You are on page 1of 11

AMBIENT MEDIA SEBAGAI MEDIA DAKWAH

PENYELAMATAN LINGKUNGAN HIDUP

Pengampu:
Prof. Dr. HM. Ali Aziz, M.Ag.
Oleh:
Ahmad Kamal Abdul Jabbar

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017
PENDAHULUAN
Manusia sejatinya hanyalah salah satu diantara ribuan, bahkan jutaan
atau milyaran ciptaan Allah SWT yang tersebar diseluruh jagat raya. Dan semua
yang dicipta-Nya bukanlah tanpa tujuan. Sebagaimana difirmankan dalam QS.
Adz-Dzariyat ayat 56:

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.

Fitrah kita sebagai manusia ialah diciptakan untuk mengabdi dan


menyembah kepada Allah SWT. Dalam implementasinya, pengabdian tersebut
bisa diwujudkan dengan cara mematuhi segala yang diperintahkan oleh Allah,
sekaligus menjauhi segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT. Selain itu, pada
awal mula sebelum manusia benar-benar diciptakan, sempat terjadi percakapan
antara malaikat dan Allah SWT terkait dengan kekhawatiran para malaikat akan
penciptaan manusia di bumi. Hal ini ada dalam QS. Al-Baqarah ayat 30:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:


"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui."

Salah satu poin penting yang bisa diambil dari ayat tersebut ialah ketika
Allah SWT menyebut manusia sebagai khalifah di bumi. Khalifah berarti
pemimpin dalam Bahasa Arab. Melalui hal ini bisa diambil sedikit pemahaman
bahwa manusia memang diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin
dimuka bumi ini tanpa meninggalkan kewajibannya untuk meneymbah kepada-
Nya. Kompetensi manusia sebagai pemimpin ini diperkuat dengan adanya firman

1
bahwa manusia adalah ciptaan dengan kondisi yang paling baik (at-Tin: 5) dan
dianugerahi dengan akal. Adapun tanggung jawab sebagai pemimpin tersebut
memiliki dimensi yang sangat banyak, selain bertanggung jawab atas dirinya
sendiri, manusia juga bertanggung jawab atas lingkungannya, baik dalam segi
sosial maupun tanggung jawab terhadap alam sekitarnya.

Berawal dari konsep tersebut seharusnya bisa menumbuhkan kesadaran


di benak manusia. Namun pada prakteknya saat ini, alam yang pada dasarnya
diciptakan oleh Allah bagi manusia itu sendiri, tidak dirawat dengan baik.
Dibandingkan dengan periode sebelum penemuan-penemuan manusia
berkembang dengan demikian pesatnya seperti sekarang ini, kondisi lingkungan
jauh lebih baik. Saat ini banyak sekali laporan-laporan yang menyebutkan adanya
perubahan iklim yang disinyalir penyebabnya adalah pemanasan global. Adapun
peningkatan suhu global ini sebagai akibat dari meningkatnya emisi gas rumah
kaca yang dilepaskan dari berbagai sumber emisi, khususnya dari pemanfaatan
energi fosil dalam berbagai kegiatan yang dilakukan manusia modern (BP3KP,
2013: 11). Berawal dari hal ini, bisa diketahui adanya kegagalan yang dialami
umat manusia untuk menjaga lingkungan/alam yang Allah titipkan kepadanya.

Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya hatinya tergerak untuk


menumbuh-suburkan perilaku menjaga ini, baik kepada dirinya sendiri maupun
kepada orang lain. Meskipin sebenarnya metode dalam mengajak berbuat itu
ada banyak cara, umumnya pada dai cenderung lebih mengutamakan dakwah
secara lisan. Hal ini tentu menjadi kendala bagi orang yang punya kesadaran
namun tidak punya cukup kemampuan atau keberanian untuk mengungkapkan-
nya dalam bentuk ajakan lisan. Melalui perspektif ilmu komunikasi, ada sebuah
solusi yang bisa ditawarkan. Dalam ilmu komunikasi, konsentrasi periklanan
khususnya, dikenal istilah ambient media, yaitu medium promosi yang tergolong
baru dan dinilai lebih kreatif dibanding media konvensional. Sehingga efektivitas
yang dihasilkan cenderung lebih besar. Dalam benak penulis, apabila pendekatan
model ini diimplementasikan dalam konteks dakwah dan diisi dengan pesan-
pesan dakwah, serta diarahkan kepada objek dakwah yang jelas, pasti akan
menimbulkan efektivitas yang lebih besar pula.

KONSEP DASAR DAKWAH


Dakwah ialah istilah yang berasal dari Bahasa Arab, akar katanya ialah
daa-yadu. Secara semantik arti dari kata tersebut beragam, makna-makna
tersebut ialah memanggil, mengundang, minta tolong, meminta, memohon,
menanamkan, menyuruh datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan,
mendoakan, menangisi, dan meratapi (Moh. Ali Aziz, 2004: 6). Sedangkan para
ahli lainnya mempunyai pendapat masing-masing mengenai kata dakwah ini.
Syekh Ali bin Shalih al-Mursyid (dalam Moh. Ali Aziz, 2004: 11) mengartikan

2
dakwah sebagai sistem yang berfungsi menjelaskan kebenaran, kebajikan, dan
petunjuk (agama); sekaligus menguak berbagai kebatilan beserta media dan
metodenya melalui sejumlah teknik, metode, dan media lainnya.

Al-Bayanuni (1991: 17), dalam karangannya al-Madkhol ila Ilmi al-Dawah


berpendapat bahwa dakwah adalah:


menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia
dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata.

Jumah Amin (1999: 17), mengatakan bahwa dakwah ialah:


Upaya untuk membuat orang lain condong terhadap suatu doktrin atau
agama.

Sedangkan bagi seorang kontributor entri Dawah di The Oxford


Encyclopedia of the Modern Islamic world, Paul E. Walker (dalam Moh. Ali Aziz,
2004: 17) kata dakwah bisa jelaskan sebagai:

The word dawah and the verb daa which it derives have a range of
meaning both in the Quran and in ordinary speech. It can signify, for
example, a basic act of invitation, as in hadith that say , in part,and
someone who enters without an invitation [dawah] enters as a thief.
The sahib al-dawah (master of the invitation) is, in this context, nothing
more than a host. But the lexical meaning extend from there to
encompass concept of summoning, calling on, appealing to, invocation,
prayer (for and againts something or someone), propaganda, missionary
activity, and finally legal proceedings and claims. (Kata dawah dan kata
kerja yang menjadi akarnya yakni daa, mempunyai sejumlah makna baik
dalam al-Quran maupun dalam percakapan sehari-hari. Sebagai contoh,
ia bisa berarti mengundang, seperti dalam penggalan sebuah hadis:dan
seseorang yang masuk tanpa suatu undangan berarti masuk sebagai
seorang pencuri. Shahib al-dawah (pengundang) dalam konteks ini tidak
lain adalah tuan rumah. Namun, makna perkataan tersebut diperluas dari
arti undangan kesejumlah pengertian yang meliputi: panggilan, ajakan,
permohonan, seruan, doa [untuk memperoleh dan terhindar dari sesuatu
atau seseorang], propaganda, kegiatan misionari, dan akhirnya tindakan
dan pengakuan yang sah).

Melalui penjelasan berbagai arti dakwah diatas, ada poin yang bisa ditarik
sebagai simpul, yaitu dari setiap pengertian pasti ada kata yang merujuk pada hal
ajakan/seruan/undangan, artinya beberapa pendapat diatas setuju bahwa arti

3
kata dakwah sifatnya persuasif. Atau secara singkat, bila dikaitkan dengan
konteks islam, dakwah adalah kegiatan peningkatan iman menuju syariat Islam
(Moh. Ali Aziz, 2004: 19). Kegiatan persuasi ini merupakan salah satu ciri dari
komunikasi antarpribadi dengan para mitra dakwah, Sunarjo (dalam Alo Liliweri,
1997: 40) menyatakan pendapatnya mengenai persuasi sebagai teknik untuk
mempengaruhi manusia dengan memanfaatkan data dan fakta
psikologismaupun sosiologis dari objek komunikasi/dakwah. Persuasi ini bukan
hanya berbicara mengenai efektivitas dari komunikasi yang dibangun, melainkan
mempersatukan aspek sosiologis dan psikologis antara komunikator dan
komunikan.

Terlepas dari pengertian dakwah, ada hal lain yang perlu diperhatikan
dalam berlangsungnya dakwah. Adapun yang pertama ialah dai itu sendiri, dai
adalah sebutan untuk orang yang melakukan dakwah. Idealnya, seorang perlu
memiliki kriteria tertentu untuk bisa dikatakan kompeten atau bila ingin pesan
dakwahnya bisa tersampaikan dan diterima oleh objek dakwahnya. Dalam
konsep komunikasi, posisi seorang dai ialah komunikator, namun dalam situasi
tertentu, dakwah interaktif misalnya, status komunikasi dai tersebut bisa
bergeser menjadi komunikan atau medium, bahkan pesan itu sendiri. Al-
Bayanuni (1991: 155-167) mengatakan setidaknya ada poin-poin yang harus
melekat pada dai, mereka ialah:

1. Yakin terhadap apa yang akan disampaikan.


2. Menjalin hubungan yang baik dengan mitra dakwah
3. Memiliki wawasan dan pemahaman tentang pesan dakwahnya
4. Ilmunya sesuai dengan perbuatannya, serta konsisten dalam
pelaksanaannya
5. Memiliki kepekaan yang baik
6. Bijak dalam menentukan metode yang akan dipakai dalam dakwah
7. Akhlaqnya terpuji
8. Berbaik sangka pada sesama muslim
9. Menutupi aib orang lain
10. Berbaur dengan masyarakat jika dirasa itu baik bagi dakwahnya, dan
sebaliknya menjauh jika tidak menguntungkan.
11. Menempatkan orang lain sesuai dengan porsinya, serta mengetahui
kelebihan masing-masing individu.
12. Saling membantu, saling musyawarah, dan menasehati antar sesama
dai

Kedua ialah menentukan media yang tepat untuk digunakan dalam


proses dakwah. Artinya, dai harus tahu atau paling tidak berusaha mengenali
kondisi mitra dakwah serta mencoba memprediksi media dan metode apa yang
dirasa paling tepat digunakan dalam proses dakwah itu. Mengenai media
dakwah, banyak sekali para ahli yang mengelompokkan jenis media yang bisa

4
digunakan dalam melakukan dakwah. Perbedaan kalisifikasi ini ditengarai berasal
dari perbedaan latar belakang pengetahuan serta perspektif yang digunakan
dalam melihat hal ini. Seperti halnya Mira Fauziyah (dalam Moh. Ali Aziz, 2004:
406) yang membagi media dakwah dalam kelompok eksternal (media cetak,
media audio, media visual, dan media audio visual) dan kelompok internal (surat,
telepon, pertemuan, wawancara, dan kunjungan). Sedangkan al-Bayanuni (1991:
301-309) membaginya kedalam bentuk media fisik dan non-fisik. Dalam konteks
media ambient (ambient media) yang diusung dalam pembahasan ini, bisa
digolongkan dalam beberapa bentuk kategori media yang berbeda. Hal ini karena
ambient media pada dasarnya ialah memanfaatkan celah kreatif dari sebuah
ruang pesan. Media ini dalam satu waktu bisa masuk dalam kategori media fisik,
namun kadang juga bisa dalam wujud media non-fisik, dan lain sebagainya.
Media ini dianggap relevan dan cocok dalam kaitannya dengan dakwah, karena
dalam prakteknya dakwah mirip dengan konsep komunikasi massa, ditandai
dengan adanya interaksi sosial melalui pesan/simbol-simbol dengan objek yang
bersifat banyak pada umumnya (Gebner dalam Morrisan, 2010: 7).

Selanjutnya ialah metode dakwah, aspek ini tidaklah sesederhana yang


dibayangkan. Apabila diuraikan secara lebih detil, ada pembagian atau beberapa
poin yang secara arti mirip dengan metode, namun sepenuhnya berbeda
penerapannya. Moh. Ali Aziz (2004: 347) memberikan penjelasan sederhana
tentang itu, bahwa segala persoalan bisa dilihat atau dipahami dari sudut
pandang tertentu, sudut pandang inilah yang disebut pendekatan. Sebuah
pendekatan akan melahirkan strategi, yaitu semua cara untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan. Setiap strategi menggunakan metode; dan setiap metode
membutuhkan teknik, yaitu cara yang lebih spesifik dan lebih operasional.
Selanjutnya setiap teknik membutuhkan taktik, yaitu cara yang lebih spesifik lagi
dari teknik. Masing-masing istilah tersebut harus bergerak sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan. Sedangkan untuk ambient media yang diusung ini,
metode yang diusung cenderung mengarah kepada karya tulis, karena dalam
prakteknya seringkali melibatkan teknik penulisan kata atau menyusun gambar
sesederhana mungkin dengan mengharap efek sebesar mungkin. Dalam ilmu
periklanan hal ini dikenal sebagai copywriting, dimana kata dan gambar bekerja
sama menghasilkan konsep kreatif yang berguna dalam membangkitkan mood
atau melunakkan resistensi konsumen/objek dakwah dalam konteks dakwah
(Sandra Moriarty, 2009: 472).

5
AMBIENT MEDIA, SEBUAH GAGASAN
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa ambient media
merupakan salah satu media kreatif dalam ilmu periklanan. Ide dasarnya ialah
untuk menyajikan sesederhana mungkin untuk mendapat efek sebesar mungkin.
Gagasan penerapan teknik ini ialah karena sudah terlalu maraknya periklanan
menggunakan media konvensional seperti poster, baliho, dan lain sebagainya,
yang pada akhirnya mengurangi efektivitas dari penggunaan media tersebut.

Media ambient, atau dalam ilmu periklanan juga biasa disebut dengan
frasa ambient advertising atau ambient marketing, awalnya dikenal sebagai
fringe media. Istilah ambient pertama kali digunakan dalam konsteks periklanan
pada 1996 oleh spesialis periklanan luar ruang asal Inggris, Concord Advertising
(Sandra Luxton, 2000: 735). Penjelasan sederhana terkait apa yang dimaksud
ambient media menurut Sandra Luxton (2000: 735) adalah:

The placement of advertising in unusual and unexpected places (location),


often with unconventional methods (execution) and being first or only ad
execution to do so (temporal). (penempatan iklan pada lokasi yang tidak
biasa dan tidak terduga, menggunakan metode yang tidak biasa dan
menjadi eksekusi yang pertama atau satu-satunya)

Sedangkan Hoffman (dalam Amie Shelton dkk 2016: 70) mengungkapkan


bahwa The distinctive feature of ambient advertising is to confront the target
audience with incongruous stimuli in an uncommon background to cause
surprise (ciri khas dari periklanan menggunakan media ambient adalah
penempatan stimulus yang aneh pada tempat yang tidak biasa untuk
menghasilkan efek kejut).

Melalui beberapa pengertian diatas, ada poin-poin yang menarik dan


perlu digaris bawahi sebagai karakteristik ambient media. Pertama ialah
unexpected places atau tempat yang tidak biasa, pada mulanya tempat yang
strategis ialah elemen penting dalam penempatan iklan, namun hidup di era
modern dengan kebutuhan masing-masing individu yang berbeda seperti saat ini
menuntut orang untuk berfikir lebih agar pesannya tersampaikan kepada orang
lain, butuh inovasi baru seperti penempatan pesan di tempat yang tidak biasa
agar peluang diterimanya pesan menjadi lebih besar. Elemen ini berhubungan
dengan poin to cause surprise, semua orang tentu suka dengan yang dinamakan
kejutan, dengan asosiasi mengarah pada hal yang positif, mobilitas orang yang
tinggi seperti saat ini mendorong komunikator untuk bisa mengejutkan
komunikan. Untuk mendapatkan efek tersebut, perlu adanya unconventional
methods, yaitu metode yang belum pernah terfikirkan sebelumnya. Dalam
aplikasinya, penerapan ambient media ini perlu memerhatikan aspek desain dan
tata letak yang benar-benar tepat agar bisa menyatukan antara maksud/tujuan
pesan dan kondisi lingkungan disekitar pesan itu. Jefkins (1995: 245-248)

6
menjelaskan 8 hukum yang harus diperhatikan dalam pembuatan rancangan
desain meliputi prinsip kesatuan, keberagaman, keseimbangan, ritme, harmoni,
proporsi, skala, penekanan (emphasis).

Berbicara mengenai efektivitas, ambient media ini telah terbukti bisa


menarik perhatian dan rasa penasaran audien (Holt dalam Shelton, 2016: 70).
Hal ini dikarenakan ambient berbaur dengan lingkungan yang ada disekitarnya,
sehingga kesannya sudah seperti menjadi bagian dari lingkungan itu sendiri
(Lucmary dalam Shelton, 2016:70).

Bila dibandingkan dengan dakwah metode lisan, penggunaan ambient


media ini memiliki kelebihan dimana pesan bisa bertahan dilokasi yang
ditentukan secara lebih lama. Dalam sudut pandang penulis, hal ini diharapkan
secara tidak langsung mempengaruhi alam bawah sadar target, karena berulang-
ulangnya stimulus yang diberikan oleh ambient media ini. Jangka panjangnya,
perilaku target dakwah akan mengalami perubahan perilaku tanpa disadarinya.
Sebagaimana dikatakan Majdi Hilali (dalam Moh. Ali Aziz, 2004: 454) bahwa
setiap perubahan perilaku mengalami tiga tahap yaitu akal berupa keyakinan
tentang sutau tindakan, hati berupa suara atau bisikan yang menyenangkan, dan
hawa nafsu yang diwujudkan oleh anggota tubuh dalam bentuk tindakan nyata.
Proyeksi perubahan yang akan dialami mitra dakwah dalam penggunaan media
ini ada pada kognisinya, dimana minimal setelah ia mengetahui atau memahami
pesan dakwah tersebut.

IMPLEMENTASI AMBIENT MEDIA DALAM DAKWAH


Telah disepakati sebelumnya bahwa manusia, sebagai khalifah dibumi
punya tanggung jawab terhadap lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun
alam serta apa yang terkandung didalamnya. Namun pada prakteknya,
manusialah yang justru banyak berkontribusi dalam rusaknya lingkungan dengan
berbagai alasan. Seperti semakin menyusutnya jumlah hutan karena eksploitasi,
hingga semakin menipisnya atmosfer sehingga menyebabkan efek rumah kaca,
yang pada akhirnya berimbas pada pemanasan global dan perubahan iklim, es
pada kutub-kutub bumi mencair dan lambat laun menenggelamkan daratan.
Dilain sisi, beberapa negara justru kekurangan air bersih untuk bisa dikonsumsi
sehari-hari.

Melalui ambient media ini, penulis berharap bisa menyelipkan pesan


dakwah didalamnya dan pada akhirnya digunakan untuk mengajak umat manusia
lebih merawat bumi melalui kebiasaan-kebiasaan kecil yang sesuai dengan ajaran
agama Islam. Karena pada dasarnya setiap agama menjalankan tugas dan fungsi
edukasi, penyelamatan, pengawasan sosial, transformatif, dan persaudaraan
(Aloliliweri, 2011: 289). Sebagaimana yang dikatakan Aloliliweri tersebut bahwa

7
selain menyelamatkan kondisi bumi yang ada seperti saat ini. Dakwah melalui
ambient media untuk menyelamatkan lingkungan ini juga ditujukan kepada
fungsi edukasi kepada generasi muda sebagai pilar penerus perjuangan manusia
sebagai khalifah di bumi ini.

Untuk lebih mudahnya,


penulis telah membuat contoh
aplikasi dari ambien media
seperti pada gambar 1.1. pada
gambar tersebut penulis ingin
menyampaikan pesan yang
terkandung dalam al-Quran
surat al-Araf 31 yang mengajar-
kan kita agar tidak berlebihan
dalam makan dan minum.
Secara tidak langsung, tindakan
yang diajarkan ini juga bernilai
penghormatan bagi mereka
yang justru kekurangan air
bersih untuk kebutuhan sehari-
hari. Oleh karena itu
ditambahkanlah gambar peta
dunia sebagai ilustrasi. Seperti
sebuah ungkapan yang
mengatakan bahwa apa yang
anda beli memang milik anda,
namun sumber daya yang ada
itu adalah milik semua manusia.

Pesan yang terkandung


dalam ambient media tersebut
menurut penulis akan lebih
efektif dalam menyampaikan
ajaran tersebut, dibandingkan
dengan jika disampaikan secara
oral/lisan. Karena mudahnya
setiap menuang air, mata
secara tidak langsung akan
tertarik adanya tulisan itu dan
mau tidak mau akhirnya
terbaca.

Gambar 1.1 contoh aplikasi


ambient media untuk dakwah

8
Dalam aplikasi lain, mungkin pesan tersebut juga bias diletakkan pada
alat makan atau tempat makan, namun konten yang diusung ialah tentang
perintah makan secukupnya. Karena dalam surat al-Araf tersebut sebenarnya
berisi ajaran untuk makan dan minum secukupnya.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika ambient media ini
digunakan untuk menyampaikan pesan dakwah. Hal yang paling pokok ialah
tidak berubahnya isi pesan dakwah yang terkandung di media itu, Karena ambien
media terbatas ruang dan pesan yang bias disampaikan, maka dai seharusnya
bisa mengemas sedemikian rupa pesan yang akan disampaikan tanpa merubah
maksud dari pesan itu ketika eksekusi dilakukan. Yang kedua ialah budaya, dalam
hal ini (ambient media) budaya bisa menjadi faktor pendukung atau sebaliknya
yaitu faktor penghambat. Dalam prakteknya, dai harus bisa mengetahui apakah
pesan dan eksekusi yang direncanakan tidak berbenturan dengan nilai dan
norma yang ada di lingkungan target atau objek dakwah itu. Mudahnya, misalkan
dalam hal pemilihan kata, bagi orang eropa mungkin kata-kata yang simpel dan
langsung mengarah pada maksud akan lebih efektif dibanding bila digunakan
pada orang-orang timur yang mementingkan sopan santun.

SIMPULAN
Ambien media sejatinya terobosan dalam bidang periklanan dan
pemasaran. Ide utamanya ialah pemanfaatan ruang atau tempat yang tidak
terduga untuk memunculkan efek kejut pada target. Efektivitasnya yang melebihi
media lain membuat dan Penulis berinisiatif untuk menggunakannya sebagai
media dakwah, terutama dalam tema menyelamatkan lingkungan. Sampai pada
saat ini, gagasan untuk menggunakan ambient media masih berupa prototype
dan belum benar-benar ada yang menerapkannya untuk tujuan dakwah.

Rekomendasi yang ingin disampaikan penulis, metode ini dinilai sangat


potensial mengingat pada dunia aslinya, ambient media ini dianggap sebagai
gagasan revolusioner dan sangat efektif karena media ini mampu berbaur
dengan lingkungan yang ditempatinya. Kedepannya semoga adanya aplikasi
sesungguhnya dari media ini bisa terwujud dan mendapat hasil yang diinginkan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Al-Bayanuni, Muhammad Abu al-Fattah. 1991. Al-madkhol ila Ilmi al-Dawah.


Beirut: Resalah Publisher.

Aloliliweri. 2011. Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Aloliliweri. 1997. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Amin, Jumah. 1999. Al-Dawah Qowaid wa Ushul. Kairo: dar al-Dawah.

Aziz, Moh. Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2013. Politik Pengembangan


Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim. Jakarta: IAARD Press.

Jefkins, Frank. 1994. Periklanan. Jakarta: Erlangga.

Luxton, Sandra. 2000. What is this thing called ambient advertising?, dalam
jurnal ANZMAC 2000. South East Queensland: Griffith University School of
Marketing and Management.

Morrisan. 2010. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia.

Moriarty, Sandra. 2011. Advertising. Jakarta: Kencana.

Shankar, Avi dan Horton, Brett. 1999. Ambient Media: Advertisings New Media
Oportunity? Dalam jurnal International Journal of Advertising vol. 18 no.
3. Oxford: Routledge .

Shelton, Amiee J. 2016. Ambient Marketing Practices in the United States: A


Professional View, dalam Jurnal Communication Today vol. 7 no. 1. Uttar
Pradesh (India): ADI Media.

10

You might also like