You are on page 1of 12

ACARA I

PEMBUATAN LARUTAN DAN STANDARISASINYA

A. TUJUAN
Tujuan praktikum Kimia Anorganik Acara I Pembuatan Larutan dan
Standarisasinya ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat membuat standarisasi larutan HCl dengan borax.
2. Mahasiswa dapat membuat standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat.
3. Mahasiswa dapat menentukan kadar Na2CO3.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Apabila beberapa zat yang tidak dapat bereaksi dicampurkan satu sala
lain, maka terbentuk tiga jenis campuran yang terjadi yaitu campuran kasar,
larutan koloid, dan larutan sempurna. Larutan merupakan campuran antara zat-
zat yang yang telah bercampur dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara
mekanik. Zat pelarut adalah zat semula yang berbentuk sama dengan
larutannya. Zat terlarut adalah zat yang memiliki jumlah yang sedikit dalam
campuran. Jika dalam suatu larutan tersebut terdapat jumlah zat terlarut lebih
sedikit daripada zat pelarut maka disebut larutan encer, jika terdapat jumlah zat
terlarut lebih besar dari zat pelarut disebut larutan pekat (Soemrto, 1983).
Larutan standar primer adalah larutan standar yang dibentuk dari zat
standar yang memiliki kemurnian yang sangat tinggi. Larutan Standar sekunder
merupakan larutan yang konsentrasinya ditentukan oleh metode analitik yang
dapat dipercaya (Darlina, 1998).
Titrasi merupakan metode penentuan kadar atau konsentrasi suatu
larutan dengan larutan lain yang telah diketahui konsentrasinya. Titrasi asam
basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi
merupakan titik dimana larutan tersebut berubah warna karna pengaruh asam
atau basa. Keadaan dimana secara stokiometri titran dan titer tepat habis
bereaksi disebut sebagai titik ekuivalen (Rosenberg and Epstein, 1980).
Suatu reaksi kimia digunakan dalam suattu titrasi, reaksi itu harus
berlangsung lengkap pada titik kesetaraan. Makin besar tetapan
kesetimbangannya, makin lengkap reaksi itu, makin besar perubahan PH di
dekat titik kesetaraan, dan makin mudah untuk menetapkan letak tiik kesetaraan
dengan kecermatan tinggi. Reaksi tersebut dihubungkan dengan kelayakan
praktis dari titrasi (Pudjaatmaka, 1986).
Indikator titrasi asam basa merupakan suatu zat yang digunakan sebagai
penanda terjadinya titrasi pada analisis volumentri. Dapat dikatakan sebagai
indikator asam basa karena dapat merubah warna suatu larutan seiring dengan
perubahan konsentrasi ion hydrogen atau perubahan PH. Biasanya indikator
titrasi asam basa merupakan suatu senyawa organic yang bersifat sebagai asam
lemah dan dapat mendonorkan ion hidrogrn untuk molekul air membentuk basa
konjugasi (Marwati, 2012).
Bila suatu indikator digunakan untuk menunjuk-kan titik akhir titrasi,
maka :
1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titrant menjadi ekivalen
dengan titrat.
2. Perubahan warna itu harus terjadi secara mendadak, agar tidak ada keraguan-
keraguan tentang kapan titrasi harus dihentikan (Harjanti, 2008).
Standarisasi suatu larutan adalah suatu cara untuk mengetahui
konsentrasi suatu larutan dengan dengan konsentrasi standar larutan yang lain
(Fram and Malm, 1963). Contohnya adalah standarisasi NaOH dengan Asam
Oksalat. Penimbangan 5 gram serbuk NaOH yang selanjutnya dilarutkan ke
dalam 250 mL aquademin. Ditimbang pula 3,1517 gram asam oksalat yang
kemudian dilarutkan ke dalam 50 mL aquademin. Larutan NaOH diletakkan di
dalam buret untuk selanjutnya menjadi titran dari asam oksalat. Ditambahkan
indikator phenolphtalein pada larutan asam oksalat.Selanjutnya asam oksalat
dititrasi hingga tepat berwarna merah muda. Lalu dicatat volume
NaOH yang keluar sehingga akan diperoleh konsentrasi NaOH
(Rakhmawati dan Suprapto, 2013).

C. METODE PENELITIAN
1. Waktu dan Tempat
Praktikum Acara I Pembuatan Larutan dan Standarisasinya ini
dilaksanakan pada Kamis, 23 Oktober 2015 bertempat di Laboratorium
Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian, Univertas Sebelas Maret Surakarta.
2. Alat
Erlenmeyer
Buret
Pipet
Labu takar
Propipet
Pipet volumetri
Statif
Corong
Gelas Ukur
Timbangan analitik

3. Bahan
Borax (Na2B4O7.10H2O)
HCl 0,1N
NaOH 0,1N
Na2CO3
Indikator MO
Indikator PP
Aquades
1. Cara Kerja
a. Standarisasi larutan HCl dengan borax

Gelas ukur

Ditimbang dengan ketelitian


miligram

Ditimbang seberat 0,4 g


Borax

Dimasukkan ke dalam labu takar

Dilarutkan dengan aquades sedikit


demi sedikit hingga homogen

Ditambah dengan 50ml aquades


hingga tanda tera

Larutan borax

Dipindahkan ke erlenmeyer

Ditetesi indikator MO 3 tetes

Dititrasi dengan HCl sampai


terjadi perubahan warna menjadi
oranye
b. Standarisasi larutan NaOH dengan asam oksalat

Gelas ukur

Ditimbang dengan ketelitian


miligram

Ditimbang seberat 0,1 g


Asam oksalat

Dimasukkan ke dalam labu takar

Dilarutkan dengan aquades 20 ml


sedikit demi sedikit hingga
homogen

Larutan asam oksalat

Dipindahkan ke erlenmeyer

Ditetesi indikator PP 3 tetes

Dititrasi dengan NaOH sampai


terjadi perubahan warna menjadi
semburat merah muda
a. Penentuan kadar Na2CO3

Gelas ukur

Ditimbang dengan ketelitian miligram

Ditimbang seberat 0,75 g


Na2CO3

Ditambahkan aquades 20ml

Diaduk hingga homogen

Dipindahkan ke labu takar 50ml

Ditambahkan aquades hingga tanda


tera

Larutan Na2CO3

Diambil 10ml Na2CO3 dengan pipet

Dimasukkan ke erlemenyer

Ditambahkan indikator MO 3 tetes

Dititrasi dengan HCl sampai terjadi


perubahan warna menjadi oranye
D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1.1 Hasil Analisa Standarisasi Larutan HCl dengan Borax

m borax Warna larutan


V HCl
(g) N HCl
(ml) Awal Proses Akhir

Orange
0,027 Orange
0,4 15,5 Kekuni Pink Pucat
N Kemerahan
ngan
Orange
0,025 Orange
0,402 16,5 Kekuni Peach
N Kemerahan
ngan
Orange
0,031 Orange
0,4 13,5 Kekuni Peach
N Kemerahan
ngan
Sumber : Laporan Sementara
Standarisasi larutan yaitu proses penentuan konsentrasi suatu larutan yang
dilakukan secara akurat. Sebuah larutan biasanya distandarisasi dengan titrasi,
dimana suatu larutan bereaksi dengan sejumlah standar primer yang telah
ditimbang (Fram and Malm, 1963). Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa
penambahan larutan HCl pada awal proses tidak banyak memberikan dampak
perubahan warna pada larutan borax yang telah ditetesi dengan methyl orange
sebanyak 3 tetes. Pada data 1 dan 2, pada saat proses tengah berlangsung, larutan
yang sebelumnya berwarna kuning mulai berubah menjadi lebih cerah
dibandingkan dengan sebelumnya. Sedangkan pada data 3, larutan borax yang
sebelumnya berwarna orange, pada saat proses tengah berlangsung, larutan mulai
berubah menjadi semburat kemerahan. Hal ini dikarenakan larutan HCl yang
ditambahkan volumenya semakin banyak sehingga menimbulkan perubahan
warna. Pada akhir proses standarisasi HCl dengan borax, pada data 1 membutuhkan
15,5 ml HCl untuk berubah warna tanpa kembali ke warna semula yaitu menjadi
warna pink pucat. Pada data 2, membutuhkan 16,5 ml HCl untuk berubah warna
tanpa kembali ke warna sebelumnya yaitu menjadi warna peach. Pada data 3,
membutuhkan 13,5 ml HCl untuk berubah warna tanpa kembali ke warna semula
yaitu menjadi warna peach. perubahan warna ini terjadi dikarenakan larutan borax
telah mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat dimana reaksi tepat
berlangsung sempurna. Pada percobaan standarisasi larutan HCl, indikator yang
digunakan adalah indikator MO. Hal ini disebabkan karena Methyl Orange
merupakan salah satu indikator yang mengubah warna menjadi oranye bila larutan
berubah dari basa ke asam. Reaksi pada praktikum ini telah menunjukkan
kesesuaian teori yang digunakan, disebutkan bahwa pengasaman dengan
menggunakan indikator methyl orange maka akan terjadi perubahan warna dari
kuning ke oranye. Hal tersebut disebabkan karena HCl merupakan golongan asam
kuat yang memiliki trayek pH 1 - 6,9 dan trayek pH methyl orange yaitu 3 - 4,5.
Tabel 1.2 Hasil Analisa Standarisasi Larutan NaOH dengan Asam Oksalat

m asam Warna larutan


oksalat V NaOH N
(g) (ml) NaOH Awal Proses Akhir

Tak Semburat
0,1 20,3 0,078 N Pink Pucat
Berwarna Pink
Tak Semburat
0,1 15,5 0,102 N Pink Pekat
Berwarna Pink
Tak Semburat
0,1 11,3 0,140 N Pink Pucat
Berwarna Pink
Sumber : Laporan Sementara
Berdasarkan Tabel 1.2 hasil dari percobaan standarisasi larutan NaOH
dengan asam oksalat dapat diketahui bahwa pemberian larutan NaOH pada larutan
asam oksalat yang telah ditetesi indikator PP sebanyak 3 tetes, pada awal titrasi
belum memberikan perubahan warna. Pada ketiga sampel, larutan asam oksalat
masih tidak berwarna. Di tengah-tengah proses titrasi, warna dari larutan asam
oksalat mulai menunjukkan perubahan yaitu tampak semburat pink ketika proses
titrasi berlangsung. Pada proses akhir titrasi, ketiga sampel larutan asam oksalat
yang semula tidak berwarna kini berubah menjadi warna merah muda. Pada data
1, dibutuhkan 20,3 ml NaOH untuk merubah warna larutan asam oksalat yang
semula tidak berwarna menjadi merah muda pucat. Pada data 1 diperoleh nilai
normalitas sebesar 0,078N. Pada data 2, dibutuhkan 15,5 ml NaOH untuk merubah
warna larutan asam oksalat yang semula tidak berwarna menjadi merah muda.
Pada data 2 diperoleh nilai normalitas sebesar 0,102N. Pada data 3, dibutuhkan
11,3 ml NaOH untuk merubah warna larutan asam oksalat yang semula tidak
berwarna menjadi merah muda. Pada data 3 diperoleh nilai normalitas sebesar
0,140N. Perubahan warna menunjukkan bahwa larutan asam oksalat telah
mencapai titik ekivalen. Hasil percobaan menunjukkan kesesuaian dengan teori
yang digunakan. NaOH termasuk ke dalam golongan basa kuat yang memiliki pH
7,1 14. Pada percobaan standarisasi larutan NaOH, indikator yang digunakan
adalah indikator PP. Hal ini disebabkan karena fenolftalein merupakan salah satu
indikator yang mengubah warna menjadi merah muda bila larutan berubah dari
asam ke basa. Disini, larutan asam oksalat bersifat asam, sehingga dibutuhkan
indikator PP untuk mengubah warna larutan ketika dititrasi dengan NaOH yang
bersifat basa.

Tabel 1.3 Penentuan Kadar Na2CO3

Warna larutan
N HCl V HCl
%Na2CO3
(ml) Awal Proses Akhir

Orange Peach
0,028 14,5 71,73% Orange
Kemerahan Pekat
Orange
0,028 13,5 66,78% Orange Peach
Kemerahan
Orange
0,028 14,8 73,21% Orange Peach
Kemerahan
Sumber : Laporan Sementara
Berdasarkan Tabel 1.3 diketahui data mengenai titik ekivalen pada titrasi
Na2CO3 dengan HCl. Pada data 1, volume HCl yang dibutuhkan yaitu sebanyak
14,5 ml. Pada data 2, volume HCl yang dibutuhkan yaitu sebanyak 13,5 ml.
Sedangkan pada data 3, volume HCl yang dibutuhkan yaitu sebanyak 14,8 ml.
Warna larutan pada awal proses ketiga data tersebut yaitu berwarna peach pekat.
Kemudian di tengah proses reaksi, pada data 1,2 dan 3 larutan mulai berubah
warna menjadi orange kemerahan. Ketika ketiga larutan tersebut mencapai titik
ekivalen, perubahan warna yang terjadi pada larutan yaitu berubah menjadi warna
peach. Kadar Na2CO3 pada data 1 yaitu sebesar 71,73%. Kadar Na2CO3 pada data
2 yaitu sebesar 66,78%. Kadar Na2CO3 pada data 3 yaitu sebesar 73,21%. Kadar
yang palig tinggi berada pada data ketiga. Hal tersebut dikarenakan volume HCl
yang digunakan pada data 3 paling besar diantara ketiga data tersebut. Kadar rata-
rata Na2CO3 yang didapat yaitu sebesar 70,57%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses titrasi diantaranya adalah sifat
pelarut, efek ion sejenis, efek ion berlainan, pH, pengaruh kompleks dan lainnya.
Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi molaritas dan normalitas dari titrasi
itu sendiri. Kesesuaian pemilihan indikator juga menjadi faktor yang penting
dalam melakukan titrasi. Proses titrasi juga dipengaruhi oleh praktikan yang
melakukan praktikum, dimana saat proses titrasi tidak boleh membiarkan larutan
dalam buret mengalir terlalu deras. Karena pada dasarnya, setiap tetes larutan
dalam buret harus digoyangkan dengan tujuan homogenisasi agar berlangsung
secara optimal.
Indikator titrasi asam basa merupakan suatu zat yang digunakan sebagai
penanda terjadinya titrasi pada analisis volumentri. Jenis-Jenis PH indikator
dengan trayek PHnya yaitu Metil Jingga perubahan warnanya dari merah-kuning,
trayek PHnya 2,9-4,0; Metil Merah perubahan warnanya dari merah-kuning,
trayek PHnya 4,2-6,3; Brontimol Biru perubahan warnanya dari kuning-biru,
trayek PHnya 6,0-7,6 (Marwati, 2012).
Pada saat standarisari HCl memakai indikator MO dikarenakan HCl bersifat
asam dan untuk mentitrasinya perlu zat yang bersifat basa. Karena MO bersifat
basa, maka kita gunakan MO untuk standarisai HCl. Pada saat standarisari NaOH
memakai indikator PP dikarenakan NaOH bersifat basa dan untuk mentitrasinya
perlu zat yang bersifat asam. Karena PP bersifat asam, maka kita gunakan PP untuk
standarisai NaOH.
Pada titrasi terjadi perubahan warna karena, zat asam akan bertemu dengan zat
basa sehingga akan mengalami penetralan yang terjadi pada titik ekuivalen.
Keadaan dimana secara stokiometri titran dan titer tepat habis bereaksi disebut
sebagai titik ekuivalen (Rosenberg and Epstein, 1980).
Aplikasi standarisasi dan penentuan kadar dalam ilmu teknologi pangan yaitu
digunakan untuk pembuatan larutan misalnya larutan untuk memberikan rasa pada
makanan agar rasa yang dihasilkan sesuai dengan selera konsumen, pembuatan
pengawetan makanan agar sesuai dengan lingkungan tempat pengawetan
makanan.

E. KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Standarisasi larutan adalah sebuah proses penentuan konsentrasi dari suatu
larutan
2. Larutan HCl merupakan asam kuat yang distandarisasikan dengan larutan
boraks dan larutan NaOH merupakan basa kuat yang distandarisasi dengan
larutan asam oksalat.
3. Kadar Na2CO3 yang didapat adalah 71,73%, 66,78% dan 73,21%.
DAFTAR PUSTAKA

Darlina. 1998. Pembuatan Larutan Standard an Pereaksi Pemisah KIT RIA T3. Jurnal
Radio isotop Vo.1, No.2.
Fram, Harper W. and Lloyd E. Malm. 1963. Fundamental Experiments for College
Chemistry. United States. America.
Harjanti, Ratna, Sri. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica
val.) dan Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri. Jurnal
Rekayasa Proses Vol.2, No.2.
Marwati, Siti. 2012. Ekstraksi Dan Preparasi Zat Warna Alami Sebagai Indikator
Titrasi Asam Basa. Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
Pudjaatmaka, Aloysius Hadyana. 1986. Quantitive Analysis. Erlangga. Jakarta.
Rakhmawati, Fauziyah dan Suprapto. 2013. Pengendapan Magnesium Hidroksida
pada Elektrolisis Larutan Garam Industri.
Rosenberg, Jerome L. and Lawrence M. Epstein. 1980. Theory and Problems of
College Chemistry. McGRAW-HILL. New York.
Soemrto, R., Kebel Idayat dan Sumrian D.S. 1983. Penelitian Proyek Pengadaan Buku
Kejuruan Teknik. Erlangga. Jakarta.

You might also like