You are on page 1of 11

I.

Nama Penyakit
Avian Influenza

Avian influenza merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus yang bersifat
zoonosis. (jenis penyakit yang bisa menulari manusia). Patogenesis virusnya (kemampuan parasit
menimbulkan penyakit pada inangnya) bervariasi. Biasanya menimbulkan gangguan saluran
pernafasan ringan hingga wabah merugikan yang berkaitan dengan infeksi yang bersifat akut
menyerang organ pencernaan dan menyebar ke dalam tubuh unggas melalui aliran darah. Semua
spesies burung diperkirakan rawan terserang virus ini terutama kawanan unggas domestic sangat
rentan terhadap infeksi yang secara cepat dapat mencapai tingkatan wabah. Virus ini biasanya
hanya menginfeksi unggas. Namun, kadang bisa menginfeksi babi, manusia. Avian Influenza
(AI) atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit flu burung disebabkan oleh virus yang
diklasifikasikan ke dalam orthomyxoviruses dan memiliki tiga tipe yaitu tipe A, B dan C. Virus
yang menyerang unngas termasuk ayam adalah tipe A. Virus tipe B dan C hanya ditemukan pada
manusia. Namun belakangan ini virus tipe A juga ditemukan pada manusia, babi dan kuda.
Komposisi kimiawi virus flu burung adalah 0,8-1,1% RNA, 70-75% protein, 20-24% lemak dan
5-8% karbohidrat. Virus ini menyerang bagian pernafasan atau sistem saraf. Sifat virus AI antara
lain virus di dalam air dapat bertahan hidup selama empat hari pada suhu 22C dan 30 hari pada
suhu 0C; virus mati dengan desinfektan misalnya ammonium kuatener, formalin2-5%; di
kandang ayam virus AI bertahan selama dua minggu setelah depopulasi ayam; didalam feses
basah virus AI bertahan selama 32 hari

II. Gejala Avian Influenza

Adapun gejala gejala klinis ternak unggas yang terinfeksi flu burung yaitu ( Tjandra,2004 )
1) Jengger berwarna biru
2) Kepala bengkak
3) Sekitar mata bengkak
4) Demam
5) Diare
6) Penurunan produksi telur
7) Tidak nafsu makan
8) Terjadi gangguan pernafasan
9) Kematian mendadak
10) Gangguan sistem saraf

Gejala yang terjadi pada manusia

Gejala flu burung pada dasarnya adalah sama dengan flu biasa lainnya, hanya saja cendrung
lebih sering dan cepat menjadi parah.

Adapun gejala gejala penyakit flu burung pada manusia, yaitu


( Tjandra,2004 ) :
1) Demam sekitar 39C
2) Batuk
3) Lemas
4) Sakit tenggorokan
5) Sakit kepala
6) Muntah
7) Nyeri perut
8) Nyeri sendi
9) Infeksi selaput mata ( conjuctivitas )
10) Dalam keadaan memburuk, terjadi severe respiratory distress, yakni sesak nafas hebat, kadar
oksigen rendah sementara kadar karbondioksida meningkat. Ini terjadi kerena infeksi flu
menyebar ke paru paru dan menimbulkan radang paru paru(Pneumonia).

III. Agent
Virus penyebab flu burung tergolong family orthomyxoviridae2. Virus terdiri atas 3 tipe
antigenik yang berbeda, yaitu A, B, dan C. Virus influenza A bisa terdapat pada unggas, manusia,
babi, kuda, dan kadang-kadang mamalia yang lain, misalnya cerpelai, anjing laut, dan ikan paus.
Namun, sebenarnya horpes alamiahnya adalah unggas liar. Sebaliknya, virus influenza B dan C
hanya ditemukan pada manusia1. Penyakit flu burung yang disebut pula avian influenza
disebabkan oleh virus influenza A2. Virus ini merupakan virus RNA dan mempunyai aktivitas
haemaglutinin (HA) dan neurominidase (NA). Pembagian subtipe virus berdasarkan permukaan
antigen, permukaan hamagluinin, dan neurominidase yang dimilikinya.

IV. Tingkat Keganasan


Berdasarkan tingkat keganasannya, virus flu burung memiliki dua bentuk yaitu virus dengan
tingkat keganasan rendah (low pathogenic) dan virus dengan tingkat keganasan yang tinggi
(highly pathogenic). Virus dengan keganasan rendah menyebabkan sakit ringan, kadang-kadang
hanya ditunjukkan dengan bulu yang kusut atau produksi telur yang berkurang. Masa inkubasi
penyakit flu burung adalah dari beberapa jam sampai tiga hari. Kadang-kadang hingga 14 hari
tergantung dari jumlah virus yang menginfeksi, tingkat keganasan virus dan spesies yang
terinfeksi. Virus flu burung bersifat mudah mutasi (modifikasi genetik). Dalam tubuh unggas,
virus ini akan mengaglutinasi sel darah merah ayam. Di luar tubuh ayam, virus ini mudah mati
(tidak stabil di lingkungan) oleh berbagai disinfektan.

V. Reservoir ( sumber )
Sumber flu burung adalah virus influenza dari famili Orthomyxoviridae yang termasuk tipe A
subtipe H 5, H 7, dan H 9. Virus H9N2 tidaklah menyebabkan penyakit berbahaya pada burung,
tidak seperti H5 dan H7. Virus flu burung atau avian influenza hanya ditemukan pada binatang
seperti burung, bebek dan ayam, namun sejak 1997 sudah mulai dilaporkan terbang pula ke
manusia. Subtipe virus yang terakhir ditemukan yang ada di negara kita adalah jenis H5N1.

VI. Media Penularan ( penyebaran pada manusia )


Avian influenza tidak hanya menular dari unggas ke unggas lainnya tetapi juga dapat menular
kepada manusia. Penularan dari unggas ke manusia juga dapat terjadi jika manusia telah
menghirup udara yang mengandung virus Avian Influenza atau kontak langsung dengan unggas
yang terinfeksi AI. Sebagian besar kasus infeksi HPAI pada manusia disebabkan penularan virus
dari unggas ke manusia. Sampai saat ini belum ada bukti yang menyatakan bahwa virus
influenza dapat menular dari manusia ke manusia dan menular melalui makanan.
Meskipun reservoir alami virus AI adalah unggas liar yang sering bermigrasi (bebek liar), tetapi
hewan tersebut resisten terhadap penyakit ini. Menurut WHO, kontak hewan tersebut dengan
unggas ternak menyebabkan epidemik flu burung dikalangan unggas. Penularan penyakit terjadi
melalui udara dan ekskret (kotoran, urin, dan ingus) unggas yang terinfeksi. Virus AI dapat hidup
selama 15 hari diluar jaringan hidup. Virus pada unggas akan mati pada pemanasan 80C selama
satu menit dan virus pada telur akan mati pada suhu 64C selama lima menit. Virus akan mati
dengan pemanasan sinar matahari dan pemberian desinfektan. Secara genetik virus influenza tipe
A sangat labil dan tidak sulit beradaptasi untuk menginfeksi spesies sasarannya. Virus ini tidak
memiliki sifat proof reading, yaitu kemampuan untuk mendeteksi kesalahan yang terjadi dan
memperbaiki kesalahan pada saat replikasi. Ketidakstabilan sifat genetik virus inilah yang
mengakibatkan terjadinya strain/jenis/mutan virus yang baru. Akibat dari proses tersebut
virulensi virus AI dapat berubah menjadi lebih ganas dari sebelumnya.

VII. Cara Diagnosis


Departemen Kesehatan Republik Indonesia(DEPKES RI) membagi diagnosis AI (H5N1) di
manusia menjadi kasus dugaan, kemungkinan(probable), dan kasus terkukuhkan
(konfirmasi).Kasus dugaan AI (H5N1) ialah bila seseorang mengalami infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA)disertai demam ( 38 C), batuk dan atau sakit tenggorokan dengan salah
satu kegiatan sebelumnya.Misalnya: seminggu terakhir mengunjungi peternakan yang terjangkit
KLB (kejadian luar biasa) AI (H5N1),bersentuhan dengan kasus terkukuhkan (konfirmasi) AI
(H5N1) dalam masa penularan, bekerja di laboratorium yang memproses spesimen manusia atau
hewan yang dicurigai menderita AI (H5N1). Dalam hal itu pemeriksaan darah menunjukkan
lekopeni (lekosit 3000/uL) dan atau trombositopeni (trombosit 150.000/uL), ditemukan titer
antibody <1:20 terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HAI,foto dada menggambarkan pneumonia
atipikal atau infiltrat di kedua sisi paru yang meluas (foto serial). Kriteria kasus dugaan yang
lain, jika terjadi ARDS dengan satu atau lebih gejala: lekopeni atau limfopenia dengan atau tanpa
trombositopenia, foto dada menunjukkan pneumonia atipikal atau infiltrate kedua sisi paru yang
makin luas.Kasus kemungkinan (probable) yaitu kasus suspek dengan salah satu keadaan: bukti
laboratorium terbatas mengarah ke virus influenza A H5N1.Misalnya kenaikan 4 kali titer
antibodi dengan uji HAI terhadap sepasang serum yang diambil setelah 1014 hari saat
pengambilan yang pertama, terkenalinya antigen atau bahan genetika virus atau adanya titer
antibodi spesifik yang sangat tinggi dalam serum tunggal dengan uji penetralan di laboratorium
rujukan. Dalam waktu singkat keadaan tersebut berlanjut menjadi pneumonia atau gagal
pernapasan,bahkan meninggal dengan pembuktian tidak ada penyebab lain.

Sampai saat ini pandemik AI masih terjadi baik dinegara berkembang maupun maju,
kemungkinan transmisi dari perpindahan burung dari Negara endemis ke nonendemis.Meskipun
penyakit AI menyerang unggas, atau binatang ternak lain tapi dapat menular ke manusia selain
itu antar manusia belum dapat dibuktikan.Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan
pemeriksaan lekosit, trombosit yang dilakukan pada kasus dicurigai.Pemeriksaan yang klinis
mencurigakan AI dapat dilakukan secara bersamaan yaitu mengambil darah untuk serologi, usap
tenggorok, nasofaring, danorofaring untuk pemeriksaan RT-PCR maupun untuk uji emas kultur
virus sebagai konfirmasi.Kelemahan pemeriksaan laboratorium belum semua laboratorium
rujukan dapat melakukan pemeriksaan RT-PCR.Cara penanganan sampel harus dilakukan secara
cermat agar tidak timbul hasil negatif atau positif palsu. Pemantauan di daerah endemik perlu
dilakukan baik pada peternak maupun penduduk sekitarnya.Perlu diwaspadai gejala klinik
pneumonia dengan pneumonia non AI, karena gejala hampir sama atau mirip. Sudah saatnya
Indonesia mengembangkan pemeriksaan RT-PCR mengingat banyak kasus AI yang sudah
tersebar di sebagian daerah Indonesia atau kegunaan lain untuk diagnosis penyakit yang tidak
dapat dipantau secara konvensionil.

1. Rapid Test

Alat ini berbentuk kotak plastic yang didalmnya terdapat kertas putih dengan kode C (control)
dan T (test) yang sudah ditetesi antibody virus flu burung yang berperan mendeteksi antigen
virus pada unggas terikat dengan antibody yang ada dalam kertas, sehingga akan memunculkan
dua garis vertical pada area C dan T. Keuntungan metode ini adalah kecepatannya, karena kita
langsung dapat mengetahui hasilnya.

2. HI (Hemaglutinasi Inhibisi)

Alat ini untuk melihat antibody terhadap Hemaglutinin (H). Uji ini lebih sensitive dari pada rapid
test dan cukup murah meskipun membutuhkan waktu lebih lama (sekitar 3 hari).

3. AGP (Agar Gel Presipitation)


Alat ini untuk melihat antibodi terhadap Neuraminidase (N).

4. VN (Virus Netralisasi)

Alat ini untuk mengetahui pembentukan antibody.

5. Isolasi Virus

6. PCR (Polimerase Chain Reaction)

Alat ini untuk memastikan adanya virus influenza A subtipe H5N1. Metode ini masih jarang
digunakan pada hewan. Uji ini sebenarnya sensitive dan akurasinya tinggi, tetapi mungkin
karena membutuhkan biaya mahal, sehingga jarang dipergunakan.

Pada manusia, selain pemeriksaan laboratorium diatas ada pula pemeriksaan laboratorium yang
meliputi :

1. Anamnesis tentang gejala yang diderita oleh penderita dan adanya riwayat kontak atau
adanya faktor risiko, seperti kematian unggas secara mendadak atau unggas sakit di
peternakan/dipelihara dirumah.

2. Pemeriksaan fisik, seperti suhu tubuh lebih dari 38C, napas cepat, dan hiperemi faring
(faring kemerahan).

3. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) diperoleh leukopenia, limfopenia,


trombositopenia ringan sampai sedang, dan kadar aminotransferase yang meningkat
sedikit atau sedang, kadar kreatinin juga meningkat.

4. Selain itu perlu diperiksa pula kadar ureum/kreatinin, kreatinin kinase, albumin/globulin
dan analisis gas darah dengan tujuan untuk megetahui status penderita.

5. Setelah dilakukan pemeriksaan radiologi dengan melakukan foto rontgen dada/torak


didapatkan gambaran infiltrate yang tersebar atau terlokalisasi pada paru-paru. Hal ini
menunjukkan adanya proses infeksi oleh karena virus dan bakteri di paru-paru atau yang
dikenal dengan pneumonia. Gambaran hasil pemeriksaan radiologi menjadi indikator
memburuknya penyakit flu burung.

VIII. Faktor Determinan


Causing factors :
virus avian infuenza jenis H5N1 dan tergolong family orthomyxoviridae Virus terdiri atas 3 tipe
antigenik yang berbeda, yaitu A, B, dan C. Virus influenza A bisa terdapat pada unggas, manusia,
babi, kuda, dan kadang-kadang mamalia yang lain, misalnya cerpelai, anjing laut, dan ikan paus.
Namun, sebenarnya horpes alamiahnya adalah unggas liar.

Risk factors :
Faktor resiko terbesar flu burung adalah mengalami kontak dengan unggas yang sakit atau
dengan permukaan yang terkontaminasi oleh bulu,air liur,atau kotoran milik unggas yang
terinfeksi. Dalam beberapa kasus yang sangat langka, flu burung dilaporkan ditularkan dari satu
manusia ke yang lain. Pola penularan dari manusia ke manusia masih misterius. Berbagai orang
dari segala usia yang terjangkit dilaporkan meninggal setelah mengalami infeksi.

Predisposing factors :
Penularan dari unggas ke manusia juga dapat terjadi jika manusia telah menghirup udara yang
mengandung virus Avian Influenza atau kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi AI.
Sebagian besar kasus infeksi HPAI pada manusia disebabkan penularan virus dari unggas ke
manusia. Sampai saat ini belum ada bukti yang menyatakan bahwa virus influenza dapat menular
dari manusia ke manusia dan menular melalui makanan.
Meskipun reservoir alami virus AI adalah unggas liar yang sering bermigrasi (bebek liar), tetapi
hewan tersebut resisten terhadap penyakit ini.

Enabling factors :
Lalu lintas unggas, produksi unggas tertular dan limbah peternakan, termasuk keranjang ayam,
kotak telur tetas dari peternakan.
Lalu lintas orang dan kendaraan/peralatan dari peternakan tertular.
Perpindahan (migrasi) burung-burung lia, maupun melalui burung piaraan dan unggas air.
Pemasukan vaksn dan bahan-bahan lain yang tercemar dari luar negeri secara illegal

IX. Cara Pencegahan


Menurut Ririh (2006: 187-188) Tindakan pencegahan yang bisa kita lakukan adalah:
1. Menjaga kebersihan diri sendiri antara lain mandi dan sering cuci tangan dengan sabun,
terutama yang sering bersentuhan dengan unggas.
2. Membersihkan lingkungan sekitar tempat tinggal kita.
3. Menggunakan Alat Pelindung Diri (masker, sepatu, kaca mata dan topi serta sarung tangan)
bagi yang biasa kontak dengan unggas.
4. Melepaskan sepatu, sandal atau alas kaki lainnya di luar rumah.
5. Bersihkan alat pelindung diri dengan de terjen dan air hangat, sedangkan benda yang tidak
bisa kita bersihkan dengan baik dapat dimusnahkan.
6. Memilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala flu burung) hindari membeli unggas dari
daerah yang diduga tertular flu burung.
7. Memilih daging unggas yang baik yaitu segar, kenyal (bila ditekan daging akan kembali
seperti semula), bersih tidak berlendir, berbau dan bebas faeces dan kotoran unggas lainnya serta
jauh dari lalat dan serangga lainnya.
8. Sebelum menyimpan telur unggas dicuci lebih dulu agar bebas dari faeces dan kotoran unggas
lainnya.
9. Memasak daging dan telur unggas hingga 70 C sedikitnya selama 1 menit. Sejauh ini bukti
ilmiah yang ada mengatakan aman mengkonsumsi unggas dan produknya asal telah dimasak
dengan baik.
10. Pola hidup sehat secara umum dapat mencegah flu seperti istirahat cukup untuk menjaga
daya tahan tubuh ditambah dengan makan dengan gizi seimbang serta olah raga teratur dan
jangan lupa komsumsi vitamin C.
11. Hindari kontak langsung dengan unggas yang kemungkinan terinfeksi flu burung, dan
laporkan pada petugas yang berwenang bila melihat gejala klinis flu burung pada hewan piaraan.
12. Tutup hidung dan mulut bila terkena flu agar tidak menyebarkan virus.
13. Pasien influenza dianjurkan banyak istirahat, banyak minum dan makan makanan bergizi.
14. Membawa hewan ke dokter hewan atau klinik hewan untuk memberikan imunisasi.
15. Sering mencuci sangkar atau kurungan burung dengan desinfektan dan menjemurnya
dibawah sinar matahari, karena sinar ultra violet dapat mematikan virus flu burung ini.
16. Apabila anda mengunjungi pasien flu burung, ikuti petunjuk dari petugas rumah sakit untuk
menggunakan pakaian pelindung (jas lab) masker, sarung tangan dan pelindung mata. Pada
waktu meninggalkan ruangan pasien harus melepaskan semua alat pelindung diri dan mencuci
tangan dengan sabun.
17. Bila ada unggas yang mati mendadak dengan tanda tanda seperti flu burung harus
dimusnahkan dengan cara dibakar dan dikubur sedalam 1 meter

X. Pengendalian
Menurut Ririh (2006:189-192), Melihat adanya kondisi peternakan yang memburuk akibat
adanya wabah flu burung. Departemen Pertanian mengeluarkan beberapa kebijakan. Kebijakan
ini diharapkan membantu peternakan sehingga dapat menjalankan aktivitas beternak kembali.
Departemen Pertanian mengintruksikan pada segenap jajaran Dinas Peternakan di daerah-daerah
untuk melakukan hal yang sama saat menemukan adanya indikasi flu burung.
1. Peningkatan biosekuriti Strategi utama yang harus dilaksanakan adalah dengan meningkatkan
biosekuriti. Tindakan karatina atau isolasi harus diberlakukan terhadap peternakan yang tertular.
Kondisi sanitasi di kandang-kandang, lingkungan kandang maupun para pekerja harus sehat.
Kemudian lalu lintas keluar -masuk kandang termasuk orang dan kendaraan harus secara ketat
dimonitor. Area peternakan yang sehat diciptakan dengan program desinfeksi secara teratur serta
menerapkan kebersihan pada saat bekerja, misalnya dengan memakai sarung tangan, masker, dan
sepatu panjang. Program vaksinasi merupakan tindakan kedua yang dipilih oleh Indonesia di
dalam penanggulangan avian influenza. Vaksinasi dilakukan terhadap hewan yang sehat,
terutama yang berada disekitar peternakan ayam yang terkena wabah ini dilakukan untuk
memberikan kekebalan pada ayam supaya tidak mudah tertular. Vaksinasi yang digunakan harus
memenuhi standar mutu yang ditetapkan menurut peraturan perundangan yang berlau. Kemudian
vaksin yang boleh diedarkan dan digunakan adalah vaksin yang mendapat nomor registrasi
Departemen Pertanian.
2. Depopulasi Istilah depopulasi adalah tindakan memusnakan unggas atau hewan yang sakit
secara terbatas. Ada berbagai cara yang dapat ditempuh sebagai upaya pemusnahan ini. Pertama,
adalah dengan menguburkan unggas yang mati akibat avian influenza. Kedua , peternak dapat
melaksanakan depopulasi dengan membakar unggas yang mati akibat terserang penyakit
tersebut. Tujuan utama dari tindakan ini adalah untuk memutuskan siklus penyakit. Tempat
dimana dilaksanakan pemusnahan hewan seharusnya ditutup kembali kemudian disiram dengan
air kapur atau desinfektan. Seperti diketahui bahwa dalam mengkaji suatu penyakit, ada tiga hal
yang harus diperhatikan, yaitu pertama adalah agent atau penyebab penyakit, dalam hal ini virus
avian influenza. Kedua adalah induk semang atau inang, dalam kasus ini yang bertindak sebagai
inang adalah unggas, babi, bahkan manusia bila virus menginfeksi . Hal ketiga yang harus
diperhatikan adalah lingkungan (enviromental). Lingkungan inilah tempat agent dan inang
melakukan interaksi. Jadi bila lingkungan tidak memberikan peluang maka suatu penyakit atau
wabah tidak akan terjadi.
3. Melakukan pengawasan produk unggas Daging, telur, dan karkas unggas perlu diawasi untuk
mencegah penyebaran virus yang masih aktif dan menempel pada produk tersebut. Jika produk
mengandung virus yang masih aktif dikhawatirkan akan berpindah ke unggas atau bahkan orang.
Beberapa langkah yang dapat digunakan untuk memperoleh daging yang aman dari flu burung
antara lain sebagai berikut:
a. Pilih daging yang tidak terdapat bercak merah di bawah kulit .
b. Pilihlah daging segar. Bau daging segar biasanya khas atau tidak berbau anyir.
c. Pilih daging yang tidak lembek.
d. Pastikan dalam pengolahannya benar-benar matang.
4. Memantau lalu lintas unggas Kiriman unggas yang dipesan dari luar daerah tempat pemesan
perlu dipantau dan diperiksa. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya bibit endemik dari
luar daerah. Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati kondisi fisik, kesehatan hewan serta
melakukan uji laboratorium sampel darah unggas terhadap kemungkinan avian influenza. Dalam
kondisi wabah seperti sekarang ini maka pengendalian juga berdasarkan perwilayahan ( zoning),
ada 3 (tiga) pembagian wilayah dalam upaya pengendalian:
a. Daerah tertular; daerah yang sudah dinyatakan ada kasus secara klinis dan hasil uji
laboratorium.
b. Daerah terancam; daerah yang berbatasan langsung dengan daerah tertular atau tidak
memilki batasan alam dengan daerah tertular.
c. Daerah bebas; daerah yang dinyatakan masih belum ada kasus secara klinis mapun secara
uji laboratorium, atau memiliki batas alam (propinsi, pulau). Pembagian wilyah ini
merupakan upaya dalam pengendalian suatu wabah sehingga secara sistematik mendukun g
program pengendalian. Dalam teknis pelaksanaannya harus dikombinasikan dengan program-
program yang lain.
Tujuan pengendalian dan pemberantasan sebagai berikut:
a. Mengendalikan wabah dengan menekan kasus kematian unggas
b. Mengendalikan dan mengurangi perluasan penyakit ke wilayah lain di Indonesia.
c. Mempertahankan wilayah yang masih bebas.
d. Mencegah penularan penyakit ke manusia dengan menghilangkan sumber penyakit.
5. Melakukan sosialisasi Sosialisasi flu burung dilakukan dengan peny uluhan ke peternakan di
masing-masing daerah. Adanya sosialisasi diharapkan warga di sekitar lokasi peternakan
mengerti dan paham akan bahaya flu burung. Dengan demikian, masyarakat akan menjaga
kondisi lingkungan dan kesehatannya. Pengertian masyarakat akan bahaya flu burung
diharapkan membuat tahu langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menghadapi flu
burung.

You might also like