Professional Documents
Culture Documents
Tabel 2.1. Penyebab pneumonia komunitas menurut NAS dan BTS .............. 8
Tabel 2.2. Sistem skor pada pneumonia komunitas berdasarkan PORT ......... 12
Tabel 2.3. Derajat skor risiko menurut PORT ................................................. 13
Tabel 2.4. Perbedaan kekuatan otot diafragma pada usia lanjut dengan
dewasa ............................................................................................ 20
Tabel 4.1. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin ......................................... 40
Tabel 4.2. Karakteristik berdasarkan kelompok usia ....................................... 41
Tabel 4.3. Karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan ................................ 42
Tabel 4.4. Karakteristik berdasarkan status pernikahan .................................. 43
Tabel 4.5. Karakteristik indeks massa tubuh (Asia-Pasifik) ............................ 46
Tabel 4.6. Karakteristik tanda vital .................................................................. 47
Tabel 4.7. Perbandingan tanda vital pada penelitian ini dengan penelitian
lain .................................................................................................. 48
Tabel 4.8. Karakteristik status kesadaran dan tekanan darah .......................... 48
Tabel 4.9. Perbandingan gambaran klinis penelitian ini dengan penelitian
lain .................................................................................................. 51
Tabel 4.10. Karakteristik kebiasaan perilaku ..................................................... 51
Tabel 4.11. Karakteristik penyakit penyerta ...................................................... 52
Tabel 4.12. Karakteristik hasil radiologi toraks ................................................. 53
Tabel 4.13. Karakteristik lama rawat inap ......................................................... 54
Tabel 4.14. Karakteristik antibiotik yang diberikan .......................................... 55
Tabel 4.15. Karakteristik kematian .................................................................... 56
Tabel 4.16. Karakteristik penyebab kematian .................................................... 57
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR SINGKATAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
dan penurunan kekuatan otot rongga dada. Pada proses penuaan juga terjadi
perubahan imunitas yaitu penurunan sel imun. Dari perubahan-perubahan tersebut
dapat mempermudah terjadinya infeksi pada paru-paru.4-8
Di Amerika, prevalensi pneumonia tampak lebih banyak ditemukan pada
kelompok usia lanjut. Pneumonia komunitas merupakan penyebab paling umum
kematian pada usia lanjut dari beberapa penyakit menular lainnya. Sebuah
penelitian terhadap 46.237 pasien usia lanjut yang dimonitoring selama 3 tahun,
memperlihatkan jumlah kasus pneumonia komunitas di antara usia 65 69 tahun
terdapat 18.2 kasus dari 1000 pasien pertahun. Sedangkan pada usia lebih dari 85
tahun terdapat 52.3 kasus dari 1000 pasien pertahun. Dari data tersebut dapat
diperkirakan, 1 dari 20 orang pada usia lebih dari 85 tahun mengalami pneumonia
komunitas.9-11
Di Indonesia, prevalensi pneumonia semakin meningkat sesuai
bertambahnya usia, peningkatan terjadi terutama pada kelompok usia 45-54 tahun
sebesar 5,4%, kelompok usia 55-64 tahun sebesar 6,2%, kelompok usia 65-74
tahun sebesar 7,7%, dan usia lebih dari 75 tahun sebesar 7,8%.3
Usia lanjut sangat berkaitan dengan berbagai perubahan akibat proses
penuaan seperti perubahan anatomi, fisiologi dan sistem imun yang apabila
disertai pengaruh psikososial akan berdampak pada perubahan gambaran klinis
pasien usia lanjut tersebut dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.12
Khususnya di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, penelitian tentang profil pasien
usia lanjut dengan pneumonia komunitas belum pernah diteliti. Oleh karena itu,
berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan tersebut di atas peneliti tertarik dan
merasa perlu untuk melakukan penelitian ini, sehingga dapat diketahui profil
pasien usia lanjut dengan pneumonia komunitas yang sesungguhnya.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui profil pasien usia lanjut dengan pneumonia komunitas di
RSUD Cengkareng tahun 2013 - 2014.
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan peneliti
mengenai profil pasien usia lanjut dengan pneumonia komunitas.
4
5
2. Hospital-Acquired Pneumonia
Berdasarkan American Thoracic Society (ATS), Hospital-Acquired
Pneumonia atau pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang muncul
setelah dirawat di rumah sakit lebih dari 48 jam tanpa pemberian intubasi
endotrakeal. Pneumonia nosokomial terjadi karena terdapat
ketidakseimbangan pertahanan tubuh dengan kolonisasi bakteri sehingga
menginvasi saluran napas bagian bawah. Pneumonia nosokomial sering
disebabkan oleh bakteri Pseudomonas aeroginosae, Klebsiella sp,
Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumoniae. ATS membagi
pneumonia nosokomial menjadi early onset (biasanya muncul selama 4 hari
perawatan di rumah sakit) dan late onset (biasanya muncul setelah lebih dari
5 hari perawatan di rumah sakit).18,19
2.1.2. Epidemiologi
Lower respiratory tract infections (LRTI) dan CAP adalah penyebab
terbesar dari angka kesakitan dan kematian pada kelompok usia lebih dari 65
tahun di Inggris Raya dan beberapa Negara di Eropa.20
Di Amerika, prevalensi pneumonia tampak lebih banyak ditemukan pada
usia lanjut. Sebuah penelitian pada 46.237 pasien usia lanjut yang diikuti selama 3
tahun, didapatkan bahwa jumlah kasus CAP pada kelompok usia 65 69 tahun
adalah sebanyak 18,2 kasus dari 1000 pasien pertahun. Sedangkan pada usia lebih
dari 85 tahun terdapat 52,3 kasus dari 1000 pasien per tahun. Dari data tersebut
dapat diperkirakan, 1 dari 20 orang pada usia lebih dari 85 tahun mengalami
CAP.8-10
Insiden dan prevalensi pneumonia di Indonesia pada tahun 2013 adalah
1,8% dan 4,5%. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi
pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur, Papua,
6
2.1.3. Etiologi
Mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan pneumonia adalah:
a) Bakteri
Streptococccus pneumonia: merupakan bakteri anaerob fakultatif.
Bakteri patogen ini dapat ditemukan pada pneumonia komunitas
rawat inap di luar Intensive Care Unit (ICU) sebanyak 20-60%,
sedangkan yang di dalam rawat inap ICU sebanyak 33%.21
Staphylococcus aureus: merupakan bakteri anaerob fakultatif.
Penyebaran tersering melalui obat secara intravena yang
memungkinkan infeksi kuman menyebar secara hematogen dari
kontaminsi injeksi awal menuju paru-paru.21
Enterococcus (E.faecalis, E. faecium): merupakan organisme
streptococcus group D yang merupakan flora normal usus.21
Pseudomonas aeruginosae: Bakteri anaerob, yang berbentuk
batang dan memiliki bau yang khas.21
Klebsiella pneumonia: Bakteri anaerob fakultatif, yang berbentuk
batang tidak berkapsul.21
Haemophillus influenza: Bakteri anaerob yang berbentuk batang
dengan berkapsul atau tidak berkapsul.21
b) Virus
Virus yang dapat menyebabkan pneumonia yang menyebar melalui
droplet adalah cytomegalovirus, herpes simplex virus, varicella zoster
virus.21
7
c) Jamur
Infeksi pneumonia yang diakibatkan oleh jamur biasanya disebabkan
oleh jamur oportunistik, dimana spora dari jamur masuk ke dalam
tubuh melalui udara. Jamur yang dapat menginfeksi seperti Candida
sp., Aspergillus sp., Crytococcus neoformans.21
2.1.4. Patofisiologi
Pneumonia disebabkan oleh adanya proliferasi dari mikroorganisme
patogen di dalam alveolus dan respon tubuh terhadap patogen. Terdapat 3 faktor
yang mempengaruhi yaitu, keadaan individu atau imunitas tubuh, jenis
mikroorganisme patogen dan lingkungan sekitar. Ketiga faktor tersebut dapat
menentukan berat ringannya penyakit, diagnosis, rencana terapi serta prognosis
dari pasien.14
Proses infeksi dimana patogen masuk ke saluran napas bagian bawah
setelah melewati mekanisme pertahanan oleh tubuh berupa pertahanan mekanik
(epitel, silia, mukosa), pertahanan humoral (antibodi dan komplemen) dan seluler
(leukosit, makrofag, limfosit, dan sitokin). Infeksi menyebabkan peradangan pada
membran paru sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari kapiler masuk ke
dalam alveoli. Hal ini menyebabkan rasio ventilasi perfusi menurun dan saturasi
oksigen menurun. Pada pemeriksaan dapat diketahui bahwa paru-paru akan
dipenuhi sel radang dan cairan, dimana sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk
membunuh patogen, tetapi dengan adanya dahak dan fungsi paru menurun yang
akan mengakibatkan kesulitan bernapas sehingga dapat terjadi sianosis, asidosis
respiratorik dan kematian.14
2.1.5. Patologi
Pada paru yang terinfeksi oleh bakteri S. Pneumonia dapat menyebabkan 2
pola pneumonia, yaitu pneumonia lobaris atau bronkopneumonia. Pada pola
bronkopneumonia fokus konsolidasi terdistribusi di satu atau beberapa lobus
terutama di daerah lateral atau basal. Sebelum diberikan antibiotik, bakteri ini
mengenai hampir seluruh lobus dan berkembang dalam 4 stadium:23, 24
Kongesti: Lobus yang terinfeksi menjadi berat, merah dan sembab secara
histologis dapat terlihat kongesti vaskular dengan cairan protein, beberapa
neutrofil dan banyak bakteri di alveolus.
9
2.1.8. Diagnosis
Diagnosis pneumonia komunitas ditegakkan dengan cara anamnesis, gejala
klinis pemeriksaan fisik, foto toraks dan laboratorium. Diagnosis peneumonia
komunitas ditegakkan jika pada foto toraks didapatkan infiltrat baru atau infiltrat
progresif ditambah dengan paling sedikit 1 kriteria gejala mayor atau 2 kriteria
gejala minor bawah ini:29
a. Kriteria gejala mayor
Batuk-batuk
Produksi sputum
Demam > 37,8oC
b. Kriteria gejala minor
Sesak napas
Nyeri dada pleuritik
Pemeriksaan fisik: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronkhi
Leukosit > 12.000 ribu/ml.
2.1.9. Prognosis
Angka kejadian pneumonia komunitas, di Amerika terdapat 3,4-4 juta
kasus pertahun, dan 20% di antara perlu dirawat di rumah sakit. Secara umum
angka kematian pneumonia yang disebabkan oleh pneumokokkus adalah sebesar
5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk.
Pneumonia dengan influenza di Amerika merupakan penyebab kematian ke-6
dengan kejadian sebesar 59%, 89% diantaranya adalah pasien usia lanjut.
11
Sumber: Ewig S, Ruiz M, Mensa J, Marcos MA, Martinez JA, Aranbica F, Niederman MS.
Severe community-acquired pneumonia assessment of severity criteria. 1998.
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih
kriteria di bawah ini: 29
a) Kriteria minor:
Frekuensi napas > 30 kali/menit
Rasio Pa02/FiO2 < 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan infiltrat bilateral
Infiltrat paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
Disorientasi
Blood Urea Nitrogen > 20 mg/dL
Leukopenia ( leukosit < 4.000 sel/mm3)
Trombositopenia (trombosit < 100.000 sel/mm3)
Hipotermia ( suhu < 36oC)
b) Kriteria mayor:
Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah > 50%
Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada pasien
yang mempunyai riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang
membutuhkan dialisis
13
inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%,
sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.35
2.1.10. Komplikasi
Jika pneumonia tidak ditatalaksana dengan baik maka akan terjadi beberapa
komplikasi seperti, pneumonia ekstrapulmoner, pneumonia pneumokokus dengan
bakterimia, pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal jantung,
emboli paru dan infark miokard akut, ARDS (Acute Respiratory Distress
Syndrome), sepsis, gagal napas, syok, abses paru dan efusi pleura.14
Penelitian yang dilakukan oleh MJ Fine,dkk menunjukkan bahwa
kebanyakan pasien yang masih hidup memiliki 1 atau lebih komplikasi medis,
sedangkan dari semua pasien yang meninggal, penyebab utamanya adalah gagal
napas (42,5%), aritmia jantung (8%), dan sepsis (5,3%). Hasil pada penelitian lain
menunjukkan komplikasi gagal napas, sepsis atau bakteremia, dan aritmia jantung
merupakan penyebab kematian paling banyak.32
akibat recoil paru selama ekspirasi, udara keluar paru menuju tekanan atmosfer
yang lebih rendah.35
Volume paru biasanya sekitar 2-2,5 liter sewaktu volume napas rata-rata
500 ml udara masuk dan keluar setiap kali bernapas. Jumlah udara yang masuk
dan keluar paru dalam satu menit, ventilasi paru, sama dengan volume napas kali
kecepatan napas. Tidak semua udara yang masuk dan keluar untuk pertukaran O2
dan CO2 dengan darah, karena sebagian menempati saluran napas penghantar,
yang dikenal sebagai ruang rugi anatomi.35
Kontraksi dan relaksasi bergantian otot-otot inspirasi secara tidak langsung
menimbulkan inflasi dan deflasi paru dengan secara siklik mengembangkan dan
mengempiskan rongga thoraks , dengan paru secara pasif mengikuti gerakannya.
Ekspirasi aktif yang lebih kuat, kontraksi otot-otot abdomen semakin mengurangi
ukuran rongga thoraks dan paru, yang meningkatkan graden tekanan intra alveolus
terhadap atmosfer.35
O2 dan CO2 berpindah menembus membran melalui difusi pasif mengikuti
penurunan gradient tekana parsial. Tekanan parsial suatu gas dalam udara adalah
bagian dari tekanan atmosfer total yang disumbangkan oleh gas tersebut, yang
berbanding lurus dengan persentase gas ini dalam udara. Tekan parsial suatu gas
dalam darah bergantung pada jumlah gas tersebut yang larut dalam darah. Difusi
netto O2 terjadi pertama antara alveolus dan darah, kemudian antar darah dengan
jaringan akibat gradien tekana parsial O2 yang terbentuk karena pemakaina terus-
menerus O2 di sel dan penggantian terus-menerus O2 di alveolus adri ventilasi.
Difusi netto Co2 terjadi pertama antara jaringan dan darah lalu antara darah dan
alveolus, akibat gradien tekanan parsial CO2 yang terbentuk oleh produksi secara
terus-menerus CO2 alveolus melalui ventilasi.35
Karena O2 dan CO2 tidak terlalu larut dalam darah, maka akan berikatan
secara kimiawi dengan hemoglobin (Hb). Faktor utama yang menentukan
seberapa banyak Hb berikatan dengan O2 adalah tekanan O2 darah,. Karbon
dioksida yang diambil di kapiler sistemik diangkut dalam darah melalui tiga cara,.
yaitu 10% larut secara fisik, 30% berikatan dengan Hb, dan 60% mengambil
bentuk bikarbonat (HCO3-).35
17
Penuaan juga dapat merubah anatomi pada tulang dan otot-otot dada.
Penuaan membuat kalsifikasi kartilago kosta sehingga menyebabkan kekakuan
pada tulang iga pada saat pengembangan paru dan akan mengakibatkan
pernapasan abdominal dan menurunnya suara paru pada bagian dasar.36
Diafragma merupakan otot pernapasan yang mempunyai peranan sangat
penting dalam fungsi inspirsi. Informasi tentang efek penuaan terhadap fungsi
19
Tabel 2.4. Perbedaan kekuatan otot diafragma pada usia lanjut dengan dewasa
Pdi (cmH2O)
Tekhnik Penurunan
Dewasa Usia Lanjut
Mueller manuever 171 + 8 128 + 9 25%
2.2.6. Patofisiologi
Dengan diketahuinya perubahan - perubahan pada berbagai organ tersebut
di atas maka akan dapat diketahui bahwa tampilan klinis pneumonia komunitas
pada pasien usia lanjut berbeda dengan kelompok usia lainnya.45
Pada orang usia lanjut lebih mudah terinfeksi pneumonia hal ini disebabkan
oleh adanya gangguan refleks muntah, melemahnya imunitas, gangguan
kardiopulmoner, dan gangguan respon pengaturan suhu. Gangguan refleks
muntah, dan sistem saraf pusat mengakibatkan pneumonia aspirasi. Gangguan
pada kardiopulmoner mempengaruhi penurunan dari fungsi jantung, dan paru.
Sistem imunitas humoral pada usia lanjut terjadi gangguan pada fungsi limfosit B
sehingga akan menurunkan produksi antibodi, yang akan menjadi faktor
predispoposi infeksi mikroorganisme patogen yang menyebabkan pneumonia.46,47
Penurunan fungsi silia saluran pernapasan pada usia lanjut dapat
mengakibatkan risiko seorang individu untuk terjangkit infeksi pada sistem
pernapasan semakin meningkat. Pada infeksi saluran pernapasan, saluran napas
akan mengeluarkan sekret berupa mukus. Mukus yang diproduksi akan
dikeluarkan melalui proses batuk. Proses batuk sangat ditentukan oleh fase
23
inspirasi maksimal. Pada usia lanjut, volume inspirasi dan ekspirasi jumlahnya
menurun karena menurunnya fungsi otot-otot pernapasan. Penurunan volume
tersebut mengakibatkan penurunan fungsi batuk untuk mengeluarkan mukus yang
diproduksi. Mikroorganisme yang terperangkap oleh mukus tidak akan bisa
dikeluarkan karena fungsi mukosilia yang menurun dan akan mengakibatkan
mukus terakumulasi pada saluran pernapasan bawah sehingga manifestasi klinis
pneumonia komunitas pada usia lanjut akan mengalami penurunan pada respon
batuk dan sputum.33,36,37
Mukus di saluran napas yang terakumulasi karena tidak dapat dikeluarkan
dengan respon batuk menyebabkan obstruksi pada saluran pernapasan. Disamping
itu, proses degenerasi serat elastis pada saluran pernapasan juga terjadi sehingga
membuat resistensi jalur napas meningkat sehingga mengganggu proses
masuknya oksigen ke dalam paru paru yang membuat tubuh melakukan
kompensasi melalui peningkatan frekuensi napas untuk mencukupi kebutuhan
oksigen dalam tubuh.36
Selain itu, defek sumsum tulang yang terjadi pada individu berusia lanjut
menyebabkan penurunan produksi sel-sel imun seperti makrofag dan neutrofil.
Makrofag berfungsi memfagosit patogen yang masuk ke dalam tubuh lalu
melepaskan sitokin pirogen endogen, sitokin ini diduga mencapai organ
sirkumventrikular otak yang tidak memiliki sawar darah otak dan menyebabkan
reaksi demam melalui prostaglandin PGE2.. Pada usia lanjut, fungsi tersebut mulai
mengalami penurunan sehingga sitokin pirogen endogen tidak mengubah set point
hipotalamus. Perubahan ini mengakibatkan reaksi demam pada usia lanjut tidak
terjadi.28,48
24
menjadi berikut:
Lansia 60-74
tahun
Lansia tua 75-90
tahun
Lansia sangat
tua > 90 tahun
4. Riwayat Riwayat pendidikan Rekam Baca Kategorik
Pendidikan adalah tingkat Medis
pendidikan yang
dicapai seseorang
setelah mengikuti
pelajaran pada kelas
tertinggi suatu tingkatan
sekolah dengan
mendapatkan tanda
tamat (ijazah).52
Tidak sekolah
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Perguruan
Tinggi
5. Status Pernikahan adalah Rekam Baca Kategorik
Pernikahan sebuah ikatan lahir batin Medis
antara seorang pria
dengan seorang wanita
ssebagai suami isteri
dengan tujuan untuk
membentuk keluarga
atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal.53
28
Dikelompokkan menjadi
:
Menikah
Belum Menikah
Pernah Menikah
6. Jenis Jenis pekerjaan adalah Rekam Baca Kategorik
Pekerjaan macam pekerjaan yang Medis
dilakukan seseorang
atau ditugaskan kepada
seseorang yang sedang
bekerja atau yang
sementara tidak
bekerja52
7. Indeks IMT adalah nilai yang Rekam Baca Kategorik
Massa diambil dari Medis
Tubuh perbandingan antara
(IMT) berat badan (BB)
dengan tinggi badan
(TB) seseorang.54
Menurut kriteria Asia-
Pasifik dikelompokkan
menjadi :
Underweight
Normal weight
Pre obesitas
Obesitas Grade I
Obesitas Grade
II
8. Hipotensi Tekanan darah sistolik Rekam Baca Kategorik
< 90 mmHg atau Medis
tekanan darah diastolik
< 60 mmHg.55
29
penyempitan jalan
udara atau tersumbat
sebagian.62
Ronkhi adalah nada
rendah dan sangat
kasar yang terdengar
karena terdapat
cairan atau mukus di
saluran pernapasan.63
17. Mual Mual adalah perasaan Rekam Baca Kategorik
Medis
tidak menyenangkan
yang ada sebelum
muntah.64
18. Muntah Muntah adalah Rekam Baca Kategorik
Medis
keluarnya isi lambung
hingga ke mulut dengan
paksa atau dengan
kekuatan.65
19. Anoreksia Anoreksia adalah tidak Rekam Baca Kategorik
Medis
adanya nafsu makan.65
20. Minum Minum alkohol adalah Rekam Baca Kategorik
alkohol seseorang yang yang Medis
meminum minuman
yang mengandung
alkohol atau etanol 5%
hingga 40% volume.65
21. Perokok Individu yang Rekam Baca Kategorik
menghisap udara napas Medis
dari lingkungannya
yang mengandung asap
rokok.65
22. Asma Asma adalah gangguan Rekam Baca Kategorik
31
sedikit udara.70
28. Efusi pleura Efusi pleura adalah Rekam Baca Kategorik
suatu keadaan dimana Medis
terdapat penumpukan
cairan dari dalam
kavum pleura diantara
pleura parietalis dan
pleura viseralis dapat
berupa cairan transudat
atau cairan eksudat.70
29. Rawat inap Rawat inap adalah Rekam Baca Kategorik
ruang untuk pasien Medis
yang memerlukan
asuhan dan pelayanan
keperawatan dan
pengobatan secara
berkesinambungan
lebih dari 24 jam.71
30. Antibiotika Antibiotika adalah Rekam Baca Kategorik
segolongan senyawa, Medis
baik alami maupun
sintetik, yang
mempunyai efek untuk
menekan atau
menghentikan suatu
proses biokimia di
dalam suatu organisme,
khususnya dalam proses
infeksi oleh bakteri.72
31. Meninggal Meninggal adalah Rekam Baca Kategorik
sudah menghilangnya Medis
nyawa atau tidak hidup
33
lagi.72
32. Sepsis Sepsis adalah respons Rekam Baca Kategorik
sistemik pejamu Medis
terhadap infeksi dimana
patogen atau toksin
dilepaskan ke dalam
sirkulasi darah sehingga
terjadi aktivasi proses
inflamasi.70
34. Multiple Multiple organ failure Rekam Baca Kategorik
organ failure adalah adanya fungsi Medis
organ yang berubah
pada pasien sehingga
homeostasis tidak dapat
dipertahankan tanpa
intervensi, yang
melibatkan dua atau
73
lebih sistem organ.
35. Gagal napas Gagal napas adalah Rekam Baca Kategorik
sindrom yang ditandai Medis
oleh peningkatan
permeabilitas membran
alveolar-kapiler
terhadap air, larutan dan
protein plasma.72
BAB III
METODE PENELITIAN
34
35
b. Kriteria Eksklusi
Pasien pneumonia pada anak.
Pasien pneumonia komunitas dengan usia kurang dari 60 tahun.
Pasien pneumonia nosokomial
Pasien dengan HIV positif.
n=
n=
n = 385
Z = Derajat kepercayaan
P = Prevalensi pneumonia (dari kepustakaan)
Q = 1-P
d = Limit dari eror atau presisi absolut
n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan
Tingkat kepercayaan ditetapkan sebesar 95%, sehingga = 5% dan Z =
1,96 dengan kesalahan prediksi yang bisa diterima (d) sebesar 5%. Prevalensi (P)
ditetapkan sebesar 0,5 karena prevalensi pneumonia di Indonesia kurang dari
10%, sehingga Q (1-P) didapatkan 0,5. Dengan demikian, besar sampel minimal
yang diperlukan adalah 385.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling dari data
rekam medik pasien pneumonia yang dirawat di RSUD Cengkareng selama
Januari 2013 sampai Desember 2014, semua sampel dipilih jika memenuhi
kriteria inklusi.
36
Persiapan
Penelitian
Pemilihan
Sampel
Pembuatan
Proposal
Distribusi
Proposal ke
RSUD
Cengkareng
Pengambilan
Data Rekam
Medik
Input Data
Pengolahan
Data
Pembahasan
Hasil Data
Laporan Hasil
Penelitian
38
39
40
didapatkan penurunan jumlah kasus yaitu, pada kelompok usia 65-74 tahun
sebesar 64%, kelompok usia 75-84 tahun sebesar 28% dan kelompok usia lebih
dari 85 tahun sebesar 8%. Perbedaan peningkatan angka morbiditas pasien
pneumonia komunitas pada kelompok usia lanjut tersebut kemungkinan
disebabkan oleh perbedaan populasi yang diteliti yang apabila ditelusuri lebih
lanjut hal ini berhubungan erat dengan akses pasien tersebut ke pusat layanan
kesehatan atau rumah sakit.76,78
oleh Izquierdo C,dkk (2010) menjelaskan bahwa tidak terdapat hubungan antara
tingkat pendidikan terakhir pasien dengan hasil pengobatan yang dilakukan
pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat mortalitas pasien pneumonia
tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan terakhir pasien.79,80,81
Dari hasil penelitian, pada tabel 4.4 didapatkan data status pernikahan pasien
usia lanjut dengan pneumonia komunitas yaitu pasien yang belum menikah
sebanyak 7 pasien (9,1%), sudah menikah sebanyak 47 pasien (61%) dan pernah
menikah sebanyak 23 pasien (29,9%). Terkait dengan kekerapan penyakit
penyerta dan risiko kematian, menurut penelitian yang telah dilakukan oleh
Metersky ML,dkk (2012) di Amerika yang menyatakan bahwa pria yang belum
menikah pada pasien pneumonia komunitas pada usia lebih dari 65 tahun dan
dirawat di rumah sakit memiliki risiko kematian lebih tinggi dan sangat signifikan
dibandingkan kelompok usia lainnya, namun kelompok ini memiliki risiko lebih
rendah terhadap penyakit komorbidnya. Metersky ML,dkk (2012) juga
menambahkan bahwa pasien yang sudah menikah lebih rendah terhadap risiko
kematian, karena pasien yang sudah menikah memiliki status sosioekonomi lebih
tinggi dan tingkat kekerasan lebih rendah.82
43
40
35
30
25
20
15 34
10
5 9 10 7 10
0 3 2 2
Pekerjaan
Dari data penelitian ini, diketahui pekerjaan ibu rumah tangga (IRT)
sebanyak 34 pasien (44,2%), buruh sebanyak 10 pasien (13%), tidak bekerja
sebanyak 10 pasien (13%) pegawai swasta sebanyak 9 pasien (11,7%), PNS
sebanyak 7 pasien (9,1%), wiraswasta sebanyak 3 pasien (3,9%), diikuti dengan
pensiunan sebanyak 2 pasien (2,6%), petani sebanyak 1 pasien (1,3%) dan
pedagang sebanyak 1 pasien (1,3%). Berdasarkan data hasil penelitian ini, terlihat
tingkat sosio-ekonomi populasi pasien mayoritas berada pada golongan yang
masih rendah. Malik AS,dkk (2012) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan
antara status sosio-ekonomi populasi dengan frekuensi pasien pneumonia
komunitas, yaitu pada status sosio-ekonomi yang rendah didapatkan frekuensi
yang tinggi terhadap morbiditas pneumonia komunitas (68,75%). Hal ini pun
serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Loeb MB (2004) yang
mendeskripsikan bahwa status sosio-ekonomi pasien yang rendah dapat
meningkatkan risiko kejadian pneumonia komunitas. Lebih lanjut pada penelitian
Malik AS,dkk (2012) mengemukakan pendapat bahwa pengaruh status sosio-
ekonomi terhadap frekuensi pneumonia kemungkinan disebabkan pada golongan
sosio-ekonomi rendah tidak dapat membayar biaya pengobatan pada tahap awal
sakit karena kemiskinan, yang dapat menjadi faktor predisposisi tinggi untuk
memperberat morbiditas dan meningkatkan risiko kematian.74,83
44
Poli 6
(7,8%)
IGD 71
(92,2%)
IGD Poli
IMT
Underweight 13 16,9
Normal 29 37,7
Pre obesitas 8 10,4
Obesitas grade I 4 5,2
Obesitas grade II 1 1,3
Tidak ada data 22 28,6
Pada tabel 4.5. didapatkan hasil indeks massa tubuh pasien usia lanjut
dengan pneumonia komunitas sebanyak 55 pasien yang memiliki data
antropometri (BB dan TB) di RSUD Cengkareng dan 22 pasien tidak memiliki
data antopometri. Dari hasil penelitian terlihat bahwa sebanyak 29 pasien (52,7%)
memiliki indeks massa tubuh yang baik (normoweight), sebanyak 13 pasien
(23,6%) memiliki indeks masaa tubuh yang kurang (underweight), sebanyak 8
pasien (14,5%) mengalami pre obesitas, sebanyak 4 pasien (7,3%) mengalami
obesitas grade 1, dan sebanyak 1 pasien (1,8%) mengalami obesitas grade 2. Pada
hasil penelitian, didapatkan indeks massa tubuh (IMT) pasien pneumonia lebih
tinggi pada pasien yang memiliki IMT normal sebanyak 37,7%, kemudian yang
tertinggi kedua adalah pasien yang memiliki IMT underweight sebanyak 16,9%.
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Rodriguez L,dkk (2009) dimana IMT
pasien pneumonia komunitas yang terbanyak adalah normal, namun terdapat
perbedaan pada IMT terbanyak kedua, yaitu pre-obesitas. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Phung DT,dkk (2013) menyatakan bahwa pada status IMT
underweight dan obesitas berat dapat meningkatkan risiko kejadian pneumonia
komunitas. Serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Tores A,dkk (2013)
yang menyatakan bahwa status IMT underweight meningkatkan risiko lebih tinggi
terhadap kejadian pneumonia komunitas dibandingkan dengan status IMT yang
normal, sedangkan status IMT overweight mempunyai risiko lebih kecil atau
46
mempunyai risiko yang sama dengan status IMT normal. Lebih lanjut pada
penelitian Lee J,dkk (2015) menekankan bahwa status IMT underweight dapat
meningkatkan risiko terjadinya kematian.75,79,86,87
Dari tabel 4.6. didapatkan pasien pneumonia komunitas pada usia lebih dari
60 tahun yang memiliki tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg sebanyak 3
pasien (3,9%), tekanan darah diastolik kurang dari atau sama dengan 60 mmHg
sebanyak 15 pasien (19,5%), denyut nadi lebih dari 100 kali/menit sebanyak 9
pasien (11,7%), frekuensi napas lebih dari 20 kali/menit sebanyak 62 pasien
(80,5%) dan suhu lebih dari 37,8oC sebanyak 6 pasien (7,8%). Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saldias Penafiel F,dkk (2003)
pada pasien usia lanjut ( > 65 tahun) dengan frekuensi tertinggi yaitu respiratory
rate > 20 kali/menit sebesar 87%, diikuti frekuensi nadi > 100 kali/menit sebesar
41%, suhu > 37,8oC sebesar 40%, dan tekanan darah diastolik < 60 mmHg
sebesar 26%.88
47
Tabel 4.7. Perbandingan tanda vital pada penelitian ini dengan penelitian Saldias
Penafiel F,dkk
Berdasarkan hasil dari tabel 4.8, didapatkan data tanda vital pasien dengan
status kesadaran yang terbanyak adalah compos mentis, yaitu sebanyak 69 pasien
(89,6%), diikuti oleh somnolen 5 pasien (6,5%) apatis sebanyak 2 pasien (2,6%)
dan sopor 1 pasien (1,3%). Adapun pada tanda vital tekanan darah, lebih banyak
yang memiliki tekanan darah dalam batas normal, yaitu 31 pasien (40,3%).
Jumlah interpretasi lain dalam tekanan darah, yaitu pre-hipertensi didapat
sebanyak 9 pasien (11,7%), hipertensi derajat I 21 pasien (27,3%), dan hipertensi
derajat II 16 pasien (20,8%).
55
Sesak nafas 16
6
49
Mual 25
3
46
Anoreksia 17
14
44
Batuk 24
9
34
Sputum 34
9
26
Gangguan suara nafas 41
10
18
Muntah 52
7
13
Nyeri dada 61
3
6
Demam 71
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Dari data grafik 4.3 diketahui karakteristik gambaran klinis pasien usia
lanjut dengan pneumonia komunitas, didapatkan gejala paling banyak adalah
49
Tabel 4.9. Perbandingan gambaran klinis penelitian ini dengan penelitian lain.
Zalacin Saldias Riquelme Bilal Masahiro Peneliti
Variabel
(n=503) (n=306) (n=101) (n=50) (n=19) (n=77)
Sesak 70% 71% 71% 22% 26,3% 71,4%
Batuk 81% 83% 67% 74% 68,4% 57,1%
Sputum 66% 71% 52% 64% - 44,2%
Nyeri dada 43% 12% 34% 20% - 16,9%
Demam 76% 63% 64% 56% 31,6% 7,8%
50
saluran napas kronik termasuk PPOK dan asma meningkatkan risiko 2 kali sampai
4 kali lebih besar terhadap risiko terjadinya pneumonia komunitas, penyakit
penyerta kardiovaskular kronik meningkatkan risiko terjadinya pneumonia
komunitas hingga 3 kali lebih besar, gangguan fungsi hepar dan ginjal juga
meningkatkan risiko terjadinya pneumonia komunitas 2 kali lebih besar.79
Dari tabel 4.16. didapatkan data rawat inap pasien dari 0-3 hari sebanyak 22
pasien (28,5%), 4-7 hari sebanyak 40 pasien (52%), 8-11 hari sebanyak 10 pasien
(13%), dan 12-14 hari sebanyak 5 pasien (6,5%). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Masotti L,dkk (2000) menyatakan beberapa hal yang dapat
memperpanjang lama rawat inap yaitu demam tinggi menunjukkan hubungan
yang bermakna dengan lamanya rawat inap. Penyakit penyerta, kateterisasi
saluran kemih, dan ISK sekunder, dan tingginya laju endap darah juga
mempunyai hubungan yang bermakna terhadap lamanya rawat inap pada pasien
pneumonia komunitas. Dehidrasi pada pasien pneumonia komunitas usia lanjut
juga diketahui berpengaruh terhadap lamanya rawat inap. Menurut Masotti L,dkk
(200) data tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko
tinggi sehingga dapat mengurangi biaya perawatan. Menurut Isabella S,dkk
(2012) menyatakan bahwa frekuensi napas lebih dari 20 kali per menit dan
tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg pada pasien pneumonia usia lanjut
dapat memperpanjang masa rawat inap di rumah sakit.97,99
54
dirawat dirumah sakit tetapi tidak di rawat di ICU sedangkan untuk pasien
pneumonia komunitas yang dirawat di rumah sakit dan di rawat di ICU serta
dicurigai terinfeksi bakteri pesudomonas diberikan kombinasi terapi
antipesudomonas beta laktam(meropenem atau imipenem) dan
fluoroqinolone(levofloxacin atau levofloxacin).77,100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 77 pasien yang dirawat, sebanyak
60 pasien hidup (77.9%) dan 17 pasien meninggal dunia (22.1%). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Shah BA,dkk (2009) mengatakan bahwa mortalitas
akan semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya skor dari PSI dan CURB-
65.98
2 pasien (2,6%), multiple organ failure sebanyak 1 orang (1,3%), dan gagal napas
et causa efusi pleura sebanyak 1 pasien (1,3%), sebanyak 4 pasien (5,2%) tidak
ada data penyebab kematiannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bilal
BA,dkk (2012) memperlihatkan hasil komplikasi yang bervariasi di penelitiannya
dengan penyebab kematian yang tertinggi yaitu efusi pleura sebanyak 12%, syok
sepsis sebanyak 6%, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) sebanyak 6%,
abses paru 4%, emfisema 4% dan gagal jantung dekompensata sebesar 8%.73
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa :
a) Status sosiodemografi 77 pasien usia lanjut dengan pneumonia
komunitas yang dirawat di RSUD Cengkareng tahun 2013 - 2014
adalah sebagai berikut: pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 41
pasien (53,2%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 36 pasien
(46,8%), dengan kelompok lansia (60-74 tahun) sebanyak 60 pasien
(77,9%), kelompok lansia tua (75-90 tahun) sebanyak 16 pasien
(20,8%) dan lansia sangat tua (>90 tahun) sebanyak 1 pasien (1,3%).
Sebanyak 46 pasien (59,7%) adalah tamatan SD, dengan 31 pasien
(40,3%) merupakan ibu rumah tangga.
b) Gambaran klinis yang menonjol pada pasien usia lanjut dengan
pneumonia komunitas di RSUD Cengkareng tahun 2013 - 2014 adalah
sebagai berikut: sesak napas sebanyak 55 gejala (71,4%), mual
sebanyak 49 gejala (63,6%), nafsu makan berkurang sebanyak 46
gejala (59,7%), batuk sebanyak 44 gejala (57,1%), dahak sebanyak 34
gejala (44,2%) dan gejala yang paling sedikit yaitu demam sebanyak 6
gejala (7,8%).
c) Penyakit penyerta yang banyak menyertai pasien usia lanjut dengan
pneumonia komunitas yang dirawat di RSUD Cengkareng tahun 2013
- 2014 yaitu DM sebanyak 10 pasien (13%), lalu gangguan ginjal
sebanyak 3 pasien (3,9%), diikuti asma bronkial dan Congestive Heart
Failure sebanyak 2 pasien (2,6%) serta PPOK sebanyak 1 pasien
(1,3%).
d) Angka kematian pasien usia lanjut dengan pneumonia komunitas yang
dirawat di RSUD Cengkareng tahun 2013-2014 adalah sebanyak 17
pasien (22,1%).
57
58
5.2. Saran
a) Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik pada peneliti
selanjutnya, maka sebaiknya dilakukan pengambilan sampel dengan
rentang waktu yang panjang dengan jumlah sampel yang lebih besar
pada lokasi yang berbeda.
b) Staff medik RSUD Cengkareng Jakarta disarankan lebih melengkapi
data rekam medik pasien, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, baik pada pasien rawat inap maupun rawat
jalan. Diharapkan, dengan begitu, penelitian-penelitian selanjutnya
yang akan dilakukan dapat mencapai hasil yang lebih optimal dengan
jumlah sampel yang lebih memadai.
c) Pihak Manajemen RSUD Cengkareng diharapkan membuka akses
yang lebih luas kepada para peneliti khususnya kepada bagian rekam
medik sehingga tidak terjadi hambatan/kendala-kendala dalam proses
pengambilan sampel seperti yang terjadi pada penelitian ini.
59
60
95. Nuorti JP, Butler JC, Farley MM, et al. Cigarette smoking and invasive
pneumococcal disease. Active Bacterial Core Surveillance Team. N Engl J
Med. 2000;342(10):681-9.
96. Baik I, Curhan GC, Rimm EB, Bendich A, Willett WC, Fawzi WW. A
prospective study of age and lifestyle factors in relation to community-
acquired pneumonia in US men and women. Arch Intern Med. 2000;
13;160(20):3082-3088.
97. Isabelle Suter-Widmer, Mirjam Christ-Crain, Werner Zimmerli, Werner
Albrich, Beat Mueller, Philipp SchuetzandFor the ProHOSP Study Group.
Predictors for length of hospital stay in patients with community-acquired
pneumonia: results from a swiss multicenter study. BMC Pulmonary
Medicine. 2012;12:21.
98. Shah BA, Ahmed W, et al. Validity of pneumonia severity index and CURB-
65 Severity Scoring systems in community acquired pneumonia in an indian
setting. Indian J Chest Dis Allied Sci. 2010;52:9-17.
99. L Masotti, E. Ceccarelli, et al. Length of hospitalization in elderly patients
with community-acquired pneumonia. Aging Clinical and Experimental
Research. 2000; 12(1): 35-41.
100. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. Infectious diseases society
of america/american thoracic society consensus guidelines on the
management of community-acquired pneumonia in adults. CID. 2007; 44
Suppl 2: S27-72.
68
Lampiran 1
PROFIL PASIEN USIA LANJUT
DENGAN PNEUMONIA KOMUNITAS DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
TAHUN 2013-2014
Disusun Oleh :
Alwi Muarif Kurniawan
NIM: 1112103000049
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat
dan inayah-Nya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan judul Profil
Pasien Usia Lanjut dengan Pneumonia Komunitas di Rumah Sakit Umum Daerah
Cengkareng Tahun 2013-2014.
v
8. Kelompok riset Ahmad Sofyan, Ahmad Nabil, Auliya Fahmi dan Najib
Askar yang selalu bekerja sama dalam suka maupun duka untuk
menyelesaikan penelitian ini.
9. Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2012, dan
semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat
terselesaikan.
vi
ABSTRAK
ABSTRACT
Alwi Muarif Kurniawan. Medical Student Program. The Profile of
Community-Acquired Pneumonia in Elderly Patient at Cengkareng General
Hospital in 2013-2014.
vii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................... 3
1.3.2. Tujuan Khusus .............................................................................. 3
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 3
1.4.1. Bagi Peneliti .................................................................................. 3
1.4.2. Bagi Masyarakat ........................................................................... 3
1.4.3. Bagi Institusi ................................................................................. 3
viii
2.3. Kerangka Teori ........................................................................................... 24
2.4. Kerangka Konsep ........................................................................................ 25
2.5. Definisi Operasional ................................................................................... 26
ix
71
Lampiran 4
Data Demografi
:
Nama .. Nomor sampel :
:
Jenis kelamin .. Nomor rekam medik : ..
Usia : .
Alamat : . Tanggal masuk RS : ..
BB : Tanggal keluar RS :
:
TB .. Ruang Rawat :
Jalur masuk RS 1. IGD
Riwayat pekerjaan 1. tidak bekerja 2. Poli
2. PNS Tanggal meninggal : ..
3. karyawan swasta Penyebab Kematian :
4. petani
5. pedagang Tingkat pendidikan 1. tidak sekolah
6. wirausaha 2. tidak tamat SD
7. dll . 3. tamat SD
Status pernikahan 1. belum menikah 4. tamat SMP
2. menikah 5. tamat SMA
3. pernah menikah 6. perguruan tinggi
Riwayat Obat
72
Lampiran 4 (Lanjutan)
AGD
pH : .
pCO2 : mmHg
pO2 : mmHg
HCO3 :
SO2 : .
LED : mm/jam
73
Lampiran 4 (Lanjutan)
Lampiran 5
Hasil Statistik
Coding Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
usia_who
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
CODING PENDIDIKAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
CODING PERNIKAHAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lampiran 5 (Lanjutan)
CODING PEKERJAAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
LAMA DI RS (HARI)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lampiran 5 (Lanjutan)
TAHUN MASUK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
MENINGGAL
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
PENYEBAB KEMATIAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
MULTIPLE ORGAN
1 1.3 1.3 92.2
FAILURE
Lampiran 5 (Lanjutan)
PENYEBABMENINGGAL
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
MULTIPLE ORGAN
1 1.3 1.3 94.8
FAILURE
JALUR_MASUK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
C_IMT
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lampiran 5 (Lanjutan)
KESADARAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
TDFIX
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
NADI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lampiran 5 (Lanjutan)
rr20
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Suhu378
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
BATUK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
SPUTUM
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ADA SPUTUM 34 44.2 50.0 50.0
Lampiran 5 (Lanjutan)
DEMAM
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
SESAK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
NYERI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
SUARA NAFAS
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lampiran 5 (Lanjutan)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
MUAL
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
MUNTAH
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
SULITTIDUR
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lampiran 5 (Lanjutan)
NAFSUMAKAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
MEROKOK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
MINUMAN KERAS
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
ASMA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lampiran 5 (Lanjutan)
DM
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
JANTUNG
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
GINJAL
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
PPOK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lampiran 5 (Lanjutan)
VAR00001
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
VAR00003
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Infiltrat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lampiran 6
DATA PERSONAL
Nama : Alwi Muarif Kurniawan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir: Boyolali, 29 November 1994
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Bina Marga Perumahan Grandbima Mansion Blok B
no.1 CIPAYUNG, Jakarta Timur.
No. Telepon/HP : 081289242783
Email : awkz49@ymail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
1999 - 2000 : Taman Kanak-Kanak Attahiriyah CIRACAS
2000 2006 : Sekolah Dasar Negeri 03 Pagi Jakarta
2006 2009 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 49 Jakarta
2009 2012 : Sekolah Menengah Atas Negeri 48 Jakarta
2012 Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta