Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Tika Amalia
F24104104
2008
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Tika Amalia. F24104104. Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Proses
Pemasakan terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. Di bawah bimbingan
Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.
ABSTRAK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Tika Amalia
F24104104
2008
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu ayarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
TIKA AMALIA
F24104104
Mengetahui,
1. Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang selalu
Memberikan kemudahan dan petunjuk-Nya dalam setiap langkah.
2. Mamah dan Ayah yang selalu mendoakan dalam setiap sujudnya demi
keberhasilan studi penulis
3. Adik-adik tersayang (Tiyas, Anti dan Fauzan) yang selalu mendoakan dan
menghibur penulis
4. Keluarga besar Taryo Suryono, SE (Ua, a inda, a mpik, teh tisa) yang selalu
memberi dukungan selama masa studi penulis
5. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan motivasi, ilmu, dan dukungan sepenuhnya kepada penulis
6. Dr. Ir. Sukarno, M.Sc. Terima kasih atas waktu dan kesediaannya sebagai
dosen penguji
7. Dian Herawati, STP. Terima kasih atas waktu dan kesediaannya sebagai dosen
penguji
8. Riska dan Rapper (HIMARSIS) yang selalu menemani dan memberikan
kenangan persahabatan yang tak terlupakan, We re just Narsis not Rasis
9. Trisna Wilasantika, terima kasih untuk cinta, dukungan, hiburan yang telah
diberikan kepada penulis. U make it easier when life gets hard
10. Triwoelz, Acid, dan Dadut yang telah menjadi teman seperjuangan dan
penghibur selama magang di Wantilan
11. Teman-teman ITP41 Golongan D, Hans, Rhais, Mpus (HIMAHOGALER),
Watchu, Dini, Erma, Vera, Sherly, Gema, Jamal, Prita, Lia, Mayland, Hesti,
Ety, Rizki, Willine, Netha, Yuke yang telah membuat ceria setiap kuliah dan
praktikum
12. Teman-teman ITP41, Jendi, Nona, Mequ, Sisi, Ade, Arum, Rani, Sukma,
Kani, Diah, Eka, Auu, Ros, Dodi, Indra, April, Cici, Tika, Inke, Tenni, Tomi,
Aris, Nanang, Chabib, Azis, Bima, Ratih, Ame, Andri, Arif, Novi, Ririn,
Nene, Gina, Qia, Rina, Risma, Umul, Citra, Eci dan semua teman-teman
ITP41 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
memberikan dukungan kepada penulis dan juga kenangan indah selama kuliah
13. Teman-teman kosan Salsabillah, Tyol, Arintut, Nina, Eta, Pipit, Siti, Baby,
Icha dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah menghibur dan meramaikan suasana kosan
14. All 78 ers yang tersebar di Jakarta, Bandung dan Jogja (Retno, Lia, Desi,
Mamay, Indah, Dezty, Edo). ve proved that distance can not break our
friendship, Thank U guys
15. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah
memberikan ilmu dan mendukung kemajuan penulis
16. Pak Muchtadin, Pak Misdi dan staf AJMP Fateta yang telah banyak membantu
penulis dalam mengurus administrasi selama di Fateta
17. Pustakawan-pustakawan perpustakaan Fateta, PAU, dan LSI, terima kasih atas
segala bantuannya
18. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima
kasih atas bantuannya sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan dengan baik
Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya tulis ini
dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu
pengetahuan.
Bogor, 11 September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... vi
DAFTAR ISI....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN........................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG................................................................................ 1
B. TUJUAN..................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 3
A. GULA MERAH.......................................................................................... 3
B. KECAP........................................................................................................ 4
C. PROSES PEMBUATAN KECAP.............................................................. 7
D. REAKSI PENCOKLATAN...................................................................... 10
1. Reaksi Karamelisasi............................................................................. 10
2. Reaksi Maillard.................................................................................... 12
IV. KEGIATAN MAGANG................................................................................ 17
A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG...................................................... 17
B. RUMUSAN PERMASALAHAN............................................................. 17
C. METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH.......................................... 18
1. Mempelajari Proses Produksi................................................................. 18
2. Studi Pustaka.......................................................................................... 19
3. Pengumpulan Data................................................................................. 19
a. Penentuan trend suhu pemasakan pada kuali..................................... 19
b. Penentuan trend suhu pemasakan pada masing-masing formula...... 20
c. Uji organoleptik kecap masing-masing formula................................ 20
4. Analisis Data.......................................................................................... 20
V. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... 21
A. PROSES PRODUKSI KECAP BANGO.......... ...................................... 21
1. Pencucian dan Perebusan Kedelai....................................................... 21
2. Fermentasi koji.................................................................................... 21
3. Fermentasi moromi.............................................................................. 24
4. Pemasakan ........................................................................................... 26
5. Penyaringan.......................................................................................... 28
6. Penyimpanan........................................................................................ 28
7. Filling atau Pembotolan....................................................................... 28
B. Analisis Aspek Teknis............................................................................... 29
1. Analisis trend suhu pemasakan pada kuali.......................................... 30
2. Analisis suhu pemasakan pada masing-masing formula...................... 33
3. Analisis Organoleptik........................................................................... 38
VI. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 42
A. KESIMPULAN......................................................................................... 42
B. SARAN...................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 44
LAMPIRAN......................................................................................................... 47
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi kimia gula aren, gula kelapa, gula tebu dan molases ........... 3
Tabel 2. Komposisi kimia kecap manis................................................................. 5
Tabel 3. Hasil analisis organoleptik kecap.......................................................... 39
DAFTAR GAMBAR
A. Latar Belakang
Kecap merupakan produk pangan tradisional yang digunakan sebagai
penambah cita rasa makanan. Kecap sebagai produk hasil fermentasi,
merupakan bagian penting dalam menu makanan masyarakat Indonesia.
Hampir disetiap kota besar di Indonesia, terutama di pulau Jawa banyak
terdapat pabrik kecap dan berbagai merek kecap telah beredar dipasaran.
Kecap adalah ekstrak dari fermentasi kedelai yang dicampurkan
dengan bahan-bahan lain yang digunakan untuk meningkatkan flavor dari
makanan. Karakteristik pembentukan flavor dan aroma pada kecap tergantung
pada cara produksi kecap dan juga bahan baku serta strain mikroorganisme
yang digunakan. Tahap-tahap utama dari produksi kecap yang melibatkan
pembentukan flavor antara lain perlakuan panas terhadap bahan baku,
pembentukan koji (fermentasi kapang), fermentasi moromi (fermentasi bakteri
asam laktat dan khamir), aging, dan pasteurisasi (Nunomura dan Sasaki,
1992). Terbentuknya warna coklat pada kecap terutama disebabkan oleh
adanya reaksi pencoklatan non enzimatis yaitu reaksi karamelisasi dan reaksi
Maillard.
Secara umum proses pembuatan kecap manis di pabrik kecap di
Indonesia terdiri dari : (a) pencucian dan perebusan kedelai (b) fermentasi
koji, (c) fermentasi moromi, (d) ekstraksi dan filtrasi air kacang, (e)
pemasakan dengan penambahan gula, (f) penyaringan, pengendapan dan
pembotolan. Gula merah sebagai bahan baku dalam pembuatan kecap akan
mempengaruhi rasa kecap manis yang dihasilkan. Selain itu, selama proses
pemasakan terjadi reaksi karamelisasi gula dan reaksi Maillard antara gula
dengan protein yang berasal dari air kacang juga akan mempengaruhi rasa
kecap.
Rasa kecap dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan dan juga
proses pemasasakan yang terjadi. Bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan kecap manis antara lain air, gula merah, sari kacang kedelai, dan
garam. Gula merah merupakan penyusun terbesar diantara semua bahan baku
yang digunakan. Oleh karena itu, kondisi gula merah yang digunakan sangat
mempengaruhi rasa dari produk kecap manis yang dihasilkan. Selain itu,
proses pembuatan kecap itu sendiri melalui proses pemasakan dengan suhu
yang tinggi. Proses pemasakan ini juga dapat mempengaruhi rasa dari finished
product. Hal ini dikarenakan selama pemasakan terjadi reaksi karamelisasi
dan reaksi Maillard yang dapat memberikan rasa gurih. Akan tetapi
pemanasan yang berlebihan akan mengakibatkan timbulnya rasa pahit atau off
flavor.
Proses pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pada saat
magang di sebuah pabrik kecap manis. Bahan baku gula merah yang
digunakan oleh pabrik kecap manis ini diperoleh dari beberapa supplier dan
gula merah dari masing-masing supplier memiliki karakteristik yang berbeda-
beda. Selain itu, mutu dari gula merah tersebut juga sering kali berubah. Untuk
mengatasi masalah tersebut pabrik kecap manis ini membuat beberapa
perubahan pada proses yang diharapkan dapat menghasilkan kecap dengan
mutu yang sama sesuai dengan standar walaupun menggunakan gula merah
yang berbeda karakteristiknya. Salah satu perubahan proses yang dilakukan
yaitu dengan membuat beberapa formula kecap berdasarkan karakteristik gula
merah yang digunakan.
Oleh karena itu, pada magang kali ini dilakukan penelitian mengenai
pengaruh karakteristik gula merah yang digunakan dalam masing-masing
formula terhadap organoleptik kecap manis yang dihasilkan. Selain itu juga
dilakukan penelitian terhadap suhu selama pemasakan kecap.
B. Tujuan
Penelitian yang dilakukan selama kegiatan magang ini bertujuan untuk
mempelajari pengaruh karakteristik gula merah terhadap rasa kecap manis
yang dihasilkan serta memperbaiki proses pemasakan sehingga didapatkan
proses pemasakan yang optimal dari segi waktu dan suhu pemasakan serta
produk akhir kecap yang sesuai dengan spesifikasi perusahaan dari segi
organoleptik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. GULA MERAH
Jenis gula yang umum digunakan dalam pembuatan kecap manis adalah
gula merah (Apriyantono dan Wiratma, 1997). Gula merah adalah gula
berbentuk padat, berwarna coklat kemerahan sampai dengan coklat tua. Gula
merah adalah gula yang secara tradisional dihasilkan dari pengolahan nira,
dengan cara menguapkan airnya sampai cukup kental dan kemudian dicetak
atau dibuat serbuk. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3743-1995)
gula merah merah atau gula palma adalah gula yang dihasilkan dari
pengolahan nira pohon palma yaitu aren (Arenga pinnata Merr.), nipah (Nypa
fruticans), siwalan (Borassus flabellifera Linn.), dan kelapa (Cocos nucifera
Linn.) atau jenis palma lainnya, dan berbentuk cetak atau serbuk / granula.
Syarat mutu gula merah menurut SNI dapat dilihat pada Lampiran 1.
Komposisi dari gula aren, gula kelapa, gula tebu dan molases dapat
dilihat pada Tabel 1. Dari data komposisi keempat jenis gula tersebut, dapat
dilihat adanya perbedaan komposisi kimia dari masing-masing jenis gula.
Perbedaan komposisi kimia pada masing-masing gula tersebut dapat mengarah
kepada perbedaan jalur reaksi serta flavor yang dihasilkan (Judoamidjojo et
al., 1984).
Tabel 1. Komposisi kimia gula aren, gula kelapa, gula tebu dan molases
Komposisi (%) Gula arena Gula kelapab Gula tebuc Molasesd
Air 10.9 8.8 0.2 21.0
Abu 1.4 1.1 - 11.0
Padatan terlarut 80.9 82.5 - 86.0
Bahan tidak 0.4 0.7 - -
larut air
Gula - - - 50.0
Sukrosa 68.9 77.1 96.0 40.0
Glukosa 3.1 5.8 - 9.0
Fruktosa 4.1 6.5 - 6.5
Keterangan :
- : tidak ada data mengenai hal tersebut
a : Kusuma (1992)
b : Nurhayati (1996)
c : Brekhman dan Nesterenko (1983)
d : Patarau (1982)
Menurut Whistler dan Daniel (1985), karbohidrat terutama sukrosa dan
pati berkontribusi besar terhadap flavor makanan. Peranan gula dalam
pembuatan kecap sangat penting karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi
Maillard dan karamelisasi, yang berperan dalam pembentukan flavor dan
karakteristik kecap manis (Judoamidjojo, 1987). Selain itu, gula-gula seperti
glukosa, fruktosa, maltosa, sukrosa dan laktosa pada konsentrasi tinggi dapat
menurunkan aw, dimana aw yang rendah dapat berfungsi sebagai pengawet
dengan menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Mutu gula merah terutama ditentukan dari penampilannya, yaitu bentuk,
warna dan kekerasan. Kekerasan dan warna gula sangat dipengaruhi oleh mutu
nira yang telah terfermentasi (Nurlela, 2002). Gula merah memiliki tekstur
dan struktur yang kompak, serta tidak terlalu keras sehingga mudah
dipatahkan dan memberi kesan empuk. Selain itu, gula merah juga memiliki
aroma dan rasa yang khas. Rasa manis pada gula merah disebabkan gula
merah mengandung beberapa jenis gula seperti sukrosa, fruktosa, glukosa dan
maltosa (Nurlela, 2002).
Gula merah memiliki sifat-sifat spesifik sehingga perannya tidak dapat
digantikan oleh jenis gula lainnya. Gula merah memiliki rasa manis dengan
rasa asam. Rasa asam disebabkan oleh kandungan asam organik didalamnya.
Adanya asam-asam organik ini menyebabkan gula merah mempunyai aroma
khas, sedikit asam dan berbau karamel (Nurlela, 2002). Rasa karamel pada
gula merah diduga disebabkan adanya reaksi karamelisasi akibat pemanasan
selama pemasakan. Karamelisasi juga menyebabkan timbulnya warna coklat
pada gula merah (Nurlela, 2002).
Gula merah mempunyai rasa dan aroma yang khas, sehingga tidak dapat
digantikan oleh gula pasir. Penggunaan gula merah sangat luas diantaranya
untuk pemanis minuman, penyedap makanan, bahan pembuat dodol, kue dan
merupakan salah satu bahan baku dalam industri kecap.
B. KECAP
Kecap adalah cairan yang berwarna coklat terang sampai hitam dengan
aroma khas, yang dibuat dengan hidrolisis kedelai, dengan atau tanpa
penambahan gandum, menggunakan enzim yang diproduksi oleh Aspergillus
orzae (A. Sojae) dalam larutan garam pekat mendekati18% w/v (Yulianawati,
1997).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3543-1994), kecap
kedelai adalah produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi dan atau cara
kimia (hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max L) dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan yang diizinkan. Syarat
mutu kedelai berdasarkan SNI dapat dilihat pada Lampiran 2. Kecap dikenal
secara luas oleh masyarakat Indonesia sebagai produk semacam saus dari
kedelai dengan konsistensi cair, berwarna coklat gelap dan beraroma daging
(Winarno, 1986). Komposisi kimia kecap manis dapat dilihat pada Tabel 2.
Kacang kedelai
fermentasi koji
Residu 3 Ekstraksi 4
Residu 4
Ekstraksi 5
Residu 5
Filtrat Makanan ternak
Kecap
Gambar 1. Bagan proses pembuatan kecap (Judoamidjojo et al., 1989)
D. REAKSI PENCOKLATAN
Reaksi pencoklatan dalam bahan dan pengolahan pangan dapat
disebabkan oleh reaksi oksidasi maupun non oksidasi (Whistler dan Daniel,
1985). Reaksi oksidasi atau disebut juga reaksi pencoklatan enzimatik
merupakan reaksi antara oksigen dengan substrat fenolik yang dikatalisasi
oleh enzim polifenol oksidasi. Sedangkan reaksi non oksidasi atau
pencoklatan non enzimatik merupakan reaksi pencoklatan yang tidak
melibatkan aktivitas enzim dan biasanya disebabkan oleh adanya perlakuan
panas. Reaksi pencoklatan yang terjadi selama pembuatan kecap tergolong
pada reaksi pencoklatan non enzimatik yang terdiri dari reaksi karamelisasi
dan reaksi Maillard.
1. Reaksi Karamelisasi
Karamelisasi merupakan salah satu reaksi pencoklatan non
enzimatik yang melibatkan reaksi degradasi gula tanpa adanya asam amino
atau protein yang menghasilkan produk akhir berupa polimer tanpa nitrogen
berwarna coklat (Eskin et al., 1971). Menurut Eskin et al. (1971), ketika
gula dipanaskan hingga melebihi titik larutnya maka gula akan mengalami
reaksi pencoklatan. BeMiller dan Whistler (1996) menyatakan bahwa
pemanasan langsung terhadap karbohidrat terutama sukrosa dan gula
pereduksi tanpa melibatkan komponen mengandung nitrogen sehingga
mengakibatkan sebuah reaksi senyawa kompleks yang disebut juga dengan
karamelisasi.
Menurut Eskin et al. (1971), proses karamelisasi dapat terjadi dalam
kondisi asam maupun basa dan berhubungan dengan perubahan flavor.
Proses karamelisasi meliputi tiga tahap reaksi, yaitu tahap 1,2 enolisasi,
tahap dehidrasi atau fisi dan tahap pembentukan pigmen (Eskin et al.,
1971). Proses karamelisasi diawali dengan pelarutan gula pada suhu tinggi
dan diikuti dengan pembentukan busa. Pada tahap ini gula (sukrosa)
dipecah menjadi glukosa dan fruktosa. Kemudian proses dilanjutkan dengan
pembentukan 1,2-enol atau disebut juga tahapan 1,2 enolisasi. Pada tahap
ini gula mengalami enolisasi menghasilkan senyawa 1,2-enol (Eskin et al.,
1971).
Tahap selanjutnya adalah tahap dehidrasi atau fisi. Pada kondisi
asam, senyawa 1,2-enol mengalami dehidrasi menghasilkan senyawa 5-
hidroksimetil-2-furaldehid yang merupakan produk dari reaksi karamelisasi
heksosa dan salah satu prekursor pigmen coklat (Eskin et al., 1971). Skema
reaksi pembentukan senyawa 5-hidroksimetil-2-furaldehid dapat dilihat
pada Gambar 2 berikut :
-H2O
HC CH H-C=O
H-C-OH
CH2OH
Osulos-3-ene
CHOH
COH OH
CHO CHOH HC COOH
HOCH OH
CHOH + C-OH CO CHOH
HCOH
CH2OH CH2OH CH3 CH3
HCOH
Gliseraldehid Triosaenadiol Piruvaldehidrat Asam laktat
CH2OH
1,2-enol
Gambar 3. Reaksi degradasi 1,2-enol pada kondisi basa (Eskin et al., 1971)
2. Reaksi Maillard
Reaksi pencoklatan yang sering terjadi pada saat pemanasan
maupun saat penyimpanan yang biasanya disebabkan oleh reaksi kimia
antara gula pereduksi, terutama D-glukosa, dan sebuah asam amino bebas
atau sebuah grup amino bebas dari asam amino yang merupakan bagian dari
protein. Reaksi ini disebut dengan reaksi Maillard (BeMiller dan Whistler,
1996). Menurut Hurrell (1982), reaksi Maillard adalah reaksi antara gugus
karbonil yang berasal dari gula pereduksi, dengan gugus amino yang berasal
dari asam amino, peptida atau protein. Reaksi tersebut mengarah pada
pembentukan warna coklat (melanoidin) dan flavor.
Reaksi Maillard terdiri atas tiga tahap yaitu ; (1) tahap awal yang
melibatkan pembentukan glycosylamin dan diikuti dengan Amadori
rearrangement; (2) tahap intermediet yang melibatkan reaksi dehidrasi dan
fragmentasi gula serta degradasi asam amino; dan (3) tahap akhir yang
melibatkan kondensasi aldol, polimerisasi dan pembentukan komponen
nitrogen heterosiklik dan senyawa berwarna (Namiki, 1988). Secara umum
skema reaksi Maillard dapat dilihat pada Gambar 4 berikut:
- H 2O
Aldosa + senyawa amino Glikosilamin
N-tersubsitusi
Amadori Rearrangement
-3H2O -2H2 O
MELANOIDIN
POLIMER DAN KOPOLIMER BERNITROGEN WARNA COKLAT
HCO RNH
(CHOH)n CHOH
CH2OH (CHOH)n
Aldosa CH2OH
Senyawa antara
-H2O
RNH
HC RN
(CHOH)n-1 O CH
HC (CHOH)n
CH2OH CH2OH
HC CH CH CH
+ H+ -H+
(CHOH)n-1 O (HCOH)n COH CO
Pada tahap intermediet terdapat tiga jalur reaksi yang terlibat. Jalur
pertama merupakan jalur 1,2-enolisasi dan 2,3-enolisasi yang melibatkan
terjadinya dehidrasi dan pembentukan cincin menghasilkan HMF atau
furfural. Jalur 1,2-enolisasi melibatkan pelepasan tiga molekul air dan
terjadi pada pH rendah sedangkan jalur 2,3-enolisasi melibatkan dua
molekul air dan terjadi pada pH tinggi (Ames, 1992).
Pada jalur kedua terjadi pemecahan (fragmentasi) produk antara
metil dikarbonil menjadi C-metil redukton dan -dikarbonil. Jalur ketiga
adalah tahap degradasi Strecker yang melibatkan degradasi oksidasi asam
amino oleh -dikarbonil dan komponen dikarbonil konjugasi lainnya yang
dihasilkan dari jalur satu dan dua. Pada tahap degradasi Strecker asam
amino didegradasi menjadi aldehid (Hurrel, 1982). Selain itu, pada tahap
intermediet juga terjadi reaksi fission yang terjadi karena adanya
dealdolisasi dari ARP menghasilkan produk-produk fisi berupa asetal,
piruvaldehid, dll (Ames, 1992)
Tahap akhir dari reaksi Maillard ditandai dengan terbentuknya
polimer nitrogen berwarna coklat maupun kopolimer yang disebut juga
dengan melanoidin (Ames, 1992). HMF atau furfural, dehidroredukton
maupun produk-produk fisi yang dihasilkan pada tahap intermediet dapat
membentu aldol dan polimer tanpa N. Aldol kemudian terkondensasi dan
dengan adanya senyawa amino akan membentuk melanoidin. Begitu pula
dengan HMF atau furfural, dehidroredukton, aldehid serta produk-produk
lain dapat secara langsung bereaksi dengan senyawa amino dan membentuk
melanoidin.
III. KEGIATAN MAGANG
B. RUMUSAN PERMASALAHAN
Gula merah sebagai salah satu bahan baku utama dalam pembuatan
kecap tentu akan mempengaruhi rasa kecap yang dihasilkan. Selain itu, selama
pemasakan kecap terjadi reaksi karamelisasi dan reaksi Maillard yang
disebabkan adanya perlakuan panas terhadap gula merah dan air kacang
kedelai.
Gula merah standar yang digunakan untuk pembuatan kecap manis
memiliki beberapa karakteristik diantaranya tidak berasa pahit, tidak berasa
asam, tidak berasa asin, tidak terdapat kotoran, tidak berbau menyimpang
seperti bau asap, tekstur tidak terlalu lunak, kadar air 7-10%, dan lain-lain.
Akan tetapi persyaratan diatas sering kali tidak dapat dipenuhi terutama dari
segi rasa pahit. Rasa pahit pada gula merah yang merupakan penyusun
terbesar dalam pembuatan kecap manis akan menyebabkan kecap yang
dihasilkan juga berasa pahit. Terlebih lagi pada proses pembuatan kecap
terdapat tahapan pemasakan yang memerlukan perlakuan panas. Pemanasan
yang berlebihan juga dapat menyebabkan rasa pahit pada kecap.
Gula merah yang digunakan oleh pabrik kecap manis ini diperoleh dari
beberapa supplier yang memiliki karakteristik gula merah yang berbeda.
Selain itu, mutu dari gula merah sendiri mudah berubah-ubah tergantung pada
cuaca saat pembuatan gula merah oleh para pengrajin. Hal ini akan
menyulitkan perusahaan untuk menghasilkan kecap dengan rasa yang konstan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan menggunakan gula merah yang
berbeda-beda mutunya sedangkan proses pemasakan yang dilakukan tidak
diubah. Untuk mengatasi hal tersebut maka perusahaan membuat tiga formula
pembuatan kecap yang berbeda berdasarkan karakteristik gula merah yang
digunakan dengan proses pemasakan yang sama untuk semua formula.
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap karakteristik gula
merah terutama dalam hal rasa pahit. Pengamatan dilakukan pada proses
pemasakan kecap yang terdiri dari tiga formula. Formula kecap manis yang
diamati sebanyak tiga formula yang dibedakan berdasarkan karakteristik gula
merah yang digunakan. Formula 1 menggunakan gula merah standar, formula
2 menggunakan gula merah dengan standar yang lebih rendah dari formula 1,
formula 3 menggunakan gula merah dengan standar yang lebih rendah dari
formula 2. Standar gula merah ditentukan berdasarkan persentase gula merah
yang berasa pahit gosong, semakin rendah standar gula merah semakin tinggi
persentase gula merah yang berasa pahit gosong.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui rasa kecap yang dihasilkan dari
masing-masing formula kecap dengan proses pemasakan yang sama untuk
semua formula. Untuk mengecek apakah proses pemasakan masing-masing
formula adalah sama maka dilakukan juga penelitian untuk mengetahui trend
suhu yang terjadi selama pemasakan kecap.
2. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari materi dari referensi dan
literatur yang mendukung di perpustakaan yaitu Pusat Antar Universitas
(PAU), Pusat Informasi Teknologi Pertanian (PITP) dan Lembaga Sumber
Informasi (LSI) IPB. Selain itu, juga dilakukan studi pustaka melalui media
elektronik yaitu internet. Studi pustaka ini dilakukan untuk memperoleh
informasi yang ilmiah dan akurat, data pelengkap dan pembanding tentang
keseluruhan proses produksi, serta bahan penyusun alternatif pemecahan
masalah yang dihadapi.
3. Pengumpulan Data
Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan terhadap gula merah
yang digunakan pada pemasakan, suhu selama pemasakan dan uji
organoleptik kecap yang dihasilkan. Pengukuran suhu dilakukan dengan
menggunakan termometer digital yang didisain khusus untuk mengukur
suhu tinggi. Data suhu diperoleh berdasarkan suhu yang terukur oleh
termometer pada kuali saat proses pemasakan berlangsung. Kuali yang
diamati pada penelitian ini terdiri atas enam kuali yang terdapat di dalam
dapur pemasakan. Suhu diukur pada bagian tengah kuali.
4. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan software Microsoft Excel untuk menghitung standar
deviasi yang bertujuan untuk melihat keseragaman data suhu yang
diperoleh.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Fermentasi koji
Kedelai yang telah direbus kemudian dimasukkan ke dalam ruang
pembibitan atau koji room untuk difermentasi. Fermentasi dalam koji room
ini prosesnya lebih terkontrol daripada fermentasi koji secara tradisional
karena proses fermentasi dalam koji room suhu dan kelembaban udara dapat
diatur sesuai dengan suhu dan kelembaban udara optimal untuk
pertumbuhan kapang yang digunakan sebagai starter. Selama proses
fermentasi koji dilakukan pengadukan secara berkala agar pertumbuhan
kapang merata.
Fermentasi koji merupakan fermentasi tahap pertama dalam
pembuatan kecap manis. Pada tahap ini terjadi perombakan karbohidrat
menjadi gula (fermentable sugar) dan protein menjadi peptida dan asam
amino oleh enzim yang diproduksi oleh kapang. Fermentasi koji ini
berlangsung selama 2-3 hari. Menurut Yong dan Wood (1977), bila
fermentasi terlalu cepat, maka keaktifan enzim yang dihasilkan oleh kapang
belum mencapai maksimum sehingga tidak akan menghasilkan komponen
yang dapat menimbulkan reaksi penting, sebaliknya makin lama waktu
fermentasi semakin banyak spora dan amonia yang dihasilkan sehingga
diduga menjadi off-flavor dan musty smell.
Koji yang berkualitas tinggi adalah yang berwarna hijau tua,
aromanya menyenangkan, aktivitas amilase dan protease yang tinggi,
jumlah bakteri yang rendah, populasi ragi yang tinggi, pertumbuhan kapang
pesat serta rasa yang agak manis dan agak pahit (Hesseltine dan Wang,
1978). Kapang yang banyak digunakan dalam fermentasi ini antara lain
Aspergillus oryzae, A. niger, A. ochraceus dan A. mellius (Yokotsuka,
1960).
Fermentasi koji merupakan salah satu tahap penting dalam
pembentukan komponen fenolik yang berperan pada flavor kecap. Tahap ini
menunjukkan bahwa metabolisme kapang koji berhubungan dengan aroma
kecap yang penting dalam penerimaannya (Nunomura dan Sasaki, 1992).
Menurut Flegel (1988) mengemukakan bahwa dua macam enzim yang
berperan dalam menghasilkan flavor kecap pada fermentasi koji yaitu
kompleks enzim protease yang memberikan meaty flavor (gurih) dan enzim
karbohidrase seperti -amilase, amiloglukosidase dan maltase yang
berperan pada rasa manis. Menurut Nunomura dan Sasaki (1992), kapang
koji menghasilkan senyawa 1-okten-3-ol yang memiliki aroma jamur
seperti Armillaria matsutake dan asam fenilasetat yang memberikan aroma
seperti madu.
Pada proses fermentasi koji rawan terkontaminasi oleh bakteri
seperti Bacillus. Hal ini harus dihindari karena bakteri tersebut dapat
menghasilkan amonia, asam iso valerat yang dapat terbawa hingga produk
akhir dan menyebabkan off flavor.
3. Fermentasi moromi
Tahapan selanjutnya adalah fermentasi moromi. Pada fermentasi ini
kedelai yang telah mengalami proses fermentasi koji dicampur dengan
larutan garam. Tahapan fermentasi ini disebut juga dengan fermentasi
garam. Hal yang harus diperhatikan dalam fermentasi ini adalah kadar
garam yaitu antara 17 sampai 19 persen (b/v) (Judoamidjojo et al., 1989).
Larutan garam yang cukup tinggi dalam moromi dapat berfungsi sebagai
selektor terhadap mikroorganisme yang tumbuh. Larutan garam harus masih
memungkinkan untuk pertumbuhan khamir dan bakteri asam laktat yang
dianggap akan dapat menimbulkan flavor dan aroma. Konsentrasi garam
yang terlalu tinggi dapat menghambat aktivitas enzim.
Penggunaan larutan garam dengan konsentrasi yang cukup tinggi
pada fermentasi moromi berfungsi untuk menghentikan pertumbuhan
kapang lebih lanjut karena akan menyebabkan perubahan yang tidak
diinginkan, terutama perubahan warna. Larutan garam juga dapat mencegah
pertumbuhan bakteri putrefactive yang tidak diinginkan selama fermentasi
oleh bakteri asam laktat dan khamir (Nunomura dan Sasaki, 1992). Selain
itu., larutan garam juga berfungsi untuk menghilangkan rasa pahit yang
disebabkan oleh adanya pemecahan protein kedelai oleh enzim protease.
Fermentasi yang terjadi pada tahap ini yaitu fermentasi asam laktat
dan fermentasi alkohol. Pada tahap awal, bakteri yang biasanya berperan
dalam fermentasi ini adalah Lactobacillus dan Pediococcus yang akan
mengubah gula sederhana menjadi asam laktat dan sekaligus menurunkan
pH hingga mencapai pH optimum untuk fermentasi oleh khamir.
Selanjutnya terjadi fermentasi alkohol oleh khamir. Khamir yang berperan
adalah Sacharomyces rouxii, Zygosacharomyces dan Hansenula
(Yokotsuka, 1985).
Fermentasi moromi ini dilakukan selama empat sampai enam bulan.
Moromi pada tahap awal tidak memiliki aroma kecap yang terlalu banyak
akan tetapi masih memberikan aroma seperti koji (Nunomura dan Sasaki,
1992). Fermentasi moromi merupakan tahapan yang paling berkontribusi
dalam pembentukan prekursor flavor kecap. Komponen-komponen flavor
terutama dibentuk selama fermentasi khamir. Aroma yang menyenangkan
dan flavor dari dari produk akhir kecap sebagian besar terbentuk dari
aktivitas khamir (Nunomura dan Sasaki, 1992).
Proses moromi berperan dalam pembentukan prekursor flavor kecap
manis dengan cara mendegradasi koji menjadi senyawa-senyawa lebih
sederhana. Enzim yang dikeluarkan oleh kapang masih bekerja terus
sedangkan kapangnya sendiri mati dalam lingkungan garam (Yong dan
Wood, 1977). Pada proses fermentasi moromi diharapkan akan
menghasilkan asam amino, peptida dan asam organik yang berperan dalam
memperkaya flavor dan aroma kecap (Judoamidjojo et al., 1989).
Menurut Nurhayati (1996), fermentasi moromi mempunyai peranan
penting dalam pembentukan flavor kecap manis. Hal ini diketahui dari
ditemukannya komponen pirazin pada kecap manis. Sebagian besar pirazin
dalam makanan berasal dari hasil degradasi panas protein dan asam amino
atau berasal dari reaksi kimia antara gula dan protein. Adanya senyawa
pirazin pada kecap manis terutama disebabkan oleh adanya peranan asam-
asam amino yang berasal dari hasil hidrolisis protei kedelai pada fermentasi
garam atau moromi (Yokotsuka, 1985). Senyawa senyawa pirazin
merupakan kontributor utama terhadap aroma kacang dan berperan penting
didalam berbagai makanan yng dipanaskan terutama pada suhu tinggi.
Selama proses fermentasi moromi dilakukan pengadukan secara
reguler setiap hari. Hal ini bertujuan untuk menjaga keseragaman
konsentrasi garam, merangsang pertumbuhan bakteri dan mencegah
terjadinya pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan terutama mikroba
pembusuk (Yokotsuka, 1985). Selain itu pengadukan juga berfungsi untuk
mencegah pertumbuhan khamir pembentuk film pada kondisi aerob.
Khamir ini dapat menghasilkan komponen odor yang tidak diinginkan pada
kecap (Nunomura dan Sasaki, 1992)
Setelah mengalami proses fermentasi moromi selama empat sampai
delapan bulan, moromi yang dihasilkan diekstrak untuk diambil sari air
kacangnya. Filtrat sari air kacang yang diperoleh selanjutnya akan dimasak
bersama bahan baku lainnya untuk menghasilkan kecap.
4. Pemasakan
Sari air kacang yang diperoleh melalui pengekstrakan moromi
dimasak bersama gula merah. Proses pemasakan ini bertujuan untuk
mematikan mikroorganisme, menginaktivasi kerja enzim dan untuk
meningkatkan kualitas kecap terutama dari segi flavor dan warna kecap.
Proses pemasakan diawali dengan pemasakan gula terlebih dahulu hingga
gula larut. Akhir pemasakan gula ditentukan melalui pengecekan oBrix dan
organoleptik yang dilakukan oleh operator QC in line. Setelah nilai oBrix
dan organoleptik sesuai dengan standar, dilakukan penambahan sari air
kacang ke dalam kuali dan dimasak hingga kecap masak. Selama
pemasakan dilakukan pengadukan terus-menerus untuk mencegah
terjadinya pemanasan yang terlalu tinggi pada bagian bawah adonan.
Proses pemasakan merupakan tahapan penting dalam menentukan
warna dan flavor kecap. Hal ini dikarenakan selama proses pemasakan
terjadi dua reaksi penting yaitu reaksi karamelisasi dan reaksi Maillard.
Kedua reaksi tersebut tidak hanya menyebabkan peningkatan warna dari
kecap tetapi juga meningkatkan flavor. Dilaporkan bahwa total kandungan
dari aldehid, diasetil, asetilpropionil, asetilbutiril dan komponen bebas
fenolik meningkat selama pemasakan. Selain itu, total kuantitas dari
komponen dasar volatil dalam kecap yang dimasak lebih besar 1.5 kali
dibandingkan dengan kecap yang tidak dipanaskan (Nunomura dan Sasaki,
1992). Reaksi karamelisasi terjadi saat pemasakan gula, sedangkan reaksi
Maillard terjadi setelah dilakukan penambahan sari air kacang.
Reaksi karamelisasi selain menentukan warna kecap yang dihasilkan
juga mempengaruhi rasa kecap. Hal ini dikarenakan selain menghasilkan
pigmen karamel yang berwarna coklat, reaksi karamelisasi juga
berhubungan dengan pembentukan flavor. Senyawa 3-deoksiosulosa yang
merupakan senyawa intermediet yang dihasilkan dari tahap dehidrasi pada
reaksi karamelisasi, tidak hanya menyebabkan pembentukan warna coklat
tetapi juga berperan dalam menghasilkan senyawa volatil yang berkaitan
dengan flavor karamel (Eskin et al., 1971). Selain itu, pemanasan terhadap
gula hingga melebihi titik larutnya juga dapat menghasilkan komponen
biacetyl (C4H6O2) yang memberikan sensasi buttery (Anonim, 2008a).
Saat reaksi karamelisasi terjadi reaksi pemecahan komponen gula
kompleks menjadi senyawa gula sederhana. Senyawa gula sederhana
tersebut akan berinteraksi dengan asam amino yang berasal dari sari air
kacang dalam reaksi Maillard. Reaksi Maillard menghasilkan komponen
volatil yang akan menentukan flavor kecap. Hal ini ditunjukkan dengan
jenis komponen volatil yang terbentuk di dalam kecap sebagian besar
merupakan hasil reaksi Maillard (Wiratma, 1995). Selain menghasilkan
komponen volatil, reaksi Maillard juga menghasilkan pigmen melanoidin
yang berwarna coklat yang menyebabkan kecap mempunyai warna coklat
kehitaman.
Selain untuk meningkatkan kualitas kecap terutama dari segi warna
dan flavor, pemasakan juga bertujuan untuk membunuh sel mikroba seperti
kapang, Lactobacillus, khamir dan spora bakteri tahan panas. Pada proses
pemasakan suhu dapat mencapai 120oC bahkan lebih dapat membunuh
spora bakteri tahan panas yang berasal dari kontaminasi Bacillus saat
fermentasi koji (Nunomura dan Sasaki, 1992).
5. Penyaringan
Kecap yang telah masak dari kuali akan masuk ke dalam tahap
selanjutnya yaitu tahap penyaringan. Penyaringan ini berfungsi untuk
memisahkan kotoran fisik yang terbawa oleh bahan baku gula merah saat
dimasukkan ke dalam kuali untuk dimasak. Selain itu, penyaringan juga
berfungsi untuk memisahkan serat-serat kasar dari bahan baku gula merah
tersebut.
Prinsip dari tahap penyaringan ini adalah pemisahan partikel-
partikel kasar berdasarkan ukuran dari pertikel tersebut. Kecap yang telah
masak dilewatkan pada suatu alat yang mempunyai vibrator dan kain saring
dengan ukuran mesh yang cukup tinggi. Partikel-partikel kasar yang
terdapat dalam larutan kecap akan tertahan di atas kain saring dan
dikeluarkan melalui saluran pembuangan, sedangkan larutan kecap yang
telah bebas dari partikel kasar akan langsung masuk ke dalam tangki untuk
diproses lebih lanjut.
6. Penyimpanan
Kecap yang telah disaring akan langsung masuk ke dalam tangki
penyimpanan untuk didiamkan selama beberapa hari sebelum akhirnya
kecap difilling. Penyimpanan dalam tangki penyimpanan ini bertujuan
untuk mengendapkan bahan-bahan yang tidak teremulsi atau tidak
tercampur dalam cairan kental dan menurunkan suhu kecap sebelum
difilling. Selain itu, penyimpanan juga berfungsi untuk menurunkan suhu
sebelum kecap difilling.
140.0
SD =0.36
130.0 SD = 0.37
SD = 0.69 kuali 1
120.0
SD = 1.76
suhu rata-rata (oC)
kuali 2
110.0 kuali 3
kuali 4
SD = 3.54
100.0 kuali 5
SD = 4.22 kuali 6
90.0
80.0
70.0
SD = 6.39
60.0
0 1 2 3 4 5 6 7
titik pe ngukur an
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa suhu mulai dari awal
pemasakan hingga akhir pemasakan gula atau mulai dari titik 0 hingga titik
4 pada keenam kuali mengalami peningkatan suhu yang berbeda-beda.
Akan tetapi setelah penambahan air kacang atau pada titik 4 hingga 6
menunjukan nilai suhu yang seragam pada keenam kuali. Data pengukuran
suhu pada analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
Untuk melihat keragaman atau perbedaan suhu pada masing-masing
kuali maka dihitung standar deviasi pada tiap titik pengukuran. Pengukuran
standar deviasi menunjukkan hasil yaitu mulai titik 0 hingga titik 4
memiliki nilai yang tinggi. Pada setiap titik mulai dari titik 0 hingga 4
memiliki nilai standar deviasi lebih dari 1, bahkan pada titik 0 standar
deviasinya mencapai angka 6.39. Hal ini menunjukkan bahwa suhu pada
pemasakan awal hingga akhir masak gula memiliki perbedaan pada masing-
masing kuali.
Pengukuran standar deviasi pada titik 5 dan 6 atau setelah dilakukan
penambahan air kacang menunjukkan nilai yang cukup rendah. Pada kedua
titik tersebut memiliki standar deviasi kurang dari 1 yaitu 0.69 dan 0.37.
Jadi dapat dikatakan setelah penambahan air kacang pada masing-masing
kuali memiliki suhu yang cukup seragam atau tidak berbeda.
Perbedaan peningkatan suhu yang terjadi saat pemasakan gula
disebabkan proses pelarutan gula pada masing-masing kuali berbeda-beda
kecepatannya. Gula yang tidak larut akan menyebabkan suhu yang terukur
pada termometer lebih rendah dari yang seharusnya, karena penetrasi panas
yang terukur oleh termometer terhalang oleh gula-gula yang belum larut.
Perbedaan kecepatan proses pelarutan gula merah terkait oleh
karakteristik gula merah itu sendiri terutama dalam hal kadar air dari gula
merah. Gula dengan kadar air rendah umumnya lebih sukar larut, sedangkan
gula dengan kadar air tinggi lebih cepat larut. Gula dengan kadar air yang
lebih tinggi mengandung air yang lebih banyak, sehingga pada saat dimasak
dengan air, gula menjadi lebih mudah larut.
Kadar air gula merah mudah sekali meningkat, karena gula merah
bersifat higroskopis sehingga selama penyimpanan gula merah akan
menyerap air. Gula merah yang diterima oleh pabrik kecap ini tidak semua
langsung digunakan dalam pemasakan kecap. Akan tetapi sebagian ada
yang disimpan, gula-gula yang disimpan terlebih dahulu ini akan menyerap
air selama penyimpanan. Gula merah dengan kadar air yang terlalu tinggi
akan menurunkan mutu kecap dan juga meningkatkan loss karena saat akan
dimasukkan ke dalam kuali pada pembuatan kecap, banyak gula yang
menempel pada karung gula yang akan langsung dibuang setelah gula
dituangkan ke dalam kuali.
Sifat higroskopis gula merah disebabkan oleh kandungan gula
pereduksi pada gula merah. Gula pereduksi yang terlalu tinggi juga
menyebabkan gula bersifat higroskopis sehingga menjadi cepat lembek
selama penyimpanan (Nurhayati, 1996). Selain itu, gula pereduksi yang
terlalu tinggi juga mempercepat proses penggosongan (karamelisasi) selama
pemasakan. Oleh karena itu selama pemasakan selalu dilakukan
pengadukan yang bertujuan untuk menghindari pengosongan juga berfungsi
untuk pemerataan proses pemanasan.
Tahapan pemasakan gula merupakan tahapan penting dalam
menentukan flavor kecap. Pada saat pemasakan gula terjadi reaksi
karamelisasi yang dapat menghasilkan pigmen berwarna coklat dan juga
menghasilkan senyawa volatil. Selain itu, saat karamelisasi juga terjadi
pemecahan sukrosa menjadi gula pereduksi (glukosa dan fruktosa). Gula
pereduksi ini akan bereaksi dengan asam amino yang berasal dari sari air
kacang dalam reaksi Maillard. Reaksi Maillard terjadi setelah dilakukan
penambahan sari air kacang dalam tahap pemasakan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (1996),
diketahui bahwa sukrosa merupakan komponen dominan pada gula merah.
Saat pemasakan gula terjadi pemecahan sukrosa menjadi gula pereduksi
yang kemudian akan bereaksi dengan asam amino dalam reaksi Maillard
menghasilkan komponen volatil yang membentuk flavor kecap (Hurrel,
1982).
Oleh karena itu tahap pemasakan gula pada proses pembuatan kecap
harus dijaga agar tidak terjadi pemanasan yang berlebihan atau terlalu
lama. Pemanasan yang berlebihan atau terlalu lama akan menyebabkan
penggosongan dan menimbulkan rasa pahit. Reaksi karamelisasi terjadi
mulai dari suhu 120 oC 150oC, suhu yang lebih tinggi dapat menimbulkan
rasa pahit (Anonim, 2008b). Pada akhir pemasakan gula suhu pada kuali
mencapai 130 oC. Suhu ini masih masuk ke dalam rentang suhu terjadinya
reaksi karamelisasi gula.
Saat karamelisasi dilepaskan komponen volatil yang menghasilkan
karakteristik flavor karamel (Eskin et al., 1971). Reaksi karamelisasi juga
menghasilkan pembentukan flavor. Diasetil merupakan komponen flavor
penting yang dihasilkan selama tahap awal karamelisasi. Diasetil
merupakan senyawa volatil yang memberikan flavor buttery atau
butterscotch. Selain diasetil, berbagai komponen flavor juga dihasilkan saat
karamelisasi yaitu diantaranya hidroksimetillfurfural (HMF),
hidroksiasetilfuran (HAF), hidroksidimetilfuranon (HDF),
dihidroksidimetilfuranon (DDF) dan maltol dari disakarida and
hidroksimaltol dari monosakarida (Anonim, 2008b).
Setelah pemasakan gula berakhir dan dilanjutkan dengan
penambahan sari air kacang, trend suhu yang terjadi pada keenam kuali
hampir seragam. Suhu mengalami penurunan setelah ditambahkan sari air
kacang hingga mencapai suhu 125oC dan kemudian mengalami sedikit
peningkatan suhu hingga mencapai suhu 126oC pada akhir pemasakan.
Trend perubahan suhu yang seragam ini disebabkan saat pengukuran suhu,
gula merah sudah larut dan tercampur rata oleh sari air kacang. Sehingga
suhu yang terukur oleh termometer pada keenam kuali saat pemasakan
dengan air kacang hampir sama.
130.0 SD = 0.60
SD = 0.67 SD = 0.69
120.0 SD = 1.10
SD = 0.44
100.0 formula 3
90.0 SD = 1.30
SD = 0.31
80.0
SD = 3.02
SD = 2.50
70.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Titik pengukuran
3. Analisis organoleptik
Analisis organoleptik ini dilakukan oleh panelis terlatih secara
deskriptif. Uji organoleptik dilakukan pada kecap matang, kecap setelah
penyimpanan 1 hari, kecap setelah penyimpanan 2 hari dan kecap sebelum
difilling. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui rasa kecap yang
dihasilkan dari formula 1, 2, dan 3 serta untuk mengetahui perubahan
organoleptik kecap mulai dari kecap matang hingga kecap sebelum difilling.
Berdasarkan uji organoleptik yang dilakukan didapatkan hasil yaitu
rasa kecap untuk ketiga formula saat masak masih terdapat rasa gula dan
agak asin. Kecap masak untuk formula 1 memiliki rasa pahit, walaupun
jumlah gula merah yang berasa pahit yang digunakan pada pembuatan
kecap formula 1 paling sedikit bila dibandingkan dengan kecap formula 2
dan 3.
Rasa pahit pada kecap formula 1 dikarenakan pada saat proses
pemasakan mengalami pemanasan yang berlebihan. Proses pemasakan
dengan sari air kacang pada pembuatan formula 1 berlangsung lebih lama
40 menit dari waktu seharusnya. Menurut Nurhayati (1996) pemasakan
yang terlalu lama pada suhu tinggi akan menimbulkan flavor smoky yang
merupakan komponen off flavor. Senyawa yang memberikan aroma smoky
atau asap adalah 2,6-Dimetokifenol (Ney, 1992).
Rasa khas kecap pada formula 1 setelah aging 1 hari sudah sedikit
terasa dan rasa gula berkurang, sedangkan rasa asam dan pahit masih ada.
Setelah aging 2 hari, kecap formula 1 lebih berasa asam dan lebih pahit.
Rasa kecap formula 1 yang asam dan pahit menyebabkan kecap formula 1
diblocked dan tidak bisa dilakukan filling. Sehingga uji organoleptik
sebelum filling untuk kecap formula 1 tidak dilakukan. Hasil uji
organoleptik kecap secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil analisis organoleptik kecap
Formula Hasil Uji Organoleptik
Kecap Masak Kecap Kecap Kecap sebelum
penyimpanan penyimpanan difilling
1 hari 2 hari
1 Masih rasa rasa gula Lebih asam Sangat asam
gula, asin, agak berkurang, dan lebih pahit dan pahit.
asam dan pahit sedikit rasa dibanding
kecap, agak setelah
asam, dan penyimpanan
pahit 1 hari
2 Masih rasa Masih rasa Rasa gula Rasa khas
gula, agak asin, gula, sedikit berkurang, kecap lebih
rasa khas rasa khas terasa, gurih,
kecap, gurih, kecap rasa asin
agak asin bertambah, berkurang
lebih asin,
gurih
3 Masih rasa Masih rasa Rasa khas Rasa khas
gula, agak asin, gula, rasa khas kecap lebih kecap lebih
dan aftertaste kecap sedikit terasa, lebih terasa, agak
sedikit pahit terasa, agak asin, agak asin dan sedikit
asin, agak pahit pahit
pahit
A. KESIMPULAN
Bahan baku gula merah berpengaruh terhadap rasa kecap yang
dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada uji organoleptik yang menunjukkan pada
kecap formula 3 saat masak memiliki aftertaste sedikit pahit. Hal ini
dikarenakan bahan baku gula merah pada pembuatan kecap formula 3 paling
banyak dibandingkan dengan formula 1 dan 2. Selain itu, rasa kecap juga
dipengaruhi oleh proses pemasakan. Hal ini dapat dilihat pada rasa kecap
formula 1 yang memiliki rasa pahit walaupun menggunakan bahan baku gula
pahit gosong paling sedikit dibandingkan dengan kecap formula 2 dan 3.
Rasa pahit pada kecap formula 1 dikarenakan pada saat proses
pemasakan mengalami pemanasan yang berlebihan. Proses pemasakan dengan
sari air kacang pada pembuatan formula 1 berlangsung lebih lama 40 menit
dari waktu seharusnya. Selain itu, pada tahapan pemasakan gula kecap
formula 1 juga memiliki suhu yang paling tinggi.
Analisis trend suhu pemasakan pada kuali menunjukkan nilai standar
deviasi pada setiap titik mulai dari titik 0 hingga 4 memiliki nilai standar
deviasi lebih dari 1, bahkan pada titik 0 standar deviasinya mencapai angka
6.39. Hal ini menunjukkan bahwa suhu pada pemasakan awal hingga akhir
masak gula memiliki perbedaan pada masing-masing kuali. Sedangkan
pengukuran standar deviasi setelah dilakukan penambahan air kacang (titik 5
dan 6) menunjukkan nilai yang cukup rendah. Pada kedua titik tersebut
memiliki standar deviasi kurang dari 1 yaitu 0.69 dan 0.37. Jadi dapat
dikatakan setelah penambahan air kacang pada masing-masing kuali memiliki
suhu yang cukup seragam atau tidak berbeda.
Analisis trend suhu pemasakan pada ketiga formula menunjukkan
kecenderungan nilai standar deviasi yang berbeda-beda pada tiap titik. Pada
titik 0 memiliki nilai standar deviasi yang tinggi yaitu 3.02. Hal ini
menunjukkan pada masing-masing formula memiliki suhu awal pemasakan
yang berbeda-beda. Selain itu, pada akhir pemasakan gula (titik 2) juga
memiliki nilai standar deviasi yang cukup tinggi yaitu 1.87. Jika dilihat dari
grafik, formula 1 memiliki suhu yang paling tinggi. Pada perhitungan batas
atas dan batas bawah suhu, dapat diketahui bahwa suhu pemasakan formula 1
pada titik 2 ini tidak termasuk kedalam range suhu yang dapat diterima.
Nilai standar deviasi pada tahapan setelah penambahan air kacang
(titik 3, 4 dan 5) memiliki kecenderungan yang hampir sama yaitu pada
kisaran 0.60. Jadi dapat dikatakan pada tahap setelah penambahan air
kacang, suhu pemasakan pada ketiga formula hampir sama. Nilai standar
deviasi pada tahap penyimpanan 2 hari (titik 9) menunjukkan nilai 2.50. Jadi
dapat dikatakan suhu masing-masing formula kecap setelah penyimpanan 2
hari memiliki nilai yang berbeda-beda.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa karakteristik bahan baku gula
merah dan proses pemasakan berpengaruh terhadap rasa kecap yang
dihasilkan. Pembuatan kecap manis yang menggunakan bahan baku gula
merah yang memiliki karakteristik rasa pahit gosong yang cukup tinggi masih
dapat menghasilkan kecap dengan rasa yang sesuai dengan standar selama
proses pemasakan dikontrol tidak melebih waktu yang telah ditetapkan. Proses
pemasakan yang berlebihan dapat menghasilkan kecap berasa pahit walaupun
menggunakan bahan baku gula merah dengan karakteristik rasa pahit gosong
dalam jumlah sedikit.
B. SARAN
Untuk menghasilkan kecap dengan mutu organoleptik yang sama
walaupun menggunakan bahan baku gula merah yang berbeda-beda
karakteristiknya maka harus ditetapkan waktu pemasakan yang berbeda-beda
untuk masing-masing formula. Perbedaan karakteristik gula akan
mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk pemasakan yang optimal. Selain
itu, juga harus dilakukan pengendalian proses pemasakan agar tidak terjadi
proses pemasakan yang berlebihan yang dapat mengakibatkan rasa pahit pada
kecap.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, A. dan Wiratma, E. 1997. Pengaruh jenis gula terhadap sifat sensori
dan komposisi kimia kecap manis. Bul Teknol dan Industri Pangan 8: 8-14.
Jeong, S. Y., Chung, S. J., Suh, D. S., Suh, B. C. dan Kim, K. O. 2004.
Developing a descriptive analysis procedure for evaluating the sensory
characteristic of soy sauce. Journal of Food Science. 69: 319-325
Nunomura, N. dan Sasaki, M. 1992. Japanese Soy Sauce Flavour with Emphasis
on Off Flavours. Di dalam : Charalambous, G. (ed.). Off Flavours in Foods
and Beverages. Elsevier Science Pub. B. V., Amsterdam.
Standar Nasional Indonesia (SNI). 1995. Gula Palma. Jakarta : Pusat Standarisasi
Industri. Departemen Perindustrian. (SNI 01-3743-1995).
Winarno, F. G., Fardiaz, S., dan Daulay, D. 1973. Indonesian Fermented Foods.
Bogor Agricultural University, Indonesia.
7 Cemaran logam
7.1 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40.0 Maks. 40.0
7.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2.0 Maks. 2.0
7.3 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10.0 Maks. 10.0
7.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0.03 Maks. 0.03
7.5 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40.0 Maks. 40.0
Kedelai
Pencucian dan
Perebusan Kedelai
Fermentasi Koji
Fermentasi Moromi
Penyaringan
Penyimpanan
Filling
Lampiran 4. Data pengukuran analisis trend suhu kuali
Kuali 1
titik Suhu (oC) suhu st.dev
ul.1 ul.2 ul.3 ul.4 rata-rata
0 79.3 78.8 56.1 70.2 71.1 10.84
1 102.3 95.6 96.6 100.0 98.6 3.09
2 102.9 113.9 99.3 111.1 106.8 6.84
3 124.6 124.1 123.0 118.0 122.4 3.02
4 133.7 132.9 131.6 129.0 131.8 2.06
5 125.6 126.7 124.8 121.2 124.6 2.38
6 127.1 126.9 126.6 124.3 126.2 1.30
Kuali 2
titik suhu (oC) suhu st.dev
ul.1 ul.2 ul.3 ul.4 rata-rata
0 79.0 84.1 73.5 64.3 75.2 8.47
1 111.5 105.7 107.3 101.4 106.5 4.17
2 115.7 110.8 111.4 107.5 111.4 3.37
3 126.8 125.6 125.5 121.3 124.8 2.41
4 134.2 132.5 133.2 131.3 132.8 1.22
5 127.0 125.5 128.1 125.6 126.6 1.24
6 126.7 126.6 129.6 125.6 127.1 1.72
Kuali 3
titik suhu (oC) suhu st.dev
ul.1 ul.2 ul.3 rata-rata
0 65.3 80.2 86.3 77.3 10.80
1 105.5 104.7 107.3 105.8 1.33
2 112.0 111.5 113.6 112.4 1.10
3 123.9 123 125.2 124.0 1.11
4 131.4 132.4 132.4 132.1 0.58
5 125.7 125.4 126.7 125.9 0.68
6 126.0 126.7 125.5 126.1 0.60
Kuali 4
titik suhu (oC) suhu st.dev
ul.1 ul.2 ul.3 rata-rata
0 83.5 67.7 87.4 79.5 10.43
1 100.8 99.9 94.5 98.4 3.41
2 118.0 104.5 106.0 109.5 7.40
3 126.5 112.6 123.8 121.0 7.37
4 132.4 133.8 130.8 132.3 1.50
5 125.2 126.4 126.8 126.1 0.83
6 126.0 126.8 127.0 126.6 0.53
Kuali 5
titik suhu (oC) suhu st.dev
ul.1 ul.2 ul.3 rata-rata
0 96.4 88 83.9 89.4 6.37
1 111.4 103.8 108.4 107.9 3.83
2 118.0 122 110.7 116.9 5.73
3 127.0 127.8 120.5 125.1 4.00
4 133.1 133.1 130.0 132.1 1.79
5 126.5 125.6 126.2 126.1 0.46
6 126.8 126.7 126.6 126.7 0.10
Kuali 6
titik suhu (oC) suhu st.dev
ul.1 ul.2 ul.3 rata-rata
0 80.4 71.8 96.7 83.0 12.65
1 101.1 103.8 113.5 106.1 6.52
2 115.2 111.5 115.9 114.2 2.36
3 126.3 124.5 125.6 125.5 0.91
4 132.8 131.0 131.9 131.9 0.90
5 126.5 125.0 127.2 126.2 1.12
6 126.7 125.2 127.8 126.6 1.31
Formula 2
suhu
titik 1 2 3 4 5 6 7 8 average
0 93.6 84.0 88.6 75.9 76.0 76.6 74.3 75.0 80.5
1 121.4 121.3 120.3 121.8 119.6 123.2 117.0 117.7 120.3
2 131.7 133.1 132.6 131.4 133.0 132.9 130.0 131.9 132.1
3 125.7 126.1 125.5 125.6 126.0 125.5 125.2 125.5 125.6
4 126.0 126.5 126.5 126.0 126.5 126.5 125.9 126.4 126.3
5 125.3 125.6 126.2 125.7 126.0 125.7 125.3 126.1 125.7
6 118.6 121.2 120.1 118.8 120.3 119.8 119.5 118.7 119.6
7 85.5 86.0 86.9 87.5 86.5
8 84.7 82.0 83.4
9 76.3 74.9 75.6
10 71.1 71.0 71.1
Formula 3
suhu
titik 1 2 3 4 5 6 7 8 average
0 78.9 79.3 79.8 71.4 78.0 88.2 75.0 79.0 78.7
1 124.2 122.4 117.7 117.8 122.2 122.2 118.8 120.2 120.7
2 133.0 132.7 132.3 131.2 132.3 132.4 130.5 131.7 132.0
3 126.3 127.8 126.6 126.6 126.3 126.0 125.1 125.5 126.3
4 128.0 128.2 127.2 127.5 126.8 126.6 125.8 126.0 127.0
5 126.8 126.8 126.9 127.3 126.2 126.1 125.3 125.5 126.4
6 118.0 119.2 117.8 118.3 119.8 120.4 118.0 117.8 118.7
7 87.0 85.0 86.8 87.5 86.6
8 86.0 85.5 85.8
9 80.2 81.0 80.6
10 71.7 71.8 71.8
Lampiran 6. Pengukuran standar deviasi suhu pemasakan formula 1, 2 dan 3