You are on page 1of 16

Alzheimer

Definisi

Menurut Alzheimers Disease Education & Referral (ADEAR) Center, U.S.


Department of Health and Human Service; penyakit Alzheimer adalah penyakit otak yang
bersifat ireversibel dan progresif yang perlahan merusak memori serta kemampuan berpikir,
bahkan kemampuan untuk melakukan tugas sederhana.

Alzheimer adalah penyakit pada otak yang menyebabkan masalah pada daya ingat,
daya piker, dan perilaku. Ia bukanlah bagian normal dari proses penuaan.

Alzheimer ialah bentuk demensia yang paling umum. Demensia sendiri ialah istilah
umum yang digunakan untuk menyatakan penurunan daya ingat dan kemampuan intelektual
lain yang cukup serius mengganggu kegiatan harian (Alzheimers Association, 2012).

Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan


degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk
merawat diri (Brunner &,Suddart, 2002 ).

Alzheimer merupakan penyakit degenerative yang ditandai dengan penurunan daya


ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk
menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita (Dr. Sofi
Kumala Dewi, dkk, 2008).

Maka dapat disimpulkan bahwa Alzheimer adalah penyakit yang dialami oleh
individu yang berusia diatas 65 tahun ditandai dengan penurunan daya ingat, kognitif, dan
kepribadian sehingga menghambat aktivitas sehari-hari.

Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi
udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer.
Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya
ingat secara progresif.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi,
adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik.

Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah


membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan
hanya sebagai pencetus faktor genetika (Iskandar Japardi, 2002).

Faktor risiko yang meningkatkan risiko terjadinya Alzheimer:

Usia
Faktor risiko yang paling banyak diketahui adalah pertambahan usia. Banyak
individu dengan penyakit ini berusia 65 tahun ke atas. Satu dari delapan orang pada
kelompok ini (lansia >65 tahun) mengalami Alzheimer. Sedangkan, hampir setengah
dari lansia berusia 85 tahun ke atas mengalami Alzheimer.
Riwayat keluarga dan genetic
Faktor risiko lain adalah riwayat keluarga. Penelitian menunjukkan bahwa
mereka yang mempunyai orang tua ataupun saudara dengan Alzheimer lebih
cenderung akan mengalami Alzheimer daripada mereka yang tidak mempunyai
riwayat keluarga. Risiko meningkat jika lebih dari satu anggota keluarga mengalami
Alzheimer.
Para ilmuwan telah mengidentifikasi 3 gen yang pasti berpegaruh pada
kejadian Alzheimer, tapi hanya sejumlah kecil orang (sekitar 1%)yang membawa gen
ini. Bentuk E4 dari gen apolipoprotein E (APOE-E4) dibawa oleh 25% individu dan
meningkatkan risiko Alzheimer, namun tidak memastikan bahwa individu tersebut
akan mengalami Alzheimer. Para ahli percaya bahwa kebanyakan kasus Alzheimer
disebabkan oleh kombinasi kompleks dari pengaruh genetik dan non-genetik.
Ras
Penelitian menunjukkan bahwa lansia dengan ras Latin berisiko 1,5 kali lebih
besar terkena Alzheimer dibanding ras berkulit putih. Lansia Afro-Amerika dua kali
lebih berisiko dari pada ras berkulit putih.
Alasan perbedaan ini tidak terlalu dipahami, tetapi para peneliti percaya
bahwa rasio penyakit vaskuler yang tinggi (seperti diabetes, hipertensi dan
hiperkolesterolemia) pada kelompok ini juga berperan dalam angka kejadian
Alzheimer.
Faktor risiko lain
Penelitian terbaru muali menunjukkan petunjuk tentang faktor risiko lain yang
berpengaruh. Tampak korelasi yang kuat antara riwayat cedera kepala serius dengan
angka kejadian Alzheimer. Beberapa bukti kuat menunjukkan hubungan yang kuat
antara kesehatan otak dengan kesehatan jantung. Risiko perkembangan Alzheimer
tampak meningkat oleh berbagai kondisi yang merusak jantung dan pembuluh darah.
Ini termasuk, penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, dan hiperkolesterolemia.
Studi organ otak menambah bukti kuatnya hubungan otak-jantung. Studi ini
menunjukkan bahwa plak dan pengecilan pada pembuluh darah yang menuju otak
sangat beresiko menyebabkan Alzheimer (Alzheimers Association, 2012).

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis penyakit Alzhetmer (Dewanto, 2009) terdiri atas manifestasi


gangguan kognitif dan gangguan psikiatrik serta perilaku. Gangguan kognitif awal yang
terjadi adalah gangguan memori jangka pendek atau memori kerja. Gangguan ini akan diikuti
dengan kesulitan berbahasa, disorientasi visuospasial dan waktu, serta inatensi. Penderita
mengalami ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-harinya seiring perjalanan
penyakit, akan muncul gangguan psikiatrik dan perilaku seperti depresi , kecemasan,
halusinasi, waham, dan perilaku agitasi.

Gambaran klinis Alzheimer berdasarkan stadiumnya:

1. Stadium awal
Dapat dianggap sebagai pikun yang wajar, kurang berenergi dan seringkali tidak
disadari.
Mengulang kata.kata, salah menempatkan benda, kesulitan menyebutkan nama
untuk benda-benda yang sudah dikenal, tersesat di jalan yang biasa dilewati,
perubahan perilaku, kehilangan minat pada hal-hal yang sebelumnya disukai,
kesulitan melakukan sesuatu yang bertujuan yang biasanya mudah dilakukan dan
kesulitan mempelajari informasi baru.
2. Stadium lebih lanjut
Gejala-geala makin jelas (masih dapat melakukan pekerjaannya sendiri, tetapi
memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas yang lebih sulit)
Melupakan detail mengenal peristiwa tertentu, melupakan peristiwa kehidupan
sendiri, tidak mengenali diri sendiri, halusinasi, argumentasi, perilaku agitasi,
waham, depresi, kesulitan dalam melakukan halhal dasar seperti menyiapkan
makanan dan menyetir.
3. Stadium akhir
Tidak dapat melakukan kegiatan tanpa bantuan orang lain.

Patofisiologi

Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada
penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak
berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein
besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada
korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.

Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat


neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia
pada neuron neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya
berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada
AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan
sebagian besar terdiri dari protein tau. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai
penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan
merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi
abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak
dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk
ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan kolapsnya
system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan
akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron
yang rusak menyebabkan Alzheimer.

Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah
fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane
neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi
fragmen fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang
menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel sel
glia yang akhirnya membentuk fibril fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat
larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta
menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan
respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara
neurokimia kelainan pada otak.

Penatalaksaan Medis

Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.

Pengobatan simptomatik:

Inhibitor kolinesterase
Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan
anti kolinesterase yang bekerja secara sentral.
Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept),
galantamin (Razadyne), & rivastigmin.
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia
selama pemberian berlangsung
ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, HCl, dan nafsu makan.
Thiamin

Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin


pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan
transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.

Contoh: thiamin hydrochloride dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral


Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan
placebo selama periode yang sama.
Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik.
Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian
4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis
yang bermakna.
Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan
kerusakan noradrenergik kortikal.
Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2
reseptor agonis.
Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi:
Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian
oral Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala
tersebut
Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti
depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan
bantuan enzyme ALC transferase.
Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi
kognitif (Yulfran, 2000)

Komplikasi

Pneumonia. Kesulitan menelan makanan dan cairan menyebabkan penderita


alzheimer menghirup (menghisap) apa yang mereka makan atau minum ke dalam
saluran pernapasan dan paru, yang dapat menyebabkan pneumonia.
Jatuh dan masalah lain yang ditimbulkan. Pengidap alzheimer mudah gamang
sehingga bisa sering terjatuh. Akibat jatuh bisa terjadi luka di kepala, seperti
pendarahan otak. Operasi untuk memeperbaiki luka akibat jatuh juga berisiko.
Sebagai contoh, berbaring dalam waktu lama untuk pemulihan luka akibat terjatuh
meningkatkan risiko pembekuan darah di paru-paru (pulmonary embolism), yang
dapat menimbulkan kematian.
Inkontinensia adalah gejala umum dari tengah dan penyakit tahap akhir Alzheimer.
Pada saat seseorang menderita kerugian total dari fungsi kandung kemih, kateter urin
kadang-kadang digunakan. Kateter dapat memperkenalkan bakteri ke dalam tubuh
menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK). Pasien dengan penyakit Alzheimer juga
tidak bisa ke toilet sendiri sebagai sering atau dengan penggunaan yang tepat dari
kebersihan, yang menghasilkan pembentukan ISK.
Dekubitus terjadi karena adanya penurunan aliran darah kedaerah yang mengalami
penekanan dan menyebabkan kerusakan pada daerah tersebut. Hal ini dapat terjadi
jika penekanan terjadi dalam waktu yang lama tanpa pergeseran berat badan
(misalnya setelah operasi/cedera).

Pemeriksaan diagnostic

Pemeriksaan diagnostic (Doengoes, 2012)

1. Antibodi : Kadarnya cukup tinggi (abnormal).


2. JDL, RPR, elektrolit, pemeriksaan tiroid : Dapat menentukan dan/atau menghilangkan
disfungsi yang dapat diobati/kambuh kembali, seperti proses penyakit metabolic,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, neurosifilis.
3. B12 : Dapat menentukan secara nyata adanya kekurangan nutrisi.
4. Tes deksametason depresan (DST) : Untuk menangani depresi.
5. EKG : Mungkin tampak normal, perlu untuk menemukan adanya insufisiensi jantung.
6. EEG : Mungkin normal atau memperlihatkan beberapa perlambatan gelombang
(membantu dalam menciptakan kelainan otak yang masih dapat diatasi).
7. Sinar x tengkorak : biasanya normal.
8. Tes penglihatan/pendengaran : Untuk menemukan adanya penurunan (kehilangan)
yang mungkin disebabkan oleh/kontribusi pada disorientasi, alam perasaan yang
melayang, perubahan persepsi sensori (salah satu gangguan koknitif).
9. Scan otak, seperti PET, BEAM, MRI : Dapat memperlihatkan daerah otak yang
mengalami penurunan metabolism yang merupakan karakteristik dari DAT.
10. Scan CT : Dapat memperlihatkan adanya ventrikel otak yang melebar, adanya atrofi
kortikal.
11. CSS : Munculnya protein abnormal dari sel otak sekitar 90% merupakan indikasi
adanya DAT.
12. Penyakit Alzheimer yang dihubungkan dengan protein (ADAP) : Pemeriksaan
postmortem terlihat positif lebih dari 80% dari pasien DAT.

Diagnosis penyakit Alzhaimer rumit karena tidak adanya uji definitif. Pemeriksaan
rutin yang biasanya dilakuakn meliputi pemeriksaan hitung sel darah lengkap dan
pemeriksaan elektrolit serum. CT scan mungkin memperlihatkan pelebaran ventrikel dan
atrofi korteks dan memastikan tidak terdapat tumor, abses otak, atau subdural hematoma
kronis yang dapat diatasi (Arif, 2011).

Pemeriksaan Penunjang (Agoes, 2011)

1. Neuropatologi. Diagnosis definitif ditegakkan dengan konfirmasi pemeriksaan


neuropatologi melalui autopsi. Secara umum, terdapat atrofi yang bilateral, simetris,
dengan berat otak yang sering mencapai sekitar 1000 gram (850-1250 gram).
2. Pemeriksaan neuropsikologis. Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala
demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologis ini adalah menentukan ada tidaknya
gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
3. CT-Scan dan MRI. Kedua pemeriksaan ini merupakan metode non-invasif beresolusi-
tinggi untuk melihat kuantifikasi perubahan volume jaringan otak pada pasien
Alzheimer hidup. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan
penyebab demensia lainnya, seperti multiinfark dan tumor serebri. Atrofi kortikal
menyeluruh dan pembesaran ventrikel kedua hemisfer merupakan gambaran penanda
dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini.
4. EEG. Pemeriksaan ini berguna untuk mengidentifikasi aktivitas bangkitan yang
bersifat subklinis, sedangkan pada penyakit Alzheimer, terdapat perubahan
gelombang lambat di lobus frontalis yang nonspesifik.
5. Laboratorium. Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk penyakit
Alzheimer. Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya untuk menyingkirkan
penyebab penyakit demensia lain seperti pemeriksaan darah rutin, kadar vitamin B12,
kalsium, fosfor, fungsi ginjal dan hati, hormon tiroid, asam folat, serologi sifilis, dan
skrining antibody yang dilakukan secara selektif.
Pemeriksaan Diagnostik Alzheimer (Ide, 2008)

1. Riwayat kesehatan. Dokter akan menanyakan kondisi kesehatan secara umum dari
pasien dan masalah kesehatan sebelumnya. Dokter juga akan menanyakan adakah
masalah dalam menjalankan aktivitas tes harian. Jika memungkinkan, dokter ingin
bicara dengan anggota keluarga atau teman untuk mencari informasi.
2. Tes kesehatan dasar. Tes darah bisa dilakukan untuk membantu dokter untuk
mengetahui penyebab lain demensia, seperti gangguan tiroid atau defisiensi vitamin.
3. Tes genetik. Untuk Alzheimer pada tahap awal bisa dilakukan tes genetik. Dengan tes
darah dapat diketahui apakah seseorang membawa mutasi genetik yang dipercaya
berhubungan dengan Alzheimer, tapi tes ini tidak bisa memberikan kepastian apakah
orang tersebut akan terkena atau tidak dari Alzheimer.
4. Evaluasi status mental. Tes skrining memori, kemampuan memecahkan masalah,
rentang perhatian, kemampuan berhitung dan bahasa. Tes ini akan membantu dokter
untuk menganalisa masalah kognisi spesifik pasien. Contohnya, doter akan menguji
daya ingat masa lalu dan yang baru terjadi, dnegan bertanya Hari ini hari apa? atau
Kapan hari Kemerdekaan RI? Tes memori juga dilakukan dengan memberikan
daftar benda sehari-hari, lalu pasien diminta menyebutkan kembali 5 menit kemudian.
5. Tes neuropsikologik. Kadang-kadang dokter akan memberikan tes lebih lanjut
mengenai kemampuan memecahkan masalah, rentang perhatian, kemampuan
berhitung, dan bahasa. Hal ini snagat membantu dalam mendeteksi alzheimer dan
demensia lainnya secara dini. Dokter akan memberikan tes psikologis untuk
menentukan apakah kemampuan mental seseorang itu sesuai dengan pendidikan dan
usianya. Adanya keterlambatan mental yang terlihat selama tes neuropsikologis dapat
membantu dokter menentukan penyebab demensia.
6. Scan atau pemindaian otak. Dokter biasanya akan emngambil gambar otak dengan
alat pemindai otak. Ada beberapa metode pemindaian otak diantaranya, computerized
tomography (CT) scan, magnetic resonance imaging (MRI) scan dan positron
emission tomography (PET) scan. Dengan melihat gambar otak, dokter dapat
menentukan ada tidaknya abnormalitas pada otak. Para peneliti masih meneliti apakah
pemindaian otak dapat digunakan untuk mendeteksi resiko alzheimer pada orang
sehat sebelum gejalanya timbul.
7. Ktika cairan cerebrospinal dianalisa, dan terdapat peningkatan protein tertentu,
termasuk protein beta amyloid dapat mengindikasi bahwa seseorang itu terkena
alzheimer.
8. Dengan berkembangnya teknologi imaging yang semakin mudah diakses dan
digunakan, praktisi kesehatan dapat menggunakan CAT scans untuk memvisualisasi
mengecil atau mengerutnya otak. Otak dengan sulci (lekuka permukaan otak) yang
melebar, dan ventrikel cerebral yang membesar (ruang di dalam otak yang dipenuhi
oleh CSF)-semua karakteristik alzheimer (dan kelainan saraf lainnya).
9. Metode brain imaging juga bisa digunakan untuk mendapatkan informasi aliran darah
dan aktivitas metabolic berbagai bagian di dalam otak.
GANGGUAN PENDENGARAN PADA GERIATRI

TULI KONDUKTIF PADA GERIATRI

Pada gangguan pendengaran tipe konduktif, transmisi gelombang suara tidak dapat
mencapai telinga dalam secara efektif. Beberapa penyebab tuli konduktif yaitu3:

1. Pada meatus akustikus eksterna : cairan (secret,air), benda asing, polip telinga, serumen.
2. Kerusakan membran timpani : perforasi, ruptur, sikatriks.
3. Dalam cavum timpani : kekurangan udara pada oklusi tuba, cairan(darah atau
hematotimpanum karena pada trauma kepala, secret pada otitis media baik akut maupun
kronis), tumor.
4. Pada osikula: gerakannya terganggu oleh sikatriks, mengalami destruksi karena otitis
media, oleh ankilosis stapes pada otosklerosis, adanya perlekatan-perlekatan dan luksasi
karena trauma maupun infeksi.
Pada telinga luar dan telinga tengah geriatri terjadi proses degenerasi yang dapat
menyebabkan perubahan atau kelainan berupa : berkurangnya elastisitas dan bertambah
besarnya ukuran daun telinga, atrofi dan bertambah kakunya liang telinga, penumpukan
serumen, membran timpani bertambah kaku, dan kekakuan sendi tulang-tulang pendengaran.1

TULI SARAF PADA GERIATRI (PRESBIKUSIS)

Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ
pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang terjadi secara progresif, dapat
dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi serta tidak ada kelainan yang mendasari selain
proses menua secara umum.5

Presbikusis adalah penurunan pendengaran alamiah yang terjadi sejalan dengan


proses penuaan dan terbanyak pada usia 70 80 tahun. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
dengan bertambahnya usia maka kemungkinan terjadinya degenerasi semakin tinggi
termasuk pada organ pendengaran sehingga fungsinya akan menurun.6

Angka insidensi dari gangguan pendengaran akibat presbikusis pada lansia di


Amerika Serikat dilaporkan sebesar 25-30% untuk kelompok umur 65-70 tahun, sedangkan
angka insidensi untuk umur lebih dari 75 tahun sebesar 50%. Menurut hasil survei, jumlah
pemakai alat bantu dengar sampai saat ini di Amerika mencapai 20 juta orang.6
Secara global prevalensi presbikusis hampir 30-45% timbul pada dekade 6-7 tahun.
Penelitian ini hampir sesuai dengan penelitian di South Carolina USA, didapatkan usia
presbikusis terbanyak pada dekade 6 tahun keatas. Berbeda dengan penelitian di Qatar yang
menemukan prevalensi usia presbikusis terbanyak pada kelompok middle age yaitu 50-59
tahun. Hal ini dapat disebabkan karena pada penelitian tersebut menggunakan subyek yang
menderita penyakit DM, sehingga kemungkinan terjadinya presbikusis muncul lebih awal.11
Pada tahun 1998, penelitian telah dilakukan oleh Dadang Candra mengenai prevalensi
dan pola penurunan pendengaran penderita presbikusis di Kodya dan Kabupaten Bandung.
Penelitian ini memperoleh hasil prevalensi presbikusis untuk Kodya dan Kabupaten Bandung
sebesar 62%. Jumlah prevalensi ini mungkin akan bertambah pada tahun-tahun mendatang
dikarenakan peningkatan oleh jumlah lansia itu sendiri. Jumlah lansia di Indonesia menurut
hasil perhitungan Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2008 adalah sebanyak 19.500.000
jiwa.6

Etiologi

Schuknecht menerangkan bahwa penyebab kurang pendengaran akibat degenerasi ini


dimulai terjadinya atrofi di bagian epitel dan saraf pada organ corti. Lambat laun secara
progresif terjadi degenerasi sel ganglion spiral pada daerah basal hingga ke daerah apeks
yang pada akhirnya terjadi degenerasi sel-sel pada jaras saraf pusat dengan manifestasi
gangguan pemahaman bicara. Kejadian presbikusis diduga mempunyai hubungan dengan
faktor-faktor herediter, metabolisme, aterosklerosis, bising, gaya hidup atau bersifat
multifaktor.5

Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi,


namun diduga kejadian presbikusis memiliki hubungan dengan berbagai faktor etiologi yang
lain, seperti:
1. Vaskular (hipertensi dan arteriosklerosis)
Gangguan sirkulasi telah lama dihubungkan sebagai penyebab hilangnya pendengaran
pada lansia. Penyakit vaskular yang banyak dihubungkan diantaranya adalah hipertensi,
arteriosklerosis dan aterosklerosis.7
Arteriosklerosis adalah suatu penyakit vaskular yang ditandai dengan penebalan dan
kehilangan elastisitas dinding pembuluh darah. Arteriosklerosis cukup sering terjadi pada
orang tua dan mungkin dapat menyebabkan gangguan perfusi dan oksigenasi kokhlea.
Hipoperfusi dapat menuju kepada perubahan radikal bebas yang dapat merusak telinga dalam
seiring dengan rusaknya DNA mitokondira telinga dalam. Kerusakan ini sejalan dengan
perkembangan presbikusis.7
Aterosklerosis memiliki etiologi yang berbeda dengan arteriosklerosis, aterosklerosis
merupakan suatu penyakit penyempitan lumen pembuluh darah karena pembesaran plak. Plak
aterosklerosis merupakan kumpulan lemak, sel busa, debris sel, dan kristal kolesterol. Baik
arteriosklerosis maupun aterosklerosis dapat menyebabkan hipertensi yang akan
memperparah gangguan perfusi dan oksigenasi kokhlea.7
2. Diet dan metabolisme (diabetes melitus dan hiperlipidemia)
a. Diabetes melitus dan hiperlipidemia dapat mempercepat proses dari aterosklerosis.
b. Diabetes melitus menyebabkan proliferasi difus dan hipertrofi vaskular pada endotelia
intima yang mungkin mengganggu perfusi kokhlea.7
3. Genetik
Penegakan diagnosis sensorineural karena genetik sangat sulit, tetapi genetik tetap
harus dipertimbangkan sebagai salah satu faktor predisposisi dari presbikusis. Penegakan
diagnostik dapat diambil dari history taking mengenai riwayat keluarga yang lain.7
4. Suara gaduh (bising)
Bising (frekuensi, intensitas, dan durasi paparan) memiliki hubungan langsung
dengan kerusakan organ dalam telinga, namun bising dapat menyebabkan kerusakan organ
dalam pada semua usia dan tidak terfokus hanya pada lansia saja. Bising termasuk ke dalam
salah satu penyebab yang dapat memperparah keadaan presbikusis, kerusakan akibat bising
termasuk ke dalam kerusakan mekanik.7
5. Efek obat ototoksik
6. Riwayat merokok
7. Stress

Patogenesis

Presbikusis dapat dijelaskan dari beberapa kemungkinan patogenesis, yaitu degenerasi


koklea, degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme mokuler, seperti faktor gen, stres
oksidatif, dan gangguan transduksi sinyal.

1. Degenerasi Koklea
Presbikusis terjadi karena degenerasi stria vaskularis yang berefek pada nilai potensial
endolimfe yang menurun menjadi 20mV atau lebih. Pada presbikusis terlihat gambaran khas
degenerasi stria yang mengalami penuaan, terdapat penurunan pendengaran sebesar 40-50 dB
dan potensial endolimfe 20 mV (normal-90 mV).

2. Degenerasi Sentral
Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi nervus auditorius meningkatkan nilai
ambang dengar atau compound action potensial (CAP). Fungsi input-output dari CAP
terefleksi juga pada fungsi input-output pada potensial saraf pusat, memungkinkan terjadinya
asinkronisasi aktifitas nervus auditorius dan penderita mengalami kurang pendengaran
dengan pemahaman bicara buruk.

3. Mekanisme Molekuler
Faktor Genetik

Strain yang berperan terhadap presbikusis, yaitu C57BL/6J merupakan protein


pembawa mutasi dalam gen cadherin 23 (Cdh23), yang mengkode komponen ujung sel
rambut koklea.10,11 Pada jalur intrinsik sel mitokondria mengalami apoptosis pada strain
C57BL/6J yang dapat mengakibatkan penurunan pendengaran.

Stres oksidatif

Seiring dengan pertambahan usia kerusakan sel akibat stress oksidatif bertambah dan
menumpuk selama bertahuntahun yang akhirnya menyebabkan proses penuaan. Reactive
oxygen species (ROS) menimbulkan kerusakan mitokondria mtDNA dan kompleks protein
jaringan koklea sehingga terjadi disfungsi pendengaran.

4. Gangguan Transduksi Sinyal


Ujung sel rambut organ korti berperan terhadap transduksi mekanik, merubah stimulus
mekanik menjadi sinyal elektrokimia Gen famili cadherin 23 (CDH23) dan protocadherin 15
(PCDH15) diidentifikasi sebagai penyusun ujung

sel rambut koklea yang berinteraksi untuk transduksi mekanoelektrikal. Terjadinya mutasi
menimbulkan defek dalam interaksi molekul ini dan menyebabkan gangguan pendengaran.

Klasifikasi

Berdasarkan perubahan histopatologi yang terjadi, Gacek dan Schuknecht membagi


presbikusis menjadi 4 jenis, yaitu: 1,7
a. Presbikusis tipe sensorik
Lesi pada tipe sensorik terbatas pada kokhlea, terdapat atrofi organ korti dan jumlah
sel-sel rambut berkurang. Pada gambaran histologi, terdapat atrofi yang terbatas hanya
beberapa milimeter pada membrana basalis dan terdapat akumulasi pigmen lipofuscin yang
merupakan pigmen penuaan. Proses ini berjalan perlahan tapi progresif dari waktu ke
waktu.1,7

Beberapa teori mengatakan perubahan pada tipe sensori terjadi akibat akumulasi dari
granul pigmen lipofusin. Ciri khas dari tipe sensory presbyacusis ini adalah terjadi penurunan
pendengaran secara tiba-tiba pada frekuensi tinggi (slooping). Gambaran konfigurasi menurut
Schuknecght, jenis sensori adalah tipe noise inducec hearing loss (NIHL). Banyak terdapat
pada laki-laki dengan riwayat bising.5

b. Presbikusis tipe neural


Presbikusis tipe neural ditandai dengan berkurangnya sel-sel neuron dan jaras
auditorik pada kokhlea. Menurut Schuknecht, 2100 neuron hilang setiap dekade (dari total
35.000). Hal ini dimulai sejal awal kehidupan dan mungkin peran genetik yang berpengaruh.
Pengaruh tidak terlihat sampai usia tua karena rata-rata nada murni tidak terpengaruh sampai
90% dari neuron hilang. Atrofi terjadi sepanjang koklea, dengan hanya sedikit wilayah basilar
yang terpengaruhi dari seluruh membrana basilaris di koklea. Oleh karena itu, tidak terdapat
penurunan terjal di batas frekuensi tinggi seperti presbikusis tipe sensorik dan hanya terdapat
penurunan sedang di frekuensi tinggi. Pada presbikusis neural, terjadi pula kehilangan neuron
secara umum yang berupa perubahan SSP yang difus dan berhubungan dengan defisit lain
seperti kelemahan, penurunan perhatian dan penurunan konsentrasi.1,7

c. Presbikusis tipe metabolik (strial presbycusis)


Presbikusis tipe metabolik merupakan tipe presbikusis yang paling sering dijumpai.
Kerusakan yang terjadi pada tipe ini berupa atrofi stria vaskularis, potensial mikrofonik
menurun, fungsi sel dan keseimbangan biokimia/bioelektrik kokhlea berkurang. Secara
histologis pada kokhlea, terlihat stria vaskularis yang tipis tersebar sepanjang kelokan
kokhlea yang dengan mikroskop stria tampak berupa lapisan seluler selapis. Juga tampak
adanya degenerasi kistik dari elemen stria dan atrofi ligamen spiralis. Seperti diketahui stria
vaskularis adalah tempat produksi endolimfa dan berfungsi dalam sistem enzim yang
diperlukan untuk mempertahankan potasium, sodium dan metabolisme oksidatif. Daerah ini
juga sebagai tempat pembangkitan dari endokokhlear potensial sebesar 80 miliVolt antara
duktus kokhlea dan ruang perilimfe yang diperlukan untuk transduksi signal di dalam
kokhlea. Atrofi stria vaskularis mengakibatkan hilangnya pendengaran diwakili oleh kurva
mendengar datar karena seluruh koklea terpengaruh. Proses ini cenderung terjadi pada orang
berusia 30-60 tahun dan berjalan secara perlahan.1,7
d. Presbikusis tipe mekanik (cochlear presbycusis)
Pada presbikusis tipe mekanik terjadi perubahan gerakan mekanik duktus kokhlearis,
atrofi ligamentum kokhlearis, dan membran basilaris menjadi lebih kaku. Secara histologis
tampak hialinisasi dan kalsifikasi membrana basalis, degenerasi kistik elemen stria, atrofi
ligamen spiralis, pengurangan selularitas ligamen secara progesif serta kadang-kadang
ligamen ruptur.1,7

Gejala klinik

Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-lahan


dan progresif, simetris pada kedua telinga. Keluhan lainnya adalah telinga berdenging(tinitus
nada tinggi). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya,
terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang bising. Bila
intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh faktor
kelelahan saraf.

Diagnosis

Diagnosis ditentukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


audiometri. Pada anamnesis akan didapatkan riwayat ketulian bilateral progresif utamanya
pada nada tinggi dan faktor predisposisi timbulnya presbikusis. Pada pemeriksaan klinis
berupa otoskopi akan didapatkan gambaran membran timpani yang suram atau normal,
mobilitasnya yang berkurang.

Pemeriksaan audiometri merupakan pemeriksaan pokok pada kasus presbikusis.

Audiometri yang digunakan adalah audiometri nada murni dan audiometri tutur.

Tabel 1. Audiogram pada presbikusis4

No. Tipe Audiometri nada murni Audiometri tutur


1 Sensori Penurunan ambang dengar yang Bergantung pada
curam pada frekuensi tinggi frekuensi yang
(sharply slooping) terkena
2 Neural Penurunan pendengaran sedang Gangguan
pada semua frekuensi (gently diskriminasi tutur
slooping) berat
3 Metabolik Penurunan pendengaran dengan Gangguan
(strial) gambaran flat dan berjalan diskriminasi tutur
progresif pelan ringan
4 Mekanik Penurunan pendengaran dengan Bergantung pada
kurva menurun pada frekuensi kecuraman
tinggi secara lurus berjalan penurunan
progresif pelan

Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan pada penderita presbikusis berupa rehabilitasi medik dengan


menggunakan alat bantu dengar (hearing aid) dan dibantu dengan konseling. Alat bantu
dengar ini berfungsi sebagai alat yang membantu penggunaan sisa pendengaran untuk
kepentingan komunikasi dengan lingkungan. Seseorang dinyatakan perlu untuk
menggunakan alat bantu dengar apabila kehilangan pendengaran lebih dari 40 dB.
Alat bantu dengar memiliki beberapa jenis, diantaranya:
a. Tipe behind the ear (BTE) adalah jenis alat bantu dengar yang ditempatkan di
belakang telinga.
b. Tipe in the ear (ITE) adalah alat bantu dengar yang ditempel menutupi konkha.
c. Tipe in the canal (ITC) adalah alat bantu dengar paling kecil dan mahal yang
ditempatkan di meatus acusticus eksternus (lubang telinga).
d. Tipe contralateral routing of signal (CROS) adalah alat bantu dengar yang dibuat
dan diletakkan pada tangkai kaca mata.
Berkat kemajuan teknologi, baru-baru ini diperkenalkan teknik pemasangan implant cochlea.
Teknik ini menggunakan tindakan operatif dengan cara menempatkannya di telinga dalam.
Implant cochlea secara elektrik akan menstimulasi membran tissue dari neural dan saraf
kranial VIII.2,

You might also like

  • Case Report
    Case Report
    Document26 pages
    Case Report
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • FISIOLOGI_PENGLIHATAN
    FISIOLOGI_PENGLIHATAN
    Document11 pages
    FISIOLOGI_PENGLIHATAN
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Mata
    Mata
    Document18 pages
    Mata
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Translate
    Translate
    Document5 pages
    Translate
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Lapkas 2
    Lapkas 2
    Document1 page
    Lapkas 2
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • FISIOLOGI_PENGLIHATAN
    FISIOLOGI_PENGLIHATAN
    Document11 pages
    FISIOLOGI_PENGLIHATAN
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Topik L - Laboratorium Klinik Dokter Keluarga (DR - Sri)
    Topik L - Laboratorium Klinik Dokter Keluarga (DR - Sri)
    Document22 pages
    Topik L - Laboratorium Klinik Dokter Keluarga (DR - Sri)
    Nadira
    No ratings yet
  • Jsgdjascjbs
    Jsgdjascjbs
    Document3 pages
    Jsgdjascjbs
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Rangkuman Kedkel Hana
    Rangkuman Kedkel Hana
    Document30 pages
    Rangkuman Kedkel Hana
    Rs93
    100% (1)
  • Jadwal
    Jadwal
    Document2 pages
    Jadwal
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Appendisitis
    Appendisitis
    Document30 pages
    Appendisitis
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • DIAGNOSIS BANDING
    DIAGNOSIS BANDING
    Document4 pages
    DIAGNOSIS BANDING
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Lapkas 2
    Lapkas 2
    Document1 page
    Lapkas 2
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • PR
    PR
    Document4 pages
    PR
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • PR
    PR
    Document4 pages
    PR
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Morning Report 25 Okt
    Morning Report 25 Okt
    Document12 pages
    Morning Report 25 Okt
    HanaFadhilah
    No ratings yet
  • Referat 1
    Referat 1
    Document18 pages
    Referat 1
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Tugas Evidance - Base Medicine (Ebm)
    Tugas Evidance - Base Medicine (Ebm)
    Document20 pages
    Tugas Evidance - Base Medicine (Ebm)
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • PR
    PR
    Document5 pages
    PR
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Document10 pages
    Laporan Kasus
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Translate
    Translate
    Document5 pages
    Translate
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Jurnal
    Jurnal
    Document13 pages
    Jurnal
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • PR
    PR
    Document5 pages
    PR
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document1 page
    Cover
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Case
    Case
    Document29 pages
    Case
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Case SH
    Case SH
    Document37 pages
    Case SH
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • Stroke Lakunar
    Stroke Lakunar
    Document20 pages
    Stroke Lakunar
    puspitakomala
    100% (1)
  • Indikasi Rawat Inap
    Indikasi Rawat Inap
    Document3 pages
    Indikasi Rawat Inap
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • PR Stressor
    PR Stressor
    Document3 pages
    PR Stressor
    Airindya Bella
    No ratings yet
  • DEMO DBD
    DEMO DBD
    Document24 pages
    DEMO DBD
    Airindya Bella
    No ratings yet