You are on page 1of 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap orang dalam siklus hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai
bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi
tadi, mempunyai nilai yang sangat penting (tergantung dari macam-macam bahan
makanannya) untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan,
terutama bagi mereka yang masih dalam pertumbuhan dan memperoleh energi guna
melakukan kegiatan fisik sehari-hari (Kartasapoetra, 2008).
Kadar zat makanan (gizi) pada setiap bahan makanan memang tidak sama, ada yang
rendah dan ada pula yang tinggi, karena itu dengan memperhatikan Empat Sehat, Lima
Sempurna yang selalu dianjurkan pemerintah, setiap bahan makanan akan saling melengkapi
zat makanan/gizinya yang selalu dibutuhkan tubuh manusia guna menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik serta energi yang cukup guna melaksanakan kegiatan-kegiatannya
(Kartasapoetra, 2008).
Sejauh mana makanan dapat mempengaruhi suatu penyakit, memang masih
diperdebatkan. Menandai makanan yang mempunyai kerja mempengaruhi suatu penyakit,
sebagian besar masih berupa pengalaman yang perlu dibuktikan dengan penelitian. Baru
sebagian kecil saja diantara makanan yang telah melewati liku-liku penelitian klinis dan
farmakologis yang terbukti punya andil pada suatu penyakit, mempercepat kesembuhan, atau
malah membuat penyakit menjadi kambuh (Sitorus, 2009).
Dalam Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 disebutkan setiap orang
dan/atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta mendistribusikan makanan dan
minuman yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik
yang diedarkan harus menjamin agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan manusia, dan
lingkungan (Depkes, 2009). Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk
mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan Tambahan Makanan itu bisa memiliki
nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang ditetapkan, ada beberapa kategori
BTM. Pertama, Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak
dibatasi, misalnya pati. Kedua, Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis
tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan. Ketiga,
bahan tambahan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta mendapatkan izin beredar dari
instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman
(Yuliarti, 2007).
Pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan pemanis buatan/ sintesis.
Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan
tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi.
Contoh pemanis buatan yaitu Sakarin, Siklamat, Aspartam, Dulsin, Sorbitol Sintesis, Nitro-
propoksi-anilin. Banyak aspek yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan jenis pemanis
buatan yang diijinkan untuk digunakan dalam produk pangan, antara lain nilai kalori, tingkat
kemanisan, sifat toksik, pengaruhnya terhadap metabolisme, gula darah dan organ tubuh
manusia. Oleh sebab itu selain ketentuan mengenai penggunaan pemanis buatan juga harus
disertai dengan batasan jumlah maksimum penggunaannya (Ambarsari, 2008).
Meskipun diizinkan untuk makanan, zat pemanis sintesis sakarin dan siklamat
merupakan zat pemanis yang sebetulnya khusus ditujukan bagi penderita diabetes ataupun
konsumen dengan diet rendah kalori. Namun demikian, kini sakarin juga sering ditambahkan
ke dalam makanan yang ditujukan untuk konsumen pada umumnya ( bukan penderita
diabetes). Padahal, pemanis ini diduga dapat menimbulkan kanker kandung kemih pada tikus.
Seperti halnya sakarin, penggunaan siklamat dapat pula berbahaya mengingat hasil
metabolismenya, yaitu sikloheksamina bersifat karsinogenik sehingga ekskresi lewat urin
dapat merangsang pertumbuhan tumor pada kandung kemih tikus (Yuliarti, 2007).
Hasil penelitian Yayasan Lembaga konsumen Indonesia (YLKI) menunjukkan bahwa
beberapa makanan jajanan yang dijual di sekolah-sekolah dasar, seperti limun merah, limun
kuning, manisan kedondong, dan es cokelat menggunakan kombinasi sakarin dan siklamat.
Jumlah sakarin yang terdapat didalam makanan jajanan tersebut berkisar antara 36,5-113 ppm,
sedangkan jumlah siklamat yang terdeteksi 0,05-0,07 ppm. Walaupun pemanis sintesis
tersebut terdapat pada jumlah yang masih dibawah batas maksimum tetapi berdasarkan
Peraturan Menkes tahun 1988 jumlah tersebut hanya digunakan untuk produk yang rendah
kalori atau penderita diabetes mellitus dan bukan untuk produk konsumsi umum apalagi untuk
anak-anak sekolah dasar, sedangkan berdasarkan penelitian Streetfood Project (Proyek
Makanan Jajanan) di Bogor tahun 1989, diketahui bahwa hampir seluruh jenis es puter dan
minuman ringan yang diperiksa (251 sampel), ternyata mengandung siklamat (Cahyadi, 2006).
Dalam Ambarsarie menyatakan bahwa pada salah satu sampel produk permen karet,
bahan pemanis yang digunakan merupakan kombinasi dari beberapa jenis pemanis buatan
yaitu aspartam dan acesulfame K. Bagi produsen, kombinasi penggunaan bahan pemanis
buatan dapat meningkatkan citarasa produk, memperpanjang umur simpan, serta menurunkan
biaya produksi. Polyol (sorbitol dan maltitol) dalam produk tersebut tidak berfungsi sebagai
bahan pemanis, namun lebih berfungsi sebagai pencitarasa, bahan pengisi, penstabil,
antikempal, humektan, dan sekuestran.
Produk permen dan kembang gula merupakan produk yang tidak dapat terlepas dari
penggunaan bahan pemanis, baik alami maupun buatan. Penggunaan pemanis buatan
merupakan salah satu alternatif yang paling menguntungkan untuk mengurangi biaya
produksi, sehingga penggunaan pemanis buatan dalam produk-produk permen cenderung
meningkat. Produsen umumnya berdalih bahwa penggunaan pemanis buatan dilakukan dalam
upaya menjaga kesehatan, yaitu mencegah kerusakan gigi. Menurut hasil survei di Australia,
produk permen dan minuman ringan merupakan produk dengan kandungan pemanis buatan
yang paling banyak dikonsumsi, yaitu masing-masing mencapai 27%. Konsumen untuk
produk ini sangat beragam, dari anak-anak sampai dengan orang tua. Oleh karena itu,
peraturan mengenai penggunaan pemanis dalam produk ini harus diperketat. Batas maksimum
penggunaan pemanis buatan dalam produk permen dan kembang gula yang ditetapkan
Indonesia dapat dikatakan relatif lebih tinggi dibandingkan standar yang ditetapkan oleh Eropa
dan Amerika, terutama untuk penggunaan pemanis jenis aspartam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian bahan tambahan makananan?
2. Apa tujuan penggunaan bahan tambahan makanan?
3. Bagaimana klasifikasi atau pembagian bahan tambahan makanan?
4. Bagaimana peraturan mengenai penambahan bahan tambahan makanan ke dalam
makanan?
5. Bagaimana dampak penggunaan bahan tambahan makanan?
6. Apa yang dimaksud dengan pemanis?
7. Bagaimana jenis-jenis pemanis yang termasuk bahan tambahan makanan?
8. Apa saja yang termasuk dalam pemanis yang digunakan dalam makanan?

C. Tujuan
1. Mengetahui bahan tambahan makananan
2. Mengetahui apa tujuan penggunaan bahan tambahan makanan
3. Mengetahui berbagai klasifikasi atau pembagian bahan tambahan makanan
4. Mengetahui peraturan mengenai penambahan bahan tambahan makanan ke dalam
makanan
5. Mengetahui seperti apa dampak penggunaan bahan tambahan makanan
6. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pemanis
7. Mengetahui jenis-jenis pemanis yang termasuk bahan tambahan makanan
8. Mengetahui apa saja yang termasuk dalam pemanis yang digunakan dalam makanan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahan Tambahan Makanan


Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau zat aditif makanan didefinisikan sebagai
bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk menigkatkan
mutu (Permenkes RI No 329/Menkes/PER/XII/76).
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa,
anti gumpal, pemucat dan pengental.
Bahan Tambahan Pangan atau aditif makanan juga diartikan sebagai bahan yang
ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Pada
umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu aditif sengaja
dan aditif tidak sengaja. Aditif sengaja adalah aditif yang diberikan dengan sengaja dengan
maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa,
mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lainnya.
Sedangkan aditif yang tidak sengaja adalah aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah
sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan. Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat
berasal dari sumber alamiah (misalnya lesitin); dan dapat juga disintesis dari bahan kimia yang
mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik dari susunan kimia
maupun sifat metabolismenya (misal asam askorbat).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa
BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan
merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan kedalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,
pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat,
termasuk dalam pembuatan pangan jajanan. Masih banyak produsen pangan yang
menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya
tidak boleh digunakan dalam pangan.
Penyimpanan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang sering dilakukan oleh
produsen pangan yaitu menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya untuk
pangan dan menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan. Penggunaan bahan tambahan
yang beracum atau BTP yang melebihi batas akan membahayakan kesehatan masyarakat dan
berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. Oleh karena itu produsen pangan
perlu mengetahui sifat-sifat dan keamanan penggunaan BTP serta mengetahui peraturan-
peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penggunaan BTP.
Secara khusus penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk :
1. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau
mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
2. Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak dimulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
4. Meningkatkankualitas pangan.
5. Menghemat biaya.

B. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan


Tujuan penambahan BTM secara umum adalah untuk: (1) meningkatkan nilai gizi
makanan, (2) memperbaiki nilai sensori makanan, (3) memperpanjang umur simpan (shelf
life) makanan, (4) Selain tujuan-tujuan tersebut , BTM sering digunakan untuk memproduksi
makanan untuk kelompok konsumen khusus, seperti penderita diabetes, pasien yang baru
mengalami operasi, orang-orang yang
menjalankan diet rendah kalori atau rendah lemak, dan sebagainya.
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau
mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah
dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan
pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan
mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan
kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan
pengeras.
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak
mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam
jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan,
dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang
sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih
terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan
dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan
rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila:
1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak
memenuhi persyaratan

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara
produksi yang baik untuk pangan

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan

Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas
yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini
aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI
(Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily
intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan konsumen. Di Indonesia telah disusun peraturan
tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut
Bahan Tambahan Kimia) oleh Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999. Pemakaian Bahan
Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan. Sementara,
pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasa Obat dan Makanan (Dirjen
POM).

C. Pembagian Bahan Tambahan Makanan


Secara umum, zat aditif makanan dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Aditif Sengaja
Yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, seperti
untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan,
memantapkan bentuk dan rupa, dan lain sebagainya. Dan kedua,
2. Aditif Tidak Sengaja
Yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari
proses pengolahan.
Bila dilihat dari sumbernya, zat aditif dapat berasal dari sumber alamiah seperti lesitin,
asam sitrat, dan lain-lain, dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa
dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia, maupun sifat metabolismenya seperti
karoten, asam askorbat, dan lain-lain. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan,
yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu
sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat berbahaya bagi
kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogen yang dapat merangsang terjadinya kanker
pada hewan dan manusia.
Berdasarkan bahannya, kita dapat membedakan zat aditif menjadi dua jenis, yaitu :
1. Zat Aditif Alami
Zat aditif alami merupakan zat aditif yang bisa diperoleh dari alam, seperti daun salam,
daun pandan, kunyit, jahe, gula aren, dan asam.
2. Zat Aditif Sintetis ( Buatan )
Zat aditif sintetis merupakan zat yang dibuat dengan serangkaian proses kimia. Zat
yang diperoleh dari proses kimia ini jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan
efek yang negatif terhadap kesehatan tubuh. Beberapa bahan makanan yang termasuk ke
dalam zat aditif sintetis di antaranya : formalin, Monosodium Glutamat (MSG), formalin, dan
sakarin. Biasanya, zat aditif sintetis lebih berbahaya bagi kesehatan jika dibandingkan dengan
zat aditif alami. Karena pada proses pembuatan zat aditif sintetis memerlukan serangkaian
proses kimia yang terkadang mengalami proses kimia yang tidak sempurna sehingga dapat
memberikan dampak negatif terhadap tubuh konsumen. Beberapa fungsi dari zat aditif yang
ditambahkan pada makanan di antaranya:
a. Meningkatkan kandungan gizi pada makanan.
b. Menjaga kualitas dan tekstur makanan sehingga tetap terlihat segar.
c. Menjaga agar makanan dapat tahan lama.
d. Memberikan warna pada bahan makanan sehingga terlihat menarik.
e. Memberikan rasa sedap pada makanan.
f. Memberikan aroma yang khas pada makanan.
Penggolongan BTP yang diizinkan digunakan pada pangan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut :
1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, yang
tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman
atau peruaian lain pada pangan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
4. Atioksida, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak
sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya) pangan
yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedapa rasa dan aroma, menguatkan rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan,
menambah atau mempertegas rasa aroma. 7 Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan
pendapar) yaitu BTP yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan
derajat keasaman pangan.
7. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan
dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
8. Pengemulsi, pemantap dan pengental yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan
memantapkan sistem dipersi yang homogen pada pangan.
9. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan.
10. Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam
pangan, sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstrur.
Selain BTP yang tercantum dalam Peratuan Mentri tersebut, masih ada beberapa BTP
lainnya yang biasa digunakan dalam pangan, misalnya:
1. Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat
menguraikan secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi lebih empuk, lebih
larut danlain-lain.
2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan yaitu bahan tambahan berupa asam amino,
mineral atau vitamin, baik tunggal maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai
gizi pangan.
3. Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab (uap air) sehingga mempertahankan
kadar air pangan.
Beberapa jenis zat aditif yang sering kita temukan dalam produk - produk makanan,
yaitu :

1. Pewarna
Penambahan bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk beberapa tujuan yaitu :
a. Memberi kesan menarik bagi konsumen
b. Menyeragamkan warna pangan
c. Menstabilkan warna
d. Menutupi perubahan warna selama proses pengolahan
e. Mengatasi perubahan warna selama penyimpanan
Penggunaan warna pangan yang aman telah diatur melalui peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur mengenai pewarna yang dilarang
digunakan dalam pangan, pewarna yang diizinkan serta batas penggunaannya, termasuk
penggunaan bahan pewarna alami. Akan tetapi masih banyak produsen pangan, terutama
pengusaha kecil yang menggunakan bahan-bahan pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi
kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat. Hal ini disebabkan pewarna tekstil atau cat
umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan serta harganya
lebih murah dan produsen pangan belum mengetahui dan menyadari bahaya dari pewarna-
pewarna tersebut.
Beberapa pewarna terlarang dan berbahaya yang sering ditemukan pada pangan,
terutama pangan jajanan, adalah Metanil Yellow (kuning metanil) yang berwarna kuning, dan
Rhodamin B yang berwarna merah. Bahan pewarna kuning dan merah tersebut sering
digunakan dalam berbagai macam pangan seperti sirup, kue-kue, agar, tahu, pisang, tahu
goreng, dan lain-lain. Kedua pewarna ini telah dibuktikan menyebabkan kanker yang
gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah mengkonsumsi. Oleh karena itu dilarang
digunakan dalam pangan walaupun jumlahnya sedikit.
Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintesis adalah dengan
menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan atau daun suji, kunyit dan ekstrak
buah-buahan yang pada umumnya lebih aman. Penggunaan bahan pewarna alami juga ada
batasnya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Beberapa pewarna alami yang diizinkan dalam pangan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 772/Menkes/RI/Per/IX/88 diantaranya adalah :
a. Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan untuk
mewarnai jem/jeli (200 mg/kg), acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), dan yogurt
beraroma (150 mg/kg).
b. Beta-karoten, yaitu pewarna alami berwarna merah-orange yang dapat digunakan
untuk mewarnai acar ketimun dalam botol (300 mg/kg), es krim (100 mg/kg), keju
(600 mg/kg), lemak dan minyak makan (secukupnya).
c. Kurkumin, yaitu pewarna alami berwarna kuning-orange yang dapat digunakan untuk
mewarnai es krim dan sejenisnya (50 mg/kg), atau lemak dan minyak makan
(secukupnya).
2. Pemanis Buatan
Zat pemanis sintetik adalah zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat
membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedang kalori yang
dihasilkan jauh lebih rendah daripada gula. Hanya beberapa zat pemanis sintetik yang boleh
dipakai dalam makanan. Mula-mula garam Na dan Ca siklamat dengan kemanisan 30x
sukrosa digunakan sebagai pemanis. Di Amerika Serikat penggunaannya dilarang
(karsinogen), namun di Indonesia masih diijinkan. Metabolisme siklamat yaitu
sikloheksamina merupakan senyawa karsinogenik, pembuangannya melalui urine dapat
merangsang tumor kandung kemih pada tikus. Namun uji ulang pada bebrapa galur tikus dan
hamster menunjukkan hasil negatif.
Pemanis buatan sering ditambahkan kedalam pangan dan minuman sebagai pangganti
gula karena mempunyai kelebihan dibandingakan dengan pemanis alami (gula), yaitu :
a. Rasanya lebih manis.
b. Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis.
c. Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga
cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes).
d. Harganya lebih murah.
Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan pangan di Indonesia
adalah siklamat dan sakarin yang mempunyai timgkat kemanisan masing-masing 30-80 dan
300 kali gula alami.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/88, sebenarnya
siklamat dan sakarin hanya boleh digunakan dalam pangan yang khusus ditunjukkan untuk
orang yang mederita diabetes atau sedang menjalani diet kalori.
Batas maksimum penggunaan siklamat adalah 300 mg 3g/kg bahan, sedangkan batas
maksimum penggunaan sakarin adalah 50 300 mg/kg bahan. Keduanya hanya boleh
digunakan untuk pangan rendah kalori, dan dibatasi tingkat konsumsinya sebesar 0,5 mg/kg
berat badan/hari. Jadi bila berat badan kita 50 kg, maka jumlah maksimum siklamat atau
sakarin yang boleh dikonsumsi perhari adalah 50 x 0,5 mg atau 25 mg. Jika kita
mengkonsumsi kue dengan kandungan siklamat 500 mg/kg bahan, maka dalam satu hari kita
hanya boleh mengkonsumsi 25/500 x 1 kg atau 50 g kue. Penggunaan pemanis buatan yang
diizinkan dalam pangan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Pemanis buatan yang diizinkan digunakan dalam pangan
No Nama pemanis Penggunaan dalam pangan Ukuran maks. yang
. buatan diizinkan
1 Sakarin (dan untuk saus, es lilin, minuman 300 mg/kg
garam natrium ringan dan minuman yogurt
sakarin) berkalori rendah.
es krim, es putar dan 200 mg/kg
sejenisnya serta jem dan jeli
berkalori rendah.
permen berkalori rendah 100 mg/kg
permen karet, dan minuman 50 mg/kg
ringan fermentasi berkalori
rendah.

2 Siklamat (dan untuk saus, es lilin, minuman 3 g/kg


garam natrium ringan dan minuman yogurt
dan kalsium berkalori rendah
siklamat) es krim, es putar dan 2 g/kg
sejenisnya serta jem dan jeli
berkalori rendah.
permen berkalori rendah 1 g/kg
minuman ringan fermentasi 500 mg/kg
berkalori rendah

3 Sorbitol untuk kismis 5 g/kg


jem, jeli dan roti 300 mg/kg
pangan lain 120 mg/kg

4 Aspartam aneka makanan/minuman

3. Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai
sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat prosesa fermentasi,
pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang produsen
menggunakanya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa
simapan atau memperbaiki tekstur.
Pengawet yang banyak dijual dipasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai
pangan adalah benzoat, yang umumnya terdapat dalam natrium benzoat atau kalium benzoat
yang bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai
pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, jem dan
jeli,manisan, kecap dan lain-lain.
Penggunaan pengawet dalam pangan harus tepat baik jenis maupun dosisnya. Suatu
bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif
untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda
sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya jiga berbeda.
Pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang
untuk digunakan dalam pangan dan berbahaya bagi kesehatan. Boraks bersifat sebagai
antiseptik dan pembunuh kuman, oleh karena itu banyak digunakan sebagai anti jamur, bahan
pengawet kayu dan untuk bahan antiseptik pada kosmetik. Penggunaan Boraks seringkali
tidak disengaja karena tanpa diketahui terkandung didalam bahan-bahan tambahan seperti
pijer atau bleng yang sering digunakan dalam pembuatan baso, mie basah, lontong, dan
ketupat.
Formalin juga banyak disalah gunakan untuk mengawetkan pangan seperti tahu dan
mie basah. Formalin sebenarnya merupakan bahan untuk mengawetkan mayat dan organ
tubuh dan sangat berbahaya begi kesehatan, oleh karena itu dalam peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/IX/88 formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang
digunakan sebagai BTP.
Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan serta batas penggunaannya pada
pangan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengawet yang diizinkan digunakan dalam pangan
No. Nama pengawet Penggunaan dalam Ukuran maks. yang
pangan diizinkan
1 Benzoat (dalam bentuk Untuk mengawetkan 600 g/kg
asam, atau garam kalium, minuman ringan dan
atau natrium benzoat). kecap.
Sari buah, saus tomat,
saus sambal, jem dan jeli, 1 g/kg
manisan, agar dan
pangan lain.
2 Propionat (dalam bentuk Untuk mengawetkan 2 kg
asam, atau garam kalium roti
atau natrium propionat). Keju olahan 3 g/kg

3 Nitrit (dalam bentuk Untuk mengawetkan 125 mg nitrit/kg


garam kalium/natrium daging olahan atau yang atau 500 mg
nitrit) dan Nitrat (dalam diawetkan seperti sosis. nitrat/kg
bentuk garam Korned dalam kaleng 50 mg nitrit/kg
kalium/natrium nitrat). Keju 50 mg nitrat/kg

4 Sorbat (dalam bentuk Untuk mengawetkan 1 g/kg


kalium/kalsium sorbat) margarin, pekatan sari
buah dan keju.

5 Sulfit (dalam bentuk Mengawetkan 50 mg/kg


kalium atau kalsium potongan kentang goreng
bisulfit atau Udang beku 100 mg/kg
metabisulfit). Pekatan sari nenas 500 mg/kg

Zat pengawet terdiri dari zat pengawet organik dan anorganik dalam bentuk asam dan
garamnya.
a. Zat pengawet organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada anorganik karena bahan ini lebih
mudah dibuat. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbat, asam
propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida.
Asam askorbat terutama digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang dan bakteri
dengan jalan mencegah kerja enzim dehidrogenase terhadap asam lemak. Struktur - diena
pada asam sorbat dapat mencegah oksidasi asam lemak. Sorbat aktif pada pH diatas 6.5 dan
keaktifannya menurun dengan meningkatnya pH. Bentuk yang digunakan umumnya adalah
garam Na dan K sorbat. Asam propionat (CH3CH2COOH) dengan struktur yang terdiri

tiga atom karbon tidak dapat dimetabolime mikroba. Propionat yang digunakan adalah garam
Na dan Ca nya, dan bentuk efektifnya adalah bentuk molekul tak terdisosiasi. Propionat
efektif terhadap kapang dan beberapa khamir pada pH diatas 5. Cuka adalah latutan 4% asam
asetat dalam air dan sering digunakan sebagai bahan pengawet dalam roti untuk mencegah
pertumbuhan kapang (aktivitas lebih besar pada pH rendah). Epoksida seperti etilen oksida
dan propilen oksida bersifat membunuh semua mikroba termasuk spora dan virus. Mekanisme
epoksida tidak diketahui, tetapi diduga gugus hidroksil etil mengadakan reaksi alkilasi
terhadap senyawa antara yang esensial bagi pertumbuhan mikroba sehingga merusak sistem
metabolismenya. Etilen dan propilen oksida digunakan sebagai fumigan bahan kering seperti
rempah-rempah, tepung dan lainnya. Etilen oksida lebih efektif dibanding dengan propilen
oksida, tapi etilen oksida lebih mudah menguap, terbakar, dan meledak, karena itu biasanya
diencerkan dengan senyawa lain membentuk campuran 10% etilen oksida dengan 90% CO2.

Asam benzoat (C6H5COOH)digunakan untuk mencegah pertumbuhan kamir dan bakteri

(efektif pH 2.4 4.0). karena kelarutan garamnya lebih besar, maka yang biasa digunakan
adalah bentuk garam Na benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai menjadi
bentuk efektif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi. Asam benzoat secara alami
terdapat pada cengkeh dan kayu manis. Dalam tubuh terdapat mekanisme detoksifikasi
terhadap asam benzoat, sehingga tidak terjadi penumpukan asam benzoat.
b. Zat pengawet anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, nitrat, dan nitrit.
Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na, atau K sulfit, bisulfit dan metabisulfit.

Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit tak terdisosiasi (terutama terbentuk
pada pH di bawah 3). Molekul sulfit mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan
asetaldehida membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi mikroba, mereduksi ikatan
disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidrosisulfonat yang dapat
menghambat mekanisme pernafasan. Sulfit juga dapat bereaksi dengan gugus karbonil dan
hasilnya mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sulfur dioksida
juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan daya kembang terigu.
Garam nitrit dan nitrat biasa digunakan untuk curing daging untuk memperoleh warna
yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. Diduga nitrit bereaksi dengan gugus sulfhidril
dan membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisme mikroba dalam keadaan anaerob.
Sedangkan garam nitrat peranannya sebagai pengawet masih dipertanyakan. Namun dalam
proses curing garam nitrat ditambahkan untuk mencegah pembentukan nitrooksida
(nitrooksida dengan pigmen daging membentuk nitrosomioglobin berwarna merah cerah).
Garam nitrat ini akan tereduksi oleh bakteri nitrat menghasilkan nitrit.
Natrium nitrit sebagai pengawet dan mempertahankan warna daging dan ikan ternyata
menimbulkan efek membahayakan kesehatan. Nitrit berikatan dengan amino atau amida
membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksin. Nitrosoamina ini dapat menimbulkan
kanker pada hewan. Reaksi pembentukan nitrosamin dalam pengolahan atau dalam perut yang
bersuasana asam adalah sebagai berikut:
R2NH + N2O3 -------------> R2N. NO + HNO2
(Amin sekunder misal: pirolidina)

R3N + N2O3 -------------> R2N. NO + R.


Nitrosoamina (karsinogenik)

4. Penyebab Rasa dan Aroma, Penguat Rasa


Salah satu penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di Indonesia adalah vetsin atau
bumbu masak, dan terdapat dengan berbagai merek dipasaran. Penyedap rasa tersebut
mengandung senyawa yang disebut monosodium glutamat (MSG). Peranan asam glutamat
sangat penting, diantaranya untuk merangsang dan menghantar sinyal-sinyal antar sel otak.
Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/IX/88, penggunaan MSG
dibatasi secukupnya, yang berarti tidak boleh berlebihan.
5. Pengemulsi, Pemantap dan Pengental
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengental dalam pangan adalah untuk
memantapkan emulsi dari lemak dan air sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak
terpisah antara bagian lemak dan air serta mempunyai tekstur yang kompak. Jenis pangan
yang sering menggunakan BTP semacam ini adalah es krim, es puter, saus sardin ,jem, jeli,
sirup dan lain-lain. Bahan-bahan pengemulsi, pemantap dan penstabil yang diizinkan
digunakan dalam pangan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengemulsi, pemantap dan penstabil yang diizinkan digunakan dalam pangan
No Nama pengemulsi, Penggunaan dalam pangan Ukuran maks.
. pemantap & pengental yang diizinkan
1 Agar Sardin dan sejenisnya 20 g/kg
Es krim, es putar dana 10 g/kg
sejenisnya
Keju 8 g/kg
Yogurt 5 g/kg
Kaldu (secukupnya)

2 Alginal (dalam bentuk Sardin dan sejenisnya 20 g/kg


asam atau garam Keju 5 g/kg
kalium atau kalsium Kaldu 3 g/kg
alginat).
3 Dekstrin Es krim, es putar dan 30 g/kg
sejenisnya
Keju 10 g/kg
Kaldu Secukupnya

4 Gelatin Yogurt 10 g/kg


Keju 5 g/kg

5 Gom (bermacam- Es krim, es putar, sardin 10 g/kg


macam gom) dan sejenisnya serta sayuran
kaleng yang mengandung
mentega, minyak dan lemak.
Keju
Saus selada 8 g/kg
Yogurt 7,5 g/kg
Minuman ringan dan acar 5 g/kg
ketimun dalam botol 500 mg/kg

6 Karagen Sardin dan sejenisnya 20 g/kg


Es krim, es putar, sardin 10 g/kg
dan sejenisnya serta sayuran
kaleng yang mengandung
mentega, minyak dan lemak.
Yogurt, keju dan kaldu
Acar ketimun dalam botol 5 g/kg
500 mg/kg
7 Lesitin Es krim, esputar, keju, 5 g/kg
pangan bayi dan susu bubuk
instan.
Roti margarin dan Secukupnya
minuman hasil olah susu

8 Karboksimetil selulosa Sardin dan sejenisnya 20 g/kg


(CMC) Es krim, es putar dan 10 g/kg
sejenisnya
Keju dan krim 5 g/kg
Kaldu 4 g/kg

9 Pektin Es krim, es putar dan 30 g/kg


sejenisnya
Sardin dan sejenisnya 20 g/kg
Yogurt, minuman hasil 10 g/kg
olah susu, dan sayur kalengan
yang mengandung mentega
minyak dan lemak.
Keju
Jem, jeli dan marmalad 8 g/kg
Sirup 5 g/kg
Minuman ringan 2,5 g/kg
500 mg/kg
10 Peti asetat Es krim, es putar dan 30 g/kg
sejenisnya
Yogurt dan sayuran kaleng 10 g/kg
yang mengandung mentega,
minyak dan lemak.
Kaldu Secukupnya
6 Antioksidan
Antioksidan adalah BTP yang digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada
pangan akibat proses oksidasi lemak atau minyak yang terdapat didalam pangan. Bahan-bahan
yang sering ditambahkan antioksidan adalah lemak dan minyak,mentega, margarin, daging
olahan/awetan, ikan beku, ikan asin dan lain-lain. Bahan antioksidan yang diizinkan
digunakan dalam pangan dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4. Antioksidan yang diizinkan digunakan dalam pangan..
No. Nama Antioksidan Penggunaan dalam Ukuran
pangan maks. yang
diizinkan
1 Askorbat (dalam bentuk asam Kaldu 1 g/kg
sorbat, atau garam kalium, Daging olahan/awetan, 500 mg/kg
natrium atau kalsium) jem, jeli dan mamalad 400 mg/kg
serta pangan bayi. 100 mg/kg
Ikan beku
Potongan kentang
goreng beku

2 Butil hidroksianisol (BHA) Lemak dan minyak 200 mg/kg


makan serta mentega 100 mg/kg
Margarin

3 Butil hidroksitoluen (BHT) Ikan beku 1 g/kg


Minyak, lemak, 200 mg/kg
margarin, mentega dan
ikan asin.

4 Propil galat Lemak dan minyak 100 mg/kg


makan, margarin dan
mentega

5 Tokoferol Pangan bayi 300 mg/kg


Kaldu 50 mg/kg
Lemak dan minyak secukupnya
makan

7 Pengatur Keasaman (Pengasam, Penetral dan Pendapar)


Fungsi pengatur pengasaman pada pangan adalah untuk membuat pangan
menjadi lebih asam, lebih basa, atau menetralkan pangan. Pengatur keasaman
mungkin ditambahkan langsung kedalam pangan, tetapi seringkali terdapat
didalam
Asidulan merupakan senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan
pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Asidulan dapat
bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang
tidak disukai. Sifat asam senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan
bertindak sebagai bahan pengawet. Kemudian pH rendah buffer yang
dihasilkannya mempermudah proses pengolahan. Bahan ini bersifat sinergis
terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan dan browning.
8 Anti Kempal atau Anti Kerak (Anti Caking Agent)
Anti kempal biasa ditambahkan kedalam pangan yang berbentuk tepung
atau bubuk. Oleh karena itu peranannya didalam pangan tidak secara langsung,
tetapi terdapat didalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat pangan
seperti susu bubuk, tepung terigu, gula pasir dan sebagainya.
Zat antikerak biasanya ditambahkan pada bahan-bahan berbentuk tepung
atau butiran yang bersifat higroskopik untuk mempertahankan sifat butirannya.
Zat ini akan melapisi partikel-partikel bahan dan menyerap air yang berlebihan
atau membentuk campuran senyawa yang tak dapat larut. Yang umum digunakan
adalah kalsium silikat, CaSiO3.xH2.

Kalsium silikat digunakan untuk mencegah pergerakan kue soda dengan


konsentrasi 5% atau mencegah pergerakan garam meja dengan konsentrasi 2%.
Ca silikat juga efektif menyerap minyak dan senyawa organik nonpolar lainnya,
sehingga sering dipakai dalam campuran tepung dan rempah mengandung minyak
atsiri. Ca stearat sering ditambahakan ke tepung untuk mencegah penggumpalan
selama pengolahan dan agar tidak larut air. Zat antikerak lainnya yang digunakan
pada industri pangan adalah Na silikoaluminat, Ca3(PO4)2, Mg silikat, dan

MgCO3. Senyawa ini tidak larut air, daya serap airnya berbeda-beda. Bahan

antikerak ini tidak toksik dan ikut termetabolisme tubuh sejauh batas jumlah yang
diperbolehkan.
9 Pemutih/Pemucat dan Pematang Tepung
Pemutih dan pematang tepung adalah bahan yang dapat mempercepat
proses pemutihan dan sekaligus pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki
mutu hasil pemanggangan, misalnya dalam pembuatan roti, kraker, biskuit dan
kue.
10 Zat Penjernih Larutan
Masalah utama pembuatan bir, anggur dan sari buah adalah timbulnya
kekeruhan (rekasi protein atau tanindengan polifenol membentuk koloid),
pengendapan, dan oksidasi yang menyebabkan perubahan warna (disebabkan oleh
senyawa golongan fenol, seperti antosianin, flavonoid, leukoantosianogen, dan
tanin). Kekeruhan dapat dihilangkan dengan menggunakan enzim yang
menghidrolisis protein atau pektin, namun kadang menimbulkan busa kalau
terlalu banyak, karena itu lebih sering digunakan zat penjernih. Daya larut zat
penjernih menentukan efektivitas bahan (makin kecil daya larut, maka makin
besar daya serap absorben terhadap partikel tersuspensi seperti komplek protein
tanin).
Bentonit adalah zat penjernih yang digunakan dalam anggur untuk
mencegah pengendapan protein. Untuk menjernihkan minuman biasanya
digunakan senyawa golongan protein, seperti gelatin. Komplek gelatin tanin
akan mengendap dan dapat dipisahkan. Pada konsentrasi rendah geatin dan zat
penjernih yang larut lainnya bertindak sebagai koloid pelindung, pada konsentrasi
tinggi akan menyebabkan pengendapan. Konsentrasi yang terlalu tinggi lagi tidak
akan menyebabkan pengendapan lahi. Bahan penjernih lain yang sering
digunakan adalah arang aktif dan tanin. Kejelekan arang aktif adalah dapat
menyerap molekul kecil seperti pigmen dan senyawa penting artinya dalam cita
rasa, selain dapat menyerap molekul besar.tanin selain mengendapkan protein,
juga dapat mengendapkan berbagai senyawa yang diperlukan dalam bahan.
11 Pengembang Adonan
Beberapa senyawa kimia akan terurai dengan menghasilkan gas dalam
adonan roti. Selama pembakaran, volume gas bersama dengan udara dan uap air
yang ikut terperangkap dalam adonan akan mengembang, sehingga diperoleh roti
dengan struktur berpori-pori. Senyawa kimia tersebut terdapat dalam tepung
terigu yang sudah diperam, tepung adonan, dan tepung soda kue.
Bahan pengembang adonan yang sekarang dipakai menggunakan bahan-
bahan kimia yang dapat menghasilkan gas CO2. Gas ini diperoleh dari garam

karbonat atau garam bikarbonat. Bahan pengembang yang umum digunakan


adalah natrium bikarbonat (NaHCO3). Kadang-kadang garam amonium karbonat

atau amonium bikarbonat juga digunakan, tetapi garam-garam ini terurai pada
suhu tinggi. Garam KHCO3 jarang digunakan karena bersifat higroskopik dan

sedikit menimbulkan rasa pahit. Reaksi NaHCO3 dalam air adalah sebagai berikut:
+ -
NaHCO3 Na + HCO3
- -
HCO3 + HO H2CO3 + OH
- = +
HCO3 CO3 + H

Sedangkan reaksinya dengan adonan akan lebih kompleks karena terdapat


protein maupun ion-ion yang mungkin ikut bereaksi. Penambahan bahan
+
pengembang adonan bersifat asam akan menimbulkan ion H sehingga dalam
adonan reaksinya adalah sebagai berikut :
- + - +
R O , H + NaHCO3 R O , Na + H2O + CO2

Perbandingan antara asam dan NaHCO3 harus diperhatikan agar tidak

menimbulkan rasa seperti sabun ataupun rasa asam dan pahit.


Bahan pengembang asam tidak selalu berupa asam, tetapi yang penting
+
dapat memberikan ion H agar dapat melepaskan CO2 dan NaHCO3. misalnya

garam alumunium sulfat bereaksi dengan air akan menghasilkan asam sulfat.
Na2SO4.Al2(SO4)3 + 6H2O Na2SO4 + 2Al(OH)3 + H2SO4

Bahan asam pengembang mempunyai kelarutan dalam air yang berbeda-


beda. Pada suhu biasa larutannya dalam air akan menentukan kecepatannya dalam
melepaskan gas CO2. Berdasarkan kecepatannya, bahan pengembang adonan

dibagi atas bermacam-macam kelas dengan aktivitas cepat atau lambat. Misalnya
senyawa yang mudah larut akan melepaskan CO2 dengan cepat, sebaliknya yang

sulit larut akan lambat melepaskan CO2.

Kecepatan pelepasan CO2 oleh bahan pengembang akan mempengaruhi

tekstur produk, kecepatan ini akan meningkat bila suhu bertambah tinggi.
Bahan pengembang yang sekarang banyak digunakan adalah garam asam K
tartrat, Na aluminiumsulfat, glukano lakton, serta garam-garam fosfat.
12 Pembasah
Bahan pangan mempunyai daya menyerap air yang berbeda-beda. Ada tiga
macam sistem pada bahan yang akan mempengaruhi mudah tidaknya bahan
tersebut terbasahi oleh air, yaitu :
a. Pembasahan permukaan yang berlapis lilin
Adanya lapisan lilin di permukaan bahan seperti pada apel dan daun kol,
menyebabkan air sulit diserap dan membentuk butiran air di atas lapisan air,
karena itu bahan tidak dapat dibasahi. Surfaktan yang dipakai harus dapat
mengikat lemak dan air sehingga air terikat oleh bahan, dan bahan menjadi basah.
b. Pembasahan kapiler
Misalnya rehidrasi akan dilakukan pada bahan yang mempunyai struktur
berpori-pori. Makin tinggi permukaan, makin besar daya penetrasi air. Karena itu
penambahan surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan akan merugikan.
c. Pembasahan tepung
Pembasahan tepung yang terlalu cepat akan membuat tepung diselubungi
oleh cairan dengan menahan udara di dalamnya sehingga tepung agak sukar larut.
Untuk itu diperlukan surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan
cairan sehingga adsorpsi cairan oleh tepung akan lebih mudah.

D. Peraturan Tentang Penggunaan BTM


Peraturan pemakaian BTM berbeda-beda antara satu Negara dengan
Negara lain. DiIndonesia pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah
mengeluarkan peraturantentang penggunaan BTM yang dapat dijadikan acuan
oleh masyarakat, pengusaha,dan pemerintah dalam melakukan pengawasan antara
lain :
a. UU Republik Indonesia No.7 Tahun 1996, Bab II Keamanan Pangan
b. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, tentang
c. persyaratan bahan tambahan makanan yang diijinkan, dosis pemakaian,
dan
d. label kemasan
e. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 208/Menkes/Per/IV/85, tentang
f. penggunaan pemanis buatan
g. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 239/Menkes/Per/V/85, tentang
h. pemakaian zat warna yang dilarang
Penggunaan BTM dibenarkan apabila :
a. dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan,
b. tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau tidak
c. memenuhi persyaratan,
d. tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara
e. produksi yang baik untuk makanan dan
f. tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 235/MEN.KES/
PER/VI/1979
tanggal 19 Juni 1979 mengelompokkan BTM berdasarkan fungsinya yaitu :
a. antioksidan,
b. antikempal/antigumpal,
c. pengasam, penetral dan pendapar,
d. enzim,
e. pemanis buatan,
f. pemutih/pemucat dan pematang,
g. penambah gizi,
h. pengawet,
i. pengemulsi, pemantap dan pengental,
j. pengeras,
k. pewarna alami dan sintetik,
l. penyedap rasa dan aroma,
m. seskuestran/pengikat logam (Permekes RI No 722/Menkes/PER/XII/88).

E. Dampak penggunaan BTM


Bahan tambahan makanan yang ada pada makanan tidak selalu secara
sengaja ditambahkan untuk tujuan tertentu. Namun, ada juga Bahan tambahan
makanan yang diperoleh secara tidak sengaja muncul pada makanan. Bahan
tambahan makanan tersebut biasanya muncul pada proses pengolahan makanan.
Secara keseluruhan, penggunaan zat Bahan tambahan makanan untuk campuran
makanan dapat berdampak positif dan negatif.
1. Dampak Positif Penggunaan Bahan tambahan makanan
Berbagai macam penyakit dapat muncul dari kebiasaan manusia
mengkonsumsi makanan yang kurang memperhatikan keseimbangan gizi.
Misalnya, penyakit gondok yang berupa pembengkakan kelenjar pada leher.
Penyakit gondok disebabkan karena tubuh kurang mendapatkan zat iodin.
Penyakit gondok dapat dicegah dengan mengkonsumsi bahan makanan yang
mengandung zat iodin. Zat iodin dapat kita peroleh dari garam dapur yang biasa
digunakan untuk memberikan rasa asin pada makanan. Selain penyakit
gondok,kekurangan iodin dapat pula menyebabkan penyakit kretinisme (
kekerdilan ). Orang yang memiliki penyakit diabetes mellitus ( kencing manis )
perlu menjaga kestabilan kadar gula dalam darahnya. Penyakit ini dapat
disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat. Untuk menjaga kestabilan kadar
gula dalam darah, bagi penderita diabetes melitus disarankan untuk
mengkonsumsi sakarin ( pemanis buatan ) sebagai pengganti gula. Kekurangan
konsumsi makanan yang mengandung vitamin dapat menimbulkan berbagai
penyakit pada manusia, misalnya penyakit Xerophtalmia. Penyakit Xerophtalmia
merupakan penyakit yang menyerang mata, yaitu terjadinyakerusakan pada
kornea mata. Penyakit ini jika tidak diatasi,maka dapat menimbulkan kebutaan.
Untuk menghindari penyakit Xerophtalmia, perlu mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung vitamin A.
2. Dampak Negatif Penggunaan Bahan tambahan makanan
Kemajuan teknologi di bidang pangan dapat memacu manusia untuk
menciptakan bahan makanan dengan kualitas yang makin baik. Kualitas makanan
yang baik tidak dapat dilihat dari bentuk tampilan luarnya saja, akan tetapi yang
paling penting adalah kandungan gizi dalam makanan tersebut. Saat ini telah
banyak ditemukan makanan yang unggul karena telah melalui berbagai proses
produksi sehingga memiliki ketahanan yang lebih lama jika dibandingkan dengan
kondisi normalnya. Misalnya, ikan sarden dalamkemasan kaleng dapat bertahan
berbulan - bulan, bahkan hingga satu tahun lamanya tanpa mengalami
pembusukan. Ikan sarden tersebut dapat bertahan lama setelah ditambahkan zat
pengawet pada proses produksi makanan tersebut. Namun, bahan makanan yang
menggunakan zat pengawet tidak dapat dikonsumsi setelah melewati masa
kadaluarsa. Beberapa bahan makanan yang berdampak negatif terhadap orang
yang mengkonsumsinya adalah sebagai berikut :
a. Formalin yang digunakan sebagai pengawet makanan jika dikonsumsi
secara terus-menerus dapat mengganggu fungsi organ pencernaan,
kanker paru paru, penyakit jantung dan merusak sistem saraf.
b. Boraks yang digunakan juga sebagai pengawet makanan bila
dikonsumsi secara teur menerus dapat mengakibatkan mual, muntah,
diare, penyakit kulit, kerusakan ginjal,serta gangguan pada otak dan
hati.
c. Natamysin yang digunakan sebagai zat pengawet mengakibatkan mual,
muntah, tidak nafsu makan, diare dan perlukaan kulit.
d. Kalium Asetat yang digunakan sebagai zat pengawet dapat
menyebabkan kerusakan fungsi ginjal.
e. Nitrit dan Nitrat yang digunakan sebagai zat pengawet dapat
mengkibatkan keracunan, mempengaruhi kemampuan sel darah
membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, sulit bernapas, sakit
kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah.
f. Kalsium Benzoate yang digunakan sebagai zat pengawet dapat
memicu terjadinya serangan asma.
g. Sulfur Dioksida yang digunakan sebagai zat pengawet dapat
mengakibatkan perlukaan lambung, mempercepat serangan asma,
mutasi genetik, kanker dan alergi.
h. Kalsium dan Natrium propionate adalah zat pengawet yang apabila
digunakan melebihi angka batas maksimum dapat menyebabkan
migren, kelelahan, dan kesulitan tidur.
i. Natrium metasulfat zat pengawet yang dapat mengakibatkan alergi
pada kulit.
j. CFC dan Tetrazine yang digunakan sebagai zat pewarna dapat merusak
organ hati, ginjal dan meningkatkan kemungkinan hiperaktif pada
masa kanak-kanak.
k. Rhodamin B adalah zat pewarna tekstil yang apabila digunakan
sebagai pewarna makanan dapat menyebabkan kanker dan
menimbulkan keracunan pada paru-paru, tenggorokan, hidung, dan
usus.
l. Sunset Yellow yang dipergunakan sebagai zat pewarna dapat
menyebabkan kerusakan kromosom
m. Ponceau 4R yang apabila dipergunakan untuk pewarna makanan dapat
mengakibatkan anemia dan kepekatan pada hemoglobin.
n. Carmoisine (merah) adalah zat pewarna yang dapat menyebabkan
kanker hati dan menimbulkan alergi.
o. Quinoline Yellow adalah zat pewarna makanan yang dapat
mengakibatkan hypertrophy, hyperplasian dan carcinomas kelenjar
tiroid.
p. Siklamat yang digunakan sebagai zat pemanis dapat menyebabkan
penyakit kanker ( karsinogenik ).
q. Sakarin yang juga digunakan sebagai zat pemanis dapat menyebabkan
infeksi dan kanker kandung kemih
r. Aspartan yang juga digunakan sebagai pemanis buatan dapat
menyebabkan gangguan saraf dan tumor otak.
s. Penggunaan Monosodium Glutamat ( MSG ) sebagai bahan penyedap
dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan saraf, kelainan hati,
trauma, hipertensi, stress, demam tinggi, mempercepat proses penuaan,
alergi kulit, mual, muntah, migren, asma, ketidak mampuan belajar,
dan depresi.
Penggunaaan zat aditif pada makanan sering kali menimbulkan berbagai
dampak negatif. Dampak yang paling sering muncul adalah dari penggunaan
bahan aditif sintetik karena menggunakan bahan kimia hasil olahan industri. Dari
berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan bahan aditif, kita
perlu berhati - hati dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung zat aditif.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari
penggunaan zat aditif makanan adalah sebagai berikut :
1. Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat aditif tidak berlebihan.
2. Teliti memilih makanan yang mengandung zat aditif dengan memeriksa
kemasan, karat atau cacat lainnya.
3. Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda
dari warna aslinya. Biasanya makanan yang mencolok warnanya
mengandung pewarna tekstil.
4. Cicipi rasa makanan tersebut. Lidah juga cukup jeli membedakan mana
makanan yang aman dan mana yang tidak. Makanan yang tidak aman
umumnya berasa tajam, misalnya sangat gurih dan membuat lidah
bergetar. Biasanya makanan-makanan seperti itu mengandung penyedap
rasa dan penambah aroma berlebih.
5. Memilih sendiri zat aditif yang akan digunakan sebagai bahan makanan.
6. Menggunakan zat aditif yang berasal dari alam.
7. Perhatikan kualitas makanan dan tanggal produksi dan serta kadaluarsa
yang terdapat pada kemasan makanan yang akan dikonsumsi.
8. Baui juga aromanya. Bau apek atau tengik menandakan bahwa makanan
tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh mikroorganisme.
9. Amati komposisi serta bahan - bahan kimia yang terkandung dalam
makanan dengan cara membaca komposisi bahan pada kemasan.
10. Memeriksa apakah makanan yang akan dikonsumsi telah terdaftar di
departemen Kesehatan atau belum.
F. Pengertian Zat Pemanis
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan
digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan
makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma,
memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia
sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman
dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan
dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan
substitusi pemanis utama (Cahyadi, 2006).
Hubungan Struktur dan Rasa Manis
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui hubungan
struktur kimia bahan pemanis dengan rasa manis adalah (Cahyadi, 2006):
1. Mutu rasa manis
Faktor ini sangat bergantung dari sifat kimia bahan pemanis dan
kemurniannya. Dari uji sensoris menunjukkan tingkat mutu rasa manis yang
berbeda antara bahan pemanis satu dengan yang lainnya. Bahan alami yang
mendekati rasa manis, kelompok gula yang banyak dipakai sebagai dasar
pembuatan bahan pemanis sintesis adalah asam-asam amino. Salah satu dipeptida
seperti aspartam memiliki rasa manis dengan mutu yang serupa dengan kelompok
gula dan tidak memiliki rasa ikutan. Sedangkan pada sakarin dan siklamat
menimbulkan rasa ikutan pahit yang semakin terasa dengan bertambah bahan
pemanis. Rasa pahit tersebut diduga terkait dengan struktur molekulnya, karena
dengan pemurnian yang bagaimanapun tidak dapat menghilangkan rasa pahit.
2. Intensitas rasa manis
Intensitas rasa manis menunjukkan kekuatan atau tingkat dasar kemanisan
suatu bahan pemanis. Intensitas rasa manis berkaitan dengan nilai relatif rasa
manis dalam yang sama maupun yang berbeda antara masing-masing bahan
pemanis. Masing-masing pemanis berbeda kemampuannya untuk merangsang
indra perasa. Kekuatan rasa manis yang ditimbulkan oleh bahan pemanis
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu dan sifat mediumnya
(cair atau padat). Harga intensitas rasa manis biasanya diukur dengan
membandingkannya dengan kemanisan sukrosa 10%.
Kenikmatan rasa manis
Bahan pemanis ditambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki rasa dan
bau bahan pangan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan
kelezatan. Dari berbagai pemanis tidak sempurna dapat menimbulakan rasa
nikmat yang dikehendaki. Pada pemanis sintesis seperti sakarin malah tidak dapat
menimbulkan rasa nikmat malah memberikan rasa yang tidak menyenangkan.
Tetapi penggunaan campuran sakarin dan siklamat pada bahan pangan dapat
menimbulkan rasa manis dan tanpa menimbulkan rasa pahit. Meskipun rasa manis
yang tepat sangat disukai, tetapi pemanis yang berlebihan akan terasa tidak enak.
Pemanis mempunyai harga toleransi yang berbeda antara kelompok masyarakat
bahkan antarindividu.
G. Jenis Zat Pemanis
Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami
dan pemanis buatan/ sintesis (Cahyadi, 2006) :
Pemanis Alami pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut terkenal
sebagai gula alam atau sukrosa. Beberapa bahan pemanis alam yang sering
digunakan adalah: Gula umumnya digunakan sebagai padanan kata untuk
sakarosa. Secara kimiawi gula identik dengan karbohidrat. Beberapa jenis gula
dan berbagai produk terkait: Gula Granulasi (Gula Pasir): kristal-kristal gula
berukuran kecil yang pada umumnya dijumpai dan digunakan di rumah (gula
pasir). Gula batu: Gula batu tidak semanis gula granulasi biasa, gula batu
diperoleh dari Kristal bening berukuran besar bewarna putih atau kuning
kecoklatan. Kristal bening dan putih dibuat dari larutan gula jenuh yang
mengalami kristalisasi secara lambut. Gula batu putih memiliki rekahan-rekahan
kecil yang memantulkan cahay. Kristal berwarna kuning kecoklatan mengandung
berbagai caramel. Gula ini kurang manis karena adanya air dalam Kristal. Rumus
kimia sukrosa: C12H22O11 merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari
monomer-monomernya yang berupa unit glukosa dan fruktosa. Senyawa ini
dikenal sebagai sumber nutrisi serta dibentuk oleh tumbuhan, tidak oleh
organisme lain seperti tumbuhan. Sukrosa atau gula dapur diperoleh dari gula tebu
atau gula bit
Pemanis Buatan

Pemanis buatan (sintesis) merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan


rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Yuliarti, 2007).
Sekalipun penggunaanya diizinkan, pemanis buatan dan juga bahan kimia lain
sesuai peraturan penggunaannya harus dibatasi. Alasannya, meskipun pemanis
Universitas Sumatera Utara
buatan tersebut aman dikonsumsi dalam kadar kecil, tetap saja dalam batas-batas
tertentu akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia maupun hewan yang
mengkonsumsinya. Pembatasan tersebut kita kenal dengan ADI (Acceptable Daily
Intake) atau asupan harian yang dapat diterima. ADI merupakan jumlah maksimal
pemanis buatan dalam mg/kg berat badan yang dapat dikonsumsi tiap hari selama
hidup tanpa menimbulkan efek yang merugikan kesehatan (Yuliarti, 2007).
Pemanis alam biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis
yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta vulgaris L).
bahan
Sakarin
Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remses pada tahun
1897. Ketika pertama kali ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptik dan
pengawet, tetapi sejak tahun 1900 digunakan sebagai pemanis. Sakarin dengan
rumus C7H5NO3S dan berat molekul 183,18 disintesis dari toluen biasanya
tersedia sebagai garam natrium. Nama lain dari sakarin adalah 2,3 dihidro-3-
oksobenzisulfonasol, benzosulfimida atau o-sulfobenzimida. Sedangkan nama
dagangnya adalah glucide, garantose, saccarinol, saccarinose, sakarol, saxin,
sykose, hermesetas (Cahyadi, 2006). Sakarin adalah zat pemanis buatan yang
dibuat dari garam natrium dari asam sakarin berbentuk bubuk kristal putih, tidak
berbau dan sangat manis. Intensitas rasa manis garam natrium sakarin cukup
tinggi, yaitu kira-kira 200-700 kali sukrosa 10%. Di samping rasa manis, sakarin
juga mempunyai rasa pahit yang disebabkan oleh kemurnian yang rendah dari
proses sintesis. Sakarin secara luas digunakan sebagai pengganti gula karena
mempunyai sifat yang stabil, non karsinogenik, nilai kalori rendah, dan harganya
relatif murah, selain itu sakarin banyak digunakan untuk mengganti sukrosa bagi
penderita diabetes mellitus atau untuk bahan pangan yang berkalori rendah
(BPOM, 2008).
Produk makanan dan minuman yang biasanya menggunakan sakarin diantaranya
adalah minuman ringan (soft drinks), permen, selai, bumbu salad, gelatin rendah
kalori, dan hasil olahan lain tanpa gula. Selain itu sakarin digunakan sebagai
bahan
tambahan pada produk kesehatan mulut seperti pasta gigi dan obat pencuci
(penyegar) mulut. Natrium-sakarin didalam tubuh tidak mengalami metabolisme
sehingga diekskresikan melalui urin tanpa perubahan kimia. Beberapa penelitian
mengenai dampak konsumsi sakarin terhadap tubuh manusia masih menunjukkan
hasil yang konvensional. Hasil penelitian National Academy of Science tahun
1968 menyatakan bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa sebanyak 1 gram
atau lebih rendah tidak menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Tetapi ada
penelitian lain yang menyebutkan bahwa sakarin dalam dosis tinggi dapat
menyebabkan kanker pada hewan percobaan. Pada tahun 1977 Canadas Health
Protection Branch melaporkan bahwa sakarin bertanggung jawab terjadinya
kanker kantong kemih. Sejak itu sakarin dilarang digunakan di Canada, kecuali
sebagai pemanis yang dijual di apotek dengan mencantumkan label peringatan.
Akan tetapi hal ini menimbulkan kontroversi, karena adanya penjelasan bahwa
tikus-tikus yang dicoba di Canada diberikan sakarin dengan dosis yang sangat
tinggi, yaitu kira-kira ekuivalen dengan 800 kaleng diet soda per hari (Yuliarti,
2007). Kontroversi ini masih berlangsung sampai kini, pemerintah Indonesia
mengeluarkan peraturan melalui Menteri Kesehatan RI No.
208/Menkes/Per/IV/1985 tentang pemanis buatan dan No.
722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan, bahwa pada pangan
dan minuman olahan khusus yaitu berkalori rendah dan untuk penderita penyakit
diabetes mellitus kadar maksimum sakarin yang diperbolehkan adalah 300 mg/kg
(Cahyadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara Pemanis buatan banyak menimbulkan bahaya bagi
kesehatan manusia, seperti:
1. Migrain dan sakit kepala

2. Kehilangan daya ingat

3. Bingung

4. Insomnia

5. Iritasi
6. Asma

7. Hipertensi

8. Diare

9. Sakit perut

10. Alergi

11. Impotensi dang gangguan seksual

12. Kebotakan

13. Kanker otak

14. Kanker kantung kemih


Aspartam
Aspartam ditemukan secara kebetulan oleh James Schulter pada tahun 1965,
ketika mensintesis obat-obat untuk bisul dan borok. Aspartam adalah senyawa
metal ester dipeptida yaitu L-aspartil-L-alanin-metilester dengan rumus
C14H16N2O5 memiliki daya kemanisan 100-200 kali sukrosa (Cahyadi, 2006).
Aspartam atau Aspartil fenilalanin metil ester (APM) dengan rumus kimia
C14H18N2O5 atau 3-amino-N(-carbomethoxy-phenethyl)succinamic acid, N-L-
-aspartyl-L-phenylalanine-1-methyl ester merupakan senyawa yang tidak berbau,
berbentuk tepung kristal berwarna putih, sedikit larut dalam air, dan berasa manis.
Aspartam memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 60 sampai dengan 220 kali
tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 0,4 kkal/g atau setara
dengan 1,67 kJ/g. Kombinasi penggunaan aspartam dengan pemanis buatan lain
dianjurkan terutama untuk produk-produk panggang dalam mempertegas cita-rasa
buah (BPOM, 2008). Aspartam yang dikenal dengan nama dagang equal,
merupakan salah satu bahan tambahan pangan telah melalui berbagai uji yang
mendalam dan menyeluruh aman bagi penderita diabetes mellitus. Sejak tahun
1981 telah diizinkan untuk dipasarkan. Pada penggunaan dalam minuman ringan,
spartam kurang menguntungkan karena penyimpanan dalam waktu lama akan
mengakibatkan turunnya rasa manis. Selain itu, aspartam tidak tahan panas
sehingga tidak baik digunakan dalam bahan pangan yang diolah melalui
pemanasan (Cahyadi, 2006). Aspartam tersusun oleh asam amino sehingga
didalam tubuh akan mengalami metabolisme seperti halnya asam amino pada
umumnya. Bagi penderita penyakit keturunan yang berhubungan dengan
kelemahan mental (phenil keton urea/PKU) dilarang untuk mengkonsumsi
aspartam karena adanya fenilalanin yang tidak dapat dimetabolisme oleh penyakit
tersebut. Kelebihan fenilalanin dalam tubuh penderita PKU diduga dapat
menyebabkan kerusakan otak dan pada akhirnya dapat mengakibatkan cacat
mental (Cahyadi, 2006). Konsumsi harian yang aman (acceptable daily intake)
untuk orang dewasa adalah 40 mg/kg berat badan. Peraturan Menkes No. 722
Tahun 1988 tidak menyebutkan jumlah aspartam yang boleh ditambahkan
kedalam bahan pangan. Hal ini berarti bahwa aspartam masih dianggap aman
untuk dikonsumsi.
Siklamat
Siklamat pertama kali ditemukan tahun 1939 dan diperbolehkan untuk digunakan
kedalam makanan di U.S.A. pada tahun 1950. Dilanjutkan dengan pengujian
dalam keamanan untuk senyawa yang muncul ditemukan pada tahun 1967 bahwa
siklamat dapat merubah usus ke cyclohexylamine dimana dapat menimbulkan
karsinogenik. Rupanya, hanya beberapa individu yang memiliki kemampuan
untuk merubah siklamat ke cyclohexylamine (Deman, 1980).
Siklamat atau cyclohexylsulfamic acid (C6H13NO3S) sebagai pemanis buatan
digunakan dalam bentuk garam kalsium, kalium, dan natrium siklamat. Secara
umum, garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna, dan
mudah larut dalam air dan etanol, serta berasa manis. Kombinasi penggunaan
siklamat dengan sakarin dan atau acesulfame-K bersifat sinergis, dan kompatibel
dengan pencitarasa dan bahan pengawet. Pemberian siklamat dengan dosis yang
sangat tinggi pada tikus percobaan dapat menyebabkan tumor kandung kemih,
paru, hati, dan limpa, serta menyebabkan kerusakan genetik dan atropi testikular.
Informasi yang dikumpulkan oleh CCC (Calorie Control Council) menyebutkan
bahwa konsumsi siklamat tidak menyebabkan kanker dan non mutagenik. Pada
tahun 1984, FDA menyatakan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik.
Meskipun FDA, JECFA dan CAC menyatakan bahwa siklamat aman untuk
dikonsumsi, namun Kanada dan USA tidak mengizinkan penggunaan siklamat
sebagai bahan tambahan pangan (BPOM, 2008). Tidak seperti sakarin, siklamat
berasa manis tanpa rasa ikutan yang kurang disenangi. Bersifat mudah larut dalam
air dan intensitas kemanisannya 30 kali kemanisan sukrosa. Dalam industri
pangan natrium siklamat dipakai sebagai bahan pemanis yang tidak mempunyai
nilai gizi (non-nutritive) untuk pengganti sukrosa. Siklamat bersifat tahan panas,
sehingga sering digunakan dalam pangan yang diproses dalam suhu tinggi
misalnya pangan dalam kaleng (BPOM, 2004). Meskipun memiliki tingkat
kemanisan yang tinggi dan rasanya enak (tanpa rasa pahit) tetapi siklamat dapat
membahayakan kesehatan. Hasil penelitian bahwa tikus yang diberikan siklamat
dan sakarin dapat menimbulkan kanker kantong kemih. Hasil metabolisme
siklamat, yaitu sikloheksiamin bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, ekskresinya
melalui urin dapat merangsang pertumbuhan tumor. Penelitian yang baru
menunjukkan bahwa siklamat dapat menyebabkan atropi, yaitu terjadinya
pengecilan testicular dan kerusakan kromosom. Penelitian yang dilakukan oleh
para ahli Academy of science pada tahun 1985 melaporkan bahwa siklamat
maupun turunannya (sikloheksiamin) tidak bersifat karsinogenik, tetapi diduga
sebagai tumor promoter. Sampai saat ini hasil penelitian mengenai dampak
siklamat terhadap kesehatan masih diperdebatkan ( Sitorus, 2009).
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, kadar
maksimum asam siklamat yang diperbolehkan dalam pangan dan minuman
berkalori rendah dan untuk penderita diabetes mellitus adalah 3g/kg bahan pangan
dan minuman. Dan menurut WHO, batas konsumsi harian siklamat yang aman
(ADI) adalah 11 mg/kg berat badan. Adanya peraturan bahwa penggunaan
siklamat dan sakarin masih diperbolehkan, serta kemudahan mendapatkannya
dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan gula alam. Hal tersebut
menyebabkan produsen pangan dan minuman terdorong untuk menggunakan
kedua jenis pemanis buatan tersebut di dalam produk.
Sorbitol
Bahan pemanis ini dikenal sebagai D-Sorbitol, D-glucitol, L-gulitol, sorbit atau
sorbol mempunyai berat molekul 182,17. Kemanisannya hanya 0,5 kali gula tebu.
Sorbitol bersifat larut polar seperti air dan alkohol. Sorbitol secara komersial
dibuat dari glukosa dengan hidrogenasi dalam tekanan tinggi maupun reduksi
elektrolit (Cahyadi, 2006). Kristal sorbitol mengandung 0,5 atau 1 molekul H2O.
Kandungan kalorinya 3,994 K. Kalori setiap gram sama dengan kalori gula tebu
yaitu 3,940 K. Tujuh puluh persen dari jumlah sorbitol yang masuk ke dalam
tubuh akan diubah menjadi CO2 tanpa menunjukkan adanya kenaikan glukosa
dalam darah sehingga sangat baik untuk penderita diabetes.
Sorbitol atau D-Sorbitol atau D-Glucitol atau D-Sorbite adalah monosakarida
poliol (1,2,3,4,5,6 dan Hexanehexol) dengan rumus kimia C6H14O6. Sorbitol
berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal dan berwarna putih dengan
titik leleh berkisar antara 89 sampai dengan 101C, higroskopis dan berasa
manis. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,5 sampai
dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g
atau setara dengan 10,87 kJ/g. Penggunaannya pada suhu tinggi tidak ikut
berperan dalam reaksi pencoklatan (BPOM, 2004). Fungsi lainnya yaitu bahan
pengisi (filler/bulking agent), humektan, pengental (thickener), mencegah
terbentuknya kristal pada sirup. Sorbitol termasuk dalam golongan GRAS,
sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi dan sangat
bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes dan diet rendah kalori.
Meskipun demikian, US CFR memberi penegasan bahwa produk pangan yang
diyakini memberikan konsumsi sorbitol lebih dari 50 g per hari, perlu
mencantumkan pada label pernyataan: konsumsi berlebihan dapat
mengakibatkan efek laksatif . JECFA menyatakan sorbitol merupakan bahan
tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur
maksimum penggunaan sorbitol pada berbagai produk pangan berkisar antara 500
sampai dengan 200.000 mg/kg produk, dan sebagian digolongkan sebagai
GMP/CPPB (BPOM, 2008).
Asesulfam-K (Acesulfame Potassium)
Acesulfame-K ditemukan seorang kimiawan Karl Clauss tahun 1967. Dia
menemukan rasa manis secara tidak sengaja ketika menjilatkan jarinya untuk
mengambil kertas di laboratorium. Patennya dimiliki oleh Hoechst AG, Jerman.
Acesulfame-K rasanya manis, beberapa orang merasakan adanya aftertaste yang
pahit hampir seperti sakarin, tetapi sebagian lain tidak merasakannya (Cahyadi,
2006). Asesulfam-K dengan rumus kimia C4H4KNO4S atau garam kalium dari 6-
methyl-1,2,3-oxathiazin-4(3H)-one-2,2-dioxide atau garam Kalium dari 3,4-
dihydro-6-methyl-1,2,3-oxathiazin-4-one-2,2di-oxide merupakan senyawa yang
tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih, mudah larut dalam air dan
berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 200 kali tingkat kemanisan
sukrosa tetapi tidak berkalori. Kombinasi penggunaan asesulfam-K dengan asam
aspartat dan natrium siklamat bersifat sinergis dalam mempertegas rasa manis
gula. Fungsi lainnya yaitu penegas cita rasa (flavor enhancer) terutama cita rasa
buah (BPOM, 2008). Beberapa kajian memperlihatkan bahwa asesulfam-K tidak
dapat dicerna, bersifat non glikemik dan non karsinogenik, sehingga JECFA
menyatakan aman untuk dikonsumsi manusia sebagai pemanis buatan dengan
ADI sebanyak 15 mg/kg berat badan (BPOM, 2008). CAC mengatur maksimum
penggunaan asesulfam-K pada berbagai produk pangan berkisar antara 200
sampai dengan 1.000 mg/kg produk. Sementara CFR mengatur maksimum
penggunaan asesulfam-K pada berbagai produk pangan dalam GMP atau CPPB.
Sedangkan FSANZ mengatur maksimum penggunaan asesulfam-K pada berbagai
produk pangan berkisar antara 200 sampai dengan 3.000 mg/kg produk (BPOM,
2008).
Isomalt (Isomalt)
Isomalt merupakan campuran equimolar dari 6-O--D-Glucopyranosyl-D glucitol
(GPG) (GPG-C12H24O11) dan 1-O--D-Glucopyranosyl-D-mannitol
(GPM) dihydrate (GPM-C12H24O11.2H2O) mengandung gluko-manitol dan
gluko-sorbitol dibuat dari sukrosa melalui dua tahap proses enzimatik. Perubahan
molekuler yang terjadi dalam proses tersebut menyebabkan isomalt lebih stabil
secara kimiawi dan enzimatik dibandingkan dengan sukrosa. Isomalt berbentuk
kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis dengan tingkat kemanisan
relatif sebesar 0,45 sampai dengan 0,65 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai
kalori isomalt sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/kg. Fungsi lainnya yaitu
bahan pengisi (filler), pencita rasa buah, kopi, dan coklat (flavor enhancer)
(BPOM RI, 2008). Isomalt termasuk dalam golongan GRAS (Generally
Recognized As Safe), sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan
karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah bagi
penderita diabetes tipe I dan II. JECFA menyatakan isomalt merupakan bahan
tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur
maksimum penggunaan Isomalt pada berbagai produk pangan berkisar antara
30.000 sampai dengan 500.000 mg/kg produk dan sebagian besar digolongkan
sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).
Alitam
Alitam dengan rumus kimia C14H25N3O4S.2,5 H2O atau L--Aspartil-N-
[2,2,4,4-tetrametil-3-trietanil]-D-alanin amida, hidrat dan merupakan senyawa
yang disintesis dari asam amino L-asam aspartat, D-alanin, dan senyawa amida
yang disintesis dari 2,2,4,4-tetra metiltienanilamin. Alitam memiliki tingkat
kemanisan relatif sebesar 2.000 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori
1,4 kkal/g atau setara dengan 5,85 kJ/g. Penggunaannya dengan pemanis buatan
lainnya bersifat sinergis (BPOM RI, 2008). Alitam dapat dicerna oleh enzim
dalam saluran pencernaan dan diserap oleh usus berkisar antara 78 sampai dengan
93 % dan dihidrolisis menjadi asam aspartat dan alanin amida. Sedangkan sisa
alitam yang dikonsumsi yaitu sebanyak 7 sampai dengan 22% dikeluarkan melalui
feses. Asam aspartat hasil hidrolisis selanjutnya dimetabolisme oleh tubuh dan
alanin amida dikeluarkan melalui urin sebagai isomer sulfoksida, sulfon, atau
terkonjugasi dengan asam glukoronat. Oleh karena itu, CCC menyebutkan alitam
aman dikonsumsi manusia. Sedangkan JECFA merekomendasikan bahwa alitam
tidak bersifat karsinogen dan tidak memperlihatkan sifat toksik terhadap organ
reproduksi. Konsentrasi yang tidak menimbulkan efek negatif pada hewan (level
of no adverse effect) adalah sebanyak 100 mg/kg berat badan. Sementara ADI
untuk alitam adalah sebanyak 0,34 mg/kg berat badan(BPOM RI, 2008). CAC
mengatur maksimum penggunaan alitam pada berbagai produk pangan berkisar
antara 40 sampai dengan 300 mg /kg produk. Beberapa negara seperti Australia,
New Zealand, Meksiko, dan RRC telah mengijinkan penggunaan alitam sebagai
pemanis untuk berbagai produk pangan (BPOM RI, 2008).
Laktitol (Lactitol)
Laktitol dengan rumus kimia C12H24O11 atau 4-O--D-Galactopyranosil-D-
glucitol dihasilkan dengan mereduksi glukosa dari disakarida laktosa. Laktitol
tidak dihidrolisis dengan laktase tetapi dihidrolisis atau diserap di dalam usus
kecil. Laktitol dimetabolisme oleh bakteri dalam usus besar dan diubah menjadi
biomassa, asam-asam organik, karbondioksida (CO2) dan sejumlah kecil gas
hidrogen (H2). Asam-asam organik selanjutnya dimetabolisme menghasilkan
kalori. Laktitol stabil dalam kondisi asam, basa, dan pada kondisi suhu tinggi,
tidak bersifat higroskopis dan memiliki kelarutan serupa glukosa. Laktitol berasa
manis seperti gula tanpa purna rasa (aftertaste) dengan tingkat kemanisan relatif
sebesar 0,3 sampai dengan 0,4 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol
sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kJ/g (BPOM RI, 2008). Laktitol
termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak
menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan
insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Hasil evaluasi Scientific Committee
for Food of European Union pada tahun 1984 menyatakan bahwa konsumsi
laktitol sebanyak 20 g/hari dapat mengakibatkan efek laksatif (BPOM RI, 2008).
JECFA menyatakan laktitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk
dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan laktitol pada
berbagai produk pangan berkisar antara 10.000 sampai dengan 30.000 mg/kg
produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).
Maltitol (Maltitol)
Maltitol dengan rumus kimia C12H14O11 atau -D-Glucopyranosyl-1,4-D
glucitol termasuk golongan poliol yang dibuat dengan cara hidrogenasi maltosa
yang diperoleh dari hidrolisis pati. Maltitol berbentuk kristal anhydrous dengan
tingkat higroskopisitas rendah, dan suhu leleh, serta stabilitas yang tinggi. Dengan
karakteristik tersebut maltitol dimungkinkan bisa sebagai pengganti sukrosa
dalam pelapisan coklat bermutu tinggi, pembuatan kembang gula, roti coklat, dan
es krim. Maltitol berasa manis seperti gula dengan tingkat kemanisan relatif
sebesar 0,9 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2,1 kkal/g
atau setara dengan 8,78 kJ/g. Fungsi lainnya yaitu pencita rasa (flavor enhancer),
humektan, sekuestran, pembentuk tekstur, penstabil (stabilizer), dan pengental
(thickener) (BPOM RI, 2008). Maltitol termasuk dalam golongan GRAS,
sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak
menyebabkan peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita
diabetes. JECFA menyatakan maltitol merupakan bahan tambahan pangan yang
aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan maltitol
pada berbagai produk pangan berkisar antara 50.000 sampai dengan 300.000
mg/kg produk dan sebagian digolongkan sebagai GMP / CPPB (BPOM RI, 2008).
Manitol (Mannitol)
Manitol dengan rumus kimia C6H14O6 atau D-mannitol; 1,2,3,4,5,6- hexane
hexol merupakan monosakarida poliol dengan nama kimiawi Manitol berbentuk
kristal berwarna putih, tidak berbau, larut dalam air, sangat sukar larut di dalam
alkohol dan tidak larut hampir dalam semua pelarut organik. Manitol berasa manis
dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat
kemanisan sukrosa. Nilai kalori manitol sebesar 1,6 kkal/g atau 6,69 kJ/g. Fungsi
lainnya yaitu anti kempal (anticaking agent), pengeras (firming agent), penegas
cita rasa (flavor enhancer), pembasah atau pelumas, pembentuk tekstur, pendebu
(dusting agent), penstabil (stabilizer), dan pengental (thickener) (BPOM RI,
2008). Manitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi
manusia, tidak menyebabkan karies gigi, dan tidak menyebabkan peningkatan
kadar glukosa dan insulin dalam darah bagi penderita diabetes. Konsumsi manitol
sebanyak 20 g/hari akan mengakibatkan efek laksatif (BPOM RI, 2008).. JECFA
menyatakan manitol merupakan bahan tambahan pangan yang aman untuk
dikonsumsi manusia. CAC mengatur maksimum penggunaan manitol pada
berbagai produk pangan sebanyak 60.000 mg/kg produk dan sebagian
digolongkan sebagai GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).
Neotam (Neotame)
Neotam dengan rumus kimia C20H30N2O5 atau L-phenylalanine, N-[N-(3,3-
dimethylbutyl)-L--aspartyl]-L-phenylalanine 1-methyl ester merupakan senyawa
yang bersih, berbentuk tepung kristal berwarna putih, penegas cita-rasa yang unik
dan memiliki tingkat kelarutan dalam air sama dengan aspartam serta berasa
manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 7.000 sampai dengan 13.000 kali
tingkat kemanisan sukrosa. Neotam termasuk pemanis non-nutritif yaitu tidak
memiliki nilai kalori. Penggunaan neotam dalam produk pangan dapat secara
tunggal maupun kombinasi dengan pemanis lain seperti aspartam, garam
asesulfam, siklamat, sukralosa, dan sakarin. Fungsi lainnya yaitu penegas cita rasa
(flavor enhancer) terutama cita rasa buah (BPOM RI, 2008).
Kajian digestive memperlihatkan bahwa neotam terurai secara cepat dan dibuang
sempurna tanpa akumulasi oleh tubuh melalui metabolisme normal. Hasil kajian
komprehensif penggunaan neotam pada binatang dan manusia termasuk anak-
anak, wanita hamil, penderita diabetes memperlihatkan bahwa neotam aman
dikonsumsi manusia. Selanjutnya neotam tidak bersifat mutagenik, teratogenik,
atau karsinogenik dan tidak berpengaruh terhadap sistem reproduksi. Kajian
JECFA pada bulan Juni tahun 2003 di Roma, Italia menyatakan bahwa ADI untuk
neotam adalah sebanyak 0 sampai dengan 2 mg/kg berat badan (BPOM RI, 2008).
FDA dan FSANZ telah menyetujui penggunaan neotam sebagai pemanis dan
pencita rasa. Penggunaan neotam dalam berbagai produk pangan antara lain
sebanyak 2 sampai dengan 50 mg/kg produk untuk minuman ringan, sebanyak 6
sampai dengan 130 mg/kg produk untuk produk roti, sebanyak 800 sampai dengan
4000 mg/kg produk untuk sediaan, sebanyak 5 sampai dengan 50 mg/kg produk
untuk produk susu), dan sebanyak 10 sampai dengan 1.600 mg/kg produk untuk
permen karet (BPOM RI, 2008).
Silitol (Xylitol)
Silitol dengan rumus kimia C5H12O5 adalah monosakarida poliol (1, 2, 3, 4, 5
dan Pentahydroxipentane) yang secara alami terdapat dalam beberapa buah dan
sayur. Silitol berupa senyawa yang berbentuk bubuk kristal berwarna putih, tidak
berbau, dan berasa manis. Silitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan
tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,4 kkal/g atau setara
dengan 10,03 kJ/g (BPOM RI, 2008). Silitol termasuk dalam golongan GRAS,
sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi, menurunkan
akumulasi plak pada gigi, dan merangsang aliran ludah dalam pembersihan dan
pencegahan kerusakan gigi. JECFA menyatakan silitol merupakan bahan
tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. CAC mengatur
maksimum penggunaan silitol pada berbagai produk pangan berkisar antara
10.000 sampai dengan 30.000 mg/kg produk, dan sebagian digolongkan sebagai
GMP/CPPB (BPOM RI, 2008).
Sukralosa (Sucralose)
Sukralosa adalah triklorodisakarida yaitu 1,6-Dichloro- 1,6- dideoxy- -D-
fructofuranosyl -4-chloro-4-deoxy--D-galactopyranoside atau 4, 1,6-
trichlorogalactosucrose dengan rumus kimia C12H19Cl3O8 merupakan senyawa
berbentuk kristal berwarna putih; tidak berbau; mudah larut dalam air, methanol
dan alcohol; sedikit larut dalam etil asetat, serta berasa manis tanpa purna rasa
yang tidak diinginkan. Sukralosa memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 600
kali tingkat kemanisan sukrosa dengan tanpa nilai kalori (BPOM RI, 2008).
Sukralosa tidak digunakan sebagai sumber energi oleh tubuh karena tidak terurai
sebagaimana halnya dengan sukrosa. Sukralosa tidak dapat dicerna, dan langsung
dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan. Hal tersebut menempatkan sukralosa
dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi wanita hamil dan menyusui
serta anak-anak segala usia. Sukralosa teruji tidak menyebabkan karies gigi,
perubahan genetik, cacat bawaan, dan kanker. Selanjutnya sukralosa tidak pula
berpengaruh terhadap perubahan genetik, metabolisme karbohidrat, reproduksi
pria dan wanita serta terhadap sistem kekebalan. Oleh karena itu, maka sukralosa
sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes baik tipe I
maupun II (BPOM RI, 2010). JECFA menyatakan sukralosa merupakan bahan
tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia dengan ADI sebanyak 10
sampai dengan 15 mg/kg berat badan. CAC mengatur maksimum penggunaan
sukralosa pada berbagai produk pangan berkisar antara 120 sampai dengan 5.000
mg/kg produk (BPOM RI, 2008).
Tujuan Penggunaan Pemanis Sintesis
Pemanis ditambahkan kedalam bahan pangan mempunyai beberapa tujuan
diantaranya sebagai berikut ( Yuliarti, 2007):
1. Sebagai pangan pada penderita diabetes mellitus karena tidak menimbulkan
kelebihan gula darah. Pada penderita diabetes mellitus disarankan menggunakan
pemanis sintesis untuk menghindari bahaya gula.

2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan. Kegemukan


merupakan salah satu faktor penyakit jantung yang merupakan penyebab utama
kematian. Untuk orang yang kurang aktif secara fisik disarankan untuk
mengurangi masukan kalori perharinya. Pemanis sintesis merupakan salah satu
bahan pangan untuk mengurangi masukan kalori.

3. Sebagai penyalut obat. Beberapa obat mempunyai rasa yang tidak


menyenangkan, oleh karena itu untuk menutupi rasa yang tidak enak dari obat
tersebur biasanya dibuat tablet yang bersalut. Pemanis lebih sering digunakan
untuk menyalut obat karena umumnya bersifat higroskopis dan tidak
menggumpal.
4. Menghindari kerusakan gigi. Pada pangan seperti permen lebih sering
ditambahkan pemanis sintesis karena bahan permen ini mempunyai rasa manis
yang lebih tinggi dari gula, pemakaian dalam jumlah sedikit saja sudah
menimbulkan rasa manis yang diperlukan sehingga tidak merusak gigi.

5. Pada industri pangan, minuman, termasuk industri rokok, pemanis sintesis


dipergunakan dengan tujuan untuk menekan biaya produksi karena pemanis
sintesis ini selain mempunyai tingkat rasa manis yang lebih tinggi juga harganya
relatif murah dibandingkan dengan gula yang diproduksi dialam.
Dampak Pemanis Buatan Terhadap Kesehatan
Penggunaan pemanis buatan yang semula hanya ditujukan pada produk-produk
khusus bagi penderita diabetes, saat ini penggunaannya semakin meluas pada
berbagai produk pangan secara umum. Beberapa pemanis buatan bahkan tersedia
untuk dapat langsung digunakan atau ditambahkan langsung oleh konsumen
kedalam makanan atau minuman sebagai pengganti gula. Propaganda mengenai
penggunaan pemanis buatan umumnya dikaitkan dengan isu-isu kesehatan seperti:
pengaturan berat badan, pencegahan kerusakan gigi, dan bagi penderita diabetes
dinyatakan dapat mengontrol peningkatan kadar glukosa dalam darah. Namun
demikian, tidak selamanya penggunaan pemanis buatan tersebut aman bagi
kesehatan (Cahyadi, 2006). Pemanis buatan diperoleh secara sintetis melalui
reaksi-reaksi kimia di laboratorium maupun skala industri. Karena diperoleh
melalui proses sintetis dapat dipastikan bahan tersebut mengandung senyawa-
senyawa sintetis. Penggunaan pemanis buatan perlu diwaspadai karena dalam
takaran yang berlebih dapat menimbulkan efek samping yang merugikan
kesehatan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis
buatan berpotensi menyebabkan tumor dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) telah
menetapkan batas-batas yang disebut Acceptable Daily Intake (ADI) atau
kebutuhan per orang per hari, yaitu jumlah yang dapat dikonsumsi tanpa
menimbulkan resiko. Sejalan dengan itu di negara-negara Eropa, Amerika dan
juga di Indonesia telah ditetapkan standar penggunaan pemanis buatan pada
produk makanan. Kajian ini dilakukan untuk mengevaluasi penerapan standar
penggunaan jenis pemanis buatan dan batas maksimum penggunaannya pada
beberapa produk pangan seperti minuman (beverages), permen/kembang gula,
permen karet, serta produk-produk suplemen kesehatan (Yuliarti, 2007). Menurut
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI tentang persyaratan penggunaan
bahan tambahan pangan pemanis buatan dalam produk pangan menyebutkan
bahwa pemanis buatan tidak diizinkan penggunaanya pada produk pangan olahan
tertentu untuk dikonsumsi oleh kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil,
ibu menyusui dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan aspartam bagi orang yang menderita penyakit turunan yang dikenal
sebagai fenilketonuria perlu mendapat perhatian khusus. Diperkirakan 1 dalam
15.000 orang memiliki kelainan tersebut. Orang yang menderita fenilketonuria
tidak mampu memetabolisme fenilalanin, salah satu cara untuk mengobatinya
dengan membatasi pemasukan fenilalanin, bukan menghilangkannya karena
fenilalanin merupakan asam amino esensial yang penting untuk kehidupan.
Berlebihnya jumlah fenilalanin pada penderita fenilketonuria dapat menyebabkan
terjadinya keterbelakangan mental, karena asam fenilpiruvat yang dibentuk dari
fenilalanin akan menumpuk dalam otak (Yuliarti, 2007).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau zat aditif makanan didefinisikan
sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan
untuk menigkatkan mutu (Permenkes RI No 329/Menkes/PER/XII/76). Bahan
Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna,
pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.
B. Saran
Bahan tambahan makanan sekarang ini banyak yang sudah beredar luas
dipasaran sehingga dapat diperoleh dengan mudah terutama yang sintesis olehnya
itu dalam memilih makanan jadi atau berbelanja makanan harus memperhatikan
bagaimana terkstur dan ciri-ciri makanan yang baik sebap ada makanan yang
banyak mengandung bahan tambahan makanan yang berbahaya bagi tubuh.

AMAMI
BAHAN TAMBAHAN MAKANAN

OLEH

KELOMPOK II
KELAS A

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN DIII ANALIS KESEHATAN

2015

KELOMPOK II
AMRAH PO713203131002
FITRIANI HANDAYANI PO713203131013
HERFIANA PO713203131016
ISTI ADZAH URBAH PO713203131019
MAGFIRAWATI PO713203131021
MARSUKI PO713203131022
MIFTAHUL JANNAH PO713203131023
NUR AIDAH PO713203131025
NUR DIANA M. PO713203131028
NURUSSUCI PO713203131032
RATNA JUNIARTI PO713203131036
RESTI SUSANTI PO713203131037
SINAR PO713203131037
SELVIA DEWI PO713203131041
TRI UTAMI PO713203131042
WIDYAWATI PO713203131047

You might also like