Professional Documents
Culture Documents
B. Pembahasan
Praktikum uji biologi 2,4D bertujuan untuk
menentukan konsentrasi 2,4D dengan menggunakan
kurva respon tumbuh akar terhadap logaritma
konsentrasi senyawa 2,4D. Praktikum ini membahas
mengenai pengaruh berbagai konsentrasi herbisida 2,4-
D pada biji jagung yang akan dikecambahkan.
Penggunaan 2,4-D sebagai pengganti auksin sintetik
diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap
perkembangan sel-sel akar primer jagung.
Hormon pada khususnya dibentuk di suatu tempat
akan tetapi menunaikan fungsinya di tempat lain. Proses
perkembangan dan pertumbuhan bagian tubuh
tumbuhan tidak lepas dari pengaruh zat kimia tertentu
berupa protein yang disebut hormon. Menurut Purwati
(2013), hormon adalah zat organik yang dihasilkan oleh
tanaman dalam konsentrasi rendah dapat mengatur
proses fisiologis. Pengertian hormon oleh Irfan (2013)
yaitu zat kimia yang dibuat di bagian tanaman tertentu
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Hormon yang tersedia dalam jumlah yang
cukup dan seimbang akan mendukung pertumbuhan stek
menjadi lebih baik. Hormon yang diberikan dalam
konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan. Hal
ini didukung oleh Mudyantini (2008) yang menyatakan
konsentrasi hormon yang diberikan terus meningkat,
respon tanaman akan terus meningkat sampai mencapai
titik jenuh sehingga pertumbuhan tanaman akan mulai
menurun menjadi bersifat menghambat.
Tanaman dapat memproduksi hormon sendiri untuk
pertumbuhannya secara alami tetapi terkadang tidak
maksimal. Menurut Mareza et al (2009), ZPT yaitu
senyawa yang dalam konsentrasi rendah dapat memacu
pertumbuhan tanaman. Zat pengatur tumbuh tanaman
berperan penting dalam mengontrol proses biologi dalam
jaringan tanaman. Hal ini dijelaskan oleh Lestari (2011)
perannya antara lain mengatur kecepatan pertumbuhan
dari masing-masing jaringan dan mengintegrasikan
bagian-bagian tersebut guna menghasilkan bentuk yang
kita kenal sebagai tanaman. Aktivitas zat pengatur
tumbuh di dalam pertumbuhan tergantung dari jenis,
struktur kimia, konsentrasi, genotipe tanaman serta fase
fisiologi tanaman
Zat pengatur tumbuh terdiri dari golongan sitokinin
dan auksin. Menurut Yunita dan Lestari (2008), auksin
mempunyai peran ganda tergantung pada struktur kimia,
konsentrasi, dan jaringan tanaman yang diberi perlakuan.
Wattimena (1991) menyebutkan bahwa 2,4D lebih tahan
lama pada tanaman, tidak merusak, efektif, mudah
dalam penanganan dan mudah dipakai. Senyawa 2,4D
adalah senyawa auksin sintetik yang dalam banyak hal
memiliki aksi sama dengan hormone tumbuh alami.
Menurut Kartikasari et al (2013), 2,4-D merupakan
golongan auksin sintesis yang mempunyai sifat stabil,
karena tidak mudah terurai oleh enzim-enzim yang
dikeluarkan sel atau pemanasan pada proses sterilisasi.
Shofiyani dan Mulyadi (2010) menambahkan senyawa
2,4-D merupakan auksin kuat yang sering digunakan
secara tunggal untuk menginduksi terbentuknya kalus
dari berbagai jaringan tanaman. Senyawa 2,4D pada
konsentrasi rendah dapat memacu pertumbuhan akar
tetapi pada konsentrasi tinggi dapat menghambat
pertumbuhan akar. Menurut Kasmiyati et al (2007)
senyawa 2,4D pada konsentrasi tinggi berfungsi sebagai
herbisida yang dapat mematikan sel tanaman namun
pada konsentrasi rendah berfungsi sebagai auksin yang
dapat mendorong pembelahan sel tanaman.
Senyawa 2,4D berpengaruh nyata pada
pertumbuhan akar tanaman. Yunus (2007) menyatakan
bahwa untuk pertumbuhan akar hanya diperlukan auksin.
Senyawa 2,4D merupakan senyawa sintetis auksin.
KonsentrasiI 2,4D yang tinggi memacu pemanjangan sel-
sel akar, sedangkan konsentrasiI 2,4D yang rendah
menghambat pemanjangan sel akar. Widiastoety (2014)
mengatakan pertambahan panjang akar disebabkan
terjadinya proses pembelahan sel pada meristem ujung
akar, selanjutnya diikuti oleh proses pemanjangan dan
pembesaran sel.
Larutan 2,4D dibuat dengan beberapa konsentrasi
yaitu 0,00; 0,0001; 0,010; 0,100; 1,000; 10,000 dan tidak
diketahui. Biji jagung diletakkan di cawan kemudian
disimpan di tempat gelap selama 4 hari sehingga dapat
diukur panjang akar primer setiap kecambah. Masalah
yang terjadi yaitu biji jagung tidak dapat berkecambah.
Hal itu disebabkan karena beberapa faktor seperti bibit
rusak, kertas buram kering sehingga bibit tidak dapat
berimbibisi, diserang tikus, dan dk rendah. Zulkarnain
(2009) mengatakan Keberhasilan tanaman dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain pemilihan benih yang
digunakan, penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT)
terutama auksin serta faktor-faktor lingkungan dimana
tanaman ditempatkan. Pendapat itu didukung oleh
Sukmadi (2013) yang mengatakan auksin berfungsi
merangsang pertumbuhan akar, mengatur pembesaran
sel dan memicu pemanjangan sel tanaman, serta
meningkatkan dominansi apikal dan diferensiasi xylem.
Menurut Sulistiyorini et al (2012) penggunaan auksin
untuk induksi perakaran pada beberapa konsentrasi yang
berbeda memberikan pengaruh yang berbeda.
Penambahan auksin yang terlalu tinggi justru dapat
menghambat pertumbuhan sehingga auksin konsentrasi
rendah justru memicu pertumbuhan.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan beberapa
cara. Pertama, menggunakan bibit yang bermutu.
Kusumaningrum et al (2007) mengatakan bibit yang
digunakan adalah dengan ukuran yang seragam, utuh,
padat, dan tidak cacat. Kedua, penyiraman agar kertas
buram tidak kering sehingga bibit dapat berimbibisi.
Ketiga, menempatkan ditempat yang aman supaya tidak
diserang tikus seperti meja yang tinggi.
C. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Hormon yang diberikan dalam konsentrasi tinggi
akan menghambat pertumbuhan sedangkan
hormone dalam konsentrasi rendah dapat memacu
pertumbuhan.
b. 2,4D pada konsentrasi tinggi berfungsi sebagai
herbisida yang dapat mematikan sel tanaman
namun pada konsentrasi rendah berfungsi sebagai
auksin yang dapat mendorong pembelahan sel
tanaman.
c. Bibit rusak, kertas buram kering sehingga bibit tidak
dapat berimbibisi, diserang tikus, dan dk rendah
merupakan masalah yang menyebabkan praktikum
gagal.
2. Saran
a. Praktikan giat untuk menyiram benih yang
dikecambahkan.
b. Coass menyediakan bibit yang bermutu.
DAFTAR PUSTAKA
Anggarwulan Endang, SOlichatun, dan Widya Mudyantini.
2008. Karakter fisiologi kimpul (xanthosoma sagittifolium
(l.) Schott) pada variasi naungan dan ketersediaan air.
Jurnal Biodiversitas 9(4):264-268
Irfan Mokhamad 2013. Respon bawang merah (allium
ascalonicum l) terhadap zat pengatur tumbuh dan unsur
hara. Jurnal Agroteknologi 3(2):35-40