You are on page 1of 16

Loncat Air

Definisi Loncat Air

Loncat air merupakan salah satu contoh aliran tidak


seragam (tidak beraturan).
Loncat air terjadi apabila suatu aliran superkritis berubah
menjadi aliran subkritis; dan pada perubahan itu terjadi
pembuangan energi
Konsep hitungan loncat air sering dipakai pada hitungan
bangunan peredam energi di sebelah hilir bangunan
pelimpah, pintu air, dll.

1
Tipe Loncat Air
Menurut USBR (Biro Reklamasi Amerika Serikat),
berdasarkan nilai angka Froude (Fr), loncat air pada saluran
datar / horisontal dapat dibedakan menjadi 5 tipe; Fr yang
dimaksud di sini adalah Fr1 ( sebelum loncat air)

Pada Angka Froude, Fr1 =


1 - 1.7, loncat air yang
terjadi hanya berupa
deretan gelombang
berombak di permukaan
air (loncatan berombak
atau undular jump);
pembuangan energi yang
terjadi hanya berkisar 5 %.

Untuk angka Froude yang


lebih besar , yaitu Fr1 = 1.7
- 2.5, gulungan ombak
mulai pecah, dan akan
timbul loncatan air yang
lemah (weak jump);
pembuangan energi yang
terjadi berkisar 5 % - 15 %.

Pada angka Froude,


Fr1 = 2.5 - 4.5 akan terjadi
loncatan berosilasi
(oscillating jump), yang
berupa loncat air dengan
gelombang dibelakangnya;
pembuangan energi yang
terjadi berkisar 15 % - 45 %.

2
Loncatan yang terbaik dalam
peredaman energi adalah
loncat air dengan Angka
Froude, Fr1 = 4.5 - 9.0, yang
disebut sebagai loncatan tetap
(steady jump); pada loncatan
ini tidak terjadi gelombang air di
hilir; pembuangan energi yang
terjadi berkisar 45 % - 70 %.

Untuk nilai Angka Froude,


Fr1 > 9, maka akan terjadi
loncatan kuat (strong jump)
yang menimbulkan
gelombang air di hilirnya;
pembuangan energi yang
terjadi berkisar 70 % - 85 %.

Persamaan Loncat Air


1 2

E = E1 E2
U2
2
2g
U12
Pusaran
2g atas
E1 E2
h2

Pusaran bawah
h1

LJ

Loncat air pada saluran datar

3
Untuk mendapatkan rumus loncat air yang sederhana ditinjau
saluran datar dengan tampang empat persegi.
Dalam penjabaran rumus loncat air dipakai konsep
konservasi momentum dengan anggapan sudut kemiringan
dasar saluran = 0 dan gaya gesek sepanjang pengaliran
(daerah panjang loncat air) diabaikan.
Gaya spesifik antara tampang 1 dengan tampang 2 adalah
sama, yaitu F1 = F2.

Q12 Q22
+ z1 A1 = + z2 A2
g A1 g A2

Pada saluran dengan dinding vertikal, berlaku persamaan :

q = Q/B ; A = Bh

1 Q1 2 Q2
2 2

= h2 B 2
2 2
1
2
1
2 h1 B1
g . B1 .h1 g . B 2 .h 2

2 Q2 h 2 h1
= (h 2 + h1 ) (h 2 h1 )
q B2 h 2 h1

2 q2
h1 h2 (h1 + h2 ) =
g

h1 dan h2 disebut sebagai kedalaman konjugasi (conjugate


depth), dengan h1 = initial depth, dan h2 = sequent depth.
Penjabaran lebih lanjut dari persamaan di atas :

4
2 2 q2
(h1 ) h2 + (h ) h2
1
2
=0
g

h12 + h14 + 8 h1 q 2 / g
h2 =
2 h1

1 8 q2
h2 = h1 ( 1+ 1)
2 h13 g

1 8 q2
h2 = h1 ( 1+ 1)
2 g h13

Dari konsep energi spesifik diketahui bahwa pada saat hkr, berlaku
persamaan :
U2 D
=
2g 2

dengan D = kedalam hidraulik ( = A / B )

Untuk saluran tampang segi empat, D = hkr ; U=q/h ; =

q2 q2 q2
= h kr = h kr3 = h kr3
g h kr2 g g

Dan didapat persamaan : 1 2h


h2 = h1 ( 1 + ( kr ) 3 1)
2 h1

5
Mengingat bahwa pada fenomena loncat air, pengaruh gaya
gravitasi sangat penting, persamaan tersebut di atas seringkali
dinyatakan dalam fungsi Angka Froude (Fr).

U1 q2
Fr1 = Fr1 =
2

g h1 g h13

Untuk = 1, didapat persamaan :

1
h2 = h1 ( 1 + 8 Fr12 1)
2

Kehilangan Energi Loncat Air

Kehilangan energi akibat loncat air adalah sama dengan


perbedaan energi sebelum dan sesudah terjadinya loncat air.

E S = ES1 ES 2

U1
2
U2
2

E S = h1 + h2 +
2g 2g

q2 1 1
E S = h1 h2 + 2 2

g 2 h1 2 h2

6
q 2 h2 h1
2 2

E S = h1 h2 +
g 2 h1 h2
2 2

( h1 + h2 ) ( h2 h1 ) q 2
ES = h1 h2 + 2 2
2 h1 h2 g

2 q2 2 q2
Untuk = h1 h2 (h1 + h2 ) = h1 h2 (h1 + h2 ) =
g g

persamaan di atas dapat dituliskan :

E S = h1 h2 +
(h 1 + h2 ) (h2 h1 ) h1 h2 (h1 + h2 )
2 2
2 h1 h2 2

4 h12 h2 4 h1 h22 h13 + h1 h22 h12 h2 + h23


ES =
4 h1 h2

(h + h2 ) (h22 h12 )
E S = h1 h2 + 1

4 h1 h2

h23 3 h1 h22 + 3 h12 h2 h23


ES =
4 h1 h2

( h 2 h1 ) 3
E S
=
4 h1 h 2

7
Panjang Loncat Air
Panjang loncat air didefinisikan sebagai jarak dari suatu titik
tepat sebelum (hulu) loncatan air (pusaran) sampai dengan
suatu titik tepat di belakang (hilir) pusaran.
Panjang loncat air secara teoritis sukar ditentukan, dan
biasanya diperoleh secara empirik.

No Peneliti Rumus Keterangan


1 Woyeiski Lj h C=8
= C 0 . 05 2
(1931) (h 2 h1 ) h1
2 Smetana L j = C ( h2 h1 ) C=6
(1933)
3 Silvester L j = 9 . 75 ( Fr 1 1) 1 .01
2
-
(1964)
4 USBR Berdasarkan
L j = A ( h2 h1 )
Rajaratnam Angka Froude

Grafik :
Panjang loncat air,
(Lj/h2)
vs.
Angka Froude, Fr1

8
Contoh Soal

Loncat Air pada saluran


Miring
Jika kemiringan dasar saluran cukup besar maka rumus loncat air
yang diperoleh pada saluran horisontal tidak dapat digunakan,
karena adanya komponen berat zat cair (aliran) pada dasar saluran
miring yang tidak dapat diabaikan.
Loncat air pada saluran miring dapat dibedakan menjadi beberapa
tipe (Peterka, 1963; Rajaratnam, 1967).

Loncat Air Tipe A


Awal loncat air terjadi
pada pertemuan antara
saluran miring dan
saluran datar.

9
Loncat Air Tipe B
Awal loncat air terjadi
pada saluran miring, dan
akhir loncat air terjadi
pada saluran datar.

Loncat Air Tipe C


Loncat air berada pada
saluran miring, dengan
akhir loncat air terjadi
pada pertemuan saluran
miring dan saluran datar.

Loncat Air Tipe D


Semua bagian loncat air
berada pada saluran
miring; saluran datar
berada di bagian hilirnya

Loncat Air Tipe E


Loncat air pada saluran
miring (tanpa saluran
datar)

10
Loncat Air Tipe F
Loncat air yang terjadi
pada saluran dengan
kemiringan dasar negatif
(adverse).

Loncat Air pada Saluran Miring


LJ = Lr
V1
d1
P1
h1
Wsin
d h2
1 cos W
P2
Ff d2 V2

L d
2 cos

Piezometer
y = d cos

c os

h
d=h

d2

dc
os

d
2 co s

11
Dipandang lebar 1 satuan tegak lurus bidang gambar.

Persamaan Momentum q (V2 V1 ) = P1 P2 + W Sin Ff

Persamaan Kontinuitas V1 d 1
q = V1 d1 = V2 d 2 V2 =
d2
dengan
Ff = 0 1 1
P1 = d12 cos P2 = d 22 cos
2 2

Dengan menganggap
1
profil muka loncat air W = L j cos (d1 + d 2 )
adalah lurus, diperoleh : 2

Profil muka loncat air 1


sesungguhnya tidak
W = L j cos (d1 + d 2 ) K1
2
lurus, sehingga perlu
dikoreksi 1
W = K L j (d1 + d 2 )
2
Penerapan persamaan
momentum
V1 d1 1 1
V1 d1 ( V1 ) = d12 cos d 22 cos +
g d2 2 2

1
+ K L j (d1 + d 2 ) sin
2

12
Penyederhanaan persamaan, d2
3
d
diperoleh : ( 2 G12 + 1) 2 + 2 G12 = 0
d1 d1

dimana Fr1
G1 =
K L j Sin
cos
(d 2 d1 )

( 1 + 8G )
Penyelesaian dari persamaan,
d2 1
diperoleh = 1
2
1
d1 2

dengan d 2 = h2 cos d1 = h1 cos

Diperoleh persamaan
h2 1
=
h1 2
( 1 + 8G 1
2
1 )
dimana (Rajaratnam)
dalam derajat G1 = K Fr1 K = 10 0.027

Lr
LJ
d1
d1 h2 h2 * ht
*
h2 * =h2h = ht
t



Lr

d1
h2 * hth
t

h2

Lr

h2 *
d1
h2 ht

13
Beberapa definisi
Lr : panjang loncat air
h2 1
=
h1 2
( 1 + 8G 1) 1
2

horisontal
h1 : kedalaman air di hulu
G = K1 Fr1 K1 = 10 0.027
ht : kedalaman air di hilir (tail
water depth)
d1
h2* : kedalaman air subkritik h1 =
yang diberikan dengan rumus cos
loncat air pada saluran
horisontal
h2 : kedalaman air subkritik
( 1 + 8 Fr 1)
*
yang diberikan dengan rumus h2 1
= 1
2

loncat air pada saluran miring h1 2

Menentukan Tipe Loncat Air


Ya
Jika h2* = ht Tipe Loncat Air A

tidak

Cari h2

Ya

Jika h2 = ht Tipe Loncat Air C

tidak

Jika h2 < ht Tipe Loncat Air D

tidak

Tipe Loncat Air B

14
Menentukan Panjang Loncat Air, l ,di saluran Miring, Tipe B

Menentukan Panjang Loncat Air, Lj, pada saluran Miring, Tipe


B, C, dan D

15
Contoh Soal

selesai

16

You might also like