You are on page 1of 13

ACARA I

PENGOLAHAN ANEKA TEPUNG BERBAHAN BAKU KOMODITAS


LOKAL

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum Acara I Pengolahan Aneka Tepung Berbahan Baku
Komoditas Lokal adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui cara pembuatan tepung dari bahan baku komoditas lokal.
2. Mengetahui besarnya rendemen tepung halus yang dihasilkan dari
berbagai bahan baku komoditas lokal.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Ubi jalar merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting di
Indonesia dimana sebagian besar produksinya (89%) digunakan sebagai bahan
pangan. Ubi jalar memiliki kandungan nutrisi yang tinggi seperti karbohidrat
(pati dan serat pangan), vitamin, dan mineral (kalium dan fosfor). Disamping
itu, khusus ubi jalar oranye mengandung senyawa -karoten dan ubi jalar ungu
mengandung senyawa antosianin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan.
Dengan demikian, ubi jalar memiliki potensi yang baik untuk di pertimbangkan
dalam menunjang program diversifikasi pangan yang berbasis pada tepung dan
pati. Komponen utama pada tepung ubi jalar adalah karbohidrat dimana
sebagian besar adalah pati. Dalam pembuatan produk seperti saos , makanan
bayi, salad dressing dan cake mix dibutuhkan tepung yang memiliki tingkat
viskositas yang tinggi. Namun, tepung ubi jalar tidak memiliki karakteristik
tersebut, sehingga perlu dilakukan modifikasi untuk memperoleh tingkat
viskositas yang tinggi (Anggraeni dkk, 2014).
Cara membuat tepung ubi jalar hampir sama dengan pembuatan tepung
lainnya. Umbi diparut atau digiling hingga halus, lalu ditambahkan air hingga
membentuk bubur. Kemudian campuran diperas dan disaring menggunakan
kain saring hingga menghasilkan larutan dan ampas. Larutan tersebut
diendapkan selama 4-12 jam. Hasil endapannya dikeringkan dengan cara
dijemur atau dioven pada suhu 60C. Hasilnya diperoleh pati kasar. Pati kasar
sebaiknya digiling hingga halus, lalu diayak menggunakan ayakan 80 mesh
agar menghasilkan pati halus (Murtiningsih dan Suyanti 2011).
Beras merupakan bahan makanan sebagai sumber energi bagi manusia.
Selain itu, beras juga merupakan sumber protein, vitamin dan juga mineral
yang bermanfaat bagi kesehatan (Masniawati dkk, 2012). Tepung beras
mempunyai karakteristik yang berbeda dibanding dengan terigu sehingga perlu
dilakukan modifikasi pada formula dan konsdidi proses pengolahan. Tepung
beras memiliki jumlah air bebas lebih tinggi dalam sistem adonan (batter
system) karena ukuran granula pati kecil (3-8 mikron) sehingga mengabsorbsi
air lebih sedikit. Tepung beras juga tidak membentuk jaringan gluten dalam
sistem adonan sehingga kemampuan menahan airnya lebih rendah dibanding
tepung terigu (Widjajaseputra dkk, 2011).
Tepung beras merupakan tepung yang diperoleh dari hasil proses
penggilingan beras. Beras sendiri adalah bagian bulir padi atau gabah
yang telah dipisah dari sekam. Sekam (Jawa merang) secara anatomi
disebut palea yaitu bagian yang ditutupi dan lemma adalah bagian yang
menutupi. Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah
ditumbuk dengan lesung atau digiling sehingga bagian luarnya atau kulit
gabah terlepas dari isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih,
kemerahan, ungu, atau bahkan hitam (Kusmartanti, 2010).
Standar mutu tepung beras ditentukan menurut Standar Industri
Indonesia (SII). Syarat mutu tepung beras yang baik adalah : kadar air
maksimum 10%, kadar abu maksimum 1%, bebas dari logam berbahaya,
serangga, jamur, serta dengan bau dan rasa yang normal. Di Amerika, dikenal
dua jenis tepung beras, yaitu tepung beras ketan dan tepung beras biasa.
Tepung ketan mempunyai mutu lebih tinggi jika digunakan sebagai pengental
susu, pudding dan makanan ringan (Koswara, 2009).
Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, dalam
bahasa Inggris bernama cassava, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika
dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok
penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Merupakan umbi atau akar
pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang
50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya
berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan
meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan
keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat
racun bagi manusia (Moses dan Grace, 2004).
Proses pembuatan tepung singkong secara tradisional terdiri dari tiga
tahap yang dilakukan secara terpisah. Tahap pertama adalah proses pemarutan
ketela pohon yang sudah dikupas kulitnya, sedangkan tahap kedua dan ketiga
adalah proses pemerasan dan penyaringan parutan ketela pohon yang sudah
dicampur air, untuk mendapat- kan tepung tapioka. Proses pemarutan, proses
pemerasan dan penyaringan untuk mendapatkan tepung tapioka dilakukan
dengan cara manual, menggunakan tenaga manusia (Soegihardjo, 2005).
Tepung singkong juga memiliki kelemahan sifat fisik dan kimia yang
menyebabkan penggunaannya pada industri pangan relatif terbatas. Beberapa
kelemahan tersebut antara lain; viskositas dan kemampuan membentuk gel
yang tidak seragam, tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi, tidak tahan pada
kondisi asam, tidak tahan terhadap proses mekanis, dan mudah mengalami
sineresis. Untuk itu maka perlu dilakukan perbaikan sifat fisik dan kimianya
dengan cara melakukan modifikasi tepung cassava. Modifikasi disini
dimaksudkan sebagai perubahan struktur molekul dari yang dapat dilakukan
secara kimia, fisik maupun enzimatis (Setiavani, 2011).

C. METODOLOGI
1. Alat
a. Baskom
b. Blender atau alat penggiling
c. Ayakan
d. Sendok
e. Kain belacu
f. Pisau
g. Pemarut
h. Cabinet dryer
i. Timbangan digital
2. Bahan
a. Beras
b. Beras ketan
c. Ubi jalar
d. Singkong
e. Larutan Na2S2O5
f. Larutan NaOH
g. Air
3. Cara kerja
a. Tepung Singkong

Singkong 4 kg

Pencucian dengan air bersih

Pengupasan

Perendaman dalam larutan Na2S2O51000 ppm


selama 10 menit

Pemotongan

Pemarutan dengan mesin

Hasil parutan dan air Pencampuran

Pembungkusan dengan kain saring

Pengepresan

Penampungan dalam baskom hingga mengendap

Pemisahan pati dan air

Penampungan pati dalam loyang aluminium

Pengeringan dalam kabinet dryer suhu 60oC selama


8 jam

Gumpalan pati kering Penggilingan dengan blender

Pengayakan 80 mesh

Tepung singkong
b. Tepung Beras

Beras 0,5 kg

Pencucian dengan air bersih

Larutan NaOH 10 mL per liter air Perendaman selama 24 jam

Penggantian air

Pencucian

Perendaman 35-48 jam

Penggilingan Tepung kasar

Tepung kasar dan air Pencampuran


Tepung kasar
Penyaringan dengan kain blacu
Tepung halus
Tepung kasar Penggilingan

Penyaringan

Pengeringan dengan sinar matahari atau alat


pengering

Tepung halus
c. Tepung Beras Ketan

Beras ketan 1 kg

Pencucian

Perendaman dengan air + NaOH 1


malam

Penirisan

Penggilingan

Air Hasil gilingan

Penyaringan dengan kain saring

Pengulangan sampai 4 kali

Pengendapan selama 10 jam

Pembuangan air dari endapan


secara hati-hati

Pengeringan pati dengan


menggunakan Cabinet dryer
selama 8 jam

Pengayakan

Penimbangan tepung

Tepung beras ketan


d. Tepung Ubi Jalar

Ubi Jalar 5 kg

Pencucian

Perendaman dengan air +


Na2S2O5

Penirisan

Penggilingan

Air Hasil gilingan

Penyaringan dengan kain saring

Pengulangan sampai 4 kali

Pengendapan selama 10 jam

Pembuangan air dari endapan


secara hati-hati

Pengeringan pati dengan


menggunakan Cabinet dryer
selama 8 jam

Pengayakan

Penimbangan tepung

Tepung ubi jalar


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.1 Hasil Rendemen Pengolahan Aneka Tepung
Kelompok Jenis Tepung Berat Awal Berat Akhir Rendemen
(gram) (gram) (%)
1 Singkong 4000 172,9 4,32
2 Singkong 4000 172,9 4,32
3 Singkong 4000 172,9 4,32
4 Beras 500 4,0 0,80
5 Beras 500 4,0 0,80
6 Beras 500 4,0 0,80
7 Ubi Jalar 5000 171,3 3,43
8 Ubi Jalar 5000 171,3 3,43
9 Ubi Jalar 5000 171,3 3,43
10 Beras Ketan 1000 22,4 2,24
11 Beras Ketan 1000 22,4 2,24
12 Beras Ketan 1000 22,4
Sumber : Laporan Sementara

Proses pembuatan tepung secara tradisional terdiri dari tiga tahap yang
dilakukan secara terpisah. Tahap pertama adalah proses pemarutan ketela
pohon yang sudah dikupas kulitnya, sedangkan tahap kedua dan ketiga adalah
proses pemerasan dan penyaringan parutan ketela pohon yang sudah dicampur
air, untuk mendapatkan tepung tapioka. Proses pemarutan, proses pemerasan
dan penyaringan untuk mendapatkan tepung tapioka dilakukan dengan cara
manual, menggunakan tenaga manusia (Soegihardjo, 2005).
Pada proses pembuatan tepung, tahapan-tahapan yang dilalui adalah
bahan yang akan digunakan di sortasi seperti penghilangan kulit luar
menggunakan air bersih. Lalu pada tepung beras diberi perlakuan pendahuluan
yaitu tepung beras direndam dalam air terlebih dahulu dengan penambahan
sedikit NaOH. Penambahan NaOH ini menurut Koswara (2009) dimaksudkan
agar mempertahankan warna putih yang akan dihasilkan beras saat menjadi
tepung. Selain itu untuk mempermudah proses penggilingan karena butiran
beras menjadi semakin lunak. Lalu pada perlakuan pendahuluan tepung
singkong direndam dalam air yang diberi larutan Na2S2O5. Larutan Na2S2O5
menurut Herawati dan Widowati (2009) berfungsi sebagai penghilang lendir
pada ubi dan mempertahankan warna pada tepung yang dihasilkan. Selanjutnya
setelah perendaman selesai dilakukan penggantian air lalu pencucian, pada saat
mencuci dipastikan keadaan bahan sudah tidak licin yang menandakan
pencucian telah bersih. Selanjutnya masuk ke proses penggilingan. Setelah
penggilingan didapatkan tepung. Hasil dari ayakan ini dicampur dengan air
diatas kain belacu kemudian proses pengepresan tepung yang bercampur
dengan air yang ditampung dalam baskom. Jika pengepresan telah selesai
biarkan campuran tepung halus ini mengendap sampai pati terpisah dengan
Menurut Widjanarko dan Suwasito (2014) pengendapan ini bertujuan untuk
memisahkan partikel-partikel dari suatu fluida berdasarkan berat jenisnya.
Substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang
lebih ringan akan berada di atas. Substansi ini terbagi menjadi dua, yaitu
supernatan dan pelet. Supernatan adalah substansi hasil sentrifugasi yang
memiliki berat jenis yang lebih rendah. Posisi dari substansi ini berada pada
lapisan atas dan warnanya lebih jernih. Sedangkan pelet adalah substansi hasil
sentrifugasi yang memiliki berat jenis yang lebih tinggi. Posisinya berada pada
bagian bawah (berupa endapan) dan warnanya lebih keruh. Kemudian setelah
pengendapan selesai air dibuang perlahan-lahan dan pati yang telah mengendap
dipindahkan dalam loyang kemudian dikeringkan menggunakan Cabinet dryer
dengan suhu 60C selama 8 jam. Pati yang telah dikeringkan ini dihitung
rendemennya.
Menurut Murtiningsih dan Suyanti (2011) pada proses pembuatan
tepung ubi jalar, tahapannya adalah pilih ubi jalar segar yang baru saja tidak
lebih dari 1 minggu dipanen kemudian potong bagian ujung dan pangkal umbi
tersebut sekitar 2 cm. Lalu masuk pada proses pengupasan umbi, setelah
dikupas kemudian dicuci hingga bersih lalu dipotong-potong tipis secara
manual atau menggunakan mesin. Potongan tipis ini lalu direndam air dengan
menambahkan larutan Na-metabisulfit 0,2% selama 15 menit setelah itu
ditiriskan. Penambahan larutan Na-metabisulfit 0,2% digunakan untuk
menghilangkan getah pada ubi sehingga akan memperbaiki warna tepung.
Setelah itu proses pengeringn dengan menggunakan cahaya matahari selama 2
hari atau lebih atau dengan menggunakan alat pengering sederhana pada suhu
60C selama 12 jam hingga tercapai kadar air ubi sebesar 7%. Masuk pada
proses penggilingan. Hasil dari gilingan ini kemudian diayak dengan ayakan 80
mesh. Setelah proses pengayakan selesai tepung yang telah diayak dapat
disimpan dipindahkan ke wadah atau karung.
Pada Tabel 1.1 tepung yang digunakan adalah tepung tepung singkong
4000 gram, tepung beras 500 gram, tepung ubi jalar 5000 gram dan tepung
beras ketan 1000 gram. Pada akhir pembuatan tepung diperoleh hasil rendemen
yang merupakan hasil dari berat akhir dibagi berat awal dengan satuan persen.
Rendemen yang dihasilkan dari yang terbesar hingga terkecil masing-masing
adalah tepung singkong 4,32%, tepung ubi jalar 3,43%, tepung beras ketan
2,24% dan terakhir tepung beras 0,80%. Menurut Badan Litbang Pertanian
(2011) rendemen yang dihasilkan tepung ubi kayu (singkong) yaitu 20-22%
yang berarti hal ini tidak sesuai dengan teori karena tepung singkong yang
dihasilkan hanya 4,32%. Selanjutnya pada ubi jalar, menurut Murwati dkk
(2005) rendemen ubi jalar rata-rata adalah 19,63% hal ini tidak sesuai dengan
teori karena rendemen tepung ubi jalar yang dihasilkan hanya 3,43%.
Kemudian menurut Kusmartanti (2010) tepung beras memiliki rendemen
sekitar 14,65%, hal ini juga tidak sesuai dengan teori karena rendemen tepung
beras yang dihasilkan hanya 0,8%. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
rendemen adalah pada jenis bahan dan jumlah banyaknya yang digunakan,
mutu dari bahan baku, proses penggilingan tepung dan proses pengayakan.
Pada proses penggilingan, menurut Widjanarko dan Suwasito (2014) lamanya
penggilingan akan semakin kecil dan selanjutnya semakin kecil selalu, hal ini
dikarenakan tepung halus akan lebih banyak yang menempel atau tertinggal
dimesin penggiling. Selain itu jumlah bahan baku yang dipake akan
mempengaruhi besar kecilnya rendemen yang dihasilkan.

E. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Proses pengolahan tepung secara umum adalah sortasi bahan, pencucian
bahan hingga bersih, perendaman, penirisan, penggilingan, penyaringan
tepung+air, pengendapan tepung halus yang ikut bersama air, pengeringan
hasil endapan dan pengayakan.
2. Rendemen terbesar yang dihasilkan adalah tepung singkong 4,32%.
3. Randeman yang dihasilkan dari yang terbesar hingga ke yang terkecil
adalah tepung singkong 4,32%, tepung ubi jalar 3,43%, tepung beras ketan
2,24% dan terakhir tepung beras 0,80%.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai rendemen adalah pada jenis bahan
dan jumlah banyaknya yang digunakan, mutu dari bahan baku, proses
penggilingan tepung dan proses pengayakan.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Yenny Puspita dan Sudarminto Setyo Yuwono. 2014. Pengaruh


Fermentasi Alami Pada Chips Ubi Jalar (Ipomoea Batatas) Terhadap Sifat
Fisik Tepung Ubi Jalar Terfermentasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.
2. No. 2.
Badan Litbang Pertanian. 2011. Proses Pengolahan Tepung Cassava dan
Tapioka. Sinar Tani. Jakarta.
Herawati, Heti dan Sri Widowati. 2009. Karakteristik Beras Mutiara dari Ubi
Jalar (Ipomea batatas). Buletin Teknologi Pasca Panen Pertanian Vol. 5.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Beras (Teori dan Praktek).
EbookPangan.
Kusmartanti, Arindyah. 2010. Pengaruh Suhu Terhadap Penurunan Kadar Abu
Tepung Beras dengan Menggunakan Alat Furnace. Tugas Akhir Teknik
Kimia Universitas Diponogoro. Semarang.
Masniawati, A., Eva Johanes, Andi Ilham Laturna dan Novota Paelongan. 2010.
Karakterisasi Sifat Fisikokimia Beras Merah Pada Beberapa Sentra
Produksi Beras Di Sulawesi Selatan. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Hasanuddin. Sulawesi Selatan.
Moses and Grace, 2004. Potential of cassava flour as a gelling agent in mediafor
plant tissue cultures. Joint Centre for Crop Innovation JCCI), Private bag
260, Horsham, Victoria 3401, Australia.
Murtiningsih dan Suyanti. 2011. Membuat Tepung Umbi dan Variasi Olahannya.
Agro Media Pustaka. Jakarta.
Murwati, Titik F. Djafar dan Siti Rahayu. 2005. Teknologi Pembuatan Tepung
dan Olahan Ubi Jalar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta.
Yogyakarta.
Setiavani, Gusti. 2011. Kajian Pembuatan Tepung Cassava Modifikasi. Jurnal
Teknologi Pasca Panen. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soegihardjo, Oegik. 2005. Perancangan Mesin Pembuat Tepung Tapioka. Jurnal
Teknik Mesin Vol. 7 No. 1.
Widjajaseputra, Anna Ingani, Harijono, Yunianta dan Teti Estiasih. 2011.
Pengaruh Rasio Tepung Beras dan Air Terhadap Karakteristik Kulit
Lumpia Basah. Jurnal Teknlologi dan Industri Pangan, Vol. XXII No. 2.
Malang.
Widjanarko, Simon Bambang dan Thabah Sigit Suwasito. 2014. Pengaruh Lama
Penggilingan Dengan Metode Ball Mill Terhadap Rendemen Dan
Kemampuan Hidrasi Tepung Porang (Amorphophallus Muelleri Blume).
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No. 1.

You might also like