You are on page 1of 22

ACARA III

OKSIDI-REDUKTOMETRI

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Acara III tentang Oksidi-Reduktometri adalah :
1. Melakukan titrasi iodometri secara langsung pada sampel.
2. Menentukan kadar vitamin C secara langsung pada sampel.

B. Tinjauan Pustaka
Buah-buahan umumnya merupakan sumber vitamin C dan provitamin
A, disamping B1 serta beberapa macam mineral seperti kalsium dan besi.
Sifat kimia sayur dan buah yang dapat diamati yaitu asam askorbat. 25 ml
filtrat dititrasi untuk pengukuran total asam tertitrasi dengan larutan iod 0,01
N. Indikator kanji ditambahkan pada filtrat sebelum dilakukan titrasi. Titrasi
dilakukan sampai terjadi perubahan warna yang stabil (terbentuk warna biru
ungu). Asam askorbat (mg/100 g bahan): (ml iod 0,01 N x 0,88 x fp x 100)/
(gram berat contoh) (Muchtadi dkk., 2010).
Vitamin C (juga disebut sebagai asam L-askorbat) adalah lakton 2,3
asamdienol-L glukonat. Vitamin C memiliki sifat fisis tidak berbau, padatan
berwarna putih dengan rumus kimia C6H8O6. Vitamin C terutama ditemukan
dalam buah-buahan dan sayur. Vitamin C sangat sensitif terhadap oksidasi
serta larut dalam air selama penyimpanan. Jeruk memiliki kandungan vitamin
C tinggi diikuti oleh grape fruit, lemon dan limau. Suhu mempengaruhi
kadar vitamin C pada buah. Daerah dengan malam yang dingin menghasilkan
buah jeruk dengan kadar vitamin C yang lebih tinggi. Daerah tropis yang
panas menghasilkan buah dengan kadar vitamin C yang lebih rendah. Faktor-
faktor yang mempengaruhi vitamin C dari buah jeruk termasuk faktor
produksi dan kondisi iklim, tahap kematangan buah (spesies dan varietas),
penanganan dan penyimpanan, serta jenis kontainer (Njoku, 2011).
Vitamin C (asam askorbat) adalah vitamin yang paling penting dalam
buah-buahan dan sayuran. Lebih dari 90% dari vitamin C dalam pola makan
manusia disediakan oleh buah-buahan dan sayuran. Vitamin C didefinisikan
sebagai istilah umum untuk semua senyawa yang menunjukkan aktivitas
biologis L-asam askorbat. Asam askorbat adalah pokok biologis bentuk aktif
tetapi asam L-dehidroaskorbat, sebuah produk oksidasi, juga menunjukkan
aktivitas biologis. Vitamin C diperlukan untuk pencegahan penyakit kudis
dan pemeliharaan kesehatan kulit, gusi dan pembuluh darah (Rekha, 2012).
Vitamin C adalah salah satu mikronutrien terpenting yang berperan
dalam efek yang sangat baik untuk meningkatkan kesehatan yaitu sebagai
(antioksidan, biosintesis Kolagen, karnitin dan hormon, respon imun,
penyerapan). AOAC (Association of Official Analytical Chemists) Untuk
penentuan vitamin C dalam jus ataupun produk sejenis dapat menggunakan
metode titrasi dengan indikator 2,6-di-chlorophenolindophenol. L-AA juga
bisa ditentukan secara langsung dengan larutan iodin dan iodat dalam titrasi
redoks, dengan menggunakan amilum/pati sebagai indikator. Sebagai zat
pereduksi yang baik, L-AA bereaksi dengan cepat dan stoikiometrik dengan
yodium untuk memberi ion iodida, sementara itu dioksidasi DHAA. Setelah
semua L-AA teroksidasi, kelebihan yodium larutan akan bereaksi dengan
indikator iodium, membentuk biru-gelap Kompleks starcheiodine sebagai
titik akhir titrasi. Keuntungan utama dari metode titrasi iodometrik adalah
sederhana, penggunaan peralatan yang sangat mendasar, mudah didapat,
reagen murah dan reaksi yodium dengan L-AA yang cepat (Spinola, 2013).
Asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang penting.
Hal ini penting untuk biosintesis kolagen, karnitin, dan neurotransmitter.
Kebanyakan tanaman dan hewan mensintesis asam askorbat untuk kebutuhan
mereka sendiri. Namun, kera dan manusia tidak dapat mensintesis asam
askorbat karena kurangnya enzim gulanolactone oksidase. Oleh karena itu,
asam askorbat harus dilengkapi terutama melalui buah-buahan, sayuran, dan
tablet. Banyak manfaat bagi kesehatan yang dikaitkan dengan asam askorbat,
seperti antioksidan, antiatherogenik, antikarsinogenik, imonumodulator, dan
mencegah dingin. Asam askorbat adalah molekul labil, yang dapat hilang
selama pemasakan makanan atau meskipun dengan melakukan penambahan
bahan lain untuk mengurangi resiko kehilangan kandungan vitamin C.
Sintesis asam askorbat tersedia berbagai macam suplemen, tablet, kapsul,
bubuk kristal, tablet berbusa, dan bentuk cair (Matei et al., 2006).
Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin C dalam
suatu bahan pangan. Diantaranya adalah metode titrasi dan metode
spektrofotometri. Metode titrasi dapat dilakukan dengan menggunakan
iodium, metode titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol), dan titrasi asam basa.
Metode iodium paling banyak digunakan dikarenakan murah, sederhana, dan
tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. Titrasi ini
menggunakan iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan
memakai amilum sebagai indikatornya (Ika, 2009).
Titrasi iodometri dan iodometri merupakan kelas lain dari titrasi
oksidasi-reduksi dimana baik solusi yodium yang dipekerjakan secara
langsung untuk pengujian atau jumlah yang setara dengan yodium dibebaskan
langsung dari campuran reaksi dan kemudian diuji. Iodometri adalah reaksi
reversibel. Iodometri merupakan prosedur tidak langsung didasarkan pada
reaksi reversibel tersebut di atas dimana uji agen pengoksidasi, misalnya
klorin tersedia dalam bubuk pemutih, garam tembaga dan besi dapat
dilakukan dengan mengurangi mereka dengan kalium iodida exess sehingga
membebaskan kuantitas aquivalent yodium yang dapat diperkirakan dengan
menggunakan larutan standar tiosulfat (Kar, 2005).
Prinsip titrasi iodometri yaitu titrasi yang melibatkanr eaksi antara iod
dengan amilum yang akan diindikasikan dengan munculnya warna biru tua
pada saat tercapai kesetimbangan. Sedangkan pada prinsip uji vitamin C,
iodine akan mengadisi ikatan rangkap pada vitamin C. Jika keseluruhan
vitamin C dalam bahan sudah teradisi oleh iod maka iod akan berikatan
dengan indikator amilum membentuk kompleks berwarna biru tua. Ion
triodidia sangat cepat berubah menjadi ion iodidia ketika dicampurkan
dengan asam askorbat. Ketika semua asam askorbat dioksidasi, ion iodida
kemudian akan bereaksi dengan amilum yang akan menghasilkan warna biru
tua (Ozmen, 2010).
Penyimpanan buah berpengaruh terhadap kadar vitamin C. Selama
penyimpanan kandungan vitamin C mengalami penurunan terus menerus
hingga menjadi rusak. Hal ini disebabkan oleh terjadinya proses respirasi dan
oksidasi vitamin C menjadi asam L-dehidroaskorbat dan mengalami
perubahan lebih lanjut menjadi asam Ldiketogulonat yang tidak memiliki
keaktifan vitamin C. Penyimpanan vitamin C pada suhu kamar, dapat
menyebabkan penurunan kadar vitamin C, karena pada suhu kamar kondisi
lingkungan tidak dapat dikendalikan seperti adanya panas dan oksigen
sehingga proses pemasakan buah berjalan dengan sempurna (Rahayu, 2010).
Iodium merupakan salah satu faktor nutrisi esensial yang memiliki
fungsi biokimia yang penting seperti halnya perkembangan mental, dan
metabolisme dasar. Iodat atau iodide umumnya dipergunakan untuk proses
iodisasi. Prosedur titrasi iodometri digunakan untuk memantau jumlah
iodium, baik dalam bentuk iodida atau iodat yang ditambahkan dalam garam.
Metode ini melibatkan indikasi amilum sebagai indikasi titik akhir
(Mequanint, 2012).
Vitamin C disebut juga asam askorbat, merupakan vitamin yang paling
sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, tetapi amat berguna bagi manusia.
Struktur kimianya terdiri dari rantai 6 atom C dan kedudukannya tidak stabil
(C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2 di udara menjadi asam
dehidroaskorbat. Vitamin ini merupakan fresh food vitamin karena sumber
utamanya adalah buah dan sayuran segar. Berbagai sumbernya adalah jeruk,
brokoli, brussel sprout, kubis, lobak, dan stroberi (Safaryani dkk., 2007).
Labu takar berfungsi sebagai wadah bervolume tertentu dan terukur
untuk memperoleh volume larutan secara kuantitatif. Labu takar 100-1000 ml
mempunyai tingkat kesalahan antara 0,02-0,05 ml. Buret berfungsi untuk
memindahkan larutan dalam berbagai ukuran volume. Kapasitas buret 25-50
ml dapat dibaca sampai 0,1 ml, dan angka terakhir dapat ditaksir sampai 0,02
ml. Pipet volume atau disebut juga volume-pipet berfungsi untuk
memindahkan sevolum tertentu larutan (Mulyono, 2006).
Salah satu vitamin yang banyak dikonsumsi dan yang berpotensi
sebagai antioksi dan adalah vitamin C. Dewasa ini, banyak orang yang
memanfaatkan minuman yang dikemas dalam botol atau kotak salah satu
diantaranya adalah minuman kemasan yang terbuat dari sari buah. Minuman
kemasan lebih dipilih karena lebih mudah untuk mendapatkan vitamin C dan
praktis, karena setelah dibuka minuman kemasan dapat langsung
dinikmati. Penambahan vitamin C pada minuman kemasan yang terbuat dari
sari buah atau dengan rasa buah-buahan bertujuan untuk menjaga
kandungan gizi dalam minuman kemasan tersebut (Martono dkk., 2008).
Vitacimin merupakan produk tablet hisap vitamin C dosis tinggi (500
mg) yang pertama kali diluncurkan di Indonesia pada bulan April tahun 1977.
Dengan berbentuk tablet hisap atau sweetlet, vitamin C semakin disukai dan
mudah dikonsumsi karena menjadi seperti permen, dan bukannya obat.
Vitacimin sebagai merek yang pertama dalam kategori produk tablet hisap
vitamin C 500 mg telah melaju sendirian tanpa pesaing yang berarti bertahun-
tahun, sampai akhirnya disusul dengan peluncuran Xon-Ce pada tahun 1992.
Rasa Xon-Ce dibuat lebih manis daripada rasa Vitacimin (Wardayanti, 2006).
Menurut SNI 01-3719-1995 Minuman sari buah merupakan minuman
ringan yang dibuat dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan
makanan yang diijinkan. Menurut Kabaskalis et al (2000), Jus buah
merupakan sumber penting asam askorbat (vitamin C) untuk manusia dan
pada tahun-tahun terakhir laju konsumsinya mengalami peningkatan yang
sangat cepat. Namun, asam askorbat pada jus buah mudah teroksidasi dan
hilang selama proses penyimpanan jus. Oleh karena itu jelas bahwa kualitas
buah pada jus apapun dan kualitasnya sebagai sumber vitamin C sangat
tergantung pada kandungannya dan tingkat penurunan kualitas selama
penyimpananan.

C. Metodologi
1. Alat
a. Beaker glass
b. Buret
c. Corong
d. Erlemeyer 100 ml
e. Labu takar 100 ml
f. Mortar
g. Neraca analitik
h. Pipet tetes
i. Pipet volume
j. Pisau
k. Propipet
l. Statif
2. Bahan
a. Alpukat
b. Amilum 1%
c. Aquades
d. Buavita Jeruk
e. Buavita leci
f. Buavita Mangga
g. Iod
h. Jambu biji merah
i. Jeruk nipis
j. Vicee
k. Vitacimin
l. Xon-Ce
3. Cara kerja
a. Penentuan Kadar Vitamin C pada Beberapa Sampel Buah
10g daging buah Penimbangan dan penghalusan sampel
Alpukat, jambu biji merah, jeruk dengan mortar
nipis

Pemasukkan ke dalam labu takar


100 ml

Aquades Penambahan sampai tanda tera dan


dikocok hingga homogen

Pengambilan 20 ml dan dimasukkan


dalam erlenmeyer dengan pipet

1 ml Amilum 1% Penambahan 1 ml amilum

Penititrasian dengan larutan


Iod 0,01N

Gambar 3.1 Cara kerja Penentuan Kadar Vitamin C pada Beberapa Sampel Buah
b. Penentuan Kadar Vitamin C pada Beberapa Sampel Tablet

0,2 gram tablet Penimbangan dan Penghalusaan tablet


Xonce, Vicee, dengan mortar
Vitacimin
Pemasukkan ke dalam labu takar
50 ml

Aquades Penambahan sampai tanda tera dan


dikocok hingga homogen
Pengambilan 20 ml dan dimasukkan
dalam erlenmeyer dengan pipet
Penambahan
1 ml Amilum 1%
Penititrasian dengan larutan
Iod 0,01 N
Gambar 3.2 Cara Kerja Penentuan Kadar Vitamin C Sampel Tablet
c. Penentuan Kadar Vitamin C pada Beberapa Sampel Minuman Kemasan
30g sampel minuman
Buavita Leci, Buavita Penimbangan dengan neraca analitik
manga, Buavita Jeruk dengan penampung beaker glass

Pemasukkan ke dalam labu takar


100 ml

Aquades Penambahan sampai tanda tera dan


dikocok

Pengambilan 20 ml dan dimasukkan


dalam erlenmeyer dengan pipet

1 ml Amilum
Gambar 3.3 Cara Kerja Penentuan Kadar Vitamin
Penabahahan 1 mlCamilum
pada Beberapa
1%
Sampel Minuman Kemasan
Penititrasian dengan larutan Iod 0,01 N
D. Hasil dan Pembahasan
Reaksi redoks merupakan gabungan dari dua reaksi, yaitu raksi
oksidasi dan reaksi reduksi. Untuk menjelaskan pengertian reaksi reduksi dan
oksidasi ada tiga konsep yang digunakan, yaitu pengikatan-pelepasan oksigen,
perpindahan elektron, dan perubahan bilangan oksidasi. Oksidasi ialah
perubahan kimia dimana suatu atom atau kelompok atom melepaskan
elektron. Reduksi ialah perubahan kimia dimana suatu atom atau kelompok
atom menerima elektron. Oksidasi dan reduksi selalu berlangsung secara
serentak, dan jumlah elektron yang dilepaskan pada oksidasi harus sama
dengan jumlah elektron yang didapatkan pada reduksi (Rosenberg, 1996).
Metode iodimetri memiliki prinsip kerja yaitu iodium yang memiliki
potensi reduksi yang lebih tinggi dari asam askorbat, akan mengoksidasi
senyawa asam askorbat membentuk asam dehidroaskorbat (Wati dkk, 2016).
Metode pengukuran konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi yaitu
suatu penambahan indikator warna pada larutan yang diuji, kemudian ditetesi
dengan larutan yang merupakan kebalikan sifat larutan yang diuji. Pengukuran
kadar vitamin C dengan reaksi redoks yaitu menggunakan larutan iodin (I2)
sebagai titran dan larutan kanji sebagai indikator. Pada proses titrasi, setelah
semua vitamin C bereaksi dengan iodin, maka kelebihan iodin akan dideteksi
oleh kanji yang menjadikan larutan berwarna biru gelap. Fungsi amilum
sebagai indikator untuk menentukan titik akhir titrasi (Pratama dkk., 2011).
Menghitung volume iodin berlebih pada sample (setelah semua
Vitamin C bereaksi dengan iodin) hingga warna sample menjadi biru pekat
dan keruh, yaitu dengan menghitung iodin yang diteteskan hingga sample
berubah warna menjadi biru pekat untuk pertama kalinya atau sampai setara
dengan nilai titik akhir titrasi yang ditetapkan (Pratama dkk., 2011). Lalu
dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus berikut ini :
ml iodin N iodin BM vit C
%kadar Vit . C= FP 100
2 gram sampel 1000

Prinsip titrasi iodometri yaitu titrasi yang melibatkan reaksi antara iod dengan
amilum yang akan diindikasikan dengan munculnya warna biru tua pada saat
tercapai kesetimbangan. Sedangkan pada prinsip uji vitamin C, iodine akan
mengadisi ikatan rangkap pada vitamin C. Jika keseluruhan vitamin C dalam
bahan sudah teradisi oleh iod maka iod akan berikatan dengan indikator
amilum membentuk kompleks berwarna biru tua. Ion triodidia sangat cepat
berubah menjadi ion iodidia ketika dicampurkan dengan asam askorbat.
Ketika semua asam askorbat dioksidasi, ion iodida kemudian akan bereaksi
dengan amilum yang akan menghasilkan warna biru tua (Ozmen, 2010).
Iodimetri menggunakan indikator amilum untuk mengetahui titik akhir
titrasi yang ditandai dengan perubahan warna menjadi biru kehitaman.
Pengujian askorbat dengan iodimetri kurang efektif pada bahan pangan karena
terdapat senyawa lainnya yang memiliki sifat pereduksi dan memiliki titik
akhir titrasi yang sama dengan asam askorbat akan tetapi metode iodimetri
cukup mudah dan relatif murah untuk pengerjaannya sehingga banyak
digunakan (Wati dkk., 2016). Pada metode iodometri dilakukan penambahan
amilum 1% sebagai indikator untuk mempertegas warna akhir titrasi. Amilum
dan I2 akan membentuk kompleks berwarna biru tua yang sangat jelas
meskipun penambahkan I2 sedikit. Ketika titran masih terdapat asam askorbat
maka iodine akan mengalami decolourising, setelah asam askorbat habis
iodine yang ditambahkan akan bereaksi dengan amilum membentuk warna
biru, saat itulah titrasi dihentikan Harjadi (1993) dan Khopkar (1990).
Berdasarkan reaksi yang terjadi, fungsi dari iodium adalah untuk
mengoksidasi asam askorbat menjadi asam dehydroascorbic, dan iodium
berubah menjadi ion iodida. Fungsi amilum sebagi idikator perubahan warna
yang akan bereaksi dengan I2 yang berlebih ketika proses titrasi dan
membentuk warna biru.
Metode spektrofotometri ini didasarkan pada reaksi reduksi-oksidasi
dan pembentukan kompleks amilum-iodium sesuai dengan reaksi 1 dan 2.
IO3- + 5I- + 6H+ 3I2-+ 3H2O (1)
I3- + Amilum I2- + Amilum (2)
Iodium dan amilum akan membentuk kompleks amilum-iodium yang ditandai
dengan terbentuknya warna biru. Iodat merupakan salah satu dari beberapa
oksidator yang dapat mengoksidasi iodida menjadi iodium dalam suasana
asam. Karena pada keadaan asam kuat maka amilum yang dipakai sebagai
indikator akan terhidrolisis, selain itu keadaan ini iodida (I -) yang
dihasilkan dapat diubah menjadi iodium (I 2) dengan adanya oksigen (O2)
dari udara bebas, reaksi ini melibatkan ion (H+) dari asam (Febrianti, 2013).
Pada proses titrasi, setelah semua Vitamin C bereaksi dengan
Iodin, maka kelebihan iodin akan dideteksi oleh kanji yang menjadikan
larutan berwarna biru gelap. Reaksi vitamin C dengan iodin adalah sebagai
berikut :
C6H8O6+ I2 C6H6O6+ 2I-+ 2H+
(Pratama, 2011). Jeruk nipis atau Citrus auranofolia berbentuk bulat kecil,
berwarna hijau, dan mengandung air yang rasanya asam. Setiap jeruk nipis
besar (90g) mengandung kalori 21 kkal, kalsium 30 mg, fosfor 10mg,
potasium 72 gram, dan vitamin C17 mg (Sekarindah dan Rozaline., 2006).
Kadar vitamin C dalam jeruk nipis sebesar 0,0188% per 90 gram buah.
Menurut Haryoto (1997), kandungan vitamin C pada jeruk nipis adah sebesar
27 mg per 100 gram.
Buah jambu Biji merah memiliki kandungan vitamin C yang tinggi
diantara berbagai jenis buah dan kandungan vitamin C buah jambu biji merah
lebih tinggi dari pda jambu biji putih. kandungan vitamin C pada jambu biji
merah adalah 183,5 mg/100 gram buah jambu biji dan akan terus meningkat
seiring tingkat kematangan buah (Ramayulis, 2010). Kadar Vitamin C pada
buah jambu biji merah sebesar 0,184% per 100 gram. Menurut Direktorat Gizi
Depkes RI (1981) dalam Rukmana (2008), kandungan vitamin C dalam buah
alpukat sebesar 13 mg dalam 100 gram buah alpukat. Kadar Vitamin C pada
buah alpukat sebesar 0,013% per 100 gram buah. Sedangkan berdasarkan
informasi pada kemasan Tablet hisap vitamin C merek Vitacimin, Xon-ce dan
Vicee merupakan tablet hisap yang mengandung 250 mg vitamin C per 500
mg tablet. Kandungan vitamin C pada buavita mangga, buavita leci, buavita
jeruk yaitu Kadar Vitamin C pada sampel buavita jeruk adalah sebesar 45%,
kemudian pada sampel buavita leci sebesar 40%, dan sampel buavita mangga
36% dalam 250 ml/mg sampel, bila dikonversikan maka dalam 30 gram
sampel mengandung 5,4% vitamin C pada sampel buavita jeruk, 4,8% pada
sampel buavita leci dan 4,32% pada sampel buavita mangga.
Tabel 3.1 Hasil Penentuan Kadar Vitamin C Pada beberapa Sampel Buah
Kelompok Sampel Berat Volume Kadar Perubahan Warna
Sampel I2 (ml) Vitamin
(gram) C (%)
1 Jambu 10 1,0 0,440 Bening-ungu
16 Biji 10 2,0 0,880 Bening-semburat
Merah biru
2 Jeruk 10 1,4 0,616 Kuning muda-biru
17 Nipis 10 1,5 0,660 Kuning muda-biru
3 10 1,3 0,572 Hijau kekuningan-
Alpuka semburat biru
18 t 10 1,5 0,660 Hijau kekuningan-
semburat biru
Sumber : Laporan Sementara
Berdasarkan hasil praktikum penentuan kadar vitamin C pada sampel
buah pada Tabel 3.1 Sampel jambu biji merah 10 gram dengan volume iodine
sebesar 1 dan 2 ml memiliki kadar vitamin C sebesar 0,440% dan 0,880%
mengalami perubahan warna dari bening menjdi ungu dan bening menjadi
semburat biru. Berdasarkan teori kandungan vitamin C pada buah jambu biji
merah sebesar 0,184% per 100 gram sampel, sehingga hasil dalam praktikum
tidak sesuai karena lebih besar dari teori yang didapat. Kemudian sampel
jeruk nipis masing-masing dengan berat 10 gram, membuthkan iodin sebesar
1,4 ml dan 1,5 ml dengan kadar vitmain C sebesar 0,616% dan 0,660%, dan
mengalami perubahan warna dari kuning muda menjadi biru. Bersarkan teori
yang diperoleh kandungan vitamin C pada jeruk nipis sebesar 27 mg per 100
gram buah atau 0,027% per 10 gram jeruk nipis, sehingga hasil praktikum
tidak sesuai dengan teori. Kemudian pada sampel buah alpukat dengan
masing-masing 10 gram sampel membutuhkan iodine sebanyak 1,3 ml dan
1,5 ml sehingga diperolah kadar vitamin C sampel sebesar 0,572% dan
0,660% serta terjadi perubahan warna sampel dari hijau kekuningan menjadi
semburat biru. Berdasarkan teori kandungan vitamin C pada buah alpukat
adalah sebesar 0,013% per 100 gram buah sehingga hasil yang diperoleh
tidak sesuai dengan teori. Dari ketiga sampel yang dianalsis kadar vitamin
Cnya tidak ada satupun yang sesuai dengan teori, hal ini bisa disebabkan
karena metode yang digunakan berbeda ataupun jenis buah yang digunakan
juga berbeda sehingga hasilnya tidak sesuai.
Tabel 3.2 Hasil Penentuan Kadar Vitamin C pada Beberapa sampel Tablet
Kelompo Sampel Berat Volume Kadar Perubahan
k Sampel I2 (ml) Vitamin Warna
(gram) C (%)
1 0,2 14,1 310,200 Kuning-biru
Xon-ce pekat
16 0,2 16,0 352,000 Kuning-ungu
2 0,2 15,0 330,000 Kuning-biru
Vicee
17 0,2 26,8 589,000 Kuning-biru
3 0,2 25,9 569,000 Kuning-biru
Vitacimin
18 0,2 15,0 330,000 Kuning-Biru
Sumber : Laporan Sementara
Berdasarkan hasil praktikum penentuan kadar Vitamin C pada sampel
Tablet Xon-ce, Vicee dan Vitacimin pada Tabel 3.2 dapat diketahui bahwa
sampel xon-ce dengan berat sampel 0,2 gram membutuhkan jumlah iodine
sebanyak 14,1 ml dan 16 ml sehingga diperoleh kadar vitamin C sebesar
310,200% dan 352,000% dan terjadi perubahan warna dari kuning menjadi
biru pekat dan kuning menjadi ungu. Berdasarkan teroi Tablet vitamin C yang
digunakan mengandung 250 mg vitamin C per 500 mg atau sebesar 50%.
Hasil praktikum jauh melampaui kadar yang ada sehingga tidak sesui dengan
kandungan vitamin C dalam kemaasan. Kemudian sampel Vicee digunakan
sebanyak 0,2 g membutuhkan iodine sebsar 15 ml dan 26,8 ml sehingga
diperoleh kadar vitamin C sebesar 330,000% dan 589,000% dan terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi biru. Berdasarkan teori sampel Vicee
memiliki kadar vitamin C sebesar 250 mg per 500 mg atau 50%, sehingga
hasil praktikum yang diperoleh tidak sesuai dengan yang tertera pada
kemasan. Sampel Vitacimin 0,2 gram membutuhkan iodine sebanyak 25,9 ml
dan 15 ml sehingga diperoleh kadar vitamin C sebesar 569,000% dan
330,000% dan perubahan warna yang terjadi dari kuning menjadi biru.
Sedangkan kadar vitamin C pada Tablet vitacimin sebesar 250 mg per 500 mg
atau 50% sehingga hasil praktikum tidak sesuai dengan yang tertera pada
kemasan.
Tabel 3.3 Hasil penentuan Kadar Vitamin C pada Beberapa Sampel Minuman
Kemasan
Kelompo Sampel Berat Volume Kadar Perubahan Warna
k Sampel I2 (ml) Vitamin
(gram) C (%)
1 Buavita 30 5,2 0,381 Kuning-keunguan
16 Mangg 30 4,4 0,323 Kuning-biru
a keunguan
2 30 3,1 0,227 Putih keruh-biru
Buavita
17 30 2,8 0,205 Bening-semburat
Leci
ungu
3 30 3,6 0,264 Kuning-coklat
Buavita keunguan
18 Jeruk 30 3,2 0,235 Kuning-coklat
kehitaman
Sumber : Laporan Sementara
Berdasarkan hasil praktikum penentuan kadar vitamin C pada sampel
minuman kemasan pada Tabel 3.3 dapat diketahui bahwa sampel buavita
mangga dengan berat 30 ml membutuhkan iodine sebesar 5,2 ml dan 4,4 ml
sehingga diperoleh kadar vitamin C sebesar 0,381% dan 0,323% serta terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi keunguan dan kuning menjadi biru
keunguan. Kemudian sampel buavita leci sebanyak 30 gram membutuhkan
iodine sebanyak 3,1 ml dan 2,8 ml sehingga diketahui kadar vitamin C
sampel sebesar 0,227% dan 0,205% denegan perubahan warna dari putih
keruh menjadi biru, dan being menjadi semburat ungu. Sampel buavita jeruk
sebanyak 30 gram dititrasi dengan iodine sebanyak 3,6 ml dan 3,2 ml
sehingga diperoleh kadar vitamin C sampel sebesar 0,264% dan 0,235% serta
perubahan warna yang terjadi dari kuning menjadi coklat keunguan dan
kuning menjadi coklat kehitaman. Dari ketiga sampel tersebut diatas tidak ada
sampel yang sesui dengan kandungan vitamin C yang tercantum dalam
kemasan produk. Kadar Vitamin C pada sampel buavita jeruk adalah sebesar
45%, kemudian pada sampel buavita leci sebesar 40%, dan sampel buavita
mangga 36% dalam 250 ml/mg sampel, bila dikonversikan maka dalam 30
gram sampel mengandung 5,4% vitamin C pada sampel buavita jeruk, 4,8%
pada sampel buavita leci dan 4,32% pada sampel buavita mangga. Sehingga
berdasarkan data tersebut hasil analisis kadar vitamin C yang sesuai dengan
kemasan tidak dijumpai karena berada dibawah kadar vitamin C yang
seharusnya.
Iod mempunyai potensial standar +0,54 V. Oleh karena itu, iod
merupakan zat pengoksidasi yang jauh lebih lemah daripada kalium
permanganat, kalium dikromat dan sebagainya. Di satu sisi ion iodida
merupakan zat pereduksi yang wajar kuatnya. Dalam proses analitis, iod
digunakan sebagai zat pengoksid (iodimetri), dan ion iodida digunakan
sebagai zat pereduksi (iodometri). Ion iod berlebih ditambahkan pada zat
pengoksid yang akan ditetapkan, dibebaskan iod (Day, 1996).
Warna larutan Iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak
sebagai indikatornya. Iod juga akan memberikan suatu warna ungu atau
lembayung kepada pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform, dan
kadang-kadang ini digunakan dalam mendeteksi titik akhir reaksi. Tetapi
lebih lazim digunakan suatu larutan (disperse koloid) kanji, karena warna biru
tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan
itu lebih besar dalam larutan sedikit sekali asam daripada larutan netral dan
lebih besar dengan adanya ion iodide (Day, 1996).
Menurut Oyetede et al (2012), yang dapat mempengaruhi kandungan
vitamin C pada sari buah kemasan diantaranya adalah persiapan pengolahan,
ada tidaknya asam, alkalinitas media yang digunakan, tingkat kekedapan
wadah yang digunakan, ada tidaknya karbon dan kondisi penyimpanan.
Sedangkan menurut Rahayu (2010), penyimpanan buah berpengaruh terhadap
kadar vitamin C. Selama penyimpanan kandungan vitamin C mengalami
penurunan terus menerus hingga menjadi rusak. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya proses respirasi dan oksidasi vitamin C menjadi asam L-
dehidroaskorbat dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L
diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C. Penyimpanan vitamin
C pada suhu kamar, dapat menyebabkan penurunan kadar vitamin C, karena
pada suhu kamar kondisi lingkungan tidak dapat dikendalikan seperti adanya
panas dan oksigen sehingga proses pemasakan buah berjalan dengan
sempurna.
Namun vitamin sangat mudah mengalami oksidasi, sehingga dapat
hilang atau berkurang selama proses pengolahan maupun penyimpanan.
Kecepatan degradasi vitamin C sangat tergantung kondisi penyimpanannya.
Degradasi vitamin pada sari buah jeruk sangat dipengaruhi oleh suhu
penyimpanan, pada suhu 7oC kecepatan degradasi lebih kecil dibandingkan
pada suhu 28oC. Sedangkan menurut Helmiyesi et al (2008), dalam Wariyah
(2010), penyimpanan buah jeruk selama 15 hari akan menurunkan kadar
vitamin C dari 18,90 mg/110 g menjadi 17,18 mg/100 g.
Stabilitas asam askorbat menurun seiring dengan kenaikan suhu dan
pH. Kerusakan akibat oksidasi ini merupakan masalah serius karena
kandungan vitamin C makanan dalam jumlah cukup banyak hilang selama
pemrosesan, penyimpanan dan persiapan. Asam askorbat menurun secara
bertahap selama penyimpana. Terutama pada suhu di atas 0 oC. Berbagai cara
yang digunakan dalam mengolah buah atau sayuran berdaun yang
mengandung asam askorbat menurunkan kandungan asam askorbatnya,
misalnya memar, kulit yang mengelupas, memotong-motong bahan dan
terkena paparan udara luar dapat menurunkan retensi asam askorbat.
Mengupas apel dapat menghilangkan 8-25% asam askorbatnya. Jelas bahwa
retensi vitamin C buah bervariasi dengan perlakukan yang dilakukan tapi
secara umum buah sangat akan bermanfaat ketika dikonsumsi dalam keadaan
mentah dan minimal memiliki memar, dipotong, dikupas dan terpapar udara
luar (Oyetede et al., 2012).
Menurut Wariyah (2010), menyatakan penyimpanan sari buah jeruk
pada suhu refrigerator dapat menekan perubahan citarasa maupun degradasi
vitamin C serta komponen lain dalam sari buah jeruk. Pada penyimpanan
selama 72 jam pada suhu antara 4 -12 oC kehilangan vitamin C sekitar 20%
dan sedikit penurunan akseptabilitas. Menurut Oyetede et al (2012),
penyimpanan, pemorosesan bahan pangan seperti dipotong, pemanasan,
dihancurkan, memar, terkena udara / oksigen dapat menurunkan kadar
vitamin C. Oleh karena itu cara meminimalisir kehilangan vitamin C dalam
bahan pangan adalah melakukan sedikit perlakuan dan menyimpannya dalam
suhu dingin dalam tempat yang kedap udara, serta akan lebih baik bila
dikonsumsi dalam keadaan segar.
Pada Uji oksidi-reduktometri digunakan untuk menentukan kadar
vitamin C dari suatu bahan pangan dan mencegah kerusakan akibat radikal
bebas sehingga makanan tidak mudah busuk. Selain itu juga dapat digunakan
untuk mengetahui kandungan bahan pencemar berbahaya pada limbah
industri pangan dan mengukur kandungan iodat dalam bumbu dapur
(Saksono, 2002). Titrasi iodometri dapat digunakan untuk analisis kandungan
klorin dalam beras pada pengujian reaksi warna menunjukan hasil negatif
namun tetap dilanjutkan pengujian dengan metode titrasi karena bisa saja
pereaksi yang digunakan pada uji warna tidak terlalupeka terhadap klorin
(Wongkar dkk., 2014).
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Acara III Oksidi-Reduktometri dapat
disimpulkan bahwa:
1. Metode pengukuran konsentrasi vitamin C menggunakan metode titrasi
yaitu suatu penambahan indikator warna pada larutan yang diuji,
kemudian ditetesi dengan larutan yang merupakan kebalikan sifat larutan
yang diuji. Pengukuran kadar vitamin C dengan reaksi redoks yaitu
menggunakan larutan iodin (I2) sebagai titran dan larutan kanji sebagai
indikator. Pada proses titrasi, setelah semua vitamin C bereaksi dengan
iodin, maka kelebihan iodin akan dideteksi oleh kanji yang menjadikan
larutan berwarna biru gelap.
2. Sampel jambu biji merah memiliki kadar vitamin C sebesar 0,440% dan
0,880%, sampel jeruk nipis dengan berat 10 gram, membutuhkan iodin
sebesar 1,4 ml dan 1,5 ml dengan kadar vitamin C sebesar 0,616% dan
0,660%, sampel buah alpukat dengan 10 gram sampel membutuhkan
iodine sebanyak 1,3 ml dan 1,5 ml sehingga diperoleh kadar vitamin C
sampel sebesar 0,572% dan 0,660%, dari ketiga sampel tersebut tidak ada
yang sesuai dengan teori.
3. Sampel xon-ce diperoleh kadar vitamin C sebesar 310,200% dan
352,000%, sampel Vicee diperoleh kadar vitamin C sebesar 330,000%
dan 589,000% Sampel Vitacimin diperoleh kadar vitamin C sebesar
569,000% dan 330,000%, dari ketiga sampel tablet yang digunakan tidak
ada satupun sampel yang sesuai dengan kadar vitamin C pada kemasan
yaitu sebesar 50%.
4. Sampel buavita mangga diperoleh kadar vitamin C sebesar 0,381% dan
0,323%, sampel buavita leci diperoleh kadar vitamin C sebesar 0,227%
dan 0,205%, dan sampel buavita jeruk diperoleh kadar vitamin C sebesar
0,264% dan 0,235%

DAFTAR PUSTAKA

Day Jr, R.A dan Underwood. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Febrianti, S., Sulistyarti, H., Atikah. 2013. Penentuan Kadar Iodida Secara
Spektrofotometri Berdasarkan Pembentukan Kompleks Amilum-Iodium
Menggunakan Oksidator Iodat. Kimia Student Journal Universitas
Brawijaya, 1(1): 50-56
Haryoto. 1997. Teknologi Tepat Guna Sirup Jambu Biji. Yogyakarta: Kanisius
Ika, D. 2009. Alat Otomatisasi Pengukur Kadar Vitamin C dengan Metode Titrasi
Asam Basa. Jurnal Neutrino 1(2).
Kar, Ashutosh. 2005. Pharmaceutical Drug Analysis Revised second edition. New
Delhi: New Age International.
Kabaskalis, V., Sopidou, E., dan Moshatou, E. 2000. Ascorbic acid content of
commercial fruit juices and its rate of loss upon storage. Journal Food
Chemistry 70 (2000): 325328
Martono, Y., Sari, Y E, P., Hidarto, J. 2008. Penggunaan Model Arrhenius Untuk
Pendugaan Masa Simpan Produk Minuman Kemasan Berdasarkan
Kandungan Vit C. Makalah Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga
Matei., S. Birghila, V. Popescu, S. Dobrinass, A. Soceanu, C. Oprea, dan V.
Magearu. 2006. Kinetic Study of Vitamin C Degradation from
Pharmaceutical Products. Rom. Journal Phys 53 ( 12): 343351.
Mequanint, T., Ghirma, M., Merid, T., dan Mehretu, S. 2012. All-Solid-State
Iodide Selective Electrode for Iodometry of Iodozed Salts and Vitamin C.
Oriental Journal of Chemistry 28 (4).
Muchtadi, T,R., Sugiyono, Ayustaningwarno, F. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan. Bogor: Alfabeta.
Mulyono. 2006. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Bumi Aksara
Njoku, P.C., A.A. Ayuk, dan C.V. Okoye. 2011. Temperature Effects on Vitamin C
Contens in Citrus Fruits. Pakistan Journal of Nutrition 10 (12).
Oyetade, O, A., Oyeleke, G, O., Adegoke, B, M., Akintude, A, O. 2012. Stability
Studies on Ascorbic Acid (Vitamin C) From Different Sources. IOSR
Journal of Applied Chemistry (IOSR-JAC):20-24
Pratama, A., Darjat, I, S. 2011. Aplikasi Labview sebagai Pengukur Kadar
Vitamin C dalam Larutan Menggunakan Metode Titrasi Iodimetri. Makalah
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Rahayu, E.S, Susanti, R., dan Putik Pribadi. Perbandingan Kadar Vitamin dan
Mineral dalam Buah Segar dan Manisan Basah Karika Dieng (Carica
pubescens Lenne & K.Koch). Jurnal Biosaintifika 2(2).
Ramayulis, R. 2010. Jus Super Ajaib. Jakarta: Penerbit Penebar Plus.
Rekha, C., G. Poornima, M. Manasa, V. Abhipsa, J. Pavithra Devi, HT. Vijay
Kumar, dan TR. Prashith Kekuda. 2012. Ascorbic Acid, Total Phenol
Content and Antioxidant Activity of Fresh Juices of Four Ripe and Unripe
Citrus Fruits. Journal of Chemical Science Transactions.
Rosenberg, Jerome L. 1996. Teori dan Soal-Soal Kimia Dasar edisi keenam.
Jakarta: Erlangga.
Rukmana, R. 2008. Budi Daya Alpukat. Yogyakarta: Kanisius.
Safaryani, N., Haryanti, S., Hastuti, E, D. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama
Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica
oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi XV (2): 39-46
Saksono, N. 2002. Analisis Iodat Dalam Bumbu Dapur Dengan Metode Iodometri
Dan X-Ray Fluorescence. Jurnal teknologi. FT UI
Sekarindah, T., dan Rozaline, H. 2006. Terapi jus buah & sayur. Jakarta: Penerbit
Pustaka Swara.
Spinola, V., Mendes, B., Camara, J, S., Castilho, P, C. 2012. Effect of time and
temperature on vitamin C stability in horticultural extracts UHPLC-PDA vs
iodometric titration as analytical methods. Journal LWT - Food Science and
Technology 50 (2013): 489-495
Wardayanti, C, Y. 2006. Analisis Pengaruh Pioneer- Status Sebuah Merek
terhadap Sikap Konsumen Dalam Kategori Produk Vitamin C 500mg.
Jurnal Manajemen Pemasaran 1(2): 74-80.
Wariyah, C. 2010. Vitamin C Retention And Acceptability Of Orange (Citrus
Nobilis Var. Microcarpa) Juice During Storage In Refrigerator. Jurnal
AgriSains 1 (1)
Wati, E, S., Febrianti, N., Dhaniaputri, R. 2016. Kandungan Asam Askorbat Dan
Fenol Tomat Merah Dan Tomat Ungu Sebagai Sumber Belajar Biologi Sma
Kelas Xi. Jurnal Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education) :
621-628
Wongkar, I, Y., Abidjulu, J., Wehantouw, F. 2014. Analisis Klorin Pada Beras
Yang Beredar Di Pasar Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT
3(3) :342-346
LAMPIRAN
A. Perhitungan
fp ml Iod N iod BM vitaminC
vitaminC= 100
2 berat sampel 1000
50
16 0,01 176
10
100 =352000
2 0,2 1000

B. Dokumentasi

Gambar 3.4 Penghancuran sampel Gambar 3.5 Penimbangan sampel

Gambar 3.6 sampel setelah dilarutkan Gambar 3.7 Sampel setelah titrasi

You might also like