You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Anak memiliki prevalensi karies yang paling tinggi di sejumlah negara. Berdasarkan
reportasi The Center for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2007 bahwa
dalam selang tahun 1999-2004 sekitar 27,9% anak di amerika berusia dua sampai enam tahun
mempunyai kavitas pada giginya dan 73% dari anak-anak tersebut belum memperbaiki gigi
yang mengalami karies tersebut. Gigi karies harus direstorasi untuk mencegah terkenanya
pulpa dan menghindari pencabutan. Pencabutan yang terlalu dini dapat menyebabkan
maloklusi. Gigi sulung yang karies harus direstorasi untuk mengembalikan fungsi yang
normal sampai pada penggantian gigi pada waktunya (Peter, 2009).
Bahan restorasi merupakan salah satu bahan yang banyak dipakai di bidang kedokteran
gigi. Bahan restorasi berfungsi untuk memperbaiki dan merestorasi struktur gigi yang rusak.
Tujuan restorasi gigi tidak hanya membuang penyakit dan mencegah timbulnya kembali
karies, tetapi juga mengembalikan fungsinya. Bahan-bahan restorasi gigi yang ideal pada saat
ini masih belum ada meskipun berkembang pesat. Untuk dapat diterima secara klinis, kita
harus mengetahui sifat-sifat bahan yang akan kita pakai sehingga jika bahan-bahan baru
keluar di pasaran, kita dapat segera mengenali kebaikan dan keburukan dibanding dengan
bahan yang lama. Dua sifat yang sangat penting yang harus dimiliki oleh bahan restorasi
adalah harus mudah digunakan dan tahan lama (Nicholson, 2002).
Amalgam telah digunakan dalam dunia kedokteran gigi lebih dari satu abad dan
dalam kurun waktu 20 tahun terakhir kualitasnya telah diperbaiki. Walaupun ada tanda-tanda
penurunan pada penggunaan amalgam, tetapi karena harga, daya tahan dan mudahnya dalam
manipulasi mengakibatkan masih banyak dokter gigi yang menggunakan dan merupakan
pilihan pertama untuk tumpatan posterior. Sebagian besar penyebab kegagalan restorasi
amalgam oleh karena patahnya tepi tumpatan diawali karena adanya kebocoran mikro yang
mengakibatkan karies sekunder, sensitifitas pulpa dan diskolorasi. Hal tersebut menyebabkan
munculnya perkembangan restorasi amalgam adhesif yang memberi kesempatan untuk
mengevaluasi kembali disain preparasi untuk retensi mekanis (Ferracane, 2001). Penulisan ini
akan menjelaskan tentang restorasi klas 1 amalgam pada gigi sulung

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana prinsip perawatan gigi anak?
Bagaimana prinsip preparasi kavitas?
Apakah indikasi dan kontra indikasi restorasi amalgam?

1.3 Tujuan Penulisan


Mengetahui prinsip perawatan pada gigi anak.
Mengetahui prinsip preparasi kavitas.
Mengetahui indikasi dan kontra indikasi restorasi amalgam.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Amalgam
a. Definisi
Amalgam merupakan campuran dari dua atau beberapa logam (alloy) yang salah
satunya adalah merkuri. Kata amalgam juga didefinisikan untuk menggambarkan
kombinasi atau campuran dari beberapa bahan seperti merkuri, perak, timah, tembaga,
dan lainnya. Dental amalgam sendiri adalah kombinasi alloy dengan merkuri melalui
suatu proses yang disebut amalgamasi. Ketika powder alloy dan liquid merkuri
dicampur terjadi suatu reaksi kimia yang menghasilkan dental amalgam yang
berbentuk bahan restorasi keras dengan warna perak abu abu (Baum et al., 1997)
b. Klasifikasi Amalgam
Amalgam dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis, yaitu (Combe, 1 992) :
1. Berdasarkan jumlah metal alloy, yaitu:
a. Alloy binary, contohnya : silver-tin
b. Alloy tertinary, contohnya : silver-tin-copper
c. Alloy quartenary, contohnya : silver-tin-copper-indium
2. Berdasarkan ukuran alloy, yaitu:
a. Microcut, dengan ukuran 10 30 m.
b. Macrocut, dengan ukuran lebih besar dari 30 m.
3. Berdasarkan bentuk partikel alloy, yaitu:
a. Alloy lathe-cut
Alloy ini memiliki bentuk yang tidak teratur.
b. Alloy spherical
Alloy spherical dibentuk melalui proses atomisasi. Dimana cairan alloy
diatomisasi menjadi tetesan logam yang berbentuk bulat kecil,. Alloy ini tidak
berbentuk bulat sempurna tetapi dapat juga berbentuk persegi, tergantung pada
teknik atomisasi dan pemadatan yang digunakan.
c. Alloy Spheroidal
Alloy spheroidal juga dibentuk melaui proses atomisasi.

3
4. Berdasarkan kandungan tembaga
Kandungan tembaga pada amalgam berguna untuk meningkatkan kekuatan
(strength), kekerasan (hardness), dan ekspansi saat pengerasan. Pembagian
amalgam berdasarkan kandungan tembaga yaitu:
a. Alloy rendah Copper (Low Copper Alloy)
Low copper alloy ini mengandung silver (68-70%), tin (26-27%), copper
(4-5%), zinc (0-1%).
b. Alloy tinggi copper (High Copper Alloy)
High copper alloy mengandung silver (40-70%), tin (22-30%), copper (13-
30%), zinc (0-1%). Alloy ini dapat diklasifikasikan sebagai :
a) Admixed/dispersi/blended alloys.
Alloy ini merupakan campuran spherical alloy dengan lathe-cut
alloy dengan komposisi yang berbeda yaitu high copper
spherical alloy dengan low copper lathe-cut alloy. Komposisi
seluruhnya terdiri atas silver (69%), tin (17%), copper (13%),
zinc (1%).
b) Single composisition atau unicomposition alloys
Tiap partikel dari alloy ini memiliki komposisi yang sama.
Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (40-60%), tin (22-
30%), copper (13-30%), zinc (0-4%).

2.2 Indikasi dan Kontra-indikasi Restorasi Amalgam


a. Indikasi Restorasi Amalgam
Amalgam memiliki resistensi yang lebih besar dibanding komposit. Oleh
karena itu, restorasi amalgam diindikasikan pada gigi yang memiliki fungsi oklusal
yang berat. Preparasi untuk restorasi amalgam sangat rumit. Syarat yang harus
dipenuhi yaitu kedalaman kavitas harus sama dan marginal form yang harus tepat.
Banyak dari kegagalan restorasi amalgam berkaitan dengan preparasi yang kurang
tepat. Akan tetapi, insertion dan finishing restorasi amalgam lebih mudah dari
komposit. (Roberson dkk., 2006)
Indikasi klinis untuk restorasi direct amalgam adalah sebagai berikut:
(Roberson dkk., 2006)

4
1. Restorasi kelas I dan II terutama pada gigi yang membutuhkan fungsi oklusi yang
berat.
2. Restorasi kelas V termasuk restorasi yang tidak membutuhkan estetik.
3. Restorasi sementara sebagai caries-control. Caries control adalah langkah
intermedia dalam perawatan restorasi dan memiliki beberapa indikasi lain:
a. Untuk prognosis pulpa yang masih diragukan dimana demineralisasi dentin
terhenti.
b. Selama prosedur konservasi ketika gigi mengalami karies ekstensif yang
mencakup area yang luas.
4. Foundations yaitu pada gigi yang telah rusak parah dan membutuhkan
peningkatan retensi dan resistensi sebagai antisipasi penempatan mahkota atau
metallic onlay.
b Kontraindikasi restorasi amalgam secara umum
Pengunaan restorasi amalgam pada daerah yang membutuhkan estetik
dihindari. Area yang dimaksud adalah gigi anterior, premolar, dan molar (pada
beberapa kasus). Karena preparasi amalgam lebih besar daripada preparasi
komposit, lesi karies yang kecil pada gigi posterior sebaiknya ditumpat dengan
komposit agar tidak menghilangkan struktur gigi disekelilingnya yang masih sehat.
(Roberson dkk., 2006)
2.3 Ketahanan Tumpatan Amalgam dalam Rongga Mulut
Amalgam dapat bertahan dalam waktu yang lama dalam rongga mulut, bergantung
pada desain preparasi kanvitas, carapenumpatan dan cara pemeliharaan kebersihan
mulut serta ada tidaknya mikroleakage yang diakibatkan oleh proses creepyang
berhubungan dengan dinding preparasi dan restorasiamalgam (secara klinis creep
dihubungkan dengan pecahnya integritas marginal) (Combe, 1992).
2.4 Keunggulan Restorasi Amalgam
a. Dapat dikatakan sejauh ini amalgam adalah bahan tambal yang paling kuat
dibandingkan dengan bahan tambal lain dalam melawan tekanan kunyah, sehingga
amalgam dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama di dalam mulut (pada
beberapa penelitian dilaporkan amalgam bertahan hingga lebih dari 15 tahun dengan
kondisi yang baik) asalkan tahap-tahap penambalan sesuai dengan prosedur.
b. Ketahanan terhadap keausan sangat tinggi, tidak seperti bahan lain yang pada
umumnya lama kelamaan akan mengalami aus karena faktor-faktor dalam mulut yang
saling berinteraksi seperti gaya kunyah dan cairan mulut.

5
c. Penambalan dengan amalgam relatif lebih simpel dan mudah dan tidak terlalu
technique sensitive bila dibandingkan dengan resin komposit, di mana sedikit
kesalahan dalam salah satu tahapannya akan sangat mempengaruhi ketahanan dan
kekuatan bahan tambal resin komposit.
d. Biayanya relatif lebih murah (Ferracaxne, 2001).
2.4 Kekurangan Restorasi Amalgam
a. Secara estetis kurang baik karena warnanya yang kontras dengan warna gigi, sehingga
tidak dapat diindikasikan untuk gigi depan atau di mana pertimbangan estetis sangat
diutamakan.
b. Dalam jangka waktu lama ada beberapa kasus di mana tepi-tepi tambalan yang
berbatasan langsung dengan gigi dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi
sehingga tampak membayang kehitaman
c. Pada beberapa kasus ada sejumlah pasien yang ternyata alergi dengan logam yang
terkandung dalam bahan tambal amalgam. Selain itu, beberapa waktu setelah
penambalan pasien terkadang sering mengeluhkan adanya rasa sensitif terhadap
rangsang panas atau dingin. Namun umumnya keluhan tersebut tidak berlangsung
lama dan berangsur hilang setelah pasien dapat beradaptasi.
d. Hingga kini issue tentang toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang
dikandungnya masih hangat dibicarakan. Pada negara-negara tertentu ada yang sudah
memberlakukan larangan bagi penggunaan amalgam sebagai bahan tambal
(Ferracaxne, 2001)

2.5 Penyebab Kebocoran Tumpatan Amalgam

Sebagian besar penyebab kegagalan restorasi amalgam oleh karena patahnya


tepitumpatan diawali karena adanya kebocoran mikro. Amalgam dapat meregang
danberkontraksi tergantung saat manipulasinya. Idealnya perubahan dimensi amalgam
terjadipada skala kecil. Beberapa kontraksi dapat mengakibatkan kebocoran mikro dan
sekunderkaries yang jika tidak dsegera diperbaiki akan mengakibatkan karies sekunder,
sensitifitaspulpa dan diskolorasi. Hal tersebut menyebabkan munculnya perkembangan
restorasiamalgam adhesif yang memberi kesempatan untuk mengevaluasi kembali disain
preparasiuntuk retensi mekanis (Combe, 1992).
Faktor-faktor berikut ini dapat mendorong terbentuknya suatu restorasi amalgam
yang tidak kuat:
1.Triturasi yang tidak sempurna (under-trituration)

6
2.Kandungan mercury yang terlalu besar
3.Terlalu kecil tekanan yang diberi sewaktu kondensasi
4.Kecepatan pengisian kavitet yang lamban
5.Korosi.

2.6 Preparasi Tumpatan Amalgam


Preparasi kavitas pada gigi gigi didesain kurang lebih untuk memenuhi kebutuhan
dari amalgam, dengan kavitas bentuk boks, tepi dengan hubungan but joints, dan
underkut untuk menahan tambalan di dalam kavitas. Karena amalgam merupakan logam
pengantar panas yang baik, perparasi kavitas harus dangkal. Tapi restorasi yang terlalu
dangkal akan cenderung patah, karena amalgam amat rapuh. Oleh karena itu, preparasi
gigi dibuat mempunyai ketebalan minimal 2 mm. Bila karies dentin menembus lebih
dalam daripada 2 mm, pelapik atau basis semen harus ditempatkan. Untuk mengimbangi
sifat rapuh dari bahan ini, seluruh kavitas dibentuk ke dalam gigi. Dinding dinding rata
sejajar atau tegak dengan permukaan gigi, menyusun bentuk preparasi seperti boks.
Retensi dari bahan dicapai dengan kesejajaran dari dinding yang berlawanan atau dengan
sedikit underkut pada dentin (Chandra, 2007).
2.7 Preparasi Tumapatn Amalgam Klas I
Pertimbangan Umum
Kavitas pada Klas I meliputi bagian pit dan fissure permukaan oklusal gigi.
Tambalan amalgam Klas I yang besar bisa merestorasi permukaan okluasan email atau
dentin yang hilang atau rusak pada proses karies. Tambalan amalgam akan sangat efektif
, dan email di dekatnya bisa dipertahankan jika prinsip prinsip tertentuk diikuti dalam
desain kavitas. Kedalaman kavitas dijaga keseragamannya dalam setiap gigi.
Kedalamannya biasanya terdapat di bawah tautan dentin-email (enamel-dentin-junction)
(Chandra, 2007).
Preparasi
Kavitas dibuat dengan menggunakan round bur diamond sampai kedalaman kira kira 2
mm. Lalu kavitas diperluas ke luar ke semua alur (outline form) yang terjadi kerusakan.
Outline Form dibuat dengan cara dibulatkan pada ujungnya, sbukan dibuat seperti ada
sudut yang tajam. Kedalaman pembuatan kavitas dapat dengan mudah ditentukan bagi
beberapa klinisi yang berpengalaman, namun bagi klinisi yang baru praktik, cara
mengukur penembusan secara visual dapat dilakukan dengan cara menggunakan alat
pengukur, yaitu menandai tangkai bur dengan menggunakan tinta pena 2 atau 3 mm dari

7
ujungnya. Axial wall dibuat sejajar sumbu gigi, pulpa wallnya juga datar serta halus.
Berikut ini beberapa variasi outline form dan desain kavitas klas 1 molar bawah.

Gambar 2. Variasi dalam desain klas I untuk molar pertama bawah. A.Preparasi
meliputi alur fasial dan fissure. B.Preparasi konservatif untuk fissure sentral mesial
dan distal. C.Preparasi oklusal yang diperluas dan juga fisure fasial yang kecil.
D.Menghaluskan dinding dengan hoe email posteriror

Selanjutnya pulpa wall diratakan dengan bur konus terbalik. Axial wall pada
lingual dari molar atas dan bagian fasial molar bawah juga diratakan, Dalam melakukan
pengeburan dilakukan dengan hati hati untuk tidak mengambil bagian bawah dinding
secara berlebihan selama preparasi. Namun apabila karies telah meluas di bawah batas
optimal dari kedalaman dasar, pengangkatan karies dentin ditunda sampai kavitas
disiapkan. Karies dentin dibuang dengan eskavator atau bur bulat (Chandra, 2007).
2.8 Preparasi Kavitas pada Gigi Desidui
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan restorasi gigi desidui
adalah (Peter, 2009): (1) Umur anak; (2) tingkat keparahan karies; (3) kondisi gigi dan
ruang pendukung; (4) faktor tanggal fisiologis; (5) pengaruhnya terhadap kesehatan anak;
dan (6) pertimbangan ruang dalam lengkung.
Pada tiap preparasi kavitas harus dipertimbangkan tahap-tahap preparasi yaitu:
a. Out line form
b. Resistence dan retention form
c. Convenience form
d. Removel of remaining caries
e. Finising wall dan toilet of the cavity

8
Klasifikasi preparsi kavitas pada gigi desidui didasarkan pada klasifikasi Black yang
dimodifikasi yaitu:
Kelas l : kavitas pada pit dan fissure oklusal gigi molar, pit dan fissure bukal dan lingual
gigi.
Kelas II : kavitas pada permukaan proksimal molar
Kelas Ill : kavitas pada permukaan proksimal gigi anterior tetapi belum melibatkan
permukaan incisal
Kelas IV : kavitas pada permukaan proksimal gigi anterior tetapi sudah melibatkan
permukaan incisal
Kelas V : kavitas pada 1/3 gingival permukaan bukal/labial dan lingual/palatal pada
semua gigi.
2.9 Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Perawatan Opdent Pada Gigi Desidui Dengan
Tumpatan Amalgam.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kegagalan restorasi atau perawatan
opdent pada gigi desidui dengan bahan amalgam yaitu (Peter, 2009):
a. Fraktur pada struktur gigi
Ketebalan struktur jaringan email gigi desidui lebih tipis dibanding gigi permanen,
sehingga bila terdapat lapisan email yang tidak didukung oleh dentin yang sehat
menjadi mudah patah/fraktur setelah dilakukan restorasi, walau proses penumpatan
dilakukan dengan baik. Dengan patahnya jaringan email pada tepi restorasi maka
akan memudahkan berkembangnya karies sekunder, yang akhirnya nanti tumpatan
menjadi lepas.
b. Fraktur restorasi amalgam.
Fraktur pada tumpatan amalgam dapat terjadi karena beberapa hal antara lain:
1) Sudut axiopulpa line angle runcing,
2) Ketebalan amalgam yang kurang, sehingga tidak mampu menahan tekanan
penguntahan. Hal ini dapat terjadi karena kedalaman prepararasi yang kurang,
kedalaman preparasi cukup tetapi liner yang terlalu tebal, over contunng.
3) Preparasi yang terlalu sempit dapat mempengaruhi kondensasi amalgam. Jika
lebar preparasi tertalu sempit maka amalgam kodenser tidak mampi menjangkau
daerah yang sempit tersebut, sehingga menghasilkan kekuatan tekan dan tarik
yang lebih rendah. Kondisi seperti ini sering terjadi didaerah isthmus pada
restorasi kelas II amalgam terutama pada gigi molar satu desidui baik rahang
atas maupun rahang bawah.

9
4) Traumatik okiusi. Hal ini dapat terjadi karena adanya penumpatan yang terlalu
tinggi. Pada saat karving yang kurang memperhatikan bentuk anatomis mahkota
gigi yang ditumpat maupun oklusi dengan gigi antagonis menyebabkan bagian
tertentu mendapat tekanan yang berlebuhan pada saat proses pengunyahan.
Tekanan yang lebih dan yang seharusnya sering kali menyebabkan tumpatan
fraktur pada bagian tersebut.
5) Karies yang timbul kembali Karies disekitar tumpatan amalgam biasanya terjadi
karena adanya preparasi yang kurang baik, daerah yang rentan terhadap karies
yaitu pit dan fisura tidak dilibatkan dalam out line form. Kadang kadang juga
dapat timbul akibat adanya kondensasi yang kurang sempuma terutama
restorasi daerah mnterproksimal.
6). Retensi yang kurang. Struktur jaringan keras gigi desidui ( email dan dentin )
yang tipis. dan anatomis mahkota gigi yang re!atif kecil menyulitkan pembuatan
retensi, terutama pada gigi yang sudah mngalami karies yang luas. Sehingga
pada preparasi yang retensinya kurang sempurna memudahkan tumpatan
amalgam lepas.

10
BAB III
KASUS

3.1 Anamnesis
Pasien perempuan usia 7 tahun datang ke RSGM IIK bersama orang tuanya,
mengeluh gigi belakang bawah kanan berlubang sejak 2 bulan yang lalu, pasien
merasakan sakit jika lubang tersebut ada makan yang masuk, pasien juka merasa sakit
jika minum dingin, pasien ingin giginya dirwat agar tidak sakit lagi jika kemasukan
makanan dan

3.2 Pemeriksaan Objektif


a. Ektra Oral: Dalam batas Normal
b. Intra oral Pada Gigi 85:
Karies media
Tes termal dingin (+)
Perkusi (-)
Druk (-)

3.3 Diagnosis
Dari hasil pemeriksaan subyektif dan obyektif didapatkan diagnosa yaitu Pulpitis
reversibel

3.3 Rencana Perawatan


Dilakukan restorasi kelas I dengan menggunakan bahan restorasi amalgam

11
BAB III
MANAGEMEN KASUS

Restorasi Amalgam Kelas I.


1. Preparasi
a. Preparasi dibuat meluas sampai permukaan halus gigi, daerah yang rentan
karies perlu diambil atau dilibatkan, dengan menggunakan fissure bur.
Kedalaman kavitas sampai 0,5 mm masuk deniin (dan dentino enamel
junction). Untuk pengambilan jaringan karies sebaiknya menggunakan bur
metal dengan putaran lambat, sedang untuk tujuan preparsi atau pengambilan
jaringan gigi yang sehat menggunakan diamond bur dengan putaran tinggi
b. Sedapat mungkin jangan memotong tonjol gigi, kecuali memang tonjol gigi
sudah terlibat karies.
c. Dinding preparasi agak konvergen ke arah oklusal
d. Sisa jaringan karies diambil dengan bur kecepatan rendah, selanjutnya dinding
preparasi dihaluskan.
2. Basis
a. Isolasi gigi yang akan ditumpat dengan cotton rool, untuk rahang atas
tempatkan pada sebelah bukal, untuk rahang bawah pada sebelah bukal dan
lingual (dibawah lidah)
b. Bersihkan dan keringkan kavitas, kemudian beri semen seng phospat atau
semen ionomer kaca
c. Pada kavitas yang dalam lindungi pulpa dengan kalsium hidrokside
(Ca(OH)2).
3. Restorasi
a. Siapkan adonan amalgam.
b. Aplikasikan ke dalam kavitas dengan amalgam pistol dan padatkan dengan
amalgam condenser. Tahapan ini diulangi sampai kavitas penuh.
c. Bentuk/ukir tumpatan dengan amalgam karver sesuai anatomis gigi, dan tidak
traumatik dengan gigi antagonis. Haluskan dengan borniser.
4. Pulas
a. Pemolishan dilakukan setelah 24 jam penumpatan untuk mengurangi resiko
terjadinya tarnis dan korosi pada tumpatan amalgam. Pemolishan dilakukan

12
dengan menggunakan bor ruber cup, kemudian yang terakhir menggunakan
sikat (brush).

Gambar 1. Preparasi Kavitas

Gambar 2. Restorasi Amalgam

Gambar 3. Pulas

13
BAB V

KESIMPULAN

Dapat disimpulakan, secara prinsip perawatan pada gigi anak dengan perawatan
pada orang dewasa berbeda hal yang perlu diperhatikan saat melukan perawatan pada gigi
anak adalah:
a. Behavior anak : operator harus mampu meguasai / mengendalikan anak, sehingga
anak mengikuti instruksi anjuran operator selama perawatan.
b. Morfologi gigi desidui berbeda dengan gigi permanen dalam hal:
i. Anatomi permukaan okiusal lebih sempit
ii. Ruang pulpa relatif lebih lebar
iii. Tanduk pulpa lebih menonjol
iv. Permukaan proksimal luas, teher gigi sempit, kontak proksimal berupa
bidang (flat).
v. Struktur email dan dentin lebih tipis.
c. Waktu tanggal gigi
d. Penanganan (management) anak yang tepat dan nyaman merupakan kunci
keberhasilan
Preparasi kavitas membantu menyempurnakan serangkaian prosedur perawatan,
Persyarat untuk memahami preparasi kavitas adalah memahami struktur anatomi gigi,
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam preparasi kavitas adalah arah dari enamel
rods, ketebalan enamel, dentine body, ukuran beserta posisi dari pulpa dan hubungan
antara daerah subgingiva dengan crown. Meskipun preparasi kavitas dilakukan dengan
pertimbangan biologis, pemotongan struktur gigi dalam pembuatan kavitas juga harus
memperhatikan apek mekanis dari material restorasi. Untuk dapat membuat suatu
restorasi yang baik dan tahan terhadap beban daya kunyah dalam operator harus
mengingat syarat pokok preparasi gigi antara lain Outline Form, Resistance Form,
Retention Form, Removal of caries, Finishing of the enamel wall, Convinience Form,
Cavity toilet.
Amalgam memiliki resistensi yang lebih besar dibanding komposit. Oleh karena
itu, restorasi amalgam diindikasikan pada gigi yang memiliki fungsi oklusal yang berat.
Preparasi untuk restorasi amalgam sangat rumit. Syarat yang harus dipenuhi yaitu
kedalaman kavitas harus sama dan marginal form yang harus tepat. Banyak dari
kegagalan restorasi amalgam berkaitan dengan preparasi yang kurang tepat. Akan tetapi,

14
insertion dan finishing restorasi amalgam lebih mudah dari komposit, Indikasi klinis
untuk restorasi direct amalgam adalah sebagai berikut
a. Restorasi kelas I dan II terutama pada gigi yang membutuhkan fungsi oklusi yang
berat.
b. Restorasi kelas V termasuk restorasi yang tidak membutuhkan estetik.
c. Restorasi sementara sebagai caries-control. Caries control adalah langkah intermedia
dalam perawatan restorasi dan memiliki beberapa indikasi lain:
d. Untuk prognosis pulpa yang masih diragukan dimana demineralisasi dentin terhenti.
e. Selama prosedur konservasi ketika gigi mengalami karies ekstensif yang mencakup
area yang luas.
f. Foundations yaitu pada gigi yang telah rusak parah dan membutuhkan peningkatan
retensi dan resistensi sebagai antisipasi penempatan mahkota atau metallic onlay.
Pengunaan restorasi amalgam pada daerah yang membutuhkan estetik dihindari.
Area yang dimaksud adalah gigi anterior, premolar, dan molar (pada beberapa kasus).
Karena preparasi amalgam lebih besar daripada preparasi komposit, lesi karies yang kecil
pada gigi posterior sebaiknya ditumpat dengan komposit agar tidak menghilangkan
struktur gigi disekelilingnya yang masih sehat.

15
16
DAFTAR PUSTAKA

Baum, Philips, Lund. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Jakarta : EGC.

Chandra, Satish. 2007. Textbook of Operative Dentistry. New Delhi : Jaypee Brothers
Medical Publishers

Combe, E.C. 1992. Sari Dental Material . Penerjemah: Slamat Tarigan. Jakarta: Balai Pustaka.

Ferracaxne, Jack L. 2001. Materials in Dentistry: Principles and Applications. Lippincott


Williams & Wilkins. pp. 3. ISBN 0-7817-2733-2.

Nicholson, J. W. 2002. The Chemistry of Medical and Dental Materials. RSC: Cambridge

Peter, K. 2009. Restorative Dentistry, Pediatric Dentistry and Orthodontics. Philadelphia:


Elseveir.

Roberson TM, Heymann HO, dan Swift EJ. 2006. Sturdevants Art and Science of Operative
Dentistry. 5th ed. North Carolina: Mosby Elsevier

16
Restorasi Kelas I Amalgam Pada Gigi Sulung

Disusun Oleh

M . EFFRIN J 10610026

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

KEDIRI

2015

17
18

You might also like