Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Avyandara Janurizka,S.Ked 04084881618007
Nikodemus S.P.L. Tobing, S.Ked 04084821618173
Pembimbing
dr. Nova Kurniati, Sp.PD-KAI
Judul
Oleh:
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 27
Desember 2016 s/d 6 Maret 2017
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN......................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................21
1. Definisi...................................................................................................21
2. Epidemiologi.........................................................................................21
3. Patofisiologi...........................................................................................22
4. Klasifikasi..............................................................................................25
5. Gambaran Klinis..................................................................................28
6. Diagnosis...............................................................................................28
7. Diagnosis banding................................................................................32
8. Penatalaksanaan...................................................................................33
9. Komplikasi............................................................................................38
10. Prognosis.............................................................................................39
BAB IV ANALISIS KASUS...............................................................................40
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................42
iii
Daftar Tabel
Tabel 1. Tingkat Kontrol Asma.............................................................................26
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma.........................................27
Tabel 3. Derajat Obstruksi....................................................................................31
Tabel 4. Derajat Restriksi......................................................................................31
iv
Daftar Gambar
v
BAB I
PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa baik di
negara maju maupun di negara berkembang. Menurut data WHO, sekitar 300 juta manusia di
dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 400 juta pada
tahun 2025. Meskipun dengan pengobatan efektif, angka morbiditas dan mortalitas asma
masih tetap tinggi. Satu dari 250 orang yang meninggal adalah penderita asma. 14 Angka
mortalitas penyakit asma di dunia mencapai 17,4% dan penyakit ini menduduki peringkat 5
besar sebagai penyebab kematian.15
Penyakit asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi penderita dapat sembuh dalam arti
asmanya terkontrol. Bila tidak, akan mengganggu kualitas hidup penderita yang
menyebabkan kehilangan waktu sekolah dan kehilangan jam kerja. Disamping itu penderita
harus mampu meminimalkan faktor-faktor pemicu penyakit tersebut seperti keadaan
lingkungan dimana kita berada dan perilaku. 15 Polusi udara dan kurangnya kebersihan
lingkungan yang terdapat di kota-kota besar bahkan termasuk kota pinggiran menjadi faktor
penyebab yang sangat dominan meningkatkan serangan asma di Indonesia. Buruknya kualitas
udara dan berubahnya pola hidup masyarakat di perkirakan menjadi penyebab meningkatnya
penderita asma di Indonesia yang hingga sampai saat ini belum terpecahkan. Tingginya angka
kematian akibat asma banyak disebabkan oleh kontrol asma yang buruk.
Mengingat hal tersebut pengelolaan asma yang terbaik haruslah dilakukan pada saat
dini dengan berbagai tindakan pencegahan agar penderita tidak mengalami serangan. Pada
saat ini, hal tersebut masih jauh dari kenyataan. Pada akhir-akhir ini dilaporkan adanya
peningkatan prevalensi morbiditas dan mortalitas asma di seluruh dunia terutama didaerah
perkotaan dan industri. Prevalensi yang tinggi ini menunjukkan bahwa pengelolaan asma
belum berhasil. Berbagai faktor menjadi sebab dari keadaan ini yaitu adanya kekurangan
dalam hal pengetahuan tentang asma, kelaziman melakukan diagnosis yang lengkap atau
evaluasi sebelum terapi, sistematika dan pelaksanaan pengelolaan, upaya pencegahan dan
penyuluhan.16
BAB II
1
STATUS PASIEN
1. Identifikasi
Nama : Ny. NA
Tanggal Lahir : 3 September 1959
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pensiunan
Status : Menikah
Alamat : Desa Simpang Sari
No. Rekam Medik : 986599
MRS : 02 Januari 2017
Tanggal Pemeriksaan : 03 Januari 2017
2. Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 3 Januari 2017
Keluhan Utama
Sesak nafas bertambah berat sejak 2 hari SMRS.
2
- Riwayat alergi terhadap perubahan cuaca dan debu.
- Riwayat asma sejak usia 10 tahun.
- Riwayat Darah Tinggi disangkal.
- Riwayat Kencing Manis disangkal
Riwayat Pengobatan
- Riwayat Symbicort 1 x 2 puff sejak 3 tahun yang lalu tidak dipakai karena asma
tidak muncul
- Teosal tab 2 x 1 dimakan jika sesak
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
- Kesadaran : Compos mentis
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 96 x/menit
- Napas : 30x/menit
- Suhu : 36,7 C
Keadaan Spesifik
Kepala
- Mata : konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-)
- Leher : JVP 5-2 cmH20, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Toraks
- Paru: Inspeksi : bentuk dada normal, statis dan dinamis gerakan dada
kanan = kiri, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Stem fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler normal, ekspirasi memanjang, wheezing (+/
+), ronkhi (-/-)
3
- Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : perut datar
Palpasi : lemas, Hepar dan lien tidak teraba (normal)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat, palmar pucat (-), edema tungkai (-), clubbing finger (-)
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 2 Januari 2017
4
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,4 g/dL
Eritrosit 4,37 x 106/mm3
Leukosit 7.100/mm3
Hematokrit 41 %
Trombosit 292.000/L
Basofil 0%
Eosinofil 6%
Netrofil 64%
Limfosit 24%
Monosit 6%
KIMIA KLINIK
AST/SGOT 19 IU/L
ALT/SGPT 13 IU/L
Ureum 17 mg/dL
Kreatinin 0,61 mg/dL
Natrium 139 mEq/L
Kalium 4,0 mEq/L
Pemeriksaan EKG
Hasil pemeriksaan EKG tanggal 3 Januari 2017
5
Irama sinus axis normal HR 94 x/menit
Gelombang P normal. P-R interval 0,12 detik
QRS kurva 0,06 detik
d/s d1v1 < 1
S d1v1 + R d1v5/v6 < 3
T interval d1v1
Kesan:
Sinus rhythm iskemik ruptur
Pemeriksaan Spirometri
Hasil pemeriksaan spirometri tanggal 10 Januari 2017
Pasien Normal
Base Pr% Mm Pred Max
FEV1 1,83 78 1,83 2,36 2,89
FVC 2,61 86 2,40 3,03 3,66
FEV1/FVC 70 89 69 79 88
PEV 4,19 70 4,45 6,00 7,56
Interpretasi
FEV1 78% menunjukkan obstruksi ringan (70-79% pred)
6
CTR>50% jantung sedikit membesar ke kiri dan apeks tertanam. Aorta dilatasi.
Trakea di tengah. Mediastinum superior tidak melebar.
Corakan bronkovaskuler tidak meningkat.
Tak tampak, infiltrat maupun nodul di kedua lapangan paru.
Diafragma licin, sudut costophrenicus lancip
Tulang-tulang dan jaringan lunak baik
Kesan
Kardiomegali dan aorta dilatasi (HHD)
5. Diagnosis
Serangan asma akut derajat sedang
6. Diagnosis Banding
- PPOK
- Bronkitis Kronik
- Gagal Jantung Kongestif
- Obstruksi Mekanis (tumor)
7
7. Penatalaksanaan
Non Farmakologi
- Bedrest
- Oksigen 5 L/ menit
- Edukasi
Farmakologi
- Nebulizer Salbutamol 1 amp sebanyak 3 kali taip 20 menit, observasi selama 1 jam
(aktivitas, kesadaran, bicara, frekuensi nafas, retraksi otot bantu nafas, Mengi,
frekuensi nadi, pulsus paradoksus, APE, Pa Co2, SaO2)
- Injeksi Dexamethasone 3 x 5mg (IV) tappering off selama 3 hari
8. Follow Up
O:
Nadi 96 x/menit
Pernapasan 30 x/ menit
Temperatur 36,6 oC
Saturasi O2 95%
Keadaan spesifik
8
epistaksis (-)
Leher
Thorax:
Paru
Jantung
Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat
Abdomen
Inspeksi: Datar, venektasi (-), caput medusae
(-), striae (-), hematoma (-)
Genitalia
Tidak diperiksa
Ekstremitas
Akral hangat (+), palmar pucat (-), edema(-),
9
2 Kesadaran Biasanya terganggu
6 Mengi Keras
11 SaO2 95%
P Non Farmakologis
Pro MRS
Istirahat
Edukasi
O2 3L/menit
Farmakologis
10
Tanggal 4 Januari 2017
O:
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 26 x/ menit
Temperatur 36,6 oC
Saturasi O2 98%
Keadaan spesifik
11
Inspeksi: Statis dan dinamis simetris kanan=kiri
Tidak diperiksa
Genitalia
6 Mengi Keras
12
8 Pulsus Mungkin ada
paradoksus
11 SaO2 98%
P Non Farmakologis
Istirahat
Edukasi
O2 3L/menit
Farmakologis
13
Tanggal 5 Januari 2017
O:
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 24 x/ menit
Temperatur 36,6 oC
Saturasi O2 99%
Keadaan spesifik
14
Palpasi: Iktus cordis tidak teraba
Abdomen
Inspeksi: Datar, venektasi (-), caput medusae
(-), striae (-), hematoma (-)
6 Mengi Lemah
11 SaO2 99%
15
P Non Farmakologis
Istirahat
Edukasi
O2 3L/menit
Pro Spirometri
Farmakologis
16
O:
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 22 x/ menit
Temperatur 36,6 oC
Saturasi O2 99%
Keadaan spesifik
17
Palpasi: Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), nyeri tekan suprapubik (-), ballotement (-)
Tidak diperiksa
Genitalia
11 SaO2 99%
18
P Non Farmakologis
Istirahat
Edukasi kontrol tiap bulan ke poli
Rencana pulang
Farmakologis
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik: (1) obstruksi saluran nafas yang
reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik secara spontan maupun dengan
pengobatan; (2) inflamasi saluran nafas; (3) peningkatan respon saluran nafas terhadap
berbagai rangsangan (hipereaktivitas).1 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon
saluran nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di
19
dada serta batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan
dengan pengurangan arus udara yang luas tapi bervariasi yang biasanya reversibel baik secara
spontan maupun dengan pengobatan. 3
2. Epidemiologi
Asma bronchial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah
kesehatan baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat
inap penyakit asma bronkial di Negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma bronchial berdasarkan letak
geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian. Selama sepuluh tahun terakhir banyak
penelitian epidemiologi tentang asma bronchial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner
telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai
berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi
asma bronchial sebesar 5-15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada
wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun
diperkirakan berkisar 3-8%.4
Dua pertiga penderita asma bronchial merupakan asma bronchial alergi (atopi) dan 50%
pasien asma bronchial berat merupakan asma bronchial atopi. Asma bronchial atopi ditandai
dengan timbul nya antibody terhadap satu atau lebih allergen seperti debu, tungau rumah,
bulu binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan produksi IgE sebagai respon
terhadap alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi tidak melebihi angka 10%. Asma
bronchial merupakan interaksi yang kompleks antara factor genetic dan lingkungan. Data
pada penelitian saudara kembar monozigot dan dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian
asma bronchial diturunkan sebesar 60-70%.4
3. Patofisiologi
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi
saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang
berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan
kehamilan.1
20
yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien
asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya
keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas
dengan atau tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan kebocoran
mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot polos
saluran pernafasan.1,6
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)
terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh,
maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka
terjadilah keadaan dimana6
Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi / memendek /
mengkerut
Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab / pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya
menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar
dahak yang kental bersama batuk, terdengar suaranapas yang berbunyi yang timbul apabila
21
udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai
terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.1,6
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut.
Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat dinilai
dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan FEV1
(Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif
cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah
kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi
dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan
fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang
memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.1
22
akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek kompresi
langsung terhadap pembuluh darah paru.1
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama
ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.
Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional dan pasien akan
bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini
bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk
mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.8
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang,
maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan
pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.8
4. Klasifikasi
Berdasarkan derajatnya, Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi:4
1. Intermiten
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE < 20%
2. Persisten ringan
a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE 20%-30%
3. Persisten sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala malam > 2 kali/minggu
c. Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai prediksi atau
arus puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik
e. Variabilitas APE > 30%
4. Persisten berat
a. Gejala terus menerus
b. Gejala malam sering
23
c. Sering kambuh
d. Aktivitas fisik terbatas
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai prediksi atau arus
puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik
f. Variabilitas APE > 30%
Berdasarkan gejala siang, aktivitas, gejala malam, pemakaian obat pelega dan eksaserbasi,
GINA membagi asma menjadi:1
Tabel 1. Tingkat Kontrol Asma
Terkontrol
Kontrol Penuh
Sebagian (Salah Tidak
No. Karakteristik (Semua
satu dalam per Terkontrol
Kriteria)
mgg)
Tidak ada ( 2x /
1. Gejala Harian mgg) > 2x / mgg 3
Tidak ada ( 2x /
> 2x / mgg
4. Kebutuhan Pelega mgg)
Klasifikasi asma berdasarkan derajat beratnya serangan berdasarkan cara bicara, aktivitas,
tanda-tanda fisis, nilai APE, dan analisis gas darah seperti di bawah ini:1
Mungkin Biasanya
Biasanya terganggu
2. Kesadaran terganggu terganggu
24
3. Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kata
Lemah sampai
Keras Keras
6. Mengi sedang
APE sesudah
> 80% 60 - 80 % < 60%
9. bronkodilator (% prediksi)
Sumber: Sudoyo, A, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid I Edisi Jakarta: Interna Publishing.
5. Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada
yang khas.9
Nafas berbunyi
Sesak nafas
Batuk
Tanda-tanda fisik :6,9,10
Cemas/gelisah/panik/berkeringat
Tekanan darah meningkat
25
Nadi meningkat
Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu
inspirasi
Frekuensi pernafasan meningkat
Sianosis
Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi
Paru :
6. Diagnosis
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala yang
episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang
berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal
paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.11
a. Anamnesis
b. Pemeriksan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran nafas.
Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut nadi juga
meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi (wheezing) dapat
dijumpai pada pasien asma.12
c. Pemeriksaan laboratorium
26
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot
Leyden).12
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat
dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan
atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.13
27
Ketika sudah ditetapkan diagnosis OVD, maka selanjutnya menilai
beratnya obstruksi, kemungkinan reversibelitas dari obstruksi,
menentukan adanya hiperinflas dan air trapping.17,18
28
Tabel 4. Derajat Restriksi17
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan,
gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14
7. Diagnosis Banding
Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya.
29
karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala
sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).
8. Penatalaksanaan
- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
30
- Pengendalian emosi
- Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu antiinflamasi
merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan
dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan
untuk mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan pelega.
a) Antiinflamasi (pengontrol)
- Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti inflamasi yang paling potensial dan merupakan anti
inflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya secara umum adalah
untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala asma, memperbaiki
aliran udara, mengurangi hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma,
dan mengurangi remodelling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari kortikosteroid
inhalasi dan sistemik.
- Kromolin
Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui
merupakan antiinflamasi non steroid, menghambat penglepasan mediator dari sel mast.
- Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi.
- Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Selain
bersifat bronkodilator juga mempunyai efek anti inflamasi.
31
Tabel 3. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial 10
b) Bronkodilator (pelega)
- Agonis beta 2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah
beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian secara
inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang minimal.
32
- Metilxantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibanding
agonis beta 2.
- Antikolinergik
33
34
35
9. Komplikasi 1
1. Atelektasis
2. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis
3. Pneumothoraks
4. Gagal nafas
5. Bronkitis
10. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10
36
juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita
dua kali lipat penderita asma pria. Juga suatu kenyataan bahwa angka kematian pada
serangan asma dengan usia lebih tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan di
mulai sejak kanak-kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun,
hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami
serangan commond cold 29% akan mengalami serangan ulangan.4
BAB IV
ANALISIS KASUS
37
Pasien datang ke IGD RMSH dengan keluhan utama sesak nafas yang semakin berat
sejak 2 hari yang lalu. Sesak nafas disertai mengi dan juga terdapat batuk. Ketiga gejala ini
merupakan gejala yang khas ditemukan pada pasien Asma Bronkiale. Hal tersebut terjadi
sesuai dengan patofisiologi dari penyakit ini, yaitu terjadinya obstruksi saluran nafas karena
inflamasi pada saluran nafas tersebut dan adanya peningkatan respon saluran nafas terhadap
berbagai rangsangan (hipereaktivitas). Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada
saluran nafas yang besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan
di saluran nafas besar, sedangkan pada saluran nafas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih
dominan dibanding mengi.
Etiologi dari asma bronkiale antara lain adalah paparan pasien dengan alergen, yang
dapat memicu reaksi inflamasi dan hipersensitivitas tipe 1 pada pasien ini. Alergen pada
pasien ini adalah cuaca dan debu yang didapatkan pasien saat perjalanan darat dengan mobil
2 hari yang lalu dan pasien memang memiliki riwayat asma yang kambuh apabila terpapar
debu dan cuaca yang telalu panas atau terlalu dingin.
Pada anamnesis bisa ditegakkan bahwa pasien mengalami serangan asma derajat
sedang. Hal ini sesuai dengan klasifikasi GINA, dimana pada pasien ini didapatkan keluhan
sesak yang mulai mengganggu aktivitas, seperti jalan terbatas dan lebih suka duduk. Pasien
juga mulai berbicara dengan kalimat terbatas dan adanya mengi yang keras saat
menghembuskan nafas. Pasien juga bisa dikatakan mengalami sesak nafas derajat persisten
sedang, karena serangan asma 4-5 kali dalam sehari dan serangan asma saat tidur malam hari
1-2 kali.
Dari pemeriksaan fisik, pada keadaan umum peningkatan laju pernafasan (30x/menit),
ekspirasi yang memanjang dan terdapat wheezing ekspirasi. Obstruksi saluran nafas pada
asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi
dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran
nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya
obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi, sehingga didapatkan eskpirasi yang memanjang.
Penyempitan saluran nafas menyebabkan keadaan hipoksemia, sehingga paru melakukan
kompensasi untuk mengatasi kekurangan oksigen dengan melakukan hiperventilasi,
sehinggan laju pernafasan meningkat.
Pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium dan
EKG. Pada pemeriksaan EKG ditemukan kelainan pada EKG kesan Sinus rhytm iskemik
ruptur. Pemeriksaan laboratorium darah juga tidak menunjukkan kelainan, tetapi didapatkan
38
nilai eosinofil cukup tinggi yaitu 6% (nilai normal: 1-6%). Nilai eosinofil dalam darah sering
meningkat pada pasien asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dengan
bronkitis kronik (neutrofil). Pemeriksaan spirometri setelah pemberian bronkodilator
didapatkan FEV1 78% dan PEV 70%, menunjukkan terdapat obstruksi ringan (70 79%)
pada pasien. Pemeriksaan lain seperti Uji Provokasi Bronkus, rontgen dada, dan analisis gas
darah belum dilakukan.
Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup (SaO2
92%) dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran nafas dengan pemberian
bronkodilator aerosol (agonis beta 2 dan ipratropium bromida) dan mengurangi inflamasi
serta mencegah kekambuhan dengan memberikan kortikosteroid sistemik. Oleh karena itu,
pada pasien ini diberikan oksigen 3L/ menit , diminta istirahat dan diberi edukasi. Terapi
farmakologisnya adalah nebulizer Salbutamol 1 amp/ 20 menit dan evaluasi setelah 1 jam.
Jika belum ada perbaikan dilanjutkan pengobatan 1-3 jam dan pertimbangkan juga
pemakaian dexamethasone 4x100 mg IV. Respon pengobatan sesak pada pasien sudah
membaik sehingga pasien sebenarnya bisa pulang dan dilanjutkan dengan pengobatan di
rumah. Akan tetapi, pasien belum bisa dipulangkan karena perlu observasi seputar CAD nya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, A, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
39
2. Davey P. 2000. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180
3. Surjanto E. 2008. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia. p. 88-
95.
4. Marleen FS, Yunus F. 2008. Asma pada UsiaLanjut. Jurnal Respirologi Indonesia.
p.165-73.
5. Widjaja A. Patogenesis Asma. 2003. Makalah Ilmiah Respirologi. Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. p.27.
6. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. 2003. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta:
Erlangga. p.54-57
7. Amin M, Alsagaff H, Saleh T. 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press. p.1-11.
8. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. 2006. Hubungan Antara
Eosinofil Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang. Jurnal
Respirologi Indonesia. p.1-45
9. Mangunnegoro dkk. 2004. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI p.3-79.
10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, wardani WI, Setiowulan W. 2001. Kapita Selekta
kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. p. 477-82.
11. Sundaru H. 2001. Asma Bronkial. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. p.21-27.
12. Danususanto H. 2000. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates, p. 196-224.
13. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Asma. 2003. Jakarta: Konsesus Asma PDPI
14. Ratnawati J. 2011. Epidemiologi Asma. J Respir Indones 31(4):172-5.
15. Sihombing M, Alwi Q, Nainggolan O. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Penyakit Asma Pada Usia 10 Tahun di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007). J
Respir Indones, 30(2):85-91.
16. Harsono, Bambang Irawan, dkk. 2003. Peranan Magnesium Pada Asma. Cermin Dunia
Kedokteran, 141 : 46-51.
17. Bellarny D. 2005. Spirometry in Practice: A Practicl Guide to Using Spirometry in
Primary Care. 2nd Edition. British: BTS COPD Consortium.
18. Uyainah A. 2012. Spirometri dalam Kompendium: Tatalaksana Penyakit Respirasi dan
Kritsi Paru. Jilid 2. Bandung: PERPARI. p.709-719
40