You are on page 1of 38

Al bin Ab Thlib

lahir sekitar 13 Rajab 23 Pra Hijriah/599 Masehi


wafat 21 Ramadan 40 Hijriah/661 Masehi adalah salah.

Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah terakhir


dari Khulafaur Rasyidin. Sedangkan Syi'ah berpendapat
bahwa ia adalah Imam sekaligus Khalifah pertama yang
dipilih oleh Rasulullah Muhammad .

Ahlussunnah memandang Ali bin Abi Thalib sebagai


salah seorang sahabat nabi yang terpandang.
Hubungan kekerabatan Ali dan Rasulullah sangat dekat
sehingga ia merupakan seorang ahlul bait dari Nabi
S.A.W. Ahlussunnah juga mengakui Ali bin Abi Thalib
sebagai salah seorang Khulafaur Rasyidin (khalifah
yang mendapat petunjuk).

Sunni menambahkan nama Ali dibelakang dengan


Radhiyallahu Anhu (RA) atau semoga Allah ridha
padanya. Tambahan ini sama sebagaimana yang juga
diberikan kepada sahabat nabi yang lain.
Syi'ah berpendapat bahwa Ali adalah khalifah yang
berhak menggantikan Nabi Muhammad, dan sudah
ditunjuk oleh Dia atas perintah Allah di Ghadir Khum.
Syi'ah meninggikan kedudukan Ali atas sahabat nabi
yang lain, seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Syi'ah selalu menambahkan nama Ali bin Abi Thalib


dengan Alayhi Salam (AS) atau semoga Allah
melimpahkan keselamatan dan kesejahteraan.

Sufi menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan


Karramallahu Wajhah (KW) atau semoga Allah me-
mulia-kan wajahnya. Doa kaum Sufi ini sangat unik,
berdasar riwayat bahwa dia tidak suka menggunakan
wajahnya untuk melihat hal-hal buruk bahkan yang
kurang sopan sekalipun. Dibuktikan dalam sebagian
riwayat bahwa dia tidak suka memandang ke bawah
bila sedang berhubungan intim dengan istri. Sedangkan
riwayat-riwayat lain menyebutkan dalam banyak
pertempuran (duel-tanding), bila pakaian musuh
terbuka bagian bawah terkena sobekan pedang dia,
maka Ali enggan meneruskan duel hingga musuhnya
lebih dulu memperbaiki pakaiannya.
Ali bin Abi Thalib dianggap oleh kaum Sufi sebagai
Imam dalam ilmu al-hikmah (divine wisdom) dan
futuwwah (spiritual warriorship). Dari dia bermunculan
cabang-cabang tarekat (thoriqoh) atau spiritual-
brotherhood. Hampir seluruh pendiri tarekat Sufi,
adalah keturunan dia sesuai dengan catatan nasab
yang resmi mereka miliki. Seperti pada tarekat
Qadiriyah dengan pendirinya Syekh Abdul Qadir Jaelani,
yang merupakan keturunan langsung dari Ali melalui
anaknya Hasan bin Ali seperti yang tercantum dalam
kitab manaqib Syekh Abdul Qadir Jilani (karya Syekh
Ja'far Barzanji) dan banyak kitab-kitab lainnya.

Kelahiran & Kehidupan Keluarga

Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab,


pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali
dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian
Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600
(perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan
di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad
masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat
menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27
tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.

Dia bernama asli Haydar bin Abu Thalib, bapaknya


Haydar adalah salah seorang paman dari Muhammad
S.A.W. Haydar yang berarti Singa adalah harapan
keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang
dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara
kalangan Quraisy Mekkah.

Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama


Haydar, nabi Muhammad S.A.W memanggil dengan Ali
yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah).

Kehidupan Awal

Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti


Asad, dimana Asad merupakan anak dari Hasyim,
sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim
dari sisi bapak dan ibu.
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan
bagi nabi S.A.W karena dia tidak punya anak laki-laki.
Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi
kesempatan bagi nabi S.A.W bersama istri dia Khadijah
untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat.
Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu
Thalib yang telah mengasuh nabi sejak dia kecil hingga
dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama
dengan Muhammad.

Masa Remaja

Ketika Nabi Muhammad S.A.W menerima wahyu,


riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan
Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu
tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah
istri nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10
tahun.

Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak


belajar langsung dari nabi Muhammad S.A.W karena
sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan
nabi hal ini berkelanjutan hingga dia menjadi menantu
nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum
Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah
rohani atau yang kemudian dikenal dengan istilah
Tasawuf yang diajarkan nabi khusus kepada dia tapi
tidak kepada murid-murid atau sahabat-sahabat yang
lain.

Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama


Islam baik yang mengatur ibadah maupun
kemasyarakatan semua yang diterima nabi harus
disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara
masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-
orang tertentu dengan kapasitas masing-masing.

Didikan langsung dari nabi kepada Ali dalam semua


aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior) atau
syariah dan bathin (interior) atau tasawuf
menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang
sangat cerdas, berani dan bijak.

Kehidupan di Mekkah sampai Hijrah ke Madinah


Ali bersedia tidur di kamar nabi untuk mengelabui
orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah
nabi. Dia tidur menampakkan kesan nabi yang tidur
sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka
mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam
perjalanan oleh nabi yang telah meloloskan diri ke
Madinah bersama Abu Bakar.

Kehidupan di Madinah

Perkawinan

Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali


dinikahkan nabi dengan putri kesayangannya Fatimah
az-Zahra. Nabi menimbang Ali yang paling tepat dalam
banyak hal seperti Nasab keluarga yang se-rumpun
(Bani Hasyim), yang paling dulu mempercayai kenabian
Muhammad (setelah Khadijah), yang selalu belajar di
bawah nabi dan banyak hal lain.

Julukan

Ketika Muhammad mencari Ali menantunya, ternyata


Ali sedang tidur. Bagian atas pakaiannya tersingkap
dan debu mengotori punggungnya. Melihat itu
Muhammad pun lalu duduk dan membersihkan
punggung Ali sambil berkata, "Duduklah wahai Abu
Turab, duduklah." Turab yang berarti debu atau tanah
dalam bahasa Arab. Julukan tersebut adalah julukan
yang paling disukai oleh Ali.

Pertempuran yang diikuti pada masa nabi

Perang Badar

Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang


Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali
betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah,
paman nabi. Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di
tangan Ali masih dalam perselisihan, tapi semua
sepakat dia menjadi bintang lapangan dalam usia yang
masih sangat muda sekitar 25 tahun.

Perang Khandaq

Perang Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian


Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud
. Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama
dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua
bagian.
Perang Khaibar

Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian


perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi,
dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian
tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi yang
bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kokoh, biasa
disebut dengan perang Khaibar. Di saat para sahabat
tidak mampu membuka benteng Khaibar, nabi S.A.W
bersabda:

"Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang


yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang
berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan
kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya
mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".

Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk


mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, temyata Ali
bin Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu serta
mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil
membunuh seorang prajurit musuh yang berani
bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali pukul
hingga terbelah menjadi dua bagian.

Peperangan lainnya

Hampir semua peperangan dia ikuti kecuali perang


Tabuk karena mewakili Nabi Muhammad untuk
menjaga kota Madinah.

Setelah nabi wafat

Sampai disini hampir semua pihak sepakat tentang


riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan pendapat mulai
tampak ketika Nabi Muhammad wafat. Syi'ah
berpendapat sudah ada wasiat (berdasar riwayat
Ghadir Khum) bahwa Ali harus menjadi Khalifah bila
nabi S.A.W wafat. Tetapi Sunni tidak sependapat,
sehingga pada saat Ali dan Fatimah masih berada
dalam suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat
untuk membaiat Abu Bakar.

Menurut riwayat dari Al-Ya'qubi dalam kitab Tarikh-nya


Jilid II Menyebutkan suatu peristiwa sebagai berikut.
Dalam perjalan pulang ke Madinah seusai menunaikan
ibadah haji ( Hijjatul-Wada'),malam hari Rasulullah
S.A.W bersama rombongan tiba di suatu tempat dekat
Jifrah yang dikenal denagan nama "GHADIR KHUM."
Hari itu adalah hari ke-18 bulan Dzulhijah. Ia keluar
dari kemahnya kemudia berkhutbah di depan jamaah
sambil memegang tangan Imam Ali Bin Abi Tholib
r.a.Dalam khutbahnya itu antara lain dia berkata :
"Barang siapa menanggap aku ini pemimpinnya, maka
Ali adalah pemimpinnya.Ya Allah, pimpinlah orang yang
mengakui kepemimpinannya dan musuhilah orang yang
memusuhinya"

Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah tentu tidak


disetujui keluarga nabi Ahlul Baitdan pengikutnya.
Beberapa riwayat berbeda pendapat waktu pem-bai'at-
an Ali bin Abi Thalib terhadap Abu Bakar sebagai
Khalifah pengganti Rasulullah. Ada yang meriwayatkan
setelah nabi dimakamkan, ada yang beberapa hari
setelah itu, riwayat yang terbanyak adalah Ali
membai'at Abu Bakar setelah Fatimah meninggal, yaitu
enam bulan setelah meninggalnya Rasulullah demi
mencegah perpecahan dalam ummat
Ada yang menyatakan bahwa Ali belum pantas untuk
menyandang jabatan Khalifah karena umurnya yang
masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa
kekhalifahan dan kenabian sebaiknya tidak berada di
tangan Bani Hasyim.

Sebagai khalifah

Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah 'Utsman bin


Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia
Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke
Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu
menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain
Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali
berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan
Talhah bin Ubaidillah memaksa dia, sehingga akhirnya
Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-
satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena
khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-
beda.
Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar
5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan
yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah
sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya
perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa
pemerintahannya, Pertempuran Basra. 20.000 pasukan
pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan Zubair
bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul
mu'minin Aisyah binti Abu Bakar, Istri Rasulullah.
Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.

Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang


menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat
diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas
dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi
Muhammad S.A.W ketika dia masih hidup, dan
diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang
yang ada sejak zaman Utsman bin Affan, menyebabkan
perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga
menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di
situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir
pemerintahannya. Pertempuran Shiffin yang
melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah
tersebut.

Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan


dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami
kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan
luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya.
Ia meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh
Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari
golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami
salat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19
Ramadhan, dan Ali menghembuskan napas terakhirnya
pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali
dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada
beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur
di tempat lain.

Keturunan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Keturunan Ali


bin Abi Thalib
Ali memiliki delapan istri setelah meninggalnya Fatimah
az-Zahra dan memiliki keseluruhan 36 orang anak. Dua
anak laki-lakinya yang terkenal, lahir dari anak Nabi
Muhammad, Fatimah, adalah Hasan dan Husain.

Keturunan Ali melalui Fatimah dikenal dengan Syarif


atau Sayyid, yang merupakan gelar kehormatan dalam
Bahasa Arab, Syarif berarti bangsawan dan Sayyed
berarti tuan. Sebagai keturunan langsung dari
Muhammad, mereka dihormati oleh Sunni dan Syi'ah.

Menurut riwayat, Ali bin Abi Thalib memiliki 36 orang


anak yang terdiri dari 18 anak laki-laki dan 18 anak
perempuan. Sampai saat ini keturunan itu masih
tersebar, dan dikenal dengan Alawiyin atau Alawiyah.
Sampai saat ini keturunan Ali bin Abi Thalib kerap
digelari Sayyid.
Ali bin Abi Thalib seorang Khalifah yang pemberani,
kisah lengkap Ali bin Abi Thalib ditulis kembali agar
pembaca bisa mengetahui sejarah yang sebenarnya
mulai Ali bin Abi Thalib sebelum menjadi khalifah
sampai akhir hayatnya terbunuh. Ali bin Abi Thalib
adalah menantu Rasulillah yang mendapat nama
kehormatan (kuniyyah) Abu Turab (Bapaknya tanah)
dari Rasulillah. Abu Turab adalah panggilan yang paling
disenangi oleh Ali karena nama kehormatan ini
kenang-kenangan berharga dari Nabi yang mulia. Ia
dibaiat menjadi Khalifah pada hari Jumat tanggal 25
Dzul-Chijjah tahun 35 Hijriyyah (4 Juni 656 M). Sabda
Nabi :





" Niscaya besok pagi
bendera ini akan saya berikan pada seorang lelaki yang
telah diberi kemenangan karena usahanya. Ia dicintai
Allah dan Utusan Allah dan utusan Allah juga
mencintainya". Pada masa perang Khaibar bulan Shafar
tahun tujuh Hijriyah dia telah menjadi tokoh utama
bagi umat Islam pada umumnya. Setelah sabda yang
menggiurkan tersebut terucap, para shahabat
membicarakan siapa orang beruntung yang akan
mendapatkan kehormatan tersebut. Setelah itu mereka
semua berambisi menjadi tokoh agung tersebut. Di
suatu pagi yang indah semua sahabat termasuk Umar
yang tidak pernah ingin menjadi pemimpin,
berkeinginan untuk terpilih. Ternyata Ali bin Abi
Taliblah yang menerima kesempatan besar tersebut. Ali
bin Abi Talib juga dianugerahi karena telah membunuh
Talha ibn' Uthman di perang Uhud pada bulan Syawal
tahun 3 (tiga) Hijriyyah (Januari 625 M)
:





: :
Talha bin 'Uthman pembawa
bendera kaum musyrik berkata," Wahai para golongan
sahabat Muhammad, engkau yang berkeyakinan bahwa
Tuhan akan mempercepat kami ke neraka dengan
pedang kalian, dan mempercepat kamu ke surga
melalui pedang kami. Sekarang siapakah yang sanggup
mempercepat diri kalian ke Surga karena pedang kami
atau mempercepat kami ke neraka dengan pedang
kalian? Ali akhirnya menerima tantangan tersebut,
bergerak cepat memukul mematahkan kakinya. Ia
jatuh hingga terlihat auratnya karena kain yang ia
kenakan tersingkap, dan memohon kepada Ali agar
takut kepada Allah dan meminta-minta menjadi
sahabatnya, lalu Ali meninggalkannya. Tiba-tiba Nabi
memekikan takbir demi melihat pemandangan tersebut
dan bertanya,"Apa yang membuatmu tidak
menghabisinya? Ali menjawab,"Ia memohon-mohon
padaku untuk memperhatikan Allah dan keluarga kami,
sehingga saya merasa enggan".[Al-Kamil fit-Tarikh 1 /
294] Thabrani murid Achmad bin 'Ali Abu al-Abbar
murid Umayyad murid Uthman ibn' Abdir-Rahman
murid Isma'il ibn Rashid bercerita tentang kematian 'Ali
ibn' Abi Talib, yang bertepatan dengan hari Jum'at 17
Ramadan tahun 40 Hijriyyah (24 January 661M): Konon
termasuk Hadits Ibnu Muljam dan shahabat-shabatnya
yang dilaknat Allah ialah: Memang Abdur-Rahman bin
Muljam, Al-Barku bin Abdillah dan Amer bin Bakr At-
Taimi mengadakan pertemuan di Makkah untuk
membahas tentang ihwal masyarakat umum dan
mencela perbuatan tokoh-tokoh besar Muslimiin.
Pembicaraan tersebut berkembang ke arah
pembahasan kepedulian mereka pada penduduk kota
Nahar yang dulu pernah diperangi Ali. Mereka berkata,
Demi Allah kita ini belum berjasa sebanyak tokoh-
tokoh (Khawarij) yang telah mendahului kita. Tokoh-
tokoh pendahulu kita telah menjadi dai yang mengajak
orang-orang agar beribadah pada Tuhan mereka, dan di
dalam beribadah mereka tidak takut caci-makian orang
mencaci-maki. Hendaklah kita-kita ini mengorbankan
diri-kita dengan cara mendatangi dan memastikan
tokoh-tokoh besar Muslimiin terbunuh, sebagai upaya
agar penduduk-kota kita tidak dendam dan agar
dendam pendahulu kita terbalas. Ibnu Muljam yang
konon sebagai penduduk Mesir berkata, Sayalah yang
membereskan urusan kalian berupa menghabisi Ali.
Al-Barku bin Abdillah berkata, Sayalah yang akan
membereskan urusan kalian berupa menghabisi
Muawiyyah bin Abi Sufyan. Amer bin Bakr At-Tamimi
berkata, Sayalah yang akan membereskan urusan
kalian berupa menghabisi Amer bin Ash. Tiga orang
yang terancam kematiannya ini tokoh besar ummat
Islam yang saat itu namanya menggetarkan dunia
karena saat itu zaman kejayaan Islam: Ali bin Abi
Thalib sebagai Khalifah yang sangat agung. Muawiyyah
sebagi Gubernur yang sangat berpengaruh karena
pernah menjadi sekretaris Rasulillah. Amer bin Ash
orang yang pernah diangkat sebagai panglima perang
oleh Abu Bakr, bahkan tergolong Umaraul-Ajnad
(semacam jendral besar). Mereka bertiga membuat
persekongkolan dan perjanjian rahasia yang diikat
dengan sumpah demi Allah tak seorangpun dari mereka
mem-batalkan rencananya sehingga berhasil
membunuh sasaran mereka masing-masing atau mati
karena rencana gila tersebut. Mereka bertiga
mengambil pedang untuk diberi racun, dan
membulatkan perjanjian bahwa masing-masing mereka
bertiga akan menyerang korban mereka tanggal 17
Ramadhan. Mereka bertiga pergi ke kota yang dihuni
oleh sasaran mereka masing-masing. Ibnu Muljam Al-
Muradi mendatangi sahabat-sahabatnya berada di kota
Kufah, namun ia menyembunyikan rencananya karena
takut akan ada yang mengetahuinya. Ibnu Muljam juga
mendatangi teman-temannya dari keluarga besar
Taimir-Rabab, yaitu sebuah keluarga besar yang pada
zaman perang An-Nahar banyak yang mati terbunuh.
Keluarga besar Taimir-Rabab membicarakan dan
mengasihani keluarga mereka yang meninggal dalam
peperangan tersebut. Kebetulan saat itu muncul
seorang wanita bernama Qatham binti Sachnah dari
keluarga besar Taimir-Rabab yang memendam dendam
pada Ali karena telah membunuh ayah dan saudara
laki-lakinya dalam perang Nahar tersebut. Konon
kecantikan Qatham binti Sachnah luar biasa
(sempurna). Karena kecantikan Qatham binti Sachnah
lah maka ia lupa dengan tujuan semula (tersihir). Ibnu
Muljam melamar Qatham binti Sachnah. Qatham binti
Sachnah menjawab, Saya tidak akan menikah
sehingga kau bisa mengobati sakit-hatiku. Ibnu
Muljam bertanya, Sebetulnya apa yang kau
inginkan?. Ia menjawab, Tiga ribu dinar dan budak
laki-laki dan biduanita dan bunuhlah Ali !. Ibnu
Muljam berkata, Berarti ini sebagai maskawin
untukmu. Namun apa betul kamu ingin Ali dibunuh?.
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abi Ayyasy Al-Muradi
berkata,
(Sebetulnya tidak ada

maskawin yang lebih mahal dari pada membunuh Ali
bin Abi Thalib ). Ia menjawab, Betul!. Pastikan
pembunuhan tersebut pada waktu-bulan-ghurrah
(sekitar tanggal 15)!. Jika kau berhasil maka kita
berdua puas, selanjutnya kita berdua hidup berbahagia
penuh manfaat. Namun jika kau yang mati terbunuh,
maka yang di sisi Allah jauh lebih baik dari pada dunia
dan perhiasan penghuninya. Ibnu Muljam berkata,
Sebetulnya kedatanganku kemari memang bertujuan
membunuh dia. Ia menjawab, Jika tekadmu telah
bulat kabarilah saya, saya akan menyuruh orang agar
membantu dan mendukungmu. Akhirnya Qatham
perintah lelaki dari keluarganya yang menyanggupinya
bernama Wardan. Ibnu Muljam mendatangi lelaki
(shahabat karibnya) dari keluarga besar Asyja
bernama Syabib bin Najdah untuk berkata, Bukankah
kau mau mendapatkan kejayaan dunia dan akhirat?.
Ia menjawab, Apa maksudmu?. Ibnu Muljam
menjawab, Membunuh Ali . Ia menjawab, Kau ini

gila.
Niscaya kau telah melakukan

kegilaan yang nyata. Apa mungkin kau bisa membunuh
dia?. Ibnu Muljam berkata, Saya akan bersembunyi di
waktu sahur. Jika ia telah keluar rumah untuk
mengimami shalat shubuh, maka saat itu juga kita
serang dan kita bunuh. Jika dalam rencana ini kita
selamat maka kita puas dan dendam kita telah terbalas,
namun jika kita mati maka pahala di sisi Allah jauh
lebih baik dari pada dunia dan perhiasan penghuninya.
Ia berkata, Kau memang harus kubantu. Tapi kalau
rencana ini ditujukan pada selain Ali niscaya urusannya
lebih ringan bagiku. Karena saya tahu sepenuhnya
bahwa jasa dia di dalam Islam sangat besar. Ia juga
termasuk shahabat Nabi yang awal. Terus terang dalam
hal ini saya merasa keberatan. Ibnu Muljam berkata,
Bukanakah kau sendiri tahu bahwa dia yang
memerangi penduduk Nahar yang tekun beribadah dan
shalat?. Ia menjawab, Betul. Ibnu Muljam berkata,
Kita membunuh dia karena membalaskan saudara-
saudara kita yang dia bunuh saat itu. Setelah Syabib
bin Najdah menyetujuinya, mereka bertiga segera
berpamitan, Kami semua telah mufakat akan
membunuh Ali, pada Qatham yang saat itu sedang
itikaf di dalam Masjid Agung. Qatham menjawab, Jika
kalian telah siap berangkat datanglah kemari lagi!.
Ibnu Muljam datang untuk berkata pada Qatham, Saya
dan dua teman saya telah berjanji akan bahwa masing-
masing kami akan membunuh seorang tokoh besar.
Tak lama kemudian Qatham minta kain sutra untuk
dibalutkan pada mereka bertiga, (mungkin untuk
memberi mereka support). Mereka bertiga mengambil
pedang mereka masing-masing lalu selanjutnya
berangkat menuju depan pintu yang biasanya
dipergunakan keluar oleh Ali. Akhirnya Ali keluar
untuk mengimami shalat shubuh sambil berkata,
Shalat shalat. Syabib bin Najdah bergerak cepat
menyerang Ali dengan pedang, namun pedangnya
menghantam gawan pintu atau ornament. Ibnu Muljam
bergerak cepat memukul ujung kepala Ali dengan
pedang. Wardan berlari cepat pulang ke rumahnya;
dikejar anak laki-laki ibunya. Lelaki tersebut memasuki
rumah Wardan di saat Wardan sedang melepas kain
sutra dan meletakkan pedangnya. Lelaki tersebut
bertanya, Ada apa dengan kain sutra dan pedang ini?.
Wardan terpaksa berterus terang padanya. Lelaki
tersebut bergegas pulang ke rumah untuk mengambil
dan menebaskan pedangnya hingga Wardan mati.
Syabib melarikan diri ke arah pintu-gerbang-pintu-
gerbang kota Kindah dikejar masya. Syabib roboh
bersimbah darah karena kakinya dipedang dan
dibanting oleh Uwaimir dari Chadhramaut. Ketika
masya pengejar Syabib telah makin dekat; saat itu
Syabib telah menguasai pedangnya. Uwaimir
membiarkan Syabib kabur dan memasuki kerumunan
masya dari pada dirinya terkena serangannya. Ibnu
Muljam jatuh saat melarikan diri dari kejaran lelaki dari
Hamdan yang biasa dipanggil Aba Adama karena
kakinya dipatahkan dengan pedang oleh lelaki tersebut.
Ali mendorong punggung

(Jadah bin Hubairah bin Abi Wahb) agar mewakili


mengimami jamaah shalat shubuh; sebagaian jamaah
berlarian dari segala penjuru untuk menyerang Ibnu
Muljam. Sejumlah orang melaporkan bahwa
Muhammad bin Chunaif berkata: Demi Allah, di malam
Ali bin Abi Thalib dipedang; saat itu saya shalat
bersama lelaki-lelaki kota tersebut di dalam Masjid
Agung tersebut, yaitu di dekat pintu-keluar rumah Ali
menuju Masjid. Di antara mereka ada yang sedang
berdiri, ada yang sedang rukuk, ada yang sedang sujud.
Mereka tak bosan-bosan melakukan shalat sejak awal
hingga akhir malam. Tiba-tiba Ali keluar pintu untuk
mengimami shalat shubuh sambil menyerukan, Shalat
shalat. Saya sendiri tidak tahu apakah lebih dulu ia
mengucapkan kalimat tersebut ataukah duluan kulihat
pedang-pedang mengkilap. Saya mendengar,




( Tiada hukum kecuali

kekuasaan Allah, bukan hakmu ya Ali, dan bukan hak
shahabat-shahabatmu). Lalu kulihat pedang
berkelebat. Lalu kulihat masya berdatangan. Saya
mendengar Ali perintah, Jangan sampai lelaki itu
lepas!. Sejenak kemudian masya dari segala penjuru
berlari cepat mengejarnya. Saya berada di dalam lokasi
tersebut hingga Ibnu Muljam tertangkap dan
dimasukkan ke rumah Ali bin Abi Thalib. Saya
memasuki rumah Ali mengikuti orang-orang. Tiba-tiba
saya mendengar Ali bin Abi Thalib berkata,

(Jiwa dibalas




dengan jiwa. Jika saya mati maka bunuhlah dia
sebagaimana memedangku)!. Namun jika saya masih
hidup, maka telah punya pandangan sebaiknya dia
diapakan?. Di saat Ibnu Muljam dibawa masuk ke
rumah Ali; Ali bertanya, Ya musuh Allah, bukankah
saya telah berbuat baik padamu?, bukankah saya telah
memperlakukan kamu dengan baik?. Ia menjawab,
Betul. Ali bertanya, Lalu apa yang mendorongmu
melakukan ini?. Saya telah mengasah pedangku
selama empat puluh shubuh lalu berdoa agar Allah
membunuh sejelek-jelek makhluq-Nya dengan pedang
ini. Ali berkata, Saya yakin kamu akan mati terbunuh
dengan pedang ini, dan kamu termasuk makhluq Allah
paling jelek. Konon dua tangan Ibnu Muljam diikat
erat hingga belikat di depan Chasan. Tiba-tiba putri Ali
bernama Ummu Kultsum menangis, Hai musuh Allah,
ayahku tidak apa-apa; sementara kamu akan dihinakan
oleh Allah. Ibnu Muljam menjawab, Kenapa kau
menangis?. Demi Allah pedang itu kubeli seharga
seribu (dinar), dan telah kuberi seribu racun. Kalau
pukulan pedangku ini melukai seluruh penduduk kota
ini pasti mereka tidak mampu bertahan hidup satu jam
pun. Namun ayahmu masih juga hidup hingga saat ini.
Ali berkata pada Chasan, Jika aku bertahan hidup, aku
telah mempunyai perhitungan. Namun jika aku mati
karena pukulan pedang ini, maka pukullah dengan
pedang sekali saja, jangan kau siksa. Sebab sungguh
aku pernah mendengar Rasulallah melarang menyiksa
meskipun pada anjing buas. Sebuah riwayat
menjelaskan bahwa Jundub bin Abdillah memasuki
rumah Ali untuk memohon, Jika kami kehilangan
tuan, maka kami akan berbaiat pada Chasan. Ali bin
Abi Thalib menjawab, Yang ini saya tidak perintah dan
tidak melarang, kalian yang lebih tahu. Ketika Ali bin
Abi Thalib telah wafat; Chasan perintah agar Ibnu
Muljam dibawa masuk ke rumahnya. Ibnu Muljam
berkata ketika telah masuk ke rumah Chasan,
Bolehkah saya minta sesuatu?, demi Allah sejak dulu
jika saya bersumpah pada Allah pasti saya laksanakan.
Saya pernah bersumpah pada Allah akan membunuh
Ali dan Muawiyyah, atau saya mati saat menyerang
mereka berdua. Jika kau setuju lepaskanlah saya agar
membunuh dia. Saya bersumpah pada Allah jika saya
gagal membunuhnya, saya akan menyerahkan
tanganku pada tanganmu. Sepertinya Ibnu Muljam
yakin sepenuhnya bahwa Chasan sangat benci
Muawiyyah bin Abi Sufyan, sehingga ia menawarkan
jasa membunuh Muawiyyah agar Chasan mau
melepaskannya. Chasan menjawab, Demi Allah tidak
bisa, atau kamu akan menyaksikan neraka. Chasan
perintah agar Ibnu Muljam diajukan untuk dibabat
kepalanya dengan pedang. Selanjutnya mayat tersebut
dimasukkan dalam bawari (tempat). Tak lama
kemudian masya membakarnya dengan api. Sebelum
itu Ali bin Abi Thalib telah berpesan, Ya keluarga
besar Abdul-Muthalib, jangan sampai terjadi suatu saat
nanti saya menjumpai kalian berkecimpung dalam
darahnya Muslimiin hanya karena beralasan ini kami
lakukan karena Amirul-Muminiin dibunuh, ini kami
lakukan karena Amirul-Muminiin dibunuh. Ingat, tidak
boleh ada yang dibunuh kecuali orang yang telah
membabatkan pedangnya padaku!. Luar biasa, di saat
kemarahan Ali bin Abi Thalib di puncak, ia masih bisa
berbicara dengan arif dan bijaksana. Sebetulnya wasiat
terakhir sebelum wafatnya panjang dan indah luar

biasa. Pantaslah jika Rasulullah pernah bersabda,





( Ia cinta Allah dan Rasul-
Nya; Allah dan Rasul-Nya cinta dia).
____________________________________________
______________________ Kontributor: Al-Mukarrom
Ustad KH. Shobirun Ahkam, pimpinan Pondok LDII
Mulyo Abadi, Sleman, Yogyakarta. sumber: www.ldii-
sidoarjo.org Facebook Twitter Google+ Stumble Digg
Tagged with: CERITA ISLAM KISAH KHALIFAH KISAH
NABI

Copy the BEST Traders and Make Money


: http://bit.ly/fxzulu

Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling awal


memeluk agama Islam (assabiqunal awwalun), sepupu
Rasullullah Saw., dan juga khalifah terakhir dalam
kekhalifahan Kulafaur Rasyidin menurut pandangan
Sunni. Namun bagi Islam Syiah, Ali adalah khalifah
pertama dan juga imam pertama dari 12 imam Syiah.
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab,
pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali
dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian
Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama
asli Haydar bin Abu Thalib. Namun Rasullullah Saw.
tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti
memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.

Ketika Rasullullah Saw. mulai menyebarkan Islam, Ali


saat itu berusia 10 tahun. Namun ia mempercayai
Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama
masuk Islam dari golongan anak-anak. Masa remajanya
banyak dihabiskan untuk belajar bersama Rasullullah
sehingga Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani,
dan bijak. Jika Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu,
maka Ali ibarat kunci untuk membuka gudang tersebut.

Saat Rasullullah Saw. hijrah, beliau menggantikan


Rasullullah tidur di tempat tidurnya sehingga orang-
orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali
dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah
az-Zahra. Ali tidak hanya tumbuh menjadi pemuda
cerdas, namun juga berani dalam medan perang.
Bersama Dzulfikar, pedangnya, Ali banyak berjasa
membawa kemenangan di berbagai medan perang
seperti Perang Badar, Perang Khandaq, dan Perang
Khaibar.

Setelah wafatnya Rasullullah, timbul perselisihan


perihal siapa yang akan diangkat menjadi khalifah.
Kaum Syiah percaya Nabi Muhammad telah
mempersiapkan Ali sebagai khalifah. Tetapi Ali
dianggap terlalu muda untuk
Advertisement

menjabat sebagai khalifah. Pada akhirnya Abu Bakar


yang diangkat menjadi khalifah pertama. Setelah
terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik Islam
menjadi kacau. Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam
dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali segera
menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-ramai,
menjadikannya khalifah pertama yang dibaiat secara
luas. Namun kegentingan politik membuat Ali harus
memikul tugas yang berat untuk menyelesaikannya.

Perang saudara pertama dalam Islam, Perang Siffin


pecah diikuti dengan merebaknya fitnah seputar
kematian Utsman bin Affan membuat posisi Ali sebagai
khalifah menjadi sulit. Beliau meninggal di usia 63
tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin
Muljam, seseorang yang berasal dari golongan
Khawarij (pembangkang) saat mengimami shalat
subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan
Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21
Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara
rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang
menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.
Selanjutnya kursi kekhalifahan dipegang secara turun
temurun oleh keluarga Bani Umayyah dengan khalifah
pertama Muawiyah. Dengan demikian berakhirlah
kekhalifahan Kulafaur Rasyidin.

Ali bin Abi Thalib ialah salah seorang sahabat


Rasulullah saw yang dijamin masuk syurga. Salah satu
kisah menakjubkan Ali bin Abi Thalib ialah
menyambungkan kembali tangan seorang hamba yang
terpotong tanpa meninggalkan bekas.
Tangan orang itu dipitong karena kesalahannya telah
mencuri. Ketika ia ditanya siapa yang telah memotong
tangannya, ia menjawab dengan bangga bahwa Ali lah
yang telah menghukumnya dengan memotong
tangannya.

Salman al-Farisi yang mendengar kata-kata hamba itu


kemudian mengabarkan hali tersebut kepada Sayyidina
Ali bin Abi Thalib. Beliau pun memanggil hamba itu dan
meletakkan tangannya ka atas siku hamba tersebut
serta menutupnya dengan kain sambil berdoa.
Kemudian terdengar suara yang memerintahkan kain
itu diangkat. Setelah diangkat, ajaib tangan itu kembali
tersambung seperi sedia kala tanpa ada bekas sama
sekali.

Dalam menganjurkan jihad, Sayyidina Ali bin Abi Thalib


sangat tegas. Seperti yang diriwayatkan oleh Thabrani
dari Zaid bin Wahab, Ali pernah bekhutbah di hadapan
kaum muslimin. Hai kaum muslimin, berpeganglah
kalian di jalan Allah demi untuk mencapai keridhaan-
Nya melawan kaum yang keluar dari agama dan
tenggelam dalam kesesatan. Persiapkan dirimu dengan
pasukan kuda dan bertakwalah engkau kepada Allah
karena Dia selalu bersama dengan orang-orang yang
bertawakkal

Kemudian dari Ibnu Abdil dari Abdul Wahid Dimsyiqy.


Katanya. Pada hari Shiffin, Khusyab al-Himyary
berteriak kepada Ali, Hai ibnu Abu Thalib, tinggalkan
negeri kami (Syam) dan kami akan meninggalkan
negerimu (Irak) karena kami tidak akan berperang
denganmu

Demi Allah, hai orang zalim, aku tidak akan


meninggalkan peperangan ini. Kalau aku tahu bahwa
Allah mengizinkan aku untuk mendiamkan suatu yang
mungkar pasti aku akan diamkan. Namun, Allah
menyuruh kami melarang kemungkaran selama mereka
mampu untuk berjihad fisabilillah sampai Allah
memberikan keputusan, tegas Ali.

Kisah masuknya Ali ke dalam islam juga cukup menarik.


Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib
datang ke rumah Nabi Muhammad saw, pada waktu itu
Rasulullah dan istrinya Siti Khadijah sedang shalat.
Seusai shalat, Ali bertanya, Muhammad, apakah yang
engkau lakukan itu?

Inilah agama Allah dan untuk itu Dia mengutus


utusan-Nya. Maka aku ajak engkau untuk masuk ke
jalan Allah Yang Maha Esa yang tidak ada sekutu bagi-
Nya dan hendaklah engkau kafir kepada patung Latta
dan Uzza, terang Nabi

Sesungguhnya ajakan ini sama sekali belum pernah


aku dengar sampai hari ini, tetapi untuk itu aku perlu
berunding dengan Ayahku Abu Thalib karena aku tidak
dapat memutuskan sesuatu tanpa dia

Nabi Muhammad saw mencegahnya, sebab khawatir


kabar ajarannya akan menyebar sebelum ada perintah
Allah untuk menyiarkannya. Hai Ali, jika engkau belum
mau masuk islam, simpanlah dulu kabar ini!

Kemudian pada suatu malam, Allah swt membukakan


pintu hati Ali untuk masuk islam. Ali segera menemui
Nabi dan berkata, Bagaimanakah ajakan yang engkau
sucikan itu, ya Muhammad?

Hendaklah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan,


kecuali Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya dan
hendaklah engkau kafir terhadap patung Latta dan
Uzza dan engkau tinggalkan agama berhala

Ajakan itu diterima oleh Ali dan beliau pun masuk


islam, namun, masih dengan ketakutan terhadap
ayahnya, Ali tetap merahasiakan keislamannya selama
beberapa waktu.

Ali bin Abi Thalib juga diberikan karunia akan


kemampuannya kebal terhadap panas dan dingin. Abu
Laila bertandang menemui Ali. Wahai Amirul
Mukminin, orang-orang memerhatikan sesuatu yang
aneh pada dirimu

Apa itu, wahai Abu Laila?

Pada hari yang panas, engkau keluar dengan memakai


pakain luar yang tebal. Namun, saat cuaca sedang
dingin, engkau malah memakai dua lapis baju tipis
tanpa melindungi diri dari rasa dingin

Bukankah engkau bersama kami waktu di Khaibar,


wahai Abu Laila? Tanya Ali

Benar, pada waktu itu aku bersamamu


Sesungguhnya Rasul mengutus Abu Bkar ke medan
peperangan, namun beliau terkalahkan. Lalu Rasul
mengirim Umar, namun beliau pun terkalahkan.
Rasulullah bersabda, Aku akan berikan bendera perang
ini kepada seorang pria yang mencintai Allah dan
Rasul-Nya. Ia bukan pengecut dan Allah akan
memenangkannya. Beliau menyuruh seseorang
memanggilku dan segera aku menemui Rasulullah.
Ketika itu, mataku sedang sakit dan tidak bisa melihat
apa pun. Rasulullah meludahi kedua mataku ini sambil
berdoa, Ya Allah, kebalkanlah ia dari panas dan dingin
sejak saat itu baik panas maupun dingin tidak pernah
menggangguku lagi
Ali bin Abi Thalib dilahirkan di Mekkah, daerah Hijaz,
Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab tahun 599 Masehi.
Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, seorang
pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari
Nabi Muhammad saw. Ali adalah sepupu dan sekaligus
mantu Muhammad, setelah menikah dengan Fatimah
az-Zahra. Haydar yang berarti Singa adalah harapan
keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang
dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani diantara
kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu
yang baru lahir diberi nama Haydar, Rasullulah Saw
terkesan tidak suka, karena itu mulai memanggil
dengan nama Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi
Allah). Ia pernah menjabat sebagai salah seorang
khalifah pada tahun 656 sampai 661.

You might also like