You are on page 1of 4

Awal Mula Bahasa Indonesia

Mungkin sejarah bahasa Indonesia pertama ditemukan di sekitar pesisir pulau Sumatera bagian
tenggara, dimana yang ditemukan adalah aksara pertama bahasa Melayu atau Jawi. Temuan tersebut
kemudian mengindikasikan adanya penyebaran bahasa ini ke hampir seluruh tempat di Nusantara dari
tempatnya ditemukan. Hal ini tidak lepas dari campur tangan kerajaan Sriwijaya yang saat itu menjadi
penguasa jalur perdagangan di area Nusantara.

Sejarah dan Asal Usul Bahasa Indonesia


Nama Melayu muncul dari nama sebuah kerajaan yang didirikan di Jambi tepatnya di Batang Hari,
bernama kerajaan Malayu. Di kerajaan ini, diketahui bahwa bahasa Melayu masyarakat Jambi secara
keseluruhan menggunakan dialek o, dimana akhir kalimat yang diakhiri dengan alfabet a akan diubah
menjadi o seperti misalnya kemano yang merupakan dialek o dari kata kemana. Nantinya, dialek
Melayu ini akan terus berkembang dan menjadi semakin banyak ragamnya seiring semakin banyaknya
tempat yang menggunakan dialek ini. Dalam perkembangannya, penggunaan kata Melayu sendiri
akhirnya menjadi jauh lebih luas dibandingkan daerah kerajaan Malayu yang hanya mencakup sebagian
kecil dari pulau Sumatera. Hal ini disebut dalam Kakawin Negarakertagama sebagai asal-usul mengapa
pulau Sumatera memiliki sebutan lain sebagai Bumi Melayu.

Kakakwin=syair dalam Bahasa kuno dengan pola Bahasa tiap barisnya dari india. Kakawin Negara
kertagama= kakawin yang paling termahsyur karya empu Papanca. Nagarakretagama artinya adalah
"Negara dengan Tradisi (Agama) yang suci"

Sejarah bahasa Indonesia baru menjadi resmi ketika pada awal abad ke-20, mulai ada perpecahan
bentuk baku tulisan pada bahasa Melayu. Pada tahun 1901, Indonesia yang masih menjadi Hindia-
Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan Persekutuan Tanah Melayu yang nantinya menjadi bagian
dari Malaysia mengadopsi ejaan Wilkinson 3 tahun setelahnya.

Commissie Voor de Volkslectuur atau Komisi Bacaan Rakyat (KRB) dibentuk pemerintah Belanda sebagai
bentuk intervensi pada tahun 1908 dan nantinya akan berubah nama menjadi nama yang dikenal baik
sebagai Balai Poestaka. Dengan D.A. Rinkes sebagai pimpinannya, KRB menjalankan sebuah program
pada tahun 1910, yaitu pembuatan perpustakaan kecil di tiap sekolah pribumi dan fasilitas-fasilitas
pemerintah yang diberi nama program Taman Poestaka.

Akibat program Taman Poestaka yang diluncurkan oleh pemerintah Belanda, terjadi perkembangan yag
pesat dimana 700 perpustakaan telah terbangun pada tahun 1912. Program ini melahirkan berbagai
anak bangsa yang hobi mencari ilmu dan membaca yang akhirnya menuntun pada terjadinya Sumpah
Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Sumpah Pemuda memainkan peran penting dalam sejarah bahasa Indonesia, terutama penggunaannya
sebagai bahasa Nasional. Sumpah Pemuda sendiri sebenarnya adalah hasil putusan yang diterima dari
Kongres Pemuda Kedua pada tanggal 87 dan 28 Oktober 1928. Dalam salah satu isi Sumpah Pemuda
tertuliskan bahwa pemuda dan pemudi Indonesia memutuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pemersatu bangsa. Pada kongres ini juga Muhammad Yamin mengatakan bahwa ada
dua kemungkinan bahasa yang bisa menjadi bahasa persatuan yaitu Jawa dan Melayu, dan Yamin
berpendapat bahwa bahasa Melayu yang akan menjadi bahasa pergaulan.

Penyempurnaan Ejaan
Bahasa Indonesia mengalami beberapa kali pengubahan ejaan, dimana ejaan pertama diberi nama
ejaan van Ophuijsen. Ejaan ini merupakan ejaan Melayu yang dituliskan menggunakan huruf Latin, dan
disusun oleh Charles van Ophuijsen serta Nawawi Soetan Mamoer & Moehammad Taib Soetan Ibrahim
sebagai pembantunya dalam penyusunan ejaan ini pada tahun 1896. Ciri khas ejaan ini adalah:

Ejaan ini menggunakan sebagai pembeda huruf i yang digunakan untuk akhiran serta sebagai
pengganti huruf y.
Penggunaan huruf j sebagai pengganti y dalam kata-kata: jang, sajang, pajah, dan lainnya.
Penggunaan huruf oe sebagai pengganti u dalam kata-kata: goeroe, boeang, dan semacamnya.
Penggunaan diakritik seperti petik satu untuk mengganti huruf k seperti misalnya pada:
mamoer, ta, pa, dan lain-lain.

Ejaan pengganti Ophuijsen adalah ejaan Republik yang dikenal juga dengan nama ejaan Soewandi. Ejaan
ini diresmikan pada 19 Maret 1947 dan memiliki ciri sebagai berikut:

Huruf oe tidak lagi digunakan, dan mulai menggunakan huruf u.


Penggunaan petik satu untuk bunyi sentak digantikan dengan huruf k seperti misalnya: sentak,
tidak, tak, dan lain sebagainya.
Penggunaan angka 2 untuk kata yang diulang seperti: main2, makan2, dan lain-lain.
Tidak adanya perbedaan antara awalan di- dengan kata depan di.

Ejaan yang Disempurnakan (EYD) diresmikan pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden dan menjadi
dasar penulisan yang berlaku hingga saat ini. Dalam ejaan ini, ada beberapa hal berubah:

Penggunaan huruf c yang menggantikan tj seperti misalnya pada kata-kata: tjontoh, tjandra,
tjatjing, dan lainnya.
Dj digantikan dengan huruf j.
Penggantian ch menjadi kh.
Pengubahan penulisan nj menjadi ny.
Perubahan sj menjadi sy, dan yang terakhir
Perubahan j menjadi y.
Sejarah bahasa Indonesia merupakan sebuah sejarah perjuangan suatu bangsa untuk menetapkan
eksistensinya di mata negara lain. Perjuangan bangsa Indonesia untuk menjadikan bahasa Indonesia
menjadi bahasa Nasional bukanlah perkara mudah, mengingat Indonesia sempat dijajah berkali-kali, dan
hal itu mengubah cara pengejaan kata per kata meskipun tidak begitu signifikan.

Ejaan yang Disempurnakan (EYD) belum lama ini mengalami perubahan menjadi Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) pada tahun 2016. Perubahan ini dilakukan sebagai dampak meluasnya
ranah pemakaian bahasa seiring kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan seni.
Ada tiga hal perubahan yang terjadi pada PUEBI. Perubahan tersebut meliputi
penambahan huruf diftong, Huruf diftong yang ditambahkan ke PUEBI adalah ei. Penambahan
ini, terjadi karena bahasa Indonesia banyak menyerap istilah dari bahasa asing, sehingga kini
ada empat diftong dalam bahasa Indonesia yakni ai, au, ei, dan oi. Diftong ei ditambahkan
karena bahasa Indonesia menyerap kosakata dari berbagai bahasa asing dan banyak istilah asing
tersebut yang pakai ei, seperti pada kata survei. Jadi, sudah seharusnya diftong ini diserap
penggunaan huruf tebal, Penggunaan huruf tebal ini belum diatur pada ejaan bahasa Indonesia
sebelumnya. Pada PUEBI, huruf tebal ini dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang ditulis
miring serta untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab.
penggunaan huruf kapital. Pada ejaan bahasa Indonesia sebelumnya tidak diatur bahwa unsur
julukan ditulis dengan awal huruf kapital. Kini, aturan tersebut terdapat pada PUEBI.

Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :

1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa
perdangangan.
2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal
tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3. Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti
yang luas.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan
fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh
berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1.Sumber dari bahasa indonesia adalah bahasa melayu

2.Bahasa Indonesia secara sosiologis resmi digunakan sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28
Oktober 1928. Namun secara

3.Yuridis Bahasa Indonesia di akui setelah kemerdekaan Indonesia yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945.

4.Bahasa Melayu di angkat menjadi bahasa indonesia karena bahasa melayu telah digunakan sebagai
bahasa pergaulan (lingua franca) di nusantara dan bahasa melayu sangat sederhana dan mudah
dipelajari serta tidak memiliki tingkatan bahasa.

You might also like