You are on page 1of 26

Laporan Pendahuluan

CKD at causa Batu Ginjal

A. PENGERTIAN
Chronic Kidney Disease (CKD) / CRF merupakan gangguan ginjal yang progresif dan
irreversibel di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah

B. KLASIFIKASI GGK atau CKD (Cronic Kidney Disease) :


Stage Gbran kerusakan ginjal GFR (ml/min/1,73 m2)

1 Normal atau elevated GFR 90

2 Mild decrease in GFR 60-89

3 Moderate decrease in GFR 30-59

4 Severe decrease in GFR 15-29

5 Requires dialysis 15

C. ETIOLOGI
CKD/CRF dapat disebabkan oleh penyakit sistemik diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Diabetes Melitus
2. Glomerulonefrtitis kronis
3. Pielonefritis
4. Agen toksis
5. Hipertensi yang tidak terkontrol
6. Obstruksi traktus urinalisis
7. Gangguan vaskuler
8. Infeksi

Terdapat 8 kelas sebagai berikut :

Klasifikasi penyakit Penyakit

Infeksi Pielonefritis kronik

Penyakit peradangan Glomerulonefritis

Penyakit vascular Nefrosklerosis benigna


Hipertensif Nefrosklerosis maligna

Stenosis arteri renalis

Gangguan jaringan Lupus eritematosus sistemik Poliarteritis nodus

Penyambung Skelrosis sistemik progresif

Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik

Asidosis tubulus ginjal

Penyakit metabolic Diabetes mellitus, Gout

Hiperparatiroidisme, Amiloidosis

Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesic

Nefropati timbal

Nefropati obstruktif Saluran kemih atas : kalkuli, neoplasma fibrosis


retroperitoneal

Saluran kemih bawah : hipertropi


prostat, striktur uretra, anomaly congenital pada
leher kandung kemih dan uretra

D. PATOFISIOLOGI
Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium:

1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal


Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:

Ringan 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal


Sedang 15% - 40% fungsi ginjal normal
Kondisi berat 2% - 20% fungsi ginjal normal
3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010.
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Sistem kardiovaskuler: mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan edema pulmoner (akibat
cairan berlebih) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin uremik).
2. Sistem integrumenurum: rasa gatal yang parah (pruritus). Butiran uremik merupakan suatu
penunpukkan kristal urin di kulit, rambut tipis dan kasar.
3. Sistem gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah.
4. Sistem neurovaskuler: perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedura
otot dan kejang.
5. Sistem pulmoner: krekels, sputun kental, nafas dalam dan kusmaul.
6. Sistem reproduktif: amenore, atrifi testikuler.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal : ureum kreatinin, asam urat serum
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal : analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah,
elektrolit, imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit : progresifitas penurunan fungsi ginjal, ureum kreatinin,
klearens kreatinin test : CCT = (140 umur ) X BB (kg), 72 X kreatinin serum wanita =
0,85, pria = 0,85 X CCT
d. hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
e. elektrolit
f. endokrin : PTH dan T3,T4
g. pemeriksaan lain: infark miokard
2. Diagnostik : Etiologi GGK dan terminal :
a. Foto polos abdomen, USG, Nefrotogram
b. Pielografi retrograde, Pielografi antegrade
c. mictuating Cysto Urography (MCU) Diagnosis pemburuk fungsi ginjal : retogram, USG

G.
MANAJEMEN TERAPI

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis


selama mungkin.
Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan
hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan
pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu, telur, daging) di
mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel.
Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan
dari KH dan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan
vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.

Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskule.


Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah natrium,
diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya
tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis
mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan).
Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum
dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti kedutan, sakit
kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari kejang.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap :
Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan
Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local & sistemik, anti hipertensi
Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi
H. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit
berlebih.
2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis
yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,
metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
6. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia
Asuhan Keperawatan Pada Klien

Batu Ginjal

A. Definisi
Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah adanya batu atau kalkulus dalam pelvis renal batu-
batu tersebut dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium fosfat,
struvit dan sistin). Ukuran batu tersebut bervariasi dari yang granular (pasir dan krikil) sampai
sebesar buah jeruk. Adanya batu pada ginjal dapat menjadi salah satu penyebab gangguan
pada fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversible dan berujung pada kegagalan fungsi
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit.
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap (Doenges, 1999). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner
& Suddarth, 2001).
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung
perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap, yang mengakibatkan
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan
biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.

B. Etiologi
Penyebab terjadinya batu ginjal antara lain :
- Hiperkalsemia dan hiperkalsiuria yang disebabkan oleh hiperparatiroidisme, asidosis
tubulus renal, mieloma multiple.
- Kelebihan asupan vitamin D
- Dehidrasi kronik.
- Asupan cairan yang buruk.
- Imobilitas yang lama.
- Metabolisme purin ab normal (hiperuri semia dan pirai).
- Obstruksi kronik oleh benda asing di dalam traktus urinarius dan kelebihan absorbsi
oksalat pada penyakit inflamasi usus atau ileastomi.

Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006)
diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif,
gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati
toksik, nefropati obsruktif.
Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielonefritis kronik dan refluks nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, dan
seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis
tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes mellitus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta
amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri dari
hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra.

C. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal
pada stadium ini, kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : insufisiensi ginjal
Dimana lebih dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat, dan
kreatinin serum meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

CKD dibagi ke dalam 5 tahap yaitu sebagai berikut:


- Tahap 1
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal (
> 90 ml / menit / 1,73 m2). Dengan beberapa tanda kerusakan ginjal pada tes lainnya (jika
semua tes ginjal lain adalah normal, tidak ada CKD).
- Tahap 2
Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
- Tahap 3
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2. Penurunan moderat dalam
fungsi ginjal.
- Tahap 4
Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2. Persiapan untuk terapi
penggantian ginjal.
- Tahap 5
Kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

D. Patofisiologi
Batu ginjal dibentuk oleh kristalisasi larutan urin (kalsium oksolat asam urat, kalium
fosfat, struvit dan sistin). Ukuran batu tersebut bervariasi. Adanya batu pada ginjal dapat
menimbulkan obstruksi dan infeksi saluran kemih, manifestasi obstruksi pada saluran kemih
bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran
kemih bagian atas dapat menyebabkan hidrouretes atau hidronefrosis. Hidronefrosis yang
berkepanjangan dapat menjadi salah satu penyebab gangguan pada fungsi ginjal yang bersifat
progresif dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal dapat berujung pada kegagalan fungsi
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit.
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat dari
penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekresikan
kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang mempengarui sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga
menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens
subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan dan
natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak mampu untuk
mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir,
respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit seharihari tidak
terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya
oedema, gagal jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik gagal ginjal kronik antara lain (Long, 1996):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas
baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak
ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi yang terjadi pada gagal ginjal kronis menurut Smeltzer, dan Bare (2001)
diantaranya adalah:
1. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin
angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
2. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
3. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai dengan
terjadinya muntah.
4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
5. Pulmoner seperti adanya sputum kental, pernapasan dangkal, kusmaul, sampai
terjadinya edema pulmonal.
6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan pengeroposan
tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi feron.
7. Psikososial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai pada harga diri
rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.
Sal. Kemih atas Sal. Kemih Bawah

hidrouretes atau hidronefrosis retensi urine atau keluhan miksi

Penurunan fungsi ginjal

Kegagalan fungsi metabolisme


Dan
Keseimbangan cairan elektrolit

Tertimbunnya prod akhir metabolisme dlm darah

Kerusakan ginjal progresif dan irriversible

Gagal Ginjal
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
1) Volume : biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam (oliguria) / anuria.
2) Warna : secara abnormal urine keruh, mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah Hb,
mioglobulin, forfirin.
3) Berat jenis : < 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
4) Osmolalitas : < 350 Mosm / kg menunjukkan kerusakan mubular dan rasio urine /
sering 1: 1.
5) Clearance kreatinin : mungkin agak menurun
6) Natrium : > 40 ME o /% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
7) Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara bulat, menunjukkan kerusakan
glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada.
8) PH, kekeruhan, glokuso, ketan, SDP dan SDM.
b. Darah
1) BUN
Urea adalah produksi akhir dari metabolism protein, peningkatan BUN dapat
merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan pre renal atau gagal ginjal.
2) Kreatinin
Produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan kreatinin posfat. Bila 50
% nefron rusak maka kadar kreatinin meningkat.
3) Elektrolit
Natrium, kalium, calcium dan phosfat
4) Hematologi : Hb, thrombosit, Ht, dan leukosit
1. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan untuk mengetahui gangguan fungsi
ginjal antara lain:
Flat-Plat radiografy/Radiographic
Untuk mengetahui keadaan ginjal, ureter, dan vesika urinaria dengan mengidentifikasi
bentuk, ukuran, posisi, dan klasifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa
ginjal mengecil yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
Computer Tomograohy (CT) Scan
Untuk melihat secara jelas struktur anatomi ginjal yang penggunaannya dengan memakai
kontras atau tanpa kontras.
Intervenous Pyelography (IVP)
Untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa
digunakan pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan,
anomali kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi
saluran kencing.
Aortorenal Angiography
Untuk mengetahui sistem arteri, vena, dan kapiler pada ginjal dengan menggunakan
kontras. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma
ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Untuk mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi neuropati, ARF, proses infeksi
pada ginjal serta post transplantasi ginjal.
1. Biopsi Ginjal
Untuk mendiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa.
Biasanya biopsi dilakukan pada kasus glomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal
bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.

G. Komplikasi
Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara
lain adalah:
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan diit
berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium
akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
H. Penatalaksanaan

a. Pembatasan cairan dan elektrolit pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut
diperlukan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan
cairan diatur seimbang antara masukan dan pengeluaran urin serta Insesible Water
Loss (IWL). Dengan asumsi antara 500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh.
Elektrolit yang harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium.
b. Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan diatas
batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein yang dibatasi antara
0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr. Protein perlu dilakukan pembatasan dengan
ketat, karena protein akan dipecah dan diencerkan melalui ginjal, tidak seperti
karbohidrat.
c. Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko
komplikasi pada kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus. Selain itu pemakaian obat hipertensi seperti penghambat enzim
konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzim / ACE inhibitor) dapat
memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi akibat mekanisme kerjanya
sebagai anti hipertensi dan anti proteinuri.
d. Terapi dialysis merupakan terapi yang biasanya disebut dengan terapi pengganti
ginjal. Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi
permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikian rupa sehingga
komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan
bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan
dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada
dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis
- Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus kasus emergency. Sedangkan dialysis yang
bisa dilakukan dimana saja yang tidakbersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen: langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke
jantung )
e. Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CKD
maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus
memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal
tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan
pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami CKD
dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan
obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga
mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk
/ berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum /
mengandung banyak senyawa / zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi,
rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga
dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pengkajian pola fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit parah. Pasien juga
mengungkapkan telah menghindari larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan
khawatir, pasien terlihat bingung kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah dilarang
telah dihindari.
b. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan.
Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
c. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah penurunan
BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya
antara tekanan darah dan suhu.
d. Aktifitas dan latian.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien tidak dapat menolong
diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas dibantu.
e. Pola istirahat dan tidur.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung mata. Tandanya adalah
pasien terliat sering menguap.
f. Pola persepsi dan koknitif.
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah penurunan kesadaran seperti
ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan jelas.
g. Pola hubungan dengan orang lain.
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai terjadinya HDR
(Harga Diri Rendah). Tandanya lebih menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
h. Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan kepuasan dalam hubungan.
Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan saat berhubungan, penurunan kualitas hubungan.
i. Pola persepsi diri.
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi edema, citra diri jauh dari
keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan percaya diri.
j. Pola mekanisme koping.
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil keputusan dengan tepat, mudah
terpancing emosi.
k. Pola kepercayaan.
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah meninggalkan perintah
agama. Tandanya pasien tidak dapat melakukan kegiatan agama seperti biasanya.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis
sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan
berat badan karena kelebian cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan
terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas,
pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
f. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refil
lebih dari 1 detik.
g. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan terjadi
perikarditis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Gangguan perfusi jaringan renal
2. Kelebihan volume cairan
3. Perubahan nutrisi
4. Perubahan pola nafas
5. Potensial infeksi
6. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit
7. Intoleransi aktivitas
8. Kurang pengetahuan tentang tindakan medis
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan: Gangguan perfusi jaringan renal berhubungan dengan kerusakan nepron
sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme
1) Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya)
Rasional : Tingginya gelombang T, Panjangnya interval PR dan Lebarnya kompleks QRS
dihubungkan dengan serum Kalium ; Pernapasan kusmaul dihubungkan dengan acidosis,
kejang yang mungkin terjadi dihubungkan dengan rendahnya calsium.
2) Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium, bicarbonat, calsium
magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin.
Rasional : Nilai laboratorium merupakan indikasi kegagalan ginjal untuk mengeluarkan sisa
metabolit dan kemunduran fungsi sekretori ginjal.
3) Jangan berikan obat obat Nephrothoxic.
Rasional : Obat obat nephrotoxic akan memperburuk keadaan ginjal
4) Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji respon terhadap
pengobatan.
Rasional : Dosis obat mungkin berkurang dan intervalnya menjadi lebih lama. Monitor
respon terhadap pengobatan untuk menentukan efektivitas obat yang diberikan dan
kemungkinan timbulnya efek samping obat.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskkresi air dan
natrium
1) Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output tiap 24 jam, Ukur tekanan
darah (posisi duduk dan berdiri), kaji nadi dan pernapasan (Termasuk bunyi napas) tiap 6-8
jam, Kaji status mental, Monitor oedema, distensi vena jugularis, refleks hepato jugular, Ukur
CVP dan PAWP.
Rasional : Untuk mengidentifikasi status gangguan cairan dan elektrolit.
2) Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida dan bicarbonat.
Rasional : Untuk mengidentifikasikan acumulasinya elektrolit.
3) Monitor ECG
Rasional : Peningkatan atau penurunan Kalium dihubungkan dengan disthrithmia.
Hipokalemia bisa terjadi akibat pemberian diuretic.
4) Berikan cairan sesuai indikasi
Rasional : Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dehidrasi sel.
5) Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya.
Rasional : Untuk menentukkan efek dari pengobatan dan observasi tehadap efek samping
yang mungkin timbul seperti : Hipokalemia dll.
3. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan intake (Diit)
dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein calori.
1) Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia.
Rasional : Keadaan keadaan seperti ini akan meningkat kehilangan kebutuhan nutrisi.
2) Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data laboratorium : Serum
protein, Lemak, Kalium dan natrium.
Rasional : Untuk menentukkan diet yang tepat bagi pasien.
3) Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan Klien.
Rasional : Meningkatkan kebuthan Nutrisi klien sesuai diet .
4) Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan rasa tidak enak dalam mulut sebelum makan.
5) Berikan antiemetik dan monitor responya.
Rasional : Untuk mengevaluasi kemungkinan efek sampingnya.
6) Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi pasien.
Rasional : Kerjasama dengan profesi lain akan meningkatan hasil kerja yang baik. Pasien
dengan GGK butuh diit yang tepat untuk perbaikan keadaan dan fungsi ginjalnya.

2. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis
respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
2) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
3) Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
4) Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

3. Potensial Infeksi berhubungan dengan penekanan sistim imun akibat uremia.


1) Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi.
Rasional : Untuk mendeteksi lebih awal adanya infeksi.
2) Monitor temperatur tiap 4 6 jam : Monitor data laboratorium : WBC : Darah, Urine,
culture sputum. Monitor serum Kalium.
Rasional : Uremia mungkin terselubung dan biasanya diikuti dengan peningkatan
temperatur dicurigai adanya infeksi. Status hipermetabolisme seperti adanya infeksi dapat
menyebabkan peningkatan serum kalsium.
3) Pertahankan tekhnik antiseptik selama perawatan dan patulah selalu universal precaution.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
4) Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan istirahat yang cukup.
Rasional : Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah infeksi.
4. Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek uremia.
1) Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi.
Rasional : Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat atau
pengumpulan kalsius dan phospat pada lapiran cutaneus.
2) Kaji terhadap adanya petechie dan purpura.
Rasional : Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah dan
fungsi platelet akibat uremia.
3) Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema.
Rasional : Area- area ini sangat mudah terjadinya injuri.
4) Lakukan perawat kulit secara benar.
Rasional : Untuk mencegah injuri dan infeksi
5) Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.
Rasional : Amengurangi pruritis.
6) Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.
Rasional : Untuk mencegah injuri akibat garukan dan infeksi.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
1) Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
2) Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
4) Pertahankan status nutrisi yang adekuat
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah
interpretasi informasi.
Intervensi :
1) Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.
2) Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD serta
penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).
3) Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
4) Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
5) Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.
HEMODIALISA

A. Pengertian
Hemodialysis adalah bentuk dialysis yang menggunakan mesin (alat dialysis ginjal)
untuk membuang kelebihan cairan, bahan kimia dan produk sisa dari darah. (Litin, 2009)
Hemodialysis adalah terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal akut, gagal ginjal
kronis, dan gagal ginjal terminal melalui mesin. Hemodialysis termasuk jenis membrane dialysis
selain cangkok ginjal. Kelebihan dengan hemodialysis adalah pasien hanya datang ke rumah sakit
minimal 2 kali perminggu sedangkan cangkok ginjal hanya dapat digantikan dengan ginjal asli
yang diberikan oleh donor ginjal. (Rizal, 2011)
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tingkat tinggi sebagai terapi pengganti untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air,
natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane semi
permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses
difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah suatu
terapi pengganti ginjal yang menggunakan mesin ginjal buatan untuk mengeluarkan cairan dan
produk limbah dalam tubuh kita, dimana menggantikan ginjal yang sudah tidak dapat berfungsi
dengan baik lagi.

B. Indikasi Hemodialisa
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan
kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal
mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai
penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi
bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya.
Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria ,
4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita
tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan
sehari-hari tidak dilakukan lagi.
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua
pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit
dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat
menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila
terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan
nefropatik diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai
ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin
serum 810 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat
membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox
(1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis
berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah
perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem
pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.
C. Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.

D. Proses Hemodialisa
Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari tubuh masuk kedalam
mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal buatan), lalu darah pasien yang sudah bersih
dipompakan kembali ke tubuh pasien.
Mesin dialysis yang paling baru telah dilengkapi oleh system komputerisasi dan secara terus
menerus memonitor array safty-critical parameter, mencangkup laju alir darah dan dialysate,
tekanan darah, tingkat detak jantung, daya konduksi, pH dan lain-lain. Bila ada yang tidak
normal, alarm akan berbunyi. Dalam hemodialysis memerlukan akses vascular (pembuluh darah)
hemodialysis (AVH) yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran darah yang cukup besar, yaitu
diperlukan kecepatan darah sebesar 200 300 ml/menit secara kontinyu selama hemodialysis 4
5 jam.
AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di leher atau paha yang
bersifat temporer. Untuk yang peramanen dibuat hubungan antara arteri dan vena, biasanya di
lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut (brescia) cimino fistula.
Kemudian darah dari tubuh pasien masuk ke dalam sirkulasi darah mesin hemodialysis yang
terdiri dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang outlet/venous (dari mesin ke tubuh), kedua
ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk ke pembuluh darah pasien. Darah setelah
melalui selang inlet masuk ke dialisar. Jumlah darah yang menempati sirkulasi darah di mesin
berkisar 200 ml. Dalam dialiser darah dibersihkan, sampah-sampah secara kontinyu menembus
membrane dan menyeberang ke kompartemen dialisat, di pihak lain cairan dialisat mengalir
dalam mesin hemodialysis dengan kecepatan 500 ml/menit masuk ke dalam dialiser pada
kompartemen dialisat. Cairan dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama elektrolit
dan glukosa, cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur dengan air bersih yang telah
mengalami proses pembersihan yang rumit (water treatment). Selama proses hemodialysis, darah
pasien diberi heparin agar tidak membeku bila berada di luar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah
mesin.
Prinsip hemodialysis sama seperti metoda dialysis. Melibatkan difusi zat terlarut ke
sembarang suatu selaput semipermeable. Prinsip pemisahan menggunakan membran ini terjadi
pada dialyzer. Darah yang mengandung sisa-sisa metabolisme dengan konsentrasi yang tinggi
dilewatkan pada membrane semipermeable yang terdapat dalam dialyzer, dimana dalam dialyzer
tersebut dialirkan dialysate dengan arah yang berlawanan (counter current).
Driving force yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi zat yang terlarut berupa racun
seperti partikel-partikel kecil, seperti urea, kalium, asam urea, fosfat dan kelebihan khlorida pada
darah dan dialysate. Semakin besar konsentrasi racun tersebut di dalam darah dan dialisat maka
proses difusi semakin cepat. Berlawanan dengan peritoneal dialysis, dimana pengangkutan adalah
antar kompartemen cairan yang statis, hemodialysis bersandar pada pengangkutan konvektif dan
menggunakan konter mengalir, dimana bila dialysate mengalir ke dalam berlawanan arah dengan
mengalir axtracorporeal sirkuit. Metode ini dapat meningkatkan efektifitas dialysis.
Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah disterilkan, urea dan sisa
metabolisme lainnya, seperti kalium dan fosfat, berdifusi ke dalam dialysate. Selain itu untuk
memisahkan yang terlarut dalam darah digunakan prinsip ultrafiltrasi. Driving force yang
digunakan pada ultrafiltrasi ini adalah perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dan dialyzer.
Tekanan darah yang lebih tinggi dari dialyzer memaksa air melewati membrane. Jika tekanan dari
dialyzer diturunkan maka kecepatan ultrafiltrasi air dan darah akan meningkat.
Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang bersih setelah
dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan pada mesin hemodialysis modern,
sehingga keefektifannnya dalam menggantikan peran ginjal sangat tinggi. (Rizal, 2011)
1. Tiga (3) prinsip kerja HD:
a. Proses difusi: Berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam darah
makin banyak yang berpindah ke dialisit.
b. Proses Ultrafiltrasi: Berpindahnya zat dan air karena perbedaan hidrostatik di dalam
darah dan dialisat.
c. Proses Osmosis: Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu perbedaan
osmolalitas dan dialisat.
d. Sistem Buffer tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi
dengan cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk
membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan dikembalikan ke dalam tubuh
melalui vena pasien
E. Alasan dilakukan Hemodialisa
Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:
1. Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
2. Perikarditis (peradangan kantong jantung)
3. Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan
4. Gagal jantung
5. Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)

F. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar
penderita menjalani dalisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1) Penderita kembali menjalani hidup normal
2) Penderita kembali menjalani diet yang normal
3) Jumlah sel darah merah sulit ditoleransi
4) Tekanan darah normal
5) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau
sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal
ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi
ginjal kembali normal.

G. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa
sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai
mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi
(penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialysate
natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada
pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-
osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang
mengakibatkan suatu gradient osmotic diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradient
osmotic ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan edema serebri.
Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama
dengan azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien
yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan
mengukur waktu perdarahan. Pengguanaan heparin selama hemodialisa juga merupakan
factor resiko terjadinya perdarahan.
7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena
hipoglikemi. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. Infeksi atau
peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
8. Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak sesuai ataupun
kecepatan putaran darah yang lambat.
DAFTAR PUSTAKA

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3.
Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit
FKUI

You might also like