You are on page 1of 17

LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN MAKANAN

ACARA I

IDENTIFIKASI PEWARNA MAKANAN

DISUSUN OLEH

ANINDIA ARDILLA PUTRI

G1C 013 005

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MATARAM

2016
ACARA I
IDENTIFIKASI PEWARNA MAKANAN

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui penggunaan pewarna sintesis dan pewarna alami pada bahan
makanan.
2. Waktu Praktikum
Jumat, 18 November 2016
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI
Warna adalah atribut kualitas penting dalamindustri makanan dan bioproses, dan
itu mempengaruhi konsumenpilihan dan preferensi. Warna makanan diatur olehkimia,
biokimia, mikroba dan fisik perubahanyang terjadi selama pertumbuhan, pematangan,
penanganan pascapanendan pengolahan. Pengukuran warna produk makanantelah
digunakan sebagai ukuran tidak langsung dari atribut kualitas lainseperti rasa dan isi
pigmen karenasederhana, cepat dan berkorelasi baik dengan bagian fisikokimia lainnya.
Warna dan penampilan akan menarik konsumen untuk membeli produk.Pada titik
pembelian, konsumen menggunakan faktor penampilan untuk memberikan indikasi
kesegaran dan kualitas rasa. Warna biasanya dianggap atribut yang paling penting dari
penampilan makanan (Winarno, 2004).
Zat Pewarna adalah bahan tambhana makanan yang dapat memperbaiaki warna
makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi
warna pada makanan agar kelihatan lebih menarik. Berdasarkan sumbernya, zat pewarna
dibagi menjadi dua golongan yaitu pewarna alami dan pewarna buatan. Pada pewarna
alami zat warna yang diperoleh berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti:
caramel, coklat, daun suji, daun pandan dan kunyit. Jenis-jenis pewarna alami tersebut
antara lain: Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang terdapat pada daun; Mioglobulin
dan Hemoglobin; zat warna merah pada daging; Karotenoid; kelompok pigmen yang
berwarna orange, merah orange dan larut dalam lipid; Anthosiamin dan Anthoxanthim;
warna pigmen merah, biru violet terdapat pada buah dan sayur-sayuran. Pewarna buatan
memiliki kelebihan yaitu warnanya homogen dan penggunaannya sangat efisien karena
hanya memerlukan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi kelemahannya adalah jika
pada saat proses terkontaminasi logam berat, pewarna jenis ini akan berbahaya. Pewarna
makanan yang sering dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: Co al-tar dye, pewarna
alami dan pigmen. Pewarna makanan yang diijinkan hanya 11 dari sekitar 2000 jenis
pewarna makanan. Coal-tar dye mempunyai sifat kimia diantaranya larut dlam air, tidak
membutuhkan penambahan mordant untuk mewarnai wool atau sutera (Winarno, 1995 :
202).
Pewarna alami ( seperti karmin, ekstrak annatto, kunyit, saffron, dan beta karoten)
biasanya dianggap sebagai pewarna aditif yang berasal dari organ tumbuhan atau hewan
melalui derivasi atau prosedur fisik lainnya. Tapi, dalam beberapa tahun terakhir, banyak
pewarna buatan terutama pewarna azo yang telah banyak digunakan sebagai pewarna
aditif dan pengganti pewarna alami. Pewarna buatan ini digunakan untuk menutupi
cacat, membuat makanan lebih menarik, mningkatkan tampilan produk, dan sebagai
pengganti pewarna alami yang tidak tahan proses. Selanjutnya, pewarna alami tidak stabil
dan mudah terdegradasi selama pengolahan makanan. Dibandingkan dengan pewarna
alami, pewarna buatan menunjukkan berbagai preferensi seperti tahan terhadap cahaya,
oksigen dan pH, warna monoton, rendah polusi, biaya produksi yang rendah, dan lain-
lain. Oleh karena itu, pewarna sintesis makanan digunakan sebagai pengganti pewarna
alami dalam banyak makanan seperti minuman, permen dan gula. Namun beberapa
pewarna buatan, material dan metabolitnya dapat menimbulkan potensi resiko kesehatan
bagi manusia dan bahkan dapat menyebabkan karsinogenik, terutama jika dikonsumsi
dalam jumlah besar (Rezaeiet al., 2015).
Pewarna alami dan buatan digunakan secara luas sebagai pewarna makanan, obat,
dan kosmetik karena biaya rendah dan berdaya tinggi.. pewarna aditif telah lama menjadi
bagian dari budaya manusia. Penggunaan pewarna makanan menjadi kontroversi karena
memiliki peranan yang esensial. Selain itu banyak dari pewarna tersebut memiliki
hubungan dengan msalah kesehatan terutama pada anak-anak yang dianggap sebagai
kelompok yang sangat rentan. Pewarna sintesis dalam bahan makanan pokok seperti roti
sereal, produk keju dan susu, ikan goreng dan daging, jus, permen, gula, selai, es krim,
dan jeli. Beberapa pewarna sintesis penyebab ketegangan berat seperti tartazine E102 dan
chocolate brown yang menyebabkan kerusakan DNA hati dan ginjal. Pewarna sintesis
seperti warna cokelat dapat menurunkan berat badan, serum kolesterol dan HDL
kolesterol dan meningkatkan enzim di hat. Pewarna makanan (amaranth, eritrosin dan
tartrazine) memiliki potensi toksik pada limfosit dan DNA manusia. Tartrazine tidak
hanya menyebabkan perubahan parameter hati dan ginjal namun juga dapat menjadi lebih
berbahaya jika dikonsumsi dalam dosis yang besar karena dapat menginduksi oksidatif
stress melalui pembentuka radikal bebas (Soltan, 2012).
Metode analisis yang digunakan untuk identifikasi zat pewarna adalah metode
kromatografi kertas dan spektrofotometri UV-Vis. Metode kromatografi kertas merupakan
metode pemisahan berdasarkan polaritas suatu zat dalam suatu pelarut pengembang yang
dapat dihitung berdasarkan harga Rf zat tersebut yang kemudian dibandingkan dengan
harga Rf zat pembanding. Metode spektrofotometri UV-Vis adalah metode analisa yang
digunakan untuk tujuan identifikasi maupun penetapan kadar suatu zat berdasarkan nilai
serapan maksimum pada panjang gelombang maksimum tertentu yang khas dimiliki oleh
suatu zat. Bila harga Rf dan panjang gelombang maksimum suatu zat pewarna yang
dianalisis sma dengan harga Rf dan panjang gelombang maksimum zat pewarna
pembanding, maka dapat dinyatakan kedua zat tersebut adalah zat yang sama (Cahyadi,
2006: 105).
Zat pewarna sintesik Rhodamin B dan Methanyl Yellow masih sering ditambahkan
pada jajanan agar membuat warna jajanan lebih mencolok dan anak-anak tertarik untuk
mengkonsumsinya. Padahal kenyataannya kedua zat ini merupakan zat warna tambahan
yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan karena bersifat karsinogenik
sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis zat pewarna sintetik yang tidak diizinkan pada
jajanan Setelah sampel didapatkan, sampel langsung di uji dengan metode kromatografi
kertas di laboratorium tanpa harus melakukan penyimpanan terlebih dahulu. Sebelum
dilakukan kromatografi kertas, zat warna yang ada didalam sampel diekstraksi terlebih
dahulu menggunakan metode serapan benang wol. Prinsipnya adalah penarikan zat warna
dari sampel ke dalam benang wol bebas lemak dalam suasana asam dengan pemanasan
dilanjutkan dengan pelunturan atau pelarutan warna oleh suatu basa. Selanjutnya sampel
ditotolkan pada kertas saring dan dielusi hingga sempurna. Warna sampel secara visual
merah muda terang dan dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm berfluoresensi kuning atau
jingga serta nilai Rf yang sama atau hampir sama dengan Rf standar baku Rhodamin B
menunjukkan adanya Rhodamin B pada sampel (Pertiwiet al., 2014).
Analisis pewarna rhodamin B dilakukan dengan pemisahan bahan pewarna dalam
sampel saus tomat terlebih dahulu. Benang wol dididihkan di dalam aquadem kemudian
dikeringkan. Selanjutnya dicuci dengan kloroform untuk menghilangkan kotoran dari
lemak setelah itu dididihkan dengan NaOH 1% kemudian dibilas dengan aquadem.
Sepuluh gram sampel dipanaskan dalam 10 ml larutan amoniak 2% selama kurang lebih
30 menit diatas nyala api kecil sambil diaduk. Selanjutnya larutan disaring, filtrat
kemudian diuapkan di atas penangas air. Residu dari penguapan dilarutkan dalam 10 ml
aquadem yang dicampur dengan 5 ml asam asetat 10%. Benang wol dimasukkan ke dalam
larutan asamdan dididihkan hingga 10 menit. Benang wol diangkat, zat warna akan
mewarnai benang wol. Benang wol dicuci dengan aquadem, kemudian dimasukkan ke
dalam larutan basa yaitu 10 ml amonia 10% (yang dilarutkan dalam etanol 70%)
dandididihkan. Benang wol akan melepaskan zat warna dan zat warna akan masuk
kedalam larutan basa tersebut. Larutan basa tersebut selanjutnya akan digunakansebagai
cuplikan sampel pada analisis kromatografi lapis tipis (Julyana, 2013).
Ekstraksi dan pemurnian dalam pembuatan larutan uji dilakukan dengan sampel
kerupuk ditimbang sebanyak10 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian
direndamdalam 20 ml larutan ammonia 2 % (yang dilarutkan dalam etanol 70%)selama
semalaman. Larutan disaring filtratnya denganmenggunakan kertas saring whatmanNo.
1.Larutan dipindahkan ke dalam gelaskimia kemudian dipanaskan di atashot plate.Residu
dari penguapan dilarutkandalam 10 ml air yang mengandungasam (larutan asam dibuat
denganmencampurkan 10 ml air dan 5 mlasam asetat 10%).Benang wol dengan panjang
15 cmdimasukkan ke dalam larutan asamdan didihkan hingga 10 menit, pewarna akan
mewarnai benang wol,kemudian benang diangkat. Benang wol dicuci dengan
air.Kemudian benang dimasukkan kedalam larutan basa yaitu 10 mlammonia 10% (yang
dilarutkan dalametanol 70%) dan didihkan.Benang wol akan melepaskanpewarna,
pewarna akan masuk kedalam larutan basa.Larutan basa yang di dapatselanjutnya akan
digunakan sebagai cuplikan sampel pada analisiS kromatografi lapis tipiS (Dawileet al.,
2013).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat alat Praktikum
a. Benang wol
b. Botol semprot
c. Gelas kimia 250 ml
d. Gelas ukur 100 ml
e. Gunting
f. Hotplate
g. Kertas kromatografi
h. Mortar
i. Penggerus
j. pH stick
k. Pipet tetes
2. Bahan-bahan Praktikum
a. Ale-ale
b. Aquades
c. Frenta
d. Jas-jus
e. Kunyit
f. Larutan KHSO4 10 %
g. Larutan NH4OH 10 %

D. SKEMA KERJA
Masing-masing sampel bahan makanan yang
akan di uji (ale-ale, jas jus, frenta, kunyit)

- Dimasukkan dalam gelas kimia


sebanyak 50 ml
- + 0,5 ml KHSO4 10% atau sampai pH=2
(di cek dengan pH stick)
- Larutan dipanaskan hingga mendidih

Hasil

- Dimasukkan 2 bagian - Dimasukkan 2 bagian


benang wol pada kertas kromatografi pada
masing-masing sampel masing-masing sampel

Satu bagian Satu bagian disemprot Satu bagian Satu bagian disemprot
sebagai kontrol NH4OH 10% sebagai kontrol NH4OH 10%

- Dibandingkan - Dibandingkan

Hasil Hasil
E. HASIL PENGAMATAN
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Ale-ale - Warna awal : Merah
- +KHSO4 10% sampai pH 2 - + 36 tetes KHSO4 10% (sehingga
- Dipanaskan sampai mendidih pH menjadi 2)
- Dicelupkan benang wol dan
kertas kromatografi - Setelah dipanaskan tetap merah

- Hasil pencelupan benang wol dan


kertas kromatografi

Kromatografi kertas
Ale-ale Ale-ale +
standar NH4OH

Warna kertas kromatografi ale-ale +


NH4OH lebih terang dibandingkan
dengan warna kertas kromatografi
ale-ale standar.

Benang wol
Ale-ale Ale-ale +
standar NH4OH
Warna benang wol ale-ale + NH4OH
lebih terang dibandingkan dengan
warna benang wol ale-ale standar.

2. Jas-jus - Warna awal : Hijau


- +KHSO4 10% sampai pH 2 - + 0,5 mL KHSO4 10%
- Dipanaskan sampai mendidih - Setelah dipanaskan tetap hijau
- Dicelupkan benang wol dan - Hasil pencelupan benang wol dan
kertas kromatografi kertas kromatografi

Kertas kromatografi
Jas-jus Jas-jus +
standar NH4OH

Warna kertas kromatografi jas-


jus + NH4OH lebih terang
dibandingkan dengan warna
kertas kromatografi jas-jus
standar.

Benang wol
Jas-jus Jas-jus +
standar NH4OH

Warna benang wol jas-jus +


NH4OH lebih terang
dibandingkan dengan warna
benang wol jas-jus standar.

3. Frenta - Warna awal : Ungu


- +KHSO4 10% sampai pH 2 - 36 tetes KHSO4 10%
- Dipanaskan sampai mendidih - Setelah dipanaskan tetap ungu
- Dicelupkan benang wol dan
kertas kromatografi
- Hasil pencelupan benang wol dan
kertas kromatografi

Kertas kromatografi
Frenta Frenta +
standar NH4OH

Warna kertas kromatografi Frenta


+ NH4OH lebih terang
dibandingkan dengan warna kertas
kromatografi frenta standar.
Benang wol
Frenta Frenta +
standar NH4OH

Warna benang wol frenta +


NH4OH lebih terang dibandingkan
dengan warna benang wol standar.
4. Kunyit - Warna awal : Kuning
- +KHSO4 10% sampai pH 2 - + 0,5 mL KHSO4 10%
- Dipanaskan sampai mendidih - Setelah dipanaskan tetap kuning
- Dicelupkan benang wol dan
kertas kromatografi - Hasil pencelupan benang wol dan
kertas kromatografi

Kertas kromatografi
Kunyit Kunyit +
standar NH4OH

Warna kertas kromatografi kunyit


+ NH4OH lebih pekat
dibandingkan dengan warna kertas
kromatografi kunyit standar.

Benang wol
Benang wol Benang wol +
standar NH4OH

Warna benang wol kunyit +


NH4OH lebih pekat dibandingkan
dengan warna benang wol kunyit
standar.

- Hasil pengujian

Sampel Hasil uji

Ale-ale +

Jas-jus +

Frenta +

Larutan kunyit -
F. ANALISIS DATA

HC C COO- H2 N C N C C CH
H2 + H H2 H2
NH

arginin
asam aspartat

+
O +
(C2 H5) 2 N N (C2 H5) 2 Cl-

COOH

+
HC C COOH COO- H3 N C N C C CH
H2 H H2 H2
NH

(C2 H5)2 N N +(C2 H5)2 Cl-


O

Mekanis me pengikatan pew arna dalam benang w ol

G. PEMBAHASAN
Bahan Tambahan Makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke
dalam makanan dalam jumlah sedikit, yaitu untuk memperbaikiwarna, bentuk, cita rasa,
tekstur atau memperpanjang daya simpan. Tujuan menggunakan Bahan Tambahan
Makanan (BTM) adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas
daya simpan, membuat bahan lebih mudah dihidangkan serta memperbaiki preparasi bahan
pangan. Diantara beberapa bahan tambahan makanan yang sering digunakan adalah
pemanis dan pewarna sintetis. Zat Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiaki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan
atau untuk memberi warna pada makanan agar kelihatan lebih menarik(Winarno, 2004).
Berdasarkan sumbernya, zat pewarna dibagi menjadi dua golongan yaitu pewarna
alami dan pewarna buatan. Pada pewarna alami zat warna yang diperoleh berasal dari
hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti: karamel, coklat, daun suji, daun pandan dan kunyit.
Jenis-jenis pewarna alami tersebut antara lain, klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang
terdapat pada daun. Mioglobulin dan Hemoglobin; zat warna merah pada daging.
Karotenoid; kelompok pigmen yang berwarna orange, merah orange dan larut dalam lipid.
Anthosiamin dan Anthoxanthim; warna pigmen merah, biru violet terdapat pada buah dan
sayur-sayuran. Sedangkan pewarna buatan memiliki kelebihan yaitu warnanya homogen
dan penggunaannya sangat efisien karena hanya memerlukan jumlah yang sangat sedikit.
Akan tetapi kelemahannya adalah jika pada saat proses terkontaminasi logam berat,
pewarna jenis ini akan berbahaya.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan bewarna antara lain
dengan penambahan zat pewarna. Peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang
diizinkan dan yang dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor
722/MenKes/Per/IX/88 mengenai Bahan Tambahan Makanan. Akan tetapi sering sekali
terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya
zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas
sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna
tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut antara lain disebabkan oleh
ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga karena harga zat
pewarna untuk industri relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan zat pewarna untuk
pangan (Hidayati, 2006).
Untuk mengetahui kandungan pewarna makanan baik atau tidak dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metode Colorimetri dengan menggunakan Indikatorkertas
kromatografi dan benang wol. Pemakaian zat pewarna pada makanan mempunyai aturan
tersendiri yang diatur pada Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
nomor : 01415/b/sk/iv/91 tentang tanda khusus pewarna makanan. Sedangkan LPPOM
MUI menyatakan, penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional dapat
menimbulkan masalah kesehatan. Namun penggunaan bahan pewarna alami pun jika tidak
dilakukan secara hati-hati dapat menjurus kepada bahan yang haram atau subhat (tak jelas
kehalalannya). Meski demikian, pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena
tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh.
Pada praktikum identifikasi pewarna pada makanan ini bertujuan untuk mengetahui
penggunaan pewarna sintesis dan pewarna alami pada bahan makanan.Disini kita akan
mencoba membandingkan/membedakan antara pewarna alami dan pewarna sintesis
berdasarkan percobaan yang di lakukan. Adapun sampel bahan makanan yang digunakan
adalah kunyit serta berbagai sampel bahan makanan yang beredar di pasaran antara lain
frenta, jas jus (melon), ale-ale (strawberry). Pada praktikum ini dilakukan pengujian
terhadap pewarna alami dan sintesis dengan metode Colorimetri dengan menggunakan
Indikator pH stick dimana yang digunakan sebagai penyerap warna adalah benang wol
dan kertas kromatografi. Hal ini karena kedua bahan ini sangat mudah dalam menyerap
zat warna.
Pada analisis analisis Colorimetri, prinsipnya adalah penarikan zat warna dari
sampel ke dalam benang wol bebas lemak dalam suasana asam dengan pemanasan
dilanjutkan dengan pelunturan atau pelarutan warna oleh suatu basa. Pada proses ini yang
berperan sebagai asam adalah larutan KHSO4 sedangkan yang berperan sebagai basa pada
analisis terakhir untuk mengetahui ada tidaknya pewarna sintesis yang terikat oleh benang
wol adalah larutan NH4OH. Pada dasarnya benang wol tersusun atas ikatan peptida yang
didalamnya terdapat ikatan sistina, asam glutarnat, lisin, asam aspartik dan arginin.
Pewarna sintesis dapat melewati lapisan kutikula melalui perombakan sestina menjadi
sistein dengan suatu asam. Sistein terbentuk melalui pecahnya ikatan S-S dari sistina
karena adanya asam asetat. Setelah ikatan tersebut terbuka, maka zat warna sintesis dapat
masuk kedalam benang wol dan berikatan dengan COO- dari asam aspartik juga berikatan
dengan +NH3 dari Arginin (yang terbentuk setelah dilakukan penambahan basa yakni
NH4OH) yang mana reaksi dari proses ini dapat dilihat dalam analisis data yang ada.
Untuk preparasi sampel, pelarut yang digunakan untuk melarutkan masing-masing
sampel yaitu KHSO4 dan NH4OH. Masing-masing sampel dilarutkan dengan KHSO4
kemudian diatur pH dari masing-masing sampel yaitu sebesar 2. Zat warna yang ada di
dalam sampel akan lebih mudah keluar dan lebih mudah di serap oleh benang wol dan
kertas kromatografi dalam keadaan asam. Setelah sampel memiliki keseragaman pH,
sampel kemudian dipanaskan dengan hot plate hingga mendidih, pemanasan ini
dimaksudkan agar benang wol dan kertas kromatografi lebih cepat menyerap warna pada
saat pendidihan. Baru setelah itu kromatografi kertas dan benang wol dicelupkan ke
masing-masing sampel. Disini tidak ada perlakuan penghitungan nilai rf, yang
dibandingkan hanya tingkat perbedaan kecerahan warna pada sampel yang dimiliki.

Berdasarkan hasil percobaan ini diketahui bahwa sampel frenta, jas-jus, dan ale-
ale positif mengandung pewarna sintetis. Hal ini ditunjukkan oleh warna terang dari
benang wol yang telah ditambahkan NH4OH dibandingkan dengan benang wol yang
tidak ditambahkan NH4OH pada sampel ale-ale, jas-jus, dan frenta. Sedangkan pada saat
dilakukan pengujian terhadap kunyit menunjukkan hasil negatif yang ditunjukkan oleh
warna gelap yang terbentuk dari benang wol yang telah ditambahkan dengan NH4OH
dibandingkan warna sampel kunyit standar yang menunjukkan bahwa kunyit merupakan
pewarna alami.
Untuk analisis zat pewarna sintesis dalam makanan dengan metode kedua, diadopsi
dari teknik analisis sederhana yang telah dikembangkan oleh Babu & Indushekhar S (1990).
Babu & Indushekhar S (1990) dari NIN Hyderabad India, telah melaporkan hasil
penelitiannya, bahwa deteksi zat pewarna sintetik dapat dilakukan secara sederhana dengan
menggunakan peralatan yang sederhana, seperti gelas, air dan kertas saring. Sehingga tidak
diperlukan adanya pelarut ataupun memerlukan tersedianya peralatan khusus. Metoda ini
dapat dikerjakan di rumah maupun di lapangan. Keistimewaan atau keuntungan penting
dari metoda tersebut adalah karena cara analisisnya tidak membutuhkan ketersediaan zat
pewarna-pewarna standar apapun. Prinsip kerja dari metode ini adalah dengan
memasukkan kertas kromatografi ke dalam sampel yang telah mendidih, dimana hasil
rembesan (elusi) untuk sampel yang mengandung pewarna sintesis akan menunjukkan
perbedaan serapan warna yang berbeda pada kertas kromatografi karena air dari bawah
akan mampu menyeret zat-zat pewarna yang larut dalam air (zat pewarn makanan) lebih
jauh dibandingkan dengan zat pewarna tekstil (warna kertas kromatografi akan lebih pudar
dari standar jika mengandung zat warna sintetik). Keunggulan lain dari metoda sederhana
ini adalah tidak diperlukannya standar pembanding (kecuali ingin mendeteksi zat pewarna
apa). Akan tetapi hasil uji dengan metoda tersebut perlu pula dikonfirmasi lebih lanjut
dengan uji yang dikerjakan di laboratorium dengan menggunakan metoda konvensional.
Sehingga dapat benar-benar diyakini bahwa bahan pewarna tersebut mengandung pewarna
sintesis atau tidak sehingga hasil analisis menjadi lebih akurat.
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum untuk metode kedua ini, pada sampel :
Ale-ale, Jas-jus, dan Frenta positif mengandung warna sintetik. Hal ini dapat dilihat dari
pembentukan warna yang lebih pudar atau cerah pada kertas kromatografi setelah
dilakukan penyemprotan dengan menggunakan NH4OH 10%. Sedangkan untuk sampel
Kunyit menunjukkan hasil pengujian yang negatif karena distribusi warna yang homogen
pada kertas kromatografi yang dicelupkan dalam sampel warna yang diuji. Dari analisis
kedua metode ini menujukkan hasil yang sama, hal ini berarti bahwa hasil analisis yang
dilakukan cukup akurat.
Pada dasarnya, pemakaian zat pewarna pada makanan mempunyai aturan tersendiri
yang diatur pada Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan nomor:
01415/b/sk/iv/91 tentang tanda khusus pewarna makanan.Sedangkan LPPOM MUI
menyatakan, penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional dapat menimbulkan
masalah kesehatan. Namun, penggunaan bahan pewarna alami pun jika tidak dilakukan
secara hati-hati dapat menjurus kepada bahan yang haram atau subhat (tak jelas
kehalalannya). Meski demikian, pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena
tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh meskipun warna yang ditimbulkan tidak terlalu
mencolok dan daya tahannya tidak terlalu lama karena efek yang ditimbulkan tidaklah
sebesar pada pewarna sintesis.

H. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sampel yang
positif mengandung pewarna sintetis adalah Frenta, jas-jus, dan ale-ale. Hal ini
dibuktikan dengan warna sampel uji yang disemprot NH4OH lebih terang dibandingkan
warna sampel standar. Sedangkan, untuk sampel kunyit hasilnya negatif karena memang
kunyit merupakan pewarna alami sehingga warna sampel uji yang disemprot dengan
NH4OH lebih keruh/gelap dibandingkan warna sampel kunyit standar.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, S. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Dawile, Sherly, Fatimawali, dan Frenly Wehantouw. 2013. Analisis Zat Pewarna Rhodamin B
pada Kerupuk yang Beredar di Kota Manado. Sulawesi Utara: Universitas Sam
Ratulangi.
Julyana, Tjia Sheily. 2013. Analisis Pewarna Rhodamin B dan Pengawet Natrium Benzoat
pada Saus Tomat X dari Pasar Tradisional R di Kota Balikpapan. Surabaya:
Universitas Surabaya.
Rezaei, Mohammad, Fatemeh Safar Abadi, Zahra Sharifi, Fereshteh Karimi, Mahmood
Alimohammadi, Ruh Allah Susan Abadi, dan Hossein Roostaei. 2015. Assessment
of Synthetic Dyes in Food Stuffs Produced in Confectioneries and Restaurants in
Arak, Irak. IR Iran: University of Applied Sciences.
Soltan, Sahar S. A., dan Manal M. E. M. Shehata. The Effects of Using Color Foods of
Children on Immunity Properties and Liver, Kidney on Rats. Hofuf KSA: King
Feisal University.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F.G., dan T.S. Rahayu , 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Pustaka Sinar Harapan :
Jakarta.

You might also like