You are on page 1of 38

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH

ACARA II
PENGUJIAN KADAR AIR BENIH

Oleh:
Alfian Nopara Saifudin
NIM A1D015033
Rombongan 2
PJ asisten : Farichatul Mufaroh

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan peningkatan produksi dalam usaha tani sangat dipengaruhi

oleh masukkan berbagai faktor produksi salah satunya adalah penggunaan benih

bermutu. Kesadaran petani untuk menggunakan benih unggul dalam

meningkatkan produksi usaha taninya sudah cukup tinggi, namun dalam

pelaksanaannya perlu disertai dengan kesadaran penggunaan benih unggul yang

bermutu tinggi dan benar. Penggunaan benih yang bermutu diharapkan akan

meningkatkan produktivitas per satuan luas, dapat mengurangi serangan hama

penyakit, dan lain-lain. Peningkatan produksi akan berdampak terhadap

peningkatan pendapatan petani apabila ada jaminan pasar dengan harga yang

memadai.

Produsen benih umumnya berupaya untuk menghasilkan benih dengan

kualitas yang optimal agar dapat tumbuh dan berproduksi tinggi setelah disimpan

beberapa waktu. Benih dengan daya berkecambah yang sama pada banyak kasus

diketahui tidak dapat digunakan sebagai benih setelah disimpan beberapa bulan.

Penanganan benih sebaiknya dimulai dari penetapan lokasi produksi yang

mencakup tingkat kesuburan tanah, kondisi iklim, manajemen produksi, termasuk

isolasi jarak dan waktu, penetapan waktu panen, cara pengeringan/sortasi, dan

penyimpanan.

Hasil kajian dari berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan

bahwa suhu dan kadar air benih dapat mempengaruhi kualitas benih yang

28
ditunjukkan oleh daya hidup atau viabilitas benih. Suhu yang rendah dapat

menekan aktivitas enzim sehingga respirasi dapat dihambat dan viabilitas dapat

dipertahankan. Kemunduran benih meningkat sejalan dengan peningkatan kadar

air benih. Cara untuk mempertahankan viabilitas, kadar air awal benih harus

dipastikan lebih rendah dari 11%. Oleh karena itu, sangat penting mengetahui

besar kadar air benih dengan melakukan pengujian kadar air benih.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum pengujian kadar air benih adalah untuk menguji

kadar air benih dengan memanfaatkan berbagai cara dan alat pengukur.

29
II. TINJAUAN PUSTAKA

Benih merupakan material yang higroskopis, memiliki susunan yang

kompleks dan heterogen. Air merupakan bagian yang fundamental terdapat

demikian rupa dalam benih, artinya terdapat di setiap bagian dalam benih. Kadar

air benih karena keadaan yang higroskopis itu tergantung pada lembab relatif dan

temperatur. Lembab relatif dan temperatur demikian menentukan dalam adanya

tekanan uap dalam benih dan dalam udara di sekitarnya. Tekanan uap dalam benih

yang lebih besar daripada tekanan udara di sekitarnya, menyebabkan uap air akan

menerobos dan keluar dari dalam benih. Tekanan uap air di luar benih yang lebih

tinggi, maka uap akan menerobos masuk ke dalam benih. Tekanan uap di dalam

benih sama kuatnya dengan tekanan uap di luar benih, maka dalam keadaan

demikian tidak akan terjadi pergerakan uap serta dalam keadaan demikian inilah

terjadinya kadar air yang seimbang (Kartasapoetra, 2006).

Kadar air adalah hilangnya berat ketika benih dikeringkan sesuai dengan

teknik atau metode. Metode pengukuran kadar air yang ditetapkan dirancang

untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang mudah menguap

bersamaan dengan pengurangan kelembaban sebanyak mungkin (Kartasapoetra,

2006). Kadar air benih merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi

daya simpan benih. Kadar benih yang terlalu tinggi dapat memacu respirasi dan

berbagai cendawan dapat tumbuh (Sutopo, 2010). Kadar air merupakan faktor

yang penting dan mempengaruhi kemunduran benih. Kemunduran benih

meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar airnya (Barton, 1961).

30
Benih merupakan salah satu faktor utama yang menjadi penentu

keberhasilan usaha tani sehingga harus ditangani secara sungguh-sungguh agar

dapat tersedia dengan baik dan terjangkau oleh petani (Lesilolo, 2012). Benih

adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau

mengembangkan tanaman. Benih siap dipanen apabila telah masak fisiologis.

Beberapa fase untuk mencapai suatu tingkat kemasakan benih, yaitu fase

pembuahan, fase penimbunan zat makanan dan fase pemasakan. Fase

pertumbuhan dimulai sesudah terjadi proses penyerbukan, yang ditandai dengan

pembentukan-pembentukan jaringan dan kadar air yang tinggi. Fase penimbunan

zat makanan ditandai dengan kenaikan berat kering benih, dan turunnya kadar air.

Kadar air benih pada fase pemasakan akan mencapai keseimbangan dengan

kelembaban udara di luar dan setelah mencapai tingkat masak fisiologis, benih

berat kering benih tidak akan banyak mengalami perubahan (Prasetyo, 2004).

Jumlah air dalam suatu benih merupakan kadar air yang diukur berdasarkan

berat basah atu berat kering benihnya. Kadar air benih yang diberikan berdasarkan

berat basahnya, maka jumlah airnya merupakan persentase dari berat benih

sebelum airnya dihilangkan. Kadar air benih dinyatakan berdasarkan berat kering,

maka jumlah airnya merupakan persentase berat benih setelah airnya dihilangkan

(Justice, 2002).

Penurunan kadar air dapat dilakukan dengan pengeringan yang dimaksudkan

untuk mengurangi kadar air benih sehingga benih aman diproses lebih lanjut,

terhindar dari serangan hama dan penyakit serta tidak berkecambah sebelum

waktunya. Pengeringan benih perlu diketahui sifat benih apakah ortodoks atau

31
rekalsitran. Benih ortodoks kadar air saat pembentukan benih seitar 35-80% dan

pada saat tersebut benih belum cukup masak dipanen. Kadar air 18-40% benih

telah mencapai masak fisiologis, laju respirasi benih masih tinggi dan benih peka

terhadap detiorasi, cendawan, hama, dan kerusakan mekanis (Heuver, 2006).

Aerasi akan menurunkan suhu dan pemberian aerasi yang tepat dapat

mencegah kerusakan benih akibat berpindahnya kelembaban. Benih yang dipanen

dengan kadar air di atas 15-16% perlu dikeringkan. Pengeringan perlu dilakukan

segera setelah benih dipanen, karena makin lama penundaan pengeringan, kualitas

benih yang dihasilkan makin menurun. Benih berkualitas tinggi memiliki daya

simpan yang lebih lama daripada benih berkualitas rendah. Kualitas benih tidak

dapat diperbaiki dengan perlakuan penyimpanan, karena penyimpanan hanya

bertujuan untuk mempertahankan kualitas benih (Hasanah, 2006).

Kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih.

Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih.

Beberapa faktor yang mempengaruhi daya kecambah benih kedelai selama

penyimpanan adalah mutu dan daya kecambah sebelum disimpan, kadar air benih,

kelembapan ruangan penyimpanan, suhu tempat penyimpanan, hama dan penyakit

di tempat penyimpanan dan lama penyimpanan (Samuel, 2011).

Tanaman legume dan padi-padian umumnya ovule atau tepatnya embryosac

yang sedang mengalami proses fertilization mempunyai kadar air kira-kira 80%.

Kadar air ini kemudian meningkat sampai kira-kira 85%, lalu pelan-pelan

menurun secara teratur. Kadar air dekat waktu masak ini menurun dengan cepat

sampai kira-kira 20% pada biji tanaman serealia. Setelah tercapai berat kering

32
maksimum biji, kadar air tersebut agak konstan sekitar 20% tetapi sedikit naik

turun seimbang dengan keadaan lingkungan di lapangan. Angka kadar air ini agak

tinggi di daerah tropis oleh karena kelembaban udara di daerah ini lebih tinggi,

yaitu rata-rata 75% (Kamil, 1986).

Semakin tinggi kandungan air benih, makin tidak tahan benih tersebut untuk

disimpan lama. Setiap kenaikan 1% dari kandungan air benih, maka umur benih

akan menjadi setengahnya. Hukum ini berlaku untuk kandungan air benih antara 5

dan 14%, karena di bawah 5% kecepatan menuanya umur benih dapat meningkat

disebabkan oleh autoksidasi lipid di dalam benih. Sedangkan di atas 14% akan

terdapat cendawan gudang yang merusak kapasitas perkecambahan benih (Hong,

2005).

Kadar air dalam benih disebabkan oleh adanya 2 tipe yang mengikatnya

yaitu :

1. Air yang terikat secara kimiawi, dimana air dalam hal ini merupakan bagian

dari komposisi kimia benih. Hal ini jarang dilakukan atau sama sekali tidak

dilakukan baik untuk mengurangi atau menghilangkannya karena untuk itu

berarti harus mengubah struktur benih.

2. Air yang terikat secara fisik, dimana air itu memang diserap, yang selanjutnya

air itu diikat pada permukaan material oleh kekuatan fisik yang kuat karena

adanya daya tarik menarik antara molekul material dan air serta diikat dalam

ruangan yang terdapat sekeliling bagian dalam dari masing-masing biji-bijian

(benih) baik dalam bentuk cairan atau uap. Perhitungan kadar air benih

dihitung persentase air bebas karena air ini yang dapat bergerak bebas di

33
dalam benih dan mudah untuk diuapkan. Kadar air benih selalu berubah

tergantung kadar air lingkungannya karena benih memiliki sifat selalu

berusaha mencapai kondisi yang equilibrium dengan keadaan sekitarnya

(Kuswanto, 1997).

Besarnya kadar air benih mempengaruhi beberapa proses antara lain:

1. Kadar air benih >45-60% : perkecambahan berlangsung.

2. Kadar air benih >18-20% : pemanasan dapat terjadi.

3. Kadar air benih 12-14% : jamur tumbuh pada permukaan dan dalam benih.

4. Kadar air benih 8-9% : sedikit atau tidak ada aktivitas insekta.

5. Kadar air benih 4-8% : penyimpangan tertutup dapat aman (Byrd, 1968).

34
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum pengujian kadar air benih yaitu

timbangan analitik, amplop kertas, moisture tester, dan alat tulis. Sedangkan

bahan yang digunakan pada praktikum pengujian kadar air benih yaitu benih padi,

benih jagung, dan benih kacang tanah.

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum pengujian kadar air benih adalah sebagai

berikut :

1. Metode Praktek (Tidak Langsung)

a. Alat moisture tester disiapkan beserta contoh benih yang diuji.

b. Benih yang akan diuji diambil secukupnya.

c. Biji diambil dan dimasukkan dalam lubang pengujian pada moisture

tester.

d. Sekrup penghancur benih diputar sampai tertutup rapat.

e. Menu uji dipilih sesuai dengan benih yang diuji (benih padi : paddy in

dryer, benih jagung : nacked barley, benih kacang tanah : nacked barley).

f. Tombol measure ditekan hingga muncul hasil pengujian pada display,

lalu tombol measure ditekan sebanyak 9 kali.

g. Tombol average ditekan untuk mendapatkan rerata per ulangan,

kemudian hasilnya ditulis.

35
h. Masing-masing pengujian diulang sebanyak 4 kali.

i. Masing-masing pengujian dihitung rata-ratanya.

2. Metode Dasar (Langsung)

a. Benih jagung, padi, dan kacang tanah masing-masing ditimbang

sebanyak 20 g.

b. Benih dimasukkan dalam amplop kertas dan dioven selama 2 x 24 jam.

c. Setelah 2 x 24 jam benih ditimbang kembali.

d. Kadar air (KA) dihitung dengan rumus :

KA = berat awal-berat akhir

KA
% KA = Berat Awal x 100 %

e. Hasil uji kadar air dengan kadar air standar masing-masing benih

disimpulkan dan dibandingkan.

36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 2.1 Pengujian Kadar Air Benih Metode Langsung (oven)


Benih Benih Awal Benih Akhir % KA
Padi 20 gr 18,20 gr 9%
Jagung 20 gr 17,91 gr 10,45 %
Kacang Tanah 20 gr 18,35 gr 8,3 %
Perhitungan :
1. % KA Padi
KA = Bobot awal bobot akhir
= 20 18,20
= 1,8
KA
% KA = Bobot awal x 100%
1,8
= x 100%
20
= 9%

2. % KA Jagung
KA = Bobot awal bobot akhir
= 20 17,91
= 2,09
KA
% KA = Bobot awal x 100%
2,09
= x 100%
20
= 10,45 %
3. % KA Kacang tanah
KA = Bobot awal bobot akhir
= 20 18,35
= 1,65
KA
% KA = Bobot awal x 100%
1,65
= x 100%
20
= 8,3%

37
Tabel 2.2 Pengujian Kadar Air Benih Metode Tidak Langsung (Moisture tester)
Ke- Rata-
Benih U
1 2 3 4 5 6 7 8 9 rata
1 13,0 13,1 13,0 13,1 13,0 13,1 13,1 13,0 13,0 13,0
2 13,3 13,2 13,2 13,2 13,2 13,1 13,2 13,1 13,1 13,1
Padi
3 13,1 13,1 13,0 13,0 13,0 13,1 13,0 13,1 13,0 13,0
4 13,7 13,6 13,6 13,7 13,6 13,6 13,6 13,7 13,6 13,6
1 13,4 13,4 13,3 13,3 13,3 13,3 13,3 13,3 13,3 13,3
2 13,3 13,3 13,3 13,2 13,2 13,2 13,2 13,2 13,3 13,3
Jagung
3 12,4 12,4 12,5 12,5 12,4 12,5 12,4 12,4 12,5 12,4
4 13,6 13,6 13,6 13,6 13,6 13,6 13,6 13,6 13,6 13,6
1 16,3 16,4 16,4 16,4 16,4 16,4 16,3 16,3 16,4 16,3
2 13,8 13,8 13,7 13,7 13,7 13,7 13,6 13,7 13,6 13,6
Kacang
3 16,6 16,6 16,6 16,5 16,6 16,5 16,5 16,6 16,6 16,5
4 15,7 15,7 15,8 15,7 15,7 15,7 15,7 15,7 15,6 15,7

38
B. Pembahasan

Kadar air benih menurut Indartono (2011), merupakan berat air yang

dikandung dalam benih dan yang kemudian hilang karena pemanasan sesuai

dengan aturan yang ditetapkan, yang dinyatakan dalam persentase terhadap berat

awal contoh benih. Kadar air benih optimal yaitu kadar air tertentu dimana benih

tersebut disimpan tanpa mengalami penurunan mutu benih. Menurut ISTA (2010),

kadar air adalah hilangnya berat ketika benih dikeringkan sesuai dengan teknik

atau metode tertentu. Metode pengukuran kadar air yang diterapkan dirancang

untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang mudah menguap

bersamaan dengan pengurangan kelembaban sebanyak mungkin, karena benih

memiliki sifat selalu berusaha mencapai kondisi yang equilibrium dengan keadaan

sekitarnya.

Sutopo (2010) menyatakan bahwa, kadar air benih merupakan salah satu

faktor penting yang mempengaruhi daya simpan benih. Kadar benih yang terlalu

tinggi dapat memacu respirasi dan berbagai cendawan dapat tumbuh. Menurut

Suyanto (1992), kadar air benih ialah berat air yang dikandung dan yang

kemudian hilang karena pemanasan sesuai dengan aturan yang ditetapkan, yang

dinyatakan dalam persentase terhadap berat awal contoh benih. Penetapan kadar

air adalah banyaknya kandungan air dalam benih yang diukur berdasarkan

hilangnya kandungan air tersebut dan dinyatakan dalam % terhadap berat asal

contoh benih.

Kamil (1986) menyatakan bahwa, kadar air benih merupakan jumlah air

dalam suatu benih yang diukur berdasarkan berat basah atau berat kering

39
benihnya. Penetapan kadar air adalah banyaknya kandungan air dalam benih yang

diukur berdasarkan hilangnya kandungan air tersebut dan dinyatakan dalam

prosentase (%) terhadap berat asal contoh benih. Menurut Barton (1961), kadar air

merupakan faktor yang penting dan mempengaruhi kemunduran benih.

Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar airnya.

Byrd (1968) menyatakan bahwa, kadar air benih merupakan suatu fungsi

dari kelembaban nisbi udara sekitarnya. Kelembaban nisbi merupakan suatu

pernyataan mengenai jumlah uap air sesungguhnya yang ada di udara yang

dihubungkan dengan jumlah seluruh uap air yang dapat dipegang oleh udara.

Apabila temperatur meningkat, udara dapat memegang lebih banyak uap air,

sehingga apabila udara panas tanpa mengubah kadar airnya maka persentase

kelembaban nisbi akan menurun. Kadar air suatu benih tertentu bergantung pada

kelembaban nisbi, sedangkan suhu memberikan pengaruh yang kecil. Apabila

kelembaban nisbi udara sekeliling benih meningkat, maka kadar air benih akan

meningkat.

Rahmitasari (2011) menyatakan bahwa, kadar air benih ialah berat air yang

dikandung dan yang kemudian hilang karena pemanasan sesuai dengan aturan

yang ditetapkan, yang dinyatakan dalam presentase terhadap berat awal contoh

benih. Menurut Dinarto (2010), kadar air benih merupakan suatu fungsi dari

kelembaban relatif udara sekitarnya dan kadar air suatu benih bergantung pada

kelembaban relatif udara sekitarnya. Kelembaban relatif udara sekitar benih yang

meningkat (tinggi), menyebabkan kadar air benih akan meningkat pula sampai

40
terjadi nilai keseimbangan antara kadar air benih dengan kelembaban relatif udara

sekitarnya.

Hong (2005) menyatakan bahwa, kadar air benih merupakan salah satu

komponen yang harus diketahui baik untuk tujuan pengolahan, maupun

penyimpanan benih. Kadar air memiliki dampak besar terhadap benih selama

penyimpanan. Kadar air benih merupakan salah satu komponen yang dinilai oleh

BPSB dalam sertifikasi benih sehingga uji ini merupakan satu pengujian rutin

para analisis benih di laboratorium benih.

Teknik-teknik pengeringan menurut Rasaha (1990), penjemuran biji dengan

panas sinar matahari merupakan salah satu cara pengeringan yang paling

sederhana dan umum dilakukan oleh para petani di Indonesia. Pengeringan tidak

bisa dilakukan secara langsung pada benih-benih tertentu. Benih tomat harus

melalui perlakuan pendahuluan dengan pemeraman yang tujuannnya untuk

memisahkan biji dari bahan-bahan yang melapisinya, setelah itu biji dicuci bersih

dan dapat dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengam memakai suatu alat

pengering (artificial drying) atau dengan penjemuran di bawah sinar matahari

(sun drying).

Metode pengeringan oven telah mempertimbangkan bahwa hanya air saja

yang diuapkan selama pengeringan. Senyawa yang mudah menguap mungkin ikut

menguap yang akan menyebabkan hasil pengukuran over estimation. Kadar air

yang ditentukan dengan metode oven mungkin saja tidak merepresentasikan kadar

air benih yang sesungguhnya (Poulsen, 1994). Menurut Sutopo (2010), teknik

pengeringan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :

41
1. Penjemuran dengan panas matahari secara langsung (sun drying)

Pengeringan benih dengan penjemuran merupakan cara yang tradisional

di Indonesia. Keuntungannya adalah bahwa energi yang didapat dari energi

sinar matahari murah dan berlimpah terutama di daerah tropis. Kerugian dari

cara ini adalah kadar air benih tak merata, penjemuran tergantung pada

keadaan cuaca, waktu yang diperlukan lebih lama, dan banyak tenaga kerja

yang diperlukan.

2. Pengeringan buatan dengan alat mekanis (artificial drying)

Pengeringan buatan dengan alat mekanis dikenal dengan tiga

pengeringan secara mekanis :

a. Pengeringan tanpa pemanasan, pengeringan ini dilakukan di daerah yang

udaranya relatif kering, dimana kelembaban nisbi dibawah atau sekitar

70%.

b. Pengeringan dengan pemanasan tinggi, dilakukan dengan aliran atau

tiupan udara yang kontinyu tinggi yang dihasilkan dengan mengalirkan

udara melalui suatu alat pemanas.

c. Pengeringan dengan tambahan pemanasan, digunakan suhu rendah

misalnya ditambahkan 10oF (-12,2oC) di atas suhu lingkungan, karena

suhu yang digunakan tidak tinggi sehingga dapat menjaga kualitas benih

serta lebih aman dalam pelaksanaannya.

Pengeringan benih dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu sebagai

berikut :

1. Pengeringan dalam karung (bag driers)

42
Metode ini dilakukan apabila benih yang dikeringkan berasal dari

banyak varietas atau apabila volume benih yang diproduksi kecil dalam hal

ini, biasanya digunakan karung yang terbuat dari bahan yute, sehingga dapat

dilalui udara untuk proses pengeringan. Selama proses pengeringan, karung

tidak ditumpuk terlalu tinggi (beberapa lapis saja). Karung yang ditumpuk

terlalu tinggi menghambat proses pengeringan benih untuk mengeringkan

benih. Udara yang digunakan berkisar antara 25 m3. Setiap meter kubik benih

40 m3 per menit untuk yang dikeringkan dengan tekanan udara tertentu

(Kuswanto, 1997).

2. Pengeringan dalam kotak (box driers)

Metode ini merupakan modifikasi dari bag drier dan merupakan

metode yang paling lazim digunakan untuk mengeringkan benih. Metode ini

dapat digunakan untuk mengeringkan benih dari beberapa varietas diletakan

dalam satu wadah. Bahan yang digunakan untuk membuat kotak tersebut

dapat berupa bahan lokal, kemudian dimasukkan ke dalam wadah dari logam

yang berlubang lubang atau kawat. Wadah setelah benih kering dipindahkan

dari alat pengeringan dan diletakkan di dalam ruangan yang memiliki

kelembaban tertentu, yang dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar air

benih (Kuswanto, 1997).

Pengeringan benih berhubungan erat dengan pengurangan kadar air

pada benih yang akan kita simpan. Pengeringan atau proses penurunan kadar

air dapat meningkatkan viabilitas benih. Pengeringan yang mengakibatkan

kadar air yang terlalu rendah akan mengurangi viabilitas benih. Proses

43
penurunan kadar air benih dapat dilaksanakan dengan berbagai metode seperti

dikeringanginkan, penjemuran maupun dengan silika gel. Ketiga metode

tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menurunkan kadar air

(Kartasapoetra, 2006).

Gambar 3. Metode pengeringan benih pada kotak.

Kadar air, dormansi dan perkecambahan memiliki hubungan yang sangat

erat. Menurut Putra (2011), kadar air benih mempengaruhi dormansi benih. Kadar

air yang tinggi akan memicu terjadinya respirasi yang lebih cepat. Hal ini

disebabkan karena kecepatan respirasi akan segera meningkat setelah dimulainya

penyerapan air oleh biji, sehingga akan mematahkan dormansi biji dan terjadi

perkecambahan. Menurut Sadjad (1993), respirasi menyebabkan terbentuknya air

dan CO2 yang menyebabkan kelembaban di sekitar benih meningkat dan suhu

bertambah sehingga memacu perkecambahan dan mematahkan dormansi benih.

Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum

44
ditanam, sedangkan dalam penyimpanan menyebabkan naiknya aktifitas

pernafasan yang dapat berakibat terkuras habisnya bahan cadangan makanan

dalam benih dan merangsang perkembangan cendawan patogen di dalam tempat

penyimpanan. Menurut Mugnisjah (1990), kadar air yang telalu rendah juga akan

menyebabkan kerusakan pada embrio. Menurut Astari (2014), kadar air yang

tinggi pada benih mampu melunakkan kulit keras biji sehingga biji mampu

berimbibisi. Menurut Kamil (1986), pengujian kadar air benih dihitung untuk

mengetahui seberapa besar kandungan air yang terkandung di dalam benih

tersebut. Pengujian ini tentu tidak lepas dari kualitas perkecambahan, viabilitas,

dan vigor benih saat perkecambahan, karena sebelum proses imbibisi air ke dalam

benih dan sebelum perkecambahan benih, akan ditentukan terlebih dahulu oleh

kandungan awal air yang ada di dalam benih tersebut.

Contoh hubungan kadar air dengan dormansi dan perkecambahan pada

benih karet sesuai dengan penelitian Sulaiman (2010), kadar air benih sebelum

penyimpanan rata-rata 52,27%. Lama penyimpanan benih menunjukkan

perbedaan yang nyata. Suhu penyimpanan benih karet ternyata menyebabkan

terjadinya perbedaan kadar air benih karet. Selama penyimpanan 12 hari dengan

menggunakan suhu 20oC-22oC ternyata menghasilkan kadar air benih karet yang

berbeda nyata antara suhu 20oC-22oC dengan suhu 23oC-26oC dan suhu 27oC-

30oC. Lama penyimpanan akan menurunkan kadar air benih sampai 29,9% (pada

perlakuan suhu 23oC-26oC. Namun, kadar air benih karet yang disimpan dengan

suhu 20oC-22oC rata-rata tetap dapat mempertahankan kadar air benih karet

dibandingkan pada suhu 23oC-26oC dan suhu 27oC-30oC. Penurunan kadar air

45
benih dengan tingginya suhu diduga adanya peningkatan penguapan dari benih

selama penyimpanan. Menurut Samjaya (2010), adanya hubungan kadar air benih

karet dengan lamanya periode simpan dan peningkatan suhu simpan, semakin

lama benih disimpan semakin turun kadar air benih karet karena tingginya laju

respirasi yang diduga diikuti oleh adanya penguapan yang tinggi dari dalam benih.

Gambar 4. Hubungan lama simpan (dormansi) dengan rata-rata kadar air benih.

Sulaiman (2010) menyatakan bahwa, daya berkecambah benih awal

penelitian rata-rata 82,22%, dan setelah disimpan menurun sampai 40,22%.

Semakin lama disimpan daya berkecambah akan semakin menurun. Lama

penyimpanan benih karet antara 6 hari, 12 hari, dan 18 hari ternyata menunjukkan

perbedaan yang nyata. Menurut Roberts (1980), benih karet merupakan benih

rekalsitran yang tidak tahan terhadap desikasi sehingga benih karet apabila

disimpan dalam waktu yang cukup lama akan mengalami kemunduran viabilitas.

Kemunduran benih ini berlaku terhadap hampir sebagian besar benih yang

tergolong kedalam benih rekalsitran.

46
Gambar 5. Hubungan lama simpan (dormansi) dengan rata-rata daya kecambah.

Kadar air benih sangat penting untuk diketahui. Menurut Kamil (1986),

penting untuk menetapkan waktu panen, karena waktu pemanenan harus

dilakukan pada tingkat kadar air biji tertentu pada masing-masing spesies atau

varietas. Tanaman padi-padian (serealia) dan biji-bijian umumnya dipanen pada

kadar air biji 20%. Kadar air biji 30% merupakan batas tertinggi untuk dipanen.

Sutopo (2010) menyatakan bahwa, penentuan dan pengujian kadar air benih

dari suatu kelompok benih sangat penting untuk dilakukan karena laju

kemunduran suatu benih dipengaruhi oleh kadar airnya. Pengujian kadar air

digunakan sebagai dasar untuk menetapkan waktu panen dan menetapkan kadar

air yang tepat selama penyimpanan dalam rangka mempertahankan viabilitas

benih tersebut. Menurut Rahmitasari (2011), kadar air benih merupakan salah satu

komponen yang harus diketahui untuk tujuan pengolahan, maupun penyimpanan

benih. Menurut Mugnisjah (1990), kadar air sangat penting karena semakin

rendah kadar air benih, maka akan semakin lama daya hidup benih tersebut. Kadar

air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6-8%.

47
Kuswanto (1997) menyatakan bahwa, kadar air memiliki dampak besar

terhadap benih selama penyimpanan. Benih ortodok yang disimpan pada tingkat

air tinggi beresiko cepat mundurnya benih selama dalam penyimpanan. Penilaian

air benih merupakan salah satu komponen yang dinilai oleh BPSB dalam

sertifikasi benih sehingga uji ini merupakan satu pengujian rutin para analisis

benih di laboratorium benih.

Teknik-teknik untuk mengetahui kadar air dari suatu benih menurut

Kartasapoetra (2006), dapat dikategorikan atas metode dasar dan metode praktek.

Metode dasar antara lain metode tungku (oven method), metode destilasi tolluene,

metode Karl Fisher dan lain-lain. Menurut Bonner (1982), ada dua metode yang

digunakan dalam pengujian kadar air benih, yaitu konvensional (menggunakan

oven) dan automatic (menggunkan balance moisture tester). Penentuan uji kadar

air digunakan dua metode oven, yaitu metode temperatur rendah 1032C dan

metode temperatur tinggi 130-133C.

AOAC (1984) menyatakan bahwa, metode oven atau pengeringan yang

digunakan merupakan salah satu metode pemanasan langsung dalam penetapan

kadar air suatu bahan pangan. Metode ini bahan dipanaskan pada suhu tertentu

sehingga semua air menguap yang ditunjukkan oleh berat konstan bahan setelah

periode pemanasan tertentu. Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan

jumlah air yang terkandung. Metode ini terutama digunakan untuk bahan-bahan

yang stabil terhadap pemanasan yang agak tinggi, serta produk yang tidak atau

rendah kandungan sukrosa dan glukosanya seperti tepung-tepungan dan serealia.

48
Hasanah (2006) menyatakan bahwa, metode pengukuran kadar air benih

terdiri dari dua metode, yaitu metode secara langsung dan secara tidak langsung.

Metode secara langsung yaitu dengan menghitung kadar air benih secara langsung

dari berkurangnya berat benih akibat hilangnya air dalam benih, metode ini sering

disebut metode oven. Metode secara tidak langsung yaitu kadar air diukur tanpa

mengeluarkan air dari benih, tetapi dengan menggunakan hambatan listrik dalam

benih yang kemudian dikorelasikan dengan kadar air, biasanya dengan

menggunakan alat steinlete moisture tester.

Metode yang digunakan untuk menguji kadar air menurut Justice (2002)

adalah sebagai berikut :

1. Konvensional (menggunakan oven).

2. Automatic (menggunakan Balance Moisture Tester, Ohaus MB 45,

Higrometer).

Kadar air benih dapat dilakukan dengan memakai cara berdasarkan berat

kering (Dry Weight Basis) yang biasa dipakai peneliti ilmiah menurut Kamil

(1986), yaitu sebagai berikut :

1. Alat pengukur kadar air biji otomatis (Seed Moisture Tester) atau setengah

otomatis, seperti Universal Moisture Tester, Burrow Moisture Recorder,

Burrow Model 700, Digital Moisture Computer, dan sebagainya.

2. Metode tungku (oven method). Cara ini dilakukan dengan contoh biji (biji

basah) yang baru dipanen dikeringkan di dalam tungku (oven) listrik pada

suhu 1050-1100C selama 24 jam secara terus menerus. Biji yang sudah

49
didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang lagi (didapat berat kering).

Kadar air biji dihitung berdasarkan berat basah (wet weight basis) yaitu :

Berat basahBerat kering


Kadar air biji = x 100%
Berat basah

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air benih perlu diperhatikan, karena

kadar air mempengaruhi daya simpannya. Faktor yang mempengaruhi kadar air

benih yaitu sebagai berikut :

1. Tipe benih

Tipe benih berpengaruh terhadap kadar air benih. Secara teknologi

dikenal benih yang bersifat ortodoks dan rekalsitran. Benih ortodoks tidak

mati walaupun dikeringkan sampai kadar air yang relatif sangat rendah

dengan cara pengeringan cepat dan juga tidak mati kalau benih itu disimpan

dalam keadaan suhu yang relatif rendah. Contoh benih yang bersifat ortodoks

adalah benih Acacia mangium W. (Akasia), Dalbergia latifolia R. (Sonobrit),

Eucalyptus urophylla S. (Ampupu), Eucalyptus deglupta B. (Leda), Gmelina

arborea L. (Gmelina), Paraserianthes falcataria F. (Sengon), Pinus mercusii

(Tusam), dan Santalum album (Cendana). Benih yang bersifat rekalsitran

akan mati jika kadar airnya diturunkan sebelum mencapai kering dan tidak

tahan di tempat yang bersuhu rendah. Contoh benih ini adalah Agathis

lorantifolis S. (Damar), Diosypros celebica B. (Eboni), Hevea brasiliensis A.

(Karet), Macadamia hildenbrandii S. (makadame), Shore compressa dan

Shore seminis V. (Sutarno, 1997).

50
2. Ukuran benih

Ukuran biji merupakan faktor pengujian kadar air benih. Ukuran biji

berpengaruh terhadap keseragaman pertumbuhan tanaman dan daya simpan

benih. Beberapa spesies, biji-biji yang lebih kecil dalam suatu lot benih dari

varietas yang sama mempunyai masa hidup yang lebih pendek (Priestley,

1986).

3. Penyimpanan

Masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih semakin kompleks

sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang

berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan

(Harrington, 1972). Menurut Sadjad (1993), lamanya penyimpanan benih

mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan benih dimana benih dapat

mengalami kemunduran untuk pertumbuhan benih jika disimpan semakin

lama. Benih umumnya dapat dipertahankan tetap baik dalam jangka waktu

yang cukup lama, bila suhu dan kelembaban udara dapat dijaga, maka mutu

benih dapat terjaga, sehingga perlu ruang khusus untuk penyimpanan benih.

Manfaat dilakukannya pengujian kadar air benih menurut Suyanto (1992),

adalah untuk mengetahui kadar air benih sebelum disimpan dan untuk

menetapkan kadar air yang tepat selama penyimpanan dalam rangka

mempertahankan viabilitas benih tersebut. Menurut Kamil (1986), manfaat dari

pengujian kadar air benih di bidang pertanian adalah untuk mengetahui seberapa

besar kandungan air yang terkandung di dalam benih tersebut. Pengujian ini tentu

tidak lepas dari kualitas perkecambahan, viabilitas, dan vigor benih saat

51
perkecambahan, karena sebelum proses imbibisi air ke dalam benih sebelum

perkecambahan benih ditentukan terlebih dahulu oleh kandungan awal air yang

ada di dalam benih tersebut.

Moisture tester menurut Viera (2001), adalah alat untuk mengukur kadar air

biji yang sejenis biji-bijian. Kadar air benih yang diuji dengan menggunakan seed

moisture tester lebih akurat dibanding menggunakan alat lain. Prinsip kerja yaitu

mengukur kadar air dengan memanfaatkan gaya tolak elektris yang dipadukan

dengan metode penggerusan untuk meningkatkan tingkat akurasi pada setiap

pengukuran kadar air dimana pengukuran didasarkan pada konduktivitas atau

hantaran listrik. Kadar air akan berbanding linier terhadap kapasitas listrik yang

diukur, hantar listrik tersebut akan ditangkap oleh alat yang dinamakan detektor.

Alat ini dapat digunakan untuk mengukur kadar air pada padi, beras, gandum,

barley dan mustard, juga tidak menutup kemungkinan untuk digunakan pada biji-

bijian serta bahan lainnya. Alat tersebut juga bisa digunakan untuk mengukur

tingkat kelembaban suatu zat. Alat ini dibagi menjadi dua yaitu desruktif

(resistan) dan non destruktif (kapasitan). Alat ini sudah menerapkan teknologi

mikroprosesor sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk dapat

mengetahui kadar air atau tingkat kekeringan pada biji-bijian dengan

menggunakan alat ini. Bagian-bagian moisture tester meliputi layar, pemutar

untuk menekan benih, lubang penampung benih dan tombol pengontrol.

Hamann (2001), moisture tester merupakan suatu alat yang dipakai untuk

mengukur jumlah kandungan air yang terdapat pada suatu bahan seperti gabah,

biji-bijian, sorgum, gandum, dan lain-lain. Fungsi dari moisture tester adalah

52
untuk menguji kadar air benih. Prinsip kerja dari alat ini yaitu beberapa benih

diletakkan di tempat penampung benih, kemudian alat penekan diputar sampai

benih hancur. Tombol power ditekan kemudian memilih jenis benih dengan

memilih select, kemudian tombol measurement ditekan 3 kali untuk mengambil

rerata yang akurat, dan terakhir tombol average ditekan untuk mengetahui

reratanya.

Bagian-bagian dari alat moisture tester menurut Hamann (2001) adalah

sebagai berikut :

1. Layar, layar ini akan menampilkan angka hasil pengukuran kadar air.

2. Pemutar benih, bagian ini digunakan untuk menekan benih dengan cara

diputar.

3. Alat penampung benih, terletak di bawah alat penekan dan digunakan untuk

tempat peletakkan benih.

4. Tombol pengontrol, berguna untuk mengontrol alat dan berisi beberapa

pilihan mengenai jenis benih yang akan diuji.

Moisture tester sangat banyak jenisnya. Macam-macam moisture tester

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. General purpose moisture meter TK 100 berfungsi untuk mengukur kadar air

dari berbagai jenis bahan, seperti biji-bijian, bahan mentah kimiawi, biji

plastik, bubuk sabun, tanah, obat tradisional cina (TCM), dan bahan-bahan

serat lainnya.

53
2. Grain moisture tester berfungsi untuk menentukan kadar air pada bijian mulai

dari range yang terendah sampai dengan range tertinggi yang bisa diukur

maksimum pada bijian yaitu dari 0-40%.

3. Moisture meter for hay and straw berfungsi untuk mengukur kadar air pada

rumput kering dan jerami sebagai sarana untuk memastikan penyimpanan

yang lebih aman dan untuk pencegahan kerusakan atau pembusukan pada

jerami atau rumput yang telah dipanen/dipotong, seperti pengolahan daun the

dan pada pabrik kertas yang pengolahanya dari bahan serat tumbuh-

tumbuhan.

4. Wood dust moisture meter berfungsi untuk mengukur kadar air dari bahan

kayu (seperti serbuk gergaji, bantal jerami (paillasse), bubuk bambu),

digunakan dalam pembuatan kertas, papan partikel, furnitur, dan industri

pembuatan arang.

Benih berdasarkan sifatnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu benih

ortodoks dan benih rekalsitran. Menurut Sutarno (1997), benih ortodoks tidak

mati walaupun dikeringkan sampai kadar air yang relatif sangat rendah dengan

cara pengeringan cepat dan juga tidak mati kalau benih itu disimpan dalam

keadaan suhu yang relatif rendah. Benih yang bersifat rekalsitran akan mati jika

kadar airnya diturunkan sebelum mencapai kering dan tidak tahan di tempat yang

bersuhu rendah.

Justice (2002) menyatakan bahwa, benih ortodoks adalah benih yang dapat

disimpan lama, dimana kadar air dapat diturunkan sampai di bawah 10%, dan

dapat disimpan pada suhu dan kelembaban yang rendah. Benih rekalsitran yaitu

54
benih yang tidak dapat disimpan dalam waktu lama, dimana tidak tahan atau mati

jika disimpan pada suhu dingin, dan tidak tahan disimpan bila kadar airnya

diturunkan sampai di bawah kadar air kritis. Benih berkualitas dalam produksinya

tidak dibedakan antara benih ortodoks dan benih rekalsitran. Persyaratan

agronomis dengan mengacu pada Good Agricultural Practices (GAP) harus

diikuti dengan persyaratan lain seperti benih harus sudah mencapai masak

fisiologis serta seragam, agar benih yang dihasilkan berkualitas baik.

Hasanah (2002) menyatakan bahwa, benih ortodoks relatif tahan terhadap

pengeringan. Benih ortodoks umumnya dimiliki oleh spesies-spesies tanaman

setahun dan tanaman dua tahunan (bienial) dengan ukuran benih yang kecil. Benih

ortodoks tahan pengeringan sampai kadar air mencapai 5% dan dapat disimpan

pada suhu rendah. Daya simpan benih dapat diperpanjang dengan menurunkan

kadar air dan suhu. Benih rekalsitran peka terhadap pengeringan. Benih

rekalsitran tidak tahan disimpan pada suhu di bawah 20C. Beberapa spesies

tanaman tropis yang memiliki sifat rekalsitran atau peka terhadap suhu rendah

adalah kemiri, kayu manis, pala, kelapa, dan palma lainnya. Kelompok tanaman

ini menghasilkan benih yang tidak pernah kering pada tanaman induknya. Benih

masih dalam kondisi lembab ketika gugur dan akan mati ketika kadar air kritis.

Daya hidup benih relatif pendek dari beberapa minggu sampai beberapa bulan

tergantung spesiesnya walaupun benih disimpan pada 11 kondisi lembab.

Sadjad (1993) menyatakan bahwa, benih ortodoks dapat dikeringkan dan

tidak mati, dapat disimpan lama dalam kondisi dingin dan tahan disimpan pada

kadar air yang rendah. Benih rekalsitran akan mati jika disimpan pada suhu dingin

55
dan kadar airnya diturunkan atau dikeringkan. Perbedaan sifat tersebut

dikarenakan perbedaan genetik benih. Menurut Budiarti (1990), benih rekalsitran

tidak memiliki sifat dormansi dan pada umumnya daya simpan benih ini rendah.

Contohnya pada benih kakao, kadar air benih 18-22% dengan suhu ruang simpan

AC (23-25C) dan RH 55-70% mampu disimpan selama 40 hari. Menurut

Stubsgaard (1992), sebagian besar benih yang termasuk dalam benih rekalsitran

adalah benih-benih yang berdaging dan spesies tanaman kehutanan. Benih ini

sebagian besar ditemukan di daerah tropik lembab.

Hardiyana (2000) menambahkan bahwa benih rekalsitran mempunyai kadar

air yang relatif lebih tinggi daripada benih ortodoks ketika benih ini akan

disimpan, jika terjadi penurunan kadar air benih sampai dibawah kadar air

kritikalnya benih akan mengalami kematian. Contoh benih rekalsitran adalah

damar, kayu getah, jeruk, mangga, nangka, durian, alpukat, rambutan, kelapa, dan

salak. Karakteristik benih ortodoks antara lain benih ini mempunyai kadar air

berkisar antara 30-50% pada saat masak fisiologi tahan disimpan dalam waktu

yang cukup lama. Contoh dari benih ortodoks antara lain sengon, cabe, padi,

kedelai, jagung, tomat, semangka, terong, selada dan wortel.

Praktikum pengujian kadar air benih dilakukan dengan menggunakan dua

metode, yaitu metode praktik (tidak langsung) dan metode dasar (langsung).

Benih yang digunakan dalam pengujian adalah benih padi, jagung, dan kacang

tanah. Metode praktik (tidak langsung) dilakukan dengan menggunakan moisture

tester dengan cara memasukkan benih pada lubang pengujian, kemudian ditutup

dan diuji kadar airnya dengan menekan tombol pilihan biji dan menekan tombol

56
measure, sehingga hasil pengujian muncul pada display, kemudian dirata-rata

hasil pengujiannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Gradness (2001), metode

pengukuran secara praktis merupakan penentuan kadar air secara tidak langsung

yang diukur tanpa mengeluarkan air dari benih, tetapi dengan menggunakan alat

ukur. Menurut Hamann (2001), penggunaan moisture tester yaitu beberapa benih

diletakkan di tempat penampung benih, kemudian alat penekan diputar sampai

benih hancur. Tombol power ditekan kemudian memilih jenis benih dengan

memilih select, kemudian tombol measurement ditekan 3 kali untuk mengambil

rerata yang akurat, dan terakhir tombol average ditekan untuk mengetahui

reratanya.

Metode dasar (langsung) dilakukan dengan menggunakan oven. Masing-

masing benih ditimbang sebanyak 20 g, kemudian dimasukkan ke dalam amplop

kertas dan dioven selama 2x24 jam, kemudian setelah dioven benih ditimbang dan

dihitung kadar airnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutopo (2010), metode

dasar ditentukan dengan mengukur kehilangan berat yang diakibatkan oleh

pengeringan atau pemanasan pada kondisi tertentu dan dinyatakan sebagai

persentase dari berat mula-mula. Menurut Kamil (1986), contoh biji (biji basah)

yang baru dipanen dikeringkan di dalam tungku (oven) listrik pada suhu 105-

1100C selama 24 jam secara terus menerus. Biji kemudian ditimbang lagi (didapat

berat kering). Kadar air biji dihitung berdasarkan berat basah (wet weight basis)

yaitu :

Berat basahBerat kering


Kadar air biji = x 100%
Berat basah

57
Berdasarkan hasil praktikum acara II ini yaitu pada metode langsung atau

metode dasar menggunakan alat oven dan dengan menggunakan tiga komoditas

yaitu padi, jagung dan kacang. Benih padi berat awalnya sebesar 20 gr, berat

akhirnya sebesar 18,20 gr dan %KA sebesar 9%. Benih jagung berat awal sebesar

20 gr, berat akhirnya sebesar 17,91 gr dan %KA sebesar 10,45%. Benih kacang

tanah berat awalnya sebesar 20 gr, berat akhirnya sebesar 18,35 gr dan %KA

sebesar 8,3%. Hal ini sesuai dengan Hong (2005) menyatakan bahwa makin tinggi

kandungan air benih makin tahan benih tersebut untuk disimpan lama. Setiap

kenaikan 1% dari kandungan air benih maka umur benih akan menjadi

setengahnya. Hukum ini berlaku untuk kandungan air benih antara 5 dan 14%.

Karena dibawah 5% kecepatan menuanya umur benih dapat meningkat

disebabkan oleh autoksidasilipid di dalam benih.

Hasil praktikum dengan metode tidak langsung atau metode praktek dengan

menggunakan alat moisture tester pada benih padi dengan 4 kali ulangan hasil

rata-rata ulangan ke 1 sebesar 13,0, ulangan ke 2 sebesar 13,1, ulangan ke 3

sebesar 13,0 dan ulangan ke 4 sebesar 13,6. Benih jagung hasil rata-rata ulangan

ke 1 sebesar 13,3, ulangan ke 2 sebesar 13,3, ulangan ke 3 sebesar 12,4, ulangan

ke 4 sebesar 13,6. Benih kacang hasil rata-rata ulangan ke 1 sebesar 16,3, ulangan

ke 2 sebesar 13,6 ulangan ke 3 sebesar 16,5, ulangan ke 4 sebesar 15,7. Kadar air

benih yang baik antara 13%-14%. Kadar air benih padi yang baik sebesar 12%

(Sutopo, 2004). Menurut Sari (2010) menyatakan bahwa pada benih yang

memiliki kadar air benih yang sesuai untuk penyimpanan maka daya kecambah

benih dapat dipertahankan selama penyimpanan.Sutopo (2010) menyatakan

58
bahwa, metode dasar melalui pengovenan lebih efektif dan benar-benar

perhitungan sesuai kadar air benih pada kondisi kehilangan air atau berat kering

dengan pengeringan pada suhu tinggi. Sedangkan menurut Renanta (2009),

penggunaan moisture tester tidaklah selalu menunjukkan hasil yang akurat, perlu

dilakukan kalibrasi pada moisture tester agar hasil pengukuran lebih akurat dan

tidak semua alat moisture tester menunjukkan hasil yang sama satu dengan yang

lainnya.

59
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum pengujian kadar air benih dapat disimpulkan bahwa,

kandungan kadar air benih padi sebesar 9%, benih jagung sebesar 10,45% dan

benih kacang tanah sebesar 8,3%. Metode praktek dengan menggunakan alat

moisture tester pada benih padi dengan 4 kali ulangan hasil rata-rata ulangan ke 1

sebesar 13,0, ulangan ke 2 sebesar 13,1, ulangan ke 3 sebesar 13,0 dan ulangan ke

4 sebesar 13,6. Benih jagung hasil rata-rata ulangan ke 1 sebesar 13,3, ulangan ke

2 sebesar 13,3, ulangan ke 3 sebesar 12,4, ulangan ke 4 sebesar 13,6. Benih

kacang hasil rata-rata ulangan ke 1 sebesar 16,3, ulangan ke 2 sebesar 13,6,

ulangan ke 3 sebesar 16,5, ulangan ke 4 sebesar 15,7.

B. Saran

Timbangan seharusnya diperbanyak agar praktikum berjalan efisien dan

efektif.

60
DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official


Analytical Chemistry. AOC, Virginia.

Astari, R.P. 2014. Pengaruh Pematahan Dormansi Secara Fisik dan Kimia
Terhadap Kemampuan Berkecambah Benih Mucuna (Mucuna bracteata
D.C). J. Agroteknologi. 2(2): 803-812.

Barton, L.V. 1961. Seed Preservation and Longevity. Illus, London.

Bonner, F. 1982. Measurement and Management Of Tree Seed Moisture:


Technical Note. Danida Forest Centre, Denmark.

Budiarti, T. 1990. Konservasi Benih Rekalsitran. J. Keluarga Benih. 1(1): 56-66.

Byrd, H.W. 1968. Pedoman Teknologi Benih. Pembimbing Masa, Jakarta.

Darmawan. 2014. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih Terhadap Pertumbuhan


dan Produksi Cabai Rawit (Capsicum frutescent L.) Varietas Comexio. J.
Produksi Tanaman. 2(4): 339-346.

Dinarto, W. 2010. Pengaruh Kadar Air dan Wadah Simpan Terhadap Viabilitas
Benih Kacang Hijau dan Populasi Hama Kumbang Bubuk Kacang Hijau
Callosobruchus chinensis L. J. Agrisains. 1(1): 68-78.

Gradness. 2001. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press, Jakarta.

Hamann, S. 2001. Cognitive and Neural Mechanisms of Emotional Memory. J.


Trends in Cognitive Sciences. 5(9): 394-400.

Hardiyana. 2000. Pengaruh Kadar Awal dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas
Benih Jeruk Besar (Citrus maxima Merr.) Pada Ruang Simpan Kamar dan
AC. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Harrington, J.F. 1972. Seed Storage and Longevity. Academic Press, New York.

Hasanah, M. 2002. Peran Mutu Fisiologik Benih dan Pengembangan Industri


Benih Tanaman Industri. J. Litbang Petanian. 21(3): 84-91.

Heuver, M. 2006. Introduction to Seed Testing. IAC Wageningen, Netherlands.

Hong, T.D. 2005. A Protocol to Determine Seed Storage Behaviour IPGRI


Technical Bulletin. University of Reading, UK.

61
Indartono. 2011. Pengkajian Suhu Ruang Penyimpanan dan Teknik Pengemasan
Terhadap Kualitas Benih Kedelai. J. Gema Teknologi. 16(3): 158-163.

ISTA. 2010. International Rule for Seed Testing Edition 2010. International Seed
Testing Association, Swizerland.

Justice, O.L. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Rajawali Press,
Jakarta.

Kamil, J. 1986. Teknologi Benih. Angkasa Raya, Padang.

Kartasapoetra, A.G. 2006. Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan Tuntunan


Praktikum. Bina Aksara, Jakarta.

Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Grasindo, Jakarta.

Lesilolo, M.K. 2012. Penggunaan Desikan Abu dan Lama Simpan Terhadap
Kualitas Benih Jagung (Zea mays L.) Pada Penyimpanan Ruang Terbuka. J.
Ilmu Budidaya Tanaman Agrologia. 1(1): 51-59.

Mugnisjah, W.Q. 1990. Pengantar Produksi Benih. Rajawali Press, Jakarta.

Poulsen, K.M. 1994. Seed Testing. Danida Forest Seed Centre, Denmark.

Prasetyo. 2004. Evaluasi Mutu Benih Beberapa Genotipe Padi Selama


Penyimpanan. J. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 20(3): 17-23.

Priestley, D.A. 1986. Seed Aging. Comstcok Publishing Associates, USA.

Putra, D. 2011. Pengaruh Suhu dan Lama Perandaman Benih terhadap


Perkecambahan dan Pertumbuhan Awal Bibit Kopi Arabika (Coffea arabica
L.). Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rahmitasari, D. 2011. Analisis Kadar Air Benih. BBPPTP Surabaya, Surabaya.

Rasaha, C.A. 1999. Refleksi Pertanian. Pusataka Sinar Harapan, Jakarta.

Renanta, H. 2009. Analisis Ketidakpastian Kalibrasi Timbangan Non-Otomatis


dengan Metoda Perbandingan Langsung Terhadap Standar Masa Acuan. J.
Standardisasi. 12(1): 64-68.

Roberts, E.H. 1980. The Characteristics of Recalcitrant Seeds. Tropical Press


SDN BHD, Kuala Lumpur.

Rusmin, D. 2006. Teknologi Pengelolaan Benih Beberapa Tanaman Obat di


Indonesia. J. Litbang Pertanian. 25(2): 68-73.

62
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo, Jakarta.

Samjaya, Z.R. 2010. Respirasi dan Penurunan Mutu Benih Karet Selama
Penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional. Fakultas Pertanian, Universitas
Sriwiaya, Palembang.

Samuel. 2011. Pengaruh Kadar Air Terhadap Penurunan Mutu Fisiologis Benih
Kedelai (Glycine max (L) Merill) Varietas Gepak Kuning Selama dalam
Penyimpanan. J. Ilmu-Ilmu Pertanian. 4(2): 507-514.

Stubsgaard, F. 1992. Seed Storage. Danida Forest Seed Centre, Denmark.

Sulaiman, F. 2010. Perkecambahan Benih Tanaman Karet (Hevea brasiliensis


Muell. Arg) yang disimpan Pada Suhu dan Periode yang Berbeda. Prosiding
Seminar Nasional. Universitas Sriwiaya, Palembang.

Sutarno. 1997. Pengenalan Pemberdayaan Pohon Hutan. Pusat Diklat Pegawai


dan SDM Kehutanan, Bogor.

Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Suyanto, H. 1992. Cara Penentuan Kadar Air Benih Kemiri (Aleurites mollucana
Wild.). J. Teknologi Perbenihan. 2(129): 1-19.

Viera. R.D. 2001. Electrical Conductivity of Soybean Seeds After Storage in


Several Environments. J. Seed Science and Technology. 29(3): 599-608.

63
LAMPIRAN

64

You might also like