You are on page 1of 18

ACARA III

KINETIKA KEMATIAN BAKTERI

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketahanan mikroba terhadap panas adalah suatu kemampuan mikroba untuk terus bertahan hidup saat diberi perlakuan panas.

Pada industri pengolahan pangan penggunaan panas digunakan untuk membunuh mikroba dan mengurangi aktifitas air yang ada pada

bahan. Dengan cara ini ketahanan pangan akan tersimpan lebih lama. Mikroba memiliki daya tahan yang berbeda ada bakteri yang

sensitif terhadap panas dan ada bakteri memiliki ketahanan panas yang tidak membunuhnya. Bakteri memiliki tempratur kematian

atau thermal death time (TDT), yang merupakan temperatur yang serendah-rendahnnya yang dapat membunuh mikroba yang berada

dalam standar medium selama 10 menit. Pada umumnnya semakin tinggi suhu pertumbuhan bakteri maka resistensi terhadap

pemanasan semakn tinggi (Fajriyanti, 2000).

Proses panas secara umumnya didesain untuk menginaktifkan mikroba yang ada pada makanan dan dapat mengancam

kesehatan manusia dan dapat mengurangi jumlah mikroorganisme pembusuk ketingkat yang rendah, sehingga peluang terjadinnya

kebusukan sangat rendah dalam desain proses termal. Penetapan kecukupan panas didasarkan atas dua faktor yaitu kinetika
pemusnahan mikroba oleh panas dan kecepatan panas berpenetrasi ke dalam produk pangan yang dikemas selama pemanasan.

Kinetika pemusnahan mikroba mencakup data nilai D, nilai Z dan nilai lethal rate (Kusnandar, 2008).

Mikroba memiliki ketahanan panas yang berbeda-beda tergantung suhu pertumbuhannya dan lama waktu yang digunakan

untuk menumbuhkannya.

Pada umumnya, mikroba yang membentuk spora lebih tahan terhadap pemansan, pengujian laju kematian bakteri tertentu dapat

dijadikan sebagai patokan kisaran suhu yang baik yang dapat digunakan untuk mematikan mikroorganisme serta lama waktu yang

dibutuhkan untuk menurunkan jumlah mikroorganisme. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui tingkat

kematian bakteri dan menghitung nilai D suatu bakteri.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui laju kinetika kematian bakteri yang dihitung melalui nilai D.
TINJAUAN PUSTAKA

Proses panas secara komersial umumnya didesain untuk menginaktifkan mikroorganisme yang ada pada makanan dan dapat

mengancam kesehatan manusia serta mengurangi jumlah mikroroganisme pembusuk ke tingkat yang rendah sehingga peluang

terjadinya kebusukan sangat rendah. Penetapan kecukupan panas didasarkan atas dua faktor yaitu kinetika pemusnahan mikroba oleh

panas dan kecepatan panas berpenetrasi ke dalam produk pangan yang dikemas selama pemanasan. Kinetika pemusnahan mikroba

mencakup data nilai D, nilai Z dan nilai lethal rate. Untuk mencapai level pengurangan jumlah mikroba yang diinginkan maka

ditentukan siklus logaritma pengurangan mikroba. Kemudian dihitung nilai sterilitas pada suhu tertentu (Fo). Nilai Fo ini ditentukan

sebelum proses termal berlangsung. Nilai Fo dapat dihitung pada suhu standar atau pada suhu tertentu, di mana untuk menghitungnya

perlu diketahui nilai D dan nilai Z (Kusnandar, 2008).

Setiap organisme memiliki suhu optimum pertumbuhan, waktu regerenasi akan meningkat pada setiap kenaikan atau

penurunan suhu dari suhu optimum, suhu tinggi akan menyebabkan kematian mikroba dan suhu rendah akan dapat menyebabkan

meningkatnnya waktu regerenasi dan dapat pula memperlambat pertumbuhan sel mikroba, salah satu faktor penyebab pertumbuhan

mikroba adalah temperatur. Ketahanan mikroba terhadap panas adalah suatu kemampuan mikroba untuk terus bertahan hidup saat

diberi perlakuan panas. Pada industri pengolahan pangan penggunaan panas digunakan untuk membunuh mikroba dan mengurangi
aktifitas air yang ada pada bahan dengan cara ini ketahanan pangan akan tersimpan lebih lama. Mikroba memiliki daya tahan yang

berbeda, ada bakteri yang sensitif terhadap panas dan ada bakteri memiliki ketahanan panas yang tidak membunuhnya (Fajriyanti, A.,

2000).

Nilai D menyatakan ketahahanan panas mikroba atau sensitifitas mikroba oleh suhu pemanasan. Nilai D didefinisikan sebagai

waktu dalam menit pada suhu tertentu yang diperlukan untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif tertentu sebesar 90% atau

satu logaritmik. Setiap mikroba memiliki nilai D pada suhu tertentu. Semakin besar nilai D suatu mikroba pada suatu suhu tertentu,

maka semakin tinggi ketahahan panas mikroba tersebut pada suhu yang tertentu. Nilai D umumnya dinyatakan pada suhu standar.

Untuk bakteri mesofilik atau termofilik umumnya menggunakan suhu standar 1210C, sedangkan untuk sel vegetatif, khamir, atau

kapang umumnya menggunakan suhu yang lebih rendah (80-1000C). Nilai D pada suhu standar ini sering dituliskan dengan nilai Do

(Sandjaya, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas proses termalpencapaian kecukupan proses panas sangat dipengaruhi oleh

banyak faktor. Oleh karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi proses termal harus dikontrol dengan baik dan dikendalikan.

Berdasarkan persyaratan pendaftaran ke FDA, terdapat faktor-faktor kritis yang dapat mempengaruhi proses pemanasan dan

sterilisasi, yang dapat berbeda antara satu produk dengan produk lainnya. Di antara faktor-faktor kritis yang perlu diidentifikasi

pengaruhnya adalah karakteristik bahan yang dikalengkan (pH keseimbangan, metoda pengasaman, konsistensi/viskositas dari bahan,
bentu/ukuran bahan, aktivitas air, persen padatan, rasio padatan/ cairan, perubahan formula, ukuran partikel, jenis pengental, jenis

pengawet yang ditambahkan, dan sebagainya), kemasan (jenis dan dimensi, metoda pengisian bahan ke dalam kemasan) dan proses

dalam retort (jenis retort, jenis media pemanas, posisi wadah dalam retort, tumpukan wadah, pengaturan kaleng, kemungkinan

terjadinya nesting (Fardiaz, 1992).

Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang banyak menyerang manusia maupun hewan mamalia

lainnya. Dalam jumlah 105CFU/gr bakteri S. aureus berpotensi menghasilkan toksin dan dalam jumlah 106CFU/gr bakteri E. coli

berpotensi menyebabkan toksik. Bakteri Salah satu cara pengendalian terhadap bakteri S. aureus dan E. coli dapat menggunakan

tanaman yang memiliki kandungan kimia alami antimikrobia sehingga diharapkan dapat menekan pertumbuhan bakteri S. aureus dan

E.coli. Penggunaan bakteri S. aureus dan E. Coli dikarenakan kedua bakteri tersebut merupakan bakteri yang bersifat patogen atau

dapat menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia. Alasan penggunaan tanaman yang mengandung zat antimikrobia ini

dikarenakan bahan alami tidak menimbukan efek samping yang berbahaya, tidak membutuhkan biaya yang mahal untuk

mendapatkannya, dan tanaman tersebut lebih mudah ditemukan di lingkungan sekitar (Karlina, dkk., 2013).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan tempat praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 18 Mei 2016 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan dan Pengolahan Fakultas

Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat Praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet mikro, botol

UC, blue tip, yellow tip, drygalski, water bath, inkubator, tisu, kertas label, plastik pembungkus, lampu bunsen, stopwatch, dan

vortex.

b. Bahan-bahan Praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kultur bakteri Bacillus cereus, Staphylococcus aureus,

Pseudomonas aeroginosa, buffer fosfat, alkohol dan media Tripticase Soy Agar (TSA).

Prosedur Kerja
1. Diambil masing-masing 1 ml kultur bakteri.

2. Dilarutkan kedalam larutan buffer fosfat pada 6 tabung reaksi dengan label masing-masing 0, 5, 15, 20, 10 dan 30 menit.

3. Diinkubasi pada suhu 85 0C.


4. Dibuat pengenceran pada tabung 0 dan 5 menit sebanyak 10-5, tabung 10 dan 15 menit sebanyak 10-4, serta tabung 20 dan 30
menit sebanyak 10-3.
5. Dipipet sebanyak 0,1 pada 3 pengenceran terakhir di masing-masing tabung.
6. Ditambahkan media TSA dengan metode tuang secara duplo.
7. Diinkubasi pada suhu 37 0C selama 48 jam.
t
8. Dihitung nilai D dengan rumus:
log a- log b

Keterangan :
t : waktu (menit)
log a : jumlah bakteri waktu 0 (jumlah awal)
log b : jumlah bakteri pada waktu tertentu (jumlah akhir)
HASIL PENGAMATAN

Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Kinetika Kematian Mikroba
Pengenceran
Waktu
Kelompok Kultur 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 Koloni Nilai D
(menit)
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 Escherichia coli 0 >250 >250 >250 176 164 68
2 5 >250 >250 84 >250 >250 >250
3 10 156 >250 156 230 32 4 0
4 20 14 77 24 25 1 25
5 30 4 16 7 23 6 9
6 Staphylococcus 0 >250 >250 77 67 44 27
7 aureus 5 37 12 12 11 9 4
8 10 20 40 16 13 >250 >250
9 20 10 1 12 16 16 23
10 30 1 12 4 2 5 5
Hasil perhitungan
A. Bakteri Escherichia coli
- t= 0 menit

U1+U2
koloni = x 103
2
168 + 68
= x 103
2
= 1,2 x 107 cfu/ml
- t= 5 menit

U1+U2
koloni = x 103
2
= 8,4 x 105 cfu/ml
- t= 10 menit

U1+U2
koloni = x 104
2
156 + 230
= x 104
2
= 1,9 x 105 cfu/ml
- t= 20 menit

U1+U2
koloni = x 103
2
= 2,5 x 104 cfu/ml
- t= 30 menit

U1+U2
koloni = x 103
2
= <2,5 x 103 cfu/ml
B. Bakteri Staphylococcus aureus
- t= 0 menit

U1+U2
koloni = x 104
2
79 + 69
= x 104
2
= 7,4 x 105 cfu/ml
- t= 5 menit

U1+U2
koloni = x 103
2
= 3,7 x 104 cfu/ml
- t= 10 menit

U1+U2
koloni = x 104
2
= 4,3 x 103 cfu/ml
- t= 20 menit

U1+U2
koloni = x 103
2
=< 2,5 x 103 cfu/ml
- t= 30 menit

U1+U2
koloni = x 103
2
= <2,5 x 103 cfu/ml

Perhitungan Nilai D
A. Bakteri Escherichia coli
- t= 5 menit

t
Nilai D =
log a log b
5
=
log1,2 x 107 log 8,4 x 105
5
=
7,1 5,9
= 4,2
- t= 10 menit

t
Nilai D =
log a log b
10
=
log1,2 x 107 log 1,9 x 105
10
=
7,1 5,3
= 5,5
- t= 20 menit
t
Nilai D =
log a log b
20
=
log1,2 x 107 log x 105
20
=
7,1 4,4
= 7,4
- t= 30 menit

t
Nilai D =
log a log b
5
=
log1,2 x 107 log 2,5 x 102
30
=
7,1 3,4
= 8,1

B. Bakteri Staphylococcus aureus


- t= 5 menit

t
Nilai D =
log a log b
5
=
log 7,4 x 105 log 3,7 x 104
5
=
5,9 4,6
= 3,8
- t= 10 menit

t
Nilai D =
log a log b
10
=
log 7,4 x 105 log 4 x 103
5
=
5,9 3,6
= 4,3
PEMBAHASAN

Proses panas secara komersial umumnya didesain untuk menginaktifkan

mikroorganisme yang ada pada makanan dan dapat mengancam kesehatan

manusia serta mengurangi jumlah mikroroganisme pembusuk ke tingkat yang

rendah sehingga peluang terjadinya kebusukan sangat rendah. Penetapan

kecukupan panas didasarkan atas dua faktor yaitu kinetika pemusnahan mikroba

oleh panas dan kecepatan panas berpenetrasi ke dalam produk pangan yang

dikemas selama pemanasan. Kinetika pemusnahan mikroba mencakup data nilai

D, nilai Z dan nilai lethal rate. Untuk mencapai level pengurangan jumlah

mikroba yang diinginkan maka ditentukan siklus logaritma pengurangan

mikroba. Kemudian dihitung nilai sterilitas pada suhu tertentu (Fo). Nilai Fo ini

ditentukan sebelum proses termal berlangsung. Nilai Fo dapat dihitung pada suhu

standar atau pada suhu tertentu, di mana untuk menghitungnya perlu diketahui

nilai D dan nilai Z (Kusnandar, 2008).

Nilai D menyatakan ketahahanan panas mikroba atau sensitifitas mikroba

oleh suhu pemanasan. Nilai D didefinisikan sebagai waktu dalam menit pada suhu

tertentu yang diperlukan untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetatif

tertentu sebesar 90% atau satu logaritmik. Setiap mikroba memiliki nilai D pada

suhu tertentu. Semakin besar nilai D suatu mikroba pada suatu suhu tertentu,

maka semakin tinggi ketahahan panas mikroba tersebut pada suhu yang tertentu.

Nilai D umumnya dinyatakan pada suhu standar. Untuk bakteri mesofilik atau

termofilik umumnya menggunakan suhu standar 1210C, sedangkan untuk sel


vegetatif, khamir, atau kapang umumnya menggunakan suhu yang lebih rendah

(80-1000C) (Sandjaya, 2008).

Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui laju kinetika kematian bakteri

yang dihitung melalu niilai D. Adapun suspensi yang digunakan yaitu Bacillus

cereus, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeroginosa dengan

menggunakan media Tripticase Soy Agar (TSA). Media Tripticase Soy Agar

merupakan media yang digunakan untuk kegiatan pengisolasian dan

pembudidayaan berbagai macam mikroorganisme yang bersifat aerobik. Pada

praktikum ini bakteri diinkubasi pada suhu 850C masing-masing selama 0, 5, 10,

15, 20, dan 30 menit.

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa untuk semua suspensi

bakteri yang dipanaskan selama 0 menit jumlah koloninya adalah 1,16x107

CFU/ml dengan nilai D adalah 4,38 menit pada bakteri Escherichia Coli. Nilai D

yang paling tinggi adalah pada waktu 10 menit yaitu menit dimana jumlah

koloninya adalah 1,9x105 CFU/ml.Untuk bakteri Staphylococcus aureus total

koloni paling banyak terdapat pada menit ke- 0 yaitu 7,4 x 105 CFU/ml.

Sedangkan nilai D yang tertinggi adalah pada waktu 0 menit yaitu 4,42 menit.

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan tersebut jumlah koloni bakteri

paling banyak terdapat pada sampel bakteri escherichia coli yaitu sebanyak 8,4 x

105CFU/ml. Dengan nilai D sebanyak menit.nilai D yang paling rendah pada

sampel staphylococus aureus yaitu 4,34 menit pada waktu 5 menit.

Semakin tinggi nilai D yang diperoleh, itu menunjukkan bahwa bakteri

tersebut tahan terhadap panas pada suhu tertentu. Semakin banyak jumlah yang

diperoleh maka waktu pemanasan yang dibutuhkan untuk menginaktifkan bakteri

tersebut akan semakin lama dan juga dibutuhkan suhu yang lebih tinggi (suhu
optimum masing-masing bakteri). Ketahanan panas mikroba adalah kemampuan

suatu mikroba untuk tetap bertahan pada saat memperoleh perlakuan panas yang

dinyatakan dengan nilai D dan nilai Z. Perbedaan ketahan panas mikroba diduga

karena adanya perbedaan galur, tipe percobaan, kondisi kultur dan dosis panas

yang diterima. Menurut Nazaruddin dan Widiyastuti (2005) suhu proses untuk

membunuh spora mikroba patogen yang dapat membentuk toksin dan dapat

meracuni manusia umumnya dilakukan pada suhu 1100C sampai dengan 1300C

selama waktu tertentu, tergantung pada kondisi dari produktifnya. Semakin tinggi

suhu yang diberikan maka semakin pendek waktu yang diperlukan untuk dapat

membunuh mikroba tersebut, salah satu mikroba patogen yang tahan terhadap

panas yaitu Clostridium botulinum dan Pseudomonas aeroginosa.

Ketahanan panas mikroba tergantung pada sejumlah faktor, dimana faktor

ketahanan panas ini dapat dikategorikan karakteristik pertumbuhan mikroba, jenis

mikroba, sifat mikroba dimana mikroba dipanaskan dan jenis makanan dimana

mikroba ditumbuhkan. Selain itu, data pertumbuhan mikroba juga dipengaruhi

oleh adanya perkecambahan spora, campuran kultur, gumpalan sel, flokulasi dan

deflokulasi sel selama proses pemanasan. Berdasarkan konsep Thermal Death

Time (TDT) apabila suspensi mikroba dipanaskanpada suhu konstan maka

semakin lama waktu pemansan akan semakin banyak jumlah mikroba yang mati.

Semakin banyak jumlah bakteri yang mati menyebabkan total bakteri semakin

kecil. Hal ini tidak sesuai dengan konsep TDT karena hasil perhitungan

menunjukkan fluktuasi data yang diperoleh.

Bacillus cereus merupakan bakteri gram positif, aerobik, batang

pembentuk spora, kadang-kadang memperlihatkan reaksi gram negatif. Bacillus


cereus merupakan bakteri anaerob fakultatif dengan ukuran sel-sel vegetatif dalam

bentuk rantai. Beberapa galur bersifat psikotropik, dan galur lainnya bersifat

mesofilik dan termofilik. Beberapa tidak dapat tumbuh pada makanan dingin yang

disimpan panas pada suhu di atas 600C. Bakteri ini merupakan salah satu bakteri

penyebab keracunan. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram

positif yang berwarna kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora

dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, tumbuh

optimum pada suhu 370C dengan waktu pembelahan 0,47 jam. Bakteri ini

biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit. Sedangkan bakteri

Pseudomonas aeroginosa adalah bakteri gram negatif, aerob obligat, berkapsul,

mempunyai flagella polar sehingga bakteri ini bersifat motil, berukuran sekitar

0,5-1,0 m. Bakteri ini menghasilkan spora dan tidak dapat memfermentasikan

karbohidrat. Pseudomonas aeroginosa merupakan patogen utama bagi manusia.

Bakteri ini tergolong bakteri mesofilik, kadang-kadang mengkoloni pada manusia

dan menimbulkan infeksi apabila fungsi pertahanan inang abnormal (Anonim,

2010).

Perbedaan setiap nilai D yang diperoleh dapat disebabkan oleh kesalahan

dalam praktikum, seperti kesalahan dalam memvortex dimana bakteri tidak

tercampur secara homogen dalam pengenceran tetapi masih menggumpal dan

mengendap dibagian bawah tabung reaksi. Hal ini terlihat pada jumlah bakteri

yang dihasilkan pada pengamatan, dimana data yang diperoleh tidak akurat

sehingga diperoleh grafik yang tidak linear yang seharusnya pengenceran yang

lebih tinggi diperoleh jumlah koloni yang dihasilkan semakin rendah untuk

mendapatkan grafik yang linear. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi


ketahanan panas mikroorganisme adalah jumlah mikroorganisme, umur sel, suhu

pertumbuhan, air, lemak yang terdapat dalam medium, kosentrasi garam,

karbohidrat yang terdapat dalam medium, nilai pH, protein, senyawa antimikroba,

suhu dan waktu pemanasan.


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat diambil

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Ketahanan mikroba terhadap panas merupakan suatu kemampuan

mikroorganisme untuk terus bertahan hidup saat diberikan perlakuan panas.

2. Escherichia coli memiliki nilai D paling tinggi pada pemanasan selama 20

menit yaitu 9,42 dengan total koloni 2,5103 CFU/ml.

3. Staphylococcus aureus memiliki nilai D paling tinggi pada pemanasan selama

10 menit dengan total koloni 4103 CFU/ml.

4. Semakin tinggi nilai D yang diperoleh, itu menunjukkan bahwa bakteri

tersebut tahan terhadap panas pada suhu tertentu.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan panas mikroorganisme adalah

jumlah mikroorganisme, umur sel, suhu prtumbuhan air, lemak dalam media,

konsentrasi garam, karbohidrat dalam medium nilai pH protein, senyawa

antimikroba, suhu dan waktu pemanasan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Mekanisme Ketahanan Mikroba Terhadap Suhu Tinggi.


http://lordbroken.wordpress.com/2010/10/08/1118/mekanisme-
ketahanan-mikroba-terhadap-suhu-tinggi.html. (Diakses tanggal 24 Mei
2016).
Fajriyanti, A., 2000. Proses Thermal. Jakarta: Gramedia.

Fardiaz, S., 1992. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Rajawali Press

Karlina, C.Y., M. Ibrahim., dan G. Trimulyono., 2013. Aktivitas Antibakteri


Ekstrak Herbal Krokot (Portulaca oleracea L.) Terhadap Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli. Jurnal Lentera Bio. Volume 2 (1): 87-93.

Kusnandar, 2008. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng. Bogor : Pusat Studi


Pangan dan Gizi IPB.

Nazarudin dan Widiyastuti., 2005. Bahan Ajar Mikrobiologi Pengolahan.


Mataram: Universitas Mataram

You might also like