You are on page 1of 9

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

ACARA II
METODE PENGUKURAN ILMU UKUR TANAH

Dosen Pengampu:
Rendra Ady Wijaya, S. Si, M. Sc.

Disusun Oleh:

Nama : Desti Kamilia Wati


NIM : 160722614677
Off/Thn : G/2016

PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI


JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2017
ACARA II
METODE PENGUKURAN ILMU UKUR TANAH

I. LATAR BELAKANG
Ilmu ukur tanah adalah bagian rendah dari ilmu Geodesi, yang merupakan
suatu ilmu yang mempelajari ukuran dan bentuk bumi dan menyajikannya dalam
bentuk tertentu. Ilmu Geodesi ini berguna bagi pekerjaan perencanaan yang
membutuhkan data-data koordinat dan ketinggian titik lapangan. Ilmu ukur tanah
merupakan ilmu terapan yang mempelajari dan menganalisis bentuk topografi
permukaan bumi beserta obyek-obyek di atasnya untuk keperluan pekerjaan-
pekerjaan konstruksi.
Untuk memperoleh hasil pengukuran yang baik dan berkualitas baik ditinjau
dari segi biayanya yang murah dan tepat waktu juga dari segi kesesuaian dengan
spesifikasi teknis yang dibutuhkan diperlukan metode pengukuran yang tepat serta
peralatan ukur yang tepat pula. Pengukuran-pengukuran menggunakan waterpas,
theodolite. Total station dan sebagainya dapat menghasilkan data dan ukuran yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka diperlukan adanya praktikum Ilmu
Ukur Tanah (Plane Surveying). Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah ini mahasiswa
akan berlatih melakukan pekerjaan-pekerjaan survei dengan melakukan
pengukuran sehingga dapat diterapkan di lapangan nantinya. Dengan demikian
diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menerapkannya dengan baik.

II. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui metode pengukuran ilmu ukur tanah
2. Mahasiswa dapat menerapkan metode pengukuran ilmu ukur tanah

III. ALAT DAN BAHAN


1. Kompas
2. Statif (kaki tiga)
3. Theodolite
4. Waterpass
5. Baak ukur
6. Pita ukur
IV. DASAR TEORI
Metode atau cara pengukuran digunakan untuk perhitungan, pengolahan,
dan koreksi data untuk menentukan posisi (koordinat) setiap titik yang terukur
dalam wilayah pemetaan. Secara umum metode ini dapat dibagi sebagai berikut:
a) Metode pengukuran pada alat ukur sederhana
1. Pengukuran jarak
Apabila jarak antara dua titik yang akan diukur lebih panjang dari alat
ukur yang ada maka dua tahapan yang harus dilakukan:
Pelurusan (pembanjaran)
Pelurusan dilakukan oleh dua orang, seorang membidik sementara
yang lain menancapkan yalon sesuai dengan komando dari si pembidik.
Seperti yang terlihat pada gambar x, misalnya akan diukur jarak AB, dua
buah yalon harus ditancapkan di atas titik A dan B. Selanjutnya pembidik
berdiri di belakang yalon A dan mengatur agar mata pembidik satu garis
dengan yalon A dan B. Keadaan ini dapat diketahui jika mata si pembidik
hanya melihat satu yalon saja. Diantara yalon A dan B harus ditancapkan
beberapa yalon atau patok yang jaraknya terjangkau oleh alat ukur.
Sering kali dijumpai rintangan pada areal yang akan diukur
sehingga pembanjaran tidak dapat dilakukan seperti di atas. Maka
pembanjaran perlu dilakukan berbeda, dikarenakan :
a. Kondisi lapangan yang bergelombang/ curam/ berbatasan dengan
tembok tinggi.
b. Ada bangunan/rintangan di tengah areal yang akan diukur, dan
sebagainya.
Pengukuran jarak secara langsung
Pengukuran jarak dua titik dapat dilakukan dengan menggunakan
kayu meter, rantai meter dan pita meter. Untuk permukaan tanah yang
miring pengukuran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pita/
kayu ukur yang diatur horizontal dengan bantuan nivo serta mengukur
langsung tanah yang miring.
2. Pengukuran sudut miring
Pengukuran sudut miring sangat diperlukan dalam memperoleh
informasi jarak horizontal (D) dan jarak vertikal/beda tinggi (H) secara
tidak langsung. Alat yang biasa digunakan adalah abney level, yang
penggunaannya dengan membidikkan langsung pada puncak objek yang
diinginkan kemudian menggerakkan nivo yang dihubungkan dengan
penunjuk skala hingga berada pada posisi tengah benang. Hasilnya dapat
dibaca langsung pada penunjuk skala tersebut.
3. Pengukuran beda tinggi
Pengukuran beda tinggi antara dua titik di lapangan dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu cara langsung menggunakan alat ukur yang dipasang
mendatar, dan cara tidak langsung dengan mengukur panjang miringnya dan
sudut yang terbentuk terhadap lereng.
b) Pengukuran dengan waterpass instrument

1. Pengukuran jarak (D) dan beda tinggi (H)


Pengukuran jarak dapat digunakan rumus sebagai berikut.
D = K.S atau D = 100.(Ba Bb)
Untuk pengukuran beda tinggi (H) dapat dihitung berdasarkan tinggi alat
dan nilai kurva tengah, sehingga dirumuskan menjadi:
H = Hi - Bt
2. Pembacaan sudut horizontal (Az)
Sudut arah adalah sudut horizontal yang dibentuk oleh perpotongan
suatu garis dengan meridian bumi (utara selatan). Dalam pengukuran,
untuk menyatakan besarnya sudut dikenal dua cara, yaitu Bearing dan
Azimuth. Bearing merupakan sudut arah yang diukur dari utara atau
selatan magnet bumi ke titik lain yang searah / berlawanan dengan arah
putaran jarum jam, dengan sudut kisaran antara 00 - 900. Azimuth
merupakan sudut arah yang diukur dari utara magnet bumi ke titik yang lain
searah jarum jam, sehingga mempunyai kisaran antara 00 - 3600.
c) Pengukuran dengan theodolite

1. Pembacaan sudut horizontal (Az)


Sudut arah adalah sudut horizontal yang dibentuk oleh perpotongan
suatu garis dengan meridian bumi (utara selatan). Dalam pengukuran,
untuk menyatakan besarnya sudut dikenal dua cara, yaitu Bearing dan
Azimuth. Bearing merupakan sudut arah yang diukur dari utara atau selatan
magnet bumi ke titik lain yang searah/berlawanan dengan arah putaran
jarum jam, dengan sudut kisaran antara 0-90. Azimuth merupakan sudut
arah yang diukur dari arah utara magnet bumi ke titik yang lain searah jarum
jam, sehingga mempunyai kisaran antara 0-360.
2. Pembacaan sudut miring
Sudut miring merupakan sudut yang dibentuk oleh garis bidik
teropong dengan bidang horizontal. Pada umumnya besarnya sudut
horizontal dan vertikal terdapat dalam mikrometer atau tampilan layar,
namun adapula yang dipisahkan.
3. Pengukuran jarak (d) dan beda tinggi (H)
Jarak optik (D) dan jarak horizontal (d)
D = K . S . Cos
d = D. Cos
d = K . S . Cos
Beda Tinggi (H)
H = Hi + d.Tan Bt
Keterangan :
S = selisih Ba dan Bb D = Jarak antara pusat alat ke BT
Bt = Pembacaan benang (jarak optik)
tengah V = Tinggi antara Bt dan alat
Hi = Tinggi instrument alat d = Jarak horizontal
= 90 - pembacaan
vertikal

V. CARA KERJA
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum seperti
kompas geologi, statif, theodolite, waterpass, baak ukur dan pita ukur.
2. Melakukan pengukuran Ta dengan cara mengukur jarak antara base plate alat
ukur hingga permukaan tanah dengan menggunakan pita ukur.
3. Melakukan pengukuran Ba, Bt, Bb menggunakan theodolite dan waterpass
dengan cara membidik baak ukur kemudian membaca angka yang tertera
dalam baak ukur tersebut beserta nilai lebihnya dari jumlah garis yang dilewati,
setiap garis dihitung 10 mm.
4. Melakukan pengukuran sudut vertikal dan sudut horizontal, pengecualian
untuk waterpass tidak ada nilai untuk sudut vertikal.
5. Mencatat hasil dari pengukuran.
6. Menghitung jarak datar, jarak diagonal dan beda tinggi dengan menggunakan
rumus berdasarkan data yang telah diperoleh.

VI. HASIL
1. Tabel hasil pengukuran

No Alat Hi (cm) Target Ba Bt Bb Sudut Z Sudut Az Pita Ukur (m)


Bak ukur
1 Teodolit 1 136 1065 0965 0945 9511 07 15013 09 10,86
A
Bak ukur
2 Teodolit 1 136 0270 0160 0140 9707 15 12509 05 13,13
B
Bak ukur
3 Teodolit 2 129 1400 1325 1250 9313 54 16521 07 12,60
A
Bak ukur
4 Teodolit 2 129 1530 1470 1410 9313 09 18827 07 11,70
B
Bak ukur
5 Waterpass 130 2070 1960 1935 - 180 14,20
A
Bak ukur
6 Waterpass 130 2100 2045 1980 - 210 12,41
B
2. Tabel perhitungan waterpass

Hi d (S x 100) d (S x 100) H (Hi Bt) H (Hi Bt)


Target Ba Bt Bb S (Ba Bb)
(mm) (mm) (m) (mm) (m)
Bak ukur
2070 1960 1935 1300 135 13500 13,5 -660 -0,66
A
Bak ukur
2100 2045 1980 1300 120 12000 12 -745 -0.745
B

3. Tabel perhitungan theodolite

Hi
Alat Target Ba Bt Bb Z S (Ba Bb) (90 Z)
(m)
Bak ukur
Teodolit 1 1065 0965 0945 1,36 95,19 120 -5,19
A
Bak ukur
Teodolit 1 0270 0160 0140 1,36 97,12 130 -7,12
B
Bak ukur
Teodolit 2 1400 1325 1250 1,29 93,23 150 -3,23
A
Bak ukur
Teodolit 2 1530 1470 1410 1,29 93,22 120 -3,22
B

d (100 . S . Cos) d (100 . S . Cos)


Alat Target Cos Cos2
(mm) (m)
Bak ukur
Teodolit 1 0,996 0,991 11880 11,88
A
Bak ukur
Teodolit 1 0,992 0,985 12740 12,74
B
Bak ukur
Teodolit 2 0,998 0,997 14850 14,85
A
Bak ukur
Teodolit 2 0,998 0,997 11880 11,88
B

H (Hi + d x Tan Bt)


Alat Target tan d x tan
(m)
Bak ukur
Teodolit 1 0,09 -1,08 -0,685
A
Bak ukur
Teodolit 1 0,12 -1,59 -0,39
B
Bak ukur
Teodolit 2 0,06 -0,84 -0,875
A
Bak ukur
Teodolit 2 0,06 -0,67 -1,425
B
4. Perhitungan beda tinggi dan jarak
Waterpass Bak Ukur A
Hi = 130 cm = 1300 mm
Ba = 2070 mm
Bt = 1960 mm
Bb = 1935 mm
d =K.S H = Hi Bt
= 100 . (Ba-Bb) = 1300 1960
= 100 . (2070-1935) = -660 mm
= 100 . 135 = -0,66 m
= 13500 mm = 13,5 m

Waterpass Bak Ukur B


Hi = 130 cm = 1300 mm
Ba = 2070 mm
Bt = 1960 mm
Bb = 1935 mm
d =K.S H = Hi Bt
= 100 . (Ba-Bb) = 1300 2045
= 100 . (2100-1980) = -745 mm
= 100 . 120 = -0,745 m
= 12000 mm = 12 m

Theodolite 1 Bak Ukur A


Hi = 136 cm = 1,36 m Z = 9511 07 = 95,19
Ba = 1065 mm = 90 - Z
Bt = 0965 mm = 0,965 m = 90 - 95,19
Bb = 0945 mm = -5,19
d = 100 . S . Cos
= 100 . (1065-0945) . cos2 (-5,19)
= 100 . 120 . cos2 (5,19)
= 12000 . 0,99
= 11880 mm
= 11,88 m
H = Hi + d . Tan Bt
= 1,36 + (11,88 . tan (5,19)) 0,965
= 1,36 (11,88 . 0,09) 0,965
= 1,36 1,08 0,965
= -0,685 m

Theodolite 1 Bak Ukur B


Hi = 136 cm = 1,36 m Z = 9707 15 = 97,12
Ba = 0270 mm = 90 - Z
Bt = 0160 mm = 0,160 m = 90 - 97,12
Bb = 0140 mm = -7,12
d = 100 . S . Cos
= 100 . (0270-0140) . cos2 (-7,12)
= 100 . 130 . cos2 (7,12)
= 13000 . 0,98
= 12740 mm
= 12,74 m
H = Hi + d . Tan Bt
= 1,36 + (12,74 . tan (7,12)) 0,160
= 1,36 (12,74 . 0,12) 0,160
= 1,36 1,59 0,160
= -0,39 m

5. Dokumentasi lapangan (terlampir)

VII. DAFTAR PUSTAKA

You might also like