You are on page 1of 14

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN


ACARA III
PASCA PANEN KAKAO

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :
1. Jati Sintya (H3115041)
2. Nikmatul Ulfa (H31150
3. Shaff Ahmad (H31150
4. Zulfadin Hanafiah (H31150

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
ACARA III
PASCA PANEN KAKAO

A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Acara III Pasca Panen Kakao adalah
untuk mengetahui cara pasca panen buah kakao.
B. Tinjauan Pustaka
Kakao merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh dengan baik
pada daerah garis lintang 100 LS sampai 100 LU. Sedangkan dilihat dari
ketinggian, lingkungan ideal buat tanaman kakao adalah daerah dengan
tinggi tempat 0 s/d 600 mdpl, dengan curah hujan 1500 s/d 2500 mm/th,
dan bulan kering (curah hujan<60mm/bulan) kurang dari 3 bulan. Dengan
suhu maksimum 30-320 C, minimum18-21 C, dan tidak ada angin
kencang terus menerus, kecepatan angin maksimum 4m/detik. Sistematika
tanaman kakao menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut, tanaman
kakao termasuk divisio spermatophyta, class dicotyledoneae, ordo
malvales, family sterculiaceae, genus theobroma, dan species Theobroma
cacao L (Marru, 2015).
Tanaman Cokelat (Theobroma cacao L) termasuk famili
Sterculiaceae. Sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman cokelat,
namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi cokelat secara
besar-besaran hanya 3 jenis, yaitu Criollo, Forastero, dan Trinitario. Jenis
Criollo menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik. Buahnya
berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan
lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan
kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Jenis Forastero menghasilkan
biji cokelat yang mutunya sedang. Buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal,
biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu
basah. Jenis Trinitario menghasilkan biji yang berkualitas baik maupun
sedang. Buahnya berwarna hijau atau merah, dan bentuknya bermacam-
macam. Biji buahnya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna
ungu tua pada waktu basah (Susanto, 1994).
Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi
pertumbuhan tanaman. Lingkungan alami tanaman kakao adalah hutan
tropis. Dengan demikian curah hujan, suhu udara dan sinar matahari
menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Begitu pula dengan
faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus dan
kemampuan akar menyerap hara. Ditinjau dari wilayah penanamannya,
kakao ditanam pada daerah-daerah yang berada pada 10o LU-10o LS.
Namun demikian, penyebaran kakao umumnya berada di antara 7o LU-18o
LS. Hal ini erat kaitannya dengan distribusi curah hujan dan jumlah
penyinaran matahari sepanjang tahun. Kakao juga masih toleran pada
daerah 20o LU-20o LS (Chinenye dan Olukunle, 2010).
Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menentukan kakao
yang akan direhabilitasi adalah mencari tanaman yang kurang produktif
(umur diatas 20 tahun) dan secara teknis dapat dilakukan sambung
samping, produktivitas rendah namun masih mungkin untuk ditingkatkan,
tidak terserang organisme pengganggu tanaman (OPT) utama seperti hama
penggerek buah kakao, Helopeltis sp, busuk buah (Phythopthora
palmivora), dan penyakit vascular streak dieback (VSD), serta batang
bawah harus dalam kondisi sehat dan tumbuh aktif. Upaya untuk
pengaktifan pertumbuhan batang bawah ini dapat dilakukan lewat
pengolahan tanah, pemupukan, pemangkasan, dan kalau perlu dengan
pengairan (Suzannah et al, 2009).
Prinsip pengolahan kakao yaitu dengan memecah buah dan
menfermentasikan kakao. Tujuan fermentasi adalah untuk melepaskan zat
lendir yang ada pada permukaan kulit biji kakao. Setelah lendir tersebut
hilang, diharapkan hasil akhir biji kakao yang bermutu serta beraroma
baik. Kemudian kakao direndam dan dicuci. Langkah ini dilakukan untuk
menghentikan tahapan sebelumnya yakni fermentasi. Selain itu,
perendaman dan pencucian akan memperbaiki tampilan biji kakao itu
sendiri. Kemudian dilakukan pengeringan. Langkah ini dilakukan dengan
cara menjemur atau juga dengan memakai bantuan mesin. Proses
selanjutnya adalah sortasi bebijian kakao. Tujuannya untuk memisahkan
biji baik dan biji yang dianggap cacat, pecah atau juga untuk membuang
kotoran yang ikut pada biji kakao (Pudji, 2011).
Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa,
mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis
dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan kacang
(nutty), dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang
tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut
sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah
(Plange dan Akowuah, 2012).
Pengaruh tingkat lamanya fermentasi menunjukkan perbedaan
yang begitu nyata terhadap kandungan biji kakao kering. Semakin lama
waktu fermentasi kandungan lemak semakin tinggi, sehingga kandungan
lemak tertinggi diperoleh pada biji kakao yang difermentasikan secara
sempurna. Hal tersebut karena pada proses fermentasi terjadi penurunan
kandungan bahan bukan lemak seperti protein, polifenol dan karbohidrat
yang terurai sehingga secara relatif kadar lemak akan meningkat. Selama
proses fermentasi terjadi pembentukan senyawa aldehid, keton, alkohol,
ester yang bersifat mudah menguap (Towaha dkk, 2012).
Produk kakao pada umumnya yang beredar seperti dark chocolate,
milk chocolate berasal dari biji kakao yang telah difermentasi. Biji kakao
mengandung senyawa flavonoid seperti katekin, prosianidin, dan
antosianidin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Biji kakao
memiliki kandungan fenolik yang tinggi yaitu antara 12- 18% pada biji
yang tidak difermentasi. Sedangkan, kandungan polifenol dalam chocolate
sebagai produk kakao yang paling banyak dikonsumsi, secara signifikan
jumlahnya lebih rendah yaitu 1,7-8,4 mg/g pada dark chocolate dan lebih
rendah lagi pada susu coklat sekitar 0,7-5 mg/g
(Purwaningsih dan Megaputera, 2010).
Tanaman kakao menghasilkan biji yang selanjutnya bisa diproses
menjadi bubuk coklat. Kakao merupakan tanaman perkebunan di lahan
kering, dan jika di usahakan secara baik dapat berproduksi tinggi serta
menguntungkan secara ekonomis. Sebagai salah satu tanaman yang
dimanfaatkan bijinya, maka biji kakao dapat dipergunakan untuk bahan
pembuat minuman, campuran gula-gula dan beberapa jenis makanan
lainnya bahkan karena kandungan lemaknya tinggi biji kakao dapat dibuat
mentega kakao, sabun, parfum dan obat-obatan (Susanto, 1994).

C. Pembahasan
Kakao merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh dengan baik
pada daerah garis lintang 100 LS sampai 100 LU. Sedangkan dilihat dari
ketinggian, lingkungan ideal buat tanaman kakao adalah daerah dengan
tinggi tempat 0 s/d 600 mdpl, dengan curah hujan 1500 s/d 2500 mm/th,
dan bulan kering (curah hujan<60mm/bulan) kurang dari 3 bulan. Dengan
suhu maksimum 30-320 C, minimum18-21 C, dan tidak ada angin
kencang terus menerus, kecepatan angin maksimum 4m/detik. Sistematika
tanaman kakao menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut, tanaman
kakao termasuk divisio spermatophyta, class dicotyledoneae, ordo
malvales, family sterculiaceae, genus theobroma, dan species Theobroma
cacao L (Marru, 2015).

plasenta

pulp

biji

Gambar 3.1 Buah Kakao


Sistematika tanaman kakao menurut klasifikasinya adalah sebagai
berikut:

Divisio: spermatophyta

Class: dicotyledoneae

Ordo: malvales

Family: sterculiaceae

Genus: theobroma

Species: theobroma cacao L(Marru, 2015)

Tanaman Cokelat (Theobroma cacao L) termasuk famili


Sterculiaceae. Sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman cokelat,
namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi cokelat secara
besar-besaran hanya 3 jenis, yaitu Criollo, Forastero, dan Trinitario. Jenis
Criollo menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik. Buahnya
berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan
lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan
kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Jenis Forastero menghasilkan
biji cokelat yang mutunya sedang. Buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal,
biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu
basah. Jenis Trinitario menghasilkan biji yang berkualitas baik maupun
sedang. Buahnya berwarna hijau atau merah, dan bentuknya bermacam-
macam. Biji buahnya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna
ungu tua pada waktu basah (Susanto, 1994).
Tanaman cokelat yang berasal dari biji memiliki akar tunggang
yang tumbuh lurus ke bawah dan memiliki batang yang lurus. Karena
percabangan tanaman cokelat bersifat dimorphous, maka kedudukan
daunya juga bersifat dimorphous. Daun pertama mempunyai tangkai daun
(petiol) yang panjang dan simetris, dan petiol tersebut pada ujungnya
membengkok. Tanaman cokelat berbunga sepanjang tahun, dan tumbuh
secara berkelompok pada bantalan bunga yang menempel pada batang tua,
cabang-cabang, dan ranting-ranting. Buah cokelat yang masih muda
disebut cherelle dan berwarna hijau muda-hijau tua, dan sampai 3 bulan
pertama sejak perkembanganya akan terjadi cherelle wilt, yaitu buah muda
yang menjadi mengering dan mengeras. Buah yang sudah masak disebut
pod atau tongkol, warnanya bermacam-macam dan ukuranya antara 10-30
cm berwarna kuning atau orange (Susanto, 1994).
Tanda-tanda buah cokelat yang telah matang dapat diketahui dari
perubahan warna sepanjang alur kulit buah. Buah cokelat yang kulitnya
berwarna hijau, jika telah matang warna sepanjang alur akan berubah
menjadi kuning. Sedangkan buah cokelat yang kulitnya berwarna merah
tua, merah muda, dan jingga, jika matang warna kulit buahnya akan
menjadi kuning. Di samping itu, buah cokelat yang sudah matang
porosnya agak kering sehingga biji-biji di dalamnya agak renggang dari
kulit buah dan akan terbentuk rongga antara biji dan kulit buah. Dari
kondisi demikian maka buah cokelat yang matang itu jika digoyang-
goyangkan atau dikocok akan berbunyi (Sunanto, 1994). Buah kakao bisa
dipanen apabila perubahan warna kulit dan setelah fase pembuahan sampai
menjadi buah dan matang kurang lebih usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan
dipanen adalah warna kuning pada alur buah, warna kuning pada seluruh
permukaan buah, dan warna kuning tua pada seluruh permukaan buah
(Pudjogunarto, 2011).
Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam. Bila buah tinggi,
pisau disambungkan dengan bambu. Pisau berbentuk huruf L, dengan
bagian tengah agak melengkung. Selama memanen, buah cokelat harus
diusahakan untuk tidak melukai batang/cabang yang ditumbuhi buah.
Pelukaan akan mengakibatkan bunga tidak akan tumbuh lagi pada tempat
tersebut untuk periode berikutnya. Pemanenan buah cokelat hendaknya
dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah tepat di batang/cabang
yang ditumbuhi buah. Dengan demikian, tangkai buahpun tidak tersisa di
batang/cabang sehingga tidak menghalangi pembungaan pada periode
selanjutnya (Siregar, dkk., 2010).
Buah yang telah dipanen biasanya dikumpulkan pada tempat
tertentu. Buah dikelompokan menurut kelas kematanganya sehingga akan
memudahkan pengolahanya. Pemecahan kulit dilaksanakan dengan
menggunakan kayu bulat yang keras. Bila kulit telah terbagi dua, kulit
bagian ujung dibuang dan tangan kanan menarik biji dari plasenta. Biji
kemudian ditempatkan di atas lembaran plastik yang telah disiapkan atau
di dalam keranjang bambu yang diberi alas (Siregar, dkk., 2010).
Proses pemecahan buah yang dilakukan secara mekanik bukan
tidak mungkin dapat diterapkan, tetapi masih banyak dijumpai kesulitan
dalam pengembanganya. Kekurangan dari pemecahan buah secara
mekanik dengan pemukul berpisau atau dengan pisau yaitu beresiko
merusak biji, tetapi pemecahan dengan cara ini paling umum dilakukan
karena biayanya yang jauh lebih murah. Penelitian pembuatan mesin
pemecah buah kakao telah dilakukan oleh beberapa peneliti, tetapi tidak
ada satupun yang berhasil berkembang menjadi alat komersial karena
sulitnya bagian yang memisahkan antara biji kakao segar dengan pecahan
kulit buah (Wahyudi, dkk., 2008). Keunggulan pemecahan buah kakao
dengan menggunakan mesin yaitu, kecepatan kerja terjamin, kebersihan
biji terjamin, konsumsi energi rendah, dan mudah diadopsi oleh
perkebunan besar maupun perkebunan rakyat (Pudjogunarto, 2011).
Hanya saja, mesin besar dengan kapasitas besar akan lebih sulit untuk
dibawa keliling sehingga jika stasioner, buah kakao harus diangkut ke
pabrik dan kulit buah harus dikembalikan ke kebun
(Wahyudi, dkk., 2008).
Prinsip pengolahan kakao yaitu dengan memecah buah dan
menfermentasikan kakao. Tujuan fermentasi adalah untuk melepaskan zat
lendir yang ada pada permukaan kulit biji kakao. Setelah lendir tersebut
hilang, diharapkan hasil akhir biji kakao yang bermutu serta beraroma
baik. Kemudian kakao direndam dan dicuci. Langkah ini dilakukan untuk
menghentikan tahapan sebelumnya yakni fermentasi. Selain itu,
perendaman dan pencucian akan memperbaiki tampilan biji kakao itu
sendiri. Kemudian dilakukan pengeringan. Langkah ini dilakukan dengan
cara menjemur atau juga dengan memakai bantuan mesin. Proses
selanjutnya adalah sortasi bebijian kakao. Tujuannya untuk memisahkan
biji baik dan biji yang dianggap cacat, pecah atau juga untuk membuang
kotoran yang ikut pada biji kakao (Pudji, 2011).
Perubahan-perubahan biji selama fermentasi meliputi peragian gula
menjadi alkohol, fermentasi asam cuka, dan kenaikan suhu. Di samping
itu, aroma pun meningkat selama proses fermentasi dan pH biji mengalami
perubahan. Ada beberapa mikroorganisme yang diketahui berperan di
dalam proses fermentasi, antara lain Saccharomyces cerevisiae, S.
Theobromae, S. Ellipsoideus, S. Apiculatus, S. Mumalus, dan Eutorulopsis
theobromae. Proses yang terjadi selama pemeraman adalah berupa
peragian dar lendir-lendir yang sebagian besar terdiri dari zat gula. Pada
buah yang belum masak, lapisan lendir tersebut berangsur-angsur menjadi
lemak. Namun jika buah sudah kelewat masak, lapisan lendir itu menjadi
keras kembali (Siregar dkk., 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeraman atau fermentasi
yang pertama yaitu kematangan buah. Buah yang mentah tidak dapat
difermentasi dengan sempurna. Rendemen yang diperoleh dari buah
mentah dari suatu percobaan hanya 21%. Sedangkan ukuran biji juga lebih
kecil yaitu hanya sekitar 1,05 gram/biji. Jika buah sudah matang, ukuran
biji mencapai 1,34 gram/biji. Faktor kedua yaitu penyakit busuk buah,
penyakit busuk buah dapat menyebabkan kenaikan asam lemak bebas
dalam biji sehingga aroma cokelat yang dihasilkan kurang baik. Faktor
ketiga yaitu jenis cokelat, jenis cokelat mutu sedang memerlukan waktu
pemeraman 2-3 hari, sedangkan untuk jenis forastero memerlukan 5-7
hari. Oleh karenanya, sebaiknya pemeraman cokelat dari kedua jenis ini
tidak dicampur (Susanto, 1994).
Fermentasi dilakukan dengan bantuan mikroba alami yang ada
dalam biji kakao untuk menumbuhkan senyawa pembentuk citarasa, warna
dan aroma khas cokelat, karena selama fermentasi terjadi perubahan fisik,
kimiawi dan biologi di dalam biji kakao. Proses fermentasi berlangsung
secara alamiah selama beberapa hari. Tahapan ini sangat penting dilalui
untuk mempersiapkan biji kakao basah menjadi biji kakao kering bermutu
tinggi dan layak dikonsumsi. Di dalam biji kakao akan terjadi penguraian
senyawn polifenol, protein den gula oleh enzim. Penguraian senyawa-
senyawa tersebut akan menghasilkan perbaikan aroma, perbaikan rasa dan
perubahan warna. Berat biji untuk proses fermentasi sebaiknya tidak
kurang dari 40 kg. Hal ini terkait dengan kemampuan untuk menghasilkan
panas yang cukup agar proses fermentasi berjalan dengan baik. Panas
merupakan hasil oksidasi senyawa gula di dalam pulpa. Lamanya proses
fermentasi bervareasi antara 5 samapi 7 hari, selama fermentasi biji kakao
sesekali dibalik dengan cara dipindahkan ke peti kedua sambil diaduk.
Pengadukan dilakukan untuk mendapatkan hasil fermentasi yang merata
dan baik (Safitri, 2015).
Biji kakao di dalam buah dalam keadaan steril, setelah biji tersebut
dikeluarkan dari dalam buah akan terkontaminasi oleh bernagai mikrobia
yang berasal dari udara sekelilingnya. Selama proses fermentasi
berlangsung, akan terjadi perubahan sifat fisik dan kimia dari pulp yang
membungkus biji sejalan dengan perubahan mikroflora. Pulp yang masih
segar mempunyai pH sekitar 3,6; kandungan gula cukup tinggi; pasokan
oksigen dalam masa biji kakao yang diperam rendah. Kondisi ini cocok
untuk pertumbuhan yeast. Sebagai akibat dari konsumsi asam sitrat dalam
pulp, maka pH pulp berangsur-angsur naik. Suhu masa biji juga naik,
setelah melebihi 30 0C kondisinya mulai tidak cocok untuk yeast dan
bakteri yang berkembang adalah bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat
mempunyai sifat heterofermentatif, artinya dapat menghasilkan asam
laktat dari substrat gula dan juga dapat menghasilkan asam asetat. Setelah
fermentasi berlangsung 24 jam, pH pulp mendekati 4 dengan suhu 32 36
0
C bakteri asam laktat dengan cepat menekan pertumbuhan yeast. Jika pH
melampaui 4, kondisi tersebut cocok untuk pertumbuhan bakteri asam
asetat yang tumbuh dalam substrat alkohol. Begitu aerasi menjadi lebih
baik (karena sebagian pulp telah hancur), yaitu setelah fermentasi 30 jam,
bakteri asam asetat dengan cepat tumbuh dan menekan bakteri asam laktat.
pH pulp terus meningkat karena asam laktat dan asam asetat sebagian
terdifusi ke dalam keping biji dan sebagian direspirasi. Pada pH di atas 5,
mulai tampak adanya pertumbuhan acetobacter. Mikrobia ini
menghasilkan senyawa amin dan amonia dari hasil perombakan asam
amino. Jika pH mendekati netral, kakao mempunyai flavor busuk, warna
kulit biji menjadi coklat gelap karena oksidasi polifenol yang berlebihan
akhir proses fermentasi (Siregar dkk., 2010).
Biji-biji yang difermentasi secara penuh (fully fermented) ditandai
dengan adanya warna cokelat gelap pada 80% kulit luar biji dan adanya
pori-pori kecil di dalam biji. Pada fermentasi sebagian (half fermented),
biji berwarna cokelat tua, tetapi tidak ada pori-pori. Pada fermentasi yang
gagal (bad fermented), warna biji ungu dan tidak ada pori-pori di dalam
biji. Biji yang difermentasi dengan baik, pHnya 4,8 dengan presentase
kulit ari mencapai 0,16%. Aroma akan terbentuk 36 jam setelah masa
pertama fermentasi (Siregar, dkk., 2010).
Produk kakao pada umumnya yang beredar seperti dark chocolate,
milk chocolate berasal dari biji kakao yang telah difermentasi. Biji kakao
mengandung senyawa flavonoid seperti katekin, prosianidin, dan
antosianidin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Biji kakao
memiliki kandungan fenolik yang tinggi yaitu antara 12- 18% pada biji
yang tidak difermentasi. Sedangkan, kandungan polifenol dalam chocolate
sebagai produk kakao yang paling banyak dikonsumsi, secara signifikan
jumlahnya lebih rendah yaitu 1,7-8,4 mg/g pada dark chocolate dan lebih
rendah lagi pada susu coklat sekitar 0,7-5 mg/g
(Purwaningsih dan Megaputera, 2010).
Menurut Kamus Oxford, Cacao merujuk pada biji yang berbentuk
kacang yang berasal dari pohon coklat (Theobroma). Selain itu, pohon
coklat sendiri juga disebut sebagai Cacao. Cocoa dalam kamus Oxford
merujuk pada bubuk coklat atau minuman yang terbuat dari campuran
bubuk coklat, susu, dan gula. Dalam industri coklat sendiri, kata cocoa
merujuk pada produk mentah hasil olahan biji coklat (biji cacao), seperti
cocoa powder, cocoa butter, dan cocoa mass. Chocolate atau coklat
adalah hasil olahan biji coklat yang sudah mengalami proses di pabrik dan
ditambah atau dicampur dengan bahan lain sehingga kemurniannya
berkurang. Disebut Chocolate jika dalam produk tersebut masih
mengadung cocoa dalam jumlah tertentu.
Tanaman kakao menghasilkan biji yang selanjutnya bisa diproses
menjadi bubuk coklat. Kakao merupakan tanaman perkebunan di lahan
kering, dan jika di usahakan secara baik dapat berproduksi tinggi serta
menguntungkan secara ekonomis. Sebagai salah satu tanaman yang
dimanfaatkan bijinya, maka biji kakao dapat dipergunakan untuk bahan
pembuat minuman, campuran gula-gula dan beberapa jenis makanan
lainnya bahkan karena kandungan lemaknya tinggi biji kakao dapat dibuat
mentega kakao, sabun, parfum dan obat-obatan (Susanto, 1994).

D. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Acara III Pasca Panen Kakao adalah :
1. Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman yang dapat
dimanfaatkan bijinya yang berasal dari tanaman Theobroma cacao.
2. Prinsip pengolahan kakao yaitu dengan memecah buah,
menfermentasikan kakao, pencucian, pengeringan, kemudian
dilakukan sortasi untuk memisahkan mutu biji kakao kering, biji pipih,
pecahan kulit, biji berkecambah, dan benda asing lainnya.
3. Produk olahan kakao yaitu coklat (dark chocolate dan milk chocolate),
mentega, sabun, parfum dan obat-obatan.
DAFTAR PUSTAKA

Chinenye, Ndukwu dan Olukunle. 2010. Cocoa Bean Drying Kinetics. Journal of
Agricultural Research Vol. 7, No. 4, Hal. 53-59.
Marru, Donatus. 2015. Kakao. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Plange, Bart dan Akowuah. 2012. Compressive Properties of Cocoa Beans
Considering the Effect of Moisture Content Variations. Journal of
Engineering Vol. 2, No. 5, Hal.201-208.
Pudji, Rahardjo. 2011. Menghasilkan Benih dan Bibit Kakao Unggul. Niaga
Swadaya: Jakarta.
Pudjogunarto, Wartoyo Suwadi. 2011. Agronomi Tanaman Kakao. UNS Press.
Surakarta.
Purwaningsih, Dewi dan Ireno Megaputera. 2010. Formulasi Sediaan Ekstrak
Etanol Biji Kakao sebagai Kandidat Natural Antioksidan Melalui
Teknologi Mikroenkapsulasi. Jurnal Farmasi Vol. 1, No. 1, Hal. 30-35.
Safitiri, Suci. 2015. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao di Lahan
Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Jurnal Nasional Ecopedon Vol.
1, No. 1, Hal. 97-113.
Siregar, Tumpal H.S, Slamet Riyadi, dan Laeli Nuraeni. 2010. Budidaya Cokelat.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Susanto, F. X. 1994. Budidaya dan Pengolahan Hasil Tanaman Kakao. Kanisius:
Yogyakarta.
Suzannah, Law, Misnawi dan Cloke. 2009. Polyphenols in Cocoa. Journal of
Food and Agroindustry Vol. 2, No. 4, Hal. 44-49.
Towaha, Juniaty, Dian Adi Anggraini dan Rubiyo. 2012. Keragaman Mutu Biji
Kakao dan Produk Turunannya pada Berbagai Tingkat Fermentasi. Jurnal
Pelita PerkebunanVol. 28, No. 3, Hal. 133-140.
Wahyudi, T., T. R. Panggabean, dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao
Manajemen agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

You might also like