You are on page 1of 682

PROCEEDING

INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION


IN SOUTHEAST ASIA REGION (ICSAR) 7th 2017

Reorientation of Special Education In Improving Self-Help


Of Children with Special Needs

Saturday, 21 January 2017


at Faculty of Education, State University of Malang, Indonesia
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION
IN SOUTHEAST ASIA REGION (ICSAR) 7th 2017

Reorientation of Special Education In Improving Self-Help


Of Children with Special Needs

Saturday, 21 January 2017


at Faculty of Education, State University of Malang, Indonesia

Editor :
Mohammad Efendi
Sopingi
Ahmad Samawi
Arif Fathoni

Layout :
Eko BP
Imam Safii
Nia W
M.Izhar S

Copyright 2017 by Faculty of Education, State University of Malang

Faculty of Education, State University of Malang

International Conference on Special Education in Southeast Asia Region (ICSAR) 7 th


2017 : Reorientation of Special Education In Improving Self-Help Of Children
with Special Needs : Faculty of Education State University of Malang, 2017.

ISBN : 978-602-73626-6-6
PREFACE

This book report the proceedings of The International Conference on Special Education
in Southeast Asia Region (ICSAR) 7th Series 2017, held at Malang, Indonesia from January
20 to 21, 2017. ICSAR is an annual seminar which is jointly organized by UM, UPI, UKM
and SEAMEO SEN. This conference coverresearch and development in the field of
education for students with special need. This conference aims at creating a forum for further
discussion for an education incorporating a series of issues and/or related to quality
improvement in special education. Therefore, the call for papers was addressed to scholars
and/or professionals of the field. Driven by the fast-paced advances in the education field,
this change is characterized in term of its impact on the education implementation.
During the conference, 4 keynotes speakers were held in order to advance and
contribute to specific research areas in the filed of special education. More than 120 pre-
registered authors submitted their work in the conference. ICSAR 7th2017 finally accepted
and hosted 108 original research papers. All papers submitted to the conference were
reviewed using the peer review process. The conference committee decided about the
acceptance of the submitted papers, with the contribution of competence and expertised
reviewers.
I would like to thank all members that participated in the ICSAR 7 th Series 2017,
especially: a) the Co-organizing Universities and Institutes for their support and development
of a high-quality conference; (b) the members of the scientific committee that honored the
conference with their presence and provided a significant contribution to the reviewer of
papers as well as for their indications for the improvement of the conference; and (c) all
members of the organizing committee for their willing to organize the conferenece as good as
possible.
I hope that the papers contained in these proceedings will helpful towardimproving the
teaching and learning in the special education.

Faculty of Education,

Bambang Budi Wiyono


Dean

iii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wbr.


Salam sejahtera bagi kita semua.

Alhamdulillah, segala puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadhirat Illahi semata,


karena atas segala karunia yang telah dilimpahkanNya sehingga kita dapat berkumpul dan
bertemu muka dalam kegiatan seminar internasional se-ratau Asia tenggara seri ke-7 2017
dengan tajuk Reorientation of Special Education in Improving Selp Help of Children With
Special Need.

Sebagaimana diketahui, International Conference on Special Education in South Asia


Region (ICSAR) semula merupakan bentuk kerjasama UPI, UKM, SEAMEO-SEN dalam
rangka menggali pemikiran untuk kemajuan pendidikan bagi anak yang mengalami
hambatan fisik, intelektual, dan komunikasi sosial, dan kini cakupannya semakin luas.
Indikasinya makin banyaknya perguruan tinggi, sekolah penyelenggara pendidikan khusus,
dan lembaga lain di Indonesia, Malaysia dan Negara Asia Tenggara lainnya yang mempunyai
komitmen untuk memberdayakan anak berkebutuhan khusus turut berpartisipasi aktif dalam
kegiatan seminar yang diselenggarakan secara rutin sekali dalam setahun, serta dengan
penempatan kegiatan seminar secara bergilir antar negara.

Penyelenggaraan seminar se-rantau Asia Tenggara seri ke-7 yang bertempat di Jurusan
Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang, pada tanggal
21 Januari 2017 menjadi terasa sangat instimewa bukan karena peserta seminar yang
berdatangan dari berbagai wilayah di Indonesia dan wilayah lain di Asia Tenggara, akan
tetapi pada saat yang bersamaan diluncurkan produk akademik yang lain, yang kelak
diharapkan menjadi unggulan dalam mengiringi even International Conference on Special
Education in South Asia Region masa-masa mendatang. Produk akademik yang dimaksud
adalah Journal of ICSAR untuk melengkapi prosiding seminar yang selama ini telah
menjadi kelaziman untuk kegiatan ilmiah sejenis.

Akhir kata kepada semua pihak, baik secara langsung atau tidak langsung telah
membantu suksesnya seluruh rangkaian kegiatan International Conference on Special
Education in South Asia Region 7th, dalam kesempatan yang berbahagia ini, kami selaku
koordinator kegiatan seminar ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
yang setinggi-tingginya. Semoga jerih payah dan amalan baik Bapak/Ibu/Tuan/Puan/Saudara
sekalian untuk memajukan pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus mendapat imbalan
pahala yang tak terkira dari Allah SWT.. Amiiin.

Malang, 21 Januari 2017

Mohammad Efendi
Koordinator ICSAR 7th 2017

iv
DAFTAR ISI
HAL
Kata Pengantar Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang iii
Kata Pengantar Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP UM iv
Daftar Isi v

TEMA 1
CURRICULUM AND INSTRUCTION FOR CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS

1 Teachers Mastery On The Concepts Of Differentiated Instruction In Inclusive 1


Primary Schools
Abdul Salim

2 Penggunaan Media Bola-Bola Bilangan Terhadap Kemampuan Berhitung Siswa 5


ADHD
Adinda Nur Desiani, Irfan Pratama, Tirta Ardiansyah

3 Pengaruh Metode VAKT (Visual, Auditori, Kinestetik, Taktil) Terhadap Pemahaman 9


Kata Sinonim Anak Tunarungu
Arsy Anggrellanggi

4 Pengunaan Media Billiard Edukasi Dalam Meningkatkan Kemamampuan 17


Membaca Permulaan Pada Siswa Berisiko Di SDN Gedong 03 Jakarta Timur
Citra Ashri Maulidina, Fitri Nurkania, Angga Damayanto

5 Implementasi Kurikulum 2013 Untuk Pembelajaran Anak Tunanetra Di SLB Nurul 25


Bayan Lombok Utara
Dwi Arnia Ulfa, Agus Salim, Sunardi

6 Picture And Picture Model To Improve IPA Learning For The Students With Mild 31
Intellectual Disability In The Grade III SDLB B-C Kepanjen, Malang Regency
Andriana , Endro Wahyuno

7 Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar BKPBI Melalui Pentakel Siswa Kelas IX 37
SMPLB-B YPTB Malang
Esni Triaswari

8 Efektifitas Metode AL-BAYAN Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca 43


Huruf Hijaiyah Bagi Anak Tunarungu Di SLB X Padang (Single Subject Research)
Heni Herlina

9 Penggunaan KIT Suka Dalam Meningkatkan Kemahiran Mengeja Perkataan Bersuku 49


Kata KVKVK Murid Bermasalah Pendengaran Tahun Pengukuhan
Huzaina Husin, Besira Bibi Mohd Ali

10 Teknik Modeling Untuk Meningkatkan Keterampilan Interaksi Sosial Anak 53


Tunarungu
Imas Diana Aprilia, Devi Arisandi

v
11 Penerapan Strategi Grafick Organizer Untuk Peningkatan Kemampuan Menulis 57
Deskripsi Pada Siswa Kesulitan Belajar Kelas II
Indina Tarjiah, Ika Uni

12 Penggunaan Intervensi Lirik Lagu Dan Ganjaran Untuk Meningkatkan 63


Kemahiran Membraille Dalam Kalangan Pelajar Pemulihan Masalah
Penglihatan
Intan Natasha Abu Bakar

13 Pendekatan Konstruktivisme : Implementasi Pada Peserta Didik Berkesulitan Belajar 67


Matematika
Kabia Nur Lestari and Fitri Nur'aini Priherlani

14 Kurikulum Untuk Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusif 73


Khutamy Khairunnisa, Siti Luthfah, Silvia Nurtasila, Ira Purnama Sari

15 Program Intervensi Pengembangan Kecakapan Berbicara Anak Down Syndrome 81


Leli Kurniawati, Feny Riany, Hana Dianthik

16 Meningkatkan Kemahiran Mendarab Dua Digit Menggunakan Permainan Silang 87


Pangkah Bagi Murid-Murid Masalah Pendengaran Tahun 5M
Mohamad Shazwan Bin Shahibullah, Datin Siti Muhibbah Bt Hj Nor

17 Penggunaan Sistem Pic-Tree Dalam Pengajaran Pemahaman Bahasa Malaysia 91


Dalam Kalangan Murid Masalah Pendengaran Sekolah Rendah
Mohamad Thayyib Razali, Madinah Mohd Yusof , Wan Fauziah Wan Yusof

18 Keberkesanan Kaedah Nyanyian Dalam Hafalan Sifir Bagi Meningkatkan 95


Penguasaan Sifir Matematik Murid Bermasalah Penglihatan
Muhamad Muttaqiin Mohamad Mohsin, Aliza Alias

19 Studi Deskriptif Penerapan Kurikulum 2013 Bagi Peserta Didik Dengan Spektrum 99
Autis Di Sekolah Inklusif SDN Ketintang II/410 Surabaya
Muhammad Nurul Ashar

20 The Improvement Of Reading Learning Achievement Using Word Line Visual Aid 107
For The 2nd Graders With Down Syndrome In SLB Putra Harapan Gondang Sragen,
Central Java Indonesia in 2015/2016
Noor Rita Syofiyawati

21 Aplikasi Modul Membaca Dalam Kalangan Pelajar Yang Mengalami Autisme Tidak 111
Bertutur
Noratiqah Satari, Ummi Kalsum Mohamad, Hasnah Toran, Suziyani
Mohamed

22 Aplikasi Strategi Peneguhan Positif Dalam Modifikasi Tingkah Laku 117


Distruptif Murid Masalah Pembelajaran Sekolah Rendah
Nur Maziah Baharom, Rosadah Abd Majid

23 Faktor Pemakanan Bagi Meningkatkan Tumpuan Murid Autisme Dalam Pengajaran 125
Dan Pembelajaran Guru
Nurul Safura binti Rosli, Mohd Hanafi Mohd Yasin, Mohd Mokhtar Tahar

vi
24 Kurikulum Pembelajaran Dalam Seting Kelas Inklusif 133
Suhendar

25 Keberkesanan PiDaPe Dalam Meningkatkan Penguasaan Kata Adjektif Murid 137


Masalah Pendengaran
Syarifah Nursollehatun Syed Mohamad Kher, Shahrul Arbaiah Othman

26 Penggunaan Strategi Visual Dalam Pengajaran Urus Diri Untuk Murid Yang 141
Mengalami Autisme
Ummi Kalsum Mohamad, Nazmin Abdullah, Noratiqah Satari & Hasnah
Toran

27 The Effect Of Orton-Gillingham Based Multisensory Method Towards Dyslexia 147


Children's Early Reading In The Grade I Of Inclusion SDN, Ketawanggede, Malang
City
Fidayatul Kasanah , Wiwik Dwi Hastuti

28 Visual Media Usage Teaching In The Special Education Integration Programme 151
(SEIP) Of Hearing Impairment In Hulu Selangor
Abdul Rahim Razalli, Noreha Yusuf, Rahimah Kassim, Nordin Mamat

TEMA 2
PREVALENCE AND EARLY INTERVENTION FOR CHILDREN
WITH SPECIAL NEEDS

29 Pengaruh Terapi Applied Behaviour Analysis (ABA) melalui Pendekatan Antecedent 163
Behaviour Cosequence (A - B - C) Terhadap peningkatan Kepatuhan Siswa Down
Syndrome Kelas 2 SDLB ABCD PGRI Kalipuro Semester Genap Tahun Ajaran
2014/2015
Dio Gitarama Subrata

30 Pengunaan Metode Karyawisata Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Ilmu 169


Pengetahuan Sosial Pada Anak Tunalaras
Esty Zyadatul Khasanah, Agus Salim, Sunardi

31 Penggunaan Lingkungan Sekolah Untuk Meningkatkan Kemampuan Anak 175


Berkebutuhan Khusus Dengan Hambatan Konsentrasi Di Sekolah Alam (Study
Kasus)
Imas Maryani

32 Intervensi Dini Berbasis Keluarga Pada Anak Dengan Hambatan Emosi Dan Perilaku 179
Neti Asmiati, Frida Noer Syafaat, Juanita Nurul R

33 Pengaruh Intervensi Berbasis Keluarga Dalam Meningkatkan Keterampilan Bahasa 187


Anak Tunanetra Usia Dini
Rina Maryanti, Rindi Magneti Rahayu, Anita Sumirat, Ina Herlina Apriani

34 Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga Bagi Keluarga Dengan Anak Down 191
Syndrome
Sidiq Purnama Rachmat, Schendy Tiara Putri A, Rahim Kurniawan Anwar, Rini
Lestari

vii
35 Program Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga Pada Anak Dengan Low Vision 197
Sri Yulan Umar, Nurul Muslimah, R. Fachmy Faisal

36 Meminimalisir Perilaku Paraphilia Dengan Cognitive Behaviour Teraphy Melalui 203


Strategi Self Instructional Coping Pada Anak Autis
Sugihartatik

TEMA 3
ETHIC AND ADVOCACY IN SPECIAL EDUCATION

37 Sosial Model Sebagai Upaya Mengadvokasi Permasalahan Penyandang Disabilitas Di 209


Kabupaten Jember
Asrorul Mais, Lailil Aflahkul Yaum

38 Penggunaan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) Dan Bahasa Isyarat Indonesia 217
(BISINDO) Oleh Siswa Tunarungu Remaja Di SLB-B Kota Bandung
Inna Hamida Zusfindhana

TEMA 5
VOCATIONAL EDUCATION FOR CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS

39 Pengimplementasian Pendidikan Advokasi Dan Pembentukan Etika Dalam 225


Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
Ari Susandi, Nurul Ipmawati

40 Keterampilan Vokasional Sebagai Persiapan Di Dunia Kerja Bagi Anak Dengan 231
Hambatan Intelektual
Dian Puspa Dewi

41 Kemahiran Kebolehkerjaan Individu Masalah Pendengaran Dan Implikasinya 239


Terhadap Program Pendidikan
Madinah Mohd Yusof, Mohd Hanafi M ohd Yasin, Mahidin Awang Itam

42 Analisis Dukungan Orang Tua Dan Sekolah Terhadap Keberhasilan Kerja Anak 249
Tunagrahita
Mita Apriyanti, Nadya Muniroh, Siti Musayaroh, and Syari Yuliana

43 Observational Based On Directive Learning To Improve Typing 10 Fingers Skill Of 255


The Children With Special Needs
Subkhan Rojuli, Sulaeni

44 Meningkatkan Kemampuan Menari Tari Balanse Madam Melalui Metode SAS 259
Untuk Anak Tunarungu X
Yuli Afmi Ropitasari

45 Isu peluang pekerjaan Bagi orang kurang upaya (OKU) di Malaysia 263
Mohd Zulkarnain Abdul Wahab, Aliza Alias, Hamidah Yamat

viii
TEMA 6
GUIDANCE AND COUNSELING FOR CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS

46 Pelaksanaan Pembinaan Mental Anak Tunalaras Pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas 269
III Anak Bandung
Asep Abdul Aziz , Arifin Fajar Satria Utama, Chahya Hadian Firmansyah, Rizal M
Zaid

47 Analisis Aspek Konasi Berdasarkan Indikator Prososial Pada Siswa Cerdas 275
Berbakat Di SMP Negeri 5 Yogyakarta
Lucky Nindi Riandika Marfui

48 Bimbingan Dan Konseling Untuk Anak Berkebutuhan Khusus 281


Lutfi Isni Badiah

49 Layanan bimbingan karir anak berkebutuhan khusus Di Sekolah Dasar 287


Mirnawati,, Nadya Muniroh, Nurbayti Rahmah

50 Model Bimbingan Sosial Mahasiswa Tunanetra Prodi PLB FKIP UNINUS 293
N. Dede Khoeriah

51 Dukungan Keluarga Terhadap Pengembangan Keterampilan Vokasional Tunagrahita 297


Pasca Sekolah Di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember
Renalatama Kismawiyati

52 Pemanfaatan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Peserta Didik 303
Autis
Sinta Yuni Susilawati, Umi Safiul Ummah, Muhammad Shodiq

53 Bimbingan Konseling Berbasis Orang Tua Untuk Mengatasi Masalah Perilaku 311
Seksual Pada Anak Autis
Siti Musayaroh, Syari Yuliana, Mita Apriyanti, Nadya Muniroh

TEMA 7
ASSESSMENT FOR CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS

54 Mathematics Skills Assessment Based On Thematic Curriculum 2013 For Students In 317
Elementary School
Dea Novitasari, Vairuz Meutia, Suhendar

55 Need-Basedassessment On Instructional Strategies Forstruggling Learners In Inclusive 323


Schools
Gunarhadi

56 Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Melalui Strategi Pemenggalan 327


Kalimat
Irnawati Sukirman, Nurullita Arum Pratiwi

57 Asesmen Menulis Pada Siswa Dengan Kesulitan Belajar Di Sekolah Inklusif 333
Mayasari Manar, Ika Karlina, Dio Gitarama Subrata, Endun Sunanda

ix
58 Asesmen Keterampilan Matematika Pada Peserta Didik Sekolah Dasar 337
Muhammad Kholid Niamul Ludfi, Dian Apriliani Sudrajat, Herdi Egi Perdana

59 The Difference Of Vocabulary Mastery In The Hearing Impairment Children Of 347


SDLB-B YRTRW And Unhearing Impairment Children In Elementary Islamic
School Sunan Kalijaga For 1st Grade
Muhammad Miftahul Ulum

60 Asesmen Matematika Kelas 3 SD 353


Ofi Riega, Rona Wulandari, N Tresnanengsih

61 Identifikasi Keterlambatan Perkembangan Bahasa Anak Usia 3 4 Tahun 357


Berdasarkan Skala Denver II Di Posyandu
Rosika Novia M.

62 Talents Of Children With Special Needs According To Multiple Intelligences 361


Theory
Subagya, Sugini, Erma Kumala Sari

63 Pelaksanaan Asesmen Kemampuan Motorik Pada Anak Dengan Hambatan Motorik Di 367
Taman Kanak-kanak
Supriatin Kuat Yuliyani , Yunia Sri Hartanti , Mamah Halimah, and Mita
Apriyanti

64 Asesmen Bahasa Anak Pre School 375


Syari Yuliana, Seliana Dwi R, Annisaaa Pertiwi, Dina Permata S.

TEMA 8
ICT IN EDUCATION FOR CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS

65 Peran Teknologi Pembelajaran Dalam Mendukung Implementasi Pendidikan Inklusi 381


Dedy Ariyanto

66 Portfolio Of Open On-Line As Moocs For Strengthening The Self Regulated Learning 387
For Teacher Candidates Of Children With Special Needs
Henry Praherdhiono, Eka Pramono Adi

67 Mobile Application To Enhance Hearing Impaired Students Learning Ability 395


Joei Ong Suk Mei, Associate Prof Dr Noraffandy Yahaya

68 Pop Up Augmented Reality Sebagai Alternatif Media Pembelajaran Siswa 401


Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar
Moh. Arief Nazaruddin, Moh. Efendi

69 Penggunaan Fun Stick Dalam Kemahiran Mengeja Suku Kata KVKV Murid Masalah 407
Pendengaran Sekolah Rendah
Muhammad Haikal Mohd Amin, Anita Sapura Shaari, Mas Samah Lakim

70 Pengembangan Simbol Signalong Indonesia Sebagai Media Komunikasi Anak 411


Berkebutuhan Khusus
Muhammad Nurrohman Jauhari

x
71 Model Hybrid Addie Untuk Rekabentuk Aplikasi Gamifikasi Pembelajaran Matematik 417
Bagi Pelajar Pemulihan Di Malaysia
Nur Rahmah Zulkifli, Rosadah Abdul Majid, Yuzita Yaacob

72 Penggunaan Perisian Multimedia 3RAG Dalam Meningkatkan Kemahiran 423


Komunikasi Murid Berkeperluan Khas Masalah Pembelajaran
Nur Rawaidah Rahmat, Mohd Mokhtar Tahar

73 Penggunaan Monkey Math Balance Games Untuk Meningkatkan Kemampuan 429


Matematika Materi penjumlahan Bagi Siswa Tunarungu
Nita Nitiya Intan Tanbrin, Ermanto Nugroho, Ika Karlina, Prima Dea Pangestu

74 Pembangunan Buku Teks Digital Interaktif Murid Masalah Pembelajaran Di 433


Malaysia: Pengalaman Dewan Bahasa Dan Pustaka
Rosmani binti Omar, Muhammad Faiz bin Mohamad Ali, Siti Hanim binti Yunus

75 Pembangunan Komik Penceritaan Grafik Digital Menggunakan Model Addie 443


Berdasarkan Teori Konstruktivisme Dengan Strategi Pembelajaran Masteri
Menggunakan Pendekatan Tematik
Siti Nabilah Kasdi, Abdul Murad Abd Hamid

76 Production Of Learning Media As A Entrepreneurship For Student Of Special 449


Education
Usep Kustiawan

TEMA 9
MANAGEMENT FOR SPECIAL EDUCATION

77 Peran Kepemimpinan Dan Kolaborasi Dalam Pengembangan Sekolah 455


Inklusif
Aini Qurrotullain, Andri Sugeng Prayitno, Nurullita Arum Pratiwi

78 Formulasi Strategi Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Anak Berkebutuhan 463


Khusus Pada Dinas Pendidikan, Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Sleman
Ari Setiarsih

79 Pengalaman Siswa Guru Pekak Di Institut Pendidikan Guru: Satu Kajian Kes 471
Shahrul Arbaiah Othman, Nurfarrazilah Mohd Yusak

80 Penerbitan Buku Teks Pendidikan Islam Ketidakupayaan Pendengaran Oleh 477


Dewan Bahasa Dan Pustaka Untuk Murid Berkeperluan Khas Di Malaysia
Mohd Riduwan bin Wahab, Zawinnajah binti Md Kaslan, Mazfarina binti
Marzuki

81 Kolaborasi Guru Dalam Pendidikan Inklusif 487


Noorafiza Ab Wahab, Rosadah Abd Majid

82 Acceptance Of Students With Disabilities At Work For Industrial Training 495


Nor Asfarul Lail Azwan Haris, Ardzulyna Anal, Aznan Che Ahmad

xi
83 Tahap Kepuasan Dan Kefahaman Ibu Bapa Terhadap Perkhidmatan Program 501
Pendidikan Khas Integrasi
Nor Suhaila Husain, Mohd Mokhtar Tahar

84 Persepsi Ibu Bapa Terhadap Ciri-Ciri Persahabatan Kanak-Kanak Autisme 509


Norfatin Satar, Manisah Mohd Ali

85 Persepsi Guru Pendidikan Khas Dalam Meningkatkan Proses Pengajaran Dan 515
Pembelajaran Murid Bermasalah Pembelajaran Spesifik
Norzuliati Mohd Dzahir, Safani Bari

86 Kesediaan Guru Khas Masalah Pendengaran Dalam Melaksanakan Pengajaran 521


i-Think
Sairulbariah binti Ali, Norshidah binti Mohamad Salleh

87 Pengetahuan Pelajar Institusi Pengajian Tinggi Terhadap Undang-Undang 527


Berkaitan Orang Kurang Upaya
Suziyani Mohamed, Rosadah Abd Majid, Hasnah Toran dan Nor Atiqah Satari

88 Komunikasi Dalam Penglibatan Ibu Bapa Bagi Pelaksanaan Rancangan 533


Pendidikan Individu Murid Berkeperluan Khas
Siti Hajarat binti Ramly, Aliza binti Alias

89 Amalan Kolaborasi Ibu Bapa Dalam Program Pendidikan Khas 539


Siti Hawa Togimin, Rosadah Binti Abd Majid

TEMA 10
POLICY FOR IMPLEMENTATION OF EDUCATION FOR CHILDREN WITH
SPECIAL NEEDS

90 Evaluasi Pelaksanaan Program Pendidikan Inklusif SD Di Kota Banjarmasin 545


Imam Yuwono

91 Issue And Challenges In The Implementation Of Transition To Work Program 549


For Learning Disabilitie Students In Three Special Education Schools, In
Taiping District
Kumaresan Muniandy, Norani Salleh

92 Kajian Kes Program Pendidikan Inklusif Prasekolah: Persediaan, Sokongan, 557


Cabaran Dan Solusi Oleh Ibu Bapa Dan Guru
Nazmin Abdullah, Ummi Kalsum Mohamad, Hasnah Toran

93 Pendidikan Komuniti Mengenai Autisme Menggunakan Mooc iKurnia 571


Nor Malissa Mat Isa, Hasnah Toran, Sazlina Kamaralzaman, Hanani
Harun Rasit

94 Peninjauan Ulang Penghapusan Program Akselerasi Bagi Pelayanan 579


Kebutuhan Belajar Pada Anak Gifted
Patricia Lestari Taslim

xii
TEMA 11
COMPENSATORY SERVICE FOR CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS

95 The Effect Of The Implementation Of Auditory Verbal Therapy (Avt) 589


On Vocabulary Of Children With Hearing Impairment In Aurica
Foundation Surabaya
Ana Rafikayati

96 Deaf And Blind Communication System 593


Dini Handayani, Astri Permatasari, Helmi Hasbi Ash Sadiqqi, Titis
Inggriani

97 Komunikasi Anak Dengan MDVI-Deaf (Kajian Etnografi Terhadap 599


Pembelajaran Komunikasi Pada Anak MDVI-DEAF Di SLB-G/AB Helen
Keller Indonesia-Yogyakarta)
Tatum Tivani, Endang Widiati

98 Pengembangan Kataku App Sebagai Alat Bantu Komunikasi Non Verbal 605
Bagi Anak Autis
Muhaimi Mughni Prayogo, Whisqa Dayani, Dina Istiqomah Rahayu,
Gian Asri Septiany

99 Adaptation For Learning Disabilities Student In Inclusive Classroom 613


Maizatul Azmah, A.L, Wan Azlinda, W.M., Mohd. Azrani A

TEMA 12
LIFE SKILLS EDUCATION FOR CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS

100 Pengaruh Metode Demonstrasi Terhadap Kemampuan Mencuci Tangan 621


Anak Tunagrahita Ringan Kelas VII SMPLB
Agung Kurniawan

101 Spirit Pendidikan Inklusif Terhadap Program Literasi Dasar Bagi Anak-Anak 627
Yang Terisolir Secara Pendidikan
Diana Djawdjatus S., Ati Suciati, Witri Amallia E., Haeriah

102 Development Of Teaching Materials ESD (Education For Sustainable 635


Development) In Coaching Skills Of Self Children With Intellectual
Challenges In SMALB C In Jakarta
Irah Kasirah

103 Program Membaca Berjenjang Dan Aplikatif Bagi Anak Berkebutuhan 639
Khusus (ABK) Dengan Kesulitan Membaca
Nefrijanti

xiii
104 Inisiasi Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pendidikan Karakter 643
Untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Nurul Huda, Aulia Sholichah Iman Nur Chotimah

105 Meningkatkan Keterampilan Mencuci Pakaian Siswa Tunagrahita 649


Ringan Melalui Sistem Magang
Prima Dea pangestu, N. Tresnanengsih

TEMA 14
ACCESSIBILITY EDUCATION FOR CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS

106 Identifikasi Pengaturan Lingkungan Fisik Ruang Kelas Autis (Studi 655
Kasus Di Kelas II Autis SLBN Surakarta)
Ossy Firstanti Wardany, Sunardi, Abdul Salim Choiri

107 Aksesibilitas Pendidikan Inklusif Anak Usia Dini Penyandang 659


Disabilitas Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Dan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2016
Siti Fanatus Syamsiyah

108 Aksesibilitas Juru Bahasa Isyarat Untuk Mahasiswa Tunarungu Di Universitas 665
Sebelas Maret Surakarta
Yasi Rahajeng Anindyajati, Sunardi, Abdul Salim Choiri

xiv
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

TEACHERS MASTERY ON THE CONCEPTS OF DIFFERENTIATED


INSTRUCTION IN INCLUSIVE PRIMARY SCHOOLS

Abdul Salim

Sebelas Maret University, Surakarta, Indonesia


E-mail: salimchoiri@fkip.uns.ac.id

Abstract: In most inclusive elementary school classrooms, some students struggle with learning, others
perform well beyond grade-level expectations, and the rest fit somewhere in between. Within each of these
categories of students, individuals also learn in a variety of ways and have different interests. To meet the
needs of a diverse student population, many teachers differentiate instruction. This study aims to determine
mastery of the concept of differentiate instruction of inclusive primary school teachers in Boyolali.
Research using descriptive approach, with a sample of 75 teachers assigned as an exceptional education
teachers in inclusive primary schools. The research variables consist of independent variables in the form of
implementation of educational and training activities on differentiate instruction and the dependent variable
on concept mastery differentiate instruction in inclusive classrooms. Data was collected by using a test
method that contains meaning of, the need, the implementing and the factors that may affect the success of
differentiate instruction. M ethods of data analysis using quantitative descriptive. The result of research
showed that there were 67% of teachers master what differentiate instruction and why it is needed, 58%
understand how to implement differentiate instruction, and 64% understand the factors that can affect the
success of differentiate instruction.
Keywords: Concept of Differentiate instruction, Inclusive Primary S chool Teachers, Child with special
needs, students with disabilities

INTRODUCTION At its most basic level, differentiation consists


In most elementary classrooms, some students of the efforts of teachers to respond to variance among
struggle with learning, others perform well beyond learners in the classroom (Sternberg, R. J., Torff, B.,
grade-level expectations, and the rest fit somewhere in & Grigorenko, E. L. 1998). When a teacher reaches
between (Tomlinson, C. 1995, 1999). Within each of out to an individual or small group to vary his or her
these categories of students, individuals also learn in a teaching in order to create the best learning
variety of ways and have different interests experience, that teacher is differentiating instruction
(Winebrenner, S. 1992, 1996). To meet the needs of a (Tomlinson, C. 1995, 1999). Teachers can
diverse student population, many teachers differentiate differentiate at least four classroom elements based on
instruction (Tomlinson, Carol Ann. 2000). student readiness, interest, or learning profile: (1)
In line with the opinion of the experts content--what the student needs to learn or how the
mentioned above, based on research in the Boyolali student will get access to the information; (2) process -
area conducted by Salim (2013) a number of 939 -activities in which the student engages in order to
children was identified to those with special needs. make sense of or master the content; (3) products --
Most type of Children with Special needs (CWSN) culminating projects that ask the student to rehearse,
was slow learner (85.19%), followed by learning apply, and extend what he or she has learned in a unit;
disabled (4.6%), mild mentally retarded (3.51%), and (4) learning environment--the way the classroom
behavioral disorder (1.8%), autistic (1.5%), blind works and feels (Danielson, C. 1996; Tomlinson,
(1.33%), quadriplegic (1.06)%, mute (0,21%), and 2000).
deaf (0.74%) and other. Viewed from the distribution Meanwhile (Michael L. Wehmeyer, et.al, 2002)
of CWSN number at inclusive elementary school, 9 stated there was growing number of efforts to
elementary schools (15.78%) have about 21 to 30 conceptualize as how to gain access to the general
children with special needs, 41 elementary schools curriculum for students with disabilities, few of these
(71.92%) have 11-20 children with special needs, and have addressed the needs of learners with mental
7 elementary schools (12.28%) have 1-10 children retardation and other cognitive disabilities.
with special needs. Viewed from the distribution of Wehmeyer, Lattin, and Agran (2001) introduced a
inclusive elementary school, the highest number of decision-making model to enable IEP teams to make
CWSN occurs in the second (30.86%), third curriculum decisions pertaining to the educational
(20.98%), fourth (18.51%), first (14.81%), fifth program of students with mental retardation that takes
(12.34%), and sixth grades (2.46%). Viewed from the into account both the general curriculum and a
sex of CWSN, about 447 boys (47.61%) and 492 girls students unique learning needs. However, making a
(52.39%). decision about the students formal curriculum is only

1
2 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

one step in achieving the outcome that students with RESULT AND DISCUSSION
mental retardation both have access to and progress in Research result:
the general curriculum. This article presents a multi- The characteristics of seventy-five people of
step process and multi-level model to gain access to the total number of exceptional education teachers in
and promote progress in the general curriculum for this study include as follows: (1) 48 people (64%)
students with mental retardation and intensive support women and 27 (36%) of men; (2) the education level
needs. 14 (18.6%) strata 2 and 61 (81.3%) strata 1; (3) As
Wehmeyer, Sands, Knowlton, and Kozleski many as 48% are between 20-35 years old, 34.6%
(2002) identified five action steps to ensure that were 36-50 years old, and there are 17.3% were 51
students with mental retardation progress in the years and over.
general curriculum. They summarize the key Educational background in strata 1 varies: (a).
elements of this approach, which involves 3 levels of Special education programs 34.66%; (b). Non-
action (planning, curriculum, and instruction), 3 levels exceptional education program 57.3; and (c). Non-
of the scope of instruction (whole school, partial education program 8%. The next, the experience as a
school, and individualized), and 3 levels of curriculum teacher as follows: (a) less than 5 years = 28%; (b) 5
modifications (adaptation, augmentation, and years - 10 years = 42.7%; and (c) more than 10 years
alteration). = 29.3%.
To be able to have a mastery of concepts about The teachers understanding on differentiate
what differentiated instruction, why did it take no instruction varies; 67% with a very good
differentiated instruction, how differentiated understanding, 16% good, 13% less, and 4% poor
instruction execution model and determine the factors understanding. This data can be described as seen in
that may affect the success of differentiated instruction the following diagram:
to teachers in advance given training for three days.
Then the teachers are given a test to determine the
level of their mastery of differentiate instruction. 4%
13% very good
METHOD
The research was conducted in Boyolali, 16% good
Central Java Province. The research used descriptive 67%
approach, with a sample of 75 teachers assigned as Less
special education teachers in inclusive primary
schools. School sample was taken by purposive Not good
random sampling with criteria (1) based on the decree
of District Education Office Boyolali, schools
designated as school organizer inclusive education, (2)
provided an exceptional education teachers, (3) the The reason for differentiated instruction: The
minimal of education level of the exceptional understanding of teachers on the differentiated
education teachers stratum 1, (4) they were willing to instruction can be drawn in the following diagram:
follow the program of activities during the study.
The research variables consist of (1)
independent variables in the form of implementation 80%
of educational and training activities on differentiate 58%
instruction and (2) the dependent variable on concept 60%
mastery differentiate instruction in inclusive
40% 24%
classrooms.
Data was collected by using a test method. 20% 12%
5%
Material was tested on (1) what differentiate
instruction, (2) why differentiate instruction was 0%
selected by teachers to teach children with abilities, very good good Less Not good
(3) how differentiate instruction execution models and
(4) determine the factors that may affect the success of
differentiate instruction.
There were four components of differentiated Teachers' understanding of the multiple factors
instruction that was included in the test material, ie the that can affect the success of differentiate instruction,
content of components, processes, products and 64% of teachers are very good understanding,
components of the learning environment. Method of 28% good, 4% less, and 4% are not good. The results
quantitative descriptive was used to analyze the data. can be described as follows:
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 3
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

culminating projects that ask the student to rehearse,


80% apply, and extend what he or she has learned in a unit;
64% and (4) learning environment - the way the classroom
60%
works and feels. The differentiating content at the
40% 28%
elementary level include the following: (1) using
20% 4% reading materials at varying readability levels; (2)
4%
0%
putting text materials on tape; (3) using spelling or
very good good Less Not good vocabulary lists at readiness levels of students; (4)
presenting ideas through both auditory and visual
means; (5) using reading buddies; and (6) meeting
with small groups to re-teach an idea or skill for
DISCUSSION struggling learners, or to extend the thinking or skills
The results of this study on the concept of of advanced learners. The differentiating process or
differentiated learning of the special education activities at the elementary level include the
teachers showed as many as 67% teachers have a very following: (1) using tiered activities through which all
good understanding, 16% good, 13% less and 4% still learners work with the same important understandings
not good understanding. These results indicate that the and skills, but proceed with different levels of support,
majority of teachers (83%) had a good understanding. challenge, or complexity; (2) providing interest
However, it should be noted that there are still as centers that encourage students to explore subsets of
many as 17% of teachers who do not understand about the class topic of particular interest to them; (3)
differentiated learning. This situation can be developing personal agendas to be completed either
understood, because educational background in strata during specified agenda time or as students complete
1 of teachers, only 34.66% of teachers background other work early; (4) offering manipulations or other
from special educational program, the remaining 63% hands-on supports for students who need them; and
is not a graduate of a special education program. This (5) varying the length of time a student may take to
condition indicates they need for further education and complete a task. The differentiating products at the
training, especially for teachers who do not have an elementary level include the following: (1) giving
understanding. Because if this is not done to be able to students options of how to express required learning;
hinder the implementation of differentiated learning in (2) using rubrics that match and extend students'
school inclusion. This condition also as feared by John varied skills levels; (3) allowing students to work
Charema (2010) these are some of the major alone or in small groups on their products; and (4)
challenges that developing countries face in encouraging students to create their own product
implementing inclusive education: (1) Inclusion and assignments as long as the assignments contain
participation are essential to human dignity and to the required elements. And the differentiating learning
enjoyment and exercise of human right. (2) Human environment at the elementary level include: (1)
differences are normal. (3) Learning differences must making sure there are places in the room to work
be adapted to the needs of the child. (4) Ordinary quietly and without distraction, as well as places that
schools must recognize and respond to the diverse invite student collaboration; (2) providing materials
needs of their students. The correct understanding of that reflect a variety of cultures and home settings; (3)
the notion differentiated learning is very important. Its setting out clear guidelines for independent work that
a basic level, differentiation consists of the efforts of matches individual needs; (4) developing routines that
teachers to respond to variance among learners in the allow students to get help when teachers are busy with
classroom (Sternberg, R. J., Torff, B., & Grigorenko, other students and cannot help them immediately; and
E. L. 1998). Whenever a teacher reaches out to an (5) helping students understand that some learners
individual or small group to vary his or her teaching in need to move around to learn, while others do better
order to create the best learning experience possible, sitting quietly (Salim, 2015).
that teacher is differentiating instruction (Tomlinson,
C. 1995, 1999). CONCLUSION
Most of special education teachers in regular It can be concluded that 67% of teachers
schools (92%) already have a good understanding master the knowledge and the function of
about the reason for the need for a differentiated differentiated instruction, 58% understand how to
learning for learners of varying abilities. This implement differentiate instruction, and 64%
condition is in line with the statement of Danielson, C. understand the factors that can affect the success of
(1996) and Tomlinson (2000) that teachers can differentiating instruction.
differentiate at least four classrooms elements based
on student readiness, interest, or learning profile: (1)
content - what the student needs to learn or how the
student will get access to the information; (2) process -
activities in the which the student engages in order to
make sense of the master or the content; (3) products -
4 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

REFERENCES Sternberg, R. J., Torff, B., & Grigorenko, E. L.


Almanza, Helen P.; Mosley, William J. (1980). (1998). Teaching Triarchically Improves
Curriculum adaptations and modifications for Student Achievement. Journal Of Educational
culturally diverse handicapped children. Psychology, 90(3), 374-384.
Exceptional Children, Vol 46(8), May 1980, Tomlinson, C. (1995). How To Differentiate
608-614. Instruction In Mixed-Ability Classrooms.
Charema, John. (2007). From Special Schools to Alexandria: Association For Supervision And
Inclusive Education: The Way Forward for Curriculum Development.
Developing Countries South of the Sahara. The Tomlinson, C. (1999). The Differentiated Classroom:
Journal of the International Association of Responding To The Needs Of All Learners.
Special Education. Vol.8, Number 1. pp. 88-97. Alexandria: Association For Supervision And
Charema, John. (2010). Inclusive Education In Curriculum Development.
Developing Countries In The Sub Saharan Tomlinson, Carol Ann. (2000). Differentiation of
Africa: From Theory To Practice. International Instruction in the Elementary Grades. ERIC
Journal Of Special Education. Vol. 25 No.1 Diges
2010. pp. 87-93 Vygotsky, L. (1986). Thought And Language.
Danielson, C. (1996). Enhancing Professional Cambridge, Ma: Mit Press.
Practice: A Framework For Teaching. Winebrenner, S. (1996). Teaching Kids With Learning
Alexandria: Association For Supervision And Difficulties In The Regular Classroom.
Curriculum Development. Minneapolis: Free Spirit.
Salim, A. (2013). The Prevalence of Children With Wehmeyer, M.L., Lattin, D., & Agran, M. (2001).
Special Needs In Inclusive Elementary School Achieving access to the general curriculum for
of Iodine Deficiency Area. Dewantara students with mental retardation: A curriculum
International Journal of Education. Number 1 decision-making model. Education and
Vol.1, Juni 2013. pp.39-45. Training in Mental Retardation and
Salim, A. Gunarhadi, Muhammad Anwar. (2015). Developmental Disabilities, 36, 327-342
Pembelajaran Terdiferensiasi Anak Wehmeyer, M. L., Sands, D. J., Knowlton, H. E., &
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusif. Kozleski, E. B. (2002). Teaching students with
Surakarta: UNS Press. mental retardation: Accessing the general
curriculum. Baltimore: Paul H. Brookes.

.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGIO N
7TH SERIES 2017

PENGGUNAAN MEDIA BOLA-BOLA BILANGAN TERHADAP KEMAMPUAN


BERHITUNG SISWA ADHD

Adinda Nur Desiania, Irfan Pratamab , Tirta Ardiansyah c

abcMahasiswa S2 Pendidikan Khusus UPI Bandung


E-mail: adinda.ndesiani@gmail.com

Abstrak: ADHD (Attention deficit hyperactif disorder) adalah anak yang memiliki kesulitan untuk
memfokuskan perhatian dan melakukan aktifitas dengan berlebih. M engacu kepada hambatan atensi atau
perhatian yang dimiliki anak dengan ADHD, hambatan tersebut mengakibatkan anak memiliki kesulitan pada
proses pembelajaran, khususnya materi pembelajaran penjumlahan pada matematika. Sehingga untuk
menunjang pembelajaran anak dibutuhkan modifikasi dalam media pembelajaran yang digunakan. M edia
pembelajaran yang digunakan adalah alat peraga berbentuk bola-bola bilangan. M etode yang digunakan
adalah demonstrasi dimana guru mencontohkan bagaimana cara berhitung menggunakan bola-bola yang ada
lalu anak akan mencobanya sendiri untuk memahami tujuan dan konsep pembelajaran penjumlahan. Sebelum
penggunaan media bola-bola bilangan anak hanya mampu membilang satu hingga sepuluh dan mampu
memahami konsep nilai bilangan namun untuk berhitung sudah di ajarkan namun belum berhitung
penjumlahan. Setelah guru menerapkan penggunaan media bola bola bilangan terlihat anak mengalami
peningkatan keterampilan berhitung penjumlahan dengan hasil maksimum 10.
Keywords: Parenting, Anak Berkebutuhan Khusus

Abstract: ADHD (Attention deficit disorder hyperactif) is a child who has difficulty to focus attention and do
overactivity. Referring to the obstacles attention of children have ADHD, these obstacles result in the child
having difficulty in learning, especially learning materials summation on mathematics. So as to support the
children's learning was needed modification in instructional media used. Instructional media used are props
shaped balls of numbers. The method used was a demonstration in which the teacher exemplifies how to
count using existing balls and then the child will try it for theirself to understand the purpose and concept of
learning summation. Prior to the use of media to the number of balls was only able to count from one to ten
and was able to understand the concept of numerical values but to count already taught but not yet arithmetic
summation. Once teachers implement media use spherical ball visible numbers numeracy skills of children
had increased the sum of the maximum yield of 10.
Keywords: Parenting, Children with Special Needs

PENDAHULUAN dkk, menyatakan bahwa media pembelajaran adalah


ADHD is a neurodevelompmental disorder suatu alat pembantu secara efektif yang dapat
define by impairing levels of inattention, digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan yang
disorganization, and/or hyperactivityimplsivity. diinginkan (Shalahuddin, 1986:4). Dari keterangan di
Inattetion and disorganization entail inability to stay atas dapat di simpulkan bahwa adalah anak yang
on task, seem not to listen, and losing materials, at memiliki kesulitan untuk memfokuskan perhatian dan
level that are incosisten with age or developmental melakukan aktifitas dengan berlebih tidak di pungkiri
level (DSM V, 2013 :32). Merujuk pada pengertian di bahwa anak ADHD pun ada yang memiliki
atas ADHD adalah anak yang yang memiliki kesulitan kemampuan berfikir pada umumnya hanya saja tidak
untuk memfokuskan perhatian, nampak tidak mampu memfokuskan perhatian. Menurut Cooper
mendengar, tidak konsisten pada proses pembelajaran dalam frederickson dan cline (2009) untuk dapat
dan juga melakukan aktifitas yang berlebihan. The mengendalikan prilaku dan memfokuskan atensi anak
term attetion deficit hyperactivity disorder defines ADHD diperlukanlah sebuah strategi manajemen
overactive, impulsive childern who have difficulty in kelas yang tepat. Salah satu bentuk staregi yang akan
playing attention. (Sage, 2007:134). Istilah ADHD dilakukan adalah adalah penggunaan bola bola
mengarah pada deginisi anak yang overaktif, impulsif bilangan untuk berhitung dalam mata pelajaran
dan memiliki kesulitan dalam memfokuskan matematika.
perhatian. Dari kedua pengertian tersebut memiliki
kesamaan pengertian untuk anak ADHD yaitu anak METODE
yang impulsif (melakukan aktifitas berlebih) dan Subjek penelitian di sini adalah siswa ADHD
memiliki kesulitan dalam memfokuskan perhatian. yang memiliki kemampuan berfikir seperti siswa pada
Menurut Hamalik (1989:12) media pembelajaran umumnya hanya saja memiliki kesulitan untuk dapat
adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam duduk dengan tenang dan fokus pada apa yang guru
rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi ajarkan dengan pensil dan buku. Untuk membilang
antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan sendiri, siswa sudah mampu hingga 10 namun ketika
pengajaran di sekolah. Selain itu menurut Suprapto

5
6 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

akan diajarkan untuk menjumlah siswa belum mampu


dan tidak mengerti apa yang guru ajarkan. Nama
Baseline 2 Sesi
Untuk memfasilitasi siswa belajar berhitung subjek
(A-2)
guru menggunakan media bola-bola bilangan dalam
5 6
pengajarannya. Dalam media ini terdapat 10 bola cara,
FR Jumlah skor 8 9
2 lubang tabung untuk memasukan bola-bola tersebut,
Presentase 80% 90%
dan 1 wadah penampung semua bola.
(%)
Guru menggunakan metode demonstrasi untuk
memperagakan cara penggunaan bola-bola bilangan turut. Adapun hasil yang di peroleh selama intervensi
tersebut. Yaitu dengan menuliskan angka pada buku adalah:
siswa, lalu guru memasukan angka pertama pada
lubang tabung pertama dan angka ke dua di masukan Dari tabel di atas terlihat FR mengalami
pada lubang tabung ke dua, lalu bola akan peningkatan setelah menggunakan media dengan
dibimbing. Dari 10 soal setengahnya FR sudah
menggelinding ke arah wadah penampung bola yang
di tepatkan di ujung alat ini, dan yang terakhir mengalami peningkatan dari sebelum menggunakan
menghitung jumlah bola yang ada pada wadah. media.
Setelah itu yang terakhir adalah melakukan
Baseline -2 dimana siswa tanpa dibimbing diberikan
ANALISIS
soal dan mengerjakanya sendiri dengan bantuan media
Penelitian ini menggunakan SSR(single Subject
bola-bola bilangan, ada pun hasilnya:
Research), menggunakan Record Sheet For Rate Fase
Baseline (A-1), intervensi (B), dan baseline (A-2) atau Nama
ABA design. Dimana ada rata-rata hasil siswa Sesi
subjek Intervensi (B)
sebelum diberikan media bola-bola bilangan (A-1),
3 4
lalu rata-rata hasil siswa saat intervesi (latihan
menggunakan bola-bola bilangan (B), dan yang FR Skor 4 5
terakhir tes menggunakan bola-bola bilangan saat
Presentase % 40% 50%
mengerjakan tugasnya secara mandiri (A-1).

HASIL Dari tabel di atas terlihat ada peningkatan yang


Setelah proses Baseline 1 ditemukan hasil cukup signifikan dari seringnya siswa siswa
sebagai berikut: mengerjakan soal dibantu dengan media bola-bola
bilangan, hampir sempurna dari 10 soal siswa betul 9
N Sesi soal.
ama Baselin
subjek e 1 (A-1) PEMBAHASAN
1 2
F Jumlah 0 2 Baseline- Baselin
Nama Interven
R skor 1 e-2 (A-
Siswa si (B)
Present 0 2 (A-1) 2)
ase (%) 0% Sesi 1 2 3 4 5 6
Jumlah
0 2 3 4 8 9
Pada tabel diatas subjek (FR) terlihat Skor
FR
mengalami peningkatan setelah di berikan 10 soal 4
Presenta 0 20 30 80 90
yang sama, tetapi tidak stabil, dan faktor kebetulan. 0
se (%) % % % % %
Soal-soal yang betul FR kerjakan adalah soal yang %
ketika ia kerjakan ia melihat angka sebelumnya
(menyalin). Setelah menggunakan media bola-bola
Setelah dilakukan tahap baseline 1 (A-1) maka bilangan terjadi peningkatan pada subjek(FR) bisa
langkah yang dilakukan selanjutnya adalah terlihat dari grafik yang menunjukan peningkatan
memberikan pembelajaran atau intervensi yang baik.
menggunakan media bola-bola bilangan, intervensi ini
dilakukan dengan cara membuat subjek (FR) paham
dengan cara berhitung, ketika ada soal 2+3= ia
berhitung dengan memasukan dua bola kedalam
lubang tabung pertama dan 3 bola di masukan ke
dalam lubang ke dua, dan terakhir di hitung semua
bola yang sudah masuk. Intervensi ini di lakukan
secara berulang-ulang selama 2 sesi secara berturut-
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 7
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

KESIMPULAN
Dari hasil tes yang dilakukan sebanyak 6 kali
dan di bagi menjadi 3 sesi, siswa mengalami
perubahan yang signifikan sehingga bisa disimpulkan
bahwa media pembelajaran sangat dbutuhkan dalam
proses pembelajaran, pada bagian ini media
pembelajaran merubah prilaku yang sebelumnya
belum bisa dan menjadi bisa, oleh karna itu dari
keseluruhan penelitian ini menghasilkan kesilmpulan
ada pengaruh media bola bola bilangan terhadap
peningkatan kemampuan berhitung siswa yang
mengalami ADHD (Attention deficit hyperactif
Dalam fase baseline-1 subjek (FR) masih disorder).
belum faham bagaimana cara menjumlah, sehingga
saat mengerjakan banyak sekali yang diisi dengan asal DAFTAR PUSTAKA
menjawab. Namun setelah dicobakan sesi dua ada Davidson, Gerald C, John M. Neale & Ann M. Kring.
peningkatan ketika subjek (FR) mengerjakan, yaitu 2004. Psikologi Abnormal (edisi ke -9).
betul dua soal. Hasil yang dua poin yang betul ini pun Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
merupakan sebuah kebetulan, karena ia melihat angka American Psychiatric Association. 1994. Diagnostic
sebelumnya dan hanya menyalin disoal berikutnya. And Statistical Manual Of Mental Disorders
Setelah itu dalam fase intervensi yang menggunakan (4th editon text tevision) / DSM IV-TR.
bolabola, subjek (FR) sangat senang karena ada Washington, DC: author.
benda yang menggelinding dan berpindah tempat, Arsyad, Azhar. 1997. Media Pengajaran. Jakarta: Raja
sehingga kefokusannya sudah mulai ada. Dan soal Grafindo Persada.
yang ia kerjakan dengan bimbingan dan alat peraga Basyiruddin Usman, Asnawir. 2002. Media
mendapatkan skor yang mulai meningkat yaitu 4 dari Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Pers.
10 dan 5 dari 10. Yang terakhir pada Baseline-2 Hamalik, Oemar. 1989. Media Pendidikan. Bandung:
terdapat kenaikan yang signifikan dan cukup tinggi Citra Aditya.
dengan 2 kali percobaan soal yang sama yaitu 8 soal Shalahuddin, Mahmud. 1986. Media Pendidikan
yang benar dari 10, dan 9 soal yang hampir sempurna. Agama. Bandung: Bina Islam.
Landouver, MD. 2005. Children and Adults with
Attention deficits Hyperactivity Disorder.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PENGARUH METODE VAKT (VISUAL, AUDITORI, KINESTETIK, TAKTIL)


TERHADAP PEMAHAMAN KATA SINONIM ANAK TUNARUNGU

Arsy Anggrellanggi

Sebelas Maret University


E-mail: skyofarsy@gmail.com

Abstract: The impact of hearing loss in children with hearing impairment can affect in they language
development, which includes acquiring skills receive information, social interaction processes, the
development of intelligence. So to minimize the language barrier in children with hearing impairment is
required development of language skills, one of which is the mastery of synonyms. Synonyms can be mastered
if they have many vocabularies, and it often used, so they can understand. Based on this background, this
study used VAKT (Visual, Auditory, Kinesthetic, Tactile) method to analyze their level of understanding
synonyms of deaf children in fifth grade at SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo. The approach used in this study
is quantitative. This type of research is a quasi-experimental research design using pattern One group pre test
and post test design. The data collection technique using the test method with a form of multiple choice
questions, matching, differentiating, essays, and performance. Analysis of experimental data using statistical
analysis techniques Non Parametric. Interventions using VAKT method with the allocation of 35 minutes each
meeting in eight meetings. The results show the pre-test average was 50.695, and post test results change with
the average being 78.47. Then analyzed using a formula sign test (ZH) with Z table 5% two-sided test of 1.96.
ZH obtained value of 2.05. It concluded that "There was a significant influence of the use VAKT method on the
understanding synonyms of deaf children in fifth grade at SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo".
Keywords: VAKT method, understanding synonyms, deaf children

PENDAHULUAN merupakan bagian dari keterampilan berbahasa, maka


Berbahasa merupakan kemampuan perlu dikembangkan suatu upaya demi melatih dan
menghasilkan simbol-simbol atau kode-kode yang meningkatkan kemampuan bahasa serta menambah
kemudian berkembang lebih lanjut dalam bentuk kosakata yang dimiliki dalam bentuk pemahaman
komunikasi. Sedangkan berkomunikasi antar manusia persamaan kata.
memerlukan ungkapan yang dapat berupa kata-kata Berdasarkan uraian di atas, pemahaman kata
atau bahasa baik bahasa lisan maupun tulis. Winarsih sinonim sebagai salah satu kemampuan berbahasa
(2007: 18) berpendapat bahwa perkembangan bahasa mempunyai peranan yang penting dalam berbagai
merupakan proses mengenal kata-kata dan kalimat aspek kehidupan. Artinya bagi anak tunarungu di
mulai dari yang sangat sederhana hingga kompleks. samping dapat digunakan sebagai bekal sekolah pada
Paparan ini menjelaskan bahwa bahasa merupakan hal jenjang yang lebih atas juga berfungsi untuk menyerap
penting bagi anak selain untuk perkembangan dirinya informasi dari berbagai ilmu pengetahuan. Menurut
dalam berbahasa juga sebagai modal untuk anak Sadjaah (2005: 17) tidak dimilikinya bahasa oleh anak
menyampaikan informasi dan komunikasi dalam tunarungu berdampak pada hambatan dalam
bersosialisasi nantinya. pendidikan, untuk itu pendidikan dan keterampilan
Anak tunarungu mengalami hambatan dalam berbahasa-bicara harus dilaksanakan secara priorotas.
pemahaman bahasa dan minimnya kepemilikan Tarigan (2008: 15) menyatakan, seorang guru
kosakata yang disebabkan oleh hambatan dalam fungsi dapat menolong pelajar memperkaya kosakata dengan
pendengaran. Anak tunarungu juga mengalami jalan memperkenalkan kata sinonim dan imbuhan, dan
hambatan dalam pemahaman kata-kata baku sebagai menerka makna kata dari konteks atau kalimat.
persamaan kosakata yang telah mereka pahami. Dalam Kemudian, Tarigan (2008: 131) melanjutkan bahwa
mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk anak tunarungu untuk memperoleh sukses yang lebih baik dalam
sesuai Standar Kompetensi dalam Kurikulum 2006 membangun dan meningkatkan daya kata perlu
yaitu memahami cerita peristiwa dan cerita sederhana. diketahui cara mempergunakan sinonim dalam
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia memahami berbicara dan menulis, serta memahaminya dalam
cerita sederhana membutuhkan kemampuan bahasa dan kegiatan membaca. Dengan paparan ini jelas bahwa
pemahaman kata yang baik dalam mencerna setiap kata kata sinonim merupakan suatu bentuk pengembangan
atau kalimat agar makna yang terkandung dalam cerita keterampilan berbahasa dan memperkaya kosakata.
dapat tersampaikan. Sedangkan kosakata anak Namun dalam pengembangannya tidak datang dengan
tunarungu dan pemahaman bahasa terbatas, hal ini juga sendirinya, melalui latihan bahasa anak dapat memulai
berpengaruh dalam pemahaman kata sinonim yang mengenal kosakata.

9
10 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Berdasarkan hasil pengamatan di SLB-B METODOLOGI PENELITIAN


Dharma Wanita Sidoarjo menunjukkan bahwa Subyek Penelitian
kemampuan pemahaman bahasa terutama pemahaman Siswa tunarungu kelas V di SLB-B Dharma
kata sinonim anak tunarungu kelas V sangat kurang. Wanita Sidoarjo dengan jumlah siswa sebanyak enam
Hal ini terlihat pada saat kegiatan belajar mengajar anak.
berlangsung dan ketika istirahat saat anak tunarungu Jenis dan Pendekatan Penelitian
bersosialisasi dengan orang lain yang berada di sekitar Jenis penelitian ini menggunakan rancangan
sekolah, diantaranya: (1) anak memerlukan beberapa eksperimen semu dengan desain One group pre-test
waktu untuk memahami maksud orang mendengar post-test design, sebab dilakukan hanya pada satu
yang bertanya padanya, (2) orang mendengar harus kelompok pembanding atau kelompok kontrol serta
menunjuk atau menggunakan ejaan jari saat memberi sampel tidak diacak. Menurut Arikunto (2010: 123-
tahu anak maksud dari perkataannya, (3) dalam 125), desain penelitian one group pre-test post-test
pelajaran bahasa atau mata pelajaran lain yang adalah O1 X O2 dimana observasi dilakukan sebanyak
memerlukan menulis kata hasil kata-kata yang ditulis dua kali yaitu sebelum intervensi dan sesudah
anak monoton. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa anak intervensi. Perbedaan antara (O1) dan (O2) yaitu
tunarungu memerlukan model atau metode belajar diasumsikan sebagai efek dari eksperimen atau
yang tepat dalam pembelajaran bahasa untuk pemberian treatmen.
mengatasi masalah dalam pemahaman kata sinonim Pola One group pre-test post-test design sebagai
yang bisa diperoleh melalui pembelajaran bahasa. berikut:
Metode VAKT merupakan metode pengajaran
membaca, menulis, dan mengeja kata. Pengajaran O1 X O2
menggunakan metode VAKT menekankan Pra-tes Perlakuan Pos-tes
pemanfaatan multisensori secara stimulan sebagai
modal belajar yang dimiliki anak dalam pemrolehan Gambar 1. Desain Penelitian
informasi. Informasi yang diterima melalui sensori
visual, auditori, kinestetik, dan taktil akan masuk ke
dalam persepsi untuk disimpan dalam ingatan, Variabel Penelitian
sehingga penggunaan semua jalan pembelajaran di Variabel bebas: pembelajaran dengan metode VAKT.
otak pada metode VAKT akan meningkatkan ingatan. Variabel terikat: pemahaman kata sinonim anak
Diperkuat Pakasi (dalam Sadjaah, 2005: 47) bahwa tunarungu.
makin banyak benda dilihat, didengar, diraba atau
dimanipulir, dirasa dan dicium, makin pesat Instrumen pengumpulan data
berlangsung perkembangan persepsinya dan makin 1. Pre test dan pos test
banyak tanggapan yang diperoleh maka makin pesat 2. Intervensi
perkembangan bahasanya. Implementasi multisensori 3.
pada anak tunarungu ketika menggunakan metode Teknik Pengumpulan Data
VAKT diantaranya yaitu visualisasi gambar kegiatan 1. Metode Observasi
yang mengandalkan indera penglihatan/ pengamatan, 2. Metode Tes
auditorial pengucapan kata yang mengandalkan indera Bentuk soal pre-tes dan pos-tes sama. Hasil tes
pendengaran dialihkan menjadi membaca ujaran, dievaluasi menggunakan instrumen penilaian
kinestetik dengan memperagakan kemudian pemahaman kata sinonim.
mengisyaratkan tiap huruf dan kata serta menulis di a. Pelaksanaan pre tes
awan sambil memejamkan mata, dan taktil dengan Tes yang diberikan berupa tes tulis dan unjuk
menulis kata menggunakan pensil dan menelusuri kata kerja.
yang mengandalkan indera perabaan oleh anggota b. Pelaksanaan intervensi
tubuh seperti tangan dan jari.
Berdasarkan analisa yang telah diuraikan Berikut tahapan pelaksanaan intervensi:
tersebut di atas, maka penerapan metode VAKT pada 1) Kegiatan awal
anak dapat digunakan untuk meminimalisir dampak 2) Kegiatan inti
hambatan belajar berbahasa yang dialami anak
tunarungu melalui pembelajaran bahasa yang
menekankan pada unsur sesori visual, auditori
(membaca ujaran), kinestetik, serta taktil dalam
pelaksanaannya. Oleh sebab itulah dalam penelitian ini
digunakan metode VAKT dalam mengatasi
permasalahan bahasa terutama dalam pemahaman kata
sinonim yang dialami anak tunarungu kelas V di SLB-
B Dharma Wanita Sidoarjo.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 11
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Tabel 1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian


Aktivitas Program Kegiatan
Pelaksanaan intervensi dengan langkah-langkah:
1. Mengamati rangkaian gambar cerita 1 paragraf 1-4.
2. Menyimak dan menirukan pengucapan kalimat dan kata s inonim.
3. Menggarisbawahi kata sinonim pada cerita bergambar.
Intervensi 1
4. Mengisyaratkan kata dan kalimat setiap sinonim.
5. Menulis kata sinonim di papan tulis.
6. Memperagakan sinonim kata kerja.
7. Menulis kalimat dan kata sinonim di buku tulis.
Pelaksanaan intervensi dengan langkah-langkah:
1. Mengamati rangkaian gambar cerita 1 paragraf 5-7.
2. Menyimak dan menirukan pengucapan kalimat dan kata sinonim.
Intervensi 2 3. Menggarisbawahi kata sinonim pada cerita bergambar.
4. Mengisyaratkan kata dan kalimat setiap sinonim.
5. Menulis kata sinonim di papan tulis.
6. Menulis kalimat dan kata sinonim di buku tulis.
Pelaksanaan intervensi dengan langkah-langkah:
1. Mengamati rangkaian gambar cerita 1 paragraf 8-10
2. Menyimak dan menirukan pengucapan kalimat dan kata sinonim.
3. Menggarisbawahi kata sinonim pada bergambar.
Intervensi 3
4. Mengisyaratkan kata dan kalimat setiap sinonim.
5. Menulis kata sinonim di papan tulis.
6. Memperagakan sinonim kata kerja.
7. Menulis kalimat dan kata sinonim di buku tulis.
Intervensi 4 Pelaksanaan intervensi pengulangan materi cerita 1.
Pelaksanaan intervensi dengan langkah-langkah:
1. Mengamati rangkaian gambar cerita 2 paragraf 1-4.
2. Menyimak dan menirukan pengucapan kalimat dan kata sinonim.
3. Menggarisbawahi kata sinonim pada cerita bergambar.
Intervensi 5
4. Mengisyaratkan kata dan kalimat setiap sinonim.
5. Menulis kata sinonim di papan tulis.
6. Memperagakan sinonim kata kerja.
7. Menulis kalimat dan kata sinonim di buku tulis.
Pelaksanaan intervensi dengan langkah-langkah:
1. Mengamati rangkaian gambar cerita 2 paragraf 5-7.
2. Menyimak dan menirukan pengucapan kalimat dan kata sinonim.
Intervensi 6 3. Menggarisbawahi kata sinonim pada cerita bergambar.
4. Mengisyaratkan kata dan kalimat setiap sinonim.
5. Menulis kata sinonim di papan tulis.
6. Menulis kalimat dan kata sinonim di buku tulis.
Pelaksanaan intervensi dengan langkah-langkah:
1. Mengamati rangkaian gambar cerita 2 paragraf 8-10
2. Menyimak dan menirukan pengucapan kalimat dan kata sinonim.
3. Menggarisbawahi kata sinonim pada cerita bergambar.
Intervensi 7
4. Mengisyaratkan kata dan kalimat setiap sinonim.
5. Menulis kata sinonim di papan tulis.
6. Memperagakan sinonim kata kerja.
7. Menulis kalimat dan kata sinonim di buku tulis.
Intervensi 8 Pelaksanaan intervensi pengulangan materi cerita 2.

3. Kegiatan akhir
a. Pelaksanaan pos test
12 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil

Tabel 2. Data Hasil Penilaian Pemahaman Kata Sinonim Siswa Tunarungu Kelas V Sebelum Menggunakan Metode
VAKT di SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo

Aspek pemahaman kata sinonim


Nama A B C D S kor Nilai
A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2
AY 2 2 2 2 2 2 2 1 15 62,5
TT 1 1 1 1 1 1 1 1 8 33,33
BK 2 1 2 2 2 2 1 1 13 54,167
II 2 2 2 2 2 2 2 2 16 66,67
RD 1 1 2 2 1 1 1 1 10 41,67
RA 1 1 2 2 2 1 1 1 11 45,83
S kor 9 8 11 11 10 9 8 7 73 50,695

Keterangan:
A. Kemampuan menyebutkan
A.1. Menyebutkan kalimat dan kata sinonim dalam cerita 1.
A.2. Menyebutkan kalimat dan kata sinonim dalam cerita 2.
B. Keterampilan memperagakan
B.1. Keterampilan memperagakan sinonim kata kerja dalam cerita 1.
B.2. Keterampilan memperagakan sinonim kata kerja dalam cerita 2.
C. Kemampuan menuliskan
C.1. Menuliskan kalimat dan kata sinonim dalam cerita 1.
C.2. Menuliskan kalimat dan kata sinonim dalam cerita 2.
D. Kemampuan membedakan
D.1. Membedakan kata sinonim dengan kata bukan sinonim dalam cerita 1.
D.2. Membedakan kata sinonim dengan kata bukan sinonim dalam cerita 2.

Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Pelaksanaan Metode VAKT pada Pemahaman Kata Sinonim Siswa Tunarungu

Total skor setiap pertemuan dengan tahapan metode Rata-


Aspek

No Kegiatan yang diamati VAKT (%) rata


1 2 3 4 5 6 7 8 (%)
1.1. M engamati rangkaian gambar
61,11 66,67 66,67 72,22 55,56 72,22 72,22 77,78 67,78
cerita
1 V
1.2. M engamati teman dan guru
44,44 50 55,56 72,22 61,11 61,11 66,67 66,67 58,99
memperagakan kata sinonim
2.1. M enyimak/membaca ujaran
pengucapan kalimat dan kata 55,56 55,56 61,11 66,67 50 77,78 83,33 83,33 66,11
2 A sinonim
2.2. M engucapkan kalimat dan kata
38,89 38,89 55,56 61,11 50 66,67 72,22 72,22 55,56
sinonim
3.1. M emperagakan sinonim kata kerja
61,11 61,11 66,67 77,78 61,11 88,89 94,44 94,44 75,56
dalam cerita
3.2. M enulis kalimat dan kata sinonim
3 K 33,33 38,89 50 66,67 66,67 72,22 72,22 72,22 57,78
di papan tulis
3.3. M engisyaratkan kalimat dan kata
50 50 61,11 72,22 83,33 83,33 83,33 88,89 70,55
sinonim dalam cerita
4.1. M enggarisbawahi setiap kata
sinonim pada lembar cerita 50 44,44 50 61,11 72,22 72,22 72,22 77,78 63,33
4 T bergambar
4.2. M enulis kalimat dan kata sinonim 50 50 55,56 61,11 66,67 66,67 72,22 83,33 63,33
dengan pensil di buku tulis
Rata-rata skor setiap pertemuan (%) 49,38 50,62 58,03 67,9 62,96 73,46 76,54 79,63

Dari hasil pelaksanaan intervensi dengan menggunakan metode VAKT, kemudian dianalisis untuk mengkaji
kegiatan siswa pada setiap aspek.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 13
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Hal tersebut dilakukan untuk mencari rata-rata persentasi siswa pada aspek yang diamati dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

Skor yang dperoleh


X 100%
Skor maksimum = 18

Tabel 4. Data Hasil Penilaian Pemahaman Kata Sinonim Siswa Tunarungu Kelas V Setelah Menggunakan Metode
VAKT Di SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo
Aspek pemahaman kata sinonim
Nama A B C D S kor Nilai
A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2
AY 2 2 3 3 3 3 2 2 20 83,33
TT 2 2 2 2 2 2 1 2 15 62,5
BK 3 3 2 2 3 3 2 2 20 83,33
II 3 3 3 3 3 3 2 2 22 91,67
RD 2 2 3 3 2 2 2 2 18 75
RA 2 2 3 3 2 2 2 2 18 75
S kor 14 14 16 16 15 15 11 12 113 78,47

Tabel 5. Tabel Kerja Perubahan Nilai Pre Tes dan Pos Tes Pemahaman Kata Sinonim Siswa Tunarungu
Menggunakan Metode VAKT
Nilai Perubahan tanda (X2-
No. Nama
Pre tes (X) Pos tes (Y) X1)
1 AY 62,5 83,33 +
2 TT 33,33 62,5 +
3 BK 54,167 83,33 +
4 II 66,67 91,67 +
5 RD 41,67 75 +
6 RA 45,83 75 +
Rata-rata 50,695 78,47 X=6

Jumlah sampel penelitiannya kecil yaitu n = 6, sinonim siswa tunarungu kelas V di SLB-B Dharma
maka rumus yang digunakan adalah Uji tanda (Sign Wanita Sidoarjo.
Test). Perubahan diatas kemudian dianalisis dengan Hasil pengamatan pelaksanaan metode VAKT
menggunakan rumus sign test (Zh). Adapun perolehan pada pertemuan 1 hingga 8 secara bertahap siswa dapat
data sebagai berikut: melaksanakan tahapan-tahapan kegiatan metode
Diketahui: n=6 P = 0,5 VAKT dengan baik. Kegiatan yang memerlukan
Maka: X= Jumlah tanda plus (+) p bantuan dan instruksi yakni mengucapkan kalimat dan
= 6 0,5 kata sinonim. Sedangkan kegiatan yang mandiri
= 5,5 dilakukan diantaranya mengamati gambar, menyimak,
Mean () = n . p = 6 . 0,5 menggarisbawahi, mengisyaratkan, dan menulis di
=3 buku.
Berdasarkan data hasil penilaian pemahaman
= =
kata sinonim siswa tunarungu sebelum dan setelah
= menggunakan metode VAKT terdapat peningkatan
= 1,22
skor dalam setiap aspek penilaian.
Zh = x - = 5,5 3
= 2,05
PEMBAHASAN
Interpretasi Data
Hasil pengujian dua sisi yang telah dianalisis
Nilai kritis =5% (pengujian dilakukan dengan
menunjukkan bahwa nilai Z hitung 2,05 lebih besar
dua sisi), maka nilai kritis = Z = 1,96.
daripada nilai kritis Z 5% yaitu 1,96, sehingga
Ho diterima bila - 1,96 Zh + 1,96. diketahui bahwa hipotesis nol ditolak dan hipotesis
Ho ditolak bila Zh > +1,96 atau Zh < - 1,96. kerja diterima. Hal ini menunjukkan ada peningkatan
yang signifikan dalam pemahaman kata sinonim siswa
Nilai Zh yang diperoleh dalam hitungan adalah tunarungu kelas V menggunakan metode VAKT di
2,05 lebih besar dari pada nilai kritis =5% yaitu 1,96 SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo. Sehingga
sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis kerja membuktikan bahwa pemilihan dan penggunaan
diterima. Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan metode yang tepat dapat mempengaruhi kemampuan
penggunaan metode VAKT terhadap pemahaman kata berbahasa anak tunarungu terutama dalam pemahaman
kata sinonim.
14 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Rata-rata pada hasil pengamatan awal Rekomendasi dan Implikasi


pelaksanaan metode VAKT, kegiatan mengucapkan 1. Guru: Penggunaan metode VAKT dapat
kalimat dan kata sinonim memperoleh persentasi digunakan sebagai salah satu alternatif metode
paling rendah yakni 55,56%, menunjukkan bahwa belajar anak untuk meningkatkan pemahaman
siswa kesulitan melaksanakan kegiatan tersebut kata sinonim dan pengembangan kemampuan
sehingga membutuhkan bantuan berupa pengejaan per berbahasa siswa tunarungu di sekolah. Karena
kata. Ini terjadi karena pengaruh dari gangguan metode VAKT adalah metode yang menggunakan
pendengaran siswa. Seperti yang dikemukakan Sadjaah kombinasi antara visual, auditori, kinestetik, dan
(2005: 30), gangguan pendengaran menjadikan taktil sehingga akan tercipta memori yang kuat,
keterbatasan dalam mengekspresikan bahasanya secara pengertian dan makna yang lengkap.
verbal (berujar). 2. Orang tua: Orang tua dapat juga menerapkan
Berdasarkan data hasil penilaian pemahaman metode VAKT sebagai pengajaran berbahasa di
kata sinonim terdapat pengingkatan pada tiap aspek. rumah. Misalnya mengajarkan tentang persamaan
Pada aspek memperagakan kata kerja adalah nama atau sebutan untuk kata benda, contoh:
pencapaian persentasi tertinggi dari aspek penilaian almari = lemari; mangkuk = cawan; songkok =
yang lain. Hal ini dikarenakan anak lebih memahami peci = kopiah; dsb.
dan mudah mengingat ketika anak melakukan kegiatan 3. Peneliti lanjutan: Peneliti lainnya hendaknya
yang dipelajarinya. Kemudian pada aspek dapat mengadakan penelitian serupa dengan
menyebutkan kalimat dan kata sinonim serta menulis sampel yang jumlahnya lebih besar dan cakupan
kalimat dan kata sinonim peningkatan yang terjadi penelitian lebih luas agar semakin banyak
mencapai hasil yang cukup baik. Sedangkan pada alternatif yang dapat dilakukan untuk
aspek membedakan kata sinonim dengan kata bukan meningkatkan hasil belajar siswa serta untuk
sinonim adalah pencapaian persentasi paling rendah, mengetahui penyebab dan solusi dari kekurangan
namun dalam pengamatan pelaksanaan intervensi anak penelitian yang telah dilaksanakan.
dapat membedakan kata sinonim dengan kata bukan
sinonim dengan baik dikarenakan anak memerlukan DAFTAR PUSTAKA
bantuan dalam pemahaman kata yang berbeda atau Apriliani, Fitri. 2011. Pengaruh Penggunaan Metode
kata yang bukan merupakan sinonimnya. VAKT Terhadap Keterampilan Menulis
Permulaan Siswa Tunarungu Kelas I SDLB-B
KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN Karya Mulia I Surabaya. Skripsi tidak
IMPLIKASI diterbitkan. Surabaya: JPLB FIP Unesa.
Kesimpulan Arikunto, Suharsini. 2010. Prosedur Penelitian Suatu
1. Penggunaan metode VAKT dapat membantu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
kegiatan pembelajaran bahasa khususnya dalam Bunawan, Lani. 2000. Penguasaan Bahasa Anak
pemahaman kata sinonim anak tunarungu karena Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama.
mampu menarik perhatian, minat dan motivasi Hana, Jasmin. 2011. Terapi Kecerdasan Anak Dengan
siswa dengan pemanfaatan multisensori (visual, Dongeng. Yogyakarta: Berlian Media.
auditori/ menyimak, kinestetik, taktil). Ini terbukti Hidayat, Yayat. 2008. Pengaruh Metode VAKT
dengan adanya peningkatan nilai yang signifikan (Visually Auditory, Kinesthetic, Tactile) dalam
siswa tunarungu dalam penelitian. Meningkatkan Kemampuan Menulis Permulaan
2. Data hasil pemahaman kata sinonim siswa pada Anak Tunagrahita Sedang Kelas D.2 di
tunarungu kelas V SLB-B Dharma Wanita SLB ABC Muhammadiyah Sumedang. Skripsi
Sidoarjo sebelum dilakukan intervensi melalui Sarjana PLB FIP UPI Bandung
metode VAKT menujukkan nilai dengan rata-rata (http://repository.upi.edu)
50,695 dan setelah dilakukan intervensi Kumpulanistilahcom. 5 Januari 2011. Pengertian
menunjukkan peningkatan hasil yang mencapai Sinonim, (Online), (http://id.
rata-rata 78,47. Adanya peningkatan yang shvoong.com/humanities/linguistics/2096392-
signifikan pemahaman kata sinonim siswa pengertian_sinonim/#ixzz1q YzWAbwo,
tunarungu kelas V di SLB-B Dharma Wanita diakses 30 Maret 2012).
Sidoarjo dari sebelum dan setelah dilakukan Kurikulum Pendidikan Luar biasa. 2006. Standar
intervensi menggunakan metode VAKT Kompetensi dan Kompetensi Dasar SDLB-B.
memberikan jawaban atas rumusan masalah dan Jakarta: Departemen Pendidikan dan
kesesuaian hipotesis yakni ada pengaruh metode Kebudayaan.
VAKT terhadap pemahaman kata sinonim anak Lerner, Janet. 2006. Learning Disabilities: Theories,
tunarungu kelas V di SLB-B Dharma Wanita Diagnosis, and Teaching Strategies.
Sidoarjo. USA:Houghton Mifflin Company.
Nuraeni. 2010. Analisis Tingkat Pemahaman
Mahasiswa Terhadap Penggunaan Adjektiva
Ureshii, Tanoshii, dan Yorokobashii, (Online),
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 15
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

(http://repositoryupi.edu/operator/ Tarigan, Guntur H. 2009. Pengajaran Wacana.


upload/s_c0551_060193_chapter2.pdf, diakses Bandung: Angkasa.
20 Mei 2012). Thea. 30 Januari 2012. The Thea Diary. Cerita Rakyat
Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Indonesia 1, (Online),
Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka (http://thetheadiary.com/?p=880, diakses 29
Utama. Mei 2012)
Suparman. 2010. Gaya Mengajar yang Menyenangkan Thea. 31 Desember 2011. The Thea Diary. Cerita
Siswa. Yogyakarta: Pinus Book Publisher. Rakyat Indonesia, Dongeng Anak Sebelum
Sadjaah, Edja. 2005. Pendidikan Bahasa Bagi Anak Tidur 2, (Online), (http://thetheadiary.com/
Gangguan Pendengaran Dalam Keluarga. ?p=458, diakses 29 Mei 2012)
Jakarta: Departemen pendidikan Nasional. Tim penyusun. 2006. Panduan Penulisan Skripsi
Saleh, Samsubar. 1996. Statistik Non Parametrik Edisi Universitas Negeri Surabaya. Surabaya:
Kedua. Yogyakarta: BPFE. UNESA pers.
Silberman, Melvin L. 2009. Active Learning 101 Wibowo, Mungin Eddy. 2012. Standar Nasional
Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pendidikan. Makalah disajikan dalam
Pustaka Insan Madani. Workshop Penyusunan Pedoman Kompetensi
Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad. 2007. Media Siswa se-Indonesia. Surakarta 28 April 1 Mei
Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2009.
Tarigan, Guntur H. 2008. Membaca Sebagai Suatu Winarsih, Murni, 2007. Intervensi Dini Bagi Anak
Keterampilan Berbahasa. Bandug: Angkasa. Tunarungu Dalam Pemerolehan Bahasa.
Surabaya: Departemen Pendidikan Nasional.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PENGUNAAN MEDIA BILLIARD EDUKASI DALAM MENINGKATKAN


KEMAMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA SISWA BERISIKO DI
SDN GEDONG 03 JAKARTA TIMUR
(Use Education Billiard Media to improve beginning reading for student with risk in elementary
school Gedong 03 east Jakarta )

Citra Ashri Maulidina a , Fitri Nurkaniab , Angga Damayanto c

aUniversitas Pendidikan Indonesia


b Universitas Negeri Surabaya
Email : citraashri@gmail.com

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan meneliti pengaruh permainan billiard edukasi dalam
meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa berisiko di Sekolah Dasar Gedong 03 Jakarta
Timur. Subjek pada penelitian ini adalah salah satu siswa kelas 3 SD di Sekolah Dasar Gedong 03 Jakarta
Timur. M etode penilitian yang digunakan pada p enelitian ini adalah Penelitian Subjek Tunggal (Single Subject
Research) dengan menggunakan teknik eksperimen yaitu dengan menggunakan dua variable yaitu variable
bebas dan variable terikat dengan desain A-B-A mula-mula perilaku sasaran diukur dengan kontinyu pada
baseline (a/1) selama delapan sesi (B), selama 12 sesi (A/2). Penambahan kondisi baseline kedua (A/2) selama
delapan sesi. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pencatatan kejadian menghitung frekuensi
yaitu dengan cara memberikan tanda (tally) kemampuan membaca permulaan (variabel terikat) yang muncul di
setiap sesi dan diukur dalam pencatatan waktu observasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
analisis inspeksi visual yaitu analisis yang dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap
data yang telah ditampilkan dalam grafik.Analisis inspeksi visual yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kondisi dimana terdapat beberapa komponen visual yang meliputi (1) Panjang kondisi, (2) Estimasi
kecenderungan arah, (3) Kecenderungan stabilitas, (4) Jejak data, (5) Level stabilitas, dan (6) Rentang atau level
perubahan. Berdasarkan hasil penelitian, Penggunaan M edia billiard edukasi dapat meningkatkan kemampuan
membaca permulaan pada siswa berisiko. Karena mengalami perubahan (peningkatan) apabila persentase dari
sebelum diberikan intervensi siswa cenderung mendapatkan nilai yang rendah meskipun ada beberapa
pertemuan siswa menunjukan hasil yang baik, sehingga setelah diberikan intervensi nilai siswa cenderung
mengalami peningkatan dari nilai sebelumnya. Berdasarkan data-data yang diperoleh pada saat intervensi,
frekuensi yang diukur melalui tiga perilaku menunjukkan adanya peningkatan jika dibandingkan dengan
frekuensi terjadinya perilaku sebelum dilakukan intervensi. Hal ini dapat diketahui dari penyajian data pada
tabel hasil analisis pada masing-masing perilaku yang diukur.Dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan
media billiard edukasi dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa berisiko kelas III
Sekolah Dasar.
Kata kunci : siswa beresiko, membaca permulaan, media billiard edukasi

Abstract: The purpose of this research is to examine and to research the influence of billiard education in
improving beginning reading for student with risk in elementary school Gedong 03 East Jakarta. The subject of
this research is one of students with risk class 3 in elementary school Gedong 03 East Jakarta. The result
method used in this study is the research subject Single (Single Subject Research) by using the experimental
technique by using two variables are independent variables and the dependent variable with the design ABA
initially target behavior is measured by continuous at baseline (a / 1) during eight sessions (B), for 12 sessions
(A / 2). The addition of a second baseline conditions is (A / 2) for eight sessions. Collecting data in this study
using a recording calculate the frequency of occurrence that is by giving the sign (tally) ability to read the
beginning (the dependent variable) that appear in each session and is measured in the record time of
observation. Analysis of the data in this study using the analysis of visual inspection by an analysis conducted by
direct observation of the data that has been shown in the graph. Analysis of visual inspection which is used in
this study is a condition where there are few visual components include (1) Length conditions, (2) Estimated
tendency direction, (3) The trend of stability, (4) Traces of data, (5) Level stability, and ( 6) A range or level
changes. Based on the results of the study, Use of Media billiard education can improve reading skills beginning
for students with risk. Because the change (increase) when the percentage of a given intervention before
students tend to have a low value although there was a meeting of students showed good results, so that after a
given intervention tends to increase student scores from the previous value. Based on the data obtained at the
time of the intervention, the frequency of which is measured through three behaviors indicate an increase when
compared to the frequency of occurrence of the behavior before the intervention. It can be seen from the
presentation of the data in the table on the analysis of each behavior which is measured. We conclude that using
media billiard education can improve reading skills beginning for students with risk grade III in Elementary
School Gedong 03 East Jakarta.
Keywords: student with risk, beginning reading, billiard education media

17
18 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

PENDAHULUAN setiap siswa suka bermain, belajar sambil bermain


Ada beberapa ciri siswa berisiko dan faktor adalah salah satu hal yang menyenangkan dalam proses
penyebabnya. Salah satunya adalah siswa tidak pembelajaran karena tanpa disadari siswa sedang
menampilkan kemampuan membaca yang baik di belajar dalam kegiatan bermainya.
sekolah. Kemampuan membaca seorang siswa dapat Diharapkan permainan billiard edukasi ini dapat
mengindekasikan berisiko atau tidaknya siswa tersebut, meningkatkan kemampuan membaca permulaan bagi
sehingga salah satu ciri siswa berisiko adalah memiliki siswa berisiko dan mengenalkan pembelajaran
kemampuan membaca yang rendah. membaca permulaan kepada siswa dengan cara yang
Setiap siswa membutuhkan stimulasi untuk berbeda.
belajar membaca termasuk siswa berisiko. Akan tetapi
kebutuhan stimulasi bagi siswa berisiko akan berbeda METODOLOGI
dengan yang tidak mengalami siswa berisiko. Karena Penelitian ini menggunakan Penelitian Subjek
kemampuan dan kebutuhan masing-masing siswa Tunggal (Single Subject Research) yaitu suatu
berbeda. Diperlukan metode dan media pembelajaran penelitian yang memfokuskan nperubahan perilaku
yang tepat sehingga pembelajaran membaca permulaan yang disebabkan adanya perlakuan pada satu subjek
tidak menjadi suatu hal yang membosankan dan yang diteliti.
berlangsung menyenangkan. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui
Salah satu siswa berisiko adalah IR, siswa kelas teknik eksperimen yaitu penelitian dilakukan dengan
tiga Sekolah Dasar di SDN Gedong 03 Pagi. Hasil tes menggunakan dua variable yaitu variable bebas dan
IQ IR adalah 110 dan dalam skala perhitungan hasil tes variable terikat.
IQ yang dikemukakan Weschler IR termasuk normal Subjek Penelitian
dan tidak memiliki hambatan intelektual. Berdasarkan Subjek Penelitian pada penelitian ini adalah
observasi di lapangan selama belajar di kelas motivasi salah siswa kelas tiga Sekolah Dasar Negeri Gedong 3
IR dalam belajar masih kurang. Jakarta Timur yang berinisial IR. Kemampuan IR
Salah satu cara pembelajaran membaca dalam kognitif cenderung cukup baik karena IR sudah
permulaan adalah dengan menggunakan billiard mengetahui huruf-huruf abjad, sedangkan untuk
edukasi. Sebuah modifikasi sederhana dari permainan kemampuan membaca IR masih terbatas. Hasil tes IQ
billiard yang membutuhkan konsentrasi. Billiard ini IR adalah 110 dan dalam kategori tes IQ cederung
disajikan dengan cara yang berbeda, dimana pada bola- skala weschler menunjukan tidak mengalami hambatan
bola billiard terdapat pengenalan huruf-huruf dan intelektual. Gerakan motorik kasar maupun motorik
ejaaan awal ketika membaca sebagai contoh adalah halusnya cukup bagus. IR sudah dapat
kosakata ba-bi-bu-be-bo yang terdapat pada bola-bola mengidentifikasi huruf abjad a-z, namun IR belum
billiard edukasi. Sehingga siswa dengan siswa berisiko dapat membaca huruf-huruf yang dirangkai menjadi
diajarkan membaca permulaan dengan menggunakan sebuah suku kata dan kata sehingga kemampuan
media billiard edukasi ini. membaca permulaan IR masih kurang.
Billiard edukasi merupakan adaptasi dan sebuah Konsentrasi IR juga masih sangat pendek,
modifikasi dari permainan Billiard. Biliard adalah terutama pada tugas-tugas yang membutuhkan
sebuah cabang olahraga yang masuk dalam kategori kemampuan berfikir kompleks. Selain itu IR cepat
cabang olahraga konsentrasi. Billiard merupakan salah bosan ketika belajar dan ketika diminta membaca
satu cabang olahraga yang mengandalkan kemampuan bacaan pada sebuah buku IR cenderung banyak
visual dan motorik. beralasan. IR juga masih suka menebak jika diminta
Billiard edukasi dirancang sesuai dengan membaca.
kebutuhan siswa. Pada billiard edukasi ini bola yang
digunakan berisi huruf yang terdiri dari suku kata. Juga Variabel Terikat
dilengkapi dengan meja yang terdiri dari enam Variabel terikat pada penelitan kali ini adalah
bolongan untuk memasukan bola. Billiard edukasi juga membaca permulaan pada aspek membaca suku kata
dilengkapi dengan tongkat. terdiri dari kata buku, bola, baju, biji, besi.
Billiard edukasi ini dimodif sesuai dengan
metode membaca permulaan yaitu metode Linguistik. Variabel Bebas
Metode linguistik didasarkan pada pandangan bahwa Variabel Bebas Pada penelitian kali ini adalah
membaca merupakan suatu proses memecahkan kode media billiard edukasi.
atau sandi yang berbentuk tulisan menjadi bunyi yang
sesuai dengan percakapan. Dengan demikian, Setting Penelitian
membaca adalah memecahkan sandi hubungan bunyi Penelitian ini dilaksanakan di salah satu
dan tulisan. Metode ini menyajikan kepada siswa suatu ruangan yang digunakan sebagai ruang kelas khusus
bentuk kata-kata yang terdiri dari konsonan-vokal atau ABK di SDN Gedong 03 Pagi Jakarta Timur, ruangan
vokal-konsonan. tersebut berukuran 7x3 meter.
Dikarenakan billiard edukasi merupakan salah Peralatan yang digunakan adalah billiard edukasi.
satu hal yang baru dalam mengajarkan pengajaran
membaca permulaan kepada siswa. Pada dasarnya Desain Penelitian
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 19
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Dalam penelitian yang dilakukan peneliti evaluasi bagaimana intervensi dapat


menggunakan desain A-B-A.Desain A-B-A merupakan berpengaruh terhadap subjek.
salah satu pengembangan dari desain A-B. Prosedur
penelitian desain A-B-A tidak banyak berbeda dengan ANALISIS DATA DAN HASIL
desain A-B, mula-mula perilaku sasaran diukur dengan Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
kontinyu pada baseline (a/1) dengan periode waktu analisis inspeksi visual dalam kondisi. Komponen
tertentu kemudian dengan pengukuran pada kondisi analisis visual dalam kondisi meliputi enam komponen
intervensi (B), kemudian dilakukan pengulangan yaitu: (1) Panjang kondisi, (2) Estimasi kecenderungan
kondisi baseline ke dua (A/2). Penambahan kondisi arah, (3) Kecenderungan stabilitas, (4) Jejak data, (5)
baseline kedua (A/2) ini dimaksudkan sebagai control Level stabilitas, dan (6) Rentang/level perubahan.
untuk kondisi intervensi sehingga keyakinan untuk
menarik kesimpulan adanya hubungan fungsional. Analisis Data Perilaku 1
Struktur Desain A-B-A adalah sebagai berikut Berdasarkan data yang disajikan, estimasi
1. A/1 adalah lambang dari garis datar (baseline- kecenderungan arah perolehan persentase terjadinya
1). Baseline-1 merupakan suatu kondisi awal perilaku 1 pada tahap A1, B, dan A2 dengan
subjek secara alami tanpa diberi intervensi. menggunakan metode belah tengah (split middle) dapat
2. B (intervensi) yaitu intervensi dimana subjek digambarkan dalam grafik berikut:
diberikan perlakuan secara berulang-ulang.
3. A/2 (Baseline-2) merupakan pengulangan
kondisi A/1 yang dilakukan untuk sebagai
(A) (B) (A)

Garis Batas Kondisi


Garis belah tengah
Garis kecenderungan arah
Grafik analisis belah tengah persentase perilaku 1 pada tahap A1, B, A2

Pada Fase Baseline arah grafik cenderung Data perilaku 1 saat Intervensi B adalah 100% +
menurun tidak stabil karena pada tiga pertemuan awal 100% + 100% + 100% + 100% + 100% + 100% +
nilai anak berada di level yang tinggi yaitu 90 % 100% = 800%, Rentang stabilitas adalah 100% x 0,15
sedangkan di dua pertemuan terakhir nilai cenderung = 15%, Mean level adalah 800% : 8 = 100%, Batas
rendah yaitu 50% dan 60%. atas adalah 100% + 7.5% = 107.5%, Batas bawah
Pada Fase Intervensi arah grafik cenderung adalah 100% - 7.5% = 99.25%, Persentase stabilitas
stabil dengan nilai tertinggi yaitu 100% selama delapan adalah8 : 8 = 1 (Stabil100%)
kali pertemuan. Data perilaku 1 saat Baseline A adalah 100% +
Pada Fase Baseline arah grafik cenderung 100% + 100% + 90% + 100% = 490%, Rentang
menurun dan tidak stabil karena pada tiga kali stabilitas adalah 100% x 0,15 = 15%, Mean level
pertemuan awal mendapatkan nilai tertinggi 100% dan adalah 490% : 5 = 98%, Batas atas adalah 98% + 7.5%
pertemuan keempat menurun jadi 90% dan pada = 105.5%
pertemuan terakhir kembali meningkat menjadi 100%. Batas bawah adalah 98% - 7.5% = 90.5%,
Data perilaku 1 saat Baseline A adalah 90% + Persentase stabilitas adalah4 : 5 = 0.8 (variabel 80%)
90% + 90% + 50% + 60% = 380%, Rentang stabilitas Ppenelitian ini, perilaku 1 dilakukan selama 18
adalah 90% x 0,15 = 0,15 = 13.5%, Mean level adalah sesi dimana pada tahap baseline A1 dilakukan selama 5
380% : 5 = 76%, Batas atas adalah 76% + 6.75% = sesi, pada tahap intervensi dilakukan selama 8 sesi dan
82%, Batas bawah adalah 76% - 6.75% = 69%, pada tahap baseline A2 dilakukan selama 5 sesi. Tahap
Persentase stabilitas adalah0 : 5 = 0 (variabel 0%). baseline A1 yang dilakukan selama 5 sesi
20 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

kecenderungan arah cenderung menurun tidak stabil billiard edukasi dapat meningkatkan perilaku 1 pada
karena pada tiga pertemuan awal nilai anak berada di siswa anak berisiko.
level yang tinggi yaitu 90 % sedangkan di dua Kemudian peneliti melanjutkan ke tahap
pertemuan terakhir nilai cenderung rendah yaitu 50% baseline A2 yang dilakukan selama 5 sesi tanpa
dan 60%. Walaupun data pada perilaku 1 menggunakan media billiard edukasi. tahap ini
kecenderungan stabilitasnya tidak stabil hal ini merupakan pengulangan kondisi untuk meyakinkan
menunjukkan bahwa intervensi dapat segera diberikan peneliti dalam mengambil kes impulan. Tahap baseline
kepada siswa anak berisiko untuk melihat apakah A2 kecenderungan arahnya menunjukkan arah grafik
perilaku 1 dapat dinaikkan atau tidak. cenderung menurun dan tidak stabil karena pada tiga
Kemudian pada tahap intervensi yang dilakukan kali pertemuan awal mendapatkan nilai tertinggi 100%
selama 8 sesi. Peneliti mulai menggunakan media dan pertemuan keempat menurun jadi 90% dan pada
billiard edukasi kecenderungan arah yang didapat pada pertemuan terakhir kembali meningkat menjadi 100%.
tahap intervensi menunjukan arah yang menaik atau Hal ini meyakinkan peneliti untuk menyimpulkan
meningkat. Pada tahap intervensi perilaku 1 bahwa media billiard edukasi dapat meningkatkan
kecenderungan stabilitas yang diperoleh siswa anak perilaku1 pada subjek anak berisiko di SDN Gedong
berisiko adalah 100% selama delapan kali bertrut-turut 03 Pagi Condet Jakarta Timur
menunjukkan data Stabil.Hal ini menunjukan bahwa

Rangkuman Hasil Analisis Visual Dalam Kondisi Pada Perilaku 1


Kondisi A1 B A2
1) Panjang Kondisi 5 8 5
2) Kecenderungan Arah

(-) (=) (-)


3) Kecenderungan Stabilitas Variabel Stabil Variabel
0% 100% 80%
4) Jejak Data

(-) (=) (-)


5) Level Stabilitas Dan 5-9 10 9-10
Rentang
6) Perubahan Level 6-9 10-10 10-10
(-3) (+0) (+0)

Analisis Data Perilaku II


Berdasarkan data yang disajikan, estimasi kecenderungan arah perolehan persentase terjadinya perilaku 2 pada
tahap A1, B, dan A2 dengan menggunakan metode belah tengah (split middle) dapat digambarkan dalam grafik
berikut:

(A) (B) (A)

Garis Batas Kondisi


INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 21
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Garis belah tengah


Garis kecenderungan arah
Grafik analisis belah tengah persentase perilaku 2 pada tahap A1, B, A2

Pada Fase Baseline arah grafik cenderung dilakukan selama 5 sesi, pada tahap intervensi
meningkat tidak stabil karena pada pertemuan awal dilakukan selama 8 sesi dan pada tahap baseline A2
anak mendapatkan nilai terendah yaitu 30 % dan pada dilakukan selama 5 sesi. Tahap baseline A1 yang
pertemuan selanjutnya mendapat nilai 70% dan dilakukan selama 5 sesi kecenderungan arah grafik
kemudian pada pertemuan terakhir mencapai nilai cenderung meningkat tidak stabil karena pada
tertinggi yaitu 90%. pertemuan awal anak mendapatkan nilai terendah
Pada Fase Intervensi arah grafik cenderung yaitu 30 % dan pada pertemuan selanjutnya mendapat
meningkat tidak stabil. Pada awal pertemuan anak nilai 70% dan kemudian pada pertemuan terakhir
mendapatkan nilai tinggi yaitu 90% dan pada mencapai nilai tertinggi yaitu 90%.Walaupun data
pertemuan ke tiga anak mendapatkan nilai 80 % dan pada perilaku 2 kecenderungan stabilitasnya tidak
pada pertemuan terakhir meningkat hingga mencapai stabil hal ini menunjukkan bahwa intervensi dapat
nilai maksimal 100%. segera diberikan kepada siswa anak berisiko untuk
Pada Fase Baseline arah grafik cenderung melihat apakah perilaku 2 dapat dinaikkan atau tidak.
menurun dan tidak stabil karena pada tiga kali Kemudian pada tahap intervensi yang
pertemuan awal mendapatkan nilai tertinggi 100% dan dilakukan selama 8 sesi. Peneliti mulai menggunakan
pertemuan keempat menurun jadi 70% dan pada media billiard edukasi kecenderungan arah yang
pertemuan terakhir kembali meningkat menjadi 80%. didapat pada tahap intervensi menunjukan arahgrafik
Data perilaku 2 saat Baseline A adalah 30% + cenderung meningkat tidak stabil. Pada awal
70% + 70% + 90% + 90% = 350%, Rentang stabilitas pertemuan anak mendapatkan nilai tinggi yaitu 90%
adalah 90% x 0,15 = 13.5%, Mean level adalah 350% dan pada pertemuan ke tiga anak mendapatkan nilai
: 5 = 70%, Batas atas adalah 70% + 6.75% = 76.75%, 80 % dan pada pertemuan terakhir meningkat hingga
Batas bawah adalah 76% - 6.75% = 63.25%, mencapai nilai maksimal 100%.Hal ini menunjukan
Persentase stabilitas adalah2 : 5 = 0.4 (variabel 40%). bahwa billiard edukasi dapat meningkatkan perilaku 2
Data perilaku 2 saat Intervensi B adalah 90% + pada siswa anak berisiko.
90% + 80% + 90% + 90% + 90% + 100% + 100% = Kemudian peneliti melanjutkan ke tahap
730%, Rentang stabilitas adalah 100% x 0,15 = 15%, baseline A2 yang dilakukan selama 5 sesi tanpa
Mean level adalah 730% : 8 = 91%, Batas atas adalah menggunakan media billiard edukasi. tahap ini
91% + 7.5% = 98.5%, Batas bawah adalah 91% - merupakan pengulangan kondisi untuk meyakinkan
7.5% = 83.75%, Persentase stabilitas adalah5 : 8 = peneliti dalam mengambil kesimpulan
0.625 (Variabel62.5%) Tahap baseline A2 kecenderungan arahnya
Data perilaku 2 saat Baseline A adalah 100% menunjukkan arah grafik cenderung menurun dan
+ 100% + 100% + 70% + 90% = 460%, Rentang tidak stabil karena pada tiga kali pertemuan awal
stabilitas adalah 100% x 0,15 = 15%, Mean level mendapatkan nilai tertinggi 100% dan pertemuan
adalah 460% : 5 = 92%, Batas atas adalah 92% + keempat menurun jadi 70% dan pada pertemuan
7.5% = 99.5%, Batas bawah adalah 92% - 7.5% = terakhir kembali meningkat menjadi 80%.Hal ini
84.5%, Persentase stabilitas adalah4 : 5 = 0.8 (variabel meyakinkan peneliti untuk menyimpulkan bahwa
80%) media billiard edukasi dapat meningkatkan perilaku1
Pada penelitian ini, perilaku 2 dilakukan pada subjek anak berisiko di SDN Gedong 03 Pagi
selama 18 sesi dimana pada tahap baseline A1 Condet Jakarta Timur.

Rangkuman Hasil Analisis Visual Dalam Kondisi Pada Perlaku 2

Kondisi A1 B A2
Panjang Kondisi 5 8 5
Kecenderungan Arah

(+) (+) (-)

Kecenderungan Stabilitas Variabel 40% Variabel 62.5 % Variabel 80%


Jejak Data

(+) (+) (-)

Level Stabilitas Dan Rentang 3-9 8-10 8-10


Perubahan Level 9-3 (+6) 10-9 (+1) 9-10 (-1)
22 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Analisis Target Perilaku III


Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 7, estimasi kecenderungan arah perolehan persentase terjadinya
perilaku 2 pada tahap A1, B, dan A2 dengan menggunakan metode belah tengah (split middle) dapat digambarkan
dalam grafik berikut:

(A) (B) (C)

Garis Batas Kondisi


Garis belah tengah
Garis kecenderungan arah
Grafik analisis belah tengah persentase perilaku 3 pada tahap A1, B, A2

Pada Fase Baseline arah grafik cenderung Data perilaku 3 saat Baseline A adalah
menurun tidak stabil karena pada pertemuan awal anak 80% + 70% + 90% + 90% + 90% = 420%, Rentang
mendapatkan nilai terendah yaitu 40 % kemudian stabilitas adalah 90% x 0,15 = 13.5%, Mean level
meningkat menjadi 50% dan pada pertemuan ke empat adalah 420% : 5 = 84%, Batas atas adalah 84% +
mendapat nilai terendah yaitu 30% hingga pada 6.75% = 90.75%, Batas bawah adalah 84% - 6.75% =
pertemuan terakhir mencapai nilai 60%. 77.25%, Persentase stabilitas adalah4 : 5 = 0.8
Pada Fase Intervensi arah grafik cenderung (variabel 80%)
menurun tidak stabil. Pada awal pertemuan anak
mendapatkan nilai tinggi yaitu 80% dan pada Pada penelitian ini, perilaku 3 dilakukan selama
pertemuan ke tiga anak mendapatkan nilai tertinggi 18 sesi dimana pada tahap baseline A1 dilakukan
yaitu 100 % hingga menurun pada pertemuan selama 5 sesi, pada tahap intervensi dilakukan selama 8
selanjutnya menjadi 90% dan 80%. sesi dan pada tahap baseline A2 dilakukan selama 5
Pada Fase Baseline arah grafik cenderung sesi. Tahap baseline A1 yang dilakukan selama 5 sesi
meningkat dan tidak stabil karena pada pertemuan kecenderungan arah grafik cenderung menurun tidak
pertama mendapatkan nilai 80% dan menurun pada stabil karena pada pertemuan awal anak mendapatkan
pertemuan kedua menjadi 70% hingga pada pertemuan nilai terendah yaitu 40 % kemudian meningkat menjadi
terakhir meningkat jadi 90%. 50% dan pada pertemuan ke empat mendapat nilai
Data perilaku 3 saat Baseline A adalah terendah yaitu 30% hingga pada pertemuan terakhir
40% + 50% + 50% + 30% + 60% = 230%, Rentang mencapai nilai 60%.
stabilitas adalah 60% x 0,15 = 9%, Mean level adalah Walaupun data pada perilaku 3 kecenderungan
230% : 5 = 46%, Batas atas adalah 46% + 4.5% = stabilitasnya tidak stabil hal ini menunjukkan bahwa
50.5%, Batas bawah adalah 46% - 4.5% = 41.5%, intervensi dapat segera diberikan kepada siswa anak
Persentase stabilitas adalah2 : 5 = 0.4 (variabel 40%). berisiko untuk melihat apakah perilaku 3 dapat
Data perilaku 3 saat Intervensi B adalah dinaikkan atau tidak.
80% + 70% + 100% + 90% + 90% + 80% + 80% + Kemudian pada tahap intervensi yang dilakukan
80% = 670%, Rentang stabilitas adalah 100% x 0,15 = selama 8 sesi. Peneliti mulai menggunakan media
15%, Mean level adalah 670% : 8 = 83.75%, Batas billiard edukasi kecenderungan arah yang didapat pada
atas adalah 83.75% + 7.5% = 91%, Batas bawah adalah tahap intervensi menunjukan arahgrafik cenderung
83.75% - 7.5% = 76.25%, Persentase stabilitas adalah5 menurun tidak stabil. Pada awal pertemuan anak
: 8 = 0.625 (Variabel62.5%). mendapatkan nilai tinggi yaitu 80% dan pada
pertemuan ke tiga anak mendapatkan nilai tertinggi
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 23
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

yaitu 100 % hingga menurun pada pertemuan peneliti dalam mengambil kesimpulan. Tahap baseline
selanjutnya menjadi 90% dan 80%. Hal ini A2 kecenderungan arahnya arah grafik cenderung
menunjukan bahwa billiard edukasi dapat meningkat dan tidak stabil karena pada pertemuan
meningkatkan perilaku 2 pada siswa anak berisiko. pertama mendapatkan nilai 80% dan menurun pada
Kemudian peneliti melanjutkan ke tahap pertemuan kedua menjadi 70% hingga pada pertemuan
baseline A2 yang dilakukan selama 5 sesi tanpa terakhir meningkat jadi 90%.
menggunakan media billiard edukasi. tahap ini
merupakan pengulangan kondisi untuk meyakinkan

Rangkuman Hasil Analisis Visual Dalam Kondisi Pada Perilaku 3


Kondisi A1 B A2
Panjang Kondisi 5 8 5
Kecenderungan Arah

(-) (-) (+)


Kecenderungan Stabilitas Variabel Variabel Variabel
40% 62.5 % 80%
Jejak Data

(-) (-) (+)


Level Stabilitas Dan Rentang 3-6 7-10 7-9
Perubahan Level 6-4 (+2) 8-8 (0) 9-8 (+1)

Berdasarkan hasil penelitian, Penggunaan edukasi memiliki pengaruh yang baik dalam
Media billiard edukasi dapat meningkatkan meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada
kemampuan membaca permulaan pada siswa berisiko. siswa berisiko.
Karena mengalami perubahan (peningkatan) apabila
persentase dari sebelum diberikan intervensi siswa IMPLIKASI
cenderung mendapatkan nilai yang rendah meskipun Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, bahwa
ada beberapa pertemuan siswa menunjukan hasil yang penggunaan billiard edukasi pada sis wa anak berisiko
baik, sehingga setelah diberikan intervensi nilai siswa dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan
cenderung mengalami peningkatan dari nilai pada siswa anak berisiko. Hal ini menunjukan bahwa
sebelumnya. penggunaan billiard edukasi cukup berhasil dalam
Berdasarkan data-data yang diperoleh pada saat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada
intervensi, frekuensi yang diukur melalui tiga perilaku siswa anak berisiko. Penggunaan billiard edukasi dapat
menunjukkan adanya peningkatan jika dibandingkan menjadi alternatif media belajar bagi anak dengan anak
dengan frekuensi terjadinya perilaku sebelum berisiko.
dilakukan intervensi. Hal ini dapat diketahui dari
penyajian data pada tabel hasil analisis pada masing - SARAN
masing perilaku yang diukur. Berdasarkan kesimpulan dan implikasi peneliti
Dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan mengajukan beberapa saran antara lain:
media billiard edukasi dapat meningkatkan Kepada guru, disarankan untuk dapat
kemampuan membaca permulaan pada siswa berisiko menggunakan billiard edukasi dalam mengajarkan
kelas III Sekolah Dasar. membaca permulaan kepada anak secara khusus. Hal
ini dapat dilakukan seminggu selama dua sampai tiga
KESIMPULAN kali. Hal ini bertujuan untuk mengajarkan membaca
Penelitian ini telah membuktikan bahwa billiard permulaan kepada anak dengan media belajar yang
edukasi dapat meningkatkan kemampuan membaca berbeda dari biasanya.
permulaan pada siswa berisiko kelas III di SDN Kepada orangtua, khususnya yang memiliki
Gedong 03 Pagi. Hasil penelitian menunjukan bahwa anak berisiko, disarankan agar menciptakan suasana
terdapat perubahan skor presentase yang meningkat belajar sambil bermain yang menyenangkan ketika
dengan menggunakan billiard edukasi. belajar salah satunya dengan bermain billiard edukasi
Hasil yang diperoleh dari data hasil pengukuran agar dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
pada tahap baseline (A), intervensi (B), baseline (A) Kepada peneliti selanjutnya, disarankan untuk
yaitu perilaku 1 menyadarkan satu kata terdiri dari dua mengembangkan kemampuan membaca lanjut pada
bunyi, Pada perilaku 2 menunjukan kosakata yang anak dengan menggunakan media alternatif, sehingga
dimkasud, Pada perilaku 3 melengkapi suku kata pada mampu membantu anak dengan anak berisiko agar
sebuah kata. Menunjukan presentase yang semakin dapat belajar dengan baik.
meningkat atau bertambah dengan menggunakan
billiard edukasi. Hal ini menunjukan bahwa billiard
24 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

DAFTAR PUSTAKA Santrock, John, Psikologi Pendidikan.


Jakarta:Kencana, 2008
Abdurahman,Mulyono, Pendidikan bagi anak Tarigan,Guntur, Membaca Sebagai Suatu
kesulitan belajar, Jakarta:Rineka Cipta, 2009 Keterampilan Berbahasa . Bandung: Aksara,
Arief Sadiman, dkk, Media Pendidikan, Jakarta: 2008
Rajawali Pers, 2003 Wardhani,K, Pengajaran Bahasa Indonsesia bagi anak
Arsyad, Azhar, Media Pembelajaran, Jakarta: Raja berkesulitan belajar. Jakarta: Dikti, 1995
Grafindo Persada, 2006 Westwood,Peter. 2008. What teachers need to know
Braja,F, Pengajaran membaca pada tahap permulaan about reading and writing difficultie. Autralia:
dan usaha memupuk kecintaan membaca. Acer Press
Jakarta: p3G, 1999 William, Feldman. 2002. Mengatasi Gangguan
Dhieni,Nurbian, Metode Pengembangan Bahasa. Belajar pada Anak .
Jakarta: UT, 2004 Riana, Baskorowati. 2010. Anak Berisiko.Bogor:
Florida Journal of Educational Administration & Ghalia
Policy, At-Risk Students at Traditional and Jurnal:http://eprints.uny.ac.id/7906/3/bab2%20
Academic Alternative School Settings Winter, -%2008108244028.pdf
Florida:Volume 3, 2009 http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_
Hapidin. 1999. Model-Model Pendidikan untuk anak BIASA/195303121979032N._TATAT_HART
usia dini. Jakarta:Grifyats Alfian Press ATI/Penelitian/Laporan_Penelitian_Permainan/
Harjanto, Perencanaan pengajaran, Jakarta: Rineka bermain.pdf
cipta, 2011 www1.bpkpenabur.or.id/ jurnal/04/017-035.pdf
Rahim, Farida, Pengajaran membaca di sekolah dasar www,depdiknas.go.id/jurnal/37/
Jakarta: Bumi Aksara, 2007 perbedaan_hasil_belajar_membaca.htm
www.unika.ac.id.02/05/05
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 UNTUK PEMBELAJARAN ANAK


TUNANETRA DI SLB NURUL BAYAN LOMBOK UTARA
(The Implementation of Curriculum 2013 For Teaching Visual Impairment Students at SLB Nurul Bayan)

Dwi Arnia Ulfaa, Agus Salimb , Sunardic

abcUniversitasSebelas Maret, Indonesia


E-mail: dwiarniaulfa@gmail.co m

Abstrak: Latar belakang penelitian ini adalah pelaksanaan kurikulum 2013 yang masih terdapat kendala dalam
pengimplementasiannya. Terutama implementasi kurikulum 2013 untuk pembelajaran anak tunanetra di SLB
Nurul Bayan. Adapun permasalahan yang dihadapi dibagi menjadi 3 pokok utama yaitu kegiatan pembelajaran di
kelas, persepsi guru serta pengajaran vokasional bagi anak tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi SLB Nurul Bayan dalam implementasi kurikulum
2013 bagi pembelajaran anak tunanetra. M etode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
dengan menggunakan teknik observasi serta wawancara. Permasalahan yang dihadapi dalam implementasi
kurikulum 2013 adalah anak tunanetra yang digabung dengan ketunaan lainnya, anak yang belum bisa membaca
dan menulis huruf braille, kurangnya buku teks braille, kekurangan guru, pendekatan pembelajaran yang
membingungkan, persepsi guru mengenai pengaturan jadwal, penilaian yang membingungkan, kurangnya guru
vokasional dan fasilitas penunjang vokasional. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, sekolah perlu
menerima guru baru dan mengadakan training bagi guru baru untuk orientasi, mengadakan kerja sama dengan
SLB lain yang mempunyai dokumen dan printer braille, bertukar pikiran dengan guru lain mengenai pendekatan
pembelajaran, membuat jadwal sendiri berdasarkan buku guru, bertukar pikiran mengenai penilaian kurikulum
2013, meningkatkan kreativitas untuk ketrampilan vokasional serta kerja sama dengan guru dari sekolah lain
dalam hal ketrampilan dan seni.
Kata kunci: kurikulum 2013, pembelajaran anak tunanetra

Abstract: The background of this research is the implementation of the curriculum 2013 that there are still a
constraint in its implementation. Especially the implementation of the curriculum 2013 for teaching visual
umpairment students in SLB Nurul Bayan. The problems encountered are divided into three main pointsare the
learning activities in the classroom, the teacher's perception and the teaching of vocational for visual
impairment students. This research aimed to describe the problems encountered SLB Nurul Bayan in the
implementation of the curriculum 2013 for teaching visual impairment students. The method in this research is a
qualitative descriptive using observation and interviews. The problems encountered in the implementation of the
curriculum 2013 is a visual impairment students who are combined with others disability children who can not
read and write Braille, lack of textbooks braille, lack of teachers, learning approaches are confusing, the
teacher's perception about schedule settings, evaluation confusion, lack vocational teachers and vocational
support facilities. To overcome these constraints, the school should accept new teachers and conduct training for
new teachers for orientation, collaborates with SLB others who have documents and printer braille,
brainstorming with other teachers about the learning approaches, make her own schedule based on the book of
teachers, brainstorming about curriculum 2013 evaluation, increasing creativity for vocational skills and
cooperation with teachers from other schools about skill and art.
Keywords: curriculum 2013, teaching visual impairment students.

PENDAHULUAN anak Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan


Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat yang bermutu guna kelangsungan hidup mereka
penting bagi kehidupan manusia. Berdasarkan Undang - nantinya.
Undang nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan memiliki peranan yang penting guna
menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan untuk bekal di masa depan, tak terkecuali bagi anak
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan berkebutuhan khusus, dimana dengan pendidikan anak
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif berkebutuhan khusus bisa belajar mandiri walau
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki dengan kekurangan yang dimiliki. Pentingnya
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta diatur pula dalam Undang-Undang nomor 20 tentang
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa
bangsa dan negara. Atas dasar itulah sehingga seluruh warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,

25
26 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh Selain permasalahan mengenai ketersediaan
pendidikan khusus. Pendidikan khusus pada konteks dokumen Kurikulum 2013 di sekolah, permasalahan
ini adalah Sekolah Luar Biasa yang terdiri dari jenjang muncul dari guru yang mengajar anak tunanetra, yaitu
SDLB, SMPLB serta SMALB. guru yang masih kebingungan dalam penerapan
Salah satu hal yang penting dalam pendidikan pendekatan pembelajaran Kurikulum 2013. Hal ini
khusus adalah kurikulum. Kurikulum adalah dikarenakan banyak aktivitas yang mengintruksikan
seperangkat rencana atau pengaturan pelaksanaan siswa bekerja secara kelompok padahal jumlah siswa
pembelajaran dan atau pendidikan yang di dalamnya yang sedikit tidak memungkinkan untuk mengerjakan
mencakup pengaturan tentang tujuan, isi/materi, proses tugas secara berkelompok. Tidak adanya tenaga
dan evaluasi (Budiyanto, dkk, 2013:78). Jika dikaitkan pengajar yang mengambil spesialisasi tunanetra juga
dengan kurikulum terkini yang berlaku di Indonesia, menjadi permasalahan dalam implementasi Kurikulum
kurikulum yang digunakan dalam pendidikan khusus 2013 di SLB Nurul Bayan. Guru masih mengalami
adalah Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 memuat kesulitan dalam mengenalkan huruf Braille pada anak
Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). tunanetra. Sehingga membutuhkan bantuan guru
Terdapat 4 Kompetensi Inti pada Kurikulum 2013, dengan penjurusan tunanetra. Akibat kurangnya tenaga
yaitu KI1 berupa sikap spiritual, KI2 yaitu sikap sosial, profesional tersebut, maka guru harus mengajar
KI3 yaitu sikap pengetahuan, dan KI4 adalah sikap tunanetra seorang diri. Sedangkan ia hatrus mengajar
keterampilan. siswa dengan ketunaan lain dan dengan rombongan
Kompetensi Inti dirancang dalam empat belajar yang berbeda. Kemudiankesulitan guru dalam
kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan pengajaran vokasioanl siswa tunanetra dalam
sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial memberikan keterampilan yang sesuai untuk anak
(kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan tunanetra karena beberapa guru beranggapan bahwa
penerapan pengetahuan (kompetensi 4). Keempat akan sulit memberikan keterampilan untuk anak
kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar tunanetra dibandingkan anak berkebutuhan khusus
dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa lainnya.
pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang
berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial METODE PENELITIAN
dikembangkan secara tidak langsung (indirect Metode penelitian yang digunakan peneliti
teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar adalah penelitian deskriptif, tepatnya menggunakan
tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti
penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4) bermaksud untuk menggambarkan secara deksriptif
(Kemendikbud, 2013:5). bagaimana implementsi kurikulum 2013 terhadap
SLB Nurul Bayan merupakan SLB pertama proses pembelajaran pada anak tunanetra di SLB Nurul
yang terdapat di Kabupaten Lombok Utara. SLB ini Bayan Lombok Utara. Penelitian deskriptif adalah
mulai dibuka sejak 30 Juni 1990. Saat ini, SLB Nurul penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
Bayan memiliki 1 kepala sekolah, 3 guru, 1 TU serta 1 tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
operator. SLB Nurul Bayan Lombok Utara merupakan misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan
salah satu SLB yang sudah menggunakan Kurikulum lain-lain ( Moleong, 2012:6). Penelitian ini dilakukan
2013 dalam proses pembelajarannya. SLB Nurul di SLB Nurul Bayan Lombok Utara. Sumber data pada
Bayan merupakan SLB yang memiliki jenjang penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
pendidikan SDLB dan SMPLB. SLB ini menerima Data primer merupakan data yang didapat
hampir semua jenis ketunaan. Salah satu ketunaan langsung dari peneliti yaitu sebagai berikut : observasi
yang diterima oleh SLB Nurul Bayan adalah tunanetra. dan wawancara. Peneliti tidak melaksanakan
Tunanetra adalah anak yang mengalami dalam wawancara kepada semua guru dikarenakan hanya 1
gangguan dalam penglihatan. Dimana di SLB Nurul guru yang mengajar anak tunanetra di SLB Nurul
Bayan terdapat 2 anak tunanetra yaitu low vision dan Bayan. Guna mendapatkan data tentang implementasi
buta. kurikulum 2013 terhadap pengajaran tunanetra
Sayangnya, dalam implementasi Kurikulum diperoleh dengan cara wawancara. Sesuai dengan
2013 di SLB Nurul Bayan masih ditemui rumusan masalah yang ingin diketahui yaitu
permasalahan-permasalahan, misalnya saja pembelajaran anak tunanetra, persepsi guru dalam
ketersediaan dokumen Kurikulum 2013 masih kurang. implementasi kurikulum 2013 pada anak tunanetra
Hanya terdapat 2 buku pelajaran dengan huruf Braille serta vokasional pada anak tunanetra. Sedangkan
pada SLB Nurul Bayan. Selain itu, buku yang tersedia pengumpulan data sekunder berasal dari telaah
dari pemerintah adalah buku awas, sedangkan anak pustaka.
tunanetra memerlukan buku braille sehingga sekolah Teknik pengumpulan data pada penelitian ini
harus menerjemahkan sendiri buku tunanetra awas menggunakan observasi partisipan serta wawancara.
menjadi buku braille untuk anak. Namun SLB Nurul Teknik analisis data kualitatif ini dilakukan secara
Bayan juga belum pernah menerima soft file buku interaktif. Aktivitas dalam analisis data pada penelitian
untuk anak tunanetra.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATIONIN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 27
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

ini adalah reduksi data, penyajian data, dan yang banyak aktivitas yang mengintruksikan siswa bekerja
terakhir adalah kesimpulan. secara kelompok padahal jumlah siswa yang sedikit
tidak memungkinkan untuk mengerjakan tugas secara
HASIL berkelompok.
Pembelajaran Anak Tunanetra Di SLB Nurul Selain dalam hal pendekatan pembelajaran,
Bayan pengaturan jadwal juga dirasa sulit untuk guru. Hal ini
Terdapat 2 anak tunanetra yang bersekolah di karena kurikulum 2013 menggunakan pendekatan
SLB Nurul Bayan dengan kelas yang berbeda yaitu tematik terpadu. Guru bingung mengatur jadwal mata
kelas 1 dan kelas 4. Anak tunanetra kelas 1 menderita pelajaran karena tidak sesuai dengan yang di buku
low vision sedangkan anak tunanetra yang kelas 4 guru. Terlebih lagi guru harus mengajar beberapa
mengalami buta total. Mereka diajar oleh seorang guru ketunaan sehingga hasil yang dicapai belum optimal.
yang juga mengajar ketunaan lainnya yaitu tunagrahita Guru tidak bisa fokus mengajar anak tunanetra karena
dan tunarungu denga beberapa rombongan belajar. Hal ada anak dengan ketunaan lainnya juga belajar di
ini berdampak kurang maksimalnya pembelajaran yang dalam kelas yang sama.
diberikan. Dimana guru harus membagi-bagi Dalam aspek penilaian, sampai saat ini SLB
konsentrasi dalam mengajar untuk beberapa jenis Nurul Bayan belum menerima raport yang digunakan
ketunaan. untuk Kurikulum 2013. Sekolah masih menggunakan
Dampak lain yang dialami dari kurang raport KTSP untuk menyampaikan nilai siswa-siswa
maksimalnya guru dalam mengajar adalah anak yang pada orangtua. Sekolah belum menerima raport untuk
masih mengalami kesulitan dalam membaca dan Kurikulum 2013. Berdasarkan hasil wawancara dengan
menulis huruf Braille. Padahal braille merupakan guru yang mengajar anak tunanetra dan telah
sesuatu yang sangat penting untuk memenuhi mengikuti pelatihan kurikulum 2013, guru mengalami
kebutuhan pendidikan mereka. Sekolah membutuhkan kesulitan dalam pengisian raport untuk kurikulum
pengajar profesional yang mampu mengajar anak 2013, karena selain mengisi raport dengan tertulis guru
tunanetra terutama dalam hal membaca serta menulis. juga harus mengisi aplikasi raport kurikulum 2013.
Sayangnya, hingga saat ini belum adanya guru lulusan Sementara itu, beberapa guru mengalami kesulitan
PLB yang telah mengambil spesialisasi tunanetra yang dalam penggunaan IT. Namun itu bukan alasan untuk
mendaftar di SLB Nurul Bayan. tidak menggunakan raport kurikulum 2013 di sekolah.
Selama ini guru yang mendaftar di SLB Nurul
Bayan berasal dari jurusan umum, hal ini berdampak Vokasional Pada Anak Tunanetra
pada ketidaksiapan mereka dalam mengajar anak Sejauh ini, vokasional di SLB Nurul Bayan
berkebutuhan khusus. Tidak jarang mereka hanya sudah mulai nampak berjalan. Beberapa vokasional
mampu bertahan selama beberapa bulan saja. Hal ini yang telah dilakukan adalah memasak serta membuat
berakibat pada anak-anak yang dipindahkan dari guru ketrampilan dari daur ulang. Vokasional tidak fokus
satu ke guru yang lainnya. Guru dan siswa harus untuk anak tunanetra saja, namun bersama-sama
beradaptasi satu sama lain dan ini membuat dengan anak dengan ketunaan lainnya. Namun, siswa
pembelajaran semakin tidak optimal. masih cenderung belum aktif ikut serta dalam
Sejauh ini, kegiatan pembelajaran bagi anak vokasional padahal guru telah berusaha untuk
tunanetra di SLB Nurul Bayan menggunakan buku meningkatkan minat siswa.
pelajaran awas. Namun, beberapa waktu lalu sekolah Beberapa guru di SLB Nurul Bayan sudah
menerima 2 buah buku pelajaran yang menggunakan pernah mengikuti pelatihan ketrampilan yang
huruf Braille. Sebelumnya sekolah belum pernah dilaksanakan pada tingkat provinsi. Adapun pelatihan
menerima buku bahkan soft file dokumen buku yang diikuti oleh guru adalah pelatihan menjahit dan
Kurikulum 2013 untuk anak tunanetra, guru hanya ketrampilan dari bahan daur ulang. Namun, guru-guru
mempergunakan buku pelajaran awas dalam kegiatan tersebut harus meningkatkan ketrampilan yang telah
pembelajaran. Pihak sekolah hanya pernah menerima diberikan terlebih dahulu sebelum diajarkan kepada
aplikasi untuk ketik Braille saja. Jika pun menerima anak-anak. Oleh sebab itu, sekolah membutuhkan
soft file buku pelajaran braille, buku harus dibraillekan tenaga profesional yang mampu mengajar ketrampilan
di SLB di pusat kota yang berjarak 75 kilometer dari serta kesenian pada siswa-siswa berkebutuhan khusus
sekolah. di SLB Nurul Bayan.
Selain membutuhkan tenaga profesional dalam
Persepsi Guru Dalam Implementasi Kurikulum bidang ketrampilan dan kesenian, sekolah juga masih
2013 mengalami kekurangan dalam fasilitas penunjang
Dalam implementasi kurikulum 2013 guru vokasional di sekolah. Jikapun ada beberapa fasilitas
masih mengalami kesulitan, meskipun pelatihan vokasional yang diterima, namun masih terbungkus
implementasi kurikulum 2013 sudah dilaksanakan rapi di dalam kardus. Hal ini kembali lagi karena
berkali-kali. Salah satu permasalahan guru dalam permasalahan kurangnya tenaga profesional di bidang
melaksanakan Kurikulum 2013 adalah guru yang ketrampilan dan kesenian yang dimiliki oleh sekolah.
masih kebingungan dalam penerapan pendekatan Sehingga perlu adanya tenaga profesioanl di sekolah
pembelajaran Kurikulum 2013. Hal ini dikarenakan
28 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

untuk membantu anak tunanetra dalam pengajaran mampu membaca dan menulis huruf braille padahal
vokasional. braille merupakan sesuatu yang penting untuk layanan
pendidikan anak tunanetra. Perlu adanya penambahan
PEMBAHASAN guru baru untuk mengatasi permasalahan ini. Setelah
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah itu, guru baru diberikan pelatihan mengenai metode
dilakukan, baik dengan wawancara maupun observasi, dan penangangan untuk anak berkebutuhan khusus,
diketahui bahwa SLB Nurul Bayan sudah terutama tunanetra.
mengimplementasikan kurikulum 2013 dalam kegiatan Dalam mengajar anak tunanetra, pengadaan
pembelajaran bagi anak tunanetra di kelas, walaupun buku pelajaran yang menggunakan huruf braille
dalam mengimplementasian kurikulum 2013 masih menjadi sesuatu yang patut dilakukan. Hal ini bisa
mengalami kendala dalam pembelajaran di kelas, digunakan anak dalam meningkatkan kemampuan
persepsi guru serta vokasional untuk anak tunanetra. membaca huruf braille. Sayangnya, hanya terdapat 2
buku pelajaran dengan tulisan braille di SLB Nurul
Pembelajaran Anak Tunanetra Di SLB Nurul Bayan. Ada baiknya jika guru soft file dokuumen
Bayan kurikulum 2013 dan membraillekan secara mandiri.
Bagi para tunanetra, masalah yang dihadapi Jika belum mempunyai printer braille, maka perlunya
dalam bidang pendidikan meliputi (a) masalah isi bekerja sama dengan sekolah yang telah memiliki
pendidikan; bagi penyandang tunanetra, isi pendidikan printer braille.
harus disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan khusus
sesuai dengan perkembangannya. Disamping Persepsi Guru Dalam Implementasi Kurikulum
pendidikan yang bersifat umum, pendidikan yang 2013
spesifik perlu diperhatikan seperti pendidikan karier, Terdapat empat prinsip pembelajaran bagi anak
pendidikan seks, pendidikan keluarga, dan sebagainya. tunanetra jika dibandingkan dengan anak awas pada
(b) Masalah lokasi pendidikan, pendidikan bagi anak umumnya Subagya (2004) yakni, 1) melakukan
tunanetra semestinya menganut system normalisasi duplikasi, dengan mengambil seluruh materi dan
pendidikan yaitu mereka belajar di sekolah- sekolah strategi pembelajaran pada anak awas ke dalam
seperti orang normal belajar. Disini, banyak sekolah- pembelajaran pada anak tunanetra tanpa melakukan
sekolah yang dekat dengan tempat tinggal anak perubahan, penambahan, dan pengurangan apapun; 2)
tunanetra yang tidak mau menerima penyandang melakukan modifikasi terhadap materi, media dan
tunanetra, sehingga mereka harus sekolah di tempat strategi pembelajaran baik sebagian atau keseluruhan
yang jauh dari tempat tinggal mereka. (c) Masalah materi, media, prosedur dan strategi pembelajaran yang
sistem pengolahan proses belajar mengajar, sistem dipergunakan pada pembelajaran anak awas
pengolahan proses belajar mengajar melalui dimodifikasi, sedemikian rupa sehingga baik materi,
pendidikan terpadu, memerlukan modifikasi dan media dan strategi pembelajaran sesuai dengan
kurikulum yang ada, sehingga dapat memenuhi karakteristik anak; 3) melakukan substitusi, dengan
kebutuhan individual penyandang tunanetra sesuai mengganti materi, media dan strategi pembelajaran
dengan karakteristik masingmasing peserta didik. (d) yang berlaku pada pembelajaran anak awas, bahkan
Masalah sarana dan prasarana, sarana dan prasarana mengganti mata pelajaran tertentu, misalnya mata
pendidikan juga harus disesuaikan dengan keadaan dan pelajaran menggambar diganti dengan apresiasi seni
karakteristik anak didik jika sekolah suara atau sastra; 4) melakukan omisi, dengan
menyelenggarakan program pendidikan terpadu. menghilangkan materi tertentu yang berlaku pada
Sekolah-sekolah normal/formal masih banyak yang pembelajaran anak awas, apabila ketiga prinsip di atas
belum menyediakan sarana khusus bagi penyandang sudah tidak dilakukan.
cacat yang kemungkinan belajar di sekolah tersebut. Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan
Kondisi seperti ini berarti kurang mendukung tematik dalam pengaplikasiannya. Pada kenyataannya,
kelancaran program pendidikan terpadu, khususnya guru masih bingung dengan pendekatan tematik.
bagi penyandang tunanetra. (e) Masalah evaluasi Jadwal pelajaran yang tidak sesuai dengan buku guru
pendidikan, karena sistem pendidikan yang menjadi permasalahan tersendiri bagi guru di sekolah.
dikembangkan di sekolah umum adalah sistem Untuk mengantisipasi kebingungan guru dalam hal
klasikal, cara demikian berarti tidak menunjang sistem jadwal pelajaran, guru bisa membuat jadwal pelajaran
klasikal. Cara demikian berarti tidak akan menunjang tersendiri berdasarkan materi yang terdapat di buku
system pembelajaran yang menggunakan pendekatan guru. Jadwal ini bisa dimodifikasi berdasarkan kurun
individual (Astatiti, dalam Sri Widati dan Deny). waktu 1 semester maupun 1 tahun. Sehingga guru
Kurangnya tenaga pengajar juga menjadi memiliki panduan dalam mengajar dan tidak
kendala yang dihadapi dalam pembelajaran anak kebingungan lagi perihal jadwal pelajaran.
tunanetra. Guru yang mengajar beberapa rombongan Prinsip-prinsip dan pendekatan pembelajaran
belajar yang disertai ketunaan yang berbeda untuk anak tunanetra yang telah diuraikan di atas
menyebabkan pembelajaran tidak berjalan secara membutuhkan kreativitas guru dalam pelaksanaannya.
optimal. Hal ini menyebabkan anak tunanetra belum Guru bisa bertukar pikiran dengan guru lain guna
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATIONIN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 29
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

meluruskan persepsi yang selama ini membuatnya Pada umumnya, kurikulum 2013 masih
bingung pada prinsip-prinsip dan pendekatan mengalami kendala dalam pelaksanaannya. Kendala
pembelajaran yang terdapat di kurikulum 2013. Selain yang dihadapi terdiri dari berbagai faktor mulai dari
itu, guru bisa secara mandiri mencari tahu penerapan proses pembelajaran, persepsi guru dalam mengajar
pendekatan yang akan dilaksanakan dalam kegiatan serta vokasional yang akan diberikan. Untuk mengatasi
pembelajaran membaca buku maupun mencari kendala-kendala tersebut tentu saja memerlukan
informasi di internet. perhatian dari berbagai pihak.
Dalam pelaksanaan kurikulum 2013, evaluasi
dalam pembelajaran masih menjadi kendala. KESIMPULAN
Seharusnya sekolah sudah menggunakan raport Berdasarkan hasil penelitian yang telah
kurikulum 2013. Namun kenyataannya, SLB Nurul diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa: (1)
Bayan masih menggunakan raport KTSP. Selain itu, Permasalahan pembelajaran anak tunanetra di SLB
pengisian raport juga menggunakan aplikasi sehingga Nurul Bayan yaitu guru mengalami kesulitan dalam
menyulitkan guru yang masih belum menguasai IT. mengajar anak tunanetra di kelas karena anak tunanetra
Ada baiknya pihak sekolah melapor ke dinas digabung dengan anak dengan ketunaan lainnya dan
pendidikan setempat untuk mendapatkan raport jenjang kelas yang berbeda, dampak dari kelas yang
kurikulum 2013. Selain itu, perlu diadakan pelatihan digabung tersebut menyebabkan guru membagi-bagi
bagi guru untuk penilaian pada kurikulum 2013 baik konsentrasi dalam mengajar sehingga anak tunanetra
itu penilaian menggunakan raport maupun dengan masih belum mampu membaca dan menulis huruf
aplikasi untuk memudahkan guru dalam pengisian braille, guru yang mendaftar di slb nurul bayan berasal
raport. dari jurusan bukan plb, hal ini menyebabkan mereka
tidak betah mengajar dan berhenti hanya dengan
Vokasional Pada Anak Tunanetra hitungan bulan. penyesuaian antara guru dan murid ini
Ketrampilan vokasional untuk anak tunanetra menyebabkan proses pembelajaran kembali berjalan
merupaka sesuatu yang penting yang perlu diberikan tidak optimal serta masih kurangnya buku pelajaran
agar anak tunanetra menjadi mandiri. Pelajaran dengan tulisan braille yang digunakan untuk anak
keterampilan sangat dibutuhkan oleh anak tunanetra. tunanetra. (2) Persepsi guru dalam implementasi
Hal yang sangat penting bagi tunanetra adalah trampil. kurikulum 2013 yaitu guru yang masih kebingungan
Keterampilan yang dapat diberikan untuk anak dalam penerapan pendekatan pembelajaran kurikulum
tunanetra yaitu massage atau pijat, komputer dan 2013, penjadwalan mata pelajaran yang tidak sesuai
bermain musik seperti piano, drum maupun gitar dan dengan pelajaran yang di buku guru membuat guru
sebagainya. Jenis-jenis keterampilan ini yang masih kebingunagan, dan belum menggunakan raport
memungkinkan dapat diberikan kepada anak tunanetra kurikulum 2013. selain itu pengisian raport secara
karena keterampilan tersebut dapat dilakukan oleh tertulis dan pada aplikasi yang rumit menjadi
anak tunanetra tanpa harus mengandalkan fungsi indra permasalahan guru. Serta (3) kurangnya vokasional
penglihatan (Widati dan Deny). pada anak tunanetra dapat dilihat dari anak tunanetra
Selama ini, ketrampilan vokasional untuk anak yang masih belum aktif mengikuti kegiatan
tunanetra di SLB Nurul Bayan sudah dilakukan. ketrampilan di sekolah, kekurangan tenaga profesional
Namun, masih adanya kendala dalam penerapannya. dalam mengajar ketrampilan maupun kesenian pada
Guru yang telah mengikuti pelatihan ketrampilan anak tunanetra dan kekurangan fasilitas penunjang
masih kesulitan untuk mengajarkan ketrampilan untuk ketrampilan vokasional di sekolah.
anak tunanetra karena ketrampilan tersebut
mengandalkan fungsi penglihatan seperti menjahit. Hal
ini ditambah lagi dengan anak tunanetra yang belum SARAN
memiliki minat untuk mengikuti ketrampilan yang Mengacu pada hasil analisis dan kesim-pulan
diberikan. Sehingga guru perlu meningkatkan penelitian, maka penulis memberikan beberapa
kreativitasnya dalam membuat ketrampilan untuk anak rekomendasi sbagai berikut (1) Perlu diberlakukan
tunanetra dengan cara menambah referensi membuat sistem kontrak dan training untuk guru baru yang
kerajinan tangan dan sejenisnya dari buku, majalah mengajar di SLB Nurul Bayan. Sistem kontarak
maupun di internet. dilakukan untuk meminimalisir guru yang berhenti
Begitu pula dalam menyikapi kurangnya tanpa alasan dan hanya mengajar beberapa bulan saja,
fasilitas penunjang vokasional di sekolah. Guru bisa sedangkan training dilakukan agar guru baru
memanfaatkan barang bekas untuk kerajinan tangan mendapat orientasi.(2) Saat ini telah diresmikan SLB
pada kegiatan ketrampilan. Selain itu pihak sekolah Negeri di Kabupaten Lombok Utara, sehingga untuk
perlu mengadakan kerja sama dengan guru ketrampilan kedepannya SLB Nurul Bayan bisa mengadakan
maupun kesenian dari sekolah lain agar ketrampilan kerjasama dengan SLB Negeri untuk meningkatkan
vokasional di SLB Nurul Bayan lebih variasi dan dapat kemampuan guru dalam mengimplementasikan
meningkatkan minat untuk mengikuti kegiatan kurikulum 2013 seperti bertukar pikiran mengenai
ketrampilan yang diadakan. RPP, metode dan penanganan untuk anak tunanetra,
guru bantu dalam bidang braille, pengisian raport
kurikulum 2013 serta peningkatan kreativitas guru
30 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dalam pengajaran vokasional untuk anak tunanetra. (3) Kemendikbud. 2013. Kompetensi Dasar SD/MI.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Lombok Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Utara perlu menganggarkan anggran lebih banyak Kebudayaan
dalam melaksanakan pelatihan-pelatihan bagi guru- Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian
guru baik mengenalai kurikulum 2013, pendekatan Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
pembelajaran maupun ketrampilan vokasional. (4) Subagya. 2004. Adaptasi WECHSLER
Guru yang mengajar anak tunanetra harus mengubah INTELLIGENCE SCALE FOR CHILDREN
mindset agar dapat menjalankan atau (WISC) untuk anak tunannetra. Jurnal
mengimplementasikan kurikulum dengan baik penelitian widya tama Vol 1, Desember 2004,
termasuk melaksanakan evaluasi dengan menggunakan LPMP, Semarang
raport kurikulum 2013. Yusra, Anisa Aprilian. 2014. Kunci Sukses Kurikulum
2013.(Online).https://anisayusra94.wordpress.c
om/2014/12/01/kunci-sukses-kurikulum-2013-
DAFTAR PUSTAKA 2/. Diakses 14 November 2016
Budiyanto dkk. 2013. Modul Pelatihan Pendidikan Widati, Sri & Deny Tri Saksono. 2008. Bermain Gitar
Inklusif. Jakarta: Kementerian Pendidikan Dan Untuk Keterampilan Pra Vokasional Pada Anak
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tunanetra. Jurnal Pendidikan Luar Biasa. (4) 1.
Dasar Direktorat Pembinaan PKLK Dikdas 57-67
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PICTURE AND PICTURE MODEL TO IMPROVE IPA LEARNING FOR THE STUDENTS
WITH MILD INTELLECTUAL DISABILITY IN THE GRADE III SDLB B-C KEPANJEN,
MALANG REGENCY

Andrianaa , Endro Wahyuno b

ab State University of Malang

E-mail: ewahyuno57@yahoo.com

ABS TRACT: The purpose of this research was to describe (1) the applying of Picture and Picture learning
method in Sains teaching and learning process for the third grade of intellectual disability students in SDLB
B-C Kepanjen, M alang Regency. (2) the activities of the mild intellectual disability students in SDLB B-C
Kepanjen while they was applying picture and picture method in Sains learning. (3) the result of the mild
intellectual disability students in SDLB B-C Kepanjen after they was applying by picture and picture method.
This research used Class Action Research (CAR). This research did in 2 cyecles that divided into four step s:
planing, acting, observing, and reflection. The data collecting was observation technique and test. The result
of the pre-research was 54,29 with learning completeness 29%. In the first cycle was about 64,99 with the
class learning completeness was 42,86%. While in the second cycle was about 74,29 with the learning
completeness was 85,71%. The conclusion of the research was t hrough applying Picture and Picture learning
method in Sains teaching and learning process of the third grade the mild intellectual disability students in
SDLB B-C Kepanjen, M alang Regency could be increased.
Keyword : Learning, Sains, Picture and Picture method, Intellectual Disability Students.

INTRODUCTION students are still experiencing difficulties. Based on the


Science subjects is one of the subjects taught in activity, it was obtained by the following data: 57% of
formal education (schools). Ministry of Education all students in the class was passive and did not like
(2006: 484) states that "The science of science related this lesson, and only 43% of all students in the class
to how to find out about nature systematically, so that, were active. Therefore, in this study, the researcher
the science is not only mastery collection of knowledge focused on third-grade students, because of lack
of facts, concepts, or principles, but also a process of ineterst on the science lessons.
discovery. science education is expected to become a Based on the data obtained by researcher, the
vehicle for students to learn about themselves and the number of third-grade students is 7 students consisting
environment, as well as prospects for further of four female and three male students, with a
development in implementing them in daily life. minimum passing standard in science subjects is 65.
Sciences (Ilmu Pengetahuan Alam /IPA) is essential Achievement of student learning outcomes described
for human life in meeting the daily needs associated in the following data: the number of students getting
with nature around, so that, it is not negatively impact value> 65 is two students (29%) and the number of
the surrounding environment and can be used in right students who scored <65 is 5 students (71%). Based on
way". the above explanation, the teacher is expected to use a
Based on observations and interviews learning model that is close to the students. With the
conducted by the researcher for the teachers of grade creativity of teachers who will make better students
III SDLB BC Kepanjen obtained that five students of 'motivation and increasing students' understanding of
SDLB BC are less interested in science lessons. In materials science subjects.
science learning process, the teachers only explain the For responding this problem, the teacher can
material orally and then write on the chalkboard. The utilize the learning model picture and picture because it
teachers are also less use instructional media, just can help students to learn well, and students will be
fixated on the textbook, then give the task of copying more active in participating in learning. According to
the sentence. Students tend to be passive and lazy Suyanto (2008: 76) "picture and picture is a learning
when being given tas k by the teachers. The students model that uses an image paired or sorted into a logical
speak with their friends and find difficulty to sequence". Based on the characteristics of third-grade
understand the material presented by the teacher. students who are still at the stage of concrete
Various learning model has been applied but the operations, picture and picture model of learning is

31
32 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

very useful and helps students to learn science so that cycle increased. Such improvements can be seen from
students can understand the material of describeing the results of the implementation of learning by using
parts-body of animals and plants well. the model picture and picture in the first cycle obtained
The purpose of this study was to describe: (1) an average score of 61 with a success percentage of
the application of learning models picture and picture 84.72%, while in the second cycle obtain an average
in science subjects for intellectual disability students score of 65.5 with a success percentage of 90.98%.
SDLB B-C, Kepanjen, Malang. (2) the students Studentss Activities of class III Tunagrahita
activityof mild Intellectual Disability Students of SDLB B-C Kepanjen, Village Ardirejo Kepanjen
Class III SDLB BC Kepanjen when being applied District of Malang after applied learning model picture
Picture and Picture learning model on learning and picture increased. This increase is in view of the
science, and (3) the results of the students to learn results of observations in the first cycle were obtained
science class III of the mild intellectual disability an average score of 60.76 and learning activities, and
students SDLB BC Kepanjen after being implemented increased in the second cycle into 82.74. While the pre-
of model picture and picture learning. action as much as 57% of students and 43% of students
passive active.
METHOD The results of students of class III Tunagrahita
This study used the design of Classroom Action SDLB B-C Kepanjen before and after application of
Research (PTK). Classroom Action Research is a the learning model picture and picture in the eyes of
collaborative activity of a group of teachers to improve science teaching has increased. Such improvements
the conditions of teaching practices in the classroom at can be seen from the results of pre-action who obtained
the same time address the problems that arise in the an average score of 54.29, or 28.57% of students who
classroom. Classroom Action Research must be done pass the study, the first cycle obtained an average score
repeatedly until the actions taken have achieved the of 64.99, or 42.86% of students who pass the study,
expected goals. and the second cycle obtain the average score of 74.29,
Research subjects in this study were 7 or 85.71% of students who pass the study.
students consists of 3 boys and 4 female of the mild
Intellectual Disability Students in the grade III of DISCUSSION
SDLB B-C Kepanjen, Malang Regency. A. Application of Science Lesson with Picture and
The data was obtained through teachers and Picture Model
students. Data collection techniques were observation, The application of the picture and picture model
testing, and documentation. Observation is meant to for third-grade of intellectual disability students SDLB
determine the activity of teachers in implementing the B-C, Kepanjen, Malang regency indicate that the
learning and to determine the activities of students model picture and picture is very effective to improve
during learning by applying the picture and picture learning. Before using picture and picture model of
learning model. While the test was the evaluation at the science learning, it is restricted to the teacher using the
end of the lesson in every cycle. The instrument was lecturing method and provision of copying tas ks.
the observation sheet and test questions for the While the students during the learning just listen and
evaluation of each end of the lesson. copy writing given by the teacher, as result, the
The procedure of this study included students activity can not thrive.
planning, implementation, observation and reflection. Otherwise, by using picture and picture model,
Descriptive data were analyzed both quantitatively the teachers act more as mentors of students, so the
(percentage and average) and qualitative data that have students is more active to think in learning. This is in
been obtained. The data analyzed in descriptive- accordance with the opinion of Nurwahidah (2011)
qualitative was containing in the observation sheet picture and picture seen as: a) train students do not just
application of picture and picture learning model. The memorize a learning material but also know the
data collected through the student activity guide to reasons expressed the idea opinion, b) students have
observation. The students observation sheet activity quick response of the material to be delivered because
using model picture and picture. Data were analyzed it was accompanied by drawings, c) easier for students
descriptively qualitative form of the observation of the to understand what is meant by the teacher when
learning that will be analyzed by several stages, delivering course material, d) students are more
including: the exposure of data, simplification of data, concentration and exciting for those on the assignment
grouping data in accordance with a focus on the of teachers as it pertains to their game everyday that
problem and meaning. play pictures, e) the existence of mutual competence
between groups in jigsaw has been prepared by the
RESULTS teacher so that the classroom atmosphere is lively, f)
Implementation of the learning model picture students are more robust considering the concepts or
and picture in science subjects of class III Tunagrahita reading in the picture, g) being attractive for students
SDLB B-C Kepanjen, the material of bdy parts animals because the learning is use the images, h) teachers are
that have been implemented in the first and the second aware of their students abilities, trained to think
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 33
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

logically and systematically. "Through learning with visual activities: reading, viewing pictures, watching
picture and picture model of indirect hone thinking experiments, demonstrations, exhibits observing others
ability to sort images into a logical sequence. who work or play; 2) oral activities: suggests a fact or
In this study, the application of the picture and principle, linking an event, ask questions, make
picture model can be measured successfully by suggestions, express opinions, interview or discussion;
observation sheet implementation of the picture and 3) the following activities: listening to the presentation
picture model. The observation sheet assess the RPP of the material, listen to conversations or group
accuracy manufacture and success of teachers in the discussions, listening to a game of musical instruments,
application of the picture and picture model. The listening to radio; 4) act of writing: writing stories,
scores was obtained during the application of learning write reports, check the essay, sketch or summary,
with picture and picture models at two cycles used. taking a test, fill out a questionnaire; 5) the activities of
Acquisition of teacher data analysis in drawing: drawing, graph, diagram maps, patterns; 6)
implementing the learning according to the model's work by activity metrics: experimenting, selecting
picture and picture has increased significantly in the tools, carrying out exhibitions, modeling, simulation;
second cycle of the first and second meeting. In the 7) mental activities: reflect, remember, solve problems,
second cycle meeting I, it was obtained a score of 64 analyze the factors, make a decision; 8) emotional
with a percentage success of 88.89% that is included in activities: interest, differentiate, brave and calm ".
the excellent category. While on the second cycle of Thus, learning with using picture and picture
meeting II gained score in the application of the model can improve students' learning activities this is
model's picture and picture also increased sucha as because in the learning precedence indirectly
obtaining a score of 67 with a success percentage of involvement of students, while teachers only as a
93.06% which included a very good category. The mentor and student-centered learning activities.
average obtained in the second cycle is the percentage Based on the results of students observation
of success of 90.98%. In this case it can be said that the activity showed that every student is experiencing
teachers succeeded in applying learning in accordance increased activity for 7 students, and no student who
with the model picture and picture. experienced a decline in activity, so all students
In the application of the model picture and activity increases. Active criteria obtained from the
picture in the first cycle is not maximized achievement, learning activities of students in accordance with the
because there are still many students who do not model picture and picture among others sort pictures,
understand the content of LKS and there are still many reveal the reason, express concepts, concluded. Student
students who just saw his work on worksheets. While activity during the learning with picture and picture
on the second cycle, based on the reflections of the first increases due in student-centered learning design. This
cycle, so that, the constraints that exist in the first cycle is reinforced by the advantages of the picture and
has been resolved and it is anticipated in the second picture model is the advantages of the picture and
cycle, the attainment of the model picture and picture picture model that this model is reinforced by the
better than the cycle I. This is reinforced by the opinion design of the form of student-centered learning.
Trianto ( 2010: 17) "Learning is an aspect of human The first cycle of the average classical obtained
activity complex, which is not fully explained. is 77.38% which is included in both categories.
Learning is simple can be understood as the product of Activity increased in the second cycle students get an
interaction between sustainable development and life average of 88.09% classical included in the excellent
experience. Learning the meaning of the complex is a category above statement proves that the application of
conscious effort from a teacher to teach students the picture and picture model in science subjects
(directing interaction students with other learning presenting " Main Parts of Body Animals (Head, Body,
resources) in order to achieve the desired objectives ". And Feet ) "third-grade students Tunagrahita SDLB
BC Kepanjen increased student activity.
B. Students activities during Science Lesson with C. Student Results For Learning Science by Model
Model Picture And Picture Picture And Picture
Activities of students with intellectual disability Based on observations on science learning
in the grader III of SDLB B-C Kepanjen, Malang materials "Parts Main Body Animals (Head, Body,
regency increased during study uses a model picture And Feet)" third-grade students with intellectual
and picture. Students activities before using model disability of SDLB BC Kepanjen, the students
picture and picture tend to be crowded and walk learning outcomes have not met the KKM defined,
around to other class, while after using the model namely 65. From the results of the pre-test conducted
picture and picture students in science learning by researchers showed that students who pass the study
activities further increased when compared before of 2 students or 29% of 7 students, it can be said that
using model picture and picture. the students with intellectual disability in class III
In the picture and picture model, students work SDLB BC Kepanjen unresolved science learning
in groups, discussions, demonstrations and debriefing. materials " Main Parts of Animals Body (Head, Body,
The statement is in accordance with the opinion of D. And Feet)".
Dierich in Hamalik (2007: 90-91), among others "1)
34 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

The results of students with intellectual that causes the target completeness of student learning
disability in the class III B-C, Kepanjen increased after outcomes are achieved in the first cycle of a 2nmeeting 2nd
applied the picture and picture model while the because it is caused by: students have been studying
description of the results of student learning first cycle this material before the study is done so that the
of meetings 1 and 2 meetings of 7 students. In the first student is ready to learn the material that has been
cycle of a meeting to-1 can be analyzed students who taught, besides the second is a matter that is made by
have not completed learn as much as 3 or 42.86% with researchers many variants of pictures that can stimulate
sufficient criteria, in the first cycle of 2nd meeting, the memories students will find it easy to work on.
complete students in learning were 5 or 71,43% with Based on observations made by the observer
good criteria. In the second cycle-one meetings, the can be seen that individual student mastery of class III
complete students in learning were 6 students or of SDLB B-C Kepanjen were 6 students, and the
85.71% with the criteria very well, the second cycle number of students who did not complete as many as 1
2nd meeting, the complete students in learning were 6 student learning. Students who do not pass the study
students or 85.71% with a very goog. The statement will be given additional material by the class teacher.
above criteria prove that the application of the model While the classical completeness third grade students
picture and picture in science subjects presenting of SDLB B-C Kepanjen reached 60.75% cycle 1 and
"Parts Main Body Animals (Head, Body, And Feet)" cycle II 82.74% of the total students. It is assumed that
third-grade of students with intellectual disability the third-grade students SDLB B-C Kepanjen on
SDLB BC Kepanjen increased student learning science lesson "thoroughly studied".
outcomes. It can be concluded that the application of
To find out improving student learning learning models of picture and picture can make
outcomes are determined by the mastery learning science learning with the matter "Parts Main Body
individually and classically. Minimal mastery learning Animals (Head, Body, And Feet)" third-grade students
used in this study is individually, are considered to in the SDLB B-C Kepanjen seem interesting and not
have "thoroughly studied" if it has reached 65% of the monotonous. This is evidenced by the activity of
number of students with absorption of 65. While students and increase student learning outcomes. And
classically considered to have been "thoroughly reinforced by the opinions Snelbelker (in Rusmono,
studied" when 65% of the number of students who 2012: 8) says that "change or new skills obtained by
achieve absorption. In the first cycle 1 meeting the students after committing learning is me
classical completeness is 62.14%, less than the targeted
65% of the first cycle was continued to a meeting 2 COVER
with the hope of mastery learning can be achieved. Conclusion
While the first cycle of meetings 2 classical From the discussion above, it can be summarized as
completeness is 67.85%, more than the targeted 65%. follows:
So on this first cycle of the thoroughness of the 1. Application of learning by using the picture and
target class has been reached. Although already picture model can improve science teaching in the
reached, but investigators still wanted to continue in third grade of students with intelectual intelligent
the second cycle and the first meeting of the 2nd SDLB B-C Kepanjen, Malang Regency. This
meeting for the first cycle 2 meeting there are still 2 increase was shown in the pre-action stage
students who have not thoroughly studied. It is inadequate student learning outcomes, defined
expected to continue in the second cycle and the first KKM is 65. At the pre-action study results
meeting of the 2nd meeting of all students can be obtained score average 54.29, or 28.57% of
thoroughly studied. In the second cycle was a meeting students who pass the study. In the first cycle
to-1 learning outcomes classical KKM has exceeded obtained a mean score - average 64.99, or 42.86%
the target that has been determined that 77.38% from of students who completed the second cycle
65%, but research is still ongoing at the 2nd meeting belajar. It was obtained a mean score - average
with consideration there is still 1 students who have not 74.29, or 85.71% of students who pass the study.
reached the SKM. while in the second cycle of the 2nd While the pre-action learning activities indicated
meeting of student learning outcomes kalsikal has by 57% the number of students passive less
reached 88.09% of the target set at 65%. active, only 43% are active. In the first cycle
This study was stopped in the second cycle and obtained a mean score - 60.76 average learning
2nd meeting because the targets are achieved already activities and on the second cycle increased to
exceeded the planned target. In this study actually meet 82.74%.
the target in the first cycle and 2nd meeting but 2. Activities of students with intellectual disability
investigators still continue in the second cycle with the in the grader III of SDLB B-C Kepanjen, Malang
hope of learning science with the matter "Parts Main regency after learning by using the picture and
Body Animals (Head, Body, And Feet)" third-grade picture model in science teaching increases. This
students Tunagrahita SDLB BC Kepanjen results increase can be seen from the acquisition of the
increased student learning to be better. The assumption results of student learning activities at this stage
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 35
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

of the cycle I sort pictures obtained was 2.64%, in provide a good reinforcement to spur students'
the second cycle to 2.79%. At this stage reveal activity, but it also awarded a prize student.
the reasons in the first cycle gained 2.07%, in the 3. During the implementation of the model picture
second cycle to 2.57%. At this stage in the cycle I and picture so that learning does not make
express the concept gained 1.14%, in the second saturated or bored students, teachers can use the
cycle becomes 2.14%. In the last stage to game to momentarily divert students 'attention
conclude the first cycle gained 1.43%, in the after it had focused attention on the students'
second cycle to 2.43%. While the classical picture learning.
and picture of all components of the first cycle
gained 77.38% to 88.09% in aiklus II. DAFTAR PUSTAKA
3. The results of the third grade students with Afniaafandi. 2013. Model Pembelajaran Picture
intellectual disability SDLB B-C Kepanjen, And Picture, (online),
Malang aregency after learning by using the (http://afniafandi.wordpress.com/2013/05/27/ m
picture and picture model in science teaching odel-pembelajaran-picture- and-picture/),
increases. This increase can be seen from the diakses 22 Mei 2014.
acquisition of student learning outcomes in the Akbar, Sa'dun. 2009. Penelitian Tindakan Kelas.
first cycle of meetings to one complete student Yogyakarta: Cipta Media Aksara.
learn as much as 3 students or 42.86% with Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi
sufficient criteria, in the first cycle 2 meeting Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
complete student learn as much as 5 or 71,43% BSNP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi
with good criteria, While on the second cycle of Dasar Sekolah Luar Biasa TunagrahitaRingan
meeting one complete student learn as much as 6 (SDLB-C). Jakarta:
students 85.71% with the criteria very well and at BSNP Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan
the confluence of two complete student learn as Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
much as 6 students or 85.71% with the criteria Effendi, Muhammad. 2009. Pengantar Psikopedagogik
very well. Anak Berkelainan.Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Mangunsong, Frieda. 1998. Psikologi dan Pendidikan
Suggestions Anak Luar Biasa. Jakarta: LPSP3 UI.
Based on the above conclusions, there are some Rochyadi, Endang. 2005. Pengembangan Program
suggestions presented as follows: Pembelajaran Individual Bagi Anak
1. In order to lesson preparation more mature in the Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan
application of the model of picture and picture Nasional.
needs to be prepared beforehand material that will Samatowa, Usman. 2010. Pembelajaran IPA di
be learned by the students. This would further add Sekolah Dasar. Jakarta Barat: PT. Indeks
to the preparation of the application of the model Permata Puri Media.
picture and picture. It would be nice if the Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan.
learning model picture and picture applied to Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
children with hearing impairment. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar
2. To make it easier to condition classes and Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
organize classes well, teachers are expected to
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR BKPBI MELALUI


PENTAKEL SISWA KELAS IX SMPLB-B YPTB MALANG

Esni Triaswari

SMPLB-B YPTB MALANG


E-mail : esnitriaswari@gmail.com

Abstrak : Penelitian bertujuan mendeskripsikan: (1) penerapan PENTAKEL dalam pembelajaran BKPBI
siswa kelas IX, (2) aktivitas belajar BKPBI siswa kelas IX dengan penerapan PENTAKEL, (3) hasil belajar
BKPBI kelas IX dengan penerapan PENTAKEL. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan
kelas (PTK) dalam bentuk kolaboratif. Subjek penelitian siswa kelas IX sebanyak 8 siswa, laki-laki 4 dan
perempuan 4. Teknik pengumpulan data yang digunakan: observasi, wawancara, dokumentasi, dan catatan
lapangan. Pelaksanaan PTK meliputi empat tahapan yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan
(observasi), (4) refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I siswa yang aktif baru 2 (25%),
rata-rata hasil belajar siswa sebesar 65,53, pada siklus II meningkat siswa yang aktif menjadi 4 (50%), rata-
rata hasil belajar 75.50 dan pada siklus III siswa yang aktif meningkat menjadi 6 (75%), rata-rata hasil
belajar menjadi 84,21 dengan kualifikasi sangat memuaskan. Penelitian ini menggunakan KKM 65.
.Ketuntasan hasil belajar klasikal juga meningkat dari 25% menjadi 50% dan 75% siswa yang
memperoleh nilai 65. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Penerapan PENTAKEL dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar. Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) siswa kelas
IX SMPLBB YPTB Malang. Pembelajaran sudah berpusat pada siswa, siswa mampu menemukan masalah,
menyelesaikan masalah dan mampu menciptakan tari kelompok. Apabila guru maupun peneliti lain ingin
menerapkan PENTAKEL perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut. (1) Penerapan model ini
membutuhkan waktu lama, dapat diatasi dengan memberikan tugas di luar jam pelajaran dan menggunakan
jam pelajaran lain yang ada keterpaduannya. (2) Tidak semua siswa dapat menggunakan model PENTAKEL.
Siswa yang sesuai yaitu siswa pada jenjang SDLB kelas tinggi, SMPLB dan SMALB.
Kata Kunci: PENTAKEL, Bina Persepsi Bunyi dan Irama, aktivitas dan hasil belajar,Tunarungu

PENDAHULUAN mengembangkan penghayatan bunyi secara sistematis


Gangguan pendengaran atau tuna rungu yang dialami sehingga mereka akan tumbuh menjadi manusia yang lebih
seseorang akan mendatangkan problem pada aspek normal.
kemampuan berbahasa, berkomunikasi dan menghayati Gagasan pemanfaatan sisa pendengaran melalui Bina
adanya bunyi latar belakang atau vokalisasi lingkungan. Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama tersebut dikuatkan
Akibat dari keterbatasan kemampuan berbahasa, komunikasi oleh para ahli di kalangan pendidikan anak berkebutuhan
dan menghayati adanya bunyi latar belakang atau vokalisasi khusus, yang berpendapat bahwa "penyelenggaraan
lingkungan secara empirik mereka tampak bodoh, acuh tak pelayanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus tidak
acuh, tidak komunikatif, dan kesulitan beradaptasi dengan boleh menitikberatkan ketidakmampuannya, tetapi harus
lingkungannya. Berangkat dari kenyataan tersebut, idealnya memperhitungkan kemampuannya yang masih mungkin
sejak dini anak masuk sekolah seluruh waktunya diarahkan dikembangkan".Pembinaan penghayatan bunyi yang
dan digunakan untuk mengembangkan kemampuan bahasa, dilakukan dengan sengaja atau tidak sehingga pendengaran
komunikasi dan menghayati adanya bunyi latar belakang, dan perasaan vibrasi yang dimiliki anak tunarungu dapat
dengan harapan kelak mereka mampu membuka isolasi dipergunakan sebaik-baiknya untuk berintegrasi dengan
keterbatasannya di bidang bahasa, komunikasi dan dunia sekelilingnya yang penuh bunyi. Pelajaran Bina
penghayatan adanya bunyi latar belakang. Sebab Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) yang telah
terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara serta dimasukkan ke dalam kurikulum SLB/B 1984 sebagai
penghayatan bunyi bagi anak tuna rungu merupakan masalah program khusus yang wajib diikuti oleh semua murid dan
yang besar bagi dirinya maupun bagi orang lain. tingkat lanjutan.Gagasan pemanfaatan sisa pendengaran
Anak tunarungu tidak menghayati adanya bunyi latar melalui Bina Persepsi Bunyi dan I.Pembinaan penghayatan
belakang atau vokalisasi lingkungan seperti pada anak bunyi yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sehingga
normal. Apakah hal ini berarti bahwa si penyandang tuna pendengaran dan perasaan vibrasi yang dimiliki anak
rungu sama sekali tidak dapat menghayati bunyi ? Dalam hal tunarungu dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk
ini, terdapat perbedaan antara anak tunarungu yang tergolong berintegrasi dengan dunia sekelilingnya yang penuh
tuli. total dengan buta total. Pada penyandang buta total bunyi.Pemanfaatan sisa pendengaran anak tunarungu akan
cahaya sama sekali tidak akan dapat diamati. Sedangkan bagi besar sekali artinya bagi kehidupan sehari-hari. Untuk anak
anak tuli total, penghayatan bunyi masih mungkin terjadi yang tergolong kurang mendengar, indera pendengarannya
walaupun hanya berupa perasaan vibrasi. Tambahan pula, akan tetap memegang peranan penting untuk membantu
kebanyakan anak tunarungu masih memiliki satu menangkap pembicaraan lingkungannya.. Untuk anak
pendengaran pada daerah nada tinggi atau nada rendah. Oleh tunarungu yang tergolong tuli, bukan pendengarannya yang
karena itu bagi mereka masih terbuka kemungkinan untuk mempunyai peranan penting, tetapi perasaan vibrasinya, yang

37
38 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

menangkap getaran-getaran di dalam rongga-rongga yang nilainya berada di bawah KKM. Ketuntasan klasikal
tubuhnya dan kemudian menghantarkannya ke otak.Dari dengan KKM 65 yaitu 37,5%.Salah satu upaya yang harus
berbagai macam kegiatan manusia, wicara ternyata paling segera dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil
berirama dan paling diwarnai oleh nada-nada atau belajar BPBI siswa kelas IX SMPLB-B YPTB Malang
mengandung lagu. Musik dan bahasa banyak sekali adalah dengan melakukan perbaikan pelaksanaan
kesamaan. Oleh karena irama dapat dilatih tanpa pembelajaran, khususnya model pembelajarannya. Model
menggunakan pendengaran, Bina Persepsi Bunyi dan Irama pembelajaran yang diterapkan hendaknya mampu
tidak mustahil diberikan juga pada anak yang tergolong tuli. mengembangkan potensi siswa secara menyeluruh, dengan
Dengan mengikuti program Bina Persepsi Bunyi dan Irama demikian aspek kognitif, afektif maupun psikomotoriknya
yang intensif dan berkesinambungan anak tunarungu yang dapat dikembangkan lebih optimal. Untuk mewujudkan
tergolong tulipun akan mampu berbicara berirama. Hal ini harapan tersebut, model pembelajaran yang dapat digunakan
penting artinya sebab irama bahasa akan menunjang daya sebagai alternatif memecahkan masalah adalah dengan
ingatan anak dan ingatan akan besar pengaruhnya dalam menerapkan model penciptaan tari kelompok
perkembangan bahasanya. (PENTAKEL).Model pembelajaran penciptaan tari
Hasil observasi di lapangan dan pengalaman peneliti, kelompok dipilih untuk meningkatkan aktivitas dan hasil
keluhan utama yang dihadapi dalam pembelajaran Bina belajar siswa. Drngan menciptakan tari kelompok, siswa
Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) akan lebih aktif, karena semua siswa berpendapat dan
dilaksanakan secara monoton baik pelaksanaan maupun melakukan aktivitas menari, sehingga siswa dapat lebih
materinya. Materi BKPBI untuk siswa SMPLBB menghayati bunyi, ketepatan irama, meningkatkan emosi,
diantaranya macam gerak dasar, gerak berirama, tanda notasi motorik dan kerja sama. Dengan aktifnya siswa tersebut akan
musik dan pengenalan jenis alat musik. Kesemua materi berdampak pada hasil belajarnya.Penciptaan tari kelompok
tersebut selalu kami laksanakan dalam pembelajaran BKPBI belum pernah dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran
siswa tunarungu, namun keluhan yang kami hadapi bahkan BPKBI. Dengan penciptaan tari kelompok siswa akan lebih
hampir semua guru, kurang puas dalam aktif, tidak hanya tergantung kepada guru. Siswa mempunyai
pembelajarannya.Pada kegiatan pembelajaran BKPBI di beberapa kreasi gerak tari yang sebelumnya tidak muncul dan
SMPLB-B YPTB siswa masih berpusat pada guru. dianggap tidak mampu menciptakan tari.
Pernyataan tersebut didukung data hasil observasi proses Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan
pembelajaran BKPBI kelas IX serta wawancara dengan guru PENTAKEL dalam pembelajaran BKPBI siswa kelas IX
dan siswa. Observasi dilakukan pada materi gerak berirama. SMPLBB YPTB Malang, mendeskripsikan aktivitas belajar
Menurut hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran BKPBI siswa dengan penerapan PENTAKEL siswa kelas IX
BKPBI masih rendah. Dari 8 siswa terdapat 25 % yang aktif SMPLB-B YPTB Malang, mendeskripsikan hasil belajar
tanya jawabnya tinggi, sedangkan yang lainnya aktivitas BKPBI siswa dengan penerapan PENTAKEL siswa kelas IX
tanya jawabnya sangat rendah. Mereka tidak memperhatikan SMPLB-B YPTB Malang.
penjelasan guru, ada yang berbicara dengan teman
sebangkunya, bermain sendiri, bahkan ada yang mengantuk. METODE
Mereka kelihatan jenuh mengikuti pelajaran BKPBI, hal ini Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
dapat terlihat pada waktu kegiatan tanya jawab hanya tindakan kelas (PTK) karena ditemukan masukan dalam
beberapa siswa yang antusias menyampaikan pendapat. proses pembelajaran Bina Komunikasi Persepsi dan Irama
Proses pembelajaran yang dilakukan guru tidak mampu (BKPBI) khusus. Penelitian Tindakan Kelas merupakan
memberdayakan siswa aktif dan berpikir kritis, selain itu suatu kegiatan kerja sama sekelompok guru untuk
siswa juga tidak mampu memecahkan masalah yang memperbaiki kondisi praktek pembelajaran di dalam kelas
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Seharusnya guru sekaligus mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam
menciptakan pembelajaran yang mampu memberdayakan kelas tersebut. Penelitian Tindakan Kelas harus dilakukan
siswa aktif dalam pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang berulang ulang sampai tindakan yang dilaksanakan telah
lebih mengutamakan hasil belajar tanpa mengalami langsung mencapai tujuan yang diharapkan.
proses belajar akan menyebabkan pemahaman sesaat pada Subjek dalam penelitian ini adalah siswa siswi kelas
siswa. IX Tunarungu di SMPLB-B YPTB Malang semester I Tahun
Hasil belajar BKPBI masih tergolong rendah. Rata-rata nilai Pelajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa 8 yang terdiri dari
siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 hanya 60 4 putra dan 4 putri.
dengan KKM 65. Terdapat 8 siswa yang nilainya berada di Data diperoleh melalui guru dan siswa. teknik
bawah KKM. Ketuntasan klasikal dengan KKM 65 yaitu pengumpulan data dengan cara observasi, tes, dan
37,5%. dokumentasi. Observasi yang dimaksudkan adalah untuk
Salah satu upaya yang harus segera dilakukan untuk mengetahui aktivitas guru dalam menerapkan pembelajaran
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar BKPBI siswa kelas dan untuk mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran
IX SMPLB-B YPTB Malang adalah dengan melakukan dengan menerapkan PENTAKEL (Penciptaan Tari
perbaikan pelaksanaan pembelajaran, khususnya model Kelompok). Sedangkan tes dalam penelitian ini adalah
pembelajarannya. Model pembelajaran yang diterapkan evaluasi pada akhir pembelajaran pada setiap siklus.
hendaknya mampu mengembangkan potensi siswa secara Instrument yang digunakan adalah lembar observasi dan soal
menyeluruh, dengan demikian aspek kognitif, afektif maupun tes untuk evaluasi setiap akhir pembelajaran.
psikomotoriknya dapat dikembangkan lebih optimal. Untuk Prosedur penelitian ini meliputi perencanaan,
mewujudkan harapan tersebut, model pembelajaran yang pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Analisis data dilakukan
dapat digunakan sebagai alternatif memecahkan masalah secara deskriptif baik secara kuantitatif (prosentase dan rata-
adalah dengan menerapkan model penciptaan tari kelompok rata) maupun kualitatif yang telah diperoleh. Data yang
(PENTAKEL).Hasil belajar BPBI masih tergolong rendah. dianilin secara dekriptif kualitatif adalah data yang terdapat
Rata-rata nilai siswa pada semester ganjil tahun ajaran pada lembar observasi pembelajaran dengan penerapan
2015/2016 hanya 60 dengan KKM 65. Terdapat 6 siswa PENTAKEL, data keaktifan siswa dikumpulkan melalui
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 39
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

panduan observasi (pengamatan) pada lembar observasi Rata-rata yang diperoleh dalam siklus III yaitu dengan
aktivitas siswa. Data yang dianalisis secara deskriptif prosentase keberhasilan 75% & dalam hal ini dapat dikatakan
kualitatif berupa hasil observasi terhadap pembelajaran yang bahwa guru berhasil dalam menerapkan pembelajaran yang
akan dianalisis dengan beberapa tahapan, diantaranya : sesuai dengan PENTAKEL.
pemaparan data, pengelompokan data sesuai dengan fokus Dalam penerapan model PENTAKEL pada siklus I
masalah dan pemaknaan. pencapaiannya belum maksimal dikarenakan masih banyak
siswa yang belum mengerti dalam memahami maksud
HASIL PENTAKEL dan masih banyak siswa yang hanya melihat
Pelaksanaan pembelajaran PENTAKEL pada mata temannya. Sedangkan pada siklus II didasarkan pada hasil
pelajaran BKPBI kelas IX tunarungu SMPLB-B YPTB refleksi dari siklus I, sehingga kendala-kendala yang ada
Malang yang telah dilaksanakan pada siklus I, siklus II, dan pada siklus I telah diatasi dan diantisipasi pada siklus II dan
siklus III mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat siklus III, maka ketercapaian model PENTAKEL lebih baik
dilihat dari hasil pelaksanaan pembelajaran dengan dibandingkan dengan siklus I dan siklus II.
menggunakan model PENTAKEL pada siklus I memperoleh
skor rata-rata 65,53 dengan prosentase keberhasilan 25%. B. Aktivitas Siswa Selama pembelajaran BKPBI dengan
Pada siklus II memperoleh skor rata-rata 75,50 dengan PENTAKEL
prosentase keberhasilan 50%. Pada siklus III memperoleh Aktivitas siswa kelas IX tunarungu SMPLB-B YPTB
skor rata-rata 84,21 dengan prosentase keberhasilan 75%. Malang meningkat selama pembelajaran menggunakan
Aktivitas belajar siswa kelas IX tunarungu SMPLB-B model PENTAKEL. Aktivitas sisswa sebelum menggunakan
YPTB Malang setelah diterapkan model pembelajaran model PENTAKEL ramai sendiri, sedangkan setelah
PENTAKEL mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut menggunakan model PENTAKEL aktivitas siswa dalam
dilihat dari hasil observasi pada siklus I yang memperoleh pembelajaran BKPBI lebih meningkat bial dibandingkan
skor rata-rata aktivitas belajar 65,53, meningkat pada siklus sebelum menggunakan model pembelajaran PENTAKEL.
II menjadi 75,50 dan meningkat pada siklus III menjadi Dalam pembelajaran model PENTAKEL siswa aktif bekerja
84,21. Sementara pada pratindakan 75% siswa pasif dan 25% kelompok , berdiskusi, demonstrasi, dan tanya jawab.
siswa aktif. Aktivitas siswa kelas IX Tunarungu SMPLB-B
Hasil belajar siswa kelas IX tunarungu SMPLB-B YPTB Malang meningkat selama pembelajaran
YPTB Malang sebelum dan setelah diterapkan model menggunakan PENTAKEL. Aktivitas siswa sebelum
pembelajaran PENTAKEL pada mata pelajaran BKPBI menggunakan model pembelajaran PENTAKEL cenderung
mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat ramai sendiri dan berkeliling kekelas lain, sedangkan setelah
dari hasil pratindakan yang memperoleh skor rata-rata 60 menggunakan model PENTAKEL aktivitas siswa dalam
atau 37,5% siswa yang tuntas belajar, siklus I memperoleh pembelajaran BKPBI lebih meningkat bila dibandingkan
skor rata-rata 65,53 atau 25% siswa yang tuntas belajar, sebelum menggunakan model pembelajaran PENTAKEL.
siklus II memperoleh skor rata-rata 75,50 atau 50% siswa Dalam pembelajaran model PENTAKEL siswa aktif bekerja
yang tuntas belajar, dan siklus III memperoleh skor rata-rata kelompok, berdiskusi, demonstrasi dan tanya jawab.
84,21 atau 75% siswa yang tuntas belajar. Jadi pembelajaran dengan menggunakan
PENTAKEL dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa hal
ini dikarenakan dalam pembelajaran diutamakan keterlibatan
PEMBAHASAN langung dari siswa, sedangkan guru hanya sebagi
A. Penerapan Pembelajaran BKPBI dengan PENTAKEL pembimbing dan kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa.
Penerapan model PENTAKEL pada siswa kelas IX
Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa
tunarungu SMPLB-B YPTB Malang mengindikasikan bahwa
menunjukkan bahwa setiap siswa yang mengalami
model PENTAKEL sangat efektif untuk meningkatkan
peningkatan aktivitas sebanyak 6 siswa, dan tidak ada siswa
pembelajaran. Sebelum menggunakan model PENTAKEL
yang mengalami penurunan aktivitas, jadi semua aktivitas
pembelajaran BKPBI hanya terpaku pada guru dengan
siswa meningkat. Aktivitas siswa selama pembelajaran
menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas
dengan menggunakan PENTAKEL meningkat karena dalam
menyalin. Sedangkan siswa pada saat pembelajaran hanya
pembelajaran didesain berpusat pada siswa. Hal ini diperkuat
memperhatikan dan menyalin tulisan yang diberikan oleh
dengan kelebihan dari model PENTAKEL yaitu kelebihan
guru, maka aktifitas siswa tidak dapat berkembang.
dari model PENTAKEL yaitu model ini diperkuat oleh
Sebaliknya dengan menggunakan model pembelajaran
rancangan bentuk pembelajaran berpusat pada siswa.
PENTAKEL, guru lebih berperan sebagai pembimbing siswa
jadi dalam pembelajarn siswa yang lebih aktif berfikir dalam
C. Hasil Belajar Siswa Selama Pembelajaran BKPBI
pembelajaran.
dengan model PENTAKEL
Dalam penelitian ini penerapan PENTAKEL dapat
Berdasarkan hasil observasi terhadap pembelajaran
diukur keberhasilannya dari lembar observasi penerapan
BKPBI materi "Gerak dan Irama" siswa kelas IX Tunarungu
PENTAKEL. Lembar observasi tersebut menilai ketepatan
SMPLB-B YPTB Malang, hasil belajar siswa belum
pembuatan RPP dan keberhasilan guru dalam penerapan
memenuhi KKM yang ditetapkan, yaitu 65. Dari hasil pre
PENTAKEL. Skor yang diperoleh saat penerapan
test yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa siswa
pembelajaran dengan PENTAKEL pada dua siklus yang
yang tuntas belajar 2 siswa atau 25% dari 8 siswa, maka
digunakan.
dapat dikatakan bahwa siswa kelas IX Tunarungu SMPLB-B
Perolehan data analisis guru dalam menerapkan
YPTB Malang belum tuntas belajar BKPBI materi "Gerak
pembelajaran sesuai dengan PENTAKEL ini mengalami
dan Irama".
peningkatan yang signifikan pada siklus ke II. Pada siklus II
Hasil belajar siswa kelas IX Tunarungu SMPLB-B
memperoleh skor 75,50 dengan prosentase keberhasilan 50%
YPTB Malang mengalami peningkatan setelah diterapkan
yang termasuk dalam kategori baik. Sedangkan pada siklus
model PENTAKEL adapun deskripsi hasil belajar siswa
III skor perolehan dalam penerapan model PENTAKEL ini
siklus I sebanyak 8 siswa. Pada siklus I dapat dianalisis siswa
juga mengalami peningkatan yaitu memperoleh skor 84,21
yang belum tuntas belajar sebanyak 6 atau 75% dengan
dengan prosentase 75% yang termasuk kategori sangat baik.
40 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

kreteria cukup, pada siklus II siswa yang tuntas belajar Snelbelker (dalam Rusmono, 2012:8) mengatakan bahwa
sebanyak 4 atau 50% dengan kreteria baik. Pada siklus III "perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh siswa
siswa yang tuntas belajar sebanyak 6 siswa atau 75% dengan setelah melakukan perbuatan belajar adalah merupakan hasil
kreteria sangat baik, Pernyataan diatas membuktikan bahwa belajar, karena pada dasarnya adalah bagaimana perilaku
penerapan model PENTAKEL pada mata pelajaran BKPBI sesorang berubah akibat pengalaman.
dengan materi "Gerak dan Irama" siswa kelas IX Tunarungu Penciptaan tari kelompok pada anak tunarungu tidak
SMPLB-B YPTB Malang hasil belajar siswa meningkat. semudah anak normal, sebab apa yang disajikan dalam
Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa persepsi orang normal merupakan hal yang biasa, namun
ditentukan dengan ketuntasan belajar secara individual dan tidak demikian halnya bagi anak tunarungu. Atas dasar itulah
secara klasikal. Penguasaan minimal belajar yang digunakan pengalaman peneliti ketika melakukan penilaian bersama
dalam penelitian ini adalah secara individual, dianggap telah terhadap penciptaan tari kelompok diperoleh kesimpulan ,
"tuntas belajar" apabila telah mencapai 65% dari jumlah bahwa penciptaan tari kelompok yang dilakukan siswa,
siswa yang mempunyai daya serap 65. Sedangkan secara disamping pemberian contoh berkali-kali dengan
klasikal dianggap telah "tuntas belajar" apabila mencapai menampilkan di LCD juga keterangan yang menyertainya
65% dari jumlah siswa yang mencapai daya serap. Pada juga harus bisa diadaptasikan ke dalam dunia tunarungu yang
siklus I pertemuan 1 ketuntasan klasikal adalah 62,14%, memiliki keterbatasan bahasa.
kurang dari yang ditargetkan yaitu 65% maka siklus I Penciptaan tari kelompok dalam pembelajaran bina
dilanjutkan ke pertemuan 2 dengan harapan ketuntasan persepsi bunyi dan irama mampu meningkatkan gairah
belajar dapat tercapai. Sedangkan siklus I pertemuan 2 belajar siswa, sebab melalui penciptaan tari kelompok siswa
ketuntasan klasikal adalah 67,85%, lebih dari yang tergiring pada fakta yang dilakuan semua siswa. Siswa dapat
ditargetkan yaitu 65%. Maka pada siklus I ini target mengembangkan kemampuannya semaksimal mungkin,
ketuntasan kelas sudah tercapai. Meski sudah tercapai tetapi dengan cara memadukan antara melihat tampilan tari di
peneliti masih ingin meneruskan pada siklus II pertemuan ke- LCD, tampilan guru dan kreasi masing-masing siswa.
1 dan pertemuan ke-2 karena pada siklus I pertemuan 2 Dampaknya siswa tidak hanya sekedar mengerti dan
masih ada 2 siswa yang belum tuntas belajar. Diharapkan memahami secara verbal apa yang dipelajari, akan tetapi
dengan dilanjutkan pada siklus II pertemuan ke-1 dan mereka juga memiliki wawasan secara faktual setiap aspek
pertemuan ke-2 semua siswa dapat tuntas belajar. Pada siklus dari materi yang dipelajari.
II pertemua ke-1 hasil belajar secara klasikal sudah melebihi Memperhatikan esensinya sebagai penghubung yang
target KKM yang sudah ditentukan yaitu 77,38% dari 65%, menterjemahkan pesan pembelajaran dalam bentuk visual,
tetapi penelitian ini masih dilanjutkan pada pertemuan ke-2 sangat tepat jika Kemp (1975) menyimpulkan bahwa
dengan pertimbangan masih ada 1 siswa yang belum penciptaan tari kelompok dalam pembelajaran bina persepsi
mencapai SKM. sedangkan pada siklus II pertemuan ke-2 bunyi dan irama , antara lain: (1) penyampaian pesan menjadi
hasil belajar siswa secara kalsikal telah mencapai 88,09% lebih luwes, (2) pembelajaran menjadi lebih menarik, karena
dari target yang ditentukan yaitu 65%. kejelasan dan keruntunan pesan, daya tarik, image yang
Penelitian ini berhenti pada siklus III karena target berubah-ubah dan penggunaan efek-efek khusus yang
yang dicapai sudah melebihi target yang direncanakan. Pada menimbulkan motivasi dan minat, (3) pembelajaran menjadi
penelitian ini sebenarnya sudah memenuhi target pada siklus lebih interaktif, (4)waktu pembelajaran lebih efektif, (5)
II tetapi peneliti masih melanjutkan pada siklus III dengan kualitas hasil belajar hasil belajar dapat ditingkatkan, (6)
harapan pada pembelajaran BKPBI dengan materi "Gerak pengajaran dapat diberikan kapan saja dan dimana saja, (7)
dan Irama" siswa kelas IX Tunarungu SMPLB-B YPTB sikap positif siswa terhadap proses belajar dapat
Malang hasil belajar siswa meningkat menjadi lebih baik. ditingkatkan, (8) peran guru dapat berubah ke arah yang lebih
Asumsi yang menyebabkan target ketuntasan hasil belajar positif.
siswa telah tercapai pada siklus I karena disebabkan oleh: Namun demikian harus tetap diingat bahwa tidak
siswa sudah pernah mempelajari materi ini sebelum semua model pembelajaran yang sesuai untuk pembelajaran
penelitian ini dilakukan sehingga siswa sudah siap untuk bina persepsi bunyi dan irama pada semua peserta didik,
belajar pada materi yang sudah pernah diajarkan, selain itu artinya model penciptaan tari kelompok kurang sesuai pada
yang kedua adalah soal yang dibuat oleh peneliti banyak siswa kelas rendah. Sebagaimana perolehan hasil belajar
varian gambar yang dapat memancing ingatan siswa lainnya, keberhasilan peserta didik dalam belajar tidak lepas
sehingga siswa merasa mudah dalam mengerjakan. dari unsur-unsur mendahului sebelum dan pada saat
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terjadinya proses belajar itu berlangsung. Berdasarkan hasil
oleh observer dapat diketahui bahwa ketuntasan individual analisis yang ditampilkan pada tabel-tabel sebelumnya,
siswa kelas IX Tunarungu SMPLB-B YPTB Malang sebanya tampak hasil pembelajaran ini belum menunjukkanhasil yang
8 siswa, dan jumlah siswa yang tidak tuntas belajar sebanyak maksimal, sebab masih ada beberapa siswa yang masih sulit
6 siswa. Siswa yang belum tuntas belajar akan diberi materi dioptimalisasikan potensi, karena terkendala faktor
tambahan oleh guru kelas. Sedangkan ketuntasan klasikal internalnya, seperti kecerdasan rendah, bakat, tingkat
siswa kelas IX Tunarungu SMPLB-B YPTB Malang ketunarunguan yang berat, motif berprestasi dan minat
mencapai 25% siklus 1, siklus II 75%, dan siklus III 75% belajar rendah. Demikian juga kurangnya support orang tua
dari keseluruhan siswa.Maka diasumsikan bahwa siswa kelas bisa menjadi persoalan tersendiri bagi siswa untuk
IX Tunarungu SMPLB-B YPTB Malang pada pelajaran meningkatkan kemampuannya. Atas dasar itulah sebagus
BKPBI "tuntas belajar". apapun model, program dan keterampilan guru sebagai
Dapat disimpulkan bahwa penerapan model instrumen pembelajaran, jika tanpa didukung kondisi internal
pembelajaran PENTAKEL dapat membuat pembelajaran siswa sebagai raw input dan kondisi eksternal dari keluarga
BKPBI dengan materi "Gerak dan Irama" siswa kelas IX dan masyarakat sebagai environmental input, maka hasil baik
Tunarungu SMPLB-B YPTB Malang terkesan menarik dan yang diharapkan sulitb terwujud.
tidak monoton. Hal ini dibuktikan dengan aktivitas siswa dan Dalam paradigma pembelajaran dijelaskan bahwa
hasil belajar siswa meningkat. Dan diperkuat oleh pendapat hirarkhi perolehan belajar atau prestasi belajar individu itu
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 41
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara umum komponen 2. Penerapan PENTAKEL dapat meningkatakan aktivitas
yang mempengaruhi terhadap perolehan hasil belajar tersebut belajar BKPBI siswa kelas IX SMPLB-B YPTB Malang.
terdiri dari faktor internal dalam diri individu sendiri yang Pembelajaran yang sebelumnya berpusat pada guru,
mencakup antara lain kondisi fisiologis, kecerdasan, minat, sekarang berpusat pada siswa. Siswa lebih aktif dalam
motivasi, bakat, dan kebiasaan. Sedangkan komponen pembelajaran. Pada siklus I siswa yang aktif baru 2
lainnya adalah faktor-faktor yang keberadaannya di luar (25%), pada siklus II meningkat siswa yang aktif
individu (faktor eksternal) yang meliputi keadaan sekolah menjadi 4 (50%), dan pada siklus III siswa yang aktif
(kurikulum, disiplin, kemampuan guru, sarana dan meningkat menjadi 6 (75%).
prasarana), keadaan sosial (sistem sosial, interaksi guru- 3. Penerapan PENTAKEL dapat meningkatkan hasil belajar
siswa), keadaan ekonomi, keadaan alam lingkungan (waktu, BKPBI siswa kelas IX SMPLB-B YPTB Malang. Hasil
tempat, iklim), yang kemudian faktor-faktor tersebut disebut belajar siswa meningkat dari siklus I sebesar 65,53, pada
faktor eksternal (Purwanto, 1986). siklus II meningkat menjadi 75,50, dan siklus III
Apapun hasil yang dicapai siswa dengan meningkat menjadi 84,21 KKM 65. .Ketuntasan hasil
diujicobakannya model pembelajaran penciptaan tari belajar klasikal juga meningkat dari 25% menjadi
kelompok dalam upaya meningkatkan kemampuan 50% dan 75% siswa yang memperoleh nilai 65.
penghayatan bunyi anak tunarungu di SMPLB-B, secara
umum telah menuai hasil yang positif. Indikasi ini dapat B. Saran
dilihat pada: Dari kesimpulan di atas, dapat dikemukakan saran
1. Meningkatkan Perhatian Siswa. Penciptaan tari sebagai berikut. Penelitian dengan menerapkan PENTAKEL
kelompok dalam pembelajaran bina persepsi bunyi dan telah berhasil meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
irama bagi anak tunarungu mampu meningkatkan BKPBI siswa kelas IX SMPLB-B YPTB Malang. Tetapi
perhatiannya, baik anak tunarungu yang diidentifikasi apabila guru maupun peneliti lainingin menerapkan model
berkemampuan lebih atau kurang, sama tertariknya untuk PENTAKEL dalam pembelajaran BKPBI perlu
belajar. Bagi siswa yang memiliki kemampuan lebih, memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
mererka dengan cepat menciptakan gerakan tari, 1. Penerapan PENTAKEL membutuhkan waktu yang lebih
sedangkan bagi siswa yang berkemampuan kurang, lama dari batas waktu pembelajaran yang ada. Hal ini
perhatian anak lebih tertuju padacontoh yang ditampilkan dapat diatasi dengan pemberian tugas di luar jam
guru dan tampilan tari di LCD. Penciptaan tari yang pelajaran dan menggunakan jam pelajaran lain yang ada
dilakukan siswa sangat menarik perhatian anak keterpaduan dengan hasil pengguaan model
tunarungu, dan mengenalkan anak tunarungu pada fokus PENTAKEL.
materi yang dipelajari. 2. Tidak semua siswa pembelajaran BKPBI dapat
2. Perubahan Sikap. Penciptaan tari kelompok yang menggunakan nodel PENTAKEL Siswa yang sesuai
ditampilkan siswa ternyata mampu menggugah emosi yaitu siswa SDLB-B kelas tinggi, dan siswaSMPLB-B
dan kreasi siswa. Berbagai ekspresi yang muncul pada dan SMALB-B.
siswa seperti gerakan yang berbeda dari contoh guru dan 3. Guru Dari pengalaman yang dilakukan oleh peneliti,
tampilan pada LCD karena dianggap lebih sesuai dari disarankan kepada guru SLB bagian B selalu memberi
penampilan tari yang ditampilkan mereka. Apapun kesempatan siswa untuk berekspresi dan berkreasi seperti
bentuk ekspresi yang ditampilkan oleh anak penciptaan tari kelompok dalam aktivitas pembelajaran
menunjukkan bahwa mereka merasa terlibat dan larut BKPBI, hal ini dimaksudkan untuk menanamkan
pada tampilan mereka, sehingga makin dekat dengan kebiasaan siswa terhadap materi yang diajarkan.
pengalaman pribadi anak makin besar tingkat 4. Orang tua. Berdasarkan analisis prestasi belajar siswa,
keterlibatan anak yang terlarut dalam pengalaman ternyata intensitas keterlibatan orang tua berpengaruh
tersebut. positif terhadap keberhasilan siswa dalam pembelajaran.
3. Meningkatkan Pengetahuan. Uraian materi pembelajaran Oleh karena itu disarankan kepada orang tua anak
yang diujudkan dalam penciptaan tari kelompok , mampu tunarungu agar lebih meningkatkan perhatian dan
meningkatkan gairah belajar siswa, pada gilirannya dukungannya dalam mengoptimalkan kemampuan anak.
keseriusan anak dalam belajar menjadi lebih meningkat, Dengan kata lain, semakin peduli dan proaktif orang tua
dan merasa belajar menjadi sesuatu yang sangat terhadap kemampuan anak tunarungu semakin baik
menyenangkan dengan ekspresi masing-masing siswa prestasi belajar yang diraih anak.
dan penghayatannya. Contoh positif ekspresi yang
ditampilkan siswa untuk selanjutnya dapat diaplikasikan DAFTAR PUSTAKA
dalam kehidupan sehari-hari.
Akbar, Sadun. (2009). Penelitian Tindakan Kelas: Filosofi
Metodologi dan Implementasi. Yogyakarta: Cipta
Medika Aksara
PENUTUP Cruickshank, W.M. (1980), Psychology of Exceptional
A. Kesimpulan children and Youth, London: Prentice Hall
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil International.
penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. Depdikbud (1994) Kurikulum Pendidikan Luar Biasa:
1. Penerapan PENTAKEL dapat meningkatkan aktivitas Landasan, Program dan Pengembangan. Jakarta :
dan hasil belajar BKPBI siswa kelas IX SMPLB-B Depdikbud.
YPTB Malang. Pada kegiatan pembelajaran guru tidak Direktorat PSLB. (2007). Standar Kompetensi Dasar
lagi mendominasi, siswa yang lebih aktif membangun Program Khusus Bina Persepsi Bunyi dan Irama
pengetahuannya sendiri. Peningkatan aspek kognitif, SDLB dan SMPLB Tuna Rungu. Jakarta: Direktorat
afektif dan psikomotorik terlihat siswa mampu Pembinaan SLB Dirjen Manajemen Dikdasmen
menemukan dan menyelesaikan masalah dengan Depdikdas
menciptakan tari kelompok secara sederhana. Evans, Lionel (1982), Total Communication: Structure and
Strategy, Washington DC: Gallaudet College Press
42 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Falberg, R.M. (1964). A Psyholinguistic View of The Purwanto, N. (1986). Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Evolution, nature and Value of the Sign Language of Erlangga
the Deaf . Unpublished, Wichita State University. Quigley, S. 1969. The Influence of Fingerspelling on the
Gagne, R. M. (1979),Principles of Instructional Design, New Development of Language, Communication, and
York: Hall, Rinehart and Winston. Educational Achievement in Deaf Children. Urbana:,
Hester, M.S. 1963 Manual Communication. Report of the Illionis: University of Illionis.
Proceedings of the Forty-fifth Meeting of the Rofi'uddin,(1995), Rancangan Penelitian Tindakan, Malang:
Convention of American Instruction of the Deaf. Lembaga Penelitian IKIP Malang.
Washington D.C.: U.S. Government Printing Office, Sastrawinata, Emon (1979), Pendidikan Anak Tunarungu,
1964, 211-221. Jakarta: Dikdasmen Depdikbud.
Mile, M.B. & Huberman, A.M. (1984). Qualitative Data Sanders, Derek A. (1980). Psychological implication of
Analysis: A Sources of New Methods. Beverly Hills: hearing impairment, London: Prentice hall inc.
Sage Publications. Sadiman, Arief 2001. Pengaruh Televisi Terhadap
Kemp, J. E. & Dayton (1985). Planning and Producing Perubahan Perilaku. Jakarta: Pestekkom
Audio-Visual Material. New York: Thomas Y. Stevenson, E.A. A Study of the Educational Achievement of
Crowell. the Deaf Children of The Deaf Parent. Berkely,
Kunandar. (2009). Langkah Mudah Penelitian Tindakan California: California School for the Deaf.
Kelas Sebagai Penge,bangan Profesi Guru. Jakarta: Stuckless, E.R. & Birch, J.W. 1966. The Influence of early
Rajawali Pers manual communication on the linguistic development
Mc. Taggart, Robbin (1982), Action Research: A Short of deaf children. American Annal of the Deaf, 1966,
Modern History, Gelong Victoria: Deakin University 111, 452-460.
Meadow, K.P. 1976. A Development perspective on the use Tarigan, H.G. (1987), Menyimak: Suatu Ketrampilan
of manual communication with dwaf children. In Berbahasa. Bandung: CV Angkasa.
Henderson(ed,). Methods of Communication Yoyok, R.M. (2007). Pendiikan Seni Budaya Jilid 1. Jakarta:
Currently Used in the education of Deaf Children. Yudhistira
London: Royal National Institute for the Deaf. Yoyok, R.M. (2007). Pendiikan Seni Budaya Jilid 2. Jakarta:
Moedjiono 1991. Pengantar Media Pendidikan . Yudhistira
Malang: Jurusan KTP FIP IKIP Malang
Nasution, S. 1988. Metode Penelitian Naturalisyik
Kualitatif. Bandung: Tarsito
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

EFEKTIFITAS METODE AL-BAYAN


UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA
HURUF HIJAIYAH BAGI ANAK TUNARUNGU DI SLB X PADANG
(Single Subject Research)

Heni Herlina

Universitas Pendidikan Indonesia


E-mail: heniherlina94@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini berawal dari studi kasus yang penulis lakukan di SLB X Padang. Peneliti menemukan
anak tunarungudi kelas VI yang belum bisa membaca beberapa huruf Hijaiyah diantaranya
. Namun dalam penelitian ini penulis membatasi huruf
hingga . Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggunakan metode Al-Bayan untuk meningkatkan
kemampuan membaca beberapa huruf Hijaiyah bagi anak tunarungu.Jenis penelitian ini yaitu eksperimen
dalam bentuk Single Subject Research (SSR)dengan desain A-B-A. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
penulis lakukan bahwa metode Al-Bayan dapat meningkatkan kemampuan dalam membaca huruf Hijaiyah
bagi anak tunarungu (x).
Kata Kunci: Metode Al-Bayan; Membaca Huruf Hijaiyah; Anak tunarungu.

Abstract:This study originated from a case study conducted by the author in SLB X Padang. Researcher
found deaf child in the sixth grade who can not read some letters Hijaiyah. In this study the author limit
letters of Hijaiyah in to using Al-Bayan method to improve the ability to read a few letters Hijaiyah for
deaf children. This type of research is Single Subject Research (SSR) with A-B-A design. The data obtained
were processed with graphics, so the results can be drawn between the conditions. The result is Al-Bayan
method can improve the ability in reading my letters Hijaiyah for deaf children (x).
Keyword: Al-Bayan method; Reading letters Hijaiyah; Child with hearing impairment.

PENDAHULUAN sehari-hari yang membawa dampak terhadap


Di Era globalisasi dan informasi ini menuntut kehidupannya secara kompleks, tidak atau kurang
usaha pengembangan sumber daya manusia dengan mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun
segala dimensinya baik dibidang pengetahuan, nilai telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar,
dan sikap, maupun keterampilan. Pengembangan masih tetap memerlukan pelayanan khusus.
dimensi manusia tersebut dilandasi oleh kemampuan Dalam mata pelajaran Agama Islam bagi anak
intelektual, kecerdasan emosional dan kreativitas yang tunarungu kelasa VI semester II yang mana dalam
tinggi yang hanya dapat dilakukan melalui pendidikan. tuntutan standar kompetensinya memahami isi Al-
Artinya pendidikan mempunyai peran yang amat Quran surat-surat pendek dan kompetensi dasarnya
strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang membaca dengan fasih QS An-Nashr dan QS Al-Ashr.
memiliki keberdayaan, kecerdasan emosional yang Dari tuntutan kurikulum tunarungu diatas anak
tinggi yang menguasai mega skill yang mantap. tunarungu dituntut dapat membaca surat pendek QS
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang system An-Nashr dan QS Al-Ashr dengan fasih.
Pendidikan nasional menerapkan dalam ayat 1 bahwa Sedangkan dalam tuntutan kurikulum Agama
setiap warga Negara mempunyai hak yang sama Islam bagi anak tunarungu kelas III semester II yang
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. mana standar kompetensinya mengenal huruf-huruf Al-
Kemudian Ayat 2 menjelaskan bahwa Warga Negara Quran dan kompetensi dasarnya membaca huruf
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, Hijaiyah. Jelaslah dalam kurikulum tersebut bahwa
intelektual dan social berhak memperoleh pendidikan anak sudah dituntut dapat membaca huruf Hijaiyah,
khusus.Oleh sebab itu pendidikan merupakan hal namun pada kenyataannya yang penulis temukan
yang sangat penting dalam kehidupan, baik dimasa dilapangan anak tunarungu kelas VI ternyata untuk
sekarang maupun dimasa akan datang membaca huruf Hijaiyah belum bisa. Tuntutan tersebut
Anak yang mengalami gangguan pendengaran mempunyai dampak yang sangat besar untuk ke
atau tunarungu dapat didefinisikan anak yang jenjang selanjutnya. Huruf Hijaiyah merupakan dasar
kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya untuk membaca Al-Quran. Oleh sebab itu kita
yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian hendaknya dapat meningkatkan kemampuan membaca
atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat huruf Hijaiyah bagi anak yang mengalami gangguan
menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan pendengaran atau tunarungu tersebut.

43
44 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah penelitian ini adalah membaca huruf Hijaiyah dan
penulis lakukan di SLB X Padang. Hasil observasi Variabel bebas (intervensi) dalam penelitian ini
penulis, menemukan anak yang sedang belajar Agama digunakan adalah metode Al-Bayan. Penelitian ini
Islam, anak tidak mampu membaca huruf Hijaiyah, memakai subjek tunggal, yang menjadi subjek
anak hanya mampu membaca huruf Hijaiyah penelitian adalah anak turungu yang bersekolah di SLB
dan huruf X Padang, yang berjenis kelamin perempuan.
anak belum mampu Dalam melakukan penelitian yang baik menurut
membacanya. Dalam mengajar guru sudah Sunanto (2005: 60) adalah dengan melakukan atau
menggunakan media tapi itu tidak begitu menarik mendefinisikan target behavior sebagai suatu prilaku
sehingga anak cenderung cepat bosan dalam yang dapat kita ukur. Pada kondisi desain A1 penulis
belajarnya. Hasil wawancara yang peneliti lakukan melakukan pengamatan untuk beberapa kali sampai
dengan guru kelas pada bulan September 2012, kondisi pada titik jenuh, setelah itu pada kondisi B
menurut guru, anak ini belum bisa membaca huruf diberikan intervensi dengan menggunakan metode Al-
Hijaiyah. Bayan dan dapat dilakukan pengukuran, kemudian
Menurut Surasman (2008:ix) metode Al-Bayan desain A2 barulah dilakukan tanpa memberikan
adalah merupakan metode yang mengajarkan cara intervensi untuk mengukur apakah ada perubahan
cepat belajar Al-Quran dengan bacaan yang baik dan setelah diberikan layanan intervensi.
benar menurut tajwid, disusun secara sistematis, Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui
dilengkapi dengan pengetahuan tajwid praktis, dan tes, tes ini dilakukan secara langsung yang dilakukan
dibantu dengan cara membaca versi Indonesia. untuk mencatat data variabel terikat pada saat anak
Huruf Hijaiyah adalah huruf Arab yang terdapat membaca huruf Hijaiyah. Kemudian mencatat data
dalam Al-Quran yang terdiri dari 28 atau 30 huruf jika tentang kemampuan anak dalam membaca huruf
ditambah dengan huruf hamzah dan lamalif. Yang Hijaiyah tersebut.
mana hurufnya telah mempunyai makna sebagai mana Teknik analisa data yang digunakan dalam
yang terdapat pada permulaan beberapa surat Al- penelitian ini adalah 1) analisa dalam kondisi yang
Quran, tetapi makna tersebut belum tampak jelas mencangkup, menentukan panjang kondisi, menetukan
kecuali setelah dirangkai dalam bentuk kata atau arah kecendrungan data, menentukan kecendrungan
kalimat. kestabilan (trend stabilities), menentukan
Menurut Dwidjosumarto dalam Soemantri kecendrungan Jejak data, menentukan level stabilitas
(2005:93) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak dan rentang (level stability), menentukan tingkat level
atau kurang mampu mendegar suara dikatakan perubahan (level Change), 2) analisa antar kondisi
tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua yang didalamnya mencangkup, menentukan banyak
kategori yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of variabel yang berubah, menentukan perubahan
hearing). Tuli adalah mereka yang indera kecenderungan arah, menetukan perubahan
pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf kecenderungan stabilitas, menentukan level perubahan,
berat sehingga pendengaran tidak berfungsi lagi. Menentukan persentase overlap data kondisi A dan B.
Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera
pendengarannya mengalami kerusakan tetapi masih HASIL
dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan alat Penelitian ini dilakukan sebanyak enam belas
bantu dengar (hearing aids) ataupun tidak sama sekali. kali pertemuan. Pada tahap awal baseline (A 1 )
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan dilakukan lima kali pertemuan, anak dapat membaca
keefektifan metode Al-Bayan untuk meningkatkan item pada deskriptor dengan skor pada pertemuan
membaca huruf Hijaiyah dalam pembelajaran agama pertama anak mampu membaca 3 huruf Hijaiyah dan
Islam bagi anak tunarungu di SLB X Padang. hingga pertemuan ke lima anak mampu membaca 4
huruf Hijiayah, pada fase intervensi (B) dilaksanakn
METODE enam kali pertemuan dimana pertemuan pertama anak
Berdasarkan permasalahan yang akan diteliti mampu membaca 5 huruf Hijaiyah hingga pertemuan
yaitu tentang: Efektivitas Metode Al-Bayan untuk ke enam anak mampu membaca 10 huruf Hijaiyah, dan
Meningkatkan Kemampuan membaca huruf Hijaiyah pada fase Baseline (A 2 ) pada pertemuan pertama anak
bagi Anak Tunarungu Di SLB X Padang. Maka penulis mampu membaca 4 huruf Hijaiyah sampai pertemuan
memilih jenis-jenis penelitian adalah eksperimen kelima anak tunarungu mampu membaca 10 huruf
dalam bentuk Single Subject Reseach (SSR). Desain Hijaiyah.
yang digunakan dalam penelitian ini adalah A -B-A. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik
Sunanto(2005: 59) menjelaskan bahwa desain A-B-A dibawah ini :
merupakan pengembangan dari desain dasar A -B.
yang mana desain A-B-A ini menunjukkan adanya
hubungan sebab akibat antara variabel terikat dan
viribel bebas. Variabel terikat (target behavior) dalam
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 45
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Grafik 1. Panjang kondisi baseline (A 1 ), panjang kondisi intervensi (B) dan panjang kondisi baseline (A 2 )
menggunakan metode Al-Bayan dan pada pertemuan
Pada grafik di atas dapat di jelaskan bahwa pertama sampai pertemuan keenam anak mengalami
sebelum diberikan intervensi, data diambil sebanyak peningkatan. Karena anak telah dapat mencapai target,
lima kali pertemuan. Diperoleh hasil pertemuan maka intervensi dihentikan dan dilanjutkan dengan
pertama dan kedua anak mampu membaca 3 huruf memberikan baseline (A2) untuk melihat kemampuan
Hijaiyah dan pertemuan ketiga sampai pertemuan anak tanpa diberikan lagi intervensi yaitu tanpa
kelima anak mampu membaca 4 huruf menggunakan metode Al-Bayan. Awalnya pada
Hijaiyah,sampai kemampuan anak stabil. Karena data pertemuan keduabelas kemampuan anak menurun dari
anak telah stabil maka dilanjutkan dengan pertemuan kesebelas diberikan intervensi namun
memberikan intervensi kepada anak yang dilakukan sampai pada pertemuan keenambelas akhirnya anak
sebanyak enam kali pertemuan. Intervensi diberikan mampu membaca huruf Hijaiyah.

Hasil analisis data pada analisis data dalam kondisi dapat dilihat pada tabel 1:
Tabel 1. Hasil analisis dalam kondisi

No Kondisi A1 B A2
1. Panjang kondisi 5 6 5
2. Estimasi kecenderungan
(+) (+) (+)
3. Kecendrungan stabilitas 0% 16,6% 0%
(tidak stabil) (tidak stabil) (tidak stabil)
4. Jejak data

5. Level stabilitas dan rentang Variabel Variabel Variabel


3-4 5-10 4-10

6. Level perubahan 4-3 10-5 10-4


(+1) (+5) (+6)

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa pada (B), panjang kondisi baseline 6, mengalami kenaikan
kondisi baseline (A1) panjang kondisi 5 dan pada kecendrungan arah tapi data tidak stabil serta
kecendrungan arah meningkat serta tidak stabil level perubahan (+5). Selanjutnya pada kondisi
dengan level perubahan (+1). Pada kondisi intervensi baseline (A2) panjang kondisinya 5, keendrungan arah
meningkat dan tidak stabil, pada level perubahan (+6).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik1 dibawah ini:


46 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Mean level
Batas atas
Batas bawah
Mid date
Mid rate
Arah kecendrungan data

Grafik1 Stabilitas kecendrungan kemampuan anak membaca huruf hijaiyah

Rangkuman hasil analisis dalam kondisi kemampuan membaca huruf Hijaiyah bagi anak tunarungu dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 2. Rangkuman hasil antar kondisi.
No Kondisi A1 : B B : A2
1 Jumlah varibel yang diubah 1 1

2 Perubahan arah kecendrungan dan efeknya


(+) (+) (+) (+)

3 Perubahan kecendrungan stabilitas Variabel ke variabel Variabel ke variable

4 Perubahan level 54 10 4

5 Persentase overlap 0% 20%

Berdasarkan tabel 1di atas dapat dijelaskan tunarungu (x) di SLB X Padang. Menurut
bahwa analisi antar kondisi terdiri dari jumlah variabel Dwidjosumarto dalam Soemantri (2005:93)
yang berubah, perubahan kecendrungan arah, mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau
perubahan kecendrungan stabilitas, perubahan level kurang mampu mendegar suara dikatakan tunarungu.
dan persentase overlape. Selain itu kemampuan anak Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori yaitu
dalam membaca huruf Hijaiyah. Dan dapat juga dilihat tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli
pada tabel persentase overlape kecil, itu berarti adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami
pengaruh intervensi terhadap target behaviour baik. kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengaran
tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah
PEMBAHASAN mereka yang indera pendengarannya mengalami
Berdasarkan penelitian yang telah penulis kerusakan tetapi masih dapat berfungsi untuk
lakukan, data yang penulis kumpulkan terbukti bahwa mendengar, baik dengan alat bantu dengar (hearing
pengunaan metode Al-Bayan dapat meningkatkan aids) ataupun tidak sama sekali.
kemampuan membaca huruf Hijaiyah bagi anak
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 47
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Dalam proses pembelajaran membaca huruf Haijaiyah dengan benar. Kemampuan membaca huruf
Hijaiyah dapat ditingkatkan dengan beberapa metode Hijaiyah meningkat setelah diberikan metode Al-
salah satunya adalah melalui metode Al-Bayan. Bayan. Dan pada kondisi baseline II kemampuan
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan penulis membaca huruf Hijaiyah anak tetap, anak mampu
menyimpulkan bahwa metode Al-Bayan tersebut membaca 10 huruf Hijaiyah tersebut tanpa diberikan
adalah suatu teknik bukan metode, karena menurut metode Al-Bayan, anak tunarungu (x) sudah mampu
Subana hal 18, teknik mengandung pergertian berbagai membaca huruf Hijaiyah dengan benar. Ini
cara dan alat yang digunakan guru dalam kelas . membukikan bahwa melalui metode Al-Bayan dapat
dengan demikian , teknik adalah daya upaya, usaha dan meningkatkan membaca huruf Hijaiyah anak
cara yang digunakan guru dalam mencapai tujuan tunarungu
langsung dalam pelaksanaan pengajaran. Teknik ini
merupakan kelanjutan dari metode, sedangkan arahnya
harus sesuai dengan pendekatan (approach), Saran
Pada penelitian ini data yang penulis Berdasarkan penelitian diatas maka penulis
kumpulkan pada kondisi baseline I anak mampu ingin memberikan beberapa saran sebagai berikut:
membaca 4 huruf hijaiyah yatiu dan . dan pada 1) Bagi guru, penulis menyarankan agar dalam
kondisi intervensi diberikan melalui metode Al-Bayan pembelajaran membaca huruf Hijaiyah dapat
anak tunarungu (x) mampu membaca ke 10 Hijaiyah ditingkat dapat digunakan metode Al-Bayan agar
dengan benar. Dan pada kondisi baseline II anak anak lebih mudah dan tujuan yang kita harapkan
mampu membaca ke 10 huruf Hijaiyah tersebut tanpa tercapai.
diberikan metode Al-Bayan dalam membaca huruf 2) Bagi peneliti selanjutnya, penulis menyarankan
Hijaiyah tersebut. agar dapat melaksanakan metode Al-Bayan
Berdasarkan analisa data yang telah dipaparkan dengan baik dalam meningkatkan kemampuan
diatas dapat disimpulkan bahwa metode Al-Bayan membaca huuruf Hijaiyah.
efektif digunakan dalam meningkatkan kemampuan 3) Bagi orang tua, penulis menyarankan agar anak
membaca huruf Hiajiyah. Hal ini sesuai dengan data dapat menggunakan metode Al-Bayan dalam
bahwa kemampuan anak meningkat dengan baik. membaca huruf Hijaiyah, agar anak lebih lancar
membaca huruf-huruf Hijaiyah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA
Federspiel, Howard M. 1994. Kajian Al-Quran di
Berdasarkan hasil penelitian penulis dapat di Indonesi. Bandung: Mizan.
simpulkan bahwa dalam pembelajaran atau membaca Somantri, Sutjihati. 2005. Psikologi Anak Luar Biasa.
huruf Hijaiyah dapat menggunakan metode Al-Bayan Bandung: PT Refika Aditama
yang mana metode ini dapat meningkatkan Sunanto, Juang. 2005. Penelitian dengan subjek
kemampuan membaca huruf Hijaiyah. Berdasarkan tunggal. Jepang: CRICED University of
data yang telah penulis kumpulkan dapat dilihat pada Tsukuba.
grafik garis yang mana terjadi peningkatan setelah Surasman, O. 2008. Metode Al-Bayan Cara Cepat
diberikan metode Al-Bayan dalam membaca huruf Membaca Al-Quran. Depok: Erlangga.
Hijaiyah. Zamhari, Nur Rohmad. 2013. Metode Bayani Dalam
Data yang penulis kumpulkan pada kondisi Pemahaman Makna (online). http. Zamhari.
baseline I, menunjukkan bahwa anak sudah mampu blogspot.com Metode Bayani dalam
membaca 5 huruf Hijaiyah, kemudian setelah pemahaman makna.html.diakses pada hari
intervensi diberikan kemampuan anak tunarungu jumat 7 desember 2012.
meningkat anak sudah mampu membaca ke 10 huruf
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PENGGUNAAN KIT SUKA DALAM MENINGKATKAN KEMAHIRAN MENGEJA


PERKATAAN BERSUKU KATA KVKVK MURID BERMASALAH PENDENGARAN
TAHUN PENGUKUHAN
(The Effectiveness of Kit SUKA At Improving The Students Bahasa Malaysia Spelling Skills of KVKVK Words
For Pre Year One Hearing Impaired Students)

Huzaina Husin a, Besira Bibi Mohd Alib

ab Institut Pendidikan Guru Kampus Ilmu Khas, Kuala Lumpur, Malaysia


E-mail : huzainahusin@gmail.com

Abstrak: Penyelidikan tindakan ini dijalankan untuk meningkatkan kemahiran mengeja perkataan bersuku
kata KVKVK murid bermasalah pendengaran tahun pengukuhan dengan menggunakan Kit SUKA. Peserta
kajian terdiri daripada empat orang murid bermasalah pendengaran tahun pengukuhan. Hasil tinjauan awal
mendapati mereka sukar untuk menguasai kemahiran mengeja perkataan bersuku kata KVKVK Bahasa
M alaysia. Proses pemerolehan bahasa terganggu dan mengalami kesukaran disebabkan masalah kehilangan
pendengaran yang dialami. Fokus kajian ini adalah untuk meningkatkan kemahiran mengeja perkataan
bersuku kata KVKVK dengan menggunakan Kit SUKA. Pengkaji telah menggunakan instrumen ujian iaitu
ujian Pra dan Pasca, analisis dokumen iaitu lembaran kerja serta temu bual bersama guru Bahasa M alaysia
peserta kajian. Hasil analisis data mendapati peserta kajian mendapat markah yang cemerlang dalam ujian
Pasca berbanding ujian Pra. Dua orang peserta mencapai tahap cemerlang iaitu 80 markah ke atas manakala
dua orang lagi mencapai tahap sederhana. Walau bagaimanapun, dua orang peserta kajian ini menunjukkan
peningkatan dalam kemahiran mengeja perkataan bersuku kata KVKVK Bahasa M alaysia. Hasil analisis
dokumen iaitu lembaran kerja juga menunjukkan kesemua peserta dapat berada pada tahap penguasaan yang
baik hingga cemerlang. Hasil temu bual dengan guru Bahasa M alaysia turut menyokong penggunaan Kit
SUKA dalam membantu meningkatkan kemahiran mengeja perkataan bersuku kata KVKVK kepada peserta
kajian setelah intervensi. Dalam kajian seterusnya, pengkaji bercadang untuk melakukan penambahbaik dari
aspek alat Kit SUKA dan mengintegrasikan penggunaan Teknologi M aklumat dan Komunikasi dalam
pengajaran dan pembelajaran mengeja perkataan bahasa M alaysia. Hal ini bagi memberi lebih banyak
peluang kepada peserta kajian untuk meningkatkan kemahiran mengeja perkataan di samping mencap ai
keseronokkan dalam proses pengajaran dan pembelajaran.
Kata kunci : kemahiran mengeja, perkataan KVKVK Bahasa Malaysia, masalah pendengaran, Kit
S UKA

Abstract: The purpose of this study is to improve the abilities of hearing impaired students in spelling
Bahasa M alaysia KVKVK words using the Kit SUKA. The respondents consists of four deaf from pre year
one students. It was discovered that they had difficulties in spelling KVKVK words due to their hearing loss
problem. The focus of this study is to ensure that the respondents are able to spell Bahasa M alaysia KVKVK
words using the Kit SUKA. The researcher utilized the instrument Pre and Post -tests, analysis of documents
such as worksheet and interviews with teacher who teach the respondents. The results s how that the
respondents achieved higher marks in the Post-test compared to the Pre-test. Two respondents achieved
excellent level with scores of 80 marks and above, while two others achieved the medium level. The results
from the worksheet also show that all respondents have managed to obtain progress to good and excellent
level in spelling Bahasa M alaysia KVKVK words. Interview results with the teacher also support the use of
the Kit SUKA to help improve the spelling skills of KVKVK words. In the upcoming research, the researcher
would like to improve the Kit SUKA and integrate the use of ICT in teaching and learning KVKVK words
spelling in Bahasa M alaysia. This is to provide opportunities to many more students to learn spelling through
fun learning activities.
Key words : spelling skills, Bahasa M alaysia KVKVK words, hearing impairment, Kit SUKA

PENDAHULUAN bahawa bahasa merupakan satu lambang yang


Pengkaji merupakan siswa pendidik tahun akhir mempunyai peraturan-peraturan tertentu berhubung
Program Ijazah Sarjana Muda Perguruan (PISMP) dengan bunyi, ejaan dan bentuk ayat. Siti Hajar Abdul
Ambilan Januari 2013 dalam pengkhususan Pendidikan Aziz (2009) menyatakan kemahiran mendengar dan
Khas Masalah Pendengaran di Institut Pendidikan Guru bertutur mesti mendahului kemahiran membaca dan
Kampus Ilmu Khas. Kajian ini dijalankan adalah menulis. Namun bagi murid bermasalah pendengaran,
berkenaan dengan meningkatkan kemahiran mengeja mereka tidak dapat menguasai kemahiran membaca,
perkataan bersuku kata KVKVK murid bermasalah mengeja dan menulis dengan baik kerana masalah
pendengaran tahun pengukuhan dengan menggunakan kekangan pemerolehan bahasa. Penyataan ini disokong
Kit SUKA. Yalow Anak Maros (2009) menyatakan oleh Lokman Saim (2004), kanak-kanak yang

49
50 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

mengalami masalah pendengaran tidak dapat Pasca, analisis dokumen iaitu lembaran kerja serta temu
mendengar bunyi suara menyebabkan mereka tidak bual bersama guru Bahasa Malaysia yang mengajar
mengalami pemerolehan dan perkembangan bahasa peserta kajian. Untuk menganalisis instrumen ujian,
normal seperti kanak-kanak biasa yang lain. pengkaji telah menganalisis data secara kuantitatif iaitu
Pengkaji memilih untuk menjalankan kajian dalam bentuk markah. Markah yang didapati
mengenai kemahiran mengeja dalam kalangan murid dipindahkan dalam bentuk peratus dan dibandingkan
bermasalah pendengaran adalah kerana ingin dalam bentuk graf. Untuk menganalisis dokumen iaitu
membantu mereka mengatasi masalah tersebut. lembaran kerja, pengkaji menggunakan skor
Kemahiran mengeja sangat penting untuk dikuasi pemarkahan bagi menilai tahap penguasaan murid.
kerana ianya merupakan asas kepada kemahiran Bagi temu bual pula, pengkaji telah melaksanakan temu
bahasa. Menurut Hasnah Awang dan Habibah Mohd bual berdasarkan beberapa tema untuk melihat tahap
Samin (2010), untuk mencapai kemahiran-kemahiran pencapaian peserta kajian.
tersebut, aktiviti pramembaca boleh dilakukan dengan Untuk kaedah menyemak data, pengkaji
menggunakan permainan huruf, suku kata dan menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi
perkataan untuk mengukuhkan kemahiran tersebut. kaedah untuk menjadikan hasil dapatan kajian ters ebut
Berdasarkan pendapat tersebut, pengkaji telah mempunyai kesahan dan kebolehpercayaan kerana
merancang untuk menghasilkan alat yang mengandungi menurut Ghazali (2012), kesahan dan
kad gambar, kad perkataan dan kad suku kata yang kebolehpercayaan instrumen amat penting bagi
dinamakan Kit SUKA.Pengkaji juga merancang untuk mempertahankan kejituan instrumen daripada terdedah
menerapkan penggunaan alat tersebut semasa aktiviti kepada kecacatan.
permainan bahasa dan sebagainya dalam proses
pengajaran dan pembelajaran. Dengan menggunakan DAPATAN KAJIAN
Kit SUKA dan aktiviti permainan bahasa dalam proses Dalam dapatan kajian, pengkaji telah menjawab
pengajaran dan pembelajaran, pengkaji berharap ianya kedua-dua persoalan kajian dengan menggunakan hasil
dapat membantu peserta kajian untuk mengingkatkan dapatan kajian yang dikutip melalui instrumen yang
kemahiran mengeja perkataan bersuku kata KVKVK. telah dipilih. Bagi menjawab persoalan satu iaitu
adakah murid dapat mengimlak perkataan bersuku kata
KVKVK dengan menggunakan Kit SUKA, pengkaji
menggunakan dua instrumen iaitu ujian Pra dan Pasca
serta analisis dokumen iaitu lembaran kerja.

Kajian yang dijalankan ini melibatkan dua kali Rajah 2 : Graf Perbezaan Peratus Ujian Pra dan
sesi dalam satu minggu. Setiap sesi ini mengambil Ujian Pasca
masa 60 minit. Sebelum sesi pertama dilaksanakan, Berdasarkan Rajah 2 pada laporan iaitu graf
pengkaji telah menjalankan ujian Pra kepada peserta perbezaan peratus ujian Pra dan Pasca, peserta kajian
kajian. Setelah itu, pengkaji melaksanakan sesi yang mendapat keputusan yang sangat memberangsangkan
pertama berdasarkan Rancangan Pengajaran Harian pada ujian Pasca berbanding ujian Pra. Hal ini
(RPH) yang telah dihasilkan. Di akhir sesi pertama, menunjukkan setelah pengkaji menjalankan intervensi
pengkaji memberikan lembaran kerja untuk tujuan dengan menggunakan Kit SUKA, pencapaian peserta
analisis dokumen. Sesi kedua juga dijalankan seerti kajian dalam kemahiran mengeja perkataan bersuku
yang telah dirancang dalam RPH dan lembaran kerja kata KVKVK menunjukkan peningkatan yang sangat
dua turut diberikan di akhir sesi kedua. Akhir sekali, jelas.
pengkaji memberikan ujian Pasca kepada peserta kajian Bagi mengukuhkan lagi keberkesanan Kit
dan diberikan peruntukan 60 minit untuk menjawab SUKA, pengkaji telah menggunakan instrumen analisis
ujian tersebut. dokumen iaitu lembaran kerja. Berdasarkan keputusan
Untuk menilai keberkesanan Kit SUKA dalam markah lembaran kerja yang pertama dan kedua,
meningkatkan kemahiran mengeja perkataan bersuku pengkaji mendapati peserta kajian mendapat tahap
kata KVKVK, pengkaji menggunakan tiga instrumen pencapaian memuaskan hingga cemerlang setelah
untuk mengutip data iaitu ujian iaitu ujian Pra dan ujian intervensi menggunakan Kit SUKA dilaksanakan. Hal
ini jelas menunjukkan bahawa Kit SUKA sebagai
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 51
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

bahan bantu belajar yang digunakan dalam proses KESIMPULAN DAN CADANGAN
pengajaran dan pembelajaran telah berjaya Kesimpulan
meningkatkan kemahiran mengeja dan mengimlak Secara kesimpulan, pengkaji telah merumuskan
peserta kajian. segala aspek, metadologi dan hasil dapatan kajian
Persoalan kajian kedua pula iaitu adakah dalam penghasilan artikel ini. Penggunaan Kit SUKA
penggunaan Kit SUKA dapat menarik minat murid sememangnya dapat meningkatkan kemahiran mengeja
bermasalah pendengaran untuk mengeja perkataan perkataan bersuku kata KVKVK murid bermasalah
bersuku kata KVKVK dengan betul telah dijawab pendengaran tahun pengukuhan. Pengkaji berharap
menggunakan instrumen temu bual. Berdasarkan temu agar penggunaan Kit SUKA ini dapat diperluaskan di
bual tersebut. pengkaji mendapati guru Bahasa samping mempelbagaikan penggunaan teknik dan
Malaysia telah memberikan maklum balas yang positif kaedah pengajaran dan pembelajaran bagi menarik
terhadap kesemua peserta kajian. Hal ini jelas minat murid untuk mencapai keseronokan.
menunjukkan bahawa penggunaan Kit SUKA, aktiviti
lembaran kerja, serta penerapan aktiviti berbentuk Cadangan
permainan adalah berkesan kerana telah meningkatkan Pengkaji telah mengenalpasti beberapa
kefahaman dan tahap pencapaian peserta kajian. cadangan tindakan susulan yang boleh dilaksanakan
untuk kajian seterusnya. Antara cadangan
PERBINCANGAN penambahbaikan ialah dari aspek alat iaitu Kit SUKA.
Hasil dapatan kajian mendapati penggunaan Kit Pengkaji merancang untuk mempelbagaikan
SUKA dalam aktiviti pengajaran dan pembelajaran penggunaan alat dan bahan dalam menghasilkan Kit
dapat meningkatkan kemahiran mengeja bagi murid SUKA seperti kacang, beras, batuan halus dan
bermasalah pendengaran tahun pengukuhan. sebagainya. Penggunaan bahan ini bertujuan untuk
Berdasarkan analisis dan interpretasi data dalam ujian lebih meransang deria sentuh bagi membentuk huruf
Pra dan ujian Pasca dan lembaran kerja, kemahiran pada kad . Hal ini juga dapat mengelakkan peserta
peserta kajian dalam mengimlak perkataan suku kata kajian berasa bosan dengan menggunakan bahan yang
KVKVK dilihat semakin meningkat setelah intervensi sama.
menggunakan Kit SUKA dijalankan. Rajah 2 telah Selain itu, pengkaji merancang untuk
menunjukkan peningkatan peserta kajian dengan lebih menerapkan penggunaan Teknologi Maklumat dan
jelas pada ujian Pasca berbanding ujian Pra. Selain Komunikasi (TMK) dalam proses pengajaran dan
ujian Pra dan Pasca, peningkatan juga dapat dilihat pembelajaran di samping penggunaan Kit SUKA. Hal
berdasarkan hasil dapatan analisis dokumen iaitu ini adalah kerana menurut Noriati A. Rashid, Boon
lembaran kerja yang diberikan. Penggunaan Kit SUKA Pong Ying & Sharifah Fakhriah Syed Ahmad (2009),
semasa intervensi yang dijalankan telah meningkatkan teknologi dalam pengajaran dan pembelajaran dapat
dan memberikan perkembangan positif terhadap membantu guru dalam menyampaikan isi kandungan
markah yang diperolehi oleh peserta kajian. pengajaran. pengkaji juga menyedari bahawa walaupun
Penggunaan Kit SUKA yang terdiri daripada peserta kajian mempunyai masalah pendengaran,
kad gambar, kad perkataan, kad suku kata dan kad mereka juga berhak untuk menggunakan TMK dalam
huruf telah membantu peserta kajian yang lemah pendidikan. Hal ini juga adalah bagi menyokong
kerana huruf dan gambar pada kad ini dapat dilihat anjakan transformasi pendidikan ketujuh di dalam
dengan jelas. Dapatan ini adalah selari dengan kajian Pelan Pembangunan Pendidikan Malaysia 2013-2025,
Mohd Wazir Saiti (2011) dan Syarifah Nursollehah Kementerian Pendidikan Malaysia (2013) yang
Syed Mohamad Kher (2014) yang juga menggunakan menyatakan perlunya guru memanfaatkan ICT bagi
konsep kad gambar dan perkataan dalam kajian meningkatkan kualiti pembelajaran di Malaysia dengan
mereka. Hasil dapatan kajian mereka menunjukkan memaksimumkan penggunaan ICT bagi pembelajaran
peserta kajian menunjukkan peningkatan tahap jarak jauh dan pembelajaran kadar kendiri untuk
pencapaian yang memberangsangkan setelah memperluas akses kepada pengajaran berkualiti tinggi
mengaplikasikan konsep kad gambar dan kad perkataan tanpa mengira lokasi atau tahap kemahiran murid.
dalam sesi intervensi di sampaing menggunakan
kaedah permainan bahasa. Selain itu, pengkaji turut RUJUKAN
mengaitkan teori yang digunakan iaitu Teori Kognitif Abdullah Yusoff. (2004). Penguasaan bahasa Melayu
Jean Peaget. Pengkaji dapat mengaitkan bahawa dalam kalangan murid-murid pekak (satu
penggunaan Teori Kognitif Jean Peaget ini adalah sorotan dari perspektf linguistik). Jurnal Dewan
bersesuaian dan selari dengan proses sepanjang kajian Bahasa, ms 639-680.
ini dijalankan. Penggunaan teori ini juga dapat Ghazali Darusalam. (2012). Kesahan dan
membantu meningkatkan kemahiran mengeja perkataan kebolehpercayaan dalam kajian kualitatif dan
bersuku kata KVKVK dalam kalangan murid bermasalah Kuantitatif. Diperoleh daripada
pendengaran seiring dengan penggunaan alat Kit SUKA. http://www.ipislam.edu.my/uploaded/file/ghazal
i.pdf.
52 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Hasnah Awang & Habibah Mohd Samin. (2010). Siti Hajar Abdul Aziz. (2009). Bahasa Melayu ll.
Literasi Bahasa Melayu. Kuala Lumpur: Selangor: Oxford Fajar Sdn. Bhd.
Kumpulan Budiman Sdn. Bhd. Syarifah Nursollehah Binti Syed Mohamad Kher.
Kementerian Pendidikan Malaysia. (2013). Pelan (2014). Meningkatkan kemahiran mengeja
Pembangunan Pendidikan Malaysia 2013-2025. perkataan kvkvk murid bermasalah pendengaran
Putrajaya: Kemterian Pendidikan Malaysia tahun 1 Wira menggunakan kad Flip Flop. Tesis
Lokman Saim. (2004). Pengendalian kanak-kanak cacat tidak diterbitkan. Kuala Lumpur: Institut
pendengaran. Bangi: Unit Penerbitan Universiti Pendidikan Guru Kampus Ilmu Khas.
Malaya. Yalow Anak Maros. (2000). Penggunaan alat bantu
Mohamad Wazir Bin Saiti. (2011). Meningkatkan mengajar dalam pengajaran bahasa
kemahiran mengeja dalam kalangan murid Melayu:kajian di sekolah rendah bermasalah
bermasalah pendengaran tahun 3 K dalam mata pendengajaran di bandar Seremban. Tesis tidak
pelajaran bahasa Melayu dengan menggunakan diterbitkan. Bangi : Universiti Kebangsaan
kad perkataan dan kad gambar. Tesis tidak Malaysia.
diterbitkan. Kuala Lumpur: Institut Pendidikan
Guru Kampus Ilmu Khas.
Noriati A. Rashid, Boon Pong Ying & Sharifah
Fakhriah Syed Ahmad. (2009). Murid Dan Alam
Belajar. Shah Alam : Oxford Fajar Sdn Bhd.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN


KETERAMPILAN INTERAKSI SOSIAL ANAK TUNARUNGU
(Modelling Of Technique To Improving The Social Interaction Skills Of Children With The Deaf)

Imas Diana Aprilia a, Devi Arisandib

ab Pendidikan Khusus, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia


E-mail: imasdaprilia@gmail.co m

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektifitas penggunaan teknik modeling dalam
meningkatkan keterampilan interaksi sosial anak tunarungu.Penelitian ini dilakukan pada satu siswa
tunarungu di SDLB-B Kota Bandung. M etode yang digunakan adalah eksperimen dengan pendekatanSingle
Subjek Research (SSR), desain penelitian adalah A-B-A. Data yang diperoleh dianalisis melalui satistik
deskriptif serta disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada fase
baseline 1 (A-1) mean levelnya sebesar 30,75%, fase intervensi (B) mean levelnya sebesar 47,5%, dan pada
fase baseline 2 (A-2) mean levelnya sebesar 62%. Hasil ini menunjukkan terjadinya peningkatan dari baseline
1-intervensi-baseline 2. Artinya bahwa penggunaan teknik modeling dapat meningkatkan keterampilan
interaksi sosial pada anak tunarungu dalam aspek kerjasama, akomodasi, asimilasi, persaingan, dan
pertentangan.Intervensi teknik modeling yang digunakan guru dan orangtua sebagai sosokrole of model
melalui proses peniruan (imitasi), pembiasaan (habituasi), dan pengkondisian lingkungan belajar yang tepat
memberikan gambaran dan pengalaman konkrit bagi anak tunarungu untuk melakukan interaksi sosial dan
penyesuaian diri yang baik.
Kata Kunci: Modeling, interaksi sosial, anak tunarungu

Abstract: The aim of this study was to acknowledge the effectiveness of the use of modeling technique in
enhancing the social interaction skills of children with hearing impairment. This study was conducted on one
deaf student in SDLB-B Bandung. The method employed in this study is experiment with Single Subject
Research (SSR) approach, using A-B-A design. The data were analyzed through descriptive statistic and
presented in tables and graphs. The results showed that the baseline phase 1 (A-1) had a mean level of
30.75%, the mean level of the intervention level (B) is 47.5%, and the mean level of baseline phase 2 (A-2) is
62%. These results of this studyrevealedthe enhancement of social interaction skill from baseline 1-
intervention - baseline 2. It means that the use of modeling techniques can enhance social interaction skills of
deaf students in the aspect of cooperation, accommodation, assimilation, competition, and contradiction.
Keywords: modelling technique, social interaction, children with the deaf.

PENDAHULUAN tunarungu melakukan komunikasi secara tersirat dapat


Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak menunjukkan bahwa merekajuga mengalami kesulitan
dapat hidup sendiri dalam memenuhi setiap kebutuhan dalam melakukan interaksi sosial, karena pada
hidupnya baik fisik maupun psikis. Dalam memenuhi dasarnya suatu interaksi sosial akan terjalin dengan
kebutuhannya diperlukan keterlibatan antar sesama baik apabila komunikasi dapat berjalan dengan lancar (
manusia, yang akan berlangsung selama masa Soekanto,1982; 59).
hidupnya. Hubungan antara manusia dengan manusia Berdasarkan hasil studi awal, ditemukan ada
lain merupakan interaksi sosial (Johnsen, & Skjorten, anak tunarungu yang menunjukkan perilaku asossial
2003, hal 18). Interaksi sosial merupakan hubungan- yang mengarah kepada perilaku isolatif, yaitu dia tidak
hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut memiliki teman bermain baik saat di sekolah maupun
hubungan antara orang-orang-perorangan, antara di rumah dan selalu sendiri dalam melakukan berbagai
kelompok-kelompok manusia maupun antara orang kegiatan belajar maupun bermain. Perilaku asosial
perorangan dengan kelompok manusiadan saling lainnya adalah mudah marah, mengejek teman,
mempengaruhi sehingga terjadi hubungan timbal balik mengambil barang teman, memfitnah teman, bahkan
(Soekanto, 1982;56) memukul teman. Manifestasi perilaku tersebut
Interaksi sosial merupakan hal yang mutlak bagi menggambarkan adanya ketidakpahaman anak tentang
manusia dalam menjalani kehidupannya, tidak terkeculi nilai dan norma sosial yang harus dijalaninya.
dengan anak tunarungu. Tunarungu merupakan suatu Kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
keadaan dari seorang individu yang mengalami di luar dirinya diindikasikan dengan munculnya
kerusakan pada indera pendengaran sehingga kegagalan membentuk hubungan pertemanan (Aprilia,
menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai rangsang 2010; hal 52). Lingkungan yang tidak memberi
suara dan berdampak terhadap sulitnya berkomunikasi stimulus positif pada anak tersebut mengakibatkan dia
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya kurang mendapatkan gambaran nyata bagaimana dia
(Aprilia, 2010;45). Melihat dari kesulitan anak harus berinteraksi dengan lingkungannya secara positif

53
54 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

(Aprilia, 2010; hal 73). Untuk itu peneliti mencoba 2. Hasil Intervensi
melakukan eksplorasi dengan menerapkan suatu Intervensi berupa penggunaan teknik modeling
modifikasi perilaku melalui penggunaan teknik melalui video animasi yang berjudul Lima Cara Untuk
modeling. Modeling adalah prosedur di mana sebuah Memiliki Banyak Teman.
contoh perilaku tertentu diperlihatkan ke seseorang
agar menyebabkan individu tersebut melakukan Tabel 2. Data Intervensi (B)
perilaku yang sama (Pirwanto, 2012, hlm. 47). S esi Jumlah S kor S kor Presentase
Penerapan teknik modeling didasarkan asumsi Instrumen Maksimal (%)
bahwa sebagian perilaku manusia dibentuk dari 1 25 100 39 39%
peniruan maupun penyajian contoh/modeling secara 2 25 100 40 40%
3 25 100 45 45%
konkrit. Hal ini sesuai dengan pengalaman belajar anak
4 25 100 47 47%
tunarungu yanglebih banyak menggunakan kemampuan
5 25 100 50 50%
visualnya. Melalui proses pengamatan, dapat
6 25 100 45 45%
membantunya dalam merespon hal-hal baru, 7 25 100 56 56%
melakukan respon-respon yang sebelumnya terhambat 8 25 100 58 58%
dan mengurangi respon negatif yang seharusnya tidak
dilakukan. Grafik Hasil Intervensi
METODE
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen Intervensi
dengan penelitian subyek tunggal (Single Subject
Research) pada satu orang anak tunarungu di SDLB- B 80%
Sumbersari Kota Bandung.Desain yang digunakan
60%
adalah A-B-A(Sunanto, dkk. 2005, hlm. 61).Instrumen
disusun dalam bentuk pedoman pengamatan dan 40%
kuisoner, nntuk memperoleh gambaran nyata terkait
keterampilan interaksi sosial dalam aspek kerjasama, 20%
akomodasi, asimilasi, persaingan, dan pertentangan.
Analisis data yang digunakan analisis antar kondisi dan 0%
dalam kondisi, dilengkapi dengan satistik deskriptif sesi sesi sesi sesi sesi sesi sesi sesi
(Sugiyono, 2011, hlm. 207-208). 1 2 3 4 5 6 7 8

HASIL
1. Hasil Baseline 1
Pada tabeldan grafikmenunjukkan keterampilan
Baseline 1 dilakukan untukmengetahui interaksi sosial subjek pada kondisi intervensi (B).
kemampuan awal subjek melalui tes pengamatan
Intervensi dilakukan delapan sesi, mean levelnya
keterampilan interaksi sosial.
sebesar 47,5%
Tabel 1. Baseline 1 (A-1)
S esi Jumlah S kor S kor Presentase
Instrumen Maksimal (%) 3. Hasil Baseline 2
1 25 100 31 31% Baseline 2 dilakukan untuk melihat
2 25 100 30 30% keterampilan interaksi sosial subjek setelah
2 25 100 31 31% dilakukannya intervensi dengan menggunakan teknik
4 25 100 31 31% modeling.
Tabel 3. Data Baseline 2 (A-2)
Grafik Hasil Baseline 1 (A-1) S esi Jumlah S kor S kor Presentase
100% Instrumen Maksimal (%)
1 25 100 58 58%
80% 2 25 100 60 60%
3 25 100 62 62%
60% 4 25 100 62 62%

40%

20%

0%
Pada tabeldan grafikmenunjukkan keterampilan
Sesi
interaksi sosial 1 subjek
awal Sesi 2pada kondisi
Sesi 3 baseline
Sesi 4 1 (A -
1). Dilakukan melalui empat sesi dan mean levelnya
sebesar 30,75%
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 55
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Grafik Hasil Baseline 2 (A-2) Tabel4 dan grafik rekapitulasimenggambarkan


bahwa keterampilan interaksi sosial subjek semakin
100% meningkat dilihat dari skor yang diperoleh subjek.
Melalui analisis antar kondisi dan analisis dalam
kondisi terlihat bahwa pada setiap baseline data-data
80% yang diperoleh masuk dalam kategori stabil namun
peningkatan yang dialami kurang signifikan. Kestabilan
60% data yang diperoleh diiringi dengan perubahan level
yang positif yaitu terdapat peningkatan dari
kemampuan awal sampai kepada kemampuan setelah
40%
diberikan intervensi. Pengaruh intervensi juga terlihat
dari data overlap. Data overlap antar kondisi antara
20% intervensi dengan baseline 1(A-1) serta intervensi (B)
dengan baseline 2 (A-2) sama sekali tidak terdapat data
0% overlap.
Sesi 1 Sesi 2 Sesi 3 Sesi 4
PEMBAHASAN
Berdasarkan pengolahan dan analisis pada
Pada tabeldan grafikmenunjukkan keterampilan grafik A-B-A secara garis besar menghasilkan suatu
interaksi sosial subjek pada kondisi baseline 2 (A-2). temuan bahwa penggunaan teknik modeling
Diperoleh mean levelnya sebesar 62% dengan empat memberikan peningkatan terhadap kemampuan subjek
sesi. dalam keterampilan interaksi sosial. Hal ini dapat
terlihat dengan membandingkan hasil yang diperoleh
4. Rekapitulasi Perolehan Data subjek sebelum diberikan perlakuan dan setelah
Di bawah ini merupakan data hasil baseline 1, diberikan perlakuan atau intervensi dengan
intervensi, dan baseline 2 yang disajikan dalam bentuk menggunakan teknik modeling.
tabel dan grafik bertujuan untuk mengetahui Dari keseluruhan data yang diperoleh pada fase
perkembangan keseluruhan subjek sebelum, selama dan baseline 1 (A-1), intervensi (B) dan baseline 2 (A-2)
setelah diberikan intervensi. terdapat peningkatan kemampuan dalam interaksi
sosial yang merupakan target behavior. Dengan
Tabel 4. Rekapitulasi Presentase Data Keseluruhan demikian penggunaan teknik modeling dapat
Kondisi (A-B-A) meningkatkan keterampilan interaksi sosial anak
Presentase tunarungu.
Sesi Baseline Adanya peningkatan keterampilan interaksi
Intervensi Baseline 2
1 sosial pada anak tunarungu melalui penerapan teknik
1 31% 39% 60% modeling terjadi karena proses belajar dilakukan
2 30% 40% 62% dengan mengobservasi perilaku yang nampak
3 31% 45% 63% menggunakan model langsung berupa keterlibatan
4 31% 47% 63% teman sebaya, dan dibantu dengan media simbolis
5 50% berupa video animasi. Hal ini sesuai pendapat Moores,
6 45% (2001; hal 42) yang menyatakan bahwa anak tunarungu
7 56% lebih mudah memahami konsep dan simbol yang nyata
8 58% dan konkrit melalui kemampuan visualnya.
Keberhasilan siswa dalam memenuhi target
Grafik Rekapitulasi Data (A-1, B, A-2) behaviornya tidak lepas dari upaya guru dan orangtua
memberi balikandan penguatan (reinsforcement) yang
tepat (Marat, 1981, hal 30) sehingga pengalama
100% belajar yang diterima melalui berbagai sensori
terakualisasikan dalam struktur kognitifnya dan
80% terinternalisasi dalam dirinya.
.
60%
KESIMPULAN
40% Aspek kerjasama, akomodasi, asimilasi,
persaingan, dan pertentangan merupakan proses
20% penggambaran keterampilan interaksi sosial yang
saling berhubungan. Keterampilan interaksi sosial yang
0% baik akan nampak manakala aspek-aspek tersebut
Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi Sesi termanifestasikan secara wajar dan proporsional.
1 3 5 7 9 11 13 15 Intervensi teknik modeling yang diawali dengan
tayangan video kemudian ditransfer melalui tampilan
56 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

nyata berupa figur guru dan orangtua sebagairole of DAFTAR RUJUKAN


model melalui proses peniruan (imitasi), pembiasaan, Aprilia, I. D. 2010. Model Bimbingan dan Konseling
dan pengkondisian lingkungan belajar yang tepat Perkembangan untuk Meningkatkan
memberikan gambaran dan pengalaman konkrit bagi Kemandirian remaja Tunarungu. Disertasi, tidak
anak tunarungu untuk melakukan interaksi sosial dan diterbitkan.
penyesuaian diri yang baik terutama dengan teman Johnsen, B. H & Skjorten, D.M. (2003). Pendidikan
sebayanya. Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar.
Lingkungan keluarga (orangtua dan anggota Bandung: Program Pascasarjana Universitas
keluarga lainnya)harus memilikikomitmen yang tinggi, Pendidikan Indonesia.
menegakkan aturan-aturan dan sanksi yang jelas dan Mar,at (1981). Sikap Manusia Perubahan serta
disepakati bersama dalam menjalankan perannya Pengukurannya. Bandung: Ghalia Indonesia.
masing-masing. Keluarga memberi kesempatan yang Moores, D. F. (2001). Educating The Deaf:
seluas-luasnya kepada anak tunarungu untuk teribat Psychology, Principles, and Practices. Boston:
secara langsung dalam melakukan aktivitas di dalam Houhton Mifflin Company.
dan di luar rumah, sehingga terbangun pengalaman Purwanta, E. (2012). Modifikasi Perilaku. Yogyakarta :
lahiriah dan pengalaman batiniah pada anak tunarungu Pustaka Pelajar.
tersebut. Soekanto, S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta :
Sekolah termasuk guru, kepala sekolah, staf PT Rajagrafindo Persada.
sekolah dapat mengkondisikan situasi pembelajaran Sugiyono. 2011. Penelitian Pendidikan.Bandung:
yang ramah di kelas dan di luar kelasbersama- Alfabeta.
samamenjalankan tata tertib dan aturan kedisiplinan Sunanto, J. et al. 2005. Penelitian dengan Subjek
dan pemberian sanksi jika dilanggar. Guru dapat Tunggal. Bandung:UPI Press
melibatkan anak tunarungu untuk mengikuti kegiatan Willis, S. 2004. Konseling Individual Teori dan
intra dan ekstra kurikuler guna mendukung Praktek. Bandung:Alfabeta.
kepercayaan diri anak tunarungu.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PENERAPAN STRATEGI GRAFICK ORGANIZER UNTUK PENINGKATAN


KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI
PADA SISWA KESULITAN BELAJAR KELAS II

Indina Tarjiah a, IkaUnib

ab Special Education Departement, Faculty of Education, Universitas Negeri Jakarta


E-mail: indina2009@yahoo.co.id

Abstrak: Salah satu materi yang diajarkan pada pembelajaran menulis atau yang biasa disebut mengarang
permulaan di Sekolah Dasar kelas rendah adalah menulis deskripsi. Dalam pembelajaran menulis deskripsi,
siswa diajak untuk menggambarkan suatu objek yang ada di sekitar lingkungan siswa lewat sebuah tulisan.
Objek-objek yang dapat dijadikan materi dalam menulis deskripsi contohnya adalah benda, hewan,
tumbuhan,ataupun orang-orang yang dekat dengan keseharian siswa. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan menulis deskripsi pada siswakelas II dengan kesulitan belajar. M etode penelitian
yang digunakan adalah classromm action research dengan menggunakan desain penelitian tindakan kelas
model Kemmis dan M cTaggart dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) perencanaan, (2) tindakan dan
pengamatan, dan (3) refleksi.Subjek yang diteliti adalah 8 orang siswa-siswakesulitan belajar kelas II di
Sekolah Dasar Pantara, Tebet, Jakarta Selatan.. Analisa data dalam penelitian ini melalui: statistik deskriptif,
reduksi data, paparan data dan penyimpulan hasil analisis.Data yang diperoleh kemudian diolah dengan
analisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik persentase sehingga dapat diinterpretasikan untuk
melihat peningkatan yang terjadi dalam menulis deskripsi. Setelah dilaksanakan penelitian tindakan melalui
siklus I sampai siklus II, didapatkan bahwa dengan menggunakan strategi graphic organizer dapat
meningkatkan kemampuan menulis deskripsi siswa serta memberikan dampak positif pada peningkatan hasil
belajar Bahasa Indonesia.
Keywords: Kesulitan Belajar, Strategi graphic organizer, classroom action research.

PENDAHULUAN perbendaharaan kata yang dimiliki siswa kesulitan


Kemampuan menulis siswa dengan kesulitan belajar masih kurang banyak. Selain beberapa faktor
belajar berbeda dengan kemampuan menulis pada yang telah disebutkan di atas, faktor kurangnya
siswa tanpa kesulitan belajar. Berdasarkan hasil motivasi dari para siswa dalam hal menulis. Menulis
pengamatan di salah satu sekolah khusus layanan masih dianggap sebagai kegiatan yang sulit dilakukan.
pendidikan untuk anak berkesulitan belajar, masih Tujuan dari pembelajaran menulis bukan
terdapat siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam hanya sekedar pembelajaran tentang bagaimana
bidang menulis. Banyak siswa berkesulitan belajar menggunakan lambang-lambang bahasa saja, tetapi
yang mengalami kesulitan dalam mengorganisasikan juga sebagai sarana kreativitas karena melalui kegiatan
ide gagasan yang dimiliki ke dalam bentuk tulisan, pembelajaran menulis, siswa dapat mengungkapkan ide
misalnya dalam materi pembelajaran menulis deskripsi atau gagasannya. Selain itu, pembelajaran menulis
yang menjadi salah satu materi pembelajaran menulis meningkatkan kemampuan bahasa siswa mengingat
di kelas rendah Sekolah Dasar. bahwa menulis adalah salah satu keterampilan
Dalam pembelajaran menulis deskripsi, guru berbahasa.
sudah memberikan bantuan berupa gambar. Selain itu, Pembelajaran menulis dilakukan secara
digunakan pula strategi W-H Question (what, who, bertahap. Tahapan pembelajaran menulis pada kelas
when, where, why, dan how) dalam penyusunan rendah adalah menulis tentang segala hal yang
kalimat-kalimatnya. Namun, tulisan deskripsi yang berhubungandengan keseharian siswa. Salah satu
dihasilkan siswa banyak yang berupa frasa-frasa. materi yang diajarkan pada pembelajaran menulis atau
Dalam menulis deskripsi, kata-kata deskriptif yang yang biasa disebut mengarang permulaan di Sekolah
dihasilkan belum lancar dan belum rinci. Mereka juga Dasar kelas rendah adalah menulis deskripsi. Dalam
mengalami kesulitan menentukan hal apa saja yang pembelajaran menulis deskripsi, siswa diajak untuk
harus dituliskan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu objek yang ada di sekitar
menggambarkan tentang sesuatu objek. Hal ini lingkungan siswa lewat sebuah tulisan. Objek-objek
berhubungan dengan kesulitan yang banyak dialami yang dapat dijadikan materi dalam menulis deskripsi
oleh siswa kesulitan belajar dalam mengorganisasikan contohnya adalah benda, hewan, tumbuhan, ataupun
ide dan gagasannya yang berhubungan dengan sebuah orang-orang yang dekat dengan keseharian siswa.
topik. Karena kesulitan dalam mengorganisasikan ide Siswa berkesulitan belajar banyak yang
dan gagasannya dalam sebuah tulisan, maka produk mengalami kesulitan dalam menulis deskripsi, hal ini
dari tulisannya menjadi sederhana dan terkesan dikarenakan kesulitan dalam mengorganisasikan ide

57
58 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dan gagasannya ke dalam tulisan. Apabila hal ini tidak tumbuh motivasi diri untuk menulis karena penggunaan
segera diatasi, kesulitan itu akan berlanjut ke graphic organizer sebagai strategi pembelajaran
pembelajaran-pembelajaran menulis lainnya, terutama menulis yang cukup menarik.
yang memerlukan pikiran kreatif untuk Berdasarkan uraian persoalan di atas, maka
mengerjakannya. Selain itu, motivasi dan self efficacy sangat penting dilakukan penelitian tindakan kela
siswa/i dalam menulis kreatif akan makin menurun stentang penerapan strategi graphic organizer dalam
karena menulis akan selalu dianggap sebagai pekerjaan peningkatan kemampuan menulis siswa-siswa kesulitan
yang sulit dilakukan. belajar di kelas II SD Pantara.
Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut,
maka perlu digunakan strategi yang sesuai dengan METODE
karakter para siswa tersebut. Pemilihan strategi Metode yang digunakan dalam penelitian ini
pembelajaran harus dilihat dari pendekatan apa yang adalahclassroom action researchMenurut Mulyasa
akan guru pakai. Jika dilihat dari sisi pendekatan (2012:34) Penelitian tindakan kelas diartikan sebagai
konstruktivistik, belajar merupakan proses upaya yang ditujukan untuk memperbaiki proses
pembentukan pengetahuan, dan pembentukan ini harus pembelajaran atau memecahkan masalah yang dihadapi
dilakukan oleh siswa. Guru membantu agar proses dalam pembelajaran. Kemudian diperkuat dengan
pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa dapat pendapat Kusumah dan Dwitagama; (2009:9)
berjalan dengan lancar. Pada menulis deskripsi, Penelitian tindakan kelas digunakan untuk
kebanyakan siswa kesulitan belajar, kesulitan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran di
menuliskan apa yang seharusnya dituliskan untuk sekolah dalam rangka meningkatkankan mutu
menggambarkan suatu objek. Oleh karena itu, guru pendidikan. Desain yang digunakan pada penelitian ini
membantu proses pengkonstruksian pengetahuan siswa adalah desain penelitian tindakan kelas model Kemmis
terhadap objek tersebut. Salah satunya dengan cara, dan McTaggart dengan tahapan-tahapan sebagai
guru mentransfer bagaimana ia berpikir tentang apa berikut: (1) perencanaan, (2) tindakan dan pengamatan,
saja yang seharusnya ia tuliskan ketika menulis dan (3) refleksi. Tahapan-tahapan tersebut dipandang
deskripsi. Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu sebagai satu siklus. Satu siklus ini adalah putaran
strategi yang dapat digunakan untuk membantu siswa kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan dan
kesulitan belajar dalam pembelajaran menulis deskripsi pengamatan, serta refleksi
adalah dengan menggunakan strategi graphic
organizer.
Graphic organizer adalah salah satu strategi
yang digunakan untuk membantu siswa kesulitan
belajar dalam menulis. Graphic organizer digunakan
sebagai scaffolding untuk membantu siswa dalam
mengorganisasikan idenya untuk menulis deskripsi.
Dalam hal membantu siswa dalam mengorganisasikan
ide dan gagasannya ke dalam tulisan, pelaksanaan
strategi graphic organizer menampilkan kerangka
berbentuk gambaran visual dari pengetahuan yang
dimiliki. Siswa melengkapi lembar graphic organizer
dan menggunakannya untuk tulisan deskripsinya. Pada
awalnya siswa diberikan kata kunci tentang kata Gambar : Siklus PTK Model Kemmis & McTaggart
deskriptif yang harus dilengkapinya. Kata deskriptif
yang mencerminkan penginderaan baik indera PROCEDUR
penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan
pengecap. Kata-kata deskriptif tersebut seperti ukuran, prasiklus Setelah dilaksanakan pras iklus, maka
warna, bentuk, suara, tekstur, dll. Hal ini harus penelitianberlanjut pada siklus I, dengan tahapan -
diajarkan kepada siswa kesulitan belajar agar ia dapat tahapan sebagai berikut ini:
menggunakan kata dengan tepat. 1. Perencanaan
Dengan menggunakan strategi graphic Kegiatan padata hapan ini adalah: menentukan
organizer sebagai alat bantu dalam menulis deskripsi, jadwal pelaksanaan, menyusun program
diharapkan kesulitan siswa/i dalam mengorganisasikan pembelajaran, menyiapkan rincian peralatan yang
ide dan gagasannya ke dalam bentuk tulisan dapat akan digunakan.
teratasi. Diharapkan juga, siswa/i dapat
mengembangkan ide dan gagasannya tersebut ke dalam 2. Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan
tulisan yang lebih luas lagi. Dengan penggunaan Kegiatan pada tahapan tindakan dan pengamatan
graphic organizer yang merupakan gambaran visual merupakan penerapan dari rancangan, yaitu
dari pengetahuan yang disusun secara terstruktur, menggunakan tindakan kelas. Pelaksanaan tindakan
proses kreativitas siswa/i dapat berkembang serta dilakukan setiap siklus terdiri dari 5 pertemuan.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 59
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Masing - masing pertemuan dilakukan selama 60


menit yaitu 5 menit pembukaan, 45 menit kegiatan
inti, dan 10 menit evaluasi dan penutup. Tahapan
tindakan dan pengamatan pada penelitian ini
dijadikan sebagai kesatuan. Selama dilakukan
tindakan, sekaligus juga dengan pelaksanaan
kegiatan pengamatan. Peneliti dan kolaborator
mengamati, mengobservasi atau memonitor semua
hal yang terjadi di kelas, meliputi apakah tindakan- PEMBAHASAN
tindakan tersebut sesuai dengan apa yang Setelah siklus I, persentase kemampuan AR
direncanakan. dalam hal ini, peneliti mencatat dalam hal menulis deskripsi mencapai 69,4%. Setelah
sedikit demi sedikit apa yang terjadi agar siklus I, aspek ideasi tulisan deskripsi yang dihasilkan
memperoleh data yang akurat untuk perbaikan AR sudah melibatkan tiga indera dan menuliskan
siklus berikutnya. delapan ciri khusus objek. Dalam hal penggunaan
3. Refleksi bahasa, AR masih banyak menuliskan deskripsi dalam
Pada tahap ini, kegiatan difokuskan pada tinajaun frasa dan belum dalam bentuk kalimat. Dalam hal
ulang dan evaluasi tentang hasil yang diperoleh mekanik, AR mulai menulis dengan menggunakan
pada siklus I apakah telah memenuhi kriteria huruf kapital di awal kalimat dan tanda titik di akhir
ketuntasan minimal yang telah ditentukan atau kalimat.
belum.Jika belum memenuhi kriteria, maka akan Selama proses pembelajaran menulis deskripsi,
dilanjutkan pada siklus ke- II. Tetapi jika sudah AR terkadang kurang berkonsentrasi dan kurang
memenuhi kriteria ketuntasan minimal, maka memperhatikan penjelasan guru mengenai objek
penelitian ini hanya menggunakan hasil dari siklus I deskripsi dan tentang penggunaan strategi graphic
dan begitu seterusnya. organizer. Namun, AR cukup antusias ketika guru
bertanya jawab dengan siswa tentang objek yang
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN sedang dideskripsikan. AR masih belum mengedit
Penelitian dilaksanakan selama satu semester tulisannya secara mandiri dan masih diberikan petunjuk
yaitu pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014 dari guru bahwa ia harus memperbaiki bagian-bagian
di Sekolah Dasar Pantara yang berlokasi di Jalan Tebet tertentu dari tulisannya, salah satunya pada bagian
Barat Dalam VI No.39-41, Tebet, Jakarta Selatan. penggunaan huruf kapital dan tanda titik.
Siswa berinisial EN.Setelah siklus I, persentase
HASIL DAN PEMBAHASAN kemampuan EN dalam hal menulis deskripsi mencapai
66,9%. Pada aspek ideasi, tulisan deskripsi yang
Hasil Asesmen Awal:
Tabel 1: Hasil Persentase Tes Awal Penguasaan dihasilkan EN sudah melibatkan tiga indera dan
menghasilkan tujuh ciri khusus objek. Dalam hal
Membaca Pemahaman Siswa
penggunaan bahasa, EN masih banyak menuliskan
deskripsi dalam bentuk klausa dan belum banyak yang
berupa kalimat utuh. Dalam aspek mekanik, EN mulai
memperhatikan penggunaan huruf kapital dan tanda
titik dan sudah benar sampai 50%.
Selama proses pembelajaran menulis deskripsi,
EN adalah siswa yang cukup memperhatikan
Hasil Tiindakan Siklus 1 penjelasan guru mengenai objek deskripsi dan tentang
penggunaan strategi graphic organizer. Walaupun
Tabel 2: Kemampuan menulis deskripsi setelah Siklus terkadang EN terlihat mengobrol dengan teman
sebangkunya, tetapi EN cukup aktif ketika guru
bertanya jawab dengan siswa tentang objek yang
sedang dideskripsikan. EN masih belum mengedit
tulisannya secara mandiri dan masih diberikan petunjuk
dari guru bahwa ia harus memperbaiki bagian-bagian
tertentu dari tulisannya, terutama pada kelengkapan
penulisan kata, serta pada bagian penggunaan huruf
kapital dan tanda titik.
Siswa berinisial FZ,setelah siklus I, persentase
Tabel 3 :Kemampuan menulis Deskripsi setelah kemampuan FZ dalam hal menulis deskripsi mencapai
tindakan siklus II 58,8%. Pada aspek ideasi, tulisan deskripsi yang
dihasilkan FZ sudah melibatkan tiga indera dan
menuliskan delapan ciri khusus. Tetapi dalam hal
penggunaan bahasa dan mekanik, FZ belum mengalami
peningkatan.
60 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Selama proses pembelajaran menulis deskripsi, Selama proses pembelajaran menulis deskripsi,
FZ terkadang terlihat mengobrol dengan siswa lain RQ adalah siswa yang cukup memperhatikan
ketika guru sedang menjelaskan tentang objek deskripsi penjelasan guru mengenai objek deskripsi dan tentang
dan tentang penggunaan strategi graphic organizer. FZ penggunaan strategi graphic organizer. Walaupun
cukup antusias ketika guru bertanya jawab dengan para terkadang RQ terlihat mengobrol dan mengganggu
siswa tentang objek yang sedang dideskripsikan. FZ dengan teman sebangkunya, tetapi RQ cukup aktif
masih belum mengedit tulisannya secara mandiri dan ketika guru bertanya jawab dengan siswa tentang objek
masih diberikan petunjuk dari guru bahwa ia harus yang sedang dideskripsikan. RQ juga seringkali selesai
memperbaiki bagian-bagian tertentu dari terlebih dahulu jika dibandingkan teman-temannya
tulisannya,terutama pada kelengkapan penulisan kata yang lain. Tetapi RQ masih belum mengedit tulisannya
(contohnya pada partikel nya), serta pada bagian secara mandiri dan masih diberikan petunjuk dari guru
penggunaan huruf kapital dan tanda titik. bahwa ia harus memperbaiki bagian-bagian tertentu
Siswa berinisial NF,setelah siklus I, persentase dari tulisannya, terutama pada kelengkapan penulisan
kemampuan NF dalam hal menulis deskripsi mencapai kata, serta pada bagian penggunaan huruf kapital dan
64,4%. Pada aspek ideasi, NF dapat menuliskan tujuh tanda titik. Terkadang RQ enggan untuk mengedit
ciri khusus objek dengan melibatkan 2 pengamatan tulisannya yang masih terdapat kesalahan karena
indera. Dalam aspek penggunaan bahasa, kesalahan menganggap tugasnya sudah selesai dan tidak perlu
dalam penulisan mulai berkurang. Dalam aspek diperbaiki lagi.
mekanik, dalam penggunaan huruf kapital dan tanda Siswa berinisial TS,setelah siklus I, persentase
titik masih banyak yang kurang tepat. kemampuan TS dalam hal menulis deskripsi mencapai
Selama proses pembelajaran menulis deskripsi, 64,4%. Pada aspek ideasi, TS menulis deskripsi sesuai
NF adalah siswa yang cukup memperhatikan dengan pengamatan yang melibatkan dua indera, serta
penjelasan guru mengenai objek deskripsi dan tentang sudah menuliskan tujuh ciri khusus objek. Dalam aspek
penggunaan strategi graphic organizer. NF juga cukup penggunaan bahasa, TS sudah mulai menuliskan
aktif ketika guru bertanya jawab dengan siswa tentang deskripsi dalam bentuk kalimat lengkap, Dari
objek yang sedang dideskripsikan. NF masih belum keseluruhan tulisan. dalam hal mekanik, TS masih
mengedit tulisannya secara mandiri dan masih belum teliti dalam hal penulisan huruf kapital dan tanda
diberikan petunjuk dari guru bahwa ia harus titik.
memperbaiki bagian-bagian tertentu dari tulisannya, Selama proses pembelajaran menulis deskripsi,
seperti pada bagian penggunaan huruf kapital dan tanda TS adalah siswa yang cukup memperhatikan penjelasan
titik. guru mengenai objek deskripsi dan tentang penggunaan
Siswa berinisial RF, Setelah siklus I, persentase strategi graphic organizer. Walaupun terkadang TS
kemampuan RF dalam hal menulis deskripsi mencapai terlihat mengobrol dengan teman sebangkunya, TS
75%. Pada aspek ideasi, RF menulis deskripsi dengan cukup aktif ketika guru bertanya jawab dengan siswa
melibatkan tiga indera dan menuliskan delapan ciri tentang objek yang sedang dideskripsikan, walaupun
khusus objek. Dalam penggunaan bahasa, RF sudah jawabannya terkadang tidak sesuai dengan pertanyaan
lebih banyak menuliskan dalam bentuk kalimat. Dalam guru atau jawabannya mengada-ada. TS masih belum
hal mekanik, RF sudah dapat menggunakan huruf mengedit tulisannya secara mandiri dan masih
kapital dan tanda titik dengan baik. diberikan petunjuk dari guru bahwa ia harus
Selama proses pembelajaran menulis deskripsi, memperbaiki bagian-bagian tertentu dari tulisannya,
RF adalah siswa yang cukup memperhatikan penjelasan seperti pada bagian penggunaan huruf kapital dan tanda
guru mengenai objek deskripsi dan tentang penggunaan titik.
strategi graphic organizer. RF juga cukup aktif ketika Siswa berinisial VT, Setelah siklus I, persentase
guru bertanya jawab dengan siswa tentang objek yang kemampuan VT dalam hal menulis deskripsi mencapai
sedang dideskripsikan. RF seringkali selesai terlebih 66,9%. Pada aspek ideasi, VT menulis deskripsi dengan
dahulu jika dibandingkan teman-temannya yang lain, melibatkan pengamatan tiga indera dan menuliskan
tetapi RF masih belum mengedit tulisannya secara tujuh ciri khusus objek. Dalam hal penggunaan bahasa,
mandiri dan masih diberikan petunjuk dari guru bahwa VT lebih banyak menuliskan dalam bentuk kalimat.
ia harus memperbaiki bagian-bagian tertentu dari Pada aspek mekanik, VT masih belum teliti dalam
tulisannya, contohnya pada bagian penggunaan huruf penulisan huruf kapital dan tanda titik.
kapital dan tanda titik. Selama proses pembelajaran menulis deskripsi,
Siswa berinisial RQ, Setelah siklus I, persentase VT terkadang terlihat kurang berkonsentrasi. Beberapa
kemampuan RQ dalam hal menulis deskripsi mencapai kali VT terlihat mengobrol dengan siswa lain ketika
75,6 %. Pada aspek ideasi, RQ menulis deskripsi guru sedang menjelaskan tentang objek deskripsi dan
dengan melibatkan tiga indera dan menuliskan sepuluh tentang penggunaan strategi graphic organizer. VT
ciri khusus objek. Dalam penggunaan bahasa, tulisan cukup antusias ketika guru bertanya jawab dengan para
deskripsinya lebih banyak lagi yang dalam bentuk siswa tentang objek yang sedang dideskripsikan. VT
kalimat. Dalam hal mekanik, RQ sudah dapat masih belum mengedit tulisannya secara mandiri dan
menggunakan huruf kapital dan tanda titik dengan baik. masih diberikan petunjuk dari guru bahwa ia harus
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 61
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

memperbaiki bagian-bagian tertentu dari tulisannya, E. Mulyasa. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep,
terutama pada kelengkapan penulisan kata (contohnya Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT
pada partikel nya), serta pada bagian penggunaan Remaja Rosdakarya, 2004.
huruf kapital dan tanda titik.Pada pertemuan terakhir di Indina Tarjiah. Bahan Ajar Mata Kuliah Perspektif
siklus II peneliti dan guru kolaborator menyimpulkan Pendidikan Anak Kesulitan Belajar. Jakarta:
mengenai kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan Universitas Negeri Jakarta, 2011.
dari pertemuan pertama sampai kelima. Selama Mcknight, Katherine S. The Teachers Big Book Of
kegiatan pembelajaran menulis deskripsi dengan Graphic Organizers. San Francisco: Jossey-
menggunakan strategi graphic organizer, peneliti dan Bass, 2010. The Elementary Teachers Big Book
kolaborator mengamati hasil pembelajaran dari Of Graphic Organizers.San Francisco: Jossey-
pertemuan pertama sampai pertemuan keenam. Selain Bass, 2013.
itu, peneliti dan kolaborator juga menilai setiap hasil Miller, Marcia & Martin Lee. The Big Book of Ready to
tulisan deskripsi masing-masing siswa setelah Go Writing Lesson. New York: Scholastic,
dilaksanakan tindakan siklus II. Tetapi untuk siswa RF 2000.
dan RQ yang kemampuannya sudah mencapai kriteria Sharon Vaughn dan Candace S.Bos, Strategies for
ketuntasan minimal pada saat siklus I, maka kedua Teaching Students With Learning and Behavior
siswa tersebut tidak diukur lagi kemampuannya Problems (New Jersey: Pearson Education,
walaupun pada pelaksanaan siklus II tetap dilibatkan 2009), p.196
dalam pembelajaran menulis deskripsi dengan John W. Santrock, Perkembangan Anak Edisi Ke
menggunakan strategi graphic organizer. Sebelas Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2007), p. 353
Henry Guntur Tarigan, Menulis Sebagai Keterampilan
KESIMPULAN Berbahasa (Bandung: Angkasa, 2008), p.3
Berdasarkan tindakan pada siklus I dansiklus II Thomas C. Lovitt, Introducing to Learning Disabilities
yang msing-masingtindakandilaksanakan enam kali (Massachusetts: by Allyn & Bacon, 1989), p.6
pertemuan pembelajaran menulis deskripsi dengan Diah Nur Handayani, Peningkatan Kemampuan
menggunakan strategi graphic organizer. Maka dapat Menulis Deskripsi Siswa Kelas V SDN Guntur
disimpulkan bahwa strategi graphic organizer ini dapat 08 Pagi, Setiabudi Jakarta Selatan Melalui
meningkatkan kemampuan menulis deskripsi siswa. Pemanfaatan Lingkungan Sekitar Sebagai
Peneliti bersama kolaborator memutuskan untuk tidak Sumber Belajar, Skripsi (Jakarta: Fakultas Ilmu
melanjutkan penelitian ke siklus III dikarenakan Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, 2012),
penelitian sudah dianggap berhasil. Hal ini dilihat dari p.113
sudah terjadi peningkatan kemampuan menulis Nunuk Subandiyah, Meningkatkan Keterampilan
deskripsi pada masing-masing siswa baik pada proses Menulis Deskripsi Melalui Pendekatan
ataupun hasil, dan sudah sesuai kriteria yang Kontekstual Pada Siswa Kelas IV Sd Negeri
diharapkan, yang telah ditentukan oleh peneliti dan Katelan 2 Tangen Sragen Tahun Ajaran
kolaborator pada awal penelitian, yaitu sebesar 70%. 2011/2012, Skripsi (Surakarta: Fakultas
Selain itu, waktu yang diberikan oleh tempat penelitian Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univers itas
tidak memungkinkan untuk dilaksanakannya sikus III. Sebelas Maret, 2012), p.60
Mulyasa, Praktik Penelitian TIndakan Kelas (Bandung:
Referensi Remaja Rosadakarya, 2012), p.34
Ahmad, HP. 2012. Linguistik Umum. Jakarta : WIjaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Mengenal
Erlangga. Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: PT Indeks,
Anon. Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus. 2009), p.9
Departemen Pendidikan Nasional, 2004. Joyee S. Choate, et al. Curriculum-Based Assessment
Asul Wiyanto. Terampil Menulis Paragraf. Jakarta: And Programming (Needham Heights: Allyn &
Grasindo, 2000. Bacon, 1995), p.209
Bromley, Karen et al. 50 Graphic Organizers for Burhan Nurgiantoro, Penilaian Dalam Pengajaran
Reading, Writing, and More. New York: Bahasa dan Sastra (Yogyakarta: BPFE, 1987).,
Scholastic, 1999. p.279
Choate, Joyee S. Curriculum Based Assessment and
Programming. Needham Heights: Allyn &
Bacon, 1995
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PENGGUNAAN INTERVENSI LIRIK LAGU DAN GANJARAN UNTUK


MENINGKATKAN KEMAHIRAN MEMBRAILLE DALAM KALANGAN
PELAJAR PEMULIHAN MASALAH PENGLIHATAN
(To Improve the Braille Skill for Visual Impairment Student with Reward and Lyric Intervention )

Intan Natasha Abu Bakar

Sekolah Menengah Kebangsaan Bandar Seri Alam


E-mail : natashaintan@live.com

Abstrak: Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui keberkesanan penggunaan lirik lagu dan ganjaran dalam
meningkatkan kemahiran membraille di kalangan pelajar pemulihan masalah penglihatan di Sekolah
M enengah Pendidikan Khas Setapak, Kuala Lumpur. Responden merupakan 2 orang pelajar pendidikan khas
masalah penglihatan dari kelas pemulihan. Kajian ini merupakan kajian kuasi-kuantitatif yang mengumpulkan
data perubahan masa, peratus kesilapan ejaan dan perubahan peratus yang berlaku.
Kata kunci : Intervensi lirik lagu , ganjaran , kemahiran membraille, masalah penglihatan

Abstract: The purpose of this study was to determine the effectiveness of using lyrics and reward to increase
the braille skills for visual impairment student in Sekolah Menengah Pendidikan Khas Setapak, Kuala
Lumpur. Respondents are three special education student who totally blind. 2 student are remedial students,
and one are non-remedial. This study is quasi quantitative survey that collect data changes in time, the
percentage of spelling errors and the percentage change that occurred. Results showed significant correlation
between the use of lyrics and rewards in improving Braille skills.
Keywords: lyric intervention, reward, braille skills, visual impairment

PENDAHULUAN yang mempunyai watak bitara. Menurut Michael


Pengajaran bagi murid bermasalah penglihatan (2005), muzik merupakan medium yang paling cepat
di sekolah menengah adalah melalui Kurikulum diterima oleh kanak-kanak untuk mendapatkan mesej
Bersepadu Sekolah Menengah (KBSM), iaitu sukatan tertentu. Selain mempunyai nada dan irama, kandungan
pelajaran adalah sama dengan murid biasa di arus lagu juga berupaya menyampaikan nilai-nilai positif
perdana. Murid masalah penglihatan akan mengambil kepada kanak-kanak dalam menempuh kehidupan.
peperiksaan SPM (Sijil Pelajaran Malaysia) seperti Lagu-lagu yang bernilai positif akan menghasilkan
biasa dengan keperluan khas yang khusus untuk kanak-kanak bersifat positif. Sementara lagu-lagu yang
mereka. Tetapi berbeza pula bagi pelajar bermasalah berunsurkan pengalaman, akan memperkayakan
penglihatan yang mengalami masalah pembelajaran. pengalaman kehidupan kanak-kanak. Apabila jiwa
Batasan mereka bukan sahaja tidak mampu melihat, kanak-kanak diisi dengan lagu-lagu yang relevan
tetapi juga mengalami masalah lemah dalam dengan keperluan pengisian yang wajar, nilai tambah
pemahaman. Bagi pelajar yang mempunyai kecacatan kehidupan akan terhasil (Abdul Razak, 2009).
pelbagai ini, mereka memerlukan kaedah atau bahan
bantu mengajar yang lebih kreatif bagi memudahkan METODOLOGI
mereka menerima pembelajaran. Kajian ini adalah berbentuk kajian kes secara
Kajian tentang pengaruh muzik terhadap tubuh kualitatif. Kajian kes yang dijalankan adalah untuk
badan manusia diperkukuhkan melalui bukti yang menguji keberkesanan meningkatkan kemahiran
mengaitkan individu yang mendengar muzik klasik membraille di kalangan pelajar pemulihan. Kajian ini
karya Bach, Beethoven atau Mozart. Individu yang adalah secara kualitatif kerana data yang dikumpulkan
terdedah kepada muzik klasik berupaya melakukan adalah perubahan masa, peratus kesilapan ejaan dan
tugas-tugas spatial dengan lebih cepat. Misalnya dia perubahan peratus yang meningkat.
juga lebih berupaya menyusun permainan teka-suai- Kajian ini dijalankan di Sekolah Menengah
padan (jigsaw puzzle) dengan cepat (Ritah 2009). Pendidikan Khas Setapak, Kuala Lumpur kerana
Berdasarkan kajian-kajian yang telah dijalankan sekolah tersebut merupakan sekolah menengah khas
selama ini, dapatlah dikatakan bahawa muzik bukan masalah penglihatan yang berada di kawasan Kuala
sahaja berfungsi sebagai alat hiburan dan alat untuk Lumpur. Pelajar pemulihan dipilih dalam kajian ini
menyampaikan maklumat, malah muzik juga berfungsi adalah untuk menjadikan kaedah ini sebagai salah satu
sebagai alat yang sangat berkuasa untuk mendidik, kaedah yang berkesan bagi menarik minat pelajar
merawat, dan membentuk pemikiran, jiwa serta pemulihan yang umumnya bermasalah dalam
keperibadian yang luhur yang akan melahirkan individu menumpukan perhatian dan memahami pengajaran.

63
64 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Instrumen kajian ini melibatkan lirik lagu, token tetapi hanya sebagai kawalan untuk tujuan
ganjaran, braille dan melibatkan 3 orang murid yang perbandingan.
berusia 13 tahun. Kajian ini melibatkan 2 lirik lagu yang
mempunyai 61 patah perkataan dimana Lirik 1
DAPATAN digunakan pada tahap baseline dan selepas intervensi.
Pelajar pertama adalah seorang pelajar yang masih Manakala Lirik 2 yang mempunyai perkataan yang
baru dalam kemahiran membraille kerana tahap lebih kompleks digunakan dalam intervensi. Ini
penglihatannya sangat kritikal yang memerlukan bertujuan untuk memberikan pengetahuan kosakata dan
medium braille dalam pembelajaran. Manakala pelajar ejaan yang lebih kompleks kepada pelajar sepanjang
yang kedua buta sejak dilahirkan tetapi masih belum intervensi. Dapatan kajian dijelaskan dalam bentuk
berkemahiran dalam membraille. Kedua-dua pelajar jadual seperti berikut:
lelaki ini dari kelas pemulihan. Seorang lagi pelajar
perempuan buta berusia 13 tahun dari kelas bukan
pemulihan diminta untuk membraille lirik yang sama,

Tabel 1: Masa Membraille


BASELINE I1 I2 I3 I4 POST
INTERVENSI
P1 7.45 7.5 7.3 7.15 7.05 6.54

P2 8.2 8.03 7.45 7.2 7.1 7.02

P3 5.1 5.15 5.14 5.14 5.14 5.1

Merujuk Table 1, P1 adalah pelajar 1 (kaedah


tradisional), P2 bagi pelajar 2 (token ganjaran) dan P3 Table 2: Peratus Kesalahan Membraille
merupakan pelajar 3 yang dijadikan kawalan dalam
kajian ini. Masa yang diambil oleh kesemua pelajar BASELINE I1 I2 I3 I4 POST
untuk membraille Lirik 1 sebelum intervensi dijalankan INTERVENSI
telah dicatatkan dibawah baseline dan masa membraille
Lirik 1 selepas intervensi dicatatkan dibawah post P1 30% 33% 30% 35% 20% 19%
intervensi. 4 masa yang berbeza dicatatkan dalam 4
sesi intervensi (I1, I2, I3, dan I4) kepada pelajar P2 43% 45% 35% 20% 10% 8%
dengan menggunakan Lirik
P3 0% 5% 0% 0% 0% 0%
Pada Table 2, pelajar 1 (kaedah tradisional)
menunjukkan 30% kesalahan membraille Lirik 1 pada
tahap baseline, pelajar 2 (token ganjaran) melakukan
43% kesalahan pada tahap baseline dan Pelajar 3 tidak
KESIMPULAN DAN CADANGAN
melakukan sebarang kesalahan membraille pada tahap
baseline, namun 5% kesalahan membraille dikenalpasti Kesimpulan
pada sesi intervensi 1 dan tiada kesalahan pada sesi Kajian yang dijalankan oleh Creech & Golden
seterusnya. (2009) yang menggunakan lirik lagu dalam
meningkatkan kemahiran membraille turut memberikan
dapatan yang positif seperti kajian ini. Ini jelas
menunjukkan penggunaan lirik lagu sebenarnya
menjadikan kaedah mempelajari braille menjadi lebih
menyeronokkan dan pelajar tidak rasa terbeban dengan
tugasan yang dirasakan tidak menarik bagi mereka.
Sebagai contoh situasi pelajar diberikan tugasan
membraille karangan ringkas untuk diperiksa oleh guru
pelajar akan rasa kurang menarik berbanding jika guru
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 65
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

mengarahkan pelajar membraille lirik lagu yang pelajar Creech, J. & Golden, J.A. 2009. Increasing Braille
gemari untuk diperiksa oleh guru. Practise and Reading Comprehension in a
Hasil kajian mendapati Pelajar 2 memberikan Student with Visual Impairment and Moderate
perubahan yang drastik berbanding dapatan yang Mental Retardation: An Initial Study and
ditunjukkan oleh Pelajar 1. Pada awal kajian, pengkaji Follow-up. Journal of Development Physical
telah menjelaskan bahawa Pelajar 2 masih baru dalam Disabilities May 21:225-233.
kemahiran membraille kerana baru sahaja Godfrey Ooi Goat See. 2009.Deputy Excutive Director
menggunakan Braille sebagai medium pembelajaran Malaysian Association for The Blind. Seminar
dimana penglihatannya semakin teruk berbanding on Special Education Needs. Universiti
Pelajar 1 yang buta sejak dilahirkan. Berdasarkan Malaya. July 20-22. NCBM Outreach Jan-
keputusan ujian sebelum dan selepas intervensi, Pelajar Mac 58: 10.
2 menunjukkan penurunan peratus kesalahan Hasniza Adanan. 2002. Persepsi guru terhadap
membraille sebanyak 35% pada Lirik 1 yang diberikan penggunaan muzik dalam pengejaran dan
pada sebelum dan selepas Intervensi. Dapatan kajian pembelajaran bagi murid-murid pemulihan
ini adalah selari dengan kajian yang dijalankan oleh khas di sekolah Daerah Seremban, Negeri
Creech & Golden (2009). Mereka mendapati Sembilan. Latihan ilmiah. Universiti
penggunaan kaedah token ekonomi dalam Kebangsaan Malaysia.
meningkatkan kemahiran membraille dan pemahaman Hj. Zainal Abidin Safarwan. 1995. Kamus Besar
membaca bagi seorang pelajar buta yang mengalami Bahasa Melayu Utusan. Utusan Publication &
masalah pembelajaran di sekolah menengah Distributiors Sdn. Bhd. Selangor.
menunjukkan hubungan yang sangat jelas selain Janice Neibaur Day, Andrea, P. McDonnell & Rob
meningkatkan motivasi pelajar untuk membraille tetapi ONeill. 2008. Teaching Beginning Braille
juga dalam kehidupan seharian. Reading Using an Alphabet or Uncontracted
Dalam kajian ini pengkaji berpendapat Braille Approach. Journal Behavior
penggunaan ganjaran dalam pembelajaran adalah Education May 17: 253-277.
sesuatu yang berkesan selain menggunakan lirik lagu Joseph Tea-Jung Yune. 2008. The Effect of A Solfge-
sebagai cara mudah untuk menarik perhatian pelajar Related Tactile Indicator on Pitch Accuracy in
dan tumpuan mereka dalam pembelajaran supaya tidak The Retention of A Vocal Song in Visually
bosan dan jemu. Impaired Elementary & Secondary Student.
Kajian lain yang turut menggunakan pengaruh Tesis Ph.D. University of Southern California,
muzik dalam meningkatkan motivasi pelajar adalah Karl G. Nelson. 2010. Exploration of Classroom
kajian oleh Roy & Amanda (2005) yang bertujuan Participation in The Presence of A Token
untuk melihat kesan terhadap teknik terapi muzik ke Economy. Journal of Instructional Psychology
atas cara bercerita dan kemahiran perbualan bagi 37 (1):49-56.
pelajar yang menggunakan Bahasa Inggeris sebagai Margaret Tomasik. 2007. EffectiveInclution Activities
bahasa kedua (berbangsa Latin). Dalam dapatan kajian for High School Student with Multiple
ini, kumpulan pelajar intervensi menunjukkan Disabilities. Journal of Visual Impairment &
perubahan cara bercerita dan kemahiran perbualan yang Blindness 101(10):657-659.
jauh lebih baik. Ini kerana, apabila penguasaan Bahasa Michael, C. 2005. Implementary Musical Lyrics to
Inggeris mereka telah meningkat maka mereka lebih Teach Physical Geography: A Simple Mode.
berkeyakinan dan bermotivasi menggunakan Bahasa The Journal of Geography 104(4): 179-186.
Inggeris dalam perbualan dan cara bercerita. Mok Soon Sang. 2009. Pengurusan Bilik Darjah dan
Tingkah Laku. Penerbit Multimedia Sdn. Bhd.
Cadangan Selangor.
Bagi tujuan penyelidikan akan datang, beberapa Mokhtar Soon. 2009. Tactile Skills and Embossed
syor-syor dan cadangan diberikan untuk dijadikan Materials for the Blind Part III. NCBM
sebagai panduan supaya kajian yang bakal dilakukan Outreach 56 July-Sept:14.
nanti lebih berkesan dan efektif Untuk kajian lanjutan, Norhasyimah Ahmad. 2005. Penggunaan Sistem
pengkaji mencadangkan supaya responden kajian boleh Ganjaran Dalam Meningkatkan Penglibatan
ditambah dengan kumpulan pelajar dengan kaedah Murid-Murid Tahun 2 dalam Sesi Pengajaran
yang berbeza dengan menggunakan pelajar pemulihan dan Pembelajaran Bagi Mata Pelajaran Sains.
masalah penglihatan dari sekolah-sekolah berbeza Prosiding Seminar Penyelidikan Pendidikan
daerah atau negeri supaya kajian tersebut boleh IPBA 2005, hlm. 159-166.
dipopulasikan kepada keseluruhan kawasan tersebut
agar lebih menyeluruh dan tepat. Norshidah Mohamad Salleh. 2009. Kanak-Kanak
Bermaslaah Penglihatan. Dlm. Zalizan Mohd
RUJUKAN Jelas (pnyt.). Pendidikan Kanak -Kanak
Abdul Razak Ab. Karim. 2009. Strategi Mengajar Berkeperluan Khas: Konsep dan Amalan,
Bahasa Melalui Lirik Lagu. Dewan Bahasa hlm.226-245.Bangi: Universiti Kebangsaan
Jun: 10-12. Malaysia.
66 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Ritah Yahaya. 2009. Bicara Bahasa. Dewan Bahasa


Jun:5.
Robiah Kulop Hamzah. 1992. Guru Khas Pemulihan
Fungsi Dan Masalah: Satu Kajian. Dewan
Bahasa dan Pustaka Jun: 79-83.
Roy Kennedy & Amanda Scott. 2005. A Pilot Study:
The Effects of Music Therapy Interventions
on Middle School Students ESL Skills.
Journal of Music Therapy 42 (4): 244-261.
Safiah Hussain et.al. 1988. Glosari Istilah
Kesusasteraan. Dewan Bahasa dan Pustaka.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME : IMPLEMENTASI PADA PESERTA DIDIK


BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
(Constructivism Approach: Implementation Of Student With Mathematics Difficulty)

Kabia Nur Lestaria, Fitri Nur'aini Priherlanib

ab Indonesia University of Education


E-mail: bya317@gmail.co m

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendekatan pembelajaran yang tepat bagi peserta didik
berkesulitan belajar matematika. Penelitian ini di latar belakangi oleh sekolah penyelenggara pendidikan
inklusi yang memiliki peserta didik berkesulitan belajar matematika ditingkat sekolah dasar. Eksperimen
dilakukan dengan menggunakan satu kelompok (One Group Pretest-Posttest Design). Sampel dari penelitian
ini sebanyak 32 siswa yang duduk di kelas 3 sekolah dasar inklusi di Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan
dengan beberapa langkah, yaitu melakukan asesmen matematika untuk mengetahui kemampuan awal peserta
didik, mengolah data hasil asesmen matematika dengan menganalisis varian error dan varian strategi,
menentukan dan menyusun strategi pembelajaran yang tepat sesuai kebutuhan belajar peserta didik, membuat
profil kemampuan matematika peserta didik dengan menyusun program pembelajaran individual (PPI),
menerapkan program pendekatan dan strategi belajar dikelas dan melakukan posttest. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pendekatan kontruktivisme dengan strategi tutor teman sebaya berpengaruh terhadap
hasil belajar pada peserta didik berkesulitan belajar matematika. Berdasarkan hasil penerapan program, dapat
dilihat bahwa pendekatan kontruktivisme dengan menggunakan strategi tutor sebaya memiliki dampak yang
sangat baik sehingga peserta didik dapat saling membantu dan berpartisipasi pada saat pembelajaran
berlangsung, sehingga peserta didik yang mengalami hambatan matematika dapat menjadi bagian dari
lingkungan kelas.
Kata Kunci : kesulitan belajar matematika, pendekatan kontruktivisme, inklusi

Abstract: The aim of this research is to determine the appropriate learning approaches for students of
mathematics difficulty. This research background is inclusive schools that have mathematics difficulty
students in elementary school level. Experiments were conducted by using one group pretest-posttest design.
Samples of this study were 32 students in grades 3th elementary schools in Bandung. This research was
carried out by several steps: do the assessment of mathematics to determine ability early of students,
processing results of the assessment to analyze variants error and variants strategy, define and develop
appropriate of learning strategies according to the needs of students, create profiles mathematical abilities of
students by arranging individual learning program (PPI), applying program and strategies approach in class
and do the posttest. The results showed that constructivism approach with peer tutoring strategies affect on
learning outcomes for students with mathematics difficulty. Based on the results of the implementation of the
program, it can be seen that by using a constructivism approach of peer tutoring strategy has excellent so
students can help each other and participate during process of learning, and the students with mathematics
difficulty can be part of the classroom environment.
Keywords: difficulty learning mathematics, constructivism approach, inclusion

LATAR BELAKANG kesempatan kepada semua peserta didik yang


Pendidikan merupakan salah satu hak individu memiliki kelainan dan memiliki potensi
yang harus diberikan tanpa terkecuali. Hal tersebut kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
tertuang dalam UUD 1945 Pasal 30 ayat 1 yang mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam
berbunyi Setiap warga negara berhak mendapat satu lingkungan pendidikan secara bersamaa -
pendidikan. Pelayanan pendidikan bagi setiap individu sama dengan peserta didik pada umumnya.
tak terkecuali anak berkebutuhan khusus pun
mendapatkan perhatian tersendiri dari pemerintah Untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang
sehingga mendapatkan hak yang sejajar seperti anak maksimal bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK)
pada umumnya. Seperti yang tertuang dalam Pasal 1 terdapat beberapa jenis layanan pendidikan, salah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 satunya pendidikan inklusi. Dalam pandangan Staub
Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta dan Peck (1995:36), di dalam Mohammad Takdir
Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau (2013:27) mengatakan bahwa pendidikan inklusif
Bakat Istimewa, disebutkan bahwa: adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan,
Pendidikan inklusif adalah sistem sedang, dan berat secara penuh di kelas regular. Hal ini
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan menunjukkan bahwa kelas regular merupakan tempat

67
68 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apa pun umumnya dengan peserta didik berkebutuhan
jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. khusus.
Definisi di atas juga relevan dengan pendapat
Sapon-Shevin (ONeil, 1995) di dalam Sunaryo (2009) MANFAAT PENELITIAN
yang menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah Manfaat dari dilaksanakannya kegiatannya ini
sistem layanan pendidikan yang memprasyaratkan agar yaitu agar dapat mengedukasi dan membantu guru
semua anak berkalainan di layani di sekolah- sekolah dalam membuat program pembelajaran yang sesuai
terdekat, di kelas regular bersama- sama teman bagi anak berkebutuhan khusus dan peserta didik pada
seusianya.Pada penerapannya di Indonesia, terdapat umumnya. Sehingga terpenuhinya kebutuhan belajar
banyak sekali tantangan yang membuat program bagi seluruh peserta didik
layanan pendidikan inklusi tidak terlaksana dengan
maksimal. Selain karena paradigma para pendidik yang METODE PENELITIAN
belum utuh tentang pendidikan inklusi, juga karena Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah
kurangnya kesiapan sekolah dalam menerapkan untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
pendidikan inklusi. Salah satu diantaranya yaitu tertentu. Dalam penelitian ini digunakan metode
penggunaan model pembelajaran yang bisa penelitian eksperimen, menurut Sugiyono (2011:14),
memfasilitasi kebutuhan belajar peserta didik yang metode penelitian eksperimen adalah metode
beragam. Seringkali guru kesulitan dalam melakukan penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh
kegiatan belajara mengajar di kelas yang di dalamnya perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi
terdapat anak berkebutuhan khusus. Model yang terkendalikan. Metode yang digunakan pada
pembelajaran yang digunakan oleh guru pun belum penelitian ini adalah metode eksperimen. Pada
beragam dan cenderung menggunakan pembalajaran penelitian ini, peneliti bermaksud memperoleh data
klasikal pada umumnya. mengenai pengaruh Pendekatan Konstruktivisme
Penerapan model pembelajaran yang sesuai terhadap kemampuan matematika pada siswa kelas 3
akan membantu guru dalam mengarahkan dan SD.
memberikan layanan yang tepat. Namun model tersebut Desain penelitian yang digunakan dalam
tidak serta merta diambil begitu saja, terdapat beberapa penelitian ini adalah desain one group pre-test & post-
proses yang harus dilakukan agar guru dapat test, yaitu desain penelitian eksperimen yang
mengetahui hambatan serta kebutuhan peserta didik. dilakukan pada satu kelas siswa sekolah dasar, tanpa
Penerapan model pembelajaran dalam hal ini kelas pembanding dengan cara memberikan tes awal
bagi anak berkebutuhan khusus harus dimulai dari dan akhir terhadap sampel penelitian.
proses mengasesmen kemampuan anak. Dari proses Pada desain ini, dilakukan melalui 3 langkah
asesmen tersebut guru akhirnya dapat membuat sebagaimana dijelaskan oleh Sudjana (1996:31) :
program individu (Individualization Educational Pertama, mengukur variabel terikat (kemampuan
Program) yang sesuai dan menggambarkan kondisi matematika) sebelum perlakuan diberikan (pre-test)
dan kemampuan anak saat itu. Dengan adanya IEP dengan menggunakan asesmen matematika yang sudah
guru dapat mulai merancang model pembelajaran yang dibuat sebelumnya ; kedua, memberikan perlakuan
sesuai bagi ABK dan peserta didik pada umumnya. eksperimen kepada sampel penelitian dengan
Sehingga pembelajaran keikutsertaan seluruh peserta memberikan pendekatan pembelajaran konstruktivisme
didik di kelas dan juga kebutuhan mereka dapat ; ketiga mengukur kembali variabel terikat setelah
terfasilitasi secara keseluruhan. perlakuan diberikan (post-test).
Penggunaan desain one group pre-test & post-
IDENTIFIKASI MASALAH tes untuk mengetahui besarnya perbedaan rata-rata
Berdasarkan studi pendahuluan yang yelah skor sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Dalam hal
dilaksanakan, dapat diidentifikasikan masalah-masalah ini terdapat satu kelompok sampel penelitian yang
yang terdapat di sekolah inklusi tersebut diantaranya diberi tes awal untuk mengetahui kondisi awal sebelum
sebagai berikut : perlakuan (O1), kemudian pada sampel penelitian
1. Guru menggunakan pendekatan pembelajaran diadakan tes akhir untuk mengetahui ada tidaknya
yang kurang tepat kepada peserta didik akibat yang ditimbulkan dari perlakuan yang diberikan
berkebutuhan khusus. (O2). Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui
2. Peserta didik berkebutuhan khusus kurang lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan
diberikan kesempatan belajar yang sama seperti keadaan sebelum diberi perlakuan (Sugiyono,
peserta didik lain pada umumnya. 2012:110). Desain ini dapat digambarkan seperti
3. Kurangnya pemerataan peserta didik saat berikut:
pembagian tugas kelompok.
4. Guru kurang memahami program pembelajaran
yang tepat yang dapat digunakan secara
berkesinambungan antara peserta didik pada
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 69
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

4. Lebih menekankan pada proses belajar


O1 x O2 bagaimana belajar itu.

Gambar 1 Strategi Pembelajaran


Desain One Group Pretest Postest Prinsip-prinsip penggunaan strategi
pembelajaran terdiri dari beberapa hal yang perlu
Keterangan : diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
O1 = Nilai pre-test (sebelum diberi perlakuan) Berorientasi pada tujuan, artinya s egala aktivitas
X = Treatmen yang diberikan (variabel guru dan peserta didik harus diupayakan untuk
independen) mencapai tujuan yang telah ditentukan
O2 = Nilai pos-test (setelah diberi perlakuan) Aktivitas, artinya strategi pembelajaran harus
selalu mendorong kepada aktivitas peserta didik
DESKRIPSI TEORI Individualitas, artinya pembelajaran difokuskan
Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme kepada usaha mengembangkan setiap individu
peserta didik
Kontruktivisme merupakan aliran filsafat
Integritas, proses pembelajaran harus dipandang
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan
sebagai usaha mengembangkan seluruh potensi
kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von
yang dimiliki peserta didik
Glaserfeld dalam Pannen dkk, 2001:3).
Ada beberapa strategi pembelajaran yang harus
Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak
dipahami oleh seorang pendidik dalam pelaksanaannya
mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar
terhadap proses pembelajaran diantaranya strategi
dan pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan
pembelajaran klasikal, strategi pembelajaran kelompok
paradigma baru dalam dunia pembelajaran. Sebagai
dan individual.
landasan paradigma pembelajaran, konstruktivisme
menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam
proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa Model Pembelajaran
belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki Salah satu model pembelajaran yang berasal dari
kemampun untuk mengembangkan pengetahuannya pendekatan pembelajaran konstruktivisme adala model
sendiri. pembelajaran kooperatif. Pembelajaran Kooperatif
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi merupakan suatu model pembelajaran dimana peserta
menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak lagi didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih secara kolaboratif. Dimana anggota kelompok tersebut
diposisikan sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa bisa terdiri dari dari 4-6 orang dengan struktur
untuk dapat belajar dan mengkonstruksi kelompok heterogen (Slavin: 1995). Pendekatan
pengetahuannya sendiri (Hudojo, 1998:5-6). pembelajaran seperti ini, dapat menjadi stimulus
Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab tersendiri bagi peserta didik untuk belajar lebih aktif
terhadap kegiatan pembelajaran di kelas. Diantara dengan saling menampilkan diri atau berperan di antara
tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah teman-teman sebayanya. Pelaksanaan pembelajaran
menstimulasi dan memotivasi siswa. Mendiagnosis dan dengan pendekatan ini mengandung unsur-unsur
mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan esensial, seperti: saling ketergantungan positif,
pengalaman untuk menumbuhkan pemahaman siswa interaksi berhadapan, tanggung jawab individu,
(Suherman dkk, 2001:76). keterampilan sosial dan terjadinya proses dalam
Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan kelompok.
memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada Setiap proses pembelajaran peserta didik dibagi
siswa untuk belajar secara aktif. Sedemikian rupa ke dalam beberapa kelompok, dan masing-masing anak
sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun, dalam kelompok tersebut mempunyai kemampuan
mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan yang bervariasi, tentu jika diarahkan dengan baik akan
melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya menghasilkan koordinasi dan kerja tim yang positif.
(Setyosari, 1997: 53).Adapun tujuan dari teori ini dalah Terlebih dalam kempok tersebut terdapat anak
sebagai berikut: berkesulitan belajar didalamnya. Saat pembelajaran
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar berlangsung, anak dengan kemampuan integensi
adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. normal bisa mengerjakan tugas -tugas yang memerlukan
Mengembangkan kemampuan siswa untuk tingkat pemahaman tinggi, sedangkan anak
mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri berkesulitan belajar diberikan bagian yang sesuai
pertanyaannya. dengan kemampuannya. Dengan memberikan
2. Membantu siswa untuk mengembangkan kontribusi dan apresiasi seperti itu kepada anak, maka
pengertian dan pemahaman konsep secara lambat laun anak akan mengalami perkembangan yang
lengkap. pesat dalam berbagai aspek yang tidak terduga, salah
3. Mengembangkan kemampuan siswa untuk satunya dalam hal berkomunikasi dan berinteraksi
menjadi pemikir yang mandiri. sosial.
70 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Menurut Slavin dua alasan beranggotakan empat orang yang merupakan campuran
mengapapembelajaran kooperatif dianjurkan untuk menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku.
digunakan dalam prosespembelajaran yaitu : Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja
1. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota
penggunaan pembelajaran cooperative dapat tim telah menguasai pelajaran tersebut.
meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD
dapat meningkatkan kemampuan hubungan merupakan pendekatan Cooperative Learning yang
sosial. Menumbuhkan sikap menerima menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa
kekurangan diri dan orang lain, serta dapat untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
meningkatkan harga diri. menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi
2. Pembelajaran cooperative dapat merealisasikan yang maksimal.
kebutuhan siswa dalam belajar Menurut Slavin (dalam Noornia, 1997: 21) ada
berfikir,mencegah masalah,dan lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif
menginteraksikan pengetahuan dan ketermpilan, metode STAD, yaitu:
maka pembelajaran cooperative dapat 1. Penyajian Kelas
memperbaiki sistem pembelajaran yang selama Penyajian kelas merupakan penyajian materi
ini memiliki kelemahan. (Wina yang dilakukan guru secara klasikal dengan
Sanjaya,2007:240) menggunakan presentasi verbal atau teks.
Penyajian difokuskan pada konsep-konsep dari
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan materi yang dibahas. Setelah penyajian materi,
untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, siswa bekerja pada kelompok untuk
toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial,
keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu kuis atau diskusi.
model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama 2. Menetapkan siswa dalam kelompok
dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, Kelompok menjadi hal yang sangat penting
struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas dalam STAD karena didalam kelompok harus
berhubungan dengan bagaimana tugas yang diberikan tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk
dapat diorganisir dengan baik oleh peserta didik. mencapai kemampuan akademik yang
Struktur tujuan dan reward mengacu pada kerja sama diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok
dalam kelompok atau kompetisi yang dibutuhkan untuk adalah untuk saling meyakinkan bahwa setiap
mencapai tujuan yang diinginkan maupun reward. anggota kelompok dapat bekerja sama dalam
belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan
Teknik Pembelajaran semua anggota kelompok dalam menghadapi tes
Menurut Rumini dkk (1995:12) dalam individu. Kelompok yang dibentuk sebaiknya
pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu
model yang dapat diterapkan, yaitu diantaranya : siswa dari kelompok bawah dan dua siswa dari
a. Team Game Tournament (TGT) kelompok sedang. Guru perlu
Siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi
untuk saling membantu dalam memahami pertentangan antar anggota dalam
materi dan mengerjakan tugas sebagai sebuah satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa
kelompok dan dipadu dengan kompetensi dapat menentukan sendiri teman
antaranggota dalam bentuk permainan. sekelompoknya.
b. Student Team Achievement Division (STAD) 3. Tes dan Kuis
Siswa berada dalam kelompok kecil dan Siswa diberi tes individual setelah
mengguanakan lembaran kerja untuk menguasai melaksanakan satu atau dua kali penyajian kelas
suatu materi pelajaran. Mereka saling membantu dan bekerja serta berlatih dalam kelompok.
satu sama lain. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan
keberhasilan mereka nantinya akan memberikan
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team sumbangan yang sangat berharga bagi
Achievement Division (STAD) yang dikembangkan kesuksesan kelompok.
oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas 4. Skor peningkatan individual
John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan Skor peningkatan individual berguna untuk
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan memotivasi agar bekerja keras memperoleh
merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil
digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan sebelumnya. Skor peningkatan individual
pembelajaran kooperatif. dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes.
Student Team Achievement Divisions (STAD) Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang
adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pretes yang
paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 71
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan Kegiatan asesmen matematika diberikan kepada
pembelajaran kooperatif metode STAD. peserta didik dengan melakukan 3 tahapan, yaitu
5. Pengakuan kelompok Asesmen Klasikal yang berisi materi kelas 3 SD. Pada
Pengakuan kelompok dilakukan dengan Asesmen Klasikal di dapatkan 10 orang peserta didik
memberikan penghargaan atas usaha yang telah yang masuk ke dalam frustration level untuk
dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok selanjutnya dilakukan asesmen tahap 2. Sebelum
dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan kegiatan asesmen tahap 2 diberikan terlebih dahulu
lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah dilakukan konfirmasi kepada guru kelas untuk
ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan ini mengecek keseuaian nama-nama yang masuk di
tergantung dari kreativitas guru. kelompok frustration level, setelah itu dilakukan
kegiatan asesmen individual I dengan penurunan materi
PEMBAHASAN matematika kelas 2 SD. Pada tahap tersebut didapatkan
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu sekolah 6 orang peserta didik yang masuk ke dalam frustration
dasar di Kota Bandung pada siswa kelas 3 SD. Peneliti level untuk selanjutnya dilakukan asesmen kembali di
melakukan beberapa prosedur kegiatan diantaranya tahap 3. Peserta didik diberikan soal matematika yang
yaitu melaksanakan wawancara kepada guru kelas, merupakan penurunan materi dari kelas 1 SD pada
melakukan observasi kegiatan belajar matematika, tahap asesmen individual 2. Pada tahap ini didapatkan
membuat instrument asesmen matematika. 2 orang peserta didik yang memiliki nilai paling rendah
di antara yang lain.
Wawancara
Instrumen wawancara dibuat untuk mengetahui Profil Kemampuan Peserta Didik
kemampuan belajar matematika siswa kelas 3 Setelah asesmen dilakukan, prosedur
SDberdasarkan penilaian dari wali kelas, selain itu juga selanjutnya adalah membuat profil kemampuan peserta
untuk mencari tahu siswa mana saja yang diduga didik dengan cara menganalisis varians eror dan
mengalami kesulitan belajar matematika. varians strategi jawaban hasil tes matematika yang
sudah dikerjakan oleh peserta didik sebelumnya, dari
Observasi mulai materi kelas 3, 2 dan 1 SD. Varians Eror adalah
Selanjutnya kegiatan observasi dilakukan untuk jenis atau bentuk kesalahan yang dilakukan oleh
mengetahui profil cara mengajar guru pada peserta didik dalam mengerjakan soal, sedangkan
pembelajaran matematika. Selain itu peneliti juga varians strategi adalah cara pengerjaan yang dilakukan
melakukan analisis kurikulum sebagai bahan acuan peserta didik dalam mengisi soal yang diberikan.
untuk membuat asesmen matematika, sehingga
nantinya akan didapatkan profil kurikulum. Analisis Kebutuhan Belajar
Setelah menganalisis hasil asesmen berdasarkan
butir soal, kemudian dilakukan analisis kebutuhan yang
dibagi berdasarkan aspek pembelajaran matematika di
Pretest / Asesmen sekolah dasar. Terdapat aspek jenis masalah, hambatan
yang dihadapi, kebutuhan dan rencana program yang
akan dibuat.

Berikut salah satu contoh analisis kebutuhan belajar yang sudah dibuat:
HAMBATAN YANG
MASALAH KEBUTUHAN PROGRAM
DIHADAPI
BILANGAN
Kelas 1 - Siswa belum paham - Paham tentang 1. Mengenal pola
- Menghitung tentang pola konsep pola bilangan
pola bilangan bilangan kelipatan 2 bilangan
- Siswa belum paham
- Menentukkan tentang bilangan - Paham tentang 2. Mengenal
bilangan yang yang paling banyak bilangan bilangan lebih
paling banyak banyak, lebih
sedikit
Kelas 2 - Siswa belum paham - Paham tentang 3. Mengenal lebih
- Memahami / tentang penempatan konsep simbol besar (>), lebih
menerapkan simbol tersebut lebih besar (>), kecil (<), dan
symbol lebih ketika lebih kecil (<), dan sama dengan (=)
besar (>), membandingkan 2 sama dengan (=) dan
lebih kecil bilangan penerapannya
(<), dan sama
dengan ( = ) - Siswa belum paham - Paham tentang 4. Mengenal nama
72 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

- Menuliskan tentang nama konsep nama bilangan


nominal dan bilangan nilai mata bilangan nilai mata
nilai mata uang uang
uang
Kelas 3 - Siswa belum paham - Paham tentang 5. Mengenal
- Menuliskan dan kadang lupa nama bilangan dan lambang dan
nama tentang pengertian lambang bilangan nama bilangan
bilangan nama bilangan
- Siswa belum paham
tentang penempatan - Paham tentang
simbol tersebut konsep simbol 6. Mengenal lebih
- Memahami / ketika lebih besar (>), besar (>), lebih
menerapkan membandingkan 2 lebih kecil (<), dan kecil (<), dan
simbol lebih bilangan sama dengan (=) sama dengan (=)
besar (>), dan
lebih kecil penerapannya
(<), dan sama
dengan (=)

Pembuatan Silabus digunakan pada saat proses pembelajaran berlangsung.


Setelah melakukan analisis terhadap hasil Jenis pendekatan Pendekatan pembelajaran yang
asesmen, kebutuhan dan kurikulum maka tahap digunakan yaitu Konstruktivisme sedangkan model
selanjutnya yaitu menurunkan rancangan program pembelajaran yang digunakan adalah Cooperative
tersebut ke dalam silabus. Silabus yang dibuat Learning. Model pembelajaran kooperatif adalah salah
berdasarkan kebutuhan pembelajaran sehingga satu modelpembelajaran yang menempatkan siswa
nantinya guru akan lebih mudah dalam merancang sebagai subjek pembelajaran (student oriented).
program pembelajaran individual.
KESIMPULAN
Program Perencanaan Individual Hasil penelitian menunjukan bahwa
Program Perencanaan Individual (PPI) dibuat pendekatan kontruktivisme dengan strategi tutor
berdasarkan hasil analisis kebutuhan, kurikulum, dan teman sebaya berpengaruh terhadap hasil belajar pada
profil belajar peserta didik. Pada program tersebut peserta didik berkesulitan belajar matematika.
diambil materi tertentu yang menjadi prasyarat / pre- Berdasarkan hasil penerapan program, dapat dilihat
requisit dalam kemampuan matematika peserta didik. bahwa pendekatan kontruktivisme dengan
Pada penelitian ini peneliti mendapatkan 2 orang menggunakan strategi tutor sebaya memiliki dampak
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar yang sangat baik sehingga peserta didik dapat saling
matematika sama dalam hal memahami pola bilangan membantu dan berpartisipasi pada saat pembelajaran
dan mengenal nilai tempat ratusan dan ribuan. Aspek- berlangsung, sehingga peserta didik yang mengalami
aspek yang harus dimasukkan ke dalam PPI berkaitan hambatan matematika dapat menjadi bagian dari
dengan Level of Performance, Kurikulum yang lingkungan kelas.
disesuaikan, Tujuan Pembelajaran, Materi
Pembelajaran, Deskripsi Layanan, Alokasi Waktu dan DAFTAR PUSTAKA
Evaluasi Pembelajaran. Atkinson, Rita dkk, 2011. Pengantar Psikologi Jilid 2.
Level of Performance menjelaskan tentang 3 Interaksara. B3PTKSM
aspek yaitu kemampuan peserta didik, hambatan dan Jeli Hartono, Christine. 2013. Tesis: Studi Kasus
kebutuhan belajar. Ketiga aspek tersebut menjelaskan tentang Family Quality of Life (FQoL) pada
tentang materi dasar yang menjadi prasyarat belajar Keluarga-keluarga yang Memiliki Anak Down
yang belum dikuasai oleh peserta didik. Kurikulum Syndrome di Lembaga Pendidikan X Bandung .
yang disesuaikan didalamnya membahas tentang letak UPI: Bandung
materi yang belum dikuasai oleh anak berada pada Rahardja Djadja, (2006), Pengantar Pendidikan Luar
kelas berapa. Peneliti menemukan bahwa kedua Biasa, CRICED, University of Tsukuba
peserta didik belum memahami tentang pola bilangan Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif
kelipatan dua, dan materi tersebut berada di kelas 1 Kualitatif dan R&D. Bandung : ALFABETA.
SD. Selanjutnya peneliti mencari Kompetensi Inti dan Sugiyono. (2009 ). Metode Penelitian Kuantitatif
Kompetensi Dasar tentang pola bilangan tersebut. Kualitatif dan R&D. Bandung : ALFABETA.
Tujuan dan Materi Pembelajaran disesuaikan dengan Sugiyono. (2010). Memahami penelitian Kualitatif.
level of performance peserta didik. Sedangkan untuk Bandung : ALFABETA.
deskripsi layanan di dalamnya terdapat pendekatan,
model, teknik dan strategi pembelajaran yang
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

KURIKULUM UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH


INKLUSIF
(The Curriculum For Special Needs Students in Inclusive School)

Khutamy Khairunnisaa, Siti Luthfahb, Silvia Nurtasilac, Ira Purnama Sarid


abcd
Universitas Pendidikan Indonesia
E-mail: Khutamykhair@student.upi.edu

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kurikulum yang digunakan untuk anak
berkebutuhan khusus di sekolah inklusif. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan metode
deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA Negeri inklusif di Jakarta dengan subyek
penelitiannya, yaitu: wakasek kurikulum, wakasek sarana dan prasarana sekaligus koordinator program
pendidikan inklusif, 3 guru mata pelajaran yang mengajar di tingkat yang berbeda dan mata pelajaran berbeda
pula, 3 siswa berkebutuhan khusus yang berbeda tingkatan kelas, 2 siswa umum yang berada di tingkat
berbeda. Kemudian untuk melakukan validasi data, peneliti menggunakan triangulasi data (wawancara,
observasi dan dokumentasi) dan triangulasi sumber. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar panduan pertanyaan wawancara yang diadaptasi dari Yu (2009) dan Kustawan (2012), lembar panduan
observasi yang diadaptasi dari Yu (2009) dan UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang hambatan, dan
dokumentasi. Hasil Penelitian menyatakan bahwa kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus merupakan
kurikulum yang mengalami fleksibilitas. Namun di sekolah tersebut belum seutuhnya melakukan fleksibilitas
kurikulum. Dikarenakan ada beberapa karakteristik kurikulum yang digunakan untuk sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif yang terpenuhi dan ada beberapa karakteristik yang belum terpenuhi. Peneliti
menyarankan kepada pihak sekolah untuk lebih memahami bagaimana pengimplementasian kurikulum untuk
anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif.
Kata Kunci: Fleksibilitas kurikulum, anak berkebutuhan khusus, sekolah inklusif

Abstract: The purpose of this research is to describe the curicullum used for special needs student in inclusive
school. The kind of research used is qualitative with the methods descriptive. This research was conducted in
one of the inclusive high schools in Jakarta in the subject of this research, namely: vice principal of
curriculum, vice principal of facilites and infrastructure as well as program coordinator inclusive education,
three subject teacher who teach in different levels and subject different also, three special needs student from
different levels class, and two students general who were at the different levels class. Then to do of data
validation, researchers used triangulation data dan triangulation of source. An instrument used in this
research was sheets question guides interview adapted from Yu (2009) and Kustawan (2012), sheets of guide
observation adapted from Yu (2009) and law no.4 of 1997 on disable, and documentation. The results of this
research stated that curriculum for special needs student is the curriculum experienced flexibility. But that
school has not completely do flexibility curriculum. Because there are several characteristics of the
curriculum used to school held education inclusive are being fulfilled and there are several characteristics of
that have not been. The researchers suggest to the school to better understand how the implemnetation of the
curriculum for special needs student in inclusive school.
Keywords: Flexibility curriculum, special needs student, inclusive school

PENDAHULUAN Pada tahun 1994 diumumkan deklarasi


Pendidikan merupakan salah satu sarana bagi Salamanca (UNESCO) yang ditandatangani oleh
manusia untuk mengembangkan dirinya. Hal ini menteri pendidikan dari beberapa negara. Deklarasi
diungkapkan dalam UUD 1945 pasal 28c ayat (1) Salamanca menekankan bahwa selama memungkinkan,
setiap orang berhak mengembangkan diri melalui semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat memandang kesulitan ataupun perbedaan yang
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu mungkin ada pada mereka. Melalui pendidikan inklusif
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi lah, sekolah dibuat untuk siap menerima semua anak
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi berkebutuhan khusus. Menurut Evans (2007)
kesejahteraan umat manusia. Dalam UU No 20 tahun pendidikan inklusif merupakan sebuah pendekatan
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan
(1) juga menegaskan bahwa setiap warga mempunyai dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh
bermutu. Jika memang benar adanya, maka semua dalam pendidikan.
orang berhak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali Pendidikan inklusif itu dapat berjalan jika
bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus yang diimplementasikan dalam sistem sekolah. Menurut
diakibatkan oleh hambatannya (Amadio, 2009). Kustawan (2012) ada pun sekolah yang

73
74 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

mengimplementasikan pendidikan inklusif harus Meningkatkan pemahaman dan penghargaan


memenuhi beberapa persyaratan di bawah ini: terhadap perbedaan untuk menuju masyarakat
Telah memiliki ijin operasional dari Pemerintah yang demokratis;
Kabupaten/Kota; Memberikan pendidikan yang sesuai dengan
Mampu merancang dan menggunakan nilai kemanusiaan;
kurikulum fleksibel; Memberikan akses pendidikan yang seluas-
Tersedia pendidik dan tenaga kependidikan luasnya bagi peserta didik berkebutuhan khusus
yang memiliki kualifikasi akademik dan untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
kompetensi yang sesuai dengan prosedur operasi Saat ini terdapat banyak sekolah inklusif yang
standar; bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
Tersedia sarana dan prasarana pendidikan yang semua anak-anak termasuk bagi mereka yang
sesuai dengan prosedur operasi standar; berkebutuhan khusus. Namun, pada kenyataannya
Tersedia sumber dana tetap yang menjamin terdapat sekolah inklusif yang belum memenuhi
kelangsungan penyelenggaraan pendidikan dan persyaratan tersebut. Hal tersebut menyebabkan
tidak merugikan peserta didik; sekolah inklusif belum dapat memenuhi kebutuhan
Mendapat rekomendasi penetapan sebagai pendidikan bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dari seluruhnya. Menurut Kustawan (2012: 37), masih ada
pemerintah Kabupaten/Kota dan ditetapkan sekolah inklusif yang tidak ramah terhadap semua
sebagai sekolah penyelenggara pendidikan anak, bahkan terdapat sekolah inklusif yang
inklusif dari Pemerintah Provinsi. (Persyaratan mendiskriminasi anak berkebutuhan khusus. Kemudian
nomor 6 ini berkaitan erat dengan fasilitas atau ada juga pihak yang merasa terbebani dengan adanya
dukungan dana atau sarana dan prasarana yang anak-anak berkebutuhan khusus, karena mereka belum
diberikan oleh Pemerintah Provinsi dan memahami bagaimana cara memberikan layanan
Pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus
inklusif). anak. Kemudian berdasarkan data yang diperoleh dari
Kurikulum merupakan salah satu persyaratan Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan
yang penting, karena kurikulum dipersiapkan dan Khusus Pendidikan Dasar (dalam Mudjito, Harizal &
dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan Elfindri, 2012: 17) rendahnya layanan anak
(Sariono, 2013). Kemudian anak berkebutuhan khusus berkebutuhan khusus disebabkan pula oleh kurangnya
adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus secara tenaga pendidik yang mau dan mampu mendidik ABK,
permanen maupun sementara sehingga membutuhkan sekolah belum siap memberikan aksesibilitas untuk
layanan pendidikan yang berbeda (Santono dalam pendidikan ABK, dan kecilnya anggaran operasional
Putri, 2015). Lalu bagaimana dengan kurikulum untuk yang disediakan Pemerintah Daerah untuk sekolah.
anak berkebutuhan khusus? Kurikulum yang digunakan Permasalahan di atas timbul salah satunya disebabkan
haruslah kurikulum yang fleksibel atau kurikulum yang oleh kurangnya persiapan dan implementasi kurikulum.
mengalami modifikasi (Kustawan, 2012). Kurikulum Berdasarkan paparan di atas maka penelitian ini
fleksibel di sini artinya sekolah tetap menggunakan berjudul: Kurikulum Untuk Anak Berkebutuhan
kurikulum yang dibuat pemerintah hanya saja Khusus Di Sekolah Inklusif. Hal tersebut dilakukan
disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan anak untuk mendapatkan gambaran bagaimana kurikulum
(Mayasari, 2016) untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif
Jakarta, merupakan salah satu kota di Indonesia pada tingkat Sekolah Menengah Atas yang sudah
yang sangat terlihat jelas terus mengembangkan cukup lama mengimplementasikan pendidikan inklusif.
pendidikan inklusif. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Selain itu jikalau sekolah tersebut dirasa belum dapat
memulai mengimplementasikan pendidikan inklusif di menggunakan kurikulum fleksibilitas seutuhnya, maka
sekolah sejak tahun 2001. Pada tahun 2001, terdapat 54 harus diadakan sebuah evaluasi. Hal tersebut dilakukan
sekolah inklusif. Menurut data terakhir Dinas agar anak berkebutuhan khusus mendapatkan
Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 terdapat pendidikan yang layak.
374 sekolah inklusif, yang terdiri dari: 9 TK, 261 SD,
74 SMP, 16 SMA, dan 15 SMK. Berdasarkan data METODE PENELITIAN
tersebut jumlah SMA lebih sedikit dibandingkan SD Jenis penelitian
dan SMP. Selain jumlah sekolah yang banyak, Jenis penelitian yang digunakan dalam
Pemerintah DKI Jakarta juga membuat peraturan penelitian ini adalah kualitatif dengan metode
daerah tersendiri yang mengatur pelaksanaan deskriptif. Menurut Emzir (2010), kualitatif deskriptif
pendidikan inklusif. Pergub Provinsi DKI Jakarta No. merupakan metode penelitian yang mendeskripsikan
116 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan menganalisis suatu fenomena ataupun aktivitas
Inklusif merupakan salah satu acuan untuk yang terjadi di lingkungan penelitian. Pendekatan
pengimplementasian pendidikan inklusif agar sesuai kualitatif dengan metode deskriptif dipilih peneliti,
dengan tujuannya. Pada pasal 2 dijelaskan bahwa karena peneliti ingin mengetahui gambaran kurikulum
tujuan pendidikan inklusif adalah : untuk anak berkebutuhan khusus di sebuah SMA
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 75
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

inklusif dengan berusaha mendeskripsikan suatu gejala, Selain memiliki rencana pelaksanaan
peristiwa, kejadian yang terjadi saat itu juga. pembelajaran (RPP). Satuan pendidik memiliki
program pembelajaran individual (PPI) yang
Subjek penelitian disusun sesuai dengan kebutuhan peserta didik
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMA yang bobot materi berbeda dari kelompok dalam
Negeri inklusif di Jakarta. Penentuan sekolah pun kelas dan dilaksanakan dalam setting klasikal;
disesuaikan dengan kriteria sekolah inklusif yang Merancang atau membuat bahan ajar atau materi
digunakan dalam penelitian ini yaitu: pendidikan yang sensitif gender dan tidak
1. Sekolah yang diteliti merupakan sekolah yang mempromosikan peran gender yang
sudah memiliki SK sekolah inklusif dari mendiskriminasi;
pemerintah Prov DKI Jakarta; Guru mampu menggunakan berbagai
2. Sekolah tersebut mengetahui Pergub Prov DKI pendekatan mengajar yang sesuai dengan
Jakarta No. 116 tahun 2007 tentang kebutuhan semua peserta didik termasuk peserta
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif; didik berkebutuhan khusus;
3. Sekolah tersebut merupakan sekolah negeri Menjamin tersedianya fasilitas, kurikulum, buku
yang telah mengimplementasikan pendidikan dan pengajaran yang sesuai baik untuk peserta
inklusif cukup lama. Hal tersebut dilakukan didik laki-laki maupun perempuan;
karena peneliti juga ingin melihat bagaimana Melakukan penyesuaian-penyesuaian materi,
kualitas anak-anak berkebutuhan khusus yang cara dan waktu dalam penilaian hasil belajar;
telah lulus dari sekolah tersebut; Memiliki tim pengembang kurikulum yang
Subjek penelitian dalam penelitian ini dipilih komprehensif, antara lain beranggotakan guru
menggunakan Purposive Sampling. Hal tersebut pendamping khusus, guru sekolah umum, kepala
dilakukan karena peneliti membutuhkan partisipan sekolah, orang tua, dan ahli yang berkaitan
yang sesuai dengan karakteristik untuk mencapai tujuan dengan kebutuhan khusus peserta didik;
penelitian dalam waktu yang secepat mungkin. Subjek
Menyediakan program khusus bagi peserta didik
penelitian atau partisipan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai kebutuhan khusus, termasuk
semua yang diharapkan memiliki informasi tentang peserta didik yang berkesulitan belajar atau
kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus tersebut, peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
yaitu: wakasek kurikulum, wakasek sarana dan dan bakat istimewa (PKBI);
prasarana yang juga sebagai koordinator program
Bekerjasama dengan pusat sumber (resource
pendidikan inklusif, 3 guru mata pelajaran yang
center) untuk meningkatkan kemampuan guru
mengajar di tingkat yang berbeda dan mata pelajaran
dalam memahami keberagaman peserta didik,
berbeda pula, 3 siswa yang berkebutuhan khusus yang
identifikasi dan asesmen, PPI, penguasaan
berada di tingkat berbeda, 2 siswa umum yang berada
program khusus (orientasi dan mobilitas untuk
di tingkat berbeda. Kemudian untuk melakukan
peserta didik tunanetra, bina komunikasi
validasi data, peneliti menggunakan triangulasi data
persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik
(wawancara, observasi dan dokumentasi) dan
tunarungu, bina diri untuk peserta didik
triangulasi sumber.
tunagrahita ringan dan sedang, bina diri dan
bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, bina
Definisi operasional
pribadi dan sosial untuk peserta didik tunalaras);
Di dalam penelitian ini, peneliti bermaksud
Menyediakan sarana dan prasarana khusus yang
untuk mengetahui bagaimana kurikulum untuk anak
sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik,
berkebutuhan khusus di sekolah inklusif. Kurikulum
contoh untuk peserta didik tunanetra: riglet dan
fleksibel adalah kurikulum yang mengalami modifikasi,
pen, serta mesin tik Braille;
dll. Menurut Kustawan (2012: 60), adapun kriteria
kurikulum fleksibel, yaitu: Orang tua peserta didik terlibat dalam
penyusunan dan dalam pembelajaran peserta
Memiliki kurikulum tingkat satuan pendidikan
didik yang diimplementasikan dalam berbagai
(KTSP) yang mengakomodasi kebutuhan semua
bentuk kegiatan;
peserta didik termasuk peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK); Di samping menentukan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) untuk peserta didik pada
Memiliki KTSP yang lebih peka dalam
umumnya, sekolah/guru menentukan juga KKM
mempertimbangkan keragaman peserta didik
berdasarkan baseline untuk peserta didik
agar pembelajarannya relevan dengan
berkebutuhan khusus yang low function dan
kemampuan dan kebutuhan peserta didik;
high function.
Melaksanakan asesmen yaitu proses
pengumpulan informasi tentang seorang peserta
Intrumen dan teknik pengumpulan data
didik yang akan digunakan untuk membuat
Wawancara semi struktur
pertimbangan dan keputusan yang berhubungan
Wawancara semi struktur dilakukan kepada
dengan peserta didik tersebut;
kepala sekolah (yang diwakilkan oleh wakasek
kurikulum), wakasek kurikulum, wakasek sarana dan
76 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

prasarana yang sekaligus menjadi koordinator program


pendidikan inklusif, 3 guru mata pelajaran (Ekonomi Triangulasi
kelas X, Bahasa Jepang kelas XI, dan Matematika kelas Setelah data-data yang dibutuhkan dalam
XII), 3 siswa/i yang berkebutuhan khusus (2 siswa/i penelitian ini terkumpul, maka untuk validasi data yang
yang memiliki hambatan penglihatan di kelas X dan diperoleh peneliti melakukan triangulasi data dan
XII, 1 siswi yang memiliki hambatan pendengaran di triangulasi sumber. Menurut Sugiyono (dalam
kelas XI), dan 2 siswa umum (1 siswi kelas XI dan 1 Laelasari, 2013), dalam teknik pengumpulan data,
siswa kelas X). triangulasi merupakan teknik pengumpulan data yang
Lembar panduan pertanyaan wawancara untuk menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan
kepala sekolah yang diwakilkan oleh wakasek kurikum sumber data yang telah ada. Kemudian dengan
dan guru merupakan lembar panduan pertanyaan menggunakan triangulasi data, peneliti dapat
wawancara yang diadaptasi dan disesuaikan dengan memperkuat data yang diperoleh melalui wawancara
kebutuhanan peneliti dari Yu (2009), explaining berbagai sumber dengan data yang diperoleh melalui
variations in the local implementation of a national observasi sertadokumentasi. Kemudian menurut
policy: inclusive education in for Beijing school. Laelasari (2013), jika melalui proses wawancara yang
Kemudian lembar panduan pertanyaan wawancara dilakukan terhadap beberapa sumber data untuk
untuk wakasek kurikulum sendiri adalah turunan dari memperoleh data yang sama, maka data yang diperoleh
karakteristik kurikulum fleksibel Kustawan (2012). akan lebih kuat dan akurat.
Sedangkan lembar panduan pertanyaan wawancara
untuk wakasek sarana prasarana sekaligus koordinator Metode analisis
pendidikan inklusif merupakan hasil adaptasi yang Adapun proses analisis data yang digunakan
disesuaikan dengan kebutuhan peneliti dari penelitian dalam penelitian ini menurut Bogdan dan Biklen
Laelasari tentang manajemen penyelenggaraan (dalam Moleong, 2007) adalah
pendidikan inkusif sekolah X di kota Bandung pada 1. Mencatat hasil pengamatan yang diperolah
tahun 2013. Sementara lembar panduan pertanyaan melalui wawancara berbagai sumber, observasi
wawancara untuk siswa berkebutuhan khusus dan siswa dan dokumentasi dalam bentuk transkrip;
pada umumnya adalah lembar panduan pertanyaan 2. Peneliti melakukan pengkodingan data, lalu data
wawancara yang disusun oleh peneliti sendiri. dipilah-pilah untuk menajamkan serta
mengarahkan dan membuang yang tidak perlu;
Observasi 3. Validasi data yang telah diperoleh melalui
Untuk memperkuat hasil wawancara, peneliti triangulasi data (wawancara, observasi dan
pun melakukan observasi. Menurut Emzir (2010) dokumentasi) dan triangulasi sumber;
observasi adalah metode pengumpulan data dengan 4. Menganalisis data-data tersebut dan
cara melakukan catatan lapangan yang bersifat memberikan interpretasi terhadap data yang
deskriptif mengenai tingkah laku dengan cara diperoleh dengan cara memberikan penjelasan
mengamati individu atau kelompok secara langsung. yang bersifat kualitatif. Data yang telah
Observasi yang dilakukan mengenai sarana dan prasana dikelompokkan sebelumnya diberi penjelasan
pendidikan, proses belajar mengajar di 3 kelas yang satu persatu menurut bahasa peneliti;
berbeda (X IPS 3, XI IPS 2, dan XI IPS 1). 5. Penarikan kesimpulan dari penelitian ini, yaitu
Lembar panduan observasi yang digunakan tentang gambaran bagaimana implementasi
untuk mengobservasi sarana dan prasarana lingkungan pendidikan inklusif di sekolah tersebut.
sekolah merupakan turunan dari UU No. 4 tahun 1997
tentang penyandang cacat. Kemudian lembar panduan HASIL PENELITIAN
observasi yang digunakan untuk mengobservasi proses Gambaran umum subjek penelitian
belajar mengajar adalah lembar panduan observasi SMA Negeri X Jakarta merupakan salah satu
yang diadaptasi dari Yu (2009), teacher SMA Negeri yang mengimplementasikan pendidikan
observation/data collection form, West Virginia Board inklusif dan mendapatkan SK sebagai sekolah
of Education. penyelenggara pendidikan inklusif dari pemerintah
Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2001. SMA Negeri
Dokumentasi X Jakarta dikepalai oleh seorang kepala sekolah.
Selain melakukan wawancara dan observasi, Kepala sekolah yang sedang menjabat saat ini adalah
peneliti pun mengambil data secara dokumentasi yaitu: kepala sekolah yang baru menjabat kurang lebih 2
SK sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dari tahun. Kemudian jumlah guru di sekolah tersebut
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, data-data adalah 53 orang guru dengan satu guru diantaranya
sekolah dari pihak administrasi sekolah, dll. adalah guru pendamping khusus. SMA Negeri X
Pengambilan data secara dokumentasi atau studi Jakarta memiliki 769 siswa, 329 laki-laki, 440
dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan perempuan, 9 orang siswa/i diantaranya adalah siswa/i
metode observasi dan wawancara dalam penelitian yang memiliki kebutuhan khusus, yaitu; 1 siswa dan 1
kualitatif (Sugiyono dalam Laelasari, 2013). siswi dengan hambatan pendengaran, 1 siswa dengan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 77
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

autism, dan 3 siswa serta 1 siswi dengan hambatan Kemudian sekolah melaksanakan asesmen yaitu
penglihatan. Sekolah tersebut memiliki 7 kelas di setiap proses pengumpulan informasi tentang seorang peserta
angkatan. Sehingga jumlah kelas keseluruhan adalah 21 didik yang akan digunakan untuk membuat
kelas dengan 6 kelas diantaranya merupakan kelas pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan
inklusif. peserta didik tersebut. Hal tersebut diungkapkan oleh
Kegiatan belajar mengajar di SMA Negeri X wakasek kurikulum, koordinator pendidikan inklusif
Jakarta, pada umumnya dimulai pukul 07.00 pagi dan sekaligus wakasek sarana prasarana, dan guru.
berakhir pada pukul 15.15 sore dengan jumlah jam ...Kalau anak ini mau masuk, kita wawancara orang
pelajaran dalam satu harinya mencapai 9 jam mata tuanya kita wawancara anaknya.... (Wakasek
pelajaran. Kemudian untuk anak-anak yang memiliki Kurikulum) ...Karena asessmen dan tindak lanjut
hambatan belajar dan anak berkebutuhan khusus, akan telah disepakati antara peserta didik, orang tua, dan
ada jam tambahan setiap satu bulan sekali untuk pihak sekolah ketika daftar di awal.... (Wakasek
bertemu dengan guru pendamping khusus. Sarpras sekaligus Koordinaror Pendidikan Inklusif)
Subjek penelitian atau partisipan dalam Taun 2013 anak-anak yang berkebutuhan
penelitian ini adalah wakasek kurikulum yang tidak khusus masuk lewat jalur khusus. Tapi tetep ada sesi
memiliki latar belakang pendidikan berkebutuhan wawancara untuk mengetahui background anak-
khusus, wakasek sarana dan prasarana yang sekaligus anaknya. sama untuk memudahkan proses
menjadi koordinator program pendidikan inklusif yang pembelajaran, berarti harus bekerjasama dengan
tentunya memiliki latar belakang tentang pendidikan orang tua juga. (Guru Matematika kelas XII)
berkebutuhan khusus, 3 guru mata pelajaran (Ekonomi Berdasarkan pernyataan di atas tentunya sekolah
kelas X, Bahasa Jepang kelas XI, dan Matematika kelas tersebut melibatkan orang tua peserta didik dalam
XII) yang tidak memiliki latar belakang pendidikan penyusunan dan pelaksanaan pembelajaran peserta
berkebutuhan khusus, 3 siswa/i yang berkebutuhan didik yang diimplementasikan dalam berbagai bentuk
khusus (2 siswa/i yang memiliki hambatan penglihatan kegiatan.
di kelas X dan XII, 1 siswi yang memiliki hambatan Kemudian sekolah memiliki rencana
pendengaran di kelas XI), dan 2 siswa umum (1 siswi pelaksanaan pembelajaran (RPP), namun sekolah
kelas XI dan 1 siswa kelas X). tersebut belum memiliki program pembelajaran
individual (PPI) yang disusun sesuai dengan kebutuhan
HASIL PENELITIAN peserta didik dengan bobot materi berbeda dari
Hasil penelitian ini diperoleh melalui kelompok dalam kelas dan dilaksanakan dalam setting
wawancara berbagai sumber, observasi sarana klasikal. ...tidak ada RPP khusus... Tapi KKMnya
prasarana dan proses pembelajaran, serta dokumentasi. yang dibedakan, misal untuk anak biasanya 75, untuk
Dari data yang telah diperoleh, peneliti berhasil mereka tidak 75. (Wakasek Kurikulum)
mendapatkan gambaran tentang kurikulum untuk anak Tetapi ketika sekolah menentukan Kriteria
berkebutuhan khusus di sekolah inklusif: Ketuntasan Minimal (KKM) untuk peserta didik pada
umumnya, sekolah/guru menentukan juga KKM
Kurikulum berdasarkan baseline untuk peserta didik berkebutuhan
Sekolah tersebut menggunakan kurikulum yang khusus yang low function dan high function. Selain itu,
sesuai dengan peraturan pemerintah. Kurikulum 2013 sekolah belum menyediakan program khusus bagi
untuk anak-anak kelas X dan Kurikulum Tingkat peserta didik yang mempunyai kebutuhan khusus,
Satuan Pendidikan (KTSP) untuk anak-anak kelas XI termasuk peserta didik yang berkesulitan belajar atau
dan XII. Kurikulum yang digunakan juga kurikulum peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan
yang mengakomodasi kebutuhan semua peserta didik bakat istimewa (PKBI). Hal tersebut didukung oleh
termasuk peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK). pernyataan koordinator pendidikan inklusif sekaligus
Sekolah juga menggunakan kurikulum yang lebih peka wakasek sarana prasarana, dan guru. Mereka
dalam mempertimbangkan keragaman peserta didik mengungkapkan bahwa:
agar pembelajarannya relevan dengan kemampuan dan Anak tersebut akan disiapkan sama dengan anak
kebutuhan peserta didik. Kemudian guru pun umum lainnya, baik SK, KD dan indikatornya. Bahasa
menggunakan berbagai pendekatan mengajar yang kita, materi esensinya. Target pencapaian nilai
disesuaikan dengan kebutuhan semua peserta didik terendah bahasa kita KKMnya. (Wakasek Sarpras
termasuk peserta didik berkebutuhan khusus. sekaligus Koordinator Pendidikan Inklusif)
Kurikulum sekolah inklusif sama aja dengan anak- RPP ada sih, kalau PPI ngga sih. ya anaknya harus
anak lain, ngga ada bedanya... Ya, tapi ngajarnya juga lebih diberi layanan khusus. Kemudian standard
harus disesuain sama kebutuhan anaknya.. (Wakasek kelulusan nilainya pun sedikit diturunkan atau tidak
Kurikulum) 100% sama.... (Guru Ekonomi kelas X)
Hal tersebut juga didukung oleh wakasek Berdasarkan pernyataan di atas juga dapat
sarpras sekaligus koordinator pendidikan inklusif. dilihat bahwa sekolah tersebut merancang atau
beliau mengatakan bahwa: Mereka itu mengikuti membuat bahan ajar atau materi pendidikan yang
kurikulum secara nasional.... (Wakasek Sarpras sensitif gender dan tidak mempromosikan peran gender
sekaligus Koordinator Pendidikan Inklusif) yang mendiskriminasi. Kemudian sekolah tentunya
78 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

melakukan penyesuaian-penyesuaian materi, cara dan yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan
waktu dalam penilaian hasil belajar. inklusif pada dasarnya menggunakan kurikulum reguler
Namun, sekolah belum sepenuhnya menjamin yang berlaku di sekolah umum. Namun demikian
tersedianya fasilitas, kurikulum, buku dan pengajaran karena ragam hambatan yang dialami peserta didik
yang sesuai baik untuk peserta didik laki-laki maupun berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang
perempuan. Selain itu sekolah pun belum sepenuhnya sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam
menyediakan sarana dan prasarana khusus yang sesuai implementasinya, kurikulum reguler perlu dilakukan
dengan kebutuhan peserta didik sepenuhnya (contoh modifikasi (penyelarasan) sedemikian rupa sehingga
untuk peserta didik tunanetra: sudah ada riglet, pen, sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Modifikasi
laptop, braille. Namun, belum terdapat buku pelajaran (penyelarasan) kurikulum dilakukan oleh tim
dalam tulisan braille). Hal ini diungkapkan koordinator pengembang kurikulum di sekolah. Tim pengembang
pendidikan inklusif sekaligus wakasek sarana kurikulum sekolah terdiri dari: kepala sekolah, guru
prasarana, dan guru. kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus,
Maka Supaya layanannya lebih maksimal anak konselor, psikolog, dan ahli lain yang terkait. Kustawan
dengan hambatan penglihatan tadi kami lengkapi (2012) kurikulum yang digunakan di sekolah
dengan IT... Dan barang ini bantuan dari dinas bukan penyelenggara pendidikan inklusif adalah kurikulum
dari orang tua, dan mereka familiar dengan IT.... yang disesuaikan (fleksibilitas kurikulum) dengan
(Wakasek Sarpras sekaligus Koordinator Pendidikan kebutuhan setiap peserta didik yang meliputi standar
Inklusif) kompetensi lulusan dan standar isi ( Standar
...Harusnya ada buku yang pake braille, tetapi belum Kompetensi dan Kompetensi Dasar). Untuk
tersedia di sekolah ini...Kita dapat bantuan, seperti mengetahui sekolah tersebut melakukan fleksibilitas
anak itu dibelikan laptop headset satu perangkat yang kurikulum tentunya terdapat beberapa karakteristik.
diberikan suaranya.... (Guru Ekonomi kelas X) Namun berdasarkan hasil penelitian, sekolah
Meskipun sekolah tersebut belum menyediakan tersebut belum seutuhnya melakukan fleksibilitas
fasilitas, sarana dan prasarana sepenuhnya. Namun kurikulum, dikarenakan ada beberapa karakteristik
pihak sekolah tetap berusaha untuk memperbaikinya yang terpenuhi dan ada beberapa karakteristik yang
dengan cara bekerjasama dengan pihak-pihak terkait. belum terpenuhi. Beberapa karakteristik yang belum
Khusus untuk anak-anak dengan hambatan penglihatan, terpenuhi seutuhnya tersebut disebabkan oleh beberapa
SMA Negeri X Jakarta telah bekerja sama dengan hal, yaitu: beberapa sarana dan prasarana (fasilitas)
Mitra netra. Sedangkan untuk anak-anak dengan yang belum tersedia, salah satunya adalah buku
hambatan pendengaran, sekolah tersebut bekerja sama pelajaran yang ditulis dengan huruf braille untuk anak-
dengan Santirama. anak yang memiliki hambatan penglihatan (tunanetra).
Mitra sekolah dalam pelaksanaan pendidikan inklusif Seharusnya sekolah menyediakan fasilitas tersebut,
yaitu dinas dan karena anak berkebutuhan khusus karena dengan tidak adanya fasilitas tersebut
disini banyaknya adalah anak-anak yang tunanetra berdampak pada terhambatnya proses belajar mengajar
maka sekolah pun bermitra dengan yayasan Mitra untuk siswa yang memiliki hambatan penglihatan
yang ada di Lebak Bulus. (Wakasek Kurikulum) (tunanetra) tersebut. Hal ini juga diutarakan oleh salah
...Kemudian kami juga melakukan tentang bagaimana satu guru di kelas X, beliau mengatakan bahwa dengan
layanan khusus baik dari mitranetra, kemudian PKLK. tidak tersedianya buku-buku pelajaran dengan tulisan
Kemudian dari yayasan tunarungu, santirama. Braille proses belajar mengajarpun menjadi terhambat.
(Wakasek Sarpras sekaligus Koordinator Pendidikan Kemudian untuk masalah belum adanya
Inklusif) program pembelajaran individual (PPI) dan program
Jika menurut paparan hasil penelitian tentang khusus untuk peserta didik yang memiliki potensi
kurikulum yang digunakan di sekolah tersebut yang kecerdasan dan bakat istimewa (PKBI). Menurut
dijabarkan sesuai dengan karakterisitik kurikulum wakasek kesiswaan, hal tersebut sulit dilakukan karena
fleksibel untuk sekolah yang menyelenggarakan sekolah tersebut memang menggunakan kurikulum
pendidikan inklusif, maka sekolah tersebut belum sesuai dengan kurikulum yang wajib digunakan oleh
seutuhnya menggunakan kurikulum fleksibel. sekolah reguler. Oleh karena itu tidak terdapat RPP
khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus di
Diskusi sekolah tersebut. Selain itu menurut koordinator
Menurut Rumahlatu, dkk (2016), kurikulum pendidikan inklusif, sekolah ini adalah sekolah reguler
bagaikan kompas dalam sebuah kapal yang menjadi yang kurikulum dan hal-hal yang berkaitan dengan
penunjuk arah. Pada dasarnya kurikulum memiliki tiga operasi sekolah semuanya mengikuti aturan dinas
dasar pengertian, yaitu kurikulum sebagai mata pendidikan. Oleh karena itu tidak ada RPP khusus
pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman belajar, dan untuk anak-anak berkebutuhan khusus, yang ada hanya
kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran (Sariono, layanan khusus sesuai dengan kebutuhan mereka.
2013) Mengapa tidak?, hal tersebut dikatakan sebagai PPI.
Menurut Susanto (2012) dalam buku panduan Padahal menurut Mudjito, Harizal, Elfindri (2012)
umum penyelenggaraan pendidikan inklusif, kurikulum kurikulum yang disesuaikan untuk pendidikan inklusif
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 79
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

di dalamnya terdapat kurikulum reguler dan program Halinen, I; Jarvinen, R. (2008). Towards inclusive
pembelajaran individu (PPI). Sehingga sekolah education: the case of Finland. UNESCO IBE
tentunya masih harus melengkapi hal tersebut. Hal ini Kustawan, D. (2012). Pendidikan inklusif & upaya
bisa kita contoh dari negara Finlandia yang tentunya implementasinya. Jakarta: PT luxima Metro
sudah menerapkan kurikulum fleksibel dengan baik Media.
(Halinen & Jarvinen, 2008). Laelasari, C. (2013). Manajemen penyelenggara
pendidikan inklusif sekolah X Di Kota
SIMPULAN DAN SARAN Bandung. Thesis, Program Studi Pendidikan
Simpulan Kebutuhan Khusus, Universitas Pendidikan
Dari hasil penelitian didapatkan gambaran Indonesia.
kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah Mayasari. (2016). Implementasi kurikulum 2013 pada
inklusif. SMA Negeri X Jakarta merupakan sekolah ABK di SD Muhammadiyah Supen Yogyakarta.
inklusif yang belum seutuhnya melakukan fleksibilitas UIN Sunan Kali Jaga: Yogyakarta. Thesis.
kurikulum. Dikarenakan ada beberapa karakteristik Diunduh pada 6 Januari 2016
kurikulum yang digunakan untuk sekolah Moleong, L. (2010). Metodologi penelitian kualitatif.
penyelenggara pendidikan inklusif yang terpenuhi dan Bandung : PT Remaja Rosdakarya
ada beberapa karakteristik yang belum terpenuhi. Mudjito; Harizal; Elfendri. (2012). Pendidikan inklusif.
Jakarta: Baduose Media Jakarta.
Saran Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 116
Melalui hasil penelitian ini, peneliti memiliki Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan
beberapa saran agar kurikulum untuk anak Pendidikan Inklusif, pasal 2, 4
berkebutuhan khusus di sekolah inklusif dapat berjalan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 32
seutuhnya, yaitu: Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
a. Bagi guru-guru yang belum sabar mengajar Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan
anak-anak yang berkebutuhan khusus, Khusus.
dibutuhkan kesabaran serta persiapan yang lebih Putri, I, Z. (2015). Implementasi kurikulum 2013 bagi
untuk mengajari mereka. Jika guru-guru dapat peserta didik berkebutuhan khusus pda mata
lebih sabar dan mempersiapkan segalanya maka pelajaran Matematika di Sekolah Inklusif.
proses belajar mengajar di kelas inklusif pun Universitas Negeri Surabaya: Surabaya. Jurnal
akan lebih mudah. Pendidikan Khusus. Diunduh pada 6 Januari
b. Sarana prasarana merupakan salah satu 2017
komponen yang dapat menyukseskan Rumahlatu, D. dkk. (2016). Analysis of the readiness
implementasi pendidikan inklusif. Oleh karena and implementation of 2013 curriculum in the
itu bagi sekolah inklusif yang memiliki anak- west part of Seram. Internasional Journal Of
anak dengan hambatan penglihatan dapat Environmental & Science Education. Vol 11.
bekerjasama dengan pemerintah dan yayasan Diunduh pada 6 Januari 2017
mitra netra untuk pengadaan buku mata Sariono. (2013). Kurikulum 2013: kurikulum generasi
pelajaran dalam tulisan braille yang akan sama emas. E-jurnal dinas pendidikan Kota Surabaya:
digunakan seperti anak-anak pada umumnya. Volume 3. Diunduh pada 6 Januari 2017
Surat Keputusan Dinas Pendidikan Provinsi DKI
DAFTAR PUSTAKA Jakarta Tahun 2012 tentang Penunjukkan Nama-
Amadio, M. (2009). Inclusive education in Latin nama TK, SD, SMP dan SMA/SMK
America and the Caribbean: exploratory Penyelenggara Pendidikan Inklusif di Provinsi
analysis of the national reports presented at the DKI Jakarta.
2008 international conference on education. Susanto, R. (2012). Efektivitas program sekolah
UNESCO IBE. Switzerland. Diunduh pada 20 penyelenggara pendidikan inklusif di SDN
Oktober 2013 dari http://search.proquest.com Giwangan. Universitas Negeri Yogyakarta:
Emzir. (2010). Metodologi penelitian pendidikan Yogyakarta.
kuantitatif dan kualitatif. Jakarta Utara: PT UUD RI 1945 pasal 28c ayat 1, pasal 31 ayat 1 dan 2.
Rajagrafindo Persada. UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Hambatan
Evans, l. (2007). Inclusion. New york: Rroutledge. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 5 ayat (1).
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PROGRAM INTERVENSI PENGEMBANGAN KECAKAPAN BERBICARA ANAK


DOWN SYNDROME
(Speaking Capabilitys Development Intervention Program for Children with Down Syndrome)

Leli Kurniawatia, Feny Riany b , Hana Dianthika c

abcUniversitas Pendidikan Indonesia


E-mail: lelikurniawati@student.upi.edu

Abstrak : Kemampuan berbicara dan berbahasa merupakan kemampuan awal yang harus dimiliki anak
sebagai modal untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi. Intervensi diberikan bagi mereka yang
mengalami hambatan dalam perkembangan termasuk perkembangan bicara bahasa pada anak down
syndrome. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan program intervensi yang sesuai dengan perkembangan
dan kebutuhan anak down syndrome. Penelitian ini untuk mengetahui perkembangan bicara pada anak down
syndrome serta upaya yang telah dilakukan untuk membantu mengembangkan kemampuan berbicara mereka.
Penelitian ini menggunakan metode campuran (mixed methods) dengan desain sequential exploratory, yakni
sebuah desain penelitian yang menggabungkan penelitian kualitatif dan kuantitatif secara bertahap. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa kemampuan berbicara anak masih terbatas pada pengucapan satu kata tanpa
adanya penangangan khusus. Program intervensi yang dirancang terdiri dari aspek pemahaman kosakata,
sintaksis dan sematis yang disusun berdasarkan perkembangan anak. Hasil dari pelaksanaan program ini
menunjukan peningkatan bicara anak pada beberapa kata. Program ini dapat dilaksanakan dalam proses
belajar mengajar di kelas. Perhatian yang lebih pada anak dapat membantu anak down syndrome
meningkatkan kemampuan berbicaranya.
Kata Kunci : program intervensi, kecakapan berbicara, down syndrome, mixed methods

Abstract : Speech and language ability is an initial ability to be owned subsidiaries as capital to be able to
interact and communicate. Intervention is given to those who experience barriers to development including
speech development of language in children with down syndrome. This research aims to formulate
intervention programs in accordance with the development and needs of children with down syndrome. This
research to determine the speech development in children with down syndrome and the efforts that have been
undertaken to help develop their speaking skills. This research used mixed methods with sequential
exploratory design, which is a design research that combines qualitative and quantitative research gradually.
Results from this research showed that childrens ability to speak is still limited to the pronunciation of the
word without any special handling. The program consists of interventions designed aspects of understanding
of the vocabulary, syntax and schematically drawn based on the child's development. The results of the
implementation of this program showed improvement in the children at speaking a few words. This program
can be implemented in teaching and learning in the classroom. More attention in children can help children
with Down syndrome improve speaking ability.
Keywords : intervention program, speech capability, down syndrome, mixed methods

PENDAHULUAN memberitahu keinginannya dan proses percakapan


Setiap orang berhak memperoleh pendidikan minim terjadi diantara mereka.
tidak terkecuali bagi anak-anak yang memiliki kelainan Salah satu anak berkebutuhan khusus yang
fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial. mengalami kesulitan dalam interaksi dan komunikasi
Salah satunya sekolah yang memberikan pendidikan adalah anak tunagrahita. Klasifikasi anak tunagrahita
bagi anak-anak dengan hambatan kecerdasan atau salah satunya adalah anak-anak down syndrome, yakni
masyarakat mengenalnya dengan sekolah luar biasa. suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
Pembelajaran di sekolah yang cenderung menekankan dan mental yang diakibatkan adanya abnormalitas
pada kemampuan anak dalam pencapaian di bidang perkembangan kromosom. (Clinic, 2012). Akibat
akademik seolah mengesampingkan kebutuhan anak kondisi fisik serta kemampuan kognitifnya, anak down
sebagai makhluk sosial yang memerlukan bimbingan syndrome mengalami banyak hambatan dalam
lebih agar bisa terjun ke masyarakat, berinteraksi dan perkembangannya, salah satunya hambatan dalam
berkomunikasi dengan mereka. Selain itu pergaulan kemampuan berbicara dan berbahasa disamping
anak di sekolah juga menggambarkan bagaimana dia hambatan dalam kemampuan secara akademik.
mengalami kesulitan dalam proses interaksi dan Kemampuan berbicara dan berbahasa
komunikasi secara verbal bersama teman-temannya. merupakan kemampuan awal yang harus dimiliki anak
Anak cenderung menggunakan bahasa tubuh untuk sebagai modal untuk dapat berinteraksi dan
berkomunikasi. Keterlambatan berbicara sering

81
82 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dikaitkan dengan gangguan perkembangan, gangguan guru di kelas terhadap anak down syndrome,
perilaku, gangguan motorik oral dan gangguan fungsi kemampuan sosial anak di sekolah serta untuk
lainnya, bila berbagai gangguan yang terjadi hampir mengetahui efektivitas penerapan program intervensi
bersamaan tersebut tidak disikapi dengan baik, maka kecakapan berbicara
akan mengganggu tumbuh dan kembangnya anak di
masa depan (Judarwanto, 2009). Hampir seluruh anak Uji Validitas
down syndrome mengalami gangguan perkembangan Draft instrumen yang telah dibuat dapat
yang berkaitan dengan keterlambatan bicara. Anak diterapkan di lapangan apabila instrumen tersebut telah
down syndrome cenderung akan berbicara melalui melewati uji validitas terlebih dahulu. Suatu alat
perilakunya dan bersikap sesuai keinginannya sehingga pengukuran dikatakan valid (shahih) apabila alat itu
teman-teman atau orang yang berada didekatnya mengukur apa yang harus diukur oleh alat itu
mengalami kesulitan untuk memahami apa yang anak (Nasution, 2009). Menguji validitas dengan
inginkan. menggunakan pendapat dari ahli (judgment experts).
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, di sebuah Penilaian ini dimaksudkan untuk memberikan
sekolah terdapat seorang anak down syndrome dengan gambaran rasional program intervensi yang telah
kondisi berbicara yang masih terlambat, untuk itu disusun itu akan efektif atau tidak jika diterapkan di
diperlukan sebuah program khusus untuk membantu lapangan.
anak dalam memperbaiki kondisi berbicara dan
berbahasanya. Program ini berupa program intervensi, Analisis Data
sebuah program yang dirancang untuk memberikan Teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan
stimulasi pada anak berdasarkan kondisi anak down cara mengumpulkan, memilah-milah dan
syndrome dalam perkembangan berbicara dan mengklasifikasikan hasil catatan lapangan yang
berbahasa. Tujuannya untuk memberikan stimulasi dan kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kemampuan,
membantu memperbaiki kemampuan berbicara dan kebutuhan serta hambatan yang dialami oleh subjek
berbahasa anak down syndrome agar anak dapat penelitian sebelum merumuskan program intervensi.
berkomunikasi verbal dengan baik serta dapat aktif Proses penelitian menggunakan pendekatan
secara sosial, misalnya pada teman sebayanya. kuantitatif, maka data hasil penelitian yang diperoleh,
diolah dan dianalisis ke dalam statistik deskriptif
METODE PENELITIAN dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang
Desain Penelitian hasil intervensi. Penyajian datanya dijabarkan dalam
Metode yang digunakan dalam penelitian ini bentuk grafik atau diagram, dengan menggunakan
adalah metode kombinasi (mixed methods). Proses analisis grafik ini diharapkan dapat melihat gambaran
pengumpulan data melalui dua tahap secara berurutan secara jelas bagaimana pelaksanaan program intervensi
maka penelitian ini menggunakan desain sequential yang telah dibuat.
exploratory.
HASIL PENELITIAN
Partisipan dan Tempat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
Pada penelitian ini yang menjadi subjek dalam merumuskan program intervensi kecakapan berbicara
penelitian adalah seorang anak down syndrome yang pada anak down syndrome. Perumusan program ini
memiliki hambatan dalam berbicara. Penelitian ini juga didasarkan pada kondisi berbicara anak serta peranan
melibatkan guru dan orang tua siswa dalam proses orang tua dan guru dalam membantu anak
pengumpulan data yang diperlukan. Penelitian ini mengembangkan kemampuan berbicaranya. Data
dilaksanakan di sebuah sekolah luar biasa di kota tentang kondisi anak diperoleh melalui observasi,
Bandung. sementara data mengenai upaya yang telah dilakukan
oleh orang tua dan guru diperoleh melalui proses
Teknik Pengumpulan Data wawancara. Berikut pemaparan hasil pelaksanaan
Pengumpulan data kualitatif menggunakan program intervensi:
teknik observasi dan wawancara. Sedangkan teknik
pengumplan data kuantitatif berupa tes. Bentuk tes Kondisi anak down syndrome dalam kemampuan
yang digunakan adalah tes unjuk kerja. Tes ini dilakuan berbicara
untuk mengetahui pengaruh dan perkembangan dari Berdasarkan hasil observasi, AY masih
intervensi yang diberikan. mengalami keterbatasan dalam berbicara. AY hanya
mampu berkomunikasi verbal dengan kalimat satu kata,
Instrumen Penelitian itupun terkadang hanya terdengar suku kata terakhir
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dalam kalimat yang diucapkannya. Maksud dari
berupa pedoman wawancara yang diberikan kepada kalimat satu kata adalah AY hanya mampu
guru dan orang tua yang bertujuan untuk mengetahui mengucapkan satu kata yang menunjukkan banyak
perkembangan bahasa dan bicara anak serta pedoman makna, seperti saat anak mengucapkan kata tas, itu
observasi yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 83
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dapat berarti jika bekal yang dibawanya ada di dalam anak karena ia menyukai benda berbentuk bundar
tas atau jika tas miliknya tidak ada di kursi. tersebut.
Seperti yang dipaparkan oleh Seotjiningsih,
kalimat satu kata (pralingual) yang anak ucapkan tidak Proses pembelajaran yang diberikan guru saat ini
bisa dipandang penyebutan objek murni, tetapi terhadap anak down syndrome dalam mengajar
mempunyai isi psikologis yang bersifat intelektual, bicara
emosional dan sekaligus volisional, yaitu anak Di sekolah, guru mengajarkan anak dengan
menunjukan mau atau tidak mau. pengucapan vokal a,i,u,e,o untuk melatihnya dalam
Sesuai dengan perkembanganya, AY berbicara. Di dalam kelas terkadang AY bertanya
memerlukan bimbingan dan latihan dalam sambil menunjuk, namun terkadang diabaikan oleh
mengucapkan kata sebagai langkah awal dalam gurunya karena guru tidak mengerti apa yang
mengembangkan kemampuan berbicaranya sebelum dibicarakan oleh anak. Hal ini seolah tidak memberikan
membentuk kalimat yang lebih luas, seperti yang kesempatan berbicara pada anak. Hurlock menjelaskan
diungkapkan oleh Seotjiningsih bahwa perkembangan bahwa salah satu hal penting dalam belajar berbicara
bicara anak dimulai dari mendekut (cooing) dalam adalah "kesempatan untuk berpraktek. Jika karena
bentuk suara, kemudian meraban (mengoceh), alasan apapun kesempatan berbicara dihilangkan, jika
selanjutnya kalimat satu kata (pralingual), kalimat dua mereka tidak dapat membuat orang lain mengerti,
kata (Lingual awal), dan seterusnya. mereka akan putus asa dan marah. Ini seringkali
Kemamapuan berbicara dimulai dari melemahkan motivasi mereka untuk belajar.
pengucapan kata dan pemahaman kata. Ada dua puluh
kata yang telah disiapkan yang terdiri dari 13 kata Pengasuhan orang tua dirumah yang berkaitan
benda, dua kata kerja dan lima kata perintah yang biasa langsung dengan proses berbicara anak down
dilihat maupun dilakukan dalam kegiatan sehari-hari. syndrome
Data yang diperoleh pada setiap pertemuannya Berdasarkan pemaparan orang tua, tidak ada
dianalisis melalui statistik desriptif yang hasilnya cara khusus yang dilakukan oleh orang tua di rumah
disajikan melalui grafik. Berikut ini adalah hasil untuk membantu anak dalam mengembangkan
penelitian mengenai pelaksanaan program yang dapat kemampuannya dalam berbicara. Selama ini anak
dilihat melalui grafik : selalu diajak berbicara seperti biasa, hanya saja dengan
intonasi dan artikulasi yang jelas. Pada saat kita
Grafik Hasil Penilaian Aspek Pemahaman mengajak berbicarapun anak akan melakukan kontak
Kosakata : Pengucapan Kata dan Pemahaman mata meski hanya sebentar, setelah itu perhatiannya
Kata akan mudah teralihkan dengan lainnya.
Dari pemaparan yang orang tua berikan, anak
Grafik Hasil Penilaian Aspek Pemahaman Kosakata tertarik pada animasi namun orang tua tidak
: memberikan perhatian yang lebih untuk mendampingi
Pengucapan Kata dan Pemahaman Kata anak dalam menonton dan memberikan pengarahan
dalam mengembangkan kemampuannya dalam
100 berbicara, padahal dalam sebuah artikel dari Eka News,
dengan judul artikel Anak Terlambat Bicara,
Skor

50 Pengucapan Kata
Normalkah? Yang ditulis oleh (Nurima, 2010, hal. 1)
0 Pemahaman Kata menyebutkan bahwa ... terapis dapat menggunakan
1 3 5 7 9 11 gambar, buku, obyek tertentu, atau kejadian di sekitar
Pertemuan ke - anak pada saat aktivitas berlangsung, untuk
menstimulasi perkembangan bahasa....

Berdasarkan grafik di atas dapat kita simpulkan Rancangan Pengembangan Program Intervensi
bahwa kemampuan anak dalam memahami kata lebih Kecakapan Berbicara
baik dibandingkan dengan kemampuan anak dalam Intervensi merupakan campur tangan yang
mengucapkan kata (ekspresif) secara verbal. dilakukan untuk memperbaiki atau memberi stimulasi
Berdasarkan keseluruhan data yang telah dalam perkembangan anak. Intervensi kecakapan
dideskripsikan di atas, dapat kita lihat tentang berbicara ini diperlukan untuk AY karena
perkembangan yang terjadi meski ada perbedaan hasil kemampuannya dalam berbicara masih mengalami
pada setiap pertemuannya, namun kita juga dapat kesulitan. Salah satu yang dapat dilakukan melalui
melihat jika terjadi peningkatan kemamapuan kegiatan intervensi bahasa menggunakan media
pengucapan kosakata dari sesi hingga terakhir. gambar. Penggunaan media gambar dipilih karena AY
Dari dua puluh kata yang disiapkan, kata bola cukup tertarik pada gambar serta animasi. Gambar yang
dan tas menjadi kata yang paling cepat dikuasai oleh digunakan adalah gambar yang berhubungan dengan
subjek. Kata tas menjadi mudah dipahami dan kegiatan anak dikelas yang pengucapanya dua suku
diucapkan anak karena hanya terdiri dari satu suku kata,seperti meja dan buku karena AY masih cukup
kata, sedangkan kata bola lebih cepat dikuasai oleh kesulitan jika mengucapkan kata yang lebih dari dua
84 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

suku kata. namun program ini juga dirancang untuk 3. Orang tua selaku orang terdekat dengan anak
mengembangkan kemampuan berbicara AY hingga kurang mengupayakan secara maksimal untuk
pembentukan kalimat. mengembangkan kemampuan berbicara anak,
selama ini orang tua hanya mengajak anak
DISKUSI berbicara seperti biasa tanpa bimbingan khusus.
Setelah program dilaksanakan, hasil yang 4. Program yang dirumuskan disesuaikan dengan
diperoleh menunjukan jika adanya perubahan dalam perkembagan anak. Program yang disusun
kemampuan pengucapan kata berdasarkan kata benda berdasarkan dengan tahapan perkembangan
yang ada dalam program intervensi. Hal ini ditunjukan berbicara anak, dimulai dari pengucapan dan
dengan meningkatnya hasil persentase pada setiap pemahaman kata.
pertemuan. Selain itu juga ada beberapa kata yang 5. Program yang dilaksanakan dilapangan adalah
dapat diucapkan oleh subjek dengan lebih baik seperti program pemahaman kosakata, kata yang dipilih
kata tas dan bola (bowa) tanpa adanya bantuan dari adalah kata benda yang dapat ditemui di
orang lain. Kata bola menjadi mudah diucapkan lingkungan kelas. Dari hasil keterlakasanaan
karena anak menyukai benda tersebut, selain kata program tersebut terlihat adanya peningkatan
bola juga ada mobil (m-bi) yang cukup sering pengucapan beberapa kata seperti kata tas dan
diucapkannya. Hal ini berarti intervensi memang bola, meski untuk kata-kata yang lain tidak
diperlukan agar kemampuan berbicara anak mengalami meningkat secara pesat.
perkembangan, sejalan dengan tunjuan intervensi yakni
meningkatkan dan mengoptimalkan perkembangan Rekomendasi
anak yang mengalami hambatan (Nawawi). Berdasarkan hasil penelitian yang telah
Sedangkan dalam aspek pemahaman anak dilakukan, ada beberapa hal yang perlu penulis
mengenai benda yang ada pada kartu gambar sarankan kepada berbagai pihak sebagai tindak lanjut
menunjukan jika kemampuan anak dalam bahasa dari hasil penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
reseptif lebih baik dibandingkan kemampuannya dalam 1. Guru
bahasa ekspresif. Hal ini ditunjukan dengan skor pada Pengadaan media dan perhatian khusus kepada
pemahaman kata yang lebih besar dan stabil anak diperlukan dalam membantu
dibandingkan dengan skor pada pengucapan kata. mengembangkan kemampuan berbicaranya.
Selain itu, hasil dari penerapan di lapangan Oleh karena itu penulis sarankan agar guru
menggambarkan jika penggunaan media gambar tidak mencoba membuat target yang mampu dicapai
dapat dijadikan sebagai satu-satunya media yang siswa seuai dengan kemmpuannya dalam
digunakan dalam pemberian intervensi. Dengan berbicara, selalu memberikan perhatian dan
demikian, program ini dapat diterapkan oleh guru kesempatan pada anak tidak perlu lama, namun
ditengah jam belajar mengajar di sekolah dengan atau memberikan perhatian yang cukup. Penggunaan
tanpa melibatkan siswa lainnya, namun guru harus media dalam programintervensi dapat
lebih memperhatikan penggunaan media sebagai alat disesuaikan oleh guru melihat kondisi siswa.
bantu agar tidak ada kejenuhan saat pemberian 2. Orang Tua
intervensi. Melihat perkembangan anak yang terlambat,
sebaiknya orang tua memberikan penanganan
SIMPULAN DAN REKOMENDASI dan perhatian khusus pada anak, misalnya
Simpulan dengan diikutkan terapi berbicara. Pemberian
Berdasarkan hasil penelitian dapat di ambil dan penanganan terapi yang tepat dapat
beberapa kesimpulan, sebagai berikut: membantu dalam perkembangan berbicaranya.
1. Kondisi perkembangan bicara anak menunjukan 3. Penelitian selanjutnya
kemampuan bicara pada tahap satu kata sebagai Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk
satu kalimat. Seperti kata tas yang meiliki melaksanakan kembali penelitian berdasarkan
banyak makna misalnya bekalnya di tas atau pokok penelitian yang sama diharapkan adanya
tasnya tidak ada di kursi. Kalimat satu kata yang inovasi dalam mengembangkan program
diucapkan anak tidaklah utuh sebagai satu kata sehingga dapat lebih membantu
melainkan hanya suku kata yang terucap namun mengembangkan kemampuan berbicara anak
anak sudah mampu mengikuti perintah down syndrome. Selain itu, jika memungkinkan
sederhana. Secara keseluruhan kemampuan jumlah subjek penelitian bisa ditambah.
reseptif AY lebih baik daripada kemampuan
ekspresifnya. DAFTAR PUSTAKA
2. Pembelajaran yang diberikan guru di kelas Arsjad, M. G., & S, M. U. (1998). Pembinaan
sudah membantu anak dalam mengembangkan Kemampuan Bebicara Bahasa Indonesia.
kemampuan berbicaranya namun belum Jakarta: Erlangga.
maksimal.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 85
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Cohen, W. I., Nadel, L., & Madnick, M. E. (2002). Seotjiningsih, C. H. (2012). Perkembangan Anak Sejak
Down Syndrome Visions for the 21st Century. Pertumbuhan Sampai Dengan Kanak -kanak
New York: Wiley-Liss, Inc. Akhir. Jakarta: Prenada.
Creswell, J. W. (2010). Research Design : Pendekatan Somantri, S. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa.
Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Yogyakarta: Bandung: Refika Aditama.
Pustaka Pelajar. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan
Durand, V. M., & Barlow, D. H. (2007). Intisari (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D).
Psikologi Abnormal (Vol. IV). Yogyakarta: Bandung: Alfabeta.
Pustaka Pelajar. Susiliana,R dan Riyana,C. (2008). Media
Dyer, L. (2004). Meningkatkan Kemampuan Bicara Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurtekpend
Anak. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. FIP UPI
Herdiansyah, H. (2013). Wawancara, Observasi dan Wiyani, N. A. (2014). Buku Ajar Penanganan Anak
Focus Groups Sebagai Instrumen Penggalian Usia Dini Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
Data Kualitatif. Depok: Rajagrafindo Persada. Ar-Ruzz Media.
Hurlock, E. B. (2012). Psikologi Perkembangan. Clinic, G. (2012, Desember 22). Tanda Gejala Down
Jakarta: Erlangga. Syndrome dan Gangguan yang Menyertai.
Indriari, E. (2011). Kesulitan Bicara dan Berbahasa [Online] Tersdia : 1 [08 Nopember 2014]
Pada Anak : Terapi dan Strategi Orang Tua. Judarwanto, W. (2009, April 25). Tanda dan Gejala
Jakarta: Prenada. Gangguan Perkembangan Fungsi Motorik,
Khailullah. (2004). Media Pembelajaran Bahasa. Motorik Oral dan Gangguan Perilaku yang
Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Sering Dikaitkan pada Anak dengan Gangguan
Moleong, L. J. (2013). Metodelogi Penelitian Bicara dan Bahasa. [Online] Tersedia:
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. http://speechclinic.wordpress.com/2009/04/25/ta
Nasution. (2009). Metode Reasearch (Penelitian nda-dan-gejala-gangguan-perkembangan-fungsi-
Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara. motorik-motorik-oral-dan-gangguan-perilaku-
Nawawi, A. (n.d.). Stimulasi dan Intervensi (Modul). yang-sering-dikaitkan-pada-anak-dengan-
Nurima, E. (2010, Mei). Anak Terlambat Bicara, gangguan-bicara-dan-bahasa/ [08 Nopember
Normalkah? Eka News, hal. 1. 2014]
Santrock, J. W. (2012). Perkembangan Masa Hidup Pruthi, G. (2007). Language Development in Children
(Edisi Ketigabelas jilid I). Jakarta: Erlangga. with Mental Retardation. [Online] Tersedia:
Seotjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: http://goertzel.org/dynapsyc/2007/Language%2
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 0development.htm [07 Januari 2015]
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

MENINGKATKAN KEMAHIRAN MENDARAB DUA DIGIT MENGGUNAKAN


PERMAINAN SILANG PANGKAH BAGI MURID-MURID MASALAH
PENDENGARAN TAHUN 5M
(Improving Year 5M hearing impairment pupils ability in multiplying two digits by using
crossing game method)

Mohamad Shazwan Bin Shahibullah a, Datin Siti Muhibbah Bt Hj Nor b


ab Institut
Pendidikan Guru Kampus Ilmu Khas, Kuala Lumpur, Malaysia
E-mail : mshazwans@gmail.com

Abstrak: Penyelidikan tindakan ini dijalankan untuk membantu murid meningkatkan kemahiran mendarab
dua digit dengan menggunakan kaedah permainan silang pangkah dalam kalangan murid-murid masalah
pendengaran tahun 5M . Seramai tiga orang murid masalah pendengaran iaitu dua lelaki dan seorang
perempuan dari Sekolah Kebangsaan Pendidikan Khas di Negeri Sembilan terlibat dalam kajian ini. Kajian
yang dijalankan berfokus kepada penggunaan kaedah permainan dengan menggunakan teknik silang pangkah.
Tinjauan awal telah dijalankan dengan menggunakan kaedah pemerhatian, ujian diagnostik, dan temu bual.
Hasil daripada tinjauan awal mendapati bahawa ketiga-tiga orang murid tersebut lemah pada bahagian ujian
diagnostik set C. Oleh yang demikian, kaedah permainan menggunakan teknik silang pangkah digunakan
untuk membantu murid-murid meningkatkan kemahiran mendarab dua digit tersebut. Data kajian dikumpul
melalui ujian pra dan ujian pasca, pemerhatian dan temu bual dengan guru matematik murid-murid tersebut.
Hasil analisis ujian pra dan pasca mendapati bahawa peratusan markah bagi ketiga-tiga murid tersebut
meningkat. Hasil pemerhatian juga menunjukkan perubahan tingkah laku yang positif manakala hasil temu
bual dengan guru matematik murid-murid tersebut menunjukkan bahawa murid-murid dapat menguasai
kemahiran mendarab dua digit dengan dua digit dengan baik dan cepat apabila menggunakan kaedah
permainan silang pangkah. Oleh itu, kaedah permainan silang pangkah telah berjaya membantu murid-murid
masalah pendengaran tahun 5M menguasai kemahiran mendarab dua digit dengan dua digit. Cadangan kajian
seterusnya ialah menambah bilangan bahan bantu belajar atau papan ajaib yang digunakan untuk melakukan
silang pangkah dan menggunakan sistem token bagi meningkatkan semangat untuk murid-murid untuk
belajar dan mengawal tingkah laku serta perhatian mereka.
Kata kunci : permainan silang pangkah, papan ajaib

Abstract: This action research was conducted to help in improving Year 5M hearing impairment pupils
ability in multiplying two digits by using crossing game method. Three hearing impairment pupils; two boys
and a girl from a special needs school in Negeri Sembilan were involved in this research. This research was
focusing on the use of games using the crossing technique. Preliminary investigation was conducted through
observations, diagnostic test and interview. Based on the diagnostic test, it showed that the pupils are weak in
Set C. Therefore, the methods of games using the crossing technique was used to help pupils to improve their
ability in multiplying two digits. Data was collected by using three methods; pre and post tests, observation
and interview with the pupils M athematics teacher. Based on the data gathered from the pre and post test, it
showed that there was improvement in the pupilsscores.The observations conducted showed positive change
of the pupils behaviours and through the interview conducted, the teacher claimed that the pupils mastered
the ability to multiply two digits well and faster by using the crossing game method. Therefore, the crossing
game method has succeeded in helping the Year 5M hearing impairment pupils in mastering the ability to
multiply two digits. There are two suggestions for further research; to increase the number of the learning
material which is the magic board that were used for the crossing game method and also to use token system
to motivate and control the pupils behaviours.
Keywords: crossing game method, magic board

PENDAHULUAN daripada menerima atau mengamati sesuatu bunyi,


Menurut Huraian Sukatan Matematik Sekolah perbualan atau bisikan orang lain (Asiah, 2012). Walau
Rendah (2012), salah satu matlamat kurikulum bagaimanapun, murid-murid memiliki persamaan
matematik sekolah rendah adalah untuk membolehkan kognitif dan aspek-aspek lain dengan murid-murid
murid-murid menguasai operasi asas matematik yang normal melainkan aspek bahasa dan komunikasi
melibatkan penambahan, penolakan, pendaraban dan mereka sahaja. Jadi penekanan terhadap mereka
pembahagian. Oleh itu, konsep-konsep asas dalam memerlukan kaedah dan teknik yang sesuai bagi
matematik perlu difahami secara tersusun dan memastikan mereka dapat memahami apa yang
berperingkat oleh murid-murid kerana matematik disampaikan.
merupakan satu bidang ilmu yang berstruktur. Masalah Dalam kajian ini, yang pengkaji ingin
pendengaran atau cacat pendengaran terjadi apabila menyelesaikan soalan operasi darab dua digit dengan
deria dengar seseorang terganggu atau terhalang dua digit dan ke atas. Kajian ini membantu murid dan

87
88 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

guru-guru matematik keseluruhannya, seterusnya dapat berumur 11 tahun. Dua orang murid lelaki tersebut
mencapai kemahiran asas 3M iaitu membaca, menulis adalah kaum melayu dan india yang mempunyai skor
dan mengira. Sehubungan dengan itu, pengkaji telah markah yang lemah iaitu E berbanding seorang murid
memilih kaedah permainan bagi mengatasi masalah perempuan dari kaum cina yang mendapat skor D.
yang dihadapi oleh murid-murid masalah pendengaran Kesimpulannya, ketiga-tiga murid tersebut adalah
tersebut. Kaedah ini difikirkan amat bersesuaian lemah. Latar belakang keluarga atau sosio ekonomi
dengan tahap murid masalah pendengaran dan bagi semua murid adalah sederhana.
berupaya untuk menarik minat mereka bagi
mempelajari sesuatu tajuk, khususnya dalam DAPATAN KAJIAN
pendaraban. Dalam bahagian ini, pengkaji mengumpul
semua markah dan analisis sebagai dapatan kajian yang
METODLOGI diperoleh daripada ujian, pemerhatian dan temu bual
Pengkaji menggunakan model Kurt Lewin yang dijalankan berdasarkan perancangan yang telah
dalam pelaksanaan kajian terhadap murid-murid tahun dibuat. Berdasarkan markah dan analisis dapatan
5. Menurut Lewin (1946), kajian tindakan kajian, pengkaji mengaitkan elemen tersebut dengan
memperlihatkan suatu kitaran langkah-langkah (a spiral persoalan kajian yang telah digariskan
of steps).
Kitaran dalam kajian tindakan tersebut Murid Jumlah Markah Pencapaian
mempunyai empat langkah iaitu merancang, bertindak, markah (% )
memerhati dan mereflek. Langkah pertama adalah K 0/9 0 Sangat
proses meneliti dan mengenalpasti sesuatu masalah lemah
kemudian diikuti dengan pencarian fakta-fakta yang I 0/9 0 Sangat
bersesuaian dengan masalah yang dikaji (Lewin, 1946). lemah
T 0/9 0 Sangat
lemah
Jadual 12: Peratusan markah dan pencapaian murid
dalam ujian pra

Berdasarkan jadual 12 di atas, penguasaan


murid-murid terhadap kemahiran mendarab dua digit
adalah pada tahap yang sangat lemah merujuk kepada
pencapaian mereka. Murid K, murid I dan murid T
masing-masing mempunyai tahap yang sama apabila
semua jawapan daripada sembilan soalan yang diberi
kepada mereka dalam ujian ini adalah salah.

Murid Jumlah Markah Pencapaian


markah (% )
K 8/9 89 Sangat
memuaskan
Pengkaji memilih untuk melaksanakan kajian I 5/9 56 Sederhana
mengenai kaedah permainan menggunakan kaedah T 6/9 67 Memuaskan
silang pangkah bagi meningkatkan kemahiran Jadual 13: Jadual Peratusan Markah Ujian Pasca
mendarab angka dua digit dengan dua digit adalah Berdasarkan jadual 13, pengkaji mendapati
kerana murid-murid kebanyakannya keliru dan sukar bahawa murid K memperoleh markah sebanyak 89%
untuk melaksanakan kaedah yang diperkenal pada buku dengan soalan yang berjaya dijawab dengan
teks. menggunakan kaedah permainan silang pangkah adalah
Silang pangkah merupakan satu teknik yang 8 daripada 9 soalan yang diberikan. Murid I pula
menggunakan sebarang bahan yang lurus dan panjang berjaya menjawab sebanyak 5 daripada sembilan soalan
serta digunakan untuk menyilang antara satu sama lain. yang diberikan dengan peratusan markah yang
Setiap silangan akan membentuk X yang dikenali diperoleh sebanyak 56%. Manakala, 67% markah
sebagai pangkah. Setiap pangkah akan mewakili satu diperoleh oleh murid T yang berjaya menjawab dengan
dot ditengah-tengah huruf X tersebut dan dikira betul sebanyak 6 daripada sembilan soalan yang
sebagai satu. Kiraan jumlah dot bergantung pada diberikan.
berapa X yang dapat dihasilkan berdasarkan
pembentukannya daripada soalan berkaitan pendaraban
yang dijawab.
Kajian ini melibatkan 3 orang murid iaitu, 2
orang murid lelaki dan 1 orang murid perempuan yang
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 89
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

PERBINCANGAN pangkah memberi impak yang positif kepada murid-


Pengkaji mengumpul semua markah dan analisis murid malah kepada guru-guru di sekolah tersebut yang
sebagai dapatan kajian yang diperoleh daripada ujian, mana mereka sangat berminat dengan kaedah
pemerhatian dan temu bual yang dijalankan permainan tersebut di samping dapat mengawal tingkah
berdasarkan perancangan yang telah dibuat. Berikut laku murid-murid. Selain itu, murid-murid tahun 5M
merupakan perbandingan markah ujian pra dan pasca berjaya menguasai kemahiran mendarab dua digit
yang telah dijalankan. dengan bantuan kaedah permainan silang pangkah
tersebut dan secara tidak langsung mereka dapat
menguasai konsep nombor itu sendiri. Dapatan ini
selaras dengan kajian yang dijalankan oleh Nur
Hidayah Nabila Binti Ripin (2008), yang mengatakan
bahawa melalui kaedah permainan, ia membantu
murid-murid untuk meningkatkan penguasaan nombor
dan berjaya menjawab persoalan kajian yang telah
digariskan. Tambahan pula, intervensi yang pengkaji
lakukan tersebut dapat meningkatkan prestasi murid
Graf 1: Graf Peratusan Markah Ujian Pra Dan Ujian
Pasca dengan begitu baik apabila murid-murid berjaya
Graf 1 menunjukkan perbandingan peratusan menjawab persoalan kajian yang kedua iaitu murid
dapat menyelesaikan masalah mendarab dua digit
markah bagi ketiga-tiga orang murid dalam ujian pra
dan ujian pasca. Peningkatan ini jelas menunjukkan dengan dua digit menggunakan kaedah permainan
bahawa, ketiga-tiga orang murid tersebut dapat silang pangkah. Buktinya, murid-murid tidak mendapat
skor markah pada ujian pra sehingga murid mendapat
menguasai kaedah permainan yang diperkenal oleh
pengkaji iaitu kaedah permainan dengan menggunakan skor markah pada ujian pasca yang dijalankan. Oleh
teknik silang pangkah. yang demikian, pengkaji yakin dan percaya bahawa
pendekatan yang pengkaji lakukan ini berupaya untuk
pergi jauh dan berkembang.
Pada bahagian ini juga pengkaji akan memberi
cadangan berkaitan dengan penambahbaikkan kepada
intervensi yang telah dijalankan kepada murid-murid.
Walaupun ada sedikit kelemahan, pengkaji cuba
perbaiki untuk meningkatkan kemahiran mendarab.
Terdapat dua cadangan yang difikirkan logik dan
berkesan sekiranya ianya dilakukan kelak iaitu
menambah bilangan bahan bantu belajar dan
menggunakan sistem token. Pengkaji bercadang untuk
menghasilkan seberapa banyak bahan bantu belajar
iaitu papan ajaib, mengenai kaedah tersebut yang
Pengkaji juga melakukan perbandingan tingkah
mana ianya dapat dirasai oleh semua murid-murid pada
laku sebelum dan selepas intervensi yang dijalankan
masa yang sama semasa melakukan intervensi. Melalui
terhadap tiga orang murid tersebut. Kesimpulannya,
tindakan ini, pengkaji yakin bahawa masalah murid-
melalui pemerhatian yang telah dijalankan, pada
murid marah kepada rakan mereka semasa melakukan
keseluruhannya murid-murid ini menunjukkan
kaedah tersebut dan agresif di dalam kelas dapat diatasi
perubahan tingkah laku yang sangat memuaskan
dengan baik dan terkawal. Seterusnya, penggunaan
menerusi kaedah yang dilakukan berbanding dengan
token merupakan salah satu teknik yang dapat
kaedah lama iaitu kaedah lazim yang mereka gunakan
mengawal perhatian dan tumpuan murid di dalam kelas
sebelum ini.
malah sistem token ini berupaya untuk menaikkan
Temu bual dengan Guru A menunjukkan
semangat murid untuk belajar. Sistem token juga
bahawa, intervensi yang dijalankan terhadap murid -
berupaya untuk murid-murid bersaing secara sihat di
murid K, I dan T memberi kesan yang positif terhadap
dalam kelas sekaligus guru-guru mudah memberi
perkembangan kemahiran mendarab dua digit dengan
arahan dan mengawal tindak tanduk murid-murid
dua digit yang difokuskan. Kelemahan murid dapat
semasa intervensi dijalankan.
diatasi dengan begitu cepat. Murid-murid tidak lagi
keliru dengan pendaraban dua digit dengan dua digit
dan ke atas. Kerja rumah diberi pula disiapkan dengan
teliti dan kebanyakan jawapan yang dihasilkan adalah
betul. Jadi, kaedah dan teknik tersebut sangat berkesan
dan sesuai dengan tahap mereka.

KESIMPULAN DAN CADANGAN


Selesai kajian dilaksanakan oleh pengkaji,
pengkaji mendapati bahawa kaedah permainan silang
90 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

RUJUKAN
Asiah Hj. Ahmad (2012). Mengenal dan menangani
orang kurang upaya. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka.
Lewin, E. (1946). Best books on Australia and New
Zealand: An annotated bibliography. London:
Royal Empire Society.
Nur Hidayah Nabila binti Ripin (2008). Pengaplikasian
Permainan Tradisional Dapat Meningkatkan
Penguasaan Konsep Nombor Dalam Kalangan
Kanak-Kanak Prasekolah.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PENGGUNAAN SISTEM PIC-TREE DALAM PENGAJARAN


PEMAHAMAN BAHASA MALAYSIA DALAM KALANGAN
MURID MASALAH PENDENGARAN
SEKOLAH RENDAH
(The Effectiveness Of Pic-Tree System In Improving The Students' Skills In Answering
Comprehension Questions In Teaching And Learning Activities For Primary School Hearing
Impaired Students)

Mohamad Thayyib Razalia, Madinah Mohd Yusof b , Wan Fauziah Wan Yusof c

ab Institut Pendidikan Guru Kampus Ilmu Khas, Kuala Lumpur, Malaysia


c SMK Kota Kemuning, Klang Selangor, Malaysia

e-mail : thayyibrazali.ipgkik@g mail.com

Abstrak: Kajian ini bertujuan untuk mengenal pasti keberkesanan Sistem Pic-tree dalam meningkatkan
kemahiran murid menjawab soalan kefahaman dalam aktiviti pengajaran dan pembelajaran murid masalah
pendengaran sekolah rendah. Reka bentuk kajian merupakan kajian tindakan yang dilaksanakan kepada tiga
orang murid masalah pendengaran Tahun 4. Kaedah pengumpulan data menggunakan ujian pra, ujian
pencapaian dan ujian pasca. sebagai data utama. M anakala data sokongan diperoleh daripada senarai semak
pemerhatian dan data temu bual. Aktiviti tindakan dijalankan sebanyak dua kali dalam aktiviti pengajaran dan
pembelajaran. Dapatan ujian pra menunjukkan peserta kajian mempunyai masalah memahami petikan
pemahaman dan mengeluarkan isi penting dalam petikan. M anakala, dapatan Ujian Pasca menunjukkan
peningkatan markah yang sangat ketara dalam kalangan murid selepas intervensi menggunakan Sistem Pic-
Tree dilaksanakan. Hasil pemerhatian pula menunjukkan perubahan tingkah laku ke arah yang lebih positif
dalam kalangan murid semasa menjawab soalan kefahaman. Selain itu, hasil temu bual pula menyokong
penggunaan Sistem Pic-tree secara meluas dalam pembelajaran dan pengajaran Bahasa M alaysia bersama
murid masalah pendengaran. Cadangan untuk penyelidikan selanjutnya adalah menambahkan petikan-petikan
lain ke dalam Sistem Pic-tree, menambah bahan multimedia dan membuat aktiviti berkumpulan semasa
aktiviti pengajaran dan pembelajaran.
Kata Kunci: S oalan Kefahaman, S istem Pic-tree, Peta Pokok i-THINK

Abstract: This study aims to identify the effectiveness of Pic-Tree System in improving the students' skills in
answering comprehension questions in teaching and learning activities for primary school hearing impaired
students. The study design was an action research conducted among three hearing impaired students from
Year 4. Data gathering methods used were pre-test and post-test as its source for main data. Supporting data
was obtained from observation checklist and interview data. The intervention was carried out twice in
teaching and learning activities. The findings of the pre-test showed that the participants had problems in
understanding the comprehension excerpt and identifying the main ideas in it. However, the findings of the
post-test showed a significant improvement of marks among students after the intervention involving the Pic-
Tree System was implemented. The results of the observation displayed positive behavioural changes among
students when answering comprehension questions. In addition, the interview conducted also advocated the
usage of Pic-tree System in teaching and learning of Bahasa Malaysia with hearing impaired students.
Suggestions for further research are to add other passages to the Pic-tree system, add multimedia materials
and create group activities during the teaching and learning activities.
Keywords: comprehension questions, Pic-tree system, i-THINK Tree Map

PENDAHULUAN tahun 1978 oleh Kementerian Pelajaran Malaysia


Pendidikan untuk pelajar bermasalah (KPM) bagi tujuan pengajaran bahasa untuk murid
pendengaran bermula dari peringkat intervensi awal, masalah pendengaran di sekolah-sekolah pekak
pra sekolah hinggalah ke tingkatan enam dan (Hasuria et al. 2009). Penggunaan kaedah Komunikasi
seterusnya ke program pendidikan lanjutan. Pendidikan Seluruh menjadi permulaan kepada perkembangan
di sekolah rendah mengambil masa selama lapan tahun pendidikan untuk kanak-kanak masalah pendengaran
manakala sekolah menengah pula ialah tujuh tahun menggunakan bahasa isyarat sebagai medium
(Mohd Hanafi Mohd Yasin, 2005). komunikasi dalam pembelajaran.
Pengajaran Bahasa Malaysia kepada murid Murid masalah pendengaran masih lemah dalam
masalah pendengaran memerlukan kaedah pengajaran aspek bacaan dan kefahaman walaupun dengan
yang khusus bagi memastikan penguasaan kemahiran - kewujudan pebagai kaedah komunikasi seperti KTBM
kemahiran dalam bahasa Malaysia dapat dikuasai oleh dan Bahasa Isyarat Malaysia (BIM). Wauters et al.
murid masalah pendengaran dengan baik. Di Malaysia, (2006) menyatakan bahawa membaca terdiri daripada
kaedah Komunikasi Seluruh telah diperkenalkan pada tiga aras perwakilan iaitu identifikasi peringkat

91
92 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

perkataan, kefahaman peringkat ayat, dan interpretasi Peserta kajian terdiri daripada tiga orang murid
peringkat teks. Masalah ini menjadi lebih serius apabila tahun 4 di sebuah sekolah pendidikan khas. Kaedah
murid menjadi keliru dan langsung tidak memahami pengumpulan data adalah ujian pra, ujian pencapaian dan
akan soalan yang diberikan walaupun soalan tersebut ujian pasca sebagai data utama, manakala data sokongan
berkaitan dengan petikan yang telah mereka baca. melibatkan senarai semak pemerhatian dan temu bual
Justeru itu, objektif kajian ini adalah untuk bersama murid.
mengenal pasti keberkesanan sistem pic-tree dalam DAPATAN KAJIAN
ujian pemahaman Bahasa Malaysia murid masalah Peserta kajian merupakan murid tahun 4 yang
pendengaran. Tahap keberkesanan tersebut diukur belajar di sekolah kebangsaan pendidikan khas.
berdasarkan ujian pra dan ujian pasca. Maklumat lengkap peserta kajian dipaparkan seperti
jadual 1 di bawah:
METODOLOGI
Kajian ini menggunakan rekabentuk kajian Jadual 1: Profil Peserta Kajian
tindakan yang menggunakan empat peringkat tindakan
berdasarkan model oleh Kurt Lewin. Menurut Lewin Kumpulan Peserta 1 Peserta 2 Peserta 3
(1946), kajian tindakan memperlihatkan suatu kitaran Sasaran
Umur 10 tahun 10 tahun 10 tahun
langkah-langkah (a spiral of steps). Suatu kitaran
Jantina Lelaki Perempuan Perempuan
kajian tindakan mempunyai empat langkah iaitu Keturunan Melayu Melayu Melayu
merancang (planning), memerhati (observing) dan Jenis Sangat teruk Sangat teruk Sangat teruk
mereflek (reflecting). Model kajian tindakan Kurt masalah
Lewin ini ditunjukkan dalam Rajah 1 pendengaran
Tahap Kiri: 91 dB Kiri: 120 dB Kiri: 100 dB
Rajah 1: Pelan Tindakan berasaskan Model Kurt Lewin masalah Kanan:92 dB Kanan:100 Kanan:93 dB
(1946) pendengaran dB

Jenis T iada T iada T iada


rawatan
yang
diterima
Catatan Pernah Menggunakan Menggunakan
menggunakan Alat bantu Alat bantu
alat bantu dengar di dengar di
dengar kedua-dua telinga kanan
belah telinga

Objektif 1: Apakah tahap pencapaian peserta


kajian dalam ujian pra bagi ujian pemahaman Bahasa
Malaysia.
Bahan intervensi bagi kajian tindakan ini adalah Ujian pra dilaksanakan sebelum pelajar diberi
Sistem Pic-Tree. Sistem Pic-tree adalah satu sistem yang intervensi menggunakan sistem pic-tree. Walaupun
menggunakan perisian powerpoint yang akan memaparkan demikian, murid telah diajar menjawab soalan
gambar, Peta Pokok i-THINK dan kata kunci (siapa, apa, pemahaman secara tradisional di dalam bilik darjah.
bila, di mana, bagaimana, kenapa). Sistem ini dinamakan Dapatan ujian pra memperlihatkan kelemahan yang
Sistem Pic-tree kerana sistem ini menggunakan dua elemen ketara dalam empat bahagian soalan yang dikemukakan
penting iaitu gambar dan tree map (peta pokok). Pic-tree kepada murid. Peserta 1 dan peserta 2 mendapat 45 %,
merupakan olahan semula daripada Sistem Fitzgerald iaitu Manakala Peserta 3 mendapat 20 % sahaja. Dapatan ini
sistem yang diperkenalkan oleh F. Scott Fitzgerald yang memperlihatkan tahap pencapaian murid adalah pada
menggunakan susunan maklumat secara visual tahap yang rendah. Maklumat lanjut berkaitan dapatan
menggunakan kata kunci dan kod warna dalam pengajaran ujian pra dijelaskan dalam jadual 2.
bahasa (Fitzgerald, 1954). Sistem ini telah diadaptasi
semula dengan menggabungkan Sistem Fitzgerald dan Peta
Pokok i-THINK. Penekanan sistem adalah penggunaan
teknologi maklumat berasaskan sumber visual bagi
mentaksir isi-isi penting dalam petikan pemahaman.
3 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Jadual 2: Pencapaian peserta dalam ujian pra. Dapatan bagi data temu bual dan data
pemerhatian juga menunjukkan perubahan yang positif.
Peserta Peserta 1 Peserta 2 Peserta 3 Hasil temu bual menunjukkan peserta kajian lebih
Kajian gemar menggunakan petikan yang disertakan dengan
Bahagian 1 2/4 1/4 0/4 gambar dan dibantu oleh peta pokok bagi
Bahagian 2 3/5 3/5 1/5 mengeluarkan isi penting petikan. Hal ini kerana
Bahagian 3 2/5 3/5 2/5 gambar lebih mudah untuk mereka mengaitkan
Bahagian 4 2/6 2/6 1/6 perkataan dengan gambar yang ditunjukkan manakala
peta pokok pula membantu peserta kajian untuk
Jumlah 9/20 9/20 4/20 menjawab soalan kefahaman yang diberikan. Data
Peratus 45% 45% 20% pemerhatian menunjukkan perubahan tingkah laku
Markah yang positif selepas intervensi dijalankan. Peserta
kajian dilihat telah mahir menggunakan peta pokok
Objektif 2: Apakah tahap pencapaian peserta untuk mengeluarkan isi penting daripada petikan tanpa
kajian dalam ujian pasca bagi ujian pemahaman Bahasa bimbingan pengkaji.
Malaysia.
Intervensi penggunaan s istem pic tree PERBINCANGAN
dilaksanakan sebanyak dua kali sesi pengajaran kepada Dapatan kajian memperlihatkan peningkatan
peserta kajian yang terlibat. Langkah perlaksanaan pencapaian ditunjukkan oleh ketiga-tiga peserta kajian iaitu
intervensi dimulakan dengan membaca petikan (setiap peningkatan sebanyak 20%-40% setelah intervensi
perkataan disertakan dengan link bahasa isyarat), dijalankan. Hal ini menunjukkan keberkesanan Sistem Pic-
memahami petikan melalui gambaran visual, mencari tree dalam meningkatkan kemahiran menjawab soalan
isi petikan menggunakan peta i-THINK dan menjawab kefahaman Bahasa Malaysia dalam kalangan peserta kajian.
soalan latihan. Melalui soalan latihan yang dijalankan Melalui teknik scaffolding yang diaplikasikan oleh pengkaji
pencapaian peserta direkodkan sebagai ujian pada awal sesi tindakan, pengkaji juga dapat melihat peserta
pencapaian. kajian boleh membuat latihan kendiri iaitu tanpa bimbingan
Dapatan ujian pasca memperlihatkan pengkaji pada sesi tindakan yang seterusnya. Hasilnya,
peningkatan yang sangat ketara berbanding dengan peserta kajian dapat menjawab soalan ujian pencapaian 2
markah ujian pra. Kesemua peserta kajian telah yang diberikan dengan bantuan minima daripada pengkaji.
mencapai sasaran yang ditetapkan iaitu melepasi gred Mereka juga berjaya mencatatkan keputusan yang sangat
tahap minimum. Secara keseluruhannya, peserta 2 baik bagi ujian pasca, seterusnya menyokong keberkesanan
mendapat markah yang paling tinggi iaitu 90%, dengan penggunaan gambar dan peta pokok dalam meningkatkan
memperoleh markah penuh di bahagian 1 dan bahagian kemahiran menjawab soalan kefahaman Bahasa Malaysia.
2. Peserta 1 pula mendapat markah 85% atau 17 Perbandingan pencapaian peserta kajian dalam ujian pra
markah daripada 20 soalan. Manakala peserta 3 juga dan ujian pasca diperlihatkan dalam rajah 2.
turut mencatatkan keputusan yang memberangsangkan
iaitu sebanyak 80%. Keputusan ujian pasca telah Rajah 2: Perbandingan Pencapaian Peserta dalam
membuktikan kerelevenan dan keberkesanan Ujian Pra dan Ujian Pasca.
penggunaan gambar dan Peta i-Thing dalam Sistem
Pic-tree yang dijalankan terhadap peserta kajian.
Maklumat lanjut berkaitan pencapaian ujian pasca di
paparkan dalam jadual 3.

Jadual 3: Pencapaian peserta dalam ujian pasca.

Peserta Peserta 1 Peserta 2 Peserta 3


Kajian

Bahagian 1 4/4 4/4 4/4


Bahagian 2 4/5 5/5 4/5
Keputusan ini menunjukkan penggunaan Sistem
Bahagian 3 5/5 4/5 4/5 Pic-tree sangat berkesan dalam meningkatkan
Bahagian 4 4/6 5/6 4/6 kemahiran menjawab soalan kefahaman dalam
kalangan murid masalah pendengaran. Penggunaan
gambar dan perkataan berwarna sangat membantu
Jumlah 17/20 18/20 16/20 dalam meningkatkan kefahaman murid masalah
pendengaran mengenai sesuatu petikan. Hal ini adalah
Peratus 85% 90% 80%
sesuai dengan apa yang telah dinyatakan oleh Evans
Markah
(2004) yang menekankan penggunaan gambar untuk
pengajaran bahasa yang lebih efektif sementara kajian
Gentry et al. (2005) mendapati bahawa penggunaan
94 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

bahan cetakan adalah paling efektif apabila disertakan RUJUKAN


dengan gambar. Penggunaan Peta Pokok i-THINK Evans (2004) Evans, C. J (2004). Literacy
dalam Sistem Pic-tree telah dapat meningkatkan Development in Deaf Students: Case Studies in
kemahiran peserta kajian dalam menjawab soalan Bilingual.Teaching and Learning. American
kefahaman Bahasa Malaysia. Pemilihan menggunakan Annals of the Deaf, 149(1), 17-27
Peta Pokok i-THINK adalah kerana ingin melatih Fitzgerald, E. (1954). Straight Language for the Deaf.
murid membezakan setiap isi penting dalam petikan Washington, D.C.: Volta Bureau
yang dibaca mengikut kata kunci berikut apa, siapa, di Gentry, M M., Chinn, K M., & Moulton, R. D. (2005).
mana, bila dan mengapa. Pemerhatian yang dijalankan Effectiveness of Multimedia Reading Materials
mendapati apabila murid mahir mengeluarkan isi When Used with Children Who Are Deaf.
petikan berdasarkan kata kunci tersebut, murid akan American Annals of the Deaf,149(5), 394-403.
lebih mudah untuk menjawab soalan kefahaman yang Hasuria Che Omar, Haslina Haroon, & Aniswal Abd.
diberikan. Hal ini kerana, pada kebiasaannya soalan Ghani. (2009). Kelestarian bidang
kefahaman Bahasa Malaysia yang ditanya akan penterjemahan Kuala Lumpur: Persatuan
menggunakan hampir kesemua kata kunci tersebut Penterjemah Malaysia
(apa, siapa, di mana, bila dan mengapa). Dapatan kajian Lewin, K. (1946) Action research and minority
ini juga disokong oleh Yasser (2003) yang menjalankan problems, in G.W. Lewin (Ed.) Resolving Social
kajian terhadap murid pendidikan khas sekolah rendah Conflicts. New York: Harper & Row (1948).
tentang keberkesanan tiga kaedah pemahaman iaitu Mohd Hanafi Mohd Yasin. (2005). Perbandingan
strategi kata kunci, pengajaran salingan (matematik), pencapaian pelajar pendidikan khas khas
dan pendekatan asas membaca. (pekak) menggunakan tiga format peperiksaan
ujian penilaian sekolah rendah (UPSR). Tesis
KESIMPULAN DAN CADANGAN Ph.D. Fakulti Pendidikan, Universiti
Analisis dapatan kajian ini menunjukkan Kebangsaan Malaysia.
bahawa strategi kata kunci dan pengajaran salingan Wauters, L. N., Bon, W. H. J., Tellings, A. E. J. M., &
lebih berjaya meningkatkan prestasi keseluruhan dalam Leeuwe, J. F. J. (2006). In Search of Factors in
aspek pemahaman berbanding pendekatan asas Deaf and Hearing Children's Reading
membaca. Strategi kata kunci pula didapati lebih efektif Comprehension. American Annals of the Deaf,
untuk mengajar kandungan fakta, pemahaman, dan 151(3), 371-380.
kemahiran mengingat. Gabungan Sistem Fitzgerald Yasser A. Al-Hilawani. (2003). Clinical Examination
dengan beberapa elemen lain seperti Peta Pokok i- of Three Methods of Teaching Reading
THINK dan elemen visual telah berjaya membantu Comprehension to Deaf and Hard-of-Hearing
murid masalah pendengaran meningkatkan kemahiran Students: From Research to Classroom
mereka menjawab soalan kefahaman yang sekian lama Applications. Journal of Deaf Studies and Deaf
telah menjadi kesukaran bagi guru dan murid masalah Education, 8(2), 146-156.
pendengaran itu sendiri. Sistem Pic-tree ini bukan
sahaja dapat digunakan dalam mata pelajaran Bahasa
Malaysia tetapi juga mata pelajaran lain yang sesuai
bagi menerangkan maksud dan isi sesuatu petikan.
Sistem Pic-tree telah mewujudkan satu budaya baru
dalam teknik menjawab soalan kefahaman dengan
menggabungkan penggunaan ICT di dalam PdP. Sistem
ini mudah digunakan oleh guru serta penyediaan bahan
bantu seperti gambar di dalam sistem ini juga tidak
mengambil masa yang lama.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

KEBERKESANAN KAEDAH NYANYIAN DALAM HAFALAN SIFIR


BAGI MENINGKATKAN PENGUASAAN SIFIR MATEMATIK MURID
BERMASALAH PENGLIHATAN
(Effectiveness Of Using Song To Memorize Times Tables For Children Who Are Visual Impaired)

Muhamad Muttaqiin Mohamad Mohsina, Aliza Aliasb

ab
Fakulti Pendidikan
Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia
E-mail : taqinswift88@gmail.com

Abstrak : Kajian ini dijalankan adalah untuk menilai sejauh mana keberkesanan penggunaan kaedah nyanyian
dalam meningkatkan penguasaan sifir matematik murid bermasalah penglihatan. Seramai 3 orang murid dari
sekolah di sekitar Selangor terlibat dalam kajian ini. Fokus kajian ini adalah untuk menilai sama ada
penggunaan nyanyian dapat meningkatkan penguasaan sifir Matematik murid. Tinjauan awal mendapati murid
lemah dalam penghafalan sifir walaupun tajuk sifir telah diajar oleh guru. Sebelum ini guru menggunakan
kaedah hafalan biasa untuk mengajar murid dalam hafalan sifir. Justeru itu, dalam usaha untuk meningkatkan
penguasaan sifir murid, pengkaji telah menggunakan muzik dengan mengajar murid menghafal sifir secara
nyanyian. Dapatan kajian menunjukkan penggunaan kaedah nyanyian dapat meningkatkan penguasaan sifir
matematik murid di samping meningkatkan minat murid terhadap mata pelajaran Matematik.
Kata Kunci : Kaedah Nyanyian, Hafalan Sifir Matematik, Murid Masalah Penglihatan

Abstract : This study was conducted to evaluate the effectiveness of singing to increase the mastery of
multiplication in mathematic among visually impaired students. A total of 3 students from schools in Selangor
participated in this study. The focus of this study is to evaluate whether singing can improve students ability
in multiplication tables. An initial review found that students are weak in memorizing multiplication tables
even though it has been taught by the teacher. Previously, teachers use ordinary memorization methods to
teach students in memorizing multiplication tables. Therefore, in order to improve student proficiency in the
multiplication tables, the researchers have used music to teach students to memorize the multiplication tables
by singing. The findings show that singing can improve students to master the mathematical tables and
increase their interest towards mathematics.
Keywords : Singing, Memorized Times Tables, Visual Impaired Students

PENDAHULUAN aspek visual ini ini mempengaruhi diri individu


Penguasaan sifir adalah amat penting kepada terutamanya bagi aspek perkembangan ,pembelajaran
kanak-kanak masalah penglihatan kerana selain ,kemahiran sosial dan tingkah laku (Hatlen & Curry,
menyumbang kepada pencapaian mereka dalam ujian 1987; Friend 2005).
semasa di sekolah, sifir juga penting dalam membantu Menurut Ashman & Elkins (2005), pendidikan
murid ini dalam mengendalikan urusan harian secara untuk kanak-kanak bermasalah penglihatan adalah
sistematik menggunakan kurikulum yang sama bagi kanak-kanak
Nyanyian adalah satu cabang daripada muzik. Ia tipikal yang lain. Namun mereka memerlukan faktor
boleh menarik perhatian semua peringkat dan usia. tambahan (plus factor) atau kurikulum gantian
Pernyataan ini disokong oleh Norbaidura & Mokhtar (compensary curriculum) seperti pengajaran Braille
(2016), yang menegaskan bahawa aktiviti nyanyian serta kemahiran kehidupan seharian. Jelaslah bahawa,
adalah sesuatu yang disukai oleh kanak-kanak dan dalam pengajaran murid masalah penglihatan, guru
mereka sering memberikan reaksi gembira apabila lagu tidak boleh sekadar chalk and talk sahaja, malahan
dan muzik dimainkan. guru perlu kreatif dan inovatif dalam memastikan hasil
Kanak-kanak masalah penglihatan lazimnya pengajaran murid peroleh dengan menggunakan
mempunyai kesukaran dalam pembelajaran kerana pelbagai kaedah-kaedah yang sesuai dan mampu
mereka mempunyai halangan dari aspek penglihatan. merangsang murid ini.
Ini dipersetujui oleh Norshahidah Salleh (2009) yang Justeru itu, rasionalnya pengkaji memilih tajuk
menyatakan bahawa tanpa tahap penglihatan yang ini adalah kerana pengkaji ingin membuat
cukup, pembelajaran menjadi sesuatu perkara yang pembaharuan dalam kaedah penguasaan sifir matematik
sukar kerana sebahagian pembelajaran adalah melalui murid bermasalah penglihatan dan tidak lagi
input visual. Ketiadaan dan kekurangan dari menggunakan teknik konvensional iaitu menghafal
sifir secara hafalan biasa yang kini kebanyakannya
lazim digunakan dalam sesi pengajaran dan

95
96 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

pembelajaran matematik di sekolah.. Bidang dan murid diberikan masa selama 10 minit untuk
matematik tidak seharusnya menjadi satu perkara yang menjawab.
membosankan, sukar dan sesuai untuk pelajar yang
pintar sahaja. Sehubungan itu, penyelidikan ini memilih DAPATAN
nyanyian sebagai alat mengindahkan matematik dan Jadual 1 menunjukkan skor peratusan sampel kajian
difokuskan dalam penguasaan sifir. dalam ujian pra dan ujian pasca. Bagi skor ujian pra, M1
mendapat 20 peratus, M2 mendapat 35 peratus manakala
M3 mendapat 45 peratus. Bagi ujian pasca, M1 mendapat
1.1 PENYATAAN MASALAH DAN 50 peratus, M2 mendapat 80 peratus dan M3 mendapat 85
OBJEKTIF KAJIAN peratus.
Masalah yang timbul adalah semasa pengkaji
mengajar mata pelajaran matematik tahun tiga yang Jadual 1 : Peratusan Skor Ujian Pra dan Ujian Pasca
mana murid-murid bermasalah penglihatan telah
menghadapi masalah dalam penguasaan sifir. Responden Skor Skor Skor Skor
Golongan pelajar ini tidak lancar untuk menjawab sifir Kajian ujian Peratusan Ujian Peratusan
yang pengkaji ajukan dan banyak soalan sifir yang Pra (%) Pasca (%)
diajukan secara lisan tidak dapat dijawab. Menurut M1 4/20 20 10/20 50
Liong Kon Thai (2010) apabila murid menghadapi
kesukaran dalam mengingat sifir , mereka akan berasa M2 7/20 35 16/20 80
bosan untuk menjawab soalan yang melibatkan operasi
darab. Kajian sebelum ini membuktikan bahawa M3 9/20 45 17/20 85
penggunaan kaedah konvensional iaitu hafalan biasa
akan kurang merangsang pelajar untuk aktif,
pengajaran menjadi kurang menarik, tidak merangsang Merujuk Jadual 2 menunjukkan peratusan
pelajar untuk belajar dan tidak sesuai untuk mereka peningkatan antara ujian pra dan ujian pasca. Peratusan
yang lemah ingatan (Kamaliah 2006). peningkatan bagi M1 meningkat sebanyak 30 peratus, M2
Pengkaji telah mengambil inisiatif dengan menukar sebanyak 45 peratus dan M3 meningkat sebanyak 40
kaedah hafalan sifir matematik murid daripada hafalan peratus. Min bagi skor peratusan ujian pra adalah 33.33
biasa kepada hafalan sifir secara dalam nyanyian. peratus dan min bagi skor peratusan ujian pasca pula adalah
Sukatan sifir matematik ialah daripada sifir 2 hingga 71.67 peratus. Min peningkatan daripada ujian kepada
sifir 9. Objektif kajian ini adalah untuk melihat ujian pasca ialah 38.33 peratus.
keberkesanan hafalan sifir secara nyanyian dalam
meningkatkan penguasaan sifir matematik murid Jadual 2 : Peratusan Peningkatan Ujian Pra dan Ujian
masalah penglihatan di peringkat sekolah rendah. Pasca

METODOLOGI Responde Skor Skor Peningkata


Kajian ini adalah satu kajian tindakan yang n Peratusa Peratusa n
dijalankan di Program Pendidikan Khas Integrasi Kajian n n (%)
Masalah Penglihatan di sebuah sekolah rendah di Ujian Ujian
selangor. Instrumen yang dijalankan adalah Pra (%) Pasca
menggunakan ujian pra, ujian pasca dan temubual. Set (%)
temubual bersturuktur telah dibina dan dianalisis. M1 20 50 30
Pengkaji telah mengenalpasti sampel iaitu tiga orang
murid bermasalah penglihatan yang berada di tahun M2 35 80 45
tiga. Seorang lelaki dan dua orang perempuan. Dua
daripadanya buta sepenuhnya dan seorang murid M3 45 85 40
rabun. Kajian ini memberi fokus kepada proses hafalan
sifir matematik dengan menggunakan kaedah MIN 33.33 71.67 38.33
nyanyian. Tempoh masa kajian ini adalah selama
sebulan. Pada minggu pertama, pengkaji mengajar Temubual telah dijalankan selepas intervensi kepada
menggunakan kaedah konvensional dalam hafalan sifir M1, M2 dan M3 berkaitan minat mereka terhadap sifir
matematik iaitu dengan menyebut dan mengingat. matematik. M1, M2 dan M3 menyatakan;
Ujian pra akan diberikan pada pada hari terakhir
minggu pertama. 3 minggu berikutnya pengkaji akan Saya semakin minat dengan matematik, menghafal sifir
menggunakan kaedah nyanyian dalam menghafal sifir tidaklah susah sangat sambil belajar saya boleh
matematik. Ujian pasca akan diberikan pada hari menyanyi!
terakhir kajian dijalankan. Soalan ujian pra dan pasca Selain itu, melalui temubual dengan guru
adalah sama, mengandungi 20 soalan sifir matematik pendidikan khas yang mengajar mereka matematik,
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 97
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

mengulas tentang pencapaian murid selepas intervensi menegaskan bahawa terdapat ramai yang belum
dijalankan; menyedari bahawa pentingnya muzik sebagai agen
penyampaian ilmu. Ini kerana ramai yang beranggapan
Ada perubahan yang drastik saya dapat lihat kepada muzik adalah sebagai satu wacana hiburan semata-
murid-murid ini, mereka semakin yakin dalam menjawab mata. Walhal di dalam muzik terdapatnya irama-irama
soalan-soalan sifir matematik yang diajukan saya secara tertentu yang dapat menimbulkan pelbagai kesan dan
spontan mudah untuk saya beralih ke topik matematik perasaan yang berbeza dalam kalangan manusia secara
yang lebih sukar umum. Salur galur yang positif dapat diterapkan dalam
Rumusannya, kaedah hafalan sifir secara nyanyian pengajaran sebagai satu pedagogi pendidikan yang
mampu membantu murid masalah penglihatan dalam berkesan. Unsur muzik adalah satu unsur yang sering
menghafal sifir. Tambahan lagi, nyanyian merupakan satu digunakan di negara-negara maju yang lain dalam
hiburan yang mampu merangsang murid. membantu kanak-kanak berkeperluan khas dalam aspek
Penggabungjalinannya dengan mata pelajaran adalah satu fizikal, kognitif, emosi serta proses pengajaran
usaha menjadikan proses pengajaran dan pembelajaran (Baidura & Mokhtar, 2016). Ini membuktikan bahawa
lebih efisyen dan terkini. penggunaan unsur muzik ini adalah relevan dengan
sistem pendidikan zaman kini. Sebagai cadangan,
PERBINCANGAN penggabungjalinan unsur muzik ini boleh disesuaikan
Kajian tindakan ini telah berjaya dijalankan kepada mata pelajaran yang lain.
berpandukan idea Kitaran Model Penyelidikan Hemmis Penguasaan hafalan sifir matematik adalah amat
dan McTaggert (1988). Pengkaji menggunakan 2 penting kepada murid masalah penglihatan kerana asas
instrumen iaitu ujian pra dan pasca serta temubual sifir ini juga akan membantu murid memahami tajuk-
bersama responden dan guru matematik untuk tajuk lain dalam matematik seperti darab dan bahagi.
melaksanakan kajian ini. Hasil dapatan menunjukkan Tambahan lagi, murid masalah penglihatan mengikuti
bahawa hafalan sifir secara nyanyian dapat membantu kurikulum yang sama seperti murid tipikal,
murid masalah penglihatan menghafal sifir. Hal ini penambahbaikan dan modifikasi pengajaran yang
dapat dibuktikan dengan peningkatan peratusan sesuai sentiasa perlu dilakukan ke atas mereka bagi
keputusan ujian pasca yang diperolehi selepas memastikan mereka boleh bersaing dan bersedia untuk
intervensi. Peningkatan min daripada ujian pra ke pasca dinklusifkan ke dalam masyarakat. Semoga hasil kajian
adalah sebanyak 38.33. Peningkatan ketara ini ini dapat dijadikan panduan bagi melakukan kajian
menunjukkan M2 dan M3 telah mengusai sifir di tahap dengan lebih mendalam tentang kesan muzik ke atas
yang cemerlang dan M1 telah murid masalah penglihatan pada masa akan datang.
meningkat ke tahap yang sederhana berbanding di
tahap yang rendah sebelum ini. Hasil temubual juga
mendapat respon yang positif dari M1,M2 dan M3. RUJUKAN
Mereka semakin yakin dan minat dalam mempelajari Ashman & Elkins. 2005. Educating Children with
matematik setelah intervensi dijalankan. Ini disebabkan Diverse Abilities. Pearson Education Australia.
kaedah nyanyian adalah satu kaedah yang bukan sahaja Hatlen, P. H. & Curry. 1987. In support of specialized
mampu membantu murid masalah pengllihatan programs for blind and visually impaired
menghafal, malah ia mampu merangsang minat murid children: The impact of vision loss on learning.
dalam pengajaran. Journal of Visual Impairment and Blindness. 81:
Berdasarkan kajian-kajian sebelum ini yang 7-13.
menggunakan unsur muzik seperti nyanyian dan lirik Intan Natasha Bakar & Mohd Hanafi Mohd Yasin.
lagu dalam PdP , terbukti bahawa dapatan mereka 2016. Penggunaan Intervensi Lirik Lagu dan
positif tentang penggunaan muzik dalam proses Ganjaran Untuk Meningkatkan Kemahiran
pengajaran dan pembelajaran. Ternyata dapatan Membraille dalam Kalangan Pelajar Pemulihan
masing-masing menunjukkan bahawa murid bertambah Masalah Penglihatan. In Proceedings
minat dan bermotivasi untuk belajar. (Rosida Othman International Conference On Special Education
(2010), Zainure Mohamad Saad (2006), Syaza Yasmin In Southest Asian Region 6TH Series 2016 :
(2010) Kamaliah (2006), Norbaidura & Mokhtar 449-454.
(2016). Liong, K. T., Mohd. Hanafi, M. Y., & Mohd. Mokhtar,
T. 2010. Kaedah Jemari Ajaib dalam pengajaran
KESIMPULAN DAN CADANGAN dan pembelajaran sifir pelajar bermasalah
Daripada hasil kajian ini dapatlah disimpulkan pendengaran. In Proceedings First Annual
bahawa kaedah hafalan sifir matematik secara nyanyian Inclusive Education Practices Conference : 86-
berjaya membantu murid masalah penglihatan dalam 100.
menghafal sifir. Namun begitu, kebijaksanaan guru Norbaidura Hainie Badrul Hisyam & Mohd Mokhtar
ditagih dalam menggabungjalinkan unsur muzik seperti Tahar. 2016. Penggunaan Teknik Nyanyian
nyanyian ini ke dalam proses pengajaran dan Bagi Meningkatkan Kemahiran Membaca Murid
pembelajaran. Rosida Othman (2010) dalam kajiannya Dan Menulis Bahasa Malaysia Dalam Kalangan
mengenai aplikasi unsur muzik dalam sifir matematik Murid Murid Masalah Pembelajaran. In
98 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Proceedings International Conference On Kosa Kata Bahasa Inggeris. Institut Pendidikan


Special Education In Southest Asian Region Guru Kampus Bahasa Melayu. Kuala Lumpur.
6TH Series 2016 : 476-482 Zainure Mohamad Saad. 2006. Penggunaan Elemen
Nor Jannah Hassan, Safani Bari, Norshidah Mohd Muzik Dan Nyanyian Di Dalam Aktiviti
Salleh,Muhammad Ismail Salleh. 2015. Cabaran Pengajaran Dan Pembelajaran Biologi Smk
Pengajaran Matematik Murid Bermasalah Buyong Adil. Tapah Perak
Penglihatan di Malaysia. Retrieved from https://www.scribd.com/doc/6812129/Elemen-
https://www.academia.edu/11702516/Cabaran_ Muzik-Dalam-Pengajaran.[20 Oktober 2016].
Pengajaran_Matematik_Murid_Bermasalah_Pen Zalizan Mohd Jelas. (2009). Pendidikan Kanak-Kanak
glihatan_di_Malaysia.pdf. [29 November 2016] Berkeperluan Khas: Konsep dan Amalan.
Norshidah Mohamad Salleha dan Khalim Zainal. 2010. Penerbit UKM Bangi, Selangor.
How and why the visually impaired students
socially behave the way they do . Proceedings
Social and Behavioral Sciences 9. 859863
Rosida Binti Othman. 2010. Penguasaan Sifir melalui
aktviti nyanyian di kalangan murid tahun 2 dan
3. Universiti Terbuka Malaysia.
Syaza Yasmin Binti Ismail. 2010. Penggunaan Lagu
Kanak-Kanak Demi Peningkatan Penguasaan
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

STUDI DESKRIPTIF PENERAPAN KURIKULUM 2013 BAGI PESERTA


DIDIK DENGAN SPEKTRUM AUTIS DI SEKOLAH INKLUSIF SDN
KETINTANG II/410 SURABAYA
(Descriptive Study of the Implementation of Kurikulum 2013 for Students with Autism
Spectrum Disorder in Inclusive School SDN Ketintang II/410 Surabaya)

Muhammad Nurul Ashar

Universitas Negeri Surabaya, Indonesia


E-mail : ashashar45@yahoo.co.id

Abstrak : Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki resiko tinggi terhadap meningkatnya
jumlah anak berkebutuhan khusus (Irwanto, dkk. 2010). Menurut data WHO (World Health Organization)
pada tahun 2014 hampir 10% penduduk Indonesia mengalami keberbutuhan khusus, dengan tren tertinggi pada
spektrum autis. Peserta didik dengan spektrum autis memiliki karakteristik dan hambatan tersendiri yang
membedakannya dengan peserta didik pada umumnya. Oleh karena itu perlu layanan pendidikan khusus bagi
peserta didik dengan spektrum autis. Salah satu layanan pendidikan yang tersedia adalah layanan pendidikan
inklusif dengan menggunakan kurikulum reguler, yang salah satunya adalah Kurikulum 2013. Perbedaan
karakteristik belajar peserta didik dengan spektrum autis berimplikasi pada perlunya penyesuaian dalam
penerapan Kurikulum 2013. Berdasarkan dari masalah yang dikemukakan, tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan penerapan Kurikulum 2013 bagi peserta didik dengan spektrum autis di sekolah
inklusi. Penelitian dilakukan di SDN Ketintang II/410 Surabaya dengan menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif melalui teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis
menggunakan model analisis Miles & Huberman dengan menggunakan triangulasi untuk uji keabsahan data.
Hasil penelitian menunjukkan perlunya guru untuk melakukan modifikasi dalam perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran, serta layanan khusus ketika menerapkan Kurikulum 2013
bagi peserta didik dengan spektrum autis.
Katakunci : peserta didik dengan spektrum autis, Kurikulum 2013, sekolah inklusi

Abstract : Indonesia is a country with the high risk in the increase of children with special needs (Irwanto, et
al. 2010). Based on data by WHO (World Health Organization) on 2014 almost 10% of Indonesia people have
special needs, and autism spectrum disorder being the highest trend. Students with autism spectrum disorder
have different characteristics and problems comparing another students. So thats why special education
service is needed for student with autism spectrum disorder. One of available education service is inclusive
education by using regular curriculum, such as Kurikulum 2013. The different learning characteristics of
students with autism spectrum disorder implied the adaption in implementation of Kurikulum 2013. Based on
this issue, the aim of this research is to describe the implementation of Kurikulum 2013 for students with
autism spectrum disorder in inclusive school. The research held in SDN Ketintang II/410 Surabaya by the use
of descriptive qualitative approach through data collecting technique consist of observation, interview, and
documentation. Then data analyzed by using Miles & Huberman analysisis model and by using triangulation
for data validity test. The research result shown that teachers need to do modification in lesson planning,
learning process, learning evaluation, and special services when implement Kurikulum 2013 for students with
autism spectrum disorder.
Keywords : students with autism spectrum disorder, Kurikulum 2013, inclusive school

PENDAHULUAN (24 juta penduduk) adalah mengalami keberbutuhan


Indonesia merupakan negara yang memiliki khusus (ILO, 2014).
resiko tinggi untuk berkembangnya anak berkebutuhan Autis menjadi salah satu tren tertinggi
khusus (Irwanto, dkk. 2010). Konflik horizontal di peningkatan jumlah anak berkebutuhan khusus.
berbagai daerah, mewabahnya penyakit, serta Diperkirakan jumlah anak penyandang autis bisa berada
kurangnya asupan gizi pada sejumlah anak di Indonesia di kisaran 112 ribu jiwa. Angka tersebut diasumsikan
menjadi faktor utama meningkatnya anak berkebutuhan dengan prevalensi autis pada anak yang ada di
khusus di Indonesia. Bahkan sejalan dengan Hongkong yaitu 1,68 per 1000 untuk anak di bawah 15
penghitungan WHO (World Health Organization) tahun (jpnn.com, 2013). Perkembangan autis di
diperkirakan 10 persen dari seluruh penduduk Indonesia Indonesia juga meningkat setiap tahunnya. Menurut

99
100 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Direktur Eksekutif Rumah Autis Jakarta, Mohamad Satuan Pendidikan yaitu SKL SD/MI, SMP/MTS,
Nelwansyah mengatakan di awal 2000-an prevalensi SMA/MA, SMK/MAK (Kemendikbud, 2012).
autis sekitar 1:1000 kelahiran, kemudian penelitian pada Kompetensi adalah kemampuan sesorang untuk
2008 menunjukkan peningkatan hingga 1,68:1000 bersikap, menggunakan pengetahuan dan ketrampilan
kelahiran. Dimana jumlah tersebut kurang lebih tidak untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat,
jauh berbeda dengan yang diperkirakan oleh badan dan lingkungan dimana yang bersangkutan berinteraksi.
penelitian dan konsulting, SPIRE. Dari data pemetaan Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk
anak berkebutuhan khusus di Indonesia, diperkirakan memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi
terdapat 139.000 anak penyandang autis dari 400.000 peserta didik untuk mengembangkan sikap, ketrampilan
anak berkebutuhan khusus (ABK) (Kurnia, 2015). dan pengetahuan yang diperlukan untuk membangun
Peserta didik autis mengalami hambatan dalam kemampuan yang dirumuskan dalam SKL. Pengalaman
beberapa aspek yaitu kurangnya kemampuan belajar adalah hasil belajar peserta didik yang
komunikasi dan interaksi sosial yang dimanifestasikan menggambarkan manusia dengan kualitas yang
dalam bentuk kurangnya timbal balik emosi sosial, dinyatakan dalam SKL (Kemendikbud, 2012).
komunikasi nonverbal, dan kurangnya kemampuan Tujuan Pendidikan nasional sebagaimana telah
dalam membina hubungan dalam konteks sosial, serta dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
hambatan pada aspek pola dan minat perilaku maupun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik
aktifitas repetitif. Di sekolah inklusif yang memiliki agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
pelayanan dan persyaratan tertentu memperbolehkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
anak dengan spektrum autis menjadi peserta didik di berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
sekolah tersebut. negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kurikulum yang digunakan dalam Secara singkatnya, undang-undang tersebut berharap
penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya pendidikan dapat membuat peserta didik menjadi
adalah menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di kompeten dalam bidangnya. Dimana kompeten tersebut,
sekolah umum, namun demikian karena ragam sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang telah
hambatan yang dialami peserta didik yang bervariasi, disampaikan diatas, harus mencakup kompetensi dalam
mulai dari yang sifatnya ringan, sedang, sampai berat ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan
maka dalam implementasinya dilapangan kurikulum sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan pasal 35
reguler tersebut perlu dilakukan modifikasi sedemikian undang-undang tersebut (Kemendikbud, 2012).
rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik Dalam penerapannya untuk peserta didik dengan
terutama pada anak berkebutuhan khusus. spektrum autis, maka perlu penyesuaian dengan
Kurikulum secara konseptual diartikan sebagai karakteristik peserta didik dengan spektrum autis itu
seperangkat rencana dan implementasi mengenai tujuan sendiri. Richard M. Gargiulo (2012), menejalskan
pembelajaran, isi dan bahan pembelajaran serta cara bahwa autis adalah gangguan perkembangan kompleks
yang digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan neurobiologi yang terjadi selama masa hidup individu.
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan Individu dengan gangguan autis, memiliki masalah
tertentu. Tujuan pendidikan tertentu ini meliputi tujuan dalam interaksi sosial dan komunikasi, mereka juga
pendidikan nasional, serta kesesuaian dengan kekhasan sering melakukan suatu hal secara berulang ulang.
kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan Adapun peserta didik dengan spektrum autis
peserta didik. Seiring berjalanya waktu dengan memiliki karaktersitik sebagai berikut :
diterbitkannya Kurikulum 2013 oleh karena itu 1. Berdasarkan usia anak yang sudah memasuki usia
kurikulum disusun dan dikelola oleh satuan pendidikan sekolah (7 tahun), yang secara usia kronologis dapat
untuk memungkinkan penyesuian program pendidikan memasuki jenjang pendidikan dasar (sekolah dasar).
dengan kebutuhan dan potensi yang ada disetiap daerah 2. Berdasarkan Derajat Autis dan Tingkat Fungsi
terutama penyesuaian anak umum dengan anak Kecerdasan Anak. Berdasarkan kriteria DSM 5,
berkebutuhan khusus. maka untuk anak autis dengan derajat autis 1, 2, dan
Lebih lanjut Kurikulum 2013 dikembangkan atas 3 dapat dilakukan persiapan menuju pendidikan
dasar teori "pendidikan berdasarkan standar" (standard- formal berikutnya melalui pendidikan transisi.
based education), dan teori kurikulum berbasis a. Derajat 1
kompetensi. Pendidikan berdasarkan standar adalah 1) Membutuhkan dukungan/bantuan ringan
pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai 2) Dapat berinteraksi sosial tanpa bantuan,
kualitas minimal warganegara untuk suatu jenjang walaupun mengalami kendala atau
pendidikan. Kurikulum dikembangkan agar peserta kekurangan dalam komunikasi sosial
didik mampu mencapai kualitas standar nasional atau di 3) Keterbatasan yang nyata paling tidak pada
atasnya. Standar kualitas nasional dinyatakan sebagai satu hal
Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi b. Derajat 2
Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan 1) Membutuhkan dukungan / bantuan sedang
keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan
dikembangkan menjadi Standar Kompetensi Lulusan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 101
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

2) Ditandai dengan kekurangan dan berkebutuhan khusus. Sedangkan dalam proses


keterbatasan dalam berinteraksi serta dalam pembelajaran guru memodifikasi jam pelajaran dari 36
memberikan respon secara sosial jam per minggu dengan 40 menit setiap pertemuannya
3) Ditandai dengan keterbatasan yang nyata (untuk siswa reguler) menjadi 34 jam per minggu
dalam beberapa hal. dengan 30 menit setiap pertemuannya untuk peserta
c. Derajat 3 didik berkebutuhan khusus. Lebih lanjut evaluasi
1) Sangat membutuhkan dukungan / bantuan pembelajaran juga dimodifikasi sesuai dengan
2) Kemampuan berkomunikasi sosial yang kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus. Adapun
terbatas hambatan dalam implementasi Kurikulum 2013 bagi
3) Ditandai dengan adanya keterbatasan yang peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusi
nyata dalam kehidupan sehari hari SDN Klampis Ngasem I/246 Surabaya adalah
Adapun peserta didik autis membutuhkan penerapan pembelajaran tematik dan pendekatan
intervensi agar mampu belajar dengan optimal. saintifik dalam pembelajaran akibat tingkat perbedaan
Sedangkan penanganan atau intervensi yang diberikan kemampuan yang cukup tinggi di kelas.
harus disesuaikan dengan gejalanya. Peserta didik yang
memiliki intelegensi rata-rata dan perilaku sosial yang METODE
adaptif tentu berbeda penanganannya dengan peserta Metode penelitian yang digunakan dalam
didik autis yang disertai hambatan intelektual dan penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif
perilaku yang maladaptif.Intervensi peserta didik autis deskriptif. Menurut Sugiyono (2016:15) metode
yang memiliki hambatan intelektual difokuskan pada penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
penanganan perilakunya, bina diri, dan pembekalan berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan
keterampilan maupun kecakapan hidup. untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah.
Menanggapi hal ini peserta didik dengan Peneliti merupakan instrumen kunci, pengambilan
spektrum autis dapat menerima layanan pendidikan di sampel sumber data dilakukan secara purposif dan
sekolah inklusi. Pendidikan inklusif juga dapat snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi
dipandang sebagai bentuk kepedulian dalam merespon (gabungan), analisis data bersifat induktif/ kualitatif,
spektrum kebutuhan belajar peserta didik yang lebih dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
luas, dengan maksud agar baik guru maupun siswa, daripada generalisasi.
keduanya memungkinkan merasa nyaman dalam Adapun penelitian dilaksanakan di sekolah
keberagaman dan melihat keragaman sebagai tantangan inklusi SDN Ketintang II/410 Surabaya. Dengan alasan
dan pengayaan dalam lingkungan belajar, keberagaman hasil studi pendahulu dimana sekolah sudah cukup lama
bukan sebagai masalah. menerapkan Kurikulum 2013, dan memiliki peserta
Sedangkan sekolah inklusi secara sederhana didik dengan spektrum autis hampir di seluruh jenjang
diartikan sebagai sekolah yang menerapkan sistem (kecuali kelas III). Sasaran dalam penelitian ini yakni
pendidikan inklusi. Sekolah merupakan lembaga penerapan Kurikulum 2013 oleh guru kelas dan Guru
pendidikan dalam masyarakat yang menyelenggarakan Pembimbing Khusus (GPK) serta kebijakan sekolah
kegiatan pendidikan kepada anak anak yang telah dalam penerapan Kurikulum 2013 bagi peserta didik
diserahkan orang tuanya (Roesminingsih & Susarno, dengan spektrum autis.
2011: 66). Sedangkan inklusi merupakan komitmen Sumber data dalam penelitian ini adalah pendidik
untuk melibatkan siswa siswa yang memiliki dan kepala sekolah serta perangkat pembelajaran di SDN
hambatan dalam setiap tingkat pendidikan mereka yang Ketintang II/410 Surabaya. Pendidik yang menjadi informan
memungkinkan (Smith, 2015 : 44). adalah guru kelas dan GPK kelas I, II, IV, V, dan VI di SDN
Maka sekolah inklusi secara luas dapat dimaknai Ketintang II/410 Surabaya.
sebagai lembaga pendidikan dalam masyarakat yang Sedangkan teknik pengumpulan data yang
dapat menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh siswa digunakan meliputi, observasi, wawancara, dan
termasuk siswa yang memiliki hambatan dalam setiap dokumentasi. Dalam pengumpulan data digunakan juga
tingkat pendidikan yang memungkinkan. Lebih lanjut instrumen pengumpulan data meliputi instrumen
Garnida (2015:56) mengungkapkan bahwa sekolah observasi dan wawancara. Dengan penjelasan masing
inklusi sekolah harus dapat menyesuaikan dengan masing teknik pengumpulan data sebagai berikut :
kebutuhan seluruh siswa dan siap untuk menerima
kondisi seluruh siswa. Sekolah inklusi juga harus 1. Observasi
menerima semua siswa dengan berbagai kelemahan, Pada penelitian ini observasi dilaksankan di
kekurangan, dan atau keterbatasannya. lingkungan sekolah terutama yang berkaitan
Penelitian Izzati (2015) mengenai implementasi dengan kegiatan implementasi Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 bagi peserta didik berkebutuhan bagi peserta didik dengan spektrum autis di SD
khusus di sekolah inklusi SDN Klampis Ngasem I/246 Negeri Ketintang II/410 Surabaya. Obeservasi
Surabaya memperoleh hasil, tidak ada perubahan yang paling utama dilakukan pada kegiatan
signifikan dalam tujuan pembelajaran namun terdapat belajar mengajar di dalam kelas maupun luar
modifikasi dalam materi pembelajaran yang disesuaikan kelas yang di kelas tersebut terdapat siswa
dengan karakteristik masing masing peserta didik dengan spektrum autis. Adapun observasi yang
102 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

diterapkan adalah observasi bertipe non 3. Conclution Drawing/Verification (Penarikan


partisipatif, dimana peneliti tidak terlibat Kesimpulan Dan Verifikasi)
langsung serta mempengaruhi aktivitas yang Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif
diamati. menurut Miles dan Huberman adalah penarikan
2. Wawancara kesimpulan dan verifikasi. Penarikan kesimpulan
Wawancara merupakan percakapan dengan diambil dari data yang terkumpul dan
maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh diverifikasi terus menerus selama penelitian
kedua pihak, yaitu pe-wawancara (interviewer) berlangsung agar data yang didapat terjamin ke
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara absahan dan objektifitasnya, sehingga
(interviewer) yang memberikan jawaban atas kesimpulan terakhir dapat dipertanggung
pertanyaan itu. Pada peneilitian ini, yang jawabkan.
dilakukan peneliti yaitu peneliti akan melakukan
wawancara dengan beberapa subyek yaitu : Adapun untuk pengujian keabsahan data
kepala sekolah, guru kelas dan guru pendamping digunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi data
khusus. yang digunakan yakni, triangulasi teknik pengumpulan
3. Dokumentasi data dan triangulasi sumber data
Menurut Arikunto (2010:274) metode
dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal- HASIL
hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan saat
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen pembelajaran (meliputi kelas I, II, IV, V, dan VI) dan
rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. pemberian program layanan khusus, serta wawancara
Teknik dokumentasi dalam peneilitian ini dengan kepala sekolah, guru kelas, serta guru
adalah digunakan untuk mencatat pendamping khusus (meliputi kelas I, II, IV, V, dan VI),
peristiwa/kejadian yang sudah berlalu. Adapun ditambah dengan dokumentasi yang dikumpulkan dan
dokumentasi dalam penelitian ini adalah: dianalisa meliputi, RPP yang sudah dimodifikasi,
a. Program pembelajaran individual (PPI) yang rencana program pembelajaran individual, serta rapor
telah disusun oleh guru kelas bersama GPK. khusus bagi peserta didik dengan spektrum autis.
b. Perangkat pembelajaran yang terdiri dari Didapat hasil penelitian yang meliputi peerencanaan
Silabus, RPP, materi dan laporan program. pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
c. Program Layanan pendidikan khusus yang pembelajaran, dan layanan khusus yang disampaikan
disusun oleh guru kelas atau GPK. dalam tabel tabel berikut ini :
d. Catatan perkembangan peserta didik pada
layanan anak berkebutuhan khusus yang disusun Tabel 1 : Perencanaan Pembelajaran
oleh guru kelas dan GPK. Kelas Perencanaan Pembelajaran
e. Data Kepala sekolah dan Data Guru I RPP sama dengan siswa regular,
hanya sedikit perbedaan dalam
Teknik analisa data yang digunakan langkah pembelajaran
menggunakan model analisa data Miles dan Huberman II RPP khusus untuk peserta didik
model Miles dan Huberman (2014:31-33) yang meliputi dengan spektrum autis
: IV RPP khusus untuk peserta didik
1. Data Condentation (Kondensasi Data) dengan spektrum autis, penyiapan
Kondensasi data merujuk pada proses memilih, media khusus untuk
menyederhanakan, mengabstrakkan, dan atau pembelajaran
mentransformasikan data yang mendekati V RPP khusus untuk peserta didik
keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan dengan spektrum autis, penyiapan
secara tertulis, transkip wawancara, dokumen- media khusus untuk
dokumen, dan materi-materi empiris lainnya. pembelajaran
2. Data Display (Penyajian Data) VI RPP sama dengan siswa regular,
Setelah data dikondensasi, maka langkah hanya sedikit perbedaan dalam
selanjutnya adalah menyajikan data. Miles dan langkah pembelajaran. GPK
Huberman menyatakan bahwa teks yang bersifat menyiapkan media khusus untuk
naratif paling sering digunakan untuk pembelajaran
menyajikan data dalam penelitian kualitatif.
Adapun penyajian data bisa dilakukan dalam Tabel 2 : Pelaksanaan Pembelajaran
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
Kelas Pelaksanaan Pembelajaran
kategori, flowchart, dan sejenisnya. Dalam
I Pembelajaran klasikal dengan
penyajian data peneliti menggelar data dalam
menerapkan pendekatan saintifik
bentuk sekumpulan informasi yang berupa teks
dan model pembelajaran
naratif.
langsung. Adapun langkah
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 103
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

pembelajaran sama dengan siswa yang digunakan disesuaikan


regular, hanya beberapa materi dengan topik pembelajaran. Guru
dan tugas lebih sederhana di berperan sebagai pendamping,
banding dengan siswa regular. maupun membimbing peserta
Guru berperan sebagai didik dengan spektrum autis
pendamping, maupun
membimbing peserta didik Tabel 3 : Evaluasi Pembelajaran
dengan spektrum autis dibantu Kelas Evaluasi Pembelajaran
dengan shadow teacher I Penilaian autentik, dengan soal
II Pembelajaran klasikal dengan ulangan harian dibedakan dari
menerapkan pembelajaran siswa yang lainnya. Pelaporan
langsung dan pembelajaran nilai dalam bentuk rapor umum,
berbasis proyek. Adapun langkah dan rapor khusus.
pembelajaran dimodifikasi sesuai II Penilaian secara autentik, GPK
dengan kemampuan peserta didik membuat instrumen penilaian
dengan spektrum autis. Media khusus, dengan soal ulangan
yang digunakan bersifat alamiah harian dibedakan dari siswa yang
yang ada di sekitar anak, pun lainnya. Pelaporan nilai dalam
juga menggunakan gambar bentuk rapor umum, dan rapor
gambar. Guru berperan sebagai khusus.
penerjemah dan melaksanakan IV Penilaian autentik, dengan soal
pembelajaran kompensatoris ulangan harian dibedakan dari
IV Pembelajaran dilaksanakan siswa yang lainnya. Pelaporan
secara klasikal dengan nilai dalam bentuk rapor umum,
menerapkan pembelajaran dan rapor khusus.
langsung dan pembelajaran V Penilaian autentik, dengan soal
berbasis proyek. Adapun langkah ulangan harian dibedakan dari
pembelajaran dimodifikasi sesuai siswa yang lainnya. Pelaporan
dengan kemampuan peserta didik nilai dalam bentuk rapor umum,
dengan spektrum autis. Media dan rapor khusus.
yang digunakan bersifat alamiah VI Penilaian autentik, dengan soal
yang ada di sekitar anak, pun ulangan harian dibedakan dari
juga menggunakan gambar siswa yang lainnya, terkecuali
gambar, untuk pembelajaran untuk peserta didik dengan
berhitung dilakukan dengan spektrum autis yang tidak
media gambar. Guru berperan mengalami hambatan intelektual,
sebagai penerjemah dan soal ulangan tidak dibedakan
melaksanakan pembelajaran pelaporan nilai dalam bentuk
kompensatoris rapor umum, dan rapor khusus.
V Pembelajaran dilakukan secara
klasikal dengan menerapkan Tabel 4 : Layanan Khusus
pendekatan saintifik dan model Kelas Layanan Khusus
pembelajaran langsung. I Program Pembelajaran Individual
Pembelajaran dilakukan secara (PPI) berdasarkan kemampuan
tematik dan disesuaikan dengan dan hambatan yang dialami
kemampuan peserta didik dengan peserta didik dengan spektrum
spektrum autis. Media yang autis
digunakan seperti bangun ruang, Layanan bina diri dan
papan titian (penjas), dan media komunikasi sosial secara
lain berdasarkan bidang studi. individual maupun kelompok
Guru berperan sebagai pemberi II Program Pembelajaran Individual
dan penyederhana materi (PPI) berdasarkan kemampuan
VI Pembelajaran klasikal dengan dan hambatan yang dialami
menerapkan pendekatan saintifik peserta didik dengan spektrum
dan model pembelajaran proyek. autis
Adapun langkah pembelajaran Layanan terapi perilaku,
sama dengan siswa regular, kompensatoris, dan
hanya beberapa materi dan tugas pengembangan kemandirian
lebih sederhana di banding secara individual maupun
dengan siswa regular. Media kelompok
104 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

IV Program Pembelajaran Individual guru kelas. Evaluasi hasil belajar peserta didik dengan
(PPI) berdasarkan kemampuan spektrum autis dilaksanakan secara autentik melalui
dan hambatan yang dialami instrumen penilaian yang disusun oleh GPK yang
peserta didik dengan spektrum kemudian dilaporkan pada rapor dengan format khusus.
autis Pelaksanaan ujian juga ada yang dibedakan dengan
Layanan bina diri dan siswa regular, yakni melalui soal ujian yang dibuat
komunikasi sosial secara sendiri oleh GPK maupun soal ujian hasil forum kepala
individual maupun kelompok sekolah.
V Program Pembelajaran Individual Penerapan Kurikulum 2013 bagi peserta didik
(PPI) berdasarkan kemampuan dengan spektrum autis di SDN Ketintang II/410
dan hambatan yang dialami Surbaya dalam hal perencanaan pembelajaran, GPK
peserta didik dengan spektrum sudah melaksanakan perencanaan pembelajaran yang
autis dilaksanakan 3 bulan sekali. cukup baik. Dimana GPK menyiapkan RPP modifikasi,
Layanan bina diri, motorik, serta dengan susunan RPP selaras dengan prinsip penyusunan
bimbingan akademik dasar RPP dalam Kurikulum 2013, pun GPK juga
seperti membaca, menulis, menyiapkan media khusus sebelum pembelajaran,
ataupun berhitung. Dilaksanakan terkecuali untuk kelas I dan II, media yang digunakan
secara individual maupun sama dengan siswa regular lainnya.
kelompok. Sedangkan dalam hal pelaksanaan pembelajaran
VI Program Pembelajaran Individual GPK sudah menerapkan pembelajaran Kurikulum 2013
(PPI) berdasarkan kemampuan bagi peserta didik dengan spektrum autis. Hal ini dapat
dan hambatan yang dialami dilihat dari pendekatan saintifik yang digunakan serta
peserta didik dengan spektrum model pembelajaran yang diterapkan meliputi model
autis pembelajaran langsung, dan model pembelajaran
Layanan bina diri dan berbasis proyek. Media yang digunakan juga beragam
komunikasi sosial secara mulai dari hal yang ada disekitar anak, sampai dengan
individual maupun kelompok media gambar yang dibuat oleh guru. Adapun strategi
guru dalam pembelajaran Kurikulum 2013 bagi peserta
didik dengan spektrum autis adalah mempermudah
materi maupun tugas, serta langkah yang
PEMBAHASAN
disederhanakan sesuai dengan kemampuan individu
Penerapan Kurikulum 2013 bagi peserta didik
masing masing peserta didik, pun berperan sebagai
dengan spektrum autis, dilaksanakan melalui
pembimbing melalui layanan kompensatoris
mekanisme pembentukan tim pengembang kurikulum
Lebih lanjut dalam evaluasi pembelajaran GPK
yang terdiri atas seluruh GPK dan guru, kemudian
sudah melaksanakan evaluasi pembelajaran sesuai
dilakukan modifikasi kurikulum berdasarkan
dengan kaidah Kurikulum 2013, yakni melalui
kemampuan peserta didik dengan spektrum autis.
penilaian autentik. Dimana GPK menyusun instrumen
Modifikasi yang dimaksud yakni melalui
penilaian khusus bagi peserta didik dengan spektrum
mekanisme substitusi dan omisi. Substitusi merupakan
autis. Soal ulangan pun dibedakan dengan siswa
penggantian isi kurikulum standarnasional dengan
reguler, terkecuali bagi peserta didik dengan spektrum
materi yang lain. Penggantian dilakukan karena
autis yang tidak mengalami hambatan intelektual, soal
isikurikulum nasional tidak memungkinkan
tetap sama. Pelaporan hasil bekajar disampaikan
diberlakukan kepada anakberkebutuhan khusus , tetapi
melalui rapor umum, dan rapor inklusi. Dalam rapor
masih bisa diganti dengan hal lain yangkurang lebih
inklusi tercantum capaian secara deskriptif maupun
sepadan ( memiliki nilai sama ). Substitusi bisa
numerik perkembangan siswa yang meliputi aspek
terjadipada tujuan pembelajaran, materi, proses, atau
kognitif, psikomotor, dan afektif.
evaluasi. Sedangkan omisi merupakan menghilangkan
Adapun terkait dengan layanan khusus GPK
sebagian/keseluruhan isi kurikulum standar
sudah menerapkan layanan khusus bagi peserta didik
nasionalkarena tidak mungkin diberikan kepada peserta
dengan spektrum autis. Layanan yang pasti diberikan
didik berkebutuhankhusus. Dengan kata lain omisi
adalah layanan PPI, yang mana setiap GPK membuat
berarti isi sebagian/keseluruhan kurikulum standar
perencaanaan, sampai dengan melaksanakan serta
nasional tidak diberikan kepada peserta
mengevaluasi, tanpa kolaborasi ahli. Dalam
didikberkebutuhan khusus karena terlalu sulit/tidak
perencanaan PPI sudah cukup mendetail meskipun
sesuai.
dalam bagian model, metode, serta evaluasi masih
Adapun pembelajaran dilaksanakan secara
belum spesifik. Adapun pemberian PPI sifatnya
klasikal bersama siswa reguler dengan pendampingan
beragam disesuaikan dengan kemampuan dan hambatan
GPK, pun siswa juga menerima program layanan
yang dialami peserta didik dengan spektrum autis.
khusus baik individual maupun kelompok sesuai
Layanan khusus lain yang diberikan meliputi bina diri,
dengan kemampuan dan hambatan yang dialami. Dalam
komunikasi sosial, kemandirian, kompensatorus, terapi
pelaksanaan pembelajaran GPK berkolaborasi dengan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 105
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

perilaku, pengembangan motorik, dan bimbingan menentukan layanan maupun dalam strategi
akademik. Layanan khusus ini diberikan di luar jadwal penerapan layanan.
pelajaran terstruktur, dan dilaksanakan secara individual
maupun kelompok di ruang sumber. KESIMPULAN DAN SARAN
Kendala yang dialami dalam penerapan Kesimpulan
Kurikulum 2013 bagi peserta didik dengan spektrum 1. Pelaksanaan Kurikulum 2013 terhadap peserta
autis di SDN Ketintang II/410 Surabaya meliputi : didik dengan spektrum autis di SD Negeri
1. Kurangnya GPK Ketintang II/410 Surabaya sudah dilaksanakan
Guru pendamping khusus di SD Negeri dengan cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari
Ketintang II/410 Surabaya jumlahnya kurang pendekatan saintifik yang digunakan serta
mencukupi untuk menangani lebih dari 70 model pembelajaran yang diterapkan meliputi
PDBK. Konsekuensi dari hal ini adalah beberapa model pembelajaran langsung, dan model
PDBK tidak dapat memperoleh layanan secara pembelajaran berbasis proyek. Media yang
optimal. digunakan juga beragam mulai dari hal yang
2. Kompetensi GPK ada disekitar anak, sampai dengan media
Beberapa GPK di SD Negeri Ketintang II/410 gambar yang dibuat oleh guru. Adapun strategi
Surabaya tidak berlatar belakang pendidikan luar guru dalam pembelajaran Kurikulum 2013
biasa, melainkan kebanyakan adalah guru bagi peserta didik dengan spektrum autis
sekolah dasar maupun psikolog. Meskipun adalah mempermudah materi maupun tugas,
dalam beberapa disiplin ilmu masih relevan, serta langkah yang disederhanakan sesuai
namun tentu ada beberapa disiplin ilmu lain dengan kemampuan individu masing masing
yang hanya diperoleh ketika menempuh peserta didik, pun berperan sebagai
perkuliahan pendidikan luar biasa. Hal ini pembimbing melalui layanan kompensatoris.
membuat beberapa GPK masih sering kesulitan 2. Perangkat pembelajaran ( seperti tujuan
menangani masalah yang dialami PDBK pun pembelajaran, materi/isi, proses pembelajaran
terkait dengan strategi pemecahannnya. dan evaluasi pembelajaran) dalam
3. Karakteristik PDBK implementasi Kurikulum 2013 bagi peserta
Pada dasarnya setiap peserta didik tentu didik dengan spektrum autis di SD Negeri
memiliki karakteristik tersendiri yang Ketintang II/410 Surabaya sudah baik, GPK
membedakan satu dengan yang lainnya. Namun menyiapkan RPP modifikasi, dengan susunan
untuk PDBK karakteristik ini sangatlah RPP selaras dengan prinsip penyusunan RPP
mencolok, khususnya dalam hal perilaku yang dalam Kurikulum 2013, pun GPK juga
ditampilkan. Setiap PDBK meskipun dengan menyiapkan media khusus sebelum
hambatan yang sama, tetapi perilaku yang pembelajaran, terkecuali untuk kelas I dan II,
dimunculkan berbeda. Hal ini membuat GPK media yang digunakan sama dengan siswa
kesulitan untuk memberikan pembelajaran regular lainnya. GPK sudah melaksanakan
maupun layanan khusus, khususnya dalam evaluasi pembelajaran sesuai dengan kaidah
konteks pembelajaran klasikal dan kelompok. Kurikulum 2013, yakni melalui penilaian
4. Keterbatasan Sumber Pembelajaran dan Alat autentik. Dimana GPK menyusun instrumen
Terapi penilaian khusus bagi peserta didik dengan
Meskipun sudah cukup lama menerapkan spektrum autis. Soal ulangan pun dibedakan
layanan pendidikan inklusi, namun sumber dengan siswa reguler, terkecuali bagi peserta
pembelajaran dan alat terapi masih lah terbatas, didik dengan spektrum autis yang tidak
dan belum dapat mencukupi kebutuhan PDBK. mengalami hambatan intelektual, soal tetap
Sumber pembelajaran meliputi media sama. Pelaporan hasil bekajar disampaikan
pembelajaran, maupun buku teks untuk PDBK. melalui rapor umum, dan rapor inklusi. Dalam
Sedangkan alat terapi seperti untuk rapor inklusi tercantum capaian secara
pengembangan motorik bagi peserta didik deskriptif maupun numerik perkembangan
dengan spektrum autis juga masih belum siswa yang meliputi aspek kognitif,
tersedia. psikomotor, dan afektif.
5. Kolaborasi Ahli 3. Kendala-kendala yang dialami oleh sekolah
Dalam pemberian layanan bagi peserta didik dalam menerapkan Kurikulum 2013 terhadap
dengan spektrum autis hendaknya melibatkan peserta didik dengan spektrum autis di Sekolah
kolaborasi ahli seperti psikolog, maupun terapis. Dasar Inkusif Ketintang II/410 Surabaya
Namun di SDN Ketintang II/410 Surabaya ahli diantaranya yaitu kurangnya GPK, kompetensi
ahli tersebut belum ada. Sehingga GPK harus GPK yang bukan dari latar belakang PLB,
melaksanakan layanan khusus bagi peserta didik karakteristik PDBK yang membuat kesulitan
dengan spektrum autis secara mandiri. Hal ini pada guru, keterbatasan sumber pembelajaran
berimplikasi pada kesulitan GPK dalam dan alat terapi, Kolaborasi Ahli yang tidak ada.
106 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Saran Miles, Metthew B, A. Michael Huberman and


Penerapan Kurikulum 2013 secara utuh dan tepat Johnny Saldana. 2014. Qualitative Data
bagi peserta didik autis di SDN Ketintang II/410 Analysis, A Methods Sourcebook, Third
Surabaya merupakan hal yang mutlak dilakukan. Edition. Sage Publications, Inc.
Berdasarkan hasil penelitian disampaikan beberapa ILO. 2013. Better Work Indonesia : Employing
saran sebagai berikut : Persons with
1. Sekolah perlu memberikan pembinaan khusus Disabilities.
pada tenaga pendidik maupun kependidikan (http://betterwork.org/indonesia/wpcontent/uploads/201
dapat melalui program pelatihan, pendampingan, 30201_Employing-Persons-with Disabilities-
maupun seminar. Guideline_Indonesia_Final.pdf, diunduh 31
2. Sekolah perlu melengkapi sarana dan prasarana Desember 2016)
yang menunjang penerapan Kurikulum 2013 Irwanto, dkk. 2010. Analisis Penyandang Disabilitas
bagi peserta didik dengan spektrum autis di Indonesia : Sebuah Desk Review. Jakarta :
maupun peserta didik berkebutuhan khusus Pusat Kajian Disabilitas Fakultas Ilmu Ilmu
lainnya. Sosial dan Politik Universitas Indonesia. Izzati,
3. Sekolah perlu menjalin kerja sama dengan Restu Sani. 2015. Implementasi Kurikulum
berbagai pihak seperti lembaga kesehatan 2013 bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
maupun lembaga sosial. di Sekolah Inklusif. Skripsi tidak diterbitkan.
4. Pemerintah melalui dinas pendidikan setempat Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
dapat memberi perhatian lebih dalam penerapan Kurnia, Erika. 2015. Autis di Indonesia Terus
Kurikulum 2013 bagi peserta didik dengan Meningkat.
spektrum autis maupun peserta didik http://lifestyle.okezone.com/read/2015/04/02/481/11283
berkebutuhan khusus lainnya melalui pemberian 12/autis-di-indonesia-terus-meningkat, diakses
bantuan dana maupun bantuan lain yang relevan. 31 Desember 2016)
Roesminingsih, MV. Lamijan Hadi Susarno. 2011.
Teori dan Praktek Pendidikan. Surabaya: Unesa
DAFTAR PUSTAKA University Press.
American Psychiatric Assosiation. 2013. Diagnostic Smith, D.J. 2015. Inklusi Sekolah Ramah untuk
and Statistical Manual of Mental Disorders: Semua. Bandung: Penerbit Nuansa.
Fifth Edition DSM-5. USA: American Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan
Psychiatric Publishing. Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R & D.
Anonim. 2013. Penderita Autis di Indonesia Terus Bandung: Alfabeta.
Meningkat.(http://www.jpnn.com/read/2013/04 Tim. 2012. Dokumen Kurikulum 2013.
/12/167064/Penderita-Autis-di-Indonesia- Jakarta:Kementerian Pendidikan dan
Terus-Meningkat -, diakses 31 Desember 2016) Kebudayaan
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Gargiulo, Richard M. 2012. Special Education in
Contemporary Society 4th Edition. USA: Sage
Publication.
Garnida, Dadang. 2015. Pengantar Pendidikan Inklusif.
Bandung : Refika Aditama.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

THE IMPROVEMENT OF READING LEARNING ACHIEVEMENT USING WORD


LINE VISUAL AID FOR THE 2ND GRADERS WITH DOWN SYNDROME IN SLB
PUTRA HARAPAN GONDANG SRAGEN, CENTRAL JAVA
INDONESIA IN 2015/2016

Noor Rita Syofiyawati

Postgraduate program of Surakarta Sebelas Maret University,


Central Java, Indonesia
SLB Putra Harapan Gondang Sragen, Central Java, Indonesia
E-mail: noorrita.pascauns15@gmail.com

Abstrack : This research aimed to improve the reading learning achievement for the 2nd graders with Down
syndrome in SLB Putra Harapan Gondang Sragen in 2015/2016 using world line visual aid. The research
method employed in this study was Classroom Action Research. The subject of research was the 2 nd graders
of SLB Putra Harapan Gondang Sragen in 2015/2016 consisting of 6 students. Techniques of collecting data
used were documentation, test, and observation result. Technique of analyzing data used was an interactive
model of analysis by comparing the prior data before and after action through 2 cycles. The result of research
showed that the 2nd graders mean score of learning achievement was 45.00 in prior condition, 50.00 in cycle,
and 60.00 in cycle II. From the result of research, it could be seen that there was an increase in reading ability
value of 50.00 in cycle I and 60.00 in cycle II in the children with Down syndrome. The condition of the 2 nd
graders had not been optimum before the teacher implemented the learning using learning visual aid, so that
their reading learning outcome value was still low. Teacher delivered reading learning using word line visual
aid in Indonesian language subject. This learning aid improved successfully the reading learning achievement
from prior condition to cycle II. The result of research showed an increase in reading learning achievement in
cycle I but it had not achieved the target so that it was continued with cycle II, in which the reading learning
achievement had met the intended target. Thus, it could be concluded that the reading learning using word
line learning aid could improve successfully the learning achievement of the 2nd graders with Down
syndrome in SLB Putra Harapan Gondang Sragen in 2015/2016.
Keywords: Word line visual aid, Learning Achievement, Down syndrome

PENDAHULUAN belajar mengajar. Salah satu aspek yang mendukung


Pendidikan merupakan hal yang sangat penting keberhasilan kegiatan belajar mengajar yaitu
bagi seluruh aspek kehidupan manusia,yang menuntut penggunaan media pembelajaran.
manusia untukberfikir. Pendidikan luar biasa adalah Untuk membantu anak down syndrom
bentuk layanan pendidikan yangmenanganianak-anak mengatasi kesulitan belajar bahasa Indonesia terutama
berkebutuhan khusus, termasuk anak down dalam membaca dapat digunakan media belaja ryang
syndrom. Pendidikan LuarBiasa secara sadar berupaya sesuai dengan kondisi anak dan tepat, sehingga anak
terus meningkatkan pendidikan dengan sebaik-baiknya. didik dapat mengerti dan memahami pembelajaran yang
Salah satu layanan pendidikan yang diberikan kepada disampaikan sesuai dengan kemampuan. Salah satu
anak dalam bidang akademik antara lain pelajaran media pembelajaran Membaca adalah kartu pias kata
membaca. adalah media pembelajaran membaca yang digunakan
Gunarhadi(2005: 221)anakdown syndrom untuk menjelaskan konsep huruf demi huruf menjadi
ringanatau mampu didik adalah mereka yang masih suku kata
mempunyai kemungkinan memperoleh pendidikan
dalam bidang membaca, menulis, dan menghitung METODE PENELITIAN
pada suatu tingkat tertentu di sekolah khusus.Biasanya 1.1. Tempat Dan Waktu Penelitian
untuk kelompok itu dapat tercapai tingkat tertentu, a. TempatPenelitian
setingkat dengan kelas Sekolah Dasar atau di sekolah Penelitian ini di laksanakan di SLB Putra
luar biasa ( SLB ), serta dapat mempelajari Harapan Gondang Sragen Jawa Tengah
keterampilanketerampilan yang sederhana. Anak b. Waktu Penelitian
down syndrom membutuhkan penanganan yang khusus Waktupenelitiandilaksanakanpada
dalam pembelajaran membaca. Hal ini disebabkan tahunpelajaran2015/2016 mulai dari bulan
karena hakekat membaca yang abstrak, mereka juga Januari sampai dengan bulan Oktober 2016
mengalami kesulitan dalam mempelajarinya. Untuk
mendidik siswa down syndrom, guru harus
mempersiapkan segala aspek yang menunjang proses

107
108 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

1.2. Bentuk dan Strategi Penelitian 2.4. Teknik Analisa Data


a. Bentuk Penelitian
Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan
Kelas, istilah dalam bahasa Inggris adalah
Classroom Action Research (CAR). I. G. A. K
Wardani, dkk (2006: 1.3) penelitian kelas
merupakan terjemahan dari classroom action
research, yaitu satu action research yang
dilakukan di kelas. Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) merupakan penelitian yang dapat
dilakukan sendiri oleh guru atau kolaboratif
yang melibatkan peneliti, guru, siswa Gambar .1 Analisis Interaktif Model Miles dan
Huberman(Iskandar, 2009: 76)
maupunkaryawan sekolah yang lain yang
bertujuan untuk memperbaiki sistem
sertakinerja guru dalam rangka memperbaiki 2.3. Prosedur Penelitian
atau meningkatkan mutu proses dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
hasilpembelajaran siswa. Dalam Penelitian dilaksanakan dapat digambarkan pada gambar sebagai
Tindakan Kelas ini, digunakan alat kartu pias berikut:
kata untuk mengetahui ada tidaknya
peningkatan hasil pembelajaran siswamembaca
materi membaca suku kata. Selain itu,
penelitian ini juga bertujuan untuk
mendeskripsikan penggunaan alat kartu pias
kata dalam pembelajaran membaca materi
membaca suku kata.Pelaksanaan pembelajaran
dalam penelitian dilaksanakan dalam 4 tahap,
yaitu : Perencanaan (planning), Tindakan
(acting), Pengamatan (observing), dan
refleksi (reflecting).
b. Strategi Penelitian
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif kualitatif.Strategi ini
Gambar 2. Prosedur Penelitian
bertujuan untuk menggambarkan serta
menjelaskan kenyataan dilapangan melalui 2.5. HASIL PENELITIAN DAN
pengamatan peneliti. Dalam hal ini objek yang PEMBAHASAN
diamati adalah kegiatan pembelajaran Hasil Penelitian
membaca materi membaca suku kata sebelum Tabel Daftar Nilai Perbandingan Antar Siklus Siswa
dan sesudah diberikan tindakan dengan Kelas II
penggunaan kartu pias kata

2.3. Subjek dan Objek Penelitian


a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa
down syndrome kelas II SLB Putra Harapan
Gondang Sragen tahun pelajaran 2015/2016.
Adapun jumlah siswa yang diteliti adalah 4
siswa, terdiri dari 3 siswa laki-laki dan 1
siswa perempuan.

b. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah kegiatan Untuk lebih jelasnya dapat dlihat melalui grafik
pembelajaran membaca materi membaca suku berikut ini
kata pada mata pelajaran membaca di kelas II
SLB Putra Harapan Gondang Sragen tahun
pelajaran 2015/2016
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 109
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

prosentase nilai afektif yang ditunjukan siswa donw


syndrome kelas II pada siklus I dan siklus II
menunjukan minat yang besar terhadap pembelajaran
membaca menggunakan kartu pias kata Menurut
Hurlock (1990),minat merupakan keinginan
dariseseorang untuk memperhatikansuatu objek
tertentu, disertai rasa senang untuk memuaskan
kebutuhan. Namun demikian setiap alat peraga kartu
pias kata yang di gunakan tentu memiliki kelebihan
maupun kelemahan.

SIMPULAN, IMPLIKASI
Simpulan
Gambar 3 Grafik ini Perbandingan Nilai Antar Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang
Siklus Membaca Siswa Kelas II Dengan melihat data dilaksanakan dalam dua siklus dengan menerapkan alat
nilai hasi lpra tindakan siswa sebelum diadakan kartu pias kata pada siswa donw syndrome kelas IISLB
perbaikan pembelajaran nilai rata-rata siswa 45,00, pada Putra Harapan Gondang Sragen tahun pelajaran
pembelajaran siklusI nilai rata-rata siswa 50,00,dan 2015/2016dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
pada pembelajaran siklus II nilai rata-rata siswa dengan menggunakan alat kartu pias kata dapat
60,00, pada materi pokok menghitung bilangan meningkatkan kemampuan membaca siswa donw
diketahui adanya peningkatan keaktifan belajar syndrome kelas IISLB Putra Harapan Gondang Sragen.
maupun hasil belajar siswa. Sehingga pelaksanaan Hal ini terbukti pada kondisi awal sebelum dilaksanakan
perbaikan pembelajaran sampai siklus II sudah dianggap tindakan nilai rata-rata siswa 45,00 siklus I nilai rata-
cukup, karena pemahaman siswauntuk menyelesaikan rata kelas 50,00 dan siklus II nilai rata-rata kelas
soal-soal sudah menunjukkan adanya peningkatan. meningkat menjadi 60,00.Dengan demikian secara
Berdasarkan hasil temuan dan refleksi,serta hasil klasikal, pembelajaran telah mencapai ketuntasan
pelaksanaan tindakan siklus II sebelum diadakan belajar.
perbaikan pembelajaran tentang materi suku kata pada Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
siswa donw syndrome kelas II diSLB Putra Harapan (PTK) terdiri dari dua siklus. Subjek penelitian ini
Gondang Sragen, maka untuk meningkatkan adalah seluruh siswa Donw syndrome kelas II SLB
pemahaman dan hasil belajar siswa terhadap materi Putra Harapan Sragen Jawa Tengah berjumlah 4 siswa.
tersebut diperlukan beberapa cara.Diantara cara yang Teknik pengumpulan data menggunakan teknik
ditempuh antara lain adalah penggunaan alat kartu pias wawancara, observasi, tes dan dokumentasi. Validitas
kata untuk membaca dan memperbanyak soal-soal data yang digunakan adalah triangulasi data dan
latihan, serta memanfaatkan demontrasi dalam kegiatan validitas isi. Teknik analisis data yang digunakan adalah
pembelajaran. analisis diskriptif interaktif.

PEMBAHASAN Implikasi
Hasil belajar yang ditunjukan pada siklus I dan II, Penerapan pembelajaran dan prosedur dalam
menunjukkan bahwa alat kartu pias kata dapat penelitian ini didasarkan pada pembelajaran dengan
meningkatkan konsentrasi dan daya ingat anak mengenai menerapkan pengunaan alat kartu pias kata dalam
perhitungan angka sehingga hasil belajar siswa dapat pelaksanaan pembelajaran Membaca. Model yang
meningkat. Peningkatan daya konsentrasi dan daya ingat dipakai dalam penelitian ini adalah model siklus yaitu
menggunakan kartu pias kata dengan apa yang terdiri dari dua siklus. Siklus I dilaksanakan pada
diungkapkan oleh Wiratna ( 1999) yang menyatakkan tanggal 12 s.d. 15Oktober 2016 dan Siklus II
bahwa, tujuan utama mempelajari kartu pias kataini dilaksanakan pada tanggal 25 April s.d. 27 Oktober
adalah merangsang fungsi otak sehinggaberkembang dan 2016. Dalam setiap pelaksanaan siklus terdapat empat
mencapai fungsi optimal,serta meningkatkan kecepatan, langkah kegiatan, yaitu perencanaan tindakan,
ketepatan,dan ketelitian dalam berpikir, juga melatih pelaksanaaan, observasi danrefleksi. Kegiatan ini
konsentrasi dan daya ingat. Sementara itu peningkatan dilaksanakan berulang-ulang, sebelum melaksanakan
hasil belajar siswa diimbangi dengan peningkatan sikap tindakan dalam setiap siklus perlu adanya perencanaan
siswa dikelas. Hasil pengamatan terhadap aktifitas dengan memperhatikan keberhasilan siklus sebelumnya.
siswaselama proses pembelajaran pada siklusI dan Tindakan dalam setiap siklus dapat meningkatkan
siklusII juga mengalami peningkatan.Peningkatan kualitas pembelajaran. Hal ini berdasarpada analisis
aktifitassiswa perkembangan dari pertemuan satuke pertemuan
Peningkatan hasil belajar membaca siswakelas II down berikutnya dalam satu siklus dan dari analisis
syndromdi SLB Putra Harapan Gondang Sragen dapat perkembangan peningkatan proses dalam siklus I
dilihat pada uraian di atas. Peningkatan belajar sampai siklus II.Berdasarkan hasil penelitian di atas
tersebut dipengaruhi oleh pemanfaatan alat peraga terbukti alat kartu pias kata dapat meningkatkan
kartu pias kata, proses pembelajaran. Peningkatan kemampuan prestasi belajar membaca, Sehubungan
110 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dengan penelitian ini maka dapat dikemukakan DAFTAR PUSTAKA


implikasi hasil penelitian sebagai berikut: Aisyah, Nyimas. (2007). Pengembangan
Pembelajaran Membaca SD. Jakarta :
a. Implikasi Teoritis Dirjen Dikti Depdiknas
Implikasi teoritis dari penelitian ini menunjukkan Amin, Moh. (1995). Ortopedagogik Anak Down
bahwa pembelajaran dengan menerapkan pengunaan syndrom, Departemen Pendidikan dan
alat peraga sempoa dapat meningkatkan kemampuan kebudayaan. Bandung : Direktorat Jenderal
membaca siswa down syndrome pada materi membaca Pendidikan Proyek Pendidikan Tenaga Guru.
suku kata. Dalam menyajikan materi pelajaran, guru Bratanata. (1999). Dunia Anak-Anak (Bermain Sambil
harus dapat memilih metode pembelajaran yang tepat Belajar). Jakarta : Gramedia.
agar siswa mudah menguasai materi dalam Davidson,GeraldCdkk.2010.PsikologiAbnormal.Terja
pembelajaran dengan baik. Pembelajarandengan mahan Noermalasari Fajar. Jakarta: Rajawali
menggunakan alat kartu pias katadapat meningkatkan Pers Edisike9
kemampuan membaca pada materi membaca suku kata Durand,VMark,&David,HBarlow.2007.PsikologiAbno
karena pembelajaran ini siswa dapat bebas rmaljilid2.Jakarta :PustakaPelajar
bereksperimen sehingga siswa akan mudah memahami Foreman, Phil; Crews, Geoff. Using Augmentative
dan selanjutnya hafal dengan sendirinya tanpa ada Communication With Infants and Young
paksaan dan tekanan dari orang tua dan guru. Children With Down Syndrome. Down
Syndrome Research and Practice. vol. 5 no. 1
b. ImplikasiPraktis pp 16-25
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai Glover, David. (2008). Apa dan Bagaimana Membaca.
masukan bagi guru untuk meningkatkan strategi dan Bandung: Grafindo.
metode pembelajaran yang tepat sehingga dapat Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1993). Departemen
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar Pendidikan dan Kebudayaan,Cetakan keempat.
sehubungan dengan tujuan yang akan dicapai oleh Jakarta : Balai Pustaka
peserta didik. maka penelitian ini dapat digunakan dan Gunarhadi ( 2005).Penanganan Anak Donw
di kembangkan oleh guru yang menghadapi masalah syndrom dalam lingkungan keluarga dan sekolah.
yang sejenis yang pada umumnya dimiliki oleh sebagian Jakarta : Dirjen Dikti Depdiknas
besar siswa,. Adanya kendala yang dihadapi dalam Geniofam. 2010. Mengasuh & Mensukseskan
pembelajaran Membaca melalui pengunaan alat kartu Anak Berkebutuhan Khusus.Jogjakarta:
pias kataharus diatasi semaksimal mungkin. Oleh Garailmu
karena itu keaktifan, kreativitas, motivasi dan Soemantri, Sutjihati. 2007.Psikologi AnakLuar Biasa.
kemampuan sangat mendukung keberhasilan Bandung: RefikaAditama
pembelajaran khususnya Membaca Sudjana Nana. 2008. Dasar-Dasar Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

APLIKASI MODUL MEMBACA DALAM KALANGAN PELAJAR YANG


MENGALAMI AUTISME TIDAK BERTUTUR

Noratiqah Sataria, Ummi Kalsum Mohamad b , Hasnah Toran c, Suziyani Mohamed d

ab
Makmal Pembelajaran Autisme, UKM.
cd
Universiti Kebangsaan Malaysia,43600 Bangi, Selangor, Malaysia.
E-mail : atiqah_satari@yahoo.com

Abstrak: Ramai pelajar yang mengalami Autisme menunjukkan pencapaian yang rendah dalam kemahiran
membaca (Crowley, M cLaugh dan Kahn, 2013). Kajian ini bertujuan untuk mengkaji keberkesanan M odul
M embaca Fonik Khas (M M FK) dalam kalangan remaja yang mengalami Autisme. M M FK menggunakan
kaedah fonik dan strategi pengajaran adalah errorless learning dan scaffolding. Terdapat tiga latihan
disediakan bagi setiap sub unit di dalam modul ini. Kajian ini menggunakan kaedah single subject multiple
baseline across participant terhadap dua orang subjek yang mendapat pendidikan di sebuah pusat
pembelajaran kanak-kanak yang mengalami Autisme dan kajian ini berjalan selama 30 minggu. Pada
peringkat awal, kesemua subjek masih belum menguasai asas kemahiran membaca, intervensi fasa 1
menggunakan M M FK dan intervensi fasa 2 menggunakan M M FK dan kad imbas. Dapatan kajian mendapati
pencapaian kemahiran membaca meningkat dan intervensi fasa 2 menunjukkan pencapaian yang lebih tinggi
daripada intervensi fasa 1. Ini menunjukkan penggunaan M M FK dan kad imbas antara kaedah yang berkesan
dalam meningkatkan kemahiran membaca dalam kalangan pelajar yang mengalami Autisme tidak bertutur.
Kata kunci: membaca, Autisme, fonik.

Abstract: M any students with autism experience difficulties in reading (Crowley, M cLaugh and Kahn, 2013).
The aim of this study is to assess the effectiveness of M odul M embaca Fonik Khas (M M FK) among students
with non-verbal autism. M M FK use phonics and errorless learning and scaffolding strategies. Three exercises
are provided for each sub unit in this module. This research adapt Single subject multiple baseline across
participants method with two subjects who attended a children's learning center with autism within 30 weeks
period of study. Initially, all the subjects had not mastered the basic Bahasa M elayu reading skill. The
intervention in phase 1 used M M FK while phase 2 used M M FK and flashcards. The findings indicate that
there is an improvement in basic reading skill and intervention phase 2 showed higher achievement than the
intervention phase 1. It shows the use of M M FK and flashcards are effective methods for improving reading
skills among adolescents with non-verbal autism.
Keywords: reading, Autism, phonic.

PENDAHULUAN kewangan, dan jangka hayat (Arciuli, Stevens,


Setiap pelajar mempunyai hak untuk mendapat Trembath dan Simpson 2013).
pendidikan samada pelajar tipikal mahupun Autisme terdiri daripada beberapa ciri iaitu
berkeperluan khas. Kemahiran membaca adalah antara masalah dari segi sosial, komunikasi dan pemikiran
kemahiran yang perlu dikuasai oleh setiap pelajar yang sukar untuk diubah (Morlock, Reynolds, Fisher
kerana merupakan asas penguasaan dalam bidang dan Comer 2015). Sejak 10 tahun yang lalu, kadar
akademik. Membaca merupakan proses yang kompleks peningkatan individu yang mengalami Autisme adalah
dan ianya bukan kemahiran yang diperolehi secara sebanyak 78% (Insel 2012). Billstedt, Gillberg dan
semulajadi. Kemahiran ini memerlukan pengamatan Gillberg (2005) menyatakan hanya 4% - 12% daripada
pada sistem tulisan dan perkataan serta memadankan orang dewasa yang mengalami Autisme hidup secara
kod tersebut kepada bahasa yang dipertuturkan (Lee, berdikari.
Gable dan Klassen 2012). Kajian mendapati ada diantara pelajar yang
Kemahiran membaca adalah asas kejayaan mengalami Autisme menunjukkan keunikan iaitu obeses
akademik dan pembelajaran seumur hidup serta pada huruf dan menyebabkan mereka memperolehi
mempengaruhi kehidupan persekitaran sosial kehidupan kemahiran membaca tanpa pembelajaran secara formal
seseorang individu. Banyak kajian menekankan yang dikenali sebagai hyperlexia (Gabig 2010).
berkenaan kesan pencapaian kemahiran membaca yang Walaubagaimanapun, kebanyakan pelajar yang
rendah terhadap seseorang individu. Contohnya, mengalami Autisme menunjukkan tahap kemahiran
individu yang mempunyai tahap membaca yang rendah membaca yang purata dengan pelajar-pelajar tipikal
adalah lebih kurang bernasib baik jika dibandingkan yang seusia dengan mereka (Gabig 2010).
dengan populasi sebaya dengannya dari segi kesihatan,

111
112 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Pelajar yang mengalami Autisme memerlukan Pendidikan Individu (RPI) atas persetujuan ibu bapa
pendidikan secara individu kerana mereka sukar untuk subjek sewaktu perbincangan.
menerima arahan dan membuat keputusan apabila Modul Membaca Fonik Khas (MMFK): Modul
sistem pembelajaran yang dijalankan sama seperti ini dibina oleh penyelidik-penyelidik di Universiti
pelajar tipikal (Crowley, McLaughlin, Kahn 2013). Kebangsaan Malaysia (UKM). Modul ini menggunakan
Oleh itu pelajar ini memerlukan program pendidikan kaedah fonik dengan melibatkan strategi pengulangan,
berdasarkan keperluan pelajar tersebut (Florest, Nelson, scalfolding dan penglibatan pelajar dalam modul ini.
Hinton, Strozier, Terry dan Franklin 2013). Antara aktiviti di dalam modul ini adalah membunyikan
dan membulatkan huruf. Guru akan membaca bersama-
PERNYATAAN MASALAH DAN OBJEKTIF sama dengan reponden sebelum reponden menyebut
KAJIAN bunyi huruf tersebut secara berdikari. Pelan pengajaran
Jacobs dan Richadale (2013) menyatakan pelajar telah dibina sebagai garis panduan kepada guru untuk
yang menguasai kemahiran membaca yang baik akan memberi arahan kepada subjek. Subjek akan diberikan
menujukkan potensi yang lebih baik jika dibandingkan masa selama lima saat untuk memberi tindak balas
pelajar yang mempunyai sejarah defisit dalam kepada arahan yang diberikan. Jika subjek tidak
kemahiran membaca. Penguasaan kemahiran membaca memberi tindak balas, guru akan memberi bantuan
dalam kalangan pelajar perlu dipandang serius kerana kepada subjek.
membari kesan pada penguasaan akademik yang lain. Senarai Semak: Instrumen yang digunakan
Pelajar yang mengalami Autisme adalah di adalah pemerhatian berdasarkan senarai semak yang
antara kategori yang berisiko dengan masalah telah dibina.
membaca. Kajian menunjukkan tiga per empat individu Data baseline dan selepas intervensi; Fasa 1:
yang mengalami Autisme mempunyai masalah intelek Modul Membaca Fonik Khas; dan Fasa 2: Modul
(Morlock et all. 2015). Membaca Fonik Khas dan kad imbas akan direkodkan
Kajian Asberg, Dahlgren dan Dahlgren (2008) untuk melihat peningkatan kemahiran asas membaca.
ada melaporkan pelajar yang mengalami Autisme secara
Jadual 1: Senarai asas kemahiran membaca berdasarkan
umumnya mempunyai masalah untuk mentafsir
M odul M embaca Fonik Khas
perkataan dan kefahaman membaca. Pelajar ini
memerlukan pendidikan dan bahan bantu mengajar yang Unit Kemahiran Unit Kemahiran
bersesuaian dengan permasalahan yang mereka hadapi.
Oleh itu, kajian ini bertujuan untuk mengenal 1 Pengenalan kepada 18 Pengenalan kepada
a ku
pasti peningkatan kemahiran membaca menggunakan
Modul Membaca Fonik Khas (MMFK) dalam kalangan 2 Pengenalan kepada 19 ka vs ku
i
murid yang mengalami Autisme.
3 a vs i 20 ki vs ku

METODOLOGI 4 Pengenalan kepada 21 ka vs ki vs ku


Metodologi yang digunakan dalam kajian ini u
adalah kajian eksperimen. Rekabentuk kajian adalah 5 a vs u 22 Pengenalan kepada
single subject multiple baseline across participant . mama
Rekabentuk kajian ini digunakan dalam pendidikan 6 i vs u 23 Pengenalan kepada
khas sebagai alternatif kepada rekabentuk eksperimen umi
secara berkumpulan. 7 a vs i vs u 24 Pengenalan kepada
Pemilihan subjek dalam kajian ini adalah: 1) mami
pelajar yang telah didiagnos Autisme oleh doktor 8 Pengenalan kepada 25 Pengenalan kepada
samada di sektor swasta atau kerajaan, 2) berdaftar ma aki
sebagai pelajar si pusat pembelajaran Autisme dan 3) 9 Pengenalan kepada 26 Pengenalan kepada
belum menguasai kemahiran asas membaca. mi aku
10 ma vs mi 27 Pengenalan kepada
Subjek 1: Berumur 16 tahun dan didiagnos pada kaki
umur 3 tahun. Subjek berdaftar sebagai pelajar di pusat 11 Pengenalan kepada 28 Pengenalan kepada
pembelajaran Autisme pada umur 7 tahun. mu kuku
12 ma vs mu 29 Pengenalan kepada
Subjek 2: Berumur 21 tahun dan didiagnos pada kaku
umur 3 tahun. Subjek berdaftar sebagai pelajar di pusat 13 mi vs mu 30 Pengenalan kepada
pembelajaran Autisme pada usia 13 tahun. maka
Kedua-dua subjek adalah pelajar yang 14 ma vs mi vs mu 31 Pengenalan kepada
mengalami Autisme tahap 3 (memerlukan sokongan muka
yang tinggi) dan tidak bertutur. Kemahiran membaca 15 Pengenalan kepada 32 Pengenalan kepada
Bahasa Melayu telah dijadikan objektif Rancangan ka kami
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 113
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

16 Pengenalan kepada 33 Pengenalan kepada DAPATAN KAJIAN


ki kamu Kemahiran membaca subjek menggunakan Modul
17 ka vs ki Membaca Fonik Khas dapat dilihat dalam Rajah 1 iaitu
data baseline dan intervensi. Kajian ini dijalankan
selama selama 30 minggu.

Rajah 1: Data baseline dan intervensi Fasa 1 dan 2


Unit

Minggu

Rajah 1 menunjukkan data baseline bagi dua orang


subjek. Data baseline menunjukkan subjek belum PERBINCANGAN
menguasai asas membaca Bahasa Melayu. Terdapat dua fasa Hasil kajian yang telah diperolehi, pengkaji
intervensi dijalankan. Fasa 1 adalah penggunaan Modul mendapati kad imbas membantu meningkatkan kemahiran
Membaca Fonik Khas di mana peningkatan kemahiran asas membaca pelajar yang mengalami Autisme. Kad imbas
membaca adalah rendah. Subjek 1 menunjukkan adalah mudah dan senang untuk digunakan bagi
peningkatan sebanyak dua unit sahaja pada minggu ke 14 memudahkan pelajar membezakan huruf atau perkataan
manakala subjek 2 menunjukkan peningkatan 1 unit pada yang dipelajari (Kupzyk, Daly dan Andersen 2011). Kad
minggu ke 15. imbas merupakan kaedah yang berkesan untuk mengajar
Seterusnya, pengkaji telah menggunakan MMFK kemahiran akademik peringkat sekolah rendah dan
dan kad imbas pada Fasa 2. Subjek 1 dapat menguasai 7 unit menengah untuk kanak-kanak yang mengalami
pada minggu ke 30 manakala subjek 2 menguasai 4 unit ketidakupayaan intelektual (Crowley, McLaughlin dan
pada minggu ke 30. Kajian ini dijalankan secara individu. Kahn, 2013).
Kedua-dua subjek adalah pelajar yang mengalami
Kedua-dua subjek adalah tidak boleh bertutur. Autisme tidak bertutur. Subjek mengalami kesukaran untuk
Subjek 1 menunjukkan peningkatan yang lebih baik menyebut bunyi huruf a dengan baik. Subjek tertumpu
daripada subjek 2. Di mana usia subjek 1 lebih muda dengan bentuk mulut guru apabila guru menyebut bunyi
daripada subjek 2. Subjek 2 juga mempunyai masalah huruf a. Catts, Fey, Tromblin dan Zhang (2002)
hypersensitif pada bunyi dan agak sukar untuk menerima menyatakan pelajar yang mengalami masalah pertuturan
arahan yang diberikan.
114 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

adalah enam kali ganda kesukaran untuk belajar membaca kalangan pelajar berkeperluan khas dapat
berbanding dengan pelajar tipikal yang lain. dipertingkatkan.
Guru akan mentafsir tahap pencapaian pelajar
sebelum menggunakan MMFK dimana pelajar akan diajar
bermula dari tahap pencapaian dan kemampuan pelajar. RUJUKAN
Guru akan mengajar unit baru apabila pelajar telah Arciuli, J., Stevens, K., Trembath, D. & Simpson, I. C.
menguasai sepenuhnya unit sebelumnya. Ini merupakan 2013. The relationship between parent report of
strategi scaffolding yang diaplikasikan dalam MMFK. adaptive behavior and direct assessment of
Strategi scaffolding merupakan sistem bantuan dan model reading ability in children with autism spectrum
bagi merangsang perkembangan bahasa. Guru perlu disorder. Journal of Speech, Language, and
mentafsir dan memberi tindak balas berdasarkan tahap Hearing Research, 56, 18371845.
pencapaian seorang pelajar (Bellon-harn, dan Harn 2008). Asberg, J., Dahlgren, S.O. & Dahlgren Sandberg, A.
MMFK menyediakan strategi pembelajaran iaitu 2008. Basic reading skills in high-functioning
mengandungi arahan khusus sewaktu sesi pengajaran dan Swedish children with autism spectrum disorders
pembalajaran. ciri-ciri khusus arahan (seperti pembelajaran or attention disorder. Research in Autism
errorless) yang berkaitan dengan hasil yang lebih baik telah Spectrum Disorders, 2, 95-109.
didokumenkan. (Weiss, Fiske dan Suzannah t.t). Billstedt E, Gillberg C, and Gillberg C (2005) Autism
after adolescence: Population-based 1322 year
KESIMPULAN DAN CADANGAN fol- low up study of individuals with autism
Kesimpulan diagnosed in childhood. Journal of Autism and
Berdasarkan dapatan kajian dan analisis data Developmental Disorder 35, 351360.
yang dijelaskan sebelumnya, maka pengkaji Crowley, K., McLaughlin, T. & Kahn, R. 2013. Using
menyimpulkan terdapat kesan penggunaan kaedah Direct Instruction flashcards and reading
fonik, dan strategi pengajaran errorless learning serta racetracks to improve sight word recognition of
scaffolding terhadap kemahiran asas membaca atas two elementary students with autism. Journal of
pelajar yang mengalami Autisme. Developmental and Physical Disabilities, 25(3),
Penggunaan kad imbas dan latihan berulang 297311.
dalam kajian ini meningkatkan lagi kemahiran Flores, M. M., Nelson, C., Hinton, V., Franklin, T. M.,
membaca. Oleh itu, penggunaan Modul Membaca Fonik Strozier, S. D., Terry, L. & Franklin, S. 2013.
Khas beserta kad imbas memberi impak dan boleh Teaching Reading Comprehension and Language
digunakan atas pelajar-pelajar berkeperluan khas yang Skills to Students with Autism Spectrum
lain. Disorders and Developmental Disabilities Using
Secara keseluruhan, kemahiran asas membaca Direct Instruction. Education and Training in
memainkan peranan penting dan intervensi awal perlu Developmental Disabilities, 48(1), 4148.
dijalankan seawal yang mungkin. Kaedah fonik Gabig, C. S. 2010. Phonological Awareness and Word
melibatkan strategi pengulangan, scalfolding dan Recognition in reading by children with autism.
penglibatan pelajar dalam modul ini dapat Communication Disorders Quarterly, 31(2), 67
meningkatkan kemahiran membaca dalam kalangan 85.
murid yang mengalami Autisme. Oleh itu, Modul Insel T (2012, March 29) Autism prevalence: More
Membaca Fonik Khas ini berpotensi digunakan untuk affected or more detected? [web log post].
mengajar murid-murid bermasalah pembelajaran di Diperoleh daripada:
negara ini dalam meningkatkan kemahiran membaca. http://www.nimh.nih.gov/about/director/2012/aut
ism-prevalence-more-affected-or-more-detected.
shtml.
Cadangan Jacobs, D. W. & Richdale, A. L. 2013. Research in
Hasil analisis dan kesimpulan kajian, pengkaji memberi Developmental Disabilities Predicting literacy in
beberapa cadangan berikut: (1) intervensi awal perlu children with a high-functioning autism spectrum
dijalankan seawal yang mungkin untuk pelajar-pelajar disorder. Research in Developmental
berkeperluan khas kerana kebanyakan masalah Disabilities, 34(8), 23792390.
membaca dapat dielakkan atau dikurangkan melalui Kupzyk, S., Daly, E. J. & Andersen, M. N. 2011. a
intervensi awal. Peningkatan kemahiran membaca Comparison of Two Flash-Card Methods for
adalah lebih tinggi jika diajar di awal usia jika Improving Sight-Word Reading. Journal of
dibandingkan dengan usia remaja; (2) Guru perlu diberi Applied Behavior Analysis, 44(4), 781792.
pendedahan berkenaan dengan kaedah membaca iaitu Lee, G.-L., Gable, R. & Klassen, V. K. 2012. Effective
fonik dan strategi pengajaran iaitu errorless learning Reading Remediation Instructional Strategies for
dan scaffolding. Pembelajaran dan pengajaran untuk Struggling Early Readers. Procedia - Social and
pelajar berkepeluan khas perlu bersesuai dengan Behavioral Sciences, 46, 822827.
kemampuan dan keperluan setiap pelajar. Diharapkan
kajian berkenaan dengan kemahiran membaca dalam
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 115
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Morlock, L., Reynolds, J. L., Fisher, S. & Comer, R. J.


2015. Video modeling and word identification in
adolescents with Autism Spectrum Disorder.
Child Language Teaching and Therapy, 31(1),
101111.
Weiss, M. J., Fiske, K. F. & Suzannah. (t.t.). Spectrum
Disorders. Clinical Assessment and Intervention
for Autism Spectrum Disorders, hlm.First Edit.
Elsevier Inc.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

APLIKASI STRATEGI PENEGUHAN POSITIF DALAM MODIFIKASI TINGKAH


LAKU DISTRUPTIF MURID MASALAH PEMBELAJARAN SEKOLAH RENDAH
(Application of Positive Reinforcement Strategies in Behaviour Modification of Distruptive Students
With Learning Disabilities in Primary School)

Nur Maziah Baharoma, Rosadah Abd Majidb


ab
Fakulti Pendidikan
Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia
e-mail : nurraudhah55@gmail.com

Abstrak: Kajian ini dijalankan untuk menguji sejauh mana strategi peneguhan positif dapat memberi kesan yang
positif terhadap perubahan tingkah laku Murid Berkeperluan Khas (MBK) Masalah Pembelajaran di sekolah
rendah. Responden kajian adalah seorang murid Slow Learner yang sedang belajar di Program Pendidikan Khas
Integrasi (PPKI) di Daerah Port Dickson. Data dikumpul berdasarkan kaedah pemerhatian. Pengkaji mengambil
masa 4 minggu untuk melihat perubahan tingkah laku distruptif yang ditunjukkan oleh murid. Tingkah laku
distruptif yang difokuskan dalam kajian ini ialah tingkah laku suka berjalan yang mengganggu proses pengajaran
dan pembelajaran di dalam bilik darjah. Peneguhan positif yang digunakan ialah token ekonomi dan penjanaan
motivasi intrinsik kepada MBK. Pemerhatian tingkah laku dijalankan di dalam bilik darjah dan ia melibatkan 3
fasa iaitu sebelum, semasa dan selepas intervensi. Kajian ini menggunakan kaedah A-B-A iaitu A adalah fasa
baseline dan B adalah fasa intervensi. Data direkod dalam bentuk jadual dan graf garis linear berdasarkan fasa-
fasa intervensi yang dijalankan ke atas MBK. Pada akhir kajian ini, pengkaji dapat membuat beberapa rumusan
tentang perkaitan elemen ransangan terhadap perubahan tingkah laku MBK di dalam bilik darjah. Hasil kajian
menunjukkan bahawa peneguhan positif yang dilaksanakan adalah berkesan dan dapat mengurangkan tingkah
laku distruptif MBK seterusnya membawa kepada pengurusan bilik darjah yang cemerlang.
Kata kunci : peneguhan positif, modifikasi tingkah laku, tingkah laku distruptif, murid berkeperluan
khas, masalah pembelajaran, program pendidikan khas integrasi

Abstract: This research was conducted to test the extent to which positive reinforcement strategy helps in
changing the behaviour of special needs students with learning disabilities in primary school. The respondent for
this research was a Slow Learner student in the Special Education Integration Programme (PPKI) in the district of
Port Dickson. The behaviour that was focused in this research was walking around the classroom, which
interfered with the teaching and learning process in the classroom. The data collected were based on observation.
Researchers took 4 weeks to see a change in behaviour shown by student. Positive reinforcement technique that
was used in this study was token economy and intrinsic motivation technique. Behaviour observation was done
in the classroom in 3 phases, which was before intervention, during intervention and after intervention. This
research used A-B-A methods which A represents the baseline phase and B represents the intervention phase.
Data collected were recorded in tables and linear graphs according to the phases of observation that was done. At
the end of the study, researchers were able to make some summary about the changes in the behaviour of the
student in the classroom. The results showed that positive reinforcement implemented was
effective and reduced disruptive behaviour of students which lead to excellent classroom management.
Keywords: positive reinforcement, behaviour modification, distruptive behaviour, students with special
needs, learning disabilities, special education integration programme

PENDAHULUAN belajar dan prestasi murid di dalam bilik darjah.


Tingkah laku adalah apa sahaja yang Tingkah laku ini jika tidak dibendung akan
diperkatakan atau dilakukan oleh individu. Menurut menyebabkan penyebaran penyakit berjangkit di
Garry Martin & Joseph Pear (2003), tingkah laku dalam bilik darjah yang kesannya turut memberi impak
merangkumi aktiviti, aksi, prestasi, bertindakbalas, kepada murid-murid yang lain.
tindakan, dan reaksi. Tingkah laku boleh berbentuk Menurut Dantini (2011), masalah tingkah laku
positif mahupun negatif. Mohd Nazar Mohamad (1990) dalam kalangan MBK bukanlah suatu masalah yang
menyatakan tingkah laku negatif atau bermasalah dalam begitu serius tetapi ia boleh menjadi serius sekiranya
konteks pendidikan adalah merujuk kepada sebarang tidak dirawat. Hal ini kerana apabila suatu tingkah laku
tingkah laku murid yang boleh menjejaskan kelicinan distruptif terjadi, ia bukan hanya melibatkan seorang
atau keberkesanan pengajaran dan pembelajaran (P&P) murid sahaja tetapi impaknya adalah kepada suasana
di dalam bilik darjah. Tingkah laku bermasalah boleh P&P secara keseluruhan. Murid yang mempunyai
menjadi barah yang mampu membunuh keupayaan tingkah laku distruptif cenderung untuk mengganggu

117
118 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

tumpuan murid-murid lain semasa proses P&P sedang pensil. Pemberian ini berterusan sehingga murid
dijalankan. mencapai hadiah tertinggi.
Menurut Nor Anisa (2005) dan Abdullah Sani
(2005), guru pendidikan khas perlu memiliki Jadual 1: Jadual Pemberian Ganjaran Bahan
pengetahuan yang tinggi untuk mengubah tingkah laku Maujud
yang diingini. Sekiranya guru bijak menangkas tingkah
laku distruptif di dalam bilik darjah, pasti banyak Mata Hadiah
transformasi dan kemajuan yang dapat dicapai sama ada
oleh murid itu sendiri mahupun daripada murid-murid 20 Aiskrim
yang lain. Guru boleh membantu mengubah tingkah
laku MBK dengan merancang persekitaran sosial yang 50 Bekas Pensil
baru dan terpimpin. Stone (2007) menyatakan sekiranya
tingkah laku boleh dipelajari, maka sudah tentu tingkah 100 Botol Air
laku juga boleh diubahsuai. Oleh itu, proses perubahan
tingkah laku perlu dilakukan secara terpimpin dan 150 Pensil Warna
sistematik supaya terlazim dalam mendapatkan tingkah
laku yang diingini. 200 KFC

METODOLOGI KAJIAN
Kajian tingkah laku ini dijalankan secara kajian Sekiranya murid tidak berjalan dalam satu sesi
tindakan. Menurut Lewin (1946), fasa-fasa yang perlu pembelajaran, murid akan diberi mata 3. Mata ini
dilalui untuk melihat suatu transformasi ialah dikumpul setiap hari dan diberi hadiah mengikut
merancang, bertindak, memerhati dan mereflek. bilangan mata terkumpul dalam seminggu. Hadiah
Pemerhatian ini dilakukan 3 peringkat iaitu sebelum, diberikan setiap hujung minggu iaitu hari Jumaat.
semasa dan selepas intervensi yang dijalankan selama 4
minggu seperti dalam rajah 1. Kaedah A-B-A Formula pengiraan mata:
digunakan dalam perekodan data iaitu A adalah
baseline dan B adalah intervensi.
a3=b

di mana,
a = sesi P&P yang murid tidak berjalan (dikira setiap 30
minit)
b = jumlah mata terkumpul pada minggu semasa.

Contoh pengiraan:
Sesi P&P yang murid tidak berjalan pada minggu 1
Rajah 1: Fasa-fasa Pemerhatian adalah 7. Oleh itu, pengiraan mata yang diperoleh
murid dikira seperti berikut:
Peneguhan positif yang difokuskan dalam kajian
ini adalah berbentuk bahan maujud (hadiah), sosial 7 3 = 21
(pujian, pelukan, sentuhan) dan token (markah). Maka, jumlah mata yang diperoleh oleh murid
Ganjaran bahan maujud yang telah diputuskan oleh adalah 21. Mengikut jadual pemberian ganjaran dalam
jawatan kuasa adalah seperti di jadual 1. Pemberian jadual 1, sekiranya murid memperoleh lebih daripada 20
hadiah adalah berdasarkan jumlah mata ganjaran yang mata, maka hadiah aiskrim perlu diberikan kepada murid.
terkumpul. Pengkaji dan jawatan kuasa akan Mata pada minggu pertama ini akan di bawa kepada
merekodkan kekerapan murid berjalan sebelum, semasa minggu 2 dan dijumlahkan pada akhir minggu 2.
dan selepas proses intervensi dilakukan. Untuk setiap
tingkah laku yang mencapai sasaran, murid akan diberi Contoh pengiraan:
mata ganjaran. Sesi P&P yang murid tidak berjalan pada minggu 2
Ganjaran bahan maujud yang diputuskan oleh adalah 15. Oleh itu, perngiraan mata yang diperoleh
jawatan kuasa penilai bergantung kepada jumlah mata murid dikira seperti berikut:
yang dikumpul oleh murid. Mata yang dikumpul akan
ditukarkan dengan hadiah yang ditetapkan. Apabila 15 3 = 45
murid mendapat 20 mata, maka hadiah yang akan
diperolehi murid ialah aiskrim. Apabila murid mendapat Jumlah mata minggu 2 ini perlu ditambah dengan
50 mata, hadiah yang akan diperolehi murid ialah bekas jumlah mata minggu 1. Maka, jumlah mata terkumpul
oleh murid adalah seperti berikut:
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 119
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

kekerapan murid berjalan mengikut hari adalah berbeza.


45 + 21 = 66 Hal ini disebabkan oleh pelbagai faktor seperti masa,
Jumlah mata terkumpul yang diperoleh murid pada iklim bilik darjah dan kecenderungan terhadap mata
minggu kedua ialah 66. Mengikut jadual pemberian pelajaran tertentu. Pemerhatian awal telah direkodkan
ganjaran dalam jadual 1, sekiranya murid memperoleh pada minggu pertama sebagai data baseline (A).
lebih daripada 50 mata, maka hadiah bekas pensil perlu Pemerhatian ini dinyatakan dalam jadual 2 iaitu
diberikan kepada murid. mengenai kekerapan murid berjalan sebelum intervensi.
Berdasarkan jadual 2, kekerapan murid berjalan adalah
DAPATAN KAJIAN tinggi iaitu sebanyak 82 kali seminggu. Seterusnya
Dapatan kajian adalah berdasarkan pemerhatian rajah 2 menunjukkan kekerapan murid berjalan dalam
yang dibuat oleh pengkaji dan jawatan kuasa penilai bentuk graf linear.
selama 4 minggu. Berdasarkan pemerhatian, jumlah

Jadual 2: Kekerapan Murid Berjalan Sebelum Intervensi (Minggu 1)


Hari/ 7.40 8.10 8.40 9.10 9.40 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 Jumlah

8.10 8.40 9.10 9.40 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 1.00

I - // / // R // // // // /// /// 19

S // // // // E // // // // // // 18

R - - // // H /// // // /// // 16

K // // /// // A / / // // // 17

J - - // // T // // // // 12

Rajah 2: Kekerapan Murid Berjalan Sebelum Intervensi (Minggu 1)

Fasa intervensi (B) merupakan perkara yang Berdasarkan jadual 3 dan jadual 4, dapat dilihat
penting dalam kajian ini kerana ia akan membuktikan bahawa kekerapan murid berjalan telah berkurang
sejauh mana peneguhan positif memberi impak positif dengan drastik iaitu sebanyak 54 dan 31 kali
kepada MBK. Jadual 3 dan jadual 4 menunjukkan berbanding 82 kali ketika sebelum intervensi. Rajah 3
dapatan data yang diperoleh pada fasa intervensi. dan rajah 4 menunjukkan bagaimana kekerapan ini
Dapatan ini diperoleh pada minggu keduan dan ketiga berubah dalam bentuk graf linear.
program modifikasi tingkah laku ini dijalankan.

Jadual 3: Kekerapan Murid Berjalan Semasa Intervnsi (Minggu 2)

Hari/ 7.40 8.10 8.40 9.10 9.40 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 Jumlah

8.10 8.40 9.10 9.40 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 1.00

I - // / // R // / / / / // 13

S / / / // E // - / / / // 12
120 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

R - - / / H // / / / // 9

K / / / // A / / - / // 10

J - - / // T // / / // 10

Rajah 3: Kekerapan Murid Berjalan Semasa Intervensi (Minggu2)

Jadual 4: Kekerapan Murid Berjalan Semasa Intervensi (Minggu 3)

Hari/ 7.40 8.10 8.40 9.10 9.40 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 Jumlah

8.10 8.40 9.10 9.40 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 1.00

I - / - / R / - - / / / 6

S - / / / E / - / / - / 7

R - - / / H / / / / / 7

K / - / / A - - / - / 5

J - - / / T / / / / 6

Rajah 4: Kekerapan Murid Berjalan Semasa Intervensi (Minggu 3)

Fasa terakhir adalah selepas intervensi (A). Fasa peneguhan positif memberi impak kepada peningkatan
ini menunjukkan bagaimana tingkah laku murid motivasi instrinsik murid. Murid tidak diberikan
terlazim dengan peneguhan positif. Fasa selepas peneguhan positif seperti pujian. Namun pemberian
intervensi menjawab persoalan mengenai sejauh mana markah masih dijalankan tanpa pengetahuan murid.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 121
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Apabila murid berjalan, jawatan kuasa penilai akan dalam bentuk graf linear. Jumlah ini telah meningkat
memberi isyarat bahawa tingkah laku itu tidak disukai berbanding kekerapan pada minggu-minggu intervensi.
dan murid perlu duduk. Dapatan data pada minggu 4 ini Seterusnya rajah 6 menunjukkan kekerapan murid
adalah seperti yang dinyatakan pada jadual 5. berjalan selama 4 minggu program modifikasi tingkah
Berdasarkan jadual 5, kekerapan murid berjalan kembali laku.
meningkat kepada 41 kali. Rajah 5 menerangkan situasi

Jadual 5: Kekerapan Murid Berjalan Selepas Intervensi (Minggu 4)

Hari/ 7.40 8.10 8.40 9.10 9.40 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 Jumlah

8.10 8.40 9.10 9.40 10.00 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 1.00

I - / - // R / / - / - / 7

S - / / / E / - / / - / 7

R - / // / H // / / / / 10

K // - / / A - // / - / 8

J - / // / T / - // // 9

Rajah 5: Kekerapan Murid Berjalan Selepas Intervensi (Minggu 4)

Rajah 6: Perbandingan Kekerapan Murid Berjalan Minggu 1-4


122 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Mengikut persetujuan jawatan kuasa penilai, dinyatakan pada jadual 6. Pada minggu kedua, murid
murid akan diberikan ganjaran bahan maujud diberi ganjaran aiskrim kerana berjaya mengumpul
sekiranya berjaya menunjukkan perubahan kepada mata melebihi 20. Pada minggu ketiga, murid diberi
tingkah laku sasaran. Pemberian ganjaran bahan ganjaran bekas pensil kerana berjaya mengumpul mata
maujud ini dilakukan mengikut skala seperti yang melebihi 50. Pada minggu keempat pula murid diberi
dinyatakan pada jadual 1. Berdasarkan pemerhatian ganjaran botol air kerana berjaya mengumpul mata
dan penilaian selama 3 minggu, ganjaran bahan melebihi 100.
maujud yang diterima oleh murid adalah seperti yang

Jadual 6: Jadual Penerimaan Ganjaran Bahan Maujud

Jumlah tidak Jumlah mata Jumlah mata Hadiah


berjalan semasa terkumpul ganjaran
sesi P&P mingguan terkumpul

a b c
(a x 3) (b1+b2+b3)

Minggu 2 7 21 21 Aiskrim

Minggu 3 15 45 66 Bekas pensil

Minggu 4 13 39 105 Botol air

REFLEKSI DAN PENILAIAN Setelah beberapa hari diberi peneguhan positif,


Menurut Rahil Mahyuddin (2002), peneguhan murid menjadi biasa dengan tingkah laku sasaran.
positif boleh meningkatkan berlakunya tingkah laku Murid telah mula menyesuaikan diri dengan duduk di
sasaran. Ransangan yang diberikan kepada murid tempat sendiri sehingga proses P&P tamat. Di sini,
berpotensi meningkatkan kebarangkalian suatu tingkah dapat dilihat bahawa konsep peneguhan positif yang
laku sasaran itu berulang. Berdasarkan pemerhatian, dijalankan telah memberi impak yang optimum kepada
peneguhan positif yang diberikan telah menunjukkan murid. Jadual 4 menunjukkan bagaimana tingkah laku
keberkesanan dalam modifikasi tingkah laku MBK. itu berjaya diubah berbanding sebelum fasa intervensi.
Ganjaran yang disediakan oleh guru diminati oleh murid Sebelum intervensi, kekerapan murid berjalan
dan ia mendorong murid untuk mengulangi tingkah laku adalah sebanyak 82 kali seminggu. Semasa intervensi,
sasaran. Tingkah laku murid berubah dengan baik jumlah ini berkurang kepada 30-54 kali seminggu dan
walaupun pada permulaannya disebabkan peneguhan selepas intervensi jumlah ini kembali meningkat kepada
positif yang berbentuk bahan maujud. Penerimaan 41 kali seminggu. Namun di sini dapat dilihat dengan
ganjaran bahan maujud yang diterima oleh murid adalah jelas bahawa tingkah laku distruptif dapat dikurangkan
seperti yang dinyatakan pada jadual 6. Walaupun murid dengan sangat ketara melalui pelaksanaan strategi
diberi ganjaran sosial seperti pujian, namun dapat dilihat peneguhan positif. Perbandingan kekerapan tingkah
kecenderungan murid untuk berubah adalah disebabkan laku ini juga boleh dilihat dalam graf linear seperti di
ganjaran bahan maujud. rajah 2, rajah 3, rajah 4, rajah 5 dan rajah 6.
Menurut Teori Pembelajaran Skinner, pemberian Kelebihan yang dapat dilihat daripada strategi
ganjaran akan menyebabkan berlakunya tindak balas. peneguhan positif ini ialah perubahan tingkah laku
Melalui peneguhan positif, murid terdorong untuk murid dari negatif ke arah tingkah laku sasaran
melakukan perubahan melalui pelaziman. Apabila kemudiaannya terdorong oleh dirinya sendiri. Murid
mendapat ganjaran bahan maujud, kecenderungan murid dapat menjalani perubahan dengan emosi yang baik.
untuk bertindak balas akan meningkat. Namun apa yang Apabila murid dapat berubah dengan emosi yang baik,
penting ialah ganjaran diberi secara terpandu dan hasil kerja murid juga menjadi bertambah baik.
sistematik supaya perubahan tingkah laku dapat berubah
dengan lebih baik. Sekiranya keperluan ini tidak PERBINCANGAN DAN KESIMPULAN
dipenuhi atau dijalankan secara tidak berkala, Merujuk kepada Teori Pembelajaran Skinner,
kebarangkalian pembentukan tingkah laku sasaran akan suatu ransangan yang berkesan akan mewujudkan
mengambil masa yang lebih panjang. Teori pelaziman tindak balas yang berkesan. Jika dilihat pada dapatan
operan sangat mentingkan skala dalam pemberian data, jelas menunjukkan bahawa apabila seseorang
ganjaran dalam suatu pembentukan tingkah laku murid diberikan peneguhan positif, tingkah laku
sasaran. distruptif murid menurun dengan begitu drastik.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 123
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Menurut Charles (2008), guru-guru yang dipengaruhi oleh pengawasan kelas secara keseluruhan.
mengaplikasikan peneguhan positif dapat mendorong Salah satu aspek yang penting ialah pengurusan tingkah
murid-murid untuk menunjukkan tingkah laku yang laku murid distruptif. Oleh itu, kajian ini secara
baik Ia juga seiring dengan fitrah murid yang suka keseluruhannya menekankan bagaimana strategi
kepada keseronokan. Setiap murid mempunyai gaya peneguhan positif itu membantu guru mengurus bilik
pembelajaran yang tersendiri. Oleh itu guru perlu darjah apabila mendepani murid yang mempunyai
memilih strategi modifikasi yang sesuai degan masalah tingkah laku distruptif.
keperluan murid. Menurut Khalim Zainal (2008) guru
boleh membantu murid membentuk tingkah laku RUJUKAN
sasaran melalui pelbagai perspektif, salah satunya Abdullah Sani. 2005. Mengurus Hal Ehwal
adalah melalui strategi peneguhan positif. Pelajar. PTS Profesional Publishing Sdn.
Strategi peneguhan positif telah berjaya Bhd, Kuala Lumpur, Malaysia.
membentuk tingkah laku sasaran. Teori Skinner Asizah. 2015. Children Disruptive Behavior Well-
merupakan suatu indikator dan perancangan modifikasi being: Pentingnya Hubungan Anak dan Orang
tingkah laku yang sistematik dalam usaha menyediakan Tua. Seminar Psikologi & Kemanusiaan,
murid ke arah alam pembelajaran yang berkesan. Psychology Forum UMM, 46-54. ISBN: 978-
Melalui peneguhan positif murid berubah dengan 979-796-324-8.
seronok, keinginan belajar yang didorongi oleh diri Bandura, A. 1997. Social learning theory. Prentice-
sendiri dan wujud hubungan yang baik antara murid Hall, New Jersey.
dengan guru. Dengan ini, proses P&P dapat dijalankan Charles. 2008. Building Classroom Dicipline, Pearson
dengan baik, seterusnya memberi peluang kepada murid Education Inc, United Stated.
lain untuk memberi tumpuan yang lebih baik semasa Dantini Ak Juring. 2011. Aplikasi Teknik Modifikasi
sesi pembelajaran. Tingkah Laku Dalam Pengurusan Tingkah
Persekitaran pembelajaran merupakan pengaruh Laku Murid Bermasalah Pembelajaran.
penting kepada berlakunya tingkah laku distruptif di Unpublished Degree Thesis, Universiti
dalam bilik darjah. Hal ini dijelaskan oleh Asizah Pendidikan Sultan Idris, Malaysia.
(2015) dalam kajiannya yang menyatakan antara faktor- Fiona Shelton, Simon Brownhil. 2008. Effective
faktor penyebab berlakunya tingkah laku disruptif Behavior Management in the Primary
adalah faktor persekitaran. Kebiasaanya masalah ini Classroom. The McGraw.Hill.
wujud apabila keadaan murid tidak kondusif semasa Higgins J., Williams R., & McLaughlin, T.F. 2001.
mengikuti sesi P&P di dalam kelas. Salah satu cara The Effect of a Token Economy Employing
untuk menarik minat murid distruptif untuk belajar Instructional Consequences for a Third-Grade
adalah dengan mengubah persekitaran dan strategi Student With Learning Disabilities: A Data-
pembelajaran. Based Case Study. Education & Treatment of
Teori Bandura (1997) juga terlibat dalam situasi Children, 24, 99-106.
ini. Apabila meningkatnya emosi positif daripada murid Khalim Zainal. 2008. Memahami Tingkah Laku Remaja
distruptif, ia secara tidak langsung memberi impak Bermasalah dari Perspektif Teori Tingkah Laku,
kepada penambahbaikan kepada murid yang lain. Selain Humanistik, Psikoanik & Tret Personaliti. Jurnal
belajar melalui pelaziman, murid juga belajar secara Pengajian Umum, 9, 43-55.
peniruan. Pengaruh rakan sebaya adalah penting dalam Liyana Ahmad Afip et al. 2013. Persepsi dan
menentukan kejayaan murid di dalam pembelajaran. Hal Pengalaman Guru Pendidikan Khas dalam
ini dipersetujui oleh Nursuhaili (2010) yang Menghadapi Permasalahan Disleksia dalam
menyatakan selain daripada mengembangkan Kemahiran Literasi. Pusat Pengajian Bahasa dan
kebolehan dan kognisi sosial, rakan sebaya juga Pembangunan Insaniah, Universiti Malaysia
turut berupaya mempengaruhi sikap dan tingkah Kelantan, Malaysia.
laku. Kenyataan ini turut disokong oleh Quek Miow Noorhayati Hashim. 2012. Kaedah Syakir Membaca:
Leng (2006) yang menyatakan rakan sebaya turut Kajian Tindakan Bagi Membantu Disleksia
berperanan dalam mempengaruhi pencapaian akademik Belajar Membaca. Universiti Sains Islam
pelajar. Malaysia, Malaysia.
Tingkah laku distruptif perlu diberi perhatian Nursuhaili Baharuddin. 2010. Hubungan Antara
serius oleh guru agar tingkah laku tersebut tidak Kemahiran Sosial dengan Tingkah Laku
menggangu murid lain serta keseluruhan P&P. Hal ini Sosial dalam Kalangan Kanak-Kanak
dijelaskan oleh Higgins, Williams & Mc Laughlin, Prasekolah di Tabika Kemas, Beaufort.
(2001) yang menyatakan bahawa tingkah laku disruptif Universiti Malaysia Sabah, Malaysia.
memberikan impak negatif di dalam bilik darjah melalui Nor Anisa Musa. 2005. Modifikasi Tingkah Laku
pelbagai cara dan mengganggu kelicinan proses P&P Melalui Kemahiran Asas Guru dan Guru Sebagai
murid secara individu, guru atau keseluruhan bilik Kaunselor dan Motivator dalam Pembentukan
darjah. Kecemerlangan dalam mengendalikan bilik Tingkah Laku Kanak-kanak. Universiti Malaya,
darjah tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh alat bantuan Malaysia.
mengajar yang kompleks dan rapi tetapi ia turut
124 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Quek Miow Leng. 2006. Hubungan Antara Sikap, Ronaldi Saleh Umar et al. 2011. Menggunakan Animasi
Minat, Pengajaran Guru dan Pengaruh Rakan di dalam Instruksi Khas untuk Kanak-kanak
Sebaya dengan Pencapaian Matematik di Disleksia, Fakulti Pendidikan Universiti
Kalangan Pelajar Tingkatan Empat di Daerah Teknologi Mara, Shah Alam Selangor, Malaysia.
Batu Pahat, Johor. Univesiti Teknologi Skinner, B.F. 1958. Teaching Machines. Appleton
Malaysia, Malaysia. Century Crofts, New York.
Rahil Mahyuddin. 2002. Psikologi Pendidikan Untuk
Perguruan. Karisma Publications, Shah Alam,
Malaysia.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

FAKTOR PEMAKANAN BAGI MENINGKATKAN TUMPUAN MURID AUTISME


DALAM PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN GURU
(Nutrition Factor for Increasing Focus on Autism in Student Teacher Teaching and Learning )

Nurul Safura binti Roslia, Mohd Hanafi Mohd Yasin b, Mohd Mokhtar Taharc

aSekolah Kebangsaan Chinchin, 77000 Jasin, Melaka, Malaysia


bcFakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Selangor, Malaysia.
E-mail : nurul_safura@yahoo.com

Abstrak Kajian ini dijalankan untuk membincangkan faktor pemakanan dapat menyumbang kepada tumpuan
murid autisme terhadap pengajaran dan pembelajaran guru. Kesukaran dalam memberikan tumpuan kerap
berlaku kepada murid-murid autistme berbanding murid bermasalah pembelajaran yang lain. Oleh yang
demikian, tujuan kajian ini adalah untuk mengenal pasti kadar tumpuan murid, meningkatkan kadar tumpuan
murid, mengenalpasti jenis makanan yang boleh meningkatkan kadar tumpuan murid dalam proses pengajaran
dan pembelajaran guru. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengumpul data-data. Seramai 2
orang responden telah terlibat dalam kajian ini yang melibatkan murid-murid autisme daripada Persatuan
Autisme M elaka. Instrumen yang digunakan dalam kajian ini adalah pemerhatian, temubual dan analisis
dokumen. Seterusnya data dianalisis dan dihuraikan secara diskriptif. Teori yang mendasari kajian ini adalah
Teori Behaviorisme iaitu Teori Pelaziman Operan B. F Skinner dan Teori Kecerdasan Pelbagai Howard Gardner.
Seterusnya intervensi yang dijalankan adalah Diet Bebas Gluten dan Bebas Kasein. Hasil kajian menunjukkan
kadar tumpuan murid dapat ditingkatkan melalui intervensi yang diberikan semasa pengajaran dan pembelajaran.
Selain itu,faktor pemakanan turut mempengaruhi kadar tumpuan murid semasa pengajaran dan pembelajaran
guru. Pada kajian akan datang diharapkan intervensi yang digunakan dapat ditambahbaik bagi mendapatkan
keberkesanan yang maksimum dalam memberikan kadar tumpuan semasa pengajaran dan pembelajaran.
Kerjasama yang baik antara guru-guru dan ibu bapa membantu dalam melaksanakan intervensi kepada murid-
murid autisme ini. Secara tidak langsung kerjasama ini membantu murid menjalani intervensi yang berterusan
semasa dirumah. Diharapkan usaha ini dapat menyumbang kepada peningkatan kualiti pengajaran dan pelajaran
murid Pendidikan Khas M asalah Pembelajaran.
Kata kunci: Autisme, tumpuan, bebas gluten bebas cafein

Abstract This study was conducted to discuss dietary factors may contribute to autism students focus on
teaching and learning. Difficulty in focusing often happens to students with learning difficulties autistm than
others. The purpose of this study is to identify the focus of students, increase student focus, identify the types of
foods that can increase the concentration of students in teaching and learning. This study used a qualitative
approach to collect data. A total of 2 respondents were involved in this study involving pupils with autism from
the Autism Society of M alacca. The instrument used in this study was the observation, interviews and document
analysis. There the data is analyzed and described descriptively. The theory underlying this study is that the
theory of behaviorism operant conditioning theory B. F Skinner and Howard Gardner's theory of M ultiple
Intelligences. Next intervention carried out is Free Diet Gluten and Casein Free. The results showed that the
concentration of pupils can be improved through intervention provided during teaching and learning. In addition,
dietary factors also affect the focus of students during the teaching and learning of teachers. In future studies are
expected to be improved interventions used to obtain the maximum effectiveness in delivering the current focus
of teaching and learning. Good cooperation between teachers and parents help in implementing interventions for
students with autism this. Indirectly, this collaboration helps students undergoing constant intervention while at
home. It is expected that these efforts can contribute to improving the quality of teaching and learning of
students in Special Education Learning.
Keywords: Autism, concentration, gluten free casein free

PENDAHULUAN pemikiran, perilaku emosi, pola bermain dan juga


Menurut K.A Razhiyah (2009), istilah autisme mempunyai tingkahlaku yang luar biasa. Adanya
berasal daripada perkataan autos yang bererti diri gangguan dalam setiap kemahiran akan menyebabkan
sendiri dan isme yang bererti suatu aliran. Autisme gangguan terhadap pertumbuhan dan perkembangan
bermaksud keadaan yang menyebabkan kanak-kanak kanak-kanak autistik ini. Kini, jumlah kanak-kana
menumpukan perhatian dalam dunianya sendiri. autisme semakin meningkat di seluruh dunia, begitu
Autisme adalah gangguan dalam perkembangan mental juga di Malaysia. Menurut Jabatan Kebajikan
kanak-kanak yang menyebabkan mereka mengalami Masyarakat pada bulan September 2016 dalam Utusan
masalah pertuturan, komunikasi, interaksi sosial, Oline,setakat bulan Mac 2016 sejumlah 12,785 kanak-
kanak dan orang dewasa autistik telah didaftarkan dan
125
126 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

daripada jumlah itu 9,208 penghidap autisme adalah protein-protein kompleks, iaitu gluten dan kasein tidak
berusia 18 tahun ke bawah. dapat dicernakan dengan sempurna dan berubah
Kini usaha untuk memberi intervensi awal menjadi peptida. Peptida akan masuk ke dalam darah
kepada murid-murid autistik semakin meningkat. dan dapat merancuni otak dan membawa
Intervensi awal ini bermula dari segi pemakanan kanak- ketidakselesaan fizikal dan tingkah laku (Whiteley et al.
kanak autistik. Pemakanan mengikut keperluan kanak- 1999).
kanak autisme membantu perkembangan dan Antara intervensi yang dijalankan dalam adalah
pertumbuhan mereka. Makanan daripada sumber gluten diet bebas gluten bebas kasein (Interactive Autism
dan kasein dipercayai menganggu sistem pencernaan Network 2008). Diet ini menghapuskan makanan dan
kanak-kanak autisme ini (Siregar 2003). Gluten adalah minuman yang mengandungi gluten iaitu protein yang
protein yang terdapat dalam tumbuhan iaitu gandum. terdapat dalam gandum, barli, dan bijirin, manakala
Antara makanan daripada sumber ini adalah roti, mee, kasein iaitu protein yang terdapat dalam susu dan
kuih, kek, biskut, makaroni, spagetti. Manakala kasein produk tenusu.
adalah daripada sumber susu seperti ais krim, keju,
mentega, yougurt, dan makanan dan minuman yang OBJEKTIF
mengandungi campuran susu. Oleh yang demikian, ibu Secara umum, kajian ini bertujuan meningkatkan
bapa bagi kanak-kanak autistik perlu mempunyai tumpuan murid autisme dalam sesi pengajaran dan
pengetahuan mengenai keperluan pemakanan anak-anak pembelajaran melalui diet bebas gluten dan bebas
mereka supaya dapat mengurangkan simptom-simptom kaffein.
autisme tersebut.
Objektif khusus:
PENYATAAN MASALAH (i) mengenalpasti kadar tumpuan subjek dalam sesi
Menurut Bruner (1976), kesediaan belajar pengajaran dan pembelajaran guru,
merujuk kepada apa jua pekara yang dapat disampaikan (ii) meningkatkan kadar tumpuan subjek dalam sesi
secara berkesan kepada kanak-kanak pada mana-mana pengajaran dan pembelajaran guru menggunakan
peringkat perkembangannya. Kesediaan belajar subjek diet bebas gluten dan bebas kaffein: dan
diukur daripada pelbagai aspek. Antaranya adalah (iii) mengenalpasti jenis makanan yang dapat
subjek mampu untuk duduk di tempatnya, subjek meningkatkan kadar tumpuan dalam sesi
bersedia dari segi minat, tumpuan serta peralatan yang pengajaran dan pembelajaran
digunakan untuk belajar. Kesediaan belajar merujuk
kepada keadaaan dalaman individu yang bersedia dan METODOLOGI KAJIAN
berupaya untuk mempelajari sesuatu dengan tujuan Kajian ini adalah satu kajian kes yang dijalankan
memperolehi pengalaman dan pembelajaran yang baru. di sebuah Persatuan Autism Negeri Melaka. Responden
Menurut Kamus Dewan Edisi Keempat (2005), kajian seramai dua orang telah dipilih bagi menjalani
tumpuan adalah sesuatu yang menjadi sasaran atau intervensi awal iaitu diet bebas gluten dan bebas kasein.
sesuatu yang ditujui. Maka kemahiran menumpukan Pengkaji menggunakan kaedah kualitatif. Kaedah
perhatian memerlukan subjek memberikan fokus kepada pungutan data yang telah digunakan adalah melalui
sesuatu perkara. Jangka masa mendapatkan fokus dalam kaedah pemerhatian. Pemerhatian adalah hasil tinjauan
kalangan subjek ini bergantung kepada faktor subjek tingkah laku menggunakan lembaran data perekodan
serta sekitarnya. Menurut Suzila (2012), tumpuan kekerapan dan lembaran data senarai semak yang
terhadap pengajaran dan pembelajaran mempunyai dibina. Kaedah ini membolehkan pengkaji melihat
peranan yang penting dalam pengajaran dan sejauh mana subjek dapat memberikan tumpuan
pembelajaran. sepanjang proses pengajaran dan pembelajaran iaitu
Menurut Mahani 2002, pembelajaran berlaku menerusi item mampu untuk mengambil tempat duduk,
hasil gabungan antara stimulus (rangsangan) dan mendengar dan mengikut arahan, melibatkan diri dalam
response (gerak balas). Seterusnya, melihat akan aktiviti yang dilaksanakan, serta menyelesaikan tugasan
kepentingan dalam memberikan tumpuan terhadap yang diberikan serta dianalisis dalam bentuk kekerapan
pengajaran dan pembelajaran pengkaji melaksanakan dan peratusan.
intervensi makanan terlebih dahulu bagi menangani Menurut Mohamad Najib (1999), kaedah
masalah kurang tumpuan. Hal ini disokong oleh data pemerhatian merupakan kaedah yang paling anjal
kajian yang menunjukkan bahawa intervensi pemakanan kerana seseorang boleh menjalankan kajian tanpa soalan
digunakan oleh 15-38% kanak-kanak dengan gangguan dan kayu pengukur. Pemerhatian yang dilaksanakan
spektrum autisme (Interactive Autism Network 2008; mempunyai dua fasa. Fasa sebelum intervensi
Perrin et al 2012). dilaksanakan sebelum memulakan penyelidikan
Telah diketahui bahawa penderita autisme tindakan. Tujuan dilaksanakan pemerhatian sebelum
mengalami gangguan yang disebut leaky gut syndrome. intervensi untuk mengetahui masalah sebenar yang
Hal ini akan menyebabkan proses pencernaan akan dihadapi responden. Pemerhatian sebelum intervensi
menjadi tidak sempurna kerana terdapat gangguan dilaksanakan bagi mengesan kelemahan responden
produksi enzim pencernaan sehingga menyebabkan dalam hal yang berkaitan bagi mendapatkan tumpuan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 127
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

responden dalam sesi pengajaran dan


pembelajaran.Selain itu, data dikumpulkan melalui
pemerhatian selepas intervensi dilaksanakan. Fasa ini
dilaksanakan bagi mengesan keberkesanan intervensi
bebas gluten dan bebas kasein bagi mendapatkan
tumpuan responden sepanjang sesi pengajaran dan
pembelajaran.
Seterusnya kaedah temu bual iaitu satu situasi
iaitu penemu bual (pengkaji) akan menanyakan soalan
kepada seseorang atau lebih secara bersemuka.
Penyelidik telah memilih temu bual secara bersemuka
dengan menggunakan teknik separa berstruktur. Soalan
disediakan terlebih dahulu dan temu bual akan
dilaksanakan secara formal.
Kaedah terakhir yang dilaksanakan dalam kajian
ini adalah analis dokumen. Kaedah ini bagi
mengukuhkan lagi dapatan yang diperolehi dalam kajian
yang dilaksanakan. Kaedah ini boleh dijadikan bahan
bukti kukuh kerana hasil kerja yang dianalisis
merupakan hasil kerja kanak-kanak autism yang berjaya
meningkatkan tumpuan dalam pengajaran dan
Rajah 1: Skor kekerapan kurang beri tumpuan
pembelajaran dengan menyelesaikan latihan dan kerja
rumah yang diberikan.
Jadual 1 dan rajah 1, menunjukkan skor
kekerapan kurang beri tumpuan responden A dan B.
ANALISIS DATA Berdasarkan jadual dan rajah tersebut, pengkaji
Keputusan yang diperolehi diterjemah ke dalam mendapati kekerapan tidak memberikan tumpuan bagi
bentuk jadual dan graf untuk melihat perkembangan responden B mengkiut item yang digariskan adalah
responden dan memudahkan tafsiran data dibuat lebih tinggi berbanding responden A. Antara item y ang
sebelum, semasa dan selepas intervensi digariskan adalah meninggalkan tempat duduk, tidak
dijalankan.Tambahan lagi, data yang diperolehi ditukar mendengar dan mengikut arahan,tidak melibatkan diri
ke dalam bentuk peratus bagi menunjukkan pencapaian dalam aktiviti serta tidak dapat menyelesaikan tugasan
keseluruhan responden dengan menggunakan intervensi yang diberikan. Pada peringkat sebelum intervensi
ini. dilaksanakan kekerapan tidak mengambil tempat duduk
bagi responden A adalah lapan kali sepanjang
Dapatan Kajian pengajaran dan pembelajaran, manakala bagi responden
Bahagian ini menjelaskan keseluruhan dapatan B adalah sepuluh kali.
yang diperoleahi. Dapatan dalam data dianalisis serta Seterusnya, kekerapan tidak mendengar dan
dibuat banding beza bagi melihat peningkatan yang mengikut arahan bagi responden A adalah empat,
berlaku kepada responden kajian. manakala bagi responden B adalah lima kali sepanjang
pengajaran dan pembelajaran. Selain itu, kekerapan
Objektif kajian :mengenalpasti kadar tumpuan subjek tidak dapat melibatkan diri dalam aktiviti yang
dalam sesi pengajaran dan pembelajaran guru dilaksanakan guru bagi responden A adalah sebanyak
tiga kali, manakala bagi responden B adalah sebanyak
Jadual 1: Kekerapan kurang beri tumpuan tujuh kali sepanjang sesi pengajaran dan pembelajaran.
responden Akhir sekali, kekerapan tidak dapat menyelesaikan
Tingkah laku Responden A Responden B tugasan bagi responden A adalah sebanyak dua tugasan,
Meninggalkan 8 10 manakala responden B adalah sebanyak lima tugasan
tempat duduk sepanjang sesi pengajaran dan pembelajaran.
Tidak mendengar 4 5 Secara kesimpulannya, responden terlibat
dan mengikut mengalami masalah dalam memberikan tumpuan
arahan semasa sesi pengajaran dan pembelajaran guru
Tidak melibatkan 3 7 berdasarkan empat item yang dilihat dalam pengajaran
diri dalam aktiviti dan pembelajaran guru iaitu meninggalkan tempat
dilaksanakan guru duduk, tidak mendengar dan mengikut arahan, tidak
Tidak dapat 2 5 melibatkan diri dalam aktiviti serta tidak dapat
menyelesaikan menyelesaikan tugasan yang diberikan. Kesemua item
tugasan kurang memberikan tumpuan ini menunjukkan
kekerapan yang tinggi sehingga mengganggu proses
pengajaran dan pembelajaran guru semasa di dalam
kelas.
128 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

pembelajaran. Seterusnya, pada peringkat sebelum


Objektif Kajian: meningkatkan kadar tumpuan subjek intervensi dilaksanakan kekerapan mendengar dan
dalam sesi pengajaran dan pembelajaran guru mengikut arahan adalah dua kali sepanjang sesi
menggunakan diet bebas gluten dan bebas kaffein pengajaran dan pembelajaran. Seterusnya, bagi
peringkat selepas intervensi dilaksanakan kekerapan
Jadual 2: Skor pencapaian memberikan tumpuan mendengar dan mengikut arahan adalah lima kali
bagi responden sepanjang sesi pengajaran dan pembelajaran.
Item Sebelum Selepas Sebelum Selepas Seterusnya, pada peringkat sebelum intervensi
Responden A Responden B dilaksanakan kekerapan melibatkan diri dalam aktiviti
adalah sekali sepanjang sesi pengajaran dan
Mengambil 1 5 1 5
pembelajaran. Seterusnya, bagi peringkat selepas
tempat duduk
intervensi dilaksanakan kekerapan melibatkan diri
Mendengar dan 2 5 1 5
dalam aktiviti adalah empat kali sepanjang peringkat
mengikut
pengajaran dan pembelajaran. Akhir sekali, peringkat
arahan
sebelum intervensi dilaksanakan kekerapan
Melibatkan diri 1 4 1 4
menyelesaikan tugasan adalah satu tugasan sahaja.
dalam aktiviti
Seterusnya, bagi peringkat selepas intervensi
dilaksanakan
dilaksanakan kekerapan menyelesaikan tugasan adalah
Menyelesaikann 1 5 0 5
lima tugasan yang diberikan. Peningkatan dalam
tugas
kempat-empat item yang digariskan ini menunjukkan
responden A mempunyai peningkatan dalam
memberikan tumpuan sepanjang sesi pengajaran dan
pembelajaran.

Rajah 2 : Skor pencapaian beri tumpuan responden


A

Jadual 2 dan rajah 2, menunjukkan skor


Rajah 3: Skor pencapaian beri tumpuan
pencapaian beri tumpuan responden A. Berdasarkan
responden B
jadual dan rajah tersebut, pengkaji mendapati
peningkatan jumlah skor responden bagi keempat-empat
Jadual 2 dan rajah 3, menunjukkan skor
item yang digariskan. Antaranya adalah mengambil
pencapaian beri tumpuan responden B. Berdasarkan
tempat duduk, mendengar dan mengikut arahan,
jadual dan rajah tersebut, pengkaji mendapati
melibatkan diri dalam aktiviti serta menyelesaikan
peningkatan jumlah skor responden bagi kelima-lima
tugasan. Pada peringkat sebelum intervensi
item iaitu mengambil tempat duduk, mendengar dan
dilaksanakan kekerapan mengambil tempat duduk
mengikut arahan, melibatkan diri dalam aktiviti serta
adalah sekali sepanjang pengajaran dan pembelajaran.
menyelesaikan tugasan. Pada peringkat sebelum
Seterusnya, bagi peringkat selepas intervensi
intervensi dilaksanakan kekerapan mengambil tempat
dilaksanakan mengambil tempat duduk adalah lima kali
duduk adalah sekali sepanjang pengajaran dan
dalam sepanjang peringkat pengajaran dan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 129
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

pembelajaran. Seterusnya, bagi peringkat selepas


intervensi dilaksanakan kekerapan mengambil tempat
duduk adalah lima kali sepanjang sesi pengajaran dan
pembelajaran. Seterusnya, pada peringkat sebelum
intervensi dilaksanakan kekerapan mendengar dan
mengikut arahan adalah satu sepanjang pengajaran dan
pembelajaran. Seterusnya, bagi peringkat selepas
intervensi dilaksanakan kekerapan mendengar dan
mengikut arahan adalah empat kali sepanjang sesi
pengajaran dan pembelajaran. Seterusnya, pada
peringkat sebelum intervensi dilaksanakan kekerapan
melibatkan diri dalam aktiviti adalah satu kali sepanjang
sesi pengajaran dan pembelajaran. Seterusnya, bagi
peringkat selepas intervensi dilaks anakan kekerapan
melibatkan diri dalam aktiviti adalah lima kali
sepanjang sesi pengajaran dan pembelajaran. Akhir
sekali, peringkat sebelum intervensi dilaksanakan
kekerapan menyelesaikan tugasan adalah tiada tugasan
yang dapat diselesaikan. Seterusnya, bagi peringkat
selepas intervensi dilaksanakan kekerapan
menyelesaikan tugasan adalah lima tugasan yang
diberikan. Peningkatan dalam keempat-empat item
Rajah 4: Skor pengambilan makanan responden A
yang digariskan ini menunjukkan responden B
mempunyai peningkatan dalam memberikan tumpuan
sepanjang sesi pengajaran dan pembelajaran. Jadual 3 dan rajah 4, menunjukkan bilangan
makanan yang diambil oleh responden A. Responden A
Secara keseluruhannya, responden A dan B
berjaya meningkatkan tumpuan sepanjang sesi mengamalkan pengambilan makanan seperti nasi
pengajaran dan pembelajaran semasa di dalam kelas. goreng, ikan goreng, labu air, kangkung goreng, buah
pisang, buah jambu dan air masak. Kesemua jenis
Objektif Kajian: mengenalpasti jenis makanan yang makanan yang diambil oleh responden A adalah bebas
dapat meningkatkan kadar tumpuan dalam sesi gluten dan kasein.
pengajaran dan pembelajaran

Jadual 3: Skor pengambilan makanan bagi responden


Jenis makanan Responden A Responden B

Nasi putih 20 20
Ikan goreng 20
Telur goreng 12
Daging masak 8
kicap
Labu air 10 12
Kangkung 10 8
goring

Buah pisang 10 10

Buah jambu 10 10

Air masak 20 20

Rajah 5: Skor pengambilan makanan responden B

Jadual 3 dan rajah 5, menunjukkan bilangan


makanan yang diambil oleh responden B. Responden B
mengamalkan pengambilan makanan seperti nasi
goreng, telur goreng, daging kicap, labu air, kangkung
130 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

goreng, buah pisang, buah jambu dan air masak.


Kesemua jenis makanan yang diambil oleh responden
B, juga adalah bebas gluten dan kasein.
Kesimpulannya, apabila intervensi bebas gluten
dan bebas kasein dilaksanakan, pengkaji menggunakan
sumber makanan daripada karbohidrat seperti nasi,
sember protein iaitu ikan, telur, dan dagung. Selain it,
sumber sayuran iaitu labu dan kangkung dan akhir
sekali sumber buah-buahan iaitu buah pisang dan buah
jambu untuk diberikan kepada responden kajian.
Pemilihan jenis makanan ini berdasarkan kajian oleh Sri
Muji Rahayu (2014) yang menyatakan bagi
mengamalkan diet bebas gluten dan bebas kas ein
makanan daripada sumber karbohidrat yang dianjurkan
adalah beras, ubi, jagung dan tepung beras. Makanan
sumber protein yang dianjurkan adalah daging, ikan,
telur, udang, kerang, tauhu, kekacang. Makanan
daripada sumber sayuran seperti bayam, brokoli, labu,
kangkung, dan timun manakala dari sumber buah -
buahan seperti anggur, epal, betik, mangga, pisang, Rajah 6: Skor pencapaian item kurang beri tumpuan
jambu dan nangka. responden A

Jadual 4: Skor pencapaian item kurang tumpuan Jadual 4 rajah 6 di atas menujukkan peratusan
responden yang diperolehi bagi skor pencapaian item kurang beri
Item Seb Sele Peni Sebe Sele Penin tumpuan responden A. Bagi item mengambil tempat
elu pas ngka lum pas gkata duduk, sebelum intervensi dilaksanakan adalah
m tan n sebanyak 25% manakala selepas intervensi
(% ) (% ) dilaksanakan adalah 100%. Item ini mencapai
Responden Responden peningkatan sebanyak 75%. Manakala bagi skor
A B pencapaian item mendengar dan mengikut arahan
semasa intervensi dilaksanakan adalah sebanyak 50%
Menga 1/4x 5/5x 100- 1/4x 5/5x 100- manakala selepas intervensi dilaksanakan adalah 100%.
mbil 100 100 25=7 100 100 25=7 Item ini mencapai peningkatan sebanyak 50%.
tempat =25 = 5% =25 =10 5% Seterusnya, skor pencapaian bagi item melibatkan diri
duduk % 100 % 0% dalam aktiviti semasa intervensi dilaksanakan adalah
% sebanyak 25% manakala selepas intervensi
Mende 2/4x 5/5x 100- 1/4x 5/5x 100- dilaksanakan adalah 75%. Item ini mencapai
ngar 100 100 50=5 100 100 25=7 peningkatan sebanyak 50%. Manakala bagi item
dan = = 0% =25 =10 5% menyelesaikan tugasan semasa intervensi dilaksanakan
mengi 50 100 % 0% adalah sebanyak 25% manakala selepas intervensi
kut % % dilaksanakan adalah 100%. Item ini mencapai
arahan peningkatan sebanyak 75%.
Melib 1/4x 4/5x 75- 1/4x 4/5x 75-
atkan 100 100 25=5 100 100 25=5
diri = = 0% =25 =75 0%
dalam 25 75% % %
aktivit %
i
Menye 1/4x 5/5x 100- 0/4x 5/5x 100-
lesaika 100 100 25=7 100 100 0=
n = = 5% =0% =10 100%
aktivit 25 100 0%
i % %
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 131
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dari segi sayuran seperti bayam, brokoli,labu, kangkung


dan timun. Manakala buah-buahan seperti anggur, epal,
betik, manga, pisang, jambu dan nangka. Peneguhan
seperti buah pisang dan buah jambu diberikan apabila
kanak-kanak berjaya mengamalkan diet bebas gluten
dan bebas kasein. Pemberian peneguhan dapat
mengukuhkan lagi tingkah laku yang ingin dicapai.
Seterusnya, pengantian makanan bebas gluten dan bebas
kasein yang dilaksanakan berdasarkan minat dan
kesukaan kanak-kanak autism iaitu makanan berunsur
makanan bewarna kuning seperti buah pisang, sayur
labu dan telur. Hal ini, bertetapan Teori Behaviorisme
iaitu Teori Pelaziman Operan B.F Skinner dan Teori
Kecerdasan Pelbagai Howard Gardner.

PERBINCANGAN, CADANGAN DAN


IMPLIKASI
Dapatan kajian ini menunjukkan peningkatan
kadar tumpuan kesan daripada pengambilan jenis
makanan daripada sumber bebas gluten dan bebas
Rajah 7: Skor pencapaian item kurang beri kaffein. Pakar autism menyatakan bahawa kanak-kanak
tumpuan responden B autisme mempunyai kesukaran menghadam protein di
dalam gluten dan kasein. Selain daripada itu, makanan
Jadual 4 rajah 7 di atas menujukkan peratusan tersebut seolah-olah seperti kesan narkotik pada tindak
yang diperolehi bagi skor pencapaian item kurang beri balas kimia di dalam otak yang menimbulkan masalah
tumpuan responden B. Bagi item mengambil tempat dalam pemakanan kanak-kanak autism. Oleh yang
duduk, sebelum intervensi dilaksanakan adalah demikian, diet bebas gluten dan bebas kasein bagi
sebanyak 25% manakala selepas intervensi kanak-kanak autism telah lama dilaksanakan.
dilaksanakan adalah 100%. Item ini mencapai Pelaksanaan diet bebas gluten dan bebas kasein ini
peningkatan sebanyak 75%. Manakala bagi skor dapat memperbaiki gangguan pencernaan terhadap
pencapaian item mendengar dan mengikut arahan kanak-kanak autism dan meningkatkan tumpuan murid
semasa intervensi dilaksanakan adalah sebanyak 25% autism dalam pengajaran dan pembelajaran guru.
manakala selepas intervensi dilaksanakan adalah 100%. Dapatan kajian ini disokong oleh pakar diet yang
Item ini mencapai peningkatan sebanyak 75%. menyatakan perubahan yang terhasil dalam kimia otak
Seterusnya, skor pencapaian bagi item melibatkan diri akan mengganggu perkembangan otak, fungsi kognitif,
dalam aktiviti semasa intervensi dilaksanakan adalah tumpuan, dan pembelajaran kanak-kanak dengan autism
sebanyak 25% manakala selepas intervensi (Knivsberget al. 1995). Oleh yang demikian,
dilaksanakan adalah 75%. Item ini mencapai pengambilan makanan bebas gluten dan bebas kasein
peningkatan sebanyak 50%. Manakala bagi item dapat menangani masalah pencernaan kanak-kanak
menyelesaikan tugasan semasa intervensi dilaksanakan autism sekaligus masalah tingkah laku negatif dapat
adalah sebanyak 0% manakala selepas intervensi ditangani.
dilaksanakan adalah 100%. Item ini mencapai
peningkatan sebanyak 100%. KESIMPULAN
Kesimpulannya, item-item yang dikaji bagi Intervensi diet bebas gluten dan bebas kasein
mendapatkan tumpuan respoden sepanjang pengajaran dapat meningkatkan tahap memberikan tumpuan kanak-
dan pembelajaran dapat ditingkatkan. Hal ini kanak autism dalam pengajaran dan pembelajaran guru.
menunjukkan keberkesanan intervensi bebas gluten dan Peneguhan diberikan jika tingkah laku yang ingin
bebas kasein yang digunakan dalam menangani masalah diubah ditunjukkan. Penarikan peneguhan dilaksanakan
responden yang tidak mampu untuk memberikan jika tingkah laku yang tidak diingini ditunjukkan.
tumpuan kepada mampu untuk memberikan tumpuan Pengaplikasian peneguhan bergantung kepada minat
semasa sesi pengajaran dan pembelajaran. Dapatan dan kesukaan yang dimiliki. Walaupun intervensi yang
kajian ini disokong dalam kajian penyelidikan dalam ditunjukkanlam menunjukkan peningkatan, responden
Dewanti (2014), pengaruh diet bebas gluten dan kasein memerlukan intervensi awal dan bimbingan guru secara
terhadap perkembangan anak autis di SLB Khusus berterusan dalam meningkatkan tahap memberikan
Autistik Fajar Nugraha Sleman, Yogyakarta.Antara tumpuan terhadap persekitaran pada masa hadapan. Hal
makanan sumber karbohidrat yang dianjurkan untuk ini kerana tingkah laku boleh dipelajari, diubah dan
kanak-kanak autism ini adalah beras, singkong, diubahsuai.
ubi,jagung,tepung beras. Manakala makanan sumber
protein yang dianjurkan adalah seperti daging segar,ikan
segar,telur,udang,kerang.tauhu,kekacang.Seterusnya
132 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

RUJUKAN Mohamad Najib Abdul Ghafar (1999). Penyelidikan


Ari Tri Astuti (2016), Hubungan Antara Pola Konsumsi pendidikan. Johor: Universiti Teknologi
Makanan Yang Mengandung Gluten dan Kasein Malaysia.
Dengan Perilaku Anak Autis Pada Sekolah Noriati A. Rashid, Boon Pong Ying dan Sharifah
Khusus Autis di Yogyakarta. Yogyakarta. Fakhariah Syed Ahmad, 2009. Murid dan alam
Universitas Respati Yogyakarta belajar. Selangor: Oxford Fajar. Sdn. Bhd.
Bruner, J. S. (1976). Prelinguistic prerequisites of Perrin, J. M., Coury, D. L., Hyman, S. L., Cole, L.,
speech. In R. Campbell and P. Smith (Eds.), Reynolds, A. M., & Clemons, T. (2012).
Recent Advances in the Psychology of Language, Complementary and alternative medicine.
4a, 199-214. New York: Plenum Press. Siregar, S.P., 2003, Susu Sapi dan Gandum Bersifat
Dewanti, Machfud (2014), Pengaruh Diet Bebas Gluten Morfin bagi Penyandang Autis, Diakses dari
dan Kasein Terhadap Perkembangan Anak Autis www.gizi.net
Fajar Nugraha Sleman, Yogyakarta.Indonesia: Sri Muji Rahayu (2014), Deteksi dan Intervensi Dini
Fakulti Kedokteran Islam Pada Anak Autis. Juranal Pendidikan Anak,
Interactive Autism Network (IAN, 2008). IAN Research Volume III
Findings: Special Diets. Retrieved from Suzila Md Hatta (2012). Meningkatkan tumpuan murid
http://www.iancommunity.org/cs/ian_treatment_ dalam megikuti pengajaran dan pembelajaran
reports/special_diets. melalui kaedah ekonomi token. Kuala Lumpur:
Kamus dewan edisi keempat (2005). Kuala Lumpur: Institut Pendidikan Guru, Kampus Perempuan
Dewan Bahasa dan Pustaka. Melayu.
K. A. Razhiyah. (2009). Apa Itu Autisme. Kuala (Utusan Online)(2016). Bantu Kanak -Kanak Autisme
Lumpur: PTS Profesional Publishing Sdn. Berkerjaya. Diperolehi pada 20 Oktober 2016
Bhd. daripada http://www.utusan.com.my/gaya-
Knivsberg, Nodland,Reichelt & Hoien (1995). Autistic hidup/keluarga/bantu-kanak-kanak-autisme-
Syndrome And Diet: A Follow Up Study, berjaya-1.377222
Scandinavian Journal Of Educational Whiteley, P., Rodgers, J., Savery, D., & Shattock, P.
Research 39:223-36 (1999). A Glutenfree Diet As An Intervention
Mahani Razali (2002), Psikologi pendidikan. Kuala For Autism And Associated Spectrum
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, Disorders: Preliminary Findings. Autism, 3(1),
Kementerian Pelajaran Malaysia. 4565. Doi:10.1177/1362361399003001005
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

KURIKULUM PEMBELAJARAN DALAM SETING KELAS INKLUSIF

Suhendar

Special Education Program, School of Postgraduate Studies


Universitas Pedidikan Indonesia
Jl. Dr.Setiabudhi no.229 Bandung, West Java, INDONESIA
E-mail : hendar.ortho@yahoo.com

Abstrak: Penerapan sistem Inklusi di lingkungan sekolah sekarang ini masih kurang sesuai dengan kaidah
paradigma inklusi itu sendiri yaitu ramah untuk semua. Penelitian ini bertujuan untuk mencari implementasi
yang sebenarnya tentang bagaimana sistem perencanaan layanan pengembangan dan penerapan program
kurikulum dalam seting kelas pada sekolah inklusif. Dalam artikel ini metoda yang kami lakukan dalah
kualitatif analisis, kami gunakan dengan pendekatan interview, observasi dan dokumentasi pada tiga sekolah,
guru pembimbing khusus serta koordinator kelas inklusi pada kelas satu sekolah dasar disertai dengan data-
data di lapangan yang dapat mendukung penelitian dengan menganalisa antara bukti empirik dan teoritis.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa implementasi pengembangan dan penerapan program kurikulum di
sekolah inklusif pada dasarnya cukup baik dan bagus hanya belum maksimal sepenuhnya dalam penerapan
implementasi dikarenakan sekolah belum secara menyeluruh dapat memfasilitasi dan mengakomodir
kebutuhan penunjang pengembangan kurikulum itu sendiri sesuai dengan kebutuhan di lingkungan sekolah.
Kata Kunci : kurikulum kelas inklusif.

PENDAHULUAN Pentingnya memahami sistem inklusif yang diterapkan


Program kurikulm pembelajaran dalam seting di lembaga sekolah ini sangat berpengaruh pada
kelas Inklusif khususnya bagi siswa berkebutuhan keterlaksanaan program pembelajaran di sekolah
khusus pada layanan pendidikan saat ini menjadi topik sebagai dasar tujuan dalam pencapaian target materi
penting bagi para peneliti. Penerapan setingan kelas (tawanda majako, 2016; Robyn Bentley-Williams &
inklusif di sebuah sekolah khususnya program layanan Jennifer Morgan, 2013). Dari beberapa jurnal di atas
pada Anak Berkebutuhan khusus (Robyn Bantley - kami menyadari perlunya terus inovasi agar tenaga
Williams, at al. 2016; Kamal Lamichane, 2014, 2015; pendidik lebih peka dan menemukan kajian kajian baru
Doug Porter & Martin Onyach-Olaa, 2010; James Mc dilapangan di banding kajian kajian yang terdahulu,
Laskey & Nancy L. Waldron, 2010; Leda khususnya dalam program pembelajaran pada sekolah
Kamenopoulou at al, 2015). Sangatlah jelas bahwa inklusif dalam setingan kelas inklusif.
pendekatan belajar pada anak berkebutuhan khusus Kurikulum pemebelajaran yang diterapkan
membutuhkan metoda khusus dalm sistem inklusi yang dalam kelas setingan inklusif tentunya tidak sama
di terapkan di sekolah. Bagai mana seorang guru dapat dengan penerapan di kelas pada umumnya atau di
memberikan layanan khusus yang sangat prakstis dan sekolah pada umumnya. Ada beberapa perbedaan dalam
menyeluruh, itu di butuhkan strategi khusus dalam menata mekanisme teknis dari mulai persiapan, layanan
seting kelassalah satunya. Begitu juga keterlibatan samapai pada eksekusi pada siswa dalam
dalam berinteraksi sosial harus lebih peka dan tanggap menyemapaikan materi. Penerapan sistem Inklusi di
pada peserta didik. Itu semua dapat di atasi dengan terus lingkungan sekolah sekarang ini masih kurang sesuai
mengkaji bagai mana kita menyiasati segala bentuk dengan kaidah paradigma inklusi itu sendiri yaitu ramah
penerapan layanan pendidikan pada Anak Berkebutuhan untuk semua. Penelitian ini bertujuan untuk mencari
Khusus. Selain itu juga pihak sekolah harus dapat implementasi yang sebenarnya tentang bagaimana
mengakomodir semua kebutuhan siswa dan tenaga sistem perencanaan layanan pengembangan dan
pendidik demi terlaksananya program layanan khusus di penerapan program kurikulum dalam seting kelas pada
sekolah inklusif. sekolah inklusif. Tahapan kami lakukan dari mulai
Sebelumnya kami telah mengamati dari observasi, wawancara dan pengambilan dokumentasi,
beberapa sumber yang telah melakukan mengenai dalam penelitian ini metoda yang kami lakukan adalah
penelitian mengenai kurikulum pembelajaran yang di kualitatif analisis, kami gunakan dengan pendekatan
terapkan di sekolah inklusif. Dengan memahami interview, observasi dan dokumentasi pada tiga sekolah,
kurikulum pembelajaran khusus dalam setingan kelas guru pembimbing khusus serta koordinator kelas inklusi
kami rasakan sangat penting untuk di pahami karena pada kelas satu sekolah dasar disertai dengan data-data
menyangkut keberhasilan anak dalam pencapaian materi di lapangan yang dapat mendukung penelitian dengan
(Mary Waring, 2007; Patrick Redmond at al, 2006). menganalisa antara bukti empirik dan teoritis. Kami

133
134 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

berharap hasil penelitian dapat memberikan kontribusi dalam seting inklusi ini yang selanjutnya kami
terbaru pada tatanan penerapan di sekolah yang kembangkan dari langkah hipotesis ini sampai kami
menjelankan sistem inklusi. Besar harapan agar memunculkan asumsi dari hipotesis ini. Bagan ini dapat
implementasi pengembangan dan penerapan program dikatakan langkah metodologi penelitian deskriptif
kurikulum di sekolah inklusif berkembang dengan baik analisis akurat dari pada langkah metoda pengumpulan
tidak hanya dalam teorinya saja akan tetapi dalam data penelitian yang sebelumnya (Sugiyon:2013).
implementasi dilapangan. Kami menyadari bawa Objek penelitian kami fokuskan pada kelas 3 SD,
penerapannya di lapangan belum maksimal sepenuhnya sebanyak 2 kelas. Dengan melibatkan siswa di setiap
dalam penerapan implementasi dikarenakan sekolah kelasnya berjumlah 20 siswa, guru kelas sebanyak 2
belum secara menyeluruh dapat memfasilitasi dan orang dan asisten guru 2 orang serta koordinator
mengakomodir kebutuhan penunjang pengembangan program inklusif 1 orang. Kita menggunakan metoda
kurikulum itu sendiri sesuai dengan kebutuhan di pendektan observasi, wawancara dan asesment. Uji
lingkungan sekolah. instrumen di berikan hanya kepada siswa saja
sedangkan guru dan asisten serta koordinator program
METODE kami hanya melakukan wawancara saja. Penelitian
dilakukan pada tahun 2016 selama 6 bulan dari bulan
Januari sampai dengan bulan Juni. Lokasi penelitian di
sekolah swasta di Kabupaten Bandung Jawa Barat
Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada hakekatnya filosofi inklusif itu adalah yang
ramah untuk semua, jika di terapkan di lingkungan
dunia pendidikan maka pendidikan itu sudah sewajarnya
harusberlaku ramah pada semua komponen yang ada di
sekolah, dari mulai aksesbilitas bangunan, sumber
dayamanusia, administrasi penataan atau managemen,
Gambar 1 : Bagan pemetaan analisis antara aktual fasilitas sampai pada peserta didik mendapatkan porsi
dengan teori layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.
Banyak sekali para ahli yang mengatakan seperti Kamal
Gambar 1 menunjukan bagan pemetaan antara Lamichane (2014) pada penelitiannya yang bertajuk
kondisi objektif/faktual di lapangan mengenai tahapan Social inclusion of peoplewith disabilities di journalnya.
asesmen dan layanan pendidikan khuus dengan kondisi Namun pada kenyataannya di lapangan masih banyak
ideal menurut analisis atau kajian pustaka apakah sesuai tantangan. Seiring waktu yang terus berjalan secara
atau belum dengan kebutuhan siswa di lapangan. Bagan perlahan-lahan perbaikan-perbaikan sistem inklusi terus
tersebut dapat dikatakan pemetaan analisa dengan di benahi demi terwujudnya sistem pendidikan yang
pemetaan metodologi penelitian deskriptif analisis lebih ramah untuk semua yang sebenarnya.
simpel dan akurat dari pada penelitian dngan Kami masih merasakan Penerapan sistem Inklusi
memetakan analisis penelitian (Richard L. Daft, 2003) di lingkungan sekolah sekarang ini masih kurang sesuai
dengan kaidah paradigma inklusi itu sendiri yaitu ramah
untuk semua. Sebab tidak mudah sebenarnya untuk
menjalankan sistem inklusi ini, ada beberapa
konsekwensi dan tahapan dalam melaksanakan
mekanisme layanan pendidikan dalam seting inklusif
ini. Namun jika penerapan layanan pendidikan dalam
seting inklusif ini berhasil tentunya dampaknya tidak
hanya di rasakan oleh anak berkebetuhan khusus saja
akan tetapi ke semua ranah dan aspek yang ada di
Gambar 2 : Bagan mekanisme metoda sekolah itu sendiri termasuk ke tenaga pendidiknya
analisisdilapangan semakin handal, profesional serta terus bertambah
ilmunya. Selain itu juga sarana dan fasiltas penunjang
Gambar 2 menunjukan bagan mekanisme belajar anak yang memang tidak kami pungkiri untuk
metoda penelitian merupakan pengembangan dari bagan melibatkan Anak Berkebutuhan Khusus dalam proses
pemetaan analisis. Setelah cukup data dari kajian teori pembelajaran berlangsung membutuhkan beberapa
dilanjutkan eksekusi kelapangan dengan pola media kongkrit yang memang di butuhkan skill khusus
dokumentasi, observasi dan wawancara sampai dari seorang tenaga pendidik.
mendapatkan fakta empirik di sekolah. Draft kemudian Hakekat implementasi mempersiapkan program
kami falidasi apakah sudah sesuai keterlaksanaan pendidikan dalam kurikulum yang menyesuaikan
setingan kelas dalam menarapkan kurikulum sekolah dengan kebutuhan anak pada dasarnya adalah penerapan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 135
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

teknis bgian dari sistem inklusi adapun tahapannya atau DAFTAR PUSTAKA
regulasi yang terdapat dalam mekanisme sistem inklusi Robyn Bantley-Williams, Chirstine Grima-Farrell,
sendiri membutuhkan pendidikan atau tenaga ahli Janette Long & Ccath Laws. (2016)
khusus yang betul betul memahami, mengerti dan siap Collaborative partnership: Developing Pre-
mengaplikasikan program tersebut. bagaimana sistem service teachers as inclusive practitisionersto
perencanaan layanan pengembangan dan penerapan support students with Disabilities
program kurikulum dalam seting kelas pada sekolah Kamal Lamichane (2014) Social inclusion of
inklusif itu berjalan tentunya harus seusai dengan peoplewith disabilities: a case from Nepals
kaidah kaidah atau paradigma dari filosofi inklusif itu decade-long civil war,
sendiri. Langkah yang tepat di lakukan dalam kajian ini Kamal Lamichane (2015) Individual with visual
sudah semestinya mengacu pada beberapa sumber yang impairments teaching in Nepal mainstream
telah melakukan penelitian penelitian sebidang school: a model for Inclusion
mengenai inkusif tentunya, barulah kami kembangkan Comprehensive School Reform and Inclusive Schools,
sebab seiring waktu berjalan perubahan dan paradigma 2010, James McLaskey&Nancy L. Waldron
baru pasti akan bermunculan dan itu harus siap kita Leda Kamenopoulou (2015) An exploration of student
hadapi sebagai tenaga pendidik tentunya dengan terus teachers prespectives at the start of a (2016)
berinovasi dan berkarya yang salah satunya melalui post-garduate masters programme on Inclusive
journal ini. and special education
Sudah banyak artikel yang memaparkan terkait Patrick Redmond at al.Comparing the curricullum
metoda yang menganalisa penelitian tentang Iklusif. development process in special (MLD) school; a
dengan pendekatan interview, observasi dan systematic qualitative approach,
dokumentasi pada tiga sekolah, guru pembimbing Mary Waring (2017). The implemantation of
khusus serta koordinator kelas inklusi pada kelas kelas curricullum change in school science in England
sekolah dasar disertai dengan data-data di lapangan nd wales.
yang dapat mendukung kelengkapan penelitian dengan Robyn Bentley-Williams & Jennifer Morgan (2013)
menganalisa antara bukti empirik dan teoritis. Ada Inclusive education: Pre-Service Teachers
beberapa dari hasil penelitian yang dilaporkan masih reflexsive learning on diversity and thair
terkendala bahwa implementasi pengembangan dan challenging role.
penerapan program kurikulum di sekolah inklusif pada Tawanda Majako (2016) Effectiveness of special and
dasarnya masih belum cukup maksimal. penerapan inclusive teaching in early childhood education
implementasi dikarenakan sekolah belum secara in zimbabwe.
menyeluruh dapat memfasilitasi dan mengakomodir Tawanda Majako (2016) Inclusion in early childhood
kebutuhan penunjang pengembangan kurikulum itu education: pre-service teachers voices.
sendiri sesuai dengan kebutuhan di lingkungan sekolah. Wahyuningsih. Analisis Pemetaan Budaya
menggunakan organizational culture asessmen
instrumen. UNDIP.
KESIMPULAN Htp//www.Eprints.undip.ac.id
Penerapan sistem Inklusi di lingkungan sekolah Rayendar.blogspo.co.id/Metode penelitian.
masih kurang sesuai dengan paradigma inklusi yaitu 2013.sugiyono/kumpulan metoda para ahli. On
ramah untuk semua. Model penelitian yang saya line.
kembangkan ini berupa resech and development yaitu Abdurrahman dan Sudjadi. Pendidikan Luar Biasa
dengan pmenganaisa penerapan program kurikulum Umum dalam Proyek Pendidikan Tenaga
dalam seting kelas pada sekolah inklusif, metoda yang Akademik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
kami lakukan dalah kualitatif analisis, kami gunakan Kebudayaan, 1994.
dengan pendekatan interview, observasi dan Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi
dokumentasi pada tiga sekolah dengan objeknya guru Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
pembimbing khusus serta koordinator kelas inklusi pada Bandhi. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus.
kelas satu sekolah dasar disertai dengan data-data di Bandung: Aditama, 2006.
lapangan yang dapat mendukung penelitian dengan David, Smith J. Inklusi Sekolah ramah Untuk Semua,
menganalisa antara bukti empirik dan teoritis. (terj.) Sugiarmin. Bandung: Nuansa, 2006.
penelitian menyimpulkan bahwa implementasi Direktorat PSLB. Pedoman Khusus Penyelenggaraan
pengembangan dan penerapan program kurikulum di Pendidikan Inklusif. Jakarta: Direktorat Jenderal
sekolah inklusif tersebut pada dasarnya cukup baik dan Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
bagus hanya belum maksimal sepenuhnya dalam Departemen Pendidikan Nasional, 2009.
penerapan implementasi dikarenakan sekolah belum Kementrian Pendidikan Nasional. Modul Pelatihan
secara menyeluruh dapat memfasilitasi dan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Kemendiknas RI,
mengakomodir kebutuhan penunjang pengembangan 2010.
kurikulum itu sendiri sesuai dengan kebutuhan di Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif.
lingkungan sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1996.
136 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Perdana, Herlambang. Amandemen UUD 1945. Sunanto, Juang. Media Dunia Disabilitas, Diffa. 14
Surabaya: Departemen Hukum Tata Negara Februari 2012.
Fakultas Hukum Universitas Airlangga, t.th. Yuyus. Adaptasi Pembelajaran Siswa Berkesulitan
Sujana, Nana. Menyusun Karya Tulis Ilmiah untuk Belajar. Bandung: Rizqi, 2005.
Memperoleh Angka Kredit. Bandung: Sinar
Baru, 1992.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

KEBERKESANAN PiDaPe DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN


KATA ADJEKTIF MURID MASALAH PENDENGARAN
(The effectiveness of PiDaPe in enhancing the usage of adjective amongst pupils with hearing impairment)

Syarifah Nursollehatun Syed Mohamad Khera, Shahrul Arbaiah Othman b

ab Institut Pendidikan Guru Kampus Ilmu Khas, Kuala Lumpur


E-mail : syarifahsollehatun@gmail.com

Abstrak: Kajian ini dijalankan untuk meningkatkan kebolehan menggunakan kata adjektif dalam kalangan murid
masalah pendengaran Tahun 3 menggunakan PiDaPe. Secara khususnya, kajian ini adalah untuk melihat
kebolehan peserta kajian mengeja kata adjektif dan melengkapkan ayat menggunakan kata adjektif yang betul
menggunakan PiDaPe. PiDaPe adalah singkatan untuk Pinggan dan Penyepit. Selain itu, kajian ini juga ingin
melihat bagaimana penerapan unsur belajar sambil bermain dapat membantu mereka meningkatkan kebolehan
menggunakan kata adjektif. Kajian ini telah melibatkan tiga orang murid lelaki sebagai peserta kajian. Tinjauan
awal mendapati semua peserta kajian tidak dapat mengeja dan gagal melengkapkan ayat dengan kata adjektif
yang betul. Fokus utama kajian ini adalah untuk menentukan sejauh mana penggunaan PiDaPe dan penerapan
unsur belajar sambil bermain dapat membantu mereka meningkatkan kebolehan menggunakan kata adjektif.
Peserta kajian menghasilkan sendiri PiDaPe dengan menggunakan pinggan kertas, kad gambar, penyepit dan kad
huruf. Setiap kali proses pengajaran dan pembelajaran dijalankan, peserta kajian telah menggunakan PiDaPe
sebagai bahan bantu belajar. Kaedah pengumpulan data yang digunakan dalam kajian ini ialah ujian, analisis
dokumen dan temu bual. Analisis dapatan kajian menunjukkan berlakunya peningkatan dalam keputusan ujian
pasca dan lembaran kerja berbanding ujian pra. Peserta kajian telah dapat menggunakan kata adjektif dengan
betul. Oleh itu pengkaji mencadangkan supaya kajian ini diperluaskan lagi dengan membuat penambahbaikkan
terhadap penggunaan PiDaPe iaitu mengintegrasikan penggunaan teknologi maklumat dan komunikasi (TM K),
penggunaan bahan yang lebih praktikal dan PiDaPe digunakan dalam pengajaran golongan kata yang lain.
Kata kunci: Murid masalah pendengaran, Kata adjektif, PiDaPe

Abstract: This study was conducted to improve the ability to use adjectives among Year Three students with
hearing impairment using PiDaPe. In particular, this study is to look at the abilities of participants in spelling and
completing sentences using the correct adjectives by using PiDaPe. PiDaPe is the acronym for Pinggan Dan
Penyepit. Three male students were involved as participants in the study. An initial review found that the
participants could not spell and failed to complete the sentences with the correct adjectives. The main focus of
this study is to determine the extent of the use and application of PiDaPe and fun learning can help them improve
their ability to use adjectives. Participants produce their own PiDaPe using paper plates, picture cards, letters and
pegs. During the process of teaching and learning, participants uses PiDaPe as teaching aids. Data collection
methods used in this study are tests, analysis of documents and interview. Analysis of the results showed an
increase in the results of the post-test compared to pre-test and worksheet. Participants can use adjectives
correctly. Thus the researchers suggest that this study be expanded to by making improvements to the PiDaPe by
integrating the use of ICT, using more practical material in making PiDaPe and using PiDaPe in the teaching of
other words categories.
Key words: S tudents with hearing impairment, Adjectives, PiDaPe

PENDAHULUAN penggunaan kad perkataan yang disertakan dengan


Pengajaran Bahasa Malaysia bukan perkara gambar dapat mengatasi masalah ejaan dalam kalangan
mudah bagi murid-murid bermasalah pendengaran murid pendidikan khas masalah pendengaran (Mohd
kerana murid-murid ini tidak dapat mengenal bunyi Hafiz Salman, 2011).
bahasa, tidak dapat mendengar perbualan orang lain dan Oleh hal yang demikian, sebagai seorang bakal
tidak dapat mengalami dan menghayati pemikiran dan guru, pengkaji yakin dengan penggunaan BBB dan
budaya melalui bahasa kerana dilahirkan dengan penerapan unsur bermain sambil belajar dalam PdP
kecacatan pada deria pendengaran (Asmah Haji Omar, mampu meningkatkan rangsangan murid masalah
1986, dalam Abdullah Yusof, Safani Bari dan Mohd pendengaran untuk memperoleh sesuatu kemahiran.
Mokhtar Tahar, 2007). Menurut Saayah Abu (2007), bermain sudah menjadi
Ketidakupayaan murid masalah pendengaran fitrah kanak-kanak. Dalam bermain dapat
untuk mendengar menyebabkan mereka tertumpu memperkembangkan emosi, jasmani dan mental murid-
kepada visual. Penggunaan bahan berbentuk visual murid. Oleh itu pengkaji menggunakan Pinggan dan
sangat memberi kesan kepada daya ingatan murid Penyepit (PiDaPe) sebagai bahan bantu belajar (BBB)
melalui penglihatan, kerana dengan cara ini mereka dan pen erapan unsur bermain sambil belajar dalam
dapat menerima maklumat dengan pantas malah dapat tindakan yang dijalankan.
mempercepatkan kefahaman murid. Oleh itu, implikasi

137
138 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

METODOLOGI betul. Jadual 4 menunjukkan perbandingan keputusan antara


Kajian ini telah menggunakan tiga kaedah ujian pra dan lembaran kerja.
pengumpulan maklumat iaitu melalui ujian, analisis
dokumen dan temu bual. Ujian yang dijalankan oleh Jadual 4 Perbandingan Keputusan Ujian Pra Dan
pengkaji dalam kajian ini ialah ujian pra dan ujian Lembaran Kerja
pasca. Manakala, dokumen yang dianalisis oleh ialah Aspek MA MB MC
lembaran kerja yang diberikan kepada peserta kajian.
Akhir sekali pengkaji menemu bual guru subjek Bahasa UP LK UP LK UP LK
Malaysia bagi mendapatkan kesahan dapatan.
Pengkaji menggunakan markah dalam Mengeja perkataan 1/8 7/8 0/8 8/8 0/8 6/8
menganalisis kaedah pengumpulan data ujian dan berdasarkan
analisis dokumen. Manakala dalam kaedah temu bual, gambar.
pengkaji menyediakan transkrip temu bual dan Mengisi tempat 1/8 8/8 0/8 7/8 0/8 6/8
mengkategorikan menentukan koding-koding dan kosong berdasarkan
melihat tema-tema yang timbul. gambar.
UP: Ujian Pra LK: Lembaran Kerja
DAPATAN
Dapatan kajian menunjukkan terdapat perbezaan Berdasarkan Jadual 4, menunjukkan peningkatan
yang sangat ketara di antara keputusan ujian pra dan dalam keputusan kajian dalam lembaran kerja berbanding
ujian pasca. Berdasarkan dapatan, peserta kajian ujian pra. Hal ini menunjukkan bahawa penggunaan PiDaPe
masing-masing memperolehi keputusan yang sangat sebagai BBB dapat meningkatkan kemahiran mengeja kata
tidak memuaskan di dalam ujian pra di mana markah adjektif dan melengkapkan ayat menggunakan kata adjektif
yang diperolehi oleh peserta kajian antara 1 markah yang betul.
hingga 7 markah daripada 24 markah penuh. Hasil Selain itu, tema-tema yang timbul daripada analisis
keputusan yang sangat tidak memuaskan tersebut, temu bual yang selari dengan dapatan data ujian dan analisis
pengkaji telah menjalankan tindakan kepada peserta dokumen. Antara tema yang timbul ialah peningkatan
kajian menggunakan PiDaPe sebagai BBB. penguasaan kata adjektif. Guru Subjek bahasa Malaysia
Hasil ujian pasca menunjukkan peningkatan Tahun 3 mendapati peserta kajian telah dapat menghafal
pencapaian subjek kajian yang sangat mendadak yang perkataan dengan baik
mana peserta kajian masing-masing memperolehi skor Merujuk kepada dapatan kajian yang telah
A iaitu dalam lingkungan 92% hingga 100%. diperolehi, pengkaji yakin kedua-dua persoalan kajian telah
Perbandingan markah yang berlaku semasa ujian pra dapat dijawab iaitu dengan penggunaan PiDaPe sebagai
dan ujian pasca ini dapat dilihat pada setiap peserta BBB dalam PdP dapat meningkatkan kemahiran mengeja
kajian. MA berlaku peningkatan iaitu daripada 29% dan melengkapkan ayat menggunakan kata adjektif dengan
(7/24) kepada 100% (24/24). Manakala MB daripada betul dalam kalangan murid masalah pendengaran Tahun 3.
13% (3/24) kepada 100% (24/24). Seterusnya yang
terakhir iaitu MC pula iaitu daripada 4% (1/24) kepada PERBINCANGAN
92% (22/24). Jadual 3 menunjukkan perbandingan Kebolehan peserta kajian dalam kemahiran mengeja
keputusan ujian pra dan ujian pasca bagi MA, MB dan dan melengkapkan ayat menggunakan kata adjektif dengan
MC. betul dilihat semakin meningkat dengan menggunakan
PiDaPe sebagai BBB. Hal ini dibuktikan lagi melalui
Jadual 3 Perbandingan Keputusan ujian pra dan peningkatan skor yang ketara antara ujian pra dan ujian
ujian pasca. pasca serta peningkatan skor antara ujian pra dan lembaran
Peserta Ujian Pra Ujian Pasca kerja yang dijalankan ke atas peserta kajian. Dapatan ini
Kajian selaras dengan dapatan kajian lepas yang dibuat oleh
Markah Peratus Markah Peratus Syarifah Nursollehah binti syed Mohamad kher (2014),
(%) (%) Mohamad Wazir Saiti (2011), Nurul Izzati Ismail (2011),
MA 7/24 29 24/24 100 Mastura Ayu Mohamad (2010) dan cathay John (2009)
MB 3/24 13 24/24 100 berkaitan dengan peningkatan kemahiran dalam subjek
MC 1/24 4 22/24 92 Bahasa Malaysia menggunakan BBB.
PiDaPe juga merupakan satu BBB yang mampu
Berdasarkan dapatan analisis dokumen di mana menarik minat peserta kajian kerana PiDaPe mempunyai
menunjukkan peserta kajian berupaya mengeja dan rupa dan bentuk yang berwarna-warni. Hal ini bertepatan
melengkapkan ayat dengan kata adjektif yang betul dengan kajian yang dijalankan oleh Syed Abdul Jamal Syed
menggunakan PiDaPe. Dalam sesi pertama tindakan, Hussin (2012) yang bertajuk Rupa dan Jiwa di mana
mendapati bahawa murid dapat mengeja perkataan kata pengkaji menyatakan bahawa elemen warna dan bentuk
adjektif berdasarkan gambar dengan betul manakala boleh digunakan sebagai salah satu alat, bahan dan sumber
lembaran kerja kedua pula menunjukkan bahawa peserta bantu mengajar bagi menarik perhatian murid-murid dalam
kajian boleh melengkapkan ayat dengan kata adjektif yang
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 139
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

proses menerima pelajaran di samping menimbulkan Choong Lean Keow. (2011). Murid dan alam belajar
keseronokan dalam belajar. edisi ke-2 untuk Program Ijazah Sarjana Muda
Perguruan Dengan Kepujian. Kuala Lumpur:
KESIMPULAN DAN CADANGAN Kumpulan Budiman Sdn.Bhd.
Mastura Ayu Mohamad. (2010). Meningkatkan
Kesimpulan kemahiran membina ayat tunggal menggunakan
Berdasarkan dapatan kajian yang diperolehi, kad gambar. Tesis tidak diterbitkan. Kuala
pengkaji dapat menyimpulkan beberapa aspek iaitu Lumpur: Institut Pendidikan Guru Malaysia
penggunaan BBB yang menarik seperti PiDaPe dapat Kampus Ilmu Khas.
meningkatkan prestasi peserta kajian. Selain itu, Mohd Hafiz Salman. (2011). Meningkatkan kemahiran
penerapan unsur belajar sambil bermain dapat mengeja dalam kalangan murid bermasalah
meningkatkan perhatian dan minat peserta kajian. Akhir pendengaran Tahun 3 Khas dengan
sekali, BBB yang menarik perlu mampunyai unsur menggunakan kad perkataan. Tesis tidak
kepelbagaian warna, bentuk dan rupa. diterbitkan. Kuala Lumpur: Institut Pendidikan
Guru Kampus Ilmu Khas.
Cadangan Mohd Hanafi Mohd Yassin, Norani Md. Salleh &
Oleh itu jika diberi peluang untuk menjalankan Safani Bari. (2009). Pendidikan kanak-kanak
tindakan susulan pengkaji bercadang untuk pekak. Selangor: UKM.
Mohamad Wazir Saiti. (2011). Meningkatkan
menintegrasikan penggunaan TMK dalam penggunaan
PiDaPe. Selain itu pengkaji juga bercadang untuk kemahiran mengeja dalam
menambah baik PiDaPe agar lebih praktikal dan tahan kalangan murid bermasalah pendengaran Tahun 3K
dalam mata
lama dengan menggunakan bahan yang lebih berkualiti
seperti pinggan plastik. Pengkaji juga bercadang untuk pelajaran bahasa melayu dengan menggunakan kad
menggunakan PiDaPe dalam pengajaran golongan kata perkataan dan kad
gambar. Tesis tidak diterbitkan. Kuala Lumpur: Institut
lain seperti golongan kata kerja, kata sendi nama, kata
nama dan sebagainya. Pendidikan Guru Kampus Ilmu Khas.
Mok Soon Sang. (2009). Pedagogi untuk pengajaran
dan pembelajaran. Selangor: Kumpulan
RUJUKAN Multimedia Sdn. Bhd.
Abdullah Yusof, Safani Bari & Mohd Mokhtar Tahar. Mok Soon Sang. (2010). Pelaksanaan pengajaran.
(2007). HBSE1103 pengenalan pendidikan khas. Subang Jaya: Kumpulan Budiman Sdn. Bhd.
Selangor: Open University Malaysia (OUM).
Cathy John. (2009). Meningkatkan kemahiran mnegeja
suku kata KVKV menggunakan kad gambar.
Tesis tidak diterbitkan. Sarawak: Institut
Pendidkan Guru Kampus Batu Lintang.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PENGGUNAAN STRATEGI VISUAL DALAM PENGAJARAN URUS DIRI


UNTUK MURID YANG MENGALAMI AUTISME
(Visual Strategy for Teaching Self Care to Students with Autism)

Ummi Kalsum Mohamada, Nazmin Abdullahb, Noratiqah Sataric & Hasnah Torand
a,c
Makmal Pembelajaran Autisme, UKM,
b
Kementerian Pendidikan Malaysia,
d
Universiti Kebangsaan Malaysia
E-mail : ummi_k88@yahoo.com

Abstrak: Penggunaan strategi visual merupakan strategi asas kepada murid autisme iaitu salah satunya
menggunakan jadual visual. Dalam kajian ini, jadual visual digunakan dalam pengajaran urus diri mencuci
pakaian yang mengandungi arahan dan langkah yang berbentuk visual. Kajian dijalankan untuk mengenal pasti
keberkesanan, penilaian guru dan pengekalan kemahiran murid selepas penggunaan strategi visual. Kajian
eksperimental Multiple baseline across subject yang mengandungi Baseline, Intervensi dan Pengekalan yang
melibatkan tiga murid autisme semasa sesi pengajaran urus diri. Data pemerhatian berdasarkan tugasan dianalisis
bagi mengenal pasti langkah mencuci pakaian yang berjaya dilakukan secara berdikari oleh murid. Murid dilatih
terlebih dahulu untuk memahami dan mengikuti penggunaan jadual visual dengan bantuan dikurangkan sedikit
demi sedikit. Dapatan menunjukkan bahawa ketiga-tiga orang pelajar boleh mencuci pakaian dengan baik
walaupun hanya mencapai 80% dilakukan secara berdikari kerana faktor-faktor ketidakupayaan murid itu sendiri.
Penggunaan strategi visual perlu diteruskan dengan pelbagai sokongan bagi membantu pelajar autisme berdikari
dalam pelbagai kemahiran.
Kata Kunci: strategi visual, autisme, mencuci pakaian

Abstract: The use of visual strategy like visual schedules is basic in teaching learners with autism. Visual
schedules consisting of instructions and steps are used in this study to teach the learners to do laundry. The
objective of the study is to determine the effectiveness, teachers evaluation and maintenance of skills after the
application of visual strategy. The experimental multiple baseline across subject consists of baseline, intervention
and maintenance which involves three learners with autism during teaching. Task based observation data is
analyzed to determine the learners success to independently complete the tasks. Learners were trained to
understand and to follow the visual schedules before slowly fading the visual schedules use. The findings show
that the three learners are able to complete 80% of the laundering tasks. Visual strategy use must be continued
with various supports to help learners with autism to be independent in many skills.
Keywords: visual strategy, autism, laundry

PENDAHULUAN lisan atau tidak lisan, dan melakukan aktiviti yang


Ibu bapa yang mempunyai anak autisme sering terhad (Fani-panagiota, 2015). Diagnostic and
bimbang jika anak-anak mereka tidak boleh Statistical Manual of Mental Disorders-V (DSM-V)
menguruskan diri sendiri apabila besar kelak (Benamou, menjelaskan bahawa autisme berbeza daripada versi
Lutzker & Taubman, 2002). Murid-murid yang DSM-IV (versi keempat) yang menjelaskan bahawa
mengalami autisme mempunyai kekurangan dalam autisme mempunyai tiga syarat iaitu gangguan autistik,
kebolehan untuk menguruskan diri sendiri yang pervasive developmental disorder not otherwise
memberi kesan kepada kehidupan harian mereka. specified (PDD-NOS) dan gangguan Asperger. Dalam
Kemahiran urus diri dalam kalangan murid yang DSM-V, tiga syarat tersebut disatukan dalam satu
mengalami autisme khususnya remaja masih keadaan yang mana tiada lagi subjenis untuk autisme
memerlukan tumpuan daripada pelbagai pihak kerana iaitu mereka tidak lagi dikategorikan sebagai gangguan
mereka mempunyai kemampuan yang terhad. Hasil autistik, gangguan Asperger atau PDD-NOS sebaliknya
kajian ini diharapkan murid yang mengalami autisme hanya dinyatakan sebagai individu yang mengalami
mampu menguruskan diri mereka secara berdikari. autisme sahaja.
Autisme didefinisikan sebagai gangguan neuorologi Centers of Disease Control and Prevention
yang menyebabkan perkembangan seseorang individu (CDC) melaporkan prevalens autisme menunjukkan
tersebut lewat (developmental delay). Antara ciri-ciri peningkatan yang ketara. Dalam tahun 2010, prevalens
autisme yang biasa didapati oleh individu yang untuk autisme adalah 1 dalam 68 (1:68) bagi kanak-
mengalami autisme seperti kekurangan kemahiran kanak 8 tahun. Prevalens ini berubah-ubah mengikut
dalam interaksi sosial, masalah komunikasi sama ada jantina dan kaum/etnik. Prevalens bagi lelaki dan

141
142 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

perempuan yang mengalami autisme adalah 1 dalam 42 (setting) yang sama. Kajian ini, sampel yang dipilih
(1:42) kanak-kanak lelaki dan 1 dalam 189 (1:189) akan menjalankan aktiviti mencuci pakaian di tempat
kanak-kanak perempuan (ADDM, 2014). pembelajaran yang sama dan tingkah laku sasaran
Cabaran guru dalam mengajar murid keperluan adalah kemahiran mencuci pakaian. Sampel dipilih
khas seperti autisme dinyatakan dalam beberapa merupakan pelajar autisme yang mendaftar dengan
penyelidikan berkenaan strategi pengajaran. Menurut Makmal Pembelajaran Autisme, UKM dan sedang
Browder, Diane & Spooner (2011), penyelidik terdahulu mengikuti pembelajaran di makmal tersebut. Seramai 3
berminat meneroka cara pengajaran dan pembelajaran orang pelajar lelaki dipilih dan sasaran umur iaitu
murid yang mengalami autisme untuk belajar beberapa berumur lingkungan 11-19 tahun. Tugasan yang
kemahiran seperti cara makan dengan betul, cara diberikan adalah mencuci pakaian dan dilakukan di
memakai baju, memberus gigi, menggunakan tandas, Makmal Pembelajaran Autisme setiap waktu pagi. Satu
menyediakan makanan dan mencuci pakaian. Mereka ruang telah disediakan untuk mencuci pakaian yang
mendapati bahawa murid autisme cenderung untuk lengkap dengan peralatan mencuci pakaian. Peralatan
mengikuti pengajaran yang berbentuk arahan teratur ini disediakan dan mudah dicapai oleh pelajar tanpa
terutamanya dalam pengajaran kemahiran urus diri. bantuan guru. Analisis tugasan (Jadual 1) untuk
Penggunaan bantuan video, rekod DVD dan langkah-langkah mencuci pakaian dibina dan jadual
pemain MP3 membantu dalam pembelajaran. Bantuan visual langkah-langkah mencuci pakaian disediakan
video dengan suara membantu pembelajaran dan serta ditampal di tepi mesin basuh. Jadual tersebut jelas
pengajaran serta meningkatkan pencapaian kemahiran untuk dilihat oleh pelajar dan setiap bahan/peralatan di
murid. Namun, terdapat murid yang tidak dapat label dengan gambar. Tugasan ini dilakukan secara
mengikuti pembelajaran ini kerana pergerakan dalam individu dengan setiap pelajar untuk mengelakkan
video mengganggu fokus mereka. Mereka boleh incidental modelling effects (sesuatu yang tidak
menumpukan perhatian dengan hanya satu visual sahaja dirancang).
(Van Laarhoven et al., 2010). Murid yang mengalami
autisme cenderung untuk mempunyai kekuatan Jadual 1 : Analisis tugasan aktiviti mencuci pakaian
memproses visual dalam mendapatkan maklumat
(Meadan, Ostrosky, Triplett, Michna, & Fettig, 2011). Mencuci Pakaian
Maklumat daripada visual ini mudah difahami, 1. Buka penutup mesin basuh
membantu dalam mendapatkan perhatian dan membantu 2. Ambil pakaian kotor
jika murid mempunyai kesukaran dalam proses 3. Masukkan pakaian ke dalam mesin basuh
pendengaran. Penggunaan visual seperti gambar, video 4. Sukat sabun
dan garisan merupakan salah satu penggunaan visual 5. Masukkan sabun ke dalam mesin basuh
untuk membantu murid yang mengalami autisme untuk 6. Tutup penutup mesin basuh
memahami bentuk visual. Penggunaan strategi visual ini 7. Tekan butang on dan start pada mesin
telah disokong sebagai pengajaran berdasarkan bukti basuh
(evidence based-practice) dan dipersetujui oleh Myles, 8. Tunggu sehingga mesin basuh berhenti
Grossman , Aspy, Henry & Coffin (2007) yang 9. Buka penutup mesin basuh
menyatakan bahawa penggunaan strategi visual 10. Letakkan pakaian yang siap dibasuh ke
membantu murid yang mengalami autisme belajar untuk dalam bakul
berkomunikasi, membantu membina kebolehan untuk
menjangka apa yang berlaku dalam aktiviti seharian dan Kaedah Pengumpulan Data
seterusnya menggalakkan mereka lebih berdikari. Proses dalam pengumpulan data dijalankan
Strategi visual yang digunakan dalam kajian ini untuk setiap fasa dalam kajian ini. Setiap butiran seperti
berbentuk jadual visual. Jadual visual boleh diikuti oleh masa, tempat, bahan tugasan dan juga sampel diambil
murid autisme kerana mempunyai turutan aktiviti yang kira semasa proses mengumpul data. Pengkaji memilih
perlu dilakukan seperti pendekatan first/then dan to untuk menganalisis data menggunakan analisis
do/done. Pendekatan ini merupakan penanda untuk deskriptif. Kaedah analisis ini bagi tujuan untuk melihat
murid ikut dan murid perlu menyiapkan tugasan sama ada terdapat peningkatan ke atas kemahiran
sebelum beralih kepada tugasan yang lain (Meadan et aktiviti harian yang dilakukan oleh sampel yang dipilih.
al., 2011) Dalam kajian ini, analisis data bergantung kepada
pemerolehan data yang telah dikumpul. Oleh yang
METODOLOGI demikian, pengkaji akan membina satu graf kekerapan
Reka bentuk multiple baseline across subject berdasarkan rekod analisis tugasan yang telah
merupakan salah satu reka bentuk dalam single subject. dijalankan ke atas pelajar yang mengalami autisme.
Multiple baseline across subject merupakan reka bentuk Graf kekerapan akan dibina berdasarkan pembolehubah
yang membolehkan lebih dari satu sampel terlibat dalam yang dipilih iaitu peratusan analisis tugasan yang
satu-satu penyelidikan (Richards, S.B, 2014). Dua atau diselesaikan dengan jumlah sesi tugasan. Daripada hasil
lebih sampel yang dipilih mempunyai tingkah laku graf tersebut, huraian melalui analisis deskriptif akan
sasaran yang sama (target behavior) dalam persekitaran
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 143
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dilakukan untuk merumuskan tentang peningkatan intervensi dijalankan (rujuk Rajah 1). Perubahan
kemahiran pelajar terhadap aktiviti mencuci pakaian. tingkah laku dilihat dari segi peratusan dalam fasa
pengekalan berdasarkan langkah dalam analisis
Kebolehpercayaan tugasan yang diberikan kepada murid. Berdasarkan
Kajian ini menggunakan reka bentuk Multiple tugasan, walaupun tiada pelajar yang berjaya
Baseline Across Subjects yang memerlukan melakukan tugasan 100% berdikari, secara purata
kebolehpercayaan pemerhati luar (interobserver). Data pelajar dapat menyelesaikan antara 8 hingga 9
untuk kebolehpercayaan ini dikumpul oleh pembantu langkah keseluruhannya.
penyelidik iaitu sebagai pemerhati luar yang telah Terdapat beberapa perbezaan dalam kesan
dilatih iaitu dengan mengenal pasti langkah-langkah intervensi iaitu dari segi pencapaian murid. Persoalan
yang berjaya dilakukan oleh pelajar semasa yang timbul seperti mengapa murid tidak mempunyai
menjalankan tugasan mencuci pakaian. Borang kumpul pencapaian yang sama dan mengapa intervensi
data disediakan dan pemerhati luar ini akan diberikan dijalankan pada minggu yang berbeza. Berdasarkan
25% pemerhatian daripada setiap fasa dalam kajian. kajian yang dijalankan ini, dapat disimpulkan bahawa
Untuk menguatkan lagi kebolehpercayaan, pemerhati ini perbezaan pencapaian murid disebabkan oleh
akan dilatih untuk cara merekod data, termasuklah cara beberapa faktor iaitu faktor murid itu sendiri, faktor
untuk menggunakan strategi visual serta panduan untuk bahan visual, faktor bahan/alatan yang digunakan dan
mengajar. Persetujuan ini akan dikira dengan bilangan juga faktor guru yang mengajar. Murid yang dipilih
persetujuan dibahagi dengan jumlah persetujuan dan adalah berbeza dari segi tahap komunikasi dan juga
tiada persetujuan dan didarab dengan 100 (Richards, tahap kognitif. Komunikasi adalah penting untuk
S.B, 2014). Peratusan untuk persetujuan dikumpul murid mendapat arahan yang berkesan ketika
adalah berdasarkan jumlah langkah-langkah mencuci intervensi dijalankan. Misalnya murid yang bernama
pakaian yang diselesaikan oleh pelajar dan juga Aiman, pencapaian pada minggu baseline adalah
panduan-panduan yang digunakan oleh pembantu mendatar sehinggalah minggu keempat dia dapat
penyelidik tersebut. melakukan satu langkah dalam tugasan yang
diberikan secara berdikari (rujuk Rajah 1). Aiman
Persetujuan : merupakan murid yang tidak boleh bercakap (non
verbal). Dia susah untuk diberikan arahan secara
Bil. Persetujuan 100 % verbal jika tidak dibantu secara fizikal atau secara
Jumlah (persetujuan + Tiada Persetujuan) visual. Oleh hal yang demikian, fasa intervensi
dijalankan selama 7 minggu untuk dia sahaja
Kesahan Sosial berbanding Imri dan juga Fahrin yang masing-masing
Bagi menguatkan lagi kajian ini, temu bual adalah 6 minggu dan 5 minggu. Seterusnya adalah
dilakukan iaitu dengan pembantu penyelidik (guru) bahan visual yang digunakan mempengaruhi
yang terlibat. Guru akan ditemu bual berkenaan dengan pemahaman murid. Gambar visual yang dipilih
intervensi dan juga pencapaian pelajar selepas adalah gambar amatur yang diambil oleh guru
intervensi. Guru akan ditanya apakah perasaan mereka sendiri. Bahan visual ini dibina berdasarkan langkah
apabila pelajar boleh melakukan kemahiran mencuci dalam analisis tugasan mencuci pakaian yang mana
pakaian tanpa bantuan dan adakah mereka akan langkah tersebut diterjemahkan ke dalam bentuk
meneruskan penggunaan strategi visual dalam visual. Isu yang tmbul adalah apabila salah satu
pengajaran lain selain kemahiran mencuci pakaian. bahan visual untuk langkah 8 iaitu tunggu sehingga
mesin basuh berhenti. Murid tidak jelas dengan
DAPATAN KAJIAN gambar yang disediakan dan pelu diterangkan oleh
Dapatan kajian dibahagikan kepada tiga guru bahawa mereka perlu tunguu sambil membuat
bahagian mengikut objektif iaitu kesan daripada tugasan yang lain sementara pakaian siap dicuci.
intervensi, perbezaan kesan intervensi dan juga Oleh yang demikian, bahan visual mempunyai
penilaian guru yang mengajar terhadap penggunaan pemahaman yang berbeza mengikut tahap murid.
strategi visual. Hasilnya menujukkan bahawa Faktor alatan yang digunakan juga mempengaruhi
perubahan tingkah laku murid wujud daripada kesan intervensi yang menyebabkan murid
strategi visual yang digunakan. Murid telah menjalankan aktiviti secara berbeza. Misalnya adalah
menunjukkan peningkatan dalam tugasan mencuci Imri yang mana dia keliru dengan penggunaan mesin
pakaian dan tugasan dapat diikuti oleh murid dengan basuh. Menurut gurunya yang dia biasa mencuci
baik. Data berdasarkan pemerhatian direkodkan pakaian di rumah tetapi disebabkan penggunaan
untuk setiap sesi sama ada tugasan dapat diselesaikan mesin basuh yang berbeza, dia tidak mencapai 100%
dengan betul atau tidak oleh murid walaupun terdapat untuk mencuci pakaian secara berdikari. Oleh yang
langkah yang mereka tidak dapat selesaikan kerana demikian, ia secara tidak langsung telah memberi
faktor kekurangan kemahiran murid itu sendiri dan kesan kepada pencapaian Imri. Namun, perbezaan ini
juga bahan yang digunakan iaitu mesin basuh. Kesan tidak berlaku kepada murid yang lain iaitu Fahrin dan
intervensi dilihat dari segi perubahan tingkah laku Aiman yang mana mereka boleh mengikuti langkah
murid sama ada terdapat perubahan atau tidak apabila
144 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

mencuci pakaian dan tidak mengalami kekeliruan Rajah 1 : Intervensi Murid Berdikari
dalam penggunaan mesin basuh. Baseline Intervensi Pengekalan
Penilaian guru terhadap penggunaan strategi
visual, satu temu bual berbentuk soal selidik dengan
pembantu penyelidik (guru) telah dijalankan. Soal
selidik ini adalah berkenaan dengan penilaian guru
tentang intervensi dan juga pencapaian pelajar Fahrin
selepas intervensi. Guru yang dipilih merupakan guru
yang menjalankan intervensi mencuci pakaian
terhadap murid yang mengalami autisme. Guru akan
ditanya apakah perasaan mereka apabila pelajar boleh
melakukan kemahiran mencuci pakaian tanpa bantuan
dan adakah mereka akan meneruskan penggunaan Imri
strategi visual dalam pengajaran lain selain
kemahiran mencuci pakaian. Penilaian guru juga
dilihat dari segi bantuan guru yang diberikan kepada
murid dalam sesi intervensi yang mempengaruhi
perubahan tingkah laku murid. Dalam fasa baseline,
guru tidak memberikan bantuan kepada murid semasa
menjalankan aktiviti mencuci pakaian. Guru hanya
memerhatikan murid melakukan aktiviti mencuci
pakaian dan kebanyakan murid hanya boleh
melakukan satu langkah sahaja dalam fasa ini. Aiman
Dapatan kajian mendapati bahawa dengan bantuan
guru dalam fasa intervensi, murid dapat memahami
konsep mencuci pakaian dengan betul. Walaupun
telah disediakan bahan visual langkah-langkah
mencuci pakaian, murid perlu dibantu dengan
diberikan arahan terlebih dahulu. Misalnya dalam
langkah 8 iaitu Tunggu sehingga mesin basuh KESIMPULAN
berhenti, murid tidak memahami apa yang perlu Secara keseluruhannya, kajian ini telah memberi
dilakukan oleh mereka. Dengan bantuan arahan oleh kesan kepada perubahan tingkah laku murid dalam
guru iaitu murid tidak perlu tunggu di kawasan mesin kemahiran urus diri. Penggunaan visual telah membantu
basuh untuk tunggu pakaian siap dicuci, tetapi mereka untuk lebih berdikari dan boleh menjalankan
mereka boleh melakukan aktiviti lain sementara aktiviti harian dengan sempurna. Penggunaan jadual
pakaian tersebut siap dicuci. Seterusnya untuk fasa visual juga telah dibuktikan membantu murid untuk
pengekalan, guru tidak akan memberikan bantuan menjangkakan aktiviti yang mereka akan lakukan dan
kepada murid dan hanya memerhatikan sahaja aktiviti dalam masa yang sama meningkatkan kemahiran
murid sama ada mereka boleh mencuci pakaian berdikari (Cohen & Sloan, 2007). Hal ini disokong oleh
dengan betul atau tidak. Meadan (2011) yang menyatakan bahawa intervensi
Berdasarkan soal selidik ini, guru 1 dalam penggunaan visual dalam susun atur tugasan
memberikan tindak balas yang positif kerana meningkatkan kecekapan murid dalam melakukan
intervensi menggunakan strategi visual dalam aktiviti sesuatu aktiviti. Mereka akan tahu aktiviti yang akan
mencuci pakaian telah membantu muridnya yang dilakukan dan tahu hala tuju seperti yang ditunjukkan
tidak boleh bertutur (non verbal) untuk memahami dalam jadual visual. Hal ini telah ditunjukkan dalam
tugasan yang diberikan. Manakala guru 2 pula kajian ini yang mana murid berjaya melakukan tugasan
bersetuju bahawa penggunaan strategi visual mencuci pakaian dengan menggunakan visual.
meningkatkan pencapaian murid yang mengalami Namun, dengan penggunaan bahan bantu
autisme. Dia memberi ulasan bahawa penggunaan mengajar yang lebih efektif, mereka mampu untuk
visual merangsang pemahaman murid dan berkesan menguasai pelbagai kemahiran dan boleh memperoleh
untuk jangka masa yang panjang. pendapatan sendiri. Oleh itu, strategi pengajaran perlu
dititikberatkan supaya murid bekeperluan khas seperti
autisme mampu untuk menguasai pelbagai kemahiran.
Tambahan pula, ibu bapa juga boleh bekerjasama
dengan guru untuk meningkatkan lagi mutu
pembelajaran murd yang mengalami autisme. Menurut
Schmith & Cagran (2008), kerjasama/kolaborasi
dijelaskan sebagai suatu aktiviti perkongsian
pengetahuan, idea dan tanggungjawab bersama dalam
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 145
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

kalangan ahli profesional dalam pengajaran bagi tujuan untuk mereka berdikari dan mendapat pendapatan
implementasi pengajaran dan pembelajaran. Dengan ini sendiri.
boleh dikatakan bahawa kolaborasi di antara ibu bapa
dan guru adalah penting untuk melaksanakan program
pendidikan yang lebih efektif. RUJUKAN
Secara keseluruhan, kajian akan datang perlu American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic
menitik beratkan dengan strategi pengajaran yang lebih and Statistical Manual of Mental Disorders.
efektif dan juga pemilihan sampel yang baik supaya Arlington.
dapatan kajian boleh mewakili data untuk menunjukkan doi:10.1176/appi.books.9780890425596.744053
keberkesanan strategi pengajaran. Bellini, S., Akuuian, J., & Hopf, A. (2007). Increasing
Social Engagement in Young Children With
CADANGAN KAJIAN Autism Spectrum Disorders Using Video Self-
Hasil daripada kajian ini memberi banyak Modeling. Psychology, 36, 8090.
manfaat kepada strategi pengajaran guru dan juga Cannella-Malone, H. I., Fleming, C., Chung, Y.-C.,
peningkatan kemahiran oleh murid yang mengalami Wheeler, G. M., Basbagill, a. R., & Singh, a. H.
autisme. Hal ini memberi peluang kepada kajian (2011). Teaching Daily Living Skills to Seven
lanjutan dalam bidang pendidikan khas yang Individuals With Severe Intellectual Disabilities:
memfokuskan kepada kemahiran urus diri yang lain. A Comparison of Video Prompting to Video
Reka bentuk yang dipilih adalah reka bentuk Modeling. Journal of Positive Behavior
eksperimental multiple baseline across subject, yang Interventions, 13(3), 144153.
mana memfokuskan kepada perubahan tingkah laku Fani-panagiota, R. (2015). Original Article Teaching
dalam keadaan (setting) yang sama. Jadi, pengkaji akan strategies for children with autism JPES ,
datang boleh menggunakan reka bentuk kajian yang lain 15(1), 148159. doi:10.7752/jpes.2015.01024
jika perlu kajian untuk tingkah laku murid. Walaupun Gardner, S. J., & Gardner, S. J. (2014). by. Effect Of
pengkaji boleh memfokuskan kepada tugasan yang Video-Based Instruction Using Graduated
sama iaitu kemahiran urus diri, reka bentuk yang Guidance On Daily Living Skill Acquisition For
berbeza boleh digunakan. Misalnya menggunakan reka Adolescents With Autism Spectrum,
bentuk eksperimental multiple baseline across setting (December).
yang mengenal pasti perubahan tingkah laku murid Hasnah Toran, Mohd. Hanafi Mohd. Yasin, M. M. T. &
dalam keadaan (setting) yang berbeza. Selain itu, bahan N. S. (2010). Tahap Latihan , Pengetahuan dan
bantu mengajar dalam kajian ini, bahan utamanya Keyakinan Guru-guru Pendidikan Khas tentang
adalah mesin basuh untuk murid mencuci pakaian. Autisme. Jurnal Pendidikan Malaysia
Pengkaji seterusnya boleh menyediakan bahan bantu 35(1)(2010): 19-26, 35(1), 1926.
mengajar dengan teliti jika ingin mengenal pasti tingkah King, A. (2015). Running head: Visual Schedules And
laku murid berdasarkan bahan yang digunakan. Hal ini Tantrums Advisor: Dr . Tracy Reilly Lawson
penting untuk melihat keberkesanan dalam sesi The Effects of Visual Schedules on the Tantrum
intervensi nanti. Pemilihan sampel adalah 3 orang Behaviors of Two Preschoolers Diagnosed with
kerana menggunakan reka bentuk single subject, sampel Autism Submitted in partial fulfillment of the
boleh dipilih seramai 3 orang dan lebih. Untuk kajian requirements for the degree of Maste.
yang akan datang, pengkaji digalakkan menggunakan Lane, K. L., Kalberg, J. R., Bruhn, A. L., Driscoll, S. a,
banyak sampel iaitu antara 5-10 orang. Menurut Horner Wehby, J. H., & Elliott, S. N. (2009). Assessing
(2005), cadangan untuk sampel adalah seramai 5 orang social validity of school-wide positive behavior
untuk membuktikan sama ada intervensi boleh support plans: Evidence for the reliability and
dipertimbangkan sebagai amalan berasaskan bukti structure of the Primary Intervention Rating
(evidence based practice). Hal ini dapat membantu Scale. School Pscyhology Review, 38(1), 135
pengkaji dalam pengumpulan data kerana jika terdapat 144.
perubahan dalam tingkah laku murid yang dikaji. Selain Meadan, H., Ostrosky, M. M., Triplett, B., Michna, A.,
itu, pengkaji akan datang boleh memfokuskan kepada & Fettig, A. (2011). Using Visual Supports With
kajian tingkah laku yang berbeza untuk murid berdikari Young Children With Autism Spectrum
dengan menggunakan strategi visual. Misalnya Disorder. Teaching Exceptional Children, 43(6),
kemahiran yang boleh memberikan pulangan kepada 2835.
kehidupan mereka untuk memperoleh pendapatan Nageswaran, S. (2004). Autism spectrum disorders.
sendiri. Tambahan pula murid berkeperluan khas akan Indian Pediatrics, (October).
membesar seperti individu yang lain yang perlu Report, M. W. (2014). Prevalence of autism spectrum
berdikari untuk meneruskan kehidupan mereka. disorder among children aged 8 years - autism
Contohnya kemahiran dalam bakeri, kemahiran and developmental disabilities monitoring
menanam pokok dan juga kemahiran membuat network, 11 sites, United States, 2010. Morbidity
pembelian di kedai. Ini boleh memberikan pulangan and Mortality Weekly Report. Surveillance
kepada murid yang mengalami autisme khususnya Summaries (Washington, D.C.: 2002), 63(2), 1
21.
146 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Simonsen, B., & Little, C. a. (2011). Single-Subject Van Laarhoven, T., Kraus, E., Karpman, K., Nizzi, R.,
Research in Gifted Education. Gifted Child & Valentino, J. (2010). A Comparison of Picture
Quarterly, 55(2), 158162. and Video Prompts to Teach Daily Living Skills
Ting, T., Neik, X., & Lee, L. W. (2014). Prevalence, to Individuals With Autism. Focus on Autism
Diagnosis, Treatment And Research On Autism and Other Developmental Disabilities, 25(4),
Spectrum Disorders (ASD) In Singapore And 195208.
Malaysia, 29, 20062015. Walsh, R. L., & Kemp, C. (2012). Evaluating
Treatment Of Autism: A Review Of The Literature By interventions for young gifted children using
Kari L . Heiman A Dissertation Submitted to the single-subject methodology: A preliminary
Faculty of the California Institute of Integral study. Gifted Child Quarterly, 57(2), 110120.
Studies in Partial Fulfillment of the Weiss, J. a., Tint, a., Paquette-Smith, M., & Lunsky, Y.
Requirements for the Degree of Doctorate in (2015). Perceived self-efficacy in parents of
Clinical Psychology Calif. (2011). adolescents and adults with autism spectrum
disorder. Autism.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

THE EFFECT OF ORTON-GILLINGHAM BASED MULTISENSORY METHOD


TOWARDS DYSLEXIA CHILDREN'S EARLY READING IN THE GRADE I OF
INCLUSION SDN, KETAWANGGEDE, MALANG CITY

Fidayatul Kasanah a, Wiwik Dwi Hastuti b


ab
Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang
E-mail: wiwik_paud@yahoo.com

Abstract: Reading skills are a prerequisite to acquire knowledge, no exception for the dyslexic children who
study in inclusive elementary school. The purpose of research was to describe: (1) the ability of early reading
for dyslexia children before being applied Orton-Gillingham based multisensory method, (2) the ability of
early reading for dyslexia children after being applied Orton-Gillingham based multisensory method, (3) the
effect of the Orton-Gillingham based multisensory method towards dyslexia children's early reading, The
research method was a Single Subject Reasearch with A-B-A design. The results showed that the mean level
of A1 condition was 40%, the intervention was 65.88%, A2 was 64.7% and the percentage overlape was 0%.
The conclusion was the ability of early reading of conditions: (1) A1 was low category, (2) intervention has
increased, (3) A2 remain stable. Suggestions for further researcher is to develop the same study in different
subject for expanding knowledge.
Keywords: Orton-Gillingham based multisensory Methods, Early reading, dyslexia in the grade I

INTRODUCTION
Reading is a critical skill as a basic prerequisite Meanwhile, according to Jamaris, (2015: 140)
for mastering other fields. Vaughn danBos (2009: 60) dyslexia has the following characteristics:
argues that 'reading skills is a prerequisite for many 1. Reading in reverse writing that reads like: duku
learning activities in the classroom subjects such as to be read kudu, b to be read d or or p to be read
social sciences, natural sciences and vocational q.
education to get a job ". The first step in learning to read 2. Write letters in reverse.
is early reading. Similar with the previous opinion, 3. Have difficulty in recall of information given
Dalman (2013: 85) says that "Early reading is the orally.
beginning level for people to read." Early reading is an 4. Bad writing Quality, written character letters are
early stage for children in learning to read when they not clear.
entered the first grade. 5. Poor drawing.
At the beginning of learning to read in class, 6. It is difficult to follow the orders given orally.
there are some students who can already read, 7. Have difficulty in determining the direction of
otherwise, the others are still not able to read or the right and left.
experience various forms of reading difficulties 8. Have difficulty in understanding and
affecting up to first grade. "Difficulty reading in remembering new story to read.
students are usually called as dyslexia (Abdurrahman, 9. Have difficulty in expressing thoughts in writing.
2012: 161). 10. Having dyslexia is not caused by poor eyes and
Characteristics that mark students with dyslexia ears but because of brain dysfunction.
can be observed with a variety of characteristics. 11. Have difficulty in recognizing letter shapes and
Myklebust in (Abdurrahman, 2012: 163-164) revealed sounds of the letters say.
some characteristics of dyslexic students as follows: 12. Have difficulty in combining the sounds of the
1. Lack of visual and auditory memory, letters into a word that means
deficiencies in short term and long-term 13. Very slow in reading because of the difficulty in
memory. identifying letters, remembering letter sounds
2. Have problems remembering data such as and combining the sounds of the letters into
remembering the days of the week. meaningful words.
3. Have a problem in identifying left and right. Based on the experts explanation, the
4. Having a deficiency in understanding of time. characteristics of dyslexia characterized briefly by
5. If prompted to draw people, often incomplete difficulty in learning to read caused by the difficulty of
one. recognize letters, letter sounds and combining
6. Poor spelling. remembering letter sounds into words so that if the child
7. It is difficult to interpret globes, maps, or charts. is able to read when reading the last few words are
8. Lack of coordination and balance. omitted, added and even inserted.
9. Difficulty in numeracy. Forms of reading difficulties in dyslexia children
10. Difficulty in learning a foreign language. like reading letters or words in reverse. This happens

147
148 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

because the child has difficulty in recognizing and I before being applied Orton-Gillingham based
understanding the shapes and sounds of the letters multisensory method? (2) How is the ability of early
caused disturbances in visual and auditory perception. reading for dyslexia children in the grade I after being
According Jamaris (2013: 39) reveal that the "reversal applied Orton-Gillingham based multisensory method?
of letters occurring (1) reversal (upside-down from the (3) Is there any effect of the Orton-Gillingham based
back to forward or reverse) at point b with d, p into q, multisensory method towards dyslexia children's early
(2) inversion inverted from top to bottom in the letter n reading for dyslexia children in the grade I of SDN
to be u and m becomes w, (3) discrimination in the letter Ketawanggede, Malang City.
n become r, and h into n. "Based on a preliminary study The results of this study is expected to provide
of early conducted in SDN Inclusion Ketawanggede, benefits for various parties particularly for children with
Malang city in the grade I, through observation and learning difficulties in reading (dyslexia) and special
interviews with classroom teachers, and assessment of education in general as follows: (1) Class teachers;
early reading and perceptual assessment, the authors make them easier to teach and select the appropriate
found that a female child with initials (FIS) in 8 years method with the characteristics of the child. (2)
old who have difficulty reading form letters in reverse Researchers; are hoped to increase knowledge dealing
on the letter b-d, p-g, m-w-n-u-h. with dyslexic children in reading. (3) Parents; in order
Various methods in the teaching of reading can to implement Orton-Gillingham based multisensory
be chosen according to student characteristics. "It is method to learn to read when at home.
necessary to note that there are three alternative
methods of learning as follows: (1) strengthen the weak METHODS
modalities, (2) teach through the whole modality, and The method used was an experiment in the form
(3) combine both methods" (Rahman 2012: 115). The of Single Subject Reasearch (SSR) with the design of
methods of Orton-Gillingham based multisensory is a the A-B-A. The subjects were female child with initials
reading method for dyslexia in the class III that utilize FIS in 8 year old in the first grade at SDN Inclusion
visual, auditory, and kinesthetic modalities. Some Ketawanggede, Malang city. The instrument used was
examples of methods of Orton-Gillingham based informal tests made by the researcher. The tests used
multisensory is designed for students from grade III to were oral reading test to measure the ability for early
VI with the ability to average or above average and reading of of dyslexia child. The test consisting of 30
normal sensory acuity. With some adaptations, could be items developed based on the trouble reading to read the
modified to work well on both younger and older letters in reverse such as b-d, p-g, m-w-n-u-h were then
students (Vaughn and Bos, 2009: 96). arranged on tiers of letters, syllables, words and
Some steps in the use of methods of Orton- sentences by adding vowels. Those items include:
Gillingham based multisensory were divided into three searching read letters b-d, p-g, n-u, n-m, n-h, m-w,
associations as follows: (1) Phase visual by a way of searching read syllables: ba-bi-bu-be-bo, da-di-du-de-
mimicking the teacher in reading the letter sounds do, ga-gi- gu-ge-go, hi-hu-ha-he-ho, ma-mi-me-mu-mo,
repeatedly, (2) Phase auditory in which the teacher na-ni-nu-ne-no, pa-pi-pu-pe-po, wa-wi- wu-we-wo,
mention vowel and students is asked to appoint and tracing read word suach as aunt, cultivation, badu, debi,
pronounce vowel pronunciation well, (3) Phase dice, teeth, hana, huda, mona, nina, rice, wima.
kinesthetic by (a) copy the writing on the card by means Further test results are calculated using the
of searching read, (b) write dictation sounds of the percentage with a score of 1 if she can browse correctly
letters mentioned by the teacher on the book, (c) read the article, and a score of 0 if it she can not read the
searching read papers have been written by the students. writing trace. If the data have been collected at A-B-A
Problems reading in dyslexia require special baseline, then they were analyzed in the conditions and
handling by specialized teachers. Koeswara, (2013: 1) inter-conditions. At the final stage of the qualifying
"Among children who attend in regular school learning acquisition score reading, it was interpreted by adopting
process, there are children who have difficulty learning. a Likert scale in 5-level (very low, low enough, low,
Not a few who assumes that the child with learning high, and very high).
disabilities is categorized as a child with special need so
he need a special education". Regular schools that RESULT
accept students with special needs is called a inclusive This research was conducted individually in a
school. Similar with this opinion, Koeswara (2013: 129) separate room for 17 sessions divided into three
that "Inclusive Education is a system of education that is conditions as follows: four sessions on the condition A1
open to all children/students regardless of their social (before being given treatment), 8 sessions on the
background, economic, culture, religion, language, race, condition of intervention (given Orton-Gillingham
ethnicity and gender as well as the ability and other based multisensory method), and 5 sessions on
aspects ". condition A2 ( the control condition).
Based on the above explanation, then the The results of the acquisition value of the
problem can be formulated as follows: (1) How is the condition A1, A2 intervention and illustrated in the
ability of early reading for dyslexia children in the grade graph below:
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 149
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Furthermore, on condition A2 describe (a) Long-


conditions by 5 sessions, (b) Estimated inclination
direction and the effect marked with yellow lines
abscissa indicates the trend of its increase (+), (c) The
trend of stability show stable at 100%, (d) Trace data
point increase (+), (e) Level stability and range data
show steady with a range of 63% -70%, (f) Level
Changes at (+7).
The summary results of the analysis in the
conditions presented in the following table:

Condition A1 B A2
The graph showed that the acquisition of scores 1. Long 4 8 5
in A1 condition marked blue line starts sessions one to Condition
four were 40%, 37%, 40% and 43%. Furthermore, on 2. Estimation of
the condition of intervention by using Orton-Gillingham direction
tendency
based multisensory method marked red line with the
(+) (+) (+)
score obtained in session five to twelve are 60%, 63%, 3. Stability Stable Stable Stable
67%, 63%, 67%, 67%, 70%, 70 %. While the condition tendency 100% 87,5% 100%
is marked A2 green line with the scores obtained on the 4. Data trace
session thirteen to seventeen was 63%, 67%, 67%, 70%,
70%.
Then, the scores were processed by using data (+) (+) (+)
analysis in condition. The analysis in the condition 5. Level of Stable Stable Stable
described by the below graph: stability and (40%- (60%- (63%-
span 43%) 70%) 70%)
6. Level of 43%-40% 70%-60% 70%-63%
change (+3%) (+10%) (+7%)

The, the data was analyzed by an inter-condition


analysis. The results of the analysis between the state
according to its components are (a) the number of
variables are altered, from the conditions (A1) to
intervene (B) amounted to one which is to improve the
ability to read the beginning of the students dyslexia
grade 1, (B) change in trend direction and the effect,
from the condition B to A1 and A2 to B is a trend
toward increased (+), (c) changing trend of stability, in
comparison intervention condition (B) with the
condition (A1) is from stable to stable (87.5% to 100%)
, while the comparison condition (A2) with intervention
(B) is from stable to stable (100% to 87.5%). (D) the
level of change, on the intervention (B) to the condition
The results of the dissemination of charts visual (A1) is + 17% and of the condition (A2) to state
analysis respectively on each component condition can intervention (B) of + 10%, so it can be interpreted that
be described as follows: the ability to read the beginning of the increases, (e) the
On the condition of A1 before being given percentage of overlap, obtained by 0% since there is no
treatment illustrates (a) Long-condition for 4 sessions, overlapping data in the intervention condition (B) of the
(b) Estimated inclination direction and the effect A1.
marked with yellow lines abscissa indicates the trend of
its increase (+), (c) The trend of stability showed stable
at 100 %, (d) Trace data point increase (+), (e) Level
DISCUSSION
stability and range data show steady with a range of Based on the results of the data analysis has been
40% -43%, (f) Level of Change (+3). Then, the
done and presented in tables and line graphs using the
intervention of condition describe (a) Long-condition design A-B-A, it can be said to be using the method
for 8 sessions, (b) Estimated inclination direction and
based on Orton-Gillingham multisensory positively
the effect marked with a yellow line abscissa indicates effect on dyslexia students ability for early reading of
the direction of its rising trend (+), (c) stability trend
class in the grade I at SDN inclusion Ketawanggede,
showed a steady 87.5 %, (d) Trace data point increase Malang city. It can be seen from the data acquisition
(+), (e) Level stability and range data show steady with
overlap between state intervention to baseline-1 at 0%.
a range of 60% -70%, (f) Level Changes at (+10). The calculation can be concluded that the intervention
150 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

by Orton-Gillingham based multisensory method This is shown from the acquisition of overlap
believed to be a positive effect on students with percentage results from intervention to A1 of
dyslexias ability to read early in the first grade. 0% meaning that there is no overlap of data
The results of this study are consistent with the intervention in A1 condition, so that, it can be
opinion of Vaughn and Bos (2009: 95) explains that concluded that the interventions positively
"Orton-Gillingham based multisensory method is influence on the target behavior.
designed for students with dyslexia or who have
substantial difficulties learning to read. Some examples SUGGESTION
of Orton-Gillingham based multisensory method is Based on the research findings and the condition
designed for students from in grade three to grade six of field study, the researcher put forward suggestions as
with the ability to average or above average and normal follows:
sensory acuity. With some adaptations, could be 1. From the research findings, teachers are expected
modified to work well on older or younger students". to use the appropriate method for reading in
In addition, this research is also consistent with dyslexic students in a way to utilize all the senses
the results of the Goddess, 2012 that "multisensory that exist. The use of Orton-Gillingham based
method can improve the reading skills of children in the multisensory methods can be applied not only to
grade I of primary school accurately in recognizing assist students in improving the early reading but
words even though the results were not significant. also make student easier to remember how to
Although the increase is not too high, but it can be a read an engaging sounds of the letters that have
positive influence." been studied
From these statements it can be seen that the use 2. For further researchers are expected to expand
of Orton-Gillingham based multisensory method is research using Orton-Gillingham based
positively effected on dyslexia student's ability for early multisensory methods on subjects with different
reading in the first grade. By using this method have a characteristics or different behavior targets, so
positive impact on the improvement of dyslexia that, can provide a broader knowledge.
students reading. So, it can be concluded that the
method Orton-Gillingham based multisensory method
have positive effect on students ability for early
reading in the first grade. REFERENCE
Jamaris, Martin. 2013. Kesulitan Belajar Bagi:
CONCLUSION Perspektif, Asesmen, dan Penanggulangannya
Based on the results of the study can be Bagi Anak Usia Dini dan Usia Sekolah. Bogor:
summarized as follows: Ghalia Indonesia.
1. The ability of early reading with the components Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan
of reading letters looked is almost the same, read Belajar: Teori, Diagnosis, dan Remediasinya.
syllables, words and sentences on the subject FIS Jakarta: PT. RinekaCipta.
on the conditions (A1) in the category of low and Koswara, Deded. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan
need special handling by the given intervention. Khusus Berkesulitan belajar Spesifik. Jakarta:
This can be seen in the mean at any level PT. Luxima Metro Media.
between baseline conditions. Obtaining the mean Dalman. 2013. Keterampilan Membaca. Jakarta:
level before being given intervention or when the Rajawali Pers
condition (A1) is 40% with the level change of Vaughn, Sharon. Bos, S, Candace.2009. Strategi untuk
+3. Pengajaran Siswa dengan Masalah Belajar &
2. The ability of early reading on the subject FIS Perilaku edisi 7. Columbus: Hellen Keller
when the condition of intervention has increased. International
It can be seen from the results of the acquisition Dewi, S. U. S. (2015). Pengaruh Metode Multisensori
of the mean level on the condition of intervention dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca
by 65.88% and an increase in the level of change Permulaan pada Anak Kelas Awal Sekolah
of +10. Dasar. Modeling: Jurnal Prodi PGMI, 2(1), 1-
3. The data analysis in the conditions A2 with a 13.
mean level of 67.4%, and the level of change
shows no sign of +7, which means that ability of
early reading has increased. Since the mean
result of the conditions (A2) reached 67.4%, it
can be categorized into high achievement early
reading.
4. The use of Orton-Gillingham based multisensory
methods is positively effected on students
dyslexia's ability for early reading in the grade I.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

VISUAL MEDIA USAGE TEACHING IN THE SPECIAL EDUCATION


INTEGRATION PROGRAMME (SEIP) OF HEARING
IMPAIRMENT IN HULU SELANGOR

Abdul Rahim Razallia, Noreha Yusuf b, Rahimah Kassimc, Nordin Mamat d

abcd Sultan Idris Education University of Malaysia, Malaysia.


E-mail : rahim.r@fppm.upsi.edu.my

Abstract: This study was conducted to identify the level of usage of visual media in teaching at the Special
Education Integration Programme (SEIP) Hearing Impairment. The study also identified the attitude towards
the use of visual media and the limitations faced by teachers when using visual media. The findings show the
use of visual media in teaching at SEIP Hearing Impairment in Hulu Selangor is in the high level and the
teacher have very positive attitude towards visual media. However, the limitations faced by teachers in the
use of visual media are on the high level. This research involved 50 respondents from a special education
teacher who teaches in nine (9) schools of SEIP Hearing Impairment in Hulu Selangor. Questionnaires were
used as research instruments and data collection was done using 5-point Likert scale. These data were
processed using Software Statistical Packages For The Social Science 20. The analysis made in descriptive
statistical methods in the form of frequency, percentage and mean. Results from this study indicate the level
of visual media usage among teachers in SEIP Hearing Impairment are at high level (mean = 3.52), while
teachers' attitudes were very positive (mean = 4.43). There are limitations of the study showed that teachers
face in SEIP of Hearing Impairment is high (mean = 3.59). Based on the findings, some suggestions are
brought forward to enhance the use of visual media in teaching at SEIP Hearing Impairment.
Keywords: S pecial Education Integration Programme (S EIP), Hearing Impairment, visual media.

INTRODUCTION multimedia, and computer mind map or the Internet as


medium of teaching and conducting examinations
Hearing loss prevents children with hearing (Phizer 2015). According to Supyan (1994 in Ashinida,
problems to communicate through listening and Afendi & Mohd. Shabri 2003), his study proved the
speaking. Their failure to communicate and converse effectiveness of visual media in language learning,
also prevents them to understand lesson delivered by however this method has not gained widespread
teachers thus impede their social and academic attention in Malaysia except for the use of visual media
development in education (Abdul Rahim Razalli et al in English learning.
2016). However, according to Abdul Gaffar Md Din Although there are many positive responses on
(2003), the involvement of sight showed the highest the use of computer-aided instruction, especially the
percentage in helping people to gain knowledge or learn visual media, nevertheless there are some teachers who
as much as 83% as compared to other senses. Ismail are still threatened by the presence of computers in
Zain (2003) also stated that the act of looking at the their classrooms. This matter happens due to
pictures and visuals can improve a person's memory up misunderstanding, lack of understanding on the role of
to 40% (Abdul Hafez Hakimi, 2014). For students with visual media and lack of technical skills on the use of
hearing problems, visual media play an important role computers (Hertz, 1987, Gunter & Murphy, 2001 in
in teaching, learning, and information delivery. Ashinida et al.). This phenomenon certainly surprise us
Visual media is a teaching material with image because most teachers are not exposed enough on the
that can be viewed and it is based on vision. The use of use of computers and visual media in education.
visual is often used together with other media in Although teachers perceived very positively on the use
teaching and learning. The use of media such as a of teaching aids, the practice of its use in the classroom
planned teaching modules, workbooks, videos, is not very encouraging due to some constraints such as
computers and many others enable teaching to be lack of time, insufficient materials , impractical, teaching
designed according to level of students' ability overload, insufficient financial resources and unskilled
especially those who are having hearing difficulty. at developing own teaching material. Constraints such
Visual media could also help in implementing effective as lack of time, insufficient materials, impractical and
teaching and learning processes. excessive teaching loads (Leong, Hong and Kuan,
Method of Pedagogy Education learning is still 2001).
in status quo, meaning majority of teachers and students Based on previous studies, there are some
prefer to use textbooks as their primary source. Majority aspects that impede special education teachers for the
group of teachers are still awkward to use the visual hearing impaired students to optimize their use of visual
media features such as charts, graphs, video, animation, media, attitudes and limitations in their process of

151
152 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

teaching and learning in the classroom. Constraints in computers and technology. The researchers have
terms of type and use of visual media is the use of text, concluded that current teacher training should help
charts, graphs, video, animation, multimedia and mind teachers to be positive on the use of computers (Cates &
maps. Constraints in terms of attitudes such as Mcnaull 1993, in Sim et al. 2004). With this regard,
willingness, confidence, guidance and motivation. visual learning can help students to relate what they
Teachers also face time constraints, financial provisions, have learned with previous materials. Robiah & Nor
cooperation from parents, skills and knowledge of Sakinah (2002) stated that teaching can be organized if
teachers, administrators and school facilities and they can combine teaching with teaching aids. Azikiwe
equipment. Therefore, this study aims to identify the use (1998) stated that teaching materials are classified into
of visual media, attitudes and limitations on the use of three categories, namely, materials, audio materials and
visual media among special education teachers in the equipment.
integration program. Brown (1998) also described visual teaching
materials as enhanced vision and oriented material such
LITERATURE REVIEW as pictures, objects, specimens, textbooks, blackboard,
The use of visual or learning strategy has helped bulletin boards and other printed materials and any
many students in the teaching and learning process to be projection or other visuals. Teachers must be aware on
delivered effectively. This is evidenced by Norasikin in the advantages and limitations of each instruction
her study (2014) which uses visual aid to improve medium and choose from the entire variety of angles
spelling skills of students with hearing problems. Aenon and device or combination of devices to make it as the
and Abdullah Hassan (2003) also supported that card best teaching tool (Okonkwo, 2015).
scanning and use of images can enhance memory of the According to Hannafin and Freeman (1995 in
students. Teaching strategies and student-centered Mashini et al, 2003) stated that attitudes and views of
learning through playing while learning method using teachers toward knowledge enrichment process will
visual materials can boost students' enthusiasm in affect their opinion on the use of visual media in their
learning. classrooms. Another study conducted by Azura & Jane
Christopher (2012) proved in his research that (2014) found a very positive attitude in visual literacy in
visual media can be used to improve student their study of visual media consumption among
achievement. Visual media can be further extended in technical teachers. This suggests that teachers need to
teaching practices for more positive effects. Chen be aware of the commitment given to improve their
(1997) and Ahmad Haniz Abdul Halim (2007), argued professionalism. Jahoda & Warren (1966) reported that
that learning through web-shaped visual aids helps in positive attitude towards the media influences their
teaching process because interactivity web pages allows teaching to improve teaching provided by visual media.
for learning process to be carried out with a diverse and Richard (1986) and Mwololo et al., (2011) also
flexible teaching designs, apart from meeting the needs commented that preschool teachers need to show
of students with different cognitive level (Shaliana & positive attitude towards visual media to develop,
Zulkifli, 2013). acquire and use visual media in their teaching. A study
Zainab Asilah (2014) stated that material use by Hassan et al. (1999) found positive attitude towards
which involve students will make them observe, the use of teaching aids are not in line with its
interpret and describe their lesson content. The materials implementation. This is due to the fact that although the
also provide them with special experience and increase school has all the hardware and software media, the
the students' understanding on facts, concepts and teachers are found using less of the teaching aids in their
abstract material to teaching. The materials also classrooms.
encourage students to concentrate on teaching and speed The finding was supported by Nik Rahimi &
up the learning process. The use of images also provide Kamarul Zaman (2008) who concluded that Islamic
clear picture on teaching. According to Rosniah (2007) Education teachers should be positive in accepting the
in her study, visual learners are those who prefer to surge of Multimedia Communications Technology
learn by looking at new information that they learn, (ICT) as the latest teaching aid today. While another
whether in the form of a diagram or chart. They can also study by Mattox (1974) found that lazy teachers give
describe what is being read or seen previously. This impact on the use of instructional technology (ATP)
method can improve their understanding on learning because teachers often face pressure from higher
and lessons delivered to them. Attractive visual learning authorities and lack of support (Barshah et al. 2009).
can speed up learning ability of the students on lessons Mohd Huzairi Awang et al. (2012) stated that
delivered to them. apart from learning content, learning aids in the form of
Sim et.al (2004) stated that teachers are regarded visual media is important to draw attention of students,
as school property; implementation of any educational especially students with learning disabilities because of
program depends on willingness, competence, attitude, their short span attention. In addition to the use of
commitment, knowledge, support and skills of teachers, electronic materials, the use of real materials (concrete)
especially in areas that require specialized skills such as is important so that students will be able to use their
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 153
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

touching sensory and visual observations that will of data collected. To test the research questions on the
increase their understanding of what is being taught by extent and nature of use of visual media in teaching, the
their teachers. questionnaire uses Likert scale of five scores which are
Based on findings by Khairuddin (2010), there very often (5), often (4), moderate (3), sometimes (2)
are six major challenges to increase the use of seldom (1).
instructional technology among teachers. The first For the purpose of measuring attitude and
challenge is to encourage teachers to produce teaching limitation of questionnaire, Likert Scale of five scores is
materials based on instructional technology. The second being used namely strongly agree (5), agree (4),
challenge is to increase the level of knowledge among somewhat agree (3), disagree (2) and strongly disagree
teachers in instructional technology. The third challenge (1). Data analysis was conducted to find the percentage,
is to increase positive attitudes among teachers on the mean and standard deviation in the study . In
use of instructional technology. The fourth challenge, determining the level of use of visual media and
equipment and facilities in schools will increase the use limitations faced by the teachers, range scale of Mazlan
of instructional technology among teachers. Fifthly, an Hamzah's study (2000) was used as reference which is
administrator role in encouraging teachers to use the 4 level range scale namely low (mean = 1.00 mean
instructional technology. Finally the sixth challenge, = 2.00), moderate (mean = 2.01 to mean = 3.00) and
preparation of teachers in facing the instructional high (mean = 3.01 to mean = 4.00) and very high (mean
technology wave in the future. = 4:01 to mean = 5.00), while in terms of 4 level range
scale for attitude refers to negative (mean = 1.00 mean =
RESEARCH METHODOLOGY 2.00), negative (mean = 2.01 to mean = 3.00), positive
Overall, this study is a descriptive survey that (mean = 3.01 to mean = 4.00) and strongly positive
aims to identify the level of visual media usage, (mean = 4:01 to mean = 5.00).
attitudes and its use limitations among special education
teachers in the Hulu Selangor district, Malaysia. This DATA ANALYSIS
research uses quantitative approach method. Research Profile of Respondents
samples are used for the purpose of answering the This section discusses background of the
research questions. A total of 50 deaf teachers are respondents that contains 7 items related to respondents
involved to answer the questionnaires which are adapted background. Analysis of data obtained is presented in
from "The use of Visual Materials Technical Teachers" frequencies and percentages for easier observation.
by Azura & Jane (2014). Quantitative data was analyzed Table 1 shows demographics of the respondents
using the Statistical Packages for the Social Science involved in frequency and percentage.
(SPSS) Version 22 for Windows. The quantitative data
was analyzed according to the frequency and percentage

Table 1: Profile of respondents in frequency and percentage


Research Findings
Case Category
Frequency Percentage
Gender Male 41 48.2
Female 44 51.8
Race Malay 38 76
Chinese 6 12
Indian 6 12
Others 0 0
Age 30 years and below 4 8
31-35 years 13 26
36-40 years 20 40
41 years and above 13 26
Education Level Diploma in Education 0 0
First Degree 45 90
Masters 5 10
Ph.D 0 0
Teaching Experience Less than 1 year 4 8
1-5 Years 9 18
6-10 Years 22 44
154 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

11 years and above 15 30


Type of School Primary School 35 70
Secondary School 15 30

ANALYSIS OF RESEARCH QUESTION class" with the value of (mean = 4.62, sd = 4.90) or a
Identifying Level of Use and Type of Visual total of 31 (62%) of respondents answered strongly
Media agree and 19 (38%) of respondents agreed with this
Research shows that there are 3 three types of statement.
media used at a very high level namely textbooks, There are four items that share the same means
images and computer. Visual media for textbooks and the same level of approval. Two of these items are
recorded the highest mean (mean = 4.36 (s d = 1.0) or a "I need to guide students with hearing disabilities to use
total of 33 users or (86%) of teachers answered very visual media" and the second item "I feel confident
often and often on frequency of usage and four users using visual media in the class of hearing impaired
(8%) use moderate levels of textbook as main visual students". Both of these items show the same mean
medium in their teaching and only three users ie (6%) value (mean = 4:48, sd = 0.50) with 26 (52%)
percent are seldom users. Pictorial visual media shows respondents answered strongly agree followed by 24
the value of (mean = 4:34, sd = 0.77) or a total of 41 respondents who answered agree (48%). Two other
very often users (82%) while nine users or (18%) are at items that also shows the same mean and level of
moderate level. The use of computers as visual media approval, which is (mean = 4.46, sd = 0.50) with 27 or
shows the value of (mean = 4.24, sd = 0.84) or a total of (54%) respondents who answered strongly agree,
41 very often and often users (82%) and seven average followed by 23 respondents or (46%) for item "I support
users (14%) as compared to only two users (4%) who the use of media visual in R & D process for hearing
are not often using the computer. problem class "and item" I believe that the use of visual
There are six different types of visual media, media can enhance students' understanding on lesson " .
which showed a high level of use namely objects, Value (mean = 4.42, sd = 0.49) or a total of 29
videos, drawings, models, mind maps and charts. respondents (58%) answered strongly agree followed by
Object-shaped visual media shows the value of (mean = 21 respondents or (42%) who agreed to the statement "I
3.86, sd = 0.80) for 31 very often and often users (62%), have more motivation in teaching using visual media in
and 18 moderate users (36%), while only one (2%) do the class of hearing impaired students"
not often use objects as teaching aids. For visual media However, there are two items that share the same
in the form of video (mean = 3.68, sd = 0.89); painting mean (mean = 4.40, sd = 0.57) but differ in level of
(mean = 3.50, sd = 0.95); model (mean = 3.46, sd = approval for statement "I am willing to diversify the
0.83); mind maps (mean = 3.44; sd = 0.78) and charts instructional visual medium" with 30 respondents (60%)
(mean = 3.34, sd = 0.84). However there are two visual agreed and 20 respondents ( 40%) strongly agree. While
media materials are at low level of usage namely a total of 26 respondents or (52%) agree. There are 22
animation and graphs. Animation media shows the respondents answered (44%) strongly agreed and only
value of (mean = 2.86, sd = 1.1) or 19 people (38%) two respondents (4%) answered somewhat agree on the
who are not regular users and 16 moderate users or statement "I like the course to enhance my skills in
(32%) and 15 regular users or (30%). The low level also building visual media for hearing". It also shows the
shows visual media in the form of a graph with the value (mean = 4.38, sd = 0.49) or an agreed statement of
value of (mean = 2.30, sd = 0.70). In sum, Table 2 31 respondents (62%) followed by 19 respondents or
shows the overall mean of distribution for respondents (38%) who stongly agree for the statement "I believe the
on the use of visual media among PPKI teachers in use of visual media in teaching is to attract students with
their teaching process is 3.528 with a standard hearing disabilities. Even though the item "I believe the
deviation of 0.456. These findings demonstrate that the use of visual media can improve academic
use of visual media among teachers for hearing achievement," noted the lowest mean with the total
impaired students in PPKI is at high level. value of (mean = 4.26, sd = 0.44) or 37 (74%) agree that
13 responded (26%) strongly agree but Table 3 shows
Identifying Level of Attitude on the Use of Visual an overall mean on distribution of the respondents'
Media attitudes among PPKI teachers is 4.43 with a standard
The results showed all the 10 items on attitudes deviation of 0.354. This finding shows that teachers of
of teachers showed a very positive level towards the use PPKI show very positive attitude towards the use of
of visual media in teaching deaf students. The highest visual media in teaching and learning in the classroom
mean item in the distribution is "I have to use visual of students with hearing problems.
media in teaching and learning in the hearing problem
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 155
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Identifying Limitation on the Use of Visual Media parents showed high level (mean = 3.52, sd = 0.95) with
The findings show three items that represent 28 or (58%) respondents agree, 3 or (6%) of
limitations on the use of visual media at a very high respondents strongly agreed, 13 or (26%) simply agreed
level. These items are in terms of media, tools, training followed by one respondent or ( 2%) disagreed and two
and skill and time. For item "I will use visual media if I or (4%) of respondents strongly disagree.
have the media and the hardware are available" shows There are 24 or (48%) of respondents expressed
the highest mean in the distribution (mean = 4.18, sd = their approval at medium level for item "visual media
0.66) or a total of 30 (60%) respondents, 15 or (30%) of do not help students focus in the classroom" with five
respondents stated strongly agree , four or (8%) agreed respondents or (10%) disagree, but 17 respondents or
and only one or (2%) disagree. As for item "I will use (34%) agreed and four or (8%) of the respondents
visual media if given training and skills" shows high in answered strongly agree. The mean value shows the
mean (mean = 4:04, sd = 0.75), ie, 28 or (56%) of value of (mean = 4.40, sd. 0.78). Next item touches on
respondents agreed, 13 or (26%) of respondents stated limitations of the workload. The mean shows a value of
strongly agree seven or (14%) less agreed and only two (mean = 3.36, sd = 1.0) at high levels of 20 respondents
or (4%) stated disagree. Time factor is also a limitation or (40%) agreed, five respondents or (10%) strongly
for teachers of hearing problems in using the visual agreed as compared to 15 responded simply agree, eight
media. For item "I will use visual media if I have respondents or (16%) disagree, and two respondents or
enough time" shows high mean (mean = 4.02, sd = 0.79) (4%) strongly disagree.
represented a total of 30 or (60%) of respondents who Items related to visual media requires high costs show
agreed, 12 or (24%) of respondents stated strongly agree the value of (mean = 3. 14 sp. 0.99) which is at high
and six or (12%) of respondents stated somewhat level with five respondents or (10%) strongly disagree,
agree. Finally for strongly disagree and disagree are six or (12%) responded disagree and 16 or (32%)
represented by one respondent or (2%) representatively. responded simple agree. A total of 23 or (46%) of 50
There are six items which are at high level. Items respondents agreed that visual media is costly.
on support from the administrators shows the value of However, the teachers do not consider appreciation as a
(mean = 3.82, sd = 0.96) with 30 or (60%) of major limitation in the use of visual media. This is
respondents agreed, nine or (18%) of respondents stated shown from low mean score (mean = 2.84, sd = 0.99)
strongly agree, seven or (14%) of respondents simply with the respondents who do not agree accounted for 21
agree , strongly disagreed accounted for three or (6%) or (42%) respondents, followed by disagree answered
respondents and disagreed represents one respondent by eight respondents or (16%) and seven or (14%) who
(2%). Item "I will use visual media if there is responded strongly disagree stated that they will use the
partnership among colleagues" shows the value of visual media if they are given the appreciation. The
(mean = 3.70, sd = 0.78) meaning 34 or (68%) of results showed an overall mean value of 3.59 with a
respondents agreed, three or (6%) of respondents stated standard deviation of 0.43. This shows the limitations
strongly agree, 10 or ( 20%) of the respondents agree, faced by PPKI teachers are at high level. The
disagree accounted for one respondent or (2%). Strongly distribution of the overall mean value for all items are as
disagree accounted for two respondents or (2%). shown in Table 4.
Limitations in terms of support and encouragement of

Table 2: Levels of Use of Visual Media

Item Scale M ean Std Level


1 2 3 4 5 Dev
F (%) F (%) F (%) F (%) F (%)
Textbooks 2(4) 1(2) 4(8) 13(26) 30(60) 4.36 1.0 Very high
Picture - - 9(18) 15(30) 26(52) 4.34 0.77 Very high

Chart - 7(14) 24(48) 15(28) 5(10) 3.34 0.84 High


Drawing - 6(12) 23(46) 11(22) 10(20) 3.50 0.95 High
Poster 1(2) 12(24) 25(50) 10(20) 2(4) 3.00 0.83 Low
Graph 6(12) 24(48) 19(38) 1(2) - 2.30 0.70 Low
M ind M ap 1(2) 2(4) 25(50) 18(36) 4(8) 3.44 0.78 High
M odel 1(2) 3(6) 23(46) 18(36) 5(10) 3.46 0.83 High
Object - 1(2) 18(26) 20(40) 11(22) 3.82 0.80 High
Video 1(2) 4(8) 12(24) 26(52) 7(14) 3.68 0.89 High
Animation 6(12) 13(26) 16(32) 12(24) 3(6) 2.86 1.1 Low
Computer - 2(4) 7(14) 18(36) 23(46) 4.24 0.84 Very high
/M ultimedia
Overall M ean 3.52 0.45 High
156 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Note, 1-Rare; 2-Sometimes; 3-Moderate; 4-Often; 5-Very often

Table 3: Attitudes toward Using Visual Media

Item Approval Level M ean Standard Level


Deviation
1 2 3 4 5
F(%) F(%) F (%) F (%) F (%)
I will use visual media if the media and - 1(2) 4(8) 30(60) 15(30) 4.18 0.66 Very high
hardware are well provided
I will use visual media if there is 1(2) 1(2) 6(12) 30(60) 12(24) 4.02 0.79 Very high
sufficient time
I will use visual media if given training - 2(4) 7(14) 28(56) 13(26) 4.04 0.75 Very high
and skills
I am concerned that the use of visual - 5(10) 24(48) 17(34) 4(8) 3.40 0.78 High
media do not help students with hearing
problems focus in the classroom

I will use visual media in there is not too 2(4) 8(16) 15(30) 20(40) 5(10) 3.36 1.0 High
many workload
I will use visual media if there is support 3(6) 1(2) 7(14) 30(60) 9(18) 3.82 0.96 High
from the administrators

I will use visual media if parents 4(8) 1(2) 13(26) 29(58) 3(6) 3.52 0.95 High
encourage and support me
I will use visual media if there is a 2(4) 1(2) 10(20) 34(68) 3(6) 3.70 0.78 High
partnership of peers
The use of visual media is costly 5(10) 6(12) 16(32) 23(46) - 3.14 0.99 High
I will use visual media if I am rewarded 7(14) 8(16) 21(42) 14(28) - 2.84 0.99 Low
with appreciation
Overall M ean 3.59 0.43 High

Table 4: Level of Limitation on Visual Media Use


Item Approval Level M ean Standard Level
1 2 3 4 5 Deviation
F(%) F(%) F(%) F(%) F(%)
I have to use visual media in teaching and - - - 19 31 4.62 0.49 Very
learning for classes with hearing problems (38) (62) positive

I need to guide students with hearing - - - 26 24 4.48 0.50 Very


disabilities to use visual media (52) (48) positive
I feel confident using visual media in class - - - 26 24 4.48 0.50 Very
with hearing problem (52) (48) positive
I support the use of visual media in the - - - 27 23 4.46 0.50 Very
teaching and learning processes for classes (54) (46) positive
with hearing problems
I became more motivated teaching using - - - 29 21 4.42 0.49 Very
visual media in the classroom with hearing (58) (42) positive
problem
I am willing to diversify my visual media - - - 30 20 4.40 0.49 Very
teachings (60) (40) positive
I believe the use of visual media in teaching - - - 31 19 4.38 0.49 Very
could attract students with hearing (62) (38) positive
disabilities
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 157
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

I believe the use of visual media can - - - 27 23 4.46 0.50 Very


enhance students' understanding of lesson (54) (46) positive
I believe the use of visual media can - - - 37 13 4.26 0.44 Very
improve academic achievement of students (74) (26) positive
with hearing problems
I like to attend courses to improve my skills - - 2 26 22 4.40 0.57 Very
in developing visual media for hearing (4) (52) (44) positive
disabled students
Overall M ean 4.43 0.35 Very
positive
DISCUSSION, RECOMMENDATIONS AND
non-electronic media. Among the teaching aids
IMPLICATIONS used by teachers are computers, OHP transparencies,
The use of visual media is important in the mahjung paper, model - 3D model, manila cards,
teaching and learning of students with hearing handouts and recyclable materials. Teachers are more
disabilities. This will help them to better understand likely to create and develop their own teaching aids
particular subject better. The results showed an overall rather than using teaching materials provided by the
mean of distribution of the respondents on the use of school.
visual media among PPKI special education teachers in However, study findings by Azura & Jane (2014)
the teaching process is 3.528 with a standard deviation showed that teachers are more often using stationary
of 0.456. The findings demonstrate that the use of visual visuals either in the form of two-dimensional posters,
media among the PPKI special education teachers are at photographs, charts, maps and graphs or three-
high level. dimensional shape such as a real model compared with
The findings also showed that textbook is one of the use of visual and computer. Based on the mean
visual media that is very high in usage followed by score, it was found that both usage is at moderate level.
computers and image. Textbooks and activity books for The findings are almost similar with findings by Jasmi
hearing disabled students were revised and they Kamarul Azmi et al. (2011) who study the use of
involved four subjects, namely Bahasa Melayu, English, teaching aids (BBM) by Outstanding Islamic Education
Sign Language Communication and Islamic Education. Teachers (GCPI). There are six types of teaching aid
Adaptation of textbooks for hearing disabled students that form patterns of use among main GCPI which are
which are complete with pictures and sign language can textbooks, computers and LCD. Teaching aids that
help teachers and students to enhance their formed as secondary pattern refers to handouts and
understanding of sign language and the language itself. modules, mahjong paper, reference books, and pictures.
This finding is similar to a study conducted by Fadzli & The findings discussed above however contradict
Ranjit Singh (2008) shows the level of utilization is at with a study by Chukwu (2007) who argued that most of
moderate level, but textbooks showed high level with a the teaching aid materials are not available in schools.
mean value of 4.40. This is followed by the use of Most of the textbooks available are already obsolete.
worksheet with a mean value of 4.30 and the use of (Offorma, 2009) and Ugwu in Okonkwo (2014) stated
workbook with a mean value of 4:38. While visual that in Nigeria, teachers hardly teach because of various
media that is seldom used is chart with a mean value of factors such as lack of teaching materials, poor teaching
3.90. The findings here clearly shows that most teachers and lack of training. They also affirmed that well trained
still makes printed materials such as textbooks and teachers will be able to design and produce materials
worksheet as visual media of choice in teaching and that will meet the criteria relevant to students and
learning in the classroom and it is still relevant today. learning objectives.
Results from a study conducted by Zainuddin et The use of teaching aids in visual media form,
al. (2007), also found high level of teaching aid usage especially computer and animation by special education
either electronic or non-electronic among the trainee teachers are similar to a study by Mohd Hanafi (2013),
teachers during teaching practice. The results showed which affirmed the use of teaching aids in special
that most trainee teachers use teaching aids at all times education classes is still not enough, especially with
during the process of teaching and learning. Most regard to latest ICT materials. The use of teaching aids
trainee teachers as observed diversify their teaching is a way to improve performance and achievement for
aids. special education students because without these
Another study was conducted by Noor Azlan & materials, teaching and learning process will be less
Nurdalina (2010) which studied the use of teaching aids effective and academic quality will decrease.
among UTM trainee teachers for Mathematics. The According to Satiah (2009), teachers use
results showed high level of teaching aid usage among teaching aids and teaching materials to produce
UTM trainee teachers. The teachers use a variety of effective teaching for deaf students. The use of teaching
teaching aids during their teaching sessions. Teaching aid can help in teaching deaf students to learn the
aids are divided into two, namely electronic media and language. Teachers are also more likely to use teaching
158 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

aids produced by teachers because it meets the in line with current technologies. The conventional
suitability and needs of students. This statement is very approach needs to be enhanced in a way that is more
similar to the findings that indicate high level of visual effective and up to date thus learning environment for
media usage among special education teachers. students with hearing disabilities will be better and more
Meaning that teachers use visual media that are self- meaningful. Marry & Wang (2010) found that adding
produced or readily designed visual media. sign language graphics into texts support the
Positive attitude of teachers determine the improvement of reading skills for deaf children who are
achievement of objectives and mastery of learning for difficult to read in first grade class. With the revised
students with hearing disabilities. The overall mean for reading materials, students are more likely to focus on
distribution of the respondents' on attitudes of sp ecial graphics of English. This can be seen through the
education teachers in this study is 4.43 with a standard innovative use of special education textbooks for
deviation of 0.354. This finding suggests that special students with the addition of graphic elements and
education teachers are very positive towards the use of pictorial sign language. The improvised version makes
visual media in teaching and learning in the class of learning more meaningful for hearing disabled students
hearing problems. Findings by Azura & Jane (2014) either at school or at home.
claimed that the obtained data showed teachers' positive There are various factors that affect special
attitudes toward the use of visual media in teaching. education teachers in using visual media for teaching
This can be seen from the high score on items that purpose. Factors such as skills, experience and positive
involve commitment of the teachers such as giving attitude towards the concept of visual media should be
information, guidance and support to improve their made clear. Therefore the teachers should be aware of
students' understanding. This clearly shows that teachers education scenarios around them. The advantages of
are aware of the supposed commitment to improve their electronic media in education needs to be benefited by
level of professionalism. the media because it helps in capabilities of input,
Studies by Melor et al & Dexter Sigan (2013) display, storage, retrieval, copying, procurement,
concerned on perception of teachers on the use of visual transportation, manipulation, calculation, simulation and
aids (video, animation, photographs, films and animation. Teachers must also have good attitude,
projector) as motivational tools to increase students' personality and integrity. Thus the role of teachers is not
interest in reading literary texts. Analysis of the data limited to knowledge that they have but also in response
showed that majority of the teachers have positive to equipment that they use in class, workshop or
perception of the use of visual aids. Findings by laboratory. A teacher with positive attitude will lead to
Mwololo et al. (2011) also found that schools have effective teaching in the classroom using visual media is
positive attitude towards visual media and help media highly beneficial to them in the teaching and learning
users in teaching. The results showed an overall mean processes.
value of 3.59 mean showed high level of limitations Within school environment, teachers use sign
faced by the special education teachers. The findings of language as their main medium for conversation,
this study are similar to study findings by Azura & teaching and communication. Thus mastery of
Jane (2014) that showed two major limitations faced by efficiency in adapting the visual media to dominate BIM
technical teachers nmely lack of material and technical Sign Language, KTBM and ASL in visual form must be
equipment and time constraints. Mean scores for both optimized. The school environment must be conducive
categories are high which is more than 3.9. In addition, and meet the needs of teachers and students with
teachers do not consider appreciation and intervention hearing disabilities. It must be equipped with a variety
of administrator as major limitations in their use of of facilities such as printed material in the text,
visual media. This is shown by average value of mean computer, visual and notes to assist the learning process
score 3.00 for the appreciation item and 2.4 for and the effort to meet the academic requirements, as
objection item from the administration. In addition to well as the needs of students (Spencer & Marschark
receiving less intervention from administrators, teachers 2010).
also received less objections from parents. This is
evidenced from the low mean score (1.74) for the item CONCLUSION
nine which is receiving objections from parents. This The use of visual media as observed could
study also shows that there are three main limitations increase the interest of students and teachers in teaching
faced by the special education teachers. The items refer and learning. In conclusion, the use of visual media at
to materials, tools, training, skills and time. high level apart from highly positive attitude of
teachers allow the use of visual media for the benefits of
Implication on research findings students with hearing problems. To achieve this end,
The study found high level of visual media usage several obstacles must be overcome to make better
among PPKI teachers in Hulu Selangor. Therefore, teaching and learning for students with hearing
special education teachers need to diversify their use of problems. Media visual do assist and provide the means
visual media, making them more modern and advanced
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 159
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

for achieving goal by emphasizing a particular thing or Abdul Rahim Razalli, Nordin Mamat & Lee Kean Low.
explain a particular concept or a new phenomenon. Bahasa Melayu Hand Coded and Malaysian Sign
Well-established and relevant use of visual Language Acquisition of Hearing Impaired
media to students with hearing problems can improve Students ar Early Intervention. World Academy
their understanding of the media presented, facilitate of Science, Engineering and Technology 2016,
learning, strengthen knowledge, explain ideas and create Sydney, Tokyo, Japan 26-27 May 2016.
excitement. Visual media is one of the most effective Abdul Rasid Jamian, Shamsudin Othman & Humaizah
methods to deliver any types of knowledge. Visual Hashim (2012) Persepsi Guru Terhadap
media will be an important tool in the special education Penggunaan Kartun Dalam Tranformasi
system. Discussions and studies concerning with Pengajaran Karangan Bahasa Melayu. Jurnal
hearing disabled issues should be widely extended. Pendidikan Bahasa Melayu. Universiti
Discussion of this paper only provides some indications Kebangsaan Malaysia.
of the many ways in which homes, schools and public Ahmad Mahdzan Ayob (2005) Kaedah Penyelidikan
hearings can provide an environment that is accessible Sosio Ekonomi Dewan Bahasa Dan Pustaka
and meaningful to each student with hearing disability. Kuala Lumpur.
Continuous development will depend on how it fits with Ainon Mohamad & Abdullah Hassan (2003) Belajar
the wider educational system. Findings and discussion Berfikir. PTS Publication &Distribution . Sdn.
lead us to the conclusion that people with hearing Bhd Pahang
problems can be seen as a specific group in a broader Andrew Wright & Safia Haleem (1991) Visuals For The
context. Language Classroom Longman Keys To
Hence special education teachers should always Language Teaching. London: Longman.
be alert and proactive to the current media development Appeton Izz (2013) Jurnal Pekak Dicapai Pada 5 Nov
and the latest teaching methods and their impact on 2013 Dicapai Dari
students' learning process. They also need to constantly Https://Www.Academia.Edu/4544543/Jurnal_Pe
strive to develop lessons that could provide positive and k
significant impact on students. Their efforts not only Arief S.Sadiman(1993) Media Pendidikan, Jakarta: Pt
improve the quality of teaching and learning in schools, Raja Grafindo Persada.
but also generate students who can contribute for the Azura Mohd Nor & Sabariah Sharif (2014) Penggunaan
progress of their nation. Bahan Visual Di Kalangan Guru Teknikal Jurnal
Pemikir Pendidikan (Journal For Educational
REFERENCES Thinkers) Vol. 5 Universiti Malaysia Sabah.
Abd. Ghafar Md Din (2003). Prinsip Dan Amalan Bat-Chava, Y., Martin, D & Kosciw, J. G. (2005)
Pengajaran (Edi.1). Kuala Lumpur: Utusan Longitudinal Improvements In Communication
Publications & Distributors Sdn Bhd. And Socialization Of Deaf Children With
Abdul Hafez Hakimi Othman (2014) Penggunaan Cochlear Implants And Hearing Aids: Evidence
Gambar Rajah Dalam Meningkatkan From Parental Reports. Dicapai dari J Child
Kemampuan Murid Mengingat Maksud Isra Psychol Psychiatry.
Dan Mikraj Murid Tahun 5. Institut Pendidikan Charlie Anank Ungang (2008) Penggunaan Bahan
Guru, Kampus Dato Razali Ismail. Bantu Mengajar dalam Kemahiran Asas
Abdullah Yusuff & Che Rabiah Mohamed (2002) Membaca di Kelas Pemulihan: Kajian Kes di
Proses Pendengaran Dan Kecatatan Bahasa : Lima Buah Sekolah Daerah Serian Jurnal
Dewan Bahasa Dan Pustaka. Dicapai Dari Penyelidikan IPBL, Jilid 8.
Http://Www.Angelfire.Com/Journal2/Abdullahy Cheryl Hamilton (2011) Essentials Of Public Speaking,
usoff/Proses_Pendengaran.Html Fifth Edition Wadsworth, Cengage Learning
Abdul Jabar Baser (2013) The Role Of Visual Aids In Nelson Education, Ltd .
Teaching: A Study Of Visual Aids Used By Ttc Christoper Lu Wei Fang (2012) Kesan Penggunaan
Teachers In Two Provinces Of Afghanistan Bahan Bantu Mengajar Visual Dalam Pengajaran
Karlstad niversity, Faculty Of Arts And Social Subjek Sains Tahun 3. Koleksi Artikel
Sciences Department Of Educational Studies Penyelidikan Tindakan PISMP Prasekolah Amb.
Dimuat Januari 2009, Seminar Penyelidikan Tindakan
Abdul Rahim Razalli, Noor Aini Ahmad & Kamaliah IPG KBL
Ahmad. (2005). Aplikasi Pengajaran Dan Clements Douglas H. (1995) Teaching Creativity With
Pembelajaran Berbantukan Komputer Untuk Computers. Educational Psychology Review
Pelajar Berkeperluan Khas. Prosiding ICT Article.
Education. Putra Jaya, Malaysia: Universiti Cruickshank, W.M & Johnson, G.O (1975), Education
Multimedia Of Excetional Children And Youth, 3rd Edition
New Jersey:Prince Hall.Inc
160 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Croft, Elizabeth (2010) A Call To Action In Deaf Hoffman, M. & Wang, Y.(2010). The Use Of Graphic
Education: Towards Increasingly Appropriate Representations Of Sign Language In Leveled
Programming And A New Model Of Service Texts To Support Deaf Readers. American
Delivery. Texas Woman's University. Annals Of The Deaf 155(2), 131-136. Gallaudet
Data Pendidikan Khas (2014) Bahagian Pendidikan University Press.
Khas, Kementerian Pendidikan Malaysia. Jailani Md Yunos, Sulaiman Yamin, Baharum
Daryanto (1993) Media Visual Pengajaran Teknik, Muhammad Ahmad Esa, Zurina Yasak &
Tarsito , Bandung Anizam Mohamed Yusof (2008) Peranan
Diana Burman, Deborah Evans, Terezinha Nunes & Multimedia Dan Guru Dalam Pengajaran Sains,
Daniel Bell (2008) Assessing Deaf Childrens Matematik Dan Teknikal Dalam Bahasa
Writing In Primary School: Grammar And Inggeris. Universiti Tun Hussein Onn Malaysia.
Story Development Department Of Education, Kathie, K. C., Watts-Taffe, S., & Rose, S. (1997).
University Of Oxford, UK . Fostering Reader Response And Developing
Elyse R. Picker (2013) Exploring The Link Between Comprehension Strategies In Deaf And Hard Of
Visualization Skills Andreading In Deaf And Hearing Children. American Annals Of The Deaf,
Hard Of Hearing Children Washington. 142(5), 379-86.
University School Of Medicine In St. Louis Lawrence, William K. (2014) "The Experience Of
Gideon Kwesi, Obosu Joe, Adu-Agyem Nana Afia & Contrasting Learning Styles,
Opoku-Asare (2013)The Use Of Visual Art Learning Preferences, And Personality Types In The
Forms In Teaching Andlearning In Schools For Community College English Classroom" Dicapai
The Deaf In Ghana:International Journal of Dari http://hdl.handle.net/2047/d20004841
Innovative Research & Development. Lenihan, S. (2010). Trends And Challenges In Teacher
Hallahan, D.P & Kaufman.J.M, (1991). Expetional Preparation In Deaf Education. The Volta
Children : Introduction To Education. 5th Review, 110(2), 117-128. Dicapai Dari
Edition. New Jersey :Prince Hall. Inc Http://Search.Proquest.Com/Docview/60319506
Hamdi Ishak, Ab Halim Tamuri, Rosadah Abdul Majid, 8?Accountid=13155
& Safani Bari. (2010). Amalan Pengajaran Dan Maklumat Pendidikan Khas (2003) Jabatan Pendidikan
Pembelajaran Pendidikan Islam Kepada Murid Khas, Kementerian Pendidikan Malaysia
Sekolah Kebangsaan Pendidikan Khas Masalah Marchark. H. (1997) Raising And Education A Deaf
Pendengaran: Satu Kajian Kes. Prosiding Child. Oxford. Oxford University Press
Seminar Penyelidikan Siswazah Universiti Marschark, M., Morrison, C., Lukomski, J., Borgna, G.,
Kebangsaan Malaysia. & Convertino, C. (2013). Are Deaf Students
Harun Jamaludin & Zaidatun Tasir (2006) Teknologi & Visual Learners? Learning And Individual
Rekabentuk Grafik Digital. (Edi. Batu Caves: Differences, 25, 156162.
Venton Publishing (M) Sdn Bhd. Maria Frhlich, Nina Spada & Patrick Allen (1985)
Hasleena (2014) Penggunaan Media Visual Untuk Differences In The Communicative Orientation
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Of L2 Classrooms Tesol Quarterly, Vol. 19, No.1
Pembelajaran Ipa Tentang Struktur Permukaan
Bumi Kelas Iii Sdn Siumbatu Jurnal Kreatif Mayer, C. (2009). Issues In Second Language Literacy
Tadulako Online Vol. 3 No. 1Issn 2354 Education With Learners Who Are Deaf.
Hashim,& Sharipah Khadijah (2001) Minat, Sikap Dan International Journal Of Bilingual Education
Kesediaan Guru Terhadap Penggunaan And Bilingualism, 12(3), 325-334.
Komputer Dalam Pengajaran Dan Melor Md. Yunus, Hadi Salehi, & Dexter Sigan Anak
Pembelajaran. Masters Thesis, Kolej Universiti John (2013) Using Visual Aids As A Motivational
Teknologi Tun Hussein Onn Tool In Enhancing Students Interest In Reading
Hassan, Jaafar & Bachik, Ahamat (1999) Permasalahan Literary Texts , University Kebangsaan
Penggunaan Abm Dalam Pengajaran Khb Di Malaysia.
Sek. Men. Daerah Kota Tinggi, Johor. Tesis. Mel Silberman (2004) Active Learning :101 Strategies
Universiti Teknologi Malaysia. To Teach Any Subject. Institut Terjemahan
Hayazi Mohd Yasin (2008) Penggunaan Alat Bantu Negara Malaysia Berhad, Kuala Lumpur
Mengajar (ABM) Di Kalangan Guru-guru Mohd Hanafi Mohd Yasin, Hasnah Toran, Mohd
Teknikal Di Sekolah Menengah Teknik Daerah Mokhtar Tahar,Safani Bari, Siti Nur Nadirah
Johor Bahru, Johor Universiti Teknologi Ibrahim & Rozniza Zaharudin(2013) Bilik
Malaysia Darjah Pendidikan Khas Pada Masa Kini Dan
Kekangannya Terhadap Proses Pengajaran. Asia
Pacific Journal Of Educators And Education,
Vol. 28, 19.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 161
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Mwololo, J. N,Barbara G Koech,Nyakwara Begi & Richard, M.G (2006). Special Education In
Mutweleli, S. M.(2011) Pre-School Teachers' Contemporary Society : An Introduction To
Knowledge And AttitudeTowards Use Of Visual Exceptionality, 2nd Edition Usa : Thomson
Media In Instructional Delivery In Kibwezi Wadsworth
District, Kenya Journal Of Research In Robert, H. Logie (1995) Visuo-spatial Working
Education And Society Vol.2 No. 1 Journal Of Memory, Lawrence Erlbaum Associates Ltd.
Research In Education And Society Vol.2 No. 1, Publishers United Kingdom
Nikolopoulos, T. P., Archbold, S. M., & Gregory, S. Wee, L. C. (2009) Pembelajaran Visual Dalam Usaha
(2005). Young Deaf Children With Hearing Aids Meningkatkan Tahap Kefahaman Murid
Or Cochlear Implants: Early Assessment Prasekolah Koleksi Artikel Penyelidikan
Package For Monitoring Progress. International Tindakan PISMP
Journal Of Pediatric Otorhinolaryngology, Wilson, T., & Hyde, M. (1997). The Use Of Signed
69(2), 175-186. English Pictures For Facilitation Of Reading
Nikolaraizi, M., Vekiri, I., & Easterbrooks, S. R. (2013). Comprehen-Sion By Deaf Students. American
Investigating Deaf Students' Use Of Visual Annals of the Deaf
Multimedia Resources In Reading
Comprehension. American Annals Of The Deaf,
157(5), 458-73.
Okonkwo Adaobi Fidelia(2015) Material Teaching
Aids: Enhancement Tool for Teaching Essay
Writing in Secondary SchoolsWorld Journal of
Education Vol. 5, No. 5;
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PENGARUH TERAPI APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS (ABA) MELALUI


PENDEKATAN ANTECEDENT BEHAVIOUR COSEQUENCE (A B C)
TERHADAP PENINGKATAN KEPATUHAN SISWA DOWN SYNDROME KELAS 2
SDLB ABCD PGRI KALIPURO SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015
(Influence Applied Behaviour Analysis (ABA ) therapy Through Approach Antecedent Behaviour
Consequence (A B C) To Compliance Obedience With Down Syndrome Improved Student Class 2 SDLB
ABCD PGRI Kalipuro Even Semester Academic Year 2014/2015 )

Dio Gitarama Subrata

Universitas Pendidikan Indonesia


E-mail : dewa.detective@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan siswa Down Syndrome kelas 2 SDLB ABCD
PGRI KALIPURO Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015. Dengan terapi Applied Behaviour Analysis
(ABA) melaui pendekatan Antecedent Behaviour Consequence (A B C). M etode penelitian ini adalah dengan
menggunakan Single Subjek Research (SSR) atau dengan kata lain menggunakan subjek tunggal, yaitu menerapkan
terapi perilaku kepada anak berkebutuhan khusus untuk memodifikasi perilaku terhadap kepatuhannya agar dapat
mematuhi instruksi yang diberikan dengan menggunakan bahasa reseptif. Pada saat pengumpulan data sistem
pengukuran yang digunakan adalah latensi, yaitu penghitungan antara ketika subjek diberi perintah hingga
respondennya, sedangkan tekhnik analisa datanya menggunakan visual dalam kondisi dan antar kondisi, yaitu pada
saat fase baseline dan setelah diberikan fase intervensi. Sehingga terapi Applied Behaviour Analysis (ABA)
atau sering dikenal dengan terapi perilaku dengan pendekatan Antecedent Behaviour Consequence (A-B-C)
dapat meningkatkan kepatuhan siswa Down Syndrome kelas 2 SDLB ABCD PGRI Kalipuro semester genap tahun
ajaran 2014/2015.
Kata kunci : Applied Behaviour Analysis (ABA), Kepatuhan, Down Syndrome.

Abstract: This study aims to improve compliance grade students Down Syndrome PGRI 2 SDLB ABCD Kalipuro
Semester Academic Year 2014/2015. With Applied therapy - Behavior - Analysis (ABA) approach through
Antecedent - Behaviour - Consequence (A - B - C). This research method is to use a Single Subject Research (SSR),
or in other words using a single subject, namely applying behavioral therapy to children with special needs to
modify behavior towards compliance in order to comply with the instructions given by using receptive language.
At the time of the data collection system of measurement used is latency, which is the calculation of when the
subjects were given orders to the respondents, while the visual techniques used in data analysis and inter -state
condition, which is when the baseline phase and after being given the intervention phase. Applied therapy so -
Behavior - Analysis (ABA) or often known as behavioral therapy approach Antecedent - Behaviour - Consequence
(A-B-C) can improve adherence students Down Syndrome grade 2 SDLB ABCD PGRI Kalipuro second semester
of academic year 2014/2015.
Keywords: Applied Behaviour Analysis (ABA), Obedience, Down Syndrome.

PENDAHULUAN penemunya yaitu Langdon Down yang berasal dari


Keterbelakangan Mental atau Tunagrahita adalah Inggris.
istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang Berbagai macam pelayanan khusus bagi Anak
perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam meningkatkan
sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang kepatuhan terhadap perilakunya agar mampu
optimal. Menurut PP no.72 tahun (1991). Anak-anak bersosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya yaitu
dalam kelompok dibawah normal atau di bawah rata- dengan melalui terapi metode (ABA) Applied Behaviour
rata, baik perkembangan social maupun kecerdasannya Analysis yang saat ini populer dan berasal dari
disebut keterbelakangan mental, atau istilah resminya di Universitas Washington pada tahun 1960an, ABA juga
Indonesia adalah anak Tunagrahita. Selain itu, menurut mulai digunakan di kalangan lain, salah satunya pada
Amin (1995), jika dilihat dari tingkatan IQ, maka anak dunia pendidikan, khususnya pada anak Tunagrahita dan
Down Syndrome termasuk kedalam klasifikasi Autis (Maurice, Green, dan Luce, 1996). Metode terapi
tunagrahita sedang yaitu dengan kisaran IQ antara 40 ABA saat ini juga dikembangkan di SLB ABCD PGRI
sampai 55. Anak Tunagrahita seperti ini disebut Down Kalipuro. Dengan subjek yang diteliti adalah seorang
Syndrome karena memiliki karakter berbeda anak laki-laki Down Syndrome yang memiliki gangguan
dibandingkan Anak Tunagrahita lainnya. Mereka dalam kepatuhannya terhadap orang lain, meskipun
memiliki raut dengan ciri-ciri mata sipit dan miring, orang yang sudah dikenalnya (Guru dan Orang Tua).
hidung yang datar, lidah tebal, kepala cenderung pipih. Kemampuan subjek dalam Berbahasa Reseptif juga
Selain itu, nama Down Syndrome diambil dari nama mengalami hambatan sehingga instruksi orang lain tidak
tersampaikan sehingga peraturan yang ada di lingkungan

163
164 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

sekitarnya tidak dapat dilaksanakannya dengan baik. yang digunakan adalah eksperimen subjek tunggal
Menurut Sarfino (1990) dikutip oleh Smet B, (1994) dengan desain reversal jenis A-B.
mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat Desain A-B merupkan desain dasar dari
penderita melaksanakan cara terapi dan perilaku yang penelitian eksperimen subjek tunggal. Karena hal ini
disarankan oleh guru dan terapisnya. menunjukkan suatu pengulangan pengukuran perilaku
Kepatuhan adalah perilaku positif penderita atau target behavior pada sekurang-kurangnya dua
dalam mencapai tujuan terapi (Degrest,1998). Menurut kondisi yaitu kondisi baseline (A) dan kondisi intervensi
Decision theory (1985) penderita adalah pengambil (B). Oleh karena itu, dalam melakukan penelitian dengan
keputusan dan kepatuhan sebagai hasil pengambilan desain kasus tunggal akan selalu ada pengukuran target
keputusan. Jika dikaitkan dengan hasil wawancara behavior pada fase baseline dan pengulangannya pada
dengan guru terapi, orang tua dan hasil assesmen serta sekurang-kurangnya satu fase intervensi (Hasselt dan
observasi dilapangan maka anak yang dimaksud Hersen 1981).
mempunyai kebiasaan tidak patuh terhadap orang tua
maupun guru dalam mengikuti perintah yang sederhana Waktu dan Lokasi Penelitian
dan menunjuk sesuatu tanpa menggunakan suara ataupun Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Juli
kata yang dapat dipahami oleh orang lain. 2015 sampai 6 Agustus 2015 di rumah subjek, Kabupaten
Keadaan di atas jika dikaitkan dengan pendekatan Banyuwangi, Kecamatan Kalipuro, Desa Bulusan,
yang digunakan maka keadaan tersebut merupakan yang Lingkungan Kampung Baru, RT 04/RW 02, Jln. Gatot
termasuk dalam Antecedent (A) yang merupakan Subroto, no:04.
peristiwa lingkungan sebelum intervensi Terapi
Behaviour, sedangkan Behaviour itu sendiri (B) mengacu Data, Sumber Data, Narasumber
pada perilaku yang diamati yakni Kepatuhan dalam Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah
bahasa reseptif. Consequence (C) ialah peristiwa yang pengukuran pada fase Baseline dan fase Intervensi,
langsung mengikuti respon (memberikan contoh Sumber data pada setiap fase (Baseline dan Intervensi)
langsung dengan mengikut sertakan anak). menggunakan instrumen pengukuran latensi. Untuk
Karena menurut Japan League for mentally mengetahui kepatuhan yang ditunjukkan oleh subjek,
Retarded (1992) yang mengulas tentang pengertian yaitu siswa Down Syndrome kelas 2 SDLB ABCD PGRI
Reterdasi Mental tentang intelektualnya yang lamban, Kalipuro, Banyuwangi.
yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes Intelegensi baku,
kekurangan dalam perilaku adaptif, terjadi pada masa Metode Pengumpulan Data
perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia Pengumpulan data yang digunakan dalam
18 tahun. Dengan menarik kesimpulan tentang hal itu penelitian ini adalah pencatatan latensi. Hal ini dilakukan
maka, anak Down Syndrome harus dengan pembiasaan untuk mengukur lamanya waktu antara pemberian
dan contoh perilaku untuk memodifikasi perilakunya instruksi dan saat subyek memulai suatu perilaku. Dalam
yang nantinya sesuai dengan yang kita harapkan. Oleh hal ini format pencatatan dari pemberian instruksi sampai
karena itu penulis terdorong untuk memberikan terapi memulai suatu perilaku ada pada kondisi Baseline (A)
perilaku agar anak dapat mematuhi norma yang ada pada dan Intervensi (B).
lingkungan sekitarnya melalui pendekatan Antecedent Data yang diperoleh dari format pencatatan
Behaviour Consequence (A-B-C). dengan menggunakan latensi kemudian dimasukkan ke
dalam format tabel pencatatan hasil lama waktu yang
METODE diperlukan subjek untuk memulai suatu perilaku setelah
Jenis Penelitian mendapat stimulus berupa instruksi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Tabel ini digunakan untuk membuat grafik hasil
Kuantitatif dengan jenis penelitian Single Subyek kepatuhan subjek dalam mengikuti instruksi dalam
Research (SSR) yang mengarah pada Metodologi bentuk bahasa reseptif yang akan diperlukan dalam
Eksperimen. Metode yang dipakai dalam penelitian ini proses analisis data (Tawnwy dan Gast, 1984 dalam
adalah metode dengan subjek tunggal Single Subyek Sunanto, Takeuchi dan Nakata, 2005:19-20).
Research (SSR), yaitu penelitian yang dilaksanakan pada
subjek dengan tujuan untuk mengetahui besarnya METODE ANALISA DATA
pengaruh dari perlakuan yang diberikan secara berulang- Penelitian dengan subjek tunggal atau Single
ulang dalam waktu tertentu (Tawney & David, 1987:2). Subject Research (SSR) terfokus pada data individu dari
Menurut (Sunanto, 2005:56), menyatakan bahwa pada data kelompok. Dalam menganalisis data pada
Ada dua kategori pada bidang modifikasi perilaku yang penelitian dengan desain subjek tunggal ada beberapa
dilakukan dalam penelitian eksperimen kasus tunggal, hal, diantaranya pembuatan grafik, penggunaan statistik
yaitu Desain Reversal dan Desain Multiple Baseline. deskriptif dan penggunaan analisa visual. Penggunaan
Namun, dikarenakan peneliti melakukan intervensi analisis grafik diharapkan dapat memperjelas gambaran
hanya pada seorang anak laki-laki penyandang Down dari suatu eksperimen baik sebelum perlakuan (Baseline
Syndrome dan satu target behavior maka pola eksperimen A) maupun pada saat setelah diberi perlakuan (Intervensi
B).
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 165
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Menurut Sunanto (2005:96), dalam analisa data


dengan metode analisis visual ada beberapa hal yang 02.52
menjadi perhatian peneliti diantaranya adalah banyaknya
data point dalam setiap kondisi, banyaknya variabel 02.24
terikat yang ingin diubah, tingkat stabilitas dan
perubahan level data dalam suatu kondisi atau antar 01.55
kondisi, arah perubahan dalam kondisi maupun antar 01.26
kondisi.
00.57
Analisa Dalam Kondisi
Analisis dalam kondisi adalah 00.28
menganalisa perubahan data dalam satu kondisi misalnya
00.00
kondisi baseline atau kondisi intervensi. Komponen
Sesi
analisis visual dalam kondisi meliputi enam komponen,
yaitu: (1) Panjang Kondisi, (2) Estimasi Kecenderungan
Arah, (3) Kecenderungan Stabilitas, (4) Jejak Data, (5)
Grafik 3: Pengukuran Baseline (A) dan Intervensi
Level Stabilitas dan Rentang, (6) Level Perubahan. (B)
Analisa Antar Kondisi 03.50
Komponen analisis visual untuk analisis antar 03.21
kondisi meliputi lima komponen, yaitu: (1) Jumlah 02.52
Variabel yang Diubah. (2) Perubahan Kecenderungan 02.24
dan Efeknya. (3) Perubahan Stabilitas. (4) Perubahan 01.55
Level. (5) Data Overlap.
01.26
Hasil Penelitian 00.57
Hasil penelitian ini didapat dari has il latensi 00.28
dengan menggunakan desain reversal A-B, yaitu sebelum 00.00
dilakukan intervensi dan sesudah diberikan intervensi. SesiInstruksi Baseline (A)
Mematuhi
Hal ini menunjukkan apa yang menjadi permasalahan Mematuhi Instruksi Intervensi (B)
selama penelitian berlangsung. Penelitian ini bertujuan Sumber : Data Terolah 2015
untuk meningkatkan kepatuhan s iswa Down Syndrome
terhadap pengaruh terapi Applied Behaviour Analysis
(ABA) dengan pendekatan Antecedent Behaviour
Consequence (ABC).
Agar memperoleh gambaran yang jelas perolehan PENGOLAHAN DATA
data hasil penelitian pada subjek digambarkan secara Pada penelitian ini pengolahan data menggunakan
visual menggunakan grafik. Data Hasil meningkatkan analisis visual, yaitu analisis dalam kondisi, (1) panjang
kepatuhan pada Fase Baseline (A) dan Fase Intervensi kondisi: pada penelitian ini memiliki 5 sesi pada fase
(B) dengan menggunakan desain A B sebagai berikut : Baseline (A) dan 10 sesi pada fase intervensi (B), (2)
Estimasi Kecenderungan Arah: Mengestimasi
Pengukuran Menggunakan Desain A-B kecenderungan arah dengan menggunakan metode belah
Grafik 1: Pengukuran Baseline (A) dua (split-middle). Sehingga dapat diketahui data pada
fase baseline (A) menunjukkan tingkat variability yang
03.50 cukup tinggi dan kecenderungan trend arahnya menaik.
03.21 Dan pada data fase Intervensi arah trendnya menurun. (3)
02.52 kecenderungan stabilitas: Dalam hal ini menggunakan
02.24 kriteria stabilitas 15%, karena sebaran data
01.55 mengelompok pada bagian atas dan bawah (Sunanto,
2005:97). Untuk fase baseline (A) Skor tertinggi x
01.26
Kriteria Stabilitas yang hasilnya rentang rentang
00.57 stabilitas. (a) menghitung mean level (1,4). (b)
00.28 menentukan batas atas (1,72). (c) menentukan batas
00.00 bawah (1,08). (4) mengjitung presentase data point pada
Sesi kondisi baseline (A) yang berada pada rentang stabilitas
Grafik 2: Pengukuran Intervensi (B) (60%). Untuk fase Intervensi (B) rentang stabilitas sama
dengan skor tertinggi x kriteria stabilitas sama dengan
(0,6). (a) menghitung mean level (1,2). (b) menentukan
batas atas (1,95). (c) menentukan batas bawah (0,90). (d)
menghitung presentase data point pada kondisi Intervensi
166 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

(B) yang berada rentang stabilitas. (80%). Apabila Berdasarkan estimasi kecenderungan arah subjek
Jika persentase stabilitas sebesar 80%-90% terjadi kestabilan pada kondisi baseline. Jika dilihat pada
dikatakan stabil, sedangkan di bawah itu dikatakan tidak estimasi kecenderungan arah tersebut, maka jejak data
stabil (variabel) (Sunanto, dalam 2005:13). Karena pada kondisi baseline juga mengalami keadaan yang
perhitungan untuk fase baseline (A) adalah 60% maka bervariabel. Dilihat dari level stability dan rentang jika
diperoleh hasil stabil sedangkan untuk fase intervensi (B) dilihat pada kondisi baseline datanya variabel dengan
adalah 80% maka diperoleh hasil variabel atau tidak trend 60% dengan rentang nilai antara 4 sampai dengan
stabil. (4) Jejak data ditentukan oleh garis hitam yang 5. Dan pada level perubahan mengalami perubahan
berdasarkan penghitungan estimasi jejak data. (5) level karena perolehan skor/nilai pada kondisi baseline diawal
stabilitas: berdasarkan pada penghitungan pada fase sesi mendapat 3 dan diakhir sesi mendapat 2 sehingga
Baseline, datanya variable dengan rentang 4-5. level perubahan mengalami kenaikan.
Sedangkan pada fase Intervensi datanya variabel dengan
rentang 6-15. (6) level perubahan dilakukan dengan cara Kondisi Intervensi (B)
menandai data pertama (sesi ke-1) dan data trakhir (sesi Kondisi subjek diberikan treatment/perlakuan
ke-5) pada fase baseline (A), setelah itu menandai data sebanyak 15 sesi. Dalam hal ini subjek diberikan
pertama (sesi ke-6) dan data terakhir (sesi ke-15) pada intervensi berupa memberikan contoh dengan
fase intervensi (B). setelah itu menghitung selisih antara menggunakan bahasa reseptif. Pada kondisi ini
kedua data dan menentukan arahnya menaik atau didapatkan perolehan skor/nilai. Dengan skor yang telah
menurun dan diberi tanda (+) jika membaik, (-) jika didapat dengan menggunakan kreteria stbilitas 15%
menurun, dan (=) jika tidak ada perubahan. diketahui mean 1,2 dan batas atas sebanyak 1,95
Analisis antar kondisi, (1) jumlah variabel yang sedangkan batas bawah sebesar 0,90. Dengan data
diubah dari kondisi baseline (A) ke intervensi (B) adalah tersebut skor yang berada diantara mean level, batas atas
1, perubahan kecenderungan dan efeknya, yaitu dengan dan batas bawah sebanyak 80%. Dengan hasil trend
mengambil data pada analisis dalam kondisi. (3) stability intervensi sebesar 80% maka dapat dikatakan
perubahan stabilitas, yaitu perbandingan antara fase bahwa pada kondisi intervensi data stabil. Berdasarkan
baseline (A) dan fase intervensi (B). (4) perubahan level, estimasi kecenderungan arah yaitu cara memperkirakan
dalam menentukannya adalah Menentukan data point titik garis apakah naik, turun atau datar pada kondisi
pada kondisi baseline (A) pada sesi terakhir (3) dan sesi Intervensi melalui pengamatan garis biru pada grafik
pertama pada kondisi intervensi (B), setelah itu estimasi kecenderungan arah digunakan metode belah
menghitung selisih antara keduanya, setelah itu dua (Split Middle).
menentukan tanda (+) jika membaik dan (-) jika Secara umum subjek terjadi pada kondisi
menurun. (5) Data overlap pada fase baseline dan kenaikan diawal kondisi intervensi dan pada akhirnya
intervensi ditentukan dengan cara: melihat kembali batas data mengalami penurunan di akhir sesi intervensi,
atas (1,72) dan batas bawah (1,08) pada kondisi baseline, keadaan ini dideskripsikan dari hasil pengamatan grafik
selanjutnya menghitung banyaknya data point pada tersebut. Dan pada level stabilitas dan rentang
kondisi intervensi (B) yang berada pada rentang kondisi sebagaimana telah dihitung, pada kondisi baseline
baseline (A). Pada analisis di atas, terlihat ada 2 data datanya variabel dengan trend 60% dengan nilai rentang
point pada kondisi intervensi yaitu sesi 6 dan 15. Setelah nilai antara 4 sampai dengan 5, pada kondisi intervensi
itu perolehan hasil pada langkah (2) dibagi dengan datanya stabil dengan trend sebesar 80% dengan rentan g
banyaknya data point dalam kondisi (B) (15) kemudian nilai 6 sampai dengan angka 15. Pada Level Perubahan
dikalikan 100%. Semakin kecil presentase overlap kondisi intervensi terjadi perubahan penurunan yang
semakin baik pengaruh intervensi terhadap target ditandai dengan level perubahan bernilai negatife (-5).
behavior (kepatuhan). Maka presentase overlap sebesar
17,78% menunjukkan bahwa dengan terapi Applied PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Behaviour Analysis melalui pendekatan Antecedent Terapi Applied Behaviour Analysis (ABA)
Behaviour Consequence dapat meningkatkan melalui pendekatan Antecedent Behaviour Consequence
kepatuhan pada siswa DownSyndrome. (A-B-C) merupakan salah satu model terapi dengan
pendekatan untuk meningkatkan kepatuhan kepada siswa
Kondisi Baseline (A) Down Syndrome serta memadukannya dengan asumsi
Panjang kondisi subjek terdiri dari 5 sesi. behavior Rochyadi yang dikutip oleh Rudy Hidayat yang
Banyaknya perolehan skor/nilai yang didapat rata-rata mengemukakan bahwa: Tingkah laku manusia dapat
mean (mean level) sebesar 1,4 dan batas atas 1,72 serta dibentuk, diubah dan dihilangkan.
batas bawah 1,08 dengan kreteria stabilitas 15%. Dengan Penelitian ini menemukan perubahan
data tersebut jika dilihat grafik skor/nilai yang berada di kecenderungan arah data yang cenderung negatif,
antara mean level, batas atas dan batas bawah sebanyak persentase overlap sebesar 17,78% yakni menjadi bukti
60%. Dengan hasil kecenderungan stabilitas (trend kuat bahwa terapi Applied Behaviour Analysis (ABA)
menaik) baseline (A) sebesar 60% maka dapat dikatakan melalui pendekatan Antecedent Behavior
bahwa kondisi baseline trend nya bervariabel. Consequence (A-B-C) dapat meningkatkan kepatuhan
siswa Down Syndrome Kelas 2 di SLB ABCD PGRI
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 167
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Kalipuro. Pengaruh penerapan penggunaan terapi penelitian ini. (3) Bagi Guru yang ingin menerapkan
Applied Behaviour Analysis (ABA) melalui metode terapi ABA dengan Subjek Down Syndrome,
pendekatan Antecedent Behavior Consequence (A-B- penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk
C) akan nampak jelas apabila grafik.3 diamati. Sesuai membuat metode terapi ABA selanjutnya dengan
dengan analisis data yang di paparkan, dalam gangguan pada kepatuhan perilakunya. (4) Bagi Orang
meningkatkan kepatuhan siswa Down Syndrome yang Tua yang memiliki anak dengan berkebutuhan Down
dilakukan secara bertahap dan apabila kegiatan intervensi Syndrome penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman
dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten, Satu- untuk melakukan terapi ABA dengan intervensi
satunya yang menjadi batasan intervensi adalah target perlakuan kepatuhan perilaku pada subjek. (5) Bagi
behavior yang ingin dicapai, maka dengan demikian hal Mahasiswa yang mengambil Program Studi Pendidikan
ini akan terjadi pola pembiasaan pada anak. Luar Biasa pada khususnya, penelitian ini dapat dijadikan
refrensi untuk menangani anak berkebutuhan khusus
KESIMPULAN DAN SARAN khususnya subjek Down Syndrome yang memiliki
Kesimpulan gangguan pada perilakunya, untuk memodifikasi
Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan kepatuhannya. (6) Bagi Peneliti selanjutnya dapat
bahwa Terapi Applied Behaviour Analysis (ABA) dijadikan sebagai refrensi dan acuan untuk membuat
melalui pendekatan Antecedent Behaviour metode terapi ABA dengan subjek Downn Syndrome.
Consequence (A-B-C) dapat mempengaruhi peningkatan
kepatuhan siswa Down Syndrome kelas 2 SDLB ABCD DAFTAR PUSTAKA
PGRI Kalipuro Semester Genap Tahun Ajaran Ali, M.,Teknik Analisis Kuantitatif, Retrieved April
2014/2015. 21,2015,from.http://staff.uny.ac.id/sites/default/fi
Pengukuran yang menggunakan latensi pada les/pendidikan/Ali%20Muhson,%20S.Pd.,M.Pd./
penelitian ini dan analisis visual dalam kondisi dan antar Analisis%20Kuantitatif.pdf
kondisi memperoleh hasil, yaitu mengalami penurunan EUIS HERYATI, Layanan Pendidikan Autis, (2005),
(membaik) setelah diberikan intervensi yang intensif dan Retrieved.Mei 28, 2015,from
teratur sesuai dengan jadwal. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._L
Pada analisis antar kondisi didapatkan hasil UAR_BIASA/197710132005012-
perhitungan bahwa perubahan level (-5) dan persentase EUIS_HERYATI/Layanan_pendk.Autis_%5BC
overlap perbandingan kondisi baseline dan intervensi ompatibility_Mode%5D.pdf
yaitu 17,78%, maka hal ini membuktikan adanya Juang, S., Koji T., and Hideo N. (2005). Pengantar
penurunan pada latensi kepatuhan terhadap instruksi. Hal Penelitian Dengan Subyek Tunggal. Center for
ini membuktikan bahwa dengan menggunakan terapi Research on International Cooperation in
Applied Behaviour Analysis (ABA) melalui Education Development (CRICED) University of
pendekatan Antecedent Behavior Consequence (A-B- Tsukuba, Japan Student Service Organization
C) terhadap peningkatan kepatuhan siswa Down (JASSCO).
Syndrome dapat dimodifikasi perilakunya agar mematuhi Maman, A., S., R., (1985). Mengenal Anak Luar Biasa,
instruksi. Retrieved April 21, 2015, from
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._L
SARAN UAR_BIASA/195706131985031-
Berdasarkan hasil penelitian yang telah MAMAN_ABDURAHMAN_SAEPUL_R/MEN
dilaksanakan serta kesimpulan yang telah diuraikan GEANAL_ANK__LUAR__BIASA.pdf
sebelumnya, maka saran yang diajukan sebagai berikut: Universitas Bina Nusantara, Teori Down Syndrome
(1) Penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan kembali Syndrome Stres dari Orang Tua yang memiliki
karena penelitian ini mengacu pada Single Subjek Anak Down Syndrome dan Juga Copiying
Research (SSR) yang dilakukan pada sekali penelitian. Bagaimana dari Stres tersebut, Retrieved April
(2) Bagi sekolah yang memiliki siswa berkebutuhan 22,2015,from.http://library.binus.ac.id/eColls/eT
khusus khususnya subjek Down Syndrome dapat hesisdoc/Bab2/2012-1-00559-
dijadikan acuan untuk melakukan terapi ABA dengan PS%20bab%202.pdf
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PENGUNAAN METODE KARYAWISATA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI


BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PADA ANAK TUNALARAS
(Using Of Excursion Method To Improving Study Achievement On IPS Subject For Students With Emotional
And Behaviour Disorder)

Esty Zyadatul Khasanah a, Agus Salimb , Sunardic

abcUniversitas Sebelas Maret, Indonesia


E-mail : zyadatul16@gmail.com

Abstrak: Latar belakang penelitian ini yaitu rendahnya prestasi belajar pada mata pelajaran IPS karena
kegiatan belajar mengajar masih bersifat klasikal. Guru hanya menggunakan metode ceramah, tanya jawab,
latihan, dan tugas. Sehingga materi pada mata pelajaran IPS yang bersifat abstrak memikili tingkat kesulitan
tinggi khususnya bagi anak tunalaras apabila diajarkan dalam bentuk ceramah. sedangkan anak tunalaras sendiri
memiliki hambatan dalam emosi dan tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik
terhadap lingkungannya maka berpengaruh terhadap potensi akademiknya. Tujuan penelitian ini adalah
mendiskripsikan penggunaan metode karyawisata untuk meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan
Sosial pada anak tunalaras. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek yang
memperoleh perlakuan adalah anak tunalaras yang berjumlah dua siswa yang semuanya laki-laki. Penelitian
dilakukan dalam dua siklus. Analisis data deskriptif kuantitatif menggunakan teknik komparatif yaitu dengan
membandingkan nilai hasil tes dari tes pra tindakan dan hasil antar siklus. Hasil penelitian yang dicapai oleh
kedua subyek berturut-turut dimulai dari pra tindakan, siklus 1, dan siklus 2 yaitu subjek AT mendapat nilai
44, 80, dan 92 sedangkan subjek SNH mendapat nilai 44, 60 dan 80. Keberhasilan tindakan ditentukan
berdasarkan indikator kinerja. Berdasarkan hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan bahwa melalui metode
karyawisata dapat meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada anak tunalaras.
Kata kunci : metode karyawisata, prestasi belajar IPS , anak tunalaras

Abstract: The background of this study is the low of learning achievement in IPS subject because of learning
activities is still classical. Teacher just using methods like lectures, discussion, exercises and assignments for
teaching. So that the substance on IPS subject that its abstract has a high degree of difficulty, especially for
children with emotional and behaviour disorder if using lecture method. Whereas they have emotion and
behavior disorder so it is difficult to adapt well to their environment and influence on their academic. This
research purposed is describe the using of excursion method to improving IPS subject achievement children
with emotional and behaviour disorder. Meanwhile this research was including action research. Besides that,
the subjects who got the treatment here were 2 male students. On the other hand this research was done by
used 2 cycles. Meanwhile, the descriptive quantitative data analysis used comparative technique which was
comparing the test result of pre test treatment and the result of cycles. Thus for the result of both subject from
pre treatment, cycle 1, and cycle 2 were the subject AT got 44, 80 and 92 meanwhile the subject SNH got 44,
60 and 80. On this case the success of this treatment based on performance indicator. At last, the conclusion
of this research were excursion method could improving the students achievement on IPS subject matter with
emotional and behaviour children.
Keywords: excursion method, Study achievement on IPS subject, children with emotional and behaviour
disorder.

PENDAHULUAN pengetahuan sosial merupakan salah satu mata pelajaran


Anak tunalaras merupakan anak yang mengalami yang diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan
hambatan dalam emosi dan tingkahlakunya. Hal ini menengah tidak terkecuali sekolah luar biasa (SLB).
berakibat kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik Menurut Ramli dan Piawati (2016: 33) Ilmu Pengetahuan
terhadap lingkungannya sehingga akan berpengaruh Sosial (IPS) adalah salah satu pelajaran yang mengkaji
terhadap potensi akademiknya. Sesuai dengan pendapat seperangkat peristiwa, fakta dan generalisasi yang
T. Sutjiharti Somantri (2006: 140) yang mengemukakan berkaitan dengan fenomena alam serta kehidupan
bahwa anak tunalaras merupakan salah satu golongan makhluk.
anak yang berkelainan perilaku mempunyai kebiasaan Mata pelajaran IPS yang diajarkan untuk anak
melanggar norma umum yang berlaku dilingkungannya, tunalaras tidak jauh berbeda dengan mata pelajaran IPS
mengalami gangguan atau hambatan emosi dan tingkah di sekolah umum. Namun tingkat materi yang diberikan
laku, kesulitan dalam menjalankan fungsi sosialisasi, dan lebih disederhanakan. Berdasarkan pengamatan yang
hambatan belajar serta kebutuhan belajar yang spesifik. dilakukan peneliti terhadap peserta didik kelas III SLB E
Salah satu hambatan belajar yang dialami oleh anak Prayuwana Yogyakarta menunjukkan bahwa
tunalaras adalah pada mata pelajaran IPS. Ilmu pelaksanaan belum bervariasi dalam kegiatan

169
170 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

pembelajaran IPS khususnya pada materi jual beli. pembelajaran di kelas. Penelitian tindakan kelas ini
Kegiatan belajar mengajar masih bersifat klasikal yaitu bertujuan untuk memecahkan permasalahan
guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab, pembelajaran yaitu rendahnya prestasi belajar Ilmu
latihan, dan tugas. Proses pembelajaran masih Pengetahuan Sosial anak tunalaras pada kelas III di SLB
didominasi oleh guru. Guru lebih banyak menerangkan E Prayuwana Yogyakarta pada materi jual beli, melalui
kemudian siswa diberikan soal untuk dipecahkan secara penerapan metode karyawisata. Desain yang digunakan
bersama-sama. Selain itu, anak tunalaras pada umumnya dalam penelitian ini yaitu menggunakan model penelitian
akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep pada yang dikembangkan oleh Kemmis & Mc. Taggart yang
materi jual beli dengan alat pembayaran (uang). Hal ini terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi
disebabkan karena perilaku mereka yang kurang sesuai (Suharsimi Arikunto, 2006 : 93). Penelitian ini
pada saat kegiatan belajar mengajar. dilaksanakan melalui tahapan siklus.
Materi jual beli sendiri merupakan materi Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
pembelajaran yang bersifat abstrak (tidak nyata) dan menggunakan metode observasi, metode tes, dan metode
memikili tingkat kesulitan tinggi bagi anak tunalaras dokumentasi. Sedangkan Instrumen yang digunakan
apabila diajarkan dalam bentuk ceramah. Oleh karena itu, untuk mengumpulkan data pada penelitian ini
untuk membantu pemahaman konsep jual beli dengan menggunakan lembar observasi dan lembar tes. Analisis
menggunakan alat pembayaran (uang) pada siswa data yang digunakan dalam penelitian ini secara
tunalaras diperlukan metode pembelajaran yang sesuai deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Analisis
dengan kondisi siswa dan karakteristik materi data deskriptif kualitatif yaitu dari hasil data observasi
pembelajaran tersebut. Berdasarkan hal tersebut terbukti untuk menjelaskan perubahan perilaku belajar peserta
kurang maksimalnya prestasi belajar Ilmu Pengetahuan didik dalam proses pembelajaran. Sedangkan analisis
Sosial. Terlihat dari perolehan nilai siswa kelas III mata data deskriptif kuantitatif yaitu dari hasil tes untuk
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial IPS masih di bawah mengetahui tingkat keberhasilan dari penerapan metode
batas Kriteria Ketuntasan Miniman (KKM). karyawisata. Hasil tes tersebut dikomparasikan dengan
Berdasarkan permasalahan di atas, untuk nilai tes antar siklus yang ditampilkan melalui tabel dan
mencoba meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata grafik dengan indikator pencapaian yang telah dibuat.
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial diperlukan pemilihan
metode yang tepat dalam menyampaikan materi jual beli HASIL
pada siswa tunalaras. Salah satu metode yang dapat Prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada
digunakan yaitu metode karyawisata. Menurut Roestiyah siswa tunalaras kelas III SLB E Prayuwana Yogyakarta
(2008 : 85) menyatakan bahwa teknik karyawisata dapat meningkat setelah guru menerapkan metode
merupakan proses mengajar belajar siswa perlu diajak karyawisata dalam pembelajaran. Peningkatan nilai
ke luar sekolahan, untuk meninjau tempat tertentu atau prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada siswa
objek lain. Hal itu bukan sekedar rekreasi, tetapi untuk tunalaras terjadi pada siklus 1 dan semakin meningkat
belajar atau memperdalam pelajarannya dengan melihat pada siklus 2. Perubahan perilaku juga dapat dilihat dari
kenyataannya. keaktifan siswa di dalam ataupun di luar kelas. Upaya
Metode karyawisata sangat efektif dilihat dari peningkatan ini dilakukan oleh peneliti dengan guru
karakteristik siswa kelas III menurut Eti Nurhayati kelas sebagai kolabolator dalam dua siklus.
(2011: 34) berdasarkan pentahapan Piaget, Pelaksanaan tindakan terdiri dari pra tindakan,
perkembangan kognitif siswa usia sekolah dasar berada siklus 1, dan siklus 2. Pada pelaksanaan siklus 1 terdiri
pada tahapan operasional konkret. Siswa masih dari 4 pertemuan yang dibagi menjadi 3 kali tindakan dan
menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang 1 kali tes setelah tindakan. Tindakan pembelajaran
konkret, belum bersifat abstrak. Selain itu, karakteristik dilakukan dengan menggunakan metode karyawisata.
anak sekolah dasar adalah senang bermain, senang Materi pembelajaran adalah jual beli dan uang. Materi
bergerak, senang bekerja, dan senang tersebut mengenai kemampuan mengenai nilai mata
melakukan/merasakan (Nana Syaodih dalam Mulyani uang, kemampuan melakukan proses jual beli, dan tata
Sumantri, dkk, 2006: 6.3). Melalui metode karyawisata krama dalam kegiatan jual beli.
guru dapat memberikan pengalaman pembelajaran secara Pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran Ilmu
konkret (langsung), mudah dipahami, menggunakan Pengetahuan Sosial melalui metode karyawisata sesuai
contoh-contoh yang sederhana, menggunakan bahasa dengan skenario pembelajaran yaitu RPP. Pada kegiatan
yang mudah dipahami, dilakukan dalam situasi yang awal dimulai dengan guru membuka kelas dilanjutkan
menarik dan menyenangkan, supaya dapat berpengaruh berdoa dan mempersiapkan bahan ajar serta alat peraga.
terhadap prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial anak Mengkondisikan dan membuat perjanjian (kontrak)
tunalaras. belajar dengan siswa. Sebelum masuk pada pembelajaran
dikelas guru mengawalinya dengan memberikan
METODE motivasi dan apersepsi terhadap siswa. Kegiatan inti
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian dalam pembelajaran diawali dengan eksplorasi yaitu
Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini akan menciptakan guru mengunakan alat peraga dalam menjelaskan dan
kolaborasi atau partisipasi antara peneliti dan guru kelas menerangkan materi terhadap siswa di dalam kelas.
dalam memperbaiki dan meningkatkan mutu
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 171
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Selanjutnya elaborasi yaitu guru menjelaskan mengetahui peningkatan anak setelah diberi tindakan
kegiatan berbelanja yang akan dilakukan siswa yaitu menggunakan metode karyawisata.
siswa diberikan daftar belanja (seperti nota belanja) Hasil tes setelah tindakan menunjukkan adanya
dimana nanti siswa menuliskan barang dan harga barang peningkatan nilai pada kedua subjek, akan tetapi subjek
yang dibelinya, menyiapkan uang untuk berbelanja, serta SNH masih belum dapat memenuhi kriteria keberhasilan
siswa diminta untuk berkata yang sopan saat membeli, yang ditentukan. Siswa yang telah memperoleh nilai di
menanyakan barang, dan setelah dilayani oleh penjual. atas KKM mengindikasikan bahwa siswa tersebut
Kemudian guru mengajak siswa untuk melakukan mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam hal jual
kegiatan belanja sebagai bentuk metode karyawisata beli. Siswa dapat memahami materi jual beli yang
dalam pembelajaran ini dan mempraktekkan diberikan. Mulai dari pertemuan pertama sampai
pembelajaran yang telah dipelajari di kelas. pertemuan ke tiga siswa mampu mengikuti pembelajaran
Pada saat partek dilapangan guru memberikan dengan metode karya wisata.
kesempatan setiap siswa untuk menanyakan harga Refleksi dilakukan untuk menentukan tindak
barang yang akan dibeli kepada penjual. Siswa diminta lanjut dari hasil setelah tindakan siklus 1. Kesimpulan
membayar dengan uang yang sesuai dengan harga barang dari hasil refleksi adalah melakukan tindakan siklus 2
(sesuai yang telah dipelajari di kelas). Jika pembayaran dengan melakukan upaya perbaikan. Perbaikan yang
dilakukan dengan uang yang nilainya lebih besar, siswa dilakukan yakni siswa dapat memiliki barang yang telah
diminta untuk menghitung secara mandiri. Siswa diminta dibelinya pada saat praktek apabila berhasil dengan baik
untuk saling membantu jika siswa lain mengalami sesuai dengan tujuan pembelajaran (reward).
kesulitan (guru membimbing dan mengawasi). Guru Pelaksanaan tindakan pada siklus 2 dilakukan sebanyak
membimbing siswa untuk menghitung uang kembalian 3 (tiga) kali pertemuan yang selanjutnya dijabarkan
saat membayar dengan nilai uang yang lebih besar dari menjadi 2 (dua) kali pertemuan untuk tindakan dan 1
harga barang. Tahap selanjutnya konfirmasi yaitu (satu) kali pertemuan untuk tes setelah tindakan. Hasil
memberikan tanya jawab dan penguat terhadap pelaksanaan pada tindakan siklus 2 telah menunjukkan
keberhasilan siswa. adanya peningkatan nilai prestasi belajar Ilmu
Kegiatan akhir atau penutup dilakukan dengan Pengetahuan Sosial pada kedua subjek. Subjek AT dan
bersama-sama menyimpulkan hasil belajar yang telah SNH mendapat nilai di atas kriteria keberhasilan atau
dilaksanakan. Mengulas kembali tentang materi KKM yang telah ditentukan yaitu 75. Hasil deskripsi
pembelajaran yang telah dilaksanakan. Guru memberi peningkatan dan perbandingan nilai akan dijabarkan
tugas kepada siswa. Guru menutup kelas. Pertemuan lebih lanjut pada tabel di bawah ini.
keempat pada siklus 1 digunakan untuk mengerjakan
soal tes setelah tindakan siklus 1. Tujuannya untuk

Tabel 1. Perbandingan Nilai Tes Pra Siklus, Siklus 1, dan Siklus 2 Siswa Tunalaras
No Nama siswa Hasil Perbandingan
Pra Tindakan Siklus1 Siklus2
Pra
Ket Siklus -
Nilai Nilai Nilai Ket %
% Silkus 2
(% )
1 AT 44 80 36% 92 12% 48%
2 SNH 44 60 16% 80 20% 36%
Jumlah 88 140 172
Rata-rata 44 70 26% 86 16% 42%
Nilai 44 80 92
tertinggi
Nilai 44 60 80
terendah

Tabel 1. di atas menunjukkan peningkatan 2. Siswa SNH mencapai peningkatan prestasi belajar
prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial materi jual beli 36%. Rata-rata kelas siswa tunalaras kelas III SLB E
dan uang pada siswa tunalaras yaitu dari keadaan Prayuwana Yogyakarta juga mengalami peningkatan
sebelum diberi tindakan yaitu pra tindakan, setelah diberi sebesar 42% yaitu dari rata-rata 44 pada keadaan pra
tindakan siklus 1, dan setelah diberi tindakan siklus 2. siklus meningkat menjadi 86 pada keadaan setelah diberi
Perbandingan kenaikan atau peningkatan prestasi tindakan pada siklus 2. Lebih jelasnya peningkatan
belajar dari keadaan sebelum diberi tindakan atau pra prestasi belajar secara individu pada siswa tunalaras
tindakan dan setelah diberi tindakan siklus 2 yaitu siswa kelas III SLB E Prayuwana Yogyakarta dapat dilihat
AT mencapai peningkatan prestasi belajar 48% bila pada diagram berikut :
dibandingkan dari prestasi belajar pra tindakan dan siklus
172 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

mencapai batas ketuntasan memperoleh nilai di atas 75


atau di atas KKM, sementara 1 siswa masih memperoleh
nilai di bawah 75 atau di bawah KKM. Berdasarkan
Hasil Pembelajaran Metode Karyawisata prestasi belajar yang diperoleh siswa pada siklus 1
menunjukkan bahwa baru 50% siswa yang dapat
100 mencapai batas ketuntasan. Rata-rata nilai siswa
menunjukkan hasil yang masih di bawah KKM yaitu
Nilai S iswa

80
60 dengan rata-rata kelas 70 (tujuh puluh). Hal ini berarti
40 bahwa prestasi belajar siswa belum mencapai indikator
20 kinerja yaitu sebanyak 1 siswa mencapai nilai di atas
0 KKM (75), sehingga siklus 1 dinyatakan belum berhasil
AT SNH dan perlu melanjutkan pada siklus selanjutnya yaitu
Gambar 1.Prasiklus 44
Diagram Perbandingan 44 Belajar Ilmu
Prestasi siklus 2.
Pengetahuan
siklus I Sosial
80 Siswa Tunalaras
60 Kelas Pada siklus 2 dalam pelaksanaan tindakan yang
III SLB E Prayuwana Yogyakarta. diberikan agar mengalami peningkatan dan dapat
siklus II 92 80
mencapai indikator keberhasilan yaitu guru tidak
meminta dan menyimpan barang yang telah dibeli siswa
PEMBAHASAN pada saat praktek guna keperluan siswa dikemudian hari.
Anak tunalaras merupakan anak yang mengalami Namun siswa dapat memiliki barang yang telah dibelinya
penyimpangan tingkah laku dari perilaku normal pada saat praktek dengan metode karyawis ata. Hasil
berdampak pada kurang dapat mengendalikan kontrol pembelajaran pada siklus 2 menunjukkan terjadinya
sosial sehingga sulit dalam bersosialisasi dengan baik peningkatan prestasi belajar Ilmu pengetahuan Sosial bila
terhadap lingkungannya dan mengganggu situasi dibandingkan dengan siklus 1. Hasil prestasi belajar pada
belajarnya maka perlu adanya layanan pendidikan siklus 2 menunjukkan bahwa keseluruhan siswa (2 siswa)
khusus. Hambatan tersebut juga dialami oleh siswa yang ada di kelas III tersebut atau sebesar 100% siswa
tunalaras dalam berperilaku menyimpang pada saat telah mencapai prestasi belajar di atas KKM yang di
pembelajaran ataupun di luar pembelajaran. tentukan. Rata-rata siswa juga menunjukkan peningkatan
Metode karyawisata ialah kegiatan belajar yaitu dengan pencapaian rata-rata kelas 86 (delapan
mengajar yang dilaksanakan di luar kelas untuk puluh enam).
mempelajari sesuatu, dimana peserta didik dapat Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa
mengamati suatu obyek atau mengalami suatu peristiwa telah dapat mencapai indikator kinerja (seluruh siswa
secara langsung. Hal sesuai dengan pendapat Syaiful memperoleh nilai 75) dan telah mencapai KKM yang
Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2013: 93-94) metode telah ditentukan sehingga siklus 2 dinyatakan berhasil
karyawisata adalah cara mengajar yang dilaksanakan dan tidak perlu melanjutkan ke siklus berikutnya. Pada
dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau objek uraian hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan
tertentu di luar sekolah untuk mempelajari/menyelidiki dalam dua siklus di atas, membuktikan bahwa melalui
sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu, suatu bengkel metode karyawisata dapat meningkatkan prestasi belajar
mobil, toko serba ada, suatu peternakan atau perkebunan, Ilmu Pengetahuan Sosial siswa tunalaras.
museum, dan sebagainya. Melalui metode karyawisata, siswa tunalaras
Hasil pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial terlihat lebih antusias dan bersemangat dalam mengikuti
melalui metode karyawisata ini terbukti dapat setiap rangkaian kegiatan pembelajaran sehingga siswa
meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial tunalaras dapat memahami setiap langkah-langkah
siswa tunalaras materi jual beli dan uang. Hasil tes yang kegiatan jual beli dengan menggunakan alat pembayaran
diberikan pada siswa tunalaras setelah kegiatan (uang) dalam mempraktekkannya secara langsung dalam
karyawisata menunjukkan bahwa seluruh siswa (100%) kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena siswa
memperoleh nilai di atas KKM. Terbukti nilai tes pada ikut terlibat aktif secara langsung dalam setiap langkah
siklus 1 dan siklus 2 setelah dilakukan tindakan lebih dalam metode karyawisata sehingga siswa memperoleh
baik sebelum dilakukan tindakan. Hasil pembelajaran pengalaman belajar yang berkesan dan bermakna bagi
siswa pada pra tindakan menunjukkan dari 2 siswa belum kehidupannya.
ada satu pun siswa yang mencapai nilai sesuai dengan
kriteria ketuntasan minimal (KKM) atau dengan kata lain KESIMPULAN DAN SARAN
nilai siswa masih di bawah 75 (tujuh puluh lima). Rata- Kesimpulan
rata nilai siswa pada kegiatan pra siklus menunjukkan Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data
hasil yang masih di bawah KKM yaitu dengan rata-rata yang dijelaskan sebelumnya, maka penulis dapat
kelas 44 (empat puluh empat). menyimpulkan hasil penelitian yaitu diketahui hasil
Hasil pembelajaran pada siklus 1 menunjukkan prestasi belajar siswa tunalaras kelas III SLB E
telah terjadi peningkatan prestasi belajar pada setiap Prayuwana Yogyakarta dari pra tindakan sampai akhir
siswa yaitu sudah ada 1 siswa yang mencapai batas siklus 2 telah meningkat dan tuntas di atas KKM. Dengan
ketuntasan atau sebesar 50% dari jumlah keseluruhan demikian, metode karya wisata merupakan salah satu
siswa dalam kelas tersebut. Satu siswa yang telah metode yang efektif dan efisien dalam meningkatkan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 173
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa tunalaras Anjun Dwivedi. (2006). Merancang Pelatihan
kelas III di SLB E Prayuwana Yogyakarta. Partisipatif Untuk Pemberdayaan Metodologi
Saran Pelatihan Partisipatif. Yogyakarta: Pondok
Dengan memperhatikan hasil yang diperoleh pada Edukas i.
penelitian ini, maka disarankan kepada guru agar Eti Nurhayati. (2011). Psikologi Pendidikan Inovatif.
mengembangkan pelajaran dengan menerapkan metode Yogyakarta: Pustaka Belajar.
karya wisata, karena dengan berkarya wisata anak dapat Mulyani Sumantri, dkk. (2006). Perkembangan Peserta
memahami suatu materi dengan mengenal objek secara Didik . Jakarta: Universitas Terbuka.
langsung. Kemudian bagi peserta didik hendaknya dapat Roestiyah. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
menerapkan kegiatan jual beli dengan alat pembayaran Rineka Cipta.
(mata uang) secara langsung dalam kehidupan sehari- Ramli, Dan Piawati. (2016). Upaya Peningkatan Hasil
hari. Sedangkan bagi sekolah dapat memfasilitasi Belajar IPS Dengan Metode Karya Wisata.
pelatihan rutin untuk guru-guru dalam usaha Neraca Jurnal Pendidikan Ekonomi, April 2016,
mengembangkan kreativitas mengajar melalui variasi Volume 1 Nomor 2, ISSN: 2477-605x. Halaman
metode pembelajaran khususnya untuk anak 33-38. Diakses
berkebutuhan khusus, salah satunya anak tunalaras. http://download.portalgaruda.org/article.php?arti
cle=108451&val=4073 Pada Tanggal 15
DAFTAR PUSTAKA November 2016.
BSNP. (2006). Standar Kompetensi Dan Kompetensi Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu
Dasar SDLB. Jakarta: BSNP. Pendekatan Praktik. Jakarta: bumi Aksara.
T. Sutjihati Somantri. (2006). Psikologi Anak Luar Syaiful Bahri Djamarah, Dan Aswan Zain. (2013).
Biasa. Bandung: Refika Aditama. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PENGGUNAAN LINGKUNGAN SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN


KEMAMPUAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DENGAN HAMBATAN
KONSENTRASI DI SEKOLAH ALAM (STUDY KASUS)
Imas Maryani

Universitas Pendidikan Indonesia Bandung


E-mail: imaspelopor@gmail.com

Abstrak: Anak berkebutuhan khusus dengan hambatan konsentrasi mengakibatkan anak mengalami kesulitan
dalam belajar serta tidak bisa mencapai prestasi belajar di sekolah. Berbagai penanganan dengan terapi yang
mahal dan interval waktu yang relatif lama menyebabkan hambatan ini belum ditangani dengan baik.
Berdasarkan observasi di sekolah alam Pelopor, ternyata lingkungan sekolah alam mampu memberikan
kontribusi yang positif dalam meningkatkan kemampuan anak yang berkebutuhan khusus. Penggunaan
lingkungan sekolah ini menjadi media intervensi yang murah, intensif dan bersifat habituatif dalam mengatasi
hambatan konsentrasi ini. Ketersediaan sarana prasana lingkungan sekolah alam dan program aktivitas
belajar sistematis, mampu membangun konsentrasi anak berkebutuhan khusus. Aktivitas berkebun,
menanam padi, berjalan di pematang sawah dan permainan tradisional kaulinan barudak mampu
mempengaruhi perkembangan emosi, sosial, perilaku, motorik dan membangun konsentrasi anak
berkebutuhan khusus.
Kata kunci : Anak berkebutuhan khusus, lingkungan sekolah alam, dan konsentrasi.

PENDAHULUAN Dalam penanganan anak yang memiliki


Pendidikan inklusi yang diterapkan pada sekolah hambatan konsentrasi, orang tua harus mengeluarkan
reguler masih terus mencari formulasi yang tepat, dalam banyak biaya untuk penanganannya . Sementara
hal pola penempatan anak, setting kelas, model belajar, kenyataan di lapangan, tidak semua masyarakat atau
kurikulum, pengelolaan kelas, penilaian maupun dalam orang tua mampu untuk melakukan pengobatan,
aspek teknis pelaksanaannya. Implementasi pendidikan program atau terapi tertentu dengan biaya yang tinggi.
inklusi membutuhkan proses dan pemahaman semua Upaya penanganan hambatan konsentrasi anak
pelaku pendidikan, pembuat kebijakan dan regulasi, berkebutuhan khusus di dalam sekolah dapat dilakukan
sehingga intrumen dan unsur yang terkait dengan dengan pendekatan pedagogis dengan menggunakan
penanganan anak berkebutuhan khusus dapat saling lingkungan sekolah untuk intervensi. Bagaimana
bersinergi dan berkolaborasi. lingkungan alam ini menjadi media pembelajaran dan
Menurut Suron dan Rozzo (1979), anak sekaligus terapi untuk anak-anak yang mengalami
berkebutuhan khusus adalah : anak yang memiliki hambatan konsentrasi.
perbedaan dalam keadaan dimensi penting dari fungsi Lingkungan sekolah alam ini akan memberikan
kemanusiaannya. Mereka adalah secara fisik, suatu media intervensi dan alternatif terapi bagi anak-
psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam anak dengan hambatan konsentrasi dalam belajar.
mencapai tujuan/kebutuhan dan potensinya secara Sekolah Alam adalah sekolah yang berbasis kan alam
maksimal, sehingga memerlukan penanganan yang dalam setiap pembelajaran dan aktivitasnya. Maka
terlatih dari tenaga profesional. berdasarkan kondisi permasalahan yang ada dan hasil
Berbagai upaya penanganan anak berkebutuhan observasi selama ini, judul makalah yang diajukan
sangat beraneka ragam yaitu ada terapi musik, terapi adalah
tari, terapi senam, terapi renang, terapi medis (obat-
obatan ) dan lain lain. Terapi yang dilakukan tersebut Penggunaan Lingkungan Sekolah untuk
diharapkan mampu mengatasi berbagai hambatan dan Meningkatkan Kemampuan Anak Berkebutuhan
kesulitan anak berkebutuhan khusus, terutama gangguan Khusus Dengan Hambatan Konsentrasi Di Sekolah
/ hambatan konsentrasi dalam belajar di sekolah. Dalam Alam.
kondisi ini anak tidak mampu belajar dengan baik di Anak Berkebutuhan Khusus
sekolah, tidak merasa nyaman di sekolah, kesulitan Anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa
berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sebaya adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak
sehingga hal ini tentu sangat berdampak pada prestasi normal dalam hal; ciri-ciri mental, kemampuan-
belajar di sekolah. Prestasi belajar yang turun serta kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular, perilaku
hubungan sosial yang kurang baik dengan teman. Oleh sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi,
karena itu, hambatan konsentrasi dalam belajar masih maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas;
menjadi persoalan utama dalam membangun sejauh ia memerlukan modifikasi dari tugas -tugas
kemampuan kognisi anak dan meraih prestasi belajar di sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya,
sekolah. yang ditujukan untuk pengembangan potensi atau

175
176 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATIO N IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

kapasitasnya secara maksimal (Fieda Daya Konsentrasi


Mangunsong,2009, hlm.4). Pengertian konsentrasi adalah pemusatan
Sedangkan pengertian ABK dari sudut pandang perhatian, pikiran dan jiwa dan fisik pada sebuah objek.
pendidikan, Arum (dalam Azwandi, 2007, hlm.12) Konsentrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
menjelaskan bahwa ABK adalah anak yang dalam Pemusatan perhatian atau pikiran pada suatu hal.
proses pertumbuhan/atau perkembanganya secara Dalam hal ini, konsentrasi yang akan dibahas yakni
signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan terkait dengan konsentrasi belajar.
dalam hal fisik, mental intelektual, sosial, atau Dalam psikologi umum (2003) dalam Nugraha
emosional dibandingkan dengan anak-anak lain (2008), Konsentrasi belajar adalah kemampuan untuk
seusianya. Sehingga mereka memerlukan pelayanan memusatkan pikiran terhadap aktifitas belajar.
pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus Pengertian konsentrasi menurut Sumartno (2004) dalam
mereka. Rachman (2010) yakni: Konsentrasi belajar siswa
merupakan suatu perilaku dan fokus perhatian siswa
Lingkungan Sekolah Alam untuk dapat memperhatikan dengan baik dalam setiap
Pengertian lingkungan hidup menurut Soedjono pelaksanaan pembelajaran, serta dapat memahami setiap
mengartikan bahwa lingkungan Hidup Sebagai materi pelajaran yang telah diberikan.
Lingkungan hidup jasmani atau fisik yang meliputi dan
mencakup segala unsur dan faktor fisik jasmaniah yang PEMBAHASAN
berada didalam alam. Didalam pengertian ini, maka Sejatinya kajian tentang lingkungan sekolah
hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia tersebut itu alam ini tidak terlepas dari ketersediaan sarana
dilihat dan akan dianggap sebagai perwujudan secara prasarana, objek makhluk hidup (berbagai jenis
fisik jasmani belaka. Dalam hal tersebut Lingkungan, binatang dan tanaman), kondisi fisik area lingkungan
diartikan sebagai mencakup lingkungan hidup hewan, sekolah dan aktifitas program belajarnya.
tumbuh-tumbuhan dan manusia yang terdapat Ketersediaan sarana prasarana yang ada di
didalamnya. sekolah adalah : sawah, kebun, pematang sawah,
Menurut Undang-Undang Lingkungan Hidup jembatan besi/bambu, alat permainan edukatif,
Undang-Undang No. 32 Thn 2009, keduanya itu perpustakaan alam, kantin, bank sampah, kolam-kolam
mendefinisikan mengenai pengertian lingkungan hidup ikan dan saung saung bambu. Objek makhluk
ialah sebagai berikut:Lingkungan hidup hidupnya adalah berbagai jenis burung, ayam, kambing,
merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, kucing, dan tanaman-tanaman yang ada di sekolah
keadaan, serta juga makhluk hidup termasuk manusia (tanaman sayur,obat, palawija dan tanaman keras).
dan juga perilakunya, yang mempengaruhi Kondisi fisik area lingkungan sekolah berupa tanah
perikehidupan serta juga kesejahteraan manusia datar area persawahan, berbagai kolam ikan, dan setting
dan makhluk hidup lain. kelas permanen dengan assesoris bambu serta saung -
Lingkungan Sekolah Alam adalah Lingkungan saung bambu berukuran kecil untuk belajar outdoor.
yang berada sekitar area sekolah yang memiliki basis Aktivitas program belajar yang dikembangkan
alam untuk media dan objek pembelajaran. Artinya apa adalah berkebun, menanam padi, menyiram,
pun material/ benda biotik atau abiotik , nilai, kondisi memberikan makan burung, kambing dan ikan.
cuaca/iklim/kultur digunakan sebagai media, alat peraga Pemanfaatan objek yang ada di lingkungan sekolah
dan sekaligus sebagai objek dalam kegiatan belajar. sebagai media ajar dan menggunakan benda, tanaman
Media lingkungan ini sebagai sumber belajar anak. dan binatang tersebut dalam materi ajar sehari-hari,
Lingkungan sekolah alam dapat diobservasi dan dengan mengaitkan materi ajar buku siswa tersebut.
dieksplorasi oleh anak dalam metode pembelajaran Proses belajar yang didukung oleh fasilitas yang
yang dikembangkan, baik dalam bentuk eksperimen, ada di lingkungan sekolah ini merupakan bentuk
projek maupun dengan menggunakan alam untuk setting intervensi bagi anak-anak yang berhambatan
belajar outdoor. konsentrasi, karena seiring proses belajar dan bermain
Lingkungan alam atau lingkungan fisik adalah ini akan membuat anak senang melakukan dan anak
segala sesuatu yang sifatnya alamiah, seperti sumber mampu melakukan aktifitas ini dengan waktu yang lama
daya alam (air, hutan, tanah, batu-batuan), tumbuh- untuk membangun konsentrasi. Sehingga aktivitas ini
tumbuhan dan hewan (flora dan fauna), kolam, iklim, menjadi kebiasaan (habit) yang menyenangkan dan
suhu, dan sebagainya. Selanjutnya Lingkungan juga akhirnya membentuk karakter cinta tanaman, cinta
sebagai sumber belajar dapat dimaknai sebagai segala binatang dan peduli sama lingkungan alam. Anak-anak
sesuatu yang ada di sekeliling kita (makhluk hidup lain, menikmati proses ini sebagai proses membangun
benda mati, dan budaya manusia) yang dapat konsentrasi anak , mempengaruhi perkembangan emosi,
dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan belajar dan sosial, dan tentu motoriknya juga.
pembelajaran secara lebih optimal. Sumber belajar Pemanfaatan lingkungan sekolah telah
dapat menjadikan pembelajaran berlangsung secara memberikan ruang yang tak terbatas sebagai media
optimal dan efektif, apabila guru kreatif merancang untuk mengintervensi perkembangan anak-anak
pemanfaatan dari berbagai sumber belajar tersebut. berkebutuhan khusus, media intervens i yang sudah
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 177
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

tuhan ciptakan untuk kepentingan kesejahteraan kognitif, hubungan sosial, membangun kematangan
manusia karena lingkungan alampun adalah terapi emosi, menstimulasi perkembangan motorik anak baik
alamiahnya . Oleh karena itu, nilai lebih dari intervensi yang berhubungan dengan motorik kasar, motorik halus,
ini dapat dilakukan secara intensif keseharian di kesimbangan, koordinasi dan lokomotor.
sekolah dalam bingkai bermain dan belajar untuk Proses interaksi manusia dengan alam ini akan
membangun intervensi yang habituatif. Serta melahirkan sebuah kedekatan dan mampu memaknai
keunggulan dari intervensi ini adalah orang tua tidak apa yang ada di lingkungan alam. Interaksi anak dengan
memerlukan biaya yang tinggi (murah) untuk lingkungan alam dalam belajar dan bermain akan
dilakukannya. mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak
Lingkungan sekolah alam merupakan lingkungan serta membangun pengetahuan dan konsep diri anak
yang terbentuk dengan keberadaan sekolah alam. dengan menemukan dan menggali melalui pengalaman
Lingkungan alam memberikan banyak data, informasi, sendiri.
ilmu dan fenomena yang dapat dipelajari. Alam Aktifitas belajar ini bisa dilakukan dengan
menyediakan bahan yang dapat dijadikan materi setting outdoor, anak merasakan ruang yang bisa banyak
pembelajaran yang dikaitkan dengan materi ajar pada diobservasi dan diekplorasi dalam belajar. Konsep
kurikulum di sekolah. Di dalam prosesnya dapat Pengetahuan yang dibangun oleh siswa sendiri melalui
dirumuskan sebagai materi tema baru ataupun pengalaman belajar yang terstruktur , sistematis dan
dihubungkan dengan tema yang sudah ada. intensif dapat membangun dengan baik skema kognitif
Penggunaan lingkungan sekolah untuk kegiatan dan aspek perkembangannya.
belajar yang berkaitan dengan kemampuan membangun
Dampak intervensi melalui media dan fasilitas lingkungan sekolah alam

Kegiatan intervensi
No. Jenis fasilitas Hasil/dampak intervensi
Tidak diprogram Di program
1. Sawah (Pematang sawah) Bermain di Menanam padi Konsentrasi, kognitif, motorik,
pematang sawah emosi dan sosial.
2. Kolam ikan Bermain Rakit Menangkap ikan Konsentrasi, kognitif,
motorik, emosi dan sosial.
3. Kebun sekolah Kebiasaan Menanam, merawat Konsentrasi, kognitif, motorik,
menyiram dan panen emosi dan sosial.
tanaman
4. Jembatan bambu/besi Bermain Program latihan Konsentrasi dan motorik .
keberanian dan motorik
5. Pohon keras/tahunan Bermain Program pembelajaran Konsentrasi dan motorik.
outdoor
6 Alat permainan edukatif : Bermain Latihan motorik, Konsentrasi, motorik, emosi
ayunan, prosotan, dll konsentrasi dan sosial.
7 Saung Bambu Bermain Pembelajaran Konsentrasi, motorik, emosi
dan sosial
8 Gua buatan Bermain Pembelajaran Konsentrasi dan sosial.
9 Kandang binatang : Bermain sambil Pembelajaran Konsentrasi, kognitif, motorik,
burung, kambing, aya, dll memberi makan emosi dan sosial.
binatang
10. Saung apung (diatas Bermain Tempat belajar Konsentrasi, Sosial dan emosi.
kolam)

Berbagai fasilitas tersebut ada di lingkungan di tidak membosankan. Apabila anak merasa senang
sekolah alam, yang dapat digunakan bermain dalam berada di lingkungan sekolah, maka anak mampu
keseharian di sekolah. Hal ini secara tidak langsung menerima apapun pembelajaran yang diberikan di
memberikan intervensi untuk mengatasi hambatan sekolah. Mampu menyerap dan membangun konsep
konsentrasi anak yang berkebutuhan khusus maupun pengetahuannya untuk direfleksikan menjadi sikap dan
yang tidak berkebutuhan khusus. Fasilitas ini cara ketrampilan.
terstruktur bisa dipakai untuk proses pembelajaran, yang Lingkungan alam sebagai tempat rekreasi dan
secara spesifik didesain program untuk mengintervensi sarana untuk bermain. Dan menyediakan bahan serta
hambatan konsentrasi anak yang berkebutuhan khusus. media untuk bermain itu sendiri. Bermain anak di alam
pun merupakan pembelajaran yang akan berhubungan
KESIMPULAN dengan respon balik anak terhadap lingkungan.
Lingkungan sekolah alam memberikan ruang Aktivitas belajar ini merupakan proses stimulasi
untuk belajar yang menyenangkan (fun learning) dan perkembangan.Proses ini yang secara tidak langsung
178 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATIO N IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

memberikan intervensi sebagai terapi alamiah, murah DAFTAR PUSTAKA


dan habituatif. Dan proses ini mampu membangun Suran, B.G & Rizzo, J.V. 1979. Special Children and
konsentrasi anak. Lingkungan sekolah alam ini dapat Intergrative Approach. Scott Foresman & Co.
menjadi alternatif pilihan yang sangat efektif dan murah Hallahan, D.P., & Kauffman, J.M (2006). Exceptional
dijadikan media intervensi bagi hambatan konsentrasi Children : An Introduction To Special Education
anak-anak berkebutuhan khusus. (10th ed.). Boston : Pearson.
Mangunsong, Frieda. 2009. Psikologi dan Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus Jilid Ke Satu.
Depok : LPSP3 UI
Azwandi, Yosfan. 2007. Media Pembelajaran Anak
Berkebutuhan Khusus. Depdiknas Dirjen Dikti
Direktorat Ketenagaan. Jakarta.
Sumartono. 2004. Tingkat Konsentrasi dan Perilaku
Belajar Siswa. Bandung : Angkasa.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

INTERVENSI DINI BERBASIS KELUARGA


PADA ANAK DENGAN HAMBATAN EMOSI DAN PERILAKU
(Family-Based Early Intervention for Children with Emotional and Behavioural Problems)

Neti Asmiatia, Frida Noer Syafaat b , Juanita Nurul Rc

abcProgram Studi Pendidikan Khusus Sekolah Pasca Sarjana


E-mail: netiasmmiati@gmail.co m

Abstrak: Intervensi dini berbasis keluarga merupakan penyediaan dukungan berbasis yang ditunjukan pada
keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus pada rentang usia 0-6 tahun (usia dini) yang secara
langsung atau tidak langsung berpengaruh pada anak. Intervensi bersumberdaya keluarga memiliki tujuan
untuk membangun kekuatan orangtua, keluarga, dan anak, memperkuat kondisi yang ada pada saat ini dan
mengembangkan kompetensi baru pada anak. Penelitian ini dilaksanakan pada keluarga dengan anak
hambatan emosi dan perilaku. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif dan
kuantitatif. M etode kualitatif digunakan untuk mengetahui kebutuhan keluarga yang mana aspek-aspek dalam
Family Quality of Life dijadikan sebagai instrumen asesmen. Hasil asesmen FQOL menunjukan bahwa
keluarga x perlu diberikan pemahaman mengenai program intervensi berbasis keluarga sesuai dengan rujukan
hasil asesmen. Hasil asesmen subjek pada aspek emosi, sosial dan moral menunjukan bahwa subjek
bermasalah pada setiap aspek. Hasil asesmen FQOL keluarga subjek dan hasil asesmen pada subjek menjadi
rujukan awal dalam pembuatan program intervensi dini berbasis keluarga untuk mereduksi permasalahan pada
aspek emosi, sosial dan moral (perilaku negative seperti, mencubit, melempar dan mendorong). Hasil
penelitian pada orang tua menunjukan bahwa pandangan orang tua mengenai anak kebutuhan khusus menjadi
positif, Orang tua lebih menyadari kewajiban mereka dalam pengasuhan anak, Ibu mengasuh subjek lebih
disiplin, serta menurut orang tua kesadaran akan pembentukan karakter dalam pola asuh adalah penting. Hasil
Intervensi pada subjek menunjukan bahwa perilaku mencubit, mendorong dan melempar menunjukan
penurunan frekuensi selama program intervensi Berbasiskeluarga dalam kurun waktu 1 bulan. Perilaku
melempar mengalami penurunan frekuensi dari minggu ke-1 : 10 , minggu ke-2 : 8, minggu ke-3 : 9, dan
minggu ke-4 : 6. Perilaku mencubit mengalami penurunan frekuensi dari minggu ke-1 : 6 , minggu ke-2 : 15,
minggu ke-3 : 8, dan minggu ke-4 : 4. Perilaku mendorong mengalami penurunan frekuensi dari minggu ke-1 :
27 , minggu ke-2 : 5, minggu ke-3 : 12, dan minggu ke-4 : 6.
Keywords : Intervensi dini, keluarga, anak dengan hambatan emosi dan perilaku

Abstract: Family-based early intervention a provision based support shown in families with special needs
children in the age range of 0-6 years (early childhood) that directly or indirectly affect children.. Family-
based intervention aims to build the power of parents, families and children, reinforcing the conditions that
exist at the moment and develop new competencies in children. This research was conducted in families with
emotional and behavioral Problems. This research was conducted using qualitative and quantitative methods.
Qualitative methods are used to determine the needs of families in which aspects of the Family Quality of Life
serve as the assessment instrument. The assessment results show that the family x FQOL need to be given an
understanding of Family-based early intervention program in accordance with the referral assessment results.
The assessment results subject on aspects of emotional, social and moral problems showed that subjects in
every aspect. The assessment results FQOL family subject and results of the assessment on the subject to be a
reference early in the manufacture of Family-based early intervention programs to reduce problems on the
emotional aspects, social and moral (such negative behavior, pinching, throwing and pushing). The results of
the study in the elderly show that the views of parents regarding the child's special needs to be positive,
Parents are more aware of their obligations in child care, parenting Mom subject more discipline, as well as
by parents awareness of the formation of character in parenting is important. Results The intervention on the
subject showed that the behavior of pinching, pushing and throwing showed a decrease in frequency during
resourced family intervention program within a period of 1 month. Behavior throw decreased frequency of
week 1: 10, Week 2: 8, week 3: 9, and the 4th week: 6. Behavior pinch decreased frequency of week 1: 6 weeks
-2: 15, week 3: 8, and week 4: 4. Conduct encourages decreased frequency of week 1: 27, week 2: 5, week 3:
12, and week -4: 6.
Keywords: early intervention, families, children with emotional and behavioral Problems

PENDAHULUAN Intervensi merupakan suatu proses mediasi


Keluarga adalah dua atu lebih individu yang antara seorang individu dan lingkungannya. Melalui
hidup dalam satu rumah tangga karena adanya intervensi dapat membantu seseorang mengalami,
hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling mengatur, memahami dan merespon lebih baik kepada
berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran informasi yang diterima dari dunia sekitarnya.
masing masing dan menciptakan serta mempertahankan Intervensi dini Bersumber daya Keluarga
suatu budaya (Bailon dan Maglaya). merupakan penyedian dukungan sumber daya y ang
ditunjukan pada keluarga yang memiliki anak

179
180 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

berkebutuhan khusus pada rentang usia 0-6 tahun (usia METODE


dini) yang secara langsung atau tidak langsung Penelitian ini menggunakan pendekatan
berpangaruh pad anak. kualitatif. Kirk dan Miller dalam Moleong (2007:4)
Teori yang bendasari intervensi dini berbsis mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi
keluarga adalah Ecological Social syistem. Urie tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
Bronfenbrenner menyatakan bahwa perembangan anak fundamental bergantung pada pengamatan manusia
dipengaruhi oleh orang-orang yang disekitarnya atau dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan
lingkungan dimna anak tersebut itu tinggal sehingga orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
lingkungan di pandang alamiah sebagai sarana peristilahannya.
pengembangan diri. salah satu dari sistem tersebut ialah Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
istem mikrosistem. digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
Mirosistem adalah bagaimana dan dimana anak alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana
tersebut menghabiskan banyak waktu luang. dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pada sistem ini adak lebih berinteraksi kepada semua pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
orang termasuk keluarga, teman sebaya, sekolah dan (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan
tetangga. Sehingga pada sistem ini ana bukan pelaku hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pasif melainkan anak tersebut menimbal balik apa yang pada generalisasi. Dalam penelitian kualitatif peneliti
dikatakan. Konsep dasar yang digunakan dalam menjadi instrument (human instrument). Untuk dapat
intervensi dini bersumber daya keluarga ini adalah menjadi instrumen, maka peneliti harus memiliki bekal
capacity building view yakni anak dan keluarga teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu
memiliki kekuatan dan aset bervariasi, sehingga fokus bertanya, menganalisis, memotret, dan merekontruksi
dari intervensi ini ialah supporting and competence and objek yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna.
other positie aspects of function dengan cara Penelitian dilaksanakan di rumah subjek. Subjek
membangun kekuatan oranag tua, keluarga dan anak, penelitian terdiri dari anak dengan hambatan emosi dan
memperkuat kondisi yang ada pada saat ini dan prilaku serta Keluarga yang difokuskan pada Ibu.
mengembangkan kompetensi baru . Yang intinya tidak Penelitian dilakukan di rumah orang tua subjek di Jl.
meremediasi kelemahan tetapi membangun kekuatan Otista Kelurahan Siti Munigar.
dan membangun potensi yang bisa dikambangkan. Istilah intervensi berasal dari bahasa inggris
Seperti anak belajar pada setting kegiatan keluarga, intervation yang berarti suatu penanganan, layanan,
dukungan terhadap pengasuhan anak, interaksi orang tindakan campur tangan. Istilah intervensi secara
tua anak, membuka kesempatan pada keikutsertaan umum juga sudah dikenal baik, termasuk oleh
yang berpusat pada keluarga. masyarakat awam. Fallen dan Umansky (1985:189)
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan menegaskan bahwa intervensi merujuk pada layanan
sebelumnya, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah tambahan atau modifikasi, stategi, teknik, atau bahan
sebagai berikut, (1) Mengetahui prosedur pelaksanaan yang diperlukan untuk merubah perkembangan yang
intervensi dini bersumberdaya keluarga bagi anak terhambat. Kusnadi (2014) menjelaskan bahwa
dengan hambatan emosi dan prilaku. (2) Mengetahui intervensi dini adalah kegiatan untuk merangsang
kebutuhan dan kemampuan anak dengan hambatan kemampuan dasar anak, dilakukan pada anak dengan
emosi dan prilaku.(3) Mengetahui kebutuhan dan keterlambatan perkembangan dengan maksud mengejar
keadaan keluarga dalam pelaksanaan intervensi dini ketinggalan atau agar penyimpangan yang terjadi tidak
bersumberdaya keluarga bagi anak dengan hambatan bertambah berat, serta dapaty melakukan kegiatan
emosi dan prilaku.. (4) Mengetahui penerapan intervensi sehari-hari sesuai usianya. Baker dan Brightman (1997)
dini bersumberdaya keluarga bagi anak dengan menjelaskan bahwa intervensi dini adalah tindakan yang
hambatan emosi dan prilaku. (5) Mengetahui hasil diberikan untuk mempengaruhi perkembangan dan
penerapan intervensi dini bersumberdaya keluarga bagi belajar anak sejak lahir sampai dengan usia 5 tahun
anak dengan hambatan emosi dan prilaku. yang mengalami kelainan atau kelambatan
Manfaat dari penelitian intervensi dini berbasis perkembangan atau anak-anak dengan faktor resiko baik
pada keluarga ini adalah untuk mengetahui prosedur karena faktor biologis maupun lingkungan. Greco, V &
pelaksanaan intervensi dini bersumberdaya keluarga Leonard.D (1998) secara tegas menyatakan bahwa
bagi anak dengan hambatan emosi dan prilaku , untuk intervensi dini merupakan program yang sengaja
mengetahui penerapan intervensi dini bersumberdaya didesain untuk mengoptimalakan pengalaman belajar
keluarga bagi anak dengan hambatan emosi dan prilaku, anak selama periode perkembangan yang paling krusial,
serta untuk mengetahui hasil penerapan intervensi dini yauitu pada masa awal perkembangan.
bersumberdaya keluarga bagi anak dengan hambatan Gangguan Emosi dan Perilaku Anak atau Emotional
emosi dan prilaku. And Behavioral Disorders (EBD) adalah anak yang
mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan
bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang
berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun
masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 181
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

maupun orang lain, dan karenanya memerlukan program intervensi ini. Karena ibu memegang peranan
pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya penting dalam program intervensi ini. Dan bisa
maupun lingkungannya (ditjen PLB.com, 2006). dikatakan ibu meupakan kunci dari keberhasilan
Menurut Pullen (dalam jurnal, 23 : 2009) program intervensi ini.
menyatakan bahwa anak dengan gangguan emosi dan
perilaku tidak mampu dengan baik dalam menjalin a) Pemberian Edukasi
hubungan, misalnya hubungan pertemanan. Anak Pemberian edukasi yang pertama adalah pada
dengan gangguan emosi dan perilaku mengalami saat pada proses ini ibu sangat kooperatif namun
kegagalan dalam membangun hubungan emosional memang pasif. Lebih banyak mendengarkan saran dan
yang dekat dan memuaskan dengan orang lain. Jika masukan dari intervensionist. Tidak banyak bertanya
anak dengan gangguan emosi dan perilaku tersebut dan lebih banyak menganggukan kepala tanda mengerti.
dapat membangun hubungan pertemanan, mereka Sesekali ibu mengutarakan tentang kecemasan terhadap
seringkali akan berteman dengan anak-anak yang perilaku subjek dan ingin sekali merubahnya. Setelah
memiliki perilaku yang menyimpang. mendapat penjelasan mengenai kondisi subjek dan
Anak dengan gangguan emosi dan perilaku ini pengetahuan tentang pola asuh yang tepat bagi subjek,
suka menghindar dari orang lain. Selain itu terdapat ibu siap berkomitmen dengan program yang akan
juga anak dengan gangguan emosi dan perilaku yang diberikan. Namun ibu tidak terlihat antusias saat
terisolasi dari lingkungannya, namun bukan karena intervensionis memberikan program, ibu bersikap pasif
mereka menghindar dari hubungan pertemanan, tetapi dalam menerima materi. Intervensionis berusaha
karena mereka yang memulai permusuhan atau menjelaskan dengan bahasa yang diupayakan
tindakan agresi. Akibat dari perilaku tersebut, anak dimengerti ibu, bahwa pola asuh yang dilakukan selama
dengan gangguan emosi dan perilaku seringkali dijauhi ini adalah kurang tepat dan mengakibatkan timbulnya
oleh anak-anak lain atau orang dewasa (orang tua, guru, perilaku-perilaku negatif yang muncul pada diri subjek.
kakak, dan lain-lain). Dan ibupun mengaku memang sebelumnya kurang
memperhatikan subjek. Dan akan merubahnya, agar
PEMBAHASAN subjek perilakunya pun berubah.
1. Intervensi Orang Tua (Ibu) oleh Tim Harus ada program maintenance untuk ibu,
Intervensionis supaya ibu terus menerus mendapat edukasi sehingga
Sebelum program intervensi bersumberdaya sadar mengenai konsistensi dalam menjalankan
keluarga, tim intervensionis memberikan edukasi program. Karena, program ini sangat bergantung pula
kepada orang tua dalam hal ini difokuskan kepada ibu. pada konsistensi ibu dalam menjalankan program
Program edukasi yang diberikan kepada orang tua tersebut. Dan untuk kedepannya harus melibatkan ayah,
adalah seputar pengetahuan terkait pola asuh, karena ibu saja ternyata tidak cukup. Karena ibu sulit
pandangan anak berkebutuhan khusus dalam sudut yang untuk mengerti tentang materi dan edukasi yang
lebih positif serta pengetahuan terkait intervensi dini diberikan walaupun dengan bahasa yang mudah
bersumber daya kkeluarga. Adapun keseluruhan dimengerti. Harus melakukan pendekatan yang lain
program tersebut kami uraikan sebagai berikut : dalam mengajak orangtua untuk berdiskusi tentang
perkembangan subjek. Sehingga jika ibu tidak mengerti,
Program Edukasi Intervensionis ayah bisa diandalkan untuk setidaknya mengawasi ibu
kepada Orang Tua (Ibu) dalam menerapkan program intervensi pada subjek.
Program Tujuan Umum b) Pemberian Materi Intervensi untuk diterapkan
M engubah Paradigma M engubah pandangan orang pada Subjek
Keluarga tua mengenai anak Setelah pemberian edukasi dan pendalaman
kebutuhan khusus program untuk subjek, ibu mulai menerapkan program
Kesadaran Pengasuhan M emberikan pemahaman tersebut. Namun belum konsisten. Bila dalam satu hari
bahwa pengasuhan subjek mendapatkan banyak stimulus negatif dan ibu
merupakan kewajiban dari
setiap orang tua lelah mengawasi subjek, subjek akan lepas dari
Gaya Pengasuhan dan M engubah gaya pengasuhan pengawasan dan konsekuensi dari perilaku negatif yang
Interaksi Orangtua-Anak orang tua (Ibu) terhadap dilakukan subjek tidak konsisten diterapkan. Maka
anak perubahan perilaku pada subjek belum bisa jelas
Pembentukan Karakter M emberikan informasi terlihat. Karena ibu belum bisa konsisten dalam
kepada orang tua bahwa menerapkan program juga konsekensi dan reward pada
pembentukan karakter itu subjek. Sehingga, subjek masih belum faham secara
penting kontras mana perilaku yang boleh dan tidak boleh
dilakukan karena tidak ada ketegasan dan konsistensi
dari orangtua.

Hasil Program Edukasi Intervensionis kepada Orang 2. Intervensi Anak oleh Orang Tua (Ibu)
Tua (Ibu) Setelah dilakukan asessmen kepada subjek
Evalusi ini dilakukan, sebab mengukur dan diketahui anak mengalami hambatan dalam aspek emosi
melihat konsistensi orangtua atau ibu menjalankan
182 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dan perilaku. Sebagai dampak hambatan tersebut


muncul prilaku seperti melempar benda, mencubit dan
mendorong. Dibawah ini kami uraikan program
intervensi dan hasil intervensi bersumberdaya keluarga :
Program Intervensi Subjek oleh Keluarga (Ibu)

Perilaku Direduksi dengan cara


Program Bentuk Perilaku (konsekuensi yang diterima anak setelah Metode
melakukan sebuah perilaku)
Meredukls 1. Melempar a. Tidakan preventif, jika anakJika anak sudah A-B-A
i perilaku benda terlihat akanmelempar sebuah benda, sebelum (yang dimodifikasi)
negatif terjadi ibu harus mencegah prilaku ini muncul.
Begitu anak terlihat akan melempar benda, ibu
langsung mengambil tangan anak dan
menariknya supaya tidak jadi melempar benda
tanpa correction no / jangan. (bahasa
verbal tidak atau jangan tidak digunakan
karena setelah observasi beberapa kali anak
jika dilarang akan semakin merasa ditantang.
Oleh karena itu penggunaan kata ini tidak
digunakan)

b. Menerima konsekuensi
Setelah anak melemparkan benda, anak harus
membawa kembali benda tersebut dan diberikan atau
disimpan ke tempat semula. Jika anak tidak mau, ibu
harus membantu mengambil benda tersebut
(membantu bukan mengambilkan). Jika anak
mengamuk, ibu harus tetap memaksa anak untuk
mengambil benda tersebut walaupun dibantu atau
sampai dipegangi tangannya hingga anak mengambil
benda tersebut. Setelah anak melakukan
konsekuensinya berilah pujian yang positif, seperti
nah gitu, anak hebat pinter eneng mah sambil
mengelus kepala atau tubuh anak. Hal ini dilakukan
sebagai penguatan dari perilaku yang dilakukan
anak. Sehingga diharapkan lama kelamaan anak akan
faham mana perilaku yang boleh dan tidak boleh
dilakukan.
Jangan sampai anak lolos dari tanggung
jawab ini, ini. Ibu harus terus mengontrol anak
sehingga ketika perilaku ini muncul maka anak
langsung mendapatkan konsekuensinya.
2. Mencubit a. Tidakan preventif A-B-A
teman Jika anak sudah terlihat akan mencubit (yang dimodifikasi)
temannya, sebelum terjadi ibu harus mencegah
prilaku ini muncul. Begitu anak terlihat akan
mencubit temannya, ibu langsung mengambil tangan
anak dan menariknya supaya tidak jadi mencubit.
(bahasa verbal tidak atau jangan tidak digunakan
karena setelah observasi beberapa kali anak jika
dilarang akan semakin merasa ditantang. Oleh karena
itu penggunaan kata ini tidak digunakan).
b. Menerima konsekuensi
Pada tahap ini anak akan diberikan
konsekuensi jika setelah perilaku mencubit
muncul(konsekuensi diberikan ketika perilaku
mencubit muncul dan lolos dari tindakan preventif
ataupun muncul setelah tindakan preventif
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 183
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dilakukan). Jika anak mencubit temannya atau orang


di sekitarnya, maka anak harus segera minta maaf
pada orang yang bersangkutan. Jika anak lari, maka
ibu harus mengejar dan membantu anak untuk
meminta maaf pada yang bersangkutan. Jika anak
enggan maka, ibu harus membantu anak untuk
meminta maaf. Bila perlu raih tangan anak dan bantu
untuk menggenggam tangan anak yang dicubit lalu
berkata maaf yah/ atau maaf.
Setelah anak melakukan konsekuensinya
berilah pujian yang positif, seperti nah gitu, anak
hebat pinter eneng mah sambil mengelus kepala
atau tubuh anak. Hal ini dilakukan sebagai penguatan
dari perilaku yang dilakukan anak. Sehingga
diharapkan lama kelamaan anak akan faham mana
perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
3. Mendorong a. Tidakan preventif, jika anak sudah terlihat A-B-A
4. akan mendorong temannya, sebelum terjadi (yang dimodifikasi)
5. teman ibu harus mencegah prilaku ini muncul.
Begitu anak terlihat akan mendorong
temannya, ibu langsung mengambil tangan
anak dan menariknya supaya tidak jadi
mencubit. (bahasa verbal tidak atau
jangan tidak digunakan karena setelah
observasi beberapa kali anak jika dilarang
akan semakin merasa ditantang. Oleh karena
itu penggunaan kata ini tidak digunakan).

b. Menerima konsekuensi
Jika anak terlanjur mendorong anak, maka
konsekuensi dari perilaku mendorong tersebut adalah
minta maaf secara verbal dengan meraih tangan yang
di dorong. Jika anak tidak mau, maka bantu anak
untuk melakukannya, dengan cara anak mau
mengucapkan kata maaf sambil mengulurkan
tangan. Jika anak masih enggan, paksa anak untuk
melakukannya. Walaupun dengan dibantu oleh ibu.
Setelah anak melakukan konsekuensinya
berilah pujian yang positif, seperti nah gitu, anak
hebat pinter eneng mah sambil mengelus kepala
atau tubuh anak. Hal ini dilakukan sebagai penguatan
dari perilaku yang dilakukan anak. Sehingga
diharapkan lama kelamaan anak akan faham mana
perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Hasil Intervensi Bersumber Daya Keluarga


Mencubit
Melempar
20
20 15
10 10
Melempar Mencubit
5
0
M1 M2 M3 M4 0
M1 M2 M3 M4
184 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

minggu ke empat, perilaku mendorong dan juga


Mendorong perilaku-perilaku negatif lainnya cendrung berkurang
30 karena kondisi subjek yang sedang sakit.
.
20
10 Mendorong
KESIMPULAN
Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga
0 merupakan model intervensi yang paling tepat bagi
M1 M2 M3 M4 anak, khususnya anak berkebutuhan khusus, karena
keluarga lebih mengenal dan memiliki waktu yang
paling banyak dengan anak. Pada pelaksanaan
Melempar Benda
intervensi dini bersumberdaya keluarga yang pertama
Analisis dari perkembangan intervensi selama
dilakukan adalah melakukan pendekatan keluarga
satu bulan ditunjukan dengan data kuantitatif. Yaitu
tujuannya untuk menggali potensi keluarga tersebut
pada minggu pertama perilaku melempar benda ini
dalam rangka mengembangkan potensi anak
muncul sebanyak 10 kali, lalu pada minggu kedua
berkebuthan khusus.
muncul sebanyak 8 kali, lalu pada minggu ke tiga
a) Penyebab Perilaku Negatif yang Muncul Pada
muncul sebanyak 9 kali, lalu pada minggu ke empat
Subjek
muncul sebanyak 3 kali. Dari data kuantitatif ini terlihat
Berawal dari subjek kurang perhatian, subjek
bahwa dari minggu pertama ke minggu kedua, perilaku
akan mencari sosok-sosok yang akan memberikan
ini berkurang sebanyak 2 kali. lalu dari minggu ke dua
perhatian. Subjek akan mencari cara agar mendapat
ke minggu ke tiga naik 1 kali dan dari minggu ke tiga
perhatian. Setelah mendapat perhatian namun subjek
hingga ke empat perilaku ini berkurang kemunculannya
melakukannya dnegan cara yang salah, dan tidak ada
sebanyak 6 kali. Pada minggu ke empat, perilaku
penanganan dari orangtua, oleh karena itu subjek
mendorong dan juga perilaku-perilaku negatif lainnya
menganggap hal tersebut benar adanya. Dan melakukan
cendrung berkurang karena kondisi subjek yang sedang
nya secara berulang-ulang untuk mendapatkan
sakit.
perhatian.
Imitasi dilihat secara berulang bahkan bertahun-
Mencubit
tahun, dilakukan menjadi kebiasaan karena tanpa
Analisis dari perkembangan intervensi selama
adanya arahan dari orangtua dan diperkuat dengan
satu bulan ditunjukan dengan data kuantitatif. Yaitu
lingkungan (baik lingkungan rumah maupun lingkungan
pada minggu pertama perilaku mencubit ini muncul
ibu dan ayah bekerja), setelah terbiasa subjek
sebanyak 6 kali, lalu pada minggu kedua muncul
menganggap hal tersebut menjadi sesuatu yang biasa
sebanyak 15 kali, lalu pada minggu ke tiga muncul
dan melekat menjadi pribadi subjek itu sendiri.
sebanyak 8 kali, lalu pada minggu ke empat muncul
sebanyak 4 kali. Dari data kuantitatif ini terlihat bahwa
b) Stimulus yang Muncul yang Memicu Perilaku
dari minggu pertama ke minggu kedua, perilaku ini
Negatif Muncul
meningkat sebanyak 9 kali. Lalu dari minggu ke dua ke
Dari setiap stimulus yang muncul, disimpulkan
minggu ke tiga berkurang sebanyak 7 kali dan dari
bahwa tujuan dari perilaku subjek tersebut adalah selain
minggu ke tiga hingga ke empat perilaku ini berkurang
menginginkan sesuatu, perilaku-perilaku tersebut
kemunculannya sebanyak 4 kali. Pada minggu ke
muncul untuk mendapatkan perhatian. Perhatian dari
empat, perilaku mendorong dan juga perilaku-perilaku
teman-teman sepermainan ataupun orang dewasa yang
negatif lainnya cendrung berkurang karena kondisi
ada di sekitarnya. Subjek sangat ingin diperhatikan,
subjek yang sedang sakit.
namun caranya salah dan subjek tidak tahu cara yang
benar ketika ingin diperhatikan. Gerak gerik yang
Mendorong dilakukan subjek lebih banyak karena ingin
Analisis dari perkembangan intervensi selama mendapatkan perhatian orang-orang di sekitarnya.
satu bulan ditunjukan dengan data kuantitatif. Yaitu Selain dari beberapa perilaku yang memang
pada minggu pertama perilaku melempar benda ini dinikmatinya karena menyenangkan.
muncul sebanyak 27 kali, lalu pada minggu kedua
muncul sebanyak 5 kali, lalu pada minggu ke tiga c) Hasil Program Intervensi pada Subjek
muncul sebanyak 12 kali, lalu pada minggu ke empat Data kuantitatif menunjukan adanya penurunan
muncul sebanyak 6 kali. Dari data kuantitatif ini terlihat dan kenaikan frekuensi perilaku yang muncul adalah
bahwa dari minggu pertama ke minggu kedua, perilaku masih fluktuatif. Setiap minggunya perilaku-perilaku
ini berkurang sebanyak 22 kali dan pengurangan yang tersebut masih bisa turun dan naik. Hal ini tidak terlepas
sangat drastic jika dilihat dari perilaku-perilkau lain. dari peran ibu yang menjalankan program memang
Lalu dari minggu ke dua ke minggu ke tiga naik 7 kali belum sepenuhnya konsisten. Padahal konsitensi sangat
dan dari minggu ke tiga hingga ke empat perilaku ini diperlukan dalam keberhasilan program ini, karena
berkurang kemunculannya sebanyak 6 kali. Pada konsistensi dari orangtua dalam hal ini ibu akan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 185
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

menunjukan sikap yang kontras antara perilaku yang Setiawati, s. (2016, Maret 11). Blogspot.co.id. Retrieved
boleh dan tidak boleh dilakukan oleh subjek. januari 6, 2017, from Blogspot.co.id:
d) Pemberian Edukasi http://sulistianasetiawati.blogspot.co.id/2016/03/
Kesadaran ibu akan pentingnya mengubah pola gangguan-emosi-dan-perilaku-anak.html
asuhpun tidak konsisten. Jika telah berdiskusi dengan Bricker, Diane and Waddel, Misti.(1996). AEPS
intervensionist ibu terlihat lebih tegas dan mau Curriculum for Three to Six Years.
mengubah cara asuhnya, namun setelah beberapa hari Baltimore, Maryland: Paul H Publishing
kemudian cara asuhnya bisa kembali seperti semula. Co.
e) Pemberian materi intervensi untuk diberikan Chun-Yu Chiu. (2013). Family Needs And Family
pada subjek Quality Of Life For Taiwanese Families Of
Pada saat penjelasan program yang akan ibu Children With Intellectual Disability And
lakukan untuk subjek, yaitu program intervensi untuk Developmental Delay : degree program in
mengubah perilaku subjek ibu terlihat mengerti Special Education. Faculty of the
walaupun memang pasif. Lebih banyak mendengarkan University of Kansas in partial fulfillment of
intervensionis dan jarang bertanya. Ini juga yang the requirements for the degree of Doctor of
menjadikan intervensionis berhati-hati dalam Philosophy.
mengutarakan maksud, karena ditakutkan ibu salah Hurlock, E.B. (2002). Psikologi Perkembangan (Edisi
dalam menanggapi pernyataan intervensionist. Kelima), Jakarta : Erlangga
f) Pelaksanaan intervensi Iakandar, Karakteristik Sosial Emosinal Anak Usia
Pada pelaksanaan intervensi, ibu belum mampu Prasekolah (3-6 Tahun) 20 April 2016
konsisten dalam menerapkan program. Kesadaran ibu http://iskandar- al-
mengenai pola asuh harus lebih sering dipupuk kembali. jaya.blogspot.co.id/2014/12/makalah-
Dan ibu memerlukan sosok yang mengingatkan karakteristik- sosial-emosional.html
pentingnya mengubah pola asuh dan harus konsisten
Isnaini, Psikologi Anak 15 April 2016
dalam menerapkan program. Karena jika dilepas sendiri,
https://isnainiwulanfebriana.wordpress.com/
ibu akan mudah lupa dalam proses intervensi pada
Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development :
subjek.
Perkembangan Masa Hidup (edisi kelima).
(Penerj. Achmad Chusairi, Juda Damanik ; Ed.
DAFTAR RUJUKAN
Herman Sinaga, Yati Sumiharti). Jakarta :
Rahardja Djadja, (2006), Pengantar Pendidikan Luar
Erlangga
Biasa, CRICED, University of Tsukuba
Sri Lestari.(2012).Psikologi Keluarga Penanaman nilai
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif
dan penanganan konflik keluarga.
Kualitatif dan R&D. Bandung : ALFABETA.
Jakarta:Kencana Prenanda Media Group.
Sugiyono. (2010). Memahami penelitian Kualitatif.
Bandung : ALFABETA.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PENGARUH INTERVENSI BERBASIS KELUARGA DALAM MENINGKATKAN


KETERAMPILAN BAHASA ANAK TUNANETRA USIA DINI
(The influence of family-based interventions in improving the language skills of children with visual
impairment early age)

Rina Maryantia, Rindi Magneti Rahayu b , Anita Sumirat c, Ina Herlina Aprianid

abcd Universitas
Pendidikan Indonesia
E-mail: rina.maryanti@student.upi.edu

Abstrak: Anak tunanetra adalah anak yang mengalami hambatan dalam penglihatan, sehingga salah satu
dampak yang terjadi adalah anak kesulitan dalam mempersepsikan dan memahami sesuatu yang ada
dilingkungannya. Hal tersebut akan mengakibatkan pula sedikitnya kosakata yang dipahami anak jika
lingkungan kurang menstimulasi keterampilan berbahasa pada anak. Keluarga merupakan pendidikan yang
pertama dan utama bagi anak. Sehingga intervensi dari keluarga sangaatlah penting dilakukan, guna
menstimulasi meningkatnya keterampilan bahasa pada anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan menguji pengaruh intervensi berbasis keluarga terhadap peningkatan keterampilan bahasa pada anak
tunanetra di usia dini. M etode yang digunakan adalah eksperimen dengan desain penelitian singel subjec
research. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes kinerja dengan instrumen yang dikembangkan
dari aspek perkembangan bahasa anak usia dini menurut Santrok dan Hurlock. Hasil penelitian menunjukan
pada fase baseline-1(A-1) subjek memperoleh presentase sebesar 39,19% untuk keterampilan bahasa pada
anak. Setelah melakukan intervensi pada subjek mengalami peningkatan menjadi 88,66%. Jadi subjek
mengalami peningkatan sebesar 49,47%. Hal tersebut menunjukan bahwa terdapat pengaruh intervensi
berbasis keluarga dalam meningkatkan keterampilan bahasa pada anak tunanetra usia dini. Berdasarkan hasil
penelitian ini sekiranya dapat menjadi bahan pertimbangan pendidik baik guru maupun orang tua yang
memiliki anak tunanetra dalam mengembangkan bahasa pada anak tunanetra.
Kata Kunci:Intervensi Berbasis Keluarga, Keterampilan Bahasa Ekspresif, Anak Tunanetra Usia Dini

Abstract: Children with visual impairments are children who experience obstacles in sight, so that one of the
effects that occur are children difficulty in perceiving and understanding something that is available in the
environment. This would result in the least well understood vocabulary of a child if the environment is less
stimulating language skills in children. The family is the first and primary education for children. So that the
intervention of sangaatlah family is important, in order to stimulate increased language skills in children.
The purpose of this study was to determine and test the effect of family-based intervention to increase
language skills in children with visual impairments at an early age. The method used was experimental
research design research subjec singles. The data collection technique used is to test the performance with
instruments developed aspects of early childhood language development by Santrok and Hurlock. The results
showed the baseline phase-1 (A-1) subject acquire a percentage of 39.19% for language skills in children.
After intervention on the subject has increased to 88.66%. So the subject has increased by 49.47%. It shows
that there are significant family-based interventions in improving language skills at an early age blind
children. Based on these results if it can be considered both teacher educators and parents of blind children
in developing language in children with visual impairment.
Keywords:Family-based interventions, Expressive Language Skills, Early Age Children with Visual
Impairment

PENDAHULUAN ketunanetraannya, akan berdampak pada beberapa


Keluarga merupakan pendidikan yang pertama permasalahan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari
dan utama bagi anak. Oleh karena itu peran keluarga anak tunanetra. Salah satunya yaitu keterlambatan atau
sangat penting dalam mengembangkan potensi yang lamanya pemahaman konsep bagi anak tunanetra akan
dimiliki anaknya. Begitupun pada anak tunanetra. Anak suatu hal, karena salah satu media atau panca indra
tuanetra adalah anak yang mengalami hambatan dalam untuk memperoleh informasi secara visual mengalami
penglihatan. Menurut Heru (2012) mengemukakan permasalahan. Sebagaimana ditemukan dilapangan
anak tunanetra adalah individu yang indera bahwa, pada anak tunanetra usia dini mengalami
penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai hambatan dalam aspek bahasa, hal itu dapat terjadi
saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari karena stimulus dari lingkungan sekitar kurang
seperti orang awas.Dengan karakteristik mendukung untuk perkembangan bahasa anak tunanetra
usia dini. Kemampuan bahasa sangatlah penting

187
188 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dikembangkan (Allen, K. E., & Marotz, L. R., 2010, Keterangan:


hlm. 54). Membantu anak-anak dalam A 1 = Baseline-1 kemampuan bahasa anak sebelum
mengembangkan semua bidang tubuh dan pikiran dilakukan intervensi atau sebelum diberikan
melalui kesempatan yang direncanakan untuk perlakuan
merasakan, mengeksplorasi, dan bermain dengan B = Intervensi atau adanya perlakuan dengan
berbagai benda disebut stimulasi atau pembimbingan intervensi berbasis keluarga
dini (Niemann, S dan Jacob, N., 2000, hlm.8). A 2 = Baseline-2 kemampuan bahasa anak sesudah
Intervensi yang dilakukan khususnya bagi anak dilakukan intervensi atau sesudah diberikan
tunanetra sebaiknya dilakukan pada saat anak berusia perlakuan
dini, karena pada masa itu adalah masa golden age bagi
anak, perkembangan bahasa akan berlangsung sangat Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak
cepat. Tentunya dalam pelaksanaannya peran serta tunanetra usia dini. Variabel bebas dalam penelitian ini
keluarga sangatlah penting dalam hal ini. Oleh, sebab adalah intervensi berbasis keluarga, sedangkan variabel
itu dalam penelitian ini peneliti mencoba melakukan terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan bahasa
penelitian dengan judul Intervensi Berbasis Keluarga anak tunanetra usia dini.
dalam Meningkatkan Kemampuan Bahasa Anak
Tunanetra Usia Dini. Hal ini dimaksudkan untuk HASIL
mengetahui apakah intervensi berbasis keluarga dapat Hasil deskripsi data pada pelaksanaan intervensi
meningkatkan kemampuan bahasa anak tunanetra usia berbasis keluarga terhadap peningkatan kemampuan
dini. bahasa anak tunanetra usia dini akan dijelaskan pada
tabel dibawah ini:
METODE Tabel:2 Hasil intervensi berbasis keluarga dalam
Metode penelitian yang digunakan adalah meningkatkan kemampuan bahasa anak tunanetra usi
metode penelitian eksperimen. Desain penelitian yang dini
digunakan adalah single subject research (SSR). Desain
penelitian ini sebenernya memenuhi kriteria Sesi Fase
eksperimen, dimana adanya perlakuan atau intervensi A1 B A2
dari variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat. Sesi 1 38.90 54.65 89.66
Adanya pre-test atau lebih dikenal dengan baseline-1 Sesi 2 38.12 63.96 87.34
(A1), treatment/ intervensi (B), dan post-test atau lebih Sesi 3 40.19 77.66 90.09
dikenal dengan baseline-2 (A2). Agar lebih jelas lihat Sesi 4 39.55 85.55 87.55
grafik berikut: Jumlah 156.76 281.82 354.64
Rata-rata 39.19 70.45 88.66

Pada fase baseline-1 (A1 ) data yang diperoleh


mengenai kemampuan bahasa anak pada pengamatan
test sesi 1 sampai sesi 4 adalah 38.90, 38.12, 40.19, dan
39.55 persen. Sehingga jumlah yang diperoleh 156.76
dengan rata-rata 39.19. Pada fase ini data kemampuan
bahasa anak sangat kurang dan data yang diperoleh pun
stabil karena tidak ada pengaruh dari intervensi
sehingga intervensi dapat mulai dilakukan.
Pada fase intervensi (B) data yang diperoleh
mengenai kemampuan bahasa anak pada pengamatan
test sesi 1 sampai sesi 4 adalah54.65, 63.96, 77.66 dan
85.55 persen. Pada fase intervensi dengan intervensi
Grafik 1: Design ABA Singel Subject Research berbasis keluarga ini, kemampuan bahasa anak terus
(Sumber: Sunanto, J., mengalami peningkatan dan data yang diperolehpun
stabil.
Adapun tabel penjelasan mengenai SSR design Pada fase baseline-2 (A2 ) data yang diperoleh
ABA adalah: mengenai kemampuan bahasa anak pada pengamatan
Tabel 1: Singel Subject Research Design A -B-A test sesi 1 sampai sesi 4 adalah89.66, 87.34, 90.09, dan
(Sumber, Sunanto, J., Takeuchi, K., Nakata, H., 2006, 87.55 persen. Sehingga jumlah kesesluruhan adalah
Hlm.85) 354.64 dengan rata-rata 88.66. Pada fase ini data terlihat
stabil dan tidak adanya peningkatan karena tidak adanya
Sesi Baseline- Intervensi Baseline- perlakuan intervensi.
1 2 Dari data yang diperoleh kemampuan bahasa
A1 B A2 anak tunanetra setelah dilakukan intervensi dengan
intervensi berbasis keluarga mengalami peningkatan, itu
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 189
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dapat diketahui dari jumlah nilai rata-rata pada fase (2) Setelah dilakukan intervensi berbasis
baseline-2 setelah dilakukan intervensi mengalami keluarga kemampuan bahasa anak tunanetra meningkat.
peningkatan sebesar 49.47 % dibandingkan pada fase Saran
baseline-1 sebelum dilakukan intervensi. Mengacu pada hasil analisis dan kesimpulan
hasil penelitian, maka peneliti memberikan beberapa
PEMBAHASAN rekomendasi sebagai berikut: (1) Peneliti menyarankan
Hasil penelitian yang dilakukan, peneliti kepada pemerintah daerah setempat untuk membuat
menemukan berbagai penemuan yang diuraikan pada program penyuluhan bagi keluarga yang memiliki anak
bagian pembahasan ini. Adapun pembahasan hasil berkebutuhan khusus, agar pemahaman orang tua
penelitian adalah sebagai beriku: (1) Pada saat fase tentang bagaimana cara menangani anak berkebutuhan
baseline-1 (A 1 ) kemampuan bahasa pada anak tunanetra khusus lebih luas . (2) Peneliti menyarankan kepada
sebelum dilakukan intervensi tidak mengalami keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus agar
peningkatan dan memperoleh hasil rata-rata 39.19%. (2) melakukan intervensi lebih dini kepada anaknya saat
Pada saat proses intervensi dilakukan dengan usia anak masih dini. (3) Penulis menyarankan agar
melibatkan keluarga atau intervensi berbasis keluarga, intervensi yang dilakukan dengan melalui intervensi
dalam hal ini kemampuan bahasa anak mengalami berbasis keluarga, karna keluarga merupakan
peningkatan dan data yang diperolehpun stabil. (3) pendidikan yang pertama dan utama bagi anak
Pada saat fase baseline-2 (A 2 ) setelah dilakukan
intervensi melalui intervensi berbasis keluarga diperoleh DAFTAR PUSTAKA
data dari hasil rata-rata sebesar 88.66%. Allen, K. E., & Marotz, L. R. (2010). Profil
Dari data yang diperoleh jelas terlihat bahwa Perkembangan Anak Prakelahiran Hingga Usia
kemampuan bahasa anak tunanetra diusia dini setelah 12 Tahun Edisi 5. Bandung: PT Indek.
dilakukan intervensi berbasis keluarga mengalami Hurlock, E.B . (1978). Perkembangan Anak . Jakarta :
peningkatan sebesar 49.47 %. Menurut Santrok, J, W Erlangga
(2007, hlm. 109) mengemukakan bahwa perkembangan Heru (2012). Definisi Karakteristik dan Klasifikasi
bahasa terjadi sangat pesat pada masa golden age anak. Tunanetra. Dikutif dari:
Peran keluarga sangatlah penting dalam mendukung [online]:http://herubox.blogspot.co.id/2012/07/d
perkembangan bahasa anak di usia dini (Hurlock, E,B,. efinisi-karakteristik -dan-klasifikasi.html
1978, hlm. 127). Dari data hasil penelitian pun memang Niemann, S dan Jacob, N (2000). Membantu Anak -anak
terlihat adanya pengaruh intervensi berbasis keluarga Tunanetra. California:Berkeley
dalam meningkatkan kemampuan bahasa anak tunanetra Santrock, J. W. (2007). Perkembangan Aanak Edisi
usia dini. Kesebelas Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sunanto, J. (2010). Penelitian dengan SSR. Dikutif dari:
KESIMPULAN DAN SARAN [online]:
Kesimpulan http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._L
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data UAR_BIASA/196105151987031JUANG_SUN
yang dijelaskan sebelumnya, maka penulis dapat ANTO/SINGLE_SUBJECT_RESEARCH_%5B
menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: (1) Compatibility_Mode%5D.pdf
Terdapat pengaruh intervensi berbasis keluarga terhadap Sunanto, J., Takeuchi, K., Nakata, H. (2006). Penelitian
peningkatan bahasa anak tunanetra usia dini. dengan subyek tunggal. Edisi kesatu. Bandung:
UPI Press

.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

INTERVENSI DINI BERSUMBERDAYA KELUARGA BAGI KELUARGA


DENGAN ANAK DOWN SYNDROME
(Early Intervention Be Based On Family For Family With Down Syndrome Children)

Sidiq Purnama Rachmat a, Schendy Tiara Putri Ab, Rahim Kurniawan Anwarc, Rini Lestarid
abcd
Pendidikan Khusus Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
E-mail : sidiqpr@gmail.com

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang program intervensi dini bersumber daya keluarga lalu
mengimplementasikan program tersebut pada keluarga yang memilik anak Down syndrome. Instrumen yang
peneliti gunakan untuk asesmen keluarga yaitu Family Quality of Life dan instrument assessment yang
digunakan kepada anak Down syndrome menggunakan beberapa aspek yaitu Bahasa, Sosial, Emosi,
Komunikasi, Kognitif, Motorik dan ADL. Program intervensi yang dibuat berlandaskan asesmen dari potensi
dan kebutuhan keluarga tersebut. Setelah program intervensi dibuat, program intervensi tersebut diaplikasikan
kepada keluarga dengan beberapa proses tahapan dalam pengaplikasiannya. Hasil dari penelitian ini setelah
diamati selama proses menunjukan bahwa terdapat perubahan kemampuan pada orang tua dari baseline awal
yaitu dengan nilai sebesar 30% sebelum dilaksanakannya program intervensi dini bersumber daya keluarga
dan setelah evaluasi atau setelah diaplikasikannya program mengalami peningkatan yaitu mendapatkan nilai
85%, dan kemampuan anak sebelum di aplikasikan program intervensi atau baseline awal yaitu mendapatkan
nilai 25% setelah dilaksanakannya program intervensi dini bersumber daya keluarga maka mengalami
perubahan menjadi 66,66%. Intervensi yang dilakukan oleh keluarganya sendiri akan lebih sangat berpengaruh
terhadap kemampuan anak, maka pemberian intervensi dini dimulai dari lingkungan terdekat anak yaitu
keluarga. Dikarenakan keluarga merupakan tempat tumbuh dan berkembang anak dan sebagai wahana alamiah
dalam pengembangan diri mencapai perkembangan yang optimal akan membuat pelaksanaan program
intervensi dini dengan bersumber daya keluarga akan sangat efektif.
Kata kunci: Intervensi dini, Down syndrome, asesmen, intervensi keluarga.

Abstract: The purpose of this study was to design early intervention programs resourced families and
implementing the program on the family who has Down syndrome child. Instrument that researchers use to
assess the family is Family Quality of Life and instrument of assessment for children with Down syndrome
using some aspects of language, social, emotions, communication, cognitive, motor and ADL. Intervention
program created based on assessment the potential and needs of the family. Afterwards the intervention
program be apply for families with several stages in the process of application. The results of this study as
observed during the process shows that there are changes in the ability of the parents of the initial baseline
with a value of 30% prior to the implementation of early intervention programs resourced families and after
evaluation or implementation program has risen get the value of 85%, and the ability children in the
intervention programs before they are implemented or the initial baseline is to get a value of 25% after the
implementation of early intervention programs resourced family then undergo a change that becomes 66.66%.
The interventions made by his own family will be more greatly affect the ability of children, the provision of
early intervention starting from the immediate environment of children, families. Because of family is where
children grow and develop naturally and as a vehicle for self-development achieve optimal development, the
early intervention programs be based on family will be very effective.
Keywords: Early intervention, Down syndrome, asesment, family intervention.

PENDAHULUAN yang dialami anak. Untuk itu butuh sikap sadar dari
Realitas yang terjadi akan istilah anak orangtua yang diaplikasikan dengan keikhlasan,
berkebutuhan khusus menjadikan momok tersendiri semangat, kegigihan, kreatifitasan, serta keseriusan
bagi orangtua yang terkadang membuat para orangtua dalam memahami kondisi anak dalam segala aspek.
putus asa. Kurangnya pemahaman dan terpenjara oleh Orangtua merupakan garda terdepan dalam
rasa bersalah, tidak percaya, ketakutan, dan berbagai pencapaian prestasi kemampuan anak dalam segala
macam emosi lainnya mempengaruhi sikap penerimaan aspek kehidupannya. Peran orangtua yang aktif dituntut
orangtua. Sikap ini tentu bukanlah apresiasi yang sebagai sarana efektif dalam memaksimalkan potensi
diharapkan dalam menerima kondisi yang terjadi. Anak anak menuju kondisi aktual yang diharapkan. Orangtua
berkebutuhan khusus membutuhkan layanan pendidikan dituntut aktif dimulai periode perkembangan yakni dari
yang spesifik yang berbeda dengan anak pada Prenatal Period, Infancy, Toddlers dan Preschoolers.
umumnya karena hambatan belajar serta hambatan Untuk dapat membantu proses pengembagan
perkembangan (Barrier to Learning and Development) berbagai aspek perkembangan anak maka setiap

191
192 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

orangtua diharapkan dapat memahami milestone Sebagaimana biasanya dalam pemaksimalan


perkembangan anak. Setiap anak memiliki keunikan kemampuan anak hanya berpusat pada anak, tapi
dan perbedaan dalam setiap proses tumbuh sekarang lingkungan anakpun disumberdayakan sebagai
kembangnya. Mempelajari identitas masa tumbuh wadah kolaboratif yang efektif untuk kesuksesan
kembang anak-anak merupakan modalitas yang penting perkembangan anak secara optimal.
yang perlu dipahami dengan baik oleh orangtua untuk Berdasarkan hal tersebut, maka tampakah
dapat nantinya memberikan pengajaran ataupun pola bagaimana pentingnya serta kekuatan peran keluarga,
asuh pada anak dengan tepat. keaktifan orangtua dalam memainkan peran sebagai
Bagi perkembangan anak, periode usia dini garda terdepan dalam membantu proses perkembangan
merupakan periode yang terpenting yang perlu optimal bagi anak berkebutuhan khusus. Pelaksanaan
mendapat penanganan sedini mungkin terhadap segala intervensi kepada anak tidak akan berjalan dengan
kemungkinan yang tampak dalam masa perkembangan maksimal jika lingkungan keluarga tidak memainkan
anak. Frobel (Shanty, M. 2012: 3) berpendapat bahwa peran pentingnya dalam pembentukan wadah yang
masa anak merupakan suatu fase yang sangat penting mendukung dan dapat menjadi kolaboratif dengan
dan berharga, dan merupakan masa pembentukan dalam capacity bulding yang dimiliki. Sehingga fokus
periode kehidupan manusia (a noble and mallaeable intervensi dini mengembangkan potensi keluarga untuk
phase of human life). Oleh karena itu pantaslah masa menjadi sarana yang aktual bagi menunjang potensi
anak dipandang sebagai masa golden age bagi anak
terselenggaranya pendidikan bagi anak. Pada masa ini
dituntut bagaimana pemberian perilaku yang tepat bagi METODE
anak akan menjadi penentu bagi perkembangan Metode penelitian yang digunakan dalam
kedewasaan anak dari segala aspek, yaitu kognitif, penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen.
sosial, bahasa, kemampuan motorik serta pertumbuhan Desain penelitian yang digunakan Pretest-posttest
fisik anak. Desain.
Pemaksimalam perkembangan dalam masa Subjek dalam penelitian ini adalah satu keluarga
golden age pada setiap anak tak terlepas dari bagaimana yang memiliki anak Down Syndrome usia dini yang
lingkungan tumbuh anak memberikan stimulus dalam bersekolah di SLB Pancaran Iman Bandung.
perkembangan tersebut. Seperti pandangan John Loke
pada abad ke 17, yang mengistilahkan Tabula Rasa, HASIL
anak terlahir seperti papan kosong dan pengalaman Hasil deskripsi dari penelitian ini yaitu intervensi
masa kanak kanak akan menentukannya di masa dini bersumberdaya keluarga bagi anak Down
dewasa kelak. Kemampuan yang dimiliki oleh anak Syndrome adalah pada Diagram di bawah ini:
merupakan hasil proses belajar serta stimulus yang Diagram 1 Evaluasi Kemampuan Orangtua
diberikan lingkungan sehingga proses asimiliasi ini
menjadi tahap konstruksi bagi anak sehingga
terakomodasikan sebagai bentuk perilaku potensial
anak yang harus dikembangkan menuju tahap aktual
dan begitu seterusnya. Hal ini tidak terkecuali untuk
anak berkebutuhan khusus sekalipun.
Karena salah satu aspek keberhasilan masa
perkembangan anak ditentukan oleh lingkungan, maka
ketika terjadi permasalahan pada tahap tumbuh
kembang anak yang merupakan dampak dari kebutuhan
khusus yang dialami anak yang sudah definitif memiliki
hambatan (Developmentally Delay) maka perlu
disegerakan implementasi intervensi dini melalui Berdasarkan evaluasi program intervensi pada
pemberdayaan keluarga. Yang pelaksanaan utamanya orangtua yang dapat diamati pada diagram 1
adalah lingkungan keluarga anak, dengan asusmsi berdasarkan observasi, wawancara, asesmen serta data
bahwa lingkungan rumah dan keluarga adalah penunjang lainnya melalui dokumentasi, lembar
lingkungan alamiah bagi anak serta intensitas interaksi monitoring dan buku penghubung pada saat
dan komunikasi dalam keluarga sangat besar pelaksanaan program terjadi peningkatan yang dari
memberikan sumbangsih dalam pencapaian baseline awal yang berjumlah 30% dan setelah
perkembangan anak secara optimal. dilaksanakannya program intervensi dini
Hal ini merupakan terobosan terbaru dalam bersumberdaya keluarga yang berjumlah 85%.
penanganan anak berkebutuhan khusus, khususnya yang
mengalami Down Syndrome yang mengadopsi teori
ecological social system, dimana lingkungan dipandang
sebagai wahana alamiah dalam pengembangan diri
untuk mencapai perkembangan yang optimal.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 193
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Berikut hasil evaluasi terhadap anak adalah pada perjuangan para orangtua yang luar biasa yang
Diagram dibawah ini: membesarkan anak Down Syndrome menjadi pelecut
Diagram 2 Evaluasi Kemampuan Anak semangat orangtua untuk bangkit dan mulai merancang
program kedepannya untuk meningkatkan kemampuan
kemandirian anak dimasa depan.
Pada aspek Pemahaman Orangtua kondisi
awal orangtua sebagai berikut orangtua terhadap
kondisi anak berkembang secara otodidak berdasarkan
pengalaman orangtua. Sikap orangtua yang selalu
mendampingi anak dan berusaha selalu membantu anak
dalam kegiatannya memenjarakan orangtua dalam
konsep bahwa anak Down Synrome harus selalu
didampingi sehingga menghambat pengaktualan potensi
yang dimiliki anak. Program intervensi yang penulis
rancang Memberikan buku referensi Merawat Bayi
Berdasarkan evaluasi program intervensi pada
dengan Syndroma Down, Diskusi bersama penulis,
anak yang dapat diamati pada diagram 5.3 berdasarkan
Demonstrasi kegiatan pengembangan potensi anak.
observasi, wawancara, asesmen serta data penunjang
Pencapaian setelah dilaksanakannya program intervensi
lainnya melalui dokumentasi, lembar monitoring dan
Sikap penerimaan orangtua yang mulai baik
buku penghubung pada saat pelaksanaan program
menjadikan semangat untuk mengaktualisasikan
intervensi terjadi peningkatan yang dari baseline awal
kemampuan dalam memahami kondisi Down
yang berjumlah 25% dan setelah dilaksanakannya
Syndrome. Pencapaian ini tampak ketika pada awalnya
program intervensi dini bersumberdaya keluarga yang
orangtua menganggap anak akan selalu membutuhkan
berjumlah 66,66%.
bantuan orangtua namun setelah berdiskusi dan melihat
banyak hal orangtua memahami hambatan kebutuhan
PEMBAHASAN anak serta potensi yang akan dimaksimalkan
Hasil penelitian yang telah dilaksankan oleh pengaktualannya dengan kompensatoris yang tepat akan
peneliti, maka peneliti mendapatkan beberapa menjadikan anak tumuh berkembang dengan mandiri
perubahan yang cukup signifikan. Evaluasi program dimasa depannya.
pada keluarga dilihat berdasarkan observasi, Pada aspek Kualitas Waktu Bersama Anak
wawancara, asesmen serta data penunjang lainnya yaitu kondisi awal orangtua sebagai berikut Memiliki waktu
melalui dokumentasi, lembar monitoring dan buku yang lebih banyak bersama anak dimanfaatkan ibu
penhubung pada saat pelaksanaan program intervensi. hanya untuk membiarkan anak bermain semaunya tanpa
Berikut pembahasan penelitian pada keluarga terutama ada pengarahan untuk dimaksimalkan menjadi wadah
orangtua. yang tepat memberikan pelayanan intervensi kepada
Pada aspek Penerimaan Orangtua kondisi awal anak. Sedangkan ayah yang bekerja sseharian ketika
orangtua sebagai berikut Dikaruniai anak dengan pulang bekerja hanya bermain tanpa diarahkan untuk
kondsi Down Syndrome pada kelahiran anak pertama belajar. Program intervensi yang penulis rancang
menjadi kesedihan tersendri dibalik keharuan akan Diskusi bersama tim tentang program intervensi
kelahiran anak. Sikap ayah yang mencoba berupa belajar sambil bermain yang bisa dipraktekan
menenangkan ibu dan selalu bersikap tegar stidaknya orangtua. Pencapaian setelah dilaksankannya program
dapat menjadi penghapus tangis ibu dalam menerima intervensi Waktu bermain anak dimaksimalkan
kondisi anak. Namun ibu memiliki waktu bersama orangtua dengan pemberian program intervensi. Sambil
dengan anak lebih lama dari pada ayah menjadikan ibu bermain bersama orang tua menyisipkan pembelajaran
terus tenggelam dalam kesedihan. Walaupun terus sehingga waktu bermain anak dapat menjadi lahan yang
mencoba untuk tegar dalam menerima kondisi anak. efektif dan bisa dimaksimalkan untuk meningkatkan
Yang diperlihatkan ibu selalu mendampingi anak untuk kemampuan anak serta partisipasi orangtua dalam
setiap aktifitas anak tanpa mengembangkan potensi memberikan pola asuh lebih terarah dan baik.
anak. Program intervensi yang penulis rancang Karya Salah satu aspek yang penulis rancang untuk
wisata ke acara POSTADS, Memberikan video anak yang mengharuskan keluarga ikut serta berperan
Motivasi dan potensi anak Down Syndrome. aktif dalam kegiatan yaitu Pemahaman Mengajarkan
Pencapaian setelah dilaksanakan program Sikap Mengenakan Pakaian Berkancing kondisi awal
penerimaan orang tua terhadap kondisi anak lebih baik orangtua sebagai berikut Ketika anak akan
serta memahami potensi anak serta hambatan yang mengenakan seragam sekolah ataupun pakaian
dialami anak, sehingga cara pandang dan harapan orang berkancing orangtua terutama ibu selalu memasangkan
tua terhadap anak sesuai dengan notrmative kancing tanpa melatih anak untuk mencoba
kemampuan realistis anak. Pandangan orangtua yang memasangkan sendiri. Program intervensi yang
pada awalnya menerima kehadiran anak disertai dengan penulis rancang adalah Diskusi, Demonstrasi,
kondisi Down Synrome menjadi pukulan mental yang Modeling. Pencapaian setelah dilaksanakannya
menghiasi hari-hari mereka dalam membesarkan anak, program Orangtua tidak memahami cara mengajarkan
namun setelah pelaksanakan intervensi dan melihat
194 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

anak untuk memasang kancing, orangtua lebih suka kemampuan anak salah satunya dalam memasang
membantu memasngkan kancing dibandingkan dengan kancing membutuhkan kemampuan motoric halus
anak yang melakukannya sendiri, karena menurut tangana anak serta kordinasi mata dan tangan. Bagi
orangtua itu akan memakan banyak waktu, namun anak kemampuan motoric halus kurang berkembang
setelah program intervensi dilaksanakan orangtua dengan baik sehingga mengakibatkan anak kurang bisa
memahami tahapan cara melatih mengenakan pakaian dalam memasang kancing. Program intervensi yang
berkancing kepada anak dan mau memberikan penulis rancang Mewarnai, Membuat kolase, Bermain
kesempatan untuk anak mencoba memasangkan plastisin, Meronce. Pencapaian setelah
kancingnya sendiri. dilaksanakannya program Setelah layanan intervensi
Pada aspek Pemahaman Orangtua Mengenai dilaksanakan oleh orangtua pada anak, dimana dalam
Intervensi Dini kondisi awal orangtua sebagai berikut mengajarkan memasangkan kancing baju anak
Orangtua memandang bahwa anak tidak mampu diajarkan keterampilan lainnya guna menunjang
mandiri dan selalu membutuhkan bantuan hingga kemampuan motorik anak diantaranya anak dilatih
kurangnya penguatan yang dilakukan oleh orangtua untuk mewarnai hasil kerja anak memperlihatkan
terhadap kemampuan kemandirian anak, orangtua bahwa ada peningkatan dari kepadatan mewarnai,
kurang mempercayai anak dalam kemandiriannya. ketilitian anak mulai ada peningkatan walaupun tidak
Program intervensi yang penulis rancang Diskusi, terlalu signifikan kenaikannya, anak mulai bisa
Demonstrasi, Membuatkan panduan program menyobekan kertas untuk mebuat kolase, anak mulai
intervensi. Pencapaian setelah dilaksanakannya mengilustrasikan bentuk menggunakan plastisin
program Setelah tim berdiskusi mengenai program meskipun tidak sempurna, dalam meronce anak mulai
intervensi dini bersama orangtua, namun setelah bisa melakukannya meskipun kurang focus dan teliti.
pelaksanaannya orangtua bisa lebih kreatif dalam Pada aspek Kemampuan Anak Berpakaian
mengembangkan program interversi dini secara mandiri kondisi awal anak sebagai berikut Belum
salah satunya yang terlihat orang tua mengembangkan terbangunnya kemandirian anak dalam mengenakan
dan berimprovisasi mengenai program intervensi dini, pakaian dan anak belum bisa membedakan pakaian
yaitu dari ayah setiap melaksanakan kegiatan bermain kaos oblong dan pakaian berkancing, lalu anak belum
yang telah dirancang oleh tim, ayah memberikan sebuah bisa memasangkan kancing pada lubangnya dengan
clue kepada anak apabila anak tidak bisa, dan tepat lalu anak belum mampu mengidentifikasi lubang
pengembangan program intervensi dini yang leher dan lubang lengan. Program intervensi yang
dikembangkan oleh ibu seperti membuat gantungan penulis rancang Bermain peran, Demonstrasi,
menggunakan kertas berwarna, mengajarkan anak Latihan. Pencapaian setelah dilaksanakannya program
mengenal warna dan melatih motoric anak dengan Setelah pemberian layannan intervensi yang
menyerut pensil warnanya dilaksanakan oleh orangtua yang diberikan kepada
Berikut pembahasan hasil program intervensi anak, tampak beberapa peningkatan kemampuan
dini bersumber daya keluarga pada anak yang telah diantaranya anak sudah mulai bisa memasukan kancing
dilaksakan oleh keluarga yang didampingi oleh penulis. yang berukaran besar dan sedang kedalam lubang
Pada aspek Kemampuan Kognitif Anak kancing dengan tepat dan mandiri sedangkan untuk
kondisi awal anak sebagai berikut Anak mengalami kancing berukuran kecil atau seragam sekolah masih
hambatan pada kemampuan kognitif yang memerlukan bantuan dan perlu dilatih kembali. Anak
mengakibatkan lemahnya dalam menangkap stimulus sudah bisa membedakan baju berkancing dan kaos
dari lingkungan. Sehingga kondisi ini menyebabkan oblong, dan anak sudah bisa mengidentifikasi lubang
anak kesulitan dalam mengidentifikasi benda-benda lengan dan lubang leher pada pakaian.
disekitar salah satunya antara baju kaos oblong baju Pada aspek Kemampuan Social Emosi Anak
berkancing, cara mengenakan pakain berkancing baik kondisi awal anak sebagai berikut Anak masih tertutup
memasukan tangannya kedalam lubang tangan maupun dan sulit untuk terbuka serta berinteraksi dengan
memasang kancingnya. Hal ini membuat ank selalu lingkungan baru. Salah satunya di lingkungan sekolah,
dibantu oleh ibu dan menjadikan anak selalu tergantung Meskipun anak sudah lama berada disekolah anak
kepada ibu. Program intervensi yang penulis rancang belum bisa berinteraksi dengan masyarakat sekolah, dan
Mendemonstrasikan pada anak, Bermain peran, ketika tim mendekati anak membutuhkan waktu yang
Penugasan. Pencapaian setelah dilaksanakannya cukup lama untuk bersosialisai dengan anak. Proram
program Terjadi peningkatan kepada kemampuan anak intervensi yang penulis rancang Karya wisata, Jalan-
setelah layanan intervensi berbasis keluarga diberikan jalan sekitar rumah, Bermain peran. Pencapaian
walaupun tidak terlalu signifikan kenaikannya namun setelah dilaksanakannya program Dalam peningkatan
anak sudah mulai tampak bisa membedakan baju kaos social emosi tidak terlalu signifikan, anak masih sering
oblong dan baju berkancing lalu bisa membedakan menarik diri dan sikap tertutup, namun stelah
lubang untuk kepala dan lengan. dilaksankannya intervensi ritme kemunculan sikap
Pada aspek Kemampuan Motorik Anak tersebut tidak terlalu sering, anak sudah mau
kondisi awal anak sebagai berikut Kemampuan berinteraksi dengan tim anak mau mendengarkan
motoric merupakan modalitas penting untuk menunjang
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 195
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

instruksi dan bermain bersamam tim, anak juga sudah DAFTAR PUSTAKA
mulai bisa mengungkapkan keinginannya. Brown, R.I., J. MacAdam-Crisp, M. Wang, and Grace
Iarocci (2006), Family Quality of Life When
KESIMPULAN There is a Child With a Developmental
Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis Disability. Journal of Policy and Practice ini
yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan Intellectual Disabilities.
bahwa program intervensi dini yang dirancang Rohimi, Syarif. & POTADS (2013). Merawat Bayi
berdasarkan hasil asesmen, hambatan serta potensi dengan Sindroma Down. Jakarta: Dian Rakyat
keluarga dan anak terdapat pengaruh, Program Santrock, Jhon W. (2007). Child Developmen. New
intervensi dini pada orangtua dapat berpengaruh York: The McGraw-Hill Company, Inc.
terhadap penerimaan orangtua, pemahaman orangtua, Scahlock, Robert.L (2008). Family Quality of Life and
kualitas waktu bersama anak, pemahaman mengajarkan Application Among People with Intellectual
mengenakan pakaian berkancing, pemahaman orangtua Disabilities and Their Families. Insyitute of
mengenai intervensi dini. Serta berpengaruh terhadap Helath & Welfare Policy: Yang Ming
anak dalam aspek kemampuan kognitif anak, University.
kemampuan motoric anak, kemampuan anak Shanty, Meita. (2012). Strategi Belajar Khusus untuk
berpakaian, kemampuan social emosi anak. Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
Familia
SARAN Sunardi & Sunaryo. (2007). Intervensi Dini Anak
Banyak orangtua yang menganggap memasukan Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Departemen
anak kepada berbagai macam terapi atau memasukan Pendidikan dan Kebudayaan.
anak ke sekolah luar biasa merupakan langkah yang Turnbull, Ann P. & H.R Turnbull (2001). Form The
tepat untuk membantu anak dalam tumbuh Old to The New Paradigm of Disability and
kembangnya. Semua persoalan mendidik anak Families: Reseach to Enhance Family Quality
diserahkan kepada terapi atau guru di sekolah, of Life Outcomes. London: Ablex Publishing.
sedangkan orangtua hanya fokus mencari uang untuk
membayar biaya yang dibutuhkan guna program
tersebut. Konsep ini sebenarnya tidak salah malah
orangtua terbilang memiliki kepedulian terhadap anak,
namun perkembangan anak tidak akan berjalan
maksimal jika orangtua juga tidak ikut serta dalam
pemberian layanan intervensi kepada anak. Waktu
luang yang lama bersama anak seharusnya menjadi
kesempatan yang efektif untuk bisa dimanfaatkan oleh
orangtua, karena awal tumbuh kembang anak adalah di
lingkungan keluarga. Seharusnya orangtua dapat
menjadi garda terdepan dalam memberikan penguatan
dan pengajaran modalitas bagi anak untuk dapat
tumbuh kembang dengan baik.
Aplikasi dari program intervensi dini
bersumberdaya keluarga diharapkan dapat menjadi
sarana pengoptimalan perkembangan anak definitif
memiliki hambatan (Developmentally Delay) yang
dilakukan pada anak usia 0 s.d. 5 tahun yang berada
dalam kategori Infant, toddlers dan Preschoolers. Dalam
prosesnya difokuskan kepada peningkatan pemahaman,
dukungan, kecakapan, serta kompetensi potensial yang
positif dari orangtua sebagai sarana pelaksanaan
intervensi yang dapat membantu meminimalisir
hambatan yang terjadi pada anak yang mengalami
Down Syndrome sehingga dapat mencapai
perkembangan yang optimal.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PROGRAM INTERVENSI DINI BERSUMBERDAYA KELUARGA


PADA ANAK DENGAN LOW VISION
(Early Intervention Program Family-Based in Children With Low Vision)

Sri Yulan Umara, Nurul Muslimah b , R. Fachmy Faisalc

abcUniversitas Pendidikan Indonesia, Indonesia


E-mail : sryulan_umar@ymail.com

Abstrak: Usia dini pada anak seringkali disebut sebagai golden age. Usia tersebut merupakan masa kritis
dimana anak membutuhkan stimulasi yang tepat untuk mencapai kematangan sempurna. Apabila pada masa
ini anak tidak memperoleh stimulasi yang tepat, maka diperkirakan anak akan mengalami kesulitan pada
masa perkembangan berikutnya. Hal ini seperti yang terjadi pada sebuah keluarga yang memiliki anak low
vision. Kurangnya pemahaman orang tua terhadap anak low vision menyebabkan mereka tidak mampu
memberikan layanan intervensi yang tepat pada anaknya, yang berdampak pada ketidakmampuan bahasa dan
komunikasi anak secara verbal. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan membuat sebuah program intervensi
dini bersumberdaya keluarga pada anak dengan low vision. M etode yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif dengan tiga tahapan penelitian, yaitu: studi pendahuluan, pengembangan program, dan
implementasi program. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa: (1) kurangnya kemampuan bahasa dan komunikasi anak low vision
dipengaruhi oleh intervensi yang diberikan orang tua, (2) program intervensi yang dibuat melalui analisis
kebutuhan anak dan keluarga dapat digunakan oleh orang tua dalam memberikan layanan intervensi
kemampuan bahasa dan komunikasi verbal anak, (3) kemampuan bahasa dan komunikasi verbal anak
meningkat melalui implementasi program intervensi dini bersumberdaya keluarga dalam kurun waktu empat
minggu. Kesimpulannya, program intervensi dini bersumber daya keluarga dapat mengatasi permasalahan
keluarga terutama dalam meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasi verbal anak dengan low vision.
Peneliti merekomendasikan agar keluarga dapat terus menggunakan program intervensi dini kepada anak.
Kata kunci: intervensi dini, low vision, bahasa, komunikasi verbal.

Abstract: Early age in children is often referred to as golden age. The age is a critical period in which the
child needs proper stimulation to achieve perfect ripeness. If at this time the child didnt receive appropriate
stimulation, its predicted that the child wouldve difficulty during subsequent developments. It's like that
happens to family that has a child with low vision. Lack of understanding of parents of children with low
vision caused them not able to provide intervention services appropriate to their children, which affects the
child's inability to language and verbal communication. Therefore, this research aims to create a family-
based early intervention program for children with low vision. The method used is descriptive qualitative
study of three stages, are: a preliminary study, program development, and program implementation. Data
were collected through interviews, observation and documentation. Results from the research showed that:
(1) lack of language and communication skills of children affected by interventions from parents, (2)
intervention programs are made through analysis the needs of children and family can be used by parents in
providing intervention services language and verbal communication skills of children, (3) The child's
language and verbal communication skills improved through the implementation of family-based early
intervention program within period of four weeks. In conclusion, the family-based early intervention program
can overcome the problems of the family, especially in improving language and verbal communication skills
of children with low vision. Researchers recommended that the family can continue to use the child's early
intervention program.
Keywords: early intervention, low vision, language, verbal communication.

PENDAHULUAN kematangan emosi, kepribadian, kondisi jasmani, dan


Perkembangan merupakan pola perubahan yang sosialnya (Mutiah, D. 2010, hlm. 8).
dimulai sejak pembuahan, yang berlanjut sepanjang Usia dini pada anak seringkali disebut sebagai
rentang hidup (Santrock, 2007, hlm, 7). Childhood usia emas atau golden age. Masa-masa tersebut
development is a maturational and interactive process, merupakan masa perkembangan kritis dimana seorang
resulting in an ordered progression of perceptual, anak membutuhkan rangsangan-rangsangan yang tepat
motor, cognitive, language, socio-emotional, and self untuk mencapai kematangan yang sempurna. Apabila
regulation skills. (Black, M, 2016, hlm, 78). Secara masa kritis ini tidak memperoleh rangsangan yang tepat
alamiah perkembangan anak berbeda-beda, unik dan dalam bentuk latihan atau proses belajar maka
tidak ada satu anak pun yang sama persis meskipun diperkirakan anak akan mengalami kesulitan pada masa-
berasal dari anak yang kembar. Anak berbeda baik masa perkembangan berikutnya. Misalnya, secara
dalam intelegensinya, bakat, minat, kreativitas, fisiologis anak sudah cukup berkembang dan mampu

197
198 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dilatih berbicara namun demikian rangsangan yang Sehingga orang-orang yang ada di sekitarnya seringkali
diperoleh dari lingkungan sangat kurang akibatnya anak tidak memahami apa yang dimaksudkan oleh anak.
mengalami kesulitan dalam berbahasa. Berdasarkan hasil wawancara kepada orang tua,
Menurut Freud (dalam Pratisti, W. 2008, hlm, peneliti mendapatkan informasi bahwa orang tua sangat
56) masa usia dini harus diberi landasan yang kuat agar jarang mengajak anak untuk berkomunikasi. Di rumah,
terhindar dari gangguan kepribadian ataupun emosi. jika merasa lelah sepulang bekerja, orang tua hanya
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa gangguan-gangguan akan membiarkan anak bermain dengan mainannya agar
yang dialami pada masa dewasa dapat ditelusuri bisa diam dan tidak mengganggu mereka. Orang tua
penyebabnya dengan melihat kehidupan pada masa juga tidak pernah membenarkan jika ada artikulasi anak
kanak-kanaknya. Misalnya orang yang agresif secara yang salah, mereka hanya mencoba mencari tahu
verbal, sering marah-marah, mengumpat, ternyata pada dengan cara menebak-nebak maksud dari kata yang
usia-usia awalnya tidak memperoleh kepuasan terhadap diucapkan oleh anak. Namun, terkadang hal ini akan
kebutuhannya. Hal ini tidak akan terjadi apabila dapat membuat anak menjadi marah dan menangis jika orang
diketahui penyebabnya dengan cara mengintervensi tua dan anggota keluarganya yang lain tidak memahami
sedari dini saat merasakan hal-hal yang dianggap apa yang diucapkannya.
janggal yang terjadi pada anak. Permasalahan di atas diduga dikarenakan
Intervensi dini merupakan sebuah layanan yang ketidakpahaman orang tua terhadap kondisi yang
diberikan untuk membantu bayi dan balita dengan dialami oleh anaknya. Ketidakpahaman ini terutama
hambatan perkembangan atau dengan disabilitas. terkait dengan bagaimana cara memberikan intervensi
Intervensi dini ini penting dilakukan karena dapat yang tepat pada anak dengan low vision. Tentunya jika
membantu bayi dan balita untuk mempelajari dibiarkan, kondisi tersebut akan berdampak pada aspek-
keterampilan dasar atau pun keterampilan baru yang aspek perkembangan anak yang lain. Dikarenakan usia
biasanya berkembang selama tiga tahun pertama anak yang masih berada pada golden age akan
kehidupan, seperti: fisik, kognitif, komunikasi, sosial memungkinkan ia memiliki peluang yang lebih besar
emosi, dan ADL. jika mendapatkan intervensi sedini mungkin dari
Layanan intervensi dini juga telah dikembangkan keluarga.
dan diperluas didasarkan pada gagasan bahwa layanan Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh
tersebut efektif, menurut Hanson, M & Lynch, E (1989, Hayes, L. (2010, hlm. 564) menyatakan bahwa setelah
hlm, 12) layanan intervensi dini dapat memberikan mendapatkan intervensi dini dari orang tua, perilaku
manfaat tidak hanya kepada anak tetapi juga kepada disruptive pada anak kini menjadi berkurang. Sehingga
keluarga kondisi tersebut juga berdampak positif pada anggota
Anak belajar melalui seluruh panca inderanya, keluarga. Maka, dibutuhkan sebuah program intervensi
yaitu: indra penglihatan, indra penciuman, indra bersumberdaya keluarga untuk membantu permasalahan
perabaan, indra pendengaran, kekuatan motorik halus yang dialami oleh keluarga yang memiliki anak dengan
maupun motorik kasarnya (tangan, kaki dan jari-jarinya) low vision tersebut.
serta kemampuan berpikir, bernalar, mengingat, dan Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti
memproses segala informasi yang diperolehnya dari membuat sebuah Program Intervensi Bersumberdaya
lingkungan. Akan tetapi, proses belajar ini akan berbeda Keluarga pada Anak dengan Low Vision untuk
pada anak yang mengalami low vision, mereka akan membantu keluarga dalam mengaktualisasikan potensi-
melewatkan salah satu bagian dari modalitas belajar potensi yang dimiliki oleh anak.
yang penting yakni belajar melalui indera
penglihatannya. METODE
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada Metode yang digunakan dalam penelitian ini
sebuah lembaga pusat layanan low vision, terdapat anak adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang
low vision dengan usia 4 tahun, yang memperlihatkan dilakukan melalui tiga tahapan penelitian (lihat gambar
kemampuan bahasa dan komunikasi verbal yang kurang 1). Penelitian ini dilakukan pada sebuah keluarga yang
jika dibandingkan anak-anak low vision lain seusianya. memiliki anak dengan low vision. Teknik pengumpulan
Anak tersebut cenderung diam, ia hanya akan berbicara data menggunakan wawancara, observasi dan studi
jika diberikan stimulus oleh orang lain, dan ketika dokumentasi. Data yang dihasilkan dianalisis melalui
berbicara pun artikulasi kata yang ia ucapkan belum reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
benar atau berbeda dengan apa yang seharusnya.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 199
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3

Studi Pendahuluan Pembuatan Program Implementasi

Wawancara Analisis Tinjauan Implementasi 1


Observasi kebutuhan pustaka Peneliti:
Studi Dokumentasi anak dan Intervensionis
orang tua ( Keluarga: Observer

Implementasi 2, 3, & 4
Keluarga (Anak dan Rumusan rancangan Peneliti: Observer
Orang Tua program Keluarga: Intervensionis

Kondisi objektif Validasi Program Hasil Implementasi


keluarga (FGD)

Analilisis Program Intervensi Evaluasi


Kebutuhan Keluarga

Gambar 1. Tahapan Penelitian

HASIL PENELITIAN keinginan untuk buang air kecil dan buang air besar.
Berdasarkan aspek-aspek perkembangan yang Namun ia hanya menggunakan satu kata, yaitu kata
telah dimiliki anak, peneliti memilih untuk pipis untuk mengungkapkan kedua hal tesebut.
mengembangkan aspek bahasa dan komunikasi yang Sehingga, orang tua seringkali keliru dalam
ada pada anak. Hal tersebut dikarenakan terdapat memahami keinginan anak yang berdampak pada
banyak potensi anak pada aspek bahasa dan emosi anak, ia akan cenderung marah dan menangis
komunikasi yang dapat dikembangkan menjadi jika respon orang tua tidak sesuai dengan apa yang ia
perkembangan yang aktual. harapkan. Akhirnya untuk menghindari hal tersebut,
Apabila aspek komunikasi dan bahasa anak saat ini orang tua selalu menggunakan pampers pada
tidak dikembangkan, maka akan berdampak pada anak baik itu di dalam rumah maupun di luar rumah.
aspek-aspek perkembangan yang lain. Contohnya: berikut merupakan analisis kebutuhan keluarga:
pada aspek ADL; anak sudah mampu membedakan

Tabel 1: Analisis Kebutuhan Keluarga


Kompetensi yang diharapkan
Potensi Anak Potensi Orang Tua Dampak pada Anak
pada Orang Tua
1. M erespon ketika 1. Bapak & Ibu: mau 1. M emiliki pemahaman 1. Peningkatan
diajak bicara berusaha memahami tentang kondisi tunanetra pembendaharaan
setiap kata yang yang dimiliki anak kata pada anak.
2. M engucapkan kata diucapkan oleh anak.
dengan suku kata 2. M emiliki pemahaman 2. Peningkatan
berpola KV-KV, KVK 2. M au mendengarkan dan tentang kebutuhan khusus kemampuan
dan KV-KVK, seperti: mengaplikasikan apa yang diperlukan anak dalam berbahasa dan
Ba-pa, Te-teh, La-la, yang disarankan oleh mendukung tumbuh berkomunikasi
mam, dsb. guru dan orang lain kembangnya dengan anggota
tentang tumbuh kembang keluarga dan
3. M eniru dan anak 3. M emiliki rasa percaya diri lingkungan
menyebutkan kata untuk dapat berkomunikasi sekitarnya.
yang diucapkan oleh 3. M au mengikutsertkan dengan anak dan lingkungan
orang lain anak pada beberapa
kegiatan yang dilakukan 4. Pengembangan kompetensi
4. M enjawab pertanyaan oleh keluarga berbahasa pada orang tua
sederhana dengan kata melalui latihan
atau kalimat 4. M au menerima layanan membahasakan semua
200 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Kompetensi yang diharapkan


Potensi Anak Potensi Orang Tua Dampak pada Anak
pada Orang Tua
sederhana, seperti: intervensi yang diberikan kegiatan yang dilakukan
besok lagi ya.. oleh orang lain/lembaga oleh anak.
sudah dulu ya.. lain selain dari sekolah.
5. M engajarkan anak dalam
5. M engkomunikasikan 5. Ibu: memiliki waktu memperbaiki setiap
pemikiran dan untuk menemani anak artikulasi anak yang belum
keinginan anak, belajar tepat.
seperti: dalam
meminta bantuan pada 6. Kakak: mau bermain 6. Peningkatan hubungan
orang lain. bersama adik internal keluarga

kemudian dibuat sebuah program intervensi yang mencoba kegiatan seperti yang telah dicontohkan
utuh dilengkapi dengan prosedur pelaksanaan pada oleh tim.
setiap intervensi yang akan dilakukan. berikut c. Kegiatan intervensi berlangsung secara flexible
merupakan program intervensi bersumberdaya keluarga: mengikuti alur kegiatan yang dilakukan anak,
yang dibagi menjadi 2 sesi.
Program Intervensi Bersumberdaya Keluarga pada Sesi 1 (siang hari) : 14.00 17.00
Anak dengan Low Vision Sesi 2 (sore hari) : 17.01 20.00
d. Bentuk Intervensi: Membahasakan kegiatan anak
Kompetensi Dasar dengan cara menambahkan kosa kata baru dan
Memahami anak tunanetra beserta kebutuhannya. memperbaiki artikulasi anak yang kurang tepat.
Indikator Seperti:
1. Dapat memahami kondisi tunanetra yang 1) Pada saat anak menginginkan suatu
dimiliki seorang anak benda/makanan yang ia senangi, tim
2. Dapat memahami kebutuhan khusus dalam bersama orang tua membiasakan anak
tumbuh kembang anak tunanetra mengatakan kata mau
3. Dapat memiliki kepercayaan diri dalam 2) Menambahkan kosa kata baru dengan
berkomunikasi dengan anak tunanetra dan mengenalkan bagian-bagian anggota tubuh
lingkungan yang belum diketahui melalui penggunaan
Tujuan lagu dua mata saya dan kepala pundak
1. Melalui diskusi dengan intervensionis, orang tua lutut kaki disela-sela aktivitas anak pada
memiliki pemahaman tentang kondisi tunanetra sesi 1 dan 2.
yang dimiliki anak Caranya: tim dan orang tua mendengarkan
2. Melalui diskusi dan observasi, orang tua lagu tersebut pada anak dan ikut bernyayi
memiliki pemahaman tentang kebutuhan khusus bersama sambil membantu anak
yang diperlukan anak dalam mendukung tumbuh menyentuhkan bagian-bagian tubuh yang
kembangnya disebutkan pada lagu tersebut. Kemudian
3. Melalui imitasi dan eksperimen, orang tua tim menginstruksikan anak untuk
memiliki rasa percaya diri untuk dapat mengulangi kegiatan yang telah dilakukan.
berkomunikasi dengan anak tunanetra dan e. Orang tua dengan bantuan tim bersama-sama
lingkungan menjadi intervensionis dengan cara melakukan
Dampak yang Diinginkan pada Anak kegiatan intervensi seperti yang telah
Peningkatan kemampuan berbahasa dan dicontohkan oleh tim pada kegiatan yang sama
berkomunikasi anak dengan anggota keluarga dan atau pada kegiatan anak lainnya.
lingkungan sekitarnya f. Poin e dapat dilakukan secara berulang untuk
Prosedur Pelaksanaan membiasakan orang tua melakukan intervensi
Intervensi 1 secara mandiri.
a. Tim menyampaikan tujuan pelaksanaan kegiatan
pada orang tua, yakni pemberian layanan Intervensi 2
intervensi dengan bentuk pembahasaan seluruh a. Tim menyampaikan tujuan pelaksanaan kegiatan
aktivitas yang dilakukan oleh anak selama di pada orang tua, yakni: yakni pemberian layanan
rumah. intervensi dengan bentuk pembahasaan seluruh
b. Orang tua berperan sebagai observer (aktif) aktivitas yang dilakukan oleh anak selama di
terhadap kegiatan intervensi yang diberikan oleh rumah. Akan tetapi, pada kegiatan intevensi 2 ini
tim kepada anak. Orang tua akan melakukan tim hanya berperan sebagai observer dan
pengamatan terhadap intervensi dilakukan oleh kameramen yang mengamati kegiatan yang akan
tim, setelah itu orang tua dapat ikut serta dilaksanakan oleh orang tua
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 201
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

b. Orang tua berperan sebagai intervensionis utama luang bersama anak, bapak sudah mulai aktif untuk
pada anak. mengajarkan kosa kata baru pada anak baik dengan cara
c. Kegiatan intervensi berlangsung secara flexible bermain atau bernyayi bersama anak. Selain itu, orang
mengikuti alur kegiatan yang dilakukan anak tua juga sudah mau menerima masukan dan saran baik
pada 2 sesi. dari pihak sekolah maupun dari masyarakat sekitar.
Sesi 1 (siang hari) : 14.00 17.00 Orang tua merasa yakin bahwa program
Sesi 2 (sore hari) : 17.01 20.00 intervensi ini berhasil jika program intervensi dilakukan
d. Orang tua melakukan intervensi dengan cara secara intensif karena peneliti merasa Setiap waktu yang
membahasakan seluruh kegiatan yang dilakukan dilalui anak bersama keluarga bukan bagian ruang
oleh anak, diantaranya: kosong yang gelap, bisu tanpa kata, anak diam asal
1) Pada saat kegiatan makan, maka orang tua bermain tanpa makna dan dibiarkan miskin bahasa,
akan memberikan penjelasan tentang nama namun setiap waktu, kesempatan, momentum apapun
makanan yang sedang dimakan oleh anak, harus diisi dengan kata-kata dan bahasa.
mendeskripsikan tentang rasa makanannya, Perubahan yang terlihat pada diri anak yaitu anak
dll sudah mampu merespon instruksi yang diberikan oleh
2) Menambahkan kosa kata baru melalui peneliti dan orang tua, mau mengikuti bahasa atau kata-
penggunaan media puzzle bentuk. Orang kata yang diajarakan sehingga adanya peningkatan
tua mengenalkan bentuk bintang, lingkaran, pembendaharaan kata yang dimiliki anak, yang
persegi, persegi panjang, dll. berdampak pada kemampuan komunikasinya dengan
3) Orang tua memperbaiki artikulasi anak, anggota keluarga dan lingkungan sekitar.
dengan cara mengulangi mengucapkan Pelaksanaan intervensi yang dilaksanakan
kembali kata yang sama dengan artikulasi dikemas dalam bentuk permainan yang diintegrasikan
yang benar, dst. dengan aktivitas sehari-hari (ADL), serta membangun
e. Observer melakukan pengamatan dengan cara keterlibatan anggota keluarga dalam mengintervensi
mengisi lembar observasi seperi pada tabel 5.1. anak. Program intervensi yang dilaksanakan oleh
peneliti, semata- mata untuk memberikan model dan
Intervensi 3 membangun kompetensi orang tua. Hal ini perlu
a. Tim menyampaikan tujuan pelaksanaan dilakukan karena pelaku intervensionis utama dalam
kegiatan pada orang tua program intervensi adalah keluarga itu sendiri dan
b. Tim berperan sebagai observer dan peneliti hanya sebagai mediasi dan pentransfer
kameramen yang mengamati kegiatan yang ide/pengetahuan pemikiran untuk menyamakan persepsi
akan dilaksanakan dan orang tua berperan serta membangun pola pikir orang tua dalam menilai
sebagai intervensionis anak. dan menempatkan eksistensi anak sehingga anak akan
c. Kegiatan intervensi berlangsung secara mendapatkan penghargaan dan perhatian yang
flexible mengikuti alur kegiatan yang sepenuhnya di dalam keluarga.
dilakukan anak pada 2 sesi.
Sesi 1 (siang hari) : 14.00 17.00 KESIMPULAN DAN SARAN
Sesi 2 (sore hari) : 17.01 20.00 Kesimpulan
d. Orang tua melakukan intervensi dengan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
cara membahasakan seluruh perilaku yang bahwa program intervensi bersumberdaya keluarga
dilakukan oleh anak. yang telah dibuat dapat membantu keluarga dalam
Contoh: mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki oleh
Ketika anak sedang makan, maka Ibu/Bapak anak dengan low vision, salah satunya dalam
akan memberikan penjalasan tentang apa saja menu kemampuan bahasa dan komunikasi. Implementasi
makanan yang ada di piring anak, mendeskripsikan program melalui kegiatan pembahasaan semua aktivitas
tentang piring yang berbentuk bulat, mendeskripsikan yang dilakukan oleh anak setiap hari baik di lingkungan
tentang rasa makanan yang disajikan, dll. rumah maupun lingkungan masyarakat, dapat
membantu anak dalam memperkaya kosa katanya serta
PEMBAHASAN dapat memperbaiki artikulasi anak yang belum benar,
Implementasi program intervensi yang telah khususnya pada anak low vision.
laksanakan selama empat kali berdampak positif pada
kondisi keluarga yang memiliki anak low vision ini. Saran
Dalam prosesnya mulai terlihat perubahan sikap, pola Keluarga seyogyanya dapat terus melanjutkan program
pikir dan penerimaan yang ditunjukkan keluarga. intervensi kepada anak secara continue, dengan cara:
Orang tua khususnya ibu sudah mulai terus membahasakan semua aktivitas yang dilakukan,
mengkomunikasikan segala hal kepada anak baik berada memperbaiki artikulasi anak yang salah melalui
di rumah, sekolah maupun tempat umum. Orang tua pengucapan kembali, dan selalu menggunakan bahasa
berusaha mengikutsertakan anak pada beberapa yang sama dalam berkomunikasi dengan anak, agar
kegiatan yang di lakukan oleh ibu, bapak atau kakak di tidak menimbulkan kebingungan pada anak.
rumah. Contohnya ketika bapak sedang memiliki waktu
202 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

DAFTAR PUSTAKA
Black, M. et al. (2016). Early childhood development
coming of age: science through the life course.
Journal of Department of Pediatrics, University
of Maryland School of Medicine, Baltimore.
Volume 389, hlm. 77-90.
Hayes, L. (2010). Outcomes of an Early Intervention
Program for Children with Disruptive
Behaviour. Journal of Australian Psychiatrists.
Volume 18 (6), hlm. 560-566.
Hanson, M. & Lynch E. (1989). Early Intervention.
Texas: ProEd.
Mutiah, D. (2010). Psikologi Bermain Anak Usia Dini.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Pratisi, W. (2008). Psikologi Anak Usia Dini. Surakarta:
PT. Macanan. Jaya Cemerlang.
Santrock, J. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta:
Erlangga.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

MEMINIMALISIR PERILAKU PARAPHILIA DENGAN


COGNITIVE BEHAVIOUR TERAPHY MELALUI STRATEGI SELF
INSTRUCTIONAL COPING PADA ANAK AUTIS
(Minimize. paraphilia behavior with Cognitive Behavior Teraphy through Self Instructional
Strategies Coping in children autism)

Sugihartatik

IKIP PGRI Jember


E-mail : tatik.sugihar@gmail.com

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meminimalisir perilaku paraphilia dengan Cognitive Behavior
Teraphy melalui strategi Self Instructional Coping di SDN Inklusi Ketintang II/410 Surabaya. Desain
penelitian ini adalah Single Subyek Research. Penelitian ini dilakukan dengan observasi langsung tentang
perilaku paraphilia anak autis selama pembelajaran di dalam kelas. Data yang diperoleh dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa Cognitive Behavior Teraphy dengan strategi Self Instructional Coping dapat
meminimalisir perilaku paraphilia anak Autis. Hal ini dapat dibuktikan dengan trend dari data yang diperoleh
peneliti selama pelaksanaan penelitian. Hasil dari penelitian menunjukkan penurunan yang signifikan pada
variabel perilaku memeluk, mencium dan mengesek-nggesekkan alat kelamin di pantat teman. Pengurangan
perilaku memeluk mengalami penurunan frekuensi sebanyak 3 kali pada sesi terakhir intervensi 1 (B1) dan
mengalami penurunan frekuensi sebanyak 4 kali pada sesi terakhir intervensi 2 (B2). Pengurangan perilaku
mencium mengalami penurunan frekuensi sebanyak 4 kali pada sesi terakhir intervensi 1 (B1) dan
mengalami penurunan frekuensi sebanyak 3 kali pada sesi terakhir intervensi 2 (B2). Pengurangan perilaku
menggesek-nggesekkan alat kelamin ke pantat teman mengalami penurunan frekuensi sebanyak 3 kali pada
sesi terakhir intervens1 (B1) dan mengalami penurunan frekuensi sebanyak 4 kali pada sesi terakhir
intervensi 2 (B2). Hal ini berarti kondisinya membaik (+) setelah intervensi dilakukan.Berdasarkan analisis
data dapat disimpulkan bahwa Cognitive Behavior Teraphy melalui strategi Self Instructional Coping dapat
meminimalisir perilaku paraphilia anak Autis
Kata-kata Kunci : perilaku Paraphilia, Cognitive Behavior Teraphy, strategi Self Instructional
Coping,Anak autis

Abstract: Minimize. paraphilia behavior with Cognitive Behavior Teraphy through Self Instructional
Strategies Coping in children autism This study aims to minimize the behavior of paraphilia with Cognitive
Behavior Teraphy through Self Instructional Coping strategies in SDN Inclusion Ketintang II / 410 Surabaya
Design in this study is Single Subject Research. This research was conducted by direct observation of the
behavior of children with autism paraphilia for learning in the classroom Data obtained from the results of
the study showed that the Cognitive Behavior Teraphy with Self Instructional Coping strategies can minimize
the behavior of autistic children paraphilia. This can be evidenced by the trend of the Data Obtained during
the course of the study Researchers .Results from the study showed a significant reduction in the variable
behavior of hugging, kissing and rubbing masturbation in the ass friend. Based on data analysis can be
concluded that Cognitive Behavior Teraphy through Self Instructional Coping strategies can minimize the
behavior of autistic children paraphilia
Keywords : paraphilia behavior , Cognitive Behavior Teraphy, Self Instructional Coping strategies ,
Children with autism

PENDAHULUAN nggesekkan alat kelaminnya di pantat temannya. Hal


Anak autis mengalami perkembangan seperti tersebut adalah sebuah perilaku yang tak lazim dan
perkembangan anak normal lainnya, salah satunya merupakan penyimpangan seksual. .Proses terjadinya
adalah anak autis mengalami fase pubertas, perilaku paraphilia itu muncul pada saat anak autis
sehingga anak autis juga membutuhkan pemuasan disini merasa bosan dengan suasana kelas dan
terhadap kebutuhan seksual, namun karena hambatan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas -tugas
dalam perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. akademik yang dia terima dari gurunya. Untuk
menyebabkan anak autis melakukan rangsangan khusus menangani perilaku paraphilia anak autis tersebut
sebagai upaya mendapatkan kepuasan dalam memenuhi Peneliti memberikan intervensi yaitu dengan
kebutuhan seksual, saat libidonya muncul tanpa menyeting kelas, dimana anak autis tersebut diberikan
memperhatikan kondisi dan tempat saat melakukan tempat duduk yang berdekatan dengan peneliti dan
perilaku paraphilia.Kali pertama Peneliti melihat peneliti disini membantu anak autis untuk dapat
bahwa anak autis menunjukkan perilaku paraphilia menyelesaikan tugas-tugas dari guru dengan cara
yaitu perilaku memeluk, mencium dan menggesek-

203
204 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

menyederhanakan dan memodifikasi tugas tugas Tahapan selanjutnya adalah Intervensi 1 (B1)
tersebut sesuai dengan kemampuan anak autis. dengan Cognitive Behavior Teraphy. Kegiatan yang
Anak autis yang mengalami paraphilia perlu dilakukan pada tahap ini adalah pemberian Intervensi
diberikan banyak aktifitas untuk menyalurkan yang berupa metode non direktif yaitu dengan
energinya, dilakukan pendekatan psiko spiritual, memberikan instruksi kepada anak autis, kemudian
diberikan penjelasan kepada anak autis secara konkret anak autis mencobanya secara berulang-ulang
mengenai perkembangan seksual, dan anak autis melalui aktivitas dan verbalisasi. Tahapan baseline
diberikan pemahaman agar menolak ketika seseorang (A2) merupakan pengulangan dari kondisi baseline
memegang bagian tubuh tertentu dan menolak jika (A1) sebagai evaluasi untuk melihat sejauh mana
di ajak seseorang yang tidak di kenalnya dan hanya metode non directive dapat meminimalisir perilaku
di perbolehkan memeluk dan mencium ibu dan paraphilia selama pembelajaran berlangsung,
saudaranya. Intervensi secara verbal juga dilakukan Tahapan Intervensi 2 (B2) merupakan
Peneliti ketika anak autis tersebut melakukan perilaku pengulangan dari kondisi intervensi 1 (B1). Teknik
paraphilia tersebut yaitu dengan mengatakan penelitian data yang digunakan dalam penelitian ini
tidak, sambil memegang bahu anak autis tersebut, adalah pengumpulann data dengan observasi
memberikan intruksi untuk bernafas panjang, langsung, Prosedur pengumpulan data ini dilakukan
mengganti pikiran anak autis mengenai perilaku secara langsung untuk mencatat data variabel terikat
paraphilia dengan pikiran yang positif, dan pada saat kejadian atau perilaku terjadi, jenis
memberikan latihan pada perilaku ke arah yang lebih pengumpulan data yang digunakan dalam posedur
baik. pengumpulan data secara langsung ini yaitu pencatatan
kejadian, durasi, intensi, interval dan sampel waktu
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen HASIL PENELITIAN
dengan Case Eksperimental Design atau yang biasa Dalam penelitian ini, yang menjadi target
disebut dengan Single Subyek Research. Subyek behaviour atau perilaku sasaran yang akan
tunggal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah diminimalisir adalah perilaku yang sering di lakukan
pelaksanaan intervensi, pemberian treatment dan oleh anak autis yaitu perilaku memeluk, mencium dan
analisa data pada subyek dilakukan secara individu menggesek-nggesekkan alat kelamin ke pantat teman,
agar dapat diketahui tingkat keefektifan dari yang mana perilaku tersebut diatas di lakukan anak autis
treatment yang telah dilakukan. Desain penelitian di dalam kelas pada saat jam pembelajaran berlangsung
yang peneliti gunakan dalam Cognitive Behavior .
Therapy ini adalah dengan eksperimen kasus tunggal, Hal pertama yang dilakukan peneliti adalah
yaitu Desain Reversal dengan menggunakan desain memberikan kebebasan kepada anak autis menjalani
A-B-A-B. Desain A-B-A-B menunjukkan adanya tahapan-tahapan pembelajaran di dalam kelas tanpa
kontrol terhadap variabel bebas yang lebih kuat, oleh adanya intervensi dari peneliti, sehingga dapat di lihat
karena itu validasi internal lebih meningkat sehingga frekuensi perilaku paraphilia yang muncul pada saat
hasil penelitian menunjukkan hubungan fungsional pembelajaran berlangsung. Peneliti mengamati bahwa
antara variabel terikat dan bebas lebih meyakinkan. perilaku paraphilia yang dilakukan anak autis selama
Dengan membandingkan dua kondisi baseline pengamatan terjadi peningkatan yang signifikan.
sebelum dan sesudah intervensi. Sebagai langkah awal Kemudian peneliti melakukan tahapan penelitian yang
dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data ke dua yaitu anak autis tersebut masuk di dalam kelas
target behavior pada kondisi pertama (A1), setelah pada tahap ini anak autis masuk ke dalam kelas untuk
data menjadi stabil pada kondisi baseline, intervensi mengikuti tahapan-tahapan pembelajaran di dalam kelas
(B1) diberikan. Pengumpulan data pada kondisi namun disini peneliti memberikan intervensi kepada
intervensi dilaksanakan secara kontinyu sampai anak autis untuk mengetahui apakah ada pengurangan
mencapai trend dan level yang jelas. Setelah itu perilaku paraphilia yang dilakukan anak autis apabila
masing-masing kondisi yaitu baseline (A1) dan ada intervensi dari peneliti dengan menggunakan
intervensi (B1) diulang kembali pada subyek yang Cognitive Behaviour Teraphy dalam proses
sama.Adapun langkahlangkah penelitian yang pembelajaran pada hari itu.
dilakukan dalam penelitian ini adalah tahapan Peneliti memberikan intervensi pada anak autis
baseline (A1). Tahap ini dimulai dengan yaitu dengan intruksi self talk ( ambil nafas panjang dan
mengumpulkan data baseline secara simultan pada berkata tidak). Dari pencatatan hasil pengamatan
variabel terikat yaitu perilaku memeluk, mencium dan intervensi 1 ini terbukti bahwa pelaksanaan intervensi
menggesek-nggesekkan alat kelamin ke pantat teman. oleh Peneliti menunjukkan bahwa perilaku paraphilia
Hal ini dilakukan untuk mengetahui frekuensi dari anak autis berkurang dengan stabil.Tahapan berikutnya
perilaku paraphilia (memeluk, mencium dan adalah Peneliti memberikan kebebasan lagi kepada
menggesek-nggesekkan alat kelamin ke pantat teman) anak autis untuk melakukan aktifitas seperti biasanya
selama pembelajaran berlangsung di dalam kelas. yaitu masuk kelas dan mengikuti semua tahapan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 205
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

pembelajaran pada saat itu dan mengamati perilaku Pengurangan perilaku mencium mengalami
anak autis tersebut tanpa adanya intervensi dari penurunan frekuensi sebanyak 4 kali pada sesi terakhir
peneliti. Hal ini dilakukan peneliti dengan maksud intervens 1 (B1) dan mengalami penurunan frekuensi
untuk mengetahui apa perilaku paraphilia yang sudah sebanyak 3 kali pada sesi terakhir intervensi 2
berkurang dengan adanya intervensi dari Peneliti (B2).Pengurangan perilaku menggesek-nggesekkan alat
tersebut dapat muncul kembali dan berdampak pada kelamin ke pantat teman mengalami penurunan
frekuensi perilaku paraphilia nya akan meningkat frekuensi sebanyak 3 kali pada sesi terakhir intervensi 1
kembali. Ternyata dalam pencatatan hasil pengamatan (B1) dan mengalami penurunan frekuensi sebanyak 4
tersebut perilaku paraphilia anak autis ini muncul dan kali pada sesi terakhir intervensi 2 (B2).Hal ini berarti
meningkat.Peneliti mencatat frekuensi perilaku kondisinya membaik (+) setelah intervensi dilakukan.
paraphilia tersebut sampai menunjukkan ke angka yang Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa
stabil. Untuk proses yang terakhir adalah Peneliti Cognitive Behavior Teraphy melalui strategi Self
kembali memberi kebebasan kepada anak autis untuk Instructional Coping dapat meminimalisir perilaku
mengikuti semua tahapan pembelajaran seperti biasanya paraphilia anak Autis. Secara umum terlihat penurunan
dan hal ini dilakukan dengan tujuh sesi dan setiap yang signifikan pada perilaku paraphilia anak autis,
pertemuan dilakukan selama enam puluh menit melalui namun beberapa kali masih terjadi peningkatan dari
dua tahapan. Pada sesi berikut ini Peneliti melakukan perilaku paraphilia tersebut. Seperti pada saat fase
intervensi yang ke dua yaitu memberikan intervensi baseline 2 (A2 ) pada sesi 5 dan 6 frekuensi anak
dengan self talk yaitu dengan mengatakan tidak pada menjadi 7 kali. Hal ini wajar karena anak tidak
anak autis dan memegang bahu anak autis tersebut serta mendapatkan intervensi sehingga frekuensi paraphilia
mengalihkan perhatiannya.Dari pencatatan data anak menjadi naik turun. Hal ini juga terjadi pada fase
pengamatan intervensi yang kedua ini ternyata terjadi intervensi 2 (B2) peningkatan frekuensi perilaku
penurunan frekuensi perilaku paraphilia yang dilakukan paraphilia pada sesi 1 namun pada sesi selanjutnya
oleh anak autis tersebut. Data yang diperoleh dari hasil terjadi penurunan hingga sesi berkhir, Pengurangan
penelitian menunjukkan bahwa Cognitive Behavior perilaku memeluk mengalami penurunan frekuensi
Teraphy dengan strategi Self Instructional Coping sebanyak 3 kali pada sesi terakhir intervensi 1 (B1) dari
dapat meminimalisir perilaku paraphilia anak Autis. sesi pertama baseline 1 (A1). Selanjutnya penurunan
Hal ini dapat dibuktikan dengan trend dari data yang frekuensi perilaku menggesek-nggesekkan alat kelamin
diperoleh peneliti selama pelaksanaan penelitian.Hasil pada pantat teman. Juga terjadi penurunan sebanyak 4
dari penelitian menunjukkan penurunan yang signifikan kali pada sesi terakhir intervensi 2 (B2) dari sesi
pada variabel perilaku memeluk, mencium dan pertama baseline 2 (A2). Hal ini berarti kondisinya
mengesek-nggesekkan alat kelamin di pantat teman. membaik (+) setelah intervensi dilakukan. Data
Pengurangan perilaku memeluk mengalami penurunan keseluruhan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah
frekuensi sebanyak 3 kali pada sesi terakhir intervensi 1 ini :
(B1) dan mengalami penurunan frekuensi sebanyak 4
kali pada sesi terakhir intervensi 2 (B2).

Tabel 1: Pencatatan rekapitulasi hasil baseline 1, intervensi 1, baseline 2 dan intervensi 2. Perilaku Paraphilia

Nama Subyek :
Target Behavior : Perilaku memeluk (1), mencium (2), menggesek -nggesekkan alat
kelamin ke pantat teman (3)
Hari ke Baseline 1 (A1) Hari ke Baseline 2 (A2)
1 2 3 1 2 3
1 6 3 4 15 5 2 4
2 6 3 5 16 5 2 4
3 7 5 6 17 6 6 9
4 7 4 6 18 7 5 9
5 8 6 7 19 7 8 9
6 8 6 7 20 7 8 9
7 8 6 7 21 7 8 9
Hari ke Intervensi 1 (B1) Hari ke Intervensi 2 (B2)
1 2 3 1 2 3
8 5 6 7 22 4 7 6
9 5 6 7 23 4 7 6
10 5 6 5 24 5 5 6
11 2 3 5 25 5 5 5
12 2 3 4 26 4 4 5
13 2 3 4 27 4 4 5
14 2 3 4 28 4 4 5
206 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Rekapitulasi perilaku Paraphilia A1,B1,A2,B2

Grafik 4.11
Rekapitulasi perilaku Paraphilia (A1,B1,A2,B2)

Baseline 1 ( A1 Intervensi 1 (B1) Baseline 2 Intervensi 2


10

9 menc ium

7
Frekuensi

6
memeluk
5

3
menggesek-
2 nggesekkan
alat kelamin
1
ke pantat
0 teman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

Sesi / Pertemuan

autis sehingga ada kemajuan yang dicapai secara


KESIMPULAN DAN SARAN signifikan karena ada kesinambungan antara
Kesimpulan penanganan di rumah dan penanganan di sekolah. (4)
Hasil dari Penelitian ini menunjukkan bahwa Bagi Peneliti selanjutnya, Penelitian ini dapat menjadi
penggunaan strategi Self Instructional Coping dapat referensi pada penelitian yang berhubungan dengan
membantu anak autis untuk dapat meminimalisir paraphilia anak autis
perilaku paraphilianya. Setelah di bandingkan hasil
antara sebelum diberikan intervensi (baseline) dan DAFTAR RUJUKAN
sesudah diberikan intervensi (intervensi) terlihat Alberta. (2003). Teaching Students with autism Spectrum
adanya penurunan frekuensi perilaku paraphilia. Disorders. Canada.
Sehingga Peneliti menyimpulkan bahwa melalui Delphie, B. (2006).pembelajaran Anak Berkebutuhan
strategi Cognitive Behaviot Teraphy melalui strategi khusus (dalam Setting pendidikan Inklusi).
Self Instructional Coping terbukti dapat digunakan Bandung : Refika Aditama.
untuk meminimalkan perilaku paraphilia anak autis Handoyo, Y. 2003. Petunjuk praktis dan Pedoman
dan dapat diimplementasikan dalam meminimalisir Materi untuk Mengajar Anak Normal, autis Dan
perilaku paraphilia tersebut. Perilaku Lain, Surabaya : Bhuana Ilmu
Populer.(Kelompok Gramedia)
Saran Haryana. (2012). Pengembangan Interaksi Sosial dan
Adapun saran-saran yang diberikan peneliti (1) Komunikasi Anak Autis. Bandung: PPPPTK TK
Bagi guru sebagai profesional penyedia pendidikan DAN PLB
disarankan untuk menggunakan Cognitive Behaviot Hayward, B. & Saunders, K. (2010). Sexual Behaviour
Teraphy dengan strategi Self Instructional Coping Of Councern In Young People With Autism
untuk dapat digunakan oleh guru kelas reguler Spectrum Disorder. Melbourn: makalah 10th
maupun guru pendamping khusus untuk dijadikan Annual Disability Support Worker Conference
referensi untuk mengatasi peserta didik yang Martin, Garry & Pear Joseph. 2011. Behaviour
mengalami permasalahan yang sama. (2) Bagi Sekolah Modification. America: Pearson.
sebagai wadah yang menaungi anak-anak berkebutuhan Meichenbaum, D.1992 Teaching Children Self Control,
khusus, khususnya anak autis tersebut untuk dapat en LB. Lahey y A. Kazdin Eds, Advances in
memfasilitasi anak autis yang mengalami paraphilia child clinical psychology, 2. New York: Plenum
tersebut dan dapat menjadi sebuah lembaga yang di Rachmawati, F.(2012). Pendidikan seks untuk Anak
dalamnya ada guru-guru yang dipersiapkan untuk Autis. Jakarta: Alex media Komputindo
dapat membantu meminimalisir perilaku paraphilia Raharja, D. &Sujarwanto, (2010). Pengantar
yang di alami muridnya di masa yang akan datang Pendidikan Luar Biasa (Orthopedagogik)
dengan menggunakan metode yang sudah diterapkan Surabaya: University Press. UNESA.
oleh Peneliti dan terbukti berhasil meminimalisir Sunanto, Takeuchi & Nakata. 2005. Pengantar
perilaku paraphilia yang dialaminya. (3) Bagi orang Penelitian dengan Subyek Tunggal, CRICED
tua Pemberian Cognitive Behavior Teraphy dengan University of Tsukuba.
menggunakan strategi Self Instructional Coping
untuk meminimalisir perilaku paraphilia anak autis.,
dapat diterapkan di rumah bersama orang tua anak
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 207
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Stallard, P 2004 Think Good. Feel Good: A Cognitive


Behaviour Teraphy Workbook for Children and
Young People, Great Britain: John Wiley &
Sons, Ltd
Sutadi, R. (2002). Makalah Autisme dan Applied
Behaviour Analisys (ABA) / Metode Lovass.
Jakarta : Makalah Pelatihan ABA Jakarta
Medical Center.
Winkanda. 2013. Permainan edukatif untuk Melatih
Kecerdasan & Kreatifitas Anak . Jogjakarta:
Katahati
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

SOSIAL MODEL SEBAGAI UPAYA MENGADVOKASI PERMASALAHAN


PENYANDANG DISABILITAS DI KABUPATEN JEMBER
(Social Models as the Advocate Effort for Issues of People with Disabilities in the District of Jember)

Asrorul Mais a, Lailil Aflahkul Yaumb

ab IKIP PGRI Jember

e-mail: asrorulmais.plb@gmail.co m

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran sosial model dalam upaya mengadvokasi
permasalahan penyandang disabilitas di Kabupaten Jember. M etode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara (interview), observasi, angket dan
dokumentasi untuk kemudian dilakukan teknik triangulasi sebagai teknik keabsahan datanya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendekatan social model berupa: 1) peningkatan capacity building organisasi disabilitas
lokal, 2) workshop mainstreaming disability, 3) training kader disabilitas lokal, 4) pamfasilitasan forum belajar
difabel, 5) inisiasi forum warga, 6) pemberian pemahaman atas kebutuhan dan hak disabilitas kepada pihak
pemberi layanan, 7) pelibatan dan dukungan aktif dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemerintah dalam
perbaikan dan peningkatan akses layanan dasar bagi disabilitas mampu menjawab permasalahan penyandang
disabilitas di Kabupaten Jember di bidang pendidikan, kesehatan dan administrasi kependudukan.
Kata Kunci: sosial model, advokasi, permasalahan penyandang disabilitas

Abstract: This rserach aimed to describe the role of social models to advocate for issues of persons with
disabilities in the district of Jember. The method used is descriptive qualitative method. Technique data
collecting by interview, observations, questionnaires and documentation, triangulation techniques used as
technical validity of the data. The results showed that the approach of the social model are: 1) the capacity
building locally organization of disabilities, 2) disabilities mainstreaming workshop, 3) locally cadres
disabilities training, 4) disabilities forum learning facilitation, 5) citizen forums initiation, 6) giv ing an
understanding of the needs of and disability rights to the government, 7) the involvement and active support of
community figure, religious figure and the government to repair and improve basic services accessibility for
disabilities are able to answer the problems of persons with disabilities in the district of Jember in the fields of
education, health and population administration.
Keywords: social model, advocacy, disability issues

PENDAHULUAN Pendekatan dalam menyelesaikan permasalahan terkait


Prevalensi penduduk penyandang Disabilitas di disabilitas masih didasarkan pada pendekatan charity.
Indonesia menurut Susenas 2012 adalah sebesar 2,45%. Menurut Tarsidi (2012), Secara umum, charity
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam Sensus diartikan sebagai pemberian atas dasar kebajikan dari
Penduduk 2010 di Kabuapten Jember, jumlah mereka yang berkecukupan kepada mereka yang
penduduk penyandang disabilitas sebanyak 183,386 berkekurangan. Implikasi penting dari pengertian ini
jiwa dari total penduduk sebanyak 1,945,597 jiwa. Hal terletak pada hubungan kekuasaan antara pemberi dan
ini berarti 1 dari 11 penduduk di kabupaten jember penerima, di mana pemberi secara suka rela membuat
mengalami disabilitas. Jumlah tersebut tentunya bukan keputusan untuk mengisi kesenjangan kebutuhan
jumlah yang sedikit dan dapat dipastikan mendatangkan penerima. Pendekatan ini telah banyak dikritik karena
segenap permasalahan yang mengikutinya. memberi kesan seolah-olah permasalahan yang dihadapi
Permasalahan penyandang disabilitas khususnya oleh para penyandang disabilitas sudah dapat
di Kabupaten Jember masih dilihat hanya dari satu sisi terpecahkan, padahal sesungguhnya dia tidak
yaitu disabilitas dipandang sebagai salah satu bagian menantang struktur fundamentalnya yang merupakan
dari penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), akar penyebab situasi itu. Lebih jauh, karena
oleh karena itu penanganannya pun masih cenderung mekanisme yang melekat padanya, pendekatan ini juga
hanya melibatkan Dinas Sosial sebagai SKPD yang dikritik karena telah meramas hak dari pihak penerima
betanggung jawab dalam mengatasi segala untuk membuat keputusan sendiri. Pendekatan ini lebih
permasalahan yang berhubungan dengan penyandang dikebal dengan medical model.
disabilitas. Permsalahan yang dialami oleh penyandang Sullivan (2011) mengungkapkan bahwa medical
disabilitas sangat kompleks dan beragam. Kompleks, model merupakan pendekatan dalam melihat
karena meliputi semua aspek kehidupan dan meliputi penyandang disabilitas sebagai orang yang memiliki
semua bidang, dan beragam karena setiap penyandang kondisi abnormal, bergantung pada orang lain, rendah
disabilitas dengan segala perbedaan karakterisrtik yang dan sebagai orang yang kurang dihargai masyarakat
timbul karena kondisi mereka yang beragam serta tidak memiliki kontribusi apapun kepada
menyebabkan kebutuhan merekapun beragam. masyarakat.
209
210 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Seiring perkembangan hak asasi manusia, model dalam melayani pasiennya. Pekerja medis tidak
medical model sudah mulai ditinggalkan dan beralih ke diperkenankan memberi label disabel kepada pasien
sosial model yang lebih humanis. Sosial model of yang mengalami disabilitas. Hal ini dapat membantu
disability mengemukakan bahwa hambatan sistemik, pasien disabilitas dalam menghadapi penyakitnya
sikap negatif dan eksklusi oleh masyarakat (secara semasa dalam perawatan.
sengaja atau tidak sengaja) merupakan faktor-faktor Dari penjelasan tersebut, permaslahan
utama yang mendefinisikan siapa yang menyandang penyandang disabilitas yang kompleks dan beragam
disabilitas dan siapa yang tidak di dalam masyarakat tersebut tentunya tidak bisa diselesaikan dengan
tertentu (Wikipedia, 2009 b). Model ini mengakui pendekatan berbasis amal (charity). Dari latar belakang
bahwa sementara orang-orang tertentu mempunyai tersebut, fokus penelitian dalam penelitian ini adalah
variasi fisik, sensori, intelektual, atau psikologis, yang sebagai brikut: 1). Apa saja permasalahan penyandang
kadang-kadang dapat mengakibatkan keterbatasan disabilitas di Kabupaten Jember di bidang pendidikan,
fungsi atau ketunaan pada individu, ini tidak harus kesehatan dan administrasi kependudukan? dan 2)
mengakibatkan disabilitas, kalau masyarakat dapat Bagaimana peran sosial model dalam upaya
menghargai dan menginklusikan semua orang tanpa mengadvokasi permasalahan penyandang disabilitas di
memandang perbedaan-perbedaan individu. Kabupaten Jember?
Berdasarkan sosial model, disabilitas disebabkan
oleh masyarakat tempat kita tinggal dan bukan METODE PENELITIAN
merupakan kesalahan seorang individu penyandang Jenis Penelitian
disabilitas itu, atau juga bukan merupakan konsekuensi Metode penelitian deskriptif kualitatif digunakan
yang tak dapat dihindari dari keterbatasannya. dalam peneltian ini karena secara umum penelitian
Disabilitas merupakan akibat dari hambatan-hambatan kualitatif bertujuan untuk memahami (understanding)
fisik, struktural dan sikap yang ada di dalam dunia makna yang disimbolkan dalam perilaku
masyarakat, yang mengarah pada diskriminasi. Oleh masyarakat menurut perspektif masyarakat itu sendiri
karena itu, pengubahan lingkungan demi (Sudarto:1995). Penelitian deskriptif kualitatif adalah
menghilangkan hambatan-hambatan tersebut diyakini suatu metode dalam meneliti status sekelompok
dapat menghilangkan disabilitas sekurang-kurangnya manusia, suatu objek dengan tujuan membuat deskriptif,
menurunkan tingkat disabilitas itu (Tarsidi, 2012). gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan
Hal diatas sejalan dengan peneliti disabilitas dari akurat mengenai fakta-fakta atau fenomena yang
Institut Chicago, Gill (2015) yang mengungkapkan diselidiki (Cevilla, dkk:1993)
konsep tentang sosial model. Sosial model dalam Adapun tujuan Penelitian deskriptif kualitatif ini
konteks disabiliitas adalah sebagai berikut: 1) disabilitas untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku.
adalah kondisi berbeda bukan abnormal, 2) disabilitas Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat,
adalah kondisi netral bukan kondisi negatif, 3) analisis dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang
disabilitas diakibatkan karena ketimpangan interaksi ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian
antara individu dan masyarakat, 4) Solusi untuk masalah deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk memperoleh
disabilitas adalah perubahan pola interaksi antara informasiinformasi mengenai keadaan yang ada
individu dan masyarakat, 5) Agen terpenting dalam (Mardalis:1999)
sosial model adalah siapa saja yang dapat menyusun
pola interaksi yang positif antara individu dan Waktu dan Lokasi Penelitian
masyarakat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus
Berbagai penelitian juga telah menunjukkan 2015 sapai dengan Agustus 2016 di dua Kecamatan di
bahwa sosial model merupakan pendekatan yang Kabupaten Jember yaitu Arjasa yang terdiri dari Desa
membawa perubahan positif bagi penyandang Arjasa dan Desa Biting dan Kecamatan Ambulu yang
disabilitas. Wiliamson (2015) dalam penelitiannya terdiri dari Desa Tegalsari dan Desa Karanganyar. Ke-
mengungkapkan bahwa sosial model memiliki dampak dua kecamatan tersebut merupakan sasaran dari
yang signifikan bagi orang yang mengalami dimensia, Program Peduli. Program Peduli adalah program yang
penerimaan sosial terhadap diri penderita dimensia diluncurkan Kementerian Koordinator Bidang
memungkinkan penderita dimensia tersebut merasa Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
diterima di lingkungan pergaulannya. Beresford. (2010) Program ini bertujuan untuk mewujudkan inklusi sosial
dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa sosial bagi kelompok masyarakat yang selama ini rentan
model merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan diskriminasi dan peminggiran hak yang dilaksnakan
khususnya bagi penyandang disabilitas mental. Peran oleh lembaga SAPDA (Sentra Advokasi Perempuan,
keluarga, lingkungan dan masyarakat sangat Difabel dan Anak) bekerja sama dengan Persatuan
berpengaruh terhadap pembentukan perasaan dihargai, Penyandang Cacat (PERPENCA) Jember dan IKIP
meningkatkan kepercayaan diri dan merasa setara PGRI Jember Program Studi Pendidikan Luar Biasa
dengan masyarakat lainnya. Bahkan Durell (2014) (PLB).
menyatakan bahwa dalam bidang medis, seorang
pekerja medis seharusnya menerapkan konsep sosial
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 211
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Data, Sumber Data, dan Narasumber layanan pendidikan umum (bukan SLB). Namun masih
Terdapat dua kelompok data dalam penelitian menyisakan beberapa permasalahan yaitu: 1)
ini, yaitu data utama dan data pendukung. Sumber data keterbatasan guru pendamping di setiap sekolah, 2)
utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan metode pembelajaran dan media pembelajaran belum
tindakan atau peristiwa. Data tersebut dipeoleh dari sesuai dengan ragam kedisabilitasan 3) ketersediaan
informan yaitu lembaga SAPDA, PERPENCA Jember, aksesibilitas fisik sekolah masih rendah bagi
perangkat desa dan kecamatan serta 50 responden (30 penyandang disabilitas, misalnya, ram, guiding block di
laki-laki dan 20 perempuan) penyandang disabilitas di 2 lingkungan sekolah, toilet dan akses jalan umum ke
(dua) kecamatan dan 4 (empat) desa, masing-masing sekolah.
Desa Arjasa dan Desa Biting di Kecamatan Arjasa, serta
Desa Tegalsari dan Desa Karanganyar di Kecamatan Kesehatan
Ambulu. Data pendukung berasal dari dokumen- Sebagian besar disabilitas dialami setelah lahir,
dokumen yang ada pada lembaga penyelenggara dan dengan faktor yang paling dominan diperoleh karena
observasi langsung tidak terstruktur. sakit. Artinya, disabilitas yang dialami penyandang
disabilitas karena tidak mampu mengakses layanan
Metode Pengumpulan Data dan Keabsahan Data kesehatan atau tidak terlayani secara cepat atau layanan
Pada penelitian ini peneliti melakukan yang tidak berkualitas ketika mengalami sakit.
wawancara (interview), observasi dan dokumentasi. Mayoritas penyandang disabilitas memeriksakan
Wawancara dutujukan kepada pengurus organisasi kesehatannya di Pustu/ Puskesmas dengan
SAPDA, PERPENCA Jember, perangkat desa serta pertimbangan biaya yang murah dan jarak yang dekat
kecamatan, pendamping dan penyandang disabilitas. dari tempat tinggalnya, dan karenanya hanya sedikit
Observasi ditujukan khusus bagi peserta pelatihan untuk sekali yang mengakses layanan dokter spesialis.
mendapatkan data dalam menjawab fokus penelitian Dengan biaya yang murah menjadikan
yang sudah dirumuskan pada rumusan masalah dalam penyandang disabilitas tidak terlalu signifikan
penelitian ini. Sedangkan dikumentasi digunakan membutuhkan bantuan biaya. Penyandang disabilitas
sebagai data pendukung. membutuhkan bantuan transportasi dan pendamping
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam saat memeriksakan kesehatannya. Mayoritas
penelitian ini adalah teknik triangulasi. Triangulasi penyandang disabilitas tidak memiliki kartu jaminan
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang sosial kesehatan, sementara yang memiliki kartu
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk jaminan kesehatan sebagian besar menyatakan pernah
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding menggunakan dan terdapat penyandang disabilitas yang
terhadap data itu (Moleong: 2010). Triangulasi dapat tidak pernah menggunakan kartu miliknya. Penyandang
dicapai dengan jalan: (a) Membandingkan data hasil disabilitas menilai aksesibilitas layanan kesehatan
pengamatan dengan data hasil wawancara, (b) ternyata sudah baik, dari aksesibilitas fisik, sarana
Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan peralatan kesehatan, keramahan petugas layanan
umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (c) kesehatan, termasuk keterjangkauan biaya, dan kualitas
Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu obat/terapi.
dokumen yang berkaitan.
Masalah Administrasi Kependuduk an
HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI Jumlah penyandang disabilitas yang tidak
Permasalahan Penyandang Disabilitas Di Kabupaten memiliki identitas (Akta Kelahiran dan KTP) cukup
Jember Di Bidang Pendidikan, Kesehatan dan tinggi. Keterbatasan mobilitas dan aksesibilitas
Administrasi Kependudukan menjadikan sebagian besar penyandang dis abilitas
Kehidupan penyandang disabilitas di Kecamatan Arjasa dalam mengurus dokumen pribadi dan keluarga masih
dan Ambulu berada dalam kemiskinan. Mayoritas dibantu pengurusannya oleh orang lain. Bahkan ada
mereka masih tinggal bersama keluarga atau orang tua. yang sama sekali tidak mengurus dokumen pribadi dan
Mayoritas penyandang disabilitas hanya mengenyam keluarga.
pendidikan sampai tingkat SD/SLB, dan bahkan tidak Meski membutuhkan bantuan dalam
mengenyam pendidikan sama sekali. Sehingga tidak pengurusannya, sangat sedikit penyandang disabilitas
bisa mendapatkan pekerjaan dengan upah yang tinggi. yang memanfaatkan pengurusan masal. Sebagian besar
Sebagian besar penyandang disabilitas mengalami sumber informasi layanan administrasi kependudukan
hambatan mobilitas karena disabilitasnya. Kondisi ini masih didapatkan dari anggota keluarga, disusul dengan
akhirnya semakin menempatkan penyandang disabilitas sumber informasi dari pemerintah dan sangat sedikit
dalam situasi semakin miskin, dan tidak mampu yang mendapatkan informasi dari media massa.
mengakses pekerjaan karena tingkat pendidikan yang
rendah.

Masalah Pendidikan
Layanan sekolah sudah memadai, karena
penyandang disabilitas sebagian besar bisa mengakses
212 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Peran Sosial Model Dalam Upaya Mengadvokasi Workshop Mainstreaming Disability Pertama
Permasalahan Penyandang Disabilitas Di Kabupaten Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
Jember. pemahaman individu, komunitas dan keluarga
Peningkatan Capacity Building Organisasi disabilitas tentang disabilitas dan hak s ebagai warga
Disabilitas Lokal negara. Kegiatan ini melibatkan unsur tokoh
Peningkatan capacity building organisasi masyarakat, pemberi layanan publik, disabilitas
disabilitas lokal adalah upaya melakukan rangkaian (organisasi, keluarga, individu) dan tokoh agama. (kader
diskusi, coaching clinic, dan mendorong organisasi posyandu balita/lansia, kader PKK, RT/RW) yang
disabilitas untuk melakukan pertemuan rutin dengan dihadiri di 4 desa intervensi.
anggota atau komunitas disabilitas. kegiatan ini Hasil dari kegiatan tersebut adalah: 1)
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi Penerimaan sosial: a) Bertambahnya pengetahuan
disabilitas terkait dengan peran mereka dalam tentang sejarah istilah penyandang disabilitas dari tahun
memfasilitasi anggota dan komunitas. Kegiatan ini ke tahun. b) Tersampaikannya informasi dan
dilaksanakan sebulan sekali yang dihadiri di setiap pengetahuan bahwa penyandang disabilitas mempunyai
kegiatan sebanyak kurang lebih 15 sampai 20 orang hak-hak yang harus dipenuhi seperti kesejahteraan
yang berasal dari organisasi mitra PERPENCA Jember untuk disabilitas di Kabupaten Jember. c) Mewujudkan
dan organisasi disablitas lainnya seperti GERKATIN, relasi sosial di desa untuk mendukung pelaksanaan
PERTUNI, ITMI, DCC, DMI, dan NPC. Dalam pendataan yang ingin dicapai dan audensi dengan
kegiatan pengembangan kapasitas untuk organisasi ini, kepala desa di 4 desa intervensi. d) Memfasilitasi
telah melakukan dialog dan diskusi dengan beberapa berdirinya Organisasi Difabel ditingkat desa, sehingga
tema diantaranya : 1) Penerimaan sosial, 2) Layanan apabila ada permasalahan difabel mereka bisa
Dasar, 3) Adminduk, 4) Pendidikan, 5) Kesehatan dan dilibatkan. e) Difabel di 2 Desa intervensi terlibat di
6) Kebijakan. dalam Musrenbangdes yaitu di Desa Biting dan Desa
Adapun hasil dari kegiatan tersebut adalah: 1) Arjasa, hasilnya ada alokasi dana untuk pemberdayaan
Kebijakan: a) tersampaikannya informasi terkait Difabel di dalam Anggaran Dana Desa, baik di Desa
pengadaaan Akta Kelahiran di Kecamatan Arjasa, b) Biting maupun Desa Arjasa. f) Adanya komitmen
terdapatnya jejaring antara OPD (Organisasi Tokoh Agama untuk membantu pendataan difabel di
Penyandang Disabilitas) di Kabupaten Jember dengan tiap desa intervensi dan pelibatan difabel dalam
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten kegiatan keagamaan. 2) Adminduk: adanya perubahan
Jember, c) Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan layanan di Desa Biting dengan membangun ram di Aula
Dinas Sosial membuat program 1000 Akte Kelahiran Balai Desa sebagai sarana pemenuhan aksesibilitas
gratis bagi penyandang disabilitas di Jember dan d) publik.
Perpenca dan OPD lain mengawal pembahasan Raperda
Penyandang Disabilitas termasuk mengkritisi konten Workshop Mainstreaming Disability Kedua
dan materi yang terkait dengan partisipasi, pemenuhan Workshop ini dihadiri oleh Badan Perencanaan
hak, dan aspirasi. 2) Pendidikan; tersampaikannya Pembangunan Kabupaten (BAPPEKAB) Jember (1
informasi terkait kegiatan keaksaraan kejar paket, orang), Dinas Kesehatan Kabupaten Jember (1 orang),
Lembaga OPD menuturkan bahwa dulu pernah Dinas Sosial Kabupaten Jember (1 Orang), Camat
mencoba untuk mengusulkan progam kejar paket pada Arjasa (1 Orang), Kepala Desa Biting Kecamatan
dinas pendidikan pada tahun 2002 dan saat ini mereka Arjasa (1 Orang), Kepala Desa Arjasa Kecamatan
tengah bekerja sama dengan penyelenggara kejar paket Arjasa (1 Orang), Kepala Desa Tegalsari Kecamatan
yang ada di desa intervensi SAPDA, seperti di Desa Ambulu (1 Orang), Kepala Desa Karanganyar
Arjasa mereka bekerja sama dengan Yayasan Al- Kecamatan Ambulu (1 Orang), Kader PKK Desa Biting
Mahrus terkait dengan pembelajaran bagi difabel yang Kecamatan Arjasa (1 orang), Kader posyandu Desa
masih mengalami buta aksara untuk dapat ikut serta Biting Kecamatan Arjasa (1 orang), Kader PKK Desa
dalam Kejar Paket yang diselenggarakan oleh Yayasan Arjasa Kecamatan Arjasa (1 orang), Kader PKK Desa
Al-Mahrus. 3) Kesehatan; keluarga disabilitas dan Tegalsari Kecamatan Ambulu (1 orang), Kader
disabilitas serta masyarakat mampu mengenal layanan posyandu Desa Tegalsari Kecamatan Ambulu (3 orang)
kesehatan reproduksi bagi disabilitas mulai dari tingkat Kader PKK Desa Karanganyar Kecamatan Ambulu (1
Puskesmas Pembantu di Desa sampai di Puskesmas orang),kaur tegalsari kecamatan Ambulu (1 orang),
Kecamatan. 4) Penerimaan sosial: a) Keluarga dan TKSK Kecamatan Ambulu (1 orang) dan TKSK
penyandang disabilitas mampu memahami konsep Kecamatan Arjasa (1 orang). Dengan komposisi jumlah
disabilitas, ragam kedisabilitasan dan bagaimana Laki-laki 10 (Sepuluh) Orang dan Perempuan 10
seharusnya keluarga berinteraksi dengan penyandang (Sepuluh) Orang.
disabilitas. b) Tidak ada perlakuan diskriminatif dalam
kehidupan keluarga. Adapun hasil dari kegiatan tersebut adalah : 1)
Kesehatan: adanya komitmen perubahan layanan di tiap
puskesmas di kecamatan intervensi 2) Adminduk:
adanya perubahan layanan di Dispendukcapil
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 213
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Kabupaten Jember yaitu dengan melakukan Palsy (CP) dihadiri 30 peserta . Sementara di Desa
penyelenggaraan layanan Kependudukan yang ramah Arjasa Kecamatan Arjasa mengambil tema Memahami
difabel dengan pembangunan ram, tempat parkir Tuna Netra dan Belajar Huruf Braille dan dihadiri 25
khusus, dan loket layanan khusus bagi difabel. 3) peserta dan tema Mengenal dan Belajar Merawat
Penerimaan sosial: Program Peduli Disabilitas menjadi Disabilitas Celebral Palsy (CP) dihadiri 30 peserta. di
salah satu program yang ada di Pokja I PKK Desa Desa Biting mengambil tema Memahami Tuna Netra
Tegalsari. dan Belajar Huruf Braille dihadiri 25 peserta dan tema
Mengenal dan Belajar Merawat Disabilitas Celebral
Training Kader Disabilitas Lokal Palsy (CP) dihadiri 30 peserta.
Bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Hasil dari kegiatan forum belajar difabel
individu disabilitas sebagai kader disabilitas ditingkat menghasilkan perubahan positif di keempat desa
lokal. Kegiatan ini diikuti oleh 8 fasilitator/kader, 2 tersebut. Desa Arjasa megalami perubahan bidang
pembantu, 1 koordinator lapangan. Peserta terdiri dari 5 penerimaan sosial yaitu: a)terbentuknya kelompok
laki-laki (4 difabel, 1 non difabel) dan 6 perempuan (2 belajar bahasa isyarat Bisindo yang inklusi dan
difabel, 4 non difabel). sementara berpusat di Dusun Tegal Bago, Desa Arjasa,
Hasil dari training tersebut adalah sebagai Kecamatan Arjasa, b) adanya antusiasme anak-anak
berikut: 1) kader memiliki kemampuan mengenali belajar bahasa isyarat di Desa Arjasa. c) munculnya
disabilitas, 2) kader memiliki kemampuan mendata dan kerjasama dengan beberapa yayasan dalam mendanai
mendekati disabilitas, 3) kader memahami teknik kelompok-kelompok belajar bahasa isyarat yang ada di
advokasi di tiap level baik itu di level keluarga Desa Arjasa. d) adanya pernyataan sikap MUI untuk
disabilitas, tokoh agama maupun pemerintahan desa. mendukung program peduli dan menjadikan difabel
sebagai mitra dalam kegiatan MUI. e) Adanya
Pamfasilitasan Forum Belajar Difabel pernyataan sikap Muslimat Kecamatan Arjasa untuk
Mendorong berjalannya forum belajar lintas melibatkan difabel dalam kegiatan, f) terbentuknya
organisasi/komunitas disabilitas untuk melakukan Komunitas Peduli Difabel Arjasa, g) fasilitator desa
advokasi. Dalam forum ini masyarakat difabel belajar berbagi ketramilan tentang elektronika, h) terbentuknya
mengenai kebijakan desa/kabupaten kelompok belajar Bahasa Isyarat yang mengadakan
(RPJMDes/RPJMD), Perdes/Perda yang sudah ada serta pertemuan setiap Hari Rabu sore diikuti 15 orang, i)
layanan dasar yang inklusif. Forum ini melibatkan Difabel terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan,
masyarakat difabel dan keluarga untuk mendiskusikan j) Mengadakan kegiatan pelatihan keteramilan membuat
isu pendidikan dan penerimaan sosial. kerajinan bunga dari plastic bekas dan membuat kue
Forum belajar difabel di bidang pendidikan bekerja sama dengan Dinas Koperasi dan k) menjalin
dilaksnakan dengan mengadakan kegiatan di Desa kerjasama dengan beberapa yayasan yang peduli
Tegalsari Kecamatan Ambulu Forum inisiasi warga difabel. Semnetara di bidang pendidikan yaitu terdapat
mengambil tema Memahami Layanan Pendidikan 15 siswa difabel yang mendapat KIP, di bidang
Inklusi Sebagai Salah Satu Pemenuhan Hak Dasar kesehatan terdapat18 difabel yang mendapatkan KIS
Disabilitas Dalam Hak Atas Pendidikan dengan dan terdapat difabel yang mendapatkan BLSM dan
dihadiri 25 peserta dan di Desa Karanganyar Forum PKH. Di Desa Biting di bidang kesehatan disabilitas
inisiasi warga mengambil tema Memahami Layanan mendapatkan layanan home care dari puskesmas. Di
Pendidikan Inklusi Sebagai Salah Satu Pemenuhan Hak Desa Tegalsari, a) pemilik usaha batik dan bakpia
Dasar Disabilitas Dalam Hak Atas Pendidikan dengan menerima difabel menjadi karyawan, b)adanya sinergi
dihadiri 10 peserta. Sementara di Desa Arjasa progam dengan Pokja II PKK desa dan di Desa
Kecamatan Arjasa, Forum inisiasi warga mengambil Karanganyar, c) terbentuknya Paguyuban Difabel di
tema Memahami Layanan Pendidikan Inklusi Sebagai Tingkat Desa
Salah Satu Pemenuhan Hak Dasar Disabilitas Dalam
Hak Atas Pendidikan dengan dihadiri 30 peserta dan di Inisiasi Forum Warga
Desa Biting Forum inisiasi warga mengambil tema Forum ini bermaksud mengadakan berbagai
Memahami Layanan Pendidikan Inklusi Sebagai Salah dialog interaktif formal dan informal antara komunitas
Satu Pemenuhan Hak Dasar Disabilitas Dalam Hak Atas disabilitas dengan masyarakat di masing-masing desa
Pendidikan dengan dihadiri 15 peserta. dengan pemberi layanan publik. Hasil yang diharapkan
Sedangkan Forum belajar difabel di bidang adalah adanya dialog terbuka untuk memberikan kritik,
penerimaan sosial dilaksnakan dengan mengadakan masukan dan disain layanan publik yang aksesibel,
kegiatan di Desa Tegalsari Kecamatan Ambulu konsep dan substansi layanan publik yang aksesibel,
mengambil tema Memahami Tuna Netra dan Belajar terbukanya komunikasi yang sejajar antara komunitas
Huruf Braille dan dihadiri 25 peserta dan tema disabilitas, masyarakat, pemberi layanan dan
Mengenal dan Belajar Merawat Disabilitas Celebral pemerintah/pembuat kebijakan. Forum ini sudah
Palsy (CP) dihadiri 30 peserta. Di Desa Karanganyar dilaksanakan 4 bulan dengan mendialogkan beberapa
mengambil tema Memahami Tuna Netra dan Belajar tema yang dilakukan di 4 desa intervensi.
Huruf Braille dan dihadiri 25 peserta dan tema Adapu Layanan Dasar yang dibahas dalam forum
Mengenal dan Belajar Merawat Disabilitas Celebral tersebut adalah: 1) layanan hak atas administrasi
214 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

kependudukan dengan Kecamatan Ambulu, 2) layanan kemudian dilanjutkan dengan pemahaman konsep,
kesehatan Inklusi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten pemilihan role mode untuk intervensi (sector, wilayah)
Jember dan 3) hak atas pendidikan dan pendidikan dan perencanaan aktifitas. Adanya role model layanan
inklusif bagi Disabilitas oleh UPTD Dinas Pendidikan dasar yang inklusi di tiap desa dengan menitikberatkan
Kecamatan Ambulu dan Kecamatan Arjasa pada bidang pendidikan dan kesehatan serta
menyampaikan terkait pendidikan inklusif yang sudah administrasi kependudukan. Hasil dari kegiatan tersebut
menjadi program Pemerintah Kabupaten Jember sejak adalah Peluncuran Kecamatan Ambulu sebagai
tahun 2007 untuk mendorong pendidikan bagi anak kecamatan yang ramah disabilitas. 2) Role Model
penyandang disabilitas di Kabupaten Jember. Layanan Publik Ramah Disabilitas bertujuan untuk
Adapun hasil dari inisiasi forum warga tersebut menyiapkan pelayanan publik (kesehatan dasar/
meliputi bidang: 1) Kesehatan: a) penyandang pendidikan dasar) yang aksesibel/ inklusif untuk
disabilitas mendapatkan Kartu Indonesia Sehat menjadi bahan uji coba dalam implementasi. Dengan
sebanyak 124 orang di Desa Arjasa, 78 orang di desa rangkaian kegiatan yang dilaksanakan adalah pelatihan
Biting, 160 orang di Desa Tegalsari, dan 60 orang di paramedic/ warga sekolah, workshop kecil layanan
Desa Karanganyar, dan b) Puskesmas Arjasa dan dasar ramah disabilitas serta asistensi disabilitas. Hasil
Ambulu mulai mengunjungi penyandang disabilitas dari kegiatan tersebut adalah Peluncuran layanan
yang ada di 4 (empat) desa intervensi untuk Adminduk ramah disabilitas di Kecamatan Ambulu. 3)
memberikan layanan, baik fisiotherapy maupun Disain Ruang Layanan Dasar Ramah Disabilitas
pemeriksaan kesehatan. 2) Pendidikan: a) Deklarasi bertujuan untuk mendesign ruang layanan dasar
PAUD DAN TK Inklusi se Kecamatan Arjasa sebanyak puskesmas/sekolah yang ramah disabilitas. Rangkaian
19 penyelenggara PAUD dan TK. b)Ada 1 Sekolah di aktivitas yang akan diselenggarakan adalah workshop
Desa Biting yaitu SD Biting 2 yang siap untuk menjadi penyusunan/ design ruang ramah disabilitas (puskesmas,
sekolah inklusi dan sudah menerima difabel. c) 5 Anak sekolah dasar, pustu) serta publikasinya yang juga akan
difabel diterima di SDN ARJASA 02, d) 1 anak difabel di dukung oleh konsultan bangunan fisik aksesibel.
diterima di SDN Biting 2, e) Anak difabel yang diterima Hasil dari kegiatan tersebut adalah di Kecamatan
di sekolah inklusi SD Tegalsari 3 ada 2 orang, TK Ambulu sudah di launching layanan Adminduk yang
Azzarah Tegalsari 2 orang, SMP Islam Tegalsari 3 ramah Disabilitas pada bulan Agustus 2016 ini dengan
orang, f) 1 anak difabel diterima di SD Ambulu 1. 3) terdapatnya ram, loket khusus dan tempat parkir khusus
Adminduk: a) Terbentuknya Forum Peduli Disabilitas bagi disabilitas.
lintas sektor di Kecamatan Ambulu. b) Peluncuran
layanan Adminduk yang ramah disabilitas di Kecamatan Pelibatan dan dukungan aktif dari tokoh
Ambulu dengan infrastruktur yang aksesibel dengan masyarakat, tokoh agama dan pemerintah dalam
adanya ram, loket dan antrian khusus disabilitas bahkan perbaikan dan peningkatan akses layanan dasar
tempat parkir untuk isabilitas. 4) Data: warga desa bagi disabilitas
memberikan informasi data tentang disabilitas dengan Roadshow kultural dengan tokoh masyarakat dan
sukarela dan 5) Penerimaan sosial : a) Partisipasi warga tokoh agama bertujuan untuk melakukan pendekatan
non disabilitas, b) Tumbuhnya kepekaan terhadap isu dan pemahaman kepada tokoh masyarakat, tokoh agama
disabilitas, c) pihak desa semakin peka terhadap isu mengenai disabilitas dan layanan dasar ramah difabel.
disabilitas, d) Desa Biting dan Desa Arjasa melibatkan Kegiatan ini telah dilakukan dengan mendatangi pihak-
difabel dalam musrenbangdes, e) 4 (empat) desa telah pihak yang dimaksud untuk bersilaturahmi,
melibatkan penyandang disabilitas dalam kegiatan - mensosialisasikan program dan meminta dukungan dan
kegiatan di lingkungan desa masing-masing seperti partisipasi dari tokoh masyarakat dan tokoh agama.
pelatihan keteramilan, kerja gotong royong, terlibat Hasil kegiatan tersebut: a) Pihak yang dikunjungi
dalam PKK, menjadi kader posyandu, menjadi panitia memberikan dukungan-dukungan terhadap program. b)
pembangunan masjid. Terlibat dalam kegiatan mainstreaming, kegiatan forum
warga, menjadi bagian dari proses kerja program, c)
Pemberian Pemahaman Atas Kebutuhan Dan Hak tokoh-tokoh Agama memberikan informai tentang
Disabilitas kepada Pihak Pemberi Layanan keberadaan disabilitas untuk di data di tiap desa.
Beberapa kegiatan untuk memberikan
pemahaman atas kebutuhan dan hak disabilitas kepada SIMPULAN DAN SARAN
pihak pemberi layanan diantaranya : 1) Semiloka Simpulan
layanan dasar yang inklusi bertujuan untuk memberikan Dari hasil temuan, pengolahan dan analisis data
pemahaman tentang konsep layanan dasar yang inklusi dalam penelitian ini, maka disimpulkan bahwa:
(ramah disabilitas) kepada pemberi layanan dasar, Permasalahan penyandang disabilitas di Kabupaten
pemerintah dan komunitas/individu disabilitas. Jember di bidang pendidikan meliputi: 1) keterbatasan
Sehingga diharapkan ke depan sekolah dasar yang guru pendamping di setiap sekolah, 2) metode
inklusif ada di empat desa program. Selain itu, semiloka pembelajaran dan media pembelajaran belum sesuai
layanan dasar yang inklusi, akan dimulai dengan dengan ragam kedisabilitasan, 3) ketersediaan
seminar mengenai layanan dasar yang ramah difabel, aksesibilitas fisik sekolah masih rendah bagi
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 215
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

penyandang disabilitas, di bidang kesehatan meliputi: 1) Beresford, Peter. 2010. Social work and a social model
penyandang disabilitas tidak mampu mengakses layanan of madness and distress: Developing a viable
kesehatan, 2) membutuhkan bantuan transportasi dan role for the future. Social Work & Social
pendamping saat memeriksakan kesehatannya, 3) Sciences Review. 12 (2) (online). dalam
mayoritas penyandang disabilitas tidak memiliki kartu (https://journals.whitingbirch.net/index.php/SW
jaminan sosial kesehatan, 4) dan di bidang administrasi SSR/article/viewFile/454/490) diakses pada
kependudukan meliputi: 1) Jumlah penyandang tanggal 12 Oktober 2016
disabilitas yang tidak memiliki identitas (Akta Cevilla, Convelo G., dkk.1993. Pengantar Metode
Kelahiran dan KTP) cukup tinggi, 2) Keterbatasan Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia
mobilitas dan aksesibilitas. Adapun peran sosial model Durell, Shirley. 2014. The social model of disability
dalam upaya mengadvokasi permasalahan penyandang challenges the view of disability as an individual
disabilitas di Kabupaten Jember dilakukan dengan: 1) problem, and awareness of it can advance
peningkatan capacity building organisasi disabilitas nursing practice. Nursing Times. 110 (50)
lokal, 2) workshop mainstreaming disability, 3) training (online). dalam
kader disabilitas lokal, 4) pamfasilitasan forum belajar (https://www.nursingtimes.net/download?ac=12
difabel, 5) inisiasi forum warga, 6) pemberian 93627). diakses pada tanggal 12 Oktober 2016
pemahaman atas kebutuhan dan hak disabilitas kepada Gill, Carol J.2015. Medical Model vs. Social Model.
pihak pemberi layanan, 7) pelibatan dan dukungan aktif Chicago Institute of Disability Research.
dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemerintah (online). dalam
dalam perbaikan dan peningkatan akses layanan dasar (http://www.fvkasa.org/resources/files/history-
bagi disabilitas. model.pdf). diakses pada tanggal 12 Oktober
2016
Saran Mardalis. 1999. Metode Penelitian Suatu Pendekatan
Dari hasil penelitian ini dihasilkan beberapa Proposal. Jakarta : Bumi Aksara
saran, a) kebijakan pemerintah: 1) ketersediaan data Moleong J. Lexy. 2010. Metodologi Penelitian
yang terpadu dan satu atap sehingga tercapainya data Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja
difabel yang akurat dan dapat dimanfaatkan oleh semua Rosdakarya
SKPD dengan membangun Sistem Informasi Kabupaten Sudarto. 1995. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta:
yang berperspektif disabilitas, 2) memberikan jaminan Raja Grafindo Persada
kesehatan khusus kepada difabel, 3) memperbanyak Sullivan, Kathryn. 2011. The Prevalence of the Medical
pendirian penyelenggara sekolah-sekolah inklusi di tiap Model of Disability in Society. 2011 AHS
desa karena apabila hanya di tiap kecamatan terkadang Capstone Projects. Paper 13 (online). dalam
susah dijangkau oleh penyandang disabilitas, terutama (http://digitalcommons.olin.edu/ahs_capstone_2
pendirian SMP dan SMA inklusi di Jember. 4) 011/13). diakses pada tanggal 12 Oktober 2016
Memberikan layanan adminduk di tingkat kecamatan Tarsidi, Didi. 2012. Disabilitas dan Pendidikan Inklusif
dengan metode jemput bola terutama bagi difabel berat pada Jenjang Pendidikan Tinggi. dalam
seperti pada Kecamatan Ambulu, 5) menjadikan Jember (http://d-
sebagai Kabupaten Inklusi dengan membentuk Forum tarsidi.blogspot.co.id/2012/11/disabilitas-dan-
SKPD Peduli Disabilitas untuk tingkat kabupaten dan pendidikan-inklusif.html) diakses pada tanggal
forum peduli disabilitas lintas sektor untuk tingkat 12 Oktober 2016
kecamatan. b) penerimaan sosial: 1) pelibatan The Salamanca Statement and Framework for Action in
penyandang disabilitas di dalam Musrenbang Desa, Special Needs Education. Wikipedia (2009 a).
Kecamatan dan Kabupaten, 2) Pemerintah Kabupaten Medical model of disability. (Online). Available:
Jember memperluas program peduli ini pada http://en.wikipedia.org/wiki/Medical_model_of_
kecamatan-kecamatan berikutnya dan desa-desa yang disability. Retrieved 7 April 2010. Wikipedia
lain sehingga penyandang disabilitas dapat turut serta (2009 b). Social model of disability. (Online).
secara aktif pada pembangunan. Available:
http://en.wikipedia.org/wiki/Social_model_of_di
sability. Retrieved 7 April 2010.
DAFTAR PUSTAKA Williamson, Toby. 2015. Dementia, rights and the
BPS. 2012. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2012. social model of disability. The Journal of
(online). dalam Dementia Care. 23 (5) (online). dalam
(http://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.php/ (http://www.careinfo.org/wp-
catalog/633/) diakses pada tanggal 14 Desember content/uploads/2012/05/12-13JDCSO15.pdf)
2013 diakses pada tanggal 12 Oktober 2016
BPS. 2010. Sensus Penduduk Tahun 2010. (online),
dalam
(http://sp2010.bps.go.id/index.php/site?id=3509
000000&wilayah=Jember) diakses pada tanggal
12 Desember 2012
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PENGGUNAAN SISTEM ISYARAT BAHASA INDONESIA (SIBI) DAN BAHASA


ISYARAT INDONESIA (BISINDO) OLEH SISWA TUNARUNGU REMAJA DI SLB-B
KOTA BANDUNG
(The Use of Indonesian Sign Language System (SIBI) and Indonesia Sign Language (BISINDO)
by Teenage Deaf Student in SLB-B Kota Bandung)

Inna Hamida Zusfindhana

IKIP PGRI JEMBER, Indonesia


E-mail: naahamida@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penggunaan SIBI dan BISINDO yang belum optimal di SLB-B
Kota Bandung sehingga mengakibatkan hambatan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dibutuhkan
solusi dalam mengatasi hal tersebut. Tujuan dari penelitian ini untuk merumuskan solusi untuk mengatasi
kesulitan komunikasi antara guru dan siswa tunarungu remaja. Subjek penelitian yaitu siswa tunarungu remaja
berusia 10-18 tahun dan guru kelas. Dengan menggunakan metode deskriptif dan pendekatan kualitatif,
penelitian ini berusaha menggali data lebih mendalam mengenai penggunaan SIBI dan BISINDO melalui
teknik observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penggunaan SIBI hanya terbatas
pada abjad huruf, angka, dan beberapa kata tertentu, 2) Dari 15 siswa tunarungu remaja 11 diantaranya
kesulitan menggunakan SIBI, 3) Guru kesulitan dalam memahami bahasa isyarat siswa tunarungu remaja yait u
BISINDO dan mengatasinya melalui tulisan, 4) Siswa tunarungu kesulitan memahami komunikasi guru ketika
menggunakan ujaran dan mengatasinya melalui bertanya kepada guru atau teman sebaya, 5) M erumuskan
solusi untuk mengatasi kesulitan bersama guru dan kepala sekolah. Hasil penelitian ini di rekomendasikan
kepada SLB-B X, SLB-B Y dan SLB-BC Z.
Kata kunci: Penggunaan bahasa isyarat, S IBI dan BIS INDO

Abstract: This study was based by the use of SIBI and BISINDO is not optimal in SLB-B Bandung resulting in
obstacles in the process of learning. Therefore it takes steps in overcoming it. The purpose of this study is to
formulate the steps in overcoming the difficulties of communication between teachers and teenage deaf
student. The subject of study are teenage deaf students aged 10-18 years and teacher. By using the methods of
descriptive and qualitative approaches, this study attempted to looked for further data regarding the use of
SIBI and BISINDO through observation and interview. The results showed: 1) The use of SIBI is limited on
the alphabet letters, number, and some particular words, 2) 11 students of 15 teenage deaf students have
difficulty of using SIBI, 3) Teachers have difficulty in understanding teenage deaf student sign language
(BISNDO) and solve it through writing, 4) Deaf students have trouble understanding when teachers use
speech communication and solve it through ask a teachers or peers, 5) Formulate solution to overcome
difficulties together with teachers and principle. The result of this study was recommended for SLB-B X, SLB-
Y, and SLB-BC Z.
Key words: the use of sign language, SIBI and BISINDO

PENDAHULUAN mengoptimalkan kemampuan berbahasanya. Ini karena


Tunarungu adalah kondisi dimana individu sebagian besar perkembangan sosial masyarakat
mengalami hambatan dalam pendengaran. didasarkan atas komunikasi lisan.
Ketunarunguan merupakan ketidakmampuan untuk Bahasa isyarat dapat ditandai dengan manual
mendengar disertai dengan ketidakmampuan (bentuk tangan, orientasi tangan, gerak) dan non manual
berkoP[munikasi secara wajar. (kepala, pandangan, ekspresi wajah, mulut) sebagai
Gangguan pendengaran pada tunarungu parameter. (Korondi, 2005). Bahasa isyarat terdiri dari
berdampak utama pada perkembangan anak terutama isyarat alami dan isyarat formal. Bahasa isyarat formal
dalam bidang bahasa dan ujaran. Kemampuan merupakan bahasa pengantar resmi yang telah
berbahasa mereka tidak berkembang selayaknya seperti disepakati bersama. Di Indonesia bahasa isyarat yang
anak yang memiliki kemampuan untuk mendengar. sudah dibakukan oleh pemerintah adalah Sistem Isyarat
Karena kemampuan berbahasa akan berkembang Bahasa Indonesia (SIBI). Sedangkan bahasa isyarat
apabila mereka mempunyai akses terhadap sejumlah alami merupakan isyarat yang digunakan oleh kaum
besar bahasa yang tumbuh dan berkembang di tunarungu dengan kaum tunarungu, berkembang secara
lingkungan sekitarnya. Hambatan tersebut dapat alami dan disepakati antar pemakai. Di Indonesia
mengakibatkan kesulitan dalam belajar di s ekolah dan bahasa isyarat alami disebut Bahasa Isyarat Indonesia
dalam berkomunikasi dengan orang yang dapat (BISINDO). Faktanya tunarungu kesulitan dalam
mendengar sehingga berdampak pada perkembangan menggunakan SIBI, mereka menganggap lebih mudah
sosial dan keragaman pengalamannya. Oleh karena itu menggunakan BISINDO karena merupakan bahasa
tunarungu memerlukan suatu layanan khusus untuk ibu bagi kaum tunarungu.

217
218 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Untuk memperkuat pernyataan-pernyataan diatas Komunikasi antara siswa tunarungu remaja


peneliti melakukan studi pendahuluan di beberapa SLB- dengan guru ketika proses pembelajaran lebih
B yaitu SLB-B Cicendo, SLB-B Prima Bhakti Mulia banyak menggunakan bahasa isyarat..
dan Homeschooling The Litlle Hijabi. Pertama, Adanya komunikasi yang berbeda antara guru
Berdasarkan wawancara dengan guru dalam proses dengan siswa tunarungu menyebabkan siswa
pembelajaran di SLB-B Cicendo menggunakan tunarungu kesulitan menangkap penjelasan dari
Komunikasi total yaitu SIBI dan metode oral sedangkan guru. Penggunaan SIBI oleh guru hanya seputar
siswa tunarungu remaja menggunakan bahasa isyarat pada abjad huruf dan angka saja. Untuk
alami atau BISINDO. Dimana kadang-kadang guru memperkuat penjelasan kata-kata yang tidak
kurang memahami bahasa isyarat alamiah yang dipahami oleh siswa tunarungu, guru
digunakan oleh siswa. Sehingga dalam proses menggunakan BISINDO. Tetapi penggunaan
pembelajaran terjadi kesalahpahaman antara guru bahasa isyarat oleh guru hanya pada sebagian
dengan siswa tunarungu remaja yang berdampak pada kata bukan pada kalimat secara lengkap.
proses pembelajaran. Kedua, di SLB-B Prima Bhakti Komunikasi antara siswa tunarungu dengan
Mulia ini menerapkan metode oral dalam proses sesama siswa tunarungu maupun dengan anak
pembelajarannya, bahasa isyarat hanya digunakan untuk berkebutuhan khusus yang lain menggunakan
membantu ketika siswa tidak memahami suatu kalimat. BISINDO, sesekali mereka mengunakan ujaran.
Berdasarkan wawancara dengan salah satu guru bahasa b. SLB-B Y
isyarat yang digunakan yaitu BISINDO. Tetapi Komunikasi antara guru kepada siswa tunarungu
meskipun menerapkan metode oral, dalam remaja lebih sering menggunakan metode oral,
berkomunikasi siswa tunarungu menggunakan bahasa bahasa isyarat hanya digunakan sebagai bahasa
isyarat. Ketiga, The Little Hijabi menerapkan pembantu. Penggunaan Sistem Isyarat Bahasa
pendekatan secara bilinggual dimana bahasa utama yang Indonesia (SIBI) terbatas pada abjad huruf dan
digunakan yaitu BISINDO dan bahasa pengantar yaitu angka, atau penegasan kata-kata tertentu selain
bahasa indonesia secara tertulis. Proses pembelajaran itu guru menggunakan bahasa isyarat indonesia
dengan menggunakan sistem tersebut lebih mudah (BISINDO) tetapi bukan pada kalimat yang utuh.
dipahami oleh siswa. Bahkan untuk menjelaskan hal-hal Adanya perbedaan komunikasi antara guru dan
yang bersifat abstrak dengan menggunakan pendekatan siswa tunarungu remaja berdampak pada proses
secara bilingual lebih cepat dipahami oleh siswa. pembelajaran, dimana guru harus berulang kali
dalam menjelaskan materi pelajaran.
METODE c. SLB-BC Z
Metode yang digunakan dalam penelitian ini Komunikasi yang diguankan selama proses
menggunakan metode deskripti dengan pendekatan pembelajaran menggunakan ujaran. Penggunaan
kualitatif Pemilihan subjek penelitian menggunakan ujaran disertai dengan artikulasi yang jelas,
teknik purposive sampling. Adapun subjek penelitian ini apabila siswa tunarungu belum memahaminya
dibatasi pada siswa tunarungu remaja di SLB-B guru menggunakan cermin sebagai media untuk
Bandung dan guru yang mengajar di SLB tersebut. membantu mengatasinya. Selain itu, guru
Kriteria pengambilan subyek yaitu siswa yang sudah menggunakan metode tulisan dan gambar yang
berusia 10-18 tahun, pada kelas SMP dan SMA yang ada di dinding atau guru menggambarnya.
berada di lingkungan SLB-B Kota Bandung. Komunikasi DT dengan sesama siswa tuanrungu
Teknik penelitian yang digunakan yaitu maupun anak berkebutuhan khusus yang lain
observasi, wawancara dan audiovisual atau menggunakan oral dan bahasa isyarat.
dokumentasi.Teknik analisis data dalam penelitian Sedangkan DM menggunakan bahasa isyarat,
menggunakan tiga langkah, menurut Milles dan apabila anak berkbutuhan khusus yang lain tidak
Huberrman yaitu reduksi data, display data, dan memahaminya maka DT yang membantu
verifikasi data. Sedangkan pengujian kredibilitas data menerjemahkan.
diperlukan untuk pengecekkan data yang dilaporkan Kesulitan-kesulitan dalam Penggunaan Sistem
dengan data yang ditemui di lapangan. Adapun uji Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat
kredibilitas yang dilakukan adalah melalui triangulasi Indonesia (BISINDO) oleh siswa tunarungu remaja
data dan member check . Memvalidiasi data berarti a. SLB-B X
peneliti menentukan keakuratan dan kredibilitas data Berdasarkan dari hasil wawancara keenam siswa
melalui strategi seperti triangulasi atau member check tunarungu remaja, mengatakan bahwa mereka
(Creswell, 2012). lebih mudah menggunakan bahasa isyarat
daripada ujaran. MA, KK, ND, dan FZ
HASIL menyatakan bahwa mereka tidak merasa
Kondisi Objektif Penggunaan Sistem Isyarat Bahasa kesulitan menggunakan SIBI. Tetapi DN dan RZ
Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia mereka kesulitan menggunakannya karena
(BISINDO) oleh Siswa Tunarungu Remaja didalam kamus tersebut terapat banyak sekali
a. SLB-B X kosakata yang harus dipelajari.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 219
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

b. SLB-B Y memberikan alternatif agar siswa tunarungu


Berdasarkan hasil wawancara semua siswa remaja menuliskan apa yang dimaksudnya
tunarungu menggunakan bahasa isyarat baik sehingga dapat dipahami.
dengan sesama siswa tunarungu maupun dengan c. SLB-BC Z
anak berkebutuhan khusus yang lain. NN mengatakan komunikasi yang digunakan
Penggunaan bahasa isyarat di sekolah Y yaitu oleh guru selama proses pembelajaran
BISINDO. Hal ini diperkuat dalam wawancara menggunakan metode ujaran bibir, apabila siswa
dengan guru bahwa BISINDO lebih mudah di tunarungu remaja belum memahami penjelasan
gunakan. guru maka guru menggunakan bahasa isyarat dan
c. SLB-BC Z tulisan.
Berdasarkan hasil wawancara DT bisa Untuk mengatasi kesalahpahaman dan kesulitan
menggunakan bahasa isyarat maupun ujaran. siswa tunarungu remaja dalam memahami materi
Sedangkan DM menggunakan bahasa isyarat, pelajaran, guru menjelaskan dengan cara
kadang-kadang dalam berkomunikasi DM membaca ujaran diulang selama tiga kali
dibantu DT untuk menerjemahkannya. DT bisa kemudian ditulis. Jika siswa tunarungu remaja
menggunakan SIBI tetapi ia tidak masih belum memahami, guru menggunakan
menggunakannya, DT menggunakan BISINDO. bahasa isyarat. Selain itu guru juga memodifikasi
materi pelajaran menyesuaikan dengan
Kesulitan guru dalam berkomunikasi dengan kemampuan setiap siswa tuanrungu remaja.
siswa tunarungu remaja ketika proses pembelajaran dan Berkaitan dengan penggunaan bahasa isyarat
upaya mengatasinya guru mengemukakan bahwa siswa tunarungu
a. SLB-B X remaja lebih mudah menggunakan BISINDO.
Guru mengemukakan bahwa komunikasi antara Terkait dengan penggunaan membaca ujaran
guru dengan siswa tunarungu remaja dalam bibir maka guru melakukan terapi bina bicara
pembelajaran menggunakan metode oral. Guru kepada siswa tunarungu remaja selama proses
menyatakan bahwa di sekolah, siswa tunarungu pembelajaran. Karena sarana dan prasarana
remaja menggunakan dua bahasa isyarat yaitu sekolah yang kurang mendukung maka guru
isyarat yang sudah dibakukan yaitu Sistem hanya menggunakan cermin.
Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa Menurut guru komunikasi yang efektif bagi
Isyarat Indonesia (BISINDO). Meskipun guru siswa tunarungu remaja yaitu dengan
sendiri menegaskan sekali lagi bahwa beliau menggunakan ujaran. Karena mereka akan
kesulitan dalam menggunakan bahasa isyarat. bersosialisasi dengan masyarakat.
Dalam proses pembelajaran guru juga
mengalami kesulitan komunikasi dengan siswa Kesulitan siswa tunarungu remaja dalam
tunarungu karena kadang-kadang guru tidak berkomunikasi dengan guru saat proses pembelajaran
memahami isyarat yang digunakan oleh siswa. dan upaya mengatasinya
b. SLB-B Y Keenam siswa tunarungu remaja di SLB-B X
EN menyatakan lebih mudah menggunakan yaitu KK, DH, MA, RZ, ND dan FZ mengatakan bahwa
BISINDO karena tanpa mempelajarinya akan mereka lebih mudah menggunakan bahasa isyarat dalam
langsung bisa. Guru belajar BISINDO dari siswa berkomunikasi. Jika guru menggunakan ujaran dalam
tunarungu remaja dengan mendalaminya. Tetapi berkomunikasi mereka kurang bisa memahaminya
apabila menggunakan bahasa isyarat yang sudah apalagi ketika ujaran yang digunakan terlalu cepat. Hal
dibakukan yaitu Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ini berdampak pada proses pembelajaran, sehingga
(SIBI) guru mengalami kesulitan karena jika siswa tunarungu sulit memahami pelajaran. Begitu pula
ingin berbicara maka harus membuka kamus yang terjadi di SLB-B Y ketujuh siswa tunarungu
terlebih dahulu. Selain guru, siswa tunarungu remaja kesulitan memahami ujaran guru apalagi
remaja juga mengalami kesulitan dalam pengucapannya yang terlalu cepat.
menggunakan SIBI. Di SLB-BC-Z berdasarkan hasil wawancara DT
LK mengatakan bahwa selama proses bisa memahami ujaran guru. Karena DT masih
pembelajaran dalam berkomunikasi guru mempunyai sisa pendengaran, sedangkan DM mampu
menggunakan ujaran dan isyarat. Guru berusaha memahami materi pelajaran jika guru menjelaskan
meminimalisir penggunaan bahasa isyarat. berulang kali. Tetapi disini guru menggunakan
Bahasa isyarat yang digunakan yaitu Bahasa artikulasi yang jelas sehingga siswa tunarungu mampu
Isyarat Indonesia (BISINDO). memahaminya.
Kendala-kendala yang dialami guru selama Perumusan Solusi untuk Mengatasi Kesulitan-
proses pembelajaran yaitu adanya kesulitan Komunikasi dalam Pembelajaran
kesalahpahaman, kemampuan siswa tunarungu FGD (Focus Group Discussion) dilakukan untuk
remaja yang berbeda-beda dan kesulitan siswa mengetahui pandangan atau pikiran kelompok tentang
tunarungu remaja dalam memahami materi suatu hal, bukan pandangan individual (Afrizal, 2014,
pelajaran. Ketika terjadi kesalahpahaman, guru hlm. 148). Kegiatan ini dihadiri oleh kepala sekolah,
220 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

guru, dan teman sejawat. Sebelum melakukan FGD memilih salah satu metode tersebut
peneliti memberikan angket untuk di pelajari dan diisi berdasarkan kebutuhan setiap individu.
oleh masing-masing peserta. b. SLB-B Y
a. SLB-B X 1) Komunikasi dalam pembelajaran:
1) Komunikasi dalam pembelajaran: Menggunakan komunikasi total, dimana
Menggunakan ujaran, isyarat, tulisan, atau melibatkan cara berbicara, membaca ucapan,
gambar. Apabila menggunakan metode oral ejaan jari BISINDO membaca dan menulis
maka artikulasinya harus jelas dan ada terapi dengan memilih salah satu metode tersebut
bina bicara. Meskipun bahasa isyarat berdasarkan kebutuhan setiap individu.
digunakan sebagai bahasa pembantu, tetapi 2) Kesulitan siswa tunarungu remaja dalam
tetap diperlukan karena itu merupakan bahasa memahami materi pelajaran: Memperjelas
ibu bagi siswa tunarungu. Diperlukan artikulasi dan menegaskan dengan
adanya kesepakatan dalam menggunakan menggunakan BISINDO. Dengan
bahasa isyarat, mau menggunakan bahasa menggunakan tutor sebaya, jadi sesama siswa
isyarat yang sudah dibakukan (SIBI) atau tunarungu yang lebih paham akan
bahasa isyarat indonesia (BISINDO). Selain menjelaskan materi pelajaran.
itu juga menggunakan tulisan dan gambar 3) Kesalahpahaman: Dalam menyampaikan
untuk memudahkan siswa tunarungu sesuatu secara pelan-pelan dengan artikulasi
memahaminya. yang jelas (keterarahan wajah) dan
2) Kesulitan siswa tunarungu remaja dalam mempertegas menggunakan bahasa isyarat,
memahami materi: Diperlukan adanya tulisan, maupun gambar.
metode khusus seperti menjelaskannya 4) Kemampuan siswa tunarungu remaja yang
melalui kunci kata. Bisa juga menggunakan berbeda-beda: Menggunakan layanan secara
tutor sebaya, jadi sesama siswa tunarungu individual dan memodifikasi materi pelajaran
yang lebih paham akan menjelaskan materi menyesuaikan kemampuan setiap siswa
pelajaran. tunarungu remaja.
3) Kesalahpahaman : Dalam menyampaikan 5) Kesulitan penggunaan bahasa isyarat:
sesuatu secara pelan-pelan dengan artikulasi Menggunakan BISINDO yang mudah
yang jelas dan mempertegas dengan dipahami oleh siswa tunarungu remaja, guru
menggunakan bahasa isyarat, tulisan , juga mempelajari bahasa isyarat dari siswa
maupun gambar. tunarungu remaja.
4) Kemampuan siswa tunarungu remaja yang 6) Kesulitan guru dalam menjelaskan materi
berbeda-beda: Menggunakan layanan secara pelajaran, misalnya menjelaskan sesuatu yang
individual dan memodifikasi materi pelajaran bersifat abstrak: Memerlukan kesepakatan
menyesuaikan kemampuan setiap siswa dalam komunikasi, sehingga materi pelajaran
tunarungu remaja. dapat tersampaikan secara efektif. Selain itu,
5) Kesulitan penggunaan bahasa isyarat: memerlukan media yang tepat dalam
Adanya kesepakatan dalam menggunakan pembelajaran.
bahasa isyarat, sebaiknya guru juga 7) Komunikasi yang efektif: Komunikasi total
mempelajari bahasa isyarat dari siswa meliputi gambaran cara berbahasa,
tunarungu remaja. Berdasarkan wawancara BISINDO, cara berbicara, membaca ucapan,
siswa tunarungu remaja lebih mudah dalam ejaan jari, membaca dan menulis dengan
menggunakan BISINDO. memilih salah satu metode tersebut
6) Kesulitan guru dalam menjelaskan materi berdasarkan kebutuhan setiap individu.
pelajaran, misalnya menjelaskan sesuatu yang c. SLB-BC Z
bersifat abstrak: Memerlukan kesepakatan 1) Komunikasi dalam pembelajaran:
dalam komunikasi, sehingga materi pelajaran Menggunakan ujaran, isyarat, tulisan, atau
dapat tersampaikan secara efektif. Selain itu, gambar. Memperjelas artikulasi ketika
memerlukan beberapa metode melalui berbicara dan menggunakan BISINDO.
gambar maupun tulisan. 2) Kesulitan siswa tuanrungu remajadalam
7) Komunikasi yang efektif: Menggunakan memahami materi pelajaran: Menggunakan
bahasa isyarat yang merupakan bahasa ibu praktik secara langsung ke lapangan, selain
bagi siswa tunarungu dan metode oral tetapi itu mengulang penjelasan beberapa kali.
memerlukan pelayanan yang sesuai dengan 3) Kesalahpahaman : Dalam menyampaikan
kebutuhan siswa tunarungu. Komunikasi total sesuatu secara pelan-pelan dengan artikulasi
meliputi gambaran cara berbahasa, bahasa yang jelas (keterarahan wajah) dan
isyarat, cara berbicara, membaca ucapan, mempertegas menggunakan BISINDO,
ejaan jari, membaca dan menulis dengan tulisan, maupun gambar.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 221
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

4) Kemampuan siswa tunarungu remaja yang 2. Kesulitan-kesulitan dalam Penggunaan Sistem


berbeda-beda: Menggunakan layanan secara Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa
individual dan memodifikasi materi pelajaran Isyarat Indonesia (BISINDO) oleh Siswa
menyesuaikan kemampuan setiap siswa Tunarungu Remaja
tunarungu remaja. Berdasarkan hasil penelitian dari ke-15 siswa
5) Kesulitan penggunaan bahasa isyarat: tunarungu remaja, hanya ada 4 siswa tunarungu
Menggunakan BISINDO yang mudah remaja yang menyatakan bahwa mereka mudah
dipahami oleh siswa tunarungu remaja, guru menggunakan SIBI dalam berkomunikasi.
juga mempelajari BISINDO. Sedangkan 11 siswa tunarungu remaja yang lain
6) Kesulitan guru dalam menjelaskan materi meskipun mereka pernah mempelajari SIBI
pelajaran, misalnya menjelaskan sesuatu yang tetapi menyatakan bahwa mereka kesulitan
bersifat abstrak: Memodifikasi materi menggunakan SIBI karena harus mempelajari
pelajaran dan menegaskan melalui penjelasan kosakata yang cukup banyak di dalamnya. Pada
berulang kali. Selain itu memerlukan kenyataanya keempat siswa tunarungu yang
kesepakatan dalam komunikasi, agar materi menyatakan bisa menggunakan SIBI, mereka
pelajaran bisa tersampaikan secara efektif. dalam berkomunikasi dengan sesama siswa
tunarungu ataupun siswa yang lain lebih banyak
Komunikasi yang efektif: Komunikasi total menggunakan BISINDO.
meliputi gambaran cara berbahasa, BISINDO, cara Siswa tunarungu remaja menyatakan lebih
berbicara, membaca ucapan, ejaan jari, membaca dan mudah menggunakan bahasa isyarat indonesia
menulis dengan memilih salah satu metode tersebut (BISINDO). Bahasa isyarat indonesia
berdasarkan kebutuhan setiap individu. (BISINDO) merupakan bahasa ibu bagi
tunarungu dan bahasa alamiah mereka sejak
KESIMPULAN DAN SARAN lahir. BISINDO menunjukkan semua sifat-sifat
KESIMPULAN struktural bahasa manusia.
1. Kondisi Objektif Penggunaan Sistem Isyarat 3. Kesulitan guru dalam berkomunikasi dengan
Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat siswa tunarungu remaja ketika proses
Indonesia (BISINDO) oleh Siswa Tunarungu pembelajaran dan upaya mengatasinya
Remaja Komunikasi yang digunakan guru dalam proses
Penggunaan bahasa isyarat di SLB-B X, Y, dan pembelajaran yaitu ujaran, dimana guru
Z hanya digunakan sebagai bahasa pembantu menggangap bahwa bahasa isyarat hanya
dalam proses pembelajaran. Ketika proses merupakan bahasa pembantu untuk menegaskan
pembelajaran guru menggunakan ujaran dalam suatu kata yang sulit dimengerti. Guru juga
berkomunikasi dengan siswa tunarungu remaja menyatakan kesulitan dalam menggunakan
maupun menjelaskan materi pelajaran. Bahasa bahasa isyarat yang telah dibakukan yaitu SIBI.
isyarat digunakan dalam menegaskan suatu kata Di SLB-B Y dan Z guru menyatakan
yang sulit dimengerti oleh siswa tunarungu menggunakan bahasa isyarat alami (BISINDO)
remaja atau dalam beberapa kata saja tidak utuh karena lebih mudah dipahami dan di pelajari
dalam satu kalimat. Sedangkan komunikasi siswa tanpa harus melihat kamus.
tunarungu remaja dengan guru apabila yang Perbedaan komunikasi antara guru dengan siswa
masih mempunyai sisa pendengaran bisa tunarungu remaja menyebabkan beberapa
menggunakan ujaran tetapi siswa tunarungu yang hambatan dalam proses pembelajaran.
tidak mempunyai sisa pendengaran, mereka 4. Kesulitan siswa tunarungu remaja dalam
kesulitan dalam menangkap komunikasi yang berkomunikasi dengan guru saat proses
disampaikan oleh guru. Hal tersebut pembelajaran dan upaya mengatasinya
menyebabkan adanya hambatan dalam proses Siswa tunarungu mengungkapkan bahwa mereka
pembelajaran. lebih mudah menggunakan bahasa isyarat baik
Bahasa isyarat yang digunakan dalam proses dalam proses pembelajaran ketika berkomunikasi
pembelajaran yaitu bahasa isyarat yang telah dengan guru. Siswa tunarungu remaja kesulitan
dibakukan (SIBI) dan isyarat alamiah dalam memahami ucapan guru apabila
(BISINDO). Penggunaan bahasa isyarat SIBI pengucapannya terlalu cepat, tidak dapat
hanya sebatas pada abjad huruf, angka dan menangkap informasi yang disampaikan oleh
beberapa kata tertentu. Hanya ada beberapa guru. Sehingga apabila tidak bisa memahami
siswa tunarungu yang mampu menggunakan penjelasan dari guru mereka akan bertanya
isyarat yang dibakukan (SIBI). kepada sesama teman tunarungu atau meminta
Siswa tunarungu remaja berkomunikasi dengan penjelasan kepada guru.
sesama siswa tunarungu maupun dengan anak 5. Perumusan Solusi untuk Mengatasi Kesulitan-
berkebutuhan khusus yang lain misalnya siswa kesulitan Komunikasi dalam Pembelajaran
tunagrahita menggunakan BISINDO.
222 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Hasil dari FGD (Focus Group Discussion) orang tua.


adalah sebagai berikut. Bagi pemerintah atau penentu kebijakan
a. Komunikasi dalam pembelajaran sebaiknya pendidikan, diharapkan dapat mengesahkan BISINDO
menyesuaikan dengan kebutuhan siswa dalam RUU disabilitas.
tunarungu remaja, berdasarkan hasil penelitian
siswa tunarungu remaja lebih mudah DAFTAR PUSTAKA
menggunakan bahasa isyarat dalam Afrizal. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:
berkomunikasi. Selain itu diperlukan juga PT. Raja Grafindo Persada.
komunikasi total dimana melibatkan cara Campbell, R., MacSweeney, M. & Waters, D. Sign
berbicara, membaca ucapan, ejaan jari, language and the brain: A Review, In: Journal
BISINDO, cara membaca dan menulis. of Deaf Studies and Deaf Education. 13:1, hlm.
b. Kesulitan siswa tunarungu remaja dalam 3-20, 2007.
memahami materi pelajaran yaitu dengan Creswell, J. (2008). Educational Research: Planning,
menggunakan tutor sebaya. Tutor sebaya Conducting, and Evaluating Quantitative and
memberikan kesempatan kepada peserta didik Qualitative Research. Boston: Pearson.
untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada Dirjendikdasmen. (2011). Kamus Sistem Isyarat Bahasa
waktu yang sama, saat ia juga menjadi Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikdasmen
narasumber bagi orang lain. Selain itu dalam Farrel, M. (2008). Educating Special Children. London:
menjelasakan materi pelajaran bisa Taylor and Francis Group.
menggunakan benda yang konkret atau langsung Girgin, C. (2008). Speech rates of turkish prelingually
terjun ke lapangan sehingga materi lebih mudah hearing-impaired children. International
dipahami oleh siswa tunarungu remaja. Journal of Special Needs Education, 23 (2),
c. Kesalahpahaman : Kesepakan komunikasi antara hlm. 27-35.
guru dengan siswa tunarungu remaja yaitu Humphries, T., Kushalnagar, P., Mathur, G., Napoli, J.,
melalui BISINDO, karena siswa tunarungu lebih Padden, C., Rathmann, C., Smith, S. (2012).
memahami dengan menggunakan BISINDO. Language acquisition for deaf children:
Selain itu diperkuat dengan menggunakan tulisan Reducing the harms of zero tolerance to the use
maupun gambar. of alternative approaches. Harm Reduction
d. Kemampuan siswa tunarungu remaja yang Journal, 16 (9), hlm. 1-16.
berbeda-beda diperlukan layanan khusus yaitu Klaudia, K. (2013). The benefits of sign language for
dengan menggunakan layanan secara individual deaf children with and without cochlear.
menyesuaikan kemampuan setiap siswa European Scientific Journal December 2013
tunarungu remaja. /SPECIAL/ edition, 4(1), hlm. 1-9.
e. Kesulitan penggunaan bahasa isyarat bagi guru Korondi, P. dkk. (2005). Sign language in the intelligent
hendaknya mulai mempelajari bahasa isyarat sensory environment. International Journal of
yang digunakan dan dapat dipahami oleh siswa Special Needs Education, 2 (1), hlm. 109-121.
tunarungu. Mason K., Rowley K., Chloe R., Marshall, Atkinson
f. Kesulitan guru dalam menjelaskan materi J.R., Rosalind H., Bencie W., Gary M., et al.
pelajaran, misalnya menjelaskan sesuatu yang (2010). Identifying Specific Language
bersifat abstrak yaitu dengan memodifikasi Impairment in Deaf Children Acquiring British
materi dengan menyesuaikan kemampuan setiap Sign Language: Implications for Theory and
siswa tunarungu remaja dan menggunakan media Practice. British Journal of Developmental
yang tepat Psychology, 28, hal. 3349.
g. Komunikasi yang efektif yaitu menggunakan
bahasa isyarat indonesia (BISINDO) dan dibantu Moores (2001). Child Development, Allyn & Bacon,
dengan tulisan maupun gambar. USA: Permission departemen
Morgan, G.,Herman, R., &Woll, B. (2007). Language
impairments in sign language: Breakthroughs
SARAN and puzzles. International Journal of Language
1. Bagi guru, diharapkan guru dalam komunikasi and Communication Disorders, 4 (2), hlm. 97
dapat menyesuaikan dengan kebutuhan siswa
105.
tunarungu yaitu melalui penggunaan Bahasa Nazir, Moh. (2009). Metode Penelitian. Bandung:
Isyarat Indonesia (BISINDO) dan dibantu baik Ghalia Indonesia.
dengan tulisan maupun gambar sehingga
Palfreyman, N. (2014). Sign Language Varieties of
mampu memberikan pembelajaran yang tepat Indonesia: A Linguistik and Sociolinguistic
bagi siswa tunarungu remaja. Investigation. (Tesis). University of Central
2. Bagi sekolah, diharapkan sekolah dapat
Lancashire.
mendukung penggunaan bahasa isyarat
indonesia (BISINDO) dengan
mensosialisasikan BISINDO kepada guru dan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 223
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Sihombing, Meyrina. (2008). Sistem Komunikasi Siswa


Tunarungu di Sekolah. Skripsi pada Jurusan
PLB UPI Bandung : tidak diterbitkan
Sukmara, G. (2014). Perbedaan BISINDO vs SIBI
[Posel mailing list]. Diakses dari
https://mail.google.com/mail/u/0/#inbox/14d84
1e2bd5f8219.
Tohirin. (2012). Metode Penelitian Kualitatif dalam
Pendididikan dan Bimbingan Konseling.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION
7TH SERIES 2017

PENGIMPLEMENTASIAN PENDIDIKAN ADVOKASI DAN PEMBENTUKAN


ETIKA DALAM PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(Implementation of the Education Advocacy and Ethics in Education
Formation of Children with Special Needs)

Ari Susandia, Nurul Ipmawatib

ab Universitas
Negeri Surabaya
E-mail : pssandi87@gmail.com

Abstrak: Di Era Pendidikan yang semakin maju dan berkembang,kita sebagai seorang pendidik harus benar-
benar siap dan mampu memilih pendekatan pembelajaran,metode pembelajaran yang sesuai dengan peserta
didik terutama kepada peserta didik yang berkebutuhan khusus (ABK),karena anak berkebutuhan khusus
(ABK) perlu pendekatan-pendekatan yang khusus, tidak seperti peserta didik yang normal agar dapat
menciptakan output yang bagus dan berkualitas. Keberhasilan peserta didik dalam pendidikan tidak hanya
dilihat dari nilai ataupun angka-angka yang tertulis dalam ijazah namun dalam hal ini pendidik harus
menerapkan pendidikan advokasi kepada anak berkebutuhan khusus(ABK), karena dalam pendidikan
advokasi inilah kita sebagai seorang pendidik akan mampu untuk mengitegrasikan pendidikan etika serta
pendekatan kepada peserta didik,sistem pembelajaran dilakukan secara berkelompok dan setiap kelompok
diberikan bahan untuk di teliti, serta satu per satu anak di berikan tanggung jawab yang berbeda setelah
selesai melakukan penelitian setiap kelompok mendemonstrasikan hasilnya dan disinilah para pendidik akan
mengetahui karakter satu per satu peserta didiknya serta rasa tanggung jawab para peserta didik, kedepanya
anak-anak didik kitalah yang akan mengisi pendidikan ini dan kita sebagai seorang pendidik harus benar-
benar melakukan sistem pembelajaran dengan maksimal karena dengan melakukan hal tersebut maka output
yang akan di keluarkan dapat di pertanggung jawabkan dan dapat meningkatkan serta mengembangkan
kualitas pendidikan yang ada di negara kita. Hal ini berdasarkan analisis tentang apa yang kami baca dari
beberapa buku, artikel, dan internet
Kata kunci : Anak berkebutuhan khusus, Etika, dan Pendidikan Advokasi

Abstract: In the era of education and growing, we as an educator to be really ready and able to choose
learning approach, learning method in accordance with learners especially to learners with special needs
(ABK), for children with special needs (ABK) need special approaches, unlike normal learners in order to
create a good quality output. The success of learners in education is not only seen on the values or numbers
that are written in the diploma, but in this case educators should implement educational advocacy for
children with special needs (ABK), because in education advocacy that we as an educator will be able to
integrate ethics education as well as the approach to the learner, the learning system is done in groups and
each group was given the material to be investigated, as well as one by one the child is given different
responsibilities after the completion of the study each group demonstrate the results and this is where
educators will know the characters one by one participant didiknya and sense of responsibility of the
learners, kedepanya proteges that we will fill this education and we as an educator should really do the
learning system with up because by doing so the output will be output can be accounted and can improve and
develop the quality of education in our country. It is based on an analysis of what we read from several
books, articles, and internet.
Keywords: Children with special needs, Ethics, Education and Advocacy

PENDAHULUAN pemerintah dan menteri pendidikan, namun untuk anak-


Dalam sistem peningkatan sumber daya manusia anak inklusi yang mereka harus mendapat perhatian
yang berkualitas unggul dan berdaya saing tinggi ketika khusus dari guru-guru pendidikan luar biasa ini tidak
memasuki dunia kerja nantinya Indonesia memerlukan bisa mengikuti pendidikan seperti anak-anak normal
sistem pendidikan yang benar-benar akurat dan valid. pada umunya. Mereka perlu mendapatkan pendidikan
Sistem pendidikan di Indonesia saat ini memang sudah anak berkebutuhan khusus dengan penanganan para
mengalami beberapa pergantian kurikulum untuk pendidik yang handal dalam kasus ini, jadi para gurunya
terciptanya output dan outcome sumber daya manusia pun harus benar-benar guru yang mampu menangani
yang memang benar-benar dibutuhkan bangsa anak-anak inklusi ini.
Indonesia, tidak hanya dari segi intelektualnya saja Anak berkebutuhan khusus harus mendapat
tetapi keterampilan dan soft skill yang baik. Pendidikan perhatian yang lebih dari orang tua, lingkungan,
formal seperti TK, SD, SMP, dan SMA mungkin bisa masyarakat, guru, bahkan pemerintah. Sistem
mengikuti pergantian kurikulum yang diterapkan oleh pendidikan yang baik memang diharapkan dapat

225
226 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

membantu anak berkebutuhan khusus nantinya dapat TUJUAN


berkembang dan dapat memperoleh soft skill untuk 1. Untuk mengetahui pengimplementasian
memasuki dunia kerja dimasa depan. Salah satu cara pendidikan advokasi dan pembentukan etika
yang dapat dilakukan oleh pendidikan luar biasa adalah dalam pembelajaran anak berkebutuhan khusus.
dengan menerapkan pendidikan advokasi pada anak 2. Untuk mengetahui cara mengintegrasikan
berkebutuhan kusus. Oleh karena itu pendidikan pendidikan advokasi dan pembentukan etika
advokasi memang amat sangat dibutuhkan dan dalam proses pembelajaran anak berkebutuhan
diperlukan sekali dalam memperbaiki kualitas sumber khusus.
daya manusia khusunya anak berkebutuhan khusus di
Indonesia agar mereka juga mampu bersaing di dunia METODE PENELITIAN
kerja yang berstandart nasional maupun internasional, Dalam makalah ini kami menggunakan metode
sehingga keberadaan anak berkebutuhan khusus ini penelitian analisis deskriptif kualitatif dan bersumber
tidak membebani masyarakat Indonesia tetapi justru pada artikel-artikel, buku, dan jurnal pendidikan
mereka dapat membantu menciptakan produk-produk nasional. Makalah ini masih dalam tahap proses analisis
dalam negeri yang berkulitas unggul. Dengan dan belum melakukan penelitian.
diterapkannya pendidikan advokasi diharapkan anak
inklusi mampu memilki pemikiran yang berkembang PEMBAHASAN
dan mampu berpikir secara kritis khususnya ketika
mereka menghadapi sebuah tantangan yang mampu Pengertian Model Pembelajaran Advokasi
membuat mereka jadi minder dengan anak-anak yang Model Pembelajaran Advokasi merupakan
normal. pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-
Melalui pendidikan advokasi anak dilatih dalam centered advocacy learning) sering diidentikkan dengan
keterampilan berbicara dan menyampaikan proses debat. Pembelajaran advokasi dipandang sebagai
pendapatnya. Pendidikan advokasi dirancang untuk suatu pendekatan alternatif terhadap pengajaran didaktis
menciptakan suasana belajar yang dapat membuat anak di dalam kelas yang memberikan kesempatan kepada
termotivasi dan semangat dalam melakukan suatu peserta didik untuk mempelajari isu-isu sosial dan
diskusi sehingga dengan begitu proses penguasaan personal melalui keterlibatan langsung dan partisipasi
bahasa dan tata bicara anak berkebutuhan khusus akan pribadi. Model pembelajaran advokasi menuntut para
terlatih dengan soft skill yang mereka miliki masing- peserta didik terfokus pada topik yang telah ditentukan
masing. Selain pendidikan advokasi, pembentukan etika sebelumnya dan mengajukan pendapat yang bertalian
sangat mendukung untuk terciptanya sebuah kualitas dengan topik tersebut. Jadi pada dasarnya model
sumber daya manusia yang unggul. Dengan pembelajaran advokasi sangat berharga untuk
pembentukan etika yang berkaitan dengan moral dan meningkatkan pola pikir dan perenungan, terutama jika
karakter yang dimiliki masing-masing individu peserta didik dihadapkan mengemukakan pendapat yang
membuat semakin tingginya angka atau nilai kualitas bertentangan dengan mereka sendiri. Hal ini juga
sumber daya manusia itu sendiri. Anak berkebutuhan merupakan pembelajaran debat yang secara aktif
khusus dinilai aktif dan unggul ketika mereka bisa melibatkan setiap peserta didik di dalam kelas tidak
menerapkan apa yang diberikan oleh gurunya dalam hanya mereka yang berdebat.
sebuah desain pembelajaran yang inovatif dan kreatif.
Dengan begitu ketika anak berkebutuhan khusus sudah Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Advokasi
merasa cocok dengan model pembelajaran dan suasana Belajar advokasi berdasarkan berbagai prinsip belajar
belajar yang nyaman maka mereka dengan mudahnya yakni:
dapat menerima pelajaran yang diberikan oleh guru 1. Ketika peserta didik terlibat langsung dalam
khusus anak inklusi yang membutuhkan pendidikan penelitian dan penyajian debat, ke Aku-annya
anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi. lebih banyak ikut serta dalam proses
Berdasarkan uraian di atas maka penulis dibandingkan dengan situasi ceramah tradisional.
tertarik dalam mengambil sebuah judul makalah 2. Proses debat meningkatkan minat dan motivasi
penelitian dengan judul Pengimplementasian belajar peserta didik karena hakikat debat itu
Pendidikan Advokasi dan Pembentukan Etika sendiri.
dalam Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus 3. Para peserta didik terfokus pada suatu isu yang
berkenaan dengan diri mereka kadang-kadang
RUMUSAN MASALAH yang berkenaan dengan masyarakat luas dan isu-
1. Bagaimanakah pengimplementasian pendidikan isu sosial personal.
advokasi dan pembentukan etika dalam 4. Pada umumnya peserta didik akan lebih banyak
pembelajaran anak berkebutuhan khusus? belajar mengenai topik-topik mereka dan topik-
2. Bagaimanakah cara mengintegrasikan topik lainnya bila mereka dilibatkan langsung
pendidikan advokasi dan pembentukan etika dalam pengalaman debat.
dalam proses pembelajaran anak berkebutuhan
khusus?
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 227
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

5. Proses debat memperkuat penyimpangan didik yang berasal dari peihak lawan debatnya.
(retention) terhadap komponen-komponen dasar Lakukan diskusi dalam satu kelas penuh tentang
suatu isu dan prinsip-prinsip argumentasi efektif. apa yang didapatkan oleh peserta didik dari
6. Belajar advokasi dapat digunakan baik belajar di persoalan yang telah diperdebatkan. Juga
sekolah dasar maupun belajar di sekolah perintahkan peserta didik utuk mengenali apa
lanjutan. Berdasarkan tingkatan peserta didik, yang menurut mereka merupakan argumen
model ini dapat diperluas atau disederhanakan terbaik yang dikemukakan oleh kedua belah
pelaksanaannya. pihak.
7. Pendekatan intruksional belajar advokasi
mengembangkan keterampilan-keterampilan Dalam proses debat terdapat dua regu, yakni regu
dalam logika, pemecahan masalah, berfikir kritis, yang mendukung suatu kebijakan (affirmative) dan regu
serta komunikasi lisan maupun tulisan. Selain lawannya ialah regu oposisi (negatif). Masing-masing
dari itu, model belajar ini akan mengembangkan regu menyampaikan pandangan/ pendapatnya disertai
aspek afektif, seperti konsep diri, rasa dengan argumentasi, bukti, dan berbagai landasan, serta
kemandirian, turut memperkaya sumber-sumber menunjukkan bahwa pandangan pihak lawannya
komunikasi antar pribadi secara efektif, memiliki kelemahan, sedangkan pendapat regunya
meningkatkan rasa percaya diri untuk sendiri adalah yang terbaik. Tiap regu berupaya
mengemukakan pendapat, serta melakukan menyakinkan kepada pengamat, bahwa
analisis secara kritis terhadap bahan dan gagasan pandangan/pendapat regunya paling baik dan harus
yang muncul dalam debat. diterima. Jadi, tiap regu bertanggung jawab secara
menyeluruh atas posisi regunya, disamping adanya
Pelaksanaan Belajar Berdasarkan Advokasi tanggung jawab dari setiap anggota regu. Disamping itu
Adapun langkah-langkah dasar pelaksanaan advokasi masing-masing regu mempunyai peranan yang berbeda-
dalam proses belajar mengajar sebagai berikut: beda saat debat berlangsung dalam proses belajar
a. Memilih suatu topik debat berdasarkan mengajar. Adapun peranan tersebut digambarkan
pertimbangan aspek kebermaknaannya, tingkatan sebagai berikut :
peserta didik, relevansinya dengan kurikulum,
dan minat para peserta didik. a. Peranan Regu Pendukung
b. Memilih dua regu debat, masing-masing dua Esesnsi regu pendukung (affirmative) adalah
peserta didik tiap regu untuk tiap topik dan menyatakan ya terhadap proposisi. Pendukung
menjelaskan fungsi tiap regu kepada kelas. menghendaki perubahan dari status quo dan
c. Menyediakan petunjuk dan asistensi kepada merekomendasikan suatu kebijakan untuk
peserta didik untuk membantuk menyiapkan diapdosikan. Tanggung jawab dari regu
debat. pendukung ialah mengklarifikasi makna
d. Dalam pelaksanaan debat, para audience proposisi dengan cara mendefinisikan istilah-
melakukan fungsi observasi khusus selama istilah yang samar-samar atau belum jelas,
berlangsungnya debat. sedangkan istilah yang sudah dipahami tidak
e. Setelah semua peserta didik mendengarkan perlu didefinisikan.
argumen pembuka, hentikan debat dan suru
mereka kembali ke sub kelompok awal mereka. Tanggung jawab berikutnya adalah menyajikan
Perintahkan sub-sub kelompok untuk menyusun prima fasie case bagi posisi mereka. Pada awal
strategi dalam rangka mengkonter argumen pembicaraan atau penampilan pihak pendukung
pembuka dari pihak lawan. Sekali lagi, menyajikan berbagai alasan dan memberikan
perintahkan sub kelompok memilih juru bicara, bukti-bukti sehingga perubahan sangat
akan lebih baik bila menggunakan orang baru. dibutuhkan. prima fasie case ini pada gilirannya
f. Perintahkan para juru bicara yang duduk merangsang kegiatan debat selanjutnya, jika
berhadap-hadapan untuk memberikan tidak maka berarti kelompok dianggap menang
argumentasi tandingan. Dan ketika debat dan debat berakhir.
berlanjut (pastikan untuk menyelang-nyeling
antara kedua belah pihak), anjurkan peserta lain Pada waktu menyampaikan prima fasie case,
untuk memberikan catatan yang memuat pendukung perlu mengisolasikan isu-isu,
argumen tandingan atau bantahan kepada merumuskannya menjadi masalah yang
pendebat mereka. Juga, anjurkan mereka untuk dipertentangkan, dan kemudian mensubtansikan
memberi tepuk tangan atas argumen yang masalah tersebut dengan bukti dan logika. Suatu
disampaikan oleh perwakilan tim debat mereka. isu dalam debat merupakan suatu pertanyaan
g. Pada saat debat berakhir, usahakan agar tidak pokok tentang fakta atau teori yang akan
menyebut pemenangnya, dan perintahkan peserta membantu menetapkan keputusan akhir. Isu-isu
didik untuk kembali berkumpul membentuk satu tersebut adalah esensial untuk proposisi
lingkaran. Pastikan untuk mengumpulkan peserta tergantung pada keputusan yang dibuat. Namun,
didik dengan duduk bersebelahan dengan peserta suatu isu bukan semata-semata suatu pertanyaan
228 INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

melainkan suatu yang mengandung pada umumnya. Dapat menjadikan anak lebih disiplin
ketidaksetujuan dan bersifat krusial. dan mandiri sehingga tidak lagi bergantung pada orang
lain dalam menjalani kehidupannya. Anak dapat
b. Peranan Regu Penentang (oposisi) bersosialisasi dan berkomunikasi dengan masyarakat
Regu penentang (negative team) menentang sekitar sehingga anak merasa menjadi bagian dari
proposisi atas dasar sistem yang ada sekarang masyarakat tersebut. Dapat mewujudkan seseorang yang
adalah adekuat dan efektif. Secara esensial memiliki kehidupan yang lebih baik di masa yang akan
mereka berkata tidak terhadap resolusi yang datang.
diajukan oleh kelompok lawannya. Kenyataannya masih banyak orang yang melihat
anak berkebutuhan khusus dengan sebelah mata. Di
Tidak ada kebutuhan untuk mengadopsi usul dalam masyarakat anak berkebutuhan khusus sering
yang diusulkan oleh regu pendukung. Mereka diabaikan, dicemooh sehingga dianggap tidak berguna.
mempertahankan sistem sekarang (status quo), Banyak masyarakat yang berpikir bahwa anak
menolak kebutuhan yang diutarakan oleh regu bekebutuhan khusus adalah sebuah aib sehingga anak
pendukung, menolak rencana yang diusulkan takut untuk bersosialisasi. Seharusnya kita tidak
karena tidak dapat dilaksanakan dan tidak melakukan hal tersebut, namun sebaliknya kita dapat
diinginkan. merangkul dan menerima anak berkebutuhan khusus
sama seperti anak normal pada umumnya. Memberikan
Pentingnya Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan sehingga
Khusus hak-haknya terpenuhi sebagaimana anak normal
Pendidikan adalah hal yang penting bagi lainnya.
kehidupan seseorang baik di masa sekarang maupun di Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
masa yang akan datang. Pendidikan memberikan sangat penting bagi kelangsungan hidup bermasyarakat
banyak pengetahuan dan informasi yang akan membuat karena melalui pendidikan anak dapat berinteraksi
hidup dan perilaku semakin baik. Semua orang berhak dengan orang lain dan diperlakukan sama dengan anak
untuk mendapatkan pendidikan yang layak, tidak normal lainnya. Anak berkebutuhan khusus pun berhak
memandang dari status, agama, suku, ras, maupun mendapatkan pendidikan. Tidak ada manusia yang tidak
golongan tertentu. Hal tersebut sudah diatur dalam memiliki kekurangan. Dimata Tuhan semua orang sama
undang-undang tentang pendidikan pasal 31 ayat 1 yang yang membedakan hanya ketakwaannya.
menyatakan bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas pendidikan juga Dengan menerapkan pembelajaran advokasi
berhak didapatkan oleh anak berkebutuhan khusus dapat membentuk karakter, sikap, etika, dan soft skill
(ABK). Anak berkebutuhan khusus yaitu anak dengan peserta didik yang diharapkan oleh masyarakat dan
karakteristik berbeda dengan anak pada umumnya yang dapat menjadikan ke depannya manusia yang
mengalami kelainan pada mental, emosi, dan fisik. berkarakter dan berakhlak mulia serta menjunjung
Anak berkebutuhan khusus diantaranya seperti tinggi nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi negara.
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan SARAN
anak dengan gangguan kesehatan. Mendidik anak Kami membuat makalah ini masih dalam proses
berkebutuhan khusus memang tidak mudah untuk tahap belajar dan masih memerlukan perbaikan, demi
dilakukan. Perlu adanya tingkat kesabaran yang tinggi, sempurnanya makalah ini.
didik kasih yang tinggi, mengerti psikologi anak dengan
baik, dan memiliki keterampilan khusus untuk
membantu tumbuh kembang dan pendidikan anak DAFTAR PUSTAKA
tersebut serta perlu adanya kerjasama dengan orangtua
dari anak berkebutuhan khusus. Salah satu Ahmadi, Abu, 2008, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka
keterampilan khusus yang dimaksud seperti menguasai Cipta.
tulisan Braille untuk tunanetra dan menguasai bahasa http://engedubcollection.blogspot.co.id/2015/03/makala
isyarat untuk tunarungu, dan lain-lain. SLB (Sekolah h-tentang-etika-siswa-terhadap.html
Luar Biasa) adalah tempat di mana anak berkebutuhan http://mochammadfaizun.blogspot.co.id/2011/12/advok
khusus mendapatkan pendidikan. asi-pendidikan-untuk-masyarakat.html.
Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus http://dormaniperonika.blogspot.co.id/2012/12/advokasi
banyak membawa manfaat bagi anak itu sendiri. -kebijakan.html.
Melalui pendidikan dapat mengetahui kemampuan yang IG.A.K.Wardani, dkk. 2008. Pengantar Pendidikan
dimiliki anak berkebutuhan khusus seterusnya akan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
dikembangkan yang akan berguna bagi kehidupannya Ihsan. 2009. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus.
karena banyak anak berkebutuhan khusus yang Diakses dari
memiliki bakat yang tidak dimiliki oleh anak normal
INTERNATIONAL CONFERENCE ON S PECIAL EDUCATION IN S OUTHEAS T AS IA REGION 7TH SERIES 2017 229
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

http://ihsan.com/artikel/karakteristik-anak-
berkebutuhan-khusus.html.
Ilun Mualifah, Ahmad Fauzi, dkk. 2008. Perkembangan
Peserta Didik Surabaya: Lapis
Sarlito, Wirawan Sarwono, 2010 Pengantar Psikologi
Umum, Jakarta: Rajawali Pers.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

KETERAMPILAN VOKASIONAL SEBAGAI PERSIAPAN DI DUNIA KERJA BAGI


ANAK DENGAN HAMBATAN INTELEKTUAL
(Vocational Skills As Preparations In The World Of Work For Children With Intellectual Disabilities)

Dian Puspa Dewi

Dosen Program Studi Pendidikan Khusus Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
E-mail: dianpuspadewi90@gmail.com

Abstrak: Anak tunagrahita merupakan seseorang yang memiliki hambatan dalam kemampuan intelegensi,
ditandai dengan ketidakmampuan dalam berfikir abstrak seperti teman sebayanya dan memiliki IQ di bawah
rata-rata. Anak tunagrahita yang bersekolah pada jenjang SMALB C dapat dikatakan bahwa mereka telah
siap terjun di masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum di SMALB C selain berorientasi pada pengembangan
kognitif, juga lebih banyak berorientasi pada pemberian keterampilan hidup. Hal tersebut bertujuan agar
mereka memiliki bekal untuk bertahan hidup dan mandiri, sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat. Salah satu wujudnya ialah pemberian keterampilan vokasional atau keterampilan untuk bekerja.
Keterampilan vokasional ini diberikan agar anak tunagrahita memiliki keterampilan pada bidang pekerjaan
tertentu sesuai dengan kemampuan dan minat anak. Pemberian keterampilan diberikan kepada anak dari hal
yang mnedasar dan sederhana sampai pada hal yang kompleks sesuai kemampuan anak. Keterampilan
vokasional pada bidang pekerjaan tertentu yang telah dikuasai, anak tunagrahita yang telah lulus dari SMALB
C dapat bekerja di berbagai bidang pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Sehingga mereka dapat
turut berpartisipasi dalam kegiatan di masyarakat dan dapat hidup mandiri.
Kata kunci: keterampilan vokasional, anak tunagrahita

Abstract: Childrens with intellectual disabilities are those who have impairment in the ability of intelligence,
characterized by the inability to abstract thinking as their peers and have an IQ below average. Childrens
with intellectual disablity who attend school school at SMALB C levels can be said that they are ready
blended into the general community. Therefore, the curriculum in SMALB C not only focused on cognitive
development, as well as more oriented on providing life skills. It is intended that they have the provision for
survival and independent, so it does not become a burden to family and society. One of its forms is the
provision of vocational skills or skills to work. Vocational skills is given so that children with intellectual
disabilities have skills in certain occupations according to the abilities and interests of children. Giving skills
given to children from the basic and simple to the complex things according to the ability of children.
Vocational skills is given so that children with intellectual disabilities have skills in certain occupations
according to the abilities and interests of children. Giving skills given to children from the basic and simple
to the complex things according to the ability of children. Vocational skills in certain occupations that have
been mastered, children with intellectual challenges who have graduated from SMALB C can work in various
fields of work according to his ability. So that they can participate in activities in the community and can live
independently.
Keywords: vocational skills, children with intellectual disabilities

PENDAHULUAN Anak dengan hambatan intelektual memiliki hak


Anak dengan hambatan intelektual biasa dikenal yang sama dengan teman sebayanya dalam perolehan
dengan anak tunagrahita adalah mereka yang memiliki pemenuhan kebutuhannya seperti pendidikan,
kemampuan intelektual di bawah rata-rata teman perlindungan, kesehatan juga kesempatan kerja. Mereka
sebayanya. Mereka memiliki hambatan dalam berfikir merupakan bagian dari masyarakat, sehingga mereka
abstrak, sehingga apa yang disampaikan kepada mereka juga berhak atas perlakuan dan layanan yang sama
haruslah bersifat konkret. Selain memiliki hambatan dengan anggota masyarakat lain. Mereka juga memiliki
dalam aspek intelektual, mereka juga memiliki hak untuk bertahan hidup di lingkungan masyarakat,
hambatan dalam kemampuan sosial, emosional, bahasa salah satunya adalah dengan bekerja. Melalui bekerja
baik verbal maupun non-verbal, perilaku dan anak tunagrahita dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
kemandirian. Oleh karena itu, mereka memiliki sendiri dan juga dapat hidup mandiri, sehingga tidak
kebutuhan khusus yang harus dipenuhi oleh orang menjadi beban bagi keluarga dan juga masyarakat.
dewasa di sekitarnya. Pemenuhan kebutuhan tersebut Anak dengan hambatan intelektual yang
berkaitan dengan ketidakmampuan anak dalam bersekolah di jenjang SMALB C dipersiapkan untuk
beberapa aspek hambatan atau bahkan seluruhnya. dapat terjun di masyarakat, menjadi bagian yang utuh di
Selain itu pemenuhan kebutuhan harus diberikan sesuai masyarakat. Mereka yang telah menyelasaikan masa
dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak. belajarnya di jenjang SMPLB akan meningkat pada
jenjang selanjutnya yaitu SMALB. Di SMALB ini

231
232 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

selain anak dengan hambatan intelektual selain dibekali day in some countries, children with intellectual
keterampilan dalam bidang akademik juga pada disabilities lack access to basic education, which
keterampilan hidup untuk dapat bertahan di kehidupan seriously limits their chances to obtain meaningful
masyarakat. employment as adults. Hal tersebut memiliki arti
Kurikulum pendidikan bagi anak dengan bahwa pada masa lalu, dan sampai hari ini di beberapa
hambatan intelektual dalam memberi pelayanan negara, anak-anak dengan hambatan intelektual tidak
pendidikan khusus pada jenjang pendidikan menengah memiliki akses ke pendidikan dasar, yang paling serius
dapat bermakna dalam kehidupan mereka, pada Renstra adalah keterbatasan kesempatan mereka untuk
Direktorat PK-LK, Dikmen (2011-1014) dalam mendapatkan pekerjaan yang bermakna sebagai orang
Cahyono (2015) menjelaskan bahwa focus dewasa.
kebijaksanaan pendidikan kewirausahaan bagi peserta Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui
didik, yang mengacu pada Permen Nomor 22 Tahun bahwa ruang lingkup dunia kerja anak dengan hambatan
2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar intelektual pasca lulus dari SMALB C masih sempit dan
dan menengah dijelaskan bahwa Muatan isi mata terbatas. Padahal jika ditinjau lebih jauh lagi anak
pelajaran untuk SMALB A,B,D,E bidang akademik dengan hambatan intelektual dapat masuk di berbagai
mengalami modifikasi dan penyesuaian dari SMA bidang pekerjaan asalkan pekerjaan yang dibebankan
umum sehingga menjadi sekitar 40% 50% bidang pada anak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
akademik, dan sekitar 60% 50% bidang keterampilan anak. Berbagai keterbatasan yang dimiliki anak dapat
Vokasional. Muatan kurikulum SMALB C,C1,D1,G ditanggulangi dengan memberikan latihan yang intens
lebih ditekankan pada kemampuan menolong diri dan berulang-ulang. Amin dalam Ishartiwi (2010)
sendiri dan keterampilan sederhana yang mengatakan bahwa, ABK dengan kemampuan mental
memungkinkan untuk menunjang kemandirian peserta rendah (anak tunagrahita), membutuhkan waktu lebih
didik. Oleh karena itu, proporsi muatan keterampilan lama untuk belajar keterampilan dan hanya dapat
vokasional lebih diutamakan. menyelesaikan satu atau dua bagian untuk satu jenis
Keterampilan vokasioanl merupakan produk. Selanjutnya hasil Observasi di SRBG
keterampilan untuk bekerja. Menurut Puskur Depdiknas Temanggung dalam Ishartiwi ditambahkan bahwa ABK
(2007), keterampilan vokasional merupakan tipe tunagrahita memiliki modalitas mengulang-ulang
keterampilan membuat sebuah produk yang berkaitan satu jenis pekerjaan dan ia serius saat bekerja. ABK ini
dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di jika dilatih terus menerus akan mampu bekerja dengan
masyarakat. Anak dengan hambatan intelektual hasil layak dipasarkan.
diberikan bekal berupa keterampilan bekerja sebagai Latihan yang intens dan terus menerus yang
bekal anak pada dunia kerja. Dunia kerja bagi anak diberikan kepada anak dengan hambatan intelektual di
dengan hambatan intelektual memiliki ruang lingkup SMALB C difasilitasi dengan kurikulum keterampilan
yang sempit. Hal ini dikarenakan persepsi masyarakat vokasional. Pemberian keterampilan vokasional bagi
yang memandang bahwa mereka tidak memiliki mereka adalah upaya persiapan agar anak dapat masuk
kemampuan yang mahir dalam memproduksi barang pada ruang lingkup pekerjaan yang lebih luas.
dan jasa. Indikator dari persepsi masyarakat tersebut Konsekuensinya adalah pihak sekolah harus
tidak lain adalah kemampuan teman sebayanya yang memberikan keterampilan vokasional yang lebih
memiliki kemampuan lebih unggul dibanding mereka. beragam dan terpadu sejak dari awal anak masuk
Sehingga kesempatan anak untuk dapat masuk pada sekolah hingga lulus dari SMALB C. Sehingga anak
bidang pekerjaan yang beragam menjadi terbatas. memiliki keterampilan bekerja pada bidang pekerjaan
Interview yang telah dilakukan kepada beberapa tertentu. Keterampilan vokasional terdapat di SMALB
guru SLB di jawa tengah (November 2016) didapatkan C antara lain adalah menolong diri sendiri, perawatan
hasil bahwa alumni dari SMALB C mayoritas diri, perawatan lingkungan, pertukangan, menjahit,
pekerjaannya masih bergantung pada aktivitas yang memasak dan sebagainya.
dilakukan orang tuanya misalnya buruh bangunan,
membantu di warung milik orang tuanya, tukang parkir PEMBAHASAN
dan sebagainya. Beberapa guru yang telah diinterview Anak dengan Hambatan Intelektual
menambahkan bahwa untuk alumni SMALB C pihak Anak dengan hambatan intelektual biasa disebut
sekolah belum memiliki kerja sama dengan beberapa dengan anak tunagrahita merupakan anak yang memiliki
instansi usaha di lingkungan sekolah. Berbeda dengan hambatan dalam intelektualnya. Kemampuan
alumni dari SMALB B, pihak sekolah memiliki kerja intelektuanya berada di bawah rata-rata teman
sama dengan instansi usaha tertentu sehingga setelah sebayanya. Nanda, silvia dan kasiyati (2011) anak
anak lulus anak disalurkan pada instansi usaha tersebut . tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan
Namun ternyata tidak hanya di Indonesia, di dalam perkembangan intelektual yang berada di bawah
dunia melalui UNESCO juga dijelaskan adanya rata-rata anak normal sehingga mengalami kesulitan
keterbatasan ruang lingkup dunia kerja bagi anak dalam tugas akademik, komunikasi maupun sosial,
dengan hambatan inteletual. UNESCO dalam Parmenter sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan
(2011) memaparkan bahwa,....In the past, and to this khusus. Ketidakmampuan intelektual ini ditandai
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 233
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dengan tidak mampunya anak berfikir secara abtrak, antara tunagrahita berat dan sangat berat.
sehingga segala informasi yang disampaikan pada anak Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara
dengan hambatan intelektual harus yang bersifat 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25
konkret. Hal ini berlaku pada anak semua jenjang usia. menurut Skala Weschler (WISC). Tunagrahita
AAIDD Definition Manual dalam Parmenter sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah 19
(2011) mengatakan bahwa, .....Intellectual disability is menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut
characterized by significant limitations both in Skala Weschler (WISC). Kemampuan mental
intellectual functioning and in adaptive behavior as atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang
expressed in conceptual, social and practical adaptive dari tiga tahun.
skills. This disability originates before age 18. Hal
tersebut memiliki makna bahwa anak dengan hambatan Keterampilan Vokasional bagi anak tunagrahita
inteletual ditandai dengan keterbatasan yang signifikan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,
baik dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif 2002:1263) vokasional diartikan sebagai yang
seperti yang diungkapkan dalam keterampilan adaptif bersangkutan dengan (sekolah) kejuruan atau
konseptual, sosial dan praktis. Hambatan ini berasal bersangkutan dengan bimbingan kejuruan. Kejuruan
sebelum usia 18. Sehingga dapat diketahui bahwa anak yang dimaksud berkaitan dengan bidang keahlian yang
dengan hambatan inteletual tidak hanya memiliki akan dikuasi oleh individu sehingga dapat membantu
hambatan dalam intelektual saja namun juga pada pada dia bekerja sesuai keahliannya tersebut. Puskur
perilakunya. Hambatan perilaku ini merupakan dampak Depdiknas (2007) menjelaskan bahwa keterampilan
dari ketidakmampuan intelektualnya. vokasional merupakan keterampilan membuat sebuah
Mumpurniati (2006) menjelaskan penyandang produk yang berkaitan dengan bidang pekerjaan tertentu
hambatan intelektual atau tunagrahita ialah individu yang terdapat di masyarakat. Keterampilan vokasional
yang memiliki keterbatasan di dalam perkembangannya. berkaitan dengan sebuah keterampilan persiapan
Keterbatasan tersebut akibat pada kemandirian mereka sebelum memasuki dunia kerja.
dalam masyarakat memiliki berbagai kendala. Kendala Keterampilan vokasional ini merupakan bagian
yang dialami anak dengan hambatan intelektual tidak dari keterampilan hidup atau life skills. Konsep life
hanya pada intelektualnya saja namun juga pada aspek skills dalam sistem persekolahan, menurut Ditjen
yang lainnya. Parmenter (2011) menjelaskan bahwa Pendidikan Umum, 2002 (Anwar, 2004)
anak dengan hambatan inteletual memiliki beberapa mengelompokan menjadi dua, yaitu: (1) General Life
hambatan yaitu: pembelajaran; komunikasi (bahasa skills/GLS (kecakapan generik) yang mencakup:
reseptif dan ekspresif; verbal dan nonverbal); kecakapan personal (kecakapan mengenal diri/self
keterampilan sosial; keterampilan akademik; kecakapan awareness, kecakapan berpikir rasional/thinking skills),
vokasional; hidup mandiri. kecakapan sosial; dan (2) spesific life skills/ SLS
Secara umum anak dengan hambatan intelektual (kecakapan spesifik) meliputi: kecakapan akademik dan
dibagi menjadi beberapa kelompok. Somantri (2006) kecakapan vokasional.
memaparkan pembagian kelompok anak dengan Mengacu pada konsep life skills di atas anak
hambatan intelektual berdasarkan kemampuan dengan hambatan intelektual pada jenjang SMALB C
intelegensi yang diukur dengan tes Stanford Binet dan menekankan pada pemantapan kemampuan GLS dan
Skala Weschler (WISC) sebagai berikut: pengembangan SLS guna melanjutkan pada sektor
1. Tunagrahita Ringan kerja. Oleh karena itu kurikulum pendidikan bagi anak
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau dengan hambatan intelektual dalam memberi pelayanan
debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 pendidikan khusus pada jenjang pendidikan menengah
menurut Binet, sedangkan menurut Skala dapat bermakna dalam kehidupan mereka, pada Renstra
Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka Direktorat PK-LK, Dikmen (2011), fokus kebijaksanaan
masih bisa belajar membaca, menulis, dan pendidikan kewirausahaan bagi peserta didik, yang
berhitung sederhana. mengacu pada Permen Nomor 22 Tahun 2006 tentang
2. Tunagrahita Sedang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
Anak tunagrahita sedang disebut juga imbisil. dijelaskan bahwa Muatan isi mata pelajaran untuk
Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada Skala SMALB A,B,D,E bidang akademik mengalami
Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler modifikasi dan penyesuaian dari SMA umum sehingga
(WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa menjadi sekitar 40% 50% bidang akademik, dan
mencapai perkembangan MA sampai kurang sekitar 60% 50% bidang keterampilan Vokasional.
lebih 7 tahun. Mereka sangat sulit bahkan tidak Muatan kurikulum SMALB C,C1,D1,G lebih
dapat belajar secra akademik seperti balajar ditekankan pada kemampuan menolong diri sendiri dan
menulis, membaca, dan berhitung walaupun keterampilan sederhana yang memungkinkan untuk
mereka masih dapat menulis secara sosial, misal menunjang kemandirian peserta didik. Oleh karena itu,
menulis namanya sendiri. proporsi muatan keterampilan vokasional lebih
3. Tunagrahita Berat diutamakan.
Kelompok anak tunagrahita berat juga sering Berdasarkan pada peraturan menteri di atas,
disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi maka pembelajaran bagi anak dengan hambatan
234 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

intelektual di SMALB C lebih berorientasi pada masyarakat. Salah satunya adalah dengan bekerja pada
pengembangan kemampuan vokasional. Anak dengan instansi usaha tertentu. Hal tersebut bertujuan agar
hambatan intelektual diberikan bekal berbagai macam mereka dapat hidup mandiri dan tidak menjadi beban
bidang keahlian pekerjaan. Anak dengan hambatan bagi keluarga dan masyarakat, terlebih lagi bagi mereka
intelektual dibiarkan memilih jenis keterampilan yang sudah menyelesaikan pendidikan di jenjang
vokasional sesuai dengan minat anak. Rochjadi (2016) SMALB.
menjelaskan bahwa pembelajaran keterampilan Mumpuniarti, Suharmini, Praptiningrum (2014)
vokasional diarahkan agar peserta didik dapat menjelaskan bahwa tonggak urgen dari kebutuhan
mengembangkan kecakapan hidup (life skill) yang program bagi penyandang hambatan intelektual pasca-
meliputi keterampilan personal, sosial, pra vokasional, sekolah adalah kompetensi melaksanakan aktivitas
vokasional, dan akademik. Penekanan jenis kehidupan sehari-hari termasuk untuk aktivitas itu
keterampilan dipilih oleh satuan pendidikan dan perlu membutuhkan keterampilan vokasional. Arnett, 2007;
mempertimbangkan minat dan bakat peserta didik serta Gutmann et all., 2002; Steinberg 2007(Kauffman &
potensi lokal, budaya, ekonomi, dan kebutuhan daerah. Hallahan, 2011: 624-625) mengemukakan bahwa anak-
Sekolah sebaiknya mendukung pemberian anak muda ketika telah selesai sekolah tinggi tidak
keterampilan vokasional kepada anak dengan hambatan mencapai community living outcome. Untuk itu, tonggak
intelektual. Salah satu wujud dukungan tersebut ialah untuk mampu mencari peluang dan mengatasi tantangan
dengan menyediakan fasilitas pada kegiatan dibutuhkan dalam rangka program pascasekolah.
pengembangan keterampilan vokasional misalnya Individu dengan hambatan intelektual diharapkan secara
dengan menyediakan tempat, alat dan bahan dan ahli bertahap mampu bertanggung jawab untuk mengatur
yang dapat melatih mereka dalam praktek mencipatakan kehidupan mereka, salah satunya dengan bekerja atau
sebuah produk dan jasa. Anak dengan hambatan vokasional. Ada beberapa aspek yang harus
intelektual dapat saja bekerja di berbagai instansi usaha diperhatikan dalam memberikan keterampilan
barang dan saja yang beragam, asalkan apa yang vokasional pada anak dengan hambatan intelektual.
dibebankan kepada mereka sesuai dengan kemampuan Dengan memperhatikan beberapa aspek tersebut
anak. diharapakan anak dengan hambatan intelektual dapat
Anak dengan hambatan intelektual dapat memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja di
mengerjakan keterampilan vokasional yang sederhana bidang pekerjaan yang variatif.
pada sebuah proses produksi barang dan jasa, jika Anak dengan hambatan intelektual memiliki
sebelumnya anak diberikan orientasi terhadap tugasnya karakteristik bekerja yang khas, sebagai dampak dari
tersebut. Rocjadi (2016) menjelaskan bahwa keterbatasan yang dimilikinya hasil produk barang dan
keterampilan vokasional sederhana dapat diartikan jasa mereka kurang maksimal. Di sisi lain kondisi
sebagai penyederhanaan atau pemecahan sub-sub yang tunagrahita yang masih dalam taraf belajar kemampuan
lebih kecil pada keterampilan vokasional secara umum vokasional, tentu belum dapat menghasilkan kualitas
ke dalam bentuk yang lebih disesuaikan dengan hasil produksi yang memenuhi persyaratan pasar. Hal
kemampuan dan kebutuhan peserta didik berkebutuhan tersebut terjadi manakala mereka tidak mendapatkan
khusus. Penyederhanaan dilakukan agar keterampilan latihan yang intens dan berulang-ulang. Amin dalam
vokasional yang bersifat kompleks dapat dijangkau atau Ishartiwi (2010) mengatakan bahwa, ABK dengan
diserap oleh peserta didik berkebutuhan khusus sesuai kemampuan mental rendah (anak tunagrahita),
dengan kemampuan yang mereka miliki. Contoh membutuhkan waktu lebih lama untuk belajar
keterampilan vokasional sederhana dari keterampilan keterampilan dan hanya dapat menyelesaikan satu atau
otomotif adalah mencuci mobil/motor, tune up ringan dua bagian untuk satu jenis produk. Selanjutnya hasil
dan lain-lain. Dengan keterampilan vokasional Observasi di SRBG Temanggung dalam Ishartiwi
sederhana diharapkan peserta didik berkebutuhan ditambahkan bahwa ABK tipe tunagrahita memiliki
khusus dapat menguasai jenis-jenis keterampilan yang modalitas mengulang-ulang satu jenis pekerjaan dan ia
memadai sebagai bekal mereka terjun di dunia kerja serius saat bekerja. ABK ini jika dilatih terus menerus
yang sesungguhnya. akan mampu bekerja dengan hasil layak dipasarkan.
Oleh karena itu, sebaiknya keterampilan
Keterampilan vokasional sebagai persiapan di dunia vokasional diberikan di bangku sekolah harus diberikan
kerja bagi anak dengan hambatan intelektual secara terus-menerus agar anak menjadi terampil dan
Keterampilan vokasional bagi anak dengan mahir. Selain itu, keterampilan yang diajarkan juga
hambatan intelektual merupakan salah satu wujud bekal harus beragam dan tidak monoton. Masing-masing
bagi anak sebelum terjun di masyarakat, khususnya sekolah sebaiknya memiliki keterampilan yang khas.
pada dunia kerja. Anak dengan hambatan intelektual Keterampilan vokasional seperti di atas dapat menjadi
dengan keterbatasan mental dan intelektual yang bekal bagi anak dengan hambatan intelektual saat terjun
dimilikinya menjadikan mereka memiliki tantangan di dunia kerja. Anak dengan hambatan intelektual ini
tersendiri dalam persaingan di dunia kerja. Padahal, jika dilatih terus menerus akan mampu bekerja dengan
sama dengan anggota masyarakat lainnya mereka hasil layak dipasarkan.
membutuhkan kesempatan untuk bertahan hidup di
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 235
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Berkaitan dengan hal di atas, mengingat potensi Dengan berbekal vokasi tersebut anak dengan hambatan
yang dimiliki anak dengan hambatan intelektual intelektual dapat mengembangkan diri atau bekerja pada
menjadikan terbatasnya ruang lingkup pekerjaan bagi pihak lain dengan memperoleh pengakuan pengasilan
mereka. Parmenter (2011) menjelaskan bahwa layak. Tentu saja model pembelajaran keterampilan ini
masyarakat masih menganggap bahwa anak dengan memerlukan sistem pengelolaan yang melibatkan
hambatan intelektual akan banyak gagal dalam aktivitas berbagai pihak secara fungsional (orangtua anak,
bekerjanya. Oleh karena yang harus menjadi perhatian sekolah, industri atau unit usaha dan pemerintah terkait
dalam perencanaan dan pelaksanaan program serta masyarakat). Dengan demikian kemandirian ABK
keterampilan vokasional bagi anak dengan hambatan dapat dicapai melalui pendidikan keterampilan, jika ada
intelektual harus disesuaikan dengan derajat hambatan pengakuan oleh lingkungannya terhadap hasil kinerja
anak. Anak yang memiliki hambatan intelektual tingkat anak.
ringan, sedang dan berat mendapatkan penanganan yang Berkenaan dengan hal di atas, maka ada
berbeda, disesuaikan dengan kemampuannya. beberapa hal yang harus dikuasi oleh anak sebelum
Pemberian beban kerja yang berbeda pada terjun ke dunia kerja. Parmenter (2011) menjelaskan
masing-masing anak dengan hambatan intelektual beberapa aspek tersebut sebagai berikut,
sesuai dengan derajat hambatan yang dimiliki dapat 1. Membaca dan menghitung;
memudahkan keberhasilan anak dalam mengerjakan dan 2. Pemahaman instruksi dan informasi;
menghasilkan sebuah prodak yang layak yang 3. Menafsirkan bahasa non-verbal;
dipasarkan. Anak bekerja sesuai dengan kemampuan 4. Jangka pendek dan memori jangka panjang;
yang dimilikinya, melalui aktivitas yang dilakukan 5. Rentang perhatian dan konsentrasi;
berulang-ulang menjadikan anak mahir. Beban 6. Motivasi;
pekerjaan yang diberikan merupakan keterampilan 7. Pemecahan masalah dan keterampilan membuat
vokasional sederhana. Di jenjang SMALB anak keputusan;
diberikan pelatihan keterampilan vokasional sederhana 8. Membuat pilihan;
pada bidang pekerjaan tertentu. Hal tersebut dapat 9. Mengikuti instruksi;
memudahkan anak dalam menemukan dan bekerja di 10. Waktu bercerita / manajemen dan organisasi;
sebuah instansi usaha sesuai dengan kemampuannya. 11. Kemampuan untuk melakukan perjalanan dan /
Ursula dan Valaikene (2013) menjelaskan atau hidup mandiri;
bahwa, The integration of vocational and training is 12. Perilaku yang tepat dan keterampilan sosial;
important for giving students with special needs the 13. Perawatan diri.
oppurtunitiy to access mainstream provision during Anak dengan hambatan intelektual memiliki
their education and in their future working life. ketidakmampuan dalam berfikir abstrak, oleh karena itu
Curricula should include workplace behaviours, dalam menjelaskan dan melatihkan kemampuan di atas
occupational skills and careers awareness, as well as harus dilakukan secara berulang-ulang dan perlahan.
provide work exploration oppurtunitiesa to help Mereka sebaiknya memiliki beberapa aspek
learners with special needs idetiify cereer interests and kemampuan dengan cukup baik, agar dapat diterima dan
be proactive ini developng the skills critical to a masuk dalam berbagai instansi usaha baik barang
successfull transition. Hal tersebut bermakna bahwa maupun jasa. Permasalahn yang masih terjadi adalah
Integrasi pelatihan keterampilan vokasional penting beberapa instansi usaha enggan menerima keberadaan
untuk memberikan kesempatan siswa dengan anak dengan hambatan intelektual dalam lingkungan
kebutuhan khusus mengakses persiapaan untuk bekerja kerja mereka. Hal ini dibuktikan dari beberap interview
selama masa pendidikan dan di masa depan kehidupan yang telah dilakukan peneliti kepada beberapa guru di
kerja mereka. Kurikulum harus mencakup perilaku SMALB C di jawa tengah. Selain itu Afifah, dkk.
kerja, keterampilan kerja dan kesadaran karir, serta (2003: 47) menyimpulkan hasil penelitiannya tentang
memberikan kesempatan eksplorasi kerja untuk Tracer Study alumni SLB C Negeri di kotamadya
membantu peserta didik dengan kebutuhan khusus Yogyakarta dengan sampel SLB Negeri I Yogyakarata
mengidentifikasi minat anak dalam bekerja dan proaktif dan SLB Negeri 2 Yogyakarta, hasilnya menunjukkan
dalam mengembangkan keterampilan agar sukses pada tidak ada relevansi antara keterampilan okupasi yang
masa transisi masa sekolah ke dunia kerja. diberikan di sekolah dengan bidang kerja terakhir yang
Untuk mencapai hasil belajar keterampilan bagi ditekuni, karena umumnya mereka membantu orang
anak dengan hambatan intelektual latihan berualng- tuanya di rumah, bekerja di bidang jasa cleaning
ulang sampai menjadikan kebiasaan dalam hidup. Jenis service, tukang, pelayan rumah makan, dan pesuruh.
keterampilan disesuaikan dengan bakat dan minat anak. Oleh karena itu, pihak sekolah berperan penting
Cakupan bahan ajar minimal meliputi kemampuan untuk menjalin relasi dengan beberapa instansi usaha
menolong diri atau kegiatan hidup sehari-hari, barang dan jasa. Hal ini berarti sekolah harus memiliki
keterampilan bersosialisasai atau bermasayarakat di mutu yang baik pula dalam memberikan pelayanan
lingkungan tempat tinggal dan keterampilan untuk keterampilan vokasional pada anak dengan hambatan
bekerja. Sebaiknya keterampilan untuk bekerja dipilih intelektual. Mumpuniarti, Suharmini, Praptiningrum
salah satu jenis pekerjaan atau sub-pekerjaan, yang (2014) menjelaskan masalah vokasional bagi mereka
dapat dicapai kualitas ketuntasan hasl belajar oleh anak. yang memiliki hambatan intelektual sebagai persoalan
236 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

yang bervariasi. Masalah variasi tergantung juga jenis- meningkatkan mutu dalam memberikan pelatihan
jenis vokasional yang tersedia di lembaga dan keterampilan vokasional tersebut.
kemampuan lembaga menindaklanjuti di masyarakat
atau dunia kerja yang sebenarnya. Hal itu juga Saran
tergantung lembaga pembina khusus penyandang Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat
disabilitas melakukan jejaring di masyarakat luas. Bagi beberapa masalah yang harus ditindaklanjuti agar anak
lembaga yang belum melaksanakan jejaring atau dengan hambatan intelektual nantinya dapat bekerja di
menindaklanjuti vokasional yang dapat disediakan oleh berbagai instansi usaha. Oleh karena itu, penulis
lembaga, kadang-kadang berimplikasi kurang memberikan beberapa saran terkait dengan beberapa
relevansinya antara keterampilan vokasional yang permasalahan di atas antara lain adalah:
dipelajari oleh lembaga dengan kegiatan yang dilakukan 1. Anak dengan hambatan intelektual diberikan
setelah menjadi alumni. pelatihan keterampilan vokasional secara lebih
Beberapa SMALB C yang telah melakukan intensif selama masa sekolahnya di SMLALB C
jalinan relasi dengan beberapa instansi usaha dapat 2. Masyarakat memberikan kesempatan kepada
menyalurkan peserta didiknya ke dalam pekerjaan yang anak dengan hambatan intelektual untuk bekerja
lebih variatif. Fitri, Martias, Ardisal, (2014) di berbagai bidang sesuai kemampuan anak
Implementasi pengembangan keterampilan kecakapan 3. Sekolah mengadakan jalinan relasi dengan
hidup di SLB N 02 Padang mengarah kepada jenis beberapa instansi usaha untuk menyalurkan anak
kecakapan vokasional antara lain: tata boga, tata busana, dengan hambatan intelektual dalam bekerja
otomotif, serta keterampilan berbasis teknologi tinggi 4. Sekolah meningkatkan mutu dalam memberikan
(TIK). Cakupan kompetensi ini menunjukkan adanya pelatihan keterampilan vokasional.
harapan bagi ABK agar memiliki kecakapan khusus
berupa salah satu kecakapan kerja disamping kecakapan DAFTAR PUSTAKA
akademik sebagai hasil belajar. Cahyono, Bilal Dwiko. 2015. Penerapan Metode Life
Nanda, Silvia, Kasiyati (2014) SLBN Center Skill Education untuk meningkatkan kemampuan
Payakumbuh ini sudah berjalan dengan cukup baik. vokasional pada anak tunagrahita ringan kelas X
Kepala Sekolah telah melaksanakan kewajibannya Sekolah Luar Biasa. Skripsi UNESA Tidak
sebagai penanggung jawab program dan juga evaluator. dipublikasikan
Sehingga keadaan peternakan puyuh yang dijadikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
program bagi siswa tunagrahita dapat terlaksana sesuai Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang standar isi
jalur yang seharusnya. Begitu juga dengan guru untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
pembimbing yang memiliki peran penting dalam Puskur.(2007).Kajian Kebijakan Kurikulum
pelaksanaan program. Guru pembimbing memiliki andil Keterampilan.Dekdikbud
besar mulai dari melatih keterampilan siswa hingga Parmenter, Trevor. 2011. Promoting Training and
menjadi tim yang menjaring pihak dunia usaha untuk Employment Oppurtunities for People with
melakukan kerja sama dalam hal pengembangan intellectual disabilities: International
peternakan salah satunya adalah dunia usaha yang Experience. Switzerland: International Labour
bergerak di bidang pemasaran telur puyuh. Organization 2011
Ishartiwi. 2011. Pembelajaran Keterampilan Untuk
PENUTUP Pemberdayaan Kemandirian Anak Berkebutuhan
Kesimpulan Khusus. Yogyakarta: Jurnal PLB UNY
Anak dengan hambatan intelektual memiliki Nanda, Devi Syari, Silvia Rahma Tri, Kasiyati. 2014.
merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki hak Pelaksanaan Program Transisi Ke Pasca
sama termasuk dalam memperoleh pekerjaan. Dengan Sekolah Bagi Tunagrahita Ringan di SLB N
segala karakteristiknya, mereka juga memiliki Center Payakumbuh. Padang: E-Jupekhu (Jurnal
kemampuan yang dapat diandalakan untuk masuk dalam Imiah Pendidikan Khusus) UNP Volume 3
instansi usaha barang dan jasa jika diberikan pelatihan Nomor 3 September 2014
keterampilan vokasional secara intensif. Selain itu Mumpurniati. 2006. Manajemen Pembinaan Vokasional
pekerjaan yang dibebankan kepada anak dengan bagi Tunagrahita di Sekolah Khusus
hambatan intelektual adalah yang sederhana sesuai Tunagrahita. Jurnal Pendidikan Khusus Volume
dengan kemampuan anak. anak dengan hambatan No 2 Nopember 2006 ISSN 1858-0998
intelektual diharapkan dapat hidup mandiri di dalam Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar
masyarakat, sehingga tidak lagi menjadi beban dalam Biasa.Bandung: PT.Reflika Aditama.
masyarakat. Oleh karena itu, melalui SMALB C mereka Anwar. 2004.Pendidikan Kecakapan Hidup: Konsep
diberikan pelatihan yang intensif pada beberapa bidang. dan Aplikasi. Bandung. Alfabeta.
Selain itu, untuk menyalurkan anak ke beberapa instansi
usaha sekolah seharusnya memiliki jalinan relasi dengan
beberapa instansi usaha barang ataupun jasa yang dapat
bekerja sama. Oleh karena itu, sekolah juga harus
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 237
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Rochjadi, hasan. 2016. Modul Guru Pembelajaran SLB Intelektual. Yogyakarta: Jurnal PLB Volume 1
Tunagrahita Kelompok Kompetensi H. Pusat Nomor 2 Desember 2014: 97-104
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Bernie, S.M., Ittenback, R.F. & Patton, J.R. 2008.
Tenaga Kependidikan Bidang Taman Kanak- Mental Retardation. Ohio: Merrill Prentice Hall.
Kanak dan Pendidikan Luar Biasa Direktorat Mayasari Nur Afifah, dkk. (2003). Tracer study
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan alumni SLB C negeri di kota madya Yogyakarta.
Mumpuniarti., Suharmini, Tin., Praptiningrum, N. 2014. Laporan penelitian dalam rangka lomba
Efektivitas Program Pasca Sekolah Bagi penelitian mahasiswa tingkat Fakultas Ilmu
Kemandirian Penyandang Disabilitas Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Tahun 2003.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

KEMAHIRAN KEBOLEHKERJAAN INDIVIDU MASALAH PENDENGARAN DAN


IMPLIKASINYA TERHADAP PROGRAM PENDIDIKAN
(The employability skill among hearing impaiment and The Implication Toward Educational Programs)

Madinah Mohd Yusofa, Mohd Hanafi M ohd Yasinb, Mahidin Awang Itamc

a
Institut Pendidikan Guru Kampus Ilmu Khas, Kuala Lumpur, Malaysia.
b
Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia.
c
Institut Pendidikan Guru Kampus Pendidikan Teknik, Bandar Enstek, Malaysia.
E-mail : madinahmohdyusof@gmail.com

Abstrak: Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan maklumat berkaitan kemahiran kebolehkerjaan individu
masalah pendengaran dan implikasi terhadap perancangan program pendidikan. Kajian ini merupakan kajian kes
yang menggunakan kaedah temu bual sebagai data utama, di samping analisis dokumen dan pemerhatian sebagai
data sokongan. Sampel kajian daripada 19 orang peserta yang melibatkan pentadbir sekolah, ketua bidang
kemahiran, kaunselor, majikan, wakil NGO dan pegawai Jabatan Tenaga Kerja. Data kualitatif dianalisis
menggunakan perisian Nvivo 7 bagi mendapatkan tema yang tekal dan konsisten untuk menjawab persoalan
kajian. Dapatan menunjukkan individu masalah pendengaran mempunyai berkemahiran dalam kemahiran
teknikal, kemahiran informasional, dan kemahiran interpersonal bersama komuniti bermasalah pendengaran.
Mereka juga menunjukkan komitmen dan pencapaian yang tinggi dalam pekerjaan. Pihak majikan berpendapat
komunikasi bukan halangan kepada individu masalah pendengaran untuk berjaya dalam pekerjaan. Manakala dari
aspek kelemahan pula, individu masalah pendengaran di dapati mempunyai masalah dalam aspek kemahiran asas
yang meliputi kemahiran membaca, menulis dan kemahiran berfikir. Mereka juga mempunyai masalah dalam
keyakinan diri, masalah dalam pengekalan kerja, masalah dalam kemampuan sosial di samping mempunyai
sedikit masalah disiplin. Oleh yang demikian, perancangan program pendidikan perlu berfokus kepada
pembangunan diri individu masalah pendengaran.
Kata Kunci: Masalah pendengaran, kemahiran kebolehkerjaan, program pendidikan

Abstract: This study aimed to obtain information on the individual skills of the employability of hearing problems
and their implications for the educational programs to individuals with hearing disabilities. This study is a case
study using the interview as the primary data, in addition to document analysis and observations as supporting
data. A sample of 19 participants involving school administrators, head of skills department, counselors,
employers, NGO representatives and officers of the Department of Labor. Qualitative data were analyzed using
the software NVivo 7 to obtain a consistent theme to answer the research questions. The findings indicate
individuals with hearing impairment are good performance in occupational skills such technical, informational
skills, and interpersonal skills especially with deaf community. They also show the commitment and achievement
of high employment. The employer believes communication is not an obstacle to individual hearing problems to
succeed in the job. While in terms of weakness, the individual found to have a hearing problem in terms of basic
skills such as reading, writing and thinking skills. They also have problems in self-confidence, problems in
maintenance work, problems in social skills in addition to having fewer discipline problems. The design of
education programs should focus on the development of self determination.
Keywords: Hearing Impairement, Employability Skill, Transition programme

PENDAHULUAN pada hari ini memerlukan kita meneroka peluang


Pendidikan adalah hak asasi semua manusia. pendidikan yang berfokus kepada memberikan
Pendidikan adalah cara yang paling berkesan untuk kemahiran kepada pelajar untuk melahirkan tenaga kerja
mobiliti sosial, kehidupan berdikari dan juga menjamin mahir dan berketerampilan khususnya kepada individu
kehidupan yang bahagia. Individu kurang upaya, masalah pendengaran.
khususnya individu pekak juga mempunyai minat,
hasrat, dan cita-cita yang setanding dengan individu Aspek Kemahiran kebolehkerjaan
yang biasa. Oleh yang demikian, individu kurang upaya Kemahiran kebolehkerjaan merupakan
juga perlu diberi peluang pendidikan yang setanding kebolehan bukan teknikal dan merupakan satu daripada
dengan rakan mereka yang tipikal. aspek kemahiran pekerjaan yang sama pentingnya
Anjakan paradigma dalam ekonomi negara dengan aspek kemahiran teknikal. Pihak majikan dalam
sekarang memerlukan perubahan dalam pendidikan sektor industri berpendapat aspek kemahiran
yang lebih menjurus kepada keperluan individu itu kebolehkerjaan adalah penting dan perlu dimiliki oleh
sendiri. Secara lebih spesifik, perkembangan yang ada pekerja mereka bagi memastikan pekerja tersebut benar-

239
240 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

benar trampil dalam pekerjaannya (Mohd Sattar et al. mendapat pekerjaan, berbanding dengan 69 % pelajar
2009; Yahya et al. 2008). Blackmond (2008) tipikal yang mendapat pekerjaan selepas tiga hingga
menjelaskan keperluan minimum dalam persekitaran lima tahun tamat sekolah.
kerja hari ini iaitu: Kemahiran Asas, Kemahiran Manakala di pihak pekerja pula dapatan
Berfikir, Pengurusan Sumber, Kemahiran Informasi, menunjukkan kecenderungan OKU untuk tidak bekerja
Kemahiran komunikasi, Kemahiran sistem, Kemahiran di sebabkan sikap sendiri seperti kurang keyakinan (Lee
Teknologi Maklumat, Kualiti Personal, Kemahiran et al. 2011; Madinah et al. 2012; Mohd Hanafi et al.
Interpersonal. 2012) seperti malu, berasa rendah diri jika bekerja
Kemahiran kebolehkerjaan merupakan berseorangan, tidak suka cabaran baru, kurang mahir
kemahiran generik yang diperlukan untuk berjaya dalam dalam bidang diceburi (Lee et al. 2011; Sarimah et al.
pasaran kerja bagi semua tahap pekerjaan bagi semua 2012) khususnya melibatkan pencapaian akademik (Lee
sektor. Manakala menurut Secretarys Commission on et al 2011; Mohd Hanafi et al. 2012), serta masalah
Achieving Necessary Skill (SCANS 1991) pula, tiga kemahiran kebolehkerjaan dan masalah komunikasi
kemahiran penting yang diperlukan oleh majikan adalah (Madinah et al. 2012; Mohd Hanafi et al. 2012; Mohd
(1) kemahiran generik, (2) kualiti personal dan (3) Salehuddin et al. 2010) seperti masalah dalam
kompetensi bekerja. Hasil kajian SCANS (1991) telah kemahiran interpersonal, pemikiran kritikal dan
mengenal pasti tujuh kompetensi utama dan 40 item penyelesaian masalah (Ramlee & Ramziah 2002), sukar
kemahiran kebolehkerjaan yang diperlukan dalam meneroka cabaran baru (Loo 2004; Sarimah et al. 2012),
peringkat kemasukan awal pekerjaan iaitu (1) sering mengikut rakan untuk bekerja di tempat yang
kemahiran asas, (2) kemahiran berfikir, (3) kemahiran sama (Cynthia 2008; Hairunnaja 2003; Madinah et al.
sumber, (4) kemahiran informasional, (5) kemahiran 2012; Mohd Hanafi et al. 2012; Sarimah et al. 2012).
interpersonal, (6) kemahiran sistem dan teknologi dan Oleh yang demikian kajian ini bertujuan untuk
(7) kualiti personel (Mohd Sattar 2009). Model ini mengupas persoalan berikut:
terdiri daripada tiga bahagian asas kemahiran dan kualiti i. Bagaimanakah kemahiran kebolehkerjaan
personel serta lima kemahiran kompetensi tempat kerja individu masalah pendengaran?
(Collura 2010). Model ini ditunjukkan seperti dalam ii. Apakah implikasi kemahiran kebolehkerjaan
rajah 1 di bawah. tersebut terhadap program pendidikan?

METODOLOGI KAJIAN
Kajian ini meneroka pengalaman pihak sekolah
dan pihak yang terlibat dengan individu masalah
pendengaran berkaitan kemahiran kebolehkerjaan
individu bermasalah pendengaran. Sampel kajian terdiri
daripada 19 orang iaitu sembilan orang pendidik yang
Kemahiran terdiri daripada pentadbir, ketua bidang vokasional dan
Kebolehkerja
kaunselor sekolah daripada tiga buah sekolah yang
an
menawarkan program vokasional kepada pelajar
bermasalah pendengaran, lima orang majikan, dua
orang pihak NGO dan seorang pegawai Jabatan tenaga
kerja. Sumber data utama kajian ini diperoleh daripada
kaedah temu bual di samping data daripada analisis
dokumen Penggunaan pelbagai sumber dan kaedah
serta pelbagai lapangan merupakan satu strategi
Rajah 1: Model Kemahiran Employability oleh SCANS
(1991) triangulasi untuk meningkatkan kesahan dan
kebolehpercayaan data kajian (Merriam, 2001;
Dapatan kajian lepas membuktikan aktiviti Wiersma, 2000). Dapatan kajian dianalisis
pembangunan kerjaya dan pengalaman vokasional menggunakan perisian Nvivo 7 untuk mendapatkan
merupakan situasi yang kritikal kepada pelajar tema yang tetap dan konsisten. Persembahan data bagi
berkeperluan khas termasuk pelajar masalah menjawab persoalan satu melibatkan persepsi peserta
pendengaran (Luft 2012; Mueller et al. 2012; Rusch et kajian dari aspek kekuatan dan kelemahan bagi sesuatu
al. 2009; Safani et al. 2000). Walaupun golongan kemahiran. Oleh yang demikian, jadual metrik yang
masalah pendengaran ini menunjukkan kompetensi memaparkan sumber data melibatkan dua bentuk iaitu
yang tinggi sebagai tenaga kerja mahir dan separa mahir () merujuk kepada pernyataan bersifat positif atau
selepas mengikuti kursus, laporan National Longitudinal kekuatan dan (x) merujuk kepada pernyataan yang
Transition Study dalam Blackkorby dan Wagner (1996) bersifat negatif atau kelemahan.
mendapati 37 % golongan masalah pendengaran hanya
mendapat pekerjaan selepas dua tahun tamat program DAPATAN DAN PERBINCANGAN KAJIAN
transisi, 44 % mendapat pekerjaan selepas tiga hingga Seramai 19 orang terlibat yang terdiri daripada
lima tahun tamat program, manakala 66 % tidak 10 orang peserta daripada pihak sekolah iaitu empat
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 241
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

orang pentadbir, tiga orang ketua bidang kemahiran dan hingga SK19, kemudian diikuti oleh peranan sama ada
empat orang kaunselor. Manakala pihak luar sekolah G1 (pentadbir), G2 (Ketua bidang vokasional), G3
melibatkan enam orang majikan, dua orang daripada (Kaunselor), Majikan dari M1 hingga M6, NGO dan
NGO dan seorang pegawai Jabatan Tenaga Kerja JTK. Maklumat lanjut berkaitan peserta kajian
(JTK). Makumat peserta kajian dilabelkan dari SK1 dipaparkan dalam jadual 1 berikut;
Jadual 1: Informasi demografi peserta kajian
Maklumat Jantina Jawatan Sektor/ Tempat Pengalaman bersama pelajar
subjek Bertugas masalah pendengaran (tahun)
kajian
SK1G2S1 Lelaki Ketua Bidang Vokasional Sekolah 1 29
SK2G3S1 Perempuan Kaunselor Sekolah 1 2
SK3G1S1 Perempuan Pentadbir Sekolah 1 23
SK4G2S3 Perempuan Ketua Bidang Teknik Sekolah 3 7
SK5G3S3 Perempuan Kaunselor Sekolah 3 9
SK6G1S3 Perempuan Pentadbir Sekolah 3 7
SK7G1S4 Lelaki Pentadbir Sekolah 4 7
SK8G3S4 Lelaki Kaunselor Sekolah 4 7
SK9G2S4 Lelaki Ketua Bidang Kemahiran Sekolah 4 7
SK10G1S8 Perempuan Pentadbir Sekolah 8 23
SK11M1SA Perempuan Pegawai Eksekutif Majikan 3
SK12M2SS Perempuan Eksekutif Sumber Manusia Majikan 6
SK13M3SS Perempuan Eksekutif Sumber Manusia Majikan 19
SK14M4SS Lelaki Pengurus Majikan 1
SK15M5SA Perempuan Ketua Sektor Majikan 20
SK16M6SS Perempuan Eksekutif Sumber Manusia Majikan 11
SK17NGO1 Perempuan Job Coach NGO 3
SK18NGO2 Lelaki Pengarah Eksekutif NGO 46
SK19JTKSA perempuan Penolong Pengarah JTK 7

i. Bagaimanakah kemahiran kebolehkerjaan bersetuju bahawa kesukaran dalam komunikasi di


individu masalah pendengaran? tempat kerja merupakan cabaran utama yang dialami
oleh individu masalah pendengaran terutamanya yang
Perbincangan dapatan ini adalah berasaskan tiga melibatkan hubungan antara pekerja dengan penyelia.
aspek utama dalam kemahiran kebolehkerjaan iaitu Masalah kepada kemahiran komunikasi ini turut
kemahiran generik, kualiti personal dan kompetensi memberikan kesan terhadap pekerjaan yang dianggap
bekerja. Bagi aspek kemahiran generik yang terdiri sesuai untuk golongan masalah pendengaran (DeCaro et
daripada kemahiran asas, dapatan menunjukkan rata- al. 2001; Weisel & Cinamon 2005), manakala laporan
rata pelajar masalah pendengaran lemah dalam oleh The Canadian Hearing Society (2002), menyatakan
menginterpretasikan idea disebabkan kelemahan dalam bahawa halangan komunikasi di tempat kerja adalah
aspek penulisan dan majikan terpaksa belajar disebabkan oleh kekurangan akses kepada perkhidmatan
memahami penulisan pekerja masalah pendengaran. jurubahasa dan teknologi komunikasi dan faktor ini
Manakala dari aspek kemahiran komunikasi dapatan menghalang pekerja masalah pendengaran menjalani
menunjukkan terdapat dua perspektif yang berbeza integrasi secara aktif dalam dunia pekerjaan.
antara peserta dari sekolah dengan peserta di luar Dari aspek kualiti personal menunjukkan
sekolah. Pihak guru lebih memandang masalah bahawa, individu masalah pendengaran mempunyai
komunikasi menjadi halangan kepada pelajar masalah masalah dalam aspek percaya diri yang menjelaskan
pendengaran dalam pekerjaan, Berbanding dengan bahawa individu masalah pendengaran ini mempunyai
pendapat pihak luar sekolah seperti majikan yang keyakinan dan kekuatan dalaman yang rendah terhadap
menganggap komunikasi bukanlah kelemahan utama diri sendiri dan faktor ini dipersetujui oleh peserta
golongan masalah pendengaran. Mereka berpendapat kajian daripada kalangan pihak dalam sekolah dan pihak
komunikasi boleh berlaku dengan pelbagai cara. Pihak di luar sekolah. Individu masalah pendengaran
majikan berpendapat kesediaan mereka menerima mempunyai masalah dalam keyakinan diri khususnya
pekerja masalah pendengaran setelah apabila bekerja bersama pekerja tipikal. Dapatan kajian
mempertimbangkan nature pekerja masalah ini menyokong dapatan kajian oleh Sarimah et al.
pendengaran dan komunikasi adalah lahir bersama (2012) yang mendapati OKU (pendengaran) sukar
pekerja masalah pendengaran dan ini tidak boleh mendapat pekerjaan kerana kekangan sikap mereka
dijadikan halangan kepada penglibatan mereka di sektor sendiri yang berasa rendah diri jika bekerja
pekerjaan.. berseorangan, tidak suka cabaran baru (Loo 2004)
Dapatan ini selaras dengan dapatan ramai mudah putus asa, tidak berminat terhadap pekerjaan
pengkaji antaranya Dotter et al. (2006), Mohd berasaskan kemahiran, malu untuk mencari pekerjaan
Sallehudin (2010), Houston et al. (2010), Tuan (Johnson & Fendrich 2002) dan tidak suka menerokai
Rosnimawati dan Sern (2012). Pengkaji-pengkaji ini bidang baru. Dapatan menunjukkan bahawa terdapat
242 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

enam pernyataan yang memperkatan tentang analisis sistem, percetakan dan peralatan teknikal.
kemampuan sosial individu bermasalah pendengaran. Dapatan ini menyokong kajian oleh Halton Social
Mereka berpendapat pekerja masalah pendengaran Planning Council (2002) yang meninjau pendapat
selalu gagal mengawal emosi dan menggunakan fizikal majikan dan pekerja masalah pendengaran terhadap
apabila mempunyai masalah. Walaupun bukan semua keperluan pekerjaan dalam kalangan komuniti
pekerja masalah pendengaran yang terlibat tetapi ia bermasalah pendengaran. Berdasarkan temu bual
mengundang satu persepsi yang negatif dalam kalangan dengan majikan, dapatan menunjukkan majikan
masyarakat tipikal. Dapatan kajian ini menyokong bersetuju bahawa pekerja masalah pendengaran
kajian oleh Hallam et al. (2006) yang mendapati kadar menunjukkan prestasi kemahiran yang baik dan sikap
kelaziman klinikal terhadap tahap mod dan tekanan positif. Terdapat juga agensi penempatan pekerjaan
dalam kalangan individu masalah pendengaran menjadi yang memberi peluang kepada masalah pendengaran
lebih 4.hingga 8 kali ganda lebih tinggi daripada untuk membuktikan keupayaan diri mereka untuk kekal
individu tipikal. Dapatan juga menunjukkan bahawa dalam pekerjaan dan mendapatkan pekerjaan yang tetap.
individu masalah pendengaran menunjukkan komitmen Berbeza pula dengan dapatan oleh Marsden (2003)
yang tinggi dan bersikap kurang membantah terhadap mendapati kebanyakan peserta kajian yang ditemu bual
tugasan yang diberikan kecuali terdapat beberapa kes mengaitkan pengalaman dan diskriminasi majikan.
yang menunjukkan masalah dari aspek sifat tanggung Dapatan persoalan ini dapat dirumuskan seperti
jawab dan tidak merasa bersalah atas kesalahan yang rajah 2 di bawah yang menunjukkan taburan jawapan
dilakukan. Dapatan menunjukkan pekerja masalah peserta kajian berkaitan kemahiran kebolehkerjaan
pendengaran dilihat bersungguh-sungguh membimbing individu masalah pendengaran. Garisan melintang yang
rakannya, rajin, aktif, tidak bermasalah di tempat kerja, ditandai sebagai paksi X merupakan peserta kajian yang
kerja rutin yang sangat bagus, lurus dan tidak terdiri daripada SK1 sehingga SK19. Peserta SK1
membantah. hingga SK 10 merupakan pihak sekolah, manakala
Dalam aspek kompetensi bekerja pula, dapatan SK11 hingga SK16 adalah majikan, SK17 dan SK 18
menunjukkan bahawa aspek kemahiran interpersonal pula merupakan wakil NGO dan SK19 adalah pegawai
individu masalah pendengaran berkisar dalam JTK. Paksi Y pula mewakili tema kemahiran
persekitaran setempat sama ada di tempat kerja atau di kebolehkerjaan mengikut persepsi peserta kajian,
persekitaran sekolah. Terdapat perbezaan yang ketara bahagian atas paksi X menunjukkan kekuatan
apabila mengintegrasikan golongan masalah kemahiran, manakala bahagian bawah paksi X mewakili
pendengaran dengan golongan tipikal dan golongan aspek kelemahan individu masalah pendengaran.
masalah pendengaran bersama komuniti bermasalah Kemahiran kebolehkerjaan dibahagikan kepada tiga
pendengaran. Ini kerana dapatan menunjukkan bahagian iaitu kemahiran asas yang terdiri daripada
walaupun golongan masalah pendengaran ini dilihat kemahiran membaca (BC), kemahiran menulis (TL),
biasa dengan masyarakat tipikal tetapi mereka kemahiran komunikasi (KO), dan kemahiran berfikir
menunjukkan tahap penghormatan yang rendah (KB). Bahagian kedua adalah kualiti personal yang
terhadap individu tipikal dan menunjukkan sikap bosan terdiri daripada kemahiran sumber (SU), kemampuan
sekiranya melakukan aktiviti bersama pelajar tipikal, sosial (KS), keyakinan diri (KD), komitmen (KOM),
manakala apabila diintegrasikan bersama golongan disiplin (DIS) dan pengekalan kerja (PK). Manakala
masalah pendengaran juga mereka dilihat bersemangat bahagian ketiga pula merupakan aspek kemahiran
dan sangat aktif ini. Mereka menunjukkan satu pekerjaan yang terdiri daripada kemahiran interpersonal
persefahaman dan kemesraan yang erat, hidup secara dengan komuniti tipikal (KT), komuniti pekak (KP),
berkelompok dan sanggup melepaskan pekerjaan agar kemahiran informasional (KI) dan kemahiran teknikal
tidak terpisah dengan kelompoknya dan ini mungkin (TEK). Maklumat dapatan kajian bagi persoalan lima ini
disebabkan masalah komunikasi yang dialami (Crowe diringkaskan dalam rajah 2.
2003).
Bagaimanapun secara keseluruhannya dapatan ii. Apakah implikasi kemahiran kebolehkerjaan
menunjukkan semua peserta bersetuju bahawa golongan tersebut terhadap program pendidikan?
masalah pendengaran mempunyai kemahiran teknikal
yang membolehkan mereka mempunyai kemahiran Kemahiran kebolehkerjaan merupakan
yang tinggi dalam bidang pengajian mereka sendiri kemahiran generik yang diperlukan untuk berjaya dalam
seperti grafik, persolekan, elektronik dan lain-lain. pasaran kerja bagi semua tahap pekerjaan bagi semua
Kebolehan mereka setanding dengan pelajar tipikal. Ini sektor. Manakala menurut Secretarys Commission on
kerana hasil temu bual menunjukkan bahawa hampir ke Achieving Necessary Skill (SCANS 1991). Hasil
semua peserta kajian bersetuju bahawa pelajar dan dapatan memperlihatkan kemahiran kebolehkerjaan
pekerja masalah pendengaran merupakan individu yang individu masalah pendengaran yang memberi implikasi
berkemahiran walaupun terdapat kelemahan dalam dalam pelaksanaan program pendidikan. Kelemahan
penampilan tersebut. Kelebihan pekerja masalah yang dapat kenal pasti adalah dalam aspek kualiti
pendengaran yang dapat dikenal pasti adalah kemahiran personel khasnya bagi aspek kemampuan sosial,
yang tinggi dalam menggunakan teknologi seperti percaya kepada kemampuan diri dan keyakinan diri,
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 243
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

kemahiran asas dan kemahiran berfikir. Manakala et al. 2006; Houston et al. 2010; Luckner 2002).
kekuatan individu masalah pendengaran adalah dalam Komunikasi di tempat kerja lebih banyak menggunakan
aspek kemahiran teknikal dan aspek lain yang pen dan kertas. Oleh yang demikian, penekanan perlu di
melibatkan tanggung jawab dan komitmen. Implikasi peringkat awal lagi. Setiap pelajar perlu dibekalkan
dapatan kajian ini dapat membantu menentukan aspek buku nota kecil dan pen untuk membolehkan dia
paling penting, sangat penting dan penting dalam mencatat maklumat, menyampaikan mesej dan memberi
merencanakan program pendidikan kepada pelajar kemudahan kepada masyarakat tipikal untuk
masalah pendengaran. menyampaikan mesej. Usaha ini selari dengan ayat yang
Dapatan ini memerlihatkan bagaimana pelbagai pertama dalam al-Quran yang telah diturunkan jelas
faktor dilihat mempengaruhi pelaksanaan program menunjukkan segalanya bermula dengan amalan
pendidikan di sekolah. Ini kerana pelaksanaan program bacaan. Firman Allah yang bermaksud :
pendidikan bukan sahaja bercorak program vokasional
tetapi program yang mencorakkan bagaimana ilmu Bacalah (Wahai Muhammad) Dengan nama
vokasional itu dapat digunakan. Pelajar masalah Tuhanmu Yang menciptakan (sekalian makhluk), Ia
pendengaran dilihat mempunyai kemahiran yang tinggi menciptakan manusia dari sebuku darah
dalam kemahiran teknikal, tetapi kurang mahir beku.Bacalah,dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah,
meletakkan diri sebagai pekerja dan merasa terasing Yang mengajar manusia melalui pena dan tulisan, Ia
dalam komuniti sendiri (Leigh, et al. 1989; Hindley & mengajarkan manusia apa Yang tidak
Kitson 2000). Oleh yang demikian, dalam merangka diketahuinya. (al-Alaq:1-5).
pelaksanaan program pendidikan implikasi kemahiran
kebolehkerjaan tersebut perlu di ambil kira. Unsur Oleh yang demikian, peri pentingnya dalam
paling penting adalah aspek kualiti personal yang sistem pendidikan menekankan kepada kebolehan
melibatkan aspek keyakinan diri, percaya kepada membaca. Unsur yang dilihat mantap dalam sistem
kemampuan diri dan kemampuan sosial, di mana pendidikan sedia adalah adalah kemahiran pekerjaan
individu masalah pendengaran cenderung yang melibatkan kemahiran interpersonal, kemahiran
mempamerkan emosi yang kurang stabil. Mereka juga sumber, dan kemahiran informasional. Dan unsur
perlu ditekankan tentang kemahiran mengawal emosi terakhir yang penting adalah kemahiran teknikal, iaitu
dan menguruskan perasaan. Di samping itu, perlu penting untuk mengukuhkan sistem latihan yang sedia
memahami semangat instrinsik dalam diri dan ada. Dapatan terbukti menunjukkan individu masalah
kemampuan mengadaptasi persekitaran khususnya pendengaran mahir dalam pekerjaan dan latihan yang di
dalam budaya kerja bersama masyarakat tipikal. terima di sekolah yang menunjukkan sistem latihan
Manakala unsur yang sangat penting pula adalah sedia ada boleh terus dimantapkan agar individu
kemampuan mengelola diri dan unsur penting adalah masalah pendengaran yang keluar dari sistem
melibatkan komitmen dan kebertanggungjawaban. persekolahan bukan sahaja mahir dari segi kemahiran
Pelajar masalah pendengaran memerlukan arahan secara tetapi juga mahir dari aspek sosial dan emosi.
eksplisit tentang bagaimana untuk menggunakan Pencapaian kemahiran-kemahiran tersebut
kemahiran diri secara bersesuaian dalam konteks merupakan satu cabaran kepada individu berkeperluan
pembelajaran kemahiran tingkah laku yang merupakan khas khususnya individu masalah pendengaran Walau
faktor kritikal pada masa hadapan sebagai individu bagaimanapun, permintaan terhadap kemahiran
dewasa (Carter et al. 2006). Selain itu, individu masalah kebolehkerjaan semakin meningkat. Oleh yang
pendengaran juga disarankan untuk mencari alternatif demikian, penyediaan latihan kerjaya yang selaras
bagi meningkatkan kemahiran berfikir iaitu keupayaan dengan keperluan pasaran sangat diperlukan supaya
melihat benda dengan mata fikiran serta kemahiran individu berkeperluan khas dapat berfungsi sama seperti
membuat keputusan (Foster 1992; Rydberg 2010). Ini individu tipikal mengikut keupayaan dan kebolehan
kerana dapatan kajian menunjukkan individu masalah mereka (Blackmon 2008). Rajah 3 menunjukkan
pendengaran cenderung dengan pekerjaan yang bersifat implikasi kemahiran kebolehkerjaan individu masalah
rutin dan sebarang perubahan dalam jadual kerja akan pendengaran terhadap program pendidikan berdasarkan
mengganggu proses kerja tersebut. Mereka juga dilihat pemeringkatan dari aspek yang paling penting, sangat
kurang kreatif untuk menambah baik sistem dan rutin penting dan penting untuk dilaksanakan dalam program
sedia ada (Detterman & Thomson 1997). pendidikan khas masalah pendengaran.
Unsur kedua adalah aspek yang paling penting
adalah aspek kemahiran asas. Dapatan menunjukkan
rata-rata individu masalah pendengaran lemah dalam
kemahiran menulis dan membaca yang dipersetujui oleh
pihak sekolah dan pihak luar sekolah (Dew 1999; Dotter
244 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

KEKUATAN Y

K. PEKERJAAN
TEK

KI

KP

KT

DIS

KUALITI PERSONAL
KOM

PK

KD

KS

SU

KB

KO

K.ASAS
TL

BC

1 2 4 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
X
3 5

GURU MAJIKAN NGO JTK


BC

K.ASAS
TL

KO

KB

SU

KUALITI PERSONAL
KS

KD

PK

KOM

DIS
K. PEKERJAAN

KT

KP

KI

TEK KELEMAHAN

Rajah 3 Rumusan dapatan Kemahiran kebolehkerjaan individu masalah pendengaran


KESIMPULAN DAN CADANGAN Untuk mendapatkan pengetahuan dan kemahiran
Bekerja merupakan satu kegiatan manusia yang sesuatu pekerjaan latihan yang dijalankan sebagai
disuruh dan sangat-sangat dituntut oleh agama Islam. Di program pendidikan seperti program transisi kerjaya
dalam AI-Quran terdapat banyak sekali ayat yang merupakan pemangkin ke arah merealisasikan hasrat
menyuruh manusia bekerja, kerana kerja merupakan tersebut selari dengan falsafah pendidikan. Di samping
sumber rezeki untuk menanggung diri sendiri, kaum itu, peranan pihak pembuat dasar menghakis ciri-ciri
keluarga dan membantu orang lain, Terjemahan Surah diskriminasi merupakan satu langkah yang amat penting
At-Taubah, ayat 105 mengatakan: memajukan individu masalah pendengaran ke arah
modal insan yang cemerlang yang bersama-sama
"Dan katakanlah (wahai Muhammad); Bekerjalah masyarakat tipikal membangunkan negara. Pelaksanaan
kamu maka Allah dan RasulNya serta orang-orang transisi kerjaya dilihat sebagai satu mekanisma untuk
yang beriman akan melihat apa yang kamu kerjakan merangsang kepada sesuatu pencapaian, membina
dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang kerjasamana dengan sekolah dalam komuniti setempat
mengetahui perkara-perkara yang ghaib dan yang dan menggalakan penyertaan sosial. Merealisasikan
nyata, kemudian ia menerangkan kepada kamu apa peluang pendidikan, mengubah persepsi masyarakat
yang kamu telah kerjakan". untuk peluang pekerjaan dan mengaktifkan kolaborasi
secara tidak langsung akan dapat membangunkan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 245
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

potensi dan kecemerlangan modal insan dalam kalangan pendengaran, golongan masalah pendengaran itu sendiri
individu masalah pendengaran. Walau bagaimana pun perlu berubah untuk lebih bersifat terbuka bersama-
peluang, ruang dan pendidikan untuk golongan masalah sama masyarakat tipikal membangunkan negara.

PALING PENTING SANGAT PENTING PENTING

Keyakinan diri
Percaya kepada Kemampuan Komitmen
KUALITI kemampuan diri mengelola Diri Kemampuan
PERSONAL Kemampuan sosial adaptasi/luwes
Kemahiran Kemampuan Bertanggungjawab
mengawal emosi dan mendisiplinkan
menguruskan diri
perasaan
Memahami semangat
instrinsik dalam diri
Kemampuan
mengadaptasi
persekitaran

KEMAHIRAN Kemahiran membaca Kemahiran Kemahiran


ASAS dan menulis Komunikasi berdikari

KEMAHIRAN Melihat benda


BERFIKIR dengan mata fikiran
Membuat keputusan
Kreatif
Pengurusan Masa
KEMAHIRAN
SUMBER Pengurusan
kewangan

Kemampuan bekerja
KEMAHIRAN berpasukan Penyertaan
INTERPERSONAL terutamanya sebagai ahli
melibatkan komuniti
tipikal

Kemampuan
KEMAHIRAN menyampaikan dan
INFORMASIONAL menerima maklumat
Kemampuan
berkomunikasi
secara global
KEMAHIRAN Memahami dan
TEKNIKAL menggunakan
peralatan teknikal
Memilih
teknologi

Rajah 3: Implikasi program pendidikan terhadap kemahiran kebolehkerjaan individu masalah


pendengaran
RUJUKAN Journal of Deaf Studies and Deaf Education 8:
Blackmon, D. 2008. Transition to Adult Living: An 199206.
Information and Resource Guide. California DeCaro, J.J., Mudgett-DeCaro, P.A. & Dowaliby, F.
Services for Technical Assistance and Training 2001. Attitudes toward occupation for deaf youth
(CalSTAT California Department of Education. in Sweden. American Annals of the Deaf 146:
Carter, E.W., Lane, K.L., Pierson, M. & Glaeser, B. 5159.
2006. Self-determination skills of transition-age Detterman, D.K. & Thompson, L.A. 1997. IQ,
youth with emotional disturbances and learning schooling, and developmental disabilities: What's
disabilities. Exceptional Children 72: 333-346. so special about special education? American
Cynthia Kho Mei Ying. 2008. Faktor-Faktor yang Psychologist 52: 1082-1091.
Mempengaruhi Penyertaan Tuisyen Berbayar Di Dotter, F., Hopfgartner, A., Krammer, K., Kulterer, C.
Taman Universiti, Skudai, Johor. Penerbitan & Skant, A. 2006. Survey of the current situation
Universiti Teknologi Malaysia. of the vocational training of the deaf in the
Collura, J. 2010. Best Practices for Youth Employment countries of the European Union
Programmes. Hairunnaja Najmuddin. 2003. Membimbing Remaja
http://whatworks.uwex.edu/attachment/whatwork Memilih Pendidikan & Kerjaya. Pahang: PTS
s_09.pdf. [7 March 2012]. Professional Publishing.
Crowe, T.V. 2003. Self-esteem scores among deaf Halton Social Planning Council 2002. Feasibility Study.
college students: An examination of gender and A United Way Member Agency.
parents hearing status and signing ability.
246 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Hallam, S., Rhamie, J. & Shaw, J. 2006. Evaluation of Mohamad Sattar Rasul, Md Yusof Ismail, Napsiah
the Primary Behaviour and Attendance Pilot Ismail, Rashid Rajuddin & Roseamnah Abd.
www.dcsf.gov.uk/research/data/uploadfiles/RR7 Rauf. 2009. Aspek kemahiran employability
17.pdf [20 January 2010]. yang dikehendaki majikan industri pembuatan
Hindley, P. & Kitson, N. 2000. Mental health and masa kini. Jurnal Pendidikan Malaysia 34(2): 67
deafness. London:Whur. 79.
Houston, H. Bruce, L. & Svorny, S. 2010. Perceptions Ramlee Mustapha & Ramziah Husin. 2002.
of the effect of public policy on employment Perancangan pendidikan untuk pembangunan
opportunities for individuals who are deaf or sumber manusia dalam era globalisasi dan k-
hard of hearing. Journal of Disability Policy ekonomi. Jurnal Teknologi 37: 4756.
Studies 21(1): 921. Rusch, F.R., Hughes, C., Agran, M., Martin, J.E., &
Johnson, T. & Fendrich, M. 2002, A Validation of the Johnson, J.R. 2009. Toward self-directed
Crowne-Marlowe Social Desirability Scale, learning, post-high school placement, and
Paper Presented at the American Association for coordinated support constructing new transition
Public Opinion Research, St Petersburg, FL bridges to adult life. Career Development for
Lee S.H., Wehmeyer, M.L., Palmer, S.B., Soukup J.H. Exceptional Individuals 32: 53-59.
& Little T.D. 2011. Self-determination and Rydberg, E. 2010. Deaf People And The Labour Market
access to the general education curriculum. In Sweden. Education Employment
Journal of Special Education 42(2): 91- 107 Economy. Publisher: Orebro University.
Leigh, G. 1989. Curriculum considerations. In Beattie, Safani Bari, Salleh Amat & Nor Aisyah Buang. 2000.
R. (pnyt.) Ethics in Deaf Education, hlm. 143- Halangan dan masalah yang dihadapi oleh
162. San Diego, CA: Academic Press. pelajar-pelajar berkeperluan khas dalam latihan
Loo, R. 2004. Relationship between attitudes toward kemahiran teknik dan vokasional. Prosiding
euthanasia and attitudes toward people with Seminar Kebangsaan Kepelbagaian Pelajar:
disabilities. The Social Science Journal 41(2): Cabaran dan Strategi Pengajaran. Bangi:
295299. Universiti Kebangsaan Malaysia.
Luft, P. 2012. A national survey of transition services Sarimah Ismail, Norshahril Abdul Hamid & Rohana
for deaf and hard of hearing students. Career Hamzah. 2012. Halangan Orang Kurang Upaya
Development and Transition for Exceptional (Pendengaran) Di Malaysia Mendapat Pekerjaan.
Individuals 20(10): 1-18. Seminar Kebangsaan Majlis Dekan Pendidikan
Madinah Mohd Yusof, Mohd Hanafi Mohd Yasin, Siti IPTA. Johor Bharu. 2012: 7 9 Oktober 2012.
Hawa Hashim & Mahidin Awang Itam. 2012. Secretarys Commission on Achieving Necessary Skill
Transition programme and barriers to (SCANS). 1991. Skills and Task for Jobs. A
participating in the employment sector among SCANS Report for America 2000. Washington,
hearing impaired students in Malaysia. Procedia D.C. U.S. Department of Labour.
Social and Behavioral Sciences 47: 1793 1801. Terjemahan Surah Al-Alaq:1-5. Sheikh Abdullah
Marsden, S., Beardwell, C., Shaw, J., Wright, M., Basmeih. 2000. Tafsir Pimpinan Ar-Rahman
Green, N. & McCurry B. 2003. The development Kepada Pengertian Al-Quran. Kuala Lumpur:
of case studies that demonstrate the business Darul Fikir.
benefit of effective management of occupational Terjemahan Surah At-Taubah: 105. Sheikh Abdullah
health. HSE. Basmeih. 2000. Tafsir Pimpinan Ar-Rahman
Merriam, S.B. 2001. Qualitative research and case study Kepada Pengertian Al-Quran. Kuala Lumpur:
applications in education: revised and expanded Darul Fikir.
from case study research in education. San The Canadian Hearing Society. 2002. The Canadian
Francisco: Josey-Bass Publishers. Hearing Society Position Paper on Accessibility
Mohd Hanafi Mohd Yasin, Safani Bari, Mohd Mokhtar and Accommodation.
Tahar & Hasnah Toran. 2012. Keberkesanan Tuan Rosnimawati & Sern. 2012. Dapatan Kajian
kurikulum vokasional pendidikan khas dalam Rintis: Penguasaan Kemahiran Insaniah Dalam
membantu pengurusan kerjaya pelajar pekak Kalangan Pelajar Pendidikan Khas Di Politeknik.
lepasan sekolah. Prosiding Seminar Hasil Prosiding Seminar Pendidikan Pasca Ijazah
Penyelidikan Kementerian Pengajian Tinggi, dalam PTV Kali Ke-2 hlm. 261-266.
Sains Sosial dan Kemanusiaan, hlm. 423- 435. Wagner, M., Newman, L., Cameto, R., Levine, P., &
Mohd Salehuddin Mohd Zahari, Norhayati Mat Yusoff, Garza, N. 2005. An Overview of findings from
Mohd Raziff Jamaluddin Salleh Mohd Radzi & Wave 2 of the National Longitudinal Transition
Zulhan Othman. 2010. The Employability of the Study-2 (NLTS2). (NCSER 20063004). Menlo
Hearing Impaired Graduates in Malaysia Park, CA: SRI International.
Hospitality Industry. World Applied Sciences Weisel, A. & Cinamon, R.G. 2005. Hearing, deaf, and
Journal 10: 126-135. hard-of-hearing Israeli adolescents evaluations
of deaf men and deaf womens occupational
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 247
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

competence. Journal of Deaf Studies and Deaf Yahya Buntat. 2008. Model Penerapan Kemahiran
Education 10(4): 376-389. Employability IPTA Berkonsepkan PBM.
Wiersma, W. 2000. Research Method in Education. Ed. http://www eprints.utm.my [12 Jun 2010].
ke-7. Boston. Allyn & Bacon
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

ANALISIS DUKUNGAN ORANG TUA DAN SEKOLAH TERHADAP


KEBERHASILAN KERJA ANAK TUNAGRAHITA
(The Analysis of Parents and Schools Support Toward The Succesful Work of Children with Intellectual
Disability)

Mita Apriyantia, Nadya Munirohb, Siti Musayarohc, and Syari Yulianad


abcd
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
E-mail: mitaapriyanti@student.upi.edu

Abstrak. Keterampilan kerja yang dimiliki anak tunagrahita merupakan aspek yang harus dipersiapkan sejak
berada di sekolah. Hal ini bertujuan agar anak tunagrahita mampu menunjukkan performa kerja yang baik
saat berada di dunia kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dukungan yang diberikan orang tua
dan sekolah terhadap keberhasilan kerja yang dicapai oleh anak tunagrahita. Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian deskriptif kualitatif. Dua orang siswa tunagrahita yang bekerja di toko busana dipilih sebagai
sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data diambil melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi terhadap dua sampel, orang tua, dan guru. Data dianalisis dengan teknik deskriptif analitik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan kerja yang dicapai oleh anak tunagrahita berasal dari dukungan
yang diberikan oleh orang tua. Selain itu, program keterampilan yang diikuti selama di sekolah juga menjadi
faktor penentu keberhasilan kerja. Dukungan dari orang tua dan sekolah diberikan sejak anak tunagrahita
masih bersekolah, menjalani program pelatihan kerja, dan saat bekerja. Diharapkan hasil penelitian dapat
gambaran mengenai dukungan yang seharusnya diberikan agar anak tunagrahita bisa sukses di dunia kerja.
Kata kunci: dukungan keluarga, dukungan sekolah, keberhasilan kerja tunagrahita.

Abstract. Job skill in children owned by intellectual disability was an aspect that must be prepared since they
were in school. It was aimed to enable children with intellectual disability show the good job performace
while in the community. This study aimed to analyze the support given by parents and school toward
succesful work achieved by children with intellectual disability. Two children with intellectual disability who
worked at clothing store was selected as samples by using purposive sampling technique. The data gathered
through observation, interview, and documentation toward two samples, parents, and teacher. The data were
analyzed by analitic descriptive technique. The result of the study revealed that succesful work achieved by
childern with intellectual disability were derived from support given by their parents. In addition, the skills
program followed during at school also became a critical factor of successful work. Support from parents
and the school provided since children with intellectual disability were still in school, underwent job training
programs, and during work. It is expected that the result of the research can be an overview of the support
that must be given so that the children with intellectual disability can succeed in the working world.
Keywords: parent support, school support, the successful work of children with intellectual disability.

PENDAHULUAN harus menguasai pengetahuan dan keterampilan yang


Kontribusi dalam masyarakat salah satunya bisa membantu mereka bertanggung jawab dan
ditandai dengan memiliki pekerjaan. (Diehm&Benz, berkontribusi sebagai anggota dari mayarakat, tempat
2008). Pekerjaan memberikan kesempatan kepada anak kerja, keluarga dan teman sebaya. Mereka juga belajar
untuk dapat memperoleh uang, berteman, terlibat dalam tentang bekerja selama hidup, menciptakan dan
aktivitas-aktivitas sosial di masyarakat, dan kesempatan menyiapkan masa depan yang berarti yang ditandai
untuk mengembangkan rasa kepuasan diri dan perasaan dengan menjadi pekerja yang produktif, memiliki
bahwa mereka dapat berkontribusi untuk masyarakat. kehidupan mandiri di masyarakat. (Ministry of
(Smith & Luckasson, 1995). Beberapa literarur Education, 2006). Data menunjukkan bahwa sebagian
mengemukakan bahwa lulusan dari sekolah khusus besar siswa yang mengikuti program transisi vokasional
banyak yang tidak bekerja atau bekerja namun dengan di sekolah dapat mendapatkan pekerjaan di masyarakat
upah yang rendah. (Diehn&Benz, 2008). Memiliki setelah selesai mengikuti program. (Luftig&Muthert,
pekerjaan bagi individu dengan hambatan intelektual 2005; Plotner&Dymond, 2016). Hasil penelitian
merupakan hal yang berharga. Pekerjaan yang menunjukkan bahwa 90% sekolah menengah khusus
diusahakan bagi penyandang tunagrahita walaupun telah melakukan asesmen resmi untuk menggali data
tidak memberi keuntungan besar, namun dapat tentang keterampilan dan minat kerja, konseling karir,
memberikan kepercayaan diri kepada tunagrahita. kesiapan kerja, dan kebutuhan layanan terkait hal
(Mumpuniarti, 2000). tersebut. Sekitar 80-90% siswa mengadakan praktek
Pemerolehan pekerjaan bagi individu dengan pengalaman kerja di masyarakat dan menyediakan
hambatan intelektual harus dipersiapkan sejak masih pelatih kerja yang memonitor performance kerja
mengikuti program pendidikan di sekolah. Pada (Heffron, 2004).
program sekolah di sekolah dasar dan menengah, siswa

249
250 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Persiapan program di sekolah ini dilakukan dari orang tua dan sekolah diberikan sejak anak
dalam rangka untuk mencapai kesuksesan dalam dunia tunagrahita masih bersekolah, menjalani program
kerja kedepannya. Selain pembinaan program pelatihan kerja, dan saat bekerja. Diharapkan hasil
vokasional di sekolah, keterlibatan orang tua juga penelitian dapat gambaran mengenai dukungan yang
menjadi hal yang krusial dalam proses mencapai seharusnya diberikan agar anak tunagrahita bisa sukses
keberhasilan kerja pada anak tunagrahita. Orang tua di dunia kerja.
harus terlibat dakam pembuatan program untuk
menyampaikan sudut pandangnya terkait program METODE
rehabilitasi vokasional yang akan dibuat bersa,a dengan Metode penelitian yang digunakan adalah
staff sekolah, pemangku jabatan, siswa agar tercapai penelitian kualitatif. Terdapat dua subjek yang dipilih
program kurikulum yang efektif sesuai kebutuhan melalui teknik purposive sampling yaitu alumni sekolah
siswa. (Plotner&Dymond, 2016). Hubungan yang kuat khusus yang bekerja di Toko Busana DJ Collection,
antara siswa dan dilengkapi dengan pendidikan yang Yogyakarta. Kedua subjek merupakan penyandang
tinggi serta ekspektasi dari orang tua, siswa dan tenaga tunagrahita berinisial NI dan HP, selain kedua subjek
ahli berimpliksi pada program pelatihan dan supervisi di dilakukan pula wawancara dengan guru keterampilan
setiap level pendidikan. (Madaus, Grigal, Hugh, 2014). dan orang tua. Penelitian dilakukan di tempat kerja yaitu
Perlu digali secara lebih mendalam tentang bagaimana toko busana, rumah kedua subjek,dan sekolah. Teknik
sekolah mempersiapkan siswanya agar bisa meraih pengambilan data dilakukan dengan melakukan
sukses di dunia kerja dan peran orang tua dalam observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data
kesuksesan karir pada anak. dilakukan dengan tiga tahap yaitu reduksi data, display
Keterampilan kerja yang dimiliki anak data, dan menarik kesimpulan. Instrumen
tunagrahita merupakan aspek yang harus dipersiapkan dikembangkan berdasarkan pengembangan dari teori
sejak berada di sekolah. Hal ini bertujuan agar anak yang relevan dan di validasi melalui expert judgment
tunagrahita mampu menunjukkan performa kerja yang oleh dosen pendidikan luar biasa, psikolog, dan guru.
baik saat berada di dunia kerja. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis dukungan yang diberikan orang tua HASIL PENELITIAN
dan sekolah terhadap keberhasilan kerja yang dicapai Pembinaan Vokasional di SLB N Pembina
oleh anak tunagrahita. Penelitian ini menggunakan jenis Yogyakarta
penelitian deskriptif kualitatif. Dua orang siswa Pembinaan vokasional di sekolah menjadi salah
tunagrahita yang bekerja di toko busana dipilih sebagai satu faktor penentu keberhasilan kerja yang dicapai NI
subjek penelitian. Pemerolehan data didapat melalui dan HP sekarang. Pendidikan vokasional yang dijalani
observasi, wawancara, dan dokumentasi terhadap dua HP dan NI dilakukan sesuai dengan tingkat kemampuan
sampel, orang tua, dan guru. Hasil yang didapatkan yang dimiliki NI dan HP berdasar hasil asesmen.
menunjukkan bahwa keberhasilan kerja yang dicapai Berikut tahapan pelaksanaan pendidikan vokasional
oleh anak tunagrahita berasal dari dukungan yang yang dijalani HP dan NI di SLB N Pembina
diberikan oleh orang tua. Selain itu, program Yogyakarta:
keterampilan yang diikuti selama di sekolah juga
menjadi faktor penentu keberhasilan kerja. Dukungan

Tabel 1. Tahap Pembinaan Vokasional


Tahap Subjek NI Subjek HP
Pembinaan
Vokasional
Tahap Tujuan utama mampu mengarahkan Tujuan utama mampu mengarahkan siswa
Perencanaan: siswa untuk mandiri di masyarakat untuk mandiri di masyarakat dengan
a. Pengembang dengan keterampilan yang dimiliki keterampilan yang dimiliki dengan membuka
an tujuan dengan membuka usaha mandiri berbasis usaha mandiri berbasis keluarga dan menjadi
progam keluarga dan menjadi karyawan yang karyawan yang mampu diserap oleh dunia
mampu diserap oleh dunia usaha. usaha.
b. Asesmen Pada saat asesmen untuk mengikuti kelas HP memilih ke jurusan tata busana. HP
pelatihan, NI masuk ke jurusan tata memiliki kemampuan motorik yang baik. HP
busana. Di jurusan tata busana kemudian kemudian mengikuti kelas observasi selama 3
NI menjalani observasi selama 3 bulan bulan di jurusan tata busana dan hasilnya HP
dan hasilnya NI memiliki kemampuan memiliki kemampuan menjahit yang sudah
menjahit yang cukup baik. baik.
c. Perencanaan Progam pembelajaran dan pelatihan kerja Progam pembelajaran bagi HP dibuat sejak
Program untuk NI dibuat untuk 2 tahun yaitu pada SMP dan dilanjutkan ke SMA yang dibuat
saat mengikuti kelas pelatihan. berdasar hasil asesmen kemampuan HP.
d. Pengembang NI diajarkan keterampilan kerja menjahit HP diajarkan keterampilan kerja menjahit dan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 251
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

an pelatihan dan membordir ketika mengikuti kelas membordir mulai dari SMP sampai mengikuti
kterampilan pelatihan. Keterampilan pendukung kelas pelatihan. Keterampilan pendukung
kerja dan diajarkan oleh guru terintegrasi dengan diajarkan oleh guru terintegrasi dengan
pendukung pembelajaran vokasional. Keterampilan pembelajaran vokasional. Keterampilan
kerja pendukung yang diajarkan seperti pendukung yang diajarkan seperti keterampilan
keterampilan bina diri, keterampilan bina diri, keterampilan sosial, akademik
sosial, akademik fungsional dan fungsional dan pemecahan masalah sederhana.
pemecahan masalah sederhana.
e. Mencari NI memperoleh informasi pekerjaan dari HP memperoleh informasi pekerjaan dari guru
informasi guru keterampilan. Guru keterampilan keterampilan. Guru keterampilan mencari
pekerjaan mencari informasi pekerjaan dengan informasi pekerjaan dengan mengadakan kerja
mengadakan kerja sama dengan dunia sama dengan dunia usaha antara pihak sekolah
usaha antara pihak sekolah dan dan pengusaha.
pengusaha.
f. Identifikasi Kesempatan kerja yang diperoleh NI Kesempatan kerja yang diperoleh HP berasal
Kesempata berasal dari guru yang menjalin kerja dari guru yang menjalin kerja sama dengan
n kerja sama dengan pengusaha bidang pengusaha bidang konveksi. Selain itu guru
konveksi. Selain itu guru juga membuka juga membuka pemesanan baju di sekolah yang
pemesanan baju di sekolah yang bisa bisa dikerjakan oleh siswa termasuk HP.
dikerjakan oleh siswa termasuk NI.
Tahap
Pelaksanan:
a. Penjabaran Progam bagi NI tidak dijabarkan dalam Progam vokasional HP diijabarkan dengan
progam bentuk dokumen progam karena NI pembuatan silabus dan RPP yang dibuat guru
merupakan siswa alumni yang mengikuti berdasarkan kurikulum yang ditetapkan.
kelas pelatihan. Progam bagi HP disesuaikan dengan hasil
asesmen.
b. Pelaksanaan NI mengikuti pembelajaran keterampilan HP mengikuti pembelajaran tata busana sejak
pembelajaran di kelas pelatihan yang difokuskan untuk SMP sampai kelas pelatihan. HP melaksanakan
keterampilan belajar menjahit dan membordir. pembelajaran sesuai tahap-tahap pembelajaran
keterampilan menjahit yang diajarkan oleh
guru. Tahap-tahap dimulai dari pengenalan alat,
membuat karya jahitan sederhana dan berlanjut
sampai menjahit pakaian dan membordir.
Tahap Evaluasi program pada NI dilakukan Evaluasi progam pada HP dilakukan dengan
evaluasi oleh guru dengan melihat hasil karya NI. penilaian protofolio sejak SMP. Di SMA, HP
Hasil karya akan dinilai dari kerapian mendapat penilaian dari guru secara individual.
jahitan, kesesuaian jahitan dan bentuk. Penilaian mencakup penilaian kerja, hasil dan
penilaian hasil belajar pada aspek akademik
fungsional.

Tabel 1. Menjelaskan mengenai tahap pembinaan Dukungan Orang Tua


vokasional yang dijalani oleh kedua subjek. Terdapat Berikut adalah hasil data mengenai dukungan yang
tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan dan diberikan oleh orang tua kedua subjek :
evaluasi. Kesemua tahap dilakukan oleh siswa mulai
dari di sekolah menengah pertama.

Tabel 2. Dukungan orang tua


No Dukungan Orang Subjek NI Subjek HP
Tua
A. Dukungan Materi:
1. Mengantar dan NI berangkat kerja sendiri dengan Setiap hari ibu HP selalu mengantar dan
menjemput menggunakan motor. menjemput. Ibu HP mengantar sampai ke
toko dan menjemput setelah selesai jam
kerja.
2. Memberikan bekal Kakak NI memberikan uang saku Ibu HP selalu memberikan bekal makan
dan uang saku kepada NI untuk membeli makanan siang kepada HP. Ibu HP juga
dan bensin setiap hari. memberikan uang saku kepada HP untuk
jajan.
3. Menyediakan NI diberikan fasilitas sepeda motor dan HP tidak diberikan fasilitas sepeda motor
252 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

fasilitas pendukung handphone. dan handphone.


kerja
(sepeda motor,
handphone)
4. Menyediakan Di rumah NI, terdapat perlaatan Di rumah HP terdapat peralatan lengkap
fasilitas kerja di menjahit seperti berbagai macam kain, menjahit yaitu mesin jahit, berbagai
rumah seperti mesin benang dan perlatan menjahit manual macam kain, benang dan peralatan
jahit dan perlatan untuk latihan NI di rumah. menjahit lainnya sebagai sarana latihan
menjahit menjahit HP di rumah.
B. Dukungan
Nonmateri:
a. Keterlibatan dalam Orang tua NI yang diwakilkan oleh Orang tua HP aktif terlibat dalam
pembuatan program kakak NI terlibat dalam pembuatan pembuatan keputusan dan progam yang
di sekolah program di sekolah. Kakak NI sering diterapkan bagi HP. Ibu HP selalu
menghadiri undangan dari sekolah berkomunikasi dengan guru mengenai
yang membahas mengenai progam perkembangan yang dialami oleh HP. Ibu
yang akan diterapkan kepada NI. HP juga membentuk forum orang tua
untuk menjembatani komunikasi orang
tua dan guru di sekolah.
b. Keterlibatan dalam Kakak NI, menyerahkan keputusan Orang tua HP memberikan pertimbangan
penentuan jurusan tentang pemilihan jurusan kepada ketika penentuan jurusan untuk HP.
keterampilan di sekolah. Orang tua menyetujui Orang tua HP dari awal mengarahkan HP
sekolah keputusan jurusan yang dipilih untuk untuk menekuni keterampilan menjahit.
NI berdasar hasil asesmen.
c. Memberikan Kakak NI memberikan motivasi Ya, ibu HP selalu memberikan nasihat
motivasi dengan dengan memberikan nasehat-nasehat dan pujian terhadap pekerjaan HP. Ibu
memberikan pujian kepada NI. HP juga seringkali memeluk HP dan
dan apresiasi mengucapkan ibu bangga dengan HP,
terimakasih.
d. Menindaklanjuti Kakak NI tidak menguasai Di rumah, orang tua dari HP tidak
pekerjaan di rumah keterampilan menjahit sehingga, tindak menindaklanjuti pekerjaan karena tidak
lanjut di rumah dilakukan secara menguasai keterampilan menjahit.
mandiri oleh NI.
e. Harapan yang Orang tua NI berharap bahwa NI dapat Orang tua HP berharap HP dapat hidup
dimiliki hidup mandiri dan mempunyai mandiri di masyarakat. Orang tua
pekerjaan sehingga bisa memiliki berharap HP dapat memiliki pekerjaan
penghasilan untuk hidup. yang sesuai dengan kemampuannya.
f. Kerja sama dengan Kakak NI menjalin kerja sama dengan Orang tua HP menjalin kerja sama
pihak sekolah dan pengusaha dan sekolah dengan dengan pengusaha dan sekolah dengan
pengusaha mengikuti sarasehan yang dilakukan mengikuti sarasehan yang dilakukan
sekolah dan pengusaha. Kakak Ni juga sekolah dan pengusaha. Orang tua HP
menghadiri pertemuan yang diadakan juga menghadiri pertemuan yang
oleh pengusaha yang membahas diadakan oleh pengusaha yang membahas
perkembangan kerja NI. perkembangan kerja HP.

Tabel 2. memberikan gambaran mengenai bentuk (UNESCO, 2001). Pendidikan vokasional merupakan
dukungan yang diberikan oleh orang tua kepada NI dan program seperti kursus pekerjaan yang digunakan
HP. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagai persiapan anak menjadi pekerja taraf terampil
secara keseluruhan orang tua HP dan NI mendukung atau semi terampil. Pelatihan dalam kerja diajar oleh
keberhasilan kerja HP dan NI dengan pemberian profesional yang bersertifikat di bidangnya. Terdapat
dukungan secara materi dan nonmateri. tujuh kekhususan vokasional yang biasanya ditekuni
oleh siswa tunagrahita yaitu: pertanian, perdagangan
DISKUSI dan perkantoran, keterampilan di bidang kesehatan,
Pendidikan Vokasional Anak Tunagrahita pemasaran, pengetahuan tentang konsumen (seperti
Pendidikan vokasional merupakan salah satu mengelola ekonomi keluarga), perusahaan, industri, dan
bagian dari pembinaan karir yang diterapkan pada anak pendidikan teknik/termasuk industri seni. Siswa
tunagrahita. Program Pendidikan vokasional harus berkebutuhan khusus juga perlu diajari tentangtentang
dirancang secara komprehensif dan sistem yang inklusif pendidikan multikultural yaitu untuk bisa menerima
untuk mengakomodasi kebutuhan semua siswa. keragaman dan keteramoilan dalam berkomunikasi dan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 253
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

bekerja dengan orang-orang yang memiliki karakter adanya harapan-harapan orang tua tentang kehidupan
yang berbeda. (Lichtensein&Povenmire, 2008) anaknya yang tunagrahita merupakan faktor pendukung
Pendidikan vokasional diberikan di sekolah dalam meningkatkan kemampuan kerja tunagrahita
tingkat tinggi berada bisa terintegrasi dengan sekolah ringan dewasa dalam mengikuti pendidikan pasca
atau terpisah di pusat pendidikan vokasional. (Smith, sekolah. Tjutju Soemantri & Sri Widati (2009: 27-28).
Ittenbach & Patton, 2002). Metode pembelajaran yang Dukungan keluarga memberikan kontribusi yang sangat
sesuai dalam mengajarkan keterampilan kerja adalah penting untuk hasil pekerjaan yang dilakukan
memberikan kesempatan untuk praktek atau dengan tunagrahita dewasa. Dukungan dari keluarga meliputi
cara meniruk (Astati, 1996). Orang-orang dengan dukungan secara emosional, praktis, dan dukungan
hambatan intelektual atau tunagrahita dalam bekerja advokasi, serta apresiasi kerja yang telah dilakukan anak
juga memerlukan berbagai kebutuhan kerja atau yang masih tinggal bersama orang tua Anne Bray (2003:
akomodasi kerja, pendidikan dan pelatihan kerja. 29).
(Clawford, 2011: 21). Upaya yang dapat dilakukan guru
untuk meningkatkan keberhasilan kerja tunagrahita KESIMPULAN
ringan dewasa, antara lain: mencari informasi tentang Keterampilan kerja yang dimiliki anak
jenis-jenis pekerjaan, kondisi dan tuntutan pekerjaan tunagrahita merupakan aspek yang harus dipersiapkan
serta latihan kerja, menetapkan pilihan bidang pekerjaan sejak berada di sekolah. Hal ini bertujuan agar anak
yang sesuai dengan kemampuan dan minat siswa, tunagrahita mampu menunjukkan performa kerja yang
memahami persyaratan kerja tentang jenis pekerjaan baik saat berada di dunia kerja. Penelitian ini bertujuan
yang diminati, dan memantapkan keterampilan yang untuk menganalisis dukungan yang diberikan orang tua
sesuai dengan bidang pekerjaan yang dipilihnya. Semua dan sekolah terhadap keberhasilan kerja yang dicapai
upaya guru ini menjadi faktor pendukung dalam oleh anak tunagrahita. Hasil penelitian menunjukkan
meningkatkan kemampuan kerja tunagrahita ringan bahwa keberhasilan kerja yang dicapai oleh anak
dewasa. (Tjutju Soemantri & Sri Widati, 2009: 27). tunagrahita berasal dari dukungan yang diberikan oleh
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh orang tua. Selain itu, program keterampilan yang diikuti
guru berupa proses perencanaan yang berisi kegiatan selama di sekolah juga menjadi faktor penentu
asesmen minat dan kemampuan anak untuk menentukan keberhasilan kerja. Dukungan dari orang tua dan
profil kerja siswa, pengembangan tujuan khusus sekolah diberikan sejak anak tunagrahita masih
program. Proses penting lain yang harus dilakukan yaitu bersekolah, menjalani program pelatihan kerja, dan saat
identifikasi pekerjaan dan mencari informasi pekerjaan, bekerja. Diharapkan hasil penelitian dapat gambaran
pemenuhan persyaratan dan tuntutan pekerjaan, layanan mengenai dukungan yang seharusnya diberikan agar
konseling karir, dan pengembangan pelatihan anak tunagrahita bisa sukses di dunia kerja.
keterampilan-keterampilan kerja dan pendukung kerja.
Tahap selanjutnya yaitu tahap pelaksanaan yang berisi DAFTAR PUSTAKA
tentang kegiatan penjabaran program oleh guru Astati. 1996. Pendidikan Dan Pembinaan Karier
keterampilan dan pelaksanaan tugas belajar yang Penyandang Tunagrahita Dewasa. Jakarta:
operasional dan konkret. Tahap terakhir yaitu tahap Depdikbud Dirjen Dikti PPTA.
evaluasi program yang bertujuan untuk mengukur Bray, Anne. 2003. Work for Adults with an Intellectual
keberhasilan program dan merevisi program yang tidak Disability. Wellington: Donal Beasley Institue.
mampu dicapai Mumpuniarti (2006: 11-16). Clawford, Camero. 2011. The Employment of People
Tunagrahita biasanya memiliki kesulitan dengan with Intellectual Disabilities in Canada: A
penggunaan pengetahuan dasar dan tugas-tugas yang Statistical Profile. Canada: Institute for Research
memerlukan kemampuan kognitif. Sehubungan dengan and Development on Inclusion and Society
hal tersebut, pekerjaan yang tepat untuk dilakukan oleh (IRIS).
mereka merupakan pekerjaan teknis. (Clawford, 2011: Diehm, Kendra L. W. & Benz, Michael R. 2008. Where
21). Are They Now? Lessons from a Single District
Follow Up Study. Journal. The Journal For
Orang Tua Vocational Needs Edcation. volume 20, number
Orang tua merupakan guru yang pertama bagi 2. Pg.1-48.
anak yang selalu memberikan anaknya bimbingan, Heffron, Tom. 2004. A Wisconsin Postsecondary Guide
semangat, penghargaan, dan balikan yang tepat. Heward to Disability Documentation. Journal. The
(1985). Peran orang tua dalam keberhasilan kerja anak Journal For Vocational Special Needs Education.
tunagrahita sangatlah besar. Orang dewasa yang Volume 27, number 1. Pg. 1-48.
menyandang tunagrahita akan mengalami kesulitan Heward, W.L. 1985. Exceptional Children, an
untuk mendapat pekerjaan dan bekerja dengan baik Introduction to Special Education. New Jersey:
tanpa dukungan dari keluarga. Anne Bray (2011) . Merrill, Prentice Hall.
Tingkat sosial ekonomi orang tua yang tergolong cukup,
latar belakang pendidikan orang tua yang berkisar
antara SLTA sampai dengan S1, dan pekerjaan orang
tua baik yang pegawai negeri maupun wiraswasta, serta
254 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Lichtenstein, David., Lindstrom, Lauren., Kirk, Tiana P. Plotner, Anthony J. & Dymond, Stacy K. 2016. How
2008. Promoting Multicultural Competence: Vocational rehabilitation Transition Specialists
Diversity Training for Transition Professionals. Influence Curricula for Students With Severe
Journal. The Journal For Vocatioal Special Disabilities. Journal. Rehabilitation Counseling
Needs Education, volume 30, number 8. P.1-39. Bulletin Hammil Institute on Disabilities volume
Luftig, Richard L. & Muthert, Dorothy. 2003. Peers of 60 (2) pg. 88-97.
Employment and Independent Living of Adult Saw, Stan F., Madaus, Joseph W., Banerjee, Manju.
Graduates with Learnifn Disablities and Mental 2009. Enhance Access to Postsecondary
Retardation of an Inclusionary High School Education for Students with Disabilities. Journal.
Vocational Program. Journal. Research in Interventiom dim School and Clinic Hammil
Developmental Disabilities 26 (2006) pg. 317- Institute on Disabilities vol.44 number 3, pg.
325. 185-190.
Madaus, Joseph W., Grigal, Meg., Hughes, Carolyn. Smith, M. B, Ittenbach, R. F, & Patton, J. R. 2002.
2014. Promoting Access to Postsecondary Mental Retardation 6th ed. New Jersey: Allyn
Education for Low Income Students with and Bacon, Inc.
Disabilities. Journal. Carees Development and Tjutju Soendari & Sri Widati. 2009. Model Program
Transition for Exceptional Individual Hammil Layanan Rehabilitasi Dalam Peningkatan
Institute on Disabilities vol.37 (I) pg. 50-59. Keberhasilan Kerja Tunagrahita Dewasa.
Ministry of Education. 2006. Guidance and Career Laporan Penelitian. Jurusan Pendidikan Luar
Education. [online]. (http://www.edu.gov.on.ca) Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
diakses tanggal 6 Januari 2017. Pendidikan Indonesia.
Mumpuniarti. 2006. Manajemen Pembinaan Vokasional UNESCO. 2001. Technical and Vocational Education
Bagi Tunagrahita di Sekolah Khusus. Jurnal and Training for the Twenty-first Century.
Pendidikan Khusus. Vol. 2 No. 2. Jurusan [online] (http://www.unesco.org/education)
Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri diakses tanggal 2 Desember 2016.
Yogyakarta.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

OBSERVATIONAL BASED ON DIRECTIVE LEARNING TO IMPROVE TYPING 10


FINGERS SKILL OF THE CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS

SubkhanRojulia, Sulaenib

ab
UniversitasPendidikan Indonesia Bandung
Email :subkhan_rojuli@yahoo.com, sulaenileni84@gmail.co.id

Abstract: The purpose of this research is to find out and to improve typing 10 fingers skill by using
observational based on directive learning. The method used in this research is a participant action research
Kemmis and Mc Toggart model (Abdulhalk and Suprayogi, 2011: 161), they are: formulating and planning,
implementing and observation reflection. The subject of the research is involving one research subject
children with special needs; the deaf and speech impaired. The data of learning result gained by giving daily
practice of typing (job sheet). From the first to the third cycles, the speed of typing is increased, it can be seen
from the result of gross strokes in turn they are 34, 43 and 61. In the third cycle the grade of accuracy
decreased from 76 %, in the second cycle become 50%. The level of error in the third cycle it was not
increased from 24%, in the second cycle become 50%. From the above table, we can conclude that
observational based on directive learning more effective in developing the skill of 10 fingers typing system by
using pictures or symbol.
Keywords: directive learning, observational learning, typing 10 fingers skill.

INTRODUCTION screen only by seeing the text. (Suherman,


Background of the problem dkk,2007:48).
In order to manifest the ideals of educate the The problem faced by children with special
nations live, the education and culture vision in 2015 to needs such as slow in a mastering of 10 fingers typing
have smart and competitive Indonesian people in which system and blind system. Hence, it needs quick and
should smart spiritually, emotionally socially, exact in mastering the materials. Here, the researcher
intelligence, and kinesthetically (Kemendiknas, will use Observational based on directive learning.
2010:30). The ideal person of those also stated in the Directive learning based on Joyce and Weil (2011:421)
section 3 of Law No.20/2003: is a method in which the instructor designing and
planning the learning by paying attention in to
National education has function to develop and modeling, reinforcement, feedback, and approximation.
construct the nature and prestigious culture While the observational learning based on Bandura in
civilization to educate the nation live, that has Hergenhahn and Olson (2009:366) is a kind of learning
purpose to develop learners potential to have good by observing other or model directly or indirectly by
quality dealing with God, good character, healthy, involving attention, retention, behavioral competence
clever, creative, independent, and responsible and and motivational without having real response or
democratic national reinforcement.
In order to prepare skilled and competitive Two main purposes of direct instruction are to
children with special needs to compete in a global maximize the child learning time and develop
market, it needs effort to reach it. Children with special independence to reach and get education purpose based
needs should master the kinesthetic intelligence in on the lesson plan made by reinforcement. By having
which a special skill based on their own interest and observational based on directive learning, the students
talent. Typing skill is one of the basic skill to use laptop learn by observing a framed model in a instructional
or computer that should be mastered when get a job in plan academic oriented and structured and ask the
an office. Based on GR Terry research to the USA students to get involve in a task in a direct instruction
companies, explained that in office activities always without reinforcement. In Bandura theory, the model
connected in to typing with 24,6% from 7 activities in can be anything that can give information, like a person,
the office such as, typing, calculating, reviewing, script movie, television, exhibition, pictures, or instruction.
saving, phoning, copying, etc. The teacher can be an effective model since he has
In order to reach the speed and accuracy in competence.
typing as required, children with special needs should Children with special needs can mater the typing
master 10 fingers system and blind system. 10 fingers skill effectively by combining the two learning
typing is a kind of technique by using all the fingers approaches. Those approaches used by make it simple
with their own tasks, while blind system typing is a in a direct instruction by omitting practice guided by
typing without seeing the keyboard knob or computer teacher, since the students learn directly by observing
the model.

255
256 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Based on Ormrod (2009: 432), reinforcement is Cycle II


an action follow a specific response of reinforce. The Action research in the second cycle, the
reinforce is the consequences that improve frequency of researcher gave explanation in the form of pictures or
specific behavior, by ignoring the peoples mind of symbol to remind about the 10 fingers function in
good or bad consequences such as praise, warning, typing. The student observed the pictures or symbol to
punishment, money, trophy, or privileges. connect the previous skill materials.

RESEARCH METHODOLOGY Cycle III


The method used in this research is a participant In the third cycle, the researcher as the instructor
action research Kemmis and Mc Toggart model gave direction about the use of the fingers through
(Abdulhalk and Suprayogi, 2011: 161), they are: verbal explanation by using the typing test item directly
formulating and planning, implementing and done by the student.
observation reflection. The subject of the research is
involving one research subject a child with special CONCLUSION AND SUGGESTION
needs. The data of learning result gained by giving Conclusion
daily practice (job sheet). Then analyzed the result of From the first to the third cycles, the speed of
the practice. Learning process data gained by using typing is increased, it can be seen from the result of
observation sheet. the research procedure in the first gross strokes in turn they are 34, 43 and 61. In the third
step giving explanation in a form of pictures, cycle the grade of accuracy decreased from 76 %, in the
instructions, symbol and the example of 10 fingers second cycle become 50%. The level of error in the
typing action as the observational learning principle third cycle it was not increased from 24%, in the second
(Bandura, 1977:22) by involving the attention, cycle become 50%. From the above table, we can
motivation, retention and behavioral skill of the research conclude that observational based on directive learning
subject. The next step is implementation by giving more effective in developing the skill of 10 fingers
guided and structured exercise task as the principle of typing system by using pictures or symbol.
directive learning (Joyce, Weil & Calhoun; 2011: 427).
The last step is evaluating the exercise result.
Suggestion
Refers to the test analysis result from the first to
RESULT the third cycles the writer suggests to develop the use of
The test result of 10 fingers typing system by observational learning emphasized on the pictures or
using master typing software through observational symbol, since it gives the most effective contribution to
based on directive learning in two minutes, it can be improve students 10 fingers typing skill.
seen from the table below:
Table 1: Typing Assessment by Typing Master REFERENCES
Application Abdulhak, I dan Suprayogi, U. (2011). Penelitian
Assessment Siklus I Siklus II Siklus III Tindakan dalam Pendidikan Non Formal.
Gross speed 3 wpm 4 wpm 6 wpm Bandung : Rajawali Press
Accuracy 55% 76% 50% Bachtiar, Rofiatul. (2010). Pengembangan Model
Net speed 1 wpm 3 wpm 3 wpm Pembelajaran Non Direktif Berbasis Masalah
Gross strokes 34 43 61 Untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar
Error hits 15 (45%) 10 (24%) 30 (50%) Mahasiswa. S3 thesis, Universitas Pendidikan
Net strokes 19 33 31 Indonesia
Bandura, A. (1963). The Role of Imitation in
DISCUSSION Personality. The Journal of Nursery Education,
Cycle I 18(3).
Action research in the first cycle through Bandura, A. (1963). Observational Learning as a
observational based on directive learning process tried Function of Simbolizationand incentive set.
to give typing skill by giving action activity observed by Child Development, 37, 499-506.
the student. In this learning, it can be seen that the Bandura, A. (1965). Influence of Models Reinforcement
student give full attention to follow the action modeled Contingencies on The Acquisition of Imitative
by the researcher, the practice typing 10 fingers system Responses. Journal of Personality and Social
with high motivation and based on the function of each Psychology, 1, 589-595.
fingers. Bandura, A. (1969). Social-Learning Theory of
Identificatory Processes. In D., A., Goslin (Ed.),
Handbook of Socialization Theory and Research
(pp. 213-262). Chicago : Rand McNally.
Bandura, A. (1977). Social learning theory.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 257
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Bandura, A. (1986). Social Foundations of Thought and McNiff, Jean. (1994). Action Research : Principle And
Action : A Social Cognitive Theory. Englewood Practice. New York: Macmillan Education,
Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Ltd.
Bandura, A. (1997). Self-Efficacy and Health Norman, K.D., Yvonna, S.L. (2009). Handbook Of
Behaviour. In A. Baum, S. Newman, J. Qualitative Research. Yogyakarta : Pustaka
Wienman, R. West & C. McManus (Eds.), Pelajar
Cambridge Handbook of Psychology, Health Ormrod, J., E. (2009). Psikologi PendidikanJilid 1.
and Medicine (pp. 160-162). Cambridge: Jakarta : Erlangga
Cambridge University Press. Ormrod, J., E. (2012). PsikologiPendidikanJilid 2.
Bandura, A. (2004). Social Cognitive Theory for Jakarta :Erlangga
Personal and Social Change by Enabling Roesdiono, E. danNurdini. (2004). Mengetik Manual
Media. In A. Singhal, M.J. Cody, E. M. Rogers, :Sistem 10 Jari. Jakarta : Depdiknas
M. Sabido (Eds.), Entertainment-Education and Santrock, J., W. (2011). Psikologi Pendidikan.Jakarta :
Social Change : History, Research, and Practice Kencana
(pp. 75-96). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum. Schunk, D., H. (2012). Learning Theories. Yogyakarta :
Borg, W. R. & Gall, M.D. (1989). Educational research Pustaka Pelajar
an Introduction. New York & London: Suherman, dkk. (2007). Modul Menggunakan Peralatan
Longman. Kantor. Sukabumi : Yudhistira
Creswell, J., W. (2014). Penelitian Kualitatif dan Tim PenyusunNaskahKonsorsiumSertifikasi Guru.
Desain Riset. Yogyakarta : Pustaka Pelajar (2014). Administrasi Perkantoran. Jakarta :
Depdiknas. (2004). Pedoman Akademik. Bandung Pusbang Prodik BSDMPK-PMP Kemendikbud
:Universitas Pendidikan Indonesia. Undang-Undang No. 20/2003 Tentang Sistem
Depdiknas. (2005). Modul Keterampilan Komputer dan Pendidikan Nasional
Pengelolaan Informasi, Mengetik 10 Jari. Wulandari, Risma. (2013). Analisis Kemampuan
Jakarta Mengetik Dengan Sistem 10 Jari Pada Siswa
Hergenhahn, B.R., dan Olson, M.R. (2009). Theories of Kelas XI Administrasi Perkantoran di SMK
Learning. Jakarta :Kencana Widya Praja Ungaran. Jurnal Economics
Jaziroh, W., M. (2011). Upaya Peningkatan Development Analysis Journal. From
Ketrampilan Mengetik 10 Jari Melalui Metode http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj.
Latihan Secara Kelompok Dalam Pembelajaran Diunduh tanggal 27 April 2015.
Mengetik Manual Siswa Tingkat I Administrasi Yuliasih, Titin. (2013). PemanfaatanAplikasi Rapid
Perkantoran SMK Bhakti Karya 1 Magelang Typing Untuk Meningkatkan Ketrampilan
Tahun Pelajaran 2008/2009. From Mengetik Pada Mata Pelajaran Ketrampilan
http://id.scribd.com/doc/46149489/Proposal-Penelitian- Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI) di
Tindakan-Kelas. Diunduh tanggal 19 April SMK Negeri 1 Klaten. S1 Skripsi,
2015. UniversitasNegeri Yogyakarta.
Joice, B., et. al. (2011). Model of Teaching. Yogyakarta Zimmerman, B.J., &Schunk, D.H., (2003). Albert
:PustakaPelajar Bandura : The Scholar and His Contribution to
Kemendiknas.2010. Rencana Straregis Kementrian Educational psychology. Dalam B.J.
Pendidikan Nasional 2010-2014.diakses Zimmermann& D.H., Schunk (Ed), Educational
di.http://planipolis.iiep.unesco.org/upload/Indon Psychology : A Century of Contributions (hlm.
esia/Indonesia_Education_Strategic_ 431-457). Mahwah, N.J:Erlbaum
plan_2010-2014.pdf. tanggal 20 April 2015.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENARI TARI BALANSE MADAM MELALUI


METODE SAS UNTUK ANAK TUNARUNGU X
(Improving the students Skill to Perform Balanse Madam Dance through SAS Method for the
Students with Hearing Impairment X)

Yuli Afmi Ropitasari

Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia


E-mail: yuliafmiropitasari@yahoo.com

Abstrak :Penelitian ini dilatar belakangi oleh permasalahan yang peneliti temukan di SLB di kota Padang,
seorang anak tunarungu kelas II SMP yang mengalami kesulitan dalam menari. Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan bahwa metode SAS berpengaruh dalam kemampuan menari tari anak tunarungu di SLB X
Kota Padang. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan pendekatan Single Subject
Design, dengan desain A-B dan teknik analisis datanya menggunakan analisis visual grafik. Subjek penelitian
adalah anak tunarungu kelas II SMP. Pengamatan dilakukan dengan dua sesi yaitu pertama, sesi baseline (A)
yang dilakukan sebanyak enam kali pengamatan, persentase kemampuan menari tari balanse madam pada
rentang 16,66 % dan 33,33%. Kedua, sesi intervensi (B) dengan menggunakan metode SAS,pengamatan
dilakukan sebanyak sepuluh kali, persentase kemampuan menari tari balanse madam kondisi ini terletak pada
rentang 33,33 % dan 83,33 %. Analisis data dalam kondisi dan antar kondisi memiliki estimasi kecendrungan
arah, kecenderungan stabilitas, jejak data dan perubahan level yang menunjukkan peningkatan kemampuan
menari secara posistif, dan overlape data pada analisis antar kondisi sangat kecil yaitu 30%, hal ini
menunjukkan semakin kecil persentase overlape maka semakin baik pengaruh intervensi terhadap perubahan
target behavior dalam penelitian ini. Sehingga hipotesis diterima yaitu metode SAS dalam meningkatkan
kemampuan menari tari bagi anak tunarungu di SLB X Kota Padang. Berdasarkan analisis data tersebut,
menunjukkan bahwa metode SAS berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan menari tari untuk anak
tunarungu di SLB X Kota Padang.
Kata kunci : anak tunarungu, metode SAS, tari balanse madam

Abstract: This research was conducted based on the problem found at SLB Padang. wich indicated than a
student with hearing impairment in the second year of Senior High School got difficulties to perform the
dance. This research was aimed at revealing wheter the use of SAS method could effectively improve the skill
of the student with hearing impairment to perform the dance at SLB X Padang. This was an experimental
research wich used Single Subject Research approach and A-B design. The data gotten was analyzed by
using visual graphic analysis. The subject of the research was a student with hearing impairment in the
second year of Junior High School. The observation was conducted in two sessions. Baseline session (A)
consisted of six observations in wich the percentage of the students ability to perform the dance was in the
range of 16,66% to 33.33%. Meanwhile, intervention session (B) thourgh wich SAS method applied consisted
of ten observations. The percentage of the students skill in this session was in the range of 33.33% to
83,33%. The result of data analysis within and inter-condition showed that the estimation of direction
tendency, the stability tendency, data tract and the chaging level improved positively. The percentage of the
data overlapped was very small (30%). The smaller the number of data overlapped, the better the
intervention affected the changing of target behavior. Thus, the research hypothesis as accepted so that the
ise of SAS metod could improve the skill of the students with hearing impairment to perform the dance at
SLB X Padang city.
Keywords: students with hearing impairment, SAS method, balanse madam dance

PENDAHULUAN akademik sangat membantu perkembangan kepribadian


Anak tunarungu merupakan anak yang dan sosial anak tunarungu. Kegiatan- kegiatan tersebut
mempunyai hambatan dalam segi pendengaran dan membuat anak tuna rungu mempunyai rasa percaya diri
masalah dalam segi bicaranya. Anak- anak tersebut ketika berada di lingkungan. Dan juga kegiatan tersebut
umumnya mempunyai kemampuan yang sama dengan juga bermanfaat untuk mengasah dan meningkatkan
anak lainnya. Seperti kondisi fisik dan juga mempunyai bakatnya.
ketertarikan dalam sesuatu hal sehingga membuat Salah satu kegiatan untuk meningkatkan bakat
mereka mempunyai bakat dan minat pada ketertarikan anak tunarungu adalah melalui tari. Menari bukan hanya
tersebut. Seperti ketertarikan dalam kegiatan olahraga, soal keindahan gerak dalam alunan musik, tetapi juga
ekstrakulikuler pramuka, paskibraka, tata boga, tata rias, pendidikan, stimulasi ekspresi dan kreasi. Tari dapat
tata buasana, melukis dan kesenian (tari, bermusik). diajarkan kepada anak-anak tanpa memandang usia,
Kemampuan yang dimiliki anak tuna rungu selain kondisi fisik, maupun mental seorang anak. Anak-anak

259
260 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

berkebutuhan khususpun dapat mengasah kemampuan d. Menentukan kecendrungan jarak data


intra dan interpersonalnya melalui menari.Karena itu, e. Rentang
tari sebaiknya diajarkan sedari kecil. Mulai taman f. Menentukan level perubahan
kanak-kanak, anak-anak sudah dapat diajari tari
2. Analisis antar kondisi
pendidikan. Melalui tarian, anak-anak diajak untuk
berkreasi, berkoordinasi dengan teman-temannya dan Juang (2006:72) mengatakan memulai
belajar bercerita melalui menari. melalui tari menganalisis perubahan data antar kondisi, data
pendidikan, anak-anak dapat belajar sambil bermain. yang stabil harus mendahului kondisi yang akan
Pendidikan tari untuk anak tunarungu dapat dianalisa. Karena jika data bervariasi (tidak
menimbulkan kepercayaan diri, serta mengasah stabil) maka akan mengalami kesulitan untuk
kemampuan anak tunarungu. Menurut Setiawati menginterpretsi pengaruh intervensi terhadap
(20:2008) tari adalah salah satu cabang seni, sebagai variabel terikat.
media yang digunakan adalah tubuh. Sehingga dalam Adapun komponen dalam analisis dalam analisis
prosesnya anak tunarungu lebih banyak menggunakan antar kondisi adalah:
gerakan dari tubuhnya. Dalam studi pendahuluan yang 1. Menentukan jumlah variabel yang berubah
telah saya lakukan di SLB X Kota Padang, saya 2. Menentukan perubahan kecendrungan arah
mendapati siswa X mengalami kesulian dalam menari. 3. Menentukan perubahan kecendrungan
Kemudian saya melakukan asesmen kemampuan menari stabilitas
dan identifikasi pada siswa tersebut. Dari hasil analisis 4. Menetukan level perubahan
data awal anak mempunyai kesulitan dalam menguasai 5. Menentukan persentase ovelap data kondisi A
gerakan tari. Tidak hanya sampai pada mengasesmen
dan B
dan mengidentifikasi anak, saya juga melakukan
wawancara guru dan observasi kelas. Berdasarkan hasil
analisis data dan telaah teori yang di dapatkan dalam HASIL
buku saya memutuskan untuk menggunakan metode Penelitian ini dilakukan sebanyak 16 kali
SAS dalam melatih tari anak tunarungu untuk sayan pertemuan. Berikut adalah deskripsi data hasil analisis
teliti. visual grafik yang didapat selama pengamatan pada
kondisi baseline (A) yaitu untuk mengetahui
METODE PENELITAN keberhasilan menari, selanjutnya kondisi
Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah intervensidengan menggunakan metode SAS untuk
Eksperimen dalam bentuk Single Subject Research mengetahui pengaruh kemampuan menari tari balanse
(SSR). Penelitian ini menggunakan bentuk desain A-B, madam.
menurut Sunanto (2005:59) (A) merupakan kemampuan Kondisi baseline (A) merupakan tingkat
awal atau baselinepertama, dan B adalah fese awalmenari tari balanse madam yang dilakukan
intervensi. Sunanto (2005:2) menyatakan penelitian sebanyak 6 kali pengamatan. Persentasenya adalah
single subject research (SSR) digunakan untuk subjek 16,66% pada pengamatan pertama, 33,33%
tunggal, dalam pelaksanaannya dapat dilakukan pada pengamatan kedua, 33,33% pengamatan ketiga,33,33%
seorang subjek atau sekelompok subjek. Dala penelitian pengamatan keempat, 33,33% pengamatan ke lima,
ini yang menjadi subject adalah anak tunarungu X di 33,33 % untuk pengamatan ke enam.
SLB X Kota Padang. Pada kondisi intervensi anak diajarkan menari
Pencatatan hasil dari data penelitian tari menggunakan metode SAS kemudian anak menari
menggunakan persentase. Dimana pada saat melakukan tari balanse madam berdasarkan intruksi yang ada.
tes gerakan tari, kemampuan anak di catat dengan intervensi diberikan selama 10 hari pengamatan dengan
mencontreng pada kemampuan yang di peroleh anak. hasil persentasenya yaitu 33,33% pada pengamatan
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah ketujuh, 41,66% pengamatan kedelapan, 41,66%
menggunakan format pengumpulan data yaitu format pengamatan kesembilan, 33,33% pengamatan
pengumpulan data pada kondisi Baseline dan Intervensi. kesepuluh, 50% pengamatan kesebelas, 50%
1. Analisis data dalam kondisi pengamatan keduabelas, 66,66% pengamatan
Analisis dalam kondisi adalah menganalisis ketigabelas, 75% pengamatan keempatbelas, dan
perubahan data dalam suatu kondisi misalnya: 83,33% pada pengamatan kelimabelas dan
kondisi baseline atau intervensi, sedangkan keenambelas.
komponen yang akan dianalisis meliputi tingkat
stabilitas kecenderungan arah pada tingkat
perubahan. Analisis yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah data grafik masing-masing
kondisi dengan langkah-langkah:
a. Menentukan panjang kondisi
b. Menentukan estiminasi kecendrungan arah
c. Tingkat stabilitas
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 261
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Tabel 1Rangkuman Hasil Analisis Dalam Kondisi Menari Tari Balanse Madam Anak Tunarungu (X)

No Kondisi A B

1 Panjang Kondisi 6 10

2 Estimasi Kecenderungan Arah

(+) (+)

3 Kecenderungan Stabilitas 0% 20%


(tidak stabil) (tidak stabil)

4 Kecenderungan Jejak Data

(+) (+)

5 Level Stabilitas dan Rentang Variabel Variabel


16,66-33,33 33,33 83,33
33,33 16,66
6 Level Perubahan 83,33 33,33
(+16,67)
(+50)

Tabel 2 Rangkuman Hasil Analisis Antar Kondisi Kemampuan Menari Tari Balanse Madam

Perbandingan kondisi A:B:

1. Jumlah variabel yang berubah 1

2. Perubahan kecenderungan arah

3. Perubahan kecenderungan arah Variabel ke variabel (+)

4. Level Perubahan

a. Level perubahan pada kondisi A 33,33%. 16,66% = 16,67% (+)

b. Level perubahan pada kondisi B 83,33% - 33,33% = 50% (+)

5. Persentase Overlape

a. Kondisi A 80%

b. Kondisi B 30%

261
262 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Grafik 1 kondisi baseline dan intervensi KESIMPULAN DAN SARAN


BaselineIntervensi Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di
lakukan peneliti maka dapat disimpulkan bahwa anak
tunarungu x mampu mempraktekan gerakan tari
balanse madam setelahdi berikan perlakuan melalui
metode SAS. Maka dapat dinyatakan bahwa metode
SAS dapat di terapkan dalam menari tari balanse
madam bagi anak tunarungu x kelas II SMP di SLB X
Padang.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dan anak- anak
pada umumnya mengerti dengan metode SAS yang di
berikan peneliti dalam melatih anak menari tari balanse
madam. Serta metode ini cocok dengan anak dan sesuai
dengan kondisi anak. Peneliti memberikan saran sebagai
beikut :(1)Bagi penulis dapat menambah wawasan
tentang tari yang digunakan untuk meningkatkan bakat
anak tunarungu.(2)Bagi pendidik, dapat disajikan
sebagai pengajaran yang menyenangkan, unik serta
menarik untuk anak, sehingga dapat mengasah potensi
anak dalam bakatnya. Khususnya dalam seni tari.
(3)Bagi anak, diharapkan setelah diberikan pelajaran
seni tari , maka bakatnya hendaknya lebih bagus dan
bisa tersalurkan secara optimal. (4)Bagi mahasiswa,
sebagai informasi untuk melakukan penelitian lebih
Berdasarkan hasil dari grafik diatas adanya
lanjut dengan menggunakan metode SAS untuk
perubahan kondisi kemampuan menari subjek. Kondisi
meningkatkan kemampuan tari bagi anak tunarungu.
sebelum diberikan metode SAS (baseline) dan sesudah
diberikan metode SAS (Intervensi).
DAFTAR PUSTAKA
PEMBAHASAN Abdurrahman, Rosjid. (1979). Pendidikan Seni Tari III.
Peneliian kepada anak dilakukan dalam dua sesi Jakarta : Cv Angkasa
yaitu sesi baseline dan sesi intervensi. Pada penelitian Indrayuda. (2007). Tari Balanse Madam. Padang : UNP
yang di lakukan oleh peneliti terlihat peningkatan Press
kemampuan menari tari balanse madam kepada anak Juang, Sunanto. (2005). Pengantar Penelitian dengan
tunarungu (X). Dimana terbukti dari data hasil Subjek Tunggal. Otsuka: University of
intervensi yang menunjukan peningkatan. Tsukuba
Pada intervensi yang telah di lakukan kepada Setiawati, Rahmida (2008). Seni Tari. Jakarta :
anak tunarungu dalam meningkatkan kemampuan Depdikbud
menari tari balanse madam telah di berikan perlakuan Widjaya, Ardhi. (2008). Memahami Anak Tunarungu.
dengan menggunakan metode SAS. Metode tari Yogyakarta : Familia
menurut pendapat Rosjid Abdurrahman dan Iyus
Rusliana (1979:100) metode SAS (Struktur, Analitis,
dan Sintesis). Metode ini ialah sebuah metode yang
lebih memperhatikan inner working of dancedi mana
cara penerapannya pertama- tama guru memberikan
struktur tarian secara utuh dan murid menirukannya,
kemudian di ulang kembali dan baru diberikan secara
unsuriah. Unsur-unsur gerakan ini yang terdapat dalam
setiap anggota tubuh dimulai dari bagian kepala, leher,
bahu, tangan, lengan dan jari, badan serta kaki,
diberikan atau diajarkan satu persatu (terperinci),
kemudian setelah setiap unsur itu diajarkan, barulah
digabung menjadi satu bentuk tarian (disentesakan).
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

ISU PELUANG PEKERJAAN


BAGI ORANG KURANG UPAYA (OKU) DI MALAYSIA

Mohd Zulkarnain Abdul Wahaba, Aliza Aliasb, Hamidah Yamat c

a
SEAMEO Regional Center for Special Education (SEAMEO SEN)
bc
Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM)
E-mail : zulkarnainwahab@gmail.com

Abstrak : Penggubalan dasar dan peruntukan undang-undang sejak 10 tahun yang lalu telah membawa
perubahan besar ke atas hak kesamarataan dan peluang pekerjaan Orang Kurang Upaya (OKU) di Malaysia.
Namun, masih terdapat kelemahan dalam memastikan kesamarataan peluang pekerjaan bagi golongan OKU.
Kertas kerja ini membincangkan isu-isu berkaitan peluang pekerjaan yang sesuai dengan keperluan OKU,
serta mengenalpasti dan memahami hak-hak OKU termasuk Akta OKU 2008. Walaupun terdapat Akta yang
menyokong hak OKU, namun terdapat beberapa halangan bagi golongan OKU untuk mendapatkan pekerjaan
yang sesuai dengan keperluan mereka seperti peluang, latihan dan majikan yang menerima mereka sebagai
tenaga kerja. Salah satu usaha untuk membantu golongan OKU ini bersedia dan layak dipertimbangkan untuk
diberi peluang pekerjaan ialah program transisi yang perlu dilaksanakan se awal mungkin di peringkat
sekolah lagi. Program Transisi Kerjaya merupakan sebagai satu langkah awal bagi membantu golongan OKU
menguasai kemahiran kerjaya yang sesuai dan dikehendaki oleh pasaran tenaga kerja.
Kata Kunci: Peluang Pekerjaan OKU, Program Transisi Kerjaya, Akta OKU 2008

Abstract : The changes in policies and laws for Person With Disabilities (PWD) over the past 10
years has made a significant difference on the rights for equality and employment in Malaysia. However, the
system is still lacking in the enforcement of these policies and laws especially on the employment for PWD.
This paper will discuss issues that arrises relating to PWD employment needs as well as recognizing and
understanding the rights of PWD, including Akta OKU 2008. Even with the introduction of Acts that support
the rights of PWD, there are still barriers that deter PWD to find suitable jobs such as opportunity, training
and employer that is willing to offer employment. Among the effort in assisting PWD to be ready and qualify
for the job market is the implementation of Career Transition Program which should start as early as
possible. Career Transition Program is an early approach to ensure the marketability of PWD and assisting
them to acquire related employment skills.
Keywords: PWD Employment Opportunities, Career Transition Program, OKU Act 2008

PENGENALAN Di Malaysia pula, setiap individu adalah sama di


sisi undang-undang dan mendapat perlindungan yang
Orang Kurang Upaya (OKU) di peringkat global telah sama rata dan dinyatakan dalam Perkara 8(1)
mendapat pelbagai pengiktirafan antaranya Universal Perlembagaan Persekutuan Malaysia. Ini kerana setiap
Declaration Of Human Right (UDHR) dalam individu di dunia ini inginkan kehidupan yang selesa
perhimpunan Agung Bangsa-Bangsa Bersatu pada 10 dan diterima oleh masyarakat (Hirwan et al. 2014). Ini
Disember 1948 yang menjadi teras perlindungan hak sangat jelas menggambarkan bahawa setiap individu di
asasi setiap manusia di seluruh dunia, golongan ini juga Malaysia berhak mendapat perlindungan dan layanan
teelah jelas dinyatakan dalam Konvensyen Hak Orang yang sama rata di sisi undang-undang tanpa mengira
Kurang Upaya (Convention On The Right Of Person status dan fizikal seseorang. OKU di Malaysia tergolong
With Disabilities) yang telah diterima oleh Pertubuhan dalam kumpulan minoriti yang juga memerlukan
Bangsa-Bangsa Bersatu pada 13 Disember 2006 dan perlindungan dan bantuan sama seperti kumpulan
dibuka untuk ditandatangan dan diratifikasi pada 30 minoriti yang lain seperti orang asli, wanita dan kanak-
Mac 2007. Sebanyak 158 buah negara telah kanak. Atas sebab yang sama, hak kumpulan ini banyak
memberikan komitmen dengan menandatangani dan dibincangkan dan diiktiraf di peringkat antarabangsa
meratifikasi konvensyen ini termasuklah Kerajaan melalui beberapa deklarasi dan konvensyen.
Malaysia. Tujuan utama konvensyen adalah untuk
memberikan hak sama rata kepada OKU untuk GOLONGAN OKU
menikmati kehidupan seperti insan tipikal yang lain. Laporan World Report on Disability (2011)
Berdasarkan konvensyen ini terdapat tujuh hak khusus memetik seramai 15% populasi dunia adalah terdiri
yang dimaktubkan kepada OKU iaitu hak untuk i) daripada Orang Kurang Upaya (OKU). Di peringkat
perundangan tanpa diskriminasi, ii) kehidupan, iii) antarabangsa, OKU dibela melalui Convention on the
kebebasan dan keselamatan individu, iv) bebas daripada Right of Persons with Disabilities (CRPD). Malaysia
penyeksaan, v) menghormati integriti fizikal & mental, turut mempunyai akta tersendiri yang telah
vi) pendidikan, kesihatan dan pekerjaan dan vii) terlibat mentakrifkan OKU sebagai mereka yang mempunyai
dalam politik, aktiviti awam dan kesenian dengan bebas.

263
264 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

kekurangan jangka panjang fizikal, mental, intelektual OKU dan Pekerjaan


atau deria yang apabila berinteraksi dengan pelbagai Malaysia dalam menuju ke arah negara maju
halangan boleh menyekat penyertaan penuh dan telah berjaya mencipta pelbagai ruang dan peluang
berkesan mereka dalam masyarakat (Akta Orang kepada perniagaan dan ekonomi yang secara tidak
Kurang Upaya 2008). langsung telah menyumbang kepada kewujudan peluang
Kementerian Pembangunan Wanita, Keluarga pekerjaan kepada rakyatnya. Meskipun demikian, setiap
dan Masyarakat (KPWKM) melalui Jabatan Kabajikan pekerjaan yang ada telah digariskan kriteria calon-calon
Masyarakat (JKM) yang telah mengkategorikan OKU pilihan untuk dipenuhi. Kebiasaanya, majikan akan
kepada tujuh kategori iaitu i) pendengaran, ii) menilai calon berdasarkan merit latar belakang
penglihatan, iii) fizikal, iv) masalah pembelajaran, v) pendidikan dan pengalaman yang dinyatakan. Sudah
pertuturan, vi) mental dan vii) pelbagai. menjadi lumrah bagi majikan untuk memilih seseorang
yang terbaik bagi jawatan yang ditawarkan. Ini
OKU Di Malaysia menyukarkan OKU yang terdiri daripada kumpulan
Data pendaftaran OKU bagi tahun 2005 hingga minoriti dan mempunyai kekurangan mendapat
2014 (Jadual 1) iaitu data bilangan rasmi OKU di pekerjaan. Oleh yang demikian, mereka perlu disokong
Malaysia menunjukkan peningkatan yang besar setiap dengan memberi peluang pekerjaan dan bukan
tahun. Pada 2005, bilangan OKU di negara Malaysia sebaliknya hanya simpati dari masyarakat (Berkeley
yang mendaftar hanya mencatatkan seramai 172,916 1989). OKU perlu berdepan dengan cabaran dan dugaan
orang. Pada tahun 2010, iaitu lima tahun berikutnya, yang sangat tinggi dalam mendapatkan pekerjaan. Ini
pendaftaran telah meningkat kepada 314,247 orang, menyebabkan jurang kadar kumpulan ini yang berjaya
manakala pada 2014, bilangan pendaftaran yang mendapat pekerjaan semakin besar berbanding
direkodkan adalah seramai 531,962 orang. Ini golongan tipikal.
menunjukkan peningkatan 154% pendaftaran OKU. Kerajaan Malaysia dalam membantu OKU telah
Namun, bilangan ini tidak menyeluruh kerana mengeluarkan Pekeliling Perkhidmatan Bilangan
pendaftaran adalah tidak diwajibkan di Malaysia. 10/1988, dan kemudiannya telah dibatalkan dengan
Memetik sidang media, YAB Datuk Seri Rohani Abdul pengenalan Pekeliling Perkhidmatan Bilangan 3/2008
Karim, Menteri Pembangunan Wanita, Keluarga dan yang telah dikemaskini bertujuan untuk menjelaskan
Masyarakat, dianggarkan terdapat sekitar 4.5 juta OKU prosedur, peranan agensi dan pemantauan pelaksanaan
di Malaysia berdasarkan populasi Malaysia iaitu 30.1 dasar kuota satu peratus (1%) peluang pekerjaan
juta penduduk, tetapi pendaftaran yang direkodkan diperuntukkan kepada OKU di sektor awam. Kemudian,
masih rendah. (Bernama 2015). Meskipun begitu, pada 2010, Kerajaan Malaysia telah mengeluarkan
jumlah yang direkodkan masih besar jumlahnya dan Pekeliling Perkhidmatan Bilangan 16/2010
membuktikan golongan OKU bukanlah minoriti yang menggantikan Pekeliling Perkhidmatan Bilangan 3/2008
kecil dan perlu diberi perhatian dan peluang yang sama yang menetapkan tanggungjawab pemantauan yang
rata. Antara faktor penyumbang lebih banyak OKU dahulunya oleh Jabatan Kebajikan Masyarakat telah
yang mendaftar di bawah JKM adalah dengan adanya ditukar kepada semua kementerian supaya lebih mudah
lebih banyak program kesedaran yang menyasarkan dan tegas dalam memantau organisasi dan agensi di
OKU di Malaysia. bawah seliaan mereka.

Jadual 1: Pendaftaran OKU di Malaysia

Kategori Ketidakupayaan 2005 2010 2011 2012 2013 2014

Penglihatan 16,211 27,840 31,924 40,510 46,307 50,827


Pendengaran 26,470 39,824 43,788 53,357 58,706 62,153
Fizikal 58,371 105,020 123,346 148,461 162,215 174,795
Masalah Pembelajaran 66,906 120,109 134,659 165,281 178,800 188,911
Pertuturan - 334 725 1,734 3,677 3,988
Mental - 3,663 8,927 14,990 19,914 24,263
Pelbagai 4,958 13,389 15,834 20,673 24,455 27,025
Jumlah 172,916 314,247 359,203 445,006 494,074 531,962
Pertambahan 141,331 217,715

(Sumber: Jabatan Kebajikan Masyarakat 2016; Melissa Ng Lee et al. 2011 )


INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 265
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Akta OKU 2008 penjawat awam (Jadual 2). Ini adalah satu jumlah yang
Penggubalan Akta Orang Kurang Upaya (OKU) sangat jauh berbeza iaitu hanya lebih kurang 2%
2008 adalah bagi menggalakkan penyertaan penuh dan berbanding permohonan yang diterima daripada
efektif golongan OKU (Menteri KPWKM 2016). Akta golongan OKU tersebut iaitu 24, 284 pemohon daripada
OKU 2008 memberi perhatian kepada hak dan pelbagai kategori. Dalam situasi negara yang sedang
kepentingan OKU merangkumi hak-hak istimewa pesat membangun dan percambahan peluang pekerjaan,
termasuk hak menjalankan kehidupan sama seperti bilangan tersebut tidak berjaya menterjemahkan
individu tipikal. Akta itu menterjemahkan bahawa OKU Pekeliling Perkhidmatan Bilangan 16/2010 apabila
mempunyai hak untuk: i) akses kemudahan, ameniti, hanya seramai 482 OKU sahaja yang diserapkan dalam
perkhidmatan dan bangunan awam, ii) mendapatkan perkhidmatan awam berbanding bilangan permohonan
pendidikan, iii) mendapatkan pekerjaan, iv) iaitu seramai 24,284 orang seperti di Jadual 3. Walhal,
mendapatkan maklumat, komunikasi dan teknologi, v) OKU juga berhak diberi peluang sama rata untuk
akses kepada kehidupan berbudaya, vi) akses kepada mendapatkan pekerjaan bagi memenuhi tuntukan
rekreasi, santai dan sukan, vii) mendapat rawatan dan kehidupan untuk berdikari dan mempunyai pendapatan
tempat perlindungan, viii) mendapat kemudahan sendiri. dasar atau peluang bagi OKU (Hirwan et al.
kesihatan, ix) perlindungan sepanjang hayat dan sistem 2014).
sokongan sosial, dan x) mendapat bantuan semasa
kecemasan.
Jadual 2 : Bilangan OKU dilantik dalam Sektor
Lanjutan daripada Akta OKU 2008 itu, kerajaan juga Perkhidmatan Awam
telah menubuhkan Majlis OKU Kebangsaan yang terdiri
daripada wakil daripada kerajaan, wakil pendidikan dan Kumpulan 2011 2012 2013 2014 2015
wakil NGO terpilih. Majlis OKU Kebangsaan akan Pengurusan 7 6 13 7 5
bersidang bagi melihat pelaksanaan, penyeliaan, Profesional
membincangkan keperluan serta menasihat kerajaan (Ijazah)
daripada aspek penambahbaikan Sokongan 1 24 32 24 17 14
(Diploma)
Sokongan 2 46 0 70 83 54
Isu Pekerjaan OKU di Malaysia
(Sijil, SPM,
Peluang PMR)
Portal Rasmi Open Data Kerajaan Malaysia
Jumlah 77 118 107 107 73
(2016) di bawah seliaan Malaysian Administrative
Modernisation and Management Planning Unit
(Sumber: Portal Data Terbuka Malaysia seliaan
(MAMPU) mencatatkan dari tahun 2011 hingga 2015
MAMPU 2015 )
hanya 482 individu OKU yang diterima sebagai

Jadual 3 : Statistik Pemohonan Calon OKU bagi Urusan Pengambilan Mengikut Jenis Kurang
Upaya bagi tahun 2011 - 2015

Kumpulan 2011 2012 2013 2014 2015


Kurang Upaya Fizikal 2,075 1,906 4,117 2,558 2,664
Kurang Upaya Mental 81 80 117 92 103
Kurang Upaya Pelbagai 137 111 268 181 140
Kurang Upaya Pendengaran 414 422 1,027 561 549
Kurang Upaya Penglihatan 735 742 1,576 961 916
Kurang Upaya Pertuturan 88 91 144 121 127
Masalah Pembelajaran 154 116 425 250 235
Jumlah 3,684 3,468 7,674 4,724 4,734

(Sumber: Portal Data Terbuka Malaysia seliaan MAMPU, 2016 )


OKU secara tidak disedari lantas tidak diberi ruang
Latihan untuk mereka belajar berinteraksi. Komunikasi adalah
Tinjauan kepustakaan terhadap kajian yang telah elemen kemahiran yang sangat penting perlu ada pada
dilakukan menunjukkan terdapat di antara OKU yang setiap OKU untuk memastikan mereka dapat berada di
tidak menunjukkan minat terhadap latihan yang kalangan masyarakat.
dijalankan di sekolah, ini menimbulkan kerisauan dalam Terdapat juga keadaan di mana pihak-pihak yang
kalangan pendidik (Willems 2012). Golongan OKU ini terlibat dalam program latihan OKU kurang memahami
hanya memperolehi ilmu yang terbatas dan terikat keperluan mereka dan ini turut menjadi faktor yang
dengan konteks komuniti dan persekitaran. melambatkan perkembangan kemahiran golongan ini.
Kajian oleh Idayu (2015) pula menunjukkan
terdapat latihan yang dijalankan membataskan kemajuan
266 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Majikan adalah sesuatu perubahan seseorang murid kepada


Menurut Siti Suhaila (2013) menyatakan dalam kelakuan dewasa dalam masyarakat. Ini termasuk
kajiannya, majikan mempunyai lima masalah utama pekerjaan, melanjutkan pelajaran ke institusi pengajian
dalam mengambil OKU menyertai organisasi mereka tinggi, berdikari menguruskan hidup dan aktif
iaitu masalah pengambilan, pemilihan, latihan, melibatkan diri dengan masyarakat.
penginapan dan promosi. Turut menjadi kerisauan bagi Program Pendidikan Khas Integrasi (PPKI)
majikan adalah cabaran yang perlu dihadapai berkenaan disediakan oleh Kementerian Pendidikan Malaysia
isu kelayakan, jenis kecacatan, bentuk perkhidmatan (KPM) dilihat telah berjaya dalam membantu MBK
yang perlu disediakan, halangan komunikasi, kurang menghadapi cabaran dalam pembelajaran sehinggalah
kemahiran softskill dan penginapan. memasuki alam pekerjaan (Nasri, Hamzah & Udin
Pada masa ini, kebanyakkan majikan hanya 2010). Kementerian Pendidikan Malaysia (2012)
mengambil OKU bekerja bagi memenuhi mengakui kepentingan menyediakan pendidikan yang
Tanggungjawab Sosial Korporat (CSR) dan bukannya sesuai untuk MBK di mana kumpulan ini sebahagian
atas dasar memberi ruang untuk OKU berjaya atau atas besar daripada mereka lebih sesuai menggunakan
dasar kelayakan seseorang OKU. kurikulum vokasional bagi menyediakan mereka dengan
kemahiran teknikal vokasional berbanding kurikulum
CADANGAN akademik sedia ada. Kumpulan MBK yang mempunyai
Program Transisi di Sekolah masalah dalam pembelajaran, tetapi tidak mempunyai
Menurut Warta Kerajaan Persekutuan di bawah halangan dalam keupayaan fizikal pula boleh dilatih
Peraturan-peraturan Pendidikan (Pendidikan Khas) 2013 melalui pendidikan vokasional supaya dapat diserapkan
di Malaysia, Murid Berkeperluan Khas (MBK) dalam pekerjaan-pekerjaan tertentu selepas tamat
bermaksud murid yang telah diperakukan oleh pengamal persekolahan (Daros, Nordin & Saud 2012). Sebagai
perubatan, ahli optik, ahli audiologi atau ahli pskologi langkah untuk menyediakan pendidikan kepada MBK,
daripada perkhidmatan kerajaan ataupun bukan kerajaan KPM menyediakan kelas pendidikan khas di peringkat
sebagai murid yang mempunyai salah satu atau prasekolah, sekolah rendah dan menengah, bermula
gabungan ketidakupayaan penglihatan/ pendengaran/ seawal umur 6 tahun hingga umur maksimum 19 tahun
pertu-turan/ fizikal/ masalah pembelajaran. MBK sebelum mereka meninggalkan alam persekolahan.
merujuk murid yang mengikuti persekolahan sama ada Banyak sekolah menyambut baik dengan
di Sekolah Pendidikan Khas atau di Program Pendidikan melaksanakan program transisi di sekolah masing-
Khas Integrasi (PPKI) yang terdapat di sekolah aliran masing tetapi kebanyakkannya gagal. Menurut kajian
perdana. Long (2012) kebanyakan masa program transisi di
Setiap tahun, ribuan MBK menamatkan sekolah yang dijalankan hanya berada di ruang lingkup
persekolahan dan terpaksa menjalani kehidupan sekolah dan sehala. Willems (2012) berpendapat
bersendirian dan menerima hakikat tidak ditawarkan perlunya kolaborasi di sekolah bagi mewujudkan
pekerjaan. Aliza (2014) menyatakan bahawa transisi komuniti yang penyayang disamping dapat menjayakan
sekolah ke kerjaya merupakan peluang bagi MBK untuk program-program sekolah, membantu kejayaan murid,
mendapat pengalaman bekerja. Menurut Aliza (2013), membantu mempebaiki tingkah laku murid dan
program transisi membawa maksud proses peralihan membantu murid berjaya di sekolah dan dalam
seseorang MBK dari sekolah ke alam pekerjaan. komuniti. Menurut Collier (2015) banyak bukti-bukti
Williams-Diehm & Lynch (2007) membincangkan kesan kolaborasi yang baik antara guru dan ibu bapa
program transisi sebagai satu gabungan aktiviti untuk yang dapat memberikan impak dan kejayaan kepada
murid dari sekolah ke aktiviti selepas waktu sekolah. anak. Guru juga mendapat kesan dengan merasai sendiri
Gabungan aktiviti tersebut melihat kepada keperluan pengalaman bekerjasama dan cabaran dalam
murid secara individu, dengan mengambil kira pilihan menjayakan sesuatu kolaborasi.
minat murid dan pengalaman komuniti, perkembangan Di peringkat antarabangsa, The Individuals with
perkerjaan dan pelbagai objektif kehidupan alam dewasa Disabilities Education Act (IDEA 2004) menyatakan
selepas tamat persekolahan. Sesuatu perkembangan bahawa perkhidmatan transisi mestilah
transisi yang telah dijalankan dinilai berdasarkan mempertimbangkan minat, pilihan dan keperluan
kemajuan murid menjalankan kehidupan seharian dan pelajar. IDEA 2004 juga meminta agar Rancangan
bekerja sebagai orang dewasa (Kiarie 2006). Program Pendidikan Individu (RPI), disertakan dengan
transisi kerjaya haruslah mempunyai reka bentuk yang komponen transisi yang spesifik seperti kenyataan
dibina melalui program transisi dengan menekankan mengenai keperluan perkhidmatan transisi dan agensi
aspek pemilihan bidang kemahiran yang bersesuaian yang terlibat. Malah, Akta IDEA 2004 tersebut turut
dengan keperluan dan keupayaan individu (Daros et al. ditambah baik dengan disertakan dengan keperluan
2012). perkhidmatan transisi berkaitan dengan kursus yang
Di Malaysia, program transisi dilaksanakan oleh dipelajari apabila usia murid mencapai 14 tahun.
guru pendidikan khas (Aliza 2014). Menurut Aliza Rancangan perkhidmatan transisi juga harus melibatkan
(2014) lagi, guru berperanan memilih MBK yang lebih ramai penglibatan pelbagai pihak dan berfokus
mempunyai potensi untuk dilatih dalam program kepada keberhasilan selepas tamat persekolahan.
transisi. Halpern (1994) berpendapat bahawa transisi
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 267
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Pendedahan Kepada Majikan dalam mengaplikasikan kemahiran yang dipelajari.


Akta OKU 2008 yang telah diluluskan Kerajaan Majikan perlu bersama-sama menyokong OKU dengan
Malaysia ini adalah bukti keprihatinan dan komitmen menyediakan kemudahan asas kepada mereka. Di
dalam tidak menepikan kebajikan serta mengiktiraf samping itu, latihan yang berterusan adalah perlu bagi
golongan OKU di Malaysia. Namun peruntukan yang memastikan keberlansungan kemahiran yang ada pada
ada masih kekurangan dari beberapa sudut seperti unsur OKU dalam menjadikan mereka lebih kompetetif.
definisi, unsur diskriminasi, penalti atau hukuman,
badan penguatkuasa dan tribunal. RUJUKAN
Perkara ini menjadi persoalan dan kerisauan
Aliza Alias. 2013. The issues in implementing transition
dalam kalangan OKU yang telah lama menanti peluang
program for special needs students. Asian Social
untuk bekerja di Malaysia, kerana pekeliling tersebut
Science, 9(16), 9-14.
jelas menyatakan bahawa setiap agensi
Aliza Alias. 2014. Transition Program: The Challenges
bertanggungjawab untuk memastikan pengambilan
Faced by Special Needs Students in Gaining
OKU dalam perkhidmatan awam dilaksanakan secara
Work Experience. International Education
berterusan sehingga mencapai bilangan sekurangnya
Studies, 7(13).
satu peratus (1%). Pihak Kementerian masing-masing
Bernama. 2015. 4.2 Juta OKU Tidak Berdaftar Dengan
sepatutnya melaksanakan dasar berikut bagi mencapaian
JKM. 10 April 2015.
matlamat secara menyeluruh.
http://www.astroawani.com/berita-malaysia/4-2-
juta-oku-tidak-berdaftar-dengan-jkm-rohani-
Latihan Kerjaya Yang Sesuai 57494 [19 Mei 2016]
Latihan kemahiran sering kali dikaitkan dengan Daros, M. M., Nordin, M.S., & Saud, M.S. 2012.
program vokasional yang memberi fokus kepada Pelajar Berkeperluan Khas dan Bermasalah
kemahiran dan potensi keupayaan seseorang. Kajian Pembelajaran Dari Sekolah Ke Kerjaya. Journal
Dowdy & Evers (1996) mendapati bahawa tahap Of Social Science. 5(1), 42 46.
kejayaan semasa dewasa bagi OKU ditentukan oleh Epstein, J. L. .2001. School, family, and community
kualiti pendidikan dan latihan yang diterima semasa partnerships: Preparing educators and
sekolah rendah dan menengah. improving schools. Boulder, CO: Westview
Jika diperkenalkan dengan lebih awal, OKU Press.
dapat didedahkan dengan keperluan mengusai Halpern, A. 1994. The transition of youth with
kemahiran hidup (Anizam et al. 2013). Sesuatu disabilities to adult life: A position statement in
rancangan transisi tidak seharusnya hanya memberikan the division on career development and
fokus kepada pengetahuan tetapi melatih kemahiran transition, the council for exceptional children.
yang diperlukan OKU di alam dewasa atau jika Career Development for Exceptional Individuals,
melanjutkan pelajaran ke peringkat lebih tinggi 17, 115-124.
(Ofoegbu & Azarmsa 2010). Sehubungan itu, latihan Hirwan Jasbir Bin Jaafar, Dr. Harlida Bt. Abdul Wahab
kemahiran secara lebih bersungguh perlu dilaksanakan & Dr. Nurli Bt. Yaacob. 2014. Akta Orang
bagi meningkatkan kebolehpasaran mereka. Fokus Kurang Upaya 2008: Perkembangan Hak Orang
utama adalah untuk meluaskan akses yang menjurus Kurang Upaya Di Malaysia. Prosiding
kepada pendidikan vokasional yang berkualiti yang Persidangan Antarabangsa Kelestrarian Insan
mampu mengambangkan bakat MBK ke arah lebih 2014, Johor, Malaysia.
kreatif dan inovatif yang juga membantu Jabatan Kebajikan Masyarakat. 2016. Statistik Orang
mempercepatkan proses melahirkan tenaga kerja mahir Kurang Upaya. Dicapai pada 12 Mei 2016
yang mempunyai nilai insaniah, kebolehpasaran dan daripada http://www.jkm.gov.my
kemahiran yang mencapai standard dunia (Pelan Kementerian Pembangunan Wanita, Keluarga dan
Strategik Interim KPM 2011-2020, 2011). Masyarakat. 2016. Teks Ucapan Menteri
Pendidikan vokasional merupakan latihan Pembangunan Wanita, Kelurga dan Masyarakat
kemahiran asas kepada pekerjaan yang sesuai dengan sempena Program Pelancaran Agrobakti:
kemampuan mereka (Anizam et al., 2013). Pendidikan Pembiayaan Khas untuk Usahawan Mikro Orang
berasaskan vokasional mampu membantu persediaan Kurang Upaya (OKU). Dicapai pada 19 Mei
MBK dalam mendapatkan kemahiran untuk bersaing 2016 daripada http://www.kpwkm.gov.my
dalam pasaran kerja. Kerajaan Malaysia. Pekeliling Perkhidmatan Awam Bil
3/2008. Pelaksanaan Dasar Satu Peratus Peluang
KESIMPULAN Pekerjaan Dalam Perkhidmatan Awam Kepada
Program transisi dilihat sebagai satu kaedah Orang Kurang Upaya. Dicapai pada 19 Mei 2016
dalam mempersiapkan OKU ke arah alam pekerjaan. daripada http://infolib.bernama.com
Program transisi yang dilaksanakan juga perlu melihat
kemampuan dan minat seseorang OKU. Majikan
merupakan satu struktur penyokong yang penting dalam
pembangunan OKU dan perlu memainkan peranan
dalam memberikan ruang dan peluang kepada OKU
268 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Kerajaan Malaysia. Pekeliling Perkhidmatan Awam Bil Oluremi F. D. 2015. Inclusive Education Setting in
16/2010. Pencapaian Dasar Satu Peratus Southwestern Nigeria: Myth or Reality?.
Peluang Pekerjaan Dalam Perkhidmatan Awam Universal Journal of Educational Research. 3(6):
Kepada Orang Kurang Upaya. 368-374.
https://sistem.jpa.gov.my/ppspp/index.php/urusan Patricia P. Willems & Alyssa R. Gonzalez-DeHass.
-perkhidmatan-pp/item/1072-pencapaian-dasar- 2012. SchoolCommunity Partnerships: Using
satu-peratus-peluang-pekerjaan-dalam- Authentic Contexts to Academically Motivate
perkhidmatan-awam-kepada-orang-kurang- Students. School Community Journal, 2012, Vol.
upaya.html [19 Mei 2016] 22, No. 2.
Kementerian Pendidikan Malaysia. 2013. Pelan Siti Nor Idayu, M. N. & Mohammad Hisyam, M. A.
Pembangunan Pendidikan Malaysia 2013-2025: 2015. Pelaksanaan Program Transisi Bagi
Pendidikan Prasekolah Hingga Lepas Menengah. Mempersiapkan Murid Berkeperluan Pendidikan
Putrajaya. Khas Masalah Pembelajaran (Bpkmp) Ke Alam
Kementerian Pendidikan Malaysia. 2013. Peraturan- Kerjaya. Proceeding of the 3rd Global Summit on
peraturan Pendidikan (Pendidikan Khas) 2013. Education GSE 2015. 9-10 March 2015, Kuala
Warta Kerjaan Persekutuan P.U. (A) 230 Lumpur, MALAYSIA.
Kiarie, M. W. 2006. Educational Services For Students Siti Suhaila binti Samiana, Khadijah binti Md Alib &
With Mental Retardation In Kenya. International Yahya bin Buntat. 2013. Persepsi Majikan
Journal of Special Education. 21(2), 47 54. Terhadap Pekerja Orang Kurang Upaya (OKU)
Kohler, P.D. & Hood, L. 2000. Improving student dalam Organisasi di Negeri Johor. 2 nd
outcomes: Promising practices andprograms for International Seminar on Quality and Affordable
1999-2000. Champaign : University of Illinois Education (ISQAE 2013). Johor Bahru,
Janette Long & Matthew Campbell. 2012. Collaborative Malaysia.
partnerships and learning: Broadening the Undang-Undang Malaysia. Akta 685. Akta Orang
experiences for a community organization, Kurang Upaya 2008.
school and preservice teachers. A Journal of http://www.jkm.gov.my/jkm/uploads/files/Akta%
Service-Learning & Civic Engagement Vol. 3, 20685%20-
No. 2, Fall 2012. %20Akta%20Orang%20Kurang%20Upaya%202
Margo Collier, Elizabeth B. Keefe, and Laura A. Hirrel. 008.pdf [12 Mei 2016]
2015. Preparing Special Education Teachers to US Department of Education. Building the Legacy:
Collaborate With Families. School Community IDEA 2004. http://idea.ed.gov/ [19 Mei 2016]
Journal, 2015, Vol. 25, No. 1 William-Diehm, K. L. & Lynch, P. S. 2007. Student
Melissa Ng Lee, Yen Abdullah, See Ching Mey. 2011. Knowledge and Perceptions of Individual
Employment of People with Disabilities in Transition Planning and Its Process. The Journal
Malaysia: Drivers and Inhibitor. International For Vocational Special Needs Education. 29(3),
Journal of Special Education. Vol 26. No. 1, 13 21.
2011
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PELAKSANAAN PEMBINAAN MENTAL ANAK TUNALARAS


PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS III ANAK BANDUNG
(formation of children with emotional disorder correctional institution in class three children on Bandung)

Asep Abdul Aziza , Arifin Fajar Satria Utamab, Chahya Hadian Firmansyahc, Rizal M Zaidd
abcd
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
E-mail : asepabdulaziz@student.upi.edu

Abstrak: Anak yang sudah melakukan tindak pidana akan bersinggungan dengan hukum. Maka,
pembinaan bagi anak yang sudah melakukan tindak pidana diserahkan kepada Lembaga Pemasyarakatan
salah satunya Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Anak Bandung. Proses pembinaan bagi anak tunalaras
yang berada di lapas begitu penting sekali bagi keberlangsungan tujuan dari pembinaan yakni anak tidak
kembali mengulangi tindak pidana. Maka, pembinaan ini harus dilakukan secara terspola, efesien, dan
berkesinambungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana program, pelaksanaan, dan hasil
pembinaanental anak tunalaras. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif menggunakan pendekatan
kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah satu orang kepala staf pembinaan dan tiga anak tunalaras.
Penentuan subjek penelitian menggunakan purposive sampling berdasar kepada kriteria vonis pidana. Hasil
pengolahan data penelitian diperoleh kesimpulan pembinaan mental di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III
Anak Bandung sudah meliputi orientasi, adaptasi, dan identitas diri. Program pembinaan sudah sesuai
dengan pengembangan kepribadian dan kemandirian hanya pengarsipannya yang kurang baik. Proses
pelaksanaan sudah sesuai dengan program yang direncanakan, dalam pelaksaannya terdapat hambatan yaitu
sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta keuangan. Lembaga melakukan kerjasama dengan instansi
lain dalam menanggulangi hambatan. Evaluasi pembinaan berbentuk lisan dan penilaian perilaku yang
disesuaikan agar tujuan pembinaan mental dapat tercapai.
Kata Kunci : Pembinaan Mental, Anak Tunalaras, Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Anak
Bandung

Abstract: Children who are committing criminal offenses will intersect with the law. Then, founding the
children who have committed a criminal act submitted to the Penitentiary One of childrens Penitentiary is
Class III Children's Penitentiary in Bandung. Children with social and emotion disorder founding process
for children who are in prison are so crucial to the survival of the purpose of fostering the child does not
return to repeat the crime. Then, this development must be done complied, efficient, and sustainable. This
study aims to reveal how the program, implementation, and results of founding children with behavior and
social disorder. The method used is descriptive method using a qualitative approach. Subjects in this study
is one person's head founding staffs and three children with behavior and social disorder. Determination
of research subjects using purposive sampling is based on the criteria of the verdict. Data processing
results were obtained conclusions mental development at the Class III Children's Penitentiary in Bandung
already includes orientation, adaptation and self-identity. Founding program is in conformity with the
development of personality and independence only archiving is unfavorable. The implementation process
was in accordance with the planned program, the implementation is to barriers of human resources,
facilities, infrastructure and finance. Institutions cooperating with other agencies in tackling obstacles.
Evaluation development be verbal and behavioral assessment that is tailored to the purpose of mental
development can be achieved.
Keyword : Implementation of mental development, Children with emotional disorder , Correctional
Institusion in class three children on Bandung

PENDAHULUAN sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan,


Kegiatan pembinaan bagi anak tunalaras yang profesional, dan kesehatan jasmani dan rohani baik di
sudah berperilaku menyimpang pada tahap berat dalam maupun di luar proses peradilan. Selain tujuan
biasanya urung dilakukan sekolah. Alasannya karena itu, tujuan khusus dari pembinaan yang dilakukan oleh
anak tunalaras yang berperilaku menyimpang berat Lembaga Pemasyarakatan adalah agar narapidana
sudah sering bersinggungan dengan hukum pidana, tidak mengulangi lagi perbuatannya dan bisa
seperti membunuh, merampok, dan sebagainya. menemukan kembali kepercayaan dirinya serta dapat
Mereka kebanyakan mendapatkan pembinaan di diterima menjadi bagian dari anggota masyarakat.
Lembaga Pemasyarakatan karena sudah melakukan Selain itu pembinaan juga dilakukan terhadap pribadi
tindakan melanggar hukum. Tujuan pembinaan di dari narapidana itu sendiri. Tujuannya agar narapidana
Lembaga Pemasyarakatan sendiri bagi anak tunalaras mampu mengenal dirinya sendiri dan memiliki tingkat
diantaranya ialah untuk meningkatkan kualitas kesadaran diri yang tinggi.
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, Keberhasilan tujuan Pemasyarakatan

269
270 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

tergantung dari beberapa pihak yang terkait antara lain Mental Anak Tunalaras di Lembaga Pemasyarakatan
petugas-petugas yang melakukan pembinaan, instansi- Kelas III Anak Bandung
instansi yang terkait dan yang paling penting adalah
peran serta masyarakat yang diharapkan dapat METODE
membantu pelaksanaan pembinaan narapidana. Tempat penelitian mengambil latar di Lembaga
Masyarakat memiliki peranan yang sangat berarti Pemasyarakatan Kelas III Anak Bandung yang
dalam proses resosialisasi narapidana yang saat ini beralamat di Jalan Pacuan Kuda No. 3A Arcamanik
masih sulit dilaksanakan. Hal ini dikarenakan pada Bandung. Penentuan subjek penelitian menggunakan
waktu narapidana selesai menjalani hukumannya dan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria masa
siap kembali ke masyarakat tidak jarang muncul pidana anak. Penelitian ini meggunakan pendeketan
permasalahan dikarenakan kurang siapnya masyarakat kualitatif dengan metode penelitian deskriptif yang
menerima mantan narapidana. Banyak masyarakat berarti penelitian yang berusaha menuturkan
yang merasa takut, curiga dan kurang percaya pada pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan
mantan narapidana yang kembali pada kehidupan data-data. Dimana metode ini juga menyajikan data,
sosial, Meskipun mantan narapidana sudah menganalisis dan menginterpretasi (Narbuko dan
menunjukkan sikapnya yang baik. Masih banyak Achmadi. 2009, hlm. 44).
masyarakat yang memperlakukannya secara tidak Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
wajar. Hal ini yang mungkin menjadi salah satu menggunakan pedoman wawancara, pedoman
pemicu seseorang mengulangi perbuatan tindak observasi, dokumentasi, dan catatan lapangan. Dalam
pidana (recidive). penelitian kualitatif, kriteria utama terhadap hasil
Selain itu pemberian life skill yang dapat penelitian adalah valid, reliabel dan objektif. Maka dari
menunjang kehidupan narapidana sangat dibutuhkan itu hasil pengumpulan data yang telah dirumuskan
agar nantinya ketika narapidana kembali ke selanjutnya divalidasi dengan menggunakan teknik
masyarakat ia sudah mempunyai keterampilan hidup. yaitu triangulasi. Yang dilakukan dalam penelitian ini
Ia memiliki usaha sendiri untuk bertahan hidup dan ialah triangulasi teknik.
tidak bergantung kepada masyarakat sekitarnya. Jika Teknik analisis data yakni dengan Data
hal ini tidak tercapai maka bisa menjadi faktor lainnya reduction (reduksi data), Data Display (Penyajian
terjadinya pengulangan tindak pidana (recidive). Data), Conclusion drawing/verification (Menarik
Berdasarkan fenomena di atas muncul Kesimpulan/Verifikasi)
permasalahan Bagaimana Pelaksanaan Pembinaan

Program Pembinaan Mental Anak Tunalaras di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Anak Bandung

Jenis Pembinaan
No. Kegiatan Waktu
Mental
1. Pesantren Selasa Jumat pukul 10.00 12.00
2. Kegiatan Pramuka Senin pukul 10.00 12.00
3. Pengajian yang diikuti oleh seluruh Kamis pukul 19.30 20.00
Napi/Tahanan yang beragama Islam,
4. Perayaan hari besar Islam dengan Hari Raya Agama
pementasan seni rohani.
5. Kebaktian di aula diikuti oleh anak yang Senin dan Kamis 09.00 11.00
beragama Nasrani berjumlah tiga anak
6. Sholat Jumat, Subuh, Dhuhur, Asyar,
Maghrib, dan Isya berjamaah di Masjid
Miftahul Jannah
Pembinaan
7. Upacara bendera hari Kesadaran berbangsa Setisp hari Senin dan tanggal 17
Kepribadian
dan bernegara bersama petugas Agustus pukul 07.30 08.30
8. Latihan musik seminggu 1 (satu) kali. Pukul 16.00 17.00
9. Latihan bola volley dan sepak bola Jumat Sabtu pukul 16.15 17.00
10. Latihan tennis meja, catur dan menonton tv Waktu bebas jika tidak ada kegiatan
di blok masing-masing pada waktu
senggang
11. Kejar Paket A, B, C yamg baru akan
dilaksanakan awal tahun 2015
12. Pemeliharaan taman luar dan dalam serta setiap hari pukul 13.30 15.30
kebersihannya.
13. Rekreasi berupa pemutaran film (video) Sabtu Minggu
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 271
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dan hiburan musik setiap weekend.


14. Pertanian dengan menanam sayur di dalam Setiap hari pukul 08.00 09.00 dan
dan luar tembok Lembaga Pemasyarakatan 13.30 15.30
untuk dipasarkan dan dikonsumsi.
15. Pembibitan tanaman hias di tempat khusus Setiap hari pukul 08.00 09.00 dan
dan blok hunian untuk ditanam di luar 13.30 15.30
Lembaga Pemasyarakatan
Pembinaan
16. Kerajinan tangan seperti layang-layang, Setiap hari pukul 13.30 15.30
Kemandirian
kerajinan dari koran, dan cinderamata
lainnya untuk dipasarkan di luar Lapas;
17. Seni lukis untuk dipasarkan di luar Lapas Setiap hari pukul 13.30 15.30
dan dipamerkan di dalam Lapas;
18. Beternak ayam untuk dipasarkan atau di Setiap hari pukul 08.00 09.00 dan
konsumsi; 13.30 15.30

Pelaksanaan pembinaan mental anak tunalaras di yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut
Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Anak yakni dengan melakukan koordinasi dan komunikasi
Bandung dengan instansi lain seperti Kementrian Pendidikan
Program pembinaan mental bagi anak Dasar dan Menengah untuk menyediakan tenaga
ditekankan kepada pembentukan kepribadian dan pengajar bagi anak di lapas, sarana dan prasarana
kemandirian. Untuk meningkatkan kepribadian telah kegiatan belajar mengajar dinilai sudah tepat.
disiapkan program-program keagamaan setiap hari Selain hambatan yang dialami oleh petugas ada
Selasa-Jumat, program pramuka setiap hari Senin, juga hambatan yang dialami oleh anak yakni
Sabtu dan Minggu biasanya diisi dengan kegiatan diantaranya datang dari narapidana itu sendiri. Hal ini
kreasi seni seperti bermain musik dan kerja bakti, dikarenakan kesadaran individu narapidana untuk
Jumat dan Sabtu sore diisi dengan kegiatan bermain mengikuti kegiatan-kegiatan jauh dari apa yang
sepak bola dan bola volley, Kamis malam diiisi diharapkan, mereka merasa bosan dengan kegiatan dan
dengan pengajian yasinan. Adapun program materi yang diberikan selama pembinaan mental.
kemandirian lebih diarahkan kepada kecakapan hidup merasa takut dengan petugas ataupun dengan hukuman
(life skill) yang disiapkan beberapa program seperti yang diberikan. Maka hal yang diupayakan agar
bercocok tanam (sayuran dan tanaman hias), beternak hambatan ini dapat teratasi yakni dengan memberikan
ikan, membuat layang-layang, membuat kerajinan dari cara penyampaian materi pembinaan mental yang
koran, dan menganyam, Alokasi waktu untuk setiap beragam, memberikan ruang bagi anak untuk
jadwal pembinaan mental rata-rata sekitar dua jam. memperoleh jam bermain lebih banyak, dan melakukan
Materi pembinaan mental yang diberikan pendekatan secara emosional oleh wali agar anak tidak
meliputi kesadaran beragama, kesadaran berbangsa takut terhadap petugas.
dan bernegara, kemampuan intelektual, dan kesadaran
hukum. Hasil pembinaan mental anak tunalaras di
Tahapan selanjutnya dalam pembinaan yang Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Anak
harus diikuti oleh anak adalah program asimilasi. Bandung
Asimilasi itu sendiri terbagi atas dua, yaitu, pertama Evaluasi dari pembinaan mental berbentuk
adalah asimilasi kedalam Lembaga Pemasyarakatan, lisan dan penilaian perilaku. Tujuan umum dari
yang bentuknya berupa kunjungan dari keluarga pembinaan mental seutuhnya ialah agar anak tidak
maupun masyarakat. Sedangkan yang kedua adalah kembali mengulangi tindak pidana dan terjadi
asimilasi keluar Lembaga Pemasyarakatan, seperti cuti perubahan perilaku yang baik dari pertama masuk
mengunjungi keluarga. Cuti ini diberikan sebagai sampai keluar.
upaya memelihara kerukunan rumah tangga, berupa
kesempatan berkumpul bersama ditempat kediaman KESIMPULAN DAN SARAN
keluarga dalam jangka waktu dua hari atau 2 x 24 jam Kesimpulan
(diluar dalam waktu perjalanan). Asimilasi ini Program Pembinaan Mental
dilakukan agar anak dapat mengenal dunia di luar Anak diberikan masa pengamatan dan
lapas. Selain kegiatan kunjungan biasanya kegiatan ini pengenalan lingkungan terlebih dahulu agar terbiasa
juga dapat berwujud gotong royong bersama dengan situasi dan kondisi di dalam lapas selama 1
masyarakat dan study tour. bulan. Tahap pertama atau disebut tahap admisi dan
Pelaksanaan pembinaan mental tidak selalu orientasi merupakan tahap pengenalan narapidana.
berjalan mulus sesuai apa yang direncanakan. Dalam tahap ini narapidana belum mendapat
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi didapat pembinaan mental. Petugas hanya melakukan
beberapa faktor penyebab yakni kurangnya sarana dan pengamatan, pengenalan dan penelitian terhadap
prasarana, keuangan dan sumber daya manusia yang narapidana mengenai latar belakang pendidikan, sebab
dapat menunjang kegiatan pembinaan mental. Upaya ia melakukan tindak pidana, dan keadaan ekonomi. Ini
272 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

sudah sesuai dengan aturan yang berlaku mengenai mental kesadaran hukum dilakukan melalui kegiatan
pembinaan yang tercantum di dalam Peraturan pemberian penyuluhan yang bekerjasama dengan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Lembaga Bantuan Hukum yang biasa di sebut dengan
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Tatap Muka Kesadaran Hukum.
Masyarakat. Tahapan asimilasi ialah tahapan penyiapan
Penyusunan program pembinaan mental juga anak untuk kembali membaur dengan masyarakat.
dinilai sudah baik karena tidak hanya melibatkan Kegiatan ini sudah sesuai dengan aturan yang ada
instansi Kemenkumham saja. Melalui komunikasi dan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor
kerjasama yang dibangun dengan Kemendikdasmen, M.2.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Asimilasi dan
Kemensos, Kemenag, dan LSM sudah bisa Pelepasan Bersyarat. Ada syarat administratif dan
dilaksanakan program pendidikan formal, pendidikan syarat substantif yang harus ditempuh oleh anak jika
non formal, pelatihan kerja, tatap muka kesadaran ingin masuk ke dalam tahapan pembinaan mental ini.
hukum, pesantren, pengajian, kebaktian, siraman Kegiatan ini diwujudkan dalam bentuk membersihkan
rohani. halaman lapas, gotong royong dengan warga,
Program pembinaan mental sudah terjadwal, pelatihan kerja di mebel. Penilaian selama anak
namun belum tertulis dan belum diarsipkan dengan mengikuti kegiatan asimilasi dilakukan oleh wali.
baik. Penulisan jadwal pembinaan mental hanya di Perencanaan dengan pelaksanaan kerap kali
tulis di white board saja. Dengan kondisi yang terjadi mengalami hambatan bahkan kadang tidak sesuai. Hal
di lapangan seperti itu, maka penulis membuat asumsi ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu kurangnya
mengenai jadwal kegiatan anak dan wujud pembinaan sumber daya manusia yang ahli di bidang
mental mental setelah melihat hasil wawancara dan keterampilan vokasioal, sarana prasarana yang masih
hasil observasi. belum sepenuhnya beres di renovasi. Upaya yang
Evalusi pembinaan mental yang dilakukan dilakukan untuk mengatasi hambatan itu yaitu
sudah sangat baik karena dilakukan dengan cara lisan melakukan koordinasi dan komunikasi bahwa anak ini
dan pengamatan perilaku. Format penilaian perilaku merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya
juga sudah terarsipkan dengan baik. Penilaian yang instansi Kemenkumham dan Lembaga
dilakukan meliputi keadaan fisik, mental psikologis, Pemasyarakatan. Melalui kerjasama dengan
sosial kemasyarakatan, kedisiplinan, dan Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah,
profesionalisme pekerjaan. Kementrian Sosial, Kementrian Agama, Lembaga
Swadaya Masyarakat maka dapat dilaksanakan
Pelaksanaan Pembinaan Mental beberapa kegiatan pembinaan mental yang melibatkan
Pemberian metode sudah dinilai tepat karena beberapa instansi tersebut seperti kejar paket A,B,C,
tidak hanya ditentukan oleh pihak lapas saja. Memang pelatihan ice breaking, pelatihan keterampilan,
metode dari atas ke bawah (top down approach) penyediaan fasilitator ahli.
bentukannya berasal dari pihak lapas seperti kegiatan Selain hambatan yang dialami oleh petugas ada
pesantren, pengajian, pramuka sedangkan pendekatan juga hambatan yang dialami oleh anak, diantaranya
dari bawah ke atas (bottom up approach) merupakan anak merasa bosan dengan cara memberikan materi
bentukan program pembinaan mental yang datangnya pembinaan mental mental, merasa takut dengan
atau ide nya berasal dari kemauan dan kebutuhan anak petugas ataupun dengan hukuman yang diberikan,
seperti konseling, bermain musik, keterampilan masih minimnya kesadaran anak untuk mengikuti
vokasional. Selain itu metode yang terlihat di kegiatan pembinaan mental. Maka hal yang
lapangan tidak hanya selalu dilakukan klasikal diupayakan agar hambatan ini dapat teratasi yakni
melainkan bisa juga secara individu. dengan memberikan cara penyampaian materi
Pemberian materi sudah mencakup elemen pembinaan mental yang beragam, memberikan ruang
spiritual dan mental yang terbagi ke dalam 4 garis bagi anak untuk memperoleh jam bermain lebih
besar materi pembinaan mental yakni kesadaran banyak, dan melakukan pendekatan secara emosional
beragama, kesadaran berbangsa dan bernegara, oleh wali agar anak tidak takut terhadap petugas.
kemampuan intelektual, dan kesadaran hukum. Di dalam yang namanya program tentu ada evaluasi.
Pembinaan mental kesadaran beragama dilakukan Begitupun dalam program pembinaan mental mental ini.
melalui kegiatan pengajian dan pesantren untuk yang Evaluasi pembinaan mental dilakukan dengan cara lisan
beragama Islam dan siraman rohani bagi yang Kristen. dan pengamatan perilaku. Penilaian yang dilakukan
Usaha pembinaan mental kesadaran berbangsa dan meliputi keadaan fisik, mental psikologis, sosial
bernegara dilakukan melalui kegiatan ceramah umum kemasyarakatan, kedisiplinan, dan profesionalisme
ataupun kegiatan pramuka. Usaha pembinaan mental pekerjaan. Evaluasi dinilai sudah tepat karena dilakukan
intelektual dilaksanakan melalui kegiatan paket A, B, dengan melibatkan seluruh petugas yang melakukan
dan C namun untuk paket A, B, C belum dapat pembinaan mental seperti ustadz, instruktur, petugas
terlaksana karena masih kekurangan ruangan dan yang melakukan pembinaan mental, serta wali.
fasilitas yang menunjang. Di rencanakan program ini
akan teralisasi di awal tahun 2015. Usaha pembinaan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 273
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Hasil Pembinaan mental DAFTAR PUSTAKA


Bentuk evaluasi pembinaan mental mental
yang dilakukan masih berupa lisan dan perbuatan. Kartono, K. (1998). Patologi Sosial dan Kenakalan
Tujuan pembinaan mental secara umum yakni anak Remaja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Grafika.
tidak kembali mengulangi tindak pidana sedangkan ----------. (2003). Patologi Sosial II dan Kenakalan
tujuan pembinaan mental secara khusus yakni sudah Remaja, Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada.
ada perubahan sikap yang baik dari pertama masuk Krisnawati, E. (2005). Aspek Hukum Perlindungan
sampai selesai masa tahanannya. Jika sudah seperti itu Anak, Bandung: CV. Utomo
maka dapat dikatakan proses pembinaan mental Moleong, J. L. (2007). Metodologi Penelitian
mental yang dilakukan berhasil. Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Narbuko dan Achmadi. (2009). Metode Penelitian.
SARAN Jakarta: PT Bumi Aksara
Dari hasil penelitian diatas, maka dapat Suetedjo, W. (2006). Hukum Pidana Anak, Bandung:
dikemukakan rekomendasi bagi pihak Lembaga PT Refika Aditama
Pemasyarakatan, dan bagi peneliti selanjutnya yang Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan.
dianggap perlu sebagai masukan dan tindak lanjut dari Bandung: Alfabeta
penelitian ini. (1) Diharapkan pihak Lembaga Undang-Undang RI Nomor 11. (2012). Sistem
Pemasyarakatan agar lebih memperhatikan pelayanan Peradilan Pidana Anak. Jakarta: Tidak
dengan memfasilitasi sarana dan prasarana yang dapat diterbitkan
menunjang dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan Undang-Undang RI Nomor 12. (1995).
mental mental anak tunalaras agar lebih baik lagi Pemasyarakatan. Jakarta: Tidak diterbitkan
kedepannya. Diharapkan juga pihak Lembaga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31.
Pemasyarakatan dapat membuka lowongan bagi petugas (1999). Pembinaan dan Pembimbingan Warga
yang ahli di bidang nya seperti di bidang agama ada Binaan Pemasyarakatan. Jakarta : tidak
ustadz, di bidang pendidikan ada guru, di bidang diterbitkan
bercocok tanam ada petani, dan sebagainya. (2) Bagi Priyatno, D. (2006). Sistem Pelaksanaan Pidana
peneliti selanjutnya diharapkan menjadi referensi Penjara di Indonesia. Jakarta : PT. Refika
pelaksanaan pembinaan mental mental anak tunalaras Aditam
sehingga menggugah kembali peneliti selanjutnya untuk
melakukan penelitian kembali mengenai pembinaan
mental mental bagi recidive anak.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

ANALISIS ASPEK KONASI BERDASARKAN INDIKATOR PROSOSIAL PADA


SISWA CERDAS BERBAKAT DI SMP NEGERI 5 YOGYAKARTA
(The Analysis of Conative Aspect Based on Prosocial Indicators of Gifted Students in
SMP Negeri 5 Yogyakarta)

Lucky Nindi Riandika Marfui

Indonesia University of Education, Bandung Indonesia


Educational Psychology and Guidance Department
E-mail : riandika.luckybk@student.upi.edu

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan aspek konatif pada siswa
cerdas berbakat yang didasarkan pada indikator prososial di SMP Negeri 15 Yogykarta. Pendekatan yang
digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif melalui metode kuantitatif deskriptif pada aspek
konatif siswa cerdas berbakat. Subyek yang digunakan pada penelitian ini adalah 56 siswa, di mana mereka
diambil dari populasi siswa cerdas berbakat di sekolah tersebut. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan instrumen berupa skala prososial yang ditinjau dari segi konasi siswa yang memiliki 32 item
pernyataan. Validasi instrumen dilakukan dengan menggunakan validitas logis dengan metode uji ahli, di mana
hasil reliabilitas yang dihitung menggunakan rumus Alpha Cronbach memiliki koefisien reliabilitas sebesar
0,795. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif untuk
menggambarkan prososial yang ditinjau dari aspek konasi. Hasil penelitian menunjukkan dalam representasi
aspek konasi dari indikator prososial pada siswa cerdas berbakat cukup baik atau sedang, selain itu siswa
dominan baik dalam indikator untuk kecenderungan bersikap jujur yang memiliki kategori paling baik diantara
tiga kategori lainnya. Presentase tertinggi pada prososial yang ditinjau dari aspek konasi adalah kejujuran
dalam situasi apapun sebesar 63%. Presentase terendah pada indikator menolong orang lain yang mengalami
kesulitan yaitu sebesar 48%.
Kata kunci: Aspek Konasi, Indikator Prososial, Siswa Cerdas Berbakat

Abstract : This study is aimed at analysing and describing the connative aspects of gifted students at SMP 5
Yogyakarta using prosocial as the indicator. The approach used in this study was quantitative approach
through quantitative descriptive method on the conative aspects of gifted students. The subjects used in this
study were 56 students out of the whole population of all the gifted students at the school. Instrument in the
form of prosocial scale based on the connative aspects which consisted of 32 items was used as the data
collection technique. The validation of the instrument was done through the logical validity applying expert
judgement method, whereas the reliability which was calculated by using Alpha Cronbach had a coefficient
realiability of 0.795. In describing the prosocial which was seen from the connative aspects, descriptive
statistics was used as the data analysis technique. The result of the study showed that the connative aspect
from the prosocial indicators on the gifted students was sufficiently good or medium. Besides, students were
seen as good on the indicator of honesty which became the best category among the other three categories.
The highest percentage in terms of connative aspects of prosocial was honesty in any situation by 63%.
Whereas, the lowest percentage was on he indicator of helping others which has difficulties of 48%.
Keywords: Connative Aspect, Prosocial Indicators, Gifted Students

PENDAHULUAN pertolongan terhadap orang lain dan mudah tidaknya


Pendidikan karakter saat ini merupakan cikal dalam bekerjasama dengan orang tersebut.
bakal pembangunan Indonesia. Seringkali dijumpai Salah satu penerapan program pendidikan di
beberapa permasalahan mengenai penyimpangan yang Indonesia yang baru direvisi penamaannya yaitu
dilakukan remaja, seperti halnya pergaulan bebas, akselerasi yang sekarang sering disebut cerdas istimewa
konformitas remaja yang negatif, dan munculnya bakat istimewa, seringkali diunggulkan dalam bidang
beberapa gang di sekolah-sekolah. Hal ini merupakan akademiknya dan kemampuan kognisinya. Pada aspek
sebagian permasalahan sosial remaja yang saat ini sering afeksi dan konasi siswa cerdas istimewa bakat istimewa
terjadi. Selain itu, upaya preventif dan preservatif yang seringkali kurang dipertimbangkan dalam penentuan
dilakukan tenaga pendidik di sekolah kurang optimal penempatan kelas di beberapa sekolah. Hal ini terlihat
dalam pengimplementasiannya sehingga masih adanya pada hasil output salah satu sekolah yang sedang saya
beberapa konflik sosial yang timbul. Urgensi dari observasi di sekolah ini siswa cerdas istimewa-nya
kemampuan berperilaku prososial tersebut sangat memiliki kemampuan akademik yang baik, akan tetapi
berpengaruh besar dalam hal apapun, terutama dalam ketika hasil UN telah keluar ada beberapa diantara
kemampuan pengambilan keputusan dalam memberikan mereka yang tidak dapat mendaftar di sekolah unggulan
karena nilai UN yang kurang memuaskan juga.

275
276 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Beberapa fakta mengenai siswa yang memiliki Temptation). Menurut Mussen, dkk (dalam Nina I.M,
kecerdasan dan bakat yang istimewa tidak menjamin Sukarti, & Thobagus M. N, 2010: 11-12), aspek-aspek
semua aspek di dalam dirinya unggul secara keseluruhan. perilaku prososial yaitu: 1) Membagi; 2) Bekerjasama; 3)
Hal ini dapat ditinjau dari bidang sosial, akademik, dan Menolong; 4) Kejujuran, 5) Dermawan; dan 6)
sebagainya. Pada aspek-aspek tersebut perlu diintervensi Mempertirnbangkan hak dan kewajiban orang lain. Pada
pada aspek yang meliputi; a) kognisi, b) afeksi, beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan aspek
dan c) psikomotor. Ketiga aspek tersebut memiliki prososial yaitu meliputi; 1) menolong orang lain ketika
keterkaitan yang sangat erat, jika salah satunya aspek kesulitan; 2) menahan godaan ketika dihadapkan pada
dalam kategori kurang maka dibutuhkan upaya untuk situasi yang memojokkan diri; 3) bekerjasama; dan
menyeimbangkannya. Berkaitan dengan kemampuan 4) mempertimbangkan hak dan kewajiban orang lain.
yang menonjol pada aspek kognitifnya siswa di SMP N Beberapa aspek prososial ini akan ditinjau secara
5 Yogyakarta, konselor dilibatkan aktif dalam konasinya pada siswa cerdas berbakat seperti apa
pelaksanaan bimbingan sebagai penunjang sehingga siswa cerdas berbakat tidak hanya menonjol
keseimbangan keunggulan aspek kognitifnya agar pada aspek inteligensinya saja.
mencapai kemampuan bersosialisasi dengan baik dan
didukung dengan kemampuan afeksi dan konasinya yang METODE
baik juga. Metode penelitian yang digunakan dalam
Remaja pada taraf Sekolah Menengah Pertama penelitian ini adalah metode penelitian survei, dengan
berada pada fase remaja awal, di mana masa transisi dari pendekatan kuantitatif deskriptif. Subyek pada penelitian
anak-anak akhir menjadi remaja itu membutuhkan ini menggunakan populasi siswa Cerdas Istimewa Bakat
penyesuaian yang tidak mudah untuk usia mereka. Istimewa (CIBI) di SMP Negeri 5 Yogyakarta Tahun
Menurut Gibson & Mitchell (2011: 92) bahwasanya ciri Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 56 siswa. Penelitian
Sekolah Menengah Pertama yaitu: (a) berkaitan dengan ini menggunakan skala prososial berdasarkan aspek
orientasi terhadap transisi usia perkembangan anak, dan konasi yang memiliki 33 item pernyataan.
(b) kebutuhan pendidikan, perkembangan sosial populasi
anak itu sendiri. Akibatnya, dalam lingkup ini konselor
akan terlibat aktif pada peran-peran bimbingan di HASIL
sekolah. Pada poin (b) telah dijelaskan adanya Pada hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu
perkembangan sosial untuk kebutuhan pendidikan, hal untuk mendeskripsikan data aspek konasi berdasarkan
ini menuntut kemampuan bertindak siswa dalam indikator prososial siswa cerdas berbakat (gifted) di SMP
menyikapi suatu hal dalam permasalahan sosial. Negeri 5 Yogyakarta. Data yang disajikan yaitu
Kemampuan siswa dalam menyikapi suatu hal siswa mengenai tingkat prososial siswa Cerdas Berbakat (CB)
CIBI ketika menghadapi permasalahan sosial masih dari segi konasi, dengan penjabaran sebagai berikut.
dalam tahap transisi karena mereka berinteraksi dengan
siswa yang usianya di atasnya sehingga dinilai kurang Tabel 1: Data Prososial Aspek Konasi Siswa Gifted
akrab dalam interaksi sosial. Jenis
Dalam artikel ini, akan dipaparkan hasil N Min Max Kategori
Kelamin
penelitian mengenai tingkat indikator prososialnya
berdasarkan aspek konasi siswa cerdas berbakat di SMP Laki-laki 17 83 114 4785 Sedang
Negeri 5 Yogyakarta. Menurut William (dalam Tri Perempuan 39 83 114 5570 Sedang
Dayakisni & Hudaniah, 2006: 211) membatasi prososial
sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk mengubah
keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari Keterangan :
kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara N = Jumlah Siswa
material maupun psikologis. Dalam hal ini dapat Min = Skor Terendah
dikatakan bahwa sikap prososial berpotensi untuk Max = Skor Tertinggi
membantu meningkatkan well being orang lain. Menurut = Jumlah Skor Prososial
David O. Sears, dkk (1991: 47) perilaku prososial Kategori = Kategori Prososial (Aspek
mencakup kategori yang lebih luas: meliputi segala Konasi)
bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk
menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif Hasil deskripsi data penelitian mengenai prososial
si penolong. siswa CIBI yang ditinjau pada aspek konasi dapat
Pendapat tambahan menurut Baron & Byrne disajikan pada tabel di bawah ini.
(2003: 92) menyebutkan tiga aspek perilaku prososial
pada individu antara lain: 1) menolong orang lain yang
kesulitan (Helping A Stranger Distress); 2)
mengurangi suatu tindakan pelanggaran (Deterring A
Wrongdoer); dan 3) menahan godaan (Resist
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 277
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Tabel 2: Deskripsi Hasil Penelitian Prososial pada Aspek Konasi Siswa CIBI
DESCRIPTIVE STATISTICS
NILAI NILAI RATA-
INDIKATOR N JUMLAH
MIN. MAX. RATA
Menolong 56 27 43 35,28 1873
Kejujuran 56 18 28 24,13 1277
Bekerjasama 56 16 26 20,98 1111
Mempertimbangkan
Hak dan Kewajiban 56 16 23 19,19 1017
Orang Lain

Berdasarkan Tabel 2 di atas, diketahui bahwa pada kewajiban orang lain memiliki presentase sebesar 48%
aspek konasi berdasarkan indikator prososial siswa cerdas dengan frekuensi 33 siswa dengan kategori sedang.
istimewa bakat istimewa dapat diketahui distribusi data dari Penjabaran dari tabel tersebut tergambar dalam grafik di
56 siswa yaitu pada indikator menolong memiliki nilai bawah ini.
minimal 27; nilai maksimalnya 43; memiliki rata-rata skor
35,28; dan memiliki jumlah skor secara keseluruhan 1873. ASPEK KONASI PROSOSIAL
Pada indikator kejujuran memiliki nilai minimal 18; nilai 63 57
48 48
maksimal skor indikator kejujuran 28; rata-rata skor 24,13;
dan memiliki jumlah skor 1277. Pada aspek bekerjasama
memiliki nilai minimal 16; nilai maksimal sebesar 26; rata-
rata skor sebesar 20,98; dan memiliki jumlah skor sebesar
1111. Pada indikator mempertimbangkan hak dan kewajiban
orang lain memiliki nilai minimal 16; nilai maksimal 23; rata-
rata skor sebesar 19,19; dan memiliki jumlah skor 1017.
Untuk mengetahui tingkatan aspek konasi
berdasarkan indikator prososial dapat dijabarkan
menggunakan statistik deskriptif. Adapun hasil Pada diagram di atas dapat dilihat grafik aspek konasi
pengolahan data untuk uji antar variabel adalah pada dalam indikator prososial pada siswa cerdas berbakat berada
Tabel 3 di bawah ini. pada kategori paling baik hingga dalam kategori kurang yaitu
pada indikator kejujuran, bekerjasama, menghormati hak dan
Tabel 3: Tingkat Prososial Aspek Konasi Siswa kewajiban orang lain, dan yang paling rendah pada indikator
Gifted menolong.
MENOLONG BEKERJASAMA
PEMBAHASAN
F % F % Hasil penelitian yang dilakukan, penulis menemukan
RENDAH 14 25 RENDAH 11 20 berbagai penemuan yang diuraikan pada bagian pembahasan
27 ini. Adapun pembahasan hasil penelitian adalah Hasil
SEDANG 48 SEDANG 32 57
penelitian menunjukkan bahwa aspek konasi pada indikator
TINGGI 15 27 TINGGI 13 23 prososial siswa akselerasi tahun ajaran 2014/2015 di SMP
HAK DAN Negeri 5 Yogyakarta dalam kategori sedang. Hal ini
KEJUJURAN KEWAJIBAN didasarkan pada hasil perhitungan statistik deskriptif yang
F % F % menunjukkan rentang skor yang dominan pada indikator
menolong, kejujuran, bekerjasama, dan menghormati hak dan
RENDAH 13 23 RENDAH 9 25 kewajiban orang lain dalam kategori sedang. Hal ini sesuai
SEDANG 35 63 SEDANG 33 48 dengan kenyataan siswa yang menyatakan bahwa dirinya
8 cenderung akan bersikap peduli ketika teman membutuhkan
TINGGI 14 TINGGI 14 27
pertolongan dengan jumlah frekuensi yang tidak begitu
banyak, yakni pada presentase 48% dari keseluruhan siswa.
Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat diketahui Beberapa hal yang menunjukkan bukti empirik di lapangan
bahwa seluruh indikator prososial pada aspek konasi siswa yaitu ketika ada kelas reguler mengikuti pelajaran olahraga
cerdas istimewa bakat istimewa (gifted) dalam kategori ada salah satu siswa yang pingsan, akan tetapi tidak
sedang. Pada aspek menolong memiliki presentase 48% keseluruhan siswa akselerasi yang melewati kawasan
dengan frekuensi 27 dengan kategori sedang. Pada indikator lapangan olahraga memberikan pertolongan kepada siswa
kejujuran memiliki presentase 63% dengan frekuensi 35 yang yang pingsan tersebut.
memiliki kategori sedang. Pada indikator bekerjasama Hal ini dikuatkan oleh pendapat Brigham (dalam Tri
memiliki presentase 57% dengan frekuensi 32 dengan Dayakisni dan Hudaniah, 2006: 214) yang menyebutkan
kategori sedang. Pada indikator menghormati hak dan bahwa biasanya seseorang akan membandingkan antara
278 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

besarnya pengorbanan jika ia tidak menolong, dikarenakan sendiri yaitu kemungkinan pertimbangan individu pada
jika pengorbanan untuk menolong dan pengorbanan tidak hubungan timbale balik atau saling menguntungkan ketika
menolong relatif sama tinggi, kemungkinan individu tersebut setelah memberikan pertolongan kepada orang lain, atau
akan melakukan pertolongan secara tidak langsung, atau dikarenakan adanya tanggung jawab sosial yang disebabkan
mungkin akan melakukan interpretasi ulang secara kognitif individu tersebut memiliki ketertarikan atau kesukaan
terhadap situasi tersebut. Hal ini dapat dimungkinkan karena terhadap suatu obyek sikap menolong orang lain atau obyek
beberapa siswa di kelas CIBI terlalu memilliki banyak lain yang ada di sekitarnya.
pertimbangan dalam melakukan atau memberikan Pendapat lain mengenai kecenderungan memberikan
pertolongan kepada teman atau sebagainya. pertolongan kepada orang lain juga dipicu oleh faktor
Pada hasil analisis data menggunakan statistik eksternal secara kuat. Hal ini diperkuat pendapat ahli menurut
deskriptif mengenai presentase indikator prososial pada siswa David G. Myers (2012: 209), menyebutkan teori pertukaran
akselerasi menunjukkan kategori sedang secara keseluruhan sosial berasumsi bahwa perilaku menolong, sebagaimana
indikator pada aspek menolong pada presentase 48%, perilaku sosial yang lain, dimotivasi oleh keinginan untuk
kejujuran memiliki presentase 63%, bekerjasama memiliki memaksimalkan imbalan yang dapat bersifat internal maupun
presentase 57%, dan menghormati hak dan kewajiban orang eksternal. Oleh karena itu, setelah melakukan suatu
lain memiliki presentase 48%. Pada keempat faktor itu yang kesalahan, orang sering kali lebih bersedia untuk
paling rendah dalam aspek konasi dalam indikator prososial menawarkan bantuan.Orang yang sedang bersedih juga
siswa akselerasi yaitu pada indikator menolong dan cenderung lebih penolong.
menghormati hak dan kewajiban orang lain. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil skala prososial, di mana siswa KESIMPULAN DAN SARAN
banyak menjawab tidak setuju atas pernyataan Saya akan Kesimpulan
memperingatkan teman untuk piket kelas meskipu itu bukan
jadwal saya. Hal ini menunjukkan ketidakpedulian terhadap Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data
kewajiban orang lain sehingga rasa untuk mengingatkan saja yang dijelaskan sebelumnya, maka penulis dapat
kurang. menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: (1)
Siswa CIBI (gifted) dikenal cenderung kurang dalam Aspek konasi pada indikator prososial pada siswa cerdas
bidang sosialnya, terutama dalam hal memberikan berbakat berada pada kategori sedang; (2) Aspek konasi
pertolongan kepada sesama. Hal ini didukung oleh berita pada indikator prososial siswa cerdas berbakat paling
yang diakses dari Antara News (5 Juli 2010) yang rendah dalam indikator menolong orang yang mengalami
memaparkan bahwa, siswa akselerasi memang secara kesulitan; dan (3) Aspek konasi pada indikator prososial
kognitifnya bagus, tetapi karena kesibukannya yang luar siswa cerdas berbakat paling tinggi berada pada indikator
biasa akhirnya porsi kehidupan sosialnya kurang, bahkan kejujuran.
dalam pengalaman sosial dengan teman sebaya pun tidak
dialami oleh siswa akselerasi, mengingat pembelajaran siswa Saran
akselerasi lebih banyak daripada siswa regular, sehingga Mengacu pada hasil analisis dan kesimpulan
peneliti memfokuskan pada variabel sikap prososial, dan penelitian, maka penulis memberikan beberapa
selain itu isu yang beredar saat ini adalah program akselerasi rekomendasi sebagai berikut: (1) Peneliti menyarankan
akan dihapuskan. Hal itu kemungkinan sebagai evaluasi kepada tenaga pendidik untuk lebih memperhatikan
penyelenggara pendidikan di mana adanya beberapa kebutuhan siswa sesuai dengan perkembangan dan
kelemahan dengan pertimbangan kelebihan pada program potensi yang dimiliki setiap siswa, karena analisis
akselerasi. kebutuhan siswa dengan kemampuan intelegensi yang
Hal ini dikuatkan oleh pendapat berikut yang luar biasa dibutuhkan pengkondisian dan pemberian
menyebutkan bahwa yang termasuk faktor eksternal yang perlakuan yang berbeda dalam artian sesuai dengan
mempengaruhi prososial yakni menurut pendapat Bimo kebutuhan sosialnya untuk mendukung
Walgito (2003: 131-132) yang menjabarkan sikap tidak perkembangannya dalam berinteraksi sosial; (2) Peneliti
dibawa sejak lahir, maka sikap sebagai daya dorong akan menyarankan penyelenggara pendidikan untuk lebih
berbeda dengan motif biologis yang juga sebagai daya memperhatikan aspek sosial dan kognisi dalam
dorong, karena yang akhir ini telah ada sejak individu menyesuaikan penyelenggaraan pendidikan pada siswa
dilahirkan sekalipun motif tersebut dalam manifestasinya yang memiliki kecerdasan yang istimewa, hal ini
mengalami perubahan-perubahan. diharapkan dapat memberikan dampak baik untuk
Beberapa hasil penemuan dalam penelitian ini sesuai perkembangan individu di mana perkembangan otaknya
dengan pendapat Tri Dayakisni dan Hudaniah (2006: 213- belum sesuai dengan usianya, serta program pendidikan
219) yang menyebutkan bahwa adanya faktor situasional dan ini sebaiknya tetap dijalankan agar tidak menjadikan
personal yang mempengaruhi tindakan prososial yakni dari siswa cerdas istimewa terisolir ketika ditempatkan
faktor situasional adanya kehadiran orang lain, pengorbanan dengan siswa yang memiliki kecerdasan yang pada
yang dikeluarkan, pengalaman dan suasana hati, kejelasan umumnya.
stimulus, adanya norma-norma sosial, serta hubungan antara
calon penolong dengan si korban. Pada faktor adanya norma-
norma sosial yang berkaitan dengan tindakan prososial itu
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 279
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

DAFTAR PUSTAKA Nina Ifada Meihati, Sukarti, & Thobagus M. N. 2010.


Gibson, Robert L., & Mitchell, Marianne H. 2011. Hubungan antara Perilaku Prososial dengan
Bimbingan dan Konseling (Edisi Ketujuh). (Ijin Kebermaknaan Hidup pada Remaja (Jurnal
terjemahan dari Pearson Education Hall). Psikologi hal. 11-12).Diakses dari
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. http://webcache.googleusercontent.com/search?q
Baron, Robert A., & Byrne, Donn. 2003 . Psikologi =cache:cboNJBiwJeQJ:psychology.uii.ac.id/ima
Sosial (Edisi Kesepuluh) Jilid 2. (Alih Bahasa: ges/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi-
Dra. Ratna Djuwita, Dipl. Psychl., Melania Meitty perilaku+prososial+pdf pada 21 Oktober 2016
Parman, S.Psi.,Dyah Yasmina, S.Psi., Lita P. pukul 02. 20 WIB
Lunanta, S.Psi.). Jakarta: Erlangga Sears, David. O., Freedman, Jonathan L., & Peplau, L.
Jafar M Sidik. 2010. Kelas Akselerasi Ganggu Masalah Anne. 1991. Psikologi Sosial (Edisi Kelima) Jilid
Sosial Siswa. Antara News (5 Juli 2010, diposting 1. (Alih Bahasa: Michael Adryanto dan Savitri
pukul 19.31 WIB). Diakses Soekrisno). Jakarta: Erlangga
darihttp://www.antaranews.com/berita/210419/k __________. 1991. Psikologi Sosial (Edisi Kelima) Jilid
elas-akselerasi-ganggu-masalah-sosial-siswa 2. (Alih Bahasa: Michael Adryanto). Jakarta:
pada tanggal 27 Desember 2016. Erlangga
Myers, David. G. 2012. Psikologi Sosial (Social Tri Dayakisni, & Hudaniah. 2006. Psikologi Sosial (Edisi
Psychology) Edisi 10 Buku 2. (Alih Bahasa: Aliya Revisi) Buku 1. Malang : UMM Press
Tusyani, Lala Septiani S, Petty Gina G, Putri
Nurdina Sofyan). Jakarta: Salemba Humanika
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Lutfi Isni Badiah

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, Indonesia


E-mail: lutfiisnibadiah@gmail.com
Abstrak: Anak berkebutuhan khusus mengalami gangguan baik secara fisik, mental/intelektual, sosial, dan
emosional. Keadaan gangguan itu, anak berkebutuhan khusus mengalami permasalahan sebagai dampak dari
keluarbiasaannya. Salah satu cara untuk membantu anak berkebutuhan yaitu dengan melalui bimbingan dan
konseling untuk anak berkebutuhan khusus. Melalui program bimbingan dan konseling ini diharapkan mampu
menunjang pencapaian tujuan pendidikan, membantu mengatasi hambatan perkembangan yang dialaminya, serta
mampu mengembangkan potensi, meningkat prestasi belajar dan dapat berpartisipasi dalam masyarakat sesuai
kapasitasnya. Program bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus tentunya harus dilakukan secara
jelas, sistematis, komprehensif, dan terarah. Terdapat beberapa teknik-teknik dalam memberikan bimbingan
konseling bagi anak berkebutuhan khusus diantaranya adalah: Observasi, pengetesan, studi kasus dan konferensi
kasus, wawancara, cumulative records, otobiografi, pertemuan dengan orang tua, sosiometri, widiawisata,
diskusi, bermain peran, serta rekreasi.
Kata Kunci: bimbingan dan konseling, anak berkebutuhan khusus

Abstract: Children with special needs is the children with physical, mental/intellectual, social, and emotional
problems.Children with special needs to experience problems as a result of their disability. One of way to help
children with disabilities that is through guidance and counseling for children with special needs. Through the
guidance and counseling program is expected to support the achievement of educational goals, to help
developmental disability, and able to develop their potential, increase learning achievement and be able to
participate in society according to their capacity. Guidance and counseling program for children with special
needs must be systematic, comprehensive, and purposeful. There are several techniques in providing counseling
for children with special needs are: observation, testing, case studies and case conferences, interviews,
cumulative records, autobiographies, meetings with parents, sociometry, discussions, role play, and recreation.
Keywords: guidance and counseling, children with special need

PENDAHULUAN bagian warga sekolah yang memiliki kebutuhan yang


Program bimbingan dan konseling (BK) sama dengan siswa yang lainnya untuk mendapatkan
merupakan salah satu layanan sistematis dan program bimbingan dan konseling, yang akan berguna
terorganisasi yang penting dan tidak terpisahkan dari bagi mereka dalam rangka memahami diri dan
pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Jones dan memandang dirinya, menyadari kebutuhannya sehingga
Hand dalam Gysbers (1988) bahwa bimbingan itu dapat hidup mandiri meskipun mereka memiliki
merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan. hambatan karena kecacatan mereka. Selain itu,
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Tohirin pelaksanaan bimbingan dan konseling pada ABK
(2012), bahwa program bimbingan dan konseling diharapkan mampu mencegah (preventif) munculnya
merupakan suatu rancangan atau rencana kegiatan yang permasalahan yang mengakibatkan terhambatnya
disusun secara sistematis, terorganisasi, dan perkembangan baik sosial, emosi, maupun kognisi.
terkoordinasi serta dilaksanakan dalam jangka waktu Anak berkebutuhan khusus rentan menghadapi
tertentu. Tujuan adanya layanan ini adalah agar peserta berbagai masalah sebagai akibat dari kondisi
didik dapat mengoptimalkan perkembangan dan keluarbiasaannya. Menurut Firdaus (2014), banyak di
potensinya baik dalam kehidupan pribadi, kehidupan antara mereka yang dalam perkembangannya
sosial, kegiatan belajar, serta perencaaan pengembangan mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau
karir. Hal ini sejalan dengan Pasal 28C ayat (1) yang memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai
menyatakan bahwa Setiap orang berhak perkembangan optimal diperlukan penanganan atau
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan intervensi khusus. Berbagai permasalahan yang dialami
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh baik oleh ABK itu sendiri maupun keluarga,
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan memerlukan penanganan yang sesuai dengan
budaya, demi meningkatkan karakteristik permasalahannya. Oleh karena itu orang-
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat orang yang terlibat di dalam pendidikan bagi anak
manusia. berkebutuhan khusus harus mempunyai keterampilan
Semua siswa berhak untuk mendapatkan dalam mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan personal
program bimbingan dan konseling ini, tidak terkecuali psikologis yang dibutuhkan anak berkebutuhan khusus.
siswa berkebutuhan khusus (ABK). Menurut Gainau Seiring berjalannya waktu, semakin besar
(2013) siswa berkebutuhan khusus (ABK) merupakan peluang anak berkebutuhan khusus mendapatkan
281
282 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dukungan layanan komprehensif, konsisten, konsekuen, bimbingan dan konseling yang sesuai bagi ABK
dan berkesinambungan. Menurut Firdaus (2014), diperlukan perencanaan program yang matang.
melalui program bimbingan dan konseling diharapkan
mampu menunjang pencapaian tujuan pendidikan, PERMASALAHAN ANAK BERKEBUTUHAN
membantu mengatasi hambatan belajar dan KHUSUS
perkembangan yang dialami, sekaligus diharapkan Akibat kondisi keluarbiasaan yang dialami, ABK
mampu membantu upaya pengembangan totalitas seringkali mendapatkan berbagai masalah/hambatan
kepribadian ABK secara optimal sesuai dengan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hambatan
dimensi-dimensi kemanusiaannya menuju kebahagiaan yang dialami secara langsung misalnya berupa
hidup sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya. Lebih hambatan aktivitas sehari-hari, sedangkan hambatan
lanjut lagi dijelaskan oleh Firdaus (2014), program tidak langsung adalah berupa pembatasan melakukan
bimbingan dan konseling ABK harus memiliki aktivitas dari lingkungannya. Menurut Wahyudi
jangkauan yang lebih luas dan meliputi dimensi-dimensi (1998:22), masyarakat pada umumnya masih
sebagai berikut: memandang anak berkebutuhan khusus sebagai bagian
1. Dimensi edukatif, dimensi ini menekankan pada dari sekelompok orang yang perlu dikasihani, sehingga
peningkatan kemampuan ABK agar mampu sikap negatif terhadap penyandang cacat cenderung
memahami potensi diri, peluang dan tuntutan nampak dalam kehidupan masyarakat. Perlakuan negatif
lingkungan, dan pengambilan keputusan, serta tersebut tentunya menimbulkan rasa frustasi, minder,
penyelenggaraan program yang merujuk pada serta perasaan tidak diterima oleh lingkungan sehingga
norma idealis, filosofis, dan pragmatis sebagai mempengaruhi kepribadian ABK. Hal senada juga
tugas bersama. dikemukakan oleh Suhaeri dan Purwanta (1996), bahwa
2. Dimensi developmental, menekankan pada masyarakat lebih cenderung untuk membatasi ruang
pengembangan secara optimal seluruh aspek gerak ABK bukan hanya demi keselamatan ABK itu
kepribadian ABK melalui pengembangan sendiri,tapi juga karena gengsi dan mutu pekerjaan.
kesiapan atau kematangan intelektual, emosional, Anak berkebutuhan khusus jarang diberi kesempatan
sosial, dan pribadi sesuai dengan sistem untuk berpartisipasi di masyarakat dan mengerjakan
nilai/nordimensma yang dianut. tugas-tugas rumah tangga. Hal ini menjadikan ABK
3. Dimensi preventif, bertujuan untuk memberikan kalah pengalaman dibandingkan anak normal lainnya,
pencegahan timbulnya resiko (masalah) yang mengira dirinya tidak layak disamakan dengan orang
dapat menghambat laju perkembangan lain. Akibatnya mereka menjadi penyendiri, penyegan,
kepribadian ABK serta pencegahan terjadinya dan cepat merasa tersinggung.
penurunan mutu pendidikan. Menurut Alimin (2010:2), hambatan yang
4. Dimensi ekologis, dimensi ini bertujuan untuk dialami oleh ABK terbagi menjadi dua, yakni bersifat
mengembangkan kompentensi atau tugas-tugas sementara (temporer) dan bersifat menetap (permanent).
perkembangan ABK secara optimal melalui Anak yang mengalami hambatan perkembangan
rekayasa lingkungan baik fisik, sosial, maupun temporer, hambatannya bersifat sementara dan
psikologis dengan fokus pada upaya disebabkan adanya faktor eksternal misalnya anak yang
memfasilitasi perkembangan anak, intervensi yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat
pada sistem atau sub sistem, dan tercapainya perkosaan, korban perceraian orang tua, dan korban
lingkungan belajar yang kondusif bagi bencana. Anak seperti ini memerlukan layanan
perkembangan individu dan keselarasan interaksi pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang
dan interrelasi pribadi dan lingkungan menuju disesuaikan dengan hambatan yang dialaminya, agar
optimalisasi keberfungsian individu. kondisi temporer tidak berubah menjadi permanent, dan
5. Dimensi futuristik, dimensi ini berfokus pada tidak perlu dilayani di sekolah khusus. Sedangkan ABK
pengembangan wawasan, sikap, dan perilaku yang mengalami hambatan permanen adalah anak yang
antisipatif ABK dalam pengambilan keputusan mengalami hambatan belajar dan hambatan
dan perencanaan kehidupan serta karir masa perkembangan yang bersifat internal dan akibat
depan yang lebih memuaskan. langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang
kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gangguan
Dengan adanya program bimbingan dan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak
konseling yang koomprehensi, konsisten, (motorik), gangguan interaksi-komunikasi, gangguan
berkesinambungan dan meliputi berbagai dimensi di emosi, sosial dan tingkah laku. Dengan kata lain anak
atas, ABK dibantu agar bisa memaksimalkan potensinya berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama
dan bisa hidup lebih efektif. Namun, keragaman artinya dengan anak penyandang kecacatan. Pada
karakteristik masing-masing ABK tak jarang dasarnya permasalahan yang dialami oleh ABK meliputi
menyulitkan guru dan pihak sekolah dalam upaya tiga aspek, yakni:
mengidentifikasi jenis dan pemberian layanan 1. Hambatan belajar,
pendidikan yang sesuai. Maka dari itu, agar dapat Hambatan dalam belajar misalnya ABK
memenuhi kebutuhan layanan pendidikan dan program kesulitan dalam mengatur waktu, kesulitan dalam
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 283
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

mengikuti pelajaran seperti kesulitan belajar Menurut Firdaus (2014), beratnya permasalahan
membaca, berhitung dan menulis, serta kesulitan yang dialami oleh ABK tergantung pada beberapa
menyalurkan kreatifitas yang dimiliki. Anak faktor, yakni (1) seberapa berat hambatan yang dimiliki,
berkebutuhan khusus tentunya membutuhkan (2) sejak kapan dialami, (3) dan seberapa besar dampak
waktu yang lebih banyak untuk mengenal objek, kecacatan mempengaruhi kondisi psikologisnya.
mengolah informasi yang diterima, menafsirkan Menurut Carolina dalam Firdaus (2014), Permasalahan
sesuatu yang abstrak, sampai menyimpan hasil mendasar bagi ABK, biasanya ditunjukkan dengan
olahan informasi tersebut ke dalam memorinya. perilakunya ketika melakukan aktivitas bersama dengan
Hambatan belajar pada umumnya mulai muncul anak-anak normal pada umumnya. Program bimbingan
sejak anak usia pra-sekolah, dan akan semakin konseling untuk ABK lebih difokuskan untuk
berat hambatannya jika tidak segera ditangani. menangani permasalahan psikologis serta sosialnya,
2. Kelambatan perkembangan namun keluarga ABK juga perlu diberikan bimbingan
Setiap manusia yang normal dalam dan konseling agar dapat memberikan dukungan bagi
perkembangannya, pasti melalui tahapan-tahapan ABK
tertentu. Meskipun kecepatan perkembangannya
berbeda satu sama lain, namun masih dalam PENDEKATAN BIMBINGAN KONSELING
rentang normal. Namun pada perkembangan BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
pada ABK mengalami penyimpangan, dapat Bimbingan dan konseling untuk anak
menghambat perkembangan kemampuan, berkebutuhan khusus (ABK) yang utama adalah
prestasi, dan atau fungsinya, dapat menjadikan menumbuhkan rasa tanggung jawab dan mendorong
anak memerlukan waktu yang lebih lama dalam adanya perubahan tingkah laku yang spesifik. Dalam
menguasai keterampilan tertentu dibandingkan memberikan layanan program bimbingan dan konseling
dengan anak-anak normal pada umumnya. bagi ABK, terdapat beberapa pendekatan yang bisa
Menurut Hildayani, dkk (2014), cara yang sering diterapkan untuk membantu ABK. Menurut Suhaeri dan
digunakan untuk mengidentifikasi kelambatan Purwanta (1996) layanan bimbingan dan konseling
perkembangan pada anak adalah ABK bisa dilakukan melalui pendekatan individual dan
membandingkan tahap perkembangan anak pendekatan kelompok, disesuaikan dengan tujuan dan
sesuai dengan anak-anak seusianya. Apabila masalah yang sedang dihadapi, lebih lanjut dijelaskan
diketahui adanya keterlambatan atau sebagai berikut.
penyimpangan, maka perlu diwaspadai apakah 1. Pendekatan individual dan kelompok;
masih dalam variasi normal atau kelainan yang Dalam pendekatan individual, konselor hanya
serius. Penyimpangan yang serius, hendaknya menghadapi seorang klien saja. Menurut Mahler
segera dilakukan penanganan secara intensif dan dalam George dan Christiani (1985), pemilihan
sedini mungkin agar tidak berkembang semakin penggunaan pendekatan individual jika: (1) klien
kompleks. Penanganan yang sedini mungkin bisa dalam keadaan krisis; (2) ada permintaan untuk
memperkecil potensi terjadinya kelambatan menjaga keberhasilan klien; (3) untuk menafsirkan
dalam perkembangan selanjutnya. hasil tes mengenai konsep diri; (4) klien merasa
3. Hambatan perkembangan takut untuk bicara; (5) hubungan interpersonal klien
Perbedaan antara kelambatan perkembangan dan sangat tidak efektif; (6) kesadaran klien atas
hambatan perkembangan terletak pada perasaan, motivasi, dan tingkah lakunya sangat
dimensinya. Kelambatan perkembangan berfokus terbatas; (7) masalahnya berupa penyimpangan
pada dimensi tahapan perkembangan, sedangkan tingkah laku seks; (8) kebutuhan klien atas perhatian
hambatan perkembangan fokus pada terjadinya konselor sangat besar. Layanan pendekatan
kesulitan/gangguan dalam satu atau lebih aspek individual ini bisa berakhir jika: (1) konselor dan
perkembangan. Hambatan perkembangan yang klien berpendapat bahwa tujuan telah tercapai; (2)
dialami oleh ABK bisa disebabkan oleh konselor berinisiatif mengakhiri layanan individual,
lingkungan sekitar yang kurang mampu namun sebelumnya konselor sudah harus membuat
menyediakan sarana prasarana yang memberikan rujukan ke mana klien akan beralih konselor; (3)
kemudahan, kesempatan dan stimulasi bagi konselor mengundurkan diri.
berkembangnya potensi anak. Munculnya Berbeda dengan pendekatan individual,
hambatan perkembangan pada anak dapat dalam pendekatan kelompok, konselor menghadapi
meliputi hambatan perkembangan konsentrasi beberapa konseli sekaligus dalam waktu yang sama.
dan perhatian, motorik, komunikasi, serta Keuntungan dalam pendekatan kelompok ini adalah:
perkembangan emosi dan sosial, atau gabungan (1) konselor dapat menangani beberapa klien dalam
dari hal-hal tersebut. Dari sekian hambatan waktu yang relative singkat; (2) dapat
perkembangan tersebut, hambatan emosi dan mengembangkan hubungan interpersonal; (3) dapat
sosial merupakan hambatan yang sering dijumpai mempraktekkan langsung tingkah laku yang telah
pada ABK. dipelajari; (4) memberikan dukungan kepada orang
lain serta menerima dukungan dari orang lain; (5)
mempelajari keterampilan berkomunikasi; (6)
284 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

memberikan bantuan dan menerima bantuan. Dalam program pengajaran, video, film, dan biografi.
bimbingan kelompok yang dikenal juga bimbingan Model yang dipilih hendaknya subyek yang
kelas, peran konselor adalah menyampaikan kompeten, aktraktif (menarik), dan berpengaruh.
informasi dan menunjukkan cara-cara mengambil c. Cognitive learning
keputusan. Fokus konselor adalah para siswa, Metode ini menekankan pada pentingnya aspek
informasi yang diberikan, dan cara memecahkan perubahan kognitif siswa ABK. Dalam
masalah yang berkenaan dengan tugas pelaksanaannya dapat dilakukan melalui pengajaran
perkembangan dan tugas sosial. Sedangakn dalam secara verbal, kontrak antara konselor dengan siswa
konseling kelompok, peran konselor adalah sebagai ABK, dan bermain peran.
pemimpin, yakni menciptakan lingkungan yang d. Emotional learning
tenteram, dan memungkinkan anggota merasa bebas Metode ini cocok diterapkan bagi individu yang
mengemukakan pendapat. Anggota konseling mengalami kecemasan yang berlebihan. Penerapan
kelompok terdiri dari 5-10 siswa. metode ini melalui penciptaan situasi yang rileks
2. Pendekatan behavior agar timbul perasaan senang, sehingga secara
Bimbingan konseling dengan menggunakan berangsur kecemasan tersebut berkurang dan
pendekatan behavior merupakan cakupan berbagai akhirnya dapat dihilangkan.
pendekatan yang spesifik. Menurut Suhaeri dan 3. Pendekatan reality
Purwanta (1986) mengemukakan bahwa kelompok Dalam pendekatan reality, manusia tidak
pendekatan ini biasa juga disebut terapi behavior dan dimotivasi dari luar, melainkan dari dalam.
modifikasi tingkah laku (behavior modification). Pendekatan ini berfokus untuk membantu siswa
Terapi behavioral berasal dari dua arah konsep yakni ABK agar mempunyai emosi yang kuat dan rasional.
Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F. Menurut Suhaeri dan Purwanta (1996), konselor
Skinner. Pendekatan behavior berkembang atas yang menggunakan pendekatan ini, berperan untuk
dasar bahwa perilaku yang menyimpang berasal dari aktif berbicara mengenai tingkah laku siswa ABK,
hasil belajar di lingkungan. mengarahkan perhatian siswa ABK tentang tingkah
Menurut Sunardi, Permanarian dan Assjari lakunya, mendorong memberikan penilaian atas
(2008), dalam konsep behavioral, perilaku manusia tingkah lakunya, mendorong menemukan alternative,
merupakan hasil dari proses belajar, sehingga dapat dan membantu mengadakan perubahan tingkah laku
diubah dengan memanipulasi kondisi-kondisi siswa ABK.
belajar. Dengan demikian, teori konseling behavioral Menurut Awwad (2015), dalam pendidikan
hakekatnya merupakan aplikasi prinsip-prinsip dan khusus, konselor telah mengetahui bahwa siswanya
teknik belajar secara sistematis dalam usaha mempunyai kekurangan, namun harus percaya
menyembuhkan gangguan tingkah laku. Asumsinya bahwa siswa juga mempunyai potensi yang masih
bahwa gangguan tingkah laku itu diperoleh melalui dapat dikembangkan. Sehingga konselor diharapkan
hasil belajar yang keliru, dan karenanya harus diubah dapat menciptakan lingkungan ideal yang
melalui proses belajar, sehingga dapat lebih sesuai. memungkinkan siswa ABK berkembang dengan
Tujuan utama konsep behavioral adalah maksimal. Lingkungan ideal ialah lingkungan yang
menghilangkan tingkah laku yang tidak sesuai dan penuh kehangatan, sikap menerima kenyataan dan
menggantikannya dengan tingkah laku baru yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
lebih sesuai. siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap diri dan
lingkungan.
Krumboltz dalam Surya (2003) mengemukakan
bahwa dalam penerapan konseling behavioral terdapat Pendekatan yang telah dipaparkan diatas,
empat metode yang dapat digunakan untuk bimbingan diterapkan melalui berbagai teknik agar dapat mencapai
dan konseling ABK, yaitu: tujuan bimbingan dan konseling. Teknik yang
a. Operant learning digunakan dalam bimbingan dan konseling untuk siswa
Metode ini berfokus pada penguatan yang dapat berkebutuhan khusus pada dasarnya sama dengan teknik
menghasilkan perilaku yang diharapkan, serta bimbingan dan konseling siswa normal namun
pemanfaatan situasi di luar siswa ABK yang dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa berkebutuhan
memperkuat perilaku yang dikehendaki. Penguatan khusus. Mortensen dan Schmuler dalam Suhaeri dan
hendaknya sesuai kebutuhan siswa ABK dan Purwanta (1996), mengemukakan beberapa teknik-
diberikan sistematis dan untuk itu konselor teknik bimbingan konseling bagi anak berkebutuhan
diharapkan mampu mengetahui kapan dan khusus yang dijelaskan sebagai berikut:
bagaimana penguatan itu diberikan dan merancang 1. Observasi
perilaku yang memerlukan penguatan. Observasi (pengamatan) merupakan teknik
b. Unitative learning atau social modelling utama untuk membedakan siswa berkebutuhan
Metode ini berfokus pada perlunya konselor khusus dengan siswa normal. Untuk melakukan
merancang perilaku adaptif yang dapat dijadikan observasi konselor diharapkan mempunyai
model bagi siswa ABK, baik dalam bentuk rekaman, pemahaman mengenai jalan pikiran dan penghayatan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 285
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

obyek observasi; serta mengenai data yang tentang ketajaman penglihatan, sisa pendengaran
diperlukan untuk memahami apa yang sedang sebelah kiri dan kanan, IQ dan sebagainya.
dihadapi. Hasil observasi dapat dilakukan dengan 6. Otobiografi
pengisian daftar cek, pengisian dengan Otobiografi adalah riwayat yang ditulis sendiri
menggunakan jawaban singkat, pencatatan anekdot oleh yang bersangkutan. Untuk membuat otobiografi
(kejadian yang relevan untuk menyimpulkan diperlukan kemampuan menulis. Anak luar biasa
karakter seseorang), dan pengisian rating scale. yang dapat dianjurkan membuat ototbiografi ialah
2. Assessment/Pengetesan yang tuli, buta, kurang penglihatan, kurang dengar,
Teknik assessment digunakan bertujuan untuk berkesulitan belajar, tuna daksa dan bukan cerebral
mengetahui apakah seseorang termasuk siswa palsy, tuna laras.
berkebutuhan khusus atau siswa normal. Teknik ini 7. Pertemuan dengan orang tua
juga dilakukan untuk mengetahui kecerdasan, bakat, Pertemuan dengan orang tua bertujuan untuk
minat, dan sebagainya. Dalam teknik assessment memperoleh informasi, memberikan informasi atau
terdapat beberapa tahapan, diantaranya sebagai menyampaikan saran dari konselor. Pertemuan dapat
berikut: dilakukan di sekolah atau di rumah orang tua siswa
a. Planning. Setelah mendapatkan persetujuan ABK. Bagi siswa ABK, pertemuan dengan orang tua
orang tua/wali, konselor membuat rencana perlu dilakukan secara khusus, yang hanya dihadiri
assessment dan menentukan team/orang yang oleh orang tua.
bertanggung jawab dalam pengetesan, hingga 8. Sosiometri
persiapan alat-alat yang akan digunakan. Sosiometri dimulai dengan meminta semua
b. Conducting. Dalam tahap ini, konselor anggota menuliskan nama anggota kelompok yang
mengorganisir alat-alat tes dan situasi yang akan dipilih untuk bekerja sama melaksanakan suatu
kondusif bagi proses pengetesan. Konselor juga kegiatan. Hasilnya kemudian dikumpulkan dan
perlu untuk menemui anak dan keluarga siswa dirangkum dalam satu gambar yang disebut
ABK untuk menjalin rapport (hubungan/kesan sosiogram.
baik), hingga penentuan langkah pertemuan 9. Widiawisata
berikutnya. Widiawisata merupakan kegiatan mengunjungi
c. Interpreting. Dalam tahap interpreting konselor obyek sebagai bagian dari pendidikan dan kegiatan
mengumpulkan semua bahan, data, hasil bimbingan konseling. Dalam kegiatan widiawisata,
pengetesan, wawancara kemudian dianalisis siswa ABK diperkenalkan dengan hal-hal jarang
sehingga dapat digunakan untuk menentukan dilakukan maupun ditemui di lingkungan sekolah.
program yang relevan. 10. Diskusi dan bermain peran
d. Sharing. Setelah melalui tahap interpreting, Komunikasi antara siswa ABK dengan
konselor harus menyediakan laporan tertulis konselor/guru merupakan salah satu elemen yang
mengenai hasil assessment yang nantinya penting dalam Kegiatan diskusi. Tujuan diskusi
didiskusikan dengan orang tua dan anggota tim. adalah untuk memecahkan masalah dan membantu
Hal ini agar dapat menentukan jenis layanan siswa ABK melihat diri dan teman-temannya baik
dan tempat treatment yang sesuai. jasmani, kemampuan maupun kesadarannya, melihat
e. Follow Up. Assessment hanyalah merupakan jalan pikiran dan perkembangan anak.
awal dari proses layanan maupun treatment. 11. Konseling
3. Studi Kasus dan Konferensi kasus Tujuan dari konseling adalah untuk
Studi kasus adalah penelaahan terhadap merefleksikan kebutuhan individu, juga membantu
seseorang dengan melihatnya dari berbagai arah. individu mengembangkan diri secara optimal sesuai
Penelaahan ini mencakup mengenai identifikasi dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang
anak, kondisi rumah, perkembangan pribadi dan dimilikinya (kemampuan, bakat, minat), sesuai
sosial, minat dan bakat dan rekreasi, pendidikan, dengan latar belakang sosial budaya, dan tuntutan
pengalaman kerja, serta kondisi keuangan orang tua. positif lingkungan. Gladding (2012) mengemukakan
4. Wawancara bahwa konseling bagi siswa ABK yang tepat adalah
Teknik wawancara ini digunakan untuk konseling rehabilitasi. Konseling rehabilitasi
mengumpulkan informasi dan melakukan diagnosis. merupakan suatu spesialisasi dalam konseling
Kesimpulan dapat segera dibuat ketika wawancara profesi yang memusatkan diri terutama dalam
masih berlangsung. melayani individu dengan kecacatan. Rehabilitasi
5. Cumulative Records disini didefinisikan sebagai sebuah kegiatan ataupun
Cumulative records dapat berupa buku, berisi proses untuk membantu para penyandang cacat yang
semua catatan mengenai anak yang diperoleh dari memerlukan pengobatan medis agar mereka mampu
hasil observasi dan hasil pengetesan. Siswa mencapai kemampuan fisik psikologis, dan sosial
berkebutuhan khusus juga memerlukan Cumulative yang maksimal
Records yang lebih spesifik misalnya berisi catatan
mengenai perkembangan, atau pengetesan ulang
286 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

PENUTUP Firdaus, Vera. 2014. Implementasi Manajemen Layanan


Salah satu tujuan bimbingan dan konseling bagi Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya
siswa ABK adalah untuk membantu agar mampu Peningkatan Kualitas Layanan Pendidikan
mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Proceeding
tingkat dan karakteristik kebutuhannya. Salah satu International Seminar of Special Education
indikator keberhasilan siswa ABK mencapai IKIP PGRI Jember. ISBN: 978-602-225-388-4
perkembangan yang optimal apabila mereka mampu Gainau, Maryam B. 2013. Pemberdayaan Anak
berperan dalam masyarakat secara optimal sesuai Berkebutuhan Khusus Melalui Bimbingan
dengan kemampuannya. Konseling. Jurnal Pendidikan Luar
Namun pada kenyataannya, masyarakat masih BiasaVolume 9No 1 (April 2013).
memandang anak berkebutuhan khusus sebagai bagian Gladding, Samuel T.Capuzzi, Konseling, Profesi Yang
dari sekelompok orang yang perlu dikasihani, sehingga Menyeluruh (Edisi Keenam). Jakarta : PT
sikap negatif terhadap penyandang cacat cenderung INDEKS, 2012.
nampak dalam kehidupan masyarakat. Perlakuan negatif Gysbers & Henderson.2006. Devoloping and Managing
tersebut tentunya menimbulkan rasa frustasi, minder, Your School Guidance Program. (4 th ed).
serta perasaan tidak diterima oleh lingkungan sehingga Alexandria, VA: American Counseling
mempengaruhi kepribadian ABK. Siswa ABK jarang Association.
diberi kesempatan untuk berpartisipasi di masyarakat Habib, Konseling Anak Berkebutuhan Khusus, Masalah
dan mengerjakan tugas-tugas rumah tangga. Hal ini Anak Berkebutuhan Khusus, Jakarta
menjadikan ABK kalah pengalaman dibandingkan anak :http://file.upi.edu/Direktori/FIP/Jur._Pend.Lua
normal lainnya, mengira dirinya tidak layak disamakan r_Biasa/195505161981011
dengan orang lain. Akibatnya mereka menjadi Musyafak_Assyari/Konseling_ABK/Masalah_
penyendiri, penyegan, dan cepat merasa tersinggung. ABK.pdf
Oleh karena itu siswa ABK perlu diberikan Suhaeri dan Purwanta. 1996. Bimbingan Konseling
bantuan untuk mengatasi berbagai hambatan tersebut, Anak Luar Biasa. Depdikbud RI: Jakarta
yakni dengan melalui layanan bimbingan dan konseling. Sunardi. 2005. Pedoman Pelaksanaan BP di SLB.
Melalui layanan bimbingan dan konseling, siswa ABK Bandung; Pendidikan Luar Biasa Fakutas Ilmu
diharapkan dapat memberdayakan potensinya secara Pendidikan Universitas Ilmu Pendidikan.
optimal dan meningkatkan prestasi belajar. Sunardi, Permanarian dan Assjari. 2008. Teori
Konseling. Pendidikan Luar Biasa FIP
DAFTAR PUSTAKA Universitas Pendidikan Indonesia,
Surya, M. 2003. Teori-Teori Konseling. Bandung: CV
Aisyah, Umi. 2014. Strategi Layanan Bimbingan dan Pustaka Bani Quraisy
Konseling Bagi Siswa Tunanetra MTs Tohirin. 2012. Bimbingan Dan Konseling di Sekolah
Yaketunis Yogyakarta. Tesis. Pascasarjana UIN dan Madrasah Berbasis Integrasi. Jakarta: PT.
Sunan Kalijaga Yogyakarta Raja Grafindo Persada.
Awwad, Muhammad. 2015. Urgensi Layanan Wahyudi, Ari. 1998. Menggugah Kepedulian
Bimbingan dan Konseling Bagi Anak Masyarakat Terhadap Pendidikan Penyandang
Berkebutuhan Khusus. Jurnal Al Tazkiah, Cacat Melalui Pengembangan Model
Volume 7 No 1 Juni 2015 Penyuluhan Pendidikan. Jurnal Remediasi dan
Rehabilitasi (JRR) tahun 8 No 19. 1998. 21-29
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

LAYANAN BIMBINGAN KARIR ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


DI SEKOLAH DASAR
(Career Guidance Services On Children With Special Needs In Elementary School)

Mirnawatia,, Nadya Munirohb, Nurbayti Rahmahc

a
Universitas Lambung Mangkurat, Indonesia
bc
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
E-mail: mirnawati.plbunesa@gmail.com

Abstrak: Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan,
gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal
diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Anak berkebutuhan khusus mengalami penyimpangan,
kelainan atau ketunaan dalam segi fisik, mental, emosi dan sosial, atau gabungan dari hal-hal tersebut
sedemikian rupa yang mengakibatkan mereka seringkali menghadapi berbagai permasalahan termasuk
masalah dalam menghadapi era globalisasi dan tantangan dunia pekerjaan yang semakin kompetitif.
Permasalahan tersebut mengarahkan setiap anak termasuk anak berkebutuhan khusus sedini mungkin perlu
mengenal karir. Dengan demikian, bimbingan karir bagi anak berkebutuhan khusus di Sekolah Dasar
merupakan suatu keharusan yang harus diberikan, Hal ini sesuai dengan prinsip bimbingan yang melihat
individu secara utuh dalam hal bakat dan potensi yang harus dikembangkan. Bimbingan karir anak
berkebutuhan khusus di Sekolah dasar dimaknai sebagai sebuah usaha untuk mengarahkan anak berkebutuhan
khusus untuk dapat memahami potensi dirinya, mengetahui jenis-jenis karir yang tepat dan memahami
konteks ruang lingkup dunia karir yang akan dijalani, hal ini berkaitan dengan proses adaptasi serta
penyikapan terhadap hambatan-hambatan dalam berkarir.
Kata kunci: layanan bimbingan karir, anak berkebutuhan khusus.

Abstract: Children with special needs are those who havedisabilities, disorders, delays, or have risk factors
in their developmentso as to achieve optimum development required special intervention. Children with
special needs haveimpairment, disorders or disabilities in terms of physical, mental, emotional and social, or
a combination of these things in such a way that resulted in children often face a variety of problems
including problems in the era of globalization and the challenges in job world that become more competitive.
That problems direct every child, including children with special needs have to know as early as possible
about careers. Thus, career guidance for children with special needs at the elementary school is a necessity
that must be given. This is in accordance with the principle of guidance that see the individual as a whole in
terms of talent and potential to be developed.Career guidance for children with special needs in elementary
schools interpreted as an attempt to direct children with special needs to be able to understand their
potential, determine the types of right careers and understand the context of the scope of the careers that will
be undertaken, it relates to a process of adaptation as well as the attitude towards obstacles to a career.
Keywords: career guidance services, children with special needs

PENDAHULUAN membutuhkan kemampuan beradaptasi dan persaingan


Salah satu persoalan yang dihadapi anak yang sangat ketat. Dengan demikian anak berkebutuhan
berkebutuhan khusus (ABK) adalah bagaimana setelah khusus dituntut untuk memiliki keterampilan yang dapat
mereka menyelesaikan pendidikan di persekolahan. diandalkan untuk bekal hidupnya. Oleh karena itu,
Apakah mereka dapat bersaing dan dapat memilih karir mengingat jenjang pendidikan mereka terbatas maka
yang layak di dunia yang memandang anak sejak awal saat memasuki jenjang Sekolah Dasar
berkebutuhan khusus sebagai sebuah kelainan, dituntut untuk memberikan pelayanan bimbingan karir
keterbelakangan, dan bentuk-bentuk diskriminasi yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus.
lainnya. Sampai kini hanya sedikit anak berkebutuhan Fungsi bimbingan karir di Sekolah Dasar adalah
khusus yang dapat kesempatan bersaing dan memilih menyelenggarakan seluruh layanan bimbingan yang
karir yang layak, mengingat kompleksnya permasalahan penekanannya serta orientasinya pada pemberian
yang dihadapi. Berkenaan dengan hal tersebut, maka bantuan kepada anak berkebutuhan khusus dalam
upaya mempersiapkan anak berkebutuhan khusus menyusun rencana pendidikan lanjutannya dan rencana
terhadap dunia kerja dapat dikatakan mutlak, mengingat pilihan pekerjaan. Rencana pendidikan dan pilihan
mereka akan kembali kepada masyarakat dan hidup pekerjaan tersebut merupakan dua hal yang berkaitan
pada zaman yang terus berubah dengan cepat. erat. Sebab sasaran akhirnya pendidikan lanjut adalah
Perubahan itu mencakup seluruh segi kehidupan, yang pilihan pekerjaan. Dengan demikian maka dapat

287
288 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dikatakan bahwa program bimbingan karir di Sekolah mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri
Dasar berpusat sekitar layanan dan kegiatan yang tujuan akibat sering menerima kekerasan dalam rumah
akhirnya adalah agar anak berkebutuhan khusus mampu tangga, (2) mengalami kesulitan konsentrasi
menyusun rencana karir dan mengambil keputusan karir karena sering diperlakukan kasar oleh orang
serta mengambil langkah-langkah tindakan relevan yang tuanya, (3) mengalami kesulitan kumulatif dalam
perlu untuk mewujudkan keputusan tersebut. membaca dan berhitung akibat kekeliruan guru
dalam mengajar atau (4) anak- anak yang
PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN mengalami trauma akibat dari bencana alam
KHUSUS (ABK) yang mereka alami. Anak-anak yang mengalami
Jannah & Darmawanti (2004), Anak hambatan belajar dan hambatan perkembangan
Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang dalam yang bersifat internal dan akibat langsung dari
proses pertumbuhan atau perkembangan mengalami kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang
kelainan atau penyimpangan fisik, mental-intelektual, kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran,
sosial dan atau emosional dibanding dengan anak-anak gangguan perkembangan kecerdasan dan
lain seusianya, sehingga mereka memerlukan pelayanan kognisi, gangguan gerak (motorik), gangguan
pendidikan khusus. Dalam dunia pendidikan, kata luar iteraksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial dan
biasa juga merupakan julukan atau sebutan bagi mereka tingkah laku. Dengan kata lain anak
yang memiliki kekurangan atau mengalami berbagai berkebutuhan khusus yang bersifat permanen
kelaianan dan penyimpangan yang tidak dialami oleh sama artinya dengan anak penyandang
orang normal pada umumnya. Kelainan atau kecacatan.
kekurangan yang dimiliki oleh mereka yang disebut luar
biasa dapat berupa fisik, psikis, social dan moral. PENGERTIAN LAYANAN BIMBINGAN
Wardani, dkk (2009) Anak berkebutuhan khusus KARIR ABK
adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda Layanan bimbingan karier diartikan sebagai
dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan bimbingan yang bertujuan membantu individu
pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Anak menyusun rencana karier dan menyiapkan diri untuk
berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang kehidupan kerja. Menurut pendapat Manrihu (1992)
anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan layanan bimbingan karier adalah suatu perangkat, lebih
dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing tepatnya suatu program yang sistematik, proses-proses,
anak secara individual. teknik-teknik, atau layanan-layanan yang dimaksudkan
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa, anak untuk membantu individu memahami dan berbuat atas
berkebutuhan khusus merupakan kondisi di mana anak dasar pengenalan diri dan pengenalan kesempatan-
memiliki perbedaan dengan kondisi anak pada kesempatan dalam pekerjaan, pendidikan, dan waktu
umumnya, baik dalam faktor fisik, kognitif maupun luang, serta mengembangkan keterampilan-
psikologis, dan memerlukan penanganan semestinya keterampilan mengambil keputusan sehingga yang
sesuai dengan kebutuhan anak tersebut. bersangkutan dapat menciptakan dan mengelola
perkembangan kariernya. Layanan bimbingan karier
KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN ABK adalah layanan bimbingan yang diberikan kepada
KHUSUS ABK untuk dapat merencanakan dan mengembangkan
Delphie, (2006) Klasifikasi ABK pada umumnya masa depannya, berkaitan dengan dunia pendidikan
terbagi atas dua yaitu Anak Berkebutuhan Khusus maupun dunia karir.
Bersifat Sementra (Temporer) dan Anak Berkebutuhan Sukardi (1985) Terdapat dua kecenderungan
Khusus yang Bersifat Menetap (Permanen): umum dalam mengartikan bimbingan karir, yaitu:
1. Anak Berkebutuhan Khusus Bersifat Sementra 1. Menekankan keterlibatan variabel emosi dan
(Temporer) adalah anak yang mengalami kepribadian dalam pemilihan karir.
hambatan belajar dan hambatan perkembangan Mengartikan bimbingan karir sebagai bantuan
disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misal kepada individu untuk memilih, mempersiapkan
anak yang yang mengalami gangguan emosi untuk memasuki dan mengembangkan suatu
karena trauma akibat diperkosa sehingga anak ini jabatan
tidak dapat belajar. Pengalaman traumatis seperti 2. Menekankan kepada proses pengambilan
itu bersifat sementara tetapi apabila anak ini keputusan dalam konteks perkembangan.
tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh Mengartikan bimbingan karir sebagai proses
jadi akan menjadi permanent. Anak seperti ini membantu seseorang untuk mengembangkan dan
memerlukan layanan pendidikan kebutuhan menerima gambaran diri secara terintegrasi dan
khusus, yaitu pendidikan yang disesuikan dengan adekuat dan peranan lainnya dalam dunia kerja,
hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak menguji konsep tersebut terhadap kenyataan,
perlu dilayani di sekolah khusus. mengkonversikan ke dalam kenyataan dengan
2. Anak berkebutuhan khusus temporer/sementra memberikan kepuasan kepada diri sendiri dan
(temporary special needs) adalah (1) anak manfaat bagi masyarakat.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 289
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Secara umum bimbingan karir ABK diartikan harus diperhatikan di dalam pelaksanaan bimbingan
sebagai upaya bantuan kepada ABK untuk menstimulasi karir. Super, dalam Muro & Kotman (1995) Adapun
(mendorong) dan memberikan kemudahan elemen-elemen yang dikembangkan dalam bimbingan
perkembangan karir dalam kehidupannya. Bantuan karir untuk ABK di SD sebagai berikut:
tersebut mencakup perencanaan karir, pengambilan 1. Kesadaran diri: yaitu ABK sadar akan diri
keputusan dan penyesuaian pekerjaan (karir). sendiri, kebutuhan, kekuatan yang menuntun
perkembangan dan pemahaman diri dan identitas
TUJUAN BIMBINGAN KARIR ABK DI diri yang positif yang akan mempermudah
SEKOLAH DASAR (SD) keputusan karir yang efektif.
Bimbingan karir ABK di SD juga terkait erat 2. Kesadaran pendidikan : yaitu ABK mengenal
dengan upaya membantu peserta didik ABK memahami dan menyadari pentingnya perkembangan
apa yang disukai dan tak disukai, kecakapan diri, keterampilan dasar dan penguasaan isi
disiplin, mengontrol kegiatan sendiri. Layanan pengetahuan sebagai alat pencapaian tujuan
bimbingan karir amat erat kaitannya dengan tiga karir. Kesadaran karir : yaitu ABK menyadari
layanan bimbingan yang lainnya karena kecakapan- bahwa perkembangan karir berkembang melalui
kecakapan yang dikembangkan di dalam bimbingan pendidikan dan pengalaman kerja dan
belajar, pribadi, maupun sosial akan mendukung memahami tentang adanya keragaman dalam
perkembangan karir peserta didik. Menurut Miller, dunia kerja.
dalam Muro & Kotman (1995) peranan konselor dalam 3. Kesadaran ekonomis : yaitu ABK memahami
bimbingan karir adalah membantu peserta didik agar hubungan secara ekonomis antara ekonomi, gaya
memiliki kesadaran diri, meningkatkan keterampilan hidup dan pekerjaan.
diri seperti dalam kerjasama, dan memberikan informasi 4. Pengambilan keputusan: yaitu ABK menyadari
tentang dunia kerja. bahwa pengambilan keputusan melibatkan
Depdikbud (1994), Secara lebih operasional, keputusan tindakan dalam hal mengidentifikasi
tujuan layanan bimbingan karir di SD adalah membantu alternatif, memilih alternatif yang konsisten
peserta didik termasuk peserta didik ABK agar dapat : dengan tujuan dan implementasi keputusan
(a) Mengenal macam-macam dan ciri-ciri dari berbagai tersebut.
jenis pekerjaan yang ada; (b) Merencanakan masa 5. Kompetensi awal: yaitu ABK mengembangkan
depan; (c) Membantu arah pekerjaan; (d) Menyesuaikan ketrampilan kognitif yang diperlukan untuk
keterampilan, kemampuan dan minat dengan jenis memasuki dunia karir.
pekerjaan; (e) Membantu mencapai cita-cita. 6. Apresiasi dan sikap: yaitu internalisasi karir yang
Sunaryo (1998), menyarankan program memberikan kepuasan baik secara pribadi
pengembangan kesadaran karir di tingkat sekolah dasar, maupun sosial kepada ABK.
khususnya di kelas-kelas tinggi, hendaknya
dikembangkan secara terpadu dan mencakup hal-hal TEKNIK BIMBINGAN KARIR ABK DI SD
berikut ini ; (a) Informasi yang difokuskan kepada Hattari (1983) Bimbingan karir untuk peserta
tanggung jawab dan struktur pekerjaan; (b) Penyediaan didik di SD termasuk peserta didik berkebutuhan khusus
waktu dan kesempatan bagi peserta didik untuk berbagi dapat dilaksanakan dengan berbagai teknik seperti:
pengetahuan tentang dunia kerja dan pengalaman yang 1. Terpadu dalam Kegiatan Belajar Mengajar
diperolehnya dari orang-orang sekitar tentang berbagai (KBM)
pekerjaan; (c) Kesempatan bagi peserta didik untuk Teknik ini merupakan teknik yang paling
berinteraksi dengan orang-orang yang bekerja di memungkinkan mengingat pelaksana bimbingan
sekitarnya. Interaksi ini akan menjembatani murid SD di SD adalah guru. Dalam teknik ini, guru
dengan dunia kerja; (d) Kesempatan bagi peserta didik hendaknya meneliti materi kurikulum yang dapat
untuk mengetahui bagaimana orang merasakan disisipi bimbingan karir.Untuk memberikan
pekerjaan atau profesi yang dipilihnya; (e) Kesempatan gambaran lebih nyata bagaimana isi bimbingan
bagi peserta didik untuk mengenali peran faktor jenis karir dapat dipadukan dalam kegiatan belajar
(gender) dalam pekerjaan mengajar.
2. Paket Bimbingan Karir
ELEMEN BIMBINGAN KARIR ABK DI SD Badan penelitian dan pengembangan Pendidikan
Perkembangan individu merupakan proses yang dan Kebudayaan ( Balitbang Dekdikbud) telah
kontinu, dan bahwa intervensi dalam bentuk bimbingan mengembangkan empat buku paket bimbingan
karir akan efektif apabila memperhatikan tahap dan karir dan dikemas berupa modul yang masing-
aspek yang dominan dalam perkembangan individu. masing paket terdiri dari satu sub topik
Aspek dominan itu merupakan elamen yang perlu pembahasan.
dikembangkan pada saat yang tepat dalam keseluruhan 3. Pengamatan
proses perkembangan individu. Keberhasilan Para peserta didik diajak jalan-jalan menuju
menggambarkan elemen tertentu akan berpengaruh suatu tempat, kemudian disepanjang jalan
terhadap perkembangan elemen berikutnya. Pada mereka diminta mengadakan tentang jenis-jenis
dasarnya setiap elemen itu merupakan titik kritis yang pekerjaan apa saja yang ditemukan.
290 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

4. Bacaan k. Menjelaskan bahwa pekerjaan sesesorang


Teknik bimbingan karir di SD dapat ditentukan oleh minat dan kecapannya.
dilaksanakan dengan cara menyuruh peserta 2. Isi bimbingan untuk kelas tinggi ( kelas
didik untuk membaca riwayat hidup orang-orang IV,V,VI):
yang berhasil. Saat ini telah banyak buku riwayat a. Menjelaskan manfaat mencontoh orang-
hidup tokoh seperti mantan presiden Soeharto orang yang berhasil.
dll. Selain dalam buku riwayat hidup, informasi b. Melatih siswa menggambarkan kehidupan
jabatan dapat diperkaya dengan membaca di masa yang akan datang.
sumber-sumber bacaan seperti surat c. Membimbing diskusi mengenai pekerjaan
kabar,majalah, media elektronik, dll. wanita dengan pria.
5. Nara Sumber d. Menjelaskan jenis-jenis ketrampilan yang
Wawasan murid tentang dunia pekerjaan dapat dikaitkan dengan pekerjaan tertentu.
pula diperoleh dengan mendatangkan nara e. Melatih siswa membayangkan hal- hal yang
sumber ke sekolah untuk berdialog dengan anak- akan dilakukan kira-kira 25 tahun yang
anak. Murid dapat pula ditugaskan untuk akan datang.
mengadakan dialog dengan orang tuanya f. Membimbing siswa tentang macam-macam
masing-masing. gaya hidup dan pengaruhnya.
6. Ceritera g. Menjelaskan pengaruh nilai yang dianut
Murid usia SD sangat menyenangi ceritera. Oleh dalam pengambilan keputusan.
karena itu guru dapat saja melaksankan h. Membimbing siswa untuk memperkirakan
bimbingan karir melalui ceritera.Akan sangat bahwa meneladani tokoh panutan dapat
terkesan jika tokoh-tokoh dalam ceritera mempengaruhi karir.
divisualisasikan melalui boneka, atau media i. Melatih siswa merencanakan pekerjaan apa
gambar. yang cocok dengan dirinya pada masa
Perlu diperhatikan bahwa dalam memberikan dewasa nanti.
layanan bimbingan karir kepada ABK di SD teknik j. Membimbing siswa berdiskusi tentang
yang digunakan tentu disesuaikan dengan kondisi dan pengaruh pekerjaan orang terhadap
karakteristik dari peserta didik ABK yang sangat kehidupan anak.
heterogen. k. Melatih murid melihat hubungan antara
minat dan kemampuan.
MATERI BIMBINGAN KARIR ABK DI SD l. Mengenalakan bermacam-macam untuk
Isi bimbingan karir yang hendaknya menilai kemajuan prestasi.
dikembangkan pada peserta didik di SD tidak terkecuali m. Mengenalkan macam-macam pekerjaan
peserta didik berkebutuhan khusus menurut buku yang ada di lingkungan sekitar.
pedoman bimbingan dan penyuluhan di SD 1994 dalam
Muslihudin, dkk. (2004) adalah sebagai berikut: PELAKSANAAN BIMBINGAN KARIR ABK
1. Isi Bimbingan Karir untuk kelas rendah ( I, II DI SD
dan III), mencakup : Pelaksanaan bimbingan karir ABK di SD erat
a. Mengenalkan perbedaan antar kawan hubungannya dengan menentukan waktu, tempat,
sebaya teknik, dan sistem penilaian Bimbingan Karier.
b. Menggambarkan perkembangan diri Mengenai waktu pelaksaan bimbingan karier dapat
siswa diintegrasikan dengan jam-jam pelajaran yang sudah
c. Menjelaskan bahwa bekerja itu penting ada, atau pun menyediakan jam khusus untuk keperluan
bagi kehidupan sesuai dengan tuntutan bimbingan karier ini. Untuk tingkat SD kiranya lebih
lingungan praktis jika bimbingan karier diintegrasikan dengan
d. Mengenalakan ketrampilan yang dimiliki jam-jam pelajaran yang tersedia. Jika cara ini yang
e. Menjelaskan macam-macam pekerjaan dipilih, maka semua guru kelas dan semua guru bidang
yang ada di lingkungan sekolah studi sekaligus menjadi guru bimbingan karier. Dalam
f. Mengenalakan macam-macam pekerjaan setiap pelajaran yang diberikan, guru dapat menyelipkan
yang dilakukan orang dewasa. berbagai macam hal yang berkaitan dengan
g. Mengenalakan kegiatan-kegiatan yang pekerjaan/jabatan/karier anak-anak di masa mendatang,
menarik. disesuaikan dengan tahap perkembangan karier anak.
h. Mengenalakan mengapa orang memilih Jika ada tenaga khusus untuk Bimbingan Karier, maka
suatu pekerjaan, dan pilihan itu masih penyediaan jam khusus akan sangat bermanfaat.
dapat berubah. Tempat pelaksanaan bimbingan karier dapat di
i. Menjelaskan bahwa kehidupan masa depan mana saja, misalnya di dalam kelas, di luar ruangan,
dapat direncanakan dari sekarang atau di tempat kerja yang sesuai dengan topik yang yang
j. Mengenalkan bahwa seseorang dapat dibahas. Penentuan tempat juga bergantung pada
memiliki banyak peran. fasilitas yang dibutuhkan. Jika dibutuhkan gambar-
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 291
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

gambar, film, atau video, maka akan lebih cocok berkelanjutan dan mengenalkan betapa bervariasinya
menggunakan ruang audio visual jika ada. Teknik dunia kerja.
pelaksanaan juga dapat bermacam-macam, secara
kelompok atau secara individual, tergantung dari DAFTAR PUSTAKA
kebutuhan dan tujuan. Dapat juga dengan cara alih Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak
tangan (referal), artinya minta bantuan orang lain yang berkebutuhan Khusus Suatu Pengantar Dalam
ahli dalam bidangnya untuk memberikan bimbingan Pendidikan Inklusi. Bandung: PT. Refika
karir. Demikian juga metode dan peralatan yang Aditama.
dibutuhkan disesuaikan dengan topik pembicaraan dan Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar
tingkat perkembangan peserta didik yang dalam hal ini (GBPP). Depdikbud. Jakarta.
peserta didik berkebutuhan khusus. Hattari. 1983. Ke Arah Pengertian Bimbingan Karier
Pelaksanaan bimbingan karir pada ABK dapat dengan Pendekatan Developmental. Jakarta :
dilakukan dengan mengajak peserta didikABK jalan- BP3K.
jalan menuju suatu tempat, karena dengan jalan-jalan ini Irham, Muhamad dan Wiyani, N. A. 2014. Bimbingan
peserta didik akan melihat dunia kerja yang luas. dan Konseling Teori dan Aplikasi di Sekolah
kemudian di sepanjang jalan peserta didik di minta Dasar. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
mengadakan pengamatan tentang jenis-jenis pekerjaan Manrihu, Mohammad Thayeb. 1992. Pengantar
apa saja yang di temukan. Bimbingan Dan Konseling Karier. Jakarta:
Bumi Aksara.
KESIMPULAN Muro, J. James & Kottman, Terry. 1995. Guidance and
Bimbingan karir adalah suatu proses bantuan, Counseling in Elementery School and Middle
layanan informasi dan pendekatan terhadap individu/ Schoo. Iowa : Brown and Benchmark
kelompok individu termasuk ABK agar dapat mengenal Publisher.
dan memahami dirinya, mengenal dunia kerja untuk Muslihudin, dkk. 2004. Bimbingan Karier di Sekolah
menentukan pilihan karir, mampu untuk mengambil (Makalah). Bandung : LPMP Jawa Barat.
keputusan karir dan mengakui bahwa keputusan tersebut Sukardi, Dewa Ketut. 1985. Bimbingan Karir Di
adalah yang paling tepat atau sesuai dengan keadaan Sekolah-Sekolah. Jakarta: Ghalia Indonesia.
dirinya dihubungkan dengan persyaratan-persyaratan Sunaryo, Kartadinata, dkk.1998. Bimbingan di Sekolah
karir yang akan ditekuninya. Dasar. Bandung: Departemen Pendidikan
Mengingat betapa pentingnya masalah karir Nasional.
dalam kehidupan manusia, maka sejak dini anak Wardani, I.G.A.K., Astati, Hernawati, T., & Somad, P.
termasuk ABK perlu dipersiapkan dan dibantu untuk 2009. Pengantar Pendidikan Luar Biasa.
merencanakan hari depan yang lebih cerah, dengan cara Jakarta: Universitas Terbuka.
memberikan pendidikan dan bimbingan karir yang
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

MODEL BIMBINGAN SOSIAL MAHASISWA TUNANETRA


PRODI PLB FKIP UNINUS

N. Dede Khoeriah

FKIP UNINUS Bandung


E-mail: nenden195830@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model bimbingan sosial. Hasil penelitian diharapkan
dapat memberi sumbangan dalam pelaksanaan bimbingan sosial terhadap mahasiswa tunanetra di masa yang
akan datang. Subyek ujicaba adalah mahasiswa tunanetra dan dosen wali program studi PLB FKIP Uninus
Bandung. Penelitian ini menggunakan mixed methods research design yang mengkombinasikan metode
kualitatif dan kuantitatif. Tahapan penelitian dimodifikasi dari model Borg & Gall dengan data diperoleh
melalui observasi, wawancara dan angket. Hasil penelitian menunjukkan: keterampilan sosial mahasiswa
tunanetra berada pada kategori rendah. Hal tersebut merupakan materi pokok dan sebagai kajian empirik
dalam penyusunan model bimbingan sosial. Selain itu, penetapan komponen dan indikator kualitas proses dan
hasil bimbingan sosial sebagai inti dari model bimbingan sosial dilakukan juga melalui kajian konseptual dan
teoretik.
Katakunci: bimbingan sosia, tunanetra

PENDAHULUAN mengandung arti seluruh lembaga bahwa dalam setiap


Sosilisasi adalah fitrah insani, manusia tidak bisa upaya pembangunan harus selalu memfokuskan untuk
hidup sendiri, karena itu interaksi sosial merupakan memberi dampak positif terhadap pengembangan dan
kebutuhan setiap individu. Begitu pun penyandang pembentukan karakter.
tunanetra membutuhkan keterampilan melakukan relasi Memperhatikan situasi dan kondisi bangsa
baik dengan teman sebaya atau dengan siapa pun, dan Indonesia sekarang ini, sedang menghadapi berbagai
berbagi kesenangan, minat dan keberhasilan secara tantangan terutama berkaitan dengan timbulnya krisis
spontan dengan orang lain. Keterampilan sosial pada karakter bangsa. Daradjat (2001: 13) mengemukakan
mahasiswa tunanetra akan menunjang terhadap faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya karakter
pengembangan karakter mahasiswa tunanetra, sesuai bangsa, antara lain: 1) kurang adanya bimbingan untuk
yang tercantum dalam UU RI No 12 Tahun 2012 mengisi waktu luang dengan cara yang baik, mengarah
tentang Pendidikan Tinggi Pasal 4: pada pembinaan moral; 2) kurangnya markas-markas
Pendidikan Tinggi berfungsi: a) mengembangkan bimbingan dan penyuluhan bagi generasi muda.
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban Layanan pendidian yang kurang diimbangi
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan dengan penguatan karakter akan melahirkan generasi
kehidupan bangsa; b) mengembangkan sivitas dengan karakter yang lemah turut memengaruhi
akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, menurunnya karakter pada aspek sosial mahasiswa
berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan tunanetra. Berdasarkan hasil wawancara tim peneliti
Tridharma; dan c) mengembangkan Ilmu Pengetahuan dengan pembimbing akademik Program studi (Prodi)
dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan Pendidikan Luar Biasa (PLB) Fakultas Keguruan dan
nilai Humaniora. Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Islam Nusantara
Pendidikan adalah cara untuk menginstal (Uninus) Bandung (2015), menyampaikan bahwa
keterampilan social, karena itu pendidikan adalah sebagian mahasiswa tunanetra masih ada yang: (1)
kebutuhan yang perlu dilakukan secara kontinyu. merasa terisolir dari mahasiswa yang lain; (2) kurang
Pendidikan Luar Biasa (PLB) bagian dalam lembaga termotivasi untuk mengikuti kegiatan yang diadakan
pendidikan tinggi, yang merupakan kesatuan kegiatan oleh himpunan mahasiswa, dan mereka mengharapkan
pendidikan dan pembelajaran harus mampu perhatian dari dosen dan mahasiswa awas; (3) kurang
meningkatkan kualitas baik dosen, staff, dan divalidasi kegiatan di luar kampus yang telah
mahasiswa, termasuk mahasiswa tunanetra melalui dilakukannya; (4) kurang bimbingan dalam berinteraksi
pembentukan karakter. Hal ini sebagai aktualisasi secara dengan orang lain.
nyata dari kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Permasalahan - permasalahan tersebut
Bangsa (Republik Indonesia, 2010:1) situasi dan kondisi merupakan sebagian permasalahan yang dihadapi
karakter bangsa yang memprihatinkan, mendorong mahasiswa tunanetra. Walaupun hasil wawancara
pemerintah untuk mengambil inisiatif dengan tersebut belum representatif mewakili keseluruhan
mempioritaskan pembangunan karakter bangsa mahasiswa tunanetra, namun temuan tersebut
dijadikan arus utama pembangunan nasional. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan pelaksanaan

293
294 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

bimbingan social yang berjalan selama ini, dan hal penyesuaian yang baik, dan membuat arah diri sampai
tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa tunanetra mencapai perkembangan optimal. Secara khusus
sangat perlu bimbingan dalam pembentukan pribadi dan layanan bimbingan sosial dan konseling bertujuan untuk
berinteraksi. mencapai tugas perkembangan pribadi-sosial dalam
Berdasarkan latar belakang di atas, perlu sebuah mewujudkan pribadi yang mandiri dan bertanggung
Model Bimbingan Sosial Untuk Mahasiswa Tunanetra jawab.osial
di Prodi PLB FKIP Uninus Bandung yang lebih
komprehensip dan mampu memberikan informasi Materi Bimbingan Sosial
secara lebih tepat bagi PA dan ketua prodi serta Prayitno (1997: 64-65) mengemukakan bahwa
bermanfat optimal untuk meningkatkan program materi bimbingan sosial terdiri dari Pemantapan
bimbingan selanjutnya. kemampuan :
1) berkomunikasi baik lisan maupun tulisan secara
efektif;
RUMUSAN MASALAH 2) Menerima, menyampaikan pendapat dan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di berargumentasi secara dinamis, kreatif dan
atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah produktif;
masih lemahnya bimbingan sosial yang dilakukan Prodi 3) bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik di
PLB FKIP Uninus Bandung dalam mempersiapkan rumah, sekolah, maupun masyarakat luas dengan
mahasiswa tunanetra untuk berinteraksi dan berperilaku menjungjung tinggi tata krama, sopan santun,
dengan masyarakat luar kampus. Masalah tersebut nilai agama, adat, hukum, ilmu dan kebiasaan
muncul disebabkan oleh mahasiswa tunanetra memiliki yang berlaku.
keterbatasan dalam bersosialisasi dengan 4) hubungan yang dinamis, harmonis, dan
lingkungannya, sehingga kesempatan untuk berinteraksi produktif dengan teman sebaya di luar sekolah,
dengan lingkungannya sangat terbatas. Untuk maupun di masyarakat pada umumnya.
memfasilitasi mahasiswa tunanetra memiliki Uraian di atas menjelaskan bahwa bimbingan
keterampilan sosial yang baik, perlu dirancang model sosial diorientasikan untuk memantapkan kepribadian,
bimbingan sosial yang sesuai dengan tugas meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah
perkembangan mahasiswa tunanetra dan kondisi dirinya, mencapai pribadi yang seimbang dengan
objektif Prodi PLB FKIP Uninus Bandung. memperhatikan sifat-sifat yang khas pada pribadi
mahasiswa tunanetra dan mengungkap berbagai
Tujuan Penelitian masalah yang dialaminya. Hal ini, dapat dilakukan
Untuk mengungkap dan membahas: 1) dengan cara menciptakan lingkungan kondusif, interaksi
keterampilan sisial mahasiswa tunanetra Prodi PLB pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem
Uninus Bandung; 2) Masalah yang dihadapi mahasiswa pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta
tunanetra Prodi PLB Uninus Bandung; dan 3) Model keterampilan sosial yang tepat. (Nurihsan, 2006:16).
bimbingan sosial yang tepat dilakukan di Prodi PLB Berdasarkan uraian di atas, materi bimbingan
FKIP Uninus Bandung. memuat tentang keterampilan sosial meliputi kekuatan
dan kesiapsediaan mahasiswa tunanetra untuk
melakukan pergaulan dalam rangka adaptasi untuk
STUDI PUSTAKA
mencapai tujuan/cita-citanya secara mandiri atau
Konsep Bimbingan Belajar
bersama-sama orang lain.
Nurihsan (2006:15) mengemukakan bahwa
bimbingan sosial adalah bimbingan untuk membantu
para mahasiswa dalam memecahkan masalah sosial. METODE PENELITIAN
Pendapat tersebut menekankan untuk membantu Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan
memecahkan masalah sosial, meliputi masalah desain yang mengombinasikan method kuantitatif dan
penyesuaian diri dengan lingkungan, berinteraksi kualitatif yang disebut dengan mixed methods research
dengan masyarakat kampus, yaitu pembimbing design. Creswell (2008:552) menjelaskan bahwa mixed
akademik dan mahasiswa tunanetra, pemahaman methods research design is a procedure for collecting,
mahasiswa tunanetra terhadap ciri-ciri khas yang analyzing and mixing both quantitative and
dimilikinya, pemahaman terhadap kemampuan, qualitative research and methods in a single study to
keunggulan dan pengalaman diri, penyesuaian diri understand a research problem.
mahasiswa tunanetra dengan kampus, keluarga dan Alasan menggunakan mixed methods research
masyarakat. design adalah: dalam penelitian ini terdapat dua jenis
data, yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Data
Tujuan Bimbingan S kuantitatif berupa data tentang kondisi apadanya yang
Secara umum tujuan bimbingan pada perguruan berkaitan dengan profil keterampilan sosial mahasiswa
tinggi adalah membantu mahasiswa dengan mengiringi tunanetra melalui tenik kuesioner. Data kualitatif
proses perkembangannya melewati masa-masa diproleh melalui wawancara dan observasi secara
perkuliahan, sehingga terhindar dari kesulitan, membuat mendalam terhadap subyek yang dijadikan sumber data
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 295
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dalam penelitian yaitu mahasiswa tunanetra, dosen PA, KESIMPULAN


dan ketua prodi PLB. a. Profil keterampilan sosial mahasiswa tunanetra
prodi PLB FKIP Uninus Bandung sebagian besar
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN berada pada kategori rendah.
Bimbingan social merupakan upaya bantuan b. Permasalahan mahasiswa tunanetra berkaitan
yang diberikan PA melalui kerjasama, memelihara dengan keterampilan sosial meliputi: kerja sama;
hubungan, mengklarifikasi keluhan, masalah dan tujuan, menggunakan hasil IPTEK; mengelola gagasan
memanfaatkan kemampuan dan pengalaman mahasiswa baru; memanfaatkan kemampuan teman; saling
tunanetra, serta menciptakan perubahan dan mendukung dalam mengembangkan keterampilan
merencanakan masa depan berkaitan dengan masalah sosial; meningkatkan pengetahuan; menghargai
sosial. Pengertian tersebut, menggambarkan proses hasil karya temam; memperhatikan keterampilan
bantuan yang dilakukan PA sejatinya mengutamakan: a) sosial teman; membantu teman yang memiliki
hubungan mitra, dimana PA dengan mahasiswa masalah sosial; memperhatikan perasaan teman;
tunanetra kedudukannya sejajar; b) memberi memelihara kenyamanan dalam bersosial; dan
kesempatan mahasiswa tunanetra untuk terlibat dalam bersikap jujur dan terbuka.
memecahkan masalah; c) memelihara hubungan; d) c. Model hypotetik bimbingan sosial sebaiknya
menggunakan kemampuan dan pengalaman mahasiswa menurut mahasiswa tunanetra dapat mengubah
tunanetra: e) mengklarifikasi keluhan, masalah dan mahasiswa tunanetra dalam memecahkan
tujuan: e) mengarahkan terjadinya perubahan dan masalah keterampjlan sosial yang sesuai dengan
tersusunnya rencana masa depan. aspek keterampilan sosial.
Profil aspek kemampuan mengenal dan
berhubungan dengan lingkungan sosial mahasiswa DAFTAR PUSTAKA
tunanetra terdiri atas 45% berada pada kategori tinggi, Borg, W.R. & Gall, M.D., & Joyce, P. (2003).
aspek kemampuan penyesuaian diri dengan diri dan Educational Research: An Introduction. (seven
lingkungannya 43.33% mahasiswa berada pada kategori edition). Boston; Allyn & Bacon.
tinggi, dan aspek kemampuan memecahkan masalah Cresswel, J.W. (2008). Educational Research: Planning
sosial 44,17% berada pada kategori tinggi, dan sisanya Conduting and Evaluating Quantitative
55,83% berada pada kategori rendah. Daradjat. (2001). Manajemen Prestasi Kerja. Jakarta.
Sebagian mahasiswa tunanetra masih kurang Rajawali Press.
keterampilan sosialnya atau ada pada kategori rendah. Gall, M.D., et al. (2003). Educational Research: An
Kondisi tersebut menunjukkan perlunya PA Introduction. Boston: Pearson Education, Inc.
meningkatkan keterampilan sosial mahasiswa tunanetra, Nurihsan, Achmad Juntika. (2003). Dasar-Dasar
PA diharapkan dapat memfasilitasi dalam meningkatkan Bimbingan dan Konseling. Bandung. Mutiara
aspek kemampuan: a) mengenal dan berhubungan .................(2006). Bimbingan dan Konseling Dalam
dengan lingkungan sosial, b) penyesuaian diri dengan Berbagai Latar kehidupan. Bandung. PT Refika
diri dan lingkungannya, dan c) memecahkan masalah Aditama
sosial. Prayitno. (1997). Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Permasalahan mahasiswa tunanetra Prodi PLB FKIP Uninus BandungMenengah
berkaitan dengan keterampilan sosial, yatu: 1) kerja Umum (SMU). Jakarta. Kerjasama Koprasi
sama memperdalam materi kuliah dan tugas dosen; 2) Karyawan Pusgrafin dengan Panebar Aksara.
mengguna kan hasil IPTEK; 3) mengelola gagasan baru; Republik Indonesia (2010). Kebijakan Nasional
4) memanfaatkan kemampuan teman; 5) saling Pembangunan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemko
mendukung dalam mengembangkan keterampilan Kesejahteraan Rakyat.
sosial; 6) saling meningkatkan kemampuan dan Sukardi, Dewa Ketut. ( 2003). Manajemen Bimbingan
pengetahuan; 7) saling menghargai hasil karya teman; dan Konseling di Sekolah. Bandung. Alfabeta.
8) memperhatikan keterampilan sosial teman; 9) Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003.
membantu teman yang memiliki masalah sosial; 10) Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Depdiknas.
memperhatikan perasaan teman; 11) memelihara
kenyamanan dalam bersosial; 12) bersikap jujur dan
terbuka.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PENGEMBANGAN KETERAMPILAN


VOKASIONAL TUNAGRAHITA PASCA SEKOLAH DI KECAMATAN
SUMBERSARI KABUPATEN JEMBER
(Family Support For Developing Vocational Skills of Post- Schools Intellectual Disabilities
In District Sumbersari Jember)

Renalatama Kismawiyati

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Jember, Indonesia


E-mail : renalatama@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dukungan keluarga terhadap pengembangan
keterampilan vokasional tunagrahita pasca sekolah di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Desain
penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data
dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan adanya
kecenderungan dukungan keluarga yang pasif terhadap keberlanjutan keterampilan vokasional tunagrahita
pasca sekolah. Hal itu dikarenakan berbagai faktor, rendahnya pengetahuan keluarga, tidak adanya monitoring
dan pendampingan dalam implementasi keterampilan vokasional yang dimiliki oleh tunagrahita pasca sekolah
serta terbatasnya sumber daya ekonomi keluarga dalam membantu mengembangkan keterampilan vokasional
tunagrahita pasca sekolah.
Kata kunci : dukungan keluarga, keterampilan vokasional, tunagrahita pasca sekolah

Abstract: The purpose of this research is to describe family support for developing vocational skills of post-
schools intellectual disabilities in district of Sumbersari Jember. The research used qualitative method with
descriptive approach.. Data collected through observation, interviews and documentation. These research
findings indicate that family support passive tendency towards sustainability post-school vocational skills of
intelectual dissability its caused by several factors. The lack of knowledge the family, the absence of
monitoring and assisting in the implementation of vocational skills possessed by a post-schools intellectual
disabilities and the limited economic resources of the family to developing vocational skills post-schools
intellectual disabilities.
Keywords: family support, vocational skills, post-schools intellectual disabilities

PENDAHULUAN tunagrahita tersebut yang mengakibatkan keterbatasan


Keluarga adalah lingkungan utama yang terdekat kemandirian mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
dengan anak. Keluarga memegang peranan penting Untuk itu sekolah yang menyelenggarakan pelayanan
dalam setiap pertumbuhan dan perkembangan seseorang pendidikan bagi tunagrahita wajib memberikan
individu. Keluarga merupakan suatu sistem sosial pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan
interpersonal yang diselenggarakan bersama oleh ikatan karakteristik tunagrahita, serta mengoptimalkan potensi
yang kuat dari keterikatan, kasih sayang, peduli dan yang dimiliki oleh tunagrahita.
dalam melakukan kontrol, persetujuan dan disiplin dari Salah satu yang penting untuk bekal tunagrahita
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh anggota supaya dapat hidup mandiri dengan bekerja pasca
keluarga (Harvey & Byrd, 2000; Parke & Buriel (dalam sekolah adalah keterampilan vokasional. Melalui
Vandana Sharma, 2014: 1). Keluarga yang penuh kasih keterampilan vokasional tunagrahita diberikan
sayang dan aktif memberikan dukungan bagi anggota pembelajaran dan pelatihan berkaitan dengan bidang
keluarga yang lain, akan dapat mempengaruhi dunia kerja. Keterampilan vokasional dilaksanakan di
bagaimana seseorang individu dapat menjalani sekolah secara sistematis dan terarah dengan bimbingan
hidupnya dan tidak terkecuali bagi tunagrahita. guru. Keterampilan vokasional yang cukup juga akan
Dukungan yang diberikan keluarga berupa dukungan membuka peluang kerja yang lebih luas bagi
informasional, dukungan penghargaan, dukungan tunagrahita.
instrumental dan dukungan emosional (House dan Dengan keterampilan vokasional yang dimiliki
Khan, 1985) dalam Friedman (2010). diharapkan tunagrahita memiliki jenis pekerjaan yang
Tunagrahita menurut Diagnostic and Statical tepat dan sesuai dengan kemampuannya, dapat
Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TRTM, 2000, meningkatkan kualitas hidup mereka serta menjadi
h.41) merupakan gangguan yang ditandai oleh fungsi pribadi yang mandiri dalam menjalani kehidupannya.
intelektual yang secara signifikan di bawah rata-rata (IQ Tantangan yang dihadapi tunagrahita pasca sekolah
kira-kira 70 atau lebih rendah) yang bermula sebelum adalah bagaimana mereka mampu
usia 18 tahun disertai penurunan fungsi adaptif. Fungsi mengimplementasikan keterampilan vokasional yang
adaptif ialah kemampuan individu tersebut untuk secara dimiliki dalam dunia kerja. Keterampilan vokasional
efektif menghadapi kebutuhan untuk mandiri yang dapat individu dipengaruhi oleh dukungan integritas social
diterima oleh lingkungan sosialnya. Keterbatasan keluarga yaitu sejauh mana orangtua dan individu

297
298 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

tersebut memiliki kesamaan minat, kesamaan untuk mengetahui bagaimana dukungan keluarga
pandangan keluarga mengenai suatu pekerjaan tertentu. terhadap keberlanjutan pengembangan keterampilan
Untuk mendukung keberlanjutan dari vokasional tunagrahita pasca sekolah di Kabupaten
keterampilan vokasional yang dimiliki tunagrahita pasca Jember.
sekolah salah satunya diperlukan dukungan keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian Turner, dkk. (dalam Edi METODE
Purwanto, 2012: 130) terhadap perilaku karir anak Jenis penelitian yang digunakan adalah
remaja, mengatakan bahwa ada empat bidang dukungan penelitian deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif
orang tua dalam mempengaruhi perilaku karir anak, Penelitian Deskriptif adalah penelitian yang digunakan
yaitu 1) fasilitas dan peralatan untuk mengembangkan untuk mencari nilai variable mandiri atau lebih
keterampilan karir yang sesuai; 2) ketersediaan model independen tanpa membuat perbandingan atau dengan
atau figure; 3) diskusi (verbal encouragment) dan 4) menghubungkan dengan variable lain (Sugiyono ,2012).
dukungan emosional. Dukungan keluarga bagi Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode
tunagrahita pasca sekolah sangat penting untuk tahap penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2010:5)
pengembangan kemampuan vokasional mereka, karena penelitian kualitatif adalah penelitian yang
dukungan keluarga adalah dukungan utama yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud
diperlukan untuk dapat membentuk pribadi yang menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan
tangguh untuk selalu meningkatkan motivasi mandiri dengan jalan berbagai metode yang ada. Dengan
dan membangun kepercayaan diri dalam penelitian ini diharapkan peneliti mampu
berketerampilan di masyarakat dengan baik. Pemberian menggambarkan keadaan yang sebenarnya (naturalistik)
dukungan keluarga yang optimal merupakan stimulus di lapangan.
yang baik untuk mengimplementasikan keterampilan Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam
yang dimiliki individu tunagrahita pasca sekolah dalam penelitian ini adalah: metode observasi,
dunia kerja. Dukungan keluarga bertujuan agar \wawancara/interview, dan dokumentasi. Subjek
tunagrahita pasca sekolah memiliki pengetahuan, penelitian yang dimaksud adalah keluarga inti dari
vokasional dan sikap kerja yang tangguh, demi tunagrahita atau nuclear family, yaitu terdiri dari ayah,
mempersiapkan masa depan dari kemandirian ibu, dan anak. mewawancarai 5 keluarga tunagrahita
tunagrahita dewasa yang lebih baik. pasca sekolah dari SLB-C di Kecamatan Sumbersari
Studi pendahuluan di lapangan, tunagrahita pasca Kabupaten Jember.
sekolah di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember
meskipun telah mendapatkan pembelajaran dan HASIL
pelatihan keterampilan vokasional disekolah, akan Deskripsi dukungan keluarga terhadap
tetapi ketika mereka lulus, tidak semua keterampilan pengembangan keterampilan vokasional tunagrahita
vokasional yang dimiliki tersebut dapat dilanjutkan, pasca sekolah di kecamatan Sumbersari Kabupaten
dikembangkan menjadi bidang pekerjaan atau bahkan Jember adalah sebagai berikut:
tidak dipakai untuk dapat memenuhi kebutuhan a. Dukungan informasional
hidupnya. Berdasarkan data yang ditemukan di Keseluruhan keluarga mengaku selalu
lapangan bahwa dari sejumlah lulusan SLB Tunagrahita memberikan nasehat dan saran untuk tetap
yang ada di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember menjalankan kehidupannya dengan baik. Keluarga
sampai saat ini hanya beberapa alumni saja yang sudah memberikan nasehat untuk tetap berusaha mencari
bekerja, selebihnya belum bekerja dan masih pekerjaan dan pengarahan tentang bagaimana cara
bergantung pada orang tua. Banyak hal yang melatar bertanggung jawab dengan melakukan pekerjaan
belakangi fenomena tersebut diantaranya kesempatan yang nantinya akan dimiliki. Keseluruhan keluarga
lapangan pekerjaan yang terbatas, keterampilan mengatakan bahwa mereka memberi saran untuk
vokasional yang kurang matang, dukungan keluarga tetap berusaha mencari pekerjaan yang layak guna
yang kurang dan lain-lain. Dari berbagai aspek latar mendapatkan upah untuk bisa hidup mandiri tanpa
belakang tersebut dukungan keluarga adalah salah satu bergantung lagi pada keluarga. Anggota keluarga
aspek utama yang paling dibutuhkan oleh individu berbagi informasi tentang pengalaman bekerja
tunagrahita pasca sekolah. mereka pada tunagrahita pasca sekolah, karena
Menurut (Walinono 1999, dalam Desiyani 2010), keluarga berharap bahwasannya tunagrahita juga
anak berkebutuhan khusus yang memperoleh dukungan harus tahu, untuk mendapatkan pekerjaan tetap itu
social yang baik dari lingkungannya mampu butuh perjuangan yang tidak mudah.. Beberapa
menunjukkan prestasi tak kalah gemilang baik dalam tunagrahita yang sudah bekerja sifatnya hanya
bidang pendidikan formal maupun ketrampilan sehingga sementara dan terkadang tidak sesuai dengan
anak tersebut mampu mandiri dalam kehidupannya. keterampilan vokasional yang dimiliki. Terbatasnya
Dibutuhkan dukungan keluarga yang baik dan aktif peluang dan kesempatan bekerja tersebut membuat
dalam mendorong kelanjutan pengembangan tunagrahita pasca sekolah hanya membantu
keterampilan vokasional bagi tunagrahita dewasa. meringankan pekerjaan yang dimiliki orang tua
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 299
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

sehingga mereka masih bergantung dengan pemenuhan kebutuhan fisik saja. Untuk
pekerjaan yang dimiliki orang tua masing-masing. implementasi keterampilan vokasional keluarga
b. Dukungan penghargaan mengaku pasrah dengan segala jenis pekerjaan yang
Empat dari lima keluarga menyatakan bahwa didapat dan dilakukan oleh tunagrahita pasca
yaitu keluarga belum bertindak dalam memberikan sekolah.
bimbingan berupa umpan balik dan menengahi
pemecahan masalah terkait pengembangan PEMBAHASAN
keterampilan vokasional dalam dunia kerja. Hasil penelitian yang dilakukan, penulis menemukan
Keluarga dominan dalam memberikan dukungan berbagai penemuan yang di uraikan pada bagian
yaitu bersifat otoriter dengan tanpa mendengarkan pembahasan ini. Adapun pembahasan hasil penelitian
keinginan dari tunagrahita itu sendiri.. Kebutuhan dilakukan analisis sebagai berikut:
akan penghargaan berupa perasaan bangga atas Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
identitas yang dimiliki tunagrahita juga kurang. terhadap narasumber yaitu adanya kecenderungan
Mayoritas keluarga menyatakan bahwa mereka dukungan keluarga yang pasif terhadap pengembangan
tidak paham dengan pentingnya memberikan keterampilan vokasional tunagrahita pasca sekolah.
dukungan pengahargaan bagi tunagrahita khususnya Keluarga memberikan dukungan sebatas dukungan
dalam mengembangkan keterampilan vokasionalnya informasional saja. Keluarga hanya memberikan
di dunia kerja. Mereka kurang ekspresif dan positif dukungan informasional dalam rangka memenuhi
dalam penerimaan pernyataan terhadap keinginan, tanggung jawab mereka sebagai orang tua. Ketika hal
ide, cita-cita atau perasaan individu tunagrahita. itu dihubungkan dengan pengembangan keterampilan
Keluarga kurang memberikan perasaan nyaman bagi vokasional yang dimiliki tunagrahita pasca sekolah
tunagrahita dalam menentukan dan mereka tidak paham dan cenderung membiarkan
mengembangkan keterampilan vokasional yang tunagrahita hidup bergantung pada mereka. Rendahnya
dimiliki karena terbatasnya jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh keluarga
kisaran jumlah upah minim yang dihasilkan dari penyandang tunagrahita pasca sekolah di Kecamatan
pekerjaan tersebut. Sumbersari Kabupaten Jember menyebabkan
c. Dukungan instrumental rendahnya pengetahuan mereka akan pentingnya
Keseluruhan keluarga penyandang tunagrahita memberikan dukungan keluarga bagi pengembangan
pasca sekolah sangat kurang dalam mendukung keterampilan vokasional tunagrahita pasca sekolah. Hal
pengadaan peralatan atau penyediaan sarana ini sesuai dengan pendapat Wahidin (2006) dalam
prasarana dan fasilitas untuk membantu Arfandi (2014)) yang menyatakan bahwa tingkat
mengembangkan keterampilan vokasional yang pendidikan yang rendah berdampak pada kurangnya
dimiliki tunagrahita pasca sekolah. Bentuk pengetahuan tentang kebutuhan-kebutuhan dan cara
dukungan ini sangat terbatas sehingga menambah didik anak. Sebaliknya semakin tinggi tingkat
beban orang tua dalam pengasuhan pembiayaan pengetahuan maka semakin baik dampak bagi
tambahan dikarenakan tunagrahita pasca sekolah perkembangan anak
yang masih menganggur dan belum memiliki Dukungan yang seharusnya diberikan bukan
pekerjaan tetap. hanya terbatas pada informasional saja, tapi dukungan
Keluarga mengeluh dengan terbatasnya sumber penghargaan, instrumental dan emosional yang
daya ekonomi keluarga dalam membantu berimbang juga diperlukan untuk mendorong kelanjutan
mengembangkan keterampilan vokasional perkembangan kemampuan vokasional tunagrahita
tunagrahita pasca sekolah. Keluarga tidak memiliki pasca sekolah. Kepercayaan mereka dengan
dana yang cukup untuk modal bekerja tunagrahita keterampilan vokasional yang dimiliki tunagrahita pasca
sesuai dengan keterampilan vokasional yang sekolah sangat kurang. Mereka justru beranggapan
dimilikinya. Keluarga tidak dapat memecahkan bahwa keterampilan vokasional yang didapat dari
masalah tunagrahita yang berhubungan dengan sekolah kurang memiliki timbal balik yang baik bagi
pengembangan keterampilan vokasional yang tunagrahita pasca sekolah. Hasil kerja yang kurang
dimiliki memuaskan menjadi pemicu ketidakpercayaan keluarga
d. Dukungan emosional dengan keterampilan vokasional yang dimiliki
Tiga dari lima keluarga penyandang tunagrahita. Keluarga mengaku tunagrahita belum siap
tunagrahita cenderung pasif dalam berperilaku terjun dalam dunia kerja dengan keterampilan
empati pada tunagrahita pasca sekolah. mereka vokasional yang dimiliki. Keluarga merasa malu dan
bersikap pasrah dan kurang peduli dengan jenis tidak percaya dengan hasil kerja dari tunagrahita Hal ini
keterampilan vokasional yang didapat di sekolah. sesuai dengan pendapat Amin dalam Dwidjosumarto
Mereka acuh dengan pengembangan vokasional (1979) dalam Lestyaningsih (2009) bahwa orang tua
tunagrahita pasca sekolah karena mereka mengaku yang memiliki anak tunagrahita biasanya merasa tidak
kebingungan memantau hasil kerja tunagrahita. bahagia mempunyai anak berkelainan bahkan tidak
Mereka tidak bisa mendampingi tunagrahita dalam sedikit yang orang tua malu mempunyai anak
mengimplementasikan keterampilan vokasionalnya. berkelainan.
Perhatian dan kasih sayang lebih ditujukan pada
300 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Selain itu keluarga tidak memahami bagi peneliti lain, agar hasil penelitian ini digunakan
bahwasannya tunagrahita masih memerlukan sebagai referensi bahan untuk penelitian selanjutnya dan
pendampingan untuk terjun di dunia kerja dalam sebagai informasi pengetahuan tentang dukungan
mengimplementasikan keterampilan vokasionalnya. keluarga terhadap pengembangan keterampilan
Keluarga merasa butuh bantuan dalam melakukan vokasional bagi tunagrahita pasca sekolah secara lebih
monitoring dan pendampingan dalam implementasi rinci.
keterampilan vokasional yang dimiliki oleh tunagrahita
pasca sekolah di dunia kerja. Keluarga kurang
memahami akan kemampuan yang dimiliki individu DAFTAR PUSTAKA
tunagrahita itu sendiri padahal seharusnya sebagai orang American Psychiatric Association. (2000) Diagnostic
tua harus dapat memberikan dukungan dan membantu and Statistical Manual of Mental Disorders
terhadap segala hal yang dilakukan oleh anak serta Fourth Edition Text Revision, DSM-IV-TR.
dapat memberikan pendidikan informal guna membantu Arlington, VA: American Psychiatric
pertumbuhan dan perkembangan (Hasbulloh,(2001) Association.
dalam Pancawati 2013). Amin, M. 1995 . Orthopedagogik Anak Tunagrahita
Faktor lain yaitu terbatasnya sumber daya ekonomi Bandung : Depatemen Pendidikan dan
keluarga dalam membantu mengembangkan keterampilan Kebudayaan Republik Indonesia
vokasional tunagrahita pasca sekolah. Kondisi ekonomi Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
keluarga penyandang tunagrahita yang sederhana dan Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
tergolong minus, sehingga tidak bisa memberikan bantuan Arfandi, Zemi. 2014. Hubungan Antara Dukungan
baik sarana prasarana ataupun dana sebagai modal awal Sosial Keluarga Dengan Kemampuan Perawatan
untuk kelanjutan keterampilan vokasional tunagrahita. Diri Pada Anak Retardasi Mentaldi SLB Negeri
Ungaran. http://pespunwu.web.id. diakses 20
KESIMPULAN DAN SARAN september 2016.
Kesimpulan Direktorat Pembina SLB. 2004.Informasi Pendidikan
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data Anak Tunagrahita. Jakarta.
yang dijelaskan sebelumnya, maka penulis dapat Edi Purwanta. 2013. Dukungan Keluarga Orangtua
menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: dalam Karier terhadap Perilaku Eksplorasi Karier
Terdapat adanya kecenderungan dukungan keluarga siswa SLTP. Jurnal TEKNODIKA, volume 10
yang pasif terhadap keberlanjutan keterampilan nomor 2 tahun 2012. Hal. 127-140.
vokasional tunagrahita pasca sekolah. Hal itu _________ . 2013. Faktor yang Mempengaruhi
dikarenakan berbagai faktor, rendahnya pengetahuan Eksplorasi Karier Siswa SLTP di Prambanan.
keluarga, tidak adanya monitoring dan pendampingan Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Ilmu
dalam implementasi keterampilan vokasional yang Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta.
dimiliki oleh tunagrahita pasca sekolah serta terbatasnya Farraswato, Dhiya. 2015. Pola Asuh Keluarga Pada
sumber daya ekonomi keluarga dalam membantu Penyandang Tunagrahita Di Desa Karangpatihan
mengembangkan keterampilan vokasional tunagrahita Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo.
pasca sekolah Laporan Penelitian. Surabaya: Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Surabaya.
Saran Friedman, M dkk. 2010. Buku Ajar Keperawatan
Mengacu pada hasil analisis dan kesimpulan Keluarga: Riset, Teori & Praktik. Alih bahasa
penelitian, maka penulis memberikan beberapa oleh Achir Yani S, et al
rekomendasi sebagai berikut: (1) Peneliti menyarankan Mumpuniarti, dkk. 2014. Efektifitas program pasca
pada lembaga SLB-C untuk memonitoring sekolah bagi kemandirian intelektual disabilitas
implementasi keterampilan vokasional pasca sekolah pasca sekolah. Jurnal P3lb, Volume 1, Nomor 2,
dan memfasilitasi lulusannya serta membangun relasi Desember 2014: 97-104
kemitraan dengan pihak-pihak terkait dalam rangka Pancawati, Ririn. 2013. Penerimaan Diri dan Dukungan
mendukung kelanjutan pengembangan keterampilan Orangtua Terhadap Anak Autis. eJournal
vokasional bagi tunagrahita pasca sekolah di dunia Psikologi, Volume 1, Nomor 1,2013 :38-47
kerja, (2) Peneliti menyarankan pada keluarga Vandana Sharma. 2004. Family Environment and Peer
penyandang tunagrahita untuk tetap mendukung potensi Group Influence as Predictores of academic
yang dimiliki anak dan terus memberikan motivasi stress among adolescents Vol.3,Issue:3,
tunagrahita pasca sekolah untuk mengembangkan Department of Education, Panjab
keterampilan vokasionalnya, (3) Peneliti menyarankan University,Chandigarh. Jurnal Online. Diambil
pada LSM yang bergerak di bidang pekerjaan anak dari http://raijmr.com/wpcontent/
berkebutuhan khusus untuk bisa memberikan bantuan uploads/2014/07/1_1-9-Vandana-Sharma.pdf.
pendampingan dan menjembatani tunagrahita pasca pada tgl. 28 Agustus 2016
sekolah dengan perusahaan-perusahaan yang
membutuhkan tenaga kerja, (4) Peneliti menyarankan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 301
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Sidik, Juzri. 2014. Gambaran Dukungan keluarga yang


memiliki anak berkebutuhan khusus di sekolah
khusus Tangerang selatan. Laporan Penelitian.
Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PEMANFAATAN TEMAN SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN


SOSIAL PESERTA DIDIK AUTIS

Sinta Yuni Susilawatia, Umi Safiul Ummahb, Muhammad Shodiqc


abc
Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Malang
E-mail: shintayi86@gmail.com

Abstrak: Salah satu gejala pada autistik adalah mengalami hambatan dalam keterampilan social. Pada usia
sekolah, salah satu lingkungan yang sangat berperan dalam meminimalisir hambatan-hambatan yang muncul
pada autis yaitu teman sebaya. Melalui teman sebaya akan dapat terjadi pembelajaran dimana teman sebaya
yang dipandang cakap dapat memberikan bantuaan pada saat peserta didik mengalami hambatan. Penelitian
ini bertujuan Untuk mengetahui Bagaimanakah Pemanfaatan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan
Keterampilan Sosial Pada Peserta Didik Autis. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumen. Analisis data
dilakukan dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa (1) Teman sebaya sangat berperan dalam membantu peserta didik autis saat menilai lingkungan secara
tepat (2) teman sebaya sangat berperan dalam membantu peserta didik autis saat menggunakan pengetahuan
yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari (3) Teman sebaya sangat berperan dalam membantu peserta didik
autis saat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang terdekat. Berdasarkan analisis data penelitian dapat
disimpulkan bahwa secara umum teman sebaya sangat berperan dalam meningkatkan keterampilan sosial.
Saran dalam penelitian ini yaitu: Bagi kepala sekolah: Memeberikan kesempatan, motovasi, dan pembinaan
kepada guru agar dapat mengembangkan program yang lebih memberikan kesempatan kepada peserta didik
reguler dengan peserta didik autis dalam meningkatkan hubungan sosial. Bagi Guru Pembimbing Khusus,
Guru Kelas dan Guru mata pelajaran: disarankan untuk lebih meningkatkan peran teman sebaya terutama
dalam keterampilan sosial baik di lingkungan kelas maupun di luar lingkungan kelas.
Kata kunci: Teman Sebaya, peserta didik Autis, keterampilan sosial

Abstract: One of the symptoms of autism is experiencing barriers in social skills. At school age, one of the
neighborhoods that can minimize the obstacles that arise in autism namely peers. It will occur learning
where the peers are deemed competent to provide assistance in times of learners experiencing barriers. This
study aims to determine "How to Use Peer to Improve Social Skills in Students with Autism". The approach
used was a qualitative approach. The data collection was done by observation, interview and document
study. The data was analyzed with reduction, presentation and conclusion. The results showed that (1) Peers
was instrumental in helping learners with autism when assessing the environmental right (2) peers was
instrumental in helping learners with autism while using their knowledge in everyday life (3) Peer groups
play an important role in helping learners with autism when adjusting to a nearby neighborhood. Based on
data analysis can be concluded that in general the peers are very instrumental in improving social skills.
Suggestions in this research: For principals: give opportunity, motivation, and guidance to teachers in order
to develop more programs that provide opportunities for regular learners with autistism students in
enhancing social relationships. Special Advisor for Teachers, Classroom Teachers and Teacher of subjects: it
is advisable to further enhance the role of peers, especially in social skills both within the classroom and
outside the classroom environment.
Keywords: Peers, learners autism, social skills

PENDAHULUAN diintervensi dengan baik maka dapat menyebabkan


Autis merupakan gangguan perkembangan anak-anak dengan autis semakin lama semakin jauh
pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya tertinggal dibandingkan anak seusia mereka.
gangguan dan keterlambatan dalam bidang perilaku, Salah satu gejala pada autistik adalah
komunikasi dan interaksi social. Dalam rangka mengalami hambatan dalam keterampilan sosial.
menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada setiap Situasi pembelajaran memiliki potensi untuk
periode perkembangannya, anak terkadang digunakan sebagai situasi untuk mengembangkan
menghadapi hambatan atau masalah. Masalah yang keterampilan komunikasi, dan sosial bagi anak autis.
timbul pada anak begitu kompleks, karena pada masa Hambatan dalam keterampilan social (social living
ini berkaitan erat dengan gangguan perkembangan skills) pada anak autis mencakup: keterampilan dalam
anak. Keterbatasan pada anak atau individu dengan menilai lingkungan secara tepat (behubungan dengan
Autis ditandai dengan adanya gangguan proses tatakrama), menggunakan pengetahuan yang dimiliki
perkembangan yang terjadi dalam tiga tahun pertama dalam kehidupan sehari -hari (menyampaikan
kehidupan. Hal ini menyebabkan jika tidak pendapat dalam diskusi, memahami hak dan
kewajiban, mengenali waktu saat mengerjakan tugas,

303
304 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

memahami arah untuk bepergian) dan keterampilan Pendekatan kualitatif digunakan dengan maksud untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang terdekat. mengungkap fakta-fakta lapangan sehingga akhirnya
Dengan demikian anak autis sangat membutuhkan ditemukan pokok-pokok temuan mengenai Pemanfaatan
intervensi dalam upaya meningkatkan keterampilan Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Keterampilan
sosial. Sosial Pada Peserta Didik Autis. Instrumen utama dalam
Untuk mereduksi hambatan yang muncul pada penelitian ini yaitu peneliti itu sendiri. Peneliti sekaligus
individu dengan autis maka diperlukan peran serta menjadi perencana, pelaksana pengumpulan data,
lingkungan dalam memberikan stimulasi agar semua analisis, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil
aspek perkembangan dapat berkembang seoptimal penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
mungkin. Pada usia sekolah, salah satu lingkungan yang pedoman observasi, wawancara dan pedoman studi
sangat berperan dalam meminimalisir hambatan- dokumentasi.
hambatan yang muncul pada autis yaitu teman sebaya. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan
Peran teman sebaya merupakan hal yang penting secara interaktif dan berlangsung terus menerus selama
sebagai upaya dalam memaksimalkan dan mengatasi proses penelitian berlangsung dari tahap pengumpulan
hambatan yang ada. Melalui teman sebaya akan dapat data sampai akhir. Adapun langkah-langkah analisis
terjadi pembelajaran dimana teman sebaya yang data dalam penelitian ini dilakukan melalui model alir
dipandang cakap dapat memberikan bantuaan pada saat yang dikemukakan Miles and Huberman
peserta didik mengalami hambatan. (Sugiyono,2011:246). Dalam model analisis ini,tiga
Kenyataan dilapangan menggambarkan bahwa komponen analisisnya yaitu reduksi data, sajian data,
secara umum permasalahan yang muncul pada peserta dan penarikankesimpulan atau verivikasi, aktivitasnya
didik autis yaitu terkait keterampilan sosial. Peserta dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses
didik seringkali kesulitan saat menghadapi situasi pengumpulan data sebagai suatu proses yang
baru, terutama dengan lingkungan yang ramai. Sereing berlanjut,berulang, dan terus-menerus hingga
kali peserta didik menutupi pendengarannya, membentuk sebuah siklus.
menghindari bahkan tantrum jika menghadapi situasi Pengujian data dalam penelitian ini dilakukan dengan
demikian. Peserta didik autis sering kali tidak fokus teknik triangulasi, yakni teknik pemeriksaaan data yang
pada saat berkomunikasi, dimana peserta didik autis memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk
sering kali mengalihkan pembicaraan dan perbandingan dalam hal ini membandingkan antara
membicarakan sesatu di luar kontek yang sedang hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
dibicarakan. Permasalahan-permasalahan tersebut
menggambarkan bahwa lingkungan terdekat anak HASIL
perlu berperan dalam memberikan stimulasi agar RO merupakan peserta didik dengan hambatan
semua aspek perkembangan dapat berkembang perkembangan atau sering disebu dengan Autistik
seoptimal mungkin. Spectrum Disorder. RO merupakan peserta didik tingkat
Berdasarkan fenomena tersebut peneliti SMK. RO memiliki kemampuan kognitif yang baik,
bermaksud untuk mengkaji lebih mendalam dengan sehingga dalma hal akademik RO memiliki kemampuan
melakukan penelitian terutama terkait dengan yang baik bahkan dalam mata pelajaran tertentu unggul.
pemanfaatan teman sebaya untuk meningkatkan Namun demikian dengan hambatan yang dimilikinya
keterampilan sosial peserta didik autis. Berdasarkan RO masih kesulitan dalam berinteraksi sosial.
kajian dalam latar belakang penelitian maka penelitian 1. Peran Teman sebaya dalam membantu peserta didik
ini diarahkan pada Bagaimanakah Pemanfaatan autis saat menilai lingkungan secara tepat
Teman Sebaya Untuk Meningkatkan Keterampilan (behubungan dengan tatakrama)
Sosial Pada Peserta Didik Autis. Adapun secara lebih Peran teman sebaya dalam membatu peserta
rinci rumusan masalah dalam penelitia ini sebagai didik autis saat memasuki lingkungan baru yaitu
berikut: membantu dalam orientasi lingkungan, diantaranya
1. Bagaimanakah Peran Teman sebaya dalam orientasi tempat maupun orientasi lingkungan sosial
membantu peserta didik autis saat menilai baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan diluar
lingkungan secara tepat. sekolah saat melakukan kunjungan-kunjungan. Teman
2. Bagaimanakah peran teman sebaya dalam sebaya memberi contoh dan pengarahan bagaimana ia
membantu peserta didik autis saat menggunakan harus bersikap ketika memasuki ruangan baru, bertemu
pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan sehari- dengan orang- orang baru baik oang-orang yang lebih
hari. dewasa seperti bagaimana berprilaku kepada guru, GPK
Bagaimanakah peran teman sebaya dalam maupun staf pengajar lainnya. Teman sebaya
membantu peserta didik autis saat menyesuaikan diri mengingatkan dan mencontohkan jika perilaku yang
dengan lingkungan yang terdekat. ditunjukkan RO kurang sopan.Lebih lanjut teman
sebaya juga membantu mengarahkan peserta didik
METODE dalam tata krama berbicara. Jika RO menunjukkan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini perilaku menyimpang, maka teman sebaya
adalah pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. mengingatkan bahwa perilalu tersebut salah dan juga
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 305
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

memberi tahu letak kesalahan serta bagaimana berinteraksi dengan guru di luar kelas yaitu dengan
memperbaikinya. mengarahkan dan memberi contoh yang baik jika RO
Peran teman sebaya tidak hanya terkait orientasi menunjukan perilaku menyimpang. Peran teman sebaya
lingkungan baru tetapi teman sebaya juga membantu dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar yaitu ketika
peserta didik autis saat menerima pengarahan guru berinteraksi dengan lingkungan di luar kelas yaitu jika
baik saat pembelajaran maupun pada saat kegiatan di peserta didik autis menunjukkan perilaku yang tidak sopan
luar kelas atau ekstra kulikuler. Temen sebaya maka mengingatkan. Jadi teman sebaya juga mendampingi
memberikan contoh dan pengarahan dalam RO saat berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
melaksanakan tugas-tugas belajarnya, seperti bagaiman DN meruapakan peserta didik dengan hambatan
harus bersikap jika mendapatkan tugas baru perhatikan perkembangan atau sering disebut dengan autistik
penjelasan guru, juga membantu dalam spectrum disorder. Demikain halnya dengan DN juga
mnenterjemahkan tugas-tugat yang diberikan jika merupakan peserta diidk ditingkat SMK. DN juga
peserta didik berkebutuhan khsuus mengalami kesulitan. memiliki kemampuan kognitif yang baik, namun dalam
Lebih lanjut peran teman sebaya dalam membimbing keterampilan sosial DN cukup baik namun terkadang
peserta didik autis saat menyelesaikan tugas yatu ketika masih membutuhkan pengarahan dan bimbingan.
peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami 1. Peran Teman sebaya dalam membantu peserta
maksud dari tugas yang diberikan teman sebaya didik autis saat menilai lingkungan secara tepat
memberikan pengarahan, serta bagaimana peserta didik (behubungan dengan tatakrama)
autis melaporkan hasil kerjanya dalam pebtuk tugas. Peran teman sebaya dalam membatu peserta
2. Peran teman sebaya dalam membantu peserta didik didik autis saat memasuki lingkungan baru yaitu
autis saat menggunakan pengetahuan yang dimiliki membantu dalam orientasi lingkungan, diantaranya
dalam kehidupan sehari-hari orientasi tempat maupun orientasi lingkungan sosial.
Peran teman sebaya dalam membatu peserta DN merupakan peserta diidk berkebutuhan yang
didik autis saat menyampaikan pendapat dalam diskusi memiliki keterampilan sosial yang cukup baik namun
yaitu dengan membantu tetap mengarah pada terkadang masing membutuhkan pengarahan dan
pembicaraan yang sedang didiskusikan. Hal tersebut bimbingan. Dengan dmeikian peran teman sebaya yaitu
dilakukan karna sering kali RO tidak fokus pada materi memberi pengarahan bagaimana ia harus bersikap
yang sedang dibicarakan bahkan sering kali ketika memasuki ruangan baru, bertemu dengan orang-
membicarakan hal diluar apa yang dibicarakan seperti orang baru baik oang-orang yang lebih dewasa maupun
hobinya tentang kereta api. Dalam membatu peserta teman-teman seusia lainnya. Teman sebaya juga
didik autis saat memahami hak dan kewajiban dalam membantu mengarahkan peserta didik dalam tata krama
kegiatan pembelajaran peran teman sebaya yaitu jika berbicara. Jika DN menunjukkan perilaku menyimpang,
peserta didik tidak tertip seperti tidak memperhatikan maka teman sebaya mengingatkan bahwa perilalu
saat proses pembelajaran, mendengung, maka teman tersebut salah dan juga memberi tahu letak kesalahan
sebaya mencontohkan dan mengingatkan untuk serta bagaimana harus bersikap.
memperhatikan, berhenti mendengung dan menjelaskan Peran teman sebaya dalam membantu peserta
hal tersebut sangat mengganggu teman-temannya didik autis saat menerima pengarahan guru dalam
Demikian halnya dalam membatu peserta didik autis melaksanakan tugas-tugas belajarnya baik di kelas
saat mengenali waktu mengerjakan tugas/istirahat, maupun di luar kelas yaitu, seperti bagaiman harus
teman sebaya juga memberikan pengarahan ketika bersikap jika mendapatkan tugas baru,bagaimana
waktu yang sedang berlangsung adalah waktu belajar. menyikapi tugas dan tanggung jawab ayo kerjakan
Hal tersebut dilakukan karna RO juga sering kali tidak dulu jangan mencontoh tetapi kerjakan dulu sebisa
paham waktu istrahat dan ingin segera makan siang. mungkin, juga membantu dalam menterjemahkan
Demikian halnya ketika waktu yang berlangsung adalah tugas-tugat yang diberikan. Lebih lanjut peran teman
waktu istrirahat maka boleh keluar ruangan dna makan sebaya dalam membimbing peserta didik autis saat
siang. menyelesaikan tugas yatu ketika peserta didik
3. Peran teman sebaya dalam membantu peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami maksud dari
autis saat menyesuaikan diri dengan lingkungan tugas yang diberikan, maka teman sebaya memberikan
yang terdekat. pengarahan. Dalam hal ini teman sebaya bukan berarti
Peran teman sebaya dalam menyesuaikan diri mengerjakan tugas yang ada tetapi lebih pada
dengan lingkungan baru yaitu pada kegiatan berkomunikasi mengarahkan apa maksud dari tugas tersebut dan
dengan peserta didik lainnya saat kegiatan belajar, saat bagaimana penyelesaiannya. Teman sebaya juga
berkomunikasi dengan guru diluar kelas serta dalam memberikan pengarahan bagaimana peserta didik autis
berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Peran teman sebaya melaporkan hasil karyanya (tugas).
dalam kegiatan berkomuikasi dengan peserta didik lainya 2. didik autis saat menggunakan pengetahuan yang
dalam kegiatan belajar yaitu teman sebaya memberikan dimiliki dalam kehidupan sehari-hari
bimbingan kepada RO jika dalam berkomunikasi kurang Peran teman sebaya dalam membatu peserta
tepat dalam penggunaan bahasa, serta memberikan didik autis saat menggunakan pengetahuan yang
pengarahan jika komunikasi tidak mengarah pada topik dimiliki diantaranya dalam kegiatan dikusi, memahami
pelajaran yang sedang dibahas.Peran teman sebaya saat RO hak dan kewajiban dalam diskusi, dan dalam hal
306 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

mengenal waktu. Peran teman sebaya dalam didik dalam tata krama berbicara. Jika RO dan DN
menyampaikan pendapat dalam diskusi yaitu dengan menunjukkan perilaku menyimpang, maka teman
membantu tetap mengarah pada pembicaraan yang sebaya mengingatkan bahwa perilalu tersebut salah dan
sedang didiskusikan serta tidak menyeletuk ketika juga memberi tahu letak kesalahan serta bagaimana
teman yang lain sedang menyampaikan pendapatnya. memperbaikinya.
Hal tersebut perlu dilakukan karena DN sering ali tidak Peran teman sebaya tidak hanya terkait orientasi
sabar untuk menyampaikan pendapatnya dalam diskusi, lingkungan baru tetapi teman sebaya juga membantu
terlebih jika pendapatnya tidak sesuai. Dalam membatu peserta didik autis saat menerima pengarahan guru baik
peserta didik autis saat memahami hak dan kewajiban saat pembelajaran maupun pada saat kegiatan di luar
pada saat kegiatan pembelajaran peran teman sebaya kelas atau ekstra kulikuler. Temen sebaya memberikan
yaitu jika peserta didik berbicara kelauar dari topik yang pengarahan dan contoh dalam melaksanakan tugas-
sedang dibahas, maka teman sebaya mengingatkan tugas belajarnya, seperti bagaiman harus bersikap jika
kembali topik pembicaraan tersebut. Demikian halnya mendapatkan tugas baru perhatikan penjelasan guru,
dalam membatu peserta didik autis saat mengenali juga membantu dalam mnenterjemahkan tugas-tugat
waktu mengerjakan tugas/istirahat, teman sebaya juga yang diberikan jika peserta didik berkebutuhan khsuus
memberikan pengarahan ketika waktu yang sedang mengalami kesulitan. Lebih lanjut peran teman sebaya
berlangsung adalah waktu belajar demikian halnya dalam membimbing peserta didik autis saat
ketika ewaktu yang berlangsung adalah waktu istrirahat. menyelesaikan tugas yatu ketika peserta didik
3. Peran teman sebaya dalam membantu peserta mengalami kesulitan dalam memahami maksud dari
didik autis saat menyesuaikan diri dengan tugas yang diberikan teman sebaya memberikan contoh
lingkungan yang terdekat. dan pengarahan, serta bagaimana peserta didik autis
Peran teman sebaya dalam menyesuaikan diri melaporkan hasil kerjanya dalam pebtuk tugas. Kondisi
dengan lingkungan baru yaitu pada kegiatan berkomunikasi demikian menunjukkan bahawa teman sebaya sangat
dengan peserta didik lainnya saat kegiatan belajar, dan berperan dalam membantu peserta didik autis saat
dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Teman menilai lingkungan secara tepat terutama behubungan
sebaya berperan dalam kegiatan berkomuikasi dengan dengan tatakrama. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
peserta didik lainya terutama dalam kegiatan belajar yaitu Khatip Ahmad Santhut, (1998:30) upaya yang
teman sebaya memberikan bimbingan kepada peserta didik dilakukan untuk meningkatkan keterampilan sosial pada
autis jika dalam berkomunikasi kurang tepat seperti dalam masa awal anak dapat dilakukan melalui Teladan dari
penggunaan bahasa. Selain itu teman sebaya juga berperan orang terdekat serta sosiali dan interaksi. Teladan adalah
serta memberikan pengarahan jika komunikasi tidak metode terbaik dalam pendidikan anak, terutama pada
mengarah pada topik pelajaran yang sedang dibahas. Pada periode awal anak-anak. Teladan terbaik berasal dari
saat berinteraksi dengan lingkungan sekitar peran teman orang tua dan didukung dengan teladan yang diberikan
sebaya yaitu ketika berinteraksi dengan lingkungan di luar oleh anggota keluarga yang lain atau lingkungan
kelas, seperti dengan teman dan guru di luar kelas, jika terdekat. Anak akan lebih mudah dan cepat dalam hal
peserta didik autis menunjukan penyimpangan dalam meniru terutama meniru perilaku dan sikap yang
berintaraksi maka teman sebaya mengarahkan, akan tetapi ditunjukkan anggota keluarga dan lingkungan
jika peserta diidk autis tidak menympang maka teman sekitarnya. Lebih lanjut manfaat interaksi sosial akan
sebaya cukup mengawasi. membantu anak belajar menjalin hubungan dengan
teman sebaya, tolong menolong pada saat bermain, dan
PEMBAHASAN membentuk karakter melalui teladan dari lingkungan
1. Peran Teman sebaya dalam membantu peserta didik sekitar.
autis saat menilai lingkungan secara tepat 2. Peran teman sebaya dalam membantu peserta didik
(behubungan dengan tatakrama) autis saat menggunakan pengetahuan yang dimiliki
Teman sebaya sangat berperan dalam membatu dalam kehidupan sehari-hari
peserta didik autis saat memasuki lingkungan baru. Teman sebaya sangat berperan dalam membatu
Dalam hal ini teman sebaya berperan membantu dalam peserta didik autis saat menyampaikan pendapat dalam
orientasi lingkungan, diantaranya orientasi tempat diskusi yaitu dengan membantu tetap mengarah pada
maupun orientasi lingkungan sosial baik di lingkungan pembicaraan yang sedang didiskusikan. Hal tersebut
sekolah maupun lingkungan diluar sekolah saat dilakukan karna sering kali RO dan DN tidak fokus
melakukan kunjungan-kunjungan. Teman sebaya pada materi yang sedang dibicarakan bahkan sering kali
memberi contoh dan pengarahan bagaimana ia harus membicarakan hal diluar apa yang dibicarakan seperti
bersikap ketika memasuki ruangan baru, bertemu RO memiliki hobi kereta api. Dalam membatu peserta
dengan orang- orang baru baik orang-orang yang lebih didik autis saat memahami hak dan kewajiban dalam
dewasa seperti bagaimana berprilaku kepada guru, GPK kegiatan pembelajaran peran teman sebaya yaitu jika
maupun staf pengajar lainnya. Teman sebaya peserta didik tidak tertip seperti tidak memperhatikan
mencontohkan dan mengingatkan jika perilaku yang saat proses pembelajaran, mendengung, maka teman
ditunjukkan RO dan DN kurang sopan. Lebih lanjut sebaya memberi contoh dan mengingatkan untuk
teman sebaya juga membantu mengarahkan peserta memperhatikan, berhenti mendengung dan menjelaskan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 307
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

hal tersebut sangat mengganggu teman-temannya memperoleh kesempatan untuk membangun rasa
Demikian halnya dalam membatu peserta didik autis percaya diri sosial (social self-confidence (Burton,
saat mengenali waktu mengerjakan tugas/istirahat, 1986). Anak-anak ini dapat memupuk kepercayaan
teman sebaya juga memberikan pengarahan ketika terhadap kemampuannya sendiri untuk mencapai tujuan
waktu yang sedang berlangsung adalah waktu belajar. interpersonalnya, sehingga tidak akan mudah merasa
Hal tersebut dilakukan karna RO dan DN juga sering kecewa dengan pasang/surutnya interaksi sosial. Hal-hal
kali tidak paham waktu istrahat dan ingin segera makan tersebut berimplikasi terhadap kemampuan penyesuaian
siang. Demikian halnya ketika waktu yang berlangsung sosial dan profesionalnya di kemudian hari (Burton,
adalah waktu istrirahat maka boleh keluar ruangan dan 1986).
makan siang. Kondisi demkian menunjukkan teman Hartup (1992) mengidentifikasi empat fungsi
sebaya sangat berperan terutama dalam membantu hubungan teman sebaya, yang mencakup: 1) Hubungan
peserta didik autis saat menggunakan pengetahuan yang teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional
dimiliki dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut resources), baik untuk memperoleh rasa senang maupun
sejalan dengan pendapat ahli dimana hubungan dengan untuk beradaptasi terhadap stress; 2) Hubungan teman
teman sebaya mempunyai berbagai macam fungsi, yang sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive resources)
banyak di antaranya dapat memfasilitasi proses belajar untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan;
dan perkembangan anak. Melalui hubungan teman 3) Hubungan teman sebaya sebagai konteks di mana
sebaya, anak memperoleh kesempatan untuk belajar keterampilan sosial dasar (misalnya keterampilan
keterampilan sosial terutama keterampilan yang komunikasi sosial, keterampilan kerjasama dan
dibutuhkan untuk memulai dan memelihara hubungan keterampilan masuk kelompok) diperoleh atau
sosial dan untuk memecahkan konflik sosial, yang ditingkatkan; dan 4) Hubungan teman sebaya sebagai
mencakup keterampilan berkomunikasi, berkompromi, landasan untuk terjalinnya bentukhubungan lainnya
dan berdiplomasi (Asher et al., 1982 - dalam Burton, (misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang
1986). Di samping mengajari anak cara bertahan hidup lebih harmonis. Hubungan teman sebaya yang berfungsi
di kalangan sesamanya, hubungan teman sebaya secara harmonis di kalangan anak-anak prasekolah telah
memberikan kepada anak konteks untuk dapat terbukti dapat memperhalus hubungan antara anak-anak
membandingkan dirinya dengan orang lain serta itu dengan adiknya. Hartup mengemukakan bahwa
memberi kesempatan untuk belajar berkelompok sebagai sumber emosi, pertemanan bagi anak memberi
(Rubin, 1980 - dalam Budd, 1985). rasa aman untuk memasuki wilayah baru, bertemu
3. Peran teman sebaya dalam membantu peserta didik dengan orang baru atau hal-hal baru, dan mengatasi
autis saat menyesuaikan diri dengan lingkungan persoalan- persoalan baru. Di samping itu, dengan
yang terdekat. teman sebaya, anak saling memberikan dukungan dalam
Teman sebaya sangat berperan dalam mengatasi stress dan menciptakan suasana yang
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yaitu pada menyenangkan. Pada gilirannya, keadaan ini dapat
kegiatan berkomunikasi dengan peserta didik lainnya memberikan basis yang aman untuk melakukan social
saat kegiatan belajar, saat berkomunikasi dengan guru learning lebih lanjut dan membuat temuantemuan baru.
diluar kelas serta dalam berinteraksi dengan lingkungan Studi yang dilakukan oleh Freud dan Dann (Ladd
sekitar. Peran teman sebaya dalam kegiatan & Asher, 1985) terhadap enam orang anak yatim piatu
berkomuikasi dengan peserta didik lainya dalam korban Perang Dunia II menunjukkan bahwa dalam
kegiatan belajar yaitu teman sebaya memberikan ketidakhadiran orang dewasa sebagai pengasuh, anak
bimbingan kepada RO dan DN jika dalam mengembangkan pola hubungan yang menyerupai
berkomunikasi kurang tepat dalam penggunaan bahasa, hubungan oran tuaanak. Hasil yang serupa ditunjukkan
serta memberikan pengarahan jika komunikasi tidak oleh penelitian Schwarz dan Ispa (Ladd & Asher, 1985)
mengarah pada topik pelajaran yang sedang dibahas. yang menunjukkan bahwa bila anak dihadapkan pada
Peran teman sebaya saat RO dan DN berinteraksi situasi baru atau situasi yang mungkin membahayakan,
dengan guru di luar kelas yaitu dengan mengarahkan sahabat sebayanya dapat berfungsi sebagai penghibur
dan memberi contoh yang baik jika RO dan DN atau penurun ketegangan, satu fungsi yang biasanya
menunjukan perilaku menyimpang. Peran teman sebaya ditunjukkan oleh orang tuanya. Sebagai sumber
dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar yaitu kognitif, hubungan teman sebaya memungkinkan anak
ketika berinteraksi dengan lingkungan di luar kelas untuk saling mengajari dalam banyak situasi, dan pada
yaitu jika peserta didik autis menunjukkan perilaku umumnya kegiatan ini efektif. Hartup (1992)
yang tidak sopan maka mengingatkan. Jadi teman mengidentifikasi empat jenis pengajaran antarteman
sebaya juga mendampingi RO dan DN saat berinteraksi sebaya, yaitu peer tutoring, cooperative learning, peer
dengan lingkungan sekitar. Combs dan Slaby (Budd, collaboration dan peer modeling. Peer tutoring adalah
1985) menemukan bahwa hubungan teman sebaya yang transmisi informasi secara didaktik dari satu anak ke
baik secara konsisten terkait langsung dengan dimensi anak lain, biasanya dari ahli kepada pemula.
keramahan, partisipasi, pengayoman (nurturance), Cooperative learning adalah cara belajar yang menuntut
kemurahan hati, dan responsif dalam interaksi teman anak untuk saling berkontribusi dalam pemecahan
sebaya. Di samping itu, anak yang banyak melibatkan masalah dan berbagi imbalannya. Peer collaboration
dirinya dengan teman sebayanya juga dapat terjadi bila semua anggota kelompok belajar itu adalah
308 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

pemula yang bekerjasama untuk menyelesaikan suatu 2. Bagi Guru Pembimbing Khusus, Guru Kelas dan
tugas yang tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Peer Guru mata pelajaran: Sebagai upaya meningkatkan
modeling adalah transmisi informasi melalui peniruan peran teman sebaya dalam keterampilan sosial
antarteman sebaya. peserta didik autis, maka disarankan kepada GPK
maupun guru kelas dan guru mata pelajaran untuk
PENUTUP lebih meningkatkan peran teman sebaya terutama
Kesimpulan dalam keterampilan sosial baik di lingkungan kelas
1. Peran Teman sebaya dalam membantu peserta didik maupun di luar lingkungan kelas seperti melibatkan
autis saat menilai lingkungan secara tepat peserta didik reguler dalam program ABK. Dengan
(behubungan dengan tatakrama). demikian diharapkan melalui kegiatan tersebut
Teman sebaya sangat berperan dalam membatu peserta didik reguler akan lebih terbuka dan perduli
peserta didik autis saat memasuki lingkungan baru yaitu dengan keberadaan anak berkebutuhan khsus.
membantu dalam orientasi lingkungan. Teman sebaya
juga membantu mengarahkan peserta didik dalam tata
krama berbicara. Teman sebaya juga membantu peserta DAFTAR RUJUKAN
didik autis saat menerima pengarahan guru baik saat Achmad Chusairi, Hamidah, dan Tino Leonardi, Tt.
pembelajaran maupun pada saat kegiatan di luar kelas Efektifitas Terapi Bermain Sosial Untuk
atau ekstra kulikuler. Kondisi demikian menunjukkan Meningkatkan Kemampan dan Keterampian
bahawa teman sebaya sangat berperan dalam membantu Sosial Bagi Anak dengan Gangguan Autisme,
peserta didik autis saat menilai lingkungan secara tepat http://Jurnal Unair.ac.id/Files PDF/Jurnal Diks,
terutama behubungan dengan tatakrama. Hamidah.pdf, diakses tanggal 27 juli 2013
Budhiman, 1998. Pentingnya Diagnosa Dini Dan
2. Peran teman sebaya dalam membantu peserta didik Penatalaksanaan Terpadu Pada Autis.
autis saat menggunakan pengetahuan yang dimiliki Surabaya : FK Unair.
dalam kehidupan sehari-hari. Burton, C. B. (1986). "Children's Peer Relationships".
Peran teman sebaya dalam membatu peserta ERIC Digest. Urbana IL: ERIC Clearinghouse
didik autis saat menggunakan pengetahuan yang on Elementary and Early Childhood Education
dimiliki dalam kehidupan sehari-hari yaitu terkait Budd, K. S. (1985). Parents as Mediators in the Social
kemmapuan dalam menyampaikan pendapat dalam Skills Training of Children, dalam
diskusi. Teman sebaya juga berperan dalam membatu Bullock, J. R. (1998). Loneliness in Young Children.
peserta didik autis saat memahami hak dan kewajiban ERIC Digest.
dalam kegiatan pembelajaran. Demikian halnya teman Gerald Corey (1991). Theory and Practice of
sebaya juga berperan dalam membatu peserta didik autis Counseling and Psychotherapy. USA:
saat mengenali waktu mengerjakan tugas/istirahat. Brooks/Cole Publishing Company
3. Peran teman sebaya dalam membantu peserta didik Ginanjar,S. Adriana. 2000. Kiat Aplikatif Membimbing
autis saat menyesuaikan diri dengan lingkungan Anak Autis. Jakarta: Yayasan Mandiga
yang terdekat Hidayat,MusyafakA.Tt.File.upi/Direktori/FIP/Jur._PEN
Peran teman sebaya dalam menyesuaikan diri D_BIASA/195505161981011-
dengan lingkungan baru yaitu pada kegiatan MUSYAFAK_ASSYARI?Pendidikan
berkomunikasi dengan peserta didik lainnya saat Hartup, W. W. (1992). Having Friends, Making
kegiatan belajar, saat berkomunikasi dengan guru diluar Friends, and Keeping Friends. ERIC Digest.
kelas serta dalam berinteraksi dengan lingkungan Urbana IL: ERIC Clearinghouse on Elementary
sekitar. and Early Childhood Education.
Khatim Ahmad Santhut. 1998.Menumbuhkan Sikap
Saran Sosial Moral dan spiritual Anak Dalam
Berdasarkan temuan-temuan penelitian ini maka Keluarga <uslim, Terj. Ibnu Burdah
ada beberapa saran yang perlu dipertimbangkan untuk .Yogyakarta: Penerbit Mitra Pustaka, hal 30
dilaksanakan oleh berbagai pihak terkait yaitu: L'Abate, Luciano & Milan, Michael A. (Eds.) (1985).
1. Bagi kepala Sekolah: Sebagai upaya meningkatkan Handbook of Social Skills Training and
peran teman sebaya dalam keterampilan sosial Research. New York: John Wiley & Sons.
peserta didik autis, maka disarankan kepada kepala Ladd, G. W. & Asher, S. R. (1985). Social Skill
sekolah untuk memeberikan kesempatan, motovasi, Training and Children's Peer Relations, dalam
dan pembinaan kepada guru agar dapat L'Abate, Luciano & Milan, Michael A. (Eds.)
mengembangkan program yang lebih memberikan (1985). Handbook of Social Skills Training and
kesempatan kepada peserta didik reguler dengan Research. New York: John Wiley & Sons.
peserta didik autis dalam meningkatkan hubungan Masra, F. (2006).Autisme: Gangguan Perkembangan
sosial seperti dengan menyelenggarakan kegiatan- Anak, Program Studi Ilmu Kesehatan
kegiatan di luar kelas yang difasilitasi oleh pihak Masyarakat. Jakarta: PPS-FKMUI
sekolah.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 309
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Margaretha. 2013. Karakteristik Sosial Anak Dengan Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif
Autisme.https://psikologiforensik.com/2013/10/1 Kualitatif dan R&D. Malang: Alfabeta
0/karakteristik-sosial-anak-dengan-autisme/ Santrock John W. (2007) Psikologi Perkembangan.
Moleong, L.J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja. Jakarta: Erlangga
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Siti Rahayu, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta:
Nelson-Jones, R. (1995). Counselling And Personality: UGM Press, 2009), hal 133
THEORY AND PRACTICE. Australia: Allen SoendariT.Tt.http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PE
And Unwin Pty Ltd. ND._LUAR_BIASA/195602141980032TJUTJU
Oden, S. (1987). The Development of Social _SOENDARI/Makalah/Perilaku_adaptif__makal
Competence in Children. ERIC Digest. ah_.pdf
Pellegrini, A. D. & Glickman, Carl D. (1991).
Measuring Kindergartners' Social Competence.
ERIC Digest.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

BIMBINGAN KONSELING BERBASIS ORANG TUA UNTUK


MENGATASI MASALAH PERILAKU SEKSUAL PADA ANAK AUTIS
(Guidance and Counseling Based on Parents to Overcome Sexual Behavior Problems for Children
with Autism)

Siti Musayaroha, Syari Yulianab, Mita Apriyantic, Nadya Munirohd


abcd
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
E-mail : sitimusayaroh@student.upi.edu

Abstrak: Masalah perilaku seksual bukan hanya terjadi pada anak pada umumnya, namun juga terjadi pada
anak autis. Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui proses bimbingan konseling berbasis
orang tua yang efektif dan pengaruhnya dalam mengatasi masalah perilaku seksual anak autis. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan menganalisis berbagai jurnal yang mengkaji
tentang bimbingan konseling bagi anak autis yang memiliki masalah perilaku seksual dengan melibatkan
peran orang tua. Dalam paper ini menunjukkan bahwa bimbingan konseling yang berkelanjutan dan
keterlibatan orang tua yang intensif menentukan keberhasilan dalam mengatasi dan mencegah masalah
perilaku seksual pada anak autis.
Kata kunci : bimbingan dan konseling berbasis orang tua, masalah perilaku seksual, anak auti s

Abstract: Sexual behavior problems were not only happened on regular children, but also on children with
autism. The aim of the paper was to find out a process of guidance and counceling based on parents and its
effects in overcoming sexual behavior problem for children with autism. The present paper was qualitively
done by analizing some journals discussing about guidance and counceling for children with autism having
sexual behavior problems with involving parentss role. The paper shows that sustainable guidance and
counceling and intensive parental involvement determine success in overcoming and preventing sexual
behavior problems for children with autism.
Keywords: guidance and counseling based on parents, sexual behavior problems, children with autism

PENDAHULUAN orang tua masih belum banyak dibahasa secara


Permasalahan yang berkaitan dengan anak terperinci. Hubungan antara orang tua dan anak autis
autis dan kehidupannya menjadi perhatian penting akan menentukan perkembangan dari anak autis
bagi para peneliti untuk dikaji lebih lanjut. Salah satu dalam berbagai aspek (Saini et al., 2015). Tetapi,
masalah yang menjadi fokus para peneliti adalah setiap anak autis mempunyai karakteristik masing-
masalah perilaku, termasuk masalah perilaku seksual masing sehingga penanganan masalah perilaku
(Higgs & Carter, 2015)(Chan & John, 2012). Anak seksual yang muncul tidak bisa di seragamkan. Oleh
autis memiliki masalah perilaku seksual yang sama karena itu orang tua sebagai pendidik pertama dalam
dengan anak pada umumnya. Dalam penelitian juga keluarga perlu berperan aktif didalam proses
menyebutkan bahwa anak autis perempuan memiliki bimbingan dan konseling.
masalah perilaku seksual lebih rendah dibanding Kebutuhan pendidikan seksual menjadi penting
dengan anak autis laki-laki (Gilmour, Schalomon, & untuk diterapkan pada anak autis (Bekirogullari,
Smith, 2012). Bimbingan dan konseling untuk Gulsen, & Soyturk, 2011). Tujuan dari penulisan
mengatasi masalah perilaku seksual bagi anak autis paper ini yaitu untuk mengkaji bagaiaman proses
menjadi hal penting yang harus terlaksana di sekolah. bimbingan dan konseling yang efektif untuk
Keberadan bimbingan dan konseling tersebut akan mengatasi permasalahan perilaku seksual pada anak
membantu banyak anak autis dalam mengatasi dan autis dengan melibatkan peran aktif orang tua.
mencegah permasalahan terhadap masalah perilaku Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, analisis
seksual yang muncul pada diri mereka serta dilakukan terhadap berbagai jurnal yang mengkaji
membantu diri mereka sendiri untuk menolak dan tentang bimbingan konseling, permasalahan perilaku
melawan kejahatan seksual yang dilakukan oleh orang seksual pada anak autis dan peran orang tua.
lain (Lehan Mackin, Loew, Gonzalez, Tykol, &
Christensen, 2016).
Masalah perilaku seksual pada anak remaja,
bahkan pada anak ADHD, ODD dan CD ternyata METODE
berkaitan dengan kondisi dan peran keluarga Metode penulisan dalam paper ini yaitu menggunakan
(Donahue et al., 2013). Hal tersebut tidak menutup pendekatan kualitatif dengan mereview berbagai
kemungkinan berlaku pada anak autis. Namun, jurnal yang terkait dengan bimbingan dan konseling,
penanganan untuk mengatasi masalah tersebut melalui masalah perilaku seksual anak autis dan peran
bimbingan dan konseling yang melibatkan peran keluarga dalam mengatasi masalah perilaku

311
312 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

seksual pada anak autis yang menyimpang. Kriteria pemilihan jurnal yang dijadikan bahan review adalah jurnal yang
terbit di website jurnal internasional yang bereputasi dan jurnal lokal dengan proporsi 80% jurnal internasional dan 20%
jurnal lokal, dengan rentang tahun terbit antara tahun 2010 hingga tahun 2016.

Tabel 1. Daftar Jurnal yang dijadikan Bahan Review


Penulis Judul Tahun Penerbit
Terbit
Lehan Mackin, Melissa Parent Perceptions of Sexual Education 2016 Elsevier B.V.
Loew, Nicole Gonzalez, Needs for Their Children With Autism
Alejandra Tykol, Hannah
Christensen, Taylor
Bekirogullari, Zafer Gulsen, The information and attitude levels of the 2011 Elsevier B.V.
Cennet Soyturk, Kamil educational psychologists and special
education teachers in the process of sex
education for the adolescents with autism
Higgs, Tamsin Carter, Adam Autism spectrum disorder and sexual 2015 Elsevier B.V.
J. offending: Responsivity in forensic
interventions
Donahue, Kelly L. Childhood behavior problems and 2013 Elsevier B.V.
Lichtenstein, Paul adolescent sexual risk behavior: Familial
Lundstrm, Sebastian confounding in the child and adolescent
Anckarster, Henrik twin study in sweden (CATSS)
Gumpert, Clara Hellner
Lngstrm, Niklas
D'Onofrio, Brian M.
Lavin, Michael Handbook of Child and Adolescent 2013 Elsevier B.V.
Sexuality
Saini, Michael Stoddart, Couple relationships among parents of 2015 Elsevier B.V.
Kevin P. Gibson, Margaret children and adolescents with Autism
Morris, Rae Barrett, Spectrum Disorder: Findings from a
Deborah Muskat, Barbara scoping review of the literature
Nicholas, David Rampton,
Glenn Zwaigenbaum,
Lonnie
Gilmour, Laura Schalomon, Sexuality in a community based sample of 2012 Elsevier B.V.
P. Melike Smith, Veronica adults with autism spectrum disorder
Chan, Julia John, Rita Marie Sexuality and Sexual Health in Children 2012 American College of
and Adolescents With Autism Nurse Practitioners
Farida Bimbingan Keluarga dalam Membantu 2015 Jurnal Bimbingan
Anak Autis Konseling Islam,
STAIN Kudus
Sukinah, Zaenal Alimin, Penanganan Penyaluran Dorongan Seksual 2010 Jurnal Penelitian Ilmu
Endang Rochyadi Remaja Autis Pendidikan

HASIL DAN PEMBAHASAN memberikan intervensi, guru tidak dapat dengan mudah
Permasalahan perilaku seksual pada anak autis lebih memberikan bimbingan dan konseling kepada anak
kompleks daripada anak pada umumnya. Jika anak pada autis secara langsung. Selain karena hambatan yang
umumnya dapat mendapatkan pendidikan seksual dimiliki, juga karena karakteristik setiap anak autis juga
melalui guru, buku ataupun internet, maka hal tersebut beragam.
tidak mudah dilakukan oleh anak autis karena hambatan Peran orang tua sangat diperlukan dalam pemberian
yang dimilikinya (Bekirogullari et al., 2011). Sehingga intervensi. Orang tua yang merupakan pendidik pertama
intervensi yang digunakan untuk mengatasai perilaku di lingkungan rumah akan dengan mudah mendekatkan
seksual pada anak autis berbeda dengan anak pada diri pada anak mereka sendiri. Keterlibatan orang tua
umumnya dan tentunya memiliki permasalahan yang akan membawa pengaruh positif (Farida, 2015). Hal
lebih kompleks. tersebut sejalan dengan Macfie, Brumariu, & Lyons-
Guru yang merupakan pendidik utama di sekolah ruth (2015) menegaskan bahwa bagaimana cara orang
berperan penting dalam pemberian pendidikan seks bagi tua berinteraksi dengan anak mempengaruhi
anak autis karena dengan melakukan asesmen, guru perkembangan sosial-emosional anak secara signifikan.
dapat mengetahui kebutuhan anak autis dalam Dengan menjalin kerja sama dengan orang tua, guru
mengatasi perilaku-perilaku menyimpang yang akan mendapatkan banyak informasi dari orang tua
berkaitan dengan seksualitas. Namun dalam terkait perkembangan anak di rumah serta bagaimana
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 313
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

masalah perilaku seksual pada anak yang muncul ketika bagi anak autis yang akan menginjak remaja dan
mereka berada di rumah dan lingkungan masyarakat melakukan pemecahan masalah pada anak autis yang
(Bekirogullari et al., 2011). Bimbingan konseling memiliki masalah perilaku seksual yang menyimpang.
dengan melibatkan peran orang tua akan membantu para Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan
orang tua anak autis yang memiliki pendidikan dan menggunakan intervensi masa depan, yaitu intervensi
pengetahuan yang rendah untuk mengatasi perilaku yang diterapkan untuk mencegah perilaku seksual yang
seksual anaknya yang menyimpang. Guru dan orang menyimpang di masa depan
tua dapat melakukan dua hal pokok dalam bimbingan
dan konseling, yaitu dengan melakukan pencegahan
.

Figure 1. Proses Bimbingan Konseling Berbasis Orang Tua


metode yang sesuai, menghindari area erotis dalam
Figure 1 menjelaskan bagaimana bimbingan konseling memberi punisment dan reward, memperhatikan asupan
berbasis orang tua berjalan. Memberikan pengertian makanan yang sesuai dengan anak, dan memberi
kepada orang tua tentang pentingnya pendidikan seks suasana pembelajaran yang menyenangkan (Sukinah,
pada anak autis merupakan langkah awal yang harus Alimin & Rochyadi (2010).
dilakukan guru. Guru memberikan kepada orang tua Pemberian supan yang sesuai sangatlah penting, karena
bagaimana caranya untuk memberikan pegenalan anak autis akan berperilaku agresif jika mengkonsumsi
tentang bagian tubuh yang intim sesuai dengan jenis makanan tertentu. Dalam kaitan permasalahan ini,
terminologi yang benar, misalnya penis, kemaluan dan perilaku agresif atau kemarahan akan membuat anak
payudara. Menyadari tubuhnya sendiri adalah penting autis tidak dapat merespon terhadap diri sendiri dan
karena memungkinkan anak untuk mengetahui konsep- orang lain terhadap hal seksual (Bekirogullari et al.,
konsep seperti menstruasi, ereksi dan juga untuk 2011).
memberikan respon yang tepat untuk rangsangan Bimbingan dan konseling akan lebih kompleks jika
(Bekirogullari et al., 2011). Mungkin anak pada awal perilaku seksual yang menyimpang sudah menjadi
akan menganggap bahwa itu hanyalah bagian-bagian kebiasaan bagi anak autis. Langkah pertama yang dapat
dari anggota tubuh biasa. Namun, dengan memberikan digunakan adalah dengan melakukan diskusi antara guru
penjelasan dan contoh perilaku seperti malu ketika tidak dan orang tua secara tatap muka maupun dengan
memakai celana atau tidak memegang alat kelamin di menggunakan media komunikasi elektronik secara rutin.
depan umum, maka anak sedikit demi sedikit akan Penggunaan alat komunikasi elektronik berguna untuk
mengerti. Mengajarkan anak tentang anggota tubuh menjaga kelancaran komunikasi antar kedua belah pihak
yang intim tidak diperkenankan dengan mengganti jika salah satu atau keduanya sibuk. Orang tua harus
dengan nama inisial lain (Lehan Mackin et al., 2016). menyampaikan semua informasi terkait perkembangan
Hal-hal yang perlu diterapkan dalam pencegahan anak di rumah dan guru akan membandingkan dengan
perilaku seksual yang menyimpang pada anak autis perilaku anak di sekolah sehingga hasilnya akan
adalah adanya pendampingan (baik dari orang tua, guru, menjadi bahan kajian dalam asesmen (Lavin, 2013).
dan lingkungan), pendidikan seks Komunikasi antara orang tua dan guru harus terjalin
secara continue. Hal ini nantinya akan bermanfaat
sejak dini, penanaman agama sejak dini, pembiasaan sebagai bahan pertimbangan dalam analisis asesmen.
positif dalam kehiduoan sehari-hari, penggunaan Instrumen yang digunakan dapat dengan sendiri
314 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dikembangkan oleh guru. Dengan berbekal asesmen DAFTAR PUSTAKA


guru dengan orang tua akan bersama-sama menentukan
program yang sesuai bagi anak autis, yang kemudian Bekirogullari, Z., Gulsen, C., & Soyturk, K. (2011). The
dengan bimbingan guru, orang tua dapat information and attitude levels of the educational
mengaplikasikannya di rumah. Ketika program berjalan, psychologists and special education teachers in
orang tua dan guru saling menginformasikan the process of sex education for the adolescents
perkembangan anak di sekolah dan rumah. Bimbingan with autism. Procedia - Social and Behavioral
yang dilakukan tidak bersifat sementara, artinya Sciences, 12, 638653.
bimbingan akan berlanjut jika masalah sudah selesai. http://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.02.077
Guru dan orang tua selanjutnya mamantau Chan, J., & John, R. M. (2012). Sexuality and Sexual
perkembangan anak, mencatat dan mengamati berapa Health in Children and Adolescents With Autism.
kali perilaku anak muncul. Jika anak menunjukkan Journal for Nurse Practitioners, 8(4), 306315.
perilaku yang menyimpang dengan intensitas yang http://doi.org/10.1016/j.nurpra.2012.01.020
sering, maka perlu dilakukan asesmen ulang serta
mengganti atau memodifikasi intervensi yang telah Dinkelmann, I., & Buff, A. (2016). Children s and
diberikan. Sebaliknya, apabila intervensi berhasil, bukan parents perceptions of parental support and their
berarti bimbingan konseling berhenti, tetapi diarahkan effects on children s achievement motivation and
bagaimana untuk mencegah agar perilaku seksual yang achievement in mathematics . A longitudinal
menyimpang tersebut tidak muncul kembali. Bimbingan predictive mediation model. Learning and
konseling yang berkelanjutan memberikan dampak yang Individual Differences, 50, 122132.
positif pada peerkembangan anak serta bimbingan http://doi.org/10.1016/j.lindif.2016.06.029
konseling bukan hanya selalu berkaitan dengan Donahue, K. L., Lichtenstein, P., Lundstrm, S.,
bagaimana cara mengatasi masalah perilaku seksual Anckarster, H., Gumpert, C. H., Lngstrm, N.,
yang menyimpang tetapi berkaitan juga dengan & DOnofrio, B. M. (2013). Childhood behavior
bagaimana langkah agar perilaku tersebut tidak muncul problems and adolescent sexual risk behavior:
pada anak autis. Familial confounding in the child and adolescent
twin study in sweden (CATSS). Journal of
Adolescent Health, 52(5), 606612.
KESIMPULAN DAN SARAN http://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2012.11.001
Kesimpulan Farida. (2015). Bimbingan Keluarga dalam Membantu
Bimbingan konseling yang berkelanjutan Anak Autis. Jurnal Bimbingan Konseling Islam,
dan keterlibatan orang tua yang intensif STAIN Kudus. Vol. 6, No. 1, Juni 2015
menentukan keberhasilan dalam mengatasi dan
Gilmour, L., Schalomon, P. M., & Smith, V. (2012).
mencegah masalah perilaku seksual pada anak
Sexuality in a community based sample of adults
autis. Bimbingan konseling bukan hanya berkaitan with autism spectrum disorder. Research in
tentang bagaimana cara mengatasi masalah Autism Spectrum Disorders, 6(1), 313318.
perilaku seksual untuk anak autis, namun berkaitan http://doi.org/10.1016/j.rasd.2011.06.003
juga dengan cara mencegahnya agar perilaku
Higgs, T., & Carter, A. J. (2015). Autism spectrum
tersebut tidak muncul pada anak autis.
disorder and sexual offending: Responsivity in
Saran forensic interventions. Aggression and Violent
Guru pendidikan khusus dan orang tua serta Behavior, 22, 112119.
masyarakat pada umumnya perlu menyadari bahwa http://doi.org/10.1016/j.avb.2015.04.003
anak autis ketika menginjak remaja akan Lavin, M. (2013). Handbook of Child and Adolescent
mengalami masalah perilaku seksual seperti anak Sexuality. http://doi.org/10.1016/B978-0-12-
pada umumnya, meskipun mereka memiliki 387759-8.00001-5
hambatan secara pervasif di otaknya. Oleh karena Lehan Mackin, M., Loew, N., Gonzalez, A., Tykol, H.,
itu, perlu sekali guru pendidikan khusus, orang tua & Christensen, T. (2016). Parent Perceptions of
dan masyarakat untuk mengetahui dan Sexual Education Needs for Their Children With
mengajarkan pada semua anak, termasuk anak Autism. Journal of Pediatric Nursing, 31(6), 608
autis tentang pendidikan seks. 618. http://doi.org/10.1016/j.pedn.2016.07.003
Macfie, J., Brumariu, L. E., & Lyons-ruth, K. (2015). an
emerging concept. Developmental Review.
http://doi.org/10.1016/j.dr.2015.01.002
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 315
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Saini, M., Stoddart, K. P., Gibson, M., Morris, R., Disorders, 17, 142157.
Barrett, D., Muskat, B., Zwaigenbaum, L. http://doi.org/10.1016/j.rasd.2015.06.014
(2015). Couple relationships among parents of
Sukinah, Alimin Z, Rochyadi, E. (2010). Jurnal
children and adolescents with Autism Spectrum
Penelitian Ilmu Pendidikan. Volume 03. nomor 2,
Disorder: Findings from a scoping review of the
September 2010.
literature. Research in Autism Spectrum
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

MATHEMATICS SKILLS ASSESSMENT BASED ON THEMATIC CURRICULUM


2013 FOR STUDENTS IN ELEMENTARY SCHOOL

Dea Novitasaria, Vairuz Meutiab, Suhendarc


abc
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
E-mail : deanovitasari04@gmail.com

Abstract: The purpose of this research is to identify and monitor the progress of the students
development of mathematics skills as the basis for learning programs that match the capabilities,
constraints, and the needs they have. The research method used is descriptive method with
qualitative approach with Cross sectional or One-shoot design, where this research was performed
with data collected only once during a certain period of time in order to answer the research
question. The participants and place in this research are third-grade students in Islamic Elementary
School of Ibnu Sina in Bandung city with 46 students. The data collection techniques used is
interview, observation, and test. The research instrument used is test item of mathematics skills
with material from third-grade, second-grade, and first grade which was developed by the
researchers based on a thematic curriculum 2013. The research results showed that, out of 46
students found 5 students who have mathematics skills barriers. The capabilities, constraints, and
the needs in each students are different, but the research results shows that the sequence of aspects
mathematical skills that are difficult to understand for students is the concept of time aspect,
problem solving of the word problems aspect, computation aspect, geometry aspects, the concept of
money aspect, and number fact aspect. The researchers suggested to the teacher that mathematics
skills assessment results can be used as reference to create a learning program that fits the needs of
students and can be considered in determining the completeness criteria ratings mathematics.
Keywords: Mathematics skills assessment, thematic curriculum 2013, students in elementary
school.

INTRODUCTION Quantitative include arithmetic operations, while


Along with the times, the assessment becomes a qualitative include geometry, measurement and word
very important thing, especially in education. Learning problems. Mathematics learning more use the numbers,
activities are conducted at the school so much easier if so this is the cause of mathematics to be so difficult for
we do the assessment process before. Assessment is students.
seen as a systematic effort to determine the capabilities, The students in elementary school generally had
constraints and needs of students in specific areas where difficulty in reduction, computation, place value and the
the data on the assessment results can be used as an lack of understanding of basic calculations. Though all
ingredient in the preparation of individualized education of these aspects is most basic in mathematics. Based on
program. Assessment can help teachers in making this, the much needed skills of teachers in providing
decisions about the needs of students in the class. This treatment and special services for students who are
is in line with the opinion of Anthony J. Nitko (in Uno suspected of having difficulty mathematics to determine
& Koni, 2012, p. 1), which states that the assessment is the capabilities, constraints, and needs through
a general term that is defined as a process for obtaining assessment of mathematics skills.
information used in order to make decisions about
students, curriculum, programs, and educational
policies, methods or other educational instrument by METHOD
institution, organization or official institution that The research method used is descriptive method
organizes a specific activity. with qualitative approach with Cross sectional or One-
One of the assessment can be performed on shoot design, where this research was performed with
students in the classroom is the assessment in data collected only once during a certain period of time
mathematics. Mathematical terms is not just an in order to answer the research question (Noor, 2011,
arithmetic terms because the real science of hlm. 111). The participants in this research is third-
mathematics is the study of the entire arrangement of grade students with the number 46, which consists of
numbers and their relationship, while the operation of two classes A and B. The place of this research is in
the arithmetic calculation is taught in schools (Delphie Islamic Elementary School of Ibnu Sina in Bandung
2009, p. 2). city.
Mathematics skills assessment includes The data collection techniques used is interview,
quantitative assessment and qualitative assessment. observation, and test. The research instrument used is

317
318 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

test item of mathematics skills with material from third- said that student has mathematics difficulty in medium
grade, second-grade, and first grade which was levels. Furthermore, if students classified into the
developed by the researchers based on a thematic independent levels category, it can be said that the
curriculum 2013. student doesnt have problems of mathematics
This research was done in three stages of difficulty.
implementation, namely the stage I assessment
identification and confirmation of the assessment which
did in the classical using mathematics skills test RESULTS
instrument of third-grade and observation instruments. In the stage I of the assessment activities
Then in the second stage further assessment was done carried out assessment of identification which did in the
individually using mathematics skills test instruments classical using of test instruments third-grade 1st
and instrument seconde-grade observations will be semester materials and instruments of observation,
conducted on students who were netted in stage I of the found the following results.
instruction levels and frustration levels category.
Whereas in stage III follow-up assessment which did Table 1: Results of a stage I assessment identification
individually using mathematics skills test instrument test in Class A
first-grade and instrument observations will be Category
conducted on students who were netted in stage II with
instruction levels and frustration levels category. Class (A)
Frustration Instruction Independent
Levels Levels Levels
Determining score test results can be formulated 24 students
as follows. 6 studens 4 studens 14 studens

Figure 1: Assessment test results Follow-Up Follow-Up Finish

The table above summarizes the results of the


Score = 100 test stage I assessment identification mathematics skills
using third-grade 1st semester materials. Based on the
table, it can be seen that in class (A) the number of
students 24 people, there are 6 students classified in the
The score of test results obtained by the students frustration levels category, 4 students classified in the
will then be distributed into categories of assessment instruction levels category, and 14 students classified in
results with the independent levels, instruction levels, the independent levels category. Students who
and frustration levels category. Values category classified in the instruction levels and frustration levels
placement assessment results obtained based on student category will be given a follow-up in the form of further
test scores are distributed in quartile value calculation tests confirm the stage I of the assessment, it can be
can be described as follows. concluded that the number of students will take the test
stage I confirm the assessment as many as 10 people.
Figure 2: Placement category based on test scores While in class (B) the number of students 22
people, there are 6 students classified in the frustration
Q1 Q2 Q3 levels category, 5 students classified in the instruction
levels category, and 11 students classified in the
independent levels category. Students who classified in
Frustration Instruction Independent
the instruction levels and frustration levels category will
level level level be given a follow-up in the form of further tests confirm
stage I of the assessment, it can be concluded that the
Note: number of students will take the test stage I confirm the
<Q1 = Frustration levels assessment as many as 10 people. This situation can be
(Having mathematics difficulty in serious levels) illustrated in the table below.
Q1 up to <Q2 = Instruction levels
(Having mathematics difficulty in medium levels) Table 2: Results of a stage I assessment identification
test in Class B
>Q2 = Independent levels Category
(Doesnt have problems of mathematics difficulty)
Frustration Instruction Independent
Class (B) Levels Levels Levels
Students who classified into the frustration levels 22 students
6 students 5 students 11 students
category, it can be said that the student has mathematics
difficulty in serious levels. Meanwhile, if the student Follow-Up Follow-Up Finish
classified into the instruction levels category, it can be
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 319
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Later in the stage I assessment confimation assessment. After the assessment stage II were
activities performed in the classical using of test conducted, it was found the following results.
instruments third-grade 1st semester materials and
instruments of observation. Stage I assessment Table 5: Results of a stage II follow-up assessment
confirmation followed by students who netted stage I test in Class A
assessment identification, this is done to determine Category
whether the students really or did not experience
obstacles in the subject matter of mathematics third- Class (A)
Frustration Instruction Independent
Levels Levels Levels
grade 1st semester materials. Based on the activity data 24 students
found as follows. 2 students 1 students -

Table 3: Results of a stage I assessment confirmation Follow-Up Follow-Up -


test in Class A
Category The table above summarizes the results of the
test stage II follow-up assessment mathematics skills
Frustration Instruction Independent
Class (A) Levels Levels Levels using second-grade 1st and 2nd semester materials. Based
24 students on the table, it can be seen that in class (A) the number
3 students - 7 students of students 24 people, there are 2 students classified in
the frustration levels category, and 1 students classified
Follow-Up - Finish
in the instruction levels category. Students who
classified in the instruction levels and frustration levels
The table above summarizes the results of the category will be given a follow-up in the form of
test stage I confirmation assessment mathematics skills advanced stage III tests, it can be concluded that the
using third-grade 1st semester materials. Based on the number of students suspected of having a mathematical
table, it can be seen that in class (A) the number of constraints on the second-grade 1st and 2nd semester
students 24 people, there are 3 students classified in the materials as many as three people.
frustration levels category, and 7 students classified in While in class (B) the number of students 22
the independent levels category. Students who classified people there are 2 students classified in the frustration
in the instruction levels and frustration levels category levels category. Students who classified in the
will be given a follow-up stage II in the form of further instruction levels and frustration levels category will be
tests, it can be concluded the number of students of given a follow-up in the form of advanced stage III
class (A) allegedly subjected to mathematical tests, it can be concluded that the number of students
constraints on the third-grade 1st semester materials as suspected of having a mathematical constraints on the
many as 3 out of 24 people. second-grade 1st and 2nd semester by 2 people. This
While in class (B) the number of students 22 situation can be illustrated in the table below.
people there are 2 students classified in the frustration
levels category, and 9 students classified in the Table 6: Results of a stage II follow-up assessment
independent levels category. Students who classified in test in Class B
the instruction levels and frustration levels category will Category
be given a follow-up stage II in the form of further tests,
it can be concluded the number of students of class (B) Class (B)
Frustration Instruction Independent
Levels Levels Levels
allegedly subjected to mathematical constraints on the 22 students
third-grade 1st semester materials by 2 people. This 2 students - -
situation can be illustrated in the table below.
Follow-Up - -
Table 4: Results of a stage I assessment confirmation
test in Class B In the assessment activity stage III follow-up
Category assessment which did individually using the instruments
of observation and instruments of test first-grade 1st and
Frustration Instruction Independent
Class (B) Levels Levels Levels 2nd semester. Stage I assessment is followed by
22 students advanced students who netted in the stage II further
2 students - 9 students assessment. After the assessment stage III conducted, it
was found the following results.
Follow-Up - Finish

In the assessment activity stage II which did


individually using observation instruments and
instruments of test second-grade 1st and 2nd semester
materials. Stage II assessment is followed by advanced
students who netted at the test stage I confirmation
320 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Table 7: Results of a stage III follow-up assessment Graph 1: Profile ability of MDG
test in Class A
Category

Frustration Instruction Independent


Class (A) Levels Levels Levels
24 students
- 1 2

- Finish Finish

The table above summarizes the results of the


test stage III follow-up mathematics skills assessment Then the student with the initials name AAAP,
using first-grade 1st and 2nd semester materials. Based the ability of mathematics skills that he has a concept of
on the table, it can be seen that in class (A) the number numbers, arithmetic operations, and geometry. It can be
of students 24 students is 1 student classified in the seen based on the value obtained exactly at the point
instruction levels category. At this stage the students even past the point value of the center. As for the
who classified in the instruction levesl and frustration obstacles that lie in its familiar concept of time,
levels category will not be given a follow-up in the form recognize the concept of money, and perform problem
of further tests, here the researchers will analyze what solving on word problems. This can be illustrated in the
form barriers experienced by students. chart below.
While in class (B) the number of students 22
people there are 2students classified in the independent Graph 2: Profile ability of AAAP
levels category. So it can be said that no student class
(B) which has a barrier mathematics on first-grade 1st
and 2nd semester materials. This situation can be
illustrated in the table below.

Table 8: Results of a stage III follow-up assessment


test in Class B
Category

Frustration Instruction Independent


Class (B) Levels Levels Levels
22 students
Furthermore, the student with the initials name
- - 2
RMY, the ability of mathematics skills that he has a
- - Finish concept of numbers, geometry, and know the money. It
can be seen based on the value obtained exactly at the
point even past the point value of the center. As for the
After carrying out a series of research activities
obstacles that lie in its ability to calculate operation,
ranging from stage I to stage III, the researchers recognize the concept of time, and perform problem
formulate mathematical skills profile of students who
solving on word problems. This capability can be
opted into the activities of stage II and stage III. These illustrated in the chart below.
profiles are plotted on a graph, where each graph depicts
the profile of each student.
Graph 3: Profile ability of RMY
At the student with the initials name MDG, the
ability of mathematics skills that he has a concept of
numbers, arithmetic operations, geometry, knowing the
money, and perform problem solving on word
problems. It can be seen based on the value obtained
exactly at the point even past the point value of the
center. As for the obstacles that lie in its familiar
concept of time. This can be illustrated in the chart
below.

Then the student with the initials name AAFM,


the ability of mathematics skills that she has a concept
of numbers, geometry, knowing the money, and
perform problem solving on word problems. It can be
seen based on the value obtained exactly at the point
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 321
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

even past the point value of the center. As for the mathematics difficulty in medium levels), then on the
obstacles that lie in its ability to calculate operation and first-grade 1st and 2nd semester capability mathematics
recognize the concept of time. This capability can be skills of MDG is in the independent levels category
illustrated in the chart below. (doesnt have problems of mathematics difficulty).
The ability of AAAPs mathematics skills that he
Graph 4: Profile ability of AAFM has a concept of numbers, arithmetic operations, and
geometry. As for the obstacles that lie in its familiar
concept of time, recognize the concept of money, and
perform problem solving on word problems. Based on
the placement of the value category assessment
mathematics skills, it can be seen that the third-grade 1st
semester materials capability mathematics skills of
AAAP is in the category frustration levels (having
mathematics difficulty in serious levels), then on the
second-grade 1st and 2nd semester materials capability
mathematics skills of AAAP is in the frustration levels
category (having mathematics difficulty in serious
While the student with the initials name MRW,
levels), then on the first-grade 1st and 2nd semester
the ability of mathematical skills that he has a concept
capability mathematics skills of AAAP is in the
of numbers, arithmetic operations, and know the
independent levels category (doesnt have problems of
money. It can be seen based on the value obtained
mathematics difficulty).
exactly at the point even past the point value of the
The ability RMYs mathematics skills that he has
center. As for the obstacles that lie in its geometry,
a concept of numbers, geometry, and know the money.
know the time, and perform problem solving on word
As for the obstacles that lie in its ability to calculate
problems. This capability can be illustrated in the chart
operation, recognize the concept of time, and perform
below.
problem solving on word problems. Based on the
placement of the value category assessment
Graph 5: Profile ability of MRW
mathematics skills, it can be seen that the third-grade 1st
semester materials capability mathematics skills of
RMY is in the frustration levels category (having
mathematics difficulty in serious levels), then on the
second-grade 1st and 2nd semester capability
mathematics skills of RMY is in the frustration levels
category (having mathematics difficulty in serious
levels), then on the first-grade 1st and 2nd semester
capability mathematics skills of RMY is in the
instruction levels category (doesnt have problems of
mathematics difficulty).
The ability AAFMs mathematics skills that she
DISCUSSION has a concept of numbers, geometry, knowing the
After doing a whole series of activities ranging money, and perform problem solving on word
assessment start from stage I screening and problems. As for the obstacles that lie in its ability to
identification up to stage II implementation of calculate operation and recognize the concept of time.
assessment includes identification test stage, Based on the placement of the value category
confirmation test stage, and follow-up assessment tests, assessment mathematics skills, it can be seen that the
the following researchers will conclude about the third-grade 1st semester materials capability
capabilities of mathematics skills in third-grade students mathematics skills of AAFM is in the category
of elementary school. frustration levels (having mathematics difficulty in
The ability of MDGs mathematics skills that he serious levels), then on the second-grade 1st and 2nd
has a concept of numbers, arithmetic operations, semester capability mathematics skills of AAFM is in
geometry, knowing the money, and perform problem the frustration levels category (having mathematics
solving on word problems. As for the obstacles that lie difficulty in serious levels), then on the first-grade 1st
in its familiar concept of time. Based on the placement and 2nd semester capability mathematics skills of AAFM
of the value category assessment mathematics skills, it is in the independent levels category (doesnt have
can be seen that the third-grade 1st semester materials problems of mathematics difficulty).
capability mathematics skills of MDG is in the The ability of MRWs mathematics skill that he
frustration levels category (having mathematics has a concept of numbers, arithmetic operations, and
difficulty in serious levels), then on the second-grade 1st know the money. As for the obstacles that lie in its
and 2nd semester materials capability mathematics skills geometry, know the time, and perform problem solving
of MDG is the instruction levels category (having on word problems. Based on the placement of the value
322 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

category assessment mathematics skills, it can be seen elementary school system. In addition, the assessment
that the third-grade 1st semester materials capability results of mathematical skills can also enrich the source
mathematics skills of MRW is in the frustration levels of the findings in the schools so they can develop a
category (having mathematics difficulty in serious wider back to recent studies and accurate. Then this
levels), then on the second-grade 1st and 2nd semester mathematics skills assessment results can be used as a
materials capability mathematics skills of MRW is in model example if other subjects will implement a
the frustration levels category (having mathematics system of assessment of skills such as mathematics
difficulty in serious levels), then on the first-grade 1st courses this. Schools can develop quality in terms of
and 2nd semester capability mathematics skills of MRW both program quality and competence of teachers in
is in the independent levels category (doesnt have understanding the assessment of subjects with training.
problems of mathematics difficulty). Schools need to add media facilities and other
Seeing the capabilities and constraints of each supporting facilities to improve the quality of the quality
student, it can be concluded that the sequence of aspects of teachers and students.
of mathematical skills that are difficult to understand for
students is the concept of time aspect, problem solving
of the word problems aspect, computation aspect, REFERENCES
geometry aspects, the concept of money aspect, and Delphie, B. (2009). Matematika untuk anak
number fact aspect. berkebutuhan khusus. Sleman: PT Intan Sejati
Klaten.
Noor, J. (2011). Metodologi penelitian skripsi, tesis,
CONCLUSIONS AND RECOMMENDATIONS disertasi, dan karya ilmiah. Edisi pertama.
Jakarta: Kencana.
Conclusions Uno, H. B., & Koni, S. (2012). Assessment
The research results showed that, out of 46 pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
students found 5 students who have mathematics skills Walle, J. A. (2008). Matematika sekolah dasar dan
barriers. The capabilities, constraints, and the needs in menengah. Edisi keenam, terj. (Suryono).
each students are different, but the research results Jakarta: Erlangga.
shows that the sequence of aspects mathematical skills
that are difficult to understand for students is the
concept of time aspect, problem solving of the word
problems aspect, computation aspect, geometry aspects,
the concept of money aspect, and number fact aspect.
Based on these results it can be concluded that
the ability of MDGs mathematics skills is in the first-
grade 2nd semester, and the ability of AAAPs
mathematics skills is in the first-grade 2nd semester,
then the ability of RMYs mathematics skills is in the
first-grade 1st semester, then the ability of AAFMs
mathematics skills is in the first-grade 2nd semester,
while the ability of MRWs mathematics skills is in the
first-grade 2nd semester.

Recommendations
The researchers suggested to teachers to be more
sensitive to the existing problems in the field, especially
on the subject matter of mathematics in third-grade of
elementary school. This mathematics skills assessment
results can be used as a reference for teachers to create
learning programs appropriate for the needs of students.
Teachers should be more cooperative in exploring the
latest study materials from the source. In addition, the
results of this mathematics skills assessment can be
considered to determine the completeness criteria
assessment in mathematics third-grade of elementary
school.
The researchers suggested to the school that
mathematics skills assessment results can be used as the
gold standard for the school when the assessment
mechanism as mathematics can be applied in
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

NEED-BASEDA SSESSMENT ON INSTRUCTIONAL STRATEGIES


FOR STRUGGLING LEARNERS IN INCLUSIVE SCHOOLS

Gunarhadi

Special Education Department


Sebelas Maret University, Surakarta, Indonesia
Corresponding Author: gunarhadi@fkip.uns.ac.id

Abstract : Inclusive education has been admittedly welcome for all children. The practice of instruction,
however, is still beyond the success of quality education. This research aims to identify the important strategy
of instruction as how to make the struggling learners attain better learning in inclusive schools.This research
was a survey on the needs assessment of educational serviceresponded by 32teachers taken through snow ball
samplingfrom inclusive schools in Surakarta. The data was collected through questionnaire and analyzed by
means of categorization and percentage. The study found that the important component of instructional
strategywas needed to be adjusted for children with disabilities in inclusive classrooms. Based on the degree
of the importance of accommodation, most respondents (56,3%) considered that classical instruction was very
important for struggling learners. In almost the same way, most teachers (62,5%) preferred individual
instruction for struggling learners. The research concludes that toaccommodate the fulfillment educational
service, struggling learners need a stronger emphasis on indivdual instruction rather than classical instruction.
Hence, it is recommended that in addition to classical instruction, teachers give individual instruction for
children with learning problems in inclusive classroooms.
Keywords: inclusive,struggling learners, classical instruction, individualinstruction.

INTRODUCTION accommodate the special needs by utilizing students


Background. centered-approach of pedagogy ( Gunarhadi, 2014, and
The rapid development of education as the Mayor, 1994). It means that teachers should be aware of
demand of education for all (EFA) has proved that the strugling learners within classroom instruction. They are
right to education for Children with special needs is children with special needs with learning problems due
becoming the central issue of universal attention. Since to their intellectualdisabilities. Such children include
EFA was declared as a collective commitment by Slow Learner (SL), Learning Disabilities (LD), and
UNESCO in 2000, each country is striving to guarantee those with Mental Retardation (MR). In general,
thatall marginalized children share actual participation however, the implementation is not running as it is
to education (Farrell & Ainscow, 2002).It is believed expected. This research is, therefore, aimed to analyze
that inclusion is the best solution to overcome the the needs as to resolve the inhibitingproblems related
problems of EFA. Inclusive education came up the first particularly to the instructional strategy for those with
time as a demand of the right to education for all. Every learning problems in an inclusive classroom.
child has the fundamental right to education and has to One important point to be noted here is that the
be given the opportunities to achieve and own proper implementation of inclusive education is enforced by
degree of knowledge (Mayor, 1994).It implies that legal foundation. Once the legal foundation is
everyone has to get education regardless of tribe, established, it becomes the philosophy as well as guide
religion, and culture including those with certain to the implementation of inclusive education.In
handicapping conditions. Under the World Declaration indonesia, the concept of inclusive education is
of education for all (EFA) initiated by United Nations in formalized through government policies by laws and
1948, inclusive education grows stronger as a universal rules that function as the guide line to the practice in
demand. Inclusive education was becoming vigorous regular schools. In Indonesia, inclusive education is
since it was proclaimed both in Salamanca and the based on legal foundation of Basic Constitution 1945
World Education Conference in Dakar, Sinegal, 2000. (UUD 1945) mentioning the civil right to education for
These world forums consent the regular schools with every citizen. This legal foundation is supported by
inclusive orientation is believed to be effective means of EducationAct under the Ministry of Education ruling
combating discriminatory attitude, creating child- the education system for children with special needs.
friendly environment, and building inclusive society, Article 32 of National Education Constitution, for
correspondingly. instance, mentions the definition of citizens with special
To be specific, Slavin (2012) defines inclusion as needs and the placement of educational services in
an arrangement whereby students who have disabilities inclusive schools.
or at risk receive all their instruction in general The education Act is then generated government
education setting. Regular schools, therefore, should rules to designating the operation of practice in regular

323
324 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

schools. In the year of 2003, a regulation was launched conducted in the city of Surakarta, Central Java. The
by The Directorate of Secondary Education No. sample was of 32 teachers and special education
380/C.66/MN/2003 which was issued on the 20thof teachers representing 17 inclusive schools taken by
January, 2003. This issuance recommended the opening snowball sampling technique.The data was collected by
of inclusive education in every region all over means of questionnaire on kinds of educational services,
Indonesia. One momentum of historical event of and analyzed descriptive quantitative using
inclusive education in Indonesia is the issuance of categorization and percentage.
Decision Letter by the Ministry of Education No.
70/2009 on inclusive education. It is stated inclusive RESULTS AND DISCUSION
education is compulsory in every region all over Based on the needs analysis, there are at least 7
Indonesia. There should be at least one inclusive school out of 13educational servicespointed out by 16 out of 17
in elementary, secondary, and senior and vocational Special Education Teachers (SET) in the Municipality
high school. This act specifically covers the rules of the of Surakarta. Below is the general evaluation on the
implementation of inclusive education in terms of educational services responded by SET based on the
defining children with special needs, schools facilities, degree of importance in inclusive schools.In the respect
placement, curriculum, instructional system, and of giving educational services for children with special
evaluation systemas well. Since then, inclusive needs in inclusive schools, there are at least two
education is practiced under this guideline. However, important points taken for granted. They are ; (1)
the implementation is still hindered particularly by ClassicalInstructional Strategies and (2)
internal factors. Internal factors such as social, IndividualizedInstruction.
psychological, academic aspects may inhibit the
children learning. Limited social interaction among Instructional Strategies for Struggling Learners in
children may inhibit them from feeling free when Classical Setting.
learning the academic subject matters. In the similar Table 1. Response on Instructional Strategy for
ways, the utilization of curriculum may also become Struggling Learners in Classical Setting.
obstruction. Children may find it difficult to adjust Number of
themselves learning because the use of curriculum does Kinds of Response Respondents Percentage
not fit them (Ornstein & Hunkins, 2013) Very Unimportant
In addition to the curriculum and facilities, 0 0%
teachers competence is another imminent problem. Unimporant 0 0%
Most teachers lack the strategies of teaching, managing, Fairly Important 2 6,25%
and motivating students with special needs (DeRuvo, Important
2009). Not knowing how to teach students with 12 37,5%
disabilities, many teachers could not make adjustment. Very Important 18 56,25%
Inclusive schools, as a matter of fact, need to hire
Total Number 32 100%
special education teacher to handle such educational
service problems. A survey previously conducted by
Gunarhadi, Sunardi, Munawir, and Tri Andayani (2014) Based on Table 1 above,two out of 32
indicated the needs of special education teachers in respondents statesthat instructional strategy for children
many inclusive schools the respective research site.The with intellectual disabilities was just fairly important.
limited knowledge of instructional strategy among the On the other hand, 18 teachers (56,25%) responded very
teachers make them neglect students with learning importantly, twelve others (37,5%) responded that
problems (Ballard, 2005). They tend to focus their instructional strategy was important. This figure shows
instruction only for students in general. The worse of all most teachers agree that instructional strategy for
is taht the available teachers in inclusive classroom feel children with intellectual disabilities such as slow
the burden of having children with learning problems learners, learning disabilities and those with mental
particularly those with severe learning problems. They retardation so-called struggling learnersplays an
are not convinced of what to do either with classical important role to improve their learning performance in
instruction or individual instruction for students with inclusive classrooms. They are called struggling
hard struggle of learning. The focus of this reseach is learners because they are characterized by special needs
aiming at knowing whether children with learning due to their different way of learnings as compared to
problems need better service of classical instruction or their peers in the general classes. Such children could
individual instruction within the classroom setting of not learn along the non- disabled classmates so that they
inclusive education. are left behind in term of academic achievement.
Regarding their particular way of learning among those
METHOD OF RESEACH struggling learners, teachers should be always alert that
they need special way of instruction. Special attention
This study is survey on needs assessment on
educational services given to children with special might be needed concering with their learning
attainment, progress, and other academic problems
needs in inclusive education. This research was
during the classical system of instruction. They need
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 325
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

extra helps like remedial teaching and special CONCLUSION & RECOMMENDATION
scaffolding in order to keep up with their classmates Conclusion.
(DeRuvo, 2009). It is believed that special attention in From the discussion above, it can be concluded
terms of identifying problems and creating ways of that inclusive education could not run well without the
solution during the classical instruction will be a big provision of the following aspects.
help for them to improve both academic and social 1. The quality of instruction plays an important role
skills (Smith, 2006). In addition, classical instruction is of human resources for struggling learners in
important not only because the school in inclusive, but constituting a massive contribution to the
also because it reflects equality of learning in diversity. inclusion.Quality of instruction is related to
It builds the learning community where every child and pedagogic competence which is concerning with
the teachers learn how to be tolerance. educational services in terms of classroom
management, instructional strategy for diverse
Individualized Instruction for Children with Learning students in an inclusive classroom.
Disabilities 2. Classical instruction which is designed to focus
on the students with hard effort of learning is
Table 2. Responseof Aide Teachers on the inevitable in inclusive education. Through
Individualized/Cluster Instruction classical instruction, students with hard effort of
Number of learning. Such an instruction is important not
Kinds of Response Respondents Percentage only for academic purposes. Instead, classical
Very Unimportant 0 0% instruction builds the learning community where
Unimportant every child and the teachers learn how to be
0 0%
tolerance.
Fairly Important 4 12,5% 3. Individual instruction is considered important for
Important 8 25% struggling learners more than classical
Very Important instruction. It is needed because this instruction
20 62,5% is humanistically adjustable to them to get
Total Number 32 100% benefit of learning both in academic and social
attainment.
From the above Table 2, it is clear that 20
teachers (62,25%) responded that individualized Recommendation
instruction was very important and 8 teachers (25%) It is recommended that trainings of instructional
consider that individualized instruction was similarly strategy be encouraged as to improve the teachers
important. The rest, however, 4 teachers (12,5%) competence, and quality of students learning
responded that it was just fairly important. This figure performance accordingly.
implies that individualized instruction is considered
very important. It is true that individualized instruction REFERENCES
is badly needed particularly by those with severe Ballard, K. (2005). Inclusive education: Internationa
handicapping condition included in inclusive voice on disabilities and justice. Philadephia.
classrooms. Without individualized service such USA Palmer Press, Taylor& Francis Inc.
children would never learn together with other non- DeRuvo, S., L. (2009). Strategies for teaching
disabled classmates. It also means that their attendance adolescents with ADHD. San Francisco, CA:
into the regular classroom is meaningless except for John Wiley & Son, Inc.
social interaction.Individual instruction, furthermore, is Farrell, & Ainscow, M. (2002). Making special
needed more importantly than classical instruction. education inclusive. London: David Fulton
Students with hard effort of learning do not get fully the Publishers
meaning of learning within the classical instruction. The Gunarhadi, Sunardi, Munawir, and Tri Rejeki Andayani.
more severe the learning problems, the less they get the (2014). Instructional strategy of cluster model in
meaning of learning from classical instruction. It means inclusive education: Preliminary study on cluster
they need specific intention from the teacher on ther model of inclusive education. KKU International
individual basis. Careful planning of program, Journal of Humanities and Social Science, 4, (2),
implemetation of instruction, and multi-approach of 1-13.
evaluation need to focused aligned with their specific Mayor, F. (1994). The Salamanca statement:
need of learning. Providing individual instruction seems Framework for action. UNESCO
to be a guarantee for those struggling learners not only Ormrod, J., E. (2011). Educational psychology:
in term of academic attainment but alsofor the sake of Developing learners. Boston, MA. Pearson
motivation and self-esteem building (Ormrod, 2011). In Education, Inc.
this way, they can feel their learning meaningfully in the Ornstein, A., C. & Hunkins, F., P. (2013). Curriculum:
context of inclusion. Foundation, principle, and issues. Upper Saddle
River, New Jersey: Pearson Education Inc.
326 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70/2009 Smith, D. (2006). Inclusion: Schools for all students.
tentang pendidikan inklusif bagi peserta yang Boston: A Pearson Education Company.
memiliki kelainan dan memiliki potensi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun
kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Jakarta: 2003, tentang sistim pendidikan nasional.
Depdiknas RI. Jakarta: Depdiknas.
Salim, A,. Gunarhadi, Anwar,.M. (2015). Pembelajaran
terdiferensiasi bagi anak berkebutuhan khusus di
sekolah inklusif.
Slavin, R., E. (2012). Educational psychology: Theory
and practice. Upper Saddle River, New Jersey:
Pearson Education, Inc.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN MELALUI


STRATEGI PEMENGGALAN KALIMAT

Irnawati Sukirmana, Nurullita Arum Pratiwib


ab
Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
Email: irnawati_sukirman@yahoo.co.id

Abstrak: Pemahaman merupakan salah satu aspek yang penting dalam kegiatan membaca, sebab untuk dapat
memahami isi suatu bacaan dengan baik diperlukan adanya kemampuan membaca pemahaman yang baik
pula (H.G. Tarigan, 1986:37). Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan strategi yang tepat untuk
meningkatkan kemampuan membaca pemahaman bagi anak yang mengalami kesulitan dalam memahami
bacaan. Penelitian dilakukan di Bandung pada tanggal 16 November 2015 sampai dengan 21 Desember 2015.
Jumlah subjek 1 orang siswa kelas 4 yang memiliki hambatan dalam membaca pemahaman. Teknik
pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan instrument asesmen
kemampuan membaca pemahaman. Analisis data yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif, yakni dengan
cara menghitung jumlah poin yang diperoleh anak pada pre test yang diberikan dan mendeskripsikan
kesalahan yang dilakukan oleh anak pada pre test tersebut, dan membandingkan hasil yang diperoleh pada pre
test dengan hasil yang diperoleh anak pada saat post test. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa strategi pemenggalan kalimat dapat meningkatkan kemampuan anak dalam membaca pemahaman,
Kata Kunci: Membaca Pemahaman

PENDAHULUAN Oleh karena itu, membaca pemahaman menjadi


Membaca merupakan salah satu aspek sangatlah penting karena apabila kita memiliki
kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seseorang. pemahaman membaca yang baik maka informasi
Karena dengan membaca segala macam informasi yang tersebut dapat kita serap dengan baik pula, demikian
ada dapat kita peroleh. Dari membaca pula sumber- sebaliknya. Melalui membaca pemahaman, seseorang
sumber pengetahuan dapat kita pelajari. Sehingga akan terbantu dalam rangka pengembangan kemampuan
pemahaman dalam membaca sangat penting untuk akademik, keahlian, dan kecerdasan. Dalam kehidupan
dikuasai. Berdasarkan alasan tersebut kami memahami masyarakat modern yang kompleks, kemampuan
bahwa membaca pemahaman penting untuk dilakukan seseorang dalam membaca pemahaman sangat
hal ini dikarenakan bahwa semua informasi yang kita diperlukan dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan
peroleh dimulai dari membaca. sosial.
Membaca pemahaman didefinisikan sebagai Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
salah satu macam membaca yang bertujuan memahami mengetahui kemampuan anak dalam membaca
isi bacaan (Sujanto dalam Nurhadi, 1987:222). pemahaman yaitu dengan menggunakan asesmen
Kemampuan membaca sangat kompleks dan bukan membaca pemahaman. Asesmen ini sangat diperlukan
hanya kemampuan teknik membacanya saja tetapi juga untuk mengetahui ada atau tidaknya kesulitan dalam
kemampuan dalam pemahaman interpretasi isi bacaan. membaca pemahaman pada anak. Melalui asesmen ini
Membaca pemahaman dapat pula diartikan diharapkan dapat mengetahui kemampuan membaca
sebagai serangkaian proses yang dilakukan pembaca pemahaman anak. Sehingga kita dapat mengetahui
untuk menemukan informasi dan memahami informasi kesulitan yang dialami anak dalam membaca
yang terkandung dalam sebuah teks bacaan. Tujuan pemahaman serta menentukkan strategi seperti apa yang
membaca pemahaman adalah untuk memperoleh sukses tepat bagi anak dalam meningkatkan membaca
dalam pemahaman penuh terhadap argumen-argumen pemahaman pada anak.
yang logis, urutan-urutan etoris atau pola-pola teks, Dari uraian tersebut peneliti tertarik untuk
pola-pola simbolisnya, nada-nada tambahan yang mengetahui strategi yang dapat menginkatkan
bersifat emosional dan juga sarana-sarana linguistik kemampuan membaca pemahaman. Oleh karena itu
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan (H.G. tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan
Tarigan, 1986:36). Ada beberapa langkah yang dapat kemampuan membaca pemahaman anak melalui strategi
dilakukan dalam membaca pemahaman: pemenggalan kalimat.
a. Membaca teks secara berulang-ulang
b. Menuliskan kembali hal-hal yang dianggap METODE PENELITIAN
penting Teknik pengumpulan data yang digunakan pada
c. Membuat kesimpulan tentang isi teks penelitian ini adalah dengan menggunakan instrument
d. Merespon atau mempraktekan isi bacaan, dalam asesmen kemampuan membaca pemahaman. Penelitian
hal ini menyeleksi bacaan. ini menggunakan single-case experimental design yang
merupakan sebuah desain penelitian untuk
mengevaluasi efek suatu perlakuan dengan kasus

327
328 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

tunggal dari beberapa subjek dalam suatu kelompok Pada penelitian ini metode pengumpulan data
atau subjek tunggal (N= 1). Desain eksperimen kasus yang digunakan yaitu dengan menggunakan instrument
tunggal (single-case experimental design) merupakan asesmen kemampuan membaca pemahaman. Asesmen
sebuah desain penelitian untuk mengevaluasi efek suatu dilakukan setelah memperoleh subjek yang mengalami
perlakuan (intervensi) dengan kasus tunggal. Kasus kesulitan dalam membaca pemahaman. Subjek dalam
tunggal dapat berupa beberapa subjek dalam satu penelitian ini adalah seorang anak perempuan yang
kelompok atau subjek yang diteliti adalah tunggal berusia 10 tahun duduk di kelas 4 Sekolah Dasar,dan
(N=1), (Latipun:2008). mengalami kesulitan dalam membaca pemahaman.
Analisis data yang digunakan yaitu deskriptif
kualitatif, yakni dengan cara menghitung jumlah poin HASIL
yang diperoleh anak pada pre test yang diberikan dan Hasil Penelitian
mendeskripsikan kesalahan yang dilakukan oleh anak Hasil identifikasi klasikal pada saat melakukan
pada pre test tersebut, dan membandingkan hasil yang pre test untuk menentukan subjek yang memiliki
diperoleh pada pre test dengan hasil yang diperoleh kesulitan dalam membaca pemahaman dapat dilihat
anak pada saat post test. pada grafik satu yang menggambarkan jumlah
kesalahan yang dilakukan anak pada saat membaca.
Gambar 1: Hasil pre test jumlah kesalahan membaca yang dilakukan oleh siswa kelas 4 SD N Cidadap 1 pada saat
membaca pemahaman

Berdasarkan hasil identifikasi yang kami lakukan


secara klasikal dari data diatas dapat dilihat bahwa
terdapat 3 orang siswa yang memiliki skor terendah.
Dari ketiga siswa yang memiliki skor terendah tersebut
dapat pula dilihat bahwa untuk ari, Yuli, dan Zidan.
Dari hasil identifikasi tersebut maka kami
melakukan konfirmasi atau tes kembali untuk
memastikan apakah ketiga siswa tersebut benar-benar
mangalami hambatan dalam membaca pemahaman. Figure 2. Hasil kemampuan membaca Pemahaman
Adapun hasil tes kemampuan membaca pemahaman Ari Ari pada tahap konfirmasi
dijelaskan pada tabel 1 mengenai kemampuan membaca
pemahaman anak pada aspek pemahaman fakta,
sekuen/urutan kejadian, argumentasi, dan
analogi/prediksi, serta pada figure 2 yang
menggambarkan kemampuan pemahaman membaca Ari
pada 4 aspek tersebut. Dan figure 3 yang
menggambarkan kesalahan yang sering dilakukan Ari
pada saat membaca.
Tabel 1. Hasil Konfirmasi Kemampuan Membaca Figure 3. Kesalahan yang dilakukan Ari pada saat
Pemahaman Ari : membaca
No Aspek Penilaian Skor
Berdasarkan data pada tabel dan grafik tersebut
1 Fakta 3
tampak bahawa Ari mengalami peningkatan
2 Sekuen/urutan kejadian 4
kemampuan membaca yang signifikan pada tahap
3 Argumentasi 8
konfirmasi. Meskipun banyak kesalahan dalam
4 Analogi/Prediksi 10
membaca yang dilakukan pada saat membaca terutama
Total Skor 25
dalam hal tanda baca yang hampir setiap kalimat
Persentase keseluruhan 71%
diabaikan tanda bacanya, misalnya titik, koma serta
Pemahaman
pemenggalan kata ketika membaca. Namun dari
Keterangan Sedang
kemampuan pemahamannya Ari cukup mampu
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 329
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

manangkap isi dari bacaan atau teks yang dibacanya bahasa yang lebih sederhana. Berdasarkan data diatas
baik itu dari unsur fakta, sekuen, argumentasi maupun juga tampak bahwa Yuli sama sekali tidak dapat
analogi. menjawab pertanyaan yang mengandung unsur fakta,
Hasil konfirmasi kemampuan membaca dan sukuen dalam bacaan/teks yang dibacanya.
pemahaman Yuli dijelaskan pada tabel 2 yaitu Hasil konfirmasi kemampuan membaca
mengenai pemahaman anak pada aspek pemahaman pemahaman Zidan dijelaskan pada tabel 3 yaitu
fakta, sekuen/urutan kejadian, argumentasi, dan mengenai pemahaman anak pada aspek pemahaman
analogi/prediksi, serta pada figure 4 yang fakta, sekuen/urutan kejadian, argumentasi, dan
menggambarkan kemampuan pemahaman membaca analogi/prediksi, serta pada figure 6 yang
Yuli pada 4 aspek tersebut. Dan figure 5 yang menggambarkan kemampuan pemahaman membaca
menggambarkan kesalahan yang sering dilakukan Yuli Zidan pada 4 aspek tersebut. Dan figure 7 yang
pada saat membaca. menggambarkan kesalahan yang sering dilakukan Zidan
pada saat membaca.
Tabel 2. Hasil Konfirmasi Kemampuan Membaca
Pemahaman Yuli : Tabel 3. Hasil Konfirmasi Kemampuan Membaca
Pemahaman Zidan :
No Aspek Penilaian Skor
No Aspek Penilaian Skor
1 Eksplisit (Fakta) 2 1 Eksplisit (Fakta) 2
Eksplisit (Sekuen/urutan Eksplisit (Sekuen/urutan
0 4
2 kejadian 2 kejadian
3 Ekplisit (Argumentasi) 4 3 Ekplisit (Argumentasi) 4
4 Implisit (Analogi/Prediksi) 4 Implisit
8
4 (Analogi/Prediksi)
Total Skor 10
Total Skor 18
Persentase keseluruhan 29% Persentase keseluruhan 51%
Pemahaman Keterangan Pemahaman
Sangat Rendah
Keterangan Rendah

Figure 4. Hasil kemampuan membaca pemahaman Figure 6. Kemampuan Membaca Pemahaman


Yuli pada tahapan konfirmasi
Zidan

Figure 7. Kesalahan yang dilakukan Zidan pada


Figure 5. kesalahan yang dilakukan pada saat saat membaca
membaca
Dari data diatas dapat dilihat bahwa kemampuan
Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa membaca pemahaman Zidan mengalami peningkatan
pada tahapan konfirmasi Yuli masih mengalami dari tahapan identifikasi klasikal, di tahapan konfirmasi
hambatan dalam membaca pemahaman, hampir sama Zidan mampu menjawab hampir sebagian besar soal
dengan Ari. Sehingga ketika anak diminta untuk yang berkaitan dengan teks bacaan yang dibacanya.
menjawab pertanyaan terkait isi teks yang dibaca anak Hasil kemampuan membaca pemahaman pada
tidak mampu menjawab hampir dari semua pertanyaan tahap konfirmasi dijelaskan pada tabel 4 dan figure 8
yang diajukan meskipun pertanyaan sudah ditanyakan dan 9 Dimana Ari dan Zidan menunjukkan kemampuan
secara lisan dan beberapa pertanyaan, diubah menjadi yang signifikan pada tahap konfirmasi sementara Yuli
330 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

pada tahap konfirmasi belum menunjukkan perubahan Sehingga dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Yuli
apapun dalam kemampuan membaca pemahamannya. mengalami kesulitan membaca pemahaman.

Tabel 4. Hasil Kemampuan Membaca Pemahaman pada tahap konfirmasi

Skor
Nama Eksplisit Implisit Total
No Eksplisit Eksplisit Persentase Level
Siswa Sekuen / Analogi/ Skor
Fakta Argumentasi
Urutan prediksi
Pemahaman
1 Ari 3 4 8 10 25 71% Sedang
Pemahaman
2 Yuli 2 0 4 4 10 29% Sangat Rendah
Pemahaman
3 Zidan 2 4 4 8 18 51% Rendah

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan isi teks


yang dibacanya.
Dari hasil konfirmasi tersebut kami akhirnya
menyimpulkan untuk melakukan asesmen lebih lanjut
kepada Yuli. hal ini dimaksudkan untuk melihat lebih
jauh dimana letak kesulitan yang dialami anak dalam
memahami isi bacaan, serta di tahapan mana anak
mampu memahami isi teks/bacaan yang dibacanya.

Figure 8. Kemampuan membaca anak pada tahap


PEMBAHASAN
Di tahap awal asessmen kami menggunakan 2
konfirmasi
jenis teks dan menurunkan teks instrumen menjadi teks
untuk siswa kelas 3 semester 2. Dalam tahapan ini kami
membuat soal instrumen dalam 2 kategori yaitu 10 soal
untuk pilihan ganda dengan skor 1 untuk masing-
masing soal dan 5 soal essay singkat dengan skor
masing-masing 2 untuk tiap soal, jika anak mampu
menjawab soal dengan benar. Rincian soal pada tahap
asesmen lanjutan beserta tabel dan grafik skor hasil
kemampuan membaca pemahaman Yuli pada tahapan
asessmen awal. Tabel 5 dan Figure 10 menggambarkan
perbandingan kemampuan membaca pemahaman Yuli
pada tahap asesmen awal .
Figure 9. Kesalahan yang dilakukan pada saat Tabel. 5 Skor kemampuan membaca pemahaman
membaca pada assmen tahap awal
Secara keseluruhan dari data diatas dapat dilihat Skor Uns Unsu
bahwa dari ketiga siswa yang kami konfirmasi, dua Asesm ur r Unsur Unsur
diantaranya yaitu Ari dan Zidan memang mengalami en Fakt Seku Argum Analogi/Pred
hambatan dalam membaca secara oral, namun mereka No awal a en en iksi
mampu memahami isi teks yang dibacanya secara Tahap
keseluruhan meskipun sering salah dalam membaca kata 1 1 4 0 1 2
dalam kalimat yang dibacanya, namun kesalahan dalam Tahap
membaca tersebut tidak merubah makna kalimat yang 2 2 5 1 3 3
dibacanya sehingga mereka mampu memahami isi teks
yang dibacanya.
Sedangkan Yuli memang jarang melakukan
kesalahan dalam membaca akan tetapi dalam
memahami isi teks yang dibacanya anak masih
mengalami kesulitan, walaupun pertayaan sudah diulang
kembali secara lisan dan diubah dalam bentuk kalimat
yang lebih sederhana anak masih sulit untuk menjawab
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 331
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Berdasarkan Analisi hasil asesmen secara


keseluhan dapat disimpulkan bahwa Yuli mengalami
hambatan dalam membaca pemahaman. Hal ini tampak
dari hasil asesmen yang kami lakukan bahwa anak tidak
mampu memahami isi teks bacaan yang dibacanya
ketika itu berupa teks bacaan walaupun hanya terdiri
dari satu paragraf. Akan tetapi ketika kami terus
melakukan penurunan teks hingga akhirnya kami hanya
memberikan soal-soal instrumen yang hanya terdiri dari
Figure 10. Kemampuan membaca pemahaman Yuli satu kalimat anak mulai dapat memahami dan mampu
pada asesmen tahap awal mengerjakan soal dengan benar. Dari hasil asesmen juga
terlihat bahwa anak sering melakukan kesalahan dalam
Dari data diatas dapat dilihat bahwa Yuli membaca teks bacaan yang dibacanya terutama dalam
mengalami peningkatan dalam kemampuan membaca hal subtitusi (mengganti huruf/kata) sehingga merubah
pemahaman pada teks pertama ke teks ke 2. Walupun makna dari kata yang dibaca. Hal ini menjelaskan
hasil akhiranya tidak jauh berbeda. Demikian pula bahwa anak memang tidak memahami apa yang
dalam hal membaca oralnya, walaupun masih sering dibacanya. Meskipun anak mampu membaca dengan
melakukan kesalahan dalam membaca kata, namun pada lancar.
teks ke dua Yuli melakukan kesalahan lebih sedikit Kesalahan lain yang sering dilakukan anak
dibanding ketika membaca teks yang pertama. Akan adalah anak tidak memperhatikan tanda baca, setiap
tetapi dari kedua teks tersebut dapat dilihat bahwa Yuli kalimat yang ia baca ia sambungkan tanpa melihat ada
masih mengalami kesulitan dalam memahami isi teks tanda titik maupun koma, hal ini menyebabkan makna
bacaan tersebut, sehingga kami melakukan asesmen dari masing-masing kalimat menjadi lain dan ketika
kembali pada tahapan asesmen lanjutan dengan mencari ditanya apa yang ia baca ia menjadi tidak paham.
teks yang lebih sederhana dengan jumlah kata yang Setelah tanda titik biasanya anak langsung meneruskan
lebih sedikit. membaca ke kalimat selanjutnya sehingga pengertian
nya menjadi lain. Hal ini juga menjadi salah satu faktor
1. Analisis Asesmen Lanjutan Tahap 1 : penyebab kurangnya membaca pemahaman pada anak.
Untuk asesmen lanjutan tahap pertama kami Setelah dilakukan asesmen kepada YL dan YL
menggunakan 3 jenis teks yang berbeda dengan diberikan instrumen berupa teks bacaan yang telah
bentuk istrumen soal yang berbeda-beda. Untuk dipenggal menjadi per kalimat. Hasilnya terdapat
teks pertama kami memberikan teks yang terdiri banyak kemajuan pada anak. Dimana anak tidak hanya
dari 191 kata. Dimana dalam 1 kalimat terdiri sekedar membaca dengan lancar tanpa mengerti apa
dari 6-10 kata. Pada teks ke dua kami yang ia baca. Pelan-pelan anak mengerti dan paham apa
memberikan teks dengan jumlah kata 174 kata. yang ia baca walaupun teks bacaan harus dipenggal per
Yang terdiri dari 3 paragraf. Pada teks ketiga kalimat. Hal ini terbukti dari anak menjawab pertanyaan
kami memberikan teks yang lebih pendek dan yang hasilnya keseluruhan jawaban anak adalah benar.
lebih sederhana dengan jumlah kata 174 kata. Anak yang tadinya hanya sekedar membaca sekarang
Yang terdiri dari 3 paragraf. Pada teks ketiga menjadi tahu apa makna dari masing-masing kalimat
kami membuat instrumen soal dalam bentuk yang ia baca, tidak hanya membaca dengan lancar saja.
uraian singkat berjumlah 10 soal.
2. Assesmen Lanjutan Tahap 2 : KESIMPULAN
Pada tahapan ini dibuat dua bentuk instrumen Berdasarkan hasil asesmen yang telah kami
yaitu satu bentuk dibuat teks per paragaraf dan lakukan kepada YL, kami menyimpulkan bahwa YL
satu lagi dibuat per kalimat. Hal ini dimaksudkan mampu memahami teks apabila teks tersebut dipenggal
untuk mengetahui seberapa paham anak akan isi menjadi kalimat-kalimat. Hal ini didasari karena selama
wacana. proses asesmen, apabila teks bacaan masih berupa
a. Analisis teks per paragraf paragraf-paragraf dengan beberapa kalimat anak sulit
Hanya sedikit kesalahan yang dilakukan untuk memahami isi dari teks bacaan. Hal ini
anak, baik itu pada saat membaca maupun disebabkan karena anak sering melakukan kesalahan
menjawab pertanyaan yang diberikan. dalam membaca khususnya kesalahan dalam aspek
b. Analisis teks per kalimat substitusi (mengganti huruf atau kata) sehingga
Anak tidak melakukan kesalahan apapun merubah makna dari kata atau kalimat yang dibacanya,
pada teks ketiga ini yang diberikan per hal ini menjadikan anak semakin sulit untuk memahami
kalimat, anak paham betul apa yang ia baca. isi teks yang dibacanya. Selain itu, anak juga tidak
Hal ini menandakan bahwa tingkat memperhatikan tanda baca, sehingga ketika ia membaca
pemahaman membaca anak hanya sampai antara satu kalimat ke kalimat lain dibaca tanpa jeda.
di tahapan ini. Akan tetapi pada saat teks dipenggal menjadi per
paragraf anak mulai mampu memahami teks bacaan
pada paragraf tersebut secara keseluruhan tetapi masih
332 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

harus diberikan bantuan penjelasan. Namun ketika anak Hafni. (1981). Pemilihan dan Pengembangan Bahan
diberikan teks per kalimat anak langsung memahami Pengajaran Membaca. Jakarta: P3G
apa isi bacaan yang ia baca dalam artian setiap kalimat Latipun. (2008). Psikologi Eksperimen. Malang:
yang diberikan anak paham secara utuh kalimat Universitas Muhammadiyah Malang Press.
tersebut, sehingga anak mampu menjawab pertanyaan- Lado, R. (1964). Language Teaching a Scientific
pertanyaan yang diberikan dengan benar. Berdasarkan Approach. Bombay-New Delhi: Mcgraw-Hill
hal di atas, kami menyimpulkan bahwa kemampuan Publishing Co.Ltd.
membaca pemahaman YL ada pada tahapan membaca Nurhadi.(1987). Membaca cepat dan Efektif. Bandung :
per kalimat. Sinar Baru
Rahim, F. (2005). Pengajaran Membaca di Sekolah
Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
DAFTAR PUSTAKA Suyatmi. 2000. Membaca 1. Surakarta: UNS Press
Barret T. (2005). Understanding Problem Based Tarigan, H.G. (1994). Membaca Ekspresif. Bandung:
Learning. http://www.aishe.org/readngs/2005- Angkasa
2/chapter2.pdf Tarigan, Hendry Guntur.(1986). Membaca Sebagai
Burns, P.C., Roe, B.D., & Ross, E.P. (1984). Teaching Suatu Keterampilan Berbahasa. Angkasa :
Reading in Todays Elementary School (Third Bandung
Edition). Boston: Houghton Mifflin Company. Tinker Miles Albert, Mc Cullough, & Constance Mary.
(1975). Teaching Elementary. Englewood
Cliiffs, N.J: Prentie- Hall
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

ASESMEN MENULIS PADA SISWA DENGAN KESULITAN BELAJAR DI SEKOLAH


INKLUSIF
(Writing Assessment of Students with Learning Disabilities in an Inclusive School)

Mayasari Manara, Ika Karlinab, Dio Gitarama Subratac, Endun Sunandad


abcd
Indonesia University of Education
E-mail: manarmaya@ymail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengases keterampilan menulis siswa dengan kesulitan belajar. Hal ini
juga bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan siswa, kemampuan, dan kesulitan dalam
keterampilan menulis. Fokus penelitian terletak pada tiga aspek keterampilan menulis: menulis permulaan,
mengeja, dan menulis lanjutan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif pada tiga
siswa kelas 5 SD di sekolah inklusif sebagai sampel. Penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga siswa telah
menguasai menulis permulaan tetapi mengalami kesulitan dalam menulis lanjutan dan mengeja. Studi ini
mengimplementasikan kebutuhan belajar siswa dengan kesulitan belajar pada keterampilan menulis, termasuk
bimbingan khusus guru untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis lanjutan dan mengeja.
Kata kunci: asesmen menulis, kesulitan belajar, sekolah inklusif

Abstract: The current study aimed to assess the writing skills of students with learning disabilities. It also
attempted to gain information regarding students needs, strengths, and weaknesses in writing skills. The focus
lies on the three aspects of writing skills: handwriting, spelling, and written expressions. The method adopted in
the study was a qualitatively descriptive method with three 5 th grade students enrolled at an inclusive school as
the samples. The findings of this study revealed that the three students have mastered handwriting skill but had a
difficulty in written expressions and struggled in spelling facet. This study implies the needs of learning-disabled
students in writing skills including teachers special guidance to boost their skills in written expressions and
spelling.
Keywords: writing assessment, learning disabilities, inclusive school

PENDAHULUAN disfungsi minimal otak, serta afasia perkembangan.


Pendidikan inklusif memberikan kesempatan Sedangkan menurut NJCLD, kesulitan belajar lebih
kepada setiap siswa untuk memperoleh pendidikan menunjukkan pada berbagai kesulitan yang
bersama dengan teman-teman sebaya di kelas yang dimanifestasikan dalam bentuk kemampuan
sama, menghargai keberagaman serta menyediakan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis,
layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. menalar dan bidang studi matematika (Abdurrahman,
Stainback dan Stainback (2012) menyatakan bahwa 2003). Salah satu kesulitan yang seringkali ditemukan
sekolah inklusif menyediakan program pendidikan di kelas, yaitu kesulitan menulis. Siswa dengan
yang layak, namun menantang dan disesuaikan dengan kesulitan belajar menghadapi tantangan yang lebih
kemampuan serta kebutuhan anak (Kemendiknas, besar dari teman-teman sebaya tanpa kesulitan belajar
2010). Shapon Shevin (2007) mengemukakan dengan dalam menulis (Jacobs, 2014). Menulis adalah proses
adanya sekolah inklusif bukan berarti memasukkan yang kompleks yang memerlukan integrasi proses
siswa yang beragam bersamaan namun kurangnya kognitif dan sosial dan kemampuan bahasa yang
perencanaan, dukungan, atau sumber belajar. Hal ini komprehensif. Pierangelo & Giuliani (2006)
menekankan pada adanya dukungan yang disesuaikan menyatakan bahwa menulis merupakan metode yang
dengan kebutuhan siswa. Setiap siswa memiliki hak kompleksitasnya tinggi karena melibatkan integrasi
untuk belajar bersama di kelas yang sama tanpa harus mata, tangan, linguistik, dan kemampuan konseptual
memandang disabilitasnya. Sama halnya pada siswa sehingga sebagian siswa mengalami kesulitan dalam
dengan kesulitan belajar di kelas inklusif. Siswa menulis. Identifikasi yang berhubungan dengan
dengan kesulitan belajar sering tidak terlihat, namun kesulitan menulis dimulai ketika asesor/guru merasa
kesulitan yang dialami dalam aspek akademik terdapat sesuatu yang keliru pada hasil tulisan siswa,
berdampak pada prestasi di sekolah. Friend (2005) yakni siswa tidak menunjukkan kemampuan terbaiknya
menyatakan bahwa siswa dengan kesulitan belajar dalam menulis. Langkah selanjutnya yang dapat
adalah siswa yang mengalami hambatan pada satu atau dilakukan, yaitu dengan melakukan asesmen.
lebih dari kemampuan dasar psikologis, yang Menurut Nitko dan Brookhart (2011), asesmen
mencakup pemahaman penggunaan bahasa, berbicara, dikatakan sebagai sebuah proses untuk mendapatkan
dan menulis sehingga berdampak pada kemampuan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan
berpikir, membaca, berhitung, dan berbicara untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa,
disebabkan oleh gangguan persepsi, brain injury, baik yang menyangkut kurikulum, program

333
334 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

pembelajaran, iklim sekolah maupun kebijakan- menyalin kalimat sederhana.


kebijakan sekolah. Uno (2014) menjelaskan bahwa Spasi dalam menulis antar
asesmen memberikan umpan balik mengenai progress kata sudah tepat sehingga
belajar siswa untuk guru. Asesmen juga dapat tulisan terlihat rapi.
membantu guru untuk mengambil keputusan-keputusan
mengenai kebutuhan-kebutuhan siswa serta pedoman Beberapa kesulitan yang
perencanaan program pembelajaran. Asesmen dialami oleh siswa DSN dalam
melibatkan pengumpulan informasi mengenai menulis, yaitu:
kelebihan, kekurangan, dan kebutuhan siswa dalam a. Siswa belum mampu
semua area (Friend & Bursuck, 2006). Dalam hal ini, menulis lanjutan.
asesmen menulis pada siswa dengan kesulitan belajar Kesulitan b. Siswa masih mengalami
berarti suatu proses untuk mendapatkan informasi kesulitan dalam
mengenai kemampuan, kesulitan, serta kebutuhan memahami instruksi
siswa dalam keterampilan menulis (Pierangelo & ketika menulis lanjutan.
Giuliani, 2012). c. Siswa masih mengalami
Dengan adanya asesmen dan perhatian yang kesulitan dalam mengeja.
cukup terhadap kemajuan siswa akan memberikan Berdasarkan hasil analisis
asesor/guru informasi mengenai keterampilan yang seluruh kegiatan menulis
siswa kuasai dan yang belum (Mather, 2009). Soendari siswa, berikut merupakan
(2010) mengatakan bahwa di beberapa Negara maju, kebutuhan siswa:
alat-alat ukur keterampilan menulis sudah cukup a. Siswa membutuhkan
banyak dikembangkan, seperti Writing Our Language, bimbingan dan arahan
Wide Rang Achievement Test, dan The Slingerland. Kebutuhan dalam menulis lanjutan.
Sedangkan di Indonesia, tes formal untuk mengases b. Siswa membutuhkan
keterampilan menulis siswa masih sulit ditemukan instruksi yang jelas
sehingga asesor/guru biasanya melakukan asesmen dalam menulis lanjutan.
informal untuk mengases keterampilan menulis siswa. c. Siswa membutuhkan
Asesmen keterampilan menulis merupakan latihan intensif dalam
suatu proses untuk mendapatkan informasi tentang mengeja.
penguasaan atau keterampilan menulis yang telah
dimiliki siswa saat ini, serta untuk menemukan Tabel 2: Profil Hasil Asesmen Siswa WAA
kesulitan dalam mempelajari keterampilan menulis Aspek Deskripsi
yang dialaminya. Adapun tujuan asesmen keterampilan
Siswa WAA telah mampu
menulis untuk mengetahui gambaran secara
menulis kata-kata dan menyalin
menyeluruh keterampilan menulis apa yang telah
Kemampuan kalimat sederhana. Siswa
dikuasai siswa dan keterampilan menulis apa yang
mampu memahami instruksi
belum dikuasai siswa (Soendari, 2010).
yang diberikan oleh asesor.
Beberapa kesulitan yang dialami
METODE
oleh siswa WAA dalam
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
menulis, yaitu:
adalah deskriptif kualitatif. Peneliti memperoleh
a. Siswa belum mampu
dekripsi faktual mengenai performa siswa dengan
menulis lanjutan.
kesulitan menulis. Penelitian dilakukan di sebuah
b. Siswa mengalami kesulitan
sekolah dasar inklusif di Bandung. Subjek penelitian
dalam membentuk huruf
terdiri dari tiga orang siswa yang mengalami kesulitan
Kesulitan sehingga terlalu besar.
menulis. Prosedur yang dilakukan dalam studi ini
c. Siswa juga mengalami
meliputi tiga aspek keterampilan menulis, yakni
kesulitan dalam
menulis permulaan, mengeja, dan menulis lanjutan.
menentukan spasi antar
kata.
HASIL d. Siswa masih mengalami
Subjek yang menjadi sampel penelitian ini kesulitan dalam
terdiri dari tiga siswa kelas 5 di sekolah dasar inklusif. kemampuan mengeja.
Dengan inisial DSN berusia 12 tahun, WAA berusia 11
Berdasarkan hasil analisis
tahun, dan WIA berusia 11 tahun. Berikut merupakan
seluruh kegiatan menulis siswa,
penjabaran hasil asesmen dari ketiga siswa tersebut.
berikut merupakan kebutuhan
siswa:
Tabel 1: Profil Hasil Asesmen Siswa DSN Kebutuhan
a. Siswa membutuhkan
Aspek Deskripsi bimbingan dan arahan
Siswa DSN telah mampu dalam menulis lanjutan.
Kemampuan
menulis kata-kata dan b. Siswa membutuhkan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 335
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

latihan yang lebih intensif masih mengalami kesulitan dalam mengeja dan
dalam menulis sehingga menulis lanjutan. Siswa DSN mengalami kesulitan
ukuran huruf proporsional. menulis karena kurangnya konsentrasi dan cenderung
c. Siswa juga membutuhkan pasif. DSN juga mengalami hambatan dalam persepsi
latihan menulis agar spasi visual berupa diskriminasi visual, lateralisasi. Selama
antar kata dilakukan dengan proses asesmen, siswa DSN mengalami kesulitan
tepat. dalam memahami instruksi dikarenakan kosa kata
d. Siswa membutuhkan bahasa Indonesia yang masih terbatas.
latihan yang lebih intensif Siswa WAA juga telah menguasai menulis
dalam mengeja. permulaan. Sama halnya dengan siswa lainnya, siswa
WAA masih mengalami kesulitan dalam mengeja dan
Tabel 3: Profil Hasil Asesmen Siswa WIA menulis lanjutan. Ukuran huruf masih terlalu besar dan
Aspek Deskripsi sulit menentukan spasi antar kata. Siswa mengalami
Siswa WIA telah mampu kesulitan dalam menulis karena kurangnya latihan
menulis kata-kata dan menulis dalam menulis. Hal ini juga dikarenakan siswa
Kemampuan kalimat sederhana. Siswa mengalami hambatan dalam persepsi visual, yaitu
mampu memahami instruksi diskriminasi visual, spasial dan lateralisasi.
yang diberikan oleh asesor. Selanjutnya, siswa WIA juga mengalami
Beberapa kesulitan yang kesulitan pada aspek menulis yang sama, yakni
dialami oleh siswa WAA mengeja dan menulis lanjutan. Ukuran huruf masih
dalam menulis, yaitu: terlalu kecil dan belum mampu menentukan spasi antar
a. Siswa belum mampu kata. Hal ini dikarenakan siswa mengalami hambatan
menulis lanjutan. dalam persepsi visual dan persepsi auditori.
b. Siswa mengalami Perolehan data hasil asesmen menunjukkan bahwa
kesulitan dalam ketiga siswa memiliki kemampuan yang berbeda dalam
membentuk huruf menulis, namun menunjukkan kesulitan yang relatif
Kesulitan sama, yakni pada aspek mengeja dan menulis lanjutan.
sehingga huruf terlalu
kecil. Ketiga siswa telah menguasai menulis
c. Siswa juga mengalami permulaan, namun masih mengalami kesulitan dalam
kesulitan dalam mengeja dan menulis lanjutan. Masing-masing siswa
menentukan spasi antar memiliki kebutuhan yang berbeda untuk meningkatkan
kata. kemampuan menulisnya. Meskipun secara keseluruhan
d. Siswa masih mengalami kesulitan yang dialami ketiga siswa relatif sama, yakni
kesulitan dalam mengeja. pada aspek mengeja dan menulis lanjutan, siswa-siswa
Berdasarkan hasil analisis tersebut membutuhkan layanan yang sesuai dengan
seluruh kegiatan menulis kebutuhannya.
siswa, berikut merupakan
kebutuhan siswa: KESIMPULAN DAN SARAN
a. Siswa membutuhkan Kesimpulan
bimbingan dan arahan Asesmen menjadi pondasi bagi program
dalam menulis lanjutan pembelajaran siswa berkebutuhan khusus, termasuk
b. Siswa membutuhkan siswa dengan kesulitan belajar. Asesmen menulis
latihan yang lebih intensif bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai
Kebutuhan dalam menulis sehingga kemampuan dan kesulitan yang dimiliki siswa serta
ukuran huruf kebutuhan dalam menulis. Berdasarkan hasil analisis,
proporsional keterampilan menulis ketiga siswa yang diases secara
c. Siswa juga membutuhkan mendalam, peneliti menyimpulkan bahwa ketiga siswa
latihan menulis agar mengalami kesulitan menulis pada tahap menulis yang
dapat menulis dengan sama, yaitu pada aspek mengeja dan menulis lanjutan.
rapi. Rekomendasi
d. Siswa membutuhkan Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan,
latihan yang lebih intensif peneliti merekomendasikan beberapa hal, yakni (1)
dalam mengeja. Siswa membutuhkan bimbingan dan arahan secara
PEMBAHASAN rutin dalam menulis, terutama pada aspek mengeja dan
Berdasarkan hasil asesmen menulis pada ketiga menulis lanjutan agar siswa tidak mengalami kesulitan
siswa tersebut, diperoleh data mengenai kemampuan, mengeja dan mampu menulis sebuah karangan yang
kesulitan, dan kebutuhan siswa pada ketiga aspek baik; (2) Siswa membutuhkan layanan yang lebih
menulis, yakni menulis permulaan, mengeja, dan intensif pada aspek mengeja sehingga varian error
menulis lanjutan. Hasil analisis menunjukkan bahwa yang sering dilakukan dapat diatasi sesegera mungkin;
siswa DSN telah menguasai menulis permulaan, namun dan (3) Siswa membutuhkan bimbingan khusus dalam
336 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

mengeja sehingga siswa dapat menulis dengan ejaan Mather, N. 2009. Writing Assessment and Instruction
yang tepat. for Student with Learning Disabilities. San
Francisco: Jossey-Bass.
DAFTAR PUSTAKA Nitko & Brookhart. 2011. Educational
Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan bagi Anak Assessment of Student. Boston:
Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT. Rineka Pearson.
Cipta. Pierangelo & Giuliani. 2012. Assessment in
Friend, M. 2005. Special Education: Special Education: A Practical
Contemporery Perspectives for School Approach. USA: Pearson Education,
Professionals. United States America. Inc.
Jacobs, P., & Fu, D. 2014. Students with Pierangelo & Giuliani. 2006. Learning Disabilities.
Learning Disabilities in an Inclusive Boston: Pearson Edu.
Writing Classroom. Journal of Sapon & Shevin. 2007. Widening The Circle.
Language and Literacy Education, USA: Beacon Press Books.
10(1), 100-113. Retrieved Desember 22, 2016, Soendari, T. 2010. Asesmen Keterampilan Menulis
from http://jolle.coe.uga.edu. dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Modul JASSI-Anakku, (9). Retrieved November 15,
Pelatihan Pendidikan Inklusif. Jakarta: 2016, from
Depdiknas. http://ejournal.upi.edu/index.php/jassi/article/view/391
3/2794
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

ASESMEN KETERAMPILAN MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK


SEKOLAH DASAR
(Assessment of Mathematic Skill for Student at Elementary School)

Muhammad Kholid Niamul Ludfia, Dian Apriliani Sudrajat b, Herdi Egi Perdanac,
Nurbayti Rahmahd
abcd
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
E-mail: ludfi1105@gmail.com

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan asesmen keterampilan matematika pada
peserta didik di sekolah dasar. Subjek dari penelitian ini adalah peserta didik kelas tiga sekolah dasar di Kota
Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif untuk menganalisis keterampilan
matematika peserta didik di kelas tiga. Lima aspek yang digunakan untuk menilai keterampilan matematika
adalah konsep bilangan, geometri, operasi hitung, konsep waktu dan konsep uang. Teknik pengumpulan data
menggunakan tes, observasi, dan dokumentasi. Tahap pertama yang dilakukan adalah identifikasi dengan
subjek 33 peserta didik dan dari tahap ini ditemukan 15 peserta didik yang diduga mengalami hambatan
keterampilan matematika. Tahap selanjutnya adalah konfimasi yang menggunakan instrumen yang sama
dengan tahap identifikasi. Berdasarkan tahap konfirmasi ditemukan 3 peserta didik yang berada pada
Frustration Level dimana kemampuan matematikanya dibawah kemampuan semestinya. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa: 1) terdapat tiga peserta didik di kelas tiga yang keterampilan matematikanya setara
dengan peserta didik kelas satu. 2) berdasarkan hasil asesmen ditemukan hambatan, kemampuan, dan
kebutuhan peserta didik dalam keterampilan matematika.
Kata kunci: Asesmen, Keterampilan Matematika.

Abstract: The aim of this research was to describe about assessment of mathematic skill for student at
elementary school. Subject of this research was students at elementeary school in Bandung. This research
used descriptive-quantitative method to analyze students mathematic skill at third grade. Five aspects that
used to assess students mathematic skill are concept of numbers, geometry, arithmetic operation, concept of
time and concept of money. The data collections technique used test, observation, and documentation. The
first step was identification with the subject of 33 students and from this step was found 15 students who was
suspected have barriers in mathematic skills. The next step was confirmation that used the same instrument
with identification. Based on confirmation found 3 students who was at frustation level that their mathematic
skills under proper capabilities. Result from this research shows that: 1) there are three students in the third
grade who has equivalent ability to the first grade student. 2) based on the assessment found barriers,
abilities and needs of the students in their math skills.
Keywords: Assessment, Mathematic Skill.

PENDAHULUAN
Karakteristik dalam penyelenggaraan pendidikan yang mendukung kepentingan tersebut. Salah satu bidang
yang dapat mengakomodasi setiap kebutuhan peserta yang sangat penting bagi perkembangan siswa adalah
didiknya yaitu pendidikan yang berorientasi pada keterampilan matematika, kemampuan ini mutlak
kebutuhan siswa. Layanan pendidikan lebih ditekankan diperlukan bagi seseorang yang menjalani kehidupannya.
kepada layanan individu. Layanan pendidikan ini Keterampilan matematika ini dipelajari dari awal-awal
sesungguhnya merupakan bentuk penghargaan dari pendidikan, namun pada nyatanya pembelajaran
keberagaman yang dimiliki oleh siswa. Dalam upaya matematika ini bagi beberapa siswa adalah suatu hal yang
memahami kebutuhan setiap peserta didik tersebut, seorang sangat menyulitkan, kesulitan-kesulitan ini didapat karena
pendidik selalu membutuhkan data yang akurat yang berbagai macam alasan diantaranya adalah kekeliruan dari
berkenaan dengan kebutuhan peserta didik pada bidang cara pengerjaan, dan pemahaman mengenai konsep-konsep
tertentu. Pendidik dapat melakukan hal tersebut dengan yang ada pada matematika belum dipahami betul oleh
asesmen dimana dengan asesmen pendidik akan memiliki siswa, sehingga berpengaruh pada pencapaian pelajaran
data yang akurat mengenai kebutuhan setiap peserta matematikanya. Untuk menentukan data mengenai
didiknya di kelas sehingga potensi yang dimilki seseorang kekeliruan apa yang dialami dan konsep apa yang belum
dapat digali secara maksimal. dipahami oleh siswa maka diperlukanlah tindakan asesmen
Asesmen dapat dipandang sebagai upaya yang sehingga guru dapat menjadi acuan dalam penyusunan
sistematis untuk mengetahui kemampuan, kesulitan, dan program intervensinya.
kebutuhan setiap peserta didik pada bidang tertentu. Data Asesmen adalah proses mengumpulkan informasi
ini dapat dijadikan acuan dalam menyusun program tentang siswa dan kelas untuk maksud-maksud
pembelajaran yang tepat secara individu. Hal ini pengambilan keputusan instruksional (Richard I. Arends,
membutuhkan pengetahuan dan keterampilan profesional 2008: 217). Asesmen merupakan suatu proses

337
338 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

pengumpulan informasi yang akan digunakan untuk Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan
membuat pertimbangan dan keputusan yang berkaitan menjelaskan feronema dengan menggunakan angka-
dengan pembelajaran anak (Rosenberg, 1982). Asesmen angka untuk menjabarkan karakteristik dari subjek
adalah proses yang sistematis dalam mengumpulkan data penelitian. Sumber data dalam penelitian ini yaitu data
seorang anak yang berfungsi untuk melihat kemampuan kuantitatif berupa lembar kerja siswa dan didukung
dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai data dokumentasi yang merupakan penjelasan hasil
bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya pengerjaan soal.
dibutuhkan (McLounghlin & Lewis, 1986). Berdasarkan Perhitungan nilai untuk hasil asesmen
hasil belajar yang diharapkan, matematika dapat dibagi menggunakan perhitungan statistika yaitu perhitungan
menjadi dua dimensi yaitu dimensi kualitatif dan dimensi kuartil sebagai berikut:
kuantitatif. Rochyadi dan Alimin dalam Soendari (2010)
mengumukakan bahwa dimensi kuantitiatif merupakan
pemahaman tentang konsep, prinsip dan keterampilan
matematika yang diperoleh siswa melalui pembelajaran,
tanpa dikaitkan dengan aplikasi sosialnya. Pemahaman Keterangan:
suatu konsep atau prinsip matematika menunjukkan pada <Q1 = Frustation Level
pemahaman dasar yang dicapai melalui proses identifikasi Q1 s.d. <Q2 = Instruction Level
yang meliputi konsep bilangan, operasi hitung dasar dan >Q2 = Independent Level
dasar-dasar geometri. Keterampilan matematika, Adapun perhitunga dengan menggunakan kuartil
merupakan kemampuan melakukan komputasi atau bertujuan untuk mengklasifikasikan subjek berdasarkan
mengaplikasikan konsep yang telah dipahami dalam waktu kemampuan yang dimiliki. Subjek akan diklasifikasikan
yang relatif singkat dengan cara dan hasil yang benar. menjadi menjadi Frustration Level, Instruction Level dan
Keberagaman pengetahuan matematika pada peserta didik Independent Level.
memiliki implikasi terhadap pemberian program intervensi Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah
terhadap siswa (Sullivan dan Genvarson, 2007). tes keterampilan matematika berupa Lembar Kerja Siswa
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (LKS) dan Lembar Observasi. Tes dikembangkan
asesmen keterampilan matematika pada peserta didik di berdasarkan analisis kurikulum 2013 dengan mengambil
sekolah dasar sehingga dapat digambarkan mengenai beberapa aspek yaitu konsep bilangan, operasi hitung,
keterampilan matematika yang dimiliki oleh peserta didik geometri, konsep waktu, dan konsep uang. Dimensi yang
yaitu berupa hambatan, kemampuan, serta rekomendasi dikembangkan dalam interumen tes keterampilan
mengenai kebutuhan peserta didik dalam pembelajaran. matematika yaitu dimensi kuantitatif dan kualitatif. Analisis
data dilakukan setiap kali setelah pemberian suatu tindakan
METODE data hasil observasi dan hasil kerja siswa. Catatan lapangan
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui proses
kuantitatif. Penelitian dilaksanakan di SDN Harapan 2 pengerjaan soal pada siswa. Hasil analisis data ini dijadikan
Kota Bandung dengan populasi sebanyak 33 peserta dasar untuk menentukan keterampilan subjek. Berdasarkan
didik dan mengambil sampel 3 peserta didik. Teknik analisis data maka akan ditentukan mengenai hambatan,
pengambilan data dengan menggunakan teknik tes, kemampuan, dan kebutuhan subjek dalam keterampilan
observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini matematika.
dilaksanakan selama 3 bulan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif HASIL PENELITIAN
kuantitatif. Alasan peneliti memilih pendekatan Asesmen keterampila matematika dilaksanakan
deskriptif kuantitatif adalah untuk membuat deskripsi melalui beberapa tahap, seperti yang terdapat pada gambar
atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat di bawah ini.
mengenai asesmen keterampilan matematika.

Gambar 1: Prosedur Pelasanaan Asesmen Keterampilan Matematika


INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 339
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Berdasarkan gambar di atas dijelaskan bahwa namun pada anak yang berada dalam tahap
pelaksanaan asesmen keterampilan matematika Instruction dan Frutration Level yang sudah terjaring
melalui beberapa tahap. Tahap yang pertama adalah dari tahap identifikasi. Tahap selanjutnya adalah
tahap identifikasi. Tahap identifikasi ini dilakukan tahap asesmen. Pada tahap asesmen dilakukan secara
dengan pemberian tes secara klasikal. Pada tahap ini individual untuk menggali informasi secara
ditujukan untuk menjaring siswa-siswa mana saja mendalam baik melalui observasi dan wawancara
yang diduga megalami masalah dalam penguasaan bagaimana anak menjawab tes yang diberikan.
keterampilan matematika. Identifikasi mengacu pada Pengembangan insrumen dalam penelitian ini
materi kelas III semester 1. Setelah didapat hasil dilakukan berdasarkan analisis kurikulum 2013 yang
berdasarkan identifikasi maka diperoleh siswa yang disesuaikan dengan dimensi kuantitatif dan kualitatif
dalam keterampilan matematika, seperti yang terdapat
berada dalam kategori Independent Level, Instruction
pada gambar di bawah ini:
Level, dan Frustation Level. Tahap selanjutnya
adalah tahap konfirmasi identifikasi, pada tahap ini
dilakukan tes konfirmasi dengan soal yang sama

Gambar 2: Skema Dasar Penyusunan Instrumen Asesmen Keterampilan Matematika

Berdasarkan 33 peserta didik yang melalui pada Instruction Level, dan 8 peserta didik pada
tahap identifikasi didapatkan hasil 18 peserta didik Frustration Level dengan perhitungan Q1 = 27, Q2 =
yang berapa pada Independent Level, 7 peserta didik 39,5 dan Q3 = 51,6.

Tabel 1: Hasil identifikasi keterampilan matematika

No Nama Jenis Skor Nilai


Kelamin
Materi Kelas III Semester 1
Independent Level
1 DP L 23 46
2 JCDN L 25 50
3 GTD P 20 40
4 RMS P 22 44
340 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

5 LL P 21 42
6 ZNA P 29 58
7 AA P 39 78
8 KW L 35 70
9 KFR P 34 68
10 ADU P 38 76
11 NSV P 24 48
12 RP L 21 42
13 RKA P 21 42
14 MRP L 20 40
15 ZF L 26 52
16 R L 40 80
17 SRS L 29 58
18 ADL P 34 68
Instruction Level
1 AFD L 18 36
2 RPP L 15 30
3 ADP P 18 36
4 GMN L 18 36
5 LSS P 18 36
6 SS P 14 28
7 BNZ P 17 34
Frustation Level
1 MR L 8 16
2 TSP L 13 26
3 EF P 11 22
4 AG L 11 22
5 MR L 4 8
6 NAM P 10 20
7 BPA P 6 12
8 FH L 4 8

Tahap konfirmasi identifikasi dilakukan pada 15 pada Instruction Level, dan 3 peserta didik pada
peserta didik yang berada pada Instruction Level dan Frustration Level dengan perhitungan Q1 = 13, Q2 =
Frustration Level, kemudian diperoleh 8 peserta didik 28 dan Q3 = 41,3.
yang berada pada Independent Level, 4 peserta didik

Tabel 2: Hasil konfirmasi identifikasi keterampilan matematika


No Nama Jenis Skor Nilai
Kelamin
Materi Kelas III Semester 1
Independent Level
1 AFG L 25 50
2 RPP L 21 42
3 ADP P 25 50
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 341
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

4 LSS P 27 54
5 SS P 14 28
6 BNZ P 18 36
7 EF P 19 38
8 AG L 19 38
Instruction Level
1 MR L 8 16
2 TSP L 9 18
3 NAM P 12 24
4 BPA P 7 14
Frustation Level
1 GMN L 2 4
2 MR L 3 6
3 FH L 7 14

Tahap asesmen dilakukan pada 3 peserta didik


yang berada di Frustation Level. seperti yang terdapat Berdasarkan hasil analisis asesmen terhadap
pada tabel di bawah ini. subjek maka dapat dibuat profil peserta didik yaitu
dengan menganalisis hambatan, kemampuan, serta
Tabel 3: Hasil identifikasi dan konfirmasi rekomendasi kebutuhan belajar peserta didik yang
NO Frustation Level diklasifikasian berdasarkan aspek keterampilan
1 GM matematika mengenai konsep mengenal uang,
operasi hitung, geometri, . Profil 3 peserta didik yang
2 MR
menjadi subjek penelitian dapat dilihat pada tabel di
3 FH bawah ini.

Tabel 4: Profil GM
Aspek Hambatan Kemampuan Kebutuhan
Konsep Anak belum mampu Anak sudah mampu mengurutkan Membutuhkan pengarahan
Bilangan menentukan nama bilangan bilangan dan mengetahui bilangan mengenai pemahaman besaran
yang menempati nilai ribuan. yang lebih besar. bilangan.
Operasi Anak belum mampu pada Anak telah mampu melakukan Membutuhan pemberian
Hitung konsep penjumlahan bersusun penjumlahan penjumlahan ke pemahaman mengenai konsep
kebawah dengan digit yang bawah dengan digit yang sama menyimpan dalam penjumlaha
berbeda dan belum mampu tanpa konsep menyimpan. berderet ke bawah dan
melakukan konsep penempatan angka dalam
menyimpan dalam penjumlahannya.
penjumlahan berderet ke
bawah.
Geometri Anak belum mengenal dengan Anak mampu untuk menghitung Anak perlu diberikan
baik semua nama-nama jumlah sudut dan menyebutkan pemahaman mengenai nama-
bangun ruang dan bangun nama bangun ruang segi tiga, segi nama geometri dan
datar serta pengaplikasiannya. empat, segi lima, dan segi enam. pengaplikasiannya.
Mengenal Anak belum mampu dalam Anak sudah mengetahui nama- Anak membutuhkan
Waktu konversi berbagai satuan nama hari dalam seminggu baik pemahaman mengenai konsep
waktu dan membaca jam dan dapat membaca waktu di jam mengkonvensi waktu baik
digital. analog. menit, jam, hari, minggu, bulan
dan tahun. Dan mengenal
penghitungan waktu digital.
Mengenal Anak masih kesulitan Anak sudah mengenal fungsi Anak perlu diberikan
Uang menyelesaikan soal cerita pembayaran dalam soal cerita. pemahaman konsep menhitung
yang bersifat konseptual Anak secara cepat menyelesaikan uang dengan dalam soal cerita,
secara abstrak dalam operasi soal cerita yang bersifat sehingga anak mampu
penngurangan, perkalian, kontekstual secara abstrak dalam memahami cara pengerjaannya.
maupun pembagian. operasi penjumlahan.
342 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Tabel 5: Profil FH
Aspek Hambatan Kemampuan Kebutuhan
Konsep Anak belum mampu: Anak sudah mampu: Menentukan Anak memerlukan penggunaan
Bilangan Menentukan nama dan nama dan lambang bilangan yang media yang bersifat konkrit.
lambang bilangan yang menempati nilai satuan, puluhan,
menempati nilai ribuan. dan ratusan. Mengenal tanda lebih
besar (>), lebih kecil (<), dan
sama dengan (=).
Operasi Anak belum mampu: Anak sudah mampu: Melakukan Anak memerlukan pengarahan
Hitung Melakukan operasi hitung operasi hitung penjumlahan dalam teknik menyimpan
penjumlahan dan satuan. dengan penggunaan media yang
pengurangan puluhan, bersifat konkrit.
ratusan, dan ribuan.
Melakukan teknik
menyimpan. Melakukan
operasi hitung perkalian.
Geometri Anak belum mampu: Anak sudah mampu: Anak memerlukan pengenalan
Mengenal nama-nama pada Mengenal unsur 'sisi' bangun bangun datar dengan media
bangun datar. datar segitiga. konkrit yang menarik.
Mengurutkan bangun datar dari
terbesar s.d. terkecil dan
sebaliknya.
Mengenal Anak belum mampu: Anak sudah mampu: Anak memerlukan pengenalan
Waktu Memahami keseluruhan Mengenal nama hari dan bulan. konsep waktu berdasarkan
konsep jam analog dan digital. Mengenal waktu pagi, siang, sore kehidupan sehari-hari.
Memahami konversi waktu dan malam.
dari jam, menit, detik.
Mengenal Anak belum mampu: Anak sudah mampu: Anak memerlukan pengenalan
Uang Anak belum mengenal konsep Mengenal fungsi uang jenis uang.
jenis uang baik uang kertas pembayaran dalam soal cerita.
dan uang logam. Menyelesaikan soal cerita yang
bersifat kontekstual secara abstrak
dalam operasi hitung
penjumlahan.
Mengenal nilai uang ratusan dan
ribuan.

Tabel 6: Profil MR
Aspek Hambatan Kemampuan Kebutuhan
Konsep Anak belum mapu : Anak mampu : Anak membutuhkan pemberian
Bilangan Menuliskan nama dan Menuliskan nama & lambang pemahaman mengenai nama
lambang bilangan ratusan, bilangan puluhan. dan lambang bilangan ratusan,
ribuan . Mengurutkan bilangan puluhan ribuan.
Menentukan nilai tempat dari yang terkecil sampai yang
bilangan ratusan dan ribuan. terbesar atau sebaliknya.
Membandingkan bilangan dengan
tanda lebih besar (>), lebih kecil
(<), dan sama dengan (=).
Operasi Anak belum mampu : Anak mampu : Anak perlu diberikan
Hitung Melakukan penjumlahan Melakukan penjumlahan bilangan pemahaman yang lebih tentang
bersusun ke bawah dengan bersusun kebawah tanpa teknik konsep penjumlahan bersusun
teknik menyimpan. menyimpan. Melakukan dengan teknik menyimpan,
Melakukan pengurangan pengurangan bersusun kebawah pengurangan bersusun dengan
bersusun ke bawah dengan tanpa teknik meminjam. teknik meminjam serta
teknik meminjam. Melakukan operasi hitung penempatan angka dalam
Menempatkan bilangan dalam penjumlahan dan pengurangan penjumlahan dan pengurangan
operasi hitung penjumlahan dengan teknik bersusun ke bawah bersusun.
dan pengurangan bersusun ke yang memiliki digit yang sama.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 343
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

bawah jika jumlah digitnya


tidak sama . Melakukan
operasi hitung Perkalian.
Geometri Anak belum mampu : Anak mampu : Anak memerlukan pengenalan
Mengenal nama-nama bangun Mengenal bangun datar segitiga, nama-nama dan unsur-unsur
datar secara keseluruhan. lingkaran, dan persegi. bangun datar.
Mengenal unsur-unsur pada Mengurutkan bangun datar dari
bangun datar. yang terbesar sampai yang
terkecil dan sebaliknya.
Mengenal Anak belum mampu : Anak mampu : Diperlukan pemahaman kepada
Waktu Mengkonversikan waktu Mengenal nama-nama hari dalam anak mengenai konsep waktu
seperti bulan, minggu, hari, seminggu baik secara berurutan serta konversi waktu bulan,
jam, menit, dan detik. maupun acak. minggu, hari, jam, menit dan
Menghitung lamanya waktu. Mengurutkan peristiwa detik.
berdasarkan waktu.
Mengenal Anak belum mampu : Anak mampu : Anak memerlukan pemahaman
Uang Menuliskan nilai uang jika Menuliskan nilai uang sampai Rp. mengenai konsep uang
lebih dari Rp. 10.000. 10.000. termasuk menuliskan nilai dan
Menengenal fungsi uang menentukan fungsi uang
sebagai alat pembayaran. sebagai alat pembayaran.

DISKUSI teknik menyimpan dan meminjam dalam penghitungan


Hasil penelitian yang dilakukan, penulis berderet ke bawah. Berdasarkan hasil pengamatan
menemukan berbagai penemuan yang diuraikan pada asesor GM beranggapan bahwa jika penghitungan
bagian pembahasan ini. Ada pun pembahasan hasil dengan konsep berderet ke bawah ia akan
penelitian adalah sebagai berikut: menjumlahkan dari sebelah kiri. Untuk pengurangan
Analisis kesalahan sebagai prosedur kerja berderet ke bawah, GM beranggapan bahwa angka
mempunyai langkah-langkah tertentu. Menurut Tarigan yang lebih besar akan dikurangi oleh angka yang lebih
(Getrudis, 2013) langkah-langkah tersebut adalah: (1) kecil meskipun angka yang lebih besar tersebut berada
mengumpulkan data kesalahan, (2) mengidentifikasi di deretan angka ke dua yang seharusnya jika angka
dan mengklarifikasi kesalahan, (3) menjelaskan deret ke dua lebih besar maka akan dilakukan konsep
kesalahan, (4) mengoreksi kesalahan. Kesalahan siswa meminjam, namun ia tidak memahami konsep tersebut.
dalam menyelesaikan soal perlu dianalisis untuk
mengetahui kesalahan apa saja yang banyak dilakukan Kesalahan prinsip perhitungan
dan mengapa kesalahan tersebut dilakukan siswa. Kesalahan yang terjadi jika GM mengerjakan
Melalui analisis kesalahan akan diperoleh gambaran soal-soal perhitungan terkadang adalah karena kurang
yang jelas dan rinci atas kelemahan-kelemahan siswa telitinya GM dalam mengerjakan soal-soal yang
dalam menyelesaikan soal. Beberapa kekeliruan diberikan, sewaktu diberikan soal yang menurutnya
umum tersebut menurut Lerner (dalam Abdurrahman, GM akan mengerjakannya dengan asal tanpa
2012: 213) kekurangan pemahaman tentang (1) simbol, memperhatikan dengan betul pengerjaan soalnya
(2) nilai tempat, (3) perhitungan, (4) penggunaan tersebut.
proses yang keliru, dan (5) tulisan yang tidak terbaca.
Jenis kesalahan menurut Newman (1980) yaitu: (1) Kesalahan dalam memahami soal
kesalahan karena kecerobohan atau kurang cermat, (2) Dalam memahami soal matematika pun GM
kesalahan keterampilan proses, (3) kesalahan dalam terkadang keliru dalam memahami soal terutama soal
memahami soal, (4) kesalahan menggunakan notasi, cerita. GM sedikit lama untuk memahami inti dari soal
dan (5) kesalahan memahami soal. cerita dan ia beberapa kali harus mengulang untuk
Peneliti mengambil kesimpulan dari ada membaca soal. Seringkali dari soal cerita, GM salah
beberapa jenis kesalahan yang digunakan sebagai menjawab dikarenakan ada sesuatu yang kurang,
indikator, yaitu: (1) kesalahan konsep dan tekhnik sebagai contoh empat ayam, ditambah empat ayam,
perhitungan, (2) kesalahan prinsip perhitungan, (3) dikurangi dua ayam, kemudian ditambah kembali lima
kesalahan dalam memehami soal, (4) kesalahan ayam. Ketika ditambah kembali lima ayam GM
menggunakan notasi. terkadang tidak menghitungnya, sehingga jawabannya
Analisis hasil asesmen dari profil 3 peserta menjadi keliru.
didik adalah sebagai berikut:

Analisis Profil GM
Kesalahan konsep dan teknik perhitungan Kesalahan menggunakan notasi
Kesalahan dalam konsep dan teknik perhitungan Peserta didik GM dalam menggunakan notasi,
dari peserta didik GM adalah pemahaman mengenai teramati tidak mengalami kesalahan. Hal ini dibuktikan
344 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

selama pengamatan berlangsung dan pada saat terhadap fenomena ini adalah bahwa kemampuan anak
mengerjakan soal latihan, GM dapat menempatkan dan dalam mengenal uang menjadi sangat baik dikarenakan
menggunakan lambang-lambang dalam bilangan anak melakukan prosesnya pada kegiatan sehari-hari
dengan benar. Ketika GM diminta untuk menunjukan yaitu dalam hal jual beli.
bilangan yang lebih besar menggunakan simbil (>,=,<)
pun ia telah mampu menerapkannya dengan baik. Kesalahan menggunakan notasi
Kemampuan FH dalam penggunaan notasi
Analisis Profil FH masih dikatakan sangat kurang. Anak belum dapat
Kesalahan konsep dan teknik perhitungan menggunakan tanda kurang dalam operasi hitung
Pada peserta didik FH kemampuan anak dalam pengurangan. Sehingga kemampuan prasyarat yang
konsep bilangan berada pada tingkat penguasaan nilai tidak dikuasai anak berdampak pada aspek lainnya
tempat sampai pada bilangan ratusan. Pemahaman yaitu pemahaman anak dalam operasi pengurangan
konsep anak terhadap penempatan konsep bilangan baik pada soal dengan dimensi kuantitatif maupun
ribuan belum ada. Namun, pada kasus tertentu seperti kualitatif.
pada konsep bilangan ribuan pada uang, anak dapat
memahaminya dengan baik. Anak dapat membaca Analisis Profil MR
8.000 rupiah dengan baik, namun lain halnya pada Kesalahan konsep dan teknik perhitungan
8.547. Anak belum dapat membaca bilangan tersebut Peserta didik MR kemampuan dalam konsep
dengan tepat. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan biangan baik menentukan nilai tempat, menuliskan
konsep anak belum sepenuhnya terhadap konsep lambang bilangan dan membilang masih sampai pada
bilangan. Kesalahan konsep juga dialami anak pada bilangan puluhan, MR masih mengalami kesulitan
teknik menyimpan dalam operasi hitung penjumlahan dalm konsep bilangan ratusan dan ribuan. Penguasaan
menurun. Subjek menunjukkan bahwa ketika dalam konsep tentang uang anak juga belum begitu
prosesnya, bilangan puluhan yang seharusnya disimpan memahaminya, pada kasus menuliskan nilai uang anak
justru ditulis oleh anak sehingga menimbulkan bisa menuliskan nilai uang tetapi tidak lebih dari Rp.
kesalahan pada hasil. Kesalahan pada FH sering terjadi 10.000, jika lebih dari itu maka anak akan mengalami
pada saat proses perhitungan. Kemampuan FH pada kesulitan. Kesalahan konsep juga dialami oleh anak
proses membilang sudah cukup baik, namun anak dalam melakukan penjumlahan bersusun ke bawah
sering melakukan kecorobohan dalam proses dengan teknik menyimpan dan pengurangan ke bawah
perhitungan sehingga hasil perhitungan anak menjadi dengan teknik meminjam. Ketika seharusnya dalam
tidak tepat pada akhirnya. Anak tidak pernah melihat penjumlahan itu bilangan itu ada bilangan yang
kembali kebenaran penyelesaian soal yang telah dibuat disimpan, tetapi tidak disimpan, justru di tulis
semuanya. Begitu juga dengan pengurangan bersusun
Kesalahan prinsip perhitungan kebewah jika seharusnya dalam penyelesaiannya itu
Kesalahan prinsip terjadi ketika FH diminta melibatkan meminjam bilangan anak tidak melakukan
untuk melakukan operasi hitung penjumlahan menurun hal tersebut justru menyelesaikannya dengan membalik
ke bawah pada bilangan puluhan. Hal ini ditunjukkan bilangan yang besar dikurangi bilangan yang kecil.
oleh karena yang dilakukan anak adalah menjumlahkan Selain hal-hal diatas subjek MR juga kurang
satuan dengan puluhan dan sebaliknya, sehingga memahami konsep geometri seperti unsur-unsur
jawaban yang diperoleh tidaklah tepat. Kemampuan bangun datar dan nama-nama bangun datar. Contohnya
penguasaan konsep anak terhadap penjumlahan dalam menunjukkan sisi pada bangun datar anak justru
bilangan satuan sudah cukup baik, namun kesalahan menunjuk sudut.
perhitungan dalam operasi hitung menyebabkan anak
melakukan kesalahan. Kesalahan prinsip perhitungan
MR mengalmi kesalahan prinsip pada saat
Kesalahan memahami soal mengerjakan soal penjumlahan atau pengurangan
Hal ini sering terjadi saat FH diminta bersusun ke bawah yang jumlah digitnya tidak sama,
mengerjakan soal cerita yang berhiubungan dengan sehingga dalam menempatkan bilangan satuan dengan
operasi hitung penjumlahan dan pengurangan. Anak puluhan atau yang lain mengalami kesalahan prinsip.
belum dapat memahami secara utuh dari konsep cerita Bilangan satuan dijumlahkan dengan bilangan puluhan
yang sifatnya abstrak. Anak belum dapat sehingga berdampak pada hasil yang diperoleh.MR
mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang seringkali mengelami kesalahan perhitungan, terutama
ditanyakan dari soal yang diberikan. Kemampuan ini dalam menyelesaikan soal-soal penjumlahan. hal ini
juga disebabkan oleh kemampuan prasayarat yang juga disebabkan karena MR kurang teliti atau ceroboh
belum dikuasai oleh anak yaitu, kurangnya pengusaan dalam mengerjakan soal. Sehingga menyebabkan
konsep terhadap penyelesaian soal operasi hitung pada kesalahan pada hasil yang diperoleh
bilangan puluhan sampai pada ribuan. Namun hal ini
tidak berlaku ketika anak diberikan soal yang
berhubungan dengan konsep uang. Hasil analisis asesor
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 345
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Kesalahan dalam memahami soal DAFTAR PUSTAKA


Kesalahan dalam memahami soal dialami oleh Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
MR ketika soal tersebut dalam bentuk soal cerita. Anak Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta for
mengalami kesalahan dalam menganalisa soal, apakah Teaching Mathematics. Virginia: NCTM.
soal-soal tersebut harus diselesaikan dengan cara Charles, R. dan Lester, F. (1982). Teaching Problem
penjumlahan, pengurangan atau yang lain. Seperti Solving: What, Why, and How. California: Dale
contohnya saja pada soal cerita yang harus diselesaikan Seymore Publication.
dengan cara pengurangan tetapi anak justru Clarke, D. (1996). Assessment. Dalam A.J. Bishop,
menyelesaikan soal tersebut dengan cara penjumlahan. dkk. (Eds.). International Handbook of
Mathematics Education. Dordrecht: Kluwer
Kesalahan menggunakan notasi Academic Publishers.
Kemampuan MR dalam penggunaan notasi Cole, G. L. dan Chan, L. (1994). Teaching Princilples
dapat dikatakan cukup baik sehingga anak dapat and Practice. New York: Prentice Hall.
menempatkan tanda untuk penjumlahan dan Commission on Teaching Standards for School
pengurangan dengan tepat. Mathematics of NCTM. (1991). Professional
Pelaksanaan asesmen keterampilan matematika Standards for Teaching Mathematics. Virginia:
bertujuan untuk menggali informasi secara keseluruhan NCTM.
mengenai keadaan peserta didik. Tahap identifikasi De Lange, J. (1994). Mathematics Insight and
dilakukan untuk menjaring peserta didik yang diduga Meaning. Utrecht: Freudenthal Institute.
mengalami hambatan matematika, kemudian dilakukan De Lange, J. (1996).Using and Appliying Mathematics
konfirmasi terhadap hasil identifikasi. Hal ini in Education. Dalam A.J. Bishop dkk. (Eds.)
dilakukan untuk mengkonfirmasi kembali mengenai International Handbook of Mathematics
kemampuan peserta didik. Proses asesmen dilakukan Education, pp. 49-97. The Netherland: Kluwer
melalui beberapa tahap dengan menurunkan materi Academic Publisher. Utrecht: Freudenthal
pada lembar kerja siswa, sehingga dapat diketahui De Lange, J. (2000). Assessment: No Change without
secara komprehensif mengenai hambatan peserta didik Problems. Utrecht: Freudenthal Institute.
pada aspek tertentu. Penelitian ini mengutamakan De Lange, J. & Verhage, H. (2000). Mathematics
beberapa aspek-aspek dalam keterampilan matematika Education and Assessment. Utrecht:
yang menjadi bahan asesor dalam melakukan asesmen Freudenthal Institute.
yaitu konsep bilangan, operasi hitung, geometri, Gitomer, D.H. & Duschl, R.A., (1994). Moving
konsep waktu, dan konsep uang. Hasil penelitian towards a portfolio culture in science education.
menunjukkan bahwa masing-masing peserta didik Pittburgh: University of Pittburgh.
memiliki hambatan dan kemampuan yang berbeda. Herman, T. (2001). Asesmen Portofolio dalam
Kesalahan yang dilakukan oleh peserta didik dapat Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar
digunakan sebagai bahan pertimbangan pengajaran Nasional Matematika Universitas Gajah Mada,
dalam usaha meningkatkan kegiatan belajar dan Yogyakarta 14 Juli 2001.
mengajar. Adanya peningkatan kegiatan belajar dan Lewis, C.C., & Tscuchida, I. (1998). A Lesson is Like
mengajar diharapkan dapat memperbaiki hasil belajar a Swiftly Flowing River: How research lessons
atau prestasi belajar siswa. improve Japanese education. American
Educator, Winter, 12-52.
KESIMPULAN Mullis, I.V.S, dkk. (2000). TIMSS 1999: International
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data Mathematics Report. Boston: The International
yang dijelaskan sebelumnya, maka penulis dapat Study Center. National Council of Teachers of
menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: (1) Mathematics (2000). Principles and Standards
terdapat tiga peserta didik di kelas tiga yang for School Mathematics. Virginia: NCTM.
keterampilan matematikanya setara dengan peserta Nohda, N. (2000). Teaching by open-approach method
didik kelas satu. 2) berdasarkan hasil asesmen in Japanese mathematics classrooms. In
ditemukan hambatan, kemampuan, dan kebutuhan T.Nakahara, & M.Koyama (Eds.). Proceedings
peserta didik dalam keterampilan matematika. of the 24th Conference of The International
Asesmen keterampilan matematika dapat dijadikan Group for the Psychology of Mathematics
sebagai acuan dalam memberikan program yang tepat Education, Vol.1 (pp. 39-53). Hiroshima:
untuk menunjang kebutuhan pembelajaran matematika Hiroshima University.
siswa di kelas. Hal ini dapat terwujud ketika mendapat Robinson, D. (1998). Student portfolio in mathematics.
dukungan dari tenaga pendidik dan kependidikan The Mathematics Teacher, 91(4), 318-325.
dalam rangka meningkatkan pemahaman mengenai Shafer, M.C. dan Foster, S. (1997). The Changing Face
prosedur pelaksanaan asesmen. of Assessmen. Principled Practice in
Mathematics and Science, pp. 1-7, 1(2).
Tersedia: http://www.wcer.wisc.edu/ucisla.
[On-line]
346 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Shepard, L.A. (2000). The Role of Classroom


Assessment in the Teaching and Learning.
Santa Cruz: Center for Research on Education,
Diversity ang Excellence. Stevenson, H., & Lee,
S.Y. (1998). The Educational System in Japan:
Case Study Findings. Michgan: Center for
Human Growth and Development.
Soendari, T. dan Euis Nani. (2010). Asesmen dalam
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Bandung: CV. Catur Karya Mandiri
Stiggins, R.J. (1994). Student-centered classroom
assessment. New York: Macmillan College
Publishing Company.
Sullivan, P dan Ann Genvarsoni. 2007. Assesing and
Teaching Children Who Have Difficulty
Learning Artihmetic. Educational & Child
Psychology Vol 24 No 2.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

THE DIFFERENCE OF VOCABULARY MASTERY IN THE HEARING


IMPAIRMENT CHILDREN OF SDLB-B YRTRW AND UNHEARING
IMPAIRMENT CHILDREN IN ELEMENTARY ISLAMIC SCHOOL SUNAN
KALIJAGA FOR 1st GRADE

Muhammad Miftahul Ulum

Magister Pendidikan Luar Biasa, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret


E-mail: miftah.ulum91@gmail.com

Abstract: The aims of this research are to know the vocabulary mastery the hearing impairment children of
1st grade in SDLB YRTRW academic year 2016/2017, to know the vocabulary mastery the unhearing
impairment children of 1st grade in elementary islamic school of Sunan Kalijaga academic year 2016/2017,
and to know the differences of vocabulary mastery between the hearing impairment children in SDLB-B
YRTRW and unhearing impairment children elementary islamic school Sunan Kalijaga in 1st grade academic
year 2016/2017. The research method is duantitative descriptive method with comparative study design. The
population are the hearing impairment children and unhearing impairment children in 1st grade of academic
year 2016/2017. The sampling data are the hearing impairment children for 1st grade SDLB-B YRTRW and
unhearing impairment children for 1st grade Islamic Elementary School Sunan kalijaga. In collecting data the
writer uses objective test techniques with the type of match. This research uses a comparative statistical
analysis method, it is t-test. The result of discriptive analysis can be obtained the average of child is unearing
impairment children 96.17 and the value average of hearing impairment children 79.37. The research
conclusion state that there are significant difference of vucabulary mastery for the unhearing impairment
children of Islamic Elementary School Sunan Kalijaga and hearing impairment children of SLB-B YRTRW
in 1st grade in academic year 2016/2017.
Keywords: Mastery Vocabulary, Hearing impairment Children, Unhearing Impairment Children

PENDAHULUAN Tujuan umum pendidikan di Indonesia


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana tertuang dalam Undang-Undang Republik
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pembelajaran agar peserta didik secara aktif Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1) yang
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki menyatakan,
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta mewujudkan suasana belajar dan proses
keterampilan yang diperlukan dirinya dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif
masyarakat. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
penting dalam kehidupan guna menunjang kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Pendidikan ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
pada dasarnya diberikan untuk membantu manusia bangsa, dan Negara.
menuju pertumbuhan dan perkembangan. Untuk Pendidikan bersifat inklusif dan tidak
memenuhi kebutuhan akan pendidikan tersebut, ekslusif, maksudnya pendidikan harus dapat
maka dibentuklah lembaga formal dan non-formal menampung seluruh peserta didik terlepas dari
yang dinamakan sekolah. hambatan maupun kekurangan yang mungkin
Pendidikan dapat diperoleh setiap manusia dimiliki. Hal tersebut sejalan dengan program wajib
baik di lingkungan keluarga, tempat-tempat ibadah, belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah.
dan masyarakat. Pada perkembangannya, sekolah Pendidikan harus dapat dinikmati oleh anak yang
merupakan tempat strategis yang dipercaya normal maupun anak yang memiliki hambatan atau
masyarakat untuk mendidik anak-anaknya. anak berkebutuhan khusus.
Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling Amanat hak atas pendidikan bagi anak
pokok dalam aktivitas anak di lingkungan sekolah berkebutuhan khusus ditetapkan dalam Undang-
sehingga guru memiliki tanggungjawab yang besar Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
untuk mengelolanya. Dengan tanggungjawab guru Pendidikan Nasional Pasal 32, ayat (1) disebutkan
itulah diharapkan anak dapat mengembangkan bahwa: Pendidikan khusus merupakan pendidikan
potensinya dengan optimal. Hal ini menunjukkan bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam
pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
proses belajar yang dialami oleh siswa. fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki
kecerdasan dan bakat istimewa.

347
348 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Ketetapan dalam Undang-Undang no. 20 Tahun Menurut Gargiulo (2012:397) menyatakan


2003 tersebut bagi anak berkebutuhan khusus sangat bahwa tunarungu adalah istilah umum yang digunakan
berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa untuk menggambarkan gangguan pendengaran. Istilah
anak berkebutuhan khusus perlu memperoleh tunarungu tertuju pada keadaan seseorang yang tuli dan
kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan mengalami kesulitan mendengar yang berimplikasi
kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pada sedikitnya perbendaharaan kosakata. Istilah
pengajaran. tunarungu dipilih federasi pemerintah dalam
Anak berkebutuhan khusus sering juga disebut menjelaskan kategori kecacatan tersebut, dan
anak yang memiliki kelaian atau penyimpangan, Departemen Pendidikan Amerika Serikat telah
mereka adalah anak yang memiliki perbedaan dalam konsisten menggunakan istilah tunarungu ini.
hal fisik maupun mental. Efendi (2006: 2) mengatakan Sebagai akibat ketidak mampuan atau kurang
istilah penyimpangan secara eksplisit ditujukan berfungsinya pendengarannya, pengalaman anak
kepada anak yang dianggap memiliki kelainan tunarungu akan berbeda dibandingkan dengan anak
penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal bukan tunarungu. Mereka kurang mengalami
umumnya, dalam hal fisik, mental maupun karasteristik pengalaman dalam hal-hal yang berhubungan dengan
kemampuan sosialnya. pendengaran atau yang bersifat auditif. Sehingga
Kirk, Heward & Orlansky, (dalam Efendi (2006 berdampak pada perkembangan bahasa dan
: 3) mengatakan bahwa anak yang dikategorikan komunikasinya. Somad dan Hernawati (1996:141)
memiliki kelainan dalam aspek fisik meliputi kelainan mengatakan bahwa cara berkomunikasi yang digunakan
indra penglihatan (tunanetra), kelainan indra biasanyaa gerakan-gerakan atau isyarat yang hanya
pendengaran (tunarungu), kelainan kemampuan bicara dikenal secara terbatas dalam lingkungan yang terdekat.
(tunawicara), dan kelainan fungsi anggota. tubuh Berkat kemajuan teknologi, ketunarunguan dapat
(tunadaksa). Anak yang memiliki kelainan dalam aspek dideteksi secara dini, sehingga penangannya bisa
mental meliputi anak yang memiliki kemampuan semakin dini. Pemanfaatan sisa pendengaran dapat
mental lebih (supernormal) yang dikenal sebagai anak dibantu dengan peralatan elektronik. Orangtua
berbakat atau anak unggul, dan anak yang memiliki selayaknya diberi bimbingan dan penyuluhan serta
kemampuan mental sangat rendah (subnormal) yang pandangan mengenai penidikan anak secara dini.
dikenal sebagai anak tunagrahita. Anak yang memiliki Hambatan dan kelainan pendengaran yang
kelainan dalam aspek sosial adalah anak memiliki dialami anak tunarungu membuat mereka miskin dalam
kesulitan dalam menyesuaikan perilakunya terhadap segi bahasa dikarenakan sedikitnya informasi berupa
lingkungan sekitarnya. Anak yang termasuk dalam bahasa yang mereka dengar. Anak tunarungu hanya
kelompok ini dikenal dengan sebutan tunalaras. memperoleh informasi dari segi visual yang mereka
Anak berkebutuhan khusus membutuhkan lihat. Penguasaan dan pemahaman kosa kata mereka
bantuan yang lebih khusus dibandingkan anak pada menjadi sangat minim jika dibandingkan anak yang
umumnya. Bantuan tersebut bukan hanya bersifat bukan tunarungu. Implikasi dari kondisi tersebut adalah
material semata, tetapi lebih mengarah ke bentuk sulitnya pendidikan bahasa khusunya Bahasa Indonesia
pendidikan, motifasi dan spiritual. Pemberian bantuan untuk dapat diajarkan bagi mereka.
yang sifatnya material saja cenderung menempatkan Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia
anak berkebutuhan khusus sebagai konsumtif. Anak adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu.
berkebutuhan khusus memerlukan kasih sayang. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak
Dengan dasar kasih sayang yang tulus diharapkan dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928,
timbul upaya yang nyata untuk mendidik anak untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa"
berkebutuhan khusus agar mereka dapat apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses
mengembangkan potensinya secara optimal, sehingga ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini
mereka dapat hak dan kewajiban sebagai warna dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau
masyarakat dan bukan menjadi beban masyarakat. maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa
Salah satu klsifikasi anak berkebutuhan khusus Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus
adalah anak tunarungu. Menurut Somantri (1996: 75) menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan
tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa
baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya asing.
(deaf) yang menyebabkan pendengarannya tidak Pendidikan Bahasa Indonesia bagi anak bukan
memilki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari- tunarungu pada umumnya tidak mengalami banyak
hari. kendala. Hal tersebut dikarenakan Bahasa Indonesia
telah menjadi bahasa yang digunakan sehari-hari,
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 349
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

sehingga kemampuan dasar fonologis dan tata bahasa Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam Bahasa Indonesia telah dimiliki anak bukan dalam penelitian ini adalah dengan metode tes. Penulis
tunarungu pada umumnya. Kemampuan tersebut menggunakan bentuk tes objektif dengan tipe
diperoleh anak dari hasil imitasi mereka pada kata-kata menjodohkan yang dibuat sendiri dengan terlebih
maupun kalimat yang mereka dengar. Informasi berupa dahulu diujicobakan kepada subjek yang memiliki
suara menjadikan pemahaman dan penguasaan bahasa kesamaan sifat dengan sampel. Hasil uji coba tersebut
anak bukan tunarungu lebih tinggi dibandingkan akan divalidkan dan digunakan sebagai alat ukur
dengan anak tunarungu. penelitian.
Pendidikan bahasa pada anak dalam realitanya Penelitian ini menggunakan validitasi kontruks
merupakan faktor terbesar dalam tingkat penguasaan dengan perhitungan korelasi produk moment. Dari
bahasa seorang anak terlebih lagi anak tunarungu. perhitungan korelasi produk momemnt diketahui bahwa
Unsur utama dalam penguasaan bahasa adalah semua soal yang akan digunakan sebagai instrumen
penguasaan kosakata yang telah dikuasainya. Praktik di penelitian dinyatakan valid.
lapangan masih banyak anak tunarungu kelas 1 SDLB Penelitian ini menggunakan teknik parametrik
YRTRW Surakarta yang belum menguasai kata benda yaitu teknik analisis tes Uji t (t test) yang diberi simbol
yang mereka sudah faham makna atau kegunaan suatu t. Dimana teknik ini digunakan karena disesuaikan
benda tetapi belum mengetahui nama dari benda dengan jenis penelitian dan data.
tersebut. Hal ini berbeda dengan kemampuan anak
bukan tunarungu kelas 1 SD pada umumnya. HASIL
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hasil analisis perbedaan penguasaan kosakata
penguasaan kosakata yang telah dikuasai oleh anak anak tunarungu di SDLB-B YRTRW dan anak bukan
tunarungu kelas 1 SDLB-B YRTRW tahun ajaran tunarungu di SD Islam Sunan Kalijaga Kelas 1 tahun
2016/2017, untuk mengetahui penguasaan kosakata ajaran 2016/2017 disajikan pada Tabel 1.
yang telah dikuasai oleh anak bukan tunarungu kelas 1
SD Islam Sunan Kalijaga tahun ajaran 2016/2017, dan Tabel 1. Perbedaan penguasaan kosakata anak tunarungu
untuk mengetahui perbedaan penguasaan kosakata dan bukan tunarungu kelas 1 SD
antara anak tunarungu di SDLB-B YRTRW dan anak M M M S S
N
in. ax. ean D D2
bukan tunarungu di SD Sunan Kalijaga kelas 1 Sekolah
T 1 2 1 5 2
Dasar tahun ajaran 2016/2017. R
7
91 03 98,43 ,02 5,28
A 3 2 2 2 5 2
METODE TR 1 27 48 40,35 ,25 7,57
Penelitian ini dilaksanakan di SD Islam Sunan
Kalijaga dan SDLB-B YRTRW Surakarta tahun ajaran Pengujian persyaratan analisis dilakukan dengan
2016/2017. Penelitian ini termasuk dalam penelitian membandingkan Asymp.Sig (2-tailed) dengan taraf
kuantitatif dengan metode deskriptif komparatif. studi signifikansi () agar dapat diketahui keputusan ditolak
perbandingan (comparative study), yang mana dua atau diterimanya hipotesis. Berdasarkan analisis
kelompok subjek diberikan tes dan untuk mengetahui perbandingan penguasaan kosakata diperoleh nilai
perbedaan diukur dari perbandingan rata-rata dua Asymp.Sig (2-tailed) = 19,23 > 2,04 maka hipotesis
sampel. diterima.Setelah dilakukan analisis data untuk
Populasi dalam penelitian ini adalah anak pengujian hipotesis kemudian dilakukan pembahasan
tunarungu dan bukan tunarungu kelas 1 SD di hasil analisis data. Pembahasan hasil analisis data
Surakarta. Penelitian ini menggunakan probality sebagai berikut:
sampling jenis simple random sampling. Penelitian ini Hipotesis yang berbunyi: Terdapat perbedaan
menggunakan teknik pengambilan sampel ini karena yang signgnifikan antara penguasaan kosakata anak
populasi anak tunarungu kelas 1 di kota Surakarta tunarungu di SDLB-B YRTRW dan anak bukan
tersebar di beberapa SDLB. Penulis secara acak tunarungu di SD Islam Sunan Kalijaga kelas 1 tahun
memilih SDLB-B YRTRW sebagai sampel dalam ajaran 2016/2017 dapat diterima kebenarannya.
penelitian. Demikian juga populasi anak bukan
tunarungu kelas 1 dikota Surakarta yang tersebar di PEMBAHASAN
beberapa SD dan peneliti secara acak memeilih SD Setelah dilakukan analisis data untuk pengujian
Islam Sunan Kalijaga sebagai sampel. Adapun jumlah hipotesis kemudian dilakukan pembahasan hasil
sampel yang penulis gunakan adalah 31 anak bukan analisis data. Pembahasan hasil analisis data sebagai
tunarungu SD Islam Sunan Kalijaga dan 7 berikut:
anaktunarungu SDLB-B YRTRW Surakarta yang Hipotesis yang berbunyi, Terdapat perbedaan
duduk di kelas 1 SD. penguasaan kosakata yang signifikan anatara anak
350 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

tunarungu dan bukan tunarungu. Dapat diterima bahwa mayoritas anak usia prasekolah sudah
kebenarannya. menguasai hampir semua kelas kata bahasa Indonesia.
Anak tunarungu memiliki sedikit penguasaan Mulai dari kelas kata nomina, verba, adjektiva,
kosakata dibandingkan anak bukan tunarungu. Rata- adverbia, pronomina, numeralia, preposisi, konjungsi,
rata kosakata yang telah dikuasai oleh anak tunarungu sampai dengan interjeksi. Dari sepuluh anak usia
adalah kosakata yang berhubungan dengan anggota prasekolah yang diteliti, lima di antaranya menguasai
tubuh, angka, dan perlengkapan sekolah. Namun dengan baik sembilan kelas kata dalam tuturannya.
mereka memiliki tingkat penguasaan yang terbatas Empat anak menguasai delapan kelas kata dalam
pada kosakata yang jarang digunakan dalam kehidupan tuturannya sedangkan satu anak menguasai enam kelas
sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan teori Somantri kata dalam tuturannya. Dari penelitian ini juga
(1996: 76) yang menyatakan bahwa akibat terbatasnya diketahui bahwa kelas kata artikula tidak ditemukan
pendengaran pada anak tunarungu, mereka tidak dari tuturan anak usia prasekolah yang diteliti.
mampu mendengar dengan baik sehingga penguasaan Penelitian dalam upi.edu (2012: 10) tentang
kosakata mereka terbatas. kemampuan perbendaharaan kata anak tunarungu
Pernyataan di atas diperkuat pendapat Girgin menunjukan bahwa perbendaharaan kata anak
(2008) yang menjelaskan bahwa gangguan tunarungu sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena
pendengaran yang terjadi sebelum lahir atau selama anak tunarungu kurang atau kurang berfungsinya
tahun pertama kelahiran, sangat mengganggu perolehan pendengaran sehingga ia tidak dapat meniru bunyi-
bahasa ibu dan percakapan. Ketika hal tersebut terjadi, bunyi yang ada di lingkungannya. Dengan demikian
kesempatan untuk memperoleh budaya / masyarakat pemahaman anak tunarungu terhadap bahasa sedikit
berkurang untuk anak tunarungu dan gangguan dalam sekali, oleh karena itu anak tunarungu sering disebut
perkembangan intelektual mereka menjadi terjadi. anak yang miskin bahasa verbal.
Masalah tersebut menyebabkan hambatan dalam proses Kedua penelitian diatas menunjukkan bahwa
komunikasi anak-anak tunarungu. penguasaan kata anak tunarungu dan bukan tunarungu
Penguasaan kosakata yang lebih kompleks sangat berbeda. Dari kedua penelitian diatas dapat di
dimiliki oleh anak bukan tunarungu. Mereka mampu simpulkan bahwa penguasaan kosakata anak bukan
menguasai kata-kata yang sering digunakan maupun tunarungu lebih luas dan lebih kompleks dibandingkan
yang jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. anak tunarungu.
Hal tersebut dikarenakan indera pendengaran mereka Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa
yang berfungsi secara normal yang memungkinkan terdapat sedikit kosakata yang telah dikuasai anak
mereka memperoleh informasi dari kata-kata yang tunarungu, terdapat lebih banyak kosakata yang
mereka dengar. Hal tersebut sesuai dengan teori dalam dikuasai anak bukan tunarungu dan terdapat perbedaan
upi.edu (2012 : 2) yang menyatakan bahwa yang signifikan antara penguasaan kosakata anak
pendengaran sangat besar pengaruhnya terhadap tunarungu dan anak bukan tunarungu.
perkembangan perbendaharaan kata maupun bahasa KESIMPULAN
dan bicara, karena hal tersebut dapat dihasilkan Anak tunarungu memiliki sedikit penguasaan
diantaranya oleh proses mendengar. Melalui kosakata dibandingkan anak bukan tunarungu. Rata-
pendengaran mereka yang normal, perbendaharaan kata rata kosakata yang telah dikuasai oleh anak tunarungu
dan kemampuan penguasaan kosakata anak bukan adalah kosakata yang berhubungan dengan anggota
tunarungu lebih luas jika dibandingkan anak tunarungu. tubuh, angka, dan perlengkapan sekolah. Namun
Somad, Hernawati (1995 : 35) mengatakan mereka memiliki tingkat penguasaan yang terbatas
bahwa kemampuan bicara dan bahasa anak tunarungu pada kosakata yang jarang digunakan dalam kehidupan
berbeda dengan anak yang mendengar, hal ini sehari-hari.
disebabkan perkembangan bahasa erat kaitannya Penguasaan kosakata yang lebih kompleks
dengan kemampuan mendengar. Teori tersebut sejalan dimiliki oleh anak bukan tunarungu. Mereka mampu
dengan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat menguasai kata-kata yang sering digunakan maupun
perbedaan yang signifikan penguasaan kosakata anak yang jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
tunarungu dan bukan tunarungu. Dalam penelitian ini Hal tersebut dikarenakan indera pendengaran mereka
diperoleh taraf signifikansi perbedaan penguasaan yang berfungsi secara normal yang memungkinkan
kosakata anak tunarungu dan bukan tunarungu dengan mereka memperoleh informasi dari kata-kata yang
selisih rata-rata nilai 42,2. mereka dengar.
Ada beberapa referensi hasil penelitian yang Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat
menunjukkan tingkat penguasaan kosakata anak sedikit kosakata yang telah dikuasai anak tunarungu,
tunarungu dan bukan tunarungu. Seperti penelitian terdapat lebih banyak kosakata yang dikuasai anak
yang dilakukan oleh Rahmawati, dkk yang menyatakan bukan tunarungu dan terdapat perbedaan yang
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 351
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

signifikan antara penguasaan kosakata anak tunarungu Sutjihati, S. (1996). Psikologi Anak Luar Biasa,
dan anak bukan tunarungu. Jakarta: Depdikbud
Somad, P. dan Hernawati, T. (1995). Ortopedagogik
DAFTAR RUJUKAN Anak Tunarungu. Bandung: Depdikbud
Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun
Bekelainan. Jakarta: Bumi Aksara 2003 pasal 1 ayat 1.
Gargin, M. C. (2008). Speech Rates Of Turkish Garguilo, R. M. (2012). Special Education In
Prelingually Hearing-Impaired Children. Contemporary Society 4. London: SAGE
International Journal of Special Education, 23
(2), 27-32
Rahmawati, dkk. (2010).Penguasaan Kosakata Bahasa
Indonesia Pada Anak Usia Prasekolah
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

ASESMEN MATEMATIKA KELAS 3 SD


( Mathematics Assessment third grade in elementary schools)

Ofi Riegaa, Rona Wulandarib, N Tresnanengsihc


abc
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
E-mail : ofiriega@student.upi.edu

Abstrak: Penulisan paper ini berdasarkan hasil dari pelaksanaan asesmen matematika yang telah dilakukan di
satu sekolah untuk anak kelas 3 SD. Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk memperoleh data tentang
kemampuan dan hambatan anak dalam kemampuan matematika sehingga data ini dapat dijadikan pedoman
bagi guru maupun orangtua untuk memberikan intervensi dini pada anak kelas 3 SD. Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, untuk menjelaskan profil subjek dengan menganalisis
hasil observasi, dan wawancara yang dilakukan pada anak kelas 3 SD dan guru kelas, serta hasil tes dari
instrumen asesmen yang sudah dibuat. Dalam paper ini ditemukannya data yang menyeluruh tentang
kemampuan dan hambatan matematika delapan orang anak kelas 3 SD.
Kata Kunci: asesmen, matematika, kelas 3 SD

Abstract: This research investigated based on the implementation results of the mathematics assessment
which has been done at one school for third grade student in elementary schools. The aim of this research is
to get data about ability and math disorder in elementary schools, so that this data can be used as a guide for
teachers and parents to provide early intervention for third grade students, parents, and teachers. This
research used descriptive qualitative method, to explain subject profile by analized observation results, and
deep interview which has done to third grade studentsand classroom teachers, also test results from
assessment instrument which has been made. This paper findings comprehensive data about ability and math
disorder for eight students at third grade in elementary schools.
Keywords: Assessment, mathematics, third grade in elementary schools

PENDAHULUAN keberhasilan anak menjadi tiga level yaitu 1).


Asesmen merupakan suatu kegiatan Independent level jika penguasan anak 76% keatas 2).
pengumpulan dan pengolahan data untuk mengetahui Instruction level jika penguasan anak 50% - 75% 3).
sejauh mana kemampuan dan kesulitan yang dimiliki Frustation level jika penguasan anak kurang dari 49%.
anak yang akan berguna untuk menyusun program Kegiatan selanjutnya adalah tahapan konfirmasi
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak identifikasi yang diberikan kepada siswa dengan
sehingga dapat mengembangakan kemampuan anak instruction dan frustation level untuk memastikan hasil
secara optimal. Asesmen matematika berguna untuk identifikasi. Sebagai penguatan asesor melakukan
memperoleh informasi penguasaan keterampilan analisis dokumen atau portofolio siswa dan wawancara
matematika anak sebagai pedoman membuat program guru kelas untuk perbandingan dengan hasil identifikasi
pembelajaran keterampilan matematika. Keterampilan dan konfirmasi Kemudian anak dengan frustation level
matematika memiliki dua dimensi untuk mengukur diberikan asesmen secara individual. Instrumen asesmen
konsep dan prinsip yang dimiliki anak yang berkaitan diturunkan dari tahap identifikasi yaitu berdasarkan
dengan pengaplikasian soal matematika. Soendari & materi kelas 2 semester 2, kelas 2 semester 1, kelas 1
Nani (2011) menyebutkan bahwa dimensi kuantitatif semester 2 dan kelas 1 semester 1 sampai ditemukan
mencakup pemahaman konsep, prinsip dan kelebihan dan kekurangan keterampilan asesmen
keterampilan matematika siswa melalui pembelajaran matematika siswa tersebut. Selama melaksanakan soal
tanpa ada kaitanya dengan aplikasinya sedangkan asesor juga mengamati anak berdasarkan pedoman
dimensi kualitatif pemahaman konsep, prinsip dan observasi.
keterampilan matematika siswa untuk memecahkan
persoalan secara nyata sehingga berfungsi untuk METODE
kehidupan nyata siswa tersebut. Langkah awal yang Penelitian dilakukan di SD N 3,4 Sukarasa, kota
dilakukan dalam asesemen matematika yaitu Bandung, Jawa Barat terhadap delapan orang siswa
merumuskan timeline dan kerangka kerja, selanjutnya kelas III yang terkonfirmasi memiliki kemampuan
melaksanakan identifikasi kepada semua siswa kelas 3A Matematika pada tingkat frustation level. Metode yang
semester 1 di SD N 3,4 Sukarasa, Bandung yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
berjumlah 38 siswa dengan instrumen yang dibuat kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan
berdasarkan soal kelas 3 semester 1. Identifikasi wawancara, observasi, dan asesmen kemampuan
dilakukan untuk memperoleh kriteria keberhasilan anak. Matematika. Ada pun analisis data dilakukan secara
Soendari dan Nani (2011) membagi kriteria deskriptif kualitatif menggunakan teknik analisis data

353
354 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dari Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian


data, dan menarik kesimpulan (Sugiyono, 2012). N Skor Skor
Nama % Level
Sebelum memasuki tahap analisis asesmen, penskoran o Maksimal Siswa
nilai dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui
tingkat kemampuan matematika beserta aspek 1 A 16 40 FL
Matematika yang sudah dan belum dikuasai oleh anak. 2 16 40 FL
GTA
3 MF 11 27,5 FL
HASIL
Tahap asesmen diawali dengan identifikasi 4 NN 18 45 FL
menggunakan soal Matematika kelas III semester I, 40
5 OR 7 17,5 FL
identifikasi dilakukan untuk mengetahui siswa yang
memiliki kemampuan Matematika pada frustation level. 6 RR 11 27,5 FL
Setelah identifikasi, langkah selanjutnya adalah 7 15 37,5 FL
SL
konfirmasi yang bertujuan untuk memastikan level
8 DKA 18 45 FL
kemampuan matematika siswa yang teridentifikasi
frustation level. Melalui konfirmasi yang dilakukan Keterangan: FL = frustation level
kepada siswa kelas 3 SD N Sukarasa 3,4 diketahui Setelah tahap konfirmasi dilakukan, selanjutnya
bahwa terdapat delapan orang siswa yang memiliki adalah asesmen Matematika dengan menurunkan
kemampuan Matematika pada tingkat frustation level. kurikulum pembelajaran Matematika dari kelas III
Ada pun hasil konfirmasi kedelapan siswa adalah semesteri I ke kelas II semester II (asesmen tahap I).
sebagai berikut: Kemudian dilakukan lagi asesmen tahap II (Matematika
kelas II semester I), asesmen tahap III (Matematika
kelas I semester II), dan asesmen tahap IV (Matematika
kelas I semester I) untuk menggali kelebihan,
hambatan, dan memberikan rekomendasi kepada guru
kelas mengenai pembelajaran Matematika kepada
siswa.

Inisial
Deskripsi Kemampuan Siswa
Siswa
A telah menguasai konsep nilai tempat, melengkapi angka dan pola secara urut, memahami konsep hari dan
jam, mengidentifikasi bangun ruang, sifat komutatif, memhami konsep jarak dan berat benda, mengetahui
nilai uang, piktograf, mengurutkan bilangan pecahan, dan penjumlahan. Ada pun hambatan Matematika yang
A
dimiliki anak adalah mengoperasikan pengurangan, perkalian, mengurutkan bilangan pecahan dan
melakukan operasi bilangan pecahan dalam soal cerita, mengenal titik sudut pada tabung, dan melakukan
pengukuran dalam menggambar bangun datar.
GTA mampu mengidentifikasi bangun datar beserta sudut segitiga dan persegi, pada bangun ruang mampu
megidentifikasi benda berbentuk kubus dan sisi pada persegi, mengenal hari, menjumlah dan mengurang
secara mendatar dan menurun serta penjumlahan satu ruas dikiri dan dua ruas di kanan, melengkapi bilangan
ribuan, mengurutkan bilangan pecahan, mengenal sifat komutatif, mampu membandingkan berat benda,
mengurutkan benda dari kecil sampil besar, piktograf, mengenal lambang bilangan, mengenal nilai tempat,
GTA mengetahui nilai uang, melengkapi bilangan berpola sama, melengkapi pola gambar, dan menyelesaikan soal
cerita berbentuk penjumlahan, pengurangan, dan jarak. Ada pun aspek matematika yang belum dikuasai
adalah perkalian, menggambar persegi dengan ukuran tertentu, pengurangan bergambar serta pengurangan 1
ruas dikiri dan dua ruas dikanan, melengkapi bilangan berpola sama dan berbeda, dan dalam pemecahan
masalah anak belum mampu menghitung hari dan jam, perkalian, mengurutkan bilangan pecahan dan
melakukan operasi pecahan.
MF mampu mengurutkan bilangan, melengkapi pola bilangan, mengurutkan bilangan pecahan, mengerjakan
soal penjumlahan bernilai ribuan, memahamai konsep angka yang lebih besar, mengidentifikasi benda
berbentuk bangun ruang, menggambar bangun datar dengan penggaris, menghitung sisi bangun datar,
menyebutkan dan mengurutkan hari, membandingkan berat dan ringannya benda, penghitungan uang,
MF menganalisis piktograf, dan melakukan pengurangan sederhana puluhan dan satuan. Ada pun hambatan yang
dimiliki anak adalah anak belum menguasai nilai tempat, memahami konsep sifat komutatif, mengurang
kebawah dengan konsep simpan pinjam, perkalian dua angka, penjumlahan bilanagn ratusan, mengenal sisi
dan sudut bangun ruang, menjawab soal cerita tentang waktu dan hari, lambang bilangan dan melengkapi
pola bergambar.
NN mampu menuliskan lambang bilangan, mengidentifikasi nilai tempat, melengkapi bilangan,
NN
mengurutkan bilangan pecahan, menjumlahkan bilangan ribuan, melakukan perkalian, mengidentifikasi
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 355
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

benda berbentuk kubus, menghitung sisi dan sudut pada persegi dan segi tiga, mengenal hari dan jam,
mengenal berat dan ukuran benda, melakukan penjumlahan dan pengurangan satu angka serta dua angka
dengan satu angka, piktograf, mengenal nilai uang, melengkapi bilangan berpola sama, dan mengenal konsep
bilangan lebih sedikit. Ada pun aspek yang belum dikuasai adalah mengenal sisi kubus, menggambar
persegi dengan ukuran tertentu, mengetahui sudut tabung, melengkapi bilangan berpola beda, penjumlahan
dan pengurangan 1 ruas dikiri dan 2 ruas dikanan, perkalian, persamaan nilai uang, dan pada aspek
pemecahan masalah belum mampu menggambar jam, menghitung persamaan waktu dan lama waktu,
melakukan penjumlahan, pengurangan, perkalian, mengurutkan bilangan pecahan, dan operasi bilangan
pecahan dalam soal cerita.
OR telah mengenal lambang bilangan, nilai tempat, melengkapi bilangan, mengurutkan bilangan pecahan,
mengidentifikasi benda berbentuk kubus, menghitung jumlah sisi segitiga, menghitung sudut persegi dan
segitiga, mengenal jam dan hari, melakukan penjumlahan 1 ruas dikiri dan 2 ruas dikanan, penjumlahan dan
pengurangan 2 angka dengan 1 angka, melakukan pengkuran (berat benda, ukuran benda, dan jarak),
OR piktograf, dan melengkapi bilangan. Ada pun yang belum dikuasai OR adalah mengenal sifat komutatif, sisi
persegi, penjumlahan hingga ribuan, menggambar persegi dengan ukuran tertentu, menghitung lama hari,
melengkapi bilangan dengan pola berbeda, pengurangan satu ruas di kiri dan dua ruas dikanan, perkalian,
pengurangan bergambar, dan dalam aspek pemecahan masalah belum mampu mengurutkan bilangan
pecahan dan operasi bilangan pecahan.
RR mampu menuliskan lambang bilangan, mengidentifikasi nilai tempat, mengenal nilai uang, melengkapi
pola gambar, melengkapi bilangan ribuan, mengurutkan bilangan pecahan, mengidentifikasi benda berbentuk
kubus dan bulat, menghitung sudut persegi dan segi tiga, melengkapi nama hari, penjumlahan dan
pengurangan satu angka secara mendatar, melakukan pengurangan bergambar, melakukan pengukuran
RR (berat, ukuran, dan jarak), piktograf, dan pada pemecahan masalah mampu menyelesaikan soal tentang jam,
hari, dan jarak. Ada pun aspek matematika yang belum dikuasai adalah mengenal sisi kubus, menggambar
persegi dengan ukuran tertentu, mengidentifikasi sudut pada tabung, menghitung persamaan hari, melengkapi
bilangan dengan pola sama dan berbeda, memahamai konsep lebih sedikit, melakukan penjumlahan dan
pengurangan, perkalian, dan dalam pemecahan masalah belum mampu melakukan pengurangan waktu.
SL mampu mengidentifikasi nilai tempat, mengenal lambang bilangan, mengenal nilai uang, melengkapi
bilangan, mengurutkan bilangan pecahan, melakukan penjumlahan bilangan ratusan dan ribuan,
mengidentifikasi benda berbentuk kubus dan bulat, menghitung jumlah sisi dan sudut pada persegi dan segi
tiga, mengenal hari, menjumlah, mengurang dua angka dan satu angka serta satu angka dengan satu angka
secara mendatar, mengenal bilangan yang lebih sedikit, melakukan pengukuran (berat dan ukuran benda),
piktograf, dan melakukan pemecahan masalah (perkalian, jam, dan hari). Ada pun aspek yang belum
SL
dikuasai anak adalah sisi kubus, sifat komutatif, menggambar persegi dengan ukuran tertentu, penjumlahan
dan pengurangan bilangan ribuan, perklaian dua angka atau dua angka dengan satu angka, menghitung sudut
tabung, persamaan hari, melengkapi bilangan berpola sama dan berbeda, melakukan pengurangan satu ruas
dikiri dan dua ruas dikanan, perkalian, pengurangan ratusan dan ribuan secara mendatar dan menurun, serta
menyelesaikan soal cerita (penjumlahan, jarak, lama waktu, pengurangan waktu, pengurangan, mengurutkan
bilangan pecahan dan operasi bilangan pecahan).
DKA mampu mengidentifikasi nilai tempat, lambang bilangan, melengkapi bilangan, mengurutkan bilangan
pecahan, menjumlahkan bilangan ratusan dan ribuan, menjumlahkan bilangan satu ruas dikiri dan dua ruas
dikanan, mengenal bilangan yang lebih sedikit, melakukan perkalian dua angka dan satu angka, menjawab
soal cerita (perkalian, penjumlahan, waktu, dan jarak), mengidentifikasi benda berbentuk kubus, menghitung
DKA jumlah sisi segi tiga, menghitung sudut persegi dan segi tiga, memahamai konsep hari dan jam, melakukan
pengukuran (berat, ukuran, dan jarak), piktograf). Ada pun aspek matematika yang belum dikuasai anak
adalah pengurangan, mengenal sisi kubus dan titik sudut pada tabung, melengkapi bilangan dengan pola
berbeda, dan pemecahan masalah (pengurangan, mengurutkan bilangan pecahan, dan operasi bilangan
pecahan pada soal cerita).

PEMBAHASAN tertentu dalam pencapaian hasil belajar, sehingga berdampak


Setelah melakukan asesmen matematika di SD N 3,4 pada prestasi belajar yang dicapai berada dibawah
Sukarasa, yang dilakukan kepada 8 orang siswa, pada semestinya. Selanjutnya Cruickshank (1985) berpendapat
dasarnya mengalami hambatan pada dimensi kuantitatif dan bahwa dalam matematika sangat diperlukan kekuatan
dimensi kualitatif. Pada dasarnya anak memiliki hambatan memori ingatan dan kemampuan mengurutkan, karena
dalam memahami konsep soal. Hambatan yang dialami sangat erat hubunganya dalam menyelesaikan soal
siswa tersebut merupakan dampak dari rendahnya matematika seperti perkalian atau pembagian. Setelah
pemahaman konsep yang mereka alami. Menurut dilakukan asesmen maka asesor dapat mendiagnosa
Kumalasari, A & Putri,O (2013) bahwa hambatan kelebihan dan kekurangan siswa dalam matematika,
keterampilan matematika ditunjukan oleh adanya hambatan memonitor kemajuan siswa, menentukan jenjang
356 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

kemampuan siswa, menentukan efektivitas pembelajaran, Saran


mengevaluasi hasil kerja guru kelas dan mengklarifikasi
1) anak perlu diberikan pemahaman dari abstrak,
tujuan pembelajaran yang dirancang guru (Popham: 1995).
semi konkrit dan konkrit agar anak memahami konsep
Diharapkan sebelum menyusun program pembelajaran guru
dan mampu menganalisis bentuk soal. 2) lakukan
kelas hendaknya melakukan asesmen sehingga menjadi
pembelajaran dengan media dan pengaplikasian kepada
acuan individual siswa dan program yang disusun sesuai
kehidupan sehari-hari
dengan cara belajar dan kemampuan siswa. Sejalan dengan
pendapat Herman (1992) bahwa melalui asesmen guru dapat
mengambil keputusan untuk memperbaiki proses dan hasil DAFTAR PUSTAKA
belajar siswa. Cruickshank W,M. 1985. Learning Disabilities:
Educational & Asessment Consideration. USA:
KESIMPULAN DAN SARAN School of Public Health, The University of
Kesimpulan Michigan
Herman, J. L., Aschbacher, P.R., & Winters, L. 1992. A
Berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan 1) practical guide to alternative assessment.
kesalahan anak dominan terletak pada konsep bilangan Alexandria, VA: ASCD
dan kemampuan menganalisa soal 2) rata-rata anak Kumalasari, A & Putri, O. 2013. Kesulitan Belajar
mengalami kesulitan dalam proses penjumlahan dan Matematika Anak Ditinjau dari Segi
pengurangan dengan teknik simpan pinjam 3) anak Kemampuan Koneksi Matematika. Makalah
kesulitan menjawab perkalian karena anak tidak Disajikan dalam Seminar Nasional Matematika
mengetahui konsep perkalian namun anak dididik untuk dan Pendidikan Matematika, Universitas Negeri
menghafal perkalian. Yogyakarta.
Popham, W. 1995. Classroom Asessment What Teacher
Need to Know. Boston: Simon & Schuster
Company
Soendari, T dan Euis Nani, M. 2011. Asesmen dalam
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Bandung: Amanah Offset.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

IDENTIFIKASI KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA 3


4 TAHUN BERDASARKAN SKALA DENVER II DI POSYANDU
(Identification Language Developmental Delay of Children Ages 3 to 4 Years by The Denver Scale
II in Posyandu)

Rosika Novia M.
IKIP PGRI Jember, Indonesia
Email : itsme.chika@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi kurangnya pemahaman kader Posyandu di desa mengenai identifikasi
keterlambatan perkembangan bahasa anak usia 3 sampai 4 tahun sehingga diperlukan identifikasi
perkembangan bahasa menggunakan instrument identifikasi. Instrument identifikasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah instrument identifikasi menggunakan skala Denver II. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui gambaran mengenai cara melakukan identifikasi terhadap keterlambatan perkembangan bahasa
pada anak usia 3 sampai 4 tahun yang dilakukan oleh kader posyandu. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif menggunakan observasi dan wawancara
untuk menggali data. Subyek penelitian adalah kader posyandu berjumlah sepuluh orang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 1) pemahaman mengenai identifikasi perkembangan bahasa anak usia 3 sampai 4 tahun
menggunakan skala Denver II masih belum optimal 2) kader posyandu memerlukan pelatihan mengenai cara
mengidentifikasi perkembangan bahasa anak usia 3 sampai 4 tahun menggunakan skala Denver II 3) Subyek
penelitian berpendapat bahwa identifikasi keterlambatan perkembangan bahasa pada anak usia 3 sampai 4
tahun menggunakan skala Denver II dapat dipahami dan diterapkan apabila ada pelatihan terlebih dahulu.
Hasil penelitian ini di rekomendasikan kepada kader posyandu, keluarga yang memiliki anak usia 3 sampai 4
tahun dan kepada peneliti selanjutnya.
Kata Kunci : Keterlambatan Perkembangan Bahasa, Skala Denver II

Abstract: This research is motivated lack of understanding of health cadres in the village on the identification
of language developmental delay of children aged 3 to 4 years that required the identification of language
development using the instrument identification. Instrument identification used in this study is the
identification of the instrument using the Denver II scale. The purpose of this study to describe how
identification to language developmental delay in children aged 3 to 4 years by Posyandu cadres. The method
used in this research is descriptive method with qualitative approach using observation and interviews to
collect data. Subjects were Posyandu cadre of ten people. The results showed that 1) the understanding of the
identification of language development of children aged 3 to 4 years using a Denver Scale II is still not
optimal 2) cadres Posyandu requires training on how to identify the language development of children aged 3
to 4 years of using a Denver Scale II 3) The subjects opinion of the study that the identification language
developmental delay in children aged 3 to 4 years of using the Denver Scale II can be understood and applied
if there is any training. The results of this study recommended for the Posyandu cadres, families with children
aged 3 to 4 years and to further research.
Keywords : language developmental delay, denver scale II

PENDAHULUAN perkembangan bahasa anak terkait dengan kognisi


Perkembangan merupakan bertambah (Sulistyawati, 2014, hlm. 63). Kognisi anak berkembang
sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai dengan baik akan berkembangan apabila perkembangan
melalui tumbuh kematangan dan belajar (Wong, 2000 otak anak tidak mengalami keterlambatan.
dalam Hidayat, 2008, hlm. 8). Perkembangan terjadi Keterlambatan perkembangan bahasa akan
secara berkelanjutan sejak manusia masih berada dalam mempengaruhi kondisi psikis anak sehingga
kandungan. Perkembangan antara satu dengan yang lain mempengaruhi perilaku sosial anak. Dampak lain dari
akan saling berhubungan, sehingga jika ada salah satu keterlambatan perkembangan bahasa adalah anak akan
perkembangan yang terlambat, maka akan berdampak kesulitan dalam mempersepsikan suatu kejadian,
pada perkembangan lainnya. Salah satu keterlambatan kesulitan menerima maupun menyampaikan informasi
perkembangan yang terkadang tidak disadari adalah pada orang lain.
perkembangan bahasa. Keterlambatan perkembangan bahasa pada anak
Bahasa merupakan suatu bentuk komunikasi disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah
yang diucapkan, ditulis maupun dilambangkan faktor lingkungan. Lingkungan merupakan tempat
berdasarkan sistem symbol (Santrock, 2007, hlm. 353). tumbuh dan berkembangnya anak. Apabila lingkungan
Perkembangan bahasa anak juga berkaitan dengan berperan dengan baik, maka keterampilan bahasa anak
kematangan organ-orang bicara. Selain kematangan, juga akan berkembang dengan baik pula. Sebaliknya,

357
358 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

apabila lingkungan tidak mendukung, maka anak akan instrument identifikasi berdasarkan Skala Denver II
mengalami keterlambatan perkembangan bahasa. yang digunakan dalam kegiatan posyandu.
Salah satu cara untuk mencegah keterlambatan Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini
perkembangan bahasa anak adalah dengan melakukan diolah dan digunakan sebagai hasil penelitian. Teknik
identifikasi terhadap perkembangan bahasa anak. analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data
Identifikasi merupakan suatu usaha seseorang (orang kualitatif menggunakan kerangka yang dikembangkan
tua, guru maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk oleh Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2007,
mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan hlm. 246) yang terdiri dari tiga fase, yaitu: 1) Reduksi
(fisik, motorik, kognitif, bahasa, sosial, emosional, data, dilakukan untuk menganalisis data yang
neurologis) dalam pertumbuhan dan perkembangannya diperoleh pada tahap I dalam penelitian ini, yaitu hasil
dibandingkan dengan anak seusianya. Identifikasi wawancara yang dilakukan secara tertutup pada kader
dilakukan dengan menggunakan instrument dan alat posyandu mengenai pemahaman tentang
identifikasi yang sesuai dengan kebutuhan. Salah keterlamabatan perkembangan bahasa anak usia tiga
satunya identifikasi perkembangan anak menggunakan sampai empat tahun. Selain itu, juga digunakan untuk
Skala Denver II atau yang sering dikenal dengan menganalisis data hasil wawancara pada tahap II dan
sebutan DDST II (Denver Development Screening Test III mengenai cara melakukan identifikasi
II). Skala Denver II ini digunakan untuk perkembangan bahasa berdasarkan Skala Denver II. 2)
mengidentifikasi perkembangan anak usia 0 sampai 6 Penyajian data, pada penelitian kualitatif ini data yang
tahun. disajikan berupa narasi karena data diperoleh dari
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah hasil wawancara dan observasi berupa jawaban
dilakukan pada dua posyandu (pos pelayanan terpadu), mengenai pertanyaan dari setiap pertanyaan yang
identifikasi keterlambatan perkembangan pada anak diajukan dalam wawancara. 3) Penarikan kesimpulan,
belum dilakukan secara optimal sehingga perkembangan data-data yang telah dianalisis dan disajikan dalam
yang tidak sesuai dengan milestone perkembangan anak bentuk narasi kemudian ditarik kesimpulan sebagai
dianggap hal yang wajar. Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian.
sepuluh kader posyandu di dua posyandu tersebut kader
posyandu belum melakukan identifikasi menggunakan
instrument maupun alat identifikasi perkembangan HASIL
anak. Selama ini informasi perkembangan anak hanya 1. Pemahaman Mengenai Perkembangan Bahasa
diperoleh dari cerita orang tua. Sehingga apabila Anak Usia 3 sampai 4 Tahun
seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan, 2. Pengumpulan data mengenai pemahaman kader
terutama keterlambatan perkembangan bahasa kader posyandu terhadap perkembangan bahasa anak
posyandu maupun orang tua menganggapnya biasa. usia 3 sampai 4 tahun dilakukan dengan
Identikasi perkembangan anak sangat penting dilakukan wawancara tertutup. Wawancara ini dilakukan
sejak anak masih usia dini. Oleh karena itu, penting bagi pada sepuluh orang kader posyandu. Sepuluh
seorang kader posyandu mengetahui dan memahami orang tersebut rata-rata memiliki jawaban yang
cara melakukan identifikasi menggunakan instrument sama saat diajukan pertanyaan mengenai
dan alat identifikasi Skala Denver II. perkembangan dan keterlambatan perkembangan
bahasa pada anak.
3. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian kader
METODE posyandu masih belum paham tentang tahap
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif perkembangan bahasa pada anak usia 3 sampai 4
dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini nantinya tahun. Keterlambatan perkembangan bahasa
akan menghasilkan gambaran mengenai cara pada anak dianggap hal yang wajar karena anak
melakukan identifikasi terhadap keterlambatan masih usia dini. Ada juga yang berpendapat
perkembangan bahasa yang dilakukan di posyandu bahwa seiring berjalannya waktu kemampuan
berdasarkan Skala Denver II. Penelitian ini melibatkan berbahasa anak akan berkembang dengan
sepuluh orang kader posyandu di Desa Sumber Agung sendirinya. Dua orang lainnya berpendapat
Kecamatan Plosoklaten Kediri dan anak usia tiga paham namun tidak semuanya mengenai
sampai empat tahun yang mengikuti posyandu. perkembangan dan keterlambatan perkembangan
Penelitian ini menggunakan tiga tahapan dalam bahasa pada anak usia 3 sampai 4 tahun. Dan
pelaksanaannya. Pada tahap pertama, data diperoleh masih kebingungan dalam membedakan anak
melalui wawancara terhadap kader posyandu mengenai mengalami keterlambatan perkembangan bahasa
pemahaman tentang keterlambatan perkembangan atau tidak.
bahasa pada anak usia 3 sampai 4 tahun. Tahap kedua, 4. Rata-rata setelah kegiatan posyandu tidak ada
data diperoleh melalui observasi dan wawancara penjelasan lebih lanjut mengenai perkembangan
mengenai cara melakukan identifikasi perkembangan anak apabila orangtua tidak bertanya. Selain itu
bahasa berdasarkan Skala Denver II yang dilakukan orang tua juga masih sedikit yang paham
oleh kader posyandu. Tahap ketiga, data diperoleh mengenai perkembangan anak mereka terutama
melalui wawancara dengan kader posyandu mengenai perkembangan bahasa.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 359
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

5. Cara Melakukan Identifikasi Perkembangan 12. Salah satu dari kader posyandu menyarankan
Bahasa Anak Usia 3 sampai 4 Tahun dalam pelaksanaan identifikasi sebaiknya
Berdasarkan Skala Denver II melibatkan orang tua. Hal ini dimaksudkan agar
6. Pengumpulan data pada tahap ini dilakukan orang tua juga tahu dan paham bagaimana cara
melalui observasi dan wawancara terhadap kader mengidentifikasi perkembangan bahasa pada
posyandu mengenai cara melakukan identifikasi anak mereka. Sehingga apabila anak mengalami
perkembangan bahasa anak usia 3 sampai dengan keterlambatan, orang tua tidak menganggap itu
4 tahun berdasarkan skala denver II. Berdasarkan sebagai hal yang wajar, tetapi bagaimana
hasil observasi dan wawancara diperoleh data mencari solusi yang tepat untuk menangani
bahwa rata-rata kader posyandu masih belum anaknya yang mengalami keterlambatan
melakukan identifikasi berdasarkan skala denver perkembangan bahasa.
II dengan optimal. Kader posyandu mengetahui
perkembangan dan keterlambatan perkembangan KESIMPULAN DAN SARAN
anak dari cerita keluarga yang membawa Kesimpulan
anaknya ke posyandu tanpa mengidentifikasi Berdasarkan analisis data penelitian mengenai
secara langsung. identifikasi keterlambatan perkembangan bahasa
7. Salah satu kader posyandu menyatakan bahwa berdasarkan Skala Denver II di Posyandu, maka penulis
rata-rata belum memahami cara melakukan menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut : 1)
identifikasi perkembangan bahasa berdasarkan pemahaman mengenai identifikasi perkembangan
skala denver II. Sebagian masih kesulitan apabila bahasa anak usia 3 sampai 4 tahun menggunakan skala
melakukan identifikasi secara detail, sehingga Denver II masih belum optimal 2) kader posyandu
identifikasi hanya dilakukan pada perkembangan memerlukan pelatihan mengenai cara mengidentifikasi
yang dapat dilihat dan dipahami secara langsung, perkembangan bahasa anak usia 3 sampai 4 tahun
misalnya perkembangan motorik. Sedangkan menggunakan skala Denver II 3) Subyek penelitian
untuk perkembangan bahasa, identifikasi berpendapat bahwa identifikasi keterlambatan
dilakukan secara sederhana saja tanpa perkembangan bahasa pada anak usia 3 sampai 4 tahun
menggunakan instrument maupun alat menggunakan skala Denver II dapat dipahami dan
identifikasi seperti skala denver II. diterapkan apabila ada pelatihan terlebih dahulu.
8. Kader posyandu juga berpendapat, sebelum
melakukan identifikasi perkembangan bahasa Saran
pada anak dengan menggunakan instrument dan Rekomendasi temuan dalam penelitian ini
alat identifikasi menggunakan skala denver II disampaikan kepada pihak yang berhubungan dengan
perlu diadakan pelatihan terlebih dahulu. Hal ini anak, baik terlibat secara langsung maupun secara tidak
bertujuan untuk memberikan pemahaman dalam langsung dalam melaksanakan identifikasi terhadap
melakukan identifikasi menggunakan instrument keterlambatan perkembangan bahasa pada anak usia 3
dan alat identifikasi berdasarkan skala denver II. sampai 4 tahun berdasarkan Skala Denver II. Pihak
9. Dengan adanya pelatihan tersebut, kader yang terkait antara lain :
posyandu dapat melakukan identifikasi yang 1. Kader Posyandu
sesuai sehingga dapat memberikan pengetahuan Skala Denver II merupakan instrument dan alat
pada orang tua mengenai perkembangan anak, identifikasi untuk mengetahui perkembangan
terutama perkembangan bahasa. Selain itu, anak, salah satunya perkembangan bahasa anak
apabila anak mengalami keterlambatan dalam usia 3 sampai 4 tahun. Orang tua atau keluarga
perkembangan bahasa, dapat dilakukan tindak yang memiliki anak balita biasanya membawa
lanjut untuk memberikan layanan yang sesuai anak ke posyandu. Tujuannya adalah untuk
sebelum terlambat. mengetahui perkembangan anak, termasuk
10. Pendapat Kader Posyandu mengenai Identifikasi perkembangan bahasa. Oleh karena itu, sebagai
Perkembangan Bahasa Anak Usia 3 sampai 4 kader posyandu, sudah seharusnya memahami
Tahun Berdasarkan Skala Denver II perkembangan bahasa anak, mengetahui cara
11. Berdasarkan hasil wawancara mengenai mengidentifikasi perkembangan bahasa anak
pelaksanaan identifikasi perkembangan bahasa menggunakan Skala Denver II sehingga dapat
berdasarkan skala denver II, sepuluh subjek yang memberikan informasi mengenai perkembangan
merupakan kader posyandu berpendapat bahwa bahasa anak. Kemudian, apabila ditemukan
adanya pelatihan tentang cara melaksanakan keterlambatan perkembangan bahasa pada anak
identifikasi memberikan kemudahan dalam dapat memberikan solusi penanganan terhadap
memahami perkembangan dan keterlambatan keterlambatan perkembangan bahasa anak pada
perkembangan bahasa pada anak usia 3 sampai 4 orang tua. Selain itu, kader posyandu juga
tahun. Manfaat itu juga dirasakan oleh orang tua hendaknya akti mengikuti kegiatan maupun
atau keluarga yang membawa anaknya ke pelatihan yang berkaitan dengan identifikasi
posyandu. perkembangan anak.
360 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

2. Keluarga yang memiliki Balita DAFTAR PUSTAKA


Identifikasi perkembangan bahasa menggunakan Arningsih, Cicih. 2011. Identifikasi Perkembangan Pe
Skala Denver II merupakan salah satu cara untuk Akademik pada Balita oleh Kader Posyandu.
mengetahui terlambat atau tidaknya JASSI Anakku Vol. 10 No. 2 Tahun 2011, hlm.
perkembangan bahasa anak. Oleh karena itu, 176-183.
orang tua juga sebaiknya berperan aktif dalam Gulo, W. 2000. Metodologi Penelitian, Jakarta:
mengamati perkembangan anak. Apabila kurang Grasindo.
memahami perkembangan bahasa anak, Hidayat, Aziz A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak
sebaiknya orang tua atau keluarga untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba
mengkomunikasikannya dengan ahli yang Medika.
berperan dalam kegiatan posyandu. Tujuannya Putra, Nusa. 2012. Research & Development. Jakarta :
untuk mengetahui sesuai atau tidaknya PT. Raja Grafindo Persada.
perkembangan bahasa dengan tahap-tahap Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak (Jilid 1).
perkembangan bahasa anak yang dilewati. Jakarta: Erlangga.
3. Peneliti Selanjutnya Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak (Jilid 2).
Dalam penelitian ini, identifikasi keterlambatan Jakarta: Erlangga.
perkembangan bahasa anak usia 3 sampai 4 Strauss, A. dan Corbin, J. (2009) Dasar-dasar
tahun, hasil yang diperoleh bersifat hipotetik dan Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka
terbatas pada posyandu di desa dengan subjek Pelajar.
penelitian kader posyandu sebanyak sepuluh Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kualitatif,
orang. Instrumen identifikasi ini menggunakan Kuantitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Skala Denver II dan dapat dilaksanakan oleh Sulistyawati, Ari. (2014). Deteksi Tumbuh Kembang
kader posyandu setelah mendapatkan pelatihan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
tersebut dan memperoleh hasil yang cukup
signifikan dengan adanya perubahan
pengetahuan kader posyandu mengenai
perkembangan bahasa anak usia 3 sampai 4
tahun dan mengetahui cara melaksanakan
identifikasi terhadap keterlambatan
perkembangan bahasa dengan tepat bagi anak.
Bagi peneliti lain yang menemukan
permasalahan yang sama dengan penelitian ini,
identifikasi dengan menggunakan Skala Denver
II ini dapat digunakan dalam penelitian untuk
mengakomodasi kader posyandu yang memiliki
permasalahan yang sama dengan menggunakan
metode penelitian yang berbeda agar diperoleh
hasil yang bervariasi.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

TALENTS OF CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS


ACCORDING TO MULTIPLE INTELLIGENCES THEORY

Subagyaa, Suginib, Erma Kumala Saric


a
Pusat Studi Difabilitas, LPPM, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
bc
Pendidikan Luar Biasa, FKIP, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
E-mail: subagya10@yahoo.co.id

Abstract: This study aims to identify talents of children with special needs in Central Java Indonesia. The
results can be used to define policies in fostering talented students with special needs in special schools in
Central Java Indonesia.This research used mixed method approach. The technique used in this study is a
survey. The population is students with special needs in special schools in Central Java Indonesia. Sampling
technique used is purposive sampling, with a sample of 129 children with special needs without consideration
of the disability type and education level. The instrument used in this research was a rating scale questionnaire
based on the multiple intelligences theory of Howard Gardner. Content validity was used to test the validity of
the instrument. Quantitative data were analyzed with descriptive quantitative techniques to analyze the
frequency and the percentage of each component, while qualitative data were used to enrich the quantitative
data. The results showed that children with special needs in special schools in Central Java Indonesia has a
naturalistic talent (18.8%), visual/spatial talent (18.04%), interpersonal talent (17.29%), kinesthetic talent
(13.54%), music talent (10.53%), intrapersonal talent (9.77%), verbal/linguistic talent (9.02%), and
logic/mathematic talent (3.01%). This study suggests the Central Java government to define policies in
fostering talented children with special needs in special schools in Central Java Indonesia according to the
results of this study.
Keywords: Children with Special Need, Multiple Inteligences, Talent

INTRODUCTION a constellation of human ability is hierarchical and multi


The concept of multiple intelligences become a fact. Therefore, talent can also be seen as multi-domains
topic of much researches in many countries (Chen, H.; abilities.
Chiang, C.; & Lin, 2013; Ghamrawi, N., 2014; Chan, D. According to multiple intelligences theory
W., 2008; Chan, D. W., 2006; Jung, T. & Kim, M., (Gardner, 2003), it can be concluded that talents include
2005; Chan, D. W., 2005). Besides, many researches not only academic ability, but also non-academic
also discuss about talent and talented children ability. Different from academic ability, non-academic
(Olszewski-Kubilius, P. & Thomson, D., 2015; Wairire, ability (art, music, sport, etc.) has not received much
G. G., Mungai, N. W., & Mungai, K. , 2013; Assouline, attention, whereas many children have ability and talent
S. G. & Lupkowski-Shoplik, A., 2012; Mueller- in art, music, dance, drama/theater, sport, etc. In
Oppliger, V., 2010; Olszewski-Kubilius, P. &, Lee, S., Indonesia, the development of non-academic talent for
2004). Those show that the topic of multiple school age children (especially for children with special
intelligences and talent become important topics in needs) has not been touched, whereas the talent
education research. development at this age periode is very important for
Talented children are those who identified as the progress in the next age periode.
someone who has the characteristics of prominent Marker (Smith, 2003) stated that some students
ability, skill, and performance. Talented children are not with special needs also have special talents. Smith
only can be seen from cognitive, logic, and intelligence (2003) argued that most students with special needs who
perspective, but also can be seen from talent, skill, have special talents are not included in the education for
aptitude-interest development, and multiple intelligence gifted and talented children. In fact, the talent of
perspective. children with special needs still become a doubt. There
Renzulli (Garguilo, 2012) stated that giftedness is no support from the education system to
includes three dimensions, namely high ability, high accommodate and develop the talents of children with
task commitment, and high creativity. On the other special needs.
hand, Gardner (2003) argued that there are eight types In Indonesia, the government's efforts to provide
of intelligences or abilities, namely bodily/ kinesthetic, special education services for students who have the
verbal/linguistic, logic/mathematics, music, potential intelligence and special talents had actually
intrapersonal, interpersonal, visual/spatial, and been carried out since 1974 by giving scholarships for
naturalistic intelligence. According to Gardner (2003), gifted and talented students from low economic family
ability can be seen as multi domains. Cattel, Horn, & in all level of education (elementary school, junior high
Carroll (Garguilo, 2012) also stated that intelligence as school, senior high school, and vocational high school).

361
362 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Furthermore, the Education and Culture Ministry also


formed a working group of Gifted and Talented RESEARCH METHODOLOGY
Education Development in 1982 to plan, develop, Overall, this study is a mixed method research
organize, and evaluate activities in accordance with the (Creswell, 2009) aimed to identify the talents of
development of education for gifted and talented children with special needs in special schools in Central
children. The working group represents the structural Java Indonesia. Type of data collection used in this
element and expertise element (science, math, research was explanative survey with a quantitative and
technology, languages, humanities, and psychology). qualitative questionnaire. Research samples were used
Governments efforts to provide special education for the purpose of answering the research questions. A
services for student with special potential, intelligence, total of 129 students with special needs in special
gifts, and talents are in order to meet the demands of schools in Central Java Indonesia, without
education for all. consideration of disability types and education levels,
According to National Education Minister were involved in this study. Sampling technique used in
Regulation No. 34 of 2006 (Permendiknas No 34 Tahun this research was purposive sampling. Sample of this
2006) on the achievement fostering of gifted and study were derived from 18 special schools and 11
talented students, the fostering of gifted and talented regencies/cities in Central Java Indonesia. The
students achievements become the responsibility of the questionnaire in this research used a rating scale type to
educational unit, district/city/ province government, identify the type of talents according to the multiple
government, and society. Furthermore, the regulation of intelligences theory of Gardner. The questionnaire was
National Education Minister (Permendiknas No 34 given to teachers in special schools in Central Java
Tahun 2006) stated that all students in all lane, level, Indonesia to identify the talents of their students. The
and type of education are eligible to participate in the validity of the instruments used a content validity which
selection of the fostering program of gifted and talented estimated through examination of the appropriateness or
children from the government. Hence, all students relevance of the test content through rational analysis
including students with special needs have the same by a competent panel through expert judgment. The
rights and obligations in education. quantitative data was analysed by descriptive statistical
The regulation of National Education Minister techniques according to the frequency and percentage
(Permendiknas No 39 Tahun 2008) stated that the of data collected and the qualitative data is used to
fostering of students is conducted in all level of enrich the quantitative data.
education (preschool, primary school, junior high
school, senior high school, vocational school, and
special school) for all students, including students with DATA ANALYSIS
special needs. The fostering held according to the Profile of Respondents
multiple abilities. This section discusses the background of the
Unfortunately, these services have not touched respondents that contains 3 items related to respondents
comprehensively for students with special needs who background. Analysis of data obtained is presented in
are also gifted and talented, whereas the number of frequencies and percentages so that it is easier to
those kinds of students is not in a small number. Experts examine. Table 1 shows the demographics of the
argue that children with special needs who accompanied respondents involved in accordance with the frequency
by giftedness require high level intervention (Nielsen, and percent.
2002). Therefore, it becomes a challenge for educators
to provide services for those kinds of students. It is
necessary to identify those kinds of students to map out
their talents and disabilities, so they can receive further
optimal services. The collaboration from many elements
such as parents, teachers, and school authorities is
needed to identify the talents of students with special
need. Teacher as the immediate environment of children
in school has an important role in recognizing and
identifying talents of students with special needs.
According to the above explanation, this study
aims to identify the talents of students with special
needs in Central Java Indonesia. The talent
identification of students with special needs is according
to the multiple intelligences theory of Gardner (2003).
The results of this research can be used to define
policies in fostering talented students with special need
in special schools in Central Java Indonesia.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 363
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Table 1: Profile of respondents according to the frequency and percentage


Aspect Category Frequency Percentage (%)
Gender Male 81 62.8
Female 48 37.2
Education Level Preschool 7 5.4
Primary school 112 86.8
Junior high school 7 5.4
Senior high school 3 2.3
Regency Surakarta 2 1.6
Klaten 2 1.6
Temanggung 13 10.1
Cilacap 34 26.4
Magelang 34 26.4
Pekalongan 5 3.9
Kudus 5 3.9
Banyumas 12 9.3
Wonogiri 4 3.1
Rembang 5 3.9
Purwokerto 13 10.1

Analysis of research question DISCUSSION, RECOMMENDATIONS AND


To identify the talents of children with special IMPLICATIONS
needs in special schools in Central Java Based on Table 1, it shows that 13.54% of
Indonesia. children with special needs in Central Java Indonesia
Table 2 shows that the data collected in two have a kinesthetic talent. Bodily kinesthetic is the ability
parts, namely data from the closed-questions and to use the body effectively to express feelings and ideas,
opened-questions associated with the talents of children to communicate through body language, to do athletic
with special needs. It shows that children with special or dance movements, and to do other activities which
needs in Central Java Indonesia has a tendency of use the body (Gargiulo, 2012). The professions related
naturalistic (18.8%), visual/spatial (18.04%), to the bodily kinesthetic talent include dancers, athletes,
interpersonal (17.29%), bodily/kinesthetic (13.54%), and surgeons. According to the result, it indicates that
music (10.53%), intrapersonal (9.77%), language the disabilities of children with special needs do not
(9.02%), and numerical (3:01%) talent. These findings restrict them to have a bodily kinesthetic talent.
indicate that children with special needs in Central Java Furthermore, 9.02% of children with special
province has the talent scattered in various areas needs have a tendency of verbal/language talent.
according to Howard Gardner's theory of multiple Verbal/linguistic talent is the ability to use words to
inteligences (bodily/kinesthetic, verbal/linguistic, logic/ express themselves effectively in both oral and written
mathematic, interpersonal, intrapersonal, visual/ spatial, with rapidly verbal skills development (Garguilo, 2012).
music, and naturalistic). Professions in accordance with the type of linguistic
talent are teachers, novelists, lawyers, and writers. The
Table 2: Talents of students with special needs in finding indicates that the disabilities of children with
special schools in Central Java Indonesia special needs do not restrict them to have a
verbal/language talent.
Opened- Closed- The tendency of logic mathematic talent of
question question Sum children with special needs is lower than other types of
No Talent (%) (%) (%) talent. The result shows that only 3.01% of children
1 Bodily/Kinesthetic 3.01 10.53 13.54 with special needs in Central Java Indonesia have a
2 Verbal/Linguistic - 9.02 9.02 logic mathematic talent. Logic mathematic talent is an
ability to understand through the use of patterns,
3 Logic/Mathematic - 3.01 3.01 symbols, and logical thinkings (Friend & Bursuck,
4 Interpersonal 0.75 16.54 17.29 2002). Professions in accordance with the type of logic
5 Intrapersonal - 9.77 9.77 mathematic talent are a scientist. Stephen Hawking and
Albert Einsein are some examples of successful
6 Visual/spatial 4.51 13.53 18.04 scientists who have a logic mathematic talent. The result
7 Music 2.26 8.27 10.53 indicates that the disabilities of children with special
8 Naturalistic - 18.8 18.8 needs do not restrict them to have a logic mathematic
talent.
Sum 10.53 89.47 100
Furthermore, the tendency of interpersonal talent
of children with special needs in special schools in
364 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Central Java Indonesia is 17, 29%. Interpersonal talent fostering students with special abilities or talents in
is the ability to observe, understand, and act upon the special schools in the province of Central Java.
mood, emotion, perception and other aspects of the Therefore, student with special needs still can develop
relationship with the people (Friend, 2005). The their talents because they get the support from family,
professions appropriate with this talent are counselors, school, and also government. The supports of the
teachers, politicians, and marketing sales (Gargiulo, government can be showed by giving continuous
2004). The finding indicates that the disabilities of coaching, training, special education, facilities,
children with special needs do not restrict them to have insurance, and also scolarships for students with special
an interpersonal talent. needs who have special abilities or talents.
The tendency of intrapersonal talent of children
with special needs in Central Java Indonesia is 9.77%. CONCLUSION
This talent is associated with the ability to analyze and This study aims to identify the talents of children
understand them selves and act on their insight. The with special needs in Central Java Indonesia. The
types of work that is suitable for this talent are therapists research results show that children with special needs in
and spiritual leaders. The result indicates that the Central Java province has the talent scattered in various
disabilities of children with special needs do not restrict areas according to Howard Gardner's theory of multiple
them to have an intrapersonal talent. inteligences (bodily/ kinesthetic, verbal/linguistic,
There are 18.04% of children with special needs logic/mathematic, interpersonal, intrapersonal,
in special schools in Central Java Indonesia who have a visual/spatial, music, and naturalistic). The results also
tendency of visual/spatial talent. Visual/spatial is an indicate that the disabilities of children with special
ability to visualize the shape, form, pattern and design, needs do not restrict them to have other special talents.
and also the ability to discern the position in space and Based on this result, the Central Java government can
direction. This ability is identical to the professions as define policies in fostering students with special
architects, sculptors, interior decorators, engineers, and abilities or talents in special schools in the Central Java
decorators. The result indicates that the disabilities of Indonesia.
children with special needs do not restrict them to have
a visual/spatial talent. REFERENCES
Furthermore, the result also shows that 10.53% Assouline, S. G. & Lupkowski-Shoplik, A. (2012). The
of children with special needs in Central Java Indonesia Talent Search Model of Gifted Identification.
have a music talent. Music talent is the ability to Journal of Psychoeducational Assessment, 30(1),
perceive, analyze, create and display music. Professions 45-59.
in accordance with the type of linguistic talent are Chan, D. W. (2005). Perceived Multiple Intelligences
composers, critics, and musicians. The finding indicates and Learning Preferences among Chinese Gifted
that the disabilities of children with special needs do not Students in Hong Kong. Journal for the
restrict them to have a music talent. Education of the Gifted, 29(2), 187-212.
There are 18.8% of children with special needs Chan, D. W. (2006). Perceived Multiple Intelligences
in Central Java Indonesia who showed a tendency of Among Male and Female Chinese Gifted
naturalistic talent. This talent is an ability to understand, Students in Hong Kong: The Structure of the
respond, and explain nature phenomenon. Garguilo Student Multiple Intelligences Profile. Gifted
(2012) argues that naturalistic skills are useful for Child Quarterly, 50(4), 325-338.
people who want to become conservationists and Chan, D. W. (2008). Giftedness of Chinese Students in
experts in forestry and agriculture. The professions Hong Kong: Perspectives from Different
appropriate with this talent are farmers, hunters, and Conceptions of Intelligences. Gifted Child
veterinarians (Gargiulo, 2012). The finding indicates Quarterly, 52(1), 40-54.
that the disabilities of children with special needs do not Chen, H., Chiang, C., & Lin, W. (2013). Learning
restrict them to have a naturalistic talent. Effects of Interactive Whiteboard Pedagogy for
The results of this study indicate that children Students in Taiwan from the Perspective of
with special needs are also able to demonstrate other Multiple Intelligences. Journal of Educational
prominent abilities. Their talent tendency is most likely Computing Research, 49(2), 173-187.
the result of the interaction of potentials, interventions, Creswell, J. W. (2009). Research Design: Qualitative,
and opportunities presented by the environment. Quantitative, and Mixed Method Approaches
Tomlinson (Tomlinson et al., 2002) notes that talent is (3rd Ed.). USA: Sage Publication, Inc.
not a static ability. It is heavily influenced by chance
and environment. He argues that schools should create Friend, M. & Bursuck, W. B. (2002). Including students
the opportunity and environment to maximize every with special needs: A practical guide for
potential of students. classroom teacher (3rd Ed.). Boston: Allyn &
Implication on research findings Bacon.
Based on these findings, it is suggested that the
government of Central Java can be defined policies in
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 365
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Friend, M. (2005). Special Education: Contemporary and Programming. Exceptionality A Special


Perspectives for School Profesional. USA: Education. Vo. 10, 2002- Issue 2.
Pearson. Olszewski-Kubilius, P. & Thomson, D. (2015). Talent
Gardner, H. (2003). Kecerdasan Majemuk (Multiple Development as a Framework for Gifted
Intelligences) Teori dalam Praktek. Terjemahan Education. Gifted Child Today, 38(1), 49-59.
oleh Alexander Sindoro. Batam: Interaksa. Olszewski-Kubilius, P. &, Lee, S. (2004). The Role of
Gargiulo, R. M. (2012). Special Education in Participation in In-School and Outside-of-School
Contemporary Society an Introduction to Activities in the Talent Development of Gifted
Exceptionality. Los Angeles: Sage Publication. Students. Journal of Secondary Gifted Education,
Gargiulo, R. M., (2004) Young Children With Special 15(3), 107-123.
Needs. Clifton Park, NY: Thomson/Delmar Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 34
Learning, Tahun 2006 tentang Pembinaan Peserta Didik
Ghamrawi, N. (2014). Multiple Intelligences and ESL Bakat dan Cerdas Istimewa.
Teaching and Learning: An Investigation in KG Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39
II Classrooms in One Private School in Beirut, Tahun 2006 tentang Pembinaan Kesiswaan.
Lebanon. Journal of Advanced Academics, 25(1), Smith, D. D. (2003). Introduction to Special Education
25-46. Teaching in an Age of Opportunity. Boston:
Jung, T. H. & Kim, M. (2005). The Application of Pearson.
Multiple Intelligences Theory in South Korea: Tomlinson, C. A., Kaplan, S. N., Renzulli, J. S., Purcel,
The Project Spectrum Approach for Young J., Leppein, J., & Burns, D. (2002). The Parallel
Children. School Psychology International, 26(5), Curriculum: A Design to Develop High Potential
581-594. and Challenge High Ability Learners. Thousand
Mueller-Oppliger, V. (2010). Experiences and Concepts Oaks CA: Corwin.
Related to Gifted Education and Talent Wairire, G. G., Mungai, N. W., & Mungai, K. (2013).
Development in Switzerland.Gifted Education Gifted and talented education: Some social work
International, 26(2-3), 219-233. implications in emerging approaches for
Nielsen, E. (2002) Gifted Students With Learning childrens rights in Kenya. International Social
Disabilities: Recommendations for Identification Work, 58(2), 297-308.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PELAKSANAAN ASESMEN KEMAMPUAN MOTORIK PADA


ANAK DENGAN HAMBATAN MOTORIK DI TAMAN KANAK-KANAK
(The Implementation of Motor Skill Assesment Toward Pupil with Motor Impairment
in Kindergarden)

Supriatin Kuat Yuliyania , Yunia Sri Hartantib , Mamah Halimahc, and Mita Apriyantid
abcd
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
E-mail: yuniasrihartanti@student.upi.edu

Abstrak: Keterampilan motorik merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan anak.
Keterampilan motorik yang dikuasai saat ini dapat menjadi salah satu informasi penting untuk memantau
perkembangan yang telah dicapai oleh anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan
asesmen kemampuan motorik pada anak dengan hambatan motorik di taman kanak-kanak. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data diambil dengan metode observasi, wawancara, dan
dokumentasi terhadap sembilan siswa berusia 5 tahun yang melaksanakan proses asesmen. Data dianalisis
dengan teknik deskriptif analitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan asesmen motorik
dilakukan melalui tahap identifikasi, konfirmasi, dan asesmen. Proses asesmen dilakukan untuk menyaring
dan mengidentifikasi siswa yang memiliki hambatan dalam perkembangan motorik. Berdasarkan hasil
analisis, terdapat satu anak yang teridentifikasi memiliki hambatan dalam perkembangan motorik. Sehingga,
pelaksanaan asesmen kemampuan motorik merupakan proses penting dan harus dilakukan melalui proses
sistematis. Diharapkan hasil penelitian bisa dijadikan dasar untuk membuat program pelatihan keterampilan
motorik.
Kata kunci: asesmen, kemampuan motorik, anak dengan hambatan motorik.

Abstract: Motor skill is one of the most fundamental aspect in children growth and development. Motor skill
currently acquarried can be used as the the crucial information to monitor the development reached by
children. This study aimed to analyze the implementation of motor skill assesment of chidren with motor
impairment in kindergarden. This study applied descriptive qualitative method. The data gathered through
observation, interview, and documentation toward nine 5-year-old doing assesment process. The data were
analyzed through descriptive analytic. The result of the study revealed that the implementation of motoric
assesment applied through several stages: identification, confirmation and assesment. This assesment was
conducted in purposing to select and identify pupil with motor development impairment. Based on the result
of the assesment, it was found that one student experienced motor development impairment. Those, the
implementation of motor skill assesment is critical process and should be passed chronologically. Hopefully,
the result of this study can be used as the reference to construct program of motor skill training.
Keywords: assesment, motor skill, children with motor impairment

PENDAHULUAN perkembangan adalah proses asesmen yang


Asesmen merupakan istilah umum yang dilaksanakan untuk menggali kemampuan anak dalam
didefinisikan sebagai sebuah proses yang ditempuh bidang motorik, bahasa, sosial emosi, dan kognitif. Pada
untuk mendapatkan informasi yang digunakan dalam buku ini membahas mengenai pelaksanaan asesmen
rangka membuat keputusan-keputusan mengenai para untuk perkembangan motorik pada anak.
siswa, kurikulum, program-program, dan kebijakan Perkembangan motorik merupakan suatu proses
pendidikan, metode atau instrumen pendidikan lainnya yang terjadi pada tubuh dalam rangka untuk melakukan
oleh suatu badan, lembaga, organisasi atau institusi kontrol dan penggunaan massa otot tubuh yang besar
resmi yang menyelenggarakan suatu aktivitas tertentu ( dan massa otot tubuh yang kecil dan proses koodinasi
Uno, Hamzah B., Koni, Satria, 2012). Asesmen adalah otot dengan syaraf tubuh. (William&Monsma, 2006).
salah satu proses pengumpulan informasi mengenai Asesmen perkembangan motorik adalah salah satu
kemampuan anak saat ini dalam rangka untuk proses pengumpulan informasi mengenai kemampuan
mengetahui kemampuan yang dikuasai, hambatan yang anak saat ini dalam rangka untuk mengetahui
dimiliki dan kebutuhan yang diperlukan oleh anak. kemampuan yang dikuasai, hambatan yang dimiliki dan
Asemen merupakan proses terstruktur yang kebutuhan yang diperlukan oleh anak. Perkembangan
dilaksanakan melalui tahap-tahap yang sistematis, motorik pada anak usia dini sangat diperluhkan, untuk
sistemik, dan komprehensif. Dalam kajian pendidikan mengembangkan kecerdasan anak dibidang
khusus terdapat dua kelompok asesmen yang diterapkan pengembangan bahasa, kognitif, seni dan kreativitas.
kepada anak, yaitu asesmen bidang akademik dan Motorik merupakan tindakan yang bisa menimbulkan
asesmen perkembangan. Asesmen akademik gerak / motorik adalah : semua gerakan yang mungkin
dilaksanakan untuk menggali informasi dalam hal dapat di lakukan oleh seluruh tubuh, sedangkan
membaca, menulis, dan berhitung. Asesmen perkembangan motorik dapat di sebut sebagai

367
368 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian memerlukan koordinasi kelompok otot-otot anak yang
gerak tubuh (Erlinda, Esti, 2014). tertentu yang dapat membuat mereka melompat,
Perkembangan motorik adalah perkembangan memanjat, berlari, menaiki sepeda. Sedangkan motorik
gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat saraf, uarat halus memerlukan koordinasi tangan dan mata seperti
saraf, dan otot yang terkoordinasi. (Harlock, 1998). Jadi menggambar, menulis, menggunting (Indraswari,
perkembangan motoric merupakan kegiatan yang Lolita). Keterampilan motorik kasar merupakan
terkoordinir antara sususan saraf, otot, otak dan spinal keterampilan yang membutuhkan atau melibatkan otot
cord. Perkembangan motoric adalah proses yang sejalan besar, sedangkan motorik halusmelibatkan gerakan-
dengan betambahnya usia secara bertahap dan gerakan yang diatur secara halus (Santrok, Jhon W,
berkesinambungan, dimana gerakan individu meningkat 2007).
dari keadaan sederhana, tidak terorganisir, dan tidak
terampil, kearah penguasaan keterampilan motoric yang METODE
kompleks dan terorganisasi dengan baik. Perkembangan Pelaksanaan asesmen perkembangan motorik
motorik juga selalu mengacu pada perkembangan dilaksanaan di TK Al-Mansyuriah Bandung, subjek
perseptual motor dan atau koordinasi fisik dan penelitian yaitu delapan orang siswa berusia 5 tahun,
motorik secara terpisah karena keduanya merupakan guru dan orang tua. Penelitian ini dilakukan selama tiga
pola interaksi yang rumit antara sistem otak dan otot bulan yaitu dari mulai bulan Oktober sampai Desember.
untuk memerintahkan anak menggerakkan tubuh secara Teknik pengumpula data yang digunakan yaitu
lincah dalam memanipulasi obyek atau benda2 dan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berikut adalah
mengeksplorasi hal-hal yang berhubungan dengan fisik kisi-kisi instumen asesmen yang digunakan :
di sekitarnya. Perkembangan motorik terbagi atas dua
yaitu motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar

RANAH TARAF ASPEK GERAK INDIKATOR


MOTORIK KEMAMPUAN
Tahap Gerak Motorik Berjalan Anak mampu melakukan gerakan berjalan dengan
Gerakan Kasar (Gross (Walking) seimbang
Dasar Motor Skill): Berlari Anak mampu melakukan gerakan berlari
(Fundament (Running)
al Movement A. Locomotor Melompat Anak mampu melakukan gerakan melompat
Phase) Skill: Anak (Jumping)
menguasai Engklak Anak mampu melakukan gerakan hopping (engkling)
keterampilan (Hopping)
lokomotor Lompat tali Anak mampu melakukan gerakan skipping (lompat
(Skipping) tali)
Lari Kuda Anak mampu melakukan gerakan lari kuda
(Galloping)
Leaping Anak mampu gerakan leaping (lompat lalu
mengangkat satu kaki)
Bergeser Anak mampu melakukan gerakan meluncur kaki
(Sliding) (menyeret kaki ke samping)
B. Non- Swing (Berayun) Anak mampu melakukan gerakan berayun saat berlari
Locomotor dan berjalan sesuai instruksi tanpa terjatuh.
Skill Sway (Bergoyang) Anak mampu menggoyangkan badan sesuai irama lagu
Strecth Anak mampu melakukan gerakan peregangan tangan
(Peregangan) dan kaki
Twist (Berputar) Anak mampu melakukan gerakan berputar ke kanan
dan ke kiri masing-masing sebanyak 3 kali tanpa
terjatuh
Bend (Menikung) Anak mampu melakukan gerakan menikung / berbelok
tajam melewati objek sambil berlari
Turn (Berbelok) Anak mampu melakukan gerakan berbelok sesuai
petunjuk arah kanan atau kiri saat berjalan dan berlari
tanpa terjatuh sebanyak 3 kali
Balancing 1. Anak mampu melakukan gerakan keseimbangan
(Keseimbangan) tubuh yaitu meniti jembatan
2. Anak mampu bersepeda tanpa roda bantu
C. Manipulative Throw Anak bisa melempar bola ke arah temannya sebanyak
Skill (Melempar) 10 kali sesuai target
Catch Anak bisa menangkap bola yang dilempar sebanyak 10
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 369
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

(Menangkap) kali
Dribble Anak mampu mendribble bola basket selama 20 detik
(Menggiring bola)
Kick (Menendang) Anak mampu menendang bola menggunakan kaki
(posisi diam)
Strike (Meninju) Anak mampu melakukan gerak meninju/memukul
benda dengan tepat sasaran
Volley (Menembak Siswa dapat melakukan gerakan memukul bola
bola voli) menggunakan telapak ttangan (seperti gerakan bermain
bola voli) sebanyak 10 kali
Keterampilan Melipat kertas Melipat kertas menjadi beberapa bagian
Motorik Halus Menggunting Menggunting kertas sesuai garis / pola
(Fine Motor Skill) Menggambar Menggambar bentuk persegi di kertas
bentuk Menggambar gambar segitiga di kertas
A. Gerakan Menggambar bentuk manusia dengan 6 bagian anggota
Motorik Halus badan
Menyusun benda Menyusun balok menjadi bentuk rumah atau menara
Menyusun mainan di kotak dengan rapi
Membuat bentuk Membuat bentuk-bentuk meja, kotak, perahu, dengan
benda dari plastisin plastisin
Membuat simpul Mampu membuat simpul tali menggunakan pensil
tali sesuai contoh yang diberikan
B. Gerakan Keterampilan Mencuci tangan dan kaki dengan baju yang tidak
dalam koordinasi tangan terlalu basah
Keterampilan Membawa gelas yang berisi air dan tempat minum
Bina Diri tanpa tumpah
Bisa makan sendiri menggunakan sendok
Memegang cangkir
Bisa memakai dan melepas sepatu dan kaos kaki
Bisa memakai dan melepas baju kaos
Bisa memakai dan melepas seragam
Bisa memakai dan melepas celana
C. Keterampilan Menuis beberapa huruf kapital, besar, tidak beraturan,
Menulis biasanya huruf awal namanya
Menulis semua alfabet dalam ukuran yang besar, huruf
yang tidak beraturan/kurang rapi, banyak yang
terbalik,
menjiplak kata,

HASIL PENELITIAN
Sebelum melakukan asesmen, sebaiknya menyusun rencana kerjaterlebih dahulu. Rencana kerja dibuat untuk
mengetahui proses pelaksanaan yang akan dilaksanakan secara tersruktur. Berikut rencana kerja asesmen kemampuan
motorik:

Setelah penyusunan timeline, selanjutnya yaitu penyusunan strategi pelaksanaan asesmen. Berikut adalah strategi
dalam pelaksanaan asesmen motorik. :
370 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Skema Pelaksanaan Identifikasi dan Asesmen

Dalam penyusunan pengembangan instrumen aspek lokomotor, non-lokomotor, dan manipulative


berdasarkan teori dari Gallahue dan jurnal William skill sedangkan motorik dua terdiri dari, hands skill,
dan Monsma. Berangkat dari teori dan jurnal tersebut bina diri, dan menulis. Pembuatan instumen
maka penulis mulai membuat kisi-kisi instrumen identifikasi dikembangkan dari kisi-kisi instrumen,
motorik satu dan motorik dua, motorik satu mencakup begitupun dengan instrumen Asesmen.

Hasil Skor Motorik 1 Tahap Identifikasi


No Nama Skor Skor Non- Skor Manipulative Keterangan
Lokomotor Lokomotor Skill
1 OR 26 45 17 Proficient
2 ST 22 39 13 Elementary
3 ZD 26 45 17 Proficient
4 PT 29 45 15 Proficient
5 FD 16 16 8 Initial
6 AN 30 45 16 Proficient
7 NR 25 45 16 Proficient
8 NB 28 45 15 Proficient

Hasil Skor Motorik 2 Tahap Identifikasi


No Nama Skor Hand Skor Binadiri Skor Keterangan
Skill Keterampilan
Menulis
1 OR 42 15 6 Proficient
2 ST 26 15 4 Elementary
3 ZD 41 14 6 Proficient
4 PT 37 15 6 Proficient
5 FD 27 9 2 Initial
6 AN 38 15 6 Proficient
7 NR 37 15 6 Proficient
8 NB 41 15 6 Proficient

Pelaksanaan tahap identifikasi dilakukan pada masuk pada kategori proficient. Sedangan dua siswa
delapan siswa di TK-Almansyuriah, berdasarkan hasil lainnya yaitu ST masuk pada kategori elementary dan
pada tahap identifikasi enam dari delapan siswa FD masuk pada Kategori initial. ST dan FD inilah
asesor anggap tidak memiliki hambatan yang yang akan mendapatkan perlakuan konfirmasi untuk
signifikan, Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan mendapatakan data yang konsisten.
dan skor yang asesor dapat, enam dari delelapan siswa
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 371
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Hasil Skor Motorik 1 Tahap Konfirmasi


No Nama Skor Skor Non- Skor Manipulative Keterangan
Lokomotor Lokomotor Skill
1 FD 22 30 11 Elementary
2 ST 30 44 14 Proficient

Hasil Skor Motorik 2 Tahap Konfirmasi


No Nama Skor Hand Skor Binadiri Skor Keterangan
Skill Keterampilan
Menulis
1 FD 27 12 4 Elementary
2 ST 34 12 6 Proficient

Dalam pelaksanaan identifikasi, terjaring dua hanya melakukan asesmen motorik halus saja yang
siswa yang masuk kedalam tahap konfirmasi yaitu FD terdiri dari hands skill dan menulis, karena pada kedua
dan ST. Dari hasil kerja kedua siswa tersebut terlihat aspek ini FD asesor anggap kurang. Pada kegiatan
salah satu yaitu ST sudah ada kemajuannya. ST melipat, FD masih terlihat malas-malasan dan
mampu menggunting menurut pola garis-garis yang melipatnya masih sembarang hasilya pun tidak jelas
sudah diberikan, begitupun dengan menulis dan bentuknya. Gerakan tangan FD pada saat menggunting
menebalkan garis putus-putus terlihat rapi. Sedangkan sebenarnya sudah bagus, namun jika dilihat dari hasil
jika dibandingkan dengan yaitu FD sangat terlihat guntingannya sangat tidak rapi. Imajinasi FD dalam
perbedaannya. Tidak ada perubahan pada FD dalam menggambar orang sudah bagus yakni terdapat
aspek menulis, menggunting, melipat, menempel, dan gambar kepala, tubuh, tangan, kaki, dan rambut. FD
menebalkan. Hal ini dikarenakan kurangnya kemauan juga tidak hanya menggambar dirinya saja namun
dari diri FD sendiri. FD kurang menyukai hal-hal yang menggambar ayah dan ibunya juga. Pada aspek
menurut ia rumit dan membetuhkan ketelatenan merobek kertas dengan pola lurus FD sudah mampu
seperti, menulis, menggunting, melipat dan menempel. melakukannya dengan baik, hanya saja FD masih suka
FD lebih menyukai hal-hal yang lebih menantang terburu-buru dalam melakukannya jadi hasil
seperti, bermain bola, berlari dan kegiatan lainnya sobekannya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
yang membutuhkan power lebih. Pada saat diintruksikan untuk memainkan lego
imajinasi FD sudah bagus, ia sudah mampu meyusun
Hasil Asesmen lego menjadi sebuah mainan seperti menjadi kapal dan
Hasil konfirmasi dari tahap identifikasi tembak-tembakan. Saat merakit mainan rakitan FD
terjaringlah satu anak yaitu FD, sedangkan ST asesor tidak mau mengerjakannya, dengan alasan tidak bisa.
anggap lolos karena berdasarkan hasil pekerjaan Dalam kegiatan menyusun puzzle sebenarnya FD bisa
dalam aspek lokomotor, non-lokkomotor, melakukannya namun hanya untuk puzzle yang tidak
manipulative skill, hands skill, dan menulis terlalu banyak potongannya dan untuk bermain
mengalami perubahan yang lebih baik dan pencapaian kelereng FD dapat melakukannya dengan baik. Untuk
nilai yang di dapatpun masuk pada Proficiente. Maka menulis huruf dan angka, masih ada angka ataupun
subjek yang mendapatkan perlakuan untuk di asesmen huruf yang terbalik dan salah dalam penulisannya
hanya satu orang yaitu, FD. Pelaksanaan asesmen misal huruf a terlihat seperti huruf o, huruf b d a s
dilakukan di satu ruangan yaitu ruang aula yang h dan angka 2 5 4 masih suka terbalik arah.
berada dilantai satu, pada proses pelaksanaannya

Nama Usia Deskripsi Hand Skill


FD 5 Keterampilan tangan FD saat bermain lego terlihat baik. FD dapat membuat sesuatu seperti
kereta, pesawat dengan sendiri dan tidak ada kesulitan dalam melakukan kegiatan tersebut.
Kecepatan gerakan FD dalam menyusun lego sudah bagus. FD terlihat senang dan enjoy
menyusun lego menjadi bentuk-bentuk yang ia inginkan. Begitu juga saat bermain puzzle,
ketepatan ia dalam bermain sudah bagus. Kecepatan gerakkan saat memasangkan puzzle ia
mempunyai cara sendiri dengan menghubungkan puzzle di udara lalu di pasangkan di dalam
kotak. Tetapi terkadang ia masih butuh bantuan untuk menemukan potongan-potongan puzzle.
Beda ketika ia diberikan mainan robot rakitan. FD terlihat kebingungan saat merakit robot, dan
ia meminta bantuan pada instruktur. Gerakan tangan FD sudah cukup tepat ketika ia memilah
milih rakitan yang akan disusun.
Selanjutnya ketika ia sedang bermain kelereng. Kecepatan FD saat menyentil kelereng sudah
cukup baik. Gerakkanya juga sudah benar, ia mengarahkan kelereng kedalam lingkaran yang
sudah di buat oleh instruktur. Keakuratan ia saat menyentil kelereng dan sampai terkena
372 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

kelereng yang lainnya juga sudah bagus.


Nama Usia Deskripsi Persepsi Arah
FD 5 Pada kemampuan mempersepsikan arah atas dan bawah, membedakan arah kanan dan kiri FD
sudah mampu. Ketika diintruksi untuk mengangkat tangan kanan dan kiri secara bergantian,
menunjuk anggota bada lain sebelah kanan dan kiri, FD sudah bisa menunjukkan dengan benar.

DISKUSI Berdasarkan hasil identifikasi ini maka selanjutnya


Nama Usia Jumlah Skor Kategori kedua anak sesuai prosedur akan menjadi tahap
konfirmasi.
1. OR 5 91 Proficient
Analisis Tahap Identifikasi gerak hands skill, bina
1. AN 5 91 Proficient diri, dan menulis
2. ZD 5 88 Proficient Berdasarkan hasil dari tahap identifikasi yang
3. ST 5 74 Elementary telah dilakukan, maka yang teridentifikasi memiliki
keterlambatan perkembangan motorik adalah dua anak,
4. NR 5 86 Proficient yaitu FD dan ST. FD dan ST masing-masing memiki
5. FD 5 43 Initial kesulitan dalam melakukan beberapa aspek gerak
selama proses identifikasi. Pada subjek FD, anak
6. PT 5 80 Proficient
mengalami kesulitan saat melakukan gerakan melipat,
7. NB 5 88 Proficient menggunting, dan menempel. Anak masih belum bisa
mengikuti intruksi untuk melipat dengan rapi.
Untuk menetapkan kategori anak, pada asesmen Selanjutnya berdasarkan prosedur, tahap selanjutnya
motorik ini, digunakan tiga tingkatan atau stage anak yang termasuk dalam kategori elementary dan
berdasar teori dari David L. Gallhue yaitu Proficient, initial pada seluruh aspek gerakan akan menjalani tahap
Elementary, dan Initial. Berikut definisi setiap konfirmasi. Tahap konfirmasi dilakukan untuk
tingkatan: mengecek ulang kemampuan anak dengan perosedur
a. Proficient, pada tahap ini anak sudah bisa pelaksanaan yang sama dengan proses identifikasi.
menunjukkan gerak yang terkoordinasi dan
seimbang. Tahap dan teknik gerak yang Analisis Tahap Konfirmasi
ditunjukkan sudah sesuai dengan panduan. Anak Berdasarkan data hasil kegiatan konfirmasi ,
sudah bisa mengembangkan dan maka anak yang mengalami hambatan perkembangan
mengkombinasikan satu gerak dengan gerak motorik paling banyak adalah FD. Pada tahap
lainnya. konfirmasi ini FD mengalami kesulitan dalam
b. Elementary, pada tahap ini gerak anak yang melakukan gerakan-gerakan tertentu terutama dalam
ditunjukkan sudah terkoordinasi dengan baik. kemampuan gerak yang berkaitan dengan penggunaan
Anak sudah bisa melakukan gerakan sesuai otot-otot jari tangan dan kemampuan koordinasi jari dan
dengan teknik namun belum bisa mata. Kurangnya kemampuan dalam koordinasi antara
mengembangkan gerakan. mata dan tangan ini ditunjukkan dalam beberapa
c. Initial, pada tahap ini koordinasi gerak yang gerakan seperti melipat, menggunting, mengelem dan
ditunjukkan masih kurang. Gerak yang menulis. Berdasarkan prosedur, tahap selanjutnya
ditunjukan juga masih belum seimbang. Anak adalah melakukan asesmen individual terhadap FD.
masih belum mampu menunjukkan gerakan Asesmen individual ini akan mengungkap secara lebih
sesuai dengan teknik gerak yang ditentukan. detail kemampuan motorik FD pada beberapa aspek.

Analisis Tahap Identifikasi gerak lokomotor, non- Tahap Asesmen


lokomotor, dan manipulative skill Berdasarkan prosedur asesmen yang telah dilalui
Berdasarkan data yang diperoleh secara mulai dari proses identifikasi, konfirmasi dan asesmen
kuantitatif dan kualitatif, maka dapat terlihat bahwa indivdual, maka dapat dilihat beberapa hal terkait
anak yang memperoleh skor rendah pada aspek gerak kondisi perkembangan subjek FD. Pada proses asesmen
lokomotor, nonlokomotor dan manipulatif ada dua secara individual ini, anak terlihat lebih nyaman dan
siswa yaitu FD dan ST. Pada subjek FD hampir semua senang dengan aktifitas yang dilakukan. Dalam
gerakan yang dilakukan pada ketiga jenis gerak tersbut suasananya yang sendirian, anak bisa mengeksplor
belum sesuai dengan pola yang ditentukan. Ketika kemampuan yang selama ini belum muncul. Hal ini
melakukan gerak, FD terlalu banyak menggunakan terlihat pada saat anak bermain dengan senang
tenaga (power). Gerakan yang ditunjukkan sudah menggunakan lego dan mainan lainnya. Anak bisa
nampak benar, namun karena power yang diberikan memainkan mainan tersebut dengan baik dan
terlalu berlebihan maka gerakan menjadi tidak teratur membentuk bentuk dengan kreatif dan baik.
dan berarah. Berbeda dengan FD, ST terlihat ragu-ragu Kemampuan yang baik dalam bermain media permainan
dan sangat berhati-hati dalam melakukan gerakan. ini juga erat kaitannya dengan pengalaman atau
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 373
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

intervensi yang telah dilakukan oleh keluarga di rumah. teman daripada duduk diam di rumah menonton tivi
Berdasarkan wawancara, anak sering dibelikan mainan atau main games. Kegiatan bermain inilah yang juga
sehingga hal ini membuat FD dengan mudah bisa menjadi salah satu faktor perkembangan kemampuan
bermain lego. motorik anak.
Dukungan dari lingkungan dalam menstimulus Kemampuan FD dalam bergerak sudah cukup
kemampuan motorik FD cukup baik. Di sekolah, guru baik. Pada 6 jenis gerakan yang digerakkan, FD
selalu membimbing FD dalam menyelesaikan tugas- sebenarnya tidak mengalami kesulitan berarti. Untuk
tugas hariannya. Dalam kelas klasikal, FD sering gerakan yang melibatkan sebagian besar otot tubuh dan
menunjukkan perilaku yang semaunya, hal ini bisa anggota gerak tubuh, FD masih belum bisa mengontrol
disebabkan oleh rasa tidak nyaman berada di kelas. Di gerakan dan tenaga yang digunakan dalam bergerak.
kelas, FD cepat merasa bosan dan mood nya gampag Tenaga yang dikeluarkan FD saaat melakukan proses
berubah, hal ini bisa disebabkan karena tugas yang tes identifikasi sampai asesmen cenderung belum bisa
diberikan terlalu sulit seperti membuat kerajinan dengan ditahan. Power yang dikeluarkan masih cukup besar.
menggunting, menempel, dan menulis. Di rumah, Pada kemampuan koordinasi gerak anggota tubuh sudah
sepulang sekolah FD lebih banyak melakukan aktifitas berkembang dengan baik, namun pada kemampuan
bermain fisik di luar rumah bersama teman-temannya. koordinasi mata dan tangan anak masih mengalami
FD sudah bisa menaiki sepeda roda tiga. FD lebih suka sedikit kesulitan.
beraktifitas di luar seperti berlari, bergabung dengan

Profil Siswa
ASPEK KEMAMPUAN HAMBATAN KEBUTUHAN
MOTORIK
Menulis - FD sudah bisa - Tulisan FD tanpa mencontoh 1. FD membutuhkan latihan
menulis jika masih terbalik-balik. Terdapat menulis permulaan. Program
suah ada beberapa huruf yang masih latihan menulis dapat
contohnya terbalik, dan tidak sesuai dilakukan dengan menulis
- Posisi FD saat bentuknya. Misal saja pada saat coretan bebas untuk
menulis sudah menuliskan huruf a menjadi melemaskan tangan.
benar gerakan huruf o pada saat menulis huruf 2. FD juga membutuhkan
saat menulis dan b terbalik menjadi huruf d, bimbingan dan strategi khusus
memegang lengkung huruf h yang terbalik, dalam menghafal dan menulis
pensil juga juga pada saat menuliskan angka huruf. Bisa dengan
sudah benar . seperti 3, 5, 4 FD membedakan warna dan
menuliskannya secara tebalik. mengilustrasikan huruf dengan
- Tulisan FD tanpa mencontoh suatu bentuk. Misal huruf h
masih terbalik-balik. Terdapat seperti bentuk kursi tebalik.
beberapa huruf yang masih 3. Melakukan senam brayn gym
terbalik, dan tidak sesuai untuk meningkatkan
bentuknya. kemampuan persepsi arah.
Power dan - Power FD bisa - Power yang diikeluarkan anak - Lebih difokuskan untuk
Kontrol dikontrol jika saat melakukan gerakan terlalu mengikuti bidang olahraga yang
Gerak dibimbing berlebihan. Sehingga gerakan dapat membantu FD dalam
dalam menjadi tidak berarah . mengontrol power ataupun
melakukan - FD selalu mengeluarkan power memfokuskan keakuratan arah,
gerakan. yang berlebih dibanding teman- seperti olahraga renang ataupun
- Gerakan yang temannya saat melakukan bela diri, dan sebaiknya di
ditunjukkan gerakan. Hal ini terlihatt pada lakukan secara rutin dan
sudah sesuai saat FD bermain bola dengan terjadwal misal 1 - 2 kali dalam
dengan instruksi teman-teman, saat menendang seminggu.
dan teknik gerak bola selalu dengan power yang - Bisa dilakukan kegiatan
berlebih sampai lampu yang permainan yang menggunakan
menempel di atas rusak karena peraturan dan kerja sama
terkena tendangannya. FD juga dengan orang lain agar gerakan
terkesan tidak bisa diam, saat lebih terarah.
observer sedang melakukan
pengkodisian, ia lari kesana
kemari.
-
Hand skill - FD sudah bisa - Kemampuan FD daam - FD bia diberikan latihan
(menggunting mengikuti meggunting masih blum rapi. keterampilan tangan seperti
374 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dan melipat) intruksi dan Gerakan saat mengguntig masih meremas, bermain plastisin.
mengetahui arah belum bisa mengikuti pola secara - FD bisa dilibatkan dalam
kanan dan kiri. konsisten. kegiiatn sehari-hari yang
- FD mempunyai - Gerakan tann FD saat melipat mengasah kemampuan motorik
ketrtarikan masih belum terarah dan belum tangan seperti melipaat baju,
dalam hal bisa mengikuti contoh pola. FD membuat hiasan rumah dan
melipat juga belum bisa merapikan kegiatan rumah tangga.
khususnya halipatan dan menentukn arah - FD bisa diberikan mainan-
bentuk pesawat. lipatan. mainan yang bisa melatih
- Kemampuan motorik tangan seperti lego,
imjinasi dan merakit mainan, dan puzzle.
kreativitas FD
baik

KESIMPULAN DAFTAR RUJUKAN


Keterampilan motorik yang dikuasai saat ini Erlinda, Esti. 2014. Pengembangan Motorik Kasar
dapat menjadi salah satu informasi penting untuk Anak Usia Dini Melalui Permainan Melempar
memantau perkembangan yang telah dicapai oleh dan Menangkap Bola. Jurnal Skripsi
anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Univeritas Bengkulu.
pelaksanaan asesmen motorik dilakukan melalui tahap Gallahue, David L & Ozmun, John C. 2002.
identifikasi, konfirmasi, dan asesmen. Proses asesmen Understanding Motor Development. New
dilakukan untuk menyaring dan mengidentifikasi york: McGraw Hill Inc.
siswa yang memiliki hambatan dalam perkembangan Idraswari, Lolita. Nd. Peningkatan Perkembangan
motorik. Berdasarkan hasil analisis, terdapat satu anak Motorik Halus Anak Usia Dini Melalui
yang teridentifikasi memiliki hambatan dalam Kegiatan Mozaik di Taman Kanak-kanak
perkembangan motorik. Penelitian ini menggunakan Pembina Agam. Jurnal Pesona PAUD Vol. 1.
jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data diambil No. 1
dengan metode observasi, wawancara, dan Hurlock, Elizabeth B. 1956. Child Development.
dokumentasi terhadap sembilan siswa berusia 5 tahun NewYork: McGraw Hill.
yang melaksanakan proses asesmen. Sehingga, Hurlock, Elizabeth B.1998. Perkembangan Anak Jilid
pelaksanaan asesmen kemampuan motorik merupakan 1. Jakarta : Erlangga
proses penting dan harus dilakukan melalui proses William, Harriet J & Monsma, Eva V. 2006.
sistematis. Diharapkan hasil penelitian bisa dijadikan Assesment of Gross Motor Skill. Journal of
dasar untuk membuat program pelatihan keterampilan University of South Carolina, p. 397-p.42.
motorik. Lismadiana. Nd. Peran Perkembangan Motorik pada
Anak Usia Dini. Transfor 2.
Santock, John W. 2007. Child Development, eleventh
edition. New York: McGraw Hill Companies
Inc.
Uno, Hamzah B., Koni, Satria. 2012. Asesmen
Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

ASESMEN BAHASA ANAK PRE SCHOOL


( Language Assessment in Pre school Children)

Syari Yulianaa, Seliana Dwi R.b, Annisaaa Pertiwic, Dina Permata S.d
abcd
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
E-mail : syariyuliana12@student.upi.edu

Abstrak:Penulisan paper ini berdasarkan hasil dari pelaksanaan asesmen bahasa yang telah dilakukan di satu
sekolah untuk anak pre schoolusia 3-4 tahun.Tujuan dari penulisan paper ini untuk membuktikan apakah
tahapan-tahapan asesmen bahasa untuk anak pre school yang telah dirancang dapat memperoleh data tentang
kemampuan dan hambatan bahasa anak pre school dari aspek fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan
pragmatik, sehingga data ini dapat dijadikan pedoman, bagi guru maupun orangtua, untuk melakukan asesmen
bahasa kepada anak usia 3-4 tahun berdasarkan tahapannya, dan merancang intervensi dini, baik pada anak pre
school, orangtua maupun guru. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain kualitatif, untuk
menjelaskan tahapan asesmen, dan profil subjek dengan menganalisis hasil observasi, dantes yang dilakukan
pada anak pre school, serta wawancara pada orangtua, dan guru kelas. Dalam paper ini ditemukannya data
yang menyeluruh, tentang tahapan pelaksanaan asesmen bahasa usia 3-4 tahun, serta kemampuan dan
hambatan bahasa dua orang anak pre school.
Kata Kunci: asesmen, bahasa, anak pre school

Abstract:This research investigated based on the implementation results of the language assessment which
has been done at one school for pre school children at 3-4 years old. The aim of this research is to proved
whether the assessment steps for pre school children to get the data about ability and language disorder in pre
school children from phonology, morphology, syntax, semantics, and pragmatics aspects, so that this data can
be used as a guide for teachers and parents to provide early intervention for pre school children, parents, and
teachers. This research used qualitative design, to explain steps of assessment which have done and subject
profile by analized observation results, test to pre school children, and deep interview which has done to pre
school children, parents, and classroom teachers, also test results from assessment instrument which has been
made. This paper findings comprehensive data about assessment language steps 3-4 years olf and ability and
language disorder in two preschool children.
Keywords: Assessment, language, pre school children

PENDAHULUAN sosok yang pendiam, minder, dan bias juga


Bahasa adalah suatu bentuk komunikasi entah itu menunjukkan kelainan sosial, emosi dan perilaku. Hal
lisan, tertulis atau isyarat yang berdasarkan pada suatu ini juga diungkapkan oleh Ionescu (2014) bahwa di saat
sistem dari simbol-simbol.Bahasa terdiri dari kata-kata yang sama, ketidakmampuan berbahasa pada anak
yang digunaka oleh masyarakat beserta aturan-aturan playgroup mungkin berpengaruh pada integrasi negatif
untuk menyusun berbagai variasi dan dikelas, berpengaruh pada hasil prestasi yang buruk
mengkombinasikannya (Santrock, 2007). Bahasa ditata disekolah. Setelah beberapa saat terisolasi, rendah diri,
dan diorganisasikan dengan sangat baik yang tidak bergabung dengan grup, akan menyebabkan
melibatkan lima sistem aturan yakni fonologi, karakteristik pemalu, bergantung kepada orang lain,
morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik tidak nyaman dengan diri sendiri, cemas, berfikir
(Santrock, 2007). negatif, penurunan inisiatif dan motivasi, terlambat
Masa awal anak-anak adalah periode kritis untuk berbicara, mental yang terhambat, aktivitas yang tidak
kemampuan perkembangan bahasa, termasuk belajar terorganisir.
untuk mengerti dan berbicara (National Research Untuk dapat mengetahui hambatan
Council, 2000; National Scientific Council on the perkembangan bahasa yang dialami anak secara
Developing Child, 2007 dalam Ionescu, 2014). spesifik, sehingga dapat diintervensi sedini mungkin
Kemampuan berbahasa memungkinkan anak maka dibutuhkan asesmen.
untuk berkomunikasi dengan orang lain di Asesmen adalah upaya untuk mengetahui kemampuan-
lingkungannya, yang mendorong perkembangan kemampuan yang dimiliki, hambatan/kesulitan yang
kognitif dan melatih sosio-emosional melalui interaksi dialami, mengetahui latar belakang mengapa
sosial. Apabila anak mengalami hambatan atau hambatan/kesulitan itu muncul dan untuk mengetahui
keterlambatan dalam berbahasa, maka akan berdampak bantuan apa yang dibutuhkan oleh yang bersangkutan
pada psikologis anak. Dampaknya menjadikan anak (Sunanto, 2004).

375
376 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Sebelum melakukan asesmen perlu direncanakan HASIL


langkah atau tahapan yang sistematis untuk Gambar 1. Bagan Alur Pelaksanaan Asesmen
melaksanakannya. Sejalan dengan itu Soendari (2009)
mengemukakan bahwa untuk mendapatkan data yang
akurat tentang seorang anak yang akan diasesmen
diperlukan instrumen yang memadai dengan langkah -
langkah yang sistematis yakni (1) Memahami aspek
ruang lingkup yang akan diasesmen; (2) Menyusun
kisikisi instrument ; (3) Mengembangkan butir butir Dalam melakukan asesmen, maka perlu disusun
instrument yang diturunkan dari kisikisi; (4) langkah-langkah sistematis sebelum praktek di
Menganalisi hasil asesmen; (5) Membuat kesimpulan lapangan.Pada asesmem bahasa ini, terdapat 4 langkah
dan rekomendasi. utama yang dapat dilakukan yaitu perencanaan,
Oleh karena itu, paper ini ditulis untuk pelaksanaan, analisis dan penilaian, serta pembuatan
menguraikan tahapantahapan sistematis dalam profil subjek.Pada tahap perencanaan ada beberapa
melaksanakan asesmen perkembangan bahasa anak pre langkah yang harus diakukan yaitu (1) Perumusan
school usia 3-4 tahun untuk dapat menggambarkan timelineuntuk memanajemen waktu dalam pelaksanaan
kondisi kemampuan anak pada saat ini, hambatan yang asesmen perkembangan.Timeline ini juga dapat
dialami anak serta rekomendasi kebutuhan belajar mempermudah pekerjaan kelompok dan menjadi acuan
subjek. Sehingga dapat dijadikan sebagai acuan kapan suatu item pada timeline itu akan dikerjakan dan
khususnya bagi guru dan orangtua untuk melaksanakan kapan selesainya; (2) Perumusan milestone aspek
asesmen secara mandiri dan intervensi dini bagi anak perkembangan yang akan diasesmen yakni aspek bahasa
yang mengalami hambatan perkembangan bahasa. maka perlu untuk memahami teori-teori milestone
perkembangan bahasa. Berdasarkan kesepakatan, maka
METODE kelompok kami menggabungkan tiga teori
Format desain penelitian kualitatif terdiri dari perkembangan bahasa yakni teori Santrock, Chomsky
tiga model, yaitu format deskriptif, format verifikasi, dan Nicole, dkk; (3) Penyusunan kisi kisi Instrument
dan format grounded research. Selanjutnya penelitian dirumuskan mengacu pada milestone yang sudah
kualitatif menurut Moleong (2012:6) adalah penelitian dirumuskan, kemudian dikembangkan. Sehingga kisi
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang kisi instrument dapat menjadi patokan untuk membuat
apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya instrument identifikasi dan asesmen perkembangan
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara bahasa usia 3 4 tahun; (4) Pembuatan instrument
holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk asesmen dari kisi kisi instrument yang sudah
katakata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang dirancang sebelumnya. Pada instrument yang telah
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode dirancang, diberikan kepada anak atau peserta didik
alamiah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan bentuk tes dan pengamatan yang berbentuk
dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang memberi checklist.
gambaran secara cermat mengenai individu atau Pada tahap pelaksanaan langkah langkah yang
kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang dilakukan yakni (1) Identifikasi dengan prosedur
terjadi (Koentjaraningrat, 1993:89).Hal ini diteliti pelaksanaan sebagai berikut.
dengan tujuan agar mendapat gambaran yang jelas
tentang deskripsi perkembangan bahasa anak subjek Gambar 2. Bagan Alur Pelaksanaan Identifikasi
anak berumur 3-4 tahun di salah satu playgroup. Dalam
penelitian ini data yang terkumpul terdiri atas (1) data
primer merupakan informasi utama dalam penelitian,
meliputi seluruh data kualitatif yang diperoleh melalui
kegiatan observasi, test, wawancara dan dokumentasi
dan; (2) data sekunder merupakan data yang diperoleh
melalui bukubuku referensi berupa pengertian
pengertian dan teoriteori yang ada hubungannya
dengan permasalahan yang sedang diteliti. Adapun
prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini antara
lain observasi, tes, wawancara dan dokumentasi.
(2) Konfirmasi identifikasi bertujuan untuk
memperoleh konsistensi data subjek yang terjaring pada
tahap identifikasi serta untuk mendapatkan informasi
pendukung dari guru apakah selain dari subjek yang
teridentifikasi masih ada subjek yang lain yang menurut
guru juga memiliki hambatan perkembangan bahasa.
Prosedur pelaksanaan konfirmasi identifikasi ini sama
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 377
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dengan identifikasi dan instrumen yang digunakan juga kompleks pada subjek.Sedangkan persentase hasil
sama; (3) Asesmen dilakukan setelah asesor konfirmasi identifikasi subjek BG adalah 62% yang
mendapatkan subjek yang berada pada kriteria delay menandakan bahwa kriteria keberhasilan subjek BG
dari hasil analisis konfirmasi identifikasi sebelumnya. tergolong pada level delay.Persentase hasil konfirmasi
Tahapan inilah yang paling penting untuk dapat subjek AD yakni 53% yang menunjukkan bahwa
menggali,dan menganalisa secara mendalam kriteria keberhasilan subjek AD berada pada level delay.
perkembangan bahasa subjek, sehingga harapannya Maka dapat disimpulkan bahwa subjek AD dan BG
nanti hasil dari asesmen yang telah dilakukan pada yang berada pada kriteria keberhasilan delay harus
subjek dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan mengikuti tahapan selanjutnya yakni asesmen untuk
kebutuhan belajar subjek yang mengalami hambatan mengetahui secara detail potensi atau kemampuan
dalam perkembangan bahasa usia 3-4 tahun. berbahasa yang sudah dimiliki serta memproleh
Pada tahap analisis dan penilaian sangatdiperhatikan gambaran rinci tentang hambatan perkembangan bahasa
kecocokan antara instrumen yang dibuat dengan yang dialami oleh dua subjek tersebut. Persentase hasil
penilaiannya sehingga data yang diperoleh mudah asesmen subjek AD adalah 53% dan BG 68%.Subjek
dianalisis. Berdasarkan instrumen yang telah dibuat AD sudah memiliki kemampuan atau potensi pada
maka kriteria penilaian dengan kategori bisa diberikan aspek fonologi dan morfologi, namun subjek terhambat
nilai 1 dan tidak bisa diberikan nilai0. Penilaian pada aspek semantic, sintaksis dan pragmatik.
ini menggunakan Skala Guttman karena skala ini sangat Sedangkan subjek BG sudah memiliki kemampuan atau
sederhana dan memudahkan asesor di dalam potensi pada aspek fonologi, morfologi dan sintaksis,
menafsirkan hasil dari instrumen asesmen yang namun subjek terhambat pada aspek semantic dan
diharapkan valid. Dalam perumusan instrumen asesmen pragmatic. Maka kriteria keberhasilan dari kedua subjek
yang digunakan mengggunakan penilaian bisa dan tidak berada pada tahap delay Dari hasil asesmen ini sudah
bisa. Dengan demikian bila jawaban yang dihasilkan bisa dirancang kebutuhan belajar subjek yang lebih
dapat dikoversikan dalam persentase maka secara logika diuraikan pada profil subjek. Pembuatan profil
dapat dijabarkan untuk jawaban bisa skor 1 = 1 x 100% dilakukan setelah selesai melakukan tahapan asesmen
= 100%, dan tidak bisa diberi skor 0 = 0 x 0% = 0%. dan menganalisa hasilnya maka asesor membuat profil
Presentase nilainya dapat diperoleh dengan siswa.Profil siswa dibuat untuk menggambarkan
caratotal poin yang dipeoleh anak dibagi total poin keseluruhan kemampuan siswa.Dalam profil siswa
keseluruhan dikali seratus persen. Jika dirumuskan termuat kemampuan, hambatan yang dimiliki dan
menjadi : kebutuhan anak terhadap kemampuan yang diasesmen.
Penyusunan profil siswa memuat (1) identitas siswa; (2)
Persentase Nilai =
deskripsi data hasil asesmen memuat aspek yang sudah
dikuasai dan belum dikuasai; (3) kesimpulan memuat
kemampuan yang dimiliki anak kesulitan atau hambatan
yang dihadapi anak dan kebutuhan belajar anak.
Sedangkan untuk menganalisis Kriteria Keberhasilan
Subjek berdasarkan pengkategorian 86% ke atas PEMBAHASAN
(high),70%-85% (delay),69% ke bawah (delay). Kriteria Hasil pengolahan dan analisis data menunjukkan
keberhasilan ini menjadi penentu dimana level bahwa asesmen bahasa anak pre schoolusia 3-4 tahun
keberhasilan anak dan langkah apa yang akan dilakukan yang dilakukan sesuai dengan tahapan tahapan
oleh asesor kepada anak selanjutnya. Dan hal ini juga sistematis yang telah dirancang terbukti dapat menggali
yang akan menjadi penentu tingkatan level dan memperoleh data yang menyeluruh tentang
perkembangan bahasa anak. Berikut uraian analisis kemampuan dan hambatan subjek dalam aspek bahasa.
asesmen yang telah dilakukandari dua belas anak yang Hal ini menandakan bahwa tahapan tahapan dalam
diidentifikasi, sembilan orang anak berada pada high, pelaksanaan asesmen bahasa anak pre schoolusia 3-4
dua orang anak berada pada delaydan satu orang anak tahun layak dijadikan sebagai pedoman bagi guru
berada pada delay. Anak yang berada pada level high maupun orangtua untuk melakukan asesmen bahasa
dapat dikatakan tidak memerlukan tindak lanjut artinya bagi anak usia 3-4 tahun secara mandiri. Sejalan dengan
sembilan anak ini dapat dikatakan tidak mengalami teori yang diungkapkan oleh Soendari (2009) bahwa
kesulitan atau hambatan dalam perkembangan untuk mendapatkan data yang akurat tentang seorang
bahasanya. Sedangkan dua orang anak yang berada di anak yang akan diasesmen diperlukan instrumen yang
delay level dan satu orang anak yang berada delay level memadai dengan langkah -langkah yang sistematis
memerlukan tindak lanjut yakni mengikuti tes yakni (1) Memahami aspek ruang lingkup yang akan
konfirmasi identifikasi. Pada tahap konfirmasi diasesmen; (2) Menyusun kisi kisi instrument ; (3)
identifikasi hanya tiga subjek yakni AD, BG dan SR. Mengembangkan butir butir instrument yang
Dari tiga subjek tersebut SR memperoleh persentase diturunkan dari kisi kisi; (4) Menganalisi hasil
nilai yakni 89%, ini menandakan bahwa kriteria asesmen; (5) Membuat kesimpulan dan rekomendasi.
keberhasilan subjek SR berada pada level high maka Dari hasil asesmen yang dilakukan kepada
subjek SR tidak perlu lanjut ke tahap asesmen. Karena subjek AD dan BG, terdapat perbedaan antara milestone
tidak ditemukan hambatan perkembangan bahasa yang umur 3-4 tahun yang telah dirumuskan dengan
378 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

kemampuan subjek AD dan BG. Pada subjek AD, aspek lebih banyak untuk anakberkembang dan mengasah
fonologi dan morfologi sudah sesuai umurnya.Namun kemampuan untuk belajar berbahasa, seperti segmentasi
AD mengalami hambatan pada aspek semantic, kata dalam berbicara dan kesadaran
sintaksis dan pragmatic.Pada subjek BG, aspek fonologi.(Tomasello, 2009).Kemudian berikan
fonologi, morfologi dan sintaksis sudah sesuai kesempatan anak untuk berbicara dan jangan mencoba
milestone umurnya, namun pada aspek semantic dan untuk memotong ataupun mencela omongannya. Hal ini
pragmatic masih belum sesuai. Sehingga subjek AD dan dipertegas oleh pendapat Zauche, dkk (2015) yang
BG masuk dalam kategori delay. Hal ini menandakan menyatakan bahwa Anak dengan gangguan bahasa,
bahwa kedua subjek mengalami hambatan dalam sangat penting orang lain mengajaknya berdialog, tanpa
perkembangan bahasa.Belum berkembangnya aspek memotong mereka setiap kali mereka ingin mengatakan
semantic, sintaksis dan pragmatic subjek AD, sesuatu, tanpa mencela mereka karena mereka
dikarenakan kurangnya stimulus dan pembiasaan yang kehabisan kata-kata.
kurang baik dari lingkungan menyebabkan subjek
memiliki sedikit kosakata jika dibandingkan teman
seusianya, bahasa subjek yang sering tidak dimengerti. KESIMPULAN DAN SARAN
Hal ini dipertegas oleh suatupenelitian yang Kesimpulan
menunjukan bahwa stimulus bahasa dari orang tua dan Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang
pengasuh adalah hal yang krusial bagi perkembangan dijelaskan sebelumnya, maka penulis dapat
anak, termasuk kemampuan bahasa dan kognitif menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut: (1)
(Forget-Dubois et al., 2009; Hoff, 2013). Penelitian Terbukti bahwa asesmen bahasa anak pre shool usia 3-4
lainnya konsisten dengan hal tersebut, yang menyatakan tahun yang dilakukan dengan empat tahapan asesmen
bahwa respon verbal dan perhatian orangtua dan dapat memperoleh data tentang kemampuan dan
pengasuh akan mempengaruhi perkembangan bahasa hambatan bahasa subjek; (2) Diperolehnya data yang
seperti kata pertama, menggunakan dua kombinasi kata, menyeluruh mengenai hambatan dan kemampuan
menggunakan kata lampau, berpengaruh kemungkinan bahasa dua subjek; (3) Terdapat dua orang yang
64% pada jenis kosa kata anak toddler (Nicely, Tamis- mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa (4)
LeMonda, & Bornstein, 1999; Rollins, 2003; Tamis- Subjek AD mengalami hambatan dalam aspek sintaksis,
LeMonda, Bornstein, & Baumwell, 2001; Topping et semantic dan pragmatic (5) Subjek BG mengalami
al., 2013).Oleh karena itu penulis merekomendasikan hambatan dalam aspek semantic dan pragmatic.
solusi untuk kasus ini yakni (1) dibutuhkan eksplorasi
lingkungan dan stimulus dari orangtua dan lingkungan Saran
keluarga subjek untuk meningkatkan kemampuan Sesuai dengan hasil analisis dan kesimpulan yang telah
subjek dalam aspek semantic,sintaksis dan pragmatic, ; diuraikan sebelumnya, maka peneliti
(2) pembiasaan pengucapan kata- kata yang sesuai merekomendasikan tahapan tahapan yang telah penulis
dengan kaidahnya agar apa yang diucapkan subjek rancang dapat dijadikan pedoman bagi guru maupun
dapat dimengerti; (3) libatkan anak dalam kegiatan orangtua untuk melakukan asesmen secara mandiri.Dan
sehari-hari terutama berkomunikasi dengan bagi orangtua dan guru perlu memberikan kesempatan
lingkungannya dan menggunakan bahasa yang sesuai. yang seluas luasnya kepada anak untuk dapat
Hambatan perkembangan bahasa yang dialami mengeksplorasi lingkungan serta memberikan stimulus
subjek BG berdampak pada prilaku subjek.BG menjadi stimulus yang dapat meningkatkan perkembangan
anak yang pemalu, rendah diri, jarang berkomunikasi bahasa anak, sehingga hambatan perkembangan bahasa
dengan temannya.Dan dari hasil wawancara yang yang dialami oleh subjek AD dan BG dapat diperbaiki.
diperoleh dari guru kelas bahwa subjek juga sering
memperoleh nilai rendah pada materi pelajaran lainnya.
Dampak yang dialami oleh subjek BG ini sejalan
DAFTAR PUSTAKA
dengan pendapat Ionescu (2014) bahwa di saat yang
Creswell, John W. (2010). Research Design Pendekatan
sama, ketidakmampuan berbahasa pada anak playgroup
Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.Yogyakarta :
mungkin berpengaruh pada integrasi negative dikelas,
Pustaka Pelajar.
berpengaruh pada hasil prestasi yang buruk disekolah.
Hoff, E. (2013). Interpreting the early language
Setelah beberapa saat terisolasi, rendah diri, tidak
trajectories of children from low-SES and
bergabung dengan grup, akan menyebabkan
language minority homes: implications for
karakteristik pemalu, bergantung kepada orang lain,
closing achievement gaps.Developmental
tidak nyaman dengan diri sendiri, cemas, berfikir
Psychology, 49(1), 414.
negative, penurunan inisiatif dan motivasi, terlambat
http://dx.doi.org/10.1037/a0027238
berbicara, mental yang terhambat, aktivitas yang tidak
Ionescu, Claudia Eduard. 2014. Perturbations of
terorganisir.Rekomendasi yang dapat diberikan atas
communication, determined by the presence of
kasus BG ini yakni meningkatkan kuantitas berbicara
language disruptions at pre-school and lower
subjek untuk menambah pengetahuan dan
school age children.Procedia - Social and
perkembangan kosa kata, menyediakan kesempatan
Behavioral Sciences 180 (2015) 1612 1619
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 379
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Koentjoningrat.(1993). Metode Metode Penelitian Sunanto, Juang. (2004). Asesmen Pengajaran Bagi
Masyarakat.Jakarta : Gramedia Pustaka Tunanetra. Disampaikan pada Pelatihan Teknis
Moleong, Lexy J. (2012).Metodologi Penelitian Dosen Pendidikan Luar Biasa Pada tgl 14 sd 23
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Juli 2004
Santrock, John W. (2007). Perkembangan Anak. Tomasello, M. (2009).The usage-based theory of
Jakarta: Erlangga. language aquisition. In E. L. Bavin
Soendari, Tjutju. 2009. ASESMEN (Dasar Penyusunan (Ed.), The Cambridge handbook of child
Program Intervensi Anak Berkebutuhan language (pp. 6988). Cambridge:
Khusus). Makalah disampaikan dalam kegiatan Cambridge University Press
Pendampingan kepada Guru-guru SLB Negeri Topping, K., Dekhinet, R., & Zeedyk, S. (2013).Parent
Garut Kerjasama antara Direktorat PSLB, SLB- infant interaction and childrens language
B Negeri Garut dengan Jurusan Pendidikan development.Educational Psychology, 33(4), 391
Luar Biasa-FIP-UPI. 426.http://dx.doi.org/10.1080/01443410.2012.74
Sugiono.2011. Metode Penelitian Pendidikan 4159
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan Zauche, Lauren Head dkk.(2015). Influence of
R&D).Bandung: Alfabeta language nutrition on childrens language and
cognitive development: An integrated
review.Early Childhood Research Quarterly 36
(2016) 318333
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PERAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI


PENDIDIKAN INKLUSI
(the role of learning technology in supporting the implementation of inclusive education)

Dedy Ariyanto

IKIP PGRI Jember


E-mail : dedyariyanto903@gmail.com

Abstrak : Perbedaan bukanlah sesuatu yang harus didebatkan, akan tetapi perbedaan harusnya dijadikan
sebuah keunggulan. Sesuai namanya anak berkebutuhan khusus memiliki perbedaan yang berbeda dengan
anak-anak yang lainnya. Pemerintah Indonesia memberikan jaminan sepenuhnya kepada peserta didik
berkebutuhan khusus atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh layanan
pendidikan yang bermutu. Hal tersebut sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1
dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk mewujudkan itu
maka diperlukan sistem pendidikan lain yang mampu mengakomodir amanat diatas yaitu model pendidikan
inklusi. Teknologi pembelajaran harusnya memiliki peran yang lebih dalam mendukung pendidikan inklusi
melalui teknologi adaptif (adaptive technology). Dengan teknologi adaptif diharapkan anak berkebutuhan
khusus dapat melaksanakan pembelajaran seperti anak lainnya. Oleh Karena itu peran seorang teknolog
pembelajaran diharapakan mampu memecahkan masalah dan mendukung pelaksanaan pendidikan inklusi.
Kata Kunci : teknologi pembelajaran, pendidikan inklusi

Abstract: The difference is not something that should be debated, but the difference should be used as an
advantage. As the name implies special needs have a distinct difference with the other children. the
Indonesian government gives fully guarantees to disabled learners or children who have potential intelligent
and / or special talent to acquire the quality education services. It is based on the mandate of the 1945
Constitution and Article 31 paragraph 1 of Law No. 20 of 2003 on National Education System. For realizing
it needs other education system which is able to accommodate the mandate above namely an inclusive
education model. Learning technology should have more roles in supporting inclusive education through
adaptive technology. Through adaptive technology expected disable special needs can implement learning
as other children (normal children). Therefore the role of an instructional technologist is expected to solve
the problem and support the implementation of inclusive education.
Keywords: learning technology, inclusive education

PENDAHULUAN Equipment. Oleh karena itu terdapat satu komponen


Penyelenggaraan pendidikan umum secara penting dalam pembelajaran yang harus diperhatikan
inklusif saat ini merupakan suatu keharusan yang harus yaitu menggunakan alat bantu/media yang sesuai
dilaksanakan. Tidak ada alasan lagi bagi penyelenggara dengan kebutuhan anak (Use of Adaptive Equipment).
pendidikan untuk membeda-bedakan kepada mereka Alat bantu/media yang dimaksud adalah segala sesuatu
yang berbeda. Mengingat banyaknya fenomena yang yang merupakan hasil dari teknologi yang bersifat
cukup memprihatinkan dalam pelaksanaan pendidikan sederhana maupun hasil teknologi yang canggih yang
inklusif saat ini yang jauh dari harapan, adanya banyak bisa digunakan oleh anak dalam proses pembelajaran
masalah yang dihadapi sehingga memerlukan perhatian, anak berkebutuhan khusus.
kebijakan, dan kajian yang mendalam bagi pemangku Agar pendidikan secara inklusi dapat terlaksana
kebijakan. dalam memahami pendidikan inklusi, para dengan baik diperlukan banyak pihak yang terlibat,
pemangku kebijakan seperti kepala sekolah, guru, salah satu peran yang dibutuhkan adalah peran dari para
karyawan sekolah, komite sekolah, dinas pendidikan teknolog pembelajaran dimana mereka diharapkan dapat
dan semua yang terkait harus menunjukkan suasana merancang sebuah pembelajaran dan memecahkan
sekolah dan pembelajaran yang ramah dan nyaman masalah dalam bingkai pendidikan iklusi. Berkenaan hal
kepada semua anak tanpa membedakan latar belakang itu maka fokus kajian ini adalah pada peran teknologi
sosial, ekonomi, budaya, dan kondisi fisik. Oleh karena pembelajaran dalam mengembangkan teknologi adaptif
itu sekolah harus menyediakan akses dan sumber daya untuk memecahkan masalah dan mendukung
lingkungan, fisik, sosial dan akademik. Sekolah reguler pelaksanaan pendidikan inklusi.
yang berorientasi inklusi merupakan sekolah yang
paling efektif dalam meminimalisisr diskriminasi METODE
kepada mereka yang berbeda. Penelitian ini menggunakan pendekatan
Dalam konteks pendidikan luar biasa terdapat 4 eksploratif deskriptif dengan menganalisis peran
komponen utama yaitu Physical Environment, Teaching teknologi pembelajaran dalam mendukung
Procedures, Teaching Content dan Use of Adaptive implementasi pendidikan inklusi. Penelitian ini juga

381
382 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dikembangkan dengan menggunakan pendekatan studi dikembangkan oleh PTIK BPPT. LiSan merupakan
pustaka. Pendekatan konsep dan teori dilakukan dengan aplikasi komputer untuk penyandang tuna daksa dimana
merujuk dari berbagai sumber seperti jurnal ilmiah, sistem kerjanya menggunakan sesnsor suara. Sedangkan
internet, dan buku. Uraian serta gagasan yang terdapat SIDoBi merupakan aplikasi untuk tunarungu dimana
dari semua sumber digabungkan dalam satu susunan sistem kerjanya adalah mentranskrip suara dri video
kerangka berfikir. menjadi tulisan pada layar.
Computer Speech Synthesizers dapat
PEMBAHASAN menghasilkan kata-kata lisan secara artifisial. Software
Teknologi Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan untuk mengenali suara (Speech recognition software)
Khusus dapat membantu siswa-siswa yang hanya dapat
Salah satu komponen penting dalam konteks mengucapkan beberapa bunyi untuk mengerjakan
pendidikan luar biasa adalah Use of Adaptive Equipment berbagai tugas.. Komputer mengenali suara dan
atau adanya alat bantu/media dalam membantu mengerjakan berbagai fungsi sehari-hari dan fungsi-
kebutuhan anak. Alat bantu/media yang digunakan fungsi berbasis-sekolah, seperti menyalakan TV, mem-
berbeda dengan alat bantu/media yang biasanya ainkan rekaman video, atau mengakses kurikulum
digunakan oleh anak-anak normal lainnya. alat sekolah di CD-ROM. Peralatan canggih lainnya
bantu/media yang digunakan seharusnya memiliki nilai bereaksi terhadap sinyal-sinyal otak yang kemudian
manfaat dan terbarukan. Pemanfaatan teknologi dalam menerjemahkan menjadi perintah dan tindakan digital.
bentuk pengaksesan komputer, jaringan informatika, Teknologi-teknologi lain, misalnya peralatan
dan multimedia. Teknologi diatas akan memberikan adaptif dan tombol-tombol khusus, memungkinkan
akses kepada semua untuk belajar. Teknologi-teknologi siswa dengan disabilitas fisik untuk meningkatkan
atau segala macam alat/benda yang dengan cara mobilitas fungsionalnya dengan menghidupkan berbagai
dimodifikasi atau langsung digunakan untuk peralatan dan mengontrol alat-alat lain seperti televisi
meningkatkan kemampuan anak berkebutuhan khusus atau radio. Computerized Gait Trainers dapat
pada hakikatnya disebut sebagai Teknologi Adaptif atau membantu individu/siswa dengan keseimbangan yang
Teknologi Asistif. Komputer dan jaringan informasi dan buruk atau mereka yang memiliki pengendalian tubuh
komunikasi adalah salah satu bagian dan perangkat yang kurang untuk belajar berjalan. Peralatan-peralatan
digital yang memegang peranan penting dari pendidikan yang dikendalikan radio dapat membuka pintu dan
inklusif saat ini. Teknologi adaptif yang dapat mengoperasikan mesin penjawab di telepon.
membantu anak berkebutuhan khusus. dalam konteks Diantara banyak teknologi adaptif yang
pendidikan inklusif dimana anak berkebutuhan khusus digunakan, yang paling sering digunakan dikelas-kelas
harus bisa memakai peralatan teknologi layaknya anak inklusi di Indonesia adalah aplikasi JAWS untuk tuna
normal lainnya, oleh karena itu diperlukanlah teknologi netra. JAWS adalah sebuah pembaca layar (screen
adaptif untuk membantu kelebihan maupun kekurangan reader) merupakan sebuah piranti lunak yang berfungsi
dari anak berkebutuhan khusus tersebut. untuk mengubah teks menjadi audio pada komputer.
Diantara sekian banyak teknologi adaptif yang Meskipun JAWS masih memiliki kekurangan tapi
paling penting adalah teknologi yang mampu JAWS sudah bisa membantu bagi tuna netra. Selain itu
memberikan akses ke komputer dan teknologi informasi juga terdapat i-chat bagi tuna rungu.
dan komunikasi lainnya. Teknologi adaptif yang Dalam pengelolaan pendidikan inklusi dikelas
penggunaannya sangat penting yaitu Teknologi Aplikasi maka diperlukan pengintegrasian dalam pembelajaran
JAWS (Job Access With Speech), NVDA (Non Visual dalam bentuk penyamaan kondisi pembelajaran bagi
Desktop Access), Meldict (Mitra Netra Electronic anak normal dengan anak berkebutuhan khusus yang
Dictionary), i-chat (i can hear and talk) untuk tuna menggunakan alat bantu diatas, seperti pengaturan
rungu, Box Pen, Reglet Low Vision, Kursi Belajar, Alas waktu dan tempat. Efektifitas penggunaan teknologi
Buku, Meja Miring, Sabuk untuk Menulis, Alat yang membantu anak berkebutuhan khusus bergantung
Penyangga Pensil, Meja Kursi Tunadaksa, Papan Meja pada ketepatannya terhadap beberapa variabel
Pangku, Kursi Multi Guna, Mejakursi Bina Diri, Lampu situasional misalnya waktu dan tempat.
Artikulasi, Kursi Disiplin dan sebagainya. Perlu ditekankan, bahwa dalam penggunaan
Beberapa diantaranya merupakan teknologi yang maupun pengembangan dari teknologi adaptif harus
dimodifikasi tulisan besar dan translasi Braile dengan berdasarkan needs assesment, akan tetapi dalam kondisi
bantuan komputer dapat membantu komunikasi untuk saat ini banyak sekolah-sekolah yang tidak
siswa-siswa yang mengalami hambatan penglihatan. menggunakan needs assesment ini, mereka cenderung
Software translasi Braille dapat mengonversikan teks lebih suka menggunakan teknologi-teknologi adaptif
menjadi format Braille yang tepat. Software yang sudah ada, baik secara fisik ataupun dalam bentuk
pembesaran-layar memperbesar ukuran teks dan grafik, aplikasi, atau dengan kata lain menggunakan teknologi
mirip dengan captioning dan tampilan real-time yang sudah jadi. Dengan kondisi seperti ini maka peran
graphics di televisi, yang menyiarkan dialog dan dari teknologi pembelajaran dalam pengembangan
tindakan di acara atau film televisi melalui teks tercetak. maupun penggunaan teknologi adaptif bagi anak
LiSan dan SIDoBi adalah aplikasi baru yang berkebutuhan khusus sangat dibutuhkan.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 383
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

KONSEP PENDIDIKAN INKLUSI keterpisahannya dari budaya, kurikulum dan


Inklusif diambil dari bahasa inggris yaitu To komunitas sekolah setempat.
Include atau Inclusion atau Inclusive yang berarti Landasan Pendidikan Inklusif
mengikutsertakan. Dalam pengertian Inklusif yang 1. Landasan Filosofis
dikutsertakan adalah menghargai dan merangkul setiap Landasan filosofis dalam penerapan pendididkan
individu dengan perbedaan latar belakang, jenis inklusif adalah pancasila. Filsafat ini sebagai
kelamin, etnik, usia, agama, bahasa, budaya, wujud pengakuan kebhinekaan manusia baik
karakteristik, status, pola hidup, kondisi fisik, secara vertikal maupun horizontal. Kebhinekaan
kemampuan dan kondisi beda lainnya (UNESCO: vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan,
2001:17). Inklusi dapat berarti bahwa tujuan pendidikan kekuatan fisik, kemampuan finansial,
bagi siswa yang memiliki hambatan adalah keterlibatan kepangkatan, kemampuan pengendalian diri dsb.
yang sebenarnya dari tiap anak dalam kehidupan Sedangkan kebhinekaan secara horizontal
sekolah yang menyeluruh (Smith: 2013,45). Karena diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras,
pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang ramah, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah,
terbuka dalam pembelajaran dan mengedepankan afiliasi politik dsb. Kelainan (kecacatan) dan
perilaku menghargai dan merangkul perbedaan. Dengan keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan
demikian pendidikan inklusi dipahami sebagai seperti hanya perbedaan suku, agama, ras, dan
pendekatan yang berusaha merubah sistem pendidikan budaya. Di dalam diri individu berkelainan dapat
dengan menghilangkan hambatan yang dapat ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu, dan
menghalangi setiap individu dalam mengikuti proses di dalam keberbakatan setiap individu pasti
pembelajaran dengan dilengkapi layanan pendukung ditemukan kecacatan tertentu, ini jelas karena
guna menghilangkan hambatan tersebut. tidak ada makhluk dibumi ini yang diciptakan
Dalam Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan sempurna. Kecacatan maupun keunggulan tidak
Inklusif oleh Kementrian Pendididkan Nasional tahun memisahkan siswa satuy dengan yang lain dan
2007 dinyatakan bahwa: sistem pendidikan harus memungkinkan
1. Memberikan kesempatan kepada semua anak terjadinya interaksi antar siswa yang beragam.
(termasuk anak berkebutuhan khusus) untuk 2. Landasan Yuridis
mendapatkan pendidikan yang layak sesuai Landasan yuridis international adalah Deklarasi
dengan kebutuhannya Salamanca yang isinya menekankan bahwa
2. Membantu mempercapat program wajib belajar selama memungkinkan, semua anak seyogyanya
pendidikan dasar belajar bersama-sama tanpa memandang
3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada
dan menengah dengan menekan angka tinggal pada mereka. Deklarasi PBB tentang HAM
kelas dan putus sekolah Tahun 1948 dan Peraturan Standar PBB Tahun
4. Mencipktakan model pendidikan yang 1993 tentang kesempatan yang sama bagi
menghargai keanekaragaman, tidak diskriminasi, individu berkelianan memperoleh pendidikan,
serta ramah terhadap pembelajaran sebagai bagian integral dari sistem pendidikan
5. Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang ada. Di Indonesia penerapan pendidikan
khususnya pasal 32 ayat 1 yang berbunyi setiap inklusif dijamin oleh Undang-Undang Nomor 20
warga negara berhak mendapat pendidikan dan Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
ayat 2 berbunyi setiap warga negara wajib yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik
wajib membiayainya. berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa
6. Memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 23 diselenggarakan secara inklusif atau berupa
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sekolah khusus.
khususnya pasal 51 yang berbunyi anak yang 3. Landasan Pedagogis
menyandang cacat fisik dan/atau mental Melalui pendidikan, semua anak termasuk
diberikan kesempatan yang sama dan mereka yang berkebutuhan khusus dibentuk
aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa menjadi warga negara yang beriman dan
dan pendidikan luar biasa. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Secara umum tujuan pendidikan inklusif adalah berakklak mulian, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
1. Memastikan bahwa semua anak memiliki akses mandiri dan demokratis dan bertanggung jawab
terhadap pendidikan yang terjangkau, efektif, yaitu individu yang menghargai perbedaan dan
relevan dan tepat dalam wilayah tempat berpartisipasi dalam masyarakat.
tinggalnya 4. Landasan Empiris
2. Memastikan semua pihak untuk menciptakan The National Academy of Sciences merupakan
lingkungan belajar yang kondusif agar seluruh pelopor penelitian berskala besar tentang
anak terlibat dalam proses pembelajaran jadi, pendidikan inklusif yang hasil dari penelitian itu
inklusif dalam pendidikan merupakan proses adalah klasifikasi dan penempatan anak
peningkatan partisipasi siswa dan mengurangi berkelainan di sekolah, kelas atau tempak khusus
384 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

tidak efektif. Beberapa peneliti melakukan kebutuhan yang berbeda, gaya belajar dan
melakukan analisis lanjut atas hasil penbelitian tingkat belajar ytang juga berbeda. Kemudian
sejenis. Hasil analisis yang dilakukan oleh menggunakan kurikulum yang fleksibel,
Carlberg dan Kavale (1980) terhadap 50 peneliti, pengorganisasian kelas dan metodologi
Wang dan Baker (1994) terhadap 11 penelitian, mengajar yang bisa mengakomodir semua anak,
dan Baker (1994) terhadap 13 penelitian lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dan
menunjukkan bahwa pendidikan Inklusif melakukan kerja sama dengan berbagai pihak
berdampak positif, baik terhadap perkembangan yang terkait.
akademik maupun sosial anak berkelainan dan 3. Mengembangkan potensi peserta didik seoptimal
teman sebanyanya. mungkin
Dalam pendidikan inklusif, sekolah sebagai
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN penyelenggara harus bisa memberikan
INKLUSI pendidikan yang terbaik dan seoptimal mungkin,
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik hal ini bertujuan agar anak yang memiliki
Indonesia Nomor 72 Tahun 1991 Tentang Pendidikan hambatan dapat mengatasi permasalahan dan
Luar biasa dikemukakan anak berkebutuhan khusus dapat mengikuti proses pembelajaran sesuai
adalah: dengan kebutuhan dan kemampuan.
1. Kelainan fisik : a) Tunanetra (hambatan Dalam sistem persekolahan, sekolah yang
penglihatan), b) tunarungu (hambatan menampung semua anak di kelas sama dengan layanan
pendengaran), c) tunadaksa (hambatan alat gerak pendidikan yang disesuaikan kemampuan dan
tubuh) kebutuhan anak. Dengan begiitu maka sekolah
2. Kelaianan mental (tunagrahita ringan, sedang, merupakan tempat dimana setiap anak diterima baik
berat) yang normal dan yang berkebutuhan khusus menjadi
3. Kelainan berperilaku (tunalaras) bagian dari kelas dan saling membantu dengan guru dan
4. Kelaianan ganda (tunaganda) teman sebaya dengan tujuan bahwa kebutuhan dari
Sedangkan menurut Iswari (Depdiknas:2003) masing-masing individu anak terpenuhi.

Klasifikasi anak berkebutuhan khusus adalah: TEKNOLOGI PEMBELAJARAN DALAM


1. Tunagrahita (mental retardation) PENDIDIKAN INKLUSI
2. Kesulitan belajar (Learning Disabilities) Dalam proses pembelajaran dikelas maupun
3. Gangguan perilaku atau gangguan emosional diluar kelas yang perlu diperhatikan adalah tercapainya
(behavior disorder) tujuan pembelajaran secara tepat. Dalam kelas inklusi
4. Gangguan bicara atau bahasa (speech and perlu adanya target antara mereka yang normal dan
language disorder) mereka yang berkebutuhan khusus. bagi mereka yang
5. Kerusakan pendengaran (hearing impairments) berkebutuhan khusus dan dalam belajarnya
6. Kerusakan penglihatan (vision impairments) menggunakan teknologi adaptif harus diperhatikan
7. Kerusakan fisik dan gangguan kesehatan bahwa materi yang disampaikan dan tugas yang
(physical and other health impairments) diberikan harus mengakomodir semuanya.
8. Cacat berat atau cacat ganda (severe and multiple Pengembangan teknologi adaptif yang dilakukan harus
handicap) disesuaikan dengan kebutuhan anak penyandang cacat
9. Berkercerdasan luar biasa atau berbakat (gifted dengan kompensatoris yang dimilikinya dalam berbagai
and talented) kegiatan akademik disekolah.
Dalam beberapa pendapat pendidikan inklusi Ada 2 tindakan reflektif yang perlu diperhatikan:
merupakan pendidikan yang diberikan kepada semua 1. Kesenjangan dalam menggunakan komputer dan
anak tanpa terkecuali, baik yang normal maupun yang teknologi informasi dan komunikasi bagi anak
berkebutuhan khusus. anak berkebutuhan khusus dapat dikurangi
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif terdapat dengan peningkatan akses ke komputer dan
beberapa prinsip-prinsip antara lain teknologi informasi dan komunikasi dalam
1. Pendidikan yang ramah konteks pendidikan inklusi
Lingkungan yang ramah terhadap guru dan anak. 2. Bahwa penggunaan komputer dan teknologi
Bersama sebagai komunitas belajar, informasi dan komunikasi oleh anak
menempatkan anak sebagai subjek pembelajaran, berkebutuhan khusus dapat digunakan untuk
mendorong partisipasi anak adalam belajar, guru mengembangkan pengajaran yang berpusat pada
memiliki minat untuk memberikan layanan siswa dan dapat menyamakan dengan anak
pendidikan yang terbaik. normal lainnya dalam setting pendidikan inklusi.
2. Mengakomodasi kebutuhan Penerimaan anak yang berbeda di dalam kelas
Mengakomodasi kebutuhan setiap peserta didik merupakan suatu keharusan dalam etting pendidikan
dilakukan dengan memperhatikan kondisi peserta inklusi, seorang guru harus bisa membuat menerima
didik dimana setiap peserta didik memiliki dari kekurangan maupun kelebihan anak berkebutuhan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 385
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

khusus pada anak normal. Penggabungan kelas dan SARAN


penggunaan teknologi adaptif dalam kelas inklusi harus Teknologi pembelajaran memiliki peran penting
sejalan dengan pendidikan yang ada saat ini. Dengan dalam memfasilitasi penggunaan teknologi komputer
semakin banyaknya anak berkebutuhan khusus yang dari siswa dan guru khususnya anak berkebutuhan
masuk dalam kelas reguler, maka sekolah harus siap khusus dan pengajar anak berkebutuhan khusus. para
menjadi kelas inklusi. Oleh karena itu sekolah harus guru pengajar anak berkebutuhan khusus harus bisa
siap menerima keadaan ini dan akan banyak siswa- menggunakan teknologi adaptif agar para anak
siswa yang membutuhkan dan menggunakan teknologi berkebutuhan khusus yang kesulitan dalam menghadapi
adaptif. Penggunaan teknologi adaptif ini tentu tidak pelajaran dalam kelas inklusi langsung bisa menangani
bisa dilakukan oleh guru pada sekolah tersebut secara secara cepat, hal ini karena para guru adalah orang
mandiri, oleh karena itu sekolah harus melakukan yang berhadapan langsung di kelas inklusi. Para guru
kerjasama dengan pihak-pihak yang memahami bisa berdiskusi dengan para teknolog pembelajaran
teknologi informasi dan komunikasi yang memiliki dalam mempersiapan setting pendidikan inklusi, dan
minat terhadap kebutuhan dari siswa-siswa para teknolog pembelajaran harus lebih sering turun ke
berkebutuhan khusus dalam menggunakan teknologi lapangan untuk melihat langsung permasalahan dan
adaptif ini. Dengan kondisi diatas, maka sekolah harus hambatan yang terjadi pada anak berkebutuhan khusus
mengupayakan dan membantu kepada anak dan membantu menyeleseikan masalah yang dihadapi.
berkebutuhan khusus untuk memperoleh dan Oleh karena itu para teknolog pembelajaran harus bisa
mempelajari penggunaan teknologi adaptif secara tepat. memfasilitasi dan memecahkan masalah dalam setting
pendidikan inklusi.
KESIMPULAN & SARAN
KESIMPULAN KAJIAN PUSTAKA
Perangkat komputer dan perkembangan Bouck, Emily.C. 2010. Technology and students with
teknologi informasi dan komunikasi saat ini sangat disabilities: Does it solve all the problems.
pesat. Sebagian besar masyarakat sudah menikmati Dalam F.E Obiakor, J.P Bakken, A.F Rotatori
perkembangan tersebut, akan tetapi masih ada (Eds),Current Issues and Trends in special
masyarakat yang termarginalkan. Mereka kesulitan Education: Research, Technology, and Teacher
mendapatkan akses ke ruang informasi karena Preparation Advances in Special Education,
keterbatasan yang mereka miliki. Peraturan yang Volume 20, (hlm. 91-104). Wagon Lane -
mengatur masalah itu sudah jelas, tapi kenyataannya Bingley. Emerald Group
implementasinya masih belum. Anak berkebutuhan Direktorat P2T dan KPT. 2OO3. Pola pembinaan sistem
khusus juga harus mengikuti perkembangan tersebut. pendidikan tenaga kependidikan pendidikan luar
Sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar 1945 biasa. Jakarta : Dikti Depdiknas
pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun Hermawan, Budi. (2003). Pedoman Implementasi
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan Pendidikan Inklusif. Bandung: Dinas Pendidikan
bahwa Pemerintah Indonesia memberikan jaminan Nasional Jawa Barat.
sepenuhnya kepada peserta didik berkebutuhan khusus Mais, Asrorul. 2016. Media Pembelajaran ABK.
atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat Jember: Pustaka Abadi
istimewa untuk memperoleh layanan pendidikan yang Setyosari, Punadji & Sihkhbuden, 2005, Media
bermutu. Pembelajaran, Elang Mas: Malang
Keterbatasan karena hambatan tertentu yang Skjoren, D Miriam. 2001. Education-special Needs
dialami anak berkebutuhan khusus tentu membutuhkan Education An introduction. Oslo: Unifub
alat bantu terutama akses ke teknologi informasi. Smaldino, Sharon E., Lowther, Deborah L., Russell,
Melalui teknologi adaptif mereka diharapakan bisa James D. 2014. Instructional Technology and
mengikuti pembelajaran seperti anak lainnya dalam media for learning. Diterjemahkan Arif Rahman.
setting pendidikan inklusi Jakarta: Kencana
Smith, J David. 2013. Sekolah Inklusi;Konsep dan
Penerapan Pembelajaran. Diterjemahkan oleh
Enrica Denis. Bandung: Nuansa Cendekia
Sumiharsono, Rudy & Hasanah, Hisbiyatul. 2016.
Media Pembelajaran. Jember: Pustaka Abadi
Riandi, Oscar. 2010. Teknologi Untuk Semua.
www.bppt.go.id (diakses tanggal 30 November
2016).
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PORTFOLIO OF OPEN ON-LINE AS MOOCs FOR STRENGTHENING


THE SELF REGULATED LEARNING FOR TEACHER CANDIDATES OF
CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS

Henry Praherdhiono a, Eka Pramono Adib


ab
Educational Technology, Faculty of Education, State University of Malang
E-mail: henry.praherdhiono.fip@um.ac.id

Abstract: This study focused on the development of integrity portfolio with on-line learning system blended
to construct MOOCs for teacher candidates of children with special needs , In addition to the product focus
of research to obtain findings and analysis based on a review the results of implementation of the
product portfolio of open online along with a secondary analysis of the literature portfolio on
line. Research helpful to describe on learning outcomes teacher candidates of children with special needs. The
analysis includes the storage of learning outcomes , the problem interface system , and the quality of the
portfolio. Portfolio open online learning system be integrated with blended to address the weaknesses in
the Learning Management System web based. Method development using steps 1) Analysis, 2) Evaluation
Planning, 3) Pre-Planning, 4) description.
Keywords: MOOCs, Portfolio open , Teacher candidates of children with special needs

INTRODUCTION portfolio in the context of online can not be separated


Teacher candidates of children with special from the activities and learning experiences
needs require special learning resources portfolio offline . Two main issues portfolio open on-line are:
sepertii documentation. Sandeen (2013) describes the The portfolio is a complex educational tool that
learning resource portfolio is complex because it requires full integration into the course design as well
contains the documentation of the exam, learning, life as the need to be careful early . Many
experiences and learning resources relevant to the needs implementations of portfolio assessment offline
of learners. In most learning system is the only ratings conventionally incompatible. In many cases, it was
inspection tasks, review learning outcomes, and the found that the term "portfolio" is used as an
collection of portfolios. Examination of prospective evaluation model of existing practices, for
teachers learning outcomes by the lecturer, a example, when prospective teachers made
competency-based assessment. a "portfolio" is only one part seperta teach or
Portfolio teacher candidates of children with make any media has been regarded as a
special needs has potential as MOOCs. Leber (2012) statement of the portfolio. Though the portfolio
revealed b Several years after learning object in the is a complex report.
courses successfully, then followed by MOOCs are also Portfolio assessment consists of many
considered to be a success on two levels. The success of interrelated processes. Different focus of each
the first one is, as an approach to teaching and process offers different opportunities to
learning. MOOCs that have been used to prove petrified increase or even no increase via an online
learner makes it easy to collect data about how learners information system depends on the prospective
interact with content courses. MOOCs berkontribusinya teachers are not designed by the lecturer. Design
in classroom discussions and other activities, such as criteria and heuristics that support the design of
writing a blog post. Data show that learners contribute an online information system for implementing
to the discussion, create content, and engage with their specific examples of portfolio assessment comes
peers. Secondly, the experiment has been considered by from the lecturer .
success by many. As an example of a successful second The purpose of using online technology in the
is a different way to build courses with a scope wider process of portfolio assessment is open is to maximize
and new philosophical approach to teaching program in the benefits of the course . Online portfolio-based
a way that high structural and not structural causes assessment requires logic in scientific
passion and strong opinions about MOOCs in the last 2 explanation for some processes. The main objective in
years. focusing on the design criteria and the underlying
concept is to identify heuristics to design an online
Disclosure of Pedagogy and Education information system that offers improvements in some or
In Open Networks all of these processes.
Problems activities open portfolio is custom Disclosure pedagogical according Czerniewicz
application portfolio. Applying conventional portfolio (2016) and learning in open networks associated with
and portfolio-based assessment system open online is different types of engagement, such as pedagogical and
a method of assessment of her . Using open an on-line assessment strategies used by the teacher to facilitate

387
388 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

learning for learners who heterogeneous. Over time, the the form of documents of learning outcomes. Learning
shift to a more learner-centered approach to teaching is management through analogies production to arranged
seen both inside MOOC and also in mainstream in sequence documents form the portfolio expected to
teachers in teaching. Teach an interdisciplinary be able provide improved liveliness and creativity.
program with teacher candidates of children with
special needs are diverse means that teachers have to Readiness Technology Implementation In Candidate
adopt a different pedagogical approach, which seeks to Teachers Children With Special Needs
be inclusive for many learners. Conditions teacher candidates of children with
Many studies empirically show that MOOCs in special needs have a high content metaphors. Teacher
the years 2013-2015 the difference results in many candidates of children with special needs are able to
areas. Veletsianos (2016) discusses a number of gaps in introduce conceptual distance between other learners
the scientific understanding of MOOCs and presents a with the object or subject matter and encourage original
comprehensive overview of the literature by examining thinking. For example, by asking teacher candidates of
the geographical distribution, publication outlets, children with special needs to think a web site as a
quotes, data collection and analysis methods, and learning resource books in general, so that teacher
empirical research studies focusing on MOOCs during candidates of children with special needs actually is
the period mentioned . The results show that (a) more providing a structure metaphor, in which teacher
than 80% of the literature published by candidates of children with special needs can think
individuals in institutions in North America and about something familair in a new way , Instead, the
Europe, and researchers particularly liked quantitative lecturer can ask prospective teachers for children with
in research MOOC, methods of collecting data through special needs to think about new topics, web content
surveys and automated methods via online . While some learning, the old way, by asking them to compare it with
interpretive research done on MOOCs within the the system Learning Management System . Activities
period mentioned in the minority study is qualitative metaphorical then dependent on and derived from the
research (eg, interviews, observation, and focus knowledge of teacher candidates of children with
groups). Analysis shows that there is limited research special needs, helping them to connect ideas from
reported on topics related to the instructor, and that even material familiar to the ideas of the new material, or to
though researchers have sought to identify and see material familiar from a new perspective. Learning
classify learners into different groups, very little strategies that keinudian using metaphorical activity is
research has examined the experience of sub- designed to provide an arrangement from which
populations of students. prospective teachers with special needs can liberate
The learning experience on teacher candidates of themselves in developing the imagination and insight in
children with special needs can be realized because it is every daily activity. Three types of analogy used as a
driven by the interests of children with special needs training base of learning: personal analogy (personal
teacher candidates themselves. According to analogy), direct analogy (direct analogy), and conflict
Zimmerman (1989) learners have the potential to solid (cornpressed conflict).
develop independent learning settings. Self-regulated Learning Model making personal analogy
learning refers to 1) the ability of students to prepare / requires teacher candidates of children with special
study on their own, 2) take the necessary steps to learn needs to empathize with ideas or subjects were
independently, 3) manage and evaluate learning and compared. Prospective teachers special needs children
provide feedback and justification themselves will feel that they are part of the physical elements of
independently. According to Stubbe (2008) learners can the problem. Itself personal analogy is the empathic
organize themselves and be able to carry out learning engagement. Greater conceptual distance created by the
activities leading to the creation of knowledge, loss of self or identity of a person (teacher candidates of
understanding and higher learning, with the proviso children with special needs). This can only be done if
using processes such as monitoring, testing reflection, the prospective teacher of children with special needs
questioning, and self-evaluation. more creative and innovative to make the analogy.
Portfolio development opens electronically using Itself personal analogy is the empathic
the concept of learning . Portfolio open constructed and engagement. Analogy requires the release of personal
used teacher candidates of children with special identity themselves into a room or other
needs themselves. Teacher candidates of children with objects. Greater conceptual distance created by the loss
special needs are given analogies to solve problems in of self or identity of a person (teacher candidates of
learning. The approach chosen learning model based on children with special needs). This can only be done if
the opinions Joyce (2009) for teacher candidates of the prospective teacher of children with special needs
children with special needs are not focused on more creative and innovative to make the
punishment that would be obtained if it can not produce analogy. Four analogy personal level of involvement
in a series of learning activities or too late to complete in the development of a personal web site in
the task. Teacher candidates of children with special accordance with the stages of Gordon (1957).
needs are given the opportunity to express themselves in
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 389
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

1. Description of the teacher candidates of things that are strange and unusual. They should receive
children with special needs first to the entire response of teacher candidates of children
facts. Prospective teachers telling children with with special needs to ensure that teacher candidates of
special needs the web site of the famous, but children with special needs feel no external judgment
not a new way of looking at the object and against creative expression. The more difficult problem
shows no involvement empathetic. to solve, is increasingly important for lecturers to apply
2. Identify Candidates for special needs children's and receive analogianalogi unreasonable so that
first teachers to emotions. Prospective teachers prospective teachers with special needs can develop
telling children with special needs the public's fresh perspectives about the problems they face.
emotions, but does not present new insights that In the second strategy, lecturers should be careful
prospective teachers special needs children feel on analyzes too early. They need to clarify and
able to develop personal webs ite ". summarize developments pembelajarm activity and,
3. Identify empathetic towards living therefore, the development of problem-solving behavior
beings. Prospective teachers identify children teacher candidates of children with special needs.
with special needs emotionally and kinesthetic
subject analogy that prospective teachers Support System of Portfolio Opens
provide children with special needs oak spresi Online Development
during the development of video portfolio so MOOCs by Gallagher (2016) can create large-
inviting empathy teacher candidates of children scale community of learners who can collaborate,
with special needs. interact and discuss the materials and learning
4. Identify empathetic to the device. This level activities. MOOCs often communicated several times
requires full commitment. Prospective teachers with similar content but be different- different
are special needs children see themselves as than from the perspective of learners.However,
objects and try to explore issues: teacher research communication differences learners, behavior
candidates of children with special needs are and expectations. The difference in level pe Be learn,
able to feel helped with the on-device learning behaviors, expectations, recruitment, online learning
around either in the form of software and experiences, make - up demographics, reasons
hardware. for learning forever , and the activity of the
The purpose of introducing levels of personal comments may be identified.These results form the
analogy is not to identify the forms of metaphorical initial exploration of the differences between the
activity, but rather to provide guidance on how good learning communities MOOC some presentations that
conceptual distance awakened. The wider the range, the guide future analysis to identify areas of comparative
closer teacher candidates of children with special needs interest and importance.
were able to get a new gagasangagasan. In essence, the teacher candidates of children
Learning Model is based on the concept of web- with special needs still require the facilities of a
based learning also make a direct analogy is a competent leader in designing and applying analytical
comparison of two objects or concepts. The comparison procedures. They also require, in terms of scientific
is not necessarily identical in all respects. Its function is issues or science, a laboratory that can build models
quite simple, namely to transposed the conditions topic and other tools to make the problem concrete and
or problem situations that exist in other situations to create practical innovations of others. However, a class
present new views on ideas or issues. requires working space an environment in which
The first strategy is to do is to help teacher creativity can be appreciated and used. Regular study
candidates of children with special needs to see rooms may be able to provide necessities such as
something unusual in ways that are unfamiliar with these, but the classes are often designed in the form of
using analogies to make the conceptual distance. Goal groups may be too great for learning activities. Thus,
of this strategy is to develop a new understanding, small groups need to be made.
empathizing with / on attitude, designing new Portfolio approach to learning the concept of
driveway; solve social problems or interpersonal. web-based learning increases the creativity of
Lecturer notice and reach out to prospective individuals and groups. Portfolio approach
teachers which the patterns of thought needs to be to learning the concept of web-based learning can
regulated in such sedemikiran. Similarly, they also need build a sense of community teachers antarcalon
to push kondisikondisi psychological that may be able children with special needs. Prospective teachers learn
to build creative response to teacher candidates of about children with special needs class comrades when
children with special needs. In addition, they responded to an idea or issue. Thoughts rated as
the lecturers also have to use things that are not rational the potential contribution of the group
to encourage more candidates are reluctant to spoil process. Procedures for learning the concept of web-
things that are not relevant, fantasy, and other devices based learning to help create a community of equality
that are important to bring up the channels of in which thinking is a single base in it. Standards were
thought. Therefore lecturer plays as important role very quite as exciting as this would give prospective
models in this method then they must learn to accept
390 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

teachers dukunganpada children with special needs are learning is on-line . Statement initial goal is then
very shy though. reviewed and modified as needed for the
development and the ultimate goal of
METHODS learning. The findings of the analysis phase will
In detail at each stage are as follows: be entirely implications for WBI design phase,
1) The first stage analysis: Against the learning implementation, and evaluation (Davidson:
content based learning course computer 2006)
considering all aspects of learning and web- 2) Stage Two are: Planning Evaluation of Web
based learning evaluation. Activity analysis Based Learning portfolio model approach to
begins with learning content, the main steps and learning the concept of web-based
the main learning Learning Competency; 1) learning. There are two types of evaluation that
analyzes were conducted to prospective teachers is formative and summative evaluation (Lee
towards children with special needs the ability to 2004). At this stage, researchers examine the
achieve the learning objectives. 2) Identify Draft Model Portfolio Learning, then developed
measures and sublangkah dilustrasikan a draft formative portfolio model summative
in Learning Task Mapping (LTM) includes evaluation plan Learning and Learning portfolio
analysis steps portfolio learning approach to the model. The draft evaluation includes initial
concept of web-based learning in conditions. conditions prototype models and
learning. Subsequent analysis of the activity is revised prototype model of WBI. The evaluation
the learning content as the last part of the second will be photographing everything and after the
phase of analysis. All the activities of the design phase, implementation of activities in the
analysis is then used as Task Objective Learning Model Portfolio, which will be
Assessment Blueprint (TOAB). In Model WBID, interlocked Design Model Portfolio of Online
TOAB used as a tool for matching purposes and Learning is regarded as a field trial. Due to time
item by item assessment tasks in steps portfolio constraints the implementation of the activities of
learning approach to the concept of web-based a summative abolished

Methods Of Implementation

3) The third stage includes the design of WBI Initial design starts from identifying the design, writing
planning and design tasks, design is initiated goals, and determine the learning strategies and
from the first stage is the analysis of motivation. The development process then
activities. The analysis has been conducted and moves from design planning model into the
evaluation plans have been formulated, then design of the prototype model of learning
design a model of learning on-line and then portfolios that are essentially to refine the results
developed based on the phases of learning of a preliminary draft. Specifically referred to the
development. Design and development tasks can development phase.
be completed at the same time, a process known 4) The fourth stage preplanning activities, which
as concurrent design. At this stage Models of include identifying design tasks, identify
learning by learning to design portfolios. The personnel, and create a timeline for the design
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 391
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

and development procedures. Timeline explore to improve based TOAB with goals and
different types of assessment strategies and how assessment items.

Figure 1. Results of the open design portfolio online through the drive

Figure 2. The results of video-based presentation tasks prospective teachers

Figure 3. Portfolio open prospective teachers are organized as MOOCs

Portfolio open online tend to increase the Recent changes in the environment of learning
significance of access to learning by teacher candidates is given the implications of the increase in the
of children with special needs because: learning activities are supported by evidence of a
Gain a portfolio of more intrinsic portfolio of open online.
mode ratings than Open online portfolio as MOOCs require a detailed
the ratings traditional. Assessor of yourself, other understanding of how these factors learn direct and
teachers and lecturers candidates contextual , distribution form assessment , which, in
turn, requires an understanding of the position
392 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

of teacher candidates of children with special process. The idea of the researcher may be different to
needs . For example, the important issue is the the common belief. According to common belief,
opportunity to automate the process of managing creativity is limited to art. In engineering and science,
learning , which can improve learning outcomes creativity is only referred to by the invention or
prospective teachers . From this perspective, as the innovation.
problems that arise in qualitative must be addressed
before focusing on technical decisions about hardware, DISCUSION
software, data structures and database management Some of the results of the
systems necessary to implement the portfolio implementation approach learning model the concept
assessment is open online. of web-based learning in the form of an open online
portfolio according joyce (2009) opinion, namely:
CONCLUSION 1) Creative. The first strategy approach learning
Development of Self-Regulated Learning with an model can be directly applied to the portfolio of
open portfolio online through learning approach web- creative, not only because this strategy to
based learning concept for equalization liveliness and stimulate the use of analogies, but because he
creativity of teacher candidates of children with special also helped form the future teachers of children
needs in detail can be described as follows: with special needs to develop devices that they
1) Individual and group portfolio with a learning can use to do tasks in expressive .
approach to the concept of web-based learning 2) Exploring Problems of learning. The first
on-line can improve the capacity of problem- strategy provides an alternative in exploring
solving, expression, creative empathy and insight issues of learning, especially issues that can be
for teacher candidates of children with special searched standards and solutions. Metaphor
needs. By bringing awareness to the creative creates distance, so going on a confrontation of
process and by developing explicit assistance knowledge between teacher candidates of
towards creativity, teacher candidates of children children with special needs who are
with special needs can directly increase the not membayakan on learners. Personal analogy
creative capacities individually or in groups. important stage in developing insights.
2) Candidates for children with special needs 3) Solve Problems. The second strategy objectives
teacher is able to describe the creativity in the and conceptualizing the problem is solved with
form of development procedures are standard a new way to propose approaches
and arranged neatly in a portfolio format with to new dala m personal life as well as in the
learning approach based on the concept of web- classroom. Many of the problems that can be
based learning, so that teacher candidates of made the object of solving this problem. Social
children with special needs are able to use that relations in the classroom, peace in conflict,
understanding to improve creativity. The creative how to cope with anxiety, how to feel better,
process can be described, and this portfolio can 4) Creating a Design or Product Portfolio
train teacher candidates of children with special through approach to learning with web-based
needs to directly improve their creativity. With learning concept. Product is something that can
sinaktik approach the concept of web-based be touched (tangible), such as painting,
learning, creativity no longer considered a building, or a bookcase, while the design is a
mysterious capacity, intrinsic, and plan (a plan), such as the idea of a party or new
personal. Conversely, individuals understand the ways in the development portfolio
basis of the creative process, they can learn to 5) Expanding Perspectives teacher candidates of
use that understanding to promote creativity as children with special needs On A
they live and work, independently or as members Concept. Abstract notions such as
of a community / group. Model sinaktik culture and prejudices to internalize. Portfolio
consciously make prospective teachers able to approach to learning the concept of web-based
describe children with special needs such learning is a great way to make the idea become
creativity by performing procedures training. familiar notion of the "foreign" and vice versa .
Portfolio function effectively, particularly at the
Teacher candidates of children with special needs have prospective teachers are experienced to retreat late in
the innovation and capable of sharing the innovations the activities pembelajarankarena afraid to take any
developed. So that teacher candidates of children with risks. Instead, prospective teachers who excel only feel
special needs succeed in solving the problem as a comfortable when responding they believe is right are
personal experience and can share innovative problem often reluctant to participate.
solving by groups of teacher candidates of children with
special needs. Invention or innovation that is considered REFERENCE
to be equally creative in the field sernua-art, science, Czerniewicz, L., Glover, M., Deacon, A. and Walji, S.,
Teknik- and is characterized by the same intellectual 2016, May. MOOCs, openness and changing
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 393
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

educator practices: an Activity Theory case Joyce.B, Weil.M .2009. Models of Teaching. Eight
study. Proceedings of the 10th International edition. Pearson Education, Inc. as Allyn &
Conference on Networked Learning 2016. Bacon, New Jersey
Davidson. Geyle. and Karen. Rasmussen. 2006. Web- Sandeen, C., 2013. Integrating MOOCs into traditional
Based Learning Design, Implementation and higher education: The emerging "MOOC 3.0"
Evaluation . Pearson Education Ltd. New Jersey era. Change: The Magazine of higher
Gallagher, S.E. and Wallace, C., 2016. A Far Cry from learning , 45(6), pp.34-39.
School History: Massive Online Open Courses as Stubb, H.E. and Theunissen, N.C., 2008, January. Self-
a Generative Source for Historical Research. The directed adult learning in a ubiquitous learning
International Review of Research in Open and environment: A meta-review. In Proceedings of
Distributed Learning, 17(5). the First Workshop on Technology Support for
Gordon, WJJ, Bruner, J. 1957. Motivating the creative Self-Organized Learners (pp. 5-28).
process , Paper delivered at the Second arden Veletsianos, G., Reich, J. and Pasquini, L.A., 2016. The
House Conference on the Creative Process Life Between Big Data Log Events: Learners
Leber, J., (2013). In the Developing World, MOOCs Strategies to Overcome Challenges in MOOCs.
Start to Get Real, MIT Technology Review, AERA Open, 2(3), p. 2332858416657002.
Retrieved March 22, 2013 from http:// www. Zimmerman, BJ & Schunk, D. H .1989. Self-regulated
technologyreview.com/news/512256/in- learning and academic achievement: Theory,
thedeveloping-world-moocs-start-to-get-real/ research and practice. New York: Springer-
Lee. William W. and Diana L. Owens. Verlag.
2004. Multimedia-Based Instructional Design .
The second edition. Peffieer.San Francisco
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

MOBILE APPLICATION TO ENHANCE HEARING IMPAIRED STUDENTS


LEARNING ABILITY

Joei Ong Suk Meia, Associate Prof Dr Noraffandy Yahayab


ab
University Technology of Malaysia, Malaysia.
E-mail : osmjoei2@live.utm.my

Abstract: Hearing impaired (HI) students typically suffer from learning difficulties at school, due to their
inability to hear. The emergence of mobile technological devices has promised HI students with a new way of
learning. Mobile devices such as smartphones and tablets have facilitated HI students to experience the world
and to access knowledge resources, anytime and anywhere. This study proposes a One Group Pre-test Post-
test research design that aims to determine whether implemented mobile applications enhance the learning
ability of HI students at schools. There were a total of seven HI students selected to participate in this
experiment. The results of the experiment indicate that HI students demonstrated active participation in
learning through mobile application. They demonstrated better scores in post-tests compared to pre-tests.
Students feedback indicated that they desired to use the mobile application in their future learning. The
results also showed a significant impact on teachers to develop more innovative mobile applications to
enhance HI students learning abilities.
Keywords: Hearing Impaired student, Mobile technology, mobile application.

INTRODUCTION students, it is believed that the advantages of technology


Hearing impaired (HI) students typically have (e.g. mobile technology) is a new way of learning,
learning difficulties at school, mainly due to their which provides a new learning experience that would
inability to hear. Ones hearing ability is crucial for one make sense to HI students learning (Wu and Xu, 2010).
to develop cognitive processes and learning skills in According to Wu and Xu (2010), mobile technology
order to comprehend information and knowledge from offers a real-time problem-solving based mobile
various resources. In this context, HI students obviously learning environment that addresses HI students
lack of this advantage, and are thus hindered from learning difficulties.
learning effectively and academic achievement. In conjunction with this, the researcher has
Consequently, the field of HI students education is developed a mobile learning application to support the
becoming increasingly challenging. Traditionally, HI students in learning science at school. The design of
teachers of HI students struggle with the issue of lower the mobile application is multimedia-based (with the
academic achievement, as well as poor reading and exception of audio). It uses graphics, text and
writing skills demonstrated by HI students (Spencer and animations to deliver the learning contents to students.
Marschark, 2010). It is evident that HI students have This study is aims to exploit the advantages of mobile
shown a gap in their learning ability compared to peers technology uses in HI students learning, and to
who do not suffer from HI. investigate the impact of these uses on HI students
In Malaysia, teachers of HI students play the learning ability.
important role of interpreters in class. This unique
teaching and learning strategy typically involves chalk
and signs. As 21st century learning is currently LITERATURE REVIEW
prevalent, the HI students teachers are able to integrate Education of Hearing Impaired Students
the use of ICT in their teaching and learning processes, In Malaysia, the researchers stated that HI
where slide presentations are widely in use. However, it students performed at a low level in academic
is a necessity that the teaching and learning of HI achievement compared to their peers (M Hanafi et .al,
students needs to be revised in order to improve their 2013). Researchers have also stated that HI students
learning motivation, and in turn enhance their learning experienced the problem of self-development, which
ability overall (Azham et.al, 2014). has affected their intellectual development. The delay in
Ismaili and Ibrahimi (2016) state that HI self-development and intellectual development are the
students need assistive technology to enhance their factors that result in HI students low level of academic
classroom learning, as well as their learning at home performance at school. According to theorists such as
and in the community. Todays world is recognized as Kegan (1982) and Stern (1985), cognitive/intellectual
the global technology era, where the technology has development and social/environment experiences are
remarkably improved the quality of life of mankind the two major forces that affect self-development.
(Azham et.al, 2014). In the field of education of HI Cognitive/intellectual development refers to the ability

395
396 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

to think, learn, process information, solve problems and RESEARCH QUESTIONS


make decisions; whereas social/environment There are two research questions in this study: (i)
experiences refer to the ability to interact with sets of Does the implementation of mobile applications
people, groups and communities, and ones own enhance HI students learning ability?; (ii) After
thinking and acting. In conclusion, the inability of becoming experienced in mobile application learning
hearing is significantly reflected by the learning process environments, do HI students accept and intend to use
of an HI student. the mobile applications in future learning?
In recent years, numerous researchers have
focused their attention on HI students learning styles. RESEARCH DESIGN
Stroble (2012) indicated that HI students use their own In this study, a quantitative research design was
adaptive cognitive strategies to compensate for their applied to collect the data. The researcher applied a
hearing limitations in learning. The term of adaptive quasi-experimental design approach, where The One
cognitive strategies means that HI students will process Group Pretest Posttest (O1 X O2) (Campbell, Shadish
their own way to think, perceive and remember & Cook, 2002) was used. As mentioned above, the
information in order to achieve learning. On the other mobile application was implemented to support HI
hand, many researchers also mention that HI students students in learning science at school. The learning
are visual learners (Marschark & Hauser, 2012). Due to content of the mobile application was related to the
hearing difficulties, it is certain that HI students learn topic of Photosynthesis in Form Two Science. The
through their vision rather than by listening. They prefer objective of the learning was to analyse the process of
for information to be presented by graphics, animations, photosynthesis. The participants involved in the
diagrams and simple text, which is easier for them to experiment were seven HI students (four males and
understand and generate knowledge. However, in three females) in a class of Form Two at the school of
traditional classrooms, most lessons are conducted via SMK Taman Sutera, Johor, Malaysia. Based on Mid-
chalk and sign, and note talking, which have reduced Year exam results, the selected seven HI students
the effectiveness of learning. demonstrated low achievement in science. In other
words, these students possessed the same level of
Studies on Mobile Application for HI Students cognition, and equal abilities, in learning science.
Mobile applications are widely available for HI
students to make their learning and communication Experiment Procedure
easier, along with numerous of sign language In this study, only one group of seven HI students
interpreters and aid applications (Jones, Hamilton & were gathered as the treatment group. Prior to
Petmecky, 2015). uhadar et .al (2009) stated that conducting the experiment, the mobile application was
mobile technology offers an opportunity to the HI installed on their mobile devices. After the installation
community to access knowledge instantly, and obtain of mobile application, the group of students was given
meanigful learning experiences. They have promoted an orientation to introduce the mobile application
IBEM a project for utilizing mobile technologies to learning environment and the learning tasks. Next, all of
facilitate the HI community in daily life tasks, as well as these seven HI students went through a pre-test
in learning functions. Furthermore, Yaman et al. (2015), composed of 20 multiple choice questions. The 20-
in their study, emphasize on the design and minute pre-test was developed based on their previous
development of mobile storybook applications for HI science lesson. Later on, the treatment group of seven
children. Their study was focused on fostering HI HI students was instructed to begin their mobile
childrens reading comprehension in order to improve application learning journey for about 30 minutes in
their language and literacy skills. class. The treatment group was encouraged to access to
Many researchers have agreed that the HI their mobile applications after class, anytime, anywhere.
community needs technology, especially mobile phones, In next section of the science lesson, the
to facilitate them in communication and learning treatment group was given a post-test to evaluate their
functions (Cuhadar et .al, 2009; Liu, Han & Li, 2010; learning outcomes using the mobile application. The
Parton, Hancock & Dawson, 2010; Chien-Hsiou L et al., post-test paper was also composed of 20 multiple choice
2010; Wu & Xu, 2012; Michella & Claudia, 2014). questions based on what they had learned in the
Previous research has indicated that the demands of experiment. The HI students were then given a
mobile applications for HI students have increased. questionnaire consisting of Likert-type scale items to
However, mobile applications should fulfil the learning measure their acceptance and intention of using this
principles of HI students, so that they truly benefit their mobile application for learning science. The experiment
learning ability. procedure is illustrated in Figure 1.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 397
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Table 1a: Results of Pretest and Posttest

Students ID Pretest Posttest Diff


scores scores

A 4 7 3

B 5 10 5

C 4 5 1

D 3 4 1

E 7 10 3

F 6 8 2

G 8 14 6

Table 1b: Paired Samples Statistics

Std. Std. Error


Mean N
Deviation Mean

Post 8.29 7 3.402 1.286


Pre 5.29 7 1.799 .680
RESULTS AND ANALYSIS
Results of Pre-Test and Post-Test Meanwhile, HI students feedback from the
Overall, the results of the pre-test and post-test questionnaire results also demonstrates that they
demonstrate that there is significant difference between favoured using the mobile application to learn science.
the scores obtained with the post-test (M (mean) = 8.29, Overall, the mean for the six questions fell between the
SD (standard deviation) = 3.402) and the pre-test (M range of 4.00 and 5.00; indicating that the HI students
(mean) = 5.29, SD (standard deviation) = 1.799). The agreed that the implemented mobile application had
results of the pre-test and post-test are shown in Table 1. facilitated them in learning science. As a summary, the
In Table 1, both student C and D show increasing of 1 mean values and associated question are listed as
score, whereas student F shows increasing of 2 scores follows: Q1: M(mean)=4.00; Q2: M(mean)=4.29; Q3:
and following, both student A and E show increasing of M(mean)=4.43; Q4: M(mean)=4.29; Q5: M(mean)=
3 scores. Meanwhile student B and G show the greatest 4.14 and Q6: M(mean)=4.57. Table 2 below displays
increasing of scores with 5 scores and 6 scores. The the questionnaire results.
changes in scores indicated overall the HI students
cognition and knowledge has been increased. The
results exists strong evidence that the implementd
mobile application improved the hearing impaired post-
test scores, compared to the pre-test scores.

Table 2: Students Feedback/Questionnaire Results


No. Question/Statement M (Mean)
1. I am able to understand my teacher teaching, when I use mobile application. 4.00
2. I can understand the learning content and I gain the new knowledge. 4.29
3. I like the presentation in graphics, short texts and animation in mobile application. 4.43
Using mobile application, I found the learning is interesting and learning science is
4. 4.29
easier.
I like the mobile application and I repeat my learning after school using mobile
5. 4.14
application.
I hope my future learning in whatever subject, I can continue to use mobile
6. 4.57
application to help my study.
Note: The Likert-type scale:
Strongly Disagree = 1; Disagree =2; Neither Agree or Disagree = 3; Agree =4; and Strongly Agree = 5.
398 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

CONCLUSION Ismaili, J., & Ibrahimi, E. H. O. (2016). Mobile learning


This study aimed to investigate the advantages of as alternative to assistive technology devices for
mobile technology as an assistive technology tool in special needs students. Education and
facilitating HI students learning ability. A quasi- Information Technologies, 117.
experiment in one group of pre-test and post-test Doi:10.1007/s10639-015-9462-9.
approach was used in this study to investigate the Kegan .R (1982) The Evolving Self: Problem And
effectiveness of implementing a mobile application to Process In Human Development. Cambridge,
enhance HI students learning. The experiment had MA: Harvard University Press.
displayed the expected results, and demonstrates that the Marschark .M & Hauser .P.C (2012). How Deaf
mobile application indeed offered great help in HI Children Learn. New York: Oxford University
students learning, particularly in terms of their Press.
cognitive processes. The post-test scores demonstrated M.D. Jones., H. Hamilton., & J. Petmecky. (2015)
by the HI students indicated that there is a significant of Mobile Phone Access to a Sign Language
change in their cognitive process through the mobile Dictionary. ASSETS '15 Proceedings of the 17th
application. The change had enabled them to acquire International ACM SIGACCESS Conference on
new knowledge and to obtain better scores in the post- Computers & Accessibility. 331-332, October
test, compared with the scores of the pre-test. Hence, we 26-28, 2015, Lisbon,
can conclude that the mobile application successfully Portugal.http://dx.doi.org/10.1145/2700648.2811
enhanced their learning ability. On the other hand, the 364.
feedback by the HI students after the experiment also M. Hanafi, Hasnah .T, M. Safani Bari & Mashithah .K
implicate that the mobile application was acceptable in (2013). Perkembangan Akademik Dan Sosial
their learning, and that they would readily apply such an Murid-murid Bermasalah Pendengaran Dalam
application in their future learning. In conclusion, this Program Integrasi Pendidikan Khas Di Malaysia.
study demonstrated a significant impact on teachers to Seminar Hasil Penyelidikan, Kementerian
develop more innovative mobile applications to enhance Pengajian Tinggi 2013 Sains Sosial Dan
HI students learning ability. Kemanusiaan.
Michella .M-B., & Claudia .M.P. (2014). Technology
REFERENCES Use Among Adults Who Are Deaf and Hard of
Angela V. (2015). A Quasi-Experiment Examining Hearing: A National Survey. J. Deaf Stud. Deaf
Expressive And Receptive Vocabulary Educ. (2014) Doi: 10.1093/deafed/enu005, First
Knowledge Of Preschool Head Start Children published online: March 24, 2014.
Using Mobile Media Apps. PhD Thesis. Parton B.S., Hancock R., Dawson J. (2010) Augmented
University of Central Florida. Reality for Deaf Students: Can Mobile Devices
Azham, H., Nazeen, J., Fzailah, M.K., Normala .M. Make It Possible?. In: Forbrig P., Patern F.,
(2014). mFakih: Modelling Mobile Learning Mark Pejtersen A. (eds) Human-Computer
Game To Recite Quran For Deaf Children. Interaction. IFIP Advances in Information and
International Journal on Islamis Application in Communication Technology, vol 332. Springer,
Computer Science And Technology. Vol.2, Issue Berlin, Heidelberg
2, June 2014, 8-15. Shadish .W.R, Cook .T.D & Campbell .D.T (2012).
Chien-Hsiou Liu MS , Hsiao-Ping Chiu MS , Ching-Lin Experimental And Quasi-Experimental Designs
Hsieh PhD & Rong-Kwer Li PhD (2010) For Generalized Causal Inference. Boston:
Optimizing the Usability of Mobile Phones for Houghton Mufflin.
Individuals Who Are Deaf, Assistive Spencer .P.E & Marschark .M (2010). Evidence Based
Technology, 22:2, 115-127. Practice in Educating Deaf and Hard of Hearing
http://dx.doi.org/10.1080/10400435.2010.483649 Students. New York: Oxford University Press.
. Stern .D (1985). The Interpersonal World of the Infant.
Cuhadar .C, Odabas .H.F & Kusu .A (2009). M- Basic Books: Harper Collins.
Learning for Hearing Impaired Learners: Stoble .A (2012). The Natural Learning Styles of Deaf
Dimension of Evaluation. International Journal of Children. London: Wiley.
Education and Information Technology. 3(3), Wu X F & Xu J C (2010). Using Mobile Learning Way
179-186. to Support Learning of Deaf. 2010 @nd
International Conference on Education
Technology and Computer (ICETC) V2, 460-
462.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 399
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Yaman, F., Dnmez, O., Karasu, H.P., Avc, E., Yong Liu, Shengnan Han, Hongxiu Li, (2010)
Kabak Yurdakul, I., ahin, Y.L. & Akay, E. Understanding The Factors Driving m Learning
(2015). Design and Development Studies of a Adoption: A Literature Review, Campus-Wide
Mobile Application for Hearing-impaired Information Systems, Vol. 27 Iss: 4, pp.210
Childrens Literacy Instruction. In D. Rutledge & 226
D. Slykhuis (Eds.), Proceedings of Society for http://dx.doi.org/10.1108/10650741011073761
Information Technology & Teacher Education
International Conference 2015 (pp. 3018-3020).
Chesapeake, VA: Association for the
Advancement of Computing in Education
(AACE). Retrieved December 16, 2016 from
https://www.learntechlib.org/p/150527.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

POP UP AUGMENTED REALITY SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA


PEMBELAJARAN SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH DASAR
(Pop Up Augmented Reality As An Alternative Instructional Media
For Students With Special Need In Primary School)

Moh. Arief Nazaruddina, Moh. Efendib

a
Universitas Brawijaya, bUniversitas Negeri Malang
E-mail : efendi.plb@gmail.com

Abstrak: Di era perkembangan digital yang semakin pesat, maka segala kebutuhan yang di inginkan oleh
manusia, seperti hiburan, pendidikan, dan lain-lain dapat dipenuhi lewat perangkat teknologi. Teknologi
sebagai hasil dari evolusi ilmu pengetahuan pada saat ini semakin berkembang seiring dengan
berjalannya waktu. Pop Up Augmented Reality sebagai produk dari teknologi yang semula diproduksi
untuk memenuhi perangkat yang bersifat rekreatif, ternyata dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus. Dengan karakteristiknya yang semula sebagai gambar dua
dimensi yang bermetamorfose ke media tiga dimensi, selanjutnya menjadi media pandang gerak dengan
bantuan fitur yang tersedia pada gadget.
Kata kunci : Pop Up, Augmented Reality, Media Pembelajaran, Siswa Berkebutuhan Khusus

Abstract: In the era of digital development is rapidly increasing, then all the needs desired by humans,
such as entertainment, education, and others can be met through technological devices. Technology as a
result of the evolution of science at the moment is growing over time. Pop Up Augmented Reality as a
product of the technology that was originally manufactured to meet the device that are recreational, can
be utilized as a medium of learning in children with special needs. With the original characteristics as
metamorfose two-dimensional images into three-dimensional media, and then are AVA media with the aid
of the features available in the gadget.
Keyword: Pop Up, Augmented Reality, Instructional Media, Students Special Need

PENDAHULUAN Upaya untuk memberdayakan anak didik


Kehadiran anak berketuhan khusus di manapun, berkebutuhan khusus melalui pendidikan memang
senantiasa menimbulkan permasalahan tersendiri terkait memerlukan biaya yang tidak murah, karena tiap jenis
dengan dampak dari kondisi keterbatasan anak, layanan kelainan membutuhkan perangkat pendidikan yang
pendidikan untuk pengembangan diri, serta lingkungan berbeda. Oleh sebab itu, di kalangan para birokrat
tempat tinggal dan sekolahnya. Apapun pendidikan kerapkali muncul pemikiran kontraproduktif
permaslahannya, dengan pemberian layanan pendidikan jika menyinggung masalah biaya pendidikan anak
khusus yang relevan dengan kebutuhannya, maka berkebutuhan khusus. Pemikiran yang dimaksud, yaitu
potensi yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus biaya yang dikeluarkan untuk pemberdayaan anak
kelak diharapkan dapat berkembang secara maksimum, penyandang kebutuhan khusus nilainya tidak sebanding
" who deviates from the average or normal child in dengan kontribusi produktivitas yang dihasilkan.
mental, physical, or social characteristics to such an Apapun kendalanya, sebagai bangsa yang
extent that he requires a modification of school bermartabat harus senantiasa memberikan kesempatan
practices, or special educational servives in order to pada anak berkebutuhan khusus unruk mendapatkan
develop to his maximum capacity" (Hallahan & layanan pendidikan yang berkualitas. Harapannya kelak
Kauffman, 2006; Kirk et.al. 2009). anak berkebutuhan khusus dapat menerima kondisinya,
Amanat anak berkebutuhan khusus untuk dapat melakukan sosialisasi dengan baik, mampu
memperoleh layanan pendidikan bagi ditetapkan dalam berjuang sesuai dengan kemampuannya, memiliki
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem keterampilan yang sangat dibutuhkan, menyadari
Pendidikan Nasional pasal 32 disebutkan bahwa: sebagai warga negara dan anggota masyarakat
Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan (Depdiknas, 2006), serta dapat berkontribusi sebagai
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat modal pembangunan bangsa, dan bukan
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena sebaliknya.Untuk investasi jangka panjang dengan
kelainan fisik, emosional, mental, sosial. lahirnya para penyandang cacat yang terdidik dan
Implikasinya, bahwa anak berkebutuhan khusus perlu trampil, secara tidak langsung dapat mengurangi
memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang biaya pos perawatan dan pelayanan kebutuhan sehari-
diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal hari (Efendi, 1999). Di samping itu ada efek
pendidikan dan pengajaran. psikologis, yaitu tumbuhnya motif berprestasi dan

401
402 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

meningkatnya harga diri anak berkebutuhan khusus, PEMBAHASAN


yang nilainya jauh lebih penting yang dapat melebihi a. Fenomena buku pop up augmented reality
nilai ekonomi. Kondisi yang konstruktif ini dapat . Seiring dengan revolusi bidang teknologi
memperkuat pembentukan konsep diri anak informasi dan komunikasi pada tahun-tahun terakhir,
berkebutuhan khusus. melahirkan perangkat-perangkat baru yang muncul
Untuk memberikan layanan pendidikan secara dalam kurun waktu tersebut, baik yang berfungsi
berkualitas pada anak berkebutuhan khusus dalam sebagai media edukasi maupun hiburan untuk anak-
rangka pengembangan dirinya, diperlukan diperlukan anak. Salah satu contoh konkrit yang tidak bisa
strategi dan sarana yang relevan dengan karakteristik dilepaskan dari kehidupan anak-anak zaman sekarang
anak berkebutuhan khusus. Dalam hal ini, termasuk sebagai wujud dari revolusi ilmu pengetahuan yakni
pemanfaatan media pembelajaran sebagai tool gadget atau gawai. Sebagai perangkat pintar banyak hal
berinteraksi secara efektif dan efisien antara guru yang bisa diperoleh dari explorasi terhadap gadget.
pendidikan khsusus dengan anak berkebutuhan khusus. Mulai dari hiburan hingga informasi-informasi penting
Menurut Kemp (1975) berdasarkan hasil penelitiannya seputar lingkungan. Diantara fitur-fitur yang tersedia
menunjukkan dampak positif dari penggunaan media pada gadget, fitur hiburan seperti games sangat
sebagai bahan integral dalam komunikasi dan mendominasi, sedangkan fitur yang memiliki unsur
pembelajaran, antara lain: (1) penyampaian pesan edukasi masih minim. Yang perlu diwaspadai, bahwa
menjadi lebih baku. (2) pembelajaran menjadi lebih pemakaian gadget berlebihan akan memberikan efek
menarik, karena kejelasan dan keruntutan pesan, daya kecanduan (addicted). Oleh karena itu, peran orang tua
tarik, image yang berubah-rubah dan penggunaan efek dalam mengawasi dan membatasi pemakaiannya
khusus yang menimbulkan motivasi dan minat, (3) mutlak diperlukan.
pembelajaran menjadi lebih interaktif, (4) Waktu Hasil penelitian di beberapa negara maju
pembelajaran menjadi lebih efektif, (5) kualitas hasil menunjukkan bahwa permainan console dan
belajar dapat ditingkatkan. (6) pengajaran dapat gadget games berkorelasi positif terhadap
diberikan kapan saja dan dimana saja, (7) sifat positif berkembangnya sikap, perasaan, dan pikiran anak yang
siswa terhadap proses belajar dapat ditingkatkan. (8) kecanduan akan mengarah kepada karakter yang agresif
peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif serta dapat membahayakan orang lain di sekitarnya
(Sadiman, 2007). (American Psychological Association, 2011). Beberapa
Buku Pop Up Augmented Reality sebagai produk kasus kekerasan, termasuk kasus penembakan massal
dari teknologi yang semula diproduksi untuk memenuhi oleh remaja di Amerika Serikat pun sering dikait-
perangkat yang bersifat rekreatif, ternyata dapat kaitkan dengan dampak kecanduan yang diakibatkan
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran pada anak oleh console dan gadget games.
berkebutuhan khusus. Bila kita mencermati fasilitas yang tersedia pada
Dilihat dari sisi teknis dan visualnya yakni buku pop up gadget, ternyata banyak ruang yang pada perngkat
augmented reality sebagai bahan edukasi yang cukup tersebut, selain bisa digunakan sebagai media hiburan
revolusioner, mempunyai kelebihan menonjolkan juga sekaligus sebagai media pembelajaran, seperti
kesan yang ingin disampaikan dalam sebuah cerita yang munculnya kebiasaan membaca buku. Karena melalui
membuat pembaca terlarut secara emosinal. Karena membaca buku akan banyak manfaat yang diperoleh
pembaca merasa dapat berinteraksi dengan objek cerita, anak-anak. Atas dasar itulah, sebagai media hiburan ada
pembaca seolah seperti menjadi bagian dari hal yang baiknya jika konten yang terkandung didalamnya bisa
menakjubkan tersebut, karena mereka merasa memiliki dijadikan bahan edukasi untuk meningkatkan
peran ketika mereka membuka halaman buku (Sabuda, kecerdasan anak, dengan cara mengemas buku tersebut
2005). seunik mungkin, sehingga isi informasi yang disajikan
Berangkat dari pemikiran tersebut, berikut ini mudah dicerna oleh anak.
akan dipaparkan secara eksplisit esensi penyajian buku Berangkat dari kondisi inilah teknologi
pop up augmented reality untuk mengisi celah bahan Augmented Reality berpotensi untuk diaplikasikan dan
belajar yang menarik, inovatif dan modern bagi anak- digabungkan dengan buku pop-up papperfold.
anak pada anak berkebutuhan khusus atau anak normal Augmented Reality sebagai rekayasa teknologi
lainnya pada jenjang sekolah dasar. Karena rata-rata berupaya menggabungkan benda maya dua dimensi dan
buku sejenis (cerita atau ensiklopedia) yang beredar ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan
hanya menyajikan flat visual dan memberikan nyata tiga dimensi, selanjutnya memproyeksikan benda-
informasi semata, tanpa menonjolkan sisi interaktif benda maya tersebut dalam waktu nyata. Augmented
terhadap pembacanya. reality banyak digunakan dalam dunia kesehatan,
militer, edukasi, navigasi, dan industri. Hal itu dapat
dilihat dari perkembangan industri augmented reality di
Amerika antara tahun 2008 hingga 2010. Pada kurun
waktu tersebut, penggunaan aplikasi teknologi
Augmented Reality untuk masyarakat di Amerika Utara
telah bertumbuh secara signifikan (Brigis & Alvis,
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 403
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

2010). beberapa bagian ada yang dapat mengeluarkan bunyi.


Rekayasa teknologi tersebut dapat disajikan ke Hal-hal seperti inilah yang membuat ceritan yang
dalam buku ensiklopedia. Buku ensiklopedia yang disajikan lebih menyenangkan dan menarik untuk
didesain pop-up dalam banyak hal sangat menarik bagi dinikmati. Fakta lain yang membuat buku pop up
pembacanya, khususnya di kalangan anak-anak. Untuk menjadi menarik dan berbeda dari buku cerita dengan
itu melalui rekayasa teknologi tersebut buku illustrasi biasa, pop up akan memberikan kejutan-
ensiklopedia yang didesain pop-up dan dikombinasikan kejutan dalam setiap halamannya serta dapat
dengan media augmented reality diharapkan dapat mengundang ketakjuban ketika halamannya dibuka.
menjadi bacaan favorit anak-anak layaknya buku cerita Buku pop up mempunyai kemampuan untuk
dongeng, cerita fabel, dan lain-lainnya. Dalam konteks memperkuat kesan yang ingin disampaikan dalam
ini, setiap cerita yang akan disajikan dalam produk ini sebuah cerita, sehingga nuansa dapat lebih terasa.
perlu mempertimbangkan audience yang dituju. Tampilan visual yang berdimensi membuat cerita
Penggabungan karakter realis dan kartu yang pasti akan semakin terasa nyata, terlebih lagi ditambah dengan
meningkatkan daya tarik anak untuk membaca buku, kejutan yang diberikan dalam setiap halamannya.
sebab penggambaran karakter ceritera dibuat semirealis Gambar yang tersaji dapat secara tiba-tiba muncul dari
atau gambar kartun yang mendekati gambar aslinya, balik halaman atau sebuah bangunan dapat berdiri
tentu saja produk ini berbeda dengan cerita-cerita megah ditengah-tengah halaman. Dengan cara
dongeng lainnya. Contoh produk ensiklopedia binatang visualisasi ini, kesan yang ingin ditampilkan dapat lebih
prasejarah format dwibahasa yang pernah dibuat dalam tersampaikan (Online; www.robertsabuda.com).
bentuk buku pop-up papperfold augmented reality
sangat mengutamakan objek yang detail, sehingga c. Unsur Visual Buku Pop Up
informasi yang disampaikan lebih akurat, serta tanpa Ilustrasi. Dalam konteks ini Ilustrasi adalah
meninggalkan ciri-ciri yang di sukai anak yaitu kartun gambar yang dihadirkan untuk memperjelas sesuatu
(Nazaruddin, 2015). yang bersifat tekstual. Jadi, illustrasi adalah hasil
Berangkat dari berbagai pemikiran di atas, buku
visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik drawing,
pop-up Augmented Reality dengan desain karakter, isi
dan layout yang menarik ini diharapkan mampu lukisan, fotografi, atau teknik seni rupa lainnya yang
menarik minat anak-anak dalam membaca dan belajar, lebih menekankan hubungan dengan tulisan (Online)
baik dalam menangkap informasi yang tersedia maupun (http://www.phaidon.com). Pemaknaan illustrasi yang
sebagai wahana memperluas pengetahuan mereka dalam terus berkembang dari masa ke masa, menempatkan
berbahasa Inggris. Terkait dengan rekayasa ini, fungsi ilustrasi untuk memperjelas sebuah teks atau
beberapa peneliti berpendapat bahwa anakanak bahkan memberi sentuhan dekorasi pada lembar-lembar
(termasuk anak berkebutuhan khusus) akan lebih suka
teks, serta memberi gambaran bahwa gambar (ilustrasi)
dan tertarik untuk membaca sebuah cerita selama cerita
itu dikemas semenarik mungkin (Diantina, 2004:34). adalah pelengkap teks. Keberadaan gambar itu sendiri
adalah wahana untuk mengantarkan pemahaman secara
b. Buku Pop Up lebih utuh dari sebuah teks. Seorang Illustrator
Buku Pop-up adalah sebuah buku yang memiliki menuangkan karyanya harus dapat memahami isi teks
unsur 3 dimensi dan dapat bergerak dengan sudut dan kemudian mengilustrasikannya dalam bentuk
pandang yang bervariasi bila dibuka, serta memiliki gambar. Atas dasar itulah, fungsi illustrasi ini kemudian
elemen yang dapat digerak gerakan oleh pembaca. Pola berkembang dan mulai bergeser pada abad ke-19 di
pembuatan pop-up bisa disebut dengan paper
Perancis. Illustrasi tidak hanya menjadi bagian atau
engineering, tentu saja hal tersebut berbeda dengan
buku biasa yang disebut paper making. Dalam bahasa pelengkap sebuah buku, tetapi menjadi sesuatu yang
Jepang paper making biasanya dikenal dengan istilah sifatnya lebih dominan. Dalam konteks ini ilustrasi
Origami. Paper making secara prinsip tidak berbeda sudah tidak semata-mata hanya berfungsi sebagai
dengan pop-up, karena pop up dan origami sama sama penjelas teks, akan tetapi sebagai teks (visual) yang
menggunakan pembuatan illustrasi gambar yang dapat berdiri sendiri. Ilustrasi tidak hanya sebagai perantara
bergerak dan membuat efek tiga dimensi untuk
dari penulis kepada pembacanya, melainkan posisi
mendukung sebuah cerita (Hanavi, 2008:45).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa ilustrator dapat berperan sebagai author itu sendiri. Di
pengertian dari buku pop-up adalah buku yang memiliki sinilah Ilustrasi menemukan otonominya sendiri. Dalam
ilustrasi berwujud 3D sehingga menimbulkan kesan buku cerita, fungsi illustrasi bertindak sebagai penjelas
dapat berdiri serta dapat digerakkan oleh pembaca. dari teks, sehingga cerita menjadi lebih mudah
Buku pop up dapat memberikan visualisasi tersampaikan. Illustrasi berfungsi menggambarkan
cerita yang lebih menarik. Mulai dari tampilan gambar karakter dalam cerita, menggambarkan tahapan-tahapan
yang terlihat lebih memiliki dimensi, gambar yang
cerita, mengkomunikasikan cerita, dan menghilangkan
dapat bergerak ketika halamannya dibuka atau
bagiannya digeser, bagian yang dapat berubah bentuk, rasa bosan. (Online) (http://dgiindonesia.com).
memiliki tekstur seperti benda aslinya, bahkan
404 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Tipografi. Huruf merupakan bagian terkecil dari


struktur bahasa tulis dan merupakan elemen dasar untuk
membangun sebuah kata atau kalimat. Rangkaian huruf
dalam sebuah kata atau kalimat bukan saja dapat
memberikan suatu makna yang mengacu kepada sebuah
obyek ataupun gagasan, akan tetapi juga memiliki
kemampuan untuk menyuarakan suatu citra ataupun
kesan secara visual. Huruf memiliki nilai fungsional dan
nilai estetik. Pengetahuan mengenai huruf dapat
dipelajari dalam sebuah disiplin seni yang disebut Gambar .3 Buku Pop Up Hantu Lucu
tipografi. Jika dicermati secara seksama, ternyata (Sumber: Hantu Lucu Erlangga for Kids)
terdapat banyak sekali jenis font dalam tipografi.
Masing-masing jenis font tersebut memiliki kesan
tersendiri. Tipografi merupakan konsep abstrak, seperti
halnya musik. Dengan mendengarkan sebuah lagu,
dapat dirangkum sebuah karakteristik, kesan, suasana
hati, ataupun atmosfir lain di dalamnya seperti perasaan
gembira, sedih, optimis, tentram, romantis. Intepretasi
tersebut didapatkan pula pada tipografi (Sihombing,
2003). Teknik membuat buku pop-up ada bermacam-
macam, beberapa diantaranya: pop-ups, Gambar Buku Pop Up Ibadah Shalat dan Doa
transformations, tunnel books, volvelles, flaps, pull- (Sumber: http://www.munyie.com)
tabs, pop-outs, pull-downs, dan sebagainya.
Buku pop up yang beredar dipasaran saat ini, d. Augmented Reality
yang secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua Augmented reality adalah teknologi yang
kelompok, yaitu: buku pop up cerita dan buku pop up menggabungkan benda maya dua dimensi dan ataupun
sebagai media pembelajaran. tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga
dimensi, selanjutnya memproyeksikan benda-benda
maya tersebut dalam waktu nyata. Tidak seperti realitas
maya yang sepenuhnya menggantikan kenyataan,
namun augmented reality hanya menambahkan atau
melengkapi kenyataan. Benda-benda maya
menampilkan informasi yang tidak dapat diterima oleh
pengguna dengan inderanya sendiri. Hal ini membuat
augmented reality sesuai sebagai alat untuk membantu
persepsi dan interaksi penggunanya dengan dunia nyata.
Informasi yang ditampilkan oleh benda maya membantu
pengguna melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam dunia
Gambar .1 Buku Pop Up Dongeng nyata. Selain itu kini augmented reality sudah bisa
(Sumber: Dongeng Erlangga for Kids) diakses dan dimodifikasi sedemikian rupa, agar bisa
dinikmati oleh masyarakat umum. Meskipun demikian,
dalam kenyataanya masih banyak orang yang belum
paham dan tahu apa itu augmented reality. Padahal
augmented reality adalah teknologi yang dapat
menjembatani antara manusia dengan objek, sehingga
terlihat lebih interaktif serta membantu kehidupan
manusia dengan inovasi yang selalu ada di dalamnya.
Laju perkembangan teknologi ini melesat cepat antara
tahun 2008 dan 2010. Setidaknya pada kurun waktu
tersebut penggunaan aplikasi teknologi augmented
Gambar.2 Buku Pop Up Bermain Angka reality pada masyarakat di Amerika Utara telah
(Sumber: Bermain Angka Erlangga for Kids) bertumbuh secara signifikan (Brigis, 2010).
Sebagai sebuah perangkat cerdas, teknologi
augmented reality memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan utama augmented reality adalah
pengembangannya yang lebih mudah dan murah
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 405
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

sehingga augmented reality merebak secara cepat di mengetahui dari sudut pandang apa yang menarik citra
berbagai bidang. Kelebihan lainnya dari augmented virtual, dalam aplikasinya harus tahu di mana pengguna
reality yaitu dapat diimplementasikan secara luas dalam mencari dunia nyata. Atas dasr itulah, terlepas dari plus-
berbagai media. Kesan canggih akan teknologi digital minus keberadaan teknologi tersebut, sebagai
juga mewarnai dalam pengaplikasian augmented reality. masyarakat yang hidup di era digital saat ini harus
Namun demikian, salah satu kesulitan utama dalam memahami dan mengetahui penggunaan augmented
mengembangkan aplikasi augmented reality yakni reality.
masalah pelacakan sudut pandang pengguna. Untuk
Augmented reality sendiri sebagai hasil karya dari perkembangan pemikiran manusia dalam menciptakan suatu
teknologi baru, ternyata dapat pula memberikan pengaruh positif dalam penggunaanya.

Diagram Sistematika perancangan Augmented Reality

Augmented reality secara spesifik dapat persepsi, sekuensial (tata urutan kerja), pengalaman,
diaplikasikan untuk semua indera, termasuk berpikir, belajar, asosiasi, dan afeksi. Kedelapan aspek
pendengaran, sentuhan, dan penciuman. Selain tersebut bekerja secara bersamaan saat seseorang
digunakan dalam bidang-bidang seperti kesehatan, melakukan aktivitas membaca. Sesungguhnya otak anak
militer, industri manufaktur, augmented reality juga mempunyai kapasitas yang sangat luas. Otak kita
telah diaplikasikan dalam perangkat-perangkat yang memiliki sekitar seratus miliar sel otak. Ini sama dengan
banyak digunakan orang secara massal, seperti telepon dua puluh kali lipat seluruh penduduk dunia.
genggam. Penggunaan augmented reality banyak Kemampuan otak yang sangat tinggi tersebut menjadi
diaplikasikan di berbagai bidang kehidupan. Sehingga tidak berfungsi, manakala kita tidak
ada kesan pada pengguna, bahwa mereka merasa tidak mengembangkannya. Sel-sel otak akan terjadi saling
ada perbedaan augmented reality dengan apa yang berhubungan satu sama lain (membentuk koneksi)
mereka rasakan/lihat di dunia nyata. Sebab dengan jikalau otak kita gunakan untuk berpikir. Oleh karena
hadirnya augmented reality, lingkungan nyata yang ada itu, ketika anak-anak sedang membaca berarti anak-
di sekitar kita dapat berinteraksi langsung tanpa batas anak tersebut sedang menggunakan otaknya untuk
ruang dan waktu. Informasi tentang objek dan berpikir dan membuat sel-sel di otaknya untuk saling
lingkungan di sekitar kita dapat ditambahkan ke dalam terkoneksi. Dengan kata lain, semakin sering anak
system informasi augmented reality kemudian objek membaca buku maka semakin banyak sel otak yang
dan informasi itu dapat diimplementasikan secara real terkoneksi. Sel-sel otak yang terkoneksi inilah yang
time. . membuat anak menjadi cerdas.
Pada dasarnya anak-anak memiliki kemampuan
e. Implikasi Dalam Kehidupan Anak belajar yang sangat tinggi. Mereka mudah sekali
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian mempelajari sesuatu yang baru. Ketika anak-anak kita
sebelumnya, bahwa target pemanfaatan bahan ajar masih berusia balita (bawah tiga tahun), mereka dengan
dalam bentuk buku pop up augmented reality mudahnya meniru perilaku-perilaku yang mereka lihat
meningkatkan minat baca anak berkebutuhan khusus di lingkungan tempat mereka tinggal. Hal ini terjadi
lewat tampilan yang menarik dan menyenangkan. Sebab karena perkembangan otak paling pesat terjadi pada
membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi dari rentang usia 0-6 tahun. Pada saat anak telahir di dunia
otak manusia. Dapat dikatakan bahwa semua proses ini, diketahui pertumbuhan otaknya sudah 25%, dan
belajar didasarkan pada kemampuan membaca. ketika mereka berusia 18 bulan sudah mencapai 50%.
Aktivitas membaca tidak hanya menyangkut proses Pada saat mereka berusia 6 tahun pertumbuhan otak
membaca, tetapi setiap aspek yang ada selama proses anak mencapai 90%, dan mencapai ukuran maksimal
membaca juga bekerja dengan sangat kompleks. ketika berusia 18 tahun (100%). Pertumbuhan otak ini
Setidaknya ada 8 aspek yang bekerja saat seseorang berjalan seiring dengan perkembangan intelektual anak.
melakukan aktivitas membaca, yaitu aspek sensori, 50% kemampuan intelektual anak berkembang saat lahir
406 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

sampai umur 4 tahun, dan menurun menjadi 30% dalam DAFTAR PUSTAKA
rentang usia 4 sampai 8 tahun, dan ketika mereka Depdiknas (2006). Program Direktorat Pembinaan
berusia 8 sampai 18 tahun semakin menurun menjadi Sekolah Luar Biasa. Jakarta: Direktorat
20%. Alangkah ruginya jika usia-usia emas (golden PSLB
age) seorang anak berlalu begitu saja tanpa Brigis, A. (2010) Augmented Reality Pop-Up Books for
mendapatkan sesuatu yang berarti. Padahal membentuk the Kids. (December 01, 2008).
kebiasaan di usia ini jauh lebih mudah dibanding usia http://memebox.com/futureblogger/show/1363-
sesudahnya. Banyak manfaat yang diperoleh, manakala augmented-reality-pop-up-books-for-the-kid.
anak senang membaca buku sejak usia mereka masih Diantina, R. (2004). Belajar. Jakarta: Gramedia
sangat muda. Pustaka.
Efendi, M. (1999). Peranserta Pendidikan Luar Sekolah
PENUTUP Dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia
Kesimpulan Penyyandang Cacat Melalui Pemberdayaan
Anak berkebutuhan khusus dengan segala Kemandirian, VISI, Jakarta: Dirjen Diklusepora
keterbatasannya perlu media belajar yang dapat Efendi, M. (2008). Pengantar Psikopedagogik Anak
membantu dalam interkasi belajar pengetahuan, sikap Berkebutuhan khusus. Jakarta: Bumi Aksara.
dan keterampilan. Hadirnya perangakat media dalam Hallahan, D.P. & Kaufman, J.M. (2006). Exceptional
bentuk buku pop up augmentend reality dengan segala learners: An introduction to special education
kelebihannya dimungkinkan dapat meningkatkan (10th ed.). Boston: Allyn and Bacon.
kinerja otak secara optimal lewat kegiatan membaca. Kirk, S. A., Gallagher, J.J., Coleman, M.R., Anastasiow,
Melelui membaca anak berkebutuhan khusus dapat N. (2009). Educating Exceptional Children.
mengembangkan selective attention (perhatian selektif), Boston: Houghton Mifflin Harcourt Publishing
sehingga otak hanya memproses informasi yang secara Company.
sengaja dicerna. Sebab seseorang hanya mampu Hanavi, L. (2008). Perancangan Grafis Media Pop Up
menikmati bacaan dan menyerap informasi dengan baik untuk Pembelajaran Anak . Surabaya: PPs UK
hanya apabila otak dalam keadaan efektif mengelola Petra
informasi atau berkonsentrasi. Sabuda, R. (2005). Winters Tale: An Original Pop-up
Journey. New York: Little Simon
Saran Sihombing, D. (2003). Tipografi Dalam Desain Grafis.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal atas Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
pemanfaatan perangakat media dalam bentuk buku pop http://mashable.com/category/augmented-reality/diakses
up augmentend reality dengan segala kelebihannya pada 12 November 2014
anak berkebutuhan khusus, disarankan dalam http://www.it-jurnal.com/2014/05/Pengrtian-
implementasinya perlu pendampingan guru pendidikan Augmented-Reality-AR.htmldiakses 12
khusus yang terlatih dalam pemanfaatan teknologi November 2014
informasi dan komunikasi, khususnya penguasaan Nazaruddin, M.A (2015). Perancangan Buku
gadget. Ensiklopediapop Up Augmented Realityhewan
Prasejarah Untuk Anak Usia Sekolah Dasar.
Bandung: Institut Teknologi Bandung
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PENGGUNAAN FUN STICK DALAM KEMAHIRAN MENGEJA SUKU KATA


KVKV MURID MASALAH PENDENGARAN SEKOLAH RENDAH.
(The Effectiveness Of Fun Stick In Improving The Spelling Skill Of Words With The KVKV
Patterns For Primary School Hearing Impared Students)

Muhammad Haikal Mohd Amina, Anita Sapura Shaarib, Mas Samah Lakimc
abc
Institut Pendidikan Guru Kampus Ilmu Khas, Kuala Lumpur, Malaysia
E-mail : muhammadhaikalamin@gmail.com

Abstrak: Penyelidikan tindakan ini dijalankan untuk meningkatkan kemahiran mengeja perkataan KVKV
dalam kalangan murid masalah pendengaran menggunakan fun stick. Peserta kajian terdiri daripada empat
orang murid Tahun Pengukuhan. Pengumpulan data awal yang diperoleh mendapati mereka lemah dalam
mengeja perkataan KVKV disebabkan kesukaran menguasai aspek tatabahasa Bahasa Malaysia. Fokus kajian
adalah untuk memastikan peserta kajian dapat mengeja perkataan KVKV menggunakan fun stick.
Pelaksanaan pengumpulan data awal adalah melalui ujian diagnostik, temu bual dan analisiss dokumen. Hasil
daripada analisis pengumpulan data awal menunjukkan bahawa keempat-empat peserta kajian amat lemah
dalam mengeja perkataan KVKV. Oleh itu, penggunaan fun stick bertujuan untuk membantu meningkatkan
kemahiran mengeja perkataan tersebut. Kajian ini menggunakan tiga jenis kaedah pengumpulan data iaitu
ujian, temu bual dan analisis dokumen. Hasil analisis data menunjukkan bahawa peserta kajian mendapat
markah yang tinggi dalam ujian pasca berbanding ujian pra. Tiga orang peserta kajian berjaya memperoleh
keputusan ujian pasca yang tinggi dan mencapai gred tertinggi A selepas tindakan diberikan manakala
seorang peserta kajian mencapai gred B. Hasil temu bual bersama guru Bahasa Malaysia pula menunjukkan
perubahan tingkah laku yang positif ke atas peserta kajian selepas tindakan dijalankan. Dapatan analisis
dokumen menunjukkan berlakunya peningkatan dalam kemahiran mengeja perkataan KVKV setelah
melaksanakan tindakan. Dalam kajian seterusnya, pengkaji bercadang untuk meluaskan skop penggunaan fun
stick dengan mengintegrasikan ICT dalam pengajaran dan pembelajaran mengeja perkataan Bahasa Malaysia.
Hal ini adalah untuk memberi lebih banyak peluang kepada peserta kajian untuk mempelajari kemahiran
mengeja perkataan melalui pembelajaran yang menyeronokkan.
Kata kunci: kemahiran mengeja, suku kata KVKV, fun stick

Abstract: This action research was conducted to enhance the spelling skill of words with the KVKV patterns
among the hearing impaired pupils through the usage of fun stick. The research participants consisted of 4
pupils from the Enrichment Group. Through the initial data gathering, it was found that the participants were
weak in spelling word with the KVKV patterns due to the difficulty in mastering the grammar aspects of
Bahasa Malaysia. The focus of this research was to ensure the participants were able to spell words with the
KVKV patterns by using fun stick. Initial data gathering were conducted through the diagnostic tests,
interview and document analysis methods. Through the analysis of the initial data gathered, it was found that
all participants were still very weak in spelling words with the KVKV patterns. Thus, the usage of fun stick
was to help enhancing that particular spelling skill among them. The data gathering methods used in this
research were the tests, interview and documents analysis methods. The data analysis showed that
participants scored higher marks in the post-tests than the pre-tests. Three participants scored an A after the
intervention whereas one scored a B. Through the interview with a Bahasa Malaysia teacher, it was found
that there was a positive behavioral change among the participants after the intervention. The documents
analysis showed that there was an enhancement in the skill of spelling words with the KVKV patterns after
the intervention. Suggestions for improvements for further research are expanding the uses of the fun stick
with the integration of the ICT in teaching and learning of words spelling skills in Bahasa Malaysia. This is
to give more chances to the participants to learn spelling skills in an enjoyable and fun manner.
Keywords : spelling skill, KVKV patterns, fun stick

PENDAHULUAN Menurut Safani Bari, (2007), mempelajari subjek


Pengkaji merupakan siswa pendidik tahun akhir Bahasa Malaysia bukanlah mudah terutamanya bagi
Program Ijazah Sarjana Muda Perguruan (PISMP) murid masalah pendengaran kerana mereka mengalami
Ambilan Januari 2013 dalam pengkhususan Pendidikan kerosakan pada deria pendengaran mereka. Menurut Siti
Khas Masalah Pendengaran di Institut Pendidikan Guru Hajar Abdul Aziz (2009), kemahiran mendengar dan
Kampus Ilmu Khas. Kajian ini dijalankan adalah bertutur mesti mendahului kemahiran membaca dan
berkenaan dengan meningkatkan kemahiran mengeja menulis. Hal ini menyebabkan murid masalah
perkataan bersuku kata KVKV murid bermasalah pendengaran mengalami kesukaran dalam kemahiran
pendengaran tahun pengukuhan dengan menggunakan mengeja kerana mereka tidak dapat mendengar dan
Fun Stick. bertutur.

407
408 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Oleh itu, kajian tindakan yang pengkaji


lakukan adalah berfokuskan kepada meningkatkan
kemahiran mengeja perkataan KVKV dalam
kalangan murid masalah pendengaran Tahun
Pengukuhan menggunakan fun stick. Kajian ini
dijalankan dengan mengumpul dan mentadbir data
melalui ujian diagnostik, temu bual bersama guru
dan juga menganalisis dokumen seperti buku latihan
dan lembaran kerja peserta kajian. Penggunaan fun
stick telah memudahkan lagi murid untuk
memahami dan mengingat isyarat dan ejaan
perkataan KVKV dalam sesi pembelajaran yang
menyeronokkan.

METADOLOGI
Peserta kajian pengkaji adalah murid Tahun
Pengukuhan sekolah pendidikan khas masalah
pendengaran. Kajian ini melibatkan 3 orang peserta
kajian perempuan berbangsa Melayu (PK1, PK2, Kajian ini dilaksanakan semasa PdP sebanyak
PK3) dan seorang peserta kajian perempuan tiga kali sesi pembelajaran. Pada langkah pertama
berbangsa Cina (PK4). Mereka mempunyai masalah pengajaran, pengkaji menunjukkan empat fun stick
dalam kemahiran mengeja perkataan Bahasa gambar objek dan empat fun stick perkataan KVKV
Malaysia bersuku kata KVKV kerana pengetahuan menggunakan peta minda. Peserta kajian dibimbing
asas mereka hanyalah mengenal abjad sahaja. oleh pengkaji untuk mengisyaratkan gambar yang
Mereka mempunyai tahap kehilangan pendengaran dilihat. Kemudian, peserta kajian diminta untuk
yang teruk dan kesemuanya memakai alat bantu mengeja perkataan tersebut. Langkah kedua,
dengar (ABD). pengkaji menjalankan aktiviti memadankan gambar
Kajian ini berfokus kepada kemahiran dengan perkataaan menggunakan fun stick. Peserta
mengeja perkataan dua suku kata KVKV kerana kajian diminta untuk memadankan fun stick
pengkaji melihat kepada kepentingan kemahiran perkataan KVKV dengan fun stick gambar yang
mengeja dalam penulisan Bahasa Malaysia. betul. Langkah ketiga, peserta kajian diminta
Pengkaji berpendapat sekiranya masalah ini tidak mencucuk fun stick yang mempunyai pecahan suku
diatasi, ianya akan menjadi kebiasaan kepada murid kata di atas papan polistren dengan padanan ejaan
masalah pendengaran dan perkara ini akan menjadi yang betul. Sebagai contoh, fun stick suku kata bu
masalah yang lebih serius dalam kemahiran perlu dicantumkan dengan fun stick suku kata ku
penulisan. untuk membentuk perkataan KVKV buku.
Pengkaji menjalankan kajian ini dengan Kemudian, peserta kajian diminta untuk mencucuk
melihat situasi masalah murid dan juga kemampuan fun stick gambar isyarat perkataan yang dieja.
dan kebolehan pengetahuan pengkaji. Kajian yang Langkah keempat, pengkaji telah menyediakan
dijalankan ini juga berlaku dalam skop masa yang lembaran kerja yang perlu dijawab secara individu
singkat iaitu dalam tiga sesi PdP sahaja tetapi untuk pengkaji menilai pencapaian peserta kajian
berkualiti. Hal ini kerana pengkaji percaya bahawa secara individu.
kualiti lebih baik jika dibandingkan dengan kuantiti. Untuk menilai keberkesanan fun stick dalam
Pengkaji mendapati bahawa penggunaan fun stick meningkatkan kemahiran mengeja perkataan
ini mampu membentuk tingkah laku positif yang bersuku kata KVKV, pengkaji menggunakan tiga
dikehendaki dan membantu murid untuk fokus dan instrumen untuk mengutip data iaitu ujian iaitu ujian
menguasai mana-mana isi kandungan dalam suatu Pra dan ujian Pasca, analisis dokumen iaitu
mata pelajaran dengan baik. lembaran kerja serta temu bual bersama guru Bahasa
Justeru itu, kajian ini secara tidak langsung Malaysia yang mengajar peserta kajian. Menurut
mampu membantu meningkatkan prestasi sekolah Nor Izati Mohamed Jamil (2013), kajian yang
dan juga tahap kecemerlangan akademik sekolah. dijalankan haruslah tepat dan mempunyai
Untuk itu, pengkaji menggunakan rekabentuk kebolehpercayaan yang tinggi dan dengan memilih
kajian tindakan yang menggunakan empat peringkat tiga jenis instrumen untuk mengumpul data, tahap
tindakan berdasarkan model Kurt Lewin dengan kebolehpercayaan akan meningkat.
menggunakan satu kitaran. Pengkaji menganalisis data yang diperoleh
setelah maklumat dikumpul. Ujian dianalisis melalui
skema permarkahan analitik iaitu dalam bentuk
peratusan, temu bual dianalisis dengan merujuk
pada tiga tema yang ditetapkan iaitu tema pertama
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 409
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

berkaitan dengan aspek kefahaman dan kemahiran. yang sederhana dalam ujian pasca. Ini menunjukkan
Tema kedua berkaitan aspek keberkesanan tahap keberkesanan penggunaan fun stick meningkat
penggunaan fun stick manakala tema ketiga daripada gagal kepada sederhana dengan jumlah
berkaitan aspek afektif dan analisis dokumen peningkatan sebanyak 50%. Walau bagaimanapun,
dianalisis dengan mengira markah yang betul. tahap pencapaian PK 3 masih berada pada tahap
sederhana.
DAPATAN KAJIAN PK 4 pula telah mendapat markah sebanyak 33%
Berdasarkan persoalan kajian pertama ini, iaitu pada tahap gagal dalam ujian pra. Namun, PK 4
pengkaji mendapati bahawa penggunaan fun stick dapat telah mendapat markah sebanyak 100% iaitu pada tahap
membantu murid masalah pendengaran Tahun cemerlang dalam ujian pasca. Ini menunjukkan tahap
Pengukuhan untuk mengisyaratkan perkataan KVKV keberkesanan penggunaan fun stick meningkat daripada
yang diuji dengan betul. Hal ini dapat dibuktikan gagal kepada cemerlang dengan jumlah peningkatan
melalui hasil dapatan daripada temu bual yang sebanyak 67% sekaligus menjadikan PK 4 antara
dijalankan bersama guru mata pelajaran Bahasa peserta kajian yang memperoleh peratus peningkatan
Malaysia peserta kajian. Hasil dapatan temu bual yang paling tinggi berbanding peserta kajian yang lain.
mendapati bahawa maklum balas yang positif daripada
guru Bahasa Malaysia peserta kajian ini menunjukkan PERBINCANGAN
penggunaan fun stick adalah berkesan kerana telah Hasil dapatan kajian mendapati penggunaan fun
meningkatkan penguasaan isyarat perkataan KVKV stick dalam aktiviti pengajaran dan pembelajaran dapat
peserta kajian berbanding sebelum tindakan meningkatkan kemahiran mengeja bagi murid
dilaksanakan. bermasalah pendengaran Tahun Pengukuhan.
Berdasarkan persoalan kajian kedua pula, Penggunaan fun stick gambar objek, fun stick
pengkaji mendapati bahawa penggunaan fun stick ini gambar isyarat dan fun stick perkataan KVKV juga
dapat membantu murid masalah pendengaran Tahun membantu peserta kajian yang lemah dalam ejaan
Pengukuhan mengeja perkataan KVKV dengan betul. kerana penggunaan fun stick ini boleh dilihat dengan
Hal ini terbukti apabila keputusan ujian pasca jelas dan boleh dipegang. Hal ini dapat mengelakkan
menunjukkan peningkatan yang memberangsangkan murid daripada berasa tertekan dan bosan untuk
berbanding keputusan ujian pra. Berikut merupakan mengikuti pengajaran yang dijalankan.
analisis yang telah dilakukan pengkaji berkenaan Dapatan ini bertepatan dengan kajian yang dibuat
keputusan ujian pra dan pasca yang diperolehi oleh oleh Mohd Wazir Saiti (2011). Penggunaan fun stick ini
keempat-empat peserta kajian. telah dapat memberikan keseronokan kepada murid
untuk menulis perkataan dengan ejaan yang betul.
Menurut Yalow Anak Marcos (2006), yang mana beliau
menyatakan sekiranya alat bantu mengajar digunakan
dengan bijak dan betul, maka objektif pengajaran dan
pembelajaran sesuatu topik dapat dicapai.
Penggunaan fun stick yang digunakan telah
membentuk satu pengalaman konkrit peserta kajian
sekaligus membantu mereka untuk mengingat setiap
Rajah 2. Graf Perbandingan Ujian Pra dan Pasca ejaan perkataan KVKV dengan betul dan terbukti
semasa mereka menjawab ujian pasca dan mendapat
Rajah 1 menunjukkan keputusan ujian pra dan tahap pencapaian cemerlang. analisis dokumen iaitu
ujian pasca bagi PK 1, PK 2, PK 3 dan PK 4. Dalam lembaran kerja serta temu bual bersama guru Bahasa
ujian pra, PK 1 hanya mendapat markah sebanyak 42% Malaysia yang mengajar peserta kajian. Menurut Nor
iaitu pada tahap yang tidak memuaskan. Namun, PK 1 Izati Mohamed Jamil (2013), kajian yang dijalankan
telah berjaya mendapat markah sebanyak 83% iaitu haruslah tepat dan mempunyai kebolehpercayaan yang
pada tahap yang cemerlang dalam ujian pasca. tinggi dan dengan memilih tiga jenis instrumen untuk
Ini menunjukkan tahap keberkesanan penggunaan fun mengumpul data, tahap kebolehpercayaan akan
stick meningkat daripada tidak memuaskan kepada meningkat.
cemerlang dengan jumlah peningkatan sebanyak 41%. Pengkaji menganalisis data yang diperoleh
PK 2 pula hanya mendapat markah sebanyak setelah maklumat dikumpul. Ujian dianalisis melalui
33% iaitu pada tahap gagal dalam ujian pra. Namun, PK skema permarkahan analitik iaitu dalam bentuk
2 telah mendapat markah sebanyak 92% iaitu pada peratusan, temu bual dianalisis dengan merujuk pada
tahap cemerlang dalam ujian pasca. Ini menunjukkan tiga tema yang ditetapkan iaitu tema pertama berkaitan
tahap keberkesanan penggunaan fun stick meningkat dengan aspek kefahaman dan kemahiran. Tema kedua
daripada gagal kepada cemerlang dengan jumlah berkaitan aspek keberkesanan penggunaan fun stick
peningkatan sebanyak 59%. manakala tema ketiga berkaitan aspek afektif dan
PK 3 telah mendapat markah sebanyak 25% iaitu analisis dokumen dianalisis dengan mengira markah
pada tahap gagal dalam ujian pra. Namun begitu, PK 3 yang betul.
telah mendapat markah sebanyak 75% iaitu pada tahap
410 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Hasil dapatan kajian mendapati penggunaan fun fun stick. Penggunaan video dan powerpoint interaktif
stick dalam aktiviti pengajaran dan pembelajaran dapat dapat membantu peserta kajian untuk mengingat dan
meningkatkan kemahiran mengeja bagi murid mengeja perkataan.
bermasalah pendengaran Tahun Pengukuhan. Cadangan ini selari dengan Noriati A. Rashid,
Penggunaan fun stick gambar objek, fun stick Boon Pong Ying & Sharifah Fakhriah Syed Ahmad
gambar isyarat dan fun stick perkataan KVKV juga (2009), yang menyatakan bahawa teknologi dalam
membantu peserta kajian yang lemah dalam ejaan pengajaran dan pembelajaran dapat membantu guru
kerana penggunaan fun stick ini boleh dilihat dengan dalam menyampaikan isi kandungan pengajaran. Dalam
jelas dan boleh dipegang. Hal ini dapat mengelakkan pada itu, berdasarkan anjakan transformasi pendidikan
murid daripada berasa tertekan dan bosan untuk yang ketujuh di dalam
mengikuti pengajaran yang dijalankan. Pelan Pembangunan Pendidikan Malaysia 2013-
Dapatan ini bertepatan dengan kajian yang dibuat 2025, Kementerian Pendidikan Malaysia (2013),
oleh Mohd Wazir Saiti (2011). Penggunaan fun stick ini menyatakan bahawa perlunya guru memanfaatkan ICT
telah dapat memberikan keseronokan kepada murid bagi meningkatkan kualiti pembelajaran di Malaysia
untuk menulis perkataan dengan ejaan yang betul. dengan memaksimumkan penggunaan ICT bagi
Menurut Yalow Anak Marcos (2006), yang mana beliau pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran kadar kendiri
menyatakan sekiranya alat bantu mengajar digunakan untuk memperluaskan akses kepada pengajaran
dengan bijak dan betul, maka objektif pengajaran dan berkualiti tinggi tanpa mengira lokasi atau tahap
pembelajaran sesuatu topik dapat dicapai. kemahiran murid. Oleh itu, pengkaji percaya dengan
Penggunaan fun stick yang digunakan telah pengintegrasian ICT dalam penggunaan fun stick ini
membentuk satu pengalaman konkrit peserta kajian dapat banyak membantu guru-guru dalam mengatasi
sekaligus membantu mereka untuk mengingat setiap masalah kebosanan murid dalam aspek ejaan.
ejaan perkataan KVKV dengan betul dan terbukti
semasa mereka menjawab ujian pasca dan mendapat RUJUKAN
tahap pencapaian cemerlang. Davidovitch, N., Yavich, R. & Keller, N. (2014).
Ini selaras dengan kajian oleh Davidovitch, Mathematics and experiential learning are they
Yavich, & Keller (2014) di mana pembelajaran compatible? Journal of College Teaching &
berasaskan pengalaman memberi kesan kepada Learning, 135-148.
pancaindera, emosi dan kognitif murid. Kementerian Pendidikan Malaysia. (2013). Pelan
pembangunan pendidikan Malaysia 2013-2025.
KESIMPULAN DAN CADANGAN Kuala Lumpur: KPM.
Kesimpulan Mohamad Wazir Bin Saiti. (2011). Meningkatkan
Kesimpulannya, kajian ini telah berjaya Kemahiran Mengeja Dalam Kalangan Murid
membantu kempat-empat peserta kajian untuk Bermasalah Pendengaran Tahun 3 K Dalam
meningkatkan kemahiran mengeja perkataan KVKV. Mata Pelajaran Bahasa Melayu Dengan
Objektif kajian juga telah berjaya dicapai apabila Menggunakan Kad Perkataan Dan Kad Gambar.
keempat-empat peserta kajian menunjukkan Kuala Lumpur: Institut Pendidikan Guru
peningkatan yang positif dalam kemahiran mengeja Kampus Ilmu Khas
perkataan KVKV. Pengkaji berharap agar penggunaan Noriati A. Rashid, Boon Pong Ying & Sharifah
fun stick ini dapat diperluaskan di samping Fakhriah Syed Ahmad. (2009). Murid Dan Alam
mempelbagaikan penggunaan teknik dan kaedah Belajar. Shah Alam: Oxford Fajar Sdn Bhd.
pengajaran dan pembelajaran bagi menarik minat murid Pisapa, J. (2004). Integrating Technology Into Teaching
untuk mencapai keseronokan. And Learning. Singapore: Prentice Hall.
Safani Bari. (2007). HBSH1203 pengajaran dan
Cadangan pembelajaran bahasa kanak-kanak masalah
Pengkaji telah mengenalpasti beberapa cadangan pendengaran. Selangor: Open University
tindakan susulan yang boleh dilaksanakan untuk kajian Malaysia (OUM).
seterusnya. Menurut Pisapa (2007), integrasi Siti Hajar Abdul Aziz. (2009). Bahasa Malaysia ll.
information and communication technology (ICT) Selangor: Oxford Fajar Sdn. Bhd.
dalam pengajaran dan pembelajaran bermaksud Yallow Anak Maros. (2006). Penggunaan Alat Bantu
penggunaan teknologi pembelajaran untuk Mengajar Dalam Pengajaran Bahasa Melayu :
memperkenalkan, mengukuh dan menambah kemahiran. Kajian Di Sekolah Rendah Bermasalah
Oleh sebab itu, pengkaji berpendapat bahawa pada Pendengaran Di Bandar Seremban. Tesis Tidak
pengajaran yang seterusnya pengkaji akan menerapkan Diterbitkan. Bangi: Universiti Kebangsaan
unsur ICT dalam pengajaran di samping menggunakan Malaysia
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PENGEMBANGAN SIMBOL SIGNALONG INDONESIA SEBAGAI MEDIA


KOMUNIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(Development Of Symbols Signalong Indonesia As A Media Communication Children With Special Needs)

Muhammad Nurrohman Jauhari

Dosen Program studi Pendidikan Khusus Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
E-mail: muhammadnurrohmanjauhari@yahoo.co.id

Abstrak: Penggunaan simbol sebagai media komunikasi untuk anak berkebutuhan khusus masih belum ada di
Indonesia. Pada saat ini Indonesia menggunakan simbol yang sudah ada yang diterima menurut konvensi
internasional, seperti simbol-simbol lalu lintas berupa lambang, huruf, angka, kalimat atau perpaduan di
antaranya yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk. Permasalahan yang timbul pada
saat ini adalah tidak adanya simbol signalong Indonesia sebagai dukungan visual dalam memahami kata pada
isyarat signalong Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan Prototipe Simbol Signalong Indonesia
Sebagai Media Komunikasi Anak Berkebutuhan Khusus sebagai dukungan visual dalam isyarat signalong
Indonesia. Sasaran dari simbol signalong Indonesia adalah anak berkebutuhan khusus yang mempunyai
hambatan komunikasi, hambatan motorik dan hambatan intelegensi. Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah menggunakan skala likert dan angket. Penelitian pengembangan menggunakan model
pengembangan Borg and Gall (2007) di adaptasi dari model pengembangan Dick and Carey. Data kuantitatif
diperoleh dari skor yang diberikan oleh validator. Data kualitatif diperoleh dari komentar dan saran validator
yang digunakan untuk perbaikan Simbol Signalong Indonesia. Prototipe simbol signalong Indonesia
menghasilkan 159 simbol yang sesuai dengan budaya Indonesia di kemas dalam bentuk buku. Validasi ahli
simbol menunjukkan bahwa Simbol Signalong Indonesia dinyatakan sangat layak. Hasil analisis kelayakan dari
signalong Indonesia memperoleh skor sebesar 5 dan Validasi praktisi isyarat signalong Indonesia menunjukkan
bahwa Simbol Signalong Indonesia dinyatakan sangat layak. Hasil analisis kelayakan dari signalong Indonesia
memperoleh skor sebesar 4,7
Kata kunci: Simbol Signalong Indonesia, Anak Berkebutuhan Khusus

Abstract: The use of symbols as a medium of communication for children with special needs still exist in
Indonesia. At this time Indonesia uses the existing symbols are acceptable under international conventions,
such as the symbols of the traffic in the form of symbols, letters, numbers, words, or a combination of them that
serves as a warning, prohibition, orders or instructions. The problems that arise at this point is the absence of
a symbol signalong Indonesia as visual support in understanding words on cue signalong Indonesia. This study
aims to produce prototype Symbol Signalong Indonesia For Media Communication Children with Special
Needs as visual cues support signalong Indonesia. Goals from Indonesia signalong symbols are special needs
children who have communication barriers, obstacles and barriers motoric intelligence. Methods of data
collection in this research is using Likert scale and questionnaire. Research development development model
Borg and Gall (2007) on the adaptation of the development model of Dick and Carey. The quantitative data
obtained from the scores given by the validator. The qualitative data obtained from the comments and
suggestions validator is used to repair symbol Signalong Indonesia. Prototype symbol signalong Indonesia
produces 159 symbols in accordance with Indonesian culture in the pack in the form of a book. Expert
validation symbol indicates that the symbol Signalong Indonesia otherwise very decent. The results of analysis
of the feasibility of signalong Indonesia given a score of 5 and Validation practitioners signalong Indonesia
gesture shows that the symbol Signalong Indonesia otherwise very decent. The results of analysis of the
feasibility of signalong Indonesia given a score of 4.75
Keywords: Symbol Signalong Indonesia, Children with Special Needs

PENDAHULUAN yakni verbal dan non-verbal. Manusia melahirkan


Manusia sebagai makhluk sosial melakukan pikiran, perasaan dan perbuatan melalui ungkapan kata-
interaksi dengan lingkungannya, terutama berinteraksi kata yang sebut verbal. Kalau kata-kata yang diucapkan
dengan sesama manusia. Dalam melakukan interaksi disebut verbal vokal, dengan tulisan disebut verbal
manusia membutuhkan media interaksi, yaitu visual. Bila kata-kata dikomunikasikan melalui bahasa
komunikasi. Melalui komunikasi interaksi menjadi lebih gambar salah satunya dalam wujud ilustrasi dapat
bermakna dan mempengaruhi segala aspek disebut visual.
kehidupannya. Komunikasi dapat diartikan sebagai Komunikasi anak berkebutuhan khusus memiliki
proses peralihan dan pertukaran informasi oleh manusia karakteristik yang berbeda dalam berkomunikasi.
melalui adaptasi dari dan ke dalam sebuah sistem Karakteristik komunikasi Anak berkebutuhan yang
kehidupan manusia dan lingkungannya. Proses mengalami kendala dalam Hambatan Komunikasi cara
peralihan dan pertukaran informasi itu dilakukan berkomunikasinya dengan menggunakan bahasa isyarat,
melalui simbol-simbol bahasa verbal maupun non- pada hambatan Motorik cara berkomunikasi dengan
verbal yang dipahami bersama. Ada dua bentuk simbol menggunakan media komunikasi simbol, dan pada

411
412 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

hambatan intelektual cara berkomunikasi dengan adalah sebagai penyampai informasi. Menurut Skemp
menggunakan simbol. anak berkebutuhan khusus lebih (1979:69) simbol adalah suara atau sesuatu yang dapat
membutuhkan media untuk berkomunikasi. Media dilihat, yang secara mental berhubungan dengan suatu
tersebut dapat berupa isyarat dan simbol. ide atau simbol. Simbol dan maknanya harus diterima
Kondisi seperti yang dipaparkan di atas sudah sebagai satu kesatuan secara umum simbol adalah
lebih dari 5 tahun terakhir di Inggris telah dilakukan gambar, bentuk, atau benda yang mewakili suatu
kajian mendalam dan solusi untuk mengatasi gagasan, ide, ataupun jumlah sesuatu. simbol sangat
permasalahan tersebut dengan mengoptimalkan dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-
kemampuan komunikasi isyarat sehingga semua anak nilai yang diwakilinya. Misalnya ilmu pengetahuan,
berkebutuhan khusus lebih mudah memahami pesan kehidupan sosial, juga keagamaan. Bentuk simbol
komunikasi. Signalong Indonesia yang di adaptasi dari antara lain simbol isyarat simbol gambar. Penggunaan
Signalong di Inggris. Signalong adalah sistem isyarat simbol menurut (ISAAC: 2008) Ada beberapa media
yang membantu anak-anak dalam memperoleh komunikasi untuk anak berkebutuhan khusus yang
keterampilan bahasa dan untuk meningkatkan berkembang saat ini di luar negeri di antaranya adalah
kemampuan komunikasi (The Signalong Group; Sistem 1). Komunikasi Augmentatif dan Alternatif
Stratford House, Waterside Court, Rochester, Kent, (AAC) adalah media dan metode serta cara yang
ME2 4NZ). Sistem komunikasi signalong adalah suatu digunakan oleh anak yang mengalami hambatan dalam
model komunikasi isyarat bagi anak berkebutuhan berkomunikasi agar dapat berkomunikasi dengan baik
khusus yang dikembangkan di Inggris yang telah dan lancar dengan orang di sekitarnya. Sistem ini
diimplementasikan dan terbukti memiliki tingkat berupa aplikasi gambar yang memudahkan anak autis
efektivitas yang tinggi. Oleh sebab model sistem dan orang tua melakukan komunikasi dan memudakan
komunikasi isyarat signalong diadopsi dan diaaptasikan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. 2). Makaton
dengan kondisi dan budaya komunikasi Indonesia agar symbols adalah simbol yang digunakan sebagai
dapat diimplementasikan dalam upaya meningkatkan dukungan komunikasi untuk membantu anak
mutu layanan pendidikan khususnya bagi anak berkesulitan belajar. 3). PECS (Picture Exchange
berkebutuhan khusus. Communication System) adalah suatu pendekatan untuk
Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus melatih komunikasi dengan menggunakan simbol-
(PKLK) DIKDAS bekerja sama dengan Budiyanto, simbol verbal 4). Widgit symbols adalah gambar yang
Kieron Sheehy dan Gill Kennard bersama 27 guru digunakan untuk mendukung teks, membuat makna
Pendidikan Luar Biasa untuk mengembangkan isyarat yang lebih jelas dan mudah dimengerti.5). Compic
signalong Indonesia dengan melakukan modifikasi dan merupakan suatu metode yang menggunakan gambar
adaptasi yang disesuaikan dengan karakteristik anak dengan simbol linier yaitu simbol simbol berupa garis
berkebutuhan khusus dan budaya komunikasi di sederhana yang mewakili suatu gambar atau foto yang
Indonesia sampai akhirnya diperoleh sebuah model dibuat menggunakan komputer yang digunakan
sistem komunikasi isyarat bagi anak berkebutuhan membantu komunikasi anak anak yang mengalami
khusus di Indonesia yang selanjutnya disebut gangguan kesulitan belajar
Signalong Indonesia. Signalong Indonesia sudah di Beberapa penelitian yang menggunakan simbol
uji cobakan di dua SLB yaitu SLB Galuh Handayani adalah Attitudes to Makaton in the ages on integration
dan SLB Negeri Gedangan. Signalong Indonesia and inclusion oleh Kieron Sheehy,The Open University
bertujuan untuk membantu anak berkebutuhan khusus and Hester Duffy,The University of East London
dalam meningkatkan komunikasinya. Hal ini senada meneliti tentang penggunaan simbol makaton yang
dengan penelitian yang dilakukan oleh Kieron Sheehy digunakan sebagai sarana alternatif komunikasi sebagai
dan Budiyanto (2014) Teachers attitudes to signing for alat untuk mendukung komunikasi di sekolah inklusif.
children with severe learning disabilities in Indonesia. Kieron Sheehy (2002) The Effective Use of Symbols in
Respon keseluruhan guru dengan penggunaan isyarat Teaching Word Recognition to Children with Severe
pada anak berkesulitan belajar pada dasarnya adalah Learning Difficulties: a comparison of word alon,
positif. isyarat dipandang sebagai komunikasi yang integrated picture cueing and the handle technique.
menyenangkan untuk digunakan di sekolah, tetapi Sebuah perbandingan dibuat antara technique (the
penelitian di masa depan akan perlu untuk Handle Technique), Integrated Picture Cueing and a
mengeksplorasi jenis pedagogi yang mungkin sesuai Word Alone. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
untuk isyarat Indonesia. Mayoritas 59 % dari sampel menggunakan kombinasi baru dari strategi pengajaran
setuju dengan menggunakan isyarat yang jelas. 41 % memungkinkan simbol logographic untuk digunakan
setuju dengan Tanggapan mengenai kebutuhan dari secara efektif dalam mengajar pengenalan kata kepada
tingkat minimum keterampilan fisik, dengan dan 37 % anak-anak dengan kesulitan belajar.
tidak setuju. Di Indonesia masih menggunakan simbol yang
Dalam Signalong tidak hanya isyarat melainkan diterima menurut konvensi internasional, seperti simbol-
juga menyertakan simbol komunikasi Simbol sangat simbol lalu lintas merupakan salah satu dari
efektif dalam mengajarkan pemahaman pada anak. perlengkapan jalan yang dapat berupa lambang, huruf,
Kedudukan simbol yang memiliki makna dan fungsi angka, kalimat atau perpaduan di antaranya yang
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 413
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah atau anak berkebutuhan khusus di sekolah khusus dan
petunjuk bagi pemakai jalan. simbol Pramuka (tanda sekolah inklusif. tidak semua anak berkebutuhan khusus
kecakapan khusus) adalah tanda yang diberikan kepada memiliki kemampuan menggunakan komunikasi oral
peserta didik sebagai bentuk apresiasi atas kemampuan dengan baik, hingga tidak dapat mengikuti pelajaran
seorang peserta didik dalam suatu bidang tertentu. dengan baik. Oleh sebab model sistem komunikasi
Perilaku komunikasi yang sudah terbangun dan terpola isyarat signalong diadopsi dan diaaptasikan dengan
dalam masyarakat melahirkan suatu karakteristik yang kondisi dan budaya komunikasi Indonesia agar dapat
khas akan membentuk suatu kebiasaan/budaya diimplementasikan dalam upaya meningkatkan mutu
komunikasi melalui komunikasi dapat pula memperkuat layanan pendidikan khususnya bagi anak berkebutuhan
nilai-nilai dasar dan esensial suatu budaya. Sehingga khusus.
dengan menggunakan simbol yang sudah menjadi Konsep dasar simbol signalong Indonesia adalah
budaya dalam masyarakat anak berkebutuhan khusus pengembangan simbol signalong Indonesia didasari
akan lebih memahami komunikasi yang disampaikan pada tidak adanya dukungan visual terhadap sistem
melalui simbol. isyarat signalong Indonesia sebagai media komunikasi
Permasalahan yang timbul pada saat ini adalah anak berkebutuhan khusus ala memahami penyampaian
tidak adanya simbol signalong yang di sesuaikan informasi dalam komunikasi.
dengan budaya Indonesia sebagai dukungan visual Prinsip dari signalong dimodifikasi dari British
(visual support) dalam memahami kata pada isyarat Sign Language disesuaikan untuk kebutuhan dan
signalong Indonesia. Berdasarkan fenomena diatas kemampuan anak-anak dan orang dewasa dengan
maka penulis mengambil judul tesis Pengembangan kesulitan komunikasi verbal. Menggunakan satu isyarat
Simbol Signalong Indonesia Sebagai Media per konsep seperti : Dukungan isyarat yang digunakan
Komunikasi Anak Berkebutuhan Khusus dalam urutan kata yang diucapkan, referensi
menghubungkan antara isyarat dan kata ; Sistem
PEMBAHASAN komunikasi total menggunakan suara, tanda, bahasa
Signalong Indonesia tubuh, ekspresi wajah dan nada suara; Kata kunci sistem
Signalong adalah sistem isyarat yang membantu isyarat hanya kata penting dalam kalimat apapun;
anak-anak dalam memperoleh keterampilan bahasa dan Memulai dengan benda-benda nyata dan pengalaman
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi (The nyata, menggeneralisasi konsep sebelum pindah ke
Signalong Group; Stratford House, Waterside Court, representasi yang lebih abstrak. ; Kebutuhan pengguna
Rochester, Kent, ME2 4NZ) untuk menentukan kosakata yang dipilih, umpan balik
Signalong Indonesia adalah sistem isyarat dari pengguna membantu Signalong untuk memutuskan
berdasarkan budaya Indonesia yang digunakan untuk penelitian kosakata.
anak berkebutuhan khusus bagi sekolah khusus dan Tujuan dari signalong adalah untuk memahami
inklusif untuk meningkatkan komunikasi dan mutu tujuan dan penggunaan dukungan isyarat dalam
pembelajaran (signalong Indonesia) komunikasi, untuk meningkatkan kemampuan
Simbol signalong Indonesia adalah adalah komunikasi dan sebagai sarana berinteraksi antar anak
simbol berupa gambar yang dibuat berdasarkan berkebutuhan khusus. Sedangkan manfaat Signalong
karakteristik anak berkebutuhan khusus dan budaya yaitu: Greater fulfilment of potential (pemenuhan
Indonesia untuk membantu anak-anak dalam potensi yang lebih besar), Greater Independence
memperoleh keterampilan bahasa, meningkatkan (kemerdekaan yang lebih besar), Reduction in disturbed
kemampuan komunikasi dan sebagai komunikasi visual and challenging behaviour ( peningkatan perilaku
untuk isyarat signalong Indonesia menantang dalam diri), Improvement in self-esteem
Konsep dasar Signalong didasarkan pada British (peningkatan harga diri) dan Improved relationships
Sign Language (BSL). Hampir semua tanda-tanda BSL (peningkatan hubungan)
tidak berubah. Ada beberapa isyarat yang telah
disesuaikan untuk kemudahan penggunaan dan Komunikasi Anak Berkebutuhan Khusus
beberapa isyarat telah dihasilkan di mana ada isyarat Komunikasi, secara terminologis berarti proses
British Sign Language yang sesuai dapat ditemukan. penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang pada
Signalong berkomitmen untuk memberdayakan anak- orang lain sebagai konsekuensi dari hubungan sosial.
anak dan orang dewasa dengan gangguan komunikasi Komunikasi mengandung tujuan tertentu, yakni untuk
untuk memahami dan mengekspresikan kebutuhan memberi tahu (informatif) ataupun untuk mengubah
mereka, pilihan dan keinginan dengan memberikan sikap, pendapat, atau perilaku (persuasif), baik secara
kosakata untuk hidup dan pembelajaran. Tanda selalu langsung melalui lisan (verbal) ataupun tidak langsung
digunakan dengan kata yang diucapkan untuk melalui media (nonverbal), yaitu melalui tulisan
membantu anak fokus pada informasi yang membawa ataupun isyarat (Sunardi dan Sunaryo, 2007:177).
kata-kata dalam sebuah kalimat dan membantu mereka Menurut Dedy Mulyana (2010), kita
untuk memahami titik utama dari pesan berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan
Konsep dasar signalong Indonesia untuk mendukung identitas diri, untuk membangun kontak
mengembangkan pola komunikasi oral dalam proses sosial dengan orang di sekitar kita dan untuk
pembelajaran yang tepat agar mudah dipahami oleh mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir, atau
414 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

berperilaku seperti yang kita inginkan. Namun menurut bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan
Scheidel tujuan dasar kita berkomunikasi adalah untuk dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita. Menurut Somantri (2006:96) adapun berbagai media
Berdasarkan definisi oleh para ahli tersebut, dapat komunikasi yang dapat digunakan anak tunarungu
ditarik kesimpulan bahwa komunikasi adalah sebagai berikut: Anak tunarungu yang mampu bicara,
penyampaian pesan atau informasi kepada orang lain tetap menggunakan bicara sebagai media dan membaca
baik secara verbal maupun nonverbal. ujaran sebagai sarana penerimaan dari pihak anak
Menurut Sunardi dan Sunaryo, (2007:177) tunarungu; Menggunakan media tulisan dan membaca
komunikasi secara terminologis berarti proses sebagai sarana penerimaannya; Menggunakan isyarat
penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang pada sebagai media. Karakteristik komunikasi pada anak
orang lain sebagai konsekuensi dari hubungan sosial. yang mengalami gangguan motorik dan intelegensi cara
Komunikasi bersifat intensional atau mengandung berkomunikasi menggunakan komunikasi visual dalam
tujuan tertentu, yakni untuk memberi tahu (informatif) proses penyampaian informasi atau pesan dengan
ataupun untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku penggunaan media gambar atau simbol yang dapat
(persuasif), baik secara langsung melalui lisan (verbal) terbaca oleh indera penglihatan.
ataupun tidak langsung melalui media (nonverbal), yaitu
melalui tulisan ataupun isyarat. Anak Berkebutuhan Khusus
Karakteristik budaya komunikasi di Indonesia Anak yang mengalami kekurangan atau
seperti dalam memahami kebudayaan harus mengacu hambatan pada fisik, intelektual, sosial, emosi, motorik,
pada sejumlah karakteristik kebudayaan, antara lain bahasa, atau kondisi-kondisi lain, termsuk anak-anak
adalah bahwa kebudayaan itu dimiliki bersama, penyandang cacat anak-anak berbakat (gifted children),
diperoleh melalui belajar, bersifat simbolis, bersifat pekerja anak dan anak jalanan, anak di daerah terpencil,
adaptif, bersifat relatif dan universal. Sistem anak-anak dari kelompok etnik dan bahasa minoritas
Komunikasi adalah sekumpulan unsur-unsur atau orang- dan anak-anak serta anak-anak yang tidak beruntung
orang yang mempunyai pedoman dan media yang dan terpinggirkan dari kelompok masyarakat
melakukan suatu kegiatan mengelola, menyimpan, (Salamanca Statement, 1994)
mengeluarkan ide, gagasan, simbol, dan lambang yang Menurut World Health Organization (WHO),
menjadikan pesan dalam membuat keputusan untuk definisi istilah adalah sebagai berikut: Disability
mencapai suatu kesepakatan dan saling pengertian satu : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang
sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi sumber dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan
informasi. aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam
Sebagai suatau komponen budaya komunikasi di batas normal, pada level individu; Impairment:
Indonesia, ekspresi non verbal mempunyai banyak kehilangan atau ketidakmampuan dalam hal psikologis,
persamaan dengan bahasa. Keduanya merupakan sistem atau struktur anatomi atau fungsinya, pada level organ;
penyandian atau isyarat yang dipelajari dan diwariskan Handicap : kelainan individu dari
sebagai bagian pengalaman budaya. Lambang-lambang impairment atau disability yang membatasi atau
non verbal dan respon-respon yang ditimbulkan menghambat pemenuhan peran yang normal pada
lambang-lambang tersebut merupakan bagian dari individu
pengalaman budaya yang diwariskan dari suatu generasi Penggunaan simbol menurut (ISAAC: 2008) Ada
ke generasi lainnya. Setiap lambang memiliki makna beberapa media komunikasi untuk anak berkebutuhan
berbeda karena orang mempunyai pengalaman yang khusus yang berkembang saat ini di luar negeri di
berbeda tentang lambang tersebut. Budaya antaranya
mempengaruhi dan mengarahkan pengalaman- 1. Voice Output Communication Aids (VOCAs)
pengalaman tersebut, dan oleh karenanya budaya juga mencakup berbagai macam perangkat yang telah
mempengaruhi dan mengarahkan seseorang tentang dirancang untuk membantu orang tidak mampu
bagaiman cara mengirim, menerima, dan merspon berbicara. Sebuah VOCA menghasilkan kata dan
lambang-lambang non verbal tersebut. Contohnya di simbol yang diucapkan untuk membantu
Indonesia jika mengatakan tidak dengan mengiakan pengguna mendapatkan pesan mereka.
isyarat menggelengkan kepala, untuk lambang atau 2. My Choice Pad menggunakan Teknik
simbol di Indonesia melambangkan gambar ibu dengan Komunikasi Makaton, program bahasa yang
gambar Ibu memakai konde memperkuat bahasa dengan simbol dan tanda-
Karakteristik komunikasi pada anak tanda. Ini berarti bahwa bukan hanya
berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan mendengarkan kata yang diucapkan, seseorang
pendengaran dan komunikasi (tunarungu). Cara bisa melihatnya, mendengarnya dan
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat, mengisyaratkannya untuk memperkuat bahasa.
untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional MyChoicePad membuat komunikasi lebih mudah
sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap untuk memahami dan lebih mudah untuk
negara. komunikasi total yaitu cara berkomunikasi berkomunikasi dan belajar.
dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 415
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

3. PECS (Picture Exchange Communication berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan


System) adalah suatu pendekatan untuk melatih komunikasi
komunikasi dengan menggunakan simbol-simbol 3. Sekolah umum dan sekolah inklusi dapat
verbal menggunakan media isyarat dan simbol
4. Augmentatif dan Alternatif (AAC) adalah media Sgnalong Indonesia dalam pembelajaran
dan metode serta cara yang digunakan oleh anak 4. Peneliti lain mengembangkan isyarat dan simbol
yang mengalami hambatan dalam berkomunikasi signalong Indonesia dalam bentuk media
agar dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar pembelajaran ataupun dalam bentuk aplikasi.
dengan orang di sekitarnya. Sistem ini berupa
aplikasi gambar yang memudahkan anak autis DAFTAR PUSTAKA
dan orang tua melakukan komunikasi dan Autism Association of Western Australia. Building
memudakan dalam melakukan aktifitas sehari- Communication Skill in People with Autism
hari Spectrum Disorder. Australia
5. Compic merupakan suatu metode yang Autism Association of Western Australia. Enhancing
menggunakan gambar dengan simbol linier yaitu Communication in People With an Autism
simbol simbol berupa garis sederhana yang Spectrum Disorder. Australia
mewakili suatu gambar atau foto yang dibuat Borg, W.R and Gall, M.D. 2007. Educational Research:
menggunakan komputer yang digunakan An Introduction. New York : Longman, Inc.
membantu komunikasi. Djatun,R. 1999. Rangkuman Statistik I Dan Rangkuman
Statistik II Untuk Kalangan Sendiri
PENUTUP Gooch, Deanna L. 2012. Research, Development, And
Kesimpulan Validation of a School LeaderS Resource Guide
Berdasarkan data dan pengembangan yang telah For The Facilitation of Social Media Use by
diperoleh selama proses pengembangan dan uji coba School Staff. Kansas: Kansas State University
produk simbol Signalong Indonesia diperoleh simpulan Handoyo. Y. 2003. Petunjuk Praktis Dan Pedoman
sebagai berikut Materi Untuk Mengajar Anak Normal, Autis Dan
1. Pada uji coba pada praktisi signalong Indonesia Perilaku Lain. Jakarta : Buana Ilmu Populer
terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki ISAAC (UK) 2008 Communication Matter : Using
untuk menyempurnakan simbol Signalong Symbols For Communication. Registered Charity
Indonesia, antara lain Merevisi simbol kuas, No. 327500 Company limited by guarantee
kursi, berenang, hari dan bulan. Analisis registered in England & Wales No. 01965474
kelayakan dari validasi ahli materi bahwa seluruh Leona Cook, Introducing Signalong to young people
item penilaian memperoleh skor 4,75 atau with Autistic Spectrum Disorder as a tool for
kategori Sangat Layak. enhancing understanding of higher level emotion
2. Pada uji coba ahli simbol terdapat beberapa hal vocabulary. Canterbury Christ Church
yang harus diperbaiki untuk menyempurnakan University
simbol Signalong Indonesia, antara lain 1) Marfo, Kofi (1988), Parent-Child Interaction and
merevisi simbol 2) penulisan dalam bahasa Developmental Abilities. Theory, Research, and
Inggris. Analisis kelayakan dari validasi ahli Intervantion. New York : Praeger
materi bahwa seluruh item penilaian memperoleh Nick Palfreyman (2001), Variation In Indonesian Sign
skor 5 atau kategori sangat layak. Language. International Institute for Sign
3. Uji terbatas terhadap 4 subjek anak tunagrahita Languages and Deaf Studies, University of
dari hasil deskripsi dapat disimpulkan bahwa Central Lancashire, United Kingdom
simbol signalong Indonesia lebih muda Pascasarjana UNESA. 2014. Pedoman Penulisan Tesis
dimengerti dan dipahami oleh anak berkebutuhan dan Disertasi Prpgram PPs UNESA. Tidak
khusus dipublikasikan.
Rahardja, D. dkk.. 2010. Pengantar Pendidikan Luar
Saran Biasa ( Orthopedagogik). Surabaya. Universitas
Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat Negeri Surabaya
beberapa masalah yang harus ditindaklanjuti oleh Robert P. Ingalls, (1978), Mental Retardation The
karena itu, penulis memberikan beberapa saran terkait Changing Outlook, New York. John Wiley &
dengan beberapa permasalahan di atas antara lain Sons
adalah: The Salamanca Statement and Framework for Action on
Special Needs Education
1. Guru dapat menggunakan isyarat dan simbol Sheehy Kieron & Budiyanto 2014, Teachers Attitudes
signalong Indonesia dalam mengajarkan To Signing For Children With Severe Learning
komunikasi pada anak berkebutuhan khusus. Disabilities In Indonesia. International Journal of
2. Terapis dapat menggunakan isyarat dan simbol Inclusive Education.
signalong Indonesia untuk membantu anak
416 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Sheehy, Kieron & Duffy, Hester (2009). Attitudes To Sugiono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
Makaton In The Ages On Integration And dan R & D. Alfabeta Bandung
Inclusion. International Journal of Special Sunardi & Sunaryo. 2007. Intervensi Dini Anak
Education Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Sheehy, Kieron 2002. The Effective Use of Symbols in Direktorat jenderal pendidikan tinggi.
Teaching Word Recognition to Children with Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa.
Severe Learning Difficulties: a comparison of Bandung: Refika Aditama.
word alone, integrated picture cueing and the The Signalong Group; Stratford House, Waterside
handle technique. International Journal of Court, Rochester, Kent, ME2 4NZ
Disability, Development & Education Tina Detheridge & Mike Detheridge (2002). Literacy
Skemp, Richard R. 1979. The Psychology of Learning Through Symbols : Improving access for children
Matemathics. University of Warwich School and adults (2nd Ed), London.
Education.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

MODEL HYBRID ADDIE UNTUK REKABENTUK APLIKASI GAMIFIKASI


PEMBELAJARAN MATEMATIK BAGI PELAJAR PEMULIHAN DI MALAYSIA
(Hybrid Addie Model for Designing Gamification in Learning Mathematics Application
For Remedial Students In Malaysia)

Nur Rahmah Zulkiflia, Rosadah Abdul Majidb, Yuzita Yaacobc


abc
Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia.
E-mail: warahmahz@gmail.com

Abstrak: Dalam pembangunan aplikasi pembelajaran untuk murid pemulihan, ADDIE Model akan
digunakan sebagai metodologi dalam pembangunan aplikasi. Pendekatan Gamifikasi akan digunakan sebagai
satu pendekatan bagi menarik minat pelajar tersebut dalam pembelajaran matematik disamping meningkat
tahap motivasi pelajar. Memandangkan teknologi berkembang dengan pesat, beberapa elemen dalam Model
ADDIE harus dipertingkatkan. Model ADDIE mengguna kaedah pembangunan dari satu proses kepada
proses yang lain dan proses penilaian hanya berlaku pada peringkat terakhir proses bagi melengkapkan satu
kitaran metodologi. Penggunaan pendekatan terkini seperti gamifikasi dalam pembangunan perisian
pembelajaran memerlukan kaedah iteratif yang membenarkan proses pengulangan berlaku bagi memastikan
keperluan pengguna dicapai. Ini kerana tanpa proses iteratif dalam setiap fasa membawa kepada masalah
dalam proses pembangunan perisian pembelajaran kerana keperluan pengguna yang terhad. Justeru itu kajian
ini mengusul Model Hibrid ADDIE untuk mengatasi permasalahan dalam Model ADDIE bagi pembangunan
aplikasi gamifikasi murid pemulihan di Malaysia.
Kata Kunci: Model ADDIE, Agile, Hybrid, Rekabentuk Pengajaran, Metodologi, Gamifikasi, Murid
Pemulihan

Abstract : In the development of learning application for remedial students, ADDIE Model will be used as a
methodology. Gamification will be used as a tool to improve understanding in learning mathematics and gain
motivation. As the technology robust some of the element in ADDIE Model should be enhanced. ADDIE
Model use the development approach from one phase to another and process of evaluation only happen in the
last phase to complete the methodology cycle. In a new approach such as gamification, development learning
application needs iterative approach that allows the process of recursive occurs to achieve user requirement.
This is because without the process of iterative can lead to the problem in the development process as limited
understanding of user requirement. In this paper, Hybrid ADDIE Model is proposed to provide the solution
for ADDIE Model in the development of gamification application for remedial students in Malaysia.
Keywords: ADDIE Model, Agile, Hybrid, Instructional Design, Methodology, Gamification, Remedial
Students

PENDAHULUAN mudah diamalkan dan diimplementasi dalam


Kebanyakkan model pembelajaran asasnya pembangunan program pembelajaran(Cheung &
bermula dari Model ADDIE. (Cowell et al., 2006). Fasa Cheung, 2016). Penfold (2016) telah mencadangkan
pembangunan dalam Model ADDIE bermula dari fasa keperluan untuk menggabungkan Model ADDIE dan
perancangan pengumpulan keperluan hingga fasa Model AGILE kerana gabungan itu lebih baik
implementasi (Peterson, 2003). Sementara fasa berbanding bergantung kepada salah satu model sahaja.
penilaian berfungsi untuk mengenal pasti samaada Manakala dalam pembangunan aplikasi gamifikasi,
objektif pembangunan dicapai atau tidak (Lee et al., Kapp (2014) menyarankan agar penggunaan elemen
2002). Dalam proses pembangunan, ADDIE Model dalam Model AGILE iaitu Scrum dalam pembangunan
merupakan proses secara jujukan atau linear(Corbeil, gamifikasi. Oleh itu, tujuan utama kajian ini ialah untuk
2012). Walaubagaimanapun, proses secara linear ini menyelesaikan persoalan berikut:
tidak membenarkan kewujudan kandungan pengajaran Apakah kesesuaian yang diperlukan dalam
sehingga semua fasa lengkap satu putaran (M. Willeke, Model ADDIE bagi pembangunan gamifikasi
n.d.). Manakala AGILE membenarkan proses interaksi untuk proses pembelajaran?
dengan pengguna berada di tengah-tengah untuk
membenarkan proses ini berlaku dengan semua fasa Berdasarkan persoalan tersebut, kajian ini
yang terdapat dalam pembangunan. (Morgan, 2015). Ini mengusulkan Model Hybrid ADDIE yang
akan membenarkan kandungan pembelajaran walaupun menggabungkan penggunaan Model ADDIE dan Model
fasa tidak lengkap sepenuhnya. Selain itu juga, berlaku AGILE untuk pembangunan aplikasi gamifikasi untuk
penglibatan pengguna dalam proses pembangunan murid permulihan di Malaysia
secara keseluruhannya dalam semua fasa. Namun, jika LATAR BELAKANG
dibandingkan dengan ADDIE, Model ADDIE lebih Pelajar Pemulihan

417
418 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Pelajar pemulihan merupakan pelajar yang Model ADDIE telah dikenal pasti. Berikut ialah
menghadapi permasalahan pembelajaran matematik permasalahan yang dihadapi oleh Model ADDIE adalah
yang gagal konstruk 1 dan 2 dalam saringan literasi dan seperti Jadual 1.
numerasi di peringkat sekolah rendah. Kebanyakkan
pelajar ini mempunyai tahap motivasi dan keyakinan Jadual 1: Permasalahan yang dikesan dalam Model
yang rendah kerana gagal memahami pembelajaran ADDIE
matematik. Untuk itu, kajian ini bertujuan untuk
menggunakan pendekatan gamifikasi dalam No. Penulis Ulasan
pembelajaran untuk meningkatkan kefahaman pelajar di 1 Tripp & Tidak membenarkan
samping meningkatkan tahap motivasi dan keyakinan Bichelmeyer pendekatan tidak linear
mereka terhadap pembelajaran matematik. (1991), berbanding metodologi
Bichelmeyer yang lain.
Gamifikasi dalam pembelajaran (2005)
Komponen gamifikasi ini penting dalam menarik 2 Bates 2014) Tidak melibatkan
minat murid terhadap perisian ini memandangkan pengguna (pelajar dan
komponen ini diharap menarik tumpuan dan perhatian pengajar) dalam
murid terhadap proses pembelajaran. Elemen gamifikasi rekabentuk pembelajaran
ini mampu melibatkan pengguna secara langsung dalam dan hanya fokus kepada
pembelajaran, lebih menarik dan memotivasikan proses dan kandungan.
pengguna berbanding media yang lain (Prensky ,2007), 3 Willeke Persamaan antara Model
(Quinn, 2005). Bagi mengimplementasikan komponen (2011) ADDIE dan Model Air
ini beberapa elemen penting dalam gamifikasi Terjun boleh menimbulkan
diterapkan seperti penglibatan, keseronokan, permasalahan dalam fasa
kegembiraan, visual, auditory, psikomotor, ganjaran, penilaian dan
level dan cabaran. Memandangkan aplikasi gamifikasi implementasi.
merupakan aplikasi pembelajaran, maka Model ADDIE 4 Peterson Pembangun mengenalpasti
akan digunakan sebagai metodologi dalam (2003) keperluan pengguna hanya
pembangunan aplikasi gamifikasi. Namun, proses melalui fasa analisis.
penambahbaikan metodologi tersebut adalah perlu bagi 5 Ferriman Keperluan pengguna
mengatasi permasalahan yang terdapat dalam Model (2013) dalam fasa pembangunan
ADDIE kerana kejayaan sesebuah pembangunan yang trhad dan minimum
aplikasi gamifikasi adalah memahami keperluan 6 Bichelmeyer Aplikasi yang tidak
pengguna. Oleh itu, bagi mengatasi permasalahan dalam (2005) menggambarkan situasi
metodologi gamifikasi, elemen yang terdapat dalam sebenar dalam fasa
Model AGILE digunakan. rekabentuk
7 Morgan Proses iteratif hanya akan
AGILE (2015) berlaku apabila fasa
Antara kelebihan penggunaan Model AGILE melalui satu pusingan
ialah memfokuskan penglibatan pengguna dalam lengkap
pembangunan aplikasi yang membenarkan hubungan
antara pengguna dengan pembangun. Ini secara tidak USULAN MODEL HYBRID ADDIE
langsung mengelakkan perubahan peringkat akhir dan Kajian ini berasaskan metodologi Hybrid
menghasilkan kandungan yang terbaik (Pappas, 2015). ADDIE yang menggabungkan elemen Model AGILE
Namun, berbanding Model ADDIE, Model AGILE dalam Model ADDIE. Kapp (2014) , telah mengusul
sukar diimplentasikan oleh pembangun yang masih baru agar proses pembangunan perisian gamifikasi
dan kurang pengalaman dalam pembangunan aplikasi menggunakan kombinasi antara Model ADDIE dan
kerana skop keperluan yang mungkin berubah(Haunts, Scrum dari Model AGILE bagi memastikan
2014). Manakala Model ADDIE lebih mudah digunakan pembangunan perisian berjalan lancar. Model yang
bagi pembangun kurang berpengalaman dalam menguna kombinasi Model ADDIE dan Model Agile
pembangunan aplikasi gamifikasi. Oleh itu kajian ini akan menjadi pelan tindakan yang menentukan
akan menggunakan kelebihan dalam Model AGILE perjalanan pembangunan perisian gamifikasi. Model
dalam Model ADDIE untuk pembangunan aplikasi ADDIE mempunyai proses iteratif atau proses ulang
gamifikasi bagi pelajar pemulihan. Untuk itu yang boleh diimplementasi dalam pembangunan
permasalahan yang terdapat dalam Model ADDIE perlu perisian (Peterson, 2003). Namun proses iteratif hanya
dikenalpasti. berlaku selepas semua fasa dalam Model ADDIE
PERMASALAHAN MODEL ADDIE lengkap sepenuhnya seperti Rajah 1.
Dalam pembangunan aplikasi gamifikasi, Model
ADDIE merupakan pendekatan yang berstruktur dan
berterusan (Bahl, 2012). Beberapa permasalahan dalam
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 419
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

membantu pembangun perisian gamifikasi untuk lebih


memahami keperluan pengguna.

IMPLEMENTASI MODEL HYBRID ADDIE


Perlaksanaan proses dalam fasa-fasa yang
terdapat dalam Model Hybrid ADDIE adalah seperti
berikut:

A. Analisis
Fasa ini akan mengenalpasti keperluan pengguna
untuk memastikan objektif dicapai (Cheung & Cheung,
2016). Analisis keperluan pengguna, maklumat kursus,
Rajah 1. Model ADDIE (Peterson, 2003) pemilihan penggunaan gamifikasi taktik serta material
dari proses mengumpul keperluan. Analisis keperluan
Ini bermakna jika proses analisis semula perlu pengguna adalah hasil dari proses mengumpul
dilakukan, pembangun perisian perlu menunggu keperluan melalui teknik analisis dokumen program
pusingan fasa lengkap sebelum melakukan proses LINUS dan pemulihan, temubual guru pemulihan dan
analisis semula. Allen (2006) mencadangkan agar fasa guru LINUS, serta pemerhatian proses pengajaran dan
penilaian berada diantara fasa dan berlaku pada semua pembelajaran (P&P) pelajar pemulihan. Proses iteratif
fasa. Oleh itu, kajian ini membangunkan model ADDIE Scrum Sprint 1 akan berlaku pada fasa penilaian.
baru yang membenarkan proses iteratif berlaku pada Tujuan fasa penilaian untuk melihat samaada objektif
setiap fasa jika menjadi keperluan pembangun perisian fasa analisis telah dicapai Apabila proses iteratif Scrum
gamifikasi. Namun, menurut Torrance (2014), dalam Sprint 1 lengkap, fasa Rekabentuk akan bermula.
proses memperbaiki kelemahan Model ADDIE, strategi
pembangunan dan fasa-fasa ADDIE Model ini tidak B. Rekabentuk
boleh diubah. Oleh itu, fasa dalam model ini dikekalkan Fasa ini merekabentuk kandungan, antaramuka
kepada lima fasa iaitu Analisis, Rekabentuk, dan kerangka pembelajaran berasaskan gamifikasi bagi
Pembangunan, Implementasi serta Penilaian. Proses membantu pelajar pemulihan melalui data yang
iteratif antara setiap fasa dengan fasa penilaian dikenali dianalisis. Rekabentuk antaramuka dan kandungan
sebagai proses scrum. Pengkaji memperbaiki kelemahan perisian gamifikasi adalah berdasarkan kerangka yang
Model ADDIE melalui penggunaan proses scrum dari dibangunkan. Kerangka pembelajaran berasaskan
Model AGILE membentuk suatu Model baru yang gamifikasi dibangunkan bagi membantu pelajar
dinamakan Model Hybrid ADDIE seperti Rajah 2. pemulihan menguasai numerasi. Oleh itu pengkaji perlu
memahami permasalahan pelajar pemulihan, memahami
teori pembelajaran, memahami proses kognitif pelajar
pemulihan serta penggunaan teknologi dalam
pembelajaran. Elemen yang akan dititikberatkan ialah
penggunaan elemen gamifikasi dan multimedia yang
mampu menyelesaikan permasalahan pelajar pemulihan.
Fasa ini akan dinilai keberkesanannya melalui Scrum
Sprint 2. Fasa Pembangunan akan dilaksanakan setelah
proses iteratif Scrum Sprint 2 lengkap.

C. Pembangunan
Fasa ini akan mengintegrasikan elemen-elemen
yang terdapat dalam kerangka pembelajaran berasaskan
gamifikasi bagi pembangunan perisian gamifikasi.
Perisian ini akan dibangunkan mengguna alat
Rajah 2: Model Hybrid ADDIE
pengarangan multimedia. Pengkaji merancang
membangunkan perisian gamifikasi menggunakan alat
Matlamat utama proses scrum ialah bagi
pengarangan multimedia. Fasa rekabentuk imej dan
memastikan objektif setiap fasa dicapai sebelum fasa
perkataan, proses pengaturcaraan serta proses
seterusnya bermula. Proses scrum akan melibatkan
mengubahsuai bunyi dan lagu yang akan dilaksanakan
pengguna atau pelajar yang terlibat secara tidak
dalam pembangunan perisian gamifikasi
langsung dalam pembangunan perisian gamifikasi.
NUMERATica. Fasa ini akan dinilai melalui pengujian
Mereka bertindak memberi maklumat kepada
kefungsian melalui Scrum Sprint 3. Pengujian
pembangun perisian. Manakala fasa utama model
kefungsian akan menguji samaada setiap item di dalam
melibatkan pembangun perisian yang terlibat secara
perisian gamifikasi NUMERATica berfungsi dengan
langsung dalam pembangunan perisian gamifikasi.
baik. Apabila proses iteratif Scrum Sprint 3 lengkap,
Penglibatan pengguna dalam proses penilaian akan
fasa Implementasi akan bermula.
420 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

ADDIE ialah mengoptimumkan penglibatan pengguna


D. Implementasi sepanjang proses bermula fasa analisis sehingga fasa
Selepas fasa pembangunan, fasa implementasi penilaian dibuat. Fasa penilaian yang terdapat diantara
berlaku bagi memperbaiki sebarang kecacatan dan setiap fasa membantu pembangun perisian gamifikasi
ketidakfungsian yang dikesan semasa pengujian NUMERATica memastikan perjalanan pembangunan
kefungsian dijalankan. Selepas fasa implementasi, perisian berada pada landasan yang betul. Rentetan itu,
proses Scrum Sprint 4 akan dilaksanakan. Fasa kajian ini membangun model baru iaitu Model Hybrid
seterusnya bermula selepas proses Scrum Sprint 4 ADDIE yang menyelesaikan permasalahan yang
lengkap. terdapat dalam Model ADDIE sebelum ini.

E. Penilaian DAFTAR PUSTAKA


Fasa ini berlaku selepas setiap fasa berakhir. Allen, W. C. (2006). Overview and Evolution of the
Kepentingan fasa ini ialah untuk memastikan samaada ADDIE Training System. Advances in
objektif dicapai atau tidak di dalam fasa tersebut atau Developing Human Resources, SAGE, 8(4), 430
sebarang keperluan perubahan perlu dilaksanakan. 441 http://doi.org/10.1177/1523422306292942
(Cheung & Cheung, 2016). Pengguna akan terlibat Bahl, R. S. (University of B. C. (2012). Adaptive-
dalam fasa penilaian yang melibatkan fasa analisis dan ADDIE: Scrum Framework for Instructional
fasa penilaian selepas fasa implementasi. Fasa terakhir Systems Design.
penilaian akan melibatkan proses pengujian Bates, T. (2014). Is the ADDIE model appropriate for
kepenggunaan. Penilaian Kepenggunaan akan teaching in a digital age ? Retrieved June 21,
melibatkan proses pengujian terhadap perisian 2016,from.http://www.tonybates.ca/2014/09/09/i
gamifikasi NUMERATica serta permerhatian dan s-the-addie-model-appropriate-for-teaching-in-a-
temubual akan dijalankan dengan pelajar pemulihan digital-age/
untuk melihat sejauh mana keberkesanan, Bichelmeyer, B. A. (2005). The ADDIE Model A
kebolehbelajaran dan kepuasan pelajar pemulihan Metaphor for the Lack of Clarity in the field of
terhadap perisian. Memandangkan pengguna perisian IDT Barbara A. Bichelmeyer, Ph.D.,.
gamifikasi NUMERATica merupakan pelajar sekolah Cerezo, E., Marco, J., & Baldassarri, S. (2015). Hybrid
rendah, proses pemerhatian paling sesuai digunakan Games: Designing Tangible Interfaces for very
(Cerezo, Marco, & Baldassarri, 2015). Pengkelasan Young Children and Children with Special
Scrum Sprint yang dicadangkan dalam semua fasa yang Needs. Springer, 1748.
terdapat dalam Model Hybrid ADDIE adalah seperti http://doi.org/10.1007/978-981-287-546-4
Jadual 2. Cheung, L., & Cheung, L. (2016). Using the ADDIE
Model of Instructional Design to Teach Chest
Jadual 2: Kelas Scrum dalam Fasa Model Hybrid Radiograph Interpretation. Journal of Biomedical
ADDIE Education, 2016, 16.
No. Fasa Scrum Sprint http://doi.org/10.1155/2016/9502572
1. Mengumpul Keperluan Scrum Sprint 1 Corbeil, R. (2012). Comparing the ADDIE and KEMP
Analisis Model. Retrieved from
Penilaian http://cepedadeportfolio.pbworks.com/w/file/fetc
2. Analisis Scrum Sprint 2 h/67726525/EDTC_632160_ Team 1_ Wiki
Rekabentuk Report1.pdf
Penilaian Cowell, C., Hopkins, P. C., Mcwhorter, R., Jorden, D.
3. Rekabentuk Scrum Sprint 3 L., Cowell, C., & Jorden, D. L. (2006).
Pembangunan Alternative Training Models. Advances in
Penilaian Developing Human Resources, SAGE, 8(4), 460
(Fungsi) 475. http://doi.org/10.1177/1523422306292945
4. Penilaian Scrum Sprint 4 Farhana, L., Ibharim, M., Akma, N., Zaki, A., Hayati,
(Kepenggunaan) M., & Yatim, M. (2015). Touch Gesture
Interaction of Preschool Children Towards
KESIMPULAN Games Application Using Touch Screen Gadjet.
Dalam pembangunan aplikasi gamifikasi, Model Asia-Pacific Journal of Information Technology
ADDIE akan digunakan sebagai metodologi and Multimedia Jurnal Teknologi Maklumat Dan
pembangunan aplikasi memandangkan aplikasi yang Multimedia Asia-Pasifik, 4(1), 4758. Retrieved
dibangunkan merupakan aplikasi pembelajaran. Namun, from http://www.ftsm.ukm.my/apjitm
memandangkan terdapat kelemahan dalam Model Ferriman, J. (2013). Gaps in the ADDIE Instructional
ADDIE, maka Model baru dibangunkan. Model tersebut Design Model _ LearnDash. Retrieved June 21,
menggabungkan Model ADDIE dengan elemen yang 2016, from http://www.learndash.com/gaps-in-
terdapat dalam Model AGILE dan dinamakan sebagai the-addie-instructional-design-model/
Model Hybrid ADDIE. Kelebihan Model Hybrid
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 421
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Haunts, S. (2014). Advantages and Disadvantages of https://elearningindustry.com/the-power-of-


Agile Software Development. Retrieved June 22, agile-instructional-design-approach
2016, from Penfold, S. (2016). Choosing an elearning production
http://stephenhaunts.com/2014/12/19/advantages process_ ADDIE vs AGILE Elucidat Blog.
-and-disadvantages-of-agile-software- Retrieved June 21, 2016, from
development/ https://blog.elucidat.com/elearning-production-
Kapp, K. M. (2014). The Gamification of Learning and process-addie-vs-agile/
Instruction-Game-Based Methods and Strategies Peterson, C. (2003). Bringing ADDIE to Life :
for Training and Education. Instructional Design at Its Best California
Lee, W. W., Owens, D. L., Benson, A. D., Lee, W. W., University of Pennsylvania. Journal of
Owens, D. L., & Benson, A. D. (2002). Design Educational Multimedia and Hypermedia, 12(3),
Considerations for Web-Based Learning 227241.
Systems. Advances in Developing Human Rawsthorne, P. (2005). Agile Methods of Software
Resources, SAGE, 4(4), 405423. Engineering should continue to have an influence
http://doi.org/10.1177/152342202237519 over Instructional Design Methodologies.
Morgan, A. (2015). ADDIE vs. AGILE Model: An Torrance, M. (2014). Reconciling ADDIE and Agile.
Instructional Designers Perspective. Retrieved Retrieved June 21, 2016, from
June 22, 2016, from http://www.learningsolutionsmag.com/articles/14
http://www.iddblog.org/?p=2184 79/reconciling-addie-and-agile
Willeke, M. (n.d.). Agile in Academics.
Willeke, M. H. H. (2011). Agile in Academics Applying
Pappas, C. (2015). The Power Of AGILE Instructional Agile to Instructional Design. In Agile
Design Approach - eLearning Industry. Conference (pp. 246251).
Retrieved June 22, 2016, from http://doi.org/10.1109/AGILE.2011.17
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PENGGUNAAN PERISIAN MULTIMEDIA 3RAG DALAM


MENINGKATKAN KEMAHIRAN KOMUNIKASI MURID
BERKEPERLUAN KHAS MASALAH PEMBELAJARAN
(Use Of Multimedia Software '3RAG' In Improving Communication Skills
Student Learning Problems With Special Needs)

Nur Rawaidah Rahmata, Mohd Mokhtar Taharb


a
SM Pendidikan Khas Vokasional Merbok, Malaysia
b
Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia
E-mail : anzcis@yahoo.com

Abstrak: Dalam era pembelajaran abad ke 21, penggunaan perisian multimedia dilihat sebagai salah satu
usaha dalam menerapkan elemen teknologi semasa proses pengajaran dan pembelajaran. Justeru, kajian yang
dijalankan ini adalah bertujuan untuk meningkatkan kemahiran komunikasi lima orang murid berkeperluan
khas (masalah pembelajaran) dengan menggunakan perisian multimedia berbentuk permainan iaitu 3RAG.
Nama 3RAG adalah singkatan kepada 3R Adventurous Game yang merupakan sebuah perisian permainan
berunsurkan pendidikan yang dibina melalui perisian RPG Maker VX Ace. Ia mengetengahkan topik kitar
semula sebagai asas kepada permainan ini. Permainan ini dibina sebagai alternatif perisian pendidikan untuk
murid - murid berkeperluan khas dalam proses pengajaran dan pembelajaran mereka di mana ia membantu
dalam meningkatkan kemahiran komunikasi murid murid tersebut. Penggunaan 3RAG adalah berfokuskan
kepada topik asas kitar semula sahaja dan menerapkan elemen persekitaran yang hampir dengan murid
murid berkeperluan khas seperti sekolah, rumah, taman permainan, kedai runcit dan pantai. 3RAG terdiri
daripada lima bahagian yang mewakili lima lokasi yang mewakili elemen persekitaran yang telah dinyatakan
di mana terdapat tugasan atau kuiz berlainan berkaitan kitar semula bagi setiap lokasi tersebut. Perisian
multimedia ini boleh dimainkan secara individu atau berkumpulan namun guru perlu menjadi pemudahcara
dan membimbing murid murid berkeperluan khas sepanjang menggunakan perisian tersebut. Penggunaan
3RAG di dalam kelas membantu meningkatkan kemahiran komunikasi murid berkeperluan khas dengan baik
samping meningkatkan perbendaharaan kosa kata mereka secara tidak lansung.
Kata kunci : murid bekeperluan khas, perisian permainan, bahan bantu mengajar, kemahiran
komunikasi, masalah pembelajaran.

Abstract: In the era of the 21st century, the use of multimedia is seen as one of the essential elements in
implementing technology in teaching and learning process. Therefore, this study was aimed to improve the
communication skills of five students with special needs (learning disabilities) to use multimedia software in
the form of a game that is 3RAG. 3RAG name is abbreviated to '3R Adventurous Game' which educational
game software is built through software RPG Maker VX Ace. It explores the topic of recycling as the basis for
this game. The game is built as an alternative education program for students with special needs in their
teaching and learning process in which they assist in improving the communication skills of students. Use
3RAG is focused on basic topics of recycled and implements environmental elements that are close to the
students with special needs such as school, home, playground, grocery store and the beach. 3RAG consists of
five sections which represent the five locations that represent elements of the environment has been described
in which there are different assignments or quizzes related to recycling for each location. This software can be
played individually or in groups, but the teacher should be a facilitator and guide the students with special
needs throughout the software. 3RAG use in the classroom to help improve the communication skills of
students with special needs with a good repertory while increasing their vocabulary indirectly.
Keywords: students with special needs, game software, teaching aids, communication skill, learning
disabilities

PENDAHULUAN berkembangnya perisian multimedia berbentuk


Pembangunan teknologi pendidikan berkembang permainan sebagai bahan bantu mengajar di dalam
seiring dengan pembangunan negara. Justeru itu, proses pengajaran dan pembelajaran bilik darjah.
negara Malaysia juga tidak terkecuali dalam Perisian multimedia berbentuk permainan secara tidak
membangunkan teknologi pendidikan yang berkualiti lansung menerapkan kepelbagaian unsur melibatkan
dalam usaha untuk memberikan pendidikan yang lebih penggunaan pelbagai deria seperti teks, grafik, animasi
baik kepada semua yang memerlukannya termasuk dan audio ke dalam satu medium komunikasi
murid berkeperluan khas. Teknologi pendidikan (Jamalludin & Zaidatun, 2003).
berkembang pesat dalam pelbagai cara seperti Komunikasi adalah satu proses interaktif yang
kompleks, melibatkan perkongsian andaian dan

423
424 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

perjanjian diucapkan antara individu. Komunikasi juga tersebut. Di dalam konteks kajian ini, terdapat dua
turut dilihat sebagai suatu proses yang membabitkan objektif yang ingin dicapai seperti berikut:
penyampai dan penerima maklumat dan menghasilkan a) Meningkatkan kemahiran komunikasi murid
kesan. Justeru, komunikasi dirumuskan sebagai berkeperluan khas masalah pembelajaran di dalam
pertukaran maklumat dan idea antara penyampai dengan bilik darjah.
penerima. Komunikasi berkesan dapat merangsang satu b) Meningkatkan perbendaharaan kosa kata murid
tindak balas dan pada masa yang sarna mampu berkeperluan khas masalah pembelajaran.
menghasilkan perubahan tindak balas yang diharapkan
(Mohd Zuri & Aznan, 2008). Jika dilihat dari konteks KAJIAN LITERATUR
pendidikan, berkomunikasi merupakan proses Teori Multiple Intelligences oleh Gardner
perkongsian pengalaman di antara guru dengan anak (1993), mendefinisikan kemahiran interpersonal sebagai
muridnya dan begitu juga sebaliknya (Abdullah & keupayaan untuk berinteraksi dengan orang lain dan
Ainon, 2002). Kemahiran komunikasi komunikasi memahami mereka. Keupayaan untuk menerima
interpersonal, kemahiran komunikasi intrapersonal dan perasaan dan idea, bertanya soalan, menyampaikan
kemahiran komunikasi bukan lisan merupakan tiga maklumat dan pertunjuk dan yang paling penting ialah
elemen di dalam kemahiran komunikasi (Gardner, kemahiran komunikasi adalah enam kategori yang ada
1983). di dalam kemahiran interpersonal (Mohd Safee, etc. al.
Bagaimanapun bagi konteks kajian ini, 2008). Murid murid rnasalah pembelajaran biasanya
kemahiran komunikasi yang dimaksudkan adalah menghadapi empat masalah yang besar dalam
merujuk kepada kemahiran komunikasi interpersonal di komunikasi iaitu output, mengingat, integrasi dan input
mana ia dihubungkait dengan interaksi dan penglibatan (Mohd Zuri & Aznan, 2008). Misalnya mereka mudah
aktif murid berkeperluan khas semasa di dalam bilik lupa sesuatu yang telah diajar kepada mereka atau sukar
darjah. Kebiasaannya mereka hanya mendiamkan diri untuk menyatakan sesuatu perkara untuk
atau ragu ragu untuk berkomunikasi bersama guru menyampaikan mesej kepada orang di sekeliling
terutama semasa sesi soal jawab dan menjadi pasif di mereka. Kajian tentang pengajaran kemahiran
dalam bilik darjah. Melibatkan diri secara aktif di dalam komunikasi terhadap murid masalah pembelajaran
bilik darjah bukan sekadar berkomunikasi sahaja tetapi bertujuan untuk mengenal pasti pendekatan pengajaran
juga dalam aspek memahami dan menganalisis yang dapat membantu meningkatkan mutu
maklumat yang diterima. Misalnya cabaran yang perlu pembelajaran mereka (Noor Aini Ahmad et al. 2011).
dihadapi ialah pemahaman yang berkesan dan menapis Proses pengajaran menggunakan gerak badan
maklumat yang tidak perlu dalam persekitaran bilik berbantukan gambar memudahkan murid terlibat dalam
darjah (Wainwright-Sharp & Bryson, 1996), perhatian pembelajaran di mana ia memperlihatkan terdapat
selektif atau perubahan dalam tumpuan (Ochs, et. al. murid bekeperluan khas masalah pembelajaran
2001), dan kesukaran untuk melibatkan diri dalam mengalami masalah komunikasi. Kelemahan dalam
persekitaran pembelajaran, terutama apabila ia tidak proses berkomunikasi tersebut menyebabkan murid
dinyatakan dengan jelas (Klin,2000). tersebut sukar untuk mengikuti proses pembelajaran
Kemahiran berkomunikasi boleh dikuasai semasa di dalam bilik darjah.
melalui proses pembelajaran (Mohd Safee, etc. al. Kepelbagaian murid berkeperluan khas bagi
2008). Sehubungan dengan itu, penggunaan perisian sesebuah bilik darjah pendidikan khas adakalanya akan
multimedia berbentuk permainan seperti 3RAG menyebabkan kurangnya interaksi di antara murid dan
digunakan di dalam proses pengajaran dan pembelajaran guru. Kesukaran dalam menguasai ilmu dan apa yang
murid berkeperluan khas untuk meningkatkan disampaikan oleh guru boleh dikaitkan dengan murid
kemahiran kemahiran komunikasi mereka. Nama 3RAG yang mempunyai masalah untuk berkomunikasi.
adalah singkatan kepada 3R Adventurous Game yang Kebanyakan murid yang mempunyai masalah untuk
merupakan sebuah perisian multimedia berbentuk berkomunikasi secara lisan sukar mengikuti
permainan berunsurkan pendidikan yang dibina melalui pembelajaran dan ini menyebabkan mereka
perisian RPG Maker VX Ace. Ia mengetengahkan topik memerlukan perhatian dan tumpuan khusus oleh guru
kitar semula sebagai asas kepada permainan ini. semasa proses pengajaran dan pembelajaran di dalam
Penggunaan 3RAG menerapkan elemen persekitaran bilik darjah. Di samping itu, mungkin kerana mereka
yang hampir dengan murid murid berkeperluan khas mempunyai masalah untuk berkomunikasi secara lisan,
seperti sekolah, rumah, taman permainan, kedai runcit maka sebahagian daripada mereka juga menghadapi
dan pantai. 3RAG terdiri daripada lima bahagian yang masalah tingkah laku dan emosi (Abdullah & Che
mewakili lima lokasi yang mewakili elemen Rabiaah, 2014). Dalam menangani situasi tersebut, cara
persekitaran yang telah dinyatakan di mana terdapat dan pilihan komunikasi hendaklah disesuaikan dengan
tugasan atau kuiz berlainan berkaitan kitar semula bagi kebolehan mereka (Vaughn & Bos, 2012). Masalah
setiap lokasi tersebut. Perisian multimedia ini boleh berkomunikasi boleh menyebabkan murid yang aktif
dimainkan secara individu atau berkumpulan namun menjadi pasif dan interaksi murid dengan mata
guru perlu bertindak sebagai pemudahcara dan pelajaran yang diajar juga terbatas. Adalah sukar untuk
pembimbing sepanjang penggunaan perisian multimedia seseorang guru untuk mengajar dan dalam masa yang
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 425
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

sama cuba untuk memenuhi keperluan serta tahap berenrolmen sederhana di Negeri Sembilan. Kajian
keupayaan semua murid di bawah bimbingannya. ini memberi fokus kepada proses pengajaran dan
Selain itu, murid juga sukar untuk untuk menentukan pembelajaran yang menggunakan 3RAG di dalam
sejauh mana mereka boleh memahami pengajaran guru bilik darjah bagi melihat perbezaan penguasaan
mereka. kemahiran komunikasi sampel. Proses pengajaran
Sehubungan dengan itu, pelbagai pendekatan, dan pembelajaran selama empat minggu telah
kaedah dan strategi boleh di gunakan oleh guru - guru dijalankan dengan memberi tumpuan kepada
bagi meningkatkan kemahiran komunikasi murid peningkatan kemahiran komunikasi murid yang
murid rnasalah pembelajaran semasa proses pengajaran terlibat. Pemerhatian penyertaan melalui senarai
dan pembelajaran berlansung. Ini kerana keberkesanan semak telah digunakan sebagai instrumen untuk
pengajaran dan pembelajaran dalam bilik darjah kajian.
sebahagian besarnya bergantung kepada gaya Sepanjang tempoh empat minggu tersebut,
pengajaran dan pembelajaran yang diamalkan oleh kelima lima murid berkeperluan khas hadir di
guru. Sesuatu pengajaran itu di anggap berkesan jika dalam bilik darjah bersama pengkaji sebanyak dua
guru berjaya mengubah perlakuan murid dan menuju ke kali seminggu manakala pengkaji memerhatikan dan
arah yang dihajatkan (Abdullah, 1996). Antara gaya merekodkan maklumbalas mereka dalam senarai
pengajaran dan pembelajaran yang diamalkan oleh guru semak enam mata yang disediakan untuk mengukur
adalah dengan mengaplikasikan penggunaan teknologi peningkatan kemahiran komunikasi murid
maklumat di dalam bilik darjah seperti perisian berkeperluan khas tersebut. Selepas empat minggu,
multimedia berunsur pendidikan. Misalnya, perisian analisis terhadap dapatan pemerhatian tersebut
multimedia berunsur pendidikan seperti Main Leader dilakukan. Dalam menganalisis data, pengkaji
dan Predictive, Adaptive and Lexicon (PAL) mampu menggunakan skor peratus berdasarkan setiap item
membantu murid murid yang mempunyai masalah bagi senarai semak untuk membincangkan setiap
komunikasi. Ia membantu membaiki tahap bacaan dan data. Pengumpulan data adalah berdasarkan
penulisan kanak-kanak tersebut (Mohd Zuri & Aznan, kekerapan penglibatan murid berdasarkan enam
2008). mata yang disediakan di dalam senarai semak
Perisian multimedia berbentuk permainan adalah tersebut. Keseluruhan pengumpulan mata bagi setiap
merujuk kepada penggunaan media visual dalam item kemudian ditukarkan ke dalam bentuk peratus.
mewakilkan sesuatu situasi atau gambaran sebenar
boleh meningkatkan kefahaman dan memberi DAPATAN KAJIAN
pengalaman sebenar kepada murid (Baldwin & Kuljis, Penggunaan 3RAG sebagai bahan bantu
2000b). Perisian multimedia 3RAG mempunyai mengajar semasa proses pengajaran dan pembelajaran di
kepelbagaian imej sebagai visual dalam memberi dalam bilik darjah menunjukkan kesan yang positif dan
gambaran sebenar kerana imej yang terdapat di dalam signifikan dalam meningkatkan kemahiran komunikasi
perisian tersebut mewakili situasi dan lokasi yang murid berkeperluan khas. Dapatan kajian menunjukkan
hampir dengan murid seperti ibu bapa, rumah, kedai peningkatan peratusan yang tinggi bagi enam mata
dan sebagainya. Komunikasi boleh berlaku dalam utama dalam senarai semak tersebut. Hasil dapatan
banyak bentuk termasuk pengunaan imej bagi mewakili kajian adalah seperti Jadual 1.0 di bawah. Responden
informasi yang cuba disampaikan kepada seseorang melibatkan diri secara aktif di dalam kelas berdasarkan
atau kumpulan (Smaldino, 2005). Maka penggunaan hasil dapatan bagi point 1 hingga 6 dalam Jadual 1. Ini
visual dalam penyampaian adalah sangat perlu dan meyokong penyataan bahawa komunikasi juga boleh
tidak terhad kepada sesuatu bidang sahaja serta ianya berlaku dalam banyak bentuk dengan sokongan medium
perlu diperhebatkan lagi agar sesebuah komunikasi itu tertentu termasuklah pengunaan imej seperti
menjadi lebih aktif, teratur dan berkesan (Grabe, 2007). penggunaan 3RAG yang mempunyai kepelbagaian imej
Justeru, penggunan perisian multimedia berbentuk bagi mewakili informasi untuk disampaikan kepada
permainan seperti 3RAG adalah sangat sesuai dalam individu atau kumpulan (Smaldino, 2005). 3RAG
mengambarkan penggunaan media visual sebagai merupakan bahan bantu mengajar yang berkonsepkan
medium penyampaian bagi murid murid berkeperluan permainan di mana ia menerapkan unsur didik hibur
khas. semasa proses pengajaran dan pembelajaran di dalam
bilik darjah.
METADOLOGI
Kajian ini dilaksanakan di Program
Pendidikan Khas Integrasi di sebuah sekolah
menengah di Negeri Sembilan. Sampel adalah
terdiri daripada 5 orang murid berkeperluan khas di
sekolah tersebut yang berusia antara lima belas
tahun sehingga lapan belas tahun. Populasi kajian
ini ialah Sekolah A iaitu sebuah sekolah menengah
426 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Jadual 1: Deskripsi Data Pemerhatian Peningkatan Kemahiran Komunikasi Menggunakan 3RAG


DAPATAN PEMERHATIAN PENYERTAAN
POINT (MATA) PEMERHATIAN PERATUS
1 Murid berinteraksi dengan rakan-rakan semasa aktiviti 70 %
2 Murid berinteraksi dengan guru semasa aktiviti 65 %
3 Tahap keyakinan diri murid beransur meningkat 78 %
4 Penyertaan aktif dalam sesi soal jawab 81 %
5 Murid mengingati kepelbagaian kosa kata 67 %
6 Murid menawarkan diri untuk bermain perisian permainan 100 %
Unsur didik hibur membantu dalam disediakan dengan peluang atau ruang untuk
mengurangkan tahap kebimbangan dan ketakutan mengaplikasikan apa yang mereka telah pelajari
murid kepada guru (Paterson, 2006). Ini (Mayer, 2005) yang seterusnya mewujudkan
menggalakkan hubungan komunikasi yang baik di hubungan komunikasi di dalam bilik darjah.
antara guru dan murid. Murid-murid akan sentiasa Murid berkeperluan khas mempunyai minat
berada dalam keadaan pembelajaran yang positif, dan mudah tertarik dengan bahan-bahan
gembira dan tertunggu-tunggu untuk melalui sesi pembelajaran yang bersifat interaktif yang disokong
pembelajaran pada hari berikutnya (Tay May, 2015). dengan peranan infrastruktur multimedia semasa
Ini disokong dengan dapatan hasil bagi point 2, 4 proses pengajaran dan pembelajaran (Mohd Hanafi
dan 6. Dapatan dari point 5 juga mendapati murid Mohd Yassin, et. al, 2013). Perisian multimedia
murid lebih mudah menambah pengetahuan mereka 3RAG mempunyai ciri interaktif dan mesra dari segi
dalam meningkatkan perbendaharaan kosa kata konteks pendidikan khas. Murid yang menggunakan
melalui komunikasi semasa menjalankan aktiviti. perisian mesra dari segi konteks pendidikan khas
akan dapat meningkatkan kemahiran menggunakan
PERBINCANGAN komputer (Mohd Hanafi Mohd Yassin, et. al. 2013).
Hasil dapatan yang diperoleh menunjukkan Perisian komputer memberikan kemahiran
bahawa murid berkeperluan khas boleh berkomunikasi mempelajari program yang mencakupi pelbagai
dengan baik sekiranya menggunakan kaedah dan bahan aspek (Campbell et. al. 2006). Perbandingan dapat
bantu mengajar yang sesuai dalam meningkatkan dibuat di antara pengajaran menggunakan perisian
kefahaman dan keyakinan diri mereka. Perisian berasaskan program komputer dan juga pengajaran
multimedia 3RAG yang berkonsepkan permainan dan pertuturan secara tradisional, di mana kanak-kanak
menerapkan unsur didik hibur di dalam proses didapati lebih mudah mempelajari suku kata dengan
pembelajaran dan pengajaran adalah signifikan dengan mengikuti arahan berpandukan penyampaian
teori Vygotsky yang menekankan permainan adalah menggunakan komputer (O'Connor & Schery,
pilihan kanak - kanak sendiri dan disokong oleh guru 1986). Murid berkeperluan khas dapat mengakses
atau pun orang dewasa melalui perbincangan dan sesi pelbagai teknologi dalam mengembangkan dan
soal jawab. Murid - murid menyesuaikan diri dengan menyampaikan sesuatu idea di samping
persekitaran, berinteraksi dengan rakan, mengenali menggabungkan unsur media yang lain seperti
bahan di sekeliling mereka dan belajar berkomunikasi internet, video, pengimbangan teks dan gambar
melalui aktiviti yang berkonsepkan permainan. dengan adanya kemudahan multimedia (Elder-
Kepelbagaian kaedah pendekatan dan bahan Hinshaw et. al. 2006).
bantu mengajar seperti menggunakan perisian Selain itu, guru juga dilihat perlu
multimedia 3RAG yang berbentuk permainan dapat melaksanakan program stimulasi komunikasi bagi
menghasilkan kesan positif terhadap perkembangan menggalakkan murid-murid belajar bahasa reseptif
murid murid berkeperluan khas. Penglibatan murid di mana guru perlu selalu berbual dengan murid,
secara aktif menunjukkan kesan positif dalam usaha menggunakan bahasa yang mudah difahami,
meningkatkan kemahiran komunikasi mereka. Ini bercakap dengan nada biasa tetapi perlahan,
kerana pembelajaran melalui persembahan menggunakan gestur apabila perlu, mengelakkan
multimedia menjadi lebih efektif apabila sesuatu isi gangguan, memberi galakan, memberi pujian serta
pembelajaran tersebut diatur dan disusun dalam memberi cukup masa kepada murid-murid untuk
konteks yang boleh membantu murid mengingatkan bertindak balas dengan dibantu oleh perisian
kembali pengetahuan sebelumnya (Pollock et.al, multimedia seperti 3RAG. Misalnya apabila
2002) seterusnya mengalakkan perkembangan dalam mengajar kemahiran bahasa ekspresif, bangkitkan
berkomunikasi. Disamping itu juga, murid situasi supaya murid-murid boleh berkomunikasi,
menerima dan memberi respon terhadap maklum menggalakkan mereka bercakap secara spontan,
balas dan mengaplikasikan pengetahuan baru menggalakkan penggunaan isyarat dan gestur,
apabila menggunakan perisian multimedia 3RAG. memilih perkataan yang mudah dan biasa digunakan
Multimedia dikatakan lebih efektif apabila murid di rumah (Nor Aini, et. al. 2012). Kesemua ini
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 427
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dilakukan dengan guru bertindak sebagai Dr. Mubasher Nadeem & Mr. Abdul Rahman. 2013.
pemudahcara atau pembimbing dalam penggunaaan Tackling oral communication skills enigma
perisian multimedia 3RAG semasa aktiviti through presentations at higher education. Asian
dijalankan di dalam bilik darjah. Journal of Social Sciences & Humanities. 222-
229. 2(3).
KESIMPULAN Ismail Zain. 2002. Aplikasi Multimedia dalam
Tanggungjawab guru sebagai saluran dalam pengajaran. Kuala Lumpur: Utusan Publications
menyampaikan ilmu berkait rapat dengan pengajaran & Distributors Sdn.Bhd
dan keberkesanan pengajaran banyak bergantung Ivy Deirdre Mangkau. 2012. Penguasaan Kemahiran
kepada sejauh mana guru berjaya mencapai objektif Komunikasi Dalam Kalangan Pelajar Universiti
pengajarannya dalam membantu murid belajar apa yang Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM). Prosiding
diajarkan (Zamri, Juliawati & Nik Mohd Rahimi 2009). Seminar Pendidikan Pasca Ijazah dalam PTV
Justeru, bagi memastikan hasil pembelajaran dapat Kali Ke-2, 2012. 40 59.
dicapai dan masa pengajaran yang diperuntukkan Jamalludin Harun dan Zaidatun Tasir. 2003. Multimedia
digunakan dengan sebaiknya, guru perlu bijak dalam Pendidikan, Bentong : PTS Publications
merancang, mengurus dan mengelola pengajaran & Distribution Sdn Bhd
dengan menggunakan bahan bantu mengajar yang Jamalludin Harun dan Zaidatun Tasir. 2005. Multimedia
menarik dan sesuai bagi mencapai matlamat yang Konsep dan Praktis. Selangor : Venton
diinginkan. Publishing (M) Sdn Bhd
Penggunaan perisian multimedia berbentuk Meyers, C., & Jones, T. 1993. Promoting Active
permainan seperti 3RAG adalah sesuai dan menarik Learning: Strategies For The College Classroom.
dalam proses pengajaran dan pembelajaran kerana ia San Francisco, CA: Jossey-Bass
dapat meningkatkan kemahiran komunikasi murid - Mohd Safiee Hj Idris, et. al. 2008. Komunikasi
murid berkeperluan khas. Dapatlah disimpulkan bahawa Interpersonal Dalam Pengajaran Di Kalangan
pengunaan 3RAG amat sesuai diaplikasikan bagi murid Guru-Guru Teknikal Sekolah Menengah Teknik
berkeperluan khas masalah pembelajaran kerana ia Di Negeri Melaka. Persidangan Pembangunan
membantu murid dalam menguasai kemahiran Pelajar Peringkat Kebangsaan 2008. 1 12.
komunikasi melalui simulasi permainan dan Mohd Zuri Ghani & Aznan Che Ahmad. 2008. Strategi
kepelbagaian latihan yang menyeronokkan. untuk Mengembangkan Kemahiran
Berkomunikasi Kanak-kanak Berkeperluan
RUJUKAN Khas. DP. 5-13. 8(2).
Abdul Rahim Razalli, Noor Aini Ahmad & Kamaliah Muhammad Syahir Ghani & Noor Azean Atan. 2013.
Ahmad. 2005. Aplikasi Pengajaran dan Komunikasi Visual Pelajar Menerusi Strategi
Pembelajaran Komputer untuk Pelajar Pembelajaran Aktif Bervisual. International
Berkeperluan Khas. Prosiding ICT Education. Seminar on Quality and Affordable Education 2:
Putra Jaya, Malaysia: Universiti Multimedia 460 469.
Abdullah Hassan & Ainon Mohd. (2002). Kemahiran Noor Aini Ahmad & Zamri Mohamed. 2015.
interpersonal untuk guru. Pahang: PTS Pengubahsuaian dalam Pengajaran Kemahiran
Publications & Distributor Sdn. Bhd. Bahasa Malaysia bagi Murid Bermasalah
Abdullah Yusoff & Che Rabiah Mohamed. 2014. Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Malaysia. 63-
Masalah Pembelajaran: Tanda Dan Simptom 73. 40(1).
Kecacatan Komunikasi Lisan Murid Pendidikan Rafiza Abdul Razak & Maryam Abdul Rahman. 2013.
Khas. Jurnal Bahasa. 301 - 324. 14(2). Pembinaan Media Pengajaran Berasaskan
Ahmad Esa, et. al. 2007. Peranan Multimedia Di Dalam Multimedia Di Kalangan Guru ICTL. Jurnal
Pembelajaran Kanak - Kanak. Seminar Kurikulum & Pengajaran Asia Pasifik. 20-31.
Kebangsaan JPPG 2007: Teknologi Dalam 1(2).
Pendidikan. 1 12. Suhaily Ramli dan Mohd Hanafi Mohd Yasin, 2016.
Baharom Mohamad. 2011. Teknologi Komunikasi dan Penggunaan Kit Asas Jahitan Meningkatkan
Maklumat dalam Program Pendidikan Khas Kemahiran Menjahit Kepada Murid Bermasalah
Aliran Teknik dan Vokasional di Malaysia. Pembelajaran. Seminar Antarabangsa
Atikan. 43-58. 1(1). Pendidikan Khas Rantau Asia Tenggara Kali
Ke-6. 169-174
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PENGGUNAAN MONKEY MATH BALANCE GAMES UNTUK MENINGKATKAN


KEMAMPUAN MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN
BAGI SISWA TUNARUNGU
(Using Monkey Math Balance Games To Improve Math Skills Summation Material For Children
With Hearing Impairment)

Nita Nitiya Intan Tanbrina, Ermanto Nugroho b, Ika Karlinac, Prima Dea Pangestud
abcd
Universitas Pendidikan Indonesia
E-mail : primadeapangestu18@gmail.com

Abstrak : Tujuan dari penggunaan media monkey math balance games ini adalah untuk meningkatkan
kemampuan matematika materi penjumlahan bagi siswa tunarungu. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskriptif. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah asesmen dan pengukuran. Pembuatan dan penggunaan media ini
berdasarkan hasil asesmen terhadap siswa di kelas I SDLB yang mengalami kesulitan dalam matematika
materi penjumlahan. Media berupa game ini bernama monkey math balance yang berbasis metode spiral.
Metode Spiral adalah metode dalam pembelajaran yang merupakan pendekatan dimana pembelajaran
konsep atau suatu topik matematika selalu mengkaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya.
Setelah melakukan 2 siklus penelitian pada pembelajaran Matematika materi penjumlahan bilangan 1-10
dengan menggunakan media monkey math balances games diperoleh bahwa pada siklus I ketuntasan belajar
siswa sebesar 20%, dan siklus II ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan menjadi 100%.. Dalam
pengaplikasiannya, anak sedikit kesulitan di awal-awal karena masih belajar untuk men-drag buah pisang ke
jungkat-jungkit tapi semakin kesini anak semakin mampu dan dengan permainan ini bisa sekaligus melatih
motorik anak. Peneliti memberikan saran kepada guru untuk menggunakan media ini dalam pembelajaran
matematika materi penjumlahan, serta membuat pembelajaran matematika menjadi menyenangkan bagi anak
melalui media.
Kata Kunci : Media Pembelajaran, Monkey Math Balance Games, Matematika

Abstract: The purpose of the use of media monkey math balance games is to improve math skills summation
material for deaf students. The method used in this research is descriptive method. This research is a
classroom action research. The data collection technique used is the assessment and measurement.
Manufacture and use of these media based on the assessment of the students in the first grade SDLB
experiencing difficulties in mathematics material sum. Media in the form of the game is called monkey math
spiral balance-based method. Spiral method is a method in which learning is an approach where learning
math concept or topic always relate or connect with previous topic. After doing two cycles of research on
mathematics teaching material summation of numbers 1-10 using media monkey math games balances shows
that in the first cycle of students learning completeness of 20%, and the second cycle mastery learning
students has increased to 100%. In this application, the child a little trouble in the early days because they
learn to drag bananas to the seesaw but even here children are more capable and with the game can also
train the child's motor. Researchers give advice to teachers to use these media in mathematics learning
materials summation, and makes learning math fun for children through media.
Keywords : Learning media, Monkey Math Balance Games, Mathematic

PENDAHULUAN pengetahuan yang lebih luas. Hal ini menimbulkan


Anak tunarungu mengalami gangguan masalah-masalah dalam proses pembelajaran, salah satu
pendengaran sehingga memiliki hambatan dalam permasalahan yang terjadi adalah masih kurangnya
perkembangan bahasa dan komunikasi. Sebagai pemahaman anak tunarungu dalam pokok-pokok
akibatnya, mereka mengalami kesulitan untuk bahasan tertentu terutama yang bersifat abstrak,
menguasai bahasa, miskin kosakata, sulit mengartikan sehingga dibutuhkan media yang relevan untuk
kosakata, sulit mengartikan kata-kata abstrak dan sulit membantu anak tunarungu dalam mengatasi
mengartikan kata-kata yang mengandung arti kiasan. permasalahan pembelajaran yang bersifat abstrak.
Pada umumnya intelegensi anak tunrungu secara Salah satu pembelajaran utama di sekolah pada
potensial sama dengan anak pada umumnya, tetapi tingkat dasar adalah pelajaran matematika. Pelajaran
secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh matematika adalah mata pelajaran ilmu pasti. Melalui
tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan matematika dapat diamati gejala-gejala alam dan
informasi dan kurangnya daya abstraksi anak. Akibat digeneralisasikan dalam berbagai pola, hubungan
ketunarunguannya menghambat proses pencapaian ataupun aksioma. Hasil generalisasi kemudian

429
430 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dituliskan dalam bahasa simbol. Matematika dapat objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan
dikatakan pelajaran abstrak. Anak tunarungu mengalami lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta
kesulitan terhadap pembelajaran yang bersifat abstrak. yang tampak atau sebagaimana mestinya. Dengan kata
Kompetensi dasar mata pelajaran matematika lain metode deskriptif ini digunakan untuk
yang mendasar adalah siswa dapat melakukan operasi menggambarkan keadaan dan kegiatan yang terjadi di
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung.
Penjumlahan merupakan operasi penggabungan antara Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan
bilangan satu dengan bilangan yang lain. Angka adalah kelas (PTK). Arikunto (2008, hlm. 2-3) menyatakan
sebuah simbol abstrak dari bahasa matematika, yaitu bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan
konversi dari simbol bilangan. Pembelajaran dengan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa
sifat abstrak ini sulit diterima anak tunarungu yang sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi
cenderung memiliki daya abstrak rendah. Untuk itu dalam Suhardjono (2008, hlm. 58), berpendapat
dibutuhkan media untuk menjembatani pemikiran anak Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian
tunarungu dalam mempelajari konsep penjumlahan. tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki
Game merupakan suatu bentuk hiburan yang mutu praktik pembelajaran dikelasnya.
seringkali dijadikan sebagai penyegar pikiran jenuh Tempat Penelitian dilakukan di dalam kelas I
yang disebabkan oleh aktifitas dan rutinitas sehari-hari. SDLB di SLB B YPLB Majalengka berjumlah 5 orang.
Pada pembelajaran matematika, game dapat dijadikan Teknik pengumpulan data yang digunakan
sebagai media pendukung dalam proses pembelajaran. adalah asesmen dan pengukuran. Pembuatan dan
Oleh karena itu bagi pecinta game terutama anak-anak, penggunaan media ini berdasarkan hasil asesmen
pembelajaran matematika menggunakan media game terhadap siswa di kelas I SDLB yang mengalami
dapat menjadikan motivasi dalam belajar matematika . kesulitan dalam matematika materi penjumlahan. Media
Media Monkey Math Balances berupa game berupa game ini bernama monkey math balance yang
ini berbasis metode spiral. Metode Spiral adalah metode berbasis metode spiral. Metode Spiral adalah metode
dalam pembelajaran yang merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang merupakan pendekatan
dimana pembelajaran konsep atau suatu topik dimana pembelajaran konsep atau suatu topik
matematika selalu mengkaitkan atau menghubungkan matematika selalu mengkaitkan atau menghubungkan
dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya dapat dengan topik sebelumnya.
menjadi prasyarat untuk dapat memahami dan Pengembangan Media Pembelajaran Matematika
mempelajari suatu topik matematika. Topik baru yang Dasar Dengan Game Edukatif Berbasis Flash yaitu
dipelajari merupakan pendalaman dan perluasan dari Monkey Math Balance merupakan jenis game bergenre
topik sebelumnya. strategi. Oleh karena itu, aturan main game ini berlatar
Berdasarkan studi pendahuluan di SLB-B YPLB belakang menyelesaikan soal-soal yang di sisi kiri
Majalengka bahwa anak tunarungu di kelas I SDLB monyet dengan jawaban yang ada di sisi kanannya.
masih kesulitan dalam melakukan penjumlahan 1-10, Penilaian itu apabila jawabannya benar maka
sehingga game ini dirancang sesuai kebutuhan anak timbangan/jungkatjungkit yang diduduki monyet akan
yang mengalami kesulitan dalam materi operasi lurus dan muncul tulisan berhasil, namun apabila salah
matematik tersebut. maka timbangan/jungkatjungkit yang diduduki monyet
Dengan demikian, dibuatlah media game akan tidak seimbang dan muncul tulisan kurang tepat.
monkey math untuk mengingatkan kembali kepada Lalu ketika jawaban kurang tepat, anak dapat mencoba
anak mengenai materi mengenal bilangan 1-10 agar lagi dengan mengklik menu coba lagi. Diakhir games
anak mudah dalam melakukan permainan ini. ini terdapat tes bagi anak, untuk mengukur kemampuan
Pemberian konsep yang diberikan berada pada pemahamannya terhadap materi dalam media tersebut.
tahapan semi konkrit, dimana jumlah buah pisang yang Prosedur dalam penelitian ini mengikuti prisnsip
menjadi icon sesuai dengan angka yang dituliskan, dasar penelitian tindakan yaitu : (1) Penetapan fokus
karena pada tahapan ini berdasarkan teori Piaget, anak permasalahan (asesmen), (2) Perencanaan tindakan, (3)
sedang dalam tahap perkembangan praoperasional (2-7 Pelaksanaan tindakan, (4) Pengumpulan data (tes), (5)
tahun). Pada tahap ini, anak telah dapat memperoleh Refleksi, (6) Perencanaan tindak lanjut.
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak Bogdan dan Taylor (dalam Iskandar, 2009, hlm.
abstraks. Sehingga, pada tahapan ini anak tunarungu 74) menyatakan bahwa Analisis data adalah proses
tepat diberikan media dengan konsep semi konkrit yaitu mencari usaha secara formal untuk menemukan tema
konsep yang mendekati abstrak. dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data
dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada
METODE tema dan ide itu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan
adalah metode deskriptif. Nawawi (1983, hlm. 63) bahwa analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan
menyatakan bahwa Metode deskriptif adalah prosedur menyeleksi atau memilah-milah data yang diperlukan.
pemecahan masalah yang diselidiki dengan Setelah semua data terseleksi, data tersebut
menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau dideskripsikan dan disajikan dalam bentuk tabel.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 431
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Langkah terakhir adalah membuat kesimpulan. Dalam siklus 2 ini (a) hampir semua siswa
Penyajian data melalui teknik observasi langsung dan mampu melakukan games dan menyelesaikannya, (b)
komunikasi tidak langsung Siswa secara keseluruhan sudah memahami proses
dalam penelitian ini, dianalisis dengan rumus sebagai pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan
berikut: media monkey math malances games sehingga proses
Menurut Suhardjono (2008,hlm. 43) pembelajaran menjadi menyenangkan.
P = f x 100%
N KESIMPULAN DAN SARAN
Keterangan: Kesimpulan
P = Angka Presentase
f = Frekuensi yang sedang dicari presentasenya Berdasarkan hasil penelitian terhadap
N = Jumlah frekuensi atau banyaknya individu (number penggunaan media monkey math balances games pada
of case) siswa kelas I SDLB-B YPLB Majalengka, secara umum
dapat disimpulkan efektif untuk meningkatkan
HASIL kemampuan belajar siswa dibandingkan dengan
Setelah melakukan 2 siklus penelitian pada pembelajaran sebelumnya yang dilakukan tanpa
pembelajaran Matematika materi penjumlahan bilangan menggunakan media. Selanjutnya dirumuskan juga
1-10 dengan menggunakan media monkey math kesimpulan khusus sebagai berikut : (1) Pada
balances games diperoleh rekapitulasi hasil belajar Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media
siswa kelas I SDBLB-B YPLB Majalengka adalah monkey math balances games mengalami peningkatan
sebagai berikut: dari siklus 1 sampai siklus 2, dimana pada siklus 1
pelaksanaan pembelajaran skor rata-rata diperoleh 4,6,
Nilai sedangkan pada siklus 2 mengalami peningkatan yang
Banyak sangat tingggi yaitu dengan skor rata-rata 7,8, (2) Hasil
No Siklus Tidak
siswa Tuntas belajar siswa pada siklus 1 yang mengalami ketuntasan
tuntas
1 4 belajar tidak seorangpun dengan jumlah persentase
1 Siklus I 5 20%, pada siklus 2 yang mengalami ketuntasan belajar
(20%) (80%)
4 orang dengan jumlah persentase 100%.
5 0
2 Siklus II 5
(100%) (0%)
Saran
Pada siklus I ketuntasan belajar siswa sebesar Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan
0%, dan siklus II ketuntasan belajar siswa mengalami dalam penelitian ini dapat disarankan hal-hal sebagai
peningkatan menjadi 80%. berikut: (1) Penggunaan media bagi tunarungu lebih
didominasi dalam pembelajaran terutama pembelajaran
PEMBAHASAN yang bersifat abstrak, (2) Hasil belajar siswa sangat
Penelitian ini dilakukan berdasarkan dari diperlukan dalam proses pembelajaran Matematika.
permasalahan-permasalahan yang muncul dikelas Oleh karena itu, hendaknya guru dapat mengaktifkan
tersebut. Permasalahan umumnya adalah belum siswa dengan menggunakan media monkey math
meningkatnya kemampuan belajar dalam pembelajaran balances games agar hasil belajar siswa meningkat, (3)
matematika materi penjumlahan. Penelitian ini Agar pembelajaran lebih bermakna maka guru harus
dilaksanakan sebanyak 2 siklus, setiap siklus bisa memadukan media yang akan dipergunakan sesuai
dilaksanakan satu kali pertemuan dengan materi dengan materi yang di ajarkan sesuai dengan kebutuhan
menyesuaikan pada kondisi pembelajaran. siswa dalam pembelajaran.
Pada hasil siklus 1 terdapat kekurangan yaitu
sebagai berikut : (a) Peneliti kurang mampu
membimbing siswa sehingga tidak sesuai dengan apa DAFTAR PUSTAKA
yang direncanakan di dalam RPP, (b) Peneliti sulit Arikunto, Suharsimi. (2008). Penelitian Tindakan
dalam membimbing siswa dalam menggunakan mouse Kelas. Jakarta : Sinar Grafika.
untuk mengklik game, (c)Pelaksanaan waktu Iskandar. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta :
pembelajaran lebih lama dari yang direncanakan, (d) Gaung Persada Press
Siswa masih belum mengerti cara melakukan games, (e) Rohani, Nawawi. (1983). Media Instruksional Edukatif.
Hasil belajar siswa belum mencapai ketuntasan. Jakarta :Rineka Cipta Sri Anitah W,dkk. (2009).
Setelah mengetahui kekurangan pelaksanaan Strategi Pembelajaran. Jakarta :Universitas
tindakan atau proses pembelajaran pada siklus 1, Terbuka.
kemudian bersama-sama kembali merencanakan Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan
tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
kekurangan-kekurangan yang ada. Kekurangan- Bandung: Alfabeta.
kekurangan yang muncul akan diperbaiki pada siklus Suhardjono. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta
selanjutnya yaitu pada siklus 2. :Sinar Grafika.
432 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Supardi. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta


:Sinar Grafika.
Wardhani Igak,dkk. (2007). Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta :Universitas Terbuka.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PEMBANGUNAN BUKU TEKS DIGITAL INTERAKTIF MURID


MASALAH PEMBELAJARAN DI MALAYSIA:
PENGALAMAN DEWAN BAHASA DAN PUSTAKA
(The Development of Digital Interactive Textbook for Pupils with Learning Disabilities in Malaysia:
From the Eyes of Dewan Bahasa dan Pustaka)

Rosmani binti Omara, Muhammad Faiz bin Mohamad Alib, Siti Hanim binti Yunusc
abc
Dewan Bahasa dan Pustaka, Malaysia.

Abstrak: Perusahaan digital hasil daripada teknologi makumat dan komunikasi (TMK) pada hari ini
didorong oleh keperluan untuk mengoptimumkan pengetahuan dan pembelajarannya bagi mencapai prestasi
tinggi (Tapscott, 2007). Bagi memanfaatkan penggunaan TMK dan kepentingan pendidikan, Kementerian
Pendidikan Malaysia (KPM) telah mengambil inisiatif untuk menambah bahan bantu murid masalah
pembelajaran menerusi penerbitan Buku Teks Digital Interaktif Teknologi Maklumat dan Komunikasi
(Masalah Pembelajaran) Tahun 6 yang dibangunkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) dan diguna
pakai pada tahun 2016. Buku teks digital interaktif (BTDI) tersebut bertujuan untuk memberikan
kesamarataan akses yang berkualiti bertaraf antarabangsa kepada murid digital natif dalam proses
pembelajaran dan pengajaran pada abad ke-21. Kertas kerja ini menghuraikan pembangunan kandungan Buku
Teks Digital Interaktif Teknologi Maklumat dan Komunikasi (Masalah Pembelajaran) Tahun 6 yang
meliputi aspek penyediaan peranti, tempoh penerbitan, pembangunan kandungan, kos pembangunan dan
cabaran DBP dalam mengupayakan penerbitan BTDI tersebut. Antara aspek pembangunan kandungan yang
dikupas ialah proses pembinaan papan cerita sehingga penyediaan BTDI, ujian penerimaan pengguna yang
melibatkan User Acceptance Test (UAT) dan Final Acceptance Test (FAT). Kertas kerja ini disediakan
berdasarkan pengalaman staf DBP yang terlibat secara langsung dalam menjayakan pembangunan BTDI
masalah pembelajaran. Kertas kerja ini bertujuan untuk menjelaskan peri pentingnya penerbitan bahan bantu
pengajaran untuk murid berkeperluan khas seperti masalah pembelajaran. Kepelbagaian bahan bantu
pembelajaran yang diusahakan oleh KPM dalam bentuk TMK menampilkan keprihatinan kerajaan dalam
meningkatkan sistem pendidikan di Malaysia. DBP sebagai penerbit di bawah KPM sentiasa memberikan
kerjasama dan sokongan demi merealisasikan penerbitan bahan pendidikan yang bermanfaat berasaskan
TMK sesuai dengan Pelan Pembangunan Pendidikan Malaysia (20132025) yang digariskan.
Kata Kunci: Buku Teks Digital Interaktif, masalah pembelajaran, pembangunan, peranti, papan
cerita, prototaip, ujian penerimaan pengguna, pelayan

Abstract: The digital industry born in todays information and communications technology (ICT) era is
generated by the high demands to optimise the knowledge and learning for high achievement (Tapscott,
2007). To reap the benefits of ICT and its importance in education, the Ministry of Education (MOE) has
taken the effort to add up the tools of teaching the pupils with learning disabilities through the publication of
the Teknologi Maklumat dan Komunikasi (Masalah Pembelajaran) Tahun 6 textbook. This book is published
by Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) and launched in 2016. This Digital Interactive Textbook is meant to
provide an international standard of equal access to ICT to all digital-native pupils in this 21st Century
teaching and learning era. This study is aimed to look meticulously into the entire process of producing the
Digital Interactive Textbook for ICT targeted for year 6 pupils with learning disabilities, including the
preparation of the devices, time frame of publication, content development, cost, and the challenges faced by
DBP along the process. Among the content aspect is the process of creating the storyboard till the delivery of
the book, the User Acceptance Test (UAT), and the Final Acceptance Test (FAT). This study is done based on
the experience of the team in DBP who has developed the textbook and to further making this Digital
Interactive Textbook a success. It is hoped to provide a clear scenario on the importance of providing an
efficient teaching tool to assist the pupils with learning disabilities. The diversity of teaching tools introduced
by the MOE in ICT has proven that the government is making efforts to provide a facelift to the Malaysian
education system. DBP as the sole publisher of the MOE has always supported and work hand-in-hand in
publishing beneficial ICT-based teaching aid in line with the Malaysian Education Blueprint (2013 2025).
Keywords: Digital Interactive textbook, learning disabilities, development, device, storyboard, prototype,
User Acceptance Test, server.

PENGENALAN mengandungi teks, imej serta mengandungi elemen


Buku digital atau e-buku merupakan buku multimedia tertentu (seperti audio, video dan animasi)
elektronik yang dihasilkan atau diterbitkan dalam yang boleh dimuat turun atau dibaca dengan
bentuk elektronik dan digital. Buku digital menggunakan komputer atau peranti pembaca e-buku

433
434 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

tertentu yang bersesuaian (Zahuddin, 2012). Buku Individu Masalah Penglihatan Tahun 1. Pada tahun
digital juga mengandungi elemen multimedia seperti 2011, DBP menerbitkan buku teks bagi kegunaan murid
bahan pautan, bahasa atau fungsi kamus dan tahap yang mempunyai masalah pendengaran, iaitu bagi mata
interaktiviti (Sargeant, 2015). Buku digital boleh pelajaran Bahasa Isyarat Komunikasi (Masalah
diperihalkan dengan menyatakan perisian yang Pendengaran) Tahun 1 dan Bahasa Isyarat Komunikasi
digunakan dalam membuat kerja. Kebanyakan e-buku (Masalah Pendengaran) Tahun 2 serta Pendidikan
yang diterbitkan adalah menggunakan E-Pub (Garrish, Islam (Masalah Pendengaran) Tahun 1 dan Pendidikan
2011). Islam (Masalah Pendengaran) Tahun 2. Pada tahun
Buku Teks Digital Teknologi Maklumat dan 2012, DBP mula menangani penerbitan buku teks
Komunikasi (Masalah Pembelajaran) Tahun 6 yang masalah pembelajaran bagi kohort pertama sehingga
dibangunkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) tahun 2015 (tahun 1 hingga tahun 6). Satu daripada
melalui Xentral Methods Sdn. Bhd., iaitu syarikat judul yang diterbitkan pada tahun 2015 untuk digunakan
pembangun yang dilantik oleh DBP memenuhi ciri-ciri mulai tahun 2016 ialah buku teks Teknologi Maklumat
yang dinyatakan dalam pendefinisian buku digital di dan Komunikasi (Masalah Pembelajaran) Tahun 6 yang
atas. BTDI tersebut mempunyai teks, animasi, audio, dipakejkan bersama-sama dengan DVD.
video dan unsur interaktiviti seperti tap, drag, flick, Buku teks digital gelombang pertama (2013
swipe, pinch, zoom dan long press. BTDI tersebut juga 2015) mula diperkenalkan oleh KPM mulai tahun 2013
mempunyai fungsi tambahan seperti search, highlight, yang berkonsepkan Portable Document Format (PDF)
bookmark dan note. yang dapat diakses melalui portal pembelajaran maya
BTDI dibangunkan berdasarkan Dokumen Frog VLE. Buku teks sekolah rendah arus perdana yang
Standard Kurikulum dan Pentaksiran (DSKP), KPM dan diterbitkan oleh DBP telah melalui gelombang tersebut.
buku teks konvensional (bercetak), iaitu Teknologi Pada tahun 2016, KPM mula memperkenalkan BTDI
Maklumat dan Komunikasi (Masalah Pembelajaran) bagi sekolah rendah aliran perdana dan aliran khas
Tahun 6 yang diguna pakai oleh murid masalah untuk gelombang kedua (20162020) yang melibatkan
pembelajaran mulai tahun 2016. Buku teks mata pelajaran Sains Tahun 6 Sekolah Kebangsaan
konvensional bagi mata pelajaran tersebut mengandungi (SK), Teknologi Maklumat dan Komunikasi Tahun 6 SK
88 halaman. Bagi tujuan penerbitan BTDI, sebanyak dan Teknologi Maklumat dan Komunikasi (Masalah
95% daripada jumlah halaman telah diinteraktivitikan. Pembelajaran) Tahun 6.
BTDI yang dibangunkan oleh DBP menggunakan E- Rajah di atas menunjukkan konsep transformasi
Pub3/Html 5. Aplikasi yang disediakan boleh dibaca buku teks bagi Gelombang Pertama sehingga
secara cross-platform bagi semua sistem pengoperasian Gelombang Ketiga yang disediakan oleh KPM bagi
utama semasa. mencapai transformasi pendidikan yang digariskan
dalam Pelan Pembangunan Pendidikan Malaysia (2013
LATAR BELAKANG 2025). Tanggungjawab yang diberikan oleh KPM
Pada tahun 2010, DBP dipertanggungjawabkan kepada DBP untuk membangunkan penerbitan BTDI
oleh KPM untuk menangani penerbitan buku teks bagi Gelombang Kedua memberikan satu pengalaman
konvensional atau bercetak bagi keperluan murid cacat berharga untuk DBP mengupayakan penerbitan buku
penglihatan bagi mata pelajaran Kemahiran Asas digital sesuai dengan hambatan teknologi semasa.

Rajah 1 Konsep transformasi buku teks bagi Gelombang Pertama hingga Gelombang Ketiga oleh KPM.
Sumber: Kementerian Pendidikan Malaysia , 2014
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 435
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

PERNYATAAN MASALAH Pengenalan kepada penerbitan BTDI sebagai


Sesuai dengan perkembangan TMK, KPM telah bahan pengajaran dan pembelajaran merupakan satu
menerapkan Kemahiran Abad ke-21 dalam konteks daripada cara untuk menarik murid mempelajari dan
pengajaran dan pembelajaran baik di sekolah rendah menguasai kandungan pembelajaran di sekolah.
dan sekolah menengah arus perdana ataupun di sekolah Menurut Poh (2015), penerbitan e-buku yang bertaraf
pendidikan khas. Bahagian Pendidikan Khas (2014) tinggi berbanding dengan media Internet yang lain
juga menetapkan objektifnya melalui Program diharapkan dapat menarik minat generasi natif digital
Pendidikan Inklusif yang dirancang, iaitu memastikan terhadap pembelajaran seumur hidup melalui
murid berkeperluan khas mendapat hak yang sama rata pembacaan dan peningkatan pengetahuan.
untuk belajar dalam persekitaran tanpa halangan.
Kanak-kanak masalah pembelajaran memerlukan METODOLOGI KAJIAN
metodologi yang menggalakkan untuk meningkatkan Maklumat daripada kertas kerja ini diperoleh
kemahiran mereka berinteraksi (Hewett dan Nind, melalui hasil pendekatan dan kutipan pengalaman editor
1998). Antaranya ialah bahan berasaskan TMK seperti dan pegawai teknikal DBP yang terlibat secara lapangan
BTDI. Namun, mengikut Poh (2015) perniagaan e-buku dalam penerbitan Buku Teks Digital Interaktif Teknologi
masih berada pada tahap yang rendah walaupun Maklumat dan Komunikasi (Masalah Pembelajaran)
trendnya semakin meningkat. Dari aspek pendidikan, Tahun 6. Kaedah yang digunakan untuk mendapatkan
kita juga tidak boleh bergantung pada bahan maklumat tersebut adalah melalui temu bual bersama-
pembelajaran bercetak semata-mata kerana menurut sama dengan editor dan pegawai teknikal berkenaan.
Lankshear dan Knobel (2006), dunia pengetahuan Maklumat tersebut kemudiannya dihuraikan secara
kelihatan janggal jika kita hanya tertakluk kepada media kualitatif dan diskriptif.
cetak. Oleh hal yang demikian, bahan bantu yang sesuai
dengan kebolehan fizikal dan mental murid masalah DAPATAN KAJIAN/ANALISIS
pembelajaran berasaskan teknologi diperlukan untuk Dapatan kajian dihuraikan mengikut tajuk seperti
membantu mereka dalam proses pengajaran dan yang berikut:
pembelajaran.
A) Peranti Untuk Pembangunan Btdi
OBJEKTIF KAJIAN DBP mengeluarkan modal untuk membeli
Kertas kerja ini disediakan untuk: peranti untuk pembangunan BTDI. Peranti tersebut
a. berkongsi pengalaman tentang proses diperlukan untuk tujuan proses pembangunan, penilaian,
pembangunan dan cabaran DBP dalam penyemakan, penyediaan prototaip dan ujian
menangani penerbitan BTDI kanak-kanak penerimaan pengguna BTDI. Peranti tersebut adalah
masalah pembelajaran. seperti yang berikut:
b. menjelaskan peri pentingnya penerbitan bahan Bil. Peranti
bantu pengajaran dan pembelajaran untuk murid 1. Komputer tablet yang mengandungi sistem
berkeperluan khas seperti masalah pembelajaran. pengendalian Windows
c. memberikan cetusan idea kepada penerbit atau 2. Komputer tablet yang mengandungi sistem
pihak yang berminat dan berhasrat untuk pengendalian iOS
membangunkan BTDI bagi proses pengajaran 3. Komputer tablet yang mengandungi sistem
dan pembelajaran murid berkeperluan khas. pengendalian Android
4. Cakera keras luaran 2 TB
TINJAUAN PERSURATAN 5. E-Pembaca DBP
- E-Pembaca Windows
Penerbitan BTDI dapat menggalakkan - E-Pembaca iOS
penggunaan dan pembacaan dalam kalangan pengguna. - E-Pembaca Android
Menurut Norshuhada dan Shahizan (2004), sebuah e- 6. Pelayan
buku yang baik biasanya mengintegrasikan elemen 7. Pakej Sim (Data)
interaktif kepada pembacanya. Elemen-elemen ini
bukan sahaja menarik minat pembaca untuk terus Jadual 1 Peranti yang dibeli oleh DBP untuk pembangunan BTDI.
menggunakan buku tersebut, malah boleh meningkatkan
proses pembelajaran kanak-kanak. Penerbitan BTDI Selain peranti yang dibeli, peranti lain yang sedia
juga memberikan banyak manfaat kepada individu ada di pejabat seperti komputer riba dan projektor LCD
berkeperluan khas pelbagai kategori (E. Moyer, (liquid crystal display) turut diguna pakai semasa proses
2012) seperti meningkatkan kesedaran fonemik dalam pembangunan BTDI. DBP juga menyediakan e-
kalangan kanak-kanak prasekolah masalah Pembaca dan pelayan kerana segala produk penerbitan
pembelajaran (Shamir dan Schlafer, 2011), memberikan BTDI DBP perlu dipusatkan dalam sistem yang boleh
kesan untuk pembangunan literasi awal, kefahaman diakses oleh pelbagai peranti yang ada di sekolah.
membaca dan pembangunan bahasa untuk kanak-kanak BTDI akan dicapai oleh murid dan guru sekolah yang
kecil (Korat, 2008) dan menjadikan pembelajaran lebih dibenarkan mengikut polisi KPM serta menggunakan
kritis (Hobbs, 2011). aplikasi e-Pembaca DBP yang boleh dicapai melalui
App Store atau Google Play.
436 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

B) Tempoh Penerbitan Tempoh pembinaan BTDI amat padat dan


Pada 11 Ogos 2015, KPM telah menyerahkan memerlukan komiten kumpulan penerbitan yang terdiri
projek penerbitan Buku Teks Digital Interaktif daripada penulis, editor, pengatur cara, pereka bentuk,
Teknologi Maklumat dan Komunikasi (Masalah ilustrator, animator, penyunting audio dan video, pereka
Pembelajaran) Tahun 6 bersama-sama dengan Buku arahan, pengurus projek dan pegawai teknikal KPM,
Teks Digital Interaktif Teknologi Maklumat dan panel penilai daripada DBP dan KPM serta pihak
Komunikasi Tahun 6 Sekolah Kebangsaan (SK) dan pengurusan bagi kedua-dua organisasi tersebut, pihak
Buku Teks Digital Interaktif Sains Tahun 6 SK untuk pengurusan Xentral Methods Sdn. Bhd. dan pihak
dibangunkan oleh DBP. DBP diberikan masa selama 13 sekolah. Tempoh penerbitan yang terhad dengan
bulan untuk menyiapkan BTDI bermula dengan keperluan penyediaan semua prasarana teknologi dan
pembinaan papan cerita sehingga bahan dimuat naik pembangunan kandungan memberikan cabaran kepada
dalam App Store dan Google Play, dan diluluskan serta DBP dan Xentral Methods Sdn. Bhd. bagi memastikan
disahkan kebolehgunaannya. BTDI tersebut terbit mengikut tempoh yang telah
ditetapkan. Secara keseluruhannya, tempoh penerbitan
projek BTDI adalah seperti yang berikut:

160
Pembinaan papan cerita

140
Penilaian, penambahbaikan, penyuntingan dan penyemakan
120 papan cerita

Penyediaan prototaip
100

80 Penilaian, penambahbaikan, penyuntingan dan penyemakan


prototaip

60
Penyediaan BTDI

40
User Acceptance Test (UAT) dan Final Acceptance Test (FAT)
20

Muat naik BTDI dalam pelayan


0
Bil. Hari
Rajah 2 Tempoh pembangunan Buku Teks Digital Interaktif Teknologi Maklumat dan Komunikasi (Masalah
Pembelajaran) Tahun 6 oleh DBP hasil kerjasama KPM dan Xentral Methods Sdn. Bhd.
Rajah di atas menunjukkan tempoh masa yang masa bagi ketiga-tiga peringkat penilaian,
diambil untuk pembangunan Buku Teks Digital penambahbaikan, penyuntingan dan penyemakan
Interaktif Teknologi Maklumat dan Komunikasi prototaip ini ialah 141 hari sebelum diserahkan kepada
(Masalah Pembelajaran) Tahun 6. Tempoh masa yang pihak KPM untuk kelulusan. Peringkat ini merupakan
diambil untuk penyediaan papan cerita ialah 49 hari. tempoh masa yang paling lama diambil disebabkan
Tempoh masa penilaian, penambahbaikan, terdapat masalah teknikal yang melibatkan kefungsian
penyuntingan, penyemakan pembetulan dan pemurnian aktiviti interaktif dan video.
mengambil masa selama 57 hari. Masa yang diambil untuk penyediaan BTDI pula
Setelah memperoleh kelulusan papan cerita adalah sebanyak 26 hari. Selepas itu, ujian penerimaan
daripada KPM, peringkat seterusnya ialah penyediaan pengguna yang melibatkan User Acceptance Test
prototaip oleh pihak Xentral Methods Sdn. Bhd. yang (UAT) dan Final Acceptance Test (FAT) mengambil
mengambil masa selama 62 hari sebelum diserahkan masa selama 51 hari. DBP memuat naik BTDI dalam
kepada pihak KPM untuk disemak dan dinilai. Prototaip pelayan awan (cloud server) dan pelayan Yes 4G dalam
ini kemudiannya melalui tiga peringkat penyemakan tempoh lapan (8) hari. Keseluruhan masa yang diambil
dan penilaian oleh panel penilai yang berbeza. Jangka dari peringkat pembinaan papan cerita hingga BTDI
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 437
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dimuat naik dalam pelayan adalah dalam lingkungan 13 C) Pembangunan Kandungan Btdi
bulan. Proses pembinaan BTDI yang dilaksanakan oleh
DBP ditunjukkan seperti rajah berikut.

MULA

Pembinaan papan cerita ---- DBP, Syarikat Pembangun

Penilaian, penambahbaikan, penyuntingan ---- DBP, Syarikat Pembangun, KPM


dan penyemakan papan cerita

Penyediaan prototaip ---- DBP, Syarikat Pembangun

Penilaian, penambahbaikan, penyuntingan ---- DBP, Syarikat Pembangun, KPM


dan penyemakan prototaip

Penilaian, penambahbaikan, penyuntingan ---- DBP, Syarikat Pembangun


dan penyemakan pembetulan prototaip

Penilaian, penambahbaikan, penyuntingan ----- DBP, Syarikat Pembangun, KPM


dan penyemakan pembetulan prototaip
kali kedua

Penyediaan BTDI ---- DBP, Syarikat Pembangun

User Acceptance Test (UAT)


---- DBP, Syarikat Pembangun, KPM

Final Acceptance Test (FAT)


---- DBP, Syarikat Pembangun, KPM

Muat naik BTDI dalam Pelayan awan


(cloud server) dan pelayan Yes 4G --- DBP, Syarikat Pembangun

Rajah 3 Carta alr pembangunan BTDI.

i) Pembinaan papan cerita cerita BTDI disediakan oleh tiga orang penulis asal
Papan cerita merupakan lakaran rupa bentuk buku teks bercetak bagi Teknologi Maklumat dan
skrin paparan yang akan digunakan dalam aplikasi Komunikasi (Masalah Pembelajaran) Tahun 6.
multimedia. Papan cerita merupakan elemen yang Penulis diberikan masa selama 49 hari untuk
sangat penting dalam perancangan dan pembangunan menyiapkan papan cerita. Penulisan papan cerita turut
BTDI kerana dapat menjelmakan kandungan dari mengambil kira pandangan aspek teknikal daripada
aspek narasi, visual, animasi, audio, video dan bahan pengatur cara syarikat.
interaktif supaya selaras dengan keperluan buku teks
bercetak.
Dalam papan cerita, penulis akan menyediakan
maklumat tentang konsep reka letak yang hendak
dimuatkan dalam aplikasi multimedia agar reka letak
tersebut dapat berfungsi dengan baik. Penulisan papan
438 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Rajah 4 Contoh halaman dalam papan cerita.

ii) Penilaian, penambahbaikan, penyuntingan b. Membangunkan reka bentuk dan animasi


dan penyemakan pembetulan dan pemurnian c. Memasukkan teks dan grafik
papan cerita d. Memasukkan rakaman suara latar dan video,
Papan cerita yang disiapkan oleh penulis akan kesan bunyi serta muzik latar
melalui proses penilaian oleh Jawatankuasa Peningkatan e. Memasukkan bahasa pengaturcaraan untuk
Mutu (JPM) DBP yang terdiri daripada pakar bidang melengkapkan interaktiviti
dalam kalangan pensyarah dan guru. Hasil daripada iv) Penilaian, penambahbaikan, penyuntingan
penilaian tersebut, panel penulis akan menambah baik dan penyemakan prototaip
papan cerita berdasarkan komen dan cadangan Papan cerita yang telah diluluskan oleh KPM
penambahbaikan oleh JPM. diserahkan kepad syarikat pembangun. Sebelum
Penilaian papan cerita dijalankan sebanyak menyediakan prototaip, syarikat pembangun telah
empat peringkat, iaitu dua peringkat bersama-sama mengemukakan contoh paparan reka letak BTDI dan
dengan JPM dan dua kali lagi bersama-sama dengan pengenalan kepada setiap fungsi fitur dan ikon yang
pihak KPM. Penilaian papan cerita bersama-sama terlibat. Fungsi yang dicadangkan adalah seperti swipe,
dengan JPM melibatkan dua peringkat, iaitu scroll, enlarge, pinch to zoom dan long press open
penyemakan papan cerita dan pemurnian papan cerita. submenu.
Penilaian papan cerita bersama-sama dengan pihak Dalam tempoh yang sama, editor membantu dari
KPM pula melibatkan penilaian dan penambahbaikan aspek mencari bakat (talent) bagi ujian suara latar untuk
papan cerita, dan penyemakan pembetulan papan cerita. dimasukkan dalam BTDI tersebut. Sampel suara latar
iii) Penyediaan prototaip ini kemudiannya diserahkan kepada pihak KPM untuk
Penyediaan prototaip merupakan proses dinilai dan diluluskan oleh mereka.
pengalihan bahan akhir yang terdapat dalam papan Selepas prototaip dibangunkan oleh Xentral
cerita yang dialih dan diwujudkan dalam bentuk visual. Methods Sdn. Bhd., prototaip tersebut diserahkan oleh
Penyediaan prototaip berkenaan akan dilakukan secara DBP kepada pihak KPM. Bagi tujuan mesyuarat
berperingkat dengan memberikan keutamaan terhadap penilaian dan penyemakan prototaip oleh pihak KPM,
penyediaan elemen teks, video, audio, animasi dan DBP meminjamkan tiga peranti yang mengandungi
bahan interaktif. Dalam hal ini syarikat pembangun sistem pengendalian yang berbeza, iaitu Windows, iOS
akan menumpukan pembinaan elemen seperti yang dan Android. Tujuannya adalah agar pihak panel penilai
berikut: yang dilantik oleh KPM dapat membuat penyemakan
a. Menyediakan paparan antara muka dan penilaian melalui platform tersebut.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 439
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Mesyuarat penyemakan dan penilaian prototaip


bersama-sama dengan panel penilai KPM dijalankan
sebanyak tiga peringkat. Melalui ketiga-tiga mesyuarat
tersebut, kebanyakan cadangan penambahbaikan yang
diterima melibatkan aspek teknikal penerbitan digital
seperti kepantasan menggunakan aplikasi untuk ketiga-
tiga platform yang tidak stabil dan tidak serasi
(compatible) kepada semua peranti dan platform. Walau
bagaimanapun, syarikat pembangun berjaya memenuhi
kehendak dan cadangan penambahbaikan daripada
pihak KPM.

D) Penyediaan BTDI
Setelah prototaip BTDI ini diluluskan oleh pihak
KPM, syarikat pembangun telah membaiki kesemua
masalah yang melibatkan teknikal penerbitan digital.
Antaranya ialah masalah melibatkan kefungsian aktiviti
interaktif dan video serta pautan, data yang tidak dapat
disimpan dalam storan, tidak serasi (compatible) untuk
ketiga-tiga platform, keterbatasan elemen interaktiviti
dalam E-Pub yang mengakibatkan aktiviti interaktif
tidak dapat berfungsi seperti yang dikehendaki. Dalam
tempoh seminggu, BTDI yang telah sempurna
diserahkan kepada pihak KPM. Pada peringkat
seterusnya, BTDI ini disediakan untuk diakses secara Gambar Foto 1 Ujian penerimaan pengguna yang
dalam talian. dijalankan di Sekolah Kebangsaan Sikamat, Taman Pelangi,
Seremban, Negeri Sembilan.

E) Ujian Penerimaan Pengguna BTDI


F) Muat Naik Btdi Dalam Pelayan
Pengujian BTDI melibatkan User Acceptance
Selepas ujian penerimaan pengguna, bahan BTDI
Test (UAT) dan Final Acceptance Test (FAT). Sebelum
dimuat naik dalam pelayan awan (cloud server) dan
pengujian dilakukan kepada pengguna (murid), pihak
pelayan Yes 4G. Perincian proses muat naik berkenaan
KPM telah melaksanakan ujian penerimaan pengguna
disimpulkan berdasarkan jadual berikut:
(UAT) dari aspek teknikal, iaitu memastikan kesediaan
Jadual 2 Muat naik BTDI dalam pelayan.
infrastruktur teknologi di sekolah. Selepas itu, ujian
penerimaan pengguna yang melibatkan aspek pelayan Pelayan untuk Tempat Alat yang
(server) pula dijalankan. muat naik mengakses diperlukan
Pengujian BTDI untuk mata pelajaran ini BTDI BTDI untuk mengakses
dilaksanakan di Sekolah Kebangsaan Sikamat, Taman BTDI
Pelangi, Seremban, Negeri Sembilan pada 14 Oktober Pelayan awan Aplikasi Buku Tablet
2016. Seramai enam orang murid masalah pembelajaran Teks DBP
menjalani sesi pengujian BTDI tersebut. Berdasarkan Pelayan Yes 4G Laman web Komputer atas
kertas arahan yang diberikan oleh pihak KPM, setiap VLE Frog meja atau
murid dibimbing oleh seorang guru dalam menjalani komputer riba
pengujian BTDI. Pengujian dilakukan melalui komputer
riba milik sekolah. Terdapat dua kategori ujian, iaitu G) Kos Pembangunan BTDI
video dan aktiviti interaktif. Secara keseluruhan, Dalam usaha membangunkan BTDI, DBP telah
keenam-enam orang murid berjaya menyempurnakan mengeluarkan sejumlah modal untuk melengkapkan dan
pengujian tersebut. Mereka kemudiannya diminta membeli peranti teknologi bagi memastikan
mengisi borang maklum balas yang disediakan oleh pembangunan kandungan bahan digital tersebut berjaya
pihak KPM secara dalam talian. dan berjalan dengan lancarnya. Kos yang diperuntukkan
bagi tujuan tersebut adalah seperti yang berikut:
Kos pembelian e-Pembaca DBP merupakan kos
tertinggi yang dikeluarkan oleh DBP untuk
pembangunan BTDI, iaitu RM146 000.00. Tawaran kos
pembangunan ialah kos yang dikeluarkan oleh DBP
kepada syarikat pembangun, iaitu Xentral Methods Sdn.
Bhd. untuk membangunkan Buku Teks Digital Interaktif
Teknologi Maklumat dan Komunikasi (Masalah
Pembelajaran) Tahun 6. Kos yang ditawarkan ialah
440 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

RM77 000.00. Kos pembelian infrastruktur teknologi kepakaran dan tuntutan perjalanan panel pakar bidang.
seperti e-Pembaca pada pelayan awam (cloud server), Anggaran kos pembelian peranti pula ialah RM12
aplikasi pengurusan pemantauan, storan Internet dan 000.00 dan kos bayaran penulisan papan cerita kepada
jalur lebar dengan keupayaan capaian serentak sebanyak penulis ialah RM6000.00. Kos keseluruhan yang
20 000 orang murid merupakan kos ketiga tertinggi dikeluarkan oleh DBP untuk pembangunan BTDI bagi
yang dikeluarkan oleh DBP, iaitu RM59 492.40. Kos mata pelajaran tersebut ialah RM356 092.40. Kesemua
perbengkelan juga antara kos yang tertinggi, iaitu RM55 kos yang dikeluarkan oleh DBP ini tidak termasuk kos
600.00 kerana melibatkan kekerapan perbengkelan yang dikeluarkan oleh KPM untuk tujuan penyemakan
sebanyak tujuh kali. Kos bengkel yang terlibat ialah kos bahan, ujian penerimaan pengguna dan kos lain.
penginapan dan makan minum, mesyuarat, bayaran

Jadual 3 Kos yang diperuntukkan oleh DBP untuk


pembangunan Buku Teks Digital Interaktif Teknologi
Maklumat dan Komunikasi (Masalah Pembelajaran)
Tahun 6.

Bil. Perkara Perbelanjaan (RM)

1. Anggaran kos peranti 12 000.00

2. Anggaran kos e-Pembaca DBP 146 000.00

3. Anggaran bayaran penulisan papan cerita kepada penulis 6 000.00

4. Tawaran kos pembangunan 77 000.00


5. Anggaran kos perbengkelan 55 600.00
6. Anggaran kos infrastruktur BTDI dalam pelayan 59 492.40
E-Pembaca pada pelayan awan (cloud server)
Aplikasi pengurusan pemantauan
Storan Internet
Pelayan dan jalur lebar dengan keupayaan capaian serentak seramai
20 000 orang murid

JUMLAH 356 092.40

H) Cabaran Dalam Penerbitan BTDI b) Keupayaan BTDI tidak selari dengan


Pelbagai cabaran dihadapi oleh DBP dalam kebanyakan peranti sedia ada.
usaha membangunkan BTDI. Antaranya adalah seperti BTDI mengandungi pelbagai elemen multimedia
yang berikut: yang terdiri daripada audio, video, simulasi,
a) Penerbitan BTDI perlu dibaca secara platform animasi dan aktiviti interaktif yang bersaiz
silang (cross platform). minimum 100 Megabait (MB). Oleh hal yang
Berdasarkan keperluan KPM, penerbitan BTDI demikian, keupayaan peranti dan perkakasan
perlu serasi dengan sistem pengoperasian iOS, yang diperlukan untuk melancarkannya perlu
Android dan Windows. Secara umumnya, setiap optimum dan melebihi spesifikasi minimum.
peranti yang mempunyai sistem pengendalian Sekolah dan murid perlu memperuntukkan
berbeza mempunyai fungsi atau fitur yang sejumlah wang untuk membeli peralatan yang
berbeza antara satu sama lain. Oleh hal yang berspesifikasi sedemikian untuk penggunaan
demikian, bahasa pengaturcaraan untuk BTDI yang lancar.
menjalankan satu fitur yang sama berbeza bagi
ketiga-tiga sistem pengendalian tersebut. Selain
itu, output yang diperoleh bagi satu fitur yang
sama juga akan berbeza. Banyak pengubahsuaian
dan cuba-cuba (trial and error) dari aspek reka
letak dan pengaturcaraan perlu dilakukan untuk
memastikan satu-satu fitur dapat dijalankan
dengan optimum dalam ketiga-tiga sistem
pengendalian tersebut.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 441
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

c) Kos yang tinggi diperlukan untuk untuk menerbitkan pelbagai bahan bantu untuk
membangunkan BTDI. murid-murid berkeperluan khas. Misalnya,
BTDI memerlukan pengeluaran kosyang tinggi menerbitkan buku fiksyen dan bukan fiksyen
untuk mendapatkan khidmat tenaga pakar untuk dalam bentuk buku digital interaktif dan buku
membangunkannya, seperti pereka bentuk, audio.
ilustrator, pengatur cara, animator, penyunting b. Para penerbit juga diharapkan berganding bahu
audio dan video, dan pereka arahan. Selain itu, untuk bersama-sama menjalankan
bagi mencapai produk BTDI yang berkualiti, tanggungjawab sosial dalam membantu murid
beberapa peringkat mesyuarat dan perbincangan berkeperluan khas.
untuk tujuan penyemakan dan pemurnian c. Semua pihak diharapkan dapat memberikan
diadakan yang melibatkan kos yang tinggi. pelbagai sokongan dalam usaha meningkatkan
d) Keterbatasan aspek interaktiviti. bahan bantu pengajaran dan pembelajaran murid
Secara khususnya, BTDI dibuat dalam format E- berkeperluan khas.
Pub 3.0. Oleh hal yang demikian, interaktiviti
BTDI hanya melibatkan aktiviti kendiri yang KESIMPULAN
perlu disiapkan pada waktu itu juga. Interaktiviti Penerbitan BTDI merupakan satu daripada usaha
dalam E-Pub 3.0 tidak boleh melibatkan murni KPM untuk memberikan hak yang sama rata
penyimpanan data dalam storan atau pautan ke dalam penggunaan bahan bantu pengajaran dan
elemen luar seperti e-mel atau laman web. pembelajaran kepada murid berkeperluan khas. DBP
e) Masa yang sesuai untuk menggunakan BTDI. sebagai penerbit di bawah KPM sentiasa mengambil
Secara umumnya, sekolah berkeperluan khas sikap terbuka dan memberikan komitmen yang
masih menggunakan buku bercetak sebagai bersungguh-sungguh untuk mendukung hasrat KPM
medium utama pengajaran dan pembelajaran. dalam mengupayakan penerbitan buku teks, baik buku
Jika murid ingin menggunakan BTDI, mereka teks berbentuk konvensional ataupun dalam bentuk
perlu mencari masa yang sesuai untuk digital. DBP berpendapat bahawa bidang penerbitan
menggunakan BTDI di makmal sekolah atau di tidak harus berorientasikan keuntungan semata-mata
rumah. sebaliknya aspek obligasi sosial juga harus
dititikberatkan untuk kepentingan masyarakat dan
negara. Pengalaman DBP dalam usaha membangunkan
buku teks digital interaktif diharapkan dapat dijadikan
PERBINCANGAN cetusan idea kepada para penerbit terutama penerbit
Secara keseluruhannya, perbincangan hasil yang mempunyai sumber kewangan yang kukuh untuk
kertas kerja ini adalah seperti yang berikut: turut berkecimpung dalam dunia penerbitan buku digital
a. DBP merupakan penerbit pertama yang interaktif sesuai dengan perkembangan dan kepantasan
dipertanggungjawabkan oleh KPM untuk teknologi pada hari ini.
membangunkan BTDI masalah pembelajaran di
Malaysia.
BIBLIOGRAFI
b. Dalam mengupayakan penerbitan BTDI, penerbit Hewett, D. dan Nind, M. (ed.), 1998. Interaction in
perlu mempunyai kesediaan dari segi sumber Action: Reflections on the Use of Intensive
ekonomi (modal), sumber manusia, teknologi Interaction. London: David Fulton.
dan polisi penerbitan. Hobbs, R., 2011. Digital and Media Literacy:
Connecting Culture and Classroom. Thousand
c. Komitmen semua pihak diperlukan dalam proses Oaks, CA: Corwin.
pembangunan BTDI. Garrish, M., 2011. What is EPUB3? Sebastopol:
OReilly Media.
d. Editor, pegawai teknikal, pereka bentuk, K.A. Razhiyah, 2005. Menjadi Guru Pendidikan Khas.
ilustrator, pengatur cara, animator, penyunting Kuala Lumpur: PTS Professional Publishing
audio dan video, dan pereka arahan merupakan Sdn. Bhd.
tunjang penting dalam menggerakkan Lankshear, C. dan Michele K., 2006. New Literacies:
pembangunan BTDI. Everyday Practices and Classroom Learning.
Maidenhead: Open University Press.
e. Penerbit harus berani mengambil sebarang risiko Malaysia. Bahagian Pendidikan Khas, 2014. Program
dalam cubaan membangunkan dan menerbitkan Pendidikan Inklusif Murid Berkeperluan Khas.
BTDI. Putrajaya: Kementerian Pendidikan Malaysia.
Malaysia. Kementerian Pendidikan Malaysia, 2013.
CADANGAN Pelan Pembangunan Pendidikan Malaysia
Cadangan yang dikemukakan dalam hasil kerja (2013-2025). Putrajaya: Kementerian Pendidikan
kerja ini adalah seperti yang berikut: Malaysia.
a. Para penerbit yang terlibat dalam industri
pembukuan negara harus mengambil inisiatif
442 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Moyer, J. E. Audiobooks and E-books: A Literature Shamir, A. dan Shlafer, I. E-books Effectiveness in
Review dlm. Reference and User Services Promoting Phonological Awareness and Concept
Quarterly 51:4, hlm. 340-54, 2012. Diakses pada About Print: A Comparison Between Children at
6 April 2016 daripada Risk for Learning Disabilities and Typically
http://www.jstor.org/stable/refuseserq.51.4.340 Developing Kindergarteners dlm. Computers
Norshuhada Shiratuddin dan Shahizan Hassan, 2004. and Education 57:3, hlm. 1989-97, November
Teknologi Buku Elektronik. Perlis: Penerbit 2011.
Universiti Utara Malaysia. Tapscott, D., 2007. Rangka Tindakan Ekonomi Digital.
Korat, O. The Educational Electronic Book as a Tool Diterjemah oleh Mokhtar Ahmad. Kuala
for Supporting Children's Emergent Literacy in Lumpur: Institut Terjemahan Negara Malaysia
Low Versus Middle SES Groups Berhad. (Teks asal dalam bahasa Inggeris).
dlm. Computers & Education 50:1, hlm. 110-24, Zahuddin Sidek @ Salleh, 2012. Buku Elektronik (e-
2008. Buku): Suatu Tinjauan dari Segi Ciri, Sejarah
Poh, S. H., 2015. Mengukuhkan Industri Penerbitan: Perkembangan, Format dan Teknologi serta
Cabaran dan Masa Depan Penerbitan Ilmiah, Perkhidmatannya di Perpustakaan dlm. Sekitar
Buku Teks Sekolah, Bacaan Umum, Kanak- Perpustakaan Bil. 41, hlm. 7-30, 2012.
kanak dan Remaja serta Majalah. Kertas kerja
dalam Persidangan Kebangsaan Industri Buku
Negara 2015. Hotel Seri Pacific, Kuala Lumpur,
25-26 April 2015.
Sargeant, B., What is an Ebook? What is a Book App?
And Why Should We Care? An Analysis of
Contemporary Digital Picture Books dlm.
Childrens Literature in Education 48:4, hlm.
454-66, Februari 2015.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PEMBANGUNAN KOMIK PENCERITAAN GRAFIK DIGITAL


MENGGUNAKAN MODEL ADDIE BERDASARKAN TEORI
KONSTRUKTIVISME DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN MASTERI
MENGGUNAKAN PENDEKATAN TEMATIK.
(Comic Graphics Digital Story Telling Using Addie Models Based
on Constructivisme Theory with Mastery Learning Strategy)

Siti Nabilah Kasdia, Abdul Murad Abd Hamidb


a
SMK Taman Sutera, Malaysia
b
SMK Taman Universiti, Malaysia
e-mail : sitinabilahkasdi@gmail.com

Abstrak: Kajian ini merupakan kajian pembangunan bagi Komik Penceritaan Grafik Digital mata pelajaran Bahasa
Melayu Pendidikan Khas. Pembangunan komik penceritaan grafik digital ini berdasarkan reka bantuk ADDIE dengan
dokongan Teori Konstruktivisme dengan menggunakan Strategi Pembelajaran Masteri dan Pendekatan Tematik.
Pelaksanaan kajian ini terdiri dari dua fasa ujian rintis dan fasa kajian sebenar di sebuah sekolah harian yang
mempunyai kelas pendidikan khas di daerah Kluang, Johor. .Ujian rintis dalam bentuk soalan ujian telah mendapat
pengesahan terlebih dahulu dari guru pakar Bahasa Melayu sebelum kajian sebenar dijalankan. Bagi kajian sebenar
seramai 5 orang sampel telah terlibat dalam ujian rintis manakala dalam kajian sebenar seramai 10 orang sampel telah
dipilih. Instrumen kajian yang digunakan ialah soalan ujian pra dan pos, ujian senarai semak pemerhatian sistematik,
kertas ujian menilai kognitif pelajar dan soalan temu bual berstrruktur. Terdapat dua kaedah dijalankan bagi
mendapatkan data iaitu kajian kuantitatif bagi kajian pre-eksperimental, ujian pra, ujian pos, kajian pemerhatian dan
kajian temu bual .Manakala pendekatan kualitatif bagi mengukur temu bual berstruktur. Kertas ujian diedarkan
kepada pelajar bagi menjawab soalan ujian pra, ujian pos dan ujian kognitif. Soalan yang dikemukakan ialah 3
bahagian komik yang bertemakan tiga tatabahasa iaitu penjodoh bilangan, kata majmuk dan simpulan bahasa. Hasil
analisis mendapati terdapat peningkatan mendadak sebelum dan selepas menggunakan komik penceritaan digital
yang mana ujian pra ialah min = 67.8 manakala ujian pos ialah min= 91.2. Dalam analisis kajian tinjauan
pemerhatian melalui Senarai Semak Pemerhatian Tahap Komunikasi Pelajar pula, jumlah yang menunjukkan
peningkatan dalam komunikasi semasa sesi pengajaran ialan min=6.0 manakala yang kurang aktif ialah min=40.Bagi
menilai Tahap Keterlibatan Pelajar Dalam komunikasi Berkumpulan, analisis data yang diperoleh menunjukkan
bilangan pelajar yang menunjukkan tahap keterlibatan yang tinggi dengan min=7.20 dan yang menunjukkan
keterlibatan min=2.80. Hasil analisis ujian mengukur aras kognitif pelajar pula menunjukkan pelajar cemerlang
dalam menjawab soalan soalan aras pengetahuan iaitu 93% dan aras kefahaman 80%. Hasil dapatan dalam kaedah
kualitatif Analisis Pendapat Pelajar Berkaitan bagaimana Komik Penceritaan Digital mampu meningkatkan tahap
komunikasi menggunakan temu bual berstruktur pula, tema Penggunaan Komik Menyeronokkan menjadi jawapan
yang paling banyak iaitu n=4 manakala dalam dapatan analisis temu bual pendapat pelajar mengenai bagaimana
komik penceritaan grafik dari segi hubungan dalam kumpulan pula tema Keterujaan Dalam Watak menjadi jawapan
paling dominan iaiatu n=4.
Kata kunci: komik penceritaan grafik digital, strategi pembelajaran masteri.

Abstract: This research is a development of Digital Storytelling using Comic Graphics for Bahasa Malaysia subject
for the special need students. This development of the story comic is based from the ADDIE design outlined under the
Constructivist theory through the use of Mastery Learning and Thematical Approach. This research was implemented
in two stages with both the trial test and research conducted at a daily school consisting of a special need class in
Kluang, Johor. A trial test was conducted in a form of test questions which had been verified by a teacher who
specialized in Bahasa Malaysia before implementation. 5 candidates were selected as samples for the trial test while
10 candidates were chosen for the research. The instrument used for the research were pre and post test questions,
systematic observational checklist, a test to evaluate students cognitive level as well as structured interview sessions.
Two approaches were used to collect data; the first was the quantitative approach for the pre-experimental research,
pre and post tests, observations as well as interviews. The other was a qualitative approach which was used for the
structured interviews. The test questions were distributed for the students to answer through the pre and post tests as
well as the cognitive test. The questions were based on the 3 main comic sections of three types of Bahasa Malaysias
language aspects; penjodoh bilangan, kata majmuk and simpulan bahasa. The analysis showed that there was a
significant increase of the mean for the tests conducted before and after the digital storytelling was implemented. The
mean score for the pre test was 67.8 while the post test scored the mean of 91.2. In the observations conducted using
the Observational Checklist for assessing the level of communication among students, they showed an improvement
in the quality of communication during the learning sessions. The mean score for active participation was 6.0 while
the less active students scored the mean of 40. As for assessing the students involvement in communicating through
group activities, the analysis showed that a high mean score for students who were highly involved with 7.20 while
the mean score for averagely involved students was 2.80. in the cognitive area, the analysis showed that students

443
444 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

successfully managed to answer knowledge level questions with a mark of 93% and the understanding level stage for
80%. It is also discovered for the beliefs of the students on how digital storytelling using comic could improve their
level of communication, the statement that comic use is fun received the most answer with n=4. As for the interviews
conducted on how graphic comic used in digital storytelling helps in building group relationship, the statement
Excitement in using the character received the dominant answer with n=4.
Keywords: digital storytelling using comic graphics, mastery learning

PENDAHULUAN meningkat, dan ujian sumatif. Dalam kaedah tematik,


Pelajar Pendidikan Khas Bermasalah guru akan menyediakan bahan pembelajaran mengikut
Pembelajaran merupakan golongan pelajar yang tema yang ditentukan. Guru sebagai pemandu kepada
kedudukan Darjah Kecerdasannya (IQ) di bawah 100 pelajar dalam aktiviti yang mana pelajar akan diberi
iaitu di bawah paras normal. Pelajar-pelajar ini peluang mencari idea secara kendiri melalui panduan
menghadapi masalah mengurus diri, sukar mengikut yang diberi oleh guru. Guru juga membantu pelajar
arahan, menghadapi masalah visual dan pemahaman menyelusuri bahan pembelajaran dan memandu pelajar
kepada penerangan guru (Sturomski, 1997). Walaupun mengaplikasikannya dalam tema yang ditentukan.
fizikal dilihat normal, namun keupayaan berfikir, Yong, M.S. dan Karen, L.B. (1994) menyatakan
belajar, mengingati, menghafal, menaakul dan bahawa kaedah berpusatkan bahan diselarikan dengan
menganalisis adalah tidak setanding dengan umurnya. pembelajaran tematik yang mana bahan yang
Oleh yang demikian, cadangan - cadangan yang disediakan harus berdasarkan sesuatu tema atau topik
diutarakan dalam Teori Perkembangan dalam pembelajaran. Selain itu, peluang lebih terbuka untuk
Pengajaran yang menyatakan kebolehan pelajar kanak-kanak menerokai pelbagai bidang pengalaman
bergantung kepada perkembangan umur pelajar melalui penglibatan yang aktif dalam aktiviti
kebanyakannya tidak tepat. Kesediaan belajar adalah pengajaran dan pembelajaran. Tema yang dipilih perlu
faktor penting untuk membawa murid ke arah dirancang berdasarkan minat kanak-kanak dan sesuai
melaksanakan aktiviti pembelajaran dengan penuh dengan latar belakang pengalaman dan tahap
minat, seronok dan berkesan. Guru harus merancang perkembangan mereka.
mengikut kebolehan sedia ada murid, membangkitkan
naluri ingin tahu, menghasilkan kepuasan pelajar, dan METODOLOGI
suasana pembelajaran yang kondusif. Kejayaan Instrumen yang digunakan di dalam kajian ini
penggunaan komik dalam mata pelajaran Sejarah, iaitu soal selidik, temu ramah, pemerhatian, ujian
Komsas Bahasa Melayu, Komsas Bahasa Inggeris, selepas pengajaran dan penilaian pelajar dan guru.
Pendidikan Moral dan Pendidikan Islam membuktikan Kajian ini merupakan gabungan dua bentuk kajian
mata pelajaran yang memerlukan daya kognitif yang iaiatu kajian kualitatif dan kajian kuantitatif. Kajian
tinggi seperti kemampuan mengingat, kemampuan kuantitatif menggunakan data untuk menjelaskan
mengadaptasi, kemampuan berfikir secara kritis, sesuatu fenomena dalam situasi. Jadual 1.1
menyimpan maklumat, dan membuat generalisasi boleh menunjukkan reka bentuk kajian yang akan digunakan
dikuasai dengan mudah oleh pelajar lemah (Zahara berdasarkan jenis data yang dipungut.
Aziz dan Nurliah Jair, 2009). Komik atau kartun
merupakan lukisan yang membawa mesej jenaka dan Jadual 1.1 : Data yang dipungut dan reka bentuk kajian
lucu yang mampu membolehkan murid mengingati Data yang dipungut Reka bentuk Kajian
setiap peristiwa yang dipamerkan melalui gambar Kesan penggunaan komik Kuantitatif: Kajian
kartun. Komik merupakan bahan bacaan ringan dan penceritaan grafik digital tinjauan menerusi analisis
sesuai untuk kanak-kanak khususnya dan murid sekolah terhadap tahap kertas jawapan ujian pra
rendah amnya (Abdul Rasid et al., 2012). Justeru, pencapaian pelajar dalam dan pos
penggunaan alat bantu mengajar multimedia grafik ujian Reka bentuk kajian pre-
berbentuk komik bercerita ini adalah satu langkah ke eksperimental, ujia-pra,
hadapan dalam mempertingkatkan kesediaan belajar ujian pos (Campbell &
pelajar bermasalah pembelajaran. Manakala gaya Stanley, 1963)
pembelajaran yang digunakan ialah Pembelajaran Kesan penggunaan komik Kuantitatif: Kaedah
Masteri yang merupakan salah satu Teori Pembelajaran penceritaan grafik digital senarai semak pemerhatian
Konstruktivisme. Pembelajaran Masteri ini sesuai terhadap tahap sistematik
kerana guru perlu mengetahui kebolehan dan gaya komunikasi lisan pelajar
pembelajarannya yang berbeza-beza (Ramlah dan Kesan hasil penggunaan Kuantitatif: Kaedah
Mahani, 2004). Dalam pembelajaran ini ,terdapat komik penceritaan grafik senarai semak pemerhatian
perkara penting iaitu ciri-ciri guru, gaya pembelajaran digital terhadap tahap sistematik
pelajar, kaedah atau aktiviti pengajaran dan keterlibatan pelajar dalam
pembelajaran yang digunakan, bahan pengajaran dan komunikasi kumpulan
pembelajaran yang digunakan, ujian formatif, ujian Aras kognitif pelajar Kuantitatif: Kajian
pemulihan jika masih lemah dan latihan pengayaan jika setelah mengikuti proses tinjauan menerusi analisis
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 445
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

pembelajaran komik kertas jawapan ujian pra Nilai T Berpa- 6.53


penceritaan digital dalam dan pos sangan
mata pelajaran Bahasa Reka bentuk kajian pre-
Melayu Pendidikan Khas eksperimental, ujia-pra, Dalam analisis kajian tinjauan pemerhatian melalui
ujian pos (Campbell & Senarai Semak Pemerhatian Tahap Komunikasi Pelajar pula,
Stanley, 1963) jumlah yang menunjukkan peningkatan dalam komunikasi
Pendapat pelajar tentang Kualitatif: Menerusi semasa sesi pengajaran ialan min=6.0 manakala yang kurang
bagaimana penceritaan kaedah temu bual aktif ialah min=40 seperti di dalam Jadual 1.3.
digital mampu membantu berstruktur
dari segi komunikasi Jadual 1.3 : Analisis Senarai Semak Pemerhatian Tahap
Pendapat pelajar tentang Kualitatif: Menerusi Komunikasi Pelajar
bagaimana penceritaan kaedah temu bual Bil Kriteria Tahap Komunikasi Ya Tidak
digital mampu membantu berstruktur Pelajar
dari segi hubungan dalam 1 Pelajar memberikan respons 40% 60%
kumpulan segera apabila guru bertanyakan
soalan berkaitan komik
Pembangunan komik penceritaan digital ini telah penceritaan digital
menggunakan beberapa perisian. Kombinasi beberapa 2 Pelajar bertanya guru jika 50% 50%
perisian yang berbeza kegunaan saling melengkapi antara terdapat perkataan yang sukar
satu sama lain. Perisian tersebut ialah: dalam dialog watak komik
Laman atas talian Pixton.Com 3 Pelajar memberikan ramalan 40% 60%
Perisian Microsoft Powerpoint adegan berikutnya dalam komik
Perisian Microsoft Publisher tersebut
4 Pelajar memberikan pendapat 60% 40%
Secara keseluruhannya reka bentuk dalam berkaitan cerita daripada komik
pembangunan komik penceritaan digital ini melibatkan yang dipersembahkan
pelbagai aspek. Setiap maklumat dalam fasa reka bentuk 5 Pelajar memberikan kerjasama 80% 20%
pengajaran ini akan membangunkan bahan pengajaran yang dalam komunikasi bersama
dikehendaki. Reka bentuk ini juga memperjelaskan tentang rakan dan guru
struktur, pendekatan, strategi pengajaran yang digunakan, 6 Pelajar berbincang dengan 100% 0%
teori pembelajaran yang dipilih, kaedah yang digunapakai, rakan terdekat dalam aktiviti
jenis media yang digunakan dan teknologi yang terlibat. pembelajaran komik
Reka bentuk pembangunan merupakan bahagian yang 7 Pelajar aktif berbincang dalam 80% 20%
penting kerana ia akan menentukan kebolehgunaan kumpulan apabila diminta oleh
bahan ini apabila digunakan oleh pengguna (pelajar). guru
8 Pelajar membantu rakan yang 60% 40%
HASIL malu untuk bangun menjawab
Hasil analisis mendapati terdapat peningkatan soalan
mendadak sebelum dan selepas menggunakan komik 9 Pelajar lebih suka 20% 80%
penceritaan digital yang mana ujian pra ialah min = 67.8 berkomunikasi rakan yang sama
manakala ujian pos ialah min= 91.2 (rujuk Jadual 1.2) . jantina
Pelajar
1 memberikan jangkaan 70% 30%
Jadual 1.2 : Perbezaan skor peratus ujian pra dan pos. 0 kesudahan cerita komik tersebut
Bil Pelajar Peratus Peratus Beza Min 6.0 4.0
Lulus Lulus Skor
Ujian Pra Ujian Pos Jadual 1.4 merujuk kepada penilaian terhadap Tahap
(%) (%) Keterlibatan Pelajar Dalam komunikasi Berkumpulan,
1 Pelajar 1 53% 93% 40 analisis data yang diperoleh menunjukkan bilangan pelajar
2 Pelajar 2 53% 80% 27 yang menunjukkan tahap keterlibatan yang tinggi dengan
3 Pelajar 3 53% 86% 33 min=7.20 dan yang menunjukkan keterlibatan min=2.80.
4 Pelajar 4 60% 80% 20
5 Pelajar 5 66% 80% 14 Jadual 1.4 : Analisis Tahap Keterlibatan Pelajar Dalam
6 Pelajar 6 80% 100% 20 Kumpulan
7 Pelajar 7 60% 93% 33 Bil Kriteria Tahap Ya Tidak
8 Pelajar 8 73% 100% 27 Keterlibatan Pelajar (Bilangan (Bilangan
9 Pelajar 9 80% 100% 20 Dalam Kumpulan Peserta) Peserta)
10 Pelajar 10 100% 100% 0 1 Pelajar menyoal jika 4 6
Min 67.8 91.2 tidak memahami secara
Sisihan Piawai 15.4 8.94 spontan
2 Pelajar mengumbang 4 6
446 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

idea bernas kepada


kumpulan KESIMPULAN
3 Pelajar aktif dalam kerja 8 2 Dari segi kebolehgunaan komik penceritaan digital
berkumpulan ini oleh pelajar, pelajar memberikan respons yang positif
4 Pelajar membantu ketua 10 0 kerana bahan itu mudah dijanakan di makmal komputer atau
kumpulan apabila di rumah yang menggunakan Sistem Operasi Windows,
diminta oleh ketua jalan cerita yang dipersembahkan mudah difahami oleh
5 Pelajar berbudi bahasa 10 0 pelajar, menyediakan kemudahan butang di antara muka
dan menunjukkan yang ringkas dan mudah digunakan oleh pelahar dalam sesi
tingkah laku yang sopan pembelajaran kendiri di samping reka bentuk antara muka
sesama kumpulan yang menggunakan warna yang sedap dipandang. Namun
6 Pelajar bersikap mesra 10 0 demikian, komik ini memerlukan penambaikan dari segi
dalam komunikasi penambahan komik dan latihan, perubahan antara muka ,
bersama rakan penampahan elemen multimedia suara, video dan animasi
7 Pelajar mematuhi dan 10 0 agar ia lebih menarik. Dari segi kognitif pula, jika dilihat
akur segala peraturan daripada ujian pra dan pos menunjukkan peningkatan amat
yang ditetapkan oleh ketara dalam dalam ujian pos yang mana bilangan pelajar
kumpulan. yang lulus 100% meningkat dari seorang menjadi empat
8 Pelajar sentiasa 6 4 orang. Di samping itu, markah yang diperoleh dalam ujian
berbincang dengan pos kesemua pelajar melebihi 80% lulus. Penerapan Aras
ahlikumpulan untuk Kognitif Taknonomi Bloom merupakan asas yang padu dan
mendapatkan maklumat merancang dan mereka bentuk bahan pengajaran yang
Pelajar
9 sedia berbincang 3 7 diterima minat oleh para pelajar terutama pelajar istimewa
jika berlaku ini. Perubahan positif dalam keputusan peperiksaan ini
percanggahan pendapat menunjukkan bahan komik grafik ini boleh diperkemas dan
Pelajar
1 memberi peluang 7 3 diteruskan dengan lebih kerap dalam Pengajaran Bahasa
0 kepada rakan menegur Melayu Pendidikan Khas. Perubahan yang ketara melalui
jika terdapat pendapat ujian pos turut ditunjukkan dalam kajian kuantitatif
yang tidak sesuai pemerhatian dan kualitatif temu bual yang mana
sebahagian besar dari perlakuan yang ditunjukkan
Nilai Min 7.2 2.8
menunjukkan mereka melibatkan diri dalam
Peratus 72% 28%
aktiviti,memberikan kerjasama dala komunikasi bersama
rakan, dan berbincang dengan ahli kumpulan . Dari segi
Hasil analisis ujian mengukur aras kognitif pelajar
keterlibatan pula pula, para pelajar saling bantu-membantu
pula menunjukkan pelajar cemerlang dalam menjawab
dalam kumpulan mereka di samping aktif dalam aktiviti
soalan soalan aras pengetahuan iaitu 93% dan aras
berkumpulan. Pelajar berasa seronok belajar berbanding
kefahaman 80% (rujuk Jadual 1.5).
sebelumnya yang malu-malu untuk mengeluarkan pendapat
dan jarang-jarang mengemukakan soalan kepada guru.
Jadual 1.5 : Peratus Pelajar Yang Menjawab Betul
Soalan-soalan Aras Kognitif Taksonomi Bloom
SARAN
Aras Kognitif Mengikut Peratus Kajian yang dilaksanakan ini berpotensi untuk
Taksonomi Bloom Menjawab Betul diperlanjutkan kepada pelbagai kaedah kajian, model,
Pengetahuan 93% teknik atau pendekatan yang boleh membantu
Kefahaman 80% meningkatkan prestasi pelajar, meningkatkan hubungan
Aplikasi 80% dan komunikasi antara guru dengan pelajar dan antara
Analisis 70% pelajar dengan pelajar, serta yang boleh meningkatkan
Sintesis 60% keterlibatan pelajar dalam semua aktiviti pembelajaran.
Penilaian 70% Antara saranan yang sesuai untuk melanjutkan cadangan
di atas ialah:
Hasil dapatan dalam kaedah kualitatif Analisis memberikan penekanan semua aspek menggunakan
Pendapat Pelajar Berkaitan bagaimana Komik Penceritaan komik bukan sahaja dalam subjek Bahasa Melayu
Digital Mampu Meningkatkan Tahap Komunikasi malah subjek Pendidikan Khas yang lain,
menggunakan temu bual berstruktur pula, tema menggunakan teori atau pendekatan yang lain pula
Penggunaan Komik M enyeronokkan menjadi jawapan dalam menggunakan teknik penceritaan digital agar
yang paling banyak iaitu n=4 manakala dalam dapatan pelajar dapat mempelajarinya melalui pendekatan
analisis temu bual pendapat pelajar mengenai bagaimana yang berbeza,
komik penceritaan grafik dari segi hubungan dalam memandangkan pengkaji membuat kajian
kumpulan pula tema Keterujaan Dalam Watak menjadi menggunakan sampel yang kecil maka dicadangkan
jawapan paling dominan iaiatu n=4.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 447
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

kajian selepas ini menggunakan sampel yang lebih RUJUKAN


besar pula dan Abdul Rasid Jamian, Shamsudin Othman dan Humaizah
dicadangkan pada masa hadapan, dibuat kajian Hashim.(2012) Persepsi Guru Terhadap
perbandingan antara dua sekolah yang berlainan Penggunaan Kartun Dalam Transformasi
sama ada di bandar dan di pedalaman atau di sebuah Pengajaran Penulisan Karangan Bahasa Melayu,
sekolah populasi besar dengan populasi kecil bagi Jurnal Pendidikan Bahasa Melayu ,UKM Vol
menilai sejauh mana keberkesanan penggunaan 2,Bil. 1 (Mei 2012) : 129-140
grafik digital ini. Ramlah Jantan dan Mahani Razali (2004) Psikologi
Pendidikan-Pendekatan Kontemporari . Kuala
Lumpur : McGraw Hill Education
Sturomski ,N. (1997,Julai).Teaching students with
learning disabilities to use learning strategies.
NICHCY News Digest,25,2-12
Yong, M.S. dan Karen, L.B. (1996) Guru yang Kreatif.
Kuala Lumpur : Arenabuku
Zaharah Aziz dan Nurliah Jair.(2009) Penggunaan Peta
Konsep untuk Meningkatkan Pencapaian
Mata Pelajaran Sejarah bagi Tingkatan Dua.
Jurnal Pendidikan Malaysia(1)(2009):3-15
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PRODUCTION OF LEARNING MEDIA AS A ENTREPRENEURSHIP FOR


STUDENT OF SPECIAL EDUCATION

Usep Kustiawan

State University of Malang, Indonesia


E-mail: usepkustiawan@gmail.com

Abstract: PLB Students as special education teacher candidates are expected not only to study some various
scientific special education professionaly but also to have an entrepreneurial spirit in order to compete openly
in social life without boundaries between formal and non-formal. The purpose of this paper was to describe
the process and outcomes of learning media production who performed by PLB FIP UM students to support
the spirit of entrepreneurship in the field of special education.
Keywords: production, instructional Media, entrepreneurship

PENDAHULUAN aspects are equally important, the education provided is


Special education student (PLB) put up a now more likely to both aspects of using the word
candidate for a special education teacher both in special entrepreneur.
or regular school that organizers inclusive and non- In this era, development of entrepreneurship
formal education institutions (the rehabilitation center, perception is including the financial, personal, social,
clinic, home schooling, equivalency programs). The and professional aspects (Soesarsono, 2002).
characteristic of PLB FIP UM study program is to Entrepreneurship consists of the spirit, attitude, behavior
prepares students to become entrepreneurs in special person's ability to handle a business or activity that
education independently or in cooperation with the produces new products to improve efficiency in order to
person and/or institution to produce goods and services provide better services and or obtain greater profits.
related to the development of compensatory service and This is in line with simple media production activities in
support growth and development for children with the course of learning media for students with special
special needs. need in the majors PLB FIP UM requires creativity and
The term of entrepreneurship is the ability to be innovation to generate added value for products that
creative and innovative which is used as the base, tips, benefit society and bring prosperity to the entrepreneur.
and resources to seek out opportunities to success.
Conceptually, a entrepreneurship is the ability to create METHOD
something new and different through creative thinking This article is the result of studies from various
and innovative actions for the creation of opportunities. published sources such as textbooks, research reports,
The entrepreneurship is as a process of applying journals, papers, combined with the author's experience
creativity and innovation in solving problems and as a researcher and practitioner in the field of learning
finding opportunities to improve business and work in media. The study was conducted using the method of
life. descriptive-kualitative, because in addition to
Nowadays, the term of entrepreneur is more understanding the data regarding the existence of
widely used mainly because it is emphasizing business. special education students FIP UM in producing
Nevertheless, considering the challenges faced by instructional media in the course of learning media
young people today in various fields of employment, ABK also to obtain a picture of the interests and
entrepreneur education then leads to survival and abilities of students in entrepreneurship. In this study
independence should be more highlighted. Slight the scope of the subject matter is limited to issues
differences in the perception of entrepreneurship and students' ability to produce simple learning media for
entrepreneurs should be understood, especially by ABK of the raw material that is easy to be in the
students as candidates of special education teacher, so neighborhood. The collection of data through library
that, the direction and purpose of education provided is research and operational studies in the field, which
not wrong. The education entrepreneur is more includes the following activities: (1) The data is written
appropriate if the expectation is a person or an and visual documentation of books, magazines,
individual who is mentally steel or, in other words, journals, newspapers, tabloids, photographs, followed
more emotional intelligence (EQ) and advirsity by the inventory process for library research materials;
intelligence (AQ) whose role is to live (face the (2) Interview on student representatives from each class
challenges of life and living). Otherwise, if the direction and resource faculty entrepreneurship courses, followed
and purpose of education is to produce individual figure by reduction of the answer to be analyzed; (3)
who is more astute in business or financial management, Observation by means of judicial and shoot objects in
or to be more intelligent financial (FQ), the more the classroom where learning media production process
precise is the entrepreneurship education. Because both is done to classify the visual data as study materials.

449
450 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

DISCUSSION entrepreneur as follows: (1) The process of the creation


Entrepreneurship namely to create something new by adding value. This
Understanding Entrepreneurship value addition is not only recognized by the
Prior to interpret entrepreneurship (wirausaha in entrepreneur alone, but also by consumers who will use
Bahasa) should first understand the meaning of the results of such creations; (2) a high commitment to
entrepreneurship and entrepreneurs. Etymologically, the use of time and effort given. The greater focus and
the entrepreneurial terms are comes from the word attention given in this endeavor, it will support the
business and entrepreneurship. The word wira meaning process of creation that will arise in entrepreneurship;
fighters, heroes, superman, exemplary, virtuous, valiant (3) Estimate the risks that may arise. In these conditions
and noble character. And the word usaha means the possible risks ranging from financial risks, physical
charity, doing something. The entrepreneur and social risks; (4) Obtaining reward. In this case the
(wirausahawan in Bahasa) is an innovator who most important reward is independence and freedom
implements the changes in the market through new followed by personal satisfaction, while the rewards in
combinations. The new combination can be in the form the form of money is usually considered to be a degree
of: (1) introducing new products, (2) introducing new of success of the business.
production methods, (3) opening a new market, (4)
obtaining a source of new supply of materials or CREATIVITY
components, or (5 ) running a new organization in an Understanding Creativity
industry. According to Selosoemardjan (1983) creativity is
Based on the Decree of the Minister of the personal characteristics of the individual and not a
Cooperation and Development of Small Entrepreneurs social nature that is internalized by society. Although,
No. 961 / KEP / M / XI / 1995, the term of according to Selosoemardjan, individual creative
entrepreneurship is a passion, attitude, behavior, and abilities are not completely separated from the influence
ability to handle the business or activities that lead to of culture and society that surrounds it. Rise and growth
efforts to find, create, and implement ways of working, of creativity and further development of a creation
technologies and new products by improving efficiency created by individuals not escape from societys
in order to provide better services and or obtain greater influence in which the individual lives and works;
profits. whereas Munandar Utami (1995) suggest that the
Many figures that gives an understanding of creativity associated with the project which aims to train
entrepreneurship as follows: (1) Entrepreneurship is a thinking and creative problem-solving skills is directly
value manifested in behavior that form the basis of linked to specific subjects such as botany, astronomy,
resources, propulsion, goals, tactics, tips, processes and theater, photography, or writing (creativy of special
business results (Achmad Sanusi, 1994); (2) talent).
Entrepreneurship is a process of applying creativity and Based on the opinion on the notion of creativity,
innovation in solving problems and finding it can be concluded that creativity is the ability to create
opportunities to improve life. (Zimmerer, 1996); (3) or produce something new, previously unknown, or
Entrepreneurship is a value required for starting a solve new problems encountered in public life.
business (star-up phase) and business development Creativity is not to be entirely new, but also as a
(venture growth). (Soeharto Prawiro, 1997); (4) combination of existing combined with something new.
Entrepreneurship is an ability (ability) in creative
thinking and innovative behavior that basis, the Characteristics of Creative People
resources, the driving force of interest, tips and tricks in Here are the characteristics of creative people:
the process of facing the challenges of life. (Soeparman (1) Never fear with their rivals, the creative is fun
Spemahamidjaja, 1977). because with the rival is able to think out loud again and
From the various opinions of the above experts, would not match, people are afraid of rivals means not
one of the conclusions that can be drawn from the creative; (2) Feeling more able, creative people will feel
various notions of entrepreneurship is that proud of the products of others, he is more proud of the
entrepreneurship is seen as a function which includes product itself eventhough his product was lower than
the exploitation of the opportunities that arise in the others. Many people have left the company because he
market or in the world of work. The exploitation is wanted to open his own business that is the hallmark of
mostly associated with the direction and or a creative people; (3) Always use the right brain thinking,
combination of productive inputs. An entrepreneur is by running right brain then the braveness will appear on
always required to face the risks or opportunities that ourselves whereas if we use a lot of left brain would we
arise, and often associated with creative and innovative just be limited to employees only never more; (4) The
action. person is not too smart, most people who have grade
point average (IPK Index Prestasi Kumulatif in Bahasa)
The characteristic of Entrepreneurs are very high, usually will be an employee, but for
Some understanding of above entrepreneurship, people who are not smart or in medium IPK usually
there are four characteristicss possessed by an open their own business.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 451
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Types of Creativity capture, process, and reconstitute the visual and verbal
In general, creativity is a process of information.
understanding a problem, look for solutions that might It can be concluded that the media is anything
be, interesting hypothesis, test and evaluate, and that can be used to deliver messages from the sender to
communicate the results to others. In the process, the the recipient of the message, so as to stimulate the mind,
creativity includes original ideas, a different feelings, concerns, and interests of students.
perspective, to solve the problem chain, combining back
ideas or see a new relationship between the ideas. There Various Media Learning
are four types of creativity that can be assessed as Judging from the raw materials and tool making,
follows: (1) Smoothness (fluency); the ability to how to manufacture and how to use was, learning media
generate a number of ideas; (2) Dexterity or flexibility can be generally grouped into: (1) Media Learning
(flexibility); the ability to generate ideas vary; (3) detail Simple namely media that raw materials for
or elaboration (elaboration); the ability to develop, manufacture easily available and cheap, it is easy to
embellish, or issuing an idea; (4) Originality make and use, no sylit learning. Simple learning media
(originality); the ability to generate ideas unusual types include; (A) simple 2-dimensional learning media,
among most or rarely. consisting of: graphic media, media boards, and print
media; (B) simple learning Media 3-dimensional,
Instructional Media consisting of: the actual media object (the original) and
Understanding Media the media model or mock objects (imitation); (2)
Learning media is anything that is used by Modern Learning Media is electronic and complex
teachers to convey the subject matter to the students, so media that the raw materials and manufacturing tools
that students attracted the interest and attention, arousal are difficult to obtain and expensive, in the creation and
and feelings on learning activities in order to achieve utilization require special adequate skill. This learning
the learning objectives (Kustiawan, 2013: 3). According media types include; (A) Media Learning Modern
to Gagne (in Arsyad, 2004: 5) The media are different projection consisting of: overhead projector, slide
types of components in the environment of the students projector, an opaque projector, the film strip projectors,
who can motivate students to learn. Sedangkann Briggs LCD projectors; (B) Non-Instructional Media Modern
(1970) suggested the media is all the physical tools that projection consists of: radio, tape recorders, televisions,
can present the message and stimulate students to VCD DVD, video games, computers, laptops, mobile
phones (Kustiawan; 2013)

Production of Learning Media for Entrepreneurship of PLB student


Production Design of Learning Media

1. Writing a title (in the center position)


PRODUCT DESAIN
Institutional Media .......................... (filled with the name of media type)
About (filled with Institutional subject)

2. Write identity (written in left side margin)


EDUCATION UNIT :(diisi TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB)
GROUP/CLASS :(TKLB A, B atau Kls I. II, III dst)
SEMESTER/WEEK :.(menyesuaikan)
TOPIC/SUB TOPIC :(menyesuaikan)
DAYA/DATE : ...(menyesuaikan)
3. Main Competence
.
4. Basic Cmpetence

5. Indikator

6. Institutional Objective

7. Desain of Picture
1. Sketch
Describe the shape of media that will be made, given the description of the size, the materials used,
the color of each part.
2. Materials, tools, and costs
Material
452 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

a.Rp.
b.Rp.
c Rp.
Tool
a....Rp.
b.Rp.
c...Rp.
Cost / Cost for doer Rp
Sum of cost..Rp.

8. Making Process
1. Maker and Time
a. Maker/Doer.person
b. Time needed..week/day/hour
2. Step of Making
a.
b..

9. Utilizing
The usage of Media..(clasical, group,individual)
The step of utilizing
Before the media used: (filled with activity in the class opening)


While the media used: (filled with the main activity in the class
Learning; applying scientific approach)


After the media used: (filled with closing activity in the class)
..
..

Product Outcome of Learning Media for students of Special Education Department

CLOSING ability to apply creativity in order to solve and find


Creativity (creativity) is the ability to develop opportunities. Creating and finding new ways to solve
ideas and new ways to solve problems and identify the issue of jobs, daily, either in the form of ideas,
opportunities. While innovation (innovation) is the methods and means and in order to improve the quality
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 453
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

and benefits of the goods and services, so has the Munandar SC, Utami. 1991. Kiat Sukses
competitiveness and added value is the result of the Mengembangkan Kreativitas Anak.
entrepreneurial process. Learning media production Makalah Seminar tanggal 7 September 1991
PLB FIP UM student describes creativity and Malang. Pusat Studi Agama dan Kebudayaan
innovation that can be used as a business area with high (Pustaka).
economic value. Munandar, Utami. 1995. Dasar-Dasar Pengembangan
Kreativitas Anak
Berbakat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
REFERENCES Kebudayaan. Direktorat
Adi W, Gunawan. 2003. Born To Be Genius. Jakarta: Jenderal Pendidikan Tinggi. Proyek Pendidikan
PT. Gramedia Pustaka Tenaga Akademik.
Armstrong, Thomas. 2013. Kecerdasan Multipel di Musfiroh, Tadkiroatun. 2008. Cerdas Melalui Bermain.
Dalam Kelas. Jakarta : Indeks Jakarta: Grasindo.
Arsyad, Azhar. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta: Peter Drucker, 1985. Innovation and Entrepreneurship:
Raja Grafindo Persada Practice and Principles. William Heinemann
Burton, John. W. World Society in Viotti, Paul R. Ltd.
1993. International Relations Theory: Realism, Safaria Triantoro. 2009. Manajemen Emosi. Jakarta:
Pluralism, Globalism New York: Macmillan Bumi Aksara
Publishing Co. Sanjaya, Wina. 2011. Perencanaan dan Desain Sistem
Helga Drummond, 2009. Successful Entrepreneur Spot Pembelajaran. Jakarta:
The Opportunity, Take A Risk And Build A Kencana Prenada Group.
Brilliant Business. Kogan Page Limited. London Soemardjan, Selo. 1983. Kreativitas: Suatu tinjauan dari
Jeffry Timmons and Stephen Spinelli.2007. New sudut sosiologi. Dalam Takdir Alisjahbana,
Venture Creation, Entrepreneurship for the 21st Kreativitas. Jakarta: Dian Rakyat
Century. 7th ed., McGraw-Hill Soesarsono, 2002, Pengantar Kewirausahaan, Buku I,
Education,International Jurusan Teknologi Industri IPB, Bogor
Kumawat, 2009. Modern Entrepreneur And Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad. 2010. Media
Entrepreneurship. (Theory, Process and Pengajaran. Bandung: Penerbit
Practice). Sunrise Publishers & Distributors. Sinar Baru Algensindo.
Vaishali Nagar. Sumanto. 2010. Media Pembelajaran di SD. Malang:
Fakultas Ilmu Pendidikan..
Kustiawan, Usep. 2013. Sumber dan Media Triton PB., 2007, Entrepreneurship : Kiat Sukses
Pembelajaran Anak Usia Dini. Malang: FIP Menjadi Pengusaha, Tugu Publisher,
Universitas Negeri Malang. Yogyakarta.
Moleong, L.J (2004) Teori Aplikasi Kecerdasan Jamak Wibowo, Hery, 2011. Kewirausahaan Suatu Pengantar:
pada PAUD, Seminar dan Membangun Karakter Positif melalui
Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini di Pembentukan Mindset Wirausaha. Widya
Jakarta. Padjadjaran,Bandung
Munadi, Yudhi. 2008. Media Pembelajaran. Jakarta: Winarningsih, Srihadi, 2006. Menyikapi Globalisasi dan
Gaung Persada (GP) Press. Meningkatkan Budaya Kewirausahaan.
srihadi.winarningsih@fe.unpad.ac.id, UNPAD,
Bandung
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PERAN KEPEMIMPINAN DAN KOLABORASI DALAM PENGEMBANGAN


SEKOLAH INKLUSIF
(Role Of Leadership And Collaboration In The Development Of Inclusive Schools)

Aini Qurrotullaina, Andri Sugeng Prayitno b, Nurullita Arum Pratiwic


abc
Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
Email: ainiqurrotullain@gmail.com

Abstrak: Pendidikan inklusi saat ini sudah mulai berkembang di banyak sekolah di Indonenesia, khususnya
di Jawa Barat. Hal ini tentunya tidak terlepas dari peran serta Kepala Sekolah dan tenaga kependidikan yang
terlibat di dalamnya. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui tentang peran
kepemimpinan dan kolaborasi dalam pengembangan sekolah inklusi di Indonesia khususnya di Jawa Barat.
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah Metode Deskriptif Analisis dengan pendekatan
Kajian Pustaka dan Empiris yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengumpulkan data dari bahan pustaka
serta melakukan studi kasus di lapangan dengan mengobservasi salah satu sekolah penyelenggara inklusi
untuk melihat data secara empiris. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa diperlukan adanya dukungan aktif
kepala dari kepala sekolah dalam menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan inklusi di sekolah tersebut.
Sehingga untuk dapat mewujudkan lingkungan sekolah yang inklusif tidak hanya pemahaman yang baik
tentang penerapan program inklusi tetapi juga kesadaran dari setiap anggota sekolah untuk ikut terlibat dalam
melaksanakan program inklusi yang telah dirancang dan disepakati bersama.
Kata Kunci Pendidikan Inkluasi, peran kepemimpinan, kolaboratif.

Abstract Inclusive education is now emerging in many schools in Indonesia, especially in West Java. It must
not be separated from the role of principal and teaching staff were involved in that school. The aim of this
study is to determine the role of leadership and collaboration in the development of inclusive schools in
Indonesia, especially in West Java. The method used for this paper is descriptive analysis, with Reader
Review and Empirical approach that was done by collecting data from library materials and case studies in
the field by observing one of the organizers of inclusive school to know the data empirically. The results of
this study showed that it takes active support from the principal in determining success or failure of the
implementation of inclusion in this school. Then to be able to realize the inclusive school environment is not
only need a good understanding of the implementation of inclusion programs but also need the awareness
from each member school to be involved in implementing inclusion programs that have been designed and
agreed together.
Keywords Inclusive education, the role of leadership, collaborative.

PENDAHULUAN sekolah regular yang mendeklarasikan diri sebagai


Semenjak adanya pernyataan Salamanca yang sekolah inklusi menjadi menarik untuk ditelusuri terkait
menyatakan bahwa pendidikan addalah hak asasi bagi dengan sejauh mana program inklusi tersebut sudah
setiap individu tanpa terkecuali pendidikan inklusi berjalan, yang dalam hal ini lebih spesifik pada
mulai berkembang di seluruh dunia termasuk di bagaimana bentuk kesiapan kepala sekolah dan guru
Indonesia. Hal ini didukung pula oleh Peraturan Menteri serta bagaimana cara kepala sekolah dalam memimpin
Pendidikan Nasional (Permendiknas) RI No. 70 tahun program inklusi agar berkembang dan sukses.
2009 mengenai pendidikan Inklusi bagi peserta didik Berdasarkan kondisi tersebut penulis tertarik untuk
yang memiliki kelainan dan memiliki potensi melakukan observasi dan wawancara di salah satu
kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Dengan adanya PP Sekolah Dasar penyelenggara inklusi di Kota Cimahi
tersebut sebagian besar daerah di Indonesia mulai yaitu di SDN Citeureup 3 Kota Cimahi, untuk melihat
mengembangkan pendidikan Inklusi di sekolah-sekolah potret dan kondisi riil tentang penyelenggaraan inklusi
regular termasuk di Jawa Barat. dengan peran kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Terlepas dari hal tersebut keputusan setiap dukungan Guru dalam mengembangkan program
sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi inklusi.
tidak terlepas dari kebijakan Kepala Sekolah yang Sebagaimana yang telah dipaparkan bahwa dalam
dalam hal ini memegang andil besar dalam menerapkan penyelenggaraan program inklusi diperlukan perubahan
program inklusi yang diterapkan di lingkungan sekolah. besar pada setiap sekolah, yang secara signifikan dapat
Banyak hal yang melatar belakangi keputusan setiap mempengaruhi kehidupan sehari-hari seorang guru,
sekolah ketika menerapkan program inklusi dan hal kepala sekolah, dan peserta didik. Untuk dapat
tersebut berpengaruh juga terhadap kesiapan sekolah mewujudkan lingkungan sekolah yang inklusi
tersebut dalam mengembangkan program inklusi. kepemimpinan yang kuat dari kepala sekolah sangat
Terlepas dari berbagai alasan tersebut banyaknya diperlukan. Selain itu dukungan dari seluruh pegawai

455
456 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dan guru-uru serta kolaborasi dan kerja sama yang baik


dengan stakeholder juga sangat penting untuk Perubahan Top Down dan Buttom Up
mewujudkan keberhasilan program inklusi yang Perubahan Top Down
diterapkan. Perubahan yang terjadi di SDN Citeureup
berkaitan dengan program inklusi dimulai dari Kepala
METODE PENELITIAN Sekolah dengan menyadarkan pemahaman para guru
Metode yang digunakan dalam penelitian ini tentang pentingnya untuk tidak membiarkan ABK tidak
yaitu Deskriptif analisis dengan pendekatan Kajian sekolah, sehingga kesadaran tersebut menjadikan para
Pustaka dan Empiris yaitu pendekatan yang dilakukan guru menerima siswa ABK di sekolah dan berusaha
dengan mengumpulkan data dari bahan pustaka yang untuk memberikan layanan kepada mereka.
harus diterjemahkan dari bahasa inggris serta Perubahan yang dilakukan oleh kepala sekolah
melakukan studi kasus di lapangan dengan (Top-Down) berkaitan dengan program inklusi di
mengobservasi salah satu sekolah penyelenggara inklusi sekolah yaitu lebih kepada perubahan dalam bentuk
untuk melihat data secara empiris. layanan, seperti tidak melakukan kekerasan kepada
semua anak. Kepala sekolah selalu mengingatkan dan
HASIL menanamkan pemahaman bahwa guru harus lebih sabar,
Berikut adalah pemaparan dari hasil observasi lebih telaten dan berusaha untuk melayani seluruh siswa
dan wawancara yang dilakukan kepada kepala Sekolah, sebisa mungkin,meskipun belum bisa memberikan yang
wakil, dan beberapa guru yang mengajar di kelas optimal paling tidak ada perubahan pada diri anak.
inklusi salah satu sekolah penyelenggara inklusi di Kota Bentuk dukungan yang diberikan oleh Kepala
Cimahi, yaitu di SDN Citeureup 3 di daerah Cimahi, Sekolah dalam mengembangkan sekolah inklusi yaitu
terkait mengenai penyelenggaraan inklusi di sekolah Kepala Sekolah memberikan pemahaman kepada
diantaranya yaitu terkait mengenai : seluruh guru untuk terus mendukung wajib belajar bagi
ABK agar mereka tidak sampai di drop out dan terlantar
Pentingnya Membangun Sebuah Prinsip karena tidak diterima di sekolah lain. Sehingga Kepala
Program inklusi yang terselenggara di SDN Sekolah selalu memberikan informasi baik kepada guru
Citeureup 3 pertama kali diajukan pada tahun 2004. Hal maupun peserta didik dan orang tua Selain itu dalam
tersebut dilatarbelakangi oleh banyaknya siswa yang di segi materi misalnya kita itu membuat proposal kepada
duga mempunyai IQ di bawah rata-rata mendaftar ke pemerintah pusat untuk memberikan bantuan untuk
SD tersebut. Selain itu juga terdapat beberapa siswa sekolah misalnya buku, alat-alat tulis, seragam biasanya
yang tidak diterima di SD lainnya (yang kebetulan suka ada dan dari sekolah juga suka ada dari BOS meski
berada di depan SDN Citeureup 3) karena belum siap tidak semua ABK.
menerima siswa yang diduga tunagrahita, sehingga pada
saat itu SDN Citeureup 3 tidak dapat menolak siswa- Perubahan Buttom Up
siswa tersebut. Adapun langkah-langkah yang dilakukan Sedangkan perubahan yang dilakukan oleh guru
pihak sekolah terutama kepala sekolah dalam (Bottom-Up) berkaitan dengan program inklusi yaitu
mengembangkan sekolah inklusi diantaranya yaitu pemahaman atau pola pikir guru bahwa sebelum kita
menyiapkan para guru umum untuk mengenali siswa merubah anak, para guru terlebih dahulu harus belajar
ABK yang akan masuk ke sekolah tersebut pada saat menjadi lebih baik lagi, harus bisa mawas diri bahwa
PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru). Para guru karakter setiap siswa itu bermacam-macam. Sehingga
disarankan untuk mengikuti berbagai macam pelatihan dengan kesadaran tersebut minimal para guru berusaha
yang berkaitan dengan pendidikan inklusi dan SBK untuk melayani siswa sebaik mungkin. Sampai saat ini
(Seni Budaya dan Keterampilan) yang biasanya perubahan yang terjadi di SD Citeureup 3 berkaitan
diselenggarakan oleh pihak Pemkot (Pemerintah Kota) dengan program inklusi yaitu setiap staf sekolah mulai
Cimahi dan menjalin kerja sama dengan pihak Resource dari penjaga sekolah sampai guru dan tenaga
Center SLBN-A Citeureup Kota Cimahi. kependidikan harus memahami dan menerima siswa
Dari kegiatan pelatihan tersebut guru ABK sehingga tidak membeda-bedakan mereka dalam
mendapatkan pemahaman dan informasi mengenai hal penerimaan dan keikutsertaan ABK menjadi bagian
ABK dan beberapa cara dalam menangani peserta didik di sekolah tersebut.
ABK di dalam kelas. Selain itu pihak sekolah juga Terdapat beberapa fasilitas / sarana dan
melakukan kerja sama dengan pihak SLB pada saat prasarana yang mendukung program inklusi. Beberapa
kegiatan PPDB dan pertemuan rutin orangtua untuk diantaranya yaitu terdapat ruang khusus / bangunan
mensosialisasikan mengenai penyelenggaraan khusus jika ada ABK yang memang pada saat itu tidak
pendidikan inklusi di sekolah. Namun masih terdapat bisa mengikuti pelajaran bersama siswa lainnya.
beberapa kendala yang dihadapi oleh pihak sekolah Kemudian terdapat buku-buku, pengadaan beberapa
dalam penyelenggaraan inklusi di sekolah salah satunya alat-alat belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan
yaitu dalam merancang program pembelajaran bagi anak. Alat-alat musik juga ada. Kemudian dari sarana
siswa ABK. untuk guru juga disediakan komputer untuk membuat
laporan. Hanya dalam pelaksanaannya terkadang
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 457
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

kadang guru suka mengalami kebingunga misalnya Dampak positif yang dirasakan oleh guru dalam
secara tidak sadar pada saat-saat tertentu ABK diberikan menerapkan program inklusi bagi siswa ABK dan siswa
layanan yang sama saja dengan siswa pada umumnya pada umumnya yaitu siswa ABK dan umum dapat
dan tidak diberi layanan khusus sesuai dengan bersosialisasi dengan baik sehingga bagi ABK dapat
kebutuhannya. Sehingga SDN Citeureup 3 masih belum menumbuhkan rasa kepercayaan diri yang cukup baik
memberikan bentuk layanan khusus yang memang dengan diterima di lingkungan sekolah dan bagi siswa
dibutuhkan oleh ABK secara spesifik, seperti metode, umum dapat memiliki rasa empati yang cukup baik
alat peraga khusus lainnya. Hal lainnya yang belum ada kepada siswa ABK. Sehingga siswa umum tidak merasa
di SDN Citeureup 3 berkaitan dengan program inklusi aneh lagi / sudah terbiasa melihat dan bergaul dengan
yang tenaga pengajar yang benar-benar berlatar ABK di sekolah. Walaupun tidak jarang juga terdapat
pendidikan khusus, dalam hal ini Guru Pembimbing beberapa siswa ABK yang memang sulit di dekati dan
Khusus sehingga guru yang mengajar di kelas-kelas bergaul dengan teman sebayanya. Namun tidak jarang
inklusi hanya 1 orang guru umum saja di setiap juga karena sikap guru yang kadang mengkhususkan
kelasnya. Apabila membutuhkan bantuan untuk pelayanan kepada ABK di kelas, siswa lainnya merasa
menangani siswa ABK biasanya pihak sekolah akan cemburu karena jarang diberikan perhatian khusus
meminta bantuan ke SLB terdekat yang dalam hal ini (misalnya siswa ABK sering belajar di meja guru secara
Resource Centre SLBN-A Citeureup Kota Cimahi. personal). Sehingga guru harus lebih banyak
Dukungan-dukungan yang ada pada guru memberikan pengertian kepada siswa yang lainnya.
meskipun baru sebatas pemahaman namun berpengaruh Sedangkan untuk dampak yang dirasa kurang baik
terhadap usaha guru dalam memberikan layanan bagi dalam penerapan inklusi di sekolah tsb adalah kurang
ABK misalnya seperti menyiasati cara metode mengajar tercapainya materi yang tepat dan sesuai dengan
di kelas. Meskipun demikian terdapat beberapa kebutuhan siswa ABK. Karena kebanyakan guru masih
kekhawatiran yang dipaparkan oleh guru di SDN kesulitan dalam memberikan materi yang tepat sesuai
Citeureup 3 berkaitan dengan pelaksanaan program standar ABK dan menggunakan metode juga
inklusi yaitu guru merasa kesulitan menangani siswa pendekatan belajar yang tepat dengan kebutuhan ABK.
ABK yang cenderung hiperaktif dan membutuhkan
perhatian khusus. Pada akhirnya penanganan yang Tipe Kepemimpinan yang dibutuhkan
diberikan hanya berdasarkan pengalaman guru tsb Tipe kepemimpinan yang dibutuhkan di SDN
dalam menghadapi ABK. Selain itu juga terkadang guru Citeureup 3 ini yaitu tipe pemimpin yang siap untuk
masih kebingungan menggunakan metode atau terlibat aktif dalam mengembangkan dan menerapkan
pendekatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan ABK program inklusi yang telah dirancang dan
dalam memberikan materi pelajaran di kelas. Sehingga dikembangkan di sekolah tersebut. Pemimpin yang
untuk menyiasati kekhawatiran tersebut, guru-guru di mempu terlibat secara aktif dalam pelaksanaan kegiatan
SDN Citeureup 3 sudah pernah diberikan pelatihan dan inklusi di sekolah sangat penting, karena kepala sekolah
seminar yang berkaitan dengan pendidikan inklusi dan adalah pemimpin instruksional dalam sekolah, yang
juga pernah melakukan kunjungan ke sekolah inklusi harus menginformasikan secara jelas dan memiliki
yang sudah bagus di wilayah Bogor / Depok (Sekolah masukan aktif tentang segala bentuk perubahan yang
Madani). Guru dapat melihat banyak nilai positif yang ada di sekolah. Sehingga kepala sekolah yang mengerti
ditampilkan di sekolah tsb. Bakat-bakat siswa tergali dan memiliki pemahaman yang baik sangat diperlukan
dengan baik, sarana dan prasaran memadai, juga agar pelaksanaan inklusi dapat berjalan dengan
kerjasama dengan orang tua siswa pun terjalin dengan semestinya. Selain itu peran kepala sekolah dalam
cukup baik. Namun selepas kunjungan tersebut pihak mengembangkan sekolah inklusi juga penting dalam hal
sekolah masih merasa kesulitan dan bingung dalam :
mengaplikasikan teori-teori yang ada sudah di Mendukung pelaksanaan inklusi dengan
dapatkannya. Selain membuatk program, guru juga mengupayakan sarana dan prasaran penunjunng
merasa kesulitan dalam melakukan kerjasama dengan terlaksananya pendidikan inklusi di sekolah
orang tua siswa ABK. Beberapa orang tua siswa ABK Memberikan dukungan yang diperlukan untuk
kurang berpartisipasi dalam menentukan dan mengembangkan program inklusi dan
melanjutkan program pembelajaran yang sudah dibuat pelaksanaannya termasuk :
di sekolah. - Waktu perencanaan
Kadang-kadang kesiapan guru dibilang tidak - Pengembangan staff yang dibutuhkan untuk
siap, mau tidak mau harus siap dalam menerima siswa menerapkan perubahan
ABK di kelas. Startegi / Cara guru memberikan materi - Sumber daya yang dibutuhkan untuk
di kelas biasanya siswa pada umumnya diberikan mendukung perubahan
terlebih dahulu materi yang akan dipelajari setelah Mendorong guru untuk mengambil resiko dan
selesai memberikan materi, Guru kemudian berfokus meyakinkan mereka akan diberi dukungan jika
dalam memberikan materi bagi siswa ABK. Biasanya dalam kondisi tertentu sekolah inklusi pada
guru mendekati bangku siswa ABK dan memberikan awalnya belum berhasil
materi atau siswa ABK yang datang ke meja guru dan Dukungan guru untuk terlibat dalam
menerima materi. mengembangkan dan mengimplementasikan
458 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

perubahan sangat dibutuhkan, terutama dengan PEMBAHASAN


guru-guru lain, orang tua dan kepala sekolah Dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi
Mendorong evaluasi berkelanjutan dan membangun sebuah prinsip bagi kepala sekolah
peningkatkan sekolah inklusif sangatlah penting. Sebab orang yang paling
Sementara berdasarkan hasil wawancara yang berpengaruh dalam mengembangkan sekolah inklusif
kami lakukan dengan guru di kelas, selama ini kepala adalah kepala sekolah. Jika kepala sekolah menyatakan
sekolah memang telah memberikan dukungan kepada bahwa sekolah belum siap untuk mengembangkan
guru-guru dalam mengembangkan program inklusi. sekolah inklusi, maka tidak ada sedikit pun kesempatan
Namun kepala sekolah belum terlibat secara langsung bahwa sekolah inklusi dapat dikembangkan.
dan pro aktif sehingga guru-guru sering mengalami Singkatnya, sekolah inklusi tidak akan berhasil
kesulitan dalam mengembangkan inklusi. Terutama diterapkan tanpa adanya dukungan aktif dari kepala
dalam proses pengembangan program pembelajaran sekolah. Hal tersebut menegaskan bahwa kepala sekolah
bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Selain itu adalah kunci utama dalam membuat keputusan awal
tidak adanya guru pendangping khusus/co-teaching mengenai apakah waktunya sudah tepat dalam
dalam pelaksanaan inklusi di sekolah juga menjadi mengembangkan sekolah inklusi. Adapun beberapa
kendala bagi guru-guru dalam upaya pengembangan perubahan yang terjadi ketika inklusi diselenggarakan di
program pembelajaran di kelas. Sebab karena sekolah seabgaimana yang telah dipaparkan dari hasil
keterbatasan pemahaman mengenai anak-anak observai dan wawancara di sekolah penyelenggera
berkebutuhan khusu dan kurangnya pendampingan dan inklusi diantaranya yaitu :
bimbingan dari kepala sekolah dan tenaga ahli maka
dalam pengembangan program pembelajarannya guru- Perubahan Top Down dan Bottom Up
guru hanya melakukan sebatas kemampuan mereka Perubahan bisa dimulai oleh siapa saja dalam
tanpa tahu apakah upaya yang mereka lakukan itu sudah sebuah aturan seorang guru atau kelompok guru,
tepat atau belum. kepala sekolah atau pimpinan pusat, atau orangtua.
Oleh karena itu tipe kepemimpanan yang Namun, agar berhasil, perubahan pada akhirnya harus
diperlukan bagi guru-guru adalah seorang kepala didukung oleh kepala sekolah (dukungan Top-Down)
sekolah yang mampu memberikan dukungan penuh sebagaimana para guru yang mesti menerapkan
terhadap pengembangan inklusi di sekolah, melalui perubahan tersebut (dukungan bottom-up). Dukungan
peran aktif kepala sekolah dalam memberikan masukan- administratif (terutama dari kepala sekolah) dalam
masukan kepada guru sebagai upaya untuk mengembangkan dan menerapkan sekolah inklusif
meningkatkan kualitas guru dalam memberikan layanan adalah penting untuk sejumlah alasan, sebagai seorang
bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus di dalam pimpinan harus memberikan suasana yang kondusif
kelas. untuk mengubah dan membimbing guru dengan
berbagai dukungan yang diperlukan untuk berubah.
Kolaborasi dan Team Building Dukungan dari pimpinan juga merupakan hal yang
Kolaborasi dan Team Building yang ada di SDN penting dalam banyak hal, seperti :
Citeureup 3 sudah cukup baik. Dalam mengembangkan Menyediakan sumber daya untuk
dan melaksanakan program inklusi di sekolah guru dan mengembangkan program inklusif, termasuk
kepala sekolah menjalin kerja sama dengan SLBN-A merilis waktu untuk perencanaan, pengembangan
Citeureup yang berlokasi tidak jauh dari lingkup staf, dan mendukung program kunjungan ke
sekolah sehingga mereka dapat berkonsultasi dengan model program inklusif di sekolah yang lain.
mudah jika mengalami kendala atau kesulitan dalam Mendukung terhadap pengembangan program
melaksanakan kegiatan inklusi. Team Building yang dan yang berkaitan dengan kerjasama antara
dibangun di sekolah pun sebenarnya sudah baik. Mereka orang tua, dewan sekolah dan pemangku
memiliki petugas-petugas khusus sendiri yang kepentingan lainnya
bertanggung jawab dalam pengembangan program Dukungan guru untuk ikut terlibat dalam
inklusi, seperti team pengembangan kurikulum, dll. mengembangkan dan mengimplementasikan sekolah
Namun pada pelaksanannya mereka tetep membutuhkan inklusi sangat diperlukan, karena perubahan tersebut
kolaborasi dari team ahli yang memahami layanan tidak akan terjadi jika guru tidak mendukung program
pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang tersebut. Mengembangakan dan menerapkan program
dapat memberikan bimbingan kepada mereka secara sekolah inklusi merupakan upaya yang paling kompleks
langsung di dalam kelas, dan bersama-sama merancang yang harus di lakukan sekolah saat ini. Mungkin
program kegiatan pembelajaran yang sesuai bagi anak- terdengar klise untuk menyatakan bahwa guru harus
anak berkebutuhan khusus. Sebab selama ini meskipun ikut berubah jika ingin sukses. Hal tersebut adalah
mereka telah berkolaborasi dengan SLB namun dalam sebuah kepastian bagi program inklusif. Penelitian
pelaksanaannya banyak sekali hal-hal yang dirasa guru tentang perspektif guru pada program inklusi
sulit untuk dilakukan sendiri dalam memerikan layanan menyediakan sejumlah masalah yang harus diatasi,
pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. untuk meredakan kekhawatiran guru (dan memberikan
dukungan kepada mereka) mengenai pengembangan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 459
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dan pelaksanaan program sekolah inklusif, termasuk di - Pengembangan staf yang dibutuhkan untuk
bawah ini : menerapkan perubahan
Siapa yang akan ikut serta - Sumber daya yang dibutuhkan untuk
Apakah siswa akan mendapatkan keuntungan mendukung perubahan
dari sekolah inklusif Pastikan bahwa guru berada dalam kendali
Apakah siswa dengan disabilitas akan memiliki perubahan
efek negatif di kelas Pastikan bahwa civitas sekolah memiliki dan
Bagaimana peran dan tanggung jawab guru kelas mendukung perubahan
akan berpengaruh Pastikan bahwa sekolah inklusif disesuaikan
Apakah guru kelas memiliki cukup memiliki dengan kebutuhan sekitar
waktu yang diperlukan, sumber daya, dan / Mendorong guru untuk mengambil resiko dan
keahlian untuk membuat program inklusif sukses meyakinkan mereka akan diberi dukungan jika
Dua pendekatan utama akan mengurangi ke dalam kondisi tertentu sekolah inklusi pada
khawatiran guru dan memastikan bahwa mereka awalnya belum berhasil
mendukung program inklusif. Salah satunya untuk Dukungan guru untuk terlibat dalam
memastikan bahwa mereka akan menjadi pembuat mengembangkan dan mengimplementasikan
keputusan utama mengenai sekolah inklusif, - sebagai perubahan sangat dibutuhkan, terutama dengan
contoh, siapa yang akan ikut terlibat, dalam keadaan apa guru-guru lain, orang tua dan kepala sekolah
mereka akan ikut terlibat, dan sebagainya. Pengambilan Mendorong evaluasi berkelanjutan dan
keputusan ini harus, tentu saja, mencakup semua guru peningkatkan sekolah inklusif
yang akan terlibat dalam pelaksanaan sekolah inklusif, Meskipun kepala sekolah merupakan pimpinan
bukan hanya kelompok tertentu (misalnya, guru yang utama, yang lainnya (guru-guru dan tenaga
pendidikan khusus). pendidik) harus melengkapi kepemimpinan jika
Pendekatan kedua yang akan berguna adalah kesuksesan adalah hal yang ingin diwujudkan.
untuk memberikan guru kesempatan untuk mengunjungi Misalnya, para guru yang dekat dengan siswa-siswa
sekolah-sekolah yang sudah menerapkan program yang akan berpengaruh terhadap perubahan oleh
tersebut, sehingga mereka bisa melihat langsung bahwa perubahan yang mereka buat, dan mereka harus
sekolah inklusif yang sukses bisa dikembangkan. Guru mengadvokasi perubaha tersebut dengan siswa dan
dapat mengamati di ruang kelas dan berbicara dengan orang tua mereka. Hal ini juga penting untuk yakin
guru-guru lainnya dan kepala sekolah tentang bahwa para guru terkadang harus merubah peran
mengembangkan kebutuhan dan implementasi sekolah profesional mereka dan aktivitasnya untuk memastikan
inklusif, maupun imbalan / kemudahan dan tantangan bahwa inklusi itu berhasil. Dalam keadaan ini, sangat
yang terlibat pada saat program tersebut berlangsung. penting bahwa para guru melengkapi kepemimpinan,
seperti halnya orang tua dan kepala sekolah, bahwa
Tipe Kepemimpinan yang dibutuhkan mereka bersedia untuk melakukan perubahan yang
Kepemimpinan yang baik sangat diperlukan diperlukan dan bahwa mereka merasa perubahan ini
dalam penyelenggaraan sekolah inklusi. Agar terjadi akan menguntungkan anak-anak mereka dan layak
perubahan Top Down dan Bottom Up dapat terjadi untuk diusahakan.
secara seimbang pada proses pelaksanaannya sesuai
dengan porsinya masing-masing. Oleh karena itu untuk Kolaborasi dan Team Building
dapat mewujudkan penyelenggaraan inklusi di sekolah Banyaknya persoalan yang harus dihadapi guru
kepala sekolah harus terlibat secara aktif dalam untuk mampu memberikan layanan yang tepat bagi
mengembangkan dan menerapkan rencana tersebut. siswa ketika pendidikan inklusi diterapkan di sekolah
Peran Kepala Sekolah sangat penting sebab kepala mengharuskan guru untuk mampu berkolaborasi dengan
sekolah sebagai pemimpin instruksional dalam sekolah, berbagai pihak agar mampu menyelesaikan berbagai
harus menginformasikan secara jelas dan memiliki permasalahan yang dihadapi sehingga dapat
masukan aktif tentang segala bentuk perubahan yang memberikan layanan yang optimal bagi peserta
ada di dalam sekolah, dan pelaksanaan sekolah inklusif didiknya. Kebutuhan terhadap kolaborasi mengharuskan
pasti akan memerlukan perubahan besar. tim guru, kepala sekolah dan pemangku kepentingan
Selain itu kepemimpinan dari kepala sekolah lainnya dibentuk untuk bersama-sama membuat rencana
mengenai inklusi juga penting untuk sejumlah alasan tentang inklusif yang di berikan di sekolah. Tim ini
lain, termasuk kebutuhan untuk : menguntungkan sekolah inklusif dalam banyak hal,
Mempromosikan dan dukungan model sekolah termasuk di bawah ini :
inklusi dan kebutuhan untuk perubahan dengan Tim mengadakan kepemimpinan dalam
staf sekolah mengembangkan, mengimplementasikan,
Memberikan dukungan yang diperlukan untuk mengevaluasi, dan memelihara program inklusi
pengembangan program dan pelaksanaan, Anggota tim memberikan fondasi untuk
termasuk : membangun sekolah inklusif
- Waktu perencanaan
460 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Sekolah inklusif yang dikembangkan lebih Singkatnya kepemimpinan dari kepala sekolah serta dari
mungkin untuk disesuaikan kepada kebutuhan banyak orang lain baik di dalam maupun di luar sekolah
individual sekolah setempat sangat diperlukan jika program sekolah
Guru dan kepala sekolah jauh lebih mungkin inklusif ingin berhasil di kembangkan.
untuk mendukung dan own Sebagaimana yang telah dipaparkan
(mengakui/memiliki) sekolah inklusif yang sebelumnya bahwa orang yang paling berpengaruh
sudah dikembangkan dalam mengembangkan sekolah inklusif adalah kepala
Para guru mengembangkan keterampilan sekolah. Jika kepala sekolah menunjukan bahwa
kolaboratif melalui team buliding seperti, mereka waktunya tidak tepat untuk mengembangkan sekolah
belajar untuk bekerjasama, berbagi keahlian, dan inklusi, maka tidak ada sedikit pun kesempatan bahwa
memecahkan permasalahan sekolah inklusi dapat dikembangkan. Singkatnya,
Guru membangun hubungan profesional dan sekolah inklusi tidak akan berhasil diterapkan tanpa
mengembangkan keterampilan bahwa kolaborasi adanya dukungan aktif dari kepala sekolah.
(seperti co-teaching) lebih mudah seperti Pihak SDN Citeureup 3 dalam hal ini Kepala
diimplementasikan program inklusif Sekolah memiliki pemahaman yang cukup baik
Fox dan Ysseldyke (1997) baru-baru ini terhadap penyelenggaraan sekolah inklusi. Pemahaman
memberikan contoh yang sangat baik tentang tersebut terlihat dalam inisiatif pihak sekolah untuk
pengembangan program inklusif dan implementasinya menerima siswa ABK dan tidak mempersulit proses
tanpa adanya kolaborasi antara pendidikan umum dan penerimaan siswa baru. Ketika pada saat itu (tahun
guru khusus. Peneliti tersebut melakukan penelitian 2004) belum terlalu banyak sekolah yang bisa menerima
kasus sebuah sekolah, yang mencoba melaksanakan siswa ABK, namun SDN Citeureup 3 mau menerima
program inklusif. Sebuah rencana program inklusif siswa ABK yang memang tidak diterima dibeberapa
dikembangkan oleh guru pendidikan khusus dengan sekolah umum lainnya.
bantuan penghubung dari komite inklusi tingakt Hanya saja pemahaman tersebut belum disertai
kabupaten. Rencana ini kemudian ". . . disetujui oleh dengan kesiapan yang memadai dalam menyusun
pemerintah kabupaten dan karena itu merupakan niat program pelaksanaan inklusi yang lebih sistematis dan
kabupaten tentang bagaimana inklusi untuk sesuai dengan kebutuhan siswa dalam hal ini siswa
diimplementasikan di sekolah menengah "(hal. 88). ABK. Menurut pemaparan Wakil Kepala Sekolah,
Pendekatan tersebut kepada sekolah di duga Kepala Sekolah masih kebingungan dalam menentukan
mengubah hasil dari program yang dibuktikan sedikit program yang berhubungan dengan penyelenggaraan
interaksi .. dantara termasuk murid-murid dan kepala inklusi terutama bagi siswa ABK. Kepala Sekolah
sekolah atau antara termasuk murid-murid lainnya hanya mempunyai prinsip dan harapan bahwa bisa
(p.91). Selanjutnya, guru pendidikan umum bervariasi mandiri di rumah, di masyarakat dan bisa menyesuaikan
dalam jumlah usaha yang mereka hasilkan untuk diri dengan lingkungannya. Selain itu Kepala Sekolah
bergabung dengan para siswa disabilitas (p.91). menginstruksikan kepada seluruh guru bahwa semua
Singkatnya, Perubahan besar dalam strategi mengajar ABK yang ada di SDN Citeureup 3 harus naik kelas dan
untuk mengakomodasi termasuk siswa tidak terjadi diusahakan tidak boleh ada yang tinggal kelas, jika ada
(p.91), dan guru pendidikan khusus dan para murid siswa ABK dari kelas 6 yang tidak bisa melanjutkan ke
sebagian besar tetap terisolasi di kelas pendidikan SMP umum (SMP Tunas Mandri/Sekolah Inklusi)
umum. maka siswa bisa melanjutkan ke SLB terdekat.
Pendapat terakhir mengenai kolaborasi : Padahal program pelaksanaan inklusi tidak
Meskipun co-teaching tidak diperlukan sebagai bagian cukup hanya memberikan pemahaman dan penerapan
dalam sekolah inklusif, penulis telah menemukan bahwa kebijakan tanpa disertai langkah kerja yang terukur dan
terdapat hubungan yang dekat antara manfaat guru dan jelas. Dukungan lainnya yang harus diperhatikan oleh
sekolah inklusi tak terkira. Hubungan ini Kepala Sekolah selain pengadaan barang / materi untuk
memungkinkan guru pendidikan umum dan khusus kegiatan belajar siswa yaitu seperti :
berkesempatan untuk belajar tentang dan dari hal lain Menyediakan sumber daya untuk
dengan cara-cara yang tidak tersedia ketika guru mengembangkan program inklusif, termasuk
pendidikan khusus hanya mengamati atau kadang- merilis waktu untuk perencanaan, pengembangan
kadang bekerja di kelas pendidikan umum dan hanya staf, dan mendukung program kunjungan ke
menyediakan jasa konsultasi untuk guru pendidikan model program inklusif di sekolah yang lain.
umum. Selain itu, co teaching memungkinkan guru Mendukung terhadap pengembangan program
berkesempatan untuk berbagi keahlian alami mengenai dan yang berkaitan dengan kerjasama antara
siswa, berkomunikasi tentang kurikulum dan pengajaran orang tua, dewan sekolah dan pemangku
secara berkelanjutan dan mengkoordinasikan kegiatan kepentingan lainnya
di dalam kelas. Akhirnya co teaching sering Sebenarnya pihak sekolah sudah pernah
memberikan peran yang lebih profesional dan melakukan kunjungan ke salah satu Sekolah
memuaskan bagi guru pendidikan khusus, yang bekerja Penyelenggara Inklusi di daerah Bogor / Depok untuk
sebagai mitra sejajar dengan guru pendidikan umum. melihat sejauh mana keberhasilan sekolah tersebut
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 461
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dalam menerapkan sekolah inklusi. Namun kunjungan 2. Tim khusus tersebut dapat membuat program
tersebut belum diberi tindak lanjut seperti membuat pembelajaran (asesmen, kebutuhan belajar siswa,
program kerja dan lainnya. Sehingga guru masih alat dan media pembelajaran), pengembangan
merasakan kekhawatiran dalam melaksanakan program staff (misalnya terdapatnya guru pembimbing
inklusi, berkaitan dengan memberikan pelayanan khusus yang berlatar belakang dari Pendidikan
akademik kepada siswa ABK. Khusus) , menjalin kerjasama dan mengikut
Pada dasarnya walaupun para guru memiliki sertakan orang tua siswa ABK dalam menyusun
kekhawatiran terhadap penyelenggaran inklusi, mereka program individual bagi siswa ABK, sehingga
sudah mempunyai kesadaran yang baik tentang ABK kebutuhan dan kemampuan siswa akan terukur
hal tersebut terlihat dari kegelisahan dan upaya mereka dan sesuai dengan perkembangan siswa.
untuk mencari tahu berdasarkan pengalaman sendiri 3. Menjalin kerjasama dengan pihak Resource
atau teman sejawat dalam memberikan pelayanan bagi Center dalam membuat program-program
siswa ABK. Hanya saja bentuk dukungan tersebut tersebut sehingga layanan yang belum ada di
belum cukup untuk menerapkan program inklusi di SDN Citeureup 3 dapat teratasi dengan
sekolah. Mengembangakan dan menerapkan program menggunakan target pencapaian / waktu
sekolah inklusi merupakan upaya yang paling kompleks perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang
yang harus di lakukan sekolah saat ini. Mungkin terukur.
terdengar klise untuk menyatakan bahwa guru harus
ikut berubah jika ingin sukses. Hal tersebut adalah REFERENSI
sebuah kepastian bagi program inklusif. Keikutsertaan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. (2005).
guru dalam menyusun dan menerapkan program untuk Pedoman Implementasi Pendidikan Inklusif di
mengembangkan sekolah inklusi dengan seluruh staff Jawa Barat. Bandung: Dinas Pendidikan
sekolah adalah hal yang paling penting. Hingga saat ini Provinsi Jawa Barat
belum adanya pertemuan khusus untuk membuat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
program pengembangan inklusi di sekolah tersebut. Indonesia Nomor 70 TAHUN 2009 Tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang
REKOMENDASI Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Berdasarkan analisis yang sudah dipaparkan di Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
atas terdapat beberapa rekomendasi yang diperuntukkan Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi dalam
bagi sekolah untuk meningkatkan pelayanan program Pendidikan Kebutuhan Khusus, Konferensi
inklusi, di antaranya yaitu : Dunia tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus:
1. Membuat tim khusus yang berhubungan dengan Akses dan Mutu, 7-14 Juni 1994. Salamanca,
program inklusi yang di dalamnya terdapat Spanyol: UNESCO dan Ministry of Education
bagian pengembangan kurikulum, sumber daya and Science, Spain.
manusia (staff pengajar), dan lainnya. http://wwwcytherean.blogspot.co.id/2014/12/pendidikan
-inklusif-perkembangan.html
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

FORMULASI STRATEGI PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN


ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA DINAS PENDIDIKAN,
PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN SLEMAN
(The Strategy Formulation in Fulfilling the Educational Right toward Children with Special Needs at Dinas
Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman)

Ari Setiarsih

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia
Email : arisetiarsih@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi strategi pemenuhan hak atas pendidikan anak
berkebutuhan khusus pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman. Jenis penelitian ini
adalah penelitian deskriptif menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Mei 2015 sampai bulan Agustus 2015. Penentuan subjek penelitian dilakukan secara purposive. Pengumpulan
data dilakukan melalui teknik wawancara dan teknik dokumentasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data
dilakukan melalui teknik cross check. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data yang
bersifat induktif model interaktif Miles and Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi strategi
pemenuhan hak atas pendidikan anak berkebutuhan khusus pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Sleman terdiri atas beberapa tahapan yaitu: 1). Penentuan isu-isu strategis, 2). Pengembangan visi,
misi dan nilai-nilai organisasi, 3). Penetapan tujuan dan sasaran, 4). Identifikasi lingkungan eksternal meliputi
identifikasi aspek ancaman dan aspek peluang, 5). Identifikasi lingkungan internal meliputi identifikasi aspek
kekuatan dan aspek kelemahan, 6). Perumusan strategi, 7). Perumusan kebijakan.
Kata kunci : formulasi strategi, hak atas pendidikan, anak berkebutuhan khusus.

Abstract: The aim of this research is to understand the strategy formulation in fulfilling the educational right
toward children with special needs at Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman. The type
of this research is descriptive research using qualitative approach. The research was conducted on May 2015
till August 2015. Research subject determination is done in purposive way. The data is gathered through
interview technique and documentation technique. The data validation technique uses cross check technique.
Data analysis technique uses inductive interactive model technique of Miles and Huberman. The result of this
research shows that the formulation of the strategy in fulfilling the educational right toward children with
special needs at Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman includes several process are:
1). Formulation of strategic issues, 2). Development of a vision, mission, and the value of organisation 3).
Goal and target formulation, 4). Identify the external environment consists the threats aspects and
opportunities aspects, 5). Identify the internal environment consists the strong aspects and weak aspects, 6).
Strategy formulation, and 7). Policy formulation.
Keywords: strategy formulation, educational rights, children with special needs.

PENDAHULUAN mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib


Hak atas pendidikan adalah salah satu bentuk membiayainya. Ketentuan tersebut kemudian diatur
hak asasi manusia yang mengandung arti bahwa setiap secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
warga negara berhak memperoleh pendidikan dengan 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
sebaik-baiknya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal Berdasarkan peraturan di atas, dapat disimpulkan
26 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara
yang menyatakan bahwa setiap orang berhak sehingga pemenuhan hak atas pendidikan menjadi
mendapatkan pendidikan dengan cuma-cuma, setidak- tanggung jawab pemerintah. Tanggung jawab tersebut
tidaknya dalam tingkatan rendah dan tingkatan dasar. berupa tugas pemerintah untuk menyelenggarakan
Pendidikan sekolah rendah harus diwajibkan. pendidikan, menyediakan aksesibilitas pendidikan dan
Pendidikan teknik dan kejuruan harus terbuka bagi membiayai pelaksanaan pendidikan yang mampu
semua orang dan pendidikan tinggi harus dapat dinikmati semua warga negara Indonesia tanpa
dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, diskriminasi gender, fisik, suku, ras, agama, dan status
berdasarkan kecerdasan. social guna mencapai keadilan.
Secara konstitusional pengaturan hak atas Salah satu warga negara yang berhak
pendidikan di Indonesia telah diatur dalam Pasal 31 ayat memperoleh pendidikan adalah anak berkebutuhan
(1) UUD 1945 yang menyatakan setiap warga negara khusus. Anak berkebutuhan khusus (selanjutnya
berhak mendapat pendidikan dan Pasal 31 ayat (2) disingkat ABK) adalah anak yang untuk memperoleh
UUD 1945 yang menyatakan setiap warga negara wajib perkembangan memerlukan penanganan khusus yang

463
464 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

berkaitan dengan kekhususannya (Dayu P., 2013: 13). pendidikan bagi penyandang disabilitas di DIY. Namun
Tidak berbeda dengan anak pada umumnya, secara pada kenyataannya masih terdapat ABK yang belum
konstitusional ABK juga memiliki hak yang sama atas memperoleh pendidikan di Kabupaten Sleman.
pendidikan. Akan tetapi pada kenyataannya belum Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian
semua hak pendidikan ABK dapat terpenuhi dengan ini bertujuan untuk mengetahui formulasi strategi yang
baik. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan angka dilakukan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
partisipasi murni ABK yang masih rendah. Berdasarkan Kabupaten Sleman dalam pemenuhan hak atas
data Direktur Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus pendidikan ABK. Hasil penelitian diharapkan dapat
Pendidikan Dasar Kemendikbud APM bagi ABK memberikan rekomendasi alternatif strategi dalam
terbagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok usia 7-12 pemenuhan hak atas pendidikan ABK bagi Dinas
tahun APM-nya mencapai 46,32 persen, kelompok usia Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman
13-15 tahun APM-nya mencapai 29,75 persen dan dan Pemerintah Kabupaten Sleman.
kelompok usia 16-18 tahun APM-nya mencapai 16,91
persen (Wan, 2014). METODE
Sementara itu, akses pendidikan bagi ABK juga Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif
masih kurang dan terbatas. Saat ini jumlah SLB di menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian
Indonesia berjumlah 1.174 unit, sedangkan sekolah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan
inklusi berjumlah 2.430 unit. Sementara masih terdapat Agustus 2015 pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan
112 pemerintah kabupaten yang belum memiliki unit Olahraga Kabupaten Sleman yang beralamat di Jalan
SLB satupun (Wan, 2014). Oleh karena itu, dari sekitar Parasamya, Beran, Tridadi, Sleman, Daerah Istimewa
1,48 juta ABK baru sekitar 26 persen yang memperoleh Yogyakarta. Penentuan subjek penelitian dilakukan
layanan pendidikan (Seminar Nasional Anak secara purposive yaitu subjek yang dipilih dengan
Berkebutuhan Khusus diakses dari pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2013:
http://www.uii.ac.id/content/view/2657/257/) 216). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui 2
Permasalahan terkait pendidikan ABK juga teknik yaitu teknik wawancara dan teknik dokumentasi.
terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut Kepala Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan
Dinas Dikpora DIY saat ini di DIY terdapat 9.096 ABK. teknik cross check yang dilakukan dengan cross check
Dari jumlah tersebut ABK yang telah dan sedang antar hasil wawancara dan hasil wawancara dengan data
mengikuti pendidikan di SLB berjumlah 4.782 orang dokumen. Teknik analisis data yang digunakan bersifat
dan yang sedang bersekolah di sekolah inklusif induktif menggunakan model interaktif Miles dan
berjumlah 2.388 orang (Dewa, 2014). Dengan demikian Huberman yang terdiri atas tahap pengumpulan data,
terdapat 1.926 ABK belum memperoleh pendidikan. tahap reduksi data, tahap penyajian data dan tahap
penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Tabel 1. ABK yang Belum Memperoleh Pendidikan
di DIY Tahun 2015 berdasarkan Kabupaten/Kota HASIL
No Kabupaten/Kota ABK Hasil penelitian menghasilkan data bahwa
1 Kulon Progo 289 pemenuhan hak atas pendidikan ABK di Kabupaten
2 Bantul 373 Sleman dilakukan dengan menyelenggarakan
3 Gunungkidul 728 pendidikan khusus secara inklusif yang disebut
4 Sleman 443 pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif dilakukan
melalui sekolah inklusif yaitu sekolah reguler di
5 Kota Yogyakarta 93
Kabupaten Sleman yang mengkoordinasi siswa reguler
JUMLAH 1926
dan siswa berkebutuhan khusus dalam program
Sumber: Data Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
pembelajaran yang sama.
DIY Tahun 2015 diolah peneliti.
Guna menyelenggarakan pendidikan inklusif,
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa
Sleman merancang langkah yang akan dilakukan untuk
Kabupaten Sleman merupakan wilayah dengan jumlah
mencapai tujuan dalam bentuk perencanaan yang
ABK belum memperoleh pendidikan cukup tinggi yaitu
disebut rencana strategis (selanjutnya disingkat renstra).
sejumlah 443 orang. Pada prinsipnya, Dinas Pendidikan,
Renstra berupa dokumen teknis operasional berisi
Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman telah
penjabaran visi, misi, strategi, dan program kegiatan
menjalankan tugas dan kewenangan dalam pemenuhan
yang bertujuan meningkatkan pelaksanaan
hak atas pendidikan ABK. Hal ini sesuai dengan
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat
ketentuan Peraturan Daerah Daerah Istimewa
dibidang pendidikan yang lebih berdaya guna dan
Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan
berhasil guna serta memantapkan pelaksanaan
dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas yang
akuntabilitas kinerja Dinas Pendidikan, Pemuda dan
memberi amanat pada pemerintah kabupaten atau kota
Olahraga Kabupaten Sleman.
untuk memfasilitasi dan menjamin perlakuan serta
Salah satu bagian yang penting dalam renstra
pemberian kesempatan yang sama dalam memperoleh
adalah perumusan strategi atau formulasi strategi.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 465
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Formulasi strategi dilakukan secara buttom up dengan dari tujuan yang secara spesifik menggambarkan hasil
mengakomodasi gagasan semua satuan organisasi Dinas yang akan dicapai disebut sasaran.
Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman. Tujuan yang ditetapkan Dinas Pendidikan,
Selain itu, formulasi strategi juga melibatkan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman adalah tujuan
stakeholder pendidikan terkait seperti organisasi kepala jangka menengah. Dinas Pendidikan, Pemuda dan
sekolah, dewan pendidikan, kepala UPT (Unit Olahraga Kabupaten Sleman tidak menetapkan tujuan
Pelaksana Teknis), IGTKI (Ikatan Guru Taman Kanak- jangka panjang karena tujuan jangka panjang dalam
Kanak Indonesia), dan stakeholder pendidikan yang organisasi bidang pemerintahan adalah hasil yang ingin
lainnya. Upaya ini dilakukan secara brainstorming dicapai dalam kurun waktu 25-30 tahun. Oleh karena
berupa kegiatan menuangkan gagasan, presentasi dan itu, sesuai dengan tupoksi Dinas Pendidikan, Pemuda
diskusi. dan Olahraga Kabupaten Sleman maka tujuan yang
Formulasi strategi pemenuhan hak atas ingin dicapai adalah jangka menengah.
pendidikan ABK pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan 2. Identifikasi lingkungan eksternal.
Olahraga Kabupaten Sleman terdiri atas beberapa a. Ancaman
tahapan yaitu: 1) Kerawanan sosial di masyarakat
Permasalahan sosial di masyarakat seperti
Penentuan isu-isu strategis. kriminalitas, premanisme, tawuran, narkotika,
Berdasarkan dokumen renstra Dinas Pendidikan, psikotropika, zat adiktif, HIV, dan permasalahan
Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman maka isu sosial lainnya sangat rawan merusak generasi
strategis pada bidang pendidikan adalah belum penerus bangsa khususnya anak yang kurang
optimalnya aksesibilitas, sarana dan prasarana dan peran memiliki pengetahuan terhadap masalah-masalah
serta masyarakat. Penentuan isu strategis dirumuskan sosial. Hal ini kerap terjadi pada wilayah
berdasarkan identifikasi permasalahan berdasarkan heterogen yang memiliki frekuensi permasalahan
tugas pokok dan fungsi, hasil telaah visi misi dan sosial cukup tinggi sehingga dapat berpengaruh
program RPJMD, telaah Renstra Kementerian/Lembaga terhadap proses pendidikan anak.
dan Renstra Provinsi dan hasil telaah rencana tata ruang 2) Pergantian kepala daerah
wilayah Pada tahun 2015, Kabupaten Sleman akan
menyelenggarakan pemilihan umum kepala
Pengembangan visi, misi dan nilai-nilai organisasi. daerah (Pemilukada). Melalui pemilukada
Perumusan visi dan misi dilakukan dengan dimungkinkan akan lahir kepala daerah yang
berpedoman pada rencana pembangunan jangka mempunyai visi misi dan rencana pembangunan
menengah daerah. Dengan berpedoman pada RPJMD baru. Hal ini berpotensi mempengaruhi visi dan
maka visi dan misi SKPD harus selaras dengan visi dan misi, tujuan, strategi dan kebijakan SKPD untuk
misi kepala daerah. Temuan hasil penelitian mendukung visi dan misi kepala daerah baru.
menunjukkan bahwa Dinas Pendidikan, Pemuda dan b. Peluang
Olahraga Kabupaten Sleman belum memiliki analisis 1) Terdapat satuan organisasi yang menangani
dan kajian khusus tentang pendidikan ABK. Selain itu, pendidikan ABK.
penyelenggaraan pendidikan ABK juga tidak dituliskan Satuan organisasi berupa Direktorat
secara eksplisit di dalam renstra karena ABK sudah Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan
termasuk dalam indikator anak secara formal yang Khusus pada tingkat pemerintah pusat, Dinas
cakupan perhitungannya menggunakan angka partisipasi Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY bidang
kasar dan angka partisipasi murni secara keseluruhan. Pendidikan Luar Biasa pada tingkat pemerintah
Pengembangan visi, misi dan nilai organisasi daerah provinsi dan Dinas Pendidikan, Pemuda,
dilakukan melalui beberapa tahapan yang meliputi tahap dan Olahraga Kabupaten Sleman sebagai
pengajuan usul setiap bidang, tahap diskusi, tahap uji pelaksana tugas bidang pendidikan secara umum
publik internal dinas, dan tahap penetapan visi dan misi. pada tingkat kabupaten atau kota
Proses pengembangan visi, misi dan nilai organisasi 2) Dukungan pemerintah pusat dan Dinas
dilakukan dengan koordinasi dan diskusi antara sumber Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY.
daya aparatur dinas dengan seluruh stakeholder Dukungan pemerintah pusat berupa bantuan
pendidikan seperti UPT, MKKS (organisasi kepala operasional sekolah, beasiswa, bloggrant,
sekolah dari SD, SMP, SMA/SMK), dewan pendidikan, anggaran model sekolah penyelenggara
penilik, pengawas, dan stakeholder pendidikan lainnya. pendidikan inklusif, dan dana POR. Sedangkan
bantuan dari Dinas Pendidikan, Pemuda dan
1. Penetapan tujuan dan sasaran. Olahraga DIY berupa pengiriman guru
Penetapan tujuan dan sasaran adalah tahapan pembimbing khusus ke sekolah inklusif
selanjutnya setelah dilakukan identifikasi ancaman, menggunakan dana APBD provinsi, bantuan
peluang, kekuatan dan kelemahan. Tujuan menjadi hal penyediaan soal-soal ujian, dan pelatihan bagi
paling tinggi setelah visi dan misi karena tujuan tenaga pendidik dalam meningkatkan mutu
merupakan penjabaran dari visi dan misi yang akan pendidikan di sekolah inklusif.
dicapai dalam waktu tertentu. Sedangkan penjabaran 3) Jejaring kemitraan yang kuat.
466 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Jejaring kemitraan berupa kerjasama dengan inklusif setahun sekali dan bantuan dunia industri
SKPD terkait di Kabupaten Sleman dan Dinas dan yayasan swasta dalam meningkatkan mutu
Pendidikan, Pemuda dan Olahrga DIY, pendidikan inklusif.
kerjasama dengan sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif di luar kabupaten dan 3. Identifikasi lingkungan internal
koordinasi dengan SLB di setiap kecamatan a. Kekuatan
sebagai pusat sumber pendidikan inklusif. Selain 1) Ketersediaan institusi penyelenggara
itu dilakukan pula kerjasama dengan perguruan pendidikan inklusif .
tinggi yaitu jurusan Pendidikan Luar Biasa Berdasarkan Keputusan Kepala Dinas
Universitas Negeri Yogyakarta dan kerjasama Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten
dengan pihak swasta, dunia industri dan pihak Sleman Nomor 245/KPTS/2012 tentang
yayasan seperti Yayasan Kristen untuk Penetapan Sekolah Penyelenggara Pendidikan
Kesehatan Umum. Inklusi Kabupaten Sleman maka terdapat 44
4) Letak geografis Kabupaten Sleman yang sekolah inklusif di Kabupaten Sleman yang
strategis. ditetapkan untuk memberikan pelayanan
Secara geografis Kabupaten Sleman pendidikan kepada ABK. Sekolah tersebut terdiri
merupakan wilayah yang strategis sebagai jalur dari 33 Sekolah Dasar, 7 Sekolah Menengah
antar provinsi. Hal tersebut mengakibatkan akses Pertama, 1 Madrasah Aliyah, dan 3 Sekolah
jalan di wilayah Kabupaten Sleman relatif lebih Menengah Kejuruan.
mudah dijangkau dan akses jalan antar sekolah 2) Dukungan Pemerintah Kabupaten Sleman
menjadi semakin mudah sehingga koordinasi cukup baik.
antar berbagai pihak dapat berjalan lancar dan Dukungan dari Pemerintah Kabupaten
masalah yang muncul dapat cepat teratasi. Sleman berupa anggaran fasilitasi pelaksanaan
5) Perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan inklusi. Anggaran dari Anggaran
teknologi yang mendukung. Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sleman
Pemanfaatan IPTEK berupa penggunaan sejumlah Rp 81.080.575,-. Selain itu, dana
sarana prasarana berbasis teknologi seperti APBD juga disalurkan dalam bentuk bantuan
komputer, laptop, notebook, LCD Projector, operasional sekolah daerah provinsi, bantuan
mesin ketik, handycam, faximile, filling cabinet, operasional sekolah daerah kabupaten/kota, dan
dan sarana prasarana lainnya untuk mengarsip Program Jaminan Pembiayaan Pendidikan
data, rapat, sosialisasi, pelatihan pembuatan Daerah (JPPD) bagi peserta didik miskin atau
media pembelajaran interaktif bagi semua tenaga rentan miskin tingkat SMA/SMK/MA.
pendidik, membantu proses pembelajaran, 3) Ketersediaan sarana dan prasarana
membuat website SKPD, buku braile, alat peraga pendidikan yang cukup memadai.
bagi ABK, bantuan kursi roda, dan pemanfaatan Ketersediaan sarana dan prasarana
yang lainnya. pendidikan berupa tangga yang dilengkapi
6) Tersedianya peraturan perundang-undangan pegangan rambat, guiding block sebagai jalur
yang mendukung. khusus penyandang tunanetra, kamar mandi
Pemenuhan hak atas pendidikan ABK di khusus, dan buku braile sebagai media
Kabupaten Sleman selaras dengan beberapa pembelajaran. Selain itu, tersedia pula alat bantu
peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 20 pembelajaran di dalam kelas seperti alat bantu
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendengaran, alat bantu penglihatan, dan sarana
Permendiknas No.70 Tahun 2009 tentang prasarana pendidikan lainnya.
Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang 4) Terdapat peraturan internal yang mendukung
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Peraturan yang disusun Dinas Pendidikan,
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, Perda DIY Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman yaitu
No. 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda
Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, dan Olahraga Kabupaten Sleman Nomor
Pergub DIY No. 21 Tahun 2013 tentang 245/KPTS/2012 tentang Penetapan Sekolah
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif dan Pergub Penyelenggara Pendidikan Inklusi Kabupaten
DIY No. 41 Tahun 2013 tentang Pusat Sumber Sleman dan Peraturan Kepala Dinas Pendidikan,
Pendidikan Inklusif. Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman
7) Peran serta masyarakat cukup tinggi tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta
Peran serta masyarakat terhadap pendidikan Didik Baru pada Sekolah dan Taman Kanak-
ditunjukkan dari partisipasi untuk bersekolah Kanak di Lingkungan Dinas Pendidikan, Pemuda
yang cukup tinggi, partisipasi camat, kepala dan Olahraga Kabupaten Sleman. Isi peraturan
desa, perangkat desa, komite sekolah, pengawas, tersebut mewajibkan sekolah di Kabupaten
masyarakat, dan stakeholder pendidikan dalam Sleman untuk menerima peserta didik
mengikuti pertemuan sosialisasi pendidikan berkebutuhan khusus dalam kegiatan PPDB.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 467
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

f. Peningkatan kualitas data, pelayanan dan


b. Kelemahan peningkatan peran serta masyarakat.
1) Keterbatasan guru pembimbing khusus 5. Perumusan kebijakan
(GPK). Kebijakan yang dirumuskan yaitu:
Berdasarkan data kepegawaian Dinas a. Meningkatkan kualitas pembelajaran, SDM,
Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY jumlah sarana prasarana.
GPK di sekolah inklusif wilayah Kabupaten b. Meningkatkan kualitas data.
Sleman berjumlah 30 orang dari 132 orang. c. Meningkatkan kualitas pelayanan dan
Status guru merupakan guru SLB yang penyelenggaraan pendidikan.
diperbantukan oleh Dinas Pendidikan, Pemuda d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam
dan Olahraga Kabupaten Sleman sehingga guru bidang pendidikan.
memiliki jam kerja yang padat. Akibatnya guru
pembimbing khusus hanya datang ke sekolah PEMBAHASAN
inklusif sebanyak 2 sampai 3 kali dalam Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas,
seminggu. dapat dianalisis bahwa pemenuhan hak atas pendidikan
2) Kompetensi sumber daya aparatur terbatas. ABK melalui pendidikan inklusif pada Dinas
Keterbatasan kompetensi sumber daya dapat Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman
dilihat dari kualitas sumber daya manusia yang telah sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan ayat
masih terbatas dalam pelaksanaan pendidikan (4) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
inklusif. Hal ini dikarenakan tenaga pendidik di Nasional. Ketentuan tersebut menyebutkan bahwa
sekolah inklusif merupakan tenaga pendidik pemenuhan hak atas pendidikan ABK dilakukan dengan
reguler yang tidak memiliki kompetensi menyelenggarakan pendidikan khusus yang mana
akademik secara khusus sebagai tenaga pendidik pendidikan khusus dapat dilakukan secara inklusif. Hal
ABK. ini selaras dengan ketentuan Pasal 5 Pergub DIY No. 21
3) Belum tersedia Peraturan Bupati tentang Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan
penyelenggaraan pendidikan inklusif di Inklusif yang menyebutkan bahwa kewenangan Dinas
Kabupaten Sleman. Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman
Peraturan Gubernur DIY Nomor 21 Tahun sebagai SKPD Kabupaten yang bertugas di bidang
2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan pendidikan adalah melaksanakan pembinaan,
Inklusif menyatakan bahwa ketentuan lebih pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan teknis
lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan penyelenggaraan pendidikan inklusif.
inklusif di Kabupaten/Kota diatur dengan Dengan adanya dokumen operasional organisasi
Peraturan Bupati/Walikota, paling lama 1 (satu) (renstra) yang disusun melalui serangkaian proses dan
tahun sejak Peraturan Gubernur diundangkan tahapan sistematis untuk menghasilkan rumusan strategi
yaitu pada tanggal 15 Maret tahun 2013. Akan dan kebijakan yang akan diimplementasikan
tetapi setelah 2 tahun berlalu Peraturan Bupati menunjukkan bahwa Dinas Pendididkan, Pemuda dan
tentang pendidikan inklusif belum tersedia. Olahraga Kabupaten Sleman telah menerapkan
4) Belum tersedia data penyelenggaraan manajemen strategi. Manajemen strategi adalah proses
pendidikan inklusif yang lengkap. atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan
Kabupaten Sleman belum memiliki data lengkap cara melaksanakannya, yang dibuat oleh manajemen
tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif. puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran di
Hal ini disebabkan pendidikan khusus adalah dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya
kewenangan Dinas Pendidikan, Pemuda dan (Nawawi, 2005: 148).
Olahraga DIY sehingga laporan penyelenggaraan Hunger dan Wheelen (2003: 9) menyatakan
pendidikan inklusif ditujukan pada Dinas bahwa manajemen strategi meliputi empat tahapan yaitu
Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY. Oleh pengamatan lingkungan, perumusan strategi,
karena itu, Dinas Pendidikan, Pemuda dan implementasi strategi, evaluasi, dan pengendalian.
Olahraga Kabupaten Sleman hanya mendapat Sementara David (2009: 6-7) berpendapat bahwa
tembusan laporan yang bersifat tidak rutin dan manajemen strategi terdiri dari tiga tahapan yaitu
data sulit direkap. perumusan strategi, pelaksanaan strategi, dan penilaian
4. Perumusan strategi. strategi. Sesuai dengan pendapat ketiga ahli tersebut,
Strategi yang dirumuskan yaitu: dapat disimpulkan bahwa formulasi strategi Dinas
a. Penyediaan sarana prasarana, pendidik, dan Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman
tenaga kependidikan. dalam pemenuhan hak atas pendidikan ABK adalah
b. Peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga bagian dari elemen dasar manajemen strategi yaitu
kependidikan. perumusan strategi. Melalui manajemen strategi maka
c. Perbaikan strategi pembelajaran. output dari strategi yang dirumuskan memiliki
d. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan. perencanaan yang jelas sehingga menjadi lebih efektif
e. Peningkatan akses pendidikan. dan efisien.
468 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diidentifikasi dalam proses pengembangan visi, misi dan nilai
bahwa tahapan formulasi strategi pemenuhan hak atas organisasi.
pendidikan ABK pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan 4. Menilai lingkungan eksternal: peluang dan
Olahraga Kabupaten Sleman telah sesuai dengan ancaman.
ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Identifikasi lingkungan eksternal merupakan
Tahun 2010 tentang pelaksanaan PP No. 8 Tahun 2008 analisis terhadap lingkungan organisasi non profit yang
tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, mencakup berbagai aspek seperti aspek sosial, aspek
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, kependudukan,
Daerah. Selain itu, proses formulasi strategi tersebut kemajuan perkembangan IPTEK, adat istiadat dan lain-
juga menunjukkan kesesuaian dengan tahapan lain (Nawawi, 2005: 158). Berdasarkan hasil identifikasi
perencanaan strategis organisasi publik dan nirlaba yang lingkungan eksternal dapat dianalisis beberapa aspek
menurut Bryson (2005: 55) meliputi 8 langkah yaitu yaitu:
memrakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan a. Aspek sosial
strategis, mengidentifikasi mandat organisasi, Kerawanan sosial dalam masyarakat berpotensi
memperjelas misi dan nilai organisasi, menilai mempengaruhi proses pendidikan anak adalah
lingkungan eksternal (peluang dan ancaman), menilai ancaman dari aspek sosial
lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan), b. Aspek politik dan pemerintahan
mengidentifikasi isu strategis, merumuskan strategi dan 1) Pergantian kepala daerah berpotensi menjadi
menciptakan visi organisasi yang efektif. ancaman dari aspek politik, pemerintahan,
Dengan mengacu pada teori perencanaan dan hokum karena pergantian pimpinan
strategis Bryson, maka dapat dianalisis beberapa pemerintahan, kegoncangan dan krisis politik
pembahasan penting dari hasil penelitian ini yaitu: pemerintahan dapat menghambat pencapaian
1. Memrakarsai dan menyepakati suatu proses tujuan organisasi atau memaksa organisasi
perencanaan strategis merevisi misinya (Salusu, 2006: 332).
Langkah pertama untuk memulai perencanaan 2) Kerjasama yang saling mendukung antar
strategis adalah melakukan negosiasi organisasi pemerintahan adalah peluang
kesepakatan dengan pembuat keputusan atau secara politik.
pembentuk opini internal tentang seluruh upaya 3) Tersedianya peraturan perundang-undangan
perencanaan strategis dan langkah perencanaan yang mendukung adalah peluang secara
yang terpenting (Bryson, 2005: 56). Langkah ini politik.
ditunjukkan dengan koordinasi awal bidang c. Aspek ekonomi
perencanaan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Bantuan anggaran dana dari pemerintah pusat
Olahraga Kabupaten Sleman dengan sumber dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
daya aparatur internal dalam merancang renstra DIY adalah peluang secara ekonomi.
SKPD. d. Aspek stakeholder
2. Mengidentifikasi mandat organisasi. Kerjasama antara Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Mandat organisasi dalam hal ini dapat Olahraga Kabupaten Sleman dengan stakeholder
diidentifikasi dari tugas pokok dan fungsi serta pendidikan adalah peluang dari aspek
kewenangan Dinas Pendidikan, Pemuda dan stakeholder.
Olahraga Kabupaten Sleman sebagai satuan
kerja perangkat daerah Kabupaten Sleman. e. Aspek lingkungan
3. Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi. Letak geografis Kabupaten Sleman adalah
Pengembangan visi dan misi merupakan hal yang peluang dari aspek lingkungan.
penting karena hal tersebut adalah dasar f. Aspek teknologi
perumusan tujuan dan sasaran organisasi yang Pemanfaatan IPTEK adalah peluang dari aspek
akan menjadi pedoman dalam merumuskan teknologi.
strategi, kebijakan, dan program. Menurut g. Aspek sosial budaya
Bryson (2005: 60), sebelum mengembangkan Peran serta masyarakat merupakan peluang dari
misi suatu organisasi perlu melakukan analisis aspek sosial budaya yang menunjukkan sikap
stakeholder yaitu orang, kelompok atau positif untuk berpartisipasi dan mendukung
organisasi apapun yang dapat melakukan klaim kebijakan pemerintah.
atau perhatian, sumber daya atau hasil organisasi 5. Menilai lingkungan internal: kekuatan dan
atau dipengaruhi oleh hasil itu. Melalui kelemahan.
koordinasi dan diskusi antara sumber daya Guna mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
aparatur dinas dengan seluruh stakeholder internal suatu organisasi perlu memantau sumber
pendidikan, dewan pendidikan, penilik, dan daya, strategi sekarang, dan kinerja organisasi
pengawas menunjukkan bahwa Dinas (Bryson, 2005: 63). Berdasarkan hasil
Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten identifikasi linkungan internal dapat dianalisis
Sleman telah melakukan analisis stakeholder bahwa:
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 469
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

a. Sumber daya Faktor Kekuatan Kelemahan


1) Ketersediaan institusi penyelenggara Internal a. Tersedia a. Keterbatasangu
pendidikan inklusif dan ketersediaan sarana institusi ru pembimbing
prasarana pendidikan inklusif adalah pendidikan khusus
kekuatan dari aspek sumber daya sarana dan inklusif b. Kompetensi
prasarana. b. Dukungan sumber daya
2) Bantuan anggaran dana dari Pemerintah Pemerintah aparatur terbatas
Kabupaten Sleman adalah kekuatan dari c. Tersedia sarana c. Belum ada
aspek sumber daya keuangan. dan prasarana peraturan bupati
3) Keterbatasan guru pembimbing khusus dan pendidikan d. Keterbatasan
keterbatasan kompetensi sumber daya d. Terdapat sumber data
aparatur adalah kelemahan dari aspek sumber peraturan yang lengkap
daya manusia. Faktor internal yang
b. Strategi sekarang Eksternal mendukung
Berdasarkan hasil rumusan strategi dapat Peluang Strategi SO Strategi WO
dianalisis kelebihan dan kekurangan strategi a. Terdapat a. Peningkatan a. Merancang
yaitu: satuan aksesibilitas pelatihan
1) Kelebihan strategi organisas dan sarana pendidikan
Strategi telah berorientasi pada peningkatan i khusus prasarana inklusif
pelayanan dan aksesibilitas pendidikan, b. Dukunga b. Menyusun b. Peningkatan
kompetensi sumber daya aparatur, dan n peraturan kompetensi
peningkatan partisipasi masyarakat sehingga pemerint internal sumber daya
terjalin jejaring kemitraan yang kuat dengan ah c. Menyiapkan aparatur
beberapa stakeholder pendidikan. c. Kerjasam strategi c. Peningkatan
2) Kekurangan strategi a yang peningkatan kerjasama
Strategi belum optimal karena belum ada kuat kerjasama dengan
analisis khusus tentang pelaksanaan d. Letak d. Peningkatan pemerintah
pendidikan inklusif bagi ABK yang belum strategis kegiatan daerah dan
dituliskan secara eksplisit dalam renstra. e. Perkemb sosialisasi stakeholder
c. Kinerja angan kepada pendidikan
1) Peraturan internal sebagai respon ketiadaan IPTEK masyarakat d. Optimalisasi
Peraturan Bupati Sleman tentang f. Peratuan IPTEK
penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah penduku
kekuatan yang menunjukkan kinerja yang ng
baik. g. Peran
2) Ketiadaan Peraturan Bupati Sleman tentang serta
penyelenggaraan pendidikan inklusif masyarak
menunjukkan kelemahan dari aspek kinerja. at tinggi
3) Ketiadaan data penyelenggaraan pendidikan Ancaman Strategi ST Strategi WT
inklusif yang lengkap menunjukkan a. Kerawan a. Optimalisasi a. Peningkatan
kelemahan kinerja dalam berhubungan an sosial peran pendidik sosialisasi
dengan stakeholder pendidikan. di b. Menyusun b. Menyusun
6. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi masyara peraturan peraturan
organisasi. kat internal pendidikan
Identifikasi isu strategis pada Dinas Pendidikan, b. Perganti inklusif
Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman merupakan an
langkah pertama dalam formulasi strategi. Sementara kepala
menurut Bryson identifikasi isu strategis lahir setelah daerah
pelaksanaan lima langkah sebelumnya. Mengacu pada
konsepsi Bryson, jika ditinjau berdasarkan pelaksanaan 6. Menciptakan visi organisasi yang efektif bagi
lima langkah perencanaan strategis sebelumnya, dapat masa depan.
diidentifikasi isu strategis dalam pemenuhan hak atas Langkah terakhir adalah menyusun pandangan
pendidikan ABK pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan ke depan dan gambaran kinerja ideal yang harus
Olahraga Kabupaten Sleman adalah belum optimalnya dilakukan organisasi untuk melaksanakan strategi. Hal
aksesibilitas, sarana prasarana, kompetensi sumber daya ini sudah dilakukan pada tahap awal formulasi strategi
aparatur, dan peran serta masyarakat. dalam pengembangan visi, misi dan nilai organisasi.

7. Merumuskan strategi untuk mengelola isu. KESIMPULAN DAN SARAN


Perumusan strategi alternatif dapat menggunakan Kesimpulan
matrik analisis SWOT.
470 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Berdasarkan pembahasan yang dilakukan dapat Dayu P., A. (2013). Mendidik Anak ADHD (Attention
direduksi kesimpulan dari penelitian ini yaitu Deficit Hyperactivity Disorder): Hal-Hal yang
pemenuhan hak atas pendidikan ABK pada Dinas Tidak Bisa Dilakukan Obat Cetakan 2.
Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman Yogyakarta: Javalitera.
dilakukan melalui penyelenggaraan pendidikan inklusif. Dewa. (2014). Pelaksanaan Acara Deklarasi DIY
Penyelenggaraan pendidikan inklusif dilakukan dengan sebagai Daerah Pendidikan Inklusi Tahun 2014.
menerapkan manajemen strategi berupa rencana Jogjaprov.go.id. 13 Desember 2014. Tersedia
strategis yang berisi perencanaan kiat, cara atau taktik online:
untuk mencapai visi, misi, tujuan, dan sasaran http://www.dikpora.jogjaprov.go.id/dinas_v4/ind
organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ex.php?view=v_berita&id_sub=3503 diakses
formulasi strategi pemenuhan hak atas pendidikan ABK pada tanggal 6 April 2015 pukul 18.53 WIB.
pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Hunger, J. David & Wheelen, Thomas L. (2003).
Kabupaten Sleman dilakukan melalui beberapa tahapan Manajemen Strategis. (Terjemahan Julianto
yaitu: 1). Penentuan isu-isu strategis, 2). Pengembangan Agung). Yogyakarta: Andi.
visi, misi dan nilai-nilai organisasi, 3). Penetapan tujuan Nawawi, Hadari. (2005). Manajemen Strategik:
dan sasaran, 4). Identifikasi lingkungan eksternal Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan
meliputi identifikasi aspek ancaman dan aspek peluang, dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan.
5). Identifikasi lingkungan internal meliputi identifikasi Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
aspek kekuatan dan aspek kelemahan, 6). Perumusan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor
strategi, dan 7). Perumusan kebijakan. 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
Saran Peraturan Gubernur DIY Nomor 21 Tahun 2013 tentang
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran dari Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif.
hasil penelitian ini antara lain: Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010
1. Formulasi strategi pada penyusunan renstra tentang pelaksanaan PP No. 8 Tahun 2008
berikutnya perlu memperhatikan hasil evaluasi tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
strategi secara komprehensif sehingga strategi Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan
yang konstruktif dapat dipertahankan dan strategi Rencana Pembangunan Daerah.
yang belum maksimal perlu dirumuskan kembali. Revisi RENSTRA Dinas Pendidikan, Pemuda dan
2. Guna mendukung strategi pemenuhan hak atas Olahraga Kabupaten Sleman Tahun 2011-2015.
pendidikan ABK, maka Dinas Pendidikan, Salusu, J. (2006). Pengambilan Keputusan Stratejik
Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman perlu untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non
melakukan kajian dan analisis khusus mengenai Profit. Jakarta: Grasindo.
pelaksanaan pendidikan inklusif. Seminar Nasional Anak Berkebutuhan Khusus diakses
3. Formulasi strategi, kebijakan dan program dalam dari.http://www.uii.ac.id/content/view/2657/257/
pemenuhan hak atas pendidikan ABK perlu pada tanggal 7 April 2015 pukul 13.15 WIB.
dituliskan secara eksplisit di dalam renstra Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif
sehingga terdapat dokumen operasional yang Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
sistematis dan jelas. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Bryson, John M. (2005). Perencanaan Strategis bagi Pendidikan Nasional.
Organisasi Sosial. (Terjemahan M. Wan. (2014). Partisipasi Sekolah Siswa Cacat Masih
Miftahuddin). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rendah. Jpnn.com. 23 September 2014. Tersedia
Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia diterima online:http://www.jpnn.com/read/2014/09/23/25
dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada 9470/Partisipasi-Sekolah-Siswa-Cacat-Masih-
tanggal 10 Desember 1948 melalui Resolusi 217 Rendah/ diakses pada tanggal 7 April 2015 pukul
A (III). 09.00 WIB.
David, Fred R. (2009). Manajemen Strategis Konsep,
Edisi 12. (Terjemahan Dono Sunardi). Jakarta:
Salemba Empat.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PENGALAMAN SISWA GURU PEKAK DI INSTITUT PENDIDIKAN GURU:


SATU KAJIAN KES
(Deaf teacher trainess experiences at the Institute of Teacher Education: A Case Study)

Shahrul Arbaiah Othmana, Nurfarrazilah Mohd Yusakb


ab
Institut Pendidikan Guru Kampus Ilmu Khas, Malaysia
E-mail: shahrul_arbaiah@yahoo.com

Abstrak: Kajian ini telah dijalankan untuk mendapatkan maklumat secara mendalam tentang pengalaman dan
cabaran yang dihadapi oleh siswa guru pekak sepanjang menuntut di Institut Pendidikan Guru (IPG). Seramai
lapan orang bekas siswa guru yang telah menamatkan pengajian dan memperoleh Ijazah Sarjana Muda
Perguruan serta dua siswa guru yang sedang menuntut di IPG terlibat dalam kajian ini. Soal selidik telah
diemel kepada setiap peserta. Soal selidik mengandungi soalan tertutup tentang demografi dan sepuluh soalan
terbuka antaranya tentang pengalaman, cabaran, serta cara menangani cabaran tersebut. Cabaran terbesar yang
dihadapi oleh semua peserta kajian adalah kesukaran mengikuti kuliah. Peserta kajian menyatakan kebanyakan
pensyarah tidak memahami keperluan individu pekak semasa menyampaikan kuliah. Khidmat sokongan
khusus iaitu Juru Bahasa Isyarat bertauliah hanya diterima oleh tiga orang peserta kajian dan untuk tempoh
yang singkat. Semua peserta kajian menyatakan sokongan yang banyak diterima adalah daripada rakan tipikal
dan rakan pekak serta pensyarah. Rakan tipikal membantu dari aspek penterjemahan bahasa isyarat ketika
kuliah dan menyalin nota. Adalah dicadangakan agar IPG mewujudkan khidmat sokongan seperti menyediakan
khidmat Juru Bahasa Isyarat atau pencatat nota secara lebih sistematik. Selain itu juga para pensyarah diharap
dapat mengubah strategi penyampaian kuliah dengan menerapkan pembelajaran abad ke-21 serta
menggunakan teknologi maklumat dan mempraktikkan flipped classroom untuk memudahkan siswa guru
pekak untuk mengikuti perbincangan semasa kuliah. Rakan tipikal juga diharap dapat memainkan peranan
sebagai penterjemah bahasa isyarat secara bergilir-gilir. Selain daripada membantu rakan pekak, aktiviti ini
dapat juga meningkatkan penguasaan bahasa isyarat rakan tipikal yang mengkhusus dalam bidang masalah
pendengaran.
Kata kunci: siswa guru pekak, Institut Pendidikan Guru

Abstract: The study was conducted to gain an insight into the experience of deaf teacher trainees studying at
the Institute of Teacher Education (IPG). Eight former trainees who have completed their studies and obtained
a Bachelor of Education and two teacher trainees who are currently studying in the institutes were involved in
the study. Questionnaires were emailed to each participant. The questionnaire contains questions on
demographics and open ended questions about their experiences, challenges, and support received during
their study at the institute. The biggest challenge faced by all respondents was the difficulty during lectures.
Respondents said most lecturers do not understand the needs of deaf individuals when delivering the lecture.
Support services such as sign language interpreters were only gained by three respondents. This is because at
that time there were three sign language interpreters from an NGO undergoing their industrial training at the
institute. All respondents indicated that many support received from typical colleagues, deaf colleagues and
lecturers. Typical colleagues helped in sign language translation and taking notes during lectures. It is
recommended that the IPG creat support services such as providing sign language interpreter or notetaker in
a more systematic way. It is also hope that lecturers could practised 21st century learning environment such as
the flipped classroom in order to help deaf teacher trainees to follow the discussion during lectures. Typical
collegues are also expected to take turns to be the sign language interpreters during lectures. Apart from
helping deaf trainees, this activity can also improve their mastery of sign language.
Keywords: deaf teacher trainees, the Institute of Teacher Education

PENDAHULUAN Masalah Pendengaran.


Mulai tahun 2004, Institut Pendidikan Guru Kehidupan di institusi pengajian tinggi (IPT)
(IPG) telah mula menawarkan Program Ijazah Sarjana amat mencabar bagi semua pelajar. Semua pelajar
Muda Perguruan dengan Kepujian kepada bakal-bakal terpaksa menyesuaikan diri dengan suasana
guru. IPG Kampus Ilmu Khas adalah satu-satunya IPG pembelajaran di IPT yang amat berbeza daripada
di Malaysia yang menawarkan kursus major suasana di sekolah. Keadaan ini lebih mencabar bagi
pendengaran kepada siswa guru. Peluang ini tidak siswa pekak kerana halangan utama mereka adalah
terbatas kepada calon guru tipikal sahaja tetapi juga kesukaran untuk berkomunikasi dengan rakan tipikal
kepada calon guru yang berkeperluan khas. Sehingga dan pensyarah. Kajian oleh Bisol, Valentini, Simioni
kini seramai 8 orang pendidik pekak telah berjaya dan Zanchin (2010) terhadap lima orang siswa pekak di
menamatkan pengajian mereka, manakala seorang sebuah universiti di Brazil mendapati amat sukar bagi
sedang menuntut di Tahun 2 dan seorang di Tahun 1. pelajar pekak untuk menyesuaikan diri dalam dunia
Mereka mengkhusus dalam bidang Pendidikan Khas orang yang tidak pekak. Mereka juga mendapati peri

471
472 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

pentingnya untuk pensyarah mengorganisasikan Justeru, adalah penting untuk mengkaji


kembali strategi pengajaran agar sesuai dengan siswa pengalaman yang dilalui oleh siswa guru agar mereka
pekak. Kajian tersebut turut menilai keperluan dapat dibantu untuk lebih cemerlang sebagai guru dan
menggunakan khidmat Juru Bahasa Isyarat di pusat dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan di kampus
pengajian tinggi. seperti rakan tipikal yang lain. Sehubungan itu, kajian
Kajian oleh Fleming dan Hay (2006) terhadap 22 ini dijalankan bertujuan untuk mendapatkan maklumat
siswa pekak di Universiti Wolverhampton mendapati secara mendalam tentang pengalaman siswa guru pekak
khidmat Juru Bahasa Isyarat digunakan oleh 60 peratus sepanjang menuntut di IPG. Objektif khusus kajian kes
pelajar manakala 50 peratus menggunakan khidmat ini adalah untuk mengenal pasti dan mencungkil
note-taker. Kajian tersebut juga mendapati hanya dua maklumat tentang (a) pengalaman siswa guru pekak
daripada 22 siswa tersebut boleh memahami tugasan semasa menuntut di IPG, (b) cabaran yang dihadapi, (c)
yang diberikan kepada mereka. 11 siswa menyatakan khidmat sokongan, dan (d) cara menangani cabaran
mereka menghadapi kesukaran untuk memahami teks yang dihadapi.
yang perlu dibaca untuk menyelesaikan tugasan. 66
peratus menyatakan mereka gagal menangani beban METODOLOGI KAJIAN
tugas sementara 65 peratus menyatakan tidak dapat Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif
mendekati pensyarah. Ini menunjukkan bahawa, iaitu kaedah kajian kes. Paradigma kualitatif difikirkan
walaupun khidmat sokongan seperti Juru Bahasa Isyarat adalah lebih sesuai kerana sampel kajian adalah terhad.
disediakan, siswa pekak masih menghadapi masalah Paradigma kualitatif juga dapat mencungkil secara
dalam pelajaran. Smith dan Allman (2010) pula mendalam pengalaman yang telah dilalui oleh semua
berpendapat bahawa penyampaian pengajaran dan peserta kajian. Pemilihan peserta kajian dilakukan
pembelajaran untuk bakal guru pekak seharusnya menerusi kaedah persampelan bermatlamat atau
menggabungkan pedagogi yang berkesan dan teknologi purposive sampling (Neuman, 2011). Menurut Neuman,
yang inovatif antaranya Camtasia dan Wimba. Kedua- kaedah persampelan bermatlamat sesuai digunakan
dua teknologi ini sesuai untuk pengguna yang berbahasa apabila kes-kes adalah unik dan kaedah ini dapat
isyarat. memberi banyak maklumat. Di samping itu terdapat
Sementara itu, kajian oleh Shahrul Arbaiah realiti sosial yang tidak dapat diukur menggunakan
Othman, Manisah Mohd Ali dan Norzaini Azman statistik (Silverman, 2013). Seramai lapan orang bekas
(2008), mendapati tiga set faktor yang tekal iaitu i) siswa guru pekak yang telah menamatkan pengajian
faktor ibu bapa, ii) khidmat sokongan yang diterima, mereka dan memperoleh Ijazah Sarjana Muda
dan iii) sikap pelajar pekak, memainkan peranan yang Perguruan dengan Kepujian serta dua siswa guru yang
penting dalam menyumbang kepada kecemerlangan sedang menuntut di IPG terlibat dalam kajian ini.
akademik pelajar pekak di institusi pengajian tinggi. Sampel kajian terdiri daripada dua orang lelaki dan
Kebolehan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan lapan perempuan. Soal selidik telah diemel kepada
baharu di kampus bergantung kepada ciri-ciri peribadi, setiap peserta. Soal selidik mengandungi soalan tertutup
kemahiran, sejarah hidup dan bagaimana mereka tentang demografi antaranya jenis dan tahap pekekakan,
mendepani tahap perkembangan diri sebagai seorang umur semasa kepekakan dikenal pasti, penggunaan alat
siswa (Bisol et. al, 2010). Oleh itu, untuk berjaya di bantu dengar, kaedah komunikasi yang digunakan, dan
IPT, siswa pekak bukan saja perlu menumpukan jenis persekolahan yang dilalui. Manakala sepuluh
perhatian kepada akademik semata-mata, tetapi mereka soalan terbuka yang ditanya antaranya tentang
juga perlu bergaul dengan rakan tipikal, pensyarah dan pengalaman akademik, cabaran yang dihadapi, dan
persekitaran. Namun demikian, menurut Lang (2002) bagaimana menangani cabaran. Selain itu dua orang
terlalu sedikit komunikasi secara terus berlaku antara siswa guru yang sedang menuntut di IPG telah ditemu
siswa pekak dan rakan tipikal, atau antara siswa pekak bual secara bersemuka. Data telah dianalisis secara
dengan para pensyarah. Ini mengakibatkan mereka induktif.
berada dalam situasi kebergantungan untuk Data menunjukkan tahap pendengaran semua
kelangsungan hidup di IPT. Isu kedua yang peserta kajian berada pada tahap teruk dan sangat teruk
dibangkitkan oleh Lang adalah berkaitan dengan (70-90+ dB). Seorang menghadapi masalah
khidmat sokongan. Meskipun khidmat sokongan adalah pendengaran jenis konduktif dan selebihnya jenis
perlu, ia mungkin mengukuhkan stigma perbezaan sensorineural. Kebanyakan peserta kajian yang dikaji
selain menambah beban dan komitmen kepada siswa menggunakan alat bantu dengar manakala seorang telah
pekak. Magongwa (2008) pula mendapati bahawa pihak menjalani pacakan koklea ketika sedang menuntut di
IPT menyedari tentang keperluan siswa pekak namun IPG. Kaedah komunikasi utama yang digunakan oleh
dari segi pengalaman sosial dan akademik menunjukkan semua peserta kajian adalah bahasa isyarat. Cuma dua
mereka masih tidak diintegrasi sepenuhnya dalam orang yang boleh bertutur dengan agak baik namun
kehidupan kampus akibat masalah komunikasi, masih menggunakan bahasa isyarat. Semua peserta
kekurangan khidmat sokongan dan sikap siswa pekak kajian telah dikenal pasti menghadapi masalah
yang kurang asertif. pendengaran ketika berumur antara kosong hingga dua
tahun. Ini bererti mereka menghadapi masalah pekak
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 473
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

prelingual. Pengalaman persekolahan mereka pelbagai, terdapat juga pensyarah yang apabila bercakap
di mana dua daripada mereka telah mengikuti program menggunakan mikrofon, mikrofon tersebut diletakkan
inklusif sepenuhnya, dua di Sekolah Pendidikan Khas betul-betul di hadapan mulut dan ini menghalang siswa
(SPK), tiga di Program Pendidikan Khas Integrasi guru pekak melihat pergerakan bibir pensyarah. Selain
(PPKI) dan tiga lagi berpengalaman di SPK dan PPKI. itu, ada juga segelintir pensyarah yang tidak jelas
pergerakan bibirnya apabila bercakap. Turut dinyatakan
DAPATAN bahawa sebilangan pensyarah gemar berjalan
Analisis soal selidik soalan terbuka menunjukkan mengelilingi bilik kuliah sambil mengajar. ...Ada
bahawa, semua peserta kajian menghadapi pengalaman sesetengah pensyarah (bidang pendidikan khas & bukan
dan cabaran yang hampir sama. Peserta kajian
pendidikan khas) suka berdiri sambil berjalan ke
menyatakan bahawa mereka menghadapi sikap positif
belakang, agak sukar untuk saya membaca gerak bibir
dan negatif di kampus. Empat kategori yang
dibincangkan dalam penulisan ini ialah pengalaman, pensyarah. Terpaksa toleh ke belakang, sampai leher
cabaran yang dihadapi, khidmat sokongan dan cara pun tegang... Ini mengakibatkan siswa guru pekak
menangani cabaran. tidak dapat mengikuti dengan baik kuliah yang
disampaikan. Seorang peserta kajian lain menyatakan
Pengalaman akademik Saya menghadapi masalah akademik di kelas kerana
Semua peserta kajian menggunakan bahasa tidak boleh mendengar cakap pensyarah. Pensyarah
isyarat untuk berkomunikasi. Hanya dua orang yang membimbing saya dalam tempoh yang singkat. Tanpa
boleh bertutur tetapi perlu melihat gerak bibir penutur. bahan bantu mengajar, saya sukar belajar di dalam
10 orang belajar di SPK atau PPKI manakala hanya dua kelas dan berasa sangat bosan.
orang yang mengikuti program inklusif sepenuhnya. Di Peserta kajian juga menyatakan kadang-kala ada
SPK dan PPKI, guru-guru mengajar menggunakan bahan atau maklumat penting yang disampaikan secara
komunikasi seluruh dan bahasa isyarat sebagai medium
lisan oleh pensyarah tetapi tiada di dalam paparan slide.
penyampaian pengajaran dan pembelajaran (PdP). Hal
ini tidak berlaku di IPG kerana hanya pensyarah yang Oleh hal yang demikian, peserta kajian lebih
mengajar bidang pendengaran yang boleh berbahasa menghargai jika pensyarah menulis isi penting di papan
isyarat. Kaedah pembelajaran yang berbeza ini tulis atau menggunakan powerpoint.
menimbulkan kesukaran kepada siswa guru pekak untuk Selain daripada kesukaran mengikuti kuliah
mengikuti kuliah dan mengintegrasikan diri di kampus. disebabkan masalah komunikasi, peserta kajian juga
Mereka menyatakan tidak dapat belajar tanpa Juru menyatakan sukar mencari bahan-bahan sumber seperti
Bahasa Isyarat semasa kuliah untuk memahami isi buku yang berkaitan dunia pendidikan untuk pekak. Hal
kuliah yang disampaikan. Peserta kajian terpaksa ini kerana kebanyakan bahan sumber adalah dalam
bergantung kepada rakan tipikal untuk mengisyaratkan bahasa Inggeris sedangkan keupayaan mereka agak
apa yang disampaikan oleh pensyarah. Mereka juga terhad dalam bahasa tersebut. Meskipun menghadapi
terpaksa bergantung kepada nota-nota yang disalin oleh masalah untuk berhubung dengan rakan tipikal,
rakan tipikal. Mereka menyatakan bahawa ada antara
pensyarah dan warga kampus disebabkan oleh kekangan
rakan tipikal akan bergilir-gilir menjadi Juru Bahasa
komunikasi, serta kekurangan bahan sumber
Isyarat sepanjang PdP berlangsung. Namun demikian
ada juga peserta kajian yang menghadapi situasi pembelajaran, namun semua peserta kajian dapat
sebaliknya. Menurutnya: ...Saya pernah angkat tangan mengatasi masalah ini dan mencapai kejayaan akademik
untuk bertanya pensyarah (terlepas dengar/terlepas setanding rakan tipikal, malah ada yang lebih menyerlah
baca gerak bibir) sehingga rakan sebelah berkata daripada rakan tipikal. Pencapaian akademik semua
sudah lah dia ada sebut tadi. Kenapa nak tanya lagi? peserta kajian adalah baik dengan memperoleh Purata
Awak tak dengar ke? Tak fokus ke? Lembap la awk Nilai Gred Terkumpul (PNGT) di antara 3.25 dan 3.74.
belajar... Orang lain penat tunggu pertanyaan awk
(explain ulang2).... Situasi sebegini telah membuatkan Integrasi sosial
peserta kajian rasa tertekan. Keadaan ini jelas daripada Selain daripada kesukaran akademik, peserta
jawapan peserta kajian berikut: ...adakala saya kajian telah mengenal pasti beberapa cabaran yang
tertekan dengan situasi ini sehingga saya terpaksa dihadapi ketika menuntut di IPG antaranya sikap rakan
pulang ke rumah pada setiap minggu. Tiada sesiapa tipikal dan keterasingan sosial. Peserta kajian
tahu situasi yang dihadapi oleh saya sepanjang menyatakan bahawa aspek kehidupan sosial di IPG
pengajian selama 5 tahun setengah. Tertekan...
adalah sukar dan mencabar. Perasaan terasing dari segi
Majoriti peserta kajian menyatakan kebanyakan
sosial ini berjalin dengan kesukaran akademik seperti
pensyarah tidak tidak faham keperluan individu pekak
yang dijelaskan dalam bahagian sebelum ini. Seorang
apabila menyampaikan kuliah. Pensyarah tidak faham
peserta kajian menyatakan: ...dari segi pergaulan,
bahawa siswa guru pekak perlu melihat wajah, gerak
memang banyak cabaran sebenarnya. Tak semua orang
bibir dan bahasa tubuh orang yang sedang berbicara. Ini
ikhlas membantu saya. Seperti nota, assignment, keluar
dapat membantu siswa guru pekak memahami apa yang
bersiar-siar. Apabila saya tidak faham dengan tugasan,
cuba disampaikan. Seterusnya dapatan menunjukkan
474 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

saya pergi ke bilik dorm dan bertanya kepada mereka. warden asrama). Saya perlu mendapatkan sokongan
Ada rakan kata saya sibuk lah, saya tak tahu lah, awak daripada ibu bapa saya. Tanpa sokongan ibu bapa
tanya lah mak ayah awak lah... Bagaimanapun, data saya, saya tidak dapat meneruskan pengajian...
kajian juga menunjukkan beberapa peserta kajian Seorang peserta lain menambah: ...keluarga membantu
berpuas hati dengan interaksi sosial dengan rakan pekak saya cari ilmu dengan bahan-bahan sumber di luar
dan rakan tipikal. Contoh berikut memperjelaskan hal IPG...
tersebut: Saya suka belajar di IPG untuk menjadi Pihak pentadbiran juga dinamakan sebagai antara
seorang guru pekak yang berpontensi. Kelebihan saya yang memberi sokongan kepada peserta kajian. Menurut
belajar di IPG adalah untuk belajar perkara baru mereka pihak Hal Ehwal Pelajar (HEP) banyak
daripada kawan-kawan tipikal. Mereka selalu membantu mereka menguruskan keperluan
membantu saya untuk memperoleh maklumat yang pembelajaran di kampus.
berkaitan dengan akademik. ... kebetulan saya dapat
rakan-rakan pekak di sepanjang pengajian IPIK. Saling Menangani cabaran
support antara satu sama lain. Hilang stress. Kerana Segala cabaran yang ditempuhi cuba ditangani
mereka pun berada di dalam situasi yang sama. sebaik mungkin oleh setiap peserta kajian. Mereka
Peserta kajian juga menyedari bahawa interaksi sosial mengukuhkan nilai peribadi ...dengan sentiasa
memerlukan kedua-dua pihak untuk saling memahami bersemangat, sentiasa ada rasa ingin tahu, cekal hati,
dan menerima seperti katanya, ...kadang-kadang sentiasa bersiap sedia dengan cabaran yang bakal tiba.
bermasalah untuk bergaul dengan rakan tipikal. Mereka memotivasi diri dengan berusaha berkali
Bergantung pada kebolehterimaan rakan tipikal berganda untuk menimba ilmu.
terhadap keadaan rakan pekak. Ataupun kemungkinan Peserta kajian juga menyatakan hubungan yang
sikap rakan pekak sendiri atau rakan tikipal yang erat antara siswa dan pensyarah serta kebolehterimaan
bermasalah. pensyarah bukan bidang dalam pendidikan khas
terhadap pelajar OKU di IPG dilihat sebagai suatu yang
Khidmat sokongan mendorong mereka untuk terus berusaha. Menurut
Seperti dijangkakan, kebanyakan peserta kajian
seorang peserta kajian: Kalau saya tidak faham, saya
menyatakan sokongan yang banyak diterima adalah
pergi berjumpa dengan pensyarah bidang pendidikan
daripada rakan tipikal, rakan pekak, pensyarah dan ibu khas. Saya tahu pensyarah sibuk dengan kerja2nya,
bapa. Khidmat sokongan khusus iaitu penterjemah tetapi saya bertekad pergi jumpa pensyarah dengan
bahasa isyarat pernah diterima oleh hanya tiga orang harapan dapat input, walaupun pensyarah busy.
peserta kajian untuk satu jangka masa yang pendek. Hal Penggunaan bahan-bahan visual seperti Powerpoint
ini kerana pada waktu itu terdapat tiga orang Juru dalam PdP juga memudahkan pelajaran siswa guru.
Bahasa Isyarat daripada sebuah badan bukan kerajaan Selain pensyarah, rakan tipikal dan rakan pekak
telah ditempatkan di IPG tersebut. Ketiadaan Juru merupakan tempat rujukan peserta kajian. Mereka selalu
Bahasa Isyarat menyukarkan peserta kajian untuk berbincang dengan rakan-rakan dan berkongsi nota.
mengikuti kuliah. Terdapat rakan, senior dan pensyarah yang mahir dalam
Sokongan daripada rakan tipikal juga banyak bahasa isyarat dan ini telah sedikit banyak membantu
membantu peserta kajian untuk mengikuti kuliah mereka dalam kehidupan di kampus.
dengan agak lancar. Rakan tipikal mengambil inisiatif
menjadi Juru Bahasa Isyarat secara bergilir ketika PERBINCANGAN
kuliah dan aktiviti lain. Rakan tipikal juga membantu Demografi peserta kajian memperlihatkan ciri-
dengan meminjamkan nota dan menjelaskan kekaburan ciri yang hampir sama. Tahap pendenagarn semua
yang timbul. peserta kajian (n=12) adalah melebihi 70dB dan semua
Malah didapati juga ada pensyarah yang kecuali seorang menghadapi masalah pendengaran jenis
membantu dengan memberi salinan nota kuliah. sensorineural. Mereka juga telah dikenal pasti
menghadapi masalah pendengaran ketika berumur
Menurut seorang peserta kajian, ...kadang2 pensyarah
antara kosong hingga dua tahun. Kaedah komunikasi
bantu dan beri salinan nota. Pergi ke kedai fotostat,
utama yang digunakan oleh semua peserta kajian adalah
buat salinan. Bayar dengan menggunakan duit elaun, bahasa isyarat. Sepuluh daripada mereka mendapat
kadang kala ikat perut semata-mata mendapatkan pendidikan rendah dan menengah di sekolah yang
bahan2 daripada pensyarah guna duit untuk buat menggunakan komunikasi seluruh sebagai medium PdP.
salinan fotostat. Apabila melihat kepada ciri demografi ini, dapat
Keluarga juga merupakan sumber sokongan dijangkakan kesukaran yang perlu dilalui mereka untuk
kepada peserta kajian. Ini jelas daripada jawapan bersaing dengan rakan tipikal yang lain. Ini kerana
seorang peserta kajian: ...sebab itu lah setiap minggu selain daripada menghadapi masalah biasa yang
saya kerap pulang ke rumah (kerap diberi amaran oleh dihadapi oleh individu pekak seperti tahap kebolehan
berbahasa kekurangan kemahiran logik, masalah bacaan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 475
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dan pemahaman, kelemahan dalam penulisan serta KESIMPULAN DAN CADANGAN


keterasingan sosial, (Bisol et. al, 2010), mereka akan
menghadapi masalah untuk mengikuti kuliah kerana Kesimpulan
mod komunikasi yang berbeza. Persekitaran yang Berdasarkan dapatan kajian yang telah dilakukan,
baharu juga akan menimbulkan masalah kepada mereka dapatlah disimpulkan bahawa: (1) siswa guru pekak
Sebilangan peserta kajian menyatakan mereka menghadapi cabaran dalam mengikuti kuliah
mendapat sokongan daripada pensyarah dalam disebabkan oleh sikap pensyarah yang kurang prihatin
menangani kesukaran mereka mengikuti kuliah dengan terhadap keperluan pembelajaran mereka; (2) bantuan
menyediakan bahan PdP berbentuk visual seperti rakan tipikal terhadap siswa guru pekak semasa kuliah
Powerpoint dan meminjamkan nota kuliah. Turut berlangsung amat diperlukan dan dihargai; (3) faktor
dinyatakan bahawa kebolehterimaan pensyarah terhadap khidmat sokongan seperti menyediakan khidmat
siswa OKU dan kemahiran berbahasa isyarat dalam sokongan Juru Bahasa Isyarat dan Pencatat Nota amat
kalangan segelintir pensyarah serta hubungan mesra ditagih oleh siswa guru pekak.
dengan pensyarah membantu siswa pekak menghadapi
cabaran yang dihadapi. Namun demikian, selari dengan
Cadangan
kajian-kajian lepas (Fleming dan Hay, 2006; Adalah dicadangakan agar IPG mewujudkan
Komesaroff, 2005) beberapa peserta kajian menyatakan
khidmat sokongan seperti menyediakan khidmat Juru
ketidakpuasan terhadap gaya pengajaran pensyarah Bahasa Isyarat atau pencatat nota secara lebih
yang kurang berusaha untuk membuat akomodasi
sistematik. Selain itu juga para pensyarah diharap dapat
terhadap keperluan siswa guru pekak yang ada di dalam menyediakan nota sebelum kuliah bermula untuk
kelas tersebut. Adalah penting untuk pensyarah bersifat
memudahkan siswa guru pekak untuk mengikuti
lebih prihatin dengan memahami kesukaran dan
perbincangan semasa kuliah. Para pensyarah boleh
keperluan siswa guru pekak dan cuba memenuhi
menerapkan pembelajaran abad ke-21 dengan
keperluan tersebut. menggunakan kaedah flipped classroom dan sebagainya
Integrasi sosial dililihat amat penting untuk
untuk membantu siswa guru pekak menangani masalah
kejayaan siswa guru pekak untuk berjaya di institusi
tersebut. Rakan tipikal juga disarankan agar dapat
pengajian tinggi (Bisol, Valentini, Simioni dan Zanchin,
memainkan peranan sebagai penterjemah bahasa isyarat
2010; Lang, 2002; Magongwa, 2008). Kajian ini secara bergilir-gilir. Selain daripada membantu rakan
mendapati bahawa kebanyakan peserta kajian berpuas
pekak, aktiviti ini juga dapat meningkatkan penguasaan
hati dengan interaksi sosial yang terjalin dengan rakan bahasa isyarat rakan tipikal yang mengkhusus dalam
tipikal dan rakan pekak. Walau bagaimanapun, terdapat
bidang masalah pendengaran.
juga peserta kajian yang tidak berpuas hati malah berasa Kajian ini dijalankan untuk melihat pengalaman
tertekan dalam hubungan mereka dengan rakan tipikal
siswa guru pekak di IPG yang tidak menyediakan
dari segi sosial dan akademik. Dapatan ini selari dengan khidmat sokongan seperti Juru Bahasa Isyarat untuk
kajian Bisol et. al (2010) yang menjelaskan tentang
kemudahan siswa guru pekak. Meskipun tiada sokongan
kesukaran siswa pekak menyesuaikan diri dalam dunia khusus berpusat contohnya Juru Bahasa Isyarat yang
orang yang tidak pekak.
disediakan oleh pihak pentadbiran, namun siswa guru
Khidmat sokongan sangat penting untuk pekak dilihat berjaya mengharungi cabaran dan
membantu kejayaan siswa guru pekak dalam banyak menempatkan diri dalam kelompok penerima ijazah
hal. Dapatan menunjukkan sumber sokongan utama sarjana muda kelas dua atas. Kejayaan ini
adalah rakan, pensyarah serta ibu bapa. Khidmat sebahagiannya berjaya diraih atas sokongan rakan
sokongan Juru Bahasa Isyarat hanya dapat dinikmati tipikal, rakan pekak, pensyarah, ibu bapa, pihak
oleh tiga orang peserta kajian dan untuk tempoh yang pentadbiran IPG dan yang utama diri siswa guru pekak
singkat. Hyde et. al (2009) mendapati bahawa sendiri.
walaupun khidmat sokongan disediakan oleh pihak
universiti tetapi lebih daripada separuh responden pekak
yang dikaji tidak pernah menggunakan kemudahan
tersebut. RUJUKAN
Dalam mengharungi kehidupan yang mencabar
di kampus, dapatan menunjukkan bahawa kebanyakan Bisol, C.A, Valentini, C.B, Simioni, J.L & Zanchin, J.
2010. Deaf Students In Higher Education:
peserta kajian dapat menanganinya dengan
Reflections On Inclusion. (Online).
mengukuhkan nilai peribadi, menjalin hubungan yang
(www.scielo.br/pdf/cp/v40n139/en_v40n139a08)
akrab dengan rakan tipikal, rakan pekak serta . Diakses pada 2 Oktober 2016.
pensyarah. Dapatan ini selari dengan kajian Shahrul Fleming, J. & Hay, J.A. 2006. Learning Strategies of
Arbaiah Othman, Manisah Mohd Ali dan Norzaini Deaf and Hearing Impaired Students in Higher
Azman (2008), Hyde et. al (2009). Education. (Online) wlv.openrepository.com.
Diakses pada 12 september 2016.
476 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Hyde, M., Punch, R., Power, D., Hartley, J., Brennan, ke-7. Wsconsin: Pearson.
L. & Neale, J. 2009. The Experiences of Deaf Silverman, D. 2013. Doing Qualitative Research: A
and Hard of Hearing Students at a Queensland Practical Handbook. Ed. ke-4. United Kingdom:
University: 1985-2005. Sage Publications.
Komesaroff, L. 2005. Category politics: deaf students' Shahrul Arbaiah Othman, Manisah Mohd Ali, &
inclusion in the 'hearing university'. International Norzaini Azman. 2008. Faktor ibu bapa dalam
Journal of Inclusive Education, 9, 389-403. kecemerlangan akademik pelajar pekak: kajian
Magongwa, L. 2008. Deaf Teachers Experience of kes retrospektif. Malaysian Journal of Learning
Being Students At The University Of The and Instruction Vol. 5.
Witwatersrand. (Online). Diakses pada 2 Smith, C.E. & Allman, T. 2010. Meeting the Challenges
Oktober 2016. of Deaf Education Teacher Preparation:
Lang, H.G. 2002. Higher education for deaf students: Innovative Practices in Online Learning.
research priorities in the new millenium. Journal MERLOT Journal of Online Learning and
of Deaf Studies and Deaf Education, Oxford, Teaching Vol. 6, No. 2
Vol. 7, no. 4.
Neuman, W.L. 2011. Social Research Methods: .
Qualitative and Quantitative Approaches. Ed.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PENERBITAN BUKU TEKS PENDIDIKAN ISLAM KETIDAKUPAYAAN


PENDENGARAN OLEH DEWAN BAHASA DAN PUSTAKA UNTUK
MURID BERKEPERLUAN KHAS DI MALAYSIA
(The Publication of Islamic Religion for Hearing Impaired by Dewan Bahasa dan Pustaka
for the Special Education Pupils)

Mohd Riduwan bin Wahab, Zawinnajah binti Md Kaslan, Mazfarina binti Marzuki
Dewan Bahasa dan Pustaka, Malaysia.

Abstrak: Artikel ini membicarakan pengalaman Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) dalam menerbitkan buku teks
Pendidikan Islam untuk kegunaan murid yang mengalami ketidakupayaan pendengaran di sekolah rendah di
Malaysia sejak tahun 2011. Buku teks ini diterbitkan sebagai medium utama untuk guru Pendidikan Islam
melaksanakan pengajaran dan pembelajaran di dalam kelas. Penerbitan buku teks Pendidikan Islam
Ketidakupayaan Pendengaran berbeza daripada buku teks Pendidikan Islam yang digunakan oleh murid aliran
perdana. Beberapa elemen yang khusus dipersembahkan dalam penerbitan buku teks ini bagi memenuhi keperluan
pembaca sasaran sesuai dengan kandungan yang terdapat dalam kurikulum Pendidikan Islam. Usaha ini
merupakan salah satu tanggungjawab DBP sebagai penerbit di bawah Kementerian Pendidikan Malaysia bagi
meningkatkan tahap penguasaan pembelajaran Pendidikan Islam dalam kalangan murid yang mengalami
ketidakupayaan pendengaran. Golongan ini merupakan sebahagian daripada kelompok manusia yang tidak boleh
dinafikan haknya sebagai muslim untuk memperoleh kesamarataan dalam arus pendidikan negara.
Kata Kunci: Pendidikan Khas; Pendidikan Islam; buku teks; ketidakupayaan pendengaran

Abstraks: This article talks of the experience by the Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) in publishing the Islamic
Education Textbook for the hearing impaired pupils of Primary Schools in Malaysia; an effort done since 2011.
This textbook is published as the main medium for the teachers to carry out the teaching and learning proceses in
the classroom. The publication of the Islamic Education for hearing impaired pupils is different from the normal
pupils. Several specific elements were introduce in this textbook, as to fulfill the requirements for the targeted
audiences and to be suited and appropriate to the content of Islamic Education in the Curiculum. This effort is
seen as a responsibility of DBP as the publisher under the Ministry of Education Malaysia in improving the
proficiency level of the subject among the targeted pupils. It is an undeniable fact that this group of hearing
impaired pupils are part of the humanity and therefore should be given the same rights as other Muslim in order
to gain the equality in the National Education.
Keywords: Special Education; Islamic Education; textbook; hearing impaired

PENGENALAN Pendidikan Inklusif (Dasar Pendidikan Kebangsaan,


Dasar Pendidikan Kebangsaan menetapkan 2012).
bahawa murid berkeperluan khas (MBK) diberi peluang Keprihatinan terhadap pendidikan khas ini
untuk mendapatkan akses kepada pendidikan yang sesuai termaktub dalam Bab 8 Akta Pendidikan 1996. Dalam
dan relevan dengan kebolehan masing-masing supaya bab ini dinyatakan bahawa Menteri hendaklah
mereka dapat berdikari dan menjalani hidup yang mengadakan pendidikan khas di bawah perenggan
berkualiti. Murid berkeperluan khas yang berpotensi pula 34(1)(b) atau di mana-mana sekolah rendah atau
diberi peluang untuk ditempatkan secara inklusif di menengah yang difikirkan oleh Menteri suai manfaat.
dalam kelas arus perdana selaras dengan prinsip Pendemokrasian pendidikan yang dijelmakan menerusi
pendidikan untuk semua. penyediaan peluang pendidikan kepada murid
Atas dasar tersebut, pendidikan khas berkeperluan khas ini hasil Laporan Jawatankuasa
diperkenalkan bagi memenuhi keperluan pendidikan Kabinet 1979.
murid berkeperluan khas yang telah dikenal pasti
mempunyai kurang upaya penglihatan, kurang upaya LATAR BELAKANG
pendengaran, masalah pembelajaran, kurang upaya Dasar Pendidikan Kebangsaan menekankan
fizikal dan kurang upaya pelbagai di peringkat keperluan untuk membentuk insan seimbang berteraskan
prasekolah, rendah, menengah dan lepas menengah. kekuatan ilmu, iman dan amal berasaskan al-Quran dan
Pendidikan ini dilaksanakan di sekolah pendidikan khas, al-Sunah dan berlandaskan Ahli Sunah Wal Jamaah
Program Pendidikan Khas Integrasi dan Program aliran mazhab al-Syafie. Oleh itu setiap murid Islam

477
478 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

perlu dipastikan agar berpeluang mengikuti Pendidikan dalam pernyataan misi Bahagian Pendidikan Khas,
Islam yang berkualiti serta diwajibkan memahami, sebuah bahagian di bawah Kementerian Pendidikan
menguasai, menghayati dan mampu melaksanakan Malaysia yang bertanggungjawab secara khusus
Perkara Asas Fardu Ain (PAFA). Selain itu, Dasar terhadap pendidikan murid berkeperluan khas. Antara
Pendidikan Kebangsaan menetapkan agar bahan bantu lain misi bahagian tersebut ialah membangunkan modal
mengajar Pendidikan Islam disediakan dengan insan berkeperluan khas yang cemerlang berasaskan
secukupnya, berkesan serta menepati keperluan dan nilai-nilai murni sebagai warganegara yang
perkembangan semasa (Dasar Pendidikan Kebangsaan, bertanggungjawab. Oleh sebab itu, mereka bukan hanya
2012). Keperluan ini bukan hanya terhad kepada murid berhak memperoleh pendidikan dalam bidang kemahiran
normal tetapi turut meliputi murid berkeperluan khas. yang membolehkan mereka mendapatkan pekerjaan dan
Mereka merupakan sebahagian daripada kelompok hidup berdikari, malah mempunyai hak untuk
manusia yang diciptakan untuk beribadah kepada Allah memperoleh ilmu yang berkaitan dengan agama Islam
Taala sebagaimana yang dijelaskan menerusi firman khususnya bagi yang beragama Islam. Dengan ini,
Allah Taala: potensi mereka sebagai hamba Allah yang


bertanggungjawab dapat dioptimumkan.
Di Malaysia, murid berkeperluan khas yang
Maksudnya: Dan (ingatlah) Aku tidak beragama Islam mengikuti program j-QAF Pendidikan
menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mereka Khas berdasarkan modul yang dibina khusus untuk
menyembah dan beribadat kepadaKu. keperluan mereka seperti Modul Kaedah Iqra untuk
(Surah al-Zariyat, 51:56) pengajaran dan pembelajaran al-Quran, Modul Amali
Solat untuk pengajaran dan pembelajaran fardu ain dan
Tuntutan beribadah ini perlu ditunaikan sebagai Modul Pembelajaran Jawi. Ketetapan yang mewajibkan
penzahiran kepada janji yang telah dilafazkan sewaktu pengajaran mata pelajaran Pendidikan Islam kepada
manusia berada di alam roh. Hal ini dirakamkan oleh semua murid termasuklah murid berkeperluan khas ini
Allah Taala dalam firman-Nya: termaktub dalam Akta Pendidikan 1996 (Akta 550


Seksyen 50 yang menjelaskan bahawa jika dalam
institusi pendidikan terdapat lima orang atau lebih yang

menganut agama Islam, murid-murid ini hendaklah
diberi pengajaran agama Islam oleh guru yang
diluluskan oleh Pihak Berkuasa Negeri (Hamdi, Abd.

Halim et al., 2012).
Bagi menjayakan pendidikan kepada murid
Maksudnya: Dan (ingatlah wahai Muhammad) ketika berkeperluan khas ini, aspek penyediaan bahan
Tuhanmu mengeluarkan zuriat anak-anak Adam (turun- pengajaran dan pembelajaran perlu dititikberatkan.
temurun) dari (tulang) belakang mereka, dan Ia jadikan mereka Menyedari hakikat ini, antara strategi yang digariskan
saksi terhadap diri mereka sendiri, (sambil Ia bertanya dengan dalam Dasar Pendidikan Kebangsaan termasuklah
firmanNya): "Bukankah Aku tuhan kamu?" Mereka semua menyediakan bahan pengajaran dan pembelajaran yang
menjawab: "Benar (Engkaulah Tuhan kami), kami menjadi mencukupi, terkini dan sesuai dengan keupayaan dan
saksi". Yang demikian supaya kamu tidak berkata pada hari
keperluan murid berkeperluan khas (Dasar Pendidikan
kiamat kelak: "Sesungguhnya kami adalah lalai (tidak diberi
peringatan) tentang (hakikat tauhid) ini". Kebangsaan, 2012). Bahan pengajaran dan pembelajaran
(Surah al-Araf, 7:172) yang terpenting ialah buku teks.
Penerbitan buku teks dan buku aktiviti untuk
Oleh hal yang demikian, pelaksanaan Pendidikan kegunaan pendidikan khas di Malaysia melibatkan tiga
Islam dalam kalangan murid berkeperluan khas (MBK) entiti utama di bawah Kementerian Pendidikan
dapat membantu mereka menjadi hamba Allah yang Malaysia, iaitu Bahagian Pembangunan Kurikulum
melaksanakan tanggungjawab yang dituntut ini (BPK), Bahagian Buku Teks (BBT) dan Dewan Bahasa
sebagaimana murid normal yang lain. Pendidikan yang dan Pustaka. Sebagai badan yang menggubal dan
disediakan ini dapat membentuk perkembangan rohani membangunkan kurikulum, BPK berperanan untuk
murid sebagai pelengkap kepada perkembangan dari membekalkan kurikulum standard sebagai panduan
sudut jasmani, emosi dan intelek sebagaimana yang penulisan buku teks mengikut mata pelajaran. BBT pula
dihasratkan menerusi Falsafah Pendidikan Negara. berfungsi untuk menyelaraskan program penerbitan
Tumpuan terhadap perkembangan rohani murid buku teks bagi kegunaan sekolah rendah dan
berkeperluan khas ini turut dijelmakan dengan jelas menengah manakala DBP merupakan penerbit yang
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 479
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

melaksanakan proses penerbitan buku teks yang pelajaran Bahasa Isyarat Komunikasi dan Pendidikan
dipertanggungjawabkan oleh KPM menerusi BBT. Islam bagi kegunaan murid yang mengalami
DBP mula terlibat dalam penerbitan buku teks ketidakupayaan pendengaran. Mulai tahun 2012, DBP
pendidikan khas pada tahun 2010 apabila KPM menerbitkan buku teks Tahap I dan II bagi kegunaan
melaksanakan dasar untuk membekalkan buku teks dan murid yang mempunyai masalah pembelajaran. Semua
buku aktiviti pendidikan khas kepada murid di sekolah buku teks tersebut mula digunakan di sekolah mulai
pendidikan khas dan sekolah integrasi. Pada tahun Januari 2013. Jumlah bilangan buku teks pendidikan
tersebut, DBP menerbitkan buku teks berjudul khas yang diterbitkan oleh DBP mengikut tahun adalah
Kemahiran Asas Individu Masalah Penglihatan Tahun 1 seperti berikut:
bagi kegunaan murid ketidakupayaan penglihatan. Pada
tahun 2011 pula, DBP menerbitkan buku teks mata

Jumlah Judul Mengikut Tahun


2011 2012 2013 2014 2015 2016
BIL. Jenis Buku Teks
Buku Buku Buku Buku Buku Buku Buku Buku Buku Buku Buku Buku
Teks Aktiviti Teks Aktiviti Teks Aktiviti Teks Aktiviti Teks Aktiviti Teks Aktiviti

1. Buku Teks Masalah 1 - 1 - 1 - 1 - 1 - 1 -


Penglihatan
2. Buku Teks 4 4 5 5 5 5 8 5 8 5 8 5
Ketidakupayaan
Pendengaran
3. Buku Teks Masalah - - 8 21 12 6 8 7 8 7 8 7
Pembelajaran
Jumlah 5 4 14 26 18 11 17 12 17 12 17 12

Jumlah Keseluruhan 165

Rajah 1: Bilangan Judul Buku Teks Pendidikan Khas yang Diterbitkan oleh DBP (20112016)
DBP sebagai badan berkanun di bawah Melayu (Masalah Pembelajaran), English (Learning
Kementerian Pendidikan Malaysia komited dalam Disabilities), Pendidikan Islam (Masalah
melaksanakan tugas dan tanggungjawab sosial kepada Pembelajaran), Pendidikan Moral (Masalah
masyarakat dalam menerbitkan buku teks dan buku Pembelajaran), Pendidikan Jasmani dan Kesihatan
aktiviti untuk pendidikan khas. Sumbangan DBP ini (Masalah Pembelajaran), Pengurusan Kehidupan
amat bermakna kepada proses pengajaran dan (Masalah Pembelajaran) dan Pendidikan Seni Kreatif
pembelajaran pendidikan khas. DBP mencetak 1060 (Masalah Pembelajaran). Buku teks dan buku aktiviti
naskhah buku teks masalah pendengaran untuk setiap yang disediakan untuk murid yang mengalami
judul, 1060 naskhah buku teks masalah penglihatan dan ketidakupayaan pendengaran di sekolah rendah pula
6400 naskhah buku teks masalah pembelajaran untuk ialah Bahasa Isyarat Komunikasi (Ketidakupayaan
setiap judul sahaja. Kos yang ditanggung oleh DBP Pendengaran), Pendidikan Islam (Ketidakupayaan
bagi penerbitan setiap judul buku teks pula dianggarkan Pendengaran), Bahasa Melayu (Ketidakupayaan
berjumlah RM300 000.00 manakala bagi buku aktiviti Pendengaran), dan English (Hearing Impaired). Selain
dianggarkan berjumlah RM150 000 yang meliputi kos itu, buku teks turut diterbitkan untuk murid yang
pracetak, percetakan dan pengedaran. mengalami ketidakupayaan penglihatan menerusi mata
DBP dipertanggungjawabkan oleh Kementerian pelajaran Kemahiran Asas Individu Ketidakupayaan
Pendidikan Malaysia (KPM) untuk menerbitkan buku Penglihatan. Untuk kegunaan murid berkeperluan khas
teks dan buku aktiviti khusus bagi keperluan murid yang belajar di sekolah menengah pula, buku teks
berkeperluan khas sama ada di sekolah rendah atau di Bahasa Melayu Komunikasi (Masalah Pembelajaran),
sekolah menengah yang meliputi beberapa mata Pendidikan Islam (Masalah Pembelajaran) dan
pelajaran. Buku teks dan buku aktiviti yang diterbitkan Pendidikan Moral (Masalah Pembelajaran) diterbitkan.
bagi keperluan murid yang mengalami masalah
pembelajaran di sekolah rendah adalah dalam mata
pelajaran Matematik (Masalah Pembelajaran), Bahasa
480 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

PENYATAAN MASALAH sama rata itu meliputi perlindungan, pendidikan,


Gargiulo (2003) menjelaskan bahawa kemudahan dan kebajikan. Atas dasar itu, keperluan
pendidikan khas ialah program pengajaran khusus yang untuk mendapatkan buku teks yang bersesuaian
direka bentuk khusus bagi memenuhi keperluan murid merupakan satu daripada hak mereka yang tidak dapat
luar biasa yang memerlukan penggunaan peralatan dinafikan.
dan kaedah pengajaran yang khusus. Dalam Menurut statistik yang dicatatkan bagi tahun
konteks Falsafah Pendidikan Khas di Malaysia, 2014, terdapat 3049 orang murid dalam kategori
pendidikan khas didefinisikan sebagai suatu usaha yang ketidakupayaan pendengaran yang menerima
berterusan bagi menggalakkan perkembangan optimum pendidikan secara formal di Malaysia, iaitu 116 orang
seseorang sebagai individu yang berkemahiran, di peringkat prasekolah, 1529 orang di peringkat
berhaluan, berupaya, beriman, berdikari, mampu rendah dan 1404 orang di peringkat menengah. Mereka
merancang dan menguruskan kehidupan serta ditempatkan di 311 buah kelas di sekolah pendidikan
menyedari potensi diri sendiri sebagai individu dan ahli khas, iaitu 23 buah kelas di peringkat prasekolah, 238
masyarakat yang seimbang dan produktif selaras buah kelas di peringkat rendah dan 50 buah kelas di
dengan Falsafah Pendidikan Kebangsaan (Jabatan peringkat menengah. Sebahagian daripada mereka ada
Pendidikan Khas, 2005). juga yang ditempatkan di 354 buah kelas dalam
Bagi menggalakkan perkembangan optimum Program Pendidikan Khas Integrasi, iaitu sebuah kelas
kanak-kanak berkeperluan khas ini, pengubahsuaian di peringkat prasekolah, 150 buah kelas di sekolah
terhadap kurikulum dan kaedah mengajar perlu rendah, dan 203 buah kelas di sekolah menengah
dilakukan (Heward, 2003). (Bahagian Pendidikan Khas, 2014).

Berdasarkan pandangan tersebut, penelitian Meskipun jumlah ini kecil jika dibandingkan
terhadap elemen yang terdapat dalam buku teks yang dengan jumlah keseluruhan murid yang sedang
digunakan oleh murid berkeperluan khas ini perlu mengikuti sistem pendidikan pada tahun berkenaan,
dibuat. Aspek penyediaan bahan pengajaran dan hak mereka untuk mendapat pendidikan tidak boleh
pembelajaran yang mencukupi, terkini dan sesuai dinafikan. Mereka juga berhak untuk mendapatkan
dengan keupayaan dan keperluan murid berkeperluan buku teks yang berkualiti dan memenuhi keperluan
khas perlu diberi perhatian bagi memastikan pembelajaran mereka.Terdapat banyak kajian terkini
pendidikan kepada golongan ini dapat disampaikan yang menyatakan bahawa pengajaran berasaskan bahan
dengan berkesan (Dasar Pendidikan Kebangsaan, lain seperti laman web, tayangan filem atau video dan
2012). Bahan pengajaran dan pembelajaran yang komputer dapat menarik minat murid belajar seperti
terpenting ialah buku teks. Buku teks merupakan yang dijalankan oleh Abdul Muhaimin (2004), Rosnani
sumber rujukan utama guru dan murid di dalam kelas, (2005), Rahimah (2006), Nor Rasimah (2007), Siti
yang menjadi antara bahan terpenting dalam proses Jamilah (2010) dan Ab. Halim Tamuri et al. (2011).
pengajaran dan pembelajaran kerana kandungannya Oleh hal yang demikian, sejauh manakah
meliputi fakta, buku teks sebagai bahan pengajaran dan pembelajaran
maklumat dan tajuk-tajuk yang menghurai dan konvensional mampu kekal relevan sebagai bahan asas
memperincikan sukatan mata pelajaran dalam yang digunakan dalam pengajaran dan pembelajaran di
kurikulum (Leslie 2005). seluruh negara? Dapatkah elemen multimedia yang
menggabungkan animasi, audio, video dan grafik ini
Dalam kajian ini, tumpuan khusus akan diintegrasikan dalam penerbitan buku teks supaya
diberikan pada buku teks Pendidikan Islam murid berkeperluan khas dapat belajar dengan lebih
Ketidakupayaan Pendengaran yang diterbitkan untuk berkesan? Hal ini sejajar dengan kajian Tileston (2005)
kegunaan murid yang mengalami ketidakupayaan terhadap otak yang mendapati hanya 20 peratus murid
pendengaran di sekolah rendah. Ketidakupayaan yang belajar melalui pendengaran manakala 80 peratus
pendengaran boleh ditakrifkan sebagai orang pekak. lagi menerusi penglihatan dan visual. Bagi murid yang
Dalam Kamus Dewan Edisi Keempat, pekak mengalami ketidakupayaan pendengaran, elemen
bermaksud orang yang tidak dapat mendengar langsung penglihatan dan visual sewajarnya dioptimumkan
atau orang yang tidak dapat mendengar dengan baik. penggunaannya dalam penerbitan buku teks. Gabungan
Dalam al-Mujam al-Wasit, pekak bermaksud hilang pelbagai strategi, pendekatan, kaedah dan teknik dalam
daya pendengaran. aktiviti pengajaran dan pembelajaran juga merupakan
Dalam Akta Orang Kurang Upaya 2008 (Akta elemen penting untuk menghasilkan pengajaran yang
685), orang pekak didefinisikan pula sebagai anggota berkesan (Abdul Rauf, 1998) kerana murid
masyarakat yang berhak mendapat layanan dan hak ketidakupayaan pendengaran berhadapan dengan
sama rata, sama dengan insan normal yang lain. Hak masalah komunikasi, sosial dan akademik.
Sejauhmanakah elemen kepelbagaian ini dapat
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 481
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

diterapkan dalam buku teks yang menjadi sumber asas yang melibatkan semua bidang ilmu yang boleh
pengajaran dan pembelajaran dalam kelas? digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kemahiran
berfikir kanak-kanak (Lebedeff, 2010). Dapatan kajian
Felder dan Solomon (2013) pula berjaya membuktikan
OBJEKTIF KAJIAN
bahawa maklumat paling berkesan diserap apabila
Kajian ini dilaksanakan adalah untuk kanak-kanak cacat pendengaran melihat sesuatu
mendedahkan elemen khusus yang dipersembahkan sebagai contoh gambar, gambar rajah, filem, video dan
dalam buku teks Pendidikan Islam Ketidakupayaan demonstrasi.
Pendengaran terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka yang
digunakan di sekolah rendah. Elemen khusus ini Daripada kajian persuratan ini, pengkaji
penting bagi memastikan buku teks yang disediakan terdorong untuk mengkaji elemen yang terdapat dalam
dapat memenuhi keperluan murid yang mengalami buku teks terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka dengan
ketidakupayaan pendengaran sebagai pembaca sasaran. menjadikan buku teks Pendidikan Islam
Kajian ini juga mengetengahkan penambahbaikan yang Ketidakupayaan Pendengaran yang digunakan di
dilakukan dalam buku teks yang disediakan untuk sekolah rendah pendidikan khas sebagai sampel kajian.
keperluan Kurikulum Standard Sekolah Rendah Kajian ini cuba meneliti sejauh mana elemen yang
Pendidikan Khas Edisi Semakan berbanding dengan dapat menarik minat golongan ketidakupayaan
buku teks sebelum itu yang diterbitkan untuk pendengaran sebagaimana yang dinyatakan dalam
Kurikulum Standard Sekolah Rendah. kajian terdahulu ini dapat diterapkan dalam penerbitan
buku teks yang menjadi bahan asas pengajaran dan
pembelajaran dalam kelas.
TINJAUAN PERSURATAN
Terdapat kajian sebelum ini yang cuba
mengenal pasti permasalahan yang dihadapi oleh guru METODOLOGI
Pendidikan Islam ketika mengendalikan pengajaran dan Kajian deskriptif ini dibuat berdasarkan analisis
pembelajaran kepada murid ketidakupayaan kandungan terhadap persembahan yang terdapat dalam
pendengaran sebagaimana yang dikaji oleh Mohd buku teks Pendidikan Islam Ketidakupayaan
Huzairi Awang et al. (2012). Antara dapatan kajian Pendengaran terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka yang
tersebut yang diperoleh menerusi temu bual dengan digunakan di sekolah rendah. Penilaian terhadap buku
guru yang mengajarkan mata pelajaran Pendidikan teks ini penting sebagai output yang terhasil daripada
Islam adalah berkaitan tentang buku teks yang tidak proses penerbitan yang melibatkan penulis, editor, ahli
dapat digunakan kerana diterbitkan dalam versi jawatankuasa peningkatan mutu, pereka bentuk dan
tulisan Jawi. Memandangkan buku teks tersebut ilustrator. Selain itu, kajian ini dilaksanakan berasaskan
merupakan buku teks yang digunakan di sekolah aliran pengalaman editor yang terlibat dalam proses
perdana untuk murid normal, guru sukar untuk penerbitan buku teks tersebut sebagai sumber primari
mengolah kandungannya untuk keperluan murid terutama untuk mendapatkan maklumat tentang kaedah
berkeperluan khas yang diajarnya. Oleh sebab itu, guru penciptaan kod tangan yang digunakan dalam
mengambil pendekatan untuk tidak menggunakan buku buku tersebut bagi sesetengah istilah atau perkataan
teks yang dibekalkan ini tetapi lebih cenderung yang tidak terdapat dalam mana-mana rujukan kod
menggunakan bahan bantu yang lain, seperti nota bagi tangan. Temu bual juga dilakukan kepada guru yang
menerangkan kandungan pelajaran. Kebergantungan menggunakan buku teks tersebut di sekolah bagi
murid terhadap nota yang disediakan oleh guru ini menilai kebolehgunaan dan keberkesanannya sebagai
menjadikan sumber pembacaan murid terhad dan bahan bantu dalam pengajaran dan pembelajaran.
maklumat yang disampaikan hanya berlegar di sekitar
pengajaran dalam kelas.
DAPATAN/ ANALISIS
Selain itu, ada beberapa kajian yang menyatakan
bahawa terdapat elemen khusus yang dapat menarik Buku teks Pendidikan Islam Ketidakupayaan
minat golongan ketidakupayaan pendengaran ini untuk Pendengaran terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka
belajar. Antaranya termasuklah kajian yang dilakukan diterbitkan untuk memenuhi keperluan murid yang
oleh Satiah (2009), yang mendapati bahawa mengalami ketidakupayaan pendengaran dalam
penggunaan alat bantu mengajar seperti fotografi, mempelajari mata pelajaran Pendidikan Islam
grafik, gambar rajah dan lain-lain amat diperlukan bagi sebagaimana yang diajarkan kepada murid normal.
meningkatkan keupayaan pembelajaran murid Buku teks ini disediakan berdasarkan Kurikulum
ketidakupayaan pendengaran dan juga untuk Standard Sekolah Rendah Pendidikan Khas Pendidikan
memotivasikan mereka ke arah pembelajaran yang Islam (Ketidakupayaan Pendengaran) yang memberi
positif. Imej visual juga merupakan sumber budaya fokus kepada penyampaian ilmu, kemahiran dan
482 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

penghayatan Islam berdasarkan al-Quran dan al-Sunah dibahagikan pula kepada beberapa pelajaran mengikut
bagi melahirkan murid yang beriman, berilmu, standard kandungan yang ditetapkan dalam Dokumen
berakhlak mulia, bertakwa dan beramal soleh. Standard Kurikulum dan Pentaksiran untuk mata
Menerusi mata pelajaran Pendidikan Islam pelajaran Pendidikan Islam (Ketidakupayaan
(Ketidakupayaan Pendengaran), murid diberi Pendengaran) yang disediakan oleh Bahagian
pendedahan tentang ilmu pengetahuan, kemahiran serta Pembangunan Kurikulum, Kementerian Pendidikan
nilai yang merangkumi aspek keimanan, kemanusiaan Malaysia.
dan ketatanegaraan. Mata pelajaran ini mencakupi
bidang al-Quran, Hadis, Akidah, Ibadah, Sirah, Adab Penggunaan Ilustrasi Kod Tangan
dan Jawi. Matlamat kurikulum ini adalah untuk
melahirkan murid yang mengalami ketidakupayaan Secara umumnya, teks yang digunakan dalam
pendengaran yang menghormati diri dan orang lain, buku teks ini dibantu dengan kod tangan yang
berilmu, beramal, berketerampilan dan berakhlak mulia disediakan berdasarkan rujukan yang disarankan oleh
serta menyumbang ke arah mempertingkatkan tamadun Kementerian Pendidikan Malaysia dan buku panduan
bangsa dan negara. yang digunakan oleh guru pendidikan khas secara
meluas di sekolah, iaitu:
Bersesuaian dengan kurikulum yang dibentuk
secara fleksibel ini dan bertepatan dengan pernyataan 1. Bahasa Melayu Kod Tangan (BMKT) terbitan
Akta Pendidikan 1996, Bab 8 Pendidikan Khas, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1998.
Seksyen 41, Subseksyen (1)(b) Peraturan-peraturan 2. Kod Tangan Bahasa Melayu (KTBM)
Pendidikan (Pendidikan Khas) 2013, 8(1)(c) yang 3. Bahasa Melayu Kod Tangan Pendidikan Islam
menggariskan guru-guru boleh mengubahsuai kaedah 4. Bahasa Isyarat Malaysia (BIM)
atau teknik pengajaran atau pembelajaran, masa bagi
aktiviti dan susunan aktiviti, mata pelajaran dan bahan Dalam bidang al-Quran, murid pada tahun 1
bantu mengajar bagi mencapai tujuan dan matlamat diperkenalkan dengan kod tangan huruf hijaiyyah
pendidikan khas, buku teks ini disediakan mengikut sebagai persediaan awal untuk mereka memahami
keperluan khusus pembaca sasaran, iaitu murid yang pelajaran yang seterusnya. Kefahaman terhadap kod
mengalami ketidakupayaan pendengaran. Dengan tangan ini penting untuk mereka mengenal dan
mengambil kira keperluan tersebut, buku teks ini diolah membaca al-Quran menggunakan kaedah kod tangan.
dan dipersembahkan bagi memenuhi objektif khusus Murid didedahkan terlebih dahulu dengan kod huruf
mata pelajaran ini, iaitu: hijaiyyah yang diaplikasikan daripada huruf roman
yang telah ditransliterasikan. Contohnya, huruf a untuk
1. Mengenal huruf hijaiyyah dan membaca (secara alif, b untuk ba, t untuk ta dan s untuk tha. Walau
isyarat) surah-surah terpilih daripada al-Quran bagaimanapun, kod huruf tersebut perlu dibuat
dengan betul untuk memupuk minat membaca dengan gerakan tangan bentuk huruf hijaiyyah
al-Quran dan mengamalkan pembacaannya tersebut.
dalam kehidupan seharian.
2. Memahami dan meyakini asas-asas akidah Setelah mahir, murid akan diperkenalkan pula
sebagai pegangan dan benteng dalam kehidupan dengan baris satu dan baris dua (tanwin), tanda sukun
harian serta asas dalam tindakan. dan syaddah dengan penggunaan warna yang berbeza.
3. Memahami dan mengamalkan asas ibadah Kemudian, murid akan didedahkan dengan kod huruf
sebagai memenuhi tuntutan fardu ain dan fardu pada kalimah dan potongan ayat sebagai usaha untuk
kifayah. memahirkan murid membaca al-Quran secara
4. Memahami dan mengambil iktibar daripada isyarat.Kaedah ini juga digunakan untuk membaca
sirah Rasulullah SAW bagi menanam rasa hadis dan bacaan lain yang berbaris seperti bacaan solat
kecintaan kepada baginda. dan doa.
5. Merumus dan mengamalkan tuntutan hadis serta Untuk bidang al-Quran dan hadis, buku teks ini
menghayati kepentingannya dalam kehidupan menggunakan kaedah FAKIH. Kaedah ini telah
harian. diinovasikan oleh seorang guru dari Sekolah Menengah
6. Memahami, mengamalkan dan menghayati nilai- Kebangsaan Temerloh Jaya, iaitu Puan Noraziah binti
nilai akhlak dalam kehidupan seharian. Daud. FAKIH merupakan akronim daripada gabungan
7. Membaca dan menulis tulisan jawi serta huruf-huruf, iaitu F untuk faham, A untuk al-Quran, K
mencintainya sebagai warisan budaya bangsa. untuk Kehidupan, I untuk Insya Allah dan H untuk
Dari segi fizikal, buku teks ini dibahagikan Hebat. Oleh itu, FAKIH bermaksud, Faham al-Quran,
mengikut bidang yang dicakupi oleh mata pelajaran Kehidupan Insya Allah Hebat. Slogan ini juga
Pendidikan Islam, iaitu bidang al-Quran, Hadis, memberikan semangat baharu yang jitu kepada guru
Akidah, Ibadah, Sirah, Adab dan Jawi. Setiap bidang serta murid yang mengalami ketidakupayaan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 483
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

pendengaran untuk mempelajari al-Quran dengan sesuatu pelajaran dengan penggunaan teks yang
bersungguh-sungguh. Kaedah ini membantu murid minimum untuk menarik minat murid mengikuti
membaca al-Quran dengan menggunakan kod huruf, pelajaran yang akan disampaikan. Kaedah ini sangat
penggunaan warna dan teknik penomboran pada setiap sesuai untuk pembelajaran murid pendidikan khas
potongan ayat. terutamanya ketidakupayaan pendengaran kerana
Namun begitu, ada kod tangan yang tidak mereka lebih berminat dengan imej visual, penggunaan
terdapat dalam keempat-empat rujukan kod tangan warna yang bersesuaian dan teks yang minimum. Hal
tersebut terutamanya bagi istilah yang berkaitan dengan ini dapat dibuktikan menerusi hasil dapatan kajian yang
agama Islam. Oleh sebab itu, penulis perlu mencipta dilakukan oleh Omardin (1999) dan Jamila (2006) yang
kod tangan yang baharu sekiranya terdapat perkataan mendapati bahawa penggunaan imej visual sebagai alat
yang belum lagi mempunyai kod tangan. Penciptaan bantuan mengajar sangat membantu dalam
kod ini dilaksanakan setelah penulis membuat rujukan menyelesaikan banyak masalah berkaitan proses
dalam Bahasa Melayu Kod Tangan atau rujukan lain komunikasi. Hal ini disokong oleh kajian Mustaffa
yang berkaitan. Pendekatan yang diambil oleh penulis Halabi (2011) yang turut menunjukkan bahawa
untuk mencipta kod tangan ini adalah dengan perhatian murid lebih cenderung kepada imej dan
menyesuaikan kod tangan perkataan yang baharu ilustrasi. Bahan teks sukar untuk difahami tanpa imej.
dengan kod tangan sedia ada. Contohnya: Untuk menghasilkan bahan bantu mengajar yang baik
bagi keperluan murid ketidakupayaan pendengaran,
Madinah diambil daripada kod bandar tetapi ditukar terdapat beberapa perkara asas yang perlu diterapkan,
kepada huruf d iaitu penggunaan warna, pergerakan, contoh, proses,
Daulat diambil daripada kod mahkota tetapi ditukar jelas, mudah, bahasa isyarat, ungkapan dan imej agar
kepada huruf d proses pengajaran dan pembelajaran menjadi lebih
berkesan, bermaklumat, menarik dan menyeronokkan
Diplomatik diambil daripada kod politik tetapi (Aidah Alias et al., 2016).
ditukar kepada huruf d
Palestin diambil daripada kod tempat tetapi ditukar Kepelbagaian Aktiviti sebagai Pengukuhan
kepada huruf p
Semua kandungan pelajaran yang diolah dalam
Aqabah diambil daripada kod tempat tetapi ditukar bentuk aktiviti yang pelbagai, sama ada dilakukan
kepada huruf a dan q secara individu atau berkumpulan diletakkan di akhir
Di samping itu, terdapat juga kod tangan yang setiap pelajaran. Aktiviti ini biasanya berbentuk hands
dicipta dengan merujuk Kamus Kod Tangan Bahasa on dan permainan. Aktiviti ini berperanan untuk
Inggeris seperti perkataan burger dan strawberi. mengukuhkan kefahaman murid tentang pelajaran
kerana teknik pengulangan dalam bentuk persembahan
yang berbeza ini dapat meneguhkan kefahaman
Penggunaan Tulisan Rumi
mereka. Aktiviti ini juga bertujuan untuk memupuk
Secara umumnya, buku teks ini ditulis dalam kerja sepasukan dan semangat setia kawan dalam
tulisan Rumi bagi memudahkan murid membaca dan kalangan mereka yang merupakan satu daripada
memahami kandungan pelajaran. Walau Kemahiran Abad Ke-21 yang perlu dimiliki oleh murid
bagaimanapun, penggunaan tulisan Jawi atau bahasa sebagaimana yang dihasratkan oleh Kurikulum
Arab masih dikekalkan terutamanya dalam bidang al- Standard Sekolah Rendah Pendidikan Khas. Selain itu,
Quran dan Jawi serta beberapa teks bacaan dalam aktiviti ini dapat menguji kefahaman murid tentang
bahasa Arab yang terdapat dalam bidang-bidang sesuatu tajuk. Penerapan pendekatan pembelajaran
tertentu contohnya bacaan dalam solat dalam bidang pengalamian berdasarkan kesediaan dan keupayaan
Ibadah. Hal ini untuk memberikan pendedahan kepada murid berkeperluan khas turut diterapkan dalam aktiviti
murid ketidakupayaan pendengaran dan buku teks yang dipersembahkan ini bagi meningkatkan arah
Kurikulum Standard Sekolah Rendah Pendidikan Khas kendiri individu. Menerusi pendekatan ini, murid
Edisi Semakan yang mula digunakan di sekolah pada dijelaskan tentang peranan dan tugas mereka dalam
tahun 2017. aktiviti tersebut dan guru mengaitkan pembelajaran
yang baharu dengan kehidupan sebenar murid.
Penggunaan Imej Visual pada Halaman
Rangsangan Penggunaan Audio Visual dalam Kod QR
Halaman rangsangan yang berkaitan dengan Untuk buku teks Pendidikan Islam
kandungan pelajaran dipersembahkan dalam bentuk Ketidakupayaan Pendengaran Tahun 1 terbitan tahun
imej visual sebagai set induksi sebelum memulakan 2016, Dewan Bahasa dan Pustaka memperkenalkan
484 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

penggunaan elemen audio visual yang dapat disaksikan Buku teks Pendidikan Islam (Ketidakupayaan
apabila pembaca mengimbas kod QR yang disediakan Pendengaran) ini dapat membantu murid khasnya dan
pada halaman tertentu. Elemen audio visual ini ibu bapa amnya memahami pengetahuan asas dalam
digunakan dalam bidang yang memerlukan tunjuk cara agama Islam. Murid ketidakupayaan pendengaran juga
seperti dalam bidang Ibadah, contohnya untuk mampu membaca al-Quran dengan kaedah yang mudah
menerangkan perlakuan dalam solat dan wuduk. dan menarik. Mereka juga berpeluang untuk
Penggunaan teknologi ini merupakan satu daripada ciri mengamalkan perkara fardu ain dalam kehidupan
penambahbaikan yang ditonjolkan dalam penerbitan harian seperti solat dan puasa seperti murid normal.
buku teks Kurikulum Standard Sekolah Rendah Untuk memastikan tanggungjawab sosial ini
Pendidikan Khas Edisi Semakan yang mula digunakan terlaksana dengan jayanya, Dewan Bahasa dan Pustaka
di sekolah pada tahun 2017. melantik penulis dalam kalangan guru yang
berwibawa. DBP seterusnya melantik Ahli
PERBINCANGAN Jawatankuasa Peningkatan Mutu yang berkaliber dari
Buku teks untuk murid ketidakupayaan pelbagai tahap akademik dan kepakaran, yang terdiri
pendengaran yang diterbitkan oleh DBP ini dapat daripada guru mata pelajaran, guru cemerlang, jurulatih
mengisi lompang yang wujud sebelum ini dalam utama, pensyarah Institut Pendidikan Guru (IPG) atau
penyediaan bahan bantu mengajar. Guru dapat universiti dan berpengalaman dalam pendidikan murid
menjadikan buku teks ini sebagai panduan untuk ketidakupayaan pendengaran. Ahli Jawatankuasa
melaksanakan pengajaran dan pembelajaran dalam Peningkatan Mutu dilantik untuk membantu
kelas yang sesuai dengan kehendak Dokumen Standard meningkatkan tahap kualiti penulisan dengan melihat
Kurikulum dan Pentaksiran yang telah dibina oleh dari pelbagai aspek seperti kandungan, persembahan,
Bahagian Pembangunan Kurikulum, Kementerian bahasa, ilustrasi, bahan grafik dan nilai.
Pendidikan Malaysia. Kesediaan guru yang terlibat dalam pendidikan
Sebelum wujudnya buku teks Pendidikan Islam murid ketidakupayaan pendengaran untuk menulis
Ketidakupayaan Pendengaran, guru terpaksa buku teks ini perlu diberikan pujian meskipun terdapat
menggunakan buku teks yang digunakan oleh murid kebimbangan tentang kemampuan mereka pada
normal di aliran perdana. Buku teks aliran perdana ini peringkat awal. Kesedaran tentang peri pentingnya
perlu diubah suai mengikut tahap kemampuan murid buku teks khusus untuk murid ketidakupayaan
ketidakupayaan pendengaran dan hal ini bergantung pendengaran ini menyuntik semangat dan mendorong
sepenuhnya kepada kreativiti guru. Namun begitu, penulis untuk menghasilkannya dengan baik di
tidak semua guru mampu mengolah dan mengubah suai samping motivasi daripada editor yang menguruskan
buku teks tersebut mengikut keperluan murid judul yang berkenaan.
ketidakupayaan pendengaran kerana kemampuan guru
berbeza-beza. Kekurangan bahan rujukan tentang aspek
pendekatan dan persembahan juga memberikan cabaran
Penggunaan kod tangan dapat diselaraskan di kepada DBP dalam penerbitan buku teks
semua sekolah terutamanya bagi kod tangan yang ketidakupayaan pendengaran. Contohnya dalam
berkaitan dengan istilah agama. Guru juga dapat penerbitan buku teks ini, penerbit sukar untuk
menjadikan buku teks ini sebagai daftar rujukan kod menentukan kod tangan yang standard untuk diguna
tangan terutama bagi istilah yang masih belum ada kod pakai dalam sistem pendidikan di Malaysia. Hal ini
tangan. Dengan adanya buku teks ini, guru sekurang- demikian kerana untuk tujuan penerbitan buku teks,
kurangnya dapat mengaplikasikan aktiviti yang pihak Kementerian Pendidikan Malaysia
dicadangkan dan menggunakan kod tangan dalam buku mencadangkan kepada penerbit supaya menggunakan
teks ini. buku Bahasa Melayu Kod Tangan terbitan DBP pada
Penggunaan buku teks aliran perdana yang tahun 1998. Dalam masa yang sama, terdapat juga
diterbitkan dalam tulisan Jawi juga menyukarkan murid buku kod tangan lain seperti kod tangan Bahasa Isyarat
berkeperluan khas untuk memahami dan menguasai Malaysia (BIM) yang diterbitkan oleh penerbit lain
sesuatu tajuk. Penguasaan kemahiran membaca tulisan yang meluas penggunaannya dalam kalangan guru dan
Jawi yang lemah dikenal pasti sebagai satu daripada murid masalah pendengaran.
faktor penghalang kepada murid untuk memahami Penerbit juga berhadapan dengan masalah dalam
kandungan pelajaran. Hal ini lambat laun akan usaha menentukan penggunaan kod tangan yang sesuai
mengurangkan tahap minat mereka terhadap mata bagi buku teks ini apabila ada pihak yang enggan
pelajaran Pendidikan Islam, yang juga bukan mata menggunakan sesetengah kod tangan yang dikatakan
pelajaran teras dalam peperiksaan. kurang tepat. Permasalahan ini timbul disebabkan oleh
kod tangan dalam buku Bahasa Melayu Kod Tangan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 485
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

terbitan DBP tidak dikemas kini sejak diterbitkan pada Ketidakupayaan Pendengaran yang boleh dijadikan
tahun 1998. Contohnya, isyarat kod tangan bagi hakim. panduan kepada penerbit yang ingin menceburi bidang
Isyarat kod tangan yang digunakan berdasarkan rambut penerbitan buku teks Pendidikan Khas. Dalam masa
hakim. Bagi kebanyakan pengguna, isyarat tangan yang sama, kajian penambahbaikan yang berterusan
hakim memegang tukul untuk mengetuk meja lebih masih perlu dilakukan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka
difahami. Terdapat juga perbezaan kod antara Kod bagi menilai kebolehgunaan buku teks yang diterbitkan
Tangan Bahasa Melayu (KTBM) dengan Bahasa agar terus relevan sebagai bahan bantu mengajar yang
Isyarat Malaysia (BIM) dalam mentafsirkan sesetengah utama dan sentiasa bertepatan dengan cita rasa
perkataan. Isunya ialah bahasa isyarat rasmi di sekolah pembaca sasaran yang pelbagai. Penyediaan buku teks
ialah KTBM manakala untuk penggunaan biasa kod yang memenuhi keperluan murid sebagai pembaca
BIM digunakan. Bagi menyelesaikan permasalahan ini, sasaran penting bagi meningkatkan keberkesanan
DBP menyerahkan aspek penentuan yang berkaitan pengajaran dan pembelajaran dan sekali gus menjamin
dengan pemilihan kod tangan dalam penerbitan buku kelangsungan buku teks sebagai bahan sumber asas
teks ini kepada Kementerian Pendidikan Malaysia. utama lebih-lebih lagi dalam arus ledakan teknologi
Selain itu, kewajaran tertentu dalam penyediaan maklumat dan komunikasi yang menawarkan pelbagai
ilustrasi dan grafik bagi buku teks pendidikan khas juga media alternatif sebagai bahan pengganti.
perlu diambil kira sesuai dengan keperluan murid
ketidakupayaan pendengaran. Ilustrasi kod tangan yang BIBLIOGRAFI
dilukis dalam buku teks perlu tepat, berfungsi dan tidak
terlalu padat. Dalam hal ini, pereka bentuk dan Ab. Halim Tamuri & Nik Mohd. Rahimi Nik Yusoff,
ilustrator yang menangani buku teks 2011. Kaedah Pengajaran dan Pembelajaran
ketidakupayaan pendengaran perlu berhati-hati ketika Pendidikan Islam.Bangi:Universiti Kebangsaan
menyediakan ilustrasi dan mereka bentuk buku teks ini. Malaysia.
Abdullah bin Yusof, 2014. Memahami Komunikasi
Kajian terhadap kebolehbacaan buku teks Orang Pekak. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa
pendidikan khas juga masih kurang diterokai. Oleh itu, dan Pustaka.
antara kajian lanjutan yang penting untuk dilakukan Abdul Muhaimin Osman, 2004. Pembangunan Modul
terhadap buku teks ini ialah kajian tentang tahap Elektonik Berasaskan Laman Web Belajar
kebolehbacaannya kepada murid berkeperluan khas. Mengenai Micromedia Fireworks mx. Kertas
Hal ini penting kerana sesebuah buku teks yang dapat Projek Sarjana Pendidikan Universiti
dibaca dan difahami dengan baik mampu berfungsi Kebangsaan Malaysia.
sebagai alat pengajaran yang paling berkesan (Coleman Abd Munir Ismail, 2014. Dakwah Islam dan Orang
1962).Kebolehbacaan menilai tahap senang atau sukar Pekak. Kuala Lumpur: Dewan bahasa dan
sesuatu teks yang hendak difahami oleh pembaca Pustaka.
tertentu yang membaca teks tertentu bagi tujuan Akta Orang Kurang Upaya. 2008. (Akta 685)
tertentu (Kamarulzaman, 2009). Oleh itu, buku teks Akta Pendidikan. 1996. (Akta 550).
yang diterbitkan seharusnya sesuai untuk pembaca Anita Mohyee, Nor Aziah Daud dan Mohd Ayub
sasaran, dan dalam konteks ini murid berkeperluan Hamzah, 2016. Pendidikan Islam (Ketidakupayaan
khas supaya bahan bantu mengajar ini dapat menarik Pendengaran) Tahun 1. Putrajaya: Kementerian
minat dan motivasi mereka untuk terus Pendidikan Malaysia.
menggunakannya (Marohaini 1999). Tahap Hamdi Ishak, Ab Halim Tamuri, Rosadah Abdul
kebolehbacaan buku teks yang digunakan perlu sesuai Majid & Safani Bari, 2012. Amalan Pengajaran Guru
dengan kebolehan membaca dan pengetahuan sedia ada dalam Pengajaran dan Pembelajaran
murid serta menampilkan persembahan kandungan Pendidikan Khas(Masalah Pendengaran).
yang baik agar dapat menarik minat dan motivasi Jurnal of Islamik and Kementerian Pendidikan
murid (Klare 1969). Malaysia. 2012.
Hamdi Ishak, 2010. Pekak dan Bisu Menurut Perspektif
Islam. Kuala Lumpur: Dewan bahasa dan
KESIMPULAN
Penyelidikan ini masih di peringkat penerokaan Pustaka.
khususnya dalam Pendidikan Islam Ketidakupayaan Jawatankuasa Kerja Komunikasi Seluruh, 1985.
Pendengaran. Masih banyak ruang yang boleh diterokai Bahasa Malaysia Kod Tangan Jilid 1. Kuala
terutamanya yang berkaitan dengan keperluan murid Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
ketidakupayaan pendengaran yang khusus sifatnya.
Meskipun begitu, dapatan kajian berjaya menemukan
beberapa kekuatan dalam buku teks Pendidikan Islam
486 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Kamarulzaman, Hassan Basri & Nik Mohd Rahimi, Mohd Huzairi Awang, Hajarul Bahti Zakaria, Rahimin
2009. Penggunaan ujian kloz Dalam Mengukur Affandi Abd Rahim, 2012. Pendidikan Islam
Kebolehbacaan Teks Arab Untuk Pembaca Golongan Masalah Pendengaran: Tinjauan
Bukan Arab Di Malaysia: Satu Kajian Rintis. Awal Isu dan Cabaran daripada Perspektif
Journal Of Islamic And Arabic Education 1 Guru. Jurnal Teknologi. 2012.
(2):15 29. Mohd Mokhtar Tahar & Aliza Alias, 2003. Isu
Klare, G.R., 1969. The Measurement Of Readability. Pengajaran dan Pembelajaran Pendidikan Islam
Iowa : Iowa State University Press. Pelajar Berkeperluan Khas. Prosiding
Lebedeff, T. B., 2010. The value of visual literacy WacanaPendidikan Islam: Perkaedahan
practices in the education of deaf students: The Pengajaran Pendidikan Islam: AntaraTradisi
experience of deaf teachers. Dicapai pada 9 dan Inovasi. Bangi: Fakulti Pendidikan
Disember 2013 dari Universiti Kebangsaan Malaysia.
Malaysia. Kementerian Pendidikan Malaysia. 2014. Mustaffa Halabi Azahari, 2011. Photography: Its
Data Pendidikan Khas. Putrajaya: Kementerian Significance Strands and Values in Education.
Pendidikan Malaysia. Shah Alam: University Press.
Malaysia. Kementerian Pendidikan Malaysia. 2015. Nor Rasimah Mohd. Rashid, 2007. Pembangunan
Dokumen Standard Kurikulum dan Pentaksiran Laman Web Interaktif Asas Komunikasi Bahasa
Pendidikan Islam Ketidakupayaan Pendengaran Jepun. Tesis Sarjana. Universiti Kebangsaan
Tahun 1. Putrajaya: Kementerian Pendidikan Malaysia.
Malaysia.. Persekutuan Orang Pekak Malaysia, 2000. Bahasa
Malaysia. Kementerian Pendidikan Malaysia. 2012. Isyarat Malaysia. Kuala Lumpur: Persekutuan
Dasar Pendidikan Kebangsaan. Putrajaya: Orang Pekak Malaysia.
Bahagian Perancangan dan Penyelidikan Dasar Rosnani Hashim. 2005. Pembelajaran Bahasa Inggeris
Pendidikan, Kementerian Pendidikan Malaysia. Berbantukan Web(WBAL): Pencapaian Pelajar
Malaysia. Kementerian Pelajaran Malaysia.1998. Berdasarkan Lokasi Sekolah dan Tahap
.Laporan Jawatankuasa Kabinet Mengkaji Pendidikan. Konvensyen Teknologi Pendidikan
Pelaksanaan Dasar Pelajaran. Negeri Sembilan.
Marohaini Yusoff, 1999. Strategi Pengajaran Bacaan Safani Bari, Manisah Ali, Noraini Mohd. & Aliza
Dan Kefahaman. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa Alias. 2002. Penggunaan Alat Bantuan
dan Pustaka. Pendengaran di Kalangan Murid-murid
- Bermasalah Pendengaran. Universiti
Kebangsaan Malaysia
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

KOLABORASI GURU DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF


(Teachers Collaboration in Inclusive Education)

Noorafiza Ab Wahaba Rosadah Abd Majidb

ab
Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia
Email: eijifeeza83@gmail.com

Abstrak: Kajian ini bertujuan untuk meninjau kemahiran kolaborasi guru dan tahap kolaborasi antara guru
arus perdana dan guru pendidikan khas dalam melaksanakan pendidikan inklusif.Kajian merupakan kajian
tinjauan yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan instrumen soal selidik. Jumlah
sampel adalah 60 orang dengan imbangan 30 orang guru arus perdana dan 30 orang guru pendidikan khas
yang mengajar di pendidikan inklusif. Dapatan kajian menunjukkan kemahiran kolaborasi guru berada pada
tahap sederhana tinggi dengan skor min=3.47. Manakala tahap kolaborasi guru arus perdana dan guru
pendidikan khas dalam melaksanakan pendidikan inklusif berada pada tahap sederhana rendah dengan
min.2.73. Kajian ini juga mendapati terdapat hubungan signifikan yang lemah antara kemahiran kolaborasi
dengan tahap kolaborasi guru dalam pelaksanaan pendidikan inklusif r(58)=0.230,p>0.05. Secara keseluruhan
kajian mendapati kolaborasi guru arus perdana dan guru pendidikan khas dalam melaksanakan pendidikan
inklusif berada pada tahap kerjasama dan memerlukan penambahbaikan.
Kata kunci: Pendidikan Inklusif, Tahap kolaborasi dan Kemahiran kolaborasi.

ABSTRACT: This study aimed to review the perception of teachers collaboration among general education
teacher and special education teacher in inclusive education. The focus revises are the collaboration skills
and the level of collaboration among teachers in implementing the inclusive education. The study is a survey
by using a quantitative approach and a questionnaire as the instrument. The sample size in this study
involved a total of 60 teachers with the balancing of 30 general teachers and 30 special education teachers in
inclusive classes. The findings show that the collaboration skills among teachers are fair with min=3.47.
Hence, the level of collaboration among teachers is at the average point. Correlation analysis shows that
there is a weak correlation with p=0.230 between teachers collaboration skills and the level of teachers
collaboration in inclusive education. The study shows that the collaboration among general education
teachers and special education teachers are at the cooperation level and need to be improved.
Key words: Inclusive education, Collaborations skills and Level Of Teachers Collaboration.

PENGENALAN guru arus perdana dalam memberikan pendidikan


Program Pendidikan Inklusif (PPI) memberi terbaik bagi murid-murid inklusif.
cabaran baru kepada guru-guru dengan menempatkan Menurut Obiakor (2012) dan Naraian (2010),
Murid Bermasalah Pembelajaran (MBP) di dalam kelas pendidikan inklusif didapati berjaya dengan adanya
arus perdana. Selain itu, PPI juga merupakan sebagai kolaborasi dan konsultasi dari pelbagai pihak yang
perkongsian pengajaran guru pendidikan arus perdana terlibat. Manakala Zalizan Mohd Jelas (2000)
dan seorang guru pendidikan khas dalam berpandangan, kejayaan program inklusif bergantung
menyampaikan pengajaran kepada pelbagai kumpulan kepada persepsi guru terhadap keupayaan pelajar dan
pelajar, termasuk mereka yang berkeperluan khas, kesediaan guru untuk berubah dalam memenuhi
dalam suasana pendidikan yang umum, dan dengan cara keperluan MBK. Hal ini disokong oleh Karim Shabani,
yang yang fleksibel dan memenuhi keperluan Mohamad Khatib dan Saman Ebadi (2010) yang
pembelajaran mereka (Friend, Cook, Chamberlain, & menyatakan guru akan lebih bersedia melaksanakan
Shamberger 2010 p. 241). pengajaran apabila memperoleh maklumat atau
Namun, pengwujudan program pendidikan pengetahuan mengenai subjek yang diajar serta pelajar
inklusif ini memerlukan kerjasama dan komitmen yang mereka.
tinggi dari pelbagai pihak. Kerjasama yang jitu daripada
pihak pentadbir guru, sekolah, ibu bapa dan komuniti Pendidikan Inklusif di Malaysia
memungkinkan kejayaan PPI berlangsung (Suriani Program Pendidikan Inklusif (PPI) adalah satu
Ripin et.al 2013). Lantaran itu, PPI memberi cabaran program bagi menyediakan akses dan peluang
baru kepada guru-guru pendidikan khas dan arus pendidikan kepada Murid Bermasalah Pembelajaran
perdana dalam pendekatan pengajaran yang sesuai (MBP). Pada peringkat permulaan, PPI ini dilaksanakan
kepada Murid Bermasalah Pembelajaran (MBP) di mengikut acuan sendiri di sekolah-sekolah tertentu
dalam kelas arus perdana. Cabaran ini menuntun kepada sahaja yang melibatkan murid kurang upaya fizikal dan
proses kolaborasi di antara guru pendidikan khas dan murid bermasalah penglihatan (Garis Panduan Program

487
488 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Pendidikan Inklusif). Walau bagaimanapun, memberikan kejayaan dalam kolaborasi. Sungguhpun


Kementerian Pendidikan mempunyai matlamat untuk begitu, proses kolaborasi ini tidak akan berhasil hanya
memperluas PPI kepada semua kategori Murid dengan kerjasama antara dua individu yang menyertai
Berkeperluan Khas yang mampu mengikuti kurikulum sesuatu aktiviti dan meluangkan masa bersama-sama.
kebangsaan. Menurut Robinson dan Bully (2007) proses kolaborasi
ini menuntun kepada usaha, ketekunan dan latihan yang
Program Pendidikan Inklusif ertinya suatu program berterusan.
pendidikan bagi murid berkeperluan pendidikan khas Gately dan Gately (2001) menyenaraikan lapan
yang dihadiri oleh murid berkeperluan pendidikan khas kemahiran pengajaran bersama yang perlu ada bagi
bersama-sama dengan murid lain dalam kelas yang mencapai tahap kolaborasi yang tinggi oleh guru.
sama di sekolah kerajaan atau sekolah bantuan Cabaran bagi guru adalah menguasai setiap kemahiran
kerajaan. dengan baik. Kemahiran yang dinyatakan adalah:
(Peraturan- Peraturan Pendidikan (Pendidikan Khas) 1. Komunikasi interpersonal (Komunikasi dua hala
2013) guru)
2. Susunan fizikal (Susunan kelas, kedudukan
Supiah Saad (2000) menyatakan pendekatan MBK)
pendidikan inklusif mengikut acuan Malaysia hanya 3. Berpengetahuan (Kurikulum)
terdapat pada sekolah-sekolah tertentu sahaja 4. Modifikasi dan Matlamat Kurikulum
berdasarkan kategori masalah fizikal (cacat anggota), 5. Perancangan instruksional (Perbincangan, Jadual
emosi dan tingkahlaku (autisma dan ADHD), berkala)
pembelajaran khusus Disleksia (dyslexia) dan 6. Pendekatan Instruksional (Arahan kepada murid,
penguasaan 3M (Membaca, Menulis dan Mengira). Keadah pengajaran)
7. Pengurusan Kelas (Tingkah laku murid)
Konsep Kolaborasi 8. Penilaian
Menurut Kagan (1991), kolaborasi diertikan
sebagai bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama Daripada kajian-kajian lepas yang disintesis,
yang tidak dicapai oleh individu atau organisasi dan mendapati kolaborasi dalam pendidikan murid
bukan hanya bekerja bersama-sama. Manakala Cook bekeperluan khas adalah sangat penting bagi mengukur
dan Friend (2001) berpendapat kolaborasi sebagai satu kejayaan program pendidikan inklusif. Jalinan
gaya perhubungan secara langsung di antara dua kolaborasi di antara guru pendidikan khas dan guru arus
kumpulan yang bersetuju membuat keputusan dan perdana bukan sahaja memberi manfaat kepada murid
mencapai keputusan yang sama. Pola kerjasama dalam bekeperluan khas, bahkan kepada murid-murid arus
kolaborasi yang saling melengkapi digambarkan oleh perdana dan juga guru-guru. Impak kepada guru-guru
Steiner (2000) dari aspek peranan, hubungan, nilai dan adalah menambahkan keyakinan dan penguasaan
cara kerja sebagai Creative Collaboration. pengetahuan dengan pengajaran bersama.
Konsep pendidikan inklusif memerlukan bantuan
dan sokongan dari pelbagai pihak dalam Pernyataan Masalah
menjayakannya. Dalam Akta Pendidikan 1996, Pelaksanaan Pendidikan Inklusif adalah
Bahagian I ( C ) menjelaskan dengan tegas bahawa: termaktub dalam Peraturan-peraturan Pendidikan Khas
....satu program pendidikan inklusif bagi 2013 dan Akta Pendidikan 1996 yang membolehkan
murid-murid dengan keperluan khas yang boleh murid bekeperluan khas menghadiri kelas yang sama di
menghadiri didalam kelas biasa bersama-sama sekolah kerajaan dan sekolah bantuan kerajaan. Dalam
dengan murid-murid biasa. Pelan Pembangunan Pendidikan Malaysia (PPPM) telah
(Bahagian Pendidikan Khas,1998) meletakkan sasaran penglibatan 30% murid dalam
Dengan hanya menempatkan murid bekeperluan pendidikan inklusif pada gelombang pertama (2013-
khas tanpa sokongan dan bantuan, tidak akan dapat 2015) yang perlu dicapai oleh sekolah-sekolah di
menjayakan konsep pendidikan inklusif (Tomko 1996). Malaysia. Dalam laporan gelombang pertama Pelan
Justeru kedua-dua konsep antara pendidikan inklusif Pembangunan Pendidikan Malaysia menyatakan
dan kolaborasi merupakan aspek penting yang bilangan penglibatan pelajar dalam pendidikan inklusif
menentukan kejayaan ke arah pendidikan inklusif yang dapat mencapai matlamat yang dianjurkan. Namun,
berjaya di Malaysia. adakah Malaysia dapat mencapai sehingga 75%
penglibatan murid bekeperluan khas dalam pendidikan
KEMAHIRAN PENGAJARAN BERSAMA inklusif menjelang gelombang ketiga PPPM (2021-
Cook dan Friend (2006) menyatakan dari segi teori, 2025)?
kolaborasi di antara Guru Pendidikan Khas dan Guru Secara dasarnya, amalan pelaksanaan pendidikan
Arus Perdana adalah didasari dengan pengetahuan dan tradisional menjadikan guru-guru bekerja secara
kepakaran yang ada pada setiap guru. Pendapat ini bersendirian di dalam kelas masing-masing bersama
disokong oleh Garderen et al. (2009) dengan murid masing-masing dan terasing. Apabila dasar
menyatakan hasil gabungan kepakaran yang ada akan advokasi inklusi diperluaskan, peranan guru arus
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 489
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

perdana dan guru pendidikan khas berubah kepada mengamalkan semua penekanan yang dimatlamatkan
pengajaran secara berpasukan di dalam kelas yang dalam pelaksanaan PPI.
sama. Hal ini menuntut komitmen yang tinggi dari guru.
Bagi mencapai matlamat pembelajaran, Tujuan Kajian
seseorang guru perlu mempunyai pengetahuan Kajian yang dijalankan adalah untuk
berkaitan aspek yang perlu diberi penekanan dalam menentukan tahap kolaborasi guru dalam menjalankan
membimbing murid bekeperluan khas (MBK). Aspek pendidikan inklusif dan mengenalpasti kemahiran
kepelbagaian pelajar perlu dititikberatkan dalam kolaborasi guru dalam melaksanakan pengajaran
menyampaikan pengajaran. Aspek ini membawa bersama.
implikasi terhadap gaya pembelajaran yang berbeza,
tahap kognitif yang berbeza dan pendekatan METODOLOGI
pembelajaran yang berbeza. Hasil kajian dari REKA BENTUK KAJIAN
Conderman dan Rodreguez (2009) menunjukkan guru Dalam kajian ini, kaedah kuantitatif digunakan
arus perdana mengakui tidak bersedia untuk mengajar bagi mendapatkan data mengenai tahap kolaborasi guru.
murid bekeperluan khas kerana kurang berkemahiran Pendekatan ini berikutan pengkaji mahu melihat tahap
dari segi melakukan modifikasi kurikulum dan kolaborasi dan kemahiran kolaborasi dalam pengajaran
membuat penilaian secara individu berdasarkan bersama yang dijalankan oleh guru arus perdana dan
Rancangan Pendidikan Individu. guru pendidikan khas yang menjalankan pendidikan
Susan Philips (2005) dalam kajiannya terhadap inklusif.
tahap pengetahuan guru arus perdana mengenai autisme Aspek ini lebih tertumpu kepada persepsi guru-guru,
mendapati guru kurang pengetahuan mengenai aspek- justeru reka bentuk kuantitatif digunakan.
aspek kognitif, sosial dan emosi murid dan kurang
berpengetahuan mengenai jenis perkhidmatan sokongan
POPULASI DAN SAMPEL
yang diperlukan oleh murid autisme (Hasnah Torat et.al
Menurut Gay dan Airasan (2003), populasi adalah
2010). Hal ini disokong dengan kajian lepas yang
kumpulan sasaran pengkaji manakala sampel kajian
dijalankan oleh Supiah Saad, Haniz Ibrahim dan
adalah responden yang dipilih oleh pengkaji bagi
Nordina Nayan (2013) yang menyatakan guru arus
mewakili sesuatu populasi. Dalam kajian ini, populasi
perdana mempunyai sikap yang negatif terhadap murid
kajian adalah guru arus perdana dan guru pendidikan
bekeperluan khas kerana kurangnya dapatan informasi
khas sekolah-sekolah di Negeri Sembilan yang
dan kesedaran kendiri.
menjalankan Program Pendidikan Inklusif. Kaedah
Pengetahuan mengenai kepelbagaian pelajar dan
persampelan yang digunakan oleh pengkaji adalah
masalah yang dihadapi oleh MBK membantu guru
melalui persampelan rawak mudah. Persampelan rawak
dalam proses PdP yang berkesan. Menurut Sheehy et al.
mudah adalah satu proses pemilihan dimana semua
(2005) terdapat banyak cabaran dalam melaksanakan
individu dalam sampel kajian mempunyai peluang yang
pendidikan inklusif termasuklah sikap guru yang
sama untuk dipilih sebagai sampel. Pengkaji
terlibat rentetan daripada tiadanya kemahiran
mensasarkan 40 orang guru dengan imbangan 20 orang
mengendalikan MBK di kelas inklusif. Branson dan
guru arus perdana dan 20 orang guru pendidikan khas.
Denith (2014) mengenalpasti kekurangan latihan
Sampel yang dipilih mempunyai ciri yang sama iaitu
kepada guru dalam melaksanakan pengajaran
guru yang mengajar di kelas inklusif.
kolaboratif atau pengajaran berpasangan akan
menyebabkan minat dan komitmen guru menurun
ANALISIS DATA & PERBINCANGAN
walaupun pendekatan ini memberi manfaat kepada
Data deskriptif yang diperolehi dianalisis menggunakan
murid.
perisian SPSS 20.0 dan hasilnya ditunjukkan dalam
Bebanan tugas guru adalah isu yang sering diperkatakan
bentuk frekuensi, peratus dan min. Kemahiran
dalam menjalankan dasar-dasar kerajaan. Penumpuan
pengajaran bersama guru dianalisis menggunakan
guru terhadap proses pengajaran dan pembelajaran
pemeringkatan skala likert lima mata iaitu (Tidak
(PdP) terganggu atas faktor mengejar dateline,
Pernah, Jarang,Sederhana Kerap, Kerap, Sangat Kerap)
membuat program, berkursus dan sebagainya. Persoalan
dimana respon yang tinggi menunjukkan tahap
timbul adakah guru dapat menyediakan pengajaran
kemahiran yang tinggi. Analisis Tahap kolaborasi guru
yang berkesan semasa melaksanakan PPI? Ornstein
pula menggunakan pemeringkatan skala likert lima mata
dan Hunkins (1998) menyatakan dalam pelaksanaan
dengan interpretasi (Sangat Tidak (Setuju, Tidak Setuju,
kurikulum, biasanya banyak yang dirancang tidak dapat
Tidak Pasti, Setuju dan Sangat Setuju). Interpretasi skor
dilaksanakan. Manakala Havelock dan Huberman
min menurut Nunnally (1994) dinyatakan pada
(1997) menekankan pelaksanaan dan pembaharuan
Jadual 1.
kurikulum melibatkan perbelanjaan yang besar, namun
menghasilkan hanya sedikit perubahan dan
pembaharuan yang menghasilkan kesan dalam
menyelesaikan masalah seperti yang diharapkan. Oleh
itu, kajian yang dijalankan adalah sangat penting bagi
mengetahui sejauh mana kolaborasi guru dalam
490 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

JADUAL 1. Jadual Interpretasi Skor Min PROFIL RESPONDEN


Tahap pekali korelasi Interpretasi Seramai 60 orang responden dengan imbangan 30 orang
1.00 2.00 Rendah guru arus perdana dan 30 orang guru pendidikan khas
2.00 3.00 Sederhana Rendah dilibatkan dalam kajian ini.
3.00 4.00 Sederhana Tinggi
4.00 5.00 Tinggi
5.00 6.00 Sangat tinggi

JADUAL 2: Maklumat demografi responden


Guru Arus Perdana Guru Pendidikan Khas
Kekerapan Peratus Kekerapan Peratus
Jantina
Lelaki 6 30% 3 15%
Perempuan 14 70% 17 85%
Umur
20 29 Tahun 3 15% 5 25%
30 39 Tahun 8 40% 14 70%
40 49 Tahun 9 45% 1 5%
Pengalaman Mengajar
1- 5 Tahun 1 5% 5 25%
5 10 Tahun 2 10% 11 55%
10-15 Tahun 11 55% 4 20%
15 20 Tahun 6 30% - -
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 491
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Jadual menunjukkan demografi responden seramai 60 kemahiran dalam proses kolaborasi, namun masih belum
orang guru yang melaksanakan Pendidikan Inklusif di mengamalkan sepenuhnya kemahiran yang dimiliki.
sekolah-sekolah di dalam Negeri Sembilan. Pemilihan Sub Kemahiran Kolaborasi bagi item Komunikasi
responden diseimbangkan dengan pembahagian 30 orang Interpersonal merupakan konstruk yang mempunyai nilai
guru arus perdana dan 30 orang guru pendidikan khas. min yang rendah berbanding konstruk kemahiran lain
Data menunjukkan bilangan guru perempuan yang iaitu (min=3.41; s.p.=0.53). Hal ini tidak seharusnya
mengajar di pendidikan inklusif lebih ramai dari guru berlaku kerana bagi menjalinkan proses kolaborasi,
lelaki iaitu seramai 48 orang guru perempuan. Bagi komunikasi merupakan kemahiran yang sangat
tahap akademik menunjukkan majoriti guru pendidikan diperlukan. Komunikasi memerlukan hubungan dua hala
khas mempunyai tahap akademik yang tinggi iaitu terjalin secara sukarela dalam membuat sesuatu
seramai 90% guru merupakan pemegang ijazah sarjana keputusan dan matlamat bersama. Justeru, komunikasi
muda berbanding 27% guru aliran perdana. Hal ini interpersonal antara guru pendidikan khas dengan guru
disebabkan oleh majoriti guru-guru pendidikan khas aliran perdana perlu melalui satu komunikasi yang
merupakan guru-guru dari program KPLI (Kursus berkesan bagi meningkatkan kejayaan pelaksanaan
Pendidikan Lepasan Ijazah) manakala guru aliran pendidikan inklusif.
perdana pula merupakan guru yang berpengalaman dari Kilanowski et al. (2010) menyatakan pengajaran
lepasan institusi perguruan. Majoriti responden guru juga bersama-sama merupakan model inklusif paling
mempunyai lebih dari lapan tahun pengalaman mengajar berkesan tetapi paling kurang di amalkan. Ia dapat
iaitu sebanyak 54% bagi guru aliran perdana dan 73% ditunjukkan dari data yang menyatakan kesemua sub
bagi guru pendidikan khas. konstruk bagi kemahiran kolaborasi iaitu komunikasi
interpersonal, susunan fizikal, pengetahuan mengenai
KEMAHIRAN KOLABORASI GURU MBK, Modifikasi dan matlamat, perancangan
Kemahiran kolaborasi guru diperinci dengan interpretasi instruksional, pendekatan instruksional, pengurusan
jadual skor min berikut: kelas dan penilaian masih berada pada tahap sederhana
tinggi.
Jadual 3 Skor min kemahiran kolaborasi guru Namun begitu, kemahiran kolaborasi guru
didapati berlaku walaupun pada kadar sederhana. Ia
Kemahiran Min SP menunjukkan guru-guru bersedia memberikan komitmen
Komunikasi Interpersonal 3.41 0.53 dalam menjalankan kolaborasi namun terdapat
Pengetahuan tentang MBK 3.44 0.56 kekangan-kekangan yang perlu diatasi dalam
Perancangan Instruksional 3.50 0.58 melaksanakan kolaborasi tersebut. Sub-sub kemahiran
Pendekatan Instruksional 3.50 0.58 kolaborasi merupakan panduan dalam menjalankan
Susunan Fizikal 3.43 0.56 pendidikan inklusif yang berkesan, namun kaedah yang
Modifikasi dan Matlamat dijalankan oleh guru adalah usaha pelbagai yang
3.47 0.56 membawa kepada peningkatan keberkesanan proses
Kurikulum
Pengurusan Kelas 3.50 0.57 kolaborasi berlangsung.
Penilaian 3.50 0.57 Kajian juga mendapati tidak terdapat perbezaan
Keseluruhan 3.47 0.56 yang signifikan antara kemahiran kolaborasi guru
berdasarkan tahap akademik. Ia menunjukkan guru-guru
Dapatan ini menunjukkan bahawa secara tidak dipengaruhi oleh kelayakan akademik dalam
keseluruhan, kesemua guru mempunyai pengetahuan menjalankan kolaborasi. Perbezaan tahap akademik juga
yang sederhana baik dalam kemahiran kolaborasi. bukan merupakan faktor penghalang dalam
Senario ini memperlihatkan guru-guru mempunyai kelangsungan kemahiran kolaborasi guru.
pengetahuan kolaborasi yang baik namun jarang Namun begitu, terdapat perbezaan yang
mengamalkannya dalam pelaksanaan pendidikan signifikan antara kemahiran kolaborasi guru
inklusif. Pengetahuan tanpa amalan akan menyebabkan berrdasarkan tahap pengalaman mengajar. Kajian
implikasi yang dikehendaki tidak tercapai. Shamsudin mendapati guru-guru yang mempunyai pengalaman
(2002) menyatakan elemen penting dalam perancangan mengajar yang lama (lebih dari 8 tahun) mempunyai
dan pelarasan adalah kebolehan untuk mengkoordinasi kemahiran kolaborasi yang baik berbanding guru-guru
tugas, aktiviti dan sebaran maklumat dengan baik yang mempunyai tahap pengalaman mengajar yang
disamping pembahagian tugas yang adil dan seimbang. sedikit. Ia menunjukkan pengalaman mengajar guru
Melalui kajian yang dijalankan mendapati memberikan impak positif terhadap kemahiran
kemahiran kolaborasi antara guru aliran perdana dan kolaborasi. Pada pandangan penyelidik, guru-guru yang
guru pendidikan khas dalam pelaksanaan pendidikan berpengalaman lama dalam mengajar telah mempunyai
inklusif berada pada tahap sederhana tinggi (min=3.47; kemahiran dalam menguruskan murid-murid di dalam
s.p.=0.56). Ia menunjukkan guru, guru mempunyai kelas. Kemahiran kolaborasi berjalan seiring dengan
492 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

pengalaman sedia ada yang dimiliki. Ia menyokong RUMUSAN


pendapat yang diutarakan oleh Karim Shabani et al. IMPLIKASI KAJIAN
(2010) dimana guru akan lebih bersedia melaksanakan Hasil kajian telah memberikan implikasi terhadap
pengajaran dan pembelajaran apabila memperoleh kerangka konseptual kajian. Dari segi kemahiran
maklumat atau pengetahuan mengenai subjek yang di kolaborasi merupakan aspek yang perlu diambil tahu
ajar serta murid-murid mereka. oleh guru-guru sebelum menjalankan proses kolaborasi.
Kajian juga mendapati tidak terdapat perbezaan Pengetahuan pendidik terhadap pendidikan inklusif yang
yang signifikan antara kemahiran kolaborasi guru bersifat integrasi telah mempengaruhi amalan inklusif
berdasarkan aliran. Ia menunjukkan guru-guru aliran yang memerlukan lebih dari sekadar kerjasama di dalam
perdana dan pendidikan khas mempunyai kemahiran pengajaran. Implikasi teori dapat dilihat melalui
dalam menjalankan kolaborasi. Guru aliran perdana dan perspektif Brofenbrenner yang mementingkan interaksi
pendidikan khas mampu untuk mencapai persefahaman sebagai medium perkembangan manusia. Fenomena
dalam kolaborasi pengajaran, namun perlu kesan daripada interaksi sosial ini memperlihatkan tahap
mempertingkatkan amalan kolaborasi itu sendiri. kolaborasi yang dicapai oleh guru-guru dalam
pelaksanaan pendidikan inklusif. Amalan inklusif
TAHAP KOLABORASI GURU berdasarkan teori Brofenbrenner menuntut kepada
Tahap kolaborasi guru diperinci dengan interpretasi interaksi secara kolaboratif antara guru aliran perdana
jadual skor min berikut: dan guru pendidikan khas bagi membantu murid
Jadual 4 Skor min tahap kolaborasi guru bekeperluan khas menempatkan diri dengan baik di
Item Min S.P. Interpretasi dalam kelas inklusif. Guru-guru juga perlu akur akan
peranan yang dimainkan dan memberikan sepenuh
Matlamat Sederhana komitmen terhadap pendidikan murid. Para guru perlu
2.78 0.31
Rendah meningkatkan amalan dalam kolaborasi bagi mencapai
Peranan Sederhana matlamat PPPM 2013-2025, iaitu meningkat bilangan
2.70 0.44
Rendah peratusan murid-murid bekeperluan khas mengikuti
Komunikasi Sederhana kelas inklusif sebanyak 75% menjelang 2025 (KPM,
2.63 0.49
Rendah 2012).
Keputusan Sederhana
2.82 0.24
Rendah CADANGAN KAJIAN LANJUTAN
Keseluruhan Sederhana Kajian lanjutan terhadap kolaborasi yang berlangsung di
2.73 0.37
Rendah dalam sesebuah sekolah dalam pelaksanaan pendidikan
inklusif perlu dijalankan . Konsep pendidikan inklusif itu
Dapatan ini menunjukkan bahawa secara sendiri menuntun kepada kolaborasi pelbagai pihak bagi
keseluruhan, guru-guru dalam daerah Rembau dan menjayakannya. Strategi yang digunapakai oleh
Seremban di Negeri Sembilan hanya mencapai tahap sesebuah sekolah yang mempunyai tahap kolaborasi
kerjasama di dalam menjalankan pendidikan inklusif. yang tinggi dapat dijadikan sebagai panduan bagi
Kesemua guru tahu akan peranan yang perlu dimainkan mencapai dan merealisasikan matlamat PPPM 2013-
oleh mereka, namun jarang mengaplikasikan peranan 2025. Kajian mengenai hubungan kemahiran kolaborasi
tersebut. Guru-guru juga menggunakan komunikasi guru dan impak pencapaian murid juga wajar dijadikan
formal dalam bekerjasama dan berurusan pada keperluan sebagai kajian lanjutan bagi mengetengahkan kaedah
murid sahaja. Komunikasi yang berjalan adalah secara kolaborasi bekesan dalam pendidikan di Malaysia.
berkala mengikut keperluan. Oleh kerana itu, guru-guru
akan membuat keputusan sendiri jika tidak dapat
KESIMPULAN
bertemu bagi sesi perbincangan. Hal ini menunjukkan Kajian ini adalah usaha untuk menilai tahap kolaborasi
guru-guru boleh melaksanakan kerjasama yang baik dan kemahiran kolaborasi guru dalam melaksanakan
namun kerjasama tersebut akan tergugat dengan pendidikan inklusif. Kajian ini penting kerana konsep
kekangan yang di alami. Guru seharusnya mempunyai pendidikan inklusif memerlukan bantuan dan sokongan
kemahiran yang tinggi dalam pengajaran bersama kerana dari pelbagai pihak dalam menjayakannya. Guru pula
asas kepada keberkesanan kolaborasi berlaku merupakan memainkan peranan utama dalam menentukan
proses interaktif yang menghimpunkan pelbagai idea implementasi polisi pendidikan dapat dijalankan.
daripada dua atau lebih individu (Idol, Nevin dan Sesuatu polisi menjadi gagal jika kurang perhatian
Paolucci Whitcomb 1994). Aspek-aspek kemahiran diberikan kepada pelaksana akan kemahiran dan
kolaborasi perlu di kuasai bagi tahap pengusaan kesediaan yang dimiliki. Secara Keseluruhan kajian
kolaborasi yang tinggi. kolaborasi guru dalam pelaksanaan pendidikan inklusif
mendapati kolaborasi yang berlaku antara guru arus
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 493
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

perdana dan guru pendidikan khas masih memerlukan Karim Shabani, Mohamad Khatib, Saman Ebadi. 2010.
penambahbaikan. Vygotsky's Zone of Proximal
Development: Instructional Implications and
RUJUKAN Teachers' Professional Development. Canadian
Centre of Science Education Vol 3 No 4
Awal Mohammad Al Hassan. 2014. Implementation of Kementerian Pelajaran Malaysia. 2013. Garisan
Inclusive Education in Ghanian Panduan Program Pendidikan Inklusif.
Primary School: A Look at Teachers Attitudes. Kementerian Pelajaran Malaysia. 2013. Peraturan-
American Journal of Education Research Vol.2 Peraturan Pendidikan (Pendidikan Khas)
No.3: 142-148 Koo, A. C. 2008. Factors affecting teachers perceived
Abdul Rahim Hamdan, Muhamad Khairul Amer Hussin. readiness for online collaborative
2013. Persepsi Guru Aliran learning: A case study in Malaysia. Educational
Perdana Terhadap Inklusif. 2nd International Technology & Society, 11 (1): 266-278.
Seminar on Quality and Affordable Education: Laporan Awal Pelan Pembangunan Pendidikan Malaysia
265-270 2013-2025. Kementerian Pelajaran
Chua Yan Piaw : Kaedah Penyelidikan Edisi Kedua Malaysia.
2011, Mc Graw Hill Education Lay Wah Lee, Hui Min Low. 2014. The Evolution of
D. Konza. 2008. Inclusion of students with disabilities in Special Education in Malaysia. British
new times: responding to the Journal of Special Education Vol.4 No.1 : 42-
challenge. University of Wollongong. 58.
Fullan M. 1993. Why Teacher Must Become Change Malian Ida. 2010. Co-Teaching Beliefs to Support
Agents. Educational Leadership Vol. 50 No. 6. Inclusive Education: Survey of Relationships
Garis Panduan Program Pendidikan Inklusif. 2013. between General and Special Educators in
Kementerian Pendidikan Malaysia. Inclusive Classes. Electronic Journal for
Gibson S., Dembo M. H. 1984. Teacher efficacy: A Inclusive Education Vol 2 No. 6.
construct validation. Journal of Mohd Izham Mohd Hamzah, Noraini Attan. 2007. Tahap
Educational Psychology, 76(4), 569-582. Kesediaan Guru Sains dalam Penggunaan
Hasnah Toran, Mohd Hanafi Mohd Yasin, Mohd Teknologi Maklumat Berasaskan Komputer
Mokhtar Tahar, Noraini Salleh. 2010.Tahap dalam proses Pengajaran dan pembelajaran.
Latihan, Pengetahuan dan Keyakinan Guru- Jurnal teknologi 46(E): 45-60.
guru Pendidikan Khas tentang Autisme. Jurnal Mohd Najib Ghaffar. 1998. Penyelidikan Pendidikan.
Pendidikan Malaysia 35(1): 19-26. Universiti Teknologi Malaysia. Skudai
Hayes, J. A., Baylot Casey, L., Williamson, R., Black, Morfidi E., Samaras Anastasia. 2015. Examining Greek
T., & Winsor, D. 2013. Educators Special Education Teachers
readiness to teach children with autism Individual an collaborative Teaching
spectrum disorder in an inclusive classroom. Experiences. Teacher Education and special
The Researcher, 25(1), 67-78. Education Vol 38(4): 347-363
In Hoy, W.K. & Woolfolk, A.E. 1993. Teachers sense Muhammad Suhaimi Taat, Mohd Yusof Abdullah,
of efficiency and the organizational Baharom Mohamad, Roslee Talip, Abdul Said
health of schools. The Elementary School Ambotang, Shukri Zain. 2013. Kesediaan guru
Journal 93, 356-372. Berubah. Utusan Borneo. 29
Jerry W.Whitworth. 1999. A Model for Inclusive Teacher
May 2013.
Preparation. Electronic Journal for
Inclusive Education Vol. 1 No. 2 Mok Soon Sang. 2007. Ilmu Pendidikan Untuk Kursus
JF. Hay, J. Smit, M.Paulson. 2001. Teacher Perguruan Lepasan Ijazah (KPLI). 3rd. ed
Preparedness for Inclusive Education. South Kuala Lumpur: Kumpulan Budiman
African Journal of Education 21 (4). Naraian S. 2010. Refiguring Professional Identity in a
Kavale K. A. 2000. History, Rhetoric, and Reality. Collaboratively Taught Classroom. Teaching
Remedial and Special Education, and Teacher Education 26: 1677-1686
21(5), 279 Nor Husna Habsirun dan Safani Bari. 2013. Kesediaan
Kavale, K.A. 2002. Mainstreaming to Full Inclusion: guru aliran perdana dalam melaksanakan
From Orthogenesis to Pathogenesis of anidea. program pendidikan inklusif untuk murid
Exceptional Children 54:403-414. bermasalah pembelajaran. Buku Prosiding:
Seminar International Pasca Siswazah
Pendidikan Khas UKM- UPI-SEMEO SEN Siri
4/2004 :259-267.
494 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Obiakor F., Harris M., Mutua K., Rotatori A., Allgozma Proceeding of International Conference on
B. 2012. Making Inclusion Work in General Special Education : 673-683
Education. Education and Treatment of Supiah Saad. 2000. Komitmen dan Peranan Guru dalam
Children 35 (3) : 477-490 Pelaksanaan Pendekatan Pendidikan Inklusif di
Ornstein A.C., Hunkin F.P. 1998. Curriculum, alaysia.
foundation, principles and issues. Boston: Allyn Tai Chok Hau. 2013. Persepsi terhadap pendidikan
and Bacon. inklusif di Malaysia. Buku Prosiding: Seminar
R., Huberman A. 1973. Solving Educational Problems. International Pasca Siswazah Pendidikan Khas
Praegar Publisher, A Division of UKM- UPI-SEMEO SEN Siri 4/2004 :298-309.
Holt, Rinehart and Winston, CBS, Inc. New Wallace, M.J. 1991. Training Foreign Language
York. Teachers: A Reflective Approach. Cambridge:
Snyder, R.F. 1999. Inclusion: A Qualitative Study of In- CUP
service General Education Teachers Wearmouth J, Edwards G & Richmond R 2000.
Attitudesand Concerns. Education 120 (1):173. Teachers' professional development to support
Suriani Ripin, Mohd Hanafi Mohd Yasin dan Mohd inclusive practices. Journal of In-service
Mohktar Tahar. 2013. Persepsi dan penglibatan Education, 26:37-48.
pentadbir, guru, dan pembantu pengurusan Wong Chin Ho, Rosadah Abdul Majid, Mohd Hanafi
murid terhadap program pendidikan inklusif. Mohd Yasin dan Mohd Mohktar Tahar. 2013.
Buku Prosiding: Seminar International Pasca Perlaksanaan program pendidikan
Siswazah Pendidikan Khas UKM- UPI-SEMEO inklusif:tahap keperihatinan pentadbir dan guru
SEN Siri 4/2004 :268-275. di sekolah. Buku Prosiding: Seminar
Sheehy K., Nind M., Rix J., Simmons K. 2005. Ethics International Pasca Siswazah Pendidikan Khas
and Research in Inclusive Education: UKM- UPI-SEMEO SEN Siri 4/2004 :276-284
Values into Practice. London: Routledge Zalizan Mohd Jelas. 2009. Pendidikan Inklusif dan
Falmer. Pelajar Berkeperluan Khas. Syarahan Perdana
UKM
Supiah Saad, Haniz Ibrahim, Nordina Nayan. 2013. Zalizan Mohd Jelas. 2000. Perception of Inclusive
Towards Holistic Inclusion In Malaysia: Practise: The Malaysian
Knowledge of Special Educational Needs Perspective.Educational review 52(2): 187-19
Among in-service distant Learning Students.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

ACCEPTANCE OF STUDENTS WITH DISABILITIES AT WORK FOR


INDUSTRIAL TRAINING
(Penerimaan Majikan Terhadap Kehadiran Pelajar Kurang Upaya Dalam Menjalani Latihan Industri)

Nor Asfarul Lail Azwan Harisa, Ardzulyna Analb, Aznan Che Ahmadc
a
Kolej Komuniti Selayang, Selangor, Malaysia.
b
Universiti Pendidikan Sultan Idris, Perak, Malaysia.
c
Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang, Malaysia.
e-mail : asfarul@yahoo.com

Abstrak : Kajian ini adalah merupakan sebuah kajian yang berbentuk kualitatif yang bertujuan untuk
mengenal pasti cabaran dan penerimaan yang dihadapi oleh pihak majikan yang mengambil pelajar masalah
pendengaran dan masalah pembelajaran daripada Kolej Komuniti dalam jurusan Sijil Kemahiran Khas Asas
Kulinari untuk menjalani latihan industri selama empat bulan di perusahaan mereka. Data bagi kajian ini telah
dikumpul melalui kaedah temu bual separa berstruktur. Keempat-empat responden dalam kajian ini merupakan
majikan yang telah membuka perusahaan mereka lebih daripada lima (5) tahun. Dapatan kajian menunjukkan
bahawa terdapat pelbagai cabaran dan penerimaan daripada pihak majikan yang telah dikenal pasti oleh para
pengkaji. Terdapat pihak majikan yang telah bersedia dan boleh menerima baik kehadiran pelajar kurang upaya
ini untuk bekerja di perusahaan mereka manakala terdapat juga daripada pihak majikan yang berasa tertekan
pada peringkat awal apabila menerima kehadiran para pelajar ini untuk bekerja di syarikat perusahaan mereka.
Ini disebabkan ciri-ciri pelajar kurang upaya yang dianggap adalah sesuatu yang baharu pada mereka, cara
komunikasi, tidak pasti dengan tahap keupayaan dan kebolehan mereka serta tiada pengalaman langsung
mengendalikan pekerja daripada golongan Orang Kurang Upaya (OKU) menjadikan para responden ini tidak
bersedia untuk menerima pelajar berkeperluan khas ini. Namun, hasil kajian mendapati berkat sokongan ibu
bapa dan ahli keluarga, sokongan rakan sekerja serta peluang dan ruang yang diberikan oleh pihak majikan
sendiri membolehkan para pelajar kurang upaya daripada Kolej Komuniti ini dapat melaksanakan tugasan yang
diberikan dengan baik serta telah ditawarkan peluang bekerja oleh pihak majikan untuk terus bekerja di
syarikat mereka.
Kata Kunci: Pelajar kurang upaya, Kolej Komuniti, Latihan Industri, Majikan

Abstract : This research is a qualitative research to identify challenges and acceptance gone through by
employers accepting students with disabilities in learning and deaf & mute from Community College
Certificate in Basic Culinary to practice industrial training, duration of four months. Data for the research has
been collected through the medium of interview with some of the employers involved. Four respondents who
reacted to this interview are those who have opened their own food manufacturing companies with more than
five years vast experiences. The outcome of the research noticed that the employers having tough challenges to
accept students with disabilities. The research noted that there are employers who accept students with
disabilities and vice versa. The employers who accept, sometimes go through few difficulties handling the
students. Factors contributing to these are such as the arrival of students with disabilities may sound new to
employers, difficulties in communicating, employers not sure with the students abilities and lack of experience
hiring workers with disabilities. Nevertheless, the outcome of research with supports from parents, family
members, colleagues and my own employer to give confidence to Community College students with abilities to
undertake responsibilities given with great capabilities and were offered with job opportunities by employers.
Keywords: Student with disabilities, Community College, Industrial Training, Employer

PENDAHULUAN Akta OKU 2008, dalam Bab 1, Fasa 29 (1) ada


Kerjaya adalah penting dalam menjamin menyatakan bahawa:
kesejahteraan dan kualiti hidup yang lebih baik bagi
seseorang individu termasuklah golongan Orang Orang kurang upaya hendaklah mempunyai hak untuk
Kurang Upaya (OKU). Berdasarkan kepada Akta Orang akses kepada pekerjaan atas asas kesetaraan dengan
Kurang Upaya (OKU) 2008 yang telah diwartakan pada orang upaya.
24 Januari 2008 dan dikuatkuasakan pada 7 Julai 2008,
kerajaan Malaysia telah menggubal dasar agar golongan Bagi menggalakkan penyertaan golongan OKU
istimewa ini tidak ketinggalan dan terus dipinggirkan ke dalam bidang pekerjaan, pelbagai kemudahan dan
dalam bidang pekerjaan dengan adanya Pekeliling keistimewaan yang disediakan oleh Jabatan
Perkhidmatan Bilangan 3 Tahun 2008 yang Pembangunan Orang Kurang Upaya antaranya bantuan
menekankan kuota 1% peluang pekerjaan di sektor kewangan melalui pemberian Elaun Pekerja Cacat
awam dan sektor swasta bagi golongan OKU melalui (EPC). Berdasarkan Jabatan Pembangunan Orang
Kurang Upaya, Jabatan Kebajikan Masyarakat (2015),

495
496 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

bantuan kewangan melalui pemberian Elaun Pekerja Industri selama empat bulan. Dalam pengajian kursus
Cacat (EPC) merupakan antara insentif pihak kerajaan bidang Asas Kulinari ini, para pelajar akan diberikan
kepada pekerja OKU untuk menggalakkan OKU pendedahan untuk menguasai kemahiran secara hands-
bekerja, hidup berdikari dan menjadi ahli masyarakat on seperti Asas Masakan Barat, Asas Masakan
yang produktif. Melalui insentif ini, diharapkan Malaysia, Asas Pastri dan Asas Kuih Muih Tempatan
pendapatan yang diperoleh bukan sahaja dapat mengikut standard di industri. Latihan Industri
membantu memenuhi keperluan asas kehidupan merupakan satu kemuncak persediaan para pelajar ke
golongan OKU ini malahan meningkatkan taraf hidup arah pekerjaan melalui pendedahan kepada para pelajar
golongan OKU dalam masyarakat. ini tentang persekitaran kerja yang sebenar. Latihan
Walaupun pelbagai insentif yang diberikan oleh Industri juga memberi peluang kepada para pelajar ini
pihak kerajaan untuk golongan OKU di negara ini untuk menghubungkaitkan teori dan amali yang telah
termasuklah penguatkuasaan Akta OKU (2008), namun mereka pelajari semasa pengajian di kolej (JPKK,
ianya masih belum mencukupi dan menunjukkan 2015).
keberhasilan yang lebih baik untuk membolehkan
golongan ini terus mendapat penempatan kerjaya yang METODOLOGI KAJIAN
lebih baik. Malahan dengan situasi ekonomi dan Kajian ini merupakan sebuah kajian kes yang
kehendak industri hari ini memerlukan golongan OKU menggunakan pendekatan kualitatif. Temu bual
ini bersaing dengan golongan tipikal lain untuk bersemuka yang menggunakan soalan temu bual separa
mendapatkan peluang pekerjaan. Sikap segelintir struktur dilaksanakan untuk mengumpul data bagi
masyarakat yang hanya memandang rendah terhadap kajian ini. Pendekatan pemilihan responden jenis
kebolehan dan potensi yang ada pada golongan OKU pensampelan bertujuan iaitu empat (4) orang majikan
ini telah menyekat penyertaan mereka untuk bersama- yang telah menerima para pelajar OKU daripada Kolej
sama menyumbang kepada produktiviti negara. Justeru, Komuniti untuk menjalani latihan industri di
sokongan dan kerjasama yang baik daripada setiap perusahaan mereka selama tempoh empat (4) bulan
lapisan masyarakat terutamanya pihak majikan terhadap digunakan dalam kajian ini. Para pelajar yang terlibat
golongan OKU ini amatlah menjadi keutamaan dalam terdiri daripada dua (2) orang pelajar bermasalah
melahirkan masyarakat yang penyayang. pendengaran dan dua (2) orang pelajar bermasalah
pembelajaran. Lokasi serta perusahaan untuk menjalani
Aliza (2014) mendapati kriteria minimum untuk Latihan Industri ini adalah ditentukan sendiri oleh para
sektor pekerjaan di Malaysia hari ini adalah pekerja pelajar setelah berbincang dengan ibu bapa masing-
mesti mempunyai pengalaman kerja, tahap pendidikan masing. Selain itu, kriteria pemilihan majikan sebagai
dan sijil kemahiran yang diiktiraf. Oleh itu, selaras responden juga adalah berdasarkan kepada surat
dengan konsep Education for All (EFA) serta maklum balas penerimaan oleh majikan yang bersetuju
memenuhi hasrat negara iaitu menghasilkan tenaga untuk mengambil para pelajar ini untuk menjalani
kerja berpengetahuan, terlatih dan berketerampilan latihan industri di perusahaan mereka.
menjelang 2020, Kolej Komuniti telah mengambil
langkah menyediakan akses yang lebih luas kepada HASIL KAJIAN
semua lapisan masyarakat termasuklah kepada pelajar Persepsi Awal Majikan terhadap Pelajar OKU Kolej
berkeperluan khas bagi menyediakan mereka terus Komuniti
laluan ke kerjaya (JPKK, 2012). Melalui Penawaran Hasil temu bual berkaitan latar belakang dan
program Sijil Kemahiran Khas kepada pelajar OKU ini pengalaman majikan mendapati daripada empat (4)
telah memberikan akses pendidikan dan kesamarataan responden tersebut hanya seorang (1) responden sahaja
peluang pendidikan kepada para pelajar ini untuk terus yang pernah mengambil pekerja OKU untuk bekerja di
mempelajari bidang kemahiran agar mereka mampu perusahaan mereka sebelum ini. Menurut responden ini
memperoleh kerjaya dan hidup berdikari tanpa pihaknya mempunyai pengalaman yang banyak dan
mengharapkan bantuan orang lain. tidak ada masalah untuk menerima pelajar OKU bekerja
Kolej Komuniti Selayang merupakan satu- berikutan daripada pengalaman hidup majikan ini yang
satunya antara Kolej Komuniti yang menawarkan mempunyai ahli keluarga daripada golongan OKU.
program Sijil Kemahiran Khas yang menawarkan Beliau akan sentiasa membuka peluang dan ruang
kursus bidang Asas Kulinari kepada pelajar OKU kepada para pelajar OKU yang berminat untuk bekerja
masalah pendengaran selain daripada pelajar dengan mereka. Bagi responden ini
bermasalah pembelajaran. Mengikut struktur pengajian
kursus ini, bagi melayakkan pelajar mendapat Sijil yang paling penting sebenarnya majikan kena faham
Kemahiran Khas dan sijil tamat pengajian, pelajar tentang cara dan ciri-ciri OKU macam ni.
hendaklah menamatkan pengajian dalam semua kursus
Modul Teras dan Modul Pengajian Am selama empat Apabila disoal pula mengenai penerimaan tiga
(4) semester. Pada semester akhir iaitu semester lima (3) responden lain, kebanyakan mereka memaklumkan
(5), pelajar yang telah menamatkan semua kursus dalam bahawa mereka bersetuju mengambil pelajar OKU ini
modul tersebut akan layak untuk mengikuti Latihan menjalani Latihan Industri atas dasar kenalan daripada
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 497
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

ibu bapa dan ahli keluarga dan permohonan sendiri Memang, bukan senang. Kebetulan bila masa
daripada ibu bapa pelajar OKU tersebut. Salah seorang production kita kena keluarkan banyak, saya kena
daripada tiga (3) responden ini menyatakan mengakui: hadapi dia dengan macam-macam keadaan. Jadi bila
kita nak jadi tak jadi laju. Inilah jadi terganggu lah.
Dia dapat kerja dekat sini melalui ibu bapa dia
sebab saya kenal ibu bapa dia. So, as a respect ibu Bagi saya mereka tiada minat berniaga sebab tu saya
bapa diasaya cuba bagi peluang dan ambil dia. tak letak dekat bahagian yang melibatkan pelanggan.
Kalau kerja, diaorang boleh buat semua kerja yang kita
Hasil temu bual juga mendapati kebanyakan arahkan even boleh buat macam-macam kerja yang
ketiga-tiga responden tersebut tidak mempunyai lain juga. Tapikena diberi pengawasan. Apa yang
sebarang pengalaman dengan pekerja OKU malahan saya nak puji, macam kedatangan dan etika kerja
tidak mempunyai pengetahuan mendalam tentang ciri- memang tak ada masalah.
ciri pelajar pendengaran atau pelajar kategori
bermasalah pendengaran. Mereka berpendapat bahawa Jelas responden kepada pelajar bermasalah
para pelajar bermasalah pendengaran ini pekak, bisu pendengaran ini.
yang tidak boleh mendengar dan bertutur langsung.
Responden yang ini menyatakan Cabaran terhadap kehadiran Pelajar OKU dalam
Perusahaan Majikan
firstly, saya fikir macam mana nak bercakap
dengan dialahkita nak bagi arahan dia tak dengar Memahami Ciri-Ciri dan karektor Pelajar OKU
pulak. Tapi kalau peluang tak diberi macam mana Berdasarkan temu bual mendalam yang
nak bagi pengalaman. dijalankan ke atas empat (4) responden yang terlibat
menunjukkan bahawa pengalaman serta kesedaran
Manakala bagi pelajar bermasalah pembelajaran, majikan dalam memahami ciri-ciri keperluan khas
mereka menganggap pelajar ini adalah pelajar yang individu kurang upaya itu amat penting. Seperti salah
lembam, kurang keupayaan mental dan kognitif yang seorang responden ini mengakui pengalaman
baik berbanding orang tipikal lain. menguruskan ahli keluarga yang berkeperluan khas
membolehkan dia memahami ciri-ciri individu OKU
Penerimaan Majikan terhadap Pelajar Kurang serta cara mengendalikan pekerja OKU. Kehadiran
Upaya Yang Sedang Menjalani Latihan Industri pekerja OKU tidak menjadi sebahagian daripada
Setelah hampir empat (4) bulan dan bakal cabaran dan tekanan kepadanya.
menamatkan Latihan Industri, pengkaji telah bertemu Baginya majikan perlu mempunyai kesabaran
para responden bual untuk bertanyakan mengenai tinggi dan bersedia dengan mengenali tingkah laku dan
penerimaan para responden terhadap pelajar-pelajar karektor individu OKU ini. Dua (2) responden yang lain
OKU ini. Pelbagai persepsi yang ditonjolkan dan pula menyatakan bahawa mereka tidak mengetahui
dikongsikan oleh pihak majikan baik daripada sudut dengan lebih mendalam mengenai ciri-ciri pelajar
positif dan negatif. Salah seorang responden wanita ini bermasalah pembelajaran tetapi setelah empat (4) bulan
melahirkan rasa terkejut dan tidak menyangka bahawa bersama pelajar ini, beliau mengakui lebih memahami
pelajar bermasalah pembelajaran ini mempunyai ciri-ciri yang ada pada pelajar bermasalah
potensi dan etika kerja yang lebih baik jika pembelajaran.
dibandingkan dengan pekerjanya yang lain. Menurut
beliau Saya dah lalui pengalaman dengan pekerja
beginisaya fikir patut lah majikan lain tak nak dia.
Dia ni very good attitude . Saya tak rasa dia patut Tapi dari segi fizikal yang lain semua normal
ada kad OKU. Malahan kerja dia lebih cepat daripada rasanyatapi bila dah bersama lama dengan dia baru
saya. Kat sini dia kerja ambil order, everything dia saya faham. Satu lagi, kita terima kalau dia ada
boleh buat itu dia nak buat ini. Customer semua suka masalah kesihatan, dia kerap ambil cuti sebab ada
dengan dia. appointment di hospital.
Berbeza pula dengan responden ini yang
meluahkan Masalah Komunikasi dan Sosial Pelajar OKU
Mengenai isu komunikasi pula, responden yang
kalau nak compare dengan pekerja normal punya mengambil pekerja bermasalah pendengaran
perform tu memang berbeza lah. Kita pun tahu dia ni menyatakan bahawa isu komunikasi dan sosialisasi
macam mana. tidak menjadi masalah kepadanya kerana kedua-dua
Menurut responden lain pula majikan yang pekerja OKU tersebut mempunyai tahap pendengaran
mengambil pelajar atau pekerja OKU yang mempunyai yang berbeza. Yang sorang tu boleh cakap sikit-sikit
masalah pembelajaran ini perlu banyak bersabar dan dan boleh baca gerak bibir kita. Rentetan daripada
bersedia menghadapi sebarang cabaran daripada segi itu responden memaklumkan segala arahan majikan
sikap dan tingkah laku pelajar OKU itu. perlu disampaikan dengan jelas dan diberikan tunjuk
ajar satu persatu. Bagi dua (2) responden yang
498 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

mengambil pelajar bermasalah pembelajaran pula


mengakui daripada pelajar tersebut tidak ada masalah dari segi komunikasi kalau duduk kat kaunter
daripada segi komunikasi dan hubungan dengan rakan informasi diaorang cukup bagus dan pandai layan
sekerja. Malahan mereka boleh bekerjasama dengan pelanggan tapi bila suruh buat kerja dapur, dia banyak
pekerja tipikal yang lain untuk melakukan sesuatu kerja. sembang dan tak fokus. Saya kena selalu tegur dan
Responden ini berkongsi pandangan pantau dia.

dia boleh bersosial tapi kena support lah. Kita kena Manakala responden yang telah mengambil pelajar
bagi masa dia punya confidentlah. bermasalah pendengaran ini memberi komen

Keyakinan Majikan terhadap Potensi Pelajar OKU dari segi kekemasan memang diorang bagus. Bagus
Disoal berkenaan tahap keyakinan mereka dari segi kemahiran cumanya lemah dari segi belajar,
terhadap para pelajar OKU ini dalam mengendalikan menulis dan mereka ni tiada minat belajar berniaga.
perusahaan apabila ketiadaan majikan. Dua (2)
responden ini menjelaskan bahawa mereka masih belum KESIMPULAN DAN CADANGAN
berkeyakinan untuk mendedahkan pelajar ini kepada Kesimpulan
kerja yang melibatkan seperti pengiraan kos dan Menurut Wehman (2013) dan Aliza (2013),
pengendalian mesin-mesin berteknologi tinggi. latihan kerjaya yang memberikan pengalaman kerjaya
Responden yang lain juga memaklumkan dalam persekitaran realiti sesuatu pekerjaan lebih
bahawa mereka memerlukan masa untuk melatih banyak membantu kepada pelajar OKU untuk
pelajar-pelajar OKU tersebut agar mereka lebih rasa berhadapan dalam cabaran dan situasi pekerjaan sebenar
yakin untuk mengendalikan kerja-kerja yang kelak. Kita semua harus sedar bahawa tidak semua
melibatkan pengiraan dan pengurusan kewangan. Ada daripada mereka ini mempunyai latar belakang
di kalangan mereka berpandangan majikan perlu akademik yang baik dan berkebolehan untuk
memberikan seorang penyelia untuk melatih pelajar menyesuaikan diri dalam persekitaran kerjaya dan
OKU ini untuk melakukan kerja-kerja yang rumit dalam kehidupan bermasyarakat dengan mudah.
tempoh masa yang sesuai sehingga dapat menguasai Berdasarkan Luft (2014), dua elemen utama
skop kerja dengan baik. yang perlu diberi tumpuan dalam program transisi ke
kerjaya pelajar OKU iaitu latihan kerjaya yang
Arahan Kerja dan Tugasan mendedahkan kepada satu kemahiran kerjaya yang
Mengenai arahan kerja, semua responden spesifik dan persediaan pendidikan yang mengajarkan
bersetuju bahawa pelajar-pelajar OKU memerlukan pengurusan kehidupan berdikari dan kemahiran
arahan yang diberikan secara berulang-ulang serta keusahawanan. Selain itu, seseorang pelajar OKU
tunjuk cara satu persatu bagi membolehkan pelajar ini memerlukan kemahiran berkaitan pekerjaan seperti
menghasilkan kualiti kerja yang lebih baik. Responden kemahiran mencari pekerjaan, cara menyesuaikan diri,
ini menyatakan kemahiran esteem kendiri yang tinggi serta kemahiran
interpersonal dan sosialisasi dan kemahiran ke arah
kita perlu tengok betul-betul. Bagi yang simple job kehidupan berdikari seperti pengurusan kewangan,
dulu then tengok sampai dia boleh buat. pengurusan diri.
Selain itu, Luft dan Huff (2011) pula
Bagi responden kepada pelajar bermasalah pendengaran berpendapat bahawa kualiti peribadi dan penampilan
pula ini menyatakan sikap yang positif juga amat penting untuk
membolehkan mereka diterima baik oleh pihak majikan.
diaorang ni dengar arahan. Diaorang akan buat apa Hasil kajian Luckner dan Sebald (2013) mendapati
yang kita tunjuk. Sebab tu saya letakkan penyelia untuk kelemahan dalam komunikasi dan sosial, kawalan emosi
memantau. dan tingkah laku yang baik serta keyakinan diri yang
rendah ini boleh menyumbang kepada faktor-faktor
Kemahiran Kebolehkerjaan Pelajar OKU yang menyebabkan para pelajar ini sukar menjalani
Apabila bertanyakan mengenai kemahiran kehidupan berdikari dan menjejaskan peluang mendapat
kebolehkerjaan dan kelayakan bagi membolehkan pekerjaan.
mereka diberikan gaji, semua majikan memberikan Oleh demikian, menerusi Program Sijil
pandangan tersendiri. Bagi para responden yang pelajar Kemahiran Khas Kulinari di Kolej Komuniti ini telah
OKU yang mempunyai masalah daripada segi kurang membuktikan bahawa melalui perancangan dan
tumpuan ini, mereka memerlukan seorang (1) penyelia pelaksanaan pendekatan pembelajaran berasaskan
yang dapat memantau dan membantu memberikan kerjaya ini telah berjaya menempatkan pelajar-pelajar
latihan mengenai skop kerja, cara mengendalikan lulusan sijil berkenaan telah mendapatkan pekerjaan
mesin-mesin, diberikan pendedahan kepada dalam bidang yang mereka pelajari. Selain itu,
kepelbagaian kerja yang berlainan situasi. Bagi sokongan dalam kalangan para majikan yang terus
responden ini pula berpendapat memberikan peluang dan ruang kepada pelajar OKU ini
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 499
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

untuk menjalani latihan industri serta bersedia untuk Pelaksanaan Program Pengajian Kolej Komuniti
terus mengambil mereka bekerja di dalam perusahaan Kementerian Pendidikan Malaysia.
mereka sebaik sahaja selepas latihan industri, amatlah Jabatan Pendidikan Kolej Komuniti, Kementerian
dikagumi dan patut dijadikan contoh oleh para majikan Pendidikan Malaysia. (2015). Koleksi Informasi
lain. Terkini Kolej Komuniti, Pengajian Kolej
Komuniti Kementerian Pendidikan Malaysia.
Cadangan Jabatan Pembangunan Orang Kurang Upaya. (2015).
Daripada beberapa dapatan di atas, beberapa Kemudahan dan Keistimewaan Bagi Orang
perkara dapat dijadikan garis panduan dan Kurang Upaya. Dimuat turun daripada
penambahbaikan kepada semua pihak. Pertamanya, para http://jkm.gov.my.
pendidik yang terlibat mengajar pelajar berkeperluan Luft, P. (2014). A national survey of transition services
khas di sekolah perlu memastikan segala aktiviti dalam for deaf and hard of hearing students. Career
program transisi ke kerjaya perlulah terarah kepada Development and Transition for Exceptional
kemahiran yang bersesuaian dengan minat dan Individuals, 37, 177-192. doi:
kebolehan pelajar. Selain itu, kemahiran yang diajar 101177/2165143412469400
kepada para pelajar ini mestilah mengambil kira kepada Luft, P., Huff, K. (2011). How prepared are transition-
permintaan keperluan industri kerjaya hari ini dan age deaf and hard of hearing students for adult
penempatan kerjaya juga hendaklah relevan dengan living? Results of the transition competence
bidang kemahiran yang dikuasai oleh para pelajar battery American annals of the deaf. American
tersebut. Annals Of The Deaf, 155(5), 569-579.
Luckner, John L; Sebald, Ann M. (2013). Promoting
BIBLIOGRAFI self-determination of students who are deaf or
Akta Orang Kurang Upaya. (2008). Akta 685. Undang- hard of hearing, American Annals of the Deaf
undang Malaysia. Kuala Lumpur: Percetakan 158.3, 377-86.
Nasional Malaysia Berhad. Pekeliling Perkhidmatan Bilangan 3 Tahun 2008.
Alias, A. (2014). Transition program: The challenges Pelaksanaan dasar satu peratus pekerjaan
faced by special needs students in gaining work dalam perkhidmatan awam kepada orang kurang
experience. International Education Studies. upaya. JPA(S)256/6/6 Klt.8(6). Kerajaan
7(13):192-196. Malaysia: Kuala Lumpur.
Aliza Alias. (2013). The issues in implementing Wehman, P., (2013). Transition from school to work:
transition program for special needs students. where are we and where do we need to go?
Asian Social Science . 9(16):9-14. Career Development and Transition for
Jabatan Pendidikan Kolej Komuniti, Kementerian Exceptional Individuals, 36(1), 5866.
Pendidikan Malaysia. (2013). Panduan
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

TAHAP KEPUASAN DAN KEFAHAMAN IBU BAPA TERHADAP


PERKHIDMATAN PROGRAM PENDIDIKAN KHAS INTEGRASI
(Parents Satisfaction and Understanding toward Special Education Integration Services
Programme)

Nor Suhaila Husaina, Mohd Mokhtar Taharb


ab
Fakulti Pendidikan
Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia
e-mail : draislily79@gmail.com

Abstrak: Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui tahap kepuasan dan kefahaman ibu bapa tentang
perkhidmatan Program Pendidikan Khas Integrasi (PPKI) di sekolah harian biasa. Tumpuan kajian adalah
penerimaan sekolah, pelaksanaan program, guru pendidikan khas, bilik darjah, kemudahan dan latihan
kemahiran yang disediakan. Kajian berbentuk tinjauan ini menggunakan borang soal selidik ke atas ibu bapa
yang dikenalpasti boleh memberikan maklumat yang diperlukan bagi menjawab persoalan kajian yang
dibentuk. Para peserta kajian ini terdiri daripada 30 orang ibu bapa murid-murid PPKI di Petaling Perdana.
Semua peserta kajian yang dipilih menggunakan kaedah persampelan rawak. Dapatan kajian mendapati
hampir 90% ibu bapa berpuas hati dengan perkhidmatan PPKI terhadap anak mereka. Ibu bapa yang bersetuju
menyatakan kebanyakan perkhidmatan yang diberikan bersesuaian dengan kehendak dan ketidakupayaan anak
mereka. Maklumat ini adalah penting bagi setiap sekolah dalam mengembangkan dan membangunkan
perkhidmatan yang ditawarkan. Melalui cara ini, ia boleh menambah baik kepada perkhidmatan sedia ada.
Kata kunci : Tahap kepuasan, Program Pendidikan Khas Integrasi (PPKI), Pelajar Pendidikan Khas,
Ibu bapa

Abstract: The aim of this study was to determine the level of satisfaction and understanding of parents of
Special Education Integration Programme services (PPKI) in ordinary schools. The focus of this study was on
school admissions, programs, special education teachers, classrooms, facilities and skills available. This
study used a survey method using a questionnaire distributed to parents who were identified as being able to
respond to the questions that were formulated. The participants for this study included 30 parents of students
in Special Education Integration Programme (PPKI) in the district of Petaling Perdana. All samples were
selected using random sampling method based on the schools in the district of Petaling Perdana. The study
found that nearly 90% of parents were satisfied with PPKI services provided for their child. These parents
agreed that most of the services rendered were in accordance with the needs of their children. This
information is important for each school to develop the services they offer and to make improvements to
existing services.
Keywords: Level of satisfaction, Special Education Integration Programme, students, parents

PENDAHULUAN Setiap individu kelainan upaya dalam


Pendidikan khas adalah satu perkhidmatan dan Disabilities Education Improvement Act (IDEIA)
kemudahan pendidikan yang disediakan untuk golongan (2004), telah memberi peluang kepada ibu bapa untuk
berkeperluan khas, atau orang kelainan upaya. Individu mengambil bahagian dengan sekolah-sekolah dalam
yang tergolong dalam kategori berkeperluan khas menjalankan pelbagai strategi yang komprehensif untuk
merupakan mereka yang mengalami masalah meningkatkan hasil pendidikan untuk anak-anak
penglihatan, masalah pendengaran, masalah mereka.
pembelajaran, gangguan emosi dan tingkah laku, Menurut Leyser & Kirk (2011) menyatakan
gangguan komunikasi (pertuturan dan bahasa), bahawa kebanyakan ibu bapa berpuas hati dengan
kecacatan fizikal, dan golongan pintar cerdas. Dalam sistem persekolahan anak-anak mereka tetapi merasa
sistem pengurusan sesebuah organisasi, kualiti bimbang tentang kesukaran berkomunikasi dan mutu
merupakan satu fenomena yang mempunyai pengaruh perkhidmatan ibu bapa dengan pihak sekolah. Ini
besar terhadap organisasi tersebut. Menurut Lagrosen kerana, mereka merasa bimbang terhadap pengetahuan
dan Lagrosesn (2003), pengurusan kualiti adalah dan kemahiran guru-guru di program pendidikan khas
dianggap sebagai konsep teori dan pengurusan pratikal dan menyebabkan anak-anak mereka terpinggir di
kemudian barulah bidang kualiti perkhidmatan mula dalam kelas.
diberi perhatian. Pelanggan merupakan co-productionist
dalam sistem perkhidmatan yang membekalkan input
secara langsung dalam bentuk masa, tenaga berbentuk
fizikal dan mental.

501
502 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Jadual 1: Cara Pemarkahan Indeks Kepuasan


METODOLOGI KAJIAN Perkhidmatan PPKI
Kajian ini menggunakan kaedah tinjauan dengan
mengedarkan borang soal selidik ke atas ibu bapa yang Markah Item Markah Item
dikenalpasti boleh memberikan maklumat yang Jawapan Positif Negatif
diperlukan bagi menjawab persoalan kajian yang
Sangat setuju 5 1
dibentuk. Seramai 30 orang ibu bapa dipilih secara
rawak di sekolah sekitar Petaling Perdana. Data Setuju 4 2
kuantitatif dianalisis menggunakan Statiscal Packages Tidak pasti 3 3
for the Social Science (SPSS) Versi 22. Data kuantitatif
ini diringkaskan berdasarkan frekuensi dan peratus. Tidak setuju 2 4
Indeks kepuasan pekhidmatan ini menggunakan Sangat tidak
kaedah pemarkahan berdasarkan skala likert 5 markah setuju 1 5
iaitu sangat setuju =5, setuju = 4, tidak pasti = 3, dan
tidak setuju = 2 dan sangat tidak setuju =1. Cara DAPATAN KAJIAN
pemberian markah atau skor bergantung kepada jenis
sama ada positif atau negatif. Bagi item positif, jawapan Profil Responden
berpuas hati diberi 5 markah, setuju 4 dan seterusnya,
manakala bagi item negatif pula, jawapan sangat setuju Dalam bahagian ini membincangkan tujuh item
diberi 1 markah, setuju 2 dan seterusnya. yang berhubung dengan latar belakang responden.

Jadual 2 : Profil responden berdasarkan frekuensi dan peratus

Item Pernyataan Frekuensi Peratus(%)


A
Lelaki 15 50 n
Jantina
Perempuan 15 50 a
30 tahun ke bawah 6 20 l
31 tahun - 40 tahun 14 46.7 i
Umur s
41 tahun - 50 tahun 5 16.7
i
51 tahun ke atas 5 16.7 s
Melayu 26 86.7
Cina 3 10 d
Bangsa India 1 3.3 a
t
Sabah&Sarawak 1 3.3
a
Lain-lain 0 0
Kurang RM1000 3 10 m
RM1001 - RM3000 10 33.3 e
Pendapatan n
RM3001 - RM6000 14 46.7
g
RM6001 ke atas 3 10 g
Sekolah Rendah 4 13.3 u
Tahap Pendidikan Sekolah Menengah 16 53.3 n
Institusi Pengajian Tinggi 10 33.3 a
Penglihatan 1 3.3 k
a
Pertuturan 0 0 n
Pendengaran 0 0
Jenis Ketidakupayaan Anak
Masalah Pembelajaran 24 80 f
Fizikal 2 6.7 r
Pelbagai 3 10 e
k
6 tahun - 9 tahun 9 30 u
10 tahun - 13 tahun 7 23.3 e
Umur Anak
14 tahun - 17 tahun 11 36.7 n
18 tahun - 19 tahun 3 10 s
i
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 503
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dan peratus kerana ianya senang ditentukan. Untuk mengenalpasti enam konstruk
Jadual 2 menunjukkan demografi responden dalam mengukur tahap kepuasan dan kefahaman
yang terlibat berdasarkan frekuensi dan peratus ibu bapa iaitu penerimaan sekolah,program yang
iaitu berdasarkan item jantina, umur ibubapa, dilaksanakan,guru pendidikan khas,bilik darjah,
bangsa, pendapatan, tahap pendidikan ibu bapa, kemudahan yang disediakan dan kemahiran
tahap ketidakupayaan anak dan umur anak. yang didapati.
Jadual 3: Hasil kajian terhadap enam konstruk dalam mengukur tahap kepuasan dan kefahaman ibu bapa berdasarkan
frekuensi dan peratus
STS TS TP S SS
No. PENERIMAAN SEKOLAH
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
Warga sekolah menerima murid
A1 pendidikan khas dengan baik 0 0 0 0 1 3.3 20 66.7 9 30
Anak saya diberi peluang menyertai
A2 aktiviti pembelajaran di sekolah 0 0 0 0 1 3.3 19 63.3 10 33.3
Saya mudah berurusan dengan para
A3 pentadbir di sekolah 0 0 0 0 1 3.3 18 60 11 36.7
Saya dapat bekerjasama dengan baik
dengan pihak sekolah tentang
A4 pembelajaran anak saya 0 0 0 0 1 3.3 19 63.3 10 33.3
Sekolah amat peka dan mengambil berat
A5 kebajikan pelanggan 0 0 0 0 3 10 20 66.7 7 23.3
PPKI memberi layanan mesra kepada
A6 ibu bapa 0 0 0 0 1 3.3 22 73.3 7 23.3
A7 Mematuhi Piagam Pelanggan 0 0 0 0 3 10 22 73.3 5 16.7
Sedia membantu menyelesaikan
A8 masalah dan aduan 0 0 0 0 3 10 17 56.7 10 33.3

PROGRAM-PROGRAM YANG STS TS TP S SS


No.
DILAKSANAKAN Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
Saya diberi maklumat tentang Rancangan
B1 Pendidikan Individu (RPI) 0 0 0 0 4 13.3 20 66.7 6 20
Saya terlibat dalam membantu program
B2 pendidikan khas di sekolah 0 0 2 6.7 8 26.7 15 50 5 16.7
Aktiviti pembelajaran dapat menarik
B3 minat anak saya untuk datang ke sekolah 0 0 0 0 6 20 17 56.7 7 23.3
Sekolah melibatkan saya dalam
B4 mesyuarat atau perjumpaan pdp 0 0 2 6.7 3 10 18 60 7 23.3
Program pendidikan khas di sekolah ini
B5 mendapat kerjasama daripada pihak luar 0 0 0 0 8 26.7 14 46.7 8 26.7
Saya berpuas hati dengan perkhidmatan
B6 sekolah anak saya 0 0 2 6.7 2 6.7 17 56.7 9 30
Saya sentiasa diberitahu oleh guru
B7 tentang aktiviti anak saya di sekolah 0 0 0 0 2 6.7 20 66.7 8 26.7
Program yang dijalankan oleh sekolah
B8 melibatkan anak saya 0 0 0 0 5 16.7 17 56.7 8 26.7

STS TS TP S SS
No. GURU-GURU PENDIDIKAN KHAS
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
Guru Pendidikan Khas sentiasa
membantu anak saya untuk
C1 kecemerlangan dalam pendidikan 0 0 0 0 3 10 21 70 6 20
Guru membantu anak saya dalam
C2 meningkatkan pengurusan diri 0 0 0 0 3 10 19 63.3 8 26.7
Guru sentiasa membantu anak saya
C3 dalam kecemerlangan kokurikulum 0 0 0 0 6 20 17 56.7 7 23.3
Guru membantu anak saya dalam
meningkatkan pergaulan dengan rakan-
C4 rakan 0 0 0 0 4 13.3 17 56.7 9 30
Guru pendidikan khas menunjukkan
C5 teladan yang baik 0 0 0 0 2 6.7 18 60 10 33.3
Guru sangat sabar ketika mengajar
C6 anak saya 0 0 0 0 5 16.7 15 50 10 33.3
C7 Guru pendidikan khas mesra pelanggan 0 0 0 0 6 20 15 50 9 30
Memberi maklumat yang diperlukan
C8 dengan cepat dan tepat 0 0 0 0 4 13.3 17 56.7 9 30
Analisis berdasarkan persoalan kajian
504 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

STS TS TP S SS
No. BILIK DARJAH
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
D1 Bilik darjah anak saya selesa 0 0 0 0 1 3.3 19 63.3 10 33.3
Bilik darjah anak saya kemas dan
D2 menarik 0 0 0 0 1 3.3 19 63.3 10 33.3
Kedudukan kelas anak saya sangat
D3 baik 0 0 0 0 4 13.3 16 53.3 10 33.3
Bilik darjah mempunyai
D4 kemudahan perabot yang lengkap 0 0 0 0 4 13.3 18 60 8 26.7
D5 Bilik darjah terjamin dan selamat 0 0 0 0 2 6.7 19 63.3 9 30
Menyediakan tanda arah yang
D6 membantu anak saya 0 0 0 0 8 26.7 15 50 7 23.3
Bilik darjah anak saya berdekatan
D7 dengan kantin 0 0 3 10 1 3.3 20 66.7 6 20
Bilik darjah anak saya mempunyai
D8 sistem pengudaraan yang baik 0 0 0 0 5 16.7 18 60 7 23.3

KEMUDAHAN YANG STS TS TP S SS


No.
DISEDIAKAN Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
Kemudahan OKU terdapat di
E1 sekolah 0 0 2 6.7 5 16.7 20 66.7 3 10
Anak saya dapat menggunakan
E2 pusat sumber sekolah 0 0 2 6.7 12 40 11 36.7 5 16.7
Anak saya menerima Elaun Murid
E3 Khas (EMK) 0 0 0 0 3 10 17 56.7 10 33.3
E4 Mempunyai tandas OKU 0 0 1 3.3 7 23.3 15 50 7 23.3
Sekolah anak saya mempunyai
E5 kemudahan makmal komputer 0 0 2 6.7 9 30 14 46.7 5 16.7
Berkeupayaan memberi
penjelasan/ maklumat dengan jelas
E6 tentang keupayaan anak saya. 0 0 0 0 8 26.7 15 50 7 23.3
Mengedar risalah/ brosur/terbitan
E7 yang mudah difahami 0 0 1 3.3 7 23.3 16 53.3 6 20
Waktu berurusan adalah
E8 mencukupi dan sesuai 0 0 0 0 4 13.3 21 70 5 16.7

KEMAHIRAN YANG STS TS TP S SS


No.
DIDAPATI
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
Anak saya pandai mengurus
F1 diri 0 0 0 0 1 3.3 20 66.7 9 30
Anak saya dibimbing untuk
F2 mematuhi peraturan di sekolah 0 0 0 0 1 3.3 23 76.7 6 20
Kemahiran yang dipelajari
oleh anak saya menjurus ke
F3 arah peluang kerjaya 0 0 1 3.3 10 33.3 12 40 7 23.3
Anak saya dapat membaca
F4 dengan baik 0 0 4 13.3 10 33.3 12 40 4 13.3
Anak saya dapat mengawal
F5 emosi dan tingkah laku 0 0 0 0 5 16.7 20 66.7 5 16.7
Anak saya dapat
F6 berkomunikasi dengan baik 0 0 1 3.3 5 16.7 17 56.7 7 23.3
F7 Anak saya aktif bersukan 0 0 1 3.3 7 23.3 16 53.3 6 20
Anak saya boleh bercakap dan
F8 memahami sesuatu perkara 0 0 0 0 6 20 18 60 6 20

Hasil analisis pertama menunjukkan setuju iaitu 6 orang sahaja. Tahap kepuasan dan
hampir 90 peratus bersetuju terhadap kefahaman terhadap guru pendidikan khas pula
penerimaan sekolah terhadap anak mereka dan hampir 80 peratus yang setuju dan sangat setuju
hanya 10 peratus yang tidak pasti. Bagi konstruk dan hanya 20 peratus yang tidak pasti. Bilik
kedua iaitu kepuasan dan kefahaman ibu bapa darjah yang sesuai dan selesa menyebabkan
terhadap program yang dilaksanakan oleh hampir 85 peratus bersetuju dan 15 peratus yang
sekolah, hampir 60 peratus setuju dan sangat tidak pasti dengan keadaan bilik darjah anak
setuju terhadap program yang dilaksanakan. mereka. Bagi kemudahan yang disediakan pula,
Tetapi ada juga yang tidak ada juga ibu bapa yang tidak setuju iaitu hampir
7 peratus, 30 peratus tidak pasti, dan selebihnya
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 505
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

bersetuju terhadap kemudahan yang disediakan. KESIMPULAN DAN CADANGAN


Hasil analisis terakhir iaitu kemahiran yang Kesimpulan
disediakan, lebih kurang empat peratus ibu bapa Hasil kajian penyelidikan ini akan menjadi
tidak berpuas hati, 30 peratus tidak pasti dan 60 pemangkin kepada peningkatan dalam kerjasama antara
peratus yang bersetuju dengan kemahiran yang ibu bapa dan sekolah, yang berkaitan dengan program
didapati oleh anak mereka. dan perkhidmatan pendidikan yang disediakan dalam
program pendidikan khas untuk kanak-kanak, dengan
PERBINCANGAN menyediakan input kepada Daerah Petaling Perdana
Hasil kajian menunjukkan 90 peratus melaksanakan kajian ini. Ia boleh menyediakan sekolah-
bersetuju terhadap tahap kepuasan dan sekolah lain peluang untuk melihat input ibu bapa dari
kefahaman ibu bapa terhadap mutu kajian untuk menentukan apakah perubahan atau
perkhidmatan pendidikan khas integrasi di semakan perlu dibuat untuk meningkatkan kepuasan di
daerah Petaling Perdana, Shah Alam. Ini kerana kalangan ibu bapa pelajar dalam program pendidikan
kebanyakan PPKI telah menyediakan pelbagai khas.
program, kemudahan dan guru yang
berkemahiran bagi mengajar dan membantu Cadangan
pelajar ini berdikari dan dapat menguruskan diri. Melalui penyelidikan yang telah dijalankan di
Terdapat program seperti Standing Community mana ibu bapa dikehendaki meningkatkan kualiti dalam
yang menggabungkan kerjasama guru dan ibu proses perkhidmatan di sekolah untuk anak-anak
bapa untuk mewujudkan satu suasana mereka kurang upaya (Duncan, 2003; Johnson &
pembelajaran yang selesa dan kondusif. Selain Duffett, 2002; Lindsay & Dockrell, 2004; Russell, 2003;
itu juga, hasil jalinan antara guru dan ibu bapa Spann, Kohler, & Soenksen, 2003). Ini kerana melalui
dapat menyuarakan pendapat tentang hala tuju pemahaman yang lebih baik daripada undang-undang
anak mereka selepas tamat belajar kelak melalui mendapati keperluan yang besar di kalangan ibu bapa
kemahiran yang diperaktikkan di sekolah seperti untuk maklumat tentang undang-undang pendidikan
mempelajari asas masakan, bengkel menjahit, khas dan hak-hak ibu bapa dan pelajar. Keperluan untuk
berkebun dan lain-lain lagi. maklumat mengenai kriteria yang digunakan untuk
Ibu bapa dari peringkat sekolah rendah mengenal pasti dan penempatan dalam pendidikan khas
dan menengah juga berpuas hati terhadap juga dikenal pasti.
keadaan bilik darjah anak mereka kerana sesuai Menurut kajian daripada Noridah (2003) pula,
dan selesa. Tetapi ada juga ibu bapa yang tidak beliau menerangkan bahawa aspek perancangan
berpuas hati kerana kelas anak mereka agak jauh merupakan fungsi pengurusan yang paling asas yang
dengan kantin. menjurus ke arah kejayaan sesuatu aktiviti atau
Menurut Leyser & Kirk (2011) perkhidmatan program. Apabila dilakukan dengan
menyatakan bahawa kebanyakan ibu bapa sempurna, ia merupakan salah satu titik tolak kepada
berpuas hati dengan sistem persekolahan anak- keberkesanan pelaksanaan fungsi-fungsi lain. Setelah
anak mereka tetapi merasa bimbang tentang sesebuah organisasi seperti sekolah dikatakan sedang
kesukaran berkomunikasi dan mutu merancang apabila dia memikirkan bagaimana hendak
perkhidmatan ibu bapa dengan pihak sekolah. menuju kepada pencapaian matlamat yang telah
Ini kerana, mereka merasa bimbang terhadap ditetapkan. Kualiti keputusan sesebuah organisasi
pengetahuan dan kemahiran guru-guru di seperti sekolah memainkan peranan penting untuk
program pendidikan khas dan menyebabkan menentukan keberkesanan perancangan untuk kejayaan.
anak-anak mereka terpinggir di dalam kelas.
Terdapat sebilangan besar ibu bapa masih RUJUKAN
menyokong pendidikan anak-anak mereka di Alkin, M. Freeman & Kasari C. 1999. Satisfaction
dalam persekitaran kelas pendidikan khas dan anddesire for change in educational placement
sebahagian ibu bapa juga menyatakan for children with down syndrome perceptions of
kebimbangan ibu bapa terhadap kemasukan parent. Remedial & Special Education, May/Jun
anak mereka ke PPKI. Perkara ini disokong Una 99, Vol.20 Issues 3, p143.
OConnor (2007) di Ireland Utara yang Abd. Razak Zakaria & Norani Mohd Salleh. 2011.
menyatakan kebimbangan ini membawa kesan Konteks Keluarga dan Hubungannya dengan
secara individu kepada pelajar itu sendiri. Penglibatan Ibu Bapa dalam Pendidikan Anak-
anak di Sekolah Menengah. Jurnal Pendidikan
Malaysia 36(1). 2011: 35-44.
A.Ashraf, M. & Ibrahim, Y. 2009. Quality Education
Management at Private Universities in
Bangladesh: An Exploratory Study. Jurnal
Pendidik dan Pendidikan, 24, ms. 1732
506 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Bruce, E., & Schultz, C.2002. Non-finite loss and Garca, S. B., & Ortiz, A. A. (2006). Preventing
challenges to communication between parents disproportionate representation: Culturally and
and professionals. British Journal of Special lingistically responsive prereferral interventions.
Education, 29(1). Teaching Exceptional Children, 38(4), 64-68.
Blue-Banning, M., Summers, J. A., Frankland, H. C., Giordano, G. (2007). American special education: A
Nelson, L. L., & Beegle, G.2004. Dimensions of history of early political advocacy. New York:
family and professional partnerships: Peter Lang Publishers.
Constructive guidelines for collaboration. Gotzami, K. D. & Tsiotras G. D.. (2002). The True
Exceptional Children 70, 167-184. Motives behind ISO 9000 Certification: Their
Buysse, V., Skinner, D., & Grant, S. 2001. Toward a Effect on the Overall Certification Benefits and
definition of quality inclusion: Perspectives of the Long Term Contribution Towards
parents and practitioners. Journal of Early TQM. International Journal of Quality &
Intervention, 24(2), 146-161 Reliability Management. 19(2):15116
Bronfenbrenner, U. (Ed.).2005. Making human beings Goldsmith, J., & Goldsmith, L. (1998). Physical
human: Bioecological perspectives on human management. In P. Lacey, & C. Ocvry. (Eds.),
development. Thousand Oaks, CA: Sage People with profound and multiple learning
Publications. disabilities. London: David Fulton Publishers.
Bahagian Pendidikan Khas, Kementerian Pendidikan Johari, R. (2007). Identifying what services need to be
Khas(KPM).2014.Borang soal selidik kajian improved by measuring the library performance,
kepuasan ibu bapa terhadap perkhidmatan Malaysian journal of library and information
pendidikan khas. science, 12, m.s 35 53.
CCI Research Inc.2014-2015. Stakeholder satisfaction Junaidah Mohamad & Nik Rosila Nik Yaacob2*. 2013.
with education in Alberta Parents of students A study on job satisfaction amnong special
with severe special needs survey. education teachers. Asia Pacific Journal of
Dabkowski, D. M. (2004). Encouraging active parent Educators and Education, Vol. 28, 103115,
participation in IEP team meetings. Teaching 2013
Exceptional Children, 36(3) 34-39. Kate Ridley-Moy. 2007. Sure start childrens centres
Downing, J. H., & Rebollo, J. (1999). Parents' parental satisfaction survey report and Annexes.
perceptions of the factors essential for integrated Department for Education and Skills.
physical education programs. Remedial Lagrosen, S. & Lagrosen, Y.(2003). Management of
and Special Education, 20(3), 152-159. service quality-differences in values, practices
Duhaney, L.M.G & Salend,S.J. 2000. Parental and outcomes. Managing Service Quality
Perceptional Of Inclusive Educational 13(5):370-381.
Placements. Remedial And Special Education 21 Leiter, V. (2004). Parental activism, professional
(2), 121-128. dominance, and early childhood disability.
Duncan, N. (2003). Awkward customers? Parents and Disability Studies Quarterly, 24(2), 1-16.
provisions for special educational needs. Lindsay, G., & Dockrell, J. E. (2004). Whose job is it?
Disability & Society, 18(3) 341-356. Parents concerns about the needs of their
Elisabeth Livingstone. 2008. Parental perception of children with language problems. The Journal of
satisfaction and understanding of special Special Education, 37(4) 225-235.
education services. University Of North Texas. Lovitt, T. C. & Cushing, S. (1999). Parents of youth
Epstein, J. L., Sonders, M. G., Simon, B. S., Salinas, K. with disabilities. Remedial and Special
C., Jansorn, N. R., & Van Voorhis, F. L. (2002). Education, 20(3), 134-142.
School, family and community partnerships: Magi Educational Services. 2002. Parent satisfaction
Your handbook for action (2nd ed.). study. Longitudinal study of preschool special
Epstein, J. L. (2005). Attainable goals? The spirit and education in New York State.
letter of the No Child Left Behind Act on Mustafa, Z. et al (2007). Pengelasan Atribut Kualiti bagi
parental involvement. Sociology of Education, Meningkatkan Kepuasan Pelanggan. Jurnal
78(2), 179-182. Thousand Oaks, CA: Sage Pengukuran Kualiti dan Analisis, 3(1),ms. 149-
Publishing. 159.
Freeman. SFN, Alkin,.MC & Kasari, CL. 1999. Parasuraman, A.,Zeithaml, V.A & Berry, L.L.(1988),
Satisfaction and desire for change in educational SERVQUAL:A multiple-item scale for
placement for children with down measuring consumer perceptions of service
syndrome: Perceptions of parents. Journal Issue: quality :Journal of Reatiling 64(1):12-40.
Remedial and Special Education, 20(3) Russell, F. (2003). The expectations of parents of
05-01-1999. disabled children. British Journal of Special
Education, 30(3), 144-149.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 507
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Seligman, M. & Darling, R. B. (2007). Ordinary Wright, P. W. D., & Wright, P.D. (2006). From
families, special children (3rd ed.). New York: emotions to advocacy: The special education
The Guilford Press. survival guide (2nd ed.). Hartfield, VA: Harbor
Singh, D. K. (2003). Let us hear the parents. Journal of House Law Press.
Instructional Psychology, 30(2), 169-172. Yell, M. L. (2005). The law and special education (2nd
Wilkinson, C. Y., Ortiz, A. A., Robertson, P. M., &. ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice-all, Inc.
Kushner, M. I. (2006). English language learners http://www.rumahbelajar.web.id/kepuasaanpelangganda
with reading-related LD: Linking data from lam-bidang-pendidikan/
multiple sources to make eligibility http://www.moe.gov.my
determinations. Journal of Learning http://escholarship.org/reader_feedback.html
Disabilities, 39(2), 129-141.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PERSEPSI IBU BAPA TERHADAP CIRI-CIRI PERSAHABATAN


KANAK-KANAK AUTISME
(Parents' Perception Towards Friendship Characteristics Of Children With Autism)

Norfatin Satar, Manisah Mohd Ali

Universiti Kebangsaan Malaysia


E-mail : nfs_88@yahoo.com.my

Abstrak:Tujuan kajian ini adalah untuk mengkaji sejauh mana persepsi ibu bapa terhadap ciri-ciri
persahabatan kanak-kanak autism. Kajian berfokuskan ciri-ciri persahabatan kanak-kanak autism dengan
rakan sebaya dari persepsi ibu bapa. Kajian ini menggunakan kaedah tinjauan untuk mengumpul data. Sampel
yang digunakan terdiri daripada 26 orang ibu bapa kepada kanak-kanak autism yang berumur dari 7 tahun
sehingga 10 tahun yang bersekolah di beberapa buah sekolah rendah yang mempunyai Program Pendidikan
Khas Integrasi (PPKI) dalam Daerah Hulu Langat. Pengkaji menggunakan borang soal selidik untuk
mendapatkan maklumat daripada ibu bapa tentang persepsi mereka terhadap ciri-ciri persahabatan kanak-
kanak autism. Borang Soal selidik yang digunakan merangkumi bahagian A tentang demografi sampel kajian
dan bahagian B tentang ciri-ciri persahabatan iaitu bilangan kawan, kekerapan hubungan, corak aktiviti dan
ciri-ciri rakan kanak-kanak autism. Hasil kajian menunjukkan bahawa kanak kanak autisme mempunyai
sekurang-kurangnya seorang kawan. Mereka didapati lebih suka bermain permainan video, menonton
televisyen bersama sama rakan dan bermain bersama rakan di taman permainan. Mereka juga lebih
cenderung kepada rakan yang sama jantina dan rakan yang mempunyai umur yang sama. Hasil kajian dapat
dijadikan panduan ibu bapa dan semua pihak dalam membantu membina hubungan persahabatan kanak-kanak
autism.
Kata Kunci: Persepsi Ibu Bapa, Ciri-Ciri Persahabatan, Kanak-Kanak Autisme

Abstract: The purpose of this study is to examine the extent of parents perception towards friendship
characteristics of children with autism. The study focuses on the friendship characteristics of autistic children
with peers from the perception of parents. This study used a survey method to collect data. The sample
consisted of 26 parents of autistic children aged 7 to 10 years old that are schooling in some primary schools
that have a Special Education Integration Programme (PPKI) in the Hulu Langat district. The researchers
used questionnaires to get the information about parents perceptions regarding the characteristics of
friendship among autistic children. The questionnaire used consist of part A on demographic of the sample
and part B on the characteristics of friendship such as the number of friends, contact frequency, patterns of
activity and characteristics of autism friends. The results show that children with autism have at least one
friend. They are more interested in playing video games, watching television with their friends and play with
their friends at the playground. They are also more likely to be friends with those who are of the same gender
and age. The results can be used as a guide to parents and all parties to help establish friendships for autistic
children.
Keywords: Perceptions of Parents, Characteristics of Friendship, Children With Autism

PENDAHULUAN persahabatan kanak-kanak autism dengan rakan sebaya


Ciri-ciri persahabatan kanak-kanak autism hendaklah diteliti agar kita memahami ciri-ciri
sangat berbeza dengan kanak-kanak biasa. Dalam persahabatan mereka. Menurut Petrina et al. (2013) di
persahabatan, kanak-kanak biasa dapat mengekalkan dalam jurnalnya yang bertajuk The nature of
persahabatan tersebut dengan tempoh yang lama. friendship in children with autism spectrum disorders:
Mereka dapat berinteraksi secara dua hala dengan rakan A systematic review, terdapat pelbagai ciri-ciri
sebaya dan saling mengenali antara satu sama lain. persahabatan yang boleh diukur antaranya ialah
Namun kanak-kanak autism ada yang boleh bergaul bilangan kawan, kekerapan hubungan, corak aktiviti,
dengan rakan sebaya tetapi mereka tidak mengenali tempoh persahabatan, dan ciri-ciri kawan seperti
rakan mereka walaupun berada dalam kumpulan yang jantina, umur, kategori masalah yang dihadapi.
sama. Mereka tidak mengetahui nama rakan sebaya
mereka (Norfishah, 2015). Kanak -kanak autism METODOLOGI
dikatakan hanya berkawan dengan rakan yang sama Reka bentuk kajian adalah berbentuk tinjauan.
jantina dan sama umur sahaja. Mereka lebih suka Kaedah yang digunakan dalam kajian ini adalah kaedah
menonton televisyen dan bermain permainan video di tinjauan di mana pengkaji menggunakan borang soal
rumah sendiri bersama rakan. Ini menunjukkan terdapat selidik untuk mengumpul data. Sampel terdiri daripada
perbezaan dalam corak persahabatan antara kanak- ibu bapa kepada kanak-kanak autism yang berumur dari
kanak autism berbanding kanak-kanak biasa. Ciri-ciri

509
510 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7THSERIES2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

7 tahun sehingga 10 tahun dan dipilih secara rawak.


Borang selidik merangkumi 2 bahagian. Bahagian A Item N Peratus (%)
adalah tentang demografi sampel kajian manakala
bahagian B mengenai ciri-ciri persahabatan iaitu Pekerjaan Ibu Bapa
bilangan kawan, kekerapan hubungan, corak aktiviti Sektor Awam 13 50%
dan ciri-ciri rakan kanak-kanak autisme iaitu jantina, Sektor Swasta 7 26.90%
umur dan kumpulan kanak-kanak. Data dianalisis 1 3.90%
Bekerja Sendiri
dengan menggunakan analisis peratusan dan kekerapan
Tidak bekerja 5 19.20%
yang melibatkan min berdasarkan Skala Likert 5 mata:
1= Sangat Tidak Setuju, 2= Tidak Setuju, 3= Tidak Jantina Anak Autisme
Pasti , 4= Setuju Dan 5=Sangat Setuju Lelaki 23 88.50%
Perempuan 3 11.50%
DAPATAN Umur Anak autisme
Berdasarkan jadual 5 skala likert, terdapat 3 4 15.40%
7 Tahun
tahap persepsi ibu bapa terhadap ciri-ciri persahabatan
kanak-kanak autisme yang telah ditentukan iaitu 8 Tahun 3 11.50%
rendah, sederhana dan tinggi. Nilai skor min yang 9 Tahun 13 50%
berada antara 1.00 hingga 1.66 dikategorikan sebagai 10 Tahun 6 23.10%
rendah, 1.67 hingga 3.33 disifatkan sebagai sederhana
Jenis Perumahan
dan nilai min antara 3.34 hingga 5.00 adalah tinggi.
Dapatan kajian tentang data demografi sampel kajian Rumah Kampung 1 3.90%
dan ciri-ciri persahabatan kanak-kanak autism dari Rumah Teres 16 61.50%
persepsi ibu bapa adalah seperti jadual di bawah ini. Kondominium 5 19.20%
Pangsapuri 4 15.40%
Jadual 1 : Data Demografi Sampel Kajian
Jadual 1 menunjukkan sampel kajian adalah dalam kalangan ibu bapa yang bekerja dan paling ramai adalah
bekerja dalam sektor awam (N = 13). Jantina anak autism kepada sampel kajian lebih ramai lelaki (N = 23) berbanding
perempuan (N = 3). Manakala umur anak autism paling tinggi adalah berumur 9 tahun (N = 13), diikuti 10 tahun (N =
6), 8 tahun (N = 3) dan 7 tahun (N = 4). Jenis perumahan sampel yang paling tinggi adalah rumah teres iaitu 16 orang
diikuti kondominium (N = 5), pangsapuri (N = 4) dan rumah kampong hanya seorang.

Jadual 2: Persepsi Ibu bapa Terhadap Ciri-Ciri Persahabatan Kanak-Kanak Autism Berdasarkan Bilangan
Kawan

Item Kenyataan STS TS TP S SS Min Tahap


7 6 6 4 3
Anak saya mempunyai 2.62 Sederhana
N1 26.90% 23.10% 23.10% 15.40% 11.50%
seorang kawan sahaja
Anak saya mempunyai 2 4 14 3 3
3.04 Sederhana
N2 hanya seorang kawan rapat 7.70% 15.40% 53.80% 11.50% 11.50%
Anak saya mempunyai 7 1 1 13 4
N3 lebih daripada seorang 3.23 Sederhana
kawan 26.90% 3.80% 3.80% 50% 15.40%
Anak saya mempunyai
N4 lebih daripada seorang 9 2 11 4 0 2.38 Sederhana
kawan rapat 34.60% 7.70% 42.30% 15.40% 0%
Purata min 2.38 Sederhana

Jadual 2 menunjukkan persepsi ibu bapa terhadap ciri-ciri persahabatan kanak-kanak autism berdasarkan
bilangan kawan. Item N3 mempunyai nilai min yang paling tinggi iaitu sebanyak 13 orang ibu bapa (50%) setuju dan 4
orang ibu bapa (15.40%) sangat bersetuju dengan kenyataan Anak saya mempunyai lebih daripada seorang kawan.
Manakala nilai min yang paling rendah adalah 2.38 bagi item N4 Anak saya mempunyai lebih daripada seorang kawan
rapat dengan jumlah 4 orang ibu bapa (15.4%) setuju. Semua item di dalam jadual 1 mempunyai tahap persepsi ibu
bapa yang sederhana dari segi bilangan kawan kanak-kanak autism.
Jadual 3: Persepsi Ibu Bapa Terhadap Ciri-Ciri Persahabatan Kanak-Kanak Autism Berdasarkan Kekerapan
Hubungan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 511
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Item Kenyataan STS TS TP S SS Min Tahap


Anak saya bermain
bersama rakan pada 7 5 5 8 1 2.62 Sederhana
N5
setiap hari 26.90% 19.20% 19.20% 30.80% 3.80%

Anak saya bermain 11 7 4 4 0 2.04 Sederhana


N6
hujung minggu sahaja 42.30% 26.90% 15.40% 15.40% 0%

Anak saya berbual-bual 4 7 10 4 1 2.65 Sederhana


N7
setiap kali berjumpa 15.40% 26.90% 38.50% 15.40% 3.80%
Purata min 2.04 Sederhana
Jadual 3 menunjukkan semua item untuk persepsi ibu bapa terhadap ciri-ciri persahabatan kanak-kanak autism
berdasarkan kekerapan hubungan adalah di tahap sederhana. Namun item N7 iaitu kenyataan Anak saya berbual-bual
setiap kali berjumpa mempunyai nilai min 2.65 dengan 4 orang ibu bapa (15.40%) dan seorang ibu bapa (3.80%)
sangat setuju. Diikuti dengan item N5 dengan nilai min 2.62, 8 orang ibu bapa (30.80%) setuju dan seorang ibu bapa
(3.80%) sangat setuju. Nilai min paling rendah adalah bagi item N6 dengan 4 orang ibu bapa (3.80%) setuju dengan
kenyataan Anak saya bermain hujung minggu sahaja.
Jadual 4: Persepsi Ibu Bapa Terhadap Ciri-Ciri Persahabatan Kanak-Kanak Autism Berdasarkan Corak Aktiviti
Bersama Rakan
Jadual 4 menunjukkan persepsi ibu bapa terhadap ciri-ciri persahabatan kanak-kanak autism berdasarkan corak
aktiviti bersama rakan adalah sederhana. Item N11 mempunyai nilai min paling tinggi iaitu 2.96 dengan 7 orang ibu
bapa (26.90%) setuju dan 3 orang ibu bapa (11.50%) sangat setuju dengan kenyataan Anak saya suka menonton
televisyen bersama rakan. Item N8 Anak saya suka bermain permainan video bersama rakan pula mempunyai nilai

Item Kenyataan STS TS TP S SS Min Tahap


Anak saya suka bermain
N8 permianan video bersama 3 9 6 3 5 2.92 Sederhana
rakan 11.50% 34.60% 23.10% 11.50% 19.20%
Anak saya suka berbual-
N9 bual dengan rakan 5 8 10 2 1 2.46 Sederhana
sepermainannya 19.20% 30.80% 38.50% 7.70% 3.80%
N10 Anak saya suka belajar
bersama - sama rakan di 8 11 1 5 1 2.23 Sederhana
rumah 30.80% 42.30% 3.80% 19.20% 3.80%
Anak saya suka
N11 menonton televisyen 4 6 6 7 3 2.96 Sederhana
bersama rakan 15.40% 23.10% 23.10% 26.90% 11.50%
Anak saya suka bermain 4 8 8 3 3
N12 2.73 Sederhana
komputer bersama rakan
15.40% 30.80% 30.80% 11.50% 11.50%
Anak saya suka berjalan
N13 bersama - sama rakan di 6 6 7 5 2 2.65 Sederhana
taman permainan 23.10% 23.10% 26.90% 19.20% 7.70%
Anak saya akan
berkongsi alat permainan 4 8 3 10 1
N14 2.85 Sederhana
dengan rakan ketika
bermain 15.40% 30.80% 11.50% 38.50% 3.80%

Anak saya kerap bermain 11 4 5 5 1


N15 2.27 Sederhana
bersama di rumah saya
42.30% 15.40% 19.20% 19.20% 3.80%
Anak saya kerap bermain
bersama - sama dengan 11 8 3 3 1
N16 2.04 Sederhana
anak jiran di rumah
mereka 42.30% 30.80% 11.50% 11.50% 3.80%
Anak saya suka bermain
N17 bersama di taman 8 4 5 7 2 2.65 Sederhana
permainan 30.80% 15.40% 19.20% 26.90% 7.70%
Purata min 2.04 Sederhana
512 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7THSERIES2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

min 2.92 dengan 3 orang ibu bapa (11.50%) setuju dan 5 orang ibu bapa (19.20%) sangat setuju. Diikuti dengan nilai
min 2.85 bagi item N14 Anak saya akan berkongsi alat permainan dengan rakan ketika bermain di mana 10 orang ibu
bapa (38.50%) setuju dan seorang ibu bapa (3.80%) sangat setuju dengan item N14 manakala item N9 (m=2.46), N10
(m=2.23), N12 (m=2.73), N13 (m=2.65), N15 (m=2.27), N16 (m=2.04) dan N17 (m=2.65). Item N16 mempunyai min
yang paling rendah dengan bilangan 3 orang ibu bapa (11.50%) setuju dan seorang ibu bapa (3.80%) sangat setuju.
Jadual 5: Persepsi Ibu Bapa Terhadap Ciri-Ciri Persahabatan Kanak-Kanak Autism Berdasarkan Ciri-Ciri Rakan
Kanak-Kanak Autisme

Item Kenyataan STS TS TP S SS Min Tahap

N18 Lelaki 3 2 5 9 7 3.58 Tinggi


11.50% 7.70% 19.20% 34.60% 26.90%

N19 Perempuan 6 4 8 3 5 2.88 Sederhana


23.10% 15.40% 30.80% 11.50% 19.20%
7 6 6 4 3
N20 Lebih tua dari anak saya 2.62 Sederhana
26.90% 23.10% 23.10% 15.40% 11.50%
4 4 2 10 6
N21 Sebaya dengan anak saya 2.96 Sederhana
15.40% 15.40% 7.70% 38.50% 23.10%
6 6 6 3 5
N22 Lebih muda dari anak saya 2.81 Sederhana
23.10% 23.10% 23.10% 11.50% 19.20%
3 11 5 6 1
N23 Kanak-kanak biasa 2.65 Sederhana
11.50% 42.30% 19.20% 23.10% 3.80%
4 4 8 8 2
N24 Kanak-kanak autisme 3.00 Sederhana
15.40% 15.40% 30.80% 30.80% 7.70%
Kanak-kanak masalah
pembelajaran (sindrom 2 5 12 6 1
N25 Sederhana
down, lembam, hyperaktif 2.96
dan disleksia) 7.70% 19.20% 46.20% 23.10% 3.80%
Purata min 2.62 Sederhana
Jadual 5 menunjukkan persepsi ibu bapa terhadap ciri-ciri persahabatan kanak-kanak autism berdasarkan ciri-ciri
rakan kanak-kanak autism. Terdapat 3 ciri-ciri rakan iaitu jantina, umur dan kumpulan kanak-kanak. Tahap persepsi ibu
bapa terhadap item N8 iaitu jantina lelaki adalah tinggi manakala item N19 jantina perempuan adalah sederhana.
Nilai min item N18 ialah 3.58 dengan jumlah 9 orang ibu bapa (34.60%) setuju dan 7 orang ibu bapa (26.90%) sangat
setuju bahawa rakan kanak-kanak autism adalah lelaki manakala item N19 mempunyai hanya 2.88 nilai min dengan
jumlah 3 orang ibu bapa (11.50%) setuju dan 5 orang ibu bapa (19.20%) sangat setuju. Item N20 (m=2.62), N21
(m=2.96) dan N22 (m=2.81) adalah tahap umur rakan kanak-kanak autism. Tahap persepsi ibu bapa terhadap umur
rakan kanak kanak autism adalah di tahap sederhana bagi semua item. Nilai min yang tertinggi adalah item N21 iaitu
10 orang ibu bapa (38.50%) setuju dan 6 orang ibu bapa (23.10%) sangat setuju dengan kenyataan sebaya dengan anak
saya. Item N23 (m=2.65), N24 (m=3.00), dan N25 (m=2.96) adalah kumpulan rakan kanak-kanak autisme. Item N24
mempunyai nilai min paling tinggi dengan bilangan 8 orang ibu bapa (30.80%) setuju dan 2 orang ibu bapa (7.70%)
sangat setuju dengan kenyataan kanak-kanak autism.

PERBINCANGAN sedikit, 80% atau lebih kanak-kanak autisme mempunyai


Hasil dapatan kajian, pengkaji mendapati bahawa sekurang-kurangnya seorang rakan. Selain itu, hasil kajian
kanak-kanak autisme mempunyai sekurang-kurangnya juga menunjukkan bahawa kanak-kanak autisme akan
seorang rakan dan mempunyai lebih daripada seorang rakan berinteraksi dengan kawan setiap kali berjumpa (N7 : m =
(N3 : m = 3.23) . Ini disokong oleh Daniel & Billingsley 2.65). Kanak-kanak autisme lebih cenderung melakukan
(2010) yang menyatakan bahawa walaupun kanak-kanak aktiviti menonton televisyen bersama - sama rakan (N11: m
autisme dilaporkan mempunyai bilangan rakan yang lebih = 2.96), bermain permainan video bersama-sama rakan (N8:
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 513
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

m = 2.92), berkongsi alat permainan dengan rakan ketika daripada seorang kawan. Selain itu, kanak kanak
bermain (N14:m=2.85) dan diikuti dengan bermain autism juga lebih suka bermain permainan video
komputer bersama-sama rakan (N12 : m = 2.73). Ini selari bersama rakan, menonton televisyen bersama sama
dengan pernyataan Bauminger & Kasari (2000) iaitu ibu rakan dan bermain bersama rakan di taman permainan.
bapa kepada kanak-kanak autisme melaporkan bahawa Dapatan juga mendapati bahawa kanak-kanak autism ini
anak-anak mereka menghabiskan sebahagian besar masa membina hubungan persahabatan melalui aktiviti
mereka bermain dengan rakan melalui permainan video dan berkongsi alat permainan bersama rakan. Namun,
bermain komputer. Corak aktiviti yang sama juga diperolehi kanak-kanak autism ini lebih cenderung kepada rakan
daripada kajian Kuo (2013) iaitu kanak-kanak autisme lebih yang sama jantina, rakan yang mempunyai umur yang
cenderung melakukan aktiviti bermain permainan video sama dan mempunyai lebih ramai rakan yang juga
bersama rakan, menonton televisyen, bermain dan berbual- kategori autism dan masalah pembelajaran berbanding
bual. Corak aktiviti kanak-kanak autisme ini hanya kanak-kanak normal.
melibatkan aktiviti di dalam rumah memandangkan mereka
lebih ramai tinggal di rumah teres berbanding di kawasan
Cadangan
kampung. Hasil kajian persepsi ibu bapa terhadap ciri-ciri
Dengan hasil dapatan dan kesimpulan yang
persahabatan kanak-kanak autisme dari segi ciri-ciri rakan
dibuat, pengkaji memberikan beberapa cadangan iaitu;
kanak-kanak autisme pula menunjukkan bahawa kanak-
(1) Hasil kajian ini dapat digunakan sebagai panduan
kanak autisme lebih cenderung untuk mempunyai rakan
untuk kajian yang lebih terperinci dalam membina
yang sama jantina (N18: m =3.58) dan usia yang sama (N21
hubungan kanak-kanak autism dengan rakan sebaya dan
: m = 2.96). Jantina lelaki lebih ramai menjadi rakan kepada
meningkatkan kualiti persahabatan mereka; (2) Strategi
kanak-kanak autisme kerana mereka memilih rakan yang
yang sesuai perlu dikaji untuk membantu kanak-kanak
sama jantina. Sampel juga menyatakan bahawa anak
autism ini membina hubungan persahabatan dengan
autisme mereka lebih ramai lelaki berbanding perempuan.
lebih baik; (3) Semua pihak terutamanya ibu bapa perlu
Mereka juga mempunyai lebih ramai rakan yang juga
memainkan peranan dalam membantu kanak-kanak
kategori autisme (N24: m = 3.00) dan kanak-kanak
autism membina hubungan persahabatan mereka.
masalah pembelajaran (N25 : m = 2.96) berbanding dengan
kanak-kanak biasa. Ini disokong oleh Bauminger & Kasari
(2000) yang menyatakan bahawa kanak-kanak autisme RUJUKAN
didapati lebih mempunyai rakan rakan kurang upaya American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and
berbanding kanak-kanak normal. Statistical Manual of Mental Disorders. Ed.Ke-
4.USA:APA
Bauminger, N., & Kasari, C. 2000. Loneliness and
KESIMPULAN DAN CADANGAN
friendship in high-functioning children with
Berdasarkan hasil analisis dapatan, pengkaji autism. Child Development. 71, 447456.
telah membuat kesimpulan dan cadangan seperti di Bauminger, N., Shulman, C. 2003. The Development
bawah; and Maintenance of Friendship in High-
Functioning Children With Autism:Maternal
Kesimpulan Perceptions.Sage Journal Publication
Berdasarkan hasil dapatan kajian tentang Calder L.,Hill V. & Pellicano E. .2012. Sometimes I
persepsi ibu bapa terhadap ciri-ciri persahabatan Want Play by My Self:Understanding What
kanak-kanak autisme, pengkaji dapat membuat Friendship means to Children With Autism in
kesimpulan bahawa kanak-kanak autism Meanstream primary School.Sage journal
mempunyai sekurang kurangnya seorang kawan publication
dan mempunyai lebih daripada seorang kawan. Judith Wiener, Barry H.Schneider. 2002. A Multisource
Selain itu, kanak kanak autism juga lebih suka Exploration Of The Friendship Pattern Of
bermain permainan video bersama rakan, menonton Children With And Without Learning
televisyen bersama sama rakan dan bermain bersama Disabilities.Journal Of Abnormal Child
rakan di taman permainan. Dapatan juga mendapati Pshychology.Vol 30.No.2
bahawa kanak-kanak autism ini membina hubungan Kathleen, K.White, W.S & Scahill,L. 2006. Social
persahabatan melalui aktiviti berkongsi alat permainan Skills Development in Children with Autism
bersama rakan. Namun, kanak-kanak autism ini lebih Spectrum Disorders: A Review of the
cenderung kepada rakan yang sama jantina, rakan yang Intervention Research
mempunyai umur yang sama dan mempunyai lebih Michael Waldman, Sean Nicholson & Nodir Adilov.
ramai rakan yang juga kategori autism dan masalah 2006. Does Television Cause Autism.The
pembelajaran berbanding kanak-kanak normal. National Bureau of Economic research.
Berdasarkan hasil dapatan kajian tentang Petrina N, Carter M., Stephenson J. 2013. The nature of
persepsi ibu bapa terhadap ciri-ciri persahabatan kanak- friendship in children with autism spectrum
kanak autisme, pengkaji dapat membuat kesimpulan disorders: Asystematic review. Research in
bahawa kanak-kanak autism mempunyai sekurang autism spectrum disorders.8(111-126)
kurangnya seorang kawan dan mempunyai lebih
514 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7THSERIES2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Norfishah Mat Rani. 2015. Rahsia Dan Keunikan SeonYeong, Mechaelene & Susan .2011. Childrens
Personaliti Kanak-kanak Autistik Di Malaysia. Friendship Development: A Comparative
Universiti Sains Malaysia. Study.University of Illinois.Vol.13(1)
Steyaert,J.G., & De La Marche,W. 2008. Whats new in
Autism?. European journal of pediatrics,
167(10), 1091-1101.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PERSEPSI GURU PENDIDIKAN KHAS DALAM MENINGKATKAN


PROSES PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN MURID
BERMASALAH PEMBELAJARAN SPESIFIK
(Perception of Special Education Needs Teachers in Enhance Teaching and Learning Methods for Students
With Specific Difficulties)

Norzuliati Mohd Dzahira, Safani Barib

Universiti Kebangsaan Malaysia, 43600 Bangi ,Selangor, Malaysia


E-mail : norzuliati.dzahir@gmail.com

Abstrak: Tujuan kajian ini adalah untuk mengenal pasti kaedah pengajaran dan pembelajaran yang
diaplikasikan oleh guru-guru pendidikan khas kepada murid bermasalah pembelajaran spesifik disleksia.
Kajian berbentuk tinjauan ini menggunakan borang soal selidik yang ditadbirkan kepada 30 orang guru
Pendidikan Khas yang mengajar di 16 buah sekolah menengah yang mengajar di Program Pendidikan Khas
Integrasi (PPKI) di sekitar Petaling Perdana, Selangor. Persoalan kajian dibina bagi mengkaji kaedah
pengajaran yang diaplikasikan oleh Guru Pendidikan Khas ketika mengajar murid disleksia. Dapatan kajian ini
mendapati bahawa guru pendidikan khas mempunyai kreativiti yang sederhana dalam proses pengajaran
pembelajaran dijalankan. Guru-guru pendidikan khas yang mempunyai corak pengajaran yang kreatif dapat
membantu murid disleksia memberi tumpuan di dalam kelas memandangkan mereka mempunyai gaya
pembelajaran yang unik dan berbeza antara satu sama lain.
Kata kunci : Persepsi, Murid Bermasalah Pembelajaran Spesifik (disleksia), Kaedah Pengajaran dan
Pembelajaran, Guru Pendidikan Khas, Program Pendidikan Khas Integrasi (PPKI).

Abstract: The aim of this study was to identify teaching and learning methods applied by teachers of special education
to students with specific learning dyslexia in Selangor. The study employs a survey methods approach in data
collection process. The survey concentrates on the method being used to educate the student with dyslexic to enhance
teaching and learning process of dyslexic students. 30 respondents were selected among Special Education Need
Teacher (SEN) in 16 secondary schools with Special Education Integration Programme (PPKI) around Petaling
Perdana, Selangor. Special education needs teacher (SEN) need to be more creative and apply various teaching and
learning methods that are interesting in helping dyslexic students to focus in class. It is because the specific learning
disabilities (dyslexia) has unique learning styles and are different from each other.
Keywords: Perseption, Specific Learning Disabilities (Dyslexia), Teaching aand Learning Methods, Special
Education Needs Teacher (SEN)

PENDAHULUAN penglihatan, masing-masing dengan bilangan 43,788


Menurut sumber dari Jabatan Perangkaan orang dan 31,924 orang.
Malaysia (2012) bilangan Orang Kurang Upaya (OKU) Menurut data program pendidikan khas integrasi
yang berdaftar di Malaysia ialah seramai 359,203 orang. disleksia spesifik 2012, jumlah murid yang mengalami
Daripada jumlah itu, golongan bermasalah pembelajaran disleksia sekolah rendah dan sekolah menengah adalah
merupakan golongan majoriti dengan jumlah 134,659 seramai 660 orang. Menurut Drake (1989), kanak-kanak
orang. Golongan ini ditakrifkan sebagai individu yang disleksia mempunyai kesukaran belajar berbahasa,
menghadapi masalah kecerdasan otak yang tidak selaras ketidakseimbangan kebolehan intelektual, tidak lancar
dengan usia biologikalnya. Murid bermasalah membaca sesuatu yang bercetak, kesukaran meniru
pembelajaran mempunyai pelbagai kategori seperti tulisan pada papan tulis atau buku.
lembam, down syndrome, kurang upaya intelektual, Azizi Yahya (2006) menyifatkan bahawa
autisme, Attention Deficit Hyperactive Disorder disleksia adalah ketidakupayaan belajar yang berpunca
(ADHD), masalah pembelajaran spesifik (disleksia, daripada kerosakan sistem neurologi manusia khasnya
diskalkulia, dan disgrafia) dan lewat perkembangan di bahagian otak. Berninger dan Neilson (2008) pula
global (global development delay) menyatakan bahawa disleksia mempunyai masalah
(http://www.spa.gov.my/web/guest/kategori-orang- perkembangan otak iaitu spesifik kesukaran dalam
kurang-upaya-oku-), (Siti Sakinah Ab Jalil, Siti pembelajaran dengan penulisan bahasa dan dikatakan
Khadijah Lokman, Asha Hasnimy, et.al. ,2013). individu disleksia adalah individu yang unik.
Kemudian diikuti dengan golongan bermasalah fizikal Seterusnya Emma dalam kajiannya pada tahun
seperti kerdil, kudung tangan atau kaki atau keduanya, 2013 pula mendefinisikan bahawa kanak-kanak
kudung ibu jari tangan, lumpuh, spina bifida, muscular disleksia mempunyai masalah perkembangan mental
dystrophy dan cerebral palsy dengan bilangan 123,346 yang lebih dikenali sebagai lambat menerima
orang. Bagi golongan bermasalah pendengaran dan

515
516 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

pembelajaran dan menghadapi kesukaran dalam


membentuk kemahiran menulis. Jadual 1: Jadual Skala Likert (Abdul Ghafar, 1999)
Mengikut teori Gagne (1985) semasa proses SKOR PERNYATAAN SINGKATAN SKALA
pembelajaran melibatkan peringkat memberi perhatian 1 Sangat Tidak Setuju STS 1
di mana murid perlu memberikan perhatian kepada 2 Tidak Setuju TS 2
3 Tidak Pasti TP 3
pengajaran yang disampaikan kepadanya serta boleh
4 Setuju S 4
mengaitkan pembelajaran baru dengan pembelajaran 5 Sangat Setuju SS 5
lepas. Kepelbagaian latar belakang murid disleksia
memerlukan pendidikan yang lebih khusus mengikut DAPATAN KAJIAN
kaedah, pendekatan dan bahan bantu belajar yang lebih Analisis data kajian dihuraikan dalam dua bahagian,
sesuai dengan keperluan mereka. Oleh yang demikian, iaitu analisis mengenai profil demografi responden dan
aktiviti pengajaran dan pembelajaran yang melibatkan analisis persoalan kajian. Berdasarkan kepada soal selidik
murid-murid disleksia ini perlu di ubahsuai bersesuaian yang dilakukan, data di analisis menggunakan perisian
dengan tahap penerimaan mereka supaya dapat Statistical Package for Social Science (SPSS) Versi 22
mengoptimumkan potensi diri mereka yang sebenar untuk mendapatkan frekuensi dan peratusan. Jadual 2
(Salizawati Omar, 2011), Keadaan ini membuktikan menunjukkan interpretasi skor min yang digunakan oleh
bahawa semua murid pendidikan khas adalah unik dan
Jamil Ahmad (2002) bagi menilai tentang persepsi guru
berbeza antara satu sama lain (Abdullah Yusof, 2006). pendidikan khas dalam meningkatkan proses pengajaran dan
pembelajaran murid disleksia.
METODOLOGI KAJIAN
Reka bentuk kajian ini adalah kajian kuantitatif Jadual 2: Skor min dan interprestasi
yang menggunakan kaedah tinjauan. Instrumen soal SKOR MIN INTERPRESTASI
selidik digunakan untuk mengumpul data mengenai
1.00 hingga 2.33 Rendah
persepsi guru pendidikan khas dalam meningkatkan
pengajaran dan pembelajaran murid bermasalah spesifik 2.34 hingga 3.66 Sederhana
disleksia. Instrumen ini mengandungi dua bahagian 3.67 hingga 5.00 Tinggi
iaitu (i) bahagian demografi responden dan (ii) persepsi
guru pendidikan khas dalam meningkatkan proses
pengajaran dan pembelajaran murid disleksia.Tujuan Maklumat Demografi
utama pengumpulan maklumat demografi adalah untuk
mengenal pasti faktor yang mungkin mempengaruhi Jadual 3: Demografi Responden
jawapan responden di bahagian lain soal selidik. PERATUSAN
BIL. MAKLUMAT KEKERAPAN
Terdapat 8 soalan yang ditanya di bahagian ini iaitu (%)
jantina,umur, bangsa, jawatan, pengkhususan, 1 Jantina
a) Lelaki 4 13.3
kelayakan akademik, tempoh berkhidmat dan b) Perempuan 26 86.7
pengalaman mengajar di PPKI. 2 Umur
Responden menjawab 10 item dalam bahagian a) 20 30 8 26.7
(ii) berdasarkan skala likert 5. Skala tersebut berbentuk b) 31 40 15 50.0
Sangat Tidak Setuju (1), Tidak Setuju (2), Tidak Pasti c) 41 50 6 20.0
(3), Setuju (4) dan Sangat Setuju (5). Soal selidik d) 51 ke atas 1 3.0
memberikan kemudahan kepada responden dalam 3 Bangsa
membuat pilihan yang tepat terhadap item soalan yang a) Melayu 27 90.0
dikemukakan mengikut masa lapang mereka. b) Cina 0 0.0
Persampelan rawak berstrata digunakan untuk memilih c) India 3 10.0
d) Lain-lain 0 0.0
responden kajian. Terdapat seramai 30 orang guru
4 Jawatan
pendidikan khas mengajar di 16 buah sekolah a) Penolong 1 3.3
menengah yang mempunyai Program Pendidikan Khas Kanan
Integrasi (PPKI) Bermasalah Pembelajaran yang Pendidikan
mengajar di daerah Petaling Perdana, Selangor telah Khas
menjawab soal selidik yang telah diedarkan. b) Penyelaras 1 3.3
Instrumen ini dipilih kerana ia dapat Pendidikan
memberikan maklumbalas yang lebih tepat kerana Khas
responden tidak perlu berhadapan dengan penyelidik c) Guru 28 93.3
Pendidikan
semasa menjawab soalan-soalan tersebut. Selain itu,
Khas
menurut Mohd Majid Konting (2005), soal selidik 5 Pengkhususan
merupakan kaedah yang paling berkesan bagi a) Pendidikan 11 36.7
mendapatkan data dalam jumlah yang banyak pada kos Khas
yang rendah dalam tempoh yang singkat disamping b) Lain-lain 19 63.3
sifatnya yang mudah di analisis dan mudah di tadbir.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 517
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

6 Kelayakan
Akademik
a) Sarjana 2 6.7
b) Sarjana 25 83.3
Muda
c) Diploma 2 6.7
d) Sijil 1 3.3
7 Tempoh
Berkhidmat Bagi maklumat mengenai jawatan yang dipegang,
a) 1 5 tahun 8 26.7 didapati bahawa 28 responden (93.3%) adalah merupakan
b) 6 - 10 tahun 12 40.0 guru pendidikan khas, seorang responden (3.3%) adalah
c) 11 15 tahun 3 10.0 Penyelaras Pendidikan Khas serta seorang responden (3.3%)
d) 16 20 tahun 3 10.0 adalah berjawatan Penolong Kanan Pendidikan Khas.
e) 20 ke atas 4 13.3
8 Pengalaman
Mengajar di PPKI
a) 1 5 tahun 14 46.7
b) 6 - 10 tahun 12 40.0
c) 11 15 tahun 1 3.3
d) 16 20 tahun 2 6.7
e) 20 ke atas 1 3.3

Daripada 30 orang responden yang yang mengajar di


Porgram Pendidikan Khas Integrasi (PPKI) telah terlibat
dalam kajian ini. Daripada jumlah tersebut, 4 orang Rajah 2: Jawatan
responden (13.3%) ialah lelaki dan 26 orang responden
adalah guru perempuan (86.7%). Bagi faktor umur di dapati
8 orang responden (26.7%) berusia diantara 20 30 tahun, Bagi bidang pengkhususan pendidikan guru
15 responden (50%) berusia di anatara 31 40 tahun, 6 pendidikan khas, didapati bahawa hanya 11 responden
responden (20%) berusia di antara 41 50 tahun manakala (36.7%) sahaja yang mempunyai opsyen pendidikan khas
seorang manakala selebihny iaitu 19 responden (63.3%) adalah guru
yang mempunyai pengkhusususan yang pelbagai seperti
Fizik, Kejuruteraan, Kemahiran Hidup, Matematik,
Pendidikan Islam, Pengajian Islam, Pengajian Malaysia,
Perakaunan, Perdagangan, Sains dan Teknologi Maklumat.

responden (3%) berusia 51 tahun ke atas.

Lain-lain

Opsyen Lain-lain
Pendidikan Khas

Rajah 3: Bidang Pengkhususan

Rajah 1: Jantina

Seramai 27 responden (90%) terdiri daripada


Melayu dan 3 responden (10%) adalah India.
518 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Bagi faktor kelayakan akademik, 2 orang responden


(6.7%) mempunyai tahap peringkat Sarjana, 25 responden
(83.3%) mempunyai Sarjana Muda Pendidikan, 2 responden
(6.7%) mempunyai tahap pendidikan peringkat Diploma dan
seorang responden (3.3%) adalah mempunyai Sijil.
Rajah 6: Pengalaman Mengajar di PPKI
Persepsi Guru Pendidikan Khas dalam Meningkatkan
Proses Pengajaran dan Pembelajaran Murid Disleksia.
Sebanyak 10 item dikemukakan dalam soal selidik
yang telah diedarkan bagi mengkaji persepsi guru
pendidikan khas dalam meningkatkan proses pengajaran
dan pembelajaran murid disleksia. Hasil analisis dapatan
dapat digambarkan di dalam jadual 4 di bawah.

Jadual 4: Dapatan Soal Selidik


KEKERAPAN / PERATUS
Rajah 4: Kelayakan Akademik ITM KENYATAAN STS TS TP S SS
MIN
(%) (%) (%) (%) (%)
Saya merujuk
Bagi elemen tempoh perkhidmatan responden kepada sukatan
sebagai guru telah mendapati bahawa 8 responden (26.7%) pelajaran untuk 0 0 5 18 7 4.07
E1 menyediakan
berkhidmat di antara 1 hingga 5 tahun dan 12 responden 0.0 0.0 16.7 60.0 23.3
perancangan
(40%) berkhidmat di antara 6 10 tahun . 3 responden pengajaran.
(10%) berkhidmat di antara 11 hingga 15 tahun dan 3 Saya
responden (10%) di antara 16 hingga 20 tahun.Seramai 4 menyediakan
rancangan
orang responden (13.3%) telah berkhidmat sebagai guru 0 0 5 17 8 4.10
E2 harian yang
yang telah melebihi 20 tahun ke atas. lengkap setiap 0.0 0.0 16.7 56.7 26.7
kali sebelum
pengajaran.
Saya memilih
isi kandungan
pelajaran yang 0 0 5 14 11 4.13
E3 sesuai dengan 0.0 0.0 16.7 46.7 36.7
kebolehan
murid.
Saya
menyesuaikan
isi kandungan 0 0 5 14 11 4.20
E4 dengan 0.0 0.0 16.7 46.7 36.7
kebolehan
murid
Rajah 5: Kelayakan Berkhidmat Sebagai Guru Saya memilih
bahan bantu 0 0 6 14 10 4.13
E5 mengajar yang 0.0 0.0 20.0 46.7 33.3
Manakala bagi item tentang pengalaman mengajar di sesuai
PPKI didapati bahawa 14 responden (46.7%) mempunyai Saya membina
bahan bantu
pengalaman 1 5 tahun, 12 responden (40%) mempunyai mengajar yang 0 0 5 15 10
E6 4.17
pengalaman 6 -10 tahun, seorang responden (3.3%) sesuai dengan 0.0 0.0 16.7 50.0 33.3
mempunyai pengalaman mengajar 11 15 tahun. hasil
pembelajaran
Saya
merancang
strategi
pengajaran
0 1 5 16 8 4.03
E7 yang bertepatan
dengan hasil 0.0 3.3 16.7 53.3 26.7
pembelajaran
yang hendak
dicapai.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 519
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Saya memilih tentang disleksia dalam kalangan responden dipercayai


kaedah disebabkan oleh kekurangan pendedahan dan input
pengajaran 4.07
0 1 5 15 9 latihan yang komprehensif. Terdapat juga kekeliruan
E8 yang sesuai
dengan 0.0 3.3 16.7 50.0 30.0 yang dihadapi oleh guru pendidikan khas dalam
kebolehan mengenali ciri-ciri disleksia, menaksirkan murid-murid
murid. yang mengalami disleksia.
Saya
mempelbagaika Dapatan dari kajian ini juga mendapati bahawa
n aktiviti 4.13
46.7% responden mempunyai pengalaman 1 5 tahun,
0 0 0 14 10
E9 pengajaran
0.0 0.0 0.0 46.7 33.3
40% responden mempunyai pengalaman 6 -10 tahun,
mengikut 3.3% responden mempunyai pengalaman mengajar 11
kebolehan
murid. 15 tahun, 6.7% berpengalaman sebanyak 16 -20 tahun
Saya dan 3.3% berpengalaman lebih dari 20 tahun ke atas.
menjalankan Kebanyakan responden yang baru mengajar di PPKI
pdp di luar bilik 3.87 yang mempunyai pengalaman kurang dari 5 tahun atau
0 2 6 16 6
E10 darjah
mengikut 0.0 6.7 20.0 53.3 20.0 guru pendidikan khas bukan opsyen pendidkan khas
kesesuaian menyatakan bahawa bilangan latihan yang diterima
tajuk. semasa dalam perkhidmatan kurang memuaskan.
Jumlah Keseluruhan (n) = 30 Pendedahan tentang ciri-ciri disleksia dan kaedah
Min Keseluruhan 4.09 pengajaran dan pembelajaran yang sesuai amat di
alukan.
Min keseluruhan ialah 4.09 pada tahap tinggi,
kajian mendapati bahawa guru pendidikan khas CADANGAN DAN KESIMPULAN
bersetuju dengan proses pengajaran dan pembelajaran
Guru-guru pendidikan khas perlu dilengkapkan
murid disleksia yang telah diaplikasikan.Nilai min 4.20 dengan pelbagai kemahiran strategi pengajaran yang
mewakili skor min tertinggi bagi item E4 iaitu Saya terkini, menarik serta sesuai dengan keperluan murid
menyesuaikan isi kandungan dengan kebolehan murid. disleksia. Ini memberi peluang kepada mereka untuk
Ini terbukti dengan dapatan kajian mendapati seramai 5 terlibat secara aktif bersama rakan-rakan lain dalam
responden (16.7%) tidak pasti, 14 responden (46.7%) aktiviti pengajaran dan pembelajaran yang dijalankan.
adalah bersetuju dan 11 responden (36.7%) adalah Guru-guru pendidikan khas perlu menerapkan
sangat setuju dengan menyesuaikan isi kandungan penggunaan ICT ketika menyampaikan maklumat
pengajaran dengan tahap kebolehan dan penerimaan kerana dapat menjadikan persembahan dalam
murid dapat meningkatkan penerimaan murid disleksia penyampaian maklumat itu menjadi lebih kreatif,
ketika sesi pengajaran dan pembelajaran dijalankan. menarik dan mampu merangsang tumpuan dan minda
Manakala bagi item E10 menunjukkan min murid ini (Nik Mohd. Rahimi Nik Yusuff et all., 2014).
terendah iaitu 3.87, ini jelas membuktikan bahawa Penggunaan teknologi komunikasi augmentative
sebanyak 6.7% guru pendidikan khas tidak bersetuju dan alternatif (ACC) perlu diterapkan dalam pengajaran
menjalankan pdp di luar darjah mengikut kesesuaian dan pembelajaran murid disleksia dalam menarik minat
tajuk, 20% tidak begitu pasti dengan pendekatan mereka dan daya fokus mereka di dalam kelas seiring
mengajar diluar kelas disebabkan oleh murid disleksia dengan perkembangan teknologi semasa. ACC turut
tidak dapat memberi tumpuan jika belajar di luar kelas didefinisikan sebagai suatu bentuk komunikasi yang
akibat terlalu banyak tarikan. Selebihnya adalah menggunakan gestur, bahasa isyarat, gambar, peranti
bersetuju (53.3%) dan sangat setuju (20%) jika pdp penjanaan pertuturan atau komunikasi secara bertulis
dapat dijalankan diluar kelas kerana bagi pendapat guru- oleh American Speech-Language-Hearing Association
guru ini dengan memberi mengajar di luar kelas ia dapat (ASHA, 2013).
memberi pendedahan kepada murid disleksia mengikut Isu kekurangan kemahiran atau kursus terhadap
kesesuaian tajuk yang ingin di ajar. Guru-guru ini pendidikan disleksia dalam kalangan guru pendidikan
berpendapat bahawa murid ini akan lebih memahami khas turut merupakan satu masalah bagi seorang guru
perkara yang ingin di ajar degan lebih mendalam. pendidikan khas yang mempunyai pengalaman kurang
dari setahun atau guru yang tidak mempunyai opsyen
pendidikan khas. Minat dan semangat yang ditunjukan
PERBINCANGAN oleh responden dalam bidang pendidikan khas
Secara keseluruhan dapatan kajian ini telah terutamanya disleksia tidak patut dipersiakan. Masalah
mendapati bahawa bahawa hanya 36.7% responden ini boleh ditangani melalui usaha Kementerian
mempunyai opsyen pendidikan khas. Sebanyak 63.3% Pendidikan Malaysia dengan menganjurkan lebih
tidak mempunyai latar belakang pendidikan khas banyak bengkel atau kursus berkaitan pendidikan
walaupun mengajar di Program Pendidikan Khas disleksia. Kursus dan latihan yang lebih mantap serta
Integrasi (PPKI) disini. Namun begitu, mereka komprehensif dapat melahirkan guru-guru pendidikan
menunjukkan minat yang tinggi dalam mengajar murid khas yang mahir dan cekap dalam mendidik murid-
disleksia, tetapi keliru tentang beberapa perkara murid disleksia di negara ini.
berkaitan dengan disleksia. Kekurangan pengetahuan
520 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Selain dari itu, sesi perkongsian maklumat antara Mokhtar Tahar & Noarni Salleh. (2010). Tahap
guru pendidikan khas yang mempunyai berpengalaman Latihan, Pengetahuan dan Keyakinan Guru-guru
lebih dari 10 tahun tentang disleksia di bawah Pejabat Pendidikan Khas tentang Austisme. Jurnal
Pendidikan Pelajaran yang sama perlu dikongsi bersama Pendidikan Malaysia 35(1): 19 -26
guru-guru pendidikan khas yang baru berkhidmat atau What is Assistive Technology (AT)? (2012).
kurang dari 2 tahun mengajar PPKI atau guru yang ingin ATNetwork:Assistive Technology..Tools for
mendapatkan maklumat lanjut tentang disleksia . Living. Williams, M.B., Krezman, C., &
Perkongsian maklumat ini dilihat dapat mengeratkan McNaughton, D. (2008). Reach for the star:
hubungan dikalangan guru-guru di samping dapat Five 127 principles for the next 25 years of ACC.
memahami dengan lebih mendalam tentang murid Augmentative and Alternative Communication.
disleksia. Sesi pertukaran maklumat atau pertukaran V.W. Berninger, K.H. Nielsen. (2006). Gender
pendapat di adakan di suatu sesi samaada bersekemuka Differences in Severity of Writing and Reading
atau menggunakan telesidang. Disabilities. Journal of School Psychology.
University of Washington, United States.
RUJUKAN Ronald Dell Davis. (2010). The Giftt of Dyslexia
Azizi Yahaya. (2006). Punca dan Rawatan Revised and Enpanded. Perigee Trade.
Kecelaruan Tingkah Laku. Kuala Lumpur : PTS ISBN:978-0399535666
Profesional. Salizawati Omar (2011), Masalah Bahasa Bukan
Bahagian Pendidikan Khas. (2011). Instrumen Senarai Lisan, Diges Pendidik Universiti Sains Malaysia
Semak Disleksia. Kementerian Pendidikan (USM), Jilid 11, Bil 1/2011
Malaysia. Putrajaya. Cetakan Kedua. Gagne, R. (1985). Conditions of Learning. New York:
Pallant, J (2013). SPSS survival manual : A step Holt, Rinehart and Winston.
by step guide to data analysis using SPSS. Kementerian pelajaran Malaysia. (2011). Program
Buckingham. literasi dan numerasi tahap 1 sekolah
Osman Hashim & Ahmed Ghazie Ibrahim. (2007). rendah.Terbitan Bahagian Pembangunan
Ke arah Peningkatan Pengajaran dan Kurikulum
Pembelajaran Pendidikan Seni Dallam Rosana Awg. Bolhasan. 1998. Disleksia di kalangan
Pendidikan Khas Bermasalah Pembelajaran. pelajar sekolah rendah di Kuching, Sarawak.
Jurnal Masalah Pendidikan 30(1), 37 49. Dissertas Sarjana Sains. Universiti Malaysia
Siti Sakinah Ab Jalil, Siti Khadijah Lokman, Asha Sarawak.
Hasnimy, et.al. (2013). Jenis Gengaman Pensel http://www.spa.gov.my/web/guest/kategori-orang-
dan Prestasi Kemahiran Melakar Normal dan kurang-upaya-oku- (20 November 2016)
Bermasalah Pembelajaran : Pemerhatian http://www.asha.org/PRPSpecificTopic.aspx?folderid=8
Awalan CEKAP. International Seminar on 589942773&section=Overview (14 Disember
Quality and Affordable Education. Fakulti 2016)
Pendidikan, Universiti Teknologi Malaysia, https://www.scribd.com/doc/109275445/Tajuk-1-
Skudai. Pengenalan-Kepada-Disleksia (20 November 2016)
Hasnah Toran, Mohd Hanafi Mohd Yasin, Mohd
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

KESEDIAAN GURU KHAS MASALAH PENDENGARAN DALAM


MELAKSANAKAN PENGAJARAN i-THINK
(Special Teacher Readiness And Obstruction of Hearing Problems in Implementing Teaching
i-Think)

Sairulbariah binti Alia, Norshidah binti Mohamad Sallehb


a
Sekolah Menengah Kebangsaan Taman Sutera, Skudai, Johor Bahru, Johor, Malaysia
b
National University of Malaysia, Bangi, Selangor, Malaysia

Abstrak : Kementerian Pendidikan Malaysia (KPM) telah melaksanakan beberapa perubahan ke arah
pendidikan abad ke-21. Selaras dengan itu, program i-think (innovative thinking) merupakan satu program
yang bertujuan untuk mempertingkatkan dan membudayakan kemahiran berfikir dalam kalangan pelajar.
Kajian ini bertujuan untuk mengenalpasti kesediaan guru berdasarkan pengetahuan, kemahiran, sikap serta
halangan pengajaran i-think . Kajian kuantitatif deskriptif ini melibatkan 30 orang guru di daerah Johor Bahru
yang mengajar Murid Bermasalah Pendengaran. Kajian ini mendasari Teori Pemikiran Kawalan Adaptif
Anderson dan diadaptasi dalam Model Perubahan Pendidikan Fullan dan Model Pengajaran Berkesan
Polloway, Patton, Serna dan Bailey. Data dikumpulkan menggunakan satu set soal selidik yang diadaptasi
daripada kajian Rahmat Habibi. Terdapat empat konstruk dan disahkan tahap Alpha 0.873. Data dianalisis
dengan menggunakan perisian SPSS. Analisis statistik deskriptif dan inferens digunakan untuk mendapatkan
maklumat yang diperlukan. Dapatan kajian menunjukkan pengetahuan, kemahiran dan sikap pengajaran i-
think untuk mereka melaksanakannya sudah mencukupi. Analisis menunjukkan tidak terdapat perbezaan yang
signifikan dari aspek kesediaan pengetahuan, kemahiran dan sikap guru berdasarkan faktor demografi jantina,
kelulusan akademik, pengalaman mengajar murid bermasalah pendengaran. Kajian juga menunjukkan tahap
halangan pengajaran guru adalah positif rendah. Analisis menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
signifikan dari aspek kesediaan pengetahuan, kemahiran dan sikap guru dengan halangan pengajaran guru
dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Kesimpulannya, guru-guru didapati telah melaksanakan
pengajaran i-Think di Program Pendidikan Khas Integrasi dengan baik. Guru-guru juga mempunyai
pengetahuan dan sikap yang tinggi terhadap pengajaran i-Think. Walau bagaimanapun, kemahiran generik dan
kemahiran teknologi maklumat dan komunikasi guru harus diberi penekanan bagi melonjakkan kualiti guru
pada abad ke 21 ini.
Kata kunci: Kesediaan guru, guru pendidikan khas, peta pemikiran

Abstract: Ministry of Education (MOE) has implemented a number of changes to the education of the 21st
century. Accordingly, the i-think (innovative thinking) is a programme that aims to enhance and develop
thinking skills among students. This study aims to identify the readiness of teachers based on the knowledge,
skills, attitudes and barriers teaching i-Think. This quantitative descriptive study involving 30 teachers who
teach in the Johor Bahru Hearing Students. The study underlying Adaptive Control of Thought Theories
Anderson and adapted the Model Education Reform Fullan and Effective Teaching Model Holloway, Patton,
Serna and Bailey. Data are collected using questionnaire adapted from Rahmat Habibi. Data were analyzed
using the SPSS software. Descriptive and inferential statistical analysis was used to obtain the required
information. The findings demonstrate the knowledge, skills and attitudes to teaching i-Think they will suffice.
Analysis shows that is no significant difference in terms of the willingness of the knowledge, skills and
attitudes of teachers based on demographic factors of gender, academic qualifications, experience teaching
students with hearing problems. The study also showed that the level of teaching is a low barrier. Analysis
shows that there are significant differences in terms of the willingness of the knowledge, skills and attitudes of
teachers with teaching obstacles in the process of teaching and learning. In conclusion, teachers have
implemented the teaching and learning i-Think in Special Education Integration Programme with good.
Teachers also have the knowledge and attitude of high against the teaching of i-Think. However, generic
skills, information and communication should be emphasized to boost the quality of teachers in the 21st
century.
Keywords: Availability of teachers, special educationteachers, i-Think programme

PENDAHULUAN merujuk kepada kesediaan pengetahuan dan aspek


Kesediaan guru adalah persiapan dan keyakinan spiritual adalah sikap guru. Menurut Rasdi (2003)
guru terhadap kemampuan untuk mengajar (Raja kesediaan guru melibatkan kemantapan dari aspek
Maznah 2008). Kesediaan guru melibatkan aspek pengetahuan, kemahiran dan sikap. Ketiga-tiga aspek ini
fizikal, mantel dan spiritual untuk menghadapi situasi merupakan faktor dalaman yang wujud dalam diri
mengajar (Raja Maznah 2008 & Hamidah 2002). Aspek seseorang individu.
fizikal merujuk kepada kemahiran guru, aspek mantel

521
522 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Aspek kesediaan guru sangat diperlukan dalam Lokasi kajian dilaksanakan di sekolah-sekolah Program
melaksanakan pengajaran i-think dengan Pendidikan Khas Integrasi Menengah masalah
mengintegrasikan elemen kemahiran abad ke-21 iaitu pendengaran di daerah Johor Bahru, Johor. Soal selidik
pemikiran kreatif, kritis, komunikasi dan kolaborasi. yang digunakan diadaptasi daripada Rahmat Habibi
Senin (2008) menyatakan professional daripada (2014) dan kajian rintis telah dilakukan untuk
perspektif guru memberi makna yang berbeza mengikut memastikan keesahan dan kebolehpercayaan
konteks profesional seperti perilaku, status, kualiti dan pembinaan item borang soal selidik yang dipilih dengan
tanggungjawab. Oleh itu guru perlu melengkapkan diri tujuan unutk mengkaji masalah-masalah yang mungkin
dengan pelbagai kesediaan dalam pengajaran dan timbul semasa proses soal selidik dilaksanakan. Ini
pembelajaran supaya pengajaran guru menjadi lebih memberi peluang kepada penyelidik memperbaiki item-
berkesan. Penyataan ini disokong oleh Abd Rahmin item soalan sebelum kajian sebenar dijalankan. Kajian
(2005) motivasi yang tinggi menjadi bukti kesediaan rintis ini melibatkan 10 orang responden yang dipilih
guru melaksanakan tugasnya dengan produktif dan secara rawak di kalangan guru pendidikan khas di
berdedikasi. daerah Johor Bahru.
Menurut Anderson & Krathwohl (2001) dan Data yang diperolehi daripada kajian ini
Lembaga Peperiksaan Malaysia (2013), setiap peta dianalisis dengan menggunakan Statistical Packages of
pemikiran (i-think) memberi maksud khusus bagi the Science version 22.0 (Windows SPSS versi 22.0).
memenuhi keperluan domain kognitif dalam Kemahiran Dapatan data didapati nilai pekali kebolehpercayaan
Berfikir Aras Tinggi (KBAT) iaitu mengaplikasi fakta, Alpha Cronbachs keseluruhan item ialah 0.873
menganalisis dan menilai dapatan dan mencipta sesuatu Menurut Johnson & Christensen (2008) nilai minimum
yang baru. Kesediaan guru pendidikan khas dalam Alpha Cronbachs 0.700 atau lebih besar diperlukan
melaksanakan pengajaran berkesan memerlukan abgi menentukan kebolehpercayaan instrument.
perancangan dan pertimbangan yang teliti kerana ianya Instrumen kajian yang digunakan dalam kajian ini
memberi impak terhadap pencapaian muridnya. adalah berbentuk skala likert 5 iaitu tidak setuju, kurang
Menurut Senin (2008) kesediaan adalah satu situasi setuju, tidak pasti, setuju dan sangat setuju berdasarkan
yang wujud untuk memungkinkan peluang objektif kajian.
melaksanakan sesuatu aktiviti dengan baik. Pengkaji Model kajian digunakan berdasarkan kajian
merasakan satu keperluan untuk menjalankan kajian ini Norliza (2012), model dan teori telah dirujuk iaitu teori
bagi mendapatkan respon guru pendidikan khas pemikiran kawalan adaptif (Anderson 1983), model
mengenai kesediaan mereka dalam melaksanakan sikap ABC (Nelason & Quick 2004), teori proses
pengajaran i-think berdasarkan status guru Program membuat keputusan inovasi (Rogers 1995) model
Pendidikan Khas Integrasi Sekolah Menengah. perubahan pendidikan (Fullan 2001) dan sorotan
Kajian ini dilaksanakan berdasarkan beberapa pelbagai literature dibina berasaskan konstruk-konstruk
objektif iaitu mengenal pasti kesediaan guru terhadap yang ingin dikaji dan dibina. Anderson (1983)
pengajaran i-think berdasarkan faktor demografi jantina, pengetahuan deklaratif ialah pengetahuan yang
kelulusan akademik, pengalaman mengajar murid berkaitan dengan fakta iaitu pengetahuan yang berkaitan
masalah pendengaran dan menghadiri kursus. Selain itu, dengan apa. Pengetahuan prosedural pula
kajian ini untuk mengenal pasti tahap kesediaan guru pengetahuan kemahiran yang berkaitan dengan
melaksanakan pengajaran i-think berdasarkan bagaimana unutk melakukan sesuatu perkara. Nelson
pengetahuan, kemahiran dan sikap dalam kalangan & Quick, 2004 menyatakan bahawa sikap terbentuk
murid masalah pendengaran serta mengenal pasti daripada tindak balas tiga komponen iaitu afektif,
halangan yang dihadapi dalam melaksanakan tingkah laku dan kognitif yang membentuk sikap yang
pengajaran i-think murid masalah pendengaran akan menunjukkan kecenderungan individu untuk
bertindak balas sama ada positif atau negatif.
METODOLOGI Model Perubahan Pendidikan Fullan (2001) juga
Kajian ini menggunakan pendekatan kajian dijadikan rujukan dalam kajian ini yang merujuk kepada
tinjauan kuantitatif berbentuk deskriptif. Borang soal penekanan tentang aspek pegetahuan dan kemahiran
selidik digunakan sebagai instrumen kajian yang guru sebagai faktor penting yang akan mempengaruhi
terpenting bagi meninjau kesediaan guru pendidikan peranan guru sebagai agen perubahan dalam
khas masalah pendengaran melaksanakan pengajaran i- pendidikan. Merujuk kepada kajian tentang kesediaan
think di daerah Johor Bahru, Johor. Soal selidik adalah guru dalam pengajaran peta pemikiran i-Think dalam
alat utama mengumpul data dalam penyelidikan kalangan murid masalah pendengaran, didapati
deskriptif (Lodica, Spaulding & Voegla 2007). pemboleh ubah bersandar merujuk kepada halangan-
Sampel kajian terdiri daripada 30 orang guru halangan pengajaran guru dalam kalangan murid maslah
pendidikan khas masalah pendengaran daripada jumlah pendengaran. Manakala bagi pemboleh tidak ubah
populasi seramai 54 orang. Guru di pilih berdasarkan bersandar, adalah merujuk kepada faktor demografi
kepada perlaksanaan pengajaran i-think di sekolah. iaitu jantina, kelulusan akademik, pengalaman mengajar
Teknik persampelan digunakan dalam kajian ini di dan menghadiri kursus serta kesediaan guru
mana setiap populasi berpeluang dipilih sebagai sampel.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 523
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

melaksanakan pengajaran peta pemikiran i-think dari tahun, seramai 16 (53.3%) orang guru berpengalaman
aspek pengetahuan, kemahiran dan sikap. mengajar 6 hingga 10 tahun dan 6 (20.0%) orang guru
Pengajaran i-think dalam kalangan murid mempunyai pengalaman mengajar melebihi 11 tahun.
masalah pendengaran merupakan hasil atau impak yang Berdasarkan menghadiri kursus, 30 (100%) guru
diinginkan oleh pengkaji dalam kajian ini. Aaspek menyatakan bahawa mereka pernah menerima latihan
pengetahuan merangkumi matlamat pelaksanaan, dan bimbingan secara dalam talian sahaja dan
konsep, elemen, kriteria dan hasil pembelajaran. Aspek pengalaman pengajaran i-think pula tidak lebih dari 12
kemahiran merangkumi kemahiran prosedural dan bulan.
generik, Aspek sikap pula terdiri daripada perasaan Melalui Ujian Kruskal Walis, secara
(afektif), tindakan (behavirol) dan keyakinan (kognitif). keseluruhannya menunjukkan bahawa tidak terdapat
Sekiranya guru-guru telah bersedia dengan perbezaan yang signifikan kesediaan guru terhadap
ketiga-tiga aspek tersebut serta mengetahui halangan pengalaman guru mengajar murid masalah pendengaran.
dalam pelaksanaan, maka mereka akan dapat menguasai Dari segi min ranking, kesediaan sikap dan pengetahuan
satu kefahaman yang mendalam tentang pengajaran i- guru yang mengajar 6 hingga 10 tahun dan lebih dari 11
think. Seterusnya, mendorong mereka untuk tahun adalah lebih tinggi daripada guru yang mengajar
melaksanakan pengajaran dan pembelajaran yang kurang dari 5 tahun. Namun sebaliknya dari aspek
memberangsangkan jika guru berjaya menyelesaikan kemahiran, min ranking guru yang mengajar kurang dari
masalah yang wujud dalam proses pengajaran i-think. 5 tahun lebih tinggi daripada guru yang mengajar 6
hingga 10 tahun dan lebih dari 11 tahun. Namun
RUMUSAN DAPATAN perbezaan ini adalah tidak signifikan.
Kajian ini melibatkan 30 orang responden guru Rumusan dapatan kajian bagi konstruk (1)
daripada pelbagai latar belakang seperti jantina, kesediaan pengetahuan guru terhadap pengajaran i-think
kelulusan akademik, pengalaman mengajar dan menunjukkan setiap 16 item yang kaji berada pada
menghadiri kursus merujuk jadual 1. tahap tinggi. Item yang mempunyai min paling tinggi
ialah matlamat pengajaran i-think untuk
Demografi Kekerapan Peratusan mengintegrasikan pemikiran kreatif, kritis dan
Jantina - Lelaki 2 6.7 komunikasi (M=4.62 dan SP=0.49). Item pengajaran i-
- Perempuan 28 93.3 think dapat melahirkan murid yang rajin berusaha
Kelulusan Akademik mempunyai min sederhana (M= 4.40 dan SP= 0.49)
- Sarjana 27 90.0 tahap tinggi. Manakala item yang mempunyai min
Muda paling rendah ialah aspek penilaian formatif di
- Sarjana 3 10.0 sepanjang proses pembelajaran (Min= 3.97 dan SP=
Pengalaman Mengajar 0.58). Secara keseluruhannya menunjukkan bahawa
- Kurang 5 8 26.7 kesediaan pengetahuan guru terhadap pengajaran i-think
tahun adalah pada tahap yang tinggi (min = 4.33 dan SP=
- 6 hingga 16 53.3 0.34).
10 tahun Dapatan bagi konstruk (2) kesediaan kemahiran
- Lebih 6 20.0 guru terhadap pengajaran i-think menunjukkan daripada
daripada 17 item yang dikaji 6 item berada pada tahap sederhana
11 tahun dan 11 item pada tahap yang tinggi. Item yang
Menghadiri Kursus mempunyai min paling tinggi ialah saya mahir
- Pernah 30 100 menyampaikan idea berkesan dalam pengajaran i-think
(Dalam (M= 4.0 dan SP= 0.52). Item saya mahir untuk
Talian) mendisplinkan murid semasa pengajaran i-think
Jadual 1: Profil Demografi Kajian mempunyai min yang sederhana (M= 3.73 dan SP=
0.40) Manakala item yang mempunyai min paling
Jadual 1 menunjukkan bahawa berdasarkan rendah ialah saya mahir berkomunikasi dengan
jantina, seramai hanya 2 orang (6.7%) guru lelaki dan menggunakan bahasa isyarat (M= 3.37 dan SP= 0.69)
seramai 28 orang (93.3%) guru perempuan. Berdasarkan berada pada tahap sederhana. Secara keseluruhannya
kelulusan akademik, 27 orang (90%) berkelulusan menunjukkan bahawa item kesediaan kemahiran
akademik sarjana muda dan tiga orang (10.0%) guru terhadap pengajaran i-think adalah ditahap sederhana
berkelulusan sarjana. Analisis inferensi menunjukkan (M=3.73 dan SP = 4.0).
bahawa tidak terdapat perbezaan yang signifikan Dapatan kajian bagi konstruk (3) kesediaan sikap
kesediaan guru murid masalah pendengaran terhadap guru terhadap pengajaran i-think menunjukkan bagi 12
pengajaran i-think berdasarkan faktor demografi jantina item yang dikaji berada pada tahap yang tinggi. Item
dan kelulusan akademik (p>0.05) melalui ujian Mann yang mempunyai min paling tinggi ialah saya percaya
Whitney U. pengajaran i-think akan lebih berkesan dengan sikap
Berdasarkan pengalaman mengajar murid khas yang sabar dan toleransi terhadap murid (Min= 4.62 dan
masalah pendengaran PPKI, seramai 8 (26.7%) orang SP= 0.56) pada tahap tinggi. Item yang mempunyai min
mempunyai pengalaman mengajar kurang daripada lima sederhana pula ialah saya akan mengambil inisiatif
524 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

sendiri untuk meningkatkan pengetahuan i-think (Min= Jadual 3 menunjukkan dapatan kajian daripada 8
4.30 dan SP= 0.59) berada pada tahap tinggi. Manakala item yang dikaji bagi konstruk (4) halangan guru
item yang mempunyai min paling rendah ialah saya terhadap pengajaran i-think menunjukkan 4 item berada
lebih bermotivasi menggunakan pengajaran i-think pada tahap sederhana dan 4 item berada pada tahap
(Min= 3.98 dan SP= 0.60) pada tahap tinggi. Secara tinggi. Bahan rujukan untuk melaksanakan pengajaran i-
keseluruhannya, item kesediaan sikap guru terhadap think tidak mencukupi merupakan item yang
pengajaran i-think adalah di tahap tinggi (M=4.30 dan mempunyai min paling tinggi (M= 4.35 dan SP= 0.68)
SP=0.35). pada tahap tinggi. Manakala item yang mempunyai min
sederhana ialah pengajaran i-think hanya sesuai bagi
No Kesediaan Min Sisihan Interpretasi
topik-topik tertentu sahaja (M= 4.08 dan SP= 0.96) pada
Guru (M) Piawai
tahap tinggi. Item pihak sekolah lebih menekankan
(SP)
tuntutan peperiksaan mempunyai min paling rendah
1 Pengetahuan 4.33 0.34 Tinggi
(M= 3.60 dan SP= 0.98) pada tahap sederhana. Secara
2 Kemahiran 3.73 0.40 Sederhana
keseluruhannya menunjukkan bahawa halangan guru
3 Sikap 4.30 0.35 Tinggi
terhadap pengajaran i-think berada pada tahap tinggi
Keseluruhan 4.12 0.26 Tinggi (M=3.99 dan SP=0.49). Secara keseluruhannya, tidak
Jadual 2: Tahap kesediaan guru terhadap pengajaran i- terdapat hubungan yang signifikan antara kesediaan
think dari aspek pengetahuan, kemahiran dan sikap dengan halangan guru dalam proses pengajaran i-think.
Secara keseluruhannya dapat dirumuskan
bahawa tahap kesediaan guru terhadap pengajaran i- PERBINCANGAN, CADANGAN DAN
think dari aspek pengetahuan, kemahiran dan sikap IMPLIKASI
adalah seperti di Jadual 2. Data menunjukkan bahawa Faktor demografi menghadiri kursus mempunyai
aspek pengetahuan guru terhadap pengajaran i-think hubungan dengan kesediaan guru dari aspek kemahiran.
merupakan yang paling tinggi di ikuti pula dengan Berdasarkan hasil dapatan, program latihan atau kursus
aspek sikap guru. Manakala aspek yang paling rendah wajar dilaksanakan lebih kerap dan berfokus bagi
ialah kemahiran guru terhadap pengajaran i-think. memantapkan kesediaan guru memandangkan
pengajaran i-think adalah masih baharu. Guru-guru
Halangan Guru Min SP Tahap yang lebih berpengalaman dikenal pasti mempunyai
tahap kesediaan dari aspek pengetahuan, kemahiran dan
1 Pihak sekolah lebih 3.60 0.98 Sederhana sikap yang lebih postif berbanding kumpulan guru yang
menekankan tuntutan
kurang berpengalaman. Hal ini turut mempunyai
peperiksaan
perkaitan dengan halangan yang dihadapi iaitu
2 Bahan rujukan untuk 4.35 0.68 Tinggi
melaksanakan pengajaran kekurangan latihan. Dapatan ini juga selaras dengan
i-think tidak mencukupi dapatan kajian Noraini Khamis & Aliza Alias (2016)
3 Tempoh masa kurang 3.97 1.04 Tinggi dan Abd Rahman Habibi (2014)
mencukupi bagi setiap Berdasarkan kajian ini juga, dikenal pasti
sesi pengajaran i-think kesediaan guru untuk melaksanakan pengajaran i-think
4 Murid kurang memberi 3.62 1.12 Sederhana dalam kalangan murid masalah pendengaran masih
komitmen terhadap belum mantap terutamanya dari aspek kemahiran yang
aktiviti pembentangan berada di tahap sederhana. Keadaan ini akan memberi
5 Pengajaran i-think hanya 4.08 0.96 Tinggi kesan terhadap kejayaan pelaksanaannya kerana jika
sesuai bagi topik-topik
tahap kesediaan guru terhadap pengajaran i-think
tertentu sahaja
6 Kurangnya penguasaan 3.85 0.84 Sederhana
mantap, maka pelaksanaan pengajaran i-think akan
bahasa dalam kalangan menjadi lebih mudah dan lancar. Dapatan kajian ini
murid masalah selaras dengan kajian Ravitz (2008) dan Holubova
pendengaran (2008) yang dapat mengenal pasti antara kelemahan
menyukarkan pengajaran utama dalam pelaksaan pembelajaran ialah guru-guru
i-think belum bersedia untuk melaksanakannya kerana
7 Jumlah murid yang 4.20 0.80 Sederhana pendekatan itu masih baru kepada mereka.
sedikit di dalam kelas Implikasinya, guru perlu mempunyai kesediaan
menyukarkan aktiviti yang tinggi untuk mengajar, melengkapkan diri dengan
berkumpulan
pengetahuan dan kemahiran yang tinggi supaya dapat
8 Kursus pendedahan 4.28 0.64 Tinggi
tentang i-think kurang
mewujudkan suasana pengajaran dan pembelajaran
dilaksanakan diperingkat yang merangsang minat murid untuk belajar dengan
sekolah baik (Saipo Ayub, 2003 & Rosnaini Mahmud, 2006).
Keseluruhan 3.99 0.49 Tinggi Dapatan ini diselaras dengan kajian Vamos & Zhou
Jadual 3: Tahap halangan guru melaksanakan (2007) yang menyatakan bahawa terdapat hubungan
pengajaran i-think yang positif antara ketiga-tiga aspek tersebut. Hasil
daripada dapatan kajian ini, boleh di andaikan bahawa
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 525
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

guru yang mempunyai pengetahuan cenderung untuk dan Pembelajaran Literasi Nombor, Universiti
mempunyai kemahiran dan sikap positif. Oleh itu, Teknologi Malaysia
hubungan yang positif antara pengetahuan, kemahiran Laura 2011, The Effect of Thinking Maps on
dan sikap dapat memberi gambaran tentang kesediaan Students Higher Order Thinking Skills,
guru terhadap pengajaran i-think dalam kalangan murid California State University, Northridge
masalah pendengaran di PPKI. Noraini Khamis & Aliza Alias 2016, Kesediaan Guru
Pendidikan Khas dalam Melaksanakan
KESIMPULAN Program Transisi di Sekolah, Universiti
Kesediaan yang optimum guru terhadap Kebangsaan Malaysia
pengajaran i-think dalam kalangan murid masalah Rohaida & Zamri 2015, Keberkesanan peta pemikiran
pendengaran adalah amat penting bagi memastikan (i-think) guru semasa proses pengajaran dan
objektif pengajaran tercapai selaras dengan saranan pembelajaran bagi meningkatkan pencapaian
Kementerian Pendidikan Malaysia iaitu pendidikan alaf penulisan Bahasa Melayu murid tahun 6, Jurnal
21. Guru yang mempunyai pengetahuan dan kemahiran Pendidikan Bahasa Melayu
yang tinggi amat diperlukan untuk membantu murid Rosnidar, Haeidatul, Norazilawati & Nik Azmah Nik
berkeperluan khas dalam proses pengajaran dan Yussuf 2015, Keberkesanan penggunaan i-
pembelajaran (Norshidah Mohd Salleh, Aliza Alias & Think terhadap pencapaian dan minat murid
Zalizan Mohd Jelas 2012). Kajian ini adalah salah satu dalam tajuk sifat, bahan Sains Tahun 4, Fakulti
platform untuk mendapatkan pola perkaitan antara Pendidikan & Pembangunan Manusia, UPSI,
pembolehubah bagi tujuan untuk merangka dan Jurnal Pendidikan Sains & Matematik Malaysia
menyusun program penambah baikan serta penyelesaian Saber & Mansour 2015, How do Concept-Maps
supaya halangan dapat diminimumkan dan Function for Reading Comprehension
keberkesanan pengajaran dapat dipertingkatkan. Improvement of Iranian Advanced EFL
Learners of Both Genders? Department of
RUJUKAN Foreign Languages and Linguistics,Shiraz
Abd Rahman Habibi 2014, Kesediaan Pengetahuan, University, Iran, English Language Teaching;
Kemahiran dan Sikap Guru Pendidikan Khas Vol. 8, No. 7, Published by Canadian Center of
Mengajar Pertanian, Universiti Kebangsaan Science and Education
Malaysia Senin 2008, Pembangunan Profesional Guru, Kuala
Hakk 2016, Evaluation of Visual Materials in Social Lumpu, Publication & Distributions Sdn Bhd
Studies Course books by Teachers' Opinions, Yavuz 2016, An Investigation of the Effectiveness of
University of Baglarbasi Turkey, Journal of Concept Mapping on Turkish Students'
Education & Training Studies Vol. 4,No.7; Academic Success, Atatrk Education Faculty,
July Marmara University, Turkey, Journal of
Khalidah, Saodah, Haslina & Aminah 2014, Aplikasi Education & Training Studies Vol. 4, No. 6;
Peta Pemikiran i_Think Dalam Pengajaran June
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PENGETAHUAN PELAJAR INSTITUSI PENGAJIAN TINGGI TERHADAP


UNDANG-UNDANG BERKAITAN ORANG KURANG UPAYA

Suziyani Mohameda, Rosadah Abd Majidb, Hasnah Toranc dan Nor Atiqah Satarid

abcd
National University of Malaysia,43600 Bangi, Selangor, Malaysia.
E-mail: suziyani@ukm.edu.my

Abstrak: Undang-undang memainkan peranan yang sangat penting dalam memastikan kelancaran pelaksanaan
agenda pembangunan sesebuah negara. Malah dalam usaha pihak kerajaan untuk menyediakan pendidikan yang
berkualiti kepada semua rakyat, pewartaan undang-undang yang berkaitan dilihat sebagai salah satu langkah yang
sangat penting dalam menjamin implementasi pendidikan berdasarkan standard yang telah ditetapkan. Bagi
pelajar kurang upaya, undang-undang yang dikuatkuasakan dapat melindungi dan memperjuangkan hak mereka
untuk mengikuti proses pengajaran dan pembelajaran secara kondusif. Tujuan kajian ini adalah untuk mengenal
pasti tahap pengetahuan pelajar institusi pengajian tinggi terhadap keistimewaan yang diperuntukkan oleh undang-
undang kepada rakan mereka yang kurang upaya. Kajian ini menggunakan reka bentuk kajian tinjauan dan data
yang dikumpul adalah data kuantitatif. Responden daripada sebuah universit awam telah dipilih secara rawak bagi
menlengkapkan soal selidik yang telah dibangunkan. Data yang diperolehi kemudiannya dianalisis menggunakan
statistik deskriptif. Hasil analisis yang dijalankan mendapati bahawa pelajar institusi pengajian tinggi mempunyai
tahap pengetahuan yang baik mengenai undang-undang berkaitan golongan kurang upaya.
Kata kunci: undang-undang kurang upaya, IPT, mahasiswa kurang upaya

Abstract: Law plays an important role in ensuring the successful implementation of the country development
agenda. In education, law enforcement is crucial in ensuring the implementation of education has been done
based on a predetermined standard in order to providing a good quality education to all citizens. For students
with disabilities, the law is enforced to protect their rights to make sure they are receiving an effective education
regardless their disabilities. The aim of this study was to identify the level of knowledge of higher education
students about the privilege provided by law to their friends with disabilities. This study used a survey design and
quantitative data will be collected. Respondent for this study were randomly selected to complete the set of
questionnaires that have been developed. Data were analysed using descriptive statistics. The results of the
analysis found that higher education students have a good knowledge about laws related to people with
disabilities.
Key words: disability law, higher education institution, disabilities student

PENDAHULUAN hak-hak dan akta yang diperuntukkan bagi membela


Pendidikan Khas adalah pendidikan yang pelajar OKU ini untuk mendapatkan pendidikan
disediakan untuk Orang Kurang Upaya (OKU). Di tinggi yang sempurna.
Malaysia, istilah OKU digunakan untuk merujuk Atas kesedaran ini, Pertubuhan Bangsa-Bangsa
kepada individu yang mempunyai masalah Bersatu (PBB) telah memperakukan akan kepentingan
penglihatan, masalah pendengaran, masalah akses kepada pendidikan dalam membantu OKU untuk
pembelajaran, masalah fizikal, masalah pertuturan mencapai hak kesamarataan dan kebebasan asasi.
atau kombinasi (Peraturan Pendidikan Khas 2013). Kepentingan akses kepada pendidikan bagi
Pendidikan khas bukan sahaja perlu diketahui dan golongan OKU juga telah diperakui oleh kerajaan
difahami oleh mereka yang terlibat dengan golongan Malaysia. Akta Orang Kurang Upaya (Akta OKU
OKU, tetapi perlu diketahui oleh setiap individu. 2008) yang diwartakan pada 2008 menyatakan bahawa
Perkara ini adalah sangat penting, terutamanya bagi golongan kurang upaya tidak boleh dikecualikan dari
para guru dalam membantu dan mengenal pasti sistem pendidikan umum atas asas ketidakupayaan
kemudahan dan sokongan yang diperlukan oleh mereka. Malah, melalui Pelan Induk Pembangunan
pelajar OKU. Namun, diperingkat pengajian tinggi, Pendidikan 2006-2010, akses kepada pendidikan
isu yang terjadi adalah berbeza berbanding apa yang adalah salah satu dari empat teras utama pelan ini, di
berlaku di peringkat sekolah. Ini adalah kerana, mana pendekatan pertama dalam mencapai matlamat
pelajar OKU telah memasuki tahap baru dalam alam pelan ini adalah mencapai kesamarataan peluang
pendidikan dan telah berjaya membuktikan bahawa pendidikan bagi pelajar-pelajar yang terpinggir
mereka juga mampu berjaya seperti pelajar tipikal termasuklah pelajar-pelajar golongan berkeperluan
yang lain. Namun tidak ramai pelajar di Institusi khas.
Pengajian Tinggi (IPT) yang mengetahui tentang
527
528 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

menyatakan bahawa golongan kurang upaya merupakan


PBB melalui Konvensyen Hak-Hak Orang golongan yang rendah enrolmennya diperingkat
Kurang Upaya menyatakan bahawa kekurangan upaya pengajian tinggi. Dimana, hanya 4255 orang pelajar
adalah suatu konsep yang sentiasa berevolusi. kurang upaya (1.1%) yang berjaya melanjutkan
Ketidakupayaan tidak lagi hanya dilihat sebagai impak pelajaran ke peringkat tertiari berbanding jumlah
dari kecacatan fizikal atau pun mental. Sebaliknya enrolmen pelajar diseluruh negara, iaitu sebanyak
kekurang upayaan adalah adalah suatu konstruk atau 382,997 orang pelajar.
pandangan sosial di mana kekurang upayaan dilihat
sebagai hasil daripada halangan-halangan yang Impak penggubalan dan pelaksanaan undang-
berpunca daripada sikap dan persekitaran yang undang pendidikan terhadap individu kurang upaya
menghalang penyertaan penuh dan efektif mereka sememangnya sangat positif. Melalui undang-undang,
secara saksama di dalam masyarakat (Persatuan Bangsa- pelajar kurang upaya menerima pelbagai sokongan dan
bangsa Bersatu, 2008). Perspektif ini adalah kemudahan semasa berada di sekolah mahupun pusat
berpaksikan Model Sosial yang menyatakan bahawa pengajian tinggi Oleh yang demikian, tujuan utama
interpretasi kekurangan upaya ini adalah tidak tetap dan kajian ini adalah untuk mengenal pasti tahap
boleh diganti dengan interpretasi yang lain (Oliver pengetahuan pelajar institusi pengajian terhadap hak
1990). yang golongan kurang upaya seperti mana yang
Dewasa ini, bilangan individu kurang upaya diperuntukkan oleh undang-undang. Kajian ini akan
yang melanjutkan pengajian di institusi pengajian tinggi mengkaji tentang tahap pengetahuan pelajar institusi
semakin meningkat. Kajian yang dijalankan di negara- pengajian tinggi terhadap undang-undang berkaitan
negara maju menunjukkan berlakunya peningkatan yang pendidikan khas.
positif dalam pengambilan individu kurang upaya untuk
melanjutkan pengajian di institusi pengajian tinggi. METODOLOGI KAJIAN
Kajian yang dijalankan di United State, United Kajian ini merupakan sebuah kajian tinjauan dan
Kingdom dan Australia mendapati, berlaku peningkatan data yang dikumpul adalah data kuantitatif
konsisten sebanyak 2% setahun dalam pengambilan menggunakan borang soal selidik. Soal selidik yang
individu kurang upaya di institusi pengajian tinggi di digunakan dalam kajian ini telah diadaptasi daripada
negara berkenaan (Henderson, 2001; Konur 2006). kajian yang dijalankan oleh Pedro Villarreal III (2002)
Peningkatan bilangan pelajar kurang upaya di institusi yang bertajuk Faculty Knowledge of Disability Law:
pengajian tinggi adalah kesan daripada penggubalan dan Implications for Higher Education Practice. Soal selidik
pelaksanaan undang-undang berkaitan pendidikan khas. asal yang menggunakan Bahasa Inggeris telah
Di United State contohnya, peningkatan bilangan diterjemah ke dalam Bahasa Melayu bagi memastikan
pelajar kurang upaya di institusi pengajian tinggi responden kajian dapat memahami setiap item dengan
dikesan selepas pewartaan undang-undang Education baik. Disamping itu, terdapat juga beberapa item yang
for All Handicapped Children Act pada tahun 1975 telah dimurnikan, dikeluarkan dan digantikan. Tujuan
(Rothstein 2004). Impak daripada penggubalan undang- utama permurnian, pengeluaran dan penggantian item
undang pendidikan khas untuk pendidikan rendah dan adalah bagi memastikan item-item yang terdapat dalam
menengah ini, bilangan individu kurang upaya yang soal selidik adalah mengenai undang-undang yang
melanjutkan pelajaran ke peringkat tertiari didapati diratifikasi di Malaysia sahaja.
meningkat pada awal tahun 1980an (Rothstein 2004). Soal selidik ini terbahagi kepada dua bahagian
Kajian yang dijalankan di Rusia pula melaporkan, iaitu Bahagian A dan Bahagian B. Bahagian A
peningkatan bilangan pelajar kurang upaya di institusi mengandungi soalan tentang maklumat demografi
pengajian tinggi berlaku setelah Konvensyen Hak Orang responden. Terdapat enam item dalam bahagian ini.
Kurang Upaya di ratifikasi di negara tersebut pada tahun Item tersebut adalah, jantina, umur, bangsa, agama,
2012 (Volosnikova dan Efimova 2016). fakulti, keluarga OKU dan rakan OKU. Tujuan utama
Kesan daripada pelaksanaan dan ratifikasi soal selidik demografi adalah untuk mengenal pasti
undang-undang ini, golongan berkeperluan khas faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi tahap
berpeluang untuk mengikuti pembelajaran peringkat pengetahuan pelajar IPTA tentang hak pelajar OKU.
prasekolah, rendah dan menengah di sekolah bantuan Manakala, Bahagian B pula mengandungi sebanyak 20
penuh kerajaan. Dengan wujudnya peluang untuk item yang berkaitan dengan undang-undang OKU.
golongan kurang upaya ini mengikuti persekolahan, Soalan dalam Bahagian B menggunakan jawapan ya
maka peluang mereka untuk menlanjutkan pelajar dan tidak.
keperingkat tertiari dan seterusnya memperolehi Bagi tujuan pengumpulan data pula, sebuah
perkerjaan yang baik adalah sangat cerah. Berbeza universiti awam (UA) telah dipilih sebagai lokasi kajian.
dengan senario yang berlaku di luar negara, Malaysia Manakala bagi prosedur pemilihan sampel pula, kaedah
masih mencatatkan jumlah enrolmen pelajar kurang persampelan rawak mudah telah digunakan. Seramai
upaya yang rendah di peringkat pengajian tinggi. 120 orang pelajar telah terlibat dalam kajian ini.
Hasnah dan rakan-rakan (2009), memetik laporan Pelan Responden telah diberikan masa selama seminggu untuk
Strategik Pengajian Tinggi Negara (PSPTN 2007) yang melengkapkan soal selidik yang diedarkan. Selepas
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 529
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

seminggu, borang soal selidik dikumpulkan kembali dan melanjutkan pelajaran ke UA. Perkara ini adalah tidak
maklum balas yang diberikan oleh responden telah benar sama sekali kerana pengambilan pelajar ke UA
dimasukkan ke dalam perisian IBM SPPS. Data ini adalah berdasarkan sistem meritokrasi yang telah
kemudiannya di analisis menggunakan analisis statistik diperkenalkan bermula tahun 2002. Menurut sistem
deskriptif iaitu dengan menghitung nilai kekerapan dan meritokrasi, pengambilan pelajar ke UA adalah
peratusan. berdasarkan 90% markah akademik dan 10% markah
kokurikulum. Pernyataan item ke-6 adalah mengenai
DAPATAN DAN PERBINCANGAN tanggungjawab pihak pentadbiran UA dalam
Sebanyak 120 soal selidik telah diedarkan di menyediakan kemudahan yang dipohon oleh pelajar
sebuah universiti awam di Malaysia. Responden telah OKU walaupun ketiadaan kemudahan yang dipohon
diberikan masa selama seminggu untuk melengkapkan tidak memberi kesan kepada pelajar tersebut. Daripada
soal selidik. Kadar pemulangan soal selidik adalah analisis yang dijalankan, didapati seramai 58 responden
100%. Menurut Nulty (2008), kadar pemulangan (48%) bersetuju dengan pernyataan ini. Sebenarnya
sebanyak 70% ke atas adalah baik. Maklum balas yang pihak UA tidak perlu menyediakan kemudahan yang
diberikan oleh responden telah di masukkan ke dalam diminta oleh pelajar OKU sekiranya ketiadaan
perisian IBM SPSS dan di analisis menggunakan kemudahan tersebut tidak memberi impak kepada
analisis statistik deskriptif. kekurang upayaan mereka. Perkara ini jelas dinyatakan
dalam Akta OKU 2008 iaitu, pihak penyedia pendidikan
Maklumat Demografi hanya perlu menyediakan kemudahan yang
Seramai 120 responden telah terlibat dalam munasabah yakni memberi impak kepada pelajar
kajian ini. Daripada jumlah tersebut, didapati 53 OKU.
responden (44%) lelaki dan 67 responden (56%) Item 16 dan 17 adalah mengenai kemudahan dan
perempuan. Bagi faktor umur, 59 responden (49%) hak untuk menyediakan kemudahan serta khidmat
berumur 20 hingga 21 tahun, 43 responden (36%) sokongan yang diperlukan oleh pelajar OKU. Seramai
berumur 22 hingga 23 tahun, 12 responden (10%) 63 responden (53%) menyatakan, adalah tidak menjadi
berumur 24 hingga 25 tahun dan 6 responden (5%) kesalahan dari aspek perundangan sekiranya pihak UA
berumur 26 tahun ke atas. Analisis deskriptif bagi faktor tidak menyediakan kemudahan yang bersesuaian untuk
bangsa menunjukkan 97 responden (81%) adalah pelajar OKU. Bagi item 17 pula, seramai 63 responden
berbangsa Melayu, 8 responden (7%) adalah berbangsa (53%) menyatakan bahawa pensyarah berhak untuk
Cina, 6 responden (5%) adalah berbangsa India dan 13 menentukan samada mereka perlu menyediakan
responden (11%) lain-lain bangsa. Bagi maklumat kemudahan tambahan sewaktu kuliah atau sebaliknya.
mengenai agama yang dianuti oleh responden, didapati Dalam Akta OKU 2008, jelas dinyatakan bahawa
99 responden (83%) adalah beragama Islam, 12 penyedia perkhidmatan pendidikan perlu menyediakan
responden (10%) beragama Kristian, 7 responden (6%) prasarana, kelengkapan pengajaran, bahan pengajaran,
beragama Buddha, 6 responden beragama Hindu dan kaedah pengajaran, kurikulum dan bentuk sokongan lain
seorang responden lain-lain agama. Selain maklumat yang dapat memenuhi keperluan pelajar OKU. Oleh
mengenai latar belakang pelajar, terdapat juga dua yang demikian, adalah menjadi satu kesalahan dari
pernyataan yang ditanya dalam bahagian demografi aspek perundangan sekiranya akta ini tidak dipatuhi.
iaitu adakah anda mempunyai ahli keluarga yang Hasil analisis yang dijalankan menunjukkan
berkeperluan khas dan adakah anda mempunyai rakan lebih 40% responden memberikan maklum balas yang
yang berkeperluan khas. Maklum balas yang diterima salah terhadap item nombor 1, 9, 11 dan 19. Bagi item
daripada kedua-dua pernyataan ini menunjukkan pertama, didapati seramai 51 responden (43%) masih
bahawa majoriti responden tidak mempunyai ahli tidak mengetahui tentang hak OKU untuk menerima
keluarga dan rakan yang berkeperluan khas. Dimana, pendidikan sama seperti warganegara tipikal yang lain.
seramai 99 responden (83%) menjawab tidak untuk Walhal perkara ini telah dinyatakan dengan jelas dalam
pernyataan pertama dan 87 responden (73%) untuk Akta OKU 2008, iaitu golongan OKU sama sekali tidak
pernyataan kedua. boleh dikecualikan daripada pendidikan prasekolah,
rendah, menengah, dan tinggi. Bagi item ke-9, didapati
Pengetahuan terhadap UndangUndang OKU seramai 54 responden (45%) berpendapat bahawa
Jadual 1 menunjukkan maklum balas yang format peperiksaan tidak perlu diubahsuai bagi
diterima daripada responden yang telah melengkapkan memenuhi keperluan pelajar OKU. Sebenarnya, pihak
soal selidik yang diedarkan. Berdasarkan analisis Lembaga Peperiksaan Malaysia telah mengeluarkan
statistik deskriptif yang dijalankan, dididapati majoriti Panduan Pengurusan Peperiksaan Bagi Calon
responden memberikan maklum balas yang salah Bekeperluan Khas (CBK) yang membenarkan
terhadap item nombor 3, 6, 16 dan 17. Bagi item 3, pengubahsuaian format peperiksaan dilakukan agar
didapati seramai 73 responden (61%) menyatakan ianya bersesuaian dengan keperluan pelajar OKU itu
bahawa pelajar OKU tidak perlu memenuhi syarat- sendiri.
syarat kemasukan ke UA sama seperti pelajar tipikal. Ini Bagi item 11, seramai 59 responden (49%)
menunjukkan bahawa majoriti responden beranggapan menyatakan bahawa pihak UA tidak mempunyai hak
bahawa pelajar OKU mempunyai laluan khas untuk untuk menolak permohonan kemudahan yang dibuat
530 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

oleh pelajar OKU walaupun ketiadaan kemudahan 18 adalah berkenaan dengan pengubahsuaian format
tersebut tidak memberikan impak kepada kekurang peperiksaan tradisional kepada oral test, penyediaan
upayaan yang dialami oleh mereka. Berdasarkan Akta tempat peperiksaan yang sesuai dan kemudahan yang
OKU 2008, telah jelas dinyatakan bahawa pihak perlu disediakan sewaktu pelajar OKU sedang
penyedia perkhidmatan pendidikan hanya perlu menduduki peperiksaan. Analisis bagi ketiga-tiga
menyediakan kemudahan yang memberi impak kepada pernyataan ini menunjukkan seramai 76 responden
pelajar OKU sahaja. Analisis item ke-19 menujukkan (64%) dan masing-masing 75 responden (63%)
seramai 50 responden (42%) menyatakan adalah bersetuju dengan pernyataan ini yang selaras dengan
menjadi tanggungjawab pelajar OKU untuk memenuhi dengan panduan pengurusan yang dikeluarkan oleh
keperluan pembelajaran mereka sendiri. Sebenarnya, Lembaga Peperiksaan Malaysia. Item yang ke-20 adalah
adalah menjadi tanggungjawab pihak penyedia berkenaan pengubahsuaian kaedah penyampaian kuliah
perkhidmatan pendidikan untuk menyediakan bahan bagi memastikan ianya bermanfaat kepada semua
pengajaran yang bersesuaian dengan pelajar OKU pelajar yang mengikutinya samada OKU mahupun
selaras dengan peruntukkan perundangan negara. tipikal. Seramai 75% responden (63%) menyatakan
Berdasarkan analisis statistik yang dijalankan adalah menjadi tanggungjawab pensyarah dalam
didapati lebih 30% responden memberikan maklum memastikan kaedah penyampaian kuliah mereka
balas yang salah terhadap item nombor 2, 8, 10, 12, 13, bermanfaat kepada semua pelajar.
15, 18, 20. Bagi pernyataan mengenai definisi OKU, Bagi item 4, didapati seramai 78 responden
seramai 78 responden (65%) telah memberikan jawapan (65%) berpendirian adalah menjadi tanggungjawab dan
yang betul. Ini menunjukkan bahawa responden tugas pihak pentadbir UA dalam menyediakan
memahami mengenai kepelbagaian kekurang upayaan kemudahan untuk pelajar OKU walaupun tiada
yang wujud dalam kalangan pelajar OKU. Bagi item ke- permohonan berkaitan kemudahan tersebut dibuat. Ini
8 pula, seramai 70 responden (58%) sedia maklum kerana, sebaik sahaja pihak UA membuat keputusan
bahawa pelajar OKU berhak mendapat masa tambahan untuk menerima pelajar OKU sebagai sebahagian
sewaktu peperiksaan. Hal ini adalah selaras dengan daripada warga pelajarnya bermakna mereka juga telah
peraturan yang terkandung dalam Panduan Pengurusan sedia maklum tentang tanggungjawab mereka dalam
Peperiksaan Bagi Calon Berkeperluan Khas. Item yang menyediakan segala kemudahan yang diperlukan oleh
seterusnya adalah mengenai penyediaan kemudahan pelajar berkenaan. Bagi item ke-5, seramai 75
oleh pihak pentadbiran UA walaupun mereka responden (63%) berpendapat adalah perlu untuk pihak
berhadapan dengan implikasi kewangan. Seramai 78 pentadbir UA dan pensyarah membuat pengubahsuaian
responden (65%) telah bersetuju dengan pernyataan ini. terhadap semua aktiviti yang dijalankan bagi
Sememangnya pihak UA perlu menyediakan menggalakkan penyertaan penuh dan setara pelajar
kemudahan yang dimohon oleh pelajar berkeperluan OKU. Hal ini selaras dengan peruntukkan dalam Akta
khas walaupun ianya akan mengakibatkan masalah OKU 2008 yang menyatakan bahawa penyedia
kewangan kerana ianya merupakan satu tanggungjawab pendidikan perlu mengambil langkah yang sesuai untuk
yang telah termaktub di dalam undang-undang. membolehkan pelajar OKU mempelajari kemahiran
Bagi item 12, didapati seramai 71 responden hidup dan pembangunan sosial bagi memudahkan
(59%) menyatakan adalah menjadi tanggungjawab penyertaan penuh dan setara mereka dalam pendidikan.
pensyarah untuk menyediakan nota kuliah dalam format Bagi item ke-14 pula, didapati seramai 87 responden
yang sesuai untuk pelajar OKU. Perkara ini adalah (73%) menyatakan adalah menjadi tangggungjawab
selaras dengan peruntukkan Akta OKU 2008 yang pensyarah untuk menyediakan bahan rujukan yang
menyatakan adalah menjadi tanggungjawab pihak bersesuaian. Perkara ini bertepatan dengan peruntukkan
penyedia perkhidmatan dalam menyediakan kemudahan Akta OKU 2008.
pengajaran yang bersesuaian. Item yang ke-13, 15 dan
Jadual 1 Pengetahuan pelajar UA terhadap undang-undang berkaitan OKU

Pernyataan Ya Tidak
n(f) n(f)
1 Hak terhadap pendidikan prasekolah, rendah, menengah dan tinggi 73 (61%) 51 (43%)
2 Definisi Orang Kurang Upaya (OKU) 78 (65%) 38 (32%)
3 Syarat kemasukan ke IPTA untuk OKU 59 (49%) 73 (61%)
4 Penyediaan kemudahan bersesuaian oleh IPTA walaupun tiada permohonan dibuat 78 (65%) 29 (24%)
5 Pengubahsuaian bagi menggalakkan penyertaan pelajar OKU dalam setiap aktiviti 75 (63%) 21 (18%)
6 Menyediakan semua kemudahan yang dipohon 58 (48%) 50 (42%)
7 Menukar lokasi kelas bagi tujuan akses 81 (68%) 27 (23%)
8 Masa tambahan sewaktu peperiksaan 70 (58%) 44 (37%)
9 Pengubahsuaian format peperiksaan 68 (57%) 54 (45%)
10 Menyediakan kemudahan walaupun ianya akan mendatangkan masalah kewangan 78 (65%) 41 (34%)
11 Menolak permohonan sekiranya ketiadaan kemudahan tidak memberikan impak 72 (60%) 59 (49%)
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 531
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Pernyataan Ya Tidak
n(f) n(f)
12 Menyediakan nota dalam format yang sesuai 71 (59%) 42 (35%)
13 Mengubah format peperiksaan kepada oral test. 76 (63%) 44 (37%)
14 Bahan rujukan yang sesuai 87 (73%) 33 (28%)
15 Tempat peperiksaan yang sesuai 75 (63%) 45 (38%)
16 Menyalahi undang-undang sekiranya kemudahan tidak disediakan 69 (58%) 63 (53%)
17 Hak pensyarah untuk menyediakan kemudahan atau tidak 63 (53%) 57 (48%)
18 Menyediakan kemudahan sewaktu peperiksaan 75 (63%) 47 (39%)
19 Pelajar OKU perlu menyediakan kemudahan yang diperlukan sendiri 72 (60%) 50 (42%)
20 Pengubahsuaian kaedah penyampaian kuliah 75 (63%) 39 (33%)
Cadangan dan Implikasi institusi pengajian tinggi. Melalui penggubalan undang-
Dapatan kajian ini menunjukkan bahawa pelajar undang, pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan
Institusi Pengajian Tinggi (IPT) mempunyai tahap peringkat tertiari perlu mematuhi undang-undang yang
pengetahuan yang sederhana mengenai hak-hak pelajar diwartakan semasa merancang aktiviti pengajaran dan
OKU seperti mana yang termaktub dalam perundangan pembelajaran serta dalam penyediaan kemudahan yang
negara. Oleh yang demikian, adalah penting agar bersesuaian. Penguatkuasaan undang-undang berkaitan
kempen kesedaran mengenai perkara ini dapat diadakan hak mahasiswa kurang upaya akan memberikan kesan
secara berkala oleh pihak pentadbiran IPT. Melalui yang positif terhadap enrolmen golongan ini di pusat
penganjuran kempen kesedaran ini, pelajar tipikal dapat pengajian tinggi. Sama seperti senario yang berlaku
didedahkan mengenai hak-hak yang sememangnya telah dalam pendidikan rendah dan menengah negara. Selain
diperuntukkan oleh undang-undang kepada pelajar itu, adalah penting untuk meningkatkan tahap
OKU selama mereka bergelar mahasiswa. Dengan pengetahuan mahasiswa dan pensyarah institusi
adanya tahap pengetahuan yang baik tentang perkara pengajian tinggi mengenai keistimewaan yang telah
ini, suasana yang harmoni dapat diwujudkan antara diperuntukkan oleh undang-undang untuk semua
pelajar tipikal dan pelajar OKU sepanjang tempoh mahasiswa kurang upaya yang berada di pusat
pengajian mereka di IPT. Ini kerana, apabila pelajar pengajian tinggi. Perkara ini adalah penting, bagi
tipikal telah sedia maklum mengenai hak-hak pelajar memastikan hak-hak mahasiswa kurang upaya
OKU, maka tidak akan timbul isu pandangan serong dilindungi. Bagi pensyarah, mereka tentunya akan lebih
terhadap pelajar OKU, mahupun wujudnya stigma peka tentang hak mahasiswa yang perlu diberikan dan
bahawa kehadiran pelajar OKU di bilik kuliah hanya disediakan samada semasa berada di dewan kuliah
menganggu proses pembelajaran seperti mana yang mahupun dewan peperiksaan. Bagi mahasiswa tipikal
dilaporkan oleh Hasnah dan rakan-rakan dalam pula, pengetahuan tentang undang-undang ini
kajiaanya (2009). Dengan adanya sikap memahami, membolehkan mereka daripada berfikiran bahawa
pastinya proses pembelajaran dapat dijalankan secara wujudnya sikap pilih kasih atau kasihan terhadap
kondusif dan bermanfaat kepada kedua-dua golongan mahasiswa kurang upaya. Sebaliknya, ia sememangnya
pelajar. hak mahasiswa kurang upaya seperti mana yang
Bagi kajian lanjutan, adalah dicadangkan agar termaktub dalam peruntukkan undang-undang negara.
kajian ini dapat dijalankan dalam kalangan pensyarah
dan pentadbir di IPT. Perkara ini adalah penting kerana RUJUKAN
mereka adalah golongan yang bertanggungjawab dalam Akta Pendidikan Kebangsaan (1996). Undang-Undang
menyediakan kemudahan, prasarana dan melakukan Malaysia.
pengubahsuaian kaedah pengajaran dan pembelajaran Akta Orang Kurang Upaya (2008). Undang-Undang
untuk pelajar OKU. Dengan adanya tahap pengetahuan Malaysia. Akta 685.
yang baik mengenai peruntukkan undang-undang untuk Henderson, C. (2001) College freshmen with
pelajar OKU sudah tentunya lebih banyak kemudahan disabilities: statistical year 2000. Washington,
mahupun pengubahsuaian yang berkaitan dapat DC, American Council on Education.
dijalankan. Selain itu, kajian yang sama juga boleh Peraturan-Peraturan Pendidikan (Pendidikan Khas)
dijalankan dalam kalangan pelajar OKU itu sendiri. 2013. Undang-Undang Malaysia.
Daripada dapatan kajian ini kita dapat melihat samada
pelajar OKU itu sendiri peka dan tahu atau tidak Hasnah Toran, Mohd Hanafi Mohd Yasin, Mohd
mengenai peruntukkan undang-undang yang disediakan Mokhtar Tahar dan Norasuzaini Sujak. 2009.
khas untuk membantu mereka. Sokongan dan Halangan yang dihadapi Pelajar-
Pelajar Kurang Upaya di Institusi Pengajian
Tinggi di Malaysia. Asean Journal of Teaching
KESIMPULAN and Learning in Higher Education, 1(2):18-29.
Penggubalan dan pewartaan undang-undang Konur, O. 2006. Teaching Disabled Students in Higher
berkaitan pendidikan khas memainkan peranan yang Education. Teaching in Higher Education,
sangat penting terutamanya dalam membantu 11(3):351-363.
meningkatkan bilangan individu kurang upaya di
532 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Nulty, D. D. 2008. The adequacy of response rates to (2002). A Report by the Rights Commission of
online and paper surveys: what can be done? Malaysia. Human Rights Commission of
Assessment & Evaluation in Higher Education, Malaysia.
33(3) : 301-304. Villarreal, P. (2002). Faculty Knowledge of Disability
Oliver, M. 1990. The Politics of Disablement. UK: Law: Implications for Higher Education Practice.
Macmillan. Laporan Penyelidikan.
Rothstein, L. 2004. Disability Law and Higher Volosnikova, L.M. dan Efimova, G.Z. 2016. Faculty
Education: A Road Map for Where Weve Been Attitudes: Towards Students with Disbailities in
and Where We May Be Heading. Tesis Sarjana. Russian Universities: A Glance at Western
The Right to Education for Children with Learning Siberia. The European Proceedings of Social and
Disabilities: Focusing on Primary Education Behavioural Sciences.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

KOMUNIKASI DALAM PENGLIBATAN IBU BAPA BAGI PELAKSANAAN


RANCANGAN PENDIDIKAN INDIVIDU MURID BERKEPERLUAN KHAS
(Communication in the Parent Involvement for the Implementation of Individual Education
Programme with Special Needs)

Siti Hajarat binti Ramlya, Aliza binti Aliasb


ab
Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia.
E-mail : sitihajarat@gmail.com

Abstrak: Rancangan Pendidikan Individu (RPI) merupakan satu dokumen yang merekodkan segala
pengubahsuaian dan penerapan ke atas program pembelajaran serta perkhidmatan yang diperlukan oleh Murid
Berkeperluan Khas (MBK) secara individu. Penglibatan ibu bapa merupakan salah satu elemen utama dalam
pelaksanaan RPI yang efektif bagi keperluan MBK. Justeru itu, kajian ini dijalankan untuk meninjau tahap
penglibatan ibu bapa dan elemen komunikasi yang meningkatkan tahap penglibatan ibu bapa terhadap
pelaksanaan RPI bagi MBK di sekolah-sekolah integrasi di daerah Klang, Selangor. Kajian tinjauan ini
dijalankan terhadap 90 peserta (n=90), di mana borang soal selidik Likert-5 yang mengandungi 6 sub-tema
dari model kekeluargaan Epstein iaitu terdiri daripada aspek keibubapaan, komunikasi, kesukarelawanan,
pembelajaran di rumah, membuat keputusan dan berkolaborasi dengan komuniti telah diedarkan. Hasil
dapatan kajian mendapati tahap penglibatan mencatatkan nilai min keseluruhan yang tinggi iaitu min=3.87.
Elemen komunikasi telah mencatatkan nilai min tertinggi iaitu min 3.83 dan ia menyokong objektif kajian,
iaitu elemen komunikasi berkesan dapat meningkatkan tahap penglibatan ibu bapa di tahap tinggi.
Kata Kunci: Penglibatan, Rancangan Pendidikan Individu (RPI), Murid Berkeperluan Khas (MBK),
Ibu Bapa, Program Pendidikan Khas Integrasi ( PPKI), Komunikasi

Abstract: Individual Education Plan (IEP) is a document that records all modifications and implementation of
learning programs and services needed by individual with special needs. Parental involvement is a key
element in the effective implementation of the IEP. Therefore, this study was conducted to explore the impact
of positive communication for parents in improving parental involvement to special needs students in
integration school at Klang, Selangor. This survey study is conduct 90 participants (n=90) involving parents,
in which using the Likert-5 questionnaire include six sub-themes such as parenting, communication,
volunteering, learning at home, decision making and collaborate with the community has been used as the
primary data. Quantitative data were analysed the mean descriptive statistic using SPSS 22 software to
answer the research question. The results showed that the level of parental involvement achieve highest mean
3.87.While,the communication aspect has recorded the highest score of mean 3.83. The studied found that the
level of parental involvement in terms of communication as a whole is set at a high level.
Keywords: Involvement, Individual Education Program (IEP), Special Needs, Communication

PENDAHULUAN berkaitan murid dalam menangani setiap aspek potensi


Kepelbagaian murid berkeperluan khas (MBK), dan pembinaan pengurusan tingkah laku yang
memberikan kesukaran dalam menentukan bersesuaian. Malahan, ibu bapa dianggap sebagai
penempatan, matlamat pembelajaran dan kriteria closed institution di mana khidmat mereka
pentaksiran murid. Namun Rancangan Pendidikan digunakan tanpa bayaran bagi penglibatan mereka
Individu (RPI) adalah satu rekod atau dokumentasi dalam pelaksanaan Rancangan Pendidikan Individu
yang signifikan dalam memenuhi keperluan tersebut sedangkan guru telah dibayar untuk berkhidmat dalam
(Sullivan 2015). menyediakan rancangan pengajaran dan pembelajaran
Pendokumentasian RPI ini memerlukan mengikut bidang khusus mereka (Tveit 2009; Tucker
penglibatan ibu bapa dalam memastikan maklumat & Scwartz 2013).
dan sumber yang diperolehi sahih dan dapat Menurut Staples & Diliberto(2010); Brownell
digunapakai bagi merancang program pembelajaran &Walter(2002), telah menyokong keperluan
MBK dengan lebih berkesan dan menepati keperluan penglibatan ibu bapa dalam mengambil bahagian dan
mereka seperti yang tercatat dalam Akta Pendidikan
Orang Kurang Upaya (IDEA 2004).
Menurut Gartin dan Murdick (2004), RPI turut
berperanan dalam mengambil kira kebimbangan ibu
bapa dan mengumpul sebanyak mungkin maklumat

533
534 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

bertanggungjawab dalam pelaksanaan Rancangan yang mesra pengguna mampu menarik minat ibu bapa
Pendidikan Individu adalah sinonim apabila ia dalam melibatkan diri berkaitan pembelajaran anak dan
termaktub dalam salah satu daripada enam prinsip dapat bersama-sama menyediakan Rancangan
utama dalam pindaan undang-undang Akta Pendidikan Pendidikan Individu dengan terperinci dan pelbagai
Kurang Upaya (IDEA 2004). Menurut Carter et peringkat (Edinippulige 2007; Mitchell & Sloper 2002) .
al.(2009), beberapa dapatan kajian menunjukkan Penggunaan teknologi yang boleh diakses segera amat
struktur penglibatan ibu bapa yang kukuh mampu diperuntukkan dalam menjayakan komunikasi yang
pengaruh kesan yang positif terhadap perkembangan berkesan ini ( Cook et al. 2003).
murid berkeperluan khas. Walaupun peranan ibu bapa Dalam kajian Cashin (2010), komunikasi dua
sebagai salah satu ahli pasukan penyediaan RPI telah hala yang dapat membantu meningkatkan komunikasi
diterangkan jelas, namun proses dan pelaksanaannya antara ibu bapa dan guru adalah melalui penggunaan
dalam sekolah adalah bukan perkara yang mudah teknologi seperti telefon, telesidang dan penghantaran
(Hodge & Runswick 2008; Turnbull et al. 2011). Oleh email telah meningkatkan penglibatan ibu bapa terhadap
itu, guru perlu mengenal pasti,menghormati dan pelaksanaan pembelajaran anak mereka di sekolah. Ini
mengetahui keperluan ibu bapa dan mendukung falsafah kerana komunikasi yang diterapkan, memudahkan untuk
permuafakatan iaitu kuasa dan tanggungjawab perlu guru dan ibu bapa berkongsi pendapat, menyalurkan
dikongsi bersama-sama ibu bapa dan komuniti (Mapp idea dengan mudah dan sekali gus dapat menjalinkan
2002; Chrispeels & Rivero 2000). hubungan diplomasi secara harmoni.
Pelbagai cara boleh dilakukan oleh ibu bapa dan
Aspek Komunikasi sekolah untuk berkomunikasi antara satu sama lain.
Guru-guru perlu mengambil inisiatif untuk Pihak sekolah terutamanya boleh menunjukkan inisiatif
mempengaruhi penglibatan ibu bapa dalam pelaksanaan dalam menghantar kerja rumah dan memo mengenai
RPI dengan mempraktikkan komunikasi yang aktiviti atau program penting yang dijalankan.
berkesan(Williams-Diehm et al. 2014). Namun, sering Manakala, ibu bapa boleh berkongsi maklumat
berlaku salah faham komunikasi kerana kurangnya masa mengenai kesihatan anak dan sejarah pendidikan kepada
penglibatan bersama dalam program berkaitan guru ( Vance 2005). Piper (2012) mengesyorkan
pelaksanaan RPI(Brownell & Walter 2002;Madigan & pembinaan laman web sekolah sebagai mod tambahan
Schroth-Cavataio 2010). Penglibatan bersama dapat efektif yang dapat diwujudkan dalam komunikasi antara
mengelakkan berlakunya pertikaian dalam keputusan ibu bapa dengan guru. Contohnya,
yang dibuat dalam pembinaan matlamat pembelajaran ibu bapa disyorkan melanggan kalendar dinamik yang
dalam RPI, mengurangkan kesilapan dan menolak menggunakan iCal atau RSS yang dapat membantu ibu
berlakunya pertikaian dalam hak pendidikan murid bapa mengetahui maklumat dan perkembangan anak
berkeperluan khas seperti yang didokumenkan dalam mereka secara terkini dan lebih kerap.
IDEA (Christle & Yell 2010; Staples & Diliberto 2010). Selain itu, penglibatan ibu bapa selalunya
Komunikasi adalah strategi terbaik dalam terbatas akibat penggunaan berlainan bahasa ataupun
meningkatkan tahap penglibatan ibu bapa terhadap dialek yang menyebabkan berlakunya kesukaran ibu
pelaksanaan RPI. Guru yang menguasai komunikasi bapa untuk memahami dan berkongsi pendapat dengan
berkesan dalam terma menguasai kemahiran guru mengenai anak mereka. Oleh itu, guru perlu
komunikasi unggul, mempunyai keupayaan bersiap sedia dan mengetahui bahasa utama dan
melontarkan idea dan mesej dengan berkesan dalam bersikap fleksibel dalam literasi yang digunakan
pelbagai situasi. Justeru itu, seorang guru perlu bersabar sepanjang berkomunikasi ( Shapiro et al. 2004).
dan memahami situasi masalah ibu bapa menerusi Antaranya, aktiviti komunikasi yang
komunikasi yang baik(Turnbull et al. 2016). dipraktikkan mampu meningkatkan komunikasi dalam
Menurut Turnbull et al. 2008, komunikasi yang transisi dua hala antara rumah ke sekolah atau dari
berkesan dengan memperuntukkan tindakan guru-guru sekolah ke rumah dalam membina pemahaman dan
dalam penyediaandan penyelarasan maklumat, kerjasama di antara sekolah dan rumah. Ia amat penting
kemahiran mendengar, jujur, bersikap mesra dan jelas bagi tindakan pihak sekolah dalam mewujudkan
bagi meningkatkan tahap penglibatan ibu bapa.Selain komunikasi yang berkesan dengan pihak ibu bapa,
itu, keperluan yang paling utama oleh pihak ibu bapa terutama kepada ibu bapa yang menggunakan bahasa
terhadap pihak sekolah terutamanya guru adalah atau dialekkomunikasi yang berlainan (Epstein et al.
berkaitan maklumat. Indikator utama ini amat penting 2011).
kerana , kedua-dua belah pihak iaitu pihak ibu bapa Penglibatan ibu bapa dapat meningkatkan
mahupun guru semestinya mempunyai pendapat dan perkhidmatan pendidikan dalam memenuhi keperluan
pegangan sama ada ianya betul atau salah bergantung murid berkeperluan khas ( Henderson& Mapp 2002)).
pada keperluan murid berkeperluan khas tersebut. Namun,dalam kajian Norshidah et al. (2001), pengkaji
Berdasarkan dapatan kajian Shapiro et al (2004), mendapati bahawa tahap penglibatan amat rendah dalam
mendapati bahawa maklumat yang diperolehi daripada kalangan ibu bapa di sekolah-sekolah PPKI . Oleh itu,
perkongsian dengan ibu bapa murid berkeperluan khas kajian ini dijalankan bagi meninjau dan mengenal pasti
yang lain mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi aspek utama yang dapat memangkin peningkatan tahap
sehingga berjaya. Malahan, menggunakan teknologi penglibatan ibu bapa dari segi model Epstein
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATIONIN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 535
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

termasuklah keibubapaan, komunikasi, DAPATAN DAN PERBINCANGAN KAJIAN


kesukarelawanan, pembelajaran di rumah, membuat
keputusan dan berkolaborasi dengan komuniti di daerah Apakah tahap penglibatan ibu bapa terhadap
Klang,Selangor. pelaksanaan Rancangan Pendidikan Individu
Oleh yang demikian kajian ini bertujuan untuk
(RPI) bagi murid berkeperluan khas (MBK) di
mengupas persoalan berikut:
i. Apakah tahap penglibatan ibu bapa terhadap sekolah Program Pendidikan Khas Integrasi
pelaksanaan Rancangan Pendidikan Individu (RPI) (PPKI)?
bagi murid berkeperluan khas (MBK) di sekolah Perbincangan dapatan kajian ini adalah berasaskan 6 aspek
Program Pendidikan Khas Integrasi (PPKI)? utama yang perlu diikuti oleh pihak ibu bapa dalam
ii. Apakah aspek utama dalam tahap penglibatan ibu memastikan mereka aktif melibatkan diri dalam pelaksanaan
bapa bagi pelaksanaan Rancangan Pendidikan RPI di sekolah masing-masing.Antara aspek yang ditinjau
Individu (RPI) murid berkeperluan khas di sekolah adalah dari konstruk keibubapaan, komunikasi,
Pendidikan Khas Integrasi (PPKI)? kesukarelawanan, pembelajaran di rumah, membuat
keputusan dan berkolaborasi dengan komuniti. Analisis ini
METODOLOGI KAJIAN adalah berdasarkan dapatan min, sisihan piawai dan tahap
Kajian tinjauan ini memfokuskan kaedah peratusan berdasarkan aspek-aspek penglibatan ibu bapa
kuantitatif dengan menggunakan instrumen borang soal dalam RPI bagi murid berkeperluan khas. Nilai min bagi
selidik Likert-5 sebagai instrumen utama. Kajian item yang berkaitan dengan penglibatan ibu bapa dalam RPI
tinjaun dijalankan dalam mengenal pasti tahap ini mencatatkan julat di antara 3.35 dan 3.83. Julat tahap
penglibatan ibu bapa terhadap pelaksanaan RPI di sederhana dan tinggi dicatatkan dalam Jadual 2.
PPKI. Instrumen soal selidik Likert-5 dibina
berdasarkan Model Epstein (Stein 2009). Bagi Jadual 1:
mengumpul data kuantitatif ini, seramai 90 orang ibu Tahap Penglibatan Ibu bapa
bapa di sekolah PPKI daerah Klang,Selangor telah
menawarkan diri untuk mengambil bahagian dalam Aspek Kekeluargaan min sisihan peratus
menyertai soal selidik ini. piawai %
Instrumen borang soal selidik yang dibina untuk s
menjawab persoalan kajian tahap penglibatan ibu bapa Keibubapaan 3.35 0.535 67.04
ini mempunyai 6 bahagian item soalan yang terdiri Komunikasi 3.83 0.415 76.56
daripada keibubapaan, komunikasi, kesukarelawanan, Kesukarelawanan 3.51 0.514 70.02
pembelajaran di rumah, membuat keputusan dan Pembelajaran di rumah 3.76 0.591 75.10
berkolaborasi dengan komuniti. Membuat keputusan 3.60 0.602 72.18
Pengekodan item menggunakan huruf mengikut Berkolaborasi dengan 3.61 0.572 72.18
aspek-aspek yang dibincangkan dalam borang soal komuniti
selidik.Item-item soalan ini dibina berdasarkan
modifikasi daripada Model Epstein yang mengandungi Interpretasi data dalam Jadual 1 menunjukkan
aspek keibubapaan(A), komunikasi(B), bahawa, semua aspek-aspek berada pada tahap yang tinggi
kesukarelawanan(C), pembelajaran di rumah(D), dan sederhana. Secara keseluruhan, nilai min keseluruhan
membuat keputusan(E) dan berkolaborasi dengan yang diperolehi bagi tahap penglibatan ibu bapa
komuniti(F). mencatatkan nilai min yang tinggi iaitu nilai min 3.87. Ini
Data kuantitatif di analisis menggunakan SPSS menunjukkan tahap penglibatan ibu bapa dalam pelaksanaan
22 dalam mendapatkan statistik deskriptif nilai RPI di daerah Klang, Selangor adalah di tahap yang tinggi.
min,sisihan piawai dan peratus% dalam mengenal pasti Penglibatan ibu bapa dalam RPI bagi MBK dari segi aspek
tahap penglibatan ibu bapa terhadap pelaksanaan RPI komunikasi menunjukkan peratus yang tertinggi iaitu
ini. Dapatan dalam mengenalpastiaspek utama yang 76.56% dengan nilai nilai min iaitu 3.83 dengan sisihan
mempengaruhi tahap penglibatan ibu bapa turut piawai 0.415.
direkodkan dalam nilai min, sisihan piawai dan Ini diikuti dari segi aspek pembelajaran di rumah
peratus% dalam analisis dapatan. Kriteria pemilihan ibu yang mencatatkan peratus yang tinggi juga iaitu 75.10%
bapa sebagai peserta kajian adalah berdasarkan dengan nilai min=3.76 dan sisihan piawai=0.591. Aspek
beberapa kriteria yang difokuskan iaitu ibu bapa yang ketiga tertinggi melibatkan aspek kolaborasi dengan
mempunyai anak berkeperluan khas yang bersekolah di komuniti yang mencatatkan nilai min 3.61 dengan sisihan
Program Pendidikan Khas Integrasi (PPKI) yang piawai 0.572 dan aspek membuat keputusan dengan nilai
menjalankan RPI secara aktif berdasarkan pemerhatian min 3.60 dan sisihan piawai 0.602 dimana masing-masing
dan persetujuan daripada peserta tersebut. turut mencatatkan peratus yang juga tinggi iaitu 72.18% bagi
tahap penglibatan ibu bapa dalam pelaksanaan RPI bagi
MBK. Aspek kesukarelawanan memperoleh peratus yang
juga tinggi iaitu 70.02% yang mencatatkan nilai (min=3.51,
sisihan piawai=0.514). Tahap penglibatan ibu bapa dari
aspek yang paling rendah adalah aspek keibubapaan yang
536 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

mempunyai tahap sederhana dengan peratus 67.04% di E6 Saya berkeyakinan dengan


mana nilaimin=3.35,sisihan piawai=0.535. kemahiran dan pengetahuan
4.23 .86
guru dalam penyediaan RPI
Apakah elemen terpenting dalam tahap penglibatan mengikut keperluan anak saya
ibu bapa dalam pelaksanaan Rancangan Pendidikan F1 Saya membantu dalam
Individu (RPI) bagi murid bermasalah perkongsian idea berkaitan
4.42 .86
pembelajaran di sekolah Pendidikan Khas Integrasi akses sumber dan latihan luar
( PPKI)? untuk anak saya
Dalam kajian ini, pengkaji mengenalpasti item-item Nilai Min Keseluruhan 3.87
yang mecatatkan nilai min yang paling tinggi disetiap aspek-
aspek kekeluargaan Epstein. Berdasarkan interpretasi data Seterusnya,diikuti dengan nilai min yang agak tinggi
dalam Jadual 2, elemen komunikasi dikenal pasti sebagai iaitu min=4.35,s=.89 di dalam item pembelajaran di rumah
elemen terpenting dalam tahap penglibatan ibu bapa . Ini D2(saya menggunakan dokumen Rancangan Pendidikan
diterjemahkan dengan nilai min tertinggi Individu (RPI) sebagai bahan rujukan utama dalam
mencatatkan(min=4.54,s=.86)bagi item komunikasi mengetahui tahap @ perkembangan anak saya semasa
B10(saya selesa untuk berinteraksi atau berkongsi masalah berada di sekolah). Selain itu, nilai min bagi membuat
dengan guru berkaitan anak saya). keputusan E6(saya berkeyakinan dengan kemahiran dan
Diikuti min kedua tertinggi juga dalam item komunikasi pengetahuan guru dalam penyediaan RPI mengikut
B1(saya sentiasa peka dengan pemberitahuan secara keperluan anak saya) memperoleh nilaiyang agak tinggi
bersemuka,memo, notis, panggilan telefon, buletin dan juga iaitu nilai min=4.23,s=.86.
pelbagai komunikasi yang lain), yang mencatatkan nilai Nilai sederhana tinggi mencatatkan nilai min=3.88,s=1.11
(min=4.42,s =.86)dan berkongsi nilai dengan item didapati dalam item pembelajaran di rumah D1(saya
berkolaborasi dengan komuniti F1(saya membantu dalam mengetahui kaedah@kemahiran yang digunakan dalam
perkongsian idea berkaitan akses sumber dan latihan luar pembelajaran anak saya melalui RPI) diikuti dengan item
untuk anak saya). kesukarelawanan C1(saya terlibat dalam aktiviti
kesukarelawanan di sekolah dalam membantu guru, pihak
sekolah, murid berkeperluan khas dan ibu bapa yang lain)
Jadual 2:
yang mencatatkan nilai min=3.77,s=.99. Melalui
Item-item dalam aspek kekeluargaan Epstein keseluruhan item, item keibubapaan A7(saya bersama-
Bil Item min s sama melibatkan diri dalam proses penyediaan RPI yang
A7 Saya bersama-sama melibatkan bersesuaian untuk menyelesaikan masalah anak saya)
diri dalam proses penyediaan mencatatkan nilai item yang paling rendah diperolehi (nilai
RPI yang bersesuaian untuk 3.12 .95 min tahap sederhana) yang mencatatkan nilai min=3.12,
menyelesaikan masalah anak s=.95.
saya Berdasarkan dapatan kajian tersebut, Ibu bapa dilihat
B1 Saya sentiasa peka dengan menunjukkan penglibatan yang tinggi terhadap pelaksanaan
pemberitahuan secara RPI di sekolah sebagaimana yang diperuntukkan oleh
bersemuka,memo, notis, 4.42 .86 Kementerian Pendidikan Malaysia dalam menyediakan
panggilan telefon, buletin dan pembelajaran yang terbaik dan efektif kepada murid
pelbagai komunikasi yang lain berkeperluan khas. Sokongan penglibatan ibu bapa yang
B10 Saya selesa untuk berinteraksi tinggi jelas ditunjukkan dalam data yang diperolehi di mana
atau berkongsi masalah dengan 4.54 .86 dapatan kuantitatif menunjukkan nilai min keseluruhan yang
guru berkaitan anak saya tinggi iaitu mencatatkan min 3.87. Ini sekali gus
C1 Saya terlibat dalam aktiviti menunjukkan tahap penglibatan ibu bapa adalah pada tahap
kesukarelawanan di sekolah tinggi dalam pelaksanaan RPI di sekolah yang mempunyai
dalam membantu guru, pihak 3.77 .99 PPKI. di daerah Klang,Selangor. Maka , persoalan kajian
sekolah, murid berkeperluan pertama terjawab.
khas dan ibu bapa yang lain Penglibatan ibu bapa terhadap pelaksanaan RPI termasuklah
D1 Saya mengetahui menghadiri mesyuarat, membuat keputusan, pentaksiran,
kaedah@kemahiran yang penempatan dan implementasi RPI ini terhadap murid
3.88 1.11
digunakan dalam pembelajaran berkeperluan khas ini bukanlah satu konsep yang baru
anak saya melalui RPI diperkenalkan (IDEA 2004). Oleh itu, komunikasi berkesan
D2 Saya menggunakan dokumen yang dipraktikkan oleh guru dalam memangkin penglibatan
Rancangan Pendidikan Individu ibu bapa amatlah dititikberatkan dan ini terbukti dan
(RPI) sebagai bahan rujukan menjawab dalam persoalan kajian kedua di mana, elemen
4.35 .89
utama dalam mengetahui tahap komunikasi mencatatkan min tertinggi yang menjadi pilihan
@ perkembangan anak saya pemangkin tahap penglibatan ibu bapa. Dapatan kajian
semasa berada di sekolah menunjukkan, bahawa elemen komunikasi merupakan
strategi utama yang menggalakkan penglibatan ibu bapa
terhadap pelaksanaan RPI.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATIONIN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 537
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Melalui penyelidikan, didapati bahawa tahap sekolah tidak melibatkan ibu bapa sebagai salah satu ahli
penglibatan ibu bapa dipengaruhi oleh kemahiran pasukan seperti yang dinyatakan dalam buku panduan RPI
interpersonal yang baik antara ibu bapa dan guru-guru yang disediakan. Keperluan penglibatan mereka amat
dengan mewujudkan persekitaran yang harmoni dalam diperlukan dalam mengembangkan pengetahuan, sumber
memberikan keselesaan dalam berkomunikasi. Menurut rujukan, kemahiran dan penambahbaikan terhadap
Pearson(2000), komunikasi interpersonal ini mampu pembelajaran anak berkeperluan khas mereka (Noraini
menyelesaikan masalah, mudah berkongsi maklumat, 2004).
meningkatkan persepsi diri dan memenuhi keperluan sosial.
Malahan, guru-guru turut mengesyorkan komunikasi KESIMPULAN DAN CADANGAN
berkesan dalam kemahiran bukan lisan seperti Pengkaji berpendapat bahawa kejayaan dalam
menggalakkan senyuman, memilih bahasa yang sopan dan penglibatan ibu bapa semasa perlaksanaan RPI adalah
sesuai dengan budaya dan latar belakang ibu bapa. Menurut dengan usaha sama dan kemahiran komunikasi guru yang
Rahim (2003), komunikasi yang terjejas seperti kegagalan berkesan. Kepentingan hubungan rapportdan pembentukan
menggunakan bahasa yang bersesuaian akan menyebabkan sistem komunikasi yang baik mampu mewujudkan
timbul salah faham mesej sebenar yang ingin disampaikan. permuafakatan antara ibu bapa dan guru seterusnya berjaya
Pendek kata, pengkaji kuat merasakan bahawa guru-guru mengimplementasikan RPI dengan jayanya (Staples &
pendidikan khas memerlukan kemahiran komunikasi yang Diliberto 2010). Hubungan rapport ini boleh diwujudkan
berkesan lebih berbanding dengan rakan arus perdana lebih awal lagi seperti sebelum hari pertama persekolahan
mereka kerana mereka perlu berurusan dengan ibu bapa (Scully & Howell 2008)
kanak-kanak istimewa yang mudah tersinggung (Turnbull et Menurut Lawson (2003), komunikasi dua hala adalah
al. 2006). komunikasi yang paling berkesan untuk menarik minat ibu
Oleh itu, ia adalah terbaik untuk menggunakan bapa seiring dengan kenyataan Joshi et.al.(2005) yang
bahasa yang sopan dan kemahiran bukan lisan apabila menyatakan komunikasi ini turut dipengaruhi dengan guru
berkomunikasi dengan mereka (Friend & Cook 2003). yang mampu menjadi pendengar dan pemberi maklumat
Melalui dapatan kajian yang dijalankan oleh Ruppar & kepada ibu bapa bagi menarik minat ibu bapa dalam
Gaffney (2011), pihak guru telah melaporkan bahawa segala melibatkan diri dalam perlaksanaan RPI ini.
perbincangan dan komunikasi antara ibu bapa semasa Ini kerana RPI amat penting bagi ibu bapa untuk
membuat keputusan dalam RPI akan berjaya sekiranya mengetahui perkembangan pembelajaran anak mereka.
pihak guru mengelakkan dari membangkitkan perbualan Pihak ibu bapa berkemungkinan akan rasa lebih dihargai dan
yang berunsurkan politik, sensitif atau mengguris hati ibu lebih yakin untuk membincangkan isu-isu dengan guru-guru
bapa sepanjang perjumpaan diadakan. kerana mereka telah mendapat maklumat yang jelas
Kajian ini telah menepis semua kebimbangan yang berlaku, mengenai pendidikan anak-anak. Oleh itu, dapat
apabila dapatan kajian menunjukkan ibu bapa telah merubah disimpulkan bahawa guru-guru yang mengamalkan
pemikiran skeptikal mereka ke arah positif dengan komunikasi yang berkesan membawa kepada kejayaan
menunjukkan tahap penglibatan yang tinggi terhadap penglibatan ibu bapa . Inisiatifnya, guru-guru disediakan
pelaksanaan RPI yang dijalankan di sekolah. Sarana ibu dengan lebih banyak peluang untuk berinteraksi dengan ibu
bapa, komunikasi berkesan dan pendedahan yang meluas bapa berbanding dengan pentadbir sekolah. Oleh itu, guru
mengenai kepentingan RPI memberi keyakinan kepada ibu boleh membantu pentadbir dalam merealisasikan kerjasama
bapa melibatkan diri (Nora Mislan et.al. 2011). yang berkesan melalui kemahiran yang mereka miliki.
Menurut Pugach dan Hawkins (2004), menyatakan Kajian ini telah membuktikan kejayaan pengkaji
bahawa potensi penghalang penglibatan ibu bapa adalah dalam mengenalpasti tahap penglibatan dan dapat menerokai
apabila berlakunya masalah komunikasi. Komunikasi satu elemen komunikasi sebagai elemen utama yang
hala juga akan menyebabkan berlakunya rasa tidak puas hati mempengaruhinya secara positif bagi pelaksanaan RPI di
dengan layanan guru terhadap mereka dan anak mereka di PPKI di daerah Klang,Selangor. Oleh itu, diharap kajian ini
mana cara disiplin yang diimplementasi terhadap anak mampu memberi panduan kepada pengkaji lain untuk
mereka tidak bersesuaian dengan apa yang dipersetujui menerokai penglibatan ibu bapa sekaligus mewujudkan
dalam RPI yang dipersetujui bersama (Fish 2004). hubungan harmoni di antara guru dan ibu bapa.
Oleh itu, prosedur pelaksanaan RPI yang lebih berstruktur
yang diwujudkan dengan usaha KPM, pihak sekolah dan RUJUKAN
guru-guru mampu memberi pendedahan dan gesaan Abdul Rahim, A.R. 2006. Agenda Perubahan : Pengurusan
mengenai kepentingan RPI. Hasilnya, ibu bapa yang terlibat Sumber Manusia Dan Kerjaya. Kuala Lumpur:
dalam RPI semakin mudah untuk berkolaboratif dalam Utusan Publications & Distributors Sdn. Bhd.
menghadiri taklimat RPI, mesyuarat dan lebih mengambil Brownell, M.T. & Walther, T.C. 2002. Dr Marilyn Friend.
tahu dengan kandungan-kandungan dokumen RPI yang Intervention In School & Clinic 37(4): 223
ditunjukkan (Gallagher 2015). Oleh itu, penglibatan ibu bapa Carter, N., Prater, M.A., Jackson, A. & Marchant, M. 2009.
perlu dititikberatkan bagi memastikan kejayaan bersama Educators perceptions of collaborative planning
dalam pelaksanaan RPI di sekolah. processes for student with disabilities. Preventing
Perkara ini disokong oleh Hasnah(2013), di mana School Failure 54(1): 60-70.
perbincangan dan penyediaan RPI di sekolah-sekolah di
Malaysia sebelum ini adalah kurang berjaya apabila guru
538 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Cashin, S.E. 2010. Increased Communication with Parents Noraini Zainal Abidin. 2004.Peranan ibu bapa dalam
of Special Needs Children and its Effect on Special mendidik kanak-kanak berkeperluan khas. Prosiding
Needs Childrens GPA. 6(1). 123-13 Seminar Pendidikan Khas, Bangi: Fakulti
http://www.otterbein.edu/Files/pdf/Education/JTIR/Volume Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia, hlm.
VI/Cashin.pdf [ 20 Mei 2016 ]. 107-115.
Christle, C.A. & Yell, M.I. 2010. Individualized Education Norshidah Mohd Salleh, Zuria Mahmud dan Zalizan Mohd
Programs: Legal Requirements and research Jelas. 2001. Kolaborasi antara ibu bapa dengan
findings. Exceptionallity 18: 109-123 sekolah dalam Pendidikan Khas. Laporan Projek
Epstein, J.L., Galindo, C.L., & Sheldon, S.B. 2011. Levels Jangka Pendek.
of leadership: effects of district and school leaders on Pearson, J.C. & Nelson, P.E. 2000. An Introduction to
the quality of school programs of family and Human Communication Understanding and
community involvement. Educational Sharing. Amerika Syarikat: McGraw-Hill.
Administration Quarterly 47(3): 462-495 Peraturan-peraturan Pendidikan (Pendidikan Khas). 2013. 18
Fish, W.W. 2008. The IEP meeting: Perceptions of parents Julai 2013.P.U.(A)230. Jabatan Peguam Negara.
of students who receive special education Ruppar, A.L. & Gaffney, J.S. 2911. Individualized education
services. Preventing School Failure: Alternative program team decisions: A preliminary study of
Education for Children and Youth 53(1): 8-14 conversations, negotiations, and power. Research &
Friend, M., Cook, L. & Cook. 2003. Interaction: Practice For Persons with Several Disabilities.
Collaboration Skills For School Professional (4th 36(1/2): 11-22.
ed.). Boston: Allyn and Bacon.Gallagher, M. 2015. Siti Hasnah Bandu .2013. Pemahaman Guru Dan
Individualized Education Program: Members Penglibatan Ibu Bapa Terhadap Pelaksanaan
attitudes on collaboration and communication. All Rancangan Pendidikan Individu (RPI) Program
Capstone Projects 145: 1- Pendidikan Khas Integrasi Masalah
57http://opus.govst.edu/capstones/145[23 Disember Pembelajaran Di Sebuah Sekolah Menengah. Tesis
2016] Sarjana. Universiti Kebangsaan Malaysia.
Gartin, B. C. & Murdick, N. L. 2005. IDEA 2004: The IEP. Staples, K.E. & Diliberato, J.A. 2010. Guidelines for
Remedial and Special Education 26(2): 327- successful Parent Involvement. Teaching
331. Exceptional Children 42(6): 58-63
Henderson, A.T. & Mapp, K.L. 2002. A new wave of Stein, L. B. 2009. The influence of parent and community
evidence: The impact of school, family and involvement on local school councils in
community connections on students achievement. Massachusetts. Disertasi Sarjana: University of
Austin, TX: Southwest Educational Laboratory. Massachusetts.
Hodge, N. & RunswickCole, K. 2008. Problematising Sullivan, C.A. 2015. Examining Parents' Perceptions of the
ParentProfessional Partnerships In Individualized Education Program Meeting. disertasi
Education. Disability & Society 23(6): 637-647 Phd.722.http://digitalcommons.edu/dissertations/722
http://scholarworks.umass.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1 [25 Mei 2016].
028&context=open_access_d [25 Mei 2016]. Tucker, V. & Schwartz, I. 2013. Parents Perspectives Of
Johnson, L.J., Pugach, M.C. & Hawkins, A. 2004. School- Collaboration With School Professionals:
Family Collaboration: A Partnership. Focus on Barriers And Facilitators To Successful
Exceptional Children 36(5): 113. Partnerships In Planning For Students With ASD.
Lawson, M.A. 2003. SchoolFamily Relations In Context: School Mental Health 32(6): 3-14.
Parent and Teacher Perceptions of Parents Turnbull, A., Turnbull, R., Erwin, E. & Soodak, L. 2006.
Involvement. Urban education 38(1): 77-33. Families, professionals and exceptionality; Positive
Madigan, J.C. & Schroth-Cavataio, G. 2011. Building outcomes through partnership and trust (5th ed)
Collaborative Partnerships. Principal Leadership Upper Saddle River, NJ: Pearson.
12(3): 26-30.Nora Mislan, Azlina Kosnin, Yeo Kee Tveit, A.D. 2009. A parental voice: parents as equal and
Jiar, Hamdan Said & Dayang Tiawa Awang Haji dependentrhetoric about parents, teachers, and their
Hamid. 2011. Parents Understanding on the conversations. Educational Review61(3): 289-300.
Implementation of Individualized Educatio Williams-Diehm, K.L., Brandes, J.A., Chesnut, P.W., dan
Programme. 2011 International Conference on Social Haring, K.A. 2014. Student and parent IEP
Science and Humanity IPEDR 5: 405-410. collaboration : A comparison across school settings.
Rural Special Education Quarterly. 33(1): 3-1
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

AMALAN KOLABORASI IBU BAPA DALAM PROGRAM PENDIDIKAN KHAS

Siti Hawa Togimina, Rosadah Binti Abd Majidb

Sekolah Kebangsaan Dato Onn Jaafar


a
b
National University of Malaysia,43600 Bangi, Selangor, Malaysia.
E-mail: sitihawatogimin@gmail.com

Abstrak: Kajian ini dijalankan adalah bertujuan untuk Kajian ini dilakukan bagi melihat amalan kolaborasi
ibu bapa dalam program pendidikan khas di Simpang Renggam, Kluang. Kajian ini adalah berbentuk kajian
campuran (mixed-method). Kajian kualitatif dijalankan dalam bentuk temubual manakala kajian kuantitatif
dijalankan secara menghantar soalan kaji selidik. Instrument soalan soal selidik dan soalan temu bual telah di
ambil daripada hubungan keluarga dengan sekolah (Family-School Relationships Survey guide. Dalam kajian
ini terdapat kepada 8 bahagian untuk menjawab persoalan kajian. 1) Penglibatan ibu bapa, 2) Bentuk sekolah
yang sesuai, 3) Sokongan keluarga, 4) Keberkesanan dalam keluarga, 5) Tingkah laku semasa belajar, 6)
Penghalang kepada perhubungan, 7) Pandangan lain, dan 8) Soalan latar belakang. Responden kajian adalah
diambil daripada 40 orang ibu bapa murid pendidikan khas bagi mewakili populasi 68 orang ibu bapa murid
pendidikan khas di Simpang Renggam. Hasil dapatan kajian menunjukkan ibu bapa yang mempunyai
hubungan amalan kolaborasi yang baik dengan pendidikan khas dapat membantu pembelajaran murid-murid
khas. Dalam analisis kajian mendapati terdapat hubungan yang signifikan antara masalah ibu bapa dengan
pendidikan anak mereka. Pekali korelasi r = -.023 adalah signifikan pada aras kurang daripada 0.05 (r = -.023,
p < .05). Antara lain mendapati bahawa masalah keluarga tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan
tahap penglibatan ibu bapa iaitu dengan nilai r=0.012 dan p=0.136. Hasil daripada dapatan temu bual
menunjukkan bahawa ibu bapa yang mempunyai masalah keluarga menyukarkan mereka melibatkan diri
dengan aktiviti pendidikan khas dan aktiviti yang dibentuk oleh guru memerlukan belanja yang tinggi untuk
membolehkan ibu bapa terlibat. Antara lainnya pula ibu bapa menganggap aktiviti yang dilaksanakan oleh
guru tidak sesuai dengan tahap kemampuan anak mereka.
Kata kunci: pendidikan khas, kolaborasi, hubungan ibu bapa dengan pendidikan khas, pendidikan
khas.

Abstract: This study was aimed to see parental collaboration practices in special education programs at
Simpang Renggam, Kluang. This study is a study of mixed-method. Survey is used in quantitative study and
interview is used for qualitative study. The questionnaire and interview questions were taken from the family
relationship with the school (Family-School Relationships Survey guide). This study is divided into 8
parts. 1) parental involvement, 2) appropriate school Form, 3) family support, 4) effectiveness
in family, 5) behavior during study, 6) Barrier to communication, 7) other perspective, and 8) background
Questions. The respondents of the study are 40 parents of special education students to represent a
population of 68 people parents of special education students in Simpang Renggam. Outcome studies
show parents with good collaboration practices relationship with special education can
help students learning the special. In the analysis the study found there was a
significant relationship between the problems of parents with their child's education. Coefficient
of correlation r =-. 023 is significant at levels less than 0.05 (r =-. 023, p <. 05). Among others, found
that family problems do not have a significant relationship with the level of parental involvement that is the
value of r = 0.012 and p = 0.136. As a result of the findings of the interview indicating that parents
with family problems makes it difficult for those involved with special education activities and
activities created by teachers require high expenses to enable the parents involved. Among others, on the
other hand parents consider activities carried out by the teacher does not fit with their child's ability level.
Keywords: inclusive education, colaboration, parent-teacher interactions, spacial education.

PENDAHULUAN kerangka konsep yang diambil daripada kerangka


Hubungan kolaborasi di antara ibu bapa dengan konseptual intervensi awal, kerjasama ibu bapa
pendidikan khas adalah amat penting dalam terhadap murid Autisme Syndrome Disorder (ASD).
membentuk pendidikan dan membantu dalam Dalam kerangka konsep intervensi awal,
pendidikan murid khas. Kerjasama yang berlaku di kerjasama ibu bapa terhadap murid Autisme
antara ibu bapa dan sekolah dapat membantu dalam Syndrome Disorder (ASD) terdapat tiga tahap dalam
pendidikan, pembentukan dan kesihatan kanak-kanak mewujudkan hubungan ibu bapa dengan pendidikan
(Epstein 2011). Kajian ini dibentuk daripada model khas. Fasa 1 adalah tahap mendapatkan peluang
Epstein (2011), di mana model ini menerahkan kepada ibu bapa, Fasa 2 adalah menjalin hubungan ibu
hubungan ibu bapa dengan sekolah bagi membantu bapa dengan pendidikan khas, dan fasa 3 adalah kuasa
dalam pendidikan anak mereka serta merujuk kepada ibu bapa membuat keputusan.

539
540 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

FASA 1: Mendapatkan peluang kepada ibu bapa Ibu bapa menjadi sebahagian daripada ahli
(Parent Enabliment). jawatankuasa persatuan di sekolah dan membantu dalam
Pada tahap ini, peluang yang terbina untuk ibu membuat keputusan aktiviti dan penyebaran maklumat
bapa mendapatkan maklumat, intervensi, terapi dan kepada yang lain.
pendidikan yang sesuai dalam membantu perkembangan 6. Kategori kolaborasi dengan komuniti
anak mereka di peroleh dengan adanya hubungan Sekolah mewujudkan kerjasama atau pakatan
dengan golongan profesional. dengan komuniti sekitar ini perlu membawa kebaikan
kepada murid dan pihak yang terlibat.
FASA 2: Menjalinkan hubungan ibu bapa dengan
kelas pendidikan khas (Parent Engagement). PENYATAAN MASALAH
Pada tahap ini, ibu bapa membantu dalam Hubungan ibu bapa dengan sekolah sangat
menjayakan sesuatu program di sekolah yang penting untuk membantu pembelajaran murid
melibatkan anak mereka sama ada program kecil di pendidikan khas, bukan sahaja dapat mengeratkan
sekolah atau pun program besar di luar sekolah. silaturrahim tetapi juga membantu ibu bapa
mendapatkan perkhidmatan yang lebih baik untuk
FASA 3: Kuasa ibu bapa membuat keputusan perkembangan dan pembelajaran anak mereka. Kajian
(Parent Empowerment). yang dilakukan oleh Arnorld Chee Keong Chua (2015)
Pada tahap ini, ibu bapa diberi kuasa bersama- menunjukkan bahawa ibu bapa yang bekerjasama
sama dalam membuat keputusan yang akan diputuskan dengan golongan profesional dalam bidang pendidikan
dalam kelas pendidikan khas. Perjumpaan dan khas dapat membantu dalam perkembangan kanak-
mesyuarat yang dilakukan dengan adanya kehadiran ibu kanak pendidikan khas. ini disokong oleh kajian yang
bapa dapat membantu dalam membuat keputusan yang dilakukan oleh Peter J. McCarthy, Liran Brennam dan
tepat tentang program yang sesuai dan aktiviti yang Karen Vecchiarello (2011) menyatakan penglibatan ibu
sesuai untuk diwujudkan bagi membantu pembelajaran bapa dengan sekolah dapat membantu meningkatkan
anak mereka. tahap pembelajaran mereka. Realiti, ibu bapa tidak atau
pun kurang mengambil tahu hal pembelajaran anak
Model Epstians mereka di sekolah. Ini dapat dilihat semasa perjumpaan
Menurut Model EPSTIANS (2011) terdapat mesyuarat bagi memutuskan sesuatu aktiviti atau pun
enam peringkat yang boleh di ikuti oleh sekolah untuk program yang dijalankan oleh pendidikan khas.
membolehkan ibu bapa berhubung dengan pendidikan Terdapat di kalangan ibu bapa itu sendiri tidak
khas. membenarkan anak mereka menyertai program yang
telah dibina untuk mereka. Ibu bapa melihat program ini
1. Kategori keibubapaan (parenting) tidak memberi apa-apa manfaat dan merasakan
Ibu bapa melibatkan diri dalam meningkatkan keselamatan anak mereka tidak terjamin sekiranya tidak
kebolehan murid di samping memberi komitmen dalam bersama penjaga. Ibu bapa juga tidak yakin terhadap
perkembangan pembelajaran murid. Membantu ibu bapa kemampuan anak mereka mengurus diri mereka jika
lebih memahami anak mereka dengan maklumat yang tiada penjaga. Walaupun tarikan telah dibuat dengan
diterima bersama. melakukan pelbagai inisiatif seperti memberikan
2. Kategori komunikasi (communication) pendedahan tentang pendidikan khas, memaklumkan
Sekolah berhubung dengan ibu bapa mengenai aktiviti menarik yang di bina sepanjang tahun dan
program/aktiviti sekolah dan kemajuan murid melalui sesetengah aktiviti tidak memerlukan bayaran tetapi ibu
komunikasi yang berkesan Ia juga termasuk komunikasi bapa masih berfikiran stereotype.
dua hala yang berlaku dari semasa ke semasa antara
sekolah dengan ibu bapa/komuniti Tujuan Kajian
3. Kategori kesukarelawanan (volunterism) Kajian ini dilakukan bagi melihat persepsi
Sekolah mengelolakan bantuan ibu bapa di terhadap hubungan ibu bapa dengan kelas pendidikan
sekolah, termasuk semua aktiviti kesukarelawanan yang khas di Simpang Renggam, Kluang.
berlaku dalam bilik darjah dan persekitaran sekolah
mahupun aktiviti di sekolah (school environment) Objektif Kajian
4. Kategori pembelajaran di rumah (learning at Bagi memenuhi tujuan kajian yang telah
home) ditetapkan, beberapa objektif kajian telah dikenal pasti
Sekolah membekalkan idea kepada ibu bapa iaitu:
untuk membantu anak-anak mereka dalam pembelajaran 1. Melihat hubungan antara amalan kolaborasi ibu
di rumah. bapa dengan pendidikan khas.
5. Kategori membuat keputusan (decision making) 2. Melihat hubungan antara masalah ibu bapa
dengan pendidikan anak mereka.
METODOLOGI
Instrument soalan soal selidik dan soalan temu
bual telah di ambil daripada hubungan keluarga dengan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 541
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

sekolah (Family-School Relationships Survey guide) DAPATAN KAJIAN


yang telah dibentuk oleh Dr. Hunter Gehlbach (2015).
Dalam kajian ini beberapa bahagian telah diambil dah Analisis Kebolehpercayaan
diubahsuai bagi menjawab persoalan kajian. Bahagian Analisis kebolehpercayaan membolehkan
yang telah diambil terdiri daripada 1) Penglibatan ibu pengkaji menentukan tahap kebolehpercayaan sesuatu
bapa (Family Engagement), 2) Bentuk sekolah yang skala pengukuran yang terdiri daripada bahagian A
sesuai (School Fit), 3)Sokongan keluarga (Family (penglibatan ibu bapa), bahagian B (pendidikan yang
Support), 4) Keberkesanan dalam keluarga (family sesuai), bahagian C (sokongan keluarga), bahagian D
efficacy), 5) Tingkah laku semasa belajar (Learning (keberkesanan kekeluargaan), bahagian E (tingkah laku
Behaviors), 6)Penghalang kepada perhubungan semasa belajar), dan bahagian F (penghalang kepada
(Barriers to Engagement), 7)Pandangan lain(free kolaborasi). Model kebolehpercayaan yang digunakan
responses), dan 8) Soalan latar belakang (Background dalam kajian ini ialah Alpha Cronbach. Nilai alpha yang
Questions). Terdiri daripada 45 soalan kaji selidik dan 8 sesuai dan boleh dipercayai ialah >0.5. Dalam kajian ini
soalan temu bual. nilai alpha ialah 0.7 mempunyai nilai ketekalan yang
tinggi untuk mengukur instrumen kajian.
ANALISIS DATA
Responden kajian adalah diambil daripada 40 Analisis latar belakang responden
orang ibu bapa murid pendidikan khas bagi mewakili Analisis kekerapan digunakan untuk
populasi 68 orang ibu bapa murid pendidikan khas di menyediakan statistik deskriptif dan paparan jadual
Simpang Renggam. Terdiri daripada 2 Kelas Program yang berguna untuk menghuraikan pelbagai jenis
Pendidikan Khas Sekolah Menengah dan 4 Kelas pemboleh ubah. Pengkaji dapat mengetahui bilangan
Program Pendidikan Khas Sekolah Rendah. 25 soal ibu dan bapa yang menjawab soalan kajian. Peratusan
selidik diberikan kepada ibu bapa Program Pendidikan ibu ialah 80 peratus manakala peratus bagi bapa yang
Khas Sekolah Rendah yang mewakili populasi 52 orang menjawab soal selidik ini sebanyak 20 peratus. Ini
murid dan 15 soal selidik diberikan kepada ibu bapa menggambarkan bahawa golongan ibu lebih ramai
Program Pendidikan Khas Sekolah Menengah mewakili melebihi bapa yang menjawab soal selidik.
populasi 16 orang murid untuk menjawab soal selidik
yang diberikan. Manakala sampel 3 orang ibu bapa Pendapatan Ibu Bapa
murid pendidikan khas bagi menjawab soalan berbentuk Dari segi pendapatan, dibahagikan kepada empat
temu bual. Sebelum kajian dijalankan perbincangan kategori iaitu bawah RM1000, antara RM1001 hingga
dengan guru-guru dan Pembantu Pengurusan Murid RM2000, RM2001 hingga RM3000 dan RM3000 ke
telah dilakukan dan meneliti keprihatinan ibu bapa atas. Pendapatan ini dikira berdasarkan kepada
terhadap keperluan anak mereka di kelas Pendidikan pendapatan ibu bapa sebulan. Kategori pendapatan yang
Khas. Perbincangan ini dilakukan bagi mendapatkan paling tinggi ialah antara RM2001 hingga RM3000.
gambaran awal tentang penglibatan dan keprihatinan ibu Manakala kategori yang paling rendah ialah bawah
bapa terhadap pendidikan anak mereka di kelas RM1000. Ini menunjukkan bahawa taraf pendapatan ibu
pendidikan khas. bapa berada di tahap sederhana. Dari segi umur
responden dibahagikan kepada empat kategori iaitu
Kaedah Analisis Data berumur bawah 30 tahun, 31 tahun hingga 40 tahun, 41
Semua data-data yang diperoleh daripada soal tahun hingga 50 tahun, 51 tahun ke atas. Ini
selidik yang di analisis menggunakan program menunjukkan ibu bapa murid pendidikan khas dalam
komputer Statistical Package For Social Science (SPSS lingkungan umur 31 hingga 41 tahun.
19). Statistik deskriptif yang digunakan termasuklah
min, sisihan piawai, kekerapan dan peratusan bertujuan Analisis latar belakang responden
untuk mendapatkan profil ibu bapa. Analisis yang Analisis kekerapan digunakan untuk
digunakan dalam kajian ini adalah korelasi iaitu untuk menyediakan statistik deskriptif dan paparan jadual
melihat dua hubungan pemboleh ubah iaitu bersandar yang berguna untuk menghuraikan pelbagai jenis
dan bebas. Korelasi Pearson digunakan untuk menguji pemboleh ubah. Pengkaji dapat mengetahui bilangan
adakah terdapat hubungan di antara pemboleh ubah ibu dan bapa yang menjawab soalan kajian. Peratusan
kajian. Dalam kajian ini pengkaji melihat pemboleh ibu ialah 80 peratus manakala peratus bagi bapa yang
ubah amalan kolaborasi ibu bapa dengan pendidikan menjawab soal selidik ini sebanyak 20 peratus. Ini
khas. Bagi mendapatkan hasil tambahan, terdapat data menggambarkan bahawa golongan ibu lebih ramai
yang di ambil secara temu bual dengan ibu bapa untuk melebihi bapa yang menjawab soal selidik.
mendapatkan punca, akibat dan penyelesaian masalah
yang dihadapi. Melihat hubungan antara amalan kolaborasi ibu
bapa dengan pendidikan khas.
Hasil kajian mendapati ibu bapa yang
mempunyai hubungan amalan kolaborasi yang baik
dengan pendidikan khas dapat membantu pembelajaran
murid-murid khas. Dalam analisis kajian mendapati
542 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

terdapat hubungan yang signifikan antara masalah ibu masalah keluarga. Penceraian dan penjaga terpaksa
bapa dengan pendidikan anak mereka. pekali korelasi r mencari alternatif untuk menyara keluarga serta tempat
= -.023 adalah signifikan pada aras kurang daripada perlindungan menjadi satu sebab mengapa kolaborasi
0.05 (r = -.023, p < .05). keputusan ini selari dengan ini tidak berlaku. Seperti yang telah dinyatakan oleh
kajian yang telah dijalankan oleh Abidah Binti Abd Puan Hasnah Binti Hassim 46 tahun dalam temu bual,
Rahman 2014, mendapati bahawa walaupun tahap
penglibatan ibu bapa secara keseluruhannya adalah Haiqal dengan mak dia duduk dengan saya lepas mak
tinggi namun terdapat beberapa jenis amalan yang dia berpisah, mak dia kerja, saya pula tak kerja, Macam
kurang diamalkan oleh ibu bapa dalam pelaksanaan RPI saya, saya terpaksa menyara anak saya dengan duit
anak mereka. pencen yang ada, jadi nak ikutkan masalah kewangan
tu satu penyebab jugalah
Melihat hubungan antara masalah ibu bapa dengan
pendidikan anak mereka. Dari segi keberkesanan pembelajaran atau
Kajian ini juga mendapati bahawa masalah maklumat untuk dikongsi bersama, pendapat Puan
keluarga tidak mempunyai hubungan yang signifikan Rahayu Binti Kusmin 40 tahun menyatakan;
dengan tahap penglibatan ibu bapa iaitu dengan nilai
r=0.012 dan p=0.136. Keputusan ini bersesuaian dengan Kami selalu bertukar pandangan sekiranya ada
kajian yang telah dijalankan oleh Anuar Ahmad dan rawatan-rawatan yang boleh dikongsi bersama, cikgu
Norhaidawati Mohd Noor (2010) menunjukkan bahawa selalu membantu dan sekiranya ada aktiviti atau kursus
persekitaran keluarga seperti penglibatan ibu bapa berkaitan pendidikan khas cikgu akan letak dalam
dalam pendidikan anak mereka. Abd. Razak Zakaria & whatsapp dan facebook, tu terpulang kepada ibu bapa
Norani Mohd Salleh (2012) yang mendapati penglibatan nak pergi atau pun tidak.
ibu bapa dalam pendidikan ketika anak-anak di sekolah
menengah bukan faktor utama anak-anak mereka Dari penyataan ini menandakan bahawa
berjaya dalam pelajaran. maklumat yang dikongsi bersama oleh ibu bapa dan
Sebagai nilai tambah, dapatan temu bual ke atas guru boleh digunakan bersama. Perkongsian ini dapat
empat orang ibu bapa pendidikan khas yang terpilih membantu perkembangan dan pendidikan murid
telah diambil untuk mengetengahkan beberapa masalah- pendidikan khas dan memberi pengetahuan kepada ibu
masalah lain yang boleh menjadi punca kepada bapa dalam membantu anak murid pendidikan khas
halangan kolaborasi dalam pendidikan khas. Puan Nur selepas waktu sekolah.
Khurul Ain Binti ABD Samad 32 tahun menyatakan
bahawa: En Zakariah Bin Togimin 43 tahun pula menyatakan:
mungkin sebab kelas kecil, jadi banyak aktiviti yang
Kadang-kadang aktiviti yang cikgu bentuk tak sesuai cikgu tak libatkan ibu bapa, dan tak banyak aktiviti
dengan kebolehan anak saya, anak saya tak boleh nak yang cikgu bentuk
ikut aktiviti tersebut sebab kekurangan dia
Faktor lain yang boleh menyebabkan kolaborasi
Murid pendidikan khas mempunyai pelbagai ibu bapa dalam pendidikan khas adalah disebabkan
keupayaan dan tahap kognitif yang berbeza, halangan kelas pendidikan khas yang mempunyai bilangan murid
yang diutarakan menjadi punca mengapa ibu bapa yang sedikit, banyak aktiviti yang guru bentuk tidak
melihat aktiviti di pendidikan khas tidak mengikut melibatkan ibu bapa.
kemampuan mereka. Hasil daripada dapatan temu bual menunjukkan
bahawa ibu bapa yang mempunyai masalah keluarga
Menurut beliau lagi: menyukarkan mereka melibatkan diri dengan aktiviti
Program yang cikgu bentuk adakalanya memerlukan pendidikan khas dan aktiviti yang dibentuk oleh guru
belanja yang besar contohnya melancong ke Pulau memerlukan belanja yang tinggi untuk membolehkan
Pinang, kami ibu bapa yang terpaksa sertai kena ibu bapa terlibat. Antara lainnya pula ibu bapa
keluarkan belanja lebih menganggap aktiviti yang dilaksanakan oleh guru tidak
sesuai dengan tahap kemampuan anak mereka.
Program dalaman dan program luaran dibentuk
untuk memberi peluang kepada murid pendidikan khas Penyelesaian Masalah
merasai aktiviti di luar dan di dalam bilik darjah. Ini Penyelesaian masalah yang boleh membantu
bergantung kepada tempat yang dituju, oleh itu dalam membentuk amalan kolaborasi ini adalah pihak
penyebab ini memungkinkan juga ibu bapa berasa pendidikan khas perlulah sentiasa memberikan
perbelanjaan untuk anak mereka meningkat kerana ada maklumat kepada ibu bapa tentang program dan aktiviti
sesetengah aktiviti yang menjemput ibu bapa turut serta yang dijalankan serta membantu ibu bapa mendapatkan
bersama. maklumat dari masa ke semasa yang boleh membantu
Hal lain yang boleh menjadi penyebab kepada pendidikan murid Pendidikan Khas. Antara lainnya guru
masalah kolaborasi dalam pendidikan khas adalah perlulah lebih kreatif dalam menyediakan aktiviti yang
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 543
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

sesuai dengan kemampuan serta kognitif mereka. Guru Caldwell, B.J. dan Spinks, J. M. (1988). The Self
perlu memaksimumkan aktiviti yang boleh menarik Managing School, East Sussex, UK: The Falmer Press.
minat ibu bapa melibatkan diri. Contohnya aktiviti Arnorld Chee Keong Chua ,2015, A Triple-E
dalaman seperti sukaneka, Kempori Pendidikan Khas, Framework on Parental Involvement of Children with
Program keusahawanan, program urus diri dan Autism Spectrum Disorder in Early Intervention,
sebagainya. International Journal of Multidisciplinary
Research and Development, 2:9
KESIMPULAN Abidah Binti Abd Rahman, 2014, Penglibatan Ibu
Berdasarkan dapatan kajian, masalah yang utama bapa dalam pelaksanaan Rancangan Pendidikan
amalan kolaborasi ibu bapa dalam pendidikan khas Individu RPI Murid Berkeperluan Khas, Jurnal
tidak dapat dijalankan dengan sempurna kerana terdapat Pendidikan, 1:25
ibu bapa yang tidak mempunyai masa melawat anak Abd. Razak Zakaria & Norani Mohd Salleh, 2012,
mereka di pendidikan khas, disebabkan oleh masalah Konteks Keluarga dan Hubungannya dengan
keluarga itu sendiri dan kurangnya kesedaran untuk Penglibatan Ibu Bapa dalam Pendidikan Anak-
bersama-sama membantu dalam pendidikan anak anak di Sekolah Menengah, Jurnal Pendidikan,
mereka. Antara lain pula kekurangan maklumat 36(1): 35-44.
mengenai kursus yang sesuai menjadikan ibu bapa tidak Anuar Ahmad dan Norhaidawati Mohd Noor, 2010,
membawa anak mereka menyertai aktiviti atau rawatan Persekitaran Keluarga dan Kesannya Terhadap
susulan selepas ke sekolah menegah. Kelas pendidikan Pendidikan Anak-anak Jalanan Di Jalan Chow
khas yang kecil juga menyebabkan ibu bapa tidak dapat Kit, Kuala Lumpur, Jurnal Pendidikan.
melibatkan diri, ini kerana guru tidak membentuk Muhammad Faizal A. Ghani, 2013, Amalan Komuniti
aktiviti yang memerlukan penglibatan ibu bapa. Pembelajaran Profesional: perspektif pemimpin sekolah
Masalah lain yang timbul adalah kesedaran ibu bapa cemerlang negara maju, Jurnal Kurikulum dan
untuk membuat keputusan bersama semasa mesyuarat Pengajaran Asia Pasifik, 1:3
yang diadakan. Ibu bapa belum mempunyai kesedaran Michel Fullan, 2011, Whole System Reform for
untuk menghadiri mesyuarat-mesyuarat pendidikan khas Innovative Teaching and Learning,
untuk memutuskan sesuatu aktiviti dalam pendidikan http://michaelfullan.ca/wp-
khas. content/uploads/2016/06/Untitled_Document_5.
pdf
Rujukan Abdullah, H. & Ainon, M. (2002). Kemahiran
Interpersonal untuk Guru. PTS Publication &
Muhammad Faizal A. Ghani, 2013, Amalan Komuniti Distributors Sdn Bhd.
Pembelajaran Profesional: perspektif pemimpin sekolah Abdul Rani Md. Zin, Ahmad Fadzli dan Tajul Ariffin
cemerlang negara maju, Jurnal Kurikulum dan (1998). Collaborative School Management Cycle
Pengajaran Asia Pasifik, 1:3 ialah suatu model pengurusan sekolah berkesan:
Michel Fullan, 2011, Whole System Reform for Ciri-ciri dan pelaksanaan, Wawasan, 34-48.
Innovative Teaching and Learning, Asmah Ahmas, (1998). Collaborative Management
http://michaelfullan.ca/wp- and School Effectiveness in Malaysian Primary School,
content/uploads/2016/06/Untitled_Document_5. tesis Doktor Falsafah yang tidak diterbitkan,
pdf University of Hull.
Abdullah, H. & Ainon, M. (2002). Kemahiran Brown, M. dan Boyle, B., (1999). Communications
Interpersonal untuk Guru. PTS Publication & between perceptions and practice in model of school
Distributors Sdn Bhd. decision making in North West of England,
Epstein, J. L. (2011). School, family, and community School Leadership & Management, August
partnerships: Preparing educators and improving 1999, 19(3):319, 12.
schools (2nd ed.). Philadelphia, PA: Westview Caldwell, B.J. dan Spinks, J. M. (1988). The Self
Press. Managing School, East Sussex, UK: The Falmer
Abdul Rani Md. Zin, Ahmad Fadzli dan Tajul Ariffin Press. Gardner, C. R. (1983). Motivational Variables
(1998). Collaborative School Management Cycle ialah In Second Languages Acquisition.
suatu model pengurusan sekolah berkesan: Ciri- Zulkiffli Abdul Aziz, (2000). Persepsi Guru-guru
ciri dan pelaksanaan, Wawasan, 34-48. Terhadap Budaya Kerja Berpasukan di Sekolah
Asmah Ahmas, (1998). Collaborative Management Menengah Teknik dalam Daerah Alor Setar,
and School Effectiveness in Malaysian Primary School, Kedah Darul Aman (satu tinjauan), Tesis Sarjana
tesis Doktor Falsafah yang tidak diterbitkan, yang tidak diterbitkan, Universiti Teknologi
University of Hull. Malaysia.
Brown, M. dan Boyle, B., (1999). Communications
between perceptions and practice in model of
school decision making in North West of
England, School Leadership & Management,
August 1999, 19(3):319, 12.
544 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Peter J. McCarthy, Liran Brennan dan Karen Elizabeth A. Mellin, Elise E. Belknap, Ian L. Brodie
Vecchiarello. 2011. Parent- School Communication in dan Kristen Sholes. 2015. Opening School Doors to
the Inclusive Classroom: A Comprehensive Communities and Families: A Social Capital
Model of Collaboration in Education. Perspective for Multparty Collaboration. Journal
International Journal of Humanities and Social for Social Action in Counseling and Psychology.
Science. 1:15 7:1
Michelle Ellis, Graeme Lock dan Geoff Lummis.
Jennifer A. Mautone, Elizabeth K. Lefler dan Thomas 2015. Parent-Teacher Interactions: Engaging with
J. Power. 2011. Promoting Family and Success for Parents and Carers. 40:5
Children With ADHD: Strengthening Beth A. Jones. 2012. Fostering Collaboration in
Relationships While Buiding Skills. HHS Public Inclusive Settings: The Special Education Students at a
Access. 50(1):43-51 Glance Approach. Journals Permissions. nav.
Fasina dan F. Fagbeminiyi. 2011. The Role of Parents 47(5):297
in Early Childhood Education: A Case Study of Ikeja, Peggy Dettmer, Linda P. Thurston dan Norma J.
Lagos State Nigeria. Global Journals Inc. (USA). Dyck. 2005. Consultantion, Collaboration and
11:2 Teamwork For Students With Special Needs. 5:8
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PENDIKAN INKLUSIF SD DI KOTA


BANJARMASIN
Imam Yuwono

Universitas Lambung Mangkurat


E-mail: imam.plb@unlam.ac.id

Abstrak: Evaluasi implementasi program pendidikan inklusif SD di Kota Banjarmasin bertujuan untuk
mengkaji efektifitas program pendidikan inklusif dengan menganalisis peran masing-masing faktor sesuai
dengan model pendekatan CIPPO (context, input, process, product dan outcome) Data dianalisis
menggunakan tehnik deskriptif kualitatif yang dikembangkan oleh Glickman,s dengan tipe kuadran. Temuan
penelitian bahwa pelaksanaan program pendidikan inklusif SD di Banjarmasin terletak pada kuadran IV
(kurang efektif) dilihat dari variabel context ( - + - + +), input ( - + - + - - ), process ( - + + ), product ( + +
) dan outcome dengan hasil (+). Kontribusi efektif dominan didapat dari komponen produkt dan outcome.
Sedangkan komponen context dua variabel berkontribusi kurang efektif (negatif) komponen input empat
variabel berkontribusi kurang efektif (negatif) komponen process satu variabel berkontribusi kurang efektif
(negatif).
Kata Kunci: evaluasi program, pendidikan inklusif, model evaluasi CIPPO

Abstract: Evaluation of the Implementation inclusive education program of elementary school in


Banjarmasin Municipality aims to assess the effectiveness of inclusive education program by analyzing the
role of each factor according to the approach Cippo Model(context, input, process, product, and outcome).
Data were analyzed using qualitative descriptive technique developed by Glickman's the type quadrant. The
study's findings that the implementation inclusive education program of Elementary School in the
municipality of Banjarmasin located in quadrant IV (less effective) seen from the variable context (- + - + +),
input (- + - + - -), process (- + +), product ( + +) and the outcome with the result (+). Contributions effective
dominant product derived from components and outcomes. While the components of the context of two
variables contribute less effective (negative) component of the four input variables contribute less effective
(negative) component of the process variables contribute less effective (negative).
Keywords: program evaluation, inclusive education, evaluation model Cippo

PENDAHULUAN program. Johnsen (2001) mengemukakan pendapat


Dewasa ini dunia pendidikan Indonesia terkait dengan sikap sekolah menghadapi berbagai
mengalami tambahan pengayaan dengan macam siswa dengan karakteristik yang
diperkenalkanya inklusi dalam pendidikan beranekaragam. Berdasarkan hasil pengamatan SD
(pendidikan inklusif). Nilai penting pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif di Kota
inklusif menurut pendapat di atas adalah terciptanya Banjarmasin, juga masih mengeluhkan cara
pembelajaran yang ramah bagi semua peserta didik, modifikasi kurikulum, kompetensi guru masih rendah,
baik reguler maupun anak berkebutuhan khusus. sarana prasarana yang belum memadai, media
Sekolah tidak membeda-bedakan peserta didik, semua pembelajaran khusus masih kurang, demikian juga
siswa berhak mendapatkan pelayanan pendidikan jumlah ruangan kelas untuk kepentingan belajar
yang sama. Hasil pengamatan pada sekolah mengajar. Latar belakang pendidikan dan pemahaman
penyelenggara pendidikan inklusif SD di Kota guru kelas tentang anak berkebutuhan khusus dan
Banjarmasin belum menerapkan pembelajaran yang pendidikan inklusif masih rendah.
ramah bagi semua anak, persepsi sekolah yang penting Hasil riset yang dilakukan oleh Ahmad Sofyan,
bagaimana anak berkebutuhan khusus bisa masuk (2012) pelaksanaan pendidikan inklusif di sebuah SD di
sekolah reguler. Bahkan banyak sekolah umum yang Kota Banjarmasin belum optimal, karena penerimaan
masih menolak kehadiran anak berkebutuhan khusus. sekolah reguler terhadap kehadiran anak berkebutuhan
Kondisi riil di SD penyelenggara pendidikan inklusif khusus masih rendah, ketersediaan sarana prasarana
di Kota Banjarmasin masih belum mendapatkan belum memadai. Penelitian yang dilakukan Imam
perhatian serius oleh Pemerintah seperti yang Yuwono, (2013) para guru di SD penyelenggara
tercantum pada undang-undang. Misalnya belum ada pendidikan inklusif di Kota Banjarmasin, kemampuan
alur pembinaan yang jelas baik pemerintah pusat, dalam melakukan evaluasi hasil belajar masih rendah,
propinsi maupun Kota. cara identifikasi dan asesmen terhadap anak
Strukturisasi sekolah penyelenggara berkebutuhan khusus masih rendah. Hasil penelitian di
pendidikan inklusif yang mencakup siswa, guru, atas mengindikasikan bahwa sekolah dasar di Kota
kurikulum, sarana prasarana, pembiayaan, disusun Banjarmasin sebagai penyelenggara pendidikan inklusif,
agar dapat mendukung keberhasilan pelaksanaan belum didukung dengan sumber daya manusia yang
memadai terutama dalam hal penilaian hasil belajar. Di

545
546 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

satu sisi keberadaan program pendidikan inklusif di ,+,+,+,-,-) komponen proses bernilai (-,+,-)
Kota Banjarmasin belum pernah dievaluasi secara komponen produk bernilai (+,-) komponen
komprehensif, sehingga pihak Pemerintah maupun outcome bernilai (+).
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif seolah-olah 4. SD Kuin Selatan 3 pada komponen konteks
mencari solusi sendiri berbagai macam masalah yang bernilai (+,-,+,-) komponen input bernilai (-,+,+,-
dihadapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ,-,-) komponen proses bernilai (-,+,+) komponen
dan mengetahui efektifitas komponen konteks, yang produk bernilai (+,-) komponen outcome bernilai
mencakup landasan formal, tujuan dan pembinaan, (+).
kebutuhan masyarakat dan kelayakan sekolah.
Komponen input, yang mencakup rekrutmen siswa, Hasil evaluasi pelaksanaan pendidikan inklusif
sosial ekonomi orang tua, persyaratan administrasi guru, keempat SD di Kota Banjarmasin, mengacu kepada
kurikulum, sarana prasarana, dan pembiayaan. prototype kuadran Glikman. Berdasarkan hasil
Komponen proses, yang mencakup kompetensi guru, pemetaan seperti tampak pada gambar 2 di atas
minat guru mengajar dan poses belajar mengajar menunjukkan kriteria CIPPO (+ - + - -). Tanda +
(KBM) di kelas inklusif. Komponen produk, yang berarti sesuai dengan kriteria evaluasi atau efektif, dan
mencakup: kognitif dan sikap sosial siswa di sekolah tanda - berarti tidak sesuai dengan krteria evaluasi
penyelenggara pendidikan inklusif. Komponen atau tidak efektif. Jika dikonversikan kedalam kuadran
outcome, berkaitan dengan kelanjutan studi anak prototype Glikman, maka efektivitas implementasi
berkebutuhan khusus di sekolah inklusif. program pendidikan inklusif SD di Kota Banjarmasin
terletak pada kuadran IV (keempat) atau kurang efektif
METODE atau kurang sesuai dengan kriteria evaluasi, artinya pada
Metode yang digunakan dalam penelitian ini komponen context efektif (sesuai dengan kriteria
adalah penelitian evaluasi yang mengacu kepada evaluasi), pada kompunen input tidak efektif (tidak
model evaluasi yang dikembangkan oleh D.L. sesuai dengan kriteria evaluasi), pada komponen proses
Stufflebeam yang dikenal dengan model evaluasi efektif (sesuai dengan kriteria evaluasi), pada komponen
CIPPO (context, input,process, product dan product tidak efektif (tidak sesuai dengan kriteria
memperhatikan outcome). Data yang diperoleh evaluasi), dan pada komponen outcome efektif (sesuai
dianalisis secara kualitatif menggunakan model dengan kriteria evaluasi). Dengan demikian, bahwa
CIPPO dengan triangulasi terhadap data yang relevan implementasi program pendidikan inklusif SD di Kota
dengan implementasi program pendidikan inklusif Banjarmasin tergolong kurang efektif atau kurang sesuai
dengan mengacu kepada kriteria yang telah dengan kriteria evaluasi.
ditetapkan. Kemudian dilakukan interpretasi dan
konversi pemetaan pencapaian indikator apakah PEMBAHASAN
sesuai atau tidak sesuai dengan kriteria evaluasi. Jika Hasil penelitian terkait evaluasi konteks
sesuai dengan kriteria evaluasi maka diberi tanda penyelenggaraan pendidikan inklusif di Banjarmasin,
positif (+), jika tidak sesuai dengan kriteria evaluasi menemukan informasi bahwa keempat sekolah pada
yang ditetapkan maka diberi tanda negative (-). indikator tujuan kurang efektif (tidak sesuai kriteria
Langkah berikutnya adalah melakukan pemetaan evaluasi) pada indikator landasan formal efektif, pada
kuadran sesuai dengan kriterian evaluasi yang sudah indikator pembinaan kurang efektif dan indikator
ditetapkan. kebutuhan dan kelayakan sekolah kurang efektif.
Indikator tujuan masih sangat dominan diarahkan untuk
HASIL melindungi anak berkebutuhan khsusus baik yang super
Efektifitas implementasi program pendidikan dan yang under agar mereka memperoleh pendidikan di
inklusif, tingkat sekolah dasar di Kota Banjarmasin, sekolah umum. Mereka mendapatkan perlakuan tanpa
terlihat pada pemetaan data yang diperoleh pada hasil deskriminasi dalam hal pendidikan. Tujuan pendidikan
analisis komponen context, input, process, product dan inklusif yang tertera pada permendiknas No 70 tahun
outcome sebagai berikut: 2009 nampaknya sudah tidak cocok di era saat ini.
1. SD Banua hanyar 8 pada komponen konteks Dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus di sekolah
bernilai (+,-,+,-) komponen input bernilai reguler, ternyata hjuga akan mempengaruhi sikap dan
(+,+,+,+,+,+) komponen proses bernilai (+,+,-) mental peserta didik lain pada umumnya. Mereka lebih
komponen produk bernilai (+,+) komponen menghargai perbedaan, saling tolong menolong kerja
outcome bernilai (+). sama dan saling membantu.
2. SD Gadang 2 pada komponen konteks bernilai Landasan operasional pendidikan inklusif di
(+,-,+,-) komponen input bernilai (-,+,+,+,-,-) Kota Banjarmasin adalah permendiknas nomor 70 tahun
komponen proses bernilai (+,+,+) komponen 2009, ini ditiindak-lanjuti oleh Direktorat pendidikan
produk bernilai (+,-) komponen outcome bernilai khusus dan layanan khusus (PKLK) melalui buku
(+). Pedoman Penyelenggaraan Program Pendidikan
3. SD Banua Anyar 4 pada komponen konteks Inklusif. Dokumen landasan formal ini dimiliki oleh
bernilai (+,-,+,-) komponen input bernilai (- keempat sekolah yang dievaluasi. Melalui berbagai
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 547
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

wawancara dari berbagai stakeholder sekolah, keempat kurikulum belum berorientasi pada kondisi peserta didik
sekolah memahami dengan baik isi landasan formal. berkebutuhan khusus. Ketersediaan sarana prasarana
Landasan formal dipahami warga sekolah dan satu SD menjukkan nilai efektif sedangkan di tiga SD
memberikan manfaat dalam mencapai tujuan kurang efektif (tidak sesuai kriteria evaluasi. Pada aspek
pendidikan inklusif. Hal ini senada dengan pendapat pembiayaan menjukkan keempat SD di Kota
bahwa landasan yang memayungi pendidikan inklusif Banjarmasin masih kurang efektif. Sekolah belum
mampu memberikan manfaat untuk semua anak tanpa memiliki standar pembiayaan per peserta didik,
deskriminasi, membantu menciptakan masyarakat yang walaupun sudah memiliki RKAS yang memuat dana
inklusif. masuk dan keluar secara keseluruhan. Pendanaan
Mekanisme pembinaan di tingkat pusat oleh sekolah masih belum bisa menopang kebutuhan
Direktorat PKLK Dikdas, tingkat propinsi oleh Kepala sekolah.
Dinas Pendidikan Propinsi cq. Kepala bidang bina SD, Hasil evaluasi terhadap komponen proses,
pada tingkat kotamadya/kabupaten ditangani oleh menemukan informasi bahwa: Kompetensi guru di SD
Subdin Dikdas Kotamadya/Kabupaten seksi SD, dan Banua Anyar 8 dan SD Gadang 2 termasuk kategori
pada tingkat sekolah dibina langsung oleh kepala baik yang artinya guru telah memiliki beberapa
sekolah yang dibantu oleh wakil kurikulum dan kompetensi antara lain deferensiasi kurikulum,
koordinator inklusif. Secara struktural kelembagaan modifikasi kurikulum, pembelajaran individual,
memang telah jelas mekanisme atau alur pembinaan pembelajaran kooperatif, memotivasi belajar dan
program pembinaan pendidikan inklusif dari tingkat melakukan penilaian fleksibel, sedangkan di SD Banua
pusat, daerah hingga unit sekolah. Berdasarkan hasil Anyar 4 dan SD kuin Selatan 3 menunjukkan kurang
temuan di lapangan terdapat indikasi adanya pembinaan efektif. Kompetensi guru yang kurang efektif akan
yang longgar terutama pada aspek-aspek monitoring, mempengaruhi terhadap perencanaan dan pelaksanaan
supervisi, dan evaluasi terhadap sekolah penyelenggara kurikulum. Senada dengan pendapat Michaell bahwa
program pendidikan inklusif. secara berkala dan kurikulum pendidikan inklusif harus disusun secara
terprogram sekurangnya setahun sekali. fleksibel sesuai kebutuhan anak dan kondisi sekolah.
Hasil evaluasi pada indikator analisis kebutuhan Hasil evaluasi terhadap komponen produk,
dan kelayakan sekolah menemukan informasi bahwa, menemukan informasi bahwa semua sekolah SD yang
Analisis kebutuhan pendidikan inklusif yang dilakukan dievaluasi mengalami peningkatan nilai ujian nasional
melalui analisis SWOT terhadap empat sekolah dasar pada saat menjadi penyelenggara pendidikan inklusif,
penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Banjarmasin artinya inklusif di suatu sekolah tidak mempengaruhi
diperoleh data sebagai berikut: Kekuatan (Strength) nilai ujian nasional. Aspek sosial sekolah yang sudah
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif ditandai lama menyelenggarakan pendidikan inklusif
dengan memiliki tim layanan sekolah yaitu program menunjukkan kreteria efektif, sedangkan pada sekolah
inklusi yang kuat, sekolah yang diminati masyarakat yang baru menyelenggarakan pendidikan inklusif
sebagai penyelenggara inklusi baik dari kalangan menunjukkan kriteria kurang efektif. Pendapat Abin
masyarakat di bawah sampai keatas, sekolah menjadi Samsudin bahwa perilaku sosial seseorang itu tampak
banggaan dan harapan orang tua anak berkebutuhan dalam pola respons antar orang yang dinyatakan dengan
khusus dan masyarakat. Banyaknya orang tua yang hubungan timbal balik antar pribadi setelah sekian
memiliki anak berkebutuhan khusus yang memiliki lama melakukan interaksi. Pendapat ini
komitmen kuat menyekolahkan anak diwilayah mengindikasikan bahwa semakin lama melakukan
Banjarmasin, merupakan kekuatan yang sangat kuat interaksi, siswa akan tumbuh nilai-nilai sikap sosial
yang mendorong sekolah inklusif ditunggu yang positif.
kehadirannya oleh banyak masyarakat. Hasil evaluasi terhadap komponen outcome
Hasil evaluasi pada komponen masukan (Input) menemukan informasi bahwa keempat SD inklusif yang
menemukan informasi bahwa proses rekrutmen siswa di dievaluasi memiliki outcome yang bagus, sesuai dengan
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif (SD Banua kriteria evaluasi. Anak berkebutuhan khusus lulusan
Anyar 8, SD gadang 2, SD Banua Anyar 4, dan SD sekolah penyelenggara pendidikan inklusif sebagian
Kuin Selatan) masih kurang efektif. Indikator besar bisa melanjutkan studi. Artinya dalam segi
persyaratan administrasi guru di sekolah penyelenggara outcome penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kota
pendidikan inklusi di Kota Banjarmasin masih belum Banjarmasin perlu terus didorong, untuk mendapatkan
sesuai dengan kriteria evaluasi. Hal ini mempunyai perhatian dari berbagai pihak yang terkait.
konotasi bahwa seseorang yang memiliki ijazah
pendidikan guru itu dinilai sudah mampu KESIMPULAN
mengajar. Kurikulum pendidikan inklusif di SD Banua Pertama, komponen konteks: tujuan pendidikan
Anyar 8 dan SD Kuin Selatan sesuai dengan kriteria inklusif yang tercantum dalam Permendiknas nomor 70
evaluasi artinya sekolah tersebut membuat kurikulum tahun 2009 perlu ditinjau kembali karena sudah tidak
berdeferensiasi, berorientasi pada peserta didik, dan layak dengan kebutuhan sekolah inklusif. Alur
menyesuaikan kondisi anak. Sedangkan kurikulum di pembinaan baik ditingkat pusat, propinsi, Kota, tidak
SD Banua Anyar 4 dan SD Gadang 2 kurang efektif, berjalan dengan baik karena tidak ada alur yang jelas.
menunjukkan bahwa guru dalam mengembangkan
548 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Tingkat kebutuhan dan kelayakan sekolah efektif sesuai DAFTAR PUSTAKA


dengan kriteria evaluasi. Abin Syamsuddin Makmun. (2003) Psikologi
Kedua, komponen masukan (input) mencakup: Pendidikan (Bandung : PT Rosda Karya Remaja,
Rekrutmen siswa berkebutuhan khusus satu SD 93
aktualitasnya baik, satu SD sedang dan dua SD rendah. Alimin, Zaenal. (2006) Implementasi Pendidikan
Latar belakang sosial ekonomi orang tua keempat SD Iinklusif di Sekolah Reguler. Bandung: Rineka
dalam skala menengah atau sedang. Pada aspek Cipta, 105.
kurikulum yang relevan meliputi deferensiasi, Berit Johnsen. (2003) Menuju Inklusi Pendidikan
beroreantasi pada peserta didik, menggamit sikap sosial, Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar (Bandung:
fleksibel menyesuaikan kondisi anak, pada dua SD Program Pascasarjana UPI.
efektif dan pada dua SD menyatakan kurang efektif. Daniel P. Hallahan. (2009) Exceptional Learners: An
Pada aspek sarana dan prasarana terdapat satu SD yang Introduction to Special Education, (Boston:
memiliki sarana dan prasarana lengkap sesuai dengan Pearson Education Inc., 202.
kreteria yang ditetapkan, sedangkan tiga SD tidak Direktorat PSLB. (2009). Pedoman Penyelenggaraan
memiliki sarana prasarana sesuai dengan kreteria yang Pendidikan Inklusif (Jakarta: Direktorat PKLK,
dipersyaratkan. Pada aspek pembiayaan keempat SD 102.
masih rendah hanya mengandalkan biaya dari BOS, Djaali, Puji Mulyono, dan Ramli. (2000) Pengukuran
yang dirasakan sekolah masih belum mencukupi. Semua Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PPs UNJ,
sekolah merasa keberatan menanggung honor guru 97.
pembimbing khusus. D. Skorten, Marriam. (2003) Menuju Inklusi Pendidikan
Ketiga, komponen proses, aspek kompetensi Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar. Bandung:
guru di SD Banua Hanyar 8 dan di SD Gadang 2 efektif, Program Pasca Sarjan UPI.
sedangkan di SD Banua Anyar 4 dan di SD Kuin George, F. Madaus, Michael S.Scriven, dan Daniel
Selatan 3 kurang efektif. Aspek minat mengajar, semua L.Stufflebeam. (1993) Evaluation Models
SD di Banjarmasin memiliki minat yang baik (efektif) Viewpoints On Educational And Human Services
ditandai dengan senang, iklas tanpa pamrih, bangga dan Evaluation. Boston: Kluwer Nijhoff
sikap menerima terhadap siswa yang berkebutuhan Publishing,204.
khusus. Imam Yuwono, (2011) Sistem Penilaian Dalam
Keempat, produk kognitif diperoleh keempat Pendidikan Inklusif di SD Banua Hanyar 8
sekolah SD di Banjarmasin Nilai ujian Nasional pada Banjarmasin (Banjarmasin: Unlam Pers.
aktualitas meningkat. Artinya selama James R. Sunders et all. (2004)The Program Evaluation
menyelenggarakan pendidikan inklusif tidak Standards (California: Sage Publication Inc.
mempengaruhi nilai ujian nasional di sekolah itu. Pada Marhaeni. (2007) Evaluasi Program Pendidikan.
aspek sikap sosial Di SD Banua Hanyar 8 yang Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha,96.
merupakan SD paling lama menyelenggarakan Mel Ainscow. (2003) Developing inclusive education
pendidikan inklusif memiliki sikap sosial yang sangat systems: what are the levers for change?, (Paper
baik, sedangkan tiga SD yang memang belum begitu to be presented at conference Inclusive
lama menyelenggarakan pendidikan inklusif memiliki Education: A Framework for Reform in Hong
sikap sosial pada aktualitas cukup. Kong : The University of Manchester, 173.
Kelima, Komponen outcome data yang diperoleh Sofyan. (2009) Manajemen Pendidikan Inklusif di
keempat SD di Banjarmasin memiliki aktualitas Kalimantan Selatan (Banjarmasin: Unlam Pers,
outcome yang tinggi yaitu 99% anak berkebutuhan 59.
khusus dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih Stufflebeam. D. L. (2001) Evaluation Model Viewpoints
tinggi. On Educational And Human Services
Evaluation. Boston: Kluwer Academic Publisher,
101.
Sudarwan Darwin. (2001) Inovasi pendidikan dalam
upaya peningkatan profesionalisme tenaga
kependidikan, (Bandung:pustaka setia, 94.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

ISSUE AND CHALLENGES IN THE IMPLEMENTATION OF TRANSITION TO


WORK PROGRAM FOR LEARNING DISABILITIE STUDENTS IN THREE
SPECIAL EDUCATION SCHOOLS, IN TAIPING DISTRICT
( Isu Dan Cabaran Dalam Pelaksanaan Program Transisi Kerjaya Murid Masalah Pembelajaran Di Tiga
Program Pendidikan Khas Integrasi Daerah Taiping )

Kumaresan Muniandya, Norani Sallehb

ab
Sekolah Menengah Pendidikan Khas Vokasional Merbok
E-mail : kumar011184@gmail.com

Abstrak: Kajian ini bertujuan mendapatkan maklumat tentang sejauh manakah program transisi kerjaya
dilaksanakan. Ia juga bertujuan untuk melihat apakah kekangan yang ada dalam pelaksanaan program
tersebut. Fokus inkuiri dalam kajian ini adalah :(1) melihat bagaimana program transisi kerjaya bagi murid
bermasalah pembelajaran dilaksanakan; (2) melihat penglibatan guru, ibu bapa dan murid bermasalah
pembelajaran dalam program transisi kerjaya; (3) mengenal pasti kekangan yang wujud dalam pelaksanaan
program transisi kerjaya. Reka bentuk kajian ini berbentuk kaedah temubual dengan menggunakan kaedah
kualitatif yang berfokuskan kepada pendapat serta penglibatan responden. Kaedah temu bual dijalankan
terhadap responden kajian yang terdiri daripada enam murid bermasalah pembelajaran, tiga ibubapa, tiga
guru pendidikan khas, dan wakil pihak luar. Dapatan menunjukkan keberkesanan program transisi kerjaya
untuk murid bermasalah pembelajaran berada pada tahap yang memberangsangkan dan aspek kolaborasi
pelbagai agensi dan penglibatan ibu bapa sepenuhnya merupakan faktor utama dalam melihat keberkesanan
program transisi. Walau bagaimana pun wujud kekangan dalam pelaksanaan progran transisi ini iaitu dari
aspek guru yang tidak menjalani sebarang latihan tetapi menggunakan pengetahuan yang sedia ada, masalah
ketidaksediaan murid pengiktirafan program manakala ibu bapa menyatakan kebimbangan tentang nasib
anak mereka apabila tamat persekolahan. Penambahbaikan perlu dilakukan bagi meningkatkan keberkesanan
program transisi ini di masa akan datang.
Kata Kunci: Progran Transisi Kerjaya, Murid Bermasalah Pembelajaran

Abstrak: This research investigated perceptions of hearing-impaired students in identifying the effectiveness
and experiences which facilitated their successful transition from secondary and post-secondary education
into adult life and employment. These studies had indirectly identified barriers faced by hearing-impaired
students during their transition from high school to community living as perceived by educators and
employers. A total of 85 hearing-impaired employees are involved as respondents to answer the questionnaire
and 10 individuals from various sectors will be identified as participants in the qualitative data. The findings
indicated 55.3% agreed that the counsellor/ teacher helped in securing employment, and 74% agreed that
school programs did not help with job placement. The study also showed that communication is the main
factors that prevented hearing-impaired worker to participate in the employment sector. Other factors include
level of education, personality, perceptions of the deaf and the employers.
Keywords: Transition Programmed, Vocational Education, Hearing Impaired student;

PENDAHULUAN (1975) menyatakan dalam situasi pekerjaan yang sukar


Matlamat utama pendidikan adalah untuk untuk diperolehi pekerja yang tidak mempunyai latihan
menyediakan seseorang individu menjadi tertentu sukar untuk mendapatkan pekerjaan dan
bertanggungjawab, menyumbang kepada komuniti. golongan berkeperluan khas pula menghadapi
Murid bermasalah pembelajaran perlu didedahkan kesukaran berganda dalam persaingan untuk
kepada realiti kehidupan setelah tamat persekolahan mendapatkan pekerjaan yang terhad.
melalui satu program komprensif yang menyarankan Individual with Disabilities Education ACT (
kemahiran hidup diperlukan untuk menepati kehendak IDEA 1990) menyatakan bahawa perkhidmatan transisi
sebagai orang dewasa Polloway & Patton (1993). mestilah mempertimbangkan minat, pilihan dan
Persediaan dan kejayaan pendidikan ke arah kerjaya keperluan pelajar. IDEA juga meminta agar
amat penting kepada murid berkeperluan khas. Murid- Rancangan Pendidikan Individu ( RPI ) disertakan
murid biasa yang tidak mempunyai pendidikan dengan kompenan transisi yang spesifik seperti
vokasional yang cukup, akan mudah mempelajari kenyataan mengenai keperluan perkhidmatan transisi
sesuatu kemahiran apabila menjalani latihan sewaktu dan agensi yang terlibat. Malah pindaan Akta IDEA
bekerja. Namun bagi murid bermasalah pembelajaran, pada tahun 1997, menambah bahawa permintaan
tanpa latihan pekerjaan di sekolah, prospek kejayaan transisi di dalam Rancangan Pendidikan Individu (RPI)
mendapatkan pekerjaan adalah amat lemah. Simiches mesti disertakan dengan keperluan perkhidmatan

549
550 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

transisi berkaitan dengan kursus yang dipelajari apabila 1.1 Pernyataan Masalah dan Objektif Kajian
usia pelajar mencapai 14 tahun. Program transisi yang Pendidikan Khas di Malaysia mempunyai kaitan rapat
dijalankan mempunyai reka bentuknya sendiri dan dengan konsep masyarakat penyayang yang bertujuan
disesuaikan dengan persekitarannya Smith (2001). memberi peluang kepada individu berkeperluan khas
Menurut Sorrells et al. (2004) transisi ialah satu proses berintegrasi dengan ahli masyarakat penyayang yang
yang kompleks dan kejayaanya memerlukan usaha sama bertujuan memberi peluang kepada individu
ada koordinasi serta komunikasi pelbagai pihak berkeperluan khas berintegrasi dengan ahli masyarakat
termasuk guru-guru, ibu bapa atau keluarga serta lain membina sikap positif terhadap warga berkeperluan
agensi-agensi yang mempunyai kaitan dengan pelajar khas serta memastikan mereka menerima peluang
tersebut. Halpern (1993) menyatakan bahawa fokus pekerjaan dan jaminan kehidupan berkualiti(Noraini
transisi seharusnya melibatkan kualiti hidup sebagai et.al. 2001).Pendidikan khas memainkan peranan
matlamat utamanya iaitu dengan mengambil kira penting dalam membantu murid berkeperluan khas (
peranan individu bermasalah pembelajaran sebagai MBK ) dalam proses pembelajaran sehingga memasuki
orang dewasa dan memperbaiki strategi pengajaran alam pekerjaan ( Nasri, Hamzah & Udin , 2010).
untuk memastikan murid bermasalah pembelajaran Mohamed ( 2005 ) menerangkan jenis kategori
mempunyai kemahiran dan kecekalan diri untuk murid berkeperluan khas ( MBK ) masalah
mencapai matlamat hidup berdikari. Satu program pembelajaran seperti slow leaner, autistic, down
persediaan iaitu program transisi untuk murid sindrom, terencat akal ringan, hyper actif, cerebal
bermasalah pembelajaran selepas tamat persekolahan palsy,masalah emosi dan tingkah laku, masalah
adalah penting supaya mereka tidak terbiar begitu pertuturan, epilepsy dan pelbagai kecacatan yang lain.
sahaja. Program transisi adalah program membimbing Secara umumnya MBK masalah pembelajaran bukan
pelajar bermasalah pembelajaran ke arah mendapatkan merupakan golongan yang lemah sehingga tidak mampu
pekerjaan dan hidup berdikari dengan kemahiran- untuk melakukan sesuatu. Golongan ini jika bermasalah
kemahiran pra vokasional, kemahiran sosial dan pembelajaran, fizikal mereka masih sempurna, jika
kemahiran kehidupan harian Meesie (2001). Menurut masalah fizikal, kognitif mereka masih sempurna dan
Howard (2000), program ini dilaksanakan berdasarkan boleh dilatih ke arah kemahiran. MBK masalah
kepada keperluan individu dengan mengambil kira pembelajaran mempunyai potensi yang baik dan
kecenderungan dan minat murid tersebut. Ianya adalah merupakan sumber tenaga yang bakal menyumbang ke
juga program yang berorientasikan kepada hasil yang arah kemajuan Negara (Hassan et al., 2006). MBK ini
membolehkan pelajar-pelajar berkeperluan khas beralih boleh dilatih dengan kemahiran komunikasi, mengawal
alam persekolahan ke alam pekerjaan. Ianya memberi diri, serta memupuk keyakinan diri yang tinggi bagi
peluang kepada murid berkeperluan khas mempraktikan membolehkan mereka berdikari dan bersedia untuk
latihan yang diterima diperingkat sekolah menengah bekerja berbanding bidang akademik yang
apabila mereka mendapat pekerjaan kelak. Latihan yang menunjukkan kelemahan murid dari segi kognitif. (Isa
diterima oleh murid-murid berkeperluan khas ini et al., 2009)
termasuklah latihan selepas alam persekolahan, Di Malaysia, pelaksanaan program transisi
kemahiran hidup berdikari, latihan pekerjaan dengan kerjaya masih kurang jelas, tidak dapat dipastikan
agensi swasta dan latihan perkhidmatan peraturan yang memerlukan program transisi
kemasyarakatan. Bagi setiap kategori kecacatan dilaksanakan untuk murid-murid bermasalah
program transisi mempunyai reka bentuknya sendiri dan pembelajaran di sekolah. Pelaksanaan transisi di sekolah
harus disesuaikan dengan keadaan di sesuatu tempat merupakan program integrasi pendidikan khas hanya
atau persekitaran (Smith, 2000). Ianya adalah proses dijalankan atas inisiatif penyelaras program dan
yang komprehensif yang melibatkan ibu-bapa, guru- pelaksanaan program transisi tanpa perancangan jitu
guru dan agensi-agensi yang terlibat secara langsung yang lebih sempurna kerana kebanyakkan aktiviti yang
dengan pelajar tersebut. Taylor (2000) menyatakan ditunjukkan oleh guru penyelaras dilaksanakan dalam
program transisi merupakan satu siri aktiviti yang keadaan yang tidak seragam Ab.Rahman (2003). Selain
berguna untuk memastikan pelajar-pelajar mempunyai itu kajian Tang (2004) pula menyatakan bahawa pelajar
kemahiran, peluang dan sokongan yang diperlukan kurang upaya boleh memperoleh kemahiran pra-
untuk memasuki alam pekerjaan dan melibatkan diri vokasional melalui program transisi di mana ia belum
dalam aktiviti social masyarakat dan seterusnya dilaksanakan secara menyeluruh di Malaysia. Isu yang
membuat kurikulum kefungsian atau kurikulum dihadapi oleh ramai ibu bapa dan murid-murid
perkembangan kerjaya. Satu usaha kolaborasi dengan dengan keperluan khas adalah bahawa terdapat
majikan, agensi dalam komuniti dan ibu bapa serta kekurangan pelan peralihan yang berkesan dari sekolah
sokongan dan system pemantauan yang berterusan ke pekerjaan yang membawa kepada hasil pekerjaan
sehingga individu dapat menyesuaikan diri dengan yang tidak memuaskan oleh populasi kumpulan
komuniti dan pekerjaan. keperluan khas ini
Keadaan pekerjaan individu dengan keperluan
khas di Malaysia yang dilaporkan oleh sebuah akhbar
nasional, The Sun, bertarikh Februari 23,2005, yang
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 551
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

menyatakan bahawa daripada 60,000 orang OKU yang kolaborasi adalah untuk menanam sistem integrasi yang
mampu untuk bekerja, hanya sembilan peratus atau mengarah kepada pembelajaran jangka panjang dan
5,582 daripada mereka bekerja. Ini menunjukkan keperluan sokongan daripada ahli masyarakat.
bahawa penduduk yang besar individu dengan Devileger dan Truch ( 1999) mendapati
keperluan khas yang tidak bekerja dan tidak berpeluang sokongan dan kolaborasi antara agensi kepada
untuk mendapat pekerjaan. Ini adalah satu krisis seseorang murid dan keluarga merupakan faktor penting
pekerjaan yang mempunyai kesan ekonomi singnificant dan jika dilakukan dengan sempurna, ia akan
dan besar modal insan Malaysia tidak digunakan kepada meningkatkan pencapaian matlamat transisi. Collet
potensi sepenuhnya. Yeo (2006) menyatakan bahawa Klingenberg (1998) juga mendapati pasukan transisi
pekerjaan bagi orang kurang upaya bermasalah berasaskan sekolah dan komuniti merupakan alat dalam
pembelajaran adalah terhad dan orang kurang upaya memperkenalkan dan melaksanakan rancangan transisi
bermasalah pembelajaran bergantung kepada bengkel berfokuskan pelajar.
terlindung dan Pemulihan Dalam Komuniti (CBRS) Penyertaan ibu bapa serta keluarga dalam
untuk menyediakan peluang pekerjaan. MBK masalah perancang dan memberi perkhidmatan pendidikan serta
pembelajaran mempunyai keupayaan fizikal yang boleh transisi. Amalan penglibatan mengfokuskan peranan
dilatih melalui pendidikan teknikal, vokasional, yang tersusun luas di mana keluarga terlibat dalam
kemahiran supaya boleh mengikuti sesuatu pekerjaan perancangan dan perjalanan transisi, membuat
tertentu (Daros, Nordin & Saud 2012). Selain itu keputusan pembentukan polisi dan juga sebagai
menurut Williams- Diehm & Lynch (2007), program jurulatih. De Fur et al. (2001) mendapati bahawa faktor
transisi kerjaya merupakan aktiviti yang melibatkan ibu bapa yang dikenal pasti memperbaiki penglibatan
pengalaman persediaan untuk menghadapi alam selepas mereka dalam program transisi adalah berdasarkan
persekolahan dan ianya merangkumi pilihan, minat perkembangan peribadi.Penglibatan ibu bapa
murid, perkembangan pekerjaan dan kehidupan alam merupakan elemen utama kejayaan sesuatu program
kedewasaan. Program transisi yang dilaksanakan transisi kerjaya.
perlulah mengambil kira kategori MBK serta pemilihan Kajian ini bertujuan mendapatkan maklumat
bidang kemahiran yang bersesuaian dengan tahap daripada murid, guru, ibu bapa, dan agensi luar tentang
kemampuan MBK masalah pembelajaran itu sendiri sejauh manakah program transisi kerjaya dilaksanakan.
(Dares et al., 2012). Ia juga bertujuan untuk melihat apakah kekangan yang
Manakala dalam kajian ini, murid bermasalah ada dalam pelaksanaan program tersebut.. Secara
pembelajaran yang boleh menyertai program transisi khususnya, fokus inkuiri dalam kajian ini adalah:
adalah merujuk kepada murid yang menerima (1)Melihat bagaimana program transisi kerjaya bagi
pendidikan di sekolah menengah dalam program murid rmasalah pembelajaran dilaksanakan; (2) Melihat
intergrasi pendidikan khas (PPKI) masalah penglibatan murid, guru, ibu bapa dan agensi luar; (3)
pembelajaran di bawah Kementerian Pelajaran Mengenal pasti kekangan yang wujud dalam
Malaysia. Masalah pembelajaran diandaikan sebagai pelaksanaan program transisi kerjaya.
masalah neurologi. Ia tidak berkaitan dengan IQ
seseorang kerana selalunya IQ individu tersebut berada
pada tahap normal. Masalah pembelajaran berkaitan METODOLOGI KAJIAN
dengan cara otak menerima, memproses, menganalisa Reka bentuk kajian ini berbentuk kaedah temubual
dan menyimpan maklumat. Ia merupakan kecelaruan dengan menggunakan kaedah kualitatif yang
dalam satu atau lebih daripada satu proses psikologi berfokuskan kepada pendapat serta penglibatan
yang melibatkan kefahaman atau penggunaan bahasa, responden yang terdiri daripada murid bermasalah
sama ada lisan atau bertulis. Kecelaruan ini boleh pembelajaran, ibu bapa murid masalah pembelajaran,
menjejaskan keupayaan mendengar, berfikir, bertutur, guru pendidikan khas, dan agensi luar. Penyelidik
membaca, menulis, mengeja atau pun mengira. adalah instrument utama bagi penyelidikan ini,
Perkhidmatan kolaboratif digalakkan melalui keterlibatan secara langsung ditempat yang dikaji
perjanjian antara agensi yang menjelaskan peranan , membolehkan penyelidik mendengar, melihat dan
tanggungjawab, strategi komunikasi dan lain-lain mengalami reality sebagaimana yang dialami oleh
tindakan kolaboratif yang akan meningkatkan peserta kajian (Lebar, 2009). Memandangkan bahawa
kurikulum dan perkembangan program serta pelan transisi bagi murid masalah pembelajaran adalah
penyaluran perkhidmatan (Benz et.al 1995). Melalui satu proses pelbagai dimensi dan kompleks, adalah
amalan kolaboratif, pihak yang terlibat dalam wajar untuk menggunakan pendekatan kualitatif dalam
menyediakan pendidikan serta ke arah menjadi orang bentuk kajian kes yang akan menyediakan penyelidikan
dewasa menyasarkan peluang kepada individu juga isu- ke arah isu-isu dalam pelaksanaan, penglibatan guru dan
isu komuniti yang mempengaruhi peluang perkhidmatan murid, kolaborasi
kepada pelajar bermasalah pembelajaran. Tujuan aktiviti
Antara semua pihak dan persepsi ibu bapa. Kaedah meneroka dan mendapatkan maklumat kajian secara
temu bual dijalankan terhadap responden kajian.Kaedah mendalam.Kajian ini merupakan kajian kes di tiga buah
temubual dipilih kerana ianya adalah satu kaedah kajian sekolah program integrasi pendidikan khas (PPKI)
yang amat penting kerana ia membantu pengkaji masalah pembelajaran yang menjalankan projek
552 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

transisi kerjaya.Kaedah temubual digunakan dengan temu bual mengambil kira-kira 30 minit. Temu bual
menggunakan satu set panduan temu bual berstruktur. telah dipandu dengan menggunakan protokol temu bual
separa berstruktur untuk meninjau pelaksanaan,
Data temubual yang diambil khas untuk kolaborasi antara agensi dan persepsi ibu bapa
menjawab persoalan kajian.Sepuluh orang responden terhadap program transisi kerjaya. Penyelidik telah
daripada pelbagai latar belakang yang mewakili pihak memperolehi data melalui temu bual muka-ke-muka.
berkepentingan utama program transisi kerjaya. Setiap

Jadual 1.1 Responden Kajian


Kategori Responden Latar Belakang Responden

Guru Pendidikan Khas a) En Tan Mei Wei


Program Pendidikan Khas Integrasi (PPKI)
Guru PPKI SMK Pengkalan Aur,
Mengajar mata pelajaran pra-vokasional ( 12 tahun )
b) En Ahmad Junaidi B Sabaruddin
Guru PPKI SMK Dato Kamaruddin, Batu Kurau
Mengajar mata pelajaran kemahiran ( 15tahun )
c) En Alexander
Guru PPKI SMK Dr Burhanuddin
Mengajar mata pelajaran kemahiran ( Politry ) ( 18 tahun)

a) En Mat Juki
Ibu bapa b) En Mat Isa
c) En Arumuga
Murid Berkeperluan Khas ( MBK ) a) Mohd Emirul Shafiq
Masalah Pembelajaran b) Mohd Firdaus
c) Kumaresan

Agensi Luar

Veterinar Daerah Larut Matang dan Selama


FAMA Batu Kurau Wakil agensi
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 553
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

ANALISIS DATA mana keupayaan guru- guru dengan melihat potensi diri
sebenar murid bermasalah pembelajaran dalam program
Pelaksanaan Program Transisi Kerjaya transisi. Guru juga menyatakan mereka tidak
Dapatan kajian ini mendapati bahawa mempunyai garis panduan khusus dalam merangka dan
keberkesanan program transisi yang dijalankan di melaksanakan program transisi kerjaya
peringkat tiga buah sekolah adalah pada tahap
sederhana tinggi. Terdapat faktor luaran dan dalaman Sikap dan Minat Murid
yang mempengaruhi program transisi. Antara faktor Selain itu faktor dalaman merangkumi tahap
luaran termasuklah isu ekonomi, faktor teknikal, faktor ketidakupayaan seseorang pelajar dari segi fizikal dan
keluarga dan faktor lain. Faktor luaran seperti isu keupayaan deria, kemahiran kerja, sikap mereka turut
ekonom, ianya menjadi salah satu isu utama yang menyumbang dalam hal ini kerana murid kurang
ditimbulkan oleh responden iaitu bapa (a) mengatakan: memberi komitmen terhadap program latihan transisi
Walaupun anak saya terlibat dengan projek sekolah yang dijalankan. Ianya dibuktikan dengan pernyataan
tetapi selepas tamat persekolahan dia masih dirumah responden kajian iaitu guru yang mengendalikan
dan saya masih bawah tanggungan. Manakala bapa (b) program transisi: Bagi saya, murid ini kurang memberi
mengatakan: Mana ada masa untuk semua ini, saya tak perhatian serta sikap sambil lewa sepanjang latihan
boleh tumpu dan bantu anak saya yang khas ini sahaja, kemahiran dijalankan, murid juga sering gagal dalam
saya ada ramai anak lagi yang perlu saya tengok. Bapa penilaian kemahiran walaupun latihan diberikan
(c) mengatakan: Anak saya belajar kemahiran berulang kali. Guru telah mengatakan: Minat dan
menternak selama empat tahun, apabila tamat keupayaan kanak-kanak bermasalah pembelajaran dapat
persekolahan dia tidak mempunyai apa-apa sijil sah disesuaikan dengan jenis program transisi yang
yang menunjukkan dia mengikuti kemahiran tersebut. dijalankan di sekolah serta sumber komuniti yang
Pengkaji dapat menyimpulkan bahawa komitmen ibu terdapat di sekeliling sekolah. Penyesuaian ini dapat
bapa terhadap program transisi ini adalah tidak dilakukan melalui pelaksanaan aktiviti yang diminati
memberansangkan kerana mereka bimbang terhadap oleh murid yang boleh ke arah peluang pekerjaan dan
kekangan kewangan dan tidak begitu yakin terhadap menjana sumber pendapatan. Dalam melihat
program transisi yang dijalankan kerana rata-rata MBK keberkesanan program transisi yang dilaksanakan di
yang tamat persekolahan masih dirumah tanpa sekolah berdasarkan dapatan temu bual
mempunyai pekerjaan. Selain itu MBK yang mngikuti menunjukkan bahawa murid bermasalah
program transisi kerjaya didedahkan kepada kemahiran pembelajaran menunjukkan minat dan kecenderungan
tertentu berdasarkan minat tetapi tidak mempunyai yang tinggi semasa program dilaksanakan. Mereka
persijilan yang mampu membantu MBK mencari menunjukkan rasa seronok dan yakin semasa mengikuti
peluang pekerjaan atau membuka perniagaan sendiri. latihan kemahiran yang dijalankan oleh pegawai dari
agensi luar. Selain itu wujud kekangan iaitu masalah
Latihan dan Kemahiran Guru ketidak hadiran murid ke kelas untuk menjalani latihan
Tujuan kurikulum program transisi dijalankan dalam serta kurang memberi tumpuan sepanjang program
pendidikan khas adalah untuk membina kemahiran latihan dijalankan, pihak luar dan guru terpaksa
bekerja untuk mereka menjalani kehidupan selepas mengadakan sesi latihan ulangan yang agak kerap
tamat persekolahan. Melalui dapatan daripada temu supaya murid-murid bermasalah pembelajaran dapat
bual dengan tiga orang guru yang menjalankan mengikuti kemahiran dengan betul.
program transisi kerjaya mendapati guru tersebut tidak
menjalani sebarang latihan tetapi menggunakan Sikap dan sokongan ibu bapa
pengetahuan yang sedia ada serta bimbingan daripada Ibu bapa juga memahami tujuan progran transisi dalam
pihak agensi luar untuk menunjuk ajar serta pendidikan khas, ini memberi keyakinan kepada mereka
membimbing murid dalam menguasai kemahiran kerana program ini mampu membentuk nilai berdikari
tertentu. Keyakinan guru dalam memberikan dalam kalangan murid-murid bermasalah
latihan dan membimbing murid bermasalah pembelajaran dan seterusnya membentuk ke arah
pembelajaran telah memberi keyakinan kepada kesediaan menghadapi alam pekerjaan selepas tamat
murid itu sendiri dalam menguasai kemahiran. persekolahan. Berdasarkan hasil temu bual ibu bapa
Guru Pendidikan Khas yang mengendalikan projek itu kurang bersetuju untuk membenarkan anak-anak
menghadapi masalah dalam pengajaran dan mereka untuk mengikuti program transisi walaupun
pembelajaran dan menyarankan pengubahsuaian mereka tidak meletakkan harapan tinggi iaitu anak
kurikulum adalah diperlukan dalam melaksanakan mereka boleh berdikari selepas tamat persekolahan
program transisi bersesuaian dengan keperluan murid kerana tidak mahu menanggung risiko semasa anak
berdasarkan kebolehan dan keupayaanya. Selain itu mereka menjalani latihan di luar sekolah, tetapi dengan
kemahiran yang bersifat sosial, komunikasi dan harapan anak
praktikal dijadikan sebagai kayu pengukur sejauh
mereka boleh memperolehi kemahiran sosialisasi. Ibu apabila tamat persekolahan.
bapa menyatakan program transisi merupakan satu
langkah penting ke arah kejayaan anak-anak mereka Sikap dan Sokongan Sekolah dan Agensi Luar
untuk hidup berdikari. Walaupun demikian ibu bapa Sikap dan sokongan pihak sekolah dan Agensi Luar
menyatakan kerisauan tentang nasib anak mereka amat baik kerana semua pihak memahami tujuan
554 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

pelaksanaan program transisi kerjaya bagi murid bidang kerjaya yang memerlukan kemahiran. Bagi
bermasalah pembelajaran. Pihak luar menyatakan MBK masalah pembelajaran, program transisi kerjaya
bahawa berlaku masalah menyesuaikan diri dalam amat diperlukan dalam melahirkan individu yang
kalangan murid bermasalah pembelajaran apabila berkemahiran dan membolehkan mereka mendapatkan
pegawainya datang untuk memberi latihan kemahiran, pekerjaan yang sesuai serta mampu berdikari selepas
murid tidak mampu sesuaikan diri dengan corak latihan tamat persekolahan.
pada awalnya kerana murid berasa kekok untuk
menerimanya dan juga berasa kekok untuk menerima
kehadiran mereka. Pada mulanya MBK rmasalah RUJUKAN
pembelajaran sukar untuk menerima arahan daripada Ab. Rahman Hamdan. 2003. Satu kajian mengenai
pegawai luar dan sering keluar dari kelas sepanjang program transisi bagi pelajar berkeperluan khas.
kursus latihan dijalankan. Kekangan ini berlaku dan Projek Sarjana. Universiti Kebangsaan Malaysia.
ianya memberi persepsi negatif kepada pegawai luar Brolin, D. (1973). Life centered career education: A
kerana tingkah laku murid bermasalah pembelajaran competency-based approach (4th ed.) Reston,
yang tidak konsisten. Murid-murid bermasalah VA: Council for Exceptional Children.
pembelajaran boleh melakukan sesuatu pekerjaan jika Burgstahler, S., & Cronheim, D. (2001).
diberi latihan yang berulang-ulang sehingga mereka Supporting peer-peer and mentor-protg
menjadi mahir serta murid ini amat lemah dari segi relationshipson the Internet. Journal of Research
kemahiran sosial dan komunikasi. Dapatan temu bual on Technology in Education, 34(1), 59-74.
dengan pengetua sekolah mendapati bahawa Blackmon, D. (2007). Transition to Adult Living: An
pemahaman pihak sekolah dalam konsep sebenar information and Resource Guide (versi
program transisi adalah berpandukan kepada falsafah elektronik)
pendidikan khas yang mementingkan kemahiran www.calstat.org/publication/pdfs/transition_guid
berdikari mengikut keupayaan murid agar mencapai e_07.pdf
matlamatnya. Collet-Kligenberg, L.1998.The reality of best
practices in transition: A case study.
4. Perbincangan, Cadangan dan Implikasi Exceptional children, 65:67-78.
Secara keseluruhanya, dapatan dari responden kajian Cohen,L.G.& Spenciner, L.J.2003. Assessment of
iaitu murid, guru pendidikan khas, ibu bapa, dan wakil Children and youth with special needs.
agensi luar terhadap keberkesanan program transisi Cheng, M.L.D & Pong, K.Y.(2010). The Development
kerjaya untuk murid bermasalah pembelajaran berada of Special Education in Macau. International
pada tahap yang memberangsangkan. Aspek kolaborasi Journal of Special Education. 25(2),119-126
pelbagai agensi dan penglibatan ibu bapa sepenuhnya Devileger, P& Trach, J.1999. Meditation as transition
merupakan faktor utama dalam melihat keberkesanan process: The impact on postschool employment
program transisi. Dapatan kajian ini selaras dengan outcomes, Exceptional Children, 65: 507-523.
pandangan Devlieger dan Trach (1999) yang Daros, M.M., Nordin, M.S.,&Saud, M.S. (2012) Pelajar
menyatakan bahawa sokongan dan kolaborasi antara Berkeperluan Khas dan Bermasalah
agensi kepada seseorang murid dan keluarganya Pembelajaran Dari Sekolah ke Kerjaya. Journal
merupakan faktor penting dan jika dilakukan dengan of Social Science. 5(1), 42-46
sempurna, ia akan meningkatkan pencapaian matlamat Grenen, S, Powers, L & Lopex-Vasquez,
transisi.. Beberapa cadangan dikemukan oleh pengkaji A.2001.Multicultural aspects of parent
dalam memperkukuhkan lagi pelaksanaan program involment in transition planning. Exceptional
transisi kerjaya MBK masalah pembelajaran children. 67:265-282.
I. Pihak Bahagian Pendidikan Khas, Kementerian Halpern , A.1993.Qualityof life as a conceptual
Pendidikan Malaysia perlu menyediakan satu framework for evaluating transition outcomes.
garis panduan yang khusus serta modul yang Exceptional Children. 59(6):486-498.
bersesuaian untuk guru PPKI tentang Hassan, Z.,Yusof, S.M.,& Wahab,S. ( 2006).
pelaksanaan program transisi kerjaya MBK Pengaplikasian Kemahiran Amali Mata
masalah pembelajaran. Pelajaran Kemahiran Hidup dalam Kehidupan
II. Pihak ibu bapa/penjaga harus memainkan Pelajar Berkeperlun Khas ( versi elektronik)
peranan dengan melibatkan diri dalam semua http//eprints.utm.my
program yang dijalankan di sekolah. Isa, Z.M., Salleh,N.,Mustafa,R,&Yassin,H.M.
III. Agensi luar perlu membuka ruang dan peluang (2009). Analisis Keperluan Kurikulum
bagi MBK masalah pembelajaran dalam Pendidikan Vokasional Pelajar Bermasalah
menerima latihan serta menempatkan diri di Pembelajaran ( LD)di Malaysia. Malaysia
alam pekerjaan. Education Deans Council Journal.3(2), 87-97
Lebar,O.(2009). Penyelidikan Kualitatif: Pengenalan
KESIMPULAN kepada Teori dan Metod.3rd ed Tanjong Malim.
Pekerjaan amat penting bagi setiap individu Universiti Pendidikan Sultan Idris.
dalam meningkatkan taraf social hidup. Menurut Isa et
al. (2009), kerjaya di masa hadapan lebih kepada
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 555
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Meese, R. L. 2001. Teaching learners with mild Simches, R .1975. Economic inflation: hazard for the
difficulties: Integrating research and handicapped. Exceptional Children. 41
Practice. Belmont, CA: Wadsworth/Thompson :229-242.
Learning. Taylor, R . L. 2000 . Assesments of Exceptional
Mohamed,J.K.A. (2005). Pendidikan Khas Untuk students: Educational and psychological
Kanak- Kanak Istimewa. 1sted. Pahang: procedures . Ed . ke -5 , Boston Allyn & Bacon
PTS Professional Publishing Sdn Bhd. William-Diehm, K.L & Lynch, P.S.(2007). Student
Nasri, M.S.,Hamzah.R.& Udin, A (2010). Falsafah Knowledge and Perceptions of Individual
Pendidikan Kebangsaan Memperkasa Peranan Transition Planning and its Process. The
Pendidikan Teknik Vokasional dan Pendidikan Journal For Vokasional Special Needs
Khas (versi elektronik) Education, 29 (3),13-21
http://eprints.utm.my Yeo, G. (2006) (Ed.) Curriculum in Ethnogeriatrics:
Patton, M.Q. (1990). Qualitative evaluation and Core Curriculum and Ethnic Specific
research methods (2nd ed.). Newbury Park, Modules.Collaborative on Ethnogeriatric
CA Education.
Smith, D.D.2001 . Introduction to special education: Zainal Abidin Osman.2003. Penglibatan Ibu bapa
teaching in an age of opportunity Ed. Ke dalam program Pendidikan Khas Kanak- kanak
4. Boston : Allyn & Bacon. bermasalah Pembelajaran Tesis Sarjana Universiti
gsaan
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

KAJIAN KES PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF PRASEKOLAH:


PERSEDIAAN, SOKONGAN, CABARAN DAN SOLUSI OLEH IBU BAPA DAN
GURU
(Case Studies Of Inclusive Preschool Education Program: Preparation, Support, Challenge And Solution By
Parents And Teachers)

Nazmin Abdullaha, Ummi Kalsum Mohamad b& Hasnah Toranc

a
Kementerian Pendidikan Malaysia, b Makmal Pembelajaran Autisme, Fakulti Pendidikan Universiti
Kebangsaan Malaysia, c Fakulti Pendidikan Universiti Kebangsaan Malaysia

Abstrak: Kajian ini dijalankan bagi meneroka pengalaman dan pandangan ibu bapa dan guru semasa
anak/murid mereka mengikuti program pendidikan inklusif prasekolah. Temubual separa struktur yang
dijalankan ke atas 8 sampel kajian memberi fokus kepada 4 aspek utama iaitu dari segi persediaan,
sokongan, cabaran dan solusi. Program pendidikan inklusif mempunyai banyak faedah terutamanya dalam
menyediakan kanak-kanak autisme ke dunia sebenar. Sebagai contoh, penglibatan kanak-kanak autisme
dapat meningkatkan kemahiran sosialisasi dan mereka menjadi bertambah yakin untuk berkomunikasi
dengan kanak-kanak tipikal yang lain. Dapatan kajian telah menunjukkan bahawa semua pihak terlibat
dalam kajian ini mempunyai persepsi yang positif terhadap program pendidikan inklusif prasekolah yang
dijalankan. Walau bagaimanapun, memandangkan program ini merupakan program yang dijalankan buat
pertama kali, maka terdapat beberapa aspek yang boleh ditambah baik. Aspek persediaan didapati perlu
dirancang dengan lebih teliti bagi menyediakan guru prasekolah aliran perdana dan guru pembayang dalam
pelaksanaan program yang dijalankan. Semua pihak didapati menunjukkan sokongan yang positif ke arah
membantu menjayakan program pendidikan inklusif prasekolah kanak-kanak autisme di aliran perdana.
Antara cabaran yang dihadapi oleh guru aliran perdana ialah apabila guru pembayang sudah tiada dan
mereka tidak pasti bagaimana untuk mengatasi isu tingkat laku kanak-kanak autisme. Kesemua sampel
kajian berpendapat bahawa program ini perlu diteruskan pada masa hadapan dengan menambah baik aspek
persediaan dan solusi kepada cabaran yang dihadapi dalam program ini. Melalui kajian ini, dapat
dirumuskan bahawa program pendidikan inklusif prasekolah berupaya memberi satu perspektif baru
kepada ibu bapa dan guru dalam usaha menyediakan peluang penempatan buat kanak-kanak autisme di
prasekolah aliran perdana.
Kata kunci: Program Pendidikan Inklusif, prasekolah, autisme, ibu bapa, guru

Abstract: This study was conducted to explore the experiences and views of parents and teachers of
children /pupils as they follow an inclusive preschool education program. Semi-structured interviews were
conducted on 8 samples of the study focuses on four main aspects in terms of preparation, support,
challenges and solutions. Inclusive education program has many benefits, especially in providing
experience for children with autism to the real world. For example, the involvement of children with autism
can improve socialization skills and they become more confident to communicate with typical children. The
findings have demonstrated that all parties involved in this study have a positive attitude towards inclusive
education preschool program run. However, given that the program is being run for the first time, some
aspects can still be improved. Preparation aspects need to be carefully designed to provide mainstream
preschool teacher and teacher guidance in the implementation of the programs. All parties appear to show
positive support to help achieve inclusive education program of preschool children with autism in the
mainstream. Among the challenges faced by teachers in the mainstream is that they have no clue and not
sure how to address the issue of the behaviour of children with autism. All samples suggested that this
program should be continued in the future by increasing both support and solutions to the challenges faced
in the program. Through this study, it can be concluded that the inclusive preschool education program
seeks to give a new perspective to the parents and teachers in order to provide opportunities for the
placement of children with autism in mainstream preschool.
Keywords: Inclusive Education Program, preschool, autism, parents, teachers

PENGENALAN penjagaan, atau bahan yang mahal, tetapi peluang


Pendidikan inklusif adalah pendidikan di mana untuk semua murid menerima perkhidmatan
setiap kanak-kanak diberi peluang untuk belajar di pendidikan dan pendekatan pembelajaran yang bersifat
sekolah berhampiran dengan tempat tinggal mereka khusus kepada individu.
dengan sokongan yang mencukupi bagi menyerlahkan Prinsip pendidikan inklusif adalah menyokong
potensi mereka ke peringkat yang paling tinggi pendidikan kanak-kanak berkeperluan khas untuk
(UNICEF, 2014). Ini bukan bermaksud bahawa belajar bersama-sama dan bukannya diasingkan
pendidikan inklusif memerlukan institusi yang khusus, daripada rakan tipikal mereka. Akta Americans with
557
558 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Disabilities Act (ADA) dan Section 504 of the 3. Metodologi Kajian


Rehabilitation Act (Sec. 504) menuntut pihak sekolah Kajian ini ialah kajian kualitatif dan diskriptif
dan agensi untuk menyediakan peluang pendidikan atau lebih dikenali sebagai kajian kes. Creswell (2005)
yang sama rata kepada kanak-kanak berkeperluan khas. menerangkan bahawa kajian kes ialah eksplorasi yang
Akta lain iaitu Individuals with Disabilities Education mendalam tentang sesuatu sistemberdasarkan
Act atau IDEA pula bukan sahaja menyokong pengumpulan data yang meluas (p.439). Dr. Carol
kesamarataan peluang dalam pendidikan, tetapi secara Roberts (2004) juga menyokong penggunaan kajian
khususnya menuntut pihak sekolah untuk menyokong kes bagi memberi fokus kepada pengalaman
penyertaan kanak-kanak berkeperluan khas menerusi seseorang daripada perspektif merekadan proses-
mandat persekitaran semula jadi dan tidak proses organisasi (p.111).
mengehadkan atau dikenali sebagai least restrictive Sampel kajian ini terdiri daripada 3 orang ibu
and natural environment mandates (CONNECT: The bapa, seorang pentadbir prasekolah aliran perdana, 2
Center to Mobilize Early Childhood Knowledge, orang guru prasekolah aliran perdana dan 2 orang guru
2012). pembayang. Pengumpulan data dilakukan secara
Fokus kajian ialah untuk mengetahui temubual separa berstruktur.
pengalaman dan pandangan ibu bapa yang menghantar
anak mereka ke program pendidikan inklusif 4. Dapatan kajian dan perbincangan
prasekolah berdasarkan beberapa persoalan kajian Dapatan kajian akan memberi fokus kepada 4 aspek
seperti dibawah:- utama iaitu persediaan, sokongan, cabaran dan cara
a) Apakah persediaan yang dibuat oleh ibu bapa dan mengatasi. Setiap aspek tersebut dianalisis secara
guru dalam membantu anak/murid mereka untuk terperinci bagi melihat perkaitan diantara respon yang
mengikuti program pendidikan inklusif diberikan oleh responden semasa sesi temubual.
prasekolah?
b) Apakah bentuk sokongan yang diperlukan oleh 4.1 Demografi Responden
ibu bapa dan guru dalam membantu anak/murid Kajian kes ini telah mendapatkan maklumat
mereka untuk mengikuti program pendidikan daripada 3 orang ibu bapa, seorang pentadbir
inklusif prasekolah? prasekolah aliran perdana, 2 orang guru prasekolah
c) Apakah cabaran yang dihadapi oleh ibu bapa dan aliran perdana dan 2 orang guru pembayang. Kriteria
guru dalam membantu anak/murid mereka untuk pemilihan peserta kajian ibu bapa ialah ibu bapa yang
mengikuti program pendidikan inklusif menghantar anak mereka ke program pendidikan
prasekolah? inklusif prasekolah aliran perdana kerjasama antara
d) Apakah solusi yang dilaksanakan bagi mengatasi Pusat A dan Prasekolah B. Kriteria pemilihan
cabaran yang dihadapi oleh ibu bapa dan guru pentadbir dan guru prasekolah aliran perdana serta
dalam membantu anak/murid mereka untuk guru pembayang pula adalah individu yang terlibat
mengikuti program pendidikan inklusif secara langsung dan tidak langsung di dalam program
prasekolah? pendidikan inklusif prasekolah yang telah dijalankan di
Pusat A. Kesemua responden yang dipilih telah
2.Pernyataan Masalah bersetuju untuk ditemu bual.
Pada masa kini, pelbagai isu program Ibu bapa ini dikenalpasti daripada guru-guru
pendidikan inklusif telah mendapat perhatian para dan pihak pentadbiran di Pusat A yang sudi
pengkaji. Ibu bapa antara pihak yang terlibat secara bekerjasama dalam menyalurkan maklumat pelajar
langsung di dalam program ini. Menurut Dymond, mereka yang mengikuti program pendidikan inklusif
Gilson, & Myran (2007), ibu bapa dan ahli keluarga prasekolah. Manakala, bagi menghubungi pihak
memainkan peranan yang penting dalam menyuarakan pentadbiran dan guru-guru di Prasekolah B, pengkaji
harapan dan hasil daripada sistem berhubung terus dengan pihak berkenaan bagi
penyampaianperkhidmatan dan penambahbaikan mendapatkan persetujuan mereka melibatkan diri
kualiti. Bahagian C yang terkandung dalam IDEA telah dalam kajian ini. Tema temu bual dibahagikan kepada
secara jelas menekankan penglibatan ibu bapa dan ahli aspek persediaan, sokongan, cabaran dan solusi di
keluarga di dalam perancangan dan penyampaian dalam pelaksanaan program pendidikan inklusif
perkhidmatan kepada kanak-kanak yang mengalami prasekolah. Maklumat yang diperoleh daripada peserta
autisme dan keluarga mereka (Bailey, 2001; Bruder, kajian digunakan sepenuhnya untuk mengetahui
2010; Dempsey & Keen, 2008; Dunst, 2002). Oleh pengalaman ibu bapa dan guru di dalam program
yang demikian, persepsi ibu bapa dan guru amat pendidikan inklusif prasekolah. Maklumat demografi
penting kerana mereka dapat memberi sumbangan peserta kajian dikumpul bagi mengetahui latar
kepada pihak berkepentingan dengan berkongsi belakang mereka. Kesemua responden kajian
pandangan dan pengalaman mereka berkenaan dilabelkan dengan nama samaran untuk mengekalkan
perkembangan anak mereka (Ziviani, Cuskelly, & kerahsiaan maklumat yang diberikan.
Feeney, 2010).
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 559
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

4.2Latar Belakang Kajian PK5, dan PK6) menyatakan bahawa pendidikan


Latar belakang kajian merujuk kepada kelas inklusif memberi maksud peluang untuk kanak-kanak
prasekolah aliran perdana (Prasekolah B) yang terlibat berkeperluan khas bercampur gaul dan bersosial
dengan program pendidikan inklusif prasekolah. dengan kanak-kanak tipikal.Dua lagi perserta kajian
Prasekolah B telah bermula operasi di dalam kawasan dikalangan guru pendamping (PK7 dan PK8)
sebuah universiti yang terletak di Bandar Baru Bangi, menyatakan bahawa program pendidikan ialah
setelah berpindah lokasi pada tahun 2009. Terdapat 3 penempatan kanak-kanak berkeperluan khas untuk
buah kelas untuk kumpulan umur yang berbeza iaitu 4, belajar bersama kanak-kanak tipikal.
5 dan 6 tahun. Bilangan guru diperuntukkan adalah
seramai 2 orang untuk setiap kelas 5 dan 6 tahun, b. Persepsi Tentang Pendidikan Inklusif
manakala bagi kelas 4 tahun, terdapat 2 orang guru Melihat kepada perspektif peserta kajian,
serta tambahan seorang pembantu guru diperuntukkan. pengkaji mendapati bahawa 7 orang (PK1, PK2, PK3,
Jumlah keseluruhan guru yang berkhidmat di PK4, PK5, PK7 dan PK8) mempunyai persepsi yang
Prasekolah B ialah seramai 7 orang dengan seorang positif terhadap program pendidikan inklusif
pentadbir. prasekolah. Walau bagaimanapun, seorang peserta
Semasa kajian dijalankan, seramai 65 orang kajian di kalangan guru prasekolah aliran perdana
kanak-kanak tipikal sedang menjalani pembelajaran di (PK6) menyatakan kerisauan beliau terhadap program
sana. Daripada pemerhatian di sekitar kawasan ini memandangkan beliau tidak pasti tentang
Prasekolah B yang dilakukan semasa sesi temubual, bagaimana cara beliau dapat membantu murid
ruang pengajaran dan pembelajaran didapati amat berkeperluan khas untuk menyesuaikan diri di tempat
kondusif dan selesa. Sekitar kelas dihiasi dengan baharu serta tingkah laku mereka yang mungkin boleh
pelbagai bahan pengajaran yang menarik serta membahayakan kanak-kanak lain.
dilengkapi dengan perabot dan peralatan yang baharu.
Susun atur perabot juga praktikal dan sesuai dengan Uhmula-mula risau jugak. Sebab
peringkat umur kanak-kanak yang mengikuti mungkin takut kita tak dapat uhapa
pembelajaran di sana. Kerusi dan meja disusun dalam membantu dia dan menyesuaikan diri
dengan uhcara dia yang
bentuk kumpulan bagi menggalakkan proses sosialisasi berlainan.Lagi satu, takut tak dapat
dan kerjasama kumpulan mereka. kawal dia dengan uhtindak balas dia
dengan rakan-rakan.Mungkin dia ada
5.Hasil Kajian yang apa nikelakuan-kelakuan yang
5.1Persediaan Ibu Bapa Dan Guru mungkin boleh ummembahayakan
Persoalan pertama kajian ini adalah berkaitan kanak-kanak lain lah.Mula-mula tu rasa
persediaan ibu bapa dan guru semasa program agak risau jugak la. (PK 6 Guru Perdana
2: 38)
pendidikan inklusif prasekolah dijalankan. Aspek
persediaan ini dipecahkan kepada dua kategori iaitu
Seorang peserta kajian di kalangan ibu bapa
persediaan dari segi mental dan juga fizikal. Dalam
ada menekankan bahawa pendidikan inklusif juga
kategori persediaan mental, peserta kajian ditanyakan
bermaksud memberi pendedahan kepada anggota
tentang pengetahuan serta persepsi mereka mengenai
masyarakat mengenai kehadiran kanak-kanak
pendidikan inklusif. Manakala bagi persediaan fizikal
berkeperluan khas. Faktor penerimaan adalah penting
pula, ibu bapa dan guru ditanyakan tentang bentuk
kerana mereka juga sebahagian daripada anggota
latihan yang pernah diterima berkenaan pendidikan
masyarakat. Peserta kajian 1 (Ibu 1) berpendapat
inklusif serta persediaan organisasi sebelum perjalanan
bahawa pendedahan ini bukan sahaja penting kepada
program pendidikan inklusif prasekolah.
kanak-kanak berkeperluan khas untuk mengenali dunia
luar, malahan kepada kanak-kanak tipikal juga bagi
5.1.1Persediaan Mental Ibu Bapa dan Guru memahami kewujudan insan yang berbeza keupayaan
Sebelum perjalanan program pendidikan di dalam kehidupan seharian mereka.
inklusif prasekolah, persediaan mental dikenal pasti
bagi mengetahui tahap pengetahuan ibu bapa dan guru Whereby, pendidikan tudia memberi
berkenaan pendidikan inklusif itu sendiri. Ini adalah knowledge kepada orang yang tidak
kerana pengetahuan asas amat penting bagi tahu pasal autisma nidengan orang
membolehkan mereka memahami program ini dengan yang tahudan dia akan menerima
lebih mendalam. ohthis is apa yang ada sekarang la.
Jadi tak adalahmacam kalau di
a. Pengetahuan Tentang Pendidikan peringkat luar tumacam bila suddenly
nampak budak macam nidia tak ada
Inklusif sceptic tengok budak ni. Dia patut
Secara keseluruhannya, semua peserta kajian diberi peluang untuk mengenali dunia
didapati memahami maksud pendidikan inklusif itu laindunia luardan normal people.
sendiri walaupun penjelasan yang diberikan adalah Dan normal people pun patut belajar
berbeza diantara semua peserta kajian. Daripada 8 tentang the special needs people. (PK1
orang peserta kajian, 6 orang (PK1, PK2, PK3, PK4, Ibu 1: 177)
560 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Kanak-kanak berkeperluan khas haruslah dan program pendidikan inklusif prasekolah. Namun
mengambil peluang untuk bergaul dengan masyarakat begitu, mereka ada menerima maklumat asas sebagai
luar supaya mereka tidak ketinggalan dan keperluan persediaan bagi menerima dan mendidik kanak-kanak
mereka tidak diambil perhatian. Ini boleh terjadi berkeperluan khas ini.
kerana pihak masyarakat luar juga tidak nampak apa
keperluan kanak-kanak ini yang boleh membantu Guru prasekolah aliran perdana juga banyak
mengembangkan potensi diri mereka. dibantu oleh guru pendamping jika mengalami masalah
dalam mengurus tingkah laku kanak-kanak autisma ini.
Bagi yangespecially yang mengalami Kerjasama ini sangat penting bagi memastikan
ni lahyou are left out dan kita tak ada kelancaran perjalanan program pendidikan inklusif
chances untuk kita mix dengan normal dimana tingkah laku kanak-kanak autisma adalah
peoplemacam tu lah. Orang yang di berbeza diantara setiap individu dan mereka perlu
luar sana becausebagi kitakita
berpendapat walaupuntak kesah
faham arahan guru bagi membolehkan mereka
lahapa special need you pun. (PK1 menjalankan sesuatu aktiviti atau tugasan yang
Ibu 1: 18) diberikan.

Peserta kajian 7 (Guru Pendamping 1) melihat Latihan yang khusus tiada. Kita ada
seminar dan kelas sedikit daripada
pendidikan inklusif sebagai satu peluang untuk melihat pensyarah. Saya hadiri tentang
potensi kanak-kanak berkeperluan khas yang tiada bagaimana cara menangani behavior
hadnya. Mereka bukan sahaja dapat meneroka segala kanak kanak autism. 2 tahun lepas,
potensi dengan segala kemampuan yang mereka ada, tahun 2012. Dan sedikit teknik untuk
malah dapat menambah baik kemahiran sosial supaya sesi pembelajaran kanak kanak. (PK5
mereka tidak kekok untuk berinteraksi dengan anggota Guru Perdana 1: 20)
masyarakat. Inisiatif ini dapat menyumbang kepada
usaha meningkatkan kesedaran dan penerima anggota Setakat ni belum pernah lagi
masyarakat untuk menerima kehadiran kanak-kanak lah.Dengan secara apalebih terperinci
lagi.Dan rasanya memang umbelum
berkeperluan khas di aliran perdana. berpengetahuan sangat pun dalam
mengenai budak-budak yang uhapa
So kita bagi ruang kat dia untukkita dalam budak-budak yang inklusif ni.
lihatapakah potensi dia yang (PK6 Guru Perdana 2: 27)
sebenarnya.Uhlagi satu kalau macam
potensi dari segi dia punya akademik Latihan secara formal, tak ada lah kit
mungkin uhuntuk kanak-kanak ummaksudnya saya punya saya
berkeperluan khas ni, dia tak terikatlah punya uhsaya punya orang kata
dengan dia punya katakan macam dia uhboss; dia memang hantar secara
uhdia ada peluang untuk bermain hands-on lah. Kita pergi sana tapi kita
dengan rakan-rakan yang sebaya dengan dah diberitahulah skop-skop kerja uh
dia. Dia bukanmacam bukanuntuk sebagai guru pendamping tu lah iaitu
yang orang kataseangkatan dengan guru pembayang. Persediaan sebelum tu
dia ke, senasib dengan dia ke. Dia ada tak ada lagi, kita just cuma hands-on
peluang lah untuk dengan rakan-rakan pada masaketika itu juga kita datang
sebaya yang lain (PK7 Guru dan kita terus uhjalankan. (PK7 Guru
Pendamping 1: 96) Pendamping 1: 23)

5.1.2 Persediaan Fizikal Ibu Bapa Dan Guru Bagi pihak ibu bapa pula, kebanyakan
Kategori kedua dalam aspek persediaan ibu maklumat berkenaan pendidikan inklusif diperolehi
bapa dan guru dalam pelaksanaan program pendidikan daripada bacaan buku dan artikel dalam laman
inklusif prasekolah ialah persediaan fizikal. Dalam sesawang di internet. Mereka mendapati bahawa
persediaan fizikal, individu yang terlibat perlu banyak maklumat boleh diperolehi berkenaan program
membuat persediaan diri dari sudut pengetahuan, pendidikan inklusif selain maklumat yang diperolehi
latihan dan persediaan organisasi berkenaan keperluan daripada guru pendamping.
kanak-kanak autisma dan pendidikan inklusif bagi
memastikan kelancaran program pendidikan inklusif Actually, dari pembacaan lah. One
prasekolah yang dirancang. moment tu ada keluar dalam surat
khabar kan, tapi bagi saya macam
a. Pengetahuan Dan Latihan Yang inklusif di Malaysia ni tidak lagi
dititikberatkan untuk pendidikan
Diterima especially for autism lahsebab its a
Secara umumnya, peserta kajian dalam very new topic, whereby pengalaman
kumpulan pentadbir dan guru prasekolah aliran sendiri pun---bila kata inklusif di
perdana serta guru pendamping tidak menerima latihan Malaysia nisaya rasa tak ramai yang
khusus berkenaan keperluan khas kanak-kanak autisma
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 561
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

tahu dan boleh dibuat perbincangan segi perubahan rutin---alhamdulillah la


lagi. (PK1 Ibu 1: 142) tak ada. (PK1 Ibu 1: 251)

Oh, saya membaca la. Google buku Sebaliknya, bagi ibu 3 beliau menghadapi masalah
sebab saya sendiri pun dah try. Sebelum dengan urusan menghantar anak ke Prasekolah B
masuk kat Maia tusaya dah try kerana anak beliau mengambil masa untuk
beberapa sekolah tadika biasa, tapi
seringkali dia punyanak kata alasan
menyesuaikan diri dengan perubahan rutin harian.
pun tak patut juga kanboleh terima
lah dia orang punya jawapan tukata Tapiyangperubahan yang ketara
nanti aktif sangat laambiktarik tapiEdel nidia suka benda sama
benda ni tarik benda tutak boleh kan. Sebab hari-hari saya hantar dia
kawal. So, ada yang terima separuh hari pagi-pagiSaya tunggu petang
sahajatapi saya nak benda yang petang dia pergi sendiri. So bila saya
intensifkalau boleh sepenuh hari la pagi, saya nak hantar Pusat Adia tak
sebab dia lebih effective dan betul- nak.Dia menangis lah. Kena gi hantar
betulsepenuh masa la. Kalau separuh Prasekolah B dulu. (PK3 Ibu 3: 210)
hari macam main-main sajabaru
warm up dah kena balik dah. (PK2 Ibu Peserta kajian keempat (Pentadbir 1)
2: 53) menceritakan proses yang dilalui sebelum perlaksanaan
program pendidikan inklusif prasekolah. Peserta kajian
b. Persediaan Organisasi Sebelum Perjalanan kelima (Guru Perdana 1) juga menerangkan secara
Program terperinci segala maklumat yang disampaikan oleh
Selain persediaan dari segi pengetahuan dan pihak Pusat A.
latihan, persediaan organisasi juga memainkan peranan
yang penting bagi memastikan kelancaran program Yakami first stage adalah discussion
yang dirancang. Antara persoalan yang diutarakan duludengan Dr Hand after that kita
setkan satu masakita jumpa dengan
adalah berkenaan urusan di peringkat awal dengan guru-gurudansebab saya
pihak yang terlibat secara langsung dalam program ini dimaklumkan bahawa inklusif ini satu
seperti para ibu bapa, pentadbir prasekolah aliran macamapadiaorang nak trial ja
perdana, guru prasekolah aliran perdana serta guru bukannya yang betul-betul. Yang next
pembayang. Selain daripada itu, terdapat urusan yang year 2015 baru kita nak tetapkan sama
melibatkan pihak luar yang terlibat secara tidak ada betul-betul nak buat secara serius ke
lagsung dalam perjalanan program pendidikan inklusif takso very simple jediscussion
prasekolah ini seperti pihak pengurusan tertinggi dengan guru bagi pendedahan kepada
prasekolah perdana, pengurusan pusat pembelajaran guru-guru tentang budak-budak yang
kita nak ada inklusif tu (PK4
autisma serta proses yang melibatkan pasangan atau Pentadbir: 38)
rakan sekerja.
Sebelum kanak-kanak ni datang
Melihat daripada kacamata ibu bapa, mereka memang kami dimaklumkan dah tidak
terlibat dengan urusan menghantar dan menjemput silap, pertengahan tahun dalam bulan
anak mereka di prasekolah aliran perdana. Bagi 5,6 oleh pengetuaPusat A akan
kebanyakan kanak-kanak yang mengalami autisma, mengadakan program pendidikan khas
perubahan rutin harian bukanlah satu proses yang disini yang bermula bulan 7 sehingga
mudah difahami dan kadangkala mereka memerlukan November.Disepanjang sesi
pembelajaran di sini, guru dari Pusat A
bantuan. Ibu 1 dan Ibu 2 bernasib baik kerana tidak ada datangsetiap hari dia akan
menghadapi sebarang masalah daripada persediaan datangbila behavior kanak-kanak dah
organisasi dan perubahan rutin seharian mereka. boleh dikawaldia kan datang
Mereka juga berasa gembira apabila anak mereka tidak seminggu sekali. Perhubungan dengan
menghadapi masalah dengan perubahan rutin harian shadow aide tu ada, dia akan bagi tau.
dan tempat belajar baharu. Saya diberitahu bahawa nak kanak-
kanak bersosial sahaja. (PK5 Guru
Tiada masalah dari segi perubahan rutin Perdana 1: 43)
sendiri. Bila kita hantar anak pun. Anak
dah tahu jalan semua dia dah pandai Peserta kajian keenam (Guru Perdana 2)
kan. Dia nampak cikgu dia yang memaklumkan bahawa pada permulaannya, beliau
shadow aide tu okay---dia try to mix. berasa lega apabila mengetahui kanak-kanak autisma
Bila yang shadow aide dah tak ada---so yang belajar di kelasnya akan dibantu oleh guru
you are depending on your own lah--- pendamping.Walaupun beliau telah dimaklumkan
okay---saya memang positif---lagi suka-
--sebab anak saya jenis very
mengenai pengurangan waktu keberadaan guru
independent. Tak ada masalah daripada pendamping setelah kanak-kanak autisma dapat
menyesuaikan diri di Prasekolah B, beliau masih tidak
562 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dapat mengawal tingkah laku mereka. Ini adalah temubual juga mendapati bahawa sokongan daripada
disebabkan kebergantungan kepada guru pembayang pihak ahli masyarakat khususnya ibu bapa kanak-
semasa mereka berada di Prasekolah B. Beliau telah kanak tipikal juga amat diperlukan terutama sekali
menyerahkan sepenuhnya tugas kepada guru dalam aspek penerimaan dan peluang berinteraksi
pembayang bagi membimbing kanak-kanak autisma secara formal di dalam kelas ataupun semasa waktu
semasa sesi pengajaran dan pembelajaran berlaku. senggang dengan kanak-kanak berkeperluan khas ini.

Cuma yang umuhberdasarkan 5.2.1 Sokongan Yang Diterima


pemerhatian sayakan, uhdia lebih
a. Sokongan Secara Langsung
uh behave kalau dia ada shadow
aid.Uhbila dia tak ada shadow aideje
Sokongan secara langsung ialah sokongan
dia tahu cikgumacamdia macam yang diterima daripada individu seperti pasangan
tahu je cikgu ni tak boleh buat apa kat hidup, pentadbir Prasekolah B, Guru Prasekolah B
dia, kan.So dia di luar kawalan. serta guru pendamping. Sokongan individu-individu ini
Kadang-kadang kami tak dapat--nak memberi kesan yang signifikan dalam pelaksanaan
control diadia punya kelakuan dia.So program pendidikan inklusif prasekolah.
far, uhmemang ada. Cikgu dia ada
bagitahu kalaukalau dia macam ni, Menurut peserta kajian pertama pertama (Ibu
uhbuat macam ni. Supaya dia behave 1), beliau banyak menerima sokongan yang baik
lah. (PK6 Guru Perdana 2: 75)
daripada suaminya. Walaupun suami beliau tidak
mempunyai latar belakang kerjaya dalam bidang
Bagi pihak guru pendamping, mereka terlibat
pendidikan, namun beliau banyak menerima sokongan
secara langsung di dalam sesi perbicangan dengan ibu
dari segi moral dan maklumat hasil perkongsian
bapa kepada kanak-kanak autisma yang terpilih
pengetahuan bersama rakan-rakan suaminya.
menyetai program pendidikan inklusif prasekolah. Di
peringkat awal, persetujuan diperolehi daripada ibu Moral supportbila dah dapat secure
bapa dan mereka dimaklumkan berkenaan maklumat tempat bagi dia relief is there. Moral
asas program. part sharing of story la. Dimana kita
tahu macam dia jugak bertanya pada
Sebelum kita jalankan uhprogram kawan-kawan dia kan. Which---mana
inklusif ni; yang mana uhfirst kita tempat yang okay dan dia tanya even
tanya kat parentslah. Kita tanya sama kawan dia doktor yang ada anak
ada parents ready dak untuk hantar anak autisma pun---dia tanya.So, kat situ I
dia keke aliran perdana? So kalau think---dia kata dia sharing lah---stories
parents tu setuju kita akan bincang pada about anak diadengan diadia
pihak pengurusan maksudnya sekolah bercerita dengan kita. Soin other
yang kita kata tipikal, Prasekolah B worddia actually motivates kita lah.
tersebut dan kita berurusan dengan (PK1 Ibu 1: 286)
pengetua tu. (PK7 Guru Pendamping:
119) Bagi peserta kajian kedua (Ibu 2) pula, beliau
menerima sokongan moral dan fizikal daripada suami
5.2 Sokongan Yang Diterima Dan beliau. Disebabkan sebelum ini suami beliau yang
Diperlukan terlibat dalam pengurusan organisasi seperti urusan
Persoalan kajian kedua adalah berkenaan menghantar dan menjemput anak semasa Arif
sokongan yang diterima semasa pelaksanaan program mengikuti pembelajaran di Pusat A, maka tiada banyak
pendidikan inklusif prasekolah. Dua kategori telah perubahan yang berlaku memandang Prasekolah B
muncul daripada sesi temu bual iaitu sokongan yang juga berada di kawasan yang sama. Di pihak beliau
telah diterima serta bentuk sokongan yang diharapkan. sendiri juga tidak menjejaskan rutin kerja beliau
Di dalam kategori sokongan yang telah diterima, sebagai seorang doktor.
pengkaji membuat sedikit perbezaan dari segi soalan
yang diajukan dimana bagi kumpulan peserta kajian Mungkin dari segi moral kot
ibu bapa, pengkaji menanyakan tentang sokongan yang sokongan moral. Dari segi sokongan
diterima oleh pasangan (suami atau isteri) di dalam fizikal tu, macam kalau nak cakapnak
membuat keputusan berkenaan penyertaan anak atur siapa nak hantar kebayaran ke
mereka dalam program pendidikan inklusif prasekolah. dia sama saja dengan sebelum niso
saya tak rasa lahtak menjejaskan atau
Mereka juga diajukan dengan persoalan seperti bentuk apa-apa yang perlu ditambahkan lagi
sokongan yang diterima daripada pasangan mereka. dari segi tu. Tak ada beza. (PK2 Ibu 2:
79)
Bagi kategori bentuk sokongan yang
diharapkan, pengkaji melihat keperluan bagi Selain daripada itu, daripada sudut pelaksanaan pula
menjayakan program pendidikan inklusif prasekolah pihak pentadbiran Prasekolah B menerima sokongan
dari kacamata peserta kajian yang terlibat. Hasil daripada Pusat A. Antara bentuk sokongan yang
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 563
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

diterima adalah dalam bentuk bantuan mengurus juga berkongsi cerita tentang sokongan yang diterima
pembelajaran dan tingkah laku kanak-kanak autisma daripada rakan sekerja beliau. Rakan sekerja yang
semasa sesi pengajaran dan pembelajaran berlansung dikenali sebagai Puan Hanim (bukan nama sebenar)
di dalam kelas. Sokongan daripada ibu bapa tidak merupakan seorang kaunselor yang bertugas di tempat
banyak melibatkan interaksi secara langsung dengan yang sama dengan peserta kajian pertama. Puan Hanim
pihak pengurusan, namun begitu mereka dilihat memberikan pelbagai bentuk sokongan dalam
memberikan kerjasama yang baik di dalam penyertaan membantu Ibu 1 memahami tentang autisma serta
anak-anak mereka dalam majlis dan aktiviti anjuran bagaimana cara untuk membantu pembelajaran kanak-
Prasekolah B. kanak autisma.

Daripada Pusat Akita ada cikgu-cikgu Actually my collegue ni lahto have a


Pusat A yang banyak membantu cikgu- talk taumemang kita berbincang.
cikgu kat sini yang handle kanak-kanak So,moral support tu is like she tried to
yang berada di program inklusif give me books you know---I think dekat
la.Sokongan secara langsung daripada berapa buku dia dah kasi. And then---
ibu bapa tak adabelumsebab its suddenly dia pergi kat tempat kedai
very shortlike 3 months ke4 buku ke atau ada satu lah---dia ambik
months. Tetapi diaorang sangat gambar. And then---at one momentdia
berkerjasama. Tapi kita ada aktiviti bukakdia buatkan satu facebook. Dia
likemacam--majlis graduasi kata I admin, you pun admin. Okay, I
diaorang datangterlibat dengan try to find things about autism, videos.
aktiviti-aktiviti yang kita jalankan lah. Dia kata You share lah anak you dalam
So farokaytak ada apa-apa. (PK4 tu---apa anak you buat. Dia kata
Pentadbir: 62) Actually, its knowledge for other
people---a very strong relationship lah
Bagi pihak guru-guru pendamping pula, kan. (PK1 Ibu 1: 312)
peserta kajian ketujuh dan kelapan (Guru Pendamping
1 dan 2) menyuarakan kesyukuran diatas sokongan Peserta kajian ketiga (Ibu 3) juga menerima
yang diterima. Mereka berasa terharu dengan sokongan daripada rakan-rakan beliau. Walaupun
penerimaan pihak pengurusan dan guru-guru di mereka bukan di kalangan ibu bapa yang mempunyai
Prasekolah B yang menyediakan peluang interaksi anak autisma, sokongan yang dihulurkan tetap
sosial kepada kanak-kanak autisma di bawah jagaan membantu daripada segi perkongsian maklumat yang
mereka. Ini adalah kerana, peluang ini merupakan mereka baca daripada laman sesawang dan media
peluang yang sangat berharga kepada anak-anak ini sosial Facebook. Ibu bapa kedua belah pihak peserta
yang hanya boleh didapati di prasekolah aliran perdana kajian ketiga dan suami juga memahami dan
yang dihadiri oleh kanak-kanak tipikal. menyokong segala keputusan yang dibuat untuk anak
mereka.
Alhamdulillah ada, daripadauh
tempat tu sendirimajikan tempat tu Sokongan daripada kawan-kawan tu
sendiri; dia kata kalau ada masalah, ramai la yang macamumsebab saya
boleh refer pada dia. Dan lain-lain guru suarakanmacammana nak hantar
macam uhdekat Pusat A saya boleh tadika yang terima dia kan? Pastu ada la
lakalau macam mintak pendapat ke kawan-kawandia suggesthantar
apa. So dia orang boleh berkongsi sinibagi cadangan. Petikan masalah
pendapat lah untuk tu.Guru Prasekolah ibubapa kediorang forward jeshare
B pun alhamdulillah ada yang macam lah.Ahli keluarga pun alhamdulillah
berusaha untukbantu budak-budak ni. lahummak ayah pun, dua-dua
Jadi diabekerjasama lah. (PK8 Guru belah pihak pun faham lah.Diorang tak
Pendamping 2: 103) ada cakap; Alah, kecik lagi ke apa
takdediorang fahamdiacakap, buat
b. Sokongan Secara Tidak Langsung la yang terbaik kan. (PK3 Ibu 3: 280)
Sokongan secara tidak langsung ialah
sokongan yang diterima oleh pihak ibu bapa, pentadbir
prasekolah aliran perdana, guru prasekolah aliran c. Kepuashatian Peserta Kajian Terhadap
perdana serta guru pendamping yang memberi kesan Sokongan Yang Diterima
secara tidak langsung pelaksanaan program Sokongan sama ada dalam bentuk fizikal,
pendidikan inklusif prasekolah. moral, material ataupun kewangan merupakan faktor
penguat dalam satu-satu program. Ini adalah kerana,
Peserta kajian pertama (Ibu 1) boleh dikatakan seseorang individu tidak akan mampu berjaya tanpa
sebagai individu yang bertuah kerana dikelilingi oleh sokongan. Secara keseluruhannya semua peserta kajian
insan-insan yang banyak berkongsi maklumat tentang berpuas hati dengan sokongan yang diterima. Walau
autism dan perkhidmatan pendidikan yang ada. Selain bagaimanapun, mereka nampak masih ada ruang yang
daripada menerima sokongan daripada suami, beliau boleh ditambah baik terutama sekali dalam aspek
564 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

kerjasama diantara individu-individu terlibat. Peserta Berpuas hati sebab uhsokongan tu,
kajian pertama dan ketiga menekankan tentang aspek sokongan yang positif lah. Sebab uh
penerimaan masyarakat luar dalam menyediakan ruang bila dah ada sokongan daripada pihak
untuk kanak-kanak autisma mengembangkan terbabit kita nak buat uhprogram
pendidikan inklusif tulebih
kemahiran sosial mereka. bersemangat lagi lah untuk guru. (PK8
Guru Pendamping 2: 127)
Actuallykadang-kadang kita tak boleh
hope terlampau banyak sangat kan. But
memanghope is therebagi saya Im 5.2.2 Sokongan Yang Diharapkan
very open lah. Kalaubila di Sememangnya banyak bentuk sokongan yang
inklusifkan kita hope anak tu akan jadi telah diterima oleh kesemua peserta kajian. Sokongan-
more accepted kanditerima macam sokongan inilah yang menjadi penguat semangat
tu. Kalau tak diterima punwe have to kepada mereka dalam usaha menjayakan program
get ready lah. So sometimeskena ada pendidikan inklusif prasekolah. Walau bagaimanapun,
feeling yangat one momentkita ada lagi ruang sokongan yang boleh ditambah baik
tahu anak kita macam manaBagi saya bagi memantapkan lagi sokongan sedia ada.
its a good move---very good move
memang ada chances untuk mix around.
Okaythe most important thing lais
Puas hati la(PK1 Ibu 1: 349)
knowledge teacher yang nak ajar anak
kita tu. Kalau inklusifkadang-kadang
Peserta kajian keempat menekankan sokongan maybe kita takut nak cakap anak kita ni
daripada guru-guru yang terlibat secara langsung autismabut how far is the knowledge
dengan pembelajaran kanak-kanak autisma di dalam about autism? Itu satumacam mana
kelas aliran perdana. Beliau juga menekankan aspek boleh tak dia handle anak kita ni yang
latihan dan pendedahan kepada guru aliran perdana autisma ni? Because different kids with
kerana aspek tersebut memainkan peranan yang autism---different different kan. Tapi
penting dalam kejayaan program pendidikan inklusif my responsibility is to tell the teachers
actuallyokaycakap anak saya which
prasekolah.
area yang diaGuru aliran perdana.
(PK1 Ibu 1: 364)
Yang penting tu sokongan daripada
guru-guru itu sendiri. Guru-guru kalau
(Sokongan daripada segi kewangan,
nampak benda itu mudahdiberi
tenaga atau pengangkutan) Tu memang
pendedahanthey know how to handle
perlu sebenarnya, tapikita buat selagi
the kidsI think diaorang akan sokong
boleh la. Ahamaksudnya Sodari
program ini. Second one is from Pusat A
segi kewangan tu memanglahkira
itselfkena sentiasasebab kadang-
banyak juga kan (PK3 Ibu 3: 326)
kadangsome of the activities cikgu-
cikgu rasa macam ada extra 1 budak
Sokongan mungkin dari segi kena beri
pulak nak kena jagawhich is need
sedikit info tentang kesedaran program
one-to-one punya attention. So,
ini, mungkin latihan, cikgu pun kena
sokongan yang penting kat sini
ada inisiatif sendiri untuk research.
sebenarnya Pusat A dengan cikgu-cikgu
Sokongan diperlukan daripada ibu bapa
kat sini. Yang lain tuI think should be
dan pentadbir, dan satu lagi mungkin
okay. (PK4 : Pentadbir: 97)
kena ada kolaborasikerjasama dan
komunikasi itu penting. Kekadang risau
Kedua-dua peserta kajian ketujuh dan kelapan juga, ayah hantar ke bawah dan anak
(Guru Pendamping 1 dan 2) berpuas hati dengan naik sendiri. Terlepas dari jumpa
sokongan yang diterima walaupun tidak secara total. ayahnya. Tetapi telefon ayah dia. (PK5
Mereka menghargai peluang yang diberikan kepada Guru Perdana 1: 79)
kanak-kanak autisma dibawah seliaan mereka dan
usaha menimba kemahiran menjadi guru pendamping Mungkin uhpemahaman orang
yang efektif. sekeliling kot. Sebab kalau macam dia
lebih faham autism tu macam mana, so
mungkin lagi senang kita punya
Berpuas hati lah. Uh um. So far kalau
program pendidikan inklusif tu nak
nak kata hundred percent tu tak, sebab
dijalankan. Ha, sebabjadi bila diorang
dia adalah peringkat yang baru lagi. So,
tahu, kita pun tak payahmaksudnya
untuk cikgu-cikgu yang aliran perdana
macam nak terangkan daripada mula
pun mungkin ketika itu baru je, baru je
untuk apa yang dia perlu buat kan?
macam orang kata baru je menerima
(PK8 Guru Pendamping 2: 135)
Aah, pengalaman pertama. Tapi
sokongan, sokongan dan kerjasama
yang dia bagi tu, so far, okay. (PK7
Guru Pendamping 1: 193)
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 565
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

5.3 Cabaran Yang Dihadapi Dan budak lain yang tipikal dalam
Kesannya Prasekolah B tu sendiri tu pun tak tau
bagaimana nak berinteraksi dengan dia
Persoalan kajian ketiga pula ingin mengenal orang. Ada barrier la dekat situ. (PK2
pasti cabaran yang dihadapi oleh ibu bapa dan guru Ibu 2: 117)
sepanjang pelaksanaan program pendidikan inklusif
prasekolah. Selain daripada itu, pengkaji ingin Daripada pihak guru Prasekolah B pula,
mengetahui kesan daripada cabaran yang dihadapi mereka dilihat sebagai menerima Arif sebagai salah
kepada perjalanan program. seorang murid di sana. Namun begitu, beliau
menyedari bahawa adalah mustahil untuk guru-guru
5.3.1 Cabaran Yang Dihadapi Oleh Ibu tersebut membuat pemantauan yang teliti terhadap
Bapa Dan Guru Sepanjang Pelaksanaan anaknya memandangkan bilangan murid yang besar.
Program Pendidikan Inklusif Prasekolah Keadaannya adalah berbeza sama sekali dengan
Di dalam kehidupan seharian, kita tidak lari perhatian yang diterima di Pusat A yang menerapkan
daripada berhadapan dengan cabaran. Lumrah hidup perhatian 1:1 dalam proses pengajaran dan
manusia, begitu juga dengan para peserta kajian ini. pembelajaran.
Keluhan yang didengari daripada kumpulan ibu bapa
rata-ratanya dihantui sedikit kerisauan walaupun Guru, saya tak perasan sangat sebab
mereka sedar bahawa program pendidikan inklusif anak saya masuk sekejap dekat situ
prasekolah yang dijalankan merupakan satu peluang saya rasa mereka menerima. Cumanya
keemasan untuk anak mereka meneroka dunia sebenar dari segi nak pantau sorang-sorang
nak betul-betul bagi report teliti sorang
dan berinteraksi dengan masyarakat perdana khususnya tu susah sebab dia buat dalam group
kanak-kanak tipikal. kanmacam sekolah taska yang lain
lah. (PK2 Ibu 2: 122)
Peserta kajian pertama (Ibu 1) menyuarakan
kerisauannya dengan kemampuan guru-guru, khasnya Cabaran yang dihadapi oleh peserta kajian
guru aliran perdana untuk membuatkan anak beliau ketiga (Ibu 3) pula lebih kepada urusan menghantar
berasa diterima untuk belajar bersama rakan-rakan dan menjemput anak beliau di Prasekolah B. Ini adalah
sekelas tipikal yang lain. kerana, sebelum ini beliau bekerja sebagai seorang
pengurus kira-kira di sebuah syarikat milik abangnya.
Saya lagi risau macam mana anak-anak Beliau tidak dapat memberi komitmen di tempat kerja
kita ketika berada di kalangan teman- akibat terpaksa berulang-alik menghantar dan
teman yang bukan macam dia. Macam
mana cikgu tu membuatkan anak kita
menjemput ketiga-tiga anak beliau di tempat yang
berasa selesa di dalam kalangan teman- berbeza.Bukan itu sahaja, beliau juga menghadapi
teman yang tidak mengalami seperti dia. kesukaran menangani emosi anak beliau, Edel. Ini
Saya akan risau tentang kebolehan adalah kerana, Edel mempunyai kesukaran untuk
cikgu tuboleh membuatkan anak kita bangun pagi yang seterusnya memberi kesan kepada
berasa selamat di situdan dia boleh waktu untuk beliau menghantar 2 orang lagi anaknya
membuatkan anak ini diterima di yang membuatkan Edel lambat tiba ke Prasekolah B.
kalangan anak-anak yang lainsaya
rasa cikgu tu superb lahha Supaya dia sama-sama boleh buat
(ketawa). Sebab bukan senangitu aktiviti. Kalau kita hantar dia lambat
kerisauan saya lah. (PK1 Ibu 1: 394) dah start kan. So dia pergi, diam.
Tengok kiri, tengok kanan, tengok
Berbeza pula dengan peserta kajian kedua kirikesian pulak kan Dia nak kena
(Ibu 2) yang nampak perubahan kepada anak beliau ready dulu kan. Kalau saya hantar dia
apabila didapati Arif suka belajar di Prasekolah B lambat, jadi macam tu lah. Saya hantar
sehingga menjejaskan pencapaiannya di Pusat A. dia awal, supaya dia ready. Tapi, itu
Perubahan ini ditafsirkan oleh peserta kajian kedua ini lah, masalah nak bangun pagisemua
nak hantar ni, semua nak hantar ni.
sama ada perubahan positif ataupun negatif kerana
(ketawa). Itu je lah, masalah dari segi
memberi kesan kepada kedua-dua aspek. Beliau juga pengurusan. (PK3 Ibu 3: 380)
sedar bahawa terdapat halangan di dalam interaksi Arif
dengan kanak-kanak tipikal di Prasekolah B kerana Di pihak pengurusan Prasekolah B, perserta
mereka tidak tahu cara bagaimana untuk berinteraksi kajian keempat (Pentadbir) tidak berhadapan dengan
dengan Arif. sebarang cabaran dengan kehadiran kanak-kanak
autisma di Prasekolah B. Ini adalah kerana mereka
Jadi bila dah bukan dekat program
inklusif di Prasekolah B tu dia jadi
tidak memerlukan sebarang peralatan dan prasarana
susah sikit sebab dia dah terlampau khusus ketika mengikuti pembelajaran di Prasekolah B.
seronok sangat dekat sana. So bila time Sebaliknya, beliau menekankan bahawa cabaran lebih
belajar dekat Pusat A tudia tak berapa banyak di pihak guru-guru Prasekolah B yang
nak perform. Dan saya rasa mungkin
566 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

berinteraksi secara langsung dengan kanak-kanak sebenarnya tahu dia nak main. Tapi,
autisma yang belajar di kelas mereka. kadang-kadang membahayakan pelajar
lain kan. (PK6 Guru Perdana 2: 409)
Saya rasa cabaran dia bagi pihak I
sendirimanagement tak ada apa-apa Peserta kajian keenam juga bimbang keadaan ini akan
cabaran lasebab kita panggil dia membuatkan ibu bapa kepada kanak-kanak tipikal
likemacamdia pun tak perlukan berasa tidak selesa dengan kehadiran kanak-kanak
extra equipmentdia macam kanak- autisma yang belajar di Prasekolah B.
kanak biasa. SoI rasa cabaran dari
segiguru-guru itself untuk mengajar. Jadi, saya rasa macam uhbimbang
(PK4 Pentadbir: 183) jugaklah sebab macam ada parents tu
cakap uhapa nikenapa dia kat sini,
Semasa sesi pengajaran dan pembelajaran kan? Memang dia adaada
pula, kanak-kanak autisma didapati sukar mengikut parentsargue jugak pasal tu. Dan
arahan yang diberikan oleh oleh Prasekolah B. Peserta mulabudak-budak ni mulamacam
kajian kelima (Guru Perdana 1) berasa buntu dengan tak sukakan diasebab, ye lah. Kami
tindakan yang perlu dibuat memandangkan beliau tidak selalu explain. Hari-hari cakap dia ni
pasti tentang kaedah yang digunakan oleh guru istimewa; dia tak boleh ni. Dia faham.
pendamping. Peserta kajian keenam (Guru Perdana 2) Tapi biasalah budak-budak kanDia
nak main cara yang kasar kan. Dia
juga berkongsi pendapat dengan peserta kajian kelima faham hanya sebentar je kan. (PK6
apabila turut berhadapan dengan cabaran mengawal Guru Perdana 2: 419)
tingkah laku kanak-kanak autisma yang belajar di kelas
beliau semasa ketiadaan guru pendamping. Dari sudut positifnya, kanak-kanak autisma dilihat
dapat diterima oleh rakan-tipikal mereka. Peserta
Pelajaran itu dia ikut macamana kajian keenam berasa tersentuh apabila melihat tingkah
pelajaran kami tetapi cikgu dia lah yang
guide, tetapi bukan cikgu p&p
laku kanak-kanak autisma yang sebenarnya
(pengajaran dan pembelajaran) dia yang mempunyai emosi mereka sendiri. Kanak-kanak ini
cakap dia tak nak dengar. Tetapi bila cuba menunjukkan emosi mengambil berat dan
cikgu diadengar. Mungkin disana ada menyayangi rakan mereka. Walaupun mereka tidak
cara yang tersendiri, cara kami berbeza. tahu cara untuk berinteraksi dan bermain yang betul,
Dia rasa takpe lah, cikgu dia tegas dan mereka akan tertarik dengan rakan yang pandai
kami tak tegas. Kami disini ada masa mengambil hati mereka.
bertegas, disini ramai dan kami
tidaklahcara berkomunikasi dengan Okaylah, akhirnya diadia dapat jugak
anak tu berbeza, dia rasa cikgu ni tak bestfriend yang dia suka lah. Rupa-
garang, so dia tak nak ikut cakap. (PK5 rupanya dia ada benda yanguh yang
Guru Perdana 1: 56) dia suka kawan dengan ni, dia akan jaga
orang tu-- sebenarnya dia sangat caring.
Kanak-kanak autisma yang belajar di kelas prasekolah Dengan budakstudent biasa yang
perdana cuba untuk berinteraksi dengan rakan-rakan diajatuh tu. Dia sangat penyayang
tipikal mereka, namun begitu mereka tidak tahu cara sebenarnya. Memang dia main kasar,
yang betul untuk melakukannya. Oleh yang demikian, dia tolak. Sebenarnya dia nak main.
mereka sering disalah anggap sebagai mempunyai Tapi uhbila kan nampak sapa yang
pandai ambik hati diaitu yang paling
tingkah laku yang agresif yang membuatkan rakan-
dia sayang. Sebab ada kawan dia
rakan tipikal menjauh diri daripada mereka. Selaku memang pandai macam umcakap
guru kelas di Prasekolah B, peserta kajian keenam lembut dengan dia. Maknanya dia pun
melihat perkembangan ini sebagai sesuatu yang positif. emosi jugakCuma tak tau nak tunjuk.
Namun begitu, beliau berpendapat bahawa kanak- (PK6 Guru Perdana 2: 437)
kanak autisma ini perlu belajar cara yang betul untuk
berinteraksi dan bermain dengan rakan-rakan tipikal 5.3.2 Kesan Cabaran Yang Dihadapi
mereka supaya mereka tidak membahayakan rakan- Kepada Perjalanan Program Pendidikan
rakan tipikal yang boleh mengakibatkan mereka Inklusif Prasekolah
disisihkan rakan-rakan. Pelbagai bentuk cabaran dan rintangan telah
dihadapi oleh ibu bapa dan guru yang terlibat dengan
Kanak-kanakpada mulanya mereka
memang kebanyakannyauhtak
program pendidikan inklusif prasekolah. Cabaran-
faham. Memang tak faham. Bila dia cabaran ini sudah tentu besar maknanya buat mereka
uhstudent inklusif ni sangat agresif dan turut memberi kesan bukan sahaja dalam hidup
kanummemang pada awalnya peserta-peserta kajian ini, malah kepada program
memang non stop memang mesti ada pendidikan inklusif itu sendiri. Sebagai individu yang
yang nangis. Sebab uh, dia bergurau terlibat secara langsung dengan program ini, peserta-
dengan cara yang kasarkita peserta kajian menyaksikan sendiri kesan yang terhasil
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 567
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

daripada cabaran-cabaran yang telah mereka nyatakan kumpulan iaitu cara mengatasi cabaran serta cadangan
sebelumnya. penambahbaikan yang boleh diaplikasikan di dalam
program seperti ini dimasa hadapan.
Peserta kajian pertama menyatakan bahawa
beliau tidak nampak sebarang masalah besar di dalam 5.4.1 Solusi Bagi Mengatasi Cabaran-
pelaksanaan program pendidikan inklusif prasekolah. Cabaran Yang Dihadapi Sepanjang
Aspek yang menarik perhatian beliau ialah penerimaan Pelaksanaan Program Pendidikan Inklusif
guru terhadap kelainan tingkah laku dan perasaan Prasekolah
kanak-kanak autisma. Hal ini penting kerana tanpa Semasa pelaksanaan program pendidikan
pengetahuan dan pendedahan yang cukup tentang inklusif prasekolah, pelbagai cabaran dapat dikenal
tingkah laku dan perasaan kanak-kanak autisma itu pasti oleh peserta-peserta kajian. Melalui cabaran
sendiri, adalah sukar untuk guru memahami kehendak inilah tindakan-tindakan boleh diambil bagi mencapai
kanak-kanak ini yang mempunyai kesukaran solusi kepada permasalahan yang timbul. Dalam
menyampaikan perasaan mereka. bahagian ini, pengkaji mendapatkan cadangan daripada
peserta-peserta kajian daripada pelbagai aspek seperti
Pelaksanaannya okayCuma kita takut
penerimaan anak la jugak kankadang-
aspek persediaan, sokongan, akses kepada maklumat,
kadang anak nibiasa lahkalau satu sitgma masyarakat dan kesesuaian program pendidikan
bagi satu situasi lahdia tak makan inklusif prasekolah.
nasidikasi nasidia meraungso
mungkin cikgu akan nampak kelainan Peserta kajian pertama (Ibu 1) berkongsi idea
dia kat situ lah kan. Tapi kalau cikgu untuk mewujudkan platform bagi mewujudkan
dia okaydah maklumdia tak makan interaksi antara ibu bapa, guru, pentadbir serta ibu bapa
nasicikgu dah tahu. Kalau cikgu ni kanak-kanak tipikal yang mengikuti pembelajaran di
satu lah kerisauanbased pada cikgu Prasekolah B. Platform ini bertujuan untuk
nikalau cikgu ni pandaiboleh tahu
anak kitadia study anak kitadan dia
menggalakkan aktiviti perkongsian maklumat dan
sesuaikan dengan anak yang lain tuitu pertukaran idea dikalangan individu dari pelbagai latar
yang Satu bonus la. (PK1 Ibu 1: 421) belakang dengan hasrat menjayakan program
pendidikan inklusif prasekolah.
Dari sudut pentadbiran, peserta kajian
keempat (Pentadbir Prasekolah B) kesal dengan Itu lakalau dia boleh wujudkan
kekurangan daripada segi pendedahan kepada guru satuplatform lamacamana
Kemahiran kepada cikgusatudan
Prasekolah B tentang cara untuk menangani tingkah banyak interaksi lasebenarnya kena
laku kanak-kanak autisma. Keadaan menjadi lebih banyak interaksi antara gurudan
buruk apabila kanak-kanak autisma kembali kepada parent nidengan parent yang anak
tingkah laku lama mereka yang sukar diurus oleh guru- normal tukalau ada interaksi disitu
guru Prasekolah B. Perkara ini boleh dibentung jika jadi macam orang kata Bercerita
dibuat persediaan awal daripada pihak Pusat B dan dekat situ laada platform lasebab
diberi pendedahan kepada guru-guru Prasekolah B. saya rasa benda tu akan jadiorang
katasharing lahpart of sharing
So bila kita jumpa balik dalam bulan lah (PK1 Ibu 1: 435)
November dengan Dr A and S semua
dia kata next time kena pakai visual Selaku pentadbir di Prasekolah B, peserta
cardwhich is cikgu-cikgu kat sini tak kajian keempat (Pentadbir) mendapati bahawa banyak
tau pun kena pakai visual card. Patutnya kelemahan wujud di peringkat awal pelaksanaan
sebelum kita start program tu dah kena program pendidikan inklusif prasekolah khususnya
cakapcikguuntuk mengelakkan persediaan guru Prasekolah B. Jika guru-guru
budak ni back to diaorang punya Prasekolah B diberikan latihan yang secukupnya dan
behavior yang lamathen kita provide dilengkapi dengan segala pengetahuan yang
kan this kind of card. So, cikgu-cikgu
kat sini terpaksa buat extra work macam
diperlukan, beliau percaya bahawa program ini akan
mana nak handle budak yang dapat dijalankan dengan jayanya.
inklusif.Urmyestak ada
pendedahan yang sepatutnya. (PK4 Yatraining. Bagi training pada cikgu-
Pentadbir: 182) cikgu. Ambil masa sebulan awal
training cikgujadi cikgu tu dah
preparemental preparedthis kind of
5.4 Solusi Kepada Cabaran Yang Dihadapi kids datang. Tapi sebab kita orang
Persoalan kajian keempat dan terakhir dalam memang tak ada pendedahan
kajian ini ingin mendapatkan jawapan terhadap solusi backgroundin pendidikan khasjadi
kepada cabaran yang dihadapi oleh ibu bapa dan guru Okayall rightkita mesti ada visual
di sepanjang pelaksanaan program pendidikan inklusif card. Kena bagimacam
prasekolah. Aspek ini dipecahkan kepada dua sebenarnya budak-budak ni I rasa boleh
568 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

berjayakalaucikgu kita diberi


pendedahan awal (PK4 Pentadbir: 231) Sebelum dia pukul lagi sekali, kita dah
kata okay kalau nak main kena macam
Peserta kajian keempat juga menekankan ni. Tak boleh macam ni, tak boleh
keperluan untuk berkomunikasi di antara guru-guru macam ni. Kita prepare lah untuk
Prasekolah B dengan guru pendamping. Perkara ini kanak-kanak tersebut. Untuk mengatasi
amat penting kerana kedua-dua perlu berbincang dan isu supayadia boleh duduk lama kat
sekolah tu. Kalau macamsetiap kali
bertukar idea jika ada isu yang timbul berkaitan dia main je kena pukul, nanti peluang
penglibatan atau tingkah laku yang tidak sepatutnya untuk dia berada lama kat situ, kurang.
dilakukan oleh kanak-kanak autisma. Sesi Ha, macam tu. (PK7 Guru Pendamping
perbincangan dan perkongsian idea ini bukan sahaja 1: 363)
memberi manfaat kepada kanak-kanak autisma yang
mengikuti program pendidikan inklusif prasekolah, 5.4.2 Cadangan Penambahbaikan
malahan menambah pengalaman guru-guru sama ada Program pendidikan inklusif prasekolah yang
aliran perdana ataupun berkeperluan khas. telah dijalankan merupakan pengalaman pertama
kepada semua pihak terlibat. Berdasarkan pengalaman
And thenshadow aide sentiasa like pertama inilah akan terhasilnya pengalaman kedua,
communicate dengan the teachers kat ketiga dan seterusnya. Segalanya perkara yang
sini. Cuma shadow aide di awal-awal tu
nampak macamcuma shadow saja.
dipelajari akan dijadikan panduan untuk perancangan
Yang I nampakkalau dia shadow aide program akan datang. Pandangan daripada individu-
dalam kelas kat bawah tudia just situ individu yang terlibat secara langsung di dalam
sajaberdiri saja. Mungkin dia boleh program pendidikan inklusif prasekolah pastinya akan
bagi ideacakap Cikgukita orang memberikan sumbangan yang signifikan dalam usaha
buat macam gini kat sekolah. Saya menghasilkan program pendidikan inklusif prasekolah
rasaDr H and team okayeven S pun yang lebih baik lagi pada masa akan datang.
okayKalau dia bagi input pada cikgu
mungkin memudahkan kerja sikit Peserta kajian pertama (Ibu 1) melihat aspek
sekurang-sekurangnya. Shadow aide
mesti likequality.And thentraining
persediaan daripada perspektif yang berbeza dengan
cikgu tu(PK4 Pentadbir: 238) mencadangkan guru-guru Prasekolah B untuk
menjalani latihan mengendalikan kelas kanak-kanak
Penggunaan jadual visual amat berguna dalam kaedah autisma di Pusat A. Usaha ini adalah bagi memberi
pengajaran untuk kanak-kanak autisma. Peserta kajian pendedahan kepada mereka tentang apa yang perlu
ketujuh (Guru Pendamping 1) berkongsi salah satu diketahui tentang kanak-kanak autisma dan bagaimana
pendekatan pengunaan jadual visual yang beliau cara mereka belajar.
aplikasikan semasa perjalanan program pendidikan
Kita tengok sekarang nicikgu shadow
inklusif prasekolah.
itu yang terlibat dalam tadika biasa.
Why not we change around? Kita minta
Contoh untuk kanak-kanak autism
cikgu tuterlibat dalam yanganak
first persediaan awal kalau kita dah tahu
yang macam ni Dia dah biasa handle
ada berlaku pergaduhanakan berlaku
anak-anak yang normalcuba kita
pergaduhan sekiranya adamacam tak
switch tempatletdia di inklusifkan
boleh sharing ke apa kita akan buatlah
jugak. Saya rasa macam tu lagi bagus
social story ke. Okay, sebelum dia
because its part of sharingso if you
berada kat sekolah kita akan bacakan
want to know this kids moreyou kena
kita akan buat persediaan lah supaya tak
libatkan diri you kandalam situasi
sentiasa disalahkan. Persediaan social
saya lihat sekarang ni hanya satu pihak
story dibuat di sekolah aliran perdana
tau. (PK1 Ibu 1: 449)
lah. So kita akan buatlah satu social
story yang kata tak boleh bergaduh.
Besok tu kita akan buat dan kita akan
bawalahimplementso setiap kali dia Walaupun Prasekolah B menggunakan kaedah
bermain kita akan baca kat dia. Dan kita pengajaran yang berbeza daripada Pusat A, namun
akan mintak kerjasama ngan cikgu kelas peserta kajian ketiga nampak perubahan yang positif
untuk baca jugak. (PK7 Guru kepada anaknya. Terdapat satu aktiviti menggunakan
Pendamping 1: 324) air yang membantu menghilangkan rasa takut Edel
kepada air. Beliau juga berpendapat kaedah pengajaran
Pengajaran menggunakan jadual visual juga secara yang terlalu menumpukan kepada latih tubi di Pusat A
tidak langsung dapat membantu kanak-kanak autisma mempunyai kekurangan memandangkan Edel lebih
berinteraksi dengan kanak-kanak tipikal dengan lebih memerlukan pendedahan kepada aktiviti interaksi
baik. Ini adalah bertujuan untuk mengelakkan aduan sosial.
daripada guru aliran perdana serta ibu bapa kanak-
kanak tipikal.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 569
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Dari segi cara belajar kat sana tu saya (DEC) and the National Association for the
tak pasti la. Uhsebab belajar kat Pusat Education of Young Children (NAEYC).
A pun dah latih tubi kan Dengan Chapel Hill, NC: Author. Grisham-Brown, J.,
inklusif ni, uhsebab saya tengok Pretti-Frontczak, K., Hawkins, S. R., &
program dekatinklusif tu banyak
yang dibuat apawatermill la apa
Winchell, B. N. (2009). Addressing early
semua. Watermill tu bagus sebab Edel learning standards for all children within
memang dia takut air. Yang masa kat blended preschool classrooms. Topics in Early
Prasekolah B buat tu, dia tak masuk. Childhood Special Education, 29, 131142.
Dia duk kat tepi je. Tapi sekarang dia
dah okay. Saya bawak pergi pool hari tu Farrell, P. & Ainscow, M. 2002. Making special
dia dah naklambat jugak la nak education inclusive: mapping theissues.
masuk. (PK3 Ibu 3: 461) London: Fulton
Friend, M. 2008. Special education: Contemporary
6. KESIMPULAN perspectives for school professionals.
Kajian ini telah menunjukkan bahawa aspek Boston, MA: Allyn and Bacon.
persediaan dan sokongan amat penting dalam Friend, M., & Bursuck, W. D. 2009/6. Including
pelaksanaan program pendidikan inklusif di students with special needs: A practical guide
prasekolah. Hal ini disuarakan oleh peserta kajian for classroom teachers. Upper Saddle River,
semasa membincangkan cabaran yang mereka hadapi NJ: Pearson.
dalam pelaksanaan program. Di dalam kajian ini, Garis Panduan Program Pendidikan Inklusif Murid
banyak lagi aspek yang perlu ditambah baik bagi Berkeperluan Khas. 2013. Edisi Percubaan.
melicinkan perjalanan program bermula di peringkat Bahagian Pendidikan Khas. Kementerian
perancangan sehingga ke peringkat pelaksanaan dan Pendidikan Malaysia.
penilaian. Grisham-Brown, J., Schuster, J. W., Hemmeter, M. L.,
& Collins, B. C. 2000. Using an embedding
strategy to teach pre-schoolers with
Rujukan significant disabilities. Journal of Behavioral
Anderson, G. 1993. Fundamentals of Educational Education, 10, 139162.
Research. Falmer Press, London, pp: 152-160. Guralnick, M. J. 2001. Early childhood inclusion: A
Boyd, B. A., Odom, S. L., Humphreys, B. P., & Sam, focus on change. Baltimore, MD: Paul H.
A. M. 2010. Infants and toddlers with autism Brookes.
spectrum disorder: Early identification and Harrower, J. K. 1999. Educational inclusion of children
early intervention. Journal of Early with severe disabilities. Journal of Positive
Intervention, 32, 7598. Behavioural Interventions, 1 (4), 215-230.
Buysse, V., Goldman, B. D., & Skinner, M. L. 2002. Hollingsworth, H. L., & Buysse, V. 2009. Establishing
Setting effects on friendship formation among friendships in early childhood inclusive
young children with and without disabilities. settings what roles do parents and teachers
Exceptional Children, 68, 503517. play? Journal of Early Intervention, 31, 287
Buysse, V., Goldman, B. D., & Skinner, M. L. 2003. 307.
Friendship formation in inclusive early Horn, E., Lieber, J., Li, S., Sandall, S., & Schwartz, I.
childhood classrooms: What is the teachers 2000. Supporting young childrens IEP goals
role? Early Childhood Research Quarterly, 18, in inclusive settings through embedded
485501. learning opportunities. Topics in Early
Buysse, V., Wesley, P. W., Bryant, D. M., & Gardner, Childhood Special Education, 20, 208223.
D. 1999. Quality of early childhood programs Kasari, C., Freeman, S. F. N., Bauminger, N., & Alkin,
in inclusive and noninclusive settings. M. C. 1999. Parental perspectives on
Exceptional Children, 65, 301314. inclusion: Effects of autism and Down
Chalmers, L., & Faliede, T. 1996. Successful inclusion syndrome. Journal of Autism and
of students with mild/moderate disabilities in Developmental Disorders, 29, 297305.
rural settings. Teaching Exceptional Children, McGuire, J., Scott, S., & Shaw, S. 2006. Universal
29, 2225. design andits application in educational
Division for Early Childhood. 2014. DEC environments. Remedial and Special
recommended practices in early Education, 27, 166175.
intervention/early childhood special education Mellin, A. E., & Winton, P. J. 2003. Interdisciplinary
2014. Retrieved from http://www.dec- collaboration among early intervention faculty
sped.org/recommendedpractices members. Journal of Early Intervention, 25,
Division for Early Childhood & National Association 173188.
for the Education for Young Children. 2009. Odom, S. L. 2009. The tie that binds: Evidence-based
Early childhood inclusion: A joint position practice, implementation science, and
statement of the Division for Early Childhood
570 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

outcomes for children. Topics in Early intervention: An examination of rationale,


Childhood Special Education, 29, 5361. myths, and procedures. In M. J. Guralnick
Odom, S. L., Buysse, V., & Soukakou, E. 2011. (Ed.), Early childhood inclusion: Focus on
Inclusion for young children with disabilities: change (pp. 337363). Baltimore, MD: Paul
A quarter century of research perspectives. H. Brookes.
Journal of Early Intervention, 33, 344356. Strain, P. S., Schwartz, I. S., & Barton, E. E. 2011.
Odom, S. L., Hanson, M. J., Lieber, J., Marquart, J., Providing interventions for young children
Sandall, S., Wolery, R., Chambers, J. 2001. with autism spectrum disorders what we still
The costs of preschool inclusion. Topics in need to accomplish. Journal of Early
Early Childhood Special Education, 21,4655. Intervention, 33, 321332. Erin E. Barton and;
Purcell, M. L., Horn, E., & Palmer, S. 2007. A Barbara J. Smith. 2015. Advancing High-
qualitative study of the initiation and Quality Preschool Inclusion: A Discussion
continuation of preschool inclusion programs. and Recommendations for the Field. Topics in
Exceptional Children, 74, 8599. Early Childhood Special Education. 110
Rafferty, Y., & Griffin, K. W. 2005. Benefits and risks Hammill Institute on Disabilities 2015
of reverse inclusion for preschoolers with and Reprints and permissions:
without disabilities: Perspectives of parents sagepub.com/journalsPermissions.nav
and providers. Journal of Early Salend, S. J. 2008). Creating inclusive classrooms:
Intervention, 27, 173192. Effective and reflective practices. Upper
Rafferty, Y., Piscitelli, V., & Boettcher, C. 2003. The Saddle River, NJ: Pearson.
impact of inclusion on language development Smith, D. D. 2004. Introduction to special education:
and social competence among preschoolers Teaching in an age of pportunity.Boston, MA:
with disabilities. Exceptional Children, 69, Allyn & Bacon.
467479. Turnbull, Summers & Turnbull. 2007. Journal of Early
Rose, D. F., & Smith, B. J. 1993. Preschool Intervention 2007, Vol. 29, No. 23, 197-206,
mainstreaming: Attitude barriers and University of Kansas
strategies for addressing them. Young Utley, C. A., & Obiakor, F. E. 2001. Special education,
Children, 48, 5962. multicultural education, and school reform:
Sandall, S., & Schwartz, I. S. 2002. Building blocks for Components of quality education for learners
teaching preschoolers with special needs. with mild disabilities. Springfield, IL: Charles
Baltimore: Brookes C Thomas.
Smith, B. J. 2008. CSEFEL Inventory of Practices: A Vakil et al. 2009. Inclusion Means Everyone! The Role
crosswalk with NAEYC, DEC, of the Early Childhood Educator when
AAP/APHA/NRC national standards. Including Young Children with Autism in the
Retrieved from Classroom. Early Childhood Educ J (2009)
http://csefel.vanderbilt.edu/resources/states/ 36:321326. Published online: 24 October
inventory_of_practices_crosswalk.pdf 2008 Springer Science+Business Media, LLC
Strain, P. S., & Bovey, E. H. 2011. Randomized, 2008.
controlled trial of the LEAP model of early Zalizan M. Jelas. 2008. Pendidikan Inklusif Bagi
intervention for young children with autism Pelajar Dengan Keperluan Khas: Satu
spectrum disorders. Early Childhood Special Cabaran Berterusan, Fakulti Pendidikan
Education, 31, 133154. Universiti Kebangsaan Malaysia
Strain, P. S., McGee, G., & Kohler, F. W. (2001).
Inclusion of children with autism in early
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PENDIDIKAN KOMUNITI MENGENAI AUTISME


MENGGUNAKAN MOOC iKurnia
(Community Education on Autism Using iKurnia MOOC)

Nor Malissa Mat Isaa, Hasnah Toranb, Sazlina Kamaralzamanc, Hanani Harun Rasit d

abcd
PERMATA Kurnia, Bahagian PERMATA, Jabatan Perdana Menteri, Malaysia.
E-mail : alissahanib@yahoo.com

Abstrak: Peningkatan prevalens kejadian autisme di seluruh dunia menyebabkan peningkatan keperluan untuk
mendapatkan pengetahuan mengenai autisme dalam kalangan ibu bapa, guru serta ahli terapi. Kekangan utama
dalam usaha ini di Malaysia ialah kurangnya sumber maklumat mengenai autisme dalam Bahasa Melayu.
Massive Open Online Course (MOOC) merupakan kursus atas talian yang mampu mengatasi halangan lokasi
dan masa. Maka untuk membantu ibu bapa, guru serta ahli terapi untuk mengakses ilmu pengetahuan mengenai
autisme, PERMATA Kurnia telah mengambil inisiatif membangunkan MOOC iKurnia Asas Autisme iaitu
sebuah kursus atas talian yang pertama mengenai autisme dalam Bahasa Melayu. Kajian ini bertujuan untuk
mengenal pasti tahap utiliti kursus iKurnia Asas Autisme melalui maklum balas para peserta. Dapatan kajian
mendapati dari segi utiliti, kursus iKurnia Asas Autisme mudah diakses serta interaktif, kandungan kursus jelas
dan memberi peningkatan pengetahuan dan kemahiran dalam mengenai autisme. Walau bagaimanapun peserta
menghadapi isu teknikal yang menyukarkan mereka untuk menyelesaikan kursus iKurnia Asas Autisme.
Kajian ini mencadangkan kualiti kursus dipertingkatkan agar pendidikan mengenai autisme dicapai oleh
semua lapisan masyarakat.
Kata kunci: MOOC, tahap utiliti, iKurniaAsas Autisme

Abstract :The increasing prevalence of autism around the world leads to an increased need for knowledge of
autism among parents, teachers and therapists. The main barrier in Malaysia is the lack of resources on
autism in Malay. Massive Open Online Course (MOOC) is an online course that solves the issue of barriers in
terms of location and time. In order to help parents, teachers and therapists to access knowledge on autism,
PERMATA Kurnia has taken the initiative to develop the first online course on autism in Malay called iKurnia
Asas Autisme. Feedback from participants is used to measure the course's level of utility. Results showed that
in terms of utility, the course is easily accessible and interactive, the content is clear and able to increase
participant's knowledge and skills of autism. However, technical issues caused difficulty for them to complete
the course. The results pointed out that there is a need to enhance the quality of this course due to its potential
to increase the level of knowledge and skill on autism among the stakeholders.
Keywords : MOOC, level of utility, iKurnia Asas Autisme

PENGENALAN yang diberikan untuk membantu perkembangan kanak-


Kecelaruan Spektrum Autisme atau Autism kanak (Koegel, Ashbaugh & Bradshaw 2014).
Spectrum Disorder (ASD) ialah sejenis gangguan Autisme boleh terjadi kepada semua bangsa,
neurologi. Gangguan ini mempengaruhi perkembangan etnik dan tidak mengira status ekonomi. Sehubungan itu
individu yang mengalami autisme dalam aspek adalah penting bagi ibu bapa, guru dan ahli terapi untuk
komunikasi, interaksi sosial dan tingkah laku (American mengetahui dan memahami autisme agar mereka dapat
Psychiatric Association 2016). Prevalens individu yang membantu atau mengurangkan impak negatif autisme.
mengalami autisme semakin meningkat. Kajian lepas Hal ini disebabkan individu yang mengalami autisme
melaporkan peningkatan dari segi prevalens autisme memerlukan bantuan dan sokongan untuk menjalani
(Croen, Grether, Hoogstrate, & Selvin 2002; Volkmar, aktiviti seharian. Kajian lepas mendapati kurangnya
Klin & Cohen 1997). Pada awal tahun 70-an, prevalens pengetahuan guru dan professional terhadap autisme
autisme ialah tiga atau empat kanak-kanak autisme bagi (Simpson 2004;Hasnah, Mohd Hanafi, Mohd Mokthar
setiap 10,000 orang kanak-kanak. Pada 2014, kajian di & Norani. 2010; Baker 2012). Manakala dapatan kajian
Amerika Syarikat mendapati seramai 1 dalam 68 orang pengetahuan ibu bapa mendapati mereka tidak pasti
kanak-kanak disahkan mengalami autisme (Centers for akan ciri-ciri dan isu-isu yang berkaitan autisme serta
Disease Control and Prevention 2014). Peningkatan ini bentuk sokongan yang diperlukan oleh anak mereka
bermakna keperluan perkhidmatan dan sokongan untuk (George & Sakeer 2013). Disebabkan ini pendidikan
individu yang mengalami autism turut meningkat. Oleh mengenai autisme perlu disediakan.
itu, intervensi awal perlu diberikan sejurus kanak-kanak
didapati mengalami isu perkembangan. Intervensi awal
ialah suatu perkhidmatan, pendidikan dan sokongan

571
572 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Massive Open Online Courses pengukuhan serta pengkongsian Tiada syarat untuk
Massive Open Online Courses (MOOC) menjadi mengikuti kursus iKurnia Asas Autisme. Kursus ini
suatu ledakan baharu dalam pembelajaran secara maya. ditawarkan secara percuma, tiada had masa dan boleh
MOOC direka untuk tujuan pendidikan dan dilayari di mana sahaja. Kursus iKurnia Asas Autisme
meningkatkan pengetahuan dalam sesuatu bidang. mempunyai tiga modul yang terdiri daripada pengenalan
MOOC membolehkan semua orang di serata dunia kepada autisme, prosedur pengesahan autisme dan
untuk menyertai kursus yang ditawarkan di platform perkhidmatan intervensi awal. Setiap modul mempunyai
khas dengan percuma dan interaktif (Conache & Dia video, kuiz dan pengkongsian. Peserta yang selesai
2016). MOOC mempunyai pelbagai manfaat. Sesiapa mengikuti semua modul akan diberikan sijil. Sijil
sahaja boleh menyertai kursus MOOC termasuk ibu dikeluarkan oleh OpenLearning setelah mendapat
bapa, guru dan ahli terapi. MOOC yang disertai pengesahan daripada PERMATA Kurnia.
membantu menambah pengetahuan yang boleh
digunakan bagi tujuan peribadi atau profesional. Oleh Tahap utiliti kursus iKurnia Asas Autisme
itu, MOOC membantu pembelajaran sepanjang hayat Setelah iKurnia Asas Autisme dilancarkan,
individu (Kop, Fournier & Mak 2011). Apabila sebuah kajian dijalankan untuk mendapatkan maklum
menyertai MOOC peserta tidak perlu terikat dengan balas peserta terhadap tahap utiliti MOOC bagi
jadual khas. Peserta MOOC boleh belajar secara kendiri memastikan pendidikan yang diberikan adalah
atau self paced untuk menyelesaikan semua kandungan berkualiti dan relevan kepada peserta. Tahap utiliti
kursus yang disertai termasuk ujian, kuiz dan soalan. MOOC merujuk kepada kualiti proses pengajaran, alat
Salah satu keistimewaan MOOC ialah menyediakan pembelajaran dan platform yang digunakan (Irina &
ruang untuk pertukaran maklumat peserta dengan Crustian 2015). Sebuah kajian untuk mengenal pasti
peserta lain.Walaupun pembelajaran MOOC secara tahap utiliti kursus yang menggunakan MOOC telah
kendiri, peserta masih boleh berinteraksi dalam kursus. dijalankan oleh Aksela, Wu dan Halonen pada tahun
Mereka boleh menggunakan forum perbincangan untuk 2016. Kajian ini mengkaji tahap relevan kursus dari segi
untuk memberi maklum balas, berbincang serta penyampaian dan kandungan. Selain itu, aspek akses,
melakukan pengkongsian. Terdapat platform MOOC motivasi, interaksi, pertukaran makluman juga turut
yang mempunyai reka bentuk media sosial seperti dikaji sebagai objektif kajian tahap utiliti MOOC yang
Facebook boleh digunakan oleh pelajar untuk disertai (Khalil & Ebner 2015). Kajian mengenai tahap
memahami bahan, tugasan serta mendapat maklum utiliti kursus iKurnia Asas Autisme ini mengumpul
balas daripada pengajar kursus. respon peserta mengenai reka bentuk dan kandungannya
semasa pembelajaran dan selepas menyelesaikan kursus.
iKurnia Asas Autisme
MOOC iKurnia Asas Autisme menggunakan METODOLOGI
platform OpenLearning. OpenLearning ialah platform Sehingga kajian ini dijalankan, iKurnia Asas
MOOC yang menggalakkan peserta untuk saling Autisme mempunyai seramai 410 orang pelajar.
berinteraksi dan berhubungan dalam satu kursus. Seramai 89 orang pelajar telah menyelesaikan kursus
OpenLearning menggunakan media sosial untuk iKurnia Asas Autisme dan berjaya mendapatkan sijil
membolehkan dan menggalakkan peserta untuk daripada PERMATA Kurnia.
memberikan maklum balas seperti komen dan like. Pendekatan kualitatif digunakan dalam kajian ini
Peserta akan lebih bermotivasi semasa menyertai kursus untuk mendapatkan maklum balas peserta mengenai
di OpenLearning kerana terdapat ramai ahli komuniti tahap utiliti kursus iKurnia Asas Autisme. Kaedah
yang turut menyertai kursus. Terdapat ruang pada setiap analisis kandungan dilakukan dengan mengumpulkan
halaman yang membolehkan peserta untuk maklum balas mereka berdasarkan komen dan
berkomunikasi dan berinteraksi di samping perkongsian yang mereka catatkan pada setiap halaman
mengekalkan ruang pembelajaran kendiri. Reka bentuk kursus.
ini menggalakkan motivasi peserta untuk menyelesaikan
kursus.
DAPATAN KAJIAN
iKurnia Asas Autisme merupakan pendidikan
Dapatan kajian dikategorikan menggunakan
atas talian yang memfokuskan untuk memberi
analisis kandungan. Semua maklum balas mengenai
maklumat autisme tepat, terkini berasaskan
tahap utiliti iKurnia Asas Autisme dikumpulkan,
penyelidikan kepada masyarakat Malaysia. Sasaran
kemudian dikelaskan kepada dua bahagian: i) reka
kursus iKurnia Asas Autisme ialah ibu bapa kepada
bentuk dan ii) kandungan. Selanjutnya, reka bentuk
individu yang mengalami autisme, guru-guru, pelajar
kursus pula boleh dibahagikan kepada 3 sub-bahagian
dan mereka yang memberi perkhidmatan kepada
iaitu akses kursus, reka bentuk platform dan isu
individu autisme. iKurnia Asas Autisme, bertujuan
teknikal. Manakala bahagian kandungan pula
memberi pendedahan mengenai autisme. Kursus
dibahagikan kepada 3 sub-bahagian iaitu penyampaian
iKurnia Asas Autisme terdiri daripada pengenalan,
kursus, manfaat kepada peserta dan keyakinan peserta.
kandungan berbentuk video, bahan bacaan dan soalan
Berikut adalah gambar rajah mengenai bahagian-bahagian dan sub-sub bahagian dapatan kajian ini:
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 573
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Reka bentuk kursus MOOC iKurnia Asas Autisme telah membantu


Dapatan maklum balas peserta mengenai tahap mereka untuk mendapatkan pendidikan mengenai
utiliti reka bentuk kursus iKurnia Asas Autisme pula autisme bagi ibu bapa di luar Kuala Lumpur dan
dibahagikan kepada 3 sub-bahagian iaitu akses kursus, Selangor yang menghadapi pelbagai halangan seperti
reka bentuk platform dan isu teknikal kursus. masa, komitmen dan kewangan yang menyukarkan
mereka untuk mengikuti pendidikan komuniti.
Akses kursus
Sebelum menyertai kursus iKurnia Asas Tidak berpeluang sertai kelas-kelas yang
Autisme peserta perlu mendaftar terlebih dahulu di dianjurkan PERMATA. Akan ikuti kursus atas
OpenLearning. Mereka perlu mengisi maklumat talian..
peribadi sebelum boleh menyertai iKurniaAsas
Autisme. Kursus didapati mudah diakses dan Platform untuk kami di Sabah dan Sarawak
membantu ibu bapa yang tidak boleh mengikuti
latihan dan bengkel di premis PERMATA Kurnia.
Seramai 9 orang peserta menyatakan bahawa platform
OpenLearning mudah diakses.

Jadual 1 Tahap utiliti akses kursus iKurnia Asas Autisme


Tahap utiliti Maklum balas Kekerapan
Akses kursus kursus mudah diakses (6)
membantu ibu bapa di luar Kuala Lumpur (3) 9

Reka bentuk platform


Kursus yang diadakan atas talian telah ..This (is a) wonderful and creative idea. really
memberi pengalaman baharu kepada peserta untuk usefull for everyone..
mempelajari mengenai autisme. Empat orang peserta
menyatakan platform OpenLearning menarik dan tiga Pengkongsian ilmu atas talian sangat
orang peserta menyatakan bahawa mengikuti kursus membantu
ini merupakanpengalaman baharu bagi mereka.

Jadual 2 Tahap utiliti reka bentuk platform kursus iKurnia Asas Autisme
Tahap utiliti Maklum balas Kekerapan

Reka bentuk platform menarik dan kreatif (4) 7


pengalaman pembelajaran atas talian (3)
574 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Isu teknikal Saya dah buat banyak kali tapi salah juga..
Peserta perlu menyelesaikan semua modul
dengan melengkapkan semua aktiviti yang terdiri Saya dah submit jawapan dan telah ditanda betul
daripada kuiz, soalan pengukuhan dan perkongsian. serta tahniah tetapi peratus tidak dinaikkan seolah
Peserta didapati mengalami kesukaran menjawab soalan belum lengkap...
kuiz tertutup iaitu melengkapkan silang kata dan
mengisi tempat kosong. Seramai 21 orang peserta Tiga orang peserta menunjukkan mereka
menghadapi kesukaran menjawab soalan. Jawapan yang menghadapi isu panduan bagi menyelesaikan kursus.
diisi tidak dapat diterima dalam sistem sebagai jawapan Setelah sesuatu kandungan selesai, peserta akan didapati
yang tepat meskipun mereka telah mencuba beberapa akan bertanya apa langkah yang perlu dilakukan.
kali. Oleh sebab itu, peserta tidak dapat menyiapkan
bahagian tersebut. Hal ini juga membawa kepada isu Saya dah pun melengkapkan segala aktiviti dalam
pencapaian peserta dalam kursus. Isu pencapaian modul ini dan dibahagian atas berwarna hijau
kursus yang dihadapi ialah apabila 3 orang peserta telah diberikan kata-kata you are awesome!... Bolehkah saya
selesai mengikuti semua modul namun graf pencapaian proceed ke modul yang seterusnya
masih menunjukkan tiada kenaikan atau tiada
perubahan.
Saya dah habis tengok video.. Selain dari tengok
video, apa patut saya buat untuk complete bahagian
Soalan no 4 melintang masih belum menemui terakhir?
jawapan..

Jadual 3 tahap utiliti isu teknikal iKurnia Asas Autisme


Tahap utiliti Maklum balas Kekerapan

Melengkapkan kursus isu sistem kuiz (21) 28


isu pencapaian kursus (4)
panduan untuk menyelesaikan kursus (3)

Kandungan iKurnia Asas Autisme Video yang sangat banyak manfaat dan perlu
Dapatan maklum balas peserta mengenai tahap diberi perhatian good information kepada semua ibu
utiliti kandungan iKurnia Asas Autisme dibahagikan bapa dan masyarakat
kepada 3 sub-bahagian iaitu penyampaian kursus,
manfaat kepada peserta dan keyakinan peserta. iKurnia Asas Autisme menggunakan bahasa
Melayu bagi membantu komuniti memahami autisme
Penyampaian kursus dengan lebih jelas. Walaubagaimanapun terdapat
Penyampaian kandungan modul kursus maklum balas peserta yang mencadangkan agar kursus
didapati ringkas, jelas dan difahami oleh peserta. ini menggunakan bahasa Inggeris sebagai pilihan
Seramai empat peserta menyatakan mereka untuk pembelajaran peserta. Terdapat dua orang
memahami maklumat dalam kandungan modul peserta yang memilih kursus dalam bahasa Inggeris.
iKurnia Asas Autisme.
..Kursus boleh ditawar dalam Bahasa Inggeris
..Penerangan menggunakan bahasa yang mudah dan sebagai pilihan..
jelas. Senang difahami.. sangat bagus
Dua orang peserta iKurnia Asas Autisme
Setiap modul iKurnia Asas Autisme meminta agar bahan-bahan yang dalam bahasa
mempunyai video-video bagi menyampaikan Inggeris iaitu video dan maklumat mengenai M-
kandungan. Terdapat sebelas video yang perlu CHAT diringkaskan dalam Bahasa Melayu bagi
ditonton oleh peserta. Penyampaian dan penerangan membantu kefahaman mereka.
yang diberikan didapati membantu peserta memahami
kandungan lebih baik. Tiga puluh enam peserta ... I would prefer in English..
memberi maklum balas video yang ditonton jelas.
Jadual 4 tahap utiliti penyampaian kursus iKurniaAsas Autisme
Tahap utiliti Maklum balas Kekerapan

Penyampaian kursus ringkas, jelas dan difahami (4) 43


penerangan video jelas (36)
Bahasa Inggeris sebagai pilihan pembelajaran (2)
bahan Bagasa Inggeris diringkas ke dalam Bahasa Melayu (1)
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 575
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Manfaat kepada peserta menyatakan strategi yang telah diterangkan membantu


Kandungan iKurnia Asas Autisme memberi peserta yang terdiri dalam kalangan ibu bapa dan guru
manfaat kepada semua peserta. Semasa mengikuti untuk membantu anak dan pelajar mereka.
kursus terdapat banyak maklum balas peserta bahwa
kandungan modul telah meningkatkan pengetahuan Alhamdulillah..tambahan input baharu dalam
mereka mengenai autisme. Seramai 17 orang peserta mengenali autisme
memberi maklum balas bahawa pengetahuan mereka
mengenai autisme telah bertambah. Tujuh orang peserta

Jadual 5 tahap utiliti manfaat kepada peserta kursus iKurnia Asas Autisme
Tahap utiliti Maklum balas Kekerapan

Manfaat menambah pengetahuan autisme (17) 24


kepada peserta kemahiran untuk diaplikasi (7)

Keyakinan kepada peserta ciri autisme. Guru-guru banyak berkongsikan tentang


Peserta yang menyertai kursus iKurnia Asas pengalaman mengajar murid yang mengalami autisme.
Autisme menunjukkan keyakinan mereka mengenai Pengetahuan yang diketahui digunakan untuk
autisme. Peserta yang terdiri dalam kalangan ibu bapa menyokong murid dan keluarga yang mengalami
menyatakan pembelajaran yang diterima membantu autisme.
mereka untuk memahami isu autisme dan sokongan
yang boleh diberikan kepada anak mereka. Saya telah dapat menambahkan ilmu pengetahuan
saya...sebagai seorang guru prasekolah haruslah
..Saya memang ingin join kursus seperti ini. Sebagai mengetahui masalah yang dihidapi oleh kanak-kanak.
ibu kepada anak autisme, memang banyak ilmu kena Dari situlah saya dapat menentukan masa depan
belajar.. anak-anak istimewa ini

Manakala dua peserta yang terdiri dalam


kalangan guru menunjukkan kefahaman tentang ciri-

Jadual 6 keyakinan peserta kursus iKurnia Asas Autisme


Tahap utiliti Maklum balas Kekerapan

Keyakinan peserta memperkasakan ibu bapa (6) 8


kemahiran guru(2)
OpenLearning yang mempunyai ciri-ciri laman sosial
PERBINCANGAN untuk like, ruang komen, ruang chatting, pengkongsian
MOOC menyediakan pengajaran dan membolehkan pelbagai input diberikan peserta secara
pembelajaran dalam satu ruang secara atas talian. terus. Peserta lain boleh saling berinteraksi dan terus
Pendidikan komuniti mengenai autisme menerusi memberi maklum balas tanpa menunggu daripada
MOOC didapati memberi banyak kelebihan. Tahap pengajar kursus.
utiliti kursus iKurnia Asas Autisme dari aspek reka Bahasa memainkan peranan sebagai medium
bentuk didapati sesuai untuk menyokong pembelajaran penyampaian maklumat kepada peserta dalam MOOC.
peserta mengenai autisme. MOOC telah membantu MOOC boleh diakses oleh semua. Maka kursus iKurnia
mengatasi halangan pembelajaran tradisional yang Asas Autisme mempunyai kepelbagaian pelajar dengan
memerlukan pengajar dan pelajar berada di ruang dan pelbagai latar belakang, pendidikan dan gaya
masa yang sama. Akses yang terbuka membolehkan pembelajaran. iKurnia Asas Autisme menggunakan
semua pihak mempelajari mengenai autisme secara Bahasa Melayu sahaja sebagai bahasa kursus. Namun
terbuka (Khalil & Ebner 2013). Reka bentuk MOOC begitu, kajian oleh Colas, Sloep & Garreta-Domingo
turut menyokong jumlah peserta yang besar dan (2016) mencadangkan supaya pelbagai bahasa
memberi manfaat kepada PERMATA Kurnia untuk digunakan sebagai medium penyampaian di dalam
memberikan pendidikan digital kepada rakyat Malaysia MOOC. Hal ini kerana mereka mendapati bahawa
mengenai autisme. penggunaan pelbagai bahasa dalam MOOC
Reka bentuk platform OpenLearning telah menggalakkan keterlibatan pelajar secara aktif dalam
menjadikan pembelajaran kursus iKurnia Asas Autisme pembelajaran. Sebaliknya, Engle, Mankoff & Carbrey
menarik dan interaktif. Peserta hanya perlu membuka (2015) pula menyatakan bahawa pemilihan bahasa
kandungan dan terus ke halaman seterusnya setelah haruslah menepati sasaran khalayak kursus kerana ianya
menyiapkan kandungan bagi sesuatu modul. Ciri-ciri menentukan kejayaan peserta dalam melengkapkan
kursus dalam MOOC. Ini adalah kerana, penerimaan
576 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

maklumat dan hasil pembelajaran berbeza bagi setiap kekuatan dan kelemahan dalam kursus ini demi
peserta (Dina 2015) dan memahami serta mendalami memantapkan kaedah pengajaran, komunikasi dan
ciri-ciri peserta MOOC adalah penting dalam proses penilaian kursus bagi meningkatkan kualiti dan
memastikan kejayaan penyampaian maklumat melalui kerelevanan pendidikan menerusi MOOC kepada
MOOC iKurnia Asas Autisme menggunakan sistem masyarakat. Dapatan maklum balas peserta, antara
baharu yang dibangunkan oleh OpenLearning. Sistem kekuatan kursus ini adalah kandungannya yang
bagi kuiz dan soalan masih baharu maka berlaku isu bermanfaat dan cara penyampaian yang jelas. Walau
dalam melengkapkan kursus yang telah memberikan bagaimanapun, mereka juga menyebut bahawa
kesukaran teknikal kepada peserta. Masalah untuk kelemahan kursus ini yang harus diperbaiki adalah isu-
menjawab kuizdan soalan perlu diatasi. Oleh itu, isu isu teknikal yang menimbulkan kesukaran untuk
sistem hendaklah dibaiki oleh OpenLearning. Manakala menyelesaikannya. Isu-isu ini mungkin juga disebabkan
PERMATA Kurnia perlu mengadakan sistem penilaian oleh kekurangan pengalaman peserta dalam mengikuti
mesra yang mampu menilai pembelajaran peserta kursus atas talian, maka cadangan untuk mengatasi isu
supaya peserta dapat memantau perkembangan ini adalah dengan menyediakan panduan kepada
pembelajaran mereka. Oleh sebab isu sistem penilaian mereka. Secara keseluruhannya, kursus atas talian ini
turut menjejaskan pencapaian keseluruhan peserta berpotensi besar untuk membantu meningkatkan ilmu
dalam menyelesaikan kursus maka sebuah panduan pengetahuan serta kemahiran ibu bapa, guru serta ahli
mengenai penggunaan kursus iKurnia Asas Autisme terapi mengenai autisme. Adalah diharapkan
perlu disediakan. Menyertai kursus autisme atas talian peningkatan ilmu pengetahuan ini akan membantu
iKurnia; Asas Autisme mungkin merupakan mereka untuk mendidik anak-anak yang mengalami
pengalaman pertama mereka dalam menyertai MOOC autisme agar berkembang dan mencapai potensi
di platform OpenLearning. Gomez-Zermeno & Aleman optimal.
De la Gaza (2016) menekankan kelemahan peserta
menggunakan teknologi maklumat, kelemahan platform RUJUKAN
MOOC dan tiadanya panduan menjadi faktor kursus Aksela, M. Wu,X. & Halone, J. 2016. Relevancy of the
MOOC tidak dihabiskan dan peserta gugur Massive Open Online Course (MOOC) about
keluar(dropout). Menyediakan panduan awal mengenai sustainable energy for Adolescent. education
reka bentuk kursus diharapkan dapat membantu peserta sciences 6(40).
di iKurnia Asas Autisme yang terdiri daripada pelbagai American Psychiatric Association. 2016. Diagnostic and
latar belakang. Statistical Manual of Mental Disorders (DSM5)
MOOC iKurnia Asas Autisme berjaya http://www.dsm5.org/psychiatrists/practice/d sm
menyampaikan kandungan berkualiti yang memberikan [22 Disember 2016].
manfaat kepada peserta kursus bagi tujuan peribadi dan Baker, L.B. 2012. Perceived Levels of Confidence and
profesional. Ibu bapa perlu mengetahui isu asas autisme Knowledge of Autism Between
iaitu ciri-ciri, dianogsis dan intervensi awal (Newell & Paraprofessionals in Kentucky Schools and
Knight 2012). Kekurangan maklumat boleh Parents of Children with Autism.
menyebabkan kelewatan kepada diagnosis dan http://encompass.eku.edu/cgi/viewcontent.cgi?art
intervensi awal. Maklumat yang diperolehi dalam kajian icle=1105&context=etd [1 Disember].
ini mendapati MOOC membantu memperkasakan ibu Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
bapa yang mempunyai anak yang mengalami autisme. 2016. CDC estimates 1 in 68 children has been
Manakala peserta dalam kalangan guru menunjukkan identified with autism spectrum
keyakinan dalam memberi sokongan di dalam kelas disorder.https://www.cdc.gov/media/releases/201
kepada murid yang mengalami autisme. Pengetahuan 4/p0327- autism-spectrum disorder.html [22
dan kemahiran yang diterima akan meningkatkan Disember 2016].
keyakinan guru memberikan perkhidmatan yang Conache, M., Dima, R., & Mutu, A. 2016. A comprative
berkesan kepada murid yang mengalami autisme analysis of mooc (massive open online
(Hasnah et. al 2010). course) platforms.
InformaticaEconomica 20(2).
KESIMPULAN https://www.questia.com/library/journal/1P3-
Pendidikan komuniti mengenai autisme atas 4203990181/massive-open-online- courses-
talian menerusi MOOC iKurnia: Asas Autisme moocs-a-comparative [1 Disember 2016].
memberi impak baharu dalam pendidikan autisme di Colas, J.F., Sloep, P.B. & Garreta-Doming. M. 2016.
Malaysia. Menerusi MOOC pendidikan komuniti The International Review of Research in Open
mengenai autisme dapat diberikan dengan kos yang and Distributed Learning. Courseras
rendah tanpa halangan ruang dan masa. Kajian ini introductory human physiology course .The
mengenal pasti tahap utiliti MOOC iKurnia Asas Effect of Multilingual Facilitation on
Autisme dalam menyampaikan maklumat mengenai Active Participation in
autisme melalui maklum balas daripada peserta yang MOOCs.http://www.irrodl.org/index.php/irrodl/a
dikumpulkan. Tujuannya adalah untuk mengenalpasti rticle/view/2470 [ 27 Disember 2016]
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 577
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Croen, A., Grether, J.K., Hoogstrate, J. & Selvin, S. interaction in huge online courses. Journalism
2002. Descriptive Epidemiology of autism in and Mass Communication 5(12):629-639. [20
California population:Who is at risk?. Journal of Disember 2016].
Autism and Developmental Disorders Koegel, L.K., Ashbaugh, K., & Bradshaw, J. 2014. The
32: 217-224. importance of early identification and
Dina, R. 2015. How influence the MOOCs platforms intervention for children with or at risk for
the quality of knowledge. Oeconomics of autism spectrum disorders. International Journal
Knowledge7(2).https://ideas.repec.org/a/eok/jour of Speech-Language
nl/v7y2015i 2p2-13.html. [1 Disember]. Pathology16(1):5056.https://www.researchgate.n
Engle, D., Mankoff, C. & Carbrey, J. 2015.The et/publication/259313969_The_importance_of_e
International Review of Research in Open and arly_identification_and_intervention_for_childre
Distributed Learning. Courseras introductory n_with_or_at_risk_for_autism_spectrum_disor
human physiology course: Factors that ders[22 Disember 2016].
characterize successful completion of a Kop, R., Fournier, H., & Mak, J. S. F. 2011. A
MOOC.http://www.irrodl.org/index.php/irrodl/ar pedagogy of abundance or a pedagogy to
ticle /view/2010 [27 Disember 2016]. support human beings? Participant support on
Hasnah Toran, Mohd Hanafi Mohd Yasin, Mohd mas sive open online courses. The
Mokthar Tahar & Norani Salleh. Mohd Mokthar. International Review Research in Open and Dist
2010. Tahap latihan, pengetahuan dan ance Learning 12(7): 74-93.http://www.irrodl.or
keyakinan guru-guru pendidikan khas g/index.php/irrodl/article/vi ew/104.[ 20
tentang autisme. Jurnal Pendidikan Disember 2016].
Malaysia 35(1):19-26. Newell, L.C., & Knight, L. 2012. Knowledge of autism
George, L. & Sakeer, S. 2013. Awareness about autism in parents of typically
among parents. International Journal of Science developingchildren.https://imfar.confex.com/imf
and Research. ar/2012 /webprogram/Paper11242.html [20
https://www.ijsr.net/archive/v4i9/SUB158273.pd Disember 2016].
f [1 Disember 2016] Simpson, R. 2004. Finding effective intervention and
Gomez-Zermeno, M.G. & Aleman De La Garza. L. personnel preparation practices for students with
2016. Research analysis on MOOC course autism spectrum disorders. Exceptional
dropout and retention rates. Turkish Online Children 70(2): 135-144.
Journal of Distances Education 17(2) https://kuscholarworks.ku.edu/bitstream/handle/1
https://www.researchgate.net/publication/300082 808/10986/Simpson_Finding%20effective%20i
171_Research_analysis_on_mooc_course_dropo ntervention.pdf?sequence. [ 20 Disember
ut_and_retention_rates [1 Disember 2016]. 2016].
Irina, M. & Cristian, S.G. 2015. Standardized quality in Volkmar, F.R., Klin, A. & Cohen, D.J. 1997. Diagnosis
MOOC based learning. Oeconomics of and classification of autism and related
Knowledge7(2).http://econpapers.repec.org/articl conditions: Consensusand issues. Dlm.
e/eokjournl/v_3a7_3ay_3a2015_3ai_3a2_3ap_3a Handbook of Autism and Pervasive
14-25.htm Developmental Disorder, edited by
Khalil, H. & Ebner, M. 2015. How satisfied are you Cohen, D.J. & Volkmar,F.R. ke-2. USA: Yale
with your MOOC? a research study about University
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PENINJAUAN ULANG PENGHAPUSAN PROGRAM AKSELERASI BAGI


PELAYANAN KEBUTUHAN BELAJAR PADA ANAK GIFTED
(Review Panel Of Acceleration Program Elimination For Gifted Children Learning Needs)

Patricia Lestari Taslim


E-mail: patricia.lt71@gmail.com

Abstrak: Penghentian kelas akselerasi pada sekolah reguler yang seyogyanya diselenggarakan untuk anak
gifted dan sudah beberapa tahun berjalan, tiba-tiba pada tahun 2015 dihentikan. Hal ini tentu saja cukup
mengagetkan. Bahkan seorang anak gifted yang saat itu belum genap berusia 15 tahun dan sudah memenuhi
syarat untuk maju ujian akhir, tiba tiba mendapat pemberitahuan bahwa: tidak dapat ikut ujian pada bulan
April 2015. Alasan yang diajukan: usia ijazah terakhir belum tiga tahun. Ternyata penyebabnya adalah
dikeluarkannya sebuah Surat Edaran tentang penghentian kelas akselerasi pada September 2014. Kelas
akselerasi dianggap sebagai kelas eksklusif yang membuat anak: terpisah dari dunianya, kehilangan waktu
bermain, serta berbagai alasan lain. Faktanya: penghentian kelas akselerasi melanggar banyak pasal dalam
UU/PP/Permendikbud dan pemberlakuannya tanpa landasan hukum yang kuat, serta layak diajukan yudisial
review. Anak pada cerita di atas adalah seorang anak gifted, yang pada akhir tahun 2014 hampir menjadi
korban sistem. Dengan pendampingan dari Lembaga Bantuan hukum, akhirnya anak tersebut dapat tetap
mengikuti ujian akhir pada bulan April 2015, dan dinyatakan lulus sebulan berikutnya. Anak yang belum
genap berusia 17 tahun ini, sekarang kuliah pada sebuah perguruan tinggi negeri, semester 4. Kelas akselerasi
memang bukan satu-satunya program yang dapat ditawarkan untuk membantu anak gifted, ada berbagai
bentuk layanan pendidikan khusus lain yang dapat diselenggarakan sebagai alternatif layanan pendidikan
khusus bagi anak gifted. Tetapi sebagai negara hukum, seharusnya, segala keputusan yang dibuat harus
berdasarkan hukum itu sendiri, dan bukan sebaliknya. Penelitian dilakukan dengan metoda kualitatifdengan
tujuan untuk melakukan peninjauan ulang.
Kata kunci: anak cerdas istimewa, Kelas akselerasi, yudisial review

Abstract: Termination of acceleration class in regular schools, which should be organized for gifted children
and already several years running, was suddenly stopped in 2015. This was of course quite surprising. Even
a gifted child who had not yet reached the age of 15 years and already qualified to joint the senior high
school final exam, suddenly she got a notice that she can not take the exam in April 2015. The reason was:
her last diploma was published less than three years.Apparently the main cause was a Circular Letter on
termination of acceleration class published in September 2014. Acceleration class was regarded as an
exclusive class that made children: separate from the world, lose playing time, and some other reasons. The
fact was: the cessation of acceleration classs violated many articles in the Law/Government
regulations/Permendikbud and was enforced without a strong legal foundation, and it was eligible to put
forward to judicial review.The child above was a gifted child, who at the end of 2014 almost became a victim
of the system. With the assistance of the Institute for Legal Assistance, the child was able to take the final
exam in April 2015 and successfully passed. The child did not reached the age of 17 this year, but now she
was studying at a state university at the 4th semester.Acceleration class was not the only program that can be
offered to help gifted children, there were various forms of education services as alternatives to educate
gifted children. As a legal state, any decision made in Indonesia should be based on the law and not the other
way around. The research conducted with qualitative methods for the purpose of reconsideration.
Keywords: Gifted children, accelerated classes, judicial reviee

PENDAHULUAN dilaksanakan untuk kebutuhan belajar anak gifted. Kelas


Kesadaran akan kondisi anak yang memiliki IQ akselerasi sempat berlaku sejak tahun 2012, dan sudah
> 130 skala Wesler/ 140 skala Binet, berdampak pada menunjukkan banyak prestasi, namun peraturan ini,
kecepatan belajar,rasa ingin tahu yang tinggi,dan tetap menimbulkan pro kontra. Kenyataannya,
berbagai hal lain sebagai ciri dan karakter anak gifted, pelaksanaan kelas akselerasi, mulai tahun ajaran
seringkali justru menjadi kendala/ tantangan mengasuh 2015/2016 dihentikan dan cukup membingungkan para
anak gifted.Namun di balik kemampuan-kemampuan orangtua anak gifted yang membutuhkan. Kurangnya
tinggi yang cenderung melompat/di atas usia pemahaman tentang anak gifted, dianggap sebagai akar
biologisnya,anak gifted memiliki aspek perkembangan permasalahan penghapusan program
yang cenderung terlambat. Hal ini seringkali kurang akselerasi.Penetapan kuota sebagai syarat dibukanya
disadari/diperhatikan oleh orang-orang dewasa di kelas akselerasi, menjadi beban tersendiri, sekaligus
sekitarnya. Pemahaman orangtua tentang kondisi membuka peluang bisnis pada layanan publik berbasis
anaknya, membuat mereka berupaya memfasilitasi sekolah. Fakta lain menunjukkan adanya penggunaan
kebutuhan belajar mereka. Kelas akselerasi, cukup nilai raport sebagai kriteria untuk diterima di kelas
memberikan solusi bagi sebagian tipe anak gifted. Para akselerasi, pada akhirnya menjadi beban tersendiri bagi
orangtua sangat berharap ada program lain yang anak yang sesungguhnya bukan tergolong gifted.

579
580 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Ada berbagai tipe anak gifted dengan kebutuhan mata pelajaran di sekolah. Seharusnya kedua program
yang berbeda. Program akselerasi, sesungguhnya belum layanan tersebut dapat saling melengkapi sebagai
mampu membantu seluruh tipe anak gifted. Setidaknya layanan pendidikan bagi anak gifted. Kelas pendalaman
saat ini, ada enam tipe anak gifted dengan karakteristik minat, memberlakukan syarat IQ 130/lebih. Anak gifted
yang berbeda-beda. Faktanya, kelas akselerasi dapat mengambil 6 sampai 10 SKS di perguruan tinggi
dibutuhkan bentuk layanan pendidikan yang tersedia sebagai tabungan SKS yang kelak bermanfaat
bagi mereka. Penghentian kelas akselerasi yang memotong masa studi di perguruan tinggi. Prakteknya,
rencananya akan diganti sistem SKS, sampai saat ini program SKS pun belum siap untuk dilaksanakan,
belum jelas kapan akan siap dilaksanakan.Mengacu sementara kelas akselerasi yang sudah berjalan terlanjur
pada Permendikbud no 34 tahun 2012, dalam dihentikan.
pembahasan lebih lanjut, dalam tulisan ini, penggunaan (http://dok.joglosemar.co/baca/2015/08/21/penghapusa
istilah gifted, memiliki kesamaan makna dengan anak n-kelas-akselerasi-perlu-ada-program-tampung-siswa-
berbakat/cerdas istimewa (CI BI) berbakat.html )
Untuk memahami tentang siapa yang
Rumusan masalah membutuhkan layanan akselerasi/ kelas peminatan/
1. Bagaimanakah dampak penghapusan program bentuk pelayanan lain yang mungkin kelak akan
akselerasi? diselenggarakan, perlu diupayakan pemahaman
2. apa program pengganti terhadap pelayanan mendalam tentang anak gifted.
kebutuhan belajar anak berbakat? Menurut Sidney P. Marland, Jr., (1972) anak
berbakat adalah mereka yang oleh ahli yang profesional
Tujuan penelitian didefinisikan memiliki kemampuan yang menonjol
1. Menganalisis dampak penghapusan program untuk berkinerja tinggi. Mereka memerlukan program
akselerasi. pendidikan dan/atau pelayanan yang dibedakan,
2. Menganalisis rencana program pengganti melebihi yang biasa disediakan oleh program sekolah
terhadap pelayanan kebutuhan belajar anak CI BI reguler, agar dapat merealisasikan kontribusinya
di Yogyakarta (baca: Indonesia). terhadap dirinya sendiri maupun masyarakat.
Renzulli, dengan teori three rings of gifted
Kajian Teori children (2005), memberikan batasan tentang karakter
Mengacu pada Undang-undang no 23 tahun 2002 anak gifted yang memiliki IQ, komitmen terhadap tugas
pasal 52 tentang perlindungan anak yang menyatakan dan daya kreativitas yang tinggi. Teori Renzulli tersebut
kesempatan dan akses dimiliki oleh anak yang memiliki kemudian disempurnakan oleh Monk dengan
keunggulan untuk memperoleh pendidikan menambahkan faktor luar diri anak yang berfungsi
khusus.Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 3 sebagai elemen pendukung untuk memaksimalkan
dan pasal 5 ayat 4 menjelaskan fungsi pendidikan potensi yang sudah ada di dalam diri anak.
nasional yang untuk mengembangkan kemampuan dan Dalam perkembangan terakhir,Sandhu, melalui
membentuk watak serta peradaban bangsa yang hasil penelitiannya (2016) membedakan anak gifted/CI
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan BI menjadi 6 tipe. Masing-masing memiliki keunikan
bangsa demi berkembangnya potensi peserta yang membedakan mereka satu tipe dengan tipe lainnya.
didik.Permendikbud no 34 tahun 2006 memperkuat Menurut Sandhu, hanya ada dua tipe yang minim resiko
dengan mengatur pembinaan prestasi peserta didik yang tidak terdeteksi sebagai anak CI BI yaitu tipe succesfull
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. dan tipe autonomous. Sedangkan empat tipe lainnya,
Kemudian Permendiknas RI no 70 tahun 2009 kembali sangat beresiko tidak terdeteksi sebagai anak CI BI,
menegaskan tentang pendidikan inklusif bagi peserta bahkan salah satu tipe anak CI BI yang diyakini paling
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi rentan untuk tidak terdeteksi adalah tipe dropout.
kecerdasan dan/atau bakat istimewa melalui pasal 1 dan Berikut pengelompokan 6 tipe anak gifted
pasal 5 ayat 1. PP no 17 tahun 2010 tentang menurut Sandhu (http://www.brainy-
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan child.com/expert/types-of-giftedness.shtml) dan
memperkuat aturan tersebut. Disebut berulang ulang penjelasannya:
pada pasal 25 ayat 1, pasal 127, pasal 134 ayat 1 dan 2, Tipe 1: succesfull. Paling mudah diidentifikasi.
pasal 135 ayat 1-5, bahkan sampai pada beberapa pasal Mungkin mencapai sekitar 90% dari siswa berbakat
berikutnya: pasal 136, 137, dan pasal 138. yang teridentifikasi di sekolah. Mereka belajar sesuai
Seharusnya PP no. 17 tahun 2010 dapat sistem dan baik disesuaikan untuk masyarakat dengan
digunakan sebagai dasar hukum bagi penyelenggaraan konsep diri umumnya tinggi. Mereka patuh,
kelas akselerasi. Namun sayang, semua UU, menampilkan perilaku yang tepat, dan berprestasi tinggi
permendiknas, dan PP tersebut seolah tidak ada atau sehingga banyak dicintai. Namun, mereka juga bisa
tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya Permendikbud bosan di sekolah, belajar dengan sistem yang cukup
no 64 tahun 2014 tentang peminatan dan pendidikan cepat, sangat santai untuk mendapatkan hasil terbaik,
menengah yang sengaja dirancang untuk memberikan sangat tergantung pada sistem, kurang kreatif dan
kesempatan siswa untuk memperdalam pengetahuan imajinatif, dan kurang otonomi.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 581
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Tipe 2: challenging: Memiliki tingkat kreativitas yang yang baik, ataupun watak yang menyenangkan bagi
tinggi, tidak sesuai dengan sistem, sering memiliki guru. (Sandra, Recognizing Gifted Students, A Practical
konflik dengan guru dan orang tua, merasa frustrasi Guide for Teacher, 2006, Kappa Delta record)
karena sistem sekolah tidak mengakui kemampuan Untuk dapat melihat persoalan dengan cara pandang
mereka, sering dianggap mengganggu di kelas, sering yang benar, maka perlu Pengertian dipahami pengertian
memiliki konsep diri yang negatif, meskipun cukup tentang gifted dan ciri-cirinya:
kreatif. Merupakan kelompok siswa berbakat beresiko
putus sekolah untuk kegiatan negatif, seperti narkoba 1. Gifted/ Cerdas Istimewa
atau menunjukkan perilaku nakal. Beberapa istilah yang banyak digunakan:Child Prodigy,
Tipe 3: underground, adalah tipe yang highly talented, creative, superior and talented, the able
menolak/menyembunyikan bakat mereka demi merasa and ambitious, the academically talented (Buris,1962),
lebih diterima dalam kelompok sebaya lainnya. supernormal child(Wiple), prodigious children (Letta S
Umumnya perempuan, sering merasa tidak aman dan Hollingworth), bright (Lewis M. Terman) dan genius
cemas karena berkembang secara dramatis. Kebutuhan (Hildreth,l962). superior dan talented (Virgil S. Ward),
mereka berubah sering bertentangan dengan harapan able dan ambitious (Rice,l980), cerdas istimewa (
orang tua dan guru, sering berusaha agar dapat diterima Munandar, 1987), kemampuan dan kecerdasan luar
dan mampu berbuat sesuatu untuk orang-orang di biasa (pemerintah Indonesia).
sekitarnya. Feldhusen (dalam Ichrom, l988) memformulasikan
Tipe 4: dropout: memiliki rasa tidak percaya diri, sebagai genius yang diberikan kepada individu yang
frustrasi karena tidak diakui selama bertahun-tahun, menunjukan kemampuan yang demikian tinggi dalam
merasa ditolak dalam sistem, terlihat tertekan/ menarik berbagai pekerjaan yang akan memberikan manfaat
diri. Cenderung menanggapi sesuatu dengan mencari besar.
alasan untuk membela diri. Sering sangat terlambat Gifted dilabelkan kepada yang menunjukan tanda-tanda/
teridentifikasi. Oleh karena itu, mereka merasa kemampuan unggul/superior. Precocious diberikan
diabaikan dan sangat rendah diri. Untuk tipe ini, kepada yang mampu menyelesaikan pekerjaan yang
konseling sangat dianjurkan. seharusnya dikerjakan oleh orang yang berusia lebih
Tipe 5: double labeled, adalah tipe yang secara tinggi. Anak gifted, terkadang juga mendapat julukan
fisik/emosional mengalami hambatan (komorbit), atau kreatif, yaitu kepada yang mampu melahirkan ide-ide
memiliki ketidakmampuan belajar, tidak menunjukkan baru luar biasa. Sementara untuk yang unggul dalam
perilaku keberbakatan yang dapat mengidentifikasi bidang tertentu disebut talented. Tetapi dalam konteks
mereka di sekolah. Menunjukkan tanda-tanda stres, definisi siswa cerdas istimewa, memaknai gifted
frustrasi, penolakan, tidak berdaya/ bahkan terisolasi. ternyata tidak mudah karena memiliki konsekuensi yang
Sering tidak sabar, kritis dan rendah diri. Tipe ini luas menyangkut filosofi yang mendasari serta
mudah diabaikan karena terlihat seperti anak rata-rata. identifikasi dan program pendidikannya.
Sistem sekolah sering lebih fokus pada kelemahan Menurut Renzulli, definisi harus secara eksplisit
mereka gagal untuk memaksimalkan potensi mereka. menjadi bagian dari kebijakan/peraturan. Suatu definisi
Tipe 6: autonomous learner adalah tipe otonom yang harus memenuhi tiga kriteria: berdasarkan riset,
mampu belajar untuk bekerja secara efektif dalam memberikan arah dalam seleksi/ pengembangan
sistem sekolah. Tidak bekerja untuk sistem, tetapi instrumen dan prosedur identifikasi, serta memberikan
membuat sistem bekerja untuk mereka. Mereka sangat arah terkait praktek program, seperti seleksi materi dan
sukses, disukai oleh orang tua, guru dan teman sebaya, metode instruksi serta seleksi dan pelatihan guru. Maka,
memiliki konsep diri yang tinggi dengan beberapa definisi cerdas istimewa bisa bervariasi tergantung
kapasitas kepemimpinan. Menerima diri sendiri, filosofi&konsep kecerdasistimewaan yang
pengambil risiko, berjalan baik dengan sifat independen dianut&disepakati. Sebagai pertimbangan, sebuah
dan mandiri. Mampu mengekspresikan perasaan, tujuan, definisi diadopsi dari definisi U.S .Office of Education
dan kebutuhan secara bebas dan tepat. (USOE) Amerika yaitu siswa cerdas istimewa adalah
Berdasarkan beberapa teori di atas, sangatlah wajar bila mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi
jumlah anak CI BI terbilang sangat sedikit, yaitu hanya mampu mencapai prestasi yang tinggi karena
pada kisaran 2 % saja dari seluruh populasi mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul.
manusia.(https://www.google.co.id/search?sourceid=chr Mereka memerlukan program pendidikan yang berbeda
omepsyapi2&ion=1&espv=2&ie=UTF8&q=percent%2 dan/ pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa
0of%20population%20gifted&oq=population%20of%2 agar dapat mewujudkan sumbangan bagi masyarakat/
0gifted&rlz=1C1MSIM_enID633ID633&aqs=chrome.3 pengembangan dirinya. Kemampuan-kemampuan
.0j69i57j0l2.20299j0j4) Namun sedikitnya jumlah anak tersebut, secara potensial/fakta, meliputi kemampuan:
CI BI dalam populasi, seharusnya tidak menjadi alasan intelektual umum, akademik khusus, berpikir kreatif-
bagi dunia pendidikan untuk mengabaikan hak mereka produktif, memimpin, dalam salah satu bidang seni,
untuk memperoleh pendidikan sesuai potensi yang serta psikomotor (seperti dalam olah raga).
dimiliki. Sangat penting bagi guru untuk mengamati Implikasi definisi ini, bagi identifikasi dan
perilaku anak berbakat di kelas, mengingat bahwa pengembangan siswa gifted, adalah: harus dibedakan
mereka jelas tidak selalu menunjukkan prestasi, perilaku antara bakat sebagai potensi dan bakat yang sudah
582 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

terwujud dalam prestasi unggul. Artinya bahwa siswa Terkait dengan program pengayaan
gifted under-achiever juga diidentifikasi sebagai Empat dari lima responden meragukan
siswa cerdas istimewa. efektivitas program pengayaan. Fakta di lapangan
Definisi OSOE tersebut senada dengan yang menunjukkan ketidaksiapan pihak sekolah/guru untuk
dikemukakan Marland (dalam Gallagher, l985) bahwa melaksanakan program pengayaan yang bertujuan untuk
para siswa gifted ialah mereka yang diidentifikasi oleh memfasilitasi kebutuhan anak gifted.
ahli sebagai siswa yang mempunyai potensi dan prestasi
unggul. Mereka memerlukan program dan layanan Terkait dengan waacana sistem SKS
pendidikan khusus yang berbeda dengan program dan Ada perbedaan jawaban yang bervariasi
layanan di sekolah reguler agar dapat bermanfaat untuk diperoleh terkait sistem SKS yang rencananya akan
diri sendiri dan masyarakat. dilaksanakan sebagai program pengganti kelas
Dikatakan oleh Renzulli sebagai seorang tokoh gifted: akselerasi. Namun dapat ditarik kesimpulan dengan dua
belum ada cara yang signifikan untuk mengukur responden setuju, dan dua responden lainnya cenderung
kecerdasan dalam konteks siswa gifted sebab gifted ragu akan kesiapan dan kesesuaian sistem SKS.
merupakan konstruksi sosial. Oleh karena itu harus
dipertimbangkan bahwa jangan hanya dengan SIMPULAN
mengetahui skor siswa kemudian disimpulkan bahwa Kelas akselerasi belum mampu memenuhi
siswa langsung dikategorikan siswa gifted. Semua hasil kebutuhan anak gifted pada semua tipe. Namun, sejak
riset terbaru meyakinkan bahwa kecerdasan merupakan diberlakukannya, kelas akselerasi terasa cukup
entitas tunggal bukan hanya tersusun dari satu aspek membantu. 2. Kepedulian orangtua anak gifted di
kecerdasan, tetapi kombinasi berbagai aspek Indonesia ditunjukkan dengan dibentuknya PSGGC
kecerdasan. Jogja. Tahun 2014&komunitas serupa di kota-kota lain.
Renzulli, melalui membagi kecerdasan menjadi dua, 3. Berbagai bentuk penyimpangan yang terjadi dalam
yaitu kecerdasan school house, dan kecerdasan creative pelaksanaan kelas akselerasi, akibat kurangnya
productive. Keduanya tidak bisa dipisahkan namun pemahaman para pihak terkait tentang pelaksanaan
sama-sama penting dan berkorelasi. kelas akselerasi dan pemahaman tentang anak gifted.4.
Penghentian kelas akselerasi meninggalkan banyak
Lokasi penelitian: Yogyakarta Tehnik kekecewaan. Hal ini terlihat dari masih ada perbedaan
pendapat terhadap dihentikannya pelaksanaan kelas
Pengumpulan Data akselerasi. 5. Diperlukan penyediaan sarana dan
Studi literatur, wawancara, lembar keabsahan prasarana belajar yang mendukung kebutuhan belajar
data. anak gifted yang berbeda, seperti dijelaskan oleh
Sumber data Sandhu, dan dengan memperhatikan berbagai ciri anak
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga gifted. 6. Keputusan menghentikan kelas akselerasi
Propinsi DIY, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, perlu ditinjau ulang sampai ke tingkat Mahkamah
Orangtua anak gifted dari komunitas PSGGC Jogja, Agung.7. Program pengayaan belum mampu
Psikolog ahli pendidikan gifted. memberikan solusi kebutuhan belajar anak gifted karena
ketidaksiapan guru, tidak tersedianya sarana/prasarana
Metode Penelitian penunjang, bahkan tidak tersedianya dana menjadi
Penelitian kualitatif. kendala untuk memaksimalkan terlaksananya tujuan
program ini. 8. Sistem SKS sebagai program pengganti
Penyajian Data yang akan disiapkan untuk memfasilitasi kebutuhan
Jumlah responden 5:Kabid Dikdas dan PLB belajar anak gifted secara lebih baik, masih berupa
Propinsi DIY, Kabid Dikdas dan PLB Kota Yogyakarta, wacana dan belum jelas regulasinya. 9. Dihentikannya
Evy Tjahyono, M.GE, Psikolog, Surabaya, Rusmawati, kelas akselerasi tanpa kesiapan program pengganti
orangtua anak gifted, Yogyakarta, Widyorini Endang, secara matang, jelas semakin menambah permasalahan
Psikolog, Semarang. Tambahan Data: Fotocopy Surat baru yaitu terbengkalainya kebutuhan belajar anak
Edaran yang dijadikan acuan penghentian kelas gifted.
akselerasi.
SARAN
HASIL Perlu dilakukan yudicial review terhadap
Terkait penghentian kelas akselerasi penghentian kelas akselerasi melalui sebuah Surat
Empat dari lima responden menyatakan tidak Edaran. 2. Siapkan program pengganti secara matang
setuju dengan penghentian kelas akselerasi. Sementara sebelum program yang sedang berjalan dihentikan. Hal
Satu responden tidak menyatakan setuju atau tidak ini perlu dilakukan demi melindungi hak anak gifted
setuju, melainkan memilih memberikan jawaban sebagai bagian dari anak berkebutuhan khusus yang
sebagai pejabat dinas yang memahami aturan yang membutuhkan layanan pendidikan khusus. 3. Sekiranya
sudah ditetapkan program akselerasi akan diberlakukan kembali, perlu
memperhatikan masukan berikut:a. Perlu ada panduan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 583
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

untuk diferensiasi kurikulum pada kelas akselerasi, b. Vokasional. Muatan kurikulum SMALB C,C1,D1,G
Perlu ada pembekalan bagi pengajar kelas akselerasi. c. lebih ditekankan pada kemampuan menolong diri
Perlu disediakan layanan pendampingan psikologis sendiri dan keterampilan sederhana yang
untuk pengembangan potensi siswa CI BI yang memungkinkan untuk menunjang kemandirian peserta
mengikuti program kelas akselerasi. d. Akselerasi didik. Oleh karena itu, proporsi muatan keterampilan
dengan program Advanced Placement dapat dijadikan vokasional lebih diutamakan.
pilihan melalui kerjasama dengan sekolah atau Keterampilan vokasioanl merupakan
perguruan tinggi pada tingkatan kelas yang lebih tinggi. keterampilan untuk bekerja. Menurut Puskur Depdiknas
e. Sangat dibutuhkan kurikulum yang berdifenrensiasi (2007), keterampilan vokasional merupakan
serta pembuatan program pembelajaran individual untuk keterampilan membuat sebuah produk yang berkaitan
memenuhi kebutuhan belajar yang berbeda pada setiap dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di
anak. 4. Program pengayaan (enrichment) dapat masyarakat. Anak dengan hambatan intelektual
digunakan sebagai alternatif. Program pengayaan diberikan bekal berupa keterampilan bekerja sebagai
hendaknya bukan sekedar memberikan materi lebih sulit bekal anak pada dunia kerja. Dunia kerja bagi anak
atau lebih banyak kepada siswa, namun benar-benar dengan hambatan intelektual memiliki ruang lingkup
dilakukan asesmen akademis bagi siswa dan yang sempit. Hal ini dikarenakan persepsi masyarakat
dirancangkan program pengayaan materi, proses, dan yang memandang bahwa mereka tidak memiliki
produk yang dapat memperkaya pengetahuan, kemampuan yang mahir dalam memproduksi barang
keterampilan berpikir dan ketrampilan belajar siswa CI dan jasa. Indikator dari persepsi masyarakat tersebut
BI. 5. Program inklusi jika dimungkinkan akan sangat tidak lain adalah kemampuan teman sebayanya yang
baik. Artinya siswa benar-benar dilayani kebutuhan memiliki kemampuan lebih unggul dibanding mereka.
belajarnya secara individual melalui penyusunan Sehingga kesempatan anak untuk dapat masuk pada
Rencana Pembelajaran Individual yang didasari oleh bidang pekerjaan yang beragam menjadi terbatas.
hasil asesmen akademis dan psikologis. Interview yang telah dilakukan kepada beberapa
Anak dengan hambatan intelektual memiliki hak guru SLB di jawa tengah (November 2016) didapatkan
yang sama dengan teman sebayanya dalam perolehan hasil bahwa alumni dari SMALB C mayoritas
pemenuhan kebutuhannya seperti pendidikan, pekerjaannya masih bergantung pada aktivitas yang
perlindungan, kesehatan juga kesempatan kerja. Mereka dilakukan orang tuanya misalnya buruh bangunan,
merupakan bagian dari masyarakat, sehingga mereka membantu di warung milik orang tuanya, tukang parkir
juga berhak atas perlakuan dan layanan yang sama dan sebagainya. Beberapa guru yang telah diinterview
dengan anggota masyarakat lain. Mereka juga memiliki menambahkan bahwa untuk alumni SMALB C pihak
hak untuk bertahan hidup di lingkungan masyarakat, sekolah belum memiliki kerja sama dengan beberapa
salah satunya adalah dengan bekerja. Melalui bekerja instansi usaha di lingkungan sekolah. Berbeda dengan
anak tunagrahita dapat memenuhi kebutuhan hidupnya alumni dari SMALB B, pihak sekolah memiliki kerja
sendiri dan juga dapat hidup mandiri, sehingga tidak sama dengan instansi usaha tertentu sehingga setelah
menjadi beban bagi keluarga dan juga masyarakat. anak lulus anak disalurkan pada instansi usaha tersebut .
Anak dengan hambatan intelektual yang Namun ternyata tidak hanya di Indonesia, di
bersekolah di jenjang SMALB C dipersiapkan untuk dunia melalui UNESCO juga dijelaskan adanya
dapat terjun di masyarakat, menjadi bagian yang utuh di keterbatasan ruang lingkup dunia kerja bagi anak
masyarakat. Mereka yang telah menyelasaikan masa dengan hambatan inteletual. UNESCO dalam Parmenter
belajarnya di jenjang SMPLB akan meningkat pada (2011) memaparkan bahwa,....In the past, and to this
jenjang selanjutnya yaitu SMALB. Di SMALB ini day in some countries, children with intellectual
selain anak dengan hambatan intelektual selain dibekali disabilities lack access to basic education, which
keterampilan dalam bidang akademik juga pada seriously limits their chances to obtain meaningful
keterampilan hidup untuk dapat bertahan di kehidupan employment as adults. Hal tersebut memiliki arti
masyarakat. bahwa pada masa lalu, dan sampai hari ini di beberapa
Kurikulum pendidikan bagi anak dengan negara, anak-anak dengan hambatan intelektual tidak
hambatan intelektual dalam memberi pelayanan memiliki akses ke pendidikan dasar, yang paling serius
pendidikan khusus pada jenjang pendidikan menengah adalah keterbatasan kesempatan mereka untuk
dapat bermakna dalam kehidupan mereka, pada Renstra mendapatkan pekerjaan yang bermakna sebagai orang
Direktorat PK-LK, Dikmen (2011-1014) dalam dewasa.
Cahyono (2015) menjelaskan bahwa focus Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui
kebijaksanaan pendidikan kewirausahaan bagi peserta bahwa ruang lingkup dunia kerja anak dengan hambatan
didik, yang mengacu pada Permen Nomor 22 Tahun intelektual pasca lulus dari SMALB C masih sempit dan
2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar terbatas. Padahal jika ditinjau lebih jauh lagi anak
dan menengah dijelaskan bahwa Muatan isi mata dengan hambatan intelektual dapat masuk di berbagai
pelajaran untuk SMALB A,B,D,E bidang akademik bidang pekerjaan asalkan pekerjaan yang dibebankan
mengalami modifikasi dan penyesuaian dari SMA pada anak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
umum sehingga menjadi sekitar 40% 50% bidang anak. Berbagai keterbatasan yang dimiliki anak dapat
akademik, dan sekitar 60% 50% bidang keterampilan ditanggulangi dengan memberikan latihan yang intens
584 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dan berulang-ulang. Amin dalam Ishartiwi (2010) perilakunya. Hambatan perilaku ini merupakan dampak
mengatakan bahwa, ABK dengan kemampuan mental dari ketidakmampuan intelektualnya.
rendah (anak tunagrahita), membutuhkan waktu lebih Mumpurniati (2006) menjelaskan penyandang
lama untuk belajar keterampilan dan hanya dapat hambatan intelektual atau tunagrahita ialah individu
menyelesaikan satu atau dua bagian untuk satu jenis yang memiliki keterbatasan di dalam perkembangannya.
produk. Selanjutnya hasil Observasi di SRBG Keterbatasan tersebut akibat pada kemandirian mereka
Temanggung dalam Ishartiwi ditambahkan bahwa ABK dalam masyarakat memiliki berbagai kendala. Kendala
tipe tunagrahita memiliki modalitas mengulang-ulang yang dialami anak dengan hambatan intelektual tidak
satu jenis pekerjaan dan ia serius saat bekerja. ABK ini hanya pada intelektualnya saja namun juga pada aspek
jika dilatih terus menerus akan mampu bekerja dengan yang lainnya. Parmenter (2011) menjelaskan bahwa
hasil layak dipasarkan. anak dengan hambatan inteletual memiliki beberapa
Latihan yang intens dan terus menerus yang hambatan yaitu: pembelajaran; komunikasi (bahasa
diberikan kepada anak dengan hambatan intelektual di reseptif dan ekspresif; verbal dan nonverbal);
SMALB C difasilitasi dengan kurikulum keterampilan keterampilan sosial; keterampilan akademik; kecakapan
vokasional. Pemberian keterampilan vokasional bagi vokasional; hidup mandiri.
mereka adalah upaya persiapan agar anak dapat masuk Secara umum anak dengan hambatan intelektual
pada ruang lingkup pekerjaan yang lebih luas. dibagi menjadi beberapa kelompok. Somantri (2006)
Konsekuensinya adalah pihak sekolah harus memaparkan pembagian kelompok anak dengan
memberikan keterampilan vokasional yang lebih hambatan intelektual berdasarkan kemampuan
beragam dan terpadu sejak dari awal anak masuk intelegensi yang diukur dengan tes Stanford Binet dan
sekolah hingga lulus dari SMALB C. Sehingga anak Skala Weschler (WISC) sebagai berikut:
memiliki keterampilan bekerja pada bidang pekerjaan 1. Tunagrahita Ringan
tertentu. Keterampilan vokasional terdapat di SMALB Tunagrahita ringan disebut juga moron atau
C antara lain adalah menolong diri sendiri, perawatan debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52
diri, perawatan lingkungan, pertukangan, menjahit, menurut Binet, sedangkan menurut Skala
memasak dan sebagainya. Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka
masih bisa belajar membaca, menulis, dan
PEMBAHASAN berhitung sederhana.
Anak dengan Hambatan Intelektual 2. Tunagrahita Sedang
Anak dengan hambatan intelektual biasa disebut Anak tunagrahita sedang disebut juga imbisil.
dengan anak tunagrahita merupakan anak yang memiliki Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada Skala
hambatan dalam intelektualnya. Kemampuan Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler
intelektuanya berada di bawah rata-rata teman (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa
sebayanya. Nanda, silvia dan kasiyati (2011) anak mencapai perkembangan MA sampai kurang
tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan lebih 7 tahun. Mereka sangat sulit bahkan tidak
dalam perkembangan intelektual yang berada di bawah dapat belajar secra akademik seperti balajar
rata-rata anak normal sehingga mengalami kesulitan menulis, membaca, dan berhitung walaupun
dalam tugas akademik, komunikasi maupun sosial, mereka masih dapat menulis secara sosial, misal
sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan menulis namanya sendiri.
khusus. Ketidakmampuan intelektual ini ditandai 3. Tunagrahita Berat
dengan tidak mampunya anak berfikir secara abtrak, Kelompok anak tunagrahita berat juga sering
sehingga segala informasi yang disampaikan pada anak disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi
dengan hambatan intelektual harus yang bersifat antara tunagrahita berat dan sangat berat.
konkret. Hal ini berlaku pada anak semua jenjang usia. Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara
AAIDD Definition Manual dalam Parmenter 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25
(2011) mengatakan bahwa, .....Intellectual disability is menurut Skala Weschler (WISC). Tunagrahita
characterized by significant limitations both in sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah 19
intellectual functioning and in adaptive behavior as menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut
expressed in conceptual, social and practical adaptive Skala Weschler (WISC). Kemampuan mental
skills. This disability originates before age 18. Hal atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang
tersebut memiliki makna bahwa anak dengan hambatan dari tiga tahun.
inteletual ditandai dengan keterbatasan yang signifikan
baik dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif Keterampilan Vokasional bagi anak tunagrahita
seperti yang diungkapkan dalam keterampilan adaptif Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,
konseptual, sosial dan praktis. Hambatan ini berasal 2002:1263) vokasional diartikan sebagai yang
sebelum usia 18. Sehingga dapat diketahui bahwa anak bersangkutan dengan (sekolah) kejuruan atau
dengan hambatan inteletual tidak hanya memiliki bersangkutan dengan bimbingan kejuruan. Kejuruan
hambatan dalam intelektual saja namun juga pada pada yang dimaksud berkaitan dengan bidang keahlian yang
akan dikuasi oleh individu sehingga dapat membantu
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 585
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

dia bekerja sesuai keahliannya tersebut. Puskur dengan menyediakan fasilitas pada kegiatan
Depdiknas (2007) menjelaskan bahwa keterampilan pengembangan keterampilan vokasional misalnya
vokasional merupakan keterampilan membuat sebuah dengan menyediakan tempat, alat dan bahan dan ahli
produk yang berkaitan dengan bidang pekerjaan tertentu yang dapat melatih mereka dalam praktek mencipatakan
yang terdapat di masyarakat. Keterampilan vokasional sebuah produk dan jasa. Anak dengan hambatan
berkaitan dengan sebuah keterampilan persiapan intelektual dapat saja bekerja di berbagai instansi usaha
sebelum memasuki dunia kerja. barang dan saja yang beragam, asalkan apa yang
Keterampilan vokasional ini merupakan bagian dibebankan kepada mereka sesuai dengan kemampuan
dari keterampilan hidup atau life skills. Konsep life anak.
skills dalam sistem persekolahan, menurut Ditjen Anak dengan hambatan intelektual dapat
Pendidikan Umum, 2002 (Anwar, 2004) mengerjakan keterampilan vokasional yang sederhana
mengelompokan menjadi dua, yaitu: (1) General Life pada sebuah proses produksi barang dan jasa, jika
skills/GLS (kecakapan generik) yang mencakup: sebelumnya anak diberikan orientasi terhadap tugasnya
kecakapan personal (kecakapan mengenal diri/self tersebut. Rocjadi (2016) menjelaskan bahwa
awareness, kecakapan berpikir rasional/thinking skills), keterampilan vokasional sederhana dapat diartikan
kecakapan sosial; dan (2) spesific life skills/ SLS sebagai penyederhanaan atau pemecahan sub-sub yang
(kecakapan spesifik) meliputi: kecakapan akademik dan lebih kecil pada keterampilan vokasional secara umum
kecakapan vokasional. ke dalam bentuk yang lebih disesuaikan dengan
Mengacu pada konsep life skills di atas anak kemampuan dan kebutuhan peserta didik berkebutuhan
dengan hambatan intelektual pada jenjang SMALB C khusus. Penyederhanaan dilakukan agar keterampilan
menekankan pada pemantapan kemampuan GLS dan vokasional yang bersifat kompleks dapat dijangkau atau
pengembangan SLS guna melanjutkan pada sektor diserap oleh peserta didik berkebutuhan khusus sesuai
kerja. Oleh karena itu kurikulum pendidikan bagi anak dengan kemampuan yang mereka miliki. Contoh
dengan hambatan intelektual dalam memberi pelayanan keterampilan vokasional sederhana dari keterampilan
pendidikan khusus pada jenjang pendidikan menengah otomotif adalah mencuci mobil/motor, tune up ringan
dapat bermakna dalam kehidupan mereka, pada Renstra dan lain-lain. Dengan keterampilan vokasional
Direktorat PK-LK, Dikmen (2011), fokus kebijaksanaan sederhana diharapkan peserta didik berkebutuhan
pendidikan kewirausahaan bagi peserta didik, yang khusus dapat menguasai jenis-jenis keterampilan yang
mengacu pada Permen Nomor 22 Tahun 2006 tentang memadai sebagai bekal mereka terjun di dunia kerja
standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang sesungguhnya.
dijelaskan bahwa Muatan isi mata pelajaran untuk
SMALB A,B,D,E bidang akademik mengalami Keterampilan vokasional sebagai persiapan di dunia
modifikasi dan penyesuaian dari SMA umum sehingga kerja bagi anak dengan hambatan intelektual
menjadi sekitar 40% 50% bidang akademik, dan Keterampilan vokasional bagi anak dengan
sekitar 60% 50% bidang keterampilan Vokasional. hambatan intelektual merupakan salah satu wujud bekal
Muatan kurikulum SMALB C,C1,D1,G lebih bagi anak sebelum terjun di masyarakat, khususnya
ditekankan pada kemampuan menolong diri sendiri dan pada dunia kerja. Anak dengan hambatan intelektual
keterampilan sederhana yang memungkinkan untuk dengan keterbatasan mental dan intelektual yang
menunjang kemandirian peserta didik. Oleh karena itu, dimilikinya menjadikan mereka memiliki tantangan
proporsi muatan keterampilan vokasional lebih tersendiri dalam persaingan di dunia kerja. Padahal,
diutamakan. sama dengan anggota masyarakat lainnya mereka
Berdasarkan pada peraturan menteri di atas, membutuhkan kesempatan untuk bertahan hidup di
maka pembelajaran bagi anak dengan hambatan masyarakat. Salah satunya adalah dengan bekerja pada
intelektual di SMALB C lebih berorientasi pada instansi usaha tertentu. Hal tersebut bertujuan agar
pengembangan kemampuan vokasional. Anak dengan mereka dapat hidup mandiri dan tidak menjadi beban
hambatan intelektual diberikan bekal berbagai macam bagi keluarga dan masyarakat, terlebih lagi bagi mereka
bidang keahlian pekerjaan. Anak dengan hambatan yang sudah menyelesaikan pendidikan di jenjang
intelektual dibiarkan memilih jenis keterampilan SMALB.
vokasional sesuai dengan minat anak. Rochjadi (2016) Mumpuniarti, Suharmini, Praptiningrum (2014)
menjelaskan bahwa pembelajaran keterampilan menjelaskan bahwa tonggak urgen dari kebutuhan
vokasional diarahkan agar peserta didik dapat program bagi penyandang hambatan intelektual pasca-
mengembangkan kecakapan hidup (life skill) yang sekolah adalah kompetensi melaksanakan aktivitas
meliputi keterampilan personal, sosial, pra vokasional, kehidupan sehari-hari termasuk untuk aktivitas itu
vokasional, dan akademik. Penekanan jenis membutuhkan keterampilan vokasional. Arnett, 2007;
keterampilan dipilih oleh satuan pendidikan dan perlu Gutmann et all., 2002; Steinberg 2007(Kauffman &
mempertimbangkan minat dan bakat peserta didik serta Hallahan, 2011: 624-625) mengemukakan bahwa anak-
potensi lokal, budaya, ekonomi, dan kebutuhan daerah. anak muda ketika telah selesai sekolah tinggi tidak
Sekolah sebaiknya mendukung pemberian mencapai community living outcome. Untuk itu, tonggak
keterampilan vokasional kepada anak dengan hambatan untuk mampu mencari peluang dan mengatasi tantangan
intelektual. Salah satu wujud dukungan tersebut ialah dibutuhkan dalam rangka program pascasekolah.
586 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Individu dengan hambatan intelektual diharapkan secara yang dimilikinya, melalui aktivitas yang dilakukan
bertahap mampu bertanggung jawab untuk mengatur berulang-ulang menjadikan anak mahir. Beban
kehidupan mereka, salah satunya dengan bekerja atau pekerjaan yang diberikan merupakan keterampilan
vokasional. Ada beberapa aspek yang harus vokasional sederhana. Di jenjang SMALB anak
diperhatikan dalam memberikan keterampilan diberikan pelatihan keterampilan vokasional sederhana
vokasional pada anak dengan hambatan intelektual. pada bidang pekerjaan tertentu. Hal tersebut dapat
Dengan memperhatikan beberapa aspek tersebut memudahkan anak dalam menemukan dan bekerja di
diharapakan anak dengan hambatan intelektual dapat sebuah instansi usaha sesuai dengan kemampuannya.
memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja di Ursula dan Valaikene (2013) menjelaskan
bidang pekerjaan yang variatif. bahwa, The integration of vocational and training is
Anak dengan hambatan intelektual memiliki important for giving students with special needs the
karakteristik bekerja yang khas, sebagai dampak dari oppurtunitiy to access mainstream provision during
keterbatasan yang dimilikinya hasil produk barang dan their education and in their future working life.
jasa mereka kurang maksimal. Di sisi lain kondisi Curricula should include workplace behaviours,
tunagrahita yang masih dalam taraf belajar kemampuan occupational skills and careers awareness, as well as
vokasional, tentu belum dapat menghasilkan kualitas provide work exploration oppurtunitiesa to help
hasil produksi yang memenuhi persyaratan pasar. Hal learners with special needs idetiify cereer interests and
tersebut terjadi manakala mereka tidak mendapatkan be proactive ini developng the skills critical to a
latihan yang intens dan berulang-ulang. Amin dalam successfull transition. Hal tersebut bermakna bahwa
Ishartiwi (2010) mengatakan bahwa, ABK dengan Integrasi pelatihan keterampilan vokasional penting
kemampuan mental rendah (anak tunagrahita), untuk memberikan kesempatan siswa dengan
membutuhkan waktu lebih lama untuk belajar kebutuhan khusus mengakses persiapaan untuk bekerja
keterampilan dan hanya dapat menyelesaikan satu atau selama masa pendidikan dan di masa depan kehidupan
dua bagian untuk satu jenis produk. Selanjutnya hasil kerja mereka. Kurikulum harus mencakup perilaku
Observasi di SRBG Temanggung dalam Ishartiwi kerja, keterampilan kerja dan kesadaran karir, serta
ditambahkan bahwa ABK tipe tunagrahita memiliki memberikan kesempatan eksplorasi kerja untuk
modalitas mengulang-ulang satu jenis pekerjaan dan ia membantu peserta didik dengan kebutuhan khusus
serius saat bekerja. ABK ini jika dilatih terus menerus mengidentifikasi minat anak dalam bekerja dan proaktif
akan mampu bekerja dengan hasil layak dipasarkan. dalam mengembangkan keterampilan agar sukses pada
Oleh karena itu, sebaiknya keterampilan masa transisi masa sekolah ke dunia kerja.
vokasional diberikan di bangku sekolah harus diberikan Untuk mencapai hasil belajar keterampilan bagi
secara terus-menerus agar anak menjadi terampil dan anak dengan hambatan intelektual latihan berualng-
mahir. Selain itu, keterampilan yang diajarkan juga ulang sampai menjadikan kebiasaan dalam hidup. Jenis
harus beragam dan tidak monoton. Masing-masing keterampilan disesuaikan dengan bakat dan minat anak.
sekolah sebaiknya memiliki keterampilan yang khas. Cakupan bahan ajar minimal meliputi kemampuan
Keterampilan vokasional seperti di atas dapat menjadi menolong diri atau kegiatan hidup sehari-hari,
bekal bagi anak dengan hambatan intelektual saat terjun keterampilan bersosialisasai atau bermasayarakat di
di dunia kerja. Anak dengan hambatan intelektual ini lingkungan tempat tinggal dan keterampilan untuk
jika dilatih terus menerus akan mampu bekerja dengan bekerja. Sebaiknya keterampilan untuk bekerja dipilih
hasil layak dipasarkan. salah satu jenis pekerjaan atau sub-pekerjaan, yang
Berkaitan dengan hal di atas, mengingat potensi dapat dicapai kualitas ketuntasan hasl belajar oleh anak.
yang dimiliki anak dengan hambatan intelektual Dengan berbekal vokasi tersebut anak dengan hambatan
menjadikan terbatasnya ruang lingkup pekerjaan bagi intelektual dapat mengembangkan diri atau bekerja pada
mereka. Parmenter (2011) menjelaskan bahwa pihak lain dengan memperoleh pengakuan pengasilan
masyarakat masih menganggap bahwa anak dengan layak. Tentu saja model pembelajaran keterampilan ini
hambatan intelektual akan banyak gagal dalam aktivitas memerlukan sistem pengelolaan yang melibatkan
bekerjanya. Oleh karena yang harus menjadi perhatian berbagai pihak secara fungsional (orangtua anak,
dalam perencanaan dan pelaksanaan program sekolah, industri atau unit usaha dan pemerintah terkait
keterampilan vokasional bagi anak dengan hambatan serta masyarakat). Dengan demikian kemandirian ABK
intelektual harus disesuaikan dengan derajat hambatan dapat dicapai melalui pendidikan keterampilan, jika ada
anak. Anak yang memiliki hambatan intelektual tingkat pengakuan oleh lingkungannya terhadap hasil kinerja
ringan, sedang dan berat mendapatkan penanganan yang anak.
berbeda, disesuaikan dengan kemampuannya. Berkenaan dengan hal di atas, maka ada
Pemberian beban kerja yang berbeda pada beberapa hal yang harus dikuasi oleh anak sebelum
masing-masing anak dengan hambatan intelektual terjun ke dunia kerja. Parmenter (2011) menjelaskan
sesuai dengan derajat hambatan yang dimiliki dapat beberapa aspek tersebut sebagai berikut,
memudahkan keberhasilan anak dalam mengerjakan dan 1. Membaca dan menghitung;
menghasilkan sebuah prodak yang layak yang 2. Pemahaman instruksi dan informasi;
dipasarkan. Anak bekerja sesuai dengan kemampuan 3. Menafsirkan bahasa non-verbal;
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 587
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

4. Jangka pendek dan memori jangka panjang; kecakapan vokasional antara lain: tata boga, tata busana,
5. Rentang perhatian dan konsentrasi; otomotif, serta keterampilan berbasis teknologi tinggi
6. Motivasi; (TIK). Cakupan kompetensi ini menunjukkan adanya
7. Pemecahan masalah dan keterampilan membuat harapan bagi ABK agar memiliki kecakapan khusus
keputusan; berupa salah satu kecakapan kerja disamping kecakapan
8. Membuat pilihan; akademik sebagai hasil belajar.
9. Mengikuti instruksi; Nanda, Silvia, Kasiyati (2014) SLBN Center
10. Waktu bercerita / manajemen dan organisasi; Payakumbuh ini sudah berjalan dengan cukup baik.
11. Kemampuan untuk melakukan perjalanan dan / Kepala Sekolah telah melaksanakan kewajibannya
atau hidup mandiri; sebagai penanggung jawab program dan juga evaluator.
12. Perilaku yang tepat dan keterampilan sosial; Sehingga keadaan peternakan puyuh yang dijadikan
13. Perawatan diri. program bagi siswa tunagrahita dapat terlaksana sesuai
Anak dengan hambatan intelektual memiliki jalur yang seharusnya. Begitu juga dengan guru
ketidakmampuan dalam berfikir abstrak, oleh karena itu pembimbing yang memiliki peran penting dalam
dalam menjelaskan dan melatihkan kemampuan di atas pelaksanaan program. Guru pembimbing memiliki andil
harus dilakukan secara berulang-ulang dan perlahan. besar mulai dari melatih keterampilan siswa hingga
Mereka sebaiknya memiliki beberapa aspek menjadi tim yang menjaring pihak dunia usaha untuk
kemampuan dengan cukup baik, agar dapat diterima dan melakukan kerja sama dalam hal pengembangan
masuk dalam berbagai instansi usaha baik barang peternakan salah satunya adalah dunia usaha yang
maupun jasa. Permasalahn yang masih terjadi adalah bergerak di bidang pemasaran telur puyuh.
beberapa instansi usaha enggan menerima keberadaan
anak dengan hambatan intelektual dalam lingkungan PENUTUP
kerja mereka. Hal ini dibuktikan dari beberap interview Kesimpulan
yang telah dilakukan peneliti kepada beberapa guru di Anak dengan hambatan intelektual memiliki
SMALB C di jawa tengah. Selain itu Afifah, dkk. merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki hak
(2003: 47) menyimpulkan hasil penelitiannya tentang sama termasuk dalam memperoleh pekerjaan. Dengan
Tracer Study alumni SLB C Negeri di kotamadya segala karakteristiknya, mereka juga memiliki
Yogyakarta dengan sampel SLB Negeri I Yogyakarata kemampuan yang dapat diandalakan untuk masuk dalam
dan SLB Negeri 2 Yogyakarta, hasilnya menunjukkan instansi usaha barang dan jasa jika diberikan pelatihan
tidak ada relevansi antara keterampilan okupasi yang keterampilan vokasional secara intensif. Selain itu
diberikan di sekolah dengan bidang kerja terakhir yang pekerjaan yang dibebankan kepada anak dengan
ditekuni, karena umumnya mereka membantu orang hambatan intelektual adalah yang sederhana sesuai
tuanya di rumah, bekerja di bidang jasa cleaning dengan kemampuan anak. anak dengan hambatan
service, tukang, pelayan rumah makan, dan pesuruh. intelektual diharapkan dapat hidup mandiri di dalam
Oleh karena itu, pihak sekolah berperan penting masyarakat, sehingga tidak lagi menjadi beban dalam
untuk menjalin relasi dengan beberapa instansi usaha masyarakat. Oleh karena itu, melalui SMALB C mereka
barang dan jasa. Hal ini berarti sekolah harus memiliki diberikan pelatihan yang intensif pada beberapa bidang.
mutu yang baik pula dalam memberikan pelayanan Selain itu, untuk menyalurkan anak ke beberapa instansi
keterampilan vokasional pada anak dengan hambatan usaha sekolah seharusnya memiliki jalinan relasi dengan
intelektual. Mumpuniarti, Suharmini, Praptiningrum beberapa instansi usaha barang ataupun jasa yang dapat
(2014) menjelaskan masalah vokasional bagi mereka bekerja sama. Oleh karena itu, sekolah juga harus
yang memiliki hambatan intelektual sebagai persoalan meningkatkan mutu dalam memberikan pelatihan
yang bervariasi. Masalah variasi tergantung juga jenis- keterampilan vokasional tersebut.
jenis vokasional yang tersedia di lembaga dan
kemampuan lembaga menindaklanjuti di masyarakat Saran
atau dunia kerja yang sebenarnya. Hal itu juga Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat
tergantung lembaga pembina khusus penyandang beberapa masalah yang harus ditindaklanjuti agar anak
disabilitas melakukan jejaring di masyarakat luas. Bagi dengan hambatan intelektual nantinya dapat bekerja di
lembaga yang belum melaksanakan jejaring atau berbagai instansi usaha. Oleh karena itu, penulis
menindaklanjuti vokasional yang dapat disediakan oleh memberikan beberapa saran terkait dengan beberapa
lembaga, kadang-kadang berimplikasi kurang permasalahan di atas antara lain adalah:
relevansinya antara keterampilan vokasional yang 1. Anak dengan hambatan intelektual diberikan
dipelajari oleh lembaga dengan kegiatan yang dilakukan pelatihan keterampilan vokasional secara lebih
setelah menjadi alumni. intensif selama masa sekolahnya di SMLALB C
Beberapa SMALB C yang telah melakukan 2. Masyarakat memberikan kesempatan kepada
jalinan relasi dengan beberapa instansi usaha dapat anak dengan hambatan intelektual untuk bekerja
menyalurkan peserta didiknya ke dalam pekerjaan yang di berbagai bidang sesuai kemampuan anak
lebih variatif. Fitri, Martias, Ardisal, (2014) 3. Sekolah mengadakan jalinan relasi dengan
Implementasi pengembangan keterampilan kecakapan beberapa instansi usaha untuk menyalurkan anak
hidup di SLB N 02 Padang mengarah kepada jenis dengan hambatan intelektual dalam bekerja
588 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

4. Sekolah meningkatkan mutu dalam memberikan Tunagrahita. Jurnal Pendidikan Khusus Volume
pelatihan keterampilan vokasional. No 2 Nopember 2006 ISSN 1858-0998
Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar
DAFTAR PUSTAKA Biasa.Bandung: PT.Reflika Aditama.
Cahyono, Bilal Dwiko. 2015. Penerapan Metode Life Anwar. 2004.Pendidikan Kecakapan Hidup: Konsep
Skill Education untuk meningkatkan kemampuan dan Aplikasi. Bandung. Alfabeta.
vokasional pada anak tunagrahita ringan kelas X Rochjadi, hasan. 2016. Modul Guru Pembelajaran SLB
Sekolah Luar Biasa. Skripsi UNESA Tidak Tunagrahita Kelompok Kompetensi H. Pusat
dipublikasikan Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Tenaga Kependidikan Bidang Taman Kanak-
Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang standar isi Kanak dan Pendidikan Luar Biasa Direktorat
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Puskur.(2007).Kajian Kebijakan Kurikulum Mumpuniarti., Suharmini, Tin., Praptiningrum, N. 2014.
Keterampilan.Dekdikbud Efektivitas Program Pasca Sekolah Bagi
Parmenter, Trevor. 2011. Promoting Training and Kemandirian Penyandang Disabilitas
Employment Oppurtunities for People with Intelektual. Yogyakarta: Jurnal PLB Volume 1
intellectual disabilities: International Nomor 2 Desember 2014: 97-104
Experience. Switzerland: International Labour Bernie, S.M., Ittenback, R.F. & Patton, J.R. 2008.
Organization 2011 Mental Retardation. Ohio: Merrill Prentice Hall.
Ishartiwi. 2011. Pembelajaran Keterampilan Untuk Mayasari Nur Afifah, dkk. (2003). Tracer study
Pemberdayaan Kemandirian Anak Berkebutuhan alumni SLB C negeri di kota madya Yogyakarta.
Khusus. Yogyakarta: Jurnal PLB UNY Laporan penelitian dalam rangka lomba
Nanda, Devi Syari, Silvia Rahma Tri, Kasiyati. 2014. penelitian mahasiswa tingkat Fakultas Ilmu
Pelaksanaan Program Transisi Ke Pasca Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Sekolah Bagi Tunagrahita Ringan di SLB N Tahun 2003.
Center Payakumbuh. Padang: E-Jupekhu (Jurnal
Imiah Pendidikan Khusus) UNP Volume 3
Nomor 3 September 2014
Mumpurniati. 2006. Manajemen Pembinaan Vokasional
bagi Tunagrahita di Sekolah Khusus
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

THE EFFECT OF THE IMPLEMENTATION OF AUDITORY VERBAL THERAPY


(AVT) ON VOCABULARY OF CHILDREN WITH HEARING IMPAIRMENT IN
AURICA FOUNDATION SURABAYA

Ana Rafikayati

Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, Indonesia


E-mail : ana_rafika@yahoo.co.id

Abstract: Due to the lack of listening skills, vocabulary of children with hearing impairment is not improved.
They had difficulty in labeling an object due to the limited vocabulary that they have both oral and written.
Auditory Verbal Therapy (AVT) is a therapy that trains children with hearing impairment to optimize the
function of hearing which has been provided by hearing aids or cochlear implant in receiving information
from the environment. The purpose of this study was to determine the effect of themplementation of Auditory
Verbal Therapy (AVT) on vocabulary of children with hearing impairment in Aurica Foundation Surabaya.
This study used a quantitative approach which is pre-experimental research type. The design used one-group
pretest-posttest design. The research subjects in this study were 12 children with hearing impairment with 9-12
months of age hearing. Data collection techniques used performance test (practice). Data analysis techniques
used Wilcoxon Sign Rank Test with a significance level () of 5%. The results showed that Z = -3066 with P
= 0.002 with a significance level () 5%. The results are smaller than 0,005, so it can be concluded that the
application of Auditory Verbal Therapy (AVT) effected the vocabulary of children with hearing impairmnet in
Aurica Foundation Surabaya.
Keywords: Auditory Verbal Therapy (AVT), Vocabulary of Children with Hearing Impairment

INTRODUCTION and written. This is due to lack of vocabulary entry due


to hearing impairment that they experienced.
Language is the media used to convey one's This is confirmed by Sastrawinata in Efendi
thoughts. Language is also a media to get information (2005: 77) states that in children with hearing
obtained from the environment through the five senses. impairment, everything was recorded in the brain
In acquiring information, the five senses work together through visual perception is like the silent movies
to distribute information perfectly. So if one senses because children with hearing silent can only capture
impaired or not functioning, it will impact the delivery visual only. One of the problems faced by children with
of information. The information submitted can be hearing impairment is laguage aspect which is poor
incomplete, missing or even get the wrong information vocabulary.
because of lack of proper interpretation. Vocabulary becomes important to be taught to
In acquiring information, the sense that have children with hearing impairment because the
greatest role is the sense of sight and hearing. As noted vocabulary is the beginning skills in developing
Myklebust in Bunawan and Yuwati (2000: 5) states that language. One important reason is to develop a
the five human senses, sight and hearing are the senses vocabulary is for understanding the world and for
that most advanced because it can receive information proficiency in both oral and written. The importance of
remotely, in contrast to the three senses other is tactile, vocabulary is also supported by Tarin stating that the
taste and smell that can only receive short distance quality of a person speaks clearly depend on the
information. quantity and quality of its vocabulary. The richer
Seeing the importance of the sense of hearing in vocabulary that we have, the greater the likelihood we
acquiring information in everyday life, it would be in are skilled language (Tarin, 2011: 2).
trouble if it is impaired. Children with hearing Auditory Verbal Therapy (AVT) is a therapy that
impairmen are children who experience lack or loss of train children to be able to optimize the auditory
ability to hear are caused by the malfunction of some or function that has been provided through the hearing aids
all of hearing that experience obstacles in language or cochlear implant as tools in receiving information
development, emotional and social (Somad and from the environment. Lim and Simser (2005) adds that
Hernawati, 1996: 27). with early detection, early use of hearing aids and
Due to limited listening skills, vocabulary of Auditory Verbal Therapy (AVT) individually with the
children with hearing impairment is limited. They had Participation of parents, 80% of children with hearing
difficulty in naming an object (labeling) due to limited impairment can potentially succeed in the regular school
vocabulary they have. It is also revealed by Allen in and community life. Based on the findings of a number
Sunardi and Sunaryo (2007: 30) states that children with of graduates (output) program Auditory Verbal Therapy
hearing impairment have lacking vocabulary, both oral (AVT) in the United States and Canada indicate that the

589
590 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

majority of respondents is integrated into the learning as tools to hear. They choose AVT as habilitation. They
environment and the "regular"environment. Most of do the AVT at Aurica Foundation Surabaya. This study
them attend regular school in the neighborhood, go to took place in Aurica Foundation Surabaya. It is located
institute post-secondary education that are not designed at Bendul Merisi Utara VIII No.8, Bendul Merisi,
specifically for hearing impairment, and engage in Wonocolo, Surabaya. Aurica Foundation is an institute
community activities (Robertson & Flexer, 1993, of habilitation of hearing (auditory habilition center)
Goldberg, 1997 in Sari, 2010). specifically for children with hearing impairment.
This is confirmed by the results of the interview Data collection techniques used performance test
on August 27, 2016 to the Head of the Aurica (practice). Tests were instructed verbally, the subjects
Foundation, data showed that 90% of graduates research was asked to appoint one (of three selection
(output) of the Aurica Foundation can be integrated in picture) referred to by researchers. Subjects research
regular schools. While 10% longer go to special were being assed their receptive vocabulary (choose)
school because of many factors, such as the low child without having to pronounce the name of the object in
intelligence, late detection and amplification that is not question. Data analysis techniques used Wilcoxon Sign
fit with the child hering, the lack of participation of Rank Test with a significance level () of 5%.
parents in the application of AVT and other factors.
Based on the statistics of infant hearing program DATA ANALYSIS
in Canada indicates that the majority of parents of
children with hearing impairment preferring Auditory Pre-test is given before the intervention through
Verbal Therapy (AVT) in teaching communication to test performance (practice). Tests carried out for 30
their children. Of the 120 infants with hearing minutes. Then, the subjects researches are given the
impairment in the early intervention program, 80 select intervention which is AVT. AVT was held for 15
AVT, 7 choose sign language, 9 selecting a total sessions with (3x60 minutes) duration for each meeting.
communication and 22 again choose other Implementation of the intervention carried out
communications approach (Robinson: 125). individually. The materials can be seen on Table 2 as
Based on those explanations, the researchers follows.
took the "the effect of the implementation of Auditory
Verbal Therapy (AVT) on vocabulary of children with Table 2: Vocabolaries
hearing impairment in Aurica Foundation Surabaya" as Group Vocabulary
the title of the study. With the implementation of AVT Vehicle Plane
to children with hearing impairment, it is expected that Car
their vocabulary can be increased so that the other Boat
language skills may also increase. With good language Train
skills, they are also expected to be able to communicate Animal Cow
verbally like other people. Cat
Bird
Dog
RESEARCH METHODOLOGY Sheep
Frog
This research used a quantitative approach which Fish
is pre-experimental research type. The design used one- Monkey
group pretest-posttest design. Treatment was given to Duck
the same subject group. The subject group was given Things Bag
treatment for a certain period of time. Measurements TV
were performed before and after treatment, and try to HP
look for the difference between the results of pretest Clock
(T1) with the results of posttest (T2). The design of this Book
study can be seen in Table 1 as follows. Pencil
Shirt
Tabel 1: One Group Pre test Post test Design Phants
Pre-test Treatment Post test House
T1 X T2 Ball
Amount 24
Information:
T1 : Pre-test result
X : Treatments (the implementation of AVT) After the intervention, then it performed the post-
T2 : Post-test result test to measure the effec of AVT. Post-test was
The research subjects in this study were 12 conducted for 30 minutes.
children with hearing impairment with 9-12 months of
age hearing. They have hearing aids or cochlear implat
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 591
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

DISCUSSION, RECOMMENDATIONS AND Test Statisticsa


IMPLICATIONS posttest - pretest
Based on the study topic, it is important to know Z -3.066b
the vocabularies of subject research before and after Asymp. Sig. (2-tailed) .002
treatment. The results of pre test and post test can be a. Wilcoxon Signed Ranks Test
seen in Table 3 as follows. b. Based on negative ranks.

Table 3 : Pre-test and Post-test result According to the table ranks known that
Pre-test Post-test obtaining negative rank was 0, gained positive rank was
Subject 12 and the same rank was 0. The results of hypothesis
result result
AN 34 54 testing calculation of the value pretest and posttest
AT 54 67 regarding the implementation of AVT resulting value of
AZ 50 77 Z count = -3066 with P = 0.002 by significance level
() 5%.
MT 50 77 After the data is analyzed then performed
NT 30 54 concluding whether AVT is affected on vabolary of
SS 40 67 children with hearing impairment. The rule used in this
SW 67 87 study was to compare Asymp. Sig. (2-tailed) with a
RD 54 67 significance level () it can be seen the decision null
hypothesis is rejected or receipt. Based on the analysis
RS 44 54 values obtained Asymp. Sig. (2-tailed) = 0.002 <0.05
ST 34 67 then Ho is rejected and Ha accepted. It can be
DN 44 67 concluded that AVT is affected on vabolary of children
DW 57 87 with hearing impairment Aurica foundation Surabaya.
Auditory Verbal Therapy (AVT) is a therapy that
Mean 46,5 68,75 train children to be able to optimize the auditory
Then the data been analyzed by the Wilcoxon function that has been provided through the hearing aids
signed rank test. It is permormed by Wilcoxon signed or cochlear implant as tools in receiving information
rank test SPSS 21. The analysis can be seen on Table 4 from the environment. Lim and Simser (2005) adds that
as follows. with early detection, early use of hearing aids and
Auditory Verbal Therapy (AVT) individually with the
Table 4: Data Analysis Participation of parents, 80% of children with hearing
NPar Tests Descriptive Statistics impairment can potentially succeed in the regular school
N Mean Std. Mini Maximum and community life.
Deviation mum Auditory Verbal Therapy (AVT) make children
1 46.50 10.90038 30.0 67.00 with hearing impairment be grown in regular schools
pretest and live in the general environment, which allows them
2 00 0
postte 1 68.75 11.56110 54.0 87.00 to become independent, participating citizens contribute
st 2 00 0 into the social environment. Philosophy Auditory
Verbal Therapy (AVT) supports the existence of human
rights that people with hearing impairment deserve the
Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks
opportunity to develop the ability to listen and to use
N Mean Rank Sum of
verbal communication within their families and
Ranks
communities (Estabrooks: 4).
Negative 0a .00 .00
Develop spoken language through listening
Ranks
requires commitment and dedication of all involved.
posttest - Positive 12b 6.50 78.00 Parents/caregivers and family is key in the development
pretest Ranks of their child. Parents should be actively involved in
Ties 0c developing the language skills of children with hearing
Total 12 impairment. McDonald's and Gillette in Sunardi and
a. posttest < pretest Sunaryo (2007: 193) states that the delays in the
b. posttest > pretest development of language and speech of children with
hearing impairment tend caused by the inability of
parents and others significant to the child with hearing
obstacle to function as an excellent communication
partner.
Kretschmer (1978), Ling (1990) and Ross (1990)
in Estabrooks (1994: 20) states that children with
hearing impairment easier to learn the language if the
activity being close to parents and caregivers. It is the
592 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

duty of parents to provide a wealth of spoken language REFERENCES


interaction in children because their parents were beside
the child from waking to sleep again. Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan bagi Anak
As a key player, parents need to develop an Berkesulitan Belajar. Jakarta: Departemen
understanding of the various stages include stages of Pendidikan dan Kebudayaan with Rineka Cipta.
listening, speech, language, and cognition.Auditory Bunawan, Lani & Yuwati, CS. 2000. Penguasaan
Verbal Therapy (AVT) includes education, counseling, Bahasa Anak dengan Hambatan Pendengaran.
advocacy and family support. Each auditory-verbal Jakarta:Yayasan Santi Rama
therapy sessions are part of ongoing advances, the Cochlear Limited. 2005. Listen Learn and Talk.
individual, the diagnostic evaluation of children and Australia : SOS Printing Group.
parents. Therapy sessions are usually performed by Dornan et al. 2009. Longitudinal Study of Speech
auditory-verbal therapist and parents. The child learns to Perception, Speech, and Language or Children
listen to his own voice, the voices of other people and with Hearing Loss in an Auditory Verbal Therapy
the environment sound to communicate effectively and Program (online), Vol 109 (2-3).
naturally through spoken language. (http://ebookbrowse.com accessed on 20 August
The success of therapy depends on many 2016)
variables. Parents and caregivers who need to Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik
implement the targets of each session with the language Anak Berkelainan. Jakarta : Bumi Aksara
throughout the day. Through motivation and guidance, Estabrooks, Warren. Without Year. QESWHIC
parents gain the confidence to apply the techniques and Education And Culture Socrates. Auditory Verbal
strategies to achieve certain goals in listening, speech, Practice (online), (http://www.qeswhic.eu
language, cognition and communication development, accessed on 20 August 20116)
follow the hierarchy of listening skills (Estabrooks: 13). Estabrooks. W. 1994. Auditory Verbal Therapy For
Based on the findings of a number of graduates Parents And Professionals. Washington DC,
(output) program Auditory Verbal Therapy (AVT) in U.S.A. : Alexander Graham Bell Association for
the United States and Canada indicate that the majority the deaf. Kurnaeni. 2007. Metode Pengajaran
of respondents is integrated into the learning Bahasa bagi Anak Dengan hambatan
environment and the regular environment. Most of them pendengaran (online),
attend regular school in the neighborhood, go to (http://dtarsidi.blogspot.com accessed on 8
institute post-secondary education that are not designed August 2016)
specifically for the hearing impairment, and engage in Lim & Simser. 2005. Auditory Verbal Therapy for
community activities (Robertson & Flexer, 1993, Children with Hearing Impairment (online),
Goldberg, 1997 in Sari, 2010). (http://www.annals.edu accessed on 14 August
Based on the result, it is shown that the 2016)
application of the AVT effected on the vocabulary of Robinson, Vicky. Without Year. Reach Canada. The
children with hearing impairment. The vocabularie were Power of Parents (online), (http://www.reach.ca
increased. With this, It can help their children to learn accessed on 10 August 2016)
the other language skills, namely listening, speaking, Slemenda, Jack. 2008. Auditory Verbal Therapy
reading and writing. With the development of language, (online), (http://www.deafed.net, accessed on 21
children with hearing impairment no longer isolated and August 2016)
can obtain information and communicate like other Sari, Marufi M. 2010. Pendidikan Luar Biasa (online)
people. (http://marufimustikasari.blogspot.com accessed
on 1 August 2016)
Somad, Permanarian & Hernawati, Tati. 1996.
CONCLUSION Ortopedagogik Anak dengan hambatan
The results of this study shown that the Z = - pendengaran. Bandung : Depdikbud
3066 with P = 0.002 with a significance level () 5%. Sunardi Dan Sunaryo. 2007. Intervensi Dini Anak
Based on these results, P = 0.002 was smaller than Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Depdiknas
0,005, so it can be concluded that the implementation of Tarigan, Henry G. 2011. Pengajaran Kosakata.
Auditory verbal Therapy (AVT) was effeted on the Bandung: Angkasa.
vocabolary of children with hearing impairment in
Aurica Foundation Surabaya.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

DEAF AND BLIND COMMUNICATION SYSTEM

Dini Handayania, Astri Permatasarib, Helmi Hasbi Ash Sadiqqic, Titis Inggrianid
abcd
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
E-mail : dinidjuuna.dh@gmail.com

Abstrak: Dengan adanya inklusi, kebijakan pemerintah khususnya di Jawa Barat menjadikan setiap sekolah
SLB menyatukan semua anak disabilitas yaitu anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras dan
autis dalam satu tempat. Bahkan ada sekolah yang menyatukan berbeda kelainan dalam satu kelas. Dengan
bersatunya semua disabilitas, tentu terjalin interaksi antara mereka, berdasarkan observasi, sebagian anak
mengalami interaksi-komunikasi yang mandiri/tidak memerlukan translater, namun ada yang tidak pernah
terjalin interaksi komunikasi mandiri disekolah tersebut, yaitu antara tunanetra dan tunarungu, namun masing-
masing mengetahui keberadaannya. Dengan latar belakang tersebut kami mngembangkan sistem komunikasi
yang dapat di pahami kedua belah pihak sehingga tidak memerlukan transleter. Tempat penelitian adalah SLBN
Cinta Asih Soreang dengan subjek penelitian yaitu siswa tunarungu dengan usia penggalang yang berjumlah
12 orang dan siswa tunentra usia penggalang berjumlah 2 orang. Berdasarkan hasil uji coba sistem diperoleh
hasil Sistem sudah dapat memenuhi kebutuhan komunikasi kedua bela pihak. Sistem komunikasi ini dapat
digunakan jika anak tunarungu dan tunanetra memiliki intelektual rata-rata, karena sistem ini memerlukan
kemampuan kognitif yang baik untuk dapat memahaminya. Pembelajaran mengenai sistem dapat dilakukan
dengan cepat jika anak-anak sudah hapal morse dengan baik. Anak-anak baru menghapal morse hanya sampai
hurup J, tapi ada anak yang sudah hapal sampai Z dan angka.
Kata kunci : tunarungu, tunanetra, sistem komunikasi.

Abstract: With their inclusion, the government's policy, especially in West Java to make every school unite all
children are children with visual disabilities, hearing impairment, mental retardation, physical disabilities,
and autism in one place. There is even a school that brings together different disabilities in one class. With the
unification of all disabilities, necessarily interwoven interactions between them, based on the observation that
some children experience the interaction-communication independent / not require translater, but there was
never established communication interactions independently to the school, which is between the blind and the
deaf, yet each knowing existence. With that background, we develop an communication system that can be
understood both sides so it does not require transleter. Where research is SLBN Cinta Asih Soreang with
research subjects are students with hearing impairment with age-raisers totaling 12 people and students aged
raiser tunentra amounted to 2 people. Based on trial results obtained system results system was able to meet
the communication needs of both defense parties. This communication system can be used if children with
hearing and visual impairment have an average intellectually, because it requires good cognitive ability to
understand it. Learning about the system can be done quickly if the kids have memorized the Morse well. New
children memorize the Morse only to letters J, but there are children who have memorized to Z and numbers.
Keywords: deaf, blind, communication system

PENDAHULUAN dikarenakan ada hambatan antara tunanetra dan


Dengan adanya inklusi, kebijakan pemerintah tunarungu untuk berkomunikasi.
khususnya di Jawa Barat menjadikan setiap sekolah SLB Dengan latar belakang tersebut kelompok kami
menyatukan semua anak disabilitas yaitu anak tunanetra, memikirkan sistem komunikasi apa yang dapat di pahami
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras dan autis kedua belah pihak sehingga tidak memerlukan transleter.
dalam satu tempat. Bahkan ada sekolah yang menyatukan
berbeda kelainan dalam satu kelas. METODE
Dengan bersatunya semua disabilitas, tentu Metode penelitian yang digunakan dalam
terjalin interaksi antara mereka, berdasarkan observasi, penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen
sebagian anak mengalami interaksi-komunikasi yang sederhana. Desain penelitian yang digunakan, sebagai
mandiri/tidak memerlukan translater ,namun ada yang berikut:
tidak pernah terjalin interaksi komunikasi mandiri
disekolah tersebut, yaitu antara tunanetra dan tunarungu,
namun masing-masing mengetahui keberadaannya.
Dikarenakan tunarungu-tunanetra berada dalam
satu sekolah tentu akan terjadi interksi, dan hal itu yang
membuat mereka membutuhkan translater. Komunikasi
adalah hak, namun hak tersebut tidak bisa diberikan

593
594 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Dengan uji coba tersebut akhirnya kami mendapat


kesimpulan bahwa:
1. Anak tunanetra tidak konsisten membedakan jari
ketika yang disentuhkan hanya ujung jari.
2. Anak tunanetra bisa membedakan jari dengan
IDEN PER PENY baik jika diraba seluruh jari.
3. Anak tunanetra bisa membedakan perwakilan titik
ANA EVA PEN dan setrip pada jari jika posisi jari tetap dan
disentuhkan keseluruhan jari.
RANC UJI Dengan kesimpulan tersebut dilakukanlah uji
coba 4 yaitu hanya menggunakan jari telunjuk, dan untuk
PENY PER LAP membedakan titik dan setrip dengan cara titik
disentuhkan ujung jari berbentuk titik, sedangkan setrip
UJI EVA ujung jari telunjuk menuliskan bentuk setrip. Hasil uji
coba ke-4 anak tunanetra lebih mudah mempersepsi
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa tunantra pesan yang disampaikan.
dan tunarungu SLB Negeri Cinta Asih Soreang Kab. Penggunaan jari telunjuk dengan alasan telunjuk
Bandung yang berjumlah tunanetra dua orang, siswa jari yang mudah digunakan dan dikondisikan karena jari
tunarungu 13 orang. lain tidak terpengaruh ketika di acungkan dan yang lain
dilipat. Penggunaan ujung jari untuk menuliskan karena
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan ujung jari maka penggunaan tempat lebih sedikit
Uji Coba Penggunaan Jari Pada Telapak Tangan dan waktu mempersepsi lebih cepat daripada siswa
Uji coba dilakukan untuk memilih jari mana yang tunanetra harus meraba semua jari. Dengan ujung jari
tepat untuk menuliskan pesan pada telapak tangan tanpa menggerakan telapak tanganpun anak sudah dapat
tunanetra. Hipotesis pertama pelambangan titik dan strip mempersepsi dengan mudah. Dengan demikian
dengan perbedaan jari lebih mudah dan cepat dalam kesimpulan akhir uji coba yang ke-4 menjadi dasar
penulisan pesan. Dengan asumsi bahwa tunanetra dapat sistem komunikasi yang digunakan, dengan hipotesis
membedakan jari apa yang disentuhkan ketika hanya dengan penggunaan telunjuk maka pesan yang
ujung jari saja yang ditempelkan. disampaikan lebih cepat dan mudah.
Uji coba 1 yang dilakukan adalah telunjuk
melambangkan titik dan jari tengah melambangkan Uji Coba Penulisian Morse Dan Sibi Pada Telapak
setrip, kedua jari tersebut dipilih dikarenakan kemudahan Tangan
pergerakan dan keluwesan ketika digunakan. Hal Komunikasi dengan taktil sebenarnya sudah ada,
pertama adalah menyentuhkan ujung jari telunjuk dan dan hal itu dilakukan oleh Anna Sulivan pada Helen
jari tengah dan anak diminta membedakan jari apa yang Keller, dinama sistem yang digunakan adalah yang yang
disentuhkan. Ketika disentuhkan ujung jari anak sudah ada yaitu ASL (American Sign Leanguge), ASL
terkadang bisa membedakan jari apa yang disentuhkan, tersebut disentuhkan pada telapak tangan, dan Helen
dan kadang tidak bisa menyebutkan jari apa yang Keller meraba bentuk tangan Anna Sulivan, kemudian
disentuhkan, anak tidak konsisten. memahami bahwa yang di rabakan adalah hurup-hurup,
Uji coba2 adalah selain membedakan jari apa dengan demikian Anna Sulivan harus mengeja kata
yang menyentuh ditambah dengan fungsi perwakilan jari dengan hurup satu persatu pada telapak tangan Helen
telunjuk sebagai titik dan jari tengah sebagai setrip. Anak Keller.
dapat membedakan mana titik dan strip jika posisi stabil Berdasarkan hal itu ada beberapa proses yang
atau tidak berubah, maksudnya jari telunjuk dan jari terjadi tunanetra harus menghapal ASL, dan
tengah keduanya berada pada telapak tangan. mempersepsi ASL dengan rabaan, selain itu tunanetra
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa harus menunggu sampai selesai seluruh hurup di eja
tunanetra mengingat posisi bukan jari apa yang untuk mengetahui sebuah kata. Dengan hipotesis tersebut
disentuhkan, anak dapat membedakan masing-masing maka dilakukan lah uji coba, mana yang lebih mudah
jari apabila keseluruhan jari disentuhkan tidak hanya dipersepsi oleh tunanetra antara SIBI yang dirabakan
ujung jarinya saja, namun hal itu juga tunanetra harus pada telapak tangan dengan sandi morse yang dituliskan
dibantu dengan diraba jarinya, dan dipersepsi. pada telapak tangan.
Uji coba ketiga adalah mengganti jari yaitu jari Abjad jari SIBI pada awalnya dikenalkan terlebih
jempol dengan telenjuk dengan jempol mewakili titik dan dahulu yaitu hurup a sampai e, kemudian setelah anak
telunjuk setrip. Ketika disentuhkan hanya ujung jari saja hapal anak diminta untuk menyebutkan hurup apa yang
anak tidak konsisten membedakan mana jempol dan disentuhkan, anak tunanetra meraba seluruh telapak
mana telunjuk, anak bisa membedakan dengan baik tangan yang membentuk abjad jari, setelah itu anak baru
ketika kedua jari itu keduanya menempel di telapak dapat mempersepsi hurup apa yang disentuhkan, namun
tangan, atau diraba keseluruhan jari. berdasarkan uji coba anak cukup lama mempersepsi
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 595
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

hurup apa yang disentuhkan, dan kadang meminta untuk TNI, begitupun pada metode pengiriman pesan telegram.
di ulang. Bentuk-bentuk abjad jari yang hampir sama Penggunaan morse cukup banyak namun belum
seperti hurup a dan s, hurup e dan c membuat anak ditemukan penggunaannya untuk komunikasi
tunanetra bingung. Dengan uji coba hanya lima hurup penyandang tunanetra dan tunarungu.
saja anak kesulitan/lama pempersepsi hurup apa yang Sistem ini mengambil potensi-potensi yang sudah
disentuhkan, apalagi hurup c dan e, anak kesulitan dimiliki oleh anak tunanetra dan tunarungu, dan
membedakan karena perbedaan sangat kecil antara kedua menggabungkannya menjadi sistem yang dipahami
hurup tersebut, jika sudah dikenalkan semua hurup anak kedua belah pihak.
akan kesulitan pada hurup lainnya misalnya hurup p dan Hal-hal penting dalam penyusunan sistem adalah:
k dimana perbedaannya hanya arah saja, begitupun pada 1. Penggunaan morse tidak hanya huruf saja, sistem
hurup q dan g. perbedaan bentuk yang tidak signifikan ini mengadopsi sistem SIBI yang mana satu
mengakibatkan anak tunanetra kesulitan/lama gerakan mewakili kata. Kenapa mengadopsi SIBI
mempersepsi abjad jari, apalagi jika mengadopsi kata karena jika morse itu yang langsung digunakan
dalam kamus SIBI. Dimana hal tersebut memerlukan dan ketika menuliskan kata harus rangkaian
penglihatan karena ada bentuk-bentuk gerakan yang huruf-huruf dari kode morse, maka hal itu sangat
tidak bisa diraba. Diasumsikan anak harus memegang tidak efektif karena memakan waktu cukup lama.
terus tangan tunarungu untuk mengetahui kata apa yang 2. Sistem ini mengadopsi sistem tusing pada braille
hendak disampaikan. untuk merangkai atau memodifikasi huruf untuk
Setelah uji coba SIBI berikutnya dilakukan uji mewakili kata.
coba penulisan sandi morse pada telapak tangan dengan 3. Sistem ini disusun agar kedua belah pihak
jari. Sebelumnya bagi anak-anak yang sudah masuk usia tunanetra dan tunarungu dapat mengaksesnya,
penggalang mereka sudah kenal dengan sandi morse yaitu berbentuk kamus 3 in 1 dimana didalamnya
karena adanya ekstrakurikuler wajib yaitu Pramuka. terdapat braille, modifikasi morse dan SIBI.
Sandi morse ini dipelajari seminggu sekali disekolah, dan 4. Komunikasi harus bisa dimulai oleh siapa saja,
tidak sedikit yang hapal sampai hurup z dan juga angka. oleh karena itu sistem ini disusun sedemikian
Ketika dituliskan sandi morse pada telapak tangan anak tunanetra atau tunarungu bisa menjadi orang yang
dengan cepat mempersepsi hurup apa yang dituliskan. mengajak komunikasi.
Karena merupakan kombinasi titik dan setrip, sehingga 5. Sistem komunikasi ini mudah dipahami dan cepat
tidak akan dijumpai kombinasi yang sama antar hurup. dipelajari karena merupakan puzzle utuh dari
Berdasarkan hasil uji coba tersebut maka dapat potensi yang di miliki oleh kedua belah pihak.
disimpulkan bahwa: 6. Sistem ini bisa digunakan oleh tunanetra dan
1. Abjad jari pada SIBI sulit dipersepsi oleh anak tunarungu, tunanetra-tunanetra, tunarungu-
tunanetra dikarenakan ada beberapa bentuk yang tunarungu dan tunanetra-awas-tunarungu.
hampir sama.
2. Anak tunanetra lebih cepat mempersepsi sandi UJI COBA PENGGUNAAN DBC-SYSTEM
morse yang ditulis pada telapak tangan. Uji coba ke-1 adalah diawali dengan mengenalkan
aturan DBC-System yaitu
DEAF AND BLIND COMMUNICATION a. Aturan Mengawali Komunikasi
SYSTEM 1. Cara tunanetra mengawali percakapan adalah
dengan mengacungkan tangan kanan dengan jari
membentuk pengisyaratan hurup b.
2. Ketika tunarungu melihat pengisyaratan
percakapan tunanetra, maka tunarungu memulai
percakapan dengan memegangan tangan kiri
tunanetra dan menempelkan jari jempol, telunjuk
dan jari tengan pada telapak tangan. Hal ini
digunakan juga ketika tunarungu ingin mengawali
percakapan dan tunanetra merabanya.
3. Modifikasi morse diisyaratkan dengan cara
menuliskan dengan jari telunjuk pada telapak
tangan tunanetra oleh tunarungu
4. Cara tunanetra menjawab adalah dengan
Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan maka mengisyaratkan SIBI, dengan tangan kanan ketika
sistem komunikasi ini pada prinsifnya yaitu telalapak tangan kiri di pegang oleh tunarungu.
menggunakan sandi morse karena lebih cepat diterima 5. Penulisan modifikasi morse dengan cara
jika dituliskan pada telapak tangan dibandingkan SIBI menuliskan morse dengan jari telunjuk pada
yang di sentuhkan pada telapak tangan tunanetra. telapak tangan tunanetra.
Sandi morse dipakai karena merupakan
kode/sandi yang dikenal hampir oleh seluruh negara di b. Aturan kamus
dunia. Dan merupakan bagian dari materi kepanduan di
dunia, selain itu sandi morse digunakan di kepolisian dan
596 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

1. Cara membedakan hurup dengan kata ketika terjadi banyak kata yang mendadak dibuat. Selain itu
menuliskan modifikasi morse, adalah dengan diperlukan tanda atau kode untuk mengkonfirmasi apa
menempelkan telunjuk ketika yang diisyaratkan benar yang dimaksud dalam percakapan, atau kata meng-
menunjukan hurup. iya-kan dalam bentuk kode morse yang sudah
2. Angka sesuai dengan morse. dimodifikasi.
3. Untuk menunjukan koreksi apa yang dituliskan Tunanetra dapat mengawali percakapan
adalah dengan cara menempelkan jari telunjuk begitupun tunarungu, berdasarkan uji coba tersebut anak-
dengan jempol. anak senang karena dapat mengakomodir komunikasi
4. Untuk menunjukan angka belasan dengan cara yang selama ini dianggap mustahil. Selain itu anak harus
setelah menulis angka ditambah dengan terus menghapalkan sandi morse agar percakapan bisa
menempelkan jari jempol, menunjukan puluhan berlangsung dengan baik.
dengan jari tengan, ratusan jari manis, ribuan jari
kelingking. KESIMPULAN DAN SARAN
5. Menulisankan nama, kota dengan menuliskan KESIMPULAN
penuh morse 1. Sistem sudah dapat memenuhi kebutuhan
komunikasi kedua bela pihak.
Pada uji coba ke-1 kata yang dikenalkan adalah 2. Sistem komunikasi ini dapat digunakan jika anak
sebagai berikut: tunarungu dan tunanetra memiliki intelektual rata-
rata, karena sistem ini memerlukan kemampuan
kognitif yang baik untuk dapat memahaminya.
3. Pembelajaran mengenai sistem dapat dilakukan
dengan cepat jika anak-anak sudah hapal morse
dengan baik. Anak-anak baru menghapal morse
hanya sampai hurup J, tapi ada anak yang sudah
hapal sampai Z dan angka.
4. Anak sangat senang ketika belajar sistem.dan
dapat berkomunikasi dengan temannya yang
sebelumnya dianggap tidak mungkin.
5. Pemahaman sistem sudah cukup baik, namun
anak-anak masih perlu terus diingatkan dan
dibelajarkan agar sistem ini menjadi milik, seperti
halnya bahasa.
6. Anak-anak ingin terus belajar, dan berkomunikasi
lancar dengan temannya.
7. Sistem ini dapat digunakan oleh tunanetra dan
tunarungu, tunanetra-tunanetra, tunarungu-
tunarungu dan tunanetra-awas-tunarungu. Selain
itu sistem ini bisa juga digunaka untuk anak
dengan multiple disabilitas tunanetra dan
tunarungu namun memiliki kecerdasan rata-rata.

SARAN

Dan kata tanya: 1. Diharapkan sistem ini bisa digunakan luas oleh
Apa = AP .- .--. penyandang tunanetra dan tunarungu dimanapun.
Berapa = BP -... .--. 2. Penting anak-anak diberi pembelajaran mengenai
Siapa = SP ... .--. sandi morse saat pramuka.
Kapan = KP -.- .--.
Mana = MN -- -.
Berdasarkan uji coba ke-1, anak tunanetra DAFTAR PUSTAKA
maupun tunarungu dapat dengan mudah memahami Dahlan, A. (2015). Definisi Sampling Serta Jenis Metode
aturan yang dibuat. Yang menjadi kendala adalah ada dan Teknik Sampling. [Online]. Diakses dari
beberapa anak yang tidak hapal sandi morse sehingga http://www.eurekapendidikan.com/2015/09/defe
menghambat saat komunikasi berlangsung. nisi-sampling-dan-teknik-sampling.html
Uji coba ke-2 adalah pelaksanan komunikasi Jaedun, A. (2011). Metodologi Penelitian Eksperimen.
antara tunarungu dan tunanetra menggunakan kata-kata Makalah Disampaikan Pada Kegiatan In Service I
yang sudah ada. Berdasarkan hasil uji coba kedua, kedua Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah, yang
belah pihak sudah hapal dengan aturan, namun banyak Diselenggarakan oleh LPMP Provinsi Daerah
kata-kata yang belum tersusun sehingga saat percakapan Istimewa Yogyakarta, Tanggal 20 23 Juni 2011
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 597
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Pramuka. (2015). Tingkatan Pramuka berdasarkan usia.


[Online]. Diakses dari
http://www.pramukaindonesia.com/2015/11/ting
katan-pramuka-berdasarkan-usia.html
Ulwan, N. (2014). Teknik Pengambilan Sample dengan
Metode Purposive Sampling. [Online]. Diakses
dari http://www.portal-
statistik.com/2014/02/teknik-pengambilan-
sampel-dengan-metode.html
Universitas Pendidikan Indonesia. (2015). Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah UPI Tahun Akademik
2015. Bandung: UPI
Dapodik. (2016). Data Dapodik Provinsi Jawa Barat.
Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Emmorey, K., Korpics, F., & Petronio, K. (2008). The
Use of Visual Feedback During Signing: Evidence
From Signers With Impaired Vision. [Online].
Diakses di
http://jdsde.oxfordjournals.org/content/14/1/99.f
ull
Hersh, M. (2013). Deafblind People, Comunnication,
Independence, and Isolation. [Online]. Diakses di
http://jdsde.oxfordjournals.org/content/early/201
3/06/07/deafed.ent022.full
Stafford, M. (2009). Study Helps deaf-blind Children
Communication. [Online]. Diakses di
http://www2.ljworld.com/news/2009/apr/18/stud
y-helps-deaf-blind-children-communicate/
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

KOMUNIKASI ANAK DENGAN MDVI-DEAF (KAJIAN ETNOGRAFI


TERHADAP PEMBELAJARAN KOMUNIKASI PADA ANAK MDVI-DEAF
DI SLB-G/AB HELEN KELLER INDONESIA-YOGYAKARTA)
(Communication of Children with MDVI-Deaf (Ethnographic Study of Communications Learning for Children with
MDVI-Deaf in SLB-G/AB Helen Keller Indonesia-Yogyakarta)

Endang Widiatia, Tatum Tivanib


ab
Universitas Negeri Surabaya
E-mail : tatumtivani@gmail.com

Abstrak : Anak dengan intelegensi yang baik, dapat menutupi hambatan penglihatan disertai dengan hambatan
pendengaran yang ia miliki dengan menunjukkan komunikasi yang ia bangun dari pembelajaran komunikasi
seorang guru. Hal itu ditemukan di SLB-G/AB Helen Keller Indonesia di Yogyakarta. Anak dapat memahami
lingkungan dengan mengenal benda-benda yang ada di sekitarnya, anak juga dapat menunjukkan keinginan akan
kebutuhan hidupnya dengan pembelajaran komunikasi khusus yang ia terima dari seorang guru. Penelitian
komunikasi anak dengan MDVI-Deaf ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang dari komunikasi anak dapat
terbentuk dari segi pembelajaran komunikasi yang dilakukan oleh guru. Selain itu sebelum mengetahui
pembelajaran komunikasi tersebut, mengetahui kondisi awal juga hambatan-hambatan dalam pembelajaran
komunikasi menjadi tujuan dalam penelitian yang menggunakan desain penelitian dengan pendekatan etnografi.
Pendekatan etnografi menggunakan sumber data yaitu informan kunci dalam hal ini adalah guru yang menerima
anak ketika masuk hingga sekarang, secondary data juga diperoleh dari orang tua anak dengan MDVI-Deaf
sehingga dapat diketahui juga kondisi awal anak sebelum anak menerima pembelajaran komunikasi. Langkah-
langkah dalam pengumpulan data didasarkan oleh Alur Penelitian Maju Bertahap yang melibatkan pola live in
peneliti selama 30 hari di sekolah. Data-data yang telah ditemukan dikumpulkan pada tahap Gather the Data.
Pada tahap selanjutnya diskusi hasil penelitian dilakukan sebagai jembatan antara hasil penelitian dan teori-teori
tentang komunikasi anak dengan MDVI-Deaf. Hasil temuan secara garis besar adalah tentang awal usaha orang
tua untuk menginginkan yang terbaik bagi anaknya, kesadaran yang tinggi mengantar pada seorang guru yang
menggunakan tangannya untuk membuka dunia anak dengan MDVI-Deaf dengan komunikasi. Rabaan tangan
tersebut yang membuka jendela dunia bagi anak dengan MDVI-Deaf. Komunikasi juga dikenalkan melalui
bacaan dan tulisan yang juga melibatkan rabaan dalam pembelajarannya. Intelegensi anak mematahkan pendapat
awam akan hambatan berkomunikasi bagi anak dengan MDVI-Deaf. Harapan oleh guru dan orang tua tentu
harapan-harapan akan kemandirian anak di kehidupan selanjutnya.
Kata Kunci : Komunikasi, Anak dengan MDVI-Deaf

Abstract : Children with good intelligence, can cover his visual impairment along with his hearing impairment to
show that he build communication through communication learning from his teacher. It was found in SLB-G / AB
Helen Keller Indonesia in Yogyakarta. Children can understand the environment with familiar objects around
him, the child may also indicate a desire for the necessities of life by learning specific communication he received
from a teacher. Communication research children with MDVI-Deaf aims to determine the background of the
child's communication can be established in terms of learning communication made by the teacher. Besides the
communication before learning to know, the initial conditions are also impaired to learning communication
becomes a goal in studies using ethnographic research design approach. Ethnographic approach using data
sources that a key informant in this case is the teacher who accepts the child when entering until now, secondary
data are also obtained from the parents of children with multi-handicapped blind-Deaf so that it can be seen also
the initial conditions before the child receives child learning communication. The steps in the data collection is
based by Flow Research Advancement Gradual involving live patterns in research for 30 days at the school. The
data that has been found to be collected at the stage of Gather the data. In the next phase of discussion of
research results conducted as a bridge between the research and theories of communication children with MDVI-
Deaf. The findings outline is about the early efforts of parents to want the best for their children, a high
awareness usher in a teacher who uses his hands to open up the world children with MDVI-Deaf through
communication. Palpation of the hand that opens windows to the world for children with MDVI-Deaf.
Communications also introduced through reading and writing also involves palpation in learning. His
Intelligence lay opinion will break impaired to communication for children with MDVI-Deaf. Expectation by
teachers and parents will certainly hopes the child's independence in next life.
Keywords : Communication, Children with MDVI-Deaf

PENDAHULUAN sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa keberadaan


Setiap hal dalam tiap perkembangan anak orang lain memang benar adanya. Kebutuhan anak
adalah sesuatu yang sayang untuk dilewatkan. akan keberadaan orang lain ditunjukkan semenjak awal
Termasuk hakikat bahwa anak tidak lepas dari makhluk perkembangan, khususnya keberadaan keluarga yang

599
600 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

menjadi kelompok lingkungan sosial yang pertama dan Keunikan dari komunikasi anak dengan MDVI-
utama dikenali oleh anak. Bentuk yang paling umum Deaf yang memiliki hambatan penglihatan, wicara dan
dan sederhana, keluarga terdiri dari seorang ayah, ibu, pendengaran sekaligus mematahkan opini awam bahwa
dan anak. Dua komponen yang pertama, ayah dan ibu komunikasi hanya dapat dilakukan dengan wicara dan
dapat dikatakan sebagai komponen yang sangat pembelajaran komunikasi yang dilakukan dengan
menentukan kehidupan anak. Baik ayah maupun ibu, indera penglihatan juga pendengaran.
keduanya adalah pengasuh utama dan pertama bagi Proses yang terjadi di SLB-G AB Hellen Keller
sang anak dalam lingkungan keluarga, dengan alasan Yogyakarta dalam mengembangkan komunikasi
biologis maupun psikologis. Hal tersebut seakan melalui pembelajaran, mulai dari awal anak MDVI-
menjadi sebuah misi dan tugas ilmiah ayah dan ibu Deaf masuk dengan hambatan komunikasinya lalu di
untuk perkembangan kehidupan yang baik pada anak. assesment, kemudian diberi pembelajaran oleh guru
Dalam proses menjalankan misi dan tugas inilah, sehingga dapat melakukan komunikasi dengan guru,
komunikasi memiliki peran yang sangat penting teman, dan orang tua melalui teknik dan jenis
bahkan di awal perkembangan anak sekalipun. komunikasi yang khusus sesuai dengan kebutuhan anak
Semua anak akan melalui dan mengalami proses MDVI-Deaf, hambatan yang dilalui ketika proses
belajar berkomunikasi pada tiap perkembangnya. mengenalkan jenis komunikasi yang khusus tersebut
Anak-anak dengan perkembangan yang normal pada anak dan makna apa yang dapat diambil dari
berkesempatan untuk melalui proses belajar proses pembelajaran komunikasi pada anak MDVI-
berkomunikasi tersebut secara natural dan tanpa Deaf menjadi pertanyaan bagi peneliti. Pada penelitian
hambatan, anak dapat belajar mengadopsi ragam ini, peneliti ingin melihat lebih dalam lagi proses-
komunikasi dengan sekitarnya melalui pengamatan proses yang terjadi di belakang pembelajaran
secara visual maupun audio. Tentu hal tersebut menjadi komunikasi yang dilakukan oleh guru kepada anak
harapan bagi semua ayah dan ibu untuk perkembangan dengan MDVI-Deaf di SLB-G Hellen Keller
anaknya. Yogyakarta dari sudut pandang orang yang
Namun, hal tersebut akan berbeda apabila harus mengalaminya secara langsung.
dihadapkan pada kenyataan bahwa tidak semua anak Berdasarkan hal tersebut maka difokuskan
memiliki perkembangan yang normal dan tanpa beberapa masalah diantaranya (1) kondisi awal anak
hambatan sesuai harapan dan keinginan ayah dan ibu. dengan MDVI-Deaf sebelum menerima pembelajaran
Seorang ibu dengan harapan yang tinggi pada komunikasi, (2) pembelajaran komunikasi oleh guru
perkembangan anak harus menelan kenyataan bahwa pada anak dengan MDVI-Deaf di SLB-G/AB Helen
anak yang telah ditunggu kehadirannya selama 9 bulan Keller Indonesia-Yogyakarta, (3) Masalah yang
memiliki hambatan kurang penglihatan sekaligus menghambat dalam pembelajaran komunikasi dan
hilang pendengaran sesaat setelah dilahirkan. upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah
Hal itu dialami langsung oleh orang tua anak tersebut, (4) harapan guru dan orang tua atas
dengan multiple disable visual impairment dengan pembelajaran komunikasi anak dengan MDVI-Deaf.
hambatan penyerta pada wicara dan pendengarannya Sedangkan tujuan dari dilakukannya penelitian
(deaf). Kenyataan bahwa perkembangan anak tidak diantaranya adalah untuk mendapatkan gambaran atau
sama dengan perkembangan anak lainnya yang deskripsi tentang kondisi awal anak dengan MDVI-
berakibat proses belajar berkomunikasi yang harusnya Deaf sebelum menerima pembelajaran komunikasi,
menjadi penghubung antara anak dengan orang tua menkaji secara lengkap pembelajaran komunikasi oleh
tidak memungkinkan untuk dilakukan dan sulitnya guru pada anak dengan MDVI-Deaf, mendapatkan
orang tua untuk menafsirkan dan memberi tanggapan gambaran akan masalah tentang pembelajaran
terhadap keinginan anak membuat batin terdalam orang komunikasi yang terjadi dan menggali harapan guru
tua merasa sedih. dan orang tua atas pembelajaran komunikasi yang
Kehilangan fungsi indera penglihatan sekaligus terjadi.
kehilangan fungsi indera pendengaran dan indera
pengecap/wicara tentu bukan hal yang diingini bagi METODE
setiap anak. Hambatan dalam proses perkembangan Karakteristik masalah penelitian kualitatif
pasti akan terganggu, terutama dalam hal dipilih dalam penelitian dengan dasar komunikasi anak
berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. dengan MDVI-Deaf antara lain; pertama, konsep yang
Komunikasi sesungguhnya justru menjadi kebutuhan belum matang (immature) karena teori dan penelitian
yang mendasar sehingga apa yang menjadi keinginan, tentang anak dengan MDVI-Deaf terlebih yang
harapan, dan yang anak rasakan dapat dipahami oleh membahas konsep komunikasi tersebut tidak terlalu
orang lain di sekitarnya khususnya orang tua. banyak dan belum matang. Kedua, gagasan yang
Kali pertama untuk peneliti melihat komunikasi ditawarkan suatu teori dapat saja belum akurat, tidak
yang terjadi antara guru yang tidak mengalami cocok, tidak benar, atau mengandung bias. Ketiga,
hambatan penglihatan-wicara dan pendengaran dan adanya keharusan untuk mengeksplorasi dan
anak dengan MDVI-Deaf juga antara anak MDVI-Deaf mendeskripsikan fenomena dan mengembangkan suatu
dengan anak MDVI-hambatan intelektual lainnya di teori. Dan keempat, sifat fenomena yang ingin diteliti
SLB-G/AB Helen Keller Indonesia-Yogyakarta. tidak sesuai jika dianalisis secara kuantitatif.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 601
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Pendekatan etnografi digunakan dalam proses ,menjalani proses pembelajaran komunikasi, dan pada
penelitian dan penulisan Komunikasi Anak dengan sampai akhirnya terbentuk komunikasi pada anak
MDVI-deaf. Pendekatan etnografi yang dipilih penulis dengan MDVI-Deaf. Dalam penelitian ini secondary
ini dipahami sebagai kegiatan yang memiliki sudut data diperoleh dari beberapa arsip yang bisa berupa
pandang naturalistik dan pemahaman interpretatif rekam jejak tentang anak MDVI-deaf, gambar juga
tentang pengalaman pelaku secara langsung. Inti dari video pelaksanaan proses komunikasi anak MDVI-
etnografi adalah upaya untuk memperhatikan makna- Deaf.
makna tindakan dari kejadian yang ingin dipahami.
Beberapa makna tersebut akan terekspresikan secara HASIL DAN PEMBAHASAN
langsung dalam bahasa dan di antara makna yang Lahir sebagai seorang anak dengan kehilangan
diterima, banyak yang disampaikan hanya secara tidak fungsi pendengarannya dan ketika mulai tumbuh dan
langsung melalui kata-kata dan perbuatan. Sekalipun berkembang mendapati bahwa ternyata sebagian fungsi
demikian, di dalam setiap masyarakat, orang akan tetap penglihatannya pun mengalami hambatan karena
menggunakan sistem makna yang kompleks ini untuk penyakit katarak tentu menjadi kekecewaan di hati
mengatur tingkah laku diri sendiri, untuk memahami kecil Ibu. Namun harapan akan anak laki-laki yang ia
diri mereka sendiri dan orang lain, serta untuk kasihi tersebut masih tertanam pada sebagian fungsi
memahami dunia tempat mereka hidup. Sistem makna penglihatan yang dapat disembuhkan melalui operasi.
ini merupakan hidup mereka dan etnografi Harapan akan sisa penglihatan gugur ketika operasi
mengimplikasikan hidup dari sudut pandang orang pada usia yang ditaksir 2 tahun untuk mengobati
yang mengalaminya secara langsung. penyakit kataraknya ternyata gagal karena penyakit
Penelitian dengan menggunakan pendekatan rematik anak yang diderita Adek. Usaha Ibu dan Bapak
etnografi memperhatikan native point of view (sudut tidak sampai disitu, beberapa rekomendasi dari
pandang pelaku), dalam hal ini penulis menyadari puskesmas setempat untuk pergi ke Yayasan Low
bahwa informasi yang diperoleh selama penelitian Vision dilakukan demi anak laki-laki yang mereka
merupakan hasil kerjasama antara penulis dan sayangi. Harapan itu samar memperlihatkan kebaikan
informan. Maka konkretnya adalah wawancara yang ketika Yayasan Low Vision menyarankan untuk
dilakukan penulis bukan soal keterampilan dan operasi di kota yang lebih besar, namun sirna-lah
kegiatan mengajukan pertanyaan, tetapi lebih dari itu harapan tersebut ketika harapan besar yang diletakkan
wawancara yang dilakukan penulis dalam penelitian ini pada seorang dokter yang dituju menyatakan
adalah soal keterampilan dan kegiatan mendengarkan ketidakberaniannya untuk melanjutkan penyembuhan
apa yang dikemukakan oleh informan dan merespon melalui operasi karena penyakit rematik anak yang
hal tersebut. diderita Adek.
Hasil dari penelitian dengan pendekatan Didapati Adek menuju meja makan dengan
etnografi memungkinkan data-data yang menggunakan harapan memenuhi kebutuhan akan laparnya namun
istilah-istilah lokal, hal tersebut juga berkaitan untuk Ibu salah menafsirkan dengan memberi gelas untuk
menegakkan native point of view. Deskriptif-analitik memenuhi kebutuhan akan hausnya. Komunikasi
juga merupakan ciri dari hasil penelitian etnografi yang adalah kebutuhan hidup, dikatakan Gleason (2008)
senantiasa bersandar pada deskripsi secermat- semua bayi berkomunikasi karena dengan komunikasi
cermatnya atas fenomena yang diteliti. hubungan dapat dibentuk dan dipertahankan. Sebagai
Kajian penelitian ini difokuskan pada orang tua belajar cara menafsirkan dan memberi
komunikasi anak dengan MDVI-deaf. Penelitian ini tanggapan terhadap komunikasi yang dilakukan bayi
dilakukan di SLB-G AB Hellen Keller yang mereka itu adalah suatu upaya untuk membentuk ikatan
beralamatkan di kampung Singosaren kecamatan batin yang akan menjadi dasar dalam perkembangan
Wirobrajan Daerah Istimewa Yogyakarta. selanjutnya.
Penelitian dengan pendekatkan mengharuskan Tak jarang juga Ibu mendapati Adek harus
peneliti masuk ke dalam lingkungan yang terkait membutuhkan waktu yang lama untuk mengenali Ibu
dengan masalah penelitian. Peneliti menggunakan sebagai wanita yang sangat dekat dengan Adek.
sistem dan pola live in dimulai dengan proses getting in Memegang dada sebagai isyarat Adek sedang
yang dijalani mulai dari kedatangan pertama pada membutuhkan Ibu berada di dekatnya. Gleason (2008)
tanggal 7 Maret 2015 dan kedatangan kedua pada menyatakan kejutan-kejutan yang tidak menyenangkan
tanggal 13 April 2015. Proses selanjutnya getting long mungkin akan terjadi ketika seorang anak MDVI-Deaf
dengan live in selama 30 hari semenjak tanggal 13 Mei berkembang, anak dapat terlihat mencoba
2015 sampai pada tanggal 12 Juni 2015 di sekolah juga berkomunikasi namun isyarat yang digunakannya
rumah anak dengan MDVI-Deaf selama 2 hari 1 sedemikian tidak umum sehingga sulit bagi orang lain
malam. Proses getting long sebagai penutup dalam untuk memahaminya.
penelitian, peneliti melakukannya pada tanggal 13 Juni Betapa pentingnya memiliki kemampuan
2015. berkomunikasi termasuk di dalamnya mengungkapkan
Key informan yang dalam penelitian dengan sesuatu, tanpa komunikasi sekiranya terisolasi ataupun
pendekatan etnografi mengedepankan first hand tidak akan dapat mengendalikan lingkungan di sekitar
information adalah seorang guru yang memulai menjadi dampak. Betapa sedih ketika ungkapan yang
602 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

hanya diketahui Ibu terbatas pada ketika Adek hanya menerima program home visit sebanyak 10 kali).
tersenyum dan menangis. Ibu selalu yakin ketika Adek Namun dibalik kurang memberikan efek signifikan,
tersenyum, Adek merasa sedang senang dan sebaliknya program home visit untuk Adek dapat mengembangkan
ketika Adek menangis Adek merasa sedih atau belum program activity daily livingnya dan juga
tercukupi keinginannya. NIMH (2003:129) mengembangakan sedikitnya kata-kata sederhana
menyatakan anak dengan MDVI-Deaf merupakan untuk komunikasinya. Hal itu ditunjukkan dengan
sebuah jenis kecacatan yang unik, kombinasi lemahnya pemerolehan beberapa bahasa isyarat sesuai dengan
pendengaran dan penglihatan mereka berdampak pada pedoman SIBI. Salah satunya adalah kata paling
cara mereka mempelajari sesuatu. Tidak lebih dari dua diingat Ibu dan bu Rina kata minta, kata minta ini
ungkapan tersenyum dan menangis yang dialami oleh yang ditunjukkan Adek ketika tangan kanannya dengan
anak-anak dengan MDVI-Deaf pada perkembangannya telapak terbuka mengarah ke depan di hadapan dada.
di awal. Usia 6 tahun masuk sekolah setelah diberi
Ibu dalam tahap mempunyai harapan adanya intervensi melalui homevisit membuat Adek cukup
layanan pendidikan yang akan memenuhi kebutuhan mudah menerima pembelajaran komunikasi yang bu
Adek. Walaupun sebelumnya Ibu mengaku menerima Rina lakukan sebagai guru. Komunikasi diprioritaskan
kenyataan memiliki anak dengan MDVI-Deaf adalah guru ketika melihat kebutuhan yang paling mendasar
pukulan menyakitkan bagi seorang ibu. Kekuatan dan pada anak. Nikam (2009) menyatakan pada anak tanpa
ketabahan Ibu ditunjukkan ketika menerima tawaran hambatan, komunikasi diibaratkan sebagai jembatan,
Ibu Intan untuk mengajak Adek bersekolah. Disambut dengan komunikasi terisolasi tidak akan mungkin
oleh bu Rina, guru yang sebelumnya sudah terjadi. Sedangkan bagi anak MDVI-Deaf, hal itu tidak
berpengalaman mengajarkan komunikasi pada anak jauh berbeda bahkan menjadi hal yang sangat penting
dengan MDVI-Deaf, Ibu merasa akan terangnya terkait dengan kesulitannya untuk berkomunikasi
gambaran kehidupan Adek setelah ini, Adek setelah ini dikarenakan masalah dalam pendengaran dan
mendapatkan pendidikan layaknya anak lain. Harapan penglihatannya.
itu kemudian dilanjutkan dengan adanya asrama di Bu Rina memperlakukan Adek selayaknya anak
sekolah yang membuat kewajiban Ibu lebih ringan yang berkembang seperti biasanya, rasa kasihan
karena juga harus bekerja dalam sistem shift. Namun ataupun iba terus terang ia singkirkan demi kebaikan
hal itu tidak sejalan dengan harapan Adek, Adek ingin anak berusia 6 tahun tersebut ia temui. Bu Rina
selalu berada di dekat Ibu ketika ia berada di sekolah. mengajak Adek mengenal abjad dalam bentuk isyarat
Mahabbati (2009) menyatakan pada hasil penelitiannya yang disebutya isyarat jari, menarik tangan Adek,
bahwa tokoh kunci dalam penerimaan pertama seorang membentuk dengan mengeja masing-masing huruf di
anak berkebutuhan khusus adalah ibu. Selain itu udara dengan lima jari yang dimiliki bu Rina,
Phillips dalam The National Childbirth Trust (2008) kemudian Adek mengenal masing-masing huruf
mengatakan bahwa benar adanya bahwa keterikatan tersebut melalui perabaan dari perubahan bentuk jari bu
antara ibu dan anak menjadi pelengkap kehidupan Rina. Kemampuan mental yang sama dengan
anak. perkembangan normal anak lainnya dimiliki oleh Adek
Bu Rina menyarankan Adek untuk tinggal di membuat Adek mampu dengan waktu tidak kurang dari
asrama, hal ini ditujukan agar pembelajaran dua minggu menghafal bentuk dari abjad dalam bentuk
komunikasi yang menjadi prioritas bu Rina ketika itu isyarat tersebut. Namun hal itu hanya sebagai bentuk-
dapat terwujud dengan konsistensinya pembentukan bentuk tanpa arti yang diketahui Adek, sampai ketika
komunikasi di lingkungan yang juga terbiasa pertama kali ia mengenal sesuatu yang membuatnya
menggunakan komunikasi khusus. Hal ini juga merasa sejuk. Kipas Angin Duduk.
dilakukan oleh Annie Sulivan. Annie mengajar seorang Jari-jari bu Rina ketika membentuk abjad dalam
anak MDVI-Deaf bernama Helen Keller yang juga bahasa isyarat kemudian diraba oleh tangan Adek
mengalami kehilangan fungsi penglihatan dan inilah yang membuat Adek mengetahui makna dari
pendengaran sama seperti Adek. Anne dalam film susunan huruf tersebut, bu Rina menyebutnya tactile
Miracle Worker yang meminta izin saat itu tinggal finger spelling yang menurut Sinha dalam Bhandara
berdua saja dengan Helen Keller di rumah kebun. dan Narrayan (2009) adalah teknik kemampuan
Menurut Vervloed, Dick, dan Knoors (2006) pada berbahasa yang berhubungan langsung dengan mebaca
aspek learning, anak dengan buta tuli (MDVI-Deaf) dan menulis. Tactile finger spelling digunakan di
teknik pembelajaran imitasi tidak dapat digunakan beberapa negara dengan lebih dari satu bahasa yang
karena anak dengan buta tuli tidak mampu digunakan yang mana menggunakan satu tangan yang
mempersepsinya, sehingga harus dilakukan pendekatan membentuk kata dari jari kemudian tangan lawan yang
yang langsung dan sangat intens. membaca gerak jari yang menyusun kata tersebut.
Program home visit pada Adek dilakukan Namun seorang guru yang sudah
selama kurang lebih 1 tahun, Adek yang meminta berpengalaman tentu menyakini bahwa setiap masalah
sendiri pada Ibu untuk memulai bersekolah kembali. selalu memilikii solusi, bu Rina meyakini nantinya ia
Diakui bu Rina program home visit kurang begitu akan menjadi seorang guru yang selalu berusaha untuk
memberikan pengaruh yang signifikan dikarenakan mencukupi setiap teka-teki yang ada dalam pikiran
waktu yang tidak begitu panjang (selama 1 tahun, Adek Adek. Sesulit apapun itu.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 603
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Di balik proses komunikasi yang panjang, bu normal dengan ditunjukkan menerima pembelajaran
Rina dan Ibu mengharapkan Adek akan terus dapat bahkan dengan materi yang sama dengan sebayanya,
mengenyam pendidikan di masa yang akan datang. Adek dapat menunjukkan bahwa sesuatu yang tidak
Perguruan tinggi pun berharap akan Adek raih, dengan mungkin itu justru mungkin terjadi. Adek membuka
atau tanpa bu Rina. Hal tersebut juga tidak lepas dari pikiran guru, Ibu dan orang sekitar untuk mempercayai
faktor intelektual Adek yang masih setara dengan anak bahwa pertolongan Tuhan itu nyata. Harapan Adek
seusianya. Miles (2008) menyatakan bahwa dukungan harus mengenyam pendidikan tinggi dan tumbuh
orang tua dan guru terhadap lingkungan anak ke depan mandiri dengan atau tanpa ia disampingnya menjadi
akan terprogram dalam transisi, beradaptasi dengan salah satu pencapaian hidup yang akan terus ia
komunikasi di lingkungan yang mungkin tidak wujudkan.
dibayangkan seorang anak sebelumnya harus dilatih
semenjak ia mengenal komunikasi. Bukan tidak Saran
mungkin seorang anak MDVI-Deaf dapat memiliki Adapun saran-saran yang diberikan peneliti
pendidikan tinggi karena Helen Keller telah diantaranya (1) Bagi guru sebagai profesional penyedia
membuktikannya di masa lampau dengan menjadi ahli pendidikan dapat mempersiapkan teknik-teknik dalam
sastra dunia. pembelajaran pada anak MDVI sesuai dengan
kebutuhan anak dengan menambah wawasan dari
KESIMPULAN dan SARAN literatur dalam maupun luar negeri. (2) Bagi sekolah
Kesimpulan sebagai wadah yang menaungi anak-anak MDVI-Deaf
Hasil temuan secara garis besar menjadi 4 yakni memfasilitasi segala kebutuhan anak dalam bidang
tentang kondisi awal anak, pembelajaran komunikasi, perkembangan dan menyiapkan sarana maupun
hambatan dalam pembelajaran komunikasi, dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan anak. (3) Bagi
harapan atas pembelajaran komunikasi tersebut. (1) Ibu pemerhati anak berkebutuhan khusus menciptakan
dan guru memiliki kerjasama yang baik untuk suatu media komunikasi untuk Adek dengan orang
perkembangan anak dengan MDVI-Deaf, usaha yang awam (4) Bagi pemegang kebijakan dapat
ditunjukkan orang tua disambut baik dengan penilaian menyediakan suatu acara dalam bentuk apresiasi bagi
pertama guru akan kemampuan anak dengan MDVI- anak khususnya anak MDVI-Deaf sebagai reward bagi
Deaf. (2) Rasa iba dan kasihan dialami di awal anak atas usaha yang sudah dilakukannya. (5) Bagi
permulaan guru memberi pembelajaran komunikasi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi
namun hal utama dalam memulai adalah referensi pada penelitian yang berhubungan dengan
mengesampingkan rasa iba itu dan menunjukkan sikap komunikasi anak dengan MDVI-Deaf juga penelitian
tegas yaitu segera mengenalkan Adek pada dengan metode etnografi.
kepekaannya atas rabaan. Guru selalu menjadi orang
yang dapat menjawab setiap pertanyaan Adek ketika
rasa ingin tahu Adek muncul. Hal tersebut seakan DAFTAR RUJUKAN
menjadi kunci atas hubungan dekat yang dibangun oleh Chen, Deborah. (1999). Learning to Communicate:
anak dan guru. Guru membuka dunia anak dengan Srategies for Developing Communication with
MDVI-Deaf hal tersebut dengan teknik-teknik finger Infants Whose Multiple Disabilities Include
spelling, bahasa isyarat, braille, tadoma maupun Visual Impairment and Hearing Loss
kalender sistem. Awan menjadi perhatian guru, guru California Deaf-Blind Services reSources. Vol.
yakin media komunikata visual dan taktual berperan 10 Numb. 5
sebagai jembatan komunikasi atas Adek sebagai anak Emzir. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan.
dengan MDVI-Deaf juga orang awam yang tidak Jakarta : Rajagrafindo
mengetahui teknik khusus dalam berkomunikasi French. Kimberly. (2004). Perkins School for The
dengan Adek. Peran serta kemampuan intelegensi Blind. San Fransisco : Arcadia Publishing
Adek yang cukup baik juga menjadi faktor atas Genzuk, Michel. (2005). A Synthesis of Etnographic
pembelajaran komunikasi yang dilakukan oleh bu Rina. Research. University of Southern California
(3) Bagi guru, Adek memiliki rasa ingin tahu yang Gleason, Deborah. (2008). Interaksi Dini dengan
cukup besar dengan dukungan intelegensinya juga. Penyandang Buta-Tuli. National Miles, B and
Rasa ingin tahu tersebut yang menurut guru dapat Marianne Riggio (TT). Memahami Hambatan
menjadi masalah apabila bu Rina sebagai guru tidak Penglihatan dan Pendengaran.
dapat mencukupi rasa ingin tahunya dengan jawaban, Hendrickson, H. (1997). Development of Early
sementara ini selama proses pembelajaran komunikasi, Communication. London: David Fulton
solusi yang ditawarkan guru berbatas pada praktek Publishers.
yang langsung diberikan oleh bu Rina ketika Adek Miles, B. 2005. Overview on Deaf-Blindess.
bertanya hal-hal yang ingin diketahuinya. (4) Adek HYPERLINK
mematahkan pendapat bahwa anak dengan hambatan http://dblink.org/lib/topics/topics.cfm, diakses
penglihatan yang disertai hambatan pendengaran 12 Juni 2015
maupun wicara tidak dapat menembus batas dunia Rawal, Nandini and Thawani, Vimal. (2009).
orang awam. Adek dapat berkembang layaknya anak Understanding Children with Vision
604 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Impairment and Additional Disabilities young adults who are deafblind. Watertown,
including Deafblindess. In Bhandari. R. and MA: Perkins Scholl for the Blind
Narayan. J (Ed). Creating Learning Spradley, J.P. and Marzali, A. (Eds). (2007). Metode
Opportunities (A Step by Step Guide to Etnografi. Yogyakarta : Tiara Wacana
Teaching Students with Vision Impairment and Weningsih, Wigati, F.R, Masfufah, Suharyanti, S.,
Additional Disabilities Including Deafblindness. Magdalena, Assumpta, M. Dotulong, V.R.
India : Voice and Vision. (2013). Panduan Pengembangan Kurikulum
Riggio, M and Miles, B. (Eds). (1999). Remarkable dan Program Pembelajaran bagi Siswa MDVI-
Conversations, A Guide to developing deaf. Jakarta: Direktorat Pengembangan
meaningful communication with children and Pembelajaran PKLK Dikdas
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PENGEMBANGAN KATAKU APP


SEBAGAI ALAT BANTU KOMUNIKASI NON VERBAL
BAGI ANAK AUTIS
(Development of "Kataku App" As a Non-Verbal Communication Tools For Autistic Children)

Muhaimi Mughni Prayogo a, Whisqa Dayanib, Dina Istiqomah Rahayuc, Gian Asri Septianyd
abcd
Pendidikan Kebutuhan Khusus Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung 40154 Jawa Barat Indonesia
E-mail: katakuapp.id@gmail.com

Abstrak: Anak autis yang mengalami hambatan berkomunikasi secara verbal mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan keingingan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan
aplikasi android Kataku App sebagai alat bantu komunikasi non verbal bagi anak autis agar dapat
mengungkapkan keinginan. Penelitian ini menggunakan pendekatan Research & Development (R & D).
Subjek penelitian ini ialah seorang anak laki-laki berusia 8 tahun yang mengalami autis. Pengumpulan data
dilakukan dengan metode wawancara dan observasi. Pada tahap studi pendahuluan, wawancara dilakukan
pada orang tua dan guru kelas subjek untuk mengumpulkan informasi tentang kemampuan komunikasi subjek,
potensi lingkungan dan permasalahan yang timbul akibat hambatan komunikasi pada subjek. Observasi
dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan komunikasi reseptif, komunikasi ekspresif, dan
potensi lingkungan subjek. Observasi potensi lingkungan di lakukan di lingkungan rumah dan sekolah. Hasil
studi pendahuluan ditindaklanjuti dengan pengembangan prototype Kataku App yang sebelumnya sudah
dibuat dan diujicobakan pada anak autis yang memiliki kebutuhan komunikasi secara non verbal. Hasil
pengembangan kemudian diterapkan pada subjek selama 2 bulan. Hasil pengembangan Kataku App pada
penelitian ini ialah (1) membuat kategori dan gambar isi kategori sesuai kebutuhan subjek, (2) fitur pengaturan
terdiri dari menambah kategori, rubah kategori, menambah gambar, rubah gambar, riwayat aplikasi, reset, dan
tentang aplikasi, (3) Penerapan aplikasi melibatkan orang tua secara langsung, (4) Tahapan penerapan aplikasi
ialah pengenalan isi, pengenalan fungsi, pengenalan cara penggunaan aplikasi pada orang tua serta subjek,
dan pembiasaan penggunaan aplikasi pada subjek, (5) Dampak penerapan aplikasi ialah subjek mampu
mengungkapkan keinginan melalui aplikasi, mengucapkan kosa kata dengan lebih jelas, dan memahami benda
di sekitar.
Kata kunci : anak autis, komunikasi non verbal, Kataku App

Abstract: Children with autism who experience obstacles to communicate verbally experience difficulties to
express desire. Accordingly, this study was conducted to develop android-based application "Kataku App" as
a non-verbal communication tools for children with autism in order to express the desire. This study uses the
approach of Research & Development (R & D). Subjects of this study was a boy aged 8 years who are
autistic. The data collection was conducted using interviews and observations. At the preliminary study stage,
interviews were conducted to the parents and classroom teachers of the subject for collecting information on
the subject regarding communication capabilities, the environment potential and the problems that arise due
to communication barriers on the subject. Observations conducted to collect data on the ability of receptive
communication, expressive communication, and environmental potential of the subject. Potential
environmental observation done in the home and school environment. Results of a preliminary study followed
up with prototype development Kataku App previously built and tested in children with autism who have non-
verbal communication needs. The results of development are then applied to the subject for 2 months. Results
of Kataku App development in this study are (1) Create categories and picture of said categories according to
the needs of the subject, (2) Setting feature consists of adding categories, change categories, add images,
change image, app history, reset, and about the application, (3) Implementation of applications involving
parents directly, (4) Stages of implementation of the application which are the introduction of contents,
introduction of function, introduction of how to use the application to the parents as well as the subject, and
habituation application usage in children, (5) The impact of the application is subject ability to express a
desire through applications, pronounce vocabulary with more obviously, and understanding objects around.
Keywords : children with autism, non-verbal communication, Kataku App

PENDAHULUAN menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi


Komunikasi menjadi kebutuhan dasar untuk kedua pihak sehingga ada efek tertentu yang diharapkan
berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Melalui (Effendy, 2000: 13). Komunikasi dilakukan oleh setiap
proses komunikasi, seseorang dapat menyampaikan individu tidak terkecuali anak yang mengalami autis.
pikiran atau perasaan pada orang lain dengan Autis merupakan gangguan perkembangan yang

605
606 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

kompleks dimana seseorang mengalami kesulitan untuk Pemanfaatan teknologi dalam intervensi
berkomunikasi dan membangun hubungan yang berarti keterampilan komunikasi anak autis telah banyak
dengan orang lain dikarenakan sulit untuk memahami dilakukan (Loizides, dkk., 2015). Teknologi yang terus
perasaan orang lain (Sutady, R., 2011: 25). Kemampuan berkembang membuka peluang untuk membantu
komunikasi pada sebagian populasi anak autis tidak penyandang disabilitas termasuk anak autis untuk dapat
berkembang dengan efektif (Sturmey & Sevin dalam melakukan aktifitas fungsional secara mandiri sesuai
Gabriels, R.L., 2007:5). Sekitar 90% anak autis dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki.
terlambat dalam mengenal dan menggunakan kosa kata Berbagai media berbasis teknologi seperti komputer dan
dan frasa sebagai bahasa ekspresif (Hus, V., Pickles, A., handphone telah banyak dikembangkan untuk intervensi
Cook, E. H. Jr., Risi, S., & Lord, C. 2007). Dilaporkan dan menunjukkan peningkatan kemampuan pada anak
dari National Research Council (2001) (Xin. & autis (Stromer, dkk., 2006; Ganz, dkk., 2013; Carlile,
Leonard, 2014) bahwa ditemukan penyandang autis usia dkk., 2013; Xin & Leonard, 2014). Meskipun diantara
bersekolah memiliki kemampuan bahasa fungsional penerapan media tersebut anak autis masih memerlukan
yang sedikit bahkan tidak sama sekali. Kemampuan sedikit bantuan. Hasil penelitian Ganz, dkk (2013)
komunikasi yang tidak berkembang efektif memicu menunjukkan bahwa efek dari penggunaan strategi
berbagai permasalahan pada interaksi anak autis dan visual berbasis komputer tablet (tab) pada penggunaan
lingkungan sekitar. Seperti sulitnya anggota keluarga kosakata anak ialah meningkat meskipun sebagian besar
memahami harapan, keinginan, dan apa yang dirasakan anak memerlukan bantuan dalam proses treatment dan
oleh anak. Hambatan dalam berkomunikasi yang hanya satu anak yang menunjukkan penggunaan kosa
dialami anak autis seringkali juga mendorong adanya kata diluar sesi treatment.
permasalahan perilaku (Smith, dkk, 2014). Hasil dari Berbagai media berteknologi tinggi telah berhasil
beberapa penelitian (Carr & Durand, 1985; Dunlap, dikembangkan dan memberi dampak positif bagi
Johnson, & Robbins, 1990; Durand & Penggabungan, peningkatan kemampuan komunikasi anak autis.
2001; Reeve, 1996 dalam Gabriels, R.L, 2007, hlm. 5) Sayangnya, berbagai media tersebut masih sulit diakses
menemukan bahwa permasalahan perilaku seperti di Indonesia. Media AAC tersebut kebanyakan
melukai diri sendiri, agresif, dan mengamuk berkurang berbahasa asing sehingga menimbulkan kesulitan dalam
ketika anak autis diajarkan keterampilan berkomunikasi. penggunaan bagi anak, orang tua, dan guru. Alat bantu
Pada akhirnya, kelemahan pada kemampuan bahasa komunikasi visual berbahasa Indonesia dan berisi
ekspresif menjadi tantangan tersendiri dalam konten lokal masih jarang ditemukan. Kondisi yang
mewujudkan kemandirian anak autis. ditemui oleh peneliti sama seperti yang ditemukan
Mengembangkan kemampuan bahasa ekspresif Loizidez, dkk (2015) bahwa kelemahan aplikasi AAC
anak autis dapat dilakukan dengan penerapan strategi yang kebanyakan beredar di pasaran ialah tidak
visual seperti gambar dan kata tertulis untuk memberi menyediakan layanan bagi anak autis dengan dengan
petunjuk pada anak autis untuk menggunakan konteks bahasa minoritas (berbahasa asing bagi sebagian anak
yang tepat dalam berkomunikasi dan mengembangkan autis). Menurut Loizidez, dkk (2015) anak autis tidak
keterampilan berkomunikasi lainnya (Ganz & Flores, seharusnya mendapatkan layanan dengan bahasa yang
2010). Strategi visual digunakan karena mengingat jarang ditemui. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian
kondisi anak autis pada umumnya mengalami kesulitan ini mengembangkan media AAC berbasis teknologi
memahami makna tersirat atau hal yang bersifat abstrak yang bernama Kataku App sebagai alat bantu
(Rahmahtrisilvia, 2015). Strategi visual telah terbukti komunikasi bagi anak autis. Prinsip kerja Kataku App
berhasil meningkatkan kemampuan komunikasi anak ialah penggunaan gambar, suara, dan kata tertulis dalam
autis (Ganz, Cook, & Earles-Vollrath, 2006; Ganz, aplikasi sebagai media mengungkapkan keinginan anak
2007; Ganz, dkk., 2008). Strategi visual telah digunakan autis. Pengembangan alat didasarkan pada hasil analisis
untuk mengembangkan kemampuan bahasa ekspresif kebutuhan komunikasi anak serta memanfaatkan
anak melalui penerapan komunikasi alternatif atau kemampuan dan ketertarikan anak dalam menggunakan
Augmentative and Alternative Communication (AAC) handphone.
(Bondy and Frost 2002). Perangkat AAC menyediakan
simbol, gambar, foto, dan kata tertulis untuk METODE
mengkomunikasikan pemikiran dan ide dalam bentuk Penelitian ini menggunakan pendekatan
visual yang lebih konkrit, dapat diprediksi, dan bersifat penelitian dan pengembangan atau Research and
lebih statis dibanding berbicara (Mineo, dkk., 2008). Development (R&D). R&D adalah penelitian yang
Penerapan AAC bertujuan memaksimalkan kemandirian digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan
dan partisipasi anak autis di rumah dan di masyarakat menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2008:
(Iacono, dkk., 2009). AAC memberikan kesempatan 297).
pada anak autis untuk dapat berekspresi dengan cara Menurut Sugiyono (2008: 409) terdapat 10
mereka sendiri, mengungkapkan kebutuhan mereka, dan tahapan dalam langkah-langkah penelitian R&D, yaitu:
keinginan mereka, dan berinteraksi dengan guru, teman (1) tahap potensi dan masalah, (2) tahap pengumpulan
sebaya, dan anggota keluarga (Xin & Leonard, 2014). data, (3) tahap desain produk, (4) tahap validasi desain,
(5) tahap revisi desain, (6) tahap uji coba produk, (7)
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 607
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

tahap revisi produk, (8) tahap uji coba pemakaian, (9)


tahap revisi produk dan (10) tahap produksi masal. HASIL
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan. Tahap Kondisi anak yang mengalami kelemahan pada
pertama yang dilakukan pada 10 September - 10 kemampuan komunikasi ekspresif secara verbal menjadi
Oktober 2016 ialah studi pendahuluan. Studi sebuah kesulitan bagi orang di sekitar anak, khususnya
pendahuluan terdiri dari telaah referensi, pengembangan orang tua. Orang tua merasa kesulitan untuk mengetahui
instrumen, dan asesmen kondisi anak serta lingkungan. apa yang diinginkan oleh anak, apa yang dimaksud oleh
Tahap kedua dilakukan pada 11 Oktober 14 Oktober anak, dan apa yang dirasakaan oleh anak. Seringkali
2016. Tahap kedua ialah pengembangan sistem AAC anak menangis ketika memiliki keinginan dan justru
yang terdiri dari pengembangan rancangan media membuat orang tua merasa kebingungan. Berdasarkan
Kataku App dan strategi penerapannya. Pada tahap hasil wawancara dan pengamatan dengan pihak
kedua ini dilakukan validasi konsep pengembangan keluarga, pihak keluarga memahami bahwa anak hampir
oleh ahli AAC dan praktisi anak autis. Tahap ketiga setiap saat di rumah selalu bermain handphone. Anak
ialah tahap uji coba yang disertai evaluasi dan revisi sangat terampil dalam mengoperasikan handphone,
yang dilakukan pada 28 Oktober 28 Desember 2016. namun terfokus pada aplikasi untuk melihat video
Media Kataku App yang sudah direvisi diunggah ke youtube (iklan-iklan produk, kebanyakan produk
Playstore agar dapat diterapkan oleh anak autis lainnya rokok). Anak juga senang melihat gambar-gambar
dengan kebutuhan komunikasi serupa. dalam brosur atau Koran di rumah. Jika terdapat tulisan
Subjek dalam penelitian ini alah 1 orang anak yang merupakan brand suatu produk, anak meniru
laki-laki berusia 8 tahun yang menunjukkan kondisi menuliskannya di sebuah kertas. Ketertarikan anak
spektrum autis. Subjek yang berinisial MFR memiliki visual dan keterampilan mengunakan handphone
kemampuan bahasa reseptif yang cukup baik akan mendorong orang tua berkeingingan memberikan suatu
tetapi belum berkomunikasi secara verbal. Lokasi media berbasis visual yang dapat dimasukkan dalam
penelitian ialah sekolah dan lingkungan rumah MFR handphone, yang dapat memudahkan anak
yang terletak di Cimahi Jawa Barat. Pengambilan data berkomunikasi dengan orang tua.
melibatkan guru dan kedua orang tua MFR. Keinginan orang tua sangat relevan dengan
Peneliti menggunakan instrumen dalam kondisi objektif yang ditemukan oleh tim dari asesmen
pengumpulan data dan sebagai acuan terhadap penilaian yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil analisis
penggunaan produk (prototype Kataku App) yang kebutuhan, anak memiliki kebutuhan sebagai berikut:
dihasilkan. Adapun instrumen penelitian yang 1. Anak membutuhkan sebuah media atau strategi
digunakan adalah sebagai berikut: yang dapat membantu anak dalam berkomunikasi
1. Instrumen asesmen kondisi anak. Instrumen khususnya mengungkapkan keinginannya kepada
asesmen kondisi anak diadaptasi (alih bahasa) dari orang disekitarnya
instrumen asesmen kemampuan dan kesulitan anak 2. Anak membutuhkan media dan strategi komunikasi
autis oleh Wisconsin Assivtive Technology non verbal yang memanfaatkan ketertarikan anak
Intitiative (2009: 1-16). terhadap gambar (Visual).
2. Instrumen kemampuan komunikasi anak. Instrumen 3. Anak membutuhkan media dan strategi komunikasi
asesmen kemampuan komunikasi anak yang non verbal yang memanfaatkan ketertarikan dan
digunakan merupakan adaptasi (alih bahasa) dari keterampilan anak dalam menggunakan computer /
instrumen yang telah ada, yakni Assessing and handphone.
Developing Communication and Thinking Skills in 4. Anak membutuhkan media atau strategi untuk
People with Autism and Communication menstimulasi potensi berbicaranya.
Difficulties (2005, hlm. 16-28) oleh Jessica
Kingley Publishers London and Philadelphia. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan yang telah
Intrumen tersebut terdiri dari instrumen komunikasi dilakukan, tim menggunakan media komunikasi visual
bahasa reseptif, komunikasi bahasa ekspresif, Kataku App sebagai prototype untuk dikembangkan
komunikasi bahasa fungsional, dan interaksi sosial. menjadi media dalam sistem komunikasi untuk subjek
3. Instrumen asesmen potensi lingkungan. Instrumen MFR. Aplikasi Kataku merupakan sebuah aplikasi
asesmen ini juga dikembangkan berdasarkan berbasis android yang diciptakan oleh tim mahasiswa
panduan Wisconsin Assivtive Technology Intitiative melalui praktik perkuliahan teknologi asistif bagi
yaitu asesmen potensi lingkungan keluarga dan penyadang autis yang berkomunikasi melalui gambar.
asesmen potensi lingkungan sekolah. Prinsip dasar dari aplikasi kataku ialah
4. Instrumen indikator keberhasilan. Instrumen ini penggunaan gambar yang disertai tulisan dan suara
digunakan untuk menunjukkan keberhasilan anak untuk mengungkapkan keinginan. Di dalam aplikasi
dalam menggunakan produk. Kataku terdapat gambar yang dikelompokkan dalam
Pengumpulan data kemampuan anak dan potensi berbagai kategori yang sering digunakan penyandang
lingkungan dilakukan dengan: (1) teknik pengamatan autis tersebut. Pada setiap kategori dan gambar terdapat
pada subjek secara langsung di rumah dan di sekolah, tulisan nama objek dalam gambar dan suara tentang
(2) wawancara kemampuan subjek kepada guru kelas gambar. Sistem kerja aplikasi Kataku sebagai alat
dan orang tua.
608 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

komunikasi non verbal dapat dilihat pada bagan di dalam tahap pembiasaan untuk mengungkapkan
bawah ini. keinginannya dengan menggunakan aplikasi kataku
kepada orang di sekitarnya.
Subjek menginginkan/ Membuka aplikasi Pertemuan 4
membutuhkan sesuatu kataku
Subjek masih membuka berbagai kategori dalam
aplikasi kataku tidak untuk tujuan berkomunikasi
Memilih gambar yang Mencari gambar pada sesuai dengan konteks lingkungan, sehingga masih
diinginkan/ dibutuhkan kategori diperlukan pembiasaan dengan durasi dan frekuensi
lebih banyak dan natural dalam konteks kagiatan sehari-
hari.
Mencari gambar pada Menunjukkan pada Evaluasi juga dilakukan dalam melihat
kategori lawan bicara keberhasilan kataku app sebagai alat bantu
komunikasi dan perkembangan komunikasi subjek saat
sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi. Berikut
Lawan bicara merespon ditampilkan hasil rekapitulasi evaluasi yang ditampilkan
keinginan subjek dalam bentuk diagram 1.

Bagan 1. Sistem kerja aplikasi kataku

Prinsip dasar dari aplikasi kataku dirasa cocok


dengan hasil analisis kebutuhan anak (subjek MRF).
Oleh karena itu, aplikasi Kataku yang sudah ada akan
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan sebagai media
dalam sistem AAC untuk MRF.
Pengembangan aplikasi dilakukan dengan
melihat apa yang menjadi kebutuhan anak sehingga
adanya perubahan konten dan fitur dari aplikasi.
Perubahan konten ialah kategori dan isi gambar
disesuaikan dengan kebutuhan komunikasi anak sehari-
hari. Sedangkan perubahan fitur ialah tampilan fitur
pengaturan menjadi lebih ringkas dibanding aplikasi Diagram 1 Indikator keberhasilan penggunaan aplikasi kataku
Kataku sebelumnya. Perubahan fitur pengaturan terdiri
dari menambah kategori, rubah kategori, menambah Hasil evaluasi keberhasilan aplikasi yaitu, terjadi
gambar, rubah gambar, riwayat aplikasi, reset, dan peningkatan sebesar 43% mengenai keberhasilan dari
tentang aplikasi. Perubahan tersebut ditulis dalam Kataku App untuk membantu komunikasi subjek
sebuah draft rancangan pengembangan prototype dengan hambatan komunikasi non verbal dengan orang
Kataku App. Selain mengembangkan aplikasi Kataku disekitar. Adapun indikator yang tidak mengalami
sesuai kondisi dan kebutuhan anak (MRF), disusun pula perubahan dikarenakan pemahaman fungsi dan
strategi penerapan aplikasi Kataku sebagai alat penggunaan yang benar-benar mandiri belum dapat
komunikasi non verbal bagi MRF. dilakukan subjek.
Uji coba dilakukan sebanyak 4 kali pertemuan
yang dimana setiap pertemuan dilakukan beberapa sesi
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Berikut
merupakan hasil dari masing-masing pertemuan.
Pertemuan 1
Subjek telah mampu menunjukkan gambar yang
diinstruksikan dan dengan inisitif menekan icon suara
untuk mendengarkan keterangan pada gambar dan
mampu menekan tombol back untuk melihat kategori
dan gambar lainnya.
Pertemuan 2
Subjek mampu mencari gambar yang diinginkan
dengan bantuan perintah. Subjek juga mampu Diagram 2. Perkembangan Komunikasi Subjek
menunjukkan gamba yang dipilih pada orang tua (lawan
bicara) dengan bantuan perintah dari peneliti dan orang Diagram 2 menunjukkan bahwa terdapat
tua. perkembangan kemampuan subjek khususnya pada
Pertemuan 3 kemampuan komunikasi ekspresif, komunikasi
Subjek sudah dapat mencari dan memilih gambar fungsional, dan interaksi sosial. Sedangkan pada
sesuai dengan instruksi yang ditujukan, namun masih
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 609
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

kemampuan bahasa pemahaman (bahasa reseptif) tidak subjek mengerti jika subjek saat itu sedang
mengalami perubahan. berada di sekolah.
c) Subjek dapat berkompromi ketika orang tua tidak
dapat memberikan yang ia inginkan saat itu juga,
PEMBAHASAN namun subjek akan meminta di lain hari dengan
Kataku App termasuk dalam Aided Augmentative menunjukkan gambar yang diinginkan tersebut
and Alternetive Communication (AAC) atau AAC melalui aplikasi Kataku.
dengan menggunakan alat atau media (Beukelman & d) Subjek merespon lebih cepat ketika diarahkan
Mirenda dalam King & Fahsl, 2012). Kataku App oleh orang tua atau guru karena subjek sudah
merupakan media AAC yang dikembangkan sebagai lebih mengerti nama benda yang disebutkan oleh
Asistive Technology (AT) bagi subjek. Pengembangan orang tua dan guru. Penemuan ini menunjukkan
Kataku App digunakan berdasarkan asesmen pada bahwa subjek memiliki peningkatan dalam
subjek sehingga aplikasi dapat memfasilitasi kebutuhan pemahaman kosa kata terkait benda yang ada di
subjek untuk mengungkapkan keinginan pada pihak sekitarnya. Sesuai dengan penjelasan Hayes, dkk
keluarga melalui gambar yang dipilih dalam aplikasi. (2010) bahwa pemanfaatan dukungan visual
Gambar dalam Kataku App tentunya sangat individual, membantu anak autis dalam pembelajaran,
artinya hanya dapat digunakan oleh subjek. Media memproduksi bahasa, meningkatkan proses
Kataku App sebagai teknologi bantu atau Asistive komunikasi dan dapat membantu memahami
Technology selaras dengan penjelasan Loncke, Filip dunia di sekitar mereka.
(2016:42) bahwa AT adalah the term used to indicate
technological measures taken to facilitate a persons Perkembangan kemampuan subjek pada
functioning. It is clear that AT plays an important kemampuan komunikasi fungsional sesuai dengan hasil
role within AAC. temuan penelitian Xin & Leonard (2014) bahwa AAC
Hasil penelitian menunjukkan adanya berbagai memberikan kesempatan pada anak autis untuk dapat
penemuan yang diuraikan pada pembahasan ini. Adapun berekspresi dengan cara mereka sendiri,
pembahasan hasil penelitian adalah sebagai berikut: mengungkapkan kebutuhan mereka, dan keinginan
Pengembangan Kataku App sebagai alat bantu mereka, dan berinteraksi dengan guru, teman sebaya,
komunikasi non verbal bagi subjek MRF memberikan dan anggota keluarga. Studi lain menunjukkan bahwa
dampak pada kemampuan komunikasi eskpresif, AAC juga diajarkan untuk mengembangkan komunikasi
komunikasi fungsional, dan interaksi social. Hayes, dkk fungsional (Sigafoos, dkk., 2009).
(2010) bahwa perangkat berteknologi tinggi untuk
augmentatif dan komunikasi alternatif juga dapat Pada kemampuan interaksi sosial:
membantu anak-anak dengan kebutuhan khusus a) Subjek merespon orang lain yang mengajaknya
membangun keterampilan bahasa dari waktu ke waktu. berbicara dengan melakukan apa yang
Berdasarkan pernyataan tersebut penggunaan teknologi disuruhkan padanya (ketika itu perintah atau
dalam intervensi komuikasi bagi anak autis dapat permintaan) dan mendekati atau menyentuh
memberikan dampak positif. tangan orang yang mengajaknya berkomunikasi.
Pada kemampuan komunikasi ekspresif, terdapat Dahulu subjek hanya mendekati orang lain ketika
kemajuan bahwa subjek mampu mengucapkan kata ia memiliki ketertarikan pada orang tersebut.
HP (handphone) dengan jelas dibanding sebelumnya Misalnya orang tersebut membawa HP atau
yang hanya Pe. Temuan ini menunjukkan bahwa kamera.
pengucapan kosa kata pada subjek menjadi lebih jelas. b) Subjek lebih sering menunjukkan perilaku
Temuan ini diperkuat hasil penelitian Ganz, dkk (2014) menirukan suara yang ia dengar dan menuliskan
bahwa intervensi menggunakan dukungan visual dapat kata yang pernah ia lihat dibandingkan sebelum
mendorong penggunaan kounikasi verbal pada anak diterapkan aplikasi Kataku. Subjek sering
autis. membuka berbagai gambar dalam aplikasi dan
membunyikan suaranya satu per satu secara
Pada kemampuan komunikasi fungsional: bergantian.
a) Subjek dapat menggunakan bahasanya untuk
mengungkapkan keinginan dengan menunjukkan Perubahan kemampuan interaksi social pada
gambar dalam aplikasi pada orang tuanya. subjek senada dengan pendapat Trembath, dkk., (2013)
Dimana sebelumnya orang tua tidak memahami bahwa penggunaan AAC pada penyandang autis
apa yang ingin dimakan anaknya. berpotensi mendukung kemampuan bahasa reseptif dan
b) Subjek dapat menggunakan bahasanya untuk ekspresif panyandang autis sehingga interaksi sosial
mengungkapkan bahwa ia sedang di sekolah penyandang autis dengan keluarga, teman, kolega, dapat
dengan cara sering membunyikan suara gambar terfasilitasi.
sekolah berkali-kali ketika ia membuka aplikasi Perubahan kemampuan komunikasi subjek
di sekolah. Setelah subjek melakukan hal sejauh penelitian ini dilakukan telah mencapai pada
tersebut, orang tua dan guru menjadi tahu bahwa tahapan early communication stage. Sussman (dalam
Rahmahtrisilvia, 2015) menjelaskan early
610 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

communication stage merupakan tahapan dimana anak


autis sudah mulai melibatkan gerakan, gambar, dan
suara untuk menggkomunikasikan kebutuhannya. Anak DAFTAR PUSTAKA
sudah mampu menggunakan media khusus untuk Bondy, A., & Frost, L. (2002). A pictures worth: PECS
berkomunikasi walaupun masih terbatas untuk and other visual communication strategies in
mengungkapkan keingnan sederhana. autism. Topics in autism. Bethesda, MD:
Woodbine House.
Carlile, K. A., Reeve, S. A., Reeve, K. F., & Debar, R.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
M. (2013). Using activity schedules on the iPod
Kesimpulan touch to teach leisure skills to children with
Pengembangan media AAC Kataku App sebagai autism. Education and treatment of children,
alat bantu komunikasi untuk subjek MRF ialah 36(2), hlm. 33-57. doi:10.1353/etc.2013.0015
pengisian kategori dan isi gambar sesuai kebutuhan Efendy, O.U. (2002). Ilmu Komunitasi Teori. Bandung:
subjek, dan penyesuaian penampilan serta fitur Remaja Rosdakarya.
pengaturan aplikasi. Strategi penerapan Kataku App Gabriels, Robin L. (2007). Growing Up with Autism.
pada anak sebagai alat bantu komunikasi ialah (1) Edited by: Robin L Gabriels & Dina E. Hill.
Pengenalan Kataku App pada orang tua; (2) Pengenalan New York: The Guilford Press.
Kataku App pada anak yang terdiri dari pengenalan cara Ganz, dkk. (2013). Efficacy of Handheld Electronic
membuka aplikasi pada anak, pengenalan isi aplikasi Visual Supports to Enhance Vocabulary in
(kategori dan gambar), dan pengenalan fungsi aplikasi; Children With ASD. Focus on Autism and Other
(3) Pembiasaan menggunakan Kataku App sebagai alat Developmental Disabilities. Vol. 29 (1) hlm 3
bantu mengungkapkan keinginan dalam kehidupan 12. Sagepub.
sehari-hari yang melibatkan anak dan orang tua. Ganz, J. B. (2007). Using visual script interventions to
Dampak dari penerapan sistem AAC yang address communication skills. Teaching
dikembangkan ialah (1) terdapat peningkatan Exceptional Children, 40, hlm. 5458.
kemampuan subjek untuk mengungkapkan keinginan Ganz, J. B., & Flores, M. M. (2008). Effects of the use
yakni dengan memilih gambar dalam aplikasi Kataku of visual strategies in play groups for children
dan menunjukkan pada orang tua. Sebagai dampaknya, with autism spectrum disorders and their peers.
orang tua merasa terbantu untuk mengetahui keinginan Journal of Autism and Developmental Disorders,
anak yang pada awalnya sangatlah sulit. (2) penerapan 38, hlm. 926940.
sistem AAC dengan media Kataku App memberikan Ganz, J. B., & Flores, M. M. (2010). Implementing
dampak pada kemampuan mengucapkan kosa kata visual cues for young children with autism
dengan lebih jelas bagi subjek. (3) penerapan sistem spectrum disorders and their classmates. Young
AAC dengan media Kataku App memberikan dampak Children, 65, hlm. 7883.
pada kemampuan subjek untuk memahami benda-benda Ganz, J. B., Cook, K. T., & Earles-Vollrath, T. L.
yang ada di sekitarnya sehingga memudahkan orang tua (2006). How to write and implement social
atau guru ketika berkomunikasi dengan subjek. scripts. Austin, TX: Pro-Ed.
Rekomendasi Ganz, Jennifer B, dkk. (2014). Efficacy of Handheld
1. Bagi orang tua Electronic Visual Supports to Enhance
Orang tua dapat mengeksplor semua fitur dalam Vocabulary in Children with ASD. Focus on
Kataku App, sehingga dianjurkan untuk terus autism and Other Developmental Disabilities.
menambahkan gambar yang ada dilingkungannya Vol 29 (1). Hlm. 3-12.
untuk memperkaya kosakata anak. Hayes, G. R., Hirano, S., Marcu, G., Monibi, M.,
2. Bagi guru Nguyen, D. H., & Yeganyan, M. (2010).
Penggunaan aplikasi Kataku sebagai media AAC Interactive visual supports for children with
dapat dipelajari lebih lanjut oleh guru sehingga autism. Personal and ubiquitous computing,
guru dapat turut serta secara intensif menerapkan 14(7), hlm. 663-680.
aplikasi Kataku sebagai sarana mengungkapkan Hus, V., Pickles, A., Cook, E. H. Jr., Risi, S., & Lord,
keinginan anak di lingkungan sekolah. C. (2007). Using the Autism Diagnostic
3. Bagi peneliti/ akademisi InterviewRevised to increase phenotypic
a. Sistem AAC dengan media Kataku App ini dapat homogeneity in genetic studies of autism.
dipelajari dan dicoba diterapkan sebagai cara Biological Psychiatry, 61, hlm. 438448.
komunikasi non verbal bagi individu berkebutuhan Iacono T, Johnson H and Forster S (2009) Supporting
khusus yang memiliki kondisi kemampuan the participation of adolescents and adults with
komunikasi yang mirip dengan subjek dalam complex communication needs. Autism Spectrum
penelitian ini. Disorders and AAC. Baltimore, MD: Paul H
b. Peneliti atau akademisi dapat melakukan Brookes. Hlm. 443474.
pengembangan sistem AAC dengan prototype
media Kataku App yang telah dibuat dan
dikembangkan oleh tim pengembang katakuapp.id.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 611
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

King & Fahsl. (2012). Supporting Social Competence in London & Philadelphia: Jessica Kingley
Children Who Use Augmentative and Publishers.
Alternative Communication. Teaching Smith, K. Gillespie, dkk. (2014). Children with autism
Execptional Children, Vol 45, (1), hlm. 42-49. spectrum disorder (ASD) attend typically to
Loizides, F., Kartapanis, I., Sella, F., & Papadima- faces and objects presented within their picture
Sophocleous, S. (2015). Mi.L.A: multilingual communication systems. Journal of Intellectual
and multifaceted mobile interactive applications Disability Research, 58, hlm. 459-470.
for children with autism. In F. Helm, L. Bradley, Stromer, R., Kimball, J. W., Kinney, E. M., & Taylor,
M. Guarda, & S. Thousny (Eds), Critical CALL B. A. (2006). Activity schedules, computer
Proceedings of the 2015 EUROCALL technology, and teaching children with autism
Conference, Padova, Italy (pp. 368-374). Dublin: spectrum disorders. Focus on Autism and Other
Research-publishing.net. Developmental Disabilities, 21(1), hlm. 43-51.
http://dx.doi.org/10.14705/rpnet.2015.000360 doi:10.1177/10883576060210010301
Loncke, Filip. (2016). Augmentative and Alternative Sugiyono, S. (2010). Metode Penelitian Pendidikan
Communication. Models and Applications for (Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).
Educators, Speech-Language Pathologists, Bandung: Alfabeta.
Psychologists, Caregivers, and Users. [Online] Sutady, Rudy. (2011). Melatih Komunikasi pada
diakses dari Penyandang Autisme Menggunakan Applied
https://www.pluralpublishing.com/media/media_ Behavior Analysis (ABA/Metode Lovaas).
augac_SamplePages.pdf. Pelatihan Tahap 2 ABA Metode Lovaaas
Mineo, B. A., Peischl, D., & Pennington, C. (2008). (Applied Behavior Analysis) Melatih
Moving targets: The effect of animation on Komunikasi pada Anak Autistik. Surabaya.
identification of action word representations. Trembath, D., dkk. (2013). Augmentative and
Augmentative and Alternative Communication, Alternative Communication Supports for Adults
24, hlm. 162173. with Autism Spectrum Disorders. Autism. Vol.
Rahmahtrisilvia. (2015). Peningkatan Kemampuan 18(8) hlm. 891 902. Sagepub.
Komunikasi pada Anak Autistik Menggunakan Wisconsin Assistive Technology Initiative. (2009).
Dukungan Visual. PEDAGOGI Jurnal Ilmiah Assistive Technology Supports for Individuals
Ilmu Pendidikan. Vol 15 (1), hlm. 128-136. with Autism pectrum Disorder. [Online].
Sigafoos J, OReilly M and Lancioni GE (2009) Functional Diakses dari
communication training and choice-making http://www.wati.org/content/supports/free/pdf/A
interventions for the treatment of problem behavior in SDManual-1.pdf.
individuals with autism spectrum disorders. In: Xin, Joy F. & Leonard, D.A. (2014). Using iPads to
Mirenda P and Iacono T (eds) Autism Spectrum
Disorders and AAC. Baltimore, MD: Paul H Brookes,
Teach Communication Skills od Students with
hlm.. 333354. Autism. Journal Autism Development Disorder.
Silver, Kate. (2005). Assessing and Developing DOI 10.1007/s10803-014-2266-8. New York:
Communication and Thinking Skills in People Springer.
with Autism and Communication Difficulties.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

ADAPTATION FOR LEARNING DISABILITIES STUDENT IN INCLUSIVE


CLASSROOM

Maizatul Azmah, A.La, Wan Azlinda, W.M.b, Mohd. Azrani, Ac

a,b
Department of Professional Education, Faculty of Technical and Vocational Education,
University Tun Hussein Onn, Malaysia, 86400, Batu Pahat, Malaysia
c
SK Putrajaya Presint 18 (1), 62150, Putrajaya, Malaysia
E-mail: maizatulazmah@yahoo.co.uk

Abstract: Adaptation comprised of accommodations and modifications are strategies that can be used to
help special education students learning in inclusive classrooms. Accommodations are reasonable changes
that is make to teaching and learning, such as changing the format of the same materials used for mainstream
students to a format which is easier and accessible for special needs students to learn. Teachers dont
change what student is learning but change how student is learning. Modifications change what or how much
a student is taught and the goal is to gear the curriculum to the students capability and generally refer to
changes in policies. Both accommodations and modifications should be practiced effectively in inclusive
classroom to ensure students learning outcomes will be achieved. Accommodations can give students a
better chance of showing what hes learned and it is important that student accommodations are tailored to his
specific needs. Without accommodations, students with disabilities may not be able to access grade level
instruction and participate fully on assessments (NCLD, 2005). When modification used correctly, students
allowed to end up lowering whats expected of student and what student have a chance to learn. This paper
reports the view of the headmaster, senior assistant of special education teacher, subject and special education
teacher on accommodation and modification practices made by subject teachers and special education
teachers who are conducting inclusive classroom in primary schools. This study uses a survey questionnaire
conducted on 53 primary schools with special education inclusive programs. The findings revealed that
statement Students inclusive placed in front of the class or according to their needs has the highest score
with 93.9% of respondents agreeing they were placed the students with learning disabilities in front of the
class or according their needs (mean Score = 4.14, SD = 0.706). The findings also revealed that 79.8% of
respondent agreed that Subjects teacher use the same technique in inclusive classroom (Mean score = 3.74,
SD = 9.890). Kruskal-walis result show the perception of teacher position does not have significant affect on
the adaptations accommodation practise made by subject teachers and special education teachers in the
implementation of inclusive education to students with learning difficulties in Inclusive Education Program
[2 (3, N = 411) = 6.502, p = 0.090]. Kruskal-Wallis H results show the perception of teacher position was a
statistically significant affect on adaptation modification practise made by subject teachers and special
education teachers in the implementation of inclusive education to students with learning difficulties in
Inclusive Education Program [2 (3, N = 411) = 12.325, p = 0.006]. Researcher suggested that to increase the
use of adaptation practice in an inclusive classroom is to provide information to teachers in school by
showing the best practices adaptation implemented and monitoring by the headmaster and senior assistance of
special needs program needs more frequently to ensure that adaptation practices is carried out according to
the student needs.
Keywords: Adaptation, Accommodation, Modification, Special Needs Students

INTRODUCTION component of successful inclusive settings to meet the


The key to success in teaching special needs wide range of needs of students (Voltz et al., 2001).
students are making appropriate adaptation in terms of Without effective practices in instruction
accommodation and modification to the teaching technique and appropriate accommodative practices and
instruction and other classroom activities (Williams, instructional flexibilities, successful inclusion is
2001). Adaptations are designed to accommodate improbable (Smith, Polloway, Patton and Dowdy,
special needs students to achieve the learning outcomes 2006).
through adaptation accommodation and modification From The English Oxford Dictionary,
and it is one of the best practices in teaching. If accommodation means the process of adapting or
appropriate adaptations are not used, students could be adjusting to someone or something
unfairly penalized for having learning differences. (http://en.oxfordictionaries.com/definition).
Furthermore, serious negative impacts for achievement Accommodation consist a changes in the manner in
and self-concept will be created. which students are taught, including changes in
Examples of instructional strategies that are instruction, assignments and homework, and testing
used in special education are accommodations (Smith et al., 2006). Accommodations in the form of
(curricular adaptation) or modifications (David, 2007; adaptation occurs when teachers differentiate
Reynaud, Gavin & Winkley, 2007). Effective instruction, assessment and materials in order to create a
instructions provided by teacheris an essential flexible learning environment, accomplish this objective

613
614 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

without modifying the curriculum (MoEBC, 2009). An Objective


accommodation is reasonable adjustments to teaching The aim of this paper is to study the practice of
practice so that the special needs students learn the same adaptation implementation in inclusive classroom and
materials, but in a format that is accessible to the special specifically examining the following objectives:
needs student. Examples of accommodation are i) To investigate the adaptations practices made by
reflected in teacher presentation (e.g., repeat directions, subject teachers and special education teachers in
read aloud, use of larger bubbles on answer sheets), the implementation of inclusive education to
types of students response (e.g., mark answers in book, students with learning difficulties in Inclusive
use reference aids, point, use of computer), timing or Education Program from the perception of
scheduling (e.g., extended time, frequent breaks) and headmaster, senior assistance special education
setting in classroom (e.g. separate room) (NCLD, 2005). teacher, subject teacher and special education
From The English Oxford Dictionary, teacher.
modification means a change made ii) To investigate if the perception of headmaster,
(http://en.oxfordictionaries.com/definition). senior assistance special education teacher,
Modifications refer to curricular adaptations subject teacher and special education differs on
which change or lower the expectations or standards and the adaptations practices made by subject
generally refer to changes in policies that may affect teachers and special education teachers in the
special needs students (Smith et al.,) 2006). The change implementation of inclusive education to
is important to enable special needs student access to students with learning difficulties in Inclusive
the curriculum. This can be accomplished by making Education Program
the assignment easier, or by not requiring the special
needs student to do the same level of work as the main Research question
streamed students. It is means that, through i) What are adaptations made by teachers and
modification, the learning material ismake simpler. In special education teachers in the Inclusive
the other words, modification changes what a student is Education Program through the perception of
taugh or expected to learn. In many cases, modification headmaster, senior assistance special education
is not a permanent or long term solution of the teacher, subject teacher and special education
educational program. Examples of modifications teacher?
include student completing work on part of a standard, ii) Do the adaptions made by teachers and special
or a student completing an alternate assignment that is education teachers in the Inclusive education
more easily achievable than the original assignment differs through the perception of headmaster,
(PACER, 2015). Therefore, decision about modification senior assistance special education teacher,
should be carefully and thoughtfully made by subject teacher and special education teacher?
stakeholder in Individual Education Plan (IEP). Any
accommodation or modification that subject teacher and Research Hypotheses:
special education chooses must be based on the HO1: The perception of headmaster, senior assistance
individual needs of the student, and these must be special education teacher, subject teacher and
provided if written in the students Inclusive Education special education teachers differs in the
Plan. adaptations (accommodation and modification)
The focus of this article is to report the practise made by subject teachers and special
perception of headmaster, senior assistance of special education teachers in the implementation of
education teacher, subject teacher and special education Inclusive Education Program.
teacher on accommodation and the modification
practices use by subject teachers and special education 2.0 LITERATURE REVIEW
teachers. The headmasters and senior assistants of
special education teacher perceptions were taken into Instructional Adaptation in Inclusive Education
account in this study because the administrators play a Program in Malaysia
very important role in ensuring the successful inclusive Adaptation in the classroom needs to be done
program (Mohd. Amin and Mohd. Yasin, 2016). If the due to the diversity of students is one of the factors that
administrator knowing in depth the implementation of should be considered by the teacher before planning
an inclusive school of course they are properly know teaching, learning and assessment in the classroom
about adaptation implemented in inclusive classroom. (Tahar, Alias and Mazjub, 2010). Report from Jemaah
Nazir Jaminan dan Kualiti (JNJK), Ministry of
Education (2013), found that the Inclusive Education
Program was not implemented effectively. The lacking
of this program is because both subject and special
education are not clear how to conduct inclusive
education and the needs of special education students
involved in this program (Mohd.Amin and Mohd.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 615
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Yasin, 2016). Misinterpretation among teachers on the 4.0 RESULTS


implementation of Inclusive Education Program led to Respondents are selected from 58 schools with
adaptations not is implemented effectively. Special Education Integration Program whose students
Until now, there are some teachers who still are involved in Inclusive Education Program. Total of
use the same techniques and methods to teach all 411 questionnaires sets was collected from the
students regardless of level of ability and the potential headmasters, senior assistant for special education
of students. Adaptation in the classroom still not done teachers, special education teachers and subject teachers
appropriately. The findings of a study conducted by to be analysed. The data was analysed based on two key
Mohd. Amin and Mohd. Yasin showed that only 50% of aspects. Firstly, is the accommodation made by subject
schools that have implemented the inclusive education teachers and special education teachers in the
program development training for teachers to implementation of inclusive education difficulties in
understand inclusive education, especially for primary schools and the second is the modification
inexperienced teachers handling students with special made by teachers and special education teachers in the
needs and as much as 55.3% of mainstream teachers implementation of inclusive education difficulties in
receive guidance from a special education teacher in primary schools. Data were analysed for frequency,
handling students with special needs (Mohd. Amin and percentage, score mean and standard deviation to
Mohd. Yasin, 2016) and most of the school teachers do indicate the level of agreement to the items in the
not have the skills to make the adaptation of teaching questionnaires.
and learning in inclusive classrooms (Mazjub, 2010). The respondents comprised of headmasters
(n=32), senior assistants of integration special education
teachers (n=51), subject teachers (Bahasa Melayu,
3.0 RESEARCH METHODOLOGY
English, Mathematics and Science) (n=124). The
This study aimed to determine the adaptation majority of survey respondent were special education
practices, specifically the accommodation and teacher as assistant teacher (n=204) for subjects Bahasa
modification that has been executed in Inclusive Melayu, English, Mathematics and Science. The total
Education Program. The population of this study is all survey included 29 items and 26 statement and
the Special Education Integration Program (SEIP) respondents were asked to indicate the extent to which
students in Inclusive Classroom in Selangor. A copy of they agreed or disagreed with each statement. In this
survey questionnaires were distributed to 58 selected study, the researcher used a Likerttype scale was used
schools involved in Inclusive Education Program that with responses ranging from strongly disagree to
practise full inclusion method. Inclusive full method strongly agree. Data was coded as 1= strongly disagree,
chosen as the probability for students taking national 2= disagree, 3= neutral, 4= agree and 5= strongly agree
examinations is high and the full inclusion of students (Chua, 2009). For the more understanding, the levels of
will be in an inclusive classroom during the class agreements and disagreements with each statement the
period. Respondents of this study consisted of a five categories were reduced to three categories
headmasters, senior assistants of special education indicating those who agree, neutral and those who
teachers, subject teachers and special education teachers disagree with each statement. Respondents who rate
(teacher assistants). Perception headmaster and senior strongly disagree or disagree to a statement were
assistance of special education is counted for their combined in one category as disagree. Similarly, the
involvement as administrator in school, they also act respondent who responses agree or strongly agree to
stakeholder and IEP committee. This survey was statement was combined to into one category agree
conducted for a period of 2 months from March to April (Khairuddin, Dally and Foggett, 2016).
2016. The 29 items questionnaires were distributed to In this study, the researchers used seven
the participants either face to face, by e-mail or posted statements to gauge for knowing about adaptation in
to the selected school in the state of Selangor. Of the 58 term of accommodation and modification that
primary schools survey distributed, only 53 schools implement of Inclusive Education Program in primary
returned the questionnaire set. A total of 32 sets are schools. The results are presented in Table 1 along with
received from for headmasters, 51 sets from senior the percentage of teachers who agreed or disagreed with
assistants of special education teachers, 124 sets from the statement as well as the mean score. As indicated in
subjects teachers and 204 sets from special education Table 1, the highest rating were given to the items
teachers. All responses given by the respondent were Students inclusive placed in front of the class or
processed and analyzed to get the frequency, the according to their needs (Mean Score = 4.14, SD =
percentage, mean score and standard deviation for 0.706) with 93.9% of respondents agreeing they were
descriptive analysis statistic, Kruskal-Wallis H and Post placed the special need students in front of the class or
Hoc comparisons using the LDS test for inferential according their needs. While one item in term of
statistics. The results are described in terms of modification which statement Extended time is given
accommodation and modification that has been to inclusive students in examination (Mean Score =
executed by subject teachers and special education 4.08, SD = 0.786) is the highest rating with more than
teachers (assistant teacher) in inclusive classroom 90.0% of respondents agreeing that they give more
times to special needs students in the national
616 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

examination or assessment in class. The item, Special modification practice in inclusive class by subject
education teacher do the interventions to special needs teacher and special education teacher on headmaster,
student more than 85% of respondent (Mean score = senior assistant of special education teacher, subject
41.0, SD = 0.920) agree with this statement. teacher and special education teacher. There was a
A total 82.2% of respondent (Mean score = 3.82, significant effect of perception on modification practice
SD = 0.974) agree with that Subject teachers does not in inclusive class on teacher position at the p<.05 level
using different assessment of teaching students with for the four teacher position [F (3, 407) = 2.661, p =
learning disability. In addition, 81.1% of respondent 0.048]. Post hoc comparisons using the LDS test
(Mean score = 3.79, SD 0.968) agree with this statement indicated that the mean score for perception senior
Subject teachers does not using different methods of assistant of special education teacher (M = 8.3725, SD=
teaching students with learning disability and 79.8% of 1.39944), special education teacher (M=8.1814,
respondent agreed that Subject teachers does not using SD=1.28709), and headmaster (M=8.0625,
different teaching techniques of teaching students with SD=1.83052) was significantly different than the
learning disability (Mean score = 3.74, SD= 9.890). subjects teacher (M=7.8387, SD=1.12898). However,
Kruskal-Wallis H results in Table 2 show the mean score of senior assistant of special education
perception of teacher position does not have significant teacher did not significantly differ from the special
affect on the adaptations accommodation practise made education teacher and headmaster perception. These
by subject teachers and special education teachers in the results suggest that perception of senior assistant of
implementation of Inclusive Education Program [2 (3, special education teacher is more positive on
N = 411) = 6.502, p = 0.090]. Kruskal-Wallis H results modification practice in inclusive class by subject
show the perception of teacher position was a teacher and special education teacher. However, a one-
statistically significant affect on adaptation modification way between subjects ANOVA is statistically
practise made by subject teachers and special education significant; the difference in mean scores between
teachers in the implementation of Inclusive Education groups is relatively small.
Program [2 (3, N = 411) = 12.325, p = 0.006].
In Table 3, a one-way between subjects ANOVA
was conducted to compare the perception on

Table1: Adaptation in inclusive classroom

No. Item Scale Frequency Percentage (%) Mean score STD


B20 Special education teacher Disagree 56 13.6 4.01 0.920
do the interventions to Neutral 1 0.2
special needs student Agree 354 86.1
B21 Subject teachers does not Disagree 78 18.8 3.79 0.968
using different methods of Neutral 1 0.2
teaching students with Agree 333 81.1
learning disability
B22 Subject teachers does not Disagree 82 19.9 3.74 9.890
using different teaching Neutral 1 0.2
techniques of teaching Agree 328 79.8
students with learning
disability.
B23 Student inclusive placed in Disagree 23 5.6 4.14 0.706
front of the class or Neutral 2 0.5
according to their needs Agree 386 93.9
B24 Subject teachers does not Disagree 71 17.2 3.82 0.974
using different assessment Neutral 2 0.5
of teaching students with Agree 338 82.2
learning disability.
Accommodation 3.90 0.894
B25 Subject teachers does not Disagree 73 17.7 3.87 0.939
using different curriculum Neutral 3 0.7
in inclusive classrooms Agree 335 81.5
B26 Extended time is given to Disagree 35 8.6 4.08 0.786
inclusive students in Neutral 1 0.2
examination Agree 375 91.2
Modification 3.975 0.863
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 617
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Total 3.938 0.879

Table 2: Kruskal-Wallis H results on the perception of teacher position differs on the adaptations practices made
by subject teachers and special education teachers in the implementation of inclusive education to students with
learning difficulties in Inclusive Education Program.
Ranks
Adaptation Teacher position N Mean Rank
Headmaster 32 214.75
Senior assistant of special education teacher 51 210.20
Accommodation Subject teacher 124 184.01
Special education teacher 204 216.94
Total 411
Headmaster 32 218.86
Senior assistant of special education teacher 51 232.91
Modification Subject teacher 124 177.70
Special education teacher 204 214.46
Total 411

Test Statisticsa,b
Accommodation Modification
Chi-Square 6.502 12.325
df 3 3
Asymp. Sig. .090 .006
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Teacher position
Table 3: Post hoc comparisons using the LDS test results on perception of teacher position affect on
the adaptations accommodation practise made by subject teachers and special education teachers in
the implementation of inclusive education to students with learning difficulties in Inclusive Education
Program.
ANOVA
Modification
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 13.627 3 4.542 2.661 .048
Within Groups 694.860 407 1.707
Total 708.487 410
618 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Descriptives
Modification
N Mean Std. Std. Error 95% Confidence Minimum Maximu
Deviation Interval for Mean m
Lower Upper
Bound Bound
Headmaster 32 8.0625 1.83052 .32359 7.4025 8.7225 2.00 10.00
Senior assistant 51 8.3725 1.39944 .19596 7.9790 8.7661 4.00 10.00
Subject teacher 124 7.8387 1.12898 .10139 7.6380 8.0394 6.00 10.00
Special education teacher 204 8.1814 1.28709 .09011 8.0037 8.3591 4.00 10.00
Total 411 8.0925 1.31454 .06484 7.9650 8.2199 2.00 10.00

5.0 Discussion

Results from Table 1: Adaptation in inclusive students are much more likely to grasp the concept at
classroom, revealed that there appeared to be limited of hand when its covered again in a general education
accommodation done by subject teacher to special setting. Furthermore, subjects teacher to assume more
education needs students in inclusive classroom. More responsibility for design, implement and evaluation of
than 80% of respondent agreed that a subject teacher student educational program (Dukes and Dukes, 2005).
does not using different methods and assessment of In adaptation in inclusive classroom, more than
teaching students with learning disability. In the other 80% of respondent agree that subject teacher does not
words, the subject teaches in inclusive classroom do not using different assessment form for special needs
change their teaching methods even they know students inclusive. In other words, special needs
existence special needs students in theirs classroom. students receiving accommodations read the same
These findings are supported by a study conducted by material and take the same tests as their peers without
Mohd.Amin and Mohd.Yasin (2016) some teachers who disabilities. While, more than 90% of respondent agree
use the approach and the same technique for all students that special needs student placed in front of the class or
regardless of level of ability and potential students. This according to their needs in inclusive classroom. These
causes the inclusive student left behind in education and findings are also supported by a study conducted by
assignments not completed (Mohd. Amin and Hamdan and Hussin (2013) found that 73.2% of
Mohd.Yasin, 2016). A study conducted by Hamdan and respondents agreed that teachers are willing to make
Hussin (2013) also shows that there are still have physical changes in the classroom according to the
teachers who are not willing to provide aids learning to student needs. It means, the subject teacher know that
special needs students. Furthermore, it is happen when special needs student need more focus in class. By
lack of information and communication between subject putting students in front of the class where existing
and special education teacher. The lack of students setting, it will help student more focus on
collaborations teaching and carrying out teaching activities (David,
In adaptation in inclusive classroom, more than 2007; Reynaud, Gavin and Winkley, 2007
80% of respondent agree that subject teacher does not In Malaysia, special needs student who learn in
using different assessment form for special needs inclusive classroom can be learning the same
students inclusive. In other words, special needs curriculum as with typical student (BPKhas, 2013). This
students receiving accommodations read the same statement support this present study and showed in
material and take the same tests as their peers without modification adaptation, subject teachers use the same
disabilities. While, more than 90% of respondent agree curriculum in inclusive classrooms. This indicates that
that special needs student placed in front of the class or most special education student in inclusive classrooms
according to their needs in inclusive classroom. These have the capacity, same ability to learn standard
findings are also supported by a study conducted by curriculum (Examination Board, 2010). Extended time
Hamdan and Hussin (2013) found that 73.2% of is given to inclusive students in examination in National
respondents agreed that teachers are willing to make examination (Examination Board, 2010). The same
physical changes in the classroom according to the process applies in the education system in Indonesia.
student needs. It means, the subject teacher student well Research done by Sunardi, Yusuf, Gunarhadi, Priyono
because of the level of special needs student of varying and Yeager (2011) revealed that 50% of respondent
abilities. Through the accommodation, special needs done in modification like extra time in evaluation.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 619
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Kruskal-Wallis H results in Table 2 show the and special needs students also give the priority sitting
perception of headmaster, senior assistant of special in front of the class rather than mainstream students.
education, subject teacher and special education teacher Special needs students also needs rest breaks because of
was a not significant teacher position affect on the their needs (David, 2007; Reynaud, Gavin and Winkley,
adaptations accommodation practise made by subject 2007). In term of modifications, subject teacher may
teachers and special education teachers in the change the level of mastery for the special needs or
implementation of inclusive education to student with achievement for example give a shorter assignment,
learning difficulties in Inclusive Program. While, easier book and skipping subject. In Malaysia, skipping
Kruskal-Wallis H results show the perception of subjects know as partial inclusion inclusive where
headmaster, senior assistant of special education, student only comes to inclusive class for at least one or
subject teacher and special education teacher was a more subjects (BPKhas, 2013). The subject teachers can
statistically significant affect on adaptation modification assign that special needs student may be taught less
practise made by subject teachers and special education information than typical students, simplified assignment
teachers in the implementation of inclusive education to or test for example, in the case of the spelling test. If the
student with learning difficulties in Inclusive Program. class was given 20 words to study, the student with
In Table 3: A one-way between subjects modifications might only have to study 10 of them or
ANOVA was conducted to compare the perception on she might have a completely different list of words or
modification practice in inclusive class by the four maybe they needs and extra aid.
position of respondent in this study. Post hoc To ensure that the accommodation and
comparisons using the LDS test indicated that the mean modification designed and implemented accordingly to
score for perception senior assistant of special education the needs of students, Individual Education Plan (IEP)
teacher, special education teacher and headmaster was should be involve subject and special education
significantly different than the subject teacher. teachers. In the construction Individualized education
However, mean score of senior assistant of special plans (IEP) list what accommodations or modifications
education teacher did not significantly differ from the a special needs student should receive. Every student
special education teacher and headmaster perception. with documented special needs goes through the IEP
These results suggest that perception of senior assistant process. Hence the IEP team successfully identifies the
of special education teacher, special education teacher proper curricular adaptations for a student. To increase
and headmaster is more positive on modification the use of adaptation practice in an inclusive classroom,
practice in inclusive class that subject teacher. providing information to teachers in school by showing
Perception of subject teacher is less positive because the best practices adaptation implemented also used.
many of subject education teachers worry and Monitoring by the headmaster and senior assistance of
fearfulness how to make these adaptations serve this special needs program needs more frequently to ensure
students well (David, 2007; Reynaud, Gavin and that adaptation practices is carried out according to the
Winkley, 2007). To overcome this worry and student needs.
fearfulness how to make accommodation and Many subject education teachers view IEP
modification, quality of teacher training program were process with worry and fearfulness how to make these
concerns. While the perception of headmaster is positive adaptations serve this students well (David, 2007;
to adaptation in inclusive in classroom due to the level Reynaud, Gavin and Winkley, 2007). To overcome this
of understanding knowledge of the headmaster is worry and fearfulness how to make IEP,
enhance after getting briefing and courses on inclusive accommodation and modification, quality of teacher
program. This finding supported with a study conducted training program were concerns. The current research
by Mohd Amin and Mohd Yasin (2016) indicating that suggests that teacher training program should also
administrator have gained exposure on inclusive include the preparation of administration and subject
education and have knowledge about the teacher to address the needs of special education
implementation of inclusive education. In fact, the students in especially knowledge about adaptation
administrator also had been able to explain to all should be done in order to promote inclusive education
teachers in school about inclusive program. program. Without effective training for administration
and teachers, there will be a gap between ideas, activity
5.0 CONCLUSION and focus on what needs of special education students
The current research suggests that some of which is in IEP. Study done by Avramidis, Bylis and
accommodations should be done by subject teacher to Burden (2010) also revealed that teachers with
special needs student or according their needs. The professional development appeared hold more positive
teacher should practice more of accommodation like attitudes and to be more confident in meeting the IEP
change the presentation and teacher also using 21st requirements of students with special student. In
century education by presentation of students in front of Malaysia, professional development also knowing as
class. Besides that, the teacher can change setting like Learning Professionalism Continues Development
placed the inclusive class at first floor of building so (LCPD), (KPM, 2013). Adequate preparation and
that the mainstream student will follow an inclusive ongoing support for teachers will help to ensure that
classroom in which special needs students are placed special education teacher and subject teacher remain in
620 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

this challenging part. This kind of investment in pengajaran kepelbagaian Pelajar. Prosiding
education and teachers career will entice and Seminar Pendidikan Kebangsaan, Fakulti
consolidate their skills and bringing long-term Pendidikan UKM.
educational benefits to the lives of special needs Ministry of Education, British Columbia, MoEBC
students. (2009). A guide to adaptation and modification.
British Columbia The Best Place on Earth.
REFERENCES Mohamed, H. (2001). Pemikiran Guru Cemerlang:
Avramidis, E., Bylis, P. and Burden, R. (2010). A Kesan terhadap prestasi pengajaran. Tesis PhD.
Survey into Mainstream Teachers' Attitudes UKM Bangi.
Towards the Inclusion of Children with Special Mohd. Amin, N., Mohd. Yasin. M. H. (2016).
Educational Needs in the Ordinary School in one Pelaksanaan Program Pendidikan inklusif Murid
Local Education Authority. An International Berkeperluan Khas dalam pelan Pembangunan
Journal of Experimental Educational Psychology Pendidikan Malaysia 20113-2015.
20 (2); 191-211. Reynaud, B., Gavin & Winkley, J. (2007). E-assessment
Bahagian Pendidikan Khas. (2013). Garis Panduan Glossary (Report).UK: Joint information system
Program Pendidikan Inklusif Murid committee Ofquals Qualification and
Berkeperluan Khas. Bahagian Pendidikan Khas curriculum Authority.
(Edisi Percubaan). Putrajaya. (www.jisc.ac.uk/uploand_document/eAssess-
Chua, P.P. (2009). Statistik penyelidikan lanjutan: Ujian Glosary-Extended-v1-01.pdf.
regresi, analisis factor dan analisis SEM. Mc Smith, Polloway, Patton, Dowdy. (2006). Teaching
Graw Hill Education. Pp. 6 students with special: In inclusive settings. 4th
David, P. (2007). Assessment for disable students: An Edition.
international comparison (Report). UK: Ofquals Sunardi, Yusuf, M., Gunarhadi, Priyono, and Yeager,
Qualification and curriculum Authority, J.L (2011). The implementation of Inclusive
Regulation and standard deviation. Education for students with special Needs in
Dukes, P. L and Dukes, L. C (2005). Consider the roles Indonesia. Excellence in Higher Education 2. : 1-
and responsibility of inclusion support teacher. 10.
Intervention in school and clinic 41.2 (sep 2005); Tahar, M.M., Alias, A. & Majzub, R. (2010). Kesediaan
55-61. Guru Melaksanakan Proses Pengajaran dan
Jemaah Nazir dan Jaminan Kualiti, Kementerian Pembelajaran di Dalam Kelas dengan
Pendidikan Malaysia. (2013). Pelaksanaan Kepelbagaian Pelajar. 2010. dlm Wijaya et al.,
Program Pendidikan Inklusif murid berkeperluan (Ed.). Praktik-Praktik Terbaik Pendidikan Untuk
khas dalam Pelan Pendidikan Malaysia. Semua: Isu-Isu Pendidikan Khusus di Indonesia
https://www.researchgate.net/.Inklusif.2013./56f dan Malaysia, ms. Bandung. Rizqi Press. ms. 8-
87f5a08ae95e8. 15.
Hamdan, A.R dan Hussin, M.K. A. (2013). Persepsi Voltz, D.L., Brazil, N., Ford, A. (2001). What matters
guru aliran perdana terhadap inklusif. 2nd most in inclusive education: A practical guide
International Seminar on Quality and Affordable for moving forward. Intervention in school and
Education. 265-270. clinic, 37(1), 23-30: Retrieved from
Khairuddin, K.F., Dally, K., Foggett, J. (2016). http//:proquest.com/docview/211752403?accoun
Collaboration between general and special tid=1112085.
education teachers in Malaysia. Journal of Williams, J. (2001). Adaptation and accommodations
research in Special Education Needs . 16 (s1). for students with disabilities. Resources You Can
909-913. doi: 10.1111/1471-3802.12230. Use. NICHCY Bibliography 15. National
Ministry of Education (2013). Malaysia Blue Print. Information Center for Children and Youth With
Majzub, M.R. (2010). Keterampilan guru-guru khas Disabilities, Washington, DC.
dalam pembezaan kurikulum. Strategi
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PENGARUH METODE DEMONSTRASI TERHADAP KEMAMPUAN MENCUCI


TANGAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS VII SMPLB
Agung Kurniawan

Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Malang


E-mail: kurniawan1974agung@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mendeskripsikan pengaruh metode demonstrasi terhadap
kemampuan mencuci tangan anak tunagrahita ringan kelas VII SMPLB. Rancangan penelitian menggunakan
quasi eksperimen dengan desain penelitian time series. Nilai pre-test kemampuan mencuci tangan sebelum
menggunakan metode demonstrasi adalah 44,9 yaitu rata-rata kelas. Sedangkan nilai post-test setelah
menggunakan metode demonstrasi yakni 82,4 yaitu nilai rata-rata kelas. Analisis data menggunakan uji
Wilcoxon yang dihitung secara manual sehingga menghasilkan kesimpulan harga To = 0 < T = 1, maka Ho
ditolak. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah metode demonstrasi berpengaruh terhadap
kemampuan mencuci tangan anak tunagrahita ringan kelas VII SMPLB.
Kata Kunci: metode demonstrasi, mencuci tangan, anak tunagrahita ringan

Abstract: This research was conducted with aimed at describing the effect of the method demonstration
towards the ability of hand washing for childerns with light intellectual disabilities in VII class of SMPLB.
This research was a quasi-experimental with time series design. The pre -test upon ability of hand washing
before using the method demonstration is 44.9 which is the average class. While the value of post-test after
using the method of demonstration that 82.4 is the average value of the class. Data analysis using the
Wilcoxon test were calculated manually resulting inferences To = 0 < T = 1 , then Ho is rejected. The
conclusion of this study is the demonstration method effect on the ability hand washing for childerns with
intellectual disabilities in VII class of SMPLB.
Key Word: demonstration method, hand washing, childrens with light intellectual disabilities

PENDAHULUAN Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik


Pendidikan Luar Biasa juga disebut dengan sebuah kesimpulan bahwa anak tunagrahita ringan
Pendidikan Khusus, menurut Dinas Pendidikan dan adalah anak yang memiliki intelektual atau kecerdasan
Kebudayaan dalam Undang-Undang Republik Indonesia mental antara 52-68 mengalami hambatan dalam
Nomor 20 tahun 2003 (2003:11) tentang Sistem kecerdasan serta adaptasi sosialnya, tetapi masih
Pendidikan Nasional pasal 32 ayat 1 menyebutkan memiliki potensi untuk dikembangkan seperti dalam
bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi bidang akademis anak dapat diajarkan menulis,
siswa yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti membaca, mengeja, dan berhitung. Anak tunagrahita
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, ringan mendapatkan mata pelajaran program khusus
mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan yang dinamakan bina diri.
dan bakat istimewa. Dalam mata pelajaran bina diri ini anak diajarkan
Anak yang memiliki kelainan fisik, mental, untuk perilaku hidup sehat. Perilaku hidup sehat
emosi, sosial atau gabungan dari kelainan tersebut dilakukan untuk menjaga dan memelihara kesehatan
dinamakan anak berkebutuhan khusus. Salah satu tubuh kita sendiri. Salah satu upaya yang dapat
macam kelainan anak berkebutuhan khusus adalah anak dilakukan untuk menjaga dan memelihara kesehatan
tunagrahita ringan. Menurut Bratanata dalam Efendi tubuh yaitu dengan memelihara kebersihan diri (Wiarto,
(2006:88) mengatakan bahwa seseorang dikategorikan 2013:10). Cara yang dapat kita lakukan untuk
berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memelihara kebersihan diri yaitu dengan cara mencuci
memiliki tingkat kecerdasam yang sedemikian tangan. Mencuci tangan merupakan hal yang sangat
rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk penting dilakukan oleh semua orang tidak terkecuali
melaksanakan kegiatannya memerlukan bantuan atau anak tunagrahita ringan.
layanan secara spesifik, termasuk dalam program Membiasakan mencuci tangan sejak dini
pendidikannya. Menurut Soemantri (2006:104) anak merupakan langkah awal untuk mencegah masuknya
tunagrahita ringan memiliki IQ antara 52-68 menurut kuman dan resiko tertularnya penyakit. Menurut
Binet, sedangkan menurut Skala Weshler (WISC) Departemen Kesehatan dalam Peraturan Menteri
memiliki IQ 55-69. Mereka masih dapat belajar Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004
membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan (2004:3) pasal 1 ayat 5 menyatakan cuci tangan pakai
bimbingan dan pendidikan yang baik, anak tunagrahita sabun adalah perilaku cuci tangan menggunakan air
ringan pada saatnya akan dapat memperoleh bersih yang mengalir dan menggunakan sabun.
penghasilan untuk dirinya sendiri dan tidak bergantung Pengertian mencuci tangan yang benar adalah mencuci
pada orang lain. tangan menggunakan sabun dengan air yang mengalir

621
622 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dan di lakukan dalam kurun waktu 15-20 detik dengan prosedur yang benar disertai keterangan-
(Kementrian Kesehatan RI, 2014:1). keterangan. Dari latar belakang di atas dapat ditarik
Adapun langkah-langkah mencuci tangan sebuah rumusan masalah yakni apakah ada pengaruh
menurut World Health Organization (WHO) dalam metode demonstrasi terhadap kemampuan mencuci
Aisah & Reza (2014:3) adalah sebagai berikut: tangan anak tunagrahita ringan kelas VII SMPLB
Pembina Tingkat Nasional Bagian C Malang? Tujuan
Gambar 1: Langkah-langkah mencuci tangan yang diadakannya penelitian ini adalah untuk
baik dan benar mendeskripsikan pengaruh metode demonstrasi
terhadap kemampuan mencuci tangan anak tunagrahita
ringan.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen
semu atau quasi eksperimen dengan desain penelitian
time series. Dalam desain ini kelompok yang digunakan
untuk penelitian tidak dapat dipilih secara random
dikarenakan siswa yang memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Untuk pengumpulan data dalam desain
time series ini dilakukan pre-test sebanyak empat kali
dan post-test yang dilakukan sebanyak empat kali,
sebelum dilakukan post-test terlebih dahulu subjek
penelitian diberikan perlakukan (Sugiyono, 2011: 77-
78).
Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
Dari hasil observasi yang dilakukan saat study
anak tunagrahita ringan kelas VII SMPLB Pembina
pembelajaran yang dilaksanakan di salah satu SLB di
Tingkat Nasional Bagian C Malang yang berjumlah 5
Kabupaten Malang ditemukan kasus yaitu beberapa
siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
siswa yang setelah menggunakan crayon, sebelum
adalah berupa lembar observasi terstruktur. Sebelum
makan atau setelah makan mereka mencuci tangan,
instrumen digunakan dalam pengambilan data, terleih
tetapi cara mencuci tangannya kurang tepat. Akibat
dahulu melakukan validitas kepada ahli pembelajaran.
yang ditimbulkan jika kita tidak mencuci tangan dengan
analisis data yang digunakan yakni analisis deskriptif
benar antara lain kuman atau kotoran yang ada ditangan
dan uji hipotesis menggunakan uji Wilcoxon yang
kita tidak akan hilang. Jika kuman masih menempel
dihitung secara manual. Dasar pengambilan keputusan
pada tangan kita akan mengakibatkan gangguan
Ho diterima apabila To T dan Ho ditolak apabila To T
kesehatan seperti diare, cacingan, atau infeksi pada
(Hasan, 2006:123).
kulit.
Dari permasalahan tersebut peneliti mencoba
untuk mengembangkan cara mencuci tangan yang HASIL PENELITIAN
semula hanya pengetahuan anak saja menjadi cara Data yang disajikan dalam penelitian ini meliputi
mencuci tangan yang benar menggunakan metode nilai pre-test dan nilai post-test. Pre-test dan post-test
pembelajaran demonstrasi. Sagala (2011:211) masing-masing dilakukan sebanyak empat kali untuk
mengartikan bahwa metode demonstrasi adalah metode mencari kestabilan. Adapun hasil rekapitulasi nilai pre-
yang digunakan oleh seorang guru atau orang luar yang test dan post-test kemampuan mencuci tangan anak
sengaja didatangkan atau murid sekalipun untuk tunagrahita ringan adalah sebagai berikut.
mempertunjukkam gerakan-gerakan suatu proses

Tabel 1 Hasil Pre-Test Kemampuan Mencuci Tangan.


INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 623
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Berdasarkan data tabel di atas dapat diketahui tertinggi 48,5 untuk nilai terendah 43, dan untuk rata-
hasil pre-test kemampuan mencuci tangan sebelum rata hitung 44,9.
menggunakan metode demonstrasi memiliki nilai

Tabel 2. Hasil Post-Test Kemampuan Mencuci Tangan.

Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui hasil post-test kemampuan mencuci tangan setelah
penggunaan metode demonstrasi yakni memiliki nilai tertinggi 90,7, nilai terendah 73,7, dan rata-rata hitung 82,6.

Gambar 2. Diagram Hasil Rekapitulasi Nilai Pre-Test dan Post-Test

Dari data yang disajikan di atas dapat test yakni sebelum dan sesudah diberikan perlakuan
disimpulkan bahwa nilai rata-rata pre-test lebih rendah dengan menggunakan metode demonstrasi.
daripada nilai rata-rata post-test. Perbedaan nilai rata- Untuk analisis deskriptif dapat dilihat
rata tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan pada tabel di bawah ini:
kemampuan mencuci tangan pada pre-test dan post-

Tabel 3. Data nilai maksimun, minimum, mean dan standart deviasi

Berdasarkan hasil deskriptif data di atas 44,9000 sedangkan setelah diberikan perlakuan menjadi
diperoleh nilai minimum kemampuan mencuci tangan 82,6200 terdapat selisih 37,7. Standart deviasi sebelum
sebelum diberikan perlakuan 43 sedangkan setelah diberikan perlakuan 2.13307 sedangkan standar deviasi
diberikan perlakuan 73,70, maka terdapat selisih 30,7. setelah diberikan treatment 6,38804 meningkat 4,25497.
Nilai maksimum sebelum diberi perlakuan 48,50 Pengujian hipotesis menggunakan uji Wilcoxon
sedangkan setelah diberi perlakuan 90,70, maka terdapat yang dihitung secara manual. Perhitungan dapat dilihat
selisih 42,2. Nilai mean sebelum diberikan perlakuan pada tabel di bawah ini.
624 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Tabel 4. Uji Wilcoxon pengaruh metode demonstrasi terhadap kemampuan mencuci tangan

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap jumlah sesudah mendapatkan perlakuan menggunakan metode
harga mutlak yang diambil (terkecil) adalah T o = 0. demonstrasi mendapatkan hasil yang lebih baik daripada
Sedangkan harga T pada tabel dengan taraf nyata = sebelum dibelajarkan menggunakan metode
0,05 diperoleh harga T0,05(5) = 1. Dari kriteria pengujian demonstrasi. Sesudah dibelajarkan menggunakan
yang telah ditetapkan, maka harga To = 0 < T = 1, maka metode demonstrasi siswa tidak lagi mencuci tangan
Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan metode secara sederhana sesuai dengan pengetahuan mereka
demonstrasi berpengaruh terhadap kemampuan mencuci sebelumnya, melainkan mereka dapat mencuci tangan
tangan anak tunagrahita kelas VII SMPLB Pembina mereka sesuai dengan langkah-langkah mencuci tangan
Tingkat Nasional Bagian C Malang. dengan baik dan benar.
Pengaruh metode demonstrasi terhadap
DISKUSI kemampuan mencuci tangan anak tunagrahita ringan
Anak tunagrahita mempunyai daya ingat yang kelas VII SMPLB Pembina Tingkat Nasional Bagian C
rendah hal ini sejalan dengan pendapat Soemantri Malang dilihat dari perbandingan rata-rata hasil pre-test
(2006:112) yang menyatakan berkenaan dengan dan post-tets. Rata-rata hasil post-test lebih meningkat
memori, anak tunagrahita berbeda dengan anak normal daripada rata-rata hasil pre-test. Hasil rata-rata pre-test
pada short term memory, namun tampaknya tidak yakni 45,375 mengalami peningkatan pada nilai rata-
berbeda dengan anak normal pada long term memory, rata post-test yakni 82,3. Hasil tersebut menunjukkan
daya ingatnya tidak jauh dengan anak normal. Akan adanya perbedaan kemampuan mencuci tangan sebelum
tetapi bukti-bukti menunjukkan anak tunagrahita dan sesudah penggunaan metode demonstrasi.
berbeda dengan anak normal dalam hal mengingat yang Hasil penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon
segera. untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode
Berdasarkan hasil pre-test sebelum diberikan demonstrasi terhadap kemampuan mencuci tangan anak
perlakuan (intervensi) kemampuan siswa dalam tunagrahita kelas VII SMPLB Pembina Tingkat
mencuci tangan dapat dikatakan kurang mampu jika Nasional Bagian C Malang. Hasil analisis data
disesuaikan menurut prosedur yang benar. Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima
terlihat dari nilai siswa yang nilainya kurang dari 60. sehingga dapat disimpulkan bahwa metode demosntrasi
Siswa mencuci tangan mereka sesuai dengan berpengaruh terhadap kemampuan mencuci tangan anak
pengetahuan mereka yang pernah diajarkan oleh orang tunagrahita ringan kelas VII SMPLB Pembina Tingkat
tua di rumah. Siswa juga menggunakan sabun saat Nasional Bagian C Malang.
mereka mencuci tangan, namun ada beberapa langkah Penggunaan metode demonstrasi dalam mata
yang tidak mereka lalui saat mereka mencuci tangan. pelajaran bina diri dengan materi mencuci tangan
Pelaksanaan kegiatan penelitian dilakukan pada menjadikan siswa lebih paham dan mengerti langkah-
siswa kelas VII SMPLB Pembina Tingkat Nasional langkah mencuci tangan yang baik dan benar, karena
Bagian C Malang yang berjumlah 5 siswa. Pada dalam pembelajaran ini guru mendemonstrasikan satu-
kegiatan ini, sesudah diberi perlakuan dengan persatu langkah mencuci tangan dan siswa langsung
menggunakan metode demonstrasi, peneliti melakukan mempraktikkannya secara langsung. Hal ini sesuai
post-test dengan cara mengamati saat siswa mencuci dengan pendapat Majid (2013:135) yang
tangan. Post-tes bertujuan untuk mengetahui mengungkapkan pendapat bahwa ... untuk mencapai
kemampuan mencuci tangan siswa tunagrahita kelas VII sesuatu harus menggunakan metode atau cara.
SMPLB Pembina Tingkat Nasional Bagian C Malang Termasuk dalam proses pembelajaran guru harus
sesudah dibelajarkan menggunakan metode menggunakan metode pembelajaran yang menarik agar
demonstrasi. tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Hasil
Kemampuan mencuci tangan siswa kelas VII penelitian ini menunjukkan perbedaan kemampuan
SMPLB Pembina Tingkat Nasional Bagian C Malang mencuci tangan sebelum menggunakan metode
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 625
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

demonstrasi dan sesudah diberikannya perlakuan tangan. (2) Metode demonstrasi dapat digunakan
menggunakan metode demonstrasi pada siswa sebagai metode alternatif oleh guru saat proses
tunagrahita ringan kelas VII SMPLB Pembina Tingkat pembelajaran di kelas, (3) Peneliti mengharapkan
Nasional Bagian C Malang. adanya penelitian lanjutan yang membahas mengenai
Dalam proses belajar mengajar tanpa adanya metode demonstrasi dengan aspek pengembangan yang
metode pembelajaran kegiatan pembelajaran tidak akan lainnya. Peneliti mengharapkan adanya peneliti lanjutan
bermakna dan tidak berjalan dengan lancar karena siswa yang menciptakan lagu tentang langkah-langkah
akan merasa bosan, tidak akan mempunyai semangat mencuci tangan.
untuk belajar, dan tidak akan memiliki rasa ingin tahu
yang tinggi. Kunci keberhasilan dari proses
pembelajaran adalah guru. Tatkala untuk mata pelajaran PUSTAKA
bina diri guru dapat menggunakan metode demonstrasi Aisah, Nur., & Reza, Muhammad. 2014. Meningkatkan
sebagai salah satu metode pembelajaran. Hal ini sesuai Kemampuan Mencuci Tangan Melalui Metode
dengan pendapat Sagala (2011:210) yang menyatakan Demonstrasi pada Kelompok B di TK Unggulan
bahwa metode demonstrasi barang kali lebih sesuai Terpadu Al-Kautsar Mojokerto. E-Jurnal
untuk mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang UNESA, (Online), 3 (3): 1-8,
merupakan suatu gerakan-gerakan, suatu proses maupun http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/paud-
hal-hal yang bersifat rutin. teratai/article/view/7611), diakses pada tanggal 1
Hasil penelitian ini dapat melengkapi dan Maret 2016.
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Purwanti Efendi, M. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak
(2015:83) dengan judul Meningkatkan Keterampilan Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Membuat Peyek Rinuak Melalui Metode Demonstrasi Hasan, Iqbal. 2006. Analisis Data Penelitian dengan
Pada Anak Tunagrahita Ringan. Hasil penelitiannya Statistik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil tes awal dan Kementrian Kesahatan RI. 2014. Perilaku Mencuci
tes akhir terhadap keterampilan membuat peyek rinuak. Tangan Pakai Sabun di Indonesia. Jakarta: Pusat
Penelitian sebelumnya yang menggunakan metode Data dan Informasi.
demonstrasi untuk keterampilan membuat peyek rinuak. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2003.
Pada dasarnya mencuci tangan hampir sama dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan
membuat peyek rinuak karena di dalam membuat peyek Nasional. Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat
juga membutuhkan langkah-langkah dalam pembuatan Republik Indonesia.
begitu pula untuk mencuci tangan, mencuci tangan juga Majid, Abdul. 2013. Perencanaan Pembelajaran
terdapat langkah-langkah. Mengembangkan Standar Kompetensi Guru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
KESIMPULAN DAN SARAN Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Kesimpulan Nomor 3 Tahun 2004. 2004. Sanitasi Total
Kesimpulan dalam penelitian ini diantaranya: (1) Berbasis Masyarakat. Departemen Kesehatan.
dari hasil pre-test yang sudah dilakukan, kemampuan (Online), (http://www.stbm-
mencuci tangan anak tunagrahita ringan kelas VII indonesia.org/files/PMK%20No.%203%20ttg%2
SMPLB Pembina Tingkat Nasional Bagian C Malang 0Sanitasi%20Total%20Berbasis%20Masyarakat
dikatakan kurang mampu dengan nilai tertinggi 48,5, _ttd.pdf), diakses pada tanggal 25 Februari 2016.
nilai terendah 43, dan rata-rata kelas 44,9. (2) Purwanti, Endang. 2015. Meningkatkan Keterampilan
Kemampuan mencuci tangan anak tunagrahita setelah Membuat Peyek Rinuak melalui Metode
penggunaan metode demonstrasi, menjadi lebih baik, Demonstrasi Pada Anka Tunagrahita Ringan. E-
hal ini ditunjukkan dengan hasil post-test dengan nilai JupeKhu (Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus).
tertinggi 90,7, nilai terendah 73,7, dan rata-rata kelas (Online), 4 (1): 5,
82,4. (3) Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan, (http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu/artic
didapatkan hasil metode demonstrasi berpengaruh le/view/4352), diakses pada tanggal 2 Maret
terhadap kemampuan mencuci tangan anak tunagrahita 2016.
ringan kelas VII SMPLB Pembina Tingkat Nasional Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna
Bagian C Malang. Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Saran Soemantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa.
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang Bandung: PT Refika Aditama.
diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: (1) Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif
sekolah seharusnya menerapkan kebiasaan mencuci Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
tangan kepada seluruh siswa, melihat bahwa sarana dan Wiarto, Giri. 2013. Budaya Hidup Sehat. Yogyakarta:
prasarana untuk mencuci tangan sudah tersedia, namun Gosyen Publishing.
ada beberapa yang belum tersedia. Selain itu juga
sekolah seharusnya menempelkan poster tentang
langkah-langkah mencuci tangan yang benar serta
menempelkan poster tentang ajakan untuk mencuci
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

SPIRIT PENDIDIKAN INKLUSIF TERHADAP PROGRAM


LITERASI DASAR BAGI ANAK-ANAK YANG TERISOLIR
SECARA PENDIDIKAN

Diana Djawdjatus Sa, Ati Suciatib, Witri Amallia Ec, Haeriahd


abcd
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
E-mail : diana.sholeha@gmail.com

Abstrak: Inklusif merupakan spirit bagi kepantasan dunia untuk memberikan pelayanan hak pendidikan
yang tidak berpihak kepada anak manapun dan siapapun yang saat ini masih diabaikan sebagai wujud dari
education for all. Pendidikan Inklusif dicapai ketika lingkungan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus
tidak dapat dibedakan dari orang lain di lingkungan sekolah. Kondisi di lapangan bahwa inklusi baru
disuarakan oleh pihak-pihak yang bekeja dan masyarakat yang berpihak terhadap pendidikan anak
berkebutuhan khusus saja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan pentingnya peran
Pendidikan Inklusif bagi anak-anak yang mengalami hambatan dalam kemampuan literasi yang diakibatkan
oleh keterisolasian oleh berbagai sebab dan mengakibatkan akses mendapatkan pendidikan tidak di terima
sepenuhnya oleh anak-anak tersebut. Kemampuan literasi sangat penting bagi pembangunan dan
pengembangan pengetahuan anak-anak terutama dalam menunjang life skill anak berkebutuhan khusus.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data
melalui wawancara, observasi, dan studi pustaka untuk memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal
yang diteliti.
Kata kunci : education for all, inklusif, anak berkebutuhan khusus, literasi, life skill

Abstract: Inclusiveness is the spirit decency of the world to provide services educational rights that does not
favor any child and anyone. Who is still neglected as a form of education for all. Inclusive education is
achieved when the environmental education of children with special needs can not be distinguished from
others in the school environment. The real condition has found if inclusion only have voiced by people who
really sympathetic to the education of children with special needs. The aim of this study was to describe the
importance of inclusive education for children who experience barriers of literacy skills caused by isolation
by various causes and results in access to education is not fully accepted by the children. Literacy skills
crucial to the development of children's knowledge, especially in supporting the life skills of children with
special needs. The method used in this study is a qualitative method with techniques of data collection
through interviews, observation, and literature study to obtain a full picture on a matter being investigated.
Keywords: education for all, inclusive, children with special needs, literacy, life skills

PENDAHULUAN meneliti budaya literasi siswa di Indonesia. Hasilnya


Hasil penelitian Internasional dalam siklus lima menyebutkan bahwa budaya literasi siswa di Indonesia
tahunan yang dilaksanakan oleh IEA (International menempati urutan ke 57 dari 65 negara yang diteliti.
Association for Evaluation of Education Achievement) Di tahun yang sama pula, Data Statistik Unesco
di Indonesia pada tahun 1999 diketahui bahwa menyebutkan bahwa indeks minat baca di Indonesia
keterampilan membaca kelas IV Sekolah Dasar di adalah 0.001. Hal ini berarti bahwa setiap 1.000
Indonesia berada di tingkat terendah di Asia Timur. penduduk di Indonesia hanya satu orang saja yang
Studi ini melaporkan bahwa siswa Indonesia hanya memiliki minat baca. Hari Aksara/Literasi
mampu menguasai 30% dari materi bacaan karena Internasional (International Literacy Day) yang
mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal yang diperingati tanggal 8 September mengingatkan kita
memerlukan pemahaman dan penalaran. Hasil studi akan pentingnya literasi atau kemampuan membaca
tahun 2000 mengungkapkan bahwa kemampuan dan menulis, serta berbahasa. Jumlah penduduk
literasi membaca siswa di Indonesia digolongkan Indonesia usia 5-95 tahun yang masih buta huruf
sangat rendah dibandingkan dengan siswa seusia adalah 10,07% atau 19.585.303 dari total penduduk
mereka yang ada di manca negara. yang dapat membaca huruf Latin dan lainnya
Hasil ini tidak jauh beda dengan hasil penelitian berjumlah 194.477.775 (BPS, 2014). Yang belum
PIRLS (Progress in International Reading Literacy dapat membaca untuk kelompok umur 10-14 tahun
Study) 2006 yang menunjukkan rendahnya adalah 1,7% dan kelompok 20-24 tahun adalah 1,5%.
kemampuan membaca siswa di Indonesia yaitu urutan Untuk itu Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan
lima terbawah. (Hayat & Yusuf, 2010). Di tahun 2012 Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan
Programe for International Student Assesment (PISA) Kebudayaan mempunyai program unggulan Gerakan
Literasi Bangsa (GLB) (Restanti, 2016).

627
628 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH
SERIES 2017 Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Kemampuan literasi adalah salah satu keterisolasian oleh berbagai sebab dan mengakibatkan
kebutuhan yang sangat penting untuk dimiliki setiap akses mendapatkan pendidikan tidak di terima
orang. Literasi adalah proses membaca, menulis, sepenuhnya oleh anak-anak tersebut.
berbicara, mendengarkan, melihat dan berpendapat
(Kuder & Hasit, 2002). Kuder & Hasit (2002) juga METODE
menjelaskan bahwa pertama kali anak-anak memegang Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian
sebuah buku atau pensil melihat orang dewasa deskriptif kualitatif. Menurut Suharsimi (2005:234)
membaca atau menulis, atau melihat papan nama penelitian deskriprif kualitatif tidak dimaksudkan
rumah makan, maka anak tersebut sedang belajar untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya
sesuatu tentang literasi. Sehingga dapat disimpulkan mengambarkan apa adanya tentang suatu variabel,
bahwa perilaku anak-anak tersebut telah menunjukkan gejala atau keadaan. Abdurrahmat Fatohi (2006:97)
adanya tahap literasi dasar. Menurut Reese, Garnier, mengemukakan penelitian deskriptif yaitu suatu
Gallimore, dan Goldenberg (2000) pengalaman anak penelitian yang bermaksud mengadakan pemeriksaan
berinteraksi dengan literasi sejak dini akan dan mengadakan pengukuran-pengukuran terhadap
menyiapkan mereka mengikuti pembelajaran di gejala tertentu. Penelitian ini berusaha untuk
sekolah formal. Anak yang sudah menguasai mengungkapkan dan memahami kenyataan yang
kemampuan literasi sejak dini akan menyebabkan anak berhubungan dengan spirit pendidikan inklusif
menjadi seorang pembelajar sepanjang hidupnya terhadap program literasi dasar bagi anak-anak yang
(Bruns & Pierce, 2007). Berdasarkan data dari Room terisolir secara pendidikan. Data dikumpulkan
to Read, organisasi nirlaba dari San Fransisco Amerika menggunakan teknik observasi, wawancara dan studi
Serikat, saat ini 781 juta penduduk di dunia buta huruf, pustaka. Sebagaimana pendapat Sumadi (2000:84)
dan 2/3 angka tersebut adalah perempuan. kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambil
Diperkirakan 250 juta anak di dunia masih tidak bisa data atau alat pengukurnya serta kualifikasi si
membaca dan menulis. Demikian pula di Indonesia, pengambil data.
hasil survei Early Grade Reading Assessment (EGRA) Subjek penelitian yang dilibatkan pada
yang dilakukan USAID dan Pemerintah Indonesia, penelitian ini adalah salah satu sekolah inklusi yang
menunjukkan nilai kemampuan membaca anak-anak berada di Maluku Tenggara Barat yaitu SDN Inpres
kelas 2 sekolah dasar tidak merata. Di Jawa, Sifnana. Sumber data primer dalam penelitian ini
kemampuan membaca anak sudah 59 kata per menit adalah guru SM3T. Sedangkan sumber data sekunder
(kpm), di Kalimantan dan Sulawesi 42 kpm, dalam penelitian ini berupa buku, jurnal, artikel, dan
sedangkan di Indonesia timur hanya 29 kpm. Bahkan, makalah.
rata-rata tingkat pemahaman anak-anak pada bahan Data adalah bagian terpenting dari suatu
bacaan pun masih rendah, hanya 63%. Idealnya, penelitian karena dengan data peneliti dapat
kemampuan membaca anak-anak kelas 2 adalah 45-60 mengetahui hasil dari penelitian tersebut. Pada
kpm. Fakta lain, 30% sekolah dasar di Indonesia tidak penelitian ini, data diperoleh dari berbagai sumber,
memiliki perpustakaan (ruang baca) dan 48% sekolah dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang
dasar yang punya perpustakaan tidak memanfaatkan bermacam-macam dan dilakukan secara terus menerus
perpustakaan tersebut. Padahal, sekolah yang sampai datanya jenuh. Sesuai dengan karakteristik data
memaksimalkan fungsi perpustakaan, memiliki siswa- yang diperlukan dalam penelitian ini, maka teknik
siswa dengan rerata kemampuan baca jauh lebih baik pengumpulan data yang dilakukan adalah:
(Literasi Anak Indonesia, 2016). 1. Observasi, Observasi merupakan teknik yang
Indonesia timur dari data diatas memiliki nilai mendasar dalam penelitian non tes. Observasi
membaca paling rendah jika dibandingkan dengan dilakukan dengan pengamatan yang jelas, rinci,
daerah lain di Indonesia. Hal ini secara tidak langsung lengkap, dan sadar tentang perilaku individu
memberikan gambaran bahwa belum meratanya sebenarnya di dalam keadaan tertentu.
layanan pendidikan di Indonesia. Inklusif merupakan Pentingnya observasi adalah kemampuan dalam
spirit bagi kepantasan dunia untuk memberikan menentukan faktor-faktor awal mula perilaku
pelayanan hak pendidikan yang tidak berpihak kepada dan kemampuan untuk melukiskan akurat
anak manapun dan siapapun yang saat ini masih reaksi individu yang diamati dalam kondisi
diabaikan sebagai wujud dari education for all. tertentu. Observasi dalam penelitian kualitataif
Pendidikan Inklusif dicapai ketika lingkungan dilakukan terhadap situasi sebenarnya yang
pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus tidak wajar, tanpa dipersiapkan, dirubah atau bukan
dapat dibedakan dari orang lain di lingkungan sekolah. diadakan khusus untuk keperluan penelitian.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak Observasi dilakukan pada subjek penelitian
penyebab yang berbeda-beda dan kompleks yang sebagai sumber data dalam keadaan asli atau
mempengaruhi tingkat kemampuan literasi siswa di sebagaimana keadaan sehari-hari.
sekolah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 2. Wawancara, Wawancara adalah proses
menggambarkan pentingnya peran Pendidikan Inklusif memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
bagi anak-anak yang mengalami hambatan dalam dengan cara tanya jawab sambil menatap muka
kemampuan literasi yang diakibatkan oleh antara penanya atau pewawancara dengan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 629
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

penjawab atau responden dengan menggunakan - Kelas III berjumlah 9 peserta didik dengan
panduan wawancara. Dalam penelitian ini, kebutuhan khusus.
peneliti mencatat semua jawaban dari - Kelas IV berjumlah 7 peserta didik dengan
responden sebagaimana adanya. Pewawancara kebutuhan khusus.
sesekali menyelingi jawaban responden, baik - Kelas V berjumlah 4 peserta didik dengan
untuk meminta penjelasan maupun untuk kebutuhan khusus.
meluruskan bilamana ada jawaban yang - Kelas VI berjumlah 4 peserta didik dengan
menyimpang dari pertanyaan. Jenis wawancara kebutuhan khusus.
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara terstruktur. Maksudnya, dalam Kemampuan menulis, membaca, dan berhitung
melakukan wawancara peneliti sudah peserta didik di SDN Inpres Sifnana masih rendah hal
menyiapkan instrumen penelitian berupa ini dikarenakan kelas yang sangat gemuk yaitu adanya
pertanyaan-pertanyaan tertulis. penggabungan kelas, misalnya kelas 1-3 disatukan
3. Kajian Pustaka, Metode penulisan penelitian ini dalam ruang kelas yang sama sehingga guru
menggunakan metode kajian pustaka dengan mengalami kendala saat proses pembelajaran. Peserta
mengkaji buku, jurnal, artikel, dan makalah didik kelas I-VI belum lancar dalam membaca dan
yang berkaitan dengan, teori pendidikan cenderung menebak-nebak apa yang dibacanya. Guru-
inklusif dan program literasi. guru tidak menggunakan media pembelajaran karena
kesulitan mencari bahan yang akan digunakan untuk
Teknik Analisis Data, Analisis data adalah dijadikan media pembelajaran. Guru menggunakan
proses mencari dan menyusun secara sistematis data peralatan seadanya dalam mengajar sehingga lebih
yang diperoleh dari hasil interview, catatan lapangan banyak menulis di papan tulis dan memberikan
dan bahan-bahan lain sehingga dapat dengan mudah pertanyaan langsung pada siswa. Tidak ada perbedaan
dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada yang signifikan antara peserta didik dengan kebutuhan
orang lain. Analisis data menurut Bogdan & Biklen khusus dan peserta didik yang tidak berkebutuhan
seperti dikutip Lexy Moleong (2007) adalah upaya khusus. Di dalam kelas, anak-anak berkebutuhan
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, khusus terlihat diperlakukan diskriminatif oleh
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi temannya seperti contoh, anak-anak pada umumnya
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, tidak ingin duduk bersebelahan dengan anak yang
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang memiliki kebutuhan khusus. Proses penerimaan siswa
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa di sekolah ini tidak memiliki persyaratan khusus.
yang dapat diceritakan kepada orang lain. Tahap ini Setiap anak dapat diterima. Sekolah tidak melakukan
dilakukan peneliti sesuai dengan cara yang telah asesmen terhadap anak yang diduga memiliki
ditentukan sebelumnya. Miles & Huberman (2009), kebutuhan khusus. Pihak sekolah tidak menjalin
ada tiga kegiatan dalam analisis data, yaitu: kerjasama dengan SLB sekitar.
1. Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan
perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan dan
transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. PEMBAHASAN
2. Penyajian data adalah sekumpulan informasi Kota besar lebih memudahkan penduduknya
tersusun yang memungkinkan penarikan untuk memperoleh akses pendidikan yang layak. Buku-
kesimpulan dan pengambilan tindakan. buku dan sumber informasi lainnya lebih mudah
3. Verifikasi atau menarik kesimpulan adalah dijangkau. Menurut (Praptiningrum, 2010) Pendidikan
suatu kegiatan yang dilakukan untuk menguji Inklusif di daerah terpencil cenderung kurang
kebenaran, kekokohan dan kecocokan data. maksimal hal ini dikarenakan letak geografis, akses
yang sulit ditempuh oleh peserta didik, lingkungan
HASIL keluarga yang kurang mendukung, kurangnya media
Hasil deskripsi data mengenai sekolah inklusi pembelajaran yang memudahkan peserta didik dalam
dan literasi di salah satu sekolah di Maluku Tenggara proses pembelajaran, metode yang digunakan oleh
Barat adalah sebagai berikut. Sekolah ini bernama guru kurang dapat memenuhi kebutuhan peserta didik
SDN Inpres Sifnana dengan jumlah Guru sebanyak 19 dengan kebutuhan khusus, belum adanya guru
orang. Kurikulum yang digunakan yaitu kurikulum pendamping khusus, serta terbatasnya pengetahuan dan
2013. Jumlah peserta didik tiap kelas dari kelas 1 keterampilan yang dimiliki oleh para guru. Guru
sampai 6 antara 42 sampai 50 siswa. Jumlah peserta pendamping khusus dan terjalinnya kemitraan dengan
didik berkebutuhan khusus : lembaga-lembaga berkait atau departemen-departemen
- Kelas I berjumlah 7 peserta didik dengan terkait, misalnya dengan departemen kesehatan dalam
kebutuhan khusus. pemeriksaan kesehatan fisik, depertemen sosial dalam
- Kelas II berjumlah 13 peserta didik dengan bantuan aksesibilitas, departemen perindustrian dalam
kebutuhan khusus. mengembangkan kecakapan vokasional, departemen
630 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH
SERIES 2017 Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

hukum dan HAM dalam perlindungan hukum akan serta keadaan geografis yang sangat buruk menjadikan
memudahkan sekolah dalam mengembangkan sekolah suatu kendala yang nyata untuk mereka menyerap
inklusi (Rusyani, E. 2009). perubahan yang terjadi di dunia pendidikan di sekitar
Pendidikan Inklusif di perkotaan sudah lingkungan mereka (Marpaung, 2011).
menunjukkan perkembangan yang cukup baik, dimana Kondisi di lapangan dari beberapa sekolah
berbeda dengan keadaan di daerah, hal ini didukung terpencil yang ada di daerah Papua dan Maluku
dengan metode dan media pembelajaran yang sudah Tenggara Barat menunjukkan bahwa kemampuan
tersedia dan guru dapat mengembangkannya dengan literasi anak-anak terutama sekolah dasar masih sangat
kreativitas masing-masing. Kualitas guru dan rendah. Bahkan anak kelas 6 sekolah dasar pun masih
lingkungan juga mempengaruhi kualitas perkembangan ada yang belum dapat membaca dan menulis. SDN
literasi peserta didik dengan kebutuhan khusus, Inpres Sifnana merupakan salah satu sekolah inklusi
kualitas tersebut misalnya penggunaan pembelajaran yang ada di daerah Maluku Tenggara Barat. Murid dari
yang berpusat pada anak, metode pembelajaran dan kelas I sampai dengan kelas III rata-rata berjumlah 50
media pembelajaran yang diefektifkan. Dukungan orang . Proses pembelajaran seluruh peserta didik dari
orang tua terhadap perkembangan kemampuan peserta kelas I sampai dengan kelas III berada di ruangan yang
didik dengan kebutuhan khusus sangat berpengaruh. sama dan dipegang oleh satu guru. Jumlah siswa yang
(Giangreco & Putnam, 1991). Sekolah inklusi di cenderung gemuk untuk dipegang oleh satu orang
perkotaan sebagian besar mempunyai syarat tertentu guru ini berakibat pada kurangnya pelayanan
dalam proses penerimaan, hal ini dimaksudkan untuk pendidikan yang didapat oleh murid sehingga setiap
membantu guru dalam mengetahui kemampuan peserta individu tidak tercukupi kebutuhan pendidikannya.
didik. Sehingga hal tersebut akan membantu guru Pemerintah telah mengatur rasio murid dalam sebuah
dalam memberikan materi pembelajaran yang sesuai kelas, seperti :
dengan kemampuan peserta didik. Hal yang
mendukung sekolah inklusif lainnya adalah terdapat 1. Rasio Siswa SD/MI per Rombongan Belajar
guru pendamping khusus serta terjalinnya kerja sama Permendikbud Nomor 23 Tahun 2013, Pasal 2
dengan lembaga-lembaga yang dapat mengembangkan poin 2 menyebutkan bahwa Perbandingan
pendidikan inklusif yang sesuai. antara jumlah peserta didik dengan jumlah
Pemerataan Kesempatan untuk memperoleh rombongan belajar pada masing-masing SD/MI.
pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam "Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan
dunia pendidikan kita. Strategi yang dikembangkan belajar untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang
oleh Kementerian Pendidikan Nasional meliputi tiga dan untuk SMP/MTs tidak melebihi 36 orang",
hal yang mendasar yaitu: 2. Rasio siswa per guru SD/MI
a. Persamaan kesempatan dalam memperoleh Perbandingan antara jumlah siswa dengan
pendidikan seperti yang diamanatkan dalam jumlah guru pada jenjang pendidikan SD/MI.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 bahwa "Setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru
setiap orang mempunyai hak yang sama untuk untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam)
memperoleh pendidikan yang bermutu. orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan
b. Aksesibilitas, dapat dijelaskan bahwa setiap untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru
orang tanpa memandang asal usulnya setiap satuan pendidikan". (Permendikbud
mempunyai akses yang sama terhadap No.23 Tahun 2013 pasal 2, ayat (2) poin 5).
pendidikan pada semua jenis dan jalur 3. Rasio Siswa SD/MI per Ruang Kelas
pendidikan; Perbandingan antara jumlah siswa dengan
c. Keadilan dan atau kewajaran (equity) dijelaskan jumlah ruang kelas pada jenjang pendidikan
bahwa perlakuan kepada peserta didik sesuai SD/MI tidak melebihi 32 orang siswa. "Jumlah
dengan keadaan internal dan eksternal peserta peserta didik dalam setiap rombongan belajar
didik, dalam arti adalah wajar dan adil jika untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang. Untuk
peserta didik diperlakukan sesuai dengan setiap rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang
kemampuan, bakat dan minatnya. kelas yang dilengkapi dengan meja dan kursi
yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun papan tulis". (Permendikbud No. 23 Tahun
2003, Bab 5, pasal 3 menyatakan bahwa warga negara 2013 pasal 2 POIN 2).
yang ada di daerah terpencil atau terbelakang serta 4. Rasio Siswa SD/MI per Ruang Kelas
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh Perbandingan antara jumlah siswa dengan
pendidikan khusus. Kemampuan yang sangat terbatas jumlah ruang kelas pada jenjang pendidikan
untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada SD/MI. "Banyak minimum ruang kelas sama
dilingkungannya membuat masyarakat terpencil lambat dengan banyak rombongan belajar. Kapasitas
dalam menyerap segala bentuk perubahan yang ada di maksimum ruang kelas 28 peserta didik. Rasio
daerah mereka termasuk diantaranya pembangunan minimum luas ruang kelas 2 m2/peserta didik.
sektor pendidikan. Keterbelakangan Sumberdaya Untuk rombongan belajar dengan peserta didik
Manusia orang tua murid dan akses sarana transportasi kurang dari 15 orang, luas minimum ruang
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 631
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

kelas 30 m2. Lebar minimum ruang kelas 5 m". inklusif, terbatasnya pengetahuan dan keterampilan
(Permendiknas No. 24 Tahun 2007 Tentang yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusif, ini
Standar Sarana dan Prasarana). menunjukkan bahwa sistem pendidikan inklusif belum
dipersiapkan dengan baik. (Praptiningrum. 2010).
Sementara itu, menurut Giangreco, F & Mary Permasalahan yang terjadi di kelas yaitu kurangnya
Beth Doyle. (2000) karakteristik pendidikan inklusif penanganan yang inklusif terhadap peserta didik
itu salah satunya adalah : Siswa dididik di kelas dengan kebutuhan khusus oleh guru. Hal tersebut
dimana jumlah siswa dengan dan tanpa disabilitas dikarenakan jumlah peserta didik yang banyak, serta
proporsional terhadap populasi penduduk lokal (misal tidak adanya guru pendamping khusus. Guru
10% sampai 12% diidentifikasi disabilitas). Kondisi di mengalami kendala dikarenakan anak tidak di asesmen
SDN Inpres Sifnana tidak sesuai dengan karakteristik terlebih dahulu sehingga guru kurang mengetahui
pendidikan inklusif diatas dimana jumlah ABK kemampuan yang sudah dikuasai peserta didik dan
melebihi jumlah yang seharusnya sehingga ABK kemampuan yang belum dikuasai peserta didik.
kurang mendapatkan layanan yang sesuai dengan Selain keterbatasan jumlah guru, Inklusi di SDN
kebutuhannya. Inpres Sifnana juga tidak memiliki guru yang berasal
Penyelenggaraan pendidikan inklusif akan dari lulusan Pendidikan Luar Biasa. Berdasarkan hasil
semakin mulus dalam pelaksanaannya apabila sekolah observasi, kemampuan literasi anak pada umumnya di
mengembangkan kemitraan dengan lembaga-lembaga sekolah ini dan anak yang berkebutuhan khusus tidak
atau departemen-departemen terkait, misalnya dengan menunjukkan perbedaan yang signifikan. Menurut
departemen kesehatan dalam pemeriksaan kesehatan hasil wawancara dengan guru,anak-anak disini
fisik, depertemen sosial dalam bantuan aksesibilitas, menunjukkan kecenderungan sebagai anak
departemen perindustrian dalam mengembangkan berkebutuhan khusus temporer. Menurut Alimin, Anak
kecakapan vokasional, departemen hukum dan HAM berkebutuhan khusus yang bersifat sementara
dalam perlindungan hukum (Rusyani, E. 2009). Di (temporer) adalah anak yang mengalami hambatan
SDN Inpres Sifnana belum terjalin kerja sama dan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh
belum mengembangkan kemitraan dengan lembaga- faktor-faktor eksternal. Di sekolah biasa banyak sekali
lembaga atau departemen-departemen terkait. Hal anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus yang
tersebut akan menjadi kendala bagi perkembangan bersifat temporer, dan oleh karena itu mereka
sekolah inklusif yang sesuai dengan kebutuhan peserta memerlukan pendidikan yang disesuaikan yang disebut
didik. pendidikan kebutuhan khusus. contohnya, anak baru
Sekolah inklusi adalah sekolah yang masuk kelas I Sekolah Dasar yang mengalami
menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah kehidupan dua bahasa. Di rumah anak berkomunikasi
ini menyediakan program pendidikan yang layak, dalam bahasa ibunya (contoh bahasa: Sunda, Jawa,
menantang tetapi sesuai dengan kemampuan dan Bali atau Madura dsb), akan tetapi ketika belajar di
kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan sekolah terutama ketika belajar membaca permulaan,
yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak mengunakan bahasa Indonesia. Kondisi seperti ini
berhasil. Lebih dari itu sekolah inklusi merupakan dapat menyebabkan munculnya kesulitan dalam belajar
tempat setiap anak diterima menjadi bagian dari kelas membaca permulaan dalam bahasa Indonesia. Anak
maupun dengan anggota masyarakat lainnya agar seperti ini pun dapat dikategorikan sebagai anak
kebutuhan individu dapat terpenuhi. (Depdiknas PLB. berkebutuhan khusus sementra (temporer), dan oleh
2007 hlm. 4) Pada proses pembelajarannya, di SDN karena itu ia memerlukan layanan pendidikan yang
Inpres Sifnana masih terdapat keterbatasan guru dalam disesuikan (pendidikan kebutuhan khusus). Apabila
memberikan pembelajaran yang inklusif, masih hambatan belajar membaca seperti itu tidak
kurangnya media pembelajaran yang membantu mendapatkan intervensi yang tepat boleh jadi anak ini
peserta didik dalam proses pembelajaran. Pada akan menjadi anak berkebutuhan khusus permanent.
pembelajaran tertentu materi pelajaran disampaikan Menurut Alimin, Dalam paradigma pendidikan
dengan menggunakan lagu. Senada dengan pengertian kebutuhan khusus (special needs education), anak yang
yang disampaikan Daniel P. Hallahan, dalam Peraturan mempunyai kebutuhan khusus baik yang bersifat
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor temporer maupun yang bersifat permanent akan
70 Tahun 2009 disebutkan bahwa yang dimaksud berdampak langsung kepada proses belajar, dalam
dengan pendidikan inklusi adalah sistem bentuk hambatan untuk melakukan kegiatan belajar
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan (barrier to learning and development). Hambatan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki belajar dan hambatan perkembangan dapat muncul
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan bakat dalam banyak bentuk, untuk mengetahui dengan jelas
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau hambatan belajar, hambatan perkembangan dan
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara kebutuhan yang dialami oleh seorang anak sebagai
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. akibat dari kebutuhan khusus tertentu/kecacatan
Secara empirik, banyak kasus yang muncul tertentu, dilakukan dengan mengunakan asesmen.
yaitu minimnya sarana penunjang sistem pendidikan
632 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH
SERIES 2017 Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Tidak ada asesmen di sekolah ini, karena belum kemampuan kognitifnya agar ia dapat mengolah data
terjalinnya kerjasama dengan SLB sehingga guru yang berupa simbol-simbol untuk dapat dimaknai
mengalami keterbatasan untuk mengkomunikasikan sebagai huruf-huruf, kata-kata, hingga akhirnya
kemampuan dan hambatan yang dimiliki oleh peserta membentuk kalimat yang bermakna. Selain faktor
didik. Penerimaan peserta didik di SDN Inpres Sifnana kognisi, faktor metakognisi juga berperan besar
ini tidak terdapat syarat tertentu, sehingga kendalanya menangkap arti bacaan yang dibaca. Membaca juga
akan menyulitkan guru dalam pemberian materi membutuhkan atensi, minat dan motivasi, agar seorang
pembelajaran kepada peserta didik dengan kebutuhan anak dapat bertahan dan menjadi senang saat
khusus dan hal ini erat kaitannya dengan asesmen. membaca. Kegemaran membaca bisa berawal dari
Sejalan dengan pendapat (Marvin & Ogden, 2002). keluarga, yaitu dari memperkenalkan, menyediakan
asesmen juga di perlukan untuk mengembangkan buku-buku, membaca gambar, menceritakan dari buku,
program intervensi yang tepat apabila peserta didik membiasakan membaca di rumah serta teladan
mengalami hambatan perkembangan literasi emergen. membaca yang menjadi kebiasaan. Kegemaran
Menurut Alimin, Dalam perspektif pendidikan membaca bisa diperoleh dari lingkungan luar rumah
kebutuhan khusus diyakini bahwa ada faktor-faktor (teman, guru atau dari perpustakaan). Membaca
lain yang sangat penting untuk dipertimbangkan yaitu memperlancar seseorang dalam mengejar pendidikan,
faktor lingkungan, termasuk sikap terhadap anak pada namun membaca juga membuat individu mampu
umumnya dan terhadap anak tertentu karena secara praktis menerapkan keterampilannya dalam
lingkungan yang tidak responsive, kurang stimulasi, kehidupan sehari-hari, atau sering disebut sebagai
pemahaman guru dan kesalahpahaman guru akan keterampilan fungsional. Dengan kemampuan
proses pembelajaran, isi, pendekatan pembelajaran dan membaca, seseorang dapat terlibat aktif dalam
materi pembelajaran dapat menimbulkan hambatan kehidupan sosialnya. Bila anak yang dapat membaca,
belajar dan hambatan perkembangan. Selain faktor maka ia dapat bepergian mandiri karena dapat
lingkungan, hal lain yang juga sangat penting untuk memahami rambu-rambu lalu lintas, dapat
dipertimbangkan adalah faktor-faktor pada diri anak, mengendarai bis umum, dapat mengenal nilai uang dan
seperti rasa ingin tahu, motivasi, inisiatif, lain sebagainya. Untuk dapat mencapai pemaknaan,
interaksi/komunikasi, kompetensi sosial, kreativitas, tidak jarang seorang anak mengalami kesulitan,
temperamen, gaya belajar dan kemampuan potensial. sehingga diperlukan bantuan guru, ahli tumbuh
Pendidikan kebutuhan khusus memandang anak sangat kembang, atau Psikolog, yang dapat menjadi partner
komprehensif dan memandang anak sebagai anak, dalam mengatasi permasalahan dan menjalankan
bukan memandang anak berdasarkan label yang program untuk menghadapi gangguan yang berkenaan
diberikan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dengan kemampuan literasi.
dikatakan bahwa hambatan belajar dapat terjadi juga Literasi, atau kemampuan membaca, menulis
pada anak yang tidak memiliki kecacatan. Dengan dan berkomunikasi memungkinkan seseorang untuk
pandangan yang luas seperti ini, akan meningkatkan maju dan terkoneksi dengan dunia luar. Literasi
pemahaman kita tentang keunikan setiap individu anak. merupakan alat ampuh pemberdayaan pribadi dan
Konsep hambatan belajar dan hambatan perkembangan perkembangan sosial manusia. Banyak penelitian
sangat penting untuk dipahami karena hambatan menunjukkan literasi menurunkan angka kemiskinan,
belajar dapat muncul di setiap kelas dan pada setiap kematian anak, mencegah pertumbuhan penduduk,
anak. Semua anak mempunyai kemungkinan yang meningkatkan kesetaraan jender dan mendorong
sama untuk mengalami hambatan belajar dan hambatan pembangunan berkelanjutan, keamanan dunia serta
perkembangan. Pendidikan kebutuhan khusus demokrasi (Laporan PBB, 2010).
menekankan pada upaya untuk membantu anak Pembelajaran membaca tidak akan berhasil
menghilangkan atau sekurang-kurangnya mengurangi apabila tidak didasarkan pada dua hal, yakni
hambatan belajar dan hambatan perkembangan sebagai kemunculan literacy anak (emergent literacy) dan
akibat dari kondisi tertentu, agar anak dapat mencapai kebermaknaan belajar membaca bagi anak. Ini berarti,
perkembangan optimum. pembelajaran membaca akan efektif ketika diberikan
Penelitian terhadap anak sekolah dasar di SDN pada saat anak membutuhkan dan menginginkan. Oleh
Inpres Sifnana, peserta didik cenderung menebak- karena itu, langkah terbaik adalah menstimulasi anak
nebak ketika membaca. Ketika peserta didik berada di agar mereka tertarik membaca, senang terhadap
luar kelas, tidak ada perbedaan yang signifikan antara tulisan, dan memiliki kesadaran fonem dan leksikal.
peserta didik dengan kebutuhan khusus dan peserta Menurut Jalongo dan kawan-kawan, buku-buku yang
didik yang tidak berkebutuhan khusus. Akan tetapi penuh gambar dengan sedikit tulisan justru efektif
ketika berada di ruang kelas dan proses pembelajaran untuk mendorong anak senang membaca (Jalongo, et
terdapat diskriminasi dari peserta didik yang tidak al. 2002).
berkebutuhan khusus. Menurut beberapa ahli, kemunculan bahasa tulis
Royanto (2015) menyatakan bahwa Membaca pada anak dapat dirangsang melalui berbagai macam
dan menulis sesungguhnya adalah kegiatan kompleks kegiatan, antara lain melalui rekonstruksi cerita dari
karena melibatkan berbagai aspek. Ketika belajar buku bergambar. Menurut penelitian Kraayenoord &
membaca, seorang anak perlu mengerahkan Paris (1996), kegiatan mengkonstruksi cerita dari buku
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 633
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

bergambar dapat membangkitkan bahasa tulis anak, membedakan prosodi dan pola-pola intonasi
terutama karena berkaitan dengan aktivitas memaknai antara cerita (lisan) dan pelisanan cerita dalam
dan mengkonstruksi pemahaman. Kegiatan ini dapat buku. Dengan kata lain, anak-anak belajar pola-
dipergunakan untuk mengukur kemampuan anak pola bahasa tulis melalui buku cerita. Hal ini
mendekoding makna teks. Musfiroh, T & Maryatun berarti bahasa tulis pada hakikatnya adalah pola
(2010). KESIMPULAN
Instruksi sistematis dalam tugas kesadaran Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data
fonemik selama tahun-tahun prasekolah tidak yang dijelaskan sebelumnya, maka penulis dapat
mengangkat kemunculan literasi dan tidak pula menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut.
mengangkat kemampuan keaksaraan di sekolah dasar Banyak faktor yang menyebabkan suatu daerah
pada saat instruksi keaksaraan formal dimulai (Yaden dikatakan terisolir secara pendidikan. Segala
et al., 1999). keterbatasan tersebut menyebabkan seorang anak
Permainan keaksaraan dapat dikaitkan memiliki kecenderungan untuk menjadi ABK
kemunculan keaksaran dan dikaitkan pula dengan temporer. ABK temporer maupun permanen
faktor-faktor berikut. membutuhkan layanan pendidikan khusus sehingga
1. Buku cerita kemampuan anak dapat berkembang secara optimum.
Riset selama tiga dekade menunjukkan bahwa Pendidikan Inklusif memberikan pelayanan hak
buku bacaan merupakan prediktor terkuat pendidikan yang tidak berpihak kepada anak manapun
keberhasilan membaca seperti halnya kesadaran dan siapapun yang saat ini masih diabaikan sebagai
fonemik (Pellegrini et al, 1995). Teks yang wujud dari education for all. Tujuan dari penelitian ini
berilustrasi, dengan font yang mencolok juga adalah untuk menggambarkan pentingnya peran
menarik dan menimbulkan diskusi bagi anak Pendidikan Inklusif bagi anak-anak yang mengalami
(Yaden, 1993). hambatan dalam kemampuan literasi yang diakibatkan
2. Permainan dramatik, Permainan dramatik oleh keterisolasian oleh berbagai sebab dan
merupakan area untuk mengembangkan mengakibatkan akses mendapatkan pendidikan tidak di
keterampilan umum di dalamnya penuh dengan terima sepenuhnya oleh anak-anak tersebut. Kenyataan
penerapan berbagai domain lain, termasuk dilapangan dalam pelaksanaan sekolah inklusi masih
membaca dan menulis (Pellgrini & Galda, belum menerapkan konsep inklusi yang sesungguhnya.
1991). Permainan ini menyediakan kesempatan Hal ini berdampak pada tidak terpenuhinya kebutuhan
anak untuk membangun kognisi penting dan pendidikan peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian,
kecakapan linguistik yang dibutuhkan Berbeda dengan daerah perkotaan, di daerah yang sulit
3. Pemerolehan bentuk-bentuk metabahasa (seperti akses pendidikan anak-anak SD sampai kelas 6 pun
huruf, kata, cerita) sama baiknya kesadaran masih banyak yang mengalami kesulitan dalam
tentang bahasa tulis melalui peristiwa-peristiwa memahami literasi dasar. Padahal kemampuan ini
pembacaan buku (Goodman, 1986). Kesadaran sangat berguna dalam menunjang life skill anak. Jika
metalinguistik tentang bahasa lisan dan bahasa tidak ditangani dengan tepat anak-anak memiliki
tulis muncul secara developmental, dari kecenderungan lebih besar untuk menjadi ABK
kesadaran tacit tentang teks mulai berfokus temporer.
pada elemen makna menuju refleksi-refleksi
yang lebih eksplisit terkait dengan konvensi
buku dan aspek-aspek huruf dan kata itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA
4. Belajar keaksaraan secara informal mencapai Alimin, Z. Modul Hambatan dan Perkembangan Anak
hasil yang lebih baik dalam kesadaran fonemik Pendidikan Kebutuhan Khusus (PKKH).
selama belajar membaca (Richgels, 1995). Universitas Pendidikan Indonesia : tidak
Anak-anak belajar dari keaksaraan diterbitkan.
inkonvensional ke keaksaraan konvensional. Abdurrahmat Fathoni. (2006). Manajemen Sumber
Anak-anak juga mengkonstruksi sendiri Daya Manusia. Bandung : Rineka Cipta.
pengetahuan keaksaraan, dan kemunculan Arikunto, Suharsimi. (2005). Manajemen Penelitian.
keaksaraan itu terjadi dalam situasi informal Jakarta: Rineka Cipta.
(Teale, 1978). Apabila keaksaraan termasuk Badan Pusat Statistik. (2014). Angka Melek Huruf.
dalam wilayah pemerolehan, maka dia memiliki Diunduh di http://www.datastatistik-
karakteristik proses yang unsubconsiousness indonesia.com tanggal 26 Desember 2016.
dan terjadi tanpa pengajaran yang formal (Kutz, Bruns, D.B. & Pierce, C.D. (2007).Let's read together:
1997). Dengan demikian, buku yang disukai Tools for early literacy development for all
anak (karena dalam buku ada cerita), sangat young children.Young Exceptional
digemari anak. Buku anak memiliki pengaruh Children,10(2), 2-10.
yang kuat terhadap apa yang anak lihat sebagai Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-
bahasa teks tertulis (Ron and Scollon, 1981). Undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem
Apabila dibacakan, anak-anak akan belajar Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas.
634 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH
SERIES 2017 Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Permendikbud No. 23 Tahun 2013, pasal 2 poin 2


Depdiknas, PLB, Pedoman Umum Penyelenggaraan Permendikbud No.23 Tahun 2013 pasal 2, ayat (2)
Pendidikan Inklusif, Jakarta: Direktorat poin 5
Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2007, hal. 4. Permendikbud No. 23 Tahun 2013 pasal 2 poin 2
Jurnal Permendiknas No. 24 Tahun 2007 Tentang Standar
Fenomena Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Bagi Sarana dan Prasarana
Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Pendidikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70
Khusus Vol. 7. No.2. Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi
Giangreco,F & Mary Beth Doyle. (2000). Inclusive Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan
Education: A Casebook and Readings for Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat
Prospective and Practicing Teachers. Mahwah, Istimewa.
NJ : Lawrence Erlbaum Associates. Dalam Praptiningrum. (2010). Fenomena Penyelenggaraan
Journal. Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan
Hayat, B. dan Yusuf, S. (2010). Benchmark Khusus. Jurnal. JPK, Vol 7, No. 2, Desember
International Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi 2016
Aksara. Reese,L., Garnier, H., Gallimore, R.,&Goldenberg, C.
Kuder, S.J., Hasit, C. (2002) Enhancing literacy for all (2000). Longitudinal analysis of the antecedents
students. Pearson Education, Inc. New Jersey, of emergent Spanish literacy and middle-school
USA. English reading achievement of Spanish-
Lexy J. Moleong. (2007). Metodologi Penelitian Speaking students.American Educational
Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Remaja Research Journal,37(3),633-662.
Rosdakarya. Restanti. (2016). Membangun Budaya Literasi Bagi
Literasi Anak Indonesia. (2016). Forum Literasi Anak Autis Memakai Media Kliping
Indonesia Press Release. Diunduh di Bergambar. Kementerian Pendidikan dan
http://literasi.org/berita-kegiatan/forum-literasi- Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan
indonesia-press-release/. tanggal 26 Desember Tenaga Kependidikan
2016. Royanto, L. (2015). Kemampuan Literasi dan
Marpaung, Z & Mirani, D. (2011). Pemerataan Pembiasaan Berpikir Kritis.Diunduh di
Kesempatan Memperoleh Pendidikan di http://rsa.ugm.ac.id/2015/09/kemampuan-
Daerah. Universitas Sriwijaya literasi-dan-pembiasaan-berpikir-kritis/.
Marvin, C. A. & Ogden, N. J. (2002). A Home literacy Tanggal 26 Desember
inventory: Assessing young childrens context Rusyani, E. (2009). Pengembangan Model
for emergent literacy. Young Exceptional Pembelajaran Pendidikan Inklusif Melalui
Children, 5(2), 1-10. Program Pendidikan Yang Diindividualisasikan
Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. (2009). (Individualized Educational Program) Dan
Analisis Data Kualitatif. Jakarta : UI-Press Sistem Pendukungnya. Makalah.
Musfiroh, T & Maryatun. (2010). Modul Permainan Sumadi Suryabrata. (2000). Metode Penelitian. Jakarta
Keaksaraan, Alat main, dan Suplemen : PT. Raja Grafindo Persada
Deteksinya untuk Anak Usia Dini
Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan
Inklusif Melalui Program Pendidikan Yang
Diindividualisasikan (Individualized
Educational Program) Dan Sistem
Pendukungnya. Makalah.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

DEVELOPMENT OF TEACHING MATERIALS ESD (EDUCATION FOR


SUSTAINABLE DEVELOPMENT) IN COACHING SKILLS OF SELF CHILDREN
WITH INTELLECTUAL CHALLENGES IN SMA LB C IN JAKARTA

Irah Kasirah

Faculty of Education, State University of Jakarta


E-mail: irahkasirah66@gmail.com

Abstrak: The purpose of this research is to develop teaching materials ESD (Education for Sustainable
Development) in subjects Self Development skills in a special program of vocational skills such as making
skills of the rest of the patchwork mat and look for alternative learning model development Self
Development skills required of teachers in accordance with the child's ability mentally retarded that still
form an outline of the learning program.The research was conducted in SLB C East Jakarta. The subjects of
research that high school teachers and students mentally retarded LB C. Outcome or product part of this
research is the study of ESD (Education for Sustainable Development) in subjects Self Development skills
in a special program of vocational skills makedoormats from the rest of the patchwork.The results of this
study are expected to contribute to the implementation of innovative teaching model for teachers SLB C
through the development of teaching materials ESD (Education for Sustainable Development) in practice
the skillsself help Mentally Retarded Children in order to achieve self-reliance to improve the qBuality of
life of chldren with intellectual challenges.
Keywords: ESD (Education for Sustainable Development), Self Development Skills, Skills Make mat
from the rest of patchwork, Mentally Retarded Children.

INTRODUCTION progress or development include social, cultural,


Background economic and environmental simultaneously, resulting
Based on the research results show that one of in a condition of continuous peaceful, safe, comfortable
the factors that cause the quality of life of children with both in the present maupunyang will come. Sustainable
intellectual challenges in this case is the resources or development is defined as development that meets the
inability to increase the survival life. Besides the needs of the present without eliminating the ability of
intellectual limitations of educational service factor, future generations to meet their own needs.
also factors that do not suit the needs. Learning the Definition of ESD according to UNESCO is "a
skills of self care special program of vocational skills learning process (or approach to teaching) based on the
may be one solution that retarded students can improve ideals and principles that underlie sustainability and is
quality of life by mastering specific skills so that they concerned with all levels and types of learning to
are economically capable. provide quality education and promote sustainable
The needs of learning tools in the subjects of human development - learning to know, learning to be,
self-coaching skills special program of vocational skills learn to live together, learning to do and learning to
and the use of materials / equipment still feasible to use transform oneself and society. "
are not optimal it would require the development of According to Wallin and Harbor self help skills
devices to facilitate meaningful learning teacher are skills Self Development is a skill that is destined
assessment in achieving success indicators: education remedy achieve or gain independence in many spec life.
for students with intellectual challengess in support of This capability will help teach children not to depend on
sustainable development. the people in the neighborhood live in a kind day. So,
skill building aims to make children themselves become
Literature review independent not be a burden to others who are around
ESD was first coined by Hans J. A. Van Ginkel, children.
former rector of the United Nations (UN) University Definition of vocational education is a merger
and Advisor to the UN Secretary General. EfSD original between theory and practice in a balanced manner with
term is Education Sustainable Development or ESD orientation on job readiness of graduates. The
minus for short. Why in Indonesia plus for? For means curriculum in vocational education, concentrated on
to. Word to mean producing something, there are skill learning system (apprenticeship of learning) on
objectives to achieve. To produce something or achieve vocational-special vocational (specific trades).
a goal, there must be action (action). Education skills are special abilities held so that
While development is translated development is students have the skills that are useful for himself to live
not development, since development is often interpreted by in society.
as physical construction or infrastructure. Sustainable According AAMD (The American On Mental
development (sustainable development) is a change, Deficiency), cited by Muljono & Sudjadi, intellectual

635
636 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

disorder is a mental disorder that refers to the real each student; 3) The teacher has not made a coaching
general intellectual functioning below average, along syllabus subjects themselves; 4) The teacher has not
with deficiencies in adaptive behavior and takes place made planning for learning the skills to make a doormat
during development. So retarded children are children for including students with intellectual challengess that
who have mental disorders in the general intellectual do not develop optimally; 5) teachers who already teach
functioning below the average normal children, the skills to make a doormat on students with
deficiency in adapting to its environment, and takes intellectual challenges not use the media effectively.
place during development. Through the results of the preliminary study, it
In this study teaching materials ESD is a can be analyzed needs in the development of teaching
teaching materials prepared by integrating concepts and materials ESD (Education for Sustainable
analytical tools from a variety of disciplines to help Development) / Education for Sustainable Development
teachers skills Special Needs High School section C and on learning coached in the skills to make mats for
students of intellectual diability better understand students with intellectual challenges in special schools,
learning vocational skills to make a doormat of value in namely: 1) the need for teacher competence in
order to achieve the development of education understanding the concept of ESD / Education for
sustainable. Sustainable Development (Education for Sustainable
Development) students with intellectual challenges in
RESEARCH METHODS special school section C; 2) the need for the syllabus
Objective and Learning Program Plan subjects self help vocational
The purpose of this research is to develop coaching skills make doormats designated high school
teaching materials ESD (Education for Sustainable in special school section C; 4) takes the form of ESD
Development) in the Personal Development skills teaching materials, teaching materials needed contains
training in vocational skills to make a special program about environmental material related to learning
of making mat from waste patchwork for students with material mat-making skills on highschool students in
intellectual challenges in special needs High School special school for students with intellectual challenges
section C in East Jakarta. section C.

Place and Time Research TEACHING MATERIALS MODELS


This research was conducted at special Needs Model ESD teaching materials is a result of the
High School for students with intellectual challenges development of syllabus and Learning Program Plan.
section C Jakarta Timur. The Study conducted in Textbooks Education for Sustainable Development is
January - November 2016. for students with intellectual challenges in special
school highschool.
Stages Research
Methods and stages of research which includes: Conceptual Model
1) The study of literature; 2) The field study on The conceptual model is the embodiment of the
vocational learning in the form of special needs school conceptualization of theories and principles are
section C today; 3) Descriptive and analysis of findings; integrated in such a way to form educational text books
4) The findings of the draft Design Educational for students with intellectual challenges of sustainable
Learning Model for Sustainable Development: 5) development in the special school on the subjects of
Preparation of the Educational learning model for vocational skills to make a doormat. Departing from the
Sustainable Development; 6) Test is limited to the conceptualized variables learning environment is the
stages of instructional design expert testing, test background of the mat-making skills learning for
ketunagrahitaan matter experts and experts discussed; students with intellectual challenges. Then
test one to one to three skilled teachers from special conceptualization variables make learning vocational
needs high school section C; small group test against 9 skills in high school doormat special school section C is
skilled teachers in special needs high school section C the definition of what needs to be observed.
in East Jakarta.
Procedural Model
RESULTS AND DISCUSSION Based on the results obtained in preliminary
Based on the results of preliminary research studies have shown teachers have pedagogic
conducted for special school teachers that teach students competence to do the learning skills in making mats
with intellectual challenges at the middle school years, ESD-related learning for students with intellectual
the results are as follows: 1) teachers do not understand challenges. On that basis it is assumed that the required
about Education for Sustainable Development / ESD or modules teaching material ESD in the subjects of skills,
Education for Sustainable Development 2) teachers do especially skills make doormat in the design of the steps
not understand the characteristics of children with making doormats through the pictures that correspond
intellectual challenges, so that the learning process in to be easily understood and can be practiced by teachers
the classroom the teacher still considers the ability of in teaching the skills to make mats using ESD learning
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 637
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

principles. Hopefully, through this teaching material REFERENSI


gaps in the knowledge of teachers on Education for Borg, Gall, Educational Research: An Introduction,
Sustainable Development can be contained and able to 1989, dikutip langsung (atau tidak langsung)
solve problems that required teachers and students oleh Nana Syaodih Sukmadinata, Metode
because through teaching materials ESD is learning the PenelitianPendidikan, Bandung: Remaja
skills of vocational especially learning the skills to make Rosdakarya, 2009.
mats can be done by implementing the integration of the Budi Sri Hastuti, Pendidikan Untuk Pengembangan
various disciplines through other subjects so students Berkelanjutan dalam Perspektif PNFI, Jurnal
with intellectual challenges easier to learn and PNFI Androgogia, Vol. 1, No. 1, November
understand overall about the significance of the 2009.
implementation of learning the skills to make a B.R. Hergenhahn, Matthew H. Olson, Theorienof
doormat. ESD teaching materials packed with Learning (Teori Belajar), terjemahan Tri
interesting pictures that supports learning and tailored to Wibowo B.S. (Jakarta: Kencana Prenada Media
the needs and abilities of students with intellectual Group, 2008.
challenges that have limited ability to think that support Daniel P. Hallahan, James M.Kaufman, Exceptional
learning that is expected to increase students with Children Introduction to Special Education,
intellectual challenges interest. Pretice-Hall,Inc: Englewood cliffs, 1991.
Jason M. Wallin, Oak Harbor, Teaching Children With
Autisme a Resarce ,N.J. U.S.A. : Merck sharp
Model physical / hypothetical and Dohme Corp. A Subsidiary of Merk and Co.
Research development of teaching materials Inc, 2004.
ESD in learning vocational skills for students with Maftuchah Yusuf, Pendidikan Kependudukan dan Etika
intellectual challenges for teachers this produces a Lingkungan, Yogyakarta: Lembaga Studi dan
physical model of a hypothetical form of: 1) syllabus Inovasi Lingkungan, 2000.
and lesson plans; 2) ESD teaching materials such as Muljono & Sudjadi, Pendidikan Luar Biasa Umum,
textbooks sustainable development education. Jakarta: Depdikbud,1994, h.21
United Nations Decade of Education for Sustainable
CONCLUSION Development 2005-2014, Draft International
Based on the above analysis we then decided to Implementation Scheme, October 2004,
develop teaching materials ESD in learning the skills to UNESCO
make mats, which consists of three models: the model Blog UNESCO Bangkok Office.http://prezi.com//lptk-
of conceptual, procedural models and physical models. vokasional/
The conceptual model is the embodiment of
conceptualized ESD theories on learning skills of
students with intellectual challenges integrated.
Procedural model embodies the stages in the preparation
of teaching materials ESD consisting of textbooks or
instructional materials ESD is integrated in accordance
with the needs of teachers and students with intellectual
challenges in the subjects mat-making skills.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

PROGRAM MEMBACA BERJENJANG DAN APLIKATIF BAGI ANAK


BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DENGAN KESULITAN MEMBACA
Nefrijanti

Rumah Parenting Jatibening Bekasi


Jl Jatayu Raya F6 no 21, Jatibening Bekasi
E-mail : janti.nefri@gmail.com

Abstrak :Bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membaca merupakan tantangan tersendiri. Banyak
faktor, yang jadi alasan, ABK mampu meningkatkan kemampuan membacanya. Salah satu adalah faktor
minimnya keterlibatan orangtua sebagai patner lembaga pendidikan. Ada dua hal pokok yang dilakukan
sebagai upaya melibatkan orang tua. Satu, mempersiapkan anak belajar dan yang kedua membuat program
membaca berjenjang. Untuk meningkatkan kesiapan siswa/I ABK digunakan 8 teknik pendekatan kegiatan
MBL (Movement Based learning). 8 Teknik ini dipraktekkan secara konsisten sebelum, saat dan sebelum
pembelajaran. Sedangkan program membaca berjenjang, merupakan pendekatan berdasarkan
penngelompokkan ABK pada 4 level ketrampilan membaca, . Ke-empat level tersebut adalah Ketrampilan
membaca awal, Ketrampilan membaca SWI (Sign word instruction) Ketrampilan membaca PI (phonics
instruction) dan Ketrampilan membaca CRI (comprehensive approchement in reading instruction). dilakukan
secara acak kepada 67 anak ABK dengan usia termuda 8 tahun hingga usia 25 tahun. Jenis ABK yang
diteliti adalah anak-anak dengan kesulitan belajar murni, dari sekolah regular, sekolah khusus maupun tempat
terapi. Yang membedakan program membaca ini dengan program lainnya adalah : selain mengacu pada
perkembangan dan pertumbuhan anak, juga memanfaatkan kartu-kartu baca sebagai alat pembelajarannyta.
Data hasil uji coba didapat melalui pengamatan dan pengisian questioner. Pengamatan 4 minggu, pada 67
ABK,menunjukkan adapeningkatan ketrampilan membaca, paling tidak meningkat satu level. Program
membaca terbukti efektif digunakan untuk membantu meningkatkan kemampuan membaca pada ABK
Kata kunci : anak berkebutuhan khusus (ABK), orangtua dengan ABK, ketrampilan membaca,,
kerjasama orang tua dan sekolah, kesulitan membaca. kesulitan belajar

PENDAHULUAN akademisi. Dengan demikian, saat menjalankan


Bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) program, para pendidik di sekolah dapat melibatkan
membaca menjadi tantangan tersendiri. Banyak faktor orangtua atau masyarakat umum yang bertindak sebagai
yang jadi alasannya. Beberapa orang telah melakukan relawan.
penelitian terkait upaya meningkatkan kemampuan Jadi dapat dikatakan bahwa program membaca
membaca pada ABK, diantaranya tertulis dalam berjenjang dan aplikatif, dibuat untuk membantu
Promoting Reading Comprehension in Secondary meningkatkan kemampuan membaca bagi ABK.
Students with LD. Yang disampaikan oleh Marcia Harapannya, program ini dapat dengan mudah
Kosanovich,Ph.D., Network of Educators, LLC, diaplikasikan dan diterapkan pada ABK yang
(Revised August 2013) dalam journal Council of mengalami kesulitan membaca, pada ABK dengan usia
Learning Disability. Marcia, menyampaikan tentang 3 hingga 25 tahun. Agar lebih akurat, maka jenis
langkah-langkah tahapan membaca. ABKnya pun diupayakan untuk memiliki kesamaan
Sangat menarik penelitian yang dilakukan oleh hambatan. Hambatan yang dimaksudkan disini, bukan
Marcia tersebut. Apalagi ketika diuji coba dengan hambatan yang mengacu pada label keABKan seperti
dipraktekkan pada ABK yang tinggal di Indonesia,. ADHD, LD, tunarungu dsbnya tetapi lebih kepada ada
Beberapa kriteria dan acuan dalam penelitian ternyata kesemaan dalam anak tidak memcapai tugas-tugas
tidak mudah untuk dipraktekkan. Seperti struktur bahasa perkembangannya. Sebagai acuan menemukan ABK
Indonesia yang berbeda dengan struktur bahasa Inggris, dengan kesamaan hambatan digunakan bantuan table
budaya dan adat yang berbeda, dan pendekatan cara Perkembangan anak Denver II.
pembelajaran yang juga berbeda. Untuk mengatasi
kesenjangan dan perbedaan dalam penerapan dari METODE
penelitian yang dilakukan oleh Marcia, dikembangkan Metode membaca yang dikembangkan dalam
program membaca berjenjang dan aplikatif. Didukung Program Membaca Berjenjang dan Aplikatif merupakan
dengan beberapa kartu dan buku yang dapat digunakan hasil sinergi dari journal yang disiapkan oleh Marcia
untuk melakukan program tersebut. Hal lain yang dengan program membaca serupa yang disampaikan
merupakan pengembangan dari journal yang telah ada oleh Mr Andrew Jhonsons. Teaching Reading to
adalah, karena program membaca berjenjang dan Students with LD. Mr Andrew menyempurnakan
aplikatif ini dibuat untuk mudah dipahami dan penelitian yang disampaikan oleh Marcia dengan tiga
dilakukan, bahkan oleh orang-orang diluar area level kemampuan membaca. Ketiga level tersebut

639
640 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

adalah sign word instruction, phonics instruction dan Ciri-cirinya : Kosakata diatas 40.000 kata (John
comprehensive approchement in reading instruction. w Santrock, Life Span Development
Dalam Program Membaca Berjenjang, ditambahkan lagi Edisi ke 13 jilid 1 hal347) dan Mampu memahami
satu tahapan sebelumnya, diambil dari journal Marcia bacaan dan menceritakan kembali
Empat level ketrampilan membaca dengan ciri- isi bacaan dengan bahasa sendiri
cirinya, yang digunakan sebagai acuan dalam Program
Membaca Berjenjang dan aplikatif adalah : Sebelum melaksanakan Program Membaca
1. Ketrampilan membaca awal Berjenjang dan Aplikatif, Guru diminta untuk
Ciri-cirinya : Mengenal dan mampu mengatakan melakukan asesmen terlebih dahulu. Tujuannya untuk
kosakata dibawah 50 kata, Identifikasi dengan mementukan level kemampuan membaca anak pada saat
menggunakan kartu PECS untuk kata-kata benda awal. Asesmen menggunakan benchmark assessment
sehari-hari, Mengerti decoding dengan modifikasi penggunaan bahasa Indonesia dalam
2. Ketrampilan membaca SWI (Sign word setiap langkah testnya dan dalam pemilihan kata/
instruction) kalimat yang digunakan dalam materi asesmen.
Ciri-cirinya : Menguasai kemampuan membaca Sebagai tambahan, untuk mempersiapkan anak
awal, Kemampuan kosa kata antara 50 kata hingga maksimal ketika melakukan program membaca
14.000 kata (John w Santrock, Life Span berjenjang dan aplikatif, digunakan metode pendekatan
Development Edisi ke 13 jilid 1 hal347) , Mampu movement based learning (MBL). Metode ini
membaca kata dengan 2 suku kata terbuka, mengeliminasi ketidaknyaman ABK dalam melakukan
Memahami hubungan antara kata dengan interaksi instruksi dan pemahaman karena masalah mental,
bersama orang ataupun benda, Menyusun makna emosional, dan kesiapan fokus. 15 menit sebelum
kata dan kalimat sederhana program dilaksanakan, ABK dibimbing untuk
3. Ketrampilan membaca PI (phonics instruction) melakukan MBL.
Ciri-cirinya : Menguasai ketrampilan membaca Partisipan dan relawan yang dilibatkan dalam
PI, Menguasai kosakata diatas 14.000 hingga penelitian ini, hanya dipilih ABK yang ditentukan
40.000 kata (John w Santrock, Life Span dengan kriteria ABK dengan rentang usia 3 hingga 25
Development Edisi ke 13 jilid 1 hal347) , tahun, tinggal di Indonesia, tidak memiliki hambatan
Menghubungkan kata-kata dengan phonem yang lain, kecuali membaca dan mendapatkan dukungan
sama-sapa-saya-sama dsb), Membaca suku kata orangtuanya. Secara acak, ABK dipilih berdasarnya satu
terbuka, suku kata tertutup dan kata dengan jenis hambatan Learning Disabiliy. Data-data diambil
kombinasi huruf mati dan diolah dengan menggunakan acuan pretest dan
4. Ketrampilan membaca CRI (comprehensive posttest. Melalui pengamatan langsung ataupun dengan
approchement in reading instruction) pengisian angket.

Alat bantu yang digunakan berupa buku dan kartu-kartu bergambar ataupun dengan tulisan yang ditampilkan dalam
gambar 1

HASIL DAN DISKUSI jarang dijumpai mencapai kemajuan pencapaian yang


Pengamatan dan analisa dari angket, memberikan signifikan. Ada beberapa hal yang mungkin bisa
rangkuman data seperti ditampilkan dalam table 1. diperkirakan menjadi alasan tidak pesatnya kemajuan
Secara umum terjadi peningkatan kemampuan membaca tersebut. Diantaranya adalah usia yang sudah melewati
dari para peserta. Peningkatan kemampuan membaca, masa keemasan belajar, banyak distraksi lain karena
dijumpai secara signifikan pada anak-anak dengan usia perkembangan fokus atau usia menentukan kecepatan
yang lebih muda. Sedangkan peserta dengan usia diatas manusia dalam menyerap ilmu dan belajar. Disarankan
18 tahun, sangat perlu diadakan penelitian lebih dalam untuk
membuktikan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 641
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Sebagian besar dari guru yang terlibat, Nefrijanti (2015), One Hope, 3 Langkah Kunci
menyampaikan sangat terbantu dengan menggunakan Mewujudkan Impian Ayah Bunda, Self
Progam Membaca berjenjang dan Aplikatif. publishing, Indonesia.
Penggunaan alat bantu berupa buku, karti baca dan juga United Nation Organization, (2015), The Millennium
alat asesmen memperjelas langkah-langkah dan metode Development Goals Report 2015, Genewa
pendekatan untuk mencapai kenaikan level kemampuan Infid.org (2015), PANDUAN SDGs Untuk Pemerintah
membaca. Mereka meyakinkan bahwa walaupun semua Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku
metode dan jenjang ini tidak asing bagi mereka, tetapi Kepentingan Daerah, Jakarta
mengumpulkan dalam satu program dengan alat bantu Neil R. Carlson (2013), Psikologi Perilaku jilid 1 & 2,
yang menunjang, memudahkan mereka dalam edisi ke-sebelas, Penerbit Erlangga, Jakarta
mempraktekkan dan meyajikan dalam bentuk laporan Sri Lestari, (2014), Psikologi Keluarga, Edisi ke-3,
kepada para orangtua, tentang kemajuan perkembangan Kencana Prenadamedia Group, Jakarta
membaca anak-anaknya. William Crain, (2014), Teori perkembangan, Konsep
dan Aplikasi, Edisi ke-3, Pustaka Pelajar,
KESIMPULAN Yogjakarta
Dari pengamatan yang dilakukan, pada ABK Tri Sukitman, M.Pd (2015). Panduan Lengkap dan
dengan usia 3-5 tahun terjadi peningkatan ketrampilan Aplikatif, Bimbingan Konseling Berbasis
membaca hingga 100%. Dalam waktu 4 minggu, Pendidikan Karakter, Diva Press, Yogjakarta
Hampir semua ABK mengalami perkembangan Lissa Weinstein, PH.D (2008). True Story, Living with
ketrampilan, walaupun ada beberapa yang hanya naik Dyslexia, Pergulatan Ibu Melepaskan Putranya
satu level dari level sebelumnya Dari Gragfik 1, dapat dari Derita Kesulitan Belajar, 2007, Qanita,
disimpulkan adanya perkembangan ketrampilan Bandung
membaca, melalui PMB. Alasan yang disimpulkan Munif Chatib (2013), Kelasanya Manusia,
dalam angket,adalah PMB membuat hubungan antara memaksimalkan Fungsi Otak belajar dengan
orangtua dan lembaga pendidikan lebih jelas dan Manajemen Display Kelas, Mizan Media Utama
terstruktur. Bandung
John W. Santrock, 2013, Life-Span Development,
DAFTAR PUSTAKA Perkembangan Masa-Hidup, Edisi ke-23, Jilid 1,
Dr.Khoe Yao Tung, M.Sc. Ed, M.Ed (2015), PT Gelora Aksara Pertama, Jakarta
Pembelajaran dan Pekembangan Belajar, PT Cecilia Koester, M.Ed.(2013), Kegiatan menyusun
INDEKS, Kembangan-Jakarta-Indonesia balok, Membangun Fondasi Tumbuh Kembang
RobertE.Slavin (2014), Membaca Membuka Pintu Anak, Movement Based Leraning, Inc. Reno
Dunia Edisi ke-2, Pustaka Pelajar,Yogjakarta Barbara Prashing (1998), The Power of Learning Style,
Bambang Putrantp, S.Pd (2015), Tips Menangani Siswa Mizan Pustaka, Indonesia
yang Membutuhkan Perhatian Khusus, Diva
Press, Yogjakarta.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

INISIASI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI WAHANA


PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(ABK)
(The Initiation of Civic Education As a Medium for Character Education among Children with
Special Needs)

Nurul Hudaa, Aulia Sholichah Iman Nur Chotimahb


ab
Universitas Pendidikan Indonesia , Indonesia
E-mail : nurulhuda93@student.upi.edu

Abstrak: Pendidikan karakter merupakan hal yang perlu dilakukan bangsa Indonesia agar dapat
mempertahankan eksistensinya. Pada saat ini bangsa Indonesia mengalami berbagai persoalan, seperti
degradasi moral yang ditandai dengan berbagai penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila. Penyimpangan-
penyimpangan ini juga tidak jarang dilakukan oleh anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), seperti pencurian,
merusak dan pelanggaran seksual. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana pendidikan karakter
merupakan upaya pedagogis untuk membentuk warga negara yang baik (to be good citizen). Warga negara
yang baik ditandai dengan kemampuan penaralan moral untuk bersikap, yaitu moral knowing, moral feeling
dan moral behavior. Pendidikan karakter yang terintegrasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan
menjadi garda utama dalam membentuk karakter warga negara yang baik.
Kata kunci : Pendididkan Kewarganegaraan, Pendidikan Karakter, Anak Berkebutuhaan Khusus
(ABK)

Abstract: Character education is one of the most important things that Indonesian citizen have to do to
maintain their existence. Recently, Indonesian citizen deals with various problems, one of them is moral
degradation which can be seen from the value deviations of Pancasila. Children with Special Needs are also
those who experience this kind of deviations, such as thievery, and sexual abuse. Civic education as a medium
of character education becomes a pedagogical effort to shape a good citizen. A good citizen is characterised
by the ability to do moral reasoning which means moral knowing, moral feeling and moral behavior.
Character education integrated in civic education is hoped to be the main featon to help people to be good
citizen.
Keywords : Civic Education, Character Education, Children with Special Needs

PENDAHULUAN diarahkan dengan baik, dan tidak dibekali dengan


Indonesia merupakan negara yang kemampuan pertimbangan moral yang baik.
dilaterbelakangi beragam budaya, bahasa, agama, suku Periode masa kanak-kanak pertengahan sering
dan berbagai kondisi warga negaranya. Hal ini yang disebut dengan periode usia sekolah, yang memiliki
menjadikan Indonesia menghadapi berbagai tantangan dampak signifikan dalam perkembangan dan hubungan
diberbagai bidang dan tidak terkecuali dibidang anak dengan orang lain. Anak mulai bergabung ke
pendidikan, khususnya pendidikan karakter. Pendidikan dalam kelompok sebaya, yang menjadi hubungan dekat
karakter merupakan pembudayaan dan pemberdayaan pertama di luar kelompok keluarga. Secara normal
peserta didik dalam membentuk watak dan kehidupan tumbuh kembang anak usia sekolah dalam Wong et al
warga negara yang potensial, dan bangsa yang (dalam Rahmawati, 2011) dapat dilihat dalam
bermartabat dan beradab berlandaskan nilai-nilai luhur perkembangan moralnya, anak mengalami perubahan
Pancasila. Sebagai bangsa yang besar dengan jumlah egosentris ke pola berpikir logis dan mulai mengalami
penduduk nomor empat di dunia, maka pandangan perkembangan nurani serta standar moral. Pengertian
pendidikan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus moralitas anak ditentukan oleh aturan-aturan dan tata
(ABK) sudah tercermin dalam semboyan Bhineka tertib dari luar. Seperti keluarga, sekolah dan
Tunggal Ika. lingkungan masyarakat. Hubungan dan kontak sosial
Suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri anak dengan figur orang dewasa yang memegang
bahwa terkadang manusia diberikan amanat oleh Tuhan otoritas mempengaruhi pengertian benar-salah pada
berupa anak-anak yang normal, namun ada juga anak. Sumber stress pada anak usia sekolah adalah
berupa anak-anak yang memiliki kekhususan akibat harapan orang tua dan guru yang terlalu tinggi,
kelainan fisik, intelektual, kelainan sosial, maupun persaingan dengan teman sebaya, rasa malu, agresi,
emosional. Akibat kelainan tersebut pastilah timbul idola persahabatan, kritikan terhadap diri sendiri,
berbagai permasalahan, salah satunya adalah kekuasaan orang tua, kesepian pemberontakan,
permasalahan karakter Anak Berkebutuhan Khusus kematangan organ seks dan masalah seks yang
(ABK). Permasalahan tersebut akan timbul jika tidak menekan. Sehingga terkadang hal terebut memicu
tingkat stress pada anak yang antara lain ditandai

643
644 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

dengan ciri-ciri nyeri lambung, sakit kepala, insomnia, dorongan pilihan untuk menentukan yang terbaik dalam
mengompol, perubahan pola makan, agresif, dan malas hidup. Sebagai bangsa Indonesia setiap dorongan
berpartisipasi. Hal tersebut pun terjadi pada anak pilihan itu harus dilandasi oleh Pancasila. Sementara itu
berkebutuhan khusus (ABK), Selain itu, penyimpangan- sudah menjadi fitrah bangsa Indonesia untuk menjadi
penyimpangan juga tidak jarang dilakukan oleh anak- bangsa yang multi suku, multi ras, multi bahasa, multi
anak berkebutuhan khusus (ABK), seperti pencurian, adat, dan tradisi. Untuk tetap menegakkan Negara
merusak dan pelanggaran seksual. Kesatuan Republik Indonesia maka kesadaran untuk
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika merupakan
pendidikan karakter merupakan upaya pedagogis untuk suatu condition sine quanon, syarat mutlak yang tidak
membentuk warga negara yang baik (to be good dapat ditawar-tawar lagi (Samani dan Hariyanto, 2012:
citizen). Warga negara yang baik ditandai dengan 22)
kemampuan penaralan moral untuk bersikap, yaitu Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai
moral knowing, moral feeling dan moral behavior. pendidikan karakter didefinisikan sebagai pendidikan
Didalam Pendidikan Kewarganegaraan, pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good
karakter harus menjadi fokus utama dan karakter character) dari siswa dengan mempraktikkan dan
dikembangkan sebagai dampak pembelajaran mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan
(instructional effects) dan juga dampak pengiring keputusan yang beradab dalam hubungan dengan
(nurturant effects (Samani dan Hariyanto, 2012). Maka sesama manusia maupun dalam hubungannya dengan
dari itu, dalam proses pembelajaran Pendidikan Tuhannya. Sebagai pendidikan karakter, PKn suatu
Kewarganegaraan diharapkan adanya transfer of proses pembelajaran yang memberdayakan siswa dan
knowledge akan melahirkan sikap yang baik dan orang dewasa di dalam komunitas sekolah untuk
berkarakter dalam diri Anak Berkebutuhan Khusus memahami, peduli, dan berbuat berlandaskan nilai-nilai
(ABK). Sehingga dengan sikap yang baik dan etik seperti respect, keadilan, kebajikan warga (civic
berkarakter inilah Anak Berkebutuhan Khusus akan virtue) dan kewarganegaraan (citizenship), dan
mampu bersaing, dan bahkan dapat mengungguli anak- bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun kepada
anak normal lainnya. Pendidikan karakter yang orang lain (Samani dan Hariyanto, 2012: 44).
terintegrasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan Karakter yang baik (good character) terdiri atas
diharapkan menjadi garda utama dalam membentuk proses-proses yang meliputi, tahu mana yang baik
karakter warga negara yang baik untuk Anak (knowing the good), keinginan melakukan yang baik
Berkebutuhan Khusus (ABK). (desiring the good), dan melakukan yang baik (doing
the good). Kecuali itu, karakter yang baik juga harus
METODE ditunjang oleh kebiasaan pikir (habit of mind),
Metode dalam penulisan ini menggunakan kebiasaan kalbu (habit of the heart), dan kebiasaan
metode deskriptif-analitis, yang mana metode ini tindakan (habit of action). Selanjutnya juga dinyatakan
mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap oleh Kementrian Pendidikan Nasioanl bahwa
objek yang dikaji. Selanjutnya menggunakan study konfigurasi karakter dalam konteks realitas psikologis
literature dalam pencarian data-data yang relevan dan dan juga sosial-kultural tersebut dikategorikan menjadi:
terkait dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) olah hati (intellectual development), olah raga dan
sebagai pendidikan karakter, serta dilakukan analisa kinestetik (physical and kinesthetic development), dan
lebih dalam sehingga menghasilkan gagasan atau ide olah rasa dan karsa (affective and creativity
yang kreatif. development) (Samani dan Hariyanto, 2012: 50).
Dalam kaitan implementasi nilai-nilai dan proses-
HASIL DAN PEMBAHASAN proses tersebut diatas, pendidikan bagi anak
PKn Sebagai Pendidikan Karakter : Moral berkebutuan khusus dilaksanakan dengan memfasilitasi
mereka untuk menjadi orang yang memiliki kualitas
knowing, Moral feeling and Moral behaviour
moral, kewarganegaraan, kebaikan, kesantunan, rasa
Secara konseptual Pendidikan Kewarganegaraan
hormat, kesehatan, sikap kritis, keberhasilan, kebiasaan,
(PKn) diartikan sebagai penyiapan generasi muda
insan yang kehadirannya dapat diterima dalam
(siswa) untuk menjadi warga negara yang memiliki
masyarakat, dan kepatuhan (Samani dan Hariyanto,
pengetahuan, kecakapan dan nilai-nilai yang diperlukan
2012: 50). Menurut Lickona (1992) didalam
untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakatnya
Budimansyah (2010: 150) menjabarkan tiga dimensi
(Samsuri, 2012: 22). Pendidikan Kewarganegaraan
nilai moral yang perlu dikembangkan dalam rangka
(PKn) sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada
pendidikan kewarganegaraan adalah karakter yang baik
pembentukkan warganegara yang memahami dan
(good character) yang memiliki keterkaitan baik secara
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
substantif maupun fungsional. Tiga dimensi nilai moral
menjadi warganegara Indonesia cerdas, terampil, dan
tersebut sebagai berikut:
berkarakter sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila
1. Wawasan Moral (Moral Knowing) yang mencakup:
dan UUD 1945 (Budimansyah, 2010: 5).
a) Kesadaran moral (Moral awareness)
Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dan
b) Wawasan nilai moral (Knowing moral values)
vital bagi tercapainya tujuan hidup. Karakter merupakan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 645
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

c) Kemampuan mengambil pandangan orang lain berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
(Perspective taking) manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
d) Penalaran moral (Moral reasoning) Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
e) Mengambil keputusan (Decision-making) kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
f) Pemahaman diri sendiri (Self-knowledge) demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga, jika
2. Perasaan Moral (Moral Feeling) yang mencakup: dicermati 5 (lima) dari 8 (delapan) potensi peserta didik
a) Kata hati atau nurani (Conscience) yang ingin dikembangkan terkait erat dengan karakter.
b) Harapan diri sendiri (Self-esteem) Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai
c) Merasakan diri orang lain (Empathy) pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan
d) Cinta kebaikan (Loving the good) potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
e) Kontrol diri (Self-control) berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun
f) Merasakan diri sendiri (Humility) perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan
3. Perilaku Moral (Moral Action/ Behavior) yang peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan
mencakup: dunia. Dalam kaitan itu telah diidentifikasi sejumlah
a) Kompetensi (Competence) nilai pembentukkan karakter yang merupakan hasil
b) Kemauan (Will) kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai-nilai yang
c) Kebiasaan (Habit) bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan
Selain itu, pendidikan karakter atau character pendidikan nasional tersebut adalah: (1) Religius, (2)
education digunakan sebagai umberella term untuk Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja Keras, (6)
mendeskripsikan the teaching of children in a Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin
manner that will help them develop variously as moral, Tahu, (10) Semangat Kebangsaaan, (11) Cinta Tanah
civic, good, mannered, behaved, non bullying, healthy, Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/
critical, successful, traditional, compliant and/or Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca,
socially-acceptable beings. Dalam konteks itu (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, dan (18)
diberbagai sumber kepustakaam dikenal beberapa Tanggung Jawab (Samani dan Hariyanto, 2012: 9).
nomenkaltur/ jargon pendidikan seperti social and Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai
emotional learning, moral reasoning/ cognitive pendidikan karakter untuk Anak Berkebutuhan Khusus
development, life skills education, health education, (ABK) diharapkan menjadi suatu entitas pendidikan
violent prevention, critical thinking, ethical reasoning, yang mengembangkan nilai-nilai melalui proses
and conflict resolution and mediation. Dengan kata lain intervensi dan habituasi. Apa yang dimaksud dengan
pendidikan karakter yang terintegrasi didalam proses intervensi ? Intervensi adalah proses pendidikan
pendidikan kewarganegaraan dimaknai sebagai karakter yang dilakukan secara formal, dikemas dalam
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan interaski belajar dan pembelajaran (learning and
moral, pendidikan watak, yang bertujuan instruction) yang sengaja dirancang untuk mencapai
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk tujuan pembentukkan karakter dengan menerapkan
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa berbagai kegiatan yang terstruktur (structured learning
yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam experiences). Sedangkan habituasi merupakan proses
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. (Elkind dan penciptaan aneka situasi dan kondisi yang berisi aneka
Sweet; Winataputra, 2012). penguatan yang memungkinkan peserta didik pada
satuan pendidikannya, dirumahnya, dilingkungan
Peran PKn Sebagai Pendidikan Karakter masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai
Untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan nilai dan menjadi perangkat nilai yang telah
Anak adalah warga negara hipotetik, yakni warga diinternalisasi dan dipersonalisasi melalui olah hati,
negara yang belum jadi karena masih harus dididik olah pikir, olah raga, dan olah rasa dan karsa itu sebagai
menjadi warga negara dewasa yang sadar akan hak dan karakter atau watak. Sebagai contoh, karakter jujur,
kewajibannya (Budimansyah, 2007), dan tidak terbentuk dalam satu kesatuan utuh antara tahu makna
terkecuali anak berkebutuhan khusus (ABK). jujur (apa dan mengapa jujur), mau bersikap jujur, dan
Peran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dalam berperilaku jujur (Budimansyah, 2010: 63).
membentuk karakter anak berkebutuhan khusus sangat Sehingga dalam peranannya, Pendidikan
besar sekali. Karena hal ini telah termaktub didalam Kewarganegaraan (PKn) sebagai pendidikan karakter
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sudah
mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, didalam menjadi bagian inheren dari instrumentasi pendidikan
Budimansyah (2010: 50) komitmen nasional tentang nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
perlunya pendidikan karakter, secara imperatif tertuang Indonesia melalui koridor value-based education.
dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Konfigurasi atau kerangka sistemik PKn dibangun atas
Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 3 UU tersebut dasar paradigm sebagai berikut (Budimansyah, 2008:
menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi 180). Pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak subjek pembelajaran yang bertujuan untuk
seta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mengembangkan potensi individu agar menjadi warga
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas,
646 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara Hak terhadap anak berkebutuhan khusus sendiri,
teoritik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang telah diatur pada UU No.20 tahun 2003, tentang Sistem
memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan Pendidikan Nasional pasal 32 ayat 1 yang menegaskan
psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
Ketiga, PKn secara programatik dirancang sebagai kecerdasan dan bakat istimewa. Negara juga menjamin
subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang hak bersekolah ABK pada sekolah regular maupun
mengusung nilai-nilai (content-embedding calues) dan khusus. Seperti yang tertera pada pasal 31 ayat (1)
pengalaman belajar (learning experiences) dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan Setiap
bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam warga negara berhak mendapat pendidikan.
kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup Dalam kegiatan pembelajaran PKn ada
bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, bermacam hambatan yang dialami guru,. tidak hanya
berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih dari keterbatasan yang dimiliki siswa atau sarana
lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, prasana saja dari pihak guru pun terdapat hambatan
kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. yang terkadang berpengaruh pada kemajuan siswa.
Latar belakang lulusan bukan dari jurusan PKn
Tantangan PKn Sebagai Pendidikan Karakter membuat guru mengalami kesulitan ketika
Untuk ABK menyampaikan materi lebih mendalam. Karena pada
Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dasaranya guru lebih menguasai menajamen kelas dan
sebagai pendidikan karakter untuk Anak Berkebutuhan ketunaan siswa, sedang dalam penguasaan materi yang
Khusus (ABK) adalah bagaimana PKn dapat diajarkan lebih mendalam guru kurang menguasai. Guru memang
kepada anak-anak berkebutuhan khusus untuk dapat hanya menjelaskan materi secara dasar saja. Penjelasan
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh anak- yang diberikan guru terhadap siswa terkesan singkat.
anak berkebutuhan khusus. Pembelajaran PKn Meskipun siswa yang diajar adalah anak dengan
merupakan pembelajaran kewarganegaraan yang kelainan lambat berfikir. Tidak seharusnya guru hanya
diajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Sudah menjelaskan secara singkat, tapi kembali lagi pada latar
menjadi kewajiban pemerintah dan pihak sekolah untuk belakang pendidikan guru yang dasarnya memang
memberi pembelajaran kewarganegaraan kepada siswa kurang menguasai materi secara rinci dan mendalam.
sesuai dengan keadaan yang dimiliki siswanya, baik Disini tentu akan berdampak pada kemajuan akademik
anak normal maupun anak berkebutuhan khusus. Oleh siswa, karena siswa hanya mendapat informasi yang
karena itu ABK berhak mendapatkan layanan sedikit dari apa yang dipelajari.
pendidikan sebagaimana yang didapatkan oleh anak Pembelajaran PKn untuk ABK harus disesuaikan
normal pada umumnya. dengan kondisi ABK, pembelajaran secara individual
Pendidikan sendiri merupakan bentuk bimbingan dan intens terhadap ABK akan lebih dapat dimengerti,
dari orang dewasa terhadap perkembangan anak untuk kemudian yang harus ditekankan adalah pembelajaran
mencapai kedewasaannya, dengan tujuan agar anak menggunakan dilema moral. Agar anak-anak
dapat secara mandiri melaksanakan tugas hidupnya berkebutuhan khusus lebih paham dengan tujuan dari
sendiri (mandiri) tanpa bantuan orang lain. Pendidikan PKn dan pembelajaran materi secara real dapat melalui
merupakan hal awal yang sangat penting untuk video, gambar untuk menyajikan dilema moral yang
kehidupan anak. Pendidikan merupakan awal dimana ada.
seorang anak belajar membaca, melatih kemampuan
berhitung dan berpikir dengan baik. Saat ini pendidikan KESIMPULAN DAN SARAN
di bangku sekolah dapat dinikmati dan ditempuh oleh Kesimpulan
siapapun dari berbagai kalangan dan golongan Pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana
manapun. Berbagai sekolah didirikan sebagai tempat pendidikan karakter merupakan upaya pedagogis untuk
atau sarana pendidikan bagi anak-anak yang ingin membentuk warga negara yang baik (to be good
memperoleh pendidikan, tidak terkecuali anak-anak citizen). Sebagai pendidikan karakter, PKn suatu proses
berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus pembelajaran yang memberdayakan siswa dan orang
(ABK) dapat dimaknai dengan anak-anak yang dewasa di dalam komunitas sekolah untuk memahami,
menyandang ketunaan dan berbakat. Dalam peduli, dan berbuat berlandaskan nilai-nilai etik seperti
perkembangannya, konsep ketunaan kini berubah respect, keadilan, kebajikan warga (civic virtue) dan
menjadi berkelainan (exception) atau luar biasa. Konsep kewarganegaraan (citizenship), dan bertanggung jawab
dari ketunaan itu sendiri berbeda dengan konsep terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain.
berkelainan. Konsep ketunaan hanya berkenaan dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai
kecacatan, sedangkan konsep bekelainan atau luar biasa pendidikan karakter untuk Anak Berkebutuhan Khusus
mencakup anak yang menyandang ketunaan maupun (ABK) sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi
yang dikaruniai keunggulan. pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 647
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

bangsa Indonesia melalui koridor value-based DAFTAR PUSTAKA


education. Budimansyah, D. 2010. Penguatan Pendidikan
Indonesia yang sedang mengalami degradasi Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter
moral yang ditandai dengan berbagai penyimpangan Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press
terhadap nilai-nilai Pancasila. Penyimpangan- Delphie, Bandi. 2010. Pembelajaran Anak Tunagrahita.
penyimpangan ini juga tidak jarang dilakukan oleh Bandung: PT Refika Aditama
anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), seperti Lickona, Thomas. 2015. Mendidik Untuk Membenruk
pencurian, merusak dan pelanggaran seksual. Sehingga Karakter. Jakarta: Bumi Akasara
ini menjadi tugas kita bersama untuk membentuk Mulyana, E. 2014. Manajemen Pendidikan Karakter.
karakter Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan Jakarta: PT Bumi Aksara
melalui kegiatan pembelajaran PKn. Nucci, Larry P dan Darcia Narvaez. 2008. Handbook
Namun dalam kegiatan pembelajaran Pkn ada Pendidikan Moral dan Karakter. Bandung: Nusa
bermacam hambatan yang dialami guru, tidak hanya Media
dari keterbatasan yang dimiliki siswa atau sarana Ormrod, J E. 2009. Psikologi Pendidikan: Membantu
prasana saja dari pihak guru pun terdapat hambatan Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jakarta:
yang terkadang berpengaruh pada kemajuan siswa. Erlangga
Rahmawati, Dian. 2011. Faktor-faktor yang
Saran Berhubungsn dengan Kemampuan Perawatan
Bagi lembaga pendidikan, khususnya Sekolah Diri Anak Tuna Grahita di Kabupaten Banyumas
Luar Biasa (SLB) atau sekolah yang menerapkan Jawa Tengah. Tesis. Universtas Indonesia
program Sekolah Inklusi diharapkan lebih Samani, Muchlas. dan Hariyanto. 2012. Pendidikan
meningkatkan lagi proses pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Kewarganegaraan sebagai pendidikan karakter anak Samsuri. 2012. Pendidikan Karakter Warga Negara:
berkebutuhan khusus. Karena melalui proses Kritik Pembangunan Karakter Bangsa. Surakatra:
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan Pustaka Hanif
dapat menghasilkan generasi penerus yang berkualitas, Winataputra, U.S. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan
bermanfaat bagi bangsa dan Negara. Selain itu, sebagai Dalam Perspektif Pendidikan Untuk
pendidik, guru hendaknya dapat memilih metode Mencerdaskan Kehidupan Bangsa: Gagasan,
mengajar yang tepat dan cermat, sehingga proses Instrumentasi, dan Praksis. Bandung: Widya
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan tercapai Aksara Press
secara optimal dan tentunya sesuai dengan kondisi anak.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENCUCI PAKAIAN SISWA


TUNAGRAHITA RINGAN MELALUI SISTEM MAGANG
(Improving Skills Of Washing Clothes Students With Intellectual Disability Through The
Apprenticeship System)

Prima Dea Pangestua, N. Tresnanengsihb


ab
Universitas Pendidikan Indonesia
E-mail : primadeapangestu18@gmail.com

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dari pembelajaran dengan sistem magang terhadap
kemampuan siswa tunagrahita ringan tingkat SMALB dalam keterampilan mencuci pakaian. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan pendekatan kuantitatif dan
menggunakan Pre-experimental Design one group pre-test post-test. Pengumpulan data dilakukan dengan
melakukan tes kinerja kepada sampel penelitian 6 siswa tunagrahita ringan yang melakukan magang.
Pembelajaran dengan sistem magang berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan mencuci pakaian karena
melalui bimbingan dari para tenaga ahli yang menjadi instruktur pada kegiatan magang ini, mereka dapat
merasakan arahan apabila mereka melakukan kesalahan sehingga pekerjaannya dapat sesuai dengan prosedur
yang benar. Adanya peraturan pemerintah No. 43 Tahun 1998 yang mengharuskan dunia usaha untuk
menyediakan pekerjaan 1 persen untuk anak berkebutuhan khusus, nyatanya belum menjadi jawaban atas
permasalahan bagi siswa tunagrahita ringan. Kenyataan di lapangan seperti yang didapat oleh peneliti melalui
studi pendahuluan di SLB-C YPLB Majalengka, bahwa pihak sekolah tidak melakukan atau tidak memiliki
kerjasama dengan perusahaan ataupun tempat penyaluran kerja yang ada. Pelatihan keterampilan yang
diberikan di sekolah, hanya sebatas pemberian keterampilan saja, tidak mendapatkan tindak lanjut. Hasil
penelitian menunjukkan adanya peningkatan skor dengan persentase 67,72% (Pre-test) menjadi 91,61% (Post-
test), yang berarti menunjukkan magang memberikan pengaruh dalam meningkatkan keterampilan mencuci
pakaian siswa tunagrahita ringan. Peneliti merekomendasikan kepada guru untuk menjadikan magang sebagai
salah satu alternatif sistem pembelajaran yang dapat diberikan pada siswa guna mengembangkan dan
meningkatkan keterampilan yang dimilikinya.
Kata Kunci : Sistem Magang, Keterampilan Mencuci Pakaian, Siswa Tunagrahita

Abstract: The purpose of this research was to determine the effect of learning by apprenticeship system to the
High school intellectual disability students' abilities in washing clothes. The method used in this study is the
experimental method with quantitative approach and using Design Preexperimental one group pre-test post-
test. Data collection is done by testing the performance of the sample of six students with mild intellectual
disability. Learning by apprenticeship system could increase skills of washing clothes because through the
guidance of an experts who become instructors in apprenticeship, they can know the right direction where they
make a mistake that can work in accordance with the correct procedure. With the exitisting of government act
No. 43 of 1998 which obligate bussiness world to provide 1 percent job for special childern cant be able being
the answer of the problem for childern with intellectual disability. In fact just like the researcher found from the
beginning study in SLB C YPLB Majalengka, that the school did not do or do not have any agreements with the
company or the distribution of the existing job. Skills training which is given at school, was limited to only for
increasing skills, but they do not get the follow up. The results showed an increase in scores with the
percentage of 67.72% (pre-test) to 91.61% (Post-test), which means it showing apprenticeship gives effect in
improving the skills of the students to wash clothes mild mental retardation. Researchers recommend to the
teacher to make apprenticeship as an alternative learning system that can be given to students in order to
develop and improve the skills.
Keywords: The Apprenticeship System, Washing Clothes Skills, Student With Intellectual Disability

PENDAHULUAN menekankan kepada aspek pengajaran yang bersifat


Berdasarkan studi pendahuluan di SLB C YPLB akademik (semata-mata menyampaikan bahan ajar),
Majalengka pada tingkatan SMALB, bahwa yang sesungguhnya pendidikan yang dibutuhkan oleh
pembelajaran bagi siswa tunagrahita ringan lebih siswa tunagrahita adalah pendidikan yang bersifat
bersifat academic oriented, artinya berpusat pada fungsional. Untuk itu, diperlukan pendekatan
akademik atau kurikulum. Mereka diharuskan belajar pendidikan yang berpusat pada kebutuhan siswa dan
berbagai mata pelajaran sesuai dengan tuntutan bukan pada kurikulum. Dengan pembelajaran yang
kurikulum. Seperti yang dikemukakan oleh Alimin bersifat fungsional, yakni memusatkan pada kebutuhan
(2007, dalam http://www.jasiankku- siswa, diharapkan dapat mengembangkan potensinya
sampel.blogspot.com//) bahwa saat ini program untuk mencapai kemandirian hidup. Sejalan dengan ini,
pendidikan bagi siswa tunagrahita masih sangat Astati (2009, hlm.4) mengemukakan bahwa target

649
650 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

kemandirian siswa tunagrahita tentu harus dirumuskan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 43
sesuai dengan potensi yang mereka miliki, sehingga Tahun 1998 sesuai Undang-undang Nomor 4 Tahun
dapat dikatakan bahwa mandiri bagi siswa tunagrahita 1997. Adanya peraturan tersebut nyatanya belum
adalah adanya kesesuaian antara kemampuan yang menjadi jawaban atas permasalahan bagi siswa
aktual dengan potensi yang mereka miliki. Lebih lanjut tunagrahita ringan, karena kenyataan di lapangan seperti
lagi dikemukakan bahwa pencapaian kemandirian bagi yang didapat oleh peneliti melalui studi pendahuluan di
siswa tunagrahita tidak dapat diartikan sama dengan SLB-C YPLB Majalengka (Mei, 2015) bahwa pihak
pencapaian kemandirian anak pada umumnya. sekolah tidak melakukan atau tidak memiliki kerjasama
Selain itu, di SLB C YPLB Majalengka, pada dengan perusahaan ataupun tempat penyaluran kerja
tingkatan SMALB belum mengarah pada optimalisasi di yang ada. Pemberian pelatihan keterampilan yang
bidang kecakapan atau keterampilan sehingga masih diberikan hanya sebatas pemberian pelatihan saja, tidak
banyaknya siswa tunagrahita yang terombang-ambing mendapatkan tindak lanjut. Sehingga guru maupun
masa depannya saat mereka keluar sekolah, karena pada pihak sekolah tidak dapat mengetahui bagaimana
dasarnya mereka kurang memiliki kemampuan atau sebenarnya kinerja dari yang telah dilatihkan kepada
kecakapan yang diperlukan untuk hidup mandiri. siswa tunagrahita ringan tersebut, apakah bisa
Salah satu faktor penyebab masih banyaknya bermanfaat atau dimanfaatkan untuk bidang tertentu
siswa tunagrahita yang terombang-ambing masa sesuai dengan jenis keterampilannya dan apakah siswa
depannya saat keluar sekolah berdasarkan studi dapat diterima di lapangan dan mendapatkan pekerjaan
pendahuluan, bahwa pihak SLB C YPLB Majalengka sesuai dengan jenis pekerjaannya atau tidak. Hal ini
belum pernah memberikan pengalaman kerja di dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi sekolah
lapangan (magang) pada siswa untuk meningkatkan dalam upaya mempersiapkan anak berkebutuhan
skill keterampilan yang telah dimilikinya. Hal ini khusus, khususnya tunagrahita ringan untuk bekerja di
dikarenakan kurangnya pihak sekolah dalam lapangan.
mempersiapkan siswanya untuk terjun di lapangan. Pembelajaran dengan sistem magang merupakan
Pihak sekolah masih terfokus pada bagaimana caranya salah satu metode dalam pembelajaran life skill yang
agar siswa tersebut memiliki keterampilan tanpa berfikir digunakan dalam penelitian ini. Dengan menggunakan
mengenai prakteknya di lapangan seperti apa, guna sistem magang ini, pembelajaran yang diberikan kepada
peningkatan kemampuan dalam keterampilannya. Hal anak berkebutuhan khusus, khususnya tunagrahita
ini sejalan dengan hasil penelitian Wahyuni (2011, hlm. ringan dapat dinilai oleh instruktur atau pekerja yang
60) bahwa program persiapan kerja hendaknya memiliki profesional di lapangan secara langsung, selain itu
perbandingan teori dengan praktek yakni 1 : 4. pekerja yang profesional di bidangnya tersebut dapat
Anwar (2012, hlm. 32) mengemukakan bahwa memberikan masukan bagaimana bekerja di lapangan.
melalui pendidikan kecakapan hidup akan Proses persiapan ke dunia kerja ini diantaranya
menjembatani kesenjangan antara pendidikan dengan adalah pengenalan keterampilan yang akan diberikan,
kebutuhan nyata siswa dalam kehidupan di masyarakat. pelatihan pekerjaan yang akan dijalankan kemudian
Untuk itu diperlukan pengembangan model pendidikan diberikan kesempatan magang di tempat kerja nyata.
yang mengarahkan kepada pencapaian kecakapan hidup. Sehingga pembelajaran atau praktek di lapangan bagi
Sejalan dengan kenyataan di lapangan tersebut, tunagrahita khususnya teramat penting untuk
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh meningkatkan skill yang dimilikinya.
Wahyuni (2011, hlm. 55), menunjukkan bahwa program Untuk itu penulis mencoba meneliti tentang
pembelajaran vokasional belum mendukung terhadap peningkatan kinerja siswa tunagrahita setelah mengikuti
kemampuan yang harus dimiliki siswa berkebutuhan pembelajaran keterampilan mencuci pakaian dengan
khusus dalam hal ini khususnya bagi tunagrahita ringan sistem magang.
untuk bekerja di masyarakat. Pembelajaran vokasional Berdasarkan pemaparan tentang masalah yang
yang dapat menjadi pekerjaan bagi mereka di terjadi tentang keterampilan mencuci pakaian yang
masyarakat diantaranya adalah pembelajaran laundry sudah ada di sekolah dan upaya peningkatan
(mencuci pakaian). Astati (2009, hlm.5) kemampuan keterampilan mencuci pakaian melalui
mengemukakan: sistem magang pada anak tunagrahita ringan tingkat
perlu dirumuskan model pendidikan yang SMALB, maka peneliti tertarik untuk melakukan
mencakup kolaborasi antara guru, pemerintah, orangtua, penelitian dengan judul Meningkatkan Keterampilan
dunia kerja yang bisa memikirkan tentang jenis Mencuci Pakaian Dengan Sistem Magang di Laundry
pekerjaan, metode dan strategi yang dapat diterapkan Cling Majalengka Pada Siswa Tunagrahita Ringan
untuk anak berkebutuhan khusus. Perencanaan Tingkat SMALB di SLB C YPLB Majalengka.
pendidikan vokasional, kemudian pelatihan pendidikan METODE
vokasional, ujicoba pendidikan vokasional yang cocok Penelitian ini menggunakan metode eksperimen.
untuk anak berkebutuhan khusus perlu difikirkan. Sugiyono (2011, hlm. 72) menjelaskan, Metode
Pemerintah mengeluarkan aturan yang penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode
mengharuskan dunia usaha untuk menyediakan penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh
pekerjaan 1 persen untuk anak berkebutuhan khusus perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 651
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

yang terkendalikan. Metode ini digunakan atas dasar hanya berjumlah enam siswa tunagrahita ringan tingkat
pertimbangan bahwa sifat penelitian eksperimental SMALB. Sugiyono (2009, hlm. 134) berpendapat
yaitu mencobakan sesuatu untuk mengetahui pengaruh bahwa teknik uji Wilcoxon digunakan untuk menguji
atau akibat dari suatu perlakuan atau treatment. hipotesis komparatif dua sampel yang berkorelasi bila
Desain penelitian yang digunakan dalam datanya berbentuk ordinal.
penelitian ini yaitu menggunakan kelompok tunggal
dengan pre-test post-test design. Penggunaan desain ini HASIL
karena desain ini memiliki hasil yang lebih akurat yakni Hasil deskripsi data dari pembelajaran melalui
dengan membandingkan keadaan sebelum diberi system magang terhadap peningkatan kemampuan
perlakuan dan setelah diberi perlakuan. Selain itu, keterampilan mencuci pakaian siswa tunagrahita ringan
penelitian desain ini dilakukan karena jumlah subjek tingkat SMALB adalah pada Tabel di bawah ini.
sangat terbatas.
Dalam desain ini, terdapat subjek penelitian Tabel 1
yang diberi tes awal (pre test) untuk mengetahui kondisi Peningkatan Skor Pre-test dan Post-test
awal sebelum mendapat perlakuan (O1), selanjutnya Keterampilan Mencuci Pakaian Siswa Tunagrahita
subjek penelitian mendapat perlakuan (X). Setelah Ringan
mendapatkan perlakuan selanjutnya subjek penelitian Skor Peningka Presentase
diberikan tes akhir (post test) untuk mengetahui akibat Nama tan Kenaikan
atau pengaruh dari perlakuan yang telah diberikan (O2). No Pre- Post-
Siswa Jumlah
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi test test
Skor
tunagrahita ringan tingkat SMALB sebanyak 6 orang 1 AM 162 194 32 19,75 %
yang tidak memiliki permasalahan dalam aspek 2 AS 142 187 45 31,69 %
motoric, desainnya seperti pada Tabel di bawah ini. 3 AN 107 165 58 54,20 %
4 PI 119 176 57 47,90 %
Tabel 1: Pre-test post-test Design (Sumber: Arikunto, 2013, 5 HK 121 177 56 46,28 %
hlm. 85) 6 IM 136 173 37 27,20 %
O1 X O2
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa adanya
peningkatan skor pada subjek setelah diberikan
Keterangan :
perlakuan dengan menggunakan pembelajaran dengan
O1= Pre-test sebelum dilakukan perlakuan
sistem magang untuk meningkatkan keterampilan
X = Treatmen/Perlakuan
mencuci pakaian siswa tunagrahita ringan tingkat
O2 = Post-test sesudah diberikan perlakuan
SMALB.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
adalah dalam bentuk tes. Tes yang dipakai adalah tes
H1 = Sistem magang memberikan pengaruh
kinerja keterampilan mencuci pakaian. Instrumen dalam
dalam meningkatkan keterampilan mencuci pakaian
penelitian ini merupakan alat yang dapat
siswa tunagrahita ringan tingkat SMALB di SLB C
mengumpulkan data tentang hasil dari pembelajaran
YPLB Majalengka.
dengan sistem magang, apakah ada pengaruh terhadap
H0 = Sistem magang tidak memberikan
peningkatan keterampilan mencuci pakaian siswa
pengaruh dalam meningkatkan keterampilan mencuci
tunagrahita ringan. Dari penyusunan instrumen terdapat
pakaian siswa tunagrahita ringan tingkat SMALB di
butir-butir pertanyaan atau pernyataan yang
SLB C YPLB Majalengka
dikembangkan dari indikator yang disusun dalam kisi-
Taraf nyata atau signifikansi digunakan = 0,05.
kisi instrumen.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan
data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
tes. Alat tes yang digunakan adalah tes kinerja.
Menurut Arikunto (2013, hlm. 45) bahwa tes kinerja
adalah teknik penilaian yang menuntut peserta didik
mendemonstrasikan kemahirannya dalam melakukan
Kriteria pengujian hipotesis menggunakan
kegiatan atau pekerjaan tertentu. Tes kinerja dapat
kriteria pengujian satu sisi, yakni jika J dari hasil
dilakukan untuk menilai proses, produk serta proses dan
perhitungan lebih kecil atau sama dengan J dari daftar
produk. Tes kinerja digunakan untuk memperoleh data
tabel dengan taraf nyata tertentu, maka H0 ditolak dan
tentang kinerja atas bidang keterampilan tertentu yang
sebaliknya (Susetyo, 2010, hlm. 230)
dipertunjukkan oleh seseorang peserta didik.
H0 ditolak apabila J hitung J tabel
Teknik pengolahan data dalam penelitian ini
H0 diterima apabila J hitung > J table
menggunakan statistik non-parametrik dengan
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap jumlah
menggunakan uji wilcoxon, hal ini dilakukan
harga mutlak yang diambil (terkecil) adalah J = 0,
dikarenakan subjek penelitian tidak terlalu banyak yang
sedangkan harga J pada tabel dengan taraf nyata =
652 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

0,05 dan n = 6, diperoleh Jtabel = 0. Dari kriteria tersebut, hingga akhirnya direkrutlah dua dari enam
pengujian yang telah ditetapkan, maka harga Jhitung = 0 orang siswa yang memiliki kinerja serta kemampuan
Jtabel = 0, maka H0 ditolak, hal ini menunjukkan bahwa terbaik dalam mencuci pakaian.
sistem magang memberikan pengaruh dalam 2. Timbulnya rasa percaya diri dari siswa dalam
meningkatkan keterampilan mencuci pakaian siswa bekerja di tempat kerjanya langsung serta dalam
tunagrahita ringan tingkat SMALB di SLB C YPLB berinteraksi dengan lingkungan sekitar, hal ini
Majalengka. terlihat dari perilaku siswa yang pada awalnya malu,
Berdasarkan temuan tersebut, dapat disimpulkan kebingungan dan ragu-ragu dalam melakukan
bahwa sistem magang memberikan pengaruh dalam pekerjaannya mencuci pakaian, berubah menjadi
meningkatkan keterampilan mencuci pakaian siswa antusias dalam melakukan pekerjaannya serta
tunagrahita ringan tingkat SMALB di SLB C YPLB hampir seluruh pekerjaan dapat dilakukannya
Majalengka. dengan mandiri dan hasil yang memuaskan.
3. Pemikiran dari pihak sekolah akan pentingnya
PEMBAHASAN dilakukan kerjasama untuk pelaksanaan magang
Hasil penelitian yang dilakukan, penulis dengan perusahaan-perusahaan lain menjadi terbuka,
menemukan berbagai penemuan yang di-uraikan pada pihak sekolah yang tadinya hanya memberikan
bagian pembahasan ini. Ada-pun pembahasan hasil keterampilan pada siswa, tidak berfikir mengenai
penelitian bahwa Hipotesis dari peneliti didukung oleh kinerja dan kemampuannya seperti apa dan kurang
hasil penelitian dari Sofyandireja (2012), bahwa dalam mempertimbangkan nasib siswa setelah lulus dalam
tesisnya mengungkapkan magang dapat meningkatkan bekerja. Sekolah menjadi paham bahwa yang paling
keterampilan cleaning service bagi tunagrahita ringan penting dari kebutuhan siswa adalah bagaimana
tingkat SMALB. Selain itu, Mumpuniarti (2006, dalam mereka mencapai kemandirian hidupnya, agar kelak
jurnal pendidikan khusus volume 2 No. 2) dapat tersalurkan bekerja setelah lulus sekolah nanti.
mengemukakan bahwa salah satu program yang terkait Disamping itu, berdasarkan pengalaman peneliti
dengan kemampuan vokasional dalam setting dalam pelaksanaan magang di Laundry Cling
pendidikan adalah pengalaman kerja dalam hal ini Majalengka mengalami kendala antara lain :
melalui magang. Program pengalaman kerja di lapangan 1. Pihak dunia kerja, dalam hal ini perusahaan kurang
(on-job training) di lembaga yang difasilitasi memahami karakter yang dimiliki tunagrahita,
masyarakat dilakukan dengan pertimbangan yang sehingga terkadang cara menjelaskan atau cara
cermat dan bergantung kepada ketangkasan, mengarahkan dari instruktur kurang dapat dipahami
kemampuan dan kesiapan siswa yang bersangkutan. Hal oleh siswa.
ini sejalan dengan yang dikemukakan Anwar (2012,
hlm.80) bahwa program magang akan lebih 2. Diperlukan pengawasan yang lebih, karena siswa
mempersiapkan mereka untuk lebih mengenal keadaan tunagrahita mempunyai hambatan dalam memahami
nyata dalam bekerja, karena mereka akan diperkerjakan situasi/kondisi yang baru.
langsung ke dalam dunia kerja secara nyata, mereka
akan bekerja di tempat atau perusahaan sesuai bidang Secara keseluruhan siswa terdapat peningkatan
keahlian atau keterampilannya, sehingga akan membuat kemampuan melalui hasil post-test setelah diberikan
kemampuan mereka akan mempelajari suatu perlakuan menggunakan sistem magang. Selain itu, pihak
keterampilan meningkat. laundry memiliki kepercayaan terhadap kinerja tunagrahita
Selama pelaksanaan magang ini berlangsung, dan tidak menutup peluang bagi mereka untuk bekerja di
peneliti tidak hanya melihat kemampuan dan kinerja laundry tersebut.
yang dimiliki oleh siswa dalam mencuci pakaian, akan
tetapi terdapat hal-hal lain sebagai dampak dari KESIMPULAN DAN SARAN
penelitian yang telah dilakukan, antara lain : Kesimpulan
1. Berubahnya paradigma pihak laundry yang pada Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
awalnya kurang mengindahkan kemampuan dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan
tunagrahita, menganggap bahwa tunagrahita tidak kemampuan siswa tunagrahita ringan tingkat SMALB
dapat melakukan kegiatan seperti mencuci pakaian, dalam keterampilan mencuci pakaian melalui magang.
namun pada kenyataannya melalui magang ini, Hal ini terlihat dari perbedaan skor kemampuan
kemampuan tunagrahita meningkat, sehingga secara sebelum dilaksanakannya magang dengan setelah
tidak langsung hal ini memberikan kepercayaan dilaksanakannya magang, bahwa sebelum pelaksanaan
perusahaan terhadap kinerja dari anak berkebutuhan magang, siswa memiliki rata-rata skor 67,72%, akan
khusus itu sendiri. Kepercayaan yang dimiliki tetapi setelah pelaksanaan magang, skor rata-rata siswa
laundry terhadap kemampuan siswa tunagrahita menjadi 91,61%.
menjadikan suatu peluang bagi siswa tersebut dalam Hasil pengolahan data yang menggunakan uji
bekerja di laundry, karena ternyata pihak laundry Wilcoxon juga menunjukkan bahwa J = 0, sedangkan
merasa puas terhadap kinerja anak dan harga J pada tabel dengan taraf nyata = 0,05 dan n = 6,
menginginkan mereka untuk bekerja di tempat diperoleh Jtabel = 0. Dari kriteria pengujian yang telah
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 653
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

maka DAFTAR PUSTAKA


H0 ditolak, hal ini menunjukkan bahwa sistem magang Alimin, Z. (2007). Melakukan Orientasi Ulang tentang
memberikan pengaruh dalam meningkatkan Pendidikan bagi Peserta Didik Tunagrahita.
keterampilan mencuci pakaian siswa tunagrahita ringan [Online]. Tersedia: http://www.jasiankku-
tingkat SMALB di SLB C YPLB Majalengka. sampel.blogspot.com//. Diakses tanggal 22 Mei
Oleh karena itu hipotesis dari peneliti terjawab, 2015
bahwa sistem magang memiliki pengaruh dalam Anwar. (2012). Pendidikan Kecakapan Hidup (life Skill
meningkatkan kemampuan siswa tunagrahita ringan Education). Bandung: CV Alfa Beta
tingkat SMALB dalam keterampilan mencuci pakaian. Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur Penelitian Suatu
Tindakan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta
Saran Astati. (2009). Bahan Ajar Kemandirian. [Online]
Mengacu pada hasil analisis dan kesimpulan Tersedia:
penelitian, maka penulis memberikan beberapa http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._L
rekomendasi sbagai berikut: Pertama, hal yang dapat UAR_BIASA/194808011974032-
direkomendasikan oleh peneliti bagi pembuat kebijakan ASTATI/BAHAN_AJAR-KEMANDIRIAN.pdf.
dalam hal ini pemerintah, bahwasannya peraturan Diakses tanggal 20 Mei 2015
pemerintah yang telah dibuat yakni mengenai Mumpuniarti. (2006). Manajemen Pembinaan
kesempatan kerja bagi anak berkebutuhan khusus di Vokasional Bagi Tunagrahita di Sekolah Khusus
perusahaan, hendaknya lebih disosialisasikan, tidak Tunagrahita. Jurnal Pendidikan Khusus; Vol. 2
hanya pada lembaga pendidikan tempat anak No. 2
berkebutuhan khusus tersebut bersekolah, namun yang Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan:
lebih penting yakni bagi perusahaan-perusahaan yang Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
pekerjaannya dapat dilakukan anak berkebutuhan Bandung: Alfabeta.
khusus. ________. (2011). Metode Penelitian Pendidikan:
Kedua, bagi para pengguna hasil penelitian yaitu Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
sekolah, guru serta peneliti selanjutnya. Berdasarkan Bandung: Alfabeta.
penelitian yang telah dilakukan, peneliti Sopyandireja, Muhammad. (2012). Pembelajaran
merekomendasikan kepada pihak sekolah untuk dengan Sistem Magang dalam meningkatkan
selanjutnya mengadakan kerjasama dengan berbagai keterampilan cleaning service pada siswa
perusahaan yang memungkinkan bagi tersalurnya Tunagrahita di SMALB Negeri Subang. (Tesis).
kemampuan yang dimiliki siswa. Magang, menjadi Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia,
salah satu alternatif sistem pembelajaran yang dapat Bandung.
diberikan pada siswa guna mengembangkan dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997
meningkatkan kemampuan keterampilan yang Wahyuni, T. Mukhtar. (2011). Desain Program
dimilikinya. Dengan demikian peneliti Vokasional dan Bimbingan Karir untuk Siswa
merekomendasikan pada guru untuk melakukan SMALB. Bandung: UPI tidak diterbitkan
pembelajaran yang fungsional dan tidak terfokus pada
akademik semata. Pembelajaran keterampilan menjadi
salah satu yang harus diberikan lebih jauh oleh guru
terutama pada siswa tingkat menengah, agar kelak
mereka dapat memiliki kecakapan hidup.
Perusahaan dalam hal ini Laundry Cling
Majalengka, dan juga perusahaan-perusahaan lainnya
yang dapat memungkinkan siswa berkebutuhan khusus
bekerja di dalamnya, peneliti merekomendasikan untuk
perusahaan memberikan kesempatan bagi siswa
berkebutuhan khusus dalam bekerja. Magang menjadi
salah satu jalan yang dapat dilakukan oleh siswa untuk
selanjutnya perusahaan menilai kemampuan yang
dimiliki oleh siswa, sehingga pada akhirnya nanti siswa
berkebutuhan khusus dapat memiliki pekerjaan dan
keraguan perusahaan akan kemampuan siswa
berkebutuhan khusus pun terhapuskan.
Selain merekomendasikan hal tersebut, peneliti
juga merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya
untuk melakukan penelitian mengenai magang, dan
melangkah satu tahap lebih baik dari penelitian yang
telah dilakukan.
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

IDENTIFIKASI PENGATURAN LINGKUNGAN FISIK RUANG KELAS AUTIS


(STUDI KASUS DI KELAS II AUTIS SLBN SURAKARTA)
The Identification of Physical Classroom Environment Setting for Autism Disorder
(A Case Study In Grade II Autism Of SLBN Surakarta)

Ossy Firstanti Wardanya, Sunardib, Abdul Salim Choiric


abc
Universitas Sebelas Maret, Indonesia
E-mail : ossyfirst@student.uns.ac.id

Abstrak : Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dalam pengaturan lingkungan fisik ruang
kelas untuk siswa autis. Objek penelitian adalah kelas II Autis SLB Negeri Surakarta. Penelitian
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Pengumpulan data melalui observasi dan
wawancara dengan guru kelas II Autis SLB Negeri Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru
telah melakukan sejumlah usaha dalam menata lingkungan fisik ruang kelas untuk anak autis tetapi masih
banyak kendala terkait kelengkapan sarana dan prasarana. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa
siswa autis membutuhkan penempatan tempat duduk yang memudahkan interaksi, bersifat privat, jauh dari
kebisingan, minim distraksi, bersih nyaman, pemilihan dan penempatan perabotan yang sesuai kebutuhan dan
dan terdiri dari area belajar (meja-kursi), area lantai( floor area) dan area bermain (quiet area/play area).
Kata kunci: autis, lingkungan fisik kelas, manajemen kelas

Abstract: The purpose of the study is to identify the needs in the setting of the physical classroom
environment for students with autism disorder. Object of the research is grade II Autism of SLBN Surakarta.
The study used qualitative approach with case study design. Collecting data used observation and interview
with the classroom teacher. The result showed that the teacher has made some efforts to manage the physical
environment of the classroom for student with autism, but there are still many problems related to the
completeness of the facilities and infrastructure. Based on the results of the study found that students with
autism disorder require placement of seating that facilitate interaction, private, away from the noise,
minimum of the distraction, clean and comfortable, selecting and placing furniture that fit the needs of the
students and consists of a study area (table and chairs), floor area and quiet area/play area.
Keywords: Autism Disorder, physical classroom environment, classroom management

PENDAHULUAN atau supervisi terhadap program dan kegiatan yang ada


Autis merupakan salah satu jenis gangguan di kelas sehingga proses belajar mengajar menjadi
perkembangan secara neurologis yang dalam DSM V efektif dan efisien (Karwati & Priansa, 2014). Ada
termasuk ke dalam Autism Spectrum Disorder (ASD), beberapa hal yang penting dalam mengatur kelas, salah
yaitu spektrum gangguan yang dikarakteristikan dengan satunya adalah merancang lingkungan fisik kelas yang
defisit secara menetap pada komunikasi sosial dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal-hal yang termasuk
interaksi sosial dalam berbagai konteks (APA, 2013:31). dalam pengaturan lingkungan fisik adalah bagaimana
Anak-anak dengan gangguan autis dicirikan dengan kelas tersebut ditata, di mana meja dan kursi guru, di
memiliki masalah dalam interaksi sosial, komunikasi mana pusat belajar dan lokasi pemberian materi,
verbal dan nonverbal, serta perilaku berulang penempatan alat tulis dsb (Garrett, 2015). Pengaturan
(Santrock,2014; Yako, 2003; Simpson & LaCava,2008). lingkungan fisik yang tepat dapat meningkatkan
Masalah-masalah yang dialami anak autis berdampak perhatian siswa autis dan dispraksia saat pembelajaran.
pada bagaimana mereka mendapatkan pendidikan. (Kinnealey, Pfeiffer, Miller, Roan, Shoener, & Ellner,
Siswa autis memerlukan pembelajaran dan 2012), membuat siswa merasa nyaman dan aman
layanan khusus dalam pendidikan. Diperlukan (Bulcholz & Sheffler, 2009) serta berpengaruh terhadap
akomodasi secara individual dan berdiferensiasi bagi moral dan jalannya proses pembelajaran (Philips, 2014)
tiap-tiap siswa ASD yang disesuaikan dengan Melihat bahwa pengaturan lingkungan fisik kelas
kemampuan dan hambatan yang dimiliki. Akan tetapi, sangat penting, maka peneliti tertarik untuk mengetahui
seorang guru pendidikan khusus tidak hanya dituntut lebih bagaimana gambaran di lapangan berkenaan
untuk mampu membuat perencanaan pembelajaran atau dengan pengaturan fisik lingkungan kelas untuk siswa
media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan autis di salah satu kelas, tepatnya di kelas II Autis SLB
siswa autis, tetapi juga dapat mengelola kelas dengan Negeri Surakarta. Oleh karena itu, penelitian bertujuan
baik. untuk mengidentifikasi kebutuhan dalam pengaturan
Pengelolaan kelas erat kaitannya dengan lingkungan fisik ruang kelas untuk siswa autis,
manajemen kelas, didefinisikan sebagai sebuah usaha khususnya di II Autis SLB Negeri Surakarta.
sadar untuk merencanakan, mengorganisasikan,
mengaktualisasikan, serta melaksanakan pengawasan METODE

655
656 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Metode penelitian yang digunakan merupakan di sisi kiri ruang, di mana jendela tersebut mengarah ke
penelitian kualitatif berjenis studi kasus. Penelitian teras kelas.
kualitatif jenis studi kasus berfokus pada Sarana yang terdapat di ruang kelas telah
mendeskripsikan subjek/objek yang diteliti (Putra, memenuhi standar Permendiknas RI no 33 tahun 2008,
2012). Objek penelitian merupakan ruang kelas II Autis di mana terdapat meja di kursi untuk masing-masing
SLB Negeri Surakarta yang memiliki 3 siswa autis. siswa, meja dan kursi guru, lemari, papan tulis, papan
Narasumber dalam penelitian merupakan wali kelas pajang (berisi data siswa & jadwal piket), jam dinding,
yang mengetahui seluk beluk kelas sekaligus sebagai kotak sampah, dan tempat cuci tangan di depan kelas.
penata lingkungan fisik kelas. Dalam penelitian, Papan tulis berada di depan kelas, lemari berada di
pemerolehan data menggunakan teknik wawancara bagian belakang kelas untuk meletakkan sandal, alat
dengan guru kelas dan observasi serta dokumentasi kebersihan dan barang-barang lainnya.
lingkungan fisik kelas tersebut. Wawancara berisi
pertanyaan-pertanyaan menyangkut bagaimana guru Hasil wawancara dengan guru kelas
menata pengaturan fisik kelas dan kendala atau masalah Berdasarkan wawancara dengan guru,
yang dihadapi. didapatkan bahwa ada beberapa hal yang telah
Hasil wawancara merupakan data utama dalam dilakukan guru dalam mengatur lingkungan fisik ruang
penelitian karena wawancara akan mengungkap apa saja kelas , yaitu :
usaha yang telah dilakukan guru dalam mengatur 1. Mengatur tempat duduk sesuai dengan kebutuhan
lingkungan fisik kelas untuk siswa autis, berbagai anak
kendala dan masalah yang terjadi dalam mengatur Guru kelas mengungkapkan bahwa pengaturan
lingkungan fisik. Temuan dari hasil wawancara dan tempat duduk dirancang berdasarkan kebutuhan dan
observasi kemudian direpresentasikan dan dianalisis karakterstik siswa yang memerlukan pembelajaran
secara deskriptif. Identifikasi kebutuhan pengaturan secara individual. Untuk itu, guru membentuk pola
fisik ruang kelas dapat dilakukan berdasarkan temuan tempat duduk berbentuk huruf U (seminar style)
atas masalah-masalah yang ditemukan dalam mengatur dengan guru berada di tengah dan setiap siswa
kelas. menghadap ke guru agar dapat menjadi komunikasi
dan kedekatan. Ketiga siswa masih memiliki respon
HASIL yang minim terhadap guru, maka letak kursi yang
Deskripsi lingkungan fisik kelas II Autis SLBN dekat dengan guru memudahkan guru membuat
Surakarta kontak mata, memberikan prompting, dan stimulus.
Ruang kelas II Autis SLBN Surakarta berukuran 2. Mengunci pintu
sekitar 3 x 2,7 m dan bersebelahan dengan ruang kelas Kelas yang kondusif dapat diciptakan dengan
II Tunagrahita ringan. Kelas II Autis dan II Tunagrahita membuat kelas lebih tertutup. Dalam hal ini guru
ringan sebenarnya merupakan sebuah ruang kelas yang selalu mengunci pintu saat pembelajaran dan
dibagi dua dan dipisahkan dengan papan di tengahnya. mengecat kaca jendela untuk menghindari distraksi
Pintu kelas II autis langsung menuju ke luar kelas, dari luar, baik suara maupun secara visual.
sedangkan pintu tunagrahita ringan berada di dalam 3. Meminimalisir dinding ruang kelas dari
ruangan tersebut. Sehingga, untuk dapat masuk ke kelas tempelan/hiasan dinding yang mendistraksi
II tunagrahita harus melalui pintu kelas II autis. Untuk menjaga atensi siswa terhadap guru, maka
guru membuat dinding kelas sebisa mungkin polos
Gam tanpa hiasan dinding.
bar 1. Sedangkan hal-hal yang ingin dilakukan guru
Ruan tetapi belum dapat dilakukan adalah :
g 1. Membuat kelas lebih tertutup, lebih bersih, jauh dari
Kelas bising dan gangguan siswa lain
II Guru mengungkapkan bahwa usaha-usaha yang ia
Autis lakukan belum optimal karena ruang kelas yang
diampunya tidak berdiri secara mandiri melainkan
J terbagi dengan kelas lain. Seperti, jarak yang terlalu
ika dekat dengan kelas tetangga membuat lingkungan
dihitu kelas yang sudah diatur untuk tenang menjadi
ng, bising, adanya siswa kelas sebelah yang keluar-
luas ruang kelas II autis sekitar 8,1 m2, kelas tersebut masuk mengganggu perhatian siswa autis, dan upaya
dinilai sempit jika mengacu pada Peraturan Menteri menjaga kebersihan menjadi kurang optimal karena
Pendidikan Nasional RI no 33 tahun 2008 di mana beberapa siswa kelas tetangga yang tunagrahita
untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang belum mampu mendisiplinkan diri soal kebersihan.
dari 5 orang, luas minimum ruang kelas adalah 15 m2. 2. Membuat kelas terdiri atas area meja-kursi, pojok
Kelas tersebut memiliki beberapa jendela yang berada bermain, dan area berkarpet untuk pembelajaran di
lantai
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 657
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Guru berkeinginan untuk membuat kelas terbagi atas bersih dari tempelan-tempelan yang dimungkinkan
beberapa bagian sehingga pembelajaran tidak hanya dapat mengganggu siswa dalam pelajaran. Pencahayaan
dilakukan di kursi-meja, tetapi juga di lantai. Dan dan suhu kelas pun perlu diatur dan disesuaikan dengan
adanya pojok bermain untuk mengembangkan kenyamanan siswa.
kemampuan siswa dengan menerapkan terapi Hal lain yang penting adalah menjaga
permainan. ketenangan kelas, kelas yang tenang dapat menjauhkan
Ada beberapa kendala dalam pengaturan fisik siswa dari stres dan kelelahan (Mcallister & Maguire,
yang dihadapi guru di sekolah, yaitu : 2012). Masalah dalam perwujudan kelas yang kondusif
1. Kelas tidak berdiri sendiri sehingga sulit untuk dan tenang di kelas II Autis SLBN Surakarta disebabkan
membuat kelas yang lebih privat dan bersih kebisingan dari luar kelas. Seharusnya, sebuah kelas
2. Ruang kelas terlalu sempit sehingga guru tidak dapat berdiri sendiri dan tidak merupakan satu ruang yang
menerapkan pengaturan seperti yang diinginkan dibagi dua. Diperlukan ruang yang berdiri sendiri yang
3. Adanya gangguan dari kelas yang bersebelahan pemasangan peredam suara pada ruang kelas, termasuk
4. Fasilitas yang kurang memadai dalam membangun pemasangan karpet yang dapat mengurangi suara dan
pengaturan kelas seperti yang guru harapkan. menjaga keamanan.
Kelas untuk siswa autis sebaiknya terdiri atas
Merujuk pada hasil wawancara dan observasi, beberapa area. Area belajar berupa meja-kursi, area
dapat dikatakan bahwa guru telah berusaha penuh untuk lantai, dan area bermain (quiet area). Pembelajaran
memaksimalkan sarana dan prasarana yang diberikan pada siswa autis tidak hanya dilakukan di meja-kursi,
sekolah akan tetapi hal tersebut belum dapat. Ada beberapa strategi membutuhkan aktivitas duduk secara
beberapa hal yang menjadi penghambat dalam bebas di lantai. Siswa autis membutuhkan quiet area
menciptakan lingkungan kelas yang kondusif dan yang berguna ketika siswa terlihat bosan dan
nyaman bagi anak autis. Dari hasil identifikasi memerlukan istirahat secara personal dengan bermain
ditemukan bahwa siswa autis membutuhkan kelas yang dengan mainan atau membuka buku anak-anak (Deris &
disesuaikan dengan karakteristik anak, bersifat privat, Carlo, 2013; Mcallister & Maguire, 2012).
jauh dari kebisingan, minim distraksi, nyaman, dan Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan
terdiri dari beberapa area mendukung berbagai kegiatan teori-teori terkait pengaturan kelas, didapatkan bahwa
pembelajaran. untuk mengatur lingkungan fisik ruang kelas siswa autis
membutuhkan:
PEMBAHASAN 1. Pengaturan tempat duduk yang sesuai dengan
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa guru kebutuhan dan karakteristik anak, sebisa mungkin
telah memaksimalkan sarana dan prasana yang ada. Dari guru dapat melakukan interaksi dengan mudah.
hasil wawancara diketahui bahwa guru telah mengatur 2. Membuat kelas kondusif dengan menutup akses
tempat duduk berdasarkan kebutuhan siswa, menutup masuknya suara-suara dan distraksi visual dari
akses gangguan dari luar dan meminimalisir distraksi di luar kelas. Membuat kelas menjadi kedap suara
dalam kelas. Akan tetapi, faktor eksternal seperti kelas dapat membantu menjauhkan siswa dari
yang tidak berdiri sendiri dan kurangnya fasilitas kebisingan kelas lain. Mengecat kaca jendela atau
menjadi penghambat dalam memenuhi kebutuhan. menutup dengan tirai juga dapat meminimalisir
Pengaturan lingkungan fisik di ruang kelas bagi gangguan dari luar.
siswa berkebutuhan khusus perlu mempertimbangkan 3. Meminimalisir distraksi pada bagian dalam
prinsip universal design for learning (Ontario Ministry ruangan, seperti mempertimbangkan
of Education,2009; Bucholz & Sheffler, 2009) di mana pencahayaan, warna dinding, meminimalisir
pengaturan tersebut dapat mengakomodasi kebutuhan hiasan-hiasan di dinding yang dapat menarik
semua siswa. Autism Key (2011) mengemukakan bahwa perhatian siswa.
dalam pengaturan fisik lingkungan kelas bagi anak 4. Menjaga kebersihan kelas.
autis, warna dinding ruangan berperan penting, warna- 5. Kelas dialasi karpet untuk meredam suara dan
warna dingin seperti hijau atau biru dan warna aktivitas belajar di lantai
monokrom sangat disarankan. 6. Pemilihan perabot yang memertimbangkan
Pengaturan tempat duduk diperlukan dan tekstur, warna, ergonomi, serta penempatan yang
disesuaikan dengan aktivitas siswa. Sebagian siswa tepat, tidak mengganggu mobilisasi, dan
autis memiliki kepekaan yang tinggi terhadap membahayakan
rangsangan sensori tertentu, hal tersebut perlu 7. Ukuran ruang kelas yang disesuaikan dengan
dipertimbangkan seorang guru sebelum membuat kebutuhan, tidak terlalu sempit dan tidak terlalu
pengaturan kelas. Gaya seminar/bentuk U atau gaya off- lebar.
set cocok digunakan untuk siswa berjumlah sedikit dan 8. Kelas berdiri sendiri dan tidak dicampur dengan
guru membutuhkan kedekatan untuk membentuk kelas lain.
interaksi (Santrock, 2011) 9. Kelas terdiri atas beberapa area seperti terdiri area
Sebuah kelas bagi autis hendaknya sederhana, belajar (meja-kursi), area lantai( floor area) dan
dalam arti perabot yang berada di dalam kelas hanya area bermain (quiet area/play area).
benda-benda yang dibutuhkan. Dinding kelas sebaiknya
658 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

McAllister, K., & Maguire, B. (2012). A design model:


KESIMPULAN the Autism Spectrum Disorder Classroom
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa Design Kit. British Journal Of Special
di kelas II Autis SLB Negeri Surakarta, guru telah Education, 39(4), 201-208. doi:10.1111/1467-
memaksimalkan usaha dalam menata lingkungan fisik 8578.12006
ruang kelas untuk anak autis tetapi masih banyak Ontario Ministry of Education (2009) Effective
kendala terkait kelengkapan sarana dan prasarana. Educational Practices for Students With Autism
Disimpulkan bahwa dalam pengaturan lingkungan fisik Spectrum Disorder diunduh dari
ruang kelas, siswa autis membutuhkan penempatan www.edu.gov.on.ca
tempat duduk yang memudahkan interaksi, bersifat Philips,Mark (2014). The Physical Environment of
privat, jauh dari kebisingan, minim distraksi, classroom. Diakses pada 9 Desember 2016 pukul
bersih,nyaman, pemilihan dan penempatan perabotan 19:44 dari https://www.edutopia.org/blog/the-
yang sesuai kebutuhan dan dan terdiri dari area belajar physical-environment-of-classrooms-mark-
(meja-kursi), area lantai( floor area) dan area bermain phillips
(quiet area/play area). Putra, Nusa. (2012). Metode Penelitian Kualitatif
Pendidikan.Jakarta: Raja Grafindo Persada
SARAN Santrock, J.W. 2014. Psikologi Pendidikan Jilid 1 Edisi
Mengacu pada hasil penelitian dan pembahasan, 5. Jakarta: Humanika
peneliti menyarankan beberapa hal yaitu, pertama, agar Simpson, R. L.,& LaCava, P. G. (2008). Autism
sekolah lebih memerhatikan sarana dan prasarana yang Spectrum Disorders.In N. J. Salkind & K.
dibutuhkan dalam pengaturan lingkungan fisik ruang Rasmussen (Eds.), Encyclopedia of Educational
kelas siswa autis dengan mempertimbangkan kebutuhan Psychology (Vol. 1, pp. 82-88).Thousand Oaks,
dan karakteristik siswa autis. Kedua, agar setiap guru CA: SAGE Publications.
dapat memaksimalkan fasilitas yang ada dalam
mengatur ruang kelas bagi siswa autis. Dan terakhir,
memaksimalkan pengaturan fisik ruang kelas tidak
hanya untuk siswa autis, tetapi juga siswa berkebutuhan
khusus lain.

DAFTAR PUSTAKA
APA. (2013). Diognostic and Statistical Manual of
Mental Disorders. 5th edition (DSM-V). USA:
American Psychiatric Publishing
AutismKey.(2011). Interior design for children with
autism. Diakses pada 9 Desember 2016 pukul
21:19 dari http://www.autismkey.com/interior-
design-for-children-with-autism/
Bucholz, Jessica L (2009). Creating a Warm and
Inclusive Classroom Environment: Planning for
All Children to Feel Welcome. Electronic
Journal for Inclusive Education 2(4), 1-13
Deris, A. R., & Di Carlo, C. F. (2013). Back to basics:
working with young children with autism in
inclusive classrooms. Support For Learning,
28(2), 52-56. doi:10.1111/1467-9604.12018
Garrett, T. F. (2015). MISCONCEPTIONS AND
GOALS OF classroom management. The
Education Digest, 80(5), 45-49.
Karwati, E., & Priansa, D. J. (2014). Manajemen Kelas
(Classroom management) Guru Profesional yang
Inspiratif, Kreaatif, Menyenangkan dan
Berprestasi. Bandung: Alfabeta.
Kinnealey, M., Pfeiffer, B., Miller, J., Roan, C.,
Shoener, R., & Ellner, M. L. (2012). Effect of
Classroom Modication on Attention and
Engagement of Students With Autism or
Dyspraxia. The American Journal of
Occupational Therapy, 66 (5) , 511-519
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

AKSESIBILITAS PENDIDIKAN INKLUSIF


ANAK USIA DINI PENYANDANG DISABILITAS
DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2016
(Accessibility Inclusive Education for Early Childhood With Disabilities
in Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 and Undang- Undang No. 8 Tahun 2016)

Siti Fanatus Syamsiyah

IKIP PGRI Jember, Indonesia


E-mail : fannah.miq@gmail.com

Abstrak: Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui aksesibilitas pendidikan inklusif anak usia dini
penyandang disabilitas di dalam Undang-Undang No. 8/2016 Tentang Penyandang Disabilitas, dan untuk
mengetahui peluang menginisiasi pendidikan inklusif dari Desa berdasarkan pada Undang-Undang No. 6/2014
Tentang Desa. Kajian ini merupakan Studi Pustaka. Selain kedua Undang-Undang tersebut sebagai sumber
primer, informasi dikumpulkan melalui buku teks, jurnal, artikel, dan hasil penelitian. Hasil kajian ini
menunjukkan bahwa Undang-Undang No. 8/2016 belum memberikan aksesibilitas pendidikan inklusif bagi
anak usia dini penyandang disabilitas. Peluang besar untuk dapat menginisiasi pendidikan inklusif anak usia
dini penyandang disabilitas terdapat di dalam Undang-Undang No 6 /2014, yaitu dengan adanya dana desa dan
adanya kesempatan untuk ikut merumuskan dan menetapkan program Desa dengan menjadi anggota dari Badan
Permusyawaratan Desa atau berpartisipasi dalam Musyawarah Desa. Namun, peluang besar menginisiasi
pendidikan inklusi bagi anak usia dini penyandang disabilitas di Desa akan tertutup apabila tidak dimanfaatkan
dengan baik. Saran Peneliti, Partisipasi aktif dari para guru Pendidikan Anak Usia dini, Tokoh Pendidik, dan
kelompok pemerhati dan perlindungan anak akan sangat menentukan bagi terwujudnya pendidikan inklusif
anak usia dini penyandang disabilitas di Desa.
Kata Kunci: Aksesibilitas, Pendidikan Inklusi, Anak Usia Dini Penyandang Disabilitas, Desa.

Abstract: The purpose of this study was to determine the accessibility of inclusive education for early childhood
with disabilities in Undang-Undang No. 8 / 2016 About Disability, and opportunities to initiate inclusive
education from village based on Undang-Undang No. 6 / 2014 About the Village. This research wasbeing done
by using library study. Besides both of Undang-Undangs as a primary source, information collected through
text books, journals, articles, and result of research. The results of this study indicate that UU No. 8 / 2016 has
not provided the accessibility of inclusive education for early childhood with disabilities. A great opportunity to
be able to initiate inclusive education for early childhood with disabilities contained in UU No. 6 / 2014,
namely the presence of village funds and their opportunity to participate in formulating and establishing
Village program to become a member of the Village Consultative (Badan Permusyawaratan Desa) or
participate in Deliberation Village. However, great opportunities to initiate inclusive education for early
childhood with disabilities in the village will be closed if not used properly. Suggestions researcher, active
participation of teachers Early Childhood Education, People Educators, interest groups and child protection
will be crucial for the realization of inclusive education for early childhood with disabilities in the village.
Keyword: Accessibility, Inclusive Education, Early Childhood with disabilities, Village.

PENDAHULUAN 8 tahun 2016. Penyandang disabilitas digunakan sebagai


Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan pengganti dari kata penyandang cacat. Penyandang
untuk Penyandang Disabilitas guna mewujudkan disabilitas digunakan dalam UU No. 8 tahun 2016 yang
Kesamaan Kesempatan (UU No. 8 Tahun 2016 Pasal 1 digunakan untuk menyebut setiap orang yang
ayat 1). Kemudahan yang diberikan tersebut ditujukan mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental,
untuk menciptakan keadaan yang dapat membantu dan dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
mendukung penyandang disabilitas dalam kehidupan berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami
sosialnya. Hal ini juga dijelaskan dalam Undang-undang hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara
sebelumnya yaitu UU No. 4 tahun 1997 tentang penuh dan efektif dengan warga negara lainnya
Penyandang Cacat Pasal 10:2 UU bahwa : "Penyediaan berdasarkan kesamaan hak (Pasal 1 ayat (1) UU No. 8
aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan tahun 2016).
keadaandan lingkungan yang lebih menunjang Sekalipun UU No. 8 tahun 2016 masih baru,
penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup namun perubahan pendekatan dari medical model
bermasyarakat." Aksesibilitas adalah hak penyandang menjadi social model, serta digunakannya beberapa
disabilitas sebagaimana diatur dalam Pasal 5 (e) UU No. istilah baru seperti (penyandang disabilitas), Komisi

659
660 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

Disabilitas, diaturnya upaya fasilitasi dari pemerintah penyandang disabilitas usia dini di dalam UU Nomor 6
sebagai bentuk kewajiban dengan pembentukan Unit Tahun 2014.
Layanan Disabilitas (ULD), menjadikan UU
penyandang disabilitas ini menarik untuk dikaji. Salah METODE
satu yang menarik untuk dikaji adalah tentang Kajian ini menggunakan studi kepustakaan
pendidikan inklusi, karena sebelum UU No. 8 tahun dengan tehnik pengmpulan data melalui studi dan
2016 disahkan Indonesia telah memiliki banyak kajian terhadap Undang-Undang No. 8 tahun 2016
peraturan perundang-undang yang mengatur tentang tentang penyandang Disabilitas, UU No. 4 Tahun 2014
pendidikan inklusi bagi penyandang disabilitas. Tentang Desa, serta peraturan perundang-undang yang
Pendidikan inklusi kembali menarik perhatian terkait dengan kajian ini.selain itu, kajian juga
masyarakat. Tentu saja bukan karena masih baru, dilakukan pada hasil-hasil penelitian terdahulu, catatan
namun pendidikan inklusi yang telah bergema sejak konferensi, serta jurnal yang memiliki korelasi dengan
peluang bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan tema kajian ini. Proses analisa dan olah data dilakukan
pendidikan di sekolah reguler dengan terbitnya UU No dengan tahapan: mengidentifikasi teori secara
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sistematis, pencarian pustaka, dan analisis dokumen
yang dilanjutkan dengan Permendiknas No. 70 Tahun yang memuat informasi yang berkaitan dengan kajian
2009 tentang Pendidikan Inklusif, sampai disahkannya ini (Nazir: 2003: 111).
UU 8 tahun 2016 tentang penyandang Disabilitas, selalu
ditemukan permasalahan-permasalahan ditingkat HASIL
implementasinya. Persoalan minimnya Sumberdaya Hasil kajian yang dilakukan, penulis menemukan
manusia, sampai beragamnya persepsi mengenai berbagai penemuan yang diuraikan pada bagian
pendidikan inklusi berakibat pada hambatan yang terjadi pembahasan ini. Ada-pun pembahasan hasil penelitian
dalam pelaksanaan pendidikan inklusi (Purwandari: adalah sebagai berikut:
2009)
Masih banyak permasalahan yang muncul di 1) UU No. 8/2016 ; Pendidikan Belum Untuk Semua
tingkat implementasi, hal ini terungkap dari hasil Hak Pendidikan bagi penyandang disabilitas
rumusan hasil Seminar Nasional Gerakan Disabilitas di dalam UU No. 8 tahun 2016 diatur pada Pasal 10
Indonesia yang pada tanggal 29 November tahun 2016 sebagai berikut:
di Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur. Guru Hak pendidikan untuk Penyandang Disabilitas meliputi
sekolah reguler masih belum bisa menyampaikan materi hak:
pengajaran karena terbatasnya SDM, Guru Pendamping a. mendapatkan pendidikan yang bermutu pada
masih terbatas, masih sedikitnya penterjemah bahasa satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan
isyarat bagi penyandang disabilitas Tuli berakibat belum jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus;
terpenuhinya hak penyandang disabilitas dalam b. mempunyai Kesamaan Kesempatan untuk
memperoleh pendidikan. Selain itu, tidak berfungsinya menjadi pendidik atau tenaga kependidikan pada
sekolah-sekolah yang pernah ditunjuk menjadi sekolah satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan
inklusi pada tahun 2007-2008 juga berakibat pada jenjang pendidikan;
kesalahan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. c. mempunyai Kesamaan Kesempatan sebagai
Pada tingkat implementasi pendidikan inklusi penyelenggara pendidikan yang bermutu pada
sebenarnya adalah model integrasi yang, dengan satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan
berbagai model. Seringkali inklusi dimaknai sebagai jenjang pendidikan; dan
sekolah reguler yang menerima siswa penyandang d. mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai
disabilitas, sekalipun ditempatkan di sekolah khusus dan peserta didik.
terpisah dari siswa lainnya. Bahkan yang menjadi guru
tudak memiliki kompetensi atau bahkan tidak Penjelasan Pasal 10 (a) berbunyi :
memahami konsep inklusi itu sendiri. Seringkali Konsep pendidikan inklusi Yang dimaksud dengan
menyebut siswa dengan disabilitas sebagai siswa pendidikan secara inklusif adalah pendidikan bagi
inklusi karena inklusi difahami sebagai penyandang peserta didik Penyandang Disabilitas untuk belajar
disabilitas. Tujuan inklusivitas bertolakbelakang dengan bersama dengan peserta didik bukan Penyandang
pelaksanaan di lapangan karena nyatanya masih Disabilitas di sekolah reguler atau perguruan tinggi.
mengesklusi siswa disabilitas dengan menempatkannya Yang dimaksud dengan pendidikan secara khusus
di kelas khusus terpisah dari siswa lainnya. Fakta adalah pendidikan yang hanya memberikan layanan
tersebut disampaikan dalam rumusan Seminar Gerakan kepada peserta didik Penyandang Disabilitas dengan
Disabilitas di Indonesia. menggunakan kurikulum khusus, proses pembelajaran
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui khusus, bimbingan, dan/atau pengasuhan dengan
aksesibilitas pendidikan inklusif bagi penyandang tenaga pendidik khusus dan tempat pelaksanaannya di
disabilitas anak usia dini dalam UU No. 8 Tahun 2016 tempat belajar khusus.
dan peluang untuk menginisiasi pendidikan inklusif bagi Kewajiban Pemerintah di atur pada Pasal Pasal 40
sebagai berikut:
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 661
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib


menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi Keberadaan Unit Layanan Disabilitas merupakan
pendidikan untuk Penyandang Disabilitas di bentuk keseriusan negara dalam melaksanakan amanat
setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai Undang-Undang terkait dengan pemenuhan hak
dengan kewenangannya. pendidikan penyandang disabilitas. Karena menjadi
sekolah inklusi tidak hanya sebatas menerima dan
Jika bacaan kita berhenti pada pasal tersebut, menyatukan siswa penyandang disabilitas di dalam
maka tidak ada yang perlu dipertanyakan mengenai kelas reguler saja, namun juga harus disertai dengan
semangat Education For All. Dalam penjelasannya penyesuaian-penyesuaian sistem, metode, dan
dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan jalur kurikulum sesuai dengan kebutuhan siswa dimasing-
pendidikan, jenis pendidikan dan jenjang pendidikan masing sekolah. Jika guru PAUD tidak memiliki
sebagai berikut: kompetensi dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian
Yang dimaksud dengan jalur pendidikan tersebut, maka pengetahuan dan pelatihan menjadi
adalah jalur formal, nonformal, dan informal. sangat diperlukan. Lantas lembaga apa yang
Yang dimaksud dengan jenis bertanggung jawab untuk meningkatkan kompetensi
pendidikan adalah pendidikan umum, guru PAUD terkai dengan pendidikan inklusi.
kejuruan, akademik, Pendidikan inklusi bagi anak usia dini telah lama
profesi, vokasi, dan keagamaan. menjadi kebutuhan, terutama dalam hal Sumber Daya
Yang dimaksud dengan jenjang Manusia (SDM) para gurunya. Pentingnya pendidikan
pendidikan adalah pendidikan dasar, inklusif sejak usia dini juga terungkap dalam diskusi
menengah, dan tinggi. Semiloka Nasional Disabilitas di Jember bulan
November tahun 2016, diantara point Naskah Deklarasi
Pembatasan dilakukan dengan membatasi Gerakan Bersama Indonesia Inklusi adalah mengenai
definisi jenjang pendidikan yang hanya dimaknai Percepatan penyelenggaraan pendidikan inklusif dari
sebagai pendidikan dasar, menengan, dan tinggi. tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai
Eksklusivitas juga terlihat pada Pasal berikutnya, yaitu Perguruan Tinggi (Naskah Deklarasi:2016).
Pasal 42 Ayat (1) yang berbunyi: Pemerintah Daerah Urgensi pendidikan inklusi sejak usia dini juga
wajib memfasilitasi pembentukan Unit Layanan dapat dilihat dari sejumlah laporan penelitian yang
Disabilitas untuk mendukung penyelenggaraan mendokumentasikan pentingnya bantuan dini dalam
pendidikan inklusif tingkat dasar dan menengah. meningkatkan pengalaman dan kemungkinan
Pembatasan dan eksklusivitas terjadi pada pasal ini, perkembangan anak (Henning Rye). Usia dini dinilai
dimana Unit Layanan Disabilitas hanya dibatasi di sebagai masa-masa yang sangat krusial bagi
tingkat dasar dan menengah. Pasal 42 Ayat (2) pembentukan karakter, itulah sebabnya diposisikan
menjelaskan apa tugas dan fungsi dari Unit Layanan sebagai kesempatan (window of oportunity) kepada
Disabilitas adalah: keluarga, sekolah dan masyarakat karakter yang seperti
Unit Layanan Disabilitas sebagaimana dimaksud apa yang akan dibentuk. Nilai-nilai yang dimiliki yang
pada ayat (1) berfungsi: inheren dalam pendidikan inklusif seperti toleransi,
a. meningkatkan kompetensi pendidik dan simpati, dan kesabaran dinilai mampu menangkal
tenaga kependidikan di sekolah reguler egoisme, kebencian, dan kemarahan (wawancara Dalai
dalam menangani peserta didik Lama dengan psikiatris Dr. Culter yang dikutip oleh
Penyandang Disabilitas; Hunning Rye). Perhatian terhadap perkembangan dan
b. menyediakan pendampingan kepada pendidikan anak usia dini menjadi penting bagi semua
peserta didik Penyandang Disabilitas anak, namun menjadi lebih penting terhadap anak
untuk mendukung kelancaran proses dengan disabilitas karena identifikasi dan assesmen
pembelajaran; awal dapat membantu orang tua, guru dan yang lainnya
c. mengembangkan program menjadi lebih memahami dan merencanakan kebutuhan
kompensatorik; anak. selain itu, penyandang disabilitas anak juga dapat
d. menyediakan media pembelajaran dan mempersiapkan diri untuk mengembangkan
Alat Bantu yang diperlukan peserta kemampuan mereka (dikutip oleh UNICEF dari The
didik Penyandang Disabilitas; Consultative Group on Early Childhood and Care:
e. melakukan deteksi dini dan intervensi 2014).
dini bagi peserta didik dan calon Pada dasarnya konsep pendidikan inklusif tidak
peserta didik Penyandang Disabilitas; dapat dipisahkan dengan konsep Education For All
f. menyediakan data dan informasi (EFA) atau yang disebut dengan istilah Pendidikan
tentang disabilitas; Untuk Semua (PUS). Korelasi tersebut dapat dilihat
g. menyediakan layanan konsultasi; dan pada definisi pendidikan inklusif yang dirumuskan
h. mengembangkan kerja sama dengan dalam Seminar Agra tahun 1998, yang merumuskan
pihak atau lembaga lain dalam upaya pendidikan inklusif sebagai pendidikan yang mengakui
meningkatkan kualitas pendidikan bahwa semua anak dapat belajar. Memungkinkan
peserta didik Penyandang Disabilitas. struktur, sistem dan metodologi pendidikan memenuhi
662 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

kebutuhan anak. Mengakui dan menghargai berbagai pendidikan di tingkat Kelurahan ataupun Desa.
perbedaan pada diri anak: usia, gender, etnik, bahasa, Sementara penyandang disabilitas tidak hanya berada di
kecacatan, status HIV /AIDS dll (Stubbs, 2002:38). kota saja, akibatnya banyak yang tidak dapat
Definisi yang menekankan bahwa pendidikan inklusif menjangkau pelayanan pendidikan inklusi yang berada
dimaksudkan untuk semua anak, juga dapat difahami di Kabupaten.
dari pernyataan UNESCO yang menempatkannya Hasil data Susenas maupun Riskesdes
sebagai gerakan untuk menantang kebijakan dan praktek menunjukkan bahwa prevalensi disabilitas di Desa
eksklusi (Stubbs, 2002:40). Esensi berbagai definisi adalah lebih tinggi dibandingkan di Kota. Dari tahun
yang dirumuskan oleh berbagai lembaga tersebut 2003 sampai tahun 2012 jumlah penyandang disabilitas
dirangkum menjadi beberapa konsep, yaitu konsep semakin tinggi.
tentang anak, konsep tentang sistem pendidikan dan
sekolah, konsep tentang keberagaman dan diskriminasi, Tabel 1: Persentase Penduduk Penyandang Disabilitas
konsep tentang proses untuk mempromosikan inklusi Menurut Daerah tahun 2003-2012.
(Stubbs, 2002: h. ). Konsep tentang anak diartikan
bahwa semua anak berhak mendapatkan pendidikan
didalam keberagaman yang toleran dan saling
menghargai, dengan sistem pendidikan dan sekolah
yang adaptif dan menyesuaikan dengan kebutuhan anak
tanpa ada diskriminasi sebagai proses mewujudkan
masyarakat inklusif.
Sejatinya, kata eksklusi menjadi lawan dari kata
inklusi. Pendidikan inklusi umumnya dipahami sebagai
pendidikan yang ditujukan untuk memenuhi hak-hak
penyandang disabilitas agar bisa mendapatkan
pendidikan bersama-sama di sekolah reguler. Adanya
perlakuan yang berbeda terhadap PAUD dapat
menciderai prinsip inklusivitas dalam pendidikan,
karena tidak memberikan kesempatan yang sama untuk
mendapatkan pembinaan, pelayanan dan peningkatan
Sumber: BPS dalam Buletin Jendela Data dan
Sumber Daya Manusia tenaga pendidiknya.
Informasi Kesehatan, 2014: 9
Menghilangkan diskriminasi menjadi tujuan prinsip
dasar dari pendidikan inklusif, sebagaimana terdapat
dalam pernyataan Salamanca pasal 2 yang memberikan
argumen yang sangat menarik tentang pendidikan
inklusif berikut ini: Sekolah reguler dengan orientasi
inklusi ini merupakan tempat yang paling efektif untuk
memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat
yang ramah, membangun sebuah masyarakat inklusif
dan mencapai pendidikan untuk semua; (Stubbs:2002).

UU Desa No. 6 Tahun 2014 dan Peluang bagi PAUD


inklusif

Salah satu tujuan dari pendidikan inklusi adalah


untuk mendekatkan pelayanan pendidikan bagi
penyandang disabilitas. Sebagaimana dikemukakan oleh
Stubbs (2002) bahwa berdasarkan hasil evaluasi yang
dilakukan oleh sejumlah LSM internasional dinyatakan
bahwa Pendidikan untuk Semua belum terlaksana dan
tidak akan terlaksana kecuali adanya partisipasi di
masyarakat. Pendidikan inklusi selama ini selalu
dimulai dari pusat pemerintahan, baik di tingkat
Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Artinya
sebagai pusat pemerintahan maka harus menjadi model
atau rujukan bagi pendidikan pada tingkatan di
bawahnya, sekalipun model tidak selalu menjadi yang
terbaik. Pendidikan inklusi yang ada di tingkat
Kabupaten selalu menjadi model bagi penyelenggaraan
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 663
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

Selain jumlah penyandang disabilitas rentang usia 0-6 tahun juga berada di Desa, keberadaan Dana Desa
yang tidak kecil akan memudahkan inisiasi pendidikan inklusif bagi anak usia dini jika dilakukan di desa.

Tabel 2: Data Desa Dengan Paud Tahun 2013

DESA
DESA ADA DESA TIDAK DESA ADA
NO. PROVINSI DESA TIDAK ADA
PAUD ADA PAUD PAUD (%)
PAUD (%)
1 ACEH 6,454 2,361 4,093 36.58 63.42
2 SUMATERA UTARA 5,742 3,243 2,499 56.48 43.52
3 SUMATERA BARAT 1,119 990 129 88.47 11.53
4 RIAU 1,643 1,126 517 68.53 31.47
5 JAMBI 1,301 1,024 277 78.71 21.29
6 SUMATERA SELATAN 3,156 1,826 1,330 57.86 42.14
7 BENGKULU 1,495 864 631 57.79 42.21
8 LAMPUNG 2,555 1,817 738 71.12 28.88
9 BANGKA BELITUNG 364 336 28 92.31 7.69
10 KEPULAUAN RIAU 353 279 74 79.04 20.96
11 DKI JAKARTA 267 266 1 99.63 0.37
12 JAWA BARAT 5,949 5,373 576 90.32 9.68
13 JAWA TENGAH 8,584 8,183 401 95.33 4.67
14 D I YOGYAKARTA 438 438 0 100.00 -
15 JAWA TIMUR 8,508 8,137 371 95.64 4.36
16 BANTEN 1,566 1,282 284 81.86 18.14
17 BALI 707 689 18 97.45 2.55
18 NUSA TENGGARA BARAT 966 929 37 96.17 3.83
19 NUSA TENGGARA TIMUR 2,837 1,748 1,089 61.61 38.39
20 KALIMANTAN BARAT 1,774 773 1,001 43.57 56.43
21 KALIMANTAN TENGAH 1,442 832 610 57.70 42.30
22 KALIMANTAN SELATAN 2,001 1,550 451 77.46 22.54
23 KALIMANTAN TIMUR 1,408 832 576 59.09 40.91
24 SULAWESI UTARA 1,658 1,278 380 77.08 22.92
25 SULAWESI TENGAH 1,824 1,298 526 71.16 28.84
26 SULAWESI SELATAN 2,965 2,479 486 83.61 16.39
27 SULAWESI TENGGARA 2,087 1,273 814 61.00 39.00
28 GORONTALO 690 633 57 91.74 8.26
29 SULAWESI BARAT 645 413 232 64.03 35.97
30 MALUKU 906 368 538 40.62 59.38
31 MALUKU UTARA 1,063 511 552 48.07 51.93
32 PAPUA BARAT 1,367 263 1,104 19.24 80.76
33 PAPUA 3,560 533 3,027 14.97 85.03
TOTAL 77,394 53,947 23,447 69.70 30.30

Sumber: Ditjen PAUDNI (Aplikasi Pendataan PAUDNI, Akhir Desember 2013)

Akses kebutuhan dasar berupa pembinaan dan pengelolaan


Desa merupakan struktur pemerintahan yang Pendidikan Anak Usia Dini (Pasal 6 huruf c).
paling dekat dengan masyarakat. Dengan Undang- Mengingat pentingnya masa usia dini dalam
Undang Desa Nomor 6 tahun 2014 maka Desa memiliki pembentukan karakter, maka pendidikan inklusi harus
kewenangan penuh untuk membuat peraturan dengan mampu direalisasikan sampai di tingkat PAUD.
melibatkan masyarakat. PP No. 43 tahun 2014 Pasal 80 Penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi PAUD di
menjelaskan bahwa didalam pelaksanaan Musyawarah Desa akan membuka aksesibilitas penyandang
Desa maka masyarakat dari berbagai unsur harus disabilitas terhadap hak untuk mendapatkan pendidikan
dilibatkan, diantaranya unsur Tokoh Pendidikan, dengan memaksimalkan peran Pemerintah Desa sesuai
Perwakilan dari Kelompok Pemerhati dan Pelindungan dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang
Anak, serta unsur lainnya sesuai kondisi sosial dan Desa. Otonomi dan Kewenangan yang dimiliki Desa
budaya masyarakat. Pengaturan terkait penggunaan terutama dalam pengelolaan Dana Desa akan
dana Desa yaitu Permendesa No. 5 huruf (a) tahun 2015 memberikan kemudahan penyelenggaraan pendidikan
dengan jelas menyebutkan prioritas penggunaan dana inklusi pada PAUD yang berada di Desa, tentunya
desa adalah untuk mencapai tujuan pembangunan Desa apabila masyarakat secara aktif memaksimalkan
yaitu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup kesempatan untuk berpartisipasi dalam forum-forum
masyarakat desa yang dilakukan melalui pemenuhan Desa. Dengan melakukan perubahan metode
664 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

pelaksanaan pendidikan inklusi dengan memulainya berpartisipasi dalam Musyawarah Desa atau
dari tingkat desa menjadi anggota dari Badan Permusyawaratan
Hak-hak anak penyandang disabilitas menjadi Desa (BPD)
komponen penting dari Agenda pembangunan SGDs.
Menurut WHO sekitar 15 persen dari populasi dunia, SARAN
atau diperkirakan 1 milyar orang adalah penyandang Adanya kesempatan untuk ikut merumuskan dan
disabilitas (WHO: 2013)1 Berakhirnya MDGs menjadi menetapkan program Desa dengan menjadi anggota dari
awal bagi SDGs (2015-2030). Selain prinsip No one left Badan Permusyawaratan Desa atau berpartisipasi dalam
behind, satu hal yang sangat penting dari SDGs dan Musyawarah Desa. Harus dimanfaatkan dengan baik.
membedakannya dengan MDGs adalah pentingnya Partisipasi aktif dari para guru Pendidikan Anak Usia
peran Pemerintah Daerah, termasuk Desa. Tujuan 1-11 dini, Tokoh Pendidik, dan kelompok pemerhati dan
menegaskan peran penting Pemerintah Daerah. perlindungan anak akan sangat menentukan bagi
Disahkannya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa terwujudnya pendidikan inklusif anak usia dini
semakin menegaskan letak strategis pendidikan inklusi penyandang disabilitas di Desa
bisa dilakukan ditingkat desa. Keterlibatan semua unsur
warga dalam setiap pengambilan keputusan public dapat
dilakukan, termasuk Tokoh Pendidikan, aktivis REFERENSI
perempuan perlindungan Anak, termasuk penyandang Nazir, Muhammad. 2003. Metode Penelitian,. Jakarta:
disabilitas. Partisipasi warga dalam UU Desa diatur Ghalia Indonesia
dalam pasal 54, dimana semua unsur warga menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
bagian dari musyawarah tertinggi di Desa dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Sistem
pengambilan keputusan strategis yang diselenggarakan
Pendidikan Nasional
oleh Badan Pemusyawaratan Desa (BPD). Sebagai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
lembaga perwakilan desa, BPD memiliki fungsi yang Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
sangat penting, yaitu (1) membahas dan menyepakati Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
rancangan peraturan desa; (2) merumuskan program dan 2002
alokasi dana desa; (3) menampung dan menyalurkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
aspirasi masyarakat desa; serta (3) melakukan Penyandang Disabilitas
pengawasan kinerja pemerintah desa. Keterwakilan
tokoh, guru, dan pemerhati anak harus berada di tingkat Sumber Internet
BPD dengan memiliki wakil tetap dalam perumusan dan http:dx.doi.org/10.1596/978-08213-9836-4
www.idp-
penentuan kebijakan publik, dan harus dipastikan bahwa
europe.orgidoes/uio_upi_inclusion_book/index.p
yang menjadi anggota BPD adalah guru atau tokoh hp
pendidikan yang memiliki kapabilitas dan integritas https://www.unicef.org/disabilities/files/Disabilities_2pa
terhadap kepentingan pendidikan inklusif. Sehingga ger_indicators_SDGs.pdf
mampu melakukan partisipasi yang representatif. (http://www.idp-europe.org/indonesia)

KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN
1. Undang-Undang No. 8/2016 belum memberikan
aksesibilitas pendidikan inklusif bagi anak usia
dini penyandang disabilitas. Karena Unit
Layanan Disabilitas hanya disediakan sejak
sekolah Dasar dan tingkat selanjutnya.
2. Peluang besar untuk dapat menginisiasi
pendidikan inklusif anak usia dini penyandang
disabilitas terdapat di dalam Undang-Undang No
6 /2014, yaitu dengan adanya dana desa dan
akses yang terbuka lebar untuk bisa
INTERNATIONAL CONFERENCE
ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION
7TH SERIES 2017

AKSESIBILITAS JURU BAHASA ISYARAT UNTUK MAHASISWA


TUNARUNGU DI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
(Accessibility of Sign-Language Interpreters for College Students with Hearing Impairment in
Sebelas Maret University of Surakarta)

Yasi Rahajeng Anindyajatia, Sunardib, Abdul Salim Choiric


abc
Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia
E-mail : yasi_ra@ymail.com

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aksesibilitas juru bahasa isyarat untuk mahasiswa
tunarungu di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini diperoleh dari wawancara pada Kepala Pusat
Studi Disabilitas dan mahasiswa tunarungu di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Data dikumpulkan melalui
wawancara. Data tersebut digunakan untuk menentukan apakah aksesibilitas juru bahasa isyarat telah
terpenuhi atau belum. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa aksesibilitas juru bahasa isyarat untuk mahasiswa tunarungu di Universitas Sebelas
Maret Surakarta masih belum efektif karena belum tersedianya juru bahasa isyarat yang disediakan khusus
untuk membantu mereka selama perkuliahan. Meskipun demikian, ada relawan yang membantu mahasiswa
tunarungu ketika ada agenda/acara seperti seminar di kampus.
Kata kunci: Aksesibilitas, Mahasiswa tunarungu, Juru bahasa isyarat

Abstract: This aim of this research is to find out the accessibility of sign-language interpreters for college
students with hearing impairment in Sebelas Maret University of Surakarta. This research are viewed by
interview from Head of the Center for the Study of Disability and college students with hearing impairment in
Sebelas Maret University. The data is collected through interview. It used to determine whether accessibility
of sign-language interpreters have been fulfilled or not. The study used qualitative approach with case study
design. The result of this research shows that accessibility of sign-language interpreters for college students
with hearing impairment in Sebelas Maret University of Surakarta is not effective yet because there is no
interpreter who is provided specifically for help them during the lectures. Nonetheless, there are volunteers
who help them when there are an agenda/events, such a conference in campus.
Keywords: Accessibility, College students with hearing impairment, Sign-language interpreters

PENDAHULUAN dilakukan antara mahasiswa dengan pendidik maupun


Individu tunarungu adalah seseorang yang mahasiswa dengan sesama teman sebaya mahasiswa.
memiliki kesulitan dalam mendapatkan informasi Termasuk tidak adanya akses/ layanan juru bahasa
melalui indera pendengaran karena hilangnya isyarat yang diberikan kepada mahasiswa tunarungu.
kemampuan dengar, dan mengakibatkan kesulitan pada Walaupun demikian, Whasington dan Kubly pada
komunikasi mereka. Menurut DHCAS (2009: 1), terbitan online Community for Accredited Online
individu tunarungu merupakan seseorang yang School mengatakan bahwa tidak berarti tingkat
mengalami kesulitan dalam mempersepsi dan pendidikan tinggi tidak bisa dijangkau oleh mahasiswa
mengidentifikasi bunyi dengan jelas dikarenakan tunarungu.
keterbatasan/masalah pada pendengarannya. Hambatan Mahasiswa tunarungu memerlukan akses juru
memperoleh informasi yang mereka alami, membuat bahasa isyarat untuk memenuhi kebutuhan mereka
individu tunarungu mengoptimalkan kemampuan indera dalam memperoleh informasi baik itu selama
penglihatan mereka. Individu tunarungu perkuliahan ataupun kegiatan lain yang berada dalam
mengoptimalkan kemampuan visual mereka dalam lingkup pendidikan tinggi. Harper mengatakan bahwa
mendapatkan atau memperoleh informasi. untuk individu tunarungu, istilah aksesibilitas seringkali
Hal ini juga terjadi pada mahasiswa tunarungu. bertumpu pada ketersediaan juru bahasa/interpreter
Mahasiswa tunarungu mengalami banyak tantangan (2014). Hal ini memungkinkan mahasiswa tunarungu
pada proses belajar mengajar dalam kelas maupun dapat mengikuti proses perkuliahan ataupun
memperoleh informasi selama perkuliahan berlangsung. memperoleh informasi secara optimal. Pada Undang-
Banyak model pembelajaran yang membuat mahasiswa Undang No.8 Th.2016 pasal 24 (c) menyatakan bahwa
tunarungu merasa kesulitan selama proses pembelajaran adanya hak penyandang disabilitas untuk menggunakan
berlangsung baik itu metode ceramah yang dilakukan dan memperoleh fasilitas informasi dan komunikasi
pendidik/dosen tanpa mimik, oral maupun bahasa berupa bahasa isyarat, braille, dan komunikasi
isyarat, metode berkelompok ataupun percakapan yang augmentatif dalam interaksi resmi. Didukung pada pasal

665
666 INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7, 2017

10 bagian (d) menyatakan adanya hak untuk AB dan CA mengakui bahwa selama proses
mendapatkan akomodasi yang layak sebagai peserta perkuliahan berlangsung dan ketika mereka mengalami
didik. Berdasarkan UU No.8 Th.2016 di atas dapat kesulitan dalam memperoleh informasi, terkadang
diketahui bahwa termasuk di dalamnya mahasiswa mereka meminta bantuan pada organisasi volunteer
tunarungu memiliki haknya untuk memperoleh untuk tunarungu yang berada di kota solo. Hal ini
akomodasi/akses/layanan juru bahasa isyarat guna disetujui oleh pendapat Ketua PSD di Universitas
mengoptimalkan perolehan informasi yang mereka Sebelas Maret Surakarta bahwa ketika kuliah umum
dapat sehingga proses pembelajaran di pendidikan atau seminar diselenggarakan di UNS, maka pihak PSD
tinggi berjalan secara maksimal. meminta bantuan volunteer untuk menjadi juru bahasa
Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini isyarat untuk mahasiswa tunarungu yang mengikuti
bertujuan untuk mengetahaui aksesibilitas juru bahasa kegiatan kuliah umum atau seminar tersebut
isyarat di Sebelas Maret Surakarta, apakah telah tersedia (komunikasi personal, 5 Januari, 2017).
dan berjalan dengan baik ataupun belum tersedia. Pengadaan program kelas isyarat yang
diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Luar Biasa
METODE seperti yang Ketua PSD katakan telah terlaksana, namun
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif belum adanya keterkaitan program tersebut dengan
dengan jenis penelitian studi kasus di Universitas pengadaan volunteer juru bahasa isyarat di Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Pengumpulan data pada studi Sebelas Maret Surakarta. Beliau mengatakan bahwa
ini menggunakan metode wawancara. Menurut Sarwono tidak adanya anggaran yang tersedia menjadi alasan
(2006: 211), mengatakan bahwa wawancara merupakan tidak adanya layanan atau akses juru bahasa isyarat
panduan yang telah disusun secara tertulis sesuai untuk mahasiswa tunarungu yang menempuh
dengan masalah, yang kemudian digunakan sebagai pendidikan di sana. Ia menambahkan bahwa kerjasama
sarana guna mendapatkan informasi. yang baik antara mahasiswa tunarungu dengan teman
Peneliti melakukan wawancara tentang sebaya di kelasnya/peer untuk memberikan akses juru
aksesibilitas/layanan juru bahasa isyarat yang ada di bahasa isyarat lebih diutamakan, sehingga menjalin
Universitas Sebelas Maret Surakarta kepada 2 orang kekompakan antar mahasiswa. Hal tersebut juga
mahasiswa tunarungu yang sedang menempuh menjadikan mahasiswa tunarungu mandiri dalam
pendidikan tinggi di Universitas Sebelas Maret berbagai hal terkait pemerolehan informasi.
Surakarta dengan inisial nama AB yang sedang
menempuh semester III pada Fakultas Seni Rupa dan PEMBAHASAN
Desain dan CA yang sedang menempuh semester I pada Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan. Selain itu peneliti peneliti menemukan permasalahan belum tersedianya
juga melakukan wawancara dengan Kepala Pusat Studi layanan/akses juru bahasa isyarat untuk mahasiswa
Disabilitas Universitas Sebelas Maret Surakarta. tunarungu di Universitas Sebelas Maret Surakarta sehingga
pemerolehan informasi dan proses belajar mengajar berjalan
HASIL kurang optimal. Seperti yang ditekankan Harper (2014)
Hasil wawancara yang telah peneliti lakukan bahwa untuk individu tunarungu, aksesibilitas seringkali
pada AB, ia mengatakan bahwa belum tersedianya bertumpu pada ketersediaan juru bahasa/interpreter.
layanan juru bahasa isyarat untuk mahasiswa tunarungu Mahasiswa tunarungu memperoleh akses/layanan juru
(komunikasi personal, 13 Desember, 2016). ia bahasa isyarat ketika ia meminta bantuan Deaf Volunteering
menambahkan bahwa belum tersedianya akses/layanan Organization/DVO pada saat adanya kuliah umum ataupun
juru bahasa isyarat pada proses pembelajaran di kegiatan seminar. Menurut Izzo pada artikelnya berjudul
Universitas Sebelas Maret menjadi satu hambatan yang Sign Language Interpreting In The Classroom:
membuat mahasiswa tunarungu tidak optimal dalam When sign language is the preferred form of
pemerolehan informasi terutama dari pendidik yang communication, the services of a sign language interpreter
sedang mengajar. CA (komunikasi personal, 12 may be arranged for the student as a reasonable and useful
Desember 2016) menyebutkan bahwa untuk classroom accommodation to help the student learn and
meminimalisir ketidak pahaman mereka, mahasiswa understand course content.
tunarungu meminta bantuan teman sekelasnya untuk Ia mengatakan bahwa apabila bahasa isyarat
mengetahui detail pembelajaran pada setiap kali proses merupakan bentuk komunikasi yang digunakan untuk
belajar mengajar berlangsung. Ia menambahkan bahwa, mahasiswa tunarungu, maka juru bahasa isyarat/interpreter
selama semester awal teman sekelasnya selalu dapat menjadi akses untuk mahasiswa sebagai akomodasi
membantunya tanpa ia minta, namun seiring dengan kelas yang wajar dan berguna untuk membantu mereka
berjalannya waktu hingga ia sekarang berada pada belajar dan memahami isi perkuliahan.
semester III, teman hearing yang berada di kelasnya Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa
hanya akan membantu menjadi juru bahasa isyaratnya aksesibilitas juru bahasa isyarat penting dan dibutuhkan
ketika AB meminta tolong ataupun menanyakan perihal untuk memberikan akses pada mahasiswa tunarungu guna
peruliahan menunjang pemerolehan informasi selama proses belajar
mengajar berlangsung.
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SPECIAL EDUCATION IN SOUTHEAST ASIA REGION 7TH SERIES 2017 667
Seminar Internasional Pendidikan Khusus Wilayah Asia Tenggara Seri Ke-7 2017

KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA


Kesimpulan Harper, Phil. 2014. Accessibility needs of deaf people.
World Federation Of The Deaf. Brazil. Dapat
Berdasarkan hasil analisis deskriptif di atas maka diakses
peneliti dapat menyimpulkan hasil penelitian sebagai (Online):http://www.accreditedschoolsonline.org
berikut: Pelayanan juru bahasa isyarat untuk mahasiswa /resources/students-with-hearing-impairments/,
tunarungu di Universitas Sebelas Maret Surakarta belum diakses pada 6 Januari 2017
aksesibel. Sehingga penerimaan informasi mahasiswa Whasington, Jeannette & Kubly, Jenna L. Supporting
tunarungu dalam proses perkuliahan berjalan kurang Deaf and Hard Of Hearing Students. Community
optimal. for Accredited Online School. (online)
http://www.accreditedschoolsonline.org/resource
s/students-with-hearing-impairments/. Diakses
Saran pada 6 Januari 2017
Mengacu pada hasil analisis dan kesimpulan di Izzo, Margo. Sign Language Interpreting in The
atas maka peneliti memberikan beberapa rekomendasi Classroom. Improving the Quality of Education
sebagai berikut: for Students with Disabilities. Department of
Disability Services at Columbus State
1. Peneliti menyarankan pada Pusat Studi Disabilitas Community College and Alexa Murray. (online)
di Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk https://ada.osu.edu/resources/fastfacts/Sign-
merencanakan dan menjalankan program terkait Language-Interpreting.pdf, diakses pada 5
dengan ketersediaan akses juru bahasa isyarat Januari 2017
untuk mahasiswa tunarungu di UNS Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif
2. Peneliti menyarankan pada Pusat Studi Disabilitas dan Kualitatif. Yogyakarta. Graha Ilmu
di Universitas Sebelas Maret Surakarta, sejalan Undang-undang No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
dengan perencanaan program terkait dengan Disabilitas
ketersediaan akses juru bahasa isyarat, pengadaan Department of Health Child Assesment Service. 2009.
kelas isyarat yang telah berjalan sebaiknya Hearing Impairment. Developmental Disorders
berkorelasi dengan pembentukan volunteer juru Series. (online)
bahasa isyarat. http://www.dhcas.gov.hk/english/public_edu/file
s/SeriesI_HearingImpairment_Eng.pdf, diakses
pada 29 Desember 2016

You might also like