Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :
1. Jati Sintya (H3115041)
2. Nikmatul Ulfa (H31150
3. Shaff Ahmad (H31150
4. Zulfadin Hanafiah (H31150
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Acara III Pasca Panen Kakao adalah
untuk mengetahui cara pasca panen buah kakao.
B. Tinjauan Pustaka
Kakao merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh dengan baik
pada daerah garis lintang 100 LS sampai 100 LU. Sedangkan dilihat dari
ketinggian, lingkungan ideal buat tanaman kakao adalah daerah dengan
tinggi tempat 0 s/d 600 mdpl, dengan curah hujan 1500 s/d 2500 mm/th,
dan bulan kering (curah hujan<60mm/bulan) kurang dari 3 bulan. Dengan
suhu maksimum 30-320 C, minimum18-21 C, dan tidak ada angin
kencang terus menerus, kecepatan angin maksimum 4m/detik. Sistematika
tanaman kakao menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut, tanaman
kakao termasuk divisio spermatophyta, class dicotyledoneae, ordo
malvales, family sterculiaceae, genus theobroma, dan species Theobroma
cacao L (Marru, 2015).
Tanaman Cokelat (Theobroma cacao L) termasuk famili
Sterculiaceae. Sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman cokelat,
namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi cokelat secara
besar-besaran hanya 3 jenis, yaitu Criollo, Forastero, dan Trinitario. Jenis
Criollo menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik. Buahnya
berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan
lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan
kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Jenis Forastero menghasilkan
biji cokelat yang mutunya sedang. Buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal,
biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu
basah. Jenis Trinitario menghasilkan biji yang berkualitas baik maupun
sedang. Buahnya berwarna hijau atau merah, dan bentuknya bermacam-
macam. Biji buahnya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna
ungu tua pada waktu basah (Susanto, 1994).
Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi
pertumbuhan tanaman. Lingkungan alami tanaman kakao adalah hutan
tropis. Dengan demikian curah hujan, suhu udara dan sinar matahari
menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Begitu pula dengan
faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus dan
kemampuan akar menyerap hara. Ditinjau dari wilayah penanamannya,
kakao ditanam pada daerah-daerah yang berada pada 10o LU-10o LS.
Namun demikian, penyebaran kakao umumnya berada di antara 7o LU-18o
LS. Hal ini erat kaitannya dengan distribusi curah hujan dan jumlah
penyinaran matahari sepanjang tahun. Kakao juga masih toleran pada
daerah 20o LU-20o LS (Chinenye dan Olukunle, 2010).
Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menentukan kakao
yang akan direhabilitasi adalah mencari tanaman yang kurang produktif
(umur diatas 20 tahun) dan secara teknis dapat dilakukan sambung
samping, produktivitas rendah namun masih mungkin untuk ditingkatkan,
tidak terserang organisme pengganggu tanaman (OPT) utama seperti hama
penggerek buah kakao, Helopeltis sp, busuk buah (Phythopthora
palmivora), dan penyakit vascular streak dieback (VSD), serta batang
bawah harus dalam kondisi sehat dan tumbuh aktif. Upaya untuk
pengaktifan pertumbuhan batang bawah ini dapat dilakukan lewat
pengolahan tanah, pemupukan, pemangkasan, dan kalau perlu dengan
pengairan (Suzannah et al, 2009).
Prinsip pengolahan kakao yaitu dengan memecah buah dan
menfermentasikan kakao. Tujuan fermentasi adalah untuk melepaskan zat
lendir yang ada pada permukaan kulit biji kakao. Setelah lendir tersebut
hilang, diharapkan hasil akhir biji kakao yang bermutu serta beraroma
baik. Kemudian kakao direndam dan dicuci. Langkah ini dilakukan untuk
menghentikan tahapan sebelumnya yakni fermentasi. Selain itu,
perendaman dan pencucian akan memperbaiki tampilan biji kakao itu
sendiri. Kemudian dilakukan pengeringan. Langkah ini dilakukan dengan
cara menjemur atau juga dengan memakai bantuan mesin. Proses
selanjutnya adalah sortasi bebijian kakao. Tujuannya untuk memisahkan
biji baik dan biji yang dianggap cacat, pecah atau juga untuk membuang
kotoran yang ikut pada biji kakao (Pudji, 2011).
Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa,
mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis
dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan kacang
(nutty), dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang
tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut
sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah
(Plange dan Akowuah, 2012).
Pengaruh tingkat lamanya fermentasi menunjukkan perbedaan
yang begitu nyata terhadap kandungan biji kakao kering. Semakin lama
waktu fermentasi kandungan lemak semakin tinggi, sehingga kandungan
lemak tertinggi diperoleh pada biji kakao yang difermentasikan secara
sempurna. Hal tersebut karena pada proses fermentasi terjadi penurunan
kandungan bahan bukan lemak seperti protein, polifenol dan karbohidrat
yang terurai sehingga secara relatif kadar lemak akan meningkat. Selama
proses fermentasi terjadi pembentukan senyawa aldehid, keton, alkohol,
ester yang bersifat mudah menguap (Towaha dkk, 2012).
Produk kakao pada umumnya yang beredar seperti dark chocolate,
milk chocolate berasal dari biji kakao yang telah difermentasi. Biji kakao
mengandung senyawa flavonoid seperti katekin, prosianidin, dan
antosianidin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Biji kakao
memiliki kandungan fenolik yang tinggi yaitu antara 12- 18% pada biji
yang tidak difermentasi. Sedangkan, kandungan polifenol dalam chocolate
sebagai produk kakao yang paling banyak dikonsumsi, secara signifikan
jumlahnya lebih rendah yaitu 1,7-8,4 mg/g pada dark chocolate dan lebih
rendah lagi pada susu coklat sekitar 0,7-5 mg/g
(Purwaningsih dan Megaputera, 2010).
Tanaman kakao menghasilkan biji yang selanjutnya bisa diproses
menjadi bubuk coklat. Kakao merupakan tanaman perkebunan di lahan
kering, dan jika di usahakan secara baik dapat berproduksi tinggi serta
menguntungkan secara ekonomis. Sebagai salah satu tanaman yang
dimanfaatkan bijinya, maka biji kakao dapat dipergunakan untuk bahan
pembuat minuman, campuran gula-gula dan beberapa jenis makanan
lainnya bahkan karena kandungan lemaknya tinggi biji kakao dapat dibuat
mentega kakao, sabun, parfum dan obat-obatan (Susanto, 1994).
C. Pembahasan
Kakao merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh dengan baik
pada daerah garis lintang 100 LS sampai 100 LU. Sedangkan dilihat dari
ketinggian, lingkungan ideal buat tanaman kakao adalah daerah dengan
tinggi tempat 0 s/d 600 mdpl, dengan curah hujan 1500 s/d 2500 mm/th,
dan bulan kering (curah hujan<60mm/bulan) kurang dari 3 bulan. Dengan
suhu maksimum 30-320 C, minimum18-21 C, dan tidak ada angin
kencang terus menerus, kecepatan angin maksimum 4m/detik. Sistematika
tanaman kakao menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut, tanaman
kakao termasuk divisio spermatophyta, class dicotyledoneae, ordo
malvales, family sterculiaceae, genus theobroma, dan species Theobroma
cacao L (Marru, 2015).
plasenta
pulp
biji
Divisio: spermatophyta
Class: dicotyledoneae
Ordo: malvales
Family: sterculiaceae
Genus: theobroma
D. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Acara III Pasca Panen Kakao adalah :
1. Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman yang dapat
dimanfaatkan bijinya yang berasal dari tanaman Theobroma cacao.
2. Prinsip pengolahan kakao yaitu dengan memecah buah,
menfermentasikan kakao, pencucian, pengeringan, kemudian
dilakukan sortasi untuk memisahkan mutu biji kakao kering, biji pipih,
pecahan kulit, biji berkecambah, dan benda asing lainnya.
3. Produk olahan kakao yaitu coklat (dark chocolate dan milk chocolate),
mentega, sabun, parfum dan obat-obatan.
DAFTAR PUSTAKA
Chinenye, Ndukwu dan Olukunle. 2010. Cocoa Bean Drying Kinetics. Journal of
Agricultural Research Vol. 7, No. 4, Hal. 53-59.
Marru, Donatus. 2015. Kakao. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Plange, Bart dan Akowuah. 2012. Compressive Properties of Cocoa Beans
Considering the Effect of Moisture Content Variations. Journal of
Engineering Vol. 2, No. 5, Hal.201-208.
Pudji, Rahardjo. 2011. Menghasilkan Benih dan Bibit Kakao Unggul. Niaga
Swadaya: Jakarta.
Pudjogunarto, Wartoyo Suwadi. 2011. Agronomi Tanaman Kakao. UNS Press.
Surakarta.
Purwaningsih, Dewi dan Ireno Megaputera. 2010. Formulasi Sediaan Ekstrak
Etanol Biji Kakao sebagai Kandidat Natural Antioksidan Melalui
Teknologi Mikroenkapsulasi. Jurnal Farmasi Vol. 1, No. 1, Hal. 30-35.
Safitiri, Suci. 2015. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao di Lahan
Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Jurnal Nasional Ecopedon Vol.
1, No. 1, Hal. 97-113.
Siregar, Tumpal H.S, Slamet Riyadi, dan Laeli Nuraeni. 2010. Budidaya Cokelat.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Susanto, F. X. 1994. Budidaya dan Pengolahan Hasil Tanaman Kakao. Kanisius:
Yogyakarta.
Suzannah, Law, Misnawi dan Cloke. 2009. Polyphenols in Cocoa. Journal of
Food and Agroindustry Vol. 2, No. 4, Hal. 44-49.
Towaha, Juniaty, Dian Adi Anggraini dan Rubiyo. 2012. Keragaman Mutu Biji
Kakao dan Produk Turunannya pada Berbagai Tingkat Fermentasi. Jurnal
Pelita PerkebunanVol. 28, No. 3, Hal. 133-140.
Wahyudi, T., T. R. Panggabean, dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao
Manajemen agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.