You are on page 1of 40

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN

GANGGUAN ALZAIMER/DEMENSIA
Keperawatan Komunitas II
Dosen Pembimbing : Ns. Tutur Kardiatun. M. Kep

Di susun oleh
Kelompok 5:

1. Udwan Kurrahman
2. Naila Winarni
3. Sri Juliastuti Utami
4. Eliza Kurniasih
5. Apiana Sumarta
6. Angga Damuri

Prodi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah
Pontianak
2015/2016
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karunia-Nya serta Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Alzaimer/Demensia.
Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu matakuliah Komunitas II.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data data yang kami peroleh dari buku
panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan Asuhan Keperawatan
Pada Lansia Dengan Gangguan Alzaimer/Demensia.

Kami harap makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan untuk Mahasiswa/i.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Kuburaya, Sept 2016

Kelompok 5
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit degeneratif otak yang progresif, dimana sel-
sel otak rusak dan mati sehingga mengakibatkan gangguan mental berupa kepikunan
(demensia) yaitu terganggunya fungsi-fungsi memori (daya ingat), berbahasa, berpikir dan
berperilaku. Sebagian besar demensia disebabkan oleh penyakit Alzheimer (60%). Demensia
adalah suatu penyakit yang dapat ditatalaksana, dan demensia bukan merupakan bagian
normal dari proses penuaan peningkatan jumlah kasus pada kelompok usia yang lebih muda
(sekitar 40 - 50 tahun).
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli psikiatri
dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur
51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali
ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak
koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan
simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan
degenerasi neurofibrillary.
Hal-hal yang dianggap dapat melindungi seseorang dari Alzheimer adalah gen APO
E2&3, pendidikan tinggi (aktivitas otak tinggi), pemakaian Estrogen, dan penggunaan obat
anti inflamasi. Meskipun penyebab belum diketahui, namun gangguan mental demensia
(kepikunan) ini telah dapat ditatalaksana dengan baik melalui berbagai upaya.

B. Tujuan
a. Tujuan umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan
belajar mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah keperawatan Komunitas II
mengenai Asuhan Keperawatan Klien dengan Alzheimer.
b. Tujuan khusus
Untuk mengetahui definisi alzheimer, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
pemeriksaan diagnostik dari alzheimer, penatalaksanaan medis dan asuhan keperawatan klien
dengan alzheimer.
C. RUMUSAN MASALAH
1) Apa definisi alzheimer.
2) Bagaimana etiologi alzheimer.
3) Bagaimana patofisiologi dari alzheimer.
4) Bagaimana gejala klinis dari alzheimer.
5) Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari alzheimer.
6) Bagaimana penatalaksanaan medis dari alzheimer.
7) Bagaimana pencegahan dari alzheimer.
8) Bagaimana kriteria diagnosis dari alzheimer.
9) Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan alzheimer.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Lansia

Pengertian lansia dibedakan menjadi dua macam yaitu lansia kronologis


(kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan dihitung,
sedangkan lansia biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Individu yang
berusia muda tetapi secara biologis dapat tergolong lansia jika dilihat dari keadaan
jaringan tubuhnya (Fatmah, 2010). Lanjut usia adalah usia kronologis lebih atau
sama dengan 65 tahun di negara maju, tetapi untuk negara sedang berkembang
bahwa kelompok manusia usia lanjut adalah usia sesudah melewati atau sama
dengan 60 tahun (Oenzil, 2006). Menurut WHO (World Health Organization),
lansia dikelompokan menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan ( usia 45 49 tahun),
lansia (usia 60 74 tahun), lansia tua (usia 75 90 tahun) dan usia sangat tua ( usia di
atas 90 tahun) (Fatmah, 2010).

B. Perubahan Fisiologi Lansia

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan


untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas atau kerusakan yang diderita (Boedhi-Darmojo,
2010). Proses menua dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen yang dapat
menjadi faktor risiko penyakit degeneratif yang dimulai sejak usia muda atau
produktif, namun bersifat subklinis (Fatmah, 2010). Beberapa perubahan anatomi dan
fisiologis tubuh meliputi sistem organ kulit pada lansia, terjadi penurunan epidermal
30 50% dan penurunan kecepatan pergantian stratum korneum menjadi dua kali
lebih lama dibandingan orang muda. Selain itu, terjadi penurunan respon terhadap
trauma di kulit, penurunan proteksi kulit, penurunan produksi vitamin D, penurunan
fungsi sebum, serta penurunan jumlah sel melanosit yang aktif (Fatmah, 2010).

Lansia mengalami penurunan fungsi fisiologis pada rongga mulut sehingga


mempengaruhi proses mekanisme makanan. Perubahan dalam rongga mulut yang
terjadi pada lansia mencakup tanggalnya gigi, mulut kering, dan penurunan motilitas
esofagus (Meiner, 2006). Penurunan fungsi sistem pencernaan pada lansia yaitu fungsi
fisiologis pada rongga mulut akan mempengaruhi proses mekanisme makanan. Pada
lansia, mulai banyak gigi yang tanggal serta terjadi kerusakan gusi karena proses
degenerasi. Kedua hal ini sangat mempengaruhi proses pengunyahan makanan. Lansia
mengalami kesulitan untuk mengkonsumsi makanan berkonsistensi keras. Kelenjar
saliva sukar untuk disekresi yang mempengaruhi proses perubahan karbohidrat
kompleks menjadi disakarida karena enzim ptialin menurun (Fatmah, 2010).

Lansia mengalami penanggalan gigi akibat hilangnya tulang penyokong


periosteal dan periodontal, sehingga lansia akan mengalami kesulitan dalam
mencerna makanan (Stanley, 2006). Fungsi lidah sebagai pelicinpun berkurang
sehingga proses menelan terganggu. Fungsi pengecapan juga mengalami penurunan
karena papila pada ujung lidah berku rang, terutama untuk rasa asin (Fatmah, 2010).

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia yang melakukan olahraga secara


teratur tidak mengalami kehilangan massa otot dan tulang sebanyak lansia yang inaktif.
Kelenturan, kekuatan otot, dan daya tahan sistem muskuloskeletal pada lansia akan
berkurang, namun pengurangan tersebut tidak ditemukan pada lansia yang sering
menggerakan tubuhnya. Lansia mengurangi aktivitas fisik seiring dengan
pertambahan usia. Penurunan sistem muskuloskeletal pada lansia dapat memburuk
diakibatkan penyakit seperti osteoartritis, reumatik, dan penyakit yang menyerang
sistem muskuloskeletal pada lansia (Fatmah, 2010).
A. Definisi
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan
degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk
merawat diri ( Suddart, & Brunner, 2002 ).
Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan
daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan
ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian
penderita (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008)
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan,
yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis
proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang
mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini
timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia
40 tahun (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003)
Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif
yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang
berusia 65 tahun keatas.

B. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang
telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament,
predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari
degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan
gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya
defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif
neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh
adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya
formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik.
Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana
faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme
energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang
non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana
faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.

C. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai
pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron
yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian
dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut
terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan
berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh
darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural)
dan biokimia pada neuron neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi
yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau
dendrit.Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur
intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein tau.
Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk
structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen
penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari
protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat
terikat pada mikrotubulus secara bersama sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk
ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing masing terluka. Dengan
kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali
tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut
dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta)
yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-
beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal
melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan
neuron. APP terbagi menjadi fragmen fragmen oleh protease, salah satunya A-beta,
fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan
tersebut akhirnya bercampur dengan se l sel glia yang akhirnya membentuk fibril
fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi
neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas
sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah
sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi,
perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan
pada otak.

D. Gejala Klinis
Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga tidak menyadari
secara pasti kapan timbulnya penyakit.
Terjadi pada usia 40-90 tahun.
Tidak ada kelainana sistemik atau penyakit otak lainnya.
Tidak ada gangguan kesadaran.
Perburukan progresif fungsi bahasa, keterampilan motorik dan persepsi.
Riwayat keluarga Alzheimer, parkinson, diabetes melitus, hipertensi dan
kelenjar tiroid (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008 )

Gejala klinis dapat terlihat sebagai berikut :


1. Kehilangan daya ingat/memori
Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu
orang itu adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa
nama tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.
2. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-
urutan menyiapkan makanan.
3. Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang
tepat, tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau
menggantikan suatu kata dengan kata yang tidak biasa.
4. Disorientasi waktu dan tempat.
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi
penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya,
lupa di mana dia saat ini, tidak tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini,
termasuk juga apakah saat ini malam atau siang.
5. Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk
cuaca dingin atau sebaliknya.
6. Salah menempatkan barang.
Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci.
Penderita Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa,
misal jam tangan pada kotak gula.
7. Perubahan tingkah laku.
Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu.
Penderita Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa
alasan yang dapat diterima.
8. Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi
mudah curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk,
terutama saat problem memori menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.
9. Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau
tidak menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya.(Yulfran, 2009)

E. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi
neuropatologi. Secara umum didapatkan :
atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal,
anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).

Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :


1) Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen
abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT
berkolerasi dengan beratnya demensia.
2) Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending
yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit,
mikroglia. Amiloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan
dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks,
amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks
motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile
plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan
dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile
plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
3) Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada
penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama
didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan
pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe
nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada
nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus
serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis.
Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang
berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan penyakit
alzheimer.
4) Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat
menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna
dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks
temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks
frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak
5) Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada
enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada
korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama
dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada
gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy
body merupakan variant dari penyakit alzheimer.

b. Pemeriksaan Neuropsikologik
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak
adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola
defisit yang terjadi.
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh
beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan
ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa

Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang


penting karena :
1) Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui
bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
2) Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan
kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh
disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
3) Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh
demensia karena berbagai penyebab.
c. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
CT Scan :
Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer
seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran
ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada
penyakit ini
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan
beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
MRI :
peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior
horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.
Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah
subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna
basalis dan fissura sylvii.
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
EEG :
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis
yang non spesifik
PET (Positron Emission Tomography) :
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :
penurunan aliran darah
metabolisme O2
glukosa didaerah serebral
SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) :
Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif.
Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
Laboratorium darah :
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia
lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar,
tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan secara selektif.
(Yulfran, 2009)

F. Tindakan Penanganan/Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab
dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan
hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
Pengobatan simptomatik:
1) Inhibitor kolinesterase
Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral
Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept),
galantamin (Razadyne), & rivastigmin
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama
pemberian berlangsung
ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, HCl, dan nafsu makan.
2) Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase
dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo
selama periode yang sama.
3) Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik.
Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000
mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang
bermakna.
4) Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan
kerusakan noradrenergik kortikal.
Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor
agonis
Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5) Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi :
Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral
Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant
(amitryptiline 25-100 mg/hari)
6) Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan
bantuan enzym ALC transferase.
Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif
(Yulfran, 2009)

G. Pencegahan
Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab
Alzheimer, yaitu : usia lebih dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan yang
terkontaminasi dengan logam berat, rokok, pestisida, gelombang elektromagnetic,
riwayat trauma kepala yang berat dan penggunaan terapi sulih hormon pada wanita.
Dengan mengetahui faktor resiko di atas dan hasil penelitian yang lain, dianjurkan
beberapa cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu :
Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok
maupun mengkonsumsi alkohol.
Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah
segar mengandung antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas.
Radikal bebas ini yang merusak sel-sel tubuh.
Menjaga kebugaran mental (mental fitness). Istilah ini mungkin masih jarang
terdengar. Cara menjaga kebugaran mental adalah dengan tetap aktif membaca
dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan.

H. Kriteria Diagnosis
Terdapat beberapa kriteria untuk diagnosa klinis penyakit Alzheimer, yaitu:

Kriteria diagnosis tersangka penyakit alzheimer terdiri dari:


Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini
mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test
neuropsikologik
Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi
Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering >65 tahun
Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya
Diagnosis tersangka penyakit alzheimer ditunjang oleh:
Perburukan progresif fungsi kognisi spesifik seperti berbahasa, ketrampilan
motorik, dan persepsi
ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan
neuropatologi
Pada gambaran EEG memberikan gambaran normal atau perubahan non-
spesifik seperti peningkatan aktivitas gelombang lambat
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropi serebri
Gambaran lain tersangka diagnosa penyakit alzheimer setelah dikeluarkan
penyebab demensia lainnya terdiri dari:
Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinentia, delusi,
halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat badan menurun
Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium
lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot,
mioklonus atau gangguan berjalan
Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
Gambaran diagnosa tersangka penyakit alzheimer yang tidak jelas terdiri dari:
Awitan mendadak
Diketemukan gejala neurologik fokal seperti hemiparese, hipestesia, defisit
lapang pandang dan gangguan koordinasi
Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan
Diagnosa klinik kemungkinan penyakit alzheimer adalah:
Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologik lain, gejala psikiatri atau
kelainan sistemik yang menyebabkan demensia
Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan
demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak
ada penyebab lainnya
Kriteria diagnosa pasti penyakit alzheimer adalah gabungan dari kriteria klinik
tersangka penyakit Alzheimer dan didapatkan gambaran histopatologi dari biopsy
atau otopsi :
autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri,
secara mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan
degenerasi neurofibrillary.

I. Prognosis
Dari pemeriksaan klinis 42 penderita Alzheimer menunjukkan bahwa nilai
prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu :
Derajat beratnya penyakit
Variabilitas gambaran klinis
Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin

Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling
mempengaruhi prognostik penderita alzheimer.

Pasien dengan penyakit Alzheimer :


Mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis
Biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.

J. Komplikasi
Infeksi
Malnutrisi
Kematian.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
a. Aktifitas istirahat

Gejala: Merasa lelah


Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi
ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara
program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang
telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode
emboli (merupakan factor predisposisi).
c. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi
terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan
objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan
multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu
untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa
membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin
menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat
membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-
jalan.
d. Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
e. Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan
dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa
lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan
(mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin
kurus (tahap lanjut).
f. Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang,
kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah
untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau
lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan
menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.
g. Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau
kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil
keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang
terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam
ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau
hipoksia yang berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta
aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan
kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau
percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau
bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis
bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).
h. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan
sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
i. Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh
personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran
sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan
pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi
pernafasan
B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernafasan :
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan
berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas.
Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan
pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
dengan pengkajian pada sistem lainnya.

Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.


Pengkajian Tingkat Kesadaran: Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung
pada perubahan status kognitif klien. Pengkajian fungsi serebral:
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan
penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.

Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan
usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman
penglihatan
Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta
penurunan aliran darah regional
Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan
perubahan status kognitif
Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan
indera pengecapan normal.

Pengkajian sistem Motorik


Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada
fungsi motorik secara umum.
Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya
perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.

Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural,
apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan
gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan
(salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap
sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari
neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara
umum.

B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Perubahan pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi
neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar
mandi/mengenali kebutuhan
2. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
penurunan tonus atau kekuatan otot.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik.
5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi,
dan/atau integrasi.
6. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible
7. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi
fisik
8. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
9. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun,
disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
10. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah,
mudah tersinggung, kurang percaya diri)
C. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan Ke- 1
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan kehilangan fungsi
neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar
mandi/mengenali kebutuhan.

Tujuan dan Kriteria Hasil


Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pola eliminasi terpenuhi dengan
kriteria hasil :
- Mampu menciptakan pola eliminasi yang adekuat/sesuai

Intervensi

Mandiri

a) Kaji pola sebelumnya dan bandingkan dengan pola yang sekarang


b) Letakkan tempat tidur dekat dengan kamar mandi jika memungkinkan. Buatkan
tanda tertentu atau pintu berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup terutama
malam hari.
c) Buat program latihan defekasi atau kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien
sesuai tingkat kemampuannya.
d) Anjurkan untuk minum adekuat selama siang hari (paling sedikit 2 liter sesuai
toleransi). Diet tinggi serat dan sari buah. Batasi minum saat menjelang malam
dan waktu tidur.
e) Pantau penampilan atau warna urine, catat konsistensi dari feses.

Kolaborasi

a) Berikan obat pelembek feses metamacil, gliserin suppositoria sesuai dengan


indikasi.

Rasional

Mandiri

a) Memberikan informasi mengenai perubahan yang munkin selanjutnya


memerlukan pengkajian atau intervensi
b) Meningkatkan orientasi atau penemuan kamar mandi. Inkontinensia mungkin
disertai ketidakmampuan untuk menemukan tempat berkemih atau defekasi.
c) Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh.
d) Menurunkan resiko konstipasi atau dehidrasi. Pembatasan minum pada sore
menjelang malam hari dapat menurunkan seringnya berkemih atau inkontinensia
pada malam hari.
e) Pendeteksian memberikan kesempatan untuk mengubah intervensi, misalnya
adanya konstipasi/infeksi kandung kemih dan sebagainya.

Kolaborasi

a) Mungkin diperlukan untuk memfasilitasi atau menstimulasi defekasi yang teratur.

2. Diagnosa Keperawatan Ke- 2


Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori

Tujuan dan kriteria hasil

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perubahan pola tidur klien


dapat teratasi dengan kriteria hasil :

Tidak terjadi perubahan tingkah laku dan penampilan (gelisah)


Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran
yang melayang-layang (melamun)
Mampu menentukan penyebab tidur inadekuat

Intervensi

Mandiri

a) Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur (mematikan lampu,


ventilasi ruang adekuat, suhu yang sesuai. Menghindari kebisingan)
b) Anjurkan latihan saat siang hari dan turunkan aktivitas mental/fisik pada sore hari
c) Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan masase punggung
d) Turunkan jumlah minuman sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur
e) Anjurkan klien untuk mendengarkan musik yang lembut
Kolaborasi

a) Berikan obat sesuai indikasi :


Antidepresi, seperti ;amitriptilin (elavil), doksepin (senequan), trasolon
(desyrel)
Oksazepam (serax), triazolam (halcion)
b) Hindari penggunaan difenhidramin (benadryl)

Rasional

Mandiri

a) Hambatan kortikal pada informasi reticular akan berkurang selama tidur,


meningkatkan respons otomatik, karenanya respons kardiovaskular terhadap
suara meningkat selama tidur
b) Aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat
meningkatkan kebingungan , aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi berlebihan
meningkatkan waktu tidur
c) Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk
d) Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk berkemih selama malam hari
e) Menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara lain dari lingkungan
sekitar yang akan menghambat tidur.

Kolaborasi

a) Efektif menangani pseudodemensia atau depresi, meningkatkan kemampuan


untuk tidur, tetapi antikolinergik dapat mencetuskan bingung, memperburuk
kognitif dan efek samping hipotensi ortostatik Gunakan dengan hemat, hipnotik
dosis rendah efektif mengatasi insomnia
b) Kontraindikasi karena mempengaruhi produksi assetilkolin yang sudah dihambat
dalam otak.
3. Diagnosa Keperawatan Ke- 3

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan penurunan tonus/kekuatan otot,


kerusakan neuromuskuler

Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien mampu rentang gerak


optimal dengan criteria hasil

mempertahankan posisi dengan tak ada komplikasi (kontraktur,dekubitus)


mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali
aktifitas yang diinginkan

Intervensi

Mandiri

a) kaji kekuatan motorik atau kemampuan secara fungsional dengan menggunakan


skala 0-5. Lakukan pengkajian secara teratur dan bandingkan dengan nilai
dasarnya.
b) Berikan posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman. Lakukan perubahan posisi
dengan jadwal yang teratur sesuai kebutuhan secara individual.
c) Lakukan latihan rentang gerak pasif. Hindari latihan aktif selama fase akut.

Kolaborasi

a) Konfirmasikan dengan/rujuk kebagian terapi fisik/terapi okupasi

Rasional

Mandiri

a) menentukan perkembangan/munculnya kembali tanda yang menghambat


tercapainya tujuan atau harapan pasien.
b) menurunkan kelelahan meningkatkan relaksasi, menurunkan resiko terjadinya
iskemia atau kerusakan pada kulit.
c) menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus otot dan meningkatkan mobilisasi
sendi. Catatan:latihan yang dipaksakan dapat menimbulkan eksaserbasi gejala
yang menyebabkan regresi fisiologis dan emosi. persendian juga dapat
mengalami dislokasi sehingga otot mengalami flaksid secara total.
Memaksimalkan tenaga dan mencegah kelelahan yang berlebihan.

Kolaborasi

a) Bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot secara individual atau latihan


terkondisi dan program latihan berjalan dan mengidentifikasikan alat bantu atau
brace untuk mempertahankan mobilisasi dan kemandirian dalam melakukan
aktifitas sehari-hari.

4. Diagnosa Keperawatan Ke- 4

Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan


fisik

Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan terdapat perilaku


peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil:

klien tampak bersih dan segar


klien tidak pucat.

Intervensi

Mandiri

a) Identifikasi kesulitan berpakaian/perawatan diri, seperti keterbatasan fisik;


apatis/depresi atau temperatur ruangan.
b) Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan
dengan perawatan rambut/kuku/kulit, bersihkan kacamata dan gosok gigi.
c) Gabungkan kegiatan sehari-hari kedalam jadwal aktivitas jika mungkin.
d) Kaji kemampuan dan tingkat itaspenurunan kemampuan ADL dalam skala 0 4.
e) Rencanakan tindakan untuk defisit motorik seperti tempatkan makanan dan
peralatan di dekat klien agar mampu sendiri mengambilnya.
f) Kaji kemampuan komnikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan urinal
pispot. Antarkan ke kamar mandi bila kondisi memungkinkan .
g) Identifikasi kebiasaan BAB . anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.

Kolaborasi :

a) Pemberian suppositoria dan pelumas faeces / pencahar.


b) Konsul ke dokter terapi okupasi.
Rasional

Mandiri

a) Memahami penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi/ strategi


b) Sesuai dengan perkembangan penyakit, kebutuhan akan kebersihan dasar
mungkin dilupakan.
c) Mempertahankan kebutuhan rutin dapat mencegah kebingungan yang semakin
memburuk dan meningkatkan partisipasi pasien.
d) Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan
individual.
e) Klien akan mampu melakukan aktivitas sendiri untuk memenuhi perawatan
dirinya.
f) Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan masalah
pengososngan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
g) Meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi

Kolaborasi :

a) Pertolongan utama terhadap fungsi bowell atau BAB


b) Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus.

5. Diagnosa Keperawatan Ke-5

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi


atau integrasi sensori

Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perubahan persepsi


sensori klien dapat berkurang atau terkontrol dengan criteria hasil:

Mengalami penurunan halusinasi.


Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress.
Mendemonstrasikan respons yang sesuai stimulasi.

Intervensi

Mandiri

a) Kembangkan lingkungan yang suportif dan hubungan perawat-klien yang


terapeutik.
b) Bantu klien untuk memehami halusinasi.
c) Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaiman hal tersebut
mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
d) Ajarkan strategi untuk mengurangi stress.
e) Ajak piknik sederhana, jalan-jalan kelilin rumah sakit. Pantau aktivitas.
f) Tingkatkan keseimbangan fisiologis dengan menggunakan bola lantai, tangan
menari dengan disertai music.
g) Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, spt:terapi
okupasi.
Rasional

Mandiri

a) Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan kecemasan pada klien.


b) Meningkatkan koping dan menurunkan halusinasi.
c) Keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan
klien kehilangan kemampuan pada salah astu sisi tubuh. Klien tidak dapat
mengenali rasa lapar, haus, Penerima nyeri eksternal.
d) Untuk menurunkan kebutuhan akan halusinasi.
e) piknik menunjukkan realitadan memberikan stimulasi sensori yang menurunkan
perasaan curiga dan halusinasi yg disebabkan perasaan terkekang.
f) Menjaga mobilitas yang dapat menurunkan risiko terjadinya atrofi otot/
osteoporosis pada tulang.
g) Memberikan kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain dan
dapat mempertahankan beberapa tingkat dari interaksi sosial.
6. Diagnosa Keperawatan Ke-6
Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversibel
Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan gangguan proses pikir tidak


bertambah buruk, dengan kriteria hasil:

Klien mampu menginterpretasikan stimulus sedikit demi sedikit


Klien mampu mengakomodasikan sedikit demi sedikit suatu ide/perintah
Klien mampu mengenali orang-orang terdekatnya, seperti nama keluarganya.
Klien mampu mengenali tempat-tempat disekitarnya, seperti alamat rumah.
Klien mampu mengenali waktu seperti pagi, siang, dan malam.

Intervensi
Mandiri
a) Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi terhadap orang,
tempat waktu, rentang perhatian dan kemampuan berpikir
b) Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang
c) Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang
d) Tatap wajah ketika bercakap-cakap dengan pasien
e) Gunakan kata-kata yang pendek dan kalimat yang sederhana dan berikan instruksi
sederhana. Ulangi instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan.

Kolaborasi

a) Antisiklotik, seperti halopiridol (Haldol) ; tioridazin (Mallril)


b) Vasodilator, seperti siklandelat (Cyclospasmol)
c) Agen ansiolitik, seperti diazepam, lorazepam, oksazepam

Rasional

Mandiri

a) Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan datang dan


mempengaruhi pilihan terhadap intervensi.
b) Keramaian biasanya merupakan sensori yang berlebihan yang meningkatkan
gangguan neuron
c) Pendekatan yang terburu-buru dapat mengancam pasien bingung yang mengalami
kesalahan persepsi.
d) Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual
e) Sesuai dengan berkembangnya penyakit, pusat komunikasi dalam otak mungkin
saja terganggu.

Kolaborasi

a) Dapat digunakan untuk mengontrol agitasi, halusinasi.


b) Dapat meningkatkan kesadaran mental tetapi memerlukan penelitian lebih lanjut.
c) Lebih bermanfaat pada fase awal dan/atau fase sedang untuk menghilangkan
kecemasan.

7. Diagnosa Keperawatan Ke- 7


Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan
fungsi fisik
Tujuan dan kriteria Hasil

Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beradaptasi


dengan perubahan aktivitas sehari- hari dan lingkungan dengan kriteria hasil :

mengidentifikasi perubahan
mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari-
hari
cemas dan takut berkurang
membuat pernyataan yang psitif tentang lingkungan yang baru.
Intervensi
Mandiri
a) Jalin hubungan saling mendukung dengan klien.
b) Orientasikan pada lingkungan dan rutinitas baru.
c) Kaji tingkat stressor (penyesuaian diri, perkembangan, peran keluarga, akibat
perubahan status kesehatan)
d) Tentukan jadwal aktivitas yang wajar dan masukan dalam kegiatan rutin.
e) Berikan penjelasan dan informasi yang menyenangkan mengenai kegiatan/
peristiwa.
f) Pertahankan keadaan tenang. Tempatkan dalam lingkungan tenang yang
memberikan kesempatan untuk beristirahat
g) Atasi tingkah laku agresif dengan pendekatan yamg tenang.
h) Rujuk ke sumber pendukung perawatan diri

Rasional

Mandiri

a) Untuk membangan kepercayaan dan rasa nyaman.


b) Menurunkan kecemasan dan perasaan terganggu.
c) Untuk menentukan persepsi klien tentang kejadian dan tingkat serangan.
d) Konsistensi mengurangi kebingungan dan meningkatkan rasa kebersamaan.
e) Menurunkan ketegangan, mempertahankan rasa saling percaya, dan orientasi.
f) Menenangkan situasi dan memberi klien waktu untuk memperoleh kendali
terhadap prilaku dan emosinya.
g) Rasa diterima menurunkan rasa takut dan respon agresif.
h) Meningkatkan perasaan, dukungan selama penyesuaian.

8. Diagnosa Keperawatan ke- 8


Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan koping individu menjadi


efektif dengan kriteria hasil :

Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang


situasi dan perubahan yang sedang terjadi
Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.
Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang
akurat tanpa haraga diri yang negatif
Intervensi
Mandiri
a) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat
ketidakmampuan
b) Dukung kemampuan koping
c) Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta
kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan
belajar mengontrol sisi yang sehat
d) Beri dukungan psikologis secara menyeluruh.
e) Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari
f) Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk
dirinya semaksimal mungkin
g) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam
aktivitas rehabilitasi
h) Monitor gangguan tidur peningkatan konsentrasi, letargi, dan witdhrawal

Kolaborasi

a) Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi


Rasional
Mandiri
a) Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau
pemilihan intervensi
b) Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat
kemajuan penyakit. Dukungan dan sumber bantuan dapat diberikan melalui
ketekunan berdoa dan penekanan keluar terhadap aktivitas dengan mepertahankan
patisipasi aktif
c) Membantu klien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai
bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan
dan mulai menerima situasi baru.
d) Klien Alzheimer sering merasa malu, apatis, tidak adekuat, bosan dan merasa
sendiri. Perasaan ini dapat disebabkan akibat keadaan fisik yang lambat dan
upaya yang besar dibutuhkan terhadap tugas-tugas kecil. Klien dibantu dan
didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatnya
mobilitas)
e) Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari untuk mencegha waktu tidur
yang terlalu banyak yang dapat mengarah padda tidak adanya keinginan dari
apatis. Setiap upaya dibuat untuk mendukung klien keluar darii tugas-tugas yang
termasuk koping dengan kebutuhan mereka setiap hari dan untuk membentuk
klien mandiri. Apapun yang dilakukan hanya untuk keamanan sewaktu mencapai
tujuan dengan meningkatnya kemampuan koping.
f) Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan
harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.
g) Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran
individu masa mendatang.
h) Dapat mengindikasikan terjadinya depresi dimana memerlukan intervensi dan
evaluasi lebih lanjut
Kolaborasi

a) Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan.


Kerjasama fisioterapi, psikoterapi, terapi obat-obatan, dan dukungan partisipasi
kelompok dapat menolong mengurangi depresi yang juga sering muncul pada
kejadian ini.
9. Diagnosa keperawatan Ke- 9
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual
(pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien tidak mengalami


hambatan komunikasi verbal dengan kriteria hasil :

Membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan


meningkatkan kemampuan berkomunikasi
Intervensi
Mandiri
a) Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi.
b) Menentukan cara-cara berkomunikasi seperti mempertahankan kontak mata,
pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas dan
pensil/bolpoint, gambar, atau papan tulis; bahasa isyarat, penjelas arti dari
komunikasi yang disampaikan.
c) Letakkan bel/lampu panggilan di tempat mudah dijangkau dan berikan penjelasan
cara menggunakannya. Jawab panggilan tersebut dengan segera. Penuhi
kebutuhan klien. Katakan kepada klien bahwa perawat siap membantu jika
dibutuhkan.

Kolaborasi

a) Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa.


Rasional
Mandiri
a) Untuk menentukan tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi.
b) Untuk membantu proses berkomunikasi dengan klien, dan agar tidak terjadi
miskomunikasi.
c) Untuk memudahkan klien dalam memanggil perawat saat membutuhkan bantuan.
Kolaborasi

a) Memberikan terapi bicara pada klien.


10. Diagnosa Keperawatan Ke- 10

Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat


marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)

Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah diberikan Asuhan Keperawatan diharapkan klien mampu melakukan


interaksi social, dengan criteria hasil :

klien mampu berinteraksi dengan orang disekitarnya dengan baik.


klien tidak memiliki rasa bermusuhan/menyerang orang.
Intervensi
Mandiri
a) Beri individu hubungan suportif.
b) Bantu mengidentifikasi alternative tindakan.
c) Bantu menganalisis pendekatan yang berfungsi paling baik.
d) Gunakan pertanyaan dan observasi untuk mendorong individu dengan keterbatasan
keterampilan interaksi
e) Bantu anggota keluarga dalam memahami dan memberi dukungan.
Rasional
Mandiri
a) Agar individu terstimulasi untuk melakukan interaksi social.
b) Agar klien mampu mengidentifikasi tindakan yang baik.
c) Agar klien mampu melakukan interaksi dengan orang lain dengan baik.
d) Untuk merangsang klien untuk menjawab pertanyaan perawat secara tidak
langsung menstimulasi klien untuk berinteraksi.
e) Dukungan keluarga sangat membantu dalam melakukan interaksi social.
2. Evaluasi

1) Perubahan pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi


neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar
mandi/mengenali kebutuhan
Klien menciptakan pola eliminasi yang adekuat/sesuai

2) Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori


Tidak terjadi perubahan tingkah laku dan penampilan (gelisah)
Klien menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran
yang melayang-layang (melamun)
Klien menentukan penyebab tidur inadekuat

3) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan


tonus atau kekuatan otot.
Klien mempertahankan posisi dengan tak ada komplikasi (kontraktur,dekubitus)
Klien mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan
kembli aktifitas yang diinginkan

4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik.


Klien tampak bersih dan segar
Klien tidak pucat

5) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi,


dan/atau integrasi.
Klien Mengalami penurunan halusinasi.
Klien Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress.
Klien Mendemonstrasikan respons yang sesuai stimulasi.

6) Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible


Klien menginterpretasikan stimulus sedikit demi sedikit
Klien mengakomodasikan sedikit demi sedikit suatu ide/perintah
Klien mengenali orang-orang terdekatnya, seperti nama keluarganya.
Klien mengenali tempat-tempat disekitarnya, seperti alamat rumah.
Klien mengenali waktu seperti pagi, siang, dan malam.

7) Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi


fisik
Klien mengidentifikasi perubahan
Klien beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari-
hari
cemas dan takut klien berkurang
Klien membuat pernyataan yang psitif tentang lingkungan yang baru.

8) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan


masalah, perubahan intelektual
Klien menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi
dan perubahan yang sedang terjadi
Klien menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
Klien Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara
yang akurat tanpa haraga diri yang negative

9) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun,


disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
teknik/metode klien komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi

10) Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah,
mudah tersinggung, kurang percaya diri)
Klien mampu berinteraksi dengan orang disekitarnya dengan baik.
Klien tidak memiliki rasa bermusuhan/menyerang orang.

11) Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan sensori, mudah lupa
Klien mendapat diet nutrisi yang seimbang
Mempertahankan/ mendapat kembali BB yang sesuai
Klien dapat mengubah pola asupan yang benar

12) Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk


mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
Keluarga mengenali resiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-
tahap untuk memperbaikinya.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.


Jakarta:EGC

Lumbantobing, Prof.DR.dr.SM. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta
: FKUI

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika: Jakarta

Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi
2. Jakarta : EGC.

You might also like