You are on page 1of 14

ACARA III

IDENTIFIKASI BORAKS

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Untuk mempelajari cara mengidentfikasi Boraks pada bahan makanan.
2. Waktu Praktikum
Jumat, 25 November 2016
3. Tempat Praktikum
Lantai II dan III, Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI
Makanan adalah salah satu dari tiga kebutuhan dasar (basic needs) bagi manusia
selain kebutuhan sandang dan papan. Dengan mengonsumsi makanan tubuh manusia akan
menghasilkan tenaga atau energi. Energi tersebut diperlukan untuk kelangsungan hidup
dan aktivitas manusia. Makanan mengandung senyawa dan unsure tertentu yang
diperlukan untuk memberi makanan kepada masing-masing sel tubuh yang tak terhingga
banyaknya seperti sel darah, sel syaraf, sel otot yang bersama-sama membentuk tubuh
manusia (Astuti, 2009: 1).
Makanan yang dijajakan sekarang ini tidak terlepas dari zat atau bahan yang
mengandung unsur berbahaya dan pengawet yang dalam jumlah banyak menyebabkan
kerusakan pada jaringan tubuh. Jika suatu bahan makanan mengandung bahan yang
sifatnya berbahaya bagi kesehatan, maka makanan tersebut dikategorikan sebagai bahan
makanan yang tidak layak dikonsumsi. Makanan yang tidak layak dikonsumsi misalnya,
makanan yang mengandung logam berat (Pb, Cd, Hg, Ra, dsb), mengandung
mikroorganisme yang berbahaya bagi tubuh, mengandung bahan pengawet (Boraks,
formalin, alkohol, dsb), serta makanan yang mengandung zat pewarna berbahaya
(Rhodamin B, Methanyl yellow atau Amaranth) (Effendy, 2004:13).

Boraks merupakan senyawa kimia berbahaya untuk pangan dengan nama kimia
natrium tetrabonat (NaB4O7.10H2O). Dapat dijumpai dalam bentuk padat dan jika larut
dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks atau asam
borat biasa digunakan sebagai bahan pembuat deterjen, bersifat antiseptik dan
mengurangi kesadahan air. Bahan berbahaya ini haram digunakan untuk makanan
(Cahyadi, 2008).

Bila boraks diberikan pada bakso dan lontong akan membuat bakso/lontong
tersebut sangat kenyal dan tahan lama, sedangkan pada kerupuk yang mengandung
boraks jika digoreng akan mengembang dan empuk serta memiliki tekstur yang bagus
dan renyah. Parahnya, makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau masih
alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus dilakukan uji
khusus boraks di Laboratorium (Riandini, 2008: 231).

Hasil uji kualitatif boraks dengan uji nyala menggunakan pereaksi asam sulfat
pekat dan metanol, menunjukkan semua sampel yang di uji negatif mengandung boraks.
Demikian pula dengan uji warna yang menggunakan larutan kurkumin dan kertas
whatman dengan pereaksi asam klorida dan uap amoniak, tidak terjadi perubahan warna
yang menandakan tidak mengandung boraks. Jika mengandung boraks, warna yang
terbentuk masing-masing pengujian terbentuk warna hijau (Tumbel, 2010).

Bakso daging sapi merupakan salah satu jenis makanan yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat, namun masih banyak pembuat bakso yang menggunakan boraks sebagai
pengenyal dan pengawet. Boraks dilarang untuk makanan karena banyak digunakan
sebagai bahan pengawet kayu dan penghambat pergerakan kecoa. Berdasarkan SK
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/MENKES/PER/IX/1988, tentang
larangan penggunaan boraks sebagai bahan tambahan makanan. Pada penelitian ini
dilakukan analisis kadar boraks didalam produk bakso A dan B tidak terdaftar, yang
beredar didaerah Tenggilis Surabaya. Analisis Kualitatif dilakukan dengan reaksi nyala
api dengan pereaksi asam sulfat pekat dan metanol. Analisis kadar boraks dilakukan
menggunakan Spektrofotometri VIS pada 541 nm menggunakan pereaksi kurkumin
dengan pelarut etanol 96 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel yang diperiksa
tidak mengandung boraks dan hasil validasi metode diperoleh LLOD dan LLOQ adalah
0,0464 bpj dan 0,1511 bpj, Vxo adalah 3,74 %, KV sampel A = 0,36 % dan nilai KV
sampel B = 0,23 %, %recovery penetapan kadar boraks dalam sampel A sebesar 102,95 %
dengan rentang 100,10 %-104,91 % dan sampel B sebesar 92,05 % dengan rentang
87,39 %-95,36 % (Suhendra,2013).
Untuk mendeteksi Asam borat (boraks jika telah digunakan, reaksi yang sama
akan diperoleh), sekitar sendok makan adari daging cincang yang menyeluruh dimaserasi
dengan hotwater sedikit, ditekan melalui tas, dan 2 atau 3 sendok makan cairan
ditempatkan dalam piring saus dengan 15 atau 20 tetes asam klorida yang kuat untuk
setiap sendok makan.Cairan tersebut kemudian disaring melalui kertas saring, dan
selembar kertas kunyit dicelupkan ke dalamnya dan dikeringkan di dekat lampu atau
kompor.Jika asam borat atau boraks digunakan untuk melestarikan sampel, kertas kunyit
harus diubah menjadi warna cherry-merah cerah.Jika terlalu banyak asam klorida telah
digunakan kotor warna merah kecoklatan diperoleh, yang mengganggu warna karena
adanya asam borat.Ketika penurunandari rumah tangga amonia ditambahkan ke kertas
kunyit berwarna, itu berubah hijau, warna hampir hitam gelap, jika asam borat hadir.Jika
warna kemerahan, bagaimanapun, itu disebabkan oleh penggunaan terlalu banyak asam
klorida iniWarna hijau tidak membentuk (Suhariyadi dkk, 2015).

Sebelum dilakukan analisa kuantitatif natrium tetraboraks pada sampel, perlu


dilakukan identifikasi untuk mengetahui ada tidaknya natrium tetraboraks dengan
menggunakan pereaksi kurkumin-asam oksalat. Larutkan 40 mg kurkumin yang halus
dan 5,0 g asamoksalat dalam etanol 95%. Tambahkan 4,2 ml HCl pekat dan encerkan
hingga 100 ml dengan etanol (Fishman, 1989). Metode yang dilakukan ini merupakan
metodemodifikasi dari identifikasi natrium tetraboraks yang terdapat di dalam Farmakope
Indonesia dan prosedur modifikasi dari Balai POM dimana kertas kurkuma diubah dalam
bentuk larutankurkuma. Sampel dinyatakan positif mengandung natrium tetraboraks
apabiladengan penambahan pereaksi kurkumin yang telah diasamkan dengan asam
kloridaencer akan terbentuk warna merah kecoklatan dan bila dikeringkan warna menjadi
intensif dan bila diteteskan amonia encer berubah menjadi hitam kehijauan (Tubagus,
2013).

Sumber utama paparan boron yang dihasilkan dari kejadian alam di makanan.
Dua baru-baru inilaporan (berburu et al, 1991;Anderson et al, 1994) memberikan indikasi
yang memadai dari jumlah boron ditemukan dalam berbagai makanan. Sumber terkaya
boron adalah buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, kacang-kacangan dan gila.
Produk susu, ikan, daging dan biji-bijian merupakan sumber yang paling miskin boron.
Berdasarkan Serikat Kerajaan Survey Makanan Nasional (MAFF, 1991), asupan
makanan rata-rata boron di Inggris Kerajaan berkisar 0,8-1,9 mg / hari. Perlu dicatat
bahwa peningkatan konsumsi spesifik makanan dengan kadar boron tinggi akan
meningkatkan asupan boron secara signifikan; misalnya, satu porsi anggur atau alpukat
memberikan 0,42 atau 1,11 mg, masing-masing (Anderson et al., 1994). Selain itu, untuk
populasi memperoleh air minum mereka dari 10% dari sistem air publik yang
menyediakan air mengandung> 0,4 mg boron / L, air yang digunakan untuk minum dan
memasak mungkin besar, atau signifikan,sumber boron. Berdasarkan nilai-nilai
sebelumnya, asupan harian rata-rata boron dalam diet tersebut dinilai berada di dekat 1,2
mg / hari. Konsumsi air mineral juga dapat berkontribusi pada keseluruhan paparan boron
(European Food Safety Authority, 2013).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat - alat Praktikum
a. Cawan porselin
b. Mortar + Penggerus
c. Penjepit Krus
d. Pipet tetes
e. Tanur
f. Timbangan analitik
g. Korek Api
h. Pipet volume 2 Ml
i. Rubber bulb
2. Bahan-bahan Praktikum
a. Aquades (H2O) (l)
b. Bakso
c. Larutan H2SO4 pekat
d. Krupuk
e. Martabak manis
f. Metanol absolute
g. Mie Basah
h. Boraks (Na2B4O7)(s)

D. SKEMA KERJA
a. Perlakuan terhadap standar (boraks)

5 gram boraks
- Ditimbang
- Dimasukkan dalam cawan porselen

boraks
- + 10 tetes H2SO4 pekat
- + 2 mL methanol absolut

campuran
- Dibakar (dalam cawan porselin)
Hasil: nyala api berwarna hijau

b. Pengujian boraks pada sampel makanan

sampel makanan

- Digerus dengan mortar sampai halus


- Dimasukkan dalam cawan

Sampel makanan yang halus

- Dimasukkan dalam tanur, dipanaskan


sampai berbentuk arang

Sampel (arang)

- + 10 tetes H2SO4 pekat


- + 2 mL methanol absolut

Sampel : menghasilkan uap

- Dibakar (dalam cawan porselin)

Hasil: uji (+) nyala api berwarna hijau

E. HASIL PENGAMATAN
1. Standar (boraks)
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1 Boraks ditimbang Boraks berbentuk bubuk kristal berwarna putih
kemudian ditimbang sebanyak 5 gram. Kemdian ditambahkan
ditambahkan H2SO4 dengan H2SO4 pekat dan methanol absolut
pekat dan methanol sehingga menghasilkan uap.
absolute
2 Boraks + H2SO4 pekat Uap yang dihasilkan dari reaksi ini kemudian
+ methanol absolut dibakar, dimana dihasilkan nyala api berwarna
kemudian dibakar hijau. Hasil yang didapatkan ini digunakan sebagai
standar pembanding untuk sampel makanan yang di
uji.

2. Sampel Uji
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1 Sampel makanan Semua sampel yang dibawa untuk praktikum ini yakni
digerus dengan mortar terdiri dari: terang bulan, bakso, dan mie basah dan
kerupuk masing-masing digerus dengan mortar hingga
halus
2 Sampel yang sudah Semua sampel yang masing-masing dimasukkan dalam
halus di masukkan ke cawan porselin kemudian dimasukkan dalam tanur dan
oven di oven sampai membentuk arang. Pada percobaan ini
sampel dipanaskan sampai dengan suhu 350oC. Setelah
dipanaskan pada masing-masing sampel akan terbentuk
arang berwarna hitam.
3 Penambahan H2SO4 Setelah ditambahkan H2SO4 pekat dan methanol pada
pekat dan methanol masing-masing sampel terbentuk uap.
absolute
4 Sampel kemudian Uap yang dihasilkan ini kemudian dibakar, pada
dibakar sampel bakso, kerupuk, dan terang bulan tidak
menujukkan adanya perubahan warna yang sama
dengan standar (boraks) yang ditunjukkan dengan
nyala api yang berwarna orange pada sampel
sedangkan nyala api boraks berwarna hijau. Sedangkan
pada sampel mie kuning menunjukkan sedikit nyala api
berwarna hijau seperti warna nyala boraks.

Sampel Warna nyala Keterangan


Kerupuk Orange Negatif mengandung boraks

Orange
Bakso Negatif mengandung boraks
kekuningan

Terang bulan Orange kebiruan Negatif mengandung boraks

Mie basah Orange kehijauan Positif mengandung boraks

3. Gambar

Gambar sampel setelah dibakar di tanur

Kerupuk Boraks (standar)


Bakso Boraks (standar)

Terang bulan Boraks (standar)

Mie basah Boraks (standar)

Hasil uji nyala sampel makanan dibandingkan dengan hasil uji nyala Boraks (standar)
F. ANALISIS DATA
reaksi terjadinya kalsium boraks

Na2B4O7 + H2SO4 + 5 H2O 4 H3BO3 + 2 Na+ + SO42-

H3BO3 + 3 CH3OH B(OCH3)3 + 3 H2O

G. PEMBAHASAN

Makanan yang dijajakan sekarang ini tidak terlepas dari zat atau bahan yang
mengandung unsur berbahaya dan pengawet yang dalam jumlah banyak menyebabkan
kerusakan pada jaringan tubuh. Jika suatu bahan makanan mengandung bahan yang
sifatnya berbahaya bagi kesehatan, maka makanan tersebut dikategorikan sebagai
bahanmakanan yang tidak layak dikonsumsi. Makanan yang tidak layak dikonsumsi
misalnya, makanan yang mengandung logam berat (Pb, Cd, Hg, Ra, dsb), mengandung
mikroorganisme yang berbahaya bagi tubuh, mengandung bahan pengawet (Boraks,
formalin, alkohol, dsb), serta makanan yang mengandung zat pewarna berbahaya
(Rhodamin B, Methanyl yellow atau Amaranth) (Effendy, 2004).

Boraks adalah senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B), Boraks
merupakan anti septik dan pembunuh kuman. Bahan ini banyak digunakan sebagai bahan
anti jamur, pengawet kayu, dan antiseptik pada kosmetik.Asam borat atau boraks (boric
acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai
campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7.10H2O
berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air,
boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Syah, 2005).
Karekteristik boraks antara lain (Riandini, 2008):a) Warna adalah jelas bersih, b)
Kilau seperti kaca, c) Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya, d)
Sistem hablur adalah monoklin, e) Perpecahan sempurna di satu arah, f) Warna lapisan
putih, g) Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite dan garam
asam bor yang lain,h) Karakteristik yang lain: suatu rasa manis yang bersifat alkali.
Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak lebur
sekitar 171C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol
85% dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam
klorida, asam sitrat atau asam tetrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan
satu molekul airnya pada suhu 100C yang secara perlahan berubah menjadi asam
metaborat (HBO2). Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa.
Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang
jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali karbonat dan
hidroksida (Cahyadi, 2008).
Efek boraks pada makanan dapat memperbaiki struktur dan tekstur makanan.
Seperti contohnya bila boraks diberikan pada bakso akan membuat bakso tersebut sangat
kenyal dan tahan lama, tetapi makanan yang telah diberi boraks dengan yang tidak atau
masih alami, sulit untuk dibedakan jika hanya dengan panca indera, namun harus
dilakukan uji khusus boraks dilaboratorium (Depkes, 1993).
Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi
susunan saraf pusat, ginjal dan hati. Jika tertkena dengan kulit dapat menimbulkan iritasi.
Dan jika tertelan akan menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal .
Boraks menimbulkan efek racun pada manusia, toksisitas boraks yang terkandung
di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks apabila terdapat pada
makanan, maka dalam waktu jangka lama walau hanya sedikit akan terjadi akumulasi
(penumpukan) dalam otak, hati, ginjal dan jaringan lemak. Pemakaian dalam jumlah
banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang,
gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan,
koma bahkan kematian (Khamid, 1993).
Dalam percobaan kali ini, kami menggunakan empat jenis bahan makanan yang
diduga mengandung boraks,dalam hal ini adalah bakso, kerupuk, martabak, dan mie
basah yang biasa dijual di pasar tradisional. Kami menduga bahwa mie tersebut
mengandung boraks karena pada saat mie tersebut digenggam dan genggaman itu dibuka,
mie tersebut tidak menggumpal, dan mie tersebut bisa awet dalam waktu dua hari. Selain
menggunakan mie, kami juga menggunakan bakso sebagai sampel, karena pada
umumnya, para pedagang nakal menggunakan boraks untuk membuat bakso menjadi
tahan lama. Untuk mengetahui apakah sampel makanan yang digunakan mengandung
boraks, dilakukan uji nyala boraks.Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk
mengetahui apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena
sampel yang digunakan dibakar, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna
nyala boraks asli. Serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau.
Jika sampel yang dibakar menghasilkan warna hijau maka sampel dinyatakan positif
mengandung boraks. Prosedur dilakukan dengan melarutkan senyawa uji dengan metanol
dalam wadah (cawan penguap) kemudian dibakar, warna api hijau menunjukkan terdapat
senyawa boraks.Beberapa tahapan yang dilakukan adalah melakukan uji nyala terhadap
Boraks yang akan digunakan sebagai standar. Boraks yang berbentuk Kristal putih
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya ditambahkan
dengan H2SO4 dan methanol kemudian dibakar sehingga dihasilkan nyala hijau. Warna
nyala ini kemudian dibandingkan dengan nyala sampel.

Tahap pertama yang dilakukanpada percobaan ini adalah tahap preparasi sampel
dimana masing-masing sampel makanan (martabak, kerupuk,bakso, dan mie basah)
digerus hingga halus dengan mortar. Hal ini bertujuan agar kandungan Boraks yang ada di
dalam sampel dapat dengan mudah terekstrak sehingga dapat dengan mudah terdeteksi.
Selain itu, penghalusan ini juga bertujuan agar proses pengabuannya lebih cepat.
Kemudian dilakukan pengarangan sampel di dalam tanur dengan suhu 350oC sampai
berbentuk arang. Dimana fungsi dari pengarangan ini adalah untuk menghilangkan
senyawa-senyawa lain selain Boraks.

Selanjutnya dilakukan uji nyala dengan membakar sampel yang sudah menjadi arang.
Uji nyala ini dilakukan dengan menambahkan H2SO4 pekat dan methanol (yang pertama
lebih disukai karena lebih mudah menguap). Penambahan H2SO4 ini bertujuan untuk
membentuk asam borat, karena asam borat yang terbentuk akan bereaksi dengan metanol
yang ditambahkan yang akan membentuk metilborat B(OCH3)3 atau etil borat
B(OC2H5)3yang akan menunjukkan warna hijau saat dibakar. Kedua ester ini beracun.
Garam tembaga dan barium mungkin memberi nyala hijau yang serupa.

H3BO3 + 3CH3OH B(OCH3)3 + 3H2O


Hasil dari praktikum yang kami lakukan, pada semua sampel yang diuji tidak
memberikan warna nyala hijau seperti halnya pada warna nyala boraks standar yang
berwarna hiaju, melainkan semua sampel tersebut menghasilkan warna nyala orange
kemerahan sehingga dapat dikatakan pada semua sampel makanan yang kami uji tidak
mengandung Boraks.

H. KESIMPULAN

Dari praktikum analisis kualitatif natrium tetraborat (boraks) pada sampel yang diuji,
dapat disimpulkan bahwa jika warna nyala sampel uji yang dihasilkan adalah hijau, maka
dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut positif mengandung boraks akan tetapi uji nyala
yang dilakukan terhadap sampel Martabak, Krupuk, bakso dan Mie Basah menunjukkan
bahwa dalam sampel makanan tersebut tidak mengandung Boraks (hasil ujinya negatif)
dimana nyala yang dihasilkan berwarna orange kemerahan.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Rini Nafsiati. 2009. Konsep Dasar Kimia. Malang: UIN Malang Press.
Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta :
Penerbit Bumi Aksara.

Depkes Ri. 1988. Peratura Mentri Kesehatan Repulik Indonesia


No.722/Menkes/Ix/1988. Tentang Badan Tambahan Makanan. Jakarta

Effendy, S. 2004. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Media Indonesia.

Khamid, I.R.1993 Bahaya Boraks Bagi Kesehatan, Jakarta, Penerbit Kompas.

Riandini, N. 2008. Bahan Kimia dalam Makanan dan Minuman. Bandung: Shakti
Adiluhung.

Scientific Opinion on The Re-Evaluation of Boric Acid (E 284) and Sodium


Tetraborate (Borax) (E 285) as Food Additives1 Efsa Panel on Food Additives
And Nutrient Sources Added To Food (Ans). Italy: European Food Safety
Authority (Efsa), Parma, Italy.

Subiyakto, M.G., 1991, Bakso Boraks dan Bleng. PT . Gramedia; Jakarta.

Suhariyadi,dkk.2015. Survey on The Use of Borax, Magenta and Metanyl Yellow in


Food Samples Procured From State Elementary Schools of Surabaya City.
Surabaya : Department Of Health Analyst, Surabaya Health Polytechnic,
Surabaya, Indonesia.

Suhendra, Mela Sastaviyana. 2013. Analisis Boraks dalam Bakso Daging Sapi A dan
B di Daerah Tenggilis Mejoyo Surabaya Menggunakan Spektrofotometri.
Surabaya: Universitas Surabaya.

Tubagus, Indra,dkk. 2013. Identifikasi dan Penetapan Kadar Boraks dalam Bakso
jajanan di Kota Manado. Manado : UNSRAT Manado.

Tumbel, Maria. 2010. Analisis Kandungan Boraks dalam Mie Basah yang Beredar di
Kota Makassar. Makassar: UNM.
LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN MAKANAN

ACARA III

IDENTIFIKASI BORAKS

DISUSUN OLEH:

ANINDIA ARDILLA PUTRI

G1C 013 005

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MATARAM

2016

You might also like