You are on page 1of 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ada sekitar 46 juta jiwa yang menderita penyakit Alzheimer di dunia,
dan sebanyak 22 juta jiwa di antaranya berada di Asia. Di negara maju seperti
Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut
penderita penyakit alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat hampir
4 kali pada tahun 2050. Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan
hidup pada masyarakat di negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut
usia juga bertambah.
Demensia Alzheimer adalah gangguan penurunan fisik otak yang
mempengaruhi emosi, daya ingat dan pengambilan keputusan dan biasa
disebut pikun (Menkes RI,2016). Kepikunan seringkali dianggap biasa dialami
oleh lansia sehingga alzheimer seringkali tidak terdeteksi, padahal gejalanya
dapat dialami sejak usia muda (early on-set demensia) dan deteksi dini
membantu penderita dan keluarganya untuk dapat menghadapi pengaruh
psiko-sosial dari penyakit ini dengan lebih baik.
Penyakit Alzheimer paling sering ditemukan pada orang tua berusia >
65 tahun, tetapi dapat juga menyerang orang yang berusia sekitar 40 tahun.
Berikut adalah peningkatan persentase Penyakit Alzheimer seiring dengan
pertambahan usia, antara lain: 0,5% per tahun pada usia 69 tahun, 1% per
tahun pada usia 70-74 tahun, 2% per tahun pada usia 75-79 tahun, 3% per
tahun pada usia 80-84 tahun, dan 8% per tahun pada usia > 85 tahun.
Di Indonesia estimasi jumlah penderita penyakit Alzhemeir pada tahun
2013 mencapai satu juta orang. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat
drastis menjadi dua kali lipat pada tahun 2030, dan menjadi empat juta orang
pada tahun 2050. Bukannya menurun, tren penderita Alzheimer di Indonesia
semakin meningkat setiap tahunnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Alzheimer ?
2. Bagaimana epidemiologi penyakit Alzheimer di Indonesia?
3. Apa faktor risiko penyakit Alzheimer?
4. Bagaimana riwayat alamiah penyakit Alzheimer?
5. Apa gejala yang ditimbulkan oleh penyakit Alzheimer?
6. Bagaimana upaya pencegahan penyakit Alzheimer?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang penyakit Alzheimer.
2. Mengetahui epidemiologi penyakit Alzheimer di Indonesia.
3. Mengetahui faktor risiko penyakit Alzheimer.
4. Memahami riwayat alamiah penyakit Alzheimer.
5. Mengetahu tentang gejala yang ditimbulkan penyakit Alzheimer.
6. Mengetahui dan memhami upaya pencegahan penyakit Alzheimer.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Alzheimer


Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan
gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan
kemampuan untuk merawat diri (Brunner & Suddart, 2002).

2
Sedangkan menurut Paskalis (2016), penyakit alzheimer adalah penyakit
degeneratif otak dan penyebab paling umum dari demensia. Hal ini ditandai
dengan penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah dan keterampilan
kognitif lainnya yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan
kegiatan sehari-hari. Penurunan ini terjadi karena sel-sel saraf (neuron) di
bagian otak yang terlibat dalam fungsi kognitif telah rusak dan tidak lagi
berfungsi normal.

Gambar Perbandingan Otak Normal dan Alzheimer

Sumber: http://alchapheed.blogspot.co.id/2012/11/alzheimer.html

Pada penyakit alzheimer, kerusakan saraf akhirnya mempengaruhi bagian


otak yang memungkinkan seseorang untuk melaksanakan fungsi tubuh dasar
seperti berjalan dan menelan (Alzheimers Association, 2015). Pada akhirnya
penderita dapat mengalami kematian setelah beberapa tahun karena
kemampuan motoriknya sudah tidak berfungsi lagi.

2.2 Epidemiologi Penyakit Alzheimer di Indonesia

3
Penyakit alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara
epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia
kurang 58 tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok yang
menderita pada usia lebih dari 58 tahun disebut sebagai late onset. Penyakit
alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai setelah berusia
40 tahun keatas. Sedangkan di Indonesia diperkirakan jumlah usia lanjut
berkisar 18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi penyakit
alzheimer belum diketahui dengan pasti. Hal yang terpenting yang merupakan
faktor risiko dari penyakit Alzheimer adalah umur yang tua dan riwayat
penyakit keluarga. Frekuensi dari penyakit Alzheimer akan meningkat sekitar
20-40% dari populasi usia lebih dari 85 tahun. Wanita merupakan faktor
resiko gender yang lebih beresiko terutama wanita usia lanjut. Sekitar 5,5 juta
orang di Amerika Serikat yang menderita penyakit Alzheimer, penurunan
ingatan dan gangguan kognitif lainnya dapat mengarah pada kematian sekitar
3-9 tahun setelah didiagnosis.
Insidensi demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya
usia. Setelah usia 65 tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat
setiap pertumbuhan usia lima tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia
pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6%. Penyebab tersering
demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit Alzheimer,s
edangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular. Proporsi perempuan yang
menderita penyakit Alzheimer lebih tinggi dibandingkan laki-laki (sekitar 2/3
pasien adalah perempuan). Hal ini disebabkan perempuan memiliki harapan
hidup lebih baik dan bukan karena perempuan lebih mudah menderita
penyakit ini. Tingkat pendidikan yang rendah juga disebutkan berhubungan
dengan risiko terjadinya penyakit Alzheimer.

4
2.3 Faktor Risiko Alzheimer
Faktor risiko berasal dari karakteristik individu, lingkungan dan genetic
yang berkontribusi di dalam perkembangan penyakit. Faktor risiko umunya
bukan penyebab dari penyakit tersebut. Faktor risiko menggambarkan tentang
sesuatu yang dapat meningkatkan risiko di dalam perkembangan penyakit
Alzheimer. Faktor risiko pada penyakit Alzheimer umumnya terbagi menjadi
2 yaitu modifiable factors atau factor yang bisa diubah/dicegah dan non-
modifiable factors yaitu factor yang tidak bisa diubah.

1. Modifiable Factors
a. Faktor risiko untuk penyakit kardiovaskuler dan Alzheimer
Kadar kolesterol tinggi dalam darah, tekanan darah tinggi, diabetes,
merokok dan obesitas merupakan faktor risiko utama yang dapat
dimodifikasi untuk penyakit kardiovaskular, termasuk penyakit
jantung dan stroke. Faktor risiko penyakit kardiovaskular merupakan
faktor risiko penyakit Alzheimer dan demensia vaskular. Faktor risiko
kardiovaskular ini lebih sering terjadi pada kelompok usia lanjut.
b. Rokok
Merokok secara teori dapat dikatikan dengan munculnya berbagai
penyakit seperti kanker, penyakit kardiovaskuler dan kanker. Bukti
dari penelitian menunjukkan bahwa perokok berrisiko 45% terkena
penyakit Alzheimer lebih tinggi daripada non-perokok maupun
mantan perokok. Penelitian juga menunjukkan bahwa rokok juga
dapat meningkatkan risiko terkena dementia.
c. Tekanan Darah Tinggi

5
Individu yang memiliki tekanan darah tinggi pada usia
muda/produktif cenderung mengalami demensia dibandingkan
mereka yang memiliki tekanan darah normal. Tekanan darah tinggi
mempengaruhi kinerja antung, arteri dan sirkulasi darah sehingga
meningkatkan risiko penyakit Alzheimer, terutama demensia vascular.
Penelitian telah menunjukkan bahwa mencegah tekanan darah ringgi
dengan aktivitas fisik dan diet sehat dapat menurnukan risiko.
d. Diabetes
Penelitian telah menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 pada usia muda
dikaitkan dengan peningkatan risiko Alzheimer, demensia vascular
dan kerusakan kognitif. Orang yang memiliki diabetes tipe 2 rata-rata
dua kali lebih mungkin mengalami demensia dibandingkan mereka
yang tidak menderita diabetes.
e. Kolestrol Tinggi
Orang dengan kadar kolestrol tinggi pada usia muda cenderung
mengalami demensia dibandingkan dengan mereka yang memiliki
kolestrol normal. Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang
mendapatkan pengobatan kolestrol dengan obat statin memiliki
risiko demensia yang lebih rendah.
f. Obesitas dan kurang gerak fisik
Obesitas dan kurangnya aktivitas fisik merupakan factor risiko
penting untuk diabetes dan tekanan darah tinggi. Obesitas pada usia
muda dapat meningkatkan risiko demensia dan penyakit Alzheimer.
g. Alkohol
Alkohol berada di peringkat kelima di antara faktor risiko kematian
dan kecacatan yang paling penting di seluruh dunia dan dikaitkan
dengan faktor penyebab lebih dari 200 penyakit dan cedera, termasuk
penyakit tidak menular seperti sirosis hati, beberapa jenis kanker dan
penyakit kardiovaskular. Orang yang mengkonsumsi alkohol secara
moderate memiliki risiko terkena demensia yang paling rendah.
Mereka yang tidak mengkonsumsi alkohol sama sekali memiliki
risiko sedikit lebih tinggi. Mereka yang minum berlebihan memiliki
resiko tertinggi.
h. Depresi
Orang yang mengalami depresi di kemudian hari atau memiliki
riwayat depresi mungkin mengalami demensia. Namun, hubungan

6
antara depresi dan demensia masih belum jelas. Banyak peneliti
percaya bahwa depresi adalah faktor risiko demensia, sementara studi
lain mengatakan bahwa depresi merupakan gejala awal
demensia/Alzheimer.
i. Cidera kepala
Orang yang mengalami cedera kepala yang parah atau berulang
berisiko mengalami demensia. Ada kemungkinan bahwa endapan
yang terbentuk di otak akibat cedera terkait dengan timbulnya
demensia.
2. Non-modifiable factors
a. Usia
Penyakit Alzheimer bukanlah sesuatu yang normal dari proses
penuaan namun usia merupakan faktor risiko paling kuat untuk
penyakit Alzheimer. Beberapa orang berusia 40-an atau 50-an,
didiagnosis dengan penyakit awitan muda (awal). Setelah usia 65
tahun, risiko penyakit Alzheimer meningkat kira-kira setiap lima
tahun. Semakin tua usia, semakin tinggi risikonya - 1 dari 20 orang
Kanada berusia di atas 65 dan 1 dari 4 di antara mereka yang berusia
di atas 85 memiliki penyakit Alzheimer. Sudah banyak penelitian yang
mengatakan bahwa penuaan dapat mengganggu mekanisme perbaikan
diri tubuh, termasuk di otak. Dan banyak faktor risiko kardiovaskular
meningkat seiring bertambahnya usia, seperti tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, dan kolesterol tinggi
b. Riwayat keluarga dan genetic
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer
ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan
garis pertama pada keluarga penderita alzheimer mempunyai resiko
menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok
kontrol normal Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer
dengan familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom
21 diregio proximal log arm, sedangkan pada familial late onset
didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada
penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21,
setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT),

7
senile plaque dan penurunan Marker kolinergik pada jaringan otaknya
yang menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita
alzheimer. Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar
menunjukkan 40-50% adalah monozygote dan 50% adalah dizygote.
Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik berperan dalam
penyaki alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa
penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini
menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan
ekspresi genetika pada alzheimer
c. Gender
Ada beberapa pendapat bahwa wanita cenderung terjangkit penyakit
Alzheimer daripada pria. Namun penelitian ini masih belum secara
konsisten menunjukkan kebenarannya.
d. Lain-lain
Beberapa kondisi medis lain dapat meningkatkan seseorang terkena
demensia/Alzheimer termasuk penyakit Parkinson, multiple sclerosis,
penyakit ginjal kronis dan HIV. Down Syndrome dan beberapa
disabilitas kognitif lainnya juga meningkatkan risiko seseorang
terkena demensia.

2.4 Riwayat Alamiah Alzheimer


a. Tahap Pre Patogenesis
Pada tahap ini penderita masih dalam keaadan sehat namun penderita
mempunyai faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit Alzheimer.
b. Tahap Sub Klinis
Pada tahap ini Alzheimer mungkin terlihat biasa seperti tanda-tanda
normal dari penuaan dan kehilangan sedikit memori seiring
bertambahnya usia, tahap ini benar-benar terlihat biasa seperti penuaan
normal.
c. Tahap Penyakit Dini
Pada tahap ini Alzheimer ditandai dengan apa yang disebut Asosiasi
Alzheimer sebagai penurunan kognitif ringan. Pada tahap ini dokter
mungkin akan melihat beberapa tanda-tanda Alzheimer dan bahkan

8
mungkin bisa mendiagnosa ini sebagai tahap awal Alzheimer. Ciri- ciri
stadium awal penyakit ini adalah pasien mulai mengalami kehilangan
memori maupun fungsi kognitif lainnya, tapi pasien masih dapat
mengkompensasinya dan masih dapat berfungsi secara normal dan
independen dengan sedikit pertolongan. Sikap apatis dan kecenderungan
menarik diri yang merupakan gambaran di semua fase, mulai timbul di
fase ini. Penderita pada stadium awal menunjukkan gejala kesulitan
dalam berbahasa, mengalami kemunduran daya ingat secara bermakna,
disorientasi dalam waktu, tersesat di tempat yang dikenal, sulit membuat
keputusan, kehilangan inisiatif dan motivasi, menunjukkan gejala depresi
dan agitasi, dan kehilangan minat dalam hobi dan aktivitas.

Selanjutnya, penderita akan mengalami stadium menengah yaitu


penurunan fungsi dari berbagai sistem tubuh pada saat yang bersamaan
dan membuat ketergantungan pada orang lain yang merawat menjadi
meningkat. Penderita pada stadium menengah menunjukkan gejala
mudah lupa yang sering terutama pada peristiwa baru dan nama orang,
tidak dapat mengelola kehidupan sendiri, sangat bergantung pada orang
lain, membutuhkan bantuan untuk kebersihan diri, makin sulit berbicara,
mengalami gangguan perilaku, tersesat di rumah sendiri, dan dapat
menunjukkan halusinasi.
d. Tahap Penyakit Lanjut
Pada tahap lanjut penyakit Alzheimer ini adalah dapat dijumpai
kemunduran kepribadian, gejala kognitif dan fisik memberat. Penderita
pada stadium akhir menunjukkan gejala ketidakmandirian yang total,
tidak mengenali lagi anggota keluarganya, sulit memahami dan menilai
peristiwa, tidak mampu menemukan jalan di sekitar rumah sendiri,
kesulitan berjalan, mengalami inkontinensia buang air kecil dan besar,
menunjukkan perilaku tidak wajar di masyarakat, dan akhirnya
bergantung pada kursi roda atau tempat tidur.
e. Tahap Terminal

9
Dengan adanya pengobatan dan terapi-terapi yang dilakukan dapat
meningkatan kesembuhan dan harapan hidup bagi pasien pederita
penyakit Alzheimer.

2.5 Gejala Alzheimer


10 Gejala Umum Demensia Alzheimer yaitu:
a. Pertama, gangguan daya ingat. Gejalanya diakibatkan karena sering
lupa akan kejadian yang baru saja terjadi, lupa janji, menanyakan dan
menceritakan hal yang sama berulang kali, dan lupa tempat parkir
dimana.
b. Kedua, gejala Alzheimer adalah sulit fokus yaitu sulit melakukan
aktivitas pekerjaan sehari-hari, lupa cara memasak, mengoperasikan
telepon, tidak dapat melakukan perhitungan sederhana, bekerja dengan
waktu yang lebih lama dari biasanya.
c. Ketiga, sulit melakukan kegiatan familiar, yaitu seringkali sulit
merencanakan atau menyelesaikan tugas sehari-hari bingung cara
mengemudi, sulit mengatur keuangan.
d. Keempat, disorientasi, bingung akan waktu (tanggal, hari-hari penting),
bingung dimana mereka berada dan bagaimana mereka sampai disana,
tidak tahu jalan kembali ke rumah.
e. Kelima, kesulitan memahami visuospasial yaitu sulitnya membaca,
mengukur jarak, membedakan warna, membedakan sendok/garpu, tidak
mengenali wajah sendiri dicermin, menabrak cermin, menuangkan air
digelas namun tumpah/tidak tepat penuangannya.
f. Keenam, gejala Alzheimer dapat juga dikenali melalui gangguan
berkomunikasi, yaitu kesulitan berbicara dan mencari kata yang tepat
untuk menjelaskan suatu benda, seringkali berhenti di tengah
percakapan dan bingung untuk melanjutkannya.
g. Ketujuh, menaruh barang tidak pada tempatnya dan kadang curiga ada
yang mencuri atau menyembunyikan barang tersebut, juga termasuk
gejala Demensia Alzheimer.

10
h. Kedelapan, salah membuat keputusan, seperti kesulitan berbicara dan
mencari kata yang tepat untuk menjelaskan suatu benda seringkali
berhenti ditengah jalan dan sulit untuk melanjutkan kembali.
i. Kesembilan, menarik diri dari pergaulan, tidak memiliki semangat
ataupun inisiatif untuk melakukan aktivitas atau hobby yang biasa
dinikmati, tidak terlalu semangat untuk pergi bersosialisasi.
j. Kesepuluh, yaitu adanya perubahan perilaku dan kepribadian, emosi
berubah seara drastis, menjadi bingung, curiga, depresi, takut atau
tergantung yang berlebihanpada anggota keluarga, mudah kecewa,
marah dan putus asa baik di rumah maupun dalam pekerjaan.

2.6 Upaya Pencegahan Alzheimer


a. Mencegah Penyakit Alzheimer dengan Konsumsi Asam lemak Omega 3
Sebuah studi yang dilakukan University of California, Irvine,
menemukan sejenis asam lemak omega-3 yang disebut decosahexaenoic
acid (DHA) dapat membantu memperlambat perkembangan 2 jenis lesi
otak yang berkaitan dengan penyakit alzheimer. Makanan kaya DHA dapat
membantu mencegah pengembangan penyakit alzheimer di saat usia
menua. Dalam studi dengan tikus yang dimodifikasi secara genetik, para
ahli menemukan bahwa DHA dapat memperlambat penimbunan tau
(sejenis protein yang menyebabkan pengembangan kekacauan
neurofibrillary, salah satu dari dua pertanda lesi otak Alzheimer) dan dapat
menurunkan kadar protein beta amyloid yang dapat menggumpal di otak
dan membentuk plak (lesi jenis lain yang berkaitan dengan Alzheimer).
Sumber yang baik untuk DHA adalah telur, dan beberapa jenis ikan
laut dalam, seperti salmon, trout, dari tuna. Omega-3 dapat meningkatkan
serotonin, senyawa kimia yang dapat menyehatkan otak sehingga dapat
menghambat terjadinya alzheimer. Kadar DHA yang rendah berhubungan
dengan berbagai gangguan pada otak. Penurunan kadar DHA juga
berkaitan dengan gangguan kemampuan kognitif yang berkaitan
dengan penuaan.
Menurut para ahli, perubahan sederhana dalam pola konsumsi
makan dapat mengubah cara kerja otak dan melindungi otak dari patologi

11
penyakit alzheimer. DHA bekerja dengan menurunkan kadar presenillin,
sejenis enzim yang memisahkan beta amyloid dari protein prekursor
amyloid. Apabila ditambah dengan stimulasi mental, olahraga, asupan
makanan yang lain, menghindari stres dan merokok, dapat mencegah
penyakit ini secara bermakna.
b. Mengonsumsi Vitamin dan Mineral
Selain konsumsi Omega 3 yang dapat mencegah alzheimer,
Vitamin yang berguna bagi otak adalah kelompok vitamin B. Kelompok
vitamin B memiliki manfaat dan diperlukan tubuh, antara lain untuk
mengubah makanan menjadi energi otak dan memperbaiki jaringan otak.
Dengan demikian, ketajaman berpikir dapat dipertahankan. Vitamin ini
bisa diperoleh dari beras gandum kentang pisang juga daging dan kerang-
kerangan.
Selain itu, adapun vitamin lainnya yakni vitamin E yang dapat
diperoleh dari makanan juga sangat penting dalam mencegah penyakit
Alzheimer. Orang yang pola konsumsinya kaya vitamin E
berkemungkinan lebih kecil mengembangkan demensia saat usianya
bertambah tua dan mempunyai resiko alzheimer yang 70% lebih rendah.
Sebab, vitamin E dapat mencegah radikal-radikal bebas merusak sel-sel
otak.
Banyak penelitian menemukan bahwa kekurangan gizi memiliki
pengaruh terhadap daya pikir. Untuk mengatasinya, dianjurkan makan
sereal yang mengandung vitamin dan mineral. Kekurangan cairan
(dehidrasi) juga berpengaruh pada otak dan membuat orang mudah emosi.
Mekanisme rasa haus pada lansia sangat rendah sehingga mereka kurang
menyadari kebutuhan air. Salah satu tanda dehidrasi adalah mental
confuse. Selain makanan, masalah memori bisa disebabkan oleh
penyerapan yang menurun. Tubuh lansia mulai kurang efisien dalam
menyerap zat gizi. Karena itu, meskipun kebutuhan kalori berubah,
penambahan zat gizi tetap diperlukan untuk mempertajam pikiran.
c. Melakukan Olahraga dan Aktifitas yang Merangsang Otak
Beberapa penelitian terbaru mengindikasikan bahwa menjaga
kesehatan kardiovaskular, seperti menurunkan berat badan, olahraga, dan
menjaga tekanan darah dan kolesterol, dapat mencegah penyakit

12
Alzheimer. Latihan fisik yang teratur dapat memulihkan kelancaran aliran
darah ke otak. Aliran darah ke otak menurun rata-rata 23% antara usia 33-
62 tahun. Kurangnya darah berarti kurangnya aliran oksigen dan glukosa
ke otak. Sehingga otak kekurangan energi untuk melakukan pembakaran.
Dengan membentuk pola latihan teratur sedini mungkin, masalah
kardiovaskular ini bisa dikurangi, ditunda, atau disingkirkan. Walaupun
faktor-faktor seperti masalah keturunan berperan dalam penyakit
kardiovaskular, kita juga melihat manfaat latihan dalam meningkatkan
darah ke otak. Oleh sebab itu, olahraga dan aktifitas-aktifitas lain untuk
penyegaran tubuh dan pengaliran oksigen ke otak sangatlah penting untuk
mencegah penyakit Alzheimer.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan
gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan
kemampuan untuk merawat diri (Brunner & Suddart, 2002). Sedangkan
menurut Paskalis (2016), penyakit alzheimer adalah penyakit degeneratif otak
dan penyebab paling umum dari demensia.
Penyakit alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara
epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia
kurang 58 tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok yang
menderita pada usia lebih dari 58 tahun disebut sebagai late onset. Penyakit
alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasus dijumpai setelah berusia
40 tahun keatas. Sedangkan di Indonesia diperkirakan jumlah usia lanjut

13
berkisar 18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi penyakit
alzheimer belum diketahui dengan pasti.
Faktor risiko berasal dari karakteristik individu, lingkungan dan genetic
yang berkontribusi di dalam perkembangan penyakit. Faktor risiko pada
penyakit Alzheimer umumnya terbagi menjadi 2 yaitu modifiable factors atau
factor yang bisa diubah/dicegah dan non-modifiable factors yaitu factor yang
tidak bisa diubah.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan dengan dengan konsumsi asam
lemak Omega 3, mengonsumsi vitamin dan mineral dan juga dengan
melakukan olahraga dan aktifitas yang merangsang otak.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung
jawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

Alzheimers Association International Conference (AAIC). 2015.


www.alzforum.org. Diakses pada 30 April 2017.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta: EGC.
Canada, A. S. (2015). Risk Factors of Alzheimer Disease. Alzheimer Society of
Canada, 1-4.
Cummings JL. Alzheimers Disease. N English J Med. 2004 ; 351:56-67
Japardi, I. (2002). Penyakit Alzheimer. Fakultas Kedokteran Bagian BEdah
Universitas Sumatera Utara.
Japardi, Iskandar. 2012. PENYAKIT ALZHEIMER. Fakultas Kedokteran Bagian
Bedah. Sumatera Utara.

14
Kemenkes RI. 2016. Lansia yang Sehat, Lansia yang Jauh dari Demensia.
http://www.depkes.go.id/article/print/16031000003/menkes-lansia-yang-
sehat-lansia-yang-jauh-dari-demensia.html. Diakses 8 April 2017
Kemenkes Kenali 10 Gejala Umum Demensia Alzheimer dari sekarang
www.depkes.go.id Diakses pada 30 April 2017
Menteri Kesehatan. 2015. Strategi Nasional, Penanggulangan Penyakit Alzheimer
dan Demensia lainnya: Menuju Lanjut Usia Sehat Dan Produktif. Jakarta:
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI.
Paskalis, Gio Vanni. 2016. Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan
Bangunan Rehabilitasi Alzheimer di Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas
Atma Jaya Yogyakarta.
Widiastuti, Riani. 2009. Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit
Alzheimer. USU Repository

15

You might also like