You are on page 1of 20

Awal Mula Agama Islam

Islam dimulai dengan ajaran Muhammad saw., di tempat

kelahirannya Mekkah; sifat-sifat yang menjadi ciri agama baru ini

dikembangkan setelah beliau pindah ke Madinah dalam tahun 622 M.

Sebelumnya beliau wafat sepuluh tahun kemudian, telah jelaslah sudah

bahwa Islam bukannya semata-mata merupakan suatu badan

kepercayaan agama pribadi, akan tetapi Islam meliputi pembinaan suatu

masyarakat merdeka, dengan sistem sendiri tentang pemerintahan,

hukum, dan Lembaga Generasi Muslimin pertama, telah menginsafi

bahwa Hijrah adalah satu titik perubahan penting dalam sejarah.

Merekalah yang menetapkan tahun 622 M sebagai permulaan takwin

Islam baru.

Dengan pemerintah yang kuat, cerdas, dan satu kepercayaan yang

menggelorakan semangat penganut-penganut dan tentara-tentara dalam

waktu yang tidak lama, masyarakat baru ini menguasai seluruh Arabia

Barat dan mencari dunia baru untuk ditundukkan.

Setelah sedikit kemunduran pada wafat Muhammad saw.,

gelombang penaklukan bergerak dengan cepat di Arabia bagian Utara

dan Timur, berani menyerang kubu-kubu pertahanan di perbatasan

kerajaan Romawi Timur di Syirq al-Ardun dan kerajaan Persia di Irak.

Selatan. Angkatan-angkatan perang kedua kerajaan raksasa ini karena

perang tidak henti-hentinya telah kehabisan kekuatan, dikalahkan satu-

persatu dalam suatu rangkaian operasi cepat dan cemerlang. Dalam


waktu enam tahun sesudah Muhammad saw. wafat, seluruh Siria dan Irak

diharuskan membayar upeti kepada Madinah, dan empat tahun kemudian

Mesir digabungkan pada kerajaan Islam baru.

Kemenangan-kemenangan yang mengagumkan tadi, mendahului

kemenangan yang lebih besar lagi akan membawa orang Arab dalam

waktu kurang dari satu abad ke Maroko, Spanyol, Perancis, pintu-pintu

kota Konstantinopel, jauh ke Asia Tengah sampai ke Sungai Indus,

membuktikan sifat Islam sebagai suatu kepercayaan kuat, insaf akan

harga diri, dan jaya. Sifat ini mengakibatkan pendirian yang tidak kenal

menyerah dan memusuhi segala yang ada diluarnya, tetapi menunjukkan

toleransi, kesabaran hati yang luas dalam pelbagai masyarakat,

keseganan menuntut orang dari golongan lain, dan kebesaran hati mereka

dalam waktu kegelapan.

Pada tahun 660 M. ibu kota Kerajaan Arab dipindahkan ke Damsyik,

tempat kedudukan baru Khalifah Bani Umayah. Sedangkan Madinah tetap

merupakan pusat pelajaran agama Islam; pemerintah dan kehidupan

umum kerajaan dipengaruhi oleh adat-istiadat Yunani Rumawi Timur.

Tingkat pertama saling pengaruh-mempengaruhi dengan peradaban yang

lebih tua ini tidak hanya dilambangkan dengan dua buah monumen, yang

indah sekali dari zaman Bani Umayahh ialah Mesjid Raya di Damsyik dan

Mesjid Al-Aqsa di Darusalam, akan tetapi kemunculan tiba-tiba cara

aliran-aliran baru dan pendapat yang berlawanan dengan paham resmi di

propinsi-propinsi baru. Akibat paling akhir dari pertumbuhan demikian


ialah perpecahan antara lembaga-lembaga agama dan duniawi dalam

masyarakat Islam. Pembelahan ini merusakkan azas duniawi Bani

Umayah, dan ditambah dengan rasa ketidakpuasan para warga negara

bukan Arab, dan pecah perang saudara diantara suku, Arab,

menyebabkan jatuhnya tahun 750 M.

Dalam pada itu, perselisihan tadi menjelaskan bahwa dalam abad

yang lampau sejak wafat Muhammad saw. kebudayaan agama Islam

telah mengalami perkembangan dan konsolidasi yang luar biasa, baik, di

dalam maupun di luar Arabia. Seorang guru agama di satu pihak

menunjukkan perkembangan kebatinan pada tingkat tertinggi. Ia

menyatakan inti sari yang penting dan menghidupkan itu dengan

kepribadiannya dan keyakinannya sehingga tampak pada penganutnya

sebagai wahyu kebenaran baru.

Itulah sumbangan asasi yang menentukan dari orang Arab terhadap

kebudayaan Islam baru. Terhadap peradaban materiil sokongan mereka

sedikit. Kemajuan materiil baru mulai; dengan cemerlang setelah Bani

Abbas menggantikan Bani Umayah sebagai khalifah, dan mendirikan ibu

kotanya yang baru di Baghdad dalam tahun 762 M. Masa pertama dari

penaklukan wilayah luar Arabia telah lampau, disusul oleh masa

perluasan ke dalam. Abad kesembilan dan kesepuluh Masehi

menyaksikan puncak kemajuan peradaban Islam yang luas dan usaha-

usaha yang berhasil. Kerajinan, perdagangan, kesenian bangunan, dan

beberapa kesenian yang kurang penting, berkembang dengan subur


waktu Persia, Mesopotamia, Siria, dan Mesir, memberikan sokongan

mereka dalam usaha serentak.

Kegiatan-kegiatan baru ini menumbuhkan kehidupan intelektual.

Sedang ilmu pengetahuan agama berkembang pada beberapa pusat baru

terbesar dari Samarqand sampai ke Afrika Utara dan Spanyol,

kesusasteraan dan pikiran dengan menggunakan sumber-sumber Yunani,

Persia, dan juga India, melebar ke jurusan baru, seringkali bebas dari

tradisi Islam dan banyak sedikitnya memberontak terhadap kepicikan dan

kesempatan sistem kuno. Dengan dorongan perluasan kaki langit

alamiah, kecerdasan pikiran, keduniawian, dan kerohanian, saling

pengaruh mempengaruhi dengan hebatnya.

Sukarlah untuk menyatakan dengan singkat usaha-usaha bidang

intelektual yang bermacam-macam dalam zaman tersebut. Ilmu

pengetahuan Islam yang lain seperti sejarah dan ilmu bahasa, melebar

hingga meliputi sejarah duniawi dan kesusasteraan. Ilmu kedokteran dan

ilmu pasti Yunani disediakan dalam perpustakaan buku-buku terjemahan

dan dikembangkan oleh sarjana Persia dan Arab, khusus ilmu Aljabar,

ilmu ukur segitiga, dan ilmu optik (penglihatan). Ilmu bumi barangkali

yang boleh diumpamakan barometer kebudayaan yang paling cermat

berkembang pada seluruh cabangnya, di bidang politik, organik,

matematik, astronomik, ilmu alam, dan pesiar, meluas demikian jauh

hingga meliputi negara-negara dan peradaban bangsa yang jauh letak

kediamannya.
Ilmu pengetahuan baru tersebut, boleh dikatakan hanya mengenai

jumbai-jumbai, pinggiran kebudayaan agama, pemasukan ilmu mantik,

dan filsafat Yunani, mau tidak mau menumbuhkan perselisihan paham

yang tajam dan pahit. Pertikaian ini memuncak dalam abad ketiga. Para

pemimpin Islam melihat dasar-dasar kerohanian dibahayakan oleh

keingkaran halus dan cerdik paham rasionalisme murni. Walaupun

mereka akhirnya mengalahkan pelajaran yang berpengaruh Yunani, ilmu

filsafat selalu tetap harus dicurigai dalam pandangan para alim ulama,

biarpun ilmu tadi hanya dipelajari sebagai alat perbantahan dan

pembahasan. Lebih berbahaya ialah akibat kemenangan yaitu

pertumbuhan dalam kalangan ahli agama, semacam perasaan iri hati

terhadap usaha para intelektual yang bercorak murni keduniawian

ataupun yang memberanikan diri ke luar dari bidang pengawasan mereka.

Selain keutamaan segi intelektual dan fungsi dalam pelajaran, syariat

ialah alat yang paling luas pengaruhnya dan paling tepat membentuk

ketertiban sosial dan kehidupan masyarakat bagi bangsa-bangsa Islam.

Oleh karena lengkapnya, maka syariat memberi tekanan yang tidak

hentinya pada segala kegiatan pribadi dan sosial, dan mewujudkan suatu

ukuran-baku yang harus dianut lebih lama, meskipun ada rintangan

kebiasaan kuno dan adat-istiadat yang telah berlaku lama. Khusus suku

nomad dan suku yang diam di pegunungan, berlawanan. Tambahan pula,

syariat memberikan pernyataan praktis dalam memperjuangkan persatuan

yang menjadi ciri Islam. Hukum tadi dalam segala pokok yang penting
adalah seragam, walaupun pelbagai mazhab berbeda dalam beberapa

pasal kecil. Pertumbuhan ini disebabkan karena cita-cita sosial dan cara

hidup di seluruh dunia Islam dalam abad pertengahan menuju arah yang

sama. Syariat lebih dalam mempengaruhi kehidupan hukum Rumawi;

karena memiliki landasan agama dan ancaman hukuman Tuhan, maka

syariat adalah pengatur rohani merupakan suara hati umat Islam dalam

semua segi dan kegiatan kehidupannya.

Tugas hukum syariat ini bertambah besar artinya waktu kehidupan

politik dunia Islam lebih lama menyimpang dari keinginan Muhammad

saw. dan pengganti-pengganti beliau yaitu pemerintahan berdasarkan

ketuhanan. Keruntuhan khalifah Bani Abbas dalam abad kesembilan dan

kesepuluh Masehi membuka pintu tidak hanya bagi kehancuran politik,

tetapi juga bagi perebutan kekuasaan kerajaan oleh pangeran-pangeran

setempat dan gubernur militer, terbit dan tenggelamnya kerajaan-kerajaan

yang berumur pendek, dan berkobarlah perang saudara. Bagaimanapun

hebatnya kekuatan politik dan militer kerajaan Islam itu telah dilemahkan,

gengsi moral hukum syariat lebih dijunjung dan dapat mengutuhkan serta

mengukuhkan bentuk sosial Islam sepanjang pasang surut nasib politik

Islam.

Pada akhir, abad kesepuluh Masehi, daerah Islam sedikit lebih luas

dibandingkan pada tahun 750. Semenjak diciptakan suatu peradaban

besar, memuncak kehidupan intelektual, kaya dan cerdas dalam bidang

ekonomi, dipersatukan dengan kukuh oleh syariat yang dihormati;


seluruhnya merupakan penjelmaan kekuasaan Islam rohani dan duniawi.

Waktu kekuatan militernya berkurang, maka sebagaimana juga. terjadi

dengan kerajaan Rumawi enam abad sebelumnya, kerajaan Islam

berangsur-angsur dikuasai oleh bangsa-bangsa biadab dari luar

perbatasannya; dan juga seperti kerajaan Rumawi, mengenakan pada

bangsa biadab tadi agamanya, hukumnya, dan penghormatan terhadap

peradabannya.

Bangsa-bangsa biadab itu ialah Turki yang berasal dari Asia Tengah.

Tekanan ke arah Barat membawa orang Bulgar, Magiar, Kumari, Pecineg

ke Rusia Selatan dan Eropa Timur, mendatangkan suku-suku lain ke Iran

dan lebih ke Barat, ke Irak, dan Anatolia. Pekerjaan pengislaman telah

dilakukan, waktu mereka masih diam di tempat asalnya di Asia Tengah;

oleh karena itu, kerajaan Sultan Turki yang didirikan di Asia Barat mula-

mula hanya membawakan sedikit perubahan yang tampak ke luar dalam

kehidupan rumah tangga umat Islam. Akibat pertama adalah perluasan

militer; ke arah Tenggara menuju India Utara, ke arah Barat Laut menuju

Asia Kecil. Pada waktu yang sama, jauh di sebelah Barat, suku Berber

nomad telah membawa Islam, ke tepi dunia Afrika Negro di daerah

lembah Senegal dan Niger sedang buku-buku Arab nomad yang tidak

diawasi lagi oleh kekuasaan khalifah yang terdahulu telah merusakkan

dan melengahkan pusat peradaban yang telah didirikan oleh bangsanya

sendiri sebelum di atas puing runtuhan Afrika Romawi dan Bizantium.


.Mulai abad kesebelas Masehi, ilmu Sufi mengerahkan kebaktian

sebagian besar kegiatan kerohanian umat Islam, dan mendirikan suatu

sumber pembaharuan kepribadian yang sanggup mempertahankan

tenaga kebatinan selama abad-abad sesudahnya penuh dengan

kemerosotan politik dan perekonomian.

Para ahli Sufi, baik sebagai penyiar perseorangan maupun (di

kemudian hari) sebagai anggota dalam gabungan tarekat merupakan

pemimpin dalam tugas mengislamkan orang penyembah berhala, yang

tidak beragama, dan suku yang hanya tipis sekali pengislamannya.

Penyebaran agama berhasil ialah terbanyak oleh kawan sebangsa sendiri

dari suku-suku tersebut yang biasanya kikuk, buta huruf, dan kasar.

Merekalah yang meletakkan dasar-dasar yang memungkinkan generasi

kemudian menerima keadaban hukum syariat dan tauhid yang lebih halus.

Berkat pekerjaan mereka, maka dalam abad-abad berikutnya, batas-batas

daerah Islam dapat diperluas di Afrika, India, dan Indonesia, melintangi

Asia Tengah ke Turkestan dan Tiongkok, dan di beberapa bagian Eropa

Tenggara

Perkembangan yang digambarkan di muka tadi dipercepat oleh

malapetaka yang berturut-turut terjadi di Asia Barat dalam abad ketiga

belas dan keempat belas. Penyerbuan pertama kaum Mongol penyembah

berhala, membumihanguskan propinsi-propinsi bagian Timur Laut antara

1220 dan 1225 M. Gelombang kedua yang menduduki Persia dan Irak

menamatkan khalifah Baghdad yang bersejarah dalam 1258 M, dan


memaksakan seluruh dunia Islam Timur, terkecuali Mesir, Arabia, dan

Siria, membayar upeti kepada kerajaan Mongol yang besar. Sisa-sisanya

diselamatkan oleh golongan militer terdiri dari budak belian Turki dan

Kipcak, kaum Mamluk, yang telah merebut kekuasaan politik di Mesir.

Di bawah pemerintahan Mamluk, peradaban Islam yang lama

langsung berkembang lebih kurang dua setengah abad dalam bidang

kesenian benda (istimewa dalam lapangan seni bangunan dan seni-

kerajinan logam), tetapi disertai kemunduran daya kerohanian dan intelek.

Pada waktu yang sama, di daerah-daerah kekuasaan Mongol hidup

kembali suatu peradaban Islam Persia yang cemerlang pada beberapa

segi. Terutama dalam seni bina dan kesenian halus, termasuk seni lukis

dalam bentuk yang sangat kecil (miniatur); kebudayaan tersebut berakar

dalam kerohanian Sufi. Meskipun kedatangan dua kali Maut Hitam dan

mengalami serbuan Timur Lenk dalam abad keempat belas yang

menghancurleburkan Persia, namun kebudayaan Persia mampu

memberikan ragam kepada kehidupan intelektual dari kerajaan-kerajaan

Islam baru, yang dilahirkan pada kedua sisinya di Anatolia, Balkan, dan

India.

Perluasan kerajaan Dinasti Osman di Asia dan Afrika Utara serta

pembentukan kerajaan Mughal di India dalam abad keenam belas

membawa sebagian besar dunia Islam kebawah pengawasan

pemerintahan negara keduniawian yang kuat, memusatkan kekuasaannya

yang besar. Ciri khas kedua kerajaan tadi ialah menitikberatkan pada
pandangan ahli sunah waljamaah dan hukum syariat. Urusan agama dan

urusan ketatanegaraan tidak dipersatukan karena kebijaksanaan militer

dan sipil disusun menurut garis tidak Islam yang bebas, tetapi dapat saling

menyokong akibat suatu persetujuan yang berlangsung hingga abad

kesembilan belas.

Diantara dua saluran kehidupan agama Islam tersebut, saluran

Sufilah yang lebih lebar dan dalam. Abad ketujuh belas dan permulaan

abad kedelapan belas menyaksikan puncak tertinggi tarekat Sufi. Tarekat-

tarekat besar menyebarkan suatu jalinan perhimpunan-perhimpunan dari

mula hingga akhir dunia Islam, sedang perkumpulan-perkumpulan

setempat dan cabang-cabangnya menggabungkan anggota pelbagai

golongan dan kejuruan jadi umat yang bersatu padu. Selain itu,

kebudayaan Islam dalam dua kerajaan tersebut yang hanya hidup atas

warisan zaman silam, dapat memelihara, akan tetapi jarang dapat

menambah kekayaan warisan intelektual tersebut. Tokoh-tokohnya

berpendapat bahwa kewajibannya pertama ialah bukan hanya

memperluas, akan tetapi memelihara, menyatukan, dan menyesuaikan

kehidupan sosial atas sendi-sendi nilai Islam. Dalam batas-batas tersebut

kadar persatuan yang telah mereka capai, dan ketertiban sosial yang

dapat dilangsungkan memang menarik perhatian.

Persatuan itu merupakan suatu kekecualian yang menyolok mata.

Dalam permulaan abad keenam belas, suatu kerajaan baru yang disokong

oleh suku Turki dan Adzerbaijan menaklukan Persia dan menghidupkan


kembali Syiah yang telah mengalami kemunduran, dan meresmikan Syiah

sebagai agama resmi Persia. Selama peperangan dengan Dinasti Osman,

orang Turki dari Asia Tengah, dan orang Mughal, yang semuanya ahli

sunah waljamaah, Syiah dijadikan ciri perasaan nasional Persia. Akibat

perpecahan antara Persia dan tetangganya penting buat semuanya. Umat

Islam selanjutnya dipecah menjadi dua golongan yang terpisah, dan

hubungan kebudayaan antara dua golongan tadi, sejak itu meskipun tidak

diputuskan seluruhnya hanya dapat dilakukan serba sedikit saja. Persia

terpaksa terpencil dalam urusan politik dan agamanya mencukupi

kebutuhannya sendiri, yang akhirnya memiskinkan kehidupan rohani dan

budaya mereka. Lebih-lebih pula waktu kekuatan politiknya mundur, orang

suku Afghan dalam abad kedelapan belas melepaskan hubungan dan

mendirikan suatu negara sunah merdeka.

Di Afrika Barat Daya adanya perasaan kesukuan diantara kedua

pihak, orang Arab dan Berber, menukarkan kegiatan kebudayaan. Aliran

ortodoks dan tarekat Sufi, keduanya dipengaruhi pemujaan orang-orang

suci, wali yang masih hidup setempat (marabout). Di Tunisia dan di

beberapa kota lain, sebagian warisan kebudayaan Spanyol Arab tetap

dilanjutkan, bahkan waktu Tunisia dan Aljazair merupakan wilayah bajak

laut, setengah jajahan kerajaan Dinasti Osman. Di Maroko di bawah

sultan-sultan (yang dapat menyelamatkan kedaulatannya hingga 1912),

bahkan di Sahara Barat di bawah kepala suku-suku yang lebih kecil,


pelajaran ahli sunah yang lazim dilanjutkan, dan diperkuat oleh pengaruh

yang datang dari daerah Timur.

Di kepulauan Melayu sendiri, Islam telah beroleh tumpuan di

Sumatera dan Jawa, oleh pedagang-pedagang dalam abad ketiga belas

dan keempat belas. Agama Islam lambat laun membiak, sebagian hasil

tindakan panglima militer, tetapi lebih cepat dengan jalan perembesan

damai, khusus di Jawa. Dari Sumatera, Islam dibawa oleh para perantau

ke Semenanjung Malaya; juga dari Pulau Jawa ke Maluku. Sejak itu

agama tersebut mendapat kedudukan yang lebih kuat di seluruh

kepulauan di bagian Timur hingga ke Pulau Sulu, Mindanao, dan Filipina.

Penyebaran Islam di Tiongkok hingga kini masih terselubung dalam

kegelapan. Kelompok muslimin dalam jumlah agak besar, yang pertama

menetap di sana barangkali dalam zaman kerajaan Mongol dalam abad

ketiga belas dan keempat belas. Jumlahnya bertambah besar di bawah

pemerintah Mancu, biarpun ada perasaan permusuhan setempat karena

pemberontakan (kadang-kadang hebat) yang dilakukan oleh kaum

muslimin. Tetapi, hingga kini tidak mungkin menaksirkan jumlahnya.

Hasil bersih dari perluasan selama tiga belas abad ialah Islam

sekarang merupakan agama yang terutama dalam lingkungan daerah luas

yang meliputi Afrika Utara, Asia Barat, hingga bukit Pamir, kemudian ke

Timur meliputi Asia Tengah hingga

Tiongkok, dan ke Selatan ke Pakistan. Di India hanya tinggal

sepersepuluh penduduk yang beragama Islam. Di Semenanjung Malaya,


Islam unggul lagi melewati Indonesia hingga berakhir di Filipina. Di pantai

Barat Lautan India, Islam memanjang ke selatan sebagai lajur yang

sempit dari pantai Afrika hingga Zanzibar dan Tanganyika dengan

beberapa kelompok hingga masuk ke Uni Afrika Selatan. Di Eropa,

kelompok-kelompok muslimin terdapat di sebagian besar negara Balkan

dan Rusia Selatan. Di Amerika Utara dan Amerika Selatan, Islam diwakili

oleh kelompok imigran dari Timur Tengah.

Semua agama besar di dunia, maka Islam sebelumnya perluasan

kegiatan misi Kristen dalam abad kesembilan belas meliputi jumlah

bangsa yang terbanyak. Asal mulanya di tengah-tengah orang Arab dan

bangsa Semit lain, kemudian Islam berkembang diantara orang Iran,

Kaukasus, orang kulit putih Laut Tengah, Slavia, Turki, Tartar, Tionghoa,

India, Indonesia, Bantu, dan Negro dari Afrika Barat. Jumlah terbesar

sekarang ialah muslimin dari Pakistan dan India sebanyak 100.000.000.

Disusul oleh orang Melayu dan Indonesia sebanyak 70.000.000.

Orang Arab dan bangsa-bangsa yang berbahasa Arab menyusul dekat

dengan 20.000.000. Muslimin di Asia Barat, 24.000.000, Afghanistan kira-

kira 12.000.000, dan Turki (walaupun Islam bukan agama resmi, masih

tetap merupakan agama rakyat) 20.000.000. Jumlah masyarakat Islam di

daerah Asia, Uni Sovyet, di Turkestan Tiongkok, dan di Tiongkok sendiri

sukar ditaksir, tetapi jumlahnya sekurang-kurangnya 30.000.000. Jumlah

muslimin di Afrika Negro dan Afrika Timur hanya dapat ditaksir dengan

kasar 24.000.000. Akhirnya, kaum muslimin di Balkan dan di Rusia


Selatan berjumlah kurang lebih 3.000.000. Oleh karena itu, Islam dapat

menuntut memiliki penganut 350.000.000, atau kira-kira sepertujuh dari

taksiran seluruh jumlah penduduk dunia.

Proses Berkembangnya Agama Islam di Indonesia

Islam merupakan salah satu agama yang masuk dan berkembang di

Indonesia. Hal ini tentu bukanlah sesuatu yang asing bagi Anda, karena di

mass media mungkin Anda sudah sering mendengar atau membaca

bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki penganut agama Islam

terbesar di dunia.Agama Islam masuk ke Indonesia dimulai dari daerah

pesisir pantai, kemudian diteruskan ke daerah pedalaman oleh para

ulama atau penyebar ajaran Islam. Mengenai kapan Islam masuk ke

Indonesia dan siapa pembawanya terdapat beberapa teori yang

mendukungnya.

Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia

menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul

Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan

teori Persia.Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang

permasalah waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang

pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara. Untuk

mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut, silahkan Anda simak uraian

materi berikut ini.

Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13

dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini

adalah:

a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab

dalam penyebaran Islam di Indonesia.

b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama

melalui jalur Indonesia Cambay Timur Tengah Eropa.

c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al

Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.

Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF

Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang

mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya

pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya

kerajaan Samudra Pasai.

Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari

Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula)

tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak

penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam

dari India yang menyebarkan ajaran Islam.

Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat. Silahkan Anda

simak teori berikutnya.


Teori Makkah

Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan

terhadap teori lama yaitu teori Gujarat.

Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada

abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).

Dasar teori ini adalah:

a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah

terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa

pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak

abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.

b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafii, dimana

pengaruh mazhab Syafii terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan

Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.

c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar

tersebut berasal dari Mesir.

Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W.

Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad

13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia

terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar

terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.

Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah

paham simak teori berikutnya.


Teori Persia

Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan

pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan

budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam

Indonesia seperti:

a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya

Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di

junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat

peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut.

Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur

Syuro.

b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar

dengan sufi dari Iran yaitu Al Hallaj. Penggunaan istilah

bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk

tandatanda bunyi Harakat.

Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di

Gresik.

e. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik.

Leren adalah nama

salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan

P.A. Hussein

Jayadiningrat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki

kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori

tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke

Indonesia dengan jalan damai pada abad ke 7 dan

mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai

pemegang peranan dalam penyebaran

Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat

(India).

Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak

terlepas dari peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan

atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung

dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau

wali sembilan yang terdiri dari:

1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi

penyebarkan Islam di Jawa Timur.

2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di

daerah Ampel Surabaya.

3.Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana

Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).

4.Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah

Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.


5.Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah

Bukit Giri (Gresik)

6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Jafar Shodik menyebarkan ajaran

Islam di daerah Kudus.

7. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya

menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.

8. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar

Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria.

9. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan

Islam di Jawa Barat (Cirebon) Demikian sembilan wali yang sangat

terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa sebagian memandang para

wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah,

sehingga dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang

dikasihi Allah.

KERAJAAN ISLAM PERTAMA KALI DI INDONESIA

Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra

Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik

Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang

terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H).

(Mustofa Abdullah, 1999: 54)


Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di

Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang

terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafii, mengadakan

pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta

mempraktekkan pola hidup yang sederhana. (Zuhairini,et.al, 2000: 135)

Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan

pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:

a. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syariat adalah Fiqh

mazhab Syafii

b. Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis talim dan halaqoh

c. Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama

d. Biaya pendidikan bersumber dari negara.(Zuhairini, et.al., 2000: 136)

Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad

ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri.

Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa di Samudra

Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat

orang-orang berpendidikan.(M.Ibrahim, et.al, 1991: 61)

You might also like