You are on page 1of 16

ACARA IV

PENGOLAHAN OLEORESIN

A. Tujuan
Tujuan Praktikum Acara IV Pengolahan Oleoresin adalah:
1. Mempelajari dan mengenal Ekstraksi-Evaporasi untuk mendapatkan
oleoresin.
2. Mempelajari teknologi pengolahan oleoresin kunyit.
3. Mengamati rendemen, warna, dan aroma oleoresin kunyit
B. Tinjauan Pustaka
Kunyit dikenal sebagai obat dalam sistem obat tradisional di India.
Kunyit digunakan secara tradisional sebagai antiseptik, penyembuhan luka, dan
senyawa antiinflamasi. Kurkumin adalah senyawa fitokimia yang diperoleh
dari rimpang kering tanaman kunyit. Kurkumin merupakan zat warna utama
yang terdapat pada kunyit (Kulkarni, et al., 2012).
Kunyit merupakan tanaman herba rhizomatous, anggota dari keluarga
Zingiberaceae. Tanaman ini banyak tumbuh di Asia Selatan, dengan suhu
antara 20-300C dan curah hujan yang baik untuk tumbuh. Ekstrak dari tanaman
kunyit diketahui memiliki khasiat anti inflamasi, anti jamur, imunomodulatory,
antioksidan, antimutagenik, antibakteri, serta meningkatkan imun tubuh.
Rimpang kunyit berwarna kuning gelap dan telah ditemukan menjadi sumber
yang kaya akan senyawa fenolik (Rajesh, 2013).
Kunyit merupakan rimpang kering dari keluarga ginger. Kurkumin,
demethoxycurcumin, bis-demethoxycurcumin, dan ar-turmeron merupakan
empat komponen aktif utama kunyit. Kunyit juga mengandung karoten yang
tinggi, setara dengan 50 IU vitamin A per 100 g. Aktivitas antioksidan dan
potensi radikal bebas merupakan karakteristik penting dari kunyit. Komponen
yang paling penting pada kunyit yaitu kurkumin karena merupakan faktor
utama dalam penerimaan sensorik dari konsumen (Lokhande, 2013).
Bubuk kunyit biasanya digunakan sebagai bumbu dalam masakan di
Asia Selatan. Rimpang atau akar kunyit direbus atau dikukus, kemudian
dikeringkan dan digiling menjadi bubuk orange-kuning tua. Zat aktif pada
curcuminoid kunyit menyajikan warna kuning dan mengandung komponen
antioksidan. Kunyit mempunyai rasa pedas dan pahit serta memiliki aroma
yang khas (Sikkhamondhol et al., 2009).
Saat ini di Indonesia sudah banyak industri yang mengekstrak
komponen aktif rempah-rempah dan diperdagangkan dalam bentuk oleoresin
dan minyak atsiri. Oleoresin dan minyak atsiri rempah-rempah banyak
digunakan dalam industri makanan, minuman, farmasi, flavor, parfum, pewarna
dan lain-lain. Misalnya dalam industri pangan banyak digunakan untuk pemberi
cita rasa dalam produk-produk olahan daging, ikan dan hasil laut lainnya, roti,
kue, puding, sirup, saus dan lain-lain. Oleoresin adalah gabungan dari resin dan
minyak atsiri. Oleoresin dapat diperoleh dari ekstraksi bagian tanaman tertentu
dengan menggunakan pelarut organik. Oleoresin berbentuk padat atau semi
padat dan biasanya konsistensinya lengket. Faktor-faktor yang berpengaruh
dalam operasi ekstraksi yaitu penyiapan bahan sebelum ekstraksi, ukuran
partikel, pelarut, metode yang digunakan dalam ekstraksi, waktu, suhu serta
proses pemisahan pelarut dari hasil ekstraksi. Ekstraksi lebih cepat dilakukan
pada suhu tinggi, tetapi hal ini akan menyebabkan beberapa komponen yang
terkandung dalam rempah-rempah mengalami kerusakan. Selain itu, pada suhu
tinggi akan menyebabkan sebagian etanol menguap sehingga jumlah pelarut
berkurang dan tidak mencukupi untuk mengekstrak bahan dan rendemen
menjadi berkurang (Kawiji, 2015).
Kurkumin merupakan senyawa yang menarik di rimpang kunyit,
penting untuk mengetahui kelarutan kurkumin dalam pelarut yang berbeda
untuk memilih pelarut yang sesuai. Kurkumin larut dalam pelarut polar (aseton,
etil asetat, metanol, etanol), dan cukup larut dalam pelarut non-polar seperti
heksana, dan tidak larut dalam water. Bubuk rimpang kering diekstraksi oleh
dengan pelarut polar. Ukuran partikel yang seragam suhu dan perkolasi tingkat
pelarut merupakan parameter yang penting untuk ekstraksi yang optimal. Jika
oleoresin adalah produk yang diinginkan, pelarut benar-benar menguap dengan
distilasi pada 45-550C. Hasil ekstraksi dari oleoresin dari akar kering biasanya
10-12% (Mazaud, 2004).
Ekstraksi adalah pemindahan komponen dari suatu aliran bahan cair,
atau antara dua aliran bahan cair. Tahap pertama di dalam proses ektraksi pada
umumnya adalah penghancuran secara mekanis, yaitu bahan mentah dipotong
atau dihancurkan menjadi ukuran kecil yang dikehendaki agar mendapatkan
permukaan persentuhan yang luas untuk ekstraksi. Proses pelarutan dapat
dihubungkan dengan istilah persamaan kecepatan biasa, yaitu laju pelarutan
adalah gaya seret dibagi tahanan. Dalam hal ini gaya sorot adalah antara
konsentrasi komponen yang akan dipindahkan, zat larut, pada bidang batas
bahan padat dan di dalam aliran pelarut (Earle, 1969).
Ekstraksi bisa dilakukan dengan beberapa metode yang sesuai dengan
sifat dan tujuan ekstraksi. ada tiga jenis ekstraksi yang dapat digunakan yaitu
maserasi, sokletasi dan perkolasi. Ektraksi maserasi merupakan metode
ekstraksi yang sederhana, namun membutuhkan waktu yang cukup lama karena
perendaman pada suhu ruang. Untuk mempercepat proses ekstraksi, dilakukan
modifikasi menggunakan pemanasan dan pengadukan. Perubahan suhu sangat
efektif dalam mempercepat proses ektraksi karena suhu menyebabkan
solubilitas pelarut dan pori-pori padatan semakin besar (Nur, 2015).
Prinsip ekstraksi dengan menggunakan pelarut (solvent extraction)
adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan lemak.
Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi
dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline karbon disulfide,
benzene, dan n-heksan. Perlu diperhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau
hilang tidak boleh lebih dari 5%. Bila lebih, seluruh sistem solvent extraction
perlu diteliti lagi (Ketaren, 1986).
Prinsip dari metode maserasi adalah merendam bubuk simplisia dengan
menggunakan pelarut tertentu pada temperatur ruang dan terlindungi dari
cahaya. Ektraksi dipengaruhi oleh jenis bahan, jenis pelarut, dan kondisi
ekstraksi. Kondisi ekstraksi meliputi metode, waktu, jenis pelarut,
perbandingan bahan dengan pelarut, suhu, dan derajat kehalusan bahan. Pelarut
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut etanol. Etanol banyak
digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk
kosmetik, disinfektan dan senyawa essens (Tantrayana, 2015).
Pemisahan/ separasi mekanis dapat dikelompokkan menjadi: filtrasi,
sedimentasi, sortasi, sentrifugasi, dan expressi. Filtrasi adalah pemisahan
partikel padat dari cairan dengan cara mengalirkan campuran melalui pori-pori
yang cukup halus sehingga mampu menahan partikel-partikel padat namun
dapat meloloskan cairan yang ada. Prinsip filtrasi salah satunya adalah menahan
partikel yang tersuspensi dalam cairan oleh celah saringan dan membentuk
ampas saringan (filter cake) (Ansori, 2009).
Evaporasi ialah suatu proses penghilangan zat terlarut dari dalam
larutan dengan menggunakan panas (kalor). Zat pelarut yang dimaksud dalam
proses penguapan ialah air. Bilamana bahan itu dinaikkan suhunya
(dipanaskan) terjadilah penguapan molekul air yang dapat di dalamnya. Makin
itnggi suhunya makin banyak air yang menguap dan akan mencapai maksimal
pada titik didih bahan. Akibat penguapan bahan maka kadar zat yang dilarutkan
menjadi naik (pekat) (Martoharsono, 1979).
Vakum rotary evaporator adalah alat yang berfungsi untuk memisahkan
suatu larutan dari pelarutnya sehingga dihasilkan ekstrak dengan kandungan
kimia tertentu sesuai yang diinginkan. Cairan yang ingin diuapkan ditempatkan
dalam suatu labu yang kemudian dipansakan dengan bantuan penangas, dan
diputar. Uap cairan yang dihasilkan didinginkan oleh suatu pendingin
(kondensor) dan dan ditampung pada suatu tempat (receiver flask). Kecepatan
alat ini dalam melakukan evaporasi sangat cepat, terutama bila dibantu oleh
vakum. Prinsip kerja alat ini didasarkan pada titik didih pelarut dan adanya
tekanan yang menyebabkan uap dari pelarut terkumpul di atas, serta adanya
kondensor (suhu dingin) yang menyebabkan uap ini mengembun dan akhirnya
jatuh ke tabung penerima (Senjaya, 2008).
Rendemen oleoresin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
ukuran bahan, suhu, waktu ekstraksi, dan proses evaporasi. Semakin kecil
ukuran bahan, semakin luas bidang kontak dengan pelarut sehingga
mempermudah proses ekstraksi. Semakin tinggi suhu semakin cepat ekstraksi
dilakukan, semakin lama waktu semakin banyak zat yang dapat terekstrak.
Semakin semakin banyak pelarut yang terpisahkan dalam proses evaporasi,
semakin murni oleoresin dan semakin tepat perhitungan rendemennya (Dewi,
2012).
Oleoresin merupakan bentuk ekstraktif rempah yang didalamnya
terkandung komponen-komponen utama pembentuk perisa yang berupa zat-zat
volatil (minyak atsiri) dan non-volatil (resin dan gum) yang masing-masing
berperan dalam menentukan aroma dan rasa. Proses ekstraksi merupakan
tahapan yang penting dalam pembuatan oleoresin. Pengecilan ukuran sampai
pada batasan tertentu akan diperoleh rendemen oleoresin tertinggi. Dalam
perolehan oleoresin jahe ukuran bahan 20 mesh, dirasa masih terlalu besar
sehingga menyulitkan penetrasi pelarut kedalam jaringan bahan dan kontak
antara bahan yang diekstrak dengan pelarut menjadi tidak maksimal sehingga
hasil oleoresin yang didapat juga rendah. Semakin besar ukuran bahan rempah-
rempah yang akan diekstraki akan memerlukan waktu ekstraksi yang lebih lama
untuk mendapatkan rendemen yang tinggi. Ukuran bahan makin kecil dapat
meningkatkan rendemen oleoresin jahe, karena semakin kecil ukuran bahan
maka semakin banyak sel-sel yang pecah sehingga semakin luas bidang kontak
antara bahan dengan pelarut. Oleh karena itu pengecilan bahan 40 mesh pada
penelitian ini menghasilkan rendemen oleoresin yang lebih banyak dibanding
ukuran 20 mesh. Namun demikian pengecilan ukuran yang lebih kecil lagi,
dalam hal ini 60 mesh akan menghasilkan rendemen oleoresin jahe yang
rendah, hal ini disebabkan oleh adanya penggumpalan bahan saat proses
ekstraksi dan menyulitkan pelarut untuk menembus bahan tersebut sehingga
oleoresin sukar terekstraksi dan rendemen yang didapatkan jumlahnya sedikit.
bubuk bahan yang diekstraksi merupakan faktor yang harus diperhatikan,
karena semakin halus bahan dalam proses ekstraksi dapat menyebabkan
penyumbatan pada saat penyaringan (Anam, 2010).
Oleoresin merupakan campuran yang terdiri dari minyak atsiri
pembawa aroma dan damar pembawa rasa. Oleoresin umumnya didapatkan
dari ekstraksi rempah-rempah, misalnya jahe, cengkeh, lada, kayu manis, dan
cabe dengan pelarut tertentu. Pelarut yang dapat digunakan misalnya heksan,
methanol, alcohol, aseton, isopropanol dan lain-lain. Oleoresin biasanya
berbentuk pasta atau cairan kental. Aroma dan cita rasa oleoresin sama dengan
aroma dan cita rasa bahan bakunya (Muchtadi dkk, 2011).
C. Metodologi
1. Alat
a. Unit ekstraksi maserasi
b. Unit rotary evaporator
c. Pompa vakum
d. Termometer
e. Spatula
f. Neraca analitik
g. Cawan arloji
h. Corong
i. Timbangan
j. Stopwatch
k. Magnetic Stirrer
2. Bahan
a. Simplisia kunyit
b. Ethanol 96%
3. Cara Kerja

Simplisia Kunyit

Penimbangan sebanyak 75 gram

Pemasukan ke dalam gelas piala

300 ml Ethanol 96% Penambahan

Pembuatan tiga perlakuan ekstraksi

Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III


Ekstraksi selama 1 Ekstraksi selama 1 Ekstraksi selama 1
jam, suhu 400C dan jam, suhu 600C dan jam, suhu 780C dan
pengadukan 250 rpm pengadukan 250 rpm pengadukan 250 rpm

Penyaringan dengan kertas saring

Filtrat (Oleoresin + Ethanol)

Penguapan hingga semua ethanol teruapkan

Oleoresin

Pengamatan warna dan aroma dan


perhitungan rendemen
D. Hasil dan Pembahasan
Menurut Kawiji (2015) oleoresin adalah gabungan dari resin dan
minyak atsiri. Oleoresin dapat diperoleh dari ekstraksi bagian tanaman tertentu
dengan menggunakan pelarut organik. Oleoresin berbentuk padat atau semi
padat dan biasanya konsistensinya lengket. Sedangkan menurut Anam (2010)
oleoresin merupakan bentuk ekstraktif rempah yang didalamnya terkandung
komponen-komponen utama pembentuk perisa yang berupa zat-zat volatil
(minyak atsiri) dan non-volatil (resin dan gum) yang masing-masing berperan
dalam menentukan aroma dan rasa.
Saat ini di Indonesia sudah banyak industri yang mengekstrak
komponen aktif rempah-rempah dan diperdagangkan dalam bentuk oleoresin
dan minyak atsiri. Oleoresin dapat diperoleh dari ekstraksi bagian tanaman
tertentu dengan menggunakan pelarut organik. Ekstraksi adalah pemindahan
komponen dari suatu aliran bahan cair, atau antara dua aliran bahan cair.
Menurut Nur (2015) ekstraksi bisa dilakukan dengan beberapa metode sesuai
dengan sifat dan tujuan ekstraksi. Ada tiga jenis ekstraksi yang dapat digunakan
yaitu maserasi, sokletasi dan perkolasi. Metode yang digunakan dalam
praktikum yaitu ekstraksi maserasi. Ektraksi maserasi merupakan metode
ekstraksi yang sederhana, namun membutuhkan waktu yang cukup lama karena
perendaman pada suhu ruang. Untuk mempercepat proses ekstraksi, dilakukan
modifikasi menggunakan pemanasan dan pengadukan. Perubahan suhu sangat
efektif dalam mempercepat proses ektraksi karena suhu menyebabkan
solubilitas pelarut dan pori-pori padatan semakin besar.
Prinsip dari metode maserasi adalah merendam bubuk simplisia dengan
menggunakan pelarut tertentu pada temperatur ruang dan terlindungi dari
cahaya. Ektraksi dipengaruhi oleh jenis bahan, jenis pelarut, dan kondisi
ekstraksi. Kondisi ekstraksi meliputi metode, waktu, jenis pelarut,
perbandingan bahan dengan pelarut, suhu, dan derajat kehalusan bahan. Pelarut
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut etanol. Etanol banyak
digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk
kosmetik, disinfektan dan senyawa essens (Tantrayana, 2015).
Menurut Ansori (2009) pemisahan/ separasi dapat dikelompokkan
menjadi: filtrasi, sedimentasi, sortasi, sentrifugasi, dan expressi. Filtrasi adalah
pemisahan partikel padat dari cairan dengan cara mengalirkan campuran
melalui pori-pori yang cukup halus sehingga mampu menahan partikel-partikel
padat namun dapat meloloskan cairan yang ada. Prinsip filtrasi salah satunya
adalah menahan partikel yang tersuspensi dalam cairan oleh celah saringan dan
membentuk ampas saringan (filter cake).
Evaporasi ialah suatu proses penghilangan zat terlarut dari dalam
larutan dengan menggunakan panas (kalor). Zat pelarut yang dimaksud dalam
proses penguapan ialah air. Bilamana bahan itu dinaikkan suhunya
(dipanaskan) terjadilah penguapan molekul air yang dapat di dalamnya. Makin
tinggi suhunya makin banyak air yang menguap dan akan mencapai maksimal
pada titik didih bahan. Akibat penguapan bahan maka kadar zat yang dilarutkan
menjadi naik (pekat) (Martoharsono, 1979).
Vakum rotary evaporator adalah alat yang berfungsi untuk memisahkan
suatu larutan dari pelarutnya sehingga dihasilkan ekstrak dengan kandungan
kimia tertentu sesuai yang diinginkan. Cairan yang ingin diuapkan ditempatkan
dalam suatu labu yang kemudian dipanaskan dengan bantuan penangas, dan
diputar. Uap cairan yang dihasilkan didinginkan oleh suatu pendingin
(kondensor) dan dan ditampung pada suatu tempat (receiver flask). Prinsip kerja
alat ini didasarkan pada titik didih pelarut dan adanya tekanan yang
menyebabkan uap dari pelarut terkumpul di atas, serta adanya kondensor (suhu
dingin) yang menyebabkan uap ini mengembun dan akhirnya jatuh ke tabung
penerima (Senjaya, 2008).
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Oleoresin Simplisia Kunyit
No Kelompok
Perlakuan
1-4 5-7 8-10
1. a. waktu ekstraksi 1 jam 1 jam 1 jam
b. Suhu Ektraksi 400C 600C 780C
c. pengadukan 250 rpm 250 rpm 250 rpm
Berat bahan yang akan
2. 75 gram 75 gram 75 gram
diekstrak (A)
Berat oleoresin yang
3. 0,523 gram 1,279 gram 1,622 gram
didapat (B)
Rendemen oleoresin
4. 0,697% 1,715% 2,163%
(B/A)X100%
Volume Ethanol yang
5. 300 ml 300 ml 300 ml
digunakan (D)
Volume Ethanol hasil
6. 259 ml 228 ml 190 ml
Destilasi (E)
Presentase ethanol
7. yang hilang/menguap 13,67% 24% 36,667%
(D-E)/DX100%
Orange Merah coklat
8. Warna Merah maroon
kecoklatan pekat
Lebih
Kurang Lebih menyengat dari
9. Aroma menyengat dari menyengat dari simplisia dan
simplisia simplisia oleoresin
lainnya
Sumber: laporan sementara
Pada praktikum Pengolahan Oleoresin menggunakan sampel kunyit
kering. Pelarut yang digunakan adalah etanol 96% dengan jumlah pelarut
dibanding dengan jumlah sampel adalah 4:1, karena menggunakan sampel
dengan berat sebesar 75 gram maka pelarut yang digunakan adalah sebesar 300
ml. Tahapan pertama proses ekstraksi adalah mengekstraksi kunyit dengan
etanol 96% didalam alat ekstraksi maserasi. Proses ekstraksi berlangsung
selama 1 jam dan menggunakan suhu yang berbeda yaitu 400C, 600C, dan 780C.
Hasil dari proses ekstraksi adalah campuran antara pelarut dengan oleoresin.
Kemudian untuk mendapatkan oleoresin dilakukan proses pemisahan dengan
menggunakan rotary vacuum evaporator sehingga didapatkan pelarut etanol
dan oleoresin kunyit.
Tabel 4.1 menunjukkan hasil dari pengamatan oleoresin simplisia
kunyit. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa berat oleoresin kunyit yang
didapat pada suhu 400C, 600C, dan 780C berturut-turut yaitu sebesar 0,523
gram; 1,279 gram; dan 1,622 gram. Sedangkan volume etanol hasil destilasi
pada suhu 400C, 600C, dan 780C berturut-turut yaitu sebesar 259 ml; 228 ml;
dan 190 ml. Apabila dihitung menggunakan persamaaan, berat oleoresin yang
didapat dibagi berat bahan awal kemudian dikali 100% maka didapatkan
rendemen oleoresin yang pada ekstraksi suhu 400C sebesar 0,697%, pada suhu
600C 1,715%, dan pada suhu 780C sebesar 2,163%. Hasil tersebut tidak sesuai
dengan teori yang disebutkan oleh Mazaud (2004) bahwa pada ekstraksi dari
akar kering biasanya menghasilkan oleoresin dengan kadar 10-12%.
Menurut Dewi (2012) rendemen oleoresin dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain ukuran bahan, suhu, waktu ekstraksi, dan proses evaporasi.
Semakin kecil ukuran bahan, semakin luas bidang kontak dengan pelarut
sehingga mempermudah proses ekstraksi. Pada praktikum ini, bahan yang
diekstraksi yaitu simplisia kunyit yang mempunyai ukuran cukup besar
dibandingkan dengan bubuk kunyit sehingga hasil oleoresin yang didapatkan
cukup sedikit. Selain ukuran bahan, suhu ekstraksi juga berpengaruh terhadap
hasil oleoresin. Semakin tinggi suhu semakin cepat ekstraksi dilakukan,
semakin lama waktu semakin banyak zat yang dapat terekstrak. Suhu ekstraksi
yang digunakan pada praktkum ini yaitu 400C, 600C, dan 780C. Jika kita
perhatikan, rendemen oleoresin yang didapatkan pada suhu 780C > 600C > 400C
. Semakin banyak pelarut yang terpisahkan dalam proses evaporasi, semakin
murni oleoresin dan semakin tepat perhitungan rendemennya. Pada praktikum
ini, ekstraksi hanya dilakukan selama 1 jam sehingga oleoresin yang didapat
mempunyai selisih yang besar dari teori.
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah etanol 96%. Etanol
96% digunakan sebagai pelarut karena sifat dari pelarut tersebut adalah semi
polar sehingga mampu melarutkan oleoresin dari kunyit yang bersifat non-
polar. Jenis pelarut untuk ekstraksi lainnya adalah dari pelarut polar adalah
aseton dan metanol sedangkan pelarut non-polar adalah benzene, eter,
kloroform, n-heksan, dan metana. Dari beberapa jenis pelarut tersebut, etanol
lebih sering digunakan untuk ekstraksi karena memiliki keuntungan, yakni
mempunyai titik didih yang rendah sehingga lebih mudah menguap. Oleh
karena itu, jumlah etanol yang tertinggal di dalam ekstrak bahan sangat sedikit.
Selain itu etanol memiliki sifat semi-polar sehingga mampu digunakan sebagai
pelarut untuk berbagai macam bahan. Proses ekstraksi dari suatu bahan dengan
menggunakan berbagai jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda-
beda akan memberikan hasil yang lebih optimum, baik dari jumlah ekstrak yang
didapatkan atau senyawa aktif yang terkandung dalam ekstak bahan.
Untuk mencari persentase etanol yang menguap juga menggunakan
persamaan hasil pengurangan volume etanol awal dengan volume etanol hasil
destilasi dibagi dengan volume etanol awal kemudian dikali 100%. Didapatkan
persentase etanol yang menguap pada ekstraksi suhu 400C sebesar 13,67%,
pada suhu 600C sebesar 24%, dan pada suhu 780C sebesar 36,667%. Persentase
ethanol yang menguap berbanding lurus dengan tingginya suhu yang digunakan
untuk ekstraksi. Semakin tinggi suhu ekstraksi semakin banyak ethanol yang
menguap. Hal tersebut karena ethanol mempunyai titik didih yang rendah
sehingga lebih mudah menguap.
Proses ekstraksi merupakan tahapan yang penting dalam pembuatan
oleoresin. Pengecilan ukuran sampai pada batasan tertentu akan diperoleh
rendemen oleoresin tertinggi. Pada penelitian Anam (2010) dalam perolehan
oleoresin ukuran bahan 20 mesh, dirasa masih terlalu besar sehingga
menyulitkan penetrasi pelarut kedalam jaringan bahan dan kontak antara bahan
yang diekstrak dengan pelarut menjadi tidak maksimal sehingga hasil oleoresin
yang didapat juga rendah. Semakin besar ukuran bahan rempah-rempah yang
akan diekstraki akan memerlukan waktu ekstraksi yang lebih lama untuk
mendapatkan rendemen yang tinggi. Ukuran bahan makin kecil dapat
meningkatkan rendemen oleoresin jahe, karena semakin kecil ukuran bahan
maka semakin banyak sel-sel yang pecah sehingga semakin luas bidang kontak
antara bahan dengan pelarut. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
rendemen oleoresin dari ekstraksi simplisia kunyit akan dihasilkan rendemen
yang lebih kecil dibandingkan dengan oleoresin hasil ekstraksi dari bubuk
kunyit.
Namun demikian pengecilan ukuran yang lebih kecil lagi akan
menghasilkan rendemen oleoresin yang rendah, hal ini disebabkan oleh adanya
penggumpalan bahan saat proses ekstraksi dan menyulitkan pelarut untuk
menembus bahan tersebut sehingga oleoresin sukar terekstraksi dan rendemen
yang didapatkan jumlahnya sedikit. Bubuk bahan yang diekstraksi merupakan
faktor yang harus diperhatikan, karena semakin halus bahan dalam proses
ekstraksi dapat menyebabkan penyumbatan pada saat penyaringan.
Berdasarkan pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa Oleoresin yang
didapatkan pada ekstraksi suhu 400C yaitu berwarna merah maroon dan
beraroma kurang menyengat dari simplisa, pada 600C berwarna orange
kecoklatan dan beraroma lebih menyengat dari simplisia, dan pada suhu 780C
berwarna merah coklat pekat dan beraroma lebih menyengat dari simplisia
maupun dari oleoresin yang lainnya. Oleoresin adalah gabungan dari resin dan
minyak atsiri. Oleoresin dapat diperoleh dari ekstraksi bagian tanaman tertentu
dengan menggunakan pelarut organik. Oleoresin berbentuk padat atau semi
padat dan biasanya konsistensinya lengket (Kawiji, 2015). Sedangkan menurut
Muchtadi (2011) oleoresin merupakan campuran yang terdiri dari minyak atsiri
pembawa aroma dan damar pembawa rasa. Oleoresin biasanya berbentuk pasta
atau cairan kental. Aroma dan cita rasa oleoresin sama dengan aroma dan cita
rasa bahan bakunya.
Saat ini di Indonesia sudah banyak industri yang mengekstrak
komponen aktif rempah-rempah dan diperdagangkan dalam bentuk oleoresin
dan minyak atsiri. Oleoresin dan minyak atsiri rempah-rempah banyak
digunakan dalam industri makanan, minuman, farmasi, flavor, parfum, pewarna
dan lain-lain. Misalnya dalam industri pangan banyak digunakan untuk pemberi
cita rasa dalam produk-produk olahan daging, ikan dan hasil laut lainnya, roti,
kue, puding, sirup, saus dan lain-lain (Kawiji, 2015).
E. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara IV adalah
sebagai berikut:
1. Metode ekstraksi untuk mendapatkan oleoresin rempah ada beberapa
macam antara lain: ekstraksi maserasi, soxhlet, refluxs (digesti) dan
perkolasi.
2. Metode ekstraksi yang digunakan dalam praktikum yaitu ekstraksi
maserasi dengan pemanasan suhu 400C, 600C, dan 780C dan pengadukan
sebesar 250 rpm.
3. Suhu ekstraksi berpengaruh terhadap sisa pelarut dan rendemen oleoresin
kunyit yang diperoleh.
4. Rendemen oleoresin yang didapatkan dari ekstraksi suhu 400C sebesar
0,697%, berwarna merah maroon dan beraroma kurang menyengat dari
simplisia. Pada suhu 600C sebesar 1,715%, berwarna orange kecoklatan
dan beraroma lebih menyengat dari simplisia. Pada suhu 780C sebesar
2,163%, beraroma merah coklat pekat, dan beraroma lebih menyengat dari
simplisia dan oleoresin yang lainnya.
5. Persentase ethanol yang menguap pada ekstraksi suhu 400C sebesar
13,67%, pada suhu 600C sebesar 24%, dan pada suhu 780C sebesar
36,667%.
DAFTAR PUSTAKA

Anam, Choirul. 2010. Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber Officinale) Kajian Dari
Ukuran Bahan, Pelarut,Waktu dan Suhu. Jurnal Pertanian MAPETA Vol. XII.
No. 2.
Ansori, Muhammad. 2009. Menentukan Titik Optimal Koagulasi Santan dengan
Pendekatan Filtrasi. Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 1, No. 1.
Dewi, Triska Hani Chandra, Lia Umi Khasanah, dan Kawiji. 2012. Optimasi Ekstraksi
Oleoresin Cabai Rawit Putih (Capsicum frutescens L.) melalui Metode
Maserasi. Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1.
Earle, R. L. 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Bogor : Sastra Hudaya.
Kawiji, Lia Umi Khasanah, Rohula Utami, dan Novita Try Aryani. 2015. Ekstraksi
Maserasi Oleoresin Daun Jeruk Purut (Citrus Hystrix Dc): Optimasi
Rendemen dan Pengujian Karakteristik Mutu. AGRITECH, Vol. 35, No. 2.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI Press.
Kulkarni, S. J., K. N. Maske, M. P. Budre dan R. P. Mahajan. 2012. Extraction and
Purification of Curcuminoids from Turmeric (Curcuma longa L.). International
Journal of Pharmacology and Pharmaceutical Technology (IJPPT) Vol. 1, Issue
2.
Lokhande, Kale R.V., Sahoo A. K., dan Ranveer R. C. 2013. Effect of Curing and
Drying Methods on Recovery, Curcumin, and Essential Oil Content of Different
Cultivars of Turmeric (Curcuma longa L.). International Food Research Journal
20 (2) : 745-749.
Martoharsono, Soeharsono. 1979. Pengolahan Tebu Menjadi Gula. Yogyakarta:
Yayasan Pembina Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
Mazaud, Franois, Alexandra Rttger, dan Katja Steffel. 2004. Turmeric: Post
Production Management. Food and Agriculture Organization of the United
Nations.
Muchtadi, Tien R. dkk. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : Alfabeta.
Nur, Fadil Ahmad dan Novy Pralisa Putri. 2015. Ekstraksi Tannin dari Daun Tanaman
Putri Malu (Mimosa pudica). Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
Kejuangan Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber
Daya Alam Indonesia.
Rajesh, Rao S. N., Megha Rani N., Prathima K. Shetty, Rajeesh E. P., dan
Chandrashekar R. 2013. Phytochemical Analysis of Methanolic Extract of
Curcuma Longa Linn Rhizome. International Journal of Universal Pharmacy
and Bio Sciences 2 (2).
Senjaya, Yusuf Andi. 2008. Potensi Estrak Daun Pinus (pinus Merkusii Jungh. Et De
Vriese) sebagai Bioherbisida Penghambat Perkecambahan Echinochloa
Colonum L. dan Amaranthus Viridis. Vol. 2 No. 3.
Sikkhamondhol, Chomdao, Chowladda Teanpook, Sumitra Boonbumrung, Sirivatana
Chittrepol. 2009. Quality of Bread with Added Turmeric (Curcuma longa) :
Powder, Essential Oil and Extracted Residues. Asian Journal of Food and Agro
Industry 2 (04) : 690-701.
Tantrayana, Putu Bayu dan Elok Zubaidah. 2015. Karakteristik Fisik-Kimia dari
Ekstrak Salak Gula Pasir dengan Metode Ekstraksi Maserasi. Jurnal Pangan
dan Agroindustri Vol. 3, No. 4.

You might also like