 2015).

Jumlah nitrogen ditentukan dengan analisis Kjeldahl secara


tradisional digunakan sebagai acuan untuk menetapkan nilai-nilai protein
dalam bahan. Pemulihan nitrogen lebih besar dari 98%. Ketika analisis
Kjeldahl dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat dan asam
amino, meskipun tidak ada dasar yang pasti standar tersedia yang memadai
meniru bervariasi sumber nitrogen dalam produk susu dan kompleksitas
berbagai matriks. Pilihan Kjeldahl untuk menentukan referensi nilai-nilai
didasarkan pada penggunaan sejarah, penerimaan umum dalam industri
susu, kebenaran dari prinsip analitis, presisi dan akurasi dugaan, dan
kurangnya alternatif yang sesuai seperti standar referensi utama (Lynch et
al., 1999).
Metode Kjeldahl adalah metode referensi internasional yang
digunakan pada makanan dan pakan, yang paling umum digunakan uji
kadar protein. Metode ini memiliki kekurangan analitis selektivitas untuk
protein karena mengukur protein berdasarkan isi total nitrogen dan tidak
membedakan berbasis protein nitrogen dari non-protein nitrogen. Dasar
dari Metode Kjeldahl adalah pencernaan sampel dengan asam sulfat
dengan adanya katalis. Organik nitrogen dikurangi menjadi ammonium
sulfat, yang disuling di hadapan natrium hidroksida, membebaskan gas
amonia. Distilat dikumpulkan menjadi asam borat dan borat anion yang
terbentuk dititrasi dengan asam klorida standar solusi. Asam diperlukan
untuk titrasi digunakan untuk menghitung nitrogen konten dalam sampel
(Pavel et al., 2013).
2. Tinjauan Alat dan Bahan
Pemisahan secara destilasi pada prinsipnya adalah metode
pemisahan yang didasarkan karena adanya perbedaan titik didih antara
komponen-komponen yang akan dipisahkan. Secara teoritis bila perbedaan
titik didih antar komponen makin besar maka pemisahan dengan cara
destilasi akan berlangsung makin baik yaitu hasil yang diperoleh makin
murni. Destilasi digunakan untuk menarik senyawa organik yang titik
didihnya dibawah 250C. Pendestilasian senyawa dengan titik didih terlalu
tiggi dikhawatirkan akan merusak senyawa yang didestilasikan
diakibatkan terjadinya oksidasi dan dekomposisi (peruraian)
(Ibrahim dan Marham, 2013).
Pada tahap tirasi dalam metode Kjeldahl digunakan indikator
MRMB (methylene red methylene blue) dan larutan HCl. Menurut
Hafiludin (2011), indikator MRMB bersifat amfoter yaitu bisa bereaksi
dengan asam maupun basa, berfungsi sebagai tanda perubahan warna yang
mengakhiri proses titrasi. Sedangkan, larutan HCl berfungsi sebagai titran
yang dapat digunakan untuk mengetahui jumlah asam borat yang bereaksi
dengan ammonia serta mengetahui jumlah nitrogen dalam sampel.
Biskuit merupakan salah satu jenis makanan kering yang digemari
masyarakat. Biskuit dicirikan oleh tingginya kadar gula dan shortening
serta rendahnya kandungan air dalam adonan. Pada proses pembuatan
biskuit marie relatif mudah jika dibandingkan dengan pembuatan biskuit
jenis lainnya, seperti biskuit adonan fermentasi dan biskuit adonan lunak
(Nurdjanah dkk, 2014).
C. Metodologi
1. Alat
a. Buret
b. Destilator
c. Erlenmeyer
d. Gelas ukur
e. Labu destruksi (labu Kjeldahl)
f. Mortar
g. Neraca analitik
h. Kompor listrik
i. Penjepit
j. Pipet tetes
k. Pipet Volume
l. Propipet
2. Bahan
a. Aquades
b. H2SO4 pekat
c. Indikator MRMB (Metil Red Metil Blue)
d. Katalis campuran (Tablet Kjeldahl)
e. Larutan asam borat 4%
f. Larutan HCl 0,1 N
g. NaOH Na-tiosulfat
h. Sun mari susu (Sampel D)
i. Milna biskuit bayi rasa pisang (Sampel B)
j. Promina biskuit risk kacang hijau (Sampel C)
k. Sun susu madu (Sampel A)
l. Milna toddler biskuit cheesse (Sampel E)
3. Cara Kerja (flowchart)

a. Destruksi

0,3 gr
Penumbukan sampai halus
bahan

1 buah
Pemasukkan dalam labu Kjeldahl
katalis + 10
ml H2SO4

Destruksi hingga jernih

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahap Destruksi Metode Kjeldahl


b. Destilasi
Pemindahan hasil destruksi ke labu
destilasi

50 ml
Penambahan untuk pengenceran
aquades

30 ml larutan NaOH Penambahan dilakukan perlahan


Na-tiosulfat melalui dinding tabung

Distilat

Penampungan di erlenmeyer berisi 14


ml larutan asam borat 4%

Gambar 3.2 Diagram Alir Tahap Destilasi Metode Kjeldahl

c. Titrasi
Distilat

3 tetes Penambahan ke dalam distilat


MRMB

Pentitrasian sampai terjadi


HCl 0,1 N
perubahan warna

Gambar 3.3 Diagram Alir Tahap Titrasi Metode Kjeldahl

D. Hasil dan Pembahasan


Protein merupakan polimer asam amino. Terdapat puluhan asam amino
berbeda menyusun protein alami. Protein dibedakan satu sama lain
berdasarkan tipe, jumlah dan susunan asam aminonya. Perbedaan ini
menyebabkan perbedaan struktur molekuler, kandungan nutrisi dan sifat
fisikokimia. Protein penting dalam makanan, karena protein merupakan
sumber energi sekaligus mengandung asam-asam amino esensial seperti
lysine, tryptophan, methionine, leucine, isoleucine dan valine (esensial berarti
penting bagi tubuh, namun tidak bisa disintesis dalam tubuh) (Herowati,
2004).
Sampel yang akan dianalisis kadar proteinnya dengan metode Kjeldahl
harus dihancurkan (destruksi) dahulu secara sempurna, sehingga seluruh
karbon dan hidrogen teroksidasi dan nitrogen diubah menjadi ammonium
sulfat. Proses penghancuran ini dilakukan dengan menambahkan asam kuat
pekat (asam sulfat) ke dalam contoh dan proses pemanasan pada suhu tinggi,
sehingga dihasilkan larutan berwarna jernih yang menganding ammonium
sulfat. Untuk mempercepat penghancuran ini, ditambahkan juga katalisator.
Selanjutnya ammonium sulfat dinetralkan dengan menggunakan alkali pekat
dan didestilasi, destilat ditampung ke dalam gelas beker yang berisi larutan
asam borat. Ion borat ini kemudian dititrasi dengan menggunakan asam
standar. Dari penjelasan tersebut, maka metode Kjeldahl dapat dibagi menjadi
3 tahapan, yaitu tahap penghancuran (destruksi), netralisasi dan destilasi, serta
titrasi (Andarwulan dkk., 2011).
Tahapan pertama penentuan kadar protein ini yaitu destruksi. Prinsip
destruksi merupakan proses merusak pada struktur sekunder dan tersier
protein dengan menambahkan asam kuat pekat. Destruksi merupakan proses
pengubahan N protein menjadi ammonium sulfat, pada proses dekstruksi
seluruh karbon dan hidrogen teroksidasi dan nitrogen diubah menjadi
ammonium sulfat. Proses penghancuran ini dilakukan dengan menambahkan
asam kuat pekat (asam sulfat) dan proses pemanasan pada suhu tinggi,
sehingga dihasilkan larutan berwarna jernih yang mengandung ammonium
sulfat. Untuk mempercepat penghancuran ini, ditambahkan juga katalisator
Tahap kedua dari penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl
adalah destilasi. Pada tahap ini (NH4)2SO4 yang terbentuk akan dipecah
menjadi ammonia (NH3). Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau
larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Sampel hasil destruksi
dimasukkan kedalam labu destilasi dan ditambah aquades 50 mL.
Penambahan aquades bertujuan untuk pengenceran sampel agar tidak terlalu
pekat. Pengenceran dilakukan untuk mengurangi kehebatan reaksi bila
ditambah larutan alkali. Kemudian larutan ditambah 30 mL NaOH dan Na
Tiosulfat dengan cepat melalui dinding tabung. Sampel harus dimasukkan
terlebih dahulu kedalam alat destilasi sebelum NaOH, karena untuk
menghindari terjadinya superheating. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk
memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam
keadaan asam. Kemudian sampel dihubungkan ke destilator.
Destilat yang keluar selanjutnya ditampung dalam larutan asam
standar, dalam percobaan kali ini menggunakan asam borat 4% sebanyak 14
ml dalam erlenmeyer 100 mL. Destilat ditampung sampai pada tanda tera
40ml. Sebelum titrasi ditambahkan indikator MRMB (Metil Red Metil Blue)
untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Hasil destilasi (uap NH3 dan
air) ditangkap oleh larutan H3BO3 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan
membentuk senyawa (NH4)3BO3. Senyawa ini dalam suasana basa akan
melepaskan NH3. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka
diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam
borat. Penyulingan dihentikan jika semua N sudah tertangkap oleh asam borat
dalam labu erlenmeyer atau hasil destilasi tidak merubah kertas lakmus merah
serta menghasilkan larutan berwarna hijau jernih. Ujung selang dibilas dengan
aquades, agar tidak ada amonia yang tertinggal di selang. Reaksi yang terjadi
pada tahap destilasi adalah :
(NH4)SO4 + NaOH Na2SO4 + 2 NH4OH
2NH4OH 2NH3 + 2H2O
4NH3 + 2H3BO3 2(NH4)2BO3 +H2
Tahap ketiga adalah proses titrasi, titrasi merupakan tahap akhir pada
penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl. Dengan prinsip
stoikiometri, banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia (N) dapat
diketahui dengan volume HCl 0,1 N yang dibutuhkan destilat. Titik akhir
titrasi dihentikan sampai larutan berubah dari hijau menjadi biru tua (ungu).
Jumlah asam klorida yang digunakan untuk titrasi setara dengan jumlah gas
NH3 yang dibebaskan dari proses destilasi. Kadar N total diperoleh dari hasil
titrasi blanko dikurangi titrasi sampel. Kadar nitrogen kemudian diukur
dengan titrasi ammonium borat yang terbentuk oleh larutan standar asam
klorida (HCl), menggunakan indikator yang cocok untuk menentukan titik
akhir titrasi, yang ditunjukkan oleh reaksi sebagai berikut:
H2BO3- + H+ H3BO3
NH4H2BO3 + 2HCl 2NH4Cl + 2 H3BO3
Persamaan sederhana reaksi tahap reaksi selama proses destilasi dan titrasi
adalah
2NH3 + 2HCl 2NH4Cl
Ketika jumlah nitrogen sudah ditentukan, kadar nitrogen tersebut dikonversi
menjadi kadar protein dengan menggunakan persamaan dan faktor konversi
yang tepat (Mihaljev et al., 2015).

Tabel 3.1 Data Hasil Kadar Protein dari Metode Kjeldahl


Berat ml ml %
ml
Sampel sampel titran titran N HCl FK Protein
titran
(g) awal akhir (wb)
A 0,3095 2,5 4,3 1,8 4,641
B 0,3064 4 5,3 1,3 3,386
C 0,3141 0 1,7 1,7 0,1 5,7 4,319
D 0,3006 4,5 6,7 2,2 5,840
E 0,3075 - - - -
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan sampel:
A = Sun susu madu
B = Milna biskuit bayi rasa pisang
C = Promina biskuit risk kacang hijau
D = Sun mari susu
E = Milna toddler biskuit cheese
Dari hasil praktikum ini diperoleh kadar protein dalam wet basis pada
sampel beberapa merk biskuit bayi. Dengan menggunakan perhitungan
rumus :
% protein (wb) = x 100%

Pada sampel A (Sun susu madu) diperoleh kadar protein sebesar 4,641%
(wb), sampel B (Milna biskuit bayi rasa pisang) sebesar 3,386% (wb), sampel
C (Promina biskuit risk kacang hijau) sebesar 4,319% (wb), sampel D (Sun
mari susu) sebesar 5,840% (wb) dan pada sampel E tidak dapat dihitung
kadar proteinnya. Sedangkan ditinjau dari tabel informasi gizi pada kemasan
produk sampel biskuit, dapat diketahui kadar protein (%wb) pada sampel A
sebesar 5,184%, sampel B sebesar 9,174%, sampel C sebesar 9,524%, sampel
D sebesar 8,333% dan sampel E sebesar 9,091%. Data hasil percobaan kadar
protein sampel A, B, C dan D yang diperoleh tidak sesuai atau lebih rendah
dari pada informasi yang tertera pada kemasan sampel. Menurut Amin et al.
(2004), hal ini dapat terjadi karena perlakuan pada sampel bahan pangan,
seperti penyimpanan pada suhu tinggi, perlakuan pendahuluan pada sampel
(pada praktikum ini, sampel ditumbuk/diremukan) sehingga protein
terdenaturasi.Pada sampel E, penentuan kadar protein tidak dapat dihitung,
karena ketidak hati-hatian praktikan dalam melakukan prosedur percobaan.
Pada saat penuangan NaOH Natiosulfat ke dalam labu destilat tidak hati-hati
melalui dinding tabung, sehingga sampel bereaksi tidak sempurna, dan
setelah didestilasi dan diberi indikator MRMB destilat sampel E berubah
menjadi ungu (seharusnya hijau) yang berarti tidak terdapat nitrogen pada
destilat, sehingga tidak dapat dititrasi.

Metode Kjeldahl mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian.


Keuntungan dari metode Kjeldahl diantaranya adalah metode Kjeldahl
digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan metode standar
dibanding metode lain, sifatnya yang universal, presisi tinggi dan
reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak digunakan untuk penetapan
kadar protein (Lynch et al., 1999). Sedangkan menurut Pavel et al.(2013)
metode Kjeldahl memiliki kekurangan analitis selektivitas, yakni metode ini
tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, hanya berupa protein
kasar yang mengidentifikasi senyawa dengan gugus N, sedangkan tidak semua
nitrogen dalam makanan bersumber dari protein, protein yang berbeda
memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu asam amino
yang berbeda, penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian
juga beberapa katalis serta teknik ini membutuhkan waktu lama.
Pada tahap destruksi, sampel dimasukkan kedalam labu Kjeldahl dan
ditambah dengan katalis atau tablet Kjeldahl. Katalis terbuat dari campuran
HgO dan K2SO4, yang berfungsi untuk mempercepat reaksi yang terjadi dalam
labu Kjeldahl sehingga proses destruksi berjalan lebih cepat dan menaikkan
titik didih asam sulfat. Setelah itu ditambahkan 40 mL H2SO4 ke dalam labu
Kjeldahl. Penambahan H2SO4 pekat dilakukan dalam ruang asam berfungsi
untuk menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi SO2 yang
sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh.
Asam sulfat pekat berfungsi untuk mendestruksi protein menjadi unsur-
unsurnya. Reaksi yang terjadi pada tahap destruksi adalah :
HgO + H2SO4 HgSO4 + H2O
2HgSO4 Hg2SO4 + SO2 +2On
Hg2SO4 + 2H2SO4 2HgSO4 + 2H2O + SO2
(CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4 + SO2 (Rohman, 2013).
Pada tahap destilasi, digunakan aquades, larutan NaOH Na-tiosulfat,
dan asam borat sebagai penampung destilat. Dijelaskan oleh Hafiludin (2011)
bahwa aquades digunakan untuk mengencerkan sampel yang telah didestruksi,
larutan NaOH Na-tiosulfat berfungsi untuk memberikan suasana basa karena
reaksi tidak dapat berlangsung dalam suasana asam dan untuk memecah
ammonium sulfat menjadi ammonia (NH3), sedangkan asam borat berfungsi
untuk menangkap ammonia yang dibebaskan dalam bentuk gas dan bersifat
basa.
Dalam perhitungan kadar protein bahan, terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi kadar protein. Pemanasan berlebihan dalam waktu yang lama
pada bahan pangan dapat mendenaturasi protein. Kadar protein yang terukur
juga dapat dipengaruhi oleh kadar air yang hilang dari bahan, semakin banyak
air yang terdehidrasi semakin besar kadar proteinnya. Kadar protein dalam
bahan pangan juga dipengaruhi oleh jumlah bahan-bahan yang ditambahkan
dalam pangan, contohnya penambahan garam menyebabkan molekul protein
terpotong menjadi molekul yang lebih kecil ( Pratama dkk, 2014). Sedangkan
dalam metode Kjeldahl, nitrogen hasil perhitungan menggambarkan kadar
protein dalam bahan, senyawa dengan kandungan N dalam bahan akan
terdeteksi sebagai protein. Sedangkan, total nitrogen maupun kadar protein
dalam bahan juga dipengaruhi jumlah, ukuran sampel dan perlakuan
pendahuluan terhadap sampel (Amin et al., 2004). Selain faktor tersebut
Weaver et al. (2014) juga menjelaskan, pengaplikasian arus listrik pada bahan
pangan dapat menyebabkan denaturasi dan inaktivasi protein, karena ikatan
hidrofobik dan interaksi elektrostatiknya hancur, sehingga kadar protein dalam
bahan pangan pun menurun. Faktor-faktor diatas akan mempengaruhi kadar
protein dalam suatu bahan pangan.
Aplikasi penentuan kadar protein dalam bahan pangan menurut
Estiasih dan Ahmadi (2009) adalah untuk mengetahui informasi nilai gizi dari
suatu bahan pangan yang dikonsumsi, pengoptimalan mutu bahan, juga pada
pengemasan dan umur simpan. Selain itu analisis kadar protein juga
bermanfaat untuk mengetahui pengaruh perlakuan tertentu pada bahan
terhadap kadar protein, dalam Almasyhuri dkk (1999) telah diteliti bahwa
fermentasi akan meningkatkan kadar protein pada singkong dari 2,1% menjadi
4,7%.
E. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Analisa Pangan Acara III Protein ini
adalah:
1. Prinsip metode Kjeldahl adalah oksidasi bahan-bahan berkarbon dan
konversi nitrogen menjadi ammonia. Ammonia bereaksi dengan kelebihan
asam membentuk ammonium sulfat. Kemudian larutan dibasakan dan
ammonia diuapkan dan diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen dalam
larutan ditentukan dengan titrasi menggunakan larutan asam klorida encer.
Metode Kjeldahl ada 3 tahapan, yaitu penghancuran (destruksi), netralisasi
dan destilasi, serta titrasi.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan protein dalam bahan pangan
yakni jumlah sampel, ukuran sampel, perlakuan pendahuluan,
pengaplikasian arus listrik, kadar air sampel, perlakuan pemanasan, lama
penyimpanan, dan penambahan bahan-bahan dalam pangan.
3. Kadar protein total dari hasil praktikum pada sampel A (Sun susu madu)
ialah 4,641%, sampel B (Milna biscuit bayi rasa pisang) sebesar 3,386%,
sampel C (Promina biskuit risk kacang hijau) sebesar 4,319%, sampel D
(Sun mari susu) sebesar 5,840%, sampel E (Milna toddler biskuit cheese)
tidak dapat dihitung kandungan proteinnya. Kandungan protein tertinggi
terdapat pada sampel D dan kandungan protein terendah pada sampel B.
Pada sampel E tidak dapat dianalisis kadar proteinnya karena terjadi
kesalahan prosedur analisis oleh praktikan.
DAFTAR PUSTAKA

Almasyhuri, Endi Ridwan, Heru Yuniati dan Hermana. 1999. Pengaruh


Fermentasi Terhadap Kandungan Protein dan Komposisi Asam Amimo
dalam Singkong. Jurnal Litbang Vol. 22 Hal. 55-61.
Amin, Mohammad and T. H. Flowers. 2004. Evaluation of Kjeldahl Digestion
Method. Journal of Science Research Vol. 15, No. 2, Hal. 159-179.
Andarwulan, Nuri, Feri Kusnandar, Dian Herawati. 2011. Analisis Pangan.
Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Apriyantono, Anton, Dedi F., Ni Luh P., Sedarnawati, Slamet B. 1989. Petunjuk
Laboratorium Analisis Pangan. Bogor : IPB.
Hafiludin. 2011. Karakteristik Proksimat dan Kandungan Senyawa Kimia Daging
Putih dan Daging Merah Ikan Tongkol (Euthynnus affinis). Jurnal
Kelautan Vol. 4, No. 1, Hal. 1-10.
Hoffman, Jay R. and Michael J. Falvo. 2004. Protein-Which is Best?. Journal of
Sports Science and Medicine Vol. 3, No. 1, Hal. 118-130.
Ibrahim, Sanusi dan Marham Sitorus. 2013. Teknik Laboratorium Kimia Organik.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Lynch, Joanna.M and David M. Barbano. 1999. Kjeldahl Nitrogen Analysis as a
Reference Method for Protein Determination in Dairy Products. Journal of
AOAC International Vol. 82, No. 6, Hal. 1389-1398.
Mihaljev, eljko A., Sandra M. Jakic, Nadeda B. Prica, eljko N. Cupic, Milica
M. ivkov-Balo. 2015. Comparison of the Kjeldahl Method, Dumas
Method and NIR Method for Total Nitrogen Determination in Meat and
Meat Products. Journal of Agroalimentary Processes and Technologies
Vol. 21, No. 4, 365-370.
Nurdjanah, Siti. Sussi Astuti, Nanti Musita, Tri Febriyaningsih. 2014. Sifat
Sensory Biskuit Berbahan Baku Tepung Jagung Ternikstamalsasi Dan
Terigu. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 19 No.2.
Pavel, Crenguta-Ioana, L.Al. Marghitas, Victoria Bonta, Cristina M. Mihai,
Lavinia I. Tomos. 2013. Determination of Total Protein Content in Royal
Jelly: A Comparison of the Kjeldahl, the Bradford and the Lowry
Methods. Lucrri tiinifice-Seria Zootehnie Vol. 59. No. 6, Hal. 209-212.
Pratama, Rusky Intan, Iis Rostini, Evi Liviwaty. 2014. Karakteristik Biskuit
dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Jangilus (Istiphorus Sp.). Jurnal
Akuatika Vol. 5, No. 1, Hal. 30-39.
Rohman, Abdul. 2013. Analisis Komponen Makanan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Weaver, Connie M, Jose Ordovas, Johanna Dwyer, David Schnakenberg, Victor L
Fulgoni III, Janet C King, Gilbert A Leveille, Ruth S MacDonald. 2014.
Processed Foods: Contributions to Nutrition. Journal of Clinical Nutrition
Vol. 51, No. 99, Hal. 1525-1542.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

% protein (wb) = x 100%

Diketahui:
FK = 5,7 ml titran A = 1,8 Berat sampel A = 0,3095 g
N HCl = 0,1 N ml titran B = 1,3 Berat sampel B = 0,3064 g
ml titran C = 1,7 Berat sampel C = 0,3141 g
ml titran D = 2,2 Berat sampel D = 0,3006 g
ml titran E = - Berat sampel E = 0,3075 g

% protein sampel A = x 100% = 4,641 %

% protein sampel B = x 100% = 3,386 %

% protein sampel C = x 100% = 4,319 %

% protein sampel D = x 100% = 5,840%

% protein sampel E =

Kadar protein % (wb) berdasarkan informasi gizi pada kemasan

Sampel A =

Sampel B =

Sampel C =
Sampel D =

Sampel E =
DOKUMENTASI

Gambar 2.1 Larutan sampel,


Gambar 2.2 Tahap Destruksi
katalis dan asam sulfat pekat

Gambar 2.4 Destilat + indikator


Gambar 2.3 Tahap Destilasi MRMB

Gambar 2.5 Hasil titrasi dengan 0,1 N HCl

You might also like