You are on page 1of 15

ACARA III

TRANSFER MASSA UAP AIR SELAMA PENGERINGAN

A. Tujuan
Tujuan praktikum Acara III Transfer Massa Uap Air Selama
Pengeringan yaitu :
1. Memahami prinsip transfer massa uap air selama pengeringan.
2. Mengetahui laju transfer massa uap air selama pengeringan.
3. Mengetahui pengaruh bentuk dan ukuran bahan terhadap laju transfer
massa air selama pengeringan.
B. Tinjauan Pustaka
Pengeringan adalah suatu proses perpindahan kalor dan massa air
secara transien serta beberapa laju proses, seperti transformasi fisik atau
kimia yang dapat menyebabkan perubahan mutu hasil maupun mekanisme
perpindahan kalor dan massa. Mekanisme pengeringan meliputi dua proses
perpindahan yaitu perpindahan kalor dan perpindahan massa uap air dengan
mengkondisikan udara pengering. Beberapa faktor yang mempengaruhi
pengeringan antara lain; suhu dan kelembaban udara pengering yang
dialirkan, debit aliran udara pengering, kadar air awal bahan, bentuk, ukuran
dan jaringan sel bahan, bentuk kurva sorbsi-desorbsi bahan dan perlakuan/
cara pengeringan, yaitu secara kontinyu (pengeringan secara terus-menerus)
atau adanya tempering (penundaan antara waktu-waktu pengeringan
berlangsung) (Muhamadiah dkk, 2011).
Pengeringan adalah suatu metoda untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air
tersebut dengan menggunakan energy panas. Biasanya kandungan air bahan
tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi
didalamnya. Mikroba dalam keadaan normal mengandung air kira-kira 80
persen. Air ini diperoleh dari makanan tempat mereka tumbuh. Jika air
dikeluarkan dari bahan pangan, maka air dalam sel bakteri juga akan keluar
dan bakteri tidak dapat berkembang biak. Bakteri dan kapang umumnya
membutuhkan kadar air yang lebih tinggi dari pada kapang, maka sering kita
jumpai kapang tumbuh pada makanan setengah kering dimana bakteri dan
ragi tidak dapat tumbuh, missal kapang dapat tumbuh pada roti yang sudah
basi, ikan asp, dendeng, dan lain-lainnya (Martini, 2011).
Pengeringan produk merupakan operasi penting dalam rantai
penanganan makanan. Esensi dasar pengeringan adalah untuk mengurangi
kadar air dari produk ke tingkat yang mencegah kerusakan dalam jangka
waktu tertentu waktu, biasanya dianggap sebagai periode penyimpanan yang
aman. Pengeringan dalam aplikasi adalah proses panas dan massa
perpindahan, melibatkan uap air dalam keadaan cair, pencampuran uap
dengan udara pengeringan dan menghapus uap dengan alami atau mekanis
membawa pergi campuran uap dan kelembaban. Panas yang cukup untuk
vapourisation produk kelembaban harus diberikan dengan mengurangi panas
yang masuk akal dari udara pengeringan atau dengan menerapkan panas
langsung ke produk dengan konduksi, radiasi, pemanasan dielektrik, beku-
kering dll (Eze, 2010).
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan panas
alami maupun panas buatan. Panas alam yang biasa digunakan pada proses
pengeringan ini, ialah dengan menggunakan panas matahari, misalnya dalam
pembuatan sale pisang, sale kesemek,atau kurma yang didatangkan dari
Negara padang pasir. Pengeringan dengan menggunakan panas buatan ialah
dengan alat pengering yang khusus dibuat untuk maksud tersebut.
Pengeringan pada dasarnya bertujuan untuk mengeluarkan air dengan cara
sedemikian rupa, sampai mencapai kadar air tertentu. Dengan sangat
terbatasnya kadar air, akan menyebabkan enzim-enzim tidak aktif dan atau
mikroorganisme tidak dapat tumbuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengeringan. Untuk berhasilnya suatu usaha pengawetan hasil pertanian
dengan cara pengeringan, haruslah diperhatikan berbagai faktor. Faktor-faktor
tersebut meliputi keadaan bahan makanan yang akan dikeringkan, udara
disekelilingnya, terutama dalam pemilihan jenis, kondisi bahan, serta tingkat
kematangan yang tepat (Hudaya dan Dradjat, 1980).
Pemanas udara matahari adalah alat sederhana untuk memanaskan
udara dengan memanfaatkan energi matahari dan digunakan dalam berbagai
aplikasi yang memerlukan rendah sampai sedang suhu di bawah 80C, seperti
pengeringan tanaman dan pemanas ruangan. Proses Pengeringan memainkan
peran penting dalam pelestarian produk pertanian. Pengeringan didefinisikan
sebagai proses penghapusan kelembaban karena panas simultan dan
perpindahan massa. Ada dua jenis air yang ada dalam makanan, air terikat
secara kimia dan air terikat secara fisik. Dalam pengeringan, hanya air fisik
yang dihilangkan. Penerapan pengeringan di negara berkembang dapat
mengurangi kerugian pasca panen dan secara signifikan berkontribusi pada
ketersediaan pangan di negara-negara. Pengeringan tradisional, yang sering
dilakukan di tanah di udara terbuka, adalah metode yang paling luas
digunakan di negara berkembang karena merupakan metode yang paling
sederhana dan termurah (Bolaji, 2008).
Proses pengeringan pada umumnya terdiri dari dua periode utama
yaitu periode laju pengeringan tetap (constant rate period) dan periode laju
pengeringan menurun (falling rate period). Pemahaman akan hal ini akan
lebih mudah bila melihat kurva dari grafik hubungan kadar air dan laju
pengeringan selama proses pengeringan. Menurut penelitian sebelum periode
laju pengeringan tetap, terjadi periode pemanasan (warming-up period), laju
pada saat itu pengeringan meningkat. Periode laju pengeringan tetap terjadi
sampai air bebas di permukaan bahan telah hilang dan kemudian laju
pengeluaran air semakin berkurang. Kadar air pada saat laju pengeringan
berubah dari laju pengeringan tetap ke laju pengeringan menurun disebut titik
kritis (critical point). Laju pengeringan tetap terjadi pada awal proses
pengeringan produk biologi dengan kadar air lebih dari 70% basis basah. Laju
pengeringan menurun meliputi dua proses yaitu perpindahan air dari dalam
bahan ke permukaan dan perpindahan uap air dari permukaan bahan ke udara
di sekitarnya. Semakin besar luas permukaan yang dikeringkan dan semakin
besar selisih tekanan uap air permukaan dan udara maka laju pengeringan
semakin cepat (Harianto, 2008).
Lama proses pengeringan tergantung dari bahan yang dikeringkan dan
cara pemanasan. Jika suatu benda mengering, maka berlangsunglah 2 proses
yaitu: pemindahan panas untuk menguapkan cairan cairan yang terdapat
pada benda padat dan pemindahan massa yaitu dalam bentuk air bahan
(internal moisture) atau dalam bentuk uap (evaporated liquid). Pemotongan
atau pengirisan dapat dilakukan pada sayuran atau buah buahan, misalnya
sayuran umbi dipotong menjadi kubus kubus kecil, potongan panjang,
serpihan atau irisan. Faktor faktor yang mempengaruhi pengeringan
meliputi keadaan bahan makanan yang akan dikeringkan, udara di
sekelilingnya, perlakuan sebelum pengeringan dan alat pengering yang
digunakan. Bahan hasil pertanian yang akan dikeringkan diusahakan dalam
keadaan yang sebaik-baiknya, terutama pemilihan jenis, kondisi bahan, serta
kematangan yang tepat. Keadaan udara sekelilingnya juga sangat berpengaruh
terhadap hasil pengeringan, terutama pada hasil-hasil pengeringan alami,
karena tergantung dari cuaca. Pada alat-alat pengering perlu diperhatikan
antara lain faktor kelembaban udara atau tingkat kejenuhan udara akan uap
air, perpindahan panas dan massa, suhu pengeringan, kecepatan aliran udara
dan luas permukaan (Hudaya dan Drajat, 1980).
Singkong merupakan makanan pokok bagi daerah pedesaan maupun
perkotaan dan dalam beberapa tahun terakhir telah berubah dari menjadi
tanaman subsisten ke tanaman komersial industri. Hampir setiap industri yang
ada menggunakan pati atau turunannya dalam satu bentuk atau lain. Dalam
makanan dan farmasi pati digunakan untuk mempengaruhi atau
mengendalikan karakteristik seperti tekstur, kelembaban, konsistensi dan
stabilitas rak. Hal ini dapat digunakan untuk mengikat atau menghancurkan,
untuk memperluas atau densify, untuk mengklarifikasi atau opacify, untuk
menarik kelembaban atau menghambat kelembaban, untuk menghasilkan
tekstur halus atau tekstur lembek, pelapis lembut atau pelapis renyah. Hal ini
dapat digunakan untuk menstabilkan emulsi atau untuk membentuk film
tahan minyak. Pati benar-benar berfungsi sebagai bahan multifungsi dalam
industri makanan (Akpa et al, 2012).
Ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan sumber bahan makanan
ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan
teknologi, ubi kayu dijadikan bahan dasar pada industri makanan seperti
sumber utama pembuatan pati. Selama ini produksi ubi kayu yang berlimpah
sebagian besar digunakan sebagai bahan baku industri tapioka. Berdasarkan
sifat fisik dan kimia, ubi kayu merupakan umbi atau akar pohon yang panjang
dengan rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung
dari jenis ubi kayu yang ditanam. Sifat fisik dan kimia ubi kayu sangat
penting artinya untuk pengembangan tanaman yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi (Susilawati dkk, 2008).
Dalam dunia industri, sistem pengeringan memiliki peranan yang
sangat penting. Pada industri pangan proses pengeringan digunakan untuk
pengawetan makanan yaitu dengan cara mengurangi kadar air sampai batas
tertentu pada makanan tersebut untuk disimpan dalam beberapa watu. Proses
pengeringan merupakan proses pemindahan sejumlah masa uap air selama
simultan, dengan membutuhkan energi untuk menguapkan kandungan air
yang dipindahkan dari permukaan bahan ke media pengering. Proses
berpindahnya sejumlah masa uap air terjadi karena adanya perbedaan
konsentrasi uap air antara suatu bahan dengan lingkungannya
(Suarnadwipa, 2008).
C. Metodologi
1. Alat
a. Baskom
b. Cabinet dryer
c. Parut
d. Pisau
e. Telenan
f. Timbangan
2. Bahan
a. Singkong
b. Ubi kayu
3. Cara kerja

Ubi kayu/Singkong

Penimbangan 500 gram

Pemotongan sesuai perlakuan (potong dadu, diiris tipis dan diparut)

Pengeringan dalam Cabinet dryer ( 60 C) selama 2 jam

Penimbangan bahan setiap 30 menit

Penetuan laju transfer massa uap air selama proses pengeringan


D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 3.1 Pengamatan Laju Transfer Massa Uap Air Singkong dan Ubi Kayu
Selama Pengeringan
Jumlah air yang Laju transfer massa uap air
Kel Sampel Perlakuan diuapkan (gr H2O) (gr H2O/jam)
0,5 1 1,5 2 0,5 1 1,5 2
1 Singkong Diiris tipis 10 120 10 10 20 120 6,67 5
2 Singkong Diiris 20 100 5 0 40 100 3,33 0
dadu
3 Singkong Diparut 80 45 10 25 160 45 6,67 12,5
4 Singkong Diiris tipis 50 70 20 15 100 70 13,33 7,5
5 Ubi kayu Diiris tipis 10 40 35 35 200 40 23,33 17,5
0
6 Ubi kayu Diiris 10 40 25 10 20 40 16,67 5
dadu
7 Ubi kayu Diparut 20 5 15 14 40 5 10 7
Pengeringan adalah salah satu metode pengolahan dan pengawetan
makanan untuk mencegah pertumbuhan mikroba dan menghambat timbulnya
beberapa biokimia yang tidak diinginkan dalam reaksi pada makanan. Namun
pengeringan kondisi termal menyebabkan kerusakan yang mempengaruhi
fisik dan kimia sifat dari produk negatif. Hal ini sangat penting untuk
melindungi fisik dan kimia sifat produk bagi konsumen ketika meningkatnya
permintaan produk menjaga olahan bahan seperti karakteristik aslinya
(Estrk, 2010).
Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas
dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan. Proses perpindahan panas
yang terjadi adalah dengan cara konveksi serta perpindahan panas secara
konduksi dan radiasi tetap terjadi dalam jumlah yang relative kecil. Pertama-
tama panas harus ditransfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya
setelah terjadi penguapan air, uap air yang terbentuk harus dipindahkan
melalui struktur bahan ke medium sekitarnya. Proses ini akan menyangkut
aliran fluida dengan cairan harus ditransfer melalui struktur bahan selama
proses pengeringan berlangsung. Panas harus disediakan untuk menguapkan
air dan air harus mendifusi melalui berbagai macam tahanan agar dapat lepas
dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas (Irawan, 2011). Mekanisme
pengeringan diterangkan melalui teori tekanan uap. Air yang diuapkan terdiri
dari air bebas dan air terikat. Air bebas berada di permukaan dan yang
pertama kali mengalami penguapan. Bila air permukaan telah habis, maka
terjadi migrasi air dan uap air dari bagian dalam bahan secara difusi. Migrasi
air dan uap terjadi karena perbedaan konsentrasi atau tekanan uap pada
bagian dalam dan bagian luar bahan (Syafriyudin dan Purwanto, 2009).
Laju transfer massa uap air merupakan panas, kecuali mengalir dari
suatu benda yang suhunya lebih tinggi ke benda lain yang suhunya lebih
rendah apabila keduanya disinggungkan satu sama lain, juga mengalir dari
bagian suatu benda yang suhunya lebih rendah. Aliran panas demikian
merupakan transfer atau pindahan tenaga kinetik getaran dari satu atom ke
atom lain di sebelahnya melalui tumbukan (Soedojo, 2009). Beberapa faktor
yang mempengaruhi pengeringan antara lain; suhu dan kelembaban udara
pengering yang dialirkan, debit aliran udara pengering, kadar air awal bahan,
bentuk, ukuran dan jaringan sel bahan, bentuk kurva sorbsi-desorbsi bahan
dan perlakuan/ cara pengeringan, yaitu secara kontinyu (pengeringan secara
terus-menerus) atau adanya tempering (penundaan antara waktu-waktu
pengeringan berlangsung) (Muhamadiah dkk, 2011).
Dari praktikum acara III ini diperoleh hasil laju transfer massa uap air
selama pengeringan adalah pada kelompok 1 singkong yang diberi perlakuan
diiris tipis jumlah air yang diuapkan selama 0,5 jam yaitu 10 gr H2O
sedangkan dengan waktu 1 jam didapat hasil 120 gr H2O, pada pengeringan
1,5 jam diperoleh hasil 10 gr H2O dan 10 gr H2O diperoleh selama 2 jam.
Laju transfer yang diperoleh selama 0,5 jam yaitu 20 gr H2O/jam sedangkan
selama 1 jam yaitu 120 gr H2O/jam, selama 1,5 jam yaitu sebesar 6,67 gr
H2O/jam dan selama 2 jam diperoleh hasil 5 gr H2O/jam. Pada kelompok 2
singkong yang diberi perlakuan diiris dadu jumlah air yang diuapkan selama
0,5 jam yaitu 20 gr H2O sedangkan dengan waktu 1 jam didapat hasil 100 gr
H2O, pada pengeringan 1,5 jam diperoleh hasil 5 gr H2O dan 0 gr H2O
diperoleh selama 2 jam. Laju transfer yang diperoleh selama 0,5 jam yaitu 40
gr H2O/jam sedangkan selama 1 jam yaitu 100 gr H2O/jam, selama 1,5 jam
yaitu sebesar 3,3 gr H2O/jam dan selama 2 jam diperoleh hasil 0 gr H2O/jam.
Pada kelompok 3 singkong yang diberi perlakuan diparut dadu jumlah air
yang diuapkan selama 0,5 jam yaitu 80 gr H2O sedangkan dengan waktu 1
jam didapat hasil 45 gr H2O, pada pengeringan 1,5 jam diperoleh hasil 10 gr
H2O dan 25 gr H2O diperoleh selama 2 jam. Laju transfer yang diperoleh
selama 0,5 jam yaitu 160 gr H2O/jam sedangkan selama 1 jam yaitu 45 gr
H2O/jam, selama 1,5 jam yaitu sebesar 6,67 gr H2O/jam dan selama 2 jam
diperoleh hasil 12,5 gr H2O/jam.
Pada kelompok 4 singkong yang diberi perlakuan diiris tipis jumlah
air yang diuapkan selama 0,5 jam yaitu 50 gr H2O sedangkan dengan waktu 1
jam didapat hasil 70 gr H2O, pada pengeringan 1,5 jam diperoleh hasil 20 gr
H2O dan 15 gr H2O diperoleh selama 2 jam. Laju transfer yang diperoleh
selama 0,5 jam yaitu 100 gr H2O/jam sedangkan selama 1 jam yaitu 70 gr
H2O/jam, selama 1,5 jam yaitu sebesar 13,33 gr H2O/jam dan selama 2 jam
diperoleh hasil 7,5 gr H2O/jam. Pada kelompok 5 ubi kayu yang diberi
perlakuan diiris tipis jumlah air yang diuapkan selama 0,5 jam yaitu 100 gr
H2O sedangkan dengan waktu 1 jam didapat hasil 40 gr H2O, pada
pengeringan 1,5 jam diperoleh hasil 35 gr H2O dan 35 gr H2O diperoleh
selama 2 jam. Laju transfer yang diperoleh selama 0,5 jam yaitu 200 gr
H2O/jam sedangkan selama 1 jam yaitu 40 gr H2O/jam, selama 1,5 jam yaitu
sebesar 23,33 gr H2O/jam dan selama 2 jam diperoleh hasil 17,5 gr H2O/jam.
Pada kelompok 6 ubi kayu yang diberi perlakuan diiris dadu jumlah
air yang diuapkan selama 0,5 jam yaitu 10 gr H2O sedangkan dengan waktu 1
jam didapat hasil 40 gr H2O, pada pengeringan 1,5 jam diperoleh hasil 25 gr
H2O dan 10 gr H2O diperoleh selama 2 jam. Laju transfer yang diperoleh
selama 0,5 jam yaitu 20 gr H2O/jam sedangkan selama 1 jam yaitu 40 gr
H2O/jam, selama 1,5 jam yaitu sebesar 16,67 gr H2O/jam dan selama 2 jam
diperoleh hasil 5 gr H2O/jam. Pada kelompok 7 ubi kayu yang diberi
perlakuan diparut jumlah air yang diuapkan selama 0,5 jam yaitu 20 gr H2O
sedangkan dengan waktu 1 jam didapat hasil 5 gr H2O, pada pengeringan 1,5
jam diperoleh hasil 15 gr H2O dan 14 gr H2O diperoleh selama 2 jam. Laju
transfer yang diperoleh selama 0,5 jam yaitu 40 gr H2O/jam sedangkan
selama 1 jam yaitu 5 gr H2O/jam, selama 1,5 jam yaitu sebesar 10 gr H2O/jam
dan selama 2 jam diperoleh hasil 7 gr H2O/jam. Menurut Dwika (2012)
metode pengeringan yang baik adalah dengan diparut, karena membuat luas
permukaan dan kadar airnya menjadi lebih banyak. Dengan metode tersebut
kadar air dalam bahan akan dapat menguap lebih cepat. Atau dengan kata
lain, bahan yang diparut akan mengakibatkan kandungan air didalamnya
keluar lebih banyak, sehingga lebih cepat diuapkan. Hal ini belum sesuai teori
dikarenakan perlakuan diiris dadu dengan bahan singkong dalam praktikum
menghasilkan laju transfer massa uap air paling cepat. Selain itu ada faktor-
faktor yang mempengaruhi laju transfer massa uap air selama pengeringan
menurut Dwiyanti (2010) antara lain ada 2 faktor. Faktor yang pertama
berhubungan dengan udara pengering seperti suhu, kecepatan udara,
kelembapan; dan faktor yang kedua berhubungan dengan bahan yang
dikeringkan seperti ukuran bahan (ketebalan bahan), kadar air bahan. Selain
itu juga dipengaruhi oleh porositas bahan.
250
Laju transfer massa uap air selama

Singkong diiris
tipis
pengeringan gr H2O/jam

200
Singong diiris
dadu
150 Singkong diparut

100 Singkong diiris


tipis (2)
Ubi kayu diiris
50
tipis
Ubi kayu diiris
0 dadu
0.5 1 1.5 2 Ubi kayu diparut
Waktu pengeringan (jam)

Gambar 3.1 Grafik hubungan antara waktu pengeringan dan laju transfer
massa uap air
Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa baik pada singkong diiris tipis,
singkong diparut grafik hubungan antara waktu dan laju transfer massa uap
air menunjukkan penurunan yang stabil. Hal ini menunjukkan bahwa kadar
air bahan semakin berkurang seiring dengan semakin lamanya waktu
pengeringan. Sehingga semakin lama waktu pengeringan, maka laju transfer
massa uap air akan semakin lambat (menurun) karena semakin sedikit gram
air dalam bahan yang harus diuapkan. Menurut Riska (2013) faktor-faktor
yang berpengaruh dalam proses pengeringan adalah suhu, kelembaban udara,
laju aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar air akhir bahan. Sedangkan
laju transfer massa uap air selama pengeringan dipengaruhi oleh kadar air
pada bahan, suhu pengeringan yang digunakan dan ketebalan bahan. Dapat
dilihat pada grafik bahwa semakin tinggi suhu maka semakin cepat pula laju
pengeringan suatu produk. Ketebalan bahan juga berpengaruh terhadap laju
transfer massa uap air selama pengeringan, karena semakin tebal bahan maka
laju transfernya akan semakin lambat dan sebaliknya jika semakin tipis maka
laju trasnfernya akan semakin cepat.
E. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan pada acara III Transfer Maassa Uap Air
selama Pengeringan adalah :
1. Pengeringan adalah suatu proses perpindahan kalor dan massa air secara
transien serta beberapa laju proses, seperti transformasi fisik atau kimia
yang dapat menyebabkan perubahan mutu hasil maupun mekanisme
perpindahan kalor dan massa.
2. Laju transfer massa uap air selama pengeringan pada kelompok 3 adalah
pada 0,5 jam 160 g H2O/ jam, pada 1 jam 45 g H2O/ jam, pada 1,5 jam
6,67 g H2O/ jam dan pada 2 jam didapatkan hasil 12,5 g H2O/ jam.
3. Semakin besar ukuran suatu bahan dan semakin luas ukuran suatu bahan
pangan yang akan dikeringkan maka waktu pengeringan yang dibutuhkan
semakin lama dan penurunan kadar air semakin lama.
DAFTAR PUSTAKA

Akpa, Jackson Gunorubon and Dagde Kenneth Kekpugile. 2012. Modification of


Cassava Starch for Industrial Uses. International Journal of Engineering
and Technology 2 (6): 913-919.
Bolaji, Bukola O and Olalusi, Ayoola P. 2008. Performance Evaluation of a
Mixed-Mode Solar Dryer. Journal AU JT 11 (4): 225-231.
Dwika, Ruben Tinosa. Ceningsih, Trisna. Sasongko, Setia Budi. 2012. Pengaruh
Suhu dan Laju Alir Udara Pengering Pada Pengeringan Karaginan
Menggunakan Teknologi Spray Dryer. Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri
1 (1): 1-5.
Dwiyanti, Kristina dan Nia Maulia. 2010. Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap
Laju Pengeringan Pupuk Za di Dalam Tray Dryer. Jurnal Teknik Kimia 21
(3): 1-10.
Estrk, Okan, Yurtsever Soysal. 2010. Drying Properties And Quality Parameters
Of Dill Dried With Intermittent And Continuous Microwave-Convective Air
Treatments. Journal Of Research Article Agricultural Technologies 16
(2010): 26-36
Eze, J. I. 2010. Evaluation of The Efficacy of a Family Sized Solar Cabinet Dryer
in Food Preservation. American Journal Of Scientific And Industrial
Research 1 (2): 1-2.
Harianto. 2008. Studi Teknik Pengeringan Gelatin Ikan dengan Alat Pengering
Kabinet. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 3 (1):
89-96.
Hudaya, Saripah dan Setiasih Dradjat. 1980. Dasar Dasar Pengawetan 1.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta
Irawan, Anton. 2011. Pengeringan. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Press:
Semarang.
Muhamadiah, Sakti M. Setiawan, Budi Indra. Erizal. 2011. Rekayasa Mesin
Pengering Metoda Vakum Dengan Suhu dan Tekanan Terkendali. Jurnal
Keteknikan Pertanian 1 (2): 1-2.
Riska, Listiyana. S. Arlanta, Rahim. Sumardiono, Siswo. 2013. Studi
Eksperimental Alat Pengeringan Gabah Sistem Resirkulasi Kontinyu Tipe
Konveyor Pneumatik. Jurnal Kimia Dan Industri 2 (2): 1-3.
Soedojo, Peter. 2009. Fisika Dasar. Andi Offset: Yogyakarta.
Suarnadwipa, N. W. Hendra. 2008. Pengeringan Jamur dengan Dehumidifier.
Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Cakram 2 (1): 1-2.
Susilawati., Nurdjanah, Siti dan Sefanadia Putri. 2008. Karakteristik Sifat Fisik
Dan Kimia Ubi Kayu (Manihot esculenta) Berdasarkan Lokasi Penanaman
Dan Umur Panen Berbeda. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian
13 (2): 59-72.
Syafriyudin dan Dwi Prasetyo Purwanto. 2009. Oven Pengering Kerupuk
Berbasis Mikrokontroler Atmega 8535 Menggunakan Pemanas Pada
Industri Rumah Tangga. Jurnal Teknologi 2 (1): 70-79.
LAMPIRAN

Kelompok 03
Menit ke-30
Jumlah air yang diuapkan = berat awal berat setelah dikeringkan
= 500-420
= 80 gram
Laju transfer massa uap air = jumlah air yang diuapkan / waktu
= 80/0,5
= 160 g H2O/jam
Menit ke-60
Jumlah air yang diuapkan = berat awal berat setelah dikeringkan
= 420 375
= 45 gram
Laju transfer massa uap air = jumlah air yang diuapkan / waktu
= 45/1
= 45 g H2O/jam
Menit ke-90
Jumlah air yang diuapkan = berat awal berat setelah dikeringkan
= 375 - 365
= 10 gram
Laju transfer massa uap air = jumlah air yang diuapkan / waktu
= 10/1,5
= 6,67 g H2O/jam
Menit ke-120
Jumlah air yang diuapkan = berat awal berat setelah dikeringkan
= 365 - 340
= 25 gram
Laju transfer massa uap air = jumlah air yang diuapkan / waktu
= 25/2
= 12,5 g H2O/jam

You might also like