Professional Documents
Culture Documents
KERANGKA TEORITIS
digunakan para ahli dalam studi empirik kemiskinan. Beberapa ukuran atau indeks
kemiskinan yang sering digunakan dalam berbagai studi empirik selama ini menurut
penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam bentuk formula, poverty
q
H = (1)
n
dimana H adalah poverty headcount, q adalah jumlah penduduk atau persentase pen-
duduk yang berada di bawah garis kemiskinan, dan n adalah jumlah penduduk.
Dengan demikian, poverty headcount tidak lain adalah persentase penduduk yang
hidup di bawah garis kemiskinan (poverty line) terhadap jumlah penduduk. Ukuran
ini dapat digunakan untuk mengetahui perubahan di dalam proporsi penduduk yang
hidup di dalam kemiskinan. Jika persentase penduduk yang hidup di bawah garis
ukuran ini tidak menunjukkan seberapa parah kemelaratan dari kaum miskin (the
extent of immiseration of the poor) itu. Kelemahan lain adalah bahwa ukuran ini
homogen.
Kedua, adalah poverty gap atau disebut juga income shortfall. Ukuran ini
ke atas garis kemiskinan atau keluar dari kemiskinan. Dalam bentuk formula, poverty
mengukur jumlah uang yang diperlukan untuk meningkatkan pendapatan dari rata-
rata penduduk miskin ke atas garis kemiskinan, adalah pendapatan rata-rata dari
tukan jumlah agregat dari uang yang diperlukan untuk meningkatkan pendapatan dari
dimana P adalah aggregate income shortfall, q adalah jumlah penduduk yang berada
di bawah garis kemiskinan, z adalah garis kemiskinan, dan adalah pendapatan rata-
rata dari penduduk miskin. Kelemahan atau keterbatasan dari income shortfall atau
poverty gap adalah bahwa ukuran ini tidak menggambarkan the severity of the
miskin (income distribution among the poor), dan bukan diantara penduduk secara
definisi bergantung secara eksklusif pada pendapatan dari penduduk miskin. Ukuran
yang secara luas digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan adalah koefisien
Koefisien Gini biasanya dihubungkan dengan kurva Lorenz, yaitu suatu kurva
patan dengan persentase pendapatan total yang benar-benar mereka terima selama,
dalam distribusi pendapatan (Perkins, et.al, 2001). Semakin jauh jarak kurva Lorenz
dari garis diagonal 45o , maka semakin timpang atau semakin tidak merata distribusi
pendapatannya. Sebaliknya, semakin dekat kurva Lorenz dengan garis diagonal 45o
Smith, 2003). Dengan kata lain, indeks Gini merupakan rasio antara wilayah yang
dibatasi oleh kurva Lorenz dan garis diagonal 45o dengan seluruh wilayah antara
garis diagonal 45o dan sumbu mendatar, yaitu wilayah A/(A + B).
100
Persentase
Pendapatan
Garis
Kemerataan
Kurva
Lorenz
0 100
Persentase Penerima Pendapatan
Keterbatasan dari koefisien Gini dan kurva Lorenz adalah kedua ukuran ini
Selain itu ketiga ukuran kemiskinan absolut tersebut, Blackwood dan Lynch
(1994) juga mengemukakan apa yang mereka namakan sebagai ukuran kemiskinan
Pertama, adalah Sen index yang dikemukakan oleh Sen (1976). Indeks Sen
duduk miskin, indeks Sen juga menggambarkan luasnya kemelaratan (the extent of
immiseration) dan distribusi pendapatan diantara penduduk miskin. Dengan kata lain,
indeks Sen mencakup di dalamnya headcount, income atau poverty gap, dan koefisien
Gini. Dalam bentuk formula, Sen index dapat ditulis sebagai berikut :
S = H [I + (1 I )Gp] .. (4)
q
I = ( z yi / qz ) ............................................................................. (5)
i =1
dimana S adalah indeks Sen (Sen Poverty index), H adalah headcount index, I adalah
dari garis kemiskinan, yi adalah pendapatan dari rumah tangga miskin yang ke-i, z
kecil dari z, H = q/n adalah poverty headcount, n adalah jumlah total rumahtangga
atau penduduk Gp adalah Gini index diantara penduduk miskin (dimana 0 Gp 1).
Indeks kemiskinan dari Sen ini merupakan increasing function dari poverty
headcount (H) dan poverty gap (I). Oleh karena nilai Gp terletak antara 0 dan 1,
maka indeks Sen (S) juga dengan sendiri merupakan increasing function dari
S/ H > 0, S/ I, dan S/ Gp
Hal ini menunj ukkan bahwa indeks Sen akan meningkat atau turun apabila salah satu
dari faktor- faktor tersebut di atas (H, I atau Gp ) mengalami kenaikan atau penurunan.
kinan yang dikemukakan oleh Foster, Greer dan Thorbecke (1984). Indeks ini banyak
sebagai berikut :
q
P = (1/ n )[ ( gi / z ) ] untuk 0 . (6)
i =1
dimana n adalah jumlah individu di dalam populasi, q adalah jumlah individu atau
rumahtangga yang berada di bawah garis kemiskinan, gi adalah poverty gap dari
Apabila nilai = 0, maka P = headcount ratio, dan formula (6) akan ber-
ubah menjadi :
q
P0 = (1 / n )[ ( gi / z ) 0 ] ........................................................................ (7)
i =1
atau,
q
P0 = =H ......................................................................................... (8)
n
Indeks (Po) ini menunjukkan proporsi penduduk yang berada di bawah garis kemis-
kinan, yang didefinisikan sebagai persentase jumlah penduduk miskin terhadap total
penduduk. Walaupun indeks ini merupakan indikator kemiskinan yang paling sering
digunakan, namun indeks ini memiliki kelemahan yaitu tidak menggambarkan ke-
dalaman (depth of poverty) dan keparahan (severity of poverty) dari kemiskinan ter-
sebut.
lain yaitu rasio kesenjangan pendapatan (income gap ratio) atau yang lebih dikenal
dengan poverty gap (PG) index yang mengukur perbedaan atau jarak antara penda-
patan rata-rata dari kaum miskin dengan garis kemiskinan dan dinyatakan sebagai
suatu proporsi dari garis kemiskinan, yaitu (Z- yi)/Z, dimana yi adalah pendapatan atau
antara headcount ratio (H) dengan poverty-gap index, (Z-yi )/Z, dan dapat dinyata-
q
P1 = (1 / n)[ ( gi / z )1 ] ....................................................................... (9)
i =1
atau
P1 = HI ............................................................................................. (10)
dimana indeks P1 ini dapat digunakan untuk mengukur, baik tingkat kemiskinan
poverty). Namun demikian, indeks P1 ini tidak sensitif terhadap distribusi pendapatan
diantara penduduk miskin. Dengan kata lain, apabila = 1, maka akan diperoleh
2
1 q z yi 1 q
2
P 2 =
y
= 1 i ................................................. (11)
n i =1 z n i =1 z
Dalam versi lain, Todaro dan Smith (2003) 2 menuliskan persamaan (11) ter-
APG Z yi q
, dan TPG = (Z yi ) ,
TPG
dimana NPG = = , sementara APG =
Z Z q i =1
dimana NPG adalah jurang kemiskinan yang dinormalisasi (normalized poverty gap),
APG adalah jurang kemiskinan rata-rata (average poverty gap), TPG adalah jurang
kemiskinan total (total poverty gap), CVp adalah koefisien variasi, yi adalah penda-
Indeks P2 atau distributionally sensitive index ini, sampai pada batas tertentu
poverty). Dari formula (12) tersebut, jelas bahwa P2 akan meningkat apabila q/n,
NPG, atau CV p meningkat, dan atau sebaliknya P2 akan turun apabila q/n , NPG, atau
2
Bandingkan dengan Ray (1998) yang menulis P2 = HCR[ IGR 2 + (1 IGR) 2 C 2p ], dimana HCR
adalah headcount ratio, IGR adalah income gap ratio, dan Cp adalah koefisien variasi diantara penduduk miskin.
Ini menurut Ray merupakan cara yang sangat bermanfaat untuk melihat FGT index untuk = 2.
Suatu kelas ukuran kemiskinan yang umum, yang mengkombinasikan ketiga
indeks atau indikator kemiskinan, yaitu : (1) persentase penduduk miskin, (2) jurang
kemiskinan agregat, dan (3) distribusi pendapatan diantara penduduk miskin, dapat
z
= p( z, x) f ( x )dx ...................................................................... (13)
o
dimana p(z, x) merupakan suatu fungsi homogenus derajat nol di dalam z dan x,
p ( z , x)
0
x
2 p( z , x )
0
x 2
dan p(z,z) = 0
z x
p ( z , x) = .. (14)
z
besar nilai , semakin besar bobot yang diberikan kepada penduduk miskin. Ketika
headcount ratio (H) digunakan sebagai ukuran kemiskinan, maka = 0, dan berarti
= H. Ukuran headcount ratio ini memberikan bobot yang sama pada semua
masing- masing penduduk miskin dibobot berdasarkan jarak relatif mereka dari garis
kemis-kinan (z). Ukuran ini dinamakan rasio jurang atau kedalaman kemiskinan
(poverty gap ratio). Untuk = 2, bobot yang diberikan kepada masing- masing
penduduk miskin proporsional dengan kuadrat dari kekurangan pendapatan (income
shortfall) mereka dari garis kemiskinan. Ukuran ini dinamakan rasio keparahan
kemiskinan (poverty severity ratio) dan memenuhi ketiga indikator kemiskinan yang
Derajat kemiskinan di dalam suatu negara bergantung pada dua faktor, yaitu
(1) tingkat pendapatan rata-rata atau per kapita, dan (2) derajat ketimpangan dalam
distribusi pendapatan (Son dan Kakwani, 2004; Kakwani, et al, 2004; Todaro dan
Smith, 2003; Kakwani, 1993, 2000). Jadi, suatu ukuran kemiskinan dengan demikian
= ( , L( p) ) ................................................................................... (15)
dimana adalah pendapatan rata-rata dari masyarakat, dan L(p) adalah kurva Lorenz
yang mengukur distribusi pendapatan relatif. L(p) adalah persentase dari pendapatan
Kakwani (1993) untuk kasus negara Cote DIvoire di Afrika, dan Ravallion dan Datt
Bertitik tolak dari persamaan (15), maka perubahan total di dalam kemiskinan
mengukur efek dari suatu perubahan di dalam terhadap pada saat L(p) tetap
konstan. Efek redistribusi (atau ketimpangan) di lain pihak, mengukur efek dari suatu
perubahan di dalam L(p) terhadap ketika dianggap tetap konstan. Efek total
tetap, dan (2) dampak perubahan di dalam ketimpangan distribusi pendapatan yang
ditunjukkan dengan indeks Gini ketika pendapatan rata-rata dari masyarakat dianggap
tetap.
1 z p
o x
= x f ( x) dx ................................................................... (16)
p
yang adalah selalu negatif dalam arti < 0 . Untuk ukuran headcount P(z,x) = 1,
x
zf ( z )
H = <0 ........................................................................ (17)
H
yang merupakan persentase penduduk miskin yang akan melewati garis kemiskinan
masyarakat.
dari kelas ukuran kemiskinan Foster, Greer, dan Thorbecke, yang dinotasikan dengan
( 1 )
= . = ..................................................... (18)
untuk 0, yang akan selalu negatif karena merupakan fungsi dari yang secara
*
1 = .............................................................................. (19)
( z * )
*
Besarnya 1 bergantung pada , yang mengukur kedalaman kemiskinan
z
(the depth of poverty). Dengan demikian dapat dicatat bahwa besaran absolut dari
*
function) dari , darimana kita dapat menyimpulkan bahwa dampak pertumbuhan
z
adalah semakin kecil (besar) pada saat kedalaman kemiskinan semakin besar (kecil).
ketimpangan pendapatan (yang diukur dengan kurva Lorenz) tidak berubah bersama
menikmati lebih banyak daripada yang dinikmati oleh penduduk yang kaya.
Untuk mengukur efek ketimpangan terhadap kemiskinan memang diakui
bukan merupakan tugas yang mudah sebab ketimpangan dapat berubah tanpa batas.
Dengan mengikuti Kakwani (1993), dan membuat suatu asumsi sederhana bahwa
1 z p
o x
= ( x ) f ( x) dx ............................................................. (20)
di dalam Gini index dengan 1 persen, maka insiden kemiskinan akan naik dengan
persen, yang terjadi karena garis kemiskinan (z) lebih kecil daripada pendapatan rata-
rata ().
1 ( z)
= + . (21)
z
untuk 0. Elastisitas untuk poverty gap ratio ini diperoleh dengan cara men-
( * )
1 = ... (22)
( z * )
*
Dapat dilihat bahwa 1 meningkat secara monotonik bersama , yang
z
berarti bahwa dampak kebalikan (adverse impact) dari peningkatan di dalam ketim-
pangan terhadap kemiskinan akan menjadi semakin besar (kecil) ketika kedalaman
berarti terdapat trade-off diantara ketimpangan dan pertumbuhan ? Jika indeks Gini
tidak meningkat ? Pertanyaan ini sekarang bisa dijawab jika kita mendekomposis i
berikut :
d d dG
= + ................................................................... (23)
G
d
dimana : menunjukkan proporsional perubahan total di dalam kemiskinan,
d dG
. mengukur dampak pertumbuhan terhadap kemiskinan, dan . meng-
G
dengan nol, selanjutnya akan diperoleh indeks trade-off antara ketimpangan dan
sebagai berikut :
G
IGTI = = + = .. (24)
G
Indeks trade-off ketimpangan dan pertumbuhan (IGTI) untuk FGT indeks adalah :
z + ( z ) 1
= ............................................................ (25)
z ( 1 )
( * )
dimana untuk = 1 , 1 =
*
perdesaan (rural) dan perkotaan (urban). Dalam hal ini, akan diikuti dekomposisi
share dari penduduk perdesaan dan perkotaan terhadap total penduduk, berturut-turut
P = N p / N = ( N pR + N Up ) / N = R P R + U PU , ............................. (26)
dimana
P R = N pR / N R menunjukkan proporsi penduduk daerah perdesaan yang ber-
sebagai berikut :
dP = R dP R + U PU + ( P R PU ) dR . ........................................ (27)
posisi ke dalam tiga bagian atau komponen, (1) perubahan di dalam insiden kemis-
kinan perdesaan dibobot dengan share penduduk perdesaan, (2) perubahan di dalam
insiden kemiskinan perkotaan dibobot dengan share penduduk perkotaan, dan (3)
perbedaan dalam insiden kemiskinan antara kedua wilayah tersebut. Komponen yang
terakhir dari perubahan dalam insiden kemiskian tersebut sering dikenal dengan
istilah Kuznets effect. Karena pergerakan penduduk terjadi dari daerah perdesaan ke
daerah perkotaan, maka suatu perubahan di dalam insiden kemiskinan agregat akan
terjadi bahkan pada tingkat yang konstan dari insiden kemiskinan perdesaan dan
duduk perdesaan turun (dR < 0) dan bahwa insiden kemiskinan di daerah perdesaan
secara tipikal lebih besar dari insiden kemiskinan di daerah perkotaan ((PR PU)>0).
pertumbuhan ekonomi, dan untuk penyederha naan, dihipotesiskan bahwa pada awal-
nya jumlah total rumahtangga yang berada dalam kemiskinan adalah Np, bergantung
pada tingkat pendapatan riil agregat, Y, dan jumlah penduduk, N. Dengan demikian,
(30)
dimana y dan n masing- masing menunjukkan proporsi perubahan dari peubah Y dan
ubahan dalam pendapatan per kapita riil dan penduduk. Dalam kasus dimana fungsi
(.) adalah homogenus derajat satu di dalam Y dan N, maka persamaan (28) dapat
pertumbuhan dari pendapatan per kapita. Dengan asumsi bahwa perubahan dalam
per kapita, selanjutnya dapat dibuat persamaan yang dapat diestimasi dengan bentuk
seperti berikut :
lakukan pengujian apakah koefisien b1 secara nyata lebih besar daripada nol dan
apakah terdapat perbedaan yang sistematis antar wilayah (perdesaan dan perkotaan)
Selain itu, apabila ingin dikaji lebih lanjut bagaimana pertumbuhan mem-
pengaruhi masing- masing komponen dalam persamaan (27), Ravallion dan Datt
menerapkan suatu metode untuk mengestimasi sistem persamaan yang telah dide-
komposisi. Katakan ada empat persamaan, yang terdiri dari persamaan (32) dan tiga
R dP R = a 2 + b2 ( y n) ............................................................ (33)
tersebut adalah terkait secara linear (linearly dependent). Persamaan (32) adalah
demikian, dari keempat persamaan tersebut, hanya tiga persamaan yang perlu di-
estimasi, yaitu persamaan (33), (34), dan (35). Parameter dari persamaan (32) dapat
dihitung dari persamaan (27), sehingga hanya persamaan (33), (34),dan (35) yang
bisa diestimasi, dan selanjutnya parameter dari persamaan (35) dapat dihitung dari
identitas a4 = a1 a2 a3 dan b4 = b1 b2 b3 .
Ys, dimana Ya, Yi, dan Ys berrutu-turut menunjukkan nilai tambah (kontribusi ter-
hadap GDP) pada harga konstan, dari sektor pertanian, industri, dan jasa-jasa. Tingkat
y = Ha y a + H i yi + H s ys ..................................................................... (36)
dP = a1 + ba H a y a + bi Hi yi + bs H s ys
1 1 1
................................................ (37)
dan untuk menguji apakah ba = bi = bs , kita dapat menguji secara langsung apakah
1 1 1
cara alternatif dalam melihat hubungan ini adalah dengan melakukan dekomposisi
terhadap persamaan (37) ke dalam suatu komponen yang bergantung tingkat pertum-
buhan agregat, dan ke dalam suatu komponen yang bergant ung pada perubahan di
dimana ha = dHa /Ha yang menunjukkan perubahan proporsional di dalam share sektor
ba H a ya + bi H i yi + bs H s ys =
1 1 1
(ba H a + bi H i + bs H s ) y + ba H a ya + bi H i yi + bs H s y s
1 1 1 1 1 1
..................... (39)
Persamaan (39) menunjukkan bahwa penurunan di dalam kemiskinan dapat dide-
komposisi ke dalam dua komponen, yaitu (1) komponen yang melibatkan tingkat
pertumbuhan output agregat (koefisien yang berada dalam kurung), dan (2) kom-
ponen yang melibatkan perubahan di dalam komposisi output sektoral (tiga unsur
terakhir). Jika ketiga unsur terakhir tersebut = 0, maka persamaan (39) tersebut dapat
Oleh karena itu, suatu kondisi yang mencukupi (sufficient condition) untuk ketiga
Untuk menghasilkan dekomposisi ini tent u saja tidak diperlukan suatu tam-
(37). Estimasi parameter dari persamaan (37) sudah cukup untuk mendukung dekom-
dP = a1 + ba H a y a + bi Hi yi + bs H s ys + c1n
1 1 1
.................................... (41)
R dP R = a 2 + ba H a y a + bi H i yi + bs H s y s + c 2 n
2 2 2
........................... (42)
U dPU = a 3 + ba H a ya + bi H i yi + bs H s y s + c 3 n ...........................
3 3 3
(43)
Parameter dari persamaan keempat dari sistim persamaan,
( P R PU ) = dR = a 4 + ba H a y a + bi Hi yi + bs H s y s + c 4 n
4 4 4
........... (44)
dapat dihitung dengan menggunakan identitas yang diturunkan dari persamaan (27),