You are on page 1of 11

Amalan Keliru di Bulan

Syaban
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc July 8, 2011 Jalan Kebenaran 12
Comments 19,728 Views

Bulan Syaban adalah bulan yang penuh kebaikan. Di bulan


tersebut banyak yang lalai untuk beramal sholeh karena yang
sangat dinantikan adalah bulan Ramadhan. Mengenai bulan
Syaban, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,







Bulan Syaban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di
antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan
dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta
alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika
amalanku dinaikkan. (HR. An Nasai no. 2357. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Nabi shallallahu alaihi wa sallam memperingatkan keras agar
umatnya tidak beramal tanpa tuntunan. Rasul shallallahu alaihi
wa sallam ingin sekali umatnya mengikuti ajaran beliau dalam
beramal sholeh. Jika beliau shallallahu alaihi wa sallam tidak
memberikan tuntunan dalam suatu ajaran, maka tidak perlu
seorang pun mengada-ada dalam membuat suatu amalan. Islam
sungguh mudah, cuma sekedar ikuti apa yang Nabi shallallahu
alaihi wa sallam contohkan, itu sudah mencukupi.

Dari Aisyah radhiyallahu anha, Nabi shallallahu alaihi wa sallam


bersabda,



Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini
yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak. (HR.
Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,




Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami,
maka amalan tersebut tertolak. (HR. Muslim no. 1718)
Bidah sendiri didefinisikan oleh Asy Syatibi rahimahullah dalam
kitab Al Itishom,






Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat
(tanpa ada dalil, pen) yang menyerupai syariat (ajaran Islam),
yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-
lebihan dalam beribadah kepada Allah Taala.
Amalan yang Ada Tuntunan di Bulan Syaban
Amalan yang disunnahkan di bulan Syaban adalah banyak-
banyak berpuasa. Aisyah radhiyallahu anha berkata,






Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh
selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat
beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan
Syaban. (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
Di bulan Syaban juga amat dekat dengan bulan Ramadhan,
sehingga bagi yang masih memiliki utang puasa, maka ia punya
kewajiban untuk segera melunasinya. Jangan sampai ditunda
kelewat bulan Ramadhan berikutnya.

Amalan yang Tidak Ada Tuntunan di Bulan Syaban


Adapun amalan yang tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu
alaihi wa sallam banyak yang tumbuh subur di bulan Syaban,
atau mendekati atau dalam rangka menyambut bulan Ramadhan.
Boleh jadi ajaran tersebut warisan leluhur yang dijadikan ritual.
Boleh jadi ajaran tersebut didasarkan pada hadits dhoif (lemah)
atau maudhu (palsu). Apa saja amalan tersebut? Berikut
beberapa di antaranya:

1. Kirim doa untuk kerabat yang telah meninggal dunia dengan


baca yasinan atau tahlilan. Yang dikenal dengan Ruwahan
karena Ruwah (sebutan bulan Syaban bagi orang Jawa) berasal
dari kata arwah sehingga bulan Syaban identik dengan kematian.
Makanya sering di beberapa daerah masih laris tradisi yasinan
atau tahlilan di bulan Syaban. Padahal Nabi shallallahu alaihi wa
sallam dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya.

2. Menghidupkan malam Nishfu Syaban dengan shalat dan doa.


Tentang malam Nishfu Syaban sendiri ada beberapa kritikan di
dalamnya, di antaranya:
a. Tidak ada satu dalil pun yang shahih yang menjelaskan
keutamaan malam Nishfu Syaban. Ibnu Rajab rahimahullah
mengatakan, Tidak ada satu dalil pun yang shahih dari Nabi
shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat. Dan dalil yang ada
hanyalah dari beberapa tabiin yang merupakan fuqoha negeri
Syam. (Lathoif Al Maarif, 248). Juga yang mengatakan seperti
itu adalah Abul Ala Al Mubarakfuri, penulis Tuhfatul Ahwadzi.

Contoh hadits dhoif yang membicarakan keutamaan malam


Nishfu Syaban, yaitu hadits Abu Musa Al Asyari, ia berkata,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,



Sesungguhnya Allah akan menampakkan (turun) di malam
Nishfu Syaban kemudian mengampuni semua makhluk-Nya
kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan dengan
saudaranya. (HR. Ibnu Majah no. 1390). Penulis Tuhfatul
Ahwadzi berkata, Hadits ini munqothi (terputus sanadnya).
[Berarti hadits tersebut dhoif/ lemah].
b. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,




Janganlah mengkhususkan malam Jumat dari malam lainnya
untuk shalat. Dan janganlah mengkhususkan hari Jumat dari hari
lainnya untuk berpuasa. (HR. Muslim no. 1144). Seandainya ada
pengkhususan suatu malam tertentu untuk ibadah, tentu malam
Jumat lebih utama dikhususkan daripada malam lainnya. Karena
malam Jumat lebih utama daripada malam-malam lainnya. Dan
hari Jumat adalah hari yang lebih baik dari hari lainnya karena
dalam hadits dikatakan, Hari yang baik saat terbitnya matahari
adalah hari Jumat. (HR. Muslim). Tatkala Nabi shallallahu alaihi
wa sallam memperingatkan agar jangan mengkhususkan malam
Jumat dari malam lainnya dengan shalat tertentu, hal ini
menunjukkan bahwa malam-malam lainnya lebih utama untuk
tidak dikhususkan dengan suatu ibadah di dalamnya kecuali jika
ada dalil yang mendukungnya. (At Tahdzir minal Bida, 28).
c. Malam nishfu Syaban sebenarnya seperti malam lainnya.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah
mengatakan, Malam Nishfu Syaban sebenarnya seperti malam-
malam lainnya. Janganlah malam tersebut dikhususkan dengan
shalat tertentu. Jangan pula mengkhususkan puasa tertentu
ketika itu. Namun catatan yang perlu diperhatikan, kami sama
sekali tidak katakan, Barangsiapa yang biasa bangun shalat
malam, janganlah ia bangun pada malam Nishfu Syaban. Atau
barangsiapa yang biasa berpuasa pada ayyamul biid (tanggal 13,
14, 15 H), janganlah ia berpuasa pada hari Nishfu Syaban (15
Hijriyah). Ingat, yang kami maksudkan adalah janganlah
mengkhususkan malam Nishfu Syaban dengan shalat tertentu
atau siang harinya dengan puasa tertentu. (Liqo Al Bab Al
Maftuh, kaset no. 115)

d. Dalam hadits-hadits tentang keutamaan malam Nishfu Syaban


disebutkan bahwa Allah akan mendatangi hamba-Nya atau akan
turun ke langit dunia. Perlu diketahui bahwa turunnya Allah di sini
tidak hanya pada malam Nishfu Syaban. Sebagaimana
disebutkan dalam Bukhari-Muslim bahwa Allah turun ke langit
dunia pada setiap 1/3 malam terakhir, bukan pada malam Nishfu
Syaban saja. Oleh karenanya, keutamaan malam Nishfu Syaban
sebenarnya sudah masuk pada keumuman malam, jadi tidak
perlu diistimewakan.

Abdullah bin Al Mubarok rahimahullah pernah ditanya mengenai


turunnya Allah pada malam Nishfu Syaban, lantas beliau pun
memberi jawaban pada si penanya, Wahai orang yang lemah!
Yang engkau maksudkan adalah malam Nishfu Syaban?! Perlu
engkau tahu bahwa Allah itu turun di setiap malam (bukan pada
malam Nishfu Syaban saja, -pen). Dikeluarkan oleh Abu
Utsman Ash Shobuni dalam Itiqod Ahlis Sunnah (92).

Al Aqili rahimahullah mengatakan, Mengenai turunnya Allah


pada malam Nishfu Syaban, maka hadits-haditsnya itu layyin
(menuai kritikan). Adapun riwayat yang menerangkan bahwa
Allah akan turun setiap malam, itu terdapat dalam berbagai hadits
yang shahih. Ketahuilah bahwa malam Nishfu Syaban itu sudah
masuk pada keumuman malam, insya Allah. Disebutkan dalam
Adh Dhuafa (3/29).

3. Menjelang Ramadhan diyakini sebagai waktu utama untuk


ziarah kubur, yaitu mengunjungi kubur orang tua atau kerabat
(dikenal dengan nyadran). Yang tepat, ziarah kubur itu tidak
dikhususkan pada bulan Syaban saja. Kita diperintahkan
melakukan ziarah kubur setiap saat agar hati kita semakin lembut
karena mengingat kematian. Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,



Lakukanlah ziarah kubur karena hal itu lebih mengingatkan
kalian pada akhirat (kematian). (HR. Muslim no. 976). Jadi yang
masalah adalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur
pada waktu tertentu dan meyakini bahwa menjelang Ramadhan
adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh
suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang
menuntunkan hal ini.
4. Menyambut bulan Ramadhan dengan mandi besar, padusan,
atau keramasan. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya
sama sekali dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Puasa tetap
sah jika tidak lakukan keramasan, atau padusan ke tempat
pemandian atau pantai (seperti ke Parangtritis). Mandi besar itu
ada jika memang ada sebab yang menuntut untuk mandi seperti
karena junub maka mesti mandi wajib (mandi junub). Lebih
parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan
padusan), ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki
dan perempuan (baca: ikhtilath) dalam satu tempat pemandian.
Ini sungguh merupakan kesalahan yang besar karena tidak
mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhan
disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka
Allah?!

Cukup dengan Ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam


Ibnu Masud radhiyallahu anhu berkata,

Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam, pen),


janganlah membuat amalan yang tidak ada tuntunannya. Karena
(ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam) itu sudah cukup bagi
kalian. Semua bidah adalah sesat. (Diriwayatkan oleh Ath
Thobroniy dalam Al Mujam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy
mengatakan dalam Majma Zawaid bahwa para perowinya
adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih)
Orang yang beramal sesuai tuntunan Rasul shallallahu alaihi wa
sallam, itulah yang akan merasakan nikmat telaga beliau
shallallahu alaihi wa sallam kelak. Sedangkan orang yang
melakukan ajaran tanpa tuntunan, itulah yang akan terhalang dari
meminum dari telaga yang penuh kenikmatan. Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,



.
Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan
di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan
mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka
dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, Wahai Rabbku, ini adalah
umatku. Lalu Allah berfirman, Engkau sebenarnya tidak
mengetahui ajaran yang tanpa tuntunan yang mereka buat
sesudahmu. (HR. Bukhari no. 7049). Sehingga kita patut hati-
hati dengan amalan yang tanpa dasar. Beramallah dengan ilmu
dan sesuai tuntunan Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Umar bin
Abdul Aziz berkata,



Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia
akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan
kebaikan. (Amar Maruf Nahi Munkar, Ibnu Taimiyah)
Wallahu waliyyut taufiq.

Sumber : https://rumaysho.com/1851-amalan-keliru-di-bulan-
syaban.html

You might also like