You are on page 1of 9

SINEMATOGRAFI PENDIDIKAN

ALUR CERITA DAN KARAKTER

OLEH
KELOMPOK 4:
INNA NUR KHASANAH NIM 1411021005
NI LUH PUTU SUANIASIH NIM 1411021009
MARYANI NINGSIH NIM 1411021027
DIOLIA BOANGMANALU NIM 1411021033
ALYA SARASWATI NIM 1511023001

JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
APRIL 2017
A. Inti Cerita
Dalam suatau tayangan sinetron ada ide utama atau ide pokok yang
disampaikan oleh penulis naskah. Ide pokok di dukung oleh ide-ide penunjang
yang saling berkaitan dan berkesinambungan antara satu ide dengan ide yang
lainnya. Ide pokok itulah yang menjadi inti ceritea sebuah sinetron. Inti cerita
(premise) akan menjadi dasar dalam membentuk alur atau plot cerita (plotline).
Ini cerita bawang merah dan bawang putih adalah kehidupan dua
bersaudara dengan karakter yang bertolak belakang. Salah seorang tokoh
berwatak baik, jujur, bijaksana, pekerja keras, bertanggung jawab, disiplin, dan
berbagai sifat baik, sedangkan disisi lain tokoh lain berwatak sebaliknya. Inti dari
cerita malin kundang adalah seorang anak yang durhaka kepada ibunya.
Selanjutkan, setelah inti cerita diketahui, perlu diadakan riset tentang
cerita dan karakternya. Pada saat riset dilakukan penulis naskah sudah memiliki
ide atau garis besar cerita. Ringkasan cerita yang diungkapkan dalam satu kalimat
adalah inti cerita yang akan menjadi dasar untuk membentuk alur cerita. Mabruri
(dalam Tegeh dan Mahadewi, 2016:138) mengemukakan bahwa ketika inti cerita
(premise) diperolah, mulailah menyusun ceritanya. Beberapa hal yang perlu
dipikirkan, antara lain: apa tujuan karakter utama kita, hambatannya, dan
bagaimana cara karakter kita menyelesaikan permasalahan, apa penyebab
masalah, siapa yang membantunya, apa dan siapa yang menghalangi atau
menyulitkan, apakah cerita berakhir, gambaran atau sedih, dan lain-lain. Untuk
akhir cerita atau story ending jangan dipaksakan cerita kita berakhir
menggembirakan, apabila kita merasa bahwa akhir sedih itu lebih wajar.
Demikian sebaliknya, jangan mengakhiri cerita dengan menyedihkan apabila ada
alternatif lain yang lebih menggembirakan.

B. Alur Cerita
Format suatu scenario atau naskah berkaitan dengan medium yang akan
digunakan untuk menayangkannya. Scenario yang ditayangkan untuk sinetron
untuk ditayangkan melalui media televise sebaiknya sepanjang 30 menit atau 60
menit dengan dipotong iklan. Scenario film paling sedikit sepanjang 90 menit.
Menurut Mabruri (dalam Tegeh dan Mahadewi, 2016: 139) struktur
sinema tiga babak adalah fondasi dalam membentuk scenario yang solid untuk
televisi dan film, baik yang panjang maupun pendek. Struktur tiga babak terdiri
atas (1) Babak 1: awal permulaan konflik, (2) babak 2: tengah atau komplikasi
masalah, dan (3) babak 3: akhir resolusi masalah. Dalam istilah bahasa
inggrisketiga babak tersebut dinamakan opening (act 1), middle (act 2), dan end
(act 3). Struktur tiga babak bukan merupakan suatu formula yang menjamin
kesuksesan cerita. Hal ini dapat dianalogkan dengan sebuah lagu, tidak semua
lagu yang didengar akan laris dan menjadi top. Dengan demikian, banyak factor
yang menentukan suatu cerita menjadi menarik atau tidak menarik.
Plot merupakan jalan atau alur ceritadari awal sampai akhir. Sebelum
menulis scenario atau naskah film, sebaiknya penulis naskah mengetahui plotnya.
Kemana tujuan cerita, apa saja masalahnya, dan bagaimana solusnya sudah
diketahui jelas, karena bila hal ini tidak diketahui maka penulis naskah akan
kehilangan ide-ide dalam menyambungkan alur cerita.
Dalam sebuah film yang berdurasi 120 menit, babak 1 (awal permulaan
konflik) mendapat porsi waktu 25%, babak 2 (tengah atau komplikasi masalah)
50%, dan babak 3 (akhir resolusi masalah) 25%. Apabila dalam satu halaman
naskah film disetarakan dengan durasi waktu satu menit, maka untuk film
berdurasi 120 menit dibutuhkan 120 halaman naskah. Dengan demikian, babak 1
dialokasikan waktu 30 menit (30 halaman), babak 2 dialokasikan waktu 60 menit
(60 halaman), dan babak 3 dialokasikan waktu 30 menit (30 halaman). Untuk itu
apabila penulis naskah untuk durasi yang berbeda-beda, dianjurkan untuk tetap
memperhatikan presentase.
Cara terbaik untuk memahami lebih dalam tentang struktur tiga babak
adalah dengan menonton beberapa film sukses dan analisis jalan ceritanya.
Semakin sering menonton beraneka jenis film, maka seseorang dapat
membedakan filnya berhasil atau gagal. Drama tiga babak merupakan jenis drama
stanar yang mudah dalam penggarapannya. Konflik yang ditimbulkan, hubungan
antar karakter dapat memperkokoh tokoh utama untuk mencapai tujuan akhir dari
sebuah cerita.
Menurut Mabruri (dalam Tegeh dan Mahadewi, 2016: 141) Plot tidak
hanya diterjemahkan sebagai alur cerit, tetapi plot juga diartikan sebagai alur
cerita yang direkayasauntuk mencapai kesimpilan tertentu. Hal ini berarti bahwa
satu bagian cerita dari novel, cerpen, cerita perjuangan kemerdekaan, dan lain-lain
dapat dibuat dengan banyak plot, sesuai dengan sudut pandang dan tujuanyang
ingin dicapai.
Dalam sebuah plot utama terdapat subplot (plot yang lebih kecil) yang
mengiringinya dan berfungsi tidak hanya meramaikan cerita, tetapi juga berfungsi
lain untuk memperkuat informasi cerita dan meningkatkan dramatic cerita. Untuk
itu, jika kita menemukan subplot yang tidak menunjang plot utama, harus segera
kita singkirkan agar tidak berkembang menjadi cerita tersendiri yang dapat
mengacaukan dan membingungkan cerita yang sedang dinangun.
Salah satu hal yang membuat film dan sinetron menarik bagi penonton
adalah unsur dramatic sebuah cerita. Dramatik sebuah film merupakan unsur
pendorong agar penonton selalu merasa ingin mengikuti cerita film tersebut
sampai akhir. Keberadaan unsure dramatic sebuah cerita dapat mengunci empati
penonton, misalnya adegan menyeramkan yang terdapat pada film horror, maka
penonton seolah-olah terlibat dan hanyut dalam cerita film. Keberadaan dramatic
cerita dalam sebuah film sangat penting karena dapat menjadikan karya film tidak
monoton dan terkesan datar.
Babak 1 (opening) berisi pengenalan tokoh dan identifikasi masalah serta
resiko yang dihadapinya. Fokus rekayasa pada babak ini adalah membuat
penonton secepatnya memusatkan diri kepada film, membuat penonton bersimpati
kepada protagonist (tokoh baik), dan membuat penonton mengetahui
permasalahan utama tokoh protagonist. Babak 2 (middle) merupaka tahap
dimulainya konflik dan proses penyelesaiannya. Pada babak ini biasanya
mengandung titik serangan (protagonis mengambil keputusan untuk menerjang
hambatan/problema utama), jalan cerita, tokoh protagonist mulai banyak masalah,
dan klimaks (puncak masalah). Babak 3 (end) menampilkan penyelesaian masalah
yang bisa berupa happy ending (akhir yang bahagia), sad ending (akhir yang
menyedihkan), atau open ending (diserahkan kepada penonton, artinya penonton
sendiri yang menafsirkan akhir cerita tersebut).
Menurut Sayuti (dalam Noor) menyatakan bahwa dilihat dari segi
penyusunan peristiwa yang membentuknya terdapat dua jenis alur yang terdiri
dari :
1. Alur progresif atau alur kronologis yaitu : cerita benar benar dimulai dari
eksposisi, melampaui kompleksitas dan klimaks yang berawal dari konflik
tertentu, dan berakhir pada pemecahan atau denouement.
2. Alur regresif atau alur flash back atau sorot balik yaitu : cerita dapat saja
dimulai dengan konflik tertentu, kemudian diikuti eksposisi lalu diteruskan
komplikasi tertentu, mencapai klimaks dan menuju pemecahan dan dapat pula
dinilai dengan bagian-bagian lain yang divariasikan.

C. Bionomi dan Fisiognomi Karakter


Menurut Mabruri (dalam Tegeh dan Mahadewi, 2016:142) Yang dimaksud dengan
bionomi adalah riwayat hidup, kebiasaan, pemuliaan, dan adaptasi dari sebuah
organism (makhluk hidup), sedangkan fisiognomi adalah ilmu wajah
(penggambaran kualitas hidup watak dan sikap seseorang). Ada pula yang
menyebutkan bahwa bionomi adalah cirri kehidupan dan fisiognomi adalah ciri
fisik. Menurut Juliasmi dkk (2012) Fisiognomi, berasal dari kata Inggris
Physiognomy. Fisiognomi adalah seni membaca wajah dengan mengamati bentuk
mata, hidung, alis, bibir dan lainya. Ilmu ini memungkin kita untuk membaca
bagian wajah yang dapat menyampaikan defenisi karakter dari manusia. Dalam
sebuah skenario, karakter mencerminkan penaran, keterampilan, emosi, dan tugas-
tugas yang di emban seorang tokoh dalam film. Melalui wajah kita dapat
mengetahui sifat-sifat seseorang seperti sombong, ramah, ambisi, keras, sadis, dan
lain sebagainya. Walaupun pada kenyataannya dalam kehidupan ini wajah tidak
selamanya sama dengan karakter orang tersebut. Misalnya, orang yang berwajah
sadis belum tentu sadis pula dalam bertindak tiap harinya. Tetapi dalam membuat
film, umumnya penentuan sifat atau karakter tokoh disesuaikan dengan
penampilan perwajahan tokoh atau pemain.
Dalam sebuah cerita terdapat jenis-jenis karakter yang dilibatkan sesuai
dengan plot cerita. Menurut Set dan Sidharta (dalam Tegeh dan mahadewi,
2016:143) terdapat pembagian jenis-jenis karakter yang mewarnai cerita sebagai
berikut.
1. Karakter Protagonis. Karakter ini sering disebut sebagai karakter utama
yang melekat pada pemain utama. Karakter ini mencerminkan sifat-sifat
kebaikan dan kebenaran yang mewarnai dalam setiap aktivitas dalam cerita.
Pada beberapa film, karakter ini biasanya mewakili tokoh pahlawan pembela
kebenaran dan keadilan atau tokoh yang memikul tanggung jawab besar.
2. Karakter Sidekick. Karakter ini berpasangan dengan tokoh protagonist dan
bertugas membantu setiap tugas yang diemban oleh sang tokoh protagonist.
Karakter ini biasanya berperan sebagai sahabat karib, pengawal, penolong,
pembantu, atau guru yang membantu sang protagonis.
3. Karakter Antagonis. Karakter antagonis selalu berlawanan dan bertentangan
dengan karakter protagonist. Karakter ini selalu berusaha membikin onar dan
menjegal langkah-langkah yang diambil oleh karakter protagonis dalam
upaya menyelesaikan tugas dan tanggung jawab. Kita sering melihat karakter
ini menjadi musuh atau orang jahat yang berhadapan langsung dengan tokoh
protagonis.
4. Karakter Kontagonis. Karakter ini adalah sahabat karakter antagonis. Ia
bertugas membantu setiap upaya karakter antagonis dalam menggagalkan
langkah sang protagonist. Tokoh ini umumnya licik, penuh tipu daya, dan
memiliki trik-trik untuk mencelakakan dan menfitnah orang lain. Tokoh ini
sering muncul.
5. Karakter Skeptis. Tokoh ini bersifat skeptis, tidak peduli terhadap aktivitas
yang dilakukan oleh tokoh protagonist. Ia selalu beranggapan bahwa tokoh
protagonist sebagai pihak yang kalah atau pecundang. Walaupun bukan
menjadi lawan, namun tokoh ini selalu muncul sengacaukan segala rencana
yang dilaksanakan tokoh protagonis. Tokoh ini biasanya symbol tokoh yang
keras kepala, amu menang sendiri, egois, dan mencurigai gerak-gerik tokoh
protagonis.
Dengan menggunakan kelima karakter tokoh tersebut, kita dapat
berkreasi untuk menciptakan dan mengembangkan konflik yang berbeda-beda. Di
samping kelima karakter tersebut, terdapat banyak lagi karakter baru yang dapat
digali dan dikembangkan dengan memberikan berbagai tugas dan motivasi-
motivasi berbeda untuk setiap perannya.
Dalam melakukan riset tentang cerita, kita telah melakukan riset awal
tentang karakter. Selanjutnya, setelah cerita menjadi lebih solid, maka sebaiknya
kita kembali meninjau ulang karakter dan mengembangkannya. Hal ini penting
karena karakter yang menarik akan menjadikan cerita lebih hidup dan menarik
bagi penonton. Set dan Sidharta (dalam Tegeh dan Mahadewi, 2016:145) telah
membuat sejumlah pertanyaan yang efektif dalam mengembangkan karakter.
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut menjadi dasar untuk menganalisis
karakter tokohdalam cerita yang sedang kita bangun. Siapa namanya? Jenis
kelamin? Umur? Ciri-ciri? Apa pendapat karakter ini tentang tempatnya?
Bagaimana masa kecil karakter ini? Apa saja Pendidikannya? Bagaimana
hubungan dengan orang tua, saudara, orang lain yang penting di masa kecilnya?
Agama atau Kepercayaan? Anak? Pekerjaan? Dan seterusnya.
Cara yang paling sistematis untuk mengembangkan karakter adalah
dengan membuat draft bionomic (ciri kehidupan) dan fisiognomi (ciri fisik)
seperti contoh berikut ini.

Bionomi dan Fisiognomi


Nama : Diolia Astuti
Panggilan : Diola
Karakter : Periang, lemah lembut, baik hati, pintar, kutu buku
Scene Artis : 003. 004, 007, 011.
Usia : 22 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Tinggi : 155 cm
Berat : 60 kg
Postur : Tinggi agak gemuk
Rambut : Hitam ikal
Mata : Coklat bulat
Kulit : Putih Langsat
Penampilan : Tomboy
Psikolog : Humoris, cuek, pintar bergaul, selalu mengutamakan liburan
walaupun gak ada uang.
Dengan bionomi dan fisiognomi seperti contoh tersebut, kita dapat
menganalisis karakter tokoh dan dapat dijadikan dasar dalam menentukan pemain
atau artis/aktor yang dapat sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Selanjutkan karakter dialog atau dialek dari tokoh/pemain perlu juga
dianalisis karena cara seseorang berbicara merupakan cerminan atau indikasi dari
karakter. Oleh karena itu, dalam menuliskan dialog pada naskah perlu
diperhatikan asal karakter kita. Mengingat dialog merupakan aspek yang penting
dalam sebuah naskah/skenario, maka set dan sidharta (dalam Tegeh dan
Mahadewi, 2016:146) menambah beberapa pertanyaan tentang cara berbicara
tokoh kita: apakah karakter pandai berbicara? Apakah dia mempunyai logat
tertentu? Apakah dia suka menggunakan bahasa gaul atau terminologi
profesional?

DAFTAR ISI
Juliasmi,. Tito dkk. 2012. Aplikasi Pengenalan Karakter Manusia Melalui Bentuk
Bagian Wajah Menggunakan Metode Backpropagation. Pekanbaru:
Program Studi Teknik Informatika Jurusan Komputer Politeknik Caltex
Riau. Terdapat pada https:// aksara.pcr.ac.id /page/read_ pdf.php?
name=eJurnal-PCR-Tito.pdf&id=89. Diakses pada 15 April 2017.

Noor., Akhmad Syarif. 2013. Kajian Struktural Semiotik Teks Film Entre Les
Murs Karya Laurent Cantet. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Terdapat pada: eprints.uny.ac.id /21773/1/ Akhmad %20 Syarif%20Noor
%2006204241012.pdf. Diakses pada 9 April 2017.

Tegeh, I Made., & Mahadewi, Luh Putu Putrini. 2016. Sinematografi Pendidikan.
Singaraja. Universitas Pendidikan Ganesha.

You might also like