You are on page 1of 12

VI.

PENANGANAN PASCA PANEN SAYURAN

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Selain buah-buahan, sayuran juga merupakan salah satu produk
hortikultura yang memiliki kadar air tinggi dan lebih mudah rusak karena
teksturnya yang lunak terutama untuk sayuran daun. Penanganan pasca
panen sayuran, khususnya daun harus mendapat perhatian yang baik. Hal
tersebut karena sayuran daun mudah rusak dan harus disimpan agar dapat
dimanfaatkan lebih lanjut untuk konsumen. Sayur yang telah dipanen
biasanya tidak akan dijual langsung kepada konsumen pada saat itu juga,
tetapi memerlukan waktu simpan untuk dilakukan penjualan kepada
konsumen. Oleh karenanya diperlukan pengemasan saat dilakukan
penyimpanan agar memiliki masa simpan yang panjang.
Praktikum ini dilakukan penyimpanan sayuran daun dengan
menggunakan kemasan plastik dan dibandingkan dengan perlakuan
kontrol tanpa pengemasan. Adanya perlakuan tersebut akan diketahui
pengaruh yang terjadi pada sayuran daun tersebut dan dapat diketahui
perbedaan yang terjadi anatara sayuran yang tidak dikemas dan yang
dikemas. Tujuan pengemasan adalah mempertahankan kesegaran sayuran
sehingga memiliki masa simpan yang lama.
Kesegaran pada sayuran khususnya daun dapat dipertahankan
kesegarannya lebih lama apabila transpirasi dan respirasi dapat dihambat.
Respirasi maupun transpirasi merupakan metabolisme yang terjadi pada
sayuran karena tetap melanjutkan aktivitas hidupnya meskipun telah
dilakukan pemanenan. Adanya praktikum ini akan memberikan manfaat
bagi mahasiswa agar bisa melakukan penanganan pasca panen yang tepat
untuk komoditas hortikultura, khususnya sayuran daun.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum acara 6 ini adalah untuk mengetahui cara
penanganan pasca panen yang tepat untuk sayuran.
B. Tinjauan Pustaka
Buah dan sayuran pascapanen adalah merupakan produk hidup yang
masih aktif melakukan aktifitas metabolismenya. Hal ini dicirikan dengan
adanya proses respirasi yang masih berjalan seperti halnya sebelum produk
tersebut dipanen. Semakin tinggi tingkat laju respirasinya maka semakin cepat
laju kemunduran dan semakin cepat kematian yang terjadi. Disamping itu,
keragaman akan kondisi fisik-morfologis buah dan sayuran mencirikan pula
akan kepekaannya terhadap kerusakan mekanis dan patologis. Kerusakan
mekanis meliputi benturan (impact), tekanan (compression) dan getaran
(vibration). Kerusakan patolgis adalah diakibatkan oleh serangan
mikroorganisme patogenik terutama oleh cendawan dan bakteri. Kondisi fisik-
morfologis produk juga berpengaruh terhadap traspirasi atau penguapan air
dari produk itu sendiri. Seperti halnya sayuran daun dimana rasio antara
volume dan berat yang tinggi cenderung transpirasi berjalan tinggi. Sebaliknya
produk seperti buah-buahan dimana rasio tersebut lebih rendah maka
transpirasi berjalan lebih lambat. Kehilangan berat sebanyak 5% akibat
transpirasi untuk produk sayuran dan 10% untuk buah maupun umbi-umbian
berakibat pada berkurangnya nilai komersial secara berarti (Supartha 2006).
Sayuran merupakan sumber pangan yang mengandung banyak
vitamin dan mineral yang secara langsung berperan meningkatkan kesehatan.
Oleh karena itu, higienitas dan keamanan sayuran yang dikonsumsi menjadi
sangat penting agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun banyak
jenis sayuran yang beredar di masyarakat tidak terjamin keamanannya karena
diduga telah terkontaminasi logam-logam berat seperti timbal (Pb), kadmium
(Cd), atau merkuri (Hg) (Widaningrum 2007).
Bayam merupakan tanaman perdu (terna) dan tingginya dapat
mencapai 1,5 meter. Batang bayam banyak mengandung air (herbaceous),
bayam tumbuh tinggi di atas permukaan tanah. Bayam tahun kadang-kadang
batangnya mengeras berkayu, dan bercabang banyak. Percabangan akan
melebar dan tumbuh tunas baru bila sering dilakukan pemangkasan. Daun
bayam umumnya berbentuk bulat telur dengan ujung agak meruncing, dan
urat-urat daunnya jelas. Warna daun bervariasi, mulai dari hijau muda, hijau
tua, hijau keputih-putihan sampai warna merah. Struktur daun bayam liar
umumnya kasap, dan kadang-kadang berduri (Rukmana 2006).
Kangkung adalah tanaman semusim dengan panjang dapat mencapai
sekitar 3 m. Batang bulat, beruas dan berongga, gundul, bercabang, berwarna
hijau, dan tumbuh menjalar. Daun tunggal, bertangkai panjang, dan letak
berseling. Helaian daun berbentuk segitiga memanjang, tepi rata, pangkal
berbentuk baji, ujung runcing, pertulangan menyirip panjang 6-15 cm, lebar 3-
9 cm, warna permukaan atas hijau tua, sedang bagian bawah lebih muda. Daun
dan batang kangkung biasa dimakan sebagai lalap rebus atau ditumis.
Kangkung mengandung protein, mineral (kalsium, fosfor, besi), vitamin (A,
B1, C, karoten), hentriakontan, dan sitosterol (Dalimartha 2006).
Menurut Firmansyah et al. (2009), pakcoy termasuk tanaman
sayuran daun berumur pendek yang diintroduksi dari China. Sayuran
introduksi yang kini banyak ditanam petani di Indonesia umumnya berasal
dari daerah subtropis yang mempunyai hawa lebih sejuk dibandingkan di
daerah tropis. Pakcoy mengandung vitamin C, kandungan vitamin C pada
Pakcoy hampir sama dengan jeruk. Sehingga bisa untuk membantu
pembentukan kolagen interseluler. Kolagen adalah senyawa protein yang
banyak terdapat pada tulang rawan, kulit bagian dalam tulang, dan dentin gigi.
Kandungan folat yang terdapat dalam sayuran Pakcoy membuatnya sangat
baik dikonsumsi oleh perempuan yang sadang hamil. Folat berfungsi untuk
membentuk sel darah merah dan mencegah anemia. Folat juga berfungsi untuk
mencegah terjadinya cacat tabung saraf, kelainan pembentukan otak atau
kemungkinan terjadinya kelainan tulang belakang pada janin. Pakcoy juga
mengandung vitamin E yang berguna untuk kesehatan kulit (Monica 2013).
Sawi hijau termasuk dalam suku sawi-sawian atau Brassicaceae
yang merupakan jenis sayuran populer. Jenis sayuran ini mudah tumbuh di
dataran rendah maupun dataran tinggi. Bila ditanam pada suhu sejuk
tumbuhan ini akan cepat berbunga. Memiliki tipe perkecambahan epigeal.
Sewaktu muda tumbuh lemah, tetapi setelah daun ketiga dan seterusnya akan
membentuk setengah roset dengan batang yang cukup tebal, namun tidak
berkayu. Daun elips, dengan bagian ujung biasanya tumpul. Warnanya hijau
segar, biasanya tidak berbulu (Rony 2007).
Penyimpanan pada suhu rendah diperlukan untuk komoditas sayuran
yang mudah rusak karena cara ini dapat mengurangi (a) kegiatan respirasi dan
metabolisme lainnya, (b) proses penuaan karena adanya proses pematangan,
pelunakan, serta perubahan-perubahan tekstur dan warna, (c) kehilangan air
dan pelayuan, (d) kerusakan karena aktivitas mikroba (bakteri, kapang, dan
khamir), dan (e) proses pertumbuhan yang tidak dihendaki, misalnya
munculnya tunas atau akar. Setiap jenis sayuran memiliki sifat karakteristik
penyimpanan tersendiri karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
varietas, tempat tumbuh, kondisi tanah dan cara budidaya tanaman, derajat
kematangan, dan cara penanganan yang dilakukan sebelum disimpan
(Samad 2006).
Kemasan plastik banyak digunakan karena beberapa keunggulan dan
keuntungannya. Kemasan plastik tersebut terbuat dari beberapa jenis polimer
yaitu Polietilen tereftalat (PET), Polivinil klorida (PVC), Polietilen (PE),
Polipropilen (PP), Polistirena (PS), Polikarbonat (PC) dan melamin. Diantara
kemasan plastik tersebut, salah satu jenis yang cuku populer di kalangan
masyarakat produsen maupun konsumen adalah jenis polistirena terutama
polistirena foam. Polistirena foam dikenal luas dengan istilah styrofoam yang
seringkali digunakan secara tidak tepat oleh publik karena sebenarnya
styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh perusahaan
Dow Chemical. Kemasan polistirena foam dipilih karena mampu
mempertahankan pangan yang panas/dingin, tetap nyaman dipegang,
mempertahankan kesegaran dan keutuhan pangan yang dikemas, ringan, dan
inert terhadap keasaman pangan. Karena kelebihannya tersebut, kemasan
polistirena foam digunakan untuk mengemas pangan siap saji, segar, maupun
yang memerlukan proses lebih lanjut (BPOM 2008).
Aktivitas metabolisme pada buah dan sayuran segar dicirikan dengan
adanya proses respirasi. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan
terjadinya peningkatan panas. Sehingga proses kemunduran seperti kehilangan
air, pelayuan, dan pertumbuhan mikroorganisme akan semakin meningkat.
Mikroorganisme pembusuk akan mendapatkan kondisi pertumbuhannya yang
ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembaban dan siap menginfeksi
sayuran melalui pelukaan-pelukaan yang sudah ada. Selama transportasi ke
konsumen, produk sayuran pascapanen mengalami tekanan fisik, getaran,
gesekan pada kondisi dimana suhu dan kelembaban memacu proses pelayuan
(Utama 2009).
Kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan
masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-
sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-
perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama
pada makanan yang tidak diolah. Selama penyimpanan akan terjadinya proses
penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan produk kering
mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah (Robertson 2010).

C. Metodologi Praktikum
1. Waktu dan tempat praktikum
Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 30 April 2014
pada jam 13.00-15.00 WIB bertempat di Laboratorium Pemuliaan
Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Alat dan Bahan
a. Alat
1) Kantong plastik bening
b. Bahan
1) Bayam (Amaranthus sp.)
2) Kangkung (Ipomoea reptana)
3) Pakcoy (Brassica chinensis)
4) Sawi Hijau (Brassica rapa)
3. Cara kerja
a. Menyiapkan alat dan bahan sesuai perlakuan. Terdapat 2 faktor
perlakuan yaitu kemasan (K) dan sayuran (S). Kemasan terdapat 2
taraf perlakuan, yaitu tanpa kemasan (K0) dan kemasan plastik bening
(K1). Sedangkan untuk sayuran terdapat 4 taraf perlakuan yaitu Bayam
(S1), Kangkung (S2), Pakcoy (S3) dan Sawi hijau (S4). Dengan
demikian diperoleh 8 kombinasi perlakuan.
b. Menyimpan sayuran hingga umur simpan habis.
4. Pengamatan yang dilakukan
a. Tekstur
1 = lunak sekali
2 = lunak
3 = agak lunak
4 = keras
b. Warna
1 = hijau
2 = hijau kekuningan
3 = kuning
4 = kuning kecoklatan
5 = coklat
c. Umur simpan
Umur simpan diamati dengan menghitung lamanya sayuran bertahan
dari awal penyimpanan sampai 50% sayur rusak. Sayuran dikatakan
rusak apabila dalam 1 ikat telah rusak 25%.
D. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
2. Pembahasan
Menurut Pradani et al. (2009), hasil panen sayuran umumnya
berlimpah dan hanya sebagian yang dapat dimanfaatkan, karena sebagian
lainnya telah rusak setelah lepas panen, yaitu dalam waktu pengangkutan
ataupun selama waktu dipasarkan. Hal tersebut dapat dihindarkan, bila
dilakukan usaha penanganan lepas panen yang lebih baik. Mengingat sifat
alamiah dari sayuran yang mudah busuk dan rusak, perlu diusahakan
beberapa cara pengolahan untuk memperpanjang daya simpan dan daya
guna sayuran tersebut. Praktikum kali ini dilakukan untuk mengetahui
penanganan pasca panen yang tepat untuk sayuran agar kesegarannya
dapat dipertahankan lebih lama dan umur simpannya menjadi lebih lama.
Sayur-sayuran yang digunakan dalam praktikum, yaitu bayam,
kangkung, pakcoy dan sawi hijau mempunyai bagian daun dan batang
yang banyak mengandung air serta memiliki kesegaran yang baik saat
dipanen. Sawi hijau dan pakcoy memiliki daun paling lebar jika dibanding
dengan bayam dan kangkung. Sedangkan bayam memiliki daun yang lebih
lebar dibandiingkan dengan kangkung. Menurut Dalimartha (2006),
kangkung mengandung protein, mineral (kalsium, fosfor, besi), vitamin
(A, B1, C, karoten), hentriakontan, dan sitosterol. Agar kandungan gizi
tersebut tetap terjaga dengan baik, maka saat ssampai ditangan konsumen
sayuran harus dalam kondisi yang segar dan baik selain dari pemasakan
sayuran yang perlu diperhatikan.
Berdasarkan tabel data rekapan dapat diketahui beberapa sayuran
dan perlakuan kontrol serta pengemasan dengan plastik. Dimana masing-
masing perlakuan disimpan pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan
dengan melihat tekstur daan warna sayuran yang dilakukan setiap hari
serta umur simpan sayuran tersebut. Dapat diketahui perlakuan S1K0
(bayam kontrol) memiliki umur simpan sangat pendek yaitu 2 hari,
sedangkan perlakuan S1K1 (bayam dengan plastik) memiliki umur simpan
yang lebih panjang yaitu 5 hari. Begitu pula dengan kangkung pada
perlakuan plastik memiliki umur simpan yang lebih pendek dibanding
perlakuan dengan plastik. S2K0 (kangkung kontrol) memiliki umur
simpan 4 hari, sedangkan S2K1 (kangkung dengan plastik) memiliki umur
simpan 2 hari lebih lama yaitu 6 hari.
Berbeda dengan pakcoy, pada perlakuan kontrol justrru memiliki
umur simpan yang lebih pendek pada perlakuan plastik dibanding kontrol.
Perlakuan S3K0 (pakcoy kontrol) memiliki umur simpan 5 hari sedangkan
pada perlakuan S3K1 (pakcoy plastik) memiliki umur simpan 4 hari atau 1
hari lebih pendek dibanding perlakuan kemasan. Sawi hijau pada
perlakuan S4K0 (sawi hijau kontrol) memiliki umur simpan 4 hari
sedangkan perlakuan S4K1 (sawi hijau plastik) memiliki umur simpan
lebih lama yaitu 6 hari. Dapat disimpulkan bahwa perlakuan pengemasan
yang baik pada praktikum adalah dengan penggunaan kemasan plastik jika
dibandingkan tanpa kemasan atau kontrol.
Faktor penting dalam pengepakan yang perlu diperhatikan adalah
bahwa bahan pengemasan setidaknya memiliki permeabilitas terhadap
keluar masuknya oksigen dan karbondioksida. Menurut Santosa (2009),
atmosfir dalam ruang pak yang menggunakan plastik tercapai kestabilan
udara yang cukup terkendali. Pada kondisi tersebut biasanya kandungan
oksigen rendah sedangkan karbondioksidanya lebih tinggi baik terhadap
oksigen maupun udara di luar pak (dos). Tekanan uap air relatif stabil
sehingga menguntungkan untuk mempertahankan kualitas sayur dalam
simpanan.
Berdasarkan data kelompok pada perlakuan S3K1 (pakcoy plastik)
dapat diketahui bagaimana perubahan warna ataupun tekstur dari sayuran
dari hari ke hari hingga umur simpan berakhir. Hari ke-1 pada ketiga
ulangan memiliki tekstur yang keras kemudian pada hari ke-2 tektur agak
lunak dan pada ulangan ketiga memiliki tekstur lunak. Sedangkan pada
hari ke-3 tekstur lunak dan lunak sekali pada ulangan ketiga. Hari ke-4
tekstur ketiganya sudah lunak sekali. Sedangkan warna yang awalnya pada
hari ke-1 hijau, pada hari ke-2 hijau kekuningan, hari ke-3 kuning dan hari
ke-4 sudah kuning kecoklatan pada semua ulangan.
Selain kesegarannya yang berkurang, pada gambar juga terlihat
perubahan warna daun yang terjadi, yang semula berwarna hijau kelamaan
menjadi kuning bahkan kecoklatan. Hal tersebut dikarenakan terjadinya
degradasi klorofil. Menurut Melda (2014), warna hijau yang ada pada
daun sayuran berasal dari adanya pigmen klorofil (zat hijau daun). Warna
kuning/oranye yang ada pada buah-buahan berasal dari zat yang bernama
karotenoid. Dimana zat ini juga dipengaruhi oleh proses memasak yang
normal atau perubahan pH (zat asam).
Menurut Andre (2010), proses metabolisme yang ditandai dengan
adanya respirasi akan mendorong terjadinya perubahan fisiologis, fisik dan
kimia pada bahan. Senyawa-senyawa di dalam bahan dapat berubah jenis
dan jumlahnya seiring dengan proses metabolisme. Perubahan itu pada
akhirnya menuju kepada kerusakan pada bahan. Pada masa pasca panen,
jaringan sayur dan buah masih terus melangsungkan metabolisme, di
antaranya adalah respirasi yang memerlukan oksigen dan menghasilkan
gas karbondioksida. Respirasi dapat menyebabkan berkurangnya
kandungan zat gizi, perubahan flavor dan rasa; dan berkurangnya berat
bahan.
Menurut Fendi (2013), tingkat respirasi menjadi tolok ukur daya
simpan sayuran. Sayuran yang terdiri dari jaringan tanaman muda (daun,
kecambah, batang muda, bunga) memiliki laju respirasi yang sangat tinggi
dan segera mengalami perubahan setelah panen. Proses transpirasi pada
sayuran juga menyebabkan kelayuan dan menurunkan nilai ekonomi
sayuran. Dengan demikian diperlukan penanganan yang tepat saat
pengemasan agar selama penyimpanan sayuran tetap segar dan masih
renyah untuk dikonsumsi.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanaka, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut.
a. Sayuran daun mudah mengalami kerusakan karena kandungan airnya
yang tinggi dan perlakuan pengemasan yang salah.
b. Sayuran daun yaitu kangkung, bayam, pakcoy dan sawi hijau pada
perlakuan kemasan plastik memiliki umur simpan lebih panjang
dibanding kontrol atau tanpa pengemasan.
c. Adanya pengemasan plastik bertujuan untuk menghambat adanya
transpirasi sehingga kesegaran dapat dipertahankan lama.
d. Warna daun selama penyimpanan mengalami perubahan dari hijiau
menjadi kuning dan kecoklatan karena adanya degradasi klorofil.
e. Tekstur sayuran semakin lunak selama penyimpanan karena adanya
pembusukan pada sayuran tersebut.
2. Saran
Praktikum sudah berjalan dengan baik dan lancar. Mungkin
untuk kedepannya dapat ditambah lagi perlakuan penyimpanan, salah
satunya dengan menggunakan suhu rendah. Selain itu menggunakan
sayuran yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Andre 2010. Teknologi Hasil Hortikultura. http://andrewopunk.blogspot.com.


Diakses pada tanggal 20 Mei 2014.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2008. Kemasan
Polystirena Foam. InfoPOM 9(5) September 2008.
Dalimartha S 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Puspa Swara.
Fendi A 2013. Perubahan Fisikokimia Buah Sayur Setelah Panen.
http://gudangfarm.blogspot.com. Diakses pada tanggal 20 Mei 2014.
Firmansyah F, Tino MA, Aos MA 2009. Pengaruh Umur Pindah Tanam Bibit dan
Populasi Tanaman terhadap Hasil dan Kualitas Sayuran Pakcoy
(Brassica campestris L., Chinensis group) yang Ditanam dalam
Naungan Kasa di Dataran Medium. Jurnal Agrikultura 20(3): 216-224.
Melda F 2014. Sayur dan Buah. http://meldafakhriana.blogspot.com. Diakses
pada tanggal 20 Mei 2014.
Monica 2013. Khasiat Pakcoy Ternyata Ajaib Sekali. http://www.indahotels.com.
Diakses pada tanggal 18 Mei 2014.
Pradani A, EM Hariastuti.2009. Pemanfaatan Fraksi Cair Isolat Pati Ketela Pohon
sebagai Media Fermentasi Pengganti Air Tajin pada Pembuatan Sayur
Asin. Laporan Penelitian. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas teknik.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Rukmana R 2006. BAYAM, Bertanam & Pengelolaan Pascapanen. Yogyakarta:
Kanisius.
Robertson GL 2010. Food Packaging and shelf life: A Pratical Guide. Boca Raton,
Florida: CRC Press.
Rony A 2007. Budidaya Sawi Hijau (Brasica rappa).
http://myblog.pert.co.id/sawi-hijau/budidaya. Diakses pada tanggal 18
Mei 2014.
Santosa B 2009. Penanganan Pasca Panen Sayur. Jakarta: Indarpress.
Samad MY 2006. Pengaruh Penanganan Pasca Panen terhadap Mutu Komoditas
Hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 8(1): 31-36.
Supartha UIM 2006. Peranan Teknologi Pasca Panen untuk Fresh Produce
Retailing. Makalah Seminar Nasional Pentingnya Teknologi
Pascapanen dalam Meningkatkan Daya Saing Produk Hortikultura
Indonesia. Universitas Udayana.
Utama IMS 2009. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar.
http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2009/06/5-
penanganan-pascapanen.pdf. Diakses pada tanggal 18 Mei 2014.
Widaningrum 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat dalam Sayuran dan
Alternatif Pencegahan Cemarannya. Buletin Teknologi Pascapanen
Pertanian 3: 16-27
Wikipedia 2013. Kangkung. http://id.wikipedia.org/wiki/Kangkung. Diakses pada
tanggal 18 Mei 2014.

You might also like