Professional Documents
Culture Documents
131
..~ra|aan
ISLAM
NUSANTARA
Abad XVI & XVII
Oleh:
Drs. M. Yahya Harun
Pmerbit
KURNIA KALAM SEJAHTERA
Kerajaan
ISLAM
NUSANTARA
Abad XVI & XVII
Kerajaan
ISLAM
NUSANTARA
Abad XVI & XVII
Oleh :
Drs. M. Yahya Harun
Penerbit
KURNIA KA LAM SEJAHTERA
ISBN: 979-8598-01-8
K E R A J A A N I S L A M NUSANTARA
A B A D X V I D A N XVII
Oleh
Drs. M . Yahya Harun
Cetakan Pertamo
Djulhijjah 1415 H/ Mei 1995 M
Design Sampul
Sigit Ariansyah
Penerbit
KURNIA K A L A M SEJAHTERA
Dicetak Oleh :
PT. KURNIA K A L A M SEJAHTERA
Mataram Biimi Sejahtera 28Condongcatur Yogyakarta 55283
Tel. 'Fax. (0274) 881425
K A T A PENGANTAR
12 RobiulAkhir 1415 H
Yogyakarta,
17 Oktober 1994 M
Oleh
7
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 7
I. K E R A J A A N A C E H D A R U S S A L A M
A. Latar Belakang Berdirinya 11
B. Masa Kejayaannya 13
C. Masa Kemundurannya 15
D. Sistem Politiknya 17
E. Partisipasi dan Peranserta Ulama 19
F. Hasil Karya Ilmiah 20
II. K E R A J A A N M A T A R A M
A. Latar Belakang Berdirinya 23
B. Masa Kejayaannya 25
C Masa Kemundu rannya 27
D. Sistem Politiknya 28
E. Peranan Ulama dan Partisipasinya 30
III. K E R A J A A N B A N T E N
A. Berdiri dan Perkembangannya 33
B. Sistem Politiknya 40
C. Kedudukan dan Peranserta Ulama 44
IV. K E R A J A A N P A L E M B A N G
A. Latar Belakang Berdirinya 45
B. Masa Kejayaannya 46
C. Pemerintahan, Ekonomi dan Politiknya 47
D. Peran Ulama di Kesultanan Palembang 48
E. Masa Kemundurannya 49
9
V. K E R A J A A N TERNATE
A. Asal-usul Kerajaan Ternate 53
B. Situasi Kerajaan Temate 54
C. Hubungan Ulama dengan Rakyat 57
VI. K E R A J A A N TIDORE
A. Asal-usul Kerajaan Tidore 59
B. Aktifitas Islamisasi Raja 60
C. Kerajaan Islam Tidore dalam Perspektif
Indonesia Timur 61
D. Peran Ulama 61
E. Hubungan Tidore dengan Asing 62
VII. K E R A J A A N M A K A S A R
A. Masa Timbulnya 65
B. Masa Kejayaannya 67
C. Masa Kemundurannya 67
D. Sistem Politiknya 68
E. Peran Ulama 69
VIII K E R A J A A N B A N J A R
A. Asal-usul Kerajaan Banjar 71
B. Sistem Pemerintahannya 74
C. Sistem Sosial Ekonominya 76
D. Sistem Budaya dan Agamanya 79
E. Peranserta Ulama 83
IX. K E R A J A A N JAMBI
A. Latar Belakang Kerajaan Jambi 85
B. Sistem Politiknya 87
C. Struktur Ekonominya 88
D. Reaksi Jambi Terhadap Kolonialisme Belanda 89
E. Jaman Keemasannya 89
F. Masa Kemundurannya 90
X . SANTRI D A N A B A N G A N Dl JAWA
A. Penegasan Istilah 93
B. Asal-usul Santri dan Abangan 94
C. Praktek Keagamaan Santri dan Abangan 96
10
I
KERAJAAN ACEH DARUSSALAM
' M . Yahva. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia, Yogyakarta, 1986, hal. 6. Menunit Sartono
kartodirdjo berdirinya'Aceh tahun 1514.
^Saitono Kartodirdjo. Mauarti Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah
Sasional Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, t.k.. 1975. hal. 316.
11
tan Ibrahim menjadi penguasa pertama (1514-1528 M.) sekaligus sebagai
pendiri kerajaan Aceh Darussalam.
Di bawah kepemimpinannya, Aceh terus melaju ke arah sukses
yang semakin gemilang; baik dibidang konsolidasi politik, ekonomi atau
ekspansi (perluasan vvilayah). Dalam menjalankan ekspansinya, disamping
bermotifkan politis, ekonomi juga tidak bisa dipungkiri adanya motif
agama. Hal ini dapat dilihat ketika kerajaan yang baru keluar dari
embrionya itu mengadakan penyerbuan ke Pedie vang telah bekerja sama
dengan Portugis (non-Muslim). 3
3
Ibid.M\- 317.
4
/6;rf.,hal. 318.
5
Ibid., hal. 345.
12
B. Masa Kejayaannya
Setelah sekian lama Aceh Darussalam tampil di pentas kesejarahan
Nasional dan setelah matang dengan berbagai ujian sejarah (secara
alamiah) maka sampailah ia pada suatu masa yang membuat orang merasa
silau memandangnya atau menaruh hormat oleh karenanya. Itulah masa
keemasan; masa kejayaan yang merupakan buah perjuangan dari titian
roda sejarah.
Adalah Sultan Iskandar Muda yang telah menghantarkan Aceh
Darussalam kebabak kegemilangannya sekaligus mengembalikan daerah-
daerah yang telah meiepaskan diri dari pengaruh Aceh akibat pertikaian
antar pewaris tahta sepeninggal Sultan Alauddin Ri'ayat Syah di akhir
abad ke-16 Masehi serta adanya serangan Portugis yang berkedudukan
di Malaka.
Tampilnya Sultan Iskandar Muda (1607 - 1638 M.) menandai
aktifhya kembali Aceh, terutama dalam usaha membendung penetrasi
dan campur tangan pedagang asing. Dalam upaya ia menempuh jalan
mempersulit dan memperketat perijinan bagi pedagang asing yang hendak
mengadakan kontak dengan Aceh. Ia hanya memberi kesempatan salah
satu nama yang lebih menguntungkan raja antara Inggris dan Belanda.
Pernah ia memperkenankan kemudian Belanda untuk berdagang di Tiku,
Pariaman dan Barus tetapi hanya berjalan masing-masing dua tahunan.
Sultan Iskandar Muda, yang memerintah hampir 30 tahun lamanya,
disamping telah berhasil menekan arus perdagangan yang dijalankan oleh
orang Eropa juga telah mampu membenahi dan mengadakan konsulidasi
di berbagai sektor; baik ekonomi, politik, sosial budaya dan kegidupan
beragama.
Di bidang politik misalnya, ia telah behasil mempersatukan seluruh
lapisan masyarakat, yang disebut dengan kaum; seperti kaum Lhoe
Reotoih (kaum Tigaratus), kaum Tok Batee (orang-orang Asia), kaum
orang Mante, Batak Karo, Arab, Persia dan Turki, kaum Ja sandang
(orang-orang mindi) dan kaum Imam peucut (Imam Empat). Begitu pula
pada masanya telah tersusun sebuah Undang-undang tentang tata pemerin-
tahan yang diberi nama Adat Makuta Alam; hukum adat ini didasarkan
pada hukum Syara". . 6
% ; / . , hal. 250.
13
Dibukanya Bandar Aceh menjadi Pelabuhan Internasional
merupakan langkahnya yang progresif dalam upaya memakmurkan
perekonomian negeri, sebab dengan open sistem tersebut segala hasil
kekayaan Aceh, terutama lada, bisa secara mudah memperoleh pasaran
walaupun pada akhirnya menjadi bumerang bagi Aceh itu sendiri.
Di sisi lain kemajuan telah diperoleh oleh Aceh dalam bidang ilmu
pengetahuan dan keagamaan. B. Schiere dalam bukunya "Indonesian
Sociological Studies" mengatakan : 'Aceh adalah pusat perdagangan
Muslim India dan ahh fikirnya (kaum cendediawan dan ulama-ulama)
berkumpul sehingga Aceh menjadi pusat kegiatan studi Islam. 7
14
Sungguh sangat disayangkan, diakhir masa jabatannya, ketetapan
sistem yang pernah ia berlakukan terhadap pedagang-pedagang asing
(dalam hal ini Belanda) itu terpaksa menjadi longgar karena kekalahan
yang didentanya ketika mengadakan serangan ke Malaka pada tahun
1629 akibatnya ia menjalin hubungan dengan Belanda sebagai mitra kerja
menghadapi Portugis di Malaka.
C. Masa Kemunduran
Setelah Sultan Iskandar Muda meninggal dunia pada tahun 1636 ia
digantikan seorang menantunya, Sultan Iskandar Tsani yang memerintah
selama kurang lebih 5 tahun yaitu sejak 1636-1641.
Sultan Aceh pengganti Sultan Iskandar Muda ini mempunyai sikap
yang berbeda sama sekali dengan sultan sebelumnya dalam menanggapi
kaum Kolonialis. Ia sangat lunak dan kompromistis, baik terhadap
Belanda, Inggris ataupun Portugis. Ini berbeda dengan sikap Sultan
Iskandar Muda vang begitu ketat terhadap orang asing.
Semenjak Aceh di bawah kekuasaan Sultan Iskandar Tsani, tanda-
tanda kemunduran mulai tampak. Hal ini disebabkan oleh adanya campur
tangan orang asing yang mendapat kesempatan dari sultan secara longgar.
Kemunduran Aceh ini semakin terasa setelah Sultan Iskandar Tsani
wafat dan digantikan isterinya, Sultanah Tajul Alam Syafituddin Syah,
yang memerintah pada tahun 1641-1675. Roda pemerintahan yang dulu
begitu kokoh kini nampak ringkih dan goyah. Wilayah Aceh yang meliputi
daerah-daerah tidak dapat lagi dikuasai oleh Sultanah sehingga nampak
seolah-olah tidak ada lagi kekuatan untuk mempertahankannv a. Banvak
daerah bavvahan yang meiepaskan diri dari kekuasaan Aceh. Demikiah
halnya dalam masalah ekonomi yang kian terasa tidak stabil akibat ulah
pedagang-pedagang asing yang kian terasa kuasanya dan sudah mulai
menerapkan politik adu dombanya. Sementara situasi dalam negeri sudah
nampak tidak sehat karena para kapitalis semakin meraja lela dalam
penguasaan di bidang materi tanpa ambil peduli suasana perekonomian
kerajaan yang sedang dilanda resesi berat.
Terpaksa Sultanah mengambil tindakan menjalin kerja sama dengan
Belanda. Langkah ini dilakukan semata-mata untuk mempertahankan
Aceh dari gilasan dan serbuan kaum Kolonialis sebagaimana yang terjadi
di Malaka. Dasar niat untuk memonopoli sudah bersarang di hati Belanda
15
semenjak mereka menginjakkan kakinya di bumi Nusantara ini, maka
sikap Sultanah tersebut dijadikan suatu momentum untuk lebih
menancapkan cengkeraman kuku imperialismenya. hal ini terbukti
dengan berbagai fasilitas dan kesempatan yang diberikan kepada mereka.
maka akhirnya Belanda mendirikan kantor Dagang mereka di Padang
dan Salida. Walaupun tindakan Belanda itu telah diperingatkan oleh
Sultanah, namun rupanya mereka sudah tidak menghiraukan.
Sultanah Tajul Alam Syafiatuddin Syah wafat tahun 1675 dan
digantikan oleh sultan wanita Nurul Alam Nakiatuddin (tak jelas asal-
usulnya) yang memerintah mulai tahun 1675-1678. Kehadirannya tak
juga bisa mengentaskan kerajaan dari berbagai kemelut yang ada. Begitu
pula ketika digantikan oleh puterinya Raja Sertia, Aceh tetap dirundung
kemelut yang berkepanjangan. Baru setelah ulama-ulama dan tokoh
masvarakat Aceh melancarkan perlwanan terhadap kompeni pada tahun
1873-1904, seperti Habib Abdurrahman, Teuku Umar dan sterinya, Cik
Di Tiro. Panglima Polim dan lain-lain, Aceh naik lagi kharismanya. 9
9
Masalah perang Aceh. kesempatan ini penulis tidak sempat mengkajinya secara rinci inengingat
masalah tersebut sangat kompleks dan memerlukan perhatian secara khusus.
16
ini berlanjut terus tanpa bisa ditolaknya oleh pewaris-pewaris tahta
berikutnya sampai pada akhirnya Aceh minta perlindungan kepada
Kompeni.
D. Sistem Politiknya
Berbicara mengenai sistem politik di kerajaan Aceh Darussalam
bisa diklasifkasikan, paling tidak menjadi dua; periode sebelum Sultan
Iskandar Muda (1514-1607) dan periode semenjak bertahtanya ke
belakang.
Untuk periode awal, sebelum Iskandar Muda sistem perpolitikan
Aceh Darussalam masih belum terorganisir secara baik dan rapih
mengingat kondisinya baru saja terlepas dari pengaruh Pedie sehingga
konsentrasi lebih tercurahkan untuk pembenahan militer dalam upaya
mempertahankan keberadaannya dari berbagai kemungkinan bahaya yang
datang dari dalam maupun dari luar (termasuk pengaruh Kolonialis).
Disamping itu usaha ekspansi terus dilakukan untuk memperluas wilayah.
Berbeda halnya ketika Sultan Iskandar Muda menduduki tahta
kesultanan Aceh, beliau disamping menjalankan ekspansi juga begitu
antusias untuk menata rapih sistem politk, terutama v ang berkaitan dengan
konsulidasi atau pemantapan wilayah yang sudah dikuasinya. Langkah
ini beliau tempuh mengingat betapa sistem pemerintahan yang mantap
dan terkonsulidasi secara seksama akan menciptakan stabilitas yang sehat.
Ada dua sistem yang beliau tempuh dalam upaya stabilitas
kesultanan Aceh pada saat itu: sistem politik internat (yang menyangkut
kepentingan dalam negeri) dan sistem ekstemal (yang berhubungan dengan
negeri Asing).
Kaitannya dengan sistem politik internal, pada masanya telah
tersusun struktur pemerintahan secara rapi yang secara koordinatif
menghubungkan antara pusat dengan daerah-daerah. Wilayah inti kerajaan
Aceh (Aceh Raya) terbagi atas wilavah sagi dan wilavah pusat kerajaan.
Tiap sagi terbagi menjadi beberapa Mukim sagi X X V mukim (meliputi
Aceh Barat). sagi XXII mukim (berada di bagian Tengah sebelah Selatan)
dan sagi X X V I mukim (terletak di bagian Timur). Masing-masing sagi
terbagi lagi menjadi wilavah vang lebih kecil setingkat distnk. Kemudian
10
17
seorang imam) sedang masing-masing mukim ini terbagi lagi menjadi
gamponn-gampong (yang dikepalai oleh seorang Keuci).
Tiap-tiap sagi dikepalai oleh Panglima Sagi atau sering disebut
dengan Hulubalang Besar yang bergelar Teuku sedang untuk masing-
masing distrik dikepalai oleh Hulubalang (Uleebalang) yang bergelar
Datuk. Para hulubalang, kecuali hulubalang Pusa, mempunyai kekuasaan
yang otonom sifatnya; baik dalam mengatur tata pemerintahan wilayahnya
sampai kepada pewarisan tahtanya. Sultan disini hanya berfungsi sebagai
simbol pemersatu dari masing-masing sagi yang dikepalai langsung oleh
para hulubalang. 11
1 1
*/?., hal. 39.
18
E. Partusipasi dan Peranserta Ulama
Ulama, di kerajaan Aceh, mempunyai posisi yang sangat terhormat.
Hal ini terjadi karena disamping kerajaan yang berpusat di Banda Aceh
itu memakai Islam sebagai landasan geraknya, juga disebabkan adanya
perhatian yang serius dari para raja yang berkuasa di Aceh dalam
memandang betapa pentingnya ulama dan ilmu yang dimilikinya untuk
mengendalikan (media kontrol) jalannya pemerintahan yang Baidatun
thayyibatim wa Rabbun Ghafiir serta mendapat ridla-Nya. Sesuai dengan
Firman Allah :
U
Ibid.. hal. 36.
19
kusikan berbagai masalah keagamaan, seperti Balai Jama'ah Himpunan
Ulama dan Balai Setia Hukama'.
Dari uaraian di atas, maka jelaslah bahwa peranan dan partisipasi
ulama sangat intensif sehingga wajar apabila di Aceh, kota Serambi
Mekkah, ini muncul ulama-ulama besar dengan berbagai karya ilmiahnya
yang berbobot, seperti: Hamzah Fansuri, Nurrddin ar-Raniri, Syamsuddin
as-Sumantrani dan Abdur Rauf as-Singkeli.
20
i. Akhbaru al-Akhirat fi Ahvvali al-Qiyaniah
j . Hillu az-zilli
k. M a al-Hayat li Ahli al-Mamat
l. Jawahiru al-Ulumi fi Kkasyfi al-Ma'lum
m. Umdatu al-I'tiqad
n. Syifa'u al-Qulub
o. Hujjatu as-Siddiq li Daf'i az-Zindiq
p. Fathu al-Mubin ala al-Mulhidin
q. Kifayatu as-Salah dan
r. Muhimmadatu al-I'tiqadi
4. Karya-karya Abdur-Rauf as-Singkeli :
a. Mir'atu at-Tullab fi Tasyri al-Ma'rifata al-Ahkami as-Syari'ati
li Malik al-Wahhab
b. Kifayatu al-Muhtajin
c. Daqiqu al-Huruf
d. Bayanu Tajalli
e. Umdatu al-Muhtadiin
f. Mavvaiz al-Badi'i (terjemahan)
g. Sya'ir Ma'rifat dan
h. Tafsir al-Qur'an dalam bahasa Melayu (jawi)
21
II
KERAJAAN M A T A R A M
H.J. De Graaf dan T.H. G. T.H. Pigeaud, Kerajaan-kerajaan hla di Java, terj. Grafiti press
dan KITLY, PT Grafiti pers. Jakarta. 1985, hal. 277-281.
Ibid., hal. 282.
2
2?
Setelah wafat ia diganti putranya, ngabehi Loring Pasar, yang
kemudian diberi gelar oleh Sultan Pajang sebagai Senopati Ing Alaga
Sayidin Panatagama atau mashur dengan Panembahan Senopati. 3
24
mengadakan pembangunan dibanding ekspansi. Banvak sekali dijumpai
bangunan-bangunan yang sebelumnyua tidak ada, seperti : Prabayeksa
(tempat kediaman raja) dibangun pada tahun 1603, Taman Danalaya
pada tahun 1605, membuat lumbung di Gading tahun 1610 dan lain-lain.
Maka ia terkenal sebagai raja yang ahli membangun. Kecenderungan
yang ia sukai ialah berburu, dalam hal ini ia mempunyai daerah khusus
untuk perburuan yang dinamakan dengan krapyak. 8
B. Masa Kejayaannya
Pewaris tahta Mataram ketiga ialah Sultan Agung. Beliau yang
memiliki nama kecil Den Mas Rangsang naik tahta pada tahun 1613
hingga wafatnya tahun 1646.
Berbeda sekali dengan ayahnya, ia termasuk figur pemimpin y ang
keras dan tegas tetapi bijaksanan. Nampaknya karakter itu ia warisi dan
almarhum kakeknya. Ia juga yang telah meneruskan ekspansi-ekspansi
keberbagai wilayah yang pada masa Panembahan Senopati masih belum
tuntas.
O
H.J. De Graff. Puncak Kekuasaan Mataram (Politik ekspansi Sultan Agung), terj. Grafiti pers
dan KITLY. Jakarta, 1986, hal. 22-23.
25
Beberapa lama setelah naik tahta, ia segera mengirimkan ekspedisi
penaklukan ke kerajaan di wilayah Jawa Timur. Usaha itu selalu berhasil,
dengan tanpa mengalami kesulitan maka pada tahun 1615 Wirasaha dapat
dikuasai menyusul kemudian Lasem (1616), Pasuruhan (1617), Tuban
(1619) dan Madura pada tahun 1624. Surabaya, yang merupakan saingan
berat Mataram, setelah diserbu beberapa kali akhirnya takluk (1625)
berikut Giri (1636) dan Blambangan di tahun 1639. 9
26
sebagai orang-orang suci. D i saat Sultan Agung berkuasa, Cirebon
diperintah oleh Panembahan Ratu yang usianya lebih tua dibanding Sul-
tan Agung dan ia dianggap sebagai guru.
Kedua, antara Mataram dengan Cirebon telah terjalin hubungan
persahabatan bahkan kekeluargaan yang intim sehingga sangat di-
say angkan jika persahabatan tersebut harus lenyap hanya karena ambisi
pribadi. Disinyalir bahwa sebelum Panembahan Senopati wafat ia telah
mewasiatkan kepada putranya agar tetap melestarikan hubungan baiknya
dengan Cirebon.
Ketiga, bisa jadi Cirebon sengaja tidak diserang dengan suatu pamrih
agar usahanya untuk menaklukkan Banten seusai menyerang Batavia tidak
mendapat kesulitan. Jadi Cirebon di sini dijadikan perantara yang
menghubungkan Mataram dengan Banten. 10
C. Masa Kemundurannya
Kharisma Mataram menjadi turun semenjak mangkatnya Sultan
Agung di bulan Februari 1646 dan diganti putranya "Susuhunan
Amangkurat F'.
Raja baru Mataram yang menggunakan gelar Susuhunan (artinya
yang disembah atau dipuji - bisa juga berarti Kasar) ini disamping
memerintah secara otoriter, kejam juga termasuk raja yang antipati
terhadap ulama. Tercatat selama ia berkuasa telah membantai dua ribu
ulama termasuk mertuanya; Sunan G i r i . 11
XQ
Ibid.. hal. 296.
' M . Yahya, Sejarah Masuknya. hal. 25.
27
Masa kelam terus menyelimuti bumi bedahan K i Pemanahan beserta
putranya Panembahan Senopati dan mencapai kegemilangan pada masa
Sultan Agung Hatta akhirnya di tahun 1755 M , Mataram terbagi menjadi
dua bagian : Yogyakarta yang dipimpin Hamengkubuwono dan Surakarta
dibawah kekuasaan Pakubuwono. 12
D. Sistem Politiknya
Sistem politik di kerajaan Mataram, kalau dibicarakan secara de-
tail, sangat luas serta menyita waktu yang tidak sedikit. Kesempatan ini
disinggung selayang pandang itupun hanya terbatas pada masa Panem-
bahan Senopati hingga Susuhunan Amangkurat I. Hal ini sangat menarik
mengingat suhu politik di periode-periode tersebut mengalami turun naik
secara drastis; Periode Panembahan Sedo Ing Krapyak kemudian Sultan
Agung lain dengan ayahnya dan Susuhunan Amangkurat I bertolak
belakang dengan apa yang telah ditempuh pendahulunya.
Untuk sistem politik yang intern sifatnya, terutama yang menyangkut
konsulidasi tata pemerintahan dalam negeri, seperti sistem birokrasi, sistem
penggantian raja dan lain-lain masing-masing mereka hampir tak ada
perbedaan andaikata ada itu hanya menyempurnakan apa yang telah
berlaku.
Akan tetapi dalam hal penguasaan wilayah dan upaya ekspansi,
kadang-kandang mengalami kenaikan (banvak daerah yang dapat
dikuasai) kadang-kadang menurun (banvak yang meiepaskan diri dari
pengaruh Mataram), seperti pada masa pemerintahan Panembahan
Senopati di sini dengan kharismanya yang tinggi ia telah mampu meng-
angkat martabat Mataram ke strata yang lebih bergengsi (yakni daerah
bawahan Pajang menjadi daerah yang berdiri sendiri). Akan tetapi ketika
putranya berkuasa usaha ekspansi terhenti dan banvak daerah yang
memberontak untuk meiepaskan diri.
Degradasi politik Mataram segera bisa diatasi saat putranya, Sul-
tan Agung, tampil sebagai pemegang tampuk pemerintahan bahkan pada
masanya gengsi Mataram berada dalam posisi puncak. Daerah-daerah
di seluruh Jawa, kecuali wilayah Barat semuanya berada dalam imperium
Mataram. Ketika kendali pimpinan beralaih ke tangan Susuhunan
12
/Wrf.,hal.30.
28
Amangkurat I martabat Mataram menjadi merosot kembali, wilavah
kekuasaannya pun semakin menciut.
Dari keterangan di atas dapat diambil pengertian bahwa karisma
rajalah v ang memegang kunci penting sukses tidaknya, terangkat atau
merosotnya martabat kerajaan. Karena raja memiliki kekuasaan sentral
v ang syah atas wilayah kekuasaannya, maka ia dipandang sebagai pusat
kosmos dan dari pribadinyalah terpancar kekuatan yang berpengaruh pada
alam dan masyarakat sekitamya.
Keabsahan (legitimitas) kedudukan dan kekuasaan raja Mataram,
kecuali Panembahan Senopati, diperoleh karena warisan. Secara tradisi-
onal pengganti raja-raja ditetapkan putera laki-laki tertua dari permaisuri
raja (garwa padmi), bila tidak ada maka putra laki-laki dari isteri selir
(garwa ampeyan) pun bisa dinobatkan sebagai pengganti raja. Apabila
terpaksanva dari keduanya tidak didapatkan masa saudara laki-laki,
paman atau saudara laki-laki tua dari ayahnya bisa menjadi pengganti. 13
29
militer ia kirimkan ke Batavia untuk memukul mundur VOC; masing-
masing pada tahun 1628 dan 1629 walaupun pada akhirnya memperoleh
kegagalan.
Setelah tokoh penentang keras kompeni itu wafat, Mataram
kemudian diperintah raja yang pro dengan kompeni, Susuhunan
Amangkurat I. Walaupun kebijaksanaan dan langkahnya mendapat
tantangan dari kebanyakan rakyat tetapi ia tetap bersikeras melaksana-
kannya. Akhirnya meletuslah berbagai pemberontakan. Pada masanya
wilayah Mataram, yang dulunya sangat luas pengaruhnya, sedikit demi
sedikit berkurang. Sementara kekuasaan kompeni semakin luas,
pengaruhnya terhadap sistem intern kerajaan semakin besar, sistem
panggantian tahta, pengangkatan pejabat-pejabat tinggi kerajaan,
pelaksanaan birokrasi dan lain-lain tak lepas dari pengawasan Belanda.
, 4
D e Graaf. Kerajaan-kerajaan, hal. 295.
30
benturan budaya terjadi di sana, termasuk dalam menentukan klasifikasi
sistem sosial. Posisi ulama (agamawan) kalau dalam ajaran agama Hindu
menduduki strata sisial (kasta Brahmana) barangkali kedudukan ulama
di sini disejajarkan dengan tingkatan kaum elite kerajaan yang tidak banvak
perlu bekiprah dalam persoalan-persoalan yang tidak ada hubungannya
dengan bimbingan massa terutama soal keagamaan. Adapun tugas lainnya
itu diserahkan sepenuhnya kepada kaum bangsawan atau ksatria.
Atau mungkin juga karena ulama pada saat itu sedang konsentrasi
menggarap soal Islamisasi terhadap budaya-budaya yang masih lekat di
hati masyarakat Mataram, Sunan Kalijaga, misalnya beliau yang dianggap
sebagai ulama beken Istana selalu berusaha keras agar ajaran Islam mudah
diterima masyarakat yang sudah kuat nilai kepercayaan terhadap ajaran
dan doktrin budaya sebelum Islam. Berbagai cara telah beliau tempuh
termasuk melalui karya seni yang telah mentradisi di masyarakat.
Memang disadari pindahnya pusat pemerintahan dari pesisir utara
Jawa (arus Islamisasi utama) ke daerah pedalaman yang agraris serta
telah dipengauhi budaya pra Islam, menimbulkan warna baru bagi Islam
yang kemudian disebut dengan Islam sinkritisme (percampuran ajaran
Islam dengan budaya-budaya para-Islam), seperti: kepercayaan Grebeg
Sekaten, labuhan di segara kidul pada bulan Suro, penggelaran benda-
benda keramat dan lain-lain.
Berkenaan dengan sinkritisme ini, Sartono dalam bukunya "Sejarah
Nasional" telah mensinyalir bahwa Babad Tanah Jawi menceritakan
tentang para wali yang berdzikir di Masjid Demak tiba-tiba jatuh di
hadapan mereka sebuah bungkusan berisi sajadah dan selendang Rasul-
ullah s.a.w. Kedua benda itu kemudian oleh Sunan Kalijaga dinamakan
Antakusuma atau K i Gundil. Baju inilah yang menjadi perlambang
" pakaian resmi raja-raja Jawa semenjak Panembahan Senopati Mataram. 15
31
III
KERAJAAN BANTEN
33
untuk kepentingan ini ia harus berpindah-pindah tempat, kadang-kadang
di Banten kadang di Cirebon.
Baru setelah Pangeran Pasareyan dijadikan vvakilnya di Cirebon
tugasnya sedikit berkurang. Pangeran Pasareyan hanya sebentar berkuasa,
ia meninggal dalam usia yang relatif muda pada tahun 1552. Kematiannya
memaksa Sunan Gunung Jati pindah ke Cirebon untuk selama-lamanya.
Adapun Banten dan Jayakarta penguasaannya diserahkan kepada putranya
Hasanudin.
Ada satu persoalan yang patut dipaparkan di sini ialah setelah
pelabuhan Sunda Kelapa direbut Sunan Gunung Jati pada tahun 1527,
orang Portugis yang telah mengadakan perjanjian dengan Sang Hyang
dari Pajajaran tahun 1522 datang ke Sunda Kelapa untuk mendirikan
perkantoran dagang mereka tidak mengerti kalau daerah tersebut telah
dikuasai oleh Islam. Terang saja kehadiran mereka disambut dengan
kekerasan senjata. 1
34
Pada sekitar tahun 1570 M Sultan pertama Banten wafat dan
digantikan putra sulungnya, Pangeran Yusuf. Setelah meninggal Maulana
Hasanuddin terkenal dengan nama anumertanya "Pangeran Saba
Kingking" 3
35
Meninggalnya Maulana Yusuf menimbulkan intrik politik di istana
Banten yang baru merambah kejenjang suksesinya. Pangeran Arya Jepara
(adik Maulana Yusuf yang dididik di Jepara oleh Ratu Kalinyatat) datang
ke Banten untuk meminta supaya dirinya diangkat sebagai pengganti
saudaranya sementara menunggu sampai pangeran pewaris tahta menjadi
dewasa. Saat itu usia Pangeran Muhammad (putra mahkota) baru 9 tahun.
Akan tetapi Kadli dan pejabat besar istana lainnya memutuskan
untuk tetap menobatkan Pangeran yang masih belum dewasa itu sebagi
Sultan Banten untuk mengganti ayahnya. Adapun masalah jalannya
pemerintahan sepenuhnya diperwalikan kepada Mangkubumi sampai sang
Pangeran dewasa.
Merasa kehendaknya tidak terkabul, maka tersinggunglah Pangeran
Arya Jepara dan terjadilah bentrokan senjata antara kedua belah pihak.
Dalam pertempuran itu Pangeran Jepara kalah dan akhirnya ia kembali
ke Jepara dengan tangan hampa. 7
7
D e Graaf. Op. dl, hal. 153-154.
O
Ambary Sejarah Banten. hal. 31 -32.
36
Muhammad maupun periode Abdul Mufakhir tetap dalam kondisi stabil
dan tenteram.
Semenjak Mangkubumi Jayanegara wafat tahun 1602, suasana
Banten mulai dirundung oleh kemelut yang menyeret kelembah kesuraman.
Pvasa iri dan ambisi mewarnai pangeran-pangeran Banten - mereka mulai
bertindak sendiri-sendiri - kontrol pun terasa mulai mengendor.
Pemberontakan bermunculan di sana-sini sehingga boleh dikatakan periode
ini merupakan periode terburuk bagi Banten saat itu.
Diluar istana (pada sisi lain) pengaruh Asing mulai terasa akibat
kebijaksanaan-kebijaksanaan Mangkubumi (pengendali kesultanan)
pengganti Jayanagara, yakni ayah tiri Pangeran sendiri yang begitu ter-
buka terhadap mereka.
Suasana bertambah mendung, kekacauan terus memperburuk
keadaan. Mangkubumi sudah tidak mampu lagi mengendalaikan dan
mengantisipasi keadaan, kekuasaannya hanya sebatas lingkup istana,
sedangkan di luar istana para pangeranlah yang berkuasa. Keadaan seperti
ini berawal dari kehadiran Mangkubumi yang memancing rasa curiga
dan iri hati beberapa pangeran lain yang akhirnya pengkhianatan pun
terjadi dimana-mana.
Aksi pengkhianatan itu berhasil melumpuhkan Mangkubumi dan
membunuhnya. Terbunuhnya Mangkubumi ini bukan berarti meng-
hentikan kemelut yang merundung Banten, akan tetapi justru menarik
minat dan ambisi untuk menduduki jabatan terhormat tersebut atau bahkan
merebut sama sekali tahta kesultanan Banten. Sikap demikian ini
ditunjukkan oleh Pangeran Kulon (cucu Maulana Yusuf) yang di bantu
pangeran Singaraja dan Tubagus Prabangsa yang berambisi menduduki
tahta kesultanan.
Aksi pemberontakan bisa dipadamkan berkat kerja sama antara
pasukan Sultan, pasukan Pangeran Ranumanggala dan bantuan Pangeran
Jayakarta dan berakhir dengan perdamaian.
Sebagai pengganti jabatan Mangkubumi diangkatlah Pangeran Arya
Ranumanggala (putra Maulana Yusuf dari isteri selir). Setelah memangku
jabatan ia segera mengadakan penertiban-penertiban, baik keamanan
dalam negeri maupun merekonstruksi kebijaksanaan Mangkubumi
sebelumnya terhadap pedagang-pedagang Eropa. Pajak ditingkatkan
terutama untuk Kompeni. Tindakan ini diambil agar para pedagang Asing
enyah dari bumi Banten karena ia telah menangkap maksud-maksud
37
mereka yang bukan hanya berniaga tetapi hendak mencampuri urusan
dalam negeri.
Tindakan tegas Arya Ranumanggala ini akhirnya memaksa Kompeni
untuk memalingkan orientasi niaganya ke Jayakarya. Di Jayakarta mereka
disambut ramah oleh Pangeran Wijayakrama dengan suatu dalih ke-
datangan mereka akan meramaikan pelabuhan Sunda Kelapa yang
nantinya mampu mengimbangi pelabuhan Banten.
Melihat hubungan intim Pangeran Jayakarta dengan Kompeni
terusiklah hati Mangkubumi Arya Ranumanggala sebagai pemegang
kendali Banten yang membawahi Jayakarta untuk menghancurkan
benteng-benteng asing baik Belanda maupun Inggris yang ada dikawasan
Banten. Maka diutuslah Pangeran Upapatih untuk mengemban amanat
ini. Dalam pada itu orang-orang Inggris dapat didesaknya hingga kembali
ke kapal mereka selanjutnya pasukan juga bisa mendesak Belanda,
sementara Belanda tetap defensif dan tidak mau menyerah. bantuan dari
Maluku tiba.
Setelah bantuan itu datang (dipimpin J .P. Coon) pada bulan Maret
1619 kepungan prajurit Banten tak ada artinya lagi dan mereka kembali
dengan membawa kekecewaan. Saat itulah secara resmi Jayakarta di-
kuasai oleh Kompeni dan dirubah namanya menjadi Batavia. 9
9
Ibid.. hal. 46.
10
/b;d.,hal. 52.
38
pindah ke Tirtayasa dan menyusun kekuatan di sana untuk mengadakan
penyerangan terhadap Kompeni.
Keadaan Banten semenjak diperintah Sultan Ageng Tirtayasa lebih
baik lagi, baik di bidang politik, sosial budaya, terutama perekonomiannya.
Dalam bidang perdagangan Banten mengalami perkembangan yang pesat.
Hubungan dagangnya dengan Persia, Surat, Mekkah, Karamandel,
Benggala. S iam, Tonkin dan China cukup mengancam kedudukan VOC
yang bermarkas di Batavia. 11
39
istana Surosowan diserbu, namun berkat bantuan Kompeni Sultan Haji
masih bisa mempertahankan kekuasaannya. 13
B. Sistem politiknya
Sebagaimana kerajaan tradisional lainnya, kekuasaan Sultan di sini
mempunyai otoritas tertinggi serta mempunyai hak prerogratif penuh atas
segala urusan, baik politik atau lainnya. Pengakuan dan pengukuhan atas
jabatan Sultan ditetapkan berdasarkan warisan.
Dalam melaksanakan tugasnya (bidang administratif pemerintahan)
Sultan dibantu seorang Mangkubumi dan beberapa pejabat bawahannya;
mereka ini terdiri dari golongan elite yang kebanyakan bukan golongan
pangeran atau kaum bangsawan lain. Adapun khusus untuk kerabat Sul-
tan atau kaum bangsawan menempati strata lebih rendah di bawah Sul-
tan dan lebih tinggi di atas pejabat administratif.
Untuk urusan birokrasi pusat dikepalai oleh seorang patih (wazir
besar) yang dibantu dua orang kliwon yang juga disebut Patih, sedang
pengadilan dan keagamaan diserahkan kepada Fakih Hajamuddin.
Setingkat di bawahnya adalah para punggawa yang menangani bidang
administrasi dan pengawasanterhadap perekonomian negara. Syahbandar
adalah pejabat negara yang ditugasi untuk mengawasi perdangan luar
negeri di kota-kota pelabuhan. Sejajar dengan pejabat-pejabat di kota-
kota pelabuhan ialah para kepala daerah. 14
iT
Kartodirdjo. Sejarah Xasional. hal. 362.
' A m b a r y . Sejarah Banten. hal. 98.
4
40
Untuk mencermati perjalanan sejarah perpolitikan kerajaan Banten,
internal maupun eksternal marilah kita simak fase-fase berikut ini.
1. Fase Perintisan
Pada mulanya penaklukan atas Banten oleh Syarif Hidayatullah
tahun 1525 atau 1526 hanya bermotifkan politik, perluasan wilayah
Demak dan penyebaran agama Islam dikawasan Jawa Barat yang masih
berada di bawah kekuasaan kerajaan Hindu Pajajaran akan tetapi setelah
Sunan Gunung Jati pindah ke Cirebon dan Banten diserahkan kepada
putranya, Maulana Hasanuddin, Banten diberi hak penuh untuk memben-
tuk kesultanan bawahan Demak dengan Maulana Hasanudin sebagai
sultan pertamanya bahkan tatkala kekuasaan Demak pindah ke Pajang
(Jaka Tingkir) Banten yang dependen pada Demak diproklamasikan oleh
Sultan Maulana Hasanuddin sebagai kesultanan yang independen.
Selama 18tahun lamanya ia berkuasa di Banten(1552-1570)banyak
sekali kemajuan yang dicapai. Pusat pemerintahan yang dulunya Banten
Girang karena kepentingan strategi politik dan perdagangan ia pindahkan
ke Surosowan. Kekuasaan Banten saat itu meliputi seluruh Banten,
Jayakarta, Krawang, Lampung dan Bengkulu. Ini suatu bukti bahwa
Banten yang baru saja tampil di permukaan telah memiliki sistem politik
yang bagus.
2. Fase Perkembangan
Fase ini diwarnai dengan tampilnya Maulana Yusuf menggantikan
ayahnya. Berada i bawah kuasanya BAnten memperoleh popularitas dan
gengsi yang tinggi di percaturan politik. Kerajaan Hindu Pajajaran yang
merupakan simbol kejayaan Pasundan saat itu bisa diruntuhkan oleh
kekuatan Maulana Yusuf yang bahu membahu dengan ulama. Dengan
demikian maka lingkup kekuasaan Banten menjadi semakin lua.
3. Fase Khsis Politik dan penuh intrik
Meninggalnya Maulana Yusuf tahun 1580 merupakan awal
terjadinya intrik politik di lingkungan istana, sebab ketika beliau wafat
putra mahkota Pangeran Muhammad baru berusia 9 tahun. Momentum
ini dimanfaatkan oleh Pangeran Arya Jepara (adik Maulana Yusuf) untuk
menampilkan dirinya sebagai pengganti kakaknya. Ia menuntut kepada
pembesar kerajaan Banten untuk menobatkan dirinya sebagai penguasa
Banten sampai pangeran yang berwenang mencapai dewasa. Karena
1
kehendaknya tidak dikabulkan kadli sebagai wali Sultan maka per-
tempuran pun tidak dapat dihindarkan lagi. Dalam pertempuran itu
Pangeran Jepara dan prajuritnya kalah, akhirnya ia kembali ke Jepara
dengan tangan hampa.
Setelah intrik politik yang ditimbulkan Pangeran Arya Jepara usai,
suhu politik Banten mengalami perubahan yang serius; musyawarah kadli
memutuskan sebagai pelaksana pemerintahan darurat sementara menung-
gu usia Sultan dewasa adalah Mangkubumi.
Perubahan sistem ini kemudian membawa pengaruh yang besar bagi
perjalanan politik di kesultanan Banten karena bagaimanapun tampilnya
Mangkubumi sebagai pucuk pelaksana pemerintahan telah memancing
rasa cemburu dan iri keluarga bangsawan, terutama kalangan pangeran.
Suasana politik Banten menjadi semakin suram setelah gugurnya
Maulana Muhammad dalam ekspedisi penyerangan Palembang dalam
usia yang relatif muda. Karena putra mahkota masih 5 bulan usianya,
maka untuk yang kedua kalinya kendali pemerintahan Banten dipegang
oleh Mangkubumi.
Secara otomatis jabatan mangkubumi menjadi incaran, banvak
pangeran yang berambisi menduduki jabatan bergengsi itu. Sebagai
akibatnya terjadilah pemberontakan-pemberontakan disana-sini yang
membuat situasi politik menjadi melemah.
Upava ekspansi tidak mungkin bisa dilaksanakan saat itu karena
untuk menyelesaikan persoalan intern sendin cukup banvak menyita waktu
sementara di luar istana Kompeni dan orang Eropa lainnya mulai bersiap
untuk memasang politik adu dombanya.
Yang sangat tragis (akibat suhu politik yang tidak sehat) ialah
Jayakarta, yang merupakan pelabuhan andalan, terpaksa jatuh ketangan
Belanda pada tahun 1619.
4. Fase Rekonstniksi
Naik tahtanya Sultan Ageng Tirtayasa sebagai Sultan Banten
menggantikan kakeknya Sultan Abdul Mufakhir merupakan angm segar
bagi kehidupan politik di Banten.
Pembenahan ke dalam serta penataan aparatur pemerintahan secara
tertib adalah langkah awalnya untku mengembalikan Banten menjadi
kesultanan yang berwibawa, terutama di mata Kompeni yang mulai berani
macam-macam di Banten. Setelah itu baru diantisipasi faktor-faktor lain
42
yang seolah-olah menjadikan Banten lumpuh tak berdaya. Jawaban yang
ditemukan ialah adanya penetrasi dan infiltrasi orang asing di bumi
warisan Sunan Gunung Jati. Karenanya jika Banten ingin mempunyai
pengaruh yang kuat sebagaimana periode-periode awal, maka harus
mampu mengusir Kompeni dari wilayah Banten.
Segera Sultan yang anti campur tangan asing itu melancarkan
serangan-serangannya terhadap Kompeni. Teror sabotasi dan gerilya
adalah taktik strategi politiknya untuk membuat repot Belanda. Kontak
senjata antara kedua belah pihak baik di darat maupun di laut sering
terjadi tanpa dapat dihindari sehingga amatlah wajar apabila Belanda
mengangap Banten saat itu sebagai musuh yang amat berat.
5. Fase Lepasnya Kesultanan Banten Dianeksasi Belanda
Sistem perlawnan Sultan Ageng Tirtayasa v ang sudah mulai menciut
nyali Belanda akhirnya mendapat hambatan setelah anaknya Sultan Haji
yang baru saja tiba dari tanah suci memotong arah politiknya serta
kompromi dengan Kompeni untuk menghancurkan ayahnya sendiri.
Kerjasama antara Sultan Haji dengan Kompeni akhirnya bisa memadam-
kan perlawanan-perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikut
setianya akhirnya ditangkap dan dipenjarakan kompeni hingga wafatnya
tahun 1692.
Surutnya perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa dan naik tahtanya
Sultan Haji pada dasarnya adalah kemenangan Kompeni vang berhasil
mengadu domba antara dua Sultan yang bertalian darah. Terlebih setelah
ditandatanganinya perjanjian antara Sultan Haji dengan Kompeni (1682)
maka Banten betul-betul menjadi kekuasaan Kompeni sebab Sultan hanya
simbol belaka.
6. Fase Perlawanan Rakyat yang dipelopori Ulama
Setelah Banten dikuasai Kompeni, sementara sultan tidak bisa
berbuat apa-apa kecuali menuruti kebijaksanaan Kompeni maka muncul-
lah pergerakan perlawanan serta pemberontakan yang terjadi di seluruh
pelosok Banten yang tidak puas terhadap Belanda yang telah mencaplok
hak asasi rakyat Banten.
Rata-rata pimpinan pergerakan perlawanan itu adalah ulama (elite
agama) seperti Kiai Wakhia, Kiai Wasyid dan lain-lain. Mereka itulah
yang menyadarkan umat untuk merebut harga diri dan hak asasi rakyat
Banten yang dirampas orang-orang kafir dari dunia Barat.
3
C. Kedudukan dan Peran Serta Ulama
Kedudukan sultan-sultan Banten diakui bukan saja sebagai kepala
pemerintahan yang memiliki otoritas tertinggi tetapi juga sebagai kepala
agama di wilayahnya dengan demikian maka lembaga-lembaga
keagamaan mendapat perhatian, pengakuan serta perlindungan penuh dari
sulta, terutama ulamanya. Mereka termasuk kelompok kelas elite yang
memiliki pengaruh besar terhadap jalannya pemerintahan ataupun
masyarakat.
Tidak sedikit kaum ulama yang ditempatkan di posisi terhormat
sebagai suatu sistem dalam kerangka umum administrasi negara, baik
pusat maupun di tingkat lokal (daerah) disamping kelas administrasi
sekuler bahkan terdapat suatu lembaga tinggi pemenntah yang secara
spesifik pengelolaannya diserahkan kepada kaum ulama yaitu "Mahkamah
Agung" dengan gelar resminya Fakih Hajamuddin.
Disamping kaum elite agama yang terlibat langsung dalam kerangka
sistem administrasi pemerintah juga terdapat kelas elite agama partikelir
(tidak memiliki kekuasaan dalam birokrasi pemerintahan) mereka juga
mendapat perlindungan dan Sultan.
Melihat kedudukan ulama begitu terhormat, bukan saja sebagai kaum
rohaniawan tetapi juga menduduki jabatan tinggi pemerintahan, maka
peranannya pun dalam ikut serta menjaga stabilitas dan harmonisasi
pemerintahan sangatlah besar.
Ketika terjadi peristiwa penyerbuan atas Pakuan Pajajaran Hindu
pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, peran ulama sangat besar, bukan
saja sebagai pemberi spirit tetapi juga terlibat dalam pertempuran.
Suasana harmonis antara ulama dan umara Berjalan dari masa
?
44
IV
KERAJAAN PALEMBANG
45
Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit Palembang menjadi daerah
pelindung (protektorat) dari kerajaan Demak-Pajang dan Mataram di
Jawa. Semula hubungan ini berjalan baik dan teratur, namun perkem-
bangan keadaan membawa perubahan, khususnya semasa kerajaan
Mataram. Dalam sejarah kerajaan Mataram nampak sekali, bahwa
hunbungan antara pusat dan daerah tidak selalu berjalan dengan baik,
sebagai mana pengalaman penguasa-penguasa Palembang pra kesultanan,
yang mendapat perlakuan tidak menenangkan dalam hubungannya dengan
kerajaan Mataram, begitu juga Kyai Mas Endi, Pangeran Ario Kesumo
Abdirronim sesudah menggantikan kedudukan kakaknya. Pangeran Sedo
Ing Rajek sebagai penguasa Mataram di Palembang mengalami hal yang
sama, dimana beliau pada tahun 1668 mengirim urusan ke Mataram,
tetapi ditolak oleh Amangkurat I. Dengan adanya hal ini maka beliau
memelaskan katan dengan Mataram. Maka menjadilah Palembang berdiri
sendiri sebagai kesultanan Palembang Darussalam. 1
B. Masa Kejayaannya
Palembang dalam bagian kedua abad ke-18 telah menuju ke hari
depan yang baik, yaitu pada masa Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin
H. Ia menjalankan pemerintahan secara bijaksana. perdagangan
berkembang pesat dan timah telah memperkaya kerajaan.
Di Kesultanan Palembang. hak pemakaian tanah diserahkan kepada
marga dengan menghormati batas-batas antara marga yang telah
ditetapkan, keputusan hukuman dalam kesultanan Palembang terletak
ditangan raja atau pembesar-pembesar kerajaan. Jika terjadi perselisihan
diantara marga raja dapat bertindak sebagai penengah, demikian juga
dalam perselisihan masalah tanah. Raja berhak menenma jasa-jasa dari
46
penduduknya. Selam pajak, pendapatan lain kesultanan adalah "di
bantukan" yakni suatu perdagangan monopoli primitif yang tidak
berdasarkan pengertian melayu. Dalam sistem ini raja atau pembesar-
pembesar kerajaan tertinggi membeli barang dengan harga vang murah
dan harga pasar. Inilah v ang disebut dengan "beli-beli natal". Pendapatan
vang terpenting adalah dari monopoli yang ditetapkan, yaitu duapuluh
ribu pikul dalam setahun. Keuntungan dari hasil jual beli inilah yang
dipergunakan oleh sultan untuk membangun kembali keraton.
47
Palembang Darussalam, adalah kebijaksanaannya untuk meiepaskan diri
dari ikatan perlindungan (protektorat) Mataram kira-kira pada tahun 1675
tanpa menimbulkan penindasan dan peperangan. Hubungannya dengan
Mataram tetap terpelihara dengan baik.
Yang mendapat tantangan berat adalah politik dalam menghadapi
imperialisme dan kolonialisme Eropa (Belanda dan Inggris) dengan
kelebihan teknologi alat perangnya dan kelicikan politiknya, sehingga
banvak mendatangkan kerugian kepada pihak kesultanan, dan akhirnya
mengakibatkan hilangnya eksistensi kesultanan itu sendiri. Politik
imperialis dan kolonialis ini yang dikenal dengan "Belanda minta tanah"
dengan taktik tipu muslihatnva devide et impera.
48
formal tradisional, tidak hanya berisikan soal-soal ilmu agama saja tapi
juga hal-hal yang menyangkut politik dalam kaitannva dengan
kolonialisme Belanda. Dengan demikian ia telah memberikan inspirasi
baru berdasarkan doktrin agama, untuk membangkitkan kembali rasa
patriotisme dalam menentang penjajah.
Terlepas pada suatu pemikiran apakah beliau termasuk golongan
taswnf Al-Ghozali atau Wahdatul wujud yang pernah diajarkan oleh Ibnu
Arabi, Beliau telah menerjemahkan kitab karangannya sendiri yang
bernama Sair al-Salikin dan Hidayat al-Salikm yang sampai sekarang
masih banvak dibaca di negara-negara Asean yang meliputi Philiphina
selatan, Brunai, Malaysia, Thailand Selatan, Singapura dan Indonesia.
Begitu penting dan terhormatnya kedudukan ulama disamping sultan,
sampai-sampai ulama mendapat tempat tersendiri disamping sultan. Dapat
pula kita perhatikan posisi makam-makam para sultan Palembang disamp-
ingnya terlihat makam ulama-ulama beserta permaisuri. 2
E. Masa Kemunduran
Setelah meninggalnya Sultan Baharuddin pada tahun 1804 yang
memerintah kurang lebih 27 tahun lalu digantikan oleh putranya Sultan
Mahmud Badaruddin. Ia merupakan raja yang terakhir memerintah secara
despotis. punya kepribadian yang kuat, berbakat serta terampil dalam
diplomasi atau strategi perang. Juga perhatian luas dalam berbagai bidang
diantaranya pada bidang sastra.
Dengan kemerosotan V O C pada akhir abad ke-18 praktis
monopolinya di Palembang tidak dapat dipertahankan lagi dan faktorainya
di tempat itu hampir lenyap. Krisis ekonomi dan politik yang dihadapi
V O C dan kemudian pemerintah Belanda mempercepat peralihan
kekuasaan ke tangan Inggris.
Palembang jatuh ke tangan ekspedisi Inggris Gillespie pada tanggal
24 April 1812. Sultan sempat mengungsi ke pedalaman.
Pimpinan pertahanan kerajaan ada ditangan Pangeran Adipati
Ahmad Najamuddi. seorang saudara sultan yang tidak menunjukkan
loyalitasnya kepada kakaknya. bahkan bersedia berunding dengan Inggris
pada tanggal 17 Mei 1812 yang menentukan bahwa P A . Ahmad
2
Gadjannata K.H.O. Sri- Edi Swasono. A/aiiit dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan
hal. 212.
49
Najamuddin menjadi sultan Palembang dengan syarat Palembang harus
menyerahkan Bangka dan Belitung kepada Inggris. Sementara itu Sultan
Badaruddin membangun pertahanan yang kuat di hulu sungai Musi,
bermula di Buaya Langu setelah serangan ekspedisi Inggris gagal terhadap
kubu tersebut, maka pertahanan dipindahkan lebih kehulu lagi yaitu di
Muara Rawas. Setelah dengan aksi militer Inggris mengalami kegagalan
maka ditempuhnya jalan diplomasi dan mengirim Robinsin untuk
berunding. Pada tanggal 29 Juni 1812 ditandatangani perjanjian yang
menetapkan bahwa sultan Badaruddin diakui sebagai sultan Palembang
dan P A . Ahmad Najamuddin diturunkan dari tahtanya.
Pada tanggal 15 Juli sultan Badaruddin tiba di Palembang dan
bersemayam di keraton besar sedang P A . Ahmad Najamuddin pindah
kekeraton lama. Terangnya pemainan politik Inggris semakin mengurangi
kekuasaan sultan dan kondisi kontrak lebih diperberat. Waktu Belanda
menerima kembali daerah jajahannya dari Inggris, politik langsung
membalik situasi seperti yang diciptakan oleh Inggris. Sultan Ahmad
Najamuddin adalah penguasa yang lemah sedang sultan Badaruddin
menguasai politik. Eksploitasi feodalistis dikalangan keluarga sultan
merajalela, banvak perampokan dalam kekosongan kekuasaan didaerah,
dan akhir situasi minp dengan anarki. Munnghe selaku kuasa usaha
Belanda bertekad menanam kekuasaan yang kuat di Palembang maka
untuk tujuan itu disodorkan kontrak dengan kedua tokoh tersebut (20-24
Juni 1818). Meski kesultanan tidak dihapus, namun kekuasaan sultan
lambat laun semakin berkurang. Sultan Palembang dan saudaranya untuk
kedua kalinya diturunkan dari tahtanya. Keduanya mendapat daerah
kekuasaanuntuk diambil hasilnya sebagai sarana penghidupannya, sedang
sebagian besar daerah Palembang dikuasai Belanda.
Najamuddin yang dibelakangkan oleh intervensi Belanda, berusaha
memperoleh bantuan Inggris. Usaha Raffles untuk memberi bantuan vang
diharapkan itu gagal, dan akhirnya ia sebagai faktor v ang membahav akan
pemerintahan Belanda diamankan di Batavia.
Sementara didaerah pedalaman bergolak terus, antara lain karena
tercipta vakum politik dan ruang sosial yang leluasa bagi unsur-unsur
bawah tanah untuk beragitasi. Orang-orang minangkabau dan Melavn
vang menjadi pengikut Sultan Badaruddin sewaktu dia mengungsi ke
hulu sungai Musi melakukan perlawanan terhadap expedisi Belanda v ang
terpaksa kembali ke Palembang tanpa dapat mengamankan daerah hulu.
50
Ada kecurigaan pada Muntinghe bahwa sultan Badaruddin ada
dibelakang pergolakan di hulu sungai Musi. Beliau dituntut agar
meredakan para pemberontakan, lagi pula putra mahkota agar diserahkan
untuk dipindah ke Batavia. Kegentingan memuncak waktu perundingan
antara Muntinghe dan sultan menemui jalan buntu. Sultan menolak untuk
menyerahkan putra mahkota pada tanggal 12 Juni 1819, kapal-kapal VOC
ditembaki hingga Muntighe meninggalkan Palembang menuju ke Muntok.
Pergolakan menjalar ke Bangka, Lingga dan Riau, dimana aksi-
aksi perlawanan terhadap Belanda Terjadi, kesemuanya karena mendapat
angin dari Palembang yang berhasil mengenyahkan Belanda. Sultan
Badaruddin sebagai ahli strategis tetap waspada dan membangun
pertahanan kuat di sepanjang sungai Musi dan Muara sampai Palembang.
Sebelum mengirim ekspedisi, Belanda mengangkat putra Ahmad
Najamuddin, yaitu Prabu Anom sebagai sultan dengan gelar Ahmad
Najamuddin.
Ekspedisi mulai menyerang pertahanan di Plaju pada tanggal 20
Juni 1821, tetapi dipukul mundur oleh pasukan Palembang. Baru pada
serangan kedua pada malam 24 Juni Plaju dapat direbut, dan Palembang
dapat terbuka bagi angkatan perang Belanda. Dalam menghadapi situasi
itu, sultan Badaruddin mencoba berunding dan tidak lagi melakukan
perlawanan. Tanggal 1 Juni keraton diduduki Belanda, kemudian baik
kekuasaan sipil maupun militer ada ditangan Belanda dan pada tanggal
12 Juli Residen Overste Keer secara resmi memegang jabatannya dan
empat hari kemudian sultan Ahmad Najamuddin dinobatkan.
Pemberontakan dibawah P. Abdurrahman dan Jayaningrat pada
tanggal 22 November 1821 yang gagal memberi alasan kepada Belanda
untuk menamatkan kesultanan Palembang. Susuhunan (ayah sultan
Ahmad) diamankan ke Batavia sedang sultan mengungsi ke hulu sungai
Musi untuk meneruskan perlaw anannya. Setelah bertahan selama delapan
bulan ia pun ditawan dan diasingkan di Manado dimana ia meninggal
pada tahun 1844. Dengan demikian berakhirlah dinasti Palembang yang
berkuasa selam beberapa abad itu.
51
V
KERAJAAN TERNATE
53
Kedatangan Islam ke Indonesia bagian Timur, yaitu ke daerah
Maluku tidak dapat dipisahkan dengan pusat lalu lintas pelayaran dan
perdagangan intemasional, yaitu : Malaka, Jawa dan Maluku.
Keadaan Maluku yang sekaligus kerajaan Ternate di dalamnya,
bahwa tantangan yang dihadapi orang-orang Islam tidak lagi menghadapi
kerajaan yang sedang mengalami perpecahan karena perebutan kekuasaan
melainkan mereka hanya datang dan mengembangkan agama Islam dengan
melalui perdagangan, dakwah dan melalui perkawinan menurut cara Is-
lam.
Di kala Tume Paires dan Gallevao datang ke daerah tersebut terlihat
masih banvak masyarakat yang belum masuk Islam, mereka masih percav a
akan pengaruh nenek moyangnya dan mereka hidup dalam kelompok
masyarakat yang dipimpin oleh para ketua kampung masing-masing. 1
Dengan keadaan yang demikian itu, maka orang Arab yang berada di
daerah tersebut mulai tergerak untuk melaksanakan Islamisasi. Sebagian
dari hasil Islamisasi yang dilakukan adalah dengan masuknya raja Ter-
nate dalam Islam. Disebutkan pula bahwa yang mula-mula memeluk
agama Islam adalah "'Kolani" (gelar para raja Maluku sebelum Islam)
yang bernama Gapi Baguna. Dialah v ang telah menerima seruan Datuk
Maulana Husin dan mempelajari Islam secara sungguh-sungguh.
Disebutkan pula dalam catatan orang Ternate, bahwa raja itu setelah
masuk Islam memakai nama "Marhunf'. Besar sekali kemungkinan bahwa
nama Islam baginda bukan itu, sebab biasanya bila seorang raja setelah
meninggal dunia baru disebut namanya dengan panggilan Marhum. 2
54
Pada akhir abad ke 16 kerajaan Ternate meluaskan kekuasaannya
ke daerah Maluku Tengah yaitu di Hoamoal (P. Seram), dan di pulau-
pulau kecil di sekitarnya (Buru, Manipang, serta Kelang dan Boanou) di
mana motif yang sesungguhnya dalam exspansi ini tidak jelas tetapi ada
kemungkinan karena faktor perdagangan cengkeh, dan adanya persaingan
dengan bangsa-bangsa Portugis yang menguasai daerah Maluku. Dengan
bertambah maju dan berkembangnya akan penanaman rempah-rempah
seperti pala, cengkeh, lada maka menyebabkan semakin tingginya minat
bangsa asing untuk meraih dan merangkul seluruh kepulauan Maluku.
Sehingga tidak asing lagi kalau kerajaan Ternate serta seluruh kerajaan
yang ada di Maluku mengadakan perlawanan dan peperangan yang mana
dalam usaha tersebut tak ketinggalan pula peran ulama' yang dengan
gigihnya merintangi dan melawan penjajah yang hendak menguasai
wilav ah serta perekonomian negerinya.
Adapun tata sususan raja-raja yang berkuasa di kerajaan Ternate
yaitu : 3
3
Hamka. Sejarah Umat Islam. hal. 220.
menggunakan alat-alat penukar kenvensional v ang lazim disebut uang.
Tradisi jual beli seperti ini hingga sekarang masih berlaku dalam
masyarakat primitif di daerah pedalaman yang masih kolot, bahkan di
Jawa, Sumatra dan lain-lain.
Perkembangan ekonomi di Ternate berjalan dengan pesat. Hal ini
terlihat dengan banyaknya masyarakat yang menanam rempah-rempah,
yang terkenal merupakan tanaman yang sangat mahal harganya dan
banv ak peminatnya, bukan saja di kalangan Indonesia sendiri, tetapi juga
bangsa-bangsa asing v ang datang ke Maluku. Terbukti dengan masuknya
bangsa Portugis ke kepulauan Indonesia tepatnya Maluku pada awal abad
ke-16 (1521 ) melalui Sulawesi dan berusahamenemukanjalurpelayaran
dari Ternate menuju Malaka melalui Kalimantan Utara, ini terjadi pertama
kali pada bulan Mei tahun 1522 oleh Garcia Henri Ques dan yang kedua
dilakukan oleh Antonio de Abreo. Namun usaha tersebut nampaknya
belum membuahkan hasil yang memuaskan, namun demikian bangsa
Portugis tidak henti-hentinya mencari jalan agar usaha yang dilakukan
itu berhasil. Dan akhirnya kerajaan Ternate ( Maluku ) dapat dikuasai
bangsa Portugis, sehingga segala urusan mengenai perdagangan jatuh ke
tangan bangsa Portugis. Keberhasilan ini dicapai berkat usahanya yang
dilakukan pada tahun 1599 dengan bantuan armada yang memiliki
persenjataan vang lengkap serta berbarengan dengan datangnya bangsa
Belanda yang disambut oleh masyarakat Ternate v ang oleh masyarakat
Ternate Belanda bermusuhan dengan Portugis, padahal sebenarnya
keduanya sama-sama sebagai bangsa penjajah. 4
Kerajaan Ternate, seperti halnya kerajaan Islam yang lain juga telah
mengenai politik dalam menjalankan pemerintahan. Dalam pergantian
kekuasaan raja masih berlaku sistem turun temurun dan ini terbukti ketika
Sultan v ang pertama (Zainal Abidin) wafat. maka sebagai gantinya adalah
putranya yang bernama Sirullah.
Pada masa pemerintahan raja-raja Temate telah beberapa kali terjadi
perjanjian diantaranya adalah perjanjian dengan gubemur De Mesquita,
seorang kristen vang dilakukan oleh Sultan Khairun. Beliau diundang
dalam acara jamuan besar di Benteng Portugis untuk menghormati perjan-
jian v ang telah mereka lakukan. akan tetapi diluar dugaan terjadi peristiwa
vang sangat mengejutkan. karena Sultan Khairun ditikam oleh seorang
4
M . Vahya Harun. Sejarah Islam Indonesia. hal. 22-23.
56
pengawal pribadi De Mesquita dan akhirnnya pada saat itu juga sultan
meninggal. Dengan penstivva tersebut, Babullah sebagai putranya menjadi
marah dan seluruh daerah Ternate menjadi goncang baru kemudian pejabat
atau orang-orang besar melantik Babullah menjadi sultan sebagai
pengganti ayahnya. Dalam pelantikan itu rakyat diundang untuk
menyaksikan dan bersorak sorai menyatakan kesetiaannya karena
perhatian raja pada rakyatnya yang betul-betul terlihat dalam
mensejahterakan mereka. 5
5
Ibid.. hal. 227-228.
6
Ibid.. hal. 216-217.
57
Disamping menggunakan cara biasa, dalam mengajarkan Islam para
ulama juga menggunakan kebudayaan dengan warna Islam.
58
VI
KERAJAAN TIDORE
59
sebagian sejarawan vang menyebutkan bahwa raja-raja Maluku, Ter-
nate, Tidore, Bacan dan Jailolo itu berasal dari keturunan Ja'far Sidiq,
cucu Ali bin Abi Thalib, karena perkawinannya dengan bidadari raja.
3
/ b i d . , h a l . 223.
60
C. Kerajaan Islam Tidore dalam Perspektif Indonesia Timur
Kerajaan Islam Tidore termasuk kerajaan yang mempunyai pengaruh
besar di samping kerajaan Ternate, baik dalam penyebaran Islam di daerah
Maluku maupun dalam mempertahankan kerajaannya dari pengaruh
Spanyol dan Portugis yang silih berganti hendak merebut dan meng-
hancurkan Tidore dengan jalan diplomasi politik monopoli rempah-rempah
atau dengan melangsungkan hubungan baik di awal kedatangannva, atau
bahkan otoritas para gubernur Portugis untuk menyatukan Tidore. 4
D. Peran Ulama
Walaupun sejarah mencatat bahwa besarnya pengaruh saudagar
Arab Persia dalam menyebarkan Islam, hal ini tidak membenkan indikasi
4
Jbid. hal 221.
61
tidak adanya pengaruh dan peran ulama terhadap pertumbuhan dan
perkembangan Islam di Tidore. Posisi ulama bisa dipandang lebih besar
pengaruhnya dibanding para saudagar Arab Persia. Karena para saudagar
lebih banvak memasukkan pengaruh agama Islam pada golongan elite
kerajaan. Sedangkan para ulama menyebarkan di kalangan masyarakat
awam melalui berbagai pendekatan terhadap rakyat (approach to Soci-
ety), kadang dengan melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan suara yang
merdu sehingga banvak diantara mereka yang tertarik dan ingin
membacanva, dan akhirnya ia masuk Islam.
Disamping itu para ulama banvak memberikan penjelasan-penjelasan
tentang hakikat Islam yang merupakan cara lain dan pendekatan yang
sama.
Jika para raja Maluku di Ternate dan Tidore banvak membangun
sarana ibadah dan sarana keagamaan lainnya, seperti masjid, madrasah
dan sebagainya, maka ulama berperan sebagai praktisi yang mengisi
masjid-masjid dan madrasah-madrasah itu dalam rangka menyebarkan
dan memperkokoh agama Islam di daerah Maluku.
Pembangunan sarana keagamaan oleh para raja dijadikan
kesempatan emas oleh para ulama untuk mendidik rakyat Maluku,
memasukkan pengaruh Islam lebih intensif dan memperkokoh keimanan
rakyat. Dengan penggemblengan yang dilakukan oleh para ulama,
kekuatan propaganda Kristen yang dilakukan oleh Portugis dan Spanyol
gagal. Hal ini menimbulkan pemaksaan dari misionaris-misionaris Knsten
untuk menghancurkan Tidore, maka berlangsunglah peperangan yang
berkepanjangan.
Dalam usaha mempertahankan aqidah rakyat dari pengaruh misio-
naris, maka para ulama dengan segenap kemampuannya melakukan pem-
binaan-pembinaan keimanan dan amaliah. Acap kali umat Islam Ternate
dan Tidore melakukan perlawanan dalam mempertahankan ajaran Islam.
62
persahabatan dengan Portugis.
Permusuhan antara Tidore dan Portugis berawal sejak Antonio De
Brito mendengar kedatangan Junjung dari Banda yang ingin membeli
cengkeh sehingga ia mengirim sebuah galai untuk melawannya. Tetapi
galai sendiri tenggelam di dekat Tidore. Orang Tidore kemudian
memenggal 16-17 kepala orang Portugis. Maka timbullah permusuhan
antara Tidore dengan bangsa Portugis. Kerajaan Tidore mendapat
dukungan dari Spanyol sedangkan Portugis dibantu Ternate, orang
Portugis dapat mempertahankan kedudukannya di Ternate untuk bebera-
pa waktu. 5
Pada tahun 1529 Dom Jorge de Meneses dari Portugis dengan sekutu
Ternate dan Bacan menyerbu Tidore serta berhasil mengalahkan Tidore
dan orang Kastilia, Spanyol.
Tahun 1533 Tristoa de Taida karena tindakannya yang kasar
menimbulkan pemberontakan rakyat Ternate dan sekutunya. Di pihak
lain Tidore dan Bacan juga melakukan hal yang sama, sehingga seluruh
Maluku dapat dikatakan bangun melawan Portugis. Mereka berjanji bila
tidak berhasil mengusir Portugis, mereka akan menebang pohon cengkeh
dan merusak negerinya. Maka pada tanggal 27 Oktober 1556 Galfao
(Portugis Malaka) datang memberi bantuan kepada Portugis yang ada di
Maluku. Galfao hendak melakukan perdamaian dengan Tidore tetapi gagal
sehingga terjadi pertempuran. Pada waktu itu raja Dajalo Ternate
mengadakan perlawanan pada Portugis, tetapi dapat dikalahkan. Dan
Galfao juga berhasil masuk benteng Tidore. Maluku dikuasai Portugis,
rakyatpun tertindas dan terperas. 6
2. Belanda
Sekitar tahun 1582 orang-orang Spanyol mencoba merebut Ter-
nate, akan tetapi usaha ini tidak berhasil. Karena tidak lama kemudian
orang-orang Belanda muncul di perairan maluku, dimana Steven Van
Derheghen merebut benteng Portugis di Amboina (23 Pebruari 1605).
Corenelis Bastian (Belanda) merebut benteng Tidore dan akhirnya dengan
mudah dikuasai armada Spanyol (1606) dibawah pimpinan Accuna. 7
" Marvvati Djoened Poesponegoro, dkk., Sejarah Xasional Indonesia. PN Balai Pustaka. Jakarta,
1984. hal. 43.
Ibid.. hal. 44.
7
/6icLhal. 62.
63
membenci Spanyol. Dengan bantuan itu Belanda menduduki Temate dan
mendirikan benteng-benteng mereka dan menyerang Spanyol di tidore
dan berhasil merebut Makian dan Motir. Diantara orang-orang Spanyol
dan Belanda di Maluku sering terjadi pertempuran sekitar 1624-1639, di
mana Spanyol mengalami kekalahan. Tahun 1639 Temate dan Tidore
membuat persetujuan. Dalam perebutan perdagangan rempah-rempah
V O C tidak hanya bersaing dengan pedagang Barat, tetapi juga dengan
kerajaan-kerajaan di Jawa dan Melayu. Para pedagang yang dianggap
sebagai penyelundup oleh Kompeni didukung oleh Sultan Temate dengan
tujuan meluaskan pengaruhnya dalam menghadapi Belanda. Tahun 1635
timbullah perlawanan di mana-mana yang dipimpin oleh Kakiali Kapten
Hitu. Gubernur Jenderal Van Diemen dua kali menuju maluku 1637-
1638 jjntuk menegakkan kekuasaanya. Setelah Kakiali berhasil ditumpas,
perjuangan orang-orang Hitu dipimpin oleh Teluka Besi dan perlawanan
ini baru tuntas tahun 1646.8
64
VII
KERAJAAN M A K A S A R
A. Masa Timbulnya
Kerajaan Makasar terdiri atas dua kerajaan. yaitu Goa dan Tallo.
kedua kerajaan itu saling mengadakan hubungan baik, sehingga orang
luar hanya mengenai sebagai kerajaan Makasar saja. nama Makasar
diambil dari Ibu kota Goa dan sekarang berganti nama menjadi Ujung
Pandang. Makasar terletak di pantai barat semenanjung Sulawesi Selatan,
sedangkan di pantainya terdapat kerajaan lain yaitu kerajaan Bugis, Laut
Flores di sebelah selatan, dan teluk Bone di sebelah Timur. Keadaan
alam yang demikian menyebabkan kedua suku bangsa, Yaitu Makasar
dan Bugis menjadi ulung.' Tetapi Bugis lebih luas daerahnya. Berpusat
di Luwu, Bone (termasuk Sappeng), Wajo dan Sidenreng 2
Menurut catatan kerajaan Goa dan Bone, agama Islam masuk dengan
resmi ke negeri itu sekitar tahun 1602 atau 1603, karena Raja Goa Karaeng
Tonigallo telah menerimanya dari tiga orang guru agama Islam yang
datang dari Minangkabau. yaitu Datuk ri Bandang. Datuk ri Tiro dan
65
Datuk Patimang. Tetapi sebelum raja memeluk Islam, sudah ada orang
Islam sebagai pedagang di Goa jauh sebelum itu. Ketida suatu utusan
Portugis datang ke Goa pada tahun 1540, mereka telah mendapati
beberapa orang Islam berdiam di Goa, tetapi mereka datang dari daerah
lain. Dapatlah laporan orang Portugis itu diterima, jika mengingat setelah
Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511 banyak pedagang Is-
lam melarikan nasibnya ke daerah lain, diantaranya ke Makasar. 3
3
/6/c/., hal.218.
4
Op. c/r , hal. 218.
5
/bid.,hal. 219.
66
B. Masa Kejayaannya
Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Said dibantu Karaeng
Pattingaloang inilah kerajaan Makasar berkembang pesat (1639-1653)
dan mencapai puncaknya di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin
(1653-1669). Pada masa itu wilayah kekuasaanya luas sekali dan besar
pengaruhnya terutama di wilayah Indonesia bagian Timur. Panji-panji
kerajaan Goa disegani dan dihormati oleh kawan maupun lawan.
Supremasi kerajaan Makasar di wilayah Indonesia bagian Timur diakui
dan dihormati. Sultan Muhammad Said termasyhur sampai dimana-mana,
sampai ke beberapa negeri di Asia, bahkan sampai Eropa. Hal ini juga
terutama disebabkan karena jasa-jasa Karaeng Pattingaloang pandai
menjalankan diplomasi. 6
C. Masa kemundurannya
Betapapun kemajuan Makasar sesudah Islam, adat istiadatnya tidak
boleh dilupakan. Raja-raja di ketiga daerah yang lain termsuk Wajo dan
Soppeng bukanlah jajahan Makasar, tetapi raja Empat Sela, yang duduk
sama rendah tegak sama tinggi, masing-masing dengan gelar
kebesarannya; Pajung, Makau, Sombaya dan Adatuang.
Makasar kurang memperhatikan hal tersebut. Sehingga sifatnya
terlalu keras negeri-negeri itu, terutama Soppeng yang dalam adat bersatu
67
dengan Bone. Perasaan tidak puas kian lama kian mendalam, dipimpin
oleh seorang anak raja yang masih muda dari Soppeng bernama Aru
Palaka. Kompeni akhirnya mengetahui dendam yang sangat mendalam
tersebut.
Berkali-kali Kompeni hendak mencoba meruntuhkan kerajaan
Makasar dengan blokade, tetapi tidak berhasil. Akhirnya blokade tersebut
ditinggalkan, lalu dibuatlah suatu perjanjian. Dalam perjanjian itu Belanda
mengakui hak Makasar untuk berlayar ke mana-mana, bebas. Kecuali
dua tempat saja vang tidak boleh, yaitu Malaka dan Seram.
Sudah barang tentu Sultan Hasanuddin sangat tidak setuju, dengan
tantangan dengan kehendak Allah. Allah yang mengadakan dunia supaya
sekalian manusia sama berbahagia, Ataukan tuan menyangka bahwa Allah
mengecualikan pulau-pulau yang jauh dan tempat bangsa tuan itu hanya
untuk perdagangan tuan?". 8
D. Sistem Politiknya
Sultan Hasanuddin adalah sosok religius, dalam menghadapi
10
g
Hamka, Op. cit., hal. 297.
9
Ibid., hal. 299.
10
/ * i r f . , h a l . 297.
1 1
A t f , tal. 286.
68
bebas. Teori ini dianut oleh raja-raja Makasar dan sesuai benar dengan
status politik Goa Tallo, serta pelabuhan makasar pada saat itu. Sistem
perdagangan terbuka ini dirasa lebih menguntungkan dari pada merugikan,
lagi pula pedagang asing mendapat jaminan bagi usaha mereka sehingga
perdagangan internasional tersebut dapat menghidupi dengan segala
keuntungan dari padanva. 12
E. Peran Ulama
Dalam sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, tidak banv ak
disebutkan tentang peranan ulama-ulama terkemuka di Makasar. 13
Sartono Kartodirdjo. Perigama;- Sejarah Indonesia Baru 1500-1900, Gramedia Jakarta 1992
hal. 21.
,3
Hamka, Op. cit., hal.289.
69
Merurut catatan sejarah, para ulama di Makasar asli maupun
pendatang tidak meninggalkan karya-karya monumental yang diwariskan
kepada generasi mendatang.
Kemungkinan besar dalam hal ini dikarenakan mereka telah bersatu
paham tentang aqidah dan syari'ah Islam tanpa harus berpolemik terlebih
dulu. Selain itu dakwah langsung kepada masyarakat Makasar lebih
mereka utamakan, dari pada lewat tulisan-tulisan.
70
VIII
KERAJAAN BANJAR
71
tanahnva panas dan berbau harum. Maka sampailah ia di suatu tempat
4
4
Ras J.J., Hxkayai Banjar: A Study in Maley Hislography (Leiden : Glossary, 1968), hal. 230.
5
lbid., hal. 222.
6
rbid., hal. 240.
Idwar. Banjarmasin. Op. cit.. hal. 22
72
Pangeran Tumenggung yang mengetahui hal itu tidak tinggal diam,
maka tentara dan armada turun ke sungai Barito dan di Hujung Pulau
Allak, terjadilah pertempuran antara kedua belah pihak tanpa ada yang
kalah dan yang menang. 8
g
Ibid.. hal. 23.
9
Ibid., hal. 430.
Syaifuddi Zuhri. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia (Bandung:
Ai-Ma'arief. 1981). hal. 389
1
'idwar. Op. ciu hal. 94.
73
B. Sistem Pemerintahannya
Kerajaan Banjar pada abad ke-17 M , ada hubungan dengan kerajaan
Mataram di Jawa. Hubungan ini memberi pengaruh terhadap sistem
pemerintahan kerajaan Banjar. Cence, sarjana Belanda mengatakan bahwa
corak organisasi pemerintahan Banjar banvak dipengaruhi oleh Jawa,
meskipun bukan dari Majapahit tapi mungkin dan Demak atau Mataram.
Ia mengambil contoh organisasi kerajaan Kota Waringin v ang merupakan
bagian dari kerajaan Banjarmasin, yang jelas dipengaruhi oleh Jawa. 12
l2
Ibid., hal. 50.
13
Bandingkan M. Masyhur Amin, "'Kedudukan Kelompok Elit Aceh Dalam Persepektif
Sejarah". dalam Alfian (ed ). Kelompok Elit dan Hubungan Sosial di Pedesaan (Jakarta : Grafika.
1988), hal. 15.
' Amir Hasan Kiai Bondan. Suluh Sejarah Kalimantan (Banjarmasin : MA1 Fajar. 1953). hal. 149.
4
74
Syahbandar mempunyai peranan penting dalam kerajaan mengingat
pelabuhan di Kalimantan Selatan merupakan tempat persinggahan dari
berbagai negara.
Dalam kerajaan Banjar sebelum abad ke-18 M pemimpin agama
tidak termasuk dalam struktur kerajaan. Hukum Islam sebelumnya tidak
diberlakukan dalam kerajaan. Hukum yang berlaku saat itu terhimpun
dalam sebuah buku undang-undang hukum yang disebut Kutara, yang
disusun oleh Arya Trenggana ketika dia menjabat Mangkubumi kerajaan.
Mangkubumi mempunyai wewenang dalam keputusan terakhir terhadap
seseorang yang dijatuhi hukuman mati. 15
Gazali Usman . Sistim Politik dam Pemerintahan Dalam Perjalanan Sejarah Masyarakat
,5
17
Sartono Kartodirdjo. Sejarah S'asional Indonesia (Jakarta P & K 197S) hal 2^
Ibid..hal. 26.
18
19
Idwar Saleh. Sejarah Daerah Kahmanian Selatan (Jakarta : Depdikbud. 1977). hal. 19.
75
menduduki posisi sentral, namun dalam pelaksanaannya raja dibatasi oleh
Dewan Mahkota yang beranggotakan bangsawan, keluarga dekat raja
dan pejabat birokrasi tingkat atas seperti Mangkubumi. Dewan Mahkota
berfungsi sebagai penasehat raja dalam memecahkan persoalan-persoalan
penting seperti soal pemerintahan, penggantian tahta, pengumuman perang
dan damai, hubungan dengan kekuasaan negara lain dan sebagainya.
Pengaruh Dewan Mahkota yang beranggotakan golongan bangsawan ini
terhadap sikap dan tindakan raja sangat besar. Pengaruh ini sering disalah
gunakan mereka untuk melemahkan kedudukan raja.
C. Sistem Sosial-Ekonominya
Perkembangan perekonomian di Kalimantan Selatan mengalami
kemajuan yang pesat sejak akhir abad ke-16 sampai abad ke-17 Masehi.
Banjarmasin menjadi kota dagang yang sangat berarti untuk mencapai
suatu kemakmuran kerajaan.
Kalimantan Selatan memiliki perairan yang strategis sebagai lalu
lintas perdagangan. Perdagangan di Banjarmasin pada permulaan abad
ke-17 M dimonopoli golongan Tionghoa. Kuatnya penankan lada dan
mereka untuk perdagangan ke Tiongkok mengakibatkan penanaman lada
di Banjarmasin menjadi pesat sekali. Perahu-perahu Tiongkok datang ke
Banjarmasin membawa barang-barangnya berupa barang pecah belah
dan pulang kembali membawa lada. Pada masa puncak kemakmurannya
di permulaan abad ke-18 M , hasil rata-rata tiap tahunnya mencapai 12
buah perahu Tiongkok yang datang ke Banjarmasin. 20
20
Iduar. Sejarah Banjarmasin, Op. cit.. hal. 55.
21
Leirissa. Sejarah Sosial Daerah Kalimantan Selatan (Jakarta: Depdikbud. 1984), hal. 21.
76
pedagang, rakyat umum dan para petani. Penempatan golongan pemimpin
agama pada tempat teratas ini didasarkan pada, bahwa agama Islam
merupakan agama resmi di kerajaan dan pemimpin agama Islam dalam
struktur kerajaan adalah satu kesatuan.
Sedangkan golongan mayoritas dalam masyarakat adalah golongan
terbawah yang terdiri dari petani, nelayan, pedagang dan lain sebagainya
biasa disebut orang jaba.
Dalam susunan sosial ekonomi, Belanda termasuk dalam golongan
kedua setelah golongan penguasa, the ruiling class. Hal ini terjadi karena
hubungan baik antara Sultan dengan Belanda dalam perdagangan. Yang
berarti membenkan keleluasaan pada mereka untuk mengambil kekayaan
yang ada. Belanda juga menguasai pertambangan seperti minyak bumi,
batu bara dan lain-lain.
Dalam perdagangan, lada merupakan komoditi eksport terbesar
dalam kerajaan Banjar. Perkembangan perdagangan ini menyebabkan
terjadinya perubahan-perubahan politik pemerintahan. Para penguasa
sebagai the ruiling class berusaha menguasai tanah yang lebih luas dalam
bentuk tanah apanage, yaitu tanah yang hasilnya dipungut oleh keluarga
raja, dan dijadikan wilayah penguasaan penanaman lada. Besarnya
perdagangan lada menyebabkan melimpahnya kekayaan bagi golongan
politikus dan pedagang, karena mereka memiliki kekuasaan penuh yang
tidak dimiliki oleh rakyat awam.
Masalah pemilikan tanah di Banjarmasin bukanlah merupakan
masalah, karena disana tanah sangat luas dan masih banv ak yang belum
dimanfaatkan. Tanah tersebut dapat dikerjakan oleh setiap penduduk
kerajaan asal bersedia membayar pajak kepada Sultan atas dasar anggapan
bahwa semua daerah dalam lingkungan kerajaan adalah milik Sultan.
Tanah yang dibuka dan dikerjakan oleh perseorangan disebut tanah
wawaran danjika dibuka dan dikerjakan bersama-sama atau berkelompok
disebut handil. Untuk rakyat biasa tanah wawaran maksimal 40 junjang
atau borongan, sedang untuk kaum bangsawan dapat mencapai 200
junjungan atau borongan. 22
22
Islilah borongan atau junjang adalah ukuran yang biasa dipakai dalam masyarakat Banjar.
Yaitu 10 depa persegi satu borongan atau junjang.
77
pajak yang dipungut dari rakyat, adalah pajak uang kepala, sewa tanah,
pajak perahu, pajak penghasilan intan dan emas.
Para pemungut pajak langsung dikerjakan oleh petugas pajak yang
dibantu oleh kepala kampung setempat. Apabila mereka tidak dapat
melunasi, maka akan dikenakan denda dan atau wajib kerja, dan daerah-
daerah tanah yang subur akan dikenakan pajak yang lebih tinggi. Masalah
pembayaran pajak yang tinggi sering menimbulkan keresahan dalam
masyarakat yang berpenghasilan rendah atau minim, terutama bagi kaum
petani dan pedagang.
Perekonomian masyarakat Banjar terdiri atas : Pertanian, Nelayan
dan Industri.
1. Pertanian
Pertanian di Kalimantan Selatan lain dengan pertanian di Jawa,
dimana kerbau bajak memegang peranan penting karena daerahnya
bersifat rawa-rawa yang mengalami pasang surut. Cara yang cocok untuk
daerah rawa adalah dengan menggunakan tajak yaitu sejenis parang untuk
membersihkan tanah, dan menanam padi tanpa merusak lapisan lumpur
subur vang menutupi lapisan tanah, tanpa irigasi dan sifatnya sangat
spekulatif. Pertanian pada umumnya dikerjakan secara perseorangan,
keluarga atau secara kelompok. Perseorangan mi dimaksud adalah menjadi
buruh tani, atau mengambil upah baik waktu menanam maupun pada
waktu panen. Jadi di Kalimantan Selatan ada dua macam petani, yaitu
petani pemilik tanah dan petani buru (tidak memiliki tanah).
2. Nelayan
Nelayan banv ak dijumpai di daerah pantai dan daerah rawa, seperti
di Danau Bangkam (Negara), Danau Bitin (Alabiu), Alalak Padang
(Martapura) dan Batibati (Palaihan).
M a t a pencaharian nelayan di daerah mi merupakan salah satu usaha
yang terpenting atau pokok dalam kehidupan masyarakat, karena adanya
pantai, rawa-rawa dan sungai v ang lebar. Alat-alat yang digunakan adalah
rengge. rempa, hampang, jala dan alat lain yang sejenis. Penangkapan
kan cara tradisional seperti ini dilakukan turun temurun, dan hasilnya
pun cukup memuaskan. Ikan vang dikenngkan sebagian untuk diekspor
ke luar daerah.
3. Industri
Industri besi dan logam di Kalimantan Selatan terdapat di daerah
7S
Negara. Kemampuan dan keahlian mereka mencor logam seperti
perunggu, yang dapat menghasilkan bermacam-macam barang untuk
diekspor. Sejak abad ke-17 Masehi daerah Negara terkenal dengan
pembuatan kapal samudra dan peralatan senjata lainnya seperti: golok,
kapak, cangkul dan lain-lain. Selain itu keahlian membuat kendi tempat
air merupakan salah satu bentuk kerajinan yang telah berkembang turun
temurun sebagai usaha sambilan disamping bertani. Kendi-kendi ini bukan
saja untuk memenuhi keperluan daerah setempat, melainkan juga dijual
sampai ke Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. 23
" I d w a r Saleh, Adat Istiadat Daerah Kalimantan Selatan (Jakarta : Depdikbud. 1977). hal. 40.
24
Id\var Saleh. Pergeseran Budaya dalam Perjalanan SejarahMasyarakat Banjar.Has seminar
sistim nilai budaya masyarakat Banjar dan Pembangunan, tanggal 28 - 30 Januari 1985. hal. 3.
79
Negara Daha dengan agama Hindu. Yang terakhir lanjutan dari kerajaan
Negara Daha dalam membentuk kerajaan Banjar Islam dan perpaduan
suku Ngaju, Maanyan dan Bukit. Dari perpaduan yang terakhir inilah
akhirnya melahirkan kebudayaan yang ada dalam kerajaan Banjar. 23
25
Ibid., hal. 6.
80
untuk berdagang, untuk pejabat dan lain sebagainya. Adapun bentuk besi
ada yang berupa keris, tombak dan lain-lain. 26
2. Sistem upacara
Adat upacara tradisional dalam masyarakat Banjar ada bermacam-
macam seperti :
a. Manyanggar Banua
Upacara ini dimaksudkan untuk membersihkan kampung dan tempat
tinggal dari gangguan-gangguan makhluk ghaib. Upacara ini biasanya
dilakukan menjelang akhir tahun, tetapi kadang pada waktu-waktu yang
dianggap baik. Pemimpin upacara diambil dari sesepuh yang cukup
pengetahuannya tentang upacara tersebut. Pembuatan sesajen dilakukan
oleh wanita-wanita tua yang sudah tidak datang haid lagi. Upacara ini
dibuka dengan menyalakan perapen dengan dupa dan kemenyan, disertai
bunyi gamelan. Alat-alat upacara terdiri dari mayang mengurai, sesajen,
perapen dengan kayu gaharu, semuanya dipersembahkan oleh 7 orang
puteri. Mayang mengurai yang baru dipetik digantung di tengah-tengah
rumah dan diikat dengan tali, setelah itu upacara dimulai. Upacara ini
diikuti oleh laki-laki dan perempuan yang berjalan mengelilingi sesajen
dengan menyanyikan lagu dan sya'ir masbangun, diiringi rebab dan
rebana. 28
b. Upacara Badudus
Upacara Badudus adalah upacara mandi-mandi calon pangantin.
Adat mandi-mandi Badudus ini hanya berlaku bagi bangsawan atau
26
Id\var. Adat Istiadat. Op. at., hal. 123.
21
Ibid.. hal. 124.
2S
ibid..bn\. 130.
81
keturunan raja. Acara ini dimaksudkan untuk pelindung bagi pengantin
agar tidak terkena perbuatan orang yang berniat berbuat jahat. 29
82
E. Peran Serta Ulama
Sultan Suriansyah adalah raja pertama yang memeluk agama Islam
dan menjadikan Islam sebagai agama resmi dalam kerajaan. Perhatian
Sultan terhadap agama cukup besar, masjid tempat ibadah umat Islam
pun dibangun.
Sebelum Sultan Tahmidullah II berkuasa hukum Islam belum
melembaga dalam pemerintahan, karena pada masa itu belum ada ulama
yang mendampinginya. Baru setelah Tahmidullah II berkuasa, terjadi
perubahan dalam pemerintahan, terutama setelah Syeikh Muhammad A l -
Banjari datang dari Mekkah. Ia sangat disegani oleh Sultan karena ilmu
agama beliau yang dalam. Maka beliaupun diangkat sebagai penasehat
dalam sistem pemerintahan.
Ulama sebagai elite religius memberikan andil yang cukup besar
bagi pemerintahan kerajaan. Sultan dan ulama merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Sultan dan ulama mempunyai kesatuan
pandang dalam kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan menjujung
tinggi syariat Islam.
Hubungan baik antara ulama dengan Sultan terlihat jelas dalam
kitab SabilalMuhtadin yang ditulis atas permintaan Sultan yang berkuasa
pada saat itu, untuk dijadikan pedoman hukum meski masih terbatas dalam
bidang-bidang tertentu, seperti hukum wans dan pernikahan.
Dengan kebijakan Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari secara
perlahan-lahan hukum dan ajaran Islam dapat memasuki ruang istana.
Dalam masyarakat Banjar ajaran fiqh dari madzhab Syafi'i sangat
berpengaruh, sehingga menjadi hukum adat rakyat. Padahal sebelumnya
sebahagian Sultan sangat terkenal memelihara berpuluh-puluh gundik
yang merupakan kebanggaan Sultan, maka atas nasehat Syeikh
Muhammad Arsyad, Sultan menikah menurut aturan Islam. 32
Zafry Zamzam, "Dakwah Islam Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari". Gema Islam,
No. 29 Tahun 1963, hal. 16.
83
hukum yang mengatur dan melaksanakannya. Oleh karena itu, maka ia
mengusulkan kepada Sultan untuk membentuk Mahkamah Syariah, yakni
suatu lembaga pengadilan agama, yang dipimpin oleh seorang mufti
sebagai ketua hakim tertinggi pengawas pengadilan umum. Lembaga mi
bertugas mengurusi masalah-masalah keagamaan yang timbul dalam
masyarakat, agar senantiasa terbimbing kepada kebenaran hukum.
Mufti sebagai ketua Mahkamah Syariah juga didampingi oleh
seorang qadhi vang berfungsi sebagai pelaksana hukum dan mengatur
jalannya pengadilan.
sul itu diterima oleh Sultan Tahmidullah II. Dengan demikian
kepastian hukum yang diperkuat oleh Sultan dapat menyelesaikan
perselisihan-perselisihan hukum yang terjadi dalam masyarakat
berdasarkan rasa keadilan.
84
IX
KERAJAAN JAMBI
85
berturut-turut orang Minang tidak datang ke Jambi menyebabkan daerah
ini sepi dari perdagangan.
Jambi secara politik pernah masuk pengaruh Mataram, inipun
merupakan hal yang sangat menguntungkan bagi Jambi karena status ini
berfungsi sebagai perisai terhadap ekspansi Banten vang sangat ber-
pengaruh di Palembang. Karena Palembang masih menaruh perhatian
4
hadapi ekspansi Johor dan Aceh. Untuk menghadapi ancaman yang tak
kunjung reda itu, Jambi harus melindungi diri dengan persekutuan
yang selalu berubah-ubah dengan kerajaan-kerajaan yang ada di
sekitarnya. 6
-Ibid.M\ HO.
Prisma II. 1984
6
7
Ibid.
86
B. Sistem Politiknya
Kesultanan Jambi, yang merupakan negara vassal Demak di awal
abad X V I harus menghadapi kecenderungan sentrifugalnya secara terus
8
M AP. Meilink-Roelofzs. Asian Trade and Eumpean Influence (Den Haag : Martinus Nijhoff,
1962), hal. 90-91.
J. Tideman, Djambi (.Amsterdam : Koninklijke vereeniging. "Kolonial Institute ". No. XIII,
hal. 57-80.
87
C. Struktur Ekonominya
Suatu negara yang terletak di daerah pantai biasanya menggantung-
kan perekonomiannya di bidang perdagangan dengan keluar atau
masuknya kapal ke negara tersebut, apalagi ditunjang dengan letak
geografis yang menjadi jalur perdagangan internasional dan barang v ang
ditawarkan di pelabuhan itu. Maju mundumya perekonomian negara itu
dapat dilihat dari perkembangan perdagangan di pelabuhannya.
Secara geografis, Jambi terletak di pantai utara Sumatra di sekitar
sungai Batanghari, yang merupakan jalur perdagangan yang penting. 10
masa selama dua tahun berturut-turut orang Minang dari hulu tidak
datang, akibatnya Jambi tersingkir dari perdagangan merica. Itulah masa
suram untuk dunia perdagangan mereka.
Saudagar-saudagar yang mayoritas para pendatang sangat besar
pengaruhnya terhadap laju perekonomian negeri ini. Merekalah yang
memberi izin perahu/kapal dagang vang boleh masuk atau keluar Jambi.
Setiap tahun Jambi didatangi oleh 50-60 perahu Portugis, Inggris, Melavn
dan perahu dagang dari Jawa. Ekspor rempah-rempah Jambi dikirim ke
Jawa, dan sebaliknya dari Jawa negeri ini membeli beras, garam, sutra
dan tekstil. 12
Tahun 1615, Gubemur Jendral V.O.C. J.P Coen mengirim dua kapal
ke Jambi. D i bawah pimpinan Streek, Opperloopman atau kepala
pervvakilan dagang. Ia mendirikan kantor perwakan dagang Belanda
pada tanggal 15 September 1615. Ini adalah awal hancurnya perekono-
mian Jambi. VOC memaksa Jambi untuk mengakui kekuasaan Hindia
Belanda dan melarang pedagang-pedagang asing masuk ke Jambi. Dan
bentuk terakhir runtuhnya kesultanan Jambi adalah penghancuran
kesultanan itu sendiri.
10
S o u r y . W.Ph. Coolhaas. Oud Nieuws L'm Djambi (Leiden :t.p.. 1950), hal. 71-82.
"Schrieke. Indonesia Sosiological Studies, vol. Denhaag (Bandung : W. van Hoeve, 1956),
hal. 55.
,2
P r i s m a II. 1984
88
D. Reaksi Jambi Terhadap Kolonialisme Belanda
Pada tahun 1615, Gubernur Jenderal V O C , J.P. Coon mengirimkan
dua kapal ke Jambi. Misi ini diperintahkan menyelidiki kesempatan
perdagangan di kerajaan pantai tua i n i . 13
E. Jaman Keemasannya
Dari setiap kerajaan pasti pernah mengalami masa kejayaan,
demikian pula dengan kerajaan Jambi pernah mengalami kejay aan, y aitu
Hardi. Menarik Pela/aran dan Se/arah (Jakarta : C V Haji Masagung. 1988). hal ^9
"Ibtd.
89
pada saat Jambi dipertntah oleh Sultan Thoha Syaifuddin.
Selain membangun kekuatan perekonomiannya, Sultan Thoha juga
membuat rencana pengembangan pendidikan. Program pendidikannya
bertujuan untuk meningkatkan pendidikan secara merata bagi rakyat.
Rakyat dididikagar semakin maju dalam berfkir, dan diberantasnya buta
huruf. Disamping meningkatkan pendidikan duniavvi, diajuga menekankan
pendidikan agama.
Sultan Thoha juga sangat memperhatikan masalah keadilan. Untuk
menegakkan keadilan di setiap desa diangkat seorang hakim dan sang
Qadhi (pemuka agama). Dengan demikian rasa aman rakyat menjadi
terjamin.
F. Masa Kemundurannya
Dari setiap kerajaan pernah mengalami masa kejayaan. Kejayaan
kerajaan Jambi adalah pada saat tampuk pemerintahan dipegang oleh
Sultan Thoha Syaifuddin, yang sekaligus merupakan awal detik-detik
kehancuran dan berakhimya kesultanan Jambi.
Masa kemunduran Jambi mula-mula ditandai dengan penyerbuan
Belanda ke Jambi pada bulan September 1858 yang kemudian menurunkan
Sultan Thoha dan tahtanya. Pemaksaan Sultan Thoha untuk turun dan
singgahsananya bukan saja membinasakan kelanjutan tradisi kerajaan
Jambi, tetapi juga melahirkan ketidakpastian bagi jalannya pemerintahan
Jambi. Dengan penurunan Sultan Thoha itu, maka Ratu Martaningrat
dan pembesar-pembesar kerajaan lainnya harus menandatangani
perjanjian dengan Belanda. Perjanjian tersebut menegaskan kembali
keabsahan beberapa perjanjian sebelumnya dan mengakui Jambi serta
daerah-daerah yang pernah menjadi w ilayah taklukannya sebagai bagian
dari Hindia Belanda, yaitu selama tahun 1858-1881. 16
16
PrismaII. 1984
90
Sebab kemunduran lain adalah dengan gagalnya golongan ningrat
yang bermula dari pergantian Sultan Thoha. Secara urut tahun 1858-
1881 pemerintahan dipegang oleh Sultan Ratu Achmad Nazaruddin, pada
masa ini perjanjian yang dibuat tahun 1858 diperbaharui serta ditambah
lagi, meliputi hak-hak ekonomi dan politik kedua belah pihak (kesultanan
Jambi dan Hindia Belanda). Tahun 1881-1885 pemerintahan dipegang
oleh Sultan Muhammad dan tahun 1886-1899 sebagai sultan adalah
Achmad Nazaruddin.
Pada masa pemerintahan Sultan-sultan tersebut di atas keadaan
pemerintahan semakin tidak menentu dan menampakkan kemunduran
kerajaan Jambi.
91
X
SANTRI D A N A B A N G A N DI JAWA
A. Penegasan Istilah
Istilah santri dan abangan memang sangat khas di kalangan suku
Jawa. Dalam kehidupan masyarakat Jawa ada suatu klasifikasi atau kelas,
baik kelas sosial maupun kelas religius. Klasifikasi sosial masyarakat
Jawa terdapat 4 kelompok, yaitu ndara, priyayi, wong dagang atau
saudagar dan wong cilik. Sedang klasifikasi religius terdiri atas santri
dan abangan. Kedua golongan ini (santri dan abangan) letak perbedaannya
pada sampai dimana kebaktian mereka terhadap agama Islam atau ukuran
kepatuhan seseorang dalam mengamalkan sarengat (syari'at). Sehingga 1
meralf\ Istilah ini ditujukan kepada orang muslim Jawa yang tidak
seberapa memperhatikan dan mengamalkan perintah-perintah agama Is-
'Zaini Muehtarom, Santri and Abangan mJava, terj. Sukarsi (Jakarta : INIS. 1988). hal 5.
/bid.
2
93
lam dan kurang teliti dalam memenuhi perintah-perintah agama. Jadi 3
mana lazim digunakan oleh orang Jawa ialah kata 'putihan'. Istilah ini 6
muncul karena pada saat menjalankan badah (sholat) biasanya santri ini
memakai pakaian serba putih.
Dalam perkembangan selanjutnya ada sebuah desa yang disebut
dengan "Desa Putihan" atau desa Mutihan. Di mana desa tersebut didiami
oleh mayoritas masyarakat yang tergolong dalam klasifikasi kaum santri
Sedangkan sebutan untuk kota yang demikian (permukiman di sekitar
masjid) biasanya disebut kauman.
Itulah pengertian dari istilah santri dan abangan yang sebenarnya
dibedakan pada kepatuhan menjalankan agama.
3
Ibid.. hal. 6.
4
koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa, (Jakarta : Balai Pustaka. 1984). hal. 310.
- Z i n i Muchtarom. Loc. cii
6
Ibid.
93
kuat. Yang jelas Islam masuk ke Pulau Jawa dibawa oleh saudagar-
saudagar dari Gujarat. Jadi Islam masuk bertalian erat dengan
perdagangan.
Sementara itu Islam datang dengan menawarkan persamaan-
persamaan, tidak seketat ajaran yang terdapat pada agama Hindu maupun
Budha. Lebih-lebih Islam yang masuk ke Jawa berasal dari Persia dan
India yang sudah bersifat Islam tasawuf. Islam corak ini cocok sekali
7
itu dipegang oleh orang asing yang muslim, malah dapat menyebarkan
Islam baik kepada raky at biasa maupun kepada keluarga raja. karena
mereka sering dijadikan sebagai penasehat dalam hal perdagangan dengan
negara lain. Dengan demikian ada kontak langsung dengan raja.
Tak kalah pentingnya adalah peranan Wali Sanga dalam penyebaran
agama. mereka sangat besar peranannya dalam proses Islamisasi di Jawa.
Disamping para wali itu akrab dengan rakyat bawah, mereka juga menjalin
hubungan dengan para Bangsawan. Raden Patah adalah salah satu
bangsawan yang dekat dengan wali sehingga proses Islamisasi yang
dilakukan mengalami kemudahan. Lebih-lebih pada tahun 1520 M (abad
ke-16) kerajaan Majapahit runtuh, hal ini lebih mempermudah dan
memperlancar perluasan Islam. Setelah kekuasaan Bintara mapan, maka
para saudagar diberi hak mendirikan masjid, sekaligus dengan
9
pesantrennya.
Hal lain yang menarik dari pesantren adalah banyak mandala
(tempat pendidikan) pada zaman Hindu yang berada di daerah pedesaan
diubah oleh para wali menjadi komunikasi pondok pesantren. 10
7
lbid.. hal. 18.
s
fbid.. hal. 19.
^Koentjaraningrat. Op.cil., hal. 122.
10
/fcjd.,hal.316.
95
ia diberi kelonggaran untuk mendirikan Pesantren oleh Prabu Brawijaya,
maka ia pun mendirikan Bayangkare Islah (Pengawal usaha perbaikan)
vang salah satu programma adalah : guna memadu penyebaran agama
Islam, hendaklah diusahakan agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan
satu dengan lainnya. Dengan demikian banyak bangsawan dan rakyat
11
96
kevakinannya. Santri berusaha semaksimal mungkin untuk menjalankan
agama secara benar serta berusaha menjauhkan diri dari perbuatan syi-
rik, sedangkan kaum abangan walaupun mereka juga Islam, namun dalam
hal praktek keagamaan mereka masih diwarnai unsur kejawen, sehingga
mereka mencampur adukkan antara upacara-upacara Islam dengan
upacara-upacara kejawen.
Orang abangan juga percaya adanya Allah S WT, Rasul dan meng-
anggap Al-Qur'an sebagai sumber utarna dari segala pengetahuan, tetapi
14
hari Selasa Kliwon dan Jum'at Kliwon di depan sebuah "tilam hias"
(sebuah ruangan khusus untuk para nenek moyang yang sudah mati,
rohnya akan menjadi lelembut yang berkeliaran, kemudian keluarganya
mengadakan selamatan agar roh dapat pergi ke alamnya). Bila di dunia
ia berkelakuan jelek, maka roh mereka akan berkeliaran dan mengganggu
manusia. Kepada roh kaum abangan juga ada yang meminta keselamatan
seperti kepada dhanyang, sing bahurekso. Juga mereka meminta
pertolongan seperti kepada thu\ul, pepunden. Sedangkan kepada rohjahat
mereka tidak suka dan sering menyebutnya dengan memedi. Orang 16
l4
Ibid, hal 311.
'-Sartono Kartodirdjo. Op. cit., hal. 75.
'^Koentjaraningrat. Op. cit., hal. 339.
I 7
/ i d . , h a l . 346.
97
Upacara lain ialah tingkepan, merupakan upacara tujuh bulan
(mitoni) ketika bayi masih dalam kandungan ibu. Setelah bayi lahir dan
dipotong tali pusatnya dengan welat, lalu diadakan upacara puput puser
setelah tali pusat terlepas. Upacara-upacara lain masih banyak seperti:
upacara memberi nama, kekahan (potong rambut), tedak siten (upacara
menyentuh tanah), khitanan dan lain-lain.
Praktek keagamaan bagi kaum santri lain lagi, keyakinannya kepada
Allah adalah dengan jalan mengesakan-Nya serta mengakui ke-Maha-an
Tuhan Allah. Tuhan tidak digambarkan seperti apapun. Kepada selain
Nabi Muhammad juga percay a, pokoknya rukun Islam dan rukun iman
mereka jalankan. Kematian bagi kaum santri merupakan hal biasa yang
disebabkan oleh hilangnya nyawa oleh malaikat Izroil, kerena sudah
waktunya dan roh tetap berada dalam kubur hingga hari kiamat. Sistem
keyakinan agama Islam diatur dalam syari'at, dengan sumber hukum A l -
Qur "an dan Hadits.
Sistem upacara keagamaan kaum santri banyak macamnya
diantaranya adalah : sholat lima waktu sehari semalam, membay ar zakat
fitrah atau mal bagi y ang mampu y ang dibenkan kepada fakir miskin,
menunaikan haji, kurban, bershodaqoh, amar ma'ruf dan nahi munkar
dan lain-lain. Begitu juga santri mengenai perayaan tahunan dan menjalan-
kan peringatan-peringatan lain, seperti: peringatan Maulid Nabi Muham-
mad saw, 1 Syawal, 10 Besar, Isro" Mi'roj yang didalamnya diisi dengan
pengajian-pengajian (ceramah-ceramah), baca Al-Qur"an dan lain-lain.
98
DAFTAR PUSTAKA
99
J. Tideman, Djambi (Amsterdam, Koninklijke Vereeniging, "Kolonial
Institute", No. XLII
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta, Balai Pustaka, 1984
Leirissa, Sejarah Sosial Daerah Kalimantan. Jakarta, Depdikbud,
1984
M.A.P. Meihnk-Roelofzs, Asian Trade and European Influence,
Den Haag, Martinus Nijhoff, 1962
M . Yahva Harun, Sejarah Masuknya Islam di Indonesia,
Yogyakarta, t.p., 1986
-s Sejarah Islam Indonesia, Yogy akarta. Bina Usaha, 1986
"Prisma" II, 1984
Sartono Kartodirdjo, dkk., Sejarah Nasional Indonesia, Jakarta.
Depdikbud, 1975
Perkembangan Peradaban Priyayi. Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press, 1987
Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta. Depdikbud. 1975
Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 Dari
Emperium sampai Imperium, Jakarta, PT. Gramedia. 1992
Sass J. J., Hikayat Banjar: A Study in Malay Historiography. Leiden,
Glossary. 1968
Schrieke. Indonesia Sosiological Studies, vol. Den Haag. Bandung.
W. van Hoeve. 1956
Sourry, W. Ph. Coolhaas, Oud Nieuws Unt Djambi, Leiden, t.p.
1950
Svaifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkemban-
gannya di Indonesia, Bandung. Al-Ma"arif. 1981
Zani Muchtarom. Santri and Abangan in Java, terj. Sukarsi.
Jakarta. I M S . 1988
100