Professional Documents
Culture Documents
KARBOHIDRAT
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum acara I karbohidrat adalah:
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa
2. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap glukosa
3. Mahasiswa dapat mengetahui kenampakan granula pati tepung tapioka dan
maizena pada beberapa suhu
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Tapioka merupakan pati murni yang diperoleh dari ekstraksi
penggilingan singkong. Menurut Moorthy (2004), kadar amilosa tepung
tapioka berada pada kisaran 20-27%. Kandungan amilosa berpengaruh
sangat kuat terhadap karakteristik produk. Charles dkk. (2005) melaporkan
bahwa semakin tinggi kadar amilosa maka viskositas maksimum pati akan
semakin tinggi sehingga semakin mudah produk mengalami retrogradasi.
Pati dengan kandungan amilosa yang tinggi sangat cocok untuk pembuatan
starch noodle. Kadar amilopektin juga berpengaruh pada karakteristik
produk. Adanya kemampuan pembentukan gel dari sifat pati melalui proses
gelatinasinya dan bentukan daya lengket yang kuat dari tingginya kadar
amilopektin merupakan potensi dalam pembentukan sifat kekenyalan.
Amilopektin pada tapioka bersifat lengket (Indrianti dkk, 2013).
Tapioka merupakan pati yang diambil dari ubi kayu dan
dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau bahan pembantu industri non
pangan. Namun, pemanfaatan tapioka asli ini masih sangat terbatas karena
sifat fisik dan kimia tapioka yang kurang umum untuk digunakan secara
luas. Nilai ekonomi tapioka akan lebih tinggi jika sifat-sifatnya dimodifikasi
melalui perlakuan fisik, kimia, atau kombinasi keduanya. Tapioka memiliki
komposisi kimia pati 73,3-84,9%, lemak0,08-1,54%, protein 0,03-0,60%
dan abu 0,02-0,33%. Pati dari tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83%
amilopektin. Granula pati tapioka berbentuk semibulat dengan salah stu
bagian ujungnya mengerucut dengan ukuran 5-35 mikrometer. Suhu
gelatinisasinya berkisar antara 52-64oC, kristalisasi 38%, kekuatan
mengembang 42%, dan kelarutan 31%. Kekuatan mengembang dan
kelarutan tapioka lebih kecil dibandingkan pati kentang, tetapi lebih besar
dari pati jagung. Menurut Wurzburg suhu gelatinisasi tapioka antara 58,5-
70,0oC, bergantung pada varietas ubi kayu yang digunakan untuk
memproduksi tapioka. Tapioka mempunyai karakteristik yang spesifik
terkait dengan suhu gelatinisasi, kemampuan mengembang (swelling powe),
dan kelarutan dibandingkan dengan pati lainnya. Tapioka mempunyai
karakteristik gel yang cukup kuat dan transparan yang sangat mendukung
sebagai komponen bahan pengisi serta perekat (Herawati, 2012).
Tepung beras membentuk tekstur yang lembut, tetapi tidak lengket
saat dimasak. Pati beras memberikan tampilan opaque atau tidak bening
setelah proses pemasakan. Contoh produk semi-solid yang menggunakan
tepung beras sebagai bahan utama adalah bubur sum-sum, es cendol, palu
butung dan kue pisang. Tepung beras ketan adalah tepung yang terbuat dari
kultivar beras yang mengandung sejumlah besar amilopektin.Tepung
tapioka merupakan tepung yang berasal dari umbi yang banyak digunakan
di Indonesia. Tepung ini diproduksi dari umbi tanaman singkong,
mengandung 90 persen pati berbasis berat kering. Tepung tapioka banyak
digunakan untuk membuat makanan tradisional, seperti ongol-ongol,
pempek, tiwul, dan tekwan. Jumlah fraksi amilosa-amilopektin sangat
berpengaruh pada profil gelatinisasi pati. Amilosa memiliki ukuran yang
lebih kecil dengan struktur tidak bercabang. Sementara amilopektin
merupakan molekul berukuran besar dengan struktur bercabang banyak dan
membentuk double helix. Saat pati dipanaskan, beberapa double helix fraksi
amilopektin merenggang dan terlepas saat ada ikatan hidrogen yang
terputus. Jika suhu yang lebih tinggi diberikan, ikatan hidrogen akan
semakin banyak yang terputus, menyebabkan air terserap masuk ke dalam
granula pati. Pada proses ini, molekul amilosa terlepas ke fase air yang
menyelimuti granula, sehingga struktur dari granula pati menjadi lebih
terbuka, dan lebih banyak air yang masuk ke dalam granula, menyebabkan
granula membengkak dan volumenya meningkat. Molekul air kemudian
membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil gula dari molekul
amilosa dan amilopektin. Di bagian luar granula, jumlah air bebas menjadi
berkurang, sedangkan jumlah amilosa yang terlepas meningkat. Molekul
amilosa cenderung untuk meninggalkan granula karena strukturnya lebih
pendek dan mudah larut. Mekanisme ini yang menjelaskan bahwa larutan
pati yang dipanaskan akan lebih kental (Immaningsih, 2012).
Pati adalah polisakarida yang terdapat dalam semua tanaman
terutama dalam jagung, kentang, biji-bijian, ubi akar, dan padi atau gandum.
Pati bila dipanaskan dengan air, akan terbentuk larutan koloidal. Dalam pati
terdapat dua bagian, yaitu bagian yang larut dalam air disebut amilosa (10-
20%), dan bagian yang tak larut dalamair disebut amilopektin (80-90%).
Amilosa dan amilopektin mempunyai rumus empiris (C 6H10O5), dan bila
dihidrolisis menunjukkan adanya sifat-sifat karbonil, dan pati tersusun atas
satuan-satuan maltosa (Sastrohamidjoyo, H, 2005). Bila pati yang terdapat
dalam sel dihidrolisis oleh enzim maka pati akan pecah menjadi bagian yang
lebih kecil disebut dekstrin, sehingga diperoleh dimmer maltosa. Salah satu
polisakarida yang terdapat dalam tanaman disebut inulin yang bila
dihidrolisis akan memberikan warna kuning akan menghasilkan fruktosa
dan sejumlah kecil dari glukosa (Yusrin, 2010).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Gelas Beaker
b. Gelas preparat
c. Kompor listrik
d. Mikroskop
e. Penangas air
f. Pengaduk
g. Penjepit tabung reaksi
h. Penutup preparat
i. pH Universal
j. Pipet tetes
k. Pipet volume
l. Propipet
m. Tabung reaksi
n. Termometer
o. Timbangan Analitik
2. Bahan
a. Aquades
b. Kristal NaHCO3
c. Larutan glukosa 0,1 M
d. Larutan HCl 0,1 N
e. Larutan NaOH 0,1 N
f. Larutan sukrosa 5%
g. Tepung maizena
h. Tepung tapioka
i. Reagen Benedict
j. Larutan Iodin
3. Cara Kerja
a. Pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa
2 ml larutan sukrosa 5%
Penambahan 5 ml Penambahan 5 ml
Penambahan 5 ml
HCl 0,1 N dalam aquades dalam
NaOH 0,1 N
tabung 2. tabung 3.
dalam tabung 1.
Pemanasan selama 2-3 menit sampai mendidih (pemanasan 1).
2 ml pereaksi
Benedict
5 ml Glukosa 0,1 M %
Penambahan 2 ml
aquades dalam
Penambahan 2 ml Penambahan 2 ml tabung 3.
NaOH 0,1 N HCl 0,1 N dalam
dalam tabung 1. tabung 2.
Pemanasan hingga mendidih selama 2-3 menit.
c. Gelatinisasi pati
Pati tapioka dan maizena
Pemanasan 1 Pemanasan 2
Kelompok Larutan
Awal Akhir Awal Akhir
NaOH Bening Kuning Biru Hijau Pekat
14 HCl Bening Bening Biru Orange
Aquades Bening Bening Biru Kuning Pekat
Sumber: Laporan Sementara.
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh
organisme dunia. Karbohidrat dalam kaitannya dengan pangan (bahan
makanan) mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik
bahan makanan. Pada tanaman, karbohidrat dibentuk dari reaksi CO 2 dan
H2O dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis dalam sel
tanaman yang berklorofil. Berdasarkan kompleksitas molekul
penyusunnya, karbohidrat dapat diklasifikasikan monosakarida,
oligosakarida, disakarida dan polisakarida. Monosakarida: merupakan
suatu molekul yang dapat terdiri dari 5 atau 6 atom C. Tata nama
monosakarida tergantung dari gugus fungsional dan letak gugus
hidrosilnya. Monosakarida yang mengandung satu gugus aldehid disebut
aldosa sedangkan ketosa untuk yang mengandung satu gugus keton.
Monosakarida dengan 6 atom C disebut Heksosa, contoh glukosa,
galaktosa, mannosa, fruktosa. Sedangkan yang mempunyai 5 atom C
disebut pentosa, contoh: xilosa, arabinosa, ribosa (Handajani, 2010).
NOMER 1
Disakarida memiliki karakteristik salah satunya adalah semua jenisnya
akan cenderung meningkatkan kecepatan dengan molaritasnya. Selain itu
disakarida terbukti menunjukkan interaksi solute-solute (terlarut-terlarut).
Pada disakarida kecepatan interaksinya cepat karena sensitivitas
molaritasnya. Maltosa mempunyai interaksi solute-solvent yang kuat di
antara tiga disakarida yang ada. Sedangkan laktosa mempunyai interaksi
solute-solute yang paling kuat (Nithiyanantham and Palaniappan, 2013).
Disakarida juga penting dimana disakarida merupakan produk dari
aktivitas enzimatis. Contohnya disakarida dibentuk akibat aktivitas enzim
heparinase dan enzim amilase pankreatik (Sunyoung et al., 2012).
Perbesaran 40 x 10 = 400
Titik-titik agak
Tapioka
panjang, ukuran
pada suhu
tidak terlalu kecil,
40oC
jarak agak rengang
Perbesaran 40 x 10 = 400
Bulatan kecil,
Tapioka
ukuran sedang,
pada suhu
jarak tidak terlalu
50oC
rekat
Perbesaran 40 x 10 = 400
Perbesaran 40 x 10 = 400
Bulatan-bulatan,
Tapioka ukuran sedang,
pada suhu jarak rekat
65oC dibagian pingir
dan pecah
Perbesaran 40 x 10 = 400
Tapioka Bulat-bulat,
pada suhu ukuran agak besar,
70oC jarak rekat dan
tidak pecah
Perbesaran 40 x 10 = 400
Perbesaran 40 x 10 = 400
Maizena
Bulat kecil, rekat-
13 pada suhu
rekat
kamar
Perbesaran 40 x 10 = 400
Maizena
Bulat agak besar,
pada suhu
rekat-rekat
40oC
Perbesaran 40 x 10 = 400
Perbesaran 40 x 10 = 400
Maizena
Bulat agak besar,
pada suhu
rekat-rekat
60oC
Perbesaran 40 x 10 = 400
Maizena
Bulat agak besar,
pada suhu
pecah
65oC
Perbesaran 40 x 10 = 400
Maizena
Bulat kecil,
pada suhu
gelembung pecah
70oC
Perbesaran 40 x 10 = 400
Perbesaran 40 x 10 = 400
Perbesaran 40 x 10 = 400
Maizena
Bulat besar,
pada suhu
gelembung pecah
85oC
Perbesaran 40 x 10 = 400
Sumber: Laporan Sementara
Tapioka merupakan pati yang diambil dari ubi kayu dan
dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau bahan pembantu industri non
pangan. Namun, pemanfaatan tapioka asli ini masih sangat terbatas karena
sifat fisik dan kimia tapioka yang kurang umum untuk digunakan secara
luas. Nilai ekonomi tapioka akan lebih tinggi jika sifat-sifatnya
dimodifikasi melalui perlakuan fisik, kimia, atau kombinasi keduanya.
Tapioka memiliki komposisi kimia pati 73,3-84,9%, lemak 0,08-1,54%,
protein 0,03-0,60% dan abu 0,02-0,33%. Pati dari tapioka terdiri atas 17%
amilosa dan 83% amilopektin. Granula pati tapioka berbentuk semibulat
dengan salah stu bagian ujungnya mengerucut dengan ukuran 5-35
mikrometer. Suhu gelatinisasinya berkisar antara 52-64oC, kristalisasi
38%, kekuatan mengembang 42%, dan kelarutan 31%. Kekuatan
mengembang dan kelarutan tapioka lebih kecil dibandingkan pati kentang,
tetapi lebih besar dari pati jagung. Menurut Wurzburg suhu gelatinisasi
tapioka antara 58,5-70,0oC, bergantung pada varietas ubi kayu yang
digunakan untuk memproduksi tapioka. Tapioka mempunyai karakteristik
yang spesifik terkait dengan suhu gelatinisasi, kemampuan mengembang
(swelling power), dan kelarutan dibandingkan dengan pati lainnya.
Tapioka mempunyai karakteristik gel yang cukup kuat dan transparan yang
sangat mendukung sebagai komponen bahan pengisi serta perekat
(Herawati, 2012).
Pati jagung atau maizena merupakan salah satu produk dari hasil
pengolahan jagung pasca panen (Winarno, 1988). Seperti kelompok pati
pada umumnya, maizena merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan
-glikosidik. Maizena terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dalam
air panas, yaitu fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut
amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin mempengaruhi sifat
pati. Makin kecil kandungan amilosa atau semakin besar kandungan
amilopektin, kekentalan yang dihasilkan semakin tinggi. Biasanya pati
mengandung lebih banyak amilopektin daripada amilosanya. Pada maizena
nisbah amilosa terhadap amilopektin mendekati perbandingan (Sari, 2011).
Gelatinisasi adalah proses dimana granula pati membengkak luar
biasa dan tidak dapat kembali pada kondisi semula. Suhu pada saat granula
pati pecah disebut suhu gelatinisasi. Menurut Imanningsih (2012), saat pati
dipanaskan, beberapa double helix fraksi amilopektin merenggang dan
ikatan hidrogen yang terputus. Jika suhu yang lebih tinggi diberikan,
ikatan hidrogen akan semakin banyak yang terputus, menyebabkan air
terserap masuk ke dalam granula pati. Pada proses ini, molekul amilosa
terlepas ke fase air yang menyelimuti granula, sehingga struktur dari
granula pati menjadi lebih terbuka, dan lebih banyak air yang masuk ke
dalam granula, menyebabkan granula membengkak dan volumenya
meningkat dan akhirnya pecah. Molekul air kemudian membentuk ikatan
hidrogen dengan gugus hidroksil gula dari molekul amilosa dan
amilopektin. Molekul amilosa cenderung untuk meninggalkan granula
karena strukturnya lebih pendek dan mudah larut. Mekanisme ini yang
menjelaskan bahwa larutan pati yang dipanaskan akan lebih kental dan
inilah yang dinamakan gelatinisasi pati.Setiap jenis tepung memiliki
karakteristik gelatinisasi yang berbeda-beda. Sifat gelatinisasi dan
pembengkakan dari suatu pati, ditentukan oleh struktur amilopektin,
amilosa, komposisi pati, viskositas, berat molekul dan ukuran granular
pati. Makin besar berat molekul, semakin banyak kandungan amilopektin,
semakin kecil ukuran partikel/granula, dan viskositas semakin tinggi maka
gelatinisasi akanterjadi pada suhu yang lebih rendah atau cepat terjadi
gelatinisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi pati, viskositas,
dan karakteristik gel pati menurut Haryadi (1993) dalam Astuti (2000)
adalah sebagai berikut :
a. Karakteristik granula pati
Amilosa akan membentuk gel yang tegar. Strukturnya yang
linier menyebabkan granula lebih mudah menyerap air dan gel amilosa
cepat terjadi pada konsentrasi yang rendah (5%). Sedangkan
amilopektin akan membentuk gel yang lembut dan membutuhkan
konsentrasi yang tinggi (30%) karena struktur yang bercabang
membuatnya sulit menyerap air.
b. Suhu gelatinisasi
Adalah kisaran suhu saat pengembangan seluruh granula pati.
Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh konsentrasi pati dan pH larutan.
Konsentrasi pati 20 % dan pH larutan 4-7 akan membentuk gel dengan
viskositas yang baik.
c. Bahan-bahan lain yang ditambahkan
1. Gula, garam, dan asam mempunyai kemampuan mengikat air
sehingga mengganggu proses gelatinisasi dan suhu gelatinisasi akan
meningkat.
2. Lemak membentuk kompleks dengan amilosa sehingga gelatinisasi
terhambat dan mengganggu pengembangan granula pati.
3. Protein mempunyai kemampuan mengikat air sehingga mengganggu
pengembangan granula pati. Kemampuan mengikat air oleh molekul
protein tidak menyebabkan pengembangan, karena komponen utama
yang mengembang adalah pati sedangkan protein kurang atau tidak
mengembang. Pengembangan granula pati terjadi apabila energi
kinetik dari molekul air lebih besar daripada daya tarik antar molekul
pati dalam granula. Sedangkan viskositas gel pati terjadi karena air
yang bebas bergerak di luar granula menjadi berada di dalam granula
dan tidak bisa bergerak bebas lagi saat suspensi pati dipanaskan.
Larutan pati kental selama pendinginan dapat membentuk gel yang
disebabkan karena molekul-molekul amilosa berantai lurus dapat
mengelompok kembali melalui ikatan hidrogen intermolekuler.
Pembentukan gel inilah yang disebut retrogradasi. (Winarno, 2004).
Tapioka merupakan pati yang diambil dari ubi kayu dan
dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau bahan pembantu industri non
pangan. Namun, pemanfaatan tapioka asli ini masih sangat terbatas karena
sifat fisik dan kimia tapioka yang kurang umum untuk digunakan secara
luas. Nilai ekonomi tapioka akan lebih tinggi jika sifat-sifatnya
dimodifikasi melalui perlakuan fisik, kimia, atau kombinasi keduanya.
Tapioka memiliki komposisi kimia pati 73,3-84,9%, lemak0,08-1,54%,
protein 0,03-0,60% dan abu 0,02-0,33%. Pati dari tapioka terdiri atas 17%
amilosa dan 83% amilopektin. Granula pati tapioka berbentuk semibulat
dengan salah stu bagian ujungnya mengerucut dengan ukuran 5-35
mikrometer. Suhu gelatinisasinya berkisar antara 52-64oC, kristalisasi
38%, kekuatan mengembang 42%, dan kelarutan 31%. Kekuatan
mengembang dan kelarutan tapioka lebih kecil dibandingkan pati kentang,
tetapi lebih besar dari pati jagung. Menurut Wurzburg suhu gelatinisasi
tapioka antara 58,5-70,0oC, bergantung pada varietas ubi kayu yang
digunakan untuk memproduksi tapioka. Tapioka mempunyai karakteristik
yang spesifik terkait dengan suhu gelatinisasi, kemampuan mengembang
(swelling power), dan kelarutan dibandingkan dengan pati lainnya.
Tapioka mempunyai karakteristik gel yang cukup kuat dan transparan yang
sangat mendukung sebagai komponen bahan pengisi serta perekat
(Herawati, 2012).
Pati jagung atau maizena merupakan salah satu produk dari hasil
pengolahan jagung pasca panen (Winarno, 1988). Seperti kelompok pati
pada umumnya, maizena merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan
-glikosidik. Maizena terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dalam
air panas, yaitu fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut
amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin mempengaruhi sifat
pati. Makin kecil kandungan amilosa atau semakin besar kandungan
amilopektin, kekentalan yang dihasilkan semakin tinggi. Biasanya pati
mengandung lebih banyak amilopektin daripada amilosanya. Pada maizena
nisbah amilosa terhadap amilopektin mendekati perbandingan (Sari, 2011).
Pada praktikum digunakan sampel tepung tapioka dan tepung
maizena. Tepung tapioka merupakan tepung dari umbi-umbian, dan tepung
maizena merupakan tepung dari serealia, kedua sampel tersebut diberi
beberapa perlakuan, yaitu tepung tapioka dan maizena suhu kamar,
dipanaskan pada suhu kamar, 400C, 500C, 600C, 650C, 700C, 750C dan
800C. Sebelum diberi perlakuan, tepung dilarutkan dahulu dalam aquades
100 ml sehingga membentuk pasta kental, setelah itu diambil satu tetes dan
ditambah larutan iod satu tetes, lalu diamati dengan mikroskop perbesaran
10x40. Hasil dapat dilihat seperti tabel 1.3, dimana pada suhu kamar untuk
tepung tapioka maupun maizena belum terjadi gelatinisasi karena ukuran
granulanya masih seragam. Pada tepung tapioka pemanasan suhu 40 0C
terlihat granula pati agak renggang pecah dan ukurannya tidak terlalu
kecil, lalu maizena suhu 400C granula patinya masih rekat-rekat dan
ukurannya agak besar, lalu tapioka suhu 500C granula tidak terlalu
renggang pecah dan ukuran sedang, lalu maizena suhu 50 0C granulanya
masih rekat-rekat dan ukuran agak besar, lalu tapioka suhu 600C
granulanya menjadi rekat sekali dan ukurannya menjadi kecil, maizena
suhu 600C granulanya rekat-rekat dan ukuran agak besar, tapioka suhu
650C granulanya tengah mulai pecah tetapi pinggir masih rekat, maizena
suhu 650C granula sudah pecah dan bentuk agak besar, tapioka suhu 70 0C
granulanya rengkat tidak pecah dan ukuran pecah, maizena suhu 700C
granula pecah dan bentuk kecil, tapioka suhu 750C granulanya pecah dan
rengkat-rengkat, maizena suhu 75 0C granula pecah dan bentuknya kecil,
tapioka suhu 800C jarak rengkat dan pecah, maizena suhu 800C granula
pecah dan agak rekat, maizena suhu 850C granula besar dan pecah. Jadi
menurut hasil pengamatan tapioka mengalami gelatinisasi pada suhu 75 0C
dan maizena menalami gelatinisasi pada suhu 650C. Dari pengamatan ini
mengalami penyimpangan dengan teori Imanningsih (2012), Tepung
tapioka lebih cepat mengalami gelatinisasi karena pati serealia memiliki
berat molekul yang lebih rendah dibandingkan dengan pati umbi-umbian,
sehingga suhu terjadinya gelatinisasi tepung tapioka lebih rendah atau
lebih cepat mengalami gelatinisasi dibandingkan dengan tepung serealia,
dari pengamatan tepung maizena lah yang paling cepat tergelatinisasi..
Suhu gelatinasi pati tapioka sebesar 52-640C. Sedangkan tepung
maizena berkisar antara 62-740C. Suhu gelatinisasi maizena lebih tinggi
karena tepung maizena memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi
dibanding tepung tapioka. Semakin tinggi kadar amilosa, maka
pembentukan gel semakin sulit karena struktur amorf yang terbentuk akan
meningkatkan suhu gelatinasi, sehingga daya pengembangannya menjadi
lebih lama (Sarungallo dkk, 2010).
Menurut Imanningsih (2012), setiap jenis tepung memiliki
karakteristik gelatinisasi yang berbeda-beda. Sifat gelatinisasi dan
pembengkakan dari suatu pati, ditentukan oleh struktur amilopektin,
amilosa, komposisi pati, viskositas, berat molekul dan ukuran granular
pati. Makin besar berat molekul, semakin banyak kandungan amilopektin,
semakin kecil ukuran partikel/granula, dan viskositas semakin tinggi maka
gelatinisasi akan terjadi pada suhu yang lebih rendah atau cepat terjadi
gelatinisasi.
E. KESIMPULAN
Babic, Jurilav., Drago Subaric, Durdica Ackar, Vlasta Pilizota, Mirela Kopjar,
Nela Nedictiban. 2006. Effects of Pectin and Carrageenan on
Thermophysical and Rheological Properties of Tapioca Starch. Journal of
Food Science Vol. 24. No. 6.
Chandra, A., Hie Maria Inggrid, Verawati. 2013. Pengaruh pH dan Jenis Pelarut
pada Perolehan dan Karakterisasi Pati dari Biji Alpukat. Jurnal Kimia
Vol. 1. No. 1.
Gailliot, Matthew T., Roy F. Baumeister, C. Nathan DeWall, Jon K. Maner, E.
Ashby Plant, Dianne M. Tice, dan Lauren E. Brewer. 2007. Self-Control
Relies on Glucose as a Limited Energy Source: Willpower Is More Than a
Metaphor. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 92, No. 2,
Page of 325326.
Gaman, P. M., Sherrington, K.B. 1992.Ilmu Pangan. Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.
Hadyana, Pudjaatmaka A. 2002. Kamus Kimia. Jakarta: Balai Pustaka.
Handajani, Sri dkk. 2010. Pengolahan Hasil Pertanian;Teknologi Tradisional dan
Terkini. Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Herawati, Henny. 2012. Teknologi Proses Produksi Food Ingredient dari Tapioka
Termodifikasi. Juranl Litbang Pertanian. Vol. 31. No. 2. Halaman 68-73.
Hudaya, Saripah dan Setiasih Daradjat. 1979. Dasar-Dasar Pengawetan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Imanningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-
Tepungan untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Penelitian Gizi Makan. Vol.
35. No. 1. Halaman 13-19.
Indrianti, Novita dkk. 2013. Pengaruh Penggunaan Pati Ganyong, Tapioka, dan
Mocaf Sebagai Bahan Subtitusi terhadap Sifat Fisik Kimia Mie Jagung.
Agritech 33(4).
Kalengkongan Chindy., Julius Pontoh, dan Feti Fatimah. 2013. Hubungan Antara
Beberapa Kriteria Kualitas Dengan Warna Gula Aren (Arenga Pinnata
Merr.) Jurnal Ilmiah Sains Vol. 13 No. 2 Hal. 91.
Laine, Roger A. 2014. A calculation of all possible oligosaccharide isomers both
branched and linear yields 1.05 x 1012 structures for a reducing
hexasaccharide: the Isomer Barrier to development of single-method
saccharide sequencing or synthesis systems.Journal of Oxford Vol 1
Lehninger. 1993. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Mangunwardoyo, Wibowo., Deasywaty, Tepy Usia. 2012. Antimicrobial And
Identification Of Active Compound Curcuma Xanthorrhiza Roxb.
International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS Vol. 12,
No. 01, Halaman 71.
Munarso, S. Joni., D. Muchtadi, D. Fardiaz, R. Syarief. 2004. Perubahan Sifat
Fisikokimia dan Fungsional Tepung Beras Akibat Proses Modifikasi Ikat-
Silang. Jurnal Pascapanen. Vol. 1. No. 1.
Mutia, Mufti., Seniwati Dali, Rugaiyah Arfah, dan Firdaus Zenta. 2011. Isolasi
Dan Karakterisasi Enzim Amilase Dari Akar Rimpang Alang-Alang
(Imperata Cylindrica). Jurnal Kesehatan Vol. 2, No. 12 Hal. 2.
Nithiyanantham, S., L. Palaniappan. 2013. Physicochemical Studies on Some
Disaccharides (Sucrose, Lactose, Maltose) in Aqueous Media at 298,15 K.
Chemical Science Transactions. Vol. 2. No. 1.
Poedjiadi, Anna. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia. Jakarta.
Priyadi, Ardi, Sarah Tsamrotul Fuadah, Septi Yuliana, dan Titis Fitri Asih. 2015.
Uji Kualitatif Karbohidrat. Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Risnoyatinigsih, Sri. 2011. Hidrolisis Pati Ubi Jalar Kuning menjadi Glukosa
Secara Enzimatis. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 5. No. 2. Halaman 417-419.
Roger A.Laine. 2014. A calculation of all possible oligosaccharide isomers both
branched and linear yields 1.05 x 1012 structures for a reducing
hexasaccharide: the Isomer Barrier to development of single-method
saccharide sequencing or synthesis systems.Journal of Oxford Vol 1
Sari, Milya. 2011. Maizena sebagai Alternatif Pengganti Pektin dalam
Pembuatan Selai Belimbing(Avherrhoa carambola L.). Jurnal Saintek. Vol.
III. No. 1: 44-51.
Sudarmadji, Slamet., Bambang Haryono, dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Sumaryati, Enny. 2010. Pembuatan Leather Mengkudu (Morinda cintrifolia)
Kajian Lama Perendaman dan Konsentrasi Larutan Kapur terhadap
Kualitas Leather Mengkudu yang Dihasilkan. Fakultas Pertanian
Universitas Widyagama Malang.
Sunyoung, L., Stephen J. Valentine, James P. Riley, David E. Clemmer. 2012.
Analyzing a Mixture of Disaccharides by IMS-VUVPD-MS. International
Journal of Mass Spectrometry.
Suprapto, Hadi. 2006. Pengaruh Substitusi Tapioka Untuk Tepung Beras Ketan
Terhadap Perbaikan Kualitas Wingko. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 2
No.1.
Tallbott and Zeiger. 1998. The role of sucrose in guard cell osmoregulation.
Journal of Experimental Botany Vol. 49.
Uhi, Harry T. 2006. Pemanfaatan Gelatin Tepung Sagu (Metroxylon sago)
sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Jurnal Ilmu Ternak. Vol 6(2):1
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yusrin dan Ana Hidayati Mukaromah. 2010. Proses HIidrolisis Onggok dengan
Variasi Asam pada Pembuatan Etha. Fakultas Ilmu Keperawatan dan
Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Semarang.