You are on page 1of 19

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan penting di Indonesia,

karena kakao sebagai penghasil devisa Negara, sebagai sumber penghasilan bagi

petani maupun masyarakat lainnya. Indonesia merupakan salah satu produsen

kakao utama di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Indonesia mempunyai

tanaman kakao paling luas di dunia yaitu sekitar 1.462.000 ha. yang terdiri dari

90% perkebunan rakyat dan sisanya perkebunan swasta dan negara, dengan

produksi mencapai 1.315.800 ton/th.

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara legal PHT adalah Pengendalian

Hama Terpaadu tetapi secara konseptual PHT adalah Pengelolaan Hama Terpadu.

Pengendalian mengandung makna menguasai tanpa kompromi, pengelolaan

mengandung makna menjaga keselarasan melalui kompromi. Hama dalam

konteks PHT eliputi berbagai macam pengganggu dan gangguan yang dapat

terjadi pada tanaman. Hama dalam konteks PHT mencakup binatang hama,

penyakit, dan gulma.

Pengendalian OPT tetap harus mengarah dan berpegang pada prinsip bahwa

sistim pengendalian pada suatu wilayah adalah efektif dan efisien serta

berwawasan lingkungan. Konsepsi pengendalian yang dikombinasikan dari

berbagai cara dan dikembangkan secara lebih luas yaitu sebagai suatu

sistim pengelolaan populasi hama yang menggunakan semua tehnik yang sesuai

dan kompatibel (saling mendukung) untuk menurunkan populasi sampai tingkat

67
dibawah ambang kerugian ekonomi dan konsep ini dikenal dengan konsep

Pengendalian hama Terpadu (PHT).

PHT adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dengan

menggunakan berbagai teknik pengendalian yang kompatibel dan di kembangkan

dalam satu kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan

kerusakan lingkungan hidup. Sistem penerapan PHT bersifat dinamis, artinya

penerapan PHT bukan dalam bentuk paket teknologi, tetapi dalam bentuk lentur

sesuai dengan ekosistem pertanaman. Oleh sebab itu, perlu informasi dan

pengetahuan berupa unsur dasar dan komponen PHT.

Usaha pengembangan kakao sering mengalami berbagai hambatan

terutama oleh hama dan penyakit. Salah satu kendala utamanya adalah adanya

beberapa jenis hama /penyakit yang sering menyerang tanaman kakao. Jenis

hama/penyakit yang sering menyerang tanaman kakao antara lain: (a) hama

penggerek buah kakao; (b) kepik penghisap buah kakao, Helopeltis antonii Sign;

dan (c) penyakit busuk buah, Phytophthora palmivora.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui jenis hama dan penyakit pada tanaman kakao.

2. Menerapkan beberapa komponen PHT pada tanaman kakao.

3. Mengetaui keuntungan penerapan masing-masing komponen PHT pada

tanaman kakao.

68
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman

perkebunan yang dikembangluaskan dalam rangka peningkatan sumber devisa

negara dari sektor nonmigas. Tanaman kakao tersebut merupakan salah satu

anggota genus Theobrama dari familia Sterculaieeae yang banyak dibudidayakan,

yang secara sistematika mempunyai urutan klasifikasi ilmiah sebagai berikut

(Hutabarat, 2005):

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Malvales

Familia : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao L.

Tanaman kakao membutuhkan temperatur rata-rata setahun 25C dengan

temperatur harian rata-rata terdingin tidak kurang dari 15C.Suhu minimum tidak

boleh lebih rendah dari 10C sedangkan maksimumnya sampai sekarang belum

ada ketentuan. Alasan temperatur rendah ini antara lain dapat dikemukakan

sebagai sebab terjadinya pembungan yang terlambat. Akibat dari penurunan

temperatur di bawah 22C, perkembangan primordia bunga terhenti.

69
Perkembangan akan menjadi normal kembali setelah suhu naik menjadi 25C

(Siregar, 1998).

Tanaman kakao ini juga tidak tahan terhadap penyimpangan temperatur

yang agak besar tiap harinya. Penyimpangan temperatur harian dari 9C,

menyebabkan mata-mata tunas akan mengembang dan tumbuh menjadi tunas. Hal

tersebut bila terjadi dengan berulang-ulang maka persediaan makanan di dalam

batangakan habis dan akibatnya pohon akan mengalami hambatan dalam

pertumbuhan, sehingga pembentukan bunga dan buahpun akan terganggu

(Siregar, 1998).

Hama dan penyakit tanaman kakao yang juga merupakan hama utama bagi

para petani kakao adalah hama penggerek batang yang disebabkan oleh sejenis

serangga yang dalam bahasa latinnya Zeuzera coffeae Nietn dan Glenea spp.

Hama ini dialami hampir semua petani kakao kita, apalagi bila sanitasi lahan

jarang dilakukan dan member peluang untuk hama ini berkembang biak dnegan

baik dan secara perlahan dan pasti akan merusak batang kakao sehingga menjadi

salah satu penyebab menurunnya produktivitas kakao petani (Untung, 2002).

Hama yang sering menyerang kakao antara lain kepik pengisap buah

(Helopeltis spp.), dan PBK Conopomorpha cramerella menyerang tanaman

kakao hampir di seluruh daerah utama penghasil kakao di Indonesia. Hama ini

menyerang buah yang masih muda sampai dengan buah yang sudah masak.

Serangan hama ini dapat menyebabkan penurunan produksi buah kakao hingga

lebih dari 80% dan relatif sulit dikendalikan (Sulistyowati, 2003). Selain

menurunkan produksi serangan hama ini juga menyebabkan kualitas biji menjadi

70
rendah (Lim, 1992; Anshary, 2003). Pada tahun 2000 dilaporkan bahwa serangan

hama ini mencapai 60.000 ha dengan kehilangan hasil sebesar Rp

405.643.680.000,-/tahun. Penyebaran hama PBK di Sulawesi dimulai di Sulawesi

Tengah pada tahun 1991 kemudian menyebar ke seluruh areal pertanaman kakao

di Sulawesi (Mardy, 1994).

Selain PBK, hama yang sering dijumpai pada pertanaman kakao adalah

Helopeltis spp. Helopeltis spp. merupakan salah satu hama utama kakao yang

banyak dijumpai hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Jenis Helopeltis yang

menyerang tanaman kakao diketahui lebih dari satu spesies, yaitu H. antonii, H.

theivora dan H. claviver (Jackson, 2001). Stadium yang merusak dari hama ini

adalah nimfa (serangga muda) dan imagonya. Nimfa dan imago menyerang buah

muda dengan cara menusukkan alat mulutnya ke dalam jaringan, kemudian

mengisap cairan di dalamnya. Sambil mengisap cairan, kepik tersebut juga

mengeluarkan cairan yang bersifat racun yang dapat mematikan sel-sel jaringan

yang ada di sekitar tusukan. Selain buah, hama ini juga menyerang pucuk dan

daun muda.

71
III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalah kantong

plasik putih (15x35cm), plastik hitam, bambu, gergaji, cangkul, karet gelang, alat

tulis, ember. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah tanaman kakao yang

sedang berbuah muda dengan diameter 8cm, gula aren, sersah, air, dan pupuk

kandang.

B. Prosedur Kerja

1. Alat dan bahan dipersiapkan.

2. Pergi ke pertanaman kakao.

3. Hama dan penyakit yang ada diamati.

4. Komponen PHT pada tanaman kakao diterapkan dan dievaluasi hasilnya.

72
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Komponen PHT yang dilakukan di pertanaman Kakao saat praktikum ialah :

1. Pemangkasan cabang dan ranting batang pohon meliputi cabang atau

ranting yang tidak sesuai arah tajuk, yang terserang patogen dan hama,

tunas muda yang tidak sesuai, serta yang berdaun terlalu rimbun.

2. Sanitasi tanah dan lingkungan kakao

3. Penyelubungan atau kondomisasi buah kakao yang masih muda dengan

plastik dan karet yang menggunakan media bambu

4. Pemasangan perangkap semut sebagai pemeliharaan agen hayati hama

patogen kakao dengan seresah daun kakao kering, gula jawa dan sedikit

percikan air pada kantong plastik hitam dengan lubang dibawahnya

5. Pemupukan tanah dengan pupuk alami secara merata sesuai dengan

lebar lingkar tajuk

6. Penyiraman sekitar pertanaman kakao

73
B. Pembahasan

Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu tanaman

perkebunan yang dikembangluaskan dalam rangka peningkatan sumber devisa

negara dari sektor nonmigas. Tanaman kakao tersebut merupakan salah satu

anggota genus Theobrama dari familia Sterculaieeae yang banyak dibudidayakan.

Pengelolaan hama (hama dan penyakit) pada tanaman kakao dilaksanakan

secara terpadu yang menitik beratkan pada keseimbangan ekosistem disuatu

pertanaman sehingga mampu menekan populasi hama atau menekan kerusakan

tanaman pada tingkat yang tidak merugikan. Sifat penerapan PHT adalah dinamik

dan lentur sehingga perlu dilandasi oleh informasi dasar tentang ekosistem

maupun sistem sosial ekonomi dari masing-masing kebun. PHT atau yang dikenal

dengan Integrated Pest Management (IPM), merupakan suatu konsep atau

paradigma yang dinamis, tidak statis, yang selalu menyesuaikan dengan dinamika

ekosistem pertanian dan sistem sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat.

PHT mendorong kemandirian dan keberdayaan dalam pengambilan keputusan

daripada ketergantungan pada pihak-pihak lain (Untung, 2003). Berdasarkan hal

tersebut maka petani yang langsung berhubungan dengan kegiatan pertanian

tersebut diharapkan dapat berperan sebagai manager di kebunnya sendiri , yang

mampu mengambil keputusan dan melakukan tindakan untuk mengatasi masalah

OPT . Untuk itu petani harus mempunyai bekal pengetahuan dan ketrampilan

yang memadai untuk dapat mengelola kebunnya dengan baik yang dapat

diperoleh melalui pelatihan atau pembelajaran di lapangan. Tujuan dari PHT pada

74
tanaman Kakao adalah untuk meminimalisir serangan serangan hama yang dapat

merusak tanaman kakao.

Komponen kegiatan Pengelolaan Hama Terpadu ini dilaksanakan pada

Hari Kamis, 12 Oktober 2017 di Kampus Pertanian Unsoed. Menurut saya

komponen yang paling penting dalam PHT pada Tanaman Kakao adalah

pembrongkosan yang menggunakan musuh alami yaitu semut hitam.

Pengbrongkosan itu sendiri dengan cara memasukkan sisa-sisa daun yang gugur

yang ada dibawah pohon kakao yang dimasukkan kedalam kantung plastik lalu

kemudia di gantung di pergelangan pohon yang bercabang. Mengapa menurut

saya teknik pembrongkosan ini paling penting karena jika dibandingkan dengan

teknik yang lain, cara ini lebih efektif daripada yang lain karena teknik

pembrongkosan menggunakan musuh alami yang dapat menjadi predator

sehingga OPT dapat terbunuh.

Upaya peningkatan produksi dan produktivitas mutu tanaman perkebunan

khususnya tanaman kakao perawatan kebun kakao merupakan kegiatan yang

harus dilakukan agar memperoleh produksi biji kakao yang tinggi dan terus

berkelanjutan. Perawatan yang harus diprioritaskan, untuk tujuan seperti

memperbaiki kondisi vegetatif tanaman kakao, meningkatkan produktivitas dan

kesinambungan produksi hingga umur ekonomisnya sekitar 28 tahun dan menjaga

kelestarian tanah dan lingkungannya, adalah pemupukan dan pengendalian hama

dan penyakit. Hama utama tanaman kakao, yaitu penggerek buah kakao,

penghisap buah, ulat kilan, ulat api. Sedangkan penyakit utama yang sering

menyerang tanaman kakao di Indonesia adalah:

75
1. Penyakit busuk buah (Phytophtora palmivora)

2. Penyakit kanker batang (Phytophtora palmivora)

3. Penyakit VSD (Oncobasidium theobromae)

4. Penyakit Colletotrichum (Colletotrichum gloeosporioides)

5. Penyakit jamur upas (Corticium salmonicolor)

Menurut Lim (1992), Penerapan PHPT pada tanaman kakao memungkinkan

petani memilih strategi pengelolaan yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan.

Penggunaan sistem pengelolaan terpadu mengurangi tingkat serangan hama dan

penyakit pada tanaman kakao, mengurangi penggunaan bahan kimia yang tidak

perlu, menyediakan alternatif pengelolaan hama dan penyakit dan memperbaiki

hasil serta kualitas kakao, oleh karena itu dapat meningkatkan pendapatan petani.

Hasil yang lebih tinggi akan diperoleh karena PHPT meliputi:

1. Perbaikan bahan tanam dari CCI dengan potensi hasil lebih tinggi, tahan

penyakit, dan mempunyai karakteristik unggul.

2. Rehabilitasi yang efektif pada tanaman yang sudah ada akan memperbaiki

tanaman kakao.

3. Pemangkasan tanaman kakao dan tanaman penaung tepat waktu untuk

memperbaiki banyaknya sinar yang masuk dan aliran udara serta merangsang

pertumbuhan.

4. Penerapan sanitasi untuk mengurangi inokulum hama dan penyakit.

5. Penghambatan daur hama dan penyakit serta gerakan vektor.

6. Pengendalian gulma.

76
7. Penggunaan pupuk kandang atau pupuk anorganik untuk memperbaiki nutrisi

kakao.

Dalam budidaya kakao, upaya pengendalian OPT juga dianjurkan untuk

dilakukan secara terpadu. Komponen PHT yang dianjurkan meliputi:

1. Sanitasi

Sanitasi merupakan tindakan pembersihan areal perkebunan kakao dari

sampah seperti ranting, cabang dan daun serta bahan lain seperti sisa-sisa kulit

buah hasil panen termasuk juga buah kakao yang terserang hama penyakit yang

tidak diinginkan yang dikhawatirkan akan menjadi sarang atau sumber

berkembangbiaknya hama dan penyakit. Disamping itu dilakukan juga

pembersihan terhadap gulma atau rumput, biasanya pada tanaman kakao yang

telah menghasilkan atau tajuk tanaman kakao yang sudah besar mampu

membatasi pertumbuhan rumput atau gulma. Dalam kaitannya untuk

Pengendalian hama dan penyakit kakao secara terpadu, tindakan sanitasi sangat

diperlukan (Karmawati,2010).

Untuk mencegah serangan hama PBK, tindakan sanitasi yang sering

dilakukan yaitu dengan melakukan pembersihan buah terserang yang sudah

dipanen. Buah kemudian dibelah, buah busuk, kulit buah, plasenta dan sisa panen

lainnya yang bergejala dimasukkan ke dalam lubang tanah pada hari panen

kemudian ditutup tanah setebal 20-30 cm (Karmawati, 2010). Tindakan ini

dilakukan untuk mencegah agar hama PBK yang ada dalam sampah tersebut tidak

berkembang dan keluar menyerang buah di pohon sehingga memutus siklus hama

tersebut.

77
Tindakan sanitasi untuk mengatasi penyakit busuk buah oleh Phytophthora

palmivora dapat dilakukan dengan melakukan pemanenan buah-buah yang

menunjukkan gejala terserang kemudian dibenam dalam lobang tanah sedalam 30

cm. Pemanenan buah terserang ini minimal dilakukan 4 minggu sekali, idealnya

satu minggu sekali. Selanjutnya panen buah sehat dilakukan setiap 2 minggu akan

mencegah perkembangan spora di kebun (Jackson and Wright, 2001). Menurut

Dakwa (1988) dalam Opoku (2007) bahwa membuka buah-buah yang terserang

dengan interval 10 hari adalah efektif, meskipun kurang menguntungkan. Buah-

buah yang sakit yang telah dipanen kemudian dibenam dalam tanah. Tindakan

sanitasi yang diterapkan dalam praktikum yaiut dengan membersihkan lingkungan

sekitar pertanaman tersebut dari sampah dan gulma.

2. Pemangkasan

Pemangkasan dilakukan baik terhadap tanaman kakao maupun tanaman

penaungnya. Pada tanaman kakao, dilakukan pangkasan untuk memendekkan

tajuk sampai 4m. Pemangkasan yang dilakukan saat praktikum yaitu dengan

memangkas cabang yang arahnya ke atas (vertikal). Hal ini sesuai dengan

pernyataan Wahyudi (2008) yang menyatakan bahwa pembatasan tinggi

dilakukan dengan memotong semua cabang yang arahnya ke atas, yakni di luar

batas 3-4 m. Pada tanaman dewasa yang belum pernah dipangkas, cabang

cabang yang diameternya besar harus dipotong. Alat potong yang sebaiknya

digunakan untuk memangkas adalah gergaji yang tajam. Luka bekas potongan

kemudian ditutup denga obat penutup luka. Untuk tanaman dewasa, perlu

diperhatikan bahwa jorket tidak boleh sepenuhnya terbuka untuk menghindari

78
lapuk dan pecahnya jorket. Oleh karena itu, cabang cabang kecil yang menutup

jorket tersebut perlu dipertahankan. Pelaksanaan pemangkasan sebaiknya

dilakukan pada awal musim hujan. Pengaturan ketinggian tajuk sebaiknya

dilakukan sejak awal pertumbuhan kakao dan dilakukan dua kali setiap tahunnya,

yaitu pada awal dan akhir musim hujan. Untuk pemeliharaannya, pemangkasan

harus lebih sering dilakukan, misalnya dua bulan sekali. Pemangkasan dilakukan

mulai dari bagian atas tajuk. Selain bertujuan untuk memudahkan panen dan

pelaksanaan pengendalian lainnya, pangkasan juga bertujuan untuk mengurangi

kelembaban kebun. Hal ini mengingat PBK sangat menyukai tempat yang gelap

dan lembab. Pangkasan juga dilakukan terhadap pohon penaung dengan tujuan

mengurangi kelembaban kebun (Wahyudi, 2008).

3. Pemupukan

Penerapan komponen PHT lain yang dilakukan dalam praktikum adalah

pemupukan. Pada saat praktikum, pemupukan dilakukan setelah pemangkasan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahyudi (2008) yang menyatakan bahwa

pemupukan dilakukan setelah pemangkasan, yakni dengan jenis, dosis dan waktu

yang tepat. Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan tanaman dan

produksi buah. Dengan hasil buah yang banyak, diharapkan akan terjadi

penurunan intensitas serangan dan tingkat kerusakan biji karena efek pengenceran

menjadi berkurang. Pupuk yang bisa digunakan adalah pupuk organik dan

anorganik. Penggunaan dosis untuk pemupukan didasarkan atas hasil analisis

tanah dan daun kakao.

79
4. Panen sering

Panen sering pada saat buah masak awal yang diikuti sanitasi bisa menekan

populasi PBK karena pada buah yang masak awal, ulat PBK belum keluar

sehingga ulat yang ada di dalamnya akan mati jika kulit buah dan plasenta

langsung dibenam. Berdasarkan hasil pengamatan, lubang keluar PBK yang

paling banyak dijumpai adalah pada buah yang masak sempurna, yaitu sebesar

55%, sedangkan pada buah hijau sebesar 10% dan pada buah agak menguning

(masak awal) sebesar 35%. Rotasi panen yang dianjurkan adalah selang satu

minggu. Buah yang dipanen dianjurkan untuk segera dipecah pada hari itu juga

untuk mencegah keluarnya ulat dari buah untuk berkepompong. Panen sering

tidak dilakukan pada saat praktikum. Namun, pada saat praktikum dilakukan

pembelahan buah yang terserang.

5. Penyelubungan buah/Kondomisasi

Teknik penanggulangan PBK dengan penyarungan buah menggunakan

kantung plastik sudah direkomendasikan sejak tahun 1980. Cara ini bertujuan

untuk menyelamatkan buah dari serangan PBK, yaitu mencegah imago PBK

bertelur pada buah kakao. Penyarungan dilakukan pada saat buah berukuran

panjang sekitar 8 10 cm. Ukuran ini dianggap cukup efektif karena dapat

menyelamatkan 80% buah dari serangan PNK, tetapi teknologi tersebut tidak

diadopsikan kepada petani karena dibutuhkan biaya dan tenaga kerja yang besar

dalam pengaplikasiannya (Wahyudi, 2008).

Komponen PHT dengan penyelubungan buah juga dilakukan pada saat

praktikum dengan menggunakan kantung plastik. Untuk buah kakao yang terletak

80
pada bagian atas dan tidak terjangkau untuk dilakukan penyelubungan dilakukan

dengan alat aplikasi kantung plastik sederhana yang terbuat dari bambu.

Berdasarkan penelitian di Sulawesi Tenggara, diketahui bahwa selain

menggunakan kantung plastik, penyarungan buah juga dapat dilakukan dengan

menggunakan berbagai jenis kantung yang lain, seperti kantung dari kertas non

woven, kertas koran bekas, kertas semen, atau kertas berlapis plastik

(pembungkus nasi). Semua jenis kantung tersebut efektif untuk menekan serangan

PBK, terutama kertas korang bekas yang dapat menekan kehilangan hasil sampai

0%. Selain itu, kantung dari kertas lebih ramah lingkungan dibandingkan kantung

plastik. Kelemahan penggunaan kertas koran bekas adalah mudah rusak bila

terkena air hujan. Oleh karena itu, penggunaannya dianjurkan tidak di daerah yang

bercurah hujan tinggi atau pada saat musim penghujan (Wahyudi, 2008).

6. Pengendalian hayati

Pengendalian hayati PBK dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan

organisme hidup berupa semut hitam (Dolichoderus thoraxicus), jamur

entomopatogen, Beauveria bassiana, dan Phaecilomyces fumosoroseus, serta

parasitoid telur (Trichogrammatoidea spp.). Pemanfaatan semut hitam sudah

banyak dikembangkan penelitiannya untuk pengendalian PBK. Di Malaysia dan

Indonesia, populasi semut hitam yang berlimpat dipertanaman kakao terbukti

dapat menurunkan persentase serangan PBK. Peningkatan populasi semut hitam

dapat dilakukan dengan cara menyediakan sarang yang terbuat dari lipatan daun

kelapa atau daun kakao dan koloni kutu putih yang merupakan sumber makanan

bagi semut hitam (Wahyudi, 2008).

81
Semut hitam memiliki potensi untuk mengendalikan hama utama tanaman

kakao dan cara pengembangbiakannya di kebun kakao. Semut hitam, dikenal

dengan nama ilmiah Dolichoderus thoracicus dahulu nama ilmiahnya adalah

Dolichoderus bituberdulatus, termasuk dalam subfamili Dolichoderinae, famili

Formicidae dan ordo Hymenoptera. Semut hitam dewasa pekerja berukuran 4-5

mm dan biasanya berasosiasi dengan kutu putih Cataenococcul hispidus

(Sastrosiswojo, 1996).

Koloni semut hitam banyak dijumpai di pohon rambutan, sirsak, kelapa, dsb,

dan ciri khas spesies ini adalah apabila istirahat seolah-olah seperti duduk dengan

bagian perut (abdomen) berada menempel pada bagian batang. Semut ini tidak

menggigit, hanya kadang-kadang mengeluarkan asam semut yang terasa pedas

apabila mengenai mata (Siswanto, 1996).

Semut hitam adalah termasuk serangga yang hidup berkelompok atau

disebut juga serangga sosial. Serangga demikian biasanya mendominasi

lingkungan perkembangbiakannya, sehingga apabila ada kelompok serangga lain

atau jenis semut lain yang mendiami tempat perkembangbiakannya pasti akan

diusir atau akan saling menyerang sehingga yang bertahan hanya satu jenis semut

saja. Hal ini perlu diperhatikan dalam memapankan semut hitam dalam suatu

ekosistem. Apabila dijumpai jenis semut lain dalam ekosistem tersebut maka

harus dihilangkan terlebih dahulu dengan cara dikendalikan menggunakan bahan

kimia atau insektisida. Misalnya, yang sering dijumpai di pertanaman kakao

adalah jenis semut angrang (Oesophylla smaragdina), semut gramang

(Anoplolepis longipes) dan Crematogaster spp (Sastrosiswojo, 1996).

82
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam memapankan semut

hitam pada pertanaman kakao adalah:

a. Apabila terdapat jenis semut lain maka semut tersebut harus dihilangkan

terlebih dahulu dengan cara disemprot dengan insektisida yang efektif.

b. Lakukan pemasangan sarang semut menggunakan daun kelapa kering yang

telah diikat atau daun kakao kering yang ditempatkan di dalam kantong

plastik. Juga dapat dibuat menggunakan daun kakao kering yang digulung.

Setiap pohon kakao dipasang minimal 3 buah sarang.

Selain dengan semut hitam pengendalian secara hayati juga dapat dilakukan

dengan cara penyemprotan jamur Beauveria bassiana isolat Bby 725 pada buah

kakao muda dan cabang horizontal terbukti mampu melindungi buah kakao dari

serangan PBK, yakni antara 54-60,5%. Dosis yang digunakan adalah 50 -100

gram spora/ha. Agen hayati ini diberikan sebanyak lima kali, yakni menggunakan

knapsack sprayer dengan volume semprot 250 ml/ph atau 250 l/ha. Selain dapat

menurunkan persentase serangan PBK, penggunaan B. bassiana juga aman

terhadap lingkungan. Penyemprotan jamur P. fumosoroseus isolat Pfr-08 dengan

konsentrasi spora 4 gram/10 liter berdasarkan ambang kerusakan 20% yang

dipadu dengan komponen kultur teknis ternyata dapat menekan intensitas

serangan PBK sebesar 49,07%. Hal ini bisa menyelamatkan kehilangan hasil

sebesar 14,83%. Namun pada realisasinya pengendalian PBK menggunakan jamur

entomopatogen seperti B. bassiana dan P. fumosoroseus sering mengalami

kegagalan di lapangan. Hal ini karena efektivitasnya seringkali kurang konsisten.

Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, entomopatogen itu sendiri, atau

83
interaksi keduanya. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah sinar ultra violet,

curah hujan, suhu dan kelembaban. Faktor entomopatogen terutama adalah

kualitas dan kuantitas spora yang diaplikasikan (Wahyudi, 2008).

Selama ini dalam menganggulangi hama pada tanaman kakao, petani

cenderung menggunakan cara kimia, yaitu menggunakan pestisida. Padahal

pestisida menimbulkan dampak negatif. Diantaranya yaitu berpengaruh negatif

terhadap kesehatan manusia, terhadap kualitas lingkungan, dan yang ketiga

penggunaan pestisida dapat meningkatkan perkembangan populasi jasad

penganggu tanaman. Melihat dampak negatif tersebut, maka petani perlu

menggunakan alternatif lain dalam pengendalian hama yang tentunya lebih aman

bagi manusia dan lingkungan (Siswanto, 2012).

84
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan dan literatur yang didapatkan,

dapat disimpulkan bahwa:

1. Hama yang menyerang tanaman kakao antara lain adalah penggerek buah

kakao, penghisap buah, ulat kilan, ulat api. Sedangkan penyakit utama yang

sering menyerang tanaman kakao adalah busuk buah, kanker batang, VSD,

Colletotrichum, jamur upas.

2. Penerapan komponen PHT pada kakao antara lain sanitasi, pemangkasan,

kondomisasi, hayati, pemupukan, dan pembenaman daun kakao.

3. Penerapan komponen PHT pada kakao memiliki fungsi masing-masing

antara lain seperti sanitasi berfungsi membersihkan lahan dari gulma,

pemangkasan untuk mengurangi kelembaban, kondomisasi untuk

melindungi buah kakao dari hama dan patogen, pemupukan untuk

menyediakan unsur hara bagi tanaman kakao.

B. Saran

1. Sebaiknya saat penjelasan mengenai PHT tanaman kakao, praktikan diatur

terlebih dahulu agar tertib.

2. Sebaiknya dalam satu kelompok diambil masing-masing perwakilan untuk

mempraktikkan PHT kakao.

85

You might also like