Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
biaya perawatan (rawat inap) di rumah sakit. Perawatan ambulatory dapat menekan
biaya perawatan dan pengobatan sampai 40-80%. 2. Jumlah tempat tidur di rumah
rumah sakit dengan segala sarananya memerlukan biaya besar. 4. Mengurangi dan
pembedahan.
Departemen atau klinik ambulatory ini dapat merupakan: 1. Satu kesatuan (unit)
tersendiri baik kamar bedah maupun ruang perawatannya di dalam satu rumah sakit
menggunakan kamar bedah umum di dalam rumah sakit besar. 3. Satu klinik
terpisah yang berdiri sendiri tetapi mempunyai rumah sakit besar untuk rujukan jika
terjadi komplikasi.
Pemilihan suatu teknik anestesi didasarkan pada kondisi kesehatan pasien, prosedur
bedah rawat jalan terdapat beberapa teknik anestesi yang dapat dipilih:
1. Anestesi umum
3. Monitored Anestesi Care (MAC), anestesi lokal yang disertai dengan sedasi,
4. Anestesi lokal, mungkin tidak disertai oleh ahli anestesi dalam tim
pembedahan
dengan pasien, dan berdasarkan informasi yang dikumpulkan ahli anestesi pada
waktu skrining dan evaluasi prabedah pilihan anestesi yang terbaik akan
didiskusikan dengan pasien. Teknik anestesi yang optimal pada bedah rawat jalan
4. Kepuasan pasien.
Disamping itu, teknik anestesi yang dipakai harus mengambil peran dalam
kamar operasi, serta pemulangan pasien yang lebih cepat tanpa efek samping.
banyak ahli anestesi sebagai alternatif dari anestesi umum dan anestesi regional
pelemas otot (rapacuronium) memberi peluang bagi ahli anestesi untuk lebih
konsisten mencapai kondisi pemulihan yang lebih ideal setelah tindakan anestesi
umum.
Induksi anestesi sering dilakukan dengan propofol. Propofol menjadi drug of choice
pada anestesi bedah rawat jalan. Setelah bolus saat induksi konsentrasi propofol
menurun secara cepat dalam plasma. Propofol juga memiliki klirens metabolik yang
cepat, sekitar 10x lebih cepat dibanding thiopental. Rasa sakit akibat suntikan dapat
sering dipakai pada induksi bedah rawat jalan dengan dosis 0,3 mg/kgbb. Masalah
nyeri akibat etomidat sekarang dapat dikurangi dengan mengganti pelarut etomidat
rendah dapat digunakan sebagai induksi inhalasi yang cepat dan aman. Insidensi
Pemberian pelemas otot yang bersifat intermediate atau short acting non-
memberikan onset yang paling cepat dan terutama digunakan bila ada risiko aspirasi
isi lambung. Reversal pelemas otot non-depolarisasi harus diberikan bila ada
keraguan bahwa masih ada efek relaksasi otot. Tetapi harus diingat bahwa
Opioid yang sering digunakan adalah fentanil untuk tambahan analgesi selama
anestesi. Bila tersedia lebih baik remifentanil karena memiliki lama kerja yang lebih
Walaupun pertimbangan pada anestesi bedah rawat jalan harus dicapai rapid
kejadian awareness dan recall pada bedah rawat jalan dengan anestesi umum tidak
meningkat dibanding bedah rawat inap, dengan dosis dan tatalaksana anestesi yang
sama.
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa anestesi regional lebih aman daripada
anestesi umum. Anestesi regional yang biasa dipakai untuk bedah rawat jalan
adalah spinal anestesi, epidural anestesi, caudal anestesi, blok saraf tepi, regional
dengan anestesi spinal sebelumnya adalah pemulihan dari residual blokade motorik,
efek simpatolitik dari blok subarakhnoid, berperan dalam delayed ambulation serta
void inability. Efek samping ini dapat diminimalisasi dengan pemakaian teknik
spinal anestesi mini-dose lidocaine fentanyl, lidokain dosis lebih kecil (15-30 mg)
atau bupivakain (3-6 mg) dikombinasi dengan opioid (fentanil 12,5-25 g atau
lebih cepat dibanding dosis konvensional anestesi lokal tunggal. Teknik ini mampu
seperti pruritus dan nausea akan meningkat dengan penggunaan fentanil walaupun
dalam dosis kecil pada blok subarakhnoid. Permasalahan lain dari spinal anestesi
termasuk back pain, PDPH, dan transient radicular irritation karena lidokain.
Kombinasi antara low cost dan kepuasan pasien yang menggambarkan kualitas
terbaik dari prosedur anestesi mungkin dapat dicapai dengan teknik Monitored
Anesthesia Care (MAC) dengan syarat anestesi pada prosedur pembedahan tersebut
dapat dicapai dengan teknik ini (seperti bedah superficial dan prosedur endoskopi).
Perkembangan dalam teknik sedasi dan analgesi untuk melengkapi anestesi lokal
terhadap pengendalian nyeri dan tidak adanya efek samping pascabedah yang
umum terjadi pada teknik anestesi spinal atau anestesi umum. Keberhasilan teknik
MAC bukan hanya tergantung dari ahli anestesi tetapi juga kemampuan ahli bedah
dalam melakukan infiltrasi lokal yang efektif serta gentle handling terhadap
jaringan tubuh selama introperatif. Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa
teknik MAC lebih cost-effective daripada anestesi spinal atau anestesi umum.
Konsep fast-track dalam pembedahan pertama kali diperkenalkan pada awal tahun
1990. Dengan konsep ini maka pasien dapat pulang lebih cepat dari rumah sakit dan
melakukan aktifitas normalnya setelah menjalani operasi. Prinsip utama pada fast-
track anesthesia adalah pasien tidak melewati PACU (fase I recovery), pasien
langsung dipindahkan dari kamar operasi menuju ruang pemulihan fase 2 (fase II
biaya kesehatan, tetapi keuntungan paradigma ini lebih besar daripada hanya
obat baru termasuk yang mula kerjanya cepat, durasi kerja lebih cepat, obat-obatan
anesthesia.
Pemulihan cepat
menyenangkan
Sebuah kriteria untuk menentukan apakah pasien layak untuk fast-track anesthesia
telah dibuat, karena penggunaan Modified Aldrete Score yang biasa digunakan
sebagai kriteria discharge pasien dari PACU tidak adekuat digunakan pada pasien
bedah rawat jalan terutama dengan anestesi umum karena tidak mencakup
komplikasi yang biasa terjadi di PACU (seperti: nyeri, mual, dan muntah). Didalam
sistem skoring tersebut pasien yang layak untuk fast-track adalah pasien dengan
nilai dari semua kriteria >12 dan tidak ada nilai 0. Fast-track scoring system baru
penilaian kelayakan pasien bedah rawat jalan untuk bypassing PACU setelah
Tabel 1. Fast Track Criteria yang diusulkan untuk menentukan pasien dapat
ditransfer langsung dari kamar bedah ke ruang pemulihan fase II.
Kesadaran Nilai
Sadar penuh 2
Respon terhadap rangsang minimal 1
Respon hanya bila dirangsang fisik 0
Aktifitas fisik
Mampu menggerakan semua anggota gerak sesuai perintah 2
Ada kelemahan pada bagian anggota gerak 1
Tidak mampu menggerakkan semua anggota gerak 0
Stabilitas hemodinamik
Tekanan darah, 15% dari nilai MAP awal 2
Tekanan darah, 15%30% dari nilai MAP awal 1
Tekanan darah, > 30% dari nilai MAP awal 0
Stabilitas respirasi
Mampu bernafas dalam 2
Takipneu tapi mampu batuk 1
Dispneu dan tidak mampu batuk 0
Saturasi oksigen
Saturasi > 90% dengan udara bebas 2
Saturasi > 90% dengan bantuan oksigen via nasal canul 1
Saturasi < 90% dengan oksigen tambahan 0
Nyeri pascabedah
Tidak ada atau minimal 2
Nyeri sedang sampai berat dengan tambahan analgetik IV 1
Nyeri berat yang menetap 0
Muntah pascabedah
Tidak ada atau mual minimal tanpa muntah 2
Muntah kadang-kadang 1
Muntah sering dengan derajat sedang sampai berat 0
Nilai total 14
menghasilkan lebih sedikit pasien yang tetap tersedasi dalam pada fase awal
intervensi dari perawat pada fase awal pascabedah ini maka tenaga perawat dapat
pascabedah dan mempercepat kedua fase pemulihan setelah bedah rawat jalan.
Ahli anestesi memiliki peran penting dalam konsep fast-track dengan pendekatan
perioperative medical care. Peranan ahli anestesi tersebut yaitu melalui tindakan
dalam pemilihan pengobatan prabedah, obat dan teknik anestesi, penggunaan obat
memelihara fungsi organ selama dan setelah operasi. Keputusan ahli anestesi
sebagai seorang pengelola perioperatif sangat penting bagi tim pembedahan untuk
Pemulihan (Recovery)
Pemulihan adalah suatu proses yang secara tradisional dibagi atas 3 bagian yang
saling tumpang tindih yaitu early recovery, intermediate recovery, dan late
recovery. Early recovery dimulai dari dihentikannya obat anestesi supaya pasien
bangun, kembalinya refleks proteksi jalan napas, dan dimulainya aktifitas motorik.
rumah. Late recovery mulai dari dipulangkan sampai pulihnya fungsi fisiologis ke
Aldrete merancang suatu sistem skoring untuk menentukan kapan pasien fit untuk
keluar dari PACU. Nilai skoring 0, 1, atau 2 ditujukan untuk aktifitas motorik,
respirasi, sirkulasi, kesadaran, dan warna kulit. Total skor maksimalnya 10.
dan diusulkanlah suatu modifikasi skoring aldrete yang mengganti kriteria warna
pada Aldrete skor dengan SpO2 pada modifikasi sistem skoring Aldrete.
Tersediannya obat-obatan anestesi yang lebih cepat onset serta lebih pendek
jalan untuk pemulihan yang lebih cepat setelah anestesi umum, penggunaan
analgetik preemtif non opioid (seperti anestesi lokal, ketamin, NSAID, COX-2
samping pascabedah serta akan mempercepat pemulihan pada early dan late
Kemajuan teknik bedah rawat jalan telah melahirkan suatu konsep baru yaitu fast-
track yang menyebabkan pasien tidak harus melewati PACU untuk menjalani fase
PACU tidak ada, yang berarti akan menekan biaya sehingga akan menguntungkan
pasien. Kriteria yang dipakai untuk fast-track ini berbeda dengan modifikasi sistem
Aldrete (tabel 1). Sistem skoring ini mempertimbangkan faktor nyeri dan muntah,
Pemulangan (Discharge)
Program bedah rawat jalan yang sukses tergantung pada pemulangan pasien yang
tepat waktu setelah anestesi. Beberapa kriteria yang telah dibuat untuk menentukan
kesiapan pasien untuk dipulangkan seperti Guidelines for Safe Discharge After
PADSS merupakan suatu sistem skoring yang secara objektif menilai kondisi
pasien untuk dipulangkan. Modifikasi PADSS dibuat karena dalam kriteria PADSS
kriteria, yaitu:
2. Ambulasi
3. Mual/muntah
4. Nyeri
Pasien bedah rawat jalan yang tidak berisiko terhadap retensi urin aman untuk
Anestesi spinal/epidural
Pembedahan pelvis/urologi
Kateterisasi perioperatif
distensi kandung kemih, nyeri, kecemasan, efek sisa dari anestesi spinal atau
epidural.
Menunggu pasien untuk bisa minum tanpa terjadi muntah juga memperlambat
terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kejadian PONV pada pasien yang telah
memiliki toleransi untuk minum dengan yang tidak sebelum pasien dipulangkan.
Sejumlah teknik anestesi regional dapat dipakai untuk bedah rawat jalan, mulai dari
anestesi spinal sampai ke blok ekstremitas. Pasien yang dilakukan anestesi regional
mempunyai kriteria pemulangan yang sama dengan pasien yang di anestesi umum.
Anestesi regional memiliki keuntungan dan masalah pada bedah rawat jalan.
Pemulangan pasien dengan regional anestesi lebih cepat daripada anestesi umum.
Kejadian PONV, dizziness, dan nyeri yang biasa terjadi pada anestesi umum lebih
Anestesi spinal merupakan teknik yang simpel dan reliable dipergunakan secara
luas saat ini. Karena short-acting lidokain sering dipakai pada bedah rawat jalan
untuk anestesi spinal. Masalahnya lidokain yang dipakai untuk spinal anestesi dapat
dapat dikurangi dengan metode spinal mini-dose, yaitu mencampur lidokain dosis
kecil dengan opioid (contohnya lidokain 15-30 mg dengan fentanil 12,5-25 g).
Kejadian PDPH (Post Dural Punctre Headache) akibat spinal juga menjadi masalah
pada bedah rawat jalan. Penggunaan jarum spinal yang lebih kecil (no. 29) dan jenis
Sebelum pemulangan pasien bedah rawat jalan dengan anestesi spinal harus yakin
bahwa blok sensorik, motorik, dan simpatik telah mengalami regresi. Kriteria yang
dapat dipakai untuk menilai hal tersebut termasuk: sensasi normal perianal (S4-5),
Perawat pada ruang pemulihan fase II, merupakan faktor paling penting
pasien.
Pengelolaan nyeri
Penanganan yang tidak adekuat terhadap komplikasi pascabedah seperti nyeri dan
PONV akan memperlambat waktu pemulangan pasien pada bedah rawat jalan.
bedah rawat jalan antara lain jenis pembedahan dan anestesi, analgetik yang
analgetik), serta respon emosional dan fisiologi terhadap nyeri itu sendiri.
Pengelolaan nyeri pascabedah harus dimulai intraoperatif atau idealnya saat
toleransi opioid akut dan hiperalgesia, hipoventilasi, sedasi, mual dan muntah,
retensi urin, dan ileus yang akan memperlambat waktu kepulangan pasien dari
lebih dari satu macam penanganan nyeri guna mendapatkan efek sinergis analgetik
serta outcome pasien setelah bedah rawat jalan dan telah menjadi standar dalam
jalan. Obat analgetik non steroid oral yang lebih murah (seperti ibuprofen,
naproxen) dapat diterima sebagai alternatif pengganti fentanil dan obat NSAID non
bedah rawat jalan nyeri sudah harus terkontrol dengan analgetik oral (seperti
setelah bedah rawat jalan. Penggunaan ibuprofen secara signifikan juga jarang
makin popular karena tidak berpengaruh terhadap fungsi aggregasi platelet. Pada
penggunaan rutin, premedikasi oral dengan rofecoxib 50 mg, celecoxib 400 mg,
Pemakaian anestesi lokal sebagai analgetik intraoperatif pada MAC juga pada
anestesi umum dan anestesi spinal memberikan efek analgesi yang yang sangat baik
pada awal pemulihan serta pemulangan pasien. Bahkan infiltrasi lokal pada
juga dapat dipergunakan sebagai tambahan dalam pengelolaan nyeri pada bedah
rawat jalan.
Optimalisasi pengelolaan nyeri sangat diperlukan untuk memaksimalkan
keuntungan bedah rawat jalan bagi pasien serta penyedia jasa kesehatan. Obat
analgetik serta teknik pengelolaan nyeri non farmakologi yang aman, simpel, serta
lebih murah sangat diperlukan dalam pengendalian nyeri yang cost-effective pada
Pengelolaan PONV
Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) masih merupakan masalah yang
umum pada bedah rawat jalan, dan kejadiannya 20-30% setelah pemberian anestesi
umum dan dilaporkan masih terjadi pada 35% pasien setelah dipulangkan kerumah,
Faktor resiko yang berasal dari pasien: wanita, tidak merokok, riwayat
resiko PONV 10% akan meningkat menjadi 16% setelah 30 menit), jenis
membuat suatu sistem skoring yang terdiri dari 4 kategori yaitu: wanita, tidak
faktor tersebut ada maka kejadian PONV adalah sekitar 10%, 20%, 40%, 60%, atau
regional.
termasuk :
Penylethylamine (efedrin)
Antihistamin (dimenhidrinat)
pasien yang beresiko sedang sampai tinggi terjadinya PONV, dimana terdapat 2
atau lebih faktor resiko. Dalam kombinasi tersebut harus terdiri dari obat dengan
penggunaan propofol dan teknik analgesi berbasis anestesi lokal, pemberian cairan
Jika PONV terjadi pascabedah, antiemetik yang diberikan sebagai terapi harus
dengan farmakologi yang berbeda dari antiemetik profilaksis yang telah diberikan,
dibanding dosis profilaksis: ondansetron 1,0 mg, dolasetron 12,5 mg, granisetron
0,1 mg, dan tropisetron 0,5 mg. Alternatif terapi lain adalah dexametason 2-4 mg,
juga dipakai sebagai rescue therapy PONV pada pasien yang masih berada di
Kejadian mual muntah setelah pasien dipulangkan juga cukup tinggi, 17%
bedah rawat jalan. Untuk profilaksis kejadian ini dapat diberikan ondansetron 4 mg
pengelolaan PONV pada bedah rawat jalan. Dosis ondasetron ODT yang digunakan
Pasien bedah rawat jalan harus disertai orang dewasa yang bertanggung jawab
pasien harus diberikan instruksi tertulis tentang prosedur diet, obat, aktifitas, dan
nomor telepon bila ada kejadian emergensi. Pasien secara rutin diminta untuk tidak
meningkatkan outcome pasien. Mual dan muntah setelah pasien dipulangkan dapat
pada pasien yang mempunyai resiko cukup tinggi terjadinya PONV. Faktor
kenyamanan pasien merupakan salah satu tujuan utama bedah rawat jalan. Faktor
diskusi ahli bedah dengan pasien tentang apa yang ditemukan saat pembedahan,
pengelolaan PONV dan nyeri pascabedah, pemasangan jalur vena yang adekuat,
Kesimpulan
teknik bedah rawat jalan berkembang pesat, jumlah pasien bedah rawat jalan
tim bedah rawat jalan dalam mencapai keberhasilan teknik bedah rawat
jalan.
Evaluasi pada setiap proses dalam anestesi pada bedah rawat jalan (evaluasi
rawat jalan agar lebih cost-effectiveness, aman, serta tetap menjaga kualitas
farmakologi yang lebih aman, sederhana, dan lebih cost effective dalam
2005.
51(5): 437-43.
10.
5. White PF. Ambulatory anesthesia advances into the new millenium. Anesth
9. White PF, Kehlet H, Neal JM, Schricker T, Carr DB, Carli F, et al. The role
10. White PF, Song D. New criteria for fast-tracking after outpatient anesthesia:
12. Pavlin DJ, Rapp SE, Polissar NL, Malmgren JA, Koerschgen M, Keyes A.
Factors affecting discharge time in adult outpatient. Anesth Analg 1998; 87:
816-26.
13. Pavlin DJ, Chen C, Penaloza DA, Polissar NL, Buckley FP. Pain as a factor
14. Raeder JC, Steine S, Vatsgar TT. Oral ibuprofen versus paracetamol plus
codeine for analgesia after ambulatory surgery. Anesth analg 2001; 92:
1470-72.
15. White PF. The role of non-opioid analgesic techniques in the management
16. Gan TJ, Meyer TA, Apfel CC, Chung F, Davis PJ, Habib AS, et al. Society
17. Gan TJ, Franiak R, Reeves J. Ondansetron orally disintegrating tablet versus