You are on page 1of 15

Gejala dan Faktor Risiko

Cacat jantung bawaan mungkin sering terdeteksi oleh USG selama kehamilan. Ketika dokter
mendengar murmur jantung, misalnya, dokter biasanya akan menyelidiki lebih lanjut dengan tes
seperti ekokardiogram, rontgen sinar-X, atau MRI. Jika diagnosis dibuat, dokter akan merujuk
kke spesialis setelah bayi dilahirkan. Gejala awal dari cacat jantung bawaan meliputi:

bibir kebiruan, kulit, jari, dan kaki, terutama biru menjadi semakin tampak ketika bayi
menangis

sesak napas atau kesulitan bernapas

kesulitan makan

berat lahir kecil

kadar oksigen rendah atau bayi sering pingsan

sakit dada

pertumbuhan tertunda

Baca Juga: Panu - Penyebab, Tanda, dan Gejala

Kadang-kadang, terutama penyakit jantung asianotik di mana bayi mendapat cukup oksigen-
gejala tidak akan muncul sampai bertahun-tahun kemudian. Dalam hal ini, gejala mungkin
termasuk:

irama jantung abnormal

pusing

kesulitan bernapas

pingsan

pembengkakan pada organ atau jaringan tubuh

kadar oksigen rendah

mudah lelah

tidak seaktif anak-anak seusianya


Pengobatan untuk cacat jantung bawaan tergantung pada jenis dan tingkat keparahan cacat.
Beberapa bayi memiliki cacat jantung ringan yang sembuh sendiri seiring berjalannya waktu.
Beberapa penderita mungkin perlu ditangani dengan obat-obatan. Beberapa penderita lainnya
dapat memerlukan sebuah operasi pembenahan jantung. Prosedur pembenahan jantung dapat
meliputi: prosedur kateter, operasi jantung terbuka atau-dalam kasus yang paling parah-
transplantasi jantung.

Komplikasi
a. Endokarditis
b. obstruksi pembuluh darah pulmonal
c. CHF
d. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
e. hiperkalemia
f. aritmia
g. gagal tumbuh
h. perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit

2. 7 Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto Thorak: Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan
(kardiomegali), gambaran vaskuler
b. Ekhokardiografi: Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada
bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh
peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
c. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran
darah dan arahnya.
d. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil
tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar
e. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO
atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya
Patofisiologi PJB (CHD)
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan
tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi
ialah jantung kiri sedangkan yang bertekanan rendah adalah jantung
kanan. Sistem sirkulasi paru mempunyai tahanan yang rendah sedangkan
sistem sirkulasi sistemik mempunyai tahanan yang tinggi. Apabila terjadi
hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan
rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah
dari rongga jantung yang bertekanan tinggi ke rongga jantung yang
bertekanan rendah.
Sebagai contoh adanya defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi
aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Kejadian ini disebut pirau
(shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri pulmonalis dan
defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari
tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang
miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut ke ventrikel kiri yang
kaya akan oksigen, keadaan ini disebut dengan pirau (shunt) kanan ke kiri
yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik.
Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan sianosis. Kelainan
jantung bawaan pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai
berikut :
Peningkatan kerja jantung, dengan gejala : kardiomegali, hipertrofi,
takhikardia.
Curah jantung yang rendah, dengan gejala : gangguan pertumbuhan,
intoleransi terhadap aktivitas.
Hipertensi pulmonal, dengan gejala : dispnea, takhipnea
Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala: polisitemia, asidosis,
sianosis.

Pathway

2.4. Manifestasi Klinis PJB (CHD)


Gejala-gejala dan tanda-tanda dari PJB dihubungkan dengan tipe dan
keparahan dari kerusakan jantung. Beberapa anak tidak mempunyai gejala
atau tanda-tanda, dimana yang lainnya mengembangkan sesak napas,
cyanosis (warna kulit yang biru disebabkan berkurangnya oksigen didalam
darah), nyeri dada, syncope, kurang gizi atau kurang pertumbuhannya.
Kerusakan atrial septal (sebuah lubang di dinding antara atrium kanan dan
kiri), misalnya dapat menyebabkan sedikit atau sama sekali tidak ada
gejala. Kerusakan dapat berlangung tanpa terdeteksi untuk puluhan tahun.
Aortic Stenosis (halangan aliran darah pada klep aortic karena katup yang
abnormal) juga umumnya tidak menyebabkan gejala-gejala terutama ketika
stenosis (penyempitan) ringan. Pada kasus aortic stenosis berat yang
mana kasus ini jarang terjadi, gejala-gejala dapat timbul selama masa bayi
dan anak-anak. Gejala-gejala dapat termasuk pingsan, pusing, nyeri dada,
sesak napas dan keletihan yang luar biasa.
Ventricular septal defect (VSD) adalah contoh lain dimana gejala-gejala
berhubungan dengan kerusakan yang berat. VSD adalah suatu lubang
didinding antara kedua ventrikel. Ketika kerusakannya kecil, anak-anak
tidak menderita gejala-gejala, dan satu-satunya tanda VSD adalah suara
desiran jantung yang keras. Jika lubangnya besar, dapat terjadi gagal
jantung, kurang gizi dan pertumbuhan yang lambat. Pada kasus-kasus
yang lain dengan komplikasi pulmonary hypertension yang permanen
(kenaikan tekanan darah yang parah pada arteri-arteri dari paru-paru),
cyanosis dapat terjadi.
Tetralogy of Fallot (TOF) adalah suatu kerusakan jantung yang merupakan
kombinasi dari VSD dan halangan aliran darah keluar dari ventricle kanan.
Cyanosis adalah umum pada bayi dan anak-anak dengan TOF. Cyanosis
dapat timbul segera setelah kelahiran dengan episode mendadak dari
cyanosis parah dengan pernapasan yang cepat bahkan mungkin menjadi
pingsan. Selama latihan, anak-anak yang lebih dewasa dengan TOF bisa
mendapat sesak napas atau pingsan.
Coarctation dari aorta adalah bagian yang menyempit dari arteri besar ini.
Umumnya tidak ada gejala waktu kelahiran, namun hal ini dapat
berkembang lebih awal, misalnya minggu pertama sesudah kelahiran.
Seorang bayi dapat mengalami gagal jantung congestive atau hipertensi.

2.5. Pemeriksaan Diagnostik PJB (CHD)


Radiologi: foto rontgen dada hampir selalu terdapat kardiomegali.
Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan konduksi pada
ventrikel kanan dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90.
Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi
aliran darah dan arahnya.
Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak
ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
sangat menentukan dalam diagnosis anatomik.
Kateterisasi jantung untuk menentukan resistensi vaskuler paru

2.6. Penatalaksanaan Medis PJB (CHD)


2.6.1. Penatalaksanaan Konservatif
1. Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan
Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan
diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular
Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah
penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah
endokarditis bakterial.
2. Pembedahan :
Operasi penutupan defek
Pemotongan atau pengikatan duktus (dianjurkan saat berusia 5-10
tahun)
Obat vasodilator, obat antagonis kalsium untuk membantu pada pasien
dengan resistensi kapiler paru yang sangat tinggi dan tidak dapat
dioperasi.
Pemotongan atau pengikatan duktus tanpa pembedahan dilakukan
dengan cara penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu
kateterisasi jantung.
2.7. Komplikasi PJB (CHD)
Endokarditis
Obstruksi pembuluh darah pulmonal
CHF
Hepatomegali
Enterokolitis nekrosis
Gangguan paru yang terjadi bersamaan
Perdarahan gastrointestinal (GI)
Penurunan jumlah trombosit
Hiperkalemia
Aritmia
Gagal tumbuh

2.8. Deteksi Dini PJB (CHD)


Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan bawaan yang sering
ditemukan, yaitu berkisar 10% dari seluruh kelainan bawaan dan PJB
sering menjadi penyebab utama kematian pada masa neonatus.
Perkembangan di bidang diagnostik, tatalaksana medikamentosa dan
tehnik intervensi non bedah maupun bedah jantung dalam 40 tahun
terakhir memberikan harapan hidup sangat besar pada neonatus dengan
PJB yang kritis. Bahkan dengan perkembangan ekokardiografi fetal, telah
dapat dideteksi defek anatomi jantung, disritmia serta disfungsi miokard
pada masa janin.
Usaha pencegahan terhadap timbulnya gangguan organogenesis jantung
pada masa janin, sampai saat ini masih belum memuaskan, walaupun
sudah dapat diidentifikasi adanya multifaktor yang saling berinteraksi yaitu
faktor genetik dan lingkungan.
Walaupun cara diagnostik canggih dan akurat telah berkembang dengan
pesat, namun hal ini tidak bisa dilakukan oleh setiap dokter terutama di
daerah dengan sarana diagnostik yang belum memadai. Hal ini tidak
menjadi alasan bahwa seorang dokter tidak mampu membuat diagnosis
dini dan sekaligus terapi awal, yang dilanjutkan dengan rujukan untuk
terapi definitif yaitu bedah korektif di pusat pelayanan jantung. Oleh karena
itu, perlu dipahami perubahan-perubahan sirkulasi fetal ke neonatal dan
berbagai penyimpangannya dalam periode minimal 1 bulan pertama.
Keberhasilan deteksi dini merupakan awal keberhasilan tatalaksana
lanjutan PJB kritis pada neonatus.
Gejala sianosis sentral pada penyakit jantung bawaan biru (Cardiac
cyanosis) sering belum terdeteksi pada saat neonatus keluar rumah sakit.
Terdapat beberapa keadaan yang juga memberikan gejala hampir sama
yaitu :
1. Penyakit parenkhim paru
Penyakit parenkhim paru selalu disertai distres nafas yang segera
memerlukan ventilator dan ditemukan kelainan pada pemeriksaan foto
polos dada
2. Sirkulasi fetal persisten
Sirkulasi fetal yang persisten akibat faktor intrauterin sehingga dinding
arteria pulmonalis tetap menebal dan tekanannya tetap tinggi yang sering
ditandai distres nafas yang ringan atau sedang, riwayat asfiksia, sindroma
aspirasi mekonium dan prematuritas serta riwayat ibu mengkonsumsi
steroid pada bulan terakhir kehamilan.
3. Kelainan sistem saraf sentral
4. Kelainan hematologi
Tetap terbukanya duktus pada beberapa jam atau hari setelah lahir akan
mempertahankan pasokan darah ke sistem sirkulasi paru tetap normal
(ductus dependent pulmonary circulation). Kondisi ini meniadakan gejala
sianosis sentral (masking effect) sehingga tidak ada persangkaan adanya
PJB biru pada neonatus yang sedang kita hadapi. Peningkatan kebutuhan
oksigen oleh tangisan atau aktivitas minum serta peningkatan saturasi
oksigen kearah nilai normal mengakibatkan rangsangan penutupan duktus.
Pada saat ini baru timbul gejala sianosis sentral walaupun kadang masih
bersifat transient, yaitu terutama pada saat menangis atau aktivitas minum.
Penutupan duktus masih terjadi secara anatomis tetapi secara fungsionil
masih terbuka. Pada kondisi seperti ini pemeriksaan saturasi oksigen
secara serial dengan cara pulse oxymetri memang diperlukan.
Hyperoxic-test, pemberian oksigen 100 % dengan kecepatan 1 liter/menit
selama 10 menit, bila saturasi O2 >98% bukan PJB sianosis, bila saturasi
O2 >90% kemungkinan suatu PJB sianosis, tapi bila saturasi O2 tetap
V.kiri

Backward mechanism
Darah kembali ke atrium kiri

Kembali ke paru via vena pulmonalis

Edema paru

Kemampuan recoil n complience paru

Sesak Ketidakefektifan Pola Napas


5 DO:
GDA abnormal
Frekuensi, irama dan kedalaman napas abnormal
Diaforesis
Hiperkapnea
Hipoksia
PCH
Somnolen
Takikardi
DS :- Edema paru

Kemampuan recoil n complience paru

gangguan pada jar.paru


gangguan pertukaran gas Gangguan Pertukaran Gas
6 DO:
Tidak tertarik untuk makan
BB turun atau tidak mengikuti kurva pertumbuhan
Bising usus hiperaktif
Konjunctiva dan membran mukosa pusat
Tonus otot buruk
DS :- sesak

nafsu makan menurun

ketidakseimbangan nutrisi Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari


Kebutuhan Tubuh
7 DO:
Perubahan status mental
Penurunan TD
Nadi melemah
Turgor kulit menurun
Kulit dan membran mukosa mengering
Ht meningkat
kelemahan
DS :- sesak

kesulitan minum

Resiko Kekurangan Volume Cairan Resiko Kekurangan Volume Cairan


8 DO:
Ukuran tubuh tidak sesuai umur (grafik pertumbuhan)
DS :- Perfusi ke sel

Lack of nutrient

Sel kekurangan nutrisi

Regenerasi dan pertumbuhan terganggu

gangguan tumbuh kenbang Gangguan Tumbuh Kembang


9 DO:
perubahan aktual pada struktur tubuh (clubbing finger)
DS : Sianosis kronis

Clubbing finger

GG. body image Gangguan Body Image


10 DO:
Denyut jantung dan TD abnormal sbg respon thd aktivitas
Perubahan EKG selama aktivitas yg menunjukkan aritmia atau iskemia
DS :- perfusi sel menurun
Lack of O2

anaerobAerob

ATP

Energi

Kelemahan

Intoleransi aktivitas Intoleransi Aktivitas


11 DO:-
DS :- darah membendung di V.kanan

Darah stuck di dlm jantung

Kemungkinan adanya MO hematogen

Menginfeksi jantung

Resiko infeksi Resiko Infeksi

3.3. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kegagalan fungsi
jantung.
2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
fungsi pompa.
3. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
fungsi pompa.
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru akibat
mekanisme backward.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pada
jaringan paru akibat edema paru.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energi yang
dihasilkan dari metabolisme yang berubah.
7. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakcukupan
nutrisi untuk regenerasi dan perkembangan sel-sek tubuh.
8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan nafsu makan akibat sesak.
9. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kesulitan minum
akibat sesak napas.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan pembendungan darah dalam
jantung.
11. Gangguan body image berhubungan dengan adanya clubbing finger
akibat sianosis yang kronik

3.4. Rencana Keperawatan


No. Dx.keperawatan Tujuan/KH Intervensi Rasional
1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan kegagalan fungsi
jantung. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam pasien
dapat mentoleransi gejala-gejala akibat penurunan curah jantung.
Kriteria hasil :
1. TTV dalam ambang normal
2. Pasien dapat beristirahat dengan tenang
3. Saturasi oksigen normal
4. Tidak menunjukkan tanda-tanda sianosis
5. GCS normal 1. Monitor tanda-tanda vital, Observasi kwalitas dan
kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan kulit.
2. Informasikan dan anjurkan tentang pentingnya istirahat yang adekuat.
3. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal / masker sesuai indikasi
4. Identifikasi derajat cyanosis ( sircum oral, membran mucosa, clubbing)
5. Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung disorientasi cemas
6. Secara kolaborasi, berikan tindakan farmakologis berupa digitalis,
digoxin 1. Abnormalitas TTV, terutama pulsasi nadi dan jantung
menunjukkan ketidakadekuatan curah jantung.
2. Istirahat dapat mengurangi beban kerja jantung.
3. Oksigen tambahan dapat membantu pemenuhan saturasi oksigen tanpa
menggunakan energi yang berlebih.
4. Sianosis menunjukkan tanda keinadekuatan perfusi karena penurunan
curah jantung.
5. Penurunan kesadaran dapat dikarenakan ketidakadekuatan curah
jantung.
6. Digitalis dapat memperkuat kerja jantung sehingga kebutuhan dapat
terpenuhi.
2 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
fungsi pompa. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensori.
Kriteria hasil:
1. Tanda vital stabil
2. tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
3. tingkat kesadaran mambaik.
4. Saturasi oksigen normal 1. Pantau/catat status neurologis secara teratur
dan bandingkan dengan nilai standar GCS.
2. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, respon
terhadap cahaya.
3. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.
4. Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, mengejan.
5. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat.
6. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. 1. Mengkaji tingkat
kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
2. Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk
menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/kesamaan ditentukan
oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial
optikus (II) dan okulomotor (III).
3. Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi
yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti
oleh penurunan kesadaran.
4. Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen
yang dapat meningkatkan TIK.
5. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi
kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
6. Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi
dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
3 Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
fungsi pompa. Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam pasien dapat
menunjukkan perfusi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
1. TTV dalam rentang normal
2. Tidak menunjukkan tanda-tanda sianosis, suhu ekstremitas hangat
3. Denyut distal dan proksimal kuat dan simetris
4. Tingkat sensasi normal 1. Observasi TTV
2. Observasi adanya tanda-tanda sianosis dan gangguan perfusi (kebiruan
pada ujung ekstremitas, mukosa, akral dingin)
3. Palpasi dan observasi pulsasi nadi perifer
4. Berikan rangsangan pada daerah perirer, misal pada ujung kaki 1. TTV
normal menunjukkan kenormalan sistem tubuh.
2. Sianosis menunjukkan ketidakadekuatan perfusi
3. Pulsasi yang kuat pada bagian distal dapat mengindikasikan
keadekuatan perfusi.
4. Adanya parasthesia mengindikasikan keinadekuatan perfusi
4 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan edema paru akibat
mekanisme backward. Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam pasien dapat
menunjukkan keefektifan pola napas.
Kriteria Hasil :
1. Frekuensi napas dalam ambang normal, napas tanpa usaha yang
berlebihan
2. Chest expansion yang normal
3. GDA dan Hb dalam ambang normal
4. Anak dalam keadaan tenang 1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan
kedalaman. Catat upaya pernafasan
2. Observasi penyimpangan dada, selidiki penurunan ekspansi paru atau
ketidak simetrisan gerakan dada.
3. Kaji ulang hasil GDA, Hb sesuai indikasi
4. Minimalkan menangis atau aktivitas pada anak 1. Frekuensi napas yang
tinggi menunjukkan usaha pemenuhan oksigen demand yang berarti masih
adanya masalah pada pemenuhan permintaan oksigen
2. Kelainan dapat terlihat pada penggunaan otot bantu napas dalam
memenuhi kebutuhan oksigen.
3. GDA dan Hb normal menunjukkan keseimbangan hemostasis.
4. Menangis dan aktivitas berlebihan dapat menyebabkan oksigen demand
semakin bertambah.
5 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pada jaringan
paru akibat edema paru. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan
mekanisme pertukaran gas yang baik.
Kriteria hasil:
1. Tidak terdapat dyspnea, tarikan dinding dada dan PCH tidak ada atau
berkurang
2. tidak terdapat suara napas tambahan
3. blood gas dalam batas normal 1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan setiap 1 jam. Catat ketidakteraturan pernapasan, pantau
kepatenan oksigenasi
2. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya
suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.
3. Lakukan tes uji BGA. 1. Perubahan dapat menandakan awitan
komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
2. Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran
volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat. Untuk
mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau
obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau
menandakan terjadinya infeksi paru.
3. Gangguan pertukaran gas dapat menyebabkan masalah yang lebih
serius, misalnya Asidosis metabolik.
6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energi yang
dihasilkan dari metabolisme yang berubah. a. Kaji perkembangan
peningkatan tanda-tanda vital, seperti adanya sesak
b. Bantu pasien dalam aktivitas yang tidak dapat dilakukannya
c. Dukung pemenuhan nutrisi
7 Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakcukupan
nutrisi untuk regenerasi dan perkembangan sel-sek tubuh. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan anak dapat
mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kurva
pertumbuhan atau perkembangan dan mampu melakukan aktivitas yang
sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil:
1. Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia anak. 1. Berikan
diet/nutrisi yang cukup.
2. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
3. Berikan suplemen besi.
4. Berikan kebebasan anak mengekspresikan aktivitasnya dan membantu
anak untuk melakukan tugas perkembangan sesuai usianya. 1.
Memperbaiki status gizi.
2. Untuk mengetahui/mengontrol tingkat pertumbuhan dan perkembangan.
3. Untuk mencegah terjadinya anemia.
4. Untuk menghindari stress dan membantu anak dalam
perkembangannya.
8 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan nafsu makan akibat sesak. Tujuan:
Setelah diberikan Asuhan keperawatan selama x24 jam pasien akan
menunjukkan keseimbangan nutrisi.
Kriteria Hasil :
1. Intake nutrisi adekuat
2. BB dalam ambang normal sesuai usia
3. Kebutuhan nutrisi terpenuhi a. Anjurkan ibu untuk terus menyusui
walaupun sedikit tapi sering
b. Pasang IV infus jika terajdi ketidak adekuatan nutrisi
c. Jika anak sudah tidak menyusu, berikan makanan sedikit tapi sering
dengan diet sesuai instruksi
d. Observasi pemberian makanan atau menyusui 1. ASI memberikan
cukup ntrisi untuk bayi yang masih menyusu
2. Nutrisi parenteral membantu memenuhi kebutuhan nutrisi yang tidak
dapat masuk secara peroral
3. Makanan sedikit tapi sering dapat menstimulasi keinginan anak untuk
makan lenih banyak.
4. Pemberian makan secara intensif dapat memperbaiki status gizi anak

You might also like