You are on page 1of 29

Pedoman Klinis ACG: Evaluasi zat kimia Hepar Abnormal

Dokter menilai zat kimia hepar yang abnormal setiap hari. Enzim kimiawi hepar yang paling
sering diminta adalah serum alanine aminotransferase (ALT), aspartat aminotransferase
(AST), fosfatase alkali dan bilirubin. Tes ini dinamakan enzim hepar atau tes hepar. Pada
kerusakan hepatoseluler biasa terdapat kenaikan tingkat AST dan ALT dibandingkan dengan
tingkat fosfatase alkali. Pada kolestasis didapatkan kenaikan tingkat alkaline phosphatase
dibandingkan dengan tingkat AST dan ALT. Mayoritas bilirubin beredar sebagai bilirubin tak
terkonjugasi dan peningkatan bilirubin terkonjugasi dapat menandakan penyakit
hepatocellular atau kolestasis. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa adanya peningkatan
ALT dikaitkan dengan peningkatan mortalitas terkait hepar. Tingkat ALT yang normal
berkisar 29-33 IU / l untuk laki-laki, 19-25 IU / l untuk wanita. Derajat peningkatan ALT dan
atau AST evaluasi klinis. Evaluasi cedera/ kerusakan hepatoseluler meliputi pengujian virus
hepatitis A, B, dan C, penyakit hepar non-alkoholik dan penyakit hepar alkoholik, skrining
untuk penyakit hemochromatosis herediter, hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan
defisiensi alpha-1 antitrypsin. Selain itu, riwayat pengobatan harus dicari. Bila terdapat
peningkatan alkaline phosphatase hepar, tes untuk diagnosis primary sclerosing cholangitis
harus dilakukan. Peningkatan bilirubin total dapat terjadi baik penyakit kolestasis atau
hepatoseluler. Peningkatan kadar serum bilirubin total dapat menjadi bilirubin direct dan
indirect yang menandakan penyakit hepatoseluler atau obstruksi bilier di sebagian besar
kasus. Biopsi hepar dilakukan ketika uji serologi dan pencitraan gagal untuk menjelaskan
diagnosis, mengetahui kondisi kerusakan, atau beberapa diagnosis yang mungkin ada.

PENGANTAR
Penulis bersama oleh Dewan Pengawas dan Komite Pedoman Praktek dari American College
of Gastroenterology untuk mengembangkan pedoman praktek mengenai evaluasi kimia hepar
yang abnormal. Kami menggunakan sumber-sumber berikut:
1. Tinjauan dan literature dari sastra dunia pada MEDLINE dan EMBASE database
tentang evaluasi kimia hepar yang abnormal, studi terkait dengan nilai normal atau
nilai kisaran untuk SGPT (ALT) dan evaluasi penyebab memicu terjadinya penyakit
hepar. Studi tentang hubungan antara ALT dan penyakit hepar non-alkohol, serta studi
yang menilai peningkatan signifikan enzim kimia hepar yang berhubungan dengan
tingkat kesakitan dan kematian.
2. kebijakan pedoman dari American College of Gastroenterology.
3. Pengalaman penulis dan Reviewer independen, serta diskusi dengan hepatologists di
Amerika Serikat berkaitan dengan evaluasi ambang batas kimia hepar yang abnormal.
Ini direkomendasikan untuk digunakan oleh dokter dan penyedia layanan kesehatan
untuk diagnosa dan evaluasi tes hepar yang abnormal (Tabel 1). Pedoman ini lebih
fleksibel dan harus disesuaikan dengan klinis yang sesuai bila diterapkan pada pasien.

Tabel Rekomendasi
1. Sebelum memulai evaluasi kimia hepar yang abnormal, dapat dilakukan tes
klarifikasi (misalnya, GGT jika alkali serum fosfat naik) untuk memastikan
bahwa kimia hepar benar-benar tidak normal. (Rekomendasi kuat, tingkat
bukti sangat rendah).
2. Pengujian untuk hepatitis C kronis dilakukan dengan anti-HCV dan dipastikan
dengan HCV-RNA dengan pengujian asam nukleat. Faktor risiko untuk
hepatitis C
termasuk riwayat penggunaan obat intranasal atau intravena, tato, tindik tubuh,
transfusi darah, perilaku seksual berisiko tinggi, dan mereka yang lahir antara
tahun 1945
dan 1965. Pengujian untuk hepatitis C akut dengan anti-HCV dan RNA HCV
oleh pengujian asam nukleat. (Rekomendasi kuat, tingkat bukti sangat rendah).
3. Pengujian untuk hepatitis B kronis dilakukan dengan pengujian HBsAg.
Pengujian untuk hepatitis B akut adalah dengan HBsAg dan IgM anti-HBc.
Kelompok berikut
berada pada risiko tertinggi: orang yang lahir di daerah endemis atau
hiperendemis (Prevalensi HbsAg > 2%), homoseksual, orang-orang yang
pernah menggunakan
obat suntikan, pasien dialisis, orang yang terinfeksi HIV, wanita hamil, dan
anggota keluarga, anggota rumah tangga, dan kontak seksual HBV dengan
orang terinfeksi. (Rekomendasi kuat, tingkat bukti sangat rendah).
4. Pengujian untuk akut Hepatitis A (IgM HAV) muncul pada pasien dengan
hepatitis akut dan kemungkinan paparan fecal-oral. Pengujian untuk hepatitis
akut
E (IgM HEV) juga dipertimbangkan pada orang kembali dari daerah endemis
dan pasien dengan hepatitis A akut, B, dan C adalah negatif. (Rekomendasi
kuat,
tingkat bukti sangat rendah).
5. Pasien dengan peningkatan BMI dan gejala dari sindrom metabolik seperti
diabetes mellitus, berat badan lebih atau obesitas, hiperlipidemia, atau
hipertensi
dengan peningkatan ALT harus menjalani skrining untuk NAFLD dengan
USG. (Rekomendasi kuat, tingkat bukti sangat rendah).
6. Perempuan yang mengkonsumsi lebih dari 140 g per minggu atau laki-laki
mengkonsumsi lebih dari 210 g per minggu dengan AST> ALT berisiko
terkena
penyakit hepar alkoholik dan harus dikonseling untuk penghentian alkohol.
(Rekomendasi kuat, tingkat bukti sangat rendah).
7. Semua pasien dengan kimia hepar yang abnormal dan bukan karena hepatitis
akut harus menjalani tes untuk hemochromatosis dengan iron level, transferrin
saturation, dan serum ferritin. Analisis mutasi gen HFE harus dilakukan pada
pasien dengan saturasi transferin 45% dan / atau peningkatan feritin serum.
(Rekomendasi kuat, tingkat bukti sangat rendah).
8. Pasien dengan AST dan ALT abnormal, terutama pasien dengan kondisi
autoimun lainnya, harus menjalani tes untuk penyakit hepar autoimun
termasuk ANA, ASMA, dan globulin level. (Rekomendasi kuat, tingkat bukti
sangat rendah).
9. Pasien peningkatan AST dan ALT yang tetap, terutama pasien <55 tahun,
harus menjalani skrining untuk penyakit Wilson dengan pengujian serum
ceruloplasmin. Dalam pengaturan ceruloplasmin rendah, uji konfirmasi
dengan urinary copper 24 jam dan pemeriksaan mata dengan slit lamp untuk
mengidentifikasi tanda patognomonik cincin Kayser-Fleischer yang muncul.
(Rekomendasi kuat, tingkat bukti sangat rendah).
10. Pasien peningkatan AST atau ALT yang menetap harus menjalani skrining
untuk defisiensi alpha-1 anti-tripsin (A1AT) dengan alpha-1 fenotip anti-
tripsin.
(Rekomendasi kuat, tingkat bukti sangat rendah).
11. Dokter harus meminta pasien dengan kimia hepar yang abnormal tentang
resep dan obat-obatan, resep pelengkap atau obat alternatif, dan suplemen
makanan atau herbal yang mungkin terkait dengan DILI. (Rekomendasi kuat,
tingkat bukti sangat rendah).
12. Biopsi hepar dipertimbangkan ketika uji serologi dan pencitraan gagal untuk
menentukan diagnosis, kondisi pasien, atau ketika ada beberapa diagnosa yang
mungkin. (Rekomendasi kuat, tingkat bukti sangat rendah).
13. Kenaikan alkali fosfatase harus dikonfirmasi dengan peningkatan GGT.
Mengingat peningkatan GGT bukan merupakan tanda spesifik untuk penyakit
hepar, GGT sebaiknya tidak digunakan sebagai tes skrining untuk mencari
penyebab penyakit hepar dengan pada pasien dengan kimia hepar yang
normal. (Rekomendasi kuat, tingkat bukti sangat rendah).
14. Pasien dengan peningkatan alkali fosfatase dengan atau tanpa peningkatan
bilirubin harus menjalani tes untuk PBC ( primary biliary cirrhosis) dengan
pengujian untuk antibodi anti-mitokondria. (Rekomendasi kuat, tingkat bukti
sangat rendah).
15. Pasien dengan peningkatan alkali fosfatase dengan atau tanpa peningkatan
bilirubin harus menjalani tes untuk PSC dengan cholangiography MR atau
ERCP dengan IgG4. (Rekomendasi kuat, tingkat bukti sangat rendah).
16. Pada orang-orang dengan ALT dan / atau AST <5X ULN, riwayat dan hasil tes
laboratorium harus dilakukan untuk virus hepatitis B dan C, alkohol dan
NAFLD, hemochromatosis, penyakit, defisiensi alpha-1-anti-tripsin, hepatitis
autoimun, penyakit Wilson, dan obat obatan yang bersifat hepatotoksik
(rekomendasi kuat, bukti yang sangat rendah)
17. Pada pasien dengan ALT dan/ atau AST 5-15x ULN harus dilakukan evaluasi
terhadap Hepatitis A,B,C akut dan sebagai tambahan semua etiologi untuk
AST/ALT yang meningkat kurang dari 5x ULN( rekomendasi kuat, bukti
sangat rendah)
18. Pada orang-orang dengan ALT dan/ atau AST >15x ULN, atau peningkatan
massif ALT >10.000 Iu/I. evaluasi harus dilakukan terhadap acetaminophen
toxicity dan hepatopati iskemik (shock liver) (rekomendasi kuat, bukti sangat
rendah)
19. Pasien hepatitis akut dengan peningkatan waktu protombin, dan/ atau
ensephalopati dibutuhkan ekspertisi dari spesialis hepatologi ( rekomendasi
kuat, bukti sangat rendah)

Terdapat beberapa kategori rekomendasi ACG yang digunakan Praktek Komite


Pedoman untuk penilaian rekomendasi, pembangunan, dan evaluasi hasil
pemeriksaan dengan modifikasi. Kekuatan rekomendasi dibagi menjadi kuat atau
kondisional. Kualitas bukti yang mendukung rekomendasi kuat atau lemah yang
ditunjuk oleh tingkat tinggi, sedang rendah, atau kualitas yang sangat rendah (1).
Tulisan ini lebih mengarah ke pedoman praktek daripada sebuah artikel.
Tes kimia hepar biasanya termasuk dalam profi metabolik yang merupakan
penanda tidak langsung penyakit hepatobilier. Tidak langkah-langkah yang
sempurna untuk mengukur fungsi hepar atau demikian sebaiknya sebagai kimia
hepar atau tes hepar. Tes yang benar mengenai fungsi hepar yang biasanya tidak
umum dilakukan. Tes ini mencakup pengukuran substrat hepar yang dibersihkan
oleh uptake hepar , metabolisme, atau keduanya (2). Karena penggunaan luas dari
profil metabolisme yang komperhensif pengujian yang dilakukan dalam praktek
rutin untuk screening pasien yang rutin evaluasi serta pasien yang simtomatik
dengan dengan peningkatan kimia hepar yang abnormal, seperti kelainan
memerlukan pendekatan rasional untuk interpretasi. Saat ini, tidak ada percobaan
terkontrol yang telah dilakukan untuk menentukan
pendekatan optimal untuk mengevaluasi kimia hepar yang abnormal.
Pedoman ini telah dikembangkan untuk membantu Gastroenterologist dan
dokter umum dalam interpretasi normal dan abnormal
kimia hepar serta pendekatan untuk memprioritaskan dan mengevaluasi
pasien dengan kimia hepar yang abnormal.
Ringkasan laporan:
1. kimia hepar termasuk ALT, aminotransferase aspartat (AST), fosfatase
alkali dan bilirubin adalah penanda hepar injury, tidak berfungsi hepar, dan
disebut sebagai kimia hepar, atau tes hepar.
2. Albumin, bilirubin, dan waktu protrombin adalah penanda fungsi
hepatoseluler yang dapat dipengaruhi oleh faktor ekstrahepatik.
3. Pengukuran laboratorium ALT, AST, dan basa fosfatase sangat mudah.
4. Peningkatan AST dan / atau ALT, alkaline phosphatase, dan
bilirubin dapat menjadi pacuan nilai terjadinya penyakit hepatoseluler dan
kimia hepar abnormal yang memerlukan penilaian dan evaluasi.
5. ALT lebih spesifik terhadap kerusakan hepar daripada AST.
6. Peningkatan alkali fosfatase dapat dikonfirmasi dengan peningkatan
gamma-glutamyl transferase (GGT) atau fraksinasi dari alkali fosfatase.

Standar profi metabolik komperhensif termasuk AST, ALT, alkali fosfatase,


bilirubin, dan albumin. Sebagai tambahan, waktu protrombin.
Aminotransferase
termasuk AST dan ALT adalah enzim yang terlibat dalam transfer kelompok
amino aspartat dan alanin menjadi asam ketoglutarat sebagai penanda cedera
hepatoseluler dan juga disebut transaminase (3). AST ada dalam hepar dan
organ lainnya termasuk otot jantung, otot rangka, ginjal, dan otak. ALT
terutama ada di hepar, dan menjadi penanda yang lebih spesifik untuk cedera
sel hepatoseluler (4-6). peningkatan AST tanpa peningkatan di ALT dapat
kemungkinan penyakit jantung atau otot.
alkali fosfatase merupakan bagian dari keluarga metalloproteinase enzim yang
mengkatalisis hidrolisis ester fosfat pada pH basa (7). Enzim ini ditemukan
dalam hepatosit pada canalicular membran, tidak dalam sel saluran empedu.
Selain terdapat pada membran canalicular dari hepatosit, alkali fosfatase juga
ditemukan dalam tulang, plasenta, usus, dan ginjal dengan lokasi ekstrahepatik
paling umum yang berasal dari
tulang. Meskipun jarang digunakan dalam praktek, pada mereka dengan
golongan darah
O dan B, serum alkaline phosphatase dapat meningkat setelah makan makanan
berlemak karena peningkatan kadar alkali fosfatase usus (8). Alkali fosfatase
mungkin meningkat selama kehamilan untuk sintesis plasenta dari alkali
fosfatase. Biasanya, alkaline fosfatase meningkat dengan obstruksi saluran
empedu, yang karena peningkatan sintesis canalicular fosfatase alkali dengan
translokasi selanjutnya ke sinusoid dan juga patokan terjadinya kerusakan
hepar (9). Bahkan jika terjadi obstruksi yang kecil dan
belum meningkatnya kadar bilirubin serum. Untuk mengkonfirmasi alkaline
phosphatase yang berasal dari hepar, dapat dilakukan pengukuran enzim GGT
canalicular. Peningkatan GGT menunjukkan bahwa peningkatan alkaline
phosphatase berasal dari hepar (6). Alkali fosfatase juga dapat difraksinasi
untuk menggambarkan tulang, usus atau hepar dari alkaline phosphatase yang
naik. Pada anak-anak dan orang tua, alkali fosfatase terjadi peningkatan,
terutama perempuan yang lebih dari 50 tahun karena perubahan tulang
(10,11).
Bilirubin berasal dari pemecahan sel darah merah dan dalam sirkulasi
didominasi dalam bentuk tak terkonjugasi karena terikat dengan albumin.
bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresikan dalam urin. Konjugasi oleh
uridin 5'-diphospho (UDP) glucuronosyltransferase membuat bilirubin larut
dalam air (bilirubin terkonjugasi), yang memungkinkan untuk diekskresikan
dalam empedu dan diubah oleh bakteri dalam usus menjadi urobilinogen, yang
kemudian diekskresikan dalam urin dan tinja. Tidak adanya urobilinogen
memberikan warna dempul pada tinja pasien dengan gangguan aliran empedu.
Bilirubin tak terkonjugasi / bilirubin indirect yang ditentukan oleh van den
Bergh berasal dari ~ 70% dari total serum bilirubin (12). Bilirubin total
biasanya <1.1 mg / dl dan peningkatan bilirubin direct (bilirubin terkonjugasi)
menunjukkan adanya disfungsi hepatoseluler atau kolestasis. Fraksinasi
bilirubin dari bentuk terkonjugasi dan tidak terkonjugasi tidak dilakukan
secara rutin karena itu banyak laboratorium hanya melaporkan jumlah
bilirubin serum, yang merupakan jumlah dari bagian terkonjugasi dan tak
terkonjugasi. Fraksinasi bilirubin total yang paling bermanfaat ketika ALT,
AST, dan alkali fosfatase normal atau mendekati normal. Jika
bilirubin total meningkat dan fraksinasi menunjukkan mayoritas peningkatan
bilirubin tak terkonjugasi, penyakit hepatoseluler seperti yang dijelaskan.
Peningkatan bilirubin terkonjugasi menandakan gangguan hepatoseluler serta
gangguan kolestasis
dengan penurunan aliran empedu. Delta bilirubin berasal dari reaksi bilirubin
terkonjugasi dan albumin dan memiliki waktu paruh yang mirip dengan
albumin (5). Jumlah delta bilirubin pada ikterus berkepanjangan di pasien
yang pulih dari hepatitis atau obstruksi yang signifikan sebagai hasil sisa yang
berhubungan dengan waktu paruh albumin 3 minggu.
Dua penanda fungsi hepatoseluler adalah albumin dan prothrombin time.
Albumin adalah protein plasma secara eksklusif disintesis di hepar dengan
paruh yang beredar dari 3 minggu (6). Penurunan albumin (normal 3.5 g / dl)
biasanya menunjukkan penyakit hepar lebih dari 3 minggu, meskipun banyak
penyakit yang dapat menurunkan kadar albumin karena efek sitokin.
Protrombin time adalah ukuran yang lebih sensitif dari fungsi hepar dibanding
albumin karena waktu protrombin dapat memanjang pada pasien dengan
penyakit hepar berat <24 jam (6). Protrombin time mengukur jalur ekstrinsik
koagulasi. Protrombin time adalah pengukuran pembekuan darah dan
mengukur faktor 1, 2, 5, 7, 9, dan 10. Karena faktor 2, 7, 9, dan 10 faktor yang
bergantung vitamin K, kehadiran kolestasis, di mana vitamin K tidak diserap,
akan memperpanjang protrombin time. Juga, disfungsi hepatoseluler dapat
mengakibatkan perpanjangan waktu protrombin.
Hal ini tidak terjadi sampai konsentrasi faktor pembekuan di bawah 10% dari
normal. Sebagai pedoman umum, dengan tidak adanya penyakit hepar,
protrombin time dapat memanjang karena vitamin K defisiensi dan / atau
steatorrhea. Perlu dicatat bahwa waktu protrombin juga dapat meningkat
dengan pemberian warfarin, heparin bolus, disseminated intravascular
coagulation (DIC), dan hipotermia.
pedoman praktek ini akan membahas interpretasi dan evaluasi
dari pasien dengan peningkatan enzim kimia hepar termasuk
ALT, AST, alkali fosfatase, dan bilirubin. tes liver lainnya
(Termasuk GGT, albumin dan waktu protrombin) akan dimasukkan
ke dalam evaluasi kimia hepar dan tidak dibahas secara terpisah.

APA SEBENARNYA TES FUNGSI HEPAR YANG NORMAL?


Ringkasan laporan:
1. Tingkat ALT normal dalam populasi prospektif belajar
tanpa faktor risiko dapat identifikan untuk rentang penyakit hepar
29-33 IU / l untuk laki-laki dan 19 sampai 25 IU / l untuk wanita, dan
diatas angka ini harus dinilai oleh dokter.
2. Peningkatan ALT atau AST di atas batas atas normal (ULN)
pada populasi tanpa faktor risiko dapat menjadi faktor risiko
peningkatan mortalitas terkait hepar.
3. Hubungan linear antara tingkat ALT dan indeks massa tubuh (BMI)
yang harus dinilai oleh dokter.
4. ALT yang normal tidak dapat menghilangkan penyakit hepar yang
signifikan.
5. tingkat ALT laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.
6. Range AST dan ALT ULN berkisar dapat bervariasi antara
laboratorium.
7. Dokter mungkin mengandalkan nilai lab setempat untuk alkaline
fosfatase dan bilirubin.
Nilai-nilai laboratorium yang normal umumnya didefinisikan sebagai nilai
rata-rata populasi yang sehat 2 sd. Dari 95% dari subyek, 2,5% dari
populasi akan memiliki ULN yang lebih besar dari populasi referensi.
Untuk alkaline phosphatase dan
tingkat bilirubin, tingkat enzim hepar yang normal di laboratorium yang
berbeda referensi tidak dilaporkan bermasalah. Meskipun demikian
rentang normal untuk tingkat ALT dan AST bermasalah karena perbedaan
dalam definisi populasi kontrol yang sehat untuk menetapkan rentang
normal. Satu laporan pemeriksaan laboratorium untuk ALT digunakan oleh
steatohepatitis non-alkohol (NASH) Clinical Research Network
menggunakan ALT ULN (Kisaran 35-79 IU / l untuk pria dan 31-55 IU / l
untuk wanita) (13). Hal ini terjadi karena banyaknya penggunaan referensi
yang berbeda dengan populasi yang berbeda oleh laboratorium yang
berbeda dengan populasi lokal yang digunakan untuk menetapkan rentang
normal ALT, tanpa pertimbangan faktor-faktor lain seperti BMI. Studi lain
menemukan bahwa laboratorium 67 referensi dalam satu negara berbeda-
beda dengan rentang ALT ULN mulai 31-72 U / l (ref. 14). Dalam laporan
ini, Sebagian besar laboratorium menggunakan satu dari empat peralatan,
tetapi digunakan metode yang berbeda untuk definisi ULN, dengan 40%
memanfaatkan rekomendasi awal dan kontrol sehat untuk pengujian,
38,5% hanya menggunakan rekomendasi awal, 17% hanya menggunakan
kontrol sehat lokal, dan 8% menggunakan tingkat normal dari buku teks.
Namun, diantara laboratorium tersebut tidak ada perbedaan yang
signifikan tentang tingkat ALT (13,15). Ketika definisi populasi normal
yang akan digunakan untuk pembentukan berbagai rentang normal, Perlu
dipertimbangkan penyakit hepar yang medasari. Kondisi seperti
nonalkohol penyakit hepar non alkoholik (NAFLD), virus hepatitis,
alkohol penyakit hepar dan penggunaan obat dan agen herbal atau
suplemen perlu dipertimbangkan dalam rentang nilai normal ini. Yang
paling penting, dari beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat
ALT berkorelasi dengan meningkatnya BMI (16-18).
Penentuan tingkat ALT yang normal secara klinis tergantung dokter dan
pasien karena ada gejala subklinik yang membuat tingkat ALT berbeda
dengan laboratorium. Kedua pedoman praktek dan studi diagnostik
terapeutik berdasarkan keputusan klinis termasuk evaluasi tes hepar yang
abnormal, terapi untuk hepatitis B, dan evaluasi potensi drug-induced
hepatoinjury peningkatan batas nilai normal ALT (19-23). Beberapa studi
dan pedoman telah mengusulkan nilai standar untuk ALT berdasarkan data
prospektif diperoleh dengan menggunakan berbagai metodologi (Tabel 2).
Studi menggunakan populasi normal dengan ekslusi subjek dengan viral
hepatitis, perilaku berisiko tinggi dan faktor risiko NAFLD (peningkatan
BMI, trigliserida, glukosa, dan kolesterol). Nilai ALT yang lebih rendah
dari normal sering dilaporkan karena perbedaan rentang referensi dan jenis
kelamin. Dari tes kimia hepar, masih banyak data yang kurang terhadap
pengukuran tingkat ALT. Nilai normal ALT diajukan dalam sebuah
penelitian besar dari 6.835 donor darah dengan serologi virus normal, dan
BMI di bawah 24,9 kg / m2 menjadi 30 IU / l untuk laki-laki, dan 19 IU / l
untuk wanita (24). Sebuah penelitian di korea dengan 1105 donor hepar
potensial dengan biopsi hepar yang normal, mereka melaporkan usia, BMI,
dan faktor metabolik signifikan
berpengaruh pada tingkat ALT (25). Mereka mengusulkan ULN untuk
ALT menjadi 33 IU / l untuk pria dan 25 IU / l untuk wanita. Dalam data
pemeriksaan National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) 1999-2002 dan 2005-2008, setelah mengeliminasi subjek
dengan hepatitis virus,penggunaan alkohol, diabetes, BMI> 25, atau
lingkar pinggang yang besar, dan menggunakan analisis statistik, dihitung
"nilai maksimum ULN dari ALT ditemukan 29 IU / l untuk pria dan 22
IU / l untuk wanita (26).
Peningkatan kadar aminotransferase dan pengaruh terhadap morbiditas dan
mortalitas
penelitian ini mengumpulkan data peningkatan AST dan ALT berkorelasi
dengan morbiditas dan mortalitas (Tabel 3). Laporan awal dari Jerman
mencatat bahwa orang-orang dengan AST> 18 U / l memiliki 3x
peningkatan risiko semua penyebab kematian (27). Sebuah studi Korea
menemukan bahwa, laki-laki dengan AST atau ALT <20 IU / l yang
dibandingkan dangan laki laki dengan AST atau ALT 30-39 IU / l memiliki
8X (AST) atau 9.5x (ALT) relatif risiko (RR) untuk kematian terkait hepar
(28). Hasil yang sama ditunjukkan dari penelitian yang membandingkan
standar rasio mortalitas pada subjek dari Olmsted County dimana ALT
yang lebih tinggi berkorelasi dengan angka kematian lebih tinggi dengan
standar rasio mortalitas menjadi 0,95x untuk ALT normal ( ULN 45 IU / l
untuk laki-laki, 29 IU / l untuk wanita), 1,32x untuk 1-2x ULN, dan 1,78x
untuk> 2X ULN dengan peningkatan yang sama dengan AST (29).
Penelitian yang menggunakan data dari database NHANES untuk menilai
hubungan risiko morbiditas dan mortalitas dalam tes hepar yang abnormal
dengan satu studi yang menunjukkan bahwa ALT (ULN
30 U / l untuk laki-laki dan 19 U / l untuk wanita) dikaitkan
dengan peningkatan signifikan mortalitas terkait hepar (11.2x) dan
kematian terkait diabetes (3.3x) (30). Analisis lain menunjukkan bahwa
ALT> 43 IU / l untuk pria dan> 30 IU / l untuk wanita terkait dengan
adanya penyakit jantung koroner, bahkan saat pasien dengan obesitas,
hepatitis virus kronis, dan alkohol yang berlebihan telah diekslusi (31).

DAMPAK MENGGUNAKAN BATAS ATAS ALT YANG RENDAH


DALAM PRAKTIK
Menggunakan batas normal yang rendah dalam ALT akan berimplikasi
pada level ALT yang abnormal. Sebagai contoh menggunakan nilai
maksimal ULN dari ALT (29 IU / l untuk laki-laki dan 22 IU / l untuk
wanita) ke database NHANES akan menghasilkan 36% dari laki-laki dan
28% dari perempuan yang memiliki peningkatan ALT (26). Namun,
beberapa Studi dari database NHANES telah menunjukkan bahwa
prevalensi individu dengan ALT yang tinggi meningkat signifi kan di AS,
kemungkinan karena epidemi obesitas dan NAFLD (32).
Beberapa pendapat tentang penurunan ALT ULN akan berdampak pada
implikasi klinis dan keuangan utama termasuk peningkatan biaya
perawatan kesehatan dan evaluasi yang tidak perlu, kecemasan, dan
mengurangi donor darah (33).
penelitian terhadap 235 pekerja tanpa gejala, di mana 27% memiliki tes
hepar yang abnormal (menggunakan kriteria ULN rendah), namun hanya
enam yang ditemukan memiliki penyakit hepar pada evaluasi lebih lanjut
meskipun mortalitas jangka panjang tidak dinilai dalam penelitian ini (34).
Keyakinan kami, peningkatan mortalitas terkait hepar ditunjukkan di
beberapa populasi untuk ALT> 33 IU / l untuk pria dan> 25 IU / l untuk
wanita, adalah bahwa dokterharus dapat mengedukasi tetang dampak
peningkatan ALT.
Berdasarkan bukti lebih lanjut, Penurunan ULN dari ALT dan AST
memberikan keadaan hepar yang normal pada penilaian enzim hati.
Berdasarkan laporan 9% kasus hepatitis c dengan ALT normal (<50 IU / l)
atau ALT mendekati normal (1.4x ULN)memiliki dampak terjadinya
fibrosis dan 11% menjadi sirosis (35). Studi lain dimenunjukan pasien
hepatitis C dengan tingkat ALT <30 IU / l dengan peg interferon alfa-2a /
ribavirin, ALTnya menurun hingga
10 IU / l ((ref. 36)). Dalam studi kohort, pasien dengan hemochromatosis,
termasuk 32% dari sirosis, 40% memiliki AST dan ALT yang normal
masih memiliki nilai ALT dan AST yang normal. Studi lain menunjukkan
bahwa ALT 40 IU / ml dikaitkan dengan prevalensi tinggi steatosis dengan
menggunakan proton magnetic resonance spectroscopy untuk menentukan
trigliserida hepar sebagai penanda hepar
steatosis dengan 79% dari mereka terdapat peningkatan kadar trigliserida
hepar (ALT <40 U / l pada pria dan 31 U / l pada wanita) (38).
Pedoman sebelumnya telah direkomendasikan berdasarkan keputusan
klinis untuk mengevaluasi tingkat ALT normal berdasarkan kelipatan dari
ULN dari ALT (yaitu, 2x ULN, 3x ULN, dll) tanpa melihat definisi
peningkatan ALT (19,20). Hal Ini karena banyaknya variabilitas klinis
ULN ALT di laboratorium. Untuk keperluan pedoman ini, kami telah
memilih definisi "normal" ALT berdasarkan literature tentang tingkat ALT
dan kematian terkait hepar. Namun, penilaian klinis tetap sangat penting.
Jika pasien memiliki tanda-tanda dan / atau gejala penyakit hepar klinis,
bahkan tanpa adanya nilai kimia hepar yang abnormal, evaluasi harus
dimulai. Selain itu, hubungan linear dari ALT untuk BMI juga harus
dipertimbangkan bahwa orang-orang dengan BMI yang lebih tinggi
mungkin memiliki ALT lebih tinggi dan beberapa penelitian juga telah
menyarankan bahwa koreksi ALT pada orang yang kelebihan berat badan
harus dipertimbangkan (18,39,40).

PENYAKIT KHUSUS HEPAR TERMASUK PENGUJIAN


DIAGNOSTIK
virus hepatitis Hepatitis B dan C kronis merupakan infeksi yang umum di
Amerika
Serikat. Sekitar 4,1 juta orang Amerika positif antibodi terhadap hepatitis
C, dan diperkirakan 3,0 juta orang dengan infeksi kronis dengan RNA
hepatitis C positif di
serumnya (41). risiko untuk terkena hepatitis C paling tinggi diantaranya
adalah
individu dengan papararan parenteral, seperti dari intravena atau
penggunaan narkoba intranasal, transfusi darah sebelum tahun 1992,
paparan jarum suntik, tato atau tindik tubuh, serta risiko tinggi kontak
seksual. Skrining untuk hepatitis C kronis dengan hepatitis C antibodi
memiliki sensitivitas 92-97% (42). Nilai prediktif positif tes antibodi
tertinggi ada pada individu-individu dengan faktor risiko paparan; positif
palsu dapat diamati di 5% dari kasus, dan setinggi 30% di antara individu
tanpa faktor risiko. konfirmasi infeksi kronis menggunakan HCV RNA
PCR assay karena sangat sensitif dan spesifik (AASLD / IDSA / IAS-
USA). Ini direkomendasikan untuk pengujian, mengelola, dan mengobati
hepatitis C (http://www.hcvguidelines.org/). Pasien yang memiliki RNA
positif harus dirujuk ke spesialis untuk karakterisasi lebih lanjut dari
infeksi dan penilaian dari fibrosis hepar untuk terapi antiviral. seperti yang
direkomendasikan oleh Centers for Disease Control (CDC) dan Amerika
Serikat Preventive Services Task Force (USPSTF), pasien yang lahir pada
tahun 1945-1965 harus dipertimbangkan untuk pengujian HCV antibodi
dengan peningkatan AST / ALT, yang mungkin normal di pada infeksi
kronis termasuk pada penyakit hepar lanjut (41,43). infeksi akut dengan
hepatitis C lebih jarang dibandingkan dengan hepatitis C kronis dengan
peningkatan aminotransferase, tetapi biasanya tidak ikterik dan tanpa
gejala klinis hepatitis
(44). Diagnosis hepatitis C akut didapat dari penilaian faktor risiko
termasuk penggunaan narkoba dan homoseksual. Pengujian anti-HCV
biasanya positif pada 6-8 minggu setelah paparan. Dikonfirmasikan
dengan HCV RNA pada kasus hepatitis C akut atau kronis. Pengujian
untuk hepatitis B harus dilakukan pada semua pasien dengan peningkatan
kadar AST / ALT yang menetapHepatitis B kronis telah menginfeksi ~ 1,5
juta orang Amerika dan lebih dari 280 juta orang di seluruh dunia
(23). Di Asia dan Afrika didominasi denganRute penularan vertikal atau
horisontal di mana hepatitis B endemik, dan di AS dan di negara barat
lainnya didominasi rute parenteral atau seksual. Karakterisasi status
hepatitis B individu
dapat dicapai dengan tiga tes serologi, termasuk hepatitis B
antigen permukaan (HBsAg) yang merupakan indikasi dari infeksi
hepatitis B,
hepatitis B inti antibodi total yang menandakan sinyal paparan
sebelumnya, dan
hepatitis B permukaan antibodi, yang menandakan kekebalan terhadap
infeksi, baik alami ataupun vaksinasi (23). infeksi kronis dikonfirmasi
dengan HBsAg dan / atau viremia positif pada assay HBV DNA. Individu
yang memiliki hepatitis B kronis harus dirujuk ke dokter dengan keahlian
dalam pengelolaannya, dan menjalani karakterisasi lebih lanjut dari infeksi
mereka dengan menggunakan tes seperti hepatitis B antigen, hepatitis B
antibodi, hepatitis B genotipe, hepatitis B viral load (kuantitatif DNA), dan
penilaian fibrosis, yang dapat memandu keputusan terapi antivirus.
diagnosa hepatitis B akut ditunjukan dengan immunoglobulin M (IgM)
hepatitis B inti antibodi (hepatitis B inti antibodi IgM) positif dan HBsAg
positif (45). Tidak seperti hepatitis C akut pada orang dewasa, infeksi akut
hepatitis B lebih umumnya terkait dengan tanda-tanda dan gejala hepatitis.
Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD)
Penyakit hepar non alkoholik adalah kondisi yang sangat berkaitan dengan
sindrom metabolik temasuk gangguan obesitas, diabetes mellitus,
dislipidemia,dan hipertensi dan harus dipertimbangkan pada individu
dengan peningkatan ringan AST / ALT (46,47). Tidak seperti penyakit
hepar alkoholik, tidak ada pola yang unik dari peningkatan ALT dan AST,
meskipun secara umum, ALT lebih tinggi
dari tingkat AST, dan tingkat jarang di atas 300 IU / l. Meskipun
sepertiga orang Amerika mungkin didiagnosis NAFLD berdasarkan
adanya steatosis hepar, yang lebih spesifik adalah adanya non-alkoholik
steatohepatitis (NASH) yang ditandai dengan peradangan, fibrosis yang
cenderung kearah sirosis Tidak ada tes serologis untuk membedakan
NAFLD dari NASH atau membentuk diagnosis NASH, oleh karena itu
NASH sering merupakan diagnosis eksklusi di mana serangkaian
laboratorium diagnostik dilakukan menyingkirkan etiologi alternatif.
Meskipun banyak individu NAFLD dengan steatosis pada pencitraan yang
memiliki kimia hepar yang normal, kehadiran enzim kimia hepar yang
abnormal merupakan tanda kemungkinan lebih tinggi untuk NASH dengan
atau tanpa fibrosis dan berpengaruh pada aspek klinis pasien. Pencitraan
infiltrasi lemak di hepar pada USG hepar,
computed tomography, dan magnetic resonance imaging (MRI) berguna
memastikan adanyafatty liver, meskipun biopsi hepar adalah diperlukan
untuk memastikan diagnosis NASH. Karena biopsi tidak praktis dilakukan
untuk semua pasien dengan NAFLD, disusun pedoman untuk membantu
menentukan pasien NAFLD yang memerlukan biopsi (46). Vibration-
Controlled Transient elastography (Fibro-scan device, Echosens, Paris,
Prancis) baru-baru ini disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA)
di Amerika Serikat, dan mungkin menjadi alat non-invasif yang berguna
untuk menentukan adanya fibrosis dan dapat digabungkan dengan
elastography untuk mengukur steatosis (48). Penyakit hepar alkoholik
Konsumsi alkohol adalah penyebab umum peningkatan kimia hepar, baik
secara independen, dan sebagai kontributor ke kerusakan hepar pada
pasien dengan penyakit hepar kronis lainnya seperti infeksi hepatitis C.
Dengan demikian, Karakterisasi asupan alkohol oleh pasien penting untuk
mengidentifikasi penyakit hepar alkoholik sebagai faktor pencetus.
Definisi konsumsi alkohol telah diusulkan adalah > 210 g alkohol per
minggu pada pria dan> 140 g per minggu pada wanita (46). Pola radiografi
dan histologisnya sama dengan yang NAFLD dan dapat tumpang tindih
sebagai kontributor ganda untuk penyakit hepar akut dan kronis. pola
spesifik dari hepato-injury terkait dengan cedera hepar alkoholik adalah
rasio AST: ALT minimal 2: 1, dengan nilai-nilai AST atau ALT jarang
melebihi 300 IU / l (ref. 49). Sebuah rasio yang lebih tinggi dari AST: ALT
melebihi 3: 1 lebih meningkatkan kemungkinan penyakit hepar alkoholik,
dan rasio ini menggambarkan aktivitas serum ALT relatif lebih rendah
dibandingkan dengan AST dengan defisiensi pyridoxine pada pasien
dengan penyakit hepar alkoholik (50). Pengukuran
dari GGT dapat mewakili tes pelengkap untuk mengidentifikasi pola
alkoholisme atau penyalahgunaan alkohol, meskipun GGT tidak
membantu dalam menetapkan diagnosis penyakit hepar alkoholik (51).
konsumsi alkohol harus ditanyakan ke semua pasien dengan kimia hepar
yang abnormal, dan penghentian konsumsi harus direkomendasikan pada
semua pasien.
Penyakit Hepar Autoimun
Hepatitis kronis autoimun merupakan penyebab penting penyakit hepar
kronis yang berhubungan dengan enzim kimia hepar yang normal, dan
dapat terjadi pada keadaan autoimun lalinnya seperti hipotiroidisme,
kolitis ulserativa sinovitis, Sjogren, rheumatoid arthritis, dan psoriasis.
Sistemik lupus erythematosus berhubungan dengan AIH, tetapi
hubungannya tidak kuat (52). Biasanya lebih sering pada wanita
dibandingkan pria (4: 1) dan memiliki prevalensi yang lebih rendah
terkena virus hepatitis atau alkohol / NAFLD (1: 6.000),identifikasi
dilakukan dengan penanda serologi seperti anti-nuclear antibody, anti-
smooth antibody, dan jarang menggunakan anti-liver kidney microsomal
antibody atau anti-soluble liver antigen antibody. Adanya
hipergammaglobulinemia pada tes imunoglobulin G (IgG) atau serum
protein elektroforesis bersifat sugestif. Diagnosis hepatitis autoimun
membutuhkan konfirmasi histologis dengan biopsy hepar,kecuali
gangguan hepar selain autoimun dan derajat fibrosis hepar. Kelainan
genetik/metabolisme
hemochromatosis merupakan salah satu penyakit herediter pada hepar.
Prevalensi
dari mutasi homozigot HFE C282Y diamati ada pada 1 dari 220-250
individu dengan prevalensi heterozigot C282Y 1 dari 10 individu (ref. 53).
Riwayat keluarga yang positif, atau riwayat medis / pemeriksaan fisik
dengan keterlibatan end-organ karena kelebihan zat besi dalam hepar,
pankreas, kulit, sendi, atau jantung, memberikan kemungkinan diagnosis.
Namun jarang terdapat pada individu dengan C282Y homozigot
(54).screening harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan AST /
ALT yang abnormal, termasuk pemeriksaan iron panel dengan saturasi
transferrin dan ferritin serum. Jika saturasi transferin 45% atau lebih
tinggi, atau feritin serum meningkat, harus dipertimbangan untuk analisis
mutasi gen HFE. Perlu dicatat bahwa feritin merupakan reaktan fase akut
oleh karena itu bila feritin meningkat pada hepatitis akut bukan berarti
kelebihan besi. Herediter homozigot C282Y dikonfirmasi dengan HFE
terkait hemochromatosis. C282Y / H63D heterozigot jarang bermanifestasi
pada penyakit hepar kronis dari kelebihan zat besi (55).
Pada pasien mutasi baik dengan C282Y homozigot atau heterozigot
C282Y / H63D yang memiliki kenaikan AST / ALT atau ferritin> 1000 g
/ l, atau hemochromatosis non-HFE, biopsi hepar harus dipertimbangkan
untuk tahap fibrosis hepar dan kelebihan zat besi hepar untuk terapi.
penyakit Wilson adalah penyakit akibat resesif autosomal yang jarang dari
empedu karena kerusakan protein transportasi tembaga ATP7B protein,
yang terjadi pada ~ 1: 30.000 individu dan jarang meningkatkan AST /
ALT normal. Meskipun sering terjadi pada laki-laki muda, itu bisa hadir di
setiap usia.
Penyakit Wilson dapat hadir dengan penyakit hepatik, neurologis dan /
atau
manifestasi kejiwaan. Gambaran hepar dapat variabel termasuk
hepatosplenomegali, enzim-enzim hepar yang abnormal, sirosis, dan gagal
hepar akut. Skrining harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan
peningkatan AST / ALT,dan pengujian ceruloplasmin serum (56). Jika
rendah, dikonfirmasi dengan tembaga urin 24 jam dan / atau tingkat
tembaga serum, pemeriksaan mata slit-lamp untuk mengidentifikasi tanda
patognomonik cincin Kayser-Fleischer, dan biopsi hepar konfirmasi
diagnosis, stadium fibrosis hepar, dan mengukur kelebihan tembaga untuk
membantu terapi. Lebih dari 32 mutasi gen Wilsons sekarang telah
diidentifikasi dan tidak seperti hemochromatosis, tidak ada mutasi
dominan. Analisis genetik molekuler untuk mutasi ATP7B dapat dilakukan
untuk memastikan diagnosis. Defisiensi alpha-1 anti-tripsin adalah
penyakit genetik langka pada orang dewasa dan merupakan penyebab
genetik yang paling sering anak-anak dengan penyakit hepar, Prevalensi di
Amerika Utara 1: 2.500. Protein alpha-1 anti-tripsin yang rusak dapat
mengakibatkan panacinar emfisema dan penyakit paru obstruktif kronik,
serta penyakit hepar progresif, sirosis hepar, dan karsinoma hepatoseluler.
Screening harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan peningkatan
AST/ ALT yang tetap. Screening terdiri dari tes kuantitatif rendah alpha-1
anti-tripsin dan tes genotipe untuk mutasi PiZZ yang menghasilkan
penurunan enzim yang berat (57,58). Pasien dengan fenotipe heterozigot
(paling sering PiMZ) juga berisiko terkena penyakit hepar, terutama bila
bersamaan dengan steatosis atau hepatitis virus (59).
Obat dan Suplemen yang Mengakibatkan Kerusakan Hepar
obat berdasarkan resep, obat alternatif dan suplemen diet merupakan
sumber umum tejadinya kerusakan hepar akut dan kronis. Identifikasi
penyebab membutuhkan keterangan yang komprehensif dari pasien,
keluarga pasien, catatan medis dan farmasi dan data laboratorium (22).
Hampir semua obat memiliki risiko kecil peningkatan ALT / AST /
alkaline phosphatase atau bilirubin dengan atau tanpa hepatotoksisitas.
Obat yang dapat menyebabkan peningkatan enzim kimia hepar yang tinggi
adalah antibiotik, antiepilepsi, NSAID, HMG-Co-A-reductase inhibitors
(statin), anti-TBC, pengobatan anti-retroviral untuk HIV, agen biologis
seperti anti-tumor necrosis factor, dan beberapa obat kemoterapi. Dari
laporan, HMG-Co-A-reductase inhibitors (statin) telah dikaitkan dengan
ALT dan AST, tetapi ada literatur yang menjelaskan statin berperan pada
keselamatan pada mereka dengan penyakit hepar kronis dan jarang terjadi
hepatotoksisitas yang dilaporkan (60,61). Tingkat ALT yang tinggi (> 1000
IU / l), riwayat penggunaan acetaminophen baik sebagai obat tunggal atau
dalam kombinasi dengan kombinasi analgesik-narkotika harus diketahui.
Kerusakan hepar sering membutuhkan uji coba empirik penghentian obat
untuk mengamati pemulihan penuh dari kimia hepar. Harus dilakukan
untuk mengidentifikasi potensi obat alternatif, dan / atau membuat rencana
pengawasan yang ketat untuk memantau kerusakan hepar yang progresif
atau gagal hepar. Dalam kasus akut atau hepatitis fulminan berat, biopsi
hepar diperlukan untuk menilai derajat kerusakan hepar dan untuk
diagnosis. Suplemen herbal yang dikaitkan dengan hepatotoksisitas adalah
kaparal, ephedra, ji bu huan, germander, ekstrak teh hijau, dan tulang
rawan ikan hiu (8,62). Situs web yang bermanfaat untuk dokter mencoba
yang ingin memastikan apakah obat atau suplemen ini hepatotoksik adalah
situs livertox.nih.gov.

PASIEN DENGAN PENINGKATAN ALKALINE FOSFATASE


Gangguan Hepar Kolestasis Primary biliary cholangitis (PBC),
sebelumnya dikenal sebagai primary biliary cirrhosis, adalah penyakit
hepar kronis jarang yang terjadi di saluran empedu intralobular di tingkat
mikroskopis (63). Meskipun jarang meningkatkan enzim hepar, biasanya
terjadi gangguan hepar kolestasis kronis dan lebih sering pada wanita
daripada pria. Pasien biasanya mengeluhkan kelelahan dan pruritus.
pengujian laboratorium yang dilakukan menilai adanya kolestasis
(peningkatan alkali fosfatase dengan atau tanpa elevasi bilirubin), serta
serologi yang ciri untuk skrining dan diagnosis: positif anti-mitokondria
antibodi yang diamati pada lebih dari 95% dari pasien (64). Biopsi hepar
jarang dilakukan, bisa dilakukan pada pasien dengan dugaan anti-
mitokondria antibodi-negatif dan untuk tahapan fibrosis hepar.
Primary Sclerosing Cholangitis (PSC)
Merupakan penyakit hepar kronis yang langka, ditandai dengan immune
mediated kronis dan fibrosis dari kedua intrahepatik dan saluran empedu
ekstrahepatik, striktur multifokal saluran empedu, hepar fibrosis dan
sirosis yang progresif, dan peningkatan risiko terjadinya karsinoma
hepatoseluler dan cholangiocarcinoma (65). Meskipun tidak ada serologi
yang tepat mendiagnosis penyakit ini, biasanya terdapat PSC, IgG dan
antineutrophil antibodi sitoplasma yang meningkat, serta IgG4 spesifik
yang terkait dengan PSC. Diagnosis PSC didapatkan dari pencitraan yaitu
saluran empedu terdapat peradangan dan diding menebal, dilatasi duktus
intrahepatik, dan striktur fokal pada MRI cholangiography atau cholangio-
retrograde endoskopik
Pancreatography. Biasa didapatkan periductal konsentris fibrosis atau
"onion-skin" seperti pola fibrosis pada gambaran histologis. Biopsi hepar
jarang dilakukan untuk menegakkan diagnosis atau untuk mengubah
manajemen medis. Adanya hubungan dengan inflammatory bowel disease
colon. Kerusakan hepar kolestasis kronis
dengan tidak ditemukannya PBC atau PSC harus diselidiki lebih lanjut
pada etiologinya seperti sumbatan saluran empedu, obat, sepsis, nutrisi
parenteral total, vanishing bile duct syndrome, dan sarkoidosis (66).
Penyebab yang Jarang
Penyakit non-hepar yang terkait dengan kimia hepar abnormal disarankan
konsultasi dengan hepatologis untuk dapat membantu dalam situasi seperti
ini. Penyakit Celiac adalah gangguan sensitivitas gluten yang terkait
dengan peningkatan transaminase hepar; skrining harus dipertimbangkan
pada pasien dengan peningkatan kimia hepar yang tetap yaitu dengan
menilai transglutaminase IgA di jaringan dan tingkat IgA serum atau
transglutaminase IgA di jaringan dan anti-deamidated gliadin peptida IgG
(67,68). Gangguan otot lurik berasal dari gangguan otot bawaan atau
didapat dari trauma otot, penggunaan alat berat untuk olahraga dan latihan
dapat menyebabkan kadar AST / ALT abnormal dengan peningkatan AST
yang dominan (69). Skrining yang dapat dilakukan yaitu memeriksa
creatine kinase dan / atau tingkat aldolase. Hipotiroidisme dan
hipertiroidisme dapat menyebabkan enzim hepar abnormal, kerusakan
hepatocellular dan kolestasis serta myxedema dan / atau tirotoksikosis.
skrining harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat medis yang
sesuai. Penilaian awal yaitu thyroid stimulating hormone dan yang selektif
yaitu tes free T4 dan free/ total T3. gangguan hepar dalam kehamilan
jarang terjadi tetapi sangat penting untuk mengidentifikasinya karena
berpengaruh pada klinis bagi ibu dan janin. Setiap trimester memunginkan
terjadinya cholelithiasis, intrahepatik
kolestasis dalam kehamilan, perlemakan hepar akut pada kehamilan,
pre-eklampsia, dan gangguan eksaserbasi hepar kronis primer lainnya (68).
Pola biokimia dari kerusakan hepar, riwayat pasien, dan pemeriksaan fisik
merupakan panduan utama untuk membangun diagnosis. biopsi hepar
jarang diperlukan untuk mendiagnosis dan panduan terapi. Beberapa
daerah di AS penyakit tick-borne seperti penyakit Lyme, Babesiosis, dan
ehrlichiosis bersifat endemik. Penyakit menular ini dapat menyebabkan
kimia hepar abnormal dengan pola hepatoseluler yang dominan (70-72).
Pasien dengan riwayat penyakit yang sesuaidapat dilakukan tes untuk
burgdorferi Borrelia, ehrlichiosis human granulosit anaplasmosis atau
bentuk monosit, atau Babesiosis microti.
PENILAIAN KLINIS PASIEN DENGAN KIMIA HEPAR ABNORMAL
Ringkasan laporan:
penilaian klinis pasien dengan peningkatan enzim hepar berdasarkan
riwayat pasien dan pemeriksaan fisik.
1. Riwayat pasien harus mencakup faktor-faktor risiko untuk penyakit
hepar yang mendasari termasuk kondisi medis, penggunaan alkohol,
dan penggunaan obat dan suplemen herbal.
2. Pemeriksaan fisik harus dlakukan untuk menilai penyakit hepar kronis,
serta tanda atau gejala spesifik etiologi penyakit hepar .

Sebelum memulai evaluasi kimia hepar yang abnormal, harus dilakukan


tes untukmengklarifikasinya (Mis, GGT jika serum alkali fosfat tinggi)
untuk memastikan kimia hepar benar-benar tidak normal. Riwayat pasien
harus ditanyakan untuk menilai faktor risiko untuk penyakit hepar seperti
hepatitis virus, penyakit hepar metabolik, paparan zat toksik, dan obat-
obatan termasuk alkohol dan obat alternatif, penyakit yang berhubungan
seperti inflammatory bowel disease, penyakit hematologi, penyakit paru,
dan penyakit jantung serta penyakit hepar herediter. Pasien yang datang
dengan badan kuning (jaundice) perlu ditanyakan riwayat gangguan darah
yang kemungkinan karena hemolisis. Pada pasien dengan kolestasis
intrahepatik didapatkan tinja berwarna terang, pruritus, dan urin gelap
(bilirubinuria). Pasien dengan penyakit hematologi bisa didapatkan
trombosis vena hepar dengan nyeri akut di kuadran kanan atas, ascites,
hepatomegali (73). Riwayat hemochromatosis juga ditanyakan pada pasien
dengan riwayat diabetes, pigmentasi kulit, penyakit jantung, arthritis, dan
hipogonadisme. faktor risiko untuk hepatitis B dan C telah sebelumnya
dibahas. Hepatitis A dan E menyebabkan hepatitis akut melalui rute fecal-
oral, hepatitis E jarang di Amerika Serikat meskipun harus dipikirkan
ketika ada pasien yang melakukan perjalanan ke daerah endemik (Central
Amerika dan Asia) (74). Hepatitis virus akut etiologi apapun didapatkan
gejala konstitusional seperti mual, muntah, demam, dan anoreksia.
Pada pasien dengan badan kuning (jaundice) dan nyeri perut perlu dicari
riwayat penyakit hepatobiliary seperti batu empedu dan inflammatory
bowel disease. Penyakit ekstrahepatik lainnya yang dapat membuat enzim
hepar abnormal adalah penyakit jantung kegagalan (kongestif
hepatopathy), emfisema fase awal, penyakit celiac, dan penyakit tiroid.
Terakhir, riwayat keluarga tentang gangguan hepar yang diwariskan seperti
hemochromatosis, penyakit Wilson, defisiensi alfa 1-antitrypsin harus
ditanyakan. Pemeriksaan fisik pasien dengan tes hepar yang abnormal
biasanya normal, namun temuan tertentu dapat membantu memastikan
adanya penyakit hepar kronis seperti jaundice, asites, splenomegali,
eritema palmaris, spider nevi, dan ensefalopati hepar. Spider nevi, eritema
palmaris, ginekomastia, dan caput medusa caput merupakan tanda-tanda
penyakit hepar stadium akhir dengan hipertensi portal
dan tingkat estrogen yang tinggi (75). Terabanya hepar meningkatkan
kemungkinan adanya hepatomegali(76,77). Perabaan tepi hepar karena
sirosis atau gangguan inviltrative juga dapat terdeteksi pada pemeriksaan
fisik (78). Terabanya limpa dan lobus kiri hepar menandakan
kemungkinan dari sirosis (78). Temuan tertentu pada pemeriksaan fisik
dapat membantu mencari etiologi spesifik dari penyakit hepar seperti
kontraktur dupuytren dengan pembesaran kelenjar parotis, dan atrofi testis
pada penyakit hepar alkoholik (79). Adanya cincin Kayser-Fleischer pada
pasien dengan gejala neurologis dan tes hepar yang abnormal dapat
terlihat pada penyakit Wilson. Kulit yang berwarna tembaga dapat dilihat
pada hemochromatosis herediter. Hepatomegaly dapat ditemukan pada
hepatitis virus akut atau hepatitis alkoholik dan hepar dapat menunjukkan
adanya keganasan. Nyeri kuadran kanan atas dengan tanda murphy positif
mengarah ke penyakit hepatobiliary seperti kolesistitis. Berkurangnya
suara napas dapat ditemukan pada defisiensi alpha-1-anti tripsin dengan
suara napas menurun di dasar menunjukkan adanya hydrothorax hepatic
dengan tidak adanya gejala ascites.
POLA PENINGKATAN TES KIMIA HEPAR
Ringkasan laporan:
1. Cedera/ kerusakan hepatoseluler ditandakan dengan peningkatan AST
dan ALT dibandingkan dengan alkali fosfatase.
2. Cedera kolestasis ditandakan dengan peningkatan alkaline phosphatase
dibandingkan dengan peningkatan AST dan ALT.
3. Pola kerusakan campuran ditandakan dengan
alkaline phosphatase dan ALT/ AST.
4. hiperbilirubinemia terisolasi ditandakan dengan peningkatan bilirubin
dengan alkali fosfatase dan ALT/ AST normal.
5. Rasio R dihitung dengan rumus R = (nilai ALT sekarang ALT ULN)
(nilai alkaline phosphatase sekarang alkaline phosphatase ULN)
dengan rasio R > 5 menandakan kerusakan hepatoseluler, <2 kerusakan
kolestasis, dan 2-5 adalah pola campuran.
Pengaruh kelainan kimia hepar dan rasio dari AST dan ALT digunakan
untuk memandu evaluasi pasien. Juga, saat memeriksa profi kimia hepar,
pola peningkatan
berguna untuk menentukan apakah kelainan enzim hepar terkait cedera
hepatoseluler (peningkatan AST dan ALT), disfungsi kolestasis
(peningkatan alkali fosfatase), atau pola campuran.
Hiperbilirubinemia terisolasi dapat dilihat dengan adanya aminotransferase
dan alkali fosfatase yang normal. Beberapa metode telah digunakan untuk
menggambarkan pola
kimia hepar yang abnormal. Klasifikasi paling umum adalah (i)
hepatoseluler (Peningkatan AST dan ALT lebih tinggi dibandingkan
dengan penigkatan alkaline phosphatase), (ii) Kolestasis (Peningkatan
alkaline phosphatase dibandingkan dengan peningkatan AST dan ALT),
(iii) Campuran (Peningkatan alkaline phospatase dan AST / ALT), dan (iv)
hiperbilirubinemia (Peningkatan bilirubin dengan alkali fosfatase danALT/
AST yang normal) (80). kadar bilirubin juga mungkin
meningkat salah satu kerusakan diatas (cedera hepatoseluler, kolestastis,
campuran). Perlu diingat bahwa meskipun pola-pola ini mengarah pada
peningkatan enzim yang dominan, tes enzim hepar lainnya mungkin
meningkat juga.
Baru-baru ini, rasio R telah digunakan untuk menilai pola
cedera/ kerusakan hepatocellular, kolestatis, atau campuran dan dapat
diterapkan dalam kerusakan hepar akibat obat (22). Rasio R dihitung
dengan rumus R = (nilai ALT ALT ULN) (nilai alkaline phosphatase
alkali fosfatase ULN). Rasio R > 5 menandakan kerusakan hepatoseluler,
<2 menandakan kerusakan kolestasis, dan 2-5 menandakan pola kerusakan
campuran.
PENDEKATAN EVALUASI BAGI DENGAN PENINGKATAN AST
DAN ALT
Ringkasan pernyataan:
1. (Tabel 4 dan Gambar 1 - 3) Batas peningkatan AST dan/ atau ALT
adalah <2X ULN, peningkatan ringan AST dan / atau ALT adalah 2-5x
ULN, peningkatan sedang AST dan / atau ALT adalah 5-15X ULN,
peningkatan berat AST dan / atau ALT> 15X ULN, dan peningkatan
masif AST dan / atau ALT adalah > 10.000 IU / l.
2. gagal hepar fulminan atau gagal hepar akut perkembangan progresif
kerusakan hepar akut disertai dengan kerusakan berat dari fungsi
sintetis seperti waktu protrombin yang memanjang dan ensefalopati
hepatikum pada pasien
tanpa penyakit hepar sebelumnya yang membutuhkan evaluasi ALT
segera.
Pengaruh peningkatan AST dan ALT bervariasi tergantung pada
penyebab kerusakan hepatoseluler. Pedoman dan studi sebelumnya
memiliki
variasi menentukan peningkatan AST dan ALT (19,20).
Untuk keperluan pedoman kami, kami menentukan Batas peningkatan
AST dan/ atau ALT (Broderline) adalah <2x ULN, peningkatan ringan
AST dan / atau ALT (Mild) adalah 2-5x ULN, peningkatan sedang AST
dan / atau ALT (Moderete) adalah 5-15x ULN, peningkatan berat AST
dan / atau ALT(Severe) > 15X ULN, dan peningkatan masif AST dan /
atau ALT (Massive) adalah > 10.000 IU / l.
Peningkatan AST dan / atau ALT broderline dan ringan terlihat dalam
berbagai kondisi yang terkait hepar dan tidak terkait-hepar seperti yang
ditunjukkan
pada Tabel 4. Peningkatan AST dan / atau ALT sedang biasanya tumpang
tidih dengan yang ringan dan berat. Peningkatan AST dan / atau ALT yang
berat berasal dari berbagai sumber seperti hepatitis virus akut, iskemik
hepatitis / shock hepar, syok septik, gangguan pembuluh darah termasuk
sindrom Budd-Chiari akut atau oklusi arteri hepar akut , kerusakan hepar
akibat obat/toksik, hepatitis autoimun, obstruksi bilier akut, infiltrasi sel
kanker pada hepar, trauma hepar / pembedahan, penyakit veno-occlusive /
sindrom obstruksi sinusoidal, sindrom HELLP, dan penyakit Wilson.
Peningkatan masif AST dan / atau ALT > 10.000 U / l
biasanya terjadi pada syok hepar / hepatopathy iskemik, atau hepatitis
akibat obat/toksik. Kondisi ini juga terjadi pada penyakit nonhepar
seperti rhabdomyolysis dan heat stroke.
Pasien dengan peningkatan ALT dan / atau AST sedang, berat, dan masif
memerlukan evaluasi segera (81). pasien tersebut harus dievaluasi untuk
hepatitis akut seperti hepatitis A akut, B, C, D, atau E, hepatitis B kronis
ekstrasebasi akut, dan
hepatitis akut dari virus non-hepatotropic seperti virus herpes simplex,
virus Epstein-Barr, atau Cytomegalovirus. Penyakit hepar autoimun akut
juga harus dicurigai karena reaksi obat atau paparan hepatotoxin langsung
(acetaminophen). Peningkatan tertinggi aminotransferase biasanya terlihat
pada pasien overdosis asetaminofen, hepatopathy iskemik, atau paparan
racun, seperti phalloides Amanita. Riwayat kegnasan hematologi dengan
pengobatan kemoterapi dapat terjadi sindrom obstruksi sinusoidal
(penyakit veno-occlusive).
Riwayat hiperkoagulasi dalam tes hepar dan ascites mengarah ke sindrom
Budd-Chiari.
Dampak peningkatan AST dan ALT yang lain adalah rasio AST-ALT
dalam menentukan etiologi tes hepar yang abnormal (Tabel 4). Biasanya,
sebagian besar kondisi hepar seperti hepatitis virus kronis dan NAFLD
tingkat ALT > AST. Namun, ~ 90% pasien penyakit hepar alkoholik
tingkat AST> ALT, dan > 70% rasio AST / ALT > 2 (82,83). AST> ALT
juga dapat dilihat pada pasien dengan sirosis
etiologi apapun, meskipun rasio AST: ALT biasanya tidak > 2: 1. Dalam
satu studi yang meneliti pasien dengan hepatitis virus C (HCV), hepatitis
tanpa sirosis
memiliki rasio AST / ALT 0,60, sedangkan rasio rata-rata sirosis adalah
1,05 (ref. 84).
Biopsi hepar dilakukan untuk menilai tingkat keparahan penyakit (hepatitis
B, hepatitis C, dan penyakit hepar non-alkoholik ). Selain itu, biopsi juga
berguna untuk diagnosis penyakit Wilson (quantitative copper),
hemochromatosis (hepatic iron index), atau defisiensi alpha-1-antitrypsin
(periodic acid-Schiff-positive globules) (85).
PENINGKATAN ALKALINE PHOSPATASE
Penyakit hepar-kolestasis yang berhubungan dengan peningkatan alkaline
pospatase, dengan atau tanpa peningkatan bilirubin. Dikategorikan
menjadi sumbatan aliran empedu (kolestasis ekstrahepatik) atau gangguan
fungsional pembentukan empedu
oleh hepatosit (kolestasis intrahepatik). Peningkatan alkaline fosfatase
fisiologis terdapat pada anak-anak karena pertumbuhan tulang yang cepat
dan pada kehamilan karena produksi alkaline phospatase oleh
plasenta(86).
Penentuan etiologi spesifik dari peningkatan alkaline fosfatase biasanya
dapat ditentukan tanpa biopsi hepar. Dalam satu studi, ~ 80% dari
peningkatan alkali fosfatase menentukan diagnosis klinis berdasarkan
riwayat pasien, pemeriksaan fisik, laboratorium rutin, dan foto torax (87).
Jika alkali fosfatase meningkat pada peningkatan enzim hepar, biopsi
hepar tidak wajib diperlukan. Dengan peningkatan alkali fosfatase
dikonfirmasi dengan GGT atau fraksinasi alkaline phosphatase dapat
digunakan untuk membantu menentukan peningkatan alkaline phosphatase
dari non-hepar. Namun, peningkatan GGT tidak spesifik untuk penyakit
hepar-kolestatis. GGT dapat meningkat pada> 50% pasien alkoholik tanpa
adanya penyakit hepar (88-92). GGT juga dapat meningkat pada pasien
penyakit pankreas, infark miokard, gagal ginjal, paru-paru, diabetes,
dan pada pasien yang memakai obat-obatan tertentu seperti phenytoin dan
barbiturat (90,93). Karena kurang spesifiknya GGT untuk penyakit hepar,
GGT tidak boleh digunakan sebagai tes skrining hepar tanpa peningkatan
kimia hepar yang abnormal.
Setelah peningkatan alkali fosfatase dipastikan, USG hepar harus
dilakukan untuk menilai parenkim hepar dan saluran empedu. Dilatasi
empedu menandakan
Penyebab ekstrahepatik. Saluran empedu yang tidak melabar menandakan
penyebab peningkatan alkaline fosfatase karena intrahepatik. Penyebab
kolestasis ekstrahepatik seperti choledocholithiasis dan obstruksi saluran
empedu karena keganasan. Beberapa penyakit kolestasis ekstrahepatik
tidak terlihat pada USG seperti PSC atau HIV / AIDS cholangiopathy dan
jika terdapat riwayat kolangitis atau inflammatory bowel disease maka
perlu dilakukan cholangiography dengan MRI / magnetik resonansi
cholangiopancreatography (MRCP) atau endoskopik retrograde cholangio-
pancreatography.
Untuk kolestasis intrahepatik, penanda autoimun seperti antibodi anti-
mitokondrial, antibodi antinuklear, dan antibodi otot polos harus diperiksa
memeriksa adanya PBC atau kolangiopati autoimun. Pemeriksaan
morfologi saluran empedu yang lebih baik menggunakan MRI / MRCP,
retrograde endoskopik
Cholangio-Pancreatography dan / atau endoskopi ultrasound. Terakhir,
tes kehamilan pada wanita usia subur harus dilakukan untuk
menilai untuk kolestasis intrahepatik kehamilan. Gangguan infiltratif yang
dapat meningkatkan alkaline phosphatase dan menyebabkan kolestasis
intrahepatik
seperti sarkoidosis, infeksi jamur atipikal, atau keganasan. Biopsi hepar
disarankan untuk menilai primary biliary cirrhosis atau penyakit infiltratif
lainnya.
PENINGKATAN BILIRUBIN TOTAL
Ringkasan pendapat:
1. (Tabel 6 dan gambar 5) Peningkatan serum bilirubin total
harus difraksinasi menjadi bilirubin direct dan bilirubin indirect.
2. Peningkatan bilirubin terkonjugasi menandakan penyakit
hepatocellular atau obstruksi empedu.
Langkah pertama dalam menyelidiki peningkatan bilirubin adalah
menentukan
hiperbilirubin terkonjugasi (direct) dengan tak terkonjugasi (indirect).
Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi adalah karena over-produksi
bilirubin (seperti hemolisis), penurunan hepatic uptake, atau penurunan
konjugasi hepar. Penyebab peningkatan
bilirubin tak terkonjugasi paling sering adalah sindrom Gilbert, terdapat
pada 3-7% populasi AS (http://ghr.nlm.nih.gov/condition/gilbert-
syndrome) Kelainan genetik ini disebabkan karena defek pada UDP-
glucuronyltranferase sehingga menurunkan konjugasi bilirubin di hepar.
kadar bilirubin total tidak pernah lebih dari 6 mg / dl dan biasanya < 3
mg / dl (94).
Puasa atau penyakit tertentu dapat meningkatkan bilirubin tak terkonjugasi
2 sampai 3x. Hiperbilirubinemia inderect juga terdapat pada hemolisis
dimana terdapat penuurunan serum haptoglobin, peningkatan retikulosit
dan peningkatan laktat dehidrogenase (LDH). Namun, hemolisis jarang
menyebabkan bilirubin > 5 mg / dl, kecuali dengan adanya penyakit ginjal,
penyakit hepar, atau hemolisis akut yang berat (95). Secara umum, pada
orang sehat asimtomatik dengan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan (<4 mg / dl), evaluasi dilakukan
untuk menyingkirkan obat yang menyebabkan hiperbilirubinemia, adanya
hemolisis, dan memastikan kadar normal transaminase serum dan alkaline
fosfatase. Jika ini ditemukan, maka dugaan diagnosis sindrom Gilbert
dapat dibuat.
Hiperbilirubin terkonjugasi (langsung) menandakan adanya kerusakan
parenkim hepar atau obstruksi bilier. Hal ini dikaitkan dengan gangguan
hepar yang mengakibatkan ekskresi bilirubin ke dalam duktus empedu
berkurang dan kebocoran bilirubin dari hepatosit ke dalam serum. Jumlah
kadar bilirubin serum dapat melebihi
30 mg / dl dalam kasus kerusakan hepar yang parah, termasuk hepatitis
alkoholik dengan sirosis, dan dapat terjadi pada pasien sirosis stadium
lanjut dengan sepsis dan / atau gagal ginjal (51,96,97). Selain itu,
hiperbilirubinemia dapat terjadi setelah operasi besar (98). Peningkatan
bilirubin ditunjukan pada gambar 5.
Terdapat dua kondisi turunan jarang yang dikaitkan dengan hiperbilirubin
direct yaitu Sindrom Dubin-Johnson dan Sindrom Rotor dimana bilirubin
langsung ~ 50% dari total dengan tes hepar lainnya normal termasuk
alkaline phosphatase dan GGT.
Sindrom Dubin-Johnson terjadi karena defek enzim canalicular karena
resistensi obat sementara sindrom Rotor disebabkan karena penyimpanan
bilirubin yang rusak oleh hepatosit (99). Penyebab peningkatan bilirubin
terdapat pada Tabel 6.
Kesimpulannya, dokter sering menemukan peningkatan enzim hepar
dalam praktik. Evaluasi peningkatan AST dan ALT dilihat dari klinis dan
derajat peningkatannya. ALT yang normal seharusnya <29-33 IU / l pada
laki-laki dan 19-25 IU / l pada wanita. Peningkatan minimal dapat
ditemukan di riwayat dan pemeriksaan pasien, penghentian obat-obatan
hepatotoksik dan konsumsi alkohol, selain evaluasi untuk
hemochromatosis, perlemakan hepar dan hepatitis viral. Evaluasi untuk
penyakit hepar autoimun, penyakit Wilson, dan defisiensi alpha-
1antitrypsin juga dapat dilakukan bila nilai enzim hepat di atas normal.
Peningkatan enzim hepar (5-15x batas normal) harus dilakukakn evaluasi
untuk virus hepatitis A, B, dan C, iron panel, ceruloplasmin, alpha-1
antitrypsin fenotip, dan penanda autoimun. Jika ada tanda-tanda dari gagal
hepar akut, harus segera dikonsultasikan ke hepatologis untuk dilakukan
transplantasi hepar. Pasien dengan peningkatan alkaline phospatase
dengan AST/ALT dan bilirubin normal maka alkaline phosphatase
dikonfirmasi dengan GGT, bila GGT meningkat maka dilakukan USG
hepar. Jika USG normalmaka dilakukan pemeriksaan penanda autoimun.
Biopsi hepar dilakukan untuk memastikan diagnosis. Peningkatan bilirubin
harus dievaluasi yang meningkat dari bilirubin terkonjugasi atau bilirubin
tak terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi yang meningkat menandakan
kerusakan parenkim hepar atau obstruksi bilier. penyebab ekstrahepatik
seperti hemolisis juga harus diperiksa. Pemeriksaan USG pada kuadran
kanan atas harus dilakukan pada pasien dengan peningkatan bilirubin
terkonjugasi dan alkali fosfatase untuk
menilai dilatasi duktal. Terakhir, biopsi hepar diperlukan untuk konfirmasi
diagnosis.

You might also like